95
0

Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

0

Page 2: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

1

Sekolah Lintas Pimpinan

DPD IMM DIY

MENATAP MASA DEPAN GERAKAN IMM Refleksi Jelang Setengah Abad

Page 3: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

2

MENATAP MASA DEPAN GERAKAN IMM Refleksi Jelang Setengah Abad © Sekolah Lintas Pimpinan DPD IMM DIY

Kontributor Tulisan : Miftachul Huda Mufti Khakim Hendro Sucipto Makhrus Ahmadi Rijal Ramdani Fauzi Ishlah Hendra Setiawan Farkhan Luthfi Gambar Sampul Dokumentasi PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta Editor dan Lay Out: Satu Arah Project! Diterbitkan : Sekolah Lintas Pimpinan (SLP) Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta Yogyakarta, 22 April 2012

Page 4: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

3

Daftar Isi

o Daftar Isi ……………………………………………………………………….. 3 o Pengatar Ketua Umum DPD IMM DIY ……………………………... 4 o Coretan Pelaksana Program SLP DPD IMM DIY ……………… 6 o Gerakan Mahasiswa dan Geliat Kelas

Menengah | Miftahul Huda ……………………………......................... 8 o Penyelarasan Perkaderan Muhammadiyah

Abad Ke-II | Mufti Khakim ……………………………………………… 15 o Menata Ulang Posisi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

Sebagai Gerakan Intelektual | Hendro Sucipto …………………. 27 o (Me)refleksikan Gerakan IMM Jelang

Setengah Abad | Makhrus Ahmadi ………………………………….. 35 o Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah; Sejarah,

identitas dan Perannya | Rijal Ramdani …………………………... 44 o Eksistensi Manusia dan Masalah

Kemanusian | Fauzi Ishlah ………………………………………………. 60 o Kaum Muda Muhammadiyah Ditengah Arus Globalisasi

dan Krisis Kebangsaan | Hendra Setiawan ………………………. 68 o Distorsi Kemanusiaan dan Banalitas

Pemahaman Islam | Farkhan Luthfi ………………………………… 85 o Tentang Penulis ………………………………………………………………. 93

Page 5: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

4

Kata Pengantar

Kepemimpinan merupakan sebuah kegiatan manusia dalam lingkungan masyarakat. Pengalaman dalam arti gejala social yang berlangsung sebagai sebuah interaksi manusia dalam sebuah kelompok besar yang melibatkan banyak orang ataupun sedikit. Dalam islam seorang pemimpin hendaknya meneladani kepemimpinan Nabi dan sifat-sifatnya. Pertama, Siddiq artinya jujur, benar, mempunyai integritas tinggi dan terjaga dari kesalahan. Kedua, Fathonah artnya, cerdas, memiliki intelektualitas yang tinggi dan professional. Ketiga, Amanah : dapat di percaya memiliki legitimasi dan akuntabel. Keempat, Tabligh yakni menyampaikan risalah kebenaran, tidak pernah menyembunyikan apa yang wajib disampaikan.

Dari keempat sifat nabi inilah kemudian diadakanlah transformasi pemikiran oleh kaum intelektual bahwa hal tersebut harus dibumikan. Pada saat kejayaan islam, banyak tokoh yang menyebutkan bahwa kejayaan islam lahir karena kebangkitan para kaum intelektual. Kepemimpinan dengan budaya intelektual merupakan dua sisi koin yang tak dapat dipisahkan. Seorang pemimpin merupakan roda penggerak dan eksekutor dari sebuah pergumulan pemikiran

Buku Menatap Masa Depan Gerakan IMM; Refleksi Jelang Setengah Abad merupakan bentuk kegelisaahan dan kerisauan kader IMM DIY dalam melihat persoalan yang ada di alam sekitarnya. Dan Sekolah Lintas Pimpinan (SLP) DPD IMM DIY kedepan diharapkan mampu memberikan banyak kontribusi terhadap umat, bangsa dan persyarikatan. Sehingga keberadaan ikatan ini tak lagi dikebiri dari berbagai sisi hanya karena

Page 6: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

5

dianggap kurang berkontribusi. Mari sukseskan Muktamar kali ini dan hasilkan karya terbaik. Selamat berkarya.

Hendro Sucipto Ketua Umum DPD IMM DIY

Page 7: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

6

Coretan Pelaksana Program DPD IMM DIY

Aku ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis walau bagaimana kecilnya selalu didasarkankan pada prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka harus berani mengatakan benar sebagai kebenaran dan salah sebagai kesalahan dan tidak menerapkan kebenaran atas nama agama, ormas atau golongan apa pun!—Soe Hok Gie

Selamat Muktamar ke-XV

Ikatan Mahasiswa Muhamamadiyah (IMM) untuk yang kesekian kalinya menyelenggarakan hajatan ritual 2 tahunan—Muktamar. Berbagai ragam ekspresi menyelimuti untuk sekedar menumpahkan kegelisahan dan hasrat politik agar mencapai pucuk kepemimpinan tertinggi. Hajatan ini seakan menjadi ruang pengap yang menyesakkan. Sebab terkadang libido politik yang memuncak justru menyenyampingkan peperangan ide dan gagasan untuk perbaikan gerakan kedepan. Semuanya, seakan sibuk ingin menjadi pemenang dan pemimpin dua tahun kedepan—meski kering akan ide-ide progresif.

Barangakali, kita harus kembali memaknai hajatan ini sebagai ruang yang sejuk untuk berfikir. Menanamkan sedalam mungkin ide dan gagasan progresif. Memberikan banyak harapan pada mereka yang mengatakan diri sebagai kader—IMM sebagai bagian dari dunia gerakan mahasiswa perlu pemikiran baru dengan kerangka teori yang cukup mapan sehingga gerakan yang dilakukan bukanlah sebuah ritual yang

Page 8: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

7

berjalan secara terus menerus tanpa adanya evaluasi atas keadaan. Tugas IMM kedepan adalah melahirkan formulasi gerakan utama atau gen pemikiran yang mampu menjawab masalah segala hal yang berkaitan dengan disparitas pemikiran kader—termasuk gerakannya yang terasa kaku dan konvensional.

Buku yang ada ditangan anda ini merupakan sebagian materi Sekolah Lintas Pimpinan (SLP) DPD IMM DIY yang direncanakan terlaksana selama 8 bulan ( Februari-Oktober 2012). Sekolah ini sengaja diformat sebagai ajang pertarungan ide dan gagasan antar Pimpinan Cabang IMM se-DIY. Pemateri diambil dari Pimpinan Cabang atau Komisariat secara bergiliran.—dengan tema modul yang sudah ditentukan dengan metode parpatoris-dialogis. Barangkali, lewat cara yang sederhana ini kader IMM senantiasa terbiasa berdialektika dengan semua kalangan—tanpa harus mengeluarkan keringat dingin.

Selamat bermusyawarah nasional mari kita hasilkan gagasan, gerakan—dan kepemimpinan intelektual progresif. Tanpa, harus membawa cacat politik gerakan ini kedepan.

Makhrus Ahmadi Pelaksana Program SLP DPD IMM DIY

Page 9: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

8

GERAKAN MAHASISWA DAN GELIAT KELAS MENENGAH

Miftachul Huda | Sekretaris Majelis Pemberdayaan Masyarakat PWM DIY 2010-2015

Mahasiswa tidak pernah berhenti bergerak dalam melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan sosial. Pada saat mahasiswa di Sulawesi disibukkan dengan aksi tawuran antar kampus bahkan antar fakultas, mahasiswa di Bima memblokir pelabuhan membela para petambang. Bahkan hingga menewaskan beberapa orang mahasiswa. Saat kebanyakan orang jalan-jalan di mall-mall besar di Jakarta, dengan heroik Sondang Hutagalung melakukan aksi bakar diri hingga tewas menentang pemerintah yang dianggap tidak adil. Saat para mahasiswa di seluruh penjuru negeri duduk-duduk di kafe bercumbu dengan Facebook atau Twitter dengan fasilitas free hotspot, mahasiswa yang lain di berbagai tempat terus berorasi hingga mulutnya berbusa-busa.

Aksi kritik gerakan mahasiswa (GM) tidak ubahnya rutinitas belaka. Tidak ada hasil yang signifikan. Bahkan ketika nyawa Sondang maupun mahasiswa di Bima melayang, itu tidak mampu melahirkan gerakan yang lebih besar untuk melawan ketidakadilan. Ini tentu sangat ironis. Terutama jika dibandingkan dengan aksi bakar diri Muhammad Bouazizi, seorang pedagang kecil yang berhasil menyulut revolusi di Tunisia.

Kenapa GM tidak mampu memainkan peran strategisnya untuk menggerakkan perubahan sosial? Menurut penulis, ini terjadi karena GM belum mampu secara maksimal merangkul kelas menengah di Indonesia yang sedang menggeliat.

Page 10: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

9

Peran Kelas Menengah

Chusnan Maghribi (2006) menjelaskan bahwa kelas menengah di suatu negara memiliki peran yang sangat strategis. Di Thailand misalnya, sejak dasawarsa 1980-an kelas menengah selalu ikut menjadi penentu atas setiap krisis politik di negeri Gajah Putih ini. Fakta terakhir, kudeta tahun 90-an bahkan tahun 2006 yang melengserkan rezim Thaksin Shinawatra adalah hasil dari “aliansi pelangi” dari masyarakat pengusaha, mantan politisi, mahasiswa, buruh, pegawai negeri, dan kelas menengah lainnya.

Aliansi kelas menengah tersebut, telah berhasil melakukan perubahan sosial atas pemerintahan yang dianggap korup dan tidak berpihak kepada rakyat (Huda,2006a). Di sini kelas menengah memiliki peran yang sangat strategis dalam perubahan sosial di suatu Negara. Bagaimana dengan Indonesia?

Setali tiga uang, Indonesia sebenarnya juga telah mencatat betapa efektifnya peran kelas menengah dalam gerakan perubahan sosial. Pada peristiwa reformasi 1998 GM berhasil merangkul kelas menengah dalam aksi menumbangkan rezim Soeharto. GM bahu-membahu dengan seluruh elemen masyarakat, seperti pedagang, pengusaha, seniman (budayawan), buruh, pegawai negeri sipil dan kelas menengah lainnya (Huda,2006b).

Sayangnya, gerakan mahasiswa kini tidak mampu merangkul kelas menengah ini. Walaupun diakui kelas menengah ini memiliki peranan yang sangat signifikan. Bahkan GM secara egois bergerak sendiri. Seolah-olah dengan gerakannya sendiri mampu melakukan perubahan sosial. Padahal, sebagaimana diperingatkan oleh Arief Budiman (1984), mahasiswa itu identik dengan Resi (Begawan, ajar atau pertapa dan guru-guru kebatinan). Para resi biasanya hidup dalam gua-gua atau lereng-lereng gunung yang terpencil, untuk menumbuhkan kemampuan mengetahui apa yang bakal terjadi.

Page 11: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

10

Mempelajari jagad raya dan mempersiapkan diri menghadapi mati. Peran mereka yang khas adalah meramalkan kebobrokan serta member peringatan bahwa kerajaan akan runtuh.

Mahasiswa di sini berperan sebagai pelopor. Artinya dia harus mampu mempelopori dan menggerakkan kelompok masyarakat lainnya (Huda,2009). Bukan justru bergerak sendiri dan acuh tak acuh terhadap masyarakat lainnya terutama kelas menengah yang mempunyai peranan signifikan.

Selain pada reformasi 1998 peran kelas menengah juga dapat dilihat dalam gerakan-gerakan melawan ketidakadilan yang marak diinisiasi oleh media. Seperti kasus “cicak” melawan “buaya” yang membela KPK beberapa tahun yang lalu. Dalam kasus lainnya, kita juga bisa melihat bagaimana solidaritas publik terhadap nasib Prita Mulyasari yang didhalimi oleh rumah sakit raksasa di Jakarta. Bahkan baru-baru ini kasus “Sandal Aal” juga dapat menjadi bukti gerakan kelas menengah yang sangat efektif.

Siapa Kelas Menengah?

Lantas siapa kelas menengah itu? Ada banyak definisi tentang kelas menengah. Anthony Giddens, misalnya, menyebut kelas menengah sebagai mereka yang karena pendidikan dan kualifikasi teknisnya dapat menjual tenaga serta pikirannya untuk mencari penghidupan yang hasilnya secara materi dan budaya jauh di atas buruh (Sociology, 2001). Secara lebih sederhana, kelas menengah bisa juga disebut sebagai orang yang menghabiskan separuh penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder bahkan tersier, seperti berlibur, makan di luar rumah, dan aktivitas lainnya.

ADB dalam laporan pertengahan 2010 mengukur besarnya kelas menengah di Asia berdasarkan tingkat pengeluaran, 2-20 dollar AS per kapita per hari. Kelas menengah-bawah berpengeluaran 2-4 dollar AS (sekitar Rp

Page 12: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

11

540.000-Rp 1,1 juta/orang/bulan atau Rp 2,16 juta-Rp 4,4 juta per keluarga dengan 4 anggota); kelas menengah-tengah 4-10 dollar AS (Rp 1,1 juta-Rp 2,7 juta/orang/bulan); dan kelas menengah-atas 10-20 dollar AS (Rp 2,7 juta-Rp 5,4 juta/orang/bulan) (Pambudy,2011). Jika mengikuti klasifikasi di atas, Bank Dunia menyebutkan, 56,5 persen dari 237 juta populasi Indonesia masuk kategori kelas menengah. Artinya, saat ini ada sekitar 134 juta warga kelas menengah di Indonesia.

Pengelompokan ADB ini memang agak kurang tepat jika diterapkan di Indonesia. Sebab, secara berdekatan misalnya Bank Dunia memberikan batasan terkait orang miskin yakni orang yang berpenghasilan kurang dari 2 dollar sehari. Itu artinya, kelas menengah sangat berdekatan dengan kelompok orang miskin. Sehingga kelas menengah ini sangat rentan sekali untuk jatuh miskin.

Oleh karena itu, tidak sedikit orang yang berusaha mendefinisikan ulang terkait kelas menengah ini. Seperti ada yang berpendapat bahwa idealnya di Indonesia itu kelas menengah adalah orang yang memiliki pendapatan atau pengeluaran sekitar US$ 5000 per tahun per keluarga atau hampir Rp 4 juta per bulan. Ini setara dengan Rp 1,3 juta per kapita per bulan.

Langkah Strategis

Lantas apa yang perlu dilakukan oleh GM terhadap eksistensi kelas menengah ini? Tentu GM harus mampu merangkul kelas menengah ini agar gerakan-gerakan sosial yang dilakukan dapat mencapai hasil yang maksimal. Untuk itu, ada beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan.

Pertama, GM perlu menciptakan pergerakan yang mampu memainkan sensitivitas kelas menengah. GM harus menyadari bahwa cita-cita sosialnya harus didukung oleh mayoritas lapisan masyarakat. Kelas atas kemungkinannya kecil,

Page 13: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

12

kelas bawah tidak bisa berbuat banyak, maka pilihan yang paling rasional adalah dengan menggandeng kelas menengah. Kita bisa melihat hal ini dalam keberhasilan gerakan “koin untuk Prita” yang memanfaatkan Facebook maupun Twitter. Mereka yang terlibat dalam gerakan ini adalah kelas menengah. Walaupun tidak menutup kemungkinan ada dari mereka yang berasal dari kelas bawah maupun atas. Terutama kelas bawah, sebab banyak diantara mereka yang juga berperilaku atau bergaya seperti kelas menengah. Gerakan model ini bisa dilakukan dengan menggunakan pendekatan media yang merupakan konsumsi kelas menengah. Misalnya dengan memanfaatkan media massa (televisi, Koran, radio atau internet); maupun dengan membuat media sendiri seperti majalah atau buku.

Kedua, melakukan diaspora gerakan. GM sudah harus mulai keluar dari kotak sejak dini. Kader-kadernya harus menyusup ke berbagai ruang. Sebagaimana maknanya, diaspora gerakan berarti menyebarkan atau bermigrasi ke tempat-tempat yang strategis. Seperti laki-laki Padang yang merantau karena tidak punya tempat di kampungnya, atau orang Yahudi Israel yang bermigrasi ke seluruh penjuru dunia karena tidak mempunyai tanah, dan orang Jawa yang bermigrasi ke daerah lain karena merasa sesak.

Diaspora gerakan bisa masuk ke bidang politik, lembaga swadaya masyarakat, berwirausaha, maupun membentuk kelompok-kelompok independent lainnya. Namun, yang perlu dicatat adalah ketika berdiaspora tersebut idealisme tidak boleh luntur. Sedangkan cita-cita sosial untuk menegakkan keadilan harus terus menjadi agenda wajib. Kenapa harus berdiaspora? Ini adalah bagian dari upaya untuk menyusup di kelas-kelas menengah agar dapat menggerakkan perubahan secara maksimal.

Ketiga, membangun gerakan untuk membentuk kelas menengah baru. Mahasiswa memang bisa dikategorikan sebagai

Page 14: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

13

kelas menengah. Tapi, tidak sedikit pula yang menjadi kelas bawah. Terlebih, ketika mereka lulus dan belum mendapatkan pekerjaan yang layak maka mereka berpotensi untuk tergelincir ke kelas bawah. Maka di sini GM bisa saja membangun gerakan untuk membangun kelas menengah.

GM biasanya terpaku pada model gerakan sosial, gerakan budaya atau gerakan lainnya. Tapi, pernahkah terbersit untuk membuat gerakan ekonomi? Saya kira ini masih belum terpikirkan oleh GM. Padahal, ini bisa dilakukan sehingga menjadi kekuatan baru. Kapitalisme telah berubah wajah. Korporasi besar tidak tampak lagi sebagai antek kapitalisme karena menerapkan corporate social responsibility (CSR). Negara-negara kaya juga tidak tampak lagi sebagai pengusung kapitalisme karena telah berubah menjadi welfare state. Dan siapa sangka China yang komunis telah mengadopsi nilai-nilai kapitalisme.

Tentu GM tidak harus murni bergerakan dalam bidang wirausaha atau bisnis. Walaupun ini bisa dilakukan, tapi model-model lain bisa ditempuh. Misalnya, ada model gerakan baru yakni social entrepreneurship yang menggunakan kemampuan bisnis untuk kepentingan sosial. Gerakan ekonomi juga bisa fokus kepada kajian-kajian ekonomi politik yang masih jarang digarap oleh GM. Padahal kajian ini sangat penting untuk membaca realitas sosial yang dinamis seperti sekarang ini.

Akhirnya, langkah strategis lain mungkin masih banyak. Yang jelas, intinya adalah langkah strategis tersebut berorientasi kepada upaya untuk merangkul kelas menengah. Mudah-mudahan tulisan yang masih menjadi gagasan awal ini bermanfaat. Terima kasih. []

Page 15: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

14

DAFTAR BACAAN

Budiman, Arief (1984), “Peranan Mahasiswa sebagai Intelegensia,” dalam Aswab Mahasin dan Ismed Nasir (Peny.), Cendekiawan dan Politik, Jakarta: LP3ES, 1984.

Giddens, Anthony (2006) Sociology (Fifth Edition). Cambridge : Polity (publisher).

Huda, Miftachul (2006a), “Resonansi Politik Kudeta Militer Thailand”, Solo Pos 23 September

_____________ (2006b), “Menjawab Kegalauan Peran Gerakan Mahasiswa,” Kompas, 4 Maret

_____________ (2009), Meraih Sukses dengan Menjadi Aktivis Kampus, Yogyakarta: Leutika.

Maghribi, Chusnan (2006), “Peran Kelas Menengah Thailand”, Suara Merdeka, 26 September

Pambudy, Ninuk (2011), “Kelas Menengah, Baru Sebatas Jumlah,” Kompas,14 Januari

Page 16: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

15

PENYELARASAN PERKADERAN MUHAMMADIYAH ABAD KE II

Mufti Khakim | Ketua Majelis Pendidikan Kader PWM DIY 2010-2015

Pendahuluan

Menegakkan dan menjunjung tingga Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya adalah cita-cita besar dari Muhammadiyah yang tertera dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah pada pasal 6 BAB III. Mewujudkan tercapainya tujuan dari Muhammadiyah menjadi tanggungjawab seluruh komponen persyarikatan dari mulai pimpinan sampai anggota Muhammadiyah.

