Meningitis Viral 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

meningitis viral

Citation preview

Meningitis Viral

1Meningitis Viral

1.1. AnatomiOtak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:Lapisan Luar (Durameter)Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak, sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella.Lapisan Tengah (Arakhnoid)Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal.Lapisan Dalam (Piameter)Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.1.2. Definisi Meningitis ViralMeningitis viral merupakan inflamasi dari meninges (selaput pembungkus otak dan medula spinalis) yang disebabkan oleh infeksi virus. Disebut juga aseptik meningitis atau non purulen meningitis. CSS ditandai dengan pleositosis dan tidak ada mikroorganisme pada pewarnaan gram dan biakan rutin. Pada kebanyakan keadaan dapat sembuh sendiri namun pada beberapa kasus, ditemukan morbiditas dan mortalitas yang besar.

1.3. Etiologi dan Faktor Risiko1.3.1. EtiologiMeskipun banyak agen dan kondisi yang diketahui terkait dengan meningitis aseptik anak, seringkali penyebab spesifik tidak diidentifikasi, karena penyelidikan diagnostik yang lengkap tidak selalu selesai. Virus adalah penyebab paling umum, dan enterovirus (coxsakle A dan B, echovirus, poliovirus) adalah virus yang paling sering terdeteksi. Jenis virus lain yang diduga terlibat diantaranya herpes virus (virus herpes simpleks-I (HSV-I), HSV-2, virus epstein barr, virus varicella zooster), gondongan, campak, arbovirus, Lymphocytic choriomeningitis virus, HIV dan adenovirus.Di daerah dengan vaksinasi luas, enterovirus adalah penyebab paling umum dari meningitis viral. Sedangkan, di daerah dengan tingkat vaksinasi rendah, virus gondongan menjadi penyebab paling sering. Infeksi virus gondongan, adenovirus, dan virus varicella-zoster (VZV) cenderung lebih parah daripada infeksi enterovirus (EV), dan seringkali ensefalitis ditemukan. Infeksi Arbovirus juga sering berhubungan dengan ensefalitis dan kejang.1. EnterovirusLebih dari 85% Enterovirus menjadi penyebab dari semua kasus meningitis viral dan merupakan bagian dari Famili virus Picornaviridae ("pico" untuk kecil, "rna" untuk asam ribonukleat) dan didalamnya termasuk echovirus, coxsackie A dan B dan poliovirus. Enterovirus nonpolio adalah virus yang umum contohnya rhinovirus. Mayoritas kasus meningitis disebabkan oleh serotipe coxsackievirus dan echovirus.Penularan enterovirus melalui rute oral-fecal, tetapi juga dapat menyebar melalui rute saluran pernapasan. Temuan klinis terkait infeksi enterovirus dapat mencakup faringitis, pleurodynia, ruam, dan perikarditis. Enterovirus 70 dan 71, yang menunjukkan neurotropism kuat, berhubungan dengan meningoencephalitis, poliolike sindrom, dan sindrom Guillain-Barre, serta meningitis aseptik. 1. Arboviruses7Arboviruses mencapai sekitar 5% kasus di Amerika Utara. Arboviruses terdiri dari lebih dari 500 virus dari famili virus yang berbeda, semua diberi nama umum "ar-bo," untuk penyakit arthropoda-borne yaitu nyamuk berperan sebagai vektor untuk transmisi. Manifestasi klinis yang paling umum adalah meningoencephalitis daripada meningitis murni. Kejang lebih sering terjadi dengan meningitis arboviral dibandingkan dengan kelompok lain dari virus. 1. MumpsBerasal dari famili paramyxovirus, virus mumps adalah salah satu agen penyebab pertama yang diketahui menyebabkan meningitis dan meningoencephalitis. Insiden mumps di era vaksinasi telah menurun secara signifikan untuk 1 per 100.000 penduduk di Amerika Serikat.Tetapi, mumps terus menyebabkan 10-20% dari meningitis dan meningoencephalitis kasus di belahan dunia mana vaksin tidak mudah diakses. 1. Famili Herpes VirusHerpes simplex virus (HSV) -1, HSV-2, virus varicella-zoster (VZV), virus Ebstein-Barr (EBV), cytomegalovirus (CMV), dan virus humanherpes-6 secara kolektif menyebabkan sekitar 4% dari kasus meningitis viral, dengan HSV-2 menjadi agen yang paling umum. Virus dapat menyerang setiap saat sepanjang tahun. Meningitis yang disebabkan oleh virus ini sering self limited. Ketika berhubungan dengan ensefalitis, tingkat kematiannya bisa tinggi. Pengobatan dini dengan asiklovir dapat secara signifikan mengurangi morbiditas. 1. Virus Lymphocytic choriomeningitis LCMV merupakan Famili arenaviruses. Saat ini menjadi penyebab yang jarang dari meningitis. Virus ini ditularkan ke manusia melalui kontak dengan hewan pengerat (misalnya, hamster, tikus) atau kotoran mereka. Orang yang beresiko tinggi infeksi adalah pekerja laboratorium, pemilik hewan peliharaan, atau orang yang tinggal di daerah nonhygienic. 1. Adenovirus7 Adenovirus merupakan penyebab yang jarang dari meningitis pada individu imunokompeten tetapi penyebab utama pada pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Infeksi dapat terjadi bersamaan dengan infeksi saluran pernapasan atas. 1. CampakMorbillivirus Ini adalah penyebab lain meningitis yang telah menjadi langka. Alat bantu dalam diagnostik berupa ruam makulopapular. Masih menjadi ancaman kesehatan di seluruh dunia, campak memiliki tingkat serangan infeksi tertinggi. Pemberantasan campak merupakan tujuan penting dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 1. HIVHIV dapat menjadi penyebab meningitis atipikal ditandai dengan kronisitas dan kekambuhan. Pemeriksaan CSF dapat menunjukan pleositosis, tingkat protein tinggi dan kadang-kadang, tekanan intrakranial tinggi. Laporan menyatakan bahwa sebanyak 5-10% dari infeksi HIV dapat menyebabkan meningitis. Selain dari tanda-tanda meningeal, infeksi HIV juga dapat menyebabkan ensefalopati, kejang, dan defisit neurologis fokal. Beberapa pasien menunjukan temuan CSF abnormal yang kronis dengan gejala ringan atau tidak ada. HIV sering dapat diisolasi dari CSF.Berikut ini, organisme penyebab meningitis viral6:OrganismeGambaran Klinis KhususCairan SerebrospinalMikrobiologi

