Upload
dyan-lihawa
View
93
Download
15
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Setelah skrining untuk infeksi yang berhubungan dengan transfusi semakin meningkat, sekarang komplikasi noninfeksi dari transfusi menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan transfusi di Amerika Serikat.
Citation preview
Mengurangi Resiko Noninfeksi pada Transfusi Darah
David S. Warner, MD, Editor
Brian M. Gilliss, MD, M.S., Mark R. Looney, MD, Michael A. Gropper, MD, Ph.D
Abstrak
Setelah skrining untuk infeksi yang berhubungan dengan transfusi semakin meningkat,
sekarang komplikasi noninfeksi dari transfusi menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang
berhubungan dengan transfusi di Amerika Serikat. Sebagai contoh, cedera paru-paru akut
terkait transfusi, kelebihan cairan sirkulasi terkait transfusi, dan reaksi hemolitik transfusi
adalah penyebab kematian yang pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut. Komplikasi
ini dan yang lainnya ditinjau dan beberapa metode kontroversial untuk mencegah komplikasi
noninfeksi dari transfusi tengah didiskusikan, termasuk reduksi leukosit universal dari unit
eritrosit, penggunaan hanya plasma pria dan pembatasan waktu penyimpanan eritrosit.
Kira-kira 16 juta unit eritrosit, 13 juta konsentrat trombosit dan 6 juta unit plasma
dikumpulkan setiap tahunnya untuk transfusi dari sekitar 10 juta donor. Sekitar 72% dari
donor adalah donor berulang dan 95% dilakukan di bank darah. Di tahun 2006, jumlah
persediaan yang tersedia dari eritrosit melewati jumlah yang ditransfusi sebanyak 7.8%.
Harga rata-rata yang dibayar oleh rumah sakit ke bank darah per unit di tahun 2006 adalah:
eritrosit, $213.94; plasma $59.84; trombosit dari whole-blood, $84.25; trombosit apheresis,
$538.72. Harga rata-rata per unit dari eritrosit yang diberikan kepada pasien adalah $343.641,
walaupun harga sebenarnya bisa jadi lebih besar ($522.00-1,183.00)2. Sehingga, walaupun
permintaan yang diperoleh oleh bank darah meningkat selama seleksi donor, tambahan unit
dan pemprosesan, Amerika Serikat tetap melanjutkan untuk membuat suplai darah yang
cukup.
Di masa-masa awal dari epidemik global acquired immune deficiency syndrome dan
Creutzfeldt-Jakob di Inggris, reformasi obat-obatan transfusi menghasilkan pengurangan
komplikasi menular dari transfusi. Di Amerika Serikat, perkumpulan pendonor sukarela,
wawancara donor yang ekstensif dan tes darah yang didonorkan untuk hepatitis B surface
antigen, hepatitis B virus core antibody, hepatitis C virus antibody, human T-lymphotropic
virus 1 and 2 antibody, human immunodeficiency virus 1 and 2 dan syphilis telah berhasil
mengurangi insiden dari penyakit menular melalui transfusi secara dramatis. Tingkat
1
penyakit menular melalui transfusi dari human immunodeficiency virus dan hepatitis C dan B
adalah 1 dari 2,135,000, 1 dari 1,935,000, dan 1 dari 205,000 transfusi secara berturut-turut3.
Sebaliknya sepsis yang berhubungan daengan transfusi dari kontaminasi bakterial tetap
menjadi penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas karena penularan melalui transfusi.
Kurang lebih 1 dari 25,000 trombosit dan 1 dari 250,000 unit eritrosit menunjukkan tes
positif untuk kontaminasi bakteri4,5, dan sepsis menyebabkan 12% dari mortalitas yang
berhubungan dengan transfusi telah dilaporkan kepada Food and Drug Administration (FDA)
antara 2005-2009. Pengurangan pathogen dengan menggunakan antara penambahan
immunoglobulin atau nucleic acid-neutralizing dapat mengurangi tingkat sepsis yang
berhubungan dengan transfusi, tapi masalah tentang efektifitas biaya dan akibat dan fungsi
dari penggunaannya telah menunda implementasinya di Amerika Serikat.
Seiring dengan berkurangnya infeksi karena transfusi, kesadaran dan laporan dari komplikasi
noninfeksi dari transfusi meningkat. Komplikasi noninfeksi sekarang adalah masalah yang
lebih umum dan lebih mematikan pada morbiditas yang berhubungan dengan transfusi.
Transfusi komponen darah yang tidak tepat menghasilkan reaksi hemolitik transfusi dan
cedera paru-paru akut terkait transfusi (TRALI) tetap menjadi sumber masalah utama
morbiditas dan mortalitas. Alasan dari review ini adalah untuk mengkarakterisasi bahaya
noninfeksi dari transfusi dan mendiskusikan beberapa strategi kontroversial untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan transfusi.
Praktek Berbasis Bukti
Transfusi darah adalah perawatan standar yang diterima diberbagai macam masalah klinis
dan kemungkinan besar akan tetap seperti itu, walaupun tanpa adanya randomized controlled
trials (RCTs) yang mendemonstrasikan peningkatan hasil setelah transfusi. Daripada
mendesain studi untuk menjawab pertanyaan “haruskan kita mentransfusi?” para peneliti
telah mencoba untuk menjawab pertanyaan “kapan kita harus melakukan transfusi?”
Pertanyaan itu adalah pokok penting, karena beberapa studi telah menganjurkan bahwa
penggunaan produk darah manusia dapat meningkatkan resiko kematian6,7. Sehingga, semua
diskusi strategi untuk mengurangi morbiditas karena transfusi akan menjadi tidak lengkap
tanpa menekankan pentingnya praktek berbasis bukti karena transfusi paling aman adalah
tidak melakukan transfusi.
2
Indikasi primer dari transfusi eritrosit adalah ketidakstabilan hemodinamik yang disebabkan
oleh syok perdarahan. Akan tetapi, kurang dari 20% unit eritrosit ditransfusikan untuk tujuan
ini8. Kebanyakan transfusi adalah untuk pengobatan anemia pada pasien sakit kritis dengan
hemodinamik stabil9. Persyaratan transfusi pada pemeriksaan Critical Care menunjukkan
bahwa batas konservatif transfusi dapat disejajarkan dengan batas liberal pada kebanyakan
pasien kritis dan mungkin menguntungkan kepada pasien yang penyakitnya tidak terlalu
kritis9. Penggunaan batas yang lebih liberal dapat dibenarkan pada pasien dengan active
ischemic cardiovascular disease10 atau sepsis, ketika transfusi dapat dititrasi ke campuran
saturasi vena oksigen daripada ke hematokrit11.
The American Association of Blood Blanks baru-baru ini mengadakan rapat panel untuk
mengomentari beberapa praktek kontroversial yang menggunakan transfusi plasma12. Panel
tersebut merekomendasikan penyertaan plasma pada saat transfusi secara besar (yaitu lebih
banyak dari 10 unit per hari). Rasio Plasma-Eritrosit lebih besar dari 1:3 dihubungkan dengan
pengurangan mortalitas pada pasien trauma; akan tetapi rasio optimal masih harus
ditentukan13-15. Pada operasi rutin, saat tidak adanya transfusi dalam jumlah besar, transfusi
plasma biasanya tidak diindikasikan. Plasma digunakan umumnya sebagai pembalikan dari
antikoagulasi warfarin; akan tetapi, bukti yang mendukung praktek ini terbatas.
Direkomendasikan bahwa plasma diberikan pada saat perdarahan aktif intrakranial, tapi apa
pembalikan ini menguntungkan saat pendarahan yang mengancam nyawa lainnya, seperti
pendarahan gastrointestinal, masih belum dapat diketahui. Akhirnya, transfusi tanpa adanya
koagulopati, anemia parah atau pendarahan aktif dapat meningkatkan tingkat mortalitas dan
jarang diindikasikan13.
Transfusi trombosit biasanya diindikasikan untuk terapi atau profilaksis perdarahan.
Transfusi profilaktik pada pasien trombositopenia atau pasien dengan disfungsi trombosit
temasuk umum dan batas yang sesuai telah ditentukan. Batas untuk profilaksis sebelum
prosedur operasi ditentukan kebanyakan oleh pengalaman15. Batas ditentukan untuk
mencocokan resiko dan konsekuensi dari pendarahan: tinggi untuk bedah saraf atau bedah
mata, rendah untuk pemasukan central line15. Sebagai tambahan untuk komplikasi infeksi dan
noninfeksi, transfusi trombosit dapat mengakibatkan tidak adanya perubahan pada transfusi
trombosit berikutnya16.
