100
MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIAMWNDF;OKJ HKHBM BNMNM PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan dan menjamin terselenggaranya pemerintahan daerah pada daerah otonom hasil pemekaran setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah secara efektif, meningkatnya kualitas pelayanan publik, dan pemerataan pembangunan daerah serta percepatan terwujudnya kesejahteraan masyarakat, perlu melakukan evaluasi daerah otonom hasil pemekaran; b. bahwa efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah pada daerah otonom hasil pemekaran setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tersebut, perlu untuk diukur dan dievaluasi secara transparan dan akuntabel untuk memperoleh peta kapasitas penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom hasil pemekaran dalam rangka percepatan pencapaian tujuan otonomi daerah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam

MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

  • Upload
    vannhan

  • View
    232

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb

MENTERI DALAM NEGERI

REPUBLIK INDONESIAMWNDF;OKJ

HKHBM

BNMNM

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI

NOMOR 21 TAHUN 2010

TENTANG

PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN

SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999

TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan dan menjamin terselenggaranya

pemerintahan daerah pada daerah otonom hasil pemekaran setelah

berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah secara efektif, meningkatnya kualitas

pelayanan publik, dan pemerataan pembangunan daerah serta

percepatan terwujudnya kesejahteraan masyarakat, perlu

melakukan evaluasi daerah otonom hasil pemekaran;

b. bahwa efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah pada

daerah otonom hasil pemekaran setelah berlakunya Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tersebut, perlu

untuk diukur dan dievaluasi secara transparan dan akuntabel untuk

memperoleh peta kapasitas penyelenggaraan pemerintahan daerah

otonom hasil pemekaran dalam rangka percepatan pencapaian

tujuan otonomi daerah;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam

Page 2: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

-2-

Negeri tentang Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran

Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355;

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)

sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua Atas

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,

5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200 Nomor 166,

T b h L b N R blik I d i N 4916) 6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2009 (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 171, Tambahan Lembaran

7. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman

Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggraan Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,

8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan

Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran

9. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah,

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat

10. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara

Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 162, Tambahan

Page 3: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

-3-

11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman

Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN EVALUASI

DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-

UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Daerah Otonom Hasil Pemekaran yang selanjutnya disingkat DOHP

adalah daerah otonom yang dibentuk setelah berlakunya Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

3. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah atau sebutan lainnya, menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam

sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan

perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

daerah.

5. Evaluasi adalah proses yang sistematis untuk mengukur, memberi

nilai secara obyektif dan valid, mengetahui dampak dari suatu

kegiatan, dan untuk membantu dalam pengambilan keputusan,

dengan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran

(output), dan hasil (outcome) terhadap keberhasilan yang

diharapkan.

Page 4: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

-4-

6. Peta Kapasitas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom

Hasil Pemekaran adalah pengelompokkan daerah otonom hasil

pemekaran berdasarkan faktor peningkatan kesejahteraan

masyarakat, tata kelola pemerintahan yang baik (good governance),

ketersediaan pelayanan publik, dan peningkatan daya saing daerah.

7. Tim Evaluasi adalah Tim yang dibentuk Kementerian Dalam Negeri

sesuai tugas dan fungsinya untuk melakukan persiapan,

memfasilitasi, melaksanakan, dan menindaklanjuti hasil evaluasi

daerah otonom hasil pemekaran setelah berlakunya Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Pasal 2

(1) Menteri melakukan evaluasi daerah otonom hasil pemekaran

setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah.

(2) Menteri dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) membentuk Tim Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran

setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah.

Pasal 3

(1) Tim Evaluasi Daerah Otonom Daerah Otonom Hasil Pemekaran

Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang

Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat

(2) terdiri atas:

a. Tim Pengarah;

b. Tim Pelaksana;

c. Tim Penilai Teknis; dan

d. Tim Kesekretariatan.

(2) Tim Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran setelah berlakunya

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan

Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan

Keputusan Menteri.

Page 5: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

-5-

Pasal 4

(1) Tim Pengarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf

a terdiri atas unsur:

a. Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri;

b. Direktorat Jenderal Otonomi Daerah;

c. Direktorat Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah;

d. Direktorat Jenderal Bina Administrasi Pembangunan Daerah;

e. Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa; dan

f. Deputi Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

(2) Unsur Tim Pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

disesuaikan dengan kebutuhan.

Pasal 5

(1) Tim Pengarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mempunyai

tugas:

a. menyusun kebijakan, strategi, dan sasaran evaluasi DOHP

setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah; dan

b. memberikan arahan umum dan teknis kepada Tim Pelaksana,

Tim Penilai Teknis, dan Tim Kesekretariatan dalam melakukan

evaluasi DOHP setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

(2) Tim Pengarah dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Menteri.

Pasal 6

(1) Tim Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf

b terdiri atas unsur:

a. Direktorat Pengembangan Kapasitas dan Evaluasi Kinerja Daerah

Direktorat Jenderal Otonomi Daerah;

b. Sekretariat Direktorat Jenderal Otonomi Daerah;

c. Direktorat Penataan Daerah dan Otonomi Khusus Direktorat

Jenderal Otonomi Daerah;

Page 6: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

-6-

d. Direktorat Urusan Pemerintahan Daerah Direktorat Jenderal

Otonomi Daerah;

e. Direktorat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah dan Hubungan

Antar Lembaga Direktorat Jenderal Otonomi Daerah;

f. Direktorat Pejabat Negara Direktorat Jenderal Otonomi Daerah;

g. Biro Hukum Sekretariat Jenderal;

h. Sekretariat Inspektorat Jenderal; dan

i. Deputi Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah

Wilayah I Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

(2) Unsur Tim Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

disesuaikan dengan kebutuhan.

Pasal 7

(1) Tim Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 mempunyai

tugas:

a. merumuskan pelaksanaan evaluasi DOHP sejak proses

persiapan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi

serta penanganan pasca evaluasi DOHP; dan

b. melakukan kerjasama dengan pihak-pihak lain yang terkait demi

kelancaran kegiatan evaluasi DOHP setelah berlakunya Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

(2) Tim Pelaksana dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Tim Pengarah.

Pasal 8

(1) Tim Pelaksana Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat

(1) huruf c terdiri atas unsur:

a. perguruan tinggi/akademisi;

b. perwakilan dunia usaha/asosiasi profesi;

c. organisasi kemasyarakatan/peneliti/pemerhati otonomi daerah;

d. lembaga swadaya masyarakat/non government organization/

lembaga donor; dan

e. perwakilan media massa (cetak dan/atau elektronik).

Page 7: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

-7-

(2) Unsur Pelaksana Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

disesuaikan dengan kebutuhan.

Pasal 9

(1) Tim Pelaksana Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

mempunyai tugas:

a. melakukan evaluasi DOHP setelah berlakunya Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

b. melakukan analisis kebijakan pemekaran daerah dalam

kerangka penanganan pasca evaluasi DOHP;

c. merumuskan peta kapasitas penyelenggaraan pemerintahan

DOHP; dan

d. merekomendasikan penanganan DOHP.

(2) Tim Pelaksana Teknis dalam melaksanakan tugas sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Tim Pelaksana.

Pasal 10

(1) Tim Kesekretariatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)

huruf d terdiri atas unsur:

a. Sub Direktorat pada Direktorat Pengembangan Kapasitas dan

Evaluasi Kinerja Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah;

b. Bagian Perencanaan Sekretariat Direktorat Jenderal Otonomi

Daerah;

c. Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN);

d. Seksi dan/atau Sub Bagian pada Direktorat Pengembangan

Kapasitas dan Evaluasi Kinerja Daerah Direktorat Jenderal

Otonomi Daerah; dan

e. Staf pada Direktorat Jenderal Otonomi Daerah.

(2) Unsur Tim Kesekretariatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

Pasal 11

(1) Tim Kesekretariatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10

Page 8: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

-8-

mempunyai tugas:

a. membantu Tim Pengarah, Tim Pelaksana, dan Tim Penilai Teknis

dalam proses persiapan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring-

evaluasi, analisis kebijakan pemekaran daerah otonom, dan

penanganan pasca evaluasi DOHP; dan

b. memberikan dukungan administratif, mendokumentasikan, dan

mempublikasikan kegiatan Tim Pengarah, Tim Pelaksana, dan

Tim Penilai Teknis.

(2) Tim Kesekretariatan dalam melaksanakan tugas sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada Tim Pelaksana.

Pasal 12

Tim Pengarah, Tim Pelaksana, Tim Pelaksana Teknis, dan Tim

Kesekretariatan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5, Pasal 7, Pasal 9, dan Pasal 11 berdasarkan pedoman

evaluasi daerah otonom hasil pemekaran setelah berlakunya Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Pasal 13

Pedoman evaluasi daerah otonom hasil pemekaran setelah berlakunya

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal 14

Peta Kapasitas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom Hasil

Pemekaran dikategorikan menjadi 5 (lima) sebagai berikut:

a. sangat mampu;

b. Mampu;

c. Kurang Mampu;

d. Tidak Mampu; dan

e. Sangat Tidak Mampu.

Pasal 15

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Page 9: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

-9-

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 23 Februari 2010

MENTERI DALAM NEGERI,

GAMAWAN FAUZI

Page 10: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

Lampiran  : Peraturan Menteri Dalam Negeri      Nomor  : 21 Tahun 2010       Tanggal  : 23 Februari 2010 

 PEDOMAN EVALUASI 

 DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN  SETELAH BERLAKUNYA UNDANG­UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999  

TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH  

            

                            

Sepuluh tahun penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, telah membentuk 205 DOHP, yang terdiri dari 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota. Mencermati  laju pertumbuhan  DOHP  yang  relatif  tinggi,  pemerintah  melakukan  beberapa  upaya pengendalian,  diantaranya  melalui  moratorium/penghentian  sementara  proses pembentukan daerah otonom,  serta penyempurnaan peraturan perundang­undangan tentang  persyaratan  dan  tata  cara  pembentukan  daerah  otonom.  Idealnya  upaya pengendalian  ini disinergikan dengan  evaluasi  terhadap  efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Evaluasi  ini bersifat umum yang difokuskan terhadap kinerja 205 DOHP. Kegiatan  ini dimaksudkan Kegiatan  evaluasi DOHP  ini  dimaksudkan  untuk memetakan  kapasitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, mengukur kinerja DOHP, merekomendasikan kebijakan tentang pengaturan pembentukan DOHP agar pembentukan daerah dimasa mendatang benar­benar mampu meningkatkan  kesejahteraan masyarakat di daerah yang  bersangkutan.    Lebih  dari  itu,  evaluasi  DOHP  juga  dilakukan  untuk mengidentifikasi  isu­isu  strategis  dalam  perumusan  kebijakan  untuk  peningkatan kinerja DOHP. Tujuan kegiatan evaluasi ini adalah:  (a)  memahami,  menganalisis,  dan  memberikan  penilaian  terhadap  perkembangan 

kinerja  DOHP  dan  daerah  induk,  utamanya  dalam:  peningkatan  kemakmuran, kualitas tata pemerintahan, pelayanan publik, dan daya saing daerah;  

(b)  memetakan kinerja pemerintahan daerah pada 205 DOHP dan daerah  induknya, serta  mengelompokannya  ke  dalam  berbagai  kategori  sesuai  dengan  ukuran kinerjanya;  

(c)  mengembangkan program dan strategi yang tepat untuk perbaikan kinerja DOHP dan daerah induk; dan  

(d) merumuskan  kebijakan  yang  terkait  dengan  pembentukan,  penghapusan,  dan penggabungan suatu daerah otonom di Indonesia.  

Semboyan  (tagline)  yang digunakan dalam  evaluasi DOHP  ini adalah:  “Menuju Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Lebih Baik (Towards Better Local Governance)”.  Akselerator  kegiatan  evaluasi  DOHP  terdiri  atas  4  (empat)  elemen,  yaitu:  1)  Tim Pengarah; 2) Tim Pelaksana; 3) Tim Penilai Teknis; dan 4) Tim Kesekretariatan.  

Page 11: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

DAFTAR ISI   TIM EVALUATOR/PENILAI          

KATA PENGANTAR          

DAFTAR ISI          

I.  PENDAHULUAN    3   1.1.  Latar Belakang    3  1.2.  Maksud, Tujuan, dan Sasaran    3  1.3.  Periodisasi Daerah Pemekaran    4  1.4.  Semboyan (Tagline)    6  1.5.  Organisasi Evaluator    6  1.6.  Landasan Hukum    7         II.  KONSEP DAN METODA EVALUASI    9   2.1.  Kerangka Konseptual Evaluasi Daerah Otonom Hasil 

Pemekaran (DOHP)   9

  2.2.  Faktor, Variabel, dan Indikator Evaluasi    12  2.3.  Definisi Operasional    15    2.3.1.  Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat    15    2.3.2.  Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good 

Governance)    20

    2.3.3.  Ketersediaan Pelayanan Publik    32    2.3.4.   Peningkatan Daya Saing Daerah     43         III.  PROSEDUR DAN TATA CARA PENILAIAN    53   3.1.  Tahapan Evaluasi DOHP    53  3.2.  Metode Penilaian Dalam Rangka Evaluasi DOHP    61         IV.  PENUTUP    59                   LAMPIRAN: 1. Formulir F – 01   Kuesioner Data Umum  2. Formulir F – 02   Kuesioner Indikator Kinerja Daerah Otonom Hasil 

  Pemekaran (DOHP) 3. Daftar Daerah Otonom Hasil Pemekaran (DOHP) dan Daerah Induk (DI)           

 

Page 12: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

I. PENDAHULUAN  1.1. Latar Belakang 

 Memasuki  10  (sepuluh)  tahun  era  otonomi  daerah,  pemerintahan  daerah dituntut  dapat  mewujudkan  tujuan  otonomi  daerah  (TOD)  sesuai  amanah Undang‐Undang  (UU)  Nomor  32  Tahun  2004  Tentang  Pemerintahan  Daerah. Dalam konteks  ini,  sampai  saat  ini  telah  terjadi  pemekaran  terhadap beberapa provinsi, kabupaten, dan kota. Landasan kebijakan yang memberi  peluang bagi pembentukan daerah otonom hasil pemekaran (DOHP), atau yang lazim disebut sebagai pemekaran daerah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 129  Tahun  2000  Tentang  Tata  Cara  Pembentukan,  Penghapusan,  dan Penggabungan  Daerah  yang  kemudian  direvisi  menjadi  PP  Nomor  78  Tahun 2007.  Berdasarkan  UU  Nomor  32  Tahun  2004,  pembentukan  daerah  pada  dasarnya bertujuan  untuk  meningkatkan  kualitas  pelayanan  publik  dan  memeratakan pembangunan  guna  mempercepat  terwujudnya  kesejahteraan  masyarakat. Proses  pembentukan  daerah  didasari  pada  3  (tiga)  persyaratan,  yakni administratif,  teknis,  dan  fisik  kewilayahan.  Dengan  persyaratan  dimaksud diharapkan  agar  daerah  yang  baru  dibentuk  dapat  tumbuh,  berkembang  dan mampu  menyelenggarakan  otonomi  daerah  dalam  rangka  meningkatkan pelayanan  publik  yang  optimal  guna mempercepat  terwujudnya  kesejahteraan masyarakat  dan  dalam  rangka  memperkokoh  keutuhan  Negara  Kesatuan Republik Indonesia.  Sejak  1999  hingga  Februari  2009  telah  dibentuk  205  daerah  otonom  hasil Pemekaran  (DOHP),  yang  terdiri  dari  7  provinsi,  164  kabupaten,  dan  34  kota. Mencermati  laju  pertumbuhan  DOHP  yang  relatif  tinggi  ini,  pemerintah  telah melakukan beberapa upaya pengendalian, diantaranya melalui moratorium atau penghentian  sementara  proses  pembentukan  daerah  otonom  hasil  pemekaran (DOHP),  serta  penyempurnaan  peraturan  perundang‐undangan  tentang persyaratan  dan  tatacara  pembentukan  daerah  otonom.  Upaya  pengendalian tersebut perlu disinergikan dengan upaya untuk mencari berbagai terobosan dan inovasi  dalam  peningkatan  kualitas  pelayanan  publik  dan  pemerataan pembangunan demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang menjadi tujuan pemekaran  daerah  itu  sendiri.  Hal  mendasar  yang  perlu  segera  diwujudkan adalah melakukan evaluasi daerah otonom hasil pemekaran daerah di 205 DOHP serta mencermati kembali keberadaan dan kinerja pemerintah daerah induknya. 

  

1.2. Maksud, Tujuan, dan Sasaran  Kegiatan  evaluasi  DOHP  ini  dimaksudkan  untuk  memetakan  kapasitas penyelenggaraan  pemerintahan  daerah,  mengukur  kinerja  DOHP, merekomendasikan  kebijakan  tentang  pengaturan  pembentukan  DOHP  agar pembentukan  daerah  dimasa  mendatang  benar‐benar  mampu  meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah yang bersangkutan.  Lebih dari itu, evaluasi 

Page 13: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

DOHP juga dilakukan untuk mengidentifikasi isu‐isu strategis dalam perumusan kebijakan untuk peningkatan kinerja DOHP.   Cakupan  lokasi  kegiatan  evaluasi  meliputi  205  (dua  ratus  lima)  DOHP  yang terdiri atas 7 (tujuh) provinsi, 164 (seratus enam puluh empat) kabupaten, dan 34  (tiga  puluh  empat)  kota  (Daftar  DOHP  Terlampir).  Selain  itu,  evaluasi  juga dilakukan terhadap sekitar 140 (seratus empat puluh) pemerintah daerah induk (DI) sebelum dilakukan pemekaran daerah. Dengan mengevaluasi kinerja daerah induk,  pasca  pemekaran  daerah,  kajian  ini  diharapkan  juga  dapat  memberi informasi tentang efek pemekaran terhadap kinerja daerah induk.  Memperhatikan  hal‐hal  tersebut,  terdapat  4  (empat)  tujuan  evaluasi  DOHP, yaitu: a. Memahami,  menganalisis,  dan  memberikan  penilaian  terhadap 

perkembangan  kinerja  DOHP  dan  daerah  induk,  utamanya  dalam: peningkatan kemakmuran, kualitas tata pemerintahan, pelayanan publik, dan daya saing daerah. 

b. Memetakan  kinerja  pemerintahan  daerah  pada  205  DOHP  dan  daerah induknya,  serta  mengelompokannya  ke  dalam  berbagai  kategori  sesuai dengan ukuran kinerjanya. 

c. Mengembangkan  program  dan  strategi  yang  tepat  untuk  perbaikan  kinerja DOHP dan daerah induk. 

d. Merumuskan kebijakan yang terkait dengan pembentukan, penghapusan, dan penggabungan suatu daerah otonom di Indonesia.  

 Berdasarkan maksud dan tujuan tersebut, maka sasaran yang ingin dicapai dari evaluasi DOHP, yaitu: a. Tersedianya  informasi  tentang kinerja penyelenggaraan pemerintahan pada 

DOHP; b. Teridentifikasikannya  faktor‐faktor  yang  memengaruhi  efektivitas 

penyelenggaraan pemerintahan daerah pada DOHP; c. Terpetakannya kebutuhan pengembangan kapasitas pada DOHP; d. Melakukan  pembinaan  dan  pengawasan  terhadap  penyelenggaraan  urusan 

pemerintahan pada DOHP.     

1.3. Periodisasi Daerah Pemekaran  Dalam  10  tahun  pertama  sejak  kemerdekaan,  jumlah  kabupaten/kota  di Indonesia terhitung baru sekitar 101 yurisdiksi. Antara tahun 1956‐1959, jumlah ini cepat membesar dari 149 (1956), menjadi 177 (1958), dan berubah menjadi 254  kabupaten/kota  (1959).  Namun,  sejak  tahun  1960  hingga  33  tahun kemudian, kecepatan pertambahan jumlah kabupaten/kota praktis rendah.   Tahun  1966,  hanya  dibentuk  6  kabupaten/kota  baru,  sehingga  secara keseluruhan  ada  260  kabupaten/kota  yang  mewarnai  landscape  administrasi Indonesia.  Jumlah  ini  bertambah 9 daerah  saja untuk menjadi  269 kabupaten/ kota  di  tahun  1970,  lalu  meningkat  6  daerah,  sehingga  menjadi  275 kabupaten/kota  di  tahun  1980‐an.  Diparuh  akhir  1980‐an  terbentuk  tak  lebih dari 2 daerah kabupaten/kota baru untuk menjadi 277, sebelum ia naik menjadi 

Page 14: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

280  yurisdiksi  memasuki  tahun  1990‐an.  Secara  total  340  kabupaten/kota mewarnai awal reformasi pemerintahan daerah di Indonesia.  Dimasa  reformasi  pemerintahan  dan  kebijakan  pengguliran  desentralisasi, jumlah  kabupaten/kota menjadi  lebih  besar  lagi.  Tahun  2001  tak  kurang  dari 353  kabupaten/kota.  Tahun  2002  menjadi  390,  sebelum  melonjak  ke  440 (2003). Tahun 2007  tercatat 465 kabupaten/kota dan di  tahun 2008 mencapai 498 kabupaten/kota.   Pada  tahun 1999,  Timor Timur memisahkan  diri  dari  Indonesia  dan  berada  di bawah PBB hingga merdeka penuh pada tahun 2002. Indonesia kembali memiliki 26 Provinsi. Sementara itu, pada era reformasi, terdapat pemekaran disejumlah Provinsi di Indonesia.  Ketujuh provinsi pemekaran di Indonesia sejak tahun 1999 adalah: a. Maluku  Utara  dengan  Ibukota  Sofifi‐Ternate,  dimekarkan  dari  Provinsi 

Maluku, menjadi Provinsi Indonesia ke‐27 pada tanggal 4 Oktober 1999; b. Banten dengan Ibukota Serang dimekarkan dari Provinsi Jawa Barat, menjadi 

Provinsi Indonesia ke‐28 pada tanggal 17 Oktober 2000; c. Kepulauan Bangka Belitung dengan Ibukota Pangkal Pinang, menjadi Provinsi 

Indonesia ke‐29 pada tanggal 4 Desember 2000; d. Gorontalo  dengan  Ibukota  Gorontalo,  dimekarkan  dari  Provinsi  Sulawesi 

Utara, menjadi Provinsi ke‐30 pada tanggal 22 Desember 2000; e. Irian Jaya Barat dengan Ibukota Manokwari, dimekarkan dari Provinsi Papua 

menjadi  Provinsi  Indonesia  ke‐31  pada  tanggal  21  November  2001.  Pada tanggal 11 November 2001,   Provinsi Papua dimekarkan pula Provinsi baru Irian  Jaya  Tengah.  Namun  pemekaran  ini  akhirnya  dibatalkan  karena mendapat banyak tentangan; 

f. Kepulauan  Riau  dengan  Ibukota  Tanjung  Pinang,  dimekarkan  dari  Provinsi Riau, menjadi Provinsi Indonesia ke‐32 pada tanggal 25 Oktober 2002; 

g. Sulawesi Barat dengan  Ibukota Mamuju, dimekarkan dari Provinsi  Sulawesi Selatan, menjadi Provinsi Indonesia ke‐33 pada tanggal 5 Oktober 2004. 

 Kelahiran  ratusan  DOHP  tersebut  menambah  daftar  daerah  sebelumnya, sehingga pada awal  tahun 2009  terdapat 524 daerah otonom yang meliputi 33 provinsi,  398  kabupaten,  dan  93  kota.  Laju  perkembangan  setiap  tahun menunjukan kecenderungan yang fluktuatif, dengan beberapa tahun diantaranya pernah  mencapai  nol  (zero)  pemekaran  sebagaimana  disajikan  pada  tabel berikut. 

           

Page 15: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

Tabel 1.1. Perkembangan Daerah Otonom Hasil Pemekaran (DOHP) 

Setelah Berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999  Tentang Pemerintahan Daerah 

 

No.  Tahun  Provinsi  Kabupaten  Kota ∑ 

Prov/Kab/Kota DOHP 

  Sebelum 1999  26  234  59  319 1.  1999  2 34 9 45 2.  2000  3 ‐ ‐ 3 3.  2001  ‐ ‐ 12 12 4.  2002  1 33 4 38 5.  2003  0 47 2 49 6.  2004  1 ‐ ‐ 1 7.  2005  ‐ ‐ ‐ 0 8.  2006  ‐ ‐ ‐ 0 9.  2007  ‐ 21 4 25 10.  2008  ‐ 27 3 30 11.  2009  ‐ 2 ‐ 2   DOHP  Pasca  UU  No. 

22/1999 7 164 34 205 

  Total Pemda (2009)  33  398  93  524 

Sumber: Data Diolah dari berbagai sumber.  Data pemekaran provinsi/kabupaten/kota di Indonesia yang sudah berlangsung pasca  ditetapkannya UU Nomor  22  Tahun  1999  tentang  Pemerintahan Daerah beserta daerah induknya disajikan dalam lampiran tersendiri.    1.4. Semboyan (Tagline) 

 Menuju Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Lebih Baik (Towards  Better Local Governance).   1.5. Organisasi Evaluator 

 Akselerator kegiatan evaluasi DOHP terdiri atas 4 (empat) elemen, yaitu: 1) Tim  Pengarah,  diketuai  oleh  Direktur  Jenderal  Otonomi  Daerah  dan 

beranggotakan  beberapa  pejabat  Eselon  I  dan  Eselon  II  dari  lingkungan Departemen  Dalam  Negeri  dan  Badan  Pengawasan  Keuangan  dan Pembangunan  (BPKP).  Lingkup  tugas  Tim  Pengarah  adalah  memberi arahan  dalam  proses  penyusunan  rencana,  pelaksanaan  evaluasi  sampai dengan  penetapan,  pemetaan  kapasitas  penyelenggaraan  pemerintahan DOHP,  dan  penyampaian  apresiasi/penghargaan  serta  upaya  penanganan pasca evaluasi. 

  

Page 16: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

2) Tim  Pelaksana,  diketuai  oleh  Direktur  Pengembangan  Kapasitas  dan Evaluasi Kinerja Daerah (PK‐EKD) Direktorat Jenderal Otonomi Daerah dan beranggotakan  beberapa  pejabat  Eselon  II  dan  Eselon  III  dari  lingkungan Departemen  Dalam  Negeri  dan  Badan  Pengawasan  Keuangan  dan Pembangunan (BPKP). Lingkup tugas Tim Pelaksana adalah melaksanakan program evaluasi DOHP yang diawali dari proses persiapan, perencanaan, pelaksanaan,  monitoring  dan  evaluasi,  pendampingan,  peninjauan lapangan, serta penanganan pasca evaluasi; 

 3) Tim Penilai Teknis (Pakar Independen), adalah Tim yang dibentuk dan 

ditetapkan  dengan  keputusan  pejabat  Eselon  I.  Berkedudukan  di  bawah koordinasi Direktur Pengembangan Kapasitas dan Evaluasi Kinerja Daerah (PK‐EKD)  Direktorat  Jenderal  Otonomi  Daerah.  Keanggotaan  Tim  Penilai teknis  terdiri    dari  9  (sembilan)  orang  anggota  yang  bersifat  profesional dan mandiri meliputi unsur: a) Perguruan Tinggi/Akademisi; b) Perwakilan Dunia  Usaha/Asosiasi  Profesi;  c)  Organisasi  Kemasyarakatan/Peneliti/ Pemerhati  Otonomi  Daerah;  d)  LSM/NGO/Lembaga  Donor;  dan  e) Perwakilan Media Massa (cetak dan/atau elektronik).  Tim  Penilai  Teknis  bertugas  melakukan  evaluasi,  penilaian,  peninjauan lapangan  (fact  finding mission), melakukan  analisis  kebijakan  pemekaran, dan pemetaan kapasitas penyelenggaraan pemerintahan daerah (DOHP). 

 4) Tim Kesekretariatan, diketuai oleh pejabat Eselon III dan beranggotakan 

beberapa  pejabat  Eselon  IV  dan  Staf  di  lingkungan  Departemen  Dalam Negeri.  Lingkup  tugas  Tim  Kesekretariatan  adalah  membantu  Tim Pengarah,  Tim  Pelaksana,  dan  Tim  Penilai  Teknis  (Pakar  Independen) dalam  proses  persiapan,  perencanaan,  pelaksanaan,  monitoring  dan evaluasi,  pendampingan/peninjauan  lapangan  (fact  finding mission)  serta membantu penanganan pasca evaluasi DOHP. 

  

1.6. Landasan Hukum  1. Undang‐Undang  Nomor  17  Tahun  2003  Tentang  Keuangan  Negara 

(Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 

2. Undang‐Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan  Tanggung  Jawab  Keuangan  Negara  (Lembaran  Negara  Republik Indonesia  Tahun  2004  Nomor  66,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik Indonesia Nomor 4400); 

3. Undang‐Undang  Nomor  25  Tahun  2004  Tentang  Sistem  Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor  104,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor 4421); 

4. Undang‐Undang  Nomor  32  Tahun  2004  Tentang  Pemerintahan  Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor  4437)  sebagaimana  telah diubah  beberapa  kali,  terakhir  dengan  Undang‐Undang  Nomor  12  Tahun 2008  Tentang  Perubahan  Kedua  atas  Undang‐Undang  Nomor  32  Tahun 

Page 17: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

2004  Tentang    Pemerintahan  Daerah  (Lembaran  Negara  Republik Indonesia  Tahun  2008  Nomor  59,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik Indonesia Nomor 4844); 

5. Undang‐Undang  Nomor  33  Tahun  2004  Tentang  Perimbangan  Keuangan Antara  Pemerintah  Pusat  dan  Pemerintahan  Daerah  (Lembaran  Negara Republik  Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 

6. Undang‐Undang  Nomor  17  Tahun  2007  Tentang  Rencana  Pembangunan Jangka  Panjang  Nasional  Tahun  2005‐2025  (Lembaran  Negara  Republik Indonesia  Tahun  2007  Nomor  33,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik Indonesia Nomor 4700); 

7. Undang‐Undang  Nomor  39  Tahun  2008  Tentang  Kementerian  Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 

8. Peraturan  Pemerintah  Nomor  58  Tahun  2005  Tentang  Pengelolaan Keuangan  Daerah  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Tahun  2005 Nomor  140,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia  Nomor 4578); 

9. Peraturan  Pemerintah  Nomor  65  Tahun  2005  Tentang  Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor  4585); 

10. Peraturan  Pemerintah  Nomor  79  Tahun  2005  Tentang  Pedoman Pembinaan  dan  Pengawasan  Penyelenggaraan  Pemerintahan  Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 

11. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan  Kinerja  Instansi  Pemerintah  (Lembaran  Negara  Republik  Indonesia Tahun  2006  Nomor  25,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik  Indonesia Nomor 4614); 

12. Peraturan  Pemerintah  Nomor  39  Tahun  2006  Tentang  Tata  Cara Pengendalian  dan  Evaluasi  Pelaksanaan  Rencana    Pembangunan (Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663); 

13. Peraturan  Pemerintah  Nomor  3  Tahun  2007  Tentang  Laporan Penyelenggaraan  Pemerintahan  Daerah  Kepada  Pemerintah,  Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat  Daerah,  dan  Informasi  Laporan  Penyelenggaraan  Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat  (Lembaran Negara Republik  Indonesia  Tahun 2007 Nomor  19,  Tambahan  Lembaran Negara Republik  Indonesia Nomor 4693); 

14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan  Antara  Pemerintah,  Pemerintahan  Daerah  Provinsi,  dan Pemerintahan  Daerah  Kabupaten/Kota  (Lembaran  Negara  Republik Indonesia  Tahun  2007  Nomor  82,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik Indonesia Nomor 4737); 

15. Peraturan  Pemerintah  Nomor  78  Tahun  2007  Tentang  Tata  Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah (Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 2007 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4791); 

Page 18: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

16. Peraturan  Pemerintah  Nomor  6  Tahun  2008  Tentang  Pedoman  Evaluasi Penyelenggaraan  Pemerintahan  Daerah  (Lembaran  Negara  Republik Indonesia  Tahun  2008  Nomor  19,  Tambahan  Lembaran  Negara  Republik Indonesia Nomor 4815); 

17. Peraturan Pemerintah Nomor  8  Tahun 2008 Tentang Tahapan,  Tata  Cara Penyusunan,  Pengendalian  dan  Evaluasi  Pelaksanaan  Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik  Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817); 

18. Keputusan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  130  Tahun  2003  Tentang Organisasi  dan  Tata  Kerja  Departemen  Dalam  Negeri  Sebagaimana  Telah Diubah  Dua Kali Terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2008.  

 II. KONSEP DAN METODA EVALUASI 

 2.1. Kerangka Konseptual Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran Aktivitas  evaluasi  terhadap  205  daerah  otonom  hasil  pemekaran  (DOHP)  ini dilandasi  semangat  untuk  mengetahui  sejauhmana  keberhasilan  pencapaian tujuan  otonomi  daerah  setelah  suatu  daerah mengalami  pemekaran.  Beberapa peraturan yang mendasari pelaksanaan evaluasi  tematik  ini diantaranya adalah amanat  PP Nomor  6  Tahun  2008 Tentang  Pedoman  Evaluasi  Penyelenggaraan Pemerintahan  Daerah  dan  PP  Nomor  39  Tahun  2006  Tentang  Tata  Cara Pengendalian  dan  Evaluasi  Pelaksanaan  Rencana  Pembangunan  dengan  tetap memperhatikan  PP  Nomor  78  Tahun  2007  yang  secara  spesifik  mengatur tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.   Berdasarkan Pasal 1 Angka 3 PP Nomor 39 Tahun 2006 yang dimaksud dengan “Evaluasi” adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input),  keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar. Sementara itu, menurut Pasal 1 Angka 13 PP Nomor 6 Tahun 2008, yang dimaksud dengan “Evaluasi  Penyelenggaraan  Pemerintahan  Daerah  (EPPD)  adalah  suatu  proses pengumpulan  dan  analisis  data  secara  sistematis  terhadap  kinerja penyelenggaraan  pemerintahan  daerah,  kemampuan penyelenggaraan  otonomi daerah,  dan  kelengkapan  aspek‐aspek  penyelenggaraan  pemerintahan  pada daerah yang baru dibentuk (DOHP).  Evaluasi  yang  akan  dilakukan  ini  adalah  evaluasi  yang  bersifat  khusus  untuk menilai  kinerja  DOHP  dan  daerah  induk  dalam  rangka merumuskan  kebijakan untuk  penataan  daerah,  terutama  dalam  pengendalian  pembentukan  daerah otonom  baru.  Evaluasi  dilakukan  untuk  menilai  apakah  pembentukan  DOHP mampu  mewujudkan  tujuan  dari  pembentukan  daerah  otonom,  yaitu: peningkatan  kesejahteraan  rakyat,  terwujudnya  good  governance, penyelenggaraan pelayanan publik, dan daya saing daerah.   Melalui evaluasi  ini maka  diharapkan  pemerintah  dan  pemangku  kepentingan  lainnya  memiliki informasi  yang memadai  tentang  kinerja DOHP,  unsur‐unsur  yang membentuk kinerja DOHP, dan klasifikasi daerah menurut ukuran kinerjanya. Hasil evaluasi dapat  digunakan  untuk  merumuskan  kebijakan  dalam  rangka  pengaturan 

Page 19: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

10 

kembali persyaratan dan mekanisme pembentukan daerah, peningkatan  kinerja daerah, dan penataan kembali daerah otonom.   Secara  visual  faktor,  variabel,  dan  indikator  yang  digunakan  untuk melakukan evaluasi kinerja DOHP dapat dilihat dalam grafik berikut.                                              

Page 20: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

11 

 

 

 

 

     

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

     

            

      

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran (DOHP) 

  

Faktor­faktor Evaluasi 

205 DOHP 

Variabel/Indikator 

1.   Peningkatan Kemakmuran Masyarakat a. Laju Pertumbuhan 

PDRB Per Kapita b. Pengurangan Angka 

Kemiskinan c. Kebijakan (Perda, 

Program, Renstra, Kegiatan) Pemberdayaan Penduduk miskin 

 2.   Berkurangnya 

Ketimpangan Gender a. Produk Hukum 

(Perda, Peraturan/Keputusan Kepala Daerah) Tentang Kesetaraan Gender dan/atau Pemberdayaan Perempuan  

b. Bentuk Kelembagaan Yang Menangani Kesetaraan Gender dan/atau Pemberdayaan Perempuan (Badan/Dinas/ Kantor) 

Metode Analisis 

Variabel &  Indikator 

Variabel/Indikator 

1. Efektivitas a. Ketepatan Waktu Daerah 

Menetapkan APBD b. Daya Serap Anggaran 

(APBD) Per Tahun 

2.  Tranparansi a.  Produk Hukum Daerah 

Untuk Transparansi b.  Publikasi APBD dan 

Pengadaan Barang/Jasa (Procurement) 

3.  Akuntabilitas a.   Pelembagaan 

Penanganan Pengaduan Masyarakat 

b.  Pakta Integritas/Kontrak Kinerja 

c.  Publikasi Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 

d.  Persentase Belanja DPRD dan Persentase Belanja Kepala Daerah Terhadap APBD 

4.  Partisipasi a.   Konsultasi Publik Dalam 

Setiap Proses Penyusunan Perda, APBD, dll. 

b.  Jumlah Perda Inisiatif DPRD 

Variabel/Indikator 

1. Pendidikan a. Persentase Anggaran 

Pendidikan Terhadap APBD 

b. Angka Partisipasi Kasar Kasar (APK) Pendidikan SD/Sederajat, SMP/ Sederajat, dan SMA/ Sederajat 

2. Kesehatan  a. Persentase Anggaran 

Kesehatan Terhadap APBD 

b. Persentase Balita Gizi Buruk (BGB) 

3. Penyediaan Sarana dan Prasarana Pelayanan Umum a. Akses Terhadap Air 

Bersih dan Sanitasi b. Panjang Jalan Per Luas 

Wilayah (Prov/Kab/Kota) 

c. Inisiatif Pemda untuk Menangani Krisis Listrik 

4. Pelayanan Tata Kelola Administrasi Kependududukan a. Persentase Kepemilikan 

Kartu Tanda Penduduk (KTP) 

b. Persentase Kepemilikan    Akta  Kelahiran

Analisis Kuantitatif 

Analisis Kualitatif 

Kualifikasi  Kinerja DOHP 

Pasca Evaluasi DOHP: Penyusunan Konsep Pengembangan Kapasitas Aparatur Pemda (Capacity Building Action Plans) 

Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat 

Good  Governance 

Ketersediaan Pelayanan  Publik 

 TOD 

Daerah Otonom Hasil Pemekaran (DOHP) 

Daerah Induk (DI) 

 

Pola  

Analisis 

Rekomendasi Kebijakan/Regulasi Pemekaran Daerah 

Variabel/Indikator 

1. Kebijakan Daerah a. Perda “Tata Ruang” b. Produk Hukum Daerah (Perda, 

Per./Kep. KDH) yang Memberikan Perlindungan Lingkungan Hidup  

c. Produk Hukum Daerah yang Memberikan Insentif dan/atau Kemudahan Kepada Investor untuk Keringanan/Penghapusan Biaya Pajak dan Retribusi Daerah (yang Tertera dalam Perda, Per./Kep. KDH) 

2. Kelembagaan Daerah a.  Tipologi Institusi Pelayanan 

Terpadu b.  Ketersediaan Informasi Potensi 

Ekonomi Daerah yang Ditampilkan Dalam Situs Web Pemda 

3. Fasilitasi Investasi a. Anggaran Program 

Pengembangan Usaha untuk UMKM  

b. Forum Komunikasi Reguler KDH (dan Jajaran SKPD Terkait) dengan Pelaku Usaha yang Menjamin Terlaksananya Kebijakan Pro‐investasi secara Konsisten  

4. Realisasi Investasi a. Jumlah Realisasi Investasi b. Nilai Realisasi Investasi 

Peningkatan Daya Ssaing Daerah  

 Langkah­langkah Kualifikasi Kinerja DOHP: a. Pengumpulan Data dengan Instrumen yang sama untuk DOHP dan DI; 

b. Melakukan  Pembobotan  untuk  data  yang  terkumpul sebagai  dasar  penentuan  “Angka  Capaian”  kinerja DOHP  setiap  tahunnya,  baik  untuk  DOHP maupun  DI. “Angka  Capaian”  kinerja  DOHP  ini  menjadi  dasar penentuan  kualifikasi  sebagai  “Daerah  Mampu”  atau  “Daerah  Belum  Mampu”.  Patokan  angka  batas kemampuan ditetapkan dari rata‐rata “Angka Capaian” kinerja  DI  secara  regional  (rata‐rata  DI  di  suatu provinsi  untuk  kabupaten/kota,  atau  rata‐rata  DI secara nasional untuk provinsi). 

c. Dihitung angka perkembangan (trend) untuk DOHP dan DI. Angka tersebut kemudian diperbandingkan, dengan tujuan  untuk  mengidentifikasi  kemajuan  yang  telah dicapai DOHP dibandingkan dengan DI‐nya. 

Page 21: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

12 

Evaluasi  terhadap  daerah  induk  dilakukan  untuk melihat  efek  dari  pemekaran terhadap daerah induk. Observasi terhadap beberapa daerah induk menunjukan adanya pengalaman‐pengalaman yang berbeda‐beda antardaerah. Untuk melihat secara umum efek dari pemekaran terhadap daerah induk, maka dalam kajian ini evaluasi  yang  sama  dilakukan  pada  daerah  yang mengalami  pemekaran.  Hasil kajian  ini  diharapkan  dapat  menghasilkan  informasi  tentang  dinamika  yang terjadi di daerah sebagai akibat dari  terpecahnya daerah tersebut kedalam dua atau lebih daerah otonom.   2.2. Faktor, Variabel, dan Indikator Evaluasi  Kinerja DOHP dalam evaluasi ini dilihat dari 4 (empat) aspek atau faktor, yaitu: kesejahteraan  masyarakat,  tata  pemerintahan  yang  baik  (good  governance), pelayanan  publik,  dan  daya  saing  daerah.  DOHP  dinilai  memiliki  kinerja  yang baik  apabila  daerah  tersebut  mampu  meningkatkan  kesejahteraan masyarakatnya  di  daerah,  mewujudkan  tata  pemerintahan  yang  baik, menyelenggarakan  pelayanan  publik,  dan  meningkatkan  daya  saing  daerah.  Keempat faktor ini nantinya membentuk kinerja DOHP.  Untuk  menilai  peningkatan  kesejahteraan  masyarakat,  evaluasi  ini  akan mengukur  peningkatan  kemakmuran  masyarakat  dan  berkurangnya ketimpangan gender. Dua variabel ini diharapkan dapat menggambarkan bukan hanya  peningkatan  kemakmuran  tetapi  juga  bagaimana  peningkatan  kemakmuran itu terdistribusi secara adil, setidak‐tidaknya dilihat dari perspektif gender.  Peningkatan  tata  pemerintahan  yang  baik  (good  governance)  yang terjadi  di  DOHP  akan  dilihat  dari  perubahan  pada  4  (empat)  variabel,  yaitu: efektivitas  penyelenggaraan  pemerintahan,  transparansi,  akuntabilitas,  dan partisipasi.  DOHP  dinilai  memiliki  kualitas  tata  pemerintahan  yang  baik,  jika daerah tersebut memiliki nilai yang tinggi pada keempat variabel tersebut.  Faktor ketiga yang digunakan untuk menilai kinerja DOHP adalah ketersediaan pelayanan  publik.  Ketersediaan  pelayanan  publik  akan  dinilai  dari  4  (empat) variable,  yaitu:  pelayanan  pendidikan,  kesehatan,  penyediaan  sarana  dan prasarana  umum,  dan  pelayanan  administrasi  kependudukan.    Keempat  jenis pelayanan  publik  ini  dinilai  mampu  menggambarkan  kebutuhan  dasar masyarakat  untuk  dapat  mewujudkan  kesejahteraan  sosial  dan  ekonominya. Pendidikan,  kesehatan,  prasarana  umum,  dan  identitas  kewargaaan  adalah bagian dari kebutuhan dasar yang penting dari kehidupan masyarakat. Faktor  yang  terakhir  adalah  peningkatan  daya  saing  daerah.  Faktor  ini  akan dinilai  dari  berbagai  variabel  sebagai  berikut:  kebijakan  daerah  yang  pro‐investasi,  kelembagaan  daerah,  fasilitasi  investasi,  dan  kinerja  investasi.  Keempat  variabel  ini  diharapkan  mampu  menggambarkan  secara  lengkap perbaikan  daya  saing  daerah  sebagai  akibat  dari  terbentuknya  daerah  otonom baru.  Perbaikan  daya  saing  dalam  evaluasi  ini  dilihat  secara  menyeluruh mencakup  perubahan  kebijakan,  penguatan  kelembagaan,  implementasi,  dan hasil  dari  perbaikan  daya  saing  daerah  yang  diukur  dari  jumlah  dan  nilai   realisasi investasi.  Secara  lengkap  faktor,  variabel,  dan  indicator  dari  kinerja  DOHP  dapat  dilihat pada tabel berikut ini.  

Page 22: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

13 

Tabel 2.1. Faktor, Variabel, dan Indikator Evaluasi DOHP 

 

FAKTOR 1.  PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 

Variabel 1  Peningkatan Kemakmuran Masyarakat Indikator: 1.1.1. Laju Pertumbuhan PDRB Per Kapita 1.1.2. Pengurangan Angka Kemiskinan 1.1.3. Kebijakan (Perda, Program, Renstra, Kegiatan) Pemberdayaan 

Penduduk Miskin 

Variabel 2  Berkurangnya Ketimpangan Gender Indikator: 1.2.1. Produk Hukum (Perda, Peraturan/Keputusan Kepala Daerah) 

Tentang Kesetaraan Gender dan/atau Pemberdayaan Perempuan 1.2.2. Bentuk Kelembagaan Yang Menangani Kesetaraan Gender 

dan/atau Pemberdayaan Perempuan (Badan/Dinas/Kantor) 

FAKTOR 2.      GOOD GOVERNANCE  

Variabel 1  Efektivitas Indikator: 2.1.1. Ketepatan Waktu Daerah Menetapkan APBD 2.1.2. Daya Serap Anggaran (APBD) Per Tahun   

Variabel 2  Transparansi Indikator: 2.2.1.  Produk Hukum Daerah Untuk Transparansi 2.2.2.  Publikasi APBD dan Pengadaan Barang/Jasa (Procurement)   

Variabel 3  Akuntabilitas Indikator: 2.3.1. Pelembagaan Penanganan Pengaduan Masyarakat  2.3.2. Pakta Integritas/Kontrak Kinerja 2.3.3. Publikasi Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2.3.4. Persentase Belanja DPRD dan Persentase Belanja Kepala Daerah 

Terhadap APBD 

Variabel 4  Partisipasi Indikator: 2.4.1.  Konsultasi Publik Dalam Setiap Proses Penyusunan Perda, APBD, 

dll. 2.4.2.  Jumlah Perda Inisiatif DPRD  

 

 

 

 

Page 23: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

14 

FAKTOR 3.       KETERSEDIAAN PELAYANAN PUBLIK 

Variabel 1  Pendidikan Indikator: 3.1.1.     Persentase Anggaran Pendidikan Terhadap APBD 3.1.2.    Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan SD/Sederajat, 

SMP/Sederajat, dan SMA/Sederajat 

Variabel 2  Kesehatan Indikator: 3.2.1.   Persentase Anggaran Kesehatan Terhadap APBD 3.2.2.   Persentase Balita Gizi Buruk   

Variabel 3  Penyediaan Sarana dan Prasarana Pelayanan Umum   Indikator: 3.3.1.     Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi 3.3.2.  Panjang  Jalan Per Luas Wilayah (Provinsi/Kabupaten/Kota)   3.3.3.  Inisiatif Pemda untuk Menangani Krisis Listrik   

Variabel 4  Pelayanan Tata Kelola Administrasi Kependudukan  Indikator: 3.4.1.  Persentase Kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) 3.4.2.   Persentase Kepemilikan Akte Kelahiran 

FAKTOR 4.   PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH 

Variabel 1  Kebijakan Daerah Indikator: 4.1.1.  Perda Tata Ruang 4.1.2.  Produk Hukum Daerah (Perda, Peraturan/Keputusan Kepala 

Daerah) yang Memberikan Perlindungan Lingkungan Hidup 4.1.3.  Produk Hukum Daerah yang Memberikan Insentif dan/atau 

Kemudahan Kepada Investor untuk Keringanan/Penghapusan Biaya Pajak dan Retribusi Daerah (yang Tertera dalam Perda, Peraturan/Keputusan Kepala Daerah) 

Variabel 2  Kelembagaan Daerah Indikator: 4.2.1.   Tipologi Institusi Pelayanan Terpadu 4.2.2.  Ketersediaan informasi Potensi Ekonomi Daerah yang 

Ditampilkan Dalam Situs Web Pemda 

Variabel 3  Fasilitasi Investasi  Indikator: 4.3.1. Anggaran Program Pengembangan Usaha untuk UMKM 

(Anggaran APBD untuk Kegiatan‐kegiatan yang Terkait dengan Pengembangan Kapasitas UMKM) dalam hal: a. Produksi; b. Pemasaran; c. Akses Finansial; dan d. Administrasi Keuangan Daerah. 

4.3.2. Forum Komunikasi Reguler Kepala Daerah (dan Jajaran SKPD Terkait) dengan Pelaku Usaha yang Menjamin Terlaksananya Kebijakan Pro‐investasi secara Konsisten 

 

Page 24: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

15 

Variabel 4  Realisasi Investasi  Indikator: 4.4.1. Jumlah Realisasi Investasi 4.4.2. Nilai Realisasi Investasi 

 Evaluasi  kinerja  DOHP  ini  akan  menggunakan  data  sekunder  yang  bersifat obyektif  dari  berbagai  sumber,  antara  lain  dari  Badan  Pusat  Statistik  (BPS), Departemen  Dalam  Negeri,  Departemen  Keuangan,  Departemen  Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Pekerjaan Umum, Bappenas, dan Pemerintah Daerah serta institusi lainnya. Penggunaan data obyektif diharapkan akan membuat evaluasi ini dapat menghasilkan informasi tentang kinerja DOHP yang reliabel. Evaluasi ini akan menggunakan data antar‐waktu per tahun, yang dikumpulkan sejak DOHP tersebut secara resmi dibentuk.  Dengan menggunakan data antar‐waktu, maka kecenderungan (trend) perubahan kinerja DOHP dapat diamati.   2.3. Definisi Operasional  2.3.1. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Dalam  Faktor  TOD  ‐  1,  terdapat  2  (dua)  variabel  yang  akan  diukur,  yaitu:  1) Peningkatan  Kemakmuran  Masyarakat;  dan  2)  Berkurangnya  Ketimpangan Gender.  Pada  kedua  variabel  tersebut  terdapat  5  (lima)  indikator.  Berikut  ini penjelasan masing‐masing variabel dan indikator tersebut.   2.3.1.1. Variabel 1 : Peningkatan Kemakmuran Masyarakat Pada  Variabel  1  –  Peningkatan  Kemakmuran  Masyarakat  –  terdapat  3  (tiga) indikator, yaitu: 1) Laju Pertumbuhan PDRB Per Kapita; 2) Pengurangan Angka Kemiskinan;  dan  3)  Kebijakan  (Perda,  Program,  Renstra,  Kegiatan) Pemberdayaan  Penduduk  Miskin.  Secara  rinci,  penjelasan  terhadap  indikator‐indikator tersebut diuraikan berikut ini.  2.3.1.1.1. Laju Pertumbuhan PDRB Per Kapita Definisi PDRB  merupakan  singkatan  dari  Produk  Domestik  Regional  Bruto,  yaitu penjumlahan  nilai  output  bersih  perekonomian  yang  dihasilkan  dari  seluruh kegiatan  ekonomi  (mulai  kegiatan  pertanian,  pertambangan,  industri pengolahan,  sampai  jasa) di  suatu wilayah  tertentu  (provinsi,  kabupaten/kota) dalam  kurun  waktu  tertentu  (biasanya  dihitung  dalam  satu  tahun  kalender). PDRB per Kapita adalah angka perbandingan antara PDRB suatu daerah dengan jumlah penduduk di daerah tersebut.  Kegunaan PDRB, seperti telah dijelaskan sebelumnya, digunakan sebagai salah satu ukuran untuk menjelaskan  kinerja  ekonomi  suatu  daerah  selama  suatu  periode waktu tertentu.  PDRB  per  kapita  berguna  untuk  memperkirakan  tingkat  kinerja 

Page 25: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

16 

ekonomi rata‐rata penduduk di suatu daerah. Semakin tinggi PDRB suatu daerah, semakin  tinggi kemampuan rata‐rata kinerja penduduk di daerah tersebut, dan semakin tinggi kemampuan kinerja ekonomi daerah tersebut. 

 Cara Menghitung PDRB dapat dihitung dengan 2 (dua) cara, yaitu: 1) Nilai  tambah  barang  dan  jasa  atas  dasar  harga  yang  berlaku  setiap  tahun. 

Angka ini berguna untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi; 2) Nilai  tambah  barang  dan  jasa  atas  dasar  harga  konstan,  yaitu  nilai  tambah 

barang dan jasa tersebut dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu. Angka ini berguna untuk memonitor pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. 

 Dalam  kasus‐kasus  data  dalam  harga  berlaku  tidak  tersedia,  dimungkinkan untuk  melakukan  estimasi  dengan  melihat  perkembangan  PDRB  atas  dasar harga konstan. Terdapat 3 (tiga) metode yang dapat digunakan, yaitu: 1) Revaluasi,  yaitu  perkalian  kuantum  produksi  tahun  berjalan  dengan  harga 

tahun  dasar  (tahun  2000),  menghasilkan  langsung  PDRB  atas  dasar  harga konstan; 

2) Ekstrapolasi,  yaitu  dengan  cara mengalikan nilai  tahun  dasar  dengan  suatu indeks kuantum dibagi 100; 

3) Deflasi, yaitu dengan membagi nilai pada tahun berjalan dengan suatu indeks harga di bagi 100. 

 Penghitungan  PDRB  per  Kapita  dapat  dilakukan  dengan  menggunakan  rumus sebagai berikut:        Sumber Data Elemen data tersebut dapat diperoleh dari BPS dan BAPPEDA.   2.3.1.1.2. Pengurangan Angka Kemiskinan Definisi Persentase penduduk di atas garis kemiskinan adalah proporsi penduduk yang berada di atas garis kemiskinan. Angka  Kemiskinan  adalah  prosentase  penduduk  yang  masuk  kategori  miskin terhadap jumlah penduduk.  Definisi  kemiskinan  yang  digunakan  dalam  konteks  ini  mengacu  pada  definisi kemiskinan BPS. Pada tahun 1994, BPS merumuskan kemiskinan sebagai kondisi dimana  seseorang  hanya  dapat  memenuhi  kebutuhan  makannya  kurang  dari 2.100 kalori per kapita per hari.     

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Penduduk Pertengahan Tahun 

Page 26: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

17 

Kegunaan Indikator  ini  mencerminkan  kemampuan  suatu  daerah  dalam  meningkatkan kesejahteraan ekonomi penduduk daerah tersebut.  Keberadaan kebijakan pemberdayaan penduduk miskin  terkait dengan sasaran penanggulangan kemiskinan,  yakni menurunnya  jumlah penduduk miskin  laki‐laki dan perempuan dan terpenuhinya hak‐hak dasar masyarakat miskin secara bertahap.  Semakin  tinggi nilai  indikator  ini,  semakin mampu suatu daerah meningkatkan kesejahteraan  penduduk  daerah  tersebut.  Artinya,  semakin  tinggi  kemampuan daerah tersebut dalam menyelenggarakan otonomi.  Cara Menghitung Angka Kemiskinan dihitung dengan cara membandingkan persentase penduduk yang masuk kategori miskin terhadap jumlah seluruh penduduk. Nilai indikator ini diperoleh dengan menggunakan formula sebagai berikut:       Di mana: Penduduk miskin dihitung berdasarkan garis kemiskinan. Persentase penduduk di atas garis kemiskinan adalah penduduk yang memiliki rata‐rata pengeluaran per kapita perbulan di atas garis kemiskinan. Garis Kemiskinan  itu  sendiri  adalah nilai  rupiah pengeluaran per  kapita  setiap bulan  untuk  memenuhi  standar  minimum  kebutuhan–kebutuhan  konsumsi pangan dan non pangan yang dibutuhkan oleh individu untuk hidup layak.  Sumber Data Elemen data tersebut dapat diperoleh dari BPS yang secara periodik melakukan pengukuran  kemiskinan  dengan menggunakan  konsep  kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).   2.3.1.1.3. Kebijakan  (Perda,  Program,  Renstra,  Kegiatan)  Pemberdayaan 

Penduduk Miskin Definisi Kebijakan (Perda, Program, Renstra, Kegiatan) Pemberdayaan Penduduk Miskin adalah  keberadaan  Peraturan  Daerah  dan/atau  Peraturan/Keputusan  Kepala Daerah dalam upaya pemberdayaan penduduk miskin.  Kebijakan  pemberdayaan  penduduk  miskin  dapat  berupa  perda,  program, renstra, dan/atau kegiatan untuk percepatan penanggulangan kemiskinan secara terpadu dan berkelanjutan di daerah. Kebijakan ini terutama dimaksudkan untuk pencapaian  kesejahteraan  dan  kemandirian  masyarakat  miskin  perdesaan. Kesejahteraan berarti  terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat.  Kemandirian berarti mampu mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada di 

Jumlah Penduduk Miskin  x  100                      Jumlah Penduduk 

Page 27: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

18 

lingkungannya,  mampu  mengakses  sumber  daya  di  luar  lingkungannya,  serta mengelola sumber daya tersebut untuk mengatasi masalah kemiskinan.   Kegunaan Kebijakan  pemberdayaan  penduduk  miskin  bermanfaat  untuk  penyediaan lapangan  kerja  dan  pendapatan  bagi  kelompok  rakyat  miskin,  efisiensi  dan efektivitas  kegiatan,  menguatkan  sistem  pembangunan  partisipatif, mengembangkan  kelembagaan  kerja  sama  antardesa  serta  menumbuhkan kebersamaan dan partisipasi masyarakat.  Melalui  kebijakan  pemberdayaan  penduduk  miskin  diharapkan  masyarakat miskin,  terutama  kelompok  perempuan  dapat  meningkatkan  partisipasinya melalui  pelembagaan  pengelolaan  pembangunan  partisipatif  dengan menggunakan sumber daya lokal. Semakin  tinggi nilai  indikator  ini,  semakin mampu suatu daerah meningkatkan kemakmuran penduduknya.   Cara Menghitung Sebutkan Nama/Judul, Nomor, dan Tanggal Perda, Peraturan/Keputusan Kepala Daerah,  Renstra,  Program,  dan/atau  Kegiatan  yang  mendukung  upaya  pemda dalam rangka memberdayakan penduduk miskin.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  produk‐produk hukum, pemberdayaan masyarakat, dan BAPPEDA.   2.3.1.2. Variabel 2 : Berkurangnya Ketimpangan Gender Pada  Variabel  2  –  Berkurangnya  Ketimpangan  Gender  –  terdapat  2  (dua) indikator, yaitu: 1) Produk Hukum (Perda, Peraturan/Keputusan Kepala Daerah) Tentang Kesetaraan Gender dan/atau Pemberdayaan Perempuan; dan 2) Bentuk Kelembagaan  yang  Menangani  Kesetaraan  Gender  dan/atau  Pemberdayaan Perempuan (Badan/Dinas/Kantor). Secara rinci, penjelasan terhadap indikator‐indikator tersebut diuraikan berikut ini.  2.3.1.2.1. Produk  Hukum  (Perda,  Peraturan/Keputusan  Kepala  Daerah) 

Tentang Kesetaraan Gender dan/atau Pemberdayaan Perempuan 

Definisi Produk Hukum Tentang Kesetaraan Gender dan/atau Pemberdayaan Perempuan adalah  keberadaan  peraturan  daerah,  peraturan/keputusan  kepala  daerah dan/atau  kebijakan  berupa  renstra,  program,  kegiatan,  dsb.  yang  dikeluarkan oleh  pemerintah  daerah  dalam  rangka  meningkatkan  partisipasi  perempuan dalam pembangunan, sebagai akibat dari adanya praktek diskriminasi terhadap perempuan. Keberadaan  produk  hukum  terkait  kesetaraan  gender  merupakan  wujud perhatian  pemerintahan  daerah  untuk  membuka  akses  sebagian  besar perempuan  terhadap  layanan  kesehatan  yang  baik,  pendidikan  yang  tinggi, ketenagakerjaan,  dan  keterlibatan  perempuan  dalam  bidang  politik  serta kegiatan  publik  lainnya  sekaligus  untuk  meningkatkan  Indeks  Pembangunan Gender (Gender­related Development Index, GDI). 

Page 28: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

19 

Kegunaan Indikator  ini  mengukur  keberadaan  produk  hukum  di  daerah  terkait  dengan keterlibatan  kaum  perempuan  dalam  ketenagakerjaan  sebagai  cerminan  dari tingkat  ketimpangan  gender,  baik  yang  disebabkan  oleh  adanya  kebijakan diskriminatif, maupun yang dihasilkan dari budaya masyarakat.  Semakin  tinggi nilai  indikator  ini di suatu daerah, semakin kecil  tingkat diskriminasi gender di daerah tersebut, dan semakin tinggi tingkat kemampuan daerah tersebut dalam mengurangi  diskriminasi  dan  ketimpangan  gender.  Oleh  karenanya  semakin tinggi kemampuan daerah tersebut untuk menyelenggarakan otonomi.   Cara Menghitung Sebutkan Nama/Judul, Nomor, dan Tanggal Perda, Peraturan/Keputusan Kepala Daerah,  Renstra,  Program,  dan/atau  Kegiatan  yang  mendukung  kesetaraan gender dan/atau pemberdayaan perempuan.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  produk‐produk  hukum,  kesetaraan  gender  dan/atau  pemberdayaan  perempuan  serta BAPPEDA.   2.3.1.2.2. Bentuk Kelembagaan Yang Menangani Kesetaraan Gender dan/ 

atau Pemberdayaan Perempuan (Badan/Dinas/Kantor) 

Definisi Bentuk  Kelembagaan  yang Menangani  Kesetaraan  Gender  adalah  bentuk/jenis perangkat daerah yang membantu kepala daerah, khususnya sebagai pengelola kegiatan kesetaraan gender dan/atau pemberdayaan perempuan.  Dalam konteks ini, dibedakan menjadi perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota.  Dalam  penyelenggaraan  pemerintahan  daerah,  kepala  daerah  dibantu  oleh perangkat  daerah  yang  terdiri  dari  unsur  staf  yang  membantu  penyusunan kebijakan  dan  koordinasi,  diwadahi  dalam  sekretariat,  unsur  pengawas  yang diwadahi  dalam  bentuk  inspektorat,  unsur  perencana  yang  diwadahi  dalam bentuk  badan,  unsur  pendukung  tugas  kepala  daerah  dalam  penyusunan  dan pelaksanaan  kebijakan  daerah  yang  bersifat  spesifik,  diwadahi  dalam  lembaga teknis daerah, serta unsur pelaksana urusan daerah yang diwadahi dalam dinas daerah.  Kegunaan Bentuk  kelembagaan  yang  menangani  kesetaraan  gender  di  suatu  daerah merupakan indikasi keseriusan suatu daerah untuk membuka akses perempuan terhadap pendidikan dan  kesehatan,  keterlibatan perempuan di  bidang politik, partisipasi perempuan dalam pembangunan, dan proses pengambilan keputusan dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahan daerah. Oleh karena itu, daerah yang memiliki kelembagaan yang secara spesifik menangani kesetaraan gender, dapat diidentifikasi sebagai daerah yang memiliki kemampuan untuk mengelola kesetaraan gender dan/atau pemberdayaan perempuan di daerah sebagai unsur penunjang dalam pencapaian tujuan otonomi daerah. 

Page 29: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

20 

Cara Menghitung Sebutkan  “Bentuk”  dan  “Dasar  Hukum”  pembentukan  kelembagaan  yang menangani kesetaraan gender dan/atau pemberdayaan perempuan.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  produk‐produk  hukum,  organisasi  perangkat  daerah,  dan/atau  mengelola  kesetaraan gender dan/atau pemberdayaan perempuan.   2.3.2. Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) Dalam Faktor TOD  ‐ 2,  terdapat 4  (empat) variabel yang akan diukur, yaitu: 1) Efektivitas; 2) Transparansi; 3) Akuntabilitas; dan 4) Partisipasi. Pada keempat variabel tersebut terdapat 10 (sepuluh) indikator. Berikut ini penjelasan masing‐masing variabel dan indikator tersebut.   2.3.2.1. Variabel 1 : Efektivitas Pada Variabel  1  –  Efektivitas  –  terdapat  2  (dua)  indikator,  yaitu:  1)  Ketepatan Waktu  Daerah  Menetapkan  APBD;  dan  2)  Daya  Serap  Anggaran  (APBD)  Per Tahun. Secara rinci, penjelasan terhadap indikator‐indikator tersebut diuraikan berikut ini.  2.3.2.1.1. Ketepatan Waktu Daerah Menetapkan APBD Definisi Ketepatan waktu  daerah menetapkan  APBD merupakan  amanah  dari  Pasal  53 ayat  (2)  Peraturan  Pemerintah  Nomor  58  Tahun  2005  Tentang  Pengelolaan Keuangan Daerah. Pasal 53 menyatakan: Ayat (1)  Rancangan  peraturan  daerah  tentang  APBD  dan  rancangan  peraturan 

kepala  daerah  tentang  penjabaran  APBD  yang  telah  dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. 

Ayat (2)  Penetapan  rancangan  peraturan  daerah  tentang  APBD  dan  peraturan kepala  daerah  tentang  penjabaran  APBD  sebagaimana  dimaksud  pada ayat  (1)  dilakukan  selambat‐lambatnya  tanggal  31  Desember  tahun anggaran sebelumnya. 

Ayat (3) Kepala  daerah  menyampaikan  peraturan  daerah  tentang  APBD  dan peraturan  kepala  daerah  tentang  penjabaran  APBD  kepada  Menteri Dalam  Negeri  bagi  provinsi  dan  gubernur  bagi  kabupaten/kota selambar‐lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan. 

 Diakui  bahwa  ketepatan  waktu  penetapan  APBD  bukanlah  hal  utama  dalam menjamin keberhasilan  atau keunggulan kinerja APBD, namun paling  tidak hal itu  harus  dipenuhi  terlebih  dahulu  oleh  daerah.  Apabila  penetapan  APBD terlambat,  maka  semua  proses  pelaksanaan  anggaran  daerah  akan  menjadi terlambat  pula, mulai  dari  proses  tender  sampai  dengan  penyelesaian  proyek‐proyeknya.    

Page 30: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

21 

Kegunaan Ketepatan  waktu  penetapan  APBD,  akan  memberikan  kepastian  bagi  kepala SKPD  untuk  menyusun  dan  menyampaikan  rancangan  Dokumen  Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA‐SKPD). Hal ini akan berimplikasi terhadap  kualitas  belanja  APBD  dan  kecepatan  penyerapan  belanja  bagi keberhasilan Pemerintah Daerah.  Melalui penetapan APBD secara tepat waktu, memotivasi SKPD untuk melakukan penyerapan  anggaran  secara  efektif  dan  membantu  percepatan  pencapaian kinerja pemerintahan daerah. Melalui  ketepatan  waktu  daerah  menetapkan  APBD,  berarti  pemerintahan daerah dapat menjalankan aktivitasnya, terutama stimulus fiskal serta program yang  dibutuhkan  masyarakat.  Implikasi  dari  lebih  awalnya  penetapan  APBD setiap  tahun adalah agar per 1  Januari pada  tahun anggaran berikutnya, APBD dapat  dilaksanakan  secara  efektif.  Selain  itu,  dampaknya  adalah  penyerapan semua anggaran yang direncanakan setiap SKPD akan lebih optimal dan efektif.  Cara Menghitung Sebutkan Nomor dan Tanggal ditetapkannya Perda APBD.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  produk‐produk  hukum,  dan  Satuan  Kerja  Pengelola  Keuangan  Daerah  (SKPKD), BAPPEDA, dan/atau Sekretariat DPRD.   2.3.2.1.2. Daya Serap Anggaran (APBD) Per Tahun Definisi  Daya  serap  Anggaran  Pendapatan  Belanja  Daerah  (APBD)  merupakan  suatu ukuran  atas  efektivitas  pengelolaan  dan  penggunaan  belanja  daerah  sesuai alokasi  pemanfaatannya  dalam  kurun  waktu  satu  tahun  anggaran.  Hal  ini sebagaimana  diamanatkan  Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  13  Tahun 2006  Tentang  Pedoman  Pengelolaan  Keuangan  Daerah,  sebagaimana  telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.  Dalam  Pasal  18  ayat  (2)  Permendagri  Nomor  13  Tahun  2006  tersebut dinyatakan bahwa belanja daerah adalah belanja yang telah dialokasikan dalam APBD secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi khususnya dalam pelayanan umum baik aparatur maupun publik.  Kegunaan Daya serap anggaran secara efektif dan optimal sangat bermanfaat untuk melihat sejauhmana APBD telah dilaksanakan serta memenuhi fungsi alokasi, distribusi, dan  stabilisasi  dalam  pemenuhan  kebutuhan  penyelenggaraan  pemerintahan daerah  dengan  kemampuan  pendapatan  daerah  yang  tersedia.  Sebagai  misal, apabila  daya  serap  APBD  masih  belum  maksimal,  hal  ini  akan  nampak  dari besaran akumulasi dana APBD yang ditanamkan dalam SBI. 

Page 31: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

22 

Cara Menghitung Menetapkan  Sisa  Lebih  Perhitungan  Anggaran  (SiLPA)  sebelumnya  yang mencakup  pelampauan  penerimaan  ”Pendapatan  Asli  Daerah  (PAD)”, pelampauan  penerimaan  ”Dana  Perimbangan”,  pelampauan  penerimaan  lain‐lain,  pendapatan  daerah  yang  sah,  pelampauan  penerimaan  pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan dan sisa dana kegiatan lanjutan.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  produk‐produk  hukum,  dan  Satuan  Kerja  Pengelola  Keuangan  Daerah  (SKPKD), BAPPEDA, dan/atau Satuan Pengawas Daerah (Inspektorat/Bawasda).   2.3.2.2. Variabel 2 : Transparansi Pada  Variabel  2  –  Transparansi  –  terdapat  2  (dua)  indikator,  yaitu:  1)  Produk Hukum  Daerah  Untuk  Transparansi;  dan  2)  Publikasi  APBD  dan  Pengadaan Barang/Jasa  (Procurement).  Secara  rinci,  penjelasan  terhadap  indikator‐indikator tersebut diuraikan berikut ini.   2.3.2.2.1. Produk Hukum Daerah Untuk Transparansi Definisi Produk Hukum Daerah untuk Transparansi adalah keberadaan peraturan daerah dan/atau  peraturan/keputusan  kepala  daerah  yang  berupaya  mewujudkan keterbukaan dan pertanggungjawaban sebagai salah satu pilar good governance. Produk  hukum  untuk  transparansi  ini  merupakan  aturan  dan  prosedur  kerja pemerintahan  daerah  yang  bersifat  transparan  dan  diberlakukan  untuk membuat pejabat pemerintah bertanggung jawab dan untuk memerangi korupsi.  Transparansi  penyelenggaraan  pemerintahan  daerah  adalah  jaminan kesempatan  bagi  masyarakat  untuk  mengetahui  “siapa  mengambil  keputusan apa  beserta  alasannya”.  Format  dan  konsep  transparansi  yang  wajib diimplementasikan  dalam  penyelenggaraan  pemerintahan  daerah  merupakan penjabaran lebih lanjut dari salah satu azas‐azas umum penyelenggaraan negara sebagaimana  diatur  dalam  Undang‐Undang  Nomor  28  Tahun  1999  tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.   Dalam  penyelenggaraan  pemerintahan  daerah  yang  baik  tuntutan  adanya transparansi  tidak  hanya  kepada  pemerintah  daerah  (eksekutif)  tetapi  juga kepada  DPRD  (legislatif).  Mengingat  posisi  DPRD  yang  cukup  kuat  dalam mengawasi  penyelenggaraan  pemerintahan  daerah,  maka  dalam  setiap kegiatannya DPRD harus lebih transparan (terbuka) kepada masyarakat.   Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pada transparansi penyelenggaraan pemerintahan  daerah  dari  sudut  DPRD  adalah:  1)  rapat‐rapat  DPRD  yang terbuka untuk umum agar dapat diinformasikan kepada masyarakat agenda dan jadwalnya; 2) penyediaan risalah rapat‐rapat terbuka bagi umum ditempat yang 

Page 32: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

23 

mudah diakses masyarakat; dan 3) keputusan yang dihasilkan DPRD hendaknya dapat dipublikasikan dan disosialisasikan kepada masyarakat.  Sedangkan  transparansi  penyelenggaraan  pemerintahan  daerah  dalam hubungannya  dengan  pemerintah  daerah  perlu  kiranya  perhatian  terhadap beberapa  hal  berikut:  1)  publikasi  dan  sosialisasi  kebijakan‐kebijakan pemerintah  daerah  dalam penyelenggaraan  pemerintahan  daerah;  2)  publikasi dan  sosialisasi  regulasi  yang  dikeluarkan  pemerintah  daerah  tentang  berbagai perizinan  dan  prosedurnya;  3)  publikasi  dan  sosialisasi  tentang  prosedur  dan tata  kerja  dari  pemerintah  daerah;  4)  transparansi  dalam  penawaran  dan penetapan tender atau kontrak proyek‐proyek pemerintah daerah kepada pihak ketiga;  dan  5)  kesempatan masyarakat  untuk mengakses  informasi  yang  jujur, benar,  dan  tidak  diskriminatif  dari  pemerintah  daerah  dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.   Kegunaan Azas keterbukaan  (transparansi) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah  azas  yang  membuka  diri  terhadap  hak  masyarakat  untuk  memperoleh informasi  yang  benar,  jujur,  dan  tidak  diskriminatif  tentang  penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,  golongan,  dan  rahasia  negara.  Penerapan  azas  transparansi  dalam penyelenggaraan  pemerintahan  daerah  memberikan  kesempatan  kepada masyarakat  untuk  mengetahui  berbagai  informasi  tentang  penyelenggaraan pemerintahan daerah secara benar, jujur, dan tidak diskriminatif.   Bila rapat pemerintah dibuka kepada umum dan media massa, bila anggaran dan laporan keuangan bisa diperiksa oleh siapa saja, bila undang‐undang, aturan, dan keputusan  terbuka untuk didiskusikan,  semuanya akan  terlihat  transparan dan akan  lebih  kecil  kemungkinan  pemerintah  untuk  menyalahgunakannya  untuk kepentingan  sendiri.  Dalam  penyusunan  peraturan  daerah  yang  menyangkut hajat  hidup  orang  banyak  hendaknya  masyarakat  sebagai  stakeholders dilibatkan secara proporsional. Hal ini berguna untuk mewujudkan transparansi dan  akan  sangat  membantu  pemerintah  daerah  dan  DPRD  dalam  melahirkan Peraturan  Daerah  yang  accountable  dan  dapat  menampung  aspirasi masyarakat.  Semakin banyak peraturan daerah dan/atau peraturan/keputusan kepala  daerah  yang  dapat  menciptakan  transparansi,  semakin  suatu  daerah mampu menyelenggarakan otonomi.  Cara Menghitung Sebutkan Nama/Judul, Nomor, dan Tanggal Perda, Peraturan/Keputusan Kepala Daerah, Renstra, Program, dan/atau Kegiatan yang mendukung Transparansi.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  produk‐produk  hukum,  dan  Satuan  Kerja  Pengelola  Keuangan  Daerah  (SKPKD), BAPPEDA, dan/atau Satuan Pengawas Daerah (Inspektorat/Bawasda).     

Page 33: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

24 

2.3.2.2.2. Publikasi APBD dan Pengadaan Barang/Jasa (Procurement) Definisi Publikasi APBD merupakan amanat Pasal 103 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana  telah  diubah  dengan  Peraturan Menteri  Dalam Negeri  Nomor  59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.   Dinyatakan dalam Pasal 103 Ayat (1)  Rancangan  peraturan  daerah  tentang  APBD  yang  telah  disusun  oleh 

Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) disampaikan kepada kepala daerah. 

Ayat (2)  Rancangan  peraturan  daerah  tentang  APBD  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (1)  sebelum  disampaikan  kepada  DPRD  disosialisasikan kepada masyarakat. 

Ayat (3)  Sosialisasi  rancangan  peraturan  daerah  tentang  APBD  sebagaimana dimaksud pada  ayat  (2)  bersifat memberikan  informasi mengenai  hak dan kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan. 

Ayat (4) Penyebarluasan  rancangan  peraturan  daerah  tentang  APBD dilaksanakan  oleh  sekretaris  daerah  selaku  coordinator  pengelolaan keuangan daerah. 

 Khusus  peraturan  daerah  tentang  APBD,  rancangannya  disiapkan  oleh Pemerintah  Daerah  yang  telah  mencakup  keuangan  DPRD,  untuk  dibahas bersama  DPRD.  Peraturan  daerah  dan  ketentuan  daerah  lainnya  yang  bersifat mengatur, diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah.  Di  sisi  lain, Publikasi Pengadaan Barang/Jasa  (Procurement) adalah mekanisme pemberitahuan  kepada  publik  dalam  rangka  pelaksanaan  rangkaian  kegiatan yang  harus  dilakukan  untuk  mempersiapkan  pelaksanaan  pengadaan  barang/ jasa yang akan dilaksanakan oleh Pemda.  Kegunaan Indikator  ini  digunakan  untuk  melihat  sejauhmana  komitmen  pemerintah daerah  dalam  mengimplementasikan  prinsip‐prinsip  good  governance  (efektif, transparan, akuntabel, dan partisipatif) agar mampu mendorong iklim investasi di  daerah.  Semakin  intens  pemda  melakukan  publikasi  “Ringkasan  APBD”, “Rincian  APBD”,  dan  “Pengadaan  Barang/Jasa”  akan  menciptakan  iklim  usaha yang  kondusif  di  daerah,  sehingga  daerah  semakin mampu menyelenggarakan otonominya.  Cara Menghitung Sebutkan  media/sarana  publikasi  yang  dipergunakan  untuk  mempublikasikan Ringkasan  APBD,  Rincian  APBD,  dan  Pengadaan  Barang/Jasa.  Media  tersebut dapat  berupa:  1)  website/situs  resmi  pemda;  2)  surat  kabar;  dan/atau  3) pengumuman di SKPD terkait.     

Page 34: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

25 

Sumber Data Elemen data tersebut dapat diperoleh dari SKPD yang menangani informasi dan komunikasi  (infokom),  dan  Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah  (SKPKD), BAPPEDA, dan/atau Satuan Pengawas Daerah (Inspektorat/Bawasda).   2.3.2.3. Variabel 3 : Akuntabilitas Pada  Variabel  3  –  Akuntabilitas  –  terdapat  4  (empat)  indikator,  yaitu:  1) Pelembagaan  Penanganan  Pengaduan Masyarakat;  2)  Pakta  Integritas/Kontrak Kinerja; 3) Publikasi Pelaksanaan Pertanggungjawaban APBD; dan 4) Persentase Belanja  DPRD  dan  Persentase  Belanja  Kepada  Daerah  Terhadap  APBD.  Secara rinci, penjelasan terhadap indikator‐indikator tersebut diuraikan berikut ini.  2.3.2.3.1. Pelembagaan Penanganan Pengaduan Masyarakat Definisi Pelembagaan  Penanganan  Pengaduan  Masyarakat  adalah  sistem,  mekanisme, dan  prosedur  yang  dilembagakan  oleh  pemerintahan  daerah  dalam  upayanya mengelola keluhan dan/atau protes‐protes yang mungkin muncul dari berbagai pihak secara terstruktur, sehingga tidak menimbulkan gejolak dan mengganggu penyelenggaraan pemerintahan daerah.  Dalam  setiap  kegiatan  atau  pekerjaan  penyelenggaraan  pemerintahan  daerah yang  melibatkan  masyarakat,  kemungkinan  terjadinya  kesalahpahaman,  salah pengertian,  miskomunikasi,  dan  ketidakakuratan  informasi  antar  pelaku, amatlah  tinggi.  Hal‐hal  ini  mudah  mengundang  terjadinya  kekecewaan  antar pihak‐pihak  tersebut.  Beberapa  diantara  kekecewaan  tersebut  akan  didiamkan dan  ditelan  oleh  pihak  yang  kecewa  dengan  berbagai  alasan.  Beberepa kekecewaan  yang  lain  akan  ditumpahkan  dalam  bentuk  protes.  Jika  tidak ditangani  dengan  benar,  protes‐protes  semacam  ini  bisa menimbulkan  gejolak dan mengganggu kelancaran penyelenggaraan pemerintahan daerah.   Bentuk‐bentuk pengaduan dapat berupa pengaduan melalui kotak pos dan/atau e­mail  berbentuk pengaduan  tertulis.  Pengaduan melalui  alamat  kantor  Pemda dan  melalui  staf  dapat  berbentuk  pengaduan  lisan  dan  dapat  pula  berbentuk pengaduan tertulis. Pengaduan tertulis dimungkinkan dalam bentuk surat kaleng dan  dalam  bentuk  surat  dengan  keterangan  jelas.  Pengaduan  lisan  dapat disampaikan  secara  individual  maupun  ber  kelompok  serta  dapat  pula disampaikan melalui forum rapat komunitas.   Kegunaan Secara umum,  tujuan penanganan pengaduan (PP) adalah menyediakan sistem, prosedur, dan mekanisme yang memungkinkan segala komplain dan protes dari semua pihak dapat  terkelola dengan baik,  sehingga  tidak menimbulkan gejolak dan mengganggu kelancaran jalannya program. Di sisi lain, keberadaan lembaga yang  menangani  pengaduan  masyarakat  merupakan  sarana  evaluasi  internal pemda. Hal ini dimaksudkan agar pemda dapat segera melakukan pembenahan, manakala terjadi pengaduan dan/atau keluhan masyarakat  terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemda. 

Page 35: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

26 

Cara Menghitung Sebutkan  nama  lembaga  yang  bertanggung  jawab  dan  mengelola  penanganan pengaduan  masyarakat  beserta  Nama/Judul,  Nomor,  dan  Tanggal  Perda dan/atau  Peraturan/Keputusan  Kepala  Daerah  yang  mendukung  Pelembagaan Penanganan Pengaduan Masyarakat.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  produk‐produk  hukum,  dan  institusi  “Pengelola  Pengaduan  Masyarakat”,  dan/atau Satuan Pengawas Daerah (Inspektorat/Bawasda).   2.3.2.3.2. Pakta Integritas/Kontrak Kinerja Definisi Pakta  Integritas  dan/atau  Kontrak  Kinerja  merupakan  Surat  Pernyataan  yang ditandatangani secara bersama oleh pengguna barang/jasa/panitia pengadaan/ pejabat pengadaan/penyedia barang/jasa yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak  melakukan  kolusi,  korupsi,  dan  nepotisme  (KKN)  dalam  pelaksanaan pengadaan barang/jasa.  Elemen  dan  karakteristik  dari  Pakta  Integritas  adalah  adanya  proses pengambilan keputusan yang dibuat secara sederhana dan transparan.  Pakta  Integritas  pada  hakekatnya  adalah  janji  untuk  melaksanakan  tugas  dan tanggung  jawab  sesuai  ketentuan  yang  berlaku.  Filosofi  dasarnya  adalah membuat transaksi bisnis di antara peserta lelang/kontraktor menjadi lebih fair.  Kendati  belum  ada  suatu  peraturan  yang  spesifik  mengenai  penerapan  Pakta Integritas di Indonesia, namun konsep dan penerapannya sangat relevan dengan amanat  penegakan  hukum  dan  tata  kelola  sistem  kenegaraan  yang  bersih, berintegritas, adil, akuntabel dan transparan.   Kegunaan Pakta  Integritas  diberlakukan  untuk  mencegah  terjadinya  korupsi  di  jajaran pemerintahan  maupun  perusahaan.  Pakta  Integritas  bertujuan  menyediakan sarana  bagi  pemerintah,  perusahaan  swasta,  dan  masyarakat  umum  dalam mencegah  korupsi,  kolusi,  dan  nepotisme,  terutama  dalam  kontrak‐kontrak pemerintah (public contracting).  Manfaat  dari  Pakta  Integritas,  antara  lain  digunakan  sebagai  salah  satu  alat/ sarana untuk mencegah terjadinya korupsi, meningkatkan kredibilitas instansi/ perusahaan,  menghilangkan  saling  curiga,  meningkatkan  kinerja,  mencegah kebocoran keuangan, dan menciptakan iklim kerja yang sehat dan kondusif.  Pakta  Integritas  diharapkan  dapat  menjadi  alat  kontrol  dengan  menekankan azas‐azas sebagai berikut :  1. Tidak memikirkan diri sendiri; 2. Integritas yang tinggi; 3. Obyektifitas; 4. Akuntabilitas; 5. Keterbukaan; 6. Kejujuran; dan  7. Kepemimpinan. 

Page 36: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

27 

Penerapan  “Pakta  Integritas”  dan/atau  “Kontrak  Kinerja”  di  Institusi  Publik adalah  untuk  memastikan  bahwa  semua  kegiatan  dan  keputusan  di  insitusi publik dilakukan secara transparan, karena “Pakta Integritas” dan/atau “Kontrak Kinerja”  dapat  digunakan  sebagai  salah  satu  dokumen  untuk  pengawasan. Penandatanganan  Pakta  Integritas  bukan  sekedar  mengikuti  tren  dan  tanpa maksud. Pakta Integritas diharapkan mampu mempercepat upaya mewujudkan citra birokrasi yang bersih dan baik, sehingga mendapatkan kepercayaan publik setinggi‐tingginya.   Cara Menghitung Sebutkan  bentuk  ikrar  ”Pakta  Integritas”  dan/atau  ”Kontrak  Kinerja”  beserta Jabatan dan Nama Pejabat yang membuat/menandatangani Dokumen.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  produk‐produk hukum, dan/atau Satuan Pengawas Daerah (Inspektorat/Bawasda).   2.3.2.3.3. Publikasi Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Definisi Publikasi  Pertanggungjawaban  Pelaksanaan  APBD  adalah  pemberian  dan/atau penyampaian informasi Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan/atau pertanggungjawaban  pelaksanaan  APBD  kepada  masyarakat  melalui  media cetak dan/atau media elektronik.  Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 Undang‐undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 56 ayat (3) Undang‐undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pasal 31 Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyatakan: (1) Gubernur/Bupati/Walikota  menyampaikan  rancangan  peraturan  daerah 

tentang  pertanggungjawaban  pelaksanaan  APBD  kepada  DPRD  berupa laporan  keuangan  yang  telah  diperiksa  oleh  Badan  Pemeriksa  Keuangan, selambat‐lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.  

(2) Laporan  keuangan  dimaksud  setidak‐tidaknya  meliputi  Laporan  Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah. 

 Dalam  konteks  ini,  Kepala  Satuan  Kerja  Pengelola  Keuangan  Daerah  selaku Pejabat  Pengelola  Keuangan  Daerah  menyusun  laporan  keuangan  pemerintah daerah  untuk  disampaikan  kepada  gubernur/bupati/walikota  dalam  rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.  Selain itu, dalam Pasal 35 PP Nomor 54 Tahun 2005 Tentang Pinjaman Daerah, dinyatakan  bahwa  Kepala  Daerah  wajib  mempublikasikan  secara  berkala informasi tentang:  

Page 37: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

28 

a.   kebijakan  pengelolaan  Pinjaman  Daerah  dan  rencana  penerbitan  Obligasi Daerah yang meliputi perkiraan jumlah dan jadwal waktu penerbitan; 

b.   jumlah  Obligasi  Daerah  yang  beredar  beserta  komposisinya,  struktur  jatuh tempo dan tingkat bunga; 

c.   laporan keuangan Pemerintah Daerah; d.   laporan  penggunaan  dana  yang  diperoleh  melalui  penerbitan  Obligasi 

Daerah,  alokasi  dana  cadangan,  serta  laporan‐laporan  lain  yang  bersifat material; dan 

e.   kewajiban  publikasi  data  dan/atau  informasi  lainnya  yang  diwajibkan berdasarkan peraturan perundang‐undangan di bidang Pasar Modal. 

 Hal  ini  sejalan  dengan  Pasal  27  ayat  (1)  PP  Nomor  3  Tahun  2007  Tentang Laporan  Penyelenggaraan  Pemerintahan  Daerah  Kepada  Pemerintah,  Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,  dan  Informasi  Laporan  Penyelenggaraan  Pemerintahan  Daerah  Kepada Masyarakat, yang menyatakan bahwa kepala daerah wajib memberikan informasi LPPD kepada masyarakat melalui media cetak dan/atau media elektronik. Salah satu materi LPPD adalah alokasi dan realisasi APBD dalam kurun waktu 1 (satu) tahun anggaran.   Kegunaan Publikasi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD bermanfaat untuk mengukur sejauhmana  transparansi  dan  akuntabilitas  kepala  daerah  dalam menyelenggarakan  pemerintahan  daerah.  Hal  ini  penting  untuk  mewujudkan pelaksanaan  otonomi  daerah  yang  sejalan  dengan  upaya  menciptakan pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab serta mampu menjawab tuntutan perubahan  secara  efektif  dan  efisien  sesuai  dengan  prinsip  tata  pemerintahan yang baik.   Cara Menghitung Sebutkan  media/sarana  publikasi  yang  dipergunakan  untuk  mempublikasikan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD. Media tersebut dapat berupa: 1) website/situs resmi pemda; 2) surat kabar; dan/atau 3) pengumuman di SKPD terkait.  Sumber Data Elemen data tersebut dapat diperoleh dari SKPD yang menangani informasi dan komunikasi  (infokom),  kehumasan,  dan  Satuan  Kerja  Pengelola  Keuangan Daerah  (SKPKD),  BAPPEDA,  dan/atau  Satuan  Pengawas  Daerah  (Inspektorat/ Bawasda).   2.3.2.3.4. Persentase Belanja DPRD dan Persentase Belanja Kepala Daerah 

Terhadap APBD Definisi Dasar  pengaturan  belanja  daerah  mengacu  pada  Peraturan  Menteri  Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana  telah  diubah  dengan  Peraturan Menteri  Dalam Negeri  Nomor  59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.  

Page 38: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

29 

Dalam konteks  ini, Pasal 1 Angka 51 menyatakan bahwa belanja daerah adalah kewajiban  pemerintah  daerah  yang  diakui  sebagai  pengurang  nilai  kekayaan bersih.  Sesuai  Pasal  31  ayat  (1),  belanja  daerah  dipergunakan  dalam  rangka mendanai  pelaksanaan  urusan  pemerintahan  yang  menjadi  kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan  yang  penanganannya  dalam  bagian  atau  bidang  tertentu  yang  dapat dilaksanakan  bersama  antara  pemerintah  dan  pemerintah  daerah  atau  antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang‐undangan.   Kegunaan Persentase belanja DPRD dan persentase belanja kepala daerah terhadap belanja APBD  akan  bermanfaat  dalam  pengukuran  kinerja  dan  efektivitas  penggunaan belanja  kepala  daerah  dan  DPRD  terhadap  APBD  dalam  kurun waktu  1  (satu) tahun anggaran.  Cara Menghitung Nilai  indikator  ini  dapat  diperoleh  dengan  menggunakan  formula  sebagai berikut:           Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  Sekretariat  DPRD,  Satuan  Kerja Pengelola  Keuangan  Daerah  (SKPKD),  BAPPEDA,  dan/atau  Satuan  Pengawas Daerah (Inspektorat/Bawasda).   2.3.2.4. Variabel 4 : Partisipasi Pada Variabel  4  – Partisipasi  –  terdapat  2  (dua)  indikator,  yaitu:  1) Konsultasi Publik Dalam Setiap Proses Penyusunan Perda, APBD, dll.; dan 2) Jumlah Perda Inisiatif  DPRD.  Secara  rinci,  penjelasan  terhadap  indikator‐indikator  tersebut diuraikan berikut ini.  2.3.2.4.1. Konsultasi Publik Dalam Setiap Proses Penyusunan Perda, APBD, 

dll. Definisi Konsultasi  publik  (KP)  adalah  cara,  mekanisme,  dan  proses  melibatkan masyarakat  dalam  pengambilan  keputusan  dan  perumusan  kebijakan  publik, baik oleh eksekutif maupun  legislatif. Bentuk konsultasi kepada masyarakat  itu dapat  berupa  berdialog,  berunding, musyawarah, meminta  nasehat  atau  saran, 

Alokasi Anggaran Belanja DPRD          x  100 Jumlah Anggaran Belanja Daerah 

Alokasi Anggaran Belanja KDH          x  100 Jumlah Anggaran Belanja Daerah 

Page 39: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

30 

atau pun melaporkan kebijakan apa yang sudah atau akan dilakukan pemerintah daerah kepada publik (masyarakat).   Kegunaan Terdapat 2 (dua) alasan penting mengapa konsultasi publik perlu dilembagakan dalam  praktek  tata  pemerintahan  di  Indonesia.  Pertama,  konsultasi  publik adalah  amanat  peraturan  perundang‐undangan  yang  mengharuskan  adanya mekanisme  partisipasi  dalam  proses  pengambilan  kebijakan,  selain  itu  juga sekaligus  mengamanatkan  partisipasi  sebagai  prinsip  dan  hak  warganegara. Beberapa  regulasi  di  tingkat  pusat  dan  daerah  juga  telah  secara  eksplisit menyebutkan  konsultasi  publik  sebagai  mekanisme  partisipasi  dalam perumusan kebijakan.   Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar hukum tentang partisipasi warga antara lain: a. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air; b. UU No. 10 Tahun 2004 tentang Tatacara Penyusunan Peraturan Perundang‐

undangan; c. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 

(SPPN); d. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; e. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; f. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; g. UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka 

Umum; h. PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan; i. PP No. 68 Tahun 1999 tentang Tatacara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat 

dalam Penyelenggaraan Negara; j. PP No. 71 Tahun 2000 tentang Tatacara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat 

dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;  

k. PP  No.  79  Tahun  2005  tentang  Pembinaan  dan  Pengawasan  atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;  

l. PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; dan m. PP No. 40 Tahun 2006 tentang Tatacara Penyusunan Rencana Pembangunan 

Nasional (RPN).  

Peraturan‐peraturan  tersebut  memang  telah  mendorong  banyak  pemerintah daerah menetapkan Perda Partisipasi sebagai kerangka hukum untuk menjamin keterlibatan masyarakat dalam perumusan berbagai kebijakan.   Kedua,  konsultasi  publik  perlu  terus‐menerus  dikembangkan  sebagai  upaya memperluas dan memperdalam keterlibatan warga dalam kehidupan demokrasi. Konsultasi  publik  perlu  dilembagakan  untuk  menutupi  kelemahan  inheren demokrasi  perwakilan.  Pada prakteknya,  konsultasi  publik  yang  sering disebut dengar  pendapat  umum  (public  hearing)  berupa  kegiatan  meminta  atau menyampaikan  informasi  kepada  publik.  Masih  perlu  dikembangkan  berbagai pilihan  dan  inovasi  cara  (metode),  alat,  dan  media  konsultasi  publik  yang beragam  untuk  meningkatkan  mutu  partisipasi  masyarakat.  Konsultasi  publik sebaiknya  meningkat  dari  ‘sosialisasi’  atau  proses  ’menampung’  aspirasi/ 

Page 40: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

31 

informasi  dari masyarakat menjadi musyawarah  dan  dialog  yang  setara  dalam menyepakati berbagai pokok penting kebijakan daerah.  Bagi  Pemerintah  Daerah,  secara  subtansial  KP  bermanfaat  untuk mengkonfirmasi  penilaian  teknokratis  dengan  aspirasi  dan  kebutuhan  warga masyarakat. Secara teknokratis, KP memiliki manfaat: a. Citra politik sebagai pemerintah yang transparan, tanggap, dan akuntabel; b. Meningkatkan peran serta masyarakat karena adanya kepercayaan terhadap 

lembaga pemerintahan daerah; dan  c. Meningkatkan pencapaian tujuan pembangunan daerah dengan adanya iklim 

yang sehat dan dinamis.  Bagi  DPRD,  secara  subtansial,  konsultasi  publik  (KP)  bermanfaat  untuk mengkonfirmasi  penilaian  politis  dengan  aspirasi  dan  kebutuhan  warga masyarakat. Secara sosial dan politis, KP memiliki manfaat: a. Mengkonfirmasi  kembali  mandat  dari  warga  (konstituen)  sehingga 

memperkuat legitimasi keputusan. b. Meningkatkan  popularitas  lembaga  (misalnya  partai  asal)  dan 

individuindividu yang dianggap terbuka dan cerdas, dan c. Menunjukkan kepada masyarakat bahwa DPRD memahami tugas dan 

melakukannya dengan baik.  Bagi Pemerintah Daerah, DPRD, dan Masyarakat, manfaat KP antara lain: a. Membangun suatu pemerintahan daerah yang dianggap memiliki rapor baik 

oleh warganya. b. Memperkuat  dukungan warga  (publik) masyarakat  terhadap  kebijakan  dan 

program yang dikembangkan pemerintah. c. Meningkatkan efektivitas kebijakan, yaitu dengan adanya proses bersama 

warga yang bisa membangun dukungan dan citra positif pemerintah. d. Meningkatkan mutu keputusan yang diambil, yaitu dengan meminta 

  masukan dan umpan balik dari masyarakat kepada pemerintah dan lembaga legislatif. 

e. Memperbaiki komunikasi di antara kelompok‐kelompok kepentingan, meningkatkan mutu perdebatan dan saling mendidik. 

f. Meningkatkan kesadaran masyarakat, yaitu dengan memberikan informasi kepada publik tentang akan dibuatnya suatu peraturan daerah baru, termasuk informasi dan pendapat pakar/ahli kebijakan dan program pemerintah daerah. Menghindari atau mengurangi konflik, yaitu dengan membangun kesepahaman dan kesepakatan antar pemangku kepentingan yang kepentingannya berbeda. 

g. Memahami masalah‐masalah kelompok dan menangani/memecahkan masalah secara bersama, menyusun strategi dan pilihan‐pilihan berdasarkan informasi, pengetahuan, dan pendapat yang lebih kaya. 

h. Mengidentifikasi dampak atau implikasi kebijakan atau program pemerintah pada kepentingan publik atau masyarakat, dan 

i. Menciptakan sebuah forum untuk mempengaruhi agenda, memberi dan mendapatkan informasi dan membantu membuat keputusan. 

  

Page 41: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

32 

Cara Menghitung Inventarisasikan “Notulen Rapat/Nota Dinas/Risalah dan atau bukti lainnya dari kegiatan  konsultasi  publik  sebagai  wujud  pelibatan  partisipasi  publik  dalam proses penyusunan perda dan/atau peraturan/keputusan kepala daerah.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  produk‐produk  hukum,  dan  Satuan  Kerja  Pengelola  Keuangan  Daerah  (SKPKD), BAPPEDA, dan/atau Satuan Pengawas Daerah (Inspektorat/Bawasda).   2.3.2.4.2. Jumlah Perda Inisiatif DPRD Definisi Jumlah Peraturan Daerah  (Perda)  Inisiatif DPRD adalah banyaknya Perda yang proses pembuatannya merupakan inisiatif anggota legislatif atau DPRD.   Peraturan daerah dibuat oleh DPRD bersama sama Pemerintah Daerah, artinya dapat berasal dari hak inisiatif DPRD maupun prakarsa dari Pemerintah Daerah (Eksekutif).  Kegunaan Indikator  ini  mengukur  jumlah  Perda  yang  merupakan  inisiatif  DPRD.  Makin tinggi  nilai  indikator  ini  di  suatu  daerah,  semakin  tinggi  kemungkinan  para legislator memahami  tugas  dan  fungsi‐fungsinya,  dan  semakin mampu  daerah tersebut menjalankan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundang‐undangan.  Cara Menghitung Nilai indikator ini diperoleh dengan cara menghitung langsung jumlah Perda per tahun yang proses pembuatannya merupakan usulan atau hak inisiatif DPRD.  Sumber Data Elemen data jumlah Perda inisiatif DPRD dapat diperoleh dari Sekretariat DPRD, Biro/Bagian  Administrasi  Pemerintahan,  dan  Biro/Bagian  Hukum  atau  SKPD yang menangani Bidang Administrasi dan/atau Hukum.   2.3.3. Ketersediaan Pelayanan Publik Dalam Faktor TOD  ‐ 3,  terdapat 4  (empat) variabel yang akan diukur, yaitu: 1) Pendidikan;  2)  Kesehatan;  3)  Penyediaan  Sarana  dan  Prasarana  Pelayanan Umum;  dan  4)  Pelayanan  Tata  Kelola  Administrasi  Kependudukan.  Pada keempat  variabel  tersebut  terdapat  9  (sembilan)  indikator.  Berikut  ini penjelasan masing‐masing variabel dan indikator tersebut.   2.3.3.1. Variabel 1 : Pendidikan Pada Variabel 1 – Pendidikan – terdapat 2 (dua) indikator, yaitu: 1) Persentase Anggaran  Pendidikan  Terhadap  APBD;  dan  2)  Angka  Partisipasi  Kasar  (APK) Pendidikan  SD/Sederajat,  SMP/Sederajat,  dan  SMA/Sederajat.  Secara  rinci, penjelasan terhadap indikator‐indikator tersebut diuraikan berikut ini. 

Page 42: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

33 

2.3.3.1.1. Persentase Anggaran Pendidikan Terhadap APBD Definisi Anggaran  pendidikan  adalah  alokasi  anggaran  pada  fungsi  pendidikan  yang dianggarkan  melalui  kementerian  negara/lembaga  dan  alokasi  anggaran pendidikan  melalui  transfer  ke  daerah,  termasuk  gaji  pendidik,  namun  tidak termasuk  anggaran  pendidikan  kedinasan,  untuk  membiayai  penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab pemerintah.  Persentase  anggaran  pendidikan  terhadap  APBD  adalah  perbandingan  alokasi anggaran pendidikan terhadap total anggaran belanja daerah.   UU  Nomor  20  Tahun  2003  tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional  menyebutkan bahwa  setiap  warga  negara  mempunyai  hak  yang  sama  untuk  memperoleh pendidikan  yang  bermutu.  Bahkan warga  negara  yang memiliki  kelainan  fisik, emosional, mental,  intelektual,  dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.   Pemenuhan anggaran pendidikan  sebesar 20 persen  tersebut disamping untuk memenuhi  amanat  Pasal  31 Ayat  (a) UUD 1945,  juga  dalam  rangka memenuhi Putusan  Mahkamah  Konstitusi  tanggal  13  Agustus  2008  Nomor  13/PUU‐VI  I 2008.  Sesuai  dengan  putusan Mahkamah Konstitusi Nomor  13/PUU‐VI  I  2008, pemerintah  harus  menyediakan  anggaran  pendidikan  sekurang‐kurangnya  20 persen  dari  APBN  dan  APBD  untuk  memenuhi  kebutuhan  penyelenggaraan pendidikan nasional.  Kegunaan Alokasi anggaran pendidikan secara proporsional berdampak pada terwujudnya sistem  pendidikan  sebagai  pranata  sosial  yang  kuat  dan  berwibawa  untuk memberdayakan semua warga negara  Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.   Cara Menghitung Nilai  indikator  ini  dapat  diperoleh  dengan  menggunakan  formula  sebagai berikut:       Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang menangani  pendidikan, Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD), BAPPEDA, dan/atau Satuan Pengawas Daerah (Inspektorat/Bawasda). 

   

    Alokasi Anggaran Pendidikan          x  100 Jumlah Anggaran Belanja Daerah 

Page 43: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

34 

2.3.3.1.2. Angka  Partisipasi  Kasar  (APK)  Pendidikan  SD/Sederajat, SMP/Sederajat, dan SMA/Sederajat 

Definisi Angka  Partisipasi  Kasar  (APK)  adalah  rasio  jumlah  siswa,  berapapun  usianya, yang sedang sekolah di  tingkat pendidikan tertentu terhadap  jumlah penduduk kelompok  usia  yang  berkaitan  dengan  jenjang  pendidikan  tertentu. Misal,  APK SD sama dengan  jumlah siswa yang duduk di bangku SD dibagi dengan  jumlah penduduk kelompok usia 7 (tujuh) sampai 12 (dua belas) tahun.  Angka Partisipasi Kasar SD/Sederajat, SMP/Sederajat, dan SMA/Sederajat adalah perbandingan  jumlah  siswa  pada  tingkat  pendidikan  SD/Sederajat,  SMP/ Sederajat,  dan  SMA/Sederajat  dibagi  dengan  jumlah  penduduk  usia  7  (tujuh) hingga 18 (delapan belas) tahun. Dengan  kata  lain,  APK  merupakan  angka  hasil  perbandingan  jumlah  siswa dengan jumlah penduduk usia tertentu. Apabila dilihat dari tingkat ketuntasannya, terdapat 5 jenis ketuntasan, yaitu: a. Paripurna   : bila pencapaian APK ≥ 95% b. Utama    : bila pencapaian APK antara 90%‐94% c. Madya    : bila pencapaian APK antara 85%‐89% d. Pratama    : bila pencapaian APK antara 80%‐84% e. Belum tuntas  : bila pencapaian APK ≤ 80%  Kegunaan APK menunjukkan  tingkat  partisipasi  penduduk  secara  umum di  suatu  tingkat pendidikan. APK merupakan  indikator  yang paling  sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah di masing‐masing jenjang pendidikan.  Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2006  tentang Gerakan Nasional  Percepatan Penuntasan  Wajib  Belajar  Pendidikan  Dasar  Sembilan  Tahun  dan Pemberantasan  Buta  Aksara,  mengamanatkan  bahwa  pencapaian  target pembangunan pendidikan, yaitu meningkatkan persentase peserta didik sekolah menengah pertama/madrasah  tsanawiyah/pendidikan yang  sederajat  terhadap penduduk  usia  13‐15  tahun  atau  angka  partisipasi  kasar  (APK)  sekurang‐kurangnya menjadi 95 % pada akhir tahun 2009. Semakin  tinggi nilai  indikator  ini,  semakin  tinggi akses penduduk suatu daerah terhadap  pendidikan,  dan  semakin  tinggi  tingkat  kemampuan  daerah  tersebut dalam menyelenggarakan otonomi daerah.  Cara Menghitung Nilai indikator ini dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:            

APK SD/MI =                  Banyaknya Murid SD/MI                     x  100                              Banyaknya Penduduk Usia 7 – 12 Tahun            

APK SD/MI =                 Banyaknya Murid SMP/MTs                 x  100                              Banyaknya Penduduk Usia 13 – 15 Tahun            

Page 44: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

35 

      Sumber data Elemen data tersebut dapat diperoleh dari SKPD yang menangani pendidikan.   2.3.3.2. Variabel 2 : Kesehatan Pada Variabel 2  – Kesehatan –  terdapat 2  (dua)  indikator,  yaitu: 1) Persentase Anggaran  Kesehatan  Terhadap  APBD;  dan  2)  Persentase  Balita  Gizi  Buruk. Secara rinci, penjelasan terhadap indikator‐indikator tersebut diuraikan berikut ini.  2.3.3.2.1. Persentase Anggaran Kesehatan Terhadap APBD Definisi Anggaran  kesehatan  adalah  alokasi  anggaran  pada  fungsi  kesehatan  yang dianggarkan  melalui  kementerian  negara/lembaga  dan  alokasi  anggaran kesehatan  melalui  transfer  ke  daerah,  untuk  membiayai  penyelenggaraan kesehatan yang menjadi tanggung jawab pemerintah.  Persentase  anggaran  kesehatan  terhadap  APBD  adalah  perbandingan  alokasi anggaran kesehatan terhadap total anggaran belanja daerah.   Sasaran pembangunan kesehatan pada  akhir  tahun 2009 adalah meningkatnya derajat  kesehatan masyarakat melalui  peningkatan  akses masyarakat  terhadap pelayanan kesehatan yang antara lain tercermin dari indikator dampak (impact) yaitu:  1.   Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun;  2.   Menurunnya  angka  kematian  bayi  dari  35 menjadi  26  per  1.000  kelahiran 

hidup;  3.   Menurunnya  angka  kematian  ibu  melahirkan  dari  307  menjadi  226  per 

100.000 kelahiran hidup; dan  4.   Menurunnya  prevalensi  gizi  kurang  pada  anak  balita  dari  25,8  persen 

menjadi 20,0 persen.   Pembangunan  kesehatan memprioritaskan  upaya  promotif  dan  preventif  yang dipadukan  secara  seimbang  dengan  upaya  kuratif  dan  rehabilitatif.  Perhatian khusus  diberikan  kepada  pelayanan  kesehatan  bagi  penduduk  miskin,  daerah tertinggal dan daerah bencana, dengan memperhatikan kesetaraan gender.  Kegunaan  Rasio  alokasi  anggaran  kesehatan  terhadap  jumlah  anggaran  belanja  daerah akan mempercepat pencapaian sasaran pembangunan kesehatan yang diarahkan pada : (1) Peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas puskesmas; (2) Peningkatan kualitas  dan  kuantitas  tenaga  kesehatan;  (3)  Pengembangan  sistem  jaminan kesehatan  terutama  bagi  penduduk  miskin;  (4)  Peningkatan  sosialisasi 

APK SD/MI =                 Banyaknya Murid SMA/MA                  x  100                              Banyaknya Penduduk Usia 16 – 18 Tahun            

Page 45: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

36 

kesehatan  lingkungan  dan  pola  hidup  sehat;  (5)  Peningkatan  pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini; dan (6) Pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar.   Cara Menghitung Nilai  indikator  ini  dapat  diperoleh  dengan  menggunakan  formula  sebagai berikut:      Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  kesehatan, Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD), BAPPEDA, dan/atau Satuan Pengawas Daerah (Inspektorat/Bawasda).   2.3.3.2.2. Persentase Balita Gizi Buruk  Definisi Persentase  Balita  Gizi  Buruk  adalah  proporsi  balita  dalam  kondisi  gizi  buruk terhadap  jumlah balita. Keadaan  tubuh anak atau bayi dilihat dari berat badan menurut umur.  Angka Kecukupan Gizi  (AKG) adalah  suatu kecukupan  rata‐rata gizi  setiap hari bagi  semua  orang  menurut  golongan  umur,  jenis  kelamin,  ukuran  tubuh, aktivitas  tubuh  untuk  mencapai  derajat  kesehatan  yang  optimal  (Keputusan Menteri Kesehatan No. 1593/MENKES/SK/XI/2005). Gizi  buruk  adalah  keadaan  kurang  gizi  tingkat  berat  yang  disebabkan  oleh rendahnya  konsumsi  energi  dan  protein  dari  makanan  sehari‐hari  dan  terjadi dalam waktu  yang  cukup  lama.  Tanda‐tanda  klinis  dari  gizi  buruk  secara  garis besar dapat dibedakan marasmus, kwashiorkor atau marasmic­kwashiorkor.  Kegunaan Status gizi masyarakat dapat digambarkan terutama pada status anak balita dan wanita  hamil.  Oleh  karena  itu  sasaran  dari  program  perbaikan  gizi  makro  ini berdasarkan siklus kehidupan, yaitu dimulai dari wanita usia subur, dewasa, ibu hamil, bayi baru lahir, balita, dan anak sekolah. Indikator  ini  berguna  untuk mengukur  kinerja  pelayanan  bidang  kesehatan  di masing–masing  kabupaten/kota  yang  diatur  dengan  Peraturan  Menteri Kesehatan No. 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di kabupaten/kota.  Semakin tinggi  jumlah balita dengan status gizi buruk di suatu daerah, semakin buruk  kondisi  kesehatan  penduduk  di  daerah  tersebut.  Hal  ini  merupakan indikasi  rendahnya  kemampuan  daerah  tersebut  menyediakan  layanan  dan akses  kesehatan  bagi  penduduk.  Oleh  karena  itu  dapat  dianggap  sebagai rendahnya kemampuan daerah tersebut untuk menjalankan otonomi.  Cara Menghitung Nilai  indikator  ini  dapat  diperoleh  dengan  menggunakan  formula  sebagai berikut: 

    Alokasi Anggaran Kesehatan          x  100 Jumlah Anggaran Belanja Daerah 

Page 46: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

37 

     Sumber Data Elemen  data  jumlah  balita  gizi  buruk  dan  jumlah  balita  dapat  diperoleh  dari Dinas Kesehatan atau BPS.  

 2.3.3.3. Variabel 3 : Penyediaan Sarana dan Prasarana Pelayanan Umum Pada Variabel 3 – Penyediaan Sarana dan Prasarana Pelayanan Umum – terdapat 3 (tiga)  indikator, yaitu: 1) Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi; 2) Panjang Jalan  Per  Luas  Wilayah  (Provinsi/Kabupaten/Kota);  dan  3)  Inisiatif  Pemda Untuk  Menangani  Krisis  Listrik.  Secara  rinci,  penjelasan  terhadap  indikator‐indikator tersebut diuraikan berikut ini.  2.3.3.3.1. Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi 1) Air Bersih Definisi Persentase  Penduduk  Berakses  Air  Minum  adalah  proporsi  jumlah  penduduk yang  mendapatkan  akses  air  minum  terhadap  jumlah  penduduk  secara keseluruhan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002, air minum (drinking water)  adalah  air  yang melalui  proses  pengolahan  atau  tanpa  proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum  

 Kegunaan Persentase  penduduk  yang  berakses  air  minum  adalah  proporsi  jumlah penduduk  yang  mendapatkan  akses  air  minum  terhadap  jumlah  penduduk secara keseluruhan.  Yang dimaksud air bersih meliputi air minum yang berasal dari air mineral, air ledeng/PAM, pompa air, sumur atau mata air yang terlindung dalam jumlah yang cukup sesuai standar kebutuhan minimal.  Semakin  tinggi  nilai  persentase  penduduk  yang  dapat  mengakses  air  minum sesuai dengan standar kebutuhan minimal, menunjukan semakin mampu daerah tersebut menyediakan pelayanan kesehatan.  Cara Menghitung Sumber air untuk minum atau memasak dapat diidentifikasi dan meliputi:  

1) Sumber air; 2) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM); 3) Membeli air bukan dalam kemasan; 

 Sedangkan Sumber Air Minum meliputi 

1) Air dalam kemasan; 2) Air ledeng; 

Jumlah Balita Gizi Buruk   x  100                        Jumlah Balita 

Page 47: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

38 

3) Air pompa; 4) Air sumur/perigi; 5) Mata air; dan 6) Sumber‐sumber lainnya; seperti air sungai dan danau. 

 Keputusan  Menteri  Permukiman  dan  Prasarana  Wilayah  Nomor 534/KPTS/M/2001  tentang  Pedoman  Standar  Pelayanan  Minimal  (SPM)  telah menetapkan  standar  pelayanan  55‐75%  penduduk  terlayani  dengan  tingkat pelayanan minimal sebagai berikut: 

1) 60‐220 liter per orang per hari untuk permukiman di kawasan perkotaan; 2) 30‐50 liter per orang per hari untuk lingkungan perumahan; dan 3) Memenuhi standar air bersih. 

 Sedangkan untuk wilayah permukiman ditetapkan standar bahwa bidang sarana pelayanan  air  bersih  dengan  indikator:  penduduk  terlayani,  tingkat  debit pelayanan per orang dan tingkat kualitas air minum dengan cakupan 55%–75% penduduk terlayani dengan tingkat pelayanan minimal: 

1) 60‐220 liter per orang per hari untuk permukiman perkotaan; 2) 30–50 liter per orang per hari untuk lingkungan perumahan; 3) Memenuhi standar air bersih. 

 Proporsi jumlah penduduk yang mendapatkan akses air minum terhadap jumlah penduduk  secara  keseluruhan  dapat  dihitung  dengan  menggunakan  formula sebagai berikut: 

     

 Sumber Data Elemen data tentang jumlah penduduk yang berakses air minum dapat diperoleh di  Perusahaan  Daerah  Air  Minum  (PDAM),  sedangkan  elemen  data  jumlah penduduk  dapat  diperoleh  dari  data  ”Sensus  Kependudukan”  yang  dilakukan oleh BPS secara periodik.  2) Sanitasi  Definisi Persentase rumah tinggal bersanitasi adalah proporsi rumah tinggal bersanitasi terhadap jumlah rumah tinggal. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan  terhadap  struktur  fisik,  dimana  orang  menggunakannya  sebagai tempat  berlindung  yang  mempengaruhi  derajat  kesehatan  manusia.  Sarana tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami,  konstruksi  bangunan,  sarana  pembuangan  sampah,  sarana  pembuangan kotoran manusia, dan penyediaan air bersih.  Rumah  tinggal  bersanitasi  baik  harus memiliki  sistem  pembuangan  air  limbah berupa  unit  pengolahan  kotoran  manusia/tinja  dengan  menggunakan  sistem setempat (memiliki septic tank). 

 

Penduduk Berakses Air Bersih   x  100                    Jumlah Penduduk 

Page 48: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

39 

Rumah  tidak  layak  huni  adalah  rumah  yang  dibuat  dari  bahan  bekas/sampah (seperti  potongan  triplek,  lembaran  plastik  sisa,  dsb)  yang  dipertimbangkan tidak  cocok  untuk  bertempat  tinggal  atau  terletak  pada  areal  yang diperuntukkan bukan untuk permukiman, termasuk rumah gubuk.  Ciri‐ciri  rumah  tidak  layak  huni  adalah  kondisi  di  mana  rumah  beserta lingkungannya  tidak  memenuhi  persyaratan  yang  layak  untuk  tempat  tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial dengan kriteria antara lain: 

1) Luas lantai perkapita, di kota kurang dari 4 m2, sedangkan di desa kurang dari 10 m2; 

2) Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya; 3) Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang  belum diproses; 4) Jenis lantai dari tanah; 5) Tidak mempunyai fasilitas tempat mandi, cuci, dan kakus (MCK). 

 Kegunaan Proporsi  rumah  tinggal  bersanitasi  terhadap  jumlah  rumah  tinggal merupakan indikasi tersedianya fasilitas dan akses penduduk suatu daerah terhadap rumah layak huni bersanitasi.  Semakin  tinggi  nilai  indikator  ini,  semakin mampu  suatu  daerah menyediakan layanan  yang  layak  bagi  penduduk  dan  semakin  tinggi  kemampuan  daerah tersebut untuk menyelenggarakan otonomi.  Cara Menghitung Nilai indikator ini dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut: 

    

  Sumber Data Elemen data mengenai  jumlah rumah  tinggal berakses sanitasi dapat diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Kesehatan.   2.3.3.3.2. Panjang Jalan Per Luas Wilayah (Provinsi/Kabupaten/Kota) Definisi Proporsi  panjang  jaringan  jalan  per  luas  wilayah  adalah  angka  perbandingan antara panjang  jaringan  jalan dalam kondisi  baik  terhadap  luas wilayah  secara menyeluruh di masing‐masing provinsi/kabupaten/kota.  Mutu jalan di suatu daerah berpengaruh terhadap berbagai kegiatan penduduk, khususnya  kegiatan  perdagangan  dan  upaya  untuk  melakukan  integrasi  antar wilayah terbelakang dengan pasar yang lebih besar.  Kegunaan Nilai indikator ini memiliki kegunaan untuk mengindikasikan kualitas jalan dari keseluruhan panjang jalan yang ada di suatu daerah tertentu. Hal tersebut dapat 

Jumlah Rumah Tinggal Berakses Sanitasi   x  100                    Jumlah Rumah Tinggal 

Page 49: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

40 

juga  dibaca  sebagai  kemampuan  daerah  tersebut  dalam  menyediakan  dan memelihara sarana dan prasarana publik.  Selain  itu,  pembangunan  jalan  baru  yang  diupayakan  sendiri  oleh  pemerintah daerah menjadi suatu parameter yang baik dan perlu mendapat apresiasi dalam memperhitungkan ketersediaan prasarana wilayah secara mandiri.  Semakin  besar  nilai  indikator  ini,  semakin  tinggi  kemampuan  daerah  tersebut dalam menyediakan dan memelihara sarana dan prasarana publik.  Cara Menghitung Penghitungan nilai indikator ini mempertimbangkan 3 (tiga) jenis jalan, yaitu: 

1) Jalan Nasional/Negara;  adalah  jalan  yang  pembinaannya  dilakukan  oleh Pemerintah Pusat; 

2) Jalan  Provinsi;  adalah  jalan  yang  pembinaannya  dilakukan  oleh Pemerintah Provinsi; 

3) Jalan Kabupaten/Kota; adalah jalan yang pembinaannya oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. 

Nilai indikator ini dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:  

   

 Seimbangnya  rasio  panjang  jalan  di  tingkat  Provinsi/Kabupaten/Kota  dengan luas  wilayahnya  akan  menunjukkan  baiknya  perencanaan  pengembangan wilayah  tersebut  dan  merupakan  output  dari  upaya  pemerintah  daerah meningkatkan  rentang  kendali  melalui  pembangunan,  peningkatan,  dan pemeliharaan  sarana  dan  prasarana  jalan/jembatan  yang  menjangkau  seluruh wilayah.  Sumber Data Kedua  elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  Dinas  Pekerjaan  Umum dan/atau Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).   2.3.3.3.3. Inisiatif Pemda Untuk Menangani Krisis Listrik Definisi Inisiatif  Pemda  untuk  Menangani  Krisis  Listrik  adalah  upaya  inovatif  yang dilakukan Pemerintahan Daerah untuk memenuhi kebutuhan listrik penduduk di wilayahnya.  Desa  dan  masyarakat  yang  belum  menikmati  listrik  masih  cukup  banyak. Pembangunan  listrik  perdesaan  masih  sangat  tergantung  pada  kemampuan pendanaan  pemerintah  pusat  yang  terbatas,  sedangkan  peranan  pemerintah daerah dan masyarakat masih sangat kecil. Rendahnya kemampuan pemerintah daerah dan masyarakat disebabkan masih terbatasnya kemampuan pendanaan, terbatasnya  kewenangan  skala  kapasitas  yang  diberikan  dan  peraturan perundangan yang belum menciptakan iklim investasi yang kondusif. Walaupun kebijakan energi nasional sudah ada, namun kebijakan tersebut perlu dilandaskan  pada  perencanaan  energi  nasional  yang  komprehensif.  Upaya pemanfaatan  energi  alternatif  dimaksudkan  untuk  mengurangi  penggunaan 

Panjang Jalan Baru Dalam Kondisi Baik  x  100                                   Luas Wilayah 

Page 50: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

41 

bahan bakar minyak yang semakin mahal dan ketersediaannya semakin menipis. Sebagai  alternatif  dapat  dipergunakan  gas  bumi,  batubara,  dan  energi terbarukan  seperti  panas  bumi,  tenaga  air,  tenaga  nuklir,  tenaga  surya,  tenaga angin, fuel cell (sel bahan bakar), dan biomasa.   Kegunaan Sektor  ketenagalistrikan  selain  menjadi  bagian  yang  menyatu  dari  mesin pertumbuhan  ekonomi,  juga  merupakan  komponen  sentral  pembangunan berkelanjutan.  Energi  yang  berkualitas  tinggi,  termasuk  di  dalamnya  akses terhadap pelayanan listrik merupakan daya tarik bagi investor untuk melakukan investasi di suatu daerah.   Cara Menghitung Sebutkan  bentuk  inisiatif  dan/atau  inovasi  yang  dilakukan  pemerintah  daerah sebagai upaya menangani krisis listrik di daerah.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  produk‐produk hokum dan BAPPEDA  serta Kantor PT.  Perusahaan Listrik Negara  (PT. PLN  Persero)  dan/atau  Asosiasi  Masyarakat  Kelistrikan  Indonesia  (AMKI)  di masing‐masing daerah.  

  

2.3.3.4. Variabel 4 : Pelayanan Tata Kelola Administrasi Kependudukan Pada Variabel 4 – Pelayanan Tata Kelola Administrasi Kependudukan – terdapat 2  (dua)  indikator,  yaitu:  1)  Persentase  Kepemilikan  Kartu  Tanda  Penduduk (KTP);  dan  2)  Persentase Kepemilikan Akte Kelahiran.  Secara  rinci,  penjelasan terhadap indikator‐indikator tersebut diuraikan berikut ini.  2.3.3.4.1. Persentase Kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Definisi Rasio  penduduk  ber‐KTP  per  satuan  penduduk  adalah  perbandingan  jumlah penduduk usia 17  tahun ke atas yang ber‐KTP  terhadap  jumlah penduduk usia 17 tahun ke atas atau telah menikah. Pengertian  Kartu  Tanda  Penduduk  (KTP)  adalah  identitas  resmi  Penduduk sebagai  bukti  diri  yang  diterbitkan  oleh  Instansi  Pelaksana  yang  berlaku  di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.  Setiap  Penduduk  berumur  di  atas  17  tahun  atau  telah/pernah  menikah  wajib memiliki  Kartu  Tanda  Penduduk  (KTP).  Masa  berlaku  Kartu  Tanda  Penduduk (KTP) bagi yang berusia 17 tahun sampai dengan usia di bawah 60 tahun adalah 5  tahun, dan bagi penduduk yang berusia di atas 60  tahun masa berlaku Kartu Tanda Penduduk (KTP) adalah seumur hidup. Cara‐cara dan proses pembuatan Kartu Tanda Penduduk diatur dalam Undang‐Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. 

  

Page 51: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

42 

Kegunaan  Nilai indikator ini mencerminkan kemampuan suatu daerah dalam menyelengga‐rakan tata administrasi kependudukan yang baik dan pelayanan daerah tersebut terhadap penduduk yang ada di daerah tersebut. Semakin  tinggi nilai  indikator ini, semakin tinggi kemampuan suatu daerah dalam menjamin terselenggaranya tata administrasi kependudukan dan tingkat pelayanan terhadap penduduk, dan semakin  tinggi  tingkat  kemampuan  daerah  tersebut  dalam  menyelenggarakan otonomi daerah.  Cara Menghitung Nilai indikator ini dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:       Sumber Data Elemen  data  mengenai  Penduduk  yang  ber‐KTP  dapat  diperoleh  dari  Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.   2.3.3.4.2. Persentase Kepemilikan Akte Kelahiran Definisi Persentase Kepemilikan Akte Kelahiran dalam konteks ini adalah rasio bayi ber‐akte kelahiran, yaitu perbandingan jumlah bayi lahir dalam 1 (satu) tahun yang berakte kelahiran terhadap jumlah bayi lahir pada tahun yang sama.  Ada 3 jenis akta kelahiran berdasarkan jarak waktu pelaporan dengan kelahiran. yaitu: 1) Akta Kelahiran Umum, merupakan  akta  kelahiran  yang  dibuat  berdasarkan 

laporan kelahiran yang disampaikan dalam batas waktu selambat‐lambatnya 60 (enam puluh) hari kerja bagi WNI dan 10 (sepuluh) hari kerja bagi WNA sejak tanggal kelahiran bayi. 

2) Akta Kelahiran Istimewa merupakan akta Kelahiran yang dibuat berdasarkan laporan kelahiran yang  telah melampaui batas waktu 60  (enam puluh) hari kerja bagi WNI dan 10 (sepuluh) hari kerja bagi WNA sejak tanggal kelahiran bayi. 

3) Akta Kelahiran Dispensasi merupakan akta Kelahiran yang dibuat berdasar‐kan Program Pemerintah untuk memberikan kemudahan bagi mereka yang lahir sampai dengan tanggal 31 Desember 1985 dan terlambat pendaftaran/ pencatatan kelahirannya. 

 Berdasarkan  Pasal  27  dan  Pasal  28  Undang–Undang  Nomor  23  Tahun  2002 Tentang Perlindungan Anak, akta kelahiran berfungsi sebagai:  Pasal 27  (1)   Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya. (2)   Identitas  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  (1)  dituangkan  dalam  akta 

kelahiran. 

Jumlah Penduduk Ber­KTP (NIK)   x  100              Jumlah Penduduk Wajib KTP (NIK) 

Page 52: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

43 

(3)   Pembuatan  akta  kelahiran  didasarkan  pada  surat  keterangan  dari  orang yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran. 

(4)   Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak  diketahui  keberadaannya,  pembuatan  akta  kelahiran  untuk  anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya. 

 Pasal 28 (1)   Pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab pemerintah yang dalam 

pelaksanaannya  diselenggarakan  serendah‐rendahnya  pada  tingkat kelurahan/desa. 

(2)   Pembuatan  akta  kelahiran  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  (1)  harus diberikan  paling  lambat  30  (tiga  puluh)  hari  terhitung  sejak  tanggal diajukannya permohonan. 

(3)   Pembuatan  akta  kelahiran  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  (1)  tidak dikenai biaya. 

(4)   Ketentuan mengenai tata cara dan syarat‐syarat pembuatan akta kelahiran sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  (1),  diatur  dengan  peraturan perundang‐undangan. 

 Kegunaan Nilai  indikator  ini mencerminkan kemampuan suatu daerah menyelenggarakan tata  administrasi  kependudukan  yang  baik  dan  pelayanan  daerah  tersebut terhadap penduduk yang ada di daerah tersebut. Semakin  tinggi nilai  indikator ini, semakin tinggi kemampuan suatu daerah dalam menjamin terselenggaranya tata administrasi kependudukan dan tingkat pelayanan terhadap penduduk, dan semakin  tinggi  tingkat  kemampuan  daerah  tersebut  dalam  menyelenggarakan otonomi daerah.  Cara Menghitung Nilai indikator ini dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:       Sumber Data Elemen  data  mengenai  bayi  lahir  yang  mempunyai  “Akte  Kelahiran”  dapat diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.   2.3.4. Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Faktor TOD  ‐ 4,  terdapat 4  (empat) variabel yang akan diukur, yaitu: 1) Kebijakan Daerah; 2) Kelembagaan Daerah; 3) Fasilitasi Investasi; dan 4) Kinerja Investasi.  Pada  keempat  variabel  tersebut  terdapat  9  (sembilan)  indikator. Berikut ini penjelasan masing‐masing variabel dan indikator tersebut.    

Jumlah Bayi Lahir Yang Mempunyai Akte Kelahiran   x  100                      Jumlah Keseluruhan Bayi Lahir 

Page 53: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

44 

2.3.4.1. Variabel 1 : Kebijakan Daerah Pada Variabel 1 – Kebijakan Daerah – terdapat 3 (tiga) indikator, yaitu: 1) Perda Tata  Ruang;  2)  Produk  Hukum  Daerah  (Perda,  Peraturan/Keputusan  Kepala Daerah)  yang  Memberikan  Perlindungan  Lingkungan  Hidup;  dan  3)  Produk Hukum  Daerah  yang  Memberikan  Insentif  dan/atau  Kemudahan  Kepada Investor  untuk  Keringanan/Penghapusan  Biaya  Pajak  dan  Retribusi  Daerah (yang Tertera dalam Perda, Peraturan/Keputusan Kepala Daerah).  Secara rinci, penjelasan terhadap indikator‐indikator tersebut diuraikan berikut ini.  2.3.4.1.1. Perda Tata Ruang Definisi Peraturan  Daerah  (Perda)  Tata  Ruang  adalah  dasar  hukum  pengaturan  tata ruang  daerah  yang  dikeluarkan/disahkan  oleh  pemerintahan  daerah  dalam rangka  penataan  ruang  wilayah  (provinsi/kabupaten/kota),  sehingga  mampu memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dalam pengembangan wilayah. Perda  penataan  ruang  merupakan  landasan  hukum  (legal  instrument)  untuk mewujudkan tujuan pengembangan wilayah dan tujuan‐tujuan pembangunan.   Dalam  rangka  mewujudkan  konsep  pengembangan  wilayah  yang  di  dalamnya memuat  tujuan  dan  sasaran  yang  bersifat  kewilayahan  di  Indonesia,  maka ditempuh  upaya  penataan  ruang  yang  terdiri  dari  3  (tiga)  proses  utama  yang saling berkaitan satu dengan lainnya, yakni :  a)   proses  perencanaan  tata  ruang  wilayah,  yang  menghasilkan  rencana  tata 

ruang  wilayah  (RTRW).  Di  samping  sebagai  “guidance  of  future  actions” RTRW  pada  dasarnya  merupakan  bentuk  intervensi  yang  dilakukan  agar interaksi  manusia/makhluk  hidup  dengan  lingkungannya  dapat  berjalan serasi, selaras, seimbang untuk tercapainya kesejahteraan manusia/makhluk hidup  serta  kelestarian  lingkungan  dan  keberlanjutan  pembangunan (development sustainability).  

b)   proses pemanfaatan ruang, yang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan itu sendiri,  

c)   proses  pengendalian  pemanfaatan  ruang  yang  terdiri  atas  mekanisme perizinan  dan  penertiban  terhadap  pelaksanaan  pembangunan  agar  tetap sesuai dengan RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya.  

 Landasan  hukum  bagi  penataan  ruang  di  Indonesia  telah  ditetapkan  melalui Undang‐Undang Nomor 24 Tahun 1992. Berdasarkan Pasal 3 UU No. 24 Tahun 1992,  termuat  tujuan  penataan  ruang,  yakni  terselenggaranya  pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan budidaya, sedangkan sasaran penataan ruang adalah :  a)   terwujudnya kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera;  b)   terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan buatan 

dengan memperhatikan sumber daya manusia;  c)   terwujudnya  keseimbangan  kepentingan  antara  kesejahteraan  dan 

keamanan;  d)   termanfaatkannya  sumber  daya  alam  dan  sumber  daya  buatan  secara 

berdayaguna,  berhasil  guna  dan  tepat  guna  untuk  meningkatkan  kualitas sumber daya manusia; serta  

Page 54: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

45 

e)   terwujudnya  perlindungan  fungsi  ruang  dan  tercegah  serta tertanggulanginya dampak negatif terhadap lingkungan.  

 Kegunaan Keberadaan Perda Tata Ruang akan sangat membantu dalam proses penyiapan rencana pengembangan wilayah berupa Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional atau  RTRWN,  RTR  Pulau,  RTRW  Provinsi,  serta  RTRW  Kabupaten  dan  Kota. Selain  itu,  keberadaan  Perda  Tata  Ruang  bermanfaat  untuk  pengembangan sistem  permukiman  dan  sebagai  rencana  pengembangan  (spatial  development plan) untuk kawasan‐kawasan fungsional yang memiliki nilai strategis.  Dalam konteks penataan ruang, RTRW Provinsi merupakan perencanaan makro strategis  jangka menengah  dengan  horizon  waktu  15  (lima  belas)  tahun  pada skala ketelitian 1  : 250.000. Sementara, RTRW Kabupaten dan Kota merupakan perencanaan  mikro  operasional  jangka  menengah  (5‐10  tahun)  dengan  skala ketelitian 1  : 100.000 hingga 1:20.000, yang kemudian diikuti dengan rencana‐rencana  rinci  yang  bersifat  mikro‐operasional  jangka  pendek  dengan  skala ketelitian di bawah 1:5.000.   Cara Menghitung Sebutkan Nama/Judul, Nomor, dan Tanggal Perda mengenai penataan ruang.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  produk‐produk hukum, penataan ruang, dan BAPPEDA.   2.3.4.1.2. Produk  Hukum  Daerah  (Perda,  Peraturan/Keputusan  Kepala 

Daerah) yang Memberikan Perlindungan Lingkungan Hidup 

Definisi Produk  Hukum  Daerah  yang  Memberikan  Perlindungan  Lingkungan  Hidup adalah  keberadaan  perda,  peraturan/keputusan  kepala  daerah,  renstra, program,  dan/atau  kegiatan  yang  ditetapkan pemerintah daerah dalam  rangka menumbuhkan kesadaran bersama tentang kondisi lingkungan dan sumber daya alam  yang  semakin  buruk.  Perda  perlindungan  lingkungan  ini  pada  akhirnya akan mendesak seluruh pemerintahan daerah untuk segera merubah paradigma pembangunannya, dari ekonomi‐konvensional menjadi ekonomi‐ekologis.  Pembangunan lingkungan hidup diarahkan untuk:  1.  Mengarusutamakan  (mainstreaming)  prinsip‐prinsip  pembangunan 

berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan;  2.   Meningkatkan  koordinasi  pengelolaan  lingkungan  hidup  di  tingkat  nasional 

dan daerah;  3.   Meningkatkan  upaya  harmonisasi  pengembangan  hukum  lingkungan  dan 

penegakannya secara konsisten terhadap pencemar lingkungan;  4.   Meningkatkan  upaya  pengendalian  dampak  lingkungan  akibat  kegiatan 

pembangunan;  

Page 55: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

46 

5.   Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup baik di tingkat nasional  maupun  daerah,  terutama  dalam  menangani  permasalahan  yang bersifat akumulasi, fenomena alam yang bersifat musiman dan bencana;  

6.   Membangun  kesadaran masyarakat  agar  peduli  pada  isu  lingkungan  hidup dan  berperan  aktif  sebagai  kontrol‐sosial  dalam  memantau  kualitas lingkungan hidup; dan  

7.   Meningkatkan  penyebaran  data  dan  informasi  lingkungan,  termasuk informasi  wilayah‐wilayah  rentan  dan  rawan  bencana  lingkungan  dan informasi kewaspadaan dini terhadap bencana.  

 Kegunaan Perda  terkait  “Perlindungan  Lingkungan  Hidup”  sangat  bermanfaat  sebagai sarana  pengawasan  yang  mampu  memaksa  para  pemangku  kepentingan (stakeholders)  dalam  pemanfaatan  lingkungan  dan  sumber  daya  alam  untuk sebesar‐besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidupnya. Dengan demikian sumber daya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource based economy) dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan (life support system).  Kehadiran  Perda  “Perlindungan  Lingkungan”  juga  berguna  untuk memberikan penguatan  sebagai  upaya  pengarusutamaan  prinsip‐prinsip  pembangunan berkelanjutan dan pengembangan hukum lingkungan di daerah. Karena, hingga saat  ini,  kelestarian  lingkungan  dan  keberadaan  sumber  daya  alam  sangat berperan  sebagai  tulang  punggung  perekonomian  nasional,  dan  masih  akan diandalkan dalam jangka menengah.  Cara Menghitung Sebutkan Nama/Judul, Nomor, dan Tanggal Perda, Peraturan/Keputusan Kepala Daerah,  Renstra,  Program,  dan/atau  Kegiatan  yang  mendukung  perlindungan lingkungan.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  produk‐produk hukum, BAPEDALDA, dan/atau BAPPEDA.   2.3.4.1.3. Produk  Hukum  Daerah  yang  Memberikan  Insentif  dan/atau 

Kemudahan  Kepada  Investor  untuk  Keringanan/Penghapusan Biaya  Pajak  dan  Retribusi  Daerah  (yang  Tertera  dalam  Perda, Peraturan/Keputusan Kepala Daerah) 

Definisi Produk Hukum Daerah yang Memberikan Insentif dan/atau Kemudahan Kepada Investor  untuk  Keringanan/Penghapusan  Biaya  Pajak  dan  Retribusi  Daerah adalah perda, peraturan/keputusan kepala daerah yang ditetapkan pemerintah daerah  untuk  menggairahkan  iklim  investasi,  sehingga  banyak  investor  yang berinvestasi di daerah.  Kegunaan Produk hukum pemberian insentif ini bermanfaat untuk meningkatkan nilai dan realisasi  investasi  di  daerah,  meningkatkan  produksi  dan  memperluas  pasar 

Page 56: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

47 

lokal  melalui  penambahan  permintaan  dalam  negeri  yang  berimplikasi  pada berkurangnya produk impor.  Selain itu, kebijakan keringanan/penghapusan biaya pajak dan retribusi daerah yang  diberikan  kepada  investor  akan  berimplikasi  pada  penyediaan  lapangan kerja,  peningkatan  produksi  dan  peningkatan  daya  beli  masyarakat,  sehingga pasar dalam negeri mampu menyerap produksi industri nasional.   Cara Menghitung Sebutkan Nama/Judul, Nomor dan Tanggal Perda, Peraturan/Keputusan Kepala Daerah  yang  mendukung  pemberian  insentif  dan/atau  kemudahan  kepada investor untuk keringanan/penghapusan biaya pajak dan retribusi daerah.   Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  produk‐produk hukum, penanganan investasi, dan BAPPEDA.   2.3.4.2. Variabel 2 : Kelembagaan Daerah Pada Variabel  2  –  Kelembagaan Daerah  –  terdapat  2  (dua)  indikator,  yaitu:  1) Tipologi  Institusi  Pelayanan  Terpadu;  dan  2)  Ketersediaan  Informasi  Potensi Ekonomi  Daerah  Yang  Ditampilkan  Dalam  Situs  Web  Pemda.  Secara  rinci, penjelasan terhadap indikator‐indikator tersebut diuraikan berikut ini.  2.3.4.2.1. Tipologi Institusi Pelayanan Terpadu Definisi Mengacu  pada  Angka  11  Pasal  1  Peraturan  Menteri  Dalam  Negeri  Nomor  24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP),  dijelaskan  bahwa  penyelenggaraan  PTSP  adalah  kegiatan penyelenggaraan  perizinan  dan  non‐perizinan  yang  proses  pengelolaannya mulai  dari  tahap  permohonan  sampai  ke  tahap  terbitnya  dokumen  dilakukan dalam satu tempat. Keadaan  ini  sangat  berbeda  dengan  ”Pelayanan  Satu  Atap”  (PSA),  dimana  PSA tidak  memberikan  pelayanan  paripurna  karena  kewenangan  penerbitan/ penandatangan perizinan masih tetap berada di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait. Tujuan penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah: a. Meningkatkan kualitas layanan publik; b. Memberikan  akses  yang  lebih  luas  kepada  masyarakat  untuk  memperoleh 

pelayanan publik.  Sasaran penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah: a. Terwujudnya pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti, 

dan terjangkau; b. Meningkatnya hak‐hak masyarakat terhadap pelayanan publik.  Penyederhanaan penyelenggaraan PTSP mencakup: a. Pelayanan  atas  permohonan  perizinan  dan  non  perizinan  dilakukan  oleh 

Perangkat Daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP). 

Page 57: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

48 

b. Percepatan  waktu  proses  penyelesaian  pelayanan  tidak  melebihi  standar waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah. 

c. Kepastian  biaya  pelayanan  tidak  melebihi  dari  ketentuan  yang  telah ditetapkan dalam peraturan daerah. 

d. Kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui setiap tahapan proses  pemberian  perizinan  dan  non  perizinan  sesuai  dengan  urutan prosedurnya. 

e. Mengurangi  berkas  kelengkapan  permohonan  perizinan  yang  sama  untuk dua atau lebih permohonan perizinan. 

f. Pembebasan biaya perizinan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang ingin memulai usaha baru sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan 

g. Pemberian  hak  kepada  masyarakat  untuk  memperoleh  informasi  dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan. 

  Berdasarkan Bab V Pasal 11 jangka waktu penyelesaian pelayanan perizinan dan non perizinan ditetapkan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung mulai sejak diterimanya berkas permohonan beserta seluruh kelengkapannya.  Kegunaan Pada  prinsipnya  PTSP memberikan  pelayanan  yang  bersifat  paripurna,  artinya keseluruhan proses  pelayanan dari  awal  sampai  akhir  dilayani  di  PTSP. Dalam hal  perizinan,  PTSP  mencakup  proses  awal  perizinan  dari  pengajuan permohonan, sampai dengan penandatanganan dan penyerahan perizinan.  Dengan PTSP ini, proses investasi di daerah lebih disederhanakan, sehingga lebih cepat,  tepat,  transparan,  dan  akuntabel  serta  tidak  lagi  harus melalui  berbagai lembaga dan instansi terkait yang berbeda‐beda. Dalam  lingkup  evaluasi  ini,  secara  khusus  yang  dicakup  adalah  pelayanan perizinan terpadu dalam hal perizinan usaha.  Cara Menghitung Sebutkan Nama/Judul, Nomor, dan Tanggal Perda, Peraturan/Keputusan Kepala Daerah  yang mengatur  kelembagaan,  kewenangan,  tugas,  fungsi,  dan  tanggung jawab pelayanan terpadu (satu pintu) perizinan usaha; juga identifikasi  lingkup layanan pelayanan terpadu pada kolom isian yang telah disediakan.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  produk‐produk hukum dan/atau institusi yang menangani perijinan/investasi.   2.3.4.2.2. Ketersediaan  Informasi  Potensi  Ekonomi  Daerah  Yang 

Ditampilkan Dalam Situs Web Pemda  Definisi Ketersediaan  Informasi Potensi Ekonomi Daerah yang Ditampilkan  dalam Situs Web  Pemda  adalah  informasi  potensi  ekonomi  daerah  yang  dipublikasikan melalui  situs  web  pemda  sebagai  salah  satu  media  informasi  dan  komunikasi kepada masyarakat/publik.  Bentuk  penyajian  informasi memanfaatkan  perkembangan  teknologi  informasi komunikasi  (Information  Comummnication  Technology),  yaitu  perubahan  dari 

Page 58: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

49 

bentuk  buku  (publikasi  konvensional)  ke  bentuk  publikasi  elektronik  (media baru) melalui internet.  Menampilkan  informasi potensi  ekonomi daerah melalui  situs web Pemerintah Daerah  mempunyai  sasaran  agar  masyarakat  Indonesia  dapat  dengan  mudah memperoleh akses kepada  informasi dan  layanan Pemerintah Daerah, dan  ikut berpartisipasi di dalam pembangunan daerah.  Kegunaan Situs web Pemda merupakan “jendela” informasi dari suatu Pemerintah Daerah. Keberadaan  situs  web  tersebut  memudahkan  pengaksesan  potensi  ekonomi maupun  eksistensi  pemda.  Penayangan  potensi  ekonomi  melalui  situs  web membuat jalannya pemerintahan daerah dapat lebih cepat dan efisien, manakala hendak mengundang para investor untuk berinvestasi di daerah. Akselerasi  kecepatan  pelayanan  berarti  juga  merupakan  penghematan  dalam waktu, energi maupun sumber daya.  Cara Menghitung Sebutkan  “Nama  Domain”  dan  “Alamat  atau  URL  Situs  Web  Pemda”  yang memuat potensi perekonomian daerah.   Sumber Data Elemen data tersebut dapat diperoleh dari SKPD yang mengelola data elektronik, informasi dan komunikasi (infokom), dan/atau BAPPEDA.   2.3.4.3. Variabel 3 : Fasilitasi Investasi Pada  Variabel  3  –  Fasilitasi  Investasi  –  terdapat  2  (dua)  indikator,  yaitu:  1) Anggaran Program Pengembangan Usaha Untuk UMKM (Anggaran APBD untuk Kegiatan‐kegiatan  yang  Terkait  Peningkatan  Kapasitas  UMKM)  dalam  hal:  (a) produksi;  (b)  pemasaran;  (c)  akses  finansial;  dan  (d)  administrasi  keuangan usaha; dan 2) Forum Komunikasi Reguler Antara Kepala Daerah (Beserta Jajaran SKPD  Terkait)  dengan  Pelaku  Usaha  yang  Menjamin  Terlaksananya  Kebijakan Pro‐Investasi  Secara  Konsisten  Mekanisme  yang  Menjamin  Terlaksananya Kebijakan  Pro‐Investasi  secara  Konsisten.  Secara  rinci,  penjelasan  terhadap indikator‐indikator tersebut diuraikan berikut ini.  2.3.4.3.1. Anggaran Program Pengembangan Usaha Untuk UMKM Definisi Anggaran Program Pengembangan Usaha Untuk UMKM adalah  anggaran  APBD yang  digunakan  untuk  kegiatan‐kegiatan  yang  terkait  dengan  peningkatan kapasitas  UMKM,  terutama  dalam  hal:  a)  produksi;  b)  pemasaran;  c)  akses finansial; dan d) administrasi keuangan usaha. Perkembangan usaha mikro, kecil, dan  menengah  (UMKM)  dan  koperasi  memiliki  potensi  yang  besar  dalam meningkatkan  taraf  hidup  rakyat  banyak. Hal  ini  ditunjukkan  oleh  keberadaan UMKM  dan  koperasi  yang  telah  mencerminkan  wujud  nyata  kehidupan  sosial dan  ekonomi  bagian  terbesar  dari  rakyat  Indonesia.  Peran  UMKM  yang  besar ditunjukkan  oleh  kontribusinya  terhadap  produksi  nasional,  jumlah  unit  usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja. 

Page 59: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

50 

Alokasi  anggaran  dalam  APBD  yang  peruntukannya  secara  spesifik  untuk program pengembangan usaha melalui UMKM bertujuan untuk: 1) peningkatan kualitas SDM; 2) peningkatan kualitas produk/jasa; 3) promosi produk/jasa; dan 4)  pengelolaan  keuangan/akses  pembiayaan.  Program  dapat  berupa  training, workshop, pameran, dan lain‐lain.  Kegunaan Koperasi dan UMKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan struktural  dalam  rangka  meningkatkan  taraf  hidup  rakyat  banyak.  Melalui penyediaan  anggaran program pengembangan usaha, UMKM diharapkan dapat lebih berperan dalam meningkatkan posisi  tawar dan efisiensi ekonomi rakyat, sekaligus turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar melalui dampak eksternalitas positif yang ditimbulkannya.  Sementara  itu, UMKM berperan dalam memperluas penyediaan  lapangan kerja, memberikan  kontribusi  yang  signifikan  terhadap  pertumbuhan  ekonomi,  dan memeratakan peningkatan pendapatan.   Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya daya saing dan daya tahan ekonomi nasional.  Pengalokasian  anggaran program pengembangan usaha untuk UMKM sangat bermanfaat dalam pencapaian sasaran dan kinerja UMKM, yaitu:  1.   Meningkatnya  produktivitas  UMKM  dengan  laju  pertumbuhan  lebih  tinggi 

dari laju pertumbuhan produktivitas nasional;  2.   Meningkatnya proporsi usaha kecil formal;  3.   Meningkatnya  nilai  ekspor  produk  usaha  kecil  dan  menengah  dengan  laju 

pertumbuhan lebih tinggi dari laju pertumbuhan nilai tambahnya;  4.   Berfungsinya  sistem  untuk  menumbuhkan  wirausaha  baru  berbasis  ilmu 

pengetahuan dan teknologi; dan  5.   Meningkatnya  kualitas  kelembagaan dan  organisasi  koperasi  sesuai  dengan 

jatidiri koperasi.   Cara Menghitung Keberadaan “Program Pengembangan Usaha Untuk UMKM” atau sejenisnya yang dianggarkan  dalam  pembiayaannya  dalam  APBD  dapat  dilihat  dari  Peraturan Daerah dan/atau Peraturan/Keputusan Kepala Daerah yang telah disahkan. Selain itu, nilai indikator ini dapat juga diperoleh dengan menggunakan formula sebagai berikut:       Sumber Data Elemen data tersebut dapat diperoleh dari SKPD yang menangani UMKM, Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD), dan BAPPEDA.    

Alokasi Anggaran Program Pengembangan Usaha Untuk UMKM     x  100 Jumlah Anggaran Belanja Daerah 

Page 60: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

51 

2.3.4.3.2. Forum Komunikasi Reguler Kepala Daerah (Beserta Jajaran SKPD Terkait)  dengan  Pelaku  Usaha  yang  Menjamin  Terlaksananya Kebijakan Pro­Investasi Secara Konsisten 

Definisi Forum Komunikasi  Reguler  Kepala  Daerah  (dan  Jajaran  SKPD Terkait)  dengan Pelaku  Usaha  yang  Menjamin  Terlaksananya  Kebijakan  Pro‐investasi  secara Konsisten adalah forum yang diselenggarakan oleh pemerintahan daerah secara reguler  untuk  meningkatkan  kualitas  hubungan  pemerintah  daerah  dengan pelaku  usaha  (dapat  mencakup  pengembangan  potensi  daerah,  pemecahan masalah pelaku usaha, dll.). Forum komunikasi  tersebut diadakan tidak dengan suatu agenda khusus, dan tidak untuk menanggapi suatu kebijakan atau masalah tertentu, namun secara rutin (dapat bulanan, dua bulan sekali, triwulanan, dsb.) diadakan untuk tujuan tersebut di atas. Forum komunikasi dapat  berupa coffee morning, forum bulanan, dll.   Kegunaan Dalam konteks pembangunan regional, peran investasi pelaku usaha memegang peran penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Keberadaan mekanisme  yang  menjamin  terlaksananya  kebijakan  pro‐investasi secara konsisten melalui suatu forum komunikasi reguler akan menciptakan dan memperbaiki iklim investasi yang kondusif dan mendorong bahkan memperkuat pertumbuhan  ekonomi  dengan  mendatangkan  lebih  banyak  input  ke  dalam proses produksi. Dengan kata  lain, masuknya  investasi  ke  suatu  daerah  sangat bergantung  pada  keberadaan  mekanisme  yang  menjamin  terlaksananya kebijakan pro‐investasi secara konsisten Disisi  lain,  kebijakan  desentralisasi  pemerintahan  di  Indonesia  yang  mulai diterapkan sejak  tahun 2001  telah mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk  turut  berperan  besar  dalam  upaya  penciptaan  iklim  investasi  yang kondusif  di  daerahnya.  Oleh  karena  itu,  dengan  kewenangan  di  bidang pemerintahan  yang  telah  diserahkan  kepada  pemerintah  daerah,  pemerintah daerah  dituntut  untuk  menyiapkan  mekanisme  yang  dapat  menjamin terlaksananya kebijakan pro‐investasi secara konsisten di daerah. Bagi investor, keberadaan mekanisme dan implementasi kebijakan pro‐investasi secara  konsisten  sangat  diperlukan  sebagai  bahan  pertimbangan  dalam pengambilan keputusan lokasi untuk investasi. Semakin banyak peraturan daerah yang dapat menciptakan iklim usaha, semakin suatu daerah mampu menyelenggarakan otonomi.  Cara Menghitung Sebutkan nama dan mekanisme diselenggarakannya forum komunikasi regular; dilengkapi dengan lampiran daftar hadir dan/atau notulensi pertemuan, rencana tindak  lanjut  atas  hasil  pertemuan,  dan  lain‐lain  dokumen  yang  menunjukkan diselenggarakannya forum komunikasi tersebut secara reguler.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang  menangani  investasi/ perekonomian  daerah,  Satuan  Kerja  Pengelola  Keuangan  Daerah  (SKPKD), BAPPEDA, dan/atau Satuan Pengawas Daerah (Inspektorat/Bawasda). 

Page 61: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

52 

2.3.4.4. Variabel 4 : Realisasi Investasi Pada Variabel 4 – Fasilitasi Daerah – terdapat 2 (dua) indikator, yaitu: 1) Jumlah Realisasi  Investasi;  dan  2)  Nilai  Realisasi  Investasi.  Secara  rinci,  penjelasan terhadap indikator‐indikator tersebut diuraikan berikut ini.   2.3.4.4.1. Jumlah Realisasi Investasi Definisi Jumlah  Realisasi  Investasi  adalah  sejumlah  manfaat  (ekonomi,  sosial,  dan lainnya)  yang  diperoleh  pemda  manakala  seseorang  atau  badan  hukum menempatkan  sejumlah  dana  dan/atau  barang  dalam  jangka  panjang  sebagai suatu  investasi  dan  telah  disetujui  pemerintah  daerah.  Jadi,  jumlah  investasi adalah  jumlah proyek  investasi yang  telah  terealisir, baik proyek baru maupun perluasan skala usaha. Dalam  kenyataannya,  realisasi  investasi  di  daerah  perkotaan  cenderung  pada industri,  perdagangan,  dan  jasa  (sektor  sekunder)  sementara  di  wilayah kabupaten cenderung pada sektor primer.  Peningkatan  investasi  Daerah  akan  dapat  terwujud  jika  di  Daerah  terdapat potensi yang dapat “dijual” kepada para investor, baik itu berupa potensi sumber daya  alam maupun potensi  sumber  daya manusia.  Selanjutnya hal  yang  sangat penting  lagi  adalah  kemampuan  Daerah  menjual  potensi  yang  dimilikinya tersebut.  Kemampuan  Daerah  untuk  menjual  tersebut  harus  didukung  oleh terciptanya  iklim  yang  kondusif  dan  mendukung  investasi  di  Daerah  seperti adanya  jaminan  keamanan  dan  kepastian  hukum  bagi  investasi  di  Daerah. Pemerintah  Daerah  hendaknya  juga  mampu  melahirkan  regulasi  yang  dapat memacu pertumbuhan perekonomian  yang mampu merebut  investor PMA dan PMDN  sekaligus  memberdayakan  investor  lokal.  Keberhasilan  Pemerintah Daerah  mengelola  faktor‐faktor  tersebut  akan  dapat  mendorong  peningkatan daya saing daerah dalam merebut investor.   Kegunaan Jumlah  realisasi  investasi  dunia  usaha  di  daerah  diharapkan  dapat  memacu pertumbuhan  perekonomian  daerah  sekaligus  pemerataan  pendapatan masyarakat. Dengan banyaknya realisasi  investasi dunia usaha di daerah, maka diharapkan  semakin  bertambahnya  lapangan  kerja  yang  dapat  menampung angkatan kerja. Hal ini juga akan membawa dampak terhadap penurunan angka urbanisasi.   Cara Menghitung Sebutkan jumlah realisasi investasi per tahun.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang menangani  penanaman modal/investasi/perekonomian  daerah,  Satuan  Kerja  Pengelola  Keuangan Daerah (SKPKD), dan BAPPEDA.    

Page 62: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

53 

2.3.4.4.2. Nilai Realisasi Investasi Definisi Nilai  Realisasi  Investasi  adalah  nilai  moneter  (rupiah  dan/atau  USD)  yang ditanamkan  dalam  suatu  proyek  investasi  di  suatu  daerah,  telah  disetujui,  dan yang sudah direalisasi, baik proyek baru maupun perluasan skala usaha. Pemda  dalam  meraih  investasi  di  daerah  harus  memperhatikan  peningkatan nilai investasi dan sekaligus pemberdayaan investasi kalangan dunia usaha lokal.   Kegunaan Kegunaannya  adalah  untuk mengetahui  capaian  kinerja  pemda  dalam menarik investasi.  Diharapkan  dengan  menggaet  investor  ke  daerah  akan  dapat menimbulkan  dampak  positif  bagi  pengembangan  dunia  usaha  daerah  dan memacu  pertumbuhan  ekonomi  daerah  yang  akan  bermuara  kepada peningkatan  dan  pemerataan  kesejahteraan  rakyat  di  daerah.  Iklim  investasi yang kondusif, jaminan keamanan, dan kepastian hukum diharapkan akan turut meningkatkan nilai investasi ke daerah.  Cara Menghitung Sebutkan nilai realisasi investasi per tahun. Pembobotan  jumlah  investasi  lebih  besar  dibandingkan  nilai  investasi  dengan pertimbangan  semakin  banyak  jumlah  proyek  investasi  (banyak  investor) menunjukkan  tingkat  attractiveness  daerah  yang  tinggi  dan  tingkat  kerumitan yang  lebih  tinggi  dalam  menangani  banyak  investor;  dibandingkan  dengan sedikit jumlah proyek investasi, namun dengan nilai proyek investasi yang lebih besar.  Sumber Data Elemen  data  tersebut  dapat  diperoleh  dari  SKPD  yang menangani  penanaman modal/investasi/perekonomian  daerah,  Satuan  Kerja  Pengelola  Keuangan Daerah (SKPKD), dan BAPPEDA.  

  

III. PROSEDUR DAN TATA CARA PENILAIAN  

3.1.  Tahapan Evaluasi DOHP  Sistem evaluasi yang digunakan pada evaluasi daerah otonom hasil pemekaran (DOHP)  setelah  berlakunya  UU  Nomor  22  Tahun  1999  tentang  Pemerintahan Daerah  dilaksanakan  melalui  4  (empat)  tahap.  Dalam  konteks  ini,  keempat tahapan tersebut harus dilakukan karena sistem evaluasi DOHP merupakan satu kesatuan  yang  komprehensif  agar  diperoleh  hasil  evaluasi  yang  optimal. Keempat tahapan evaluasi DOHP tersebut meliputi:    1. Tahap I – Persiapan 

a. Kegiatan Penyusunan Pedoman Evaluasi DOHP Kegiatan  ini  dilakukan  untuk  merumuskan  Peraturan  Menteri  Dalam Negeri Tentang Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran yang 

Page 63: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

54 

dapat  dipahami  dan  dijadikan  acuan  oleh  seluruh  unsur  yang  terlibat dalam Evaluasi DOHP. Aktivitas yang dilakukan dalam kegiatan ini, yaitu: 1) Perumusan Faktor, Variabel, dan Indikator 

Dasar  perumusan  ”faktor”  dalam  evaluasi DOHP  adalah  Pasal  3  ayat (2)  Undang‐Undang  Nomor  32  Tahun  2004  Tentang  Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa tujuan otonomi daerah (TOD) adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik, dan daya saing daerah. Selain  itu, ditambahkan  faktor  ”Good Governance” sebagai  wujud  rasa  kepedulian  terhadap  upaya  pembenahan  tata kelola  pemerintahan  daerah  dengan  mencermati  dinamika  yang berkembang sejak reformasi didengungkan tahun 1998.  Selanjutnya,  setiap  “Tujuan  Otonomi  Daerah”  (TOD)  yang  sekaligus merepresentasikan  “Tujuan  Pemekaran  Daerah”  (TPD)  ditetapkan menjadi “Faktor” evaluasi. Setiap faktor tersebut terdiri dari beberapa “Variabel”  yang  hendak  diukur  dan  pada  masing‐masing  “Variabel” tersebut terdapat beberapa “Indikator”. Penetapan indikator tersebut memperhatikan  7  (tujuh)  persyaratan  utama  yang  harus  dipenuhi oleh suatu indikator, yaitu: 1) ketersediaan data; 2) kemudahan dalam memperoleh data; 3) kemudahan dalam proses penghitungan data; 4) relevan; 5) terukur; 6) akurat dan valid; dan 7) reliabel. 

 2) Pembobotan Faktor, Variabel, dan Indikator 

”Sistem  Pembobotan”  merupakan  suatu  sistem  yang  menggunakan dasar  matematika  dan  prinsip  dasar  statistika  sederhana  dalam proses pengambilan keputusan  terhadap hasil  evaluasi DOHP.  Setiap kriteria  penilaian  memiliki  satu  bobot  sendiri  yang  telah  didesain sedemikian  rupa,  sehingga  memenuhi  prinsip‐prinsip  obyektivitas, validitas,  reliabilitas,  dan  rasa  keadilan  serta  common  sense  dalam upaya memperoleh  hasil  yang  obyektif‐realistis  dari  evaluasi  DOHP. Bobot  tersebut  ditetapkan  dalam bentuk  persentase  (%).  Berikut  ini ditetapkan  “Faktor”,  “Variabel”,  dan  “Indikator”  dengan  komposisi “Bobot Penilaian”, “Skor”, dan “Total Nilai” sebagaimana tabel berikut. 

                  

Page 64: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

55 

 Tabel 3.1. 

Komposisi Bobot Penilaian, Skor, dan Total Nilai “Faktor, Variabel, dan Indikator” Evaluasi DOHP 

 

No  Faktor   Variabel  Indikator  Bobot Penilaian 

Skor (1­5)* 

Total Nilai (Bobot x 

Skor)            1.  Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat  30%   

  1.  Variabel 1: Peningkatan Kemakmuran Masyarakat   80%   

  1.  1.1.1. Laju Pertumbuhan PDRB Per Kapita 30%   2.  1.1.2. Pengurangan Angka Kemiskinan 40%   3.  1.1.3. Kebijakan (Perda, Program, Renstra, 

Kegiatan) Pemberdayaan Penduduk Miskin  

30%  

     2.  Variabel 2: Berkurangnya Ketimpangan Gender  20%     

  4.  1.2.1.   Produk Hukum (Perda, Peraturan/Keputusan KDH) Tentang Kesetaraan Gender dan/atau Pemberdayaan Perempuan 

50% 

   

5.  1.2.2 Bentuk Kelembagaan Yang Menangani Kesetaraan Gender dan/atau Pemberdayaan Perempuan (Badan/Dinas/Kantor) 

50% 

 

   2.  Good Governance  25%       3.  Variabel 1: Efektivitas  20%   

  6.  2.1.1. Ketepatan Waktu Daerah Menetapkan APBD   40%   

7.  2.1.2   Daya Serap Anggaran (APBD) Per Tahun 60%            

4.  Variabel 2: Transparansi  20%     

  8.  2.2.1.   Produk Hukum Daerah Untuk Transparansi  30%   

  9.  2.2.2   Publikasi APBD dan Pengadaan Barang/Jasa (Procurement)  70%   

       5.  Variabel 3: Akuntabilitas  40%   

  10.  2.3.1 Pelembagaan Penanganan Pengaduan Masyarakat  30%   

  11.  2.3.2 Pakta Integritas/Kontrak Kinerja  30%     12.  2.3.3 Publikasi Pertanggungjawaban 

Pelaksanaan APBD  20%   

  13.  2.3.4 Persentase Belanja DPRD dan Persentase Belanja Kepala Daerah Terhadap APBD  20% 

 

     

Page 65: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

56 

       

No  Faktor   Variabel  Indikator  Bobot Penilaian 

Skor (1­5)* 

Total Nilai (Bobot x 

Skor)              6.  Variabel 4: Partisipasi  20%     

  14.  2.4.1. Konsultasi Publik Dalam Setiap Proses Penyusunan Perda, APBD, dll.  60% 

 

15.  2.4.2 Jumlah Perda Inisiatif DPRD 40%      

3.  Ketersediaan Pelayanan Publik  25%   

  7.  Variabel 1: Pendidikan   25%     

 

16.  3.1.1.  Persentase Anggran Pendidikan Terhadap APBD  50%   

17.  3.1.2.  Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan SD/Sederajat, SMP/Sederajat, dan SMA/Sederajat 

50%  

     8.  Variabel 2: Kesehatan   25%   

 

18.  3.2.1.  Persentase Anggaran Kesehatan Terhadap APBD  50% 

 

19.  3.2.2.  Persentase Balita Gizi Buruk 50%      

9.  Variabel 3: Penyediaan Sarana dan Prasarana Pelayanan Umum 

25%  

 

20.  3.3.1.  Akses Terhadap Air Bersih & Sanitasi  40%   21.  3.3.2.  Panjang Jalan Per Luas Wilayah 

(Provinsi/Kabupaten/Kota)  35%   

22.  3.3.3.  Inisiatif Program Pemda untuk Menangani Krisis Listrik  25% 

 

   

10. Variabel 4: Pelayanan Tata Kelola Administrasi Kependudukan 

25%  

 23.  3.4.1.  Persentase Kepemilikan Kartu Tanda 

Penduduk (KTP)  50%  

24.  3.4.2.  Persentase Kepemilikan Akta Kelahiran 50%              4.  Peningkatan Daya Saing Daerah  20%   

  11.  Variabel 1: Kebijakan Daerah  30%   

 

25.  4.1.1.  Perda Tata Ruang 30%   26.  4.1.2.  Produk Hukum Daerah (Perda, 

Peraturan/Keputusan KDH) yang Memberikan Perlindungan Lingkungan Hidup 

30% 

 

Page 66: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

57 

27.  4.1.3. Produk Hukum Daerah yang Memberikan Intensif dan/atau Kemudahan Kepada Investor untuk Keringanan/Penghapusan Biaya Pajak dan Retribusi Daerah (yang Tertera dalam Perda, Peraturan/Keputusan KDH) 

40% 

 

            

 

 

 

No  Faktor  Variabel  Indikator  Bobot Penilaian 

Skor (1­5)* 

Total Nilai (Bobot x 

Skor)              12.  Variabel 2: Kelembagaan Daerah  20%     

 

28.  4.2.1.  Tipologi Institusi Pelayanan Terpadu 60%   29.  4.2.2.  Ketersediaan Informasi Potensi Ekonomi 

Daerah Yang Ditampilkan Dalam Situs Web Pemda 

40%  

   13.  Variabel 3: Fasilitasi Investasi  25%     

 

30.  4.3.1.  Anggran Program Pengembangan Usaha Untuk UMKM (Anggaran APBD untuk Kegiatan‐kegiatan yang Terkait Peningkatan Kapasitas UMKM) Dalam hal: a) produksi; b) pemasaran; c) akses financial; dan d) administrasi keuangan usaha 

40% 

 

31.  4.3.2.  Forum Komunikasi Reguler Kepala Daerah (dan Jajaran SKPD Terkait) dengan Pelaku Usaha yang Menjamin Terlaksananya Kebijakan Pro‐investasi secara Konsisten 

60% 

 

         14.  Variabel 4: Realisasi Investasi  25%   

 32.  4.4.1.   Jumlah Realisasi Investasi 60%   33.  4.4.2.   Nilai Realisasi Investasi 40%   

           Catatan: *)  Skor 1 = Sangat Tidak Mampu; Skor 2 = Tidak Mampu; Skor 3 = Kurang Mampu;    Skor 4 = Mampu; dan Skor 5 = Sangat Mampu.  

 3) Penyusunan Kuesioner 

Dalam upaya menghasilkan ”data colection” yang lengkap dari seluruh indikator,  dirumuskanlah  pertanyaan‐pertanyaan  yang  ditujukan kepada responden dalam hal ini adalah unsur pemerintahan di DOHP. Kuesioner  yang dirumuskan  terdiri  dari  2  jenis  sebagaimana  sajikan pada Lampiran ”Form F‐01 – Kuesioner Data Umum” dan ”Form F‐02 – Kuesioner Indikator Kinerja DOHP” sebagai satu kesatuan. 

Page 67: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

58 

 4) Ujicoba Kuesioner (uji petik terhadap Pemerintah Provinsi, Kabupaten 

dan Kota) Mengingat  keberagaman  pemahaman  responden  (aparatur  pemda) terhadap  kuesioner,  maka  perlu  melakukan  ujicoba  enumerasi  atau pengisian  kuesioner.  Enumerasi  ini  dilakukan  dengan memilih  calon enumerator  yang  wewakili  keberagaman  pemahaman  terhadap kuesioner, yaitu sampel pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten,  dan Kota  yang  dipilih  secara  selektif.  Melalui  kegiatan  ini  diharapkan terbangun kesamaan pemahaman terhadap  intrumen evaluasi DOHP, terutama ”kuesioner” sebagai media pengumpulan data baik terhadap data primer maupun data sekunder.  Apabila terjadi ketidaksepahaman dalam pengisian pada tahap ujicoba tersebut, maka  dilakukan wawancara mendalam  terhadap  kuesioner untuk mengetahui  apakah  rumusan  kuesioner  tersebut  sudah  tepat. Apabila  tidak  tepat,  langkah  selanjutnya  adalah  perumusan  kembali secara bersama antara calon responden dengan tim evaluator. Melalui proses ini diharapkan dapat diperoleh kuesioner yang valid dan sahih. 

 5) Finalisasi Pedoman Evaluasi DOHP 

Mengacu  pada  hasil  ujicoba,  selanjutnya  dilakukan  penyempurnaan naskah pedoman evaluasi DOHP terutama terhadap kuesioner. Setelah selesai,  pedoman  evaluasi  ini  ditetapkan  melalui  Peraturan  Menteri Dalam  Negeri  dan  disosialisasikan  kepada  pemerintah  daerah  pada Rapat Teknis. 

 b. Kegiatan Persiapan Pengumpulan Data 

Kegiatan  ini  dilakukan  untuk  mempersiapkan  bahan  dan  perlengkapan lainnya yang diperlukan oleh Tim Evaluator agar dapat memperoleh data secara lengkap dan akurat. Rangkaian kegiatan ini meliputi: 1) Penyusunan Tim Evaluasi DOHP   Tim Evaluasi DOHP terdiri dari beberapa unsur, yaitu: Tim Pakar atau 

Tenaga  Ahli,  Tim  Pengumpulan  Data  dan/atau  Tim  Verifikasi  dan Validasi,  Tim  Pengolah  Data  (entry  data  dan  cleaning  data),  Tim Pembuat  Model/Sistem/Software  EDOHP,  dan  Tim  Analisis  serta Penyusunan Laporan. 

2) Penyusunan Rencana dan Jadwal Rapat Teknis dengan Pemerintahan DOHP dan Pemerintahan Daerah Induk (DI). 

  Rapat  Teknis  (Ratek)  dimaksudkan  untuk  menyampaikan  kejelasan maksud  dan  tujuan  EDOHP  kepada  pemerintah  daerah  sekaligus untuk memperoleh data yang dilakukan melalui pengisian kuesioner. 

3) Penyiapan  Bahan  dan  Perlengkapan  (Pedoman  dalam  bentuk  hard copy dan soft copy/CD  serta chek list). Dalam  upaya  percepatan  dan  kemudahan  pengumpulan  data,  maka pedoman  dan  kuesioner  disiapkan  dalam  bentuk  hardcopy maupun soft copy. 

4) Persiapan Administrasi dan Undangan.  

 2. Tahap II – Pengumpulan Data 

Page 68: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

59 

Pengumpulan  data  kebutuhan  EDOHP  dilakukan  melalui  beberapa  cara diantaranya  melalui  penyelenggaraan  Rapat  Teknis  (Ratek).  Dalam  ’Ratek’ dijelaskan maksud dan tujuan evaluasi 205 DOHP, mekanisme pengumpulan dan pengolahan data serta menggugah pemda untuk aktif menyediakan data dalam  rangka  pembinaan  dan  pengawasan  penyelenggaraan  pemerintahan daerah dengan cara memantau kinerja DOHP.  Langkah selanjutnya setelah pengisian kuesioner oleh pemda ialah verifikasi dan validasi terhadap data, sehingga tidak dijumpai kekurangan data primer maupun data sekunder yang dikumpulkan. Apabila terjadi kekurangan, maka dilakukan  konfirmasi  kepada  pemerintah  daerah  yang  bersangkutan  untuk segera melengkapinya, agar tidak menyebabkan distorsi atau kesalahan pada saat pengolahan data maupun analisis data. Apabila  memungkinkan,  dilakukan  pengecekan  lapang  terhadap  data  yang tidak  terkumpul.  Hal  ini  dimaksudkan  untuk  melengkapi  kekurangan  data serta untuk melihat kondisi obyektif di daerah yang bersangkutan.   

 3. Tahap III – Pengolahan Data 

Pengolahan  data  dalam  evaluasi  ini  menggunakan  model/sistem/software evaluasi DOHP. Mengingat terdapat 332 field sebagai unit analisis yang terdiri dari  205 DOHP dan 127 Daerah  Induk  (DI)  dengan 33  indikator  yang  akan dianalisis, pengolahan data dilakukan dalam 2 (dua) fase kegiatan, yaitu: 1)  Pengolahan Data Tahap I (Manual)   Fase manual  ini  dimaksudkan untuk memverifikasi  kesalahan penulisan 

dan  memvalidasi  kebenaran  data.  Caranya,  membandingkan  kuesioner dengan  data  sekunder  yang  akurat,  misalnya  data  hasil  penelitian  BPS.  Data hasil verifikasi  ini dapat meminimalisasi dan memperlancar proses ‘entry data’, sehingga kualitas data yang dihasilkan mendekati sempurna. 

2)  Pengolahan Data Tahap II (Cleaning Data)   Fase  ‘cleaning  data’  dimaksudkan  untuk  proses  ‘entry  data’  ke  dalam 

sistem/model/software evaluasi DOHP. Kuesioner yang telah lebih dahulu diverifikasi  dan  divalidasi  akan  lebih  memudahkan  dan  mempercepat proses  ‘entry data’.  Setelah  ‘entry data’  diselesaikan  secara menyeluruh, dilakukan ‘cleaning data’ dengan melihat dan membandingkannya dengan data  sekunder  yang  “time  series”,  sehingga  hasil  atau  gambaran  “time series” yang diperoleh dari  ‘data entry’  tersebut menjadi wajar. Kegiatan inilah yang dimaksud dengan cleaning data. 

  Fase ini memakai “Z Score” untuk merasionalkan dalam membandingkan data yang beragam, yaitu data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif.   

4. Tahap IV – Analisis dan Penyusunan Laporan Sebagai akhir dalam proses evaluasi DOHP, dilakukan kegiatan Analisis dan Penyusunan  Laporan  Hasil  Evaluasi  Daerah  Otonom  Hasil  Pemekaran  atau LHE‐DOHP.  Kegiatan  analisis  ini  dimulai  dengan  melakukan  penilaian  dan kategorisasi kapasitas DOHP, pemberian rekomendasi (Kotak Rekomendasi), dan berakhir dengan penyusunan laporan (LHE‐DOHP). Pemberian  rekomendasi  dalam  konteks  evaluasi  DOHP  ini  dimaksudkan untuk  memberikan  solusi  bagi  pemda  untuk  meningkatkan  kinerjanya. Rekomendasi  tersebut  merupakan  acuan  bagi  pemda  untuk  selanjutnya dituangkan  ke  dalam  Konsep  “Rencana  Tindak  Pengembangan  Kapasitas” 

Page 69: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

60 

Aparatur  Pemda  (CB‐AP)  dan  ditetapkan  melalui  produk  hukum  daerah terkait dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).            

 

 

   DIREKTORAT PENGEMBANGAN KAPASITAS DAN  EVALUASI KINERJA DAERAH DIREKTORAT JENDERAL OTONOMI DAERAH DEPARTEMEN DALAM NEGERI  

 KOTAK REKOMENDASI 

     Rekomendasi Tim Penilai Teknis (Tim Pakar):     

..………………………………………………………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………….…………………………………………………………………………………….

…………………………………………………………….………………………………………………………………………………….

…………………………………………………………….………………………………………………………………………………….

…………………………………………………………….……………………………………………………………………………….…

……………………………………………………….………………………………………………………………………………….……

………………………….………………………………………………………………………………………….…………………………

………………………………….………………………………………………………………………………………….………………… 

    Ketua  :    ………………………….

 

   Anggota   :  1. …………………………. 

    2. …………………………. 

    3. …………………………. 

    4. …………………………. 

    5. …………………………. 

    6. …………………………. 

Page 70: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

61 

    7. …………………………. 

    8. ………………………….

     

       3.2.  Metode Penilaian Dalam Rangka Evaluasi DOHP  1) Semua respons (jawaban) atas setiap pertanyaan dalam Kuesioner “Indikator 

Kinerja  DOHP”  (F‐02)  di‐‘coding’  sesuai  dengan  tabel  ‘coding’  yang  sudah disiapkan.  Ada  3  (tiga)  skala  dalam  ‘coding’  yang mungkin  digunakan,  yaitu:  (1)  skala nominal; (2) skala ordinal; dan (3) ukuran ratio.  (1) Skala Nominal untuk indikator dengan nomor: 9, 11,12, 14, 22, 25, (28), 

29, dan 31.  (2) Skala  Ordinal  untuk  indikator  dengan  nomor:  3,  4,  5,  6,  8,  10,  26,  27, 

(28), dan 30. (3) Bilangan Ratio untuk indikator dengan nomor: 1, 2, 7, 13, 15, 16, 17, 18, 

19, 20, 21, 23, 24, 32, dan 33.  

2) Setiap ‘coding’ pada gilirannya akan dikonversi (sesuai prosedur yang sudah ditentukan untuk masing‐masing item pertanyaan) menjadi ‘score’. Catatan:  ‘Score’  (langkah kedua)  sama dengan  “Skala Ordinal” pada  langkah pertama (coding).  

3) Selanjutnya,  nilai  dari  setiap  item  pertanyaan  distandarisasi,  sehingga diperoleh  nilai  standar  “Z‐score”.  Asumsi  dari  penggunaan  pendekatan  ini adalah  sebaran  nilai  yang  diperoleh  secara  statistik  terdistribusi  secara normal.  Standarisasi  atau  normalisasi  ‘score’  diterapkan  terhadap  seluruh indikator  untuk menghilangkan  satuan  score/nilai masing‐masing  indikator yang  memiliki  ukuran  berbeda  dengan  skala  nominal,  skala  ordinal,  dan rasio. Dengan asumsi bahwa semua  indikator dinilai dengan skala 0 sampai dengan 100, dimana nilai 0 adalah nilai terjelek suatu daerah untuk masing‐masing  indikator  yang  dimaksud,  sedangkan  nilai  100  adalah  nilai  terbaik suatu  daerah  untuk  masing‐masing  indikator  yang  dimaksud;  maka normalisasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:       

Z =  100 x   (X – Xmin)                      (Xmax. – Xmin.) 

Page 71: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

62 

4) Kemudian,  “Z‐score”  dari  setiap  indikator  (33  indikator)  dikalikan  dengan bobot dari masing‐masing indikator, sehingga diperoleh nilai tertimbang dari masing‐masing indikator.   

5) Lalu, nilai  tertimbang dari  setiap  indikator dijumlahkan,  sehingga diperoleh Nilai Total ‘Score’ untuk setiap DOHP.  

6) Selanjutnya,  dilakukan  perhitungan  rata‐rata  dan  standar  deviasi  dari  nilai total ‘score’ semua DOHP.  