Coxsaklevirus dan echovirusParalisis (sangat jarang)Limfosit 0,05-0,5 x 109/LProtein 0,5-1 g/LGlukosa normalApus tenggorok +Kultur tinja +Antibodi serum: titer meningkat

Virus gondonganLimfosit 0,05-0,5 x 109/LProtein 0,5-1 g/LGlukosa normalApus tenggorok +Kultur tinja +Antibodi serum: titer meningkat

PoliovirusMeningitis (sering)Paralisis asimetris (jarang)

Limfosit 0,05-0,5 x 109/LProtein 0,5-1 g/LGlukosa normalApus tenggorok +Kultur tinja +Antibodi serum: titer meningkat

1.3.2. Faktor RisikoMeningitis virus dapat menyerang siapa saja. Bayi kurang dari 1 bulan dan orang-orang yang sistem kekebalan tubuh lemah berada pada risiko tinggi untuk infeksi yang berat.9 Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko meningitis viral meliputi9: Umur Viral meningitis terjadi terutama pada anak kurang dari 5 tahun. Sistem kekebalan tubuh yang lemah Ada penyakit dan obat-obatan tertentu yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko meningitis. Misalnya, kemoterapi dan transplantasi sumsum tulang.1.4. PatofisiologiUrut-urutan kejadian bervariasi sesuai dengan agen infeksi dan hospes. Pada umumnya, virus masuk melalui sistem limfatik. Enterovirus masuk melalui penelanan (oral); campak, rubela dan hsv masuk melalui membran mukosa. Pada tempat tersebut terjadi multiplikasi dan organisme tersebut masuk ke dalam aliran darah menyebabkan infeksi pada organ tertentu. Pada stadium ini (fase ekstraneural) bermanifestasi sebagai demam, gejala sistemik lain, tetapi jika terjadi multiplikasi virus lebih lanjut pada organ tersebut maka dapat terjadi penjalaran virus sekunder hingga mencapai selaput otak.1 Sebagian besar dari virus bereplikasi di dekat tempat masuknya ( replikasi primer) dan mendapatkan akses ke sistem saraf pusat melalui jalur hematogen yang paling sering ataupun melalui jalur neural ( saraf perifer ). Setelah replikasi primer, virus menyebar ke jaringan limfatik, dimana dapat terjadi amplifikasi dari jumlah virus, kemudian menuju ke peredaran darah sehinnga menyebabkan viremia primer. Virus diperkirakan memasuki sistem saraf pusat ketika viremia primer, atau mungkin melewati viremia sekunder, setelah amplifikasi di tempat sekunder seperti otot, kulit, organ internal, dan jaringan lemak. Kemudian virus memasuki sistem saraf pusat melewati pleksus choroid atau melalui infeksi di sel endotel kapiler. Mekanisme yang virus yang beredar menembus sawar darah-otak dan cairan serebrospinal (CSF) sehingga menyebabkan meningitis tidak jelas.Terdapat bukti bahwa beberapa virus mendapatkan akses ke SSP melalui transportasi retrograde sepanjang akar saraf. Misalnya, jalur untuk ensefalitis HSV-1 adalah melalui akar saraf olfaktorius atau trigeminal. Ketika virus mencapai pleksus choroid, biasanya mereka bereplikasi di sana, mengakibatkan penyebaran melalui Liquor cerebrospinalis, dan memungkinkan virus untuk mencapai meninges dan sel ependimal. Virus kemudian mengadakan replikasi di sel-sel ini dan mengakibatkan destruksi sel dan mencetuskan inflamasi. Proses inflamasi terutama terdiri dari sel mononukelar, dengan destruksi fokal dari lapisan ependimal, lepromeninges basal fibrotik, dan inflamasi pleksus choroid. Kadang-kadang inflamasi di sekitar pembuluh darah dapat menyebabkan perivasvcular cuffing di lapisan terluar dari cortex. Inflamasi di bagian otak dan nekrosis sel-sel saraf tidak terlihat. Kombinasi dari destruksi meningeal dan sel-sel ependimal serta respons inflamasi berperan dalam manifestasi klinis demam, kaku kuduk, nyeri kepala, dan photophobia. Di sebagian besar kasus ( namun tidak semua ), respons sistem inflamasi imun membatasi jumlah replikasi virus dan lamanya waktu sindrom meningitis virus.Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleositosis; leukosit polimorfonuklear (PMN) dalam 24-48 jam pertama, kemudian diikuti oleh peningkatan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit sel T ditemukan, meskipun imunitas sel B juga penting dalam mempertahankan melawan beberapa virus. Kerusakan neurologis disebabkan (1) oleh invasi langsung dan penghancuran jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan atau (2) oleh reaksi imunologis hospes terhadap antigen virus. Kebanyakan penghancuran saraf terjadi karena invasi virus secara langsung, sedangkan respon jarinagn hospes yang hebat mengakibatkan dimielinisasi dan penghancuran vaskuler serta perivaskuler. Infeksi virus menyebabkan respon inflamasi dalam tingkat yang lebih rendah dari infeksi bakteri. Kerusakan pada meningitis viral mungkin terkait adanya ensefalitis dan peningkatan tekanan intrakranial (ICP).1.5. Penegakan DiagnosisAnamnesaPada pemeriksaan anamnesis, kebanyakan pasien mengeluhkan adanya demam, sakit kepala, iritabilitas, mual, muntah, kaku leher, ruam kemerahan, ataupun perasaan lelah pada 18-36 jam pertama. Diare, mual, batuk, dan myalgia dikeluhkan lebih dari 50% pasien. Sakit kepala merupakan gejala yang hampir selalu muncul pada pasien dengan meningitis virus. Nyeri kepala yang terjadi biasanya di daerah frontal hingga retro-orbital dan terkadang dilaporkan sangat parah. Walau begitu, nyeri kepala sangat hebat harus dibedakan dengan perdarahan subarachnoid yang diakibatkan oleh aneurisma. Riwayat peningkatan suhu terjadi pada 76 100 % pasien yang datang mencari pertolongan medis. Pola yang paling sering tampak ialah adanya demam yang ringan pada stase prodromal, dan demam tinggi pada saat gejala neurologis muncul. Gejala yang lebih jarang terjadi adalah photophobia, malaise, myalgia, mual, muntah, sakit tenggorokan, menggigil, dan pusing.Sakit kepala pada ensefalitis dan meningitis merupakan salah satu menifestasi prodormal dan juga gejala utama di antara gejala-gejala serebral lainnya. Sebagai manifestasi prodormal, sakit kepala itu bersifat umum, seperti sakit kepala sewaktu mengidap flu. Dan memang gejala-gejala lainnya terdiri dari salesma, batuk, demam ringan, dan badan merasa letih-lesu. Jarang para penderita meningitis/ensefalitis datang berobat pada tahap prodormal. Hampir semua penderita ke dokter pada saat sakit kepala dirasakan memberat atau gejala serebral yang mengkhawatirkan. Gejala-gejala yang lain dapat berupa penurunan kesadaran, kaku kuduk, fotofobia, paresis, hemiparese, monoparesis (ensefalitus), kejang fokal (pada ensefalitis dan meningoensefalitis), kejang umum (pada meningitis dan ensefalitis) dan papiledema bilateral.Bayi yang baru lahir akan menunjukkan gambaran tidak mau makan dan tampak lesu. Anak-anak yang lebih muda umumnya tidak melaporkan adanya sakit kepala dan hanya tampak sedikit gelisah. Untuk beberapa minggu, anak-anak mungkin mengalami iritabilitas, inkoordinasi, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasiPerjalanan gejala beberapa virus dapar terjadi dengan amat cepat, sedangkan virus yang lainnya menampilkan gejala yang tidak begitu jelas, seperti gambaran fase prodromal virus pada umumnya : malaise, myalgia, dan gangguan saluran pernafasan atas. Pada banyak kasus, gejala memiliki pola bifasik, gejala seperti flu yang tidak spesifik dan demam ringan diserta gangguan neurologis terjadi bergantian pada 48 jam. Pada saat munculnya kaku di leher dan sakit kepala, demam biasanya kembali muncul.Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.Anamnesis yang dilakukan sebaiknya lebih terperinci termasuk menanyakan mengenai adanya riwayat kontak dengan nyamuk, kutu, ataupun adanya kegiatan di luar ruangan yang berada di daerah yang menjadi tempat endemik Lyme disease, adanya riwayat perjalanan ke daerah yang endemik tuberkulosis, riwayat penggunaan obat, riwayat penggunaan obat invus, dan adanya resiko penyakit penularan lewat hubungan seksual.

