9
1 MEMBANGUN KEDAULATAN NEGARA MELALUI KEDAULATAN PANGAN * Fuad Hasan, MP Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura Negara dengan alat perang yang canggih sekalipun tidak akan mampu berperang kalau tanpa didukung oleh ketersediaan pangan, sedangkan Negara yang tanpa senjatapun kalau punya cadangan pangan maka masih bisa untuk berperang. dengan cadangan pangan yang cukup sudah bisa menjadi alat pertahanan minimal suatu Negara. Pangan menjadi sumber kehidupan bagi seluruh umat manusia. Makna pangan sebagai sumber kehidupan sudah bergeser pada pangan sebagai salah satu sumber peningkatan kualitas kehidupan melalui kecukupan gizi (karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin). Selain itu, pangan juga menjadi sumber penghidupan atau pendapatan bagi pelaku usaha yang bergerak dalam sector pangan, mulai dari hulu sampai hilir. Sebagai sumber kehidupan, kuantitas dan kualitas pangan menjadi hal penting tanpa harus menghiraukan sumber pangan dari produksi sendiri atau impor dan pemerintah sudah memenuhi untuk rakyatnya. Meskipun belum semua masyarakat bisa mengaksesnya karena beberapa alasan, yaitu: secara ekonomi tidak mampu membeli karena kemiskinan, prilaku kebanyakan masyarakat yang belum sadar dengan pangan yang seimbang untuk kecukupan gizi, dan distribusi yang tidak merata. Faktor penghambat utama tidak dapat diaksesnya pangan oleh masyarakat adalah kemiskinan. Menurut BPS (2011), hampir 33 juta jiwa penduduk Indonesia saat ini mengalami pemiskinan dan rentan menjadi miskin Penyelesaian masalah kemampuan ekonomi masyarakat untuk mengakses pangan bisa didekati dengan penyediaan pangan murah atau peningkatan pendapatan masayarakat. Pendekatan pertama sudah dilakukan pemerintah untuk memenuhi salah satu sumber karbohidrat masyarakat, yaitu dengan program Raskin. Prilaku masyarakat diubah dengan edukasi untuk * Dimuat dalam Buku Pangan Rakyat: Soal Hidup atau Mati 60 Tahun Kemudian. Diterbitkan oleh Departemen Agribisnis, FEM IPB Bekerjasama dengan PERHEPI, 2012. ISBN: 978-979-19423-6-2

membangun kedaulatan negara dengan kedaulatan pangan

  • Upload
    fuadhsn

  • View
    33

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

food scurity

Citation preview

Page 1: membangun kedaulatan negara dengan kedaulatan pangan

1

MEMBANGUN KEDAULATAN NEGARA MELALUI KEDAULATAN PANGAN*

Fuad Hasan, MP

Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura

Negara dengan alat perang yang canggih sekalipun tidak akan mampu

berperang kalau tanpa didukung oleh ketersediaan pangan, sedangkan Negara

yang tanpa senjatapun kalau punya cadangan pangan maka masih bisa untuk

berperang. dengan cadangan pangan yang cukup sudah bisa menjadi alat

pertahanan minimal suatu Negara.

Pangan menjadi sumber kehidupan bagi seluruh umat manusia. Makna pangan

sebagai sumber kehidupan sudah bergeser pada pangan sebagai salah satu

sumber peningkatan kualitas kehidupan melalui kecukupan gizi (karbohidrat,

protein, lemak, dan vitamin). Selain itu, pangan juga menjadi sumber

penghidupan atau pendapatan bagi pelaku usaha yang bergerak dalam sector

pangan, mulai dari hulu sampai hilir.

Sebagai sumber kehidupan, kuantitas dan kualitas pangan menjadi hal penting

tanpa harus menghiraukan sumber pangan dari produksi sendiri atau impor dan

pemerintah sudah memenuhi untuk rakyatnya. Meskipun belum semua

masyarakat bisa mengaksesnya karena beberapa alasan, yaitu: secara ekonomi

tidak mampu membeli karena kemiskinan, prilaku kebanyakan masyarakat yang

belum sadar dengan pangan yang seimbang untuk kecukupan gizi, dan distribusi

yang tidak merata.

