104

MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices
Page 2: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices
Page 3: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

MEREDAM TEROR

PENCEGAHAN TERORISME DAN RADIKALISME BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

Penulis:Ucu Martanto, MA

Roikan, MAAmalliya Hesti, SIP

Febby Risti, W, MSc.Akhol Firdaus, S.Pdi, M.Pdi, M.Ag

Page 4: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

MEREDAM TERORPENCEGAHAN TERORISME DAN RADIKALISME BERPERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

Penulis:Ucu Martanto, MARoikan, MAAmalliya Hesti, SIPFebby Risti, W, MSc.Akhol Firdaus, S.Pdi, M.Pdi, M.Ag

Editor:Johan Avie, S.H.

Desain Sampul dan Tata Letak:AW Art Studio

Diterbitkan Oleh:Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) SurabayaJl. Karangmenur IV No. 14, Surabaya, Jawa TimurTelp/Fax : 031-5039452Email : [email protected]

ii

Page 5: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Membangun Perdamaian; Melawan Kekerasan

Oleh: Johan Avie

Tidak mudah menuliskan kata pengantar untuk modul ini. Per-tama, hasil riset dan studi mengenai radikalisme dan terorisme di In-donesia masih belum terlalu populer. Kedua, modul ini ditulis olehpenulis-penulis senior yang tak perlu diragukan lagi pengalamannya.Oleh karenanya, tulisan ini bukan untuk mengomentari materi-materiyang tertuang dalam modul, tetapi lebih kepada refleksi mengenaikasus-kasus kekerasan dan terorisme yang pernah terjadi.

Kami percaya, aksi-aksi radikalisme dan terorisme tidak terjadisecara tiba-tiba. Tindakan kekerasan dan terorisme didahului olehemosi kebencian yang tertanam di alam bawah sadar manusia. Hasratseseorang untuk melakukan kekerasan bisa jadi hadir dalam ketidak-sadarannya. Tanpa sadar, masyarakat mudah sekali tersinggung ketikamenghadapi perbedaan agama, atau perbedaan tafsir agama. Keters-inggungan itu yang kemudian mendorong seseorang untukmelakukan ke kerasan.

Dalam studi ilmu sosial, kerja alam bawah sadar manusia meru-pakan obyek yang dapat dipengaruhi, diubah, maupun dibentukberdasarkan kehendak penguasa. Proses untuk mempengaruhi, me -ngubah, dan menciptakan kerja alam bawah sadar manusia tersebutdikenal dengan istilah “Hegemoni”. Seperti yang pernah dijelaskanoleh Antonio Gramsci—pencetus teori hegemoni—pembentukan alambawah sadar manusia dapat dilakukan melalui apa yang disebutnyasebagai institusi hegemoni, yaitu agama, pendidikan, dan institusikeluarga. Pada perkembangannya, teori analisis wacana kritis menam-bahkan satu institusi hegemoni lain, yaitu media massa.

Fakta menunjukkan, fenomena kekerasan beragama berjalanberiringan dengan ceramah-ceramah agama yang mengajarkankebencian. Isi ceramah yang mengajarkan kebencian itu disebarkandari satu rumah ibadah, ke rumah ibadah lainnya. Tak urung, isi ce-ramah tersebut didengar oleh jutaan manusia. Mereka terpengaruh,terhasut, lalu de ngan mudahnya menjadi benci terhadap kelompoklain yang berbeda. Masyarakat yang semula beribadah untuk menda-

iii

MEREDAM TEROR

Page 6: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

patkan keteduhan, sepulangnya mereka justru dirundung oleh emosikebencian. Dalam situasi seperti itu, kebencian berubah menjadi kek-erasan atas nama agama.

Epidemi Kekerasan BeragamaSejarah Indonesia mempunyai corak yang khas. Sebagai se-

buah bangsa, Indonesia lahir dengan takdir keberagaman dan multi-cultural. Hal ini yang menjadikan tantangan praktik kebebasanberagama dan berkeyakinan menempuh jalan terjal. Pasca reformasi,otoritas publik ambruk, sehingga muncul lah otoritas privat (agama,suku, ras). Kasus-kasus kekerasan atas nama agama meningkatpasca-reformasi.

Dalam studi perdamaian, kekerasan yang dilakukan atas doro -ngan alam bawah sadar seperti dijelaskan di atas disebut sebagai ke -kerasan structural. Johan Galtung, melalui bukunya Studi Perdamaianmenjelaskan bahwa kekerasan structural tertanam dalam bawahsadar. Ada situasi yang kontradiktif, tetapi tidak pernah disadari olehpelakunya. Kontradiksi tersebut terletak pada sistem yang mengikatmereka bersama, yaitu struktur sistem sosial. Institusi agama adalahsalah satu variabel yang berperan dalam struktur sistem sosial seba-gaimana dimaksud di atas.

Kekerasan adalah pengingkaran terhadap martabat manusia,apalagi jika dilakukan atas nama agama. Kekerasan adalah perilakudestruktif yang dapat merusak tatanan sosial masyarakat. Terpentinglagi, kekerasan dapat menular dari satu wilayah ke wilayah lain, darisatu masyarakat ke masyarakat lain. Sebabnya tidak lain adalah hege-moni kebencian. Epidemi kekerasan beragama barangkali sudahdapat dibuktikan di Indonesia.

Akhir Februari 2016 lalu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia(LIPI) merilis sebuah riset yang mengejutkan. Dalam riset ini, terungkapbahwa radikalisme sudah merasuk di kampus melalui jaringan organ-isasi kemahasiswaan, dengan status darurat. Hal ini, disampaikan olehperiset Anas Saidi, dalam sebuah pemaparan hasil risetnya “Membe-dah Pola Gerakan Radikal” di Gedung LIPI, akhir Februari lalu.Berdasarkan catatan Anas Saidi, gerakan Islamisasi melalui organisasikemahasiswaan memiliki ciri khas. Mereka yang mengingingkanberdirinya khilafah dan menentang Pancasila. Islamisasi ini, berkaitanerat dengan gerakan radikalisasi Ideologi. Pandangan ideologis

iv

MEREDAM TEROR

Page 7: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

kelompok ini sangat tertutup, serta sangat anti terhadap perbandinganmazhab dan sangat monolitik. Kelompok ini, juga mengharamkanmembaca buku-buku Gus Dur dan Nurkholish Madjid. Selain karaktertersebut, Anas Saidi juga menambahkan bahwa mahasiswa yang be-lajar ilmu eksak lebih mudah direkrut kelompok radikal, dibandingkanmahasiswa ilmu sosial.

Sejalan dengan riset LIPI, riset yang dilakukan oleh UIN SyarufHidayatullah Jakarta, menunjukkan data yang menarik terkaitradikalisme di sekolah menengah. Bahwa, 25 % persen siswa dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan. Sedangkan, 84,8 persensiswa dan 76,2 persen guru menyatakan setuju dengan penerapansyariat Islam. Rekomendasi dari riset yang dilakukan oleh Anas Saididari tim LIPI, meminta agar pemerintah harus turun tangan.

Kita ingat betul bagaimana peristiwa kekerasan beragama ter-jadi berurutan di tahun 2011. Awalnya, penyerangan dilakukan ter-hadap jamaah Ahmadiyah di Cikeusik. Tak lama berselang, jamaahAhmadiyah di pelbagai daerah mengalami kekerasan yang serupa.Lebih parahnya lagi, Soekarwo, Gubernur Jawa Timur, mempeloporikekerasan non-fisik dengan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Gu-bernur tentang Larangan Aktivitas Jamaah Ahmadiyah Provinsi JawaTimur.

Ancaman teror dan kekerasan atas nama agama hingga kinimasih kita rasakan. Mei 2013, Masjid Ahmadiyah di Tulungagungdirusak massa ormas Islam. Juni 2013, diskusi lintas agama di GedungKeuskupan Surabaya dibubarkan paksa oleh FPI Jawa Timur. Bahkanpihak panitia diperiksa oleh kepolisian secara sewenang-wenang.Menjelang Ramadhan tiba, pelbagai ormas Islam menggelar aksisweeping atas dasar agama. Runtutan kasus kekerasan beragama inibagaikan penyakit menular yang tak ada obatnya.

Penyadaran dan PencegahanJika riset LIPI tentang radikalisme dapat dijadikan referensi,

tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Gerakanradikal secara tidak sadar tertanam dalam institusi pendidikan kita,terutama pandangan-pandangan terhadap penerapan syariat islam.Meski begitu, kekerasan beragama dapat dicegah melalui penyadaranterhadap nilai-nilai perdamaian. Proses penyadaran membutuhkanwaktu tidak sebentar, serta melibatkan peranan tokoh agama dan

v

MEREDAM TEROR

Page 8: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

masyarakat. Lebih dari itu, proses penyadaran juga dapat dilakukanmelalui institusi pendidikan. Secara sadar, pemerintah wajib terlibatuntuk menyuntikkan kesadaran bertoleransi melalui institusi pen-didikan formal.

Untuk mengatasi persoalan ini, pendekatan multistakeholdersdapat dipilih sebagai alternatif. Modul ini menawarkan cara pandangmengenai pencegahan radikalisme dan terorisme dengan memban-gun sistem deteksi dini (early warning system). Sistem yang dibangunde ngan melibatkan elemen negara dan masyarakat, khususnyakelompok pertahanan sipil. Logikanya sederhana, jika kohesi sosialmasyarakatnya kuat, maka kontrol terhadap potensi-potensiradikalisme dan terorisme juga akan menguat. Tentu peran negara se-bagai otoritas pemegang kebijakan tidak dapat dikesampingkan. Ne-gara berperan sebagai fasilitator, dengan memaksimalkanselang-selang demokrasi untuk memperkuat civil society. Hanya den-gan cara ini, ujaran kebencian yang menyulut aksi-aksi kekerasan atasnama agama dapat dicegah. Jika penyebaran kebencian atas namaagama dapat dicegah, niscaya ke kerasan atas nama agama dapat di-atasi.

vi

MEREDAM TEROR

Page 9: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................... IIIDaftar Isi .................................................................................................... VII

BAGIAN I

Pencegahan Terorisme & Ekstrimisme Bernuansa Kekerasan di Indonesia ............................................................................................... 1

Pendahuluan ............................................................................................... 3

Terorisme di Indonesia ............................................................................ 5

Peta Jaringan Terorisme ......................................................................... 17

Pencegahan Berbasis Aktor .................................................................. 26

Menanggulangi Pembibitan Terorisme ..................................................35

BAGIAN II

Interseksi Counter Violent Extremis dengan Hak Asasi Manusia dan Early Warning System .................................................................... 51

Daftar Pustaka .......................................................................................... 80

vii

MEREDAM TEROR

Page 10: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

viii

MEREDAM TEROR

Page 11: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

BAGIAN IPENCEGAHAN TERORISME & EKSTRIMISME

BERNUANSA KEKERASAN DI INDONESIA

Page 12: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

x

MEREDAM TEROR

Page 13: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

BAGIAN I

PENCEGAHAN TERORISME & EKSTRIMISMEBERNUANSA KEKERASAN DI INDONESIA

Oleh :Ucu Martanto, MA.

Roikan, MA.Amalliya Hesti, SIP.Febby Risti W, MSc.

1

MEREDAM TEROR

Tujuan Pembelajaran

Capaian Pembelajaran

Waktu

Kelengkapan

..... menit

l LCD projectorl Laptopl Kertas plano/papan tulisl Lima buah Board Marker (spidol) warna hitam &

merah l Name Tag pesertal Bahan bacaan/makalah

Peserta dapat memahami dan berpartisipasi dalampencegahan terorisme dan ekstrimisme bernuasakekerasan di lingkungannya melalui kerjasamadengan para pihak.

l Peserta memahami konsep-konsep dasar tentangterorisme, ekstrimisme, dan radikalisme.

l Peserta mengatahui peta jejaring terorisme danekstrimisme bernuasa kekerasan di Indonesia.

l Peserta memahami motif dan pola terorisme danekstrimisme bernuasa kekerasan di Indonesia.

l Peserta mengatahui para pemangku kepentingandalam pencegahan tindak pidana terorisme danekstrimisme bernuasa kekerasan di Indonesia.

l Peserta mengetahui potensi-potensi yang dapatdimanfaatkan dalam pencegahan terorisme danekstrimisme bernuasa kekerasan di Indonesia.

l Peserta dapat berpartisipasi dalam pencegahantindak pidanan terorisme dan ekstrimismebernuansa kekerasan di lingkungannya.

Page 14: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

2

MEREDAM TEROR

Metode

Langkah-langkah

l Fasilitator memperkenalkan diri kepada pesertal Fasilitator meminta peserta untuk merapikanname tag yang sudah disiapkan oleh panitia. Jikapeserta belum memiliki name tag, fasilitatormeminta setiap peserta menuliskan namanya disecarik kertas yang memungkinkan untuk bisadibaca oleh fasilitator dan peserta yang lain;

l Fasilitator menanyakan kepada peserta denganpertanyaan “apa saja yang anda ketahui tentangterorisme dan ekstrimisme bernuansa kekerasandan bagaimana masyarakat dapat berpartisipasidalam pencegahannya?”

l Fasilitator memberikan waktu kurang lebih 15menit kepada peserta untuk menyampaikan apayang mereka ketahui. Fasilitator mencatat apasaja yang diketahui oleh peserta.

l Fasilitator menjelaskan pokok-pokok materipembelajaran sebagaimana dalam tujuanpembelajaran dan capaian pembelajaran.

l Sesudah menyampaikan materinya sesuai TPUdan TPK, fasilitator mempersilahkan peserta untukmenanyakan hal-hal yang belum jelas, atau yangmemerlukan klarifikasi.

l Fasilitator menutup sesi ini dengan memberikanpenekanan-penekanan tertentu pada materi sesiini.

Page 15: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

PENDAHULUAN

1.1 Deskripsi SingkatModul Pembelajaran tentang ‘Pencegahan Terorisme dan

Ekstrimisme Bernuansa Kekerasan di Indonesia’ menjelaskan konsep-konsep dasar tentang terorisme dan memberikan peta jalan bagipeserta bilamana berpartisipasi dalam pencegahan terorisme danekstrimisme bernuansa kekerasan di lingkungannya. Letupan-letupanaksi terorisme yang terjadi di Indonesia hingga saat ini tidakmenunjukan frekuensi yang berkurang. Di lain sisi, aparat keamanankerap menangkap terduga-terduga teroris pasca terjadinya bomataupun sebelum aksi teror meledak. Di lembaga permasyarakatan,jumlah terpidana terorisme malah semakin bertambah. Bahkanmereka yang telah dibebaskan dari lembaga permasyarakatanacapkali kembali tertangkap oleh aparat keamanan (pada beberapakasus menjadi pelaku aksi teror). Melihat kecenderungan ini dankompleksnya cara kerja serta jejaring dari terorisme di Indonesia, kerjapencegahan dan penindakan aparat keamanan tidak akan maksimaljika tidak diikuti dengan partisipasi warga masyarakat. Meski demikian,partisipasi masyarakat harus dilandasi oleh pengetahuan yang cukupdan tetap dalam koridor hukum di Indonesia.

1.2 Hasil BelajarSetelah melalui proses pembelajaran Modul ini, peserta

pelatihan diharapkan memahami dan mampu berpartisipasi dalammelakukan pencegahan tindak pidana terorisme dan ekstrimismebernuasa kekerasan di lingkungannya.

1.3 Indikator Hasil BelajarSetelah selesainya proses pembelajaran Modul ini peserta

pelatihan diharapkan akan dapat menjelaskan definisi-definisi darikonsep-konsep dasar yang berkaitan dengan pencegahan terorismedan ekstrimisme bernuansa kekerasan. Perserta mengetahui peta,jejaring, motif dan pola terorisme dan ekstrimisme bernuasa

3

MEREDAM TEROR

Page 16: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

kekerasan di Indonesia. Peserta mengatahui para pemangkukepentingan dan potensi-potensi yang ada dalam pencegahan tindakpidana terorisme dan ekstrimisme bernuasa kekerasan di Indonesia.Diakhir peserta dapat berpartisipasi dalam pencegahan tindakpidanan terorisme dan ekstrimisme bernuansa kekerasan dilingkungannya.

1.4 Pokok Bahasana. Konsep-konsep dasar pencegahan terorisme dan sejarah terorisme

di Indonesia b. Motif dan pola jaringan terorisme di Indonesia c. Aktor-aktor dalam pencegahan terorisme di Indonesiad. Potensi-potensi pencegahan: modal sosial dan informasi teknologi

4

MEREDAM TEROR

Page 17: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

TERORISME DI INDONESIA

1. PengantarBelum lama ini, masyarakat Indonesia kembali dikejutkan

dengan peristiwa peledakan bom di Kampung Melayu, Jakarta Timur.Bom yang menewaskan lima orang dimana diantaranya tiga anggotakepolisian, ini hanya berselang setahun setelah bom di KawasanSarinah Jakarta Pusat. Pada jeda setahun aksi teror terjadi dalambentuk penusukan dan penembakan dengan target yang sama, yaituanggota kepolisian. Di mancanegara, teror juga semakin sering terjadidengan menggunakan bahan peledak maupun media lainnya sepertimenabrakan kendaraan di kerumunan massa. Kejadian-kejadian yangterjadi di Indonesia dan luar negeri yang hampir beruntutanmenunjukan adanya keterkaitan antara satu dengan lainnya.

Di media sosial, publik dunia maya (netizen) meresponnyadengan berbagai hal salah satunya yang menjadi pembicaraan lini masa(tranding topic) adalah #kamitidaktakut, #indonesiaunite, atau#prayforjakarta. Setidaknya respon ini menunjukan penolakan publikterhadap cara-cara yang tidak manusiawi dalam mewujudkan tujuan.Namun, kita perlu menyadari bahwa ini tidak berarti dapatmenghentikan aksi-aksi terorisme di sekitar kita. Teroris tidak melulumempunyai target spesifik saat melancarkan aksinya karena tujuanmereka adalah menyampaikan pesan dan menciptakan ketakutan dimasyarakat. Sejarah mencatat terorisme tidak mengendur sungguh punaparat keamanan (Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri) telahmenangkap ratusan terduga teroris bahkan menembak mati. Teroristetap bermunculan dalam bentuk sel-sel berkelompok maupun individu.

Penanggulangan terorisme, radikalisme, maupun ekstrimismebukan pekerjaan aparat negara tetapi harus melibatkan peran sertamasyarakat. Sasaran penanggulangannya juga bukan cumamenghukum aktor-aktornya tetapi juga memperbaiki kondisi-kondisistruktural dan kultural yang menyebabkan benih-benih radikalismedan ekstrimisme tumbuh subur. Artinya pendekatan ekonomi, sosial-budaya, dan politik sama pentingnya dengan pendekatan keamanan.

Kasus terorisme di Indonesia menjadi perhatian umum bahkandunia setelah peristiwa Bom Bali I pada tahun 2002 yang menewas -

5

MEREDAM TEROR

Page 18: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

kan ratusan warganegara asing yangsedang plesir di Pulau Bali. Selanjut-nya, terjadi serentetan kejadian yangtermasuk dalam kasus teroris, bahkanterakhir ada istilah aksi pembomanyang tidak biasa, yaitu “Bom Panci”.Paham radikal dan ekstrimis yang dihu -bungkan dengan kekerasaan ditenga -rai menjadi permicu munculnya aksiterorisme.

Perkembangan kelompok teror -isme di Indonesia terlacak sejak tahun1950-1960-an melalui gerakan DI/TII(Darul Islam/Tentara Islam Indonesia)dan NII (Negara Islam Indo nesia),kemudian dilanjutkan dengan gerakanKomando Jihad di tahun 1970-1980-an.1

Belakangan di tahun 2000-an munculTrio Bom Bali (Amrozi, Imam Samudra,dan Ali Ghufron) dari Jemaah Islamiyah(JI) yang berhubungan de ngan al-Qaeda. Kini kelompok-kelom pok radi -kalis Islam di Indonesia banyak yangmenginduk pada ISIS (Islamic State inIraq and Syria).

a. Istilah-Istilah dalamPenanggulangan Terorisme

Terorismemerupakan suatu per-masalahan yang sangat serius danberbahaya bagi kehidupan bangsa In-donesia karena merupakan kejahatankemanusiaan yang bersifat terorganisir,lintas negara dan memiliki jaringanyang luas. Secara kebahasaan, kata

6

MEREDAM TEROR

PASAL 6 UU NO.15/2003

“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasanmenimbulkan suasanateror atau rasa takut terhadap orang secarameluas atau menimbulkan korbanyang bersifat massal,dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa danharta benda orang lain,atau mengakibatkankerusakan atau kehancuran terhadapobyek-obyek vital yangstrategis atau lingkun-gan hidup atau fasilitaspublik atau fasilitas internasional dipidanadengan pidana mati ataupenjara seumur hidupatau pidana penjara paling singkat 4 (empat)tahun dan paling lama20 (dua puluh) tahun”.

1 Tentang sejarah kelompok radikal Islam banyak diulas oleh Busyro Muqqodas dalam bukunya “Hege-

moni Rezim Intelejen: Sisi Gelap Peradilan Kasus Komando Jihad”, terbitan PUSHAM UII Yog yakartatahun 2011.

Page 19: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

“terorisme” berasal dari kata “to terror” dalam bahasa Inggris, dalambahasa Latin kata ini disebut “terrere”, yang berarti “gemetar” atau“menggetarkan”. Kata terrere adalah bentuk kata kerja dari kata “ter-rorem” yang berarti rasa takut yang luar biasa.

Dalam buku Social Problems: Community, Policy and Social Ac-tion2 disebutkan bahwa terorisme merupakan jenis konflik yang spe-sifik, mempunyai efek pada bidang politik, bisnis, dan kebijakanpertahanan keamanan. Terrorisme merupakan tindakan yang melang-gar hukum dengan menggunakan kekuatan untuk mengintimidasiatau tindakan kekerasan sebagai bagian dari penanaman pengaruh.Definisi teror menurut C. Manullang3 adalah suatu cara untuk merebutkekuasaan dari kelompok lain, dipicu oleh banyak hal, seperti; perten-tangan (pemahaman) agama, ideologi dan etnis, kesenjanganekonomi, serta tersumbatnya komunikasi masyarakat dengan pemer-intah, atau karena adanya paham separatisme dan ideologi fanatisme.

Perpu No. 1 tahun 2002 yang diundangkan dalam UU No. 15 tahun2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme4 mendefinisikantindak pidana terorisme dari yang telah dilakukan maupun baru berniatuntuk melakukan tindak pidana terorisme. Dalam Pasal 6 disebutkan,“Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atauancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takutterhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifatmassal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawadan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan ataukehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkunganhidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional dipidana denganpidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara palingsingkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun”.Sementara dalam Pasal 7 ditambahkan dengan frasa “bermaksuduntuk...”. Definisi dalam peraturan perundang-undangan ini memberikanatribut kekerasan atau ancaman kekerasan dari setiap tindakan agarmasuk dalam kategori tindak pidana terorisme. Setidaknya inimenunjukan perbedaan antara radikalisme dan terorisme

7

MEREDAM TEROR

2 Geurrero, Anna Leon. 2016. Social Problems: Community, Policy and Social Action. Fifth Edition. Sage

3 Manullang, A.C. 2001. Menguak Tabu Intelijen Teror, Motif dan Rezim. Jakarta: Panta Rhei. 4 UU No. 15 tahun 2003 adalah penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No.

1 tahun 2002 Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Regulasi ini merespon kejadian serangkaianbom yang marak sejak tahun 2000 dan Bom Bali I Oktober 2002.

Page 20: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Organisasi Konferensi Islam (OKI) sepakat berpendapat bahwaterorisme mencakup segala tindakan kekerasan atau intimidasi –ter-lepas dari maksud dan tujuan pelakunya- dengan tujuan untuk men-jalankan rencana kriminal (makar) secara personal atau kelompokdengan cara menciptakan rasa takut, mengancam, merugikan ataumembahayakan kehidupan, kehormatan, kebebasan, keamanan danhak-hak masyara kat, atau ancaman perusakan lingkungan dan hakmilik, baik umum maupun pribadi.

