40
Mengurangi Resiko Noninfeksi pada Transfusi Darah David S. Warner, MD, Editor Brian M. Gilliss, MD, M.S., Mark R. Looney, MD, Michael A. Gropper, MD, Ph.D Abstrak Setelah skrining untuk infeksi yang berhubungan dengan transfusi semakin meningkat, sekarang komplikasi noninfeksi dari transfusi menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan transfusi di Amerika Serikat. Sebagai contoh, cedera paru-paru akut terkait transfusi, kelebihan cairan sirkulasi terkait transfusi, dan reaksi hemolitik transfusi adalah penyebab kematian yang pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut. Komplikasi ini dan yang lainnya ditinjau dan beberapa metode kontroversial untuk mencegah komplikasi noninfeksi dari transfusi tengah didiskusikan, termasuk reduksi leukosit universal dari unit eritrosit, penggunaan hanya plasma pria dan pembatasan waktu penyimpanan eritrosit. Kira-kira 16 juta unit eritrosit, 13 juta konsentrat trombosit dan 6 juta unit plasma dikumpulkan setiap tahunnya untuk transfusi dari sekitar 10 juta donor. Sekitar 72% dari donor adalah donor berulang dan 95% dilakukan di bank darah. Di tahun 2006, jumlah persediaan yang tersedia dari eritrosit melewati jumlah yang ditransfusi sebanyak 7.8%. Harga rata- rata yang dibayar oleh rumah sakit ke bank darah per unit di 1

Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Setelah skrining untuk infeksi yang berhubungan dengan transfusi semakin meningkat, sekarang komplikasi noninfeksi dari transfusi menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan transfusi di Amerika Serikat.

Citation preview

Page 1: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

Mengurangi Resiko Noninfeksi pada Transfusi Darah

David S. Warner, MD, Editor

Brian M. Gilliss, MD, M.S., Mark R. Looney, MD, Michael A. Gropper, MD, Ph.D

Abstrak

Setelah skrining untuk infeksi yang berhubungan dengan transfusi semakin meningkat,

sekarang komplikasi noninfeksi dari transfusi menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang

berhubungan dengan transfusi di Amerika Serikat. Sebagai contoh, cedera paru-paru akut

terkait transfusi, kelebihan cairan sirkulasi terkait transfusi, dan reaksi hemolitik transfusi

adalah penyebab kematian yang pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut. Komplikasi

ini dan yang lainnya ditinjau dan beberapa metode kontroversial untuk mencegah komplikasi

noninfeksi dari transfusi tengah didiskusikan, termasuk reduksi leukosit universal dari unit

eritrosit, penggunaan hanya plasma pria dan pembatasan waktu penyimpanan eritrosit.

Kira-kira 16 juta unit eritrosit, 13 juta konsentrat trombosit dan 6 juta unit plasma

dikumpulkan setiap tahunnya untuk transfusi dari sekitar 10 juta donor. Sekitar 72% dari

donor adalah donor berulang dan 95% dilakukan di bank darah. Di tahun 2006, jumlah

persediaan yang tersedia dari eritrosit melewati jumlah yang ditransfusi sebanyak 7.8%.

Harga rata-rata yang dibayar oleh rumah sakit ke bank darah per unit di tahun 2006 adalah:

eritrosit, $213.94; plasma $59.84; trombosit dari whole-blood, $84.25; trombosit apheresis,

$538.72. Harga rata-rata per unit dari eritrosit yang diberikan kepada pasien adalah $343.641,

walaupun harga sebenarnya bisa jadi lebih besar ($522.00-1,183.00)2. Sehingga, walaupun

permintaan yang diperoleh oleh bank darah meningkat selama seleksi donor, tambahan unit

dan pemprosesan, Amerika Serikat tetap melanjutkan untuk membuat suplai darah yang

cukup.

Di masa-masa awal dari epidemik global acquired immune deficiency syndrome dan

Creutzfeldt-Jakob di Inggris, reformasi obat-obatan transfusi menghasilkan pengurangan

komplikasi menular dari transfusi. Di Amerika Serikat, perkumpulan pendonor sukarela,

wawancara donor yang ekstensif dan tes darah yang didonorkan untuk hepatitis B surface

antigen, hepatitis B virus core antibody, hepatitis C virus antibody, human T-lymphotropic

virus 1 and 2 antibody, human immunodeficiency virus 1 and 2 dan syphilis telah berhasil

mengurangi insiden dari penyakit menular melalui transfusi secara dramatis. Tingkat

1

Page 2: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

penyakit menular melalui transfusi dari human immunodeficiency virus dan hepatitis C dan B

adalah 1 dari 2,135,000, 1 dari 1,935,000, dan 1 dari 205,000 transfusi secara berturut-turut3.

Sebaliknya sepsis yang berhubungan daengan transfusi dari kontaminasi bakterial tetap

menjadi penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas karena penularan melalui transfusi.

Kurang lebih 1 dari 25,000 trombosit dan 1 dari 250,000 unit eritrosit menunjukkan tes

positif untuk kontaminasi bakteri4,5, dan sepsis menyebabkan 12% dari mortalitas yang

berhubungan dengan transfusi telah dilaporkan kepada Food and Drug Administration (FDA)

antara 2005-2009. Pengurangan pathogen dengan menggunakan antara penambahan

immunoglobulin atau nucleic acid-neutralizing dapat mengurangi tingkat sepsis yang

berhubungan dengan transfusi, tapi masalah tentang efektifitas biaya dan akibat dan fungsi

dari penggunaannya telah menunda implementasinya di Amerika Serikat.

Seiring dengan berkurangnya infeksi karena transfusi, kesadaran dan laporan dari komplikasi

noninfeksi dari transfusi meningkat. Komplikasi noninfeksi sekarang adalah masalah yang

lebih umum dan lebih mematikan pada morbiditas yang berhubungan dengan transfusi.

Transfusi komponen darah yang tidak tepat menghasilkan reaksi hemolitik transfusi dan

cedera paru-paru akut terkait transfusi (TRALI) tetap menjadi sumber masalah utama

morbiditas dan mortalitas. Alasan dari review ini adalah untuk mengkarakterisasi bahaya

noninfeksi dari transfusi dan mendiskusikan beberapa strategi kontroversial untuk

mengurangi morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan transfusi.

Praktek Berbasis Bukti

Transfusi darah adalah perawatan standar yang diterima diberbagai macam masalah klinis

dan kemungkinan besar akan tetap seperti itu, walaupun tanpa adanya randomized controlled

trials (RCTs) yang mendemonstrasikan peningkatan hasil setelah transfusi. Daripada

mendesain studi untuk menjawab pertanyaan “haruskan kita mentransfusi?” para peneliti

telah mencoba untuk menjawab pertanyaan “kapan kita harus melakukan transfusi?”

Pertanyaan itu adalah pokok penting, karena beberapa studi telah menganjurkan bahwa

penggunaan produk darah manusia dapat meningkatkan resiko kematian6,7. Sehingga, semua

diskusi strategi untuk mengurangi morbiditas karena transfusi akan menjadi tidak lengkap

tanpa menekankan pentingnya praktek berbasis bukti karena transfusi paling aman adalah

tidak melakukan transfusi.

2

Page 3: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

Indikasi primer dari transfusi eritrosit adalah ketidakstabilan hemodinamik yang disebabkan

oleh syok perdarahan. Akan tetapi, kurang dari 20% unit eritrosit ditransfusikan untuk tujuan

ini8. Kebanyakan transfusi adalah untuk pengobatan anemia pada pasien sakit kritis dengan

hemodinamik stabil9. Persyaratan transfusi pada pemeriksaan Critical Care menunjukkan

bahwa batas konservatif transfusi dapat disejajarkan dengan batas liberal pada kebanyakan

pasien kritis dan mungkin menguntungkan kepada pasien yang penyakitnya tidak terlalu

kritis9. Penggunaan batas yang lebih liberal dapat dibenarkan pada pasien dengan active

ischemic cardiovascular disease10 atau sepsis, ketika transfusi dapat dititrasi ke campuran

saturasi vena oksigen daripada ke hematokrit11.

The American Association of Blood Blanks baru-baru ini mengadakan rapat panel untuk

mengomentari beberapa praktek kontroversial yang menggunakan transfusi plasma12. Panel

tersebut merekomendasikan penyertaan plasma pada saat transfusi secara besar (yaitu lebih

banyak dari 10 unit per hari). Rasio Plasma-Eritrosit lebih besar dari 1:3 dihubungkan dengan

pengurangan mortalitas pada pasien trauma; akan tetapi rasio optimal masih harus

ditentukan13-15. Pada operasi rutin, saat tidak adanya transfusi dalam jumlah besar, transfusi

plasma biasanya tidak diindikasikan. Plasma digunakan umumnya sebagai pembalikan dari

antikoagulasi warfarin; akan tetapi, bukti yang mendukung praktek ini terbatas.

