43
1. Memahami dan menjelaskan saluran pernapasan atas 1.1 Memahami dan menjelaskan makro LO.1.1 Makroskopik Skema respiratorius Udara masuk ke nares anterior vestibulum nasi cvavum nasi udara keluar dari cavum nasi ke nares posterior masuk nasopharinx melewati oropharinx epiglottis membuka aditus laryngis daerah larynx trachea masuk bronkus primer bronkus sekunder bronkus segmentalis bronkus terminalis bronkiolus respiratori organ paru duktus alveolaris alveolus alveoli terjadi difusi oksigen dan karbondioksida. 1. Hidung (Nares) Hidung merupakan organ yang pertama berfungsi dalam saluran pernapasan. Ada 2 bagian dari hidung, yaitu: Eksternal: menonjol dari wajah, disangga oleh Os. Nasi dan tulang rawan kartilago. Keduanya dibungkus dan dilapisi oleh kulit dan sebelah dalamnya terdapat bulu-bulu halus (rambut) yang membantu mencegah benda-benda asing masuk ke dalam hidung. Gambar 1. Struktur hidung bagian eksternal (Hansen, 2010) Terbentuk oleh tulang rawan,tulang sejati,dan otot Bagiannya adalah : Nares anterior

Mandiri Skenario 1 Respi

  • Upload
    asd409

  • View
    259

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BLOK RESPI SK 1

Citation preview

Page 1: Mandiri Skenario 1 Respi

1. Memahami dan menjelaskan saluran pernapasan atas1.1 Memahami dan menjelaskan makro

LO.1.1 Makroskopik

Skema respiratoriusUdara masuk ke nares anterior vestibulum nasi cvavum nasi udara keluar dari cavum nasi ke

nares posterior masuk nasopharinx melewati oropharinx epiglottis membuka aditus laryngis daerah larynx trachea masuk bronkus primer bronkus sekunder bronkus segmentalis bronkus terminalis bronkiolus respiratori organ paru duktus alveolaris alveolus alveoli terjadi difusi oksigen dan karbondioksida.

1. Hidung (Nares)Hidung merupakan organ yang pertama berfungsi dalam saluran pernapasan. Ada 2 bagian dari hidung, yaitu: Eksternal: menonjol dari wajah, disangga oleh Os. Nasi dan tulang rawan kartilago.

Keduanya dibungkus dan dilapisi oleh kulit dan sebelah dalamnya terdapat bulu-bulu halus (rambut) yang membantu mencegah benda-benda asing masuk ke dalam hidung.

Gambar 1. Struktur hidung bagian eksternal (Hansen, 2010)

Terbentuk oleh tulang rawan,tulang sejati,dan otot Bagiannya adalah : Nares anterior Vestibulum nasi Cavum nasiTerletak dari nares anterior sampai nares posterior, dengan alat-alat yang terdapat di

dalamnya yaitu :- Concha nasalis superior- Concha nasalis media- Concha nasalis inferior- Meatus nasi superior- Metaus nasi media

Page 2: Mandiri Skenario 1 Respi

- Meatus nasi inferior Septum nasi (os vomer,lamina perpendicularis os ethmoidalis,cartilage septi nasi)

Pada cavum nasi terdapat 3 buah konka nasalis yaitu : Konka nasalis superior Konka nasalis media Konka nasalis inferior

pada konka nasalis ini terdapat saluran yg disebut meatus nasalis. Pada nasopharinx terdapat saluran yg menghubungkan antara nasopharinx dengan cavum timpani yg disebut OPTA.

Terdapar pula SINUS paranasal yg terdiri dari : Sinus sphenoidalis ada 2 buah :

mengeluarkan sekresinya melalui receccus sphenoethmoidalis Sinus frontalis : mengeluarkan sekresi ke meatus media Sinus ethmoidalis : mengeluarkan sekresinya ke meatus superior dan meatus

media Sinus maxillaris : mengeluarkan sekresinya ke meatus media

Page 3: Mandiri Skenario 1 Respi

Persarafan hidung

Persarafan sensorik dan sekremotorik hidung: Bagian depan dan atas cavum nasi mendapat

persarafan sensoris dari cabang nervous opthalmicus (V.1). Bagian lainnya termasuk mukosa hidung dipersarafi oleh ganglion sfenopalatinum.

Bagian bawah belakang termasuk mucosa concae nasalis deoan dipersarafi oleh rami nasalis posterior dari cabang N. maxillaris (V2)

Daerah nasofaring dan concha nasalis mendapat persarafan sensoris dari ganglion pterygopalatinum.

Nervous olfactorius (Nervus I) keluar dari cavum cranii melalui lamina cribrosa ethmoidalis. Untuk sel-sel reseptor penciuman terletak pada 1/3 atas depan mucosa hidung septum dan concha nasalis.

Serabut-serabut nervous olfactorius bukan untuk mensarafi hidung, tapi hanya untuk fungsional penciuman.

Perdarahan hidunga.opthalmica = cabang a.ethmoidalis anterior dan posterior (A.Carotis Interna)a.maxillaris interna= a. sfenopalatinum (A.Carotis Externa)

vena-vena ketiga aliran itu membentuk anyaman yg disebut plexus kisselbach yg bila pecah disebut sebagai epistaxis.

Epistaksis ada 2 macam, yaitu :a. Epistaksis anterior

Page 4: Mandiri Skenario 1 Respi

b. Epistaksis posterior

a. Epistaksis anteriorDapat berasal dari flexus Kisselbach, yang merupakan sumber perdarahan paling sering

dijumpai anak-anak. Dapat juga berasal dari arteri ethmoidalis anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri atau spontan dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.

b. Epistaksis posteriorBerasal dari arteri sphenopalatina, dan a.ethmoidalis posterior. Perdarahan cenderung lebih

berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemia, dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.

2. Faring

Merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

NasofaringBagian pharynx yang berada dibelakang cavum nasi dan diatas palatum molle berfungsi sebagai tractus respiratorius sehingga dindingnya tidak kolaps. Nasopharynx dihubungkan dengan cavum nasi oleh choanae. Nasopharynx berhubungan dengan oropharynx lewat isthmus pharyngeus. Pada dinding lateral nasopharynx terdapat ostium pharyngeum tubae auditiva (O.P.T.A.). Pada atap dan dinding posterior terdapat tonsila pharyngea yang dapat mengalami pembesaran dikenal sebagai adenoid yang membuat buntu tractus respiratorius. Di samping OPTA terdapat di depan lekukan yang disebut fosa Rosenmuller.

OrofaringMulai dari palatum mole ke tulang hyoid. Ini membuka ke bagian depan, melalui isthmus faucium ke dalam mulut, sementara di dinding lateral, antara kedua lengkungan palatina, terdapat tonsila palatina.

LaringofaringealDi depannya terdapat pintu masuk larnyx, yang digerakkan oleh epiglotis. Di bawah muara glotis bagian medial dan lateral terdapat ruangan yang disebut sinus piriformis yaitu di antara lipatan ariepiglotika dan cartilago thyroid. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina cricoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus.

3. LarynxTerletak setinggi vertebrae cervicalis 4,5, dan 6. Terbentuk oleh tulang dan tulang rawan

Yaitu satu buah os hyoid, 1 tiroid, 1 epiglotis, 2 aritenoid dan terdapat cartilago cornuculata dan cuneiforme. Berbentuk segi lima yg disebut cavum laringis bagian atas aditus laringis sementara bagian bawah disebut kartilago cricoid.