Sejalan dengan itu, Resolusi 1566 tahun 2004 PersatuanBangsa Bangsa (PBB), menggunakan tiga kriteria kumulatif untukmencirikan terorisme, yaitu: (i) maksud, (ii) tujuan, dan (iii) perilakuspesifik yang berisi5: a) Tindakan-tindakan kriminal, termasuk terhadaporang sipil, dilakukan dengan maksud kematian atau menciderai, ataumelakukan penyanderaan; b) Terlepas apakah dimotivasi olehpertimbangan yang bersifat politik, filosofis, ideologis, ras, etnis,agama atau sejenisnya, dengan tujuan memprovokasi suatu teror dimasyarakat umum atau dalam kelompok individu atau individutertentu, mengintimidasi sebuah populasi atau memaksa pemerintahatau organisasi internasional untuk melaksanakan atau tidakmelaksanakan tindakan apapun; dan c) Merupakan pelanggarandalam lingkup, dan sebagaimana didefinisikan dalam, konvensi danprotokol internasional yang berkaitan dengan terorisme.

Radikalisasi merupakan proses perubahan individu maupunkelompok yang mengarah pada penolakan kemapanan nilai dansistem yang ada untuk mencapai tujuannya. Radikalisasi menyasarpada kognitif (kesadaran dan cara pandang) individu dan kelompokterhadap kondisi yang dialaminya saat ini. Untuk mengaktualisasitujuannya, para radikalis dapat mengunakan kekerasan ataupun tanpakekerasaan (seperti menggunakan lisan ataupun tulisan). Prosesradikalisasi melalui dua bagian; radikalisasi individual dan kelompok.Radikalisasi terhadap individu merupakan hasil dari terpaparnyaseseorang dengan ajaran-ajaran yang bersumber dari media onlinemaupun ceramah/pemaparan seorang kharismatik yang memilikipemikiran ekstrim. Inilah yang kemudian dikenal sebagai serigalatunggal (lone wolf) yang mengalami proses radikalisasi dengan

8

MEREDAM TEROR

5 Resolution 1566 (2004) adopted by the UN Security Council at its 5053rd meeting,on 8 October 2004(S/RES/1566 (2004), <http://www.un.org/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/1566 (2004)>. This res-olution is not legally binding.

Page 21: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

sendirinya (self-radicalization). Ketika merealisasikan pahamnya, Iatidak selalu terhubung dengan jaringan terorisme yang sudah ada.Radikalisasi kelompok adalah proses di mana kelompok mencari danmempengaruhi individu yang rentan untuk direkrut dalam jaringanteror. Radikalisasi kelompok lebih sistematis, terstruktur, dan top-down.

Deradikalisasimerupakan segala upaya untuk mentransformasidari keyakinan atau ideologi radikal menjadi tidak radikal denganpendekatan multi dan interdisipliner (agama, sosial, budaya, danselainnya). Atas dasar itu, deradikalisasi lebih pada upaya melakukanperubahan kognitif atau memoderasi pemikiran atau keyakinanseseorang. Deradikalisasi adalah bagian dari strategi kontra terorismeyang dipahami sebagai sebuah cara merubah pemahaman danideologi seseorang atau kelompok secara drastis. Sederhananya,deradikalisasi bertujuan untuk mengubah seseorang yang semularadikal menjadi moderat, termasuk di antaranya adalah menjauhkanmereka dari kelompok radikal tempat mereka bernaung. Padaperkembangannya memang muncul kontroversi terkait istilah dankebijakan deradikalisasi yang dianggap sebagai proses de-islamisasi,pendangkalan akidah, dan tuduhan lainnya melainkan sebagai upayamengembalikan dan meluruskan kembali pemahaman yang benartentang agama dan wawasan bernegara.6

Pencegahan merupakan salah satu kebijakan dalam penang -gu langan terorisme yang lebih menitikbertakan pada pra kejadian.Pencegahan didefinisikan secara luas dan sempit. Dalam arti luas,tindakan pencegahan meliputi berbagai program dan kebijakansebagai upaya mencegah aksi terorisme yang juga meliputi pence -gahan, perlindungan, dan deradikalisasi. Sementara dalam arti sempitkegiatan ini merupakan bagian dari pencegahan dalam arti luas yaitumelakukan upaya agar tindak pidana terorisme yang diprediksi akanterjadi tidak berhasil dilakukan. Dalam melakukan pencegahanterorisme, BNPT melakukan upaya meliputi pengawasan, kontrapropaganda dan kewaspadaan. Pengawasan dilakukan baik secaraadministrasi maupun fisik, mulai dari menyiapkan rumusan strategi,penyiapan bahan koordinasi, pelaksanaan pengawasan, monitoringhingga pengendalian di bidang pengawasan.7

9

MEREDAM TEROR

6 Umar, Nasaruddin. Deradikalisasi Pemahaman Al-Qur’an & Hadis. Jakarta: Gramedia, 2014.7 Tahir, Sueb., Abdul Malik, Khoirul Anam. 2016. Ensiklopedi Pencegahan Terorisme. Badan Nasional

Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Page 22: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Tabel 1. Aksi Terorisme di Indonesia 2002-2017

10

MEREDAM TEROR

Peristiwa

Bom Bali I 12 Oktober2002

Waktu Tempat Pelaku Korban

Paddy’s Pub,Sari Club KutaBali dan KonsulatAmerikaSerikat

Iqbal, Jimi, AliImran (Aktor Intelektual)

202 korban jiwameninggal (164WNA 24 negaradan 38 WNI) dansedikitnya 209orang cedera.

Bom HotelJW Mariott

5 Agustus2003

Kawasan MegaKuninganJakarta

Asmar Latin Sani 12 orang meninggaldan 150 orang ced-era

Bom KedubesAustralia(BomKuningan)

9 September2004

Kantor Kedutaan BesarAustralia,Jakarta

Heri Kurniawanalias Heri Golundengan aktor intelektual DoktorAzahari bin Husindan Noordin M. top

9 orang tewas dan161 orang cedera.

Bom Bali II 1 Oktober2005

Kuta dan Jimbaran

Muhammad SalikFirdaus, Misno,Ayib Hidayat dengan otak intelektual DoktorAzahari bin Husindan Noordin M.Top.

23 orang tewasdan 196 orang ced-era.

Bom HotelJW Mariottdan Ritz-Calton

17 Juli 2009 MegaKuningan,Jakarta

Dani Dwi Permanadan Nana IkhwanMaulana denganotak intelektual No-ordin M. Top danIbrahim selakuorang dalam diHotel Ritz-Caltonyang menyelundupkanbom ke dalamhotel.

9 orang tewas dan50 orang cedera

Bom Kalimalang

30 September2010

Kawasan Sumber Artha,Jalan KH NoerAli, Kalimalang,Bekasi.

Ahmas Abdul Ra-bani alias Abu Alidengan membawasepeda anginmeledakan diri.

Pelaku mengalamicedera dan dihukum dengan5,5 tahun penjara

Page 23: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

b. Sejarah Terorisme di Indonesia

Berdasarkan barang bukti penangkapan pelaku Bom Kalimalang 2010 didapatkan pesantertulis yang berbunyi: “Ini adalah balasan untuk kalian sekutu-sekutu setan yang mem-bunuh, menghukum, menghukum mati dan menahan mujahidin”. Pelaku bom ini hampirmelukai Kepala Unit Petugas Pengatur Lalu Lintas Polres Bekasi AKP Heri yang sedang

bertugas. (http://www.republika.co.id/amp_version/lm2age)

11

MEREDAM TEROR

Peristiwa

Bom MasjidMapolrestaCirebon

15 April 2011

Waktu Tempat Pelaku Korban

Masjid Adz-Dzikro MapolrestaCirebon

Muhammad SyarifAstanafarif.

Pelaku bom bunuhdiri tewas dan 25orang cedera termasuk KapolresCirebon AKBPHerukoco

Bom Gereja Solo

25 September2011

HalamanGereja BethelInjil, Solo

Achmad JosepaHayat alias AhmadAbu Daud (Pelakumerupakananggota jaringanteroris yangmelakukan serangan bommasjid MapolrestaCirebon)

Pelaku tewas dan28 orang cedera

Bom Mapol-res Poso

3 Juni 2013 Kawasandepan Mapolres Poso

Pelaku (belumdiketahui identitasnya)meledakan diri didengan mengendaraimotor bebek

pelaku tewas danmencederai seorang kuli bangunan

Bom Sarinah

14 Januari2016

Starbuck CafeMenaraCakrawala, danPos Polisi didepan PlazaSarinah

4 orang pelakumerupakananggota jaringanorganisasi NegaraIslam Irak danSyam (ISIS).

8 orang tewas (4pelaku 4 wargasipil) dan 24 orangcedera.

Bom KampungMelayu

24 Mei 2017 Terminal KampungMelayu,Jakarta Timur(toilet terminal danhalte TransJakarta)

Masih dalam prosespenyelidikan dandiduga pelakuadalah anggotajaringan ISIS

Tiga orang polisimeninggal dan 11orang cedera.

Page 24: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Pelaku teror dapat dikategorikan sebagai golongan ekstrimis.Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ekstrimis memiliki be-berapa arti, diantaranya: (1) Orang yang ekstrem; (2) orang yangmelampaui batas kebiasaan (hukum dan sebagainya) dalam membeladan menuntut sesuatu. Aksi kelompok ekstrimis didasarkan pada idedan semangat radikal, sebuah proses yang melibatkan aksi individudalam bentuk aktifitas berbasis kekerasan sebagai salah satu mediapropaganda dan eksistensi kelompok.

Bagan 1. Sejarah dan Perkembangan Organisasi Radikal di Dunia

12

MEREDAM TEROR

Pergerakan radikal dari kelompok eks-soviet muslim

1960

Revolusi Islam di Iran Intifada dan gerakan zionis Israel (1987)

1979

Perkembangan kaum fundamentalisme Islam

Pasca Perang Dingin muncul Organisasi Islamic Mujahidin

1990

Invasi Amerika Serikat dan sekutunya keAfganistan dan Irak pasca peristiwa WTC

9/11

Berkembang organsasi radikal militan sepertiMuslim Brotherhood, Hizbullah, Hamas, Al-

Qaeda,

2002

Organisasi Taliban Afghanistan dan selama 1996-2001 memerintah dengan memberlakukan syariat secara ketat.

1994

Negara Islam di Suriah dan Irak (ISIS) didirikan oleh Abu Bakr al-Baghdadi

2011

Terbentuknya organisasi radikal Al-Qaeda

1988

Page 25: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Bagan 2. Sejarah Perkembangan Kelompok Radikal di Indonesia

13

MEREDAM TEROR

1942 S.M Kartosoewirjo mendirikan Darul Islam (DI)

1993

Jamaah Islamiyah (JI) yang menjadi bagian organisasi Al-Qaedahmulai beroperasi

2008Jamaah Islamiyah (JI) berkembang menjadi Jamaah AnsharutTauhid (JAT)

2008

Jamaah Islamiyah (JI) berkembang menjadi Jamaah AnsharutTauhid (JAT)

2011

Pasca tewasnya pimpinan Al-Qaedah, Osama Bin Laden membawapada perpecahan oganisasi sampai berdiri ISIS. Muncul kelompok barudi Indonesia yang menjadi sel baru pendukung ISIS seperti Jamaah An-sharu Syariah (JAS) pimpinan Abu Bakar Baasyir dan Jamaah AnsharuDaulah (JAD) yang didirikan oleh Aman Abdurahman pada 2015

1972

Komando Jihad disinyalir merupakan kelanjutan dari NII yang tokoh-tokohnya ditangkap dan diadili. Aksi teror paling mengemuka adalahpembajakan Pesawat Garuda (Peristiwa Woyla) dan PenyeranganPolsek Cicendo.

1949

Didirikan Negara Islam Indonesia (NII) yang mempunyai Tentara IslamIndonesia (TII) dan pada perkembanganya sampai akhir tahun 1960-an telah menyebar menjadi 9 komandemen wilayah (KW)

c. Jaringan Kelompok TerorisRuang lingkup terorisme terbagi dalam dua zona yaitu zona do-

mestik dan lintas batas. Wilayah domestik biasa dijumpai pada negarademokrasi dan lintas batas/internasional terdapat di kawasan yangmempunyai keragaman religi dan etnis. Terorisme generasi abad XXIterdiri dari al-Qaeda dan ISIS. Kedua organisasi radikal ini ditengaraisebagai akar dari politik Islam khususnya di kawasan Asia Tenggara.

Page 26: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Bagan 3. Jaringan Organisasi Teroris

Selama ini aliran salafiyyah/salaf dianggap sebagai aliran gariskeras dan termasuk golongan fundamental. Namun tidak semua aliranini menggunakan cara kekerasan untuk mencapai tujuan. Kelompokini terdiri dari dua sifat dasar gerakan diantaranya: salafiyyah klasikyang dapat diidentikan dengan salafiyyah damai dan salafiyyah baruyang diidentikan sebagai salafiyyah garis keras. Gerakan ini menyebarke seluruh penjuru dunia termasuk ke Indonesia.

14

MEREDAM TEROR

Jaringan Organisasi Teroris Dunia

Jaringan Asia Tenggara

Jaringan Indonesia

Lashkar-e-Taiba(Pakistan)

Abu Sayyaf (Filipina)

BKAW, BAJ,Dimzia dan ADI

(Malaysia)

Jemaah Islamiyah (JI)

Minoritas MuslimMelayu (Thailand)

Boko Haram(Nigeria)

Al-Nusra Front(Suriah)

Taliban Pakistan

Taliban(Afghanistan)

Al-Qaeda

Negara Islam diSuriah dan Irak

(ISIS)

Al-Qaeda di SemenanjungArab (AQAP) Mujahidin Indonesia Timur, Mu-

jahidin Indonesia Barat, LaskarJihad, Jamaah

Tauhid, dan Daulah IslamiyahNusantara.

Page 27: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Bagan 4. Kelompok Salafiah dan Kelompok Radikal Pro ISIS

d. Faktor Penyebab Bagaimana seseorang bisa masuk dalam kelompok radikal?

Faktor apa saja yang menjadikan terorisme terus tumbuh dan berkem-bang? Melihat terorisme tidak hanya dari sudut pandang kriminalitassemata. Ada beragam perspektif seperti politis, ketimpangan kese-jahteraan, komunikasi dan jihad (Schmid, 2011).8 Pengulangan keti-dakadilan merupakan motivasi yang mendasar bagi terorisme dan aksiterror dari kelompok radikal.

Bagaimana seseorang bisa menjadi teroris? Yang berarti dapatmelakukan pembunuhan dan penghancuran terhadap bangunan-ba -ngunan serta fasilitas publik? Mengkaji psikologis teroris berbeda de -ngan mengkaji psikologi pada umumnya. Tindakan-tindakan yangdilakukan teroris bukan berdasarkan kondisi sakit jiwa dan ketidak-wajaran (Borum, 2010)9 akan tetapi diakibatkan oleh dua faktor utamayang menjadi akar dari kekerasan dalam terorisme, yaitu: 1)ketidakadilan dalam arti dominasi barat dalam segala bidang, ek-

15

MEREDAM TEROR

Gerakan salaf radikal(2004)l Front Pembela Islam

(FPI)

l Laskar Jihad

l Mejelis Mujahidin In-

donesia (MMI)

l Hizbuttahrir (HTI)

Gerakan Neosalaf l Partai Islam se-

Malaysia (PAS)l Majelis Mujahidin In-

donesia (MMI)l Komite Pergerakan

Syariat Islam (KPSI)l Dewan Dakwah

Islamiyah Indonesia(DDII).

Gerakan Pro ISIS l Jamaah Anshorut Tauhid

(2008), pendiri Abu BakarBaasyir, lalu pecah Jama ahAnshorut Syariah, Mu-jahidin Indonesia Timur(2011)

l Jamaah Tauhid wal Jihad(2004)

l Ring Banten pecahan dariDarul Islam (1999)

l Gema Salam-Gerakan Ma-hasiswa untuk SyariatIslam (2013)

l Mujahidin Indonesia Barat(2012), FAKSI-Forum Ak-tivis Syariat Islam

8 Schmid, Alex P (ed). 2011. The Routledge Handbook of Terrorism Research. New York: Routledge. 9 Borum, Randy. 2010. Understanding Terrorist Psychology. Mental Health Law and Policy Faculty Publi-

cations, University of Soth Florida.

Page 28: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

spoitasi sumber daya alam, maginalisasi pada kelompok tertentu,diskriminasi dan keterbatasan akses politis. 2) penghinaan dalam artipemberian label (stigma) negatif terhadap seseorang atau kelompokorang dan ketakutan masyarakat non-muslim terhadap kebangkitanIslam atau diistilahkan Islamphobia. Beberapa penyebab gerakanradikal dan aksi teror di Indonesia dapat dikategorikan ke dalambidang politik, ekonomi, media dan social,

Bagan 5. Penyebab Gerakan Radikal dan Terorisme di Indonesia

16

MEREDAM TEROR

l euforia reformasil era kebebasanl maraknya aliran baru

pada era reformasil ideologi khilafah

l ketimpangan kelas l kenaikan hargal privatisasi l Penguasaan asing

l pemahaman dangkaltentang konsep jihad

l Propaganda media on-line

l kurang solidaritasdan kepedulian

l diskriminasi l marginalisasi

Politik Ekonomi

SosialMedia

Page 29: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

PETA JARINGAN TERORISME

1. Pengantar Aksi teror beruntun dari 2002 sampai hari ini yang terjadi di In-

donesia bukan kehendak bangsa Indonesia sendiri dan bukan jugaaksi sebagaimana yang ditudingkan pada umat Muslim semata. Jauhsebelum peristiwa Bom Bali 2002 aksi terror telah terjadi di Indonesiaseperti peledakan bom di Masjid Nurul Iman, Padang pada 11 Novem-ber 1976 yang diduga pelakunya Timzar Zubil, tokoh yang disebut pe-merintah sebagai Komando Jihad. Latar belakang mengapa KomandoJihad justru meledakkan masjid menjadi pertanyaan besar dan mem-buat motif aksinya menjadi buram, terlebih Timzar Zubil tidak dapatditemukan. Komando Jihad pada tahun 1981 melakukan pembajakanpesawat Garuda DC 9 Woyla. Aksi berikutnya pada 21 Januari 1985terjadi Bom Candi Borobudur. Serangkaian aksi ini merupakan bentukpropaganda melalui pengeboman sarana vital atau publik.

Peledakan bom merupakan aksi teror yang menjadi bagian in-tegral dari pengembangan teknologi. Bom tidak lagi hanya berbentukgranat tangan ataupun nuklir yang digunakan dalam perang. Bom (alatpeledak) dimodifikasi dalam bentuk perangkat (hardware) berupa pe-sawat dan mobil, bahkan dalam ben-tuk lain seperti panci dan rompi untukmenyamarkan aksi. Namun modifikasibom ini membutuhkan bantuan manu-sia untuk meledakkan sehingga me -munculkan aksi “Bom bunuh diri”.Seperti aksi bom bunuh diri terbesardi Indonesia yang kita kenal “Bom BaliI” pada 12 Oktober 2002, seorangpelaku peledakan menggunakan bomrompi, dan pelaku lainnya menggu-nakan bom mobil.

Aksi dilakukan oleh terorisyang berkelompok (terrorist group)dan ada yang bertindak secara indi-

17

MEREDAM TEROR

Aksi fa’i adalah serangkaian perbuatanmelanggar hukum yangdigunakan untuk penggalangan dana danoperasional aksi teror.Perampokan toko emas,bank sampai bisnisnarkoba. Kegiatan inimerupakan pendanaanhasil money laundering(pencucian uang) oleh kejahatan teroganisirdalam jaringan terorisme.

Page 30: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

vidual (single extremist). Teroris dibedakan berdasarkan motifnya,baik teroris yang bertindak secara kelompok maupun individu sesung-guhnya mereka memiliki jaringan. Aktifitas mereka telah terangkai (ter-rorist cycle). Cycle’s core menjadi penentu aksi mereka atau cycle’score mempropaganda orang-orang yang direkrut untuk bersediabergabung dan memperkerjakan mereka sesuai kehendak cycle’score. Keberhasilan teroris terwujud ketika aksi dilakukan denganusaha mandiri. Masing-masing jaringan beradaptasi dengan lingkun-gan sehingga keberadaannya tidak menimbulkan kecurigaan.

Berdasarkan pengakuan salah satu pelaku teroris yang ter-tangkap di Karangploso Kabupaten Malang pada Februari 2016 ter-

bukti mereka memiliki jaringan yangmenyediakan dana, senjata, dan “Pen-gantin”. Jaringan penyedia dana men-gaku memperoleh dana untuk aksi terordari pencurian motor. Mungkin beberapamelakukan pencurian terhadap barangberharga lainnya, bermain saham (trad-ing), dan aksi penipuan.

Ali Imron10 mengatakan bahwa adapergeseran aksi teror yang dilakukanteroris sekarang. Dulu aksi terror berlatarbelakang ideologis yang menyerang sim-bol-simbol dan kepentingan Barat.Namun sekarang aksi teror denganpersenjataan dapat dilakukan oleh siapa

saja dan dengan motif pribadi (kebutuhan ekonomi dan dendam prib-adi). Artinya terdapat dekonstruksi makna teror.

Sekian banyak aksi teror di Indonesia didasari atas motif yangberbeda. Aksi tersebut juga dilakukan oleh oknum-oknum yangberbeda. Mayoritas aksi teror di Indonesia dige rakkan oleh kekuatanideologis luar, dan sebagian kecil dilakukan oleh warga Negara In-donesia sendiri dengan motif pribadi dan kepentingan politik.Berdasarkan peristiwa-peristiwa teror yang terjadi, terdapat lima kat-egori motif:

18

MEREDAM TEROR

● ● ●Berbagai rentetan

peristiwa bom mengalami penurunandalam daya ledak pada

8 tahun terakhir pasca tewasnya aktor

intelektual Doktor Azahari dan

Noordin M. Top.

● ● ●

10

Ali Imran adalah adik Amrozi, salah satu pelaku Bom Bali 1 menjalani vonis hukuman seumur hidup dansejak tahun 2004 membantu kepolisian dalam penguraian dan pengungkapan jaringan dan de-radikalisasi terorisme di Indonesia.

Page 31: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Lima Kategori Motif Aksi Teror

1) IdeologiMotif ini merupakan serangan yang digerakkan organisasi

teroris internasional dengan bendera Islam yang ingin memperluaspengaruhnya seperti Al Qaeda dan ISIS (Islamic State for Iraq andSyam).

Bom Bali I dan II adalah aksi terror yang dikomandani oleh AlQaedah dengan eksekutor Jaringan Jamaah Islamiyah (JI). Sedangkansalah satu aksi teror yang dikomandani oleh ISIS di Indonesia adalahbom di Kota Bekasi yang direncanakan akan diledakkan pada per-gantian Paspampres. Kedua aksi tersebut didanai langsung oleh orga -

19

MEREDAM TEROR

Ideologi

Protes KepentinganPolitis

Persaingan Kriminal

Al Qaedah

l Anti baratl Penyerangan simbol-simbol baratl Ledakan berskala besar dan rencana aksi yang matang

ISIS

l Anti baratl Didasarkan pada arogansi dan ambisi Abu Bakar Al Baghdadi

(Pan Sunni) l Ledakan berskala kecil dan sporadik

Page 32: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

nisasi masing-masing. Kedua organisasi tersebut membangun jaringaninternal di berbagai negara yang masing-masing memperkerjakan ahlijihad untuk memberi motivasi jihad dan merekrut kader, termasukmerekrut “Pe ngantin”.

2) ProtesAksi teror protes juga dapat disebut sebagai aksi balas dendam.

Aksi teror ini dilakukan sebagai bentuk keberatan atau kekecewaan atasketidakadilan pemerintah terhadap warga negaranya. Seperti aksi teroryang muncul akibat kerusuhan peristiwa Tanjung Priok pada 12 Septem-ber 1984 yang menimbulkan banyak korban jiwa dari orang-orang yangtidak bersalah. Pada 4 Oktober 1984 aksi teror dilangsungkan de nganditandai: 1) Ledakan bom di BCA, Jalan Pecenongan, Jakarta Barat; 2) diBCA dan Kompleks Pertokoan Glodok, Jakarta; 3) BCA Jalan GajahMada, Jakarta Pusat. Pelakunya Muhammad Jayadi, anggota GerakanPemuda Ka’bah (anak organisasi Partai Persatuan Pembangunan) untukprotes atas peristiwa Tanjung Priok 1984. Pelaku dipenjara 15 tahun.Pelaku dipenjara dan dipecat dari keanggotaan Gerakan PemudaKa’bah. Para korban peristiwa Tanjung Priok juga menunjukkan kekece-waan dan dendamnya dengan aksi bunuh diri dengan ledakan bom.

