Upload
ngohuong
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MAKNA PESAN DAKWAH DALAM FOTO BUSANA
MUSLIM RUBRIK MODIS PADA MAJALAH AULIA
(Analisis Semiotik Melalui Pendekatan Model Roland Barthes)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Disusun Oleh :
NURUL ADHANI
109051000006
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
MAKNA PESAN DAKWAH DALAM FOTO BUSANA
MUSLIM RUBRIK MODIS PADA MAJALAH AULIA
(Analisis Semiotik Melalui Pendekatan Model Roland Barthes)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Disusun Oleh :
NURUL ADHANI
109051000006
Di Bawah Bimbingan,
Dr. Fatmawati Sofyan, MA
NIP. 19760917 200112 2 002
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
i
ABSTRAK
Nurul Adhani
Makna Pesan Dakwah Dalam Foto Busana Muslim Rubrik Modis Pada
Majalah Aulia (Analisis Semiotik Melalui Pendekatan Model Roland
Barthes)
Majalah merupakan bentuk media massa atau cetak yang memberikan
berbagai informasi serta pesan kepada khalayak. Saat ini penggunaan media cetak
khususnya majalah banyak digunakan sebagai media dakwah. Seperti majalah
Aulia yang menggunakan majalah sebagai media dakwah lewat rubrik-rubrik
yang ada di majalah tersebut.
Majalah saat ini menjadi acuan masyarakat dalam berbagai hal, seperti
dalam berbusana, yang menjadi inspirasi khususnya bagi wanita, yang
menampilkan foto busana yang sedang trend saat ini, namun sering kali busana
yang ditampilkan tidak sesuai dengan syariat islam,walaupun busana tersebut
merupakan busana muslimah, maka dari itu diperlukan untuk membaca foto yang
terdapat di rubrik modis edisi No.07/Tahun X/Januari 2013 majalah Aulia yang
dilihat dari penanda, petanda hingga tandanya sendiri, maka dapat diajukan
beberapa pertanyaan, yaitu: Apa makna denotasi, konotasi, dan mitos yang
terdapat pada rubrik modis majalah Aulia. Dan Makna pesan dakwah apa yang
ingin disampaikan pada rubrik modis dalam majalah Aulia.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika Roland
Barthes. Barthes mengajukan tiga tahapan dalam membaca foto, yaitu dengan
melihat dan mencari unsur penanda, segi petanda dan juga tanda itu sendiri.
Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metodelogi kualitatif
deskriptif. Yang bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan
akurat. Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara observasi, dan
wawancara yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode semiotika.
Objek penelitian ini adalah foto busana muslimah pada rubrik modis dalam
majalah Aulia edisi bulan januari 2013.
Foto busana muslimah yang ada dalam majalah Aulia merupakan foto
fashion dalam berbusana muslimah yang tetap bisa tampil modis walau memakai
hijab. Makna denotasi dari foto tersebut adalah semua yang tergambar dalam foto.
Makna konotasi adalah bahwa wanita muslimah seharusnya ketika berpergian
menutup auratnya secara sempurna. Memgaplikasikan kain tenun dalam busana
bisa terlihat lebih anggun dan tidak terlihat kaku. Mitosnya adalah bahwa dengan
berhijab seseorang bisa tampil cantik dan modis namun tetap syar’i, dan
pemakaian atau pengaplikasian unsur tradisional dalam berbusana bisa dijadikan
trend baru dalam berbusana baik acara formal maupun informal. Sedangkan pesan
dakwah yang ingin disampaikan oleh majalah Aulia adalah hendaknya seorang
muslimah menutup auratnya secara sempurna dan tampil cantik dan sempurna
dalam keluarga.
Kesimpulannya, foto busana muslimah yang terdapat dalam majalah Aulia
edisi bulan januari 2013 dapat memberikan inspirasi baru dalam berbusana.
Karena kain tradisional seperti kain tenun yang dimiliki setiap daerah di indonesia
bisa di aplikasikan dalam busana keseharian tidak harus acara adat atau formal
dan hal ini menjadikan dunia fashion style semakin berkembang.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi dengan judul “Makna
Pesan Dakwa Dalam Foto Busana Muslim Rubrik Modis Pada Majalah Aulia
(Analisis Semiotik Melalui Pendekatan Model Roland Barthes)” sebagai
prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam, pada Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya.
Terselesaikannya skripsi ini tentu tak lepas dari berbagai dukungan yang
diberikan kepada penulis, baik moril maupun materil. Dan dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof.
Dr. Komaruddin Hidayat, MA
2. Dr. Arief Subhan, MA., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, serta Wakil Dekan Dr. Suparto, M. Ed, MA., Drs. Jumroni,
M.Si., dan Drs. Wahidin Saputra, M.Ag.,
3. Bapak Rachmat Baihaki, MA., sebagai Ketua Jurusan Komunikasi Dan
Penyiaran Islam
4. Dra. Hj. Umi Musyarrofah, M.A., sebagai Sekretaris Jurusan Komunikasi
dan Penyiaran Islam.
iii
5. Dr. Fatmawati Sofyan, MA, sebagai Dosen Pembimbing yang telah
bersedia menjadi pembimbing dalam penulisan skripsi ini dengan penuh
kesabaran, perhatian dan ketelitian memberikan masukan serta
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis
hingga skripsi ini selesai.
6. Drs. Armawati Arbi selaku Dosen Pembimbing Akademik KPI A 2009
7. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, yang telah mentranformasikan ilmu, sehingga penulis
mampu menyelesaikan studi maupun penulisan skripsi ini
8. Pimpinan dan para petugas perpustakaan Fakultas Dakwah dan
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9. Ibu Santi Soekanto, sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Aulia, yang telah
mau membantu penulis dan memberikan izin untuk melakukan penelitian.
Dan Mba Novie Riyanti dan Mba Nina, Mba Novi serta seluruh Staff
redaksi Majalah Aulia yang telah membantu memberikan data kepada
penulis.
10. Kedua orang tua yang sangat saya sayangi, yaitu Ayahanda Nurzaman dan
Ibunda Tuti Ganeti S.Pd, terima kasih karena berkat do’a, motivasi, kasih
sayang, perhatian, dan bantuan (moril, materil, dan sprititual) yang telah
diberikan dengan tulus, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan
pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri.
iv
11. Untuk Tiertha Ganda Permanna, Zulfa Alawiyah, dan Ahmad Maulana
Ibrahim, yang tiada hentinya menghibur saya. Dan Teteh Badriah yang
selalu mendoakan dan memberi semangat kepada penulis.
12. Teruntuk Ilham Fahma Setiawan yang selalu membimbing saya dalam hal
apapun, yang memberikan semangat tiada hentinya, mengajarkan dan juga
yang telah menghibur penulis.
13. Teman-teman KPI A angkatan 2009, sahabat-sahabat tersayang yang
selalu berbagi suka dan duka selama beberapa tahun ini. Anna Sapitri,
Dina Damayanti, Esty Nurhayati, dan Fajriah Rifa’i. Serta teman-teman
KKN SOS (Spirit Of Social) 2012 yang telah membantu penulis dalam
segala hal, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta
sahabat-sahabat saya, Ropikoh Susanti Nasution, Eis Hartati, Ryan
Febrian, Fajar Nurhadi dan Dicky Zulkifli Ramdhani. Yang telah
memberikan semangat serta menghibur saya.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT semua amal baik dikembalikan, semoga
Allah SWT membalas jasa segala dukungan yang diberikan kepada penulis
dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya. Amin
yaa Rabbala’lamin....
Wassalamu’alaikumWr. Wb.
Jakarta, 7 Januari 2013
Nurul Adhani
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................. 8
C. Tujuan Penelitian........................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian...................................................................... 9
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 9
F. Kerangka Konsep ....................................................................... 11
G. Metodelogi Penelitian ................................................................ 11
H. Sistematis Penulisan ................................................................... 14
BAB II PEMBAHASAN
A. Analisis Semiotika ..................................................................... 16
B. Model Semiotika Roland Barthes .............................................. 17
C. Makna Denotasi dan Konotasi ................................................... 21
D. Jenis-Jenis Media Massa ............................................................ 24
E. Dampak Komunikasi Massa ...................................................... 25
F. Kelebihan dan Kelemahan Media Cetak .................................... 26
G. Majalah ....................................................................................... 29
vi
H. Rubrik ......................................................................................... 30
I. Dakwah ...................................................................................... 31
J. Busana ........................................................................................ 33
BAB III PROFIL MAJALAH AULIA
A. Sejarah dan Perkembangan Majalah Aulia ................................ 38
B. Struktur Redaksi Majalah Aulia ................................................. 41
C. Visi dan Misi Majalah Aulia ...................................................... 42
D. Rubrikasi Majalah Aulia ............................................................ 43
BAB VI TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambar Pertama ......................................................................... 46
1. Makna Denotasi .................................................................... 47
2. Makna Konotasi ................................................................... 48
3. Mitos ..................................................................................... 50
B. Gambar Kedua............................................................................ 51
1. Makna Denotasi .................................................................... 52
2. Makna Konotasi ................................................................... 53
3. Mitos ..................................................................................... 54
C. Makna Pesan dakwah yang disampaikan dalam Rubrik Modis . 56
BAB V PENUTUPAN
A. Kesimpulan................................................................................. 60
B. Saran ........................................................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 64
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Peta Tanda Roland Barthes ..................................................... 19
Tabel 3.1 : Struktur Redaksi Majalah Aulia ............................................. 41
viii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1.1 : Tabel Kerangka Konsep ..................................................... 11
2. Gamabr 1.2 : Signifikasi Dua Tahap Barthes .......................................... 12
3. Gambar 2.3 : contoh busana muslimah yang tidak sesuai dengan
syariat islam ....................................................................... 37
4. Gambar 4.1 : Analisis foto ....................................................................... 46
5. Gambar 4.2 : Analisis foto ....................................................................... 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan komunikasi massa dimulai oleh pers, disusul oleh film,
diikuiti oleh radio, selanjutnya oleh televisi.1 Media adalah alat atau sarana
yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada
khalayak.2 Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan
dari sumber kepada khalayak atau penerima pesan dengan mengggunakan alat-
alat komunikasi mekanis seperti Surat Kabar, Film, Radio, dan Televisi. Surat
Kabar boleh dikatakan sebagai media massa tertua sebelum Film, Radio, dan
Televisi. Surat Kabar memiliki keterbatasan karena hanya bisa dinikmati oleh
mereka yang melek huruf, serta lebih banyak disenangi oleh orang tua
dibandingkan kaum remaja dan anak-anak.3
Sampai akhir abad 19, kegiatan komunikasi massa hanya dilakukan oleh
surat kabar dan majalah. Media Massa lainnya belum lahir, sekarang surat
kabar dan majalah telah mengalami kemajuan sangat pesat sesuai dengan
perekembangan teknologi yang semakin canggih. Kalau pada mulanya surat
kabar dan majalah hanya dicetak dengan tinta hitam saja, sekarang dicetak
dengan banyak warna atau yang lebih kita kenal dengan Full Colour. Teknik
1 Onong Uchjana Efendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1992), hal. 56. 2H. Hafied Canggara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2007), hal. 123. 3H. Hafied Canggara, Pengantar Ilmu Komunikasi ,126-127.
2
percetakan yang sudah semakin maju telah mengantarkan bentuk surat kabar
dan majalah semakin baik dan indah.4
Edisi perdana majalah yang diluncurkan di Amerika pada pertengahan
1930-an memperoleh kesuksesan besar, majalah telah memuat segmentasi
pasar tersendiri dan membuat fenomena baru dalam dunia media massa cetak
di Amerika.5 Sedangkan keberadaan majalah sebagai media massa di Indonesia
dimulai menjelang dan pada awal kemerdekaan Indonesia. Di Jakarta pada
tahun 1945 terbit majalah bulanan dengan nama Pantja Raja pimpinan
Markoem Djojohadisoeparto (MD) dengan prakata dari Ki Hajar Dewanto
selaku Menteri Pendidikan pertama RI.
Majalah merupakan media yang paling simple organisasinya, relative
mudah mengelolanya, serta tidak membutuhkan modal yang banyak. Majalah
juga dapat diterbitkan oleh setiap kelompok masyarakat, dimana mereka dapat
dengan leluasa dan luwes menentukan bentuk, jenis, dan sasaran khalayaknya.
Majalah mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan dengan media cetak,
salah satunya adalah frekuensi terbit majalah pada umumnya adalah mingguan.
Majalah adalah terbitan yang berisi artikel, cerita fiktif, yang beredar
berkala dan bergambar, diberi sampul dan dijahit seperti buku. Menurut hasan
sadhily, majalah adalah Terbitan berkala, semula hanya khusus menyajikan
tulisan-tulisan dibidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan, istilah ini
digunakan untuk menyebutkan segala jenis penerbitan berkala yang lebih luas.
Isinya meliputi, segala bentuk karya sastra, liputan jurnalistik, pandangan
4 Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam, (Jakarta: PT Logos,
5Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung: Smibiosa Rekatama
Media, 2007), hal. 116.
3
tentang berbagai topik aktual yang patut diketahui konsumen pembaca.
Menurut penerbitan bedasarkan pada kala terbitnya dapat dibedakan atas
majalah mingguan, bulanan, tengah bulanan dan lain-lain. Menurut
pengkhususan isinya dapat dibedakan bedasarkan berita, wanita, remaja, olah
raga, sastra, cabang ilmu pengetahuan tertentu dan sebagainya.