Tujuan Muhammadiyah harus tertanam dalam setiap diri warga Muhammadiyah, terlebih lagi dalam setiap kader Muhammadiyah. Seringkali kita temui anggota Muhammadiyah ternyata memiliki tujuan berbeda dari Muhammadiyah. Ada tiga klasifikasi tujuan anggota Muhammadiyah dalam ber-Muhammadiyah, (Agus Sukoco, 2007:12) sebagai berikut:

1. Anggota Muhammadiyah yang memiliki tujuan sama dengan tujuan Muhammadiyah;

2. Anggota Muhammadiyah yang memiliki tujuan tidak sama dengan tujuan Muhammadiyah atau memiliki tujuan yang berbeda dengan tujuan Muhammadiyah;

3. Anggota Muhammadiyah yang tidak memiliki tujuan dalam ber Muhammadiyah.

Dari ketiga klasifikasi diatas, sebaiknya pada point 2 dan 3 harus diselaraskan dengan tujuan Muhamma-diyah sehingga apa yang menjadi tujuan Muhammadiyah juga menjadi tujuan setiap diri Anggota Muhammadiyah.

Page 17: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

16

Kelangsungan Muhammadiyah sangat tergantung dari proses kaderisasi yang dilakukan oleh persyarikatan, oleh karena itu adanya organisasi otonom (ortom) yang terdiri dari Tapak Suci, Khisbul Wathon, IPM, IMM, Pemuda Muhammadiyah, Aisyiyah, Nasyiatul Aisyiyah menjadi sangat penting bagi persyarikatan sebagai generasi penerus yang akan melanjutkan estafeta perjuangan Muhammadiyah memasuki Abad ke II. Ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam sistem perkaderan sebagai berikut (SPM, 2007:7).

1. Perkaderan Muhammadiyah sebagai proses internalisasi nilai-nilai ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam Sistem Perkaderan Muhammadiyah;

2. Terevitalisasinya sistem perkaderan yang terpadu dan teratur serta dilandasi oleh keikhlasan dan komitmen;

3. Termanifestasikannya ideology, visi dan misi persyarikatan dalam sistem perkaderan;

4. Terintegrasinya perkaderan dalam lembaga pendidikan milik persyarikatan (mulai Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi Muhammadiyah).

Ada tiga hal penting dalam perkaderan Muhammadiyah yang tidak boleh ditinggalkan yaitu pertama peneguhan ideology, kedua pewarisan nilai dan ketiga pengembangan sumber daya kader. Ketiga hal diatas sekarang ini memiliki tantangan cukup berat ditengah tengah hirup pikuk kehidupan ummat. Persoalan ideology adalah persaingan dengan ideology lain dan gerakan nir-ideology, fenomenanya adalah banyak masyarakat yang tidak percaya lagi ideology

Pengertian Kader

Kader adalah anggota inti yang menjadi bagian terpilih dalam lingkup dan lingkungan pimpinan serta mendampingi

Page 18: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

17

disekitar kepemimpinan. Kader berarti pula pasukan inti, dalam pengertian lain kader juga disebut sebagai kelompok manusia terpilih yang merupakan tulang punggung dari kelompok yang lebih besar dan terorganisasi secara permanen (SPM, 2007: 31).

Ada juga yang memberikan pengertian bahwa kader suatu organisasi adalah orang yang terpilih dan telah dilatih dan dipersiapkan dengan berbagai keterampilan dan disiplin ilmu, sehingga ia memiliki kemampuan diatas rata-rata orang umum (www Angelfire.com). Seseorang yang disebut kader haruslah berbeda dengan anggota, ia memiliki daya juang yang tinggi, tidak gampang menyerah, kreatif, memiliki kepekaan tinggi, respon cepat dan selalu menjadi pusat pergerakan.

Kemampuan kader diatas rata-rata dari anggota digambarkan/ dicontohkan oleh sahabat-sahabat rasulullah sebagai kader Muslim yang memiliki kemampuan dan keberanian luar biasa. Dalam buku-buku tarikh, pasukan Islam saat bertempur dengan kaum kafirin selalu dalam jumlah yang lebih kecil kadang 1:3 bahkan pernah 1:5 ternyata pasukan muslim mengalami kemenangan karena tingkat daya juang, keberanian, strategi, dan kecerdasan yang lebih mumpuni. Kematian seorang kader bagaikan kehilangan sepuluh anggota biasa.

Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa kekuatan tentara Islam (para sahabat Rasul SAW ) di medan jihad dibandingkan dengan kekuatan kafir, adalah minimal 1:2 , maksimal 1:10 (Al Anfal:65-66). Hal ini menunjukan bahwa kader benar-benar manusia terpilih yang memiliki keunggulan dari sisi kualitas ditinjau dari berbagai aspek. Sehingga saat ditemu ada seseorang yang mengaku sebagai kader tetapi memilki kemampuan dan kelebihan sama saja dengan anggota maka perlu diberikan perhatian serius untuk dilakukan peningkatan kualitas.

Page 19: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

18

Format Perkaderan Muhammadiyah DIY

Membentuk seorang kader persyarikatan memerlukan waktu dan proses yang panjang, tidak serta merta orang yang aktif di Muhammadiyah baru beberap saat maka kemudian sudah mendapat label menjadi seorang kader Muhammadiyah. Kader tidak bisa dibentuk dengan tiba-tiba (dalam bahasa jawa ujug-ujug, atau bahasa gaulanya ma’bedunduk) bim salabim tetapi perlu ujian yang harus dilalui sehingga kekaderannya bisa dipertanggungjawabkan.

Dalam rangka mempersiapkan kader persyarikatan maka diperlukan format yang tepat, formula yang tepat, tentunya ketepatan ini atas dasar bacaan kebutuhan persyarikatan dengan realitas sosial yang terjadi. Lebih baik lagi kalau pembacaan pembentukan kader atas dasar kebutuhan persyarikatan 10 -15 tahun yang akan datang, sehingga kita tidak akan mengalami membentuk kader saat ini dengan susah payah akan tetapi setelah kader itu mau dipakai ternyata menjadi kader yang keder, dan keder.

Format perkaderan untuk Persyarikatan Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta dibuat atas dasar pembacaan kebutuhan riil persyarikatan. Coba kita tengok kebutuhan persyarikatan Muhammadiyah dengan menggunakan data yang sederhana sebagai berikut:

Tabel 1 Data PCM/PRM SE-DIY

PDM PCM PRM JUMLAH

KOTA YOGYAKARTA 14 121 135

BANTUL 20 112 132

SLEMAN 17 142 159

GUNUNGKIDUL 17 137 154

Page 20: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

19

KULONPROGO 15 77 92

JUMLAH 83 589 672

Cat: Data M.Diktilitbang

Dari Data pada tabel I bisa dibaca dengan gamblang bahwa Muhammadiyah memerlukan 675 orang kader dalam setiap periode dengan rincian untuk menjadi ketua pimpinan ranting sejumlah 589 orang dan ketua pimpinan cabang 83 orang. Belum lagi kalau hitungan untuk menjadi pengurus ranting dan cabang, marilah kita hitung berapa kebutuhan minimal kader yang kita perlukan, seandainya satu ranting memerlukan 20 orang pengurus dan cabang juga 20 orang pengurus maka tinggal dikalikan 675 kali 20 maka ketemulah angka yang cukup fantastis yaitu 13.500 orang pimpinan. Lihat pula tabel berikutnya yaitu kader yang diperlukan untuk mengurus Amal Usha Bidang Pendidikan Muhammadiyah dan Amal Usaha Lainnya

Tabel II AMAL USAHA BIDANG PENDIDIKAN

PDM SD/MI SMP/MTS SMA/SMK/MA JUMLAH

KOTA YOYAKARTA

34 12 12 58

BANTUL 58 19 12 89

SLEMAN 77 25 25 127

GUNUNGKIDUL 46 24 12 82

KULONPROGO 48 21 12 81

JUMLAH 263 101 73 437

Tabel III

AMAL USAHA LAINNYA

Page 21: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

20

NO AMAL USAHA JUMLAH

1 KESEHATAN (RS, BP/RB) 15

2 SOSIAL (PANTI ASUHAN) 13

3 EKONOMI 7

4 PONPES 23

JUMLAH 58

Tabel IV

Institusi per/pdm INSTITUSI

KOTA YOYAKARTA 193

BANTUL 221

SLEMAN 286

GUNUNGKIDUL 236

KULONPROGO 173

JUMLAH 1109

Coba kita cermati tabel II dan III yang menunjukan kebutuhan kader Muhammadiyah yang diperlukan untuk memimpin Amal Usaha Muhammadiyah, untuk Amal Usaha Bidang pendidikan kita memerlukan 437 orang kader yang menjadi kepala sekolah dan 58 orang kader untuk amal usaha lainya. Dari Amal usaha kalau dijumlah kita memerlukan kader 495 orang yang harus siap menahkodai pimpinan amal usaha.

Pertanyaan selanjutnya adalah berapa kader yang dibutuhkan untuk memimpin amal usaha Muhammadiyah baik yang menjadi guru maupun karyawan atau direktur dan karyawan amal usaha Muhammadiyah yang diperlukan. Untuk

Page 22: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

21

lebih mudahnya marilah kita hitung kembali dari 495 kalau seandainya tiap amal usaha membutuhkan 20 orang, walaupun dalam hituangan riilnya banyak amal usaha yang memiliki karyawan melebihi 50 orang. Untuk mudahnya kita hitung rata rata 495 institusi kali 20 maka kita memerlukan 9.900 (Sembilan ribu Sembilan ratus) orang. Seandainya dijumlahkan antara kebutuhan pimpinan persyarikatan dan amal usaha dengan hitungan rata-rata perinstitusi memerlukan 20 orang kader maka akan bertemu angka 9.900 + 13.500 ketemulah angka 23.400 (dua puluh tiga ribu empat ratus ) orang, ini bukan jumlah angka yang sedikit tetapi angka yang sungguh banyak.

Atas kenyataan tersebut diatas maka Pimpinan Persyarikatan harus jeli betul dalam membuat format perkaderan sehingga bisa menjawab kebutuhan kader persyarikatan. Spesifikasi kader juga berbeda-beda hal ini menjadikan pekerjaan tersendiri, tidak boleh semua dipukul rata. Jawaban atas kenyataan kebutuhan kader tersebut maka format perkaderan yang diperlukan adalah perkaderan yang bersinergi, terpadu, tersistem dan terintegrasi.

Perkaderan utama dan perkaderan fungsional harus berjalan bersama-sama dan saling mendukung, institusi yang terlibat dalam perkaderan juga harus bersinergi antar majelis yang satu dengan majelis yang lain antara persyarikatan dengan amal usaha, Muhammadiyah dengan ortom-ortomnya, semuanya tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.

Majelis Pendidikan Kader DIY memiliki jargon untuk menggairahkan perkaderan dengan slogan 1000 Baitul Arqam. 1000 Baitul Arqom diseluruh tingkatan Muhammadiyah, Organisasi otonom Muhammadiyah dan juga institusi Muhammadiyah dalam satu periode atau 5 tahun, hal menjadi jawaban awal atas kegalaun persyarikatan melihat kenyataan bahwa pemegang tampuk pimpinan persyarikatan dan Amal Usaha Muhammadiyah tidak jarang kita temui mereka tidak

Page 23: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

22

memahami Muhammadiyah. Sehingga yang terjadi persyarikatan dan Amal Usaha dibawa semaunya sendiri bukan dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.

Dalam melaksanakan 1000 Baitul Arqam maka program yang harus disiapkan adalah pembentukan 100 instruktur Baitul Arqam yang tersebar diseluruh persyarikatan. Mengapa yang dipilih Baitul Arqam bukan Darul Arqam, banyak pertimbangan yang harus diperhatikan secara riil tentang dinamika warga Muhammadiyah saat ini.

Program tahun ke 2012 MPK DIY menyiapkan penguatan perkaderan Fungsional khususnya pada penguatan bidang ekonomi kader persyarikatan dan penguatan intelektual serta ideologisasi yang besifat kajian, pengajian juga pelatihan/diklat dan training. Dukungan dari seluruh elemen Muhammadiyah sangat diperlukan untuk suksesnya pelaksanan program 1000 Baitul Arqam.

Sinergisitas Pelaksanaan Perkaderan

Pelaksanaan Baitul Arqam untuk amal usaha bidang pendidikan maka sinergisitas dengan M.Dikdasmen dan AUM Pendidikan mutlak untuk dijalin. Perkaderan penguatan bidang ekonomi maka sinegistas dengan majelis Ekonomi, untuk Amal usaha bidang kesehatan maka sinergisitas yang dilakukan antara MPK dengan MPKU. Belum lagi kalau harus menggarap kebutuhan mubaligh sebagai ujung tombak kemajuan dakwah Muhammadiyah sungguh merupakan pekerjaan rumah yang tidak ringan. Kebutuhan mubaligh untuk pengajian dalam sekala kecil dan banyak, pengajian akbar dilihat dari sisi jumlah jamaah memerlukan keahlian sendiri. Belum lagi dengan ragam audiens dari sisi profesi, dan pendidikan, hal ini juga memerlukan mubaligh yang khas.

Muhammadiyah yang lalu beda dengan Muhammadiyah yang sekarang, Muhammadiyah sekarang berbeda dengan

Page 24: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

23

Muhammadiyah yang akan datang, maka kita tidak bisa terlalu larut dengan kejayaan Muhammadiyah masa lalu tapi lihatlah tantang Muhammadiyah yang akan datang dengan bercermin dari pengalaman Muhammadiyah masa lalu. Model perkaderan, strategi perkaderan serta subsatansi dari perkaderan tentunya harus mengikuti perkembangan zaman. Prof, Dr. Malik Fajar, M.Sc dalam sebuah kesempatan perbincangan nonformal bersama penulis pernah mengatakan bahwa kader tidak hanya berhenti dalam ruang vakum Muhammadiyah tetapi berjalan dalam ruang dan dinamika masyarakat yang sangat kompleks, hal ini penulis maknai bahwa perkaderan tidak boleh membutakan dengan kemajuan-kemajuan gerakan diluar Muhammadiyah, kemajuan tekhnologi, kemajuan tata masyarakat, kemajuan tata sosial dan hal-hal yang terjadi diluar Muhammadiyah. Rahasia dari Muhammadiyah tetap eksis adalah karena Muhammadiyah mampu untuk mengatasi kondis zaman pada saat itu, kader-kader Muhammadiyah mampu mengambil langkah yang tepat untuk memberikan jawaban tantangan zaman yang berlaku.

Keharusan bertemunya antara kebutuhan diri seorang kader dan kebutuhan presyarikatan harus selaras, sehingga seseorang yang sedang dalam proses perkaderan tidak lagi khawatir ia tidak akan mendapatkan apa-apa setelah menapaki proses perkaderan. Akan tetapi setelah proses perkaderan dilalui maka ia akan mendapatkan apa yang ia butuhkan. Mulai dari kebutuhan dasar sampai kebutuhan sekunder bahkan tersier, mulai dari kebutuhan dunia sampai kebutuhan akhirat, dengan cara ini maka tak akan kita temui kader lari dari persyarikatan setelah tertempa di persyarikatan.

Sinergisitas Perkaderan Organisasi otonom

Sistem Perkaderan Muhammadiyah (SPM) juga berlaku mengikat bagi seluruh ortom (Tapak Suci, Hisbul Wathon, IMM, IPM, Pemuda Muhammadiyah, Nasyi’atul Aisyiyah, dan juga

Page 25: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

24

Aisyiyah ). Masing-masing ortom dalam melaksanakan program perkaderan harus mengacu pada SPM dengan tidak menghilangkan kekhasan perkaderan ortom. Perkaderan ortom menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perkaderan Muhammadiyah sebagai sebuah sistem. Hasil dari perkaderan ortom harus bisa menjawab minimal kebutuhan persyarikatan, karena ortomlah yang menjadi tumpuan bagi kelangsungan Muhammadiyah pada masa yang akan datang. Tri fungsi ortom sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna gerakan pembaharuan dan amal usaha Muhammadiyah bukanlah label yang ringan untuk diemban. Ortom disamping harus menjaga eksistensi dirinya dalam ranah gerakan sesuai dengan tingkatanya, ternyata juga harus mampu menopang kebutuhan kader Muhammadiyah.

Kembali kita mainkan data diatas maka sedikitnya ortom harus bisa mensuplai 22.245 orang kader untuk kebutuhan Muhammadiyah DIY dengan spesifikasi sesuai dengan kebutuhan Muhammadiyah, belum lagi kalau spekturmya diperluas kader ummat dan kader bangsa, sungguh tugas berat bagi organisasi otonom (Asep: 2004:119). Prof Mukti Ali mengatakan dalam satu kesempatan bahwa “baik buruknya Muhammadiyah akan datang ditentukan oleh baik buruknya generasi sekarang” hal ini menjadi tantangan bagi seluruh organasasi otonom.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai salah satu organsiasi otonom bergerak dalam ranah kaum intelektual dengan tujuan menciptakan akademisi Islam guna mewujudkan cita-cita persyarikatan harus dimaknai betul secara mendalam. Banyak pertanyaan yang mengatakan bahwa dalam Muhammadiyah terjadi kejumudan berfikir, stagnan dalam pembaharuan, kalau hal ini memang terjadi maka yang harus bertanggungjawab adalah IMM sebagai ortom yang seharusnya mensuplay kader-kader intelektual progresif.

Page 26: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

25

Keterpaduan dan sinergisitas perkaderan dalam Muhammadiyah yang diwadahi dalam Sistem Perkaderan Muhammadiyah harus menjadi kerangka dasar bagi semua organisasi otonom untuk menyusum sistem perkaderan dimasing-masing ortom. Tentunya diperlukan penyesuaian antara kebutuhan ortom itu sendiri dengan kebutuhan Muhammadiyah sehinga keduanya tidak saling bertentangan satu dengan yang lainnya.

Penutup

Perkaderan harus bisa menjawab kebutuhan persyarikatan ummat dan bangsa. Metode perkaderan sebaiknya selalu diperbaharui mengikuti pola dinamika masyarakat. Sinergisitas pimpinan persyariaktan mutlak diperlukan untuk pelaksanaan perkaderan diprsyarikatan. Tumpuan Muhammadiyah sangatlah besar terhadap organisasi otonom untuk bisa mensuplay kebutuhan kader persyarikatan oleh karena itu kerja keras, tidak boleh berleha-leha serta tanggap terhadap kebutuhan persyarikatan dan kebutuhan ummat menjadi prasyarat perkaderan bagi perkaderan ortom selaras dengan persyarikatan. Sudah tidak zamanya lagi perbedaan kekhasan perkaderan antar ortom untuk dipertentangankan tetapi sebaliknya kekhasan perkaderan antar ortom sebagai bentuk saling menguatkan dan melengkapi.

Ada tiga kekuatan Muhammadiyah yang tidak dimiliki oleh organisasi lain, pertama adalah tersedianya fasilitas gedung-gedung Muhammadiyah untuk proses perkaderan, tersedianya Sumber Daya Manusia yang mumpuni dalam jumlah banyak, ketiga adalah sasaran dakwah Muhammadiyah terlah terkumpul dalam bentuk kelompok-kelompok atau komunitas (Agus Sukoco: 2008:8)

Page 27: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

26

Pesan Kiyai Haji Ahmad Dahlan : “Menjaga dan Memelihara Muhammadiyah bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Karena itu aku senantiasa berdoa setiap saat hingga saat- saat terakhirku aku akan menghadap Ilahi Robbi. Aku juga berdoa berkat dan keridlaan serta limpahan rahmat karunia Ilahi agar Muhammadiyah tetap maju dan bisa memberi manfaat bagi seluruh umat manusia sepanjang sejarah dari zaman ke zaman”(Munir Mulkan:2007:205).

Billahi fi sabililhaq

fastabiqul khairot

Daftar Pustaka: - A.Munir Mulkan, Pesan & Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam

Hikmah Muhammadiyah, Yogyakarta, Suara Muhammadiyah: 2010

- Agus Sukoco, Sukses Bermuhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007

- ------------------, Gerakan Pengajian Muhammadiyah Pengemban Misi Menyebarluaskan Ajaran Islam yang Berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah: 2008)

- Asep Purnama Bachtiar, Membaca Ulang Dinamika Muhammadiyah Wacana di Seputar Pergerakan Kepemimpinan, dan Perkaderan, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI) UMY: 2004

- Majelis Pendidikan Kader, Sistem Perkaderan Muhammadiyah, Yogyakarta, Suara Muhammadiyah, 2007

Page 28: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

27

MENATA ULANG POSISI IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH

SEBAGAI GERAKAN INTELEKTUAL

Hendro Sucipto | Ketua Umum DPD IMM DIY

PENDAHULUAN

IMM adalah gerakan mahasiswa. Secara ekspilisit hal tersebut tertera pada trilogi IMM. Meski menyebut dirinya sebagai gerakan mahasiswa, gerak praktis IMM belum menunjukan sebagai gerakan mahasiswa. Melihat hal itu, IMM DIY mencoba mengambil posisi tegas melalui konsep "gerakan intelektual" sebagai langkah konkret membumikan gerakan mahasiswa.