3
Terakhir, produk prokoagulant, seperti prothrombin complex concentrates, cryoprecipitate,
recombinant factor VII, aminocaproic acid atau tranexamic acid dan lainnya, dapat
diindikasikan pada situasi klinis yang spesifik, walaupun diskusi tentang ini berada di luar
lingkup review ini. Akhirnya, meminimalisasi penggunaan produk darah bisa jadi adalah
langkah terbaik untuk mengurangi morbiditas yang berhubungan dengan transfusi. Tujuan ini
dapat tercapai sebagian dengan meminimalisasi phlebotomy yang tidak diperlukan dan
menggunakan tabung pemeriksaan yang lebih kecil8, membatasi penggunaan agen-agen
farmakologi seperti erythropoietin (seperti pada gagal ginjal) atau mengganti dengan produk
darah sintetis atau hemoglobin-based oxygen carriers8. Sebagai catatan, tak ada hemoglobin-
based oxygen carriers yang tersedia di Amerika Serikat, karena meningkatkan tingkat
mortalitas dan infark miokard.17
Resiko Noninfeksi dari Transfusi
Beberapa komplikasi transfusi noninfeksi diulas di sini dan komplikasi yang paling umum
terjadi dibahas terlebih dahulu.
Reaksi Febrile Transfusi
Reaksi febrile akibat transfusi umumnya ditunjukkan dengan peningkatan temperatur sebesar
1℃ pada saat transfusi18 atau dalam waktu 3 jam setelah transfusi yang tidak dapat dijelaskan
dengan sepsis atau reaksi hemolitik. Insiden yang dilaporkan sangat bermacam-macam19-20,
tapi bukti yang meyakinkan mengatakan bahwa jumlah reaksi febrile berkurang secara
signifikan dengan reduksi leukosit pada unit eritrosit21. Tingkat rata-ratanya adalah 1 dari 330
untuk transfusi eritrosit dan 1 dari 20 untuk transfusi trombosit18-19. Reaksi febrile pada
transfusi dapat disertai oleh dingin, kekakuan dan ketidaknyamanan. Kurang lebih 50% dari
transfusi di Amerika Serikat diberikan premedikasi acetaminophen dan diphenhydramine18,
tapi bukti yang membenarkan praktek ini sangat sedikit dan beberapa studi acak yang
prospektif memberikan hasil yang bertentangan22-24. Review Cochrane baru-baru ini
menyimpulkan (berdasarkan data yang sedikit) bahwa premedikasi tidak mengurangi resiko
demam atau reaksi non-hemolitik transfusi25. Pengobatan dari reaksi demam memerlukan
penghentian transfusi dan terapi suportif dan mungkin termasuk terapi antipiretik.
4
Kelebihan Cairan Sirkulasi terkait Transfusi (Transfusion-associated Circulatory
Overload = TACO)
Transfusi darah dapat menyebabkan kelebihan cairan sirkulasi yang ditunjukan dengan
edema hidrostatik paru yang dapat dibedakan dari peningkatan permeabilitas vaskular paru
yang terdapat pada TRALI. Pasien menunjukkan dyspnea, tachypnea, distensi vena jugular
dan peningkatan tekanan darah sistolik. Insiden TACO biasanya berkisar pada 1-10% tapi
bervariasi dari populasi pasien. Sebagai tambahan, tak ada definisi konsensus dari TACO,
yang mana menghambat investigasi klinis. Banyak kasus dari edema paru yang berhubungan
dengan transfusi dapat menunjukkan kombinasi edema paru pada TRALI dan edema paru
pada TACO. Membedakan antara keduanya dapat menjadi sebuah tantangan, tapi
algoritmanya telah dipublikasikan untuk memfasilitasi diagnosis (fig.1)26. Echocardiography,
konsentrasi B-type natriuretic peptide, kateter jantung sisi kanan dan analisis protein cairan
alveolar dapat digunakan untuk mendiagnosis. TACO biasanya adalah sebuah diagnosis post
hoc yang dibuktikan dengan peningkatan yang cepat dari edema paru dengan ukuran
sederhana seperti diuresis. Penggunaan frekuensi transfusi yang rendah, diuretik dan
identifikasi pasien berisiko, seperti pasien dengan penyakit kritis, penyakit jantung, penyakit
ginjal atau bayi dapat mengurangi pengaruh TACO27.
Fig.1. Jalur untuk membedakan TRALI dan TACO. ALI=Acute Lung Injury (Cedera Paru-Paru Akut); BNP= B-type
natriuretic peptide (Peptida Natriuretik tipe B); BP=Blood Pressure (Tekanan Darah); ECG= electrocardiogram
(Elektrokardiogram); TACO= transfusion-associated circulatory overload (Transfusi terkait Kelebihan Cairan Sirkulasi);
TRALI= transfusion-related acute lung injury (Transfusi terkait Cedera Paru-Paru Akut). Dimodifikasi dari Gajic et al.26
5
Cedera Paru-Paru Akut terkait Transfusi (Transfusion-related Acute Lung Injury =
TRALI)
Cedera paru-paru akut terkait transfusi didefinisikan sebagai edema paru non-kardiogenik
yang terjadi pada 6 jam setelah transfusi (tabel 1)28-29. Laporan kejadian dari TRALI secara
klinis bermacam-macam tapi umumnya diterima kira-kira 1 dari 5,000 transfusi28; akan tetapi,
studi terbaru telah menyoroti keberadaan sebelumnya dari efek transfusi subklinis yang tidak
dinilai, yang cukup umum30-33. Patofisiologi dari TRALI belum dapat dimengerti secara
penuh tapi dapat dijelasken dengan hipotesis “dua-serangan”, dimana ada pasien “primed”
(serangan pertama) yang ditransfusi dengan antibodi antigen leukosit antihuman, antibodi
antineutrofil, atau pengubah respon biologi lain, (serangan kedua), yang menimbulkan cedera
paru akut (fig.2)33. Data terbaru menunjukkan bahwa neutrofil dan trombosit memiliki peran
yang signifikan sebagai penyebab cedera paru34. Kejadian utama dapat berupa kondisi apapun
yang menuju pada aktivasi ambang bawah kekebalan, termasuk operasi, infeksi dan mungkin
trauma. TRALI telah muncul sebagai penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas yang
berhubungan dengan transfusi, dan pada 2009, 30% (13 dari 44) kematian yang berhubungan
dengan transfusi di Amerika disebabkan oleh TRALI atau dicurigai adalah TRALIb.
Pengobatan TRALI umumnya suportif, dan upaya telah dilakukan untuk pencegahan.
Mitigasi plasma (pengumpulan plasma dari pria atau wanita yang belum pernah hamil) dan
pembatasan transfusi yang tidak perlu dapat mengurangi TRALI35.
Kriteria konsensus TRALI telah ditentukan oleh para ahli konsensus dan telah digunakan secara klinis dan untuk mengkategorikan kasus untuk deskripsi akademis dari TRALI. Dimodifikasi dari Kleinman dkk. Kleinman S, Caulfield T, Chan P, Davenport R, McFarland J, McPhedran S, Meade M, Morrison D, Pinsent T, Robillard P, Singer P: menuju pengertuan dari cedera paru-paru akut yang berhubungan dengan transfusi: Pernyataan tentang panel konsensus. Transfusi 2004; 44:1774-89, John Wiley & Sons, Inc.ALI = Acute Lung Injury (Cedera Paru-Paru Akut); Pao2/FIo2 = rasio dari konsentrasi oksigen arteri kepada bagian dari oksigen inspired; Spo2 = persentase hemoglobin; TRALI = Transfusion-related Acute Lung Injury (Cedera Paru-Paru Akut terkait Transfusi)
6
Tabel 1. Kriteria Konsensus TRALIKriteria TRALI
1. ALIa. Serangan Akutb. Hipoksemia: Pao2/FIO2 < 300, Spo2 < 90%c. Infiltrat bilateral pada radiografi dada depand. Tak ada tanda-tanda hipertensi atrium kiri
(contoh: kelebihan cairan sirkulasi)2. Tak ada ALI sebelum transfusi3. Terjadi dalam waktu 6 jam dari waktu transfusi4. Tak ada hubungan sementara pada faktor resiko
alternatif untuk ALI
Kriteria Kemungkinan TRALI1. Ada ALI2. Tak ada ALI sebelum transfusi3. Terjadi dalam waktu 5 jam dari waktu transfusi4. Bebas dari hubungan sementara pada faktor resiko
alternatif untuk ALI
Fig.2 Skema patogenesis cedera paru-paru akut terkait transfusi (TRALI). Neutrofil diaktifkan oleh “serangan pertama”,
yang umumnya adalah bedah, trauma, atau sepsis (tidak ditampilkan). “Serangan kedua” adalah transfusi, yang mana
memperkenalkan antibodi antigen leukosit antihuman, antibodi antineutrofil, atau pengubah respon biologi lain seperti
lysophosphatidylcholine, produk lemak dari patahan membran sel. Hasil cedera mengakibatkan kebocoran protein, edema
paru, dan pelepasan faktor yang memperkuat respon inflamasi. Anti-HLA Ab=antihuman leukocyte antigen antibody;
MMP=matrix metalloproteinase; TNF=tumor necrosis factor.