Direkomendasikan bahwa plasma diberikan pada saat perdarahan aktif intrakranial, tapi apa

pembalikan ini menguntungkan saat pendarahan yang mengancam nyawa lainnya, seperti

pendarahan gastrointestinal, masih belum dapat diketahui. Akhirnya, transfusi tanpa adanya

koagulopati, anemia parah atau pendarahan aktif dapat meningkatkan tingkat mortalitas dan

jarang diindikasikan13.

Transfusi trombosit biasanya diindikasikan untuk terapi atau profilaksis perdarahan.

Transfusi profilaktik pada pasien trombositopenia atau pasien dengan disfungsi trombosit

temasuk umum dan batas yang sesuai telah ditentukan. Batas untuk profilaksis sebelum

prosedur operasi ditentukan kebanyakan oleh pengalaman15. Batas ditentukan untuk

mencocokan resiko dan konsekuensi dari pendarahan: tinggi untuk bedah saraf atau bedah

mata, rendah untuk pemasukan central line15. Sebagai tambahan untuk komplikasi infeksi dan

noninfeksi, transfusi trombosit dapat mengakibatkan tidak adanya perubahan pada transfusi

trombosit berikutnya16.

3

Page 4: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

Terakhir, produk prokoagulant, seperti prothrombin complex concentrates, cryoprecipitate,

recombinant factor VII, aminocaproic acid atau tranexamic acid dan lainnya, dapat

diindikasikan pada situasi klinis yang spesifik, walaupun diskusi tentang ini berada di luar

lingkup review ini. Akhirnya, meminimalisasi penggunaan produk darah bisa jadi adalah

langkah terbaik untuk mengurangi morbiditas yang berhubungan dengan transfusi. Tujuan ini

dapat tercapai sebagian dengan meminimalisasi phlebotomy yang tidak diperlukan dan

menggunakan tabung pemeriksaan yang lebih kecil8, membatasi penggunaan agen-agen

farmakologi seperti erythropoietin (seperti pada gagal ginjal) atau mengganti dengan produk

darah sintetis atau hemoglobin-based oxygen carriers8. Sebagai catatan, tak ada hemoglobin-

based oxygen carriers yang tersedia di Amerika Serikat, karena meningkatkan tingkat

mortalitas dan infark miokard.17

Resiko Noninfeksi dari Transfusi

Beberapa komplikasi transfusi noninfeksi diulas di sini dan komplikasi yang paling umum

terjadi dibahas terlebih dahulu.

Reaksi Febrile Transfusi

Reaksi febrile akibat transfusi umumnya ditunjukkan dengan peningkatan temperatur sebesar

1℃ pada saat transfusi18 atau dalam waktu 3 jam setelah transfusi yang tidak dapat dijelaskan

dengan sepsis atau reaksi hemolitik. Insiden yang dilaporkan sangat bermacam-macam19-20,

tapi bukti yang meyakinkan mengatakan bahwa jumlah reaksi febrile berkurang secara

signifikan dengan reduksi leukosit pada unit eritrosit21. Tingkat rata-ratanya adalah 1 dari 330

untuk transfusi eritrosit dan 1 dari 20 untuk transfusi trombosit18-19. Reaksi febrile pada

transfusi dapat disertai oleh dingin, kekakuan dan ketidaknyamanan. Kurang lebih 50% dari

transfusi di Amerika Serikat diberikan premedikasi acetaminophen dan diphenhydramine18,

tapi bukti yang membenarkan praktek ini sangat sedikit dan beberapa studi acak yang

prospektif memberikan hasil yang bertentangan22-24. Review Cochrane baru-baru ini

menyimpulkan (berdasarkan data yang sedikit) bahwa premedikasi tidak mengurangi resiko

demam atau reaksi non-hemolitik transfusi25. Pengobatan dari reaksi demam memerlukan

penghentian transfusi dan terapi suportif dan mungkin termasuk terapi antipiretik.

4

Page 5: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

Kelebihan Cairan Sirkulasi terkait Transfusi (Transfusion-associated Circulatory

Overload = TACO)

Transfusi darah dapat menyebabkan kelebihan cairan sirkulasi yang ditunjukan dengan

edema hidrostatik paru yang dapat dibedakan dari peningkatan permeabilitas vaskular paru

yang terdapat pada TRALI. Pasien menunjukkan dyspnea, tachypnea, distensi vena jugular

dan peningkatan tekanan darah sistolik. Insiden TACO biasanya berkisar pada 1-10% tapi

bervariasi dari populasi pasien. Sebagai tambahan, tak ada definisi konsensus dari TACO,

yang mana menghambat investigasi klinis. Banyak kasus dari edema paru yang berhubungan

dengan transfusi dapat menunjukkan kombinasi edema paru pada TRALI dan edema paru

pada TACO. Membedakan antara keduanya dapat menjadi sebuah tantangan, tapi

algoritmanya telah dipublikasikan untuk memfasilitasi diagnosis (fig.1)26. Echocardiography,

konsentrasi B-type natriuretic peptide, kateter jantung sisi kanan dan analisis protein cairan

alveolar dapat digunakan untuk mendiagnosis. TACO biasanya adalah sebuah diagnosis post

hoc yang dibuktikan dengan peningkatan yang cepat dari edema paru dengan ukuran

sederhana seperti diuresis. Penggunaan frekuensi transfusi yang rendah, diuretik dan

identifikasi pasien berisiko, seperti pasien dengan penyakit kritis, penyakit jantung, penyakit

ginjal atau bayi dapat mengurangi pengaruh TACO27.

Fig.1. Jalur untuk membedakan TRALI dan TACO. ALI=Acute Lung Injury (Cedera Paru-Paru Akut); BNP= B-type

natriuretic peptide (Peptida Natriuretik tipe B); BP=Blood Pressure (Tekanan Darah); ECG= electrocardiogram

(Elektrokardiogram); TACO= transfusion-associated circulatory overload (Transfusi terkait Kelebihan Cairan Sirkulasi);

TRALI= transfusion-related acute lung injury (Transfusi terkait Cedera Paru-Paru Akut). Dimodifikasi dari Gajic et al.26

5

Page 6: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

Cedera Paru-Paru Akut terkait Transfusi (Transfusion-related Acute Lung Injury =

TRALI)

Cedera paru-paru akut terkait transfusi didefinisikan sebagai edema paru non-kardiogenik

yang terjadi pada 6 jam setelah transfusi (tabel 1)28-29. Laporan kejadian dari TRALI secara

klinis bermacam-macam tapi umumnya diterima kira-kira 1 dari 5,000 transfusi28; akan tetapi,

studi terbaru telah menyoroti keberadaan sebelumnya dari efek transfusi subklinis yang tidak

dinilai, yang cukup umum30-33. Patofisiologi dari TRALI belum dapat dimengerti secara

penuh tapi dapat dijelasken dengan hipotesis “dua-serangan”, dimana ada pasien “primed”

(serangan pertama) yang ditransfusi dengan antibodi antigen leukosit antihuman, antibodi

antineutrofil, atau pengubah respon biologi lain, (serangan kedua), yang menimbulkan cedera

paru akut (fig.2)33. Data terbaru menunjukkan bahwa neutrofil dan trombosit memiliki peran

yang signifikan sebagai penyebab cedera paru34. Kejadian utama dapat berupa kondisi apapun

yang menuju pada aktivasi ambang bawah kekebalan, termasuk operasi, infeksi dan mungkin

trauma. TRALI telah muncul sebagai penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas yang

berhubungan dengan transfusi, dan pada 2009, 30% (13 dari 44) kematian yang berhubungan

dengan transfusi di Amerika disebabkan oleh TRALI atau dicurigai adalah TRALIb.

Pengobatan TRALI umumnya suportif, dan upaya telah dilakukan untuk pencegahan.

Mitigasi plasma (pengumpulan plasma dari pria atau wanita yang belum pernah hamil) dan

pembatasan transfusi yang tidak perlu dapat mengurangi TRALI35.