MANUSIA DALAM ISLAM

Manusia diciptakan sebagai tokoh persaingan Tuhan. Tuhan menciptakan gurun, manusia menciptakan taman, Tuhan menciptakan malam, manusia menciptakan lilin, Tuhan menciptakan racun, manusia menciptakan penawarnya. Di sinilah peran kekhalifahan manusia, manusia dituntut untuk dapat memunculkan dan menciptakan solusi bagi permasalahan dan perkembangan kehidupan. Kesejahteraan suatu kehidupan diciptakan oleh peran aktif potensi-potensi manusia. Manusia adalah pemikir bukan pembaca artinya bagaimana seorang manusia dapat berfikir dan bergerak untuk mengformulasikan gerakannya untuk merubah suatu realitas. Dalam bahasa lain manusia adalah pelaku sebuah kehidupan dan manusia bukanlah penonton kehidupan.

Page 29: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

28

Peradaban intelektual muslim, tidak akan berkembang sehingga kemudian memunculkan perubahan yang besar, bila hanya menutup diri dan tidak mau berinteraksi dengan perdaban yang lain. Proses kemunculan pemikiran intelektual muslim dari berbagai khasanah bisalah kita jadikan sebagai sumber rujukan keilmuan. Bila berkaca pada sejarah pemikiran islam perkembangan pemikiran intelektual muslim dapat ditelusuri pada epistimologi yang mereka gunakan. Bidang epistimologi menempati pada level yang sangat strategis karena membicarakan cara (method) untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.

Berangkat dari pemahaman epistimologi yang telah dijelaskan diatas sehingga yang diingindari manifestasi kebebasan intelektual muslim memunculkan wacana baru bagi peradaban umat Islam. Dalam pemahaman Muhammad Iqbal manifestasi kebebasan dipahami bahwa kebebbasan manusia sebagai khalifah fil ard, mempunyai kewenangan mutlak untuk membawa dirinya pada tatanan yang lebih bernilai sedangkan Prof. Hamka memahami manifestasi kebebasan manusia diletakkan pada sumber kebenaran agama Islam yaitu Al-qur’an dan Hadist artinya manusia memiliki kebebasan berfikir asal tetap bersumber pada kebenaran yang mutlak.

Konflik pemikiran dari pembacaan satu sumber kemutlakan Tuhan yang sama telah memunculkan keberagaman. Keberagaman itu dihadirkan dari intrepetasi yang berbeda atas pemahaman yang mereka dapatkan. Keberagaman tidak hanya lahir dari fakta yang jelas-jelas membedakan antara satu dengan lainnya, melainkan keberagaman itu bisa lahir dari komunitas yang semula sama. Hingga kemudian mengikuti pandangan pemikirannya masing-masing sehingga perbedaan antara mereka akan menambah warna kemajemukan.

Manusia diciptakan dengan keanekaragaman itu untuk saling mengenal, memahami dan melengkapi, sehingga akan

Page 30: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

29

tercipta kehidupan seimbang dan berperadaban tinggi. Peradaban dunia terwujud meliputi aspek interdisipliner dan interkonektisitas bebagai bidang kehidupan. Kalau Amin Abdulah menyebutnya dengan nama intersubyektivitas, maksudnya bagaimana seorang tidak mengklaim dirinya paling benar (truth claim). Karena tidak ada satupun hal yang sia-sia dalam kehidupan ini, semua diciptakan memiliki potensi untuk dapat berkarya mencipatakan peradaban manusia tertinggi.

Menurut Muhammad Iqbal hidup adalah sukarela, sehingga harus ada kreativitas untuk menjadikannya lebih bermakna, dengan menterjemahkan arti hidup yang sebenarnya. Dunia bukan hanya dikenal dengan konsep-kosep tetapi harus dibentuk dan jalan satu-satunya adalah dengan tindakan berkarya. Manusia memiliki kemerdekaan untuk berkeinginan, berbuat dan berkehendak melakukan sesuatu tanpa harus punya rasa takut dan ketergantungan. Dalam islam kemerdekaan itu diimplementasikan pada kalimat syahadat “tiada Tuhan selain Allah”, inilah seorang manusia pada posisi mahasiswa.

Sudah saatnya mahasiswa mendefenisikan diri, dimulai dengan hakikat mahasiswa kemudian terlihat pada peta geraknya yang mengarah pada arus gerak sistemaris dalam memperjuangkan pemikirannya untuk dapat berkarya dan dapat menanggapi sebuah permasalahan realitas. Mahasiswa pada posisinya mempunyai peranan ganda, yakni beban intelektual yang harus dipanggulnya juga harus memiliki fungsi kontrol terhadap realitas kehidupan. Mahasiswa berada pada posisi poros tengah dalam struktur sosial, karena mahasiswa tidak jauh dari masyarakat dan tidak dekat dengan pemerintah, sehingga lebih dekat dengan sebutan mahasiswa adalah pemula gerakan intelektual.

PENEGASAN KADER INTELEKTUAL

Sebagai bagian dari kaum intelektual yang mempunyai karakteristik cerdik, pandai dan kritis ikatan mahasiwa

Page 31: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

30

muhammadiyah (IMM) masih menjadi harapan masyarakat untuk dapat mengawal proses demokrasi yang sedang berjalan tertatih-tatih di negeri ini. Diakui atau tidak, keberadaan IMM menjadi salah satu kekuatan yang selalu dipertimbangkan oleh berbagai kelompok kepentingan (interest group) terutama pengambilan kebijakan, yakni pemerintahan negara. Proses pengawalan demokrasi itu bagi IMM adalah dengan menegaskan dirinya sebagai gerakan intelektual. Penegasan IMM sebagai gerakan intelektual dikarenakan gerakan spesifik IMM berada di lingkungan Mahasiswa yang dianggap identik dengan budaya Intelektual. Dari anggapan tersebut, kemudian timbul pertanyaan tentang bagaimana identifikasi kader intelektual tersebut.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata Intekektual berkaitan dengan kata Intelek. Intelek berarti istilah psikologi tentang daya atau proses pikiran yang lebih tinggi yang berkenan dengan pengetahuan; daya akal budi; kecerdasan berfikir. Kata Intelek juga berkonotasi untuk menyebut kaum terpelajar atau kaum cendekiawan. Sedangkan kata intelektual berarti suatu sifat cerdas, berakal, dan berfikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Kata intelektual juga berkonotasi sebagai kaum yang memiliki kecerdasan tinggi atau juga disebut kaum cendekiawan.

Dari asal katanya, kata intelek berasal dari kosa kata latin: Intellectus yang berarti pemahaman, pengertian, kecerdasan. Dalam pengertian sehari-hari kemudian berarti kecerdasan, kepandaian, atau akal. Pengertian intelek ini berbeda dengan pengertian taraf kecerdasan atau intelegensi. Intelek lebih menunjukkan pada apa yang dapat dilakukan manusia dengan intelegensinya; hal yang tergantung pada latihan dan pengalaman. Dari pengertian istilah, intelektualisme adalah sebuah doktrin filsafat yang menitikberatkan pengenalan (kognisi) melalui intelek serta secara metafisik memisahkannya

Page 32: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

31

dari pengetahuan indra serapan. Intelektualisme berkerabat dengan rasionalisme.

Dalam filsafat Yunani Purba, penganut intelektualisme menyangkal kebenaran pengetahuan indra serta menganggap pengetahuan intelektual sebagai kebenaran yang sungguh-sungguh. Di dalam filsafat modern, intelektualisme menentang keberatsebelahan sensasionalisme yang hanya mengandalkan indra, antara lain didukung oleh rene Descartes (1596-1650), kaum Cartesian, serta sampai batas tertentu oleh spinizisme. Pada masa kini, bercampur dan tambah dengan aliran agnitisme, intelektualisme dibela positivisme logikal.

Dalam pembahasan tentang identitas Intelektual IMM, maka tidak terlepas dari konteks Intelektual Islam. Bila dikaitkan dengan arti harfiah intelektualime di atas, maka bisa dikatakan bahwa kata Intelektualime mirip dengan budaya berfikir yang dibangun oleh kaum Mu’tazillah yan mewakili rasionalisme Islam. Mu’tazillah sendiri adalah aliran rasionalisme dalam teologi Islam yang muncul sejak permulaan abad ke-2 Hijriyah atau perempat abad pertama abad ke-8 Masehi. Pemikiran rasionalismenya itu hanya terikat kepada Al Qur’an dan Hadist Mutawir, atau minimal hadist yang diriwayatkan oleh 20 sanad. Pendiri aliran ini Washil bin Atha’ dan pendukungnya antara lain Abul Huzail al Allaf, Ibrahim an Nazzam, Muammar ibnu abbad, Muhammad al-Jubbai dan al Jahiz.

Dalam paham mereka, Al-Qur’an adalah mahluk dan diungkapkan dalam huruf atau suara yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW pada waktu, tempat dan bahasa tertentu. Ayat-ayatnya yang menyebutkan tangan, wajah, mata Tuhan dan yang seperti itu hendaklah difahami secara metaforis. Selain itu menurut mereka Tuhan hanya berbuat baik dan mesti berbuat demikian sebagai kewajiban-Nya untuk kepentingan manusia. Ia tidak bisa dilihat dengan mata jasmani, bukan saja di dunia, juga

Page 33: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

32

diakhirat. Manusia dalam pandangan mereka mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengetahui adanya Tuhan, mengetahui baik dan buruk serta mengetahui dengan akalnya kewajiban untuk bersyukur kepada Tuhan dan mengamalkan kebaikan. Manusia memiliki kemauan bebas dan kebebasan bertindak: dan terhadap kebebasannya itu Tuhan akan mengadilinya nanti di akhirat. Kejayaan aliran ini pada abad ke-8 dan ke-9 Masehi kemudian dilanjutkan dengan kemunduran pada abad-abad selanjutnya

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mendapat ilmu secara komprehensif adalah melakukan kajian lintas disiplin ilmu. Kajian ini sangat mungkin bisa dilakukan karena anggota IMM terdiri berbagai unsur keilmuan. Tidak heran jika IMM sering disebut sebagai wadah kader intelektual Muhammadiyah, karena memiliki Trilogi Iman-Ilmu-Amal yang terkait dengan lahan garapan Keagamaan-Kemasyarakatan-Kemahasiswaan dan juga trikompetensi kader Spiritualitas-Intelektualitas-Humanitas memiliki konsep yang khas dibanding pola gerakan lain. Hal ini bisa dilihat dalam struktur organisasi IMM yang ingin mengakomodasi semua realitas Mahasiswa: Bidang Keilmuan yang berorientasi pada Profesionalisme, Bidang Sosial yang berorientasi pada Gerakan Kongkrit Pemihakan–Dakwah-Pemberdayaan dan Bidang Hikmah yang berorientasi pada peran IMM sebagai organ intelektual kritis-etis-politis.

GERAKAN STRATEGIS: SETENGAH ABAD IMM

IMM sebuah gerakan dengan basic kemahasiswaan merupakan gerakan yang identik dengan budaya intelektual. Budaya intelektual kader mempunyai keberagaman potensi yang terbingkai melalui berbagai cabang bahkan pada tingkatan komisariat. Berbagai kader IMM memiliki potensi dengan keunikan cirri khas yang mendukung gerakan transformative yang mengakar. Dengan mengkonsolidasikan dan

Page 34: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

33

menginterkonektisitaskan berbagai potensi ini diharapkan IMM dapat merespon permasalahan-permasalahan masyarakat.

Kita tidak bisa memungkiri sebuah perbedaan. Karena perbedaan merupakan kekayaan, sedangkan bagi penulis keberagaman adalah sebuah anugrah dan kekayaan. Dan sekarang saatnyalah mengkonsolidasikan kekayaan tersebut. Ibaratnya IMM sudah menyimpan segudang kekayaan emas yang siap pakai, dan tugas kita adalah menyadari bahwa kita sadar memiliki kekayaan tersebut dan kita harus mengetahui bagaimana cara menggunakannya sebagai alat gerak perjuangan kita.

Indahnya kekayaan perbedaan memberikan senyum keiklasan pengorbanan, erat ikatan tangan perjuangan dan keteguhan komitmen. Perbedaan menciptakan peradaban tertinggi dengan caranya yang unik. Perbedaan yang terorganisir oleh IMM akan semakin memantapkan langkah IMM dalam gerakannya yang ramah, menyebarluas dan kokoh.

Kondisi ril gerakan IMM sekarang ini yang sudah hamper memasuki usianya ke 50 tahun masih berada pada posisi gagap, hal ini dapat diartikan bahwa IMM kurang memiliki kesadaran akan potensi mereka yang seharusnya dapat dijadikan sebagai corong strategi gerakan. Bahkan kondisi IMM sekarang cenderung melemahkan potensi-potensi yang dimiliki. Seiring dengan perkembangan zaman, IMM dituntut untuk selalu dapat mewarnai perkembangan peradaban. Lawat tulisan ini penulis ingin menyampaikan gagasan gerakan strategis IMM kedepan.

Pertama Pemberdayaan kader sebagai upaya peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui dorongan, bimbingan, kesempatan, pendidikan, pelatihan dan panduan sehingga mempunyai kesempatan untuk tumbuh sehat, dinamis, maju, mandiri, berjiwa wirausaha, tangguh, unggul, berdaya saing, demokratis dan bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Page 35: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

34

Kedua Pemberdayaan kader yang dilaksanakan harus terencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk memacu tumbuh kembangnya wawasan kader dalam mewujudkan kehidupan yang sejajar dengan gerakan mahasiswa lain. Usaha pengembangan ini merupakan pemerataan serta perluasan dari tahap sebelumnya dan merupakan rangkaian yang berkelanjutan.

Ketiga Pemberdayaan kader merupakan program pengembangan yang bersifat lintas disiplin ilmu, harus dikonsolidasikan sedini mungkin dari perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan.

Keempat Penempatkan posisi kader lebih sebagai subjek dibanding sebagai objek dan pada tingkat tertentu diharapkan agar kader dapat berperan secara lebih aktif, produktif dalam membangun jati diri secara bertanggung jawab dan efektif.

Dengan demikian IMM sebagai kekuatan besar yang tidak terkalahkan dan terbawa oleh arus perubahan. IMM harus tetap pada komitmennya “berlomba-lomba dalam kebaikan”.

Billahi fi sabilil haq, fastabiqul al-khairat.

Hayya ‘alal falah!!!

Page 36: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

35

(ME)REFLESIKAN GERAKAN IMM JELANG SETENGAH ABAD1

Makhrus Ahmadi | Sekretaris Umum DPD IMM DIY

Prawacana

Selamat Milad Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) ke-48

Tak terasa perjalanan panjangan IMM dalam menapaki sejarah sudah menjelang setengah abad. Berbagai pergolakan dialektika kader dan kesangsian akan kelahirannya yang dianggap Farid Fathoni sebagai kecelakaan sejarah lambat laun mulai tergusur dengan adanya pembuktian para kader untuk mengisi ruang sejarah yang masih terbuka. Tiap periode kepemimpinan melahirkan aktor dan sejarahnya sendiri. Belenggu atas kesangsian sejarah nampaknya tak perlu diratapi sebagai bentuk riak-riak yang kemudian menyapu luasnya keinginan bersatu dan berserikat—dalam ikatan. Dan IMM mampu bertahan hingga jelang setengah abad.

Tugas panjang IMM sampai saat masih saja berperang membangun kesadaran kolektif dikalangan kader, masyarakat, bangsa dan persyarikatan. Sebagai kaum yang mempunyai tanggung jawab besar, kaum intelektual (sebut; kader IMM) diharapkan sadar akan atas kondisi dirinya sendiri dan masyarakat yang sesungguhnya. kesadaran yang diharapakan disini adalah kesadaran transformatif yang mampu memberi jawaban terhadap segala permasalahan yang ada. inti dari kesadaran ini tidak berpangkunya seseorang terhadap takdir 1 Tulisan pernah dipublikasikan di Blog pribadi penulis : cakmakrus.blogspot.com dan sudah mengalami revisi

Page 37: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

36

Tuhan yang memang pada dasarnya dia sendiri pun tidak mengetahui apakah benar-benar takdir ataukah ada sistem yang sengaja menjauhkan dirinya dari realitas kehidupannya. Kesadaran realitas adalah bukti bahwa kesadaran seseorang yang mempunyai kesadaran independen, sumber kesadaran yang ia dapatkan berasal dari sebuah permugulan panjangan dan keyakinan yang mendalam. Ia tak lagi mengangap bahwa segala yang terjadi selama ini bukan hanya atas dasar sebuah cobaan sehingga membuatnya menjadi seseorang yang pasrah dan menganggap sebagai sebuah takdir yang layak dijalani. Barangkali, kaitan kesadaran dengan kepemimpinan intelektual adalah bagaimana sebuah kepemimpinan mampu mengajarkan sikap membawa massa pada tingkat kesadaran transformatif.

(Me)refleksikan Gerakan IMM

Ditengah-tengah kuatnya basis massanya disetiap Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Perguruan Tinggi Negeri, disetiap perkembangannya yang begitu pesat Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah (IMM) tidak begitu populer dan kurang memberikan kontribusi yang nyata terhadap perubahan yang terjadi ditengah masyarakat. IMM tak lagi menjadi agent of social change ditengah peningkatan kadernya dan fokus pada urusan internal kadernya, lebih sibuk dengan persoalan konsolidasinya yang membuat IMM cenderung tidak bisa melepaskan diri untuk mandiri dari Muhammadiyah sehingga pada akhirnya mengabaikan persoalan-persoalan subtansial yang menjadi tujuannya sendiri...jebakan eklusivitas akan membuat kita menjadi lemah.

Barangkali kita perlu menggarisbawahi protes dan kegelisahan tulisan Zulkifli Abu mantan Kabid Kader PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta diatas dalam buku Rahim Perjuangan; Catatan Mahasiswa Yang Rindu Perubahan terbitan

Page 38: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

37

MIM Press (AR. 2008:35-36). IMM ditengah umurnya yang menjelang setengah abad dipandang perlu untuk memposisikan diri sebagai gerakan mapan yang semestinya sudah memberikan kontribusi nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Pertanyaan mengenai kontribusi ini sebenarnya lebih didasari atas gerakan Ikatan ini yang masih sibuk dengan agenda dapur sendiri. Zulkifli Abu nampaknya ingin mengajak kita sebagai kader untuk bisa berbuat lebih atas kenyataan yang sudah ada. Kenyataan bahwa eksklusifitas dan rebut internal tak bisa terbantahkan. Ajakan ini bukanlah bentuk propaganda pesimis kolektif sehingga kita pun merasa berang untuk menanggapinya secara reaktif. Oleh karena itu, kita bisa menyikapi ajakan tersebut untuk bisa berbenah dalam skala nasional—gerakan nasional yang tidak hanya menjadikan amar ma’ruf nahi mungkar sebagai nilai agung melainkan dijadikan metodelogi gerakan yang lebih humanis dan tersistematis.

Secara pola gerakan, hampir semua level pimpinan di beberapa daerah menyepakati mengedapankan gerakan intelektual dalam pola gerakannya. Meski tanpa harus menyenyampingkan sisi religius dan humanitasnya. Untuk memahami tugasnya yang sangat mulia ini kaum intelektual biasanya selalu memberikan pemikiran konstruktif yang lebih diterima oleh semua golongan sehingga jebakan eklusivitas terhadap dunia luar tidak menjadi sesuatu yang sangat tabu dan menakutkan. Pemaknaan ini harus berjalan secara terus menerus untuk menjaga konsistensi paham yang sudah mengakar dalam diri.

Perbedaan pandangan mengenai sesuatu bukan justru menambah sebuah persoalan baru yang akhirnya terjadi ketidakjelasan diri seorang kaum intelektual. Terkadang perdebatan yang sifat ideologis tak mampu di tafsirkan oleh para pengikutnya yang hanya mengenal dan memahami dirinya dari luarnya saja sehingga segala hal yang dilakukannya justru menjadi hal yang subjektif. Jebakan ini justru semakin

Page 39: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

38

menjauhkan dari tugas yang sesungguhnya, contohnya seorang kaum intelektual yang berasal satu golongan sebut saja Muhammadiyah dengan NU, jika terjadi perselisihan paham dan tak dijelaskan akar permasalahannya akan menciptakan penafsiran baru dan kesalahpahaman dalam menafsirkan sehingga akan terjadi persilishan di tingkat akar rumput yang akhirnya berujung pada anarkisme massa dan bentuk pelebelan. Artinya, posisi islam sebagai agama yang memberikan solusi terhadap segala hal hanya akan berakhir pada sesuatu yang sifatnya subjektif.