Faktor penghambat utama tidak dapat diaksesnya pangan oleh masyarakat

adalah kemiskinan. Menurut BPS (2011), hampir 33 juta jiwa penduduk

Indonesia saat ini mengalami pemiskinan dan rentan menjadi miskin

Penyelesaian masalah kemampuan ekonomi masyarakat untuk mengakses

pangan bisa didekati dengan penyediaan pangan murah atau peningkatan

pendapatan masayarakat. Pendekatan pertama sudah dilakukan pemerintah

untuk memenuhi salah satu sumber karbohidrat masyarakat, yaitu dengan

program Raskin. Prilaku masyarakat diubah dengan edukasi untuk

* Dimuat dalam Buku Pangan Rakyat: Soal Hidup atau Mati 60 Tahun Kemudian. Diterbitkan oleh

Departemen Agribisnis, FEM IPB Bekerjasama dengan PERHEPI, 2012. ISBN: 978-979-19423-6-2

Page 2: membangun kedaulatan negara dengan kedaulatan pangan

2

mengkonsumsi pangan seimbang dengan penganekaragaman pangan guna

mengurangi pada ketergantungan beras sebagai sumber pangan utama dan

pemenuhan gizi. Paradigma empat sehat lima sempurna sudah tidak sesuai lagi.

Konsumsi pangan dengan kandungan gizi seimbang bisa mendukung terciptanya

sumber daya manusia yang berkualitas.

Distribusi pangan yang tidak merata menjadi salah satu penyebab adanya

daerah atau kawasan rawan pangan. Transportasi dan infrastruktur menjadi

alasan utama masalah distribusi. Apalagi sifat produk pertanian yang amba/bulky

dan perishable. Kasus tersendatnya penyebarangan selat sunda menjadi contoh

nyata buruknya infrastruktur dan transportasi. Buruknya layanan penyebrangan

tersebut menyebabkan banyaknya truk pengangkut bahan makanan mengantri

berhari-hari untuk bisa menyeberang baik dari maupun ke jakarta. Akibatnya

adalah keterlambatan pasokan atau bahkan tidak sampainya pasokan karena

komoditas pangan tersebut sudah tidak layak konsumsi lagi, terutama untuk

pangan yang dikonsumsi dalam bentuk segar seperti buah-buahan dan sayur-

sayuran.

Pangan sebagai sumber penghidupan artinya bahwa pangan tersebut menjadi

sumber pendapatan bagi pelaku usaha mulai dari hulu sampai hilir. Pelaku yang

sangat membutuhkan perhatian adalah pada sub sistem on farm, para petani

membudidaya tanaman pangan. Sampai saat ini, sebagian besar petani hidup

miskin dan kebanyakan darinya adalah petani yang menggantungkan hidupnya

pada sub sector pangan dibandingkan dengan petani pada subsector

perkebunan.

Sikap pemerintah dalam usahanya memenuhi kebutuhan pangan menjadi

dilematis. Apa harus berpihak pada konsumen atau produsen/ petani. Pada satu

sisi harus menjamin ketersediaan pangan dalam negeri padahal produksi dalam

negeri belum bisa memenuhi sehingga kebijakan impor diambil sehingga jumlah

yang dibutuhkan konsumen tersedia dan biasanya dengan harga lebih murah.

tetapi pada sisi lain, kebijakan impor merugikan petani karena menurunkan harga

dalam negeri sehingga produsen atau petani dirugikan.

Meskipun kebijakan impor merupakan kebijakan yang sah tetapi secara moral

perlu dipertimbangkan. Seakan-akan impor pangan menjadi jalan pintas yang

dilakukan pemerintah dalam memenuhi kewajibannya untuk memenuhi

Page 3: membangun kedaulatan negara dengan kedaulatan pangan

3

ketahanan pangan. Memang berdasarkan konsep ketahanan pangan yang

dirumuskan dalam PP No. 68 Tahun 2002, ketahanan pangan didefinisikan

sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari

tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah ataupun mutunya, aman, merata,

dan terjangkau. Dalam PP tersebut tidak diatur bagaimana pangan itu diproduksi

dan dari mana pangan tersebut berasal. Tidak adanya pengaturan mengenai dua

hal dimaksud, merupakan titik lemah dari konsep dan kebijakan ketahanan

pangan nasional.

Padahal kebijakan impor mempunyai beberapa dampak negatif. Pertama,

berkurangnya devisa negara. Apalagi Ketergantungan pangan Indonesia pada

produk luar negeri semakin meningkat. Terbukti, nilai impor pangan Indonesia

terus mengalami tren peningkatan tiap tahun.