Cavitas laryngis terbagi dalam 3 bagian

Page 5: Mandiri Skenario 1 Respi

1. Vestibulum Laringis

2. Daerah Tengah : dari plica vestibularis sampai setinggi vocalis dibawahnya

3. Daerah Bawah : dari plica vocalis sampai ke pinggir bawah cartilago cricoid

Os Hyoid- Terbentuk dari jaringan tulang, seperti besi telapak kuda.- Mempunyai 2 cornu: cornu majus dan cornu minus.- Dapat diraba pada batas antara batas atas leher dengan pertengahan dagu.- Berfungsi tempat perlekatan otot mulut dan cartilago thyroid.

Cartilago Thyroid- Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonjolan yang dikenal dengan

“Prominen’s laryngis” atau Adam’s Aplle sehari-hari disebut “jakun” lebih jelas pada laki-laki.

- Melekat keatas dengan os.hyoid dan kebawah dengan cartilago cricoid, kebelakang dengan arytenoid.

- Jaringan ikatnya adalah membrana thyrohyoid.- Mempunyai cornu superior dan cornu inferior- Pendarahan cornu superior dan cornu inferior.- Pendarahan dari a.thyroidea superior dan inferior.

Cartilago Arytenoid- Terletak posterior dari lamina cartilago thyroid dan diatas dari cartilago cricoid.- Mempunyai bentuk seperti burung pinguin, ada cartilago cornuculata dan

cuneiforme- Kedua arytenoid dihubungkan oleh m.arytenoideus tranversus

Epiglotis- Tulang rawan berbentuk sendok- Melekat diantara kedua cartilago arytenoid- Berfungsi membuka dan menutup aditus laryngis- Berhubungan dengan cartilago arytenoid melalui m.aryepiglotica- Pada waktu biasa epiglotis terbuka, tetapi pada waktu menelan epiglotis menutup

aditus laryngis → supaya makanan jangan masuk ke larynx Cartilago cricoid

- Batas bawah cartilago thyroid (daerah larynx)- Berhubungan dengan thyroid dengan ligamentum cricothyroid dan m.cricothyroid

medial lateral- Batas bawah adalah cincin pertama trachea

Page 6: Mandiri Skenario 1 Respi

- Berhubungan dengan cartilago arytenoid dengan otot m.cricoarytenoideus posterior dan lateralis

Otot ekstrinsik :Menarik larynx dari atas dan ke bawah selama proses menelan. Dibagi 2 golongan:1. Otot – otot Elevator (otot supra hyoid)

m. digastricus, m. stylohyodus, m. mylohyodeus, m. geniohyoideus2. Otot – otot Depresor (otot infra hyoid)

m. sternothyroideus, m. sternohyoideus, m. omohyoideus

Otot intrinsik :a. M. arytenoideus obliq dan m.arytenoideus epiglotica = mengecilkan aditus larynges(m.

sphincter larynx)b. M. thyroepiglotica = memperlebar aditus laryngesc. M. cricothyroideus = untuk menegangkan pita suarad. M. thyroarytenoideus = untuk melemaskan pita suarae. M. cricoarytenoideus posterior = untuk abduksio pita suara (membuka rima glottis)f. M. cricoarytenoideus lateralis = untuk adduksio pita suara (menutup rima

glottis)

g. M. arytenoideus transverses = mendekatkan kedua kartilago arytenoid

pada otot ekstrinsik dipersarafi dari cabang Nervus Vagus (X) yaitu; nervus laringis superior mempersarafi otot intrinsic khusus m. cricothyroideus. Sementara otot intrinsic dipersarafi oleh nervus laringis inferior atau yg sering desebut dengan nervus reccurens laringis. terdapat pula plica vocalis dan plica vestibularis, dalam plica vocalis ada rima glottis dan plica vestibularis ada rima vestibularis.otot m.cricoarytenoideus posterior sering disebut juga safety muscle of larynx.karena berfungsi menajga agar rima glottis tetap membuka.

Page 7: Mandiri Skenario 1 Respi

1.2 Memahami dan menjelaskan mikro

Gambar 6. Gambaran umum sistem respirasi (Cui, 2011)

Secara fungsional, saluran pernafasan dibagi menjadi dua, yaitu bagian konduksi (bagian yang mentransport udara) dan bagian respiratori (tempat pertukaran gas). Bagian konduksi meliputi saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah, sementara bagian respiratori meliputi bronchiolus respiratori, ductus alveolaris, sacus alveolaris dan alveoli.

Bagian Konduksia. Saluran pernafasan atas

Page 8: Mandiri Skenario 1 Respi

Gambar 7. Vestibulum nasi (Cui, 2011).

Cavitas nasalis memiliki sepasang ruangan yang dipisahkan oleh septum nasi; udara yang melewati cavitas ini dilembabkan dan dihangatkan sebelum masuk ke paru-paru. Terdapat 3 jenis epitel yang ada pada cavitas nasalis, yaitu:

a) regio vestibularis dilapisi oleh sel epitel gepeng berlapis, b) regio mucosa nasal dilapisi oleh epitel respiratori, dan c) mucosa olfactorius dilapisi oleh epitel olfactori yang terspesialisasi.

(Cui, 2011)

Gambar 8. Membrana mucosa nasalis. Pada kasus infeksi saluran pernfasan atas, ataupun karena reaksi alergi, dapat terjadi inflamasi pada mucosa hidung (terutama concha inferior), sehingga menghambat udara yang masuk melalui cavitas nasalis. Kondisi ini disebut rhinitis. (Cui, 2011)

Page 9: Mandiri Skenario 1 Respi

Gambar 9. Epiglottis (Cui, 201)

Laring merupakan jalur pendek yang menghubungkan faring dengan trake; fungsi utamanya adalah untuk menghasilkan suara dan untuk mencegah makanan/minuman masuk ke trakea. Bangunan yang terdapat di laring antara lain epiglottis, pita suara, dan sembilan kartilago yang terletak pada dindingnya (termasuk juga cartilago thyroidea atau ‘jakun’). Epiglottis dilapisi oleh dua jenis sel epitel, yaitu sel epitel gepeng berlapis (pada bagian lingual) dan sel epitel respiratori (pada bagian laringeal).

(Cui, 2011)

b. Saluran pernafasan bawah

Gambar 10. Trakea (Cui, 2011)

Trakea merupakan penampang yang fleksibel, fungsinya adalah untuk menghubungkan laring dengan bronchus primer. Panjangnya adalah sekitar 10-12 cm, dan diameternya adalah 2-2.5 cm. Posisinya adalah anterior dari esofagus. Strukturnya terdiri dari mucosa, submucosa, tulang rawan hyaline, dan adventitia. (1) Mucosa melapisi bagian dalam dari trakea, dan terdiri dari epitel respiratori serta

Page 10: Mandiri Skenario 1 Respi

lamina propia. (2) pada submucosa terdapat jaringan penyambung yang lebih padat dari lamina propia. (3) Tulang rawan hyaline memiliki bentuk yang sangat khas, yaitu seperti huruf C (beberapa hewan, misalnya tikus, memiliki tulang rawan hyaline berbentuk O), dan jumlahnya adalah sebanyak 16-20 cincin sepanjang trakea. (4) Adventitia terdiri dari jaringan penyambung, yang melapisi bagian luar dari tulang rawan dan menghubungkan trakea ke jaringan sekitarnya.

