70
MIOMA UTERI 1. Definisi Mioma uteri atau juga dikenal dengan leiomioma uteri atau fibroid adalah tumor jinak rahim yang paling sering didapatkan pada wanita. Leiomioma berasal dari sel otot polos rahim dan pada beberapa kasus berasal dari otot polos pembuluh darah rahim (Zhiey, 2010), komposisi umumnya terdiri dari jaringan otot, kadang- kadang dapat dijumpai jaringan ikat. Angka kejadian yang pasti sulit ditentukan karena hampir setengahnya tidak menimbulkan gejela dan tidak perlu terapi (Yuska, 2009). Mioma tersebut muncul pada 20% wanita usia reproduksi (usia subur) dan biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaaan rutin (Zhiey, 2010). Hampir 10% dari kasus ginekologi adalah mioma uteri (Yuska, 2009). Leiomioma yang tidak bergejala terjadi sebanyak 40-50% pada wanita usia > 35 tahun. Pada umumnya unilateral (satu) atau kadang-kadang multipel (> 1). Mioma bervariasi di dalam ukuran dan jumlah. Mioma sendiri juga dikatakan sebagai penyebab infertilitas (gangguan kesuburan) sebesar 27% pada 1

Mioma Uteri

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Mioma Uteri

MIOMA UTERI

1. Definisi

Mioma uteri atau juga dikenal dengan leiomioma uteri atau fibroid adalah

tumor jinak rahim yang paling sering didapatkan pada wanita. Leiomioma berasal

dari sel otot polos rahim dan pada beberapa kasus berasal dari otot polos

pembuluh darah rahim (Zhiey, 2010), komposisi umumnya terdiri dari jaringan

otot, kadang-kadang dapat dijumpai jaringan ikat. Angka kejadian yang pasti sulit

ditentukan karena hampir setengahnya tidak menimbulkan gejela dan tidak perlu

terapi (Yuska, 2009). Mioma tersebut muncul pada 20% wanita usia reproduksi

(usia subur) dan biasanya ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaaan rutin

(Zhiey, 2010).  Hampir 10% dari kasus ginekologi adalah mioma uteri (Yuska,

2009). Leiomioma yang tidak bergejala  terjadi sebanyak 40-50% pada wanita

usia > 35 tahun. Pada umumnya unilateral (satu) atau kadang-kadang multipel (>

1).  Mioma bervariasi di dalam ukuran dan jumlah. Mioma sendiri juga dikatakan

sebagai penyebab infertilitas (gangguan kesuburan) sebesar 27% pada wanita.

Keguguran atau komplikasi dapat terjadi pada wanita dengan mioma dan salah

satu penyebab histerektomi (operasi pengambilan rahim) terbesar. Leiomioma

uteri dapat berlokasi di dinding rahim, menonjol melalui rongga endometrium

atau permukaan rahim, dan dikenal sebagai subserosa, intramukosa, dan

submukosa (Zhiey, 2010). Myoma Uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35

tahun. Dikenal ada dua tempat asal myoma uteri yaitu pada serviks uteri (2 %) dan

pada korpus uteri (97%), belum pernah ditemukan myoma uteri terjadi sebelum

menarche (Lesmana, 2010).

1

Page 2: Mioma Uteri

2. Penyebab

Penyebab dari mioma pada rahim masih belum diketahui. Beberapa

penelitian mengatakan bahwa masing-masing mioma muncul dari 1 sel neoplasma

soliter (satu sel ganas)  yang berada diantara otot polos miometrium (otot polos di

dalam rahim) (Zhiey, 2010). Beberapa peneliti menduga mioma tumbuh dari sel

neoplastik tunggal (monoklonal) sel – sel otot yang normal, dari sel -sel otot

imatur dalam miometrium atau dari sel – sel embrional di dinding pembuluh darah

uterus (Yuska, 2009). Hasil penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa

myoma uteri terjadi tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell

Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh hormon estrogen.