Reaksi Alergi
Reaksi urtikari dan pruritus adalah umum, terjadi pada kira-kira 1-3% dari semua transfusi,
dan dianggap sebagai hasil dari adanya antigen terlarut pada plasma pendonor yang
memproduksi respon klinis yang tergantung pada dosis. Reaksi alergi biasanya dihubungkan
dengan gejala ringan, seperti eritema lokal, pruritus atau gatal-gatal dan biasanya merespon
dengan antihistamine parenteral.
Reaksi alergi berat, dikarakterisasikan dengan spasme bronkus, stridor, hipotensi dan gejala
gastrointestinal, yang dimaksud sebagai reaksi transfusi anafilaktik atau anafilaktoid. Reaksi
ini terjadi pada 1 dari 50,000 transfusi dan dapat mengancam jiwa19. Reaksi anafilaktik
menuju secara spesifik pada reaksi pengobatan immunoglobulin E pada protein asing,
sementara istilah anafilaktoid digunakan untuk mendeskripsikan reaksi lain yang
menghasilkan gejala klinis yang sama. Reaksi pengobatan Immunoglobulin E pada gabungan
protein-hapten dan generasi komplemen dari anafilotoxin endogen adalah dua mekanisme
yang diajukan untuk reaksi anafilaktoid. Mekanisme yang kedua dianggap dapat menjelaskan
reaksi anafilaktoid pada individu-individu dengan defisiensi IgA. Antibodi
antiimmunoglobulin A titer tinggi pada individu ini dapat memancing aktivasi komplemen
7
dan anafilaksis. Sehingga, defisiensi IgA dapat diperhitungkan pada saat reaksi anafilaktoid
terjadi. Pengobatan mungkin membutuhkan pemberian epinepherine pada beberapa kasus.
Reaksi Hemolitik Transfusi
Reaksi hemolitik akibat transfusi biasanya diklasifikasikan akut atau tunda. Reaksi hemolitik
akut didefinisikan pada kejadian yang terjadi pada 24 jam setelah transfusi darah. Reaksi ini
dianggap sebagai hasil dari adanya alloantibodi resipien yang sudah ada terhadap eritrosit
donor. Reaksi hemolitik transfusi (dihubungkan dengan alloantibodi ABO atau non-ABO)
tidak umum ditemui. Akan tetapi, reaksi ini adalah penyebab utama kedua dari kematian
karena transfusi di Amerika Serikat dari 2005-2009, sejumlah 37% (68 dari 267 kematian)
karena tingkat mortalitas yang sangat tinggi akibat transfusi dengan darah yang ABO-
incompatible. Kebanyakan hasil dari transfusi karena kesalahan pengetikan pada tata usaha.
Reaksi akut dapat menunjukkan demam atau menggigil secara tiba-tiba, wajah memerah, rasa
sakit, hipotensi, dyspnea, gagal ginjal atau disseminated intavascular coagulation.
Pencegahan didasari oleh upaya untuk meningkatkan keamanan bank darah, dimana menjadi
fokus dari berbagai industri dan berada di luar lingkup dari review ini. Apabila reaksi
hemolisis akut dicurigai, transfusi harus dihentikan, buat jalur intravena yang besar, dan
monitor pasien di ICU.
Reaksi hemolitik tunda biasanya terjadi antara 24 jam sampai 1 minggu setelah transfusi dan
dianggap terjadi karena antibodi antieritrosit yang didapatkan dari transfusi sebelumnya.
Reaksi hemolitik tertunda terjadi secara umum (1 dari 1,900 transfusi) dan biasanya lebih
tidak berbahaya daripada reaksi hemolitik akut36. Reaksi ini dapat ditunjukkan dengan
demam atau berkurangnya jumlah urin, tapi kebanyakan tidak ada gejala sama sekali dan
diketahui karena berkurangnya konsentrasi hemoglobin yang tak diketahui sebabnya.
Perawatan suportif diperlukan pada kebanyakan kasus, termasuk transfusi eritrosit yang
sesuai tipenya. Immunoglobulin intravena dan terapi steroid telah digunakan untuk
mengobati reaksi berat.
Immunomodulasi terkait Transfusi (Transfusion-related Immunomodulation = TRIM)
Immunomodulasi terkait transfusi telah menjadi subjek dari investigasi intensif yang tetap
menjadi kontroversi dalam transfusion medicine community. Idenya adalah transfusi darah
allogenik dapat menghasilkan efek immunosuppresif yang pertama kali dikenali secara luas
ketika Opelz et ali37. menyadari peningkatan hasil diantara resipien transplantasi ginjal
8
kadaver yang menerima transfusi darah. Efek ini telah dihubungkan dengan efek
imunomodulator dari transfusi donor leukosit, dan perubahan pada sirkulasi limfosit, T-cell
helper/suppressor ratio, fungsi sel B dan jumlah sirkulasi antigen-presenting cells pada
resipien darah allogenik38. Walaupun telah diberitahu bahwa efek dari transfusi terhadap daya
tahan allografts ginjal telah menghilang di era dimana obat-obatan imunosupresif ampuh,
studi prospektif di era modern telah menunjukkan langsung manfaat untuk graft yang
ditransplantasi pada pasien transfusi39.
Kemudian, efek dari transfusi pada transplantasi tulang punggung, kekambuhan keganasan
dan kerentanan terhadap infeksi telah diusulkan. Walaupun data tentang hasil transplantasi
konsisten, sehingga memvalidasikan TRIM sebagai fenomena asli, tetapi data yang
menjelaskan efek dari transfusi pada kekambuhan keganasan dan infeksi telah bercampur-
aduk dan tetap menjadi kontroversi20,40. Reduksi leukosit sebelum penyimpanan eritrosit telah
diajukan sebagai metode untuk mengurangi kambuhnya kanker dan infeksi postoperatif.
Peningkatan resiko infeksi nosocomial didiskusikan lebih detail pada sesi reduksi leukosit
secara universal.
Peningkatan resiko perkembangan kanker setelah transfusi diajukan pertama kali oleh
Gantt41. Sejak saat itu, banyak percobaan di masa lalu yang menunjukkan hubungan antara
transfusi dan perkembangan kanker, yang dianggap disebabkan oleh penekanan terhadap
sistem kekebalan tubuh host42. Yang paling meyakinkan adalah hubungan antara transfusi dan
limfoma. Meta-analisis terbaru oleh Castillo et al43. memasukkan 12 studi observasi dan
menunjukkan peningkatan resiko yang signifikan dari limfoma, khususnya leukimia
limfositik kronis setelah transfusi eritrosit. Tinjauan umum pada studi seperti itu adalah
bahwa transfusi dapat menjadi penanda dari penyakit yang lebih parah. Tiga RCT telah
dilakukan untuk memeriksa efek dari TRIM terhadap kekambuhan kanker pada pasien
dengan kanker colorectal; akan tetapi, tak ada satu pun perbedaan yang dapat dideteksi pada
kekambuhan kanker dengan mengurangi paparan leukosit allogenik44-46.
Microchimerism
Microchimerism terkait transfusi merujuk kepada keberadaan konsisten dari populasi sel
donor pada resipien. Kejadiannya dapat mencapai 10% pada pasien yang menerima transfusi
besar setelah trauma dan dapat bertahan hingga bertahun-tahun. Sel asing dapat berjumlah
sebanyak 5% dari leukosit yang beredar39,47. Resiko secara teoritis dari microchimerism
9
termasuk penyakit graft-versus-host atau gangguan autoimmun dan inflamasi, akan tetapi
implikasi klinis sebenarnya dari kondisi ini masih belum diketahui.