7) Terakhir,  setelah  angka  rata‐rata  dan  standar  deviasi  dari  nilai  total  ‘score’ semua  DOHP  teridentifikasi,  maka  dapat  dirumuskan  angka  batas  ‘wajar’ untuk  masing‐masing  kategori  di  bawah  ini  (yang  akan  menjadi  dasar Evaluasi Kinerja DOHP): (1) Sangat Mampu,  jika  nilai  total  ‘score’  suatu DOHP mencapai:  lebih  dari 

Angka rata‐rata + 1,5 X  Standar Deviasi. (2) Mampu,  jika  nilai  total  ‘score’  suatu DOHP  berada:  di  atas  [Angka  rata‐

rata + 0,5 X  Standar Deviasi] sampai sama dengan [Angka rata‐rata + 1,5 X  Standar Deviasi]. 

(3) Kurang Mampu, jika nilai total ‘score’ suatu DOHP berada: di atas [Angka rata‐rata ‐ 0,5 X  Standar Deviasi] sampai sama dengan [Angka rata‐rata + 0,5 X  Standar Deviasi]. 

(4) Tidak Mampu,  jika nilai  total  ‘score’ suatu DOHP berada: di atas [Angka rata‐rata ‐ 1,5 X  Standar Deviasi] sampai sama dengan [Angka rata‐rata ‐ 0,5 X  Standar Deviasi]. 

(5) Sangat Tidak Mampu, jika nilai total ‘score’ suatu DOHP di bawah [Angka rata‐rata ‐ 0,5 X  Standar Deviasi]. 

 Langkah ke‐5, ke‐6, dan ke‐7, diteruskan untuk keseluruhan indikator dengan pedoman langkah ke‐1 sampai dengan langkah ke‐4 sebagaimana tersebut di atas.   

8) Selanjutnya,  kategori  hasil  evaluasi  DOHP  ditentukan  oleh  “Total  Nilai” seluruh indikator, sebagaimana Tabel berikut. 

 Tabel 3.2. 

Kategori Hasil Evaluasi Berdasarkan Total Nilai Seluruh Indikator  

Kategori  

Hasil Evaluasi 

Nilai Total ‘Score’ 

Seluruh Indikator 

Sangat Mampu  lebih dari Angka rata‐rata + 1,5 X  Standar Deviasi 

Mampu  di atas [Angka rata‐rata + 0,5 X  Standar Deviasi] sampai sama dengan [Angka rata‐rata + 1,5 X  Standar Deviasi] 

Kurang Mampu di atas [Angka rata‐rata ‐ 0,5 X  Standar Deviasi] sampai sama dengan [Angka rata‐rata + 0,5 X  Standar Deviasi] 

Tidak mampu  di atas [Angka rata‐rata ‐ 1,5 X  Standar Deviasi] sampai sama 

Page 72: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

63 

         

IV. PENUTUP  

Disadari bahwa dinamika pemekaran daerah bertumbuh relatif cepat,  terutama pasca  UU  Nomor  22  Tahun  1999  tentang  Pemerintahan  Daerah.  Disisi  lain, pemekaran daerah menjadi suatu kebutuhan ketika diperhadapkan pada tujuan pemekaran  daerah  yang  berupaya  untuk  mendekatkan  rentang  kendali penyelenggaraan  pemerintahan  daerah  serta  menciptakan  aksesibilitas  dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.   Seiring  perkembangan  dinamika  otonomi  daerah,  saat  ini  secara  obyektif‐rasional  Pemerintah  dituntut  untuk  segera  mengukur  sejauhmana  efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya terhadap 205 daerah otonom hasil pemekaran (DOHP) pasca UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.   Diharapkan hasil evaluasi DOHP yang dilakukan secara profesional dan mandiri mampu  berkontribusi  dalam  penataan  kebijakan  pemekaran  daerah  serta memberikan  masukan  berharga  dalam  proses  pembinaan  dan  pengawasan penyelenggaraan  pemerintahan  daerah.  Hasil  evaluasi  ini  pun menjadi  krusial ketika  pemerintah  berkehendak  menata  daerah  otonom  agar  benar‐benar mampu mewujudkan tujuan otonomi daerah.   Sebagai tolok ukur (benchmark) bagi keberlangsungan pemekaran daerah, hasil evaluasi  ini  pun  diharapkan  dapat  menjadi  acuan  bagi  aparat  pemerintahan daerah untuk  lebih  sungguh‐sungguh membenahi  daerahnya.  Selain  itu,  sangat diperlukan  sinergitas  antara  sesama  aparatur  pemerintahan  daerah  maupun dengan  masyarakatnya.  Hal  ini  dimaksudkan  agar  secara  realistis,  tercipta kebersamaan untuk menjaga eksistensi daerah pemekaran yang memang  layak dan pantas untuk dipertahankan.   Dalam  konteks  yang  lebih  obyektif‐realistis,  rekomendasi  hasil  akhir  evaluasi DOHP  merupakan  alternatif  solusi  untuk  menata  keberadaan  daerah  otonom hasil  pemekaran.  Sangat  diharapkan  agar  ke‐205  DOHP  memiliki  kinerja  baik dan “mampu” bahkan “sangat mampu” mempertahankan eksistensinya, sehingga patut  untuk  dipertahankan.  Namun  demikian,  bagi  DOHP  yang  ternyata  tidak memiliki  kapasitas,  kepadanya  perlu  dipertimbangkan  untuk  diberikan  model 

dengan [Angka rata‐rata ‐ 0,5 X  Standar Deviasi]. 

Sangat Tidak Mampu  di bawah [Angka rata‐rata ‐ 0,5 X  Standar Deviasi] 

Page 73: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

PEDOMAN EVALUASI  DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 1999 

64 

pengembangan kapasitas agar dapat menjadi daerah otonom yang lebih mampu dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah dan memperkokoh NKRI.  

          

PERISTILAHAN DAN SINGKATAN   AHH   :   Angka Harapan Hidup AMH   :  Angka Melek Huruf APBD  :  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APM   :   Angka Partisipasi Murni BAPPENAS   :   Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BUMD   :  Badan Usaha Milik Daerah BPK     :  Badan Pemeriksa Keuangan  CAPEX     :    Capital Expenditure DAK     :  Dana Alokasi Khusus DAU     :   Dana Alokasi Umum DBH     :    Dana Bagi Hasil Depdagri     :   Departemen Dalam Negeri DOHP     :   Daerah Otonom Hasil Pemekaran DPR     :   Dewan Perwakilan Rakyat DPRD     :  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah FGD     :   Focus Group Discussion GCG     :   Good Corporate Governance  GG     :   Good Governance IPM     :  Indeks Pembangunan Manusia MBR    :  Masyarakat Berpenghasilan Rendah   KK        :  Kepala Keluarga/Kartu Keluarga KTP     :  Kartu Tanda Penduduk NIK     :  Nomor Induk Kependudukan NKRI     :  Negara Kesatuan Republik Indonesia  OTDA     :  Otonomi Daerah PAD     :   Pendapatan Asli Daerah Perda     :    Peraturan Daerah PDRB     :   Produk Domestik Regional Bruto PDS     :  Penerimaan Daerah Sendiri PK­EKD     :  Pengembangan Kapasitas dan Evaluasi Kinerja Daerah PNS     :   Pegawai Negeri Sipil PNSD     :   Pegawai Negeri Sipil Daerah PP     :   Peraturan Pemerintah RKPD     :  Rencana Kerja Pemerintah Daerah 

Page 74: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Kementerian Dalam Negeri 

 

65 

RPJMD     :   Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMN    :  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RTH     :  Ruang Terbuka Hijau RTRW     :  Rencana Tata Ruang Wilayah SDM     :  Sumber Daya Manusia SKPD     :  Satuan Kerja Perangkat Daerah TOD     :   Tujuan Otonomi Daerah UMKM     :  Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah                   

LAMPIRAN  

Formulir  F – 01 ”Kuesioner Data Umum” 

Formulir  F – 02 ”Kuesioner Indikator Kinerja Daerah Otonom Hasil Pemekaran (DOHP)” 

 Daftar Daerah Otonom Hasil Pemekaran (DOHP) dan  

Daftar Daerah Induk (DI) Sebelum Pemekaran 

Page 75: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA    Page 1 of 4 Kementerian Dalam Negeri 

 

 

 

KUESIONER DATA UMUM  F­01 

 

Provinsi  :   ...................................................................... 

Kabupaten/Kota *)  :   ......................................................................  

Waktu Pembentukan Daerah Otonom  

:  ...................................................................... (Sebutkan Nomor dan Tahun Penetapan UU Pembentukan Daerah Saudara) 

Waktu Pelantikan Penjabat Kepala Daerah   : 

Tanggal ............Bulan .......................................Tahun   ......................... Waktu Pelantikan Kepala Daerah Definitif  : 

Tanggal ............Bulan .......................................Tahun   .........................        PETUNJUK SINGKAT PENGISIAN KUESIONER  Setiap  Daerah  Otonom Hasil  Pemekaran  (DOHP)  wajib mengisi  kolom  yang  disediakan  dengan  data  yang otentik sesuai dengan klasifikasi data yang dibutuhkan.   Catatan penting: 

1. Setiap isian “Data Tahunan”, agar diisi data sejak “Tahun Pertama” DOHP dibentuk sampai dengan posisi “Akhir Tahun 2009”. 

2. Setiap produk hukum/kebijakan/program yang disampaikan (oleh pejabat DOHP), harus disertai dengan “copy” bukti dokumen kebijakan/program, baik berupa soft copy (CD) dan/atau hard copy (berkas, foto, dll.). 

3. Setiap “Data” dan/atau “Informasi” yang bersumber dari dokumen resmi seperti Rincian APBD/ Daerah Dalam  Angka/Laporan  Keuangan  Pemerintah  Daerah  (LKPD)/Profil  Sektoral  wajib  menyebutkan  dan menyertakan “Sumber Dokumen” tersebut. 

 Jawaban "Form F – 01“ dan "Form F – 02“ agar dikirimkan melalui Pos dan/atau via E‐mail kepada: Subdit Wilayah II, Dit. PK‐EKD, Ditjen Otda,  Gedung Induk Kementerian Dalam Negeri Lt. 9  Jl. Medan Merdeka Utara No. 7 – 8   Jakarta Pusat 10110  Contact Person: 1) Sdr. Yudhistiro,   No. Hp: +62 812 842 6508,   E‐mail: [email protected]  2) Sdr. Nasren,   No. Hp: +62 813 8879 9527,   E‐mail: [email protected]  

Page 76: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA    Page 2 of 4 Kementerian Dalam Negeri 

 

DATA UMUM  

1.  Luas Wilayah  :    Ha 

2.  Populasi  :    Jiwa 

3.  Jumlah Kecamatan Pada Saat Pembentukan Daerah   :    Kec. 

4.  Jumlah Kecamatan Pada Saat Ini  :    Kec. 

5.  Struktur Ekonomi Daerah 9 Sektor, yaitu:  1) Pertanian; 2) Pertambangan dan Penggalian; 3) Industri Pengolahan; 4) Listrik, Gas, dan Air Bersih; 5) Konstruksi; 6) Perdagangan, Hotel dan Restoran;7) Pengangkutan dan Komunikasi; 8) Keuangan, Persewaan, dan Jasa 

Perusahaan; 9) Jasa‐jasa Lainnya. 

 

 : 

 

 Rp. 

  

6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 

   

  Tahun Pertama    (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Kedua   (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Ketiga  (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Keempat  (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Kelima  (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Keenam  (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Ketujuh  (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Kedelapan  (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Kesembilan  (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Kesepuluh  (TA. 200…..)  :  Rp   

          

Page 77: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA    Page 3 of 4 Kementerian Dalam Negeri 

 

7.  Pendapatan Asli Daerah (PAD)       

  Tahun Pertama    (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Kedua   (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Ketiga  (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Keempat  (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Kelima  (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Keenam  (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Ketujuh  (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Kedelapan  (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Kesembilan  (TA. 200…..)  :  Rp   

  Tahun Kesepuluh  (TA. 200…..)  :  Rp   

          

8.  Jumlah PNS  :     

  Tahun Pertama    (TA. 200…..)  :    Orang 

  Tahun Kedua   (TA. 200…..)  :    Orang 

  Tahun Ketiga  (TA. 200…..)  :    Orang 

  Tahun Keempat  (TA. 200…..)  :    Orang 

  Tahun Kelima  (TA. 200…..)  :    Orang 

  Tahun Keenam  (TA. 200…..)  :    Orang 

  Tahun Ketujuh  (TA. 200…..)  :    Orang 

  Tahun Kedelapan  (TA. 200…..)  :    Orang 

  Tahun Kesembilan  (TA. 200…..)  :    Orang 

  Tahun Kesepuluh  (TA. 200…..)  :    Orang 

          

 

Page 78: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA    Page 4 of 4 Kementerian Dalam Negeri 

 

9.  Jumlah SKPD  :  Dinas  Badan  Kantor 

  Tahun Pertama    (TA. 200…..)  :       

  Tahun Kedua   (TA. 200…..)  :       

  Tahun Ketiga  (TA. 200…..)  :       

  Tahun Keempat  (TA. 200…..)  :       

  Tahun Kelima  (TA. 200…..)  :       

  Tahun Keenam  (TA. 200…..)  :       

  Tahun Ketujuh  (TA. 200…..)  :       

  Tahun Kedelapan  (TA. 200…..)  :       

  Tahun Kesembilan  (TA. 200…..)  :       

  Tahun Kesepuluh  (TA. 200…..)  :       

            

10.  Jumlah Kecamatan  :     

  Tahun Pertama    (TA. 200…..)  :    Kecamatan 

  Tahun Kedua   (TA. 200…..)  :    Kecamatan 

  Tahun Ketiga  (TA. 200…..)  :    Kecamatan 

  Tahun Keempat  (TA. 200…..)  :    Kecamatan 

  Tahun Kelima  (TA. 200…..)  :    Kecamatan 

  Tahun Keenam  (TA. 200…..)  :    Kecamatan 

  Tahun Ketujuh  (TA. 200…..)  :    Kecamatan 

  Tahun Kedelapan (TA. 200…..) :    Kecamatan 

  Tahun Kesembilan  (TA. 200…..) :    Kecamatan 

  Tahun Kesepuluh  (TA. 200…..)  :    Kecamatan 

         

  

 

Page 79: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 1 of 18  

 

 

KUESIONER INDIKATOR KINERJA DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN 

(DOHP) F­02 

  

Kabupaten/Kota *)  :   ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ 

Provinsi  :  ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ 

  PETUNJUK SINGKAT PENGISIAN KUESIONER  Setiap  Daerah  Otonom  Hasil  Pemekaran  (DOHP)  wajib  mengisi  kolom  yang  disediakan  dengan  data yang otentik sesuai dengan klasifikasi data yang dibutuhkan.    Catatan penting: 

1. Setiap isian “Data Tahunan”, agar diisi data sejak “Tahun Pertama” DOHP dibentuk sampai dengan posisi “Akhir Tahun 2009”. 

2. Setiap  produk  hukum/kebijakan/program  yang  disampaikan  (oleh  pejabat  DOHP),  harus  disertai dengan  “copy” bukti dokumen kebijakan/program, baik berupa  soft copy  (CD) dan/atau hard copy (berkas, foto, dll.). 

3. Setiap  “Data”  dan/atau  “Informasi”  yang  bersumber  dari  dokumen  resmi  seperti  Rincian  APBD/ Daerah  Dalam  Angka/Laporan  Keuangan  Pemerintah  Daerah  (LKPD)/Profil  Sektoral  wajib menyebutkan dan menyertakan “Sumber Dokumen” tersebut. 

 Jawaban "Form F – 01“ dan "Form F – 02“ agar dikirimkan melalui Pos dan/atau via E‐mail kepada: Subdit Wilayah II, Dit. PK‐EKD, Ditjen Otda,  Gedung Induk Kementerian Dalam Negeri Lt. 9  Jl. Medan Merdeka Utara No. 7 – 8   Jakarta Pusat 10110  Contact Person: 1) Sdr. Yudhistiro,   No. Hp: +62 812 842 6508,   E‐mail: [email protected]  2) Sdr. Nasren,   No. Hp: +62 813 8879 9527,   E‐mail: [email protected]  

 

 

 

Page 80: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 2 of 18  

FAKTOR  I ­ TUJUAN OTONOMI DAERAH PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 

 I. VARIABEL PENINGKATAN KEMAKMURAN MASYARAKAT 

 1. Isilah  kolom  Jumlah  Penduduk  dan  PDRB  berdasarkan  harga  konstan  per  tahun  sejak  DOHP 

dibentuk!  

Tahun Jumlah Penduduk  

(Jiwa) PDRB  

(Rp. Juta) 

Tahun Pertama   [200….]Tahun Kedua   [200….]Tahun Ketiga   [200….]Tahun Keempat   [200….]Tahun Kelima   [200….]Tahun Keenam   [200….]Tahun Ketujuh   [200….]Tahun Kedelapan   [200….]Tahun Kesembilan   [200….]Tahun Kesepuluh   [200….]

2. Isilah kolom Angka Kemiskinan berikut!  

Tahun Angka Kemiskinan*) 

(Jiwa) 

Persentase  Angka Kemiskinan**) 

(%) 

Tahun Pertama   [200….]Tahun Kedua [200….]Tahun Ketiga [200….]Tahun Keempat   [200….]Tahun Kelima [200….]Tahun Keenam   [200….]Tahun Ketujuh   [200….]Tahun Kedelapan   [200….]Tahun Kesembilan   [200….]Tahun Kesepuluh   [200….]

Catatan:  *)   Penentuan  “Angka  Kemiskinan”  mengacu  pada  definisi  kemiskinan  menurut  BPS  

(kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori per kapita per hari).  

**)  Persentase Angka Kemiskinan dihitung dari “Jumlah Penduduk Miskin” tahun bersangkutan dibagi “Total Jumlah Penduduk” pada tahun bersangkutan! 

   

 

Page 81: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 3 of 18  

 

  3. Adakah  Produk Hukum/Kebijakan  terkait  “Pemberdayaan  Penduduk Miskin”  yang  ditetapkan 

saat ini sesuai dengan tabel berikut ini? Beri tanda √ pada kolom yang sesuai!  

No. Produk 

Hukum/Kebijakan Tidak Ada 

Ada (Nama/Judul/Tentang,  Nomor, dan Tanggal) 

1.  Perda 2.  Peraturan Kepala Daerah 3.  Keputusan Kepala Daerah 4.  Renstra 5.  Program 6.  Kegiatan 

 

 

II. VARIABEL PENGURANGAN KETIMPANGAN GENDER  

4. Adakah  Produk  Hukum/Kebijakan  terkait  “Kesetaraan  Gender”  dan/atau  “Pemberdayaan Perempuan” yang ditetapkan sejak daerah saudara dibentuk?  Beri tanda √ pada kolom yang sesuai!  

No. Produk 

Hukum/Kebijakan Tidak Ada 

Ada (Nama/Judul, Nomor, dan Tanggal) 

1.  Perda 2.  Peraturan Kepala Daerah 3.  Keputusan Kepala Daerah 4.  Renstra 5.  Program 6.  Kegiatan 

  

 

 

 

 

 

Page 82: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 4 of 18  

 

 5. Berilah  tanda  √  pada  kolom  yang  sesuai  dengan  Bentuk  Kelembagaan  Yang  Menangani 

Kesetaraan Gender dan/atau Pemberdayaan Perempuan di daerah saudara!  

Badan  Dinas  Kantor  Bagian  Seksi  Unit 

     

 Sebutkan  Nama  Kelembagaan  (Nomenklatur)  yang  menangani  kesetaraan  gender  dan/atau pemberdayaan perempuan sesuai kolom di atas, lampirkan struktur organisasinya!  ­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­

­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­ 

­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­

­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­ 

­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­ 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 83: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 5 of 18  

FAKTOR II ­ TUJUAN OTONOMI DAERAH GOOD GOVERNANCE 

  

III. VARIABEL EFEKTIVITAS  

6. Isilah kolom Waktu Penetapan APBD sejak daerah saudara dibentuk!  

APBD  Per Tahun Anggaran 

Waktu Penetapan APBD (Tanggal/Bulan/Tahun) 

Tahun Pertama   [200….]Tahun Kedua   [200….] Tahun Ketiga   [200….] Tahun Keempat   [200….]Tahun Kelima   [200….]Tahun Keenam   [200….]Tahun Ketujuh   [200….] Tahun Kedelapan   [200….] Tahun Kesembilan   [200….] Tahun Kesepuluh   [200….] 

  

7. Isilah kolom APBD Per Tahun Anggaran sejak daerah saudara dibentuk!  

Tahun 

APBD Per Tahun Anggaran (Rp Juta)  Persentase SILPA (%) Total Belanja   Jumlah SILPA 

(A)  (B)  (B)/(A) Tahun I   [200….]     Tahun II   [200….]     Tahun III   [200….]     Tahun IV   [200….]     Tahun V   [200….]     Tahun VI   [200….]     Tahun VII   [200….]     Tahun VIII   [200….]     Tahun IX   [200….]     Tahun X   [200….]      

 

 

 

Page 84: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 6 of 18  

IV. VARIABEL TRANSPARANSI  

8. Adakah Produk Hukum/Kebijakan (Perda, Peraturan Kepala Daerah/Keputusan Kepala Daerah, Renstra,  Program,  Kegiatan)  untuk  menjamin  transparansi  penyelenggaraan  pemerintahan daerah yang ditetapkan sejak daerah saudara dibentuk? Beri tanda √ pada kolom yang sesuai!  

No. Produk 

Hukum/Kebijakan Tidak Ada 

Ada (Nama/Judul, Nomor, dan Tanggal) 

1.  Perda 2.  Peraturan Kepala Daerah 3.  Keputusan Kepala Daerah 4.  Renstra 5.  Program 6.  Kegiatan 

   

9. Isilah  kolom  Publikasi  Ringkasan  APBD,  Rincian  APBD,  dan  Pengadaan  Barang  dan  Jasa (Procurement)! Beri tanda √ pada kolom yang sesuai! (1) Website Resmi Pemda; (2) Surat Kabar; dan (3) Pengumuman di SKPD Terkait 

 

Tahun 

Publikasi 

Ringkasan APBD  Rincian APBD   Pengadaan 

Barang dan Jasa 

(1)  (2)  (3)  (1)  (2)  (3)  (1)  (2)  (3) Tahun I   [200….]       Tahun II   [200….]       Tahun III   [200….]       Tahun IV   [200….]       Tahun V   [200….]       Tahun VI   [200….]       Tahun VII   [200….]       Tahun VIII   [200….]       Tahun IX   [200….]       Tahun X   [200….]       

  

 

Page 85: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 7 of 18  

V. VARIABEL AKUNTABILITAS  

10. Isilah  kolom  terkait  jenis‐jenis  sarana  yang  digunakan  untuk  melakukan  “Penanganan Pengaduan Masyarakat”! Beri tanda √ pada kolom yang sesuai! 

 

No.  Jenis­jenis Sarana Tidak Ada 

Ada (Sebutkan Dasar Pelaksanaan) 

1.  Unit Pengaduan     2.  Website     3.  Surat Kabar     4.  Talks Show     5.  Short Message Service (SMS)     6.  Kotak Pengaduan     7.  Coffee Morning     

  

11. Apakah dilakukan  ikrar/penandatanganan  “Pakta  Integritas”  (atau  sebutan  lainnya untuk Anti KKN) dan “Kontrak Kinerja” pejabat/aparatur pemerintahan?  Beri tanda √ pada kolom yang sesuai!  

  Ya  Tidak 

Pakta Integritas   

Kontrak Kinerja   

 Sebutkan bentuk ikrar “Pakta Integritas” dan/atau “Kontrak Kinerja”! 

 

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ 

 

        

Page 86: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 8 of 18  

  

12. Isilah kolom Publikasi Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD!  Beri tanda √ pada kolom yang sesuai!  

Tahun 

Publikasi  Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 

Website  Surat Kabar  Pengumuman 

di SKPD 

Tahun I   [200….]   Tahun II   [200….]   Tahun III   [200….]   Tahun IV   [200….]   Tahun V   [200….]   Tahun VI   [200….]   Tahun VII   [200….]   Tahun VIII   [200….]   Tahun IX   [200….]   Tahun X   [200….]   

  

13. Isilah Nilai Anggaran Belanja DPRD dan Belanja Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah pada kolom yang disediakan! 

 

Tahun Anggaran Belanja (Rp Juta)  Total Belanja 

APBD  (Rp Juta) DPRD   KDH dan Wakil KDH 

Tahun I   [200….]     Tahun II   [200….]     Tahun III   [200….]     Tahun IV   [200….]     Tahun V   [200….]     Tahun VI   [200….]     Tahun VII   [200….]     Tahun VIII   [200….]     Tahun IX   [200….]     Tahun X   [200….]     

  

 

 

      

Page 87: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 9 of 18  

 VI. VARIABEL PARTISIPASI 

 14. Apakah dalam penyusunan Perda APBD Tahun Anggaran 2009 dilakukan “Konsultasi Publik”?  

Beri tanda √ pada kolom yang sesuai!   

Ada  [       ]  Tidak [       ] 

 Lampirkan Notulen Rapat/Nota Dinas/Risalah dari Konsultasi Publik dimaksud! 

 

 15. Adakah Perda Hasil Inisiatif DPRD sejak dibentuknya daerah saudara s/d. akhir 2009?  

 Ada  [       ]  Tidak [       ] 

 Jika ada, isilah kolom berikut ini!  

Tahun  Nama/Judul, Nomor, dan Tanggal Perda 

Tahun I   [200….]   Tahun II   [200….]   Tahun III   [200….]   Tahun IV   [200….]   Tahun V   [200….]   Tahun VI   [200….]   Tahun VII   [200….]   Tahun VIII   [200….]   Tahun IX   [200….]   Tahun X   [200….]   

  

  

Page 88: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 10 of 18  

FAKTOR III ­ TUJUAN OTONOMI DAERAH KETERSEDIAAN PELAYANAN PUBLIK 

 VII. VARIABEL PENDIDIKAN 

 16. Isilah kolom Belanja Pendidikan, Jumlah Belanja dalam APBD, dan per tahun, sejak dibentuknya 

daerah  saudara!  (Anggaran  pendidikan  dihitung  tidak  hanya  pada  “Dinas  Pendidikan”,  tetapi juga di Instansi lain yang memiliki pos untuk anggaran belanja pendidikan). 

 

Tahun 

APBD (Rp Juta) Persentase Anggaran Pendidikan 

(%) Belanja Pendidikan   Jumlah Belanja APBD  

(A)  (B)  (A)/(B) Tahun I   [200….]     Tahun II   [200….]     Tahun III   [200….]     Tahun IV   [200….]     Tahun V   [200….]     Tahun VI   [200….]     Tahun VII   [200….]     Tahun VIII   [200….]     Tahun IX   [200….]     Tahun X   [200….]     

 17. Isilah Angka Partisipasi Kasar (APK) berdasarkan jenjang pendidikan (SD/SMP/SMA) per tahun!

 

Tahun Persentase APK Pendidikan (%) 

SD/Sederajat   SMP/sederajat   SMA/Sederajat 

Tahun I   [200….]     Tahun II   [200….]     Tahun III   [200….]     Tahun IV   [200….]     Tahun V   [200….]     Tahun VI   [200….]     Tahun VII   [200….]     Tahun VIII   [200….]     Tahun IX   [200….]     Tahun X   [200….]     

   

 

Page 89: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 11 of 18  

  VIII. VARIABEL KESEHATAN  

18. Isilah  kolom  mengenai  Anggaran  Kesehatan  dalam  APBD  berikut  ini!  (Anggaran  Kesehatan dihitung tidak hanya pada Dinas Kesehatan, tetapi juga di instansi lain yang memiliki pos untuk anggaran kesehatan, seperti RSUD, dll.) 

 

Tahun 

APBD (Rp Juta)  Persentase Anggaran Kesehatan 

(%) Belanja Kesehatan   Total Belanja APBD  

(A)  (B)  (A)/(B) Tahun I   [200….]     Tahun II   [200….]     Tahun III   [200….]     Tahun IV   [200….]     Tahun V   [200….]     Tahun VI   [200….]     Tahun VII   [200….]     Tahun VIII   [200….]     Tahun IX   [200….]     Tahun X   [200….]     

  

19. Isilah kolom kondisi Gizi Balita berikut ini!  

Tahun 

Jumlah  Balita Gizi Buruk 

(Jiwa)  

Jumlah Balita  (Jiwa)  

Persentase BGB  (%) 

(A)  (B)  (A)/(B) Tahun I   [200….]     Tahun II   [200….]     Tahun III   [200….]     Tahun IV   [200….]     Tahun V   [200….]     Tahun VI   [200….]     Tahun VII   [200….]     Tahun VIII   [200….]     Tahun IX   [200….]     Tahun X   [200….]     

 

     

Page 90: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 12 of 18  

 IX. VARIABEL PENYEDIAAN SARANA DAN PRASARANA PELAYANAN UMUM 

 20. Isilah Jumlah Kepala Keluarga (KK) yang mendapat akses terhadap air bersih dan sanitasi setiap 

tahunnya sejak kabupaten/kota atau provinsi anda didirikan!  

Tahun 

Akses Terhadap Air Bersih dan Sanitasi 

Jumlah Kepala Keluarga Terakses  

(KK)  

Jumlah  Kepala Keluarga  

(KK)  

Persentase KK Terakses  (%) 

(A)  (B)  (A)/(B) Tahun I   [200….]     Tahun II   [200….]     Tahun III   [200….]     Tahun IV   [200….]     Tahun V   [200….]     Tahun VI   [200….]     Tahun VII   [200….]     Tahun VIII   [200….]     Tahun IX   [200….]     Tahun X   [200….]     

   

21. Isilah  data  “Luas  Wilayah”  dan  “Panjang  Jalan”  yang  menjadi  kewenangan  Pemda  sejak dibentuknya daerah saudara! 

 

Tahun 

Panjang Jalan Per Luas Wilayah 

Luas Wilayah (Km2) 

Panjang Jalan (Km) 

Rasio 

(A)  (B)  (B)/(A) Tahun I   [200….]     Tahun II   [200….]     Tahun III   [200….]     Tahun IV   [200….]     Tahun V   [200….]     Tahun VI   [200….]     Tahun VII   [200….]     Tahun VIII   [200….]     Tahun IX   [200….]     Tahun X   [200….]     