3) Kepentingan PolitikAksi teror dengan motif kepentingan politik ditujukan untuk

mengganggu berjalannya persidangan, pengambilan keputusan, danagenda politik lainnya dengan memberikan tekanan psikologis sepertirasa tidak aman, takut, bahkan pembubaran agenda. Aksi ini terjadipada 20 Maret 1978 dalam bentuk peledakan bom di beberapa tem-pat di Jakarta dan Pembakaran mobil presiden. Teridentifikasi aksitersebut dilakukan oleh sekelompok pemuda untuk mengganggujalannya sidang umum MPR.

4) PersainganDalam hal ini aksi teror dilakukan berdasarkan persaingan prib-

adi, seperti persaingan usaha atau persaingan yang menimbulkankonflik pribadi. Seperti peristiwa pada 2 Januari 1999 di Toserba Ra-mayana, Jalan Sabang, Jakarta Pusat. Pelaku peledakan adalah V.M.Rosalin Handayani dan Yan Pieterson Manusama, pengusaha yang di-latar-belakangi motif sengketa pribadi. Bahan peledak yang digu-nakan adalah TNT.

20

MEREDAM TEROR

Page 33: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

5) KriminalPeledakan bom pada 15 April 1999 di Plaza Hayam Wuruk,

Jakarta Barat. Pelakunya adalah Ikhwan, Naiman, Edi Taufik, Suhendi,dan Edi Rohadi, anggota kelompok yang disebut-sebut sebagaiAngkatan Mujahidin Islam Nusantara (AMIN) pimpinan Eddy Ranto.Motif pemboman adalah kriminal (perampokan). Kelompok AMIN inijuga dituduh meledakkan Masjid Istiqlal. Anehnya, dalam kasus ini,motifnya diputuskan sebagai kriminal. Bahan peledak ramuan KCl03(kalium klorat) dan TNT.

Dalam kasus-kasus terorisme lima tahun terakhir, aksi teror di In-donesia didasari motif ideologis sehingga bukan atas inisiatif warga Ne-gara Indonesia sendiri. Gejala akan dilaksanakannya aksi teror dapatdiperhatiakn dengan adanya indikasi berupa tindakan-tindakan berikut:

a. Ceramah tertutup yang menekankan jihad. Beroperasinya ahli jihadyang juga merupakan kader jaringan bertugas untuk memberi mo-tivasi jamaahnya agar terdorong untuk berjihad dengan cara yangdi sarankan. Sejauh ini ahli jihad menyebarluaskan tempat jihad ter-baik yang diberkahi tuhan adalah Suriah. Oleh sebab itu banyakorang muslim yang berbondong-bondong kesana dan menjualharta bendanya;

b. Pernikahan diam-diam. Hal ini terjadi jika aksi teror yang merekaatasnamakan dengan jihad dilakukan oleh laki-laki dan perempuan.Pernikahan ini dilakukan untuk mempermudah komunikasi diantaramereka dengan cara menghalalkan, namun pernikahan ini dirahasi-akan, bahkan wali nikah mempelai wanita bukan keluarganyasendiri, namun diwakilkan pada penghulu dari golongan merekasendiri. Pernikahan juga merupakan salah satu taktik merekrut “Pe -ngantin” atau kader;

c. Adanya surat wasiat yang biasanya dilayangkan oleh calon “Pen-gantin” aksi teror kepada keluarganya. Banyak keluarga “Pengan-tin” yang tidak mengetahui keputusan dan tindakan anggotakeluarga yang bersangkutan, namun tiba-tiba menerima suratwasiat dan permohonan do’a untuk jihadnya;

d. Kediaman yang tertutup, dapat berupa kontrakan atau kos-kos an.Meskipun hunian tersebut tertutup namun beberapa pelaku me-

21

MEREDAM TEROR

Page 34: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

nunjukkan keterbukaan komunikasi kepada lingkungan sekitaruntuk menghilangkan kecurigaan. Ada juga yang memang jarangterlihat dan kediamannya selalu terlihat tertutup sehingga asumsiwarga seki tar, orang tersebut jarang menempati kediamannya.Dalam kasus lain hunian juga terlihat tertutup namun sering bahkanbanyak didatangi orang;

e. Maraknya perampokan dengan berbagai aksi, baik perampokande ngan cara yang umum maupun perampokan pertokoan denganmenggunakan bom. Perampokan ini sebagai aksi menggalangdana untuk kepentingan aksi teror yang lebih besar.

2. Peta Jaringan TerorismeTerorisme yang dilandasi dengan sebuah paham atau ideologi

memiliki pola jaringan yang kompleks. Dalam pencapaian misinyamaka terorisme membutuhkan jaringan sebagai kepanjangan tangan-nya dalam bertindak taktis. Dibalik sebuah aksi teror terdapat beber-apa komponen yang terdiri dari organisasi induk, instruksi, dana, danjaringan lokal.

Bagan 1. Alur Instruksi Aksi Teror

Terorisme yang berlandaskan ideologi melangsungkan aksiteror di luar wilayahnya denganmenggerakkan jaringan lokal.Jaringan lokal dibentuk oleh oknumlokal yang sepakat dengan ideologiOrganisasi Induk dan bekerja sebagai“tangan kanan” nya untuk menyebar-luaskan ideologi dan mewujudkanmisi utama Organisasi Induk. Organ-isasi Induk sebagai pemberi instruksidan penyedia dana, sedangkan

22

MEREDAM TEROR

Kementerian Komunikasisejak 2010 telah menghapus situs-situs yangmasuk kategori radikal.Hingga 2011, sekitar 200-300 situs yang diduga menyebarkan paham radikaltelah diblokir. (voaindonesia.com)

OrganisasiInduk/

OrganisasiDonor

Penghubungdan Penyedia

Fasilitas

Jaringan Lokal/Eksekutor

Page 35: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

oknum penghubung yang akan mempersiapkan langkah taktis teror-isme termasuk merekrut kader, menyebarluaskan ideologi (propa-ganda), dan penyedia alat peledak. Jaringan lokal bertugas sebagaieksekutor untuk merealisasikan rencana aksi teror, namun sebenarnyamereka adalah pihak yang dikorbankan sebagai “pengantin”.

Mengapa banyak orang mudah terpikat dengan aksi jihad?Bukan hanya kelihaian ahli jihad dalam memprovokasi, namun merekajuga memanfaatkan media. Media merupakan instrumen propaganda(Ferguson, 2016). Media, propaganda, dan kekerasan merupakanbagian yang berelasi dengan kuat. Teroris berupaya untuk menguasaicontent media (film, games, berita). Teroris memanfaatkan demokrasiuntuk memperluas teror, dan menanamkan kebencian pada targetmereka melalui media. Mereka memiliki strategi komunikasi denganmenarasikan ideologi mereka dan menyebarluaskannya melaluimedia sebagai bagian dari propaganda termasuk internet dan sosialmedia.

Jaringan ISIS di Indonesia

23

MEREDAM TEROR

Kasus 1 (Bom Bekasi)

Sabtu, 10 Desember 2016. Pihak kepolisian berhasil menggagalkanaksi teror berupa bom bunuh diri yang akan dilangsungkan di IstanaKepresidenan pada waktu pergantian Pasukan Pengamanan Presiden(Paspampres) pada 11 Desember 2016. Polisi menangkap calon pengan-tin, Dian Yulia Novi (DYN) di rumah kontrakan di Jalan Bintara VIII, RT 4/9,Bintara Jaya, Bekasi. Ketika tengah dibuntuti, DYN terlihat turun dari mobildan membawa tas hitam yang ternyata berisi bom yang akan diledakkanesoknya.

DYN sebelumnya direkrut oleh M. Nur Solikhin (MNS) yang meru-pakan pimpinan jaringan Bekasi. MNS juga menikahi DYN untuk mem-perlancar urusan aksi teror sebab DYN bersedia menjadi “Pengantin”.DYN bersedia menjadi “Pengantin” dan bertemu dengan MNS berkat mo-tivasi jihad yang diberikan oleh TS yang berhasil ditangkap di Tasik-malaya. Ketika DYN bersedia menjadi “Pengantin”, dirinya tidak dapatmengoperasikan bom yang akan diledakkan sehingga MNS selaku pimp-inan jaringan menikahinya agar dapat leluasa untuk mengajari MNS.

Pernikahan MNS dan DYN tidak melibatkan wali nikah DYN, namunmenggunakan wali hakim. DYN juga telah mengirimkan surat wasiatkepada keluarganya sebelum waktu eksekusi tiba. Surat tersebut dite-mukan oleh pihak kepolisian dalam kotak yang dikirimnya melalui kantor

Page 36: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Bagan 2. Jaringan ISIS di Indonesia

Dalam jaringan Bahrun Naim, selain di Bekasi, aksi teror di Solotelah dilangsungkan dengan meledakkan bom di Toko Alamart pada5 November 2016 dan pada 3 Desember 2016 di Candi Resto, Soloyang mana Imam Syafi’I sebagai salah satu pelakunya.

24

MEREDAM TEROR

ISIS

Abu Bakar Al Bagh-dadi

l Pemimpinl Penyedia Danal Pemberi instruksi

Komando Indonesia

Bahrun Na'im

l Penyalur Danal Penyedia bahan

peledakl Penerus Instruksi

Jaringan Indonesia

l Bekasi: M. Nur So-likhin

l Serpong: Adaml Solol Bataml Sebagai ekseku-

tor aksi teror danperakit bom

l Pengantin

pos. MNS berkomunikasi dengan Bahrun Naim, petempur ISIS asal Indone-

sia. Melalui Bahrun Naim (BN) lah dana aksi teror dan instruksi diperoleh.Bahkan BN juga mengajarkan cara merakit bom pada pihak-pihak yangdirekrutnya. BN bertugas merekrut pimpinan-pimpinan jaringan denganmenyebarkan propaganda melalui ahli jihadnya.

Selanjutnya MNS merekrut kader jaringannya yang terdiri dari DYN se-bagai “Pe ngantin”, Agus Supriyadi (AS) yang bertugas menyediakan trans-portasi untuk membawa bom ke bekasi, Suyatno yang seorang petanibertugas menyediakan tempat (rumahnya) untuk merakit bom dan men-gantarkan hasil rakitan pada MNS, Khafid Fatoni (KF) yang seorang ma-hasiswa bertugas merakit bom di Ngawi atas panduan dari BN, ArindaPutri Maharani (APM) seorang ibu rumah tangga yang bertugas menerimadana untuk membuat bom, Wawan Prasetyawan (WP) seorang buruh ban-gunan yang bertugas menyimpan bahan peledak atas perintah MNS.

Page 37: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Jaringan AL Qaeda di Indonesia

Jaringan Jamaah Islamiyah (JI) IndonesiaBerbeda dengan jaringan ISIS di Indonesia, jaringan Al Qaeda

tidak gegabah dalam melakukan aksi teror di Indonesia. Jaringan AlQaeda merupakan pelaku aksi teror di Indonesia yang terbesar danmendunia yang ditandai dengan peristiwa Bom Bali I pada tahun2002. Pelaku teror menyebutkan bahwa aksi Bom Bali didanai lang-sung oleh Al Qaeda, bukan hanya itu, aksi-aksi teror yang terjadi sep-anjang 2002-2010 juga masih didanai olehnya. Namun pada tahun2011-2015 bantuan dana Al-Qaeda dihentikan dan simpatisan dimintauntuk melakukan fa’i berupa perampokan dalam mendanai aksiterornya. Para donator AL Qaeda di Indonesia juga bersedia mengelu-arkan dana ratusan juta untuk mendanai pelatihan teror di Aceh.

Saat ini Al Qaeda tidak lagi melangsungkan aksi teror besarkarena kelompoknya telah merubah pandangan bahwa jihad yangsesungguhnya adalah di Syiria, bukan di negara masing-masing. Se-hingga individu-individu (bukan atas nama Al Qaeda) berbondong-bondong me- ngumpulkan dana untuk ke Syiria. Namun pengumpulandana tersebut dilakukan dengan upaya perampokan yang sebagianjuga menggunakan ledakan bom. Hal tersebut mempengaruhi inten-sitas dan kualitas ledakan bom. Ledakan semakin sering terjadi karenakepentingan pribadi, namun kualitas ledakan hanya kecil. Sholahudin,

25

MEREDAM TEROR

Amir (Zarkasih)

BidangSariyah/Militer(Abu Dujana

Bidang Dakwah

Bidang Perbekalan

Bidang Tarbiyah

Ishobah I - Solo

Ishobah II - Semarang

Ishobah III -Surabaya

Ishobah IV -Jakarta

Page 38: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial UI menjelaskandalam nasional.- kompas.com bahwa seseorang pernah melakukanperampokan hingga 300 juta hanya untuk pergi jihad ke Syiria. Haltersebut memperjelas pandangan bahwa maraknya perampokanmerupakan salah satu indikator akan dilaksanakannya aksi teror danbanyaknya peminat jihad.

Bagan 3. Perubahan Karakteristik Aksi Teror

26

MEREDAM TEROR

Saat ini- Jihad di Syiria- Maraknya teror dengan motif perampokan

oleh individu- Daya ledak kecil

2011-2015- Jihad di negara masing-masing - Dana dari usaha simpatisan dan donatur- Daya ledak menurun (sedang)- Banyak perampokan

2002-2010- Jihad di negara masing-masing- Didanai Al Qaeda- Persiapan matang- Ledakan besar

Page 39: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

PENCEGAHAN BERBASIS AKTOR

a. PengantarPenelitian tentang terorisme yang semakin marak seiring

dengan meningkatkannya aksi-aksi teror di berbagai belahan duniamenunjukan perlunya menegaskan definsi dari istilah-istilah, seperti:radikalis (radikalisme), fundamentalis (fundamentalisme), ekstrimis(eks tri misme), dan teroris (terorisme). Kecenderungan yang terjadi diIndonesia, baik oleh masyarakat awam maupun aparat pemerintahtermasuk penegak hukum adalah penyampuradukan atau pe nya -marataan istilah-istilah tersebut menjadi satu, yaitu: teroris (terorisme).Kesalahpahaman ini sangat berbahaya karena memiliki konsekuensihukum yang berbeda-beda.

Dalam istilah-istilah di atas, akhiran –is menujuk pada pelakusedangkan akhiran –isme adalah paham atau aksi. Pelaku teror(teroris) selalu menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasandalam mewujudkan aksinya, sementara radikalis, fundamentalis, danekstrimis belum tentu. Artinya, seorang teroris bisa jadi seorangfundamentalis atau seorang radikalis atau seorang ekstrimis. Akantetapi seorang fundamentalis atau seorang radikalis atau seorangekstrimis belum tentu seorang teroris. Sekali lagi yang membedakankesemuannya adalah penggunaan kekerasan atau ancamankekerasan. Kajian-kajian tentang terorisme berkesimpulan bahwaradikalisme, fundamentalisme, ataupun ekstrimisme belum menjadiancaman sepenuhnya bagi negara dan masyarakat. Hanyaradikalisme, fundamentalisme, ataupun ekstrimisme yang terhubungatau terejawantah melalui aksi kekerasan, intoleran, melanggar hukumdan Hak Asasi Manusia (HAM) yang perlu untuk yang harus dihentikandan diperangi oleh negara maupun masyarakat.11

Radikalisme tanpa kekerasan bermanfaat bagi perubahan danperbaikan peradaban dunia, termasuk bangsa Indonesia. Sejarahmencatat, misalnya, bagaimana pandangan, pemikiran, dan gerakanradikal dari para pendiri bangsa tentang bangsa merdeka. Dari

27

MEREDAM TEROR

11 OSCE. 2014. Preventing Terrorismand Countering Violent Extremism and Radicalization that Lead toTerrorism:A Community-Policing Approach.Vienna: Organization for Security and Co-operation in Eu-rope.

Page 40: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

mereka pula, penduduk Sabang-Merauke memiliki pembayanganyang sama tentang ‘Indonesia’ dan meleburkan diri mereka menjadibagian dari apa yang disebut sebagai negara-bangsa Indonesia. Takmengherankan jika kemerdekaan Indonesia merupakan hasil darikesamaan pembayangan tiap-tiap warga. Kita dapat menyaksikanbagaimana perubahan-perubahan di Indonesia ternyata banyak yangberangkat dari hasil pemikiran dan gerakan radikal tanpa kekerasan.Di lain pihak, radikalisme dengan kekerasan memiliki kecenderungandestruktif karena sifatnya yang memaksakan kehendak dan seringkalidiikuti dengan timbulnya korban jiwa.

Perpu No. 1 tahun 2002 yangdiundangkan dalam UU No. 15 tahun2003 tentang Pemberantasan TindakPidana Terorisme12 mendefinisikan tindakpidana terorisme dari yang telahdilakukan maupun baru berniat untukmelakukan tindak pidana terorisme.Dalam Pasal 6 disebutkan, “Setiap orangyang dengan sengaja menggunakankekerasan atau ancaman kekerasanmenimbulkan suasana teror atau rasatakut terhadap orang secara meluas ataumenimbulkan korban yang bersifatmassal, dengan cara merampaskemerdekaan atau hilangnya nyawa danharta benda orang lain, atau meng a ki -batkan kerusakan atau kehancuran ter -hadap obyek-obyek vital yang strategisatau lingkungan hidup atau fasilitas

publik atau fasilitas internasional dipidana dengan pidana mati ataupenjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun”. Sementara dalam Pasal7 ditambahkan dengan frasa “bermaksud untuk...”. Definisi dalamperaturan perundang-undangan ini mem berikan atribut kekerasanatau ancaman kekerasan dari setiap tindakan agar masuk dalam

28

MEREDAM TEROR

Gambar 1 Rute Definisi Teroris

Radikalis, Ekstrimis,

Fundamentalis

Kekerasan

Teroris

12 UU No. 15 tahun 2003 adalah penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No.1 tahun 2002 Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Regulasi ini merespon kejadian serangkaianbom yang marak sejak tahun 2000 dan Bom Bali I Oktober 2002.

Page 41: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

kategori tindak pidana terorisme. Setidaknya ini menunjukanperbedaan antara radikalisme dan terorisme. Terorisme tidak melekatdengan agama, etnis, dan bangsa/negara tertentu. Artinya, tindakanteror bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.Pembedanya adalah motivasi dari tindakan tersebut. Oleh karenanya,kita mengenal istilah terorisme keagamaan, terorisme politik,terorisme ideologis, dst.

b. Pencegahan Terorisme Kejadian ekstrimisme dan radikalisme dengan kekerasan di

Indonesia belum mengalami penurunan yang berarti. Disampingmunculnya banyak pemain baru dalam aksi-aksi terorisme, masihbanyak residivis yang kembali melakukan aksi teror di Indonesia. Akanhal ini, perluasan partisipasi masyarakat dalam membantu aparatnegara untuk melakukan pencegahan tindak pidana terorisme sangatdibutuhkan.

UN Terrorism Prevention Branch merekomendasi aspek-aspekpenanggulangan secara komprehensif melalui: politik dan pe me rin -tahan; ekonomi dan sosial; psikologi, komunikasi, dan pendidikan;peradilan dan hukum; kepolisian dan sistem pemasyarakatan;intelejen; militer; dan imigrasi.13

Di Indonesia, orkestra penanggulangan terorisme dipimpin olehBadan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). BNPT dibentukberdasarkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010. Sebelumnya,cikal bakal lembaga ini adalah Desk Koordinasi PemberantasanTerorisme (DKPT). Namun sejak diterbitkannya Peraturan PresidenNomor 12 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan PresidenNomor 46 Tahun 2010 Tentang Badan Penanggulangan Terorisme,jabatan Kepala BNPT naik menjadi setingkat menteri. Dalammelaksanakan tugas dan fungsinya, BNPT dikoordinasikan MenteriKoordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. BNPT dipimpinoleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawabkepada presiden. Dalam websitenya (https://www.bnpt.go.id/tentang-bnpt) disebutkan bahwa BNPT mempunyai tugas:a) Menyusun kebijakan, strategi, dan program nasional di bidang

penanggulangan terorisme;

29

MEREDAM TEROR

13 Firmansyah, Hery. 2011. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia. Mimbar Hukum,Volume 23 Nomor 2, Juni 2011 hal 237-429

Page 42: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

b) Mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaandan melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme;

c) Melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorismedengan membentuk satuan-satuan tugas yang terdiri dari unsur-unsur instansi pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi, dankewenangan masing-masing. Bidang penanggulangan terorismemeliputi pencegahan, perlindungan, deradikalisasi, penindakan,dan penyiapan kesiapsiagaan nasional.

Secara umum upaya pencegahan kejahatan dapat dilakukanmelalui metode tertentu ataupun penggabungan dari beberapametode. Metode moralistik yang dilaksanakan denganmenyebarluaskan ajaran-ajaran tentang moralitas yang dapatbersumber dari agama, perundang-undangan yang baik, dan saranalainnya yang pada hakekatnya berusaha untuk menekan/mengekanghasrat untuk melakukan kejahatan. Metode abiliosinistik yangberusaha memberantas sebab-musabab dari setiap kejahatan. Jikasebuah kejahatan diakibatkan oleh kemiskinan maupun ketimpanganekonomi maka peningkatan kesejahteraan dan kesenjangan ekonomimenjadi cara untuk mengurangi frekuensi dari kejahatan tersebut.Metode kemasyarakatan menjadikan masyarakat sebagai kontrolsosial bagi perilaku individu agar mengurangi niat dan kesempatanuntuk melakukan kejahatan. Metode ini tentunya harus membukaruang yang luas bagi masyarakat untuk terlibat dalam segala aspekkehidupan.14

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana pencegahanterorisme dimulai dan siapa yang dapat berpartisipasi dalampencegahan terorisme? Niat untuk melakukan tindak pidana terorismebiasanya berangkat dari kondisi objektif yang dialami oleh pelaku.Kemudian diikuti dengan kecukupan pengetahuan atau pemahamanyang memberikan keabsahan bagi pelaku untuk merealisasikantindakannya. Dukungan alat dan bahan dalam mengakomodasistrategi yang telah dirancang untuk melakukan teror. Hinggakesempatan yang baik dan tepat untuk mengeksekusi rencananya.Namun demikian, perlu disadari bahawa proses ini tidak selaluberjalan linier. Secara ringkas dapat dijelaskan dalam bagan berikut:

30

MEREDAM TEROR

14 Dikutip Firmansyah dari Soedjono. 1983. Penanggulangan Kejahatan. Bandung: Alumni.

Page 43: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

l Kondisi objektif. Setiap manusia memiliki kesadaran reflektif ketikaia berhadapan dengan situasi dan kondisi lingkungannya, sepertiberkaitan dengan isu-isu ekonomi, politik, sosial dan budaya.Ketidakadilan, kemiskinan, kesenjangan ekonomi, diskriminasi,korupsi, pengelolaan pemerintahan yang buruk, dst. Kesadaranreflektif ini tiada lain adalah bentuk dialog dari ketidaksesuaianantara apa yang seharusnya (das solen) dengan apa yangsenyatanya (das sein).

l Pemahaman dan pengetahuan. Upaya pencarian sumber persoalandan jalan keluar atau jawaban dari kesadaran reflektif manusiaberbuah pada pengetahuan dan pemahamannya tentangbagaimana dunia bekerja. Pengelompokan dan pengkubuanpemahaman tidak bisa dihindari. Ia menemukan kelompoknya yangmemiliki kesamaan pemahaman tentang masalah dan jawaban atasmasalah tersebut.

l Perencanaan dan strategi. Setelah keyakinannya terbentuk langkahselanjutnya adalah bagaimana merealisasikan impian tersebut. Ditahapan perancangan dan strategi, penggunaan jalan kekerasanatau non-kekerasan menjadi pilihan. Di sinilah titik kritis seseorangdimasukan dalam kategori teroris atau bukan.

l Instrument penunjang. Untuk memperlancar perencanaan danstrategi dibutuhkan kecukupan fasilitas bahan maupun dana.

l Kesempatan. Ini berkaitan dengan waktu dan tempat untukmengeksekusi. Memilih momentum yang tepat berkaitan dengandampak maksimal yang hendak di capai.

Pencegahan tindak pidana terorisme dapat mengikuti tahapandi atas. Jika kita mengandiakan kemiskinan dan kesenjangan ekonomimerupakan kondisi yang alami oleh masyarakat (calon pelaku teror)

31

MEREDAM TEROR

Kondisi objektif

Pemahamandan pengetahuan

Perencanaandan strategi

Instrumen Pe-nunjang

Kesempatan

Page 44: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

maka upaya pencegahan harus dilakukan dengan meningkatkankesejahteran masyarakat dan mengurangi ketimpangan ekonomi. Disamping kebijakan ekonomi dan sosial pemerintah, pendayagunaanmodal sosial (seperti zakat, filantropi, gotong royong, dst) dankesetiakawanan sosial (menumbuhkan empati sosial) untukmengurangi kesenjangan ekonomi dan kemiskinan menjadi solusialternatif untuk pencegahan. Tindakan ini bisa dilakukan olehmasyarakat.

Pendidikan inklusif dan penyadaran untuk memoderasi paham-paham dan ideologi radikal yang dilakukan oleh kalangan pendidikdan tokoh keagamaan sangat strategis dalam upaya pencegahanterorisme. Pemerintah memiliki kontribusi untuk merancang kurikulumpendidikan yang inklusif. Masih besarnya porsi pendudukberpendidikan rendah di Indonesia dan kalangan remaja adalah lahanatau target bagi masifnya rekruitment yang dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal bernuansa kekerasan. Pendidikan dan penyadaranjuga dapat dilakukan untuk menetralisir pelaku yang telah terpaparoleh pemahaman dan pengetahuan radikal. Bentuk dari kegiatan inibiasanya dikategorikan sebagai de-radikalisasi. Di era teknologi daninformasi, peredaran pengetahuan melalui internet sangat pesat.Patroli siber merupakan tulang punggung bagi menyortir informasi-informasi yang bermuatan radikalisme kekerasan.

Aturan hukum untuk mencegah terjadinya tindak pidanaterorisme perlu diperkuat. Payung hukum bagi penangkapan danpenahaman terhadap teroris yang merencanakan aksi teror (selamaada bukti yang cukup) sangat dibutuhkan selama tidak melanggarHAM. Demikian juga dengan kecukupan informasi baik dari aparatintelijen maupun masyarakat. Pemerintah tidak memiliki sumberdayayang cukup untuk mengawasi seluruh tindak-tanduk penduduknya,oleh karena itu kewaspadaan warga terhadap lingkungan sekitarnyadan membawa informasi kepada aparat keamanan jika melihatsesuatu yang mencurigakan adalah bentuk partisipasi warga dalampencegahan terorisme.

Peredaran bahan peledak dan senjata api perlu diperketat.Untuk mendapatkan dampak teror yang masif, teroris menggunakanbahan peledak dan senjata api. Pemerintah dan aparat keamananbertanggungjawab atas pengaturan keduanya pada sisi hulu.Sementara di sisi hilir, peredaran bahan peledak (buatan) dan senjata

32

MEREDAM TEROR

Page 45: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

api (rakitan) dibebankan kepada kalangan industri dandistributor/pembuat. Di samping tanggung jawab hukum, ini juga lebihbersifat tanggung jawab sosial. Artinya, keuntungan yang didapat darimenjual dan memproduksi bahan-bahan peledak dan senjata api tidakakan berbanding jika akibat dari penggunaannya dapat menimbulkanmerugikan bagi orang banyak.

Patroli aparat kepolisian harus dibarengi dengan penjagaanlingkungan dari masyarakat. Dahulu kita mengenal istilah siskamling(sistem keamanan lingkungan) dan ronda yang sarat denganpartisipasi warga dalam menjaga keamanan lingkungannya. Saat ini,kegiatan ini sudah semakin jarang dilakukan. Pemanfaatan teknologiseperti CCTV sangat membantu untuk memantau lingkungan namuntidak cukup berarti mencegah aksi-aksi terorisme sebab merekasudah berniat untuk menjadi pelaku sekaligus korban. Kehadiranorang (aparat kepolisian maupun keamanan swasta) dalam menjagakeamanan lingkungan lah yang efektif mencegah pelaku terorismengeksekusi rencananya.

33

MEREDAM TEROR

Aparat Keamanan(TNI, Polri,Intelejen)

Pengajardan

Akademisi

BNPTLembaga

Keagamaan

PemerintahPusat dan

Daerah

MediaMassa

TokohMasyarakatdan Agama

Keluargadan

Tetangga

Pencegahan Terorisme

(Pelaku, Paham danPemikiran, Kondisi

Lingkungan)

Page 46: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Bagaimana kebijakan dan strategi pencegahan terorisme yangselama ini dilakukan BNPT? Saat ini pemerintah menempatkan sisipencegahan sebagai garda terdepan dalam kebijakan penanggu langanterorisme di Indonesia melalui pendekatan lunak (soft approach).Kebijakan pencegahan diarahkan pada penangkalan paham radikalterorisme agar tidak menular dan mempengaruhi masyarakat. Tujuandari pencegahan ini adalah meningkatkan daya tahan masyarakat daripengaruh paham radikal terorisme dengan cara pelibatan peran sertaseluruh komponen masyarakat dalam pencegahan terorisme.

Dalam melaksanakan kebijakan bidang pencegahan, BNPTmelakukan Strategi kontra radikalisasi, atau penangkalan ideologiradikal yang ditujukan kepada seluruh elemen masyarakat. Termasukdalam strategi kontra radikalisasi adalah bidang perlindungan yangmencakup pengamanan obyek vital dan lingkungan. Strategi kontraradikalisasi merupakan upaya melakukan penangkalan paham dangerakan terorisme kepada masyakat dalam rangka peningkatankewaspadaan dan daya tahan masyarakat dari pengaruh pahamradikal terorisme.

Strategi ini dijalankan dengan berbagai program: a) meng ko -ordinasikan instansi pemerintah dalam upaya penangkalan pahamradikal terorisme, b) memberdayakan kekuatan masyarakat sipil(Ormas keagamaan, NGO, lembaga pendidikan, tokoh agama, tokohadat, generasi muda) dan mantan teroris dalam penangkalan pahamradikal terorisme dan c) memberdayakan media online dalampenangkalan paham radikal di dunia maya.

Dalam implementasinya, strategi ini dijalankan melalui beberapabidang. Yakni; Strategi pembinaan (deradikalisasi) yang ditujukankepada kelompok inti, militan, pendukung dan simpatisan. Strategideradikalisasi merupakan upaya untuk mentransformasi dari keya -kinan atau ideologi radikal menjadi tidak radikal dengan pendekatanmulti dan interdisipliner (agama, sosial, budaya, dan selainnya).

Sasaran dari strategi ini adalah: narapidana terorisme, mantannarapidana terorisme, mantan kelompok teroris, keluarga narapidanateroris, individu dan kelompok potensi radikal. Dalam imple men -tasinya, strategi pembinaan dilakukan dalam beberapa program. a).Pembinaan dalam Lapas terhadap Napi Terorisme dengan kegiatan:Identifikasi, Rehabilitasi, Reedukasi dan Resosialisasi. b) Pembinaandi masyarakat terhadap mantan napi, keluarga dan jaringannya

34

MEREDAM TEROR

Page 47: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

dengan kegiatan: Identifikasi, pembinaan wawasan kebangsaan dannasionalisme, pembinaan wawasan keagamaan yang moderat danpelatihan kewirausahaan.

Selain korban nyawa, kerugian material yang diakibatkan olehaksi terorisme sangat besar. Berdasarkan catatan Global TerrorismDatabase (2014), target serangan dan ancaman aksi teror sangatberagam mulai dari gedung pemerintahan, fasilitas asing, pariwisata,transportasi, jaringan telekomunikasi hingga lembaga pendidikan.

Dari target tersebut, sedikitnya ada 60 aksi teror terhadapfasilitas publik, gedung dan bangunan asing serta lingkungan.Beberapa contoh dalam kasus ini misalnya peristiwa bom I dan II, bomHotel Marriot I dan II serta bom di Hotel Rizt Carlton. Untuk kategoriserangan terhadap fasilitas pemerintah asing, ada 25 aksi danancaman. Beberapa contoh dalam kasus ini adalah serangan terhadapkediaman Duta Besar Filipinan di Jakarta, Kedutaan Besar Australia diJakarta dan Kantor Konsulat Filipinan di Manado.

Untuk aksi teror yang mengarah pada jaringan transportasi, ada6 aksi teror. Beberapa di antaranya adalah peristiwa Bom di terminanII F Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan ancaman terhadapPesawat Garuda. Karena itulah, perlindungan merupakan salah satuaspek dari bidang pencegahan terorisme. Bidang Perlindunganmerupakan upaya pengamanan terhadap asset pemerintah danlingkungan masyarakat. Bidang perlindungan dibagi dalam dua area.

Pengamanan obyek vital (obvit), transportasi dan VVIP. a). Obvitmeliputi Kawasan, bangunan/instalasi, dan/atau usaha yangmenyangkut hajat hidup orang banyak dan kepentingan negarabersifat strategis. b). Pengamanan transportasi meliputi pengamananterhadap jaringan transportasi seperti stasiun, bandara, pelabuhandan terminal. c). Sementara VVIP merapakan pengamanan terhadapPresiden, Wakil Presiden beserta keluarga dan tamu negara setingkatkepala negara/pemerintahan.

Pengamanan lingkungan yang mencakup dua area: a). fasilitaspemerintahan dan b). fasilitas publik seperti Obyek wisata, rumahsakit, rumah ibadah, hotel, pusat perbelanjaan dan lain-lain. Dalamimple mentasinya perlindungan dijalankan dengan kegiatan: Koor -dinasi dengan stakeholder, Penyusunan Database Sistem Keamanan,Pembuatan SOP Sistem Keamanan dan Sosialisasi Sistem Keamanankepada stakeholder.

35

MEREDAM TEROR

Page 48: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

MENANGGULANGI PEMBIBITAN TERORISME

PengantarUsaha-usaha menindak radikalisme kini dengan giat tengah di-

laksanakan oleh berbagai aktor pemangku kebijakan maupunmasyarakat luas, namun tindakan yang bersifat kuratif (mengatasi) sajatidak cukup dalam memerangi terorisme. Usaha tersebut perlu di-padukan dengan langkah-langkah yang berorientasi pada mitigasi(pencegahan) semenjak awal.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggam-barkan terorisme seperti layaknya bibit, bibit ini akan tumbuh dengansubur jika mendapatkan ruang tumbuh yang mendukung; sedangkanbibit ini dapat mati jika ruang tumbuhnya tandus. Oleh karena itu, jikabibit ini tidak diberikan tempat dan dibiarkan tumbuh, maka prosespencegahan itu akan terjadi dengan sendirinya. Tugas kita adalahmemastikan siklus pencegahan ini terus berlangsung.

Perlu dipahami jika pencegahan terorisme bukanlah sebuahtanggung jawab yang hanya diletakkan pada pundak aparatur negarasemata. Menurut Romaniuk (2015) mencegah terorisme adalah usahapolitik dan keamanan yang berkelindan erat dengan instrumen kebi-jakan-kebijakan lain seperti perluasan pembangunan ekonomi, pe -ningkatan pendidikan, pemberdayaan pemuda maupun perempuan,rekonsiliasi konflik potensial, pengarus-utamaan Counter Violent Ex-tremism, serta pemanfaatan media sosial untuk mengartikulasikan ini -siatif-inisiatif tersebut pada semua kalangan.

Satu pokok argumen penting dari tulisan Romaniuk ialah: peme -rintah tidak akan mampu menjalankan agenda pencegahan terorismeini sendirian, pemerintah perlu untuk bahu-membahu bekerja menang-gulangi bibit terorisme bersama masyarakat sipil, termasuk tokoh-tokoh masyarakat. Untuk itulah, masing-masing dari kita memegangperanan dan posisi penting untuk ambil bagian dalam agenda mence-gah bibit terorisme untuk tumbuh.

Pencegahan ini sesuai dengan kerangka tema yang diusungoleh Satuan Kerja Anti-Terorisme PBB (Counter-Terrorism Implemen-tation Task Force). Terdapat 4 (empat) pilar dalam aksi penanggulan-gan terorisme:

36

MEREDAM TEROR

Page 49: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Gambar 1. 4 Pilar dari CTITF (sumber: CTITF, 2017)

Penjelasan selanjutnya berisikan tentang potensi-potensi apasaja, serta di lini mana saja yang dapat dikembangkan untuk men-jalankan tanggung jawab bersama yakni mencegah terorisme. Disamping itu, pengaplikasian tindakan pencegahan terorisme jugamembutuhkan optimalisasi, terutama pada bidang-bidang yang memi-liki posisi vital dalam menyelenggarakan hajat hidup orang banyak.

Di bawah ini akan dipaparkan strategi-strategi pencegahanterorisme yang dibedakan menjadi 3 berdasarkan: (1) tingkatanjangkauan: Makro, meso, mikro, (2) lingkup: individu dan komunitas,dan (3) eks posur generasi. Pembedaan pemaparan strategi pencega-han dilakukan sebagai upaya untuk menyentuh factor-faktor pen-dorong terjadinya terorisme yang lebih komprehensif.

Gambar 3. Pembagian Pembahasan Pencegahan Terorisme

37

MEREDAM TEROR

Tingkatan Jangkauan: Makro, Meso (Menengah), Mikro

Lingkup: Individu dan Komunitas

Eksposur generasi: Kelompok Muda, Kelompok Usia Produktif

Page 50: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Berdasarkan Tingkatan Jangkauan Kebijakan

Tingkatan jangkauan kebijakan, umumnya dikenal pula dengansebutan level nasional, regional, maupun lokal, menjadi krusial untukditelusuri mengingat kombinasi ketiganya dapat menghasilkan efekdomino berupa perubahan yang signifikan dalam melumpuhkan bibitterorisme.

1.Strategi tingkat makroStrategi ini adalah desain besar (grand design) yang mele-

takkan gambaran umum dari tercapainya lingkungan yangbebas dari gerakan maupun pengaruh-pengaruh terorisme.Strategi level makro ini dapat ditempuh oleh pemerintah pusatdengan dukungan semua kelompok masyarakat agar sumberdaya yang dimiliki dapat diarahkan untuk meredam gejolakterorisme.

Gambar 4. Strategi Makro

38

MEREDAM TEROR

Ekonomi Media

Hukum

Teknologi Pedidikan

Semua Pemangku Kepentingan

Masyarakat

Sosial

Page 51: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

v Media

1. Narasi PembandingPendekatan Pemerintah Kanada (2011) dalam laporan strategi

counterrorism menekankan pentingnya upaya menangkal ide-ologi terorisme dengan membentuk dan mereproduksi narasi-narasi tandingan menjadi relevan daam menangkal narasiterorisme. De ngan kata lain, counterterrorism harus diikuti den-gan counterargument.

Di era derasnya informasi sekarang ini, acapkali kita menden-gar seruan-seruan maupun ajakan-ajakan untuk melakukan tin-dakan terorisme di media massa, media sosial, maupunmedia-media online lainnya. Bukan tidak mungkin jika seruan itutidak memiliki dampak dan pengaruh; bagi mereka yang menelanmentah-mentah informasi tanpa disaring dan dipelajari kembaliapa maknanya, seruan itu bisa jadi sebuah pengaruh yang mem-benarkan tindakan terorisme.

Gambar 5. Narasi terorisme dan narasi pembanding

Sedangkan tidak dapat dipungkiri hal demikian terjadi karenaabsennya narasi-narasi pembanding yang membantah, menja -wab, dan memberikan alternatif solusi permasalahan yang

39

MEREDAM TEROR

Narasi yang menjustifikasi aksiterorisme

Arg

um

en

t

Co

un

ter-a

rgu

me

nt

Narasi yang samasekali tidak membenarkanaksi terorisme;pengormatanpada perbedaan,keberagaman,HAM, dan toleransi

Page 52: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

sedang dihadapi masyarakat seperti yang diungkapkan oleh Or-ganization for Security and Co-operation in Europe (2014) yangmenggarisbawahi permasalahan sosial seperti diskriminasi, keti-dakadilan, pelanggaran HAM, dan marginalisasi mendorongmaraknya aksi-aksi terorisme.

Mengembangkan narasi anti-terorisme termasuk mengede-pankan nilai-nilai toleransi, keberagaman, penghormatan dan re-siprokalitas menjadi sangat urgen untuk memberikan jawaban,sanggahan, bantahan, dan alternatif-alternatif yang menunjukkanbahwa terorisme bukanlah sebuah tindakan yang beriringan de -ngan kemajemukan dan perdamaian (Viano, 2015). Peran kita jugasalah satunya adalah turut mempelajari, membaca, dan merujukpada sebanyak-banyaknya referensi yang terpercaya tentangbagaimana terorisme abai pada perbedaan, toleransi dan empatipada sesama.

Narasi pembanding tersebut berdiri sebagai respon kuat me -ngapa terorisme tidak dapat dibenarkan dalam bentuk apapun.Pro paganda untuk menyakiti, menyiksa, membunuh, dan menerorbertolak belakang dengan prinsip-prinsip penghormatan ter-hadap HAM dan multikulturalisme. Setiap nyawa adalah harga ke-manusiaan yang harus dipertanggungjawabkan. Tersebab itu,narasi pembanding harus dibangun secara kuat dan konsisten,kemudian disalurkan pada kanal-kanal komunikasi dan informasipublik, termasuk TV, media massa dan wadah-wadah yang dimilikioleh pemerintah.

Penting pula bagi kita untuk selalu membaca dan menyerapinformasi secara berimbang. Ketersediaan informasi secara cepatdan massif justru harus dijadikan kesempatan untuk memband-ing-bandingkan, memilah, menyandingkan dan kemudian memu-tuskan olahan informasi tersebut menjadi bahan pertimbangandalam tindakan kita. Titik berat dalam pertimbangan ini adalah ke-pentingan umum; selama tindakan kita tidak membahayakan danmengancam keselamatan nyawa orang lain, apalagi mengarah keterorisme, maka hal tersebut masih dapat diterima.

2. Penghayatan pada perbedaanNarasi pembanding itu hendaknya tidak sampai pada retorika

politik dan pandangan saja, namun harus ada usaha lebih untuk

40

MEREDAM TEROR

Page 53: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

membuat semua itu konkret. Penghayatan pada nilai-nilai kebera -gaman dan pluralitas juga harus dipraktikkan dalam tata kelola ad-ministrasi umum dan pemerintahan. Kita boleh berbicara tentangperbedaan dan toleransi ketika tindakan kita juga diilihami oleh itu.

Kita tahu bahwa perbedaan tidak hanya terbatas pada carapandang, keyakinan maupun pemikiran, akan tetapi juga men-cakup pada perbedaan karunia fisik (difabel), suku, etnis, agama,ras, dan budaya; Black dan Hughes (2001) dan Mohanty dan Tan-ton (2012) menjelaskan berbagai bentuk dan jenis keragamantersebut lah yang justru menjadi modal dan aset yang dapatmeningkatkan kua litas hidup bersama.

Misalnya, mereka yang terlahir dengan bentuk fisik yang ber -beda bukan berarti lebih lemah dan tidak berkompeten layaknyaorang-orang yang memiliki tubuh lengkap pada umumnya. Punberlaku pada orang-orang yang datang dari etnis atau agama ter-tentu, bukan berarti budayanya atau keyakinannya tidak wajibuntuk kita hargai.

Seringkali kita menemui mereka yang lahir dengan fisikberbeda, mapun suku, etnis, agama, dan rasnya mengalami ‘bul-lying’. Bullying adalah masalah serius karena ini tidak saja olokan,tapi bullying dimaknai sebagai sebentuk ‘penolakan’ kita terhadapperbedaan—sesuatu yang bukan menjadi kesalahan orangnyahanya karena secara alamiah dia memiliki unsur-unsur yang ber -beda itu. Sedangkan media yang kita gunakan sekarang bukanlahsebuah alat untuk memfasilitasi bullying.

Di samping itu, bentuk nyata dari penghayatan itu dapat dim-ulai oleh negara dengan cara memberikan kesempatan dan mem-perluas akses masyarakat—apapun sukunya, etnisnya, agamanya,rasnya, dan fisiknya dalam pekerjaan, kehidupan social, politik,maupun pendidikan. Ketika ada rasa penerimaan, anggota kelom-pok suatu komunitas sosial akan cenderung bekerja untuk tujuanbersama ketimbang harus menghancurkan rajutan-rajutan socialdi dalam masyarakan dengan melakukan aksi terorisme.

Negara yang memulai gerakan penerimaan terhadap perbe-daan, serta mempromosikan tata pemerintahan maupun kehidu-pan social yang proaktif perlu didukung oleh media massa yangjuga mempromosikan keberagaman dan penghormatan agar efekdari pesan tersebut meluas. Tidak saja berpijak pada kampanye

41

MEREDAM TEROR

Page 54: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

kebe ragaman, namun kampanye itu dapat dipertanggung-jawabkan de ngan tindakan-tindakan nyata di lapangan.

3. Optimalisasi otoritas pengawas mediaPeran strategis media-media yang berdiri di garis terdepan

dalam meneruskan pesan-pesan pluralitas tidak selalu berjalanmulus. Adakalanya media-media juga terjebak dalam lingkaranarus informasi yang justru mengajak masyarakat untuk menerimanilai-nilai yang bersangkutan dengan terorisme, seperti kek-erasan, pembantaian, dan pembunuhan atas nama agama.

Otoritas pengawas media, seperti Komisi Penyiaran Indone-sia misalnya, memegang peranan vital dalam menindak maupunmenegur media-media yang tidak konsisten pada prinsip-prinsipkebe ragaman dan toleransi. Jika media-media yang gemar meng-hasut masyarakat dan memecahbelah kesatuan social itu dib-iarkan, maka hal ini akan menimbulkan efek pendorong bagimedia-media lain untuk leluasa menyebarkan hasutan dan keben-cian yang berujung pada gerakan terorisme.

Peran kita sekecil apapun disini akan sangat membantukomisi penyiaran dalam melaksanakan tugasnya. Jika kita mene-mukan media yang dengan sengaja memiliki maksud untuk mem-promosikan terorime melalui saluran pemberitaannya kepadapublic luas, kita dapat melaporkan media ini kepada otoritas pen-gawasan untuk di tinjau dan ditindaklanjuti. Jikapun kita mendap-ati ancaman, peme rintah memiliki mekanisme perlindungan saksi(whistleblower system) yang dapat digunakan.

v EkonomiDisebutkan pula dalam Organization for Security and Co-ope -

ration in Europe (2014), bahwasannya peminggiran kelompok ter-tentu dalam bidang social dan ekonomi, serta akses yang terbataspada pendidikan memicu timbulnya gerakan terorisme. Aksespada pendidikan yang terbatas erat kaitannya dengan kemiski-nan; individu yang tidak terjamin kesejahteraannya rentan men-jadi target dari kelompok-kelompok teroris. Untuk itu, kita perlumelihat strategi apa yang dapat dimaksimalkan oleh pemerintahdalam membangun perekonomian:

42

MEREDAM TEROR

Page 55: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

1. Akselerasi pengentasan kemiskinanKita memiliki kementerian dan lembaga yang menangani per-

soalan kemiskinan dan ketimpangan social. Misalnya KementerianPembangunan Nasional, Kementerian Perekonomian danKesejah te raan Rakyat, dan Kementerian Sosial. Pemerintah jugamembentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiski-nan (TNP2K).

Penanganan kemiskinan dan ketimpangan social menjadikian mendesak untuk diakselerasi kerjanya mengingat bibit teror-isme de ngan mudahnya tumbuh di lingkungan yang sarat akankemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan. Pekerjaan pemer-intah menjadi cukup berat untuk menyediakan akses pendidikanmaupun kesejahteraan social bagi semua lapisan masyarakat.Kendati demikian, pemerintah telah menyediakan bantuan pen-didikan, pelatihan maupun bantuan social untuk menunjang ke-berdayaan masyarakat.

Peran kita tentunya bisa menyesuaikan dengan kapasitasdan kontribusi yang bisa kita lakukan. Membayar pajak tepatwaktu guna memperlancar anggaran kesejahteraan social bisajadi salah satunya, di samping itu, turut serta dalam organisasisosial dan aktif dalam mengadvokasi pengentasan kemiskinanserta ketimpangan juga menjadi jalan untuk mengarusutamakanisu-isu kemiskinan dan ketimpangan.

Mengatasi kemiskinan dan ketimpangan memiliki dampakyang signifikan pada pemberantasan bibit terorisme yang umum-nya tumbuh di tengah-tengah lingkungan yang dirundung kemis -kinan dan ketimpangan sosial.

2. Pembangunan InfrastrukturPerluasan akses yang dibutuhkan untuk mengatasi kemiski-

nan dan ketimpangan tidak dapat dilepaskan dari pembangunaninfrastruktur fisik. Dalam laporan Organization for Security and Co-ope ration in Europe (2014) pula, menunjukkan jika keresahansosial (social grievance) dapat dicarikan jalan keluarnya melaluiperbaikan dan pembangunan infrastruktur.

Pembangunan dan pemerataan infrastruktur berguna untukmemastikan pembangunan berjalan satu arah dalam koridor pem-bangunan manusia dan ekonomi. Kurangnya dan timpangnya in-

43

MEREDAM TEROR

Page 56: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

frastruktur menyebabkan terbatasnya akses publik pada Ke bu tu -han- kebutuhan dasar. Kebutuhan itu diantaranya adalah tempattinggal, transportasi, jalan raya, fasilitas kesehatan dan sosial di-mana kebutuhan-kebutuhan itulah yang menjadi penopang utamakeberlangsungan kehidupan masyarakat.

Bilamana kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak terdis-tribusikan secara lebih adil, maka isu ketidakadilan akan menguatdan masyarakat akan me ngalami frustrasi pada system yangsedang berjalan.

Keadaan frustrasi yang dihadapi oleh masyarakat berujungpada pencarian serta aktualisasi perasaan-perasaan resah dancemas dalam mencukupi kebutuhan dasar tersebut. Seba-gaimana yang dikemukakan oleh Borum (2011) dan Moghaddam(2006), terorisme dapat dimulai dari pola pikir (mindset) yang dise-babkan karena keadaan yang tidak adil dan berpihak, kemudianpara teroris dapat menyusup masuk dan menemukan jalannyadengan menargetkan anggota-anggota masyarakat yang frustrasipada keadaan.

Para teroris perekrut ini menyalahkan pihak-pihak yangberwe nang (stakeholders) dan menjanjikan perubahan melaluicara-cara yang radikal. Pada gilirannya, persuasi demikiandidukung oleh justifikasi tentang system yang meminggirkanmasyarakat, sehingga factor pendorong untuk memulai agresioleh terorisme terdengar nyata dan rasional dalam eksekusinya.Ini membuktikan jika infrastruktur adalah komponen utama yangberperan sebagai ujung tombak dalam membabat habis benih-benih terorisme.

Peran yang dapat kita ambil adalah mendukung segala upayapemerintah dalam membangun serta memeratakan infrastruktur.Tidak hanya sampai disitu, memelihara infrastruktur yang ada,menyuarakan suara-suara ketidakadilan sebagai perpanjanganlidah dari kelompok-kelompok marginal juga merupakan tindakanyang bisa kita lakukan.

Agregasi suara komunal tentang ketidakadilan yang sampaidi telinga pemerintah memiliki kekuatan untuk menentukansekaligus mendongkrak arah kebijakan infrastruktur yang lebihadil, rata dan menyeluruh pada semua teritori negara Republik In-donesia.

44

MEREDAM TEROR

Page 57: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

3. Pengembangan Sektor IndustriKebijakan di sektor industri juga perlu diperluas cakupannya.

Hal ini berkaitan erat dengan penyediaan kesempatan di bidangekonomi. Krisis ekonomi, tingginya pengangguran, serta sempit-nya kesempatan dalam ekonomi menjadi pemicu gerakan-ger-akan terorisme. Industri yang tidak mampu menyerap banyaktenaga kerja memunculkan kegundahan beserta tuntutan agarperluasan industry itu dilakukan serta didukung.

Lebih spesifiknya, jenis-jenis industri mulai dari finansial, ek-straksi sumber daya alam, manufaktur, media, wisata, teknologidikatakan masih belum mampu menyerap semua tenaga kerjaketika angka pengangguran masih tinggi. Kekosongan industryyang tidak mendapat dukungan dan afirmasi pemerintah perludiberikan perhatian khusus.

Angka pengangguran tinggi dari kelompok kerja usia produk-tif menandakan ada elemen-elemen keamanan manusia (humansecurity)—sebagai sebuah konsep lawan dari keamanan tradi-sional yang berorientasi pada persenjataan dan keamanan—dikarenakan aspek pendapatan dari kelompok kerja ini tidakterpenuhi. Pendekatan keamanan yang dilakukan oleh negara-negara kini telah bergeser menuju pemerhatian pada aspek ini.

Sebagai ilustrasi, Divitiis (2015) menyebut keadaan demikiandengan istilah ‘delusi ekonomi’, yaitu ketika faktor pendorong ge -rakan terorisme terbentuk karena para kelompok usia muda ter-dorong bertindak dengan kekerasan dan menerima ide-ideterorisme dengan mudah, tanpa perlawanan. Parahnya, factorpendorong ini tidak kenal batas negara, budaya, maupun bahasa.Ketidakstabilan dan inefisiensi ekonomi ini memperkeruh tensiidentitas dan etnis minoritas dalam keadaan ‘delusi ekonomi ini’.

Sektor-sektor industry konvensional yang gagal dalam meng -akomodasi tenaga kerja berlebih ini perlu dicarikan alternatifnyadalam kerangka perluasan jenis dari sektor itu sendiri. Ketika in-dustri yang telah ada tidak diperluas, sedangkan ada sektor-sek-tor lain yang tidak dihitung dan direkognisi sehingga berdampakpada absennya dukungan pemerintah. Industri itu, misalnyaskope industry kreatif yang terbatas, padahal terdapat banyak in-dustry kreatif yang dapat menjadi sarana penyaluran sekaliguspendapatan dari kelompok kerja usia produktif. Hal demikian

45

MEREDAM TEROR

Page 58: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

penting karena tidak hadirnya dukungan pemerintah artinya tidakada bantuan, keberpihakan, kepedulian, perhatian, maupun ke-seriusan pemerintah dalam menye diakan alternative pekerjaan.Ketersediaan alternatif sumber-sumber ekonomis membantumengurangi keresahan mengenai keamanan finansial.

Lalu apa peran kita? Banyak sekali peran yang dapat kitajalankan dalam mendukung tumbuhnya alternative-alternatif in-dustry baru. Dukungan itu dapat berupa, salah satu diantaranya,menggunakan produk/jasa yang diproduksi oleh pelaku-pelakuindustry misalnya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)karena dari permintaan kita lah industry serta roda perekonomianberputar. Bukan berarti industri kreatif yang prematur tidak dapatmemproduksi produk yang berkualitas dan memiliki nilai jual yangtinggi. Kepercayaan dan komitmen kita untuk mendukung indus-try kita memiliki efek yang tidak terlihat namun terasa pada siklusekonomi dan pening katan kesejahteraan.

v SosialPada dimensi sosial, modal-modal sosial yang telah ada

dalam masyarakat menjadi sumber daya penting dalammeningkatkan rasa hormat pada perbedaan (Ponic dan Frisby,2010) dan mengini siasi perubahan sosial yang positif. Keterhubun-gan antar-anggota komunitas yang berpegang pada prinsip-prin-sip saling menghargai dan menghormati adalah tonggakpendukung inklusifitas.

Penelitian tentang modal sosial, kohesi sosial maupun solida -ritas sosial (Atkinson, Marlier, dan Nolan., 2004; Oxoby, 2009;Shortall, 2004; Silver, 1994; Wilson, 2006) menunjukkan sebuahkadar refleksi organik yang penting untuk dipikirkan dalam me -ngaitkannya dengan kebijakan-kebijakan sosial yang berorientasipada inklusifitas. Mempererat hubungan-hubungan antar actordalam komunitas membuahkan penguatan terhadap rasa kepemi-likan di dalam komunitas dan partisipasi dalam pengembangankomunitas itu sendiri (Berman and Phillips, 2000; Correa-Velez,Gifford, and Barnett, 2010).

Penguatan kosehi sosial itu dapat ditempuh dengan merajutkembali ikatan-ikatan actor-aktor yang berpengaruh dalammasyarakat. Mereka adalah tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh

46

MEREDAM TEROR

Page 59: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

dan didengarkan oleh masyarakat mereka sendiri. Peran tokohini menjadi efektif karena mereka adalah ‘orang dalam’ diband-ingkan bila tokoh-tokoh yang menggulirkan wacana tentang ko-hesi sosial harus datang dari luar kelompok masyarakat yangbelum tentu mendapat penerimaan.

Langkah nyata diantaranya adalah revitalisasi forum-forum il-muwan, cendekiawan, dan agamawan untuk bekerja mencaribasis kerja sama (common ground) di bidang-bidang strategis.Masalah nyata di lapangan yang memerlukan instrumen pemecahmasalah yang juga riil dapat diselesesaikan secara lebih efektifketika gabu ngan kekuatan ( joint force) itu terbentuk. Masalah itumisalnya, pe ningkatan pendidikan, pencegahan terorisme dikalangan anak muda, kekerasan terhadap perempuan ataupunmasalah perdaga ngan manusia yang mendesar dicarikan penye-lesaiannya. Hal demikian dapat diterapkan pada patologi-patologisosial (penyakit-penyakit kronis sosial) yang menjangkitimasyarakat. Pada akhirnya, keberhasilan dalam membereskanpersoalan-persoalan tersebut memiliki probabilitas besar dalampembentukan rasa penyelesaian (sense of accomplishment) yangmana hanya bisa didapatkan ketika bekerja sama. Bila rajutan inikuat, stimulant sosial ini lah yang diharapkan dapat memacu kerjasama lainnya.

Dalam melihat hal ini, peran kita sangat kentara dalam men-dukung pemerintah merealisasikan kolaborasi antar kelompoktanpa memandang etnis, suku maupun agama. Tiap-tiap dari kitaadalah penyanggah komunitas sosial, dan menjadi agen pe-mecah masalah dapat dilakukan dengan berpartisipasi padakerja-kerja riil dan terlibat aktif demi tercapainya visi bersamayang telah disepakati. Katakanlah, kita dapat memberikan kon-tribusi pada LSM yang membantu korban kekerasan anak, perem-puan—baik berupa finansial, ilmu, maupun bentuk lainnya sebagaiwujud pemberian kita pada komunitas.

v HukumPenegakan hukum tentu tak luput dari usaha mencegah

terorisme sebagai bagian dari pengamanan dan pencegahanberbasis keamanan tradisional yakni menngandalkan instrumenthukum peserta aparaturnya untuk mencegah terorisme. Pegiat

47

MEREDAM TEROR

Page 60: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

keamanan dan perdamaian dapat mengacu pada kerangka Coun-tering Violent Extremism (CVE) dengan tujuan agar peningkatankapasitas dan reformasi itu terjadi di dalam tubuh lembaga-lem-baga keamanan.

Dari segi hukum, inovasi pun harus direngkuh untuk menjadisuatu perangkat keamanan yang responsive dan aktif dalammenghadang terorisme. Inovasi itu dijelaskan oleh United StatesInstitute of Peace (USIP) dalam laporan khususnya di tahun 2013yang menyebutkan pelatihan yang memiliki focus pada pen-ingkatan kebutuhan keamanan publik—termasuk pelatihan bagiaparatur negara—haruslah tetap mempertimbangkan tata pemer-intahan yang demokratis dengan menghormati hak-hak manusia(HAM) dan supremasi hukum agar tercipta rasa saling percaya an-tara penegak keamanan dengan masyarakat sipil.

v Teknologi dan Patroli SiberPengguna internet di Indonesia mengalami pertumbuhan

yang pesat seiring dengan penggunaan telepon selular. Setiaporang dapat dengan bebas mengakses dan mengunduh beragamsitus hanya melalui telepon dalam genggaman. Selain dapatmengakses, setiap orang juga dapat dengan leluasa menulis danmemviralkan banyak hal melalui internet. Seringkali informasiyang diposting dimedia online tingkat kebenarannya rendah(hoax). Tentang hal ini perlunya keseriusan dalam menindaklanjutigagasan tentang etika dalam ruang publik online. Pemerintahperlu menjadi fasilitator dalam hal ini selain pendidikan diniberkaitan dengan etika publik dalam ruang maya.

v Pendidikan: Desain ulang iklim pendidikan yang tidak mengeksklusi

potensi yang dimiliki oleh peserta didik. 9 jenis inteligensi perludikenali sehingga siswa merasa dihargai dan tidak tereksklusikarena system kompetisi di sekolah. Seringkali siswa merasa ter-sisih dan ‘tidak diinginkan’ karena memiliki talenta yang tidak di-akomodasi oleh system pendidikan. Mereka rawan menjadi targetradikalisme karena sekolah tidak mampu menyediakan jawabanatas kegundahan dan tidak mampu memberikan alternative padamereka.

48

MEREDAM TEROR

Page 61: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Pendidikan rekreasional perlu dikembangkan. Museum, tem-pat wisata alam, maupun perpustakaan adalah tulang punggungpendidikan. Restorasi dan perbaikan perpustakaan mutlak diper-lukan sebagai direktori ilmu yang dapat diakses dalam jangkauanyang paling dekat dengan murid. Memulai program skema bea-siswa bagi pemimpin-pemimpin muda yang mempromosikan nilaitoleransi, kooperasi dan solidaritas.

v Kecintaan pada lingkungan Kekerasan adalah sumber destruksi pada lingkungan.

Penanaman logika berpikir yang memperhatikan keseimbanganlingkungan perlu disebarkan sejak usia dini. Lingkungan hidupdan tidak hidup memiliki pengaruh besar pada kehidupanekonomi, sosial dan budaya masyarakat.

49

MEREDAM TEROR

Page 62: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Strategi Meso1. Politik, pemerintahan local memiliki ruang yang sangat besar da -

lam menggunakan kewenangannya untuk menciptakan kreasikebijakan daerah maupun menginisiasi gerakan yang berbasiskeberagaman.

2. Partisipasi: pro-aktif dalam melakukan sosialisasi tentang salu-ran-saluran pemerintah daerah

3. Penggalian keunggulan-keunggulan budaya

Strategi Mikro1. Menggali kembali modal social: modal sosial juga bisa diman-

faatkan sebagai jejaring peluas aksi terorisme. Jaringanpenyubur gerakan radikalisme itu perlu dipulihkan sebagaijaringan yang mendatangkan informasi dan pengetahuan. Meng-gandeng actor-aktor local yang sudah paham. Ka

2. Pendidikan dengan model reflektif dan kritis;3. Mentransformasikan peran-peran agen maupun lembaga keaga-

maan, hokum, social, dan ekonomi.4. Penyediaan saluran politik untuk political grievance;5. Mengasah dan mempertajam literasi sebagai kemampuan yang

esen sial

Berdasarkan lingkup1. Kolektif/komunitas: komunitas pemuda, keagamaan2. Individual

Berdasarkan generasiKita menyadari ada gap generasi yang besar. Secara demografi,

Indonesia akan mengalami bonus demografi1. Kelompok Remaja: perang orang tua sangat sentral2. Dewasa muda: pengayaan diri dan lebih kritis dalam memilah

lingkaran sosial yang ‘beracun’.

50

MEREDAM TEROR

Page 63: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

51

MEREDAM TEROR

Page 64: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

52

Page 65: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices
Page 66: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

54

Page 67: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

BAGIAN II

INTERSEKSI COUNTER VIOLENT EXTREMISDENGAN HAK ASASI MANUSIA DAN

EARLY WARNING SYSTEMOleh Akhol Firdaus

A. Pengantar Secara konseptual, Counter Violent Extremis (VCE) merupakan

pendekatan kontra-terorisme yang bersifat pencegahan. Pendekatantersebut diturunkan dalam berbagai program berskala internasionaldan nasional, melalui pembuatan kebijakan dan ragam intervensi yangdilakukan untuk mencegah (to prevent) keterlibatan individu ataukelompok sosial dalam tindakan kekerasan dan teror yang berbasispada pandangan politik, budaya, serta ideologi agama/keyakinan.

Konsep CVE sendiri merupakan evolusi dari konsep CounterTerorism (CT) yang dianggap tidak lagi memadai dalam melihat danme ngatasi problem terorisme, di samping juga dianggap sebagai pen-dekatan yang cenderung over-offensive dan mengabaikan nilai-nilaihumanisme. Secara paradigmatik CVE lebih menekankan pada tin-dakan-tindakan pencegahan yang harus melibatkan pembuat kebi-jakan dan seluruh elemen masyarakat dalam rangka mengeliminasiaksi-aksi radikalisme dan terorisme. Keterlibatan seluruh elemenmasyarakat, tidak terkecuali anggota keamanan dan pertahanan sipil,telah menegaskan bahwa pemerintah (negara) tidak akan pernah bisasendirian dalam melakukan agenda-agenda kontra-terorisme,

Pendekatan CVE ini menjadi acuan pokok bagi Pusat Studi HakAsasi Manusia (Pusham) Surabaya untuk mendesain program bertajuk“Counter Violence Extremism untuk Anggota Keamaan dan Perta-hanan Sipil”. Secara paradigmatik, program ini menggunakan pen-dekatan CVE yang didesain secara khusus untuk merevitalisasi

55

MEREDAM TEROR

Page 68: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

peran-peran anggota keamanan dan pertahanan sipil dalam tindakanpencegahan radikalisme dan ekstremisme. Program ini secara sen-gaja memfokuskan perhatiannya pada sistem keamanan dan perta-hanan sipil karena Pusham berpandangan inilah faktor pelingmenentukan dalam skema pencegahan radikalisme dan ektremisme.Program ini sengaja didesain dengan menggunakan pendekatan yangsifatnya interseksional. Di samping CVE, pendekatan Hak Asasi Manu-sia (HAM) dan Early Warning System (EWS) juga digunakan dalamrangka menajamkan kemampuan program dalam meningkatkan kap-asitas elemen-elemen keamanan dan pertahanan sipil dalam skemadeteksi dini dan pencegahan yang tetap menghormati norma-normahak asasi manusia.

Modul ini berisi tiga bagian pokok. Pertama, penjelasan konsep-tual tentang terminologi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.Kedua, penjelasan tentang interseksionalitas pendekatan yang digu-nakan oleh program. Ketiga, skema progrmatik yang diturunkan dariparadigma CVE.

B. Problem KonseptualProgram ini harus dimulai dengan menjernihkan sejumlah istilah

yang saling beririsan dalam narasi “radikalisme dan terorisme”. Adabanyak istilah yang digunakan secara bersamaan dengan maksudyang sama, meskipun secara akademik penggunaan istilah-istilahtersebut selalu bisa dibedakan antara satu dengan lainnya. Penggu-naan istilah konservatisme, militanisme, fundamentalisme, radikalisme,dan terorisme, secara faktual masih tumpang-tindih. Hal ini terjadidalam komunikasi publik secara keseluruhan maupun penggunaan-nya secara akademik. Harus disadari bahwa kajian ini memang relatifbaru dan ketidakseragaman dalam penggunaan istilah tersebut meru-pakan hal yang tidak terelakkan. Meskipun demikian, dalam kerangkaprogramatik, perlu ada upaya yang lebih serius dalam penggunaan is-tilah-istilah tersebut secara tepat karena akan berdampak pada targetdan ketepatan sasaran program.

Atas dasar pertimbangan tersebut, terlebih dahulu ulasan dalammodul ini akan diawali dengan klasifikasi dan klarifikasi dalam peng-gunaan istilah-istilah terkait radikalisme. Secara ekslusif paparan inimemang akan merujuk pada kajian yang dilakukan oleh sejumlah ahli.Secara umum, fenomena ekstremisme dan radikalisme berakar pada

56

MEREDAM TEROR

Page 69: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

nalar agama yang bersifat literalis, intoleran, dan anti-sistem. Istilah li -teralis digunakan untuk menyebut pemahaman keagamaan yang cen-derung tekstualis. Pemahaman demikian dicirikan oleh keyakinanbahwa otentisitas doktrin agama seakan-akan tidak memiliki ruang di-alog dengan realitas historis yang partikular, majemuk, dan berubah-ubah mengikuti dinamika kehidupan manusia. Kesibukan dalammenggali otentisitas doktrin agama, akan merangsang parapemeluknya untuk melembagakan pandangan bahwa doktrin agamaitu sendiri bersifat otonomi, sama sekali tidak dipengaruhi oleh pe-rubahan sejarah kebudayaan manusia. Oleh karena itu pandangan lit-eralis umumnya mengembangkan suatu model pemahamanberagama yang tertutup dan anti-dialog. Cara orang menghayati danmenjalankan doktrin agama dikendalikan oleh suatu imajinasi tentangadanya makna tunggal dan monokausal dogma agama.

Dalam semua tradisi agama, dan terutama tradisi Islam, panda -ngan tersebut di atas tentu saja bersifat a-historis. Dalam praktinya,agama selalu saja merupakan dialog yang kreatif antara normativitasdan historisitas kebudayaan manusia. Pesan-pesan universal doktrinagama seringkali harus dikontekstualisasi dengan dinamika, partikula -ritas, dan keragaman budaya manusia. Dialog kreatif inilah yang dalamrentang sejarah agama-agama telah melahirkan khazanah agamayang sangat kaya dan dan horizon pengetahuan agama (teologi danfiqh) yang sangat luas. Dalam tradisi Islam, hal ini dibuktikan olehragam mazhab dan firqoh yang sangat beragama dan terus berkem-bang mengikuti perkembangan dinamika sejarah kebudayaanmasyarakat Islam di pelbagai belahan bumi. Pandangan pluralis yangbersifat a-historis, dibangun untuk melawan sejarah yang plural danjamak tersebut. Inilah yang menjelaskan mengapa kelompok-kelom-pok literalis dalam Islam, umumnya bersikap anti-perbedaan dan anti-pluralitas karena memandang bahwa dogma agama bersifat tunggaldan monokausal. Dalam perkembangan kontemporer Islam, pandan-gan-pandangan yang literalis dan a-histori dalam beragama tersebutkerap ditemukan dalam firqoh Islam semisal Wahhabisme, gerakanTarbiyah, dan Salafi.

Ciri-ciri mendasar sebagaimana dipaparkan di atas, cukupmenegaskan bahwa sikap literalis dalam beragama sesungguhnyaberirisan atau menjadi ciri utama gerakan fundamentalisme Islam yangberkembang terutama sejak abad 19 M di pelbagai belahan dunia

57

MEREDAM TEROR

Page 70: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Islam. Ge rakan ini telah melakukan infiltrasi di Indonesia sejak periodetersebut dan terus mengalami perkembangan dari generasi ke gen-erasi. Secara akademik, istilah fundamentalisme Islam memang agakrancu dan bermasalah karena umumnya istilah tersebut merupakanrepresentasi cara pandangan Barat terhadap gerakan revivalismeIslam atau gerakan reformasi Islam yang berkembang pada abad 19M sebagai respon atas kolonialisme dan modernisme yang meming-girkan dunia Islam secara sistematis. Oleh karena itu, penggunaan is-tilah fundamentalime Islam, konservatisme, revivalisme Islam, danreformasi sesungguhnya selalu tumpang-tindih, dan seringkali digu-nakan secara bergantian untuk merujuk maksud yang sama.

Pada prinsipnya, fundamentalisme Islam sistem pengetahuandan kesadaran beragama yang sangat mengidealisasi kemurnianIslam sebagaimana periode awal perkembangannya pada masa Ro-sulullah dan pengikutnya. Paham kemurniaan biasanya diwujudkandengan kembali penafsiran literalis terhadap sumber doktrin Islam, al-Quran dan Sunnah. Idealisasi terhadap tata kehidupan sosial, politik,ekonomi, dan kekuasaan pada periode awal Islam, menjadikan pan-dangan ini bersifat obsesif dalam mewujudkan tata kehidupanmasyarakat menyerupai tata kehidupan periode awal Islam. Pandan-gan ini menghendaki adanya syariatisasi dalam semua level kehidu-pan, terutama dalam penerapan hukum, politik, dan kekuasaan.Pendek kata, pandangan ini menghendaki pengikutnya menerapkancara hidup sebagaimana Rosulullah hidup, termasuk dalam pakaiandan identitas simbolik semisal berjenggot dan bercadar. Meski cara-cara yang dimaksud merupakan suatu tafsir agama, akan tetapi kalan-gan ini biasanya menetapkan sebagai dogma agama itu sendiri. Didalam politik, kalangan ini sangat mengutuki konsep negara-bangsasebagaimana diakui dalam konstitusi modern. Mereka menghendakiberdirinya Pan-Islam atau kekhalifahan Islam. Meski sesunggunhnyagagasan ini tidak memiliki rujukan historis yang memadai, akan tetapidiargumnetasikan seakan-akan model Pan-Islam atau kekhalifahan itumerupakan model satu-satunya yang sesuai dengan syariat Islam.

Di samping ditemukan pada gerakan Wahabbisme, pandangansebagaimana dideskripsikan tersebut juga bisa ditemukan dalam ger-akan semisal Hizbut Tahrir dan gerakan Salafi. Dalam perkembangan-nya sebaran gerakan ini telah bersifat internasional dan terusmendapatkan simpatisan dan pengikut baru karena kesuksesan

58

MEREDAM TEROR

Page 71: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

dalam menawarkan narasi anti-modernisme dan Barat yang dianggapbertanggung jawab atas situasi keterbelakangan dan kemiskinan yangmenjerat mayoritas masyarakat dan dunia Islam. Ketimpangan, kesen-jangan sosial, pe ngangguran, kemiskinan disebut-sebut sebagai fak-tor yang membuat gerakan seperti ini direspon sebagai solusi untukmelawan modernisme. Dalam kadar tertentu, gerakan fundamental-isme memang diargumentasikan oleh para ahli sebagai reaksi ataskegagalan dalam menghadapi arus modernisme yang menyapu duniaIslam. Memperhatikan perkembangan tersebut, penggunakan istilahfundamentalisme Islam juga se ringkali disamakan dengan istilah Islamtrans-nasional merujuk pada jangkauan gerakan ini yang bersifatmengglobal.

Dalam perkembangan mutakhir di Indonesia pascareformasi,ge rakan ini tumbuh subur bak ‘cendawan di musim hujan’. Keter-bukaan masyarakat yang berhasil diwujudkan oleh demokrasi, telahmenjadi sarana yang paling efektif dalam menyebarluaskan gagasan-gagasan fundamentalisme dan konservatisme. Tentu saja, sekali lagi,faktor pa ling dominan yang menyokong bertumbuhnya gerakan iniadalah kesenjangan sosial, pengangguran, kemiskinan, kebodohandan keterbelakangan. Meskipun gerakan ini dalam sejarahnya hanyamungkin bertumbuh dalam masyarakat dan negara demokratis, akantetapi sikap kalangan ini sesungguhnya sangat antidemokrasi. Hal inidiwujudkan bukan hanya melalui narasi-narasi kebencian terhadapdemokrasi dan masyarakat yang dianggap menganut sistem ‘kafir’,tetapi juga melalui upaya-upaya infiltrasi baik ke dalam negaramaupun masyarakat. Paham ini secara sistematis terus berupaya‘membajak’ organisasi-organisasi Islam moderat semisal Muham-madiyah dan Nah dlatul Ulama (NU). Kalangan fundamentalismebanyak mengambil alih masjid-masjid dan lembaga pendidikan dibawah naungan Muhammadiyah dan NU untuk menyebarkan pahammereka. Begitu pula, kalangan ini mulai terserap dan berkarir sebagaiAparat Sipil Negara dan berupaya ‘mensyariatkan’ negara di berbagailevel, atau setidaknya melakukan membangkangan dari dalam.

Kemungkinan-kemungkinan yang disediakan oleh teknologi in-formatika, juga telah menjadikan paham fundamentalisme men-jangkau lebih jauh masyarakat tanpa mengenal batas kelas dan batasgeografis. Kalangan fundamentalisme telah memanfaatkan media on-line dengan sangat efektif dan sistematis dalam menyebarkan

59

MEREDAM TEROR

Page 72: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

gagasan-gagasan Pan-Islam dan kekhalifahan serta melakukan kritikmendasar atas rapuhnya tatanan masyarakat yang menganut sistemdemokrasi yang identik Barat. Gagasan atau sistem apa saja yangtidak sama dengan dengan tafsir agama yang mereka yakini, selaludilabel sebagai Barat, anti-Islam, kafir, thoghut, dan sebagainya.Melalui berbagai media kampanye, kebencian terhadap modernismedan demokrasi umumnya dibungkus dengan ide-ide dan kampanyepembentukan sistem negara baru Pan-Islam dan Kekhalifahan. Selu-ruh diseminasi wacana dan pengetahuan seluruhnya dikerangkai olehpemahaman keagamaan yang literalis dan bersifat hitam-putih. Dalamkonteks seperti ini, paham fundamentalisme tidak sekadar men-gusung wawasan keagamaan yang sangat artifial, tetapi jugamemupuk dan melembagakan tata pikir yang dangkal dan arfisialtersebut karena menguntungkan agenda-agenda gerakan politiknya.

C. Interseksionalitas PendekatanProgram “Counter Violence Extremism untuk Anggota Keamaan

dan Pertahanan Sipil” ini sengaja didesain sebagai program yangbersifat interseksional. Secara umum program menggunakan pen-dekatan Counter Violence Extremism (CVE) dan Hak Asasi Manusia(Human Rights). Pendekatan CVE merupakan evolusi dari pendekatanCounter Terrorism (CT) yang dianggap kurang humanis dalam penan-gangan terorisme. Meski pendekatan CVE menekankan humanismedi dalam penangganan isu terorisme, akan tetapi program yangsedang dikembangkan oleh Pusat Hak Asasi Manusia (Pusham)Surabaya ini memandang penting untuk ‘mengawinkan’ pendekatantersebut dengan perspektif HAM.

Ada sejumlah argumentasi mengapa interseksionalitas tersebutperlu dirumuskan dalam skema programatik. Pertama, penangananterorisme sebagaimana ditampilkan oleh negara dan direproduksioleh media massa cenderung selalu menggunakan pendekatan kek-erasan, bahkan pada taraf tertentu bersifat over-offensive dan tidakmanusiawi. Contoh yang paling sederhana adalah bagaimana peris-tiwa penyergapan dan penembakan terhadap sejumlah ‘diduga’pelaku terorisme yang ditayangkan secara live di berbagai stasiuntelevisi. Di samping menampilkan tindakan over-offensive, banyakperistiwa kekerasan yang mewarnai layak kaca, dan pada akhirnyamasyarakat secara luas harus mengonsumsi semuanya tanpa daya

60

MEREDAM TEROR

Page 73: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

kritis. Penanganan yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan tersebuttidak lagi dipersoalan mempertimbangkan terorisme dipandangan se-bagai kejahatan yang sangat membahayakan. Mayoritas orang mem-benarkan tindakan-tindakan kekerasan dan pelanggaran HAMterhadap subyek-subyek yang ‘diduga’ pelaku terorisme. Besar kemu-ngkinan ini merupakan perwujudan pendekatan Counter Terrorism(CT) yang menjiwai seluruh paradigma negara dalam penangananterorisme. Dalam pendekatan tersebut, pelanggaran-pelanggaranHAM secara de facto dibenarkan.

Kedua, pendekatan kekerasan yang over offensive dalamkenya taanya tidak menghentikan aksi-aksi teroris yang semakinmeningkat volumenya. Penggunaan cara-cara kekerasan yang be-rakhir dengan kematian subyek-subyek ‘diduga’ pelaku teroris,bahkan telah membang kitkan kemarahan dan solidaritas jaringanteroris untuk melakukan rangkaian aksi susulan. Meningkatkan aksi-aksi terorisme kemudian dianggap sebagai bukti bahkan pendekatanmurni kekerasan dan mengabaikan pelanggaran hak asasi manusiatidak cukup efektik dalam mende-eskalasi gerakan terorisme. Dalamkadar tertentu, pendekatan Counter Terrorism ini telah dianggapgagal. Atas dasar pertimbangan inilah, menyandingkan pendekatanpenanganan terorisme dengan pendekatan Hak Asasi Manusia,mendesak dilakukan karena jejak rekam kegagalan pendekatan-pen-dekatan sebelumnya.

Ketiga, gerakan terorisme merupakan mata rantai yang sangatpanjang dan memiliki sistem perekrutan yang efektis di tengah-tengahmasyarakat rentan (vulnarable groups). Kelompok-kelompok tidakberuntung dan termarginalkan seperti kelompok miskin, tidak berpen-didikan cukup, tidak memiliki akses untuk mendapatkan pekerjaanyang layak, telah menjadi sasaran yang sangat produktif bagi sistemrekruitmen terorisme. Harus diingat, berkembangnya gerakanradikalisme dan terorisme juga berakar pada nalar keagamaan yangtertutup dan anti-dialoh, dan nalar demikian sangat mudah didis-tribusikan kepada kelompok-kelompok sosial rentan. Pada saatbersamaan pendekatan Counter Terrorism tidak cukup canggih untukmenjangkau problem yang sedang terjadi di bagian hulu ini. Prosesrekruitmen dan pengkaderan kelompok radikalis dan teroris akanterus berlangsung karena penanganan persoalan ini hanya beroperasidi bagian hilir saja. Atas dasar ini, pendekatan Counter Violence Ex-

61

MEREDAM TEROR

Page 74: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

tremism perlu interseksional dengan pendekatan-pendekatan lain,seperti pendekatan peacebuilding dan human rights.

Mempertimbangkan bahwa gerakan terorisme sangat canggihdi dalam menyasar dan menjadikan kelompok-kelompok rentan se-bagai sasaran rekruitmen, program juga berpandangan bahwa pen-dekatan CVE dan HAM saja tidak cukup. Perlu ditambahkan jugapendekatan Early Warning System (EWS) atau pendekatan deteksi diniuntuk melihat gejala terorisme sejak dari tahap pembenihan. Intinya,program ini sengaja didesain untuk lebih terfokus pada problem huludaripada hilir. Bagan berikut ini akan membantu menjelaskan sig-nifikansi inter sek siona litas ketiga pendekatan sebagaimana dipa-parkan di atas.

Bagan I

Melalui bagan di atas, pendekatan utama program ini adalahCVE, kemudian dikawal oleh pendekatan Hak Asasi Manusia danEWS. Pendekatan Hak Asasi Manusia dimaksudkan untuk mena-jamkan kepekaan program CVE pada penghormatan (to respect) danperlindungan (to protect) terhadap hak-hak dasar individu, baik yangterlibat sebagai subyek ‘terduga’ pelaku terorisme maupun korban-korbannya. Sementara itu, pendekatan EWS merupakan instrumentambahan yang menambah ketajaman CVE dalam upaya-upaya de-

62

MEREDAM TEROR

Counter ViolenceExtremism

Human RightsStandards

Early Warning System

Page 75: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

teksi dini gerakan-aksi radikalisme dan terorisme. Interseksionalitaspendekatan sebagaimana tampak pada model di atas diproyeksimampu menjadi pajikan bagi program dalam menyusun langkah-langkah strategis dalam mengoptimalkan peran keamanan dan per-tahanan sipil baik dalam deteksi dini maupun dalam pencegahangerakan/aksi radikalisme dan terorisme.

1. Bergerak ke HuluSkema program yang bersifat interseksional sebagaimana

digambarkan di atas, diharapkan mampu mewujudkan strategi ter-baik dalam pencegahan aksi-aksi radikalisme dan terorisme. CVEsendiri merupakan transformasi dari pendekatan Counter Terrorismyang lebih menekankan humanisme dalam keseluruhan penan-ganan terorisme. Pendekatan ini terutama difokuskan pada pence-gahan (to prevent) keterlibatan invdividu atau kelompok ke dalamberbagai organisasi radikal dan ekstremis. Pendekatan CVE lebihmemilih melakukan berbagai jenis perekayasaan sosial dalamrangka memutus sistem rekruitmen di tengah-tengah komunitasrentan. Banyak komunitas rentan yang dilingkupi oleh kebodohan,keterbelakangan, kemiskinan, dan ketidakberuntungan dianggapsebagai sasaran pa ling strategis dalam menyemai-tumbuhkankader-kader organisasi radikalis dan ekstremis. Tentu saja dalambanyak kasus organisasi radikalis dan ekstremis juga berhasilmerekrut kalangan kelas mene ngah ke atas, akan tetapi vulnarablegroups tetap saja merupakan sasaran utama.

Dalam konteks ini, sebenarnya gerakan radikalisme danterorisme akan terus bertahan hidup dengan ‘menyelinap’ masukke dalam kerentanan sistem sosial. Gerakan radikalisme menyusupke dalam komunitas-komunitas yang mengalami frustasi sosial danmengalami kerentanan akibat kebodohan, kemiskinan dan pem-inggiran. Berbagai situasi tidak beruntung tersebut akan menjadilahan yang produktif dalam mengembangkan sistem perekrutan.Inilah yang lebih dilihat sebagai problem hulu oleh pendekatanCVE. Aksi-aksi terorisme yang menyebabkan ketakutan dan keru-gian massal bagi negara dan masyarakat, dianggap hanya sebagaimata rantai terakhir dari sistem kerja organisasi-organisasiradikalisme dan terorisme yang sangat canggih dalam meman-faatkan disharmoni dan rusaknya kohersi sosial.

63

MEREDAM TEROR

Page 76: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Atas dasar pandangan ini, langkah pencegahan sebagaimandimaksudkan oleh CVE adalah dengan masuk ke dalam problemyang berkembang di hulu. Menetapkan kerawanan dan kerentanansosial sebagai problem hulu, memungkinkan pendekatan ini untukmasuk dan mengeksplorasi situasi sosial apa saja yang memu-ngkinkan dijadikan sebagai basis pemekaran kader-kader gerakanradikalisme dan terorisme. Setali tiga uang, program yang dikem-bangkan oleh Pusham Surabaya ini juga berkepentingan mem-fokuskan perhatiannya pada problem hulu dengan melihat kembalisistem keamanan dan pertahanan sipil sebagai faktor hulu. Lemah-nya sistem keamanan dan pertahanan sipil potensial akan menjadifaktor yang mempercepat pertumbuhan dan persemaian gerakanradikalisme. Belakangan, sistem keamanan dan pertahanan sipilseringkali lengah—dan dalam taraf tertentu bersifat permisif—atasperkembangan dan persemaian gerakan radikalisme dan teror-isme. Sebaliknya, bila faktor keamanan dan pertahanan sipilmampu dioptimalkan maka hal ini potensial sebagai faktor yangmencegah.

Program ini berpandangan bahwa sistem keamanan danpertahanan sipil merupakan faktor hulu, dan oleh karena itu perluada upaya perekayasaan yang sistematis untuk membangun kem-bali (revitalisasi) faktor tersebut dalam rangka menyelesaikan salahsatu mata rantai gerakan radikalisme di bagian hulu.

2. Fokus pada Pencegahan Bergerak ke hulu sama artinya dengan memfokuskan

perhati an pada upaya-upaya pencegahan. Prinsip dasar pen-dekatan CVE adalah upaya-upaya sistematis yang didesainsedemikian rupa untuk mencegah, tepatnya memutus mata rantaipersemaian gerakan terorisme. Bila gerakan radikalisme dan teror-isme banyak mengambil keuntungan dari situasi sosial yang rentandan disharmoni, maka sesungguhnya gerakan ini menyelinap darikampung ke kampung, perumahan ke perumahan, masjid kemasjid, dan seterusnya. Cara organisasi-organisasi radikalis danteroris bekerja membiakan kader-kadernya terselubung di dalamperkampungan dan perumahan, bergerak tersamar dari komunitassatu ke komunitas lainnya. Intinya, organisasi dan jaringan gerakanradikalisme dan terorisme bisa menyelinap di mana-mana.

64

MEREDAM TEROR

Page 77: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Faktor keamanan dan pertahanan sipil bukan sekadar seba-gai faktor hulu, tetapi sekaligus pintu masuk untuk skema pence-gahan. Pandangan ini sekaligus menegaskan bahwa gerakanradikalisme dan terorisme yang sudah mengglobal, sistematis, danmenjangkau semua lapisan masyarakat, tidak mungkin lagi penan-ganannya di serahkan kepada negara. Dengan kata lain, tanggungjawab dan penanganan radikalisme dan terorisme harus lebihbanyak memberikan kesempatan pada masyarakat sipil untukmenjadi bagiannya. Sistem keamanan dan pertahanan sipil meru-pakan model yang sudah ada tentang bagaimana melibatkanmasyarakat dan organisasi sipil dalam pengelolaan keamanan. Bilaada intervensi yang berarti, maka sistem keamanan dan perta-hanan akan sangat potensial menjadi model penangananradikalisme dan terorisme yang memberikan ruang cukup luas bagiketerlibatan masyarakat sipil.

Dalam desain seperti ini, seluruh elemen pertahanan sipil,seperti Kepolisian, Satpam, Hansip, Rukun Tetangga, Rukun Warga,Babinkamtimas, Forum Komunikasi Polisi-Masyarakat (FKPM), danorganisasi-organisasi sipil lain yang bisa diidentifikasi sebagaibagian dari keamanan dan pertahanan sipil, sudah seharusnya dili-batkan secara aktif dalam seluruh program pencegahan gerakanradikalisme dan terorisme. Elemen-elemen tersebut harus diku-atkan kapasitasnya—terutama terkait dengan kemampuanmelakukan deteksi dini dan pencegahan radikalisme dan teror-isme. Seluruh elemen keamanan dan pertahanan sipil adalah utungtombak di dalam kemampuan deteksi dini, dan sekaligus pence-gahan dini. Melalui paradigma seperti ini, keterlibatan elemen-ele-men sipil diposisikan sebagai faktor kunci penanganan radikalismedan terorisme.

Penguatan kapasitas elemen-elemen keamaan dan perta-hanan sipil dalam skema ini, diasumsikan tetap dengan melibatkanpendekatan HAM dan EWS. Pendekatan EWS akan sangat mem-bantu elemen-elemen keamaan dan pertahanan sipil untuk lebihsensitif terhadap benih-benih radikalisme dan terorisme yangberkembang di tengah-tengah masyarakat. Sensitivitas yangberkembang akan sangat membantu proses deteksi dini ancamanradikalisme dan terorisme. Di sisi lain, pendekatan HAM akan mem-bantu proses deteksi dini dan pencegahan tidak menjurus pada

65

MEREDAM TEROR

Page 78: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

pelanggaran HAM, terutama yang berkaitang dengan kebebasansipil dan hak-hak yang tak bisa ditangguhnya pemenuhannya (non-derogable rights). Prinsipnya, pendekatan EWS dibutuhkan untukmengasah kepekaan dan kewaspadaan, sementara pendekatanHAM menjadi kontrol penting agar pencegahan radikalisme danterorisme tidak melahirkan mata rantai problem pelanggaran hakasasi.

3. Persuasif daripada KekerasanPendekatan CVE menjadi alternatif yang visible mempertim-

bangkan bahwa Kepolisian Republik Indonesia juga telah men-galami perubahan cara pandang dalam menangani ancamanradikalisme dan terorisme. Salah satu perkembangan penting yangterjadi di tubuh Kepolisian adalah mulai dipertimbangkannya pen-dekatan pesuasif dan perdamaian (peacefull approach) daripadapendekatan ke kerasan.

Hal ini misalnya bisa ditemukan melalui cara-cara yang di-lakukan oleh Kepolisian ketika mendekati mantan-manat combat-ant dan keluarga pelaku Bom Bali I dan II di wilayah Tenggulun,Lamo ngan. Kepolisian benar-benar menerapkan pendekatan per-suasif dan menciptakan skema inklusi sosial sehingga memu-ngkinkan mantan-mantan combatant dapat diterima dan menyatukembali dengan masyarakat.

Bila ditubuh Kepolisian saja terjadi transformasi demikian,maka paradigma CVE yang melibatkan lebih banyak elemen-ele-men sipil seharusnya lebih maju dalam mengembangkan pen-dekatan persuasif dan inklusi sosial. Di samping memilikisensitivitas dalam me ngendus potensi-potensi radikalisme danterorisme, elemen-elemen keamanan dan pertahanan sipil sudahseharusnya dibekali modal yang cukup untuk mengembangkanpendekatan persuasif dan inklusi. Harus ada penekatan bahwa,pendekatan represi hanya boleh dilakukan oleh lembaga-lembaganegara yang diberi mandat, dalam hal ini adalah Kepolisian danMiliter. Itupun harus merupakan alternatif terakhir dalam skemapenanganan terorisme.

Atas dasar inilah, skema pencegahan dalam pendekatanCVE harus menekankan tentang pentingnya prinsip non-violence(nol kekerasan). Elemen-elemen keamanan dan pertahanan sipil

66

MEREDAM TEROR

Page 79: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

harus diedukasi untuk memahami batas tindakan pencegahan dantindakan kekerasan yang potensial melanggar hak-hak dasar indi-vidu ‘diduga’ pelaku radikalisme dan terorisme. Melalui prosesedukasi, masyarakat didorong tidak membangun sensitivitas den-gan cara phobia dan membabi-buta, sehingga berisiko besardalam mendorong lahirnya tindakan over-offensive dan melanggarhak-hak dasar. Harus tetap ditegaskan bahwa tindakan represi danpenggunaaan cara-cara kekerasan sama sekali tidak boleh di-lakukan oleh masyarakat sipil.

Terorisme memang tidak mungkin diharapi oleh negara se-cara sendiri, akan tetapi proses-proses melibatkan kelompok-kelompok sipil dalam skema penanganan radikalisme danterorisme harus tetap dikontrol oleh norma dan standar Hak AsasiManusia internasional. Hanya dengan cara ini, pendekatan CVEtidak akan melahirkan mata rantai problem pelanggaran hak asasi.

D. Target GroupMempertimbangkan bahwa pendekatan CVE menekankan

pen tingnya melibatkan lebih banyak elemen-elemen sipil dalampencegahan radikalisme dan terorisme, maka program “CounterViolence Extremism untuk Anggota Keamaan dan Pertahanan Sipil”ini menetapkan elemen-elemen keamanan dan pertahanan sipilsebagai target group utama. Adapun elemen-elemen tersebutadalah: [1] Kepolisian; [2] Pertahanan Sipil (Hansip); [3] Satpam-sat-pam perumahan; [4] Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga(RW); [5] Babinkamtibmas; dan sebagainya. Unsur-unsur inilah yangakan terus terlibat dalam rangkaian kegiatan programatik. Programdirancang untuk menumbuhkan kapasitas elemen-elemen tersebutuntuk memiliki kecakapan dalam melakukan deteksi dini dan tin-dakan pencegahan terorisme.

E. Kerangka ProgramatikSkema interseksionalitas CVE, HAM, dan EWS sebagaimana

dipaparkan di bagain terdahulu, menjadi kerangka dasar program“Counter Violence Extremism untuk Anggota Keamaan dan Perta-hanan Sipil”. Pendekatan-pendekatan tersebut akan diwujudkandalam kerangka programatik sebagaimana dapat dilihat dari baganberikut ini.

67

MEREDAM TEROR

Page 80: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Bagan II

Mencermati bagan di atas, program ini sesungguhnya meru-pakan program yang dirancang sedemikian rupa dalam rangkamenumbuhkan kapasitas elemen-elemen keamanan dan pertahananmasyarakat sipil dalam pencegahan terorisme. Pencegahan yang di-maksudh terfokus pada kemampuan deteksi dini dan pencegahan dinisebagaimana tampak pada tahan I dan tahap II bagan di atas. Programini sama sekali tidak memiliki kaitan dengan tahap III karena lokustersebut merupakan wilayah prerogatif lembaga-lembaga represisemisal Kepolisian dan Militer. Meski begitu, program ini tetap men-dorong pentingnya mengedukasi masyarakat berkomintmen paraprinsip non-violence.

Berikutnya ulasan ini akan memfokuskan pada kerangka pro-gramatik tentang ‘deteksi dini’ dan ‘pencegahan’ terorisme seba-gaimana tertera pada tahap I dan II. Ulasan berupaya terus merujukpada kerangka konseptual tentang radikalisme dan terorisme, dengantetap menjadikan pendekatan HAM sebagai pertimbangan utama.

1. Deteksi DiniPada prinsipnya bagian ini berupaya untuk merumuskan sis-

tem deteksi dini yang bisa digunakan dalam skema pencegahanterorisme dengan tetap mengindahkan norma-norma hak asasi

68

MEREDAM TEROR

l Penekanan pen-dekatan EarlyWarning System;

l Pendekatan HAMsebagai kontrol;

l Fokus pada ke-mampuan deteksidini;

l Menciptakan ke-waspadaan danwawasan terhadaplingkung an.

l Penekanan padaPendekatan HAM;

l hasil deteksi diniditingkatkan padapencegahan;

l Arus informasiantar-elemen kea-manan dan perta-hanan sipil;

l Komitmen moraltindakan pencega-han non-violence.

l Ini merupakan pen-dekatan terakhiryang merupakanmandat yangdiberikan kepadalembaga represi(Kepolisian danMiliter);

l Bukan wilayahyang bisa meli-batkan unsur-unsur sipil:masyarakatdiedukasi untuktidak main hakim.

[I] Deteksi DIni [II] Pencegahan [III] Tindakan Represi

Page 81: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

manusia. Rumusan ini kemudian dijadikan sebagai acuan untukkegiatan FGD dan Pelatihan CVE yang melibatkan seluruh elemenkeamanan dan pertahanan sipil. Pertama, harus ditegaskan bahwasemua gerakan radikalisme dan terorisme bermula dari nalarkeagamaan yang bersifat literalis, skripturalis, tekstualis dan anti-dialog. Di sinilah masalahnya, radikalisme dan terorisme bermuladari pikiran. Di dalam perspektif hak asasi manusia, nalar danpemahaman keagamaan tentu saja masuk dalam kategori kebe-basan berpikir (freedom of thought). Dalam kategori yang berbedabiasanya kebebasan pikiran dimasukan dalam forum internum,yakni wilayah hak dasar yang tidak cenderung tidak bisa dibatasidan dikurangi dalam situasi apapun (non-derogable rights). Atasdasar ini, maka seluruh rumusan tentang deteksi dini gerakanradikalisme dan terorisme harus dimulai dengan pemahaman yangjelas dan ketat tentang apa yang disebut sebagai forum internumdan forum eksternum. Istilah yang disebut terakhir merujuk padaekspresi-ekspresi keagamaan.

a. Forum Internum dan EksternumBila akar semua aksi radikalisme dan terorisme bermula dari

nalar dan pemahaman agama, maka di dalam epistemologi HAMhal ini merupakan domain kebebasan beragama/berkeyakinanyang diatur secara eksklusif dalam pasal 18 International Covenanton Civil dan Political Rights (ICCPR) dan Deklarasi 1981 tentangPenghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan DiskriminasiBerdasarkan Agama atau Keyakinan. Pembagian tentang forum in-ternum dan forum eks ternum cenderung merupakan pada Pasal18 ICCPR tersebut, dan karena itu ulasan ini perlu mengutip secarautuh pasal tersebut.

“[1] Everyone shall have the right to freedom ofthought, conscience and religion. This right shall in-clude freedom to have or to adopt a religion or beliefof his choice, and freedom, either individually or incommunity with others and in public or private, to man-ifest his religion or belief in worship, observance, prac-tice and teaching; [2] No one shall be subject tocoercion which would impair his freedom to have orto adopt a religion or belief of his choice; [3]Freedom

69

MEREDAM TEROR

Page 82: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

to manifest one's religion or beliefs may be subjectonly to such limitations as are prescribed by law andare necessary to protect public safety, order, health,or morals or the fundamental rights and freedoms ofothers; [4] The States Parties to the present Covenantundertake to have respect for the liberty of parentsand, when applicable, legal guardians to ensure thereligious and moral education of their children in con-formity with their own convictions.”

(“[1] Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir,berhati nurani dan beragama. Hak ini mencakup ke-bebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaanatas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secarasendiri maupun bersama-sama dengan orang lain,baik di tempat umum atau tertutup, untuk memanifes-tasikan agama dan kepercayaannya dalam kegiatanibadah, pentaatan, pengamalan, dan pengajaran; [2]Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga terganggukebebasannya untuk menganut atau menetapkanagama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihan-nya; [3] Kebebasan menjalankan dan menentukanagama atau kepercayaan seseorang hanya dapat di-batasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yangdiperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban,kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dankebebasan mendasar orang lain; [4] Negara Pihakdalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati kebe-basan orang tua dan apabila diakui, wali hukum yangsah, untuk memastikan bahwa pendidikan agama danmoral bagi anak-anak mereka sesuai dengan keyaki-nan mereka sendiri.”)

Dalam norma HAM, karakter dasar kebebasan berpikir, berhatinurani dan beragama sebagaimana diatur pada Pasal 18 ayat (1)ICCPR bersifat merupan forum internum dan masuk dalam kategorihal yang tidak dapat dikurangi (non-derogable) dalam situasi dankeadaan apapun, bahkan dalam keadaan darurat yang mengan-

70

MEREDAM TEROR

Page 83: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

cam kehidupan suatu bangsa/negara. Hak-hak sebagaimana diaturdalam pasal 18 tersebut disetarakan dengan hak-hak non-dero-gable lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal-Pasal 6, 7, 8 (ayat 1dan 2), 11, 15, dan 16 ICCPR. Hak-hak tersebut adalah: [1] hak hidup(tidak dibunuh); [2] hak atas keutuhan diri; [3] hak untuk tidak diper-budak; [4] hak untuk diperlakukan sama di muka hukum; [5] hakuntuk tidak dipidana (pemenjaraan) atas kegagalan memenuhi ke-wajiban kontraktual, dan; [6] hak untuk tidak dipidana berdasarkanhukum yang berlaku surut.

Asas non-derogable pasal 18 ayat (1) di atas juga ditegaskandalam General Comment No. 22: The right to freedom of thought,conscience and religion (Art. 18) pada poin pertama sebagaiberikut:

“The right to freedom of thought, conscience and reli-gion (which includes the freedom to hold beliefs) in ar-ticle 18.1 is far-reaching and profound; it encompassesfreedom of thought on all matters, personal convictionand the commitment to religion or belief, whethermani fested individually or in community with others.The Committee draws the attention of States partiesto the fact that the freedom of thought and the free-dom of conscience are protected equally with the free-dom of religion and belief. The fundamental characterof these freedoms is also reflected in the fact that thisprovision cannot be derogated from, even in time ofpublic emergency, as stated in article 4.2 of theCovenant.”

(“Hak atas berpikir, berhati nurani, dan beragama(yang termasuk kebebasan untuk menganut keper-cayaan) dalam pasal 18.1 bersifat luas dan mendalam;hak ini mencakup kebebasan berpikir mengenaisegala hal, kepercayaan pribadi, dan komitmen ter-hadap agama atau kepercayaan, baik yang dilakukansecara individual maupun bersama-sama denganorang lain. Komite meminta perhatian Negara-negaraPihak pada kenya taan bahwa kebebasan berpikir dan

71

MEREDAM TEROR

Page 84: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

kebebasan berhati nurasi sama-sama dilindungiseperti halnya kebebasan beragama dan berkeper-cayaan. Karakter mendasar dari kebebasan-kebe-basan ini juga dicerminkan pada kenya taan bahwaketentuan ini tidak dapat dikurangi (cannot be dero-gated) bahkan pada saat darurat publik, sebagaimanadinyatakan di pasal 4.2 dalam Kovenan.”)

Harus ditegaskan bahwa, kebebasan berpikir, berhati nurani,beragama dan berkeyakinan ditegaskan sebagai hak-hak yangkarakter fundamentalnya tidak bisa dikurangi sedikitpun dalamkeadaan apapun. Penegasan ini membawa implikasi yang lebihserius bagi negara untuk menjalankan kewajiban menghormati (torespect) setiap individu/kelompok untuk menikmati hak-hak terse-but tanpa pembatasan. Negara sekaligus berkewajiban melidungisetiap individu/kelompok bebas dari ancaman, pemaksaan, danserangan yang datang dari individu/kelompok lain yang bisa men-gurangi penikmatan hak-hak dasar tersebut.

Masih merujuk pada ayat 1 dan 2 Pasal 18 ICCPR, manifestasiagama keyakinan dalam kegiatan ibadah, pengalaman dan penga-jaran baik dilakukan ditempat umum maupun tertutup ditetapkansebagap sebagai forum eksternum yang bisa dibatasi (derogablerights) sebagaimana ditentukan oleh ayat 3 Pasal 18 ICCPR. Pasal18 ayat (3) seringkali dipahami sebagai pasal yang mengatur soalpembatasan hak-hak sebagaimana dijamin oleh Pasal 18 ayat (1),(2), dan (4). Norma HAM memang mengenal argumentasi pembat-asan, dan Pasal 18 ayat (3) tersebut mengizinkan adanya pembat-asan hak KBB. Meski demikian, logika pembatasan sebagaimanadizinkan oleh pasal tersebut, harus mengindahkan sejumlahcatatan mendasar.

Pertama, pembatasan tidak berlaku atas hak-hak mendasarmeliputi hak kebebasan berpikir, berhati nurani dan beragama (ter-masuk hak untuk menetapkan agama dan kepercayaan). Pembat-asan hanya berlaku pada kebebasan dalam memanfestasikan (tomanifest) agama atau kepercayaan. Kedua, pembatasan hanya di-izinkan melalui ketentuan hukum (prescribed by law) untuk melin-dungi keamanan, ketertiban, kesehatan, moral masyaratak, atauhak dan kebebasan mendasar orang lain. Ketiga, pembatasan

72

MEREDAM TEROR

Page 85: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

harus berpijak pada kebutuhan untuk melindungi hak-hak yang di-jamin oleh Kovenan, termasuk hak atas kesetaraan dan non-diskriminasi di bidang apapun. Keempat, pembatasan tidak berlakupada hak kebebasan setiap individu/kelompok untuk tidak dipaksa(coercion) untuk memilih atau menganut agama atau kepercayaantertentu. Pembatasan juga tidak diizinkan berlaku pada kebebasanorang tua atau wali yang sah untuk menjamin pendidikan agamadan moral bagi anak-anaknya. Kelima, pembatasan tidak pernahdibenarkan untuk tujuan-tujuan diskriminasi atau diterapkan den-gan cara diskriminatif. Keeman, terkait dengan tujuan melindungimoral publik, dalam Ge neral Comment No. 22 poin 8 ditegaskanbahwa tujuan melindungi moral harus didasarkan pada prinsip-prin-sip yang diambil tidak hanya dari satu tradisi saja. Ketujuh, NegaraPihak berkewajiban menyertakan informasi tentang ruang lingkupdan dampak pembatasan berdasarkan pasal 18.3, baik persoalanhukum maupun penerapannya dalam kondisi-kondisi khusus,dalam laporan periodik mereka ke PBB. Sedemikian banyak keten-tuan ini sesungguhnya menggambarkan bahwa hak-hak yang bisadibatasi tidak bisa diberangus secara sewenang-wenang, akantetapi tetap melalui mekanisme yang sa ngat ketat.

Bagan III

73

MEREDAM TEROR

Berkeyakinan

Berpikir

Berhati Nurani

ManifestasiAgama

kegiatanibadah,

pengalaman,pengajaran

Forum Internum Forum Eksternum(Domain EWS)

Page 86: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

b. EWS Berbasis pada Pembagian Forum Internum dan EksternumDalam rangka memudahkan pemilahan antara forum internum

dan eksternum, dan dalam rangka memastikan kemampuan de-teksi dini tidak sampai jatuh pada pelanggaran hak asasi manusia,maka bagan berikut ini sangat membantu menjaga batas-batasyang ditentukan oleh norma HAM.

Merujuk pada bagan III di atas, seluruh elemen keamanan danpertahanan sipil tidak bisa masuk pada wilayah forum internumkarena merupakan hak yang tidak bisa dibatasi. Kebebasanberpikir, berhati nurani dan berkeyakinan merupakan hak dasaryang tidak bisa diintervensi bahkan oleh kekuatan negarasekalipun. Sekali lagi, Meskipun radikalisme dan terorisme padaprinsipnya bermula dari nalar dan pemahaman agama yang literalisdan anti-dialog, harus dinyatakan bahwa nalar dan pemahamantersebut masuk dalam ka tegori forum internum. Deteksi dini yangdilakukan oleh elemen-ele men keamanan dan pertahanan sipil adadi wilayah forum eksternum, yakni manifestasi dan ekspresi agamadalam bentuk kegiatan ibadah, pengamalan, dan pengajaran—ter-masuk di dalamnya adalah dakwah dan penyiaran. Berpijak padapenjelasan ini, sistem deteksi dini harus diarahkan pada pratik-praktik keagamaan seperti yang tersebut di atas, dan terutamaterkiat dengan dakwa dan penyiaran agama.

Seseorang boleh meyakini bahwa hanya agama/keyakinan-nya yang merupakan satu-satunya kebenaran sementara semuajenis agama/keyakinan salah dan masuk negara. Sejauh keyakinantersebut merupakan pemahaman pribadi dan tidak dimanifes-tasikan dalam kegiatan dakwah dan penyiaran atau penyebaranfatwa keagamaan yang dapat memicu kebencian dan permusuhan,maka hal itu masih merupakan wilayah forum internum. Berbedahalnya bila seseorang bersangkutan memanifestasikan keyakinantersebut dalam kegiatan dakwah—dan terutama keyakinan itu dite-gaskan dengan mengolok agama/keyakinan orang lain dalamrangka kebencian dan permusuhan, maka hal tersebut sudah bisaditetapkan masuk dalam wilayah forum eksternum.

Melalui contoh tersebut, secara sederhana dapat ditegaskanbahwa deteksi dini terhadap gerakan radikalisme dan terorisme—sejauh terkait dengan domain kebebasan beragama/berkeyakinan,maka harus tetap tunduk pada norma-norma HAM internasional,

74

MEREDAM TEROR

Page 87: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

yakni menghormati forum internum sebagai hak yang tidak bisa di-batasi. Sistem deteksi dini kemudian harus diarahkan secara mak-simal untuk beredar di wilayah forum eksternum. Dalam konteksgerakan radikalisme dan ekstremisme, jenis manifetasi keagamaanyang paling mudah dideteksi adalah kegiatan pengajaran, baikmelalui dakwah, pendidikan, fatwa-fatwa keagamaan yang bersum-ber pada ketokohan seseorang dan sebagainya. Tidak berlebihbila sistem deteksi dini pada domain forum eksternum ini akanlebih banyak berurusan dengan problem ujaran kebencian (hatespeech) berbasis agama/keyakinan yang dalam kadar tertentuakan menjadi kejahatan kebencian (hate crime).

c. Deteksi Dini terhadap Ujaran Kebencian dan Kejahatan Keben-cian

Meskipun radikalisme dan terorisme bermula dari nalar danpemahaman agama yang literalis dan tertutup, akan tetapi dalampraktiknya nalar keagamaan tersebut selalu dimanifestasikandalam ragam ujaran kebencian (hate speech) berbasis agama.Apakah itu ujaran kebencian? Penjelasan konseptual atas hal inimerujuk pada Pasal 20 (2) ICCPR. “Any advocacy of national, racialor religious hatred that constitutes incitement to discrimination,hostility or violence shall be prohibited by law.” [“Segala tindakanyang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras atauagama yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi,permusuhan atau kekerasan harus dilarang oleh hukum.”]

Ujaran kebencian berbasis pada kebangsaan, ras atau agama.Dalam konteks radikalisme dan ekstemisme, faktor agama jauhlebih mengemuka dibanding dengan faktor-faktor lainnya. Hal yangharus dipertimbangkan untuk menetapkan suatu ujaran sebagathate-speech adalah isinya (content) yang merupakan hasutandalam rangka melakukan [1] diskriminasi; [2] permusuhan; [3] kek-erasan. Di Indonesia peraturan regional yang mengatur hate-speech adalah Surat Edaran Kapolri No: SE/6/X/2015 tentangPenanganan Ujaran Kebencian [Hate Speech] Pada Poin 2 (f) SEtersebut ditegaskan bahwa, “Ujaran kebencian dapat berupa tin-dak pidana yang diatur oleh KUHP dan ketentuan pidana lainnya,meliputi: [1] penghinaan; [2] pencemaran nama baik; [3] penistaan;[4] perbuatan tidak menyenangkan; [5] memprovokasi; [6] meng-

75

MEREDAM TEROR

Page 88: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

hasut, dan; [7] penyebaran berita bohong, dan semua tindakan diatas memiliki tujuan atau berdampak tindak diskriminasi, kek-erasan, penghilangan nyawa, dan/atau konflik sosial.”

Baik pasal 20 (2) ICCPR maupun SE Kapolri No: SE/6/X/2015dapat dijadikan sebagai rujukan untuk melakukan deteksi dini atasgejala radikalisme dan ekstremisme. Meskipun demikian, tindakandeteksi dini tetap harus berhati-hati karena semua ujaran kebencianbiasanya selalu beririsan dengan hak kebebasan berpendapat dankebebasan beragama/berkeyakinan. Atas dasar ini, elemen-elemenkeamanan dan pertahanan sipil yang terlibat dalam proses deteksidini harus memperhatikan unsur-unsur dan motif tindakan seba-gaimana diatur dalam ICCPR. Intinya, hate-speech selalu dicirikanoleh oleh motifnya dalam menciptakan permusuhan, diskri minasidan ke kerasan. Dalam rangka memastikan batas, mana tindakanyang masih masuk dalam ruang lingkup kebebasan ber pendapatdan mana tindakan yang sudah masuk dalam hate-speech, elemen-elemen keamanan dan pertahanan sipil perlu memperhatikanbatas-batas yang dirumuskan dalam bagan berikut ini.

Bagan IV

76

MEREDAM TEROR

l Agama/keyakinansaya adalah satu-satunya yangbenar--mereka yangmemelukagama/keyakinanlain adalah sesat,kafir, menyimpang,pengikut setan(thoghut) karena itumereka halal darah-nya, jangan biarkanmereka berkeliarandi sini, sudah se-harunya kita habisimereka.

l Agama/keyakinansaya adalah satu-satunya yangbenar--mereka yangmemelukagama/keyakinanlain adalah sesat,kafir, menyimpang,pengikut setan(thoghut) karena itusudah seharusnyamereka dibatasi,bahkan bila perludiusur dari wilayahini.

l Agama/keyakinansaya paling benar,agama/keyakinanlain salah dan akanmasuk neraka; satu-satunyaagama/keyakinanyang benar di sisiTuhan adalahagama saya.

Kebebasanberpendapat

Hate-Speech Hate-Crime

Page 89: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Contoh pada kolom pertama tidak dapat diidentifikasi sebagaihate-speech karena menyatakan hanya ada satu agama/keyakinanyang benar merupakan kadar keimanan yang lazim dimiliki olehsemua pemeluk agama/keyakinan. Contoh tersebut dikategorikanmasih dalam batas wilayah kebebasan berekspresi. Berbeda hal-nya dengan contoh pada kolom kedua. Contoh tersebut bisa di-identifikasi sebagai hate-speech karena di dalam pernyataantersebut tampak sekali maksud ujaran adalam dalam rangka men-dorong tindak diskriminasi, pemusuhan, dan kekerasan, bahkanbisa berdampak pada penghilangan nyawa, dan/atau konflik sosial.Berbeda lagi de ngan contoh pada kolom ketiga karena contohtersebut merupakan derajat paling tingga suatu ujaran telahberubah menjadai kejahatan kebencian. Pada kolom ketiga, pen-gujarnya—baik individu maupun kelompok---telah membenarkanpengguanaan semua cara kekerasan dalam rangka menegaskanpandangan-pandangan yang intoleran terhadap kelompokagama/keyakinan lain.

Deteksi dini yang dilakukan oleh elemen-elemen keamanandan pertahanan sipil sudah seharusnya difokuskan pada contohkolom kedua karena gejala-gejala hate-speech merupakan tin-dakan awal bagi lahirnya berbagai macam tindakan radikal dan ek-strem atas nama agama. Dalam rangka membantu proses deteksidini, aktor-aktor keamanan dan pertahanan sipil harus mulai ramahdengan kata kunci yang selalu digunakan oleh kalangan radikalisdan ekstremis dalam membenarkan tindakan-tindakan intolerandan kekerasan yang mereka lakukan. Kata kunci tersebut biasatidak jauh dari kegemaran kalangan radikalis dalam mengafirkan(takfiri) orang/kelompok agama/keyakinan lain. Kata kunci yang ser-ing digunakan dalam tindakan hate-speech umumnya adalah: kafir,bidah, sesat, murtad, thoghut, dan seterusnya. Biasanya ujaran-ujaran tersebut mewarnai pengajaran, dakwah, dan penyiaran—baik secara konvensional maupun dengan menggunakan berbagaimedia elektronik dan online.

Secara keseluruhan, tindakan hate-speech merupakan titikpijak dari semua aksi kekerasan dan permusuhan yang diwujudkanoleh gerakan radikalisme. Pada prinsipnya hate-speech merupakanperwujudan dari cara beragama yang intoleran. Harus tetap diingatbahwa dalam kadar tertentu apa yang disebut sebagai ‘kafir’ dan

77

MEREDAM TEROR

Page 90: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

‘thoghut’ bisa juga mengarah pada lembaga-lembaga negara, sim-bol-simbol negara, dan dasar-dasar kebangsaan. Hal ini karenawatak dasar gerakan radikalisme adalah anti-sistem dan memilikiambisi luar biasa dalam mengganti sistem apapun dengan syariatatau kekhalifahan Islam atau model Pan-Islamisme. Secara faktualyang menjadi target dan sasaran tindakan hate-speech dan kek-erasan yang mengikutinya bukan hanya komunitas bedaagama/keyakinan, tetapi juga negara dapat aparatur-aparaturnya.Tindakan deteksi dini harus memiliki kepekaan yang prima dalammendeteksi gejala-gejala seperti digambarkan di atas.

d. Deteksi Dini terhadap Tindakan IntoleransiKemampuan lain yang harus dimiliki oleh elemen-elemen kea-

manan dan pertahanan sipil adalah kemampuan menangkap ge-jala-gejala intoleransi sebagai ciri mendasar radikalisme danekstremisme. Intoleransi pada prinsipnya diekspresikan olehkebencian terhadap perbedaan yang ditindaklanjuti dengan ambisiuntuk memusuhi, menghasut, menyerang, dan menciptakan konflikatas individu atau kelompok yang dianggap beda. Ada banyak tin-dakan yang dapat diidentifikasi sebagai intoleransi, akan tetapiulasan ini hanya akan menyebut beberapa saja contoh yang palingsering ditemukan dalam pengalaman-pengalaman gerakanradikalisme dan ekstremisme di Indonesia.

1) Anti Keragaman. Gerakan radikalisme dan ekstremisme selaludidorong oleh cita-cita normatif dalam mewujudkan tatananyang bersifat tunggal dan homogen. Bila radikalisme memim -pinan sistem khilafah Islamiyah, maka sesungguhnya yang di-maksud adalah suatu sistem diimajinasikan sesuai denganortodoksi Islam di masa lalu, meski sesungguhnya hal tersebutbersifat a-historis. Karenaya yang tersisa hanyalah suatu imaji-nasi tentang masyarakat homogen yang dikendalikan olehkekuasaan tunggal. Imajinasi seperti ini telah menjadikan ger-akan radikalisme dan ekstremisme menjadi gerakan yang san-gat anti-perbedaan, heterogenitas, pluralitas, keragaman. Halini menjadi salah satu ciri yang paling menonjol.

2) Anti-lokalitas. Bagian lain dari anti-keragaman adalah peno-lakannya terhadap hal-hal (terutama yang terkait dengan nilai-

78

MEREDAM TEROR

Page 91: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

nilai agama) yang bersifat lokal. Semua aktivitas keagamaanyang berbau lokal dan diangggap menyimpang dari ortodoksiagama ditetapkan sebagai bidah, menyimpang, bahkan men-odai agama. Organisasi-organisasi radikal umumnya sangat antiterhadap tradisi ziarah kubur, tahlilan, yasinan, dan apa sajayang dipandang sebagai hasil dari sintesis kreatif antara nor-mativitas agama dan partikularitas kesejarahan manusia.