2. Memahami dan menjelaskan fisiologi pertahanan saluran atas2.1 Memahami dan menjelaskan fungsi dari saluran pernapasan atas

Permukaan seluruh saluran pernafasan (dari hidung hingga ke bronchiolus terminalis), dijaga agar sebisa mungkin lembab. Kelembaban ini dijaga oleh mukosa yang melapisi seluruh permukaannya. Mukosa ini dihasilkan sebagian oleh sel goblet pada sel-sel epitel saluran pernafasan, dan juga oleh glandula submucosa. Selain itu, untuk selalu menjaga agar saluran pernafasan tetap lembab, ada mekanisme yang menyebabkan terperangkapnya partikel-partikel kecil yang terbawa oleh udara. Fungsi ini bermanfaat agar partikel tersebut tidak masuk hingga alveoli. Mukosa, dalam kasus ini, berperan untuk mengeluarkan partikel tersebut dengan cara sebagai berikut:

Seluruh permukaan saluran pernafasan, baik dari hidung hingga bronchiolus terminalis, dilapisi oleh epitel bersilia (dengan 200 cilia per 1 sel epitel). Cilia ini terus menerus bergerak sebanyak 10-20 kali per detik, dan arah gerakannya adalah menuju faring. Oleh karena itu, sifat gerakan cilia dari paru adalah ke atas, sementara gerakan cilia dari hidung adalah ke bawah. Pergerakan yang terus menerus ini menyebabkan mukosa untuk mengalir secara perlahan, dengan kecepatan beberapa milimeter per menit menuju faring. Kemudian, mukosa dan partikel-partikel yg terlarut bisa tertelan, ataupun keluar karena mekanisme batuk.

(Hall, 2006)2.2 Memahami dan menjelaskan batuk dan bersin

a. Mekanisme refleks batukBroncus dan trakea sangat sensitif terhadap sentuhan yang sangat halus, bahkan benda-benda asing yang sangat kecil sekalipun dapat menyebabkan iritasi sehingga menyebabkan batuk. Laring dan carina (tempat bercabangnya trakea menjadi bronchi) adalah bagian tersensitif, sementara bronchiolus terminalis hingga ke alveolus sangat sensitif terhadap zat korosif, misalnya sulfur dioxide atau gas chlorine. Impuls saraf aferen dari saluran pernafasan umumnya melalui nervus vagus, yang diteruskan ke medulla otak. Oleh karena itu, beberapa urutan kejadian ‘mekanisme batuk’ dipicu oleh rangkaian neuron yang ada di medulla otak, dengan urutan sebagai berikut:

(1) sebanyak 2.5 liter udara secara cepat diinspirasi.(2) Epiglottis menutup, dan pita suara menutup secara erat untuk menahan udara

agar tidak keluar dari paru-paru.(3) Otot-otot abdominal berkontraksi secara kuat, sehingga dapat mendorong

diafragma; bersamaan dengan itu, otot-otot ekspirasi (misalnya m.

Page 11: Mandiri Skenario 1 Respi

intercostalis interna) juga berkontraksi secara kuat. Akibatnya, tekanan di dalam paru-paru meningkat secara drastis, hingga pada tekanan 100 mmHg atau lebih.

(4) Pita suara dan epiglottis secara cepat membuka, menyebabkan udara yang bertekanan tinggi dari paru-paru ‘meledak’ ke luar.

Oleh karena itu, kadang-kadang udara dapat dikeluarkan dari paru secepat 75-100 mph karena mekanisme batuk ini. Kompresi yang kuat oleh paru-paru ini menyebabkan kolapsnya bronchi dan trachea, akibatnya, struktur non-kartilago yang mereka miliki menjadi cekung ke dalam. Udara yang keluar secara cepat ini biasanya juga mengandung benda-benda asing yang ada di bronchi ataupun trachea.

(Hall, 2006)b. Respon refleks bersin

Mekanisme terjadinya refleks bersin sebetulnya mirip dengan batuk, namun pada bersin, mekanisme utama terjadi pada rongga hidung. Stimulus yang merangsang terjadinya bersin mengiritasi bagian nasal; impuls aferen dihantarkan melalui nervus V menuju medulla, tempat di mana reflex dapat dipicu. Serangkaian mekanisme selanjutnya sama dengan batuk, namun pada bersin, terjadi depresi pada uvula, sehingga banyak udara yang keluar melalui hidung; hal ini dapat membersihkan saluran hidung dari benda asing.

(Hall, 2006)Fungsi Respiratori Normal HidungKetika udara masuk melalui hidung, terdapat 3 fungsi utama yang terjadi pada hidung, yaitu (1) Udara dihangatkan oleh permukaan conchae dan septum; luas permukaan yang dapat menghangatkan udara ini kurang lebih 160 cm2. (2) Udara dilembabkan sebelum masuk bagian lebih dalam lagi dari hidung. (3) Udara disaring secara partial. Ketiga fungsi ini dinamakan fungsi ‘air conditioning’ saluran nafas atas. Biasanya, temperatur udara yang diinspirasi naik hingga suhunya menjadi 0,5°C lebih dingin atau hangat dari suhu tubuh. Ketika seseorang bernafas secara langsung dari trachea (misalnya pada tracheostomy), dinginnya udara (dan keringnya udara) yang dihirup dapat menyebabkan kerusakan serius pada paru-paru karena dapat menyebabkan crusting dan infeksi.

3. Memahami dan menjelaskan Rhinitis alergi3.1 Memahami dan menjelaskan definisi

Rhinitis didefinisikan sebagai kondisi inflamasi mucosa nasal, yang menyebabkan gejala klinis meliputi obstruksi nasal, hiperirritabilitas, dan hipersekresi. Sementara rhinitis alergi adalah radang selaput lendir hidung yang disebabkan oleh proses inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh reaksi hipersensitivitas/alergi tipe 1, dengan gejala hidung gatal, bersin-bersin, rinore encer dan hidung tersumbat yang reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan.

3.2 Memahami dan menjelaskan etiologiRhinitis alergi disebabkan oleh paparan terhadap alergen yang berulang. Sifat alergen ini umumnya tidak membahayakan, misalnya debu, spora jamur, bulu binatang, tungau debu rumah, makanan, dan gigitan serangga. Sementara penyebab utama dari

Page 12: Mandiri Skenario 1 Respi

rhinitis alergi ini adalah inflamasi membrana mukosa nasal yang disebabkan oleh reaksi IgE terhadap satu ataupun beberapa alergen.

Selain itu, perlu diketahui juga faktor predisposisi rhinitis alergi, antara lain: (1) Suseptibilitas genetik (misalnya riwayat keluarga yang alergik), (2) faktor lingkungan (misalnya tingginya paparan debu dan jamur), (3) Paparan terhadap alergen (misalnya kulit/bulu binatang dan makanan), (4) Paparan pasif terhadap rokok (terutama pada masa kanak-kanak), (5) Partikel polusi udara, terutama pada penduduk perkotaan.

Tabel 1. Beberapa gen yang terkait dengan alergi beserta fenotip yang dihasilkan (McPherson & Pincus, 2011)

Pada masa kanak-kanak, alergi makanan/minuman seperti susu, telur, kacang kedelai, dan tungau debu, serta alergen inhalasi lainnya merupakan penyebab utama rhinitis alergi (biasanya juga diikuti oleh dermatitis atopic, otitis media dengan efusi, dan asma).

(Lalwani, 2008)

3.3 Memahami dan menjelaskan klasifikasia. Rhinitis Alergi Musiman

Rhinitis alergi yang terjadi secara musiman, biasanya terjadi ataupun meningkat pada musim-musim tertentu (hal ini terkait dengan waktu di mana tumbuhan mengalami polinasi). Di negara barat, pohon-pohon mengalami polinasi pada musim semi, rumput mengalami polinasi pada akhir musim semi atau awal musim panas, sementara tumbuhan liar mengalami polinasi pada musim gugur. Jamur dapat mengalami polinasi pada musim gugur.

b. Rhinitis Alergi Perennial

Page 13: Mandiri Skenario 1 Respi

Gejala rhinitis alergi perennial biasanya konstan; musim biasanya hanya berpengaruh sedikit terhadap gejalanya. Karakteristik dari gejalanya antara lain kongesti nasal, namun rinorrhea dan bersin-bersin jarang terjadi. Gejala pada mata biasanya jarang terjadi, kecuali alergi terhadap binatang. Alergen yang menyebabkan rhinitis alergi ini biasanya indoor inhalant, misalnya tungau debu rumah, spora jamur, dan kecoa. Alergen okupasional juga dapat menyebabkan rhinitis alergi perennial; namun biasanya tidak terjadi secara konstan, karena tergantung dari tempat bekerjanya.