Purpura Pasca Transfusi
Purpura pasca transfusi adalah komplikasi yang langka yang dikarakterisasikan dengan
purpura, epistaksis, pendarahan gastrointestinal dan trombositopenia, yang biasanya diamati
selama 5-10 hari setelah transfusi19. Reaksi ini dianggap sebagai hasil dari antibodi
antiplatelet (antihuman platelet alloantigen 1a adalah yang yang paling umum) yang bereaksi
pada transfusi atau autologous trombosit. Immunoglobulin intravena adalah terapi yang
dianjurkan19. Direkomendasikan untuk menghindari produk darah yang positif terhadap
antigen pada pasien dengan sejarah purpura pasca transfusi19.
Reaksi Hipotensi pada Transfusi
Reaksi hipotensi pada transfusi dapat terjadi pada protokol transfusi yang mengaktifasi jalur
intrinsik “contact activation” dari proses koagulasi dan meningkatkan produksi bradikinin,
sebagai efek samping reduksi leukosit melalui filtrasi dengan permukaan filtrasi bermuatan
negatif, infusi dari fraksi protein plasma dan albumin dan terapi apheresis. Pasien yang
menggunakan angiotensin-converting enzyme inhibitors akan meningkatkan resiko karena
peran fisiologi normal dari angiotensin-converting enzyme pada katabolisme bradikinin49,50.
Penyakit Graft-Versus-Host terkait Transfusi
Penyakit graft-versus-host terkait transfusi adalah komplikasi yang sangat langka dimana
leukosit donor menyerang sel resipien. Biasanya diamati pada host dengan
immunokompromise berat, walaupun telah dilaporkan pada resipien normal ketika donornya
homozygous untuk salah satu dari tipe antigen leukosit resipiennya. Dalam kedua kasus,
donor leukosit tidak dikenali sebagai leukosit asing dan tidak diserang oleh sistem kekebalan
resipien. Transfusi terkait penyakit graft-versus-host dikarakterisasikan dengan demam,
disfungsi hati, rash, diare dan pansitopenia dan mematikan pada 84% kasus tapi dapat
dicegah secara efektif dengan irradiasi unit untuk pasien beresiko dan dengan melalui
penggunaan reduksi leukosit51.
Cedera Ginjal Akut terkait Transfusi
Beberapa percobaan terbaru telah menghasilkan data yang menunjukkan bahwa transfusi
dapat dihubungkan secara independen pada peningkatan resiko kerusakan ginjal. Habib et
10
al52. melakukan peninjauan retrospektif pada pasien yang menjalani prosedur revaskularisasi
koroner dan ditemukan bahwa yang memiliki hematokrit terendah kurang dari 24% memiliki
resiko yang lebih tinggi untuk kerusakan ginjal. Namun, transfusi pasien dengan hematokrit
sama rendahnya tidak menurunkan resiko cedera ginjal. Sebaliknya, yang ditransfusikan
memiliki kreatinin postoperatif lebih tinggi, semakin tinggi presentase peningkatan kreatinin
dan makin lama waktu perawatan di rumah sakit. Penemuan ini telah direplikasi pada pasien
pasca operasi bypass arteri koroner lainnya53 dan pada pasien setelah revaskularisasi
ekstremitas bawah54. Telah disarankan bahwa transfusi dapat memperparah, bukannya
membaik, pengiriman oksigen ke jaringan dan efek tersebut dapat menjelaskan data-data
ini55. Akan tetapi, dasar retrospektif dari studi ini menimbulkan perhatian bahwa peningkatan
resiko dari perusakan ginjal akut lebih parah pada transfusi daripada pasien nontransfusi
sebagai hasil dari bias seleksi.
Kelebihan zat besi, keracunan metabolik, seperti toksisitas sitrat, hipokalsemia, dan
komplikasi pada transfusi besar13,14 seperti hipotermia dan koagulopati, adalah sumber dari
morbiditas signifikan tapi tidak dibahas pada pembahasan ini. Insiden, etiologi, langkah
terapi dan teknik pencegahan dibahas pada tabel 2.
Tabel 2. Bahaya Noninfeksi dari TransfusiReaksi
TransfusiKejadian
(per 105 transfusi)Etiologi Terapi Pencegahan
Demam Semua Komponen:70-6,800
Sitokin proinflamasi yang didapat saat penyimpanan
Antibodi antileukosit pasien mengikat leukosit donor
Hentikan transfusi Berikan
antipiretik Terapi suportif
Reduksi leukosit sebelum penyimpanan
TACO Semua Komponen:16.8-8,000 Practice-dependent
Kelebihan cairan sirkulasi
Pasien dengan penyakit jantung atau ginjal, bayi, dan pasien dengan penyakit kritis resikonya meningkat
Hentikan transfusi
Berikan diuretik Oksigen
Identifikasi pasien dengan resiko tinggi
Lakukan transfusi secara perlahan
TRALI Eritrosit10-20
Trombosit/plasma50-100
Transfusi pasif dari antibodi donor
Racun lipid dari penyimpanan
Terapi suportif Hapus donor beresiko tinggi dari daftar donor
Alergi Semua komponen:
Reaksi ringan: transfusi antigen
Hentikan transfusi
Penggunaan antihistamin
11
3,000 ringan2 anafilaktik
terlarut pada plasma donor
Anafilaksis: kekurangan IgA atau kekurangan protein resipien lainnya
Monitor berdasarkan ASA
Akses infus ke pembuluh darah besar
Epinepherine Antihistamin Terapi suportif
sebelum transfusi tetap dalam praktek yang normal walaupun faktanya terbatas
Hemolitik Eritrosit1.1-9.0
Antibodi donor mengikat eritrosit pasien
Antibodi pasien mengikat eritrosit donor
Hentikan transfusi
Ulangi pencocokan
Terapi suportif Obati DIC
Prosedur operasi standar
TRIM Tak diketahui Mekanismenya tidak diketahui tapi mungkin bergantung pada kehadiran leukosit donor
Obati komplikasi (contoh: infeksi)
Reduksi leukosit sebelum penyimpanan mungkin dapat menguntungkan, tapi pendekatan ini kontroversial
Micro-chimerism
Semua komponen:5,000-10,000Transfusi besar
Keberadaan tetap dari sel donor pada resipien
Tak diketahui Tak diketahui
Purpura pacsa transfusi
Semua komponen:2
Alloantibodi dari resipien menyerang trombosit donor
IVIG Hindari unit yang positif terhadap antigen HPA pada pasien dengan sejarah PTP
Hipotensi Tak diketahui Produksi kinin dengan aktivasi sistem kontak
Pasien dengan ACE inhibitors memiliki resiko yang lebih tinggi
Hentikan transfusi
Monitor ASA Akses infus ke
pembuluh darah besar
Terapi suportif
Hindari menggunakan filtrasi reduksi leukosit dengan aliran negatif
Graft-vs-Host Bervariasi tergantung populasi pasien
Transfusi pada host yang kekebalannya terganggu
Transfusi oleh sel donor yang hampir mirip dengan tipe HLA
Tak ada konsensus
Pertimbangkan transplant sumsum tulang belakang
Irradiasi γ pada produk sel
Insiden, etiologi dan terapi dan strategi pencegahan ditampilkan, dimodifikasi dari Hillyer et al27. Dikutip dari Blood
Banking and Transfusion Medicine: Basic Principles and Practice, 2nd edition, Hillyer CD, Silberstein LE, Ness PM,
Anderson KC, Roback JD, pp 678–9, 2007, dengan izin dari Elsevier. ACE=angiotensin converting enzyme (enzim
angiotensin konverter); ASA=American Society of Anesthesiologists; DIC=disseminated intravascular coagulation;
HLA=human leukocyte antigen (antigen leukosit manusia); HPA=human platelet alloantigen (alloantigen platelet manusia);
IgA=immunoglobulin A; IV=intravenous (intravena); IVIG=intravenous immunoglobulin (immunoglobulin intravena);
PTP=posttransfusion purpura (purpura pasca transfusi); TACO=transfusion associated circulatory overload (kelebihan cairan
sirkulasi terkait transfusi); TRALI=transfusion-related acute lung injury (cedera paru-paru akut terkait transfusi);
TRIM=transfusion-related immunomodulation (immunomodulasi terkait transfusi).
12
Strategi Baru untuk Mengurangi Komplikasi Transfusi Noninfeksi
Beberapa intervensi yang diajukan untuk mengurangi komplikasi transfusi noninfeksi telah
menghasilkan minat yang besar dan memicu penelitian ekstensif. Kami telah membahas 3
strategi dan bukti relevan tapi ditekankan bahwa cara paling efektif untuk menghindari
morbiditas yang berhubungan dengan transfusi adalah dengan menggunakan produk darah
dengan cara berbasis bukti.
Reduksi Leukosit Universal
Reduksi leukosit universal mengacu pada proses menghilangkan leukosit dari eritrosit atau
trombosit untuk menstandarisasi tingkat kemurnian20. Tradisinya, ini telah dilakukan dengan
menghilangkan buffy coat (bagian dari darah yang mengandung leukosit dan trombosit)
setelah sentrifugasi atau dengan penyaringan sebelum atau sesudah penyimpanan56,57.
Kesepakatannya adalah reduksi leukosit membantu untuk mencegah tiga komplikasi
transfusi: reaksi demam nonhemolitik transfusi, refraktori trombosit akibat alloimunisasi
antigen leukosit dan transmisi cytomegalovirus56,57. Pasien yang beresiko atas komplikasi ini
tradisinya telah diberikan darah kurang leukosit dan pencegahan ini telah terbukti efektif
secara klinik dan biaya. Keuntungan lainnya seperti pengurangan TRIM, efek dari
perkembangan kanker, dan tingkat infeksi tetap menjadi kontroversi.
Pada akhir tahun 90-an, kumpulan bukti dari leukocyte-mediated TRIM dan gagasan bahwa
reduksi leukosit dapat mengurangi transmisi penyakit Creutzfeldt-Jakob mengundang debat
internasional tentang kepantasan reduksi leukosit universal. Para pendukung gagasan ini
menganggap reduksi leukosit sebagai tindakan pencegahan yang dibutuhkan yang dapat
mengurangi komplikasi yang diketahui maupun yang belum diketahui berhubungan dengan
leukosit yang di transfusikan dan berpendapat bahwa pengurangan leukosit lebih hemat uang
terlebih lagi waktu58. Pihak yang menentang berpendapat bahwa walaupun tidak ada resiko
klinis yang diketahui dari reduksi leukosit universal, interpretasi akurat dari bukti-bukti tidak
memberikan keuntungan lebih dari yang sudah dijelaskan sebelumnya, dan tidak efektif
secara biaya. Kebanyakan negara eropa mengadopsi reduksi leukosit universal di akhir 90-an,
termasuk Inggis, Austria, Jerman, Portugal, Swiss dan Irlandia.
Palang Merah Amerika, yang menyuplai kurang lebih 50% dari seluruh unit eritrosit di
Amerika Serikat mengadopsi reduksi leukosit universal di tahun 2000. Akan tetapi, FDA
mengatur suplai darah melalui kode yang dikomunikasikan di Code of Federal Regulations
13
dan tidak mengijinkan reduksi leukosit universal. Saat pertemuan pada 26 Januari 2001, FDA
Advisory Committee on Blood Safety memilih untuk merekomendasikan agar reduksi leukosit
universal diimplementasikan secepatnya apabila sudah pantas dan juga menjelaskan bahwa
kecukupan suplai darah telah diatur dan dana yang cukup telah diberikan pada transisi ini.
Sehingga, bank darah dipertemukan dengan dilema untuk mengikuti rekomendasi FDA
dengan dana yang meningkat atau persyaratan FDA dengan beban yang bertambah. Saat ini,
70% dari suplai darah di Amerika Serikat telah dikurangi leukosit dan persentasenya terus
meningkat seiring dengan waktu.
Setelah Amerika Serikat melanjutkan transisi menuju reduksi leukosit universal, bukti baru
yang menunjang dan menjatuhkan praktek reduksi leukosit universal bermunculan. Tinjauan
studi retrospektif sebelum-dan-sesudah dilakukan transisi reduksi leukosit universal telah
memberikan data yang berguna. Pada tahun 2003, Ebert et al21. mengeluarkan laporan
sebelum-dan-sesudah yang menjelaskan kesehatan pasien Kanada dalam 12 bulan sebelum
dan sesudah transisi ke reduksi leukosit universal. Para peneliti ini mencatat pengurangan 1%
pada mortalitas, pengurangan demam pasca transfusi dan pengurangan penggunaan antibiotik
setelah transisi ke reduksi leukosit universal (fig. 3). Akan tetapi, peningkatan insiden dari
penyakit paru-paru berat pada cohort reduksi leukosit universal dan peningkatan penggunaan
pada aspirin, β−¿blocker, dan enzim penghambat angiotensin konverter pada kelompok
setelah reduksi leukosit menimbulkan keraguan pada penyebab dari pengurangan mortalitas
yang dilaporkan. Sebagai tambahan tak dapat disampingkan bahwa pengurangan insiden
demam secara langsung adalah karena penggunaan antibiotik.
Fig.3. Pengaruh reduksi leukosit universal pada mortalitas, infeksi, demam, dan penggunaan antibiotik. OR=odds ratio.
Dikutip dari Herbert et al21. Journal of the American Medical Association, April 16, 2003, 289:1941–9. Copyright © (2003)
American Medical Association.
14
Studi retrospektif lainnya telah mempublikasikan bukti yang menunjang dan menyangkal
hubungan antara pengurangan leukosit universal dengan infeksi. Pada tahun 2005, Blumberg
et al. menunjukkan pengurangan 35% dari infeksi indwelling-catheter yang tak dapat
dijelaskan dengan perubahan apapun pada kebijakan rumah sakit selain dengan
pengimplementasian reduksi leukosit universal59. Penulis yang sama baru-baru ini
mempublikasikan laporan yang menunjukkan pengurangan TRALI dan TACO setelah
transisi ke reduksi leukosit universal60. Sebaliknya, Englehart et al61. melakukan studi
tretrospektif membandingkan hasil pada 495 pasien trauma yang menerima darah tanpa
reduksi leukosit, dengan reduksi leukosit dan transfusi campuran. Mereka tidak menemukan
perbedaan pada jumlah hari di ICU, hari di rumah sakit, hari di ventilator, insiden sindrom
distress pernapasan akut, nilai disfungsi beberapa organ, mortalitas atau tingkat infeksi. Pada
tahun 2004, Llewelyn et al62. mengadakan studi sebelum-dan-sesudah yang
mendokumentasikan efek dari reduksi leukosit universal pada kira-kira 2100 pasien jantung
dan ortopedi di 11 rumah sakit di Inggris dan melaporkan bahwa tak ada perbedaan pada
mortalitas dan tingkat infeksi.
Sejak 1998, banyak RCT baru yang menyelidiki hubungan antara reduksi leukosit dan infeksi
post operatif, lama tinggal di rumah sakit atau ventilator mekanik dan mortalitas yang telah
dipublikasikan63. Hanya satu RCT sejak 1998 yang menunjukkan efek benefisial dari reduksi
leukosit universal64. Bilgin et al. mengawasi pengurangan tingkat infeksi setelah operasi
katup jantung pada pasien yang dipilih secara acak untuk darah yang telah dikurangi
leukositnya sebelum penyimpanan dibandingkan dengan darah yang dihilangkan buffy coat.
Studi lainnya menunjukkan tidak ada efek. Beberapa meta-analisis telah dipublikasikan65-67.
Akan tetapi, hasil yang berbeda dari meta-analisis ini membawa perdebatan tentang penyebab
perbedaan. Keragaman studi, aplikasi kemauan untuk menilai dan bukannya analisis yang
dinilai, dan pengecualian dari studi terbaru telah ditunjukkan sebagai penyebab dari
perbedaan hasil.63,68,69
Walaupun jumlah bukti telah meningkat, kejelasan dari peran reduksi leukosit universal tidak
bertambah. Pertengahan 90-an telah menjadi masa dimana pertanyaan ini dapat diterima oleh
bias publikasi, akan tetapi sudah ada banyak permintaan untuk persetujuan opini tentang
reduksi leukosit universal. Sejak reduksi leukosit benar-benar mengurangi efek
immunomodulasi yang berhubungan dengan transfusi, efek klinis dapat menjadi kecil dan
susah untuk dicatat dalam studi klinis, walaupun jumlah dari percobaan klinis secara acak
15
mencapai 6.000 pasien65. Sayangnya, kontroversi ini tidak dapat diselesaikan karena reduksi
leukosit universal telah menjadi standar perawatan di sebagian besar Eropa dan Amerika
Serikat.