Pemeriksaan FisikTemuan pemeriksaan fisik bervariasi, tergantung pada usia pasien dan organisme atau kondisi yang bertanggung jawab atas meningitis. Semakin muda usia anak, tanda yang ditemukan menjadi kurang spesifik: pada bayi muda, temuan pasti yang menunjukkan meningitis jarang terlihat, tetapi semakin tua usia anak, pemeriksaan fisik dapat diandalkan.4Bayi dapat demam atau hipotermia, limfadenopati, ubun-ubun membonjol, diastasis dari sutura, dan kaku kuduk. 4 Pemeriksaan neurologis termasuk mengevaluasi tanda-tanda meningismus (misalnya, sakit kepala, fotofobia, kaku kuduk, dan Kernig positif atau tanda Brudzinski) dan tanda-tanda neurologis fokal atau umum. Tanda-tanda neurologis fokal ditemukan sebanyak 15% dari pasien dan hal ini berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk.4Kaku kuduk atau tanda lain yang menunjukkan iritasi pada selaput meningens (brudzinski dan kernig) dapat ditemukan pada lebih dari 50% pasien, namun gejala ini tidak separah yang ditemukan pada meningitis bakteri serta tidak dapat menginklusi ataupun mengekslusi pasien meningitis.Pasien pediatri, khususnya neonatus cenderung tidak menunjukkan adanya kaku kuduk pada pemeriksaan. Iritasi meningens juga dapat ditandai dengan nyeri kepala yangmakin hebat bila digerakkan dari dan ke arah horizontal dengan kecepatan 2 hingga 3 kali per detik. Pada iritasi meningeal yang parah, pasien dapat membentuk seperti posisi tripod, dimana terjadi fleksi panggul dan lutut, ekstensi leher, dan tangan ke arah belakang untuk menyokong thoraks.Berdasarkan kelompok umur, gejala awal meningitis yang tidak spesifik, antara lain8:Semua usiaBayiAnak-anak

DemamMuntahMengantukKejangRewelMenangis kerasUbun-ubun menonjolSakit kepalaFotofobiaKaku kuduk

Pemeriksaan PenunjangJika pasien diduga meningitis, maka perlu diambil sampel swab naso-oropharyngeal, swab rectal feses, cairan serebrospinal dan darah untuk dikirim ke laboratorium. Sangat penting untuk mengetahui penyebab spesifik dari meningitis karena keparahan penyakit dan pengobatan akan berbeda sesuai dengan penyebabnya.9Pungsi lumbal penting untuk segera dilakukan. Pewarnaan gram dan penghitungan jenis sel memberikan informasi segera yang sangat berharga. Biasanya informasi ini mampu membedakan meningitis viral (limfositik) dan meningitis bakterial (purulen) dari pemeriksaan LCS yang diberikan jika anak belum mendapatkan antibiotika.8Karakteristik cairan serebrospinal yang ditemukan pada meningitis virus yaitu cairan jernih dengan kandungan protein normal atau meningkat dan glukosa normal. Bisa ditemukan sel sel mononuklear, namun tak ditemukan organisme.6Jika temuan yang didapat memberikan hasil yang samar-samar, biasanya dilakukan penanganan seperti jika ada patogen bakterial. Feses, LCS dan apusan tenggorok dapat dikultur untuk mengetahui adanya virus, dan pada semua kasus kultur darah perlu dilaksanakan.8

