32
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MTS MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH Neneng Arwinie Jurusan Pendidikan Matematika SPS UPI Jl. Setia Budhi, Bandung. Email: [email protected] ABSTRAK Makalah ini berjudul “Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa MTs Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”, yang bertujuan menganalisis peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Disain penelitian yang digunakan adalah disain kelompok kontrol non ekivalen dengan instrumen tes kemampuan penalaran matematis. Analisis statistik yang dilakukan adalah Independent Sample t-test, Uji Mann Whitney, Uji ANOVA satu jalur dan dua jalur. Hasil penelitian yang diperoleh adalah: (1) peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh PBM lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memiliki PAM tinggi, sedang dan rendah setelah memperoleh PBM; (3) terdapat interaksi antara pembelajaran dan PAM terhadap peningkatan penalaran matematis siswa. Kata kunci : kemampuan penalaran, dan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ABSTRACT The title of this article is improving mathematical reasoning ability of Islamic Junior High School Students through Problem Based Learning”. The purpose of this study was to analyze the improve of reasoning mathematical ability of student through problem based learning. The design of this study was design of non-equivalent control group. The instrument used is a test of mathematical reasoning ability. The

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

Citation preview

Page 1: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MTS MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH

Neneng ArwinieJurusan Pendidikan Matematika SPS UPI

Jl. Setia Budhi, Bandung. Email: [email protected]

ABSTRAKMakalah ini berjudul “Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa MTs Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah”, yang bertujuan menganalisis peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa melalui pembelajaran matematika dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Disain penelitian yang digunakan adalah disain kelompok kontrol non ekivalen dengan instrumen tes kemampuan penalaran matematis. Analisis statistik yang dilakukan adalah Independent Sample t-test, Uji Mann Whitney, Uji ANOVA satu jalur dan dua jalur. Hasil penelitian yang diperoleh adalah: (1) peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh PBM lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional; (2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memiliki PAM tinggi, sedang dan rendah setelah memperoleh PBM; (3) terdapat interaksi antara pembelajaran dan PAM terhadap peningkatan penalaran matematis siswa.

Kata kunci : kemampuan penalaran, dan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)

ABSTRACT

The title of this article is “improving mathematical reasoning ability of Islamic Junior High School Students through Problem Based Learning”. The purpose of this study was to analyze the improve of reasoning mathematical ability of student through problem based learning. The design of this study was design of non-equivalent control group. The instrument used is a test of mathematical reasoning ability. The statistical analysis performed were independent sample t-test, Mann-Whitney test, ANOVA one way test, and ANOVA two-way test. The research results obtained are the improvement of students' mathematical reasoning abilities who learned using problem based learning is better compared to students who learned using conventional learning, there are differences in the increase in mathematical reasoning ability between students whom have PAM high, medium and low after obtaining PBM, and there was an interaction between learning (PBM and conventional) with PAM students (high, medium, low) to increase students' mathematical reasoning abilities.

Key Word : Problem Based Learning, Mathematical reasoning ability.

Page 2: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

A. Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia

dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, bernalar, dan

bekerjasama secara efektif sehingga dapat berkembang maju di masa globalisasi ini.

Berdasarkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki tersebut, manusia dapat

memanfaatkan informasi-informasi dari berbagai sumber menjadi sesuatu yang berguna

dalam kehidupan.

Pentingnya kemampuan penalaran matematis bagi siswa tercantum dalam tujuan

pembelajaran matematika di sekolah, yaitu melatih cara berpikir dan bernalar dalam

menarik kesimpulan, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, serta

mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-

ide melalui lisan, tulisan, gambar, grafik, peta, diagram, dan sebagainya (Depdiknas,

2006). Selain itu, dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000),

tercantum bahwa melalui pembelajaran matematika terdapat 5 keterampilan proses

yang perlu dimiliki siswa yaitu: (1) Pemecahan masalah (problem solving); (2)

Penalaran dan pembuktian (reasoning and proof); (3) Komunikasi (communication);

(4) Koneksi (connection); dan (5) Representasi (representation). Keterampilan-

keterampilan tersebut merupakan keterampilan berpikir matematika tingkat tinggi

(high order mathematical thinking) yang penting untuk dikembangkan oleh siswa

dalam proses pembelajaran matematika.

Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa di Indonesia, dapat dilihat

dari hasil penelitian yang dilakukan oleh The Trends Internasional In Mathematics and

Science Study (TIMSS) yang dikoordinir oleh International Association for the

Evaluation of Educational Achievement (IEA). Hasil penelitian dari TIMSS pada tahun

2011 menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 38 dari 45 negara dengan rata-rata

Page 3: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

skor 386 yang berarti pada level rendah. Soal-soal yang dikembangkan oleh TIMSS

mencakup empat ranah kognitif yakni pengetahuan tentang fakta dan prosedur,

penerapan konsep, penyelesaian masalah rutin dan penalaran. Soal pada ranah

penalaran mencakup kemampuan menemukan konjektur, analisis, evaluasi,

generalisasi, koneksi, sintesis, pemecahan masalah yang tidak rutin, dan justifikasi atau

pembuktian.

Berdasarkan uraian di atas, maka kemampuan penalaran matematis siswa perlu

ditingkatkan. Dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis, guru dituntut

agar memilih suatu model pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk terlibat

secara aktif dalam pengalaman belajarnya, baik dalam membangun konsep,

mengemukakan ide atau gagasan mereka. Menurut Rusman (2010) salah satu alternatif

model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan berpikir

siswa (penalaran, komunikasi, dan koneksi) dalam memecahkan masalah adalah

Pembelajaran Berbasis Masalah (disingkat PBM).

Selain dari aspek kognitif dan afektif, aspek Pengetahuan Awal Matematis

(PAM) siswa juga dijadikan sebagai fokus dalam penelitian ini. Hal ini terkait dengan

perolehan pengetahuan baru yang sangat ditentukan oleh pengetahuan awal (prior

knowledge) siswa. Apabila pengetahuan awal siswa baik maka akan berakibat pada

perolehan pengetahuan yang baik pula, sesuai dengan teori konstruktivisme yang

berpandangan bahwa belajar merupakan kegiatan membangun pengetahuan yang

dilakukan sendiri oleh siswa berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang dimiliki

sebelumnya (Pamungkas, 2012). Selain itu tujuan dari mengkaji Pengetahuan Awal

Matematis (PAM) siswa yakni untuk melihat apakah implementasi pendekatan

pembelajaran yang digunakan dapat merata di semua kategori PAM atau kategori PAM

tertentu saja. Jika merata di semua PAM, maka penelitian ini dapat digeneralisasi

Page 4: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

bahwa implementasi pembelajaran yang digunakan cocok untuk semua level

kemampuan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “ Apakah penerapan pendekatan pembelajaran

berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa

Madrasah Tsanawiyah dibandingkan dengan pembelajaran konvensional ?”

Rumusan masalah tersebut di atas dapat dijabarkan menjadi beberapa

pertanyaan penelitian, yaitu: (1) Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis

siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional?; (2) Apakah ada perbedaan peningkatan

kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memiliki pengetahuan awal

matematika tinggi, sedang dan rendah setelah memperoleh pembelajaran berbasis

masalah?; (3) Apakah ada interaksi antara pembelajaran dan PAM terhadap peningkatan

penalaran matematis siswa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini

bertujuan untuk mengkaji: (1) Peningkatan kemampuan penalaran matematis antara

siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional; (2) Perbedaan peningkatan kemampuan

penalaran matematis antara siswa yang memiliki pengetahuan awal matematika tinggi,

sedang dan rendah setelah memperoleh pembelajaran berbasis masalah; (3) Interaksi

antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran konvensional)

dengan pengetahuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap

peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa.

Page 5: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dilihat dari proses penelitian yang akan dilaksanakan

dan hasil penelitian yang diharapkan.

1. Proses Penelitian

Siswa dapat berlatih menyelesaikan soal-soal kemampuan penalaran matematis.