Kesadaraan kaum intelektual dalam memahami kondisi masyarakat dapat menjadi kunci untuk melakukan perubahan social. Sebagai langkah awal untuk melakukan perubahan social salah satunya mengubah paradigma masyarakat terhadap agama yang ia yakini selama ini. Maksudnya, apakah agama hanya dijadikan sebuah rentetan shalat dan untaian doa dan jika agama hanya menjadi sebuah ritual belaka maka inilah tugas seorang yang tercerahkan mengembalikan kembali pemahaman keagamaan pada jalur yang sebenarnya. Sebuah keyakinan yang mampu diyakini dengan kesadaran diri sehingga dampak dari keberimanan tersebut dapat menjawab permasalahan social yang sedang menyayat.

Menurut pemahaman penulis sebenarnya ada peluang besar menyelesaikan benang kusut pola gerakan IMM ini agar tidak sekedar menjadi gerakan rektif dan gagap. Setiap masalah dalam skala nasional selalu disikapi cara prematur tanpa melihat subtansi atas permasalahannya—salah satunya tragedi Bima yang terkait kader IMM. Benang kusut diatas bisa diawali dengan mempertanyakan kembali “gen pemikiran” IMM. Maksud dari gen pemikiran ini sebenarnya cukup sederhana yaitu bagaimana pola nilai ikatan dan bentuk pemikiran yang transformasikan kepada masing kader. Hal tersebut bisa dilihat dari adanya disparitas pemikiran dan pemahaman kader yang kemudian berimplikasikasi pada bentuk dan pola gerakan

Page 40: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

39

dimasing-masing level pimpinan—baik ditingat Komisariat, Cabang ataupun DPD.

Disparitas pemikiran dan pemahaman kader yang ada di IMM ini patut menjadi kegelisahan bersama, sebab disadari atau tidak hal ini tak dapat dihindari dalam merekayasa kader juga dalam melakukan pemetaan terhadap kemampuan masing-masing kader. Pergumulan pemikiran dalam dunia gerakan bukan sesuatu yang tabu, sebab hal tersebut sudah menjadi watak dari dunia pergerakan itu sendiri. Sebuah gerakan tanpa adanya pemikiran yang melatar belakanginya merupakan sesuatu yang mengada-ada dan cenderung hanya ikut-ikutan. Artinya sebuah pemikiran merupakan sebuah ihwal dari gerakan maupun tindakan yang dilakukan.

Persoalan pentingnya gen pemikiran ini sudah menjadi pembahasan komisi tersendiri dalam tiap periode Musycab yang dilakukan PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta sejak tahun 2008 waktu penulis berada di pimpinan cabang bahkan DPD IMM DIY dalam Tanwir IMM XXIV di Banten beberapa waktu sudah merekomen-dasikannya. Oleh karena itu DPP selayaknya anggota Dewan yang kedudukannya berada ditingkat pusat diharapkan mampu menganalisis secara lebih mendalam mengenai masalah gen pemikiran ini—meski membutuhkan waktu yang lama.

Keberadaan gen pemikiran ini sebenarnya cukup membantu dalam menentukan arah perkaderan yang akan dilakukan oleh level pimpinan dan tim instruktur. Berikut arah perkaderan yang sudah format IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta.

Page 41: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

40

Sumber : Berkas Gen Pemikiran PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta 2008/2009

ACTION EVALUASI

Baksos Aksi Diskusi rutin Bimbingan masyarakat

Ideologi Gerakan : - Transendensi Keimanan - Anti penindasan - Keberpihakan terhadap

kaum tertindas - Anti noeliberalisme

T R A D I S I

G E R A K A N

Kegiatan yang bisa diulang

Internalisasi : - Kepeloporan - Egaliter - Kemandiian - Kebersamaan - Progresifitas

SOP Jenjang Perkaderan

GEN PEMIKIRAN Nilai Keagamaan

Latihan Intruktur Dasar

DAD Kajian Inti Training Organisasi MIM TRAPOL

Kegiatan yang tak bisa diulang (tetap) Transformasi :

- Visi gerakan - Strategi gerakan - Manuver gerakan - Modus operandi gerakan

EVALUASI ACTION

Page 42: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

41

Sepanjang sepengatahuan penulis formulasi diatas cukup ampuh ketika diterapkan selama beberapa tahun belakangan sehingga forum labratorium kader seperti Madrasah Intelektual Muhammadiyah (MIM) berjalan secara efektif dan sudah menerbitkan beberapa buah buku, Rumah Asuh IMM (RAIMM) untuk advokasi anak jalanan, Corps Dakwah Pedesaan (CDP), training politik dan kajian inti sudah berjalan secara maksimal.

Perkaderan tingkat cabang di bawah naungan DPD IMM DIY mempunyai pola dan format perkaderan tersendiri sesuai analisa kebutuhan kader. Analisa ini hampir dilakukan secara periodik seiring dengan adanya evaluasi terhadap pola perkaderan yang sudah berjalan. Dalam konteks kedaerahan DPD IMM DIY kemudian menelurkan Sekolah Lintas Pimpinan (SLP) DPD IMM DIY) sebagai bentuk proses dialektika kader yang ada didataran komisariat dan cabang. Sekolah ini diformat dengan modul sistem parsipatoris dialogis-dialektis. Dimana pembicara berasal dari pimpinan cabang dengan cara bergantian sedangkan materi yang dibawakan bersifat ilmiah dengan tema yang sudah ditentukan

Muktamar XV; Rembug Nasional

Adanya perubahan dan penambahan redaksi pada beberapa pasal ataupun point dalam Hasil Tanfidz Tanwir XXIV di Banten cukup menjadi permasalahan yang cukup menegangkan. Salah satunya yang mencolok adanya perubahan redaksi ART pada BAB IV Pasal 11 point (h) disana tertulis “berpengalaman dalam memimpin ikatan setingkat dibawahnya dan atau pernah menjadi Badan Pengurus Harian ditingkat masing-masing Pimpinan. Kecuali Pimpinan Komisariat” padahal pada saat Tanwir Banten, point ini tidak ada perubahan atau penambahan redaksi. Hasil yang kemudian berakhir dengan voting ini memutuskan pada point (h) tidak mengalami perubahan

Page 43: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

42

dan tetap pada redaksi “berpengalaman dalam memimpin ikatan setingkat dibawahnya. Kecuali Pimpinan Komisariat” hal ini sejalan dengan hasil Tanfidz Putusan Muktamar XIV di Bandung dalam bab, pasal dan point yang sama.

Kenapa ada perubahan? Sepanjang pengetahuan dan berkas yang penulis miliki (kebetulan pada saat Tanwir Banten penulis berada di komisi B; membahas ART) bahkan dalam Rakornas Organisasi di Manado Point (h) tidak ada pembahasan—apalagi mengalami perubahan. Asumsi penulis nampaknya ada permainan mafia pasal dalam proses editing Tanfidz Tanwir XXIV Banten. Terlepas benar-tidaknya namun ada kegagetan dari beberapa orang yang pernah membahas point (h) ini. Selain itu, Buku Pedoman Administrasi (BPA) pun juga mengalami permasalahan. Format surat dan beberapa aturan yang sudah ditetapkan Tanwir XXIV Banten juga mengalami perubahan format. Ke-kacau-balau-an sistem organisasi akan berdampak sistemik dikemudian hari. Sebab seluruh aturan yang ada sudah menjadi bagian instruksi yang harus dijalankan atas perintah DPP IMM. Jika aturan dasar dan administrasi organisai sudah dipolitisasi—dari sinilah kelongsoran kesadaran intelektual terjadi.

Adanya kesadaran dalam proses pembentukan kepemimpinan intelektual menjadi sesuatu yang sifatnya mutlak sehingga kader dapat memahami secara lebih utuh menganai segala hal yang berada dalam dirinya maupun yang selayaknya ia kerjakan sesuai dengan kaidah yang sudah ditentukan secara kolektif. Muktamar IMM XV di Medan yang mengusung tema Kristalisasi Gerakan Kaum Muda Untuk Indonesia Bangkit benar-benar digunakan sebagai ruang untuk rembug nasional yang mampu menghasilkan keputusan terbaik tanpa dibumbuhi ketidakdewasaan dalam proses kepemimpinan dan berpolitik.

Page 44: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

43

Harus disadari bahwa kelemahan IMM sekarang ini selain hanya sibuk memikirkan hal-hal yang sifatnya administratif kemudian diperparah dengan perebutan kekuasan (sebut kasus Muktamar IMM Lampung yang sampai ada pelemparan kursi) yang malah justru menelanjangi ketidakdewasaan kader ikatan ini dalam berpolitik secara sehat—tepatnya sulit menerima perbedaan. Sialnya lagi, ada sebagian kader IMM ada yang tidak tahu apa ideologi IMM itu sendiri.

Ikatan ini membutuhkan kepemimpinan intelektual yang tidak hanya berada dalam dataran teori, konsepsi melainkan sampai praksisnya sehingga gerakan Ikatan lebih matang dalam menghadapi usianya yang jelang setengah abad. Dan mari kita tunggu saja hasil keputusan Muktamar XV IMM di Medan—lalu perhatikan apa yang akan terjadi

Pustaka

- Kumpulan Tulisan Kader IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta. 2008. Rahim Perjuangan; Catatan Mahasiswa Yang Rindu Perubahan terbitan. Yogyakarta. MIM Press

- Dokumen Musycab PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta periode 2008/2009

- Tanfidz Tanwir XXIV di Banten - Tanfidz Keputusan Muktamar XIV IMM di Bandung

Page 45: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

44

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sejarah, identitas dan Perannya

Rijal Ramdani | aktivis IMM Cabang AR. Fakhrudin Kota Yogyakarta.

Prolog

Seperti apa yang telah diamanahkan melalui pesan singkat sebagai arahan perbincangan, tulisan ini akan membincang beberapa hal yang sangat layak untuk dibincangkan. Rasa-rasanya dalam hemat penulis, tidak afdhol bila perbincangan itu tidak dimulai dari kritikan. Baik kritik dari orang terdekat, maupun kritik yang datang dari orang jauh tetapi masih dalam satu bingkai ketauhidan. Kritik itu sama dengan cermin yang bisa melihat kualitas wajah, kotoran apa yang menempel atau seberapa tebalkah bedak dan lipstick yang digunakan?

Membincang mengenai Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) maka kita tidak bisa melepaskannya dari organisasi induk yang menaunginya, yaitu Muhammadiyah. Dengan pertimbangan; cita-cita IMM adalah mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah (AD IMM), kemudian dilihat dari factor kesejarahan peran orang tua sangat terasa. Begitupun dalam arah dan laju organisasi saat ini, keuangan masih ditopang oleh amal usaha, dan hasil putusan Muktamar harus selalu mendapatkan persetujuan dari PP Muhammadiyah. Hal inilah menurut Imam Cahyono(SO; AR. Ed) yang menyebabakan IMM tidak bisa lepas dari pengaruh dan kultur di Muhammadiyah. Berbeda dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang sekalipun dilatar belakangi oleh anak-anak mudan NU, tetapi PMII mampu keluar dari kultur yang ada.

Page 46: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

45

Dengan kesepakatan itulah maka kritik yang diarahkan untuk perserikatan sama dengan krtik yang tanggung jawabnya ditopang oleh kader IMM. Dan dewasa ini dalam usia Muhammadiyah yang akan menginjak pada 1 abad muncul beberapa kritik yang dilontarkan. Tetapi andai keseluruhan kritik itu dituliskan, maka kapasitas tulisan ini tidak akan mampu untuk menampungnya. Oleh karenanya kritik yang akan dihadirkan adalah kritik yang secara langsung berhubungan erat dengan problema antara IMM sebagai gerakan mahasiswa di bawah Muhammadiyah dengan cita-cita perjuangan yang sesungguhnya.

Setelah sekian lama Muhammadiyah berkiprah dalam pembaharuan keislaman di Indonesia, menurut Azyumadri Azra hal itu memberikan kepuasan tersendiri yang secara tidak disadari telah memanjakannya dalam kemapanan wacana keagamaan. Selama ini ulama Muhammadiyah hanya dialokasikan di tempat pariferal dan marjinal yaitu Majlis Tarjih. Dengan demikian Muhammadiyah telah mengalami kebekuan dalam mengkonstruksi wacananya. Hal ini berimbas pada IMM secara langsung, dimana kader-kadernya kebanyakan dari mereka menyibukan diri di amal usaha Muhammadiyah dan sangat minim akan wacana (Imam.SOP AR. Ed.)

Hal lainnya menurut Koentowijoyo kegiatan pembinaan warga Muhammadiyah lebih diorientasikan dalam pengelompokan-pengelompokan yang didasarkan pada diferensiasi jenis kelamin dan usia. Seperti Nasyiatul Aisyiah dan Aisyiah untuk remaja putri dan ibu-ibu; ada Pemuda Muhammadiyah, IPM dan IMM. Dengan diferensiasi semacam ini seolah Muhammadiyah tidak peduli kepada kelompok mustadafin sesungguhnya, seperti petani, buruh, pedagang kecil dan TKW. Padahal banyak dari warga Muhammadiyah berprofesi dalam wilayah-wilayah ini, sehingga justru pada akhirnya mereka malah bergabung atau mendapatkan pembelaan dari SPSI untuk buruh dan

Page 47: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

46

HKTI untuk kaum tani (Kunto. 1991:265-266). Maka sebetulnya wilayah ini andai tetap tidak tergarap, dalam hemat penulis bisa menjadi garapan IMM yang sangat riil.

Secara umum Nurkholis Madjid mengatakan sejarah mencatat Muhammadiyah dan organisasi-organisasi pembaharu lainnya di Indonesia saat ini harus diakui telah berhenti sebagai pembaru-pembaru. Sebab pada akhirnya pembaharuan telah berhenti menjadi beku sendiri, agaknya mereka tidak sanggup menangkap semangat dari ide-ide pembaharuan itu sendiri (Madjid.1987:235-239). Maka kaum intelektualah satu-satunya yang bisa diharapkan untuk meleburkan kebekuan itu.

Melihat persoalan yang demikian, maka sepantasnyalah kita harus memikirkan bagaimana sebetulnya arah dan perjuangan IMM untuk meluruskan kembali cita-cita besar kiyai Dahlan sebagai pendiri perserikatan ini dalam pembelaan terhadap kaum mustadafin berikut purifikasi terhadap ajaran islam.

Di sisi lain harus diakui sebetulnya pembelaan dan purifikasi itu dilakukan juga oleh gerakan-gerakan mahasiswa lainnya, baik yang dibangun atas asas dan dasar pergerakan islam (seperti PMII, HMI, HMI-MPO, dan KAMMI) maupun atas asas dan dasar ideology lainnya (GMNI, PMKRI, GMKI, FMN, LMND, dll). Tentunya hal ini juga harus dijelaskan sehingga kita bisa melihat IMM benar-benar memiliki identitas yang berbeda di antara pergerakan-pergerakan mahasiswa lainnya. Dan hal itu bisa dilihat dari factor kesejarahan yang melatar belakangi IMM, identitasnya dan perannya baik di masa lalu, sekarang dan yang akan datang.

Kesejarahan, Identitas dan Peran

Dalam setiap teks yang penulis temukan, latar belakang berdirinya IMM selalu disebut ada dua faktor

Page 48: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

47

integral kesejarahan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang terdapat dan ada dalam organisasi Muhmmadiyah itu sendiri. Sedangkan faktor ekstern adalah hal-hal dan keadaan yang datang dari dan berada di luar Muhammadiyah atau situasi dan kondisi kehidupan umat dan bangsa serta dinamika gerakan organisasi-organisasi mahasiswa.

Faktor intern bisa dilacak ketika muncul anggapan pentingnya wadah bagi mahasiswa Muhammadiyah saat Muktamar ke-25 Muhammadiyah (Kongres Seperempat Abad Kelahiran Muhammdiyah) pada tahun 1936 di Jakarta. Pada kesempatan itu dicetuskan pula cita-cita besar Muhammadiyah untuk mendidirkan universitas atau perguruan tinggi Muhammadiyah. Tetapi terkendala karena Muhammadiyah tidak memiliki perguruan tinggi. Selain itu juga ada organisasi yang bisa mewadahi mahasiswa Muhammadiyah, seperti Nasyiatul Asiyiah, Pemuda Muhammadiyah.

Pada tanggal 18 November 1955, berdirilah Fakultas Hukum dan Filsafat di Padang Panjang dan tahun 1958 di Surakarta. Kemudian di Yogyakarta berdiri Akademi Tabligh Muhammadiyah; dan Fakultas Ilmu Sosial di Jakarta, yang kemudian berkembang menjadi Universitas Muhammadiyah Jakarta. Kendati demikian, cita-cita untuk membentuk organisasi bagi mahasiswa Muhammadiyah belum bisa diwujudkan mengingat Muhammadiyah menjadi anggota istimewa dari Masyumi, karenanya terikat oleh Ikrar Abadi umat Islam yang dicetuskan pada tanggal 25 Desember 1949, yang salah satu isinya menyatakan satu-satunya organisasi mahasiswa Islam adalah HMI.

Sejak kegiatan pembangunan pendidikan tinggi Muhammadiyah pada tahun 1960-an itulah kembali santer ide tentang perlunya organisasi yang khusus mewadahi dan menangani mahasiswa. Sementara itu, menjelang Muktamar

Page 49: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

48

Muhammadiyah Setengah Abad di Jakarta pada tahun 1962, mahasiswa-mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah mengadakan Kongres Mahasiswa Muhammadiyah di Yogyakarta. Dari kongres ini pula upaya untuk membentuk organisasi khusus bagi mahasiswa Muhammadiyah kembali mengemuka. Pada tanggal 15 Desember 1963 mulai diadakan penjajagan berdirinya Lembaga Dakwah Mahasiswa yang idenya berasal dari Drs. Mohammad Djazman, dan kemudian dikoordinir oleh Ir. Margono, dr. Soedibjo Markoes, dan Drs. A. Rosyad Sholeh.

Akhirnya dengan restu PP Muhammadiyah (H.A. Badawi) pada tanggal 29 Syawal 1384 H bertepatan dengan tanggal 14 Maret 1964 berdirilah organisasi yang khusus untuk Mahasiswa Muhammadiyah yang diketuai oleh Drs. Moh. Djazman sebagai koordinator dengan anggota M. Husni Thamrin, A. Rosyad Saleh dan Soedibjo Markoes dengan nama IMM. Nama IMM sendiri dicetuskan oleh Moh. Djasman Alkindi yang pada saat itu menjabat sebagai sekretaris Pemuda Muhammadiyah.

Sedangkan faktor ekstern berdirinya IMM berkaitan dengan situasi dan kondisi kehidupan di luar dan di sekitar Muhammadiyah. Hal ini paling tidak bertalian dengan keadaan umat Islam, kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia, serta dinamika gerakan mahasiswa. Di kalangan organisasi mahasiswa, orientasi dan perilaku politiknya juga terbagi ke dalam kekuatan-kekuatan politik yang dominan. Organisasi mahasiswa yang secara tajam mengikuti garis Presiden Soekarno adalah GMNI, dan yang sejalan dengan garis ABRI adalah HMI, PMKRI dan GMKI. Sedangkan yang mengikuti dan mendukung garis PKI adalah CGMI (Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia). Di tengah kemelut dan pertentangan garis politik tersebut, pergolakan organisasi-organisasi mahasiswa menemui jalan buntu dalam mempertahankan partisipasinya di era kemerdekaan RI.

Page 50: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

49

Barulah pada tanggal 8 Juni 1947 diadakanlah Kongres Mahasiswa Indonesia di Malang yang diikuti oleh HMI, PMKRI, GMKI, SMI yang kemudian berfusi ke dalam PPMI (Perserikatan Perhimpunan-Perhimpunan Mahasiswa Indonesia) yang bersifat independen. Dan pada tahun 1958 PPMI menerima CGMI yang kemudian melancarkan aksi intervensi untuk mempengaruhi organisasi mahasiswa lain agar keluar dari PPMI. Akhirnya karena kuatnya pengaruh dan intervensi dari CGMI tersebut, maka masing-masing organisasi dalam PPMI memisahkan diri.

Kendati HMI telah berusaha menunjukkan eksistensi dirinya sebagai bagian dari kekuatan revolusioner, namun tetap saja HMI menjadi sasaran CGMI untuk dibubarkan padahal kader-kader Muhamadiyah pada saat itu berada pada organisasi ini. Pada saat HMI terdesaklah Ikatan mahasiswa Muhammadiyah lahir. Itulah sebabnya muncul persepsi yang keliru bahwa IMM dibentuk adalah sebagai persiapan untuk menampung aggota-anggota HMI kalau jadi dibubarkan. Persepsi yang keliru ini dikaitkan dengan dekatnya hubungan HMI dengan Muhammadiyah. Kekeliruan itu dalam hemat penulis didasarkan; andai tidak ada wacana pembubaran HMI maka IMM akan tetap berdiri sebagai factor dorongan besar dari dalam tubuh internal Muhammadiyah.

Adapun identitas IMM pada platformnya adalah “Anggun dalam moral unggul dalam intelektual.” Tetapi dalam hemat penulis, platform ini hanya akan menjadi platform dalam isapan jempol bila tidak dimaknai secara mendalam. Dalam memahami indentitas IMM penulis lebih senang memaknainya dari sisi totalitas kader IMM dalam kedudukannya sebagai manusia. Di mana menut Ali Syariati manusia itu terdiri dari dua unsure yang melatar belakanginya, yaitu unsur tanah dan unsure Ruh yang ditiupkan oleh Tuhan. Di satu sisi seperti apa yang dijelaskan oleh Muhammad Iqbal, kita sebagai manusia

Page 51: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

50

mempunyai kewajiban untuk selalu mendekat menuju kapada Tuhan melalui amalan-amalan ibadah mahdoh, tetapi di sisi lain kita pun mempunyai kewajiban untuk bergerak ke samping menyelasikan persoalan-persoalan kemanusiaan seperti tercermin dalam perjalanan isra dan mi’rajnya nabi.

Hal itu juga sesuai seperti apa yang dijelaskan oleh Murtadha Mutahahhati ketika mempertanyakan kehakikatan antara individu dengan masyarakat. Maka Mutahhari mengatakan keduanya adalah hakikat, di mana masyarakat merupakan bentukan dari nalar dan imajenasi individu. Sehingga oleh karena keduanya hakikat maka individu harus baik andai ingin melahirkan masyarakat yang baik. Dan keindividuan baiklah sebagai tanggung jawab yang harus dimiliki oleh kader IMM dengan dibuktikan melalui paham terhadap tujuan dan makna hidup. Ketika keduanya telah dipahami dia akan memahami sebetulnya dosa itu di dunia ini ada dua, pertama dosa dalam catatannya sebagai individu dan yang kedua dosa dalam catatannya sebagai individu yang merupakan bagian dari masyarakat.

Atas hal inilah IMM mempunyai identitas yang tidak dimiliki oleh pergerakan islam lainnya dalam tataran filosopis. Apalagi bila dilihat dari ranah trilogy ikatan; religiusitas, intelektualitas dan humanitas. Di mana IMM mempunyai tiga orientasi wilayah gerakan; keagamaan, wacana keilmuan dan aksi tindakan riil di masyarakat. Ditambah dengan tiga orientasi ranah kader yang siap dilahirkan dari tubuh ikatan yaitu sebagai kader bangsa, kader perserikatan dan kader umat. Dari orientasi inilah kader boleh diorientasikan ke ranah politik kebangsaan, amal usaha Muhammadiyah, dan lembaga-lembaga keumatan secara umum.

Page 52: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

51

Sementara terkait dengan peran IMM di tingkatan nasional dahulu, bisa dilihat dari tulisan yang dihadirkan oleh Faris Alfadh (mantan Direktur MIM IMM AR Fakhruddin) dalam “Persepsi Gerakan Mahasiswa Islam Terhadap Politik Luar Negri Indonesia”. Di mana pada initinya IMM memiliki peran yang tidak kecil dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Seperti pada tahun 1963-1965 di masa kejayaan PKI di saat HMI melemah, justru IMM bangkit dengan kekuatan besar. IMM bersama gerakan mahasiswa lainnya ikut menerikan selogan “Ganyang PKI”. Bersama Pemuda Muhammadiyah IMM membentuk KOKAM menggerakan-gerakan aksi protes menentang PKI dan menuntut pembubaran PKI. Kemudian pada masa Orde Baru IMM pernah megirimkan surat kepada presiden Soeharto untuk mengadakan referendum dalam upaya mencari kebenaran objektif atas kebijakan yang diambil oleh pemerintah. IMM sangat kritis dalam melihat persoalan kropsi, kolusi dan nepotesime di dalam tubuh pemerintahan yang ada.

Adapun untuk saat ini penulis tidak mempunyai kapasitas untuk melihat dan membaca peran IMM dalam pergerakan kemahasiswaan di Indonesia. Hanya saja perlu rasanya penulis berbagai pengalaman atas apa yang dialami dan dilakukan oleh akivis-aktivis IMM di Yogyakarta kususnya cabang AR. Fakhrudin. Berangkat atas dasar kritik yang dilontarkan Koentowijoyo di muka maka IMM AR. Fakhrudin mencoba mendekatkan diri dengan gerakan-gerakan yang berafiliasi dengan kaum buruh, seperti Perhimpunan Rakyat Pekerja dan Serikat Buruh Carefoor untuk mendampingi mereka ketika menghadapi kasus-kasus yang berkaitan dengan haknya sebagai buruh. Di sisi lain melalui pendekatan-pendekatan yang ditawarkan para tetua pos struktural mereka menawarkan keterlibatan kader IMM untuk bergerak bersama melakukan pendidikan

Page 53: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

52

politik pertanian terhadap petani, seperti bahaya pupuk dan bahaya teraktor terhadap lahan tanah.

Hal lain yang cukup baik dilakukan oleh IMM adalah selalu turut serta ikut memberikan respon dalam aksi-aksi jalanan dalam menentang persolan-persoalan kebangsaan yang semakin hari semakin rumit. Bendera IMM berkibar di mana-mana dalam berbagai aliansi. Hal inilah yang menjadi kebanggan di mana IMM benar-benar berusaha untuk selalu mewujudkan tiga orientasi kekaderan, kader IMM siap bergerak untuk mersepon persolan kebangsaan, siap mengisi ceramah dalam persoalan-persoalaan keagamaan dan kader IMM siap untuk terlibat dalam solidaritas-solidaritas keumatan.

Menuju Gerakan Berkarakter

Saya mengutip sebuah anomaly bernuansa parody tapi sebetulnya kaya akan makna. Anomaly benuansa parody itu berbunyi demikian : “Yang membedakan antara komunitas study dengan organisasi adalah dalam wilayah pengkaderan. Komunitas study jarang yang berumur panjang, biasanya ia mati ketika para pendirinya mati, beda dengan organisasi sekalipun telah jauh perjalanannya dari kematian para pendiri ia akan tetap eksis menuju kematangan sekalipun bisa juga menuju kehancuran, perbedaan ini terjadinya karena adanya sistem pengkaderan”. (diilhami hasil diskusi di Lobi Fisipol UMY dengan IMMawan Nur Kholis Mantan abid. Hikmah IMM Cabang Ar. Fackhrudin periode 2007-2008).

Dari anomaly di atas betapa bisa diambil satu titik pemaknaan sekalipun tidak bersipat final. Eksistensi gerakan bisa dikatakan akan tetap eksis bila pola dan sistem pengkaderannya berjalan sesuai dengan harapan. Tapi sebaliknya bila sistem dan pola pengkaderan tidak berjalan dengan apa yang diharapakan, maka oraganisasi itu akan

Page 54: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

53

mati ditelan oleh laju sejarah sebagaimana matainya kelompok-kelompok study.

Perlu dicamkan, IMM merupakan referenstatif media dakwah amar ma’ruf nakhyi munkar dari organsasi Muhammadiyah di tingkatan mahasiswa. Di tingkatan mahasiswa tentunya tantangan lebih berat, kita harus berhadapan dengan organisasi gerakan lain yang mempunyai bangunan ontology filsafat yang berbeda---pandangan dunia dalam bahasa Ali Syariati. Maka IMM harus mempunyai pola gerakan dakwah khas yang ditopang oleh kader yang kalakterisitik dan progresifitasnya khas pula, sebagi pembeda dengan organisasi gerakan lain.

Dalam buku Sistem Politik Indonesia, Arbi Sanit

mengungkapakan, “Mahasiswa sebagai kelompok masyarakat yang paling lama menduduki bangku sekolah, mengalami proses sosialisasi politik yang panjang. Akibatnya dengan kondisi yang demikian respon mahasiswa terhadap fenomena-fenomena politik lebih tajam dibanding elemen masyarakat lainya”. Dalam wilayah lainpun Arbi Sanit menyinggung keberadaan mahasiswa sangatlah berpengaruh terhadap stabilitas kemapanan suatau rezim. Bila mahasiswa diam tak berani untuk mengatakan kebenaran, sebagai hal yang benar, maka kemapanan yang dibangun oleh suatu rezim takan pernah berkahir. Tapi sebaliknya bila mahasiswa berani untuk menyuarakanya maka akan ada sebuah tekanan untuk menghalangi kempanan tersebut berlangsung lebih lama lagi.

Orientasi mahasiswa dalam tinjauan Arbi Sanit ini sangatlah penting diperhatikan dalam pola pergerakan IMM. Organisasi pergerakan mahasiswa begitu berjamur bah ilalang liar di musim hujan. Semuanya seolah tak menawarakan solusi yang berarti bagi kemandegan pola gerakan mahasiswa. Bahkan Fahd Djibran dalam Insomnia

Page 55: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

54

Amnesia menganggap semua pola gerakan yang ditawarkan oleh organisasi gerakan mahasiswa mapan seperti IMM, GMNI dan HMI, satu sama lain tak terlihat ada perbedaan yang mendasar. Justru pola gerakan baru yang bisa menjadi alternatif untuk melawan kemapanan malah ditawarkan oleh gerakan-gerakan kecil yang berafiliasi dengan kekuatan-kekuatan kiri berideologikan Marxis.

Dari asumsi-asumsi beberapa teori sederahana ini, dapat disimpulkan dimana pentingnya sebuah pola gerakan baru dalam tubuh IMM yang mempunyai ciri khas tersendiri sebagai solusi dari kemandegan pola gerakan yang ada selama ini. Bahkan bila boleh berkata jujur melihat kenyataan yang ada saya berani mengatakan pola gerakan IMM tidak hanya mandeg, tapi juga seolah mundur kebelakang. Aktor organisasi bukan sibuk berpikir bagaimana merespon atau bahkan menekan kebijakan rezim yang tidak memihak kepada masyarakat menengah ke bawah, baik di tingkatan nasional ataupun local. Justru aktor organisasi malah sibuk bersinggungan, bahkan saling menjatuhkan satu sama lain sesama aktor untuk memperebutkan kursi kekuasaan strukutral dalam tubuh organisasi itu sendiri.

Maka disnini lah tantangan IMM kedepan harus mampu melahirkan kader yang tidak haus dengan kekuasaan strkutral, tetapi kader yang berorientasi pada sikap yang berserah diri untuk mewujudkan cita-cita besar IMM yang terbingkai dalam Trilogi Ikatan, lebih sepesifiknya lagi cita-cita Muhammadiyah.

Strategi Pengkaderan

Strategi yang ditawarkan saya dalam pola pengkaderan IMM untuk melahirkan pola gerakan yang berkarakter sebagai pembeda dari pola gerakan yang ditawarakan orgnisasi pergerakan mahasiswa lain dapat dipahami dari uraian sebagai berikut :

Page 56: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

55

Pertama, perlu adanya penucucian kalakter kader sebagai bentuk penyadaran bahwa berjuang untuk mengatakan kebenaran adalah sebagai bentuk pengabdian terhadap agama. Dalam sebuah hadis dinyatakan: ”Mengatakan kebenaran di depan pemimpin yang dzalaim adalah jihad yang paling besar”. Di dalam redaksi lain

Muhammad mengatakan ”Siapa yang mati dan tak pernah dalam dirnya mempunyai keinginan untuk berjihad maka dia sungguh mati dalam keadaan munafik”. Pola perubahan orientasi pergerkan keagamaan di masa Muhammad tentu berbeda dengan di masa kita saat ini. Bila dahulu yang diangkat adalah senjata, bertumpu pada kemampuan bertempur di medan laga, sementara saat ini yang diperlukan adalah pisau analisis, metodologi ilmu pengetahuan sebagai tolak ukur untuk mengukur sesuatu itu benar atau salah.

Dari kedua redaksi hadis yang saya kutip di atas. Kader harus menyadari di saat dirinya melangkahkan diri untuk bergabung dengan IMM maka pada saat itu pula dia dihadapakan pada pertempuran untuk melawan kedzalim dan kemapanan. Apa yang kurang untuk dikatakan sebagai perjuangan untuk menghantarakan pada keridhoan Tuhan, bila ilmu pengetahuan dipakai untuk mengkritisi setiap kebijakan-kebijakan rezim yang tidak memihak pada nilai-nilai kemanusiaan. Kenaikan BBM sebagai contoh yang sama sekali tidak logis bila dihitung dengan perhitungan surplus transaksi. Beberapa UU yang dikendalikan oleh corporat asing, sungguh bukan sesuatu hal yang bisa begitu saja untuk dibiarkan tanpa ada perlawanan berarti.

Titik tolak keberhasilan dari strategi pertama ini adalah mampu memberikan kesadaran kritis kepada kader

Page 57: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

56

sebagai seorang yang berilmu dan harus memihak pada kebenaran sebagaimana keinginan seorang Antonio Gramsci. Bila perlu, ketika IMM menyuarakan kebenaran dalam nilai-nilai kemanusiaan kader sampai pada sikap berani mati untuk memperjuangkanya. Tentunya terlebih dahulu harus dibangun kesadaran dimana antara kehidupan dan kematian dalam wilayah konsep sesungguhnya tidak ada perbedaan, keduanya baru terasa berbeda hanya dalam tataran fakta saja.

Kedua, perlu dibangunan banguanan epistemologi filsafat yang kuat. Hal ini diperlukan sebagaimana sebelumnya telah diungkapkan oleh saya sebagai alat anlisis dalam membaca setiap penomena dan peristiwa yang terjadi. Dr. Haidar Natsir mengatakan, yang membedakan seorang yang bepengetahuan dan tidak itu adalah dalam melihat penomena sosial, dimana dia mempunya konsep sebagai alat untuk membacanya.

Ditamabah dengan penjelasan Nurcholis Madjid dalam ”Islam Kemoderanan dan Keindonesiaan”. Baginya organisasi pemahaman keagamaan yang ada pada saat ini perlu direorientasi ulang untuk diklaborasikan dengan kemoderenan. Pemahaman terhadap agama tidak boleh statis, karena bisa menjadikan keberagamaan kaku ketika behadapan dengan kemajuan teknologi. Maka di sini perlu adanya banguanan epitemologi filsafat yang kuat bagi keder IMM, sehingga mereka mampu melakukan pembaharuan terhadap tatanan keislaman melalui penyesuaian teks dengan konteks.

Sesuatu yang naif sebetulnya, ketika seorang kader bergerak hanya sekedar ikut-ikutan melihat orang lain bergerak. Orang yang demikian bukanlah bergerak menuju

Page 58: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

57

kemenangan, tetapi seorang kader yang bergerak adalah dia yang tahu kenapa dia harus bergerak dan untuk pergerakan itu? Bisa sampai pada tingkat seorang kader mampu memahami keberagamaan tidak kaku, bisa membaca fenomena sosial dengan konsep, dan bergerak berdasarkan tujuan dan pola yang jelas bukan sesuatu yang mudah seperti membalikan telapak tangan. Di sinilah perlunya sistem pengkaderan yang baik dan benar sesuai dengan yang diharapkan. Dan perlu adanya kajian intensip yang mengkhususkan pembahasanya dalam wilayah epistemologi filsafat murni sebagai tindak lanjutan dari bangunan ontologi yang telah diberikan dalam materi Darul Arqam Dasar.

Terakhir, sebagai aktualisasi dari karakter kader progersif dalam menyatakan kebenaran dan kader yang mempunyai bangunan epitemologi filsafat yang kuat. Maka perlu juga memahami metodologi gerakan perlawanan tehadap kemapanan. Dalam hal ini saya akan memakai pendekatan yang didasarkan pada diktat kuliah Sistem Politik Indonesia yang ditulis oleh Eko Purnomo. Dalam buku itu dijelaskan strategi perlawanan dalam menyampaikan aspirasi yang selama ini berkembang dalam prem pergerakan mahasiswa indonesia hanya bertumpu pada hal-hal pragmatis seperti demonstrasi yang berujung anarxisme. Sebetulnya strategi pergerakan tidak hanya dapat diukur dari sejauh mana organisasi itu pokal menyuarakan suaranya melalui demonstarasi jalanan. Ada cara lain yang lebih efektif selain dari pada demonstarasi. Fahd Djibran (Kader IMM Fisipol UMY PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta) menawarakan budaya menulis sebagai alat untuk mengekpresikan pola pikir yang ingin disuarakan.

Page 59: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

58

Di sisi lain seorang dekan Ilmu Pemerintahan Universitas Warmadewa Denpasar Bali menyatakan, orientasi menuju perubahan saat ini seharusnyalah dialihkan pada hal-hal lain. Seperti penemuan alat-alat mutakhir yang bisa membawa umat manusia menuju kehidupan yang lebih baik lagi. Misalkan gerakan mahasiwa mampu menawarakan solusi untuk mengentaskan kemiskianan dengan berhasil menemukan teknologi yang mampu melipat gandakan hasil pertanian padi. Hal ini lebih efektif ketimbang mendeasak rezim mapan untuk memeperhatikan mereka supaya menaikan harga gabah dan memurahkan harga pupuk sebagai penekan terhadap biaya produksi. Inilah mungkin yang dimaskud dengan transformasi sosial sebagaiman yang dicita-citakan Dr. Koentowijoyo. Epilog

Melalui ketiga strategi pengkaderan ini maka saya yakin akan mampu membentuk pola dan kalakteristik gerakan khas yang berbeda dengan pola gerakan oraganisasi lain. Dimana kader IMM mempunya tiga kalakter mendasar, pertama kader progersif, kedua kader yang mempunyai alat baca berbasiskan bangunan epistemologi filsafat yang matang dan yang ketiga metode pergerakan yang tidak hanya terfokus pada pola sederhana seperti yang ada saat ini, tetapi ia menyeber bergerak sesuai dengan kehalian yang dimilikinya.

Untuk di masa yang akan datang pergerakan IMM harus benar-benar diarahkan dalam persoalan-persoalan transformasi social yang tidak digarap secara langung oleh Muhammadiyah, yaitu masalah kaum buruh dan petani. Di

Page 60: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

59

sisi lain perlu adanya pematangan keintelektualan kader melalui garis filsafat yang jelas basisnya, kader yang benar-benar beridentitas, sehingga kelak kemudian bisa diproyeksikan sesuai dengan minatnya. Apakah dia akan menjadi kader bangsa seperti Yahya Muhaimin dan Amien Rais, kader perserikatan seperti Din Syamsuddin dan kader umat seperti pendiri BMT Bringharjo Yogyakarta. Wallahu A’lam

Referensi :

- AD/ART IMM

- Imam Cahyono (2003). “Melacak Akar Gerakan Mahasiswa islam Indonesia”. Dalam SOP DAD IMM Cabang AR. Fakhrudin Kota Yogyakarta.

- Koentowijoyo. 1991. Paradigma Islam. Bandung: Mizan.

- Nurcholis Madjid. 1987. Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan.

- Arbi Sanit. 1981. Sistem Politik Indonesia. Jakarta. Rajagrafindo.

Page 61: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

60

Eksistensi Manusia dan Masalah Kemanusian

Fauzi Ishlah | Ketua Umum PC IMM Kabupaten Sleman

Pendahuluan

Dengan perkembangan teknologi informasi dan media kita bisa melihat fenomena beragam hal dalam kehidupan manusia di seantero dunia. Dengan mudah individu maupun masyarakat mudah mengakses informasi baik berita baik maupun berita buruk. Ada hal yang sering kita tangkap dari informasi atau berita salah satunya yaitu permasalahan humanisme, masalah kemunusian. Masalah ini memang, berumur selaras manusia itu sendiri, akan tetapi tidak akan kering kita diskusikan, karena maslah ini akan muncul seiring manusia masih ada. Dan banyak sekali orang yang mengulas masalah ini dari waktu ke waktu.