Gambar. Analisis LCS Pada Beberapa Infeksi Meningitis

1.6. PenatalaksanaanPengobatan untuk meningitis virus umumnya bersifat suportif. Istirahat, hydrasi, antipiretik dan anti nyeri, anti radang merupakan hal yang dapat diberikan pada pasien sesuai dengan kebutuhan. Keputusan penting yang harus di ambil ialah apakah perlu memulai pemberian antibiotik empiris untuk meningitis bakteri sambil menunggu kepastian penyebabnya. Antibiotik intravena (IV) harus diberikan bila ada kecurigaan akan meningitis bakteri.Hospitalisasi diperlukan pada pasien dengan nyeri kepala hebat, demam, dan dehidrasi akibat mual dan muntah. Perawatan di rumah sakit juga diperlukan ketika gambaran LCS atipikal. Bila kadar gula LCS rendah, atau adanya gambaran leukosit polimorfonuklear, sangatlah sulit untuk menyingkirkan meningitis bakterial. Oleh karena itu, pasien perlu mendapat perawatan dan antibiotik spektrum luas hingga studi LCS dan kultur darah dinyatakan negatif. Lumbal pungsi dapat diulang dalam waktu 8 hingga 12 jam, dan harus menunjukkan penurunan yang signifikan dari leukosit polimorfonuklear dan bergeser ke arah sel mononuklear bila memang terinfeksi meningitis virus. Terapi antiviral yang spesifik dapat diindikasikan pada komplikasi yang mengancam nyawa yang lebih sering terjadi pada anak baru lahir, balita, dan pasien immunocompromised. Agen kemoterapeutik spesifik telah tersedia untuk bebrapa infeksi virus herpes (acyclovir, famciclovir, valacyclovir, ganciclovir, foscarnet)25Medikamentosa dan Prosedur medisPada pasien yang menunjukkan adanya gejala dan tanda meningoenchepalitis harus menerima asiklovir dini untuk mencegah enchepalitis HSV. Terapi yang diberikan bisa dimodifikasi berdasarkan hasil pewarnaan gram, kultur, dan pemeriksaan PCR. Pasien yang keadaannya tidak stabil harus diberikan perhatian lebih atau dirujuk ke ICU untuk dijaga airway, dan persarafannya untuk menghindari terjadinya komplikasi.Kebanyakan pasien meningitis aseptik dapat diterapi dengan rawat jalan, setelah dilakukan lumbal pungsi. Mereka yang menderita kejang, gangguan kesadaran ataupun gejala yang berat ataupun mereka yang diagnosisnya meragukan sebaiknya dirawat di rumah sakit. Kebanyakan terapi bersifat suportif, termasuk analgetik, anti piretik, anti emetik, pengaturan balans cairan dan pencegahan serta penanganan komplikasi. Tidak ada terapi spesifik yang direkomendasikan pada kebanyakan patogen virus. Manakala ada kecurigaan ataupun pembuktian terhadap keberadaan meningitis bakteri, terapi antibiotik empiris sebaiknya dimulai setelah spesimen kultur didapatkan.Enterovirus dan HSV masing-masing dapat menyebabkan septik shock pada bayi baru lahir dan balita. Pada pasien yang masih kecil ini, antibiotik spektrum luas dan asiklovir harus diberikan segera setelah ada diagnosis yang dicurigai. Perhatian khusus harus diperhatikan pada keseimbangan cairan dan elektrolit (khususnya natrium). Restriksi cairan,diuretik, dan terkadang hypertonik saline dapat digunakan untuk mengkoreksi hyponatremia. Pencegahan infeksi sekunder dari traktus urinarius dan sistem pernafasan juga harus menjadi perhatian.Acyclovir, diberikan secara intravena (10 mg/kg dalam 8 jam), adalah terapi antivirus yang paling penting dan tersedia untuk pengobatan meningoencephaliti HSV (atau VZV). Acyclovir dapat mengurangi angka kematian ensefalitis HSV ensefalitis sampai 20%.2Acyclovir semestinya digunakan secara empiris pada setiap pasien dengan gejala klinis ensefalitis ataupun dengan fitur lain dari infeksi HSV seperti lesi genital, sambil menunggu hasil PCR CSF atau sampai patogen alternatif diidentifikasi. Dalam kasus lanjut ensefalitis HSV atau VZV, pemberian acyclovir harus dilanjutkan selama 2-3 minggu.Menunggu hasil LP bukan menjadi alasan untuk tidak memberikan antibiotik. Pemberian antibiotik harus didasarkan pada gejala klinis pasien. Antibiotik spektrum luas yang dapat digunakan adalah ampicilin ditambah dengan chepalosporin generasi ketiga (ceftriaxone, cefotaxime, ceftazidine). Aminoglikosida biasa digunakan pada infeksi yang parah pada neonatus dan anak-anak. Anti-tuberkulosis, anti jamur, dan pengobatan enterovirus disimpan sampai adanya konfirmasi dari hasil laboratorium.Kejang harus ditangani segera dengan antikonvulsant IV seperti