2. Hasil Penelitian

Manfaat berdasarkan hasil penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu manfaat

praktis dan manfaat teoritis.

a. Manfaat Praktis

1) Bagi siswa.

Melalui hasil penelitian ini siswa mampu mengembangkan kemampuan

penalaran matematis untuk meningkatkan prestasi belajar matematika atau

mata pelajaran lainnya.

2) Bagi guru.

Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam rangka pemilihan model

pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan kemampuan penalaran

matematis siswa dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.

3) Bagi peneliti.

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai landasan berpijak di ruang lingkup

yang lebih luas, serta membuka wawasan penelitian bagi para ahli

pendidikan matematika untuk mengembangkannya.

4) Dunia pendidikan.

Penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran pembelajaran khususnya

bagi guru-guru yang mengajarkan mata pelajaran matematika dalam rangka

meningkatkan kualitas pendidikan.

Page 6: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

b. Manfaat teoritis

Secara umum penelitian ini memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan

untuk dapat mengembangkan kemampuan penalaran matematis siswa. Serta

memberikan gambaran yang jelas pada guru tentang model pembelajaran

berbasis masalah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

E. Kemampuan Penalaran Matematis dan Pembelajaran Berbasis Masalah

1. Kemampuan Penalaran Matematis

Kemampuan penalaran matematis merupakan tahapan berpikir matematik

tingkat tinggi yang mencakup kapasitas berpikir secara logik dan sistematik. Menurut

Shurter dan Pierce (Dahlan, 2011) istilah penalaran diterjemahkan dari reasoning yang

didefinisikan sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan

sumber yang relevan. Sedangkan menurut Galloti (Matlin, 1994), penalaran adalah

proses transformasi yang diberikan dalam urutan tertentu untuk menjangkau

kesimpulan.

Secara garis besar terdapat dua jenis penalaran yaitu penalaran induktif dan

penalaran deduktif. Penalaran induktif adalah proses penalaran yang menurunkan

prinsip atau aturan umum dari pengamatan hal-hal atau contoh-contoh khusus. Proses

ini disebut generalisasi induktif, proses dari khusus ke umum. Sedangkan penalaran

deduktif adalah proses penalaran dari pengetahuan prinsip atau pengalaman yang

umum yang menuntun kita memperoleh kesimpulan untuk sesuatu yang khusus. Proses

ini disebut proses dari umum ke khusus.

Untuk mengetahui kegiatan-kegiatan siswa yang termasuk dalam kemampuan

penalaran, menurut Sumarmo (2013 : 128) indikator dari kemampuan penalaran

matematik,

1. Menarik kesimpulan logik.

Page 7: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

2. Memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat, hubungan,

atau pola.

3. Memperkirakan jawaban dan proses solusi.

4. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi,atau membuat

analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur.

5. Memberikan lawan contoh.

6. Mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan dan

menyusun argumen yang valid, dan

7. Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, dan pembuktian

dengan induksi matematik.

Dalam penelitian ini, kemampuan penalaran matematis yang akan diteliti

meliputi enam kemampuan, yaitu : (1) Menarik kesimpulan logik ; (2) Memberikan

penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat, hubungan atau pola; (3)

Memperkirakan jawaban dan proses solusi; (4) Menggunakan pola dan hubungan untuk

menganalisis situasi,atau membuat analogi, generalisasi, dan menyusun konjektur; (5)

Mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan dan menyusun

argumen yang valid; dan (6) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak

langsung, dan pembuktian dengan induksi matematik.

2. Pembelajaran Berbasis Masalah

Model pembelajaran berbasis masalah (PBM) atau sering juga disebut Problem

Based Learning (PBL), menurut Sutawidjaja dan Dahlan, merupakan model

pembelajaran yang dimulai dari pemberian masalah yang bersifat ill structured.