Penggunaan hanya Plasma Pria untuk Mencegah TRALI
Produksi dari suplai darah aman mencakup proses skrining dari donor potensial untuk
karakteristik yang dapat meningkatkan resiko infeksi dan noninfeksi dari resipien.
Karakteristik tertentu mencoba donor tunda sementara dan tetap, seperti usia ekstrim,
hemoglobin rendah, riwayat dari perilaku beresiko tinggi atau penggunaan obat dengan dosis
tertentu.
Pembatasan jenis kelamin donor muncul sebagai strategi untuk mengurangi kejadian TRALI
karena akumulasi bukti epidemiologis yang resiko donornya lebih besar pada wanita karena
alloimunisasi yang terjadi saat hamil. Rantaian kasus awal menunjukkan bahwa kebanyakan
kasus TRALI dihubungkan dengan donor wanita multipara70 dan beberapa rantaian kasus
lainnya menunjukkan bahwa beberapa reaksi dapat ditelusuri pada seorang donor, yang
umumnya wanita multipara71,72. Terlebih lagi, pada populasi dengan paparan alloantigen yang
meningkat, seperti wanita multipara dan resipien yang pernah menerima transfusi, telah
dianggap sebagai donor beresiko tinggi. Program “Bahaya Serius Dari Transfusi” di Inggris
melaporkan bahwa semua donor antara 1996 dan 2002 yang memiliki antileukocyte
antibodies recognizing recipient antigens adalah wanita73. Observasi pada individu yang di
alloimmun lebih sering ditunjukkan pada reaksi TRALI yang membawa pada teori bahwa
sebuah persentase signifikan dari kasus TRALI berasal dari transfusi alloantibodi dari donor.
Faktanya, fresh frozen plasma dan trombosit, yang disebut sebagai komponen plasma tinggi
yang mengandung antibodi dari donor dihubungkan dengan resiko TRALI yang meningkat
6x lipat.73
Pada studi terdahulu kontrol kasus oleh Gajic et al.31, pasien ICU yang ditransfusi dengan 3
atau lebih komponen tinggi plasma dari wanita dibandingkan dengan kasus yang sama dan
ditransfusi dengan 3 atau lebih unit dari pria. Pasien yang menerima hanya plasma wanita
menunjukan pengurangan oksigenasi, hari bebas ventilator yang lebih sedikit, dan cenderung
kepada peningkatan mortalitas di rumah sakit. Pada studi retrospektif sebelum-dan-sesudah
oleh Wright et al.32, pasien yang menjalani perbaikan ruptur aneurysm aorta abdominal di
16
Inggris telah dilaporkan memiliki tingkat cedera paru-paru akut dan hipoksia yang berkurang
setelah operasi dengan hanya plasma pria yang digunakan.
Bukti klinis TRALI terjadi pada 1 dari 5,000 transfusi28, jadi sangat sulit untuk melakukan
RCT pada efek plasma wanita. Akan tetapi, data telah muncul dan menunjukkan bahwa
kejadian dengan efek ringan dari transfusi pada fungsi paru-paru bisa jadi signifikan. Pada
tahun 2001, studi silang yang dilakukan secara acak, prospektif dan double-blind
menunjukkan penyusutan FiO2/PaO2, dengan tidak adanya peningkatan tekanan darah
setelah transfusi dengan plasma dari wanita multipara pada 100 pasien ICU30. Sebaliknya,
Welsby et al., dari grup Duke-CARE, baru-baru ini mempublikasikan studi kontrol kasus
terdahulu dari 390 pasangan yang menerima hanya plasma pria atau hanya palsma wanita
saat operasi bypass aorta koroner74. Mereka melaporkan jumlah efek merugikan yang lebih
sedikit secara signifikan pada yang menerima hanya plasma wanita. Hasil utama mereka
termasuk ukuran gabungan dari disfungsi paru (termasuk pneumonia, sindrom distress
pernapasan akut dan edema paru) dan pertambahan lama tinggal di rumah sakit dan kematian
dalam waktu 30 hari. RCT tambahan sepertinya akan mempublikasikan efek kecil dari
transfusi pada fungsi paru-paru, dan kami ingin mempelajari lebih banyak tentang
patogenesis dari reaksi TRALI berat dari pekerjaan yang menjelaskan efek fisiologis ini.
Berdasarkan observasi pada program “Serious Hazards of Transfusion”, National Blood
Service di Inggris menginstitusikan kebijakan pada tahun 2003 bahwa semua komponen
tinggi plasma diambil dari donor pria, dan pada tahun 2005 Inggris hampir mencapai angka
90% pada jumlah hanya plasma pria. Efek dari transisi ini telah dicatat dengan baik.
Walaupun secara umum tingkat kejadian merugikan yang dilaporkan pada program “Serious
Hazard of Transfusin” meningkat pada saat ini, jumlah kasus tersangka dan diduga TRALI
berkurang (fig. 4a). Walaupun jumlah kasus yang berhubungan dengan plasma atau trombosit
telah berkurang, jumlah kasus yang berhubungan dengan unit eritrosit tetap relatif konstan
(fig 4b).
17
Fig.4 Total laporan kejadian yang merugikan versus cedera paru-paru akut terkait transfusi (TRALI) dalam program
“Serious Hazard of Transfusion (SHOT)” 1996-2009. Penggunaan hanya plasma pria dimulai pada tahun 2003 (batang
merah, laporan TRALI; batang biru, total kejadian yang merugikan)(A). Komponen-komponen dilibatkan dalam TRALI
2002-2008. Kejadian TRALI dihubungkan dengan penurunan fresh frozen plasma (FFP) dan trombosit setelah transisi ke
hanya plasma pria yang dimulai tahun 2003 (batang merah, jumlah kasus yang melibatkan fresh frozen plasma dan
trombosit; batang biru, jumlah kasus dengan melibatkan unit eritrosit)(B). Diadaptasi dari: Annual report 2008. Bahaya
Serius dari Transfusi, 2008. http://www.shotuk.org/shot-reports/. Accessed December 14, 2010.
Di Amerika Serikat, Asosiasi Bank Darah Amerika, kelompok kerja TRALI,
merekomendasikan bahwa Amerika Serikat juga melakukan transisi ke komponen hanya
plasma pria pada 3 November 2006. Di tahun 2006, Palang Merah Amerika memulai
program perintis yang mengimplementasikan distribusi dari hanya plasma pria untuk
transfusi di 13 dari 35 bank darah regional. Pada April 2010, Eder et al35. mempublikasikan
laporan observasi mereka tentang persentasi hanya plasma pria yang meningkat pada 2006-
2008. Diantara kasus yang dilaporkan tentang reaksi transfusi dimana plasma adalah satu-
satunya komponen yang ditransfusikan, jumlah kasus TRALI berkurang setiap tahunnya: 32
pada tahun 2006, 17 pada tahun 2007 dan 7 pada tahun 2008. Tingkat yang dihitung dari
kemungkinan reaksi TRALI per 106 plasma yang didistribusikan berkurang hingga kurang
lebih 5 kali lipat, hingga tingkat yang sama yang diamati pada transfusi unit eritrosit.
Pembatasan pada hanya plasma pria telah menghasilkan peningkatan penggunaan plasma
yang dibekukan dalam 24 jam setelah flebotomi (FP24) daripada plasma yang dibekukan
dalam 8 jam (fresh frozen plasma)35. Akan tetapi, transisi ini tidak memberikan peningkatan
biaya dan beban suplai. Pada tahun 2007, Bank Darah Nasional dan Utilization Survey tidak
melaporkan persentasi dari plasma atau trombosit yang berasal dari donor pria dibandingkan
dengan keseluruhan di Amerika Serikat. Saat pengumpulan naskah, hasil akhir untuk versi
2009 tidak tersedia secara umum, dan tidak diketahui oleh penulis apabila laporan tersebut
memiliki informasi ini.