lorazepam, phenitoin, midazolam, ataupun barbiturat. Pasien yang tidak sadar akibat enchepalitis virus dapat saja mengalami kejang yang non-konvulsive, oleh karena itu diperlukan EEG untuk menilainya.Pada kasus enchepalitis yang parah, edema otak dapat saja terjadi dan diperlukan pengendalian tekanan intrakranial dengan menggunakan IV manitol (1g/kg untuk dosis awal, diikuti 0.25-0.5 g/kg), IV dexamethasone atau intubasi dan hyperventilasi ringan dengan PCO2arterial berkisar antara 28-30 mmHg. Pemasangan intracranial monitor sangat disarankan pada keadaan ini.Pemberian antiviral multipel saat ini sedang di uji pada populasi umum. Dampaknya untuk mencegah meningitis virus masih belum teruji. Pada infeksi virus herpes, asiklovir sangat bermanfaat hanya jika diberikan pada awal infeksi. Kasus yang dicurigai harus ditangani dengan segera. Pada kasus yang diikuti dengan kejang, maka harus diduga kearah enchepalitis dan diberi asiklovir.Anti-HIV harus diberikan ketika pasien memiliki riwayat ataupun memiliki resiko tinggi terkena enchepalitis HIV.Gancyclovir yang biasan digunakan untuk infeksi CMV disimpan untuk kasus yang parah yang disertai dengan temuan adanya CMV pada kultur. Obat ini juga digunakan untuk infeksi kongenital atau pada pasien yang terkena AIDS. Gansiklovir infus merupakan terapi antivirus untuk CMV meningoencephalitis (5 mg/kg tiap 12 jam selama 2 minggu). Di samping itu tersedia juga prodrug valgansiklovir oral, yang mencapai tingkat darah yang mirip dengan gansiklovir infus, dan merupakan alternatif yang sangat bkermanfaat. Selain itu, lini kedua obat anti-virus herpes yakni foskarnet dan sidofovir. Kedua obat ini beserta gansiklovir berhubungan dengan toksisitas renal, oleh karena itu wajib dilakukan pemantauan ketat. Saat ini tidak ada terapi untuk infeksi enterovirus yang berlisensi, namun pleconaril, obat dengan aktivitas anti-picornavirus, itu memberikan hasil baik pada pasien dengan imunodefisiensi primer dan dalam beberapa uji klinis pada infeksi enterovirus pada orang dewasa dan anak-anak, termasuk meningitis pada bayi.2Meskipun obat ini tampaknya efektif pada banyak pasien dengan immunodeficiency primer. Hasil uji coba menunjukkan kekhawatiran interaksi obat. 26Pemberian IVIG pada neonatusmenunjukkan suatu hasil yang cukup baik pada kasus yang parah dimana tidak ditemukan adanya pilihan pengobatan lainnya.Terapi untuk virus West Nile sudah termasuk antiserum spesifik dan interferon--2b. Amantadinetelah digunakan untuk meningoencephalitis influenza, meskipun ada sedikit laporan mengenai kemanjurannya. Inhibitor neuraminidase mungkin juga efektif pada infeksi ini, meskipun tidak ada laporan yang dipublikasikan penggunaan pada encephalitis nya. Tindakan pembedahanTidak ada terapi pembedahan yang diperlukan pada pasien dengan meningitis virus. Pada kasus yang jarang, dapat terjadi komplikasi menjadi hidrosefalus. Pada kasus seperti ini, VP shunt ataupun LP shunt dibutuhkan. Ventrikulostomi dengan sistem penampung eksternal merupakan indikasi pada kasus hidrosefalus akut.Edukasi pasien Pasien yang sedang hamil disarankan mencegah kontak dengan hewan pengerat yang mungkin membawa LCMV. Beberapa investigator bahkan menyarankan untuk menghindari anak-anak dan kolam renang pada trimester ketiga untuk menurunkan resiko enterovirus untuk berkolonisasi dan menyerang janin. Hewan peliharaan yang terinfeksi juga beresiko bagi wanita yang hamil. Neonatus harus dijauhkan dari paparan dengan nyamuk untuk mencegah infeksi arbovirus. Vaksinasi tetap menjadi senjata utama untuk melawan infeksi oleh polio, campak, mumps, dan varicella. Cuci tangan yang benar sangat efektif dalam mengontrol penyebaran enterovirus dan penyakit yang terkait, namun tetap saja kebersihan lingkungan memegang peranan penting pada negara berkembang. Edukasi kepada pasangan mengenai penggunaan pengaman dapat menurunkan insidensi infeksi HSV-2. Perlindungan dari nyamuk (dengan menggunakan spray anti-nyamuk, kelambu, dan eradikasi tempat berkembang biak nyamuk) harus dilakukan untuk mencegah infeksi arbovirus dan sangat penting terutama paa pasien yang beresiko. Menjauhkan diri dari paparan dengan hewan pengerat dapat menurunkan insidensi meningoenchepalitis LCMV. Hewan peliharaan yang terinfeksi, tikus merupakan resiko bagi wanita hamil.