Kriteria konsensus TRALI telah ditentukan oleh para ahli konsensus dan telah digunakan secara klinis dan untuk mengkategorikan kasus untuk deskripsi akademis dari TRALI. Dimodifikasi dari Kleinman dkk. Kleinman S, Caulfield T, Chan P, Davenport R, McFarland J, McPhedran S, Meade M, Morrison D, Pinsent T, Robillard P, Singer P: menuju pengertuan dari cedera paru-paru akut yang berhubungan dengan transfusi: Pernyataan tentang panel konsensus. Transfusi 2004; 44:1774-89, John Wiley & Sons, Inc.ALI = Acute Lung Injury (Cedera Paru-Paru Akut); Pao2/FIo2 = rasio dari konsentrasi oksigen arteri kepada bagian dari oksigen inspired; Spo2 = persentase hemoglobin; TRALI = Transfusion-related Acute Lung Injury (Cedera Paru-Paru Akut terkait Transfusi)

6

Tabel 1. Kriteria Konsensus TRALIKriteria TRALI

1. ALIa. Serangan Akutb. Hipoksemia: Pao2/FIO2 < 300, Spo2 < 90%c. Infiltrat bilateral pada radiografi dada depand. Tak ada tanda-tanda hipertensi atrium kiri

(contoh: kelebihan cairan sirkulasi)2. Tak ada ALI sebelum transfusi3. Terjadi dalam waktu 6 jam dari waktu transfusi4. Tak ada hubungan sementara pada faktor resiko

alternatif untuk ALI

Kriteria Kemungkinan TRALI1. Ada ALI2. Tak ada ALI sebelum transfusi3. Terjadi dalam waktu 5 jam dari waktu transfusi4. Bebas dari hubungan sementara pada faktor resiko

alternatif untuk ALI

Page 7: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

Fig.2 Skema patogenesis cedera paru-paru akut terkait transfusi (TRALI). Neutrofil diaktifkan oleh “serangan pertama”,

yang umumnya adalah bedah, trauma, atau sepsis (tidak ditampilkan). “Serangan kedua” adalah transfusi, yang mana

memperkenalkan antibodi antigen leukosit antihuman, antibodi antineutrofil, atau pengubah respon biologi lain seperti

lysophosphatidylcholine, produk lemak dari patahan membran sel. Hasil cedera mengakibatkan kebocoran protein, edema

paru, dan pelepasan faktor yang memperkuat respon inflamasi. Anti-HLA Ab=antihuman leukocyte antigen antibody;

MMP=matrix metalloproteinase; TNF=tumor necrosis factor.

Reaksi Alergi

Reaksi urtikari dan pruritus adalah umum, terjadi pada kira-kira 1-3% dari semua transfusi,

dan dianggap sebagai hasil dari adanya antigen terlarut pada plasma pendonor yang

memproduksi respon klinis yang tergantung pada dosis. Reaksi alergi biasanya dihubungkan

dengan gejala ringan, seperti eritema lokal, pruritus atau gatal-gatal dan biasanya merespon

dengan antihistamine parenteral.

Reaksi alergi berat, dikarakterisasikan dengan spasme bronkus, stridor, hipotensi dan gejala

gastrointestinal, yang dimaksud sebagai reaksi transfusi anafilaktik atau anafilaktoid. Reaksi

ini terjadi pada 1 dari 50,000 transfusi dan dapat mengancam jiwa19. Reaksi anafilaktik

menuju secara spesifik pada reaksi pengobatan immunoglobulin E pada protein asing,

sementara istilah anafilaktoid digunakan untuk mendeskripsikan reaksi lain yang

menghasilkan gejala klinis yang sama. Reaksi pengobatan Immunoglobulin E pada gabungan

protein-hapten dan generasi komplemen dari anafilotoxin endogen adalah dua mekanisme

yang diajukan untuk reaksi anafilaktoid. Mekanisme yang kedua dianggap dapat menjelaskan

reaksi anafilaktoid pada individu-individu dengan defisiensi IgA. Antibodi

antiimmunoglobulin A titer tinggi pada individu ini dapat memancing aktivasi komplemen

7

Page 8: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

dan anafilaksis. Sehingga, defisiensi IgA dapat diperhitungkan pada saat reaksi anafilaktoid

terjadi. Pengobatan mungkin membutuhkan pemberian epinepherine pada beberapa kasus.

Reaksi Hemolitik Transfusi

Reaksi hemolitik akibat transfusi biasanya diklasifikasikan akut atau tunda. Reaksi hemolitik

akut didefinisikan pada kejadian yang terjadi pada 24 jam setelah transfusi darah. Reaksi ini

dianggap sebagai hasil dari adanya alloantibodi resipien yang sudah ada terhadap eritrosit

donor. Reaksi hemolitik transfusi (dihubungkan dengan alloantibodi ABO atau non-ABO)

tidak umum ditemui. Akan tetapi, reaksi ini adalah penyebab utama kedua dari kematian

karena transfusi di Amerika Serikat dari 2005-2009, sejumlah 37% (68 dari 267 kematian)

karena tingkat mortalitas yang sangat tinggi akibat transfusi dengan darah yang ABO-

incompatible. Kebanyakan hasil dari transfusi karena kesalahan pengetikan pada tata usaha.

Reaksi akut dapat menunjukkan demam atau menggigil secara tiba-tiba, wajah memerah, rasa

sakit, hipotensi, dyspnea, gagal ginjal atau disseminated intavascular coagulation.

Pencegahan didasari oleh upaya untuk meningkatkan keamanan bank darah, dimana menjadi

fokus dari berbagai industri dan berada di luar lingkup dari review ini. Apabila reaksi

hemolisis akut dicurigai, transfusi harus dihentikan, buat jalur intravena yang besar, dan

monitor pasien di ICU.

Reaksi hemolitik tunda biasanya terjadi antara 24 jam sampai 1 minggu setelah transfusi dan

dianggap terjadi karena antibodi antieritrosit yang didapatkan dari transfusi sebelumnya.

Reaksi hemolitik tertunda terjadi secara umum (1 dari 1,900 transfusi) dan biasanya lebih

tidak berbahaya daripada reaksi hemolitik akut36. Reaksi ini dapat ditunjukkan dengan

demam atau berkurangnya jumlah urin, tapi kebanyakan tidak ada gejala sama sekali dan

diketahui karena berkurangnya konsentrasi hemoglobin yang tak diketahui sebabnya.

Perawatan suportif diperlukan pada kebanyakan kasus, termasuk transfusi eritrosit yang

sesuai tipenya. Immunoglobulin intravena dan terapi steroid telah digunakan untuk

mengobati reaksi berat.

Immunomodulasi terkait Transfusi (Transfusion-related Immunomodulation = TRIM)

Immunomodulasi terkait transfusi telah menjadi subjek dari investigasi intensif yang tetap

menjadi kontroversi dalam transfusion medicine community. Idenya adalah transfusi darah

allogenik dapat menghasilkan efek immunosuppresif yang pertama kali dikenali secara luas

ketika Opelz et ali37. menyadari peningkatan hasil diantara resipien transplantasi ginjal

8

Page 9: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

kadaver yang menerima transfusi darah. Efek ini telah dihubungkan dengan efek

imunomodulator dari transfusi donor leukosit, dan perubahan pada sirkulasi limfosit, T-cell

helper/suppressor ratio, fungsi sel B dan jumlah sirkulasi antigen-presenting cells pada

resipien darah allogenik38. Walaupun telah diberitahu bahwa efek dari transfusi terhadap daya

tahan allografts ginjal telah menghilang di era dimana obat-obatan imunosupresif ampuh,

studi prospektif di era modern telah menunjukkan langsung manfaat untuk graft yang

ditransplantasi pada pasien transfusi39.

Kemudian, efek dari transfusi pada transplantasi tulang punggung, kekambuhan keganasan

dan kerentanan terhadap infeksi telah diusulkan. Walaupun data tentang hasil transplantasi

konsisten, sehingga memvalidasikan TRIM sebagai fenomena asli, tetapi data yang

menjelaskan efek dari transfusi pada kekambuhan keganasan dan infeksi telah bercampur-

aduk dan tetap menjadi kontroversi20,40. Reduksi leukosit sebelum penyimpanan eritrosit telah

diajukan sebagai metode untuk mengurangi kambuhnya kanker dan infeksi postoperatif.

Peningkatan resiko infeksi nosocomial didiskusikan lebih detail pada sesi reduksi leukosit

secara universal.

Peningkatan resiko perkembangan kanker setelah transfusi diajukan pertama kali oleh

Gantt41. Sejak saat itu, banyak percobaan di masa lalu yang menunjukkan hubungan antara

transfusi dan perkembangan kanker, yang dianggap disebabkan oleh penekanan terhadap

sistem kekebalan tubuh host42. Yang paling meyakinkan adalah hubungan antara transfusi dan

limfoma. Meta-analisis terbaru oleh Castillo et al43. memasukkan 12 studi observasi dan

menunjukkan peningkatan resiko yang signifikan dari limfoma, khususnya leukimia

limfositik kronis setelah transfusi eritrosit. Tinjauan umum pada studi seperti itu adalah

bahwa transfusi dapat menjadi penanda dari penyakit yang lebih parah. Tiga RCT telah

dilakukan untuk memeriksa efek dari TRIM terhadap kekambuhan kanker pada pasien

dengan kanker colorectal; akan tetapi, tak ada satu pun perbedaan yang dapat dideteksi pada

kekambuhan kanker dengan mengurangi paparan leukosit allogenik44-46.