Bagian yang terpenting dari majalah adalah rubrik. Rubrik itu sendiri
merupakan hal yang dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi si pembaca. Rubrik
itu sendiri merupakan ruangan yang terdapat dalam surat kabar yang memuat
isi dan berita. Ruangan khusus yang dapat dimuat dengan periode yang tetap
dengan hari-hari tertentu atau beberapa minggu sekali, yang membuat masalah
masing-masing sesuai yang ditulis rubrik tersebut.6 Bedasarkan fungsi media,
rubrik dapat digolongkan menjadi 4 jenis yaitu :
1. Rubrik yang informative yag bertujuan memberikan informasi apa adanya.
2. Rubrik yang edukatif yang bertujuan mendidik dan mengajarkan sesuatu.
3. Rubrik yang persuasife yang bertujuan membujuk untuk setuju pada
pendapat tertentu, bahkan mengajak pembaca melakukan sesuatu.
4. Rubrik yang menghibur yang bertujuan untuk perasaan pembaca. 7
Menurut Harimurti kridalaksana, rubrik adalah “pers” kelompok
karangan tulisan atau berita yang digolongkan atas dasar aspek atau tema
tertentu.8 Majalah yang merupakan salah satu media cetak di Indonesia sangat
berkembang, mempunyai pengaruh pola pikir dan prilaku masyarakat, karena
dalam media cetak terdiri atas rubrik-rubrik yang biasa dijadikan sebagai
6 www.Google.co.id “apa itu rubrik” Diakses Pada 7 Januari 2013
7 www.glorianet.org/kolom/kolomedia.html Diakses pada 7 Januari 2013
8 Harimurti Kridalaksana, Lesikal Komunikasi, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1984), hal. 89.
4
inspirasi, tak terkecuali bagi media cetak nasional, seperti majalah Aulia yang
banyak memuat foto - foto busana dan banyak dijadikan inspirasi bagi
perempuan masa kini. Dan hal ini dijadikan sebagai sarana media dakwah
yang baru di era modern seperti sekarang ini. Tak jarang berbagai media
digunakan sebagai media dakwah, untuk menyampaikan hal-hal mengenai
islam. Kompleksitas hubungan antara agama dan masyarakat itu agaknya sukar
di hindari.
Sebab disatu pihak agama ingin lebih ingin banyak berperan untuk
mengendalikan nilai-nilai dan gaya hidup masyarakat yang sedang berubah itu,
agar tidak membahayakan sistem nilai umat islam yang sudah lama mapan, dan
juga tidak membahayakan tatanan hidup beragama itu sendiri. Misalnya,
muncul pelembagaan media massa islam khususnya pers islam, bank-bank
islam, lembaga-lembaga dakwah baru, seperti yayasan Amal Bakti Muslim
Pancasila, Majelis Dakwah Indonesia, kemudian pemasyarakatan busana
muslimat dan sebagainya.9 Dakwah itu sendiri adalah kegiatan yang bersifat
menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah
Swt sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam.
Kata dakwah merupakan masdar yaitu kata benda dari kata kerja da'a
yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Sedangkan tujuan utama
dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup didunia dan
diakhirat yang diridhai oleh Allah. Nabi Muhammad Saw mencontohkan
dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan, tulisan dan
9Andi Abdul Muis, Komunikasi Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), Cet ke-
1, hal. 135.
5
perbuatan. Memasuki zaman global seperti saat sekarang ini, pola dakwah bil-
qalam yaitu dakwah melalui tulisan baik dengan menerbitkan kitab-kitab,
buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan
dakwah sangat penting dan efektif.
Seperti halnya yang dilakukan oleh Majalah Aulia, yang menyampaikan
dakwahnya melalui media massa khususnya media cetak lewat rubrik-rubrik
berserta foto - foto busana muslim, lewat rubrik tersebut Majalah Aulia
menyampaikan pesan dakwah bil-qalam bagaimana caranya seorang muslimah
berbusana yang benar menurut syariat islam. Wajib hukumnya bagi seorang
wanita muslim berpakaian muslimah, karena Busana muslim dapat memiliki
makna tertentu. Dalam agama Islam, maupun era modern ini, selalu ditemukan
ajaran tentang berpakaian sopan di depan umum, setidaknya menurut
pandangan secara universal bahwa manusia harus menutupi bagian-bagian
tubuh yang seharusnya tidak diperlihatkan di depan umum.
Islam memberikan rambu-rambu yang jelas dalam berpakaian wanita
agar tetap ada keseimbangan antara estetika dan syariah. Di dunia modern,
banyak wanita mengalami alienasi atau keterasingan diri. Salah satu cara
berpakaian yang berkaitan dengan nilai agama dan yang sering menjadi pusat
perhatian adalah dengan menggunakan jilbab. Jilbab adalah pakaian yang wajib
hukumnya dikalangan wanita muslim. Dalam agama Islam diperintahkan
wanita muslim untuk menutup aurat mereka dengan berjilbab, sesuai dengan
surat al-ahzab ayat 59 yang berbunyi :
6
Artinya: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya
mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat ini menuntut kaum wanita untuk mengulurkan jilbabnya
ketubuhnya pada waktu keluar rumah untuk memenuhi keperluan mereka. Hal
itu digunakan supaya mereka berbeda dari wanita budak sehinga tidak ada
seorang pun yang menganggu mereka, karena ragu. Ini berarti bahwa jilbab
disyariatkan untuk menyempurnakan keadaan ketika mereka keluar rumah, dan
dalam kesempurnaan ini terdapat pembedaan,penjaga diri, dan penghormatan.10
Berjilbab adalah sebuah hukum dan syariat agama Islam yang berakar
kuat dalam Al-Quran dan sunnah Nabi, bukan kultur Arab ataupun masyarakat
Timur Tengah. Memakainya sesuai ajaran tersebut termasuk ibadah terhadap
Allah Swt. Dalam ajaran Islam, para wanita dianjurkan mengenakan jilbab
untuk menutupi seluruh badan, kecuali telapak tangan, kaki, dan wajah.
Tujuannya untuk menghindari dari pandangan yang mengundang syahwat. Jadi
busana seperti itu dibuat longgar dan bewarna gelap.
Unsur religius sangatlah penting dan harus dinomer satukan, sebab jika
benar kenyataan religius itu bermakna dalam hidup ini maka haruslah dilihat
pula bagaimana agama itu terpancar dalam penghayatan kultural dan kenyataan
sosial. Di Indonesia, jilbab mempunyai pengertian sebagai kerudung lebar yang
10
Abdul Halim Abu Syuqqah, “Kebebasan Wanita”, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999),
Cet ke-2, hal. 57.
7
dipakai wanita muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai dada.
Sedangkan pengertian di negara-negara islam, jilbab adalah pakaian terusan
panjang yang menutupi seluruh badan, kecuali telapak tangan, kaki dan wajah
yang biasanya digunakan wanita muslim. Jilbab menutupi bagian leher dan
meggulur kebawah menutupi badan.
Dan pada saat ini jilbab tidak lagi dianggap nora tau ketinggalan jaman,
karena saat ini pemakaian jilbab jauh lebih modern dibandingkan dengan
penggunaan awal jilbab itu sendiri, Mereka mencari identitas dengan
menampilkan pakaian-pakaian yang sedang “in” atau menjadi mode pada
zamannnya.
Dan memperteguh identitaas dirinya ia akan mencari busana yang
mencerminkan status barunya.11
Karena pada era sekarang ini begitu banyak
majalah yang menampilkan busana muslimah namun kurang sesuai dengan
syariat Islam, tidak heran kalau disekeliling kita banyak kaum muslimah yang
keliru akan ketentuan bagaimana cara memakai jilbab atau busana muslim
yang sesuai dengan syariat Islam itu sendiri, yang hanya mementingkan
fashion dibandingkan dengan ajaran yang telah ditentukan.
Uraian yang tertulis sebelumnya menumbuhkan minat penulis untuk
meneliti sebuah majalah yang menjadi inspirasi bagi wanita yang ingin
memakai busana muslimah, yang terdapat dalam majalah Aulia. Maka judul
penelitian ini adalah “MAKNA PESAN DAKWAH DALAM FOTO
BUSANA MUSLIM RUBRIK MODIS PADA MAJALAH AULIA
(Analisis Semiotik Melalui Pendekatan Model Roland Barthes) ”
11
Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1997), cet ke-8, hal. 140.
8
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk lebih fokus masalah penelitian ini, maka penulis membatasi
masalah analisis Semiotika dalam busana muslimah majalah Aulia disini yaitu
2 foto busana muslim pada rubrik modis dalam majalah Aulia edisi
No.07/Tahun X/Januari 2013. Yang berfokus pada messange (pesan) yang
terdapat dalam majalah Aulia, dan tidak berfokus pada sender (pengirim),
chanel (media), receiver (penerima), dan efect (efek).
Adapun perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaiamana makna Denotatif, Konotatif, dan Mitos yang terkadung dalam
foto busana yang terdapat pada rubrik modis majalah Aulia?
2. Makna pesan dakwah apa yang ingin disampaikan pada rubrik modis dalam
majalah Aulia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini memberikan pengetahuan mengenai makna
dalam foto dan untuk mengatasi salah membaca pesan dari foto busana yang
ditampilkan. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini mendeskripsikan dan
menganalisa beberapa permasalahan, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui makna Denotatif Konotatif dan Mitos yang terkadung
dalam foto busana yang terdapat pada rubrik modis majalah Aulia.
2. Untuk mengetahui makna pesan dakwah yang disampaikan pada rubrik
modis dalam majalah Aulia.
9
D. Manfaat Penelitian
Penelitia ini mempunyai manfaat dan kegunaan sebagai berikut:
1. Manfaat Akademis: penelitian ini secara akademis dapat memberikan
kontrubusi positif pada bidang ilmu komunikasi terutama dalam konteks
Analisis Semiotika, serta dapat memberikan informasi pada Mahasiswi
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang akan menggunakan
pakaian atau mede/fashion yang terdapat pada rubrik majalah Aulia.
2. Manfaat Praktis: penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para
praktisi komunikasi, terlebih lagi Mahasiswa Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam agar
mengetahui mengenai fashion, dan sebagai perbandingan dan masukan kita
semua Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang busana
musliman yang lazim digunakan oleh kebanyakan orang. Juga dalam
penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi para pencinta
mode atau fashion style, khususnya bagi para pembaca majalah Aulia.
E. Tinjaun Pustaka
Dalam menentukan judul penelitian ini penulis sudah mengadakan
tinjauan pustaka ke perpustakaan yang terdapat di Fakultas Dakwah maupun
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah. Selain dari buku yang jadi
rujukan utama, data-data yang diperoleh dari penelitian ini berfokus pada
fashion perempuan di media massa cetak. Menurut pengamatan penulis dari
observasi yang penulis lakukan sampai ini hanya menemukan yaitu :
10
Noor Hidayati menulis,12
persamaan pada skripsi ini sama-sama
menjelaskan mengenai makna dalam foto busana sedangkan perbedaan pada
skripsi ini menggunakan teori Charles Sander Pierce yang membagi objeknya
kepada ikon indeks, dan symbol pada busana yang terdapat pada majalah
UMMI.
Trigustia Pusporini13
pada skripsi ini membahas tentang rubrik fashion
style yang terdapat pada majalah Kawanku yang diambil dari edisi No 33-2008
sampai edisi No 36-2008 yang menyajikan foto fashion style yang bertemakan
pakaian model tahun 70-an dan pegantian musim. Yang mencoba menggali
makna konotasi dan denotasi, sedangkan dari objek peneltian ini adalah foto
busana muslima yang terdapat pada majalah Aulia.
Risqa Fadilah14
kesamaan pada skripsi makna pesan ini sama-sama
menjelaskan makna foto dalam sebuah rubrik majalah, sedangkan perbedaan
pada skripsi ini adalah subjek pada yang berbeda selain itu pada skripsi ini
menggunakan semiotik model Charles Sander Pierce yang membagi objeknya
kepada ikon indeks, dan symbol pada busana yang terdapat pada sebuah rubrik
majalah Paras
12
Noor Hidayati, “Analisis Semiotika Terhadap Rubrik Mode Pada Majalah Ummi”,
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011. 13
Trigustia Pusporini “Analisis Semiotika Rubrik Fashion Style Majalah Kawanku”
Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2009. 14
Risqa Fadilah, ”Analisis Semiotik terhadap Rubrik Busana pada Majalah Paras”,
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.
11
F. Kerangka Konsep
Gambar 1.1
G. Metodelogi Penelitian
1. Pendekatan
Penelitian ini digali melalui pendekatan Kualitatif Deskriptif yaitu
bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat tentang
fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Selain itu penelitian
deskripstif digunakan secara sistematis fakta atau karakteristik pada bidang
tertentu dalam bidang ini busana atau pakaian yang dijadikan subjek
penelitian yang dalam uraiannya yaitu busana-busana muslimah yang dalam
rubrik modis dalam majalah Aulia. Dengan menggunakan analisis semiotik
analitik yang menganalisis sistem tanda. Pierce menyatakan bahwa semiotik
berobjekan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna. Ide
dapat dikatakan sebagai lambang yang mengacu kepada objek tertentu.
MAKNA PESAN
1. makna denotasi,konotasi dan mitos
2. makna pesan dakwah
MODEL : ROLAND BARTHES
MAKNA MENURUT PENELITI
12
Sedangkan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika
Roland Barthes, yang membuat model sistematis dalam menganalisis makna
dari tanda-tanda. Fokus penelitian Barthes lebih tertuju kepada gagasan
tentang signifikasi dua tahap two order of signification seperti pada gambar
di bawah ini.15
First Order Second Order
Reality Signs Culture
Gambar 1.2 : Signifikan Dua Tahap Barthes
Penjelasan gambar :
Melalui 1.2 Barthes, seperti yang dikutip Fiske, menjelaskan bahwa
signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified
di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya
sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah
istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua.
Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan
perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya.
Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif.
15
Alex sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 127.
denotation
signifier
signified
connotation
myth
13
Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap
sebuah objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana mengambarkannya.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah majalah Aulia.
Sedangkan objek penelitian ini adalah rubrik modis.