Alergi makanan juga dapat berkontribusi menyebabkan terjadinya rhinitis alergi perennial. Meski demikian, alergi makanan umumnya ditambah dengan gejala lain, seperti gangguan gastrointestinal, urticaria, angioedema, bahkan anafilaksis.

Infeksi dan iritan nonspesifik lain dapat memicu terjadinya rhinitis alergi perennial. Insidens terjadinya infeksi saluran pernafasan atas lebih tinggi terjadi pada anak dengan alergi.

c. Klasifikasi lainBaru-baru ini, beberapa klasifikasi rhinitis alergi telah ditambahkan. Gejala dapat diklasifikasi menjadi (1) Intermittent (<4 hari/minggu, ataupun durasinya <4 hari) atau persistent (>4 hari/minggu, ataupun durasinya > 4 hari), dan (2) berdasarkan beratnya gejala yang ditimbulkan.

(Lalwani, 2008)

3.4 Memahami dan menjelaskan manifestasi Serangan bersin berulang terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan

sejumlah besar debu.

Ingus (rinore) yang encer

Hidung tersumbat

Hidung dan mata gatal

Banyak air mata yang keluar (lakrimasi)

Lipatan hidung melintang (garis hitam melintang pada tengah punggung hidung

akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic

salute))

Lubang hidung bengkak

Edema kelopak mata

Kongesti konjungtiva

Lingkar hitam di bawah mata (allergic shiner)

Otitis media serosa sebagai hasil hambatan tuba eustachii

Page 14: Mandiri Skenario 1 Respi

Gejala lain yang tidak khas dapat berupa, batuk, sakit kepala, masalah penciuman,

mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga

mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur

3.5 Memahami dan menjelaskan patofisiologiMukosa saluran nafas selalu terpapar oleh bermacam alergen yang terbawa oleh udara nafas. Pada penderita yang mempunyai bakat alergi, alergen yang terbawa udara nafas akan menyebabkan sensitisasi mukosa respirasi. Akibat sensitisasi ini, apabila terjadi paparan berikutnya akan menimbulkan gejala alergi. Secara Mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinophil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang irreversible, yaitu terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasa mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal, dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi yang secara garis besar terdiri dari :

1. Respon primerTerjadi proses eliminasi dan fagositosis (Ag). Reaksi ini bersifat non

spesifik dan dapat berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi respon sekunder.

2. Respon sekunderReaksi yang terjdi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan

ialah sistem imunitas seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ni, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada efek dari sistem imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi respon tersier.

3. Respon tersierReaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini

dapat bersifat sementara atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.

Selengkapnya imunopatogenesis rinitis alergi adalah sebagai berikut:

a) Fase sensitisasiAlergen yang terhirup bersama udara nafas akan terdeposit dalam mukosa hidung yang kemudian diproses oleh makrofag atau sel dendrit yang berfungsi sebagai fagosit dan sel penyaji antigen (antigen presenting cell/APC). Didalam endosom alergen diproses menjadi bentuk fragmen peptide (berupa 7 sampai 14 asam amino) yang akan berikatan dengan molekul MHC (major histocompatibility complex) kelas II, yang disintesis di vesikel golgi. Dengan gerakan intraseluler, endosom yang mengandung peptide bergabung (intersect)

Page 15: Mandiri Skenario 1 Respi

dengan vesikel yang berisi molekul MHC kelas II dan membentuk ikatan non kovalen. Fusi antara endosom dengan membran plasma akan mengekspresikan komplek peptide dan MHC kelas II di permukaan sel penyaji.

Tipe polimorfik molekul MHC kelas II yang diekspresikan oleh tiap-tiap individu akan menentukan afinitas molekul terhadap peptide antigen spesifik, yang akan berperanan pada respon sistem imun terhadap protein spesifik. Sel penyaji antigen ini akan berjalan melintasi adenoid, tonsil dan limfonodi regional. Pada area sel T limfonodi, antigen dipresentasikan pada sel Th 0 yang baru keluar dari timus. Diduga sel Th 0 ini mengekspresikan tanda permukaan sel yang dapat membuat sel tersebut tinggal di pembuluh darah mukosa saluran nafas.

Penderita dengan kecenderungan atopik, reseptor antigen spesifik sel Th 0 (TCR) bersama molekul CD4 dengan MHC kelas II, CD 28 dengan B7 serta molekul asesoris pada sel T ( CD2, LFA-1) dengan ligand pada sel penyaji antigen, memicu terjadinya rangkaian aktivitas pada membran sel, sitoplasma maupun nukleus sel T yang hasil akhirnya berupa produksi sitokin. Berdasarkan sitokin yang dihasilkan, sel T CD4 dapat mengalami polarisasi menjadi sel Th 1 dan atau sel Th 2 yang tergantung dari tipe antigen, dosis, tipe sel APC, microenviroment sitokin, sinyal kostimulator yang diterima sel T dan faktor genetik.

Sel T CD4+ pada individu yang atopik mengalami polarisasi menjadi sel Th 2 dan akan menghasilkan berbagai sitokin antara lain IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-10, IL-13, GM-CSF yang akan mempertahankan lingkungan pro atopik ( terutama IL-4) yaitu menginduksi sel B yang memproduksi Ig E dan menghambat produksi sitokin sel Th 1. Paparan alergen dosis rendah yang terus menerus dan presentasi alergen oleh sel penyaji antigen (APC) kepada sel B disertai adanya pengaruh sitokin IL-4 maka sel B akan memproduksi Ig E yang terus bertambah yang akan beredar bebas dalam sirkulasasi, berikatan dengan reseptornya (high affinity receptors mast, yang kemudian keluar dari sirkulasi berada dalam jaringan termasuk mukosa hidung. Dalam fase ini maka sesorang sudah dalam keadaan sensitif.

b) Fase elisitasi Terjadinya gejala-gejala rinitis ditandai dengan dimulainya aktivasi sel mast yang diakibatkan oleh paparan ulang alergen serupa pada mukosa yang sudah sensitif. Terjadi cross- linking dua molekul IgE pada permukaan sel mast dengan alergen (multivalent/bivalen). Akibatnya terjadi aktifasi guanosin triphosfate (GTP) binding (G) protein yang mengaktifkan enzim phospholipase C untuk mengkatalisa phosphatidyil inositol biphosphat (PIP2) menjadi inositol triphosfate (IP3) dan diacyglicerol (DAG) pada membrane PIP2. IP3 menyebabkan pelepasan ion calcium intraseluler (Ca2+) dari reticulum endoplasma. Ca2+ di sitoplasma secara langsung mengaktifkan beberapa enzim

Page 16: Mandiri Skenario 1 Respi

seperti phospolipase A, dan komplek Ca2+ kemudian mengaktifkan enzim myosin light chain kinase C.

Sehingga hasil akhir aktivasi ini terbentuk lipids mediators ( newly formed mediators) seperti prostaglandin D2 (PGD2), leukotrin C4 (LCT4), platelet activating factor dan exocytosis sekresi granula yang berisi mediator kimia (preformed mediators) seperti histamin, tryptase, bradykinin. Histamin merupakan mediator penting yang dihasilkan dari degranulasi sel mast, merupakan penyebab lebih dari 50% gejala rinitis alergi. Histamin dimetabolisme oleh histamine N-methyltransferase (HMT) pada sel epitel maupun endotel.