Artinya, PBM menjadikan problem solving sebagai strategi dalam pembelajaran. Lebih

lanjut, Sutawidjaja dan Dahlan mengemukakan bahwa esensi dari model PBM adalah :

(1) siswa bekerja secara individual atau dalam kelompok kecil, (2) tugas pembelajaran

Page 8: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

mereka adalah menyelesaikan masalah dapat juga berbentuk masalah kontekstual dan

lebih disukai merupakan masalah yang mempunyai kemungkinan penyelesaian, (3)

siswa menggunakan berbagai pendekatan dalam pembelajaran, dan (4) hasil yang

diperoleh siswa dikomunikasikan terhadap siswa yang lainnya.

Adapun sintaks PBM menurut Arends (2008 : 411) seperti terdapat pada Tabel 1

berikut.

Tabel 1Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah

Fase Perilaku Guru

Fase 1 : Orientasi siswa

terhadap masalah.

Guru membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan

berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi

siswa untuk terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah.

Fase 2 : Mengorganisasikan

siswa untuk belajar.

Guru membantu siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait

dengan permasalahannya.

Fase 3 : Membantu

investigasi mandiri atau

kelompok.

Guru mendorong siswa untuk memperoleh informasi

yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari

penjelasan serta solusi.

Fase 4 : Mengembangkan

dan mempresentasikan

model solusi dan penyajian.

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan

mempersiapkan bahan-bahan untuk presentasi seperti

laporan, alat peraga, dan membantu siswa berbagi hasil

kerja kelompok mereka dengan yang lain.

Fase 5 : Menganalisis dan

mengevaluasi proses

pemecahan masalah.

Guru membantu siswa untuk merefleksikan proses

investigasi dan proses-proses lainnya yang mereka

gunakan dalam menyelesaikan masalah.

Page 9: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

F. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen dengan disain penelitian yaitu

disain kelompok kontrol non-ekivalen. Pada disain ini subyek tidak dikelompokkan

secara acak. Ilustrasi dari disain ini adalah sebagai berikut:

O X O

O O

(Ruseffendi, 1998:47)

Keterangan: O : Pemberian tes awal (pretest) dan tes akhir (posttes) tentang kemampuan

penalaran dan komunikasi matematisX : Pembelajaran Berbasis Masalah

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII salah satu MTs

Negeri di Kabupaten Subang sebanyak 295 orang yang terbagi ke dalam 7 kelas dan

dibentuk secara acak oleh sekolah. Selanjutnya dipilih dua kelas yang setiap kelasnya

memiliki karakteristik yang sama, untuk dijadikan sampel penelitian. Pengambilan

sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling. Dari dua kelas

tersebut dipilih satu kelas digunakan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi

digunakan sebagai kelas kontrol.

Dalam penelitian ini siswa-siswa dalam kelas eksperimen maupun kelas kontrol

dikelompokkan berdasarkan pengetahuan awal matematisnya menjadi tiga level, yaitu

kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan tersebut berdasarkan rata-rata

nilai ulangan harian dan nilai UAS semester ganjil. Kriteria penetapan kelompok

tersebut didasarkan pada rata-rata ( ) dan simpangan baku (SB) total dari seluruh

siswa, seperti terlihat pada Tabel 2 di halaman selanjutnya.

Page 10: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

Tabel 2Level PAM Siswa

Rentang Level PAM SiswaPAM > + SB Tinggi

- SB PAM ≤ + SB Sedang

PAM < - SB Rendah

Melalui perhitungan diperoleh jumlah siswa berdasarkan PAM, seperti pada

tabel 3 berikut.

Tabel 3Jumlah Siswa Berdasarkan PAM

PAM Eksperimen KontrolTinggi 13 14Sedang 18 18Rendah 11 10Total 42 42

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes, yang

berupa tes awal (pretes) dan tes akhir (postes) untuk mengukur kemampuan penalaran

matematis siswa. Instrumen tes ini berbentuk uraian, tujuannya untuk melihat proses

pengerjaan yang dilakukan siswa sehingga dapat diketahui sejauh mana kemampuan

penalaran matematis siswa. Dalam penyusunan tes kemampuan ini, diawali dengan

penyusunan kisi-kisi yang mencakup kompetensi dasar, indikator, aspek yang diukur

beserta skor penilaiannya dan nomor butir soal. Setelah membuat kisi-kisi soal,

dilanjutkan dengan menyusun soal beserta kunci jawabannya dan aturan pemberian

skor untuk masing-masing butir soal.