EnsefalitisII.1 DefinisiEnsefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikro-organisme. Ensefalitis ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis jaringan otak.II.2 EtiologiInfeksi-infeksi Virusa. Campak Dapat memberikan sekuele berat.b. Kelompok virus entero Sering pada semua umur, keadaannya lebih berat pada neonatus.c. RubelaJarang sekuele kecuali pada rubela congenitald. Kelompok Virus Herpes1. Herpes Simpleks (tipe 1 dan 2) : relatif sering; sekuele sering ditemukan pada neonatus menimbulkan kematian.1. Virus varicela-zoster jarang sekuele berat sering ditemukan.1. Virus sitomegalo-kongenital atau akuista : dapat memberikan sekuele lambat pada CMV congenital1. Virus EB (mononukleosis infeksiosa) : jarange. Kelompok virus poks f. Vaksinia dan variola ; jarang, tetapi dapat terjadi kerusakan SSP berat.Infeksi-infeksi Non virus1. Riketsia Komponen ensefalitik dari vaskulitis serebral.1. Mycoplasma pneumoniaTerdapat interval beberapa hari antara gejala tuberculosis dan bakteri lain, sering mempunyai komponen ensefalitik.1. BakteriTuberculosa dan meningitis bakteri lainnya; seringkali memiliki komponen-komponen ensefalitis.1. SpirochaetaSifilis, kongenital atau akuisita, leptospirosis1. JamurPenderita-penderita dengan gangguan imunologis mempunyai resiko khusus; kriptokokosis; histoplasmosis;aspergilosis, mukor mikosis, moniliosis, koksidioidomikosis1. ProtozoaPlasmaodium Sp,Tyypanosoma Sp,naegleria Sp, Acanthamoeba, Toxoplasma gondii.1. Metazoa Trikinosis,ekinokokosis,sistiserkosis,skistosomiasis. II.3 PatofisiologiPada umumnya virus ensefalitis termasuk sistem limfatik, baik berasal dari menelan enterovirus akibat gigitan nyamuk atau serangga lain. Didalam sistem limfatik ini terjadi perkembangbiakan dan penyebaran ke dalam aliran darah yang mengakibatkan infeksi pada beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural), ditemukan penyakit demam nonpleura, sistemis, tetapi jika terjadi perkembangbiakan lebih lanjut dalam organ yang terserang, terjadi pembiakan dan penyebaran virus sekunder dalam jumlah besar. Invasi ke susunan saraf pusat akan diikuti oleh bukti klinis adanya penyakit neurologis. Kemungkinan besar kerusakan neurologis disebabkan oleh (1) invasi langsung dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang berproliferasi aktif atau (2) reaksi jaringan saraf terhadap antigen-antigen virus. Perusakan neuron mungkin terjadi akibat invasi langsung virus, sedangkan respon jaringan pejamu yang hebat mungkin mengakibatkan demielinisasi, kerusakan pembuluh darah dan perivaskular. Kerusakan pembuluh darah mengakibatkan gangguan peredaran darah dan menimbulkan tanda-tanda serta gejala-gejala yang sesuai. Penentuan besarnya kerusakan susunan syaraf pusat yang ditimbulkan langsung oleh virus dan bagaimana menggambarkan banyaknya perlukaan yang diperantarai oleh kekebalan, mempunyai implikasi teraupetik; agen-agen yang membatasi multiplikasi virus diindikasikan untuk keadaan pertama dan agen-agen yang menekan respons kekebalan selular pejamu digunakan untuk keadaan lain. Pada ensefalitis bakterial, organisme piogenik masuk ke dalam otak melalui peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus. Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah dan sinus paranasalis. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya terdapat di bagian substantia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah. Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-pembuluh darah dan agregasi leukosit yang sudah mati.

Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan dan kongesti jaringan otak disertai peradangan kecil. Di sekeliling abses terdapat pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk ruang abses. Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian terbentuk dinding kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit PMN, sel-sel plasma dan limfosit. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subarakhnoid yang dapat mengakibatkan meningitis. Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat bila disebut sebagai meningo ensefalitis. Virus-virus yang menyebabkan parotitis, morbili, varisela masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, VHS melalui mulut atau mukosa kelamin, virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubella atau CMV. Virus memperbanyak diri secara lokal, terjadi viremia yang menyerang SSP melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer (gerakan sentripetal) misalnya VSH, rabies dan herpes zoster.Pertumbuhan virus berada di jaringan ekstraneural (usus, kelenjar getah bening, poliomielitis) saluran pernafasan atas mukosa gastrointestinal (arbovirus) dan jaringan lemak (coxackie, poliomielitis, rabies, dan variola). Di dalam SSP virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler. Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron kemudian terjadi intracellular inclusion bodies, peradangan otak dan medulla spinalis serta edema otak. Terdapat juga peradangan pada pembuluh-pembuluh darah kecil, trombosis dan proliferasi astrosit dan mikroglia. Neuron yang rusak dimakan oleh makrofag disebut neurofagia yang khas bagi ensefalitis primer. Kemampuan dari beberapa virus untuk tinggal tersembunyi (latent) merupakan hal yang penting pada penyakit sistem saraf oleh virus. Virus herpes simplek dan herpes zoster dapat tinggal latent di dalam sel tuan rumah pada sistem saraf untuk dapat kembali aktif berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah infeksi pertama.