Microchimerism

Microchimerism terkait transfusi merujuk kepada keberadaan konsisten dari populasi sel

donor pada resipien. Kejadiannya dapat mencapai 10% pada pasien yang menerima transfusi

besar setelah trauma dan dapat bertahan hingga bertahun-tahun. Sel asing dapat berjumlah

sebanyak 5% dari leukosit yang beredar39,47. Resiko secara teoritis dari microchimerism

9

Page 10: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

termasuk penyakit graft-versus-host atau gangguan autoimmun dan inflamasi, akan tetapi

implikasi klinis sebenarnya dari kondisi ini masih belum diketahui.

Purpura Pasca Transfusi

Purpura pasca transfusi adalah komplikasi yang langka yang dikarakterisasikan dengan

purpura, epistaksis, pendarahan gastrointestinal dan trombositopenia, yang biasanya diamati

selama 5-10 hari setelah transfusi19. Reaksi ini dianggap sebagai hasil dari antibodi

antiplatelet (antihuman platelet alloantigen 1a adalah yang yang paling umum) yang bereaksi

pada transfusi atau autologous trombosit. Immunoglobulin intravena adalah terapi yang

dianjurkan19. Direkomendasikan untuk menghindari produk darah yang positif terhadap

antigen pada pasien dengan sejarah purpura pasca transfusi19.

Reaksi Hipotensi pada Transfusi

Reaksi hipotensi pada transfusi dapat terjadi pada protokol transfusi yang mengaktifasi jalur

intrinsik “contact activation” dari proses koagulasi dan meningkatkan produksi bradikinin,

sebagai efek samping reduksi leukosit melalui filtrasi dengan permukaan filtrasi bermuatan

negatif, infusi dari fraksi protein plasma dan albumin dan terapi apheresis. Pasien yang

menggunakan angiotensin-converting enzyme inhibitors akan meningkatkan resiko karena

peran fisiologi normal dari angiotensin-converting enzyme pada katabolisme bradikinin49,50.

Penyakit Graft-Versus-Host terkait Transfusi

Penyakit graft-versus-host terkait transfusi adalah komplikasi yang sangat langka dimana

leukosit donor menyerang sel resipien. Biasanya diamati pada host dengan

immunokompromise berat, walaupun telah dilaporkan pada resipien normal ketika donornya

homozygous untuk salah satu dari tipe antigen leukosit resipiennya. Dalam kedua kasus,

donor leukosit tidak dikenali sebagai leukosit asing dan tidak diserang oleh sistem kekebalan

resipien. Transfusi terkait penyakit graft-versus-host dikarakterisasikan dengan demam,

disfungsi hati, rash, diare dan pansitopenia dan mematikan pada 84% kasus tapi dapat

dicegah secara efektif dengan irradiasi unit untuk pasien beresiko dan dengan melalui

penggunaan reduksi leukosit51.

Cedera Ginjal Akut terkait Transfusi

Beberapa percobaan terbaru telah menghasilkan data yang menunjukkan bahwa transfusi

dapat dihubungkan secara independen pada peningkatan resiko kerusakan ginjal. Habib et

10

Page 11: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

al52. melakukan peninjauan retrospektif pada pasien yang menjalani prosedur revaskularisasi

koroner dan ditemukan bahwa yang memiliki hematokrit terendah kurang dari 24% memiliki

resiko yang lebih tinggi untuk kerusakan ginjal. Namun, transfusi pasien dengan hematokrit

sama rendahnya tidak menurunkan resiko cedera ginjal. Sebaliknya, yang ditransfusikan

memiliki kreatinin postoperatif lebih tinggi, semakin tinggi presentase peningkatan kreatinin

dan makin lama waktu perawatan di rumah sakit. Penemuan ini telah direplikasi pada pasien

pasca operasi bypass arteri koroner lainnya53 dan pada pasien setelah revaskularisasi

ekstremitas bawah54. Telah disarankan bahwa transfusi dapat memperparah, bukannya

membaik, pengiriman oksigen ke jaringan dan efek tersebut dapat menjelaskan data-data

ini55. Akan tetapi, dasar retrospektif dari studi ini menimbulkan perhatian bahwa peningkatan

resiko dari perusakan ginjal akut lebih parah pada transfusi daripada pasien nontransfusi

sebagai hasil dari bias seleksi.

Kelebihan zat besi, keracunan metabolik, seperti toksisitas sitrat, hipokalsemia, dan

komplikasi pada transfusi besar13,14 seperti hipotermia dan koagulopati, adalah sumber dari

morbiditas signifikan tapi tidak dibahas pada pembahasan ini. Insiden, etiologi, langkah

terapi dan teknik pencegahan dibahas pada tabel 2.

Tabel 2. Bahaya Noninfeksi dari TransfusiReaksi

TransfusiKejadian

(per 105 transfusi)Etiologi Terapi Pencegahan

Demam Semua Komponen:70-6,800

Sitokin proinflamasi yang didapat saat penyimpanan

Antibodi antileukosit pasien mengikat leukosit donor

Hentikan transfusi Berikan

antipiretik Terapi suportif

Reduksi leukosit sebelum penyimpanan

TACO Semua Komponen:16.8-8,000 Practice-dependent

Kelebihan cairan sirkulasi

Pasien dengan penyakit jantung atau ginjal, bayi, dan pasien dengan penyakit kritis resikonya meningkat

Hentikan transfusi

Berikan diuretik Oksigen

Identifikasi pasien dengan resiko tinggi

Lakukan transfusi secara perlahan

TRALI Eritrosit10-20

Trombosit/plasma50-100

Transfusi pasif dari antibodi donor

Racun lipid dari penyimpanan

Terapi suportif Hapus donor beresiko tinggi dari daftar donor

Alergi Semua komponen:

Reaksi ringan: transfusi antigen

Hentikan transfusi

Penggunaan antihistamin

11

Page 12: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

3,000 ringan2 anafilaktik

terlarut pada plasma donor

Anafilaksis: kekurangan IgA atau kekurangan protein resipien lainnya

Monitor berdasarkan ASA

Akses infus ke pembuluh darah besar

Epinepherine Antihistamin Terapi suportif

sebelum transfusi tetap dalam praktek yang normal walaupun faktanya terbatas

Hemolitik Eritrosit1.1-9.0

Antibodi donor mengikat eritrosit pasien

Antibodi pasien mengikat eritrosit donor

Hentikan transfusi

Ulangi pencocokan

Terapi suportif Obati DIC

Prosedur operasi standar

TRIM Tak diketahui Mekanismenya tidak diketahui tapi mungkin bergantung pada kehadiran leukosit donor

Obati komplikasi (contoh: infeksi)

Reduksi leukosit sebelum penyimpanan mungkin dapat menguntungkan, tapi pendekatan ini kontroversial

Micro-chimerism

Semua komponen:5,000-10,000Transfusi besar

Keberadaan tetap dari sel donor pada resipien

Tak diketahui Tak diketahui

Purpura pacsa transfusi

Semua komponen:2

Alloantibodi dari resipien menyerang trombosit donor

IVIG Hindari unit yang positif terhadap antigen HPA pada pasien dengan sejarah PTP

Hipotensi Tak diketahui Produksi kinin dengan aktivasi sistem kontak

Pasien dengan ACE inhibitors memiliki resiko yang lebih tinggi

Hentikan transfusi

Monitor ASA Akses infus ke

pembuluh darah besar

Terapi suportif

Hindari menggunakan filtrasi reduksi leukosit dengan aliran negatif

Graft-vs-Host Bervariasi tergantung populasi pasien

Transfusi pada host yang kekebalannya terganggu

Transfusi oleh sel donor yang hampir mirip dengan tipe HLA

Tak ada konsensus

Pertimbangkan transplant sumsum tulang belakang

Irradiasi γ pada produk sel

Insiden, etiologi dan terapi dan strategi pencegahan ditampilkan, dimodifikasi dari Hillyer et al27. Dikutip dari Blood

Banking and Transfusion Medicine: Basic Principles and Practice, 2nd edition, Hillyer CD, Silberstein LE, Ness PM,

Anderson KC, Roback JD, pp 678–9, 2007, dengan izin dari Elsevier. ACE=angiotensin converting enzyme (enzim

angiotensin konverter); ASA=American Society of Anesthesiologists; DIC=disseminated intravascular coagulation;

HLA=human leukocyte antigen (antigen leukosit manusia); HPA=human platelet alloantigen (alloantigen platelet manusia);

IgA=immunoglobulin A; IV=intravenous (intravena); IVIG=intravenous immunoglobulin (immunoglobulin intravena);

PTP=posttransfusion purpura (purpura pasca transfusi); TACO=transfusion associated circulatory overload (kelebihan cairan

sirkulasi terkait transfusi); TRALI=transfusion-related acute lung injury (cedera paru-paru akut terkait transfusi);

TRIM=transfusion-related immunomodulation (immunomodulasi terkait transfusi).