3) Menyerang hak orang atau kelompok lain. Watak literalis danideologi tertutup yang dikembangkan oleh organisasi-organ-isasi radikalis menjadikan mereka sangat berambisi dalam ‘men-taubatkan’ individu atau kelompok lain yang dianggap kafir dansesat. Secara faktual upaya ini seringkali dibarengi dengan cara-cara kekerasan. Hasilnya, gerakan radikalisme akhirnya sangatmudah menyerang hak dan kebebasan individu atau kelempoklain yang dianggap kafir dan sesat. Selain kasus penyesatan, bi-asanya mereka terdepan dalam penolakan terhadap berdirinyarumah-rumah ibadah agama lain. Mereka juga segan menggu-nakan ragam cara kekerasan untuk menegaskan bahwa oranglain kafir dan sesat.

4) Anti-sistem. Watak dasar gerakan radikalisme lainnya adalahanti-sistem. Semua sistem yang dianggap tidak bersumber padaortodoksi agama (betapapun yang dimaksud sebagai ortodoksiagama tidak lain adalah satu tafsir dogmatis yang mereka per-caya), merupakan sistem kafir dan thoghut, sehingga harusdiperangi. Dalan pengalaman di Indonesia, gerakan radikalumumnya menolakan demokrasi dan seluruh sistem negarakarena dianggap thoghut.

5) Anti-Pancasila. Penolakan terhadap Pancasila sesungguhnyasatu paket dengan sikap anti-sistem. Meski gerakan ini hanyabisa hidup di negara-negara yang menganut asas demokrasi,akan tetapi mereka cenderung melakukan permusuhan abadidengan sistem dan dasar negara. Salah satu ekspresi yang be-lakang paling sering dijumpai adalah penolakan kalanganradikalis terhadap Pancasila. Semua ciri di atas merupakan yangpaling menonjol. Tentu saja, identifikasi atas ciri-ciri gerakanradikalis dan ekstremis dapat dikembangkan lagi secara lebihterperinci.

79

MEREDAM TEROR

Page 92: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

e. Deteksi Dini terhadap Fakta dan Identitas Permukaan (SurfaceIdentity)

Selain hal-hal konseptual sebagaimana dipaparkan sebelum-nya, gerakan radikalisme dan ekstremisme juga dapat dideteksidari fakta dan identitas permukaan (suface identity) yang biasa di-tampilkan oleh para pelaku-pelakunya. Tentu saja, ciri-ciri yang di-maksud bersifat artifisial dan oleh pelakunya sendiri sudah disadarisebagai hal yang mengundang perhatian dan cenderung dihindari.Bagaimanapun pelaku-pelaku gerakan radikalisme dan ekstrem-isme memiliki kemampuan luar biasa dalam membaur denganmasyarakat luas sehingga keberadaan mereka tidak mudah dide-teksi. Organisasi-organisasi radikal juga terus mengalami transfo-masi sehingga keberadaannya cenderung terselubung,bersembunyi, dan bahkan berkamuflase terus menerus. Hal inilahyang membuat setiap perge rakan aktor-aktor radikalisme dan ek-stremisme tidak mudah diketahui.

Bagaimanapun, aktor-aktor radikalisme dan ekstremismesalah satunya dipertemukan dan disatukan oleh kebutuhan akanidentitas, dan oleh karena itu selalu ada celah untuk melakukandeteksi dini di bagian fakta permukaan ini. Meskipun identifikasi dibagian ini cenderung tidak memadai untuk menghasilkan deteksidini yang valid dan akurat, akan tetapi sebagai pengetahuan umumtetap dibutuhkan bagi elemen-elemen keamaan dan pertahanansipil. 1) Secara kovensional, pelaku-pelaku radikalisme dan ekstrem-

isme mudah diidentifikasi berdasarkan gaya berpakaian, celanacingkrang, berjenggot, dan jidat hitam, memakai cadar bagiyang perempuan. Pandangan demikian lazim karena merekapada umumnya menetapkan ‘otentisitas’ beragama (ber -dasarkan tafsir parsial mereka) di semua hal, hingga caraberpakaian. Meski begitu, dalam perkemba ngan mutakhir ciri-ciri seperti ini tidak selalu benar. Aktor-aktor radikalisme dan ek-stremisme mengalami evolusi dan memiliki kemampuan luarbiasa untuk berkamuflase. Pendek kata, ciri-ciri fisik dan gayaberpakain, tidak lagi bisa menjadi acuan untuk mendeteksiaktor-aktor radikalisme.

2) Secara konvensional, pelaku-pelaku radikalisme dan ekstrem-isme juga dikenal dengan sikap tertutup dan tidak bersosial-

80

MEREDAM TEROR

Page 93: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

isasi. Sekali lagi, ciri ini juga tidak selalu benar. Faktanya, merekasemakin memiliki kemampuan untuk membaur dan bersosial-isasi secara luas dengan masyarakat.

3) Bila tidak banyak fakta permukaan yang bisa dijadikan sebagaisarana untuk melakukan deteksi dini aktor-aktor radikalismedan terorisme, maka satu-satunya ciri yang paling tersama yangpotensial dideteksi adalah ragama sikap dan identitas yangparadoks (hal-hal kecil yang bertolak belakang dalam diri danidentitas seseorang atau komunitas). Tentu saja upaya identi-fikasi dan deteksi dini tidak dengan mudah dilakukan karenaberbagai hal yang cenderung tersamar dan terbiaskan.

2. Pencegahan Pencegahan merupakan tahap kedua dalam skema progra-

matik. Baik tahap deteksi dini maupun tahap pencegahan bukanmerupakan dua hal yang bersifat parsial, keduanya saling terkaitdan beririsan. Dalam praktiknya, upaya-upaya deteksi dini akan se-lalu berjalan bersamaan yang pencegahan dini. Perbedaanya, biladeteksi dini lebih terkait dengan hal-hal konseptual terkait dengangerakan radikalisme dan ekstre misme, sementara itu tahappencegahan cenderung merupakan langkah-langkah strategis dantaktis yang harus dikembangkan oleh elemen-elemen keamanandan pertahanan sipil dalam menangani gerakan radikalisme.

Secara umum, tahap pencegahan menekankan pendekatanHAM dibandingkan tahap deteksi dini. Seluruh elemen keamanandan pertahanan sipil harus diedukasi untuk terus menggunakanframework hak asasi manusia dalam penanganan radikalisme. Se-bagaimana sudah dipaparkan sebelumnya, penanganan radikalis -me yang over-offensive cenderung melahirkan mata rantai masalahpelanggaran HAM. Pencegahan radikalisme dan terorisme harustetap dijalankan dengan menjunjung tinggi martabat dan hak-hakdasar setiap individu atau kelompok, terutama domain hak kebe-basan beragama/berkeyakinan. Prinsip lain harus tetap ditekankanadalah model penangangan yang bebas dari tindakan-tindakankeke rasan dan main hakim sendiri. Seluruh elemen keamanan danpertahanan sipil harus memiliki komitmen moral atas hal ini. Merekaharus diyakinkah bahwa tindakan kekerasan hanya sah dilakukanoleh aparat penegak hukum, dan itupun merupakan opsi terakhir.

81

MEREDAM TEROR

Page 94: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Dalam skema program “Counter Violence Extremism untukAnggota Keamaan dan Pertahanan Sipil” ini, tahap pencegahanlebih berisi tentang panduan teknis tentang bagaimana merevital-isasi fungsi-fungsi keamanan dan pertahanan sipil di unit sosialyang pa ling kecil.

a. RT dan RW sebagai Ujung TombakSkema pencegahan radikalisme dan ekstremisme harus

di mulai dengan memberdayakan peran ketua RT dan RW seba-gai unit terkecil masyarakat, sekaligus ujung tombok pemerinta-han. Bila ruang gerak aktor-aktor radikalisme terus berpindah darikampung ke kampung yang lain, dari perumahan ke perumahanyang lain, maka pintu masuk gerakan mereka sesungguhnyabermula dari kelalaian dan sikap tidak waspada di unit RT danRW. Sikap tidak waspada dan administrasi kependudukan yanglonggar, akan terus menjadi pintu masuk bagi persembunyianaktor-aktor gera kan radikal.

Masyarakat yang permisif dan sistem pemerintahan yangtidak waspada di bagian ujung tombak ini, secara faktual telahmenjadi ‘surga’ bagi pergerakan aktor-aktor radikalisme danterorisme. Setiap terjadi peristiwa penyergapan terhadap aktor-aktor terorisme, umumnya warga sekitar di lingkungan RT danRW me ngaku tidak tahu menahu keberadaan aktor-aktor teroristersebut di lingkungan mereka. Atas dasar inilah, setiap Ketua RTdan Ketua RW harus memiliki kesadaran baru sebagai ujungtombak skema pencegahan. Hal pertama yang harus dilakukanadalah dengan melakukan pe nertiban administrasi kepen-dudukan, terutama terkait dengan sirkulasi keluar-masuk wargayang melakukan pindah domisili. Ketua RT dan Ketua RW menjadifaktor kunci yang mengendalikan administrasi pindah domisili,dan melalui pintu ini juga pergerakan pelaku-pelaku gerakanradikalisme dan ekstremisme dapat dideteksi lebih mudah.

b. Revitalisasi Musyawarah WargaMusyawarah warga sebagai di tingkat RT dan RW juga

pen ting untuk direvitalisasi dalam rangka inklusi sosial dan de-teksi dini. Harus dicatat, kohesi sosial yang tinggi di unit terkecilmasyarakat selalu lahir dari intensitas pertemuan yang difasilitasi

82

MEREDAM TEROR

Page 95: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

oleh RT dan RW. Belakangan forum-forum warga tersebut mulaiberkurang bahkan sebagiannya hilang. Komunikasi antarwargalebih banyak diwakili oleh social media daripada tatap muka. Halini juga merupakan faktor kerentatan tata sosial yang mudah di-manfaatkan menjadi ruang gerak aktor-aktor radikalisme danterorisme. Atas dasar ini, RT dan RW seharunya merevitalisasikembali forum-forum musyarawah warga sebagai wadahbersama untuk saling mengenal dan memahami satu denganlainnya. Semakin revital forum-forum musyawarah warga, akansemakin semput ruang gerak aktor-aktor radikalisme dan ek-stremisme.

c. Revitalisasi Fungsi PoskamlingSaat ini Poskamling hampir kehilangan fungsinya. Dalam

wujudnya fisiknya, Poskamling mungkin masih bisa ditemukan disetiap lingkungan RT dan RW, akan tetapi fungsi-fungsi Poskam-ling sesungguhnya sudah lama hilang. Dahulu, ketika Poskamlingmasih berfungsi secara baik, bukan hanya sistem keamanan danpertahanan kampung yang terpupuk baik, tetapi juga sikap ke-waspadaan masyarakat juga menjadi faktor kunci keamanankampung atau perumahan. Hilangkang fungsi Poskamling harusdibayar de ngan malah dengan menipisnya kewaspadaan tiaporang terhadap lingkungannya. Sekali lagi, hal ini juga potensialmenjadi pintu masuk bagi pergerakan aktor-aktor radikalismedan terorisme. Atas dasar pemikiran inilah, Poskamling seharus-nya direvitalisasi dan dikembalikan fungsinya dalam rangkamenumbuhkan sikap waspada setiap anggota masyarakat.

d. SOP untuk Hansip dan Satpam Di hampir semua perumahan modern saat ini, fungsi

Poskamling telah digantikan oleh Hansip atau Satpam yang digajisecara profesional untuk menjalankan fungsi keamanan peruma-han. Keamanan masyarakat kemudian semata-mata menjaditugas dan tanggung jawab Hansip dan Satpam. Masyarakat se-cara umum semakin abai dan tidak merasa memiliki tanggungjawab bersama untuk urusan keamanan kampung. Perumahan-perumahan mo dern menjadi lokasi yang paling mudah digu-nakan sebagai tempat persembunyian aktor-aktor radikalisme

83

MEREDAM TEROR

Page 96: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

dan terorisme, salah satu nya juga karena faktor ini.

Bagaimanapun urusan keamanan dan pertahanan sipil se-harusnya tetap menjadi urusan bersama seandainya ada upaya re-vitalisasi forum musyawarah warga dan Poskamling. Posisi Satpamdan Hansip seharunya berjalan bersamaan dengan sikap waspadayang terus dipupuk. Tekait dengan Hansip dan Satpam, seharusnyamulai ada SOP yang bisa membantu dan memandu mereka dalammelakukan deteksi dini atas gejala radikalisme dan ekstremismedi tingkat kampung atau perumahan. Salah satu SOP yang sangatpenting misalnya terkait dengan arus informasi di dalam sistemkeamanan kampung. Bila seorang Satpam atau Hansip menangkapgejala adanya aktor-aktor radikalisme yang sedang berkamuflasedi sebuah kampung, Satpam atau Hansip bersangkutan harusnyamenjalankan SOP standar pelaporan, baik kepada Ketua RT/RWmaupun kepada pihak kepolisian.

Atas dasar inilah program “Counter Violence Extremism untukAnggota Keamaan dan Pertahanan Sipil” harus juga berkontribusipada penyusunan suatu penduan cerdas yang bisa dijadikan olehSatpam dan Hansip dalam upayanya melakukan deteksi dini danpencegahan radikalisme dan ekstremisme. Bisa saja panduantersebut diwujudkan dalam bentuk buku saku atau berbentuk‘buku cerdas’ untuk Satpam dan Hansip.

Daftar Pustaka

84

MEREDAM TEROR

Page 97: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Catatan Kaki:

1 Tentang sejarah kelompok radikal Islam banyak diulas oleh BusyroMuqqodas dalam bukunya “Hegemoni Rezim Intelejen: SisiGelap Peradilan Kasus Komando Jihad”, terbitan PUSHAM UIIYogyakarta tahun 2011.

2 Geurrero, Anna Leon. 2016. Social Problems: Community, Policy andSocial Action. Fifth Edition. Sage

3 Manullang, A.C. 2001. Menguak Tabu Intelijen Teror, Motif dan Rezim.Jakarta: Panta Rhei.

4 UU No. 15 tahun 2003 adalah penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 tahun 2002Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Regulasi inimerespon kejadian serangkaian bom yang marak sejak tahun2000 dan Bom Bali I Oktober 2002.

5 Resolution 1566 (2004) adopted by the UN Security Council at its5053rd meeting, on 8 October 2004 (S/RES/1566 (2004),<http://www.un.org/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/1566 (2004)>. This resolution is not legally binding.

6 Umar, Nasaruddin. Deradikalisasi Pemahaman Al-Qur’an & Hadis.Jakarta: Gramedia, 2014.

7 Tahir, Sueb., Abdul Malik, Khoirul Anam. 2016. EnsiklopediPencegahan Terorisme. Badan Nasional PenanggulanganTerorisme (BNPT).

8 Schmid, Alex P (ed). 2011. The Routledge Handbook of Terrorism Re-search. New York: Routledge.

9 Borum, Randy. 2010. Understanding Terrorist Psychology. MentalHealth Law and Policy Faculty Publications, University of SothFlorida.

10 Ali Imran adalah adik Amrozi, salah satu pelaku Bom Bali 1 menjalanivonis hukuman seumur hidup dan sejak tahun 2004 membantukepolisian dalam penguraian dan pengungkapan jaringan danderadikalisasi terorisme di Indonesia.

85

MEREDAM TEROR

Page 98: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

11 OSCE. 2014. Preventing Terrorism and Countering Violent Extremismand Radicalization that Lead to Terrorism: A Community-PolicingApproach. Vienna: Organization for Security and Co-operationin Europe.

12 UU No. 15 tahun 2003 adalah penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 tahun 2002Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Regulasi inimerespon kejadian serangkaian bom yang marak sejak tahun2000 dan Bom Bali I Oktober 2002.

13 Firmansyah, Hery. 2011. Upaya Penanggulangan Tindak PidanaTerorisme di Indonesia. Mimbar Hukum, Volume 23 Nomor 2,Juni 2011 hal 237-429

14 Dikutip Firmansyah dari Soedjono. 1983. PenanggulanganKejahatan. Bandung: Alumni.

86

MEREDAM TEROR

Page 99: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Daftar pustaka:

Atkinson, A. B., Marlier, E., & Nolan, B. (2004). Indicators and targetsfor social inclusion in the European Union. Journal of CommonMarket Studies (JCMS), 42(1), 47–75.

Berman, Y., & Phillips, D. (2000). Indicators of social quality and socialexclusion at national and community level. Social Indicators Re-search, 50(3), 329–350.

Black, A., & Hughes, P. (2001). The identification and analysis of indi-cators of community strength and outcomes. FaHCSIA Occa-sional Paper, (3). Joondalup: Edith Cowan University. Availableonline at: http://www.dss.gov.au/sites/default/files/documents/ -05_2012/no.3.pdf

Borum, Randy. 2010. Understanding Terrorist Psychology. MentalHealth Law and Policy Faculty Publications, University of SothFlorida.

Borum, R. (2011a). Radicalization into violent extremism I: A review ofsocial science theories. Journal of Strategic Security, 4(4), 7–36.

Correa-Velez, I., Gifford, S. M., & Barnett, A. G. (2010). Longing to be-long: Social inclusion and wellbeing among youth with refugeebackgrounds in the first three years in Melbourne. Australia. So-cial Science & Medicine, 71(8), 1399–1408.

Divitiis, V. (2015) ‘Human Security: A Promising Concept to AddressTerrorism-related Threats’, dalam Lombardi, M., Ragab, E., Chin,Y, Dandurand, Y., Divitiis, C., Burato, A (eds), Countering Radi-calisation and Violent Extremism Among Youth to Prevent Ter-rorism, IOS Press, Milan.

Ferguson, Kate. 2016. A Review of The Evidence: Countering ViolentExtremism Through Media and Communication Strategies. Re-search Associate, Partnership for Conflict, Crime and SecurityResearch, University of East Anglia.

Firmansyah, Hery. 2011. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Teror-isme di Indonesia. Mimbar Hukum, Volume 23 Nomor 2, Juni2011 hal 237-429

87

MEREDAM TEROR

Page 100: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Geurrero, Anna Leon. 2016. Social Problems: Community, Policy andSocial Action: Fifth Edition. Sage

Helen Maras, Marie. 2014. Terrorism Reader. Florida: CRC Press.

Lombardi, Marco (eds). 2015. Countering Radicalisation and ViolentExtrimism Among Youth to Prevent Terrorism. IOS Press.

Manullang, A.C. 2001. Menguak Tabu Intelijen Teror, Motif dan Rezim,Jakarta: Panta Rhei.

Moghaddam, F. M. (2006). From the terrorists’ point of view: What theyexperience and why they come to destroy. Westport/London:Praeger Security International.

Mohanty, I., & Tanton, R. (2012). A well-being framework with adaptivecapacity (No. 12/17). National Centre for Social and EconomicModelling, University of Canberra. Available online at: http://nat-s e m . c o m . a u / s t o r a g e / 1 - W P % 2 0 1 7 % 2 0 - % 2 0 W e l l -being%20and%20adaptive%20capacity%20-%20Mohanty%20and%20Tanton.pdf

OSCE. 2014. Preventing Terrorism and Countering Violent Extremismand Radicalization that Lead to Terrorism: A Community-PolicingApproach. Vienna: Organization for Security and Co-operationin Europe.

Ponic, P., & Frisby, W. (2010). Unpacking assumptions about inclusionin community-based health promotion: perspectives of womenliving in poverty. Qualitative Health Research, 20 (11), 1519–1531.

Ramakrisna, Kumar dan See Seng Tan (eds). 2003. After Bali: TheThreat of Terrorism Southeast Asia. Institute of Defence andStrategic Studies. Nanyang Technological University, Singaporeand World Scientific Publishing Co.

Schmid, Alex P (ed). 2011. The Routledge Handbook of Terrorism Re-search. New York: Routledge.

Shortall, S. (2004). Social or economic goals, civic inclusion or exclu-sion? An analysis of rural development theory and practice. So-ciologia Ruralis, 44(1), 109–123.

Silver, H. (1994). Social exclusion and social solidarity: Three para-digms. International Labour Review, 133(5, 6), 531–578.

Soedjono. 1983. Penanggulangan Kejahatan. Bandung: Alumni.

88

MEREDAM TEROR

Page 101: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Viano, E. (2015) ‘Investigating and Preventing Terrorism in MulticulturalUrban Settings: Is a Balanced Approach Possible?’, dalam Lom-bardi, M., Ragab, E., Chin, Y, Dandurand, Y., Divitiis, C., Burato,A (eds), Countering Radicalisation and Violent ExtremismAmong Youth to Prevent Terrorism, IOS Press, Milan.

Wilson, L. (2006). Developing a model for the measurement of socialinclusion and social capital in regional Australia. Social Indica-tors Research, 75(3), 335–360

Sumber Internet:

www. Awas-aja.com. 7 Kasus Terorisme Paling Heboh dan Terbesar diIndonesia. (diakses pada 14 Juni 2017)

www.m.kumparan.com. Rentetan Bom Bunuh Diri Di Indonesia (diak-ses pada 14 Juni 2014).

https://m.tempo.co/read/news/2015/03/20/115651469/10-organisasi-teroris-paling-berbahaya-di-dunia (diakses pada 15 Juni 2017)

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151223132803-12-100059/kapolri-sebut-ada-9-jaringan-teroris-di-indonesia/ (diak-ses pada 15 Juni 2017)

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20170117113206-20-186873/evolusi-jaringan-teroris-indonesia/ (diakses pada 15 Juni2017)

https://news.detik.com/internasional/d-3393360/as-nyatakan-jamaah-ansharut-daulah-jad-sebagai-organisasi-teroris (diakses pada 15Juni 2017)

https://damailahindonesiaku.com/terorisme/penegertian-terorisme/(diakses pada 16 Juni 2017)

http://gemintang.com/dunia-film-musik/serangkaian-aksi-terorisme-yang-pernah-terjadi-di-indonesia/ (diakses pada 18 Juni 2017)

http://nasional.kompas.com/read/2016/08/22/14591791/teroris.di.in-donesia.dulu.dan.sekarang. (diakses pada 18 Juni 2017)

89

MEREDAM TEROR

Page 102: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

http://news.liputan6.com/read/2685794/polri-pengantin-bom-bekasi-akrab-dengan-terduga-teroris-tangsel (diakses pada 18 Juni2017)

http://www.awas-aja.com/2016/02/7-kasus-terorisme-heboh-terbesar-indonesia.html (diakses pada 18 Juni 2017)

http://www.muslimdaily.net/artikel/opini/data-sejarah-bom-di-indone-sia-sejak-orde-lama-kenapa-muslim-selalu-menjadi-kambing-hitam.html (diakses pada 18 Juni 2017)

https://www.voaindonesia.com/a/bnpt-kelompok-teroris-makin-gen-car-gunakan-jejaring-sosial/1532912.html (diakses pada 20 Juni2017)

90

MEREDAM TEROR

Page 103: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

91

MEREDAM TEROR

Page 104: MEREDAM - UNDP | Procurement Notices

Radikalisme dan Terorisme merupakan fenomena global yangmenjadi tantangan seluruh negara di dunia. Tidak hanya di Indone-sia, bangsa-bangsa lain juga sedang berhadapan dengan kelompok-kelompok teror. Pelbagai cara telah ditempuh, pelbagai lembagaanti-teror telah dibentuk. Sejak tahun 2004, Indonesia telah resmimembentuk Detasemen Khusus (DENSUS) 88, satuan khusus yangbertugas menangani terorisme. Konsep yang dibangun dalam sat-uan ini adalah Counter-Terorism, dengan mengedepankan tindakanrepresif untuk melawan kelompok teror.

Buku ini menawarkan suatu konsep terbaru, melalui pen-dekatan Counter Violence Extrimism (CVE). Secara konseptual, CVEadalah evolusi dari Counter-Terorism yang dianggap tidak lagimemadai dalam menangani kasus-kasus terorisme. Berbeda den-gan Counter-Terorism, pendekatan CVE lebih menekankan padaproses pencegahan (tindakan preventif) terhadap ancamanradikalisme dan terorisme. Pelibatan seluruh stakeholder—termasukelemen masyarakat—merupakan kata kunci yang ditawarkan olehpendekatan CVE. Pelibatan masyarakat merupakan wujud nyata darisistem demokrasi. Dimana negara tidak lagi berjalan sendiriandalam mengatasi masalah-masalah terorisme.