34
1 POLITIK HUKUM PENGELOLAAN MIGAS DI INDONESIA; Studi Politik Hukum Pengelolaan Migas Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/ PUU /2012 Tentang Pengujian Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 Ratu Riftia Rizki Fakultas Ilmu hukum program peminatan hukum dan kehidupan kenegaraan, Universitas Indonesia, Salemba-jakarta Indonesia [email protected] Abstrak Penelitian ini didasarkan pada Politik Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia, sesudah Putusan Mahkamah Kontitusi tentang pengujian Undang-ndang Migas Nomor 22 Tahun 2001. Penelitian ini membahas tiga permasalahan utama. Pertama, kaitan mengenai Politik Hukum Pengelolaan Migas dengan teori hak menguasai negara atas Migas dalam mewujudkan Negara Kesejahteraan. Kedua, Perkembangan Politik Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia dari Massa Hindia sampai dengan Massa Reformasi. Ketiga, Politik Hukum Pengelolaan Migas sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Pengujian Undang-undang Migas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Hak menguasai Negara atas sumber daya Migas merupakan landasan kokoh sebelum menetapkan langkah kebijakan politik hukum pengelolaan Migas. Negara harus mampu mengelola kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Politik hukum pengelolaan Migas di Indonesia merupakan sikap dan atau perhatian Pemerintah terhadap pengelolaan Migas berupa kebijakan-kebijakan yang dituangkan ke dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, Pengelolaan dan Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi. Politik hukum pengelolaan migas di Indonesia selalu mengalami gejolak dan perubahan, baik Setiap terjadinya perubahan Orde politik pemerintahan ataupun beberapa faktor yang mendasarinya, seperti halnya tuntutan masyarakat sampai dengan permohonan Judicial review Undang-undang Migas di Mahkamah Konstitusi. Atas dasar itulah perubahan politik Hukum pengelolaan Migas harus segera dilaksanakan sesuai dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-undang Dasar 1945 , Politik keberpihakan Pemerintah, serta penguataan kelembagaan Negara dalam pengelolaan Universitas Indonesia

Manu Skrip

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skrip

Citation preview

1

POLITIK HUKUM PENGELOLAAN MIGAS DI INDONESIA;

Studi Politik Hukum Pengelolaan Migas Setelah Putusan Mahkamah

Konstitusi

Nomor 36/ PUU /2012 Tentang Pengujian

Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001

Ratu Riftia Rizki

Fakultas Ilmu hukum program peminatan hukum dan kehidupan kenegaraan, Universitas

Indonesia, Salemba-jakarta Indonesia

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini didasarkan pada Politik Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia, sesudah Putusan Mahkamah Kontitusi tentang pengujian Undang-ndang Migas Nomor 22 Tahun 2001. Penelitian ini membahas tiga permasalahan utama. Pertama, kaitan mengenai Politik Hukum Pengelolaan Migas dengan teori hak menguasai negara atas Migas dalam mewujudkan Negara Kesejahteraan. Kedua, Perkembangan Politik Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia dari Massa Hindia sampai dengan Massa Reformasi. Ketiga, Politik Hukum Pengelolaan Migas sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Pengujian Undang-undang Migas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang menggunakan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa. Hak menguasai Negara atas sumber daya Migas merupakan landasan kokoh sebelum menetapkan langkah kebijakan politik hukum pengelolaan Migas. Negara harus mampu mengelola kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Politik hukum pengelolaan Migas di Indonesia merupakan sikap dan atau perhatian Pemerintah terhadap pengelolaan Migas berupa kebijakan-kebijakan yang dituangkan ke dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, Pengelolaan dan Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi. Politik hukum pengelolaan migas di Indonesia selalu mengalami gejolak dan perubahan, baik Setiap terjadinya perubahan Orde politik pemerintahan ataupun beberapa faktor yang mendasarinya, seperti halnya tuntutan masyarakat sampai dengan permohonan Judicial review Undang-undang Migas di Mahkamah Konstitusi. Atas dasar itulah perubahan politik Hukum pengelolaan Migas harus segera dilaksanakan sesuai dengan Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-undang Dasar 1945 , Politik keberpihakan Pemerintah, serta penguataan kelembagaan Negara dalam pengelolaan Hulu Migas. Disamping itu, penulis menyampaikan, bahwa Rancangan perubahan Undang-Undang Migas diharapkan dapat mengakomodir segala masalah yang selalu terjadi yang dikeluhkan oleh berbagai pihak, baik dalam hal hak menguasai negara dan maupun kebijakan teknis guna mendukung berkembangnya industri Migas Nasional sebagai wujud kemandirian dan ketahanan energi.

Abstrak

GAS MANAGEMENT LEGAL POLICY IN INDONESIA;

Legal Politics of Oil and Gas Management Legal Studies After the Constitutional Court Decision

No. 36 / PUU / 2012 About Testing

Universitas Indonesia

2

Oil and Gas Law No. 22 of 2001

Abstract

The study was based on the Law of Political Management of Oil and Gas in Indonesia, after the Constitution Court's decision on judicial-ndang Gas Number 22 of 2001. This study addresses three main issues. First, the relation of the Political Law of Oil and Gas Management Oil and Gas sovereignty theory in realizing the Welfare State. Secondly, Political Developments in Indonesia Oil and Gas Management Law of the Indies to the mass Mass Reformation. Third, Political Law of Oil and Gas Management after the Constitutional Court Decision on Testing Oil and Gas Act. The method used in this study is a normative juridical using secondary data. The results showed that. State right to control over oil and gas resources are the bedrock before setting policy measures law of oil and gas management. Countries should be able to manage natural resources for the greatest welfare of the people. Political management of oil and gas law in Indonesia is the attitude or the attention of the government and the management of oil and gas in the form of policies that poured into the Law and Government Regulation, Management and Operation of Oil and Gas. Political management of oil and gas law in Indonesia has experienced turmoil and change, both political Any Order changes in government or some underlying factors, as well as the demands of the public to request a judicial review of Oil and Gas Law in the Constitutional Court. On this basis the management of oil and gas law for political change should be carried out in accordance with Article 33 paragraph (2) and (3) of the Act of 1945, the Government Political alignments, as well as institutional Strengthening the State in the management of upstream oil and gas. In addition, the authors convey, that the draft oil and gas law change is expected to accommodate any problems that always occur complained of by the various parties, both in terms of rights and state control of the technical and policy to support the development of the National Oil and Gas industry as a form of self-reliance and energy security.

Keywords: Legal Policy; judicial review; Management of Oil and Gas;

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak menguasai Negara atas sumber daya alam merupakan sebuah tolak ukur kemandirian sebuah negara yang berhasil dalam penanganan masalah pengelolaan sumber daya alam. Sebagai negara yang sangat kaya akan sumber daya alam baik renewable dan non renewable, Indonesia seharusnya mampu menjadi negara makmur, kaya dan sejahtera apabila sumber-sumber daya tersebut dialokasikan secara tepat, dengan mengacu kepada kebermanfaatan yang dijamin oleh Pemerintah bagi kemakmuran rakyat.