Kita bisa melihat dari sejak Socrates pembahasan manusia mendapatkan tempatnya, kerena filsuf Yunani sebelum Socrates sebenarnya para filsuf naturalis (kealaman), maka sejak pasca Socrates (seperti Plato dan Aristoteles), filsafat manusia mendapatkan porsi yang besar, bahkan sampai saat ini. Masalah kemunusiaan adalah maslah yang sensitif, seperti tafsir tunggal orde baru, yang memaksa kepraksisan wacana di dalamnya, ini jelas tidak humanis, banyak kalangan “ogah” dengan ideologi ini, mereka menuntut ideologi negara yang bersifat terbuka dan inklusif. Kesensitifan akan masalah kemanusiaan ini yang berlarut-larut, kadang berujung akan revolusi sosial.

Marilah kita melihat fenomena kemanusiaan sekarang, khususnya di Indonesia, pasca reformasi, masyarakat mendapat jaminan kebebasan dan berekspresi, tetapi sisi lain apabila kita melihat realitas, ada seperti

Page 62: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

61

keterputsasaan dan kegelisahan di masyarakat. Banyak kita temukan di berbagai berita tentang banyaknya masalah, bahkan berlarut-larut Ketidakpuasan sekelompok masyarakat yang berujung bentrok anatara sipil dan polisi, kekerasan terhadap satu kelompok, kekerasan antar antar kelompok atau inidividu, dll. kita ambilkan beberapa contoh misal kan pelanggaran HAM di Papua terkait perusahaan Amerika Freeport, baru saja di Bima terkait masalah perebutan tanah, sampai ada seorang yang tidak puas akan keputusan pengadilan menyebarkan sekarung ular di kantor pengadilan. Ketidakpuasan ini seolah-olah selalu berujung pada ancaman kekerasan, yang dilakukan sipil maupun aparatur negara.

Secara pribadi, ada hal yang paradoks di satu sisi masyarakat mendapatkan apa yang selama ini mereka tidak peroleh selama orde baru seperti hak dalam partisipasi dan kebebasan sosial, politik, ekonimi, dll, di lain hal kondisi sekarang seperti sama saja tidak ada perbaikan, bahkan kekerasan, korupsi, disintregasi kelompok, kejahatan-kejahatan lainnya menjadi sarapan kita setiap hari di media massa maupun elektronik. Mungkin betul kata Erich Fromm, seorang psikoanalisis sosial salah satu eksponen pemikir mazhab Frankfurt, ketika melihat fenomena manusia modern, yang selalu mengidamkan kebebasan, tetapi teraleniasi oleh kebebasan itu sendiri.

Dari masalah-masalah itulah yang menjadi perhatian pembahasan ini ialah masalah kepribadian masyarakat modern, masalah aleniasi, dan yang akan mengkrucut pada humanisme. Tulisan ini sekedar bentuk pengambilan salah satu contoh masalah kemanusiaan, kemudian kita jabarkan secara filosofis, karena membahas tentang kemunusiaan amatlah luas, maka penulis hanya mengambil satu sampel akar masalah humanitas yang berada di sekeliling kita yaitu lebih menekankan pada kajian masalah eksistensialisme manusia.

Page 63: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

62

Permasalahan Eksistensi Manusia Modern Para pengamat sosial kontemporer mulai meragukan dan mengkritik masyarakat modern, misalnya para pemikir posmo atau pemikir mahzab Frankurt, walaupun ada perbedaan mencolok di antara mereka, tetapi seolah-olah mereka setuju, bahwa masyarakat modern terkhususnya masyarakat barat tidak selalu kelompok manusia idaman. Menurut Erich Fromm dalam kritiknya menyatakan, bahwa masyarakat kapitalis modern ini telah menciptakan individualitas dalam diri manusia, dan mengkonstruksikannya dengan nilai-nilai inisiatif, keangkuhan diri, agresivitas, serta memburu kekuasaan dan kekayaan. Lebih lanjut Erich Fromm manusia telah mengembangkan kebencian terhadap diri sendiri, perasaan tidak berdaya, dan teraleniasi, lantas mencari pemuasan melalui penumpukan kekayaan serta dominasi terhadap sesamanya (Subono. 15 : 2010). Masyarakat kapitalis modern, manusia dan akal rasionalnya telah menjadi primadona dalam mendorong kemajuan di segala bidang. Segala mitos, takhayul, dan berbagai hal yang irrasional lainnya ditinggalkan demi rasionalitas dan modernisme. Kata kuncinya ialah adalah sintesa antara dinamika kapitalisme dengan kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi. Inilah pada gilirannya akan membebaskan manusia dari cucuran keringat dan beratnya kerja memenuhi kebutuhan hidupnya. Itulah yang tergambarkan dari masyarakat kapitalisme yang dikritik oleh Erich Fromm, ia juga menambahkan perkembangan dan dinamika masyarakat kapitalisme modern tampaknya telah menempatkan manusia manusia dalam keadaaan terasing dan teraleniasi dari masyarakatnya. Mereka tak hanya teraleniasi dari kemampuan untuk berkreasi, tetapi juga dari msyarakat, Negara, rekan sejawatnya, dan bahkan dirinya sendiri. Sederhananya baik individu maupun masyarakat, kedua-duanya sakit (Subono. 15 : 2010).

Page 64: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

63

Masyarakat modern juga mengalami reduksi menjadi seperti kata Herbert Marcuse manusia dengan akal instrumen, manusia tereduksi menjadi manusia alat-alat elektronik, alat industri, zaman mesin, sehingga betul-betul menjadi manusia robot. Inilah yang menjadi perhatian para pemikir kontemporer, sehingga ada gelombang yang menjadi sebuah aliran filsafat kontemporer yaitu filsafat eksistensialisme. Mereka ingin mengembalikan jati diri manusia modern yang terasingkan atau teraleniasi oleh ciptaan manusia sendiri. Eksistensi Manusia Seorang pemikir Prancis Henri Bergson memaparkan kritikannya terhadap tren pemikiran Eropa pada abad ke Sembilan belas yang bercorak rasinalistik-matrialistik. Menurut Begrson, kemampuan akal terbatas, yang selama ini telah dijadikan satu-satunya kriteria kebenaran di kalangan pemikir Barat. Lanjutnya tentang ketidakmungkinan akal untuk menangkap objek penelitian secara langsung, karena kecenderungan akal untuk selalu memilah-memilih atau meruang-ruangkan segala sesuatu, sehingga akal telah memasang jurang yang lebar antara subjek dan objek, sebuah jurang yang tidak mungkin dijembatani dengan pendekatan intelektual. Dari sinilah konsep filosofis dan teologis dipandang jauh atau transenden (Mulyadi. 13 : 2005). Perbedaan itu terjadi, karena akal tertumpu pada pengalaman-pengalaman empiris-fenomenal dan produk khas akal ialah bahasa, dalam penyelidikan ilmiah dan intelektual juga akan menjadi kendala untuk menembus jantung realita. Itu sebabnya karena bahasa, baik bahasa lisan mupun bahasa huruf, tidak lain daripada simbol objek yang sedang diselidiki dan penyelidikan akan berhenti pada simbol dan tidak pernah menembus realita. Akal juga manusia juga cenderung meruang-ruangkan objek yang diteliti. Ini terjadi pada ruang mupun waktu. Dipilah-pilah

Page 65: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

64

ke dalam satuan-satuan homogen, kilometer, sentimeter, dekameter, atau mil, yard, kaki, inci. Dikatakan satuan-satuan homogen karena menurut akal satu meter di jogja sama saja satu meter di Jakarta. Oleh karena itu, sulit bagi akal untuk memahami mengapa ada orang yang membedakan antara suci dan profan, karena bagi akal satu jengkal tanah di Madinah, Mekah, atau Palestina dengan tanah di Jawa atau di Sumatra sama saja (Mulyadi. 15 : 2005).

Berbeda dengan pengalaman fenomenal, yang didasarkan pada pengalaman indrawi dan diolah oleh akal. Pengalaman eksistensial, pengalaman yang dimiliki oleh aspek batin jiwa manusia, emosional, mental, dan spiritual. Titik tekan pengalaman eksistensial adalah pengalaman diri, jiwa, atau ego. Kata Heidegger manusia itu being in the word, selalu berproses menuju yang lebih baik di kehidupannya, manusia harus menjadi dirinya sendiri dan harus melepaskan diri dari keterkungkungan dan ketergantungan pada segala sesuatu di luar dirinya.

Manusia, bukan arti fisik, tapi metasifis, kata Iqbal individu yang unik. Disebut unik disebabkan karena ia adalah pilihan Tuhan, dengan berbagai kesalahannya dimaksudkan menjadi khalifah di bumi dan individu itu adalah pribadi merdeka dan mempunyai resiko yang ditanggung. Menelusuri lebih jauh dari individu, memulai dengan apa yang disebut dengan ego. Ego adalah kesatuan dari keadaan mental. Keadaan itu saling berjalin dan saling member arti. Ciri ego ialah kesendirian yang esensial. Iqbal memberi ilustrasi mengenai “sakit gigi, kenikmatan, penderitaan, dan keinginan” itu benar-benar khas milik saya. Keakuan lain tidak mampu merasakan apa yang saya rasakan. Dokter simpati dan kasihan terhadap sakit saya, tetapi ia tidak dapat merasakan betapa dokter itu simpati kepada saya, bahkan Tuhan pun tidak merasakan seperti apa yang saya rasakan (Danusiri. 93 : 1996).

Page 66: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

65

Ide utama filsafat eksistensi ialah regenerasi kemanuisaan melalui perjuangan individu tanpa berhenti untuk menyempurnakan realisasi diri. Diri merupakan suatu yang nyata, pusat, atau landasan bagi semua kehidupan, merupakan suatu iradat kreatif yang terarah secara rasional. Diri adalah bersifat terarah, bebas, dan kekal. Ego, menurut Iqbal, tidak seperti pandangan panteisme dan idealisme Hegel, yang melenyapkan ego ke dalam ego absolute. Tujuan ego bukanlah membebaskan diri dari batas-batas individualitas, melainkan memberi batasan tentang dirinya dengan lebih tegas. Di dalam ego menjadi suatu, itulah ia menemukan kesempatan untuk mempertajam pandangan objektif dan mencapai “aku” yang lebih fundamental, yang memperoleh bukti realitas dirinya. Ego bukan seperti tetesan air yang melarutkan diri dan berjuang unutk mengukuhkan realitasnya serta memantapkan ego-insaninya dalam suatu pribadi yang kukuh (Hawasi. 64 : 2003).

Eksistensi dan Humanisme

Yang saya soroti di sini ialah dua masalah dalam diri manusia. Menurut Erich Fromm masalah psikis manusia modern ialah aleniasi dan dilemma eksistensi. Kata Iqbal lagi, kesepian dan alineasi bukanlah sekedar pengalaman psikologis, tetapi “keadaan dasar jiwa manusia adalah kesepian”. Inilah perbedaan para pemikir eksistensialis yang theis dan atheis, kalau Iqbal seperti juga Kiekigaard, melihat bahwa kesepian bukanlah tujuan hidup, tetapi merupakan sesuatu yang harus diatasi lewat ajaran agama. Berbeda dengan Nietzche justru menikmati apa yang dinamakan kesepian. Bagi dia “kesepian adalah rumahku”. Nietzche mengatakan seperti itu, karena tidak mengakui kekuatan dari luar dirinya untuk keluar dari belenggu kesepian, bahkan Nietzche menginginkan hidup yang lebih berbahaya.

Page 67: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

66

Para pemikir eksistensialis memperlihatkan, bahwa mereka menempatkan aleniasi dalam gejolak batin individu yang bersifat eksistensial. Apa yang mereka kehendaki adalah pengharapan mengenai individu yang mempunyai ketegasan, keunikan, dan keotentikan. Singkatnya individu berani untuk mengada. Di sini diibaratkan individu yang sudah mengalami kematangan jiwa dan telah menentukan sendiri jalan dan pilihan hidupmnya. Namun demikian, bukan berarti individu tersebut keluar dari dunia yang dia huni. Individu tersebut tetap ada dalam dunia sebagai lahan untuk bereksistensi dengan segala keunikannya. (Hawasi. 75 : 2003)

Ketika manusia mengalami apa yang dijelaskan di atas, diharapkan menjadi insan kamil, insan kamil adalah seorang yang sepenuhnya mampu mencapai dengan Tuhan yang ia menjadi serupa dengan Tuhannya. Pengalaman ini telah dicapai oleh para wali dan selanjutnya terbanyang dalam bentuk simbol bagi orang-orang lain, yang itu merupakan sendi dasar falsafah kaum sufi. Oleh karena itu tingkat insane kamil tidak hanya terdiri para Nabi sejak Adam sampai Muhammad, tetapi juga orang-orang pilihan di antara para sufi yaitu orang-orang awliya, jamak dari wali. Lanjutnya iqbal menjelaskan manusia yang mencapai atau serupa dengan Tuhan “makin jarak jauhnya dari Tuhan, makin kecillah individualitasnya. Orang yang paling dekat dengan Tuhannya, itu yang paling sempurna. Tapi bukan akhirnya hanyut terserap ke dalam Tuhan. Sebaliknya, ia harus menyerap Tuhan ke dalam Tuhannya. Pribadi bukan saja menyerap materi, dengan menguasainya ia menyerap Tuhan juga ke dalam egonya” (Danusiri. 135 : 199). Iqbal pernah mengomentari perkataan seorang sufi yang mengatakan, jika dia berisra’mi’raj seperti Nabi Muhammad, pasti dia tidak akan pernah turun kembali ke dunia, karena cita-cita seorang sufi yang ingin bersanding di kehariban ilahi telah terwujud, tapi kata Iqbal, Nabi

Page 68: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

67

mempunyai kesadaran sosial, karena itu pulalah Nabi turun ke dunia menyampaikan risalah Tuhannya.

Segala di dunia tiada yang kekal Segala di dunia tiada yang abadi Awal dan akhir fana batin lahir fana Baru atau lama, tempat hentinya berakhir fana Namun dalam alamat ini suatu yang kekal hidup abadi Diukir insane penaka Tuhan menjadi juwita sempurna Penutup

Dengan menggali eksistensi manusia secara mendalam diharapkan manusia/kita bias menemukan jati diri kita. Masalah kemanusiaan sebenarnya berawal dari masalah eksistensi manusia sendiri. Hiduplah seperti seni selalu mencipta diri, dari pada kita hanya ikut arus konstruk sosial yang ada.

Daftar Pustaka 1. Danusiri. 1996. Epistemologi dalam Tasawuf Iqbal.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2. Hawasi. 2003. Eksistensialisme Muhammad Iqbal.

Jakarta: Wedatama Widya Sastra 3. Kartanegara, Mulyadi. 2005. Menembus Batas Waktu

Panorama Filsafat Islam. Jakarta: Mizan 4. Subono, Nur Iman. 2010. Erich Fromm Psikologi Sosial

Materialis yan Humanis. Jakarta: Kepik Ungu

Page 69: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

68

KAUM MUDA MUHAMMADIYAH DI TENGAH ARUS GLOBALISASI & KRISIS KEBANGSAAN Hendra Setiawan | Sekretaris Bidang keilmuan PC IMM Djasman

Alkindi kota Yogyakarta.

PENDAHULUAN

Zaman terus bergulir menyelubung ruang dan waktu tanpa bisa kita hentikan sedetik pun. Sementara itu dinamika kehidupan pun terus mengalami berbagai macam problema yang membutuhkan ‘ijtihad’ pemikiran dalam rangka pemecahannya. Di zaman serba cepat ini manusia semakin dihadapkan dengan segudang polemik untuk menciptakan sebuah dunia kehidupan (lebenswelt) yang humanis dan berkeadilan. Hal ini jelas menjadi suatu tanggung jawab bersama setiap penghuni kosmos ini.

Adalah globalisasi, sebuah mekanisme kehidupan yang berwatak maju dan modern sebagai mesin penggerak peradaban hari ini. Dimana terjadi lompatan sejarah yang begitu pesat, yang membawa manusia pada kontradiksi kehidupan. Arus globalisasi yang begitu deras semakin membawa dampak yang cukup signifikan dalam setiap lokus kehidupan dunia. Globalisasi yang berawal dari cita-cita barat akan liberalismenya merupakan sebuah tantangan kehidupan kontemporer.yang dampaknya jelas begitu terasa dalam sekat-sekat kehidupan. Pasca runtuhnya rezim Bolshevik Soviet dan berakhirnya perang dingin maka terjadilah suatu trajektori sejarah yang mengarah pada sebuah sintesis. Sejarah telah berakhir (the end of history) demikian klaim Francis Fukuyama dimana modernitas, meminjam bahasa Giddens, yang terus ‘berlari tunggang-langgang’ telah memenangkan system kapitalisme dan demokrasi liberal sebagai jalan akhir peradaban.

Page 70: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

69

Sebagaimana kita ketahui bersama, hari ini sungguh terjadi berbagai ketidakadilan dan dehumanisasi yang mengorbankan berjuta-juta manusia. System social yang ada telah membawa kepada suatu jurang ketimpangan yang begitu tragis. Secara sistematis dan terorganisir system tersebut telah mendegradasi hakikat kemanusiaan kita. betapa kita lihat fenomena nyata dinegara kita ini, di setiap sudut kota terdapat ribuan pengemis yang jumlahnya bertambah tiap harinya, anak jalanan merajalela yang mana mereka seharusnya menjadi tanggung jawab Negara justru selalu dikejar-kejar dan ditangkapi layaknya kriminal, kaum miskin justru selalu menjadi korban kekerasan Negara dan dirampas tanah dan haknya, petani-petani terpinggirkan dan dicekik perlahan-lahan dengan berbagai macam kebijakan yang jusrtru membela kaum modal dan ideology pasar bebas yang dibawa globalisasi neoliberalisme.

Semua itu jelas berbanding terbalik dengan tujuan poltik Negara sebagaimana secara normative tertuang dalam Pancasila terutama sila ke lima yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sebagaimana dikatakan Buya Syafii Maarif bahwa pasal lima tersebut telah lama menjadi ‘anak yatim’, yang oleh para pemimpin bangsa ini selalu tak pernah digubris sama sekali. Para penyelenggara Negara ini justru mengabaikan hak-hak fundamental warga negaranya untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera dan mendapatkan keadilan ditanahnya sendiri. Belum lagi, setelah pemiskinan massif oleh system social yang tidak memihak rakyat, para elit politik dan pejabat Negara justru tenggelam dalam hingar-bingar oligarki politik yang menjauh dari kepentingan rakyat. Ditambah dengan perilaku para elit yang gemar berfoya-foya dengan kehidupan glamour yang ujung pangkalnya merampas bahkan merampok uang Negara secara sistematis. Demokrasi yang selalu kita agung-agungkan sebagai wahana emansipasi dan partisipasi atas kesamaan hak

Page 71: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

70

warga Negara hanya diperalat oleh para elit untuk melegitimasi sikap rakusnya.

Persoalan lain yang dihadapi seiring pekatnya arus globalisasi tak hanya menginvasi tataran kesejahteraan yang berpangkal dari system ekonomi dan politik, namun kebudayaan dan nilai spritualitas keagamaan juga ikut menjadi bulan-bulanan sang monster globalisasi tersebut. Implikasinya begitu nyata, kebudayaan local dan nilai-nilai religiusitas ‘terpaksa’ melarikan dirinya. Tak pelak infiltrasi budaya yang dibawanya seperti hedonisme, pragmatisme, konsumerisme, dsb. telah menjadi momok yang sangat menakutkan dimana struktur kebudayaan local yang mempunyai nilai moralnya sendiri terpaksa harus meleburkan diri pada budaya global yang penuh ambivalensi dan scizoprenia.2

Kondisi, meminjam bahasa Lyotard, delegitimasi tersebut telah melahirkan homogenisasi kelayakan yang dangkal. Manusia dipaksa untuk menyeragamkan seleranya demi kepentingan sang produser dibalik liang korporasi multinasional. Budaya pop dan konsumerisme merajalela maka tumpullah kreatifitas cipta, karsa, maupun karya yang termanifestasi dalam budaya. Budaya yang cenderung bermain dalam permukaan dan tak menyentuh kedalaman makna dunia tersebut telah membawa manusia pada ketaksadaran secara ideologis. Dan bisa dikatakan kritik Karl Marx tentang religion is opium sekarang beralih ke pop culture is opium. Seiring ketidakwarasan global itu, oknum-

2 Scizoprenia didefinisikan sebagai kekacauan struktur bahasa (dan

psikis), yakni putusnya rantai pertandaan (makna) dimana penanda (signifier) tidak dikaitkn dengan petanda (signified) dengan cara yang pasti, sehingga menimbulkan kesimpangsiuran makna. Begitu pula dengan masyarakat global yang dikendalikan secara ideologis oleh para produser dan pemodal. Lih. dalam Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika tafsir cultural studies atas matinya makna.