(Lesmana, 2010). Selain itu didapatkan juga adanya faktor keturunan sebagai

penyebab mioma uteri (Zhiey, 2010). Faktor genetik mungkin turut

mempredisposisi terjadinya mioma uteri, karena sering dijumpai riwayat mioma

pada keluarga penderita mioma uteri. Mioma dijumpai 3 -9 kali lebih sering pada

ras negro dari pada kaukasia, dimana mioma banyak terjadi diantara mereka yang

sangat muda dan nullipara, sementara pada ras kaukasia dijumpai pada wanita –

wanita lebih tua dan multipara. Apakah hal ini mewakili faktor genetik atau akibat

prevalensi infeksi panggul yang tinggi diantara wanita – wanita berkulit hitam

yang mengiritasi miometrium, belum jelas (Yuska, 2009). Pertumbuhan dari

leiomioma berkaitan dengan adanya hormon estrogen. Tumor ini menunjukkan

pertumbuhan maksimal selama masa reproduksi, ketika pengeluaran estrogen

maksimal. Mioma uteri memiliki kecenderungan untuk membesar ketika hamil

dan mengecil ketika menopause berkaitan dengan produksi dari hormon estrogen.

Apabila pertumbuhan mioma semakin membesar setelah menopause maka

2

Page 3: Mioma Uteri

pertumbuhan mioma ke arah keganasan harus dipikirkan. Pertumbuhan mioma

tidak membesar dengan pemakaian pil kontrasepsi kombinasi karena preparat

progestin pada pil kombinasi memiliki efek antiestrogen pada pertumbuhannya.

Perubahan yang harus diawasi pada leiomioma adalah perubahan ke arah

keganasan yang berkisar sebesar 0,04% (Zhiey, 2010).

3. Lokasi myoma uteri

(Lesmana, 2010) (Zhiey, 2010)

1) Mioma intramural

Apabila tumor itu dalam pertumbuhannya tetap tinggal dalam dinding

uterus (Lesmana, 2010). Mioma terdapat didinding uterus diantara serabut

miometrium. Karena pertumbuhan tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak

dan terbentuklah semacam simpai yang mengelilingi tumor. Bila didalam dinding

rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan mempunyai bentuk yang

berbenjol – benjol dengan konsistensi yang, padat. Mioma yang terletak pada

didinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan mendorong

kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi (Yuska,

2009).

3

Page 4: Mioma Uteri

2) Mioma Submukosum

Mioma yang tumbuh ke arah kavum uteri dan menonjol dalam kavum itu

(Lesmana, 2010). Berada dibawah endometrium dan menonjol didalam rongga

uterus. Jenis ini dijumpai 5% dari seluruh kasus moima. Jenis ini sering

memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma uteri jenis lain meskipun

besar belum memberikan keluhan gangguan perdarahan. Mioma submukosa

umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan adanya benjolan waktu

kuret, dikenal sebagai “curette bump” dengan pemeriksaan histeroskopi dapat

diketahui posisi tangkai tumor. Mioma submukosa pedunkulata adalah jenis

mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga

rahim ke vagina, dikenal dengan nama “mioma geburt” atau mioma yang

dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa

kasus mioma penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses diatas

(Yuska, 2009).

3) Mioma Subserosum

Mioma yang tumbuh ke arah luar dan menonjol pada permukaan uterus

(Lesmana, 2010). Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada

permukaan uterus diliputi oleh serosa. Moima subserosum dapat tumbuh diantara

kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter. Moima

subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke

ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga

disebut “wondering / parasitic fibroid” (Yuska, 2009).

Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus.

Mioma pada serviks dapat menonjol ke dalam saluaran servik sehingga ostium

4

Page 5: Mioma Uteri

uteri eksternum berbentuk seperti bulan sabit. Apabila mioma dibelah maka

tampak bahwa mioma terdiri dari berkas otot polos dan jaringan ikat yang

tersusun seperti konde / pusaran air (whorl like pattern) dengan pseudokapsul

yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdesak karena pertumbuhan sarang

mioma ini (Yuska, 2009).