Pedoman pemberian skor untuk mengukur kemampuan penalaran matematis

berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan

Jacabcsin (1996), seperti terlihat pada Tabel 4 di halaman selanjutnya.

Page 11: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

Tabel 4Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran

Skor Kriteria

0 Tidak ada jawaban

1Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang penalaran atau menarik

kesimpulan salah

2Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab

dengan benar

3Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab

dengan benar

4Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang penalaran matematik dan dijawab

dengan benar dan jelas atau lengkap

Sebelum diberikan kepada siswa, soal diperiksa validitas isi dan muka.

Pemeriksaaan validitas muka dan validitas isi ini dikonsultasikan kepada dosen

pembimbing sebagai validator ahli. Setelah validasi ahli dilaksanakan dan diperoleh

saran dari ahli mengenai isi dan desain instrumen tes, hasil validasi tersebut dijadikan

dasar untuk merevisi intrumen tes. Selanjutnya soal diujicobakan kepada siswa di luar

sampel penelitian yaitu siswa kelas 8, yang telah menerima materi yang akan diteliti,

yaitu segitiga dan segiempat.

Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa

sebelum dan setelah kegiatan pembelajaran, dilakukan analisis skor gain ternormalisasi yang

dihitung dengan menggunakan rumus Hake (1999) sebagai berikut:

Normalized Gain=%<S f >−%<S1>¿

100−%<S1>¿¿¿

Keterangan:Sf = Skor post-tes

Page 12: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

S1 = Skor pre-tes

Hasil perhitungan N-gain kemudian di interpretasikan dengan menggunakan

klasifikasi N-gain ternormalisasi (Hake, 1999) seperti pada Tabel 5.

Tabel 5Klasifikasi Gain Ternormalisasi

H. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa

Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan kemampuan penalaran matematis

siswa antara kedua kelas, dilakukan uji perbedaan rata-rata untuk data N-gain

kemampuan penalaran matematis siswa antar kelas eksperimen dan kelas kontrol

dengan melakukan uji-t dan mengambil taraf signifikansi α = 0,05. Hasil uji dinyatakan

bahwa peningkatan kemampuan penalaran matematis pada kedua kelas berbeda secara

signifikan. Dengan demikian disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan penalaran

matematis siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah secara signifikan

lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah memiliki peran yang

berarti dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa pada materi

segitiga dan segiempat.

Hasil uji ini juga didukung dari hasil pengamatan aktivitas siswa, pada

pembelajaran terakhir yaitu pertemuan 10, menunjukkan bahwa aktivitas siswa yang

memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih unggul daripada aktivitas siswa yang

Besarnya N-Gain <g> Klasifikasi

<g> ≥ 0,70 Tinggi

0,30 ≤ (<g>) < 0,70 Sedang

<g> < 0,30 Rendah

Page 13: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

pembelajarannya konvensional. Siswa kelas eksperimen mencapai keaktifan 88% dan

kelas kontrol 76,4%. Data ini mendukung bahwa proses pembelajaran dengan

menerapkan PBM memberikan kontribusi terhadap peningkatan kemampuan penalaran

matematis siswa MTs. Hal ini relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Madio (2010) pada siswa SMP, kemampuan penalaran matematis siswa yang

memperoleh PBM lebih baik dari siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Selain itu, hasil tersebut cukup beralasan karena siswa yang belajar dengan

pembelajaran berbasis masalah dapat belajar bagaimana mentransfer pengetahuannya

terhadap masalah dunia nyata yang dapat membantu siswa menggabungkan

pengetahuan yang mereka peroleh dari hasil mempelajari pokok-pokok materi yang

berbeda. Selain itu, dengan pembelajaran berbasis masalah siswa dapat meningkatkan