12

Page 13: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

Strategi Baru untuk Mengurangi Komplikasi Transfusi Noninfeksi

Beberapa intervensi yang diajukan untuk mengurangi komplikasi transfusi noninfeksi telah

menghasilkan minat yang besar dan memicu penelitian ekstensif. Kami telah membahas 3

strategi dan bukti relevan tapi ditekankan bahwa cara paling efektif untuk menghindari

morbiditas yang berhubungan dengan transfusi adalah dengan menggunakan produk darah

dengan cara berbasis bukti.

Reduksi Leukosit Universal

Reduksi leukosit universal mengacu pada proses menghilangkan leukosit dari eritrosit atau

trombosit untuk menstandarisasi tingkat kemurnian20. Tradisinya, ini telah dilakukan dengan

menghilangkan buffy coat (bagian dari darah yang mengandung leukosit dan trombosit)

setelah sentrifugasi atau dengan penyaringan sebelum atau sesudah penyimpanan56,57.

Kesepakatannya adalah reduksi leukosit membantu untuk mencegah tiga komplikasi

transfusi: reaksi demam nonhemolitik transfusi, refraktori trombosit akibat alloimunisasi

antigen leukosit dan transmisi cytomegalovirus56,57. Pasien yang beresiko atas komplikasi ini

tradisinya telah diberikan darah kurang leukosit dan pencegahan ini telah terbukti efektif

secara klinik dan biaya. Keuntungan lainnya seperti pengurangan TRIM, efek dari

perkembangan kanker, dan tingkat infeksi tetap menjadi kontroversi.

Pada akhir tahun 90-an, kumpulan bukti dari leukocyte-mediated TRIM dan gagasan bahwa

reduksi leukosit dapat mengurangi transmisi penyakit Creutzfeldt-Jakob mengundang debat

internasional tentang kepantasan reduksi leukosit universal. Para pendukung gagasan ini

menganggap reduksi leukosit sebagai tindakan pencegahan yang dibutuhkan yang dapat

mengurangi komplikasi yang diketahui maupun yang belum diketahui berhubungan dengan

leukosit yang di transfusikan dan berpendapat bahwa pengurangan leukosit lebih hemat uang

terlebih lagi waktu58. Pihak yang menentang berpendapat bahwa walaupun tidak ada resiko

klinis yang diketahui dari reduksi leukosit universal, interpretasi akurat dari bukti-bukti tidak

memberikan keuntungan lebih dari yang sudah dijelaskan sebelumnya, dan tidak efektif

secara biaya. Kebanyakan negara eropa mengadopsi reduksi leukosit universal di akhir 90-an,

termasuk Inggis, Austria, Jerman, Portugal, Swiss dan Irlandia.

Palang Merah Amerika, yang menyuplai kurang lebih 50% dari seluruh unit eritrosit di

Amerika Serikat mengadopsi reduksi leukosit universal di tahun 2000. Akan tetapi, FDA

mengatur suplai darah melalui kode yang dikomunikasikan di Code of Federal Regulations

13

Page 14: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

dan tidak mengijinkan reduksi leukosit universal. Saat pertemuan pada 26 Januari 2001, FDA

Advisory Committee on Blood Safety memilih untuk merekomendasikan agar reduksi leukosit

universal diimplementasikan secepatnya apabila sudah pantas dan juga menjelaskan bahwa

kecukupan suplai darah telah diatur dan dana yang cukup telah diberikan pada transisi ini.

Sehingga, bank darah dipertemukan dengan dilema untuk mengikuti rekomendasi FDA

dengan dana yang meningkat atau persyaratan FDA dengan beban yang bertambah. Saat ini,

70% dari suplai darah di Amerika Serikat telah dikurangi leukosit dan persentasenya terus

meningkat seiring dengan waktu.

Setelah Amerika Serikat melanjutkan transisi menuju reduksi leukosit universal, bukti baru

yang menunjang dan menjatuhkan praktek reduksi leukosit universal bermunculan. Tinjauan

studi retrospektif sebelum-dan-sesudah dilakukan transisi reduksi leukosit universal telah

memberikan data yang berguna. Pada tahun 2003, Ebert et al21. mengeluarkan laporan

sebelum-dan-sesudah yang menjelaskan kesehatan pasien Kanada dalam 12 bulan sebelum

dan sesudah transisi ke reduksi leukosit universal. Para peneliti ini mencatat pengurangan 1%

pada mortalitas, pengurangan demam pasca transfusi dan pengurangan penggunaan antibiotik

setelah transisi ke reduksi leukosit universal (fig. 3). Akan tetapi, peningkatan insiden dari

penyakit paru-paru berat pada cohort reduksi leukosit universal dan peningkatan penggunaan

pada aspirin, β−¿blocker, dan enzim penghambat angiotensin konverter pada kelompok

setelah reduksi leukosit menimbulkan keraguan pada penyebab dari pengurangan mortalitas

yang dilaporkan. Sebagai tambahan tak dapat disampingkan bahwa pengurangan insiden

demam secara langsung adalah karena penggunaan antibiotik.

Fig.3. Pengaruh reduksi leukosit universal pada mortalitas, infeksi, demam, dan penggunaan antibiotik. OR=odds ratio.

Dikutip dari Herbert et al21. Journal of the American Medical Association, April 16, 2003, 289:1941–9. Copyright © (2003)

American Medical Association.

14

Page 15: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

Studi retrospektif lainnya telah mempublikasikan bukti yang menunjang dan menyangkal

hubungan antara pengurangan leukosit universal dengan infeksi. Pada tahun 2005, Blumberg

et al. menunjukkan pengurangan 35% dari infeksi indwelling-catheter yang tak dapat

dijelaskan dengan perubahan apapun pada kebijakan rumah sakit selain dengan

pengimplementasian reduksi leukosit universal59. Penulis yang sama baru-baru ini

mempublikasikan laporan yang menunjukkan pengurangan TRALI dan TACO setelah

transisi ke reduksi leukosit universal60. Sebaliknya, Englehart et al61. melakukan studi

tretrospektif membandingkan hasil pada 495 pasien trauma yang menerima darah tanpa

reduksi leukosit, dengan reduksi leukosit dan transfusi campuran. Mereka tidak menemukan

perbedaan pada jumlah hari di ICU, hari di rumah sakit, hari di ventilator, insiden sindrom

distress pernapasan akut, nilai disfungsi beberapa organ, mortalitas atau tingkat infeksi. Pada

tahun 2004, Llewelyn et al62. mengadakan studi sebelum-dan-sesudah yang

mendokumentasikan efek dari reduksi leukosit universal pada kira-kira 2100 pasien jantung

dan ortopedi di 11 rumah sakit di Inggris dan melaporkan bahwa tak ada perbedaan pada

mortalitas dan tingkat infeksi.

Sejak 1998, banyak RCT baru yang menyelidiki hubungan antara reduksi leukosit dan infeksi

post operatif, lama tinggal di rumah sakit atau ventilator mekanik dan mortalitas yang telah

dipublikasikan63. Hanya satu RCT sejak 1998 yang menunjukkan efek benefisial dari reduksi

leukosit universal64. Bilgin et al. mengawasi pengurangan tingkat infeksi setelah operasi

katup jantung pada pasien yang dipilih secara acak untuk darah yang telah dikurangi

leukositnya sebelum penyimpanan dibandingkan dengan darah yang dihilangkan buffy coat.

Studi lainnya menunjukkan tidak ada efek. Beberapa meta-analisis telah dipublikasikan65-67.