Page 72: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

71

oknum pembela surga akhirnya menampakkan dirinya menjadi dewa penolong. Namun naasnya, bukan justru solusi kritis dan konstruktif namun secara reaktif absolutisasi atas ajaran Tuhan melahirkan paham fundamentalisme yang menghalalkan kekerasan demi tercapainya tujuan. Hal ini jelas bertentangan dengan konsep Rahmatan lil-alamin yang berusaha mencerahkan peradaban dengan cinta kasih dan kedamaian.

Sementara itu, golongan terpelajar yang digadang-gadang dapat memperbaiki nasib bangsa dan peradaban dunia juga mengalami disorientasi dalam langkah geraknya. Mahasiswa yang dalam rentang sejarah kebangsaan konon menjadi lokomotif perubahan juga ikut terjebak dalam nikmatnya arus modernisasi dengan kemajuan teknologi dan banalitas patafisikanya. Mahasiswa yang memang masih memiliki potensi untuk melakukan transformasi malah teralienasi oleh segala imajinasi tentang fethisisme dunia yang profan. Hal ini tentu sangat menyesakkan bagi sebagian orang yang sadar akan kondisi objektif bangsa maupun peradaban.

Sebagaimana masalah yang tersebut diatas, tulisan ini berusaha mewacanakan problem kontemporer terutama terkait globalisasi dan peran mahasiswa Muhammadiyah dalam rangka membendung arus destruktifnya serta menyaring sisi positifnya. Dalam hal ini diskusi akan dititik beratkan pada globalisasi sebagai akar persoalan dan mencoba membedah mekanisme interalnya dalam konteks global maupun nasional. Kemudian akan mencoba menjawab patologi modernitas dan globalisasi sebagai tantangan epistemologis maupun aksiologis bagi kaum intelektual profetik. serta bagaimana peran dan strategi dalam mengkonter balik hegemoninya yang dapat dilakukan oleh mahasiswa Muhammadiyah sebagai penerus cita-cita Baldatun Toyyibatun Warrabun Ghafur dengan

Page 73: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

72

berfikir jernih tanpa melakukan tindakan koersif dan sikap reaktif dalam mendefinisikan diri dalam lokus peradaban.

GLOBALISASI SEBAGAI ALAT IMPERIALISME BARU

Globalisasi sering kita maknai sebagai suatu hilangnya batas-batas terrestrial yaitu hilangnya dikotomi barat dan timur ataupun utara dan selatan. Menurut Anthony Giddens (2010:84) globalisasi merupakan intensifikasi relasi social sedunia yang menghubungkan lokalitas yang saling berjauhan sedemikian rupa sehingga sejumlah peristiwa social dibentuk oleh peristiwa yang terjadi pada jarak bermil-mil dan begitu pula sebaliknya. Definisi tersebut secara implicit membenarkan terjadinya sebuah relasi dialektis antara lokalitas dan globalitas yang melebur dalam ruang yang ‘terlipat’. Seolah semuanya menyatu kedalam sebuah lanskap yang tak mengenal batas. Waktu telah memampatkan ruang, yang terjadi adalah suatu mekanisme percepatan dan kecepatan yang dalam istilah Paul Virilio disebutnya sebagai dromokrasi.3

Sementara itu, menurut Yasraf Amir Piliang (2011:4) globalisasi merupakan sebuah kesatuan dalam paradox (a unity of the paradox) yang memiliki tiga wajah sekaligus. Sebagaimana ketiga wajah tersebut saling tumpang-tindih dalam ketidak jelasan. Tiga wajah itu adalah homogenisasi, pluralitas, serta wacana pertukaran. Homogenisasi dicirikan oleh mekanisme ideologis dari globalisasi itu sendiri yang dikendalikan oleh sekelompok manusia tertentu yang memiliki legitimasi baik secara politis maupun secara ekonomis. Yang menurut Yasraf 3 Dromokrasi merupakan system pemerintahan oleh kecepatan,

dalam pengertian bahwa setiap institusi seperti perang, politik, atau ekonomi, mengandalkan kecepatan sebagai kekuatan utamanya yang juga menjadi kekuatan utama kapitalisme global. Lihat Yasraf Amir Piliang, Dunia yang dilipat: Tamasya melampaui batas-batas kebudayaan, hal 21.

Page 74: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

73

terjadi semacam proses kesalingtergantungan, unifikasi, standardisasi, generalisasi cultural, dan kehidupan social. Disisi sebaliknya, globalisasi justru menjadi sebuah ruang multiplisitas, pluralitas, dan kompleksitas. Sehingga dengan segala kompleksitas budaya dunia yang berbaur dalam ruang global terjadi suatu tarik ulur dan saling memerebutkan dominasi budayanya masing-masing. Namun lagi-lagi dengan segala multiplisitas budaya yang ada didalamnya, hanya kebudayaan yang memiliki kekuatan legimitimitas politik dan ekonomi, pun secara represif melalui apparatus militer tentu akan memegang kendali mekanisme global tersebut. Memang jika ditinjau secara positif melalui sudut pandang relasi diskursif non politis terjadi wacana pertukaran budaya. Sehingga menghasilkan transmutasi kebudayaan dari pertemuan antar budaya tersebut.

Globalisasi memang sebuah mekanisme kompleks yang menciptakan sebuah ruang multiplisitas yang kompleks pula. Memang secara structural globalisasi merasuk dalam semua lini struktur social. Mulai ekonomi, yang dalam pandangan Marx menempati basis superstruktur, dan turunannya berupa superstruktur budaya, agama, politik, dsb. Bagi para penganjurnya seperti yang terbaca dalam pemikiran Karl Popper yang mengandaikan suatu masyarakat terbuka yang berdimensi global. Masyarakat terbuka (open society) itu sendiri dalam merupakan suatu masyarakat global yang dilandasi prinsip individualism, liberalism, dan inklusifitas (Yasraf, 2010:50). Hal inilah yang kemudian dilanjutkan penerusnya macam George Soros. Para pendukung globalisasi dengan paham globalismenya macam Soros dengan penuh optimisme menganggap dengan adanya globalisasi akan terjadi pemerataan kesejahteraan baik secara ekonomi maupun pemerataan teknologi dapat terdistribusi secara merata. Dimana kesenjangan ekonomi antara bumi belahan utara

Page 75: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

74

dan selatan tidak akan tejadi lagi. Namun itu semua hanyalah mitos. Globalisasi justru menjadi alat imperialisme baru bagi Negara utara yang telah mapan secara ekonomi untuk menindas Negara selatan yang masih menyandang nama ‘negara dunia ketiga’.

Hal ini dikarenakan globalisasi sebagai ruang bebas politis justru dijadikan ‘kuda tunggangan’ kaum pemodal kapitalis yang berideologi neoliberalisme untuk semakin memperluas ranah ekspansinya. Sehingga kejayaan korporatokrasi pun tak dapat dibendung seiring kuatnya kekuatan kaum kapitalis untuk mencengkeram otoritas politik maupun ekonomi dunia. Penjajahan pun semakin tak terlihat secara kasat mata namun ia menjelma menjadi monster baru yang bernama globalisasi. Selain menjajah secara ekonomi dengan tiga institusinya yaitu IMF, WTO, dan World Bank. Barat secara sistematis terus menerus memaksakan agar semua Negara didunia memakai system demokrasi dalam mekanisme politik kenegaraannya. Demokrasi yang selalu digaungkan oleh barat yang digawangi Amerika Serikat justru mencederai wajah demokrasi itu sendiri. Demokrasi yang seharusnya menjadi wahana emansipasi dan partisapasi tersebut, justru tak lebih digunakan sebagai alat untuk melegitimasi sikap tamak sang imperium- Amerika. Memang secara politik demokrasi telah diterapkan diberbagai Negara namun dalam tataran ekonomi justru tidak terjadi demokratisasi. Yang terjadi adalah pemaksaan structural yang hanya menguntungkan kaum modal. Hal ini merupakan, sebagaimana Habermas (dalam Hardiman, 2009:214), dampak dari dominasi kapitalisme yang memerosotkan demokrasi menjadi sekedar “hubungan-hubungan strategis yang mengikuti birokrasi dan pasar”.4

4 Dalam hal ini Habermas secara kritis mengajukan diagnosis seperti

yang dilakukan Marx, yakni analisis atas alienasi, patologi

Page 76: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

75

Dalam konteks Indonesia sendiri juga sudah terjebak oleh janji manis kapitalisme-neoliberalisme. Ideologi eksploitatif tersebut termanifestasi dalam konsensus Washington yang pernah disepakati ketika terjadi krisis ekonomi akhir 1997. Yang dengannya terdapat berbagai macam kesepakatan, seperti LoI (Letter of Intent) yang mekanismenya mengikuti apa yang disebut SAP (standard adjustment program) yang secara kontinyu harus ditaati oleh pemerintah Indonesia yang didalamnya terdapat 50 point yang disodorkan oleh IMF. Bersamanya mekanisme deregulasi, privatisasi, dan liberalisasi merupakan agenda yang disuntikkan kedalam GBHN kita sehingga kedaulatan politik negara dilucuti habis-habisan dengannya (Rafik, 2008:160).

Kaum imperialis-kapitalistik tesebut juga menjajah secara ideologis melalui beragam media yang secara cultural melakukan hegemoni dan penindasan. Institusinya beragam yaitu melalui music (MTV), fashion, gaya hidup, makanan (McD), dan sebagainya. Penjajahan kebudayaan tersebut jelas lebih berbahaya, meminjam bahasa Herbert Marcuse yaitu menciptakan masyarakat satu dimensi (one dimensionl man) yang sirkulasi ujung-ujungnya menciptakan konsumerisme. Hal inilah yang dimaksud Yasraf sebagai homogenisasi, dimana budaya ciptaan industri kapitalis sengaja disuntikkan kedalam relung bawah sadar masyarakat untuk menjadi konsumer sejati. Hal ini mendapat justifikasi lebih lanjut dari Theodor Adorno dimana menurutnya budaya yang diciptakan kapitalisme tersebut merupakan budaya rendah yang disebutnya sebagai kebudayaan massa. Sebagaimana uraiannya (dalam Yasraf, 2003:89):

modernitas, kolonisasi atas lebeneswelt, yang disebutnya sebagai krisis legitimasi, lih. F.Budi Hardiman, Demokrasi Deliberatif, hal 214.

Page 77: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

76

“setiap orang harus bertingkah laku...sesuai dengan kondisi sebelumnya yang telah direncanakandan ditentukan baginya,dan memilih kategori produk massa yang dibuat khusus sesuai dengan tipologi mereka. Para konsumer muncul sebagai statistik pada tabel-tabel organisasi riset, dan mereka dikelompokkan berdasarkan pendapatan kedalam daerah merah, hijau dan biru”5

Fenomena budaya populer tersebut menjadi penting karena secara tidak langsung, meminjam bahasa Louis Althusser, ia menginterpelasi kesadaran manusia. Ia menjadi semacam ideologi baru bagi masyarakat industri. Industrialisasi dan modernisme yang mengarah pada konsumerisme tersebut cenderung menciptakan semacam hegemoni kebudayaan. Terutama hegemoni budaya barat-kapitalis yang didalamnya mencoba menginjeksikan mekanisme ideologinya yang orientasi dan tujuan akhirnya adalah pelipatan nilai-lebih kapital. Karl Marx pun sebenarnya telah mewanti-wanti akan bahaya alienasi system kapitalisme tersebut, dimana system kapitalisme selain menciptakan kesenjangan ekonomis juga menciptakan dehumanisasi. Dehumanisasi ini terjadi oleh proses mobilisasi manusia yang secara tidak sadar mensejajarkan dirinya benda-benda. Yang kemudian menurut Georg Lukacs (2011:158) melahirkan reifikasi atau relasi manusia dalam proses produksi memperoleh “objektivikasi khayali” yang mereduksinya menjadi

5 Bagi Adorno kebudayaan massa (industry) merupakan suatu bentuk

dehumanisasi lewat kebudayaan. Rasionalisasi dan komodifikasi kebudayaan sebagai suatu manifestasi dari pencerahan palsu tidak saja menghambat aspirasi dan kreativitas individu, akan tetapi lebih buruk lagi menghapus mimpi manusia akan kebebasan dan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Page 78: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

77

hubungan kebendaan dan soalah berjalan secara alamiah. Inilah keterasingan masyarakat karena direduksi oleh hukum ekonomi industry. Kondisi keterasingan diperkuat lagi dengan budaya media massa yang sebagai acuan kesadaran, yang sirkulasinya ujung-ujungnya adalah konsumsi. Dan budaya konsumtif juga melahirkan fethisisme komoditi6 yaitu pemberhalaan akan benda-benda. Hal-hal tersebut gejalanya bisa kita rasakan sendiri dalam masyarakat Indonesia yang semakin konsumtif dan mereduksi nilai benda hanya pada citra penandaannya sebagai identitas social. Konsekuensi logisnya budaya populer yang dibawa modernitas yang cenderung berseberangan dengan budaya local tersebut telah mengobrak-abrik tatanan kebudayaan lokal.

Hal ini pun sangat terasa dalam kehidupan kampus dimana kampus telah menjadi medan perayaan symbol dan gaya hidup semata. Banalitas budaya kampus telah menciptakan lingkungan kampus, yang di dalamnya ruang-ruang kampus tidak ubahnya seperti ‘shop display’, yang di dalamnya mahasiswa lebih senang, di satu pihak, menampilkan gaya pakaian, gaya bicara, gaya handphone, gaya mobil, gaya tongkrongan, sebagai cara untuk menampilkan status, prestise, dan kelas, ketimbang mengejar pengetahuan; di pihak lain, tenggelam dalam mengejar tugas, nilai, dan kelulusan, tetapi tidak punya waktu dan keinginan untuk bersosialisasi dan bergaul di dalam kehidupan nyata (sosial, politik, kultural, spiritual), apalagi menciptakan perubahan sosial (social transformation).

Belum lagi modernisasi dan sekularisasi semua lini yang diciptakan oleh mekanisme global tersebut juga menghasilkan problem antagonisme peradaban yang oleh Huntington disebut benturan antar peradaban (the clash of 6 Lih. Karl Marx, Kapital, hal. 14 tentang fethisisme komoditi.

Page 79: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

78

civilization). Yang dengannya memicu gerakan fundamentalime yang mengatasnamakan Tuhan dan menghasilkan terorisme. Sebagaimana Habermas, dia cenderung memandang fundamentalisme agama dan terorisme itu sendiri sebagai bagian dari globalisasi. Globalisasi, demikian Habermas, merupakan keniscayaan sejarah, tetapi juga telah menginjeksikan kepalsuan dalam spiral komunikasi sehingga dalam praktiknya sering melahirkan distorsi komunikasi. Resistensi dari sebagian kelompok tertentu bahkan memanifestasi dalam tindakan teror yang berasal dari distorsi komunikasi. Globalisasi secara kejam telah membagi dunia ke dalam kelompok: pemenang dan pecundang. Analisis Habermas ini melanjutkan proyek Sekolah Frankfurt dalam mendiagnosis patologi yang diidap masyarakat modern. Patologi itu berupa distorsi komunikasi dalam masyarakat global. Diagnosis terhadap patologi modernitas ini penting diajukan bukan untuk mengafirmasi globalisasi, tetapi mengidentifikasi aspek-aspek yang berbahaya yang dikandungnya, salah satunya adalah terorisme.

KAUM MUDA SEBAGAI INTELEKTUAL

Kaum muda memang selalu menjadi gerakan alternative ketika sebuah bangsa mengalami berbagai macam krisis (krisis multidimensi). Namun sebagaimana telah dikemukakan diatas problem kehidupan hari ini semakin kompleks. Terutama terkait modernisasi yang berkiblatkan pada barat sebagai superior peradaban. Hal ini jelas menjadi tantangan tersendiri kepada kaum muda yang memiliki kesadaran kritis untuk menciptakan sebuah dunia yang berkeadilan baik secara ekonomis maupun social-politis. Memang ketika berbicara transformasi social tentulah memerlukan pemikiran secara konseptual dan strategi taktis secara praksis. Tentu pergumulan ideologis harus selalu diperjuangkan sebagai dasar untuk menciptakan gerakan yang sistematis.

Page 80: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

79

Dalam hal ini sebagaimana persoalan modernitas yang bermutasi dengan kapitalisme-neoliberal yang menciptakan imperium modal memang secara sporadis telah menciptakan formasi social yang sangat kompleks. Apalagi, ditambah perubahan yang begitu cepat dalam hal melimpah ruahnya informasi yang dalam bahasa Lyotard disebutnya sebagai masyrakat terkomputerisasi. Sehingga problem humanitas semakin menuju kerumitan konseptual. Dalam persoalan ini kaum muda, terutama kaum muda Muhammadiyah, haruslah memeras pikirannya terutama dalam rangka memecahkan problem peradaban dengan landasan ontologis tauhid. Terkait ini tentulah kita juga bicara tentang posisi kaum muda sebagai kaum intelektual sebagai agen yang berkesadaran kritis.

Hal inilah yang mendasari untuk meredifinisikan ulang konsep tentang kaum intelektual terutama kaum intelektual muda Muhammadiyah yang dalam kepemimpinan nasional kurang bertaji. Memang berbicara tentang kepemimpinan nasional tak dapat dilepaskan dari ruang kontestasi politik yang tujuannya jelas kekuasaan an-sich. Tak pelak berbicara kekuasaan tentu berbicara politik paktis yang terkadang menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan tersebut. Implikasinya jelas begitu nyata, sebagaimana sering kita saksikan dinegeri ini bahwa para elit politik yang katanya berjuang atas nama rakyat justru hidup dalam pusaran hitam oligarkis. Lalu bagaimana kaum muda Muhammadiyah seharusnya bersikap? Apakah kaum muda (mahasiswa) sekedar menjadi gerakan moral (moral force) dalam menghadapi kekuasaan? Atau mungkin masuk dalam ruang kontestasi politik yang semakin oligarkis tersebut?

Sebagaimana Bourdieu dan Foucault misalnya, mereka cenderung mengambil sikap dengan kekuasaan, bahkan terkadang membongkar struktur opresif yang cenderung melegitimasi status quo. Mereka yang notabene

Page 81: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

80

sebagai ilmuwan social tidak terus mengikuti doktrin positivisme yang mengambil jarak dan bebas-nilai, namun mereka ikut bertanggung jawab dalam perjuangan politik dalam rangka mencapai keadilan demi kemanusiaan. Dalam hal ini memang perjuangan mereka cenderung cultural dan tidak secara pragmatis masuk dalam struktur kekuasaan. Lain halnya dengan Gramsci misalnya, Perjuangannya cenderung bersifat structural melalui jalan politik praktis. Dia cenderung menggunakan konsep hegemony dalam menghadapi struktur kekuasaan. Implikasi logisnya ada semacam skema oposisi biner yang saling antagonis, namun tidak dengan jalan revolusi represif dengan penghancuran melalui perebutan secara paksa. Ia juga menempatkan kaum intelektual sebagai agen yang bersama kaumnya untuk merebut cita-cita normatifnya yang disebutnya sebagai intelektual organik. Lebih dari itu, hegemony filosofis menyatukan teori dan praktik, menjadi kritis, perjuangannya mula-mula pada level etika, menjadi potilis sehingga perebutan kekuasaan itu melalui counter-hegemoni untuk membangun masyarakat sosialis.7

Kaum intelektual dalam hal penempatan dirinya dalam ruang politik memang agak problematis. Karena seiring masuknya kaum intelektual dalam pusaran politik kekuasaan yang memang menjanjikan kemewahan dan kemapanan, sehingga kaum intelekual harus memiliki karakter idealis. Agaknya saya sepakat dengan Sudjatmoko dimana idealisme harus disertai pragmatism dalam bertindak. Namun pragmatism politik disini bukan dalam arti hanya melanggengkan status quo semata yang hanya sibuk memoles citra namun lupa bahwa rakyat masih “kelaparan”. Oleh karena itu, visi politik harusnya menjadi landasan ideologis untuk mencapai tujuan normative politik

7 Lih. Haryatmoko, Dari Pewaris Filsafat Kecurigaan ke Soedjatmoko,

dalam Majalah Basis no. 07-08, Tahun ke-59, 2010.