daya ingatnya dari pembelajaran bermakna yang diperolehnya. Hal ini sejalan dengan

pendapat Killen (Dahlan, 2011) yang merangkum hasil penelitian tentang beberapa

keuntungan dari implementasi PBM, di antaranya: 1)Membantu siswa untuk belajar

bagaimana mentransfer pengetahuannya terhadap masalah dunia nyata; 2) Masalah

dunia nyata dapat membantu siswa mengintegrasikan pengetahuan yeng mereka

peroleh dari hasil mempelajari berbagai subjek yang berbeda; 3) Membantu

meningkatkan daya ingat dan menyediakan dasar yang bermakna dari proses konstruksi

pengetahuan.

2. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Berdasarkan Kategori

PAM Kelas Eksperimen

Ditinjau dari faktor kategori PAM tinggi, sedang dan rendah, hasil uji perbedaan

rata-rata skor N-gain kemampuan penalaran matematis siswa di kelas eksperimen

menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan, dengan rata-rata N-gain kemampuan

penalaran matematis kelompok tinggi yaitu 0,72 dengan standar deviasi 0,12.

Page 14: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

Kelompok sedang yaitu 0,42 dengan standar deviasi 0,22, dan kelompok rendah

sebesar 0,59 dengan standar deviasi 0,20.

Berdasarkan hasil analisis peningkatan kemampuan penalaran matematis

siswa kelompok tinggi, sedang, dan rendah kelas eksperimen terdapat perbedaan yang

signifikan terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa berdasarkan

PAM. Dengan nilai signifikansi untuk pasangan PAM tinggi dan sedang 0,024 yang

berarti rerata skor N-gain kemampuan penalaran matematis siswa kelompok tinggi

secara signifikan lebih baik daripada kelompok sedang. Kemudian pasangan PAM

tinggi dan rendah, nilai signifikansi 0,000, artinya siswa pada kelompok tinggi

mempunyai rerata skor N-gain kemampuan penalaran matematis lebih baik daripada

kelompok rendah. Begitu pula pada pasangan PAM sedang dan rendah, nilai

signifikansi 0,007, artinya siswa pada kelompok sedang mempunyai rerata skor N-gain

lebih baik daripada siswa kelompok rendah.

Kategori peningkatan pada kelompok tinggi berkategori tinggi dengan besar

peningkatan 0,72. Sedangkan pada kelompok sedang dan rendah kategori peningkatan

sedang dengan besar peningkatan masing-masing 0,42 dan 0,59. Hal ini dikarenakan

pembelajaran hanya terfokus pada cara siswa menjawab pertanyaan dalam LKS,

sehingga kurangnya waktu bahkan tidak adanya waktu bagi guru dan siswa untuk

membahas soal evaluasi konsep dan materi yang diperoleh pada saat diskusi dan

pembelajaran. Guru hanya memberikan soal untuk evaluasi sebagai pekerjaan rumah,

dan dikoreksi secara langsung oleh guru tanpa ada pembahasan di kelas pada

pertemuan berikutnya. Selain itu waktu yang tersedia juga terpakai untuk membentuk

kelas menjadi beberapa kelompok, sehingga waktu untuk siswa melatih soal-soal

penyelesaian masalah tidak banyak. Dengan kata lain, perlu proses yang panjang dan

pemahaman guru yang terpadu dan hal ini tidak diperoleh secara instan. Hal ini

Page 15: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

merupakan salah satu penyebab siswa kelompok sedang dan rendah peningkatannya di

bawah siswa kelompok tinggi. Karena bagi siswa kelompok tinggi, jika yang diperoleh

di sekolah belum mencukupi, maka mereka mampu menambahkannya dengan belajar

secara mandiri.