Sebagaimana diberitakan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat selama

Januari-Juni 2011, nilai impor pangan mencapai US$5,36 miliar atau sekitar Rp

45 triliun.

Indonesia mengimpor untuk sejumlah komoditas pangan seperti, beras, jagung,

kedelai, biji gandum dan Meslin, tepung terigu, gula pasir, gula tebu, daging

sejenis lembu, mentega, minyak goreng, susu, telur unggas, kelapa, kelapa

sawit, lada, kopi, cengkeh, kakao,cabe kering, tembakau dengan total volume

11,33 juta ton.

Indonesia juga mengimpor bawang merah. Impor bawang merah terbesar dari

India dengan nilai US$3,575 juta untuk 8,87 ribu ton, kemudian Thailand dengan

nilai US$3,187 juta untuk 5,961 ribu ton, dan Filipina sebesar 2,996 ribu ton

dengan nilai US$1,4 juta.

Total, sepanjang Juni 2011, tercatat impor bawang merah sebanyak 18,918 ribu

ton dengan nilai US$8,76 juta. Sementara impor bawang merah selama

semester I tahun 2011 mencapai 141,795 ribu ton dengan nilai US$67,611 juta.

Nilai impor pangan semester I tahun 2011 lebih tinggi jika dibandingkan dengan

semester yang sama tahun 2010. BPS juga mencatat, nilai impor pangan pada

tahun lalu sebesar US$4,66 miliar atau setara dengan Rp39,91 triliun.

Page 4: membangun kedaulatan negara dengan kedaulatan pangan

4

Kedua, Kedaulatan pangan adalah pondasi kedaulatan negara. Konsep

kedaulatan pangan lebih mengutamakan bagaimana pangan ditentukan oleh

komunitas secara mandiri, berdaulat dan berkelanjutan. Kedaulatan pangan

adalah hak setiap orang, kelompok-kelompok masyarakat dan setiap negara

untuk menentukan sendiri kebijakan pertanian, ketenagakerjaan, perikanan,

pangan dan tanah, yang berwawasan ekologis, sosial, ekonomi dan budaya yang

sesuai dengan kondisi khas dan kedaerahan mereka. Ini menyangkut hak yang

sebenar-benarnya terhadap pangan dan produksi pangan, sehingga orang

mempunyai hak atas pangan yang aman, cukup gizi dan cocok dengan kondisi

budaya setempat dan hak atas sumber-sumber daya untuk memproduksi pangan

serta kemampuan untuk menjaga keberlanjutan hidup mereka dan

masyarakatnya. Dengan ketergantungan pangan dari luar negeri bisa

mengancam kedaulatan pangan maka pada akhirnya bisa mengancam

kedaulatan negara. Negara tidak lagi bisa secara mandiri menentukan kebijakan

pangannya. Seharusnya Kebijakan pangan nasional harus steril dari berbagai

tekanan pihak asing sehingga sebagai bangsa yang berdaulat atas pangan,

Indonesia tak perlu menerima infus pemberdayaan dari kekuatan luar seperti IMF

atau Bank Dunia.

Ketiga, Ancaman kesejahteraan petani. Membanjirnya produk impor merusak

harga produk dalam negeri yang pada ujungnya pendapatan petani menjadi

turun. Kesejahteraan petani tidak boleh diabaikan oleh negara, selain

merupakan hak petani sebagai warga negara untuk mendapatkan kehidupan

yang layak, kesejahteraan petani juga bisa menjadi indikator kesejahteraan

karena sebagian besar penduduk Indonesia adalah petani.

Negara maju memberikan perhatian yang begitu besar terhadap petaninya

melalui berbagai proteksi, diantaranya berupa subsidi baik untuk input produksi

maupun insentif pajak sehingga petaninya mampu memproduksi hasil pertanian

dengan kuantitas melimpah, kualitas baik, dan harga murah. Akibatnya ketika

pemerintah mengimpor produk pertanian mereka, pasar untuk hasil pertanian

domestik tidak mampu bersaing baik dari sisi kualitas maupun harga. Apalagi

kalau produk pangan yang diimpor merupakan dumping. Prilaku konsumen yang

lebih suka produk impor juga memperparah pasar produk lokal meskipun

sebenarnya pangan impor segar seperti sayur dan buah mempunyai kandungan

Page 5: membangun kedaulatan negara dengan kedaulatan pangan

5

gizi yang lebih sedikit dibanding produk lokal yang segar karena umur dan

perlakuan yang sudah dilakukan terhadap sayur dan buah tersebut.