Hak menguasai negara terhadap Migas diwujudkan pemerintah dengan membuat beberapa

kebijakan1 yang mengatur tentang hak pengelolaan migas. Pengelolaan Migas ini seharusnya 1 Menurut Carl I. Friedrick kebijakkan adalah Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, dimana kebijakan yang

Universitas Indonesia

3

mengedepankan kepentingan nasional dengan tujuan mensejahterakan rakyat Indonesia sesuai

cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33

ayat (2) dan (3) 2. Dengan demikian pemerintah seharusnya membangun sepenuhnya politik

hukum pengelolaan Migas yang berdaulat dengan rencana arah kebijakan yang strategis dan

lebih tepat manfaat, untuk mewujudkan Negara Kesejahteraan.

Terkait dengan pengelolaan dan pengusahaan sumber daya alam sesuai dengan arahan

konstitusi. Kebijakkan mengenai Migas mengalami perjalanan yang sangat panjang guna

memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) yang menegaskan bahwa

cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup banyak

dikuasai oleh Negara dan Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa Bumi, air dan kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.3 mulai dari masa kemerdekaan hingga saat ini.

Undang-Undang Nomor 37/Prp/1960 tentang pertambangan Umum dan Undang-Undang

Nomor 44/Prp/1960 tentang pertambangan Migas. Merupakan Undang-Undang pertama yang

mengatur kebijakkan pemerintah dalam pengelolaan Migas dalam Undang-Undang tersebut

mulai dijelaskan secara jelas menyatakan, Migas merupakan sumber daya yang strategis untuk

pembangunan masyarakat yang adil dan makmur, merupakan kekayaan nasional yang hanya

diusahakan oleh negara dan pengusahaanya hanya dilaksanakan oleh Perusahaan Negara4 yang

tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971, dan diterbitkan Undang-Undang

Migas Nomor 22 Tahun 2001, dengan demikian politik hukum pengelolaan Migas mengalami

perubahan yang signifikan dibandingkan kedua Undang-Undang sebelumnya, karena dinilai

Undang-Undang itu dalam beberapa butir ketentuannya dalam Undang-undang Migas Nomor

diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Rianto Nugroho, Metode Penelitian Kebijakan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2013), hal. 4.

2 liat Bab XIV Undang-Undang Dasar 1945 tentang “ Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial”, khususnya Pasal 33 ayat (2) dan (3), Pasal lainnya Pasal adalah Pasal 23 ayat (1), Pasal 31 (5) dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 Untuk mewujudkan cita-cita tersebut.

3 Undang-Undang Dasar 1945, mengamanatkan penguasaan sumber daya kekayaan alam oleh Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) dan merupakan arahan strategis dalam pengaturan perekonomian nasional

4 Liat Penjelasan atas Undang-Undang Nomor44/Prp/1960 tentang pertambangan Migas.

Universitas Indonesia

4

22 Tahun 2001. Walaupun Undang-Undang tersebut mengandung asas ekonomi kerakyatan,

asas keterpaduan, asas manfaat, asas keadilan, asas keseimbangan, asas pemerataan, asas

kemakmuran dan kesejahteraan rakyat banyak.5 Terlepas dari subtansi Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2001, dasar pembentuk Undang-Undang tersebut sangat diintervensi oleh pihak asing

yaitu International Monetary Fund (IMF). 6 Butir-butir ketentuan yang telah disebutkan diatas

menerapkan langkah liberalisasi dengan membuka dan memisahkan seluruh sektor Migas

kepada pihak ketiga (termasuk perusahaan asing) kegiatan eksplorasi juga tidak meningkat.

Oleh karena timbulah reaksi dari berbagai kalangan yang pada dasarnya menyatakan undang-

undang tersebut tidak sesuai dengan konstitusi terutama pada Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)

Undang-Undang Dasar 1945.

Selama berlakunya Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001, telah diajukan judicial

review7, terhadap Undang-Undang tersebut sebanyak 3 (tiga) kali yaitu Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 002/Puui/2003, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/Puu/2007, dan

yang terbaru Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU/2012 pada tanggal 13 November

2012 Dalam amar putusan yang berbunyi mengabulkan permohonan pemohon sebagian,

sehingga Undang-Undang tersebut masih dianggap kontitusi kecuali pada Pasal 1 angka 23,

Pasal 4 Ayat (3), Pasal 41 Ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 Ayat (1), Pasal 59 huruf a,

Pasal 61, dan Pasal 63 Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4152) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

5 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 2.

6Syaiful Bakhri, Migas Untuk Rakyat, Pergulatan Pemikiran dalam Peradilan Mahkamah Konstitusi (Jakarta: Grafindo Khasanah Ilmu, 2013), hal. 13. Pada tahun 1998, ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 14 persen. Krisis Indonesia menempatkan Indonesia sebagai pasien lembaga-lembaga kreditorInternassional seperti, IMF, Word Bank, Asian Development Bank (ADB), yang tergabung dalam Consultative Groups on Indonesia (CGI). Mereka datang dengan sejumlah agenda liberalisasi sebagai persyaratan, untuk pencairan dana, agar Indonesia segera menjalankan program-program liberalisasi dan deregulation sektor keuangan, privatisasi asset negara, dan pengetatan fiscal dengan mencabut subsidi publik di sektor pangan, pendidikan dan kesehatan. Lihat: M. Kholid Syeirazi, Di Bawah Bendera Asing Liberalisasi Indistri Migas di Indonesia, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2009), hal.1-2.

7Judicial review merupakan fungsi dari Mahkamah Konstitusi dalam rangka menguji konstitusionalitas suatu Undang-Undang, baik dalam arti formil ataupun dalam arti pengujian materil.

Universitas Indonesia

5

Indonesia Tahun 1945. Semua pasal tersebut dan semua frasa merupakan penjabaran mengenai

Badan Pelaksanaan Migas 8.

Kekuatan hukum mengikat dan final Judicial review Mahkamah Konstitusi dalam

Putusannya tersebut mempunyai dampak besar bagi kebijakan Migas di Indonesia. Sehingga

berdampak dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2012 dengan mengalihkan

seluruh proses pengelolalaan kegiatan yang sedang ditangani Badan Pelaksana Migas kepada

Kementerian ESDM sebagai situasi darurat. hal ini menjadi puncak bagaimana kedaulatan

terhadap migas yang selalu dipertanyakan dan dituntut oleh masyarakat untuk bisa memenuhi

amanah pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945. Desakkan kepada

Pemerintah untuk segera merubah Undang-Undang Migas 2001 mulai menjadi wacana hangat

sejak dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU/2012 karena dianggap

kedaulatan migas dianggap tidak mempunyai kepastian hukum hingga saat ini.