Jika dibandingkan dengan kelas kontrol, dilihat dari hasil peningkatan

kelompok sedang, rata-rata peningkatan siswa kelompok sedang di kelas kontrol

berbeda dengan siswa kelompok tinggi dan rendah. Bahkan kelompok sedang di kelas

kontrol sama pencapaian peningkatannya dengan siswa kelompok sedang di kelas

eksperimen, yaitu 0,42. Sedangkan kelompok tinggi dan rendah di kelas kontrol

pencapaian peningkatannya di bawah siswa kelompok tinggi dan rendah di kelas

eksperimen. Hal ini disebabkan pada kelas kontrol adanya penyelesaian masalah

matematis dan latihan menyelesaikan soal juga menjadi pemicu rendahnya peningkatan

kemampuan siswa, karena mereka cenderung meniru jawaban atau prosedur yang

diberikan oleh guru sehingga ketika diberikan soal yang bukan seperti dicontohkan

mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang memiliki pengetahuan

awal matematika tinggi, sedang, dan rendah setelah memperoleh pembelajaran berbasis

masalah.

3. Interaksi antara Pembelajaran dan PAM terhadap Peningkatan Kemampuan

Penalaran Matematis

Untuk menguji ada atau tidaknya interaksi antara metode pembelajaran dan

PAM terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis, digunakan uji ANOVA

dua jalur, data yang digunakan untuk uji ini adalah N-gain kemampuan penalaran

Page 16: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari hasil perhitungan uji ANOVA dua

jalur diperoleh data seperti pada Tabel 6 berikut.

Tabel 6

Hasil Uji Anova Dua JalurData N-gain Kemampuan Penalaran Matematis

FAKTOR df Mean Square F Sig.

Pembelajaran 1 .595 22.030 .000

PAM 2 .452 16.747 .000

Pembelajaran * PAM 2 .162 6.001 .004

Berdasarkan Tabel 6, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang diterapkan

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan penalaran

matematis siswa, yang ditunjukkan dengan nilai probabilitas (sig.) 0,000 lebih kecil

dari 0,05. Faktor PAM juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

peningkatan kemampuan penalaran matematis, yang ditunjukkan dengan nilai

probabilitas (sig.) 0,000 lebih kecil dari 0,05. Selanjutnya dari hasil ANOVA dua jalur

pada Tabel 6 juga diperoleh nilai sig. 0,004 lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis nol

ditolak. Hal ini berarti, terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran dan PAM

terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa, atau paling sedikit ada

satu level PAM yang berinteraksi dengan pembelajaran dalam meningkatkan

kemampuan penalaran matematis siswa. Untuk mengetahui pembelajaran mana yang

berinteraksi dengan level PAM dilanjutkan dengan uji Pasca ANOVA untuk masing-

masing pasangan level PAM. Hasil uji Pasca ANOVA tersebut disajikan pada Tabel 7

di halaman selanjutnya.

Page 17: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

Tabel 7

Data Hasil Perbandingan Selisih Kemampuan Penalaran Matematis antar Pembelajaran Pada level PAM

Pembelajaran Level PAM PerbedaanRerata Kesimpulan

PBM >< Konvensional

Tinggi >< Sedang .2178* H0 Ditolak

Tinggi >< Rendah .2448* H0 Ditolak

Sedang >< Rendah .0270 H0 Diterima

Berdasarkan hasil perhitungan yang disajikan pada Tabel di atas, dapat

disimpulkan bahwa selisih peningkatan kemampuan penalaran matematis antara level

PAM tinggi dan sedang serta tinggi dan rendah pada pembelajaran berbasis masalah

berbeda secara signifikan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Berarti

terdapat interaksi antara level PAM tinggi dan sedang serta tinggi dan rendah dengan

pembelajaran (PBM dan konvensional) terhadap peningkatan kemampuan penalaran

matematis siswa. Hasil ini tidak terjadi pada selisih kemampuan penalaran matematis

antara level PAM sedang dan rendah pada kedua pembelajaran (PBM dan

konvensional). Berarti tidak terdapat interaksi antara level PAM sedang dan rendah

dengan pembelajaran (PBM dan konvensional) terhadap peningkatan kemampuan

penalaran matematis siswa. Secara grafik, interaksi antara pembelajaran dengan level

PAM terhadap peningkatan kemampuan penalaran matematis diperlihatkan pada

Gambar 1 di halaman selanjutnya.