Yang lebih memprihatinkan lagi adalah ketika konsumen lebih menyukai produk

pangan olahan impor yang sebenarnya berbahan baku dari hasil pertanian dalam

negeri yang diekspor. Kelemahan penguasaan teknologi pasca panen khususnya

pengolahan hasil pertanian menyebabkan ekspor produk pertanian dalam bentuk

bahan mentah yang menjadi bahan baku produksi di negara tujuan ekspor

dimana hasil olahannya dipasarkan ke Indonesia.

Dampak negatif keempat atas ketergantungan impor adalah tidak adanya

jaminan keberlanjutan stok pangan dunia. Pada tahun 2030 akan terjadi

kenaikan kebutuhan pangan 50% karena pertambahan penduduk. Pada saat ini

jumlah penduduk dunia 7 milyar dan pada tahun 2040 jumlah penduduk akan nail

menjadi 9 milyar. Sekarang ini jumlah warga dunia yang kurang gizi nail 20 juta

dibanding tahun 2000. Tiap tahun 5,2 juta hektar hutan musnah sedangkan 85%

stok ikan dunia berkurang. Disisi lain, emisi karbon dioksida justru naik 30%

antara 1999-2009 kemudian ini mengakibatkan cuaca ekstrim dan air laut naik

(KR, 2 Februari 2012). Apalagi adanya persaingan pemanfaatan bahan pangan

untuk kebutuhan pangan dengan pemanfaatan bahan pangan untuk kebutuhan

energi

Selain itu, faktor penyebab lain ancaman krisis pangan dalam konteks Indonesia,

produktivitas lahan cenderung turun karena turunnya kesuburan lahan sebagai

akibat dari sistem pertanian yang kurang (bahkan tidak) ramah lingkungan atau

mungkin akibat dari keterbatasan kemampuan petani untuk membeli input

pertanian.

Upaya Pemenuhan Pangan

Selama masih ada kehidupan manusia maka kebutuhan pangan tidak akan

berhenti. Upaya pemenuhan pangan tidak boleh berhenti. Peningkatan jumlah

ketersediaan melalui produksi adalah hal yang sangat penting, tetapi aspek

konsumsi yang berhubungan dengan prilaku konsumen juga merupakan hal yang

penting. Oleh karena perencanaan pemenuhan pangan oleh pengambil

kebijakan harus memasukkan keduanya dalam program perencanaan mengatasi

ancaman krisis pangan. Dalam pelaksanaannya melibatkan semua unsure yang

terkait dan peduli pangan baik pemerintah maupun swasta.

Page 6: membangun kedaulatan negara dengan kedaulatan pangan

6

a. Aspek konsumsi.

Masyarakat Indonesia yang menjadikan beras sebagai bahan makanan utama

menyebabkan besarnya kebutuhan beras, padahal sebenarnya masih banyak

produk pertanian yang mempunyai fungsi sama dengan beras (sumber

karbohidrat), seperti sagu dan ketela. Swasembada beras yang pernah dicapai

pada tahun 1984 tidak bisa dipertahankan dan baru bisa swasembada lagi pada

tahun 2008. Sama seperti pada tahun sebelumnya, Itupun juga tidak bisa

dipertahankan.

Menurut perhitungan BPS menunjukkan konsumsi beras per kapita 113 kg per

orang per tahun, jauh lebih tinggi dari konsumsi Negara Asia lainnya seperti

Thailand dan Malaysia yang hanya 70 kg per orang per tahun. Dengan begitu,

total konsumsi 27 juta ton beras per tahun (Kompas, 13 Desember 2011)

Tingginya konsumsi beras perkapita tidak diikuti dengan tingginya konsumsi

aneka ragam bahan pangan lain yang menjadi sumber nutrisi selain

karobohidrat. Kebiasaan konsumsi pangan seimbang belum diterapkan oleh

kebanyakan masayarakat Indoesia.

Tingkat konsumsi sayur dan buah masyarakat Indonesia saat ini masih rendah.