Akan tetapi, hasil yang berbeda dari meta-analisis ini membawa perdebatan tentang penyebab

perbedaan. Keragaman studi, aplikasi kemauan untuk menilai dan bukannya analisis yang

dinilai, dan pengecualian dari studi terbaru telah ditunjukkan sebagai penyebab dari

perbedaan hasil.63,68,69

Walaupun jumlah bukti telah meningkat, kejelasan dari peran reduksi leukosit universal tidak

bertambah. Pertengahan 90-an telah menjadi masa dimana pertanyaan ini dapat diterima oleh

bias publikasi, akan tetapi sudah ada banyak permintaan untuk persetujuan opini tentang

reduksi leukosit universal. Sejak reduksi leukosit benar-benar mengurangi efek

immunomodulasi yang berhubungan dengan transfusi, efek klinis dapat menjadi kecil dan

susah untuk dicatat dalam studi klinis, walaupun jumlah dari percobaan klinis secara acak

15

Page 16: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

mencapai 6.000 pasien65. Sayangnya, kontroversi ini tidak dapat diselesaikan karena reduksi

leukosit universal telah menjadi standar perawatan di sebagian besar Eropa dan Amerika

Serikat.

Penggunaan hanya Plasma Pria untuk Mencegah TRALI

Produksi dari suplai darah aman mencakup proses skrining dari donor potensial untuk

karakteristik yang dapat meningkatkan resiko infeksi dan noninfeksi dari resipien.

Karakteristik tertentu mencoba donor tunda sementara dan tetap, seperti usia ekstrim,

hemoglobin rendah, riwayat dari perilaku beresiko tinggi atau penggunaan obat dengan dosis

tertentu.

Pembatasan jenis kelamin donor muncul sebagai strategi untuk mengurangi kejadian TRALI

karena akumulasi bukti epidemiologis yang resiko donornya lebih besar pada wanita karena

alloimunisasi yang terjadi saat hamil. Rantaian kasus awal menunjukkan bahwa kebanyakan

kasus TRALI dihubungkan dengan donor wanita multipara70 dan beberapa rantaian kasus

lainnya menunjukkan bahwa beberapa reaksi dapat ditelusuri pada seorang donor, yang

umumnya wanita multipara71,72. Terlebih lagi, pada populasi dengan paparan alloantigen yang

meningkat, seperti wanita multipara dan resipien yang pernah menerima transfusi, telah

dianggap sebagai donor beresiko tinggi. Program “Bahaya Serius Dari Transfusi” di Inggris

melaporkan bahwa semua donor antara 1996 dan 2002 yang memiliki antileukocyte

antibodies recognizing recipient antigens adalah wanita73. Observasi pada individu yang di

alloimmun lebih sering ditunjukkan pada reaksi TRALI yang membawa pada teori bahwa

sebuah persentase signifikan dari kasus TRALI berasal dari transfusi alloantibodi dari donor.

Faktanya, fresh frozen plasma dan trombosit, yang disebut sebagai komponen plasma tinggi

yang mengandung antibodi dari donor dihubungkan dengan resiko TRALI yang meningkat

6x lipat.73

Pada studi terdahulu kontrol kasus oleh Gajic et al.31, pasien ICU yang ditransfusi dengan 3

atau lebih komponen tinggi plasma dari wanita dibandingkan dengan kasus yang sama dan

ditransfusi dengan 3 atau lebih unit dari pria. Pasien yang menerima hanya plasma wanita

menunjukan pengurangan oksigenasi, hari bebas ventilator yang lebih sedikit, dan cenderung

kepada peningkatan mortalitas di rumah sakit. Pada studi retrospektif sebelum-dan-sesudah

oleh Wright et al.32, pasien yang menjalani perbaikan ruptur aneurysm aorta abdominal di

16

Page 17: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

Inggris telah dilaporkan memiliki tingkat cedera paru-paru akut dan hipoksia yang berkurang

setelah operasi dengan hanya plasma pria yang digunakan.

Bukti klinis TRALI terjadi pada 1 dari 5,000 transfusi28, jadi sangat sulit untuk melakukan

RCT pada efek plasma wanita. Akan tetapi, data telah muncul dan menunjukkan bahwa

kejadian dengan efek ringan dari transfusi pada fungsi paru-paru bisa jadi signifikan. Pada

tahun 2001, studi silang yang dilakukan secara acak, prospektif dan double-blind

menunjukkan penyusutan FiO2/PaO2, dengan tidak adanya peningkatan tekanan darah

setelah transfusi dengan plasma dari wanita multipara pada 100 pasien ICU30. Sebaliknya,

Welsby et al., dari grup Duke-CARE, baru-baru ini mempublikasikan studi kontrol kasus

terdahulu dari 390 pasangan yang menerima hanya plasma pria atau hanya palsma wanita

saat operasi bypass aorta koroner74. Mereka melaporkan jumlah efek merugikan yang lebih

sedikit secara signifikan pada yang menerima hanya plasma wanita. Hasil utama mereka

termasuk ukuran gabungan dari disfungsi paru (termasuk pneumonia, sindrom distress

pernapasan akut dan edema paru) dan pertambahan lama tinggal di rumah sakit dan kematian

dalam waktu 30 hari. RCT tambahan sepertinya akan mempublikasikan efek kecil dari

transfusi pada fungsi paru-paru, dan kami ingin mempelajari lebih banyak tentang

patogenesis dari reaksi TRALI berat dari pekerjaan yang menjelaskan efek fisiologis ini.

Berdasarkan observasi pada program “Serious Hazards of Transfusion”, National Blood

Service di Inggris menginstitusikan kebijakan pada tahun 2003 bahwa semua komponen

tinggi plasma diambil dari donor pria, dan pada tahun 2005 Inggris hampir mencapai angka

90% pada jumlah hanya plasma pria. Efek dari transisi ini telah dicatat dengan baik.

Walaupun secara umum tingkat kejadian merugikan yang dilaporkan pada program “Serious

Hazard of Transfusin” meningkat pada saat ini, jumlah kasus tersangka dan diduga TRALI

berkurang (fig. 4a). Walaupun jumlah kasus yang berhubungan dengan plasma atau trombosit

telah berkurang, jumlah kasus yang berhubungan dengan unit eritrosit tetap relatif konstan

(fig 4b).

17

Page 18: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

Fig.4 Total laporan kejadian yang merugikan versus cedera paru-paru akut terkait transfusi (TRALI) dalam program

“Serious Hazard of Transfusion (SHOT)” 1996-2009. Penggunaan hanya plasma pria dimulai pada tahun 2003 (batang

merah, laporan TRALI; batang biru, total kejadian yang merugikan)(A). Komponen-komponen dilibatkan dalam TRALI

2002-2008. Kejadian TRALI dihubungkan dengan penurunan fresh frozen plasma (FFP) dan trombosit setelah transisi ke

hanya plasma pria yang dimulai tahun 2003 (batang merah, jumlah kasus yang melibatkan fresh frozen plasma dan

trombosit; batang biru, jumlah kasus dengan melibatkan unit eritrosit)(B). Diadaptasi dari: Annual report 2008. Bahaya

Serius dari Transfusi, 2008. http://www.shotuk.org/shot-reports/. Accessed December 14, 2010.

Di Amerika Serikat, Asosiasi Bank Darah Amerika, kelompok kerja TRALI,

merekomendasikan bahwa Amerika Serikat juga melakukan transisi ke komponen hanya

plasma pria pada 3 November 2006. Di tahun 2006, Palang Merah Amerika memulai

program perintis yang mengimplementasikan distribusi dari hanya plasma pria untuk

transfusi di 13 dari 35 bank darah regional. Pada April 2010, Eder et al35. mempublikasikan

laporan observasi mereka tentang persentasi hanya plasma pria yang meningkat pada 2006-

2008. Diantara kasus yang dilaporkan tentang reaksi transfusi dimana plasma adalah satu-

satunya komponen yang ditransfusikan, jumlah kasus TRALI berkurang setiap tahunnya: 32

pada tahun 2006, 17 pada tahun 2007 dan 7 pada tahun 2008. Tingkat yang dihitung dari

kemungkinan reaksi TRALI per 106 plasma yang didistribusikan berkurang hingga kurang

lebih 5 kali lipat, hingga tingkat yang sama yang diamati pada transfusi unit eritrosit.

Pembatasan pada hanya plasma pria telah menghasilkan peningkatan penggunaan plasma

yang dibekukan dalam 24 jam setelah flebotomi (FP24) daripada plasma yang dibekukan

dalam 8 jam (fresh frozen plasma)35. Akan tetapi, transisi ini tidak memberikan peningkatan

biaya dan beban suplai. Pada tahun 2007, Bank Darah Nasional dan Utilization Survey tidak

melaporkan persentasi dari plasma atau trombosit yang berasal dari donor pria dibandingkan

dengan keseluruhan di Amerika Serikat. Saat pengumpulan naskah, hasil akhir untuk versi

2009 tidak tersedia secara umum, dan tidak diketahui oleh penulis apabila laporan tersebut

memiliki informasi ini.