3. Tempat dan Waktu Penelitian
Adapun penelitian ini dilakukan sesuai subjek, yaitu di majalah Aulia
dengan melakukan wawancara pada pihak-pihak yang terkait. Sedangkan
waktu penelitiannya dimulai sejak bulan oktober hingga desember 2013.
4. Tahapan Penelitian
a. Teknik Pengumpulan Data
pengumpulan data pada penelitian ini adalah data primer dan sekunder.
1) Data Primer :
a) Wawancara
Wawancara adalah teknis dalam upaya menghimpun data yang
akurat untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan masalah
tertentu sesuai data.
2) Data Sekunder
a) studi pustaka untuk membangun landasan teori yang sesuai dengan
permasalahan penelitian sehingga dapat membantu dengan dalam
pembahasan masalah yang diteliti. Studi pustaka dilakukan dengan
membaca buku-buku referensi dan pencarian internet melalui situs
website yang berkaitan dengan penelitian ini.
14
b. Teknik Analisis Data
Setelah semua data yang dibutuhkan telah terkumpul, kemudian
diklarifikasikan dengan pertanyaan penelitian yang telah ditentukan.
Setelah data terklarifikasikan, dilakukan teknik analisis data dengan
menggunakan teknik analisis semiotika model Roland Barthes, proses
pertama kali yang dilakukan adalah mencari tanda pada gambar-gambar
dalam rubrik majalah Aulia, yang akan dimasukkan ke dalam analisis.
Selanjutnya peneliti memaparkan data yang didapat dengan melakukan
pemisahan antara makna denotative dan makna konotatife. Makna-makna
inilah yang kemudian dihubungkan dengan mitos atau kontruksi sosial
yang ada. Kemudian dari intrepetasi data yang dilakukan, peneliti
menarik kesimpulan.
c. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan pada skripsi ini adalah menggunakan
“Pedoman Penulisan karya Ilmian (Skripsi, Tessis, Disertasi) yang
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Devel opment an
Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.16
H. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan, Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Tinjauan Pustaka, Kerangka Konsep, Metodelogi Penelitian,
Sitematika Penulisan.
16
Hamid Nasuhi dkk, CeQDA (Center for Quality Development an Assurance) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Cet, pertama
15
BAB II Pembahasan, Analisis Semiotika, Model Semiotik Roland
Barthes, Makna Denotasi dan Konotasi, Jenis-jenis Media Massa,
Dampak Komunikasi Massa, Kelebihan dan kelemahan Media
Cetak, Majalah, Rubrik, dakwah, dan Busana.
BAB III Profil Majalah Aulia, Sejarah dan Perkembangan Majalah Aulia,
Struktur Redaksi Majalah Aulia, Visi dan Misi Majalah Aulia,
dan Rubrikasi Majalah Aulia.
BAB IV Analisi Data, Membahasas tentang makna denotasi, konotasi, dan
mitos dari foto-foto busana dalam rubrik modis majalah Aulia.
Dan makna pesan yang disampaikan oleh majalah Aulia.
BAB V Penutup, Kesimpulan, dan Saran.
16
BAB II
PEMBAHASAN
A. Analisis Semiotika
Semiotika adalah ilmu tentang tanda - tanda. Studi tentang dan segala
yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-
tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang
menggunakannya. Menurut preminger, ilmu ini menganggap bahwa fenomena
sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.
Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi
yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Tokoh-tokoh
penting dalam bidang semiotika adalah Ferdinand Saussure, seorang ahli
filsafat dan logika Amerika. Kajian semiotika menurut Saussure lebih
mengarah pada penguraian sistem yang berkaitan dengan linguistik, sedangkan
Peirce lebih menekankan pada logika dan filosofi dari tanda-tanda yang ada di
masyarakat.17
Sejak pertengahan abad ke-20, semiotika telah tumbuh menjadi bidang
kajian yang sungguh besar, melampaui diantaranya, kajian bahasa tubuh,
bentuk bentuk seni, wacana retoris, komunikasi visual, media, mitos, naratif,
bahasa, artefak, isyarat, kontak mata, pakaian, iklan, makanan, upacara-
pendeknya, semua yang digunakan, diciptakan, atau diadopsi oleh manusia
untuk memproduksi makna. Tujuan bab ini adalah mengguratkan gambaran
umum mengenai apa yang dimaksud semiotika dan apa yang bisa
17
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Prenada Media group,
2008), cet ke-3 hal. 263-264
17
dilakukannya, juga maka untuk memperkenalkan konsep dan prinsip
dasarnya.18
B. Model Semiotik Roland Barthes
Roland barthes dikenal sebagai seorang pemikir strukturalis yang gigih
mempraktikan model liguistik dan semiologi saussurean.19
Menurut Barthes
Bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari
suatu masyarakat tertentu. Untuk menganalisis teks pada rubrik dalam majalah
Aulia, penulis menggunakan analisis menurut metode Roland Barthes,
denotasi, konotasi dan mitos.
Pendekatan semiotik Roland Barthes secara khusus tertuju kepada sejenis
tuturan atau speech yang disebut sebagai mitos. Menurut barthes, bahasa
membutuhkan kondisis tertentu untuk dapat menjadi mitos, yaitu yang secara
semiotis dicirikan oleh hadirnya sebuah tataran signifikasi yang disebut sebagai
sistem semiologis tingkat kedua atau the second order semiological system,
penanda-penanda berhubungan dengan petanda - petanda sedemikian sehingga
memghasilkan tanda, selanjutnya tanda - tanda pada tataran pertama ini pada
gilirannya hanya akan menjadi penanda - penanda yang berhubungan pula
dengan petanda - petanda pada tataran kedua. Pada tataran signifikasi tataran
kedua inilah mitos berada.
Aspek material mitos, yakni penanda-penanda pada the second order
semiological system itu, dapat disebut sebagai retorik atau konator-konator,
18
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), cet 1, hal. 6. 19
Alex Sobur, M.Si, “ Semiotika Komunikasi”,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004),
cet ke-4, hal. 63.
18
yang tersusun dari tanda-tanda pada sistem pertama, sementara petanda-
petandanya sendiri dapat dinamakan sebagai fragmen ideologi.20
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang
tanda adalah peran pembaca the reader. Konotasi, walaupun sifat asli tanda,
membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang
lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran
kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya.
Sastra merupakan contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran kedua
yang dibangun diatas bahasa sebagai sistem yang pertama. Sistem kedua ini
oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies nya secara
tegas dibedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama.
Melanjutkan studi Hjelmslev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana
tanda bekerja.
1. Signifier atau Penanda 2. Signified atau Petanda
3. Denotative Sign atau Tanda Denotatif
4. Connotative Signifier
atau Penanda Konotatif
5. Connotative Signified
atau Petanda Konotatif
6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)
Tabel 2.1 : Peta Tanda Roland Barthes
Penjelasan gambar: dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda
denotatif pada nomer 3 terdiri atas penanda pada nomer 1 dan petanda pada
nomer 2. Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga
20
Kris Budiman, semiotika visual “konsep, isu, dan problem ikonisitas”, (yogyakarta:
jalasutra, 2011), cet- 1, hal. 38.
19
penanda konotatif pada nomer 4. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan
unsur material. Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar
memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda
denotatif yang melandasi keberadaannya. Sesungguhnya, inilah sumbangan
Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi saussure, yang
berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif.21
Barthes menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan hubungan
antara signifier dan signified dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal.
Denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang
digunakan untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan
interaksi yang terjadi tanda tertentu dengan perasaan atau emosi dari pembaca
serta nilai-nilai dari kebudayaan. Konotasi mempunyai makna yang subjektif
atau paling tidak intrasubjektif.
Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja
dengan mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau
memahami kepada aspek tentang realitas atau gejala alam.22
Dapat dipahami bahwa denotasi adalah apa yang digambarkan tanda
terhadap sebuah objek, konotasi adalah bagaimana menggambarkannya, dan
mitos adalah pemahaman akan beberapa aspek realitas atau gejala alam yang
mudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat.
21
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), cet. Ke-
4, h.69. 22
Yasraf amir piliang, hipersemiotik: tafsir cultural atau matinya makna, (Bandung: jala
Sutra, 2003), hal. 127-128.
20
Menurut konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna
tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang
melandasi keberadaanya. Konotasi identik dengan operasi ideologi yang
disebut sebagai “mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan
pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode
tertentu.
Makna denotative bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat
dalam sebuah tanda dan pada intinya disebut sebagai gambaran sebuah
pertanda. Makna konotatif adalah makna denotatif ditambah dengan segala
gambaran, ingatan, dan perasaan yang ditimbulkannya. Di dalam mitos sebuah
petanda dapat memiliki beberapa petanda.
Menurut Okke Koyuma Sumantri zaimar dikemukakan oleh barthes
bahwa ada tiga cara berbeda dalam membaca mitos, contoh penerapannya
diambil dari teks yang dikemukakan barthes, yaitu :
1. Pembaca menyesuaikan diri dengan penanda yang kosong, ia membiarkan
konsep mengisi bentuk tanpa ambiguitas, dan ia akan berhadapan dengan
system yang sederhana. Disini pemaknaan bersifat harfiah. Contoh: prajurit
kulit hitam yang memberi hormat pada bendera prancis adalah contoh
kebesaran prancis. Cara pembacaan seperti ini adalah yang dilakukan oleh si
pembuat mitos, yang mulai dengan konsep, kemudian mencari bentuk yang
sesuai dengan konsep itu.
2. Apa bila pembaca menyesuaikan diri dengan penanda yang penuh, artinya
telah ada bentuk dan arti disitu, dan mulai dari deformasi yang terjadi pada
21
pemaknaan tahap ke dua, ia mengungkapkan signifikasi mitos-mitos prajurit
kulit hitam yang memberi hormat pada bendera prancis itu merupakan alibi
demi kebesaran prancis orisini pembaca beerlaku sebagai ahli mitos, ia
menganalisis mitos, ia memahami adanya deformasi.
3. Akhirnya, apabila si pembaca mitos menyesuaikan diri dengan penanda
mitos yang terdiri dari bentuk yang sudah menyatu dengan arti, ia
mendapati makna ambigu, ia mengikuti mekanisme pembentukan mitos,
benar-benar sebagai pembaca awan: selalu kulit hitam itu bukan lagi contoh
kebesaran prancis ataupun alibi kebesaran itu melainkan merupakan
gambaran tentang kebesaran itu.
Bedasarkan penjabaran tersebuut, dalam membaca mitos dapat dilakukan
seseorang dengan menentukan dirinya.
a. Pembuat Mitos
Pesan yang disampaikan adalah untuk mencapai tujuan tertentu.
b. Ahli Mitos
Menjelaskan tujuan disebarkannya pesan tersebut.
c. Pemirsa mitos
Pesan dianggap sebagai konsep alamiah (penerima ideologi).
C. Makna Denotatif dan Konotatif
Salah satu cara yang digunakan digunakanan para ahli untuk
membahasas lingkup makna yang lebih besar ini adalah dengan membedakan
antara makna denotatif dengan makna konotatif. Makna denotatif pada
22
dasranya meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata yang disebut sebagai
makna referensial. Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat
pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting di
dalam ujaran. Makna denotasi ini bersifat langsung, yaitu makna khusus yang
terdapat dalam sebuah tanda, dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran
sebuah petanda.23
Sedangkan makna konatatif akan sedikit berbeda dan akan dihubungkan
dengan kebudayaan yang tersirat dalam pembungkusnya-tentang makna yang
terkandung didalamnya. Makna tersebut juga akan dihubungkan dengan
kebudayaan amerika, tentang gambaran apa yang dipancarkan dan akibat yang
akan ditimbulkan, dan lain-lain. Akhirnya, makna konotasi dari beberapa tanda
akan menjadi semacam mitos atau mitos petunjuk dan menekan makna-makna
tersebut. Sehingga makna konotasi dalam banyak hal merupakan sebuah
perwujudan yang sangat berpengaruh.24
Dalam buku Tanda-tanda dalam kebudayaan kontemporer karya arthur
asa berger dijelaskan bahwa:
“ mekanisme suatu mitos adalah cara gambaran-gambaran biasa terikat
pada objek dan penerapannya sehingga makna-makna ideologis menjadi
tampak alami dapat diterima dengan akal sehat. Jika demikian maka akan ada
dua sistem kebermaknaan: makna denotatif dan konotatif, “bahasa objek”
seperti film, mainan anak, makanan, mobil seperti benda yang dilambangkan,
dan mitos yang terkait mengandung makna konotatif yang membahaskannya
secara tidak langsung.”
23
Alex Sobur, “Semiotika Komunikasi”, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), cet
ke-4, hal. 262. 24
Arthur Asa Berger, Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer, (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya), cet 1, hal. 55.
23
Sebagian proses semiologis menjadi kegiatan yang menguraikan mitos
tersebut sebagaimana disebut „mitologi‟ oleh barthes dari makna denotasi yang
terkandung. Secara teknis, barthes menyebutkan bahwa mitos merupakan
urutan kedua dari sistem semiologis dimana tanda-tanda dalam urutan pertama
pada sistem itu yaitu kombinasi antara petanda dan penanda menjadi penanda
dalam sistem kedua. Dengan kata lain, tanda dalam sistem ligusitik menjadi
penanda dalam sebuah sistem mitos dan kesatuan antara penanda dan petanda
dalam sistem itu disebut “penandaan”.
Barthes meggunakan istilah khusus untuk membedakan sistem mitos dari
hakikat bahasannya. Dia juga mengambarkan penanda dalam mitos sebagai
sebagai bentuk dan petanda sebagai konsep. Kombinasi kedua istilah seperti
tersebut di atas, merupakan penandaan.25
Pada kenyataannya bahwa penanda dan petanda membentuk sebuah
tanda inilah yang menjadi sebuah penanda untuk petanda yang berbeda dan
tanda dalam bahasa asli. Jika kita melihat dari segi mitos, penanda yang
merupakan tanda dalam bahasa asli disebut bentuk, sedang petanda adalah
konsep dan tanda yang dihasilkan berasal dari proses perasaan. Dalam
membaca mitos-mitos yang bersifat citrawi, terlebih dahulu harus membedakan
dua buah tipe pesan yang niscaya terkandung di dalam sebuah citra. Pertama,
citra itu sendiri sebagai pesan ikonik (iconic message) yang dapat dilihat, entah
beberapa adegan (scene), lanskap, atau realitas harfiah yang terekam. Menurut
Barthes, citra dapat dibedakan lagi kedalam dua tataran, yaitu :
25
Arthur Asa Berger, Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer, (yogyakarta: tiara
wacana yogya,2010), cet 1, hal. 56.
24
1. Pesan harfiah atau pesan ikonik tak berkode (non-coded iconic message)
dan
2. Pesan simbolik atau pesan ikonik berkode (coded iconic message)
Pesan harfiah, sebagai sebuah analogon itu sendiri, merupakan tataran
denotasi citra yang berfungsi untuk menaturalkan pesan simbolik itu sendiri
merupakan tataran konotasi yang keberadaannya didasarkan atas kode budaya
tertentu atau familiaritas terhadap stereotip tertentu.
Dengan kata lain, sebagai suplemen dari isi analogis tersebut, kita
menemukan makna pada tataran kedua yang petanda-petandanya mengacu
kepada budaya tertentu, kode dari tataran konotasi ini mungkin tersususn dari
suatu tatanan simbolik universal atau retorik dari suatu periode tertentu atau,
singkatnya, dari semacam stok stereotip kultural. Sebagaimana sempat
disinggung sebelumnya, petanda-petanda dari citra yang berkonotasi ini dapat
disebut juga sebagai ideologi, sedangkan penanda-penandanya disebut retorik
atau konotator-konotator.
D. Jenis – Jenis Media Massa
Media massa pada masyarakat luas saat ini dapat dibedakan atas tiga
kelompok, meliputi media cetak, media elektronik dan media online.
1. Media cetak
Media cetak merupakan media tertua yang ada di muka bumi. Media cetak
berawal dari media yang disebut dengan Acta Diurna dan Acta Senatus di
kerajaan romawi, kemudian berkembang pesat setelah Johannes
Guttenberg menemukan mesin cetak, hingga kini sudah beragam
bentuknya, seperti surat kabar (Koran), tabloid, dan majalah.
25
2. Media elektronik
Media elektronik muncul karena perkembangan teknologi modern yang
berhasil memadukan konsep media cetak, berupa penulisan naskah dengan
suara yaitu radio, bahkan kemudian dengan gambar, melalui layar televisi.
Maka kemudian, yang disebut dengan media massa elektronik adalah radio
dan televisi.
3. Media Online
Media online merupakan media yang menggunakan internet, media online
menggunakan gabungan proses media cetak dengan menulis informasi
yang disalurkan melalui sarana elektronik, Karena dapat diakses oleh
publik inilah, maka internet dapat dikatagorikan sebagai media massa.26
E. Dampak Komunikasi Massa
Sesuai dengan tujuannya, komunikasi massa mempunyai fungsi untuk
memberikan informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Sudah dapat
dipastikan bahwa komunikasi akan memberikan dampak atau pengaruh
terhadap pembaca, pendengar, dan penontonnya. Dampak komunikasi massa,
selain positif juga mempunyai dampak yang negatif. Apabila terdapat negatif,
bisa dikatakan sebagai efek samping. Dan efek yang terjadi pada komunikan
tersebut terdapat pada tiga aspek,27
yaitu :
26
H. Mafri Amir, “Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam”, (Jakarta: PT
Logos Wacana Ilmu,1999), cet, ke-2, hal. 29. 27
H. Mafri Amir, “Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam”, hal. 32.
26
1. Efek Kognitif
Pembaca surat kabar atau majalah, pendengar radio, dan penonton televisi
merasa mendapatkan pengetahuan setelah membaca, mendengar dan
menonton. Apabila media massa tersebut telah berhasil menambah
wawasan atau pengetahuan, maka sudah dapat dilihat bahwa komunikasi
massa telah mempunyai pengaruh secara kognitif.
2. Efek Afektif
Komunikasi massa juga akan memberikan dampak atau efek afektif kepada
khalayaknya. Efek afektif lebih berkonotasi kepada perubahan sikap dan
perasaan.
3. Efek Behavioral
Setelah mendapatkan ilmu atau pengetahuan, lalu mendapatkan sesuatu,
maka efek yang terakhir dari komunikasi adalah berubahnya perilaku dari
pembaca, pendengar dan penonton.
F. Kelebihan dan Kelemahan Media Cetak
1. Kelebihan Media Cetak
Setiap media memiliki kelebihan masing-masing, media cetak juga
memiliki kelebihan dibanding media elektronik. Kelebihan media cetak
secara umum dibanding media elektronik tertelak dari “daya tahan”
informasi. Dari berbagai jenis media massa, media cetak memiliki
kelebihan yang tidak dimiliki oleh media lain. Hasil cetakan tersebut
permanen dan bisa disimpan sehingga pembaca bisa mengulanginya,
27
sampai mengerti isi pesan yang disampaikan, tanpa biaya tambahan.
Selain itu, halaman media cetak, menurut Mondry, bisa terus ditambah
seandainya diperlukan.
Surat kabar harian memiliki kelebihan lebih khusus lagi bila
dibandingkan dengan media cetak lain. Sesuai periodesasi terbitnya,
informasi surat kabar harian diterima pembaca setiap hari sehingga
informasi diperoleh terus secara berkesinambungan. Informasi yang
disampaikan surat kabar lebih lengkap disbanding radio dan televisi.
Dengan halaman yang cukup banyak, apalagi kini banyak surat kabar yang
terbit dengan 32 halaman atau lebih, informasi tentang suatu peristiwa
dapat diberitakan secara mendalam, dari berbagai sisi, sedangkan radio
dan televisi butuh jam tayang khusus guna melakukan hal itu.
Tabloid dan majalah yang periodesasi terbitnya lebih lama dibanding
surat kabar, berusaha menampilkan informasi yang lebih lengkap lagi,
juga dengan gaya penulisan feature yang lebih memikat sehingga tetap
disukai pembaca.28
2. Kelemahan Media Cetak
a. Lambat dan tidak langsung
Kelebihan media elektronik sebenarnya merupakan kelemahan media
cetak. Informasi media cetak tidak bisa cepat dan langsung. Berita
media cetak baru akan diterima khalayak sesuai periodesasinya. Surat
kabar harian terbit tiap hari, informasinya diterima public sehari hanya
28
Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia
2008), cet pertama, hal. 22.
28
sekali, tabloid atau majalah mingguan berarti informasinya diterima
masyarakat seminggu sekali. Hal ini membuat para pembaca media
cetak mengalami sedikit penghambatan dalam informasi.
b. Jauh
Informasi yang disampaikan media cetak terkesan “jauh” karena
pembaca tidak dapat mengetahui secara langsung peristiwa seperti yang
disampaikan media elektronik. Guna mengatasi kekurangan itu, media
cetak menampilkan foto-foto yang menarik guna mengimbangi
tayangan televisi, juga memuat tulisan atau informasi yang lengkap,
bahkan dengan penulisan feature guna mengimbangi informasi media
elektronik.
d. Mahal dan sulit
Informasi media cetak lebih mahal karena harus membeli, ceceran
ataupun berlangganan. Misalnya saja harga surat kabar minimal seribu
rupiah, sebulan 30 ribu, itu sudah lebih mahal daripada membeli sebuah
radio sederhana. Beli surat kabar setahun Rp 360ribu, dua tahun Rp
720ribu, mungkin sudah sama dengan harga sebuah pesawat televisi
sederhana yang daya tahannya mungkin lebih dari dua tahun. Informasi
media cetak sulit dinikmati, karena harus dibaca. Hanya orang yang
melek huruf yang bisa memperoleh informasi dari media cetak.
e. Tidak akrab
Pada media cetak, tidak ada penyiar yang menyampaikan, tetapi harus
disiarkan oleh diri sendiri. Sebagai sumber informasinya, jajaran
29
redaksi tidak ada yang akrab dengan pembaca, bahkan mungkin tidak
kenal sama sekali. Berbeda dengan penyiar atau pembaca berita televisi
atau radio, tentu banyak yang kenal (minimal suaranya), bahkan
mengidolakan mereka.
f. Tidak fleksibel
Membaca informasi media cetak tentu tidak bisa dilakukan sambil
memasak atau mengendarai kendaraan sehingga bisa dikatakan tidak
fleksibel, sedangkan dengan radio bisa mendapatkan informasinya.
Perbandingan kelemahan antara surat kabar, tabloid dan majalah pada
umumnya terkait periode terbit dan banyaknya halaman. Hal serupa
juga terjadi antara tabloid yang umumnya terbit mingguan dengan
majalah yang dua mingguan atau bulanan, isi majalah lebih lengkap dan
bahasannya lebih dalam.
G. Majalah
Salah satu bentuk media massa yang dikenal lus sejak dahulu adalah
majalah, kehadirannya selain mengarah kepada pelayanan kebutuhan
masyarakat maka majalah diarahkan juga kepada khalayak yang lebih khas
apakah gaya hidup mereka maupun perbedaan demografisnya.29
Edisi
perdana majalah yang diluncurkan di Amerika pada pertengahan 1930-an
memperoleh kesuksesan besar. Majalah telah membuat segmentasi pasar
tersendiri dan membuat fenomena baru dalam dunia media massa cetak di
29
Alo Liliweri, Memahami Komunikasi Massa dalam Masyarakat,(Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti,1991), hal. 11.
30
Amerika.30
Keberadaan majalah sebagai media massa terjadi tidak lama
setelah surat kabar.
Sedangkan keberadaan majalah sebagai media massa di indonesia dimulai
menjelang dan pada awal kemerdekaan Indonesia. Di Jakarta pada tahun 1945
terbit majalah bulanan dengan nama Pantja Raja Pimpinan Markoem
djojihadisoeparto (MD) dengan prakarta dari Ki Hadjar Dewantoro selaku
Menteri Pendidikan pertama RI. Fungsi majalah mengacu pada sasaran
khalayaknya yang spesifik, maka fungsi untama media berbeda antara satu
dan lainnya.
Tipe atau katagori suatu majalah ditentukan oleh sasaran khalayak yang
dituju. Artinya, sejak awal redaksi sudah menentukan siapa yang akan menjadi
pembacanya, apakah anak-anak, remaja, wanita dewasa, pria dewasa, atau
untuk pembaca umum dari remaja sampai dewasa. Bisa juga sasaran pembaca
yang dituju kalangan profesi tertentu, seperti pelaku bisnis atau pembaca
dengan hobi tertentu, seperti bertani, berternak, dan memasak.31
H. Rubrik
Rubrik adalah kepala karangan ruang tetap dalam media cetak baik surat
kabar maupun majalah. Rubrik dalam surat kabar misalnya tajuk rencana,
surat pembaca, atau dongeng anak. Selain dalam surat kabar, rubrik juga
30
Elvinaro Ardianto,dkk., Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung: Simibiosa
Rekatama Media, 2007), hal. 114. 31
Elvinaro Ardianto,dkk., Komunikasi Massa Suatu Pengantar, (Bandung: Simibiosa
Rekatama Media, 2007),hal. 119.
31
dimuat dalam majalah. Misalnya rubrik pengetahuan, arena kecil, atau apa
kabar kawan.
Isi rubrik ada yang secara jelas ditampilkan oleh penulis atau tersurat dan
ada yang tidak secara jelas ditampilkan oleh penulis atau tersirat. Isi rubrik
merupakan pokok masalah yang dibicarakan dalam rubrik. Rubrik memuat isi
dan pesan yang ingin disampaikanpenulis kepada pembaca. Isi rubrik
merupakan hal pokok yang dibahas dalam rubrik. Sementara itu pesan rubrik
merupakan anjuran atau nasihat penulis yang terdapat dalam rubrik yang
ditujukan kepada pembaca.32
I. Dakwah
Dakwah atau Ad-da’wat ila qadhiyat yang artinya menegaskanya atau
membelanya, baik yang hak ataupun yang batil, yang positif maupun yang
negatif.33
Atas dasar itulah maka ada orang yang mengajak ke arah ketaatan
dan berbuat kebajikan, ada pula orang yang mengajak ke arah kemaksiatan
dan kemungkaran. Karenanya, Rasulullah SAW. Disebut sebagai seorang dai
Allah.
Dakwah adalah bagian penting dalam Islam, sehingga sering dikatakan
bahwa Islam adalah agama dakwah. Melalui dakwah ajaran Islam berkembang
dan tersebar luas keseluruh penjuru dunia. Melalui dakwah pula ajaran Islam
32
http://murihwidodo.blogspot.com/2012/09/pengertian-rubrik.html pukul, 13.25. 33
Jum‟ah Amin Abdul Aziz, Fiqih Dakwah Studi atas Berbagai Prinsip dan Kaidah yang
Harus Dijadian Acuan dalam Dakwah Islamiah, (Solo: PT Era Adicitra Intermedia, 2007), cet. 7,
hal. 24
32
diamalkan oleh para pemeluknya sehingga tercermin dalam kehidupan pribadi
keluarga dan masyarakat.
1. Fungsi Media Massa dalam Dakwah
Selain sebagai media komunikasi yang melayani khalayak yang luas,pers,
film, dan televisi, juga merupakan lembaga sosial. Media massa sebagai
lembaga sosial, memiliki sifat-sifat kelembagaan institutional character.
Media massa menyelenggarakan dan melayani informasi dengan cepat dan
teratur secara melembaga. Informasi yang disalurkan dan disebarluaskan
oleh media massa kepada khalayak atau audience. Fungsi dakwah yang
dapat diperankan oleh media massa adalah menjaga agar media massa
selalu berpihak kepada kebaikan, kebenaran, dan keadilan universal sesuai
dengan fitrah dan ke hanifaan manusia, dengan selalu taat kepada kode
etiknya.34
2. Majalah sebagai Media dakwah
Media dakwah merupakan unsur tambahan dalam kegiatan berdakwah.
Menurut Mira Fauziyah, media dakwah adalah alat atau sarana yang
digunakan untuk berdakwah dengan tujuan supaya memudahkan
penyampaian pesan dakwah kepada mad‟u.35
Dakwah memerlukan media
massa, untuk menjangkau sebanyak-banyaknya khalayak. Majalah juga
memiliki kekuatan pengaruh sebagaimana surat kabar, majalah
merupakan media yang paling simple organisasinya, relatif lebih mudah
mengelolanya dibanding surat kabar. Saat ini telah banyak majalah yang
34
Anwar Arifin,” Dakwah Kontemporer sebuah Studi Komunikasi”, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2011), hal. 94-95. 35
Moh. Ali Aziz, ”Ilmu Dakwah”, (Jakarta: Kencana, 2009), cet. ke-2, hal. 403-404.
33
secara khusus menyatakan sebagai majalah dakwah Islam. Menulis pesan
dakwah di majalah juga tidak terlepas dari visi redakturnya. 36
J. Busana
Istilah busana merupakan istilah yang suda tidak asing lagi bagi kita semua
istilah busana berasal dari bahasa sanskerta yaitu ”bhusana” dan istilah yang
popular dalam bahasa Indonesia yaitu ”busana” yang dapat diartikan
”pakaian”. Namun demikian pengertian busana dan pakaian terdapat sedikit
perbedaan, di mana busana mempunyai konotasi ”pakaian yang bagus atau
indah” yaitu pakaian yang serasi, harmonis, selaras, enak dipandang, nyaman
melihatnya, cocok dengan pemakai serta sesuai dengan kesempatan.
Sedangkan pakaian adalah bagian dari busana itu sendiri.37
Busana dalam pengertian luas adalah segala sesuatu yang dipakai mulai
dari kepala sampai ujung kaki yang memberi kenyamanan dan menampilkan
keindahan bagi pemakai. Secara garis besar busana meliputi:
1. Busana mutlak
yaitu busana yang tergolong busana pokok seperti baju, rok, kebaya, blus,
dan lain-lain, termasuk pakaian dalam seperti singlet, bra, celana dalam
dan lain sebagainya.
2. Milineris
yaitu pelengkap busana yang sifatnya melengkapi busana mutlak, serta
mempunyai nilai guna di samping juga untuk keindahan seperti sepatu, tas,
36
Moh. Ali Aziz, ”Ilmu Dakwah”, (Jakarta: Kencana, 2009), cet. ke-2, hal. 416-417. 37
http://gambar-busana.blogspot.com/2013/03/pengertian-busana.html
34
topi, kaus kaki, kaca mata, selendang, scraf, shawl, jam tangan dan lain-
lain.
3. Aksesoris
yaitu pelengkap busana yang sifatnya hanya untuk menambah keindahan
sipemakai seperti cincin, kalung, leontin, bross dan lain sebagainya.
Sedangkan Syarat-syarat yang harus ada dalam busana muslim adalah
sebagai berikut38
:
1. Dapat menutupi aanggota badan selain yang telah dikecualikan oleh
agama, seperti wajah dan telapak tangan.
2. Jangan dijadikan sebagai sarana untuk menghiasi tubuhnya.
3. Busana tersebut harus tebal dan tidak tipis.
4. Seharusnya busana yang dikenakan lebar dan tidak sempit.
5. Jangan sampai mempergunakan parfum atau pewangi pada busana yang
akan dikenakan tersebut.
6. Busana tersebut jangan sampai menyerupai pakaian pria
7. Busanaa tersebut jangan menyerupai busana yang sering dipergunakan
oleh kaum-kaum kafir.
8. Dan busana yang dikenakan jangan digunakan untuk mencari
popularitas.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa busana tidak hanya terbatas pada
pakaian seperti rok, blus atau celana saja, tetapi merupakan kesatuan dari
keseluruhan yang kita pakai mulai dari kepala sampai ke ujung kaki, baik
38
Syaikh Mutawalli As-Sya‟rawi, Fikih Perempuan Muslimah, Busana dan Perhiasan,
Penghormatan, atas Perempuan, Sampai Wanita Karir, (Jakarta: Amzah, 2003), hal. 25
35
yang sifatnya pokok maupun sebagai pelengkap yang bernilai guna atau
untuk perhiasan.39
Menutup aurat dan pakaian Muslimah ketika keluar rumah merupakan dua
pembahasan yang terpisah, karena Allah Swt. dan Rasul-Nya memang telah
memisahkannya. Menutup aurat merupakan kewajiban bagi seluruh kaum
Muslim, laki-laki dan perempuan. Untuk kaum Muslimah, Allah Swt. Telah
mengatur ihwal menutup aurat ini al-Quran surat An-Nur ayat 31:
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah
Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,
atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-
wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak
yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
39
http://gambar-busana.blogspot.com/2013/03/pengertian-busana.html Diakses Pukul
13.50
36
dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung.(Q.S, An-Nur ayat: 31)
Syarat tidak menetapkan bentuk dan model tertentu, tetapi menetapkan
beberapa kriteria yang harus dipenuhi bagi semua bentuk dan model pakaian
yang berlaku di kalangan masyarakat yang berbeda-beda kebudayaan dan
peradabannya antara satu negara denga negara lainnya. Wanita Arab sebelum
Islam biasa mengenakan pakaian model dan bentuk tertentu, seperti kerudung
untuk menutup kepala, baju panjang untuk menutup tubuhnya, jilbab yang
dipakai diatas baju panjang untuk menutup tubuhnya, dan cadar yang dipakai
oleh sebagian wanita untuk menutup wajahnya dengan lubang pada bagian
kedua matanya.
Ketika Islam datang, Islam mengakui bentuk dan model pakaian seperti
itu. Dan berpesan kepada kaum wanita dengan beberapa hal yang harus
diperhatikan ketika wanita mengenakan pakaian itu sehingga sempurna dalam
menutup tubuhnya. Misalnya, apabila memakai kerudung hendaklah
menutupnya dari depan hingga ujungnya menutup lehernya dan belahan baju
didadanya. Bentuk dan model pakaian tidak termasuk urusan ibadah murni,
tetapi termasuk aspek muamalah yang illat dan ketentuan hukumnya berporos
pada maksud dan tujuan syariat, dan termasuk tradisi yang kondisi nya
berbeda-beda sesuai sesuai dengan perbedaan zaman dan tempat.
Oleh sebab itu, bagaimanapun bentuk dan model pakaian asalkan dapat
menutup aurat dengan memenuhi kriteria dan persyaratan yang di tetapkan
syariat, sesuai, dengan kondisi iklim dan pada sisi lain memudahkan wanita
37
bergerak, maka dapat diterima oleh syara.40
Di bawah ini merupakan contoh
berpakaian busana muslim yang tidak sesuai dengan kriteria dan hukum Islam
yang sering dilakukan oleh wanita muslimah.
Gambar 2.2: contoh busana muslimah yang tidak sesuai dengan syariat
Islam.41
40
Abdul Halim Abu Syuqqah, “Kebebasan Wanita”, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999),
cet ke-2, hal. 36-38. 41
Majalah Aulia, Edisi Khusus Jilbab, Rubrik Mosaik, Agustus 2012, hal. 22
38
BAB III
PROFIL MAJALAH AULIA
A. Sejarah dan Perkembangan Majalah Aulia
Majalah Aulia merupakan majalah wanita dewasa yang menitikberatkan
pada masalah-masalah tentang gaya hidup wanita muslimah. Secara struktur
dan fungsional, majalah Aulia berada di bawah manajemen PT. Khairul
Bayaan. Pada awalnya Majalah Aulia bernama Alia yang dari bahasa arab
aliyah yang artinya tinggi. Dan majalah ini perdana terbit pada bulan Juli 2003.
Setelah lama berjalan, nama Alia berubah atau diganti menjadi seperti saat ini
yaitu menjadi Aulia pada tahun 2011. Nama Aulia yang dalam Al-qur‟an yang
berarti wali atau penolong, yang diharapkan dapat memberikan pertolongan
bagi wanita muslimah untuk kembali ke jalan Allah SWT dengan menjawab
masalah keseharian yang dialami oleh pembaca.
Terbitnya majalah Aulia diprakarsai oleh Direktur Utama PT. Khairul
Bayaan, Drs, H. Edy Setiawan. Sebelumnya PT. Khairul Bayaan juga
menerbitkan buku dan beberapa media Islam lainnya seperti, Tabloid Fikri,
Islamic Digest Insani, dan Majalah Islami.
Akhir bulan November 2004, Tabloid Fikri ditutup dengan alasan oplag
yang kian menurun. Sekarang, PT khairul Bayaan hanya berkontrentrasi
menerbitkan satu majalah, yaitu majalah Aulia. Ide menerbitkan majalah Aulia
ini muncul didasarkan pemikiran bahwa ada komunitas yang potensial
dikalangan muslimah yang aktif. Pada awal berdirinya majalah Aulia, personil
39
redaksi terbilang sedikit, hanya terdapat tujuh orang saja. Namun semangat
untuk maju dan berdakwah secara kreatif menghasilkan karya yang
membanggakan, terbukti dengan tingginya hasil penjualan edisi perdana
majalah Aulia yang dulunya bernama Alia.
Majalah Aulia lebih banyak berisi naskah esai yang mengupas berbagai
sisi kehidupan wanita muslimah disamping memberi inspirasi bergaya fashion
dan info-info yang memberikan pengajaran tanpa bersifat menggurui.
Foto yang digunakan untuk profil wawancara, kegiatan atau event, foto
makanan, dan foto ilustrasi dikerjakan oleh seorang fotografer tetap dan
seorang fotografer lepas. Dan model yang digunakan majalah Aulia adalah
benar-benar seorang model muslimah yang memakai hijab dalam
kesehariannya. Sedangkan khusus untuk cover dan rubrik yang berhubungan
dengan fashion majalah Aulia mengandalkan Mas Azmi sebagai kontributor
yang telah berpengalaman dalam bidang fotografi selama puluhan tahun guna
menjaga kualitas hasil foto yang baik.
Pemotretan fashion oleh kontributor foto dilakukan di dalam studio milik
kontributor pribadi karena majalah Aulia tidak memiliki studio foto sendiri
dikarenakan tempat yang terbatas. Atas dasar itu pula pemotretan yang
dilakukan oleh redaktur foto selalu dilakukan diluar kantor. Guna menciptakan
pencahayaan sempurna dalam berbagai kondisi lokasi pemotretan, fotografer
memakai teknik strobist yang memiliki fleksibilitas tinggi dengan kualitas hasil
cahaya layaknya pemotretan di dalam studio.
40
Majalah wanita Islam Aulia hadir dengan sebuah harapan bahwa
keberadaannya ditangan pembaca memberikan pencerahan pengetahuan bagi
kaum muslimah. Beragam masalah wanita baik yang berhubungan dengan
peran public maupun peran domestic disajikan dalam sudut pandang syariah
Islam. Tentu saja penyajiannya dengan mengangkat tema-tema aktual dengan
penyampaian yang santun dan cerdas. Keunggulan majalah ini dibandingkan
dengan majalah-majalah bernafaskan islam lainnya adalah majalah Aulia
dalam setiap penerbitannya selalu mengembangkan dan membahas kepada tiga
bidang pengembangan muslimah yaitu : Mar’ah Shalihah perempuan shalihah,
Zaujah Muti’ah wa Karimah istri yang taat lagi mulia, dan Ummu Madrosatun
ibu sebagai pendidik anak-anaknya. Dan majalah Aulia juga lebih kental dalam
mengupas bahasan-bahasan keislaman lainnya.
Rangkaian tema yang digulirkan Aulia selalu berujung pada benang merah
mencerdaskan wanita dan membuat wanita muslimah tampil sempurna
dihadapan keluarganya. Karena mayoritas pembaca Aulia adalah ibu rumah
tangga, dengan presentase yang sudah menikah 70% yang memiliki anak balita
sekitar 60% dan yang belum menikah sebesar 30%. Dengan total pembaca
Aulia bedasarkan survei pembaca sekitar 120.000 orang dengan pembaca di
Indonesia sebesar 88% hongkong 7% dan malaysia 5%. Sesuai dengan Motto
Aulia yaitu “Inspirasi Wanita Mulia” Dari sini Aulia berharap lahir wanita-
wanita cerdas pembangun Islam. Dengan prospek masa depan yang cerah,
berbagai inovasi, termasuk penggarapan rubrikasi, tata letak, pola promosi dan
pemasaran terus ditingkatkan untuk membuat majalah Aulia makin
mendaparkan tempat dimasyarakat khususnya kaum wanita muslimah.
41
Alamat Kantor Redaksi: Jakarta, PT Khairul Bayaan, Jl. Panjang No 12,
Arteri Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11530. Email:
[email protected], [email protected].
B. Struktur Redaksi
Terbitnya majalah Aulia tentu saja tidak lepas dari peran beberapa
pegawai yang tergabung dalam struktur organisasi yang ada dalam majalah
Aulia, berikut adalah struktur Redaksi dalam majalah Aulia.42
Pemimpin umum / perusahaa Edy Setiawan
Pemimpin Redaksi Santi Soekanto
Redaktur Pelaksana Novie Riyanti
Staf Redaksi Elly Muzdalifah
Ratih Sayidun
Nina Nurlena
Nuria Bonita
Meutia Rahmi
Wina Tresna Rahayu
Foto Achsan Abidin
Rizki Saga Putra
Kontributor Nurbowo
Artistik Suhartono Mano
Yasreza Mirzan
42
Wawancara Pribadi penulis dengan staff redaksi Aulia.