Page 82: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

81

sebagai tata kelola kehidupan bersama. Tak dapat dipungkiri tugas suci seorang intelektual sebagai kaum yang tercerahkan adalah menciptakan keadilan dan kesejahteraan bersama, bukan mengikuti hawa nafsu pribadi untuk kepentigannya sendiri. Sebagaimana dikatakan Ali Syariati (1984:14-15) yang disebutnya sebagai Rausyan Fikr. Konsep intelektual dalam pandangan Syariati berbeda dengan seorang ilmuwan. Ilmuwan bersikap netral dan hanya menemukan kenyataan, sekedar mendeskripsikannya, dan menampilkan fakta sebagaimana adanya. Seorang intelektual menemukan kebenaran, melakukan keberpihakan terutama kepada kaum tertindas, kaum mustadaffin, serta melakukan perubahan terhadap system social yang tidak adil.8

Hal inilah yang perlu disadari oleh kader muda Muhammadiyah sebagai salah satu pilar kebangsaan. Karena tak dapat dipungkiri kaum muda progresif merupakan tonggak awal dalam rangka mencapai suatu perubahan revolusioner. Sebagaimana para Nabi yang diutus oleh Tuhan sebagai agen yang akan mendekonstruksi system social yang timpang dan penuh dengan ketidakadilan. Seorang intelektual adalah penerus tradisi para nabi yang membela golongan lemah dan terpinggirkan. Seorang intelektual adalah seorang yang melampaui kapasitas definitive dirinya sendiri dalam memosisikan dirinya dalam dunia kehidupan.

8 Lih. Ali Syariati, Ideologi kaum intelektual: dalam pengantar oleh

Jalaludin Rahmat, Mizan,1984., hal 14-15. Selain itu seorang intelektual yang dalam bahasa Ali Syariati, Rausyan Fikr, disebutnya sebagai seorang yang memahami bangsanya dan sanggup melahirkan gagasan analitis dan normative yang cemerlang. Ia juga harus menuasai ajaran Islam, seorang Islamologis yang dalam bahasa Al-Quran disebut ulil albab.

Page 83: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

82

Dalam hal strategi perubahan social setidaknya penulis sepakat dengan gagasan Kuntowijoyo. Kuntowijoyo dalam bukunya muslim tanpa masjid (2001:112) setidaknya memformulasikan gagasan tentang tiga strategi transformasi social; (1) strategi structural (2) strategi cultural (3) strategi mobilitas social. Yang pertama strategi structural merupakan mobilisasi kolektivitas dengan tujuan jangka pendek, strategi ini sering disebut juga strategi politik dimana metodologinya melalui jalan birokrasi kekuasaan. Yang kedua strategi cultural lebih menitik beratkan pada penyadaran intersubyektif melalui berbagai media dan dialog yang dilakukan terus menerus (continue). Yang ketiga srategi mobilitas social adalah mendialektikakan kedua strategi tersebut diawal, strategi ini memang bersifat jangka panjang bukan dengan cara instan dimana metodenya adalah melalui pendidikan dan peningkatan kualitas SDM.

Kaitannya dengan strategi diatas penulis mencoba mensintesiskan dengan gagasan Habermas tentang masyrakat komunikatif, dengan asumsi bahwa system politik Negara kita adalah menerapkan system demokrasi. Oleh karena itu, dari ketiga strategi Kunto diatas terutama strategi cultural setidaknya terus diusahakan dan disertai dengan penciptaan ruang public sebagai tempat jejaring aspirasi rakyat. Ruang publik sendiri menurut Habermas merupakan:

“kondisi komunikasi yang dapat menumbuhkan kekuatan solidaritas yang mengutuhkan sebuah masyarakat dalam perlawanannya terhadap sumber-sumber lain, yakni uang (pasar kapitalis) dan kuasa (birokrasi Negara), agar tercapai suatu keseimbangan”(Hardiman dkk, 2011:18)

Page 84: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

83

Jadi disini kaum muda Muhammadiyah haruslah menjadi motor penggerak komunikatif dalam ruang public. Terutama bagaimana perjuangan komunikatif dengan rakyat adalah untuk memengaruhi kebijakan politik pemerintah agar kebijakannya menguntungkan rakyat bukan sebaliknya membela kaum modal raksasa. Jadi, demokratisasi ekonomi sebagai manifestasi dari sila ke lima pancasila harus diperjuangkan terus-menerus melalui mobilisasi social dengan pendidikan politik rakyat. Dan secara structural kaum muda Muhammadiyah harus menyiapkan dirinya untuk menjadi pemimpin politik, karena melihat kondisi pemimpin bangsa hari ini yang semakin mudah diintervensi kaum modal maupun kekuasaan asing. Implikasinya karakter idealisme nasional dan karakter kebangsaan yang anti-imperialis seperti Tan Malaka, Syahrir, Soekarno, maupun Hatta menjadi penting untuk dihidupkan kembali spiritnya dalam jiwa kaum muda.

PENUTUP

Sedemikian peliknya, problem kontemporer dengan modernitas dan kapitalisme yang menelorkan neo-liberalisme telah membawa kehidupan pada dehumanisasi. Memang secara material terjadi kemajuan teknologi dan informasi yang begitu pesat, namun dibalik kemegahan modernitas tersebut justru menyimpan stratifikasi social dan dekadensi spiritual yang tak terperi. Kaum muda Muhammadiyah yang nyatanya berjuang dalam jalan Amar ma’ruf nahi munkar didalam abad kedua ini tentu harus menguras pikiran dan energinya untuk memecahkan problem kemanusiaan tersebut. Sebagai penutup saya akan mengutip surat Ar-raad (13:11) “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. Perubahan tentu tidak akan datang dengan sendirinya, dan tentu ikhtiar dimulai dari diri sendiri, kemudian lingkungan sekitar, kemudian menyebar kedalam lingkup yang lebih

Page 85: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

84

luas lagi. Optimisme adalah sebuah niscaya walau utopia, karena kemajuan dan perubahan tak lain adalah realisasi dari utopia.

BIBLIOGRAPHY

Amir Piliang, Yasraf, 2003. Hipersemiotika: tafsir cultural studies atas matinya makna. Yogyakarta: Jalasutra.

_________________. 2010, Posrealitas: realitas kebudayaan dalam era postmetafisika, Yogyakarta: Jalasutra.

_________________. 2011, Dunia yang dilipat: Tamasya melampaui batas-batas kebudayaan, Bandung: Pustaka Matahari. _________________. 2011, Bayang-Bayang Tuhan, Agama, dan Imajinasi, Bandung: Mizan Publika.

Edkins, Jenny and Nick Vaughan Williams (Ed.), 2010. Teori-Teori Kritis: Menantang Pandangan Utama Studi Politik Internasional. Yogyakarta: Baca.

Giddens, Anthony. 2009. Konsekuensi-Konsekuensi Modernitas, Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Hardiman, F.Budi. 2009. Demokrasi Deliberatif: Menimbang Negara Hukum dan Ruang Publik dalam Teori Diskursus Jurgen Habermas. Yogyakarta. Kanisius.

Hardiman, F. Budi, dkk. 2011. Empat Esai Etika Politik, Jakarta: Komunitas Salihara

Kuntowijoyo. 2001. Muslim Tanpa Masjid, Bandung: Mizan Lukacs, Georg. 2009. Dialektika Marxis: Sejarah dan

Kesadaran Kelas, Yogyakarta: Ar-ruzz Media Marx, Karl. 2004, Kapital Volume 1(terj). Bandung: Hasta mitra

Rafik, Ishak.2008. Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia, Jakarta: Ufuk Publishing House. Syariati, Ali.1984. Ideologi kaum intelektual. Bandung: Mizan.

Page 86: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

85

DISTORSI KEMANUSIAAN DAN BANALITAS PEMAHAMAN ISLAM

Farkhan Luthfi | Ketua Umum PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta

Dari masa ke masa, permasalahan kemanusiaan dan Islam menjadi semacam wacana yang tidak pernah lepas dengan Islam itu sendiri. Masih hangat di benak kita berbagai pemberitaan-pemberitaan yang cenderung mendiskreditkan Islam yang identik dengan kekerasan. Mulai dari anggapan Islam sebagai agama teroris di level internasional hingga berita yang baru heboh tentang tuntutan pembekuan salah satu ormas Islam yang di anggap anarkis belakangan ini di ranah nasional.

Kebengisan, kebrutalan, kekerasan yang mengatas namakan agama dari waktu ke waktu sangat kental di dalam sejarah kehidupan manusia. Baik dari pemuka agama, penguasa hingga rakyat jelata, agama sering kali di jadikan sebagai instrumen eksploitasi dan penghambaan terhadap suatu kepentingan. Islam dengan segala sejarahnya termasuk agama yang tidak lepas dari kehidupan masyarakat yang penuh dengan permasalahan sosial.

Dari awal kelahirann di tanah arab yang penuh dengan gejolak sosial seperti perampokan, penindasan, peperangan antar klan, pelacuran dan perbuatan amoral lainya senantiasa menghiasi kota Makkah waktu itu. Islam yang lahir di tengah-tengah masyarakat yang mana saling membunuh sebagai suatu hal yang wajar bukan di tempat yang sunyi dan gersang akan pertikaian. Hingga ia menjelajah keseluruh sudut-sudut bumi yang tidak sama keadaanya baik secara budaya, geografis, demografis dlln dengan Jazirah arab. Di dalam penyebarannya hingga

Page 87: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

86

keberbagai sudut dunia, islampun penuh dengan dinamika permasalahan kemanusiaan dengan berbagai faktor penyebab.

Di sisi lain agama (Islam) juga “dimanfaatkan” sebagai pengukuh Kekuasaan, Topeng dari kemunafikan, pelaris rezeki, penguat eksistensi/pencitraan dan lainnya. Melalui dogma, Islam digunakan untuk menghipnotis umatnya seolah – olah hal yang di anjurkan adalah ‘seruan Tuhan’ yang harus diamini. Faktanya, hal itu memang sangat manjur untuk memikat daya tarik, perhatian, empati, dan memberi ‘kebahagiaan’ tersendiri bagi orang-orang yang mengamini, atas nama islam. Namun sejatinya hal tersebut ternyata sangat sedikit berdampak terhadap kemaslahatan umat, bahkan cenderung merugikan dan menyengsarakan sebagian besar dan menguntungkan sebagian kecil

Bagaimana Dengan Muhammadiyah?

Pernyataan Karl Max tentang agama, “Agama adalah candu Masyarakat” tidak hanya hinggap pada agama katolik pada waktu itu dan di tempat itu, Islam yang berkembang jauh dari dimensi ruang dan waktu seorang karl Max juga mengidap penyakit tersebut. Bagaimana tidak?. kita dapat menemui sebagian umat ini (Islam) terlalu hanyut dalam angan – angan yang penuh dengan intuisi, ritual, simbol yang jauh dengan kesadaraan dan nilai Islam itu sendiri. Sebagai contoh, Asghar Ali Enginner mengungkapkan bahwa sistem Ulama Bohra (nama daerah di India) menentukan secara total kehidupan di Bohra. Bahkan kehidupan sehari-hari masyarakat Bohrapun di cekam ketakutan oleh sisitem ini (Asghar. 2004: vi) Sistem yang di berlakukan bagaikan sebuah mesin besar di bawah kontrol satu keluarga ulama yang menangani urusan dakwah untuk mengeruk uang dari pengikutnya.

Page 88: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

87

Dari beberbagai uraian di atas hanyalah sepenggal dari penggalan berbagai kerancuan dalam ber-Islam khususnya dalam ranah kemanusiaan. Oleh karenanya makalah ini tidak bisa menguraiakan secara luas dan lengkap, namun setidaknya bisa menjadi pemantik ke dalam alam perenungan kita akan hakikat Islam dalam berkemanusiaan. Seperti yang telah kita pelajari saat mengkaji di ruang-ruang kelas sekolah, bilik-bilik pesantren, liqo’ di sudut-sudut Masjid dan di manapun itu, Islam adalah sebuah Agama yang mengajak dalam keselamatan. Kata Islam sendiri berasal dari kata salimaa, yang bisa di artikan keluar dari bahaya, membebaskan diri dari kesalahan, meneguhkan diri, menegakkan perdamaian, menjaga diri. Arti terbaik dari kata Islam adalah menegakkan atau mengusahakan terciptanya kedamaian dalam lingkup kehendak Tuhan (Asghar. 2004;248) . Konsep Islam sebagai “rahmatan lil ‘alamiin”, yaitu bagaimana Islam mampu menjawab berbagai permasalahan yang bersifat universal. Islam sebagai solusi atas terwujudnya pribadi yang berintregritas hingga masyarakat yang madani karena bagaimanapun juga berbagai unsur tersebut saling berkaitan. Etika Islam mencita-citakan sebuah Islam masyarakat yang terbebas dari segala bentuk eksploitasi dan penindasan. Islam adalah agama yang menolak kekerasaan. Islam mengizinkan kekerasaan dengan adanya alasan yang sangat jelas, yaitu hanya untuk mengancurkan kezhaliman, sistem yang tidak berkeadilan dan struktur yang menindas. Oleh karena itu Allah berfirman :

Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri Ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami

Page 89: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

88

pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!".(Q.S 4:75)

Al Qur’an sangat memperhatikan keberlawanan terhadap ketidak adilan dan penindasan. Setiap pribadi memilkik hak untuk hidup dalam ketentraman dan kedamaian di dalam negaranya. Jika ada seseorang, golongan, atau apapun itu mencoba untuk mengusir dengan landasan pendirian mereka sendiri maka hal itu tidak dapat dibenarkan, Seperti yang dapat kita saksikan akhir-akhri ini tentang adanya kekerasaan terhadap suatu golongan tertentu yang anggapan mereka keluar dari koridor keyakinan islam. Ada juga yang ‘memaksakan’ hukum Islam dengan cara kekerasan secara frontal tanpa perhitungan yang jelas.Padahal Islam tidak memperbolehkan kekerasaan apalagi dalam masalah-masalah keagamaan.Islam memperbolehkan pengunaan kekuatan secara teratur, sebagaimana di ajarkan di dalam agama ini, hal itu diperbolehkan dengan penuh kebijaksanaan dan kehati-hatian.

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(Q.S. 16: 125)

Tidak dapat dibenarkan pengunaan kekerasaan atas nama dakwah, namun jika hal itu tetap dilakukan maka hal tersebuat telah melanggar perintah Tuhan dan sudah tergolong dalam sebuah kezaliman itu sendiri. Al Qur’an menyatakan tidak ada satu insanpun dapat di tangkap dan dihakimi kecuali dalam rangka hukum. Al Qur’an menyatakan bahwa barangsiapa yang membunuh

Page 90: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

89

seorangrng manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain atau membuat kerusakan di muka bumi, maka ia seakan-akan membunuh manusia seluruhnya.

Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya Telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.(Q.S 5: 32)

Al qur‘an secara eksplisit menyatakan menentang adanya kekerasan terhadap kemanusiaan. Kekerasan dilakukan ketika memang harus di lakukan demi terwujudnya keadilan. Ketika penindasan dan ketidakbebasan sedang berlangsung dan cara lain telah ditutup.

Walaupun Al Qur’an memperbolehkan kekerasan dalam bentuk qisas, namun perlu dicatat bahwa pernyataan Al Qur’an harus dilihat dalam bebrbagai tingkatanya.. pada level masyarakat Arab dalam kerangka kebiasaan, norma, budaya dan tradisi memang memperbolehkan pemberlakuan qisas jika diperlukan. Tetapi pada level moralitas yang lebih tinggi pemberlakuan qisas merupakan hal yang tidak baik. Begitupun sebaliknya apabila moralitas masyarakat belum mencapai pada tingkatan yang tinggi

Page 91: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

90

maka qisas masih perlu diberlakukan. Sikap pemaaf adalah wujud dari beradapnya masyarakat yang berkualitas secara moralitasnya. Pemberian maaf merupakan nilai moral yang tinggi. Pembalasan hukum memang sebuah kecenderungan naluri manusia, namun memaafkan adalah kecenderungan Tuhan.

Seperti fakta di atas, penindasan atas nama Islam tidak hanya dalam kekerasaan yang bersifat fisik, namun Islam juga secara tidak langsung digunakan untuk menindas, bahkan pelakunya dari kalangan muslim itu sendiri. Istilah islam di jual, sebagai batu loncatan, penguat kekuasaan, mempertahankan status quo,dlln. Islam seolah-olah agama yang berkutak dalam ruang dan waktu tertentu. Ada dua hal yang perlu kita cermati tentang permasalahan dalam pemaknaan Islam

1. Islam digunakan sebagai kedok komoditas 2. Pemaknaan Masyarakat yang menilai bahwa agama

hanya bersifat ritualistik

Hal-hal yang bersifat intuisi, doqma, simbol dan eksistensi dalam berislam bukanlah suatu yang salah, bahkan hal itu harus selalu di syiarkan. Namun Islam yang mencangkup dalam wilayah teologis, fiqh yang kuat juga harus sinergis dalam bermua’malah. Maka dari itu kita harus selalu bermawas diri akan keber-Islaman kita, apakah masih setengah-tengah, pilah-pilah bahkan salah dalam melaksanakan ajaran Islam. Bagaiman seorang pribadi muslim yang taat ibadah dan benar-benar religius dalam hubungan dengan Tuhan juga sangat peka terhadap penderitaan orang lain terutama terhadap kaum mustad’afin. Bagaimana pula kita menjunjung tinggi kesadaran dan nilai-nilai Islam sebagai rahmat seluruh alam, tidak hanya hanya bagi kaum muslim itu sendiri namun untuk kemaslahatan manusia secara universal.

Page 92: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

91

Referensi:

1. Asghar Ali Engineer. 2004. Islam Masa Kini. Terj. Tim Fostutidia. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

2. ____________________, 2009. Islam dan Teologi Pembebasan. Terj. Agung Prihantoro. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

3. Nurcholish Madjid ,dkk. 2007. Islam Universal. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

4. Ahmad syafii Ma’arif. 2009. Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan. Bandung. Mizan

Page 93: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

92

TENTANG PARA PENULIS

Miftachul Huda. Lahir di Lampung, 13 November 1982. Alumni UIN SUKA dan pernah aktif sebagai Ketua Korkom IMM UIN SUKA, PC IMM Kabupaten Sleman. Tahun 2006 menjadi salah satu kandidat Ketua Umum DPD IMM DIY. Aktivitasnya mantan tulang demo ini sekarang sebagai Manajer Penerbitan Samudera Biru. Bebebapa karyanya sudah diterbitkan dalam beberapa media lokal atau nasional

Mufti Khakim. Kesehariaannya dihabiskan untuk mengabdi di Kantor PWM DIY. Alumni UAD dan pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPD IMM DIY. Dan sekarang sebagai Ketua MPK PWM DIY.

Hendro Sucipto. Lahir Lampung, 22 Juni 1986 Alumni Tafsir Hadist UIN SUKA. Aktivitas kesehariaanya sebagai pendidik dan mengajarkan orang yang didiknya menjadi kaum protes!. Pernah menjadi Ketua Umum PC. IMM Kabupaten Sleman. Sekarang diamanahi sebagai Ketua Umum DPD IMM DIY periode 2010/2012 dan MPK PDM Kabupaten Sleman 2010/2015.

Makhrus Ahmadi. Lahir di Pamekasan 30 Maret 1986. Pernah menjabat sebagai Kabid Organisasi PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta 2008/2009 dan saat ini Sekretaris Umum DPD IMM DIY 2010/2012. Alumni Ekonomi dan Perbankan Islam UMY dan sekarang sedang melanjutkan studi di Pascasarjana UII Yogyakarta. Blogger di www.cakmakrus.blogspot.com

Page 94: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

93

Rijal Ramdani. Alumni Ilmu Pemerintahan UMY dan saat ini sedang menempuh studi di Pascasarjana UGM. Pernah menjabat sebagai Wakil Presiden UMY 2010-2011 dan Direktur Madrasah Intelektual Muhammadiyah PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta.

Fauzi Ishlah. Mahasiswa aktif di UIN SUKA dan saat ini sedang menjabat sebagai Ketua Umum PC. IMM Kabupaten Sleman. Suka membenamkan dalam labirin buku untuk mengasah kemampuan intelektualnya.

Hendra Setiawan. Mahasiswa dan sekaligus Takmir Masjid di Universitas Ahmad Dahlan. Dan menyempatkan diri untuk berkumpul juga menempa diri sebagai Sekretaris Bidang keilmuan PC IMM Djasman Alkindi kota Yogyakarta.

Farkhan Luthfi. Sedang menempuh studi di KPI FAI UMY. Saat ini sedang diamanahi sebagai Ketua Umum PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta periode 2011/2012. Sesekali pegang megaphone untuk berkhotbah diperempatan Nol Kilometer Yogyakarta ditemani temannya yang bakar Ban bekas.

Page 95: Menatap Masa Depan Gerakan IMM-SLP DPD IMM DIY

94