   

 

Page 91: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 13 of 18  

 22. Adakah Inisiatif Pemda Untuk Menangani Krisis Listrik?  

Beri tanda √ pada kolom yang sesuai!   

Ada  [       ]  Tidak [       ] 

 Jika ada, sebutkan bentuk inisiatif tersebut! 

 

No.  Bentuk Inisiatif Penanganan 

1.   2.   3.   4.   5.   

   

        

Page 92: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 14 of 18  

 X. VARIABEL PELAYANAN TATA KELOLA ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN 

 23. Isilah kolom mengenai Kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP)! 

 

Tahun 

Kepemilikan KTP 

Jumlah Warga  Ber­KTP  (Orang) 

Jumlah Penduduk Wajib KTP  (Orang) 

Persentase (%) 

(A)  (B)  (A)/(B) Tahun I   [200….]     Tahun II   [200….]     Tahun III   [200….]     Tahun IV   [200….]     Tahun V   [200….]     Tahun VI   [200….]     Tahun VII   [200….]     Tahun VIII   [200….]     Tahun IX   [200….]     Tahun X   [200….]     

  

24. Isilah kolom mengenai Kepemilikan Akte Kelahiran!  

Tahun 

Kepemilikan Akte Kelahiran 

Jumlah Warga  Memiliki Akte Kelahiran 

(Orang) 

Jumlah Penduduk  (Orang) 

Persentase (%) 

(A)  (B)  (A)/(B) Tahun I   [200….]     Tahun II   [200….]     Tahun III   [200….]     Tahun IV   [200….]     Tahun V   [200….]     Tahun VI   [200….]     Tahun VII   [200….]     Tahun VIII   [200….]     Tahun IX   [200….]     Tahun X   [200….]     

   

 

Page 93: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 15 of 18  

FAKTOR IV ­ TUJUAN OTONOMI DAERAH PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH 

 XI. VARIABEL KEBIJAKAN DAERAH 

 25. Adakah Perda atau RaPerda yang mengatur  “Tata Ruang” menurut UU Nomor 26 Tahun 2007 

Tentang Penataan Ruang? Beri tanda √ pada kolom yang sesuai!  

Ada  [       ]  Tidak [       ] 

 Jika ada, lampirkan Perda atau Rancangan Perda (RaPerda) tersebut!   

26. Adakah Produk Hukum/Kebijakan terkait “Perlindungan Lingkungan”?  Beri tanda √ pada kolom yang sesuai!  

No. Produk 

Hukum/Kebijakan Tidak Ada 

Ada (Nama/Judul, Nomor, dan Tanggal) 

1.  Perda 2.  Peraturan Kepala Daerah 3.  Keputusan Kepala Daerah 4.  Renstra 5.  Program 6.  Kegiatan 

 

 

27. Adakah  produk  hukum  daerah  yang memberikan  insentif  kepada  investor  untuk  keringanan/ penghapusan biaya pajak dan retribusi daerah? Beri tanda √ pada kolom yang sesuai! 

 

No.  Produk Hukum Tidak Ada 

Ada (Nama/Judul, Nomor, dan Tanggal) 

1.  Perda 2.  Peraturan Kepala Daerah 3.  Keputusan Kepala Daerah 

  

 

 

   

Page 94: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 16 of 18  

 

 XII. VARIABEL KELEMBAGAAN DAERAH 

 28. Adakah Institusi Pelayanan Terpadu Perizinan Usaha? Berilah tanda √ pada kolom yang sesuai! 

 Ada  [       ]  Tidak [       ] 

 Jika ada, apakah Institusi Pelayanan Terpadu untuk Perizinan Usaha tersebut melayani semua perizinan dasar? (Ijin Lokasi, IMB, HO atau SITU, SIUP, TDP)  

Ya  [       ]  Tidak [       ] 

 Apakah Institusi Pelayanan Terpadu untuk Perizinan Usaha melayani perizinan usaha  lainnya selain 5 (lima) perizinan dasar tersebut di atas (Ijin Lokasi, IMB, HO atau SITU, SIUP, TDP).  

Ya  [       ]  Tidak [       ] 

 Apakah  Institusi  Pelayanan  Terpadu  untuk  Perizinan  Usaha  memiliki  kewenangan menandatangani perizinan? (Ijin Lokasi, IMB, HO atau SITU, SIUP, TDP)  

Ya  [       ]  Tidak [       ] 

 Sebutkan Bentuk Kelembagaannya (Dinas/Badan/Kantor/Unit)! ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

  

29. Adakah  ketersediaan  informasi  “Potensi  Ekonomi  Daerah”  yang  ditampilkan  dalam  situs web Pemda? Beri tanda √ pada kolom yang sesuai!  

Ada  [       ]  Tidak [       ] 

 Jika Ada, sebutkan “Nama Domain” dan “Alamat atau URL Situs Web Pemda” selengkapnya!   ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

  

 

Page 95: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 17 of 18  

 

 XIII. VARIABEL FASILITASI INVESTASI 

 

30. Adakah  Anggaran  Program  Pengembangan  Usaha  untuk  UMKM  (Anggaran  APBD  untuk kegiatan‐kegiatan yang terkait dengan peningkatan kapasitas UMKM dalam hal: a. Produksi; b. Promosi dan Pemasaran; c. Akses Finansial; dan d. Administrasi Keuangan Usaha. Beri tanda √ pada kolom yang sesuai! 

 

Ada  [       ]  Tidak [       ] 

 

Jika ada, isilah kolom di bawah ini  

Tahun Jumlah Anggaran 

(Rp Juta) 

Tahun 2007   Tahun 2008   Tahun 2009   

 

 31. Apakah  Pemda  melaksanakan  “Forum  Komunikasi  Reguler”  (tidak  bersifat  insidental,  dapat 

dalam  format  coffee morning,  pertemuan  bulanan,  dll.)  antara  Kepala  Daerah  dengan  pelaku usaha? Beri tanda √ pada kolom yang sesuai!  

Ada  [       ]  Tidak [       ] 

 Jika  Ada,  sebutkan  nama  forum  tersebut  disertai  dengan  dokumen  pendukung  yang membuktikan  bahwa  pertemuan  tersebut  dilaksanakan  secara  regular  (missal:  Daftar  Hadir/ Hasil Pertemuan/Rencana Tindak, dll.)!   ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ 

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ 

  

 

 

Page 96: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

Pedoman Evaluasi Daerah Otonom Hasil Pemekaran  Setelah Berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah  

Direktorat PK‐EKD, Ditjen OTDA Kementerian Dalam Negeri 

    Page 18 of 18  

  

XIII. VARIABEL REALISASI INVESTASI  

32. Isilah kolom Jumlah dan Nilai investasi yang terealisasi di daerah saudara!   

Tahun  Jumlah Investasi Nilai Investasi (Rp Juta) 

Tahun I   [200….]Tahun II   [200….]Tahun III   [200….]Tahun IV   [200….]Tahun V   [200….]Tahun VI   [200….]Tahun VII   [200….]Tahun VIII   [200….]Tahun IX   [200….]Tahun X   [200….]

 Catatan:  yang  dimaksud  dengan  “Investasi”  adalah:  pembentukan  usaha  baru  dan/atau 

perluasan usaha. 

 

­­­ Terima Kasih ­­­ 

 

Page 97: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

NO PROVINSI/KABUPATEN/KOTA IBUKOTA INDUKUNDANG-UNDANG

PEMBENTUKAN

I.

1 Kab. Aceh Singkil Singkil Kab. Aceh Selatan UU No. 14 Tahun 1999

2 Kab. Bireun Bireun Kab. Aceh Utara UU No. 48 Tahun 1999

3 Kab. Simeulue Sinabang Kab. Aceh Barat UU No. 48 Tahun 1999

4 Kota Lhokseumawe Lhokseumawe Kab. Aceh Utara UU No. 2 Tahun 2001

5 Kota Langsa Langsa Kab. Aceh Timur UU No. 3 Tahun 2001

6 Kab. Aceh Jaya Calang Kab. Aceh Barat UU No. 4 Tahun 2002

7 Kab. Nagan Raya Suka Makmue Kab. Aceh Barat UU No. 4 Tahun 2002

8 Kab. Gayo Lues Blangkejeren Kab. Aceh Tenggara UU No. 4 Tahun 2002

9 Kab. Aceh Barat Daya Blangpidie Kab. Aceh Selatan UU No. 4 Tahun 2002

10 Kab. Aceh Tamiang Karang Baru Kab. Aceh Timur UU No. 4 Tahun 2002

11 Kab. Bener Meriah Simpang Tiga Redelong Kab. Aceh Tengah UU No. 41 Tahun 2003

12 Kab. Pidie Jaya Meureudu Kab. Pidie UU No. 7 Tahun 2007

13 Kota Subulussalam Subulussalam Kab. Aceh Singkil UU No. 8 Tahun 2007

II. PROVINSI SUMATERA UTARA

14 Kota Padang Sidempuan Padang Sidempuan Kab. Tapanuli Selatan UU No. 4 Tahun 2001

15 Kab. Nias Selatan Teluk Dalam Kab. Nias UU No. 9 Tahun 2003

16 Kab. Pak Pak Bharat Salak Kab. Dairi UU No. 9 Tahun 2003

17 Kab. Humbang Hasudutan Doloksanggul Kab. Tapanuli Utara UU No. 9 Tahun 2003

18 Kab. Serdang Bedagai Sei Rampah Kab. Deli Serdang UU No. 36 Tahun 2003

19 Kab. Samosir Panggururan Kab. Toba Samosir UU No. 36 Tahun 2003

20 Kab. Batu Bara Lima Puluh Kab. Asahan UU No. 5 Tahun 2007

21 Kab. Padang Lawas Utara Gunung Tua Kab. Tapanuli Selatan UU No. 37 Tahun 2007

22 Kab. Padang Lawas Sibuhuan Kab. Tapanuli Selatan UU No. 38 Tahun 2007

23 Kab. Labuhanbatu Selatan Kota Pinang Kab. Labuhanbatu UU No. 22 Tahun 2008

24 Kab. Labuhanbatu Utara Aek Kanopan Kab. Labuhanbatu UU No. 23Tahun 2008

25 Kab. Nias Utara Lolofaoso Kab. Nias UU No. 45 Tahun 2008

26 Kab. Nias Barat Onolimbu Kab. Nias UU No. 46 Tahun 2008

27 Kota Gunungsitoli Gunungsitoli Kab. Nias UU No. 47 Tahun 2008

III. PROVINSI SUMATERA BARAT

28 Kab. Kepulauan Mentawai Tua Pejat Kab. Padang Pariaman UU No. 49 tahun 1999

29 Kota Pariaman Pariaman Kab. Pariaman UU No. 12 Tahun 2002

30 Kab. Dharmas Raya Pulau Punjung Kab. Sawah Lunto UU No. 38 Tahun 2003

31 Kab. Solok Selatan Padang Aro Kab. Solok UU No. 38 Tahun 2003

32 Kab. Pasaman Barat Simpang Empat Kab. Pasaman UU No. 38 Tahun 2003

33 Kab. Sarolangun Sarolangun Kab. Merangin UU No. 54 Tahun 1999

34 Kab. Tebo Muara Tebo Kab. Bungo UU No. 54 Tahun 1999

35 Kab. Muaro Jambi Sengeti Kab. Batang Hari UU No. 54 Tahun 1999

36 Kab. Tanjung Jabung Timur Muara Sabak Kab. Tanjung Jabung Barat UU No. 54 Tahun 1999

37 Kota Sungai Penuh Sungai Penuh Kab. Kerinci UU No. 25 Tahun 2008

38 Kab. Muko-Muko Muko-muko Kab. Bengkulu Utara UU No. 3 Tahun 2003

39 Kab. Kaur Bintuhan Kab. Bengkulu Selatan UU No. 3 Tahun 2003

40 Kab. Seluma Tais Kab. Bengkulu Selatan UU No. 3 Tahun 2003

41 Kab. Lebong Tubei Kab. Rejang Lebong UU No. 39 Tahun 2003

42 Kab. Kepahiang Kepahiang Kab. Rejang Lebong UU No. 39 Tahun 2003

43 Kab. Bengkulu Tengah Karang Tinggi Kab. Bengkulu Utara UU No. 25 Tahun 2008

44 Kota Dumai Dumai Kab. Bengkalis UU No. 16 tahun 1999

45 Kab. Pelalawan Pangkalan Kerinci Kab. Kampar UU No. 53 tahun 1999

46 Kab. Rokan Hulu Pasir Pangaraian Kab. Kampar UU No. 53 tahun 1999

47 Kab. Rokan Hilir Ujung Tanjung Kab. Bengkalis UU No. 53 tahun 1999

48 Kab. Kuantan Singingi Teluk Kuantan Kab. Indragiri hulu UU No. 53 tahun 1999

49 Kab. Siak Siak Sriindrapura Kab. Bengkalis UU No. 53 tahun 1999

50 Kab. Kep. Meranti Selat Panjang Kab. Bengkalis UU No. 12 tahun 2009

TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSALAM

PROVINSI RIAU

DAFTAR 205 DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN (DOHP) SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999

PROVINSI JAMBI

PROVINSI BENGKULU

Page 1

Page 98: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

NO PROVINSI/KABUPATEN/KOTA IBUKOTA INDUKUNDANG-UNDANG

PEMBENTUKAN

51 Prov. Kep. Riau Tanjung Pinang Prov. Riau UU No. 25 Tahun 2002

52 Kab. Karimun Tanjung Balai Kab. Bintan UU No. 53 tahun 1999

53 Kab. Natuna Ranai Kab. Bintan UU No. 53 tahun 1999

54 Kota Batam Batam Kota Batam UU No. 53 tahun 1999

55 Kota Tanjung Pinang Tanjung Pinang Kab. Bintan UU No. 5 Tahun 2001

56 Kab. Lingga Daik Lingga Kab. Bintan UU No. 31 Tahun 2003

57 Kab. Kep. Anambas Siantan Kab. Natuna UU No. 33 Tahun 2008

58 Prov. Kep. Bangka Belitung Pangkal Pinang Prov. Sumatera Selatan UU No. 27 Tahun 2000

59 Kab. Bangka Selatan Toboali Kab. Bangka UU No. 5 Tahun 2003

60 Kab. Bangka Tengah Koba Kab. Bangka UU No. 5 Tahun 2003

61 Kab. Bangka Barat Mentok Kab. Bangka UU No. 5 Tahun 2003

62 Kab. Belitung Timur Manggar Kab. Belitung UU No. 5 Tahun 2003

63 Kota Prabumilih Prabumulih Kab. Muara Enim UU No. 6 Tahun 2001

64 Kota Pagar Alam Pagar Alam Kab. Lahat UU No. 8 Tahun 2001

65 Kota Lubuk Linggau Lubuk Linggau Kab. Musi Rawas UU No. 7 Tahun 2001

66 Kab. Banyuasin Pangkalan Balai Kab. Musi Banyuasin UU No. 6 Tahun 2002

67 Kab. OKU Selatan Muara Dua Kab. OKU UU No. 37 Tahun 2003

68 Kab. OKU Timur Martapura Kab. OKU UU No. 37 Tahun 2003

69 Kab. Ogan Ilir Indralaya Kab. OKI UU No. 37 Tahun 2003

70 Kab. Empat Lawang Tebing Tinggi Kab. Lahat UU No. 1 Tahun 2007

71 Kab. Way Kanan Blambangan Umpu Kab. Lampung Utara UU No. 12 Tahun 1999

72 Kab. Lampung Timur Sukadana Kab. Lampung Tengah UU No. 12 Tahun 1999

73 Kota Metro Metro Kab. Lampung Tengah UU No. 12 Tahun 1999

74 Kab. Pesawaran Gedong Tataan Kab. Lampung Selatan UU No. 33 Tahun 2007

75 Kab. Pringsewu Pringsewu Kab. Tanggamus UU No. 48 Tahun 2008

76 Kab. Mesuji Sidomulyo Kab. Tulang Bawang UU No. 49 Tahun 2008

77 Kab. Tulang Bawang Barat Panaragan Kab. Tulang Bawang UU No. 50 Tahun 2008

78 Prov. Banten Serang Prov. Jawa Barat UU No. 23 Tahun 2000

79 Kota Cilegon Cilegon Kab. Serang UU No. 15 Tahun 1999

80 Kota Serang Kota Serang Kab. Serang UU No. 32 Tahun 2007

81 Kota Tanggerang Selatan Kota Tanggerang Sltn Kab. Tanggerang UU No. 51 Tahun 2008

82 Kota Depok Depok Kab. Bogor UU No. 15 Tahun 1999

83 Kota Cimahi Cimahi Kab. Bandung UU No. 9 Tahun 2001

84 Kota Tasikmalaya Tasikmalaya Kab. Tasikmalaya UU No. 10 Tahun 2001

85 Kota Banjar Banjar Kab. Ciamis UU No. 27 Tahun 2002

86 Kab. Bandung Barat Ngamprah Kab. Bandung UU No. 12 Tahun 2007

87 Kota Batu Tulungangung Kab. Malang UU No. 11 Tahun 2001

88 Kota Bima Bima Kab. Bima UU No. 13 Tahun 2002

89 Kab. Sumbawa Barat Taliwang Kab. Sumbawa UU No. 30 Tahun 2003

90 Kab. Lombok Utara Tanjung Kab. Lombok Barat UU No. 26 Tahun 2008

91 Kab. Lembata Lewoleba Kab. Flores Timur UU No. 52 Tahun 1999

92 Kab. Rote Ndao Baa Kab. Kupang UU No. 9 Tahun 2002

93 Kab. Manggarai Barat Labuan Bajo Kab. Manggarai UU No. 8 Tahun 2003

94 Kab. Nagekeo Mbay Kab. Ngada UU No. 2 Tahun 2007

95 Kab. Sumba Tengah Waibakul Kab. Sumba Barat UU No. 3 Tahun 2007

96 Kab. Sumba Barat Daya Tambolaka Kab. Sumba Barat UU No. 16 Tahun 2007

97 Kab. Manggarai Timur Borong Kab. Manggarai UU No. 36 Tahun 2007

98 Kab. Sabu Raijua Mania Kab. Kupang UU No. 52 Tahun 2008

PROVINSI JAWA BARAT

PROVINSI JAWA TIMUR

PROVINSI SUMATERA SELATAN

PROVINSI LAMPUNG

PROVINSI BANTEN

PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PROVINSI BANGKA BELITUNG

Page 2

Page 99: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

NO PROVINSI/KABUPATEN/KOTA IBUKOTA INDUKUNDANG-UNDANG

PEMBENTUKAN

99 Kab. Bengkayang Bengkayang Kab. Sambas UU No. 10 Tahun 1999

100 Kab. Landak Ngabang Kab. Pontianak UU No. 55 Tahun 1999

101 Kota Singkawang Singkawang Kab. Bengkayang UU No. 12 Tahun 2001

102 Kab. Melawi Nangapinoh Kab. Sintang UU No. 34 Tahun 2003

103 Kab. Sekadau Sekadau Kab. Sanggau UU No. 34 Tahun 2003

104 Kab. Kayong Utara Sukadana Kab. Ketapang UU No. 6 Tahun 2007

105 Kab. Kubu Raya Sungai Raya Kab. Pontianak UU No. 35 Tahun 2007

106 Kota Banjarbaru Banjar Baru Kab. Banjar UU No. 9 Tahun 1999

107 Kab. Tanah Bumbu Batu Licin Kab. Kotabaru UU No. 2 Tahun 2003

108 Kab. Balangan Paringin Kab. Hulu Sungai Utara UU No. 2 Tahun 2003

109 Kab. Katingan Kasongan Kab. Kotawaringin Timur UU No. 5 Tahun 2002

110 Kab. Seruyan Kuala Pemboang Kab. Kotawaringin Timur UU No. 5 Tahun 2002

111 Kab. Sukamara Sukamara Kab. Kotawaringin Barat UU No. 5 Tahun 2002

112 Kab. Lamandau Nanga Bulik Kab. Kotawaringin Barat UU No. 5 Tahun 2002

113 Kab. Gunung Mas Kuala Kurun Kab. Kapuas UU No. 5 Tahun 2002

114 Kab. Pulang Pisau Pulang Pisau Kab. Kapuas UU No. 5 Tahun 2002

115 Kab. Murung Raya Purug Cahu Kab. Barito Utara UU No. 5 Tahun 2002

116 Kab. Barito Timur Tamiang Layang Kab. Barito Selatan UU No. 5 Tahun 2002

117 Kab. Nunukan Nunukan Kab. Bulungan UU No. 47 Tahun 1999

118 Kab. Malinau Malinau Kab. Bulungan UU No. 47 Tahun 1999

119 Kab. Kutai Barat Sendawar Kab. Kutai UU No. 47 Tahun 1999

120 Kab. Kutai Timur Sangatta Kab. Kutai UU No. 47 Tahun 1999

121 Kota Bontang Bontang Kab. Kutai UU No. 47 Tahun 1999

122 Kab. Panajam Paser Utara Panajam Kab. Pasir UU No. 7 Tahun 2002

123 Kab. Tanah Tidung Tideng Pale Kab. Bulungan UU No. 34 Tahun 2007

124 Prov. Gorontalo Gorontalo Prov. Sulut & Kab. Gorontalo UU No. 38 Tahun 2000

125 Kab. Boalemo Tilamuta Kab. Gorontalo UU No. 50 Tahun 1999

126 Kab. Bone Bolango Suwawa Kab. Gorontalo UU No. 6 Tahun 2003

127 Kab. Pohuwato Marisa Kab. Boalemo UU No. 6 Tahun 2003

128 Kab. Gorontalo Utara Kwandang Kab. Gorontalo UU No. 11 Tahun 2007

129 Kab. Luwu Utara Masamba Kab. Luwu UU No. 13 Tahun 1999

130 Kota Palopo Palopo Kab. Luwu UU No.11 Tahun 2002

131 Kab. Luwu Timur Malili Kab. Luwu Utara UU No. 7 Tahun 2003

132 Kab. Toraja Utara Rantepao Kab. Tanah Toraja UU No. 28 Tahun 2008

133 Kota Bau-Bau Bau-bau Kab. Buton UU No. 13 Tahun 2001

134 Kab. Konawe Selatan Andolo Kab. Kendari UU No. 4 Tahun 2003

135 Kab. Bombana Rumbia Kab. Buton UU No. 29 Tahun 2003

136 Kab. Wakatobi Wangi-wangi Kab. Buton UU No. 29 Tahun 2003

137 Kab. Kolaka Utara Lasusua Kab. Kolaka UU No. 29 Tahun 2003

138 Kab. Konawe Utara Wanggudu Kab. Konawe UU No. 13 Tahun 2007

139 Kab. Buton Utara Buranga Kab. Muna UU No. 14 Tahun 2007

140 Kab. Buol Buol Kab. Buol Toli-Toli UU No. 51 Tahun 1999

141 Kab. Morowali Bungku Kab. Poso UU No. 51 Tahun 1999

142 Kab. Banggai Kepulauan Banggai Kab. Banggai UU No. 51 Tahun 1999

143 Kab. Parigi Moutong Parigi Kab. Donggala UU No. 10 Tahun 2002

144 Kab. Tojo Una-Una Ampana Kab. Poso UU No. 32 Tahun 2003

145 Kab. Sigi Sigi Buromaru Kab. Donggala UU No. 27 Tahun 2008

146 Kab. Kepulauan Talaud Melonguane Kab. Kep. Sangihe Talaud UU No. 8 Tahun 2002

147 Kota Tomohon Tomohon Kab. Minahasa UU No. 10 Tahun 2003

148 Kab. Minahasa Selatan Amurang Kab. Minahasa UU No. 10 Tahun 2003

149 Kab. Minahasa Utara Air Madidi Kab. Minahasa UU No. 33 Tahun 2003

150 Kota Kotamobagu Kotamobagu Kab. Bolmong UU No. 4 Tahun 2007

151 Kab. Mitra Ratahan Kab. Minahasa Selatan UU No. 9 Tahun 2007

152 Kab. Bolmong Utara Boroko Kab. Bolmong UU No. 10 Tahun 2007

153 Kab. Kepulauan Sitaro Ondong Siau Kab. Kep. Sangihe Talaud UU No. 15 Tahun 2007

154 Kab. Bolmong Timur Tutuyan Kab. Bolmong UU No. 29 Tahun 2008

155 Kab. Bolmong Selatan Bolaang Uki Kab. Bolmong UU No. 30 Tahun 2008

PROVINSI GORONTALO

PROVINSI SULAWESI SELATAN

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PROVINSI SULAWESI UTARA

PROVINSI SULAWESI TENGAH

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Page 3

Page 100: MENTERI DALAM JJJHFHUKUYHDHJMJhvjhvuhvuhvb … · PEDOMAN EVALUASI DAERAH OTONOM HASIL PEMEKARAN ... mengetahui dampak dari suatu ... serta mengelompokannya ke dalam berbagai kategori

NO PROVINSI/KABUPATEN/KOTA IBUKOTA INDUKUNDANG-UNDANG

PEMBENTUKAN

156 Prov. Sulawesi Barat Mamuju Prov. Sulawesi Selatan UU No. 26 Tahun 2004

157 Kab. Mamasa Mamasa Kab. Polmas UU No. 11 Tahun 2002

158 Kab. Mamuju Utara Pasang Kayu Kab. Mamuju UU No. 7 Tahun 2003

159 Kab. Kepulauan Aru Dobo Kab. Maluku Tenggara UU No. 40 Tahun 2003

160 Kab. Buru Namlea Kab. Maluku Tengah UU No. 46 Tahun 1999

161 Kab. Maluku Tenggara Barat Saumlaki Kab. Maluku Tenggara UU No. 46 Tahun 1999

162 Kab. Seram Bagian Barat Dataran Hunipopu Kab. Maluku Tengah UU No. 40 Tahun 2003

163 Kab. Seram Bagian Timur Dataran Hunimoa Kab. Maluku Tengah UU No. 40 Tahun 2003

164 Kota Tual Kota Tual Kab. Maluku Tenggara UU No. 31 Tahun 2007

165 Kab. Maluku Barat Daya Tiakur Kab. Maluku Tenggara Barat UU No. 31 Tahun 2008

166 Kab. Buru Selatan Namrole Kab. Buru UU No. 32 Tahun 2008

167 Prov. Maluku Utara Ternate Prov. Maluku UU No. 46 Tahun 1999

168 Kota Ternate Kota Ternate Kab. Maluku Utara UU No. 11 Tahun 1999

169 Kota Tidore Kepulauan Kota Tidore Kep. Kab. Halmahera Tengah UU No. 1 Tahun 2003

170 Kab. Halmahera Utara Tobelo Kab. Halmahera Barat UU No. 1 Tahun 2003

171 Kab. Halmahera Selatan Labuha Kab. Halmahera Barat UU No. 1 Tahun 2003

172 Kab. Kepulauan Sula Sanana Kab. Halmahera Barat UU No. 1 Tahun 2003

173 Kab. Halmahera Timur Maba Kab. Halmahera Tengah UU No. 1 Tahun 2003

174 Kab. Morotai Daruba Kab. Halmahera Utara UU No. 53 Tahun 2008

175 Prov. Papua Barat Manokwari Prov. Papua UU No. 45 Tahun 1999

176 Kota Sorong Sorong Kab. Sorong UU No. 45 Tahun 1999

177 Kab. Sorong Selatan Teminabuan Kab. Sorong UU No. 26 Tahun 2002

178 Kab. Kepulauan Raja Ampat Waisai Kab. Sorong UU No. 26 Tahun 2002

179 Kab. Teluk Bintuni Bintuni Kab. Manokwari UU No. 26 Tahun 2002

180 Kab. Teluk Wondama Rasiei Kab. Manokwari UU No. 26 Tahun 2002

181 Kab. Kaimana Kaimana Kab. Fak-fak UU No. 26 Tahun 2002

182 Kab. Tambrauw Kebur Kab. Sorong UU No. 56 Tahun 2008

183 Kab. Maybrat Kumurkek Kab. Sorong UU No. 13 Tahun 2009

184 Kab. Paniai Enarotali Kab. Nabire UU No. 45 Tahun 1999

185 Kab. Mimika Timika Kab. Fak-fak UU No. 45 Tahun 1999

186 Kab. Puncak Jaya Mulia Kab. Jayawijaya UU No. 45 Tahun 1999

187 Kab. Sarmi Sarmi Kab. Jayapura UU No. 26 Tahun 2002

188 Kab. Keerom Waris Kab. Jayapura UU No. 26 Tahun 2002

189 Kab. Pegunungan Bintang Oksibil Kab. Jayawijaya UU No. 26 Tahun 2002

190 Kab. Yahukimo Sumohai Kab. Jayawijaya UU No. 26 Tahun 2002

191 Kab. Tolikara Karuboga Kab. Jayawijaya UU No. 26 Tahun 2002

192 Kab. Waropen Sumohai Kab. Yapen Waropen UU No. 26 Tahun 2002

193 Kab. Boven Digoel Tanah Merah Kab. Merauke UU No. 26 Tahun 2002

194 Kab. Mappi Keppi Kab. Merauke UU No. 26 Tahun 2002

195 Kab. Asmat Agast Kab. Merauke UU No. 26 Tahun 2002

196 Kab. Supiori Sorendiweri Kab. Biak Numfor UU No. 35 Tahun 2003

197 Kab. Memberamo Raya Burmeso Kab. Sarmi UU No. 19 Tahun 2007

198 Kab. Memberamo Tengah Kobakma Kab. Jayawijaya UU No. 3 Tahun 2008

199 Kab. Yalimo Elelim Kab. Jayawijaya UU No. 4 Tahun 2008

200 Kab. Lanny Jaya Tiom Kab. Jayawijaya UU No. 5 Tahun 2008

201 Kab. Nduga Kenyam Kab. Jayawijaya UU No. 6 Tahun 2008

202 Kab. Puncak Lilaga Kab. Puncak Jaya UU No. 7 Tahun 2008

203 Kab. Dogiyai Kigamani Kab. Nabire UU No. 8 Tahun 2008

204 Kab. Intan Jaya Yokatapa Kab. Paniai UU No. 54 Tahun 2008

205 Kab. Deiyai Waghete Kab. Paniai UU No. 55 Tahun 2008

Dit. PK-EKD Ditjen Otda Kementerian Dalam Negeri

PROVINSI MALUKU UTARA

PROVINSI SULAWESI BARAT

PROVINSI PAPUA BARAT

PROVINSI PAPUA

PROVINSI MALUKU

Page 4