Reseptor histamin H1 terdapat pada sel endotel, yang apabila diinduksi dapat menyebabkan kenaikan permeabilitas kapiler dan rinore. Selain itu histamin juga terikat pada resptor H1 di saraf nociceptive tipe C. Saraf ini secara luas bercabang di epitel dan submukosa. Neuron berasal dari cabang pertama dan kedua nervus trigeminus. Salah satu fungsi penting dari saraf nociceptive mengaktifkan pusat gatal, mengerakkan reflek sistemik seperti bersin-bersin dan reflek parasimpatik yang mengakibatkan peningkatan sekresi kelenjar. Gejala-gejala hidung gatal, rinore, kongesti dan bersin yang disebabkan pelepasan mediator kimia oleh sel mast akibat paparan alergen disebut reaksi fase cepat.

Apabila mediator-mediator telah mengalami metabolisme dan dibersihkan dari mukosa, gejala-gejalanya akan berkurang. Tetapi setelah reaksi fase cepat, adanya pelepasan sitokin dan aktivasi sel endotel mengakibatkan terjadinya reaksi fase lambat yang terjadi antara 4-6 jam setelah paparan alergen dan menetap selama 24-48 jam. Keadaan ini secara klinik ditandai dengan penebalan mukosa hidung yang dapat dideteksi dengan adanya kenaikan resistensi nasal airflow dengan sedikit perubahan pada gejala hidung lainnya. Gambaran khas reaksi fase lambat ditandai dengan tertariknya berbagai sel inflamasi khususnya eosinofil pada mukosa hidung. Kenaikan eosinofil dapat ditunjukkan dengan meningkatnya kadar eosinophil cationic protein (ECP) dan produk eosinofil lainnya pada sekresi hidung.

Mekanisme tertariknya eosinofil sampai ke lokasi alergi dipengaruhi sekresi sitokin oleh sel mast, eosinofil dan sel Th 2, yang dapat meningkatkan ekspresi molekul adhesi endotel (IL-3, IL-4, IL-5, GM-CSF) dan eosinofil chemoattractant (eotaxin, IL-5, RANTES). Oleh pengaruh IL-3, IL-5 dan GM-CSF dapat meningkatkan survival eosinofil dijaringan. Eosinofil dalam perjalannya dari sirkulasi sampai ke lokasi alergi melalui beberapa tahap yaitu perpindahan eosinofil dari tengah ke tepi dinding pembuluh darah dan berikatan secara reversibel dengan sel endotel (rolling) yang disebabkan interaksi antar E-selectin dengan glikoprotein eosinofil.

Selanjutnya oleh karena pengaruh sitokin (IL-4) terjadi peningkatan ekspresi molekul adhesi endotel seperti ICAM-1 (inter cell adhesion molecule-1),

Page 17: Mandiri Skenario 1 Respi

VCAM-1 (vascular cell adhesion molecule-1). VCAM-1 bersifat spesifik terhadap perlekatan eosinofil karena eosinofil mengekspresikan VLA-4 yang akan berikatan dengan VCAM-1, sehingga ekspresi VCAM-1 meningkat pada rinitis alergi. Dengan adanya ikatan antara VCAM-1 dan VLA-4 ini eosinofil semakin kuat melekat pada endotel, kemudian terjadi perubahan bentuk dan diikuti migrasi eosinofil keluar dari pembuluh darah lewat celah antar sel endotel (diapedesis) untuk selanjutnya menuju lokasi alergi.

Tertariknya eosinofil ditempat alergi menyebabkan perubahan mukosa saluran nafas. Pelepasan granula eosinofil yang mengandung berbagai macam mediator kimia yaitu major basic protein (MBP), eosinophil cationic protein (ECP), eosinophil derived neurotoxin (EDN) dan eosinophil peroxidase (EPO) yang berikatan dengan proteoglikan dan hyaluran membran basalis menyebabkan disagregasi sel dan deskuamasi epitel. Protein ini juga merusak membran sel yang berakibat kematian sel. EDN dapat menginaktifkan saraf mukosa dan EPO menyebabkan kerusakan sel oleh karena radikal bebas.

Gambar 14. Reaksi hipersensitivitas yang terjadi pada kasus rhinitis alergi dan asma (Holt & Sly, 2012)

Singkatnya, terjadinya rhinitis alergi adalah sebagai akibat dari respon hipersensitivitas tipe 1. Respon ini melibatkan produksi IgE yang berlebihan, dan dikategorikan sebagai reaksi atopic. Pada pasien dengan disposisi atopic (atau yang memiliki ‘bakat’ genetik), reaksi alergi bermula dengan sensitasi terhadap alergen spesifik (pada kasus rhinitis alergi, umumnya alergen yang ada di udara), yang dapat menginduksi terbentuknya antibodi IgE. Reaksi ini terjadi karena cascade reaction sel T, sel B, dan sel plasma.

Page 18: Mandiri Skenario 1 Respi

Apabila penderita telah beberapa kali terpapar antigen spesifik, antigen tersebut akan diikat oleh dua antibodi IgE, yang mana IgE ini sudah berikatan dengan sel mast. Sel mast ini banyak terdapat pada lapisan submucosa dari saluran pernafasan dan saluran pencernaan, serta terdapat juga di bagian subconjunctiva mata, dan lapisan subkutan dari kulit. Akibatnya, reaksi IgE ini menyebabkan degranulasi sel mast, yang kemudian menstimulasi terjadinya respon infalmasi dengan menyebabkan pelepasan mediator seperti histamine, leukotrien, sitokin, prostaglandine, dan platelet-activating factor. Rekasi ini termasuk reaksi early-phase atau humeral reaction, dan terjadi dalam waktu 10-15 menit setelah terjadinya paparan alergen; pengeluaran histamine menyebabkan gejala seperti bersin-bersin, rinorrhea, gatal-gatal, vasodilatasi, dan sekresi glandular.

Pelepasan sitokin dan leukotrien kemudian menyebabkan influks dari sel inflamatori (umumnya eosinofil) ke tempat terjadinya reaksi alergi (kemotaksis). Respon inflamasi ini termasuk rekasi late-phase atau celullar reaction, yang umumnya terjadi dalam waktu 4-6 jam setelah sensitasi pertama. Reaksi ini dapat memperpanjang respon alergi hingga selama 48 jam. Respon inilah yang menyebabkan gejala kongesti nasal. (Lawalni, 2008)

Page 19: Mandiri Skenario 1 Respi

Gambar 15. Rhinitis alergi merupakan penyakit inflamasi pada saluran pernafasan atas yang ditandai dengan rinorrhea, bersin-bersin, gatal, dan kongesti hidung, serta gatal pada palatum (Holgate & Broide, 2003).

3.6 Memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis bandingAnamnesisDiagnosis dari rhinitis alergi perlu ditegakkan dengan benar agar jelas apabila pasien mengalami atopic, dan untuk mengetahui alergen kausatifnya. Untuk mendiagnosis, perlu dilakukan anamnesis (umumnya menanyakan riwayat alergi pasien), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesis, perlu ditanyakan riwayat penyakit pasien maupun keluarga terkait dengan alergi, karena dapat memunculkan beberapa petunjuk penting. Faktor

Page 20: Mandiri Skenario 1 Respi

genetik menyebabkan individu lebih mudah tersensitasi dan memproduksi antibodi IgE. Riwayat keluarga yang positif menderita alergi, eczema, ataupun asma dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya rhinitis alergi. Anak dengan kedua orangtua yang menderita alergi, memiliki kemungkinan >50% menderita alergi. Apabila hanya salah satu orangtua yang menderita, maka kemungkinannya lebih kecil, namun tetap signifikan.

Pasien perlu ditanyakan mengenai onset, durasi, tipe, progresi, dan juga derajat gejala yang dialami. Hal ini berguna untuk menetukan klasifikasi rhinitis alergi yang dideritanya. Selain itu, perlu ditanyakan juga bagaimana rhinitis yang dialami dapat memengaruhi kualitas hidupnya. Karena dengan diagnosis yang tepat, dan juga terapi yang tepat, maka kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan.

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik untuk kasus rhinitis alergi meliputi inspeksi bagian telinga, tenggorokan, dan saluran hidung (inspeksi juga perlu dilakukan setelah pemberian decongestan topikal). Beberapa kondisi yang umum ditemui antara lain conchae yang berwarna kebiruan, pucat, dan lembab. Mucosa hidung terlihat basah dan bengkak, serta terjadi kongesti hidung dengan obstruksi nasal. Pada alergi perennial, kongesti nasal merupakan tanda utama. Abnormalitas anatomi, misalnya deviasi septum nasal, bullosa concha, dan polip dapat ditemukan. Kelainan anatomi ini perlu diperhatikan, apakah abnormalitas ini menjadi penyebab utama ataupun menjadi faktor kontribusi dari gejala yang dialami pasien. Apabila terdapat polip nasal, maka perlu dilakukan endoskopi nasal. Beberapa temuan lainnya antara lain conjunctivitis, eczema, dan wheezing asma.

Pada anak-anak, dapat terlihat ‘shiners’ (lingkar hitam pada bagian bawah mata), pernafasan mulut, dan nasal salute (menggaruk-garuk bagian ujung hidung secara konstan).

(Lalwani, 2008)

Pemeriksaan Penunjanga. Tes Alergi (epikutan dan intradermal)

Prick Test merupakan tes alergi epikutan yang paling umum dilakukan. Tes ini sifatnya cepat, spesifik, aman, dan ekonomis. Namun apabila hasil tes tidak memberikan petunjuk, maka perlu dilakukan pemeriksaan intradermal.

Pemeriksaan intradermal, yaitu dengan menggunakan dilusi 1:5 kuantitatif. Metode ini digunakan oleh hampir seluruh klinisi alergi THT.

b. Pemeriksaan in vitroPada serum, terdapat IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu, dan saat ini dapat diperiksa dengan akurat dan cepat. Dengan peralatan yang modern, pemeriksaan in vitro kurang lebih ekuivalen dengan pemeriksaan kulit untuk mendiagnosis alergi atopic. Pemeriksaan in vitro aman, spesifik, dan cost-effective, dan tidak ada interfensi dari antihistamin yang sedang dikonsumsi.

Page 21: Mandiri Skenario 1 Respi

Metodologi terbaru dapat menghitung IgE total pada serum. Jika dibandingkan dengan pemeriksaan kulit, pemeriksaan IgE total kurang sensitif, namun lebih spesifik. Penghitungan protein IgE total dalam serum dapat mendiagnosis berbagai macam penyakit terkait alergi, dan juga dapat digunakan sebagai faktor prediktif bagi bayi maupun anak-anak.

(McPherson & Pincus, 2011; Lalwani, 2008; Fauci, 2008)

Tabel 2. Nilai normal IgE serum berdasarkan usia (McPherson & Pincus, 2011)

Differential DiagnosisBeberapa diganosis banding yang perlu diperhatikan antara lain: (1) rhinitis infeksi (akut atau kronis), (2) rhinitis nonalergic (vasomotor rhinitis), (3) iritan atau polutan,(4) rhinitis hormonal (pada saat kehamilan atau hypotiroid), (5) rhinitis medicamentosa, (6) deformitas anatomi, (7) tumor atau badan asing.

(Lalwani, 2008)

3.7 Memahami dan menjelaskan penatalaksanaanAnti Histamin Antagonis H-1

Farmakodinamik : Antagonis kompetitif pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamin endogen berlebihan.

Farmakokinetik :

Page 22: Mandiri Skenario 1 Respi

Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati.

1. Penggolongan AH1AH generasi 1Contoh : etanolamin

EtilenedaminPiperazin Alkilamin Derivat fenotiazin

Keterangan AH1 = - sedasi ringan-berat- antimietik dan komposisi obat flu- antimotion sicknessIndikasi AH1 berguna untuk penyakit :

- Alergi- Mabuk perjalanan- Anastesi lokal- Untuk asma berbagai profilaksis

2. Efek sampingVertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, insomnia, tremor, mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, lemah pada tangan.Antihistamin golongan 1 – lini pertama

a. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.

b. lipofilik, dapat menembus sawar darah otak, mempunyai efek pada SSP dan plasenta.

c. Kolinergikd. Sedatife. Oral : difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadinf. Topikal : Azelastin

Tabel 3. Beberapa antihistamin H1, berikut dengan aktivitas anticholinergicnya. (Katzung, 2012)

Page 23: Mandiri Skenario 1 Respi

Dekongestan Nasal Golongan simpatomimetik Beraksi pada reseptor adrenergik pada mukosa hidung untuk menyebabkan vasokonstriksi, menciutkan mukosa yang membengkak,dan memperbaiki

pernafasan Penggunaan dekongestan topikal tidak menyebabkan atau sedikit sekali

menyebabkan absorpsi sistemik Penggunaan agen topikal yang lama (lebih dari 3-5 hari)dapat menyebabkan rhinitis

medikamentosa, di mana hidung kembali tersumbat akibat vasodilatasi perifer maka batasi penggunaan

Contoh Obat : nafazolin,tetrahidrozolin,oksimetazolin dan xilometazolin

Obat dekongestan topical dan durasi aksinya :Obat DurasiAksiAksiPendekFenilefrinHCl

Sampai 4 jam

AksiSedangNafazolinHClTetrahidrozolinHCl

4-6 jam

Page 24: Mandiri Skenario 1 Respi

AksiPanjangOksimetazolinHClXylometazolinHCl

Sampai 12 jam

Dekongestan oral Secara umum tidak dianjurkan karena efek klinis masih diragukan dan punya

banyak efek sampingContoh obat: Efedrin,fenilpropanolamin dan fenilefrin

Indeks terapi sempitresiko hipertensi Efedrin

Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral, masa kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta 2.Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama.Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yang dapat diatasi dengan pemberian sedatif.

Dosis: Dewasa : 60 mg/4-6 jamAnak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jamAnak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam

FenilpropanolaminDekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung.Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP.Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat.Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontra indikasi. Obat ini jika digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan.Dosis. Dewasa : 25 mg/4 jam

Anak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jamAnak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam

FenilefrinAdalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta. Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkan tekanan darah.

Page 25: Mandiri Skenario 1 Respi

Gambar 16. Efek beberapa direct adrenergic agonist pada reseptor α adrenoreceptor, dan β adrenoreceptor (Harvey, 2011)

α-adrenoreceptor menunjukkan respon yang lemah terhadap agonist sinteteik isoproterenol, namun responsif terhadap beberapa catecholamine seperti epinephrine dan norephinephrine. α-adrenoreceptor dibagi menjadi dua subgroup, yaitu α1 dan α2, berdasarkan afinitasnya terhadap α agonist dan α blocker.Misalnya, reseptor α1 memiliki afinitias yang lebih tinggi pada penylephrine daripada α2. Kebalikannya, clonidine secara selektif berikatan dengan α2, dan sedikit efeknya pada reseptor α1.

Reseptor α1Reseptor ini terdapat pada membran postsinaptik dari organ efektor dan memediasi berbagai macam efek, yang umumnya melibatan konstriksi dari otot polos. Aktivasi dari reseptor α1 dapat menginisiasi serangkaian aktivasi protein G.

Reseptor α2Reseptor ini terdapat pada presinaptik dari ujung saraf, misalnya pada sel beta di pankreas dan beberapa sel otot polos vaskular.