Page 18: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

Gambar 1 Interaksi antara Pembelajaran dan PAM terhadap Peningkatan Penalaran Matematis Siswa

Dari Gambar 1 terlihat bahwa rata-rata N-gain kemampuan penalaran matematis

pada PAM tinggi dan rendah di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan

kelas kontrol. Sedangkan N-gain pada kelompok sedang di kedua kelas sama.

Selanjutnya pada gambar tersebut terlihat bahwa pembelajaran berbasis masalah cocok

untuk siswa kelompok tinggi dan rendah, namun jika dilihat dari selisih N-gain nya

maka pembelajaran berbasis masalah lebih cocok untuk kelompok rendah. Selisih N-

gain kelompok rendah kelas eksperimen dan kontrol sebesar 0,40, sedangkan selisih N-

gain kelompok tinggi kelas eksperimen dan kontrol sebesar 0,18.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh interaksi

antara pembelajaran dengan PAM terhadap peningkatan kemampuan penalaran

matematis siswa. Besarnya pengaruh interaksi ini dapat dilihat dari nilai Eta Squared.

Nilai Eta Squared untuk interaksi pembelajaran dan PAM sebesar 0.133. Maka

besarnya pengaruh interaksi antara pembelajaran dengan PAM terhadap peningkatan

kemampuan penalaran matematis siswa sebesar 13,3%. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa pengaruh interaksinya sangat kecil. Begitu pula jika dilihat dari hasil yang

ditunjukkan pada Gambar 1 pada uji interaksi, terlihat bahwa pembelajaran berbasis

masalah cocok untuk kelompok tinggi, namun lebih cocok untuk kelompok rendah. Hal

Page 19: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

ini dimungkinkan terjadi, karena pada saat diskusi kelompok, siswa kelompok rendah

lebih sering dibantu oleh guru maupun temannya dari kelompok tinggi. Sehingga siswa

kelompok rendah dapat meningkatkan pemahamannya terutama tentang permasalahan

dalam matematika. Seperti halnya pendapat Vygotsky (Dahlan, 2011), melalui proses

interaksi sosial dengan teman-temannya yang lebih mampu siswa dapat maju ke tahap

perkembangan potensial. Artinya, siswa dapat memacu dan meningkatkan

pemahamannya berdasarkan ide-ide baru yang ditemukan.

I. Kesimpulan

Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat diambil

beberapa kesimpulan, yaitu: (1) Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa

yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional; (2) Ada perbedaan peningkatan kemampuan

penalaran matematis antara siswa yang memiliki pengetahuan awal matematika tinggi,

sedang dan rendah setelah memperoleh pembelajaran berbasis masalah; dan (3) ada

interaksi antara pembelajaran dan PAM terhadap kemampuan penalaran matematis

siswa.

Daftar Pustaka

Arends, R. I. (2008). Learning to Teach : Ninth Edition. Connecticut : Central Connecticut State University.

Cai, J., Lane, S., & Jakabcsin, M.S. (1996). Assesing Students Mathematical Communication. Official Journal of the Science and Mathematics. 96(5) 238-246.

Dahlan, J. A. (2011). Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta : Universitas Terbuka.

Depdiknas. (2006). Permendiknas No. 22 tahun 2006. Jakarta : Depdiknas.

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/ ̴ sdi/Analyzingchange-Gain.pdf.

Matlin, M.W. (1994). Cognition, Third Edition. Geneseo : State University of New York.

Page 20: Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika

NCTM [National Council of Teachers of Mathematics] (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, Virginia : NCTM.

Pamungkas, A. S. (2012). Pembelajaran Eksplorasi untuk Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Self Concept Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPS UPI : Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Semarang : IKIP Semarang Press.

Rusman (2010). Model-Model Pembelajaran : Mengembangkan Profesionalisme Guru. Bandung : Mulia Mandiri Pers.

Sumarmo, U. (2013). Kumpulan Makalah : Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.