42
Toto Suroto
Gasim
Listya Arisanti
Nina Augustin D (Kontributor)
Azhar Alam (Kontributor)
Sirkulasi dan Marketing Djoswandri
Aldiansyah
Ali Ramdani
Wawang
Iklan Aslih Ridwan
Novi Mariati
Sutriana Sulaiman
Linda Handayani
Ardi Abdurrahman
Tabel 3.1: Struktur Redaksi Majalah Aulia
C. Visi dan Misi Majalah Aulia
1. Visi
Panduan gaya hidup muslimah aktif dan dinamis dalam bingkai nilai-nilai
Islam.
2. Misi
Bacaan alternatif bagi muslimah modern, aktif dan dinamis, memandu dan
memberi inspirasi
43
D. Rubrikasi Majalah Aulia
1. Aulia Utama
Pada rubrik ini majalah Aulia menjelaskan tentang garis besar tema yang
akan di bahas pada majalah edisi yang diterbitkan.
2. Mosaik
Pada rubrik ini majalah Aulia menceritakan kisah-kisah inspiratif bagi
pembaca nya yang sesuai dengan garis besar tema yang telah di tentukan
yaitu dirubrik Aulia utama. Dalam sekali edisi rubrik modis merupakan bisa
dibilang rubrik utama karna sebagian majalah Aulia diisi dengan rubrik
modis.
3. Info Kita
Pada rubrik ini majalah Aulia memberikan berbagai info mengenai
kehidupan yang islami yang kita butuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Info Halal
Pada rubrik ini majalah Aulia memberikan berbaagai informasi bagi
pembaca nya mengenai hal-hal yang berhubungan tentang Islam, dalam info
halalnya baik berupa kisah maupun fakta tentang kehidupan sehari-hari.
5. Konsultasi
Sesuai dengan namanya rubrik konsultasi, maka disini pera pembaca
majalah Aulia diberikan konsultasi dalam menanggapi permasalahan hidup,
dimana para pembaca memberikan pertanyaan mengenai masalah yang di
hadapi nya lalu akan dijawab oleh Ustadz maupun Ustadzah.
6. Sehat
Pada rubrik ini majalah Aulia memberikan tips-tips mengenai kesehatan.
44
7. Sosok
Pada Rubrik ini majalah Aulia menampilkan sosok inspiratif yang tujuannya
bisa memberikan menginpirasi para pembaca untuk lebih baik dalam segi
kehidupan.
8. Modis
Dalam rubrik ini, majalah aulia menampilkan gaya busana muslimah yang
cantik anggun namun tetap syar‟i dalam pemakaiannya, yang membuat para
pembaca mendapatkan ide dalam berbusana muslimah yang sedang trend
saat ini.
9. Aulia‟s Halal Kitchen
Dalam rubrik ini majalah Aulia memberikan resep-resep masakan yang
memang menjadi favorite para pembaca yang mayoritas pembaca Aulia
adalah kaum ibu-ibu.
10. My Kitchen Biz
Dalam Rubrik ini majalah Aulia juga memberikan resep masakan, namun
berbeda dari rubrik Aulia‟s Halal Kitchen, pada rubrik ini memberikan tips
masakan yang bisa dijadikan peluang bisnis bagi para pembaca.
11. Bisnisku
Pada Rubrik ini, Majalah Aulia memberikan gambaran serta bagaimana cara
nya berbisnis, dengan menampilkan sosok-sosok yang bisa dijadikan
inspirasi dalam hal berbisnis.
45
12. Jari Lentik
Dalam rubrik Lentik ini majalah Aulia memberikan tips bagaimana cara
menjadi seorang muslimah yang kreatif, dengan menampilkan berbagai
kerajinan tangan yang bisa dijadikan panduan dan pilihan saat waktu luang.
13. Raudhati
Selain menjadikan muslimah yang kreatif lewat Rubrik lentiknya. Majalah
Aulia pun lewat rubrik Raudhati, memberikan tips-tips informatif bagi
pembacanya dalam segalah hal seperti misalnya penataan ruang dalam
sebuah rumah.
14. Aulia Depan
Menampilkan kata-kata bijak sesuai hadis maupun Al-qur‟an sesuai tema
pada edisi yang diterbitkan.
15. Cover Story
Menampilkan kisah-kisah yang penuh dengan inspiratif bagi para pembaca
setia majalah Aulia.
46
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Gambar Pertama
Gambar 4.1 : Analisis foto
47
1. Denotasi
Gambar pertama diambil dari Majalah Aulia dengan edisi
No.07/Tahun X/Januari 2013. Dalam gambar ini terlihat seorang perempuan
yang hendak berpergian, perempuan muslimah tersebut menggunakan
jilbab 2 warna dalam satu jilbab yaitu bewarna oranye dan cokelat.
Kemudian perempuan dalam foto ini menggunakan dalaman kerudung yang
bewarna ungu serta menggunakan dalaman kerudung yang bermotif garis
bewarna oranye, putih, cokelat dan kuning.
Cara memakai jilbabnya dengan bagian sisi kanan jilbab yang
disematkan kedalam sisi kanan jilbab, lalu sisa bagian kanan jilbab
dibalikan sehingga menampilkan warna cokelat yang dimiliki dua sisi jilbab
tersebut lalu disematkan brosh agar mempertahankam bentuk lipatan
bewarna cokelat tersebut. Brosh yang digunakan berbentuk bunga dengan
bagian tengan bewarna oranye dan kelopak bungannya bewarna cokelat lalu
ada mute-mute yang menjuntai kebawah dengan bewarna ungu, brosh
tersebut terbuat dari bahan seng atau baja tipis.
Pakaian yang digunakan merupakan baju terusan berupa gamis atau
bisa disebut juga sebagai baju abaya. Abaya ini bewarna oranye, dan pada
bagian dada terdapat sulaman bermotifkan bunga bewarna oranye, bermotif
sulaman bergambar daun dengan warna hijau, dan bermotif sulaman garis
bewarna putih, pada dasarnya pada bagian motif dan sulaman ini yang
terdapat didada bewarna ungu dengan dan kancing baju yang bewarna
oranye. Dan pada bagian bawah abaya bewarna ungu tua dengan motif
48
sulam bunga bewarna oranye dan merah serta bermotif sulam garis bewarna
hijau dan merah.
Pada bagian pinggir abaya terdapat motif kain tenun makasar bewarna
oranye, cokelat, dan kuning pucat serta bewarna putih tulang dengan motif
berbentuk segitiga. Alis mata terlihat membentuk, begitu juga dengan bulu
mata yang terlihat lentik. Pada bagian mata diberi eyeshadow bewarna
cokelat yang senada dengan warna kulit, make up yang digunakan adalah
make up yang natural. Pada bagian bibir menggunakan warna lipstik
bewarna pink muda yang mendekati warna bibir. Ekspresi wajah
menampakan keceriaan dengan seyuman serta tatapan mata yang
memandang ke arah kiri.
Pada bagian tangan sebelah kiri perempuan ini memegang tas yang
terbuat dari bahan bewarna dasar cokelat bermotif kotak-kotak bewarna
cokelat, merah, oranye, dan dalam motif kotak-kotak tersebut terdapat motif
sulaman yang bermotifkan segitiga kecil yang disatukan menjadi kumpulan
segitiga yang bewarnakan merah, hijau, kuning dan putih tulang. Pada
tangan sebelah kanan, perempuan ini menekuk tangannya dan terlihat
memegang jilbabnya. Selain itu pada gambar ini terdapat tulisan dengan
“Keanggunan Tenun” bewarna putih pada font tulisan tersebut.
2. Konotasi
Nuansa kain tenun yang digunakan perempuan tersebut sebagai
aplikasi yang terdapat pada abaya menggambarkan sifat tradisional.
Menggunakan brosh pada pemakaian jilbab bisa dibilang jilbab trendy,
49
memadukan warna oranye dengan warna dalaman bewarna ungu, cokelat,
dan oranye juga menampilkan berani dalam memadupadankan warna.
Dalam gambar ini, majalah menggambarkan penggunaan jilbab yang tidak
kaku namun penggunaan jilbab seperti itu tetap menggambarkan karakter
wanita muslimah. Hal tersebut terlihat dari penggunaan jilbab yang
menutupi bagian dada.
Cara penggunaan jilbab tersebut cukup simpel dan mudah cara
pemakaiannya dengan bagian sisi kanan jilbab disematkan ke sebelah kanan
dan diperkuat dengan peniti atau jarum pentul, sedangkan pada sisi kiri
dibiarkan menjuntai kebawah dengan sedikit lipatan pada bagian sisi kanan
jilbab sehingga terlihat warna lain dari jilbab tersebut. Penggunaan dalaman
pada jilbab ini menambah kesan modis dan ditambahkan dengan asesoris
brosh menambah terlihat lebih modern dan cantik.
Pakaian yang digunakan didominasi dengan warna oranye dan ungu.
Perpaduan warna yang cukup berani namun tetap tidak terlalu mencolok.
Dan pada bagian dada terdapat kancing baju bewarna oranye membuat
kesan tidak kaku. Pakaian seperti yang digambarkan di Majalah tersebut
ternyata juga dapat menampilkan sesuatu yang elegan, unik dalam
memadupadankan warna serta mengaplikasikan kain tenun makasar dalam
berpakaian menjadi pilihan walau seperti itu pakaian ini tetap syar‟i bagi
kaum muslimah yang berjilbab. Serta pemakaian tas menggambarkan
keanggunan dari seorang wanita yang hendak bepergian.
Warna netral pada make up memberikan kesan simpel dan tidak
mencolok sesuai ajaran agama yang sebenarnya wanita muslim sebaiknya
50
tidak bersolek agar tidak memancing pandangan dari lawan jenis yang
bukan muhrimnya. Maka dari itu pada gambar ini bagian wajah perempuan
dalam foto itu bermake up senatural mungkin tanpa menggunakan blass-on
dengan warna yang mencolok. Meski begitu bentuk alis yang rapih dan
bulu mata yang lentik menunjukkan bahwa perempuan ini memang sering
bersolek agar terlihat cantiik.
Kesan wanita muslimah ditunjukkan lewat senyumnya serta tatapan
yang menunjukkan keramahan yang menjadi ciri dari wanita muslimah.
Tulisan pada gambar tersebut memperjelas bahwa majalah ingin
menampilkan sesuatu yang berbeda pada perempuan muslim yang
menggunakan jilbab dapat bereksperimen dengan menggunakan baju
muslim atau abaya yang bermotif tenun, yang merupakan kain tradisional
Indonesia bisa diaplikasikan lewat pakaian modern namun tidak
menghilangkan karakternya sebagai muslimah. Perpaduan gaya ini juga
dapat digunakan pada moment formal maupun informal.
3. Mitos
Jika biasanya masyarakat mengenal kain tenun Makassar atau
masyarakat Makassar menyebutnya dengan kain sutera sengkang, yang
dipakai pada acara-acara resmi adat seperti pernikahan maupun upacara adat
lainnya, kini kain tenun khas Makassar bisa dipakai di acara formal maupun
informal dengan mengaplikasikannya lewat busana muslim sehari-hari dan
dibuat tidak kaku oleh pemakainnya.
Selain itu, jika dahulu jilbab atau kerudung pemakaiannya terkesan
kaku kini pemakaia jilbab dibuat dengan tidak kaku lebih terlihat fresh
51
dengan ditambahkan asesoris berupa brosh. Walaupun pemakaian jilbab
tersebut lebih modern namun tetap masih sesuai dengan syari‟at Islam.
Dengan foto pada gambar tersebut mengambarkan bahwa pada saat ini
wanita yang berhijab bisa hidup mandiri atau lebih bisa diterima masyarakat
dalam karir. Tidak seperti dahulu wanita yang berhijab susah mendapatkan
pekerjaan dan dianggap sebelah mata oleh sebagian kalangan dalam
masyarakat.
B. Gambar Kedua
Gambar 4.2 : Analisis foto
52
1. Denotasi
Gambar kedua diambil dari Majalah Aulia dengan edisi yang sama
yaitu edisi No.07/Tahun X/Januari 2013. Gambar ini menampilkan seorang
perempuan yang menggunakan jilbab bewarna biru. Cara perempuan ini
menggunakan jilbab dengan menarik sisi kanan jilbab ke sisi kiri jilbab lalu
disematkan sebuah brosh mutiara dengan warna putih dan biru disebelah
kiri jilbab tersebut dengan jilbab yang menjulur hingga kedada.
Baju yang digunakan merupakan baju terusan panjang yang biasa
disebut dengan baju gamis atau abaya, warna abaya ini adalah warna biru
tua, yang diaplikasikan dengan tenun bali dengan corak bewarna biru
tua,biru muda dan abu-abu yang corak tersebut berbentuk belah ketupat, dan
motif sulam bogor berwarna merah, kuning dan putih. Berbentuk belah
ketupat, dan bergaris.
Pada bagian wajah, perempuan ini menggunakan polesan make up
yang natural. Alis perempuan ini tampak lebih dibentuk, sehingga terlihat
rapi dan cantik. Untuk bagian mata warna yang digunakan untuk polesan
adalah warna natural dengan warna kecoklatan. Bulu mata perempuan ini
dibuat panjang dan lentik. Untuk bagian pipi, warna yang digunakan adalah
cokelat. Sedangkan untuk polesan bibir, warna yang digunakan adalah
sewarna dengan warna bibir yaitu bewarna pink yang sangat muda.