18
Walaupun data tentang pendukung hanya plasma pria pada dasarnya observasional, tetap saja
meyakinkan, dan sepertinya penggunaan hanya plasma pria akan meningkat. RCT tambahan
menjelaskan efek ringan dari hanya plasma wanita pada fungsi paru-paru dapat lebih
menerangkan praktek dan data dari grup Duke-CARE merepresentasikan pengingat yang
penting bahwa perubahan praktek transfusi dapat memiliki maksud yang luas dan seharusnya
tidak hanya digunakan untuk mengoptimalkan hasil TRALI, tapi juga mengoptimalkan hasil
secara keseluruhan dari seluruh populasi resipien transfusi. Penerapan kebijakan yang
memiliki efek ringan pada komplikasi yang umum dapat mempengaruhi hasil yang lebih baik
daripada yang memiliki efek besar pada komplikasi yang langka dan mematikan.
Peraturan Usia Eritrosit
Efek klinis dari praktek penyimpanan eritrosit adalah subjek yang menjadi perhatian besar
pada komunitas bank darah. Secara sejarah, pemprosesan dan penyimpanan unit eritrosit
yang sukses telah dinilai oleh standar nonklinis; eritrosit ditransfusikan kepada subjek yang
sehat dan persentase yang tersisa pada sirkulasi 24jam kemudian diukur. Pengambilan
kembali sebanyak 75% dari jumlah sel sudah dianggap cukup. Peningkatan metodologi telah
meningkatkan usia penyimpanan maksimal dari eritrosit ke 42 hari, tapi perubahan terjadi
pada eritrosit seiring mereka bertambah tua, termasuk kebocoran potasium, kehilangan 2-3-
diphosphoglycerate; kehilangan membran; pelepasan racun lipid; dan pengurangan S-
nitrosohemoglobin secara cepat, yang menyebabkan hilangnya vasodilatasi hipoksia75,76.
(Fig.5)
Baru-baru ini, fokusnya telah bergeser pada efek klinis dari penyimpanan eritrosit. Pada
bulan Maret 2008, New England Journal of Medicine mempublikasikan studi retrospketif
oleh Koch et al77. dari Cleveland Clinic, yang melaporkan hasil dari transfusi unit eritrosit tua
versus eritrosit baru pada 6,002 pasien operasi jantung. Pada laporan tersebut, hasil dari
pasien yang ditransfusikan secara eksklusif dengan unit yang disimpan kurang dari 14 hari
dibandingkan dengan pasien yang ditransfusi dengan unit yang disimpan lebih dari 14 hari.
Ada pengurangan pada mortalitas di rumah sakit, masa intubasi, gagal ginjal, dan sepsi pada
resipien dengan unit eritrosit yang disimpan dengan waktu lebih sedikit. Yang lebih menarik
lagi, kelompok ini melaporkan pengurangan resiko absolut dari mortalitas selama 1 tahun
sebesar 3.6% diantara mereka yang menerima darah yang disimpan kurang dari 14 hari.
19
Fig. 5. Perubahan pada karakteristik eritrosit
setelah disimpan beberapa waktu. RBC 2,3-
DPG (A), potasium (B), laktat (D),PO2 (E),
SO2 (F), hemoglobin sel bebas pada media
penyimpanan (G), dan RBC surface
phosphatidyl serine (PS) expression (H)
sebagai fungsi dari waktu penyimpanan. Data
rata-rata antara persentil 25th dan 75th. Nilai P
melambangkan arti untuk perubahan dari
waktu ke waktu. Free Hb=hemoglobin bebas;
HbSO2=persen dari hemoglobin jenuh dengan
oksigen; pO2=tekanan parsial dari oksigen;
RBC Surface PS Expression=erythrocyte
surface phosphatidyl serine expression; RBC
2,3-DPG= erythrocyte 2,3-
diphosphoglycerate. Dikutip dari Bennett-
Guerrero et al.76 Bennett-Guerrero E,
Veldman TH, Doctor A, Telen MJ, Ortel TL,
Reid TS, Mulherin MA, Zhu H, Buck RD,
Califf RM, McMahon TJ: Evolution of
adverse changes in stored RBCs. Proc Natl
Acad Sci 2007; 104:17063– 8. Copyright
2007 National Academy of Sciences,
U.S.A.
Hubungan antara usia penyimpanan eritrosit dengan hasil klinis telah ditunjukkan
sebelumnya dengan beberapa studi retrospektif yang lebih kecil. Pada tahun 2003, Leal-
Noval et al78. mempublikasikan laporan terdahulu diantara 897 pasien operasi jantung dan
melaporkan bahwa setiap 1 hari peningkatan usia dari eritrosit tertua yang ditransfusikan,
resiko pneumonia meningkat sebesar 6%. Pada tahun 1999 dan 2000, Vamvakas dan Carven
mempublikasikan dua studi pendamping. Yang pertama adalah studi terdahulu pada 416
pasien79 yang menjalani transplantasi bypass arteri koroner, dimana penulisnya melaporkan
bahwa bahwa setiap 1 hari peningkatan usia rata-rata penyimpanan dari darah yang
ditransfusikan berhubungan dengan 1% peningkatan resiko pneumonia pasca operasi. Akan
tetapi, yang kedua80 adalah studi retrospektif dari pasien operasi jantung pasca operasi dan
melapokan tak ada hubungan antara usia eritrosit dan lama tinggal, hari ICU, atau hari
ventilasi mekanik. Pada tahun 1997, Purdy et al81. melakukan analisis terdahulu dari 31
pasien yang dimasukkan ke dalam ICU dengan sepsis berat dan yang menerima transfusi.
Individu yang bertahan hidup atau meninggal sama dalam umur, jenis kelamin, lama tinggal
ICU, durasi sepsis, insiden syok, nilai Acute Physiology and Chronic Health Evaluation
20
(APACHE) dan jumlah unit eritrosit yang ditransfusikan. Akan tetapi, rata-rata usia dari unit
eritrosit yang ditransfusikan kepada yang bertahan hidup adalah 17 hari, dibandingkan
dengan 25 hari untuk unit yang ditransfusikan kepada yang meninggal. Zallen et al82. secara
retrospektif membandingkan 23 pasien yang megalami beberapa kegagalan organ setelah
trauma, dengan 40 pasien yang tidak, dan ditunjukkan bahwa transfusi dengan eritrosit yang
lebih tua berhubungan secara independen dengan kegagalan organ.
Laporan Koch memicu ketertarikan dan serangkaian editorial mengenai maksud dari
pekerjaan untuk praktek bank darah dan kebijakan transfusi. Banyak kritik diajukan.
Karakteristik dasar dari dua grup tidak ekuivalen dalam tipe ABO, reduksi leukosit pada
darah, regurgitasi mitral, kelas New York Heart Association, area permukaan tubuh, fungsi
ventrikel kiri, dan penyakit vaskular perifer. Pertanyaan tentang generalisasi juga ditanyakan
karena rata-rata umur subjek adalah 70 tahun dan sedang menjalani bypass jantung. Terlebih
lagi, studi tersebut menimbulkan pertanyaan etis. Mengingat bahwa kebanyakan studi pada
dampak klinis dari umur penyimpanan eritrosit telah dilakukan pada pasien operasi jantung,
apakah pasien seperti itu harus unit eritrosit yang lebih baru dibandingkan pasien yang
menjalani prosedur operasi lain? Sebagai tambahan, apabila ada kelanjutan dari keuntungan
menerima darah yang lebih baru, siapa yang menerima unit yang paling baru?
Keraguan lebih lanjut tentang kebenaran dari kesimpulan artikel Koch adalah studi-studi
yang berlawanan. Pada tahun 2008, Yap et al83. mempublikasikan laporan retrospektif
tentang efek usia eritrosit pada populasi opeasi jantung. Penulisnya mendaftarkan 670 pasien
tapi tidak menemukan persamaan antara usia eritrosit dan lama ventilasi, durasi tinggal ICU,
gagal ginjal atau mortalitas. Van de Watering et al84. melakukan studi tentang 2,732 pasien
operasi jantung berulang dan melaporkan bahwa usia eritrosit bukan faktor resiko independen
untuk kemampuan bertahan hidup atau jumlah hari di ICU. Pada studi retrospektif dari 740
pasien Denmark yang melakukan reseksi pada kanker kolon dengan niat menyembuhkan,
Mynster et al85. melaporkan bahwa menerima transfusi eritrosit yang disimpan kurang dari 21
hari adalah faktor resiko independen untuk kambuhnya kanker.
Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa peningkatan usia eritrosit dapat memberikan hasil
lebih buruk jelas bercampur aduk, dan studi yang terkait telah dilakukan dengan
menggunakan berbagai macam hasil dan populasi pasien. Vamvakas dan Carven79 dan Leal-
Noval et al78. menyediakan bukti kuat bahwa peningkatan usia eritrosit meningkatkan resiko
21
pneumonia, tapi penemuan ini tidak berarti secara statistik dengan laporan Koch. Terlebih
lagi, studi besar oleh van de Watering et al. dan Yap et al. menyediakan bukti berlawanan
yang meyakinkan. Pada 11 Juli 2008, Komite Penasehat pada Blood Safety and Availability
mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan bahwa perubahan kebijakan tentang usia
penyimpanan eritrosit dapat menjadi prematur dan meminta untuk meningkatkan bantuan
untuk menjawab pertanyaan ini melalui riset klinis. Studi acak yang prospektif untuk
menjawab pertanyaan tentang resiko yang dihubungkan dengan unit eritrosit yang lebih tua
sedang dilakukan. The National Heart, Lung and Blood Institute-funded Red Cell Storage Age
Study (RECESS, NCT00991341) dimulai pada November 2009. Studi database SCANDAT86,
yang akan menggunakan database besar di Swedia dan Denmark untuk menyelidiki efek dari
penyimpanan eritrosit dalam jangka pendek dan jangka panjang setelah transfusi eritrosit,
dapat menyediakan informasi yang berharga. Percobaan ABLE (Age of Blood Evaluation)
adalah percobaan acak double-blind, multicenter yang memeriksa efek penyimpanan eritrosit
pada umur 90 hari, semua penyebab mortalitas pada pasien memerlukan bantuan pernapasan
tekanan positif di ICU. Diperkirakan percobaan ini berakhir pada Januari 2013.
Apabila studi ini mengkonfirmasi bahwa eritrosit yang lebih tua dapat memberikan hasil yang
lebih buruk, kebijakan bank darah dapat berubah dalam cara yang memiliki makna besar pada
layanan transfusi. Batasan saat ini yang diatur oleh FDA untuk penyimpanan eritrosit sebesar
42 hari memberikan fleksibilitas yang besar dalam pengaturan suplai darah, memungkinkan
perpindahan stok apabila ada kekurangan regional atau bencana alam dan membatasi dampak
dari variasi suplai minggu-ke-minggu atau bulan-ke-bulan. Saat ini, 2.4% unit eritrosit telah
kadaluarsa, dengan total 401,000 unit. Pengurangan usia eritrosit maksimum yang diizinkan
dapat memberikan perubahan dramatis pada biaya dan logistik dari bank darah. Tentu saja,
tingkat dari dampaknya tergantung pada batas usia yang baru. Usia penyimpanan dari unit
eritrosit yang ditransfusi pada kebanyakan rumah sakit di Amerika Serikat biasanya adalah
15-20 hari, dan distribusinya condong ke arah unit yang baru dan bervariasi berdasarkan
golongan darah. Penyisihan dari unit tertua dapat dilakukan tanpa menghasilkan kekurangan
darah kritis.
Menuju Pengobatan Transfusi Berbasis Bukti
Tema umum pada tiap debat ini adalah kurangnya bukti untuk mengambil keputusan
kebijakan. Pada kasus reduksi leukosit universal dan penggunaan hanya plasma pria, praktek
standar berubah tanpa ada bukti yang pasti. Di Amerika Serikat, pendekatan FDA telah
22
memberikan garis besar, daripada mandat, saat datanya tidak jelas, sehingga terjadi
keanekaragaman praktek.
Peningkatan infrastruktur hemovigilance dan pendanaan untuk RCT skala besar mungkin
dapat meningkatkan praktek bank darah dan transfusi. Program Serious Hazards of
Transfusion dari Inggris telah membuka jalan dengan mengembangkan database detail
tentang kejadian merugikan hingga tahun 1996. Jaringan hemovigilance Eropa, kini berusia 6
tahun, menawarkan 25 negara anggota. Salah satu dari banyak tantangan pada implementasi
standar internasional yang ditetapkan oleh European Union Blood Safety Directive pada
tahun 2003 telah membangun sistem universal untuk melaporkan kejadian merugikan dan
reaksinya. Pada pertemuan pihak berwenang dari masing-masing propinsi pada bulan Mei
2009, isu ini muncul kembali, dan rancangan dari formulir umum untuk pelaporan
hemovigilance dipresentasikan. Janji dari organisasi ini untuk mengumpulkan data
epidemiologi yang berguna belum dapat dijalankan sepenuhnya. Di Amerika Serikat,
ketidakadaan sistem kesehatan nasional dan sistem pelaporan untuk rumah sakit dan bank
darah memperlambat perkembangan dari pengembangan jaringan tersebut. Akan tetapi, pada
tahun 2009, U.S. Biovigilance Network menjalankan sistem nasional untuk melaporkan dan
pengumpulan data.
Fenomena yang menarik dari studi tentang efek dari batas liberal versus konservatif untuk
transfusi eritrosit7 telah membawa menuju adopsi luas dari transfusi eritrosit berbasis bukti,
tapi tingkat yang tinggi dari transfusi tidak tepat dari fresh frozen plasma dan trombosit87
tetap ada karena bukti yang kurang untuk membuat garis besar yang memiliki banyak
informasi. Implementasi dari algoritma transfusi dapat merubah praktek dokter88 dan dapat
meningkatkan hasil dan mengurangi biaya9,88,89, tapi untuk dapat melakukan itu dibutuhkan
usaha sistem yang luas90 dan tidak dapat diimplementasikan tanpa fakta-fakta yang cukup.
Pendanaan untuk percobaan klinis prospektif berkualitas tinggi merupakan sebuah keharusan
untuk menghasilkan fakta-fakta yang diperlukan. Terakhir, praktek dokter yang berbasis
bukti dengan menghindari transfusi yang tak perlu adalah cara paling efektif untuk
mengurangi komplikasi transfusi.
KESIMPULAN
23
Di masa berkembangnya komplikasi infeksi, turut pula berkembang pengobatan dan
pemeriksaan untuk mencegahnya sehingga angka morbiditas dan mortalitas mengalami
penurunan. Sekarang yang menjadi masalah utama adalah komplikasi noninfeksi dimana
transfusi darah yang tidak benar bisa mengakibatkan reaksi febrile, kelebihan cairan sirkulasi
terkait transfusi (Transfusion-associated Circulatory Overload=TACO), cedera paru-paru
akut terkait transfusi (Transfusion-related Acute Lung Injury=TRALI), reaksi alergi, reaksi
hemolitik, immunomodulasi terkait transfusi (Transfusion-related Immunomodulation =
TRIM), Microchimerism, purpura pasca transfusi, reaksi hipotensi, penyakit Graft-Versus-
Host terkait transfusi dan cedera ginjal akut terkait transfusi. Komplikasi noninfeksi yang
menjadi penyebab tingginya angka mortalitas secara berurutan adalah cedera paru-paru akut
terkait transfusi (TRALI), kelebihan cairan sirkulasi terkait transfusi (TACO) dan reaksi
hemolitik. Adapun komplikasi noninfeksi yang umum terjadi tapi rendah angka
mortalitasnya, yaitu reaksi demam dan reaksi alergi.
Banyaknya komplikasi noninfeksi saat ini membuat para peneliti mengembangkan metode-
metode pencegahan seperti reduksi leukosit universal, penggunaan hanya plasma pria untuk
mencegah TRALI dan pembatasan waktu penyimpanan eritrosit. Dari ketiga metode ini,
metode penggunaan hanya plasma pria menunjukkan hasil yang signifikan. Penelitian
menunjukkan insiden TRALI yang mengalami penurunan selama penerapannya. Sayangnya
metode ini hanya berpengaruh pada TRALI, walaupun tidak menutup kemungkinan metode
ini juga berpengaruh pada komplikasi noninfeksi yang lain hanya saja laporan tentang hal
tersebut belum ada. Metode reduksi leukosit universal dan pembatasan waktu penyimpanan
eritrosit juga telah diterapkan di beberapa negara walaupun hasilnya masih kontroversial.
Hingga saat ini, penelitian-penelitian masih terus dilanjutkan untuk mengurangi resiko
noninfeksi pada transfusi. Oleh karena itu, yang terbaik yang bisa kita lakukan saat ini adalah
menghindari transfusi yang tidak perlu untuk mengurangi komplikasi transfusi.
24
25