Berdasarkan hal tersebut yang paling penting untuk dikaji adalah apakah politik hukum

pengelolaan Migas yang selama ini di Indonesia sudah berdasarkan semangat dan jiwa Pasal

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan (3), secara konsisten dan konsekuen, karena

hanya dengan ini pengelolaan sumber daya alam Migas diharapkan memberikan kemakmuran

bagi seluruh rakyat Indonesia9. Pentingnya pembahasan politik hukum 10pengelolaan minyak

dan gas bumi karena akan berimbas pada kesiapan Indonesia dalam menghadapi pasar bebas

pengelolaan minyak dan gas bumi, terutama dalam factor aturan hukum. Absurditas politik

pengelolaan Migas Indonesia dapat dilihat dalam beberapa putusan Mahkamah Konstitusi

prihal pengujian Undang-undang Migas dimana putusan-putusan tersebut saling berkaitan

8Liat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/Puu/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001, hal.115.

9Suyitno Patmosukismo, Migas Politik, Hukum, dan Industri, (Jakarta: Fikahati Aneska, 2011), hal. 19.

10Menurut Dahnil Azhar Simanjuntak, peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan bagian dari hukum yang dibuat secara sengaja oleh institusi negara. Ia muncul tidak tiba-tiba. Namun, dibuat dengan tujuan dan alasan tertentu. Keanekaragamaan tujuan dan alasan dibuatnya peraturan perundang-undangan disebut sebagai politik hukum (legal policy). Lihat Dahnil Azhar Simanjuntak, Meneropong Politik Hukum Ekonomi Indonesia,diakses 27 november 2013.www.one.indoskripsi.com.

Universitas Indonesia

6

laksana mata rantai saling sambung menyambung dengan perkembangan pengelolaan Sumber

daya migas sehingga harus segera ditemukan solusinya.11

B. Metode Penelitian

Dalam membahas “Politik Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia”. Metode pendekatan

yang digunakan adalah yuridis normatif melalui pendekatan Undang-Undang, pendekatan

historis, dan pendekatan analisis. Ketiga pendekatan ini digunakan untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan pada pokok masalah. Pada pokok permasalahan pertama mengunakan pendekatan

teori-teori hukum yang terkait pengelolaan hukum migas, Pada pokok permasalahan kedua

menggunakan pendekatan historis Metode yuridis hisoris12 digunakan sebagai upaya untuk

melihat perkembangan politik hukum pengelolaan Migas dari Masa Hindia Belanda, setelah

Kemerdekaan samapai Orde Lama (1945-1966), Masa Orde Baru (1966-1998), dan Era

Reformasi (1998-2013), dan menggunakan pendekatan Undang-Undang serta pendekatan

analisis sesuai dengan teori-teori hukum yang terkait. Pada pokok permasalahan ketiga

mengunakan pendekatan Undang-Undang, Putusan Makhamah Konstitusi, serta Rancangan

Undang-Undang yang dianalisis dengan teori-teori yang terkait Politik Hukum Pengelolaan

Migas, hak menguasai negara dan Negara Kesejahteraan sesuai dengan Undang-Undang Dasar

1945 Pasal 33 ayat (2) dan (3) serta Teori hukum Responsif. Dengan Tipologi Penelitian

berbentuk secara sederhana penelitian descriptive explanatory.

Dengan mengunakan Bahan hukum primer : Terdiri dari Undang-undang Dasar 1945,

Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi,

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta Undang-Undang Yang terkait

lainnya. Peraturan Presiden, Surat Keputusan Menteri, Rancangan Undang-Undang dan Naskah

Akademik. Bahan hukum sekunder: Terdiri dari buku-buku mengenai politik hukum

11 Liat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU/2003, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-v/2005, dan Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 26/PUU/2012. Tentang Pengujian Undang -Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001.

12Peter Mahmud Marzuki menggunakan istilah Pendekatan historis (historical Approach) dilakukan dengan menelaah Latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu yang dihadapi, sebagaimana dikutif dalam Abdul Ghofar, Perbandingan Kekuasaan Presiden op. cit, hal.25

Universitas Indonesia

7

pengelolaan migas dari aspek konstitusi, jurnal-jurnal yang telah ditulis oleh Para Ahli,

dokumen publik meliputi Koran, website yang telah menulis pemberitaan mengenai kedaulatan

migas dari narasumber-narasumber yang ahli. Bahan hukum tersier: Terdiri dari bahan hukum

penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, seperti

kamus umum, kamus hukum, majalah dan/atau jurnal-jurnal ilmiah, pembicaraan serta diskusi

informal.

Yang dikumpulkan melalui Kegiatan pengumpulan data melalui kegiatan studi dokumen

ataupun studi kepustakaan terhadap data skunder. Studi kepustakaan dilakukan dibeberapa

tempat seperti perpustakaan, maupun mengakses data melalui internet melalui situs website

pemberitaan resmi yang didukung oleh sumber data dan narasumber yang ahli dan valid,

pengumpulan data dari Dewan Perwakilan Rakyat, serta pengumpulan putusan-putusan

Mahkamah Konstitusi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terkait dengan judicial

review Undang-Undang Migas. Mengunakan Metode Analisis Data kualitatif. Dengan

mengunakan beberapa teori yaitu

1. Teori Politik Hukum.

Rumusan sederhana atas politik hukum adalah arahan atau garis resmi yang dijadikan

dasar pijak dan cara untuk membuat dan melaksanakan hukum dalam rangka mencapai

tujuan bangsa dan negara.13 Politik hukum untuk mewujudkan fungsi-fungsi hukum, tidak

hanya terdapat pada asas dan kaidah hukum, tetapi meliputi sistem pembentukkannya,

sistem penegakkan dan usaha pembaharuan tatanan sosial yang menjunjung tinggi hukum.

Dengan perkataan lain, politik hukum harus bersifat integral tidak parsial, baik dari aspek-

aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Politik hukum menganut prinsip double movement, yaitu selain sebagai kerangka pikir

merumuskan kebijakan dalam bidang hukum oleh lembaga-lembaga yang berwenang ia

juga dipakai untuk mengkritisi produk-produk hukum yang telah di undangkan berdasarkan

legal policy di atas. berdasarkan legal policy diatas. Ruang lingkup kajian politik hukum

sebagai berikut:14

13Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta: LP3Es, 2006), hal. 30-31..14 Syaukani, imam, Dasar-Dasar Politik Hukum ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 51-52

Universitas Indonesia

8

1. Proses pengalian nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat oleh

penyelenggara Negara yang berwenang merumuskan politik hukum

2. Proses perdebatan dan perumusan nilai-nilai dan aspirasi tersebut kedalam bentuk

sebuah rancangan peraturan Perundang-undangan oleh penyelenggara Negara yang

berwenang merumuskan politik hukum

3. Penyelanggara negara yang berwenang merumuskan dan menetapkan politik hukum

4. Peraturan Perundang-undangan yang yang memuat politik hukum

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan suatu politik hukum, baik yang

akan, sedang, dan telah ditetapkan.

6. Pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang merupakan implementasi dari

politik hukum suatu negara.