Bahkan masih jauh dari standar konsumsi yang direkomendasikan oleh Food and

Agriculture Organization (FAO) yaitu 73 kilogram per kapita per tahun. Konsumsi

sayur masyarakat Indonesia saat ini rata-rata 41,9 Kg per kapita per tahun.

Padahal Singapura sudah 125 Kg perkapita per tahun, Malaysia sudah 90 kg

pertahun (Republika, 30 September 2011).

Penyadaran pada masyarakat untuk mengurangi konsumsi beras dengan beralih

ke bahan makanan lain terutama yang bersifat lokal dan pola makan dengan

pangan yang seimbang menjadi upaya yang mendesak untuk dilakukan. Selain

mengurangi konsumsi beras, pola makan seimbang bisa meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia karena keterpenuhan gizinya.

Kebijakan raskin perlu dimodifikasi dengan tidak menyeragamkan pangan

dengan beras, tetapi beranekaragam disesuaikan dengan pangan local di

daerah. Image beras yang didalamnya melekat nilai status social harus bisa

dikaburkan.

Page 7: membangun kedaulatan negara dengan kedaulatan pangan

7

Ada salah satu daerah di dataran tinggi yaitu Desa Giyombong Kecamatan Bruno

Kabupaten Purworejo-Jawa Tengah yang sampai saat ini masih mengkonsumsi

makanan local yang memang dibudidayakan oleh petani di desa tersebut, yaitu

ketela dan jagung. Masyarakat desa akan memasak nasi ketika ada tamu dari

luar atau ketika ada hajatan (seperti: acara pernikahan, sunatan, dll). Penulis

khawatir, adanya program raskin, kemungkinan bisa merusak pola kebiasaan

konsumsi pangan masyarakat desa tersebut.

Hal lain dari aspek konsumsi yang perlu mendapatkan perhatian adalah

seringnya atau banyaknya sisa makan yang terbuang. Berdasarkan survei sisa

makanan masyarakat di negara Inggris dan Amerika Serikat, bila dikumpulkan

setiap tahunnya bisa memberi makan sebanyak 1,5 miliar orang yang kelaparan.

rata-rata sisa atau limbah makanan per kapita di negara tersebut adalah 1.400

kilo kalori per harinya (www.sumbar.bkkbn.go.id). Badan pangan dunia (FAO)

menemukan 1/3 (sepertiga) makanan di dunia terbuang setiap tahunnya, yang

jumlahnya cukup untuk memenuhi pangan di negara-negara Afrika.

Makanan terbuang sia-sia saat di 27 negara anggota UE mencapai 50% dari total

konsumsi yakni 89 juta ton atau 179 kg per kapita per tahun. Diproyeksikan untuk

tahun 2020 jumlah makanan terbuang mubazir itu akan naik 40% menjadi 126

juta ton, jika tidak ada tindakan yang diambil. Makanan yang terbuang sia-sia

sebanyak itu rinciannya 42% berasal dari rumahtangga (yang sebenarnya 60%

dari jumlah itu dapat dihindari), produsen 39%, pengecer 5%, dan sektor catering

14% (www.detik.finance.com).

Indonesia belum ada penelitian khusus berapa jumlah sisa makanan yang

terbuang begitu saja. Akan tetapi, diperkirakan kalangan menengah ke atas yang

hidup di negeri ini, pada resepsi atau pertemuan, selalu mempunyai sisa

makanan cukup berlimpah. Sebagian besar orang hanya menghabiskan

sepertiga dari makanan yang diambilnya.