Reseptor βReseptor ini memiliki respon yang berbeda dengan reseptor alpha. Hal ini ditunjukkan dengan respon yang sangat kuat terhadap isoproterenol, dan dengan sensitivitas yang lebih kecil pada epniephrine serta norepinephrine. Reseptor β terbagi lagi menjadi 3 subdivisi, yaitu β1, β2, dan β3

Page 26: Mandiri Skenario 1 Respi

Karakteristik Respon pada Stimulasi Reseptor AdrenergicPenting untuk mengetahui respon fisiologis yang dihasilkan reseptor adrenergic ketika distimulasi. Secara general, stimulasi dari reseptor α1 menyebabkan vasokonstriksi (terutama pada kulit dan visceral abdominalis), dan peningkatan dari resistensi perifer serta peningkatan tekanan darah. Sebaliknya, stimulasi dari reseptor β menyebabkan stimulasi jantung, sedangkan stimulasi β2 menyebabkan vasodilatasi dan relaksasi otot polos.

(Harvey, 2011)

Gambar 17. Efek stimulasi adrenoreseptor (Harvey, 2011)

Intranasal corticosteroids (INCS) INCS menjadi obat pilihan untuk anak-anak yang menderita rhinitis alergi Dahulu di khawatirkan INCS dapat menyebabkan efek samping sistemik seperti

terganggunya pertumbuhan dan metabolism tulang Tapi studi menunjukkan fluticasone tidak ada efek samping klinis yang

membahayakan.Mometason juga tidak menunjukkan mengganggu pertumbuhan anak-anak usia 3-9 tahun.

Setelah penggunaan 3 bulan flutikason pada anak-anak usia 3-11 tahun,dilakukan rhinoskopi,dan tidak menunjukkan menipisnya jaringan hidung atau atrofi mukosa hidung

Macamnya : betametason,budesonide,flunisolide,flucticasone,mometasone dan triamikolon

Kerjanya dengan menghambat respon alergi fase awal maupun fase lambat. Efek utama pada mukosa hidung :a. mengurangi inflamasi dengan memblok pelepasan mediator,b. menekan kemotaksis neutrofilc. mengurangi edema intraseld. menyebabkan vasokonstriksi ringane. menghambat reaksi fase lambat yang diperantarai oleh selmast- Efek Samping : bersin,perih pada mukosa hidung,sakit kepala dan infeksi Candida

albicans

Page 27: Mandiri Skenario 1 Respi

Sodium kromolin suatu penstabil sel mast sehingga mencegah degranulasi sel mast dan pelepasan

mediator, termasuk histamin. tersedia dalam bentuk semprotan hidung untuk mencegah dan mengobati rhinitis

alergi. Efek sampingnya : iritasi lokal (bersin dan rasa perih pada membran mukosa

hidung Dosisnya untuk pasien di atas 6 tahun adalah 1 semprotan pada setiap lubang

hidung 3-4 kali sehari pada interval yang teratur.

Ipratropium bromida Merupakan agen antikolinergik berbentuk semprotan hidung Bermanfaat pada rhinitis alergi yang persisten atau perenial Memiliki sifat anti sekretori jika digunakan secara lokal dan bermanfaat untuk

mengurangi hidung berair yang terjadi pada rhinitis alergi. tersedia dalam bentuk larutan dengan kadar 0,03%,diberikan dalam 2 semprotan

(42 mg) 2- 3 kali sehari. Efek sampingnya ringan, meliputi sakit kepala, epistaxis,dan hidung terasa kering.

OperatifTindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kateurisasi memakai AgNO3 25 % atau troklor asetat (Roland, McCluggage,Sciinneider, 2001).Polip mukoid jinak pada hidung sering kali dihubungkan dengan alergi hidung . dapat terjadi pada anak-anak namun lebih sering ditemukan pada orang dewasa . karena menyumbat jalan napas , polip seringkali dirasakan sangat mengganggu . setelah lesi penyumbat diidentifikasi sebagai polip jinak , maka lesi tersebut dapat diangkat . Pasien harus di peringatkan , bahwa polip dapat kembali kambuh bilamana ada alergi, sehingga polip perlu berkali-kali diangkat selama hidup . polip umumnya berasal dari sinus.

Imunoterapi (Desensitisasi) Bersifat kausatif Imunoterapi merupakan proses yang lambat dan bertahap dengan menginjeksikan

alergen yang diketahui memicu reaksi alergi pada pasien dengan dosis yang semakin meningkat.

Tujuannya adalah agar pasien mencapai peningkatan toleransi terhadap alergen, sampai dia tidak lagi menunjukkan reaksi alergi jika terpapar oleh senyawa tersebut

Caranya :a. Larutan alergen yang sangat encer (1:100.000sampai 1:1000.000.000 b/v) diberikan

1 – 2 kali seminggu.Alergen ini bisaanya disuntikkan di bawah kulit lengan atas.Selain suntikan dapat dilakukan dengan menggunakan tablet yang mengandung allergen seperti serbuk sari rumput

b. Konsentrasi kemudian ditingkatkan sampai tercapai dosis yang dapat ditoleransi.

Page 28: Mandiri Skenario 1 Respi

c. Dosis ini kemudian dipertahankan setiap 2-6 minggu,tergantung pada respon klinik.d. Terapi dilakukan sampai pasien dapat mentoleransi alergen pada dosis yang

umumnya dijumpai pada paparan alergen. Parameter efektifitas ditunjukkan dengan :a. Berkurangnya produksi IgEb. Meningkatnya produksi IgGc. Perubahan pada limfosit Td. Berkurangnya pelepasan mediator dari sel yang tersensitisasie. Berkurangnya sensitivitas jaringan terhadap alergen. Namun imunoterapi terbilang mahal dan butuh waktu lama dan membutuhkan

komitmen yang besar dari pasien

Obat Dekongestan Oral1. Efedrin

Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral, masa kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta 2. Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar. Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung. Terjadi bronkorelaksasi yang relatif lama.Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yang dapat diatasi dengan pemberian sedatif.

DosisDewasa : 60 mg/4-6 jamAnak-anak 6-12 tahun : 30 mg/4-6 jamAnak-anak 2-5 tahun : 15 mg/4-6 jam

2. PhenylpropanolamineDekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksipembuluh dara h lain sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung. Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP. Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi prostat. Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontraindikasi. Obat ini jika digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan meningkatkan kejadian stroke, sehingga hanya bolehdigunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari sebagai dekongestan.

Dosis Dewasa : 25 mg/4 jamAnak-anak 6-12 tahun : 12,5 mg/4 jamAnak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam3.

Page 29: Mandiri Skenario 1 Respi

3. PhenylephrinePhenylephrine adalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta. Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus. Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga menaikkan tekanan darah.

Kortikosteroid Inhalasi & OralPreparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidungakibat respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid topikal (beklometason, budesonid, flunisolid,flutikason, mometason, furoat dan triamsinolon). Kortikosteroid topikal bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit, mencegah bocornya plasma. Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresponsif terhadap rangsangan allergen (bekerja pada respon cepat danlambat). Preparat sodium kromoglikat topikal bekerja menstabilkan mastosit (mungkin menghambat ion kalsium) sehingga pelepasan mediator dihambat. Pada respons fase lambat, obat ini juga menghambat proses inflamasi dengan menghambat aktifasi sel netrofil, eosinofil dan monosit. Hasil terbaik dapat dicapai bila diberikan sebagai profilaksis.

Cromolyn IntranasalPenggunaan intranasal cromolyn (misalnya Nasalcrom) hanya efektif apabila diberikan sebelum terjadinya onset gejala. Obat ini tergolong aman digunakan, dengan dosis empat kali sehari.

(Lalwani, 2008)ImunoterapiImunoterapi bertujuan untuk meningkatkan tingkat toleransi individu terhadap paparan aeroallergen. Mekanisme bagaimana cara kerja imunoterapi saat ini masih belum bisa dijelaskan; beberapa pendapat mengatakan bahwa imunoterapi dapat menginduksi produksi antibodi ‘pemblokir’, dan juga regulasi terhadap serangkaian respon imun yang menyebabkan reaksi alergi.