Pada ruang lingkup pertama merupakan tahapan awal dari kajian politik hukum. Pada

tahapan ini kita mengetahui apakah nilai-nilai dan aspirasi yang berkembang dalam

masyarakat telah di akomodasi oleh penyelenggara negara yang merumuskan politik hukum

atau bahkan mungki sebaliknya. Kajian terhadap bidang ini penting untuk dilakukan karena

secara substansial, hukum tidak pernah lepas dari struktur rohaniah masyarakat yang

bersangkutan, atau masyarakat yang mendukung hukum tersebut.15 Itu artinya, bila hukum

itu dibangun di atas landasan yang tidak sesuai dengan struktur rohaniah masyarakat, biasa

dipastikan resistensi masyarakat terhadap hukum itu akan sangat kuat, bila dikaitkan

dengan teori keberlakuan hukum, hukum yang baik harus memenuhi syarat sosiologis,

filosofis dan yuridis.16

2. Teori Hak Menguasai Negara

Hak menguasai negara Indonesia yang mengacu pada Pancasila, yang dimana

kedaulatan negara atas Sumber Daya Alam adalah kata lain dari “dikuasai oleh negara”

bagi Negara Republik Indonesia. Pancasila merupakan landasan filosofi kekuasaan oleh

15 Artidjo alkostar. Menelusuri Akar dan Merancang Hukum Nasional” dalam identitas Hukum, (Yogyakarta: Fakultas Hukum UI, 1997), hal.ix.

16Syaukani imam, Loc.cit., hal 53.

Universitas Indonesia

9

Negara atas sumber daya alam yang diselenggarakan Pemerintah. kekuasaan ini merupakan

nilai-nilai keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana dalam sila kelima falsafah

Pancasila, harus dipahami bahwa antara sila tersebut terdapat hubungan yang saling

bertautan dan komplementer sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh bagaikan

piramida.17 Sehingga merupakan sumber dari segala sumber hukum yang menjadi landasan

konsep dalam penguasaan sumber daya alam Indonesia.

Selain itu merupakan landasan kebijakan bagi politik pengaturan hukum bidang-bidang

sumber daya alam dan sekaligus merupakan landasan politik ekonomi Indonesia, yang

dinyatakan secara normatif dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.18 Ayat (2) dan (3)

yakni “cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup

orang banyak dikuasai Negara” dan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung

didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran

rakyat” adalah menyentuh ikhwal penguasaan yang luas terhadap cabang produksi yang

penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi, air dan kekayaan

didalamnya, dalam Penjelasan UUD 1945 diamanatkan :

“Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu, cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh Negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada ditangan orang seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Dari penjelasan diatas, posisi Negara adalah sentral, karena Negara menguasai (1)

cabang produksi yang penting, (2) produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan

(3) bumi, air dan kekayaan didalamnya. Penguasaan Negara tersebut diletakkan diatas

penguasaan pribadi yang dipersepsi sebagai salah satu sumber penindasan rakyat. Dalam

tafsir awal “penguasaan Negara” lebih bernuansa kehadiran peran Negara sebagai Aktor

17 Sunarjo W Reksosuhardjo, Filsafat Pancasila secara Ilmiah dan Aplikatif, (Yogyakarta: ANDI 2004), hal.43.

18 Sunoto, Filsafat Pancasila: Pendekatan melalui Metafisika, Logika, dan Etika, (Yogyakarta: Hinindita, 1989), hal.116-117.

Universitas Indonesia

10

Utama di bidang perekonomian Indonesia. Dari situ kemudian lahir beberapa badan usaha

milik Negara (BUMN) dan dalam perkembangan berikutnya penguasaan Negara itu bisa

pula diartikan sebagai Regulator, sehingga makna dan pengertian “penguasaan Negara”

semakin melebar dan potensial bias atau rancu. Rujukan formal penguasaan sumber daya

alam di Indonesia dapat ditemukan dasar normatif pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang

Dasar 1945 yaitu: “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” inti

dari pasal ini adalah menyatakan konsep penguasaan oleh Negara terhadap sumber daya

alam.

Penafsiran konsep penguasaan negara dari Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945

juga terdapat dalam putusan Mahkamah Kontitusi mengenai pengujian Undang-Undang

Migas 19. Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya menafsirkan mengenai

“hak menguasai negara” bukan dalam makna memiliki, tetapi dalam pengertian bahwa

Negara hanya merumuskan kebijakan (beleid), melakukan pengaturan (regelendaad),

melakukan pengurusan (bertuursdaad), melakukan pengelolaan (beheersdaad), dan

melakukan pengawasan (toezichthoudendaad). Putusan Mahkamah Konstitusi

mengkonstruksi 5 fungsi Negara dalam menguasai cabang-cabang produksi penting yag

menguasai hajat hidup orang banyak serta bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya. Pengertian Hak menguasai Negara Menurut Mohammad Hatta20:"Dikuasai oleh

negara dalam Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang Undang Dasar 1945 tidak berarti negara

sendiri menjadi pengusaha, usahawan atau ondenemer. Lebih tepat dikatakan bahwa

kekuasaa negara terhadap pada membuat peraturan guna melancarkan jalan ekonomi ...

3. Teori Negara Kesejahteraan.

Merujuk pada Spicer pengertian Negara kesejahteraan sebagai berikut:21 “The Welfare State is an attempt to break away from the stigma of the poor law. it was not designed for the poor…The best way to help the poor within the welfare state is not to target programmes more carefully on the poor, ut the converse to ensure that there is a general

19Liat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/ PUU/2012 mengenai pengujian Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001.

20Mohammad Hatta, Cita-Cita Koperasi Dalam Pasal 33 UUD 1945, Pidato pada hari Koperasi 12 juli 1977 dalam Sri Edi Swarsono (Ed.), Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, (Jakarta : UI Pres, 1987), hal. 15.

21Spicer Paul, Poverty and the Welfare State (utha: Dispelling the Myths 2002), hal, 6 dan 37.

Universitas Indonesia

11

framework of resources, services and opprotunities which are adequate for people’s needs and can be used by everyone. That is what welfare state was meant to do. that is what we have forfotten. “

Konsep negara kesejahteraan seringkali dipersepsikan berbeda-beda, tergantung dari

sudut pandang dari sesorang yang tengah memperbincangkannya. Ada yang

mempersepsikan dari spectrum ekonomi,22 politik,23 Ideolgi. Terhadap pandangan-

pandangan itu, terdapat elemen-elemen dasar yang dapat mempertautkan gagasan yang

multi persepsi tersebut, hingga membentuk pemahaman awal atas pengenalan konsep

negara kesejahteraan. Elemen-elemen itu adalah negara, pasar dan masyarakat. Jika

elemen-elemen dasar itu dielaborasi dan dikonstruksi, maka membentuk wujud dasar untuk

mengenal konsep negara kesejahteraan, yaitu suatu konsep yang mendudukan peran

pemerintah secara terukur dan berkomitmen terhadap persamaan sosial dan keadilan

dengan mengacu pada tiga prinsip berikut ini:

1. Perbaikan dan pencegahan terhadap efek-efek yang merugikan fungsi ekonomi

pasar, khususnya yang merugikan bagi kesejahteraan pihak yang secara ekonomi

dan sosial dianggap kurang mampu;

2. Distribusi kekayaan dan kesempatan bagi semuanya secara adil dan merata; dan

3. Promosi terhadap kesejahteraan sosial dan sistem jaminan bagi yang kurang agar

mampu memperoleh manfaat yang lebih besar.