4. Tanda dan gejala

Pada umumnya wanita dengan leiomioma tidak mengalamai gejala. Gejala

yang terjadi berdasarkan ukuran dan lokasi dari leiomioma yaitu :

Menoragia (menstruasi dalam jumlah banyak)

Perut terasa penuh dan membesar

Nyeri panggul kronik (berkepanjangan)

Nyeri bisa terjadi saat menstruasi, setelah berhubungan seksual, atau ketika terjadi

penekanan pada panggul. Nyeri terjadi karena terpuntirnya mioma yang

bertangkai, pelebaran leher rahim akibat desakan mioma atau degenerasi

(kematian sel) dari mioma

Gejala gangguan berkemih akibat mioma yang besar dan menekan saluran

kemih menyebabkan gejala frekuensi (sering berkemih) dan hidronefrosis

(pembesaran ginjal)

Penekanan rektosigmoid (bagian terbawah usus besar) yang

mengakibatkan konstipasi (sulit BAB) atau sumbatan usus

Prolaps atau keluarnya mioma melalui leher rahim dengan gejala nyeri

hebat, luka, dan infeksi

Bendungan pembuluh darah vena daerah tungkai serta kemungkinan

tromboflebitis sekunder karena penekanan pelvis (rongga panggul)

5

Page 6: Mioma Uteri

Poilisitemia (salah satu penyakit kelainan darah)

Asites (penimbunan cairan di rongga perut) (Zhiey, 2010).

Gejala klinis tergantung letak mioma, besarnya, perubahan sekunder dan

komplikasi. Hanya 35% – 50% penderita, mioma uteri yang menimbulkan gejala

klinis. Kebanyakan secara kebetulan pada saat pemeriksaan genekologi. Keluhan

penderita mioma uteri umumnya adalah :

Perdarahan uterus abnormal.

Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore,

metroragia dan menoragia. Dijumpai pada sekitar 30% kasus. Beberapa faktor

yang menjadi penyebab perdarahan ini adalah:

a. Permukaan endrometrium menjadi lebih luas.

b. Disertai hiperplasia endometrium.

c. Atrofi endometrium diatas mioma submukosum.

d. Peningkatan vaskularisasi pada uterus.

Rasa nyeri

Nyeri terjadi bila ada gangguan sirkulasi darah seperti pada degenerasi

merah, terjadi peradangan dan nekrosis setempat, juga dapat terjadi akibat putaran

tangkai mioma subserosum ataupun akibat kontraksi uterus dalam upaya

mengeluarkan mioma dari kavum uteri.

Efek penekanan.

Gangguan ini tergantung dari besarnya dan tempat mioma uteri dan gejala

yang dapat ditimbulkan berupa retensi urin dan obstipasi.

Abortus Spontan.

Infertilitas.

6

Page 7: Mioma Uteri

Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars

interstisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan terjadinya

abortus oleh katena distorsi rongga uterus. Apabila penyebab lain infertilitas

sudah disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka

merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.

5. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan :

1) Anamnesis

Terasa adanya benjolan baik diperut bagian bawah atau benjolan dijalan

lahir untuk moima geburt dan umumnya tanpa gejala. Namum dapat juga disertai

gejala berupa : perdarahan uterus abnormal, pembesaran pada uterus, rasa nyeri,

efek penekanan dan intertilitas.

2) Pemeriksaan fisik

Dilakukan dengan pemeriksaan bimanual dan palpasi. Pada mioma yang

besar dapat teraba perabdominal sedangkan pada mioma yang kecil ditemukan

pembesaran uterus yang irreguler pada pemeriksaan pelviks. Dengan

menggunakan spekulum, mioma geburt yang kecil dapat diketahui dengan mudah.

Pada pemeriksaan dalam dapat diperiksa dengan jelas adanya suatu tumor,

konsisten dan tangkai mioma. Vaginal Toucher : didapatkan perdarahan

pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.

3) Laboraturium

Hb rendah, albumin turun, lekosit turun/meningkat, eritrosit turun. Sitologi

untuk menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.

7

Page 8: Mioma Uteri

4) Pemeriksaan penunjang :

a. Ultrasonografi

Adanya kalsifikasi ditindai oleh fokus – fokus hiperekoik dengan bayangan

akustik. Degenerasi kistik ditandai dengan adanya daerah hipoekoik (Yuska,

2009). Terlihat massa pada daerah uterus (Lesmana, 2010), untuk mengetahui

ukuran dan lokasi mioma uteri (rahim) (Zhiey, 2010).

b. Laparoskopi

Dapat melihat secara langsung mioma uteri yang kecil

c. Histeroskopi

Dapat melihat mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai dan

dapat sekaligus mengangkat massa tumor

d. Urografi

Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan lokasi ureter bila telah terjadi

penekanan oleh mioma uteri

e. Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang

dapat menghambat tindakan operasi.

f. ECG : Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat

mempengaruhi tindakan operasi (Lesmana, 2010).

6. Terapi

Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum

bertangkai. Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang

mendekati masa menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan

pemeriksaan pelvic secara rutin tiap tiga bulan atau enam bulan. Adapun cara

penanganan pada myoma uteri yang perlu diangkat adalah dengan pengobatan

8

Page 9: Mioma Uteri

operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan

histerektomi total abdominal. Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan

nama Total Abdominal Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy

(TAH-BSO). TAH–BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat

uterus, serviks, kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi pada

dinding, perut pada malignan neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic

endrometriosis (Tucker, Susan Martin, 1998).

Pilihan terapi untuk leiomioma adalah konservatif meliputi pemeriksaan

berkala dengan menggunakan USG, terapi hormonal, operasi, dan intervensi

radiologi.

1. Konservatif dengan pemeriksaan periodic

Tidak semua myoma uteri memerlukan pengobatan bedah ataupun

medikamentosa terutama bila myoma itu masih kecil dan tidak menimbulkan

gangguan atau keluhan. Walaupun demikian myoma uteri memerlukan

pemeriksaan setiap 3-6 bulan pada pelvic dan atau USG pelvic seharusnya diulang

(Hirata, 1993).

Pada wanita menopause, myoma biasanya tidak memberikan keluhan

Bahkan pertumbuhan myoma dapat terhenti pertumbuhannya. Estrogen harus

digunakan dengan dosis yang kecil pada wanita post menopause dengan myoma

atau mengontrol gejala-gejala dan ukuran myoma harus diperiksa dengan

pemerikaan pelvic dan USG pelvic setiap 6 bulan. Perlu diingat bahwa penderita

myoma uteri sering mengalami menopause yang terlambat. Bila didapatkan

pembesaran myoma pada masa post menopause, harus dicurigai kemungkinan

9

Page 10: Mioma Uteri

keganasan dan pilihan terapi dalam hal ini adalah histerektomi total (Hirata,

1993).

Terapi konservatif pada penderita dengan mioma yang kecil dan tanpa

gejala tidak memerlukan pengobatan, terutama pada usia perimenopause, dan

dievaluasi rutin setiap 3 – 6 bulan dengan USG serial. Pemberian GnRHa

(Buserelien asetat) selama 16 minggu menghasilkan generasi hialin di

miometrium, sehingga uterus mengecil, akan tetapi setelah pengobatan dihentikan,

mioma kembali membesar.

Faktor – faktor yang dipertimbangkan dalam memilih cara penanganan

mioma uteri adalah:

1) Ukuran, jumlah dan letak dari mioma

2) Umur penderita

3) Riwayat status Obstetri dan Ginekologi dari penderita

4) Berat ringannya gejala yang timbul

Pemeriksaan berkala

Tidak ada ukuran standar kapan mioma harus diterapi. Mioma besar tanpa

gejala dan tidak mengarah ke keganasan tidak perlu diterapi. Pemeriksaan fisik

dan USG harus diulangi setiap 6-8 minggu untuk mengawasi pertumbuhan baik

ukuran maupun jumlah. Apabila pertumbuhan stabil maka pasien diobservasi

setiap 3-4 bulan.

2. Terapi hormonal/ pengobatan Medikamentosa dengan GnRH

Dapat menggunakan preparat progestin atau Gonadotropin Releasing

Hormone (GnRH). Preparat tersebut memproduksi efek hipoestogen yang

memiliki hasil memuaskan untuk terapi mioma.

10

Page 11: Mioma Uteri

Pada umumnya, pengobatan mioma uterus dilakukan secara operatif

(miomektomi atau histerektomi), karena dahulu memang belum ditemukan

pengobatan medikamentosa yang efektif untuk myoma uterus. Seperti diketahui

bahwa pertumbuhan myoma dapat dipicu oleh estrogen, saat ini telah tersedia

jenis obat yang dapat menekan pertumbuhan serta mengurangi pembesaran

myoma. Obat tersebut adalah analog GnRH. Perlu ditekankan bahwa pemberian

GnRH bukan untuk menghilangkan myoma melainkan untuk mepermudah

tindakan operatif dan mengurangi histerektomi. Oleh karena itu GnRH diberikan

sebelum tindakan paliatif (Hirata, 1993).

Penelitian multisenter dilakukan pada 114 pasien dengan myoma uterus

yang diberikan GnRH leuprotein asetat selama 6 bulan, didapatkan data sebagai

berikut : selama penggunaan analog GnRH ditemukan pengurangan volume

uterus rata-rata 67% , pada 90 wanita didapatkan pengurangan volume myoma

uterus sebanyak 80%. Bila dilihat secara keseluruhan , maka rata-rata pengecilan

myoma uterus terjadi sebanyak 44% (Hirata, 1993).

Efek maksimal dari analog GnRH baru terlihat setelah 3 bulan. Pada 3

bulan berikutnya tidak terjadi pengurangan yang berarti. Setiap myoma

memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap pemberian analog GnRH. Ada

myoma uterus yang sama sekali tidak memberikan respon terhadap analog GnRH.

Makin tinggi kadar reseptor estrogen suatu myoma, makin tinggi pula respon

terhadap analog GnRH. Pemberian analog GnRH menyebabkan perubahan

degeneratif dari myoma, sehingga sensitivitas steroid menurun. Setelah selesai

pemberian analog GnRH, maka sintesis steroid yang tadinya terhambat, akan

11

Page 12: Mioma Uteri

muncul kembali, sehingga 4 bulan setelah pengobatan, myoma membesar kembali

seperti semula (Hirata, 1993).

Myoma uterus yang kromosomnya menunjukkan penyimpangan dari yang

normal merupakan myoma yang paling tidak responsif terhadap pemberian GnRH

analog. Myoma subserosum merupakan myoma yang paling banyak mengalami

penyimpangan, sehingga myoma jenis ini paling tidak responsif terhadap

pemberian analog GnRH. Myoma submukosum dan intramural tidak banyak

mengalami aberasi kromosom (Hirata, 1993).

Keuntungan pemberian analog GnRH preoperasi adalah untuk :

1. Memudahkan pelepasan perlekatan myoma dengan jaringan sekitar

2. Pada pascaoperasi jarang ditemukan perlekatan (omentum,usus)

3. Mengurangi volume uterus dan volume myoma uterus

4. Mengurangi anemia akibat perdarahan

5. Mengurangi perdarahan pada saat operasi

6. Dengan mengecilnya myoma maka dapat dilakukan tindakan laparoskopi, atau

bila tidak mungkin melakukan tindakan laparoskopi, maka laparotomi dapat

dilakukan dengan sayatan pfannenstiel.

7. Pada pengangkatan myoma uterus tidak diperlukan insisi yang luas sehingga

kerusakan miometrium menjadi minimal

8. Mempermudah pengangkatan myoma submukosum dengan histeroskopi

9. Mempermudah melakukan vaginal histerektomi. Analog GnRH sebaiknya

diberikan pada myoma yang besarnya sesuai usia kehamilan 14 sampai 18

minggu. Bila besarnya melampaui 18 minggu, maka pemberian GnRH tidak

relevan lagi

12

Page 13: Mioma Uteri

10. Bila situasi pasien yang ada tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan

operatif, maka dapat dicoba lakukan pemberian analog GnRH jangka panjang

untuk sekedar menekan pertumbuhan myoma uterus lebih jauh. Untuk

mengatasi efek samping dari jangka panjang pemberian analog GnRH berupa

hipoestrogen, maka diberikan estrogen-progesteron sebagai addback theraphy.

Untuk mencegah osteoporosis dapat juga diberikan kalsium atau bifosfonat

(Hirata, 1993).

3. Terapi operasi

Miomektomi (operasi pengambilan mioma uteri)

Miomektomi adalah pengambilan myoma saja tanpa pengangkatan uterus .

Miomektomi dilakukan bila masih menginginkan keturunan dan syaratnya harus

dilakukan dilatasi kuretase dulu untuk menghilangkan kemungkinan keganasan.

Miomektomi cukup berhasil untuk mengontrol perdarahan kronik akibat myoma .

Tindakan miomektomi dapat dikerjakan misalnya dengan ekstirpasi melalui

vagina pada myom geburt. Perlu diingat untuk dilakukan pemeriksaan patologi

anatomi segera setelah dilatasi kuretase dan miomektomi untuk menyingkirkan

myosarcoma atau mixed mesodermal sarcoma.

Kerugian miomektomi adalah :

a. melemahkan dinding uterus – ruptura uteri pada waktu hamil

b. menyebabkan perlekatan

c. residif (Burton, 1989).

Dipertimbangkan apabila seorang wanita masih berusia muda atau masih

ingin memiliki anak lagi. Apabila miomektomi dikerjakan karena keinginan

memperoleh anak, maka kemungkinan terjadi kehamilan adalah 30 – 50%.

13

Page 14: Mioma Uteri

Setelah miomektomi, pasien disarankan untuk menunda kehamilan selama 4-6

bulan karena rahim masih dalam keadaan rapuh setelah dioperasi. Komplikasi dari

miomektomi berupa risiko perdarahan harus dipertimbangkan. Kemungkinan

untuk pertumbuhan mioma lagi setelah miomektomi berkisar 20-25% pasien.

Histerektomi

Histerektomi masih diperlukan oleh 25-35% penderita tersebut.

Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya merupakan tindakan

terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau per vaginam.

Histerektomi pervaginam sulit karena uterus harus lebih kecil dari telur angsa dan

tidak ada perlekatan dengan sekitarnya . Histerektomi pervaginam diperlukan bila

ada perbaikan cystocele, rectocele atau enterocele dan akan lebih mudah bila

disertai prolapsus uteri.

Histerektomi secara umum dilakukan pada myoma yang besar dan

multiple . Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan

timbulnya karsinoma servisis uteri. Histerektomi supra vaginal (sub total) hanya

dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus

keseluruhannya dan bila histerektomi supravaginal ini dilakukan maka

pemeriksaan paps smear harus dilakukan 1 tahun sekali (Burton, 1989).

Pengangkatan rahim keseluruhan yang dipertimbangkan pada wanita yang

sudah tidak menginginkan anak lagi, pertumbuhan mioma yang berulang setelah

miomektomi, dan nyeri hebat yang tidak sembuh dengan terapi konvensional.

Tindakan ini terbaik untuk wanita berumur > 40 tahun dan tidak menghendaki

anak lagi atau uterus lebih besar dari kehamilan 10 – 12 minggu disertai adanya

14

Page 15: Mioma Uteri

gangguan penekanan atau mioma yang berkembang cepat. Histerektomi dapat

dilakukan secara abdominal atau pervaginam.

Miolisis

Koagulasi laparaskopik mioma dilakukan menggunakan neodymium.

Mengalirkan gelombang elektromagnetik untuk menghancurkan mioma dan

jaringan pembuluh yang mendukung mioma.

Embolisasi arteri uteri ( Uterine Artery Embolization / UAE)

Sinonim dari uterine artery embolization dilakukan oleh ahli radiologi.

Terapi ini dilakukan dalam keadaan pasien sadar tetapi diberi sedatif dan anti

nyeri. Terapi ini tidak memerlukan anestesi umum.

Dilakukan dengan memasukan kateter ke dalam arteri femoralis. Dengan

gambaran imaging radiologis memasukan kateter ke dalam artery dan melepaskan

partikel ke dalam arteri yang memberi suplai darah kepada myoma uteri tersebut.

Hal tersebut dapat mmbuat myoma menjadi mengecil dan akhirnya mati

(Katsumori, 1999).

Disebut sebagai cara terbaru dalam mengatasi mioma. Cara kerjanya,

memberi suntikan untuk menghentikan suplai makanan ke jaringan mioma agar

mengecil. Caranya dengan menyumbat pembuluh darah menggunakan selang

kateter. Tujuan tindakan embolisasi ini untuk menghentikan suplai darah terhadap

mioma sehingga pertumbuhan mioma akan terhenti. Efek sampingnya bisa berupa

demam atau rasa sakit beberapa jam setelah terapi. Sumbatan pada pembuluh

darah arteri di rahim untuk menangani komplikasi perdarahan pada operasi

kebidanan dan kandungan (Zhiey, 2010).

15

Page 16: Mioma Uteri

Ekstirpasi

Biasanya dilakukan untuk mioma geburt

MRI ultrasound ablation

Penghancuran mioma dengan gelombang suara panas hingga

memusnahkan pula jaringan mioma di sekitarnya.

Ablasi endometri

Penghancuran mioma oleh laser, gelombang elektro, ataupun balon yang

dimasukkan ke dalam rahim.

Radioterapi

Tindakan ini bertujuan untuk agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga

penderita mengalami menopause dan diharapkan akan menghentikan perdarahan

nantinya.

Syarat-syarat dilakukan radioterapi adalah :

a. hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bad risk patient)

b. uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan

c. bukan jenis submucosa

d. tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rectum

e. tidak dilakukan pada wanita muda sebab dapat menyebabkan menopause

f. tidak ada keganasan uterus (Katsumori, 1999).

7. Komplikasi

1) Pertumbuhan leimiosarkoma.

2) Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak

membesar, sekonyong – konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah

menopause

16

Page 17: Mioma Uteri

3) Torsi (putaran tangkai)

4) Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran.

Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi

akut dengan nekrosis jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomen

akut.

5) Nekrosis dan Infeksi

6) Pada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-

kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan dari vagina, dalam hal ini

kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder

(Lesmana, 2010).

8. Diagnosa Banding

1) Kehamilan.

2) Inversio uteri.

3) Adenomiosis.

4) Koriokarsinoma.

5) Karsinoma korpus uteri.

6) Kista ovarium.

7) Sarkoma uteri.

17

Page 18: Mioma Uteri

MIOMA DAN KEHAMILAN

Efek kehamilan pada mioma

Meningkatnya vaskularisasi uterus ditambah dengan meningkatnya kadar

estrogen sirkulasi sering menyebabkan pembesaran dan pelunakan mioma. Mioma

tumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertrofi dan edema, terutama dalam

bulan-bulan pertama, mungkin karena pengaruh hormonal. Setelah kehamilan 4

bulan mioma tidak bertambah besar lagi.

Jika pertumbuhan mioma terlalu cepat, akan melebihi suplai darahnya

sehingga terjadi perubahan degeneratif pada tumor ini. Hasil yang paling serius

adalah nekrobiosis (degenerasi merah). Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri di

perut yang disertai gejala- gejala rangsangan peritoneum dan gejala-gejala

peradangan, walaupun dalam hal ini peradangan bersifat suci hama. Pasien dapat

mengeluh nyeri dan demam derajat rendah, biasanya pada kehamilan 10 minggu

kedua. Palpasi menunjukkan bahwa mioma sangat lunak. Terapinya adalah

memberikan analgetika. Nyeri akan hilang dalam beberapa hari dan kehamilan

berlanjut.

Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami torsi akibat

desakan uterus yang makin lama makin membesar. Torsi menyebabkan gangguan

sirkulasi yang nekrosis dan menimbulkan gambaran klinik acute abdomen.

Myoma uteri atau leiomioma sering dijumpai selama masa kehamilan. Rice

dkk (1989) mendapatkan bahwa 1,4 % dari lebih 6700 kehamilan mengalami

penyulit myoma. Katz dkk(1989) melaporkan bahwa 1 dari 500 wanita hamil

dirawat inap akibat penyulit yaitu myoma (Cuninnghamm, 2006).

Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan

18

Page 19: Mioma Uteri

Efeknya tergantung pada besar dan posisi mioma. Jika mioma

menyebabkan distorsi rongga uterus, resiko abortus spontan menjadi dua kali lipat

dan kemungkinan persalinan prematur meningkat. Tumor besar pada miometrium

juga dapat mengakibatkan distorsi rongga uterus sehingga menyebabkan

malposisi atau malpresentasi janin. Tumor di bawah uterus dapat menimbulkan

obstruksi jalan lahir, sehingga menghambat persalinan pervaginam. Tumor besar

pada dapat menyebabkan gejala penekanan pada kandung kemih atau rektum.

Terdapatnya mioma uteri mungkin mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:

1) Mengurangi wanita menjadi hamil, terutama pada mioma submukosum.

2) Kemungkinan abortus bertambah karena distorsi rongga uterus.

3) Kelainan letak janin dalam rahim, pada mioma yang besar dan subserosus.

4) Menghalangi jalan lahir bayi, terutama pada mioma yang letaknya di servix.

5) Inersi uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang letaknya di dalam

dinding rahim atau apabila terdapat banyak mioma.

6) Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma submukosum dan

intramural.

Penatalaksanaan myoma uteri pada wanita yang hamil

Pada kehamilan terapi miomektomi harus dibatasi pada myoma yang jelas

memiliki tangkai yang dapat dijepit dan diikat dengan mudah. Myoma tidak dapat

dipotong dengan mudah dari uterus selama masa kehamilan, karena dapat terjadi

perdarahan yang hebat dan kadang-kadang harus dilakukan histerektomi.

Walaupun dengan pendekatan agresif tidak akan meningkatkan kematian janin

dibandingkan dengan tindakan nonbedah, tetapi hal ini perlu dibuktikan. Biasanya

19

Page 20: Mioma Uteri

myoma mengalami involusi nyata setelah pelahiran, karena itu, miomektomi

harus ditunda hingga terjadi involusi (Cuninnghamm, 2006).

Kebanyakan tumor terletak pada uterus bagian atas, pada kebanyakan

pasien memungkinkan persalinan pervaginam. Sedikit wanita dengan mioma letak

rendah yang menimbulkan obstruksi jalan lahir memerlukan Seksio Caesaria.

Miomektomi tidak boleh dilakukan pada operasi yang sama karena bahaya

hemostasis dan infeksi.

Sedapat-dapatnya diambil sikap konservatif karena enukleasi mioma

dalam kehamilan sangat berbahaya karena menimbulkan perdarahan hebat dan

menimbulkan abortus. Operasi dilakukan jika ada penyulit-penyulit yang dapat

menimbulkan gejala-gejala akut atau karena mioma sangat besar.

20

Page 21: Mioma Uteri

PERDARAHAN POSTPARTUM

1. Definisi

Perdarahan postpartum adalah semua perdarahan yang terjadi setelah

kelahiran bayi, sebelum, selama dan sesudah keluarnya placenta lebih dari 500 ml.

Berdasarkan waktu terjadinya dibedakan menjadi early (primer) dan late

(sekunder) postpartum hemorrhage. Early postpartum hemorrhage bila perdarahan

terjadi pada 24 jam setelah kelahiran plasenta dan bila lebih dari 24 jam disebut

late post partum hemorrhage (Harry, 2010).

Pada kelahiran normal akan terjadi kehilangan darah kurang lebih 200 ml

dan 100 ml pada tindakan episiotomi. Kehilangan darah sebanyak 500 ml pada

wanita hamil yang sehat ketika melahirkan tidak mengakibatkan efek yang serius

oleh karena ketika hamil terjadi peningkatan jumlah darah dan cairan tetapi akan

mengakibatkan kondisi yang mengancam pada wanita hamil yang anemis (Harry,

2010).

2. Epidemiologi

Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap

tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal.

Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.

Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh

perdarahan post partum. (Cunningham, 2005).

Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit,

sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post

partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan

umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. Menurut

21

Page 22: Mioma Uteri

Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000

kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh  perdarahan  post

partum (Sheris, 2002).

3. Etiologi

Etiologi perdarahan postpartum primer disebabkan oleh atonia uteri,

laserasi jalan lahir, hematoma, sisa plasenta, retensio uteri dan inversio uteri.

Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah umur yang terlalu muda ataupun

tua, multipara, partus lama dan terlantar, uterus terlalu teregang dan besar misal

pada gemelli, hidromnion dan janin besar, kelainan pada uterus seperti