Indikasi imunoterapi adalah apabila adanya farmakoterapi yang harus dilakukan dalam jangka waktu yang sangat panjang, atau terapi yang inadekuat (ataupun intoleransi terhadap obat), dan juga sensitivitas terhadap alergen yang signifikan. Sebelum melakukan imunoterapi, klnisi harus memastikan bahwa pasien mengalami atopic, yaitu dengan cara memeriksakan IgE pasien terhadap spesifik alergen.

Cara tatalaksana imunoterapi (di Amerika Serikat) adalah dengan meningkatkan dosis paparan antigen secara bertahap, hingga gejala berkurang. Pada beberapa klinik, imunoterapi sublingual menjadi pilihan. Imunoterapi lebih umum dilakukan di Eropa dan cenderung lebih aman dan mudah untuk dilakukan mandiri di rumah .

Page 30: Mandiri Skenario 1 Respi

Tabel 4. Farmakoterapi untuk rhinitis alergi (Lalwani, 2008)

3.8 Memahami dan menjelaskan komplikasiKomplikasi rinitis alergi yang paling sering adalah:

1. Polip hidung.Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan salah satu faktor penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.

2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.3. Sinusitis paranasal

(Soepardi, 2004)

3.9 Memahami dan menjelaskan prognosisPrognosis baik jika penderita tidak terpajan dengan alergen dan belum terjadi komplikasi serta tidak memiliki predisposisi seperti asma dan riwayat keluarga.

4. Memahami dan menjelaskan manfaat berwudhuSaluran nafas atau indera penciuman terdapat di hidung pada lapisan selaput lendir. Indera ini dapat menerima rangsangan berupa bau atau oflaksi oleh sel pembau. Sel pembau mempunyai ujung-ujung berupa rambut halus, yang dihubungkan dengan urat syaraf melalui tulang saringan dan bersatu menjadi urat syaraf elfektori menuju pusat pencium bau di otak. Indera ini dapat membantu indera pengecap (lidah) menaikkan selera makan. Dan bila seseorang terkena influenza (pilek dan flu), maka indera penciuman akan mengalami gangguan dan akan kurang mampu dalam menerima rangsangan bau. Selain itu, akan berkurang pula selera makannya.Dalam berwudhu ada istilahi istinsyaq dan istintsar. Istinsyaq adalah menghirup air ke dalam hidung sedangkani sti ntsar adalah mengeluarkan air nafasnya. Rasulullah sangat menyempurnakan kedua perbuatan tersebut.

Dr. Mustofa Syahatah mengatakan bahwa jumlah kuman di dalam hidung akan berkurang setengahnya setelah istinsyaq pertama lalu berkurang menjadi seperempatnya setelahi sti nsyaq kedua dan menjadi sangat sedikit setelah istinsyaq ketiga. Penelitian menyebutkan, hidung manusia setelah bersih dari kuman setelah istinsyaq akan tetap bersih selama 5 jam sebelum akhirnya tercemar lagi. Oleh karena itu manusia perlu membersihkannya lagi dengan cara wudhu yang disertai istinsyaq. Rasulullah SAW bersabda, “Sempurnakanlah wudhu, ratakanlah air di antara jari-jemari, bersungguhlah dalam istinsyaq kecuali kamu berpuasa” (HR Bukhari dan Muslim).

Page 31: Mandiri Skenario 1 Respi

1. Berkumur-kumur, penelitian modern menetapkan berkumur-kumur dapat menjaga mulut dan tenggorakan dari peradangan dan menjaganya dari terjadinya peradangan gusi. Hal ini karena berkumur-kumur berfungsi memelihara gigi dan membersihkannya dari sisa-sisa makanan yang masih menempel. manfaat lain yang sangat penting adalah ia dapat menguatkan sebagian urat wjaah dan menjaga kebersihannya. Ini merupakan suatu latihan penting yang telah dikenalkan oleh para pakar pendidikan olahraga.

2. Membasuh hidung, sebuah penelitian yang dilakukan kelompok dokter di universitas Alexendria yang menetapkan pada umumnya, orang-orang yang berwudhu secara terus menerus hidungnya bersih dari debu, kuman, dan bakteri.

3. Membasuh wajah dan kedua tangan hingga kedua siku memiliki manfaat yang sangat besar dalam menghilangkan keringat dari permukaan kulit, Air wudhu juga berfungsi membersihkan kulit dari kandungan minyak yang tertahan di kelenjar kulit.

4. Membasuh kedua kaki seraya memijat-mijat dengan baik akan menciptakan perasaaan tenang dan nyaman, karena dikakilah terletak semua urat yang berhubungan dengan seluruh anggota badan.

Adab bersin Rasulullah SAW:1. Merendahkan suara dan menutup mulut serta wajah saat bersin

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersin, maka beliau menutup wajahnya dengan tangan atau bajunya sambil merendahkan suaranya.

2. Tidak memalingkan leher ke kiri atau ke kanan ketika bersinHal ini agar tidak membahayakan kesehatan meskipun dilakukan dengan alasan untuk menghindari orang yang ada di depannya.

3. Mengeraskan bacaan hamdalah meskipun sedang shalat wajibPara ulama telah bersepakat atas dianjurkannya mengeraskan hamdalah ketika bersin dalam shalat, dan tidak disyari’atkan menjawabnya bagi yang mendengarkannya. Hadits yang membolehkan menjawab hamdalah pada waktu sholat adalah hadits dhoif.

2. Tasymit (mendoakan seserang yang bersin)Wajib bagi yang mendengar bacaan hamdalah untuk mengucapkan tasymit yaitu “Yarhamukallaah” dan jika tidak mendengar bacaan hamdalah dari orang yang bersin, maka maka tidak perlu mengucapkan tasymit bagi orang yang ada di sekelilingnya. Rasulullah SAW telah bersabda, “Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap, maka apabila ia bersin, hendaklah ia memuji Allah dengan mengucapkan Alhamdulillah. Dan kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya untuk bertasymit (mendo’akannya).” (HR Bukhari). Hadits ini menunjukkan bahwa tasymit adalah wajib bagi muslim yang mendengar bacaan hamdalah dari orang yang bersin.

3. Jawaban setelah mendengar orang yang bertasymitApabila seseorang yang bersin mengucapkan hamdalah kemudian orang yang mendengarnya bertasymit, maka dianjurkan bagi yang bersin untuk mengucapkan

Page 32: Mandiri Skenario 1 Respi

salah satu do’a berikut. Dan merupakan sunnah untuk mengucapkan doa-doa tersebut secara bergantian.

a. Mengucapkan “Yahdiikumullaah wa yuslihu baalakum (semoga Allah memberi hidayah dan memperbaiki keadaan kalian).” (HR. Bukhari)

b. Mengucapkan “Yaghfirullahu lanaa wa lakum (semoga Allah mengampuni kita dan kalian semua).” (HR. Abu Dawud, an-Nasai, dan Tirmidzi)

c. Mengucapkan “Yaghfirullah lakum (semoga Allah mengampuni kalian semua).” (HR. Bukhari dan an-Nasai)

d. Mengucapkan “ Yarhamunallah wa iyyaakum wa yaghfirullahu lanaa wa lakum (semoga Allah merahmati dan mengampuni kami dan kalian semua.” (HR. Malik)

e. Mengucapkan “ Afaanallaah wa iyyaakum minan naari yarhamukumullaah (semoga Allah mengampuni kami dan kalian semua dari api neraka dan merahmati kalian semua)” (HR. Bukhari)

f. Mengucapkan ”Yarhamunallaah wa iyyakum (semoga Allah merahmati kami dan kalian semua)” (HR. At-Thabari)

(Ummu Umar Al-Atsariyyah. 2010)