Dengan beroperasi didasarkan pada prinsip-prinsip tersebut di atas, konsep negara

kesejahteraan memiliki enam tujuan dasar, yakni: pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja

yang cukup, stabilitas harga, pembangunan dan ekspansi sistem jaminan sosial serta

peningkatan kondisi kerja, distribusi modal dan kesejahteraan yang seluas mungkin, dan

promosi terhadap kepentingan dan kelompok sosial dan ekonomi yang berbeda-beda24.

Untuk kepentingan analisis, teori negara kesejahteraan lebih ditekankan pada aspek

sistem jaminan sosial. Sistem jaminan sosial pada suatu negara sering kali dituangkan

dalam wujud legislasi dan kebijakan sosial. Tak dapat disangkal bahwa bahwa teori negara

22Bar, The Economics of the Welfare State, (Uk: Oxford 1998). Hal. 6.

23 A Briggs, The welfare State in Historical Perspective, European Journal of Sociology, 1961.24Memahami bahwa konsep negara kesejahteraan seperti itu, maka karakter hukum pada negara kesejahteraan seharusnya adalah responsif (Demokratis). Konsep hukum responsive dikemukakan oleh Nonet dan Zelsnick.

Universitas Indonesia

12

kesejahteraan tidak identik dengan kebijakan sosial, tetapi sebuah negara yang disebut

mengusung konsep negara kesejahteraan tidak akan bermakna jika tidak terdapat sistem

jaminan sosial di dalam legislasi dan kebijakan sosialnya.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Politik hukum pengelolaan Migas di Indonesia merupakan sikap dan atau perhatian

Pemerintah terhadap pengelolaan Migas berupa kebijakan-kebijakan yang dituangkan ke

dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, Pengelolaan dan Pengusahaan Minyak dan

Gas Bumi, merupakan kegiatan pengelolaan bahan strategis baik untuk perekonomian Negara

maupun untuk kepentingan rakyat dalam mewujudkan tujuan Negara kesejateraan. Hak

menguasai Negara atas sumber daya alam migas sebagai landasan kokoh sebelum menetapkan

langkah kebijakan Negara harus mampu mengelola kekayaan alam yang terkandung dalam

bumi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini sejalan dengan asas hak menguasai

oleh Negara, tujuan penguasaan oleh Negara adalah agar kekayaan dapat dimanfaatkan

seoptimal mungkin untuk kemakmuran rakyat. Oleh karena itu Hak menguasai Negara

menjadi Komponen penting yang menjadi fondasi landasan hukum dan politik pengelolaan

sumber daya alam Migas terdiri dari: a) Kepemilikan kekayaan alam, b) Penguasaan oleh

Negara, c) Kewenangan Perusahaan Negara dalam pengusahaan Migas sampai kepada

Perusahaan Negara dalam Pengusahaan migas sampai kepada prinsip kerja sama dengan pihak

ketiga termasuk batas kewenangan yang diberikkan kepada pihak asing. Kepemilikan

kekayaan alam termasuk kekayaan alam yang berupa Migas tunduk pada pengaturan hukum

pertambangan yang dikenal dengan hak atas Kuasa Mineral, hak atas Kuasa Pertambangan

dan hak atas Kuasa Usaha Penguasaan atas kekayan alam yang terkandung dalam suatu

wilayah Negara sebagai bagian dari integral dari kedaulatan. Sedangkan kuasa pertambangan

merupakan wewenang dalam pengaturan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan

pertambangan, dan kuasa usaha pertambangan merupakan wewenang untuk melakukan

pengendalian dan pengelolaan.25

Hak menguasai oleh Negara atas sumber daya alam sebagai fondasi landasan hukum dan

politik pengelolaan sumber daya alam Migas landasan utama dan paling mendasar,

25 Suyitno Patmosukismo, Loc.cit., 46.

Universitas Indonesia

13

penyelenggaraanya oleh Negara untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Terkait dengan penguasaan oleh Negara, secara yuridis jelas disebutkan dalam Pasal 33 ayat

(2) dan (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan Pasal yang dikenal sebagai pasal

ideologi dan politik ekonomi Indonesia, karena di dalamnya memuat ketentuan tentang hak

penguasaan negara atas:26

1. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup

orang banyak; dan

2. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang harus dipergunakan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Terkait dengan pengertian kepemilikan atas kekayaan alam, Pasal 33 ayat (2) dan (3)

Undang-Undang Dasar 1945 yang menjelaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai Negara. Ketentuan konstitusi ini dimaksudkan pemilikan

kekayaan alam selama masih dalam perut bumi harus tetap dikuasai oleh Negara dan

diusahakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal ini dapat dijabarkan lebih luas

mengenai hak menguasai negara yang pada prinsipnya mengacu kepada hak menguasai atas

Sumber daya Migas dalam pengusahaan dan pengelolaannya. Pengelolaan sumber daya alam

migas harus bermanfaat bagi kelangsungan hidup bangsa. Dalam hal ini yang dipertaruhkan

adalah kepentingan nasional yang tujuannnya adalah mewujudkan Negara Kesejahteraan.

Secara konstitusional Negara Republik Indonesia adalah penganut paradigma negara

kesejahteraan yaitu negara yang secara proaktif dan imperaktif ikut mengusahakan keadilan

dan kesejahteraan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam praktiknya Negara yang

menganut welfare state berarti bahwa tujuan Negara adalah untuk melayani masyarakat.

Konstitusi Negara Republik Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Pembukaan

terkait cita-cita nasional, bahwa Negara hendak mewujudkan kondisi adil dan makmur bagi

seluruh rakyat Indonesia, dalam tujuan Negara kesejahteraan.27 Secara teori Indonesia menurut

Negara hukum modern Indonesia merupakan Negara yang mempunyai tujuan Negara

kesejahteraan yang dimana dalam Negara Hukum Modern dijabarkan ciri-negara Negara

kesejahteraan sebagai berikut:

26 Republik Indonesia, Pasal 33 (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 194527Ibid., hal 59.

Universitas Indonesia

14

1. Corak Negara adalah welfare state, suatu Negara yang mengutamakan kepentingan

rakyat.

2. Staatsonhouding diganti dengan staatsbemoeienis artinya Negara ikut campur dalam

semua lapangan kehidupan masyarakat.

3. Ekonomi liberal telah diganti dengan sistem ekonomi yang lebih dipimpin oleh

pemerintah pusat

4. Tugas dari suatu walfare state adalah Bestuurszorg, yaitu menyelenggarakan

kesejahteraan umum

5. Tugas Negara adalah menjaga keamanan dalam arti luas, yaitu keamanan sosial di

segala lapangan kehidupan masyarakat.

Secara yuridis Corak negara Indonesia sebagai Negara kesejahteraan dapat diliat pada.

Penjelasan Pasal 33 UUD 1945” Kemakmuran masyarakat yang di utamakan bukan

kemakmuran dari orang seorang” dan Ketetapan MPR RI Nomor. IV/ MPR/ 1978 isinya

sebagai berikut:28 “tujuan pembangunan nasional adalah pembangunan nasional yang

bertujuan mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata baik itu materil

maupun spiritual dan setertusnya” karena mengutamakan kepentingan seluruh rakyat.

Terkait Politik Hukum Pengelolaan Migas, Indonesia merupakan Negara yang sering

mengalami degradasi politik hukum pengelolaan Migas, Dari seluruh rangkaian fakta terkait

pembentukkan kebijakkan perundang-undangan Migas di Indonesia yang telah diuraikan jelas

bahwa politik hukum pengelolaan migas di Indonesia selama ini telah mengalami berubahan

setiap terjadinya perubahan orde politik pemerintahan. Seperti pada jaman penajajahan

pemerintahan belanda, dalam penjajahan Belanda pengaturan kebijakan Migas telah beberapa

kali mengalami amandemen dengan tujuan penjajah menguasai hasil Migas Indonesia dengan

sebesar-besarnya untuk kepentingan negaranya melalui kebijakan kontrak 5a dalam Indische

Mijnwet menyatakan dengan tegas bahwa segala kekayaan yang ada di dalam bumi adalah

milik negara29.

28Republik Indonesia, Ketetapan MPR RI Nomor. IV/ MPR/78 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara hal. 10 dan 37.

29 Suhardi, Sejarah Perkembangan Industri Migas Indonesia, diunduh 25 November. 2013.http://www.perhimakbandung.org/index.php?option=com_content&view=article&id=82:sejarah-perkembangan-industri-migas&catid=artikel&Itemid=66,

Universitas Indonesia

15

Pada Era kemerdekaan sampai era orde lama merupakan Masa peralihan, perjuangan

bangsa Indonesia membangun Politik Hukum Pengelolaan Migas Nasional mengalami

perjuangan yang sangat panjang mulai dari awal kemerdekaan Tahun 1945 yang mewarisi

kebijakan colonial yang dirasa tidak menguntungkan, sampai dengan merumusan dan

pembentukkan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi No. 44 Prp. Tahun 1960, tanggal 26

Oktober 1960. Indonesia dengan konsisten dan konsekuen melaksanakan amat Undang-

Undang Dasar 1945 inilah yang kemudian mendasari disusunanya Undang-Undang Nomor

37/Prp/1960 tentang pertambangan Umum dan Undang -Undang Nomor 44/Prp/1960 tentang

pertambangan Migas. Dua Undang-Undang pertama ini, Indonesia telah berhasil menegakkan

politik hukum pengelolaan Minyak dan Gas bumi pertama, dengan menghapuskan sistem

konsensi peninggalan kolonial belanda. Dimana Belanda memberikan hak penambangan

dalam bentuk konsesi yang mempunyai keleluasaan luas dalam mengelola daerah konsesinya.

Bahkan, pada prakteknya di lapangan, pemegang konsesi seolah-olah bertindak sebagai

pemilik wilayah pertambangan tersebut. Pemerintah memperoleh royalti  sebagai imbalan.

Dan menggantikannya dengan sistem kontrak kerja sama dimana kedudukan investor hanya

sebagai kontraktor Perusahaan Negara dengan menerapkan kaidah hukum. Yang paling

mempunyai arti strategis bahwa Indonesia mempunyai hak menguasai atas sumber daya miyak

dan gas bumi.

Dengan amanat seluruh pengusahaan minyak di Indonesia dilaksanakan dan dibawah

kekuasaan Negara Republik Indonesia, kebijakan untuk menasionalisasikan perusahaan asing

dibawah kekuasaan Negara tidak ditempuh dengan cara mudah, sampai dengan terjadinya

Perundingan di Tokyo ini menghasilkan Tokyo Heads of Agreement 1 Juni 1963 atau Pokok-

pokok Perjanjian Tokyo. Isi dalam Perjanjian Tokyo ini sebagian besar mengikuti garis

kebijakan pemerintah waktu itu, sementara dari sisi 3 (tiga) perusahaan besar itu hanya

meminta jaminan tidak akan ada nasionalisasi pada aset-aset yang dimilikinya. 30

Pada Era Orde Baru politik pengelolaan Migas tidak mengalami banyak perubahan, masih

mengunakan Undang-Undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 akan tetapi pada masa ini

kedudukan penguasaan Negara diperkuat dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1971 tentang Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Keberhasilan

30 Ibid.,

Universitas Indonesia

16

mempertahankan politik hukum pengelolaan sumber daya alam Minyak dan gas bumi,

mengalami perubahan pada waktu rezim pemerintahan dari Orde baru menuju Era Reformasi,

krisis moneter yang bermula pada tahun 1977 membuat masuknya peran asing dalam

kebijakan Migas di Indonesia, intervensi IMF yang mengusung liberalisasi baik dari sector

hulu maupun di hilir membuat pemerintah merumuskan kembali undang-undang Migas,

sehingga terbitlah Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001, yang mengantikan Undang-

Undang Migas Nomor 44/Prp/1960. Serta merubah kedudukan pertamina yang semula sebagai

perusahaan Negara berdasarkan Undang-Undang Pertamina Nomor 8 Tahun 1971 menjadi

Persero, dimana kedudukan perusahaan yang setara dengan kontraktor dalam pengelolaan

minyak dan gas bumi.

Pembentukan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 sejatinya telah mengakomodir

menataan ulang sifat Pertamina sebagai satu-satunya BUMN yang mengelola Migas nasional

menjadi regulator sekaligus operator. Namun prakteknya pertamina tetap ditempatkan hanya

sebagai operator. Sementara urusan regulator dan pemangku kepentingan terkait kuasa

pertambangan di serahkan sepenuhnya kepada institusi negara lainnya, yaitu Badan Pelaksana

Migas (BP Migas) yang berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN31). Akan tetapi

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi semakin menimbulkan

salah kelola Sumber Daya Alam Indonesia yang membuat industry Minyak dan gas bumi

gagal menjadi penyangga ketahanan energy nasional. Hal ini ditandai dengan adanya regulasi

fiscal yang salah arah, terciptanya birokrasi baru yang rumit, inefisiensi biaya operasional,

menurunnya penghasilan Migas Indonesia, serta kurangnya wibawa nasionalisme negara

dalam menguasai Migas. Hal ini antara lain menyebabkan produksi minyak dan gas bumi

tidak terlalu bertambah terutama sejak 2004. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

dianggap belum cukup maksimal sebagai instrumen hukum yang dapat melindungi hak rakyat

secara keseluruhan sebagaimana yang diamanatkan pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

Perspektif penguasaan dan pengusahaan kepemilikan energi terutama minyak dan gas bumi

menjadi semakin kabur, Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 memang telah memberikan

batasan kepemilikan sumber daya alam oleh Negara untuk kesejahteraan rakyat. Kritisi

masyarakat terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 terbuktik dengan diajukannya

permohonan yudicial review kepada Mahkamah Konstitusi hingga 3 (tiga) kali terhadap 31 Liat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Migas, Pasal 44.