II.4 Manifestasi KlinisMeskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara umum gejala berupa trias ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu yang mendadak, seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada anak besar, menjerit pada anak kecil. Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor, letargi), kaku kuduk, peningkatan reflek tendon, tremor, kelemahan otot dan kadang-kadang kelumpuhan.Manifestasi klinik ensefalitis bakterial, pada permulaan terdapat gejala yang tidak khas seperti infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala, muntah-muntah, nafsu makan tidak ada, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau fokal dan kesadaran menurun. Gejala defisit nervi kranialis, hemiparesis, refleks tendon meningkat, kaku kuduk, afasia, hemianopia, nistagmus dan ataksia.Penyebab kelainan neurologis (defisit neurologis) adalah invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak; reaksi jaringan saraf terhadap antigen virus yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular; dan karena reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten. Pada ensefalitis viral gejala-gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran nafas atas atau gastrointestinal selama beberapa hari kemudian muncul tanda-tanda radang SSP seperti kaku kuduk, tanda kernig positif, gelisah, lemah dan sukar tidur. Defisit neurologik yang timbul bergantung pada tempat kerusakan. Selanjutnya kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara dan gangguan mental.II.5 DiagnosisDiagnosis pasti untuk ensefalitis ialah berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi jaringan otak. Scara praktis diagnostik dibuat berdasarkan manifestasi neurologik dan informasi epidemiologik.Hal-hal penting dalam menegakkan diagnosis ensefalitis adalah :1. Panas tinggi, nyeri kepala hebat, kaku kuduk, stupor, koma, kejang dan gejala-gejala kerusakan SSP1. Pada pemeriksaan cairan serebro spinal (CSS) terdapat pleocytosis dan sedikit peningkatan protein (normal pada ESL)1. Isolasi virus dari darah, CSS atau spesimen post mortem (otak dan darah)1. Identifikasi serum antibodi di lakukan dengan 2 spesimen yang diperoleh dalam 3-4 minggu secara terpisah.Sebaiknya diagnosis ensefalitis ditegakkan dengan :a. Anamnesis yang cermat, tentang kemungkinan adanya infeksi akut atau kronis, keluhan, kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra kranial, adanya gejala, fokal serebral/serebelar, adanya riwayat pemaparan selama 2-3 minggu terakhir terhadap penyakit melalui kontak, pemaparan dengan nyamuk, riwayat bepergian ke daerah endemik dan lain-lain.b. Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis dan sebaliknya anamnesis dapat diulang berdasarkan hasil pemeriksaan. Gangguan kesadaran Hemiparesis Tonus otot meninggi Reflek patologis positif Reflek fiisiologis menningkat Gangguan nervus kranialis Ataksiac. Pemeriksaan laboratorium Pungsi lumbal, untuk menyingkirkan gangguan-gangguan lain yang akan memberikan respons terhadap pengobatan spesifik. Pada ensefalitis virus umumnya cairan serebro spinal jernih, jumlah lekosit berkisar antara nol hingga beberapa ribu tiap mili meter kubik, seringkali sel-sel polimorfonuklear mula-mula cukup bermakna. Kadar protein meningkat sedang atau normal, kadar protein mencapai 360 mg% pada ensefalitis yang disebabkan virus herpes simplek dan 55 mg% yang disebabkan oleh toxocara canis . Kultur 70-80 % positif dan virus 80% positif. DarahAl (angka lekosit) : normal/meninggi tergantung etiologiHitung jenis : normal/dominasi sel polimorfenukleaKultur : 80-90 % positif Pemeriksaan pelengkap Isolasi virus. Virus terdapat hanya dalam darah pada infeksi dini. Biasanya timbul sebelum munculnya gejala. Virus diisolasi dari otak dengan inokulasi intraserebral mencit dan diidentifikasi dengan tes-tes serologik dengan antiserum yang telah diketahui. SerologiAntibodi netralisasi ditemukan dalam beberapa hari setelah timbulnya penyakit. Dalam membuat diagnosis perlu untuk menentukan kenaikan titer antibodi spesifik selama infeksi diagnosis serologik menjadi sukar bila epidemi yang disebabkan oleh salah satu anggota golongan serologik terjadi pada daerah dimana anggota golongan lain endemik atau bila individu yang terkena infeksi, sebelumnya pernah terkena infeksi virus arbo yang mempunyai hubungan dekat. Dalam keadaan tersebut, diagnostik etiologik secara pasti tidak mungkin dilakukan. EEG CT scan kepala II.6 Penatalaksanaan Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah.. Tata laksana yang dikerjakan sebagai berikut :1. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.1. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung umur) dan pemberian oksigen.1. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.1. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.1. Pengobatan kausatifSebelum berhasil menyingkirkan etilogi bakteri, terutama abses otak (ensefalitis bakterial), maka harus diberikan pengobatan antibiotik parenteral. Pengobatan untuk ensefalitis karena infeksi virus herpes simplek diberikan Acyclovir intravena, 10 mg/kgbb sampai 30 mg/kgbb per hari selama 10 hari. Jika terjadi toleransi maka diberikan Adenine arabinosa (vidarabin). Begitu juga ketika terjadi kekambuhan setelah pengobatan dengan Acyclovir. Dengan pengecualian penggunaan Adenin arabinosid kepada penderita ensefalitis oleh herpes simplek, maka pengobatan yang dilakukan bersifat non spesifik dan empiris yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang terserang. Efektivitas berbagai cara pengobatan yang dianjurkan belum pernah dinilai secara objektif.1. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah penderita sembuh1. Makanan tinggi kalori protein sebagai terapi diet.1. Lain-lain, perawatan yang baik, konsultan dini dengan ahli anestesi untuk mengantisipasi kebutuhan pernapasan buatanII.7 Gejala Sisa dan KomplikasiGejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat melibatkan susunan saraf pusat dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan pendengaran, sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara menetap. Gejala sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid), hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi.Komplikasi pada bayi biasanya berupa hidrosefalus, epilepsi, retardasi mental karena kerusakan SSP berat.II.8 Prognosis Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan. Disamping itu perlu dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit yang dapat muncul selama perawatan. Edema otak dapat sangat mengancam kehidupan penderita. Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada etiologi penyakit dan usia penderita. Bayi biasanya mengalami penyulit dan gejala sisa yang berat. Ensefalitis yang disebabkan oleh VHS memberi prognosis yang lebih buruk daripada pognosis virus entero.Kematian karena ensefalitis masih tinggi berkisar antara 35-50 %. Dari penderita yang hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa. Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam perkembangan selanjutnya masih menderita retardasi mental, epilepsi dan masalah tingkah laku.

Daftar Pustaka

Rashmi Kumar.Aseptic Menngitis : Diagnosis and Management, India.Indian J Pediatry 2005; 72 (1) : 57-63. Stroop WG. Viral pathogenesis. In: McKendall RR, Stroop WG, editors. Handbook of neurovirology. New York: Marcel Dekker, 1994.Esiri MM, Kennedy PG. Virus diseases. In: Adams JH, Duchen LW, editors. Greenfields neuropathology. 5th ed. New York: Oxford University Press, 1992.Rotbart HA, Webster AD, Pleconaril Treatment Registry Group. Treatment of potentially lifethreatening enterovirus infections with pleconaril. Clin Infect Dis 2001;32:22835Hasbun, Rodrigo dkk. 2014. Meningitis dalam http://emedicine.medscape.com/article/232915-overviewCorwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGCPrice, Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC