19
2. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian mengenai “Eksplorasi Potensi dan Fungsi Senyawa Bioaktif Ascidian Didemnum molle sebagai Antifouling” dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai pada bulan Maret 2011 dan berakhir pada bulan Juni 2011. Pengambilan sampel Didemnum molle dilakukan di Kepulauan Seribu, khususnya di sekitar Pulau Pramuka. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Bioteknologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan FPIK-IPB; Pusat Studi Biofarmaka-LPPM IPB; Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA-IPB. 3.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang digunakan saat eksplorasi potensi stok alami dan eksplorasi senyawa bioaktif. Daftar alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Alat dan Bahan Penelitian Tahapan Alat Bahan eksplorasi potensi stok alami 1. Pengambilan data Alat scuba diving (AmScud) Rol meter 50 meter Transek kuadrat 1m × 1m Hand GPS Garmin Kamera underwater Sabak dan pensil eksplorasi senyawa bioaktif 2. Pengambilan sampel Alat scuba diving Timbangan digital Cool box Es batu Kamera underwater Kertas label 11

Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

  • Upload
    marman

  • View
    166

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

2. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi

Penelitian mengenai “Eksplorasi Potensi dan Fungsi Senyawa Bioaktif

Ascidian Didemnum molle sebagai Antifouling” dilaksanakan selama 4 bulan,

dimulai pada bulan Maret 2011 dan berakhir pada bulan Juni 2011. Pengambilan

sampel Didemnum molle dilakukan di Kepulauan Seribu, khususnya di sekitar

Pulau Pramuka. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Biokimia dan

Bioteknologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan FPIK-IPB;

Pusat Studi Biofarmaka-LPPM IPB; Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan,

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA-IPB.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu yang digunakan saat eksplorasi potensi stok alami dan eksplorasi

senyawa bioaktif. Daftar alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Alat dan Bahan Penelitian

Tahapan Alat Bahan

eksplorasi potensi stok alami

1. Pengambilan data

Alat scuba diving (AmScud)

Rol meter 50 meter

Transek kuadrat 1m × 1m

Hand GPS Garmin

Kamera underwater

Sabak dan pensil

eksplorasi senyawa bioaktif

2. Pengambilan sampel

Alat scuba diving

Timbangan digital

Cool box

Es batu

Kamera underwater

Kertas label

11

Page 2: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

Tahapan Alat Bahan

Ember Keranjang Jaring

Plastik Karet gelang

3. Ekstraksi dan evaporasi

Erlenmeyer Gelas ukur Orbital shaker Corong kaca Botol kaca Sudip Rotary vacuum evaporator

n-heksan Etil asetat Metanol Kertas saring Whatman

4. Uji fitokimia

Spot test Gelas ukur Kompor listrik Tabung reaksi Pipet Sudip Gegep Penangas air Cawan Vortek

Hasil ekstrak metanol Hasil ekstrak etil asetat Hasil ekstrak n-heksan NH3 Kloroform H2SO4 2M Pereaksi dragendroff Pereaksi meyer Pereaksi wagner Dietil eter H2SO4 pekat CH3COOH anhidrat Akuades

5. Uji aktivitas antifouling

Kuas Alat Dasar Selam Suntikan Tali tambang

Kamera underwater Bahan substrat kayu Bahan substrat besi Bahan substrat beton

Hasil ekstrak metanol Cat biasa Sabak dan pensil

3.3. Penentuan Stasiun Pengamatan dan Pengambilan Sampel

Penentuan stasiun pengamatan dan pengamblan sampel Didemnum molle

dilakukan berdasarkan sampel acak yang mewakili beberapa bagian wilayah di

sekitar Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Lokasi pengamatan dan pengambilan

sampel ascidian Didemnum molle tersebut disajikan pada Gambar 4.

12

Page 3: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

Gambar 4. Lokasi Pengambilan Sampel dan Survei Potensi Stok Didemnum molle di Kepulauan Seribu

1

2

3

4

5

Page 4: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif
Page 5: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

3.4. Pengambilan Data Potensi Stok Alami

Pengamatan potensi stok alami ini meliputi distribusi dan persentase tutupan

ascidian. Pada masing-masing stasiun pengamatan, dibentangkan rol meter yang

arahnya tegak lurus dengan garis pantai sebagai transek garis. Selanjutnya pada

transek tersebut ditentukan empat titik pengambilan data yang dibedakan

berdasarkan kedalaman, yakni pada kedalaman 3, 6, 9, dan 12 meter.

Pengambilan data ascidian dilakukan dengan metode kuadrat (Suharsono,

1995), yaitu menggunakan besi berdiameter 8 mm, ukuran 1m × 1m yang

diletakkan secara acak pada setiap titik sampling dan dilakukan sebanyak tiga

ulangan. Jenis ascidian yang ditemukan pada setiap kuadrat dicatat dan dihitung

serta diidentifikasi berdasarkan morfologi tubuh dan warna yang disesuaikan

dengan buku identifikasi yang berjudul Tropical Pacific Invertebrate (Colin dan

Arneson, 1995). Pengambilan data tersebut disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Pengambilan Data Potensi Stok Alami

Tegak lurus dengan garis pantai

Rol meter

Transek kuadrat 1m x 1m

3 m

6 m

9 m

12 m

14

Page 6: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

3.5. Pengambilan Sampel dan Pembuatan Substrat

Sampel Didemnum molle diambil di perairan Kepulauan Seribu, khususnya

di sekitar Pulau Pramuka. Sampel tersebut kemudian disimpan di dalam coolbox

selama perjalanan untuk menjaga kesegarannya, dan disimpan dalam freezer

sampai akhirnya sampel tersebut akan diekstrak.

Selama menunggu hasil laboratorium untuk memperoleh senyawa bioaktif

dari Didemnum molle, dapat dilakukan pembuatan substrat untuk uji aktivitas

antifouling. Substrat yang dibuat sebanyak tiga jenis substrat dengan jumlah

masing-masing 18 kotak yang berukuran 10cm × 10cm. Adapun tiga jenis

substrat ini terdiri dari bahan beton yang merupakan tiruan dari jenis bangunan

pantai seperti dermaga dan pelabuhan; bahan besi yang merupakan tiruan dari

bahan kapal laut atau pipa bawah laut; bahan kayu sebagai tiruan dari kapal

nelayan atau bangunan pantai.

3.6. Ekstraksi dan Evaporasi Komponen Antifouling

Senyawa bioaktif dapat diperoleh dengan beberapa cara, salah satunya ialah

dengan metode ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu

atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponen

tersebut. Komponen yang dipisahkan dengan ekstraksi dapat berupa padatan atau

cairan. Ada beberapa metode umum ekstraksi yang dapat dilakukan, namun

metode yang banyak digunakan adalah distilasi dan ekstraksi menggunakan

pelarut.

Ekstraksi komponen antifouling dilakukan dengan menghasilkan ekstrak

kasar terlebih dahulu. Komponen antifouling ini diperoleh melalui ekstraksi

15

Page 7: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

tunggal dengan menggunakan tiga jenis pelarut. Pelarut yang digunakan terdiri

dari pelarut polar (metanol) untuk mengekstrak senyawa polar, semi polar (etil

asetat) untuk mengekstrak senyawa semi polar, dan nonpolar (n-heksan) untuk

memisahkan lemak (lipid) atau melarutkan senyawa nonpolar. Pelarutan

menggunakan pelarut nonpolar hasil akhirnya lebih sedikit dibandingkan dengan

pelarut polar dikarenakan zat-zat bermuatan (polar) umumnya yang terlibat dalam

reaksi-reaksi untuk pemeriksaan kimia (Rivai, 1995).

Sampel segar Didemnum molle yang disimpan dalam freezer di-thawing

terlebih dahulu kemudian dipotong-potong dan dimaserasi menggunakan ketiga

pelarut tersebut dengan banyak sampel yang telah dipotong-potong 50 gram pada

masing-masing pelarut. Adapun banyaknya masing-masing pelarut yang

digunakan untuk maserasi ialah 200 ml. Sampel yang dimaserasi tersebut dikocok

menggunakan orbital shaker selama 24 jam. Hasil maserasi yang berupa larutan

disaring menggunakan kertas saring Whatman sehingga dihasilkan residu dan

filtrat. Diagram alir proses ekstraksi disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram Alir Proses Ekstraksi Tunggal

(Sumber: Quinn, 1988 in Safitri, 2010)

Pelarut PA

(Pro Analisis)

Evaporasi Filtrat Hasil

ekstrak

Maserasi dengan pelarut

selama 24 jam

Penyaringan

Sampel basah

50 gram

Pencacahan

Residu

16

Page 8: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

Hasil ekstrak (filtrat) yang diperoleh akan tergantung pada beberapa faktor,

yaitu kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran

partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, dan

perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel. Filtrat yang dihasilkan

kemudian dievaporasi untuk memisahkan pelarut dan ekstraknya. Proses

evaporasi ini menggunakan rotary vacuum evaporator sehingga dihasilkan

ekstrak kasar. Ekstrak kasar ini kemudian dimasukkan ke dalam botol dan ditutup

rapat. Botol tersebut kemudian dilapisi alumunium foil agar tidak terjadi oksidasi

dikarenakan botol yang digunakan berupa botol bening. Hasil ekstrak ini pun siap

untuk diuji fitokimia dan uji aktivitas antifouling.

3.7. Uji Fitokimia

Uji fitokimia merupakan analisis kualitatif yang mencakup pada aneka

ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh makhluk hidup

(Harborne, 1987). Pada penelitian ini dilakukan uji fitokimia untuk menentukan

komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar Didemnum molle masing-

masing pelarut. Identifikasi kandungan kimia tersebut terdiri dari uji alkaloid,

steroid/triterpenoid, fenolik, dan uji kuinon.

a. Uji Alkaloid

Alkaloid adalah golongan terbesar dari senyawa hasil metabolisme sekunder

yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran (Sirait, 2007).

Senyawa alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau

dua lebih atom nitrogen sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid yang

mengandung heterosiklik biasanya disebut alkaloid sejati, sedangkan yang tidak

17

Page 9: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

mengandung heterosiklik biasanya disebut protoalkaloid. Keduanya merupakan

turunan dari asam amino (Harborne, 1987). Beberapa senyawa yang tergolong ke

dalam alkaloid berperan sebagai pengatur pertumbuhan dan pemikat serangga

(Suradikusumah, 1989).

Pengujian keberadaan alkaloid dilakukan dengan cara mengambil sampel

sebanyak 1 ml, kemudian diberi larutan NH3 1-3 tetes, dan dipanaskan beberapa

saat. Setelah itu, ditambahkan larutan kloroform 5 ml, kemudian ditambahkan

H2SO4 2M. Sampel dengan penambahan berbagai larutan kemudian

dihomogenisasi. Lapisan asam yang terbentuk kemudian diambil dan dibagi

menjadi tiga ke dalam spot test untuk diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu

pereaksi dragendroff, meyer, dan wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan

pereaksi dragendroff terbentuk endapan merah hingga jingga, endapan putih

dengan pereaksi meyer, dan endapan coklat dengan pereaksi wagner.

b. Uji Steroid/Triterpenoid

Triterpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari

enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30

asiklik, yaitu skualena. Senyawa tersebut tidak berwarna, kristalin, memiliki titik

lebur yang tinggi, dan umumnya sulit dikarakterisasi karena secara kimia tidak

reaktif (Harborne, 1987).

Steroid merupakan triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin

siklopentana perhidrofenantrena. Pada awalnya, steroid diduga merupakan

senyawa yang hanya terdapat pada hewan (sebagai hormon seks dan asam

empedu). Saat ini, senyawa tersebut telah ditemukan pada jaringan tumbuhan

yang dikenal dengan fitosterol (Sirait, 2007).

18

Page 10: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

Pengujian keberadaan triterpenoid/steroid dilakukan dengan cara mengambil

sampel sebanyak 1 ml, kemudian diberi larutan dietil eter 1 ml, lalu dituangkan ke

dalam cawan dan ditambahkan larutan H2SO4 pekat dan larutan CH3COOH

anhidrat 1 tetes. Hasil uji dinyatakan positif dengan ditemukan kerak berwarna

merah atau ungu untuk triterpenoid dan kerak warna hijau untuk steroid.

c. Uji Fenolik

Uji fenolik pada penelitian ini terdiri dari tiga uji, yaitu uji flavonoid, uji

tanin, dan uji saponin. Flavonoid merupakan senyawa fenol terbanyak yang

ditemukan di alam, dapat larut dalam air, dan dapat terekstraksi dengan etanol

70% (Suradikusumah, 1989). Flavonoid memiliki banyak kegunaan baik bagi

tumbuhan maupun manusia. Flavonoid digunakan tumbuhan sebagai penarik

serangga dan binatang lain untuk membantu proses penyerbukan dan penyebaran

biji. Sedangkan bagi manusia, dalam dosis kecil flavon bekerja sebagai stimulan

pada jantung, dan flavon yang terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan sebagai

antioksidan pada lemak (Sirait, 2007).

Tanin merupakan substansi yang tersebar luas dalam tanaman, seperti daun,

buah yang belum matang, batang dan kulit kayu. Pada buah yang belum matang,

tanin digunakan sebagai energi dalam proses metabolisme dalam bentuk oksidasi

tanin. Tanin juga sebagai sumber asam pada buah.

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam

lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan,

bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya

membentuk busa dan menghemolisis sel darah (Harborne, 1987). Saponin

bersifat toksik terhadap ikan dan binatang berdarah dingin lainnya. Hal inilah

19

Page 11: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

yang menyebabkan saponin dapat dimanfaatkan sebagai racun ikan. Saponin

yang beracun disebut sapotoksin (Sirait, 2007).

Adapun cara untuk menguji keberadaan flavonoid, tanin, dan saponin

dengan cara menyediakan sampel sebanyak 2 ml yang dimasukkan ke dalam

tabung reaksi kemudian ditambah akuades hingga 2 kali tinggi sampel. Setelah

itu, sampel tersebut dipanaskan beberapa saat dan dibagi menjadi tiga untuk

menguji keberadaan flavonoid, tanin, dan saponin.

Cara untuk menguji keberadaan flavonoid dengan cara menambahkan

sedikit serbuk magnesium, HCl pekat, dan amil alkohol ke dalam sampel.

Kemudian dihomgenisasi dan akan terlihat lapisan amil alkohol pada bagian atas.

Hasil uji positif sampel mengandung flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya

warna jingga atau kuning pada lapisan amil alkohol.

Cara untuk menguji keberadaan tanin dengan cara menambahkan 3 tetes

FeCl3 10% ke dalam sampel, kemudian dihomogenisasi. Hasil uji positif sampel

mengandung tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam kehijauan.

Cara untuk menguji keberadaan saponin dengan cara mengocok kuat sampel

yang telah disiapkan sebelumnya. Hasil uji positif sampel mengandung saponin

ditunjukkan dengan terbentuknya busa atau buih yang stabil sekitar 15 menit dan

tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2N.

d. Uji Kuinon

Kuinon merupakan senyawa berwarna dan memiliki kromofor dasar.

Kuinon dapat diidentifikasikan berdasarkan tujuannya menjadi empat kelompok,

yaitu benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Tiga

kelompok pertama umumnya terhidroksilasi dan sering terdapat dalam sel sebagai

20

Page 12: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

glikosida atau dalam bentuk kuinon tanpa warna, dan juga bentuk dimer.

Isoprenoid kuinon terlihat dalam respirasi sel (ubikuinon) dan fotosintesis

(plastokuinon) yang secara umum terdapat dalam tumbuhan (Suradikusumah,

1989).

Adapun cara untuk menguji keberadaan kuinon dengan cara mengambil

sampel sebanyak 1 ml, kemudian ditambahkan metanol 2 ml, dan dipanaskan

selama beberapa saat. Setelah itu, ditambahkan NaOH 10% 1 ml. Hasil uji

positif sampel mengandung kuinon ditunjukkan dengan terbentuknya warna

merah.

3.8. Uji Aktivitas Antifouling

Uji aktivitas antifouling dilakukan beberapa tahap. Tahap pertama ialah

percampuran cat dengan hasil ekstrak Didemnum molle yang terbaik dari hasil uji

fitokimia. Setelah dilakukan pencampuran, cat tersebut dioleskan pada substrat

yang telah disiapkan sebelumnya menggunakan kuas. Kemudian substrat tersebut

ditanam di perairan yang banyak dijumpai biota penempel (khususnya teritip),

salah satunya di area dermaga yang menjadi tempat singgahnya kapal. Lokasi

penanaman substrat pada penelitian ini ialah di tiang-tiang dermaga Pulau Karya,

dengan cara mengikatkan substrat buatan pada tiang-tiang tersebut. Pengamatan

aktivitas antifouling dilakukan selama 1 bulan dengan melihat berapa banyak

biota penempel dan apa saja yang menempel pada substrat setiap minggunya.

Semua jenis substrat yang telah dibuat mengalami 5 perlakuan yang

dibedakan dari komposisi bahan cat dan hasil ekstrak, yaitu 100% diolesi bahan

cat (P1); 75% bahan cat ditambah 25% hasil ekstrak (P2); 50% bahan cat ditambah

21

Page 13: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

50% hasil ekstrak (P3); 25% bahan cat ditambah 75% hasil ekstrak (P4); 100%

diolesi hasil ekstrak (P5). Adapun yang menjadi kontrol dalam uji aktivitas

antifouling ini ialah substrat yang tidak mengalami perlakuan apapun. Rancangan

penanaman substrat buatan disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Rancangan Penanaman Substrat Buatan

3.9. Analisis Data

3.9.1.Struktur Komunitas Ascidian

Pengambilan data jenis dan jumlah dari masing-masing spesies pada semua

stasiun ditujukan untuk mengetahui struktur komunitas ascidian pada stasiun

pengamatan. Data tersebut diolah sehingga dapat diketahui nilai Kepadatan,

Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E), dan Indeks Dispersi

Morisita.

Kepadatan menyatakan perbandingan jumlah individu per satuan luas,

dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Brower et al., 1989):

22

Page 14: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

Di = ................................................................................................................. (1)

Keterangan:

Di = Jumlah individu ke-i per satuan luas

Ni = Jumlah individu ke-i

A = Luas pengambilan data (m2)

Indeks Keanekaragaman (H’) digunakan untuk mendapatkan gambaran

komunitas organisme secara matematis agar mempermudah analisis informasi

jumlah individu masing-masing spesies dalam suatu komunitas (Odum, 1971).

Keanekaragaman jenis ini dihitung dengan indeks Shannon-Wiener dengan rumus

sebagai berikut:

H’ = ......................................................................................... (2)

Keterangan:

H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener

pi = Perbandingan antara jumlah individu spesies ke-i (ni) dengan jumlah

individu (N)

i = 1, 2, ... n

Kategori penilaian untuk keanekaragaman jenis adalah sebagai berikut:

H’ < 1 = Keanekaragaman rendah

1 < H’ < 3 = Keanekaragaman sedang

H’ > 3 = Keanekaragaman tinggi

Indeks keseragaman (E) menggambarkan ukuran jumlah individu antar

spesies dalam suatu komunitas. Semakin merata penyebaran individu antar

spesies maka keseimbangan ekosistem akan semakin meningkat. Indeks

keseragaman menggunakan rumus sebagai berikut:

23

Page 15: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

E = ............................................................................................................ (3)

Keterangan:

E = Indeks Keseragaman

H’ = Indeks Keanekaragaman

H’ max = Indeks Keanekaragaman maksimum (log2 S)

S = Jumlah total spesies

Kategori nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1 dengan kategori

sebagai berikut:

0 < E < 0,4 = Keseragaman kecil, komunitas tertekan

0,4 < E < 0,6 = Keseragaman sedang, komunitas labil

0,6 < E < 1 = Keseragaman tinggi, komunitas stabil

Untuk mengetahui pola sebaran spesies Ascidian ditentukan dengan

menghitung indeks dispersi Morisita (Brower et al., 1989) dengan persamaan:

Id = ………………………………………………………….…..… (4)

Keterangan:

Id = Indeks Dispersi Morisita

n = Jumlah plot pengambilan contoh

N = Jumlah indvidu dalam n plot

X = Jumlah individu pada setiap plot

Pola dispersi ascidian ditentukan dengan menggunakan kriteria sebagai

berikut (Brower et al., 1989):

Id < 1 : Pola dispersi seragam

Id = 1 : Pola dispersi acak

Id > 1 : Pola dispersi mengelompok

24

Page 16: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

3.9.2. Potensi Stok Alami Ascidian

Data potensi stok alami ascidian dianalisis berdasarkan kepadatan, frekuensi

kemunculan jenis yang ditemukan, dan dominansi yang selanjutnya menentukan

Indeks Nilai Penting (INP) jenis tersebut. INP digunakan untuk menghitung dan

menduga dari peranan satu spesies atau jenis di dalam suatu komunitas (Brower et

al., 1989). Semakin tinggi nilai INP suatu spesies relatif terhadap spesies lainnya,

maka semakin tinggi peranan spesies tersebut dalam komunitasnya (Fachrul,

2007). INP dihitung berdasarkan penjumlahan nilai Kepadatan Relatif (RDi),

Frekuensi Relatif (RFi), dan Dominansi Relatif (RCi)

(Soerianegara dan Indrawan, 2005).

RDi = ....................................................................................... (5)

Keterangan:

RDi = Kepadatan relatif

Ni = Jumlah individu

= Jumlah total individu seluruh spesies

Fi = ............................................................................................................ (6)

Keterangan:

Fi = Frekuensi jenis ke-i

Pi = Jumlah Kuadran pengamatan ditemukannya suatu jenis

= Jumlah seluruh kuadran pengamatan

25

Page 17: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

RFi = ........................................................................................ (7)

Keterangan:

RFi = Frekuensi relatif

Fi = Frekuensi jenis ke-i

= Jumlah frekuensi seluruh jenis

Ci = .................................................................................................................. (8)

Keterangan:

Ci = Luas area yang tertutupi spesies ke-i

ai = Luas total penutupan spesies ke-i

A = Luas total pengambilan contoh

RCi = ....................................................................................... (9)

Keterangan:

RCi = Penutupan relatif

Ci = Luas area yang tertutupi spesies ke-i

= Penutupan seluruh spesies

INP = RDi + RFi + RCi …................................................................................. (10)

Keterangan:

INP = Indeks Nilai Penting

RDi = Kepadatan relatif

RFi = Frekuensi relatif

RCi = Penutupan relatif

3.9.3. Hasil Ekstrak Komponen Bioaktif Didemnum molle

Untuk mengetahui persentase dari sampel yang terekstraksi atau yang

dikenal dengan istilah rendemen ekstrak kasar pada suatu sampel digunakan

rumus sebagai berikut:

Page 18: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

NRE = …........................................................................................ (11)

Keterangan:

NRE = Nilai rendemen ekstrak (%)

b1 = Bobot sampel awal

b2 = Bobot akhir (hasil ekstrak)

3.7.4. Uji Aktivitas Antifouling

Data yang diperoleh dari hasil uji aktivitas antifouling ialah berupa data

pertambahan macrofouling. Rancangan penelitian yang digunakan pada

penelitian ini ialah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial in

time. Faktor pertama adalah jenis substrat yang terdiri dari 3 taraf, yaitu kayu,

besi, dan beton. Faktor kedua adalah perlakuan dengan komposisi bahan cat dan

hasil ekstrak yang terdiri dari 6 taraf, yaitu Kontrol tanpa perlakuan apapun (K);

100% diolesi bahan cat (P1); 75% bahan cat ditambah 25% hasil ekstrak (P2); 50%

bahan cat ditambah 50% hasil ekstrak (P3); 25% bahan cat ditambah 75% hasil

ekstrak ( P4); 100% diolesi hasil ekstrak (P5). Masing-masing kombinasi

perlakuan mendapat 3 ulangan. Model matematika rancangan tersebut menurut

Steel dan Torrie (1991):

Yijk = µ + Yj + Pyij + εij ...................................................................................... (12)

27

Page 19: Metode Isolasi Extraksi Senyawa Bioaktif

Keterangan:

Yijk = Variabel respon akibat pengaruh substrat ke-i dan perlakuan ke-j pada

ulangan ke-k

µ = Nilai tengah umum

Pi = Pengaruh substrat level ke-i

Yj = Pengaruh perlakuan level ke-j

Pyij = Pengaruh interaksi antara substrat ke-i dengan perlakuan ke-j

εij = Pengaruh galat percobaan pada unit percobaan ke-k dalam kombinasi

perlakuan ke-ij

Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan Analisis Ragam

(ANOVA) yang dioperasikan dengan bantuan software SAS. Jika hasil analisis

ragam berbeda nyata atau berpengaruh nyata, data tersebut akan diuji lanjut

dengan uji Duncan. Adapun peubah yang diamati adalah jumlah macrofouling

yang menempel pada substrat.

1

28