Universitas Indonesia

17

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

002/Puui/2003 mengenai Judicial review Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001,

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/Puu-V/2005, mengenai Judicial review Undang-

Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

36/Puu/2012 mengenai Judicial review Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001

Putusan Mahkamah Konstitusi untuk perkara permohonan judicial Review Undang-Undang

Migas berbeda dengan Undang-Undang Kelistrikan yang dimana amar Putusan Mahmah

konstitusi menyatakan Undang-Undangnya bertentangan dengan hukum, sehingga semua

pasal tidak berlaku. Dalam Permohonan Judicial Review Undang-Undang Migas untuk ketiga

putusan tersebut hanya sebagian pasal yang dikabulkan oleh hakim mahkamah konstitusi yaitu

Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 ayat (3), Pasal 20 ayat (3), Pasal

21 ayat (21), Pasal 22 ayat (1), Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal

45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49, Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan Pasal 63. 32 amar Putusan

Mahkamah Konstitusi dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang. Dengan

dibatalkannya beberapa pasal di atas, maka diperlukan perumusan yang baru terhadap

substansi pengaturan yang ada, yang dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum dan

langkah-langkah pembaharuan dan penataan kembali atas penyelenggaraan pengelolaan

sumber daya alam minyak dan gas bumi. Karena sejak diberlakukannya putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 36/PUU/2012 satuan kerja SKK migas yang dibentuk berdasarkan Perpres

Nomor 95 Tahun 2012 dengan ditindaklanjut oleh Keputusan Menteri ESDM No. 3135 K/08/

MEM/2012, Keputusan Menteri ESDM No. 3136 K/73/MEM/2012 yang juga terbit pada

tanggal 13 November 2012 dan Perpres Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraaan

Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, akan tetapi Kepres dan Permen

hanya bersifat sementara untuk mengisi kekosongan hukum karena tidak adanya lagi Badan

Pelaksana Migas, fungsi dan tugas Badan Pelaksana Migas yang harus dilaksanakan oleh

Pemerintah selaku pemegang kuasa pertambangan c.q. Kementerian yang memiliki

kewenangan dan tanggung jawab dalam bidang Migas sampai di terbitkannya undang-undang

yang sudah direvisi.33

32 Liat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU/ 2012 tentang pengujian Undang-undang Migas33 Liat Konsideran amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU/2012 Tentang Pengujian Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001.

Universitas Indonesia

18

Rancangan Undang-undang Revisi sudah diajukan berdasarkan usul Dewan Perwakilan

Rakyat, Rancangan Undang-undang berdasarkan usul pemerintah hingga saat ini masih dalam

perumusan. Rancangan Undang-undang Revisi Migas usul Dewan Perwakilan Rakyat yang

sedang dibahas oleh Badan Legislatif rencana masuk dalam agenda Proglenas34.

Beberapa poin Perubahan–perubahan yang berlaku dalam Rancangan Undang-Undang atas

usul Dewan Perwakilan Rakyat antara lain, penambahan penggolongan gas bumi yaitu

termasuk semua turunan dari hidrokarbon yang berasal dari dalam bumi; Penegasan wujud

pemerintah dalam bentuk pengertian BUMN di bidang minyak dan gas bumi dan DPR;

Perubahan bentuk dari pengertian Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah dalam pengelolaan

Migas; Perubahan dan penambahan Pasal mengenai pengaturan mengenai wilayah kerja dan

wilayah kerja baru; Pengaturan terkait batasan waktu dalam kontrak kerja sama yang mulai

diterapkan dalam RUU, menjadikan system batas waktu dalam kontrak kerja sama dan

permohonan perpanjangan kontrak menjadi lebih jelas dan rinci serta transparan; Penguatan

fungsi Badan usaha milik daerah dan hak dan kewajiban daerah. Serta memberian hak dan

kewajiban bagi BUMD dan Daerah dalam pengelolaan migas di wilayahnya; Penambahan

kebijakkan baru yaitu Dana minyak dan gas bumi; Mengganti Badan pelaksana yang sudah

dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 oleh Mahkamah Konstitusi,

dengan Badan Pengelola dalam bentuk status hukum sebagai badan hukum publik.35

Dari beberapa poin berubahan tersebut, berdasarkan teori hukum responsive belum

maksimal mengakomodir segala partisipasi masyarakat dan berbagai kepentingan melalui

salah satu Organisasi IPA36 beberapa masalah tersebut seperti kepastian fiskal, cost Recovery,

memperlakukan fasilitas migas sebagai objek vital nasional. Tidak menjadi dasar untuk

dilakukan perubahan yang diusulkan oleh DPR. Sehingga dikhawatirkan Undang-Undang

Perubahan ini kelak jika telah disahkan, belum memenuhi upaya maksimal dalam

peningkatan pengelolaan Migas di Indonesia untuk mewujudkan kemakmuran rakyat dalam

mencapai Negara kesejahteraan di sektor sumber daya alam minyak dan gas bumi.

Selanjutnya berdasarkan hak menguasai Negara yang bersumber jiwa dari Pasal 33 ayat (2)

dan (3) Rancangan Undang-undang sudah berhasil menampung makna dari penguasaan

34 Wawancara dengan staf sekretaris komisi VII35 Liat Rancangan Undang-Undang atas Perubahan Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001. 36 Suyitno Patmosukismo, Op, cit., hal. 345.

Universitas Indonesia

19

Negara dalam pengelolaan Migas37, telah mengkoordir permasalahan yang dihadapi oleh

pemerintah yaitu kepastian hukum akan kontrak kerja sama apabila terjadi berubahan dalam

perUndang -undangan Minyak dan Gas Bumi, kejelasan dan transparasi terkait perpanjangan

kontrak Kerja Sama (KKS) yang dibahas lebih rinci dan jelas waktu, pihak dan tata cara

perpanjangan kontrak kerja sama, perbaikan sistem tata kelola industri migas di Indonesia

dalam bentuk penguatan kelembagaan dan memperjelas posisi serta peran masing-masing

stakeholder, Meningkatkan partisipasi dan penerimaan daerah serta BUMD, Pengaturan

petroleum found. 38Penguatan peran Negara dalam pengelolaan Negara dilaksanakan sesuai

dengan Pasal 33 ayat (2) yang menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi

Negara dan yang menguasai hajat hidup banyak dikuasai oleh Negara dan ayat (3) yang

menegaskan bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Terlihat jelas dalam

Pasal-pasal perumusan Rancangan perubahan Undang-Undang Migas yang ditopang oleh pilar

penyangga:. Pancasila selain sebagai falsafah berbangsa dan bernegara juga sebagai sumber

hukum yang wajib dijadikan acuan, Undang-Undang Dasar 1945, khususnya melaksanakan

Pasal 33 ayat (2) dan (3) dengan konsisten dan konsekuen, kesejahteraan diatur dalam

semagat geonasionalisme (asas kekeluargaan, penguasaan oleh Negara dengan tujuan

kemakmuran bersama, politik berkepihakan pemerintah. Akan tetapi dalam tujuan untuk

membentuk Negara kesejahteraan dirasa belum maksimal, pemerintah kurang memperhatikan

permasalahan lain terkait hal teknis pengelolaan Migas, peran investor, serta membangun

kemandirian dan ketahanan energi dengan kebijakan pengelolaan Migas dan sistem

pengelolaan untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.