18

Page 19: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

Walaupun data tentang pendukung hanya plasma pria pada dasarnya observasional, tetap saja

meyakinkan, dan sepertinya penggunaan hanya plasma pria akan meningkat. RCT tambahan

menjelaskan efek ringan dari hanya plasma wanita pada fungsi paru-paru dapat lebih

menerangkan praktek dan data dari grup Duke-CARE merepresentasikan pengingat yang

penting bahwa perubahan praktek transfusi dapat memiliki maksud yang luas dan seharusnya

tidak hanya digunakan untuk mengoptimalkan hasil TRALI, tapi juga mengoptimalkan hasil

secara keseluruhan dari seluruh populasi resipien transfusi. Penerapan kebijakan yang

memiliki efek ringan pada komplikasi yang umum dapat mempengaruhi hasil yang lebih baik

daripada yang memiliki efek besar pada komplikasi yang langka dan mematikan.

Peraturan Usia Eritrosit

Efek klinis dari praktek penyimpanan eritrosit adalah subjek yang menjadi perhatian besar

pada komunitas bank darah. Secara sejarah, pemprosesan dan penyimpanan unit eritrosit

yang sukses telah dinilai oleh standar nonklinis; eritrosit ditransfusikan kepada subjek yang

sehat dan persentase yang tersisa pada sirkulasi 24jam kemudian diukur. Pengambilan

kembali sebanyak 75% dari jumlah sel sudah dianggap cukup. Peningkatan metodologi telah

meningkatkan usia penyimpanan maksimal dari eritrosit ke 42 hari, tapi perubahan terjadi

pada eritrosit seiring mereka bertambah tua, termasuk kebocoran potasium, kehilangan 2-3-

diphosphoglycerate; kehilangan membran; pelepasan racun lipid; dan pengurangan S-

nitrosohemoglobin secara cepat, yang menyebabkan hilangnya vasodilatasi hipoksia75,76.

(Fig.5)

Baru-baru ini, fokusnya telah bergeser pada efek klinis dari penyimpanan eritrosit. Pada

bulan Maret 2008, New England Journal of Medicine mempublikasikan studi retrospketif

oleh Koch et al77. dari Cleveland Clinic, yang melaporkan hasil dari transfusi unit eritrosit tua

versus eritrosit baru pada 6,002 pasien operasi jantung. Pada laporan tersebut, hasil dari

pasien yang ditransfusikan secara eksklusif dengan unit yang disimpan kurang dari 14 hari

dibandingkan dengan pasien yang ditransfusi dengan unit yang disimpan lebih dari 14 hari.

Ada pengurangan pada mortalitas di rumah sakit, masa intubasi, gagal ginjal, dan sepsi pada

resipien dengan unit eritrosit yang disimpan dengan waktu lebih sedikit. Yang lebih menarik

lagi, kelompok ini melaporkan pengurangan resiko absolut dari mortalitas selama 1 tahun

sebesar 3.6% diantara mereka yang menerima darah yang disimpan kurang dari 14 hari.

19

Page 20: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

Fig. 5. Perubahan pada karakteristik eritrosit

setelah disimpan beberapa waktu. RBC 2,3-

DPG (A), potasium (B), laktat (D),PO2 (E),

SO2 (F), hemoglobin sel bebas pada media

penyimpanan (G), dan RBC surface

phosphatidyl serine (PS) expression (H)

sebagai fungsi dari waktu penyimpanan. Data

rata-rata antara persentil 25th dan 75th. Nilai P

melambangkan arti untuk perubahan dari

waktu ke waktu. Free Hb=hemoglobin bebas;

HbSO2=persen dari hemoglobin jenuh dengan

oksigen; pO2=tekanan parsial dari oksigen;

RBC Surface PS Expression=erythrocyte

surface phosphatidyl serine expression; RBC

2,3-DPG= erythrocyte 2,3-

diphosphoglycerate. Dikutip dari Bennett-

Guerrero et al.76 Bennett-Guerrero E,

Veldman TH, Doctor A, Telen MJ, Ortel TL,

Reid TS, Mulherin MA, Zhu H, Buck RD,

Califf RM, McMahon TJ: Evolution of

adverse changes in stored RBCs. Proc Natl

Acad Sci 2007; 104:17063– 8. Copyright

2007 National Academy of Sciences,

U.S.A.

Hubungan antara usia penyimpanan eritrosit dengan hasil klinis telah ditunjukkan

sebelumnya dengan beberapa studi retrospektif yang lebih kecil. Pada tahun 2003, Leal-

Noval et al78. mempublikasikan laporan terdahulu diantara 897 pasien operasi jantung dan

melaporkan bahwa setiap 1 hari peningkatan usia dari eritrosit tertua yang ditransfusikan,

resiko pneumonia meningkat sebesar 6%. Pada tahun 1999 dan 2000, Vamvakas dan Carven

mempublikasikan dua studi pendamping. Yang pertama adalah studi terdahulu pada 416

pasien79 yang menjalani transplantasi bypass arteri koroner, dimana penulisnya melaporkan

bahwa bahwa setiap 1 hari peningkatan usia rata-rata penyimpanan dari darah yang

ditransfusikan berhubungan dengan 1% peningkatan resiko pneumonia pasca operasi. Akan

tetapi, yang kedua80 adalah studi retrospektif dari pasien operasi jantung pasca operasi dan

melapokan tak ada hubungan antara usia eritrosit dan lama tinggal, hari ICU, atau hari

ventilasi mekanik. Pada tahun 1997, Purdy et al81. melakukan analisis terdahulu dari 31

pasien yang dimasukkan ke dalam ICU dengan sepsis berat dan yang menerima transfusi.

Individu yang bertahan hidup atau meninggal sama dalam umur, jenis kelamin, lama tinggal

ICU, durasi sepsis, insiden syok, nilai Acute Physiology and Chronic Health Evaluation

20

Page 21: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

(APACHE) dan jumlah unit eritrosit yang ditransfusikan. Akan tetapi, rata-rata usia dari unit

eritrosit yang ditransfusikan kepada yang bertahan hidup adalah 17 hari, dibandingkan

dengan 25 hari untuk unit yang ditransfusikan kepada yang meninggal. Zallen et al82. secara

retrospektif membandingkan 23 pasien yang megalami beberapa kegagalan organ setelah

trauma, dengan 40 pasien yang tidak, dan ditunjukkan bahwa transfusi dengan eritrosit yang

lebih tua berhubungan secara independen dengan kegagalan organ.

Laporan Koch memicu ketertarikan dan serangkaian editorial mengenai maksud dari

pekerjaan untuk praktek bank darah dan kebijakan transfusi. Banyak kritik diajukan.

Karakteristik dasar dari dua grup tidak ekuivalen dalam tipe ABO, reduksi leukosit pada

darah, regurgitasi mitral, kelas New York Heart Association, area permukaan tubuh, fungsi

ventrikel kiri, dan penyakit vaskular perifer. Pertanyaan tentang generalisasi juga ditanyakan

karena rata-rata umur subjek adalah 70 tahun dan sedang menjalani bypass jantung. Terlebih

lagi, studi tersebut menimbulkan pertanyaan etis. Mengingat bahwa kebanyakan studi pada

dampak klinis dari umur penyimpanan eritrosit telah dilakukan pada pasien operasi jantung,

apakah pasien seperti itu harus unit eritrosit yang lebih baru dibandingkan pasien yang

menjalani prosedur operasi lain? Sebagai tambahan, apabila ada kelanjutan dari keuntungan

menerima darah yang lebih baru, siapa yang menerima unit yang paling baru?

Keraguan lebih lanjut tentang kebenaran dari kesimpulan artikel Koch adalah studi-studi

yang berlawanan. Pada tahun 2008, Yap et al83. mempublikasikan laporan retrospektif

tentang efek usia eritrosit pada populasi opeasi jantung. Penulisnya mendaftarkan 670 pasien

tapi tidak menemukan persamaan antara usia eritrosit dan lama ventilasi, durasi tinggal ICU,

gagal ginjal atau mortalitas. Van de Watering et al84. melakukan studi tentang 2,732 pasien

operasi jantung berulang dan melaporkan bahwa usia eritrosit bukan faktor resiko independen

untuk kemampuan bertahan hidup atau jumlah hari di ICU. Pada studi retrospektif dari 740

pasien Denmark yang melakukan reseksi pada kanker kolon dengan niat menyembuhkan,

Mynster et al85. melaporkan bahwa menerima transfusi eritrosit yang disimpan kurang dari 21

hari adalah faktor resiko independen untuk kambuhnya kanker.

Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa peningkatan usia eritrosit dapat memberikan hasil

lebih buruk jelas bercampur aduk, dan studi yang terkait telah dilakukan dengan

menggunakan berbagai macam hasil dan populasi pasien. Vamvakas dan Carven79 dan Leal-

Noval et al78. menyediakan bukti kuat bahwa peningkatan usia eritrosit meningkatkan resiko

21

Page 22: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

pneumonia, tapi penemuan ini tidak berarti secara statistik dengan laporan Koch. Terlebih

lagi, studi besar oleh van de Watering et al. dan Yap et al. menyediakan bukti berlawanan

yang meyakinkan. Pada 11 Juli 2008, Komite Penasehat pada Blood Safety and Availability

mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan bahwa perubahan kebijakan tentang usia

penyimpanan eritrosit dapat menjadi prematur dan meminta untuk meningkatkan bantuan

untuk menjawab pertanyaan ini melalui riset klinis. Studi acak yang prospektif untuk

menjawab pertanyaan tentang resiko yang dihubungkan dengan unit eritrosit yang lebih tua

sedang dilakukan. The National Heart, Lung and Blood Institute-funded Red Cell Storage Age

Study (RECESS, NCT00991341) dimulai pada November 2009. Studi database SCANDAT86,

yang akan menggunakan database besar di Swedia dan Denmark untuk menyelidiki efek dari

penyimpanan eritrosit dalam jangka pendek dan jangka panjang setelah transfusi eritrosit,

dapat menyediakan informasi yang berharga. Percobaan ABLE (Age of Blood Evaluation)

adalah percobaan acak double-blind, multicenter yang memeriksa efek penyimpanan eritrosit

pada umur 90 hari, semua penyebab mortalitas pada pasien memerlukan bantuan pernapasan

tekanan positif di ICU. Diperkirakan percobaan ini berakhir pada Januari 2013.

Apabila studi ini mengkonfirmasi bahwa eritrosit yang lebih tua dapat memberikan hasil yang

lebih buruk, kebijakan bank darah dapat berubah dalam cara yang memiliki makna besar pada

layanan transfusi. Batasan saat ini yang diatur oleh FDA untuk penyimpanan eritrosit sebesar

42 hari memberikan fleksibilitas yang besar dalam pengaturan suplai darah, memungkinkan

perpindahan stok apabila ada kekurangan regional atau bencana alam dan membatasi dampak

dari variasi suplai minggu-ke-minggu atau bulan-ke-bulan. Saat ini, 2.4% unit eritrosit telah

kadaluarsa, dengan total 401,000 unit. Pengurangan usia eritrosit maksimum yang diizinkan

dapat memberikan perubahan dramatis pada biaya dan logistik dari bank darah. Tentu saja,

tingkat dari dampaknya tergantung pada batas usia yang baru. Usia penyimpanan dari unit

eritrosit yang ditransfusi pada kebanyakan rumah sakit di Amerika Serikat biasanya adalah

15-20 hari, dan distribusinya condong ke arah unit yang baru dan bervariasi berdasarkan

golongan darah. Penyisihan dari unit tertua dapat dilakukan tanpa menghasilkan kekurangan

darah kritis.

Menuju Pengobatan Transfusi Berbasis Bukti

Tema umum pada tiap debat ini adalah kurangnya bukti untuk mengambil keputusan

kebijakan. Pada kasus reduksi leukosit universal dan penggunaan hanya plasma pria, praktek

standar berubah tanpa ada bukti yang pasti. Di Amerika Serikat, pendekatan FDA telah

22

Page 23: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

memberikan garis besar, daripada mandat, saat datanya tidak jelas, sehingga terjadi

keanekaragaman praktek.

Peningkatan infrastruktur hemovigilance dan pendanaan untuk RCT skala besar mungkin

dapat meningkatkan praktek bank darah dan transfusi. Program Serious Hazards of

Transfusion dari Inggris telah membuka jalan dengan mengembangkan database detail

tentang kejadian merugikan hingga tahun 1996. Jaringan hemovigilance Eropa, kini berusia 6

tahun, menawarkan 25 negara anggota. Salah satu dari banyak tantangan pada implementasi

standar internasional yang ditetapkan oleh European Union Blood Safety Directive pada

tahun 2003 telah membangun sistem universal untuk melaporkan kejadian merugikan dan

reaksinya. Pada pertemuan pihak berwenang dari masing-masing propinsi pada bulan Mei

2009, isu ini muncul kembali, dan rancangan dari formulir umum untuk pelaporan

hemovigilance dipresentasikan. Janji dari organisasi ini untuk mengumpulkan data

epidemiologi yang berguna belum dapat dijalankan sepenuhnya. Di Amerika Serikat,

ketidakadaan sistem kesehatan nasional dan sistem pelaporan untuk rumah sakit dan bank

darah memperlambat perkembangan dari pengembangan jaringan tersebut. Akan tetapi, pada

tahun 2009, U.S. Biovigilance Network menjalankan sistem nasional untuk melaporkan dan

pengumpulan data.

Fenomena yang menarik dari studi tentang efek dari batas liberal versus konservatif untuk

transfusi eritrosit7 telah membawa menuju adopsi luas dari transfusi eritrosit berbasis bukti,

tapi tingkat yang tinggi dari transfusi tidak tepat dari fresh frozen plasma dan trombosit87

tetap ada karena bukti yang kurang untuk membuat garis besar yang memiliki banyak

informasi. Implementasi dari algoritma transfusi dapat merubah praktek dokter88 dan dapat

meningkatkan hasil dan mengurangi biaya9,88,89, tapi untuk dapat melakukan itu dibutuhkan

usaha sistem yang luas90 dan tidak dapat diimplementasikan tanpa fakta-fakta yang cukup.

Pendanaan untuk percobaan klinis prospektif berkualitas tinggi merupakan sebuah keharusan

untuk menghasilkan fakta-fakta yang diperlukan. Terakhir, praktek dokter yang berbasis

bukti dengan menghindari transfusi yang tak perlu adalah cara paling efektif untuk

mengurangi komplikasi transfusi.

KESIMPULAN

23

Page 24: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

Di masa berkembangnya komplikasi infeksi, turut pula berkembang pengobatan dan

pemeriksaan untuk mencegahnya sehingga angka morbiditas dan mortalitas mengalami

penurunan. Sekarang yang menjadi masalah utama adalah komplikasi noninfeksi dimana

transfusi darah yang tidak benar bisa mengakibatkan reaksi febrile, kelebihan cairan sirkulasi

terkait transfusi (Transfusion-associated Circulatory Overload=TACO), cedera paru-paru

akut terkait transfusi (Transfusion-related Acute Lung Injury=TRALI), reaksi alergi, reaksi

hemolitik, immunomodulasi terkait transfusi (Transfusion-related Immunomodulation =

TRIM), Microchimerism, purpura pasca transfusi, reaksi hipotensi, penyakit Graft-Versus-

Host terkait transfusi dan cedera ginjal akut terkait transfusi. Komplikasi noninfeksi yang

menjadi penyebab tingginya angka mortalitas secara berurutan adalah cedera paru-paru akut

terkait transfusi (TRALI), kelebihan cairan sirkulasi terkait transfusi (TACO) dan reaksi

hemolitik. Adapun komplikasi noninfeksi yang umum terjadi tapi rendah angka

mortalitasnya, yaitu reaksi demam dan reaksi alergi.

Banyaknya komplikasi noninfeksi saat ini membuat para peneliti mengembangkan metode-

metode pencegahan seperti reduksi leukosit universal, penggunaan hanya plasma pria untuk

mencegah TRALI dan pembatasan waktu penyimpanan eritrosit. Dari ketiga metode ini,

metode penggunaan hanya plasma pria menunjukkan hasil yang signifikan. Penelitian

menunjukkan insiden TRALI yang mengalami penurunan selama penerapannya. Sayangnya

metode ini hanya berpengaruh pada TRALI, walaupun tidak menutup kemungkinan metode

ini juga berpengaruh pada komplikasi noninfeksi yang lain hanya saja laporan tentang hal

tersebut belum ada. Metode reduksi leukosit universal dan pembatasan waktu penyimpanan

eritrosit juga telah diterapkan di beberapa negara walaupun hasilnya masih kontroversial.

Hingga saat ini, penelitian-penelitian masih terus dilanjutkan untuk mengurangi resiko

noninfeksi pada transfusi. Oleh karena itu, yang terbaik yang bisa kita lakukan saat ini adalah

menghindari transfusi yang tidak perlu untuk mengurangi komplikasi transfusi.

24

Page 25: Mengurangi Resiko non infeksi pada Transfusi Darah

25