Indonesia bisa mengadopsi langkah-langkah yang akan dilakukan di Uni Eropa

adalah dengan 1) penyuluhan pada masyarakat untuk menggugah kesadaran

dan bagaimana menghindari pemborosan makanan; 2) pelabelan dan kemasan

yang tepat melalui pelabelan tanggal ganda yang menunjukkan sampai kapan

makanan boleh dijual (sell-by date) dan sampai kapan boleh dikonsumsi (use-by

date)., kemasan makanan harus ditawarkan dalam berbagai ukuran dan

Page 8: membangun kedaulatan negara dengan kedaulatan pangan

8

dirancang untuk melindungi makanan lebih baik lagi untuk memungkinkan

konsumen hanya membeli sejumlah yang mereka butuhkan; 3) Makanan dekat

dengan tanggal kedaluwarsa dan produk makanan yang rusak harus dijual

dengan harga diskon, untuk membuatnya lebih mudah diakses oleh orang yang

membutuhkan; 4) memperbaharui Aturan pengadaan untuk catering dan

perhotelan untuk memastikan bahwa sedapat mungkin kontrak diberikan kepada

perusahaan catering yang menggunakan produk lokal dan mendermakan

makanan sisa untuk orang miskin atau posko makanan gratis, bukan hanya

membuangnya; 5) mendistribusikan makanan untuk warga yang kurang mampu

atau program-program yang mendorong konsumsi buah-buahan dan susu di

sekolah juga harus ditarget ulang dengan maksud untuk mencegah makanan

terbuang sia-sia; dan 6) menyelamatkan makanan yang tidak terjual lalu

menawarkannya kepada warga miskin dan meminta pengecer untuk

berpartisipasi dalam program tersebut

b. Aspek produksi

Kalau dalam aspek konsumsi sudah mulai dipikirkan untuk penganekaragaman

pangan maka demikian pula dalam aspek produksi harus ada

penganekaragaman komoditas pangan yang dibudidayakan. Bagi petani, untuk

membudidayakan suatu komoditas ada pertimbangan lain selain kemampuan

teknis, yaitu bernilai ekonomi (Economic Valueable) dan berwatak sosial (Socially

Just). Sedangkan untuk keberlanjutan pertanian, diperlukan kampanye kepada

petani agar kegiatan budidayanya tidak mengkorbankan lingkungan (Ecologically

Sound)

Bernilai ekonomis artinya sistem budidaya pertanian harus mengacu pada

pertimbangan untung rugi, baik bagi diri sendiri dan orang lain, bahkan kalau bisa

memberi sumbangan bagi devisa pada negara untuk jangka pandek dan jangka

panjang. Ciri ini mengacu pada bahwa produksi pangan menjadi sumber

pendapatan/penghidupan dan sumber devisa negara. Bagi produsen pangan,

nilai ekonomis menjadi urusan hidup matinya mereka.

Nilai ekonomis disini tidak mempedulikan apakah keuntungan yang diperoleh

berasal dari mekanisme pasar atau dari insentif dari pemerintah yang berupa

subsidi ataupun kebijakan lain.

Page 9: membangun kedaulatan negara dengan kedaulatan pangan

9

Berwatak sosial atau kemasyarakatan artinya sistem pertanian harus selaras

dengan norma-noma sosial dan budaya yang dianut dan di junjung tinggi oleh

masyarakat disekitarnya sebagai contoh seorang petani akan mengusahakan

peternakan ayam dipekarangan milik sendiri. Mungkin secara ekonomis

menjanjikkan keuntungan yang layak, namun ditinjau dari aspek sosial dapat

memberikan aspek yang kurang baik misalnya, pencemaran udara karena bau

kotoran ayam.

Norma-norma sosial dan budaya harus diperhatikan, apalagi dalam sistem

pertanian di Indonesia biasanya jarak antara perumahan penduduk dengan areal

pertanian sangat berdekatan. Didukung dengan tingginya nilai sosial

pertimbangan utama sebelum merencanakan suatu usaha pertanian dalam arti

luas.

Pertanian merupakan sektor yang sangat tergantung dengan alam. Kerusakan

lingkungan mempunyai dampak yang begitu besar perubahan iklim yang pada

terhadap produksi pertanian. Tidak mengorbankan lingkungan artinya sistem

budidaya pertanian tidak boleh menyimpang dari sistem ekologis yang ada.

Keseimbangan adalah indikator adanya harmonisasi dari sistem ekologis yang

mekanismenya dikendalikan oleh hukum alam. Generasi yang akan datang tidak

hanya mewarisi lahan saja tetapi juga kesuburan lahannya beserta

keseimbangan ekologisnya.

Aspek teknis menuntut kemampuan petani untuk meningkatkan produktivitas

lahan dengan jaminan ketersediaan dan keterjangkauan input, mendorong petani

untuk memanfaatkan lahan kosong di sekitarnya dengan tanaman pangan,

perbaikan irigasi dan infrastruktur lainnya, perlu dipikirkan untuk mengganti

tanaman turus di pinggir jalan dengan tanaman pangan semisal buah-buahan,

dan mengetatkan pemberian ijin alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.