Ekspresi perempuan ini menunjukkan senyum dengan pandangan
mata ke arah kiri. Pose dari perempuan ini adalah pose berdiri dengan
tangan kanannya yang memegang tas kulit bewarna pink tua dengan motif
53
kain tenun sedangkan tangan kirinya yang dibiarkan tanpa memegang
apapun. Pada bagian kanan foto terdapat tulisan “Tampilan etnik yang fresh
bisa didapat dari kedua abaya ini. Abaya oranye dengan aplikasi tenun
makasar atau abaya biru solid dengan aplikasi tenun bali. Keduanya berpadu
dengan sulam bogor nan cantik.”
2. Konotasi
Jilbab yang digunakan perempuan pada gambar kedua,
menggambarkan jilbab yang biasa digunakan di Indonesia, yaitu selembar
kain yang menutupi hingga ke dada. Warna dari jilbab yang digunakan
terkesan sederhana namun tetap elegan. Dan menggunakan ikat kepala atau
bandana yang bewarna senada dengan abaya bercorakan tenun bali.
Penggunaan jilbab yang digunakan oleh perempuan dalam gambar ini sesuai
dengan ajaran yang terdapat di dalam Al-qur‟an untuk memakai jilbab
sampai menutupi bagian dada.
Abaya yang digunakan perempuan tersebut merupakan baju muslim
yang longgar atau tidak ketat serta bewarna tidak terlalu mencolok. Hal
tersebut menggambarkan bahwa baju ini benar-benar telah mengikuti kaidah
agama islam yang telah ditetapkan dan berlaku untuk perempuan muslim,
dimana baju tersebut tidak menunjukkan atau menonjolkan lekuk tubuh
perempuan tersebut. Walau begitu kesan elegan juga ditonjolkan dalam baju
ini dengan sentuhan kain tenun khas bali yang sangat serasi dalam abaya ini,
serta pada bagian tangan abaya ini dibuat kancing yang menambah kesan
modern dalam padupadan abaya ini.
54
Tas yang digunakan pun sangat anggun dipakai sebagai asesoris
pelengkap dengan warna pink tua, tas ini pun bermotif kain tenun yang
menambah kesan elegan pemakainya. Pada bagian wajah terlihat polesan
make up yang natural walau sebenarnya bahwa wanita muslim pada
hakikatnya tidak boleh bersolek, maka warna-warna yang digunakan untuk
polesan wajah sangat sederhana dan netral. Meski begitu bentuk alis yang
rapih dan bulu mata yang lentik menunjukkan bahwa perempuan ini
memang sering bersolek agar terlihat cantik di depan muhrimnya.
Ekspresi senyum merupakan tanda suatu keramahan dengan
senyumannya yang mengambarkan keramahan yang dimiliki wanita
muslimah sebagai nilai ibadah serta keanggunan pada diri perempuan dalam
foto ini. Pose yang ditunjukkan oleh perempuan ini menunjukkan seolah-
olah perempuan ini hendak bepergian namun tetap syar‟i dalam busana yang
dikenakannnya. Tulisan pada gambar ini ingin menjelaskan bahwa gambar
ini merefleksikan perempuan dalam busana abaya yang ingin menampilkan
kesan eksklusif, dan tetap modern dengan motif tenun bali yang
menunjukkan cinta akan produk dalam negri dan hasil karya anak bangsa,
namun tetap tidak meninggalkan kaidah dalam berpakaian bagi perempuan
muslimah
3. Mitos
Perempuan yang memilki nilai plus dalam hal kecantikan akan merasa
lebih menarik dan percaya diri. Banyak dari perempuan kini terobsesi
menjadi cantik. Bahkan mereka melakukan apa saja untuk menjadi cantik,
55
termasuk berdandan. Berdandan bisa dikatagorika dalam hal perhiasan
muka maupun pemilihan busana yang pas. Periasan muka biasa dengan
menggunakan make up sampai membentuk alis mata. Sedangkan pemilihan
pakaian dilakukan dengan pemilihan pakaian yang pas dengan bentuk tubuh
mereka, selain itu unsur tradisional juga diaplikasikan dengan abaya yang
digunakan perempuan ini.
Jika dahulu kain tenun hanya dipakai pada acara-acara formal adat
daerah itu sendiri. Kini lewat foto busana muslim yang terdapat pada rubrik
majalah Aulia, ingin menapilkan sesuatu yang tidak biasa dan ingin
memberitahu pembaca bahwa kain tenun, atau sulaman khas indonesia bisa
diaplikasikan lewat busana muslim menjadi sesuatu yang unik dan cantik
dan tidak terkesan kaku, bisa digunakan ke acara formal maupun informal.
Dahulu jilbab dikenal dengan pakaiannya para perempuan muslim
yang fanatik atau berpikiran kolot. Namun majalah ini memperlihatkan
bahwa dengan berjilbab dan berbusana muslim, seorang perempuan tetap
bisa menjadi cantik, modis, anggun, dan elegan. Hal ini terlihat dari cara
pemakaian jilbab itu sendiri. Warna serta bentuk jilbab dapat di
kombinasikan menjadi sesuatu yang serasi dan membuat penggunannya
semakin gaya, modis dan tetap syar‟i.
56
C. Makna Pesan Dakwah yang Disampaikan Dalam Rubrik Modis
Dakwah sebagai cara untuk mengkomunikasikan pesan-pesan Islam
kepada individu maupun masyarakat, dapat dilakukan dengan perantara media
baik cetak maupun elektronik. Dakwah melalui media cetak dapat dilihat
dalam bentuk majalah, tabloid, bulletin, surat kabar dan lain sebagainya.
Media cetak juga merupakan salah satu sarana dalam berdakwah, dan
strateginya adalah dengan cara membuat tulisan-tulisan, catatan-catatan dan
sejarah-sejarah yang ada hubungannya dengan dakwah. Sehingga masyarakat
yang tidak bisa menikmati media televisi, dan radio bisa menjangkau dengan
media cetak ini.
Media cetak pun sangat efektif untuk berdakwah, karena seluruh
masyarakat pada zaman sekarang ini mayoritas sudah bisa membaca dan tulis.
Dan sudah menjadi kebutuhan pada umumnya. Begitu juga yang dilakukan
dengan Majalah Aulia, lewat rubrik-rubrik yang disampaikannya terdapat
unsur dakwah di dalamnya.
Sesuai dengan namanya Aulia menurut pengertian Al-qur‟an diartikan
sebagain pemimpin, pelindung dan penolong yang diambil dari kata “wali”.
Dalam pengertian umum kata Aulia sebagai bentuk jamak dari kata “wali”
yang diartikan dalam pengertian khusus, yaitu orang-orang yang dianggap
mempunyai kelebihan-kelebihan khusus dibidang agama dan perjuangan
agama. Maka dari itu Aulia menjadi sebagai penghubung yaitu sebagai media
dakwah. Untuk menyampaikan apa yang harus disampaikan dan berbagai
mengenai ajaran Islam.
57
Majalah Aulia menggunakan dakwah bil-qalam atau melalui media
cetak. Melalui trobosan baru Majalah Aulia mengajak mad‟u nya yaitu para
pembaca majalah Aulia untuk mengikuti perintah dan ajaran dari Allah Swt
dan Rasulullah Saw. Bukan hanya lewat tulisan-tulisan yang mengandung
pesan dakwah yang mengajak untuk berada dijalan Allah Swt, namun pesan
yang disampaikannya bersifat santai artinya tidak mengurui.
Majalah ini menampilkan foto-foto busana muslim, lewat rubrik modis
majalah Aulia menyampaikan pesan dakwahnya bagaiamana cara berbusana
muslim yang benar, serta menunjukkan cara menutupi aurat dengan sempurna
sesuai dengan syari‟at islam. Karna para pembaca majalah Aulia ini adalah
mayoritas adalah kalangan ibu-ibu atau bisa dibilang lebih mengarah ke
majalah untuk keluarga, maka majalah Aulia pun disetiap rubrik yang
disampaikannya adalah bagaimana menjadi wanita yang sholeha, dan tampil
cantik di dalam keluarganya.
Dalam foto rubrik majalah Aulia ke dua foto tersebut ingin
menyampaikan pesan, bahwa seorang wanita wajib hukumnya untuk menutup
auratnya. Bukan hanya sekedar berhijab atau berkerudung berarti sudah
mengikuti perintah sesuai agama islam. Tapi dalam foto tersebut benar-benar
menampilkan sosok wanita muslimah yang secara sempurna menutup
auratnya. Karna majalah ini mayoritas pembacanya adalah kalangan ibu-ibu
yang sudah berkelurga, maka dalam foto tersebut foto yang ditampilkan
tidaklah terlalu mencolok, selain tidak full make up, foto-foto tersebut
menampilkan sebuah kesederhanaan namun tetap cantik dan elegan.
58
Majalah Aulia ini menyampaikan pesan bahwa wanita muslim yang
sudah berkelurga baiknya hanya berdandan hanya untuk suaminya dan untuk
keluarganya, selain dalam agama Islam bersolek dilarang. Dalam sesi
wawancara yang penulis lakukan kepada majalah Aulia, pemimpin redaksi
atau PEMRED Aulia, mengatakan bahwa:
“Sebaiknya seorang wanita muslim hanya boleh tampil cantik di
depan suaminya dan keluarganya jika sudah berkelurga dan jika belum
berkelurga tampil cantik di dalam keluarga di depan ayah, ibu, saudara-
saudara mereka, sedangkan jika keluar rumah hendaklah menutupi aurat
secara sempurna seperti yang diperintahkan oleh Allah Swt dan Rasull-
Nya.” 43
Selain itu dalam foto tersebut juga menampilkan foto yang tidak
menampilkan lekuk tubuh wanita yang ada dalam foto tersebut, baju yang
digunakan pun berbahan tebal sehingga tidak menerawang. Juga tidak
menampilkan perhiasan yang mencolok seperti kalung, gelang, cincin maupun
perhiasan lainnya, dalam foto rubrik modis hanya menggunakan sebuah brosh
yang simpel. Benar-benar menampilkan seorang wanita muslim yang menjaga
auratnya.
Dalam sebuah sesi wawancara, yang dilakukan penulis dengan salah
satu staff redaksi majalah Aulia mengungkapkan, bahwa dengan cara bahasa
yang sederhana dan tidak mengurui itulah yang lebih masuk di dalam hati
pikiran para pembaca majalah Aulia, baik tulisan maupun foto yang
ditampilkan lewat rubrik-rubrik majalah Aulia.
Sehingga ada pembaca yang tergugah hatinya untuk lebih memperbaiki
diri mereka ke jalan Allah Swt, ada seorang pembaca yang tidak menggunakan
43
Wawancara Pribadi yang dilakukan oleh penulis dengan Pemred majalah Aulia.
59
hijab dalam kesehariannya, setelah berlangganan majalah Aulia menjadi
berhijab dalam kesehariannya. Serta respon-respon yang positif yang diterima
majalah Aulia dari surat pembaca, membuktikan dengan menggunakan
metode dakwah bil-qalam atau melalui media cetak bisa diterima oleh
masyarakat saat ini.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari data yang telah terkaji dengan metode analisis semiologi tipe
Roland Barthes, diperoleh beberapa kesimpulan, serta pesan dakwah yang
ingin disampaikan oleh majalah Aulia, yaitu:
1. Analisis Semiologi
a. Denotasi
Makna denotasi yang didapat dari hasil analisis dua foto busana muslim
pada rubrik modis dalam majalah Aulia, memberikan inspirasi baru
dalam berbusana muslim, dengan tampil cantik dan anggun dengan
menggunakan abaya diaplikasikan kain tenun khas 2 daerah Makasar dan
Bali kedua nya berpadu dengan cantik dengan sulam Bogor.
Dari kedua foto tersebut, memberikan informasi dan inspirasi baru bagi
perancang busana maupun sebagai pemakai dalam memilih busana
muslim, yang akan dipakai ke berbagai acara.
b. Konotasi
Hasil analisis makna konotasi dari kedua foto busana muslim yang
terdapat pada rubrik modis dalam majalah Aulia, tidak hanya
memberikan informasi dan inspirasi. Tetapi juga menyampaikan bahwa
selain terdapat unsur religi yang menyuruh wanita tampil dengan syar‟i
dalam berpakaiannya dalam kesehariannya. Disini seorang perancang
61
busana tersebut ingin menyampaikan pesan bahwa kain tenun bisa
menjadi pilihan dalam berbusana, selain itu juga ingin menyampaikain
bahwa sudah seharusnya bagi masyarakat indonesia mencintai dan
melestarikan hasil karya bangsa indonesia salah satu nya adalah kain
tenun khas setiap daerah yang ada di indonesia.
c. Mitos
Dari hasil analisis makna mitos, dapat ketahui bahwa berhijab itu
tidaklah dianggap ketinggalan zaman karena pemakaiannya sudah tidak
seperti dulu yang masih terlihat kaku, pemakaiannya dibuat lebih fresh
dengan berbagai macam gaya hijab tetapi tetap tidak menghilangkan sisi
religi, tetap sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh agama untuk
menutup hijabnya sampai ke dada.
Selain itu, jika masyarakat indonesia mengenal kain tenun hanya untuk
acara formal adat ataupun acara lainnya, kini kain tenun tersebut bisa di
aplikasikan dalam busanan yang kegunaannya bisa dipakai dalam acara
formal maupun informal, dengan sedikit variasi sehingga tidak kaku
seperti dulu.