Dalam konsep hukum responsif ditekankan pentingnya makna sasaran kebijakan dan

penjabaran yuridis dan reaksi kebijakan serta pentingnya partisipasi kelompok-kelompok dan

pribadi-pribadi yang terlibat dalam penentuan kebijakan. Nonet dan Selznick tidak bermaksud

bahwa penggunaan hukum merupakan alat untuk mencapai sasaran-sasaran yang ditetapkan

secara sewenang-wenang, tetapi hukum yang mengarahkan pada perwujudan nilai-nilai yang

terkandung dalam cita-cita dan kehendak yuridis dari seluruh masyarakat. Nilai-nilai ini bukan

37 Diskusi Revisi UU Migas untuk kesejahteraan Rakyat yang digelar Energi and Mining Editor society Jakarta rabu tanggal 31 Oktober 2013.38 Ibid.,

Universitas Indonesia

20

hal yang telah menjadi kebijakan pemerintah, tetapi nilai-nilai ini harus tercemin secara jelas

di dalam praktik penggunaan dan pelaksanaan hukum, sehingga dalam penghayatannya nilai-

nilai ini mampu untuk memberikan arah pada kehidupan politik dan hukum.

D. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Indonesia merupakan negara dengan tujuan negara kesejahteraan, untuk membangun tujuan

tersebut diperlukan fondasi politik hukum pengelolaan Migas Yang kuat, salah satu nya adalah

hak menguasai negara. Hak menguasai negara diartikan sebagai kedaulatan Migas yang

sepenuhnya dijalankan oleh pemerintah. Oleh karena itu kedaulatan digunakan sebagai

landasan kokoh dalam sebelum menetapkan langkah kebijakan negara untuk tujuan sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat. Perkembangan politik hukum indonesia dipengaruhi oleh

perubahan orde politik atau situasi politik, rezim kontrak, intervensi asing terkait globalisasi.

Penolakan masyarakat terhadap Undang-Undang Migas, dibuktikan dengan permohonan

judicial review Undang-Undang Migas yang mempunyai implikasi terhadap perubahan politik

hukum pengelolaan Migas diindonesia, dengan di rumuskannya RUU usul DPR. Berdasarkan

teori hukum responsif , RUU masih kurang menggali nilai-nilai dan aspirasi serta

permasalahan yang masih terjadi dalam pengelolaan migas. Perubahan banyak terjadi dalam

tataran hukum dalam penguasaan negara, namun Permasalahan lain terkait pengelolaan kurang

dipertimbangkan akan tetapi berdasarkan hak menguasai Negara atas sumber daya alam Migas

Pasal 33 Ayat(2) dan ayat (3) Rancangan perubahan politik hukum Migas telah memenuhi

asas hak menguasai Negara.

2. Saran

Mempercepat Proses Penyusunan perubahan Undang-undang, untuk memenuhi kepastian

hukum, terkait judicial review Undang-Undang Migas oleh Mahkamah Konstitusi, Melakukan

penyusunan Rancangan Undang-Undang harus konsisten dan kosekuen menjalankan Amanat

Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 dengan berdasarkan arahan politik

yang selalu mengedepankan hak mengausai Negara akan kepentingan nasional dengan tujuan

sebesar-besarnya kemakmukran rakyat. Mengkaji lebih dalam rumusan pertimbangan

pembentukkan RUU, dan subtansi RUU dengan menggali nilai-nilai, aspirasi, dan

Universitas Indonesia

21

permasalahan dari berbagai intansi pemerintah, pihak yang berkepentingan, dan masyarakat

guna perwujudan nilai-nilai yang terkandung dalam cita-cita negara kesejahteraan dan

kehendak yuridis dari seluruh masyarakat. Serta mengkaji bentuk status Hukum Badan

Pengelolaan, badan pengelolaan yang berbentuk badan hukum publik, seharusnya dapat

berupa Badan Usaha Milik Negara khusus. Sehingga dapat leluasa melakukan tindakkan

keperdataan .

E. Daftar Pustaka.

Buku

Alkostar, Artidjo. Menelusuri Akar dan Merancang Hukum Nasional” dalam identitas Hukum, Yogyakarta, Fakultas Hukum UI, 1997

Bakhri, Syaiful. Migas Untuk Rakyat, Pergulatan Pemikiran dalam Peradilan Mahkamah Konstitusii Jakarta, Grafindo Khasanah Ilmu, 2013.

Bar, The Economics of the Welfare State, Uk, Oxford 1998.

CST,Kansil. Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008.

Imam, Syaukani. Dasar-Dasar Politik Hukum, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta: LP3Es, 2006.

Nugroho, Rianto. Metode Penelitian Kebijakan, Yogyakarta , Pustaka Belajar, 2013.

Patmosukismo, Suyitno. Migas Politik, Hukum, dan Industri, Jakarta, Fikahati Aneska, 2011.

Paul, Spicer. Poverty and the Welfare State , Utha: Dispelling the Myths 2002.Punch, Keith. devoloving effective research proposals, second edition, Us, Sage publication.

2006

Reksosuhardjo, Sunarjo W. Filsafat Pancasila secara Ilmiah dan Aplikatif, Yogyakarta: ANDI 2004.

Sondang,Siagian P. Administrasi Pembangunan, Konsep, Dimensi dan Strateginya, Bumi Aksara, Jakarta, Bumi Aksara, 2005.

Sunoto, Filsafat Pancasila: Pendekatan melalui Metafisika, Logika, dan Etika, Yogyakarta, Hinindita, 1989

Swarsono, Edi. Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, Jakarta, UI Pres, 1987.

Universitas Indonesia

22

Undang-Undang, TAP, Putusan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.

Rancangan Undang-undang Atas Perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi

Ketetapan MPR RI Nomor. IV/ MPR/78 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU/2012

Makalah dan websites

A Briggs, The welfare State in Historical Perspective, European Journal of Sociology, 1961.

Suhardi, Sejarah Perkembangan Industri Migas Indonesia, diunduh 25 November. 2013.http://www.perhimakbandung.org/index.php?option=com_content&view=article&id=82:sejarah-perkembangan-industri-migas&catid=artikel&Itemid=66,

Universitas Indonesia