2. Majalah Aulia yang menggunakan media cetak sebagai perantara dakwah.
Dengan menggunakan metode dakwah bil-qalam atau melalui media cetak,
majalah Aulia menyampaikan pesan dakwahnya, melalui rubrik yang berisi
tulisan yang menyeru tetap istiqomah ke jalan Allah swt, maupun rubrik
yang berisikan tentang foto busana muslim yang menampilkan bagaimana
cara berpakaian yang benar menurut syari‟at Islam. Dan majalah Aulia
lewat rubrik modisnya ingin menyampaikan pesan bahwa sebagai seorang
62
muslimah haruslah menutup Auratnya dan tampil cantik di depan
keluarganya. Hal ini pun cukup efektif karna ada pembaca yang
berlangganan khusus dan mengikuti apa yang disampaikan lewat majalah
tersebut. Menurut Mba Novie Riyanti selaku Redaktur Pelaksana. Ada
pembaca yang tadi nya tidak menggunakan jilbab menjadi menggunakan
jilbab dalam kesehariannya. Hal ini pun sekaligus membuktikan adanya
dampak yang positif akan keberadaan majalah Aulia bagi pembaca nya.
Sesuai dengan tujuannya, komunikasi massa mempunyai fungsi untuk
memberikan informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Serta
adanya efek Kognitif, efek Afektif dan efek Behavioral yang terjadi pada
pembaca Aulia tersebut.
B. Saran
Kepada Majalah Aulia
Adapun beberapa saran yang bisa dijadikan sebagau bahan pertimbangan bagi
majalah Ummi khususnya pada rubrik modis adalah sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu majalah yang concern terhadap dakwah, mempunyai visi
dan misi dakwah dan telah berhasil membangun karakter yang berjiwa
Islami, maka penulis berharap majalah Aulia lebih meningkatkan sebagai
media dakwah. Majalah Aulia dapat terus mempertahankan eksistensinya
terhadap pembacanya, terutama para profesional muda. Selain itu majalah
Aulia juga bisa memberikan informasi lagi secara lebih lengkap tentang
ilmu pengetahuan, agama, serta mode.
63
2. Majalah Aulia harus mempertahankan tampilan busana muslimah yang
anggun, elegan, dan indah dengan motif sederhana agar bisa menjadi
inspirasi bagi semua kalangan, tidak hanya kalangan menengah keatas
namun tetap mendahulukan busana normatif dan syar‟i. Pada rubrik modis
perlu dikembangkan terus upaya mendesain busana-busana muslimah yang
senantiasa kreatif, fungky, modis dan tidak ketinggalan zaman agar para
pemakai nya juga asyik dan tetap percaya diri dalam mengenakannya karena
terus mengikuti trendnya namun tetap syar‟i.
64
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Mafri. “Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam”. Jakarta: PT
Logos Wacana Ilmu, 1999.
Ardianto, Elvinaro. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Smibiosa
Rekatama Media, 2007.
Arifin, Anwar. ”Dakwah Kontemporer sebuah Studi Komunikasi”. Yogyakarta:
Graha ilmu, 2011.
As-Sya‟rawi, Syaikh Mutawalli. Fikih Perempuan Muslimah, Busana dan
Perhiasan, Penghormatan, atas Perempuan, Sampai Wanita Karir.
Jakarta: Amzah, 2003.
Aziz, Jum‟ah Amin Abdul. Fiqih Dakwah Studi atas Berbagai Prinsip dan
Kaidah yang Harus Dijadian Acuan dalam Dakwah Islamiah. Solo: PT
Era Adicitra Intermedia,2007.
Aziz, Moh. Ali. ”Ilmu Dakwah”. Jakarta: Kencana, 2009.
Berger, Arthur asa. Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer. Yogyakarta:
tiara wacana yogya, 2010.
Budiman, Kris. semiotika visual “konsep,isu, dan problem ikonisitas”,
Yogyakarta: jalasutra, 2011.
Canggara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007.
Danesi, Marcel. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra, 2010.
Efendy, Onong Uchjana. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1992.
Fadilah, Risqa. ”Analisis Semiotik terhadap Rubrik Busana pada Majalah
Paras”. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran islam, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2012.
Hidayati, Noor. “Analisis Semiotika Terhadap Rubrik Mode Pada Majalah
Ummi”. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2011.
Kridalaksana, Harimurti. Lesikal Komunikasi. Jakarta: Pradnya paramita,1984
65
Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada Media
group, 2008.
Liliweri, Alo. Memahami Peran KomunikasiMassa dalam Masyarakat. Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti, 1991.
Mondry. Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor Selatan: Ghalia
Indonesia, 2008.
Muis, Andi Abdul. Komunikasi Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001
Nasuhi,Hamid, dkk, CeQDA (Center for Quality Development an Assurance)
UIN Syarif HidayatullahJakarta, 2007.
Piliang, Yasraf amir. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Atau Matinya Makna,
Bandung: Jala Sutra,2003.
Pusporini, Trigustia. “Analisis Semiotika Rubrik Fashion Style Majalah
Kawanku” Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
Rahmat, Jalaludin. Islam Alternatif. Bandung: Mizan, 1997.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.
Sobur,Alex. “Semiotika Komunikasi”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.
Syuqqah, Abdul Halim Abu. “Kebebasan Wanita”. Jakarta: Gema Insani Press,
1999.
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN
http://gambar-busana.blogspot.com/2013/03/pengertian-busana.html di akses
pukul 13.50
http://murihwidodo.blogspot.com/2012/09/pengertian-rubrik.html pukul, 13.25
www.glorianet.org/kolom/kolomedia.html diakses pada 7 januari 2013
www.Google.co.id “apa itu rubrik” diakses pada 7 januari 2013
Wawancara Penulis Dengan :
Nama : Santi Soekanto ( Pemimpin Redaksi )
1. Penulis : Kenapa memilih ibu-ibu muda sebagai sasaran pembaca ?
Bu Santi : Sebenernya yang baca majalah Aulia engga ibu-ibu muda
juga, ibu- ibu tua juga adaa. Kita sekarang makin lama
makin melebar lebih ke arah keluarga.
2. Penulis : Apa sih yang menjadi keunggulan majalah aulia
dibandingkan dengan majalah yang bernafaskan islami
lainnya?
Bu Santi : Bukan saya yang menilai, tapi pembaca majalah aulia itu
sendiri yang menilai, menurut nurul sendiri gimana kalau
nurul udah berlangganan majalah Aulia pasti nurul tau
majalah aulia dibandingkan majalah noor, majalah paras
majalah lainnya pasti nurul tau. Bukan saya yang menjawab
nomer satu yang saya harapkan, allah menjadikan ini
unggul, karna kita meniatkan ini sesuai tuntunan dari allah
dan rosul Kalau mengenai ke unggulan dibalikan lagi kepada
pembaca.
3. Penulis : Bagaimana dengan respon dari pembaca yang ibu ketahui
sejauh ini, respon pembacanya seperti apa?
Bu Santi : Itu kita liat dari surat pembaca yang ada di dalam majalah
Aulia, dan itu baik responnya.
4. Penulis : Pesan apa si bu yang ingin disampaikan majalah Aulia
dalam rubrik modis?
Bu Santi : Sebaiknya seorang wanita muslim hanya boleh tampil
cantik di depan suaminya dan keluarganya jika sudah
berkelurga dan jika belum berkelurga tampil cantik di
dalam keluarga di depan ayah, ibu, saudara-saudara
mereka, sedangkan jika keluar rumah hendaklah
menutupi aurat secara sempurna seperti yang
diperintahkan oleh Allah Swt dan Rasull-Nya.
Wawancara penulis dengan :
Nama : Novie Riyanti ( Redaktur Pelaksana )
1. Penulis : Bagaimana dengan rubrik modis, di dalam rubrik itu ada
berapa tema?
Mba Novie : Rubrik modis kita ada, emmm kadang 3 kadang 2
2. Penulis : Bagaimana mengenai tulisan yang ada di majalahnya yang
ada pada rubrik modis ?
Mba Novie : Owh, kalau yang itu kita lihat dari emmm, pertama dari
busananya, karna kita kan mau nyeritain tentang busananya.
Trus yang kedua, kita mulai dari edisi yag lalu kita buka lagi.
Dan kita kan disini mengkampayekan tampil cantik di
keluarga. Jadi bukan hanya busana nya aja yang kita
tampilkan tapi disini kita mengkampanyekan untuk tampil
cantik di rumah untuk suami untuk keluarga
3. Penulis : Bagaimana kedudukan rubrik modis itu sendiri mba? Apakah
sebagai rubrik utama atau hanya sekedar pendukung.
Mba Novie : Kayanya sih saat ini aku bilang bisa disebut sebagai rubrik
pendukung. Karna kita kan sekarang bukan maajalah fashion.
Engga kaya dulu, kalau dulu kan kita fashion banget.
4. Penulis : Lalu rubrik apa mba yang menjadi rubrik utama majalah
aulia?
Mba Novie : Ya itu tentang fenomena-fenomena yaa pokoknya baca ajaa.
5. Penulis : Bagaimana dengan model yang ada di majalah aulia? Apakah
mempunyai model khusus aulia atau model lepas?
Mba Novie : Kalau model kita kaya majalah lain, dulu sih pake agensi, kan
ada tuh agensi model Cuma susah si nyari model yang bener-
bener berjilbab di kesehariannya. Tapi kemaren th mulai
tahun kemaren kita memakai agensi HIJMI, yang bener-bener
modelnya itu berjilbab dan kita make modelnya tuh dari dia.
Nah tapi kan sekarang hijmi itu sendiri udah bubar, tp engga
bubar si, karna yang istilahnya punya HIJMI tuh sekarang ga
mau lagi terjun kedunia permodelan. Jadi sekarang itu
modelnya kita pake yang semacam freelance aja tidak harus
lewat agensi, Cuma sekarang saya lebih sering telp modelnya
langsung sih, soalnya kan udah kenal jadi langsung aja.
6. Penulis : Kenapa mba, kalau rubrik modis itu warnanya paling full
colour?
Mba Novie : Sebenernya engga paling full colour sih kalo di liat, semua
full colour kan Mungkin karna dia tuh orang sendiri pake
baju gitu kan, terekspos jadi kesannya dia yang paling
menonjol, tulisannya dikit kan itu juga karna dari
rubriknya kan menceritakan tentang baju, sebenernya sih
sama aja enggabeda dengan yang lain sama ajaa.
7. Penulis : Bagaimana dengan model yang dipasangkan lewat majalah
ini, apakah benar-benar suami istri dan bagaimana cara
mencari model yang benar-benar suami istri ?
Mba Novie : Iya kebetulan saya kenal dengan model nya, jadi saya kenal
dengan istrinya itu dan istrinya itu model, lalu diajaklah
suaminya untuk jadi model juga. Karna ada tema yang
tentang pernikahan jadi harus suami istri, karna saya tidak
mungkin mengambil model yang bukan muhrimnya.
8. Penulis : Biasa nya Aulia menggunakan Rancangan siapa mba?
Mba Novie : Kita sih ga tetap, kalau kita lyat bagus ya kita ambil. Kadang
aku suka cek internet instagram yang lagi model seperti apa,
dan cocok engga buat Aulia nya sendiri. karna kan
sebenarnya Aulia itu bukanlah majalah fashion.
9. Penulis : Kalau tentang trend mba. Apakah mengambil tren masa kini,
atau mengambil tren pada zaman dulu lalu dikeluarkan atau
diperkenalkan kembali di zaman sekarang?
Mba Novie : Kalo trend biasa nya, kalo di fashion itu kan biasa dikenal
dengan istilah berputar, maksudnya tuh, kalo fashion itu akan
emmm kembali lagi, misalnya akan kembali ke beberapa
tahun sebelumnya sekitar kembali ke 20 tahun sebelumnya,
seperti itu aku pernah baca istilah itu. Jadi kaalau sekarang
tahun 2000 an berarti kembali ke zaman 80an gitu. Dan itu
pasti, di dalam dunia fashion tuh akan seperti itu akan
berputar.
10. Penulis : Bagaimana dengan para pembacanya, ada tidak mba, yang
tadinya tidak berkerudung tapi setelah melihat majalah aulia
dan berlangganan juga dengan majalah aulia, menjadi
berkerudung?
Mba Novie : ada sih, beberapa dari surat pembaca yang pernah saya baca,
Cuma untuk pasti beberapa nya saya kurang tau ya, karna kita
kan belum survei langsungtentang itu, jadi kita tau lewat
surat pembaca aja yang datang ke majalah aulia. Ada dulu
malah bapaknya, yang liat majalah aulia seneng lalu dia
kasih ke anaknya dan suruh anaknya baca, lalu yang tadinya
dia engga berjilbab jadi dia berjilbab. Ada sih seperti itu
Cuma saya lupa pastinya itu berapa.
11. Penulis : Bagaimana dengan tema itu? Dilatarbelakangin tentang apa?
Mba Novie : Bisa karna trend, misalnya emm, sekarang kan fashion
muslim udah berkembang banget kan, jadi barometernya ada
beberapa fashion show, misalnya dari emm APPMI yang
misalnya organisasi fashion yang, yang apa sih maksudnya
lebih dikenal di indonesia, yaa seenggaknya punya nama lah
di indonesia. APPMI itu kan Asosiasi Perancang eh,,
maksudnya APPMI itu emm “Asosiasi Pengusaha Perancang
Mode Indonesia” nah itu tuh dia organisasi yang, emm
lumayan konsisten lah ngeluarin trend adain show tiap
tahunnya nah biasa nya kita patokannya dari itu. Nah kita
kanudah kenal sama mereka jadi kita tinggal telp aja, yang
lagi trend saat ini tuh apa. Jadi aku tanya, “mba trendnya lagi
apa nh” nanti dia jawab lagi trend ini ini ini. Tapi kita ada
juga yang emm designernya ga harus patokan yang lagi trend
aja, jadi dia bikin aja sesuai dengan mood dia. Kalau yang
penting si buat majalah Aulia baju nya itu syar’i. Kan ada
tuh yang fashion tapi dia tidak emm terlalu mengaabaikan
unsur syar’i nya. Dan apakah dia menutupi tubuhnya dengan
sempurna dan apakah dia bahan materialnya boleh menjiplak.
FOTO PENULIS DENGAN SALAH SATU STAFF REDAKSI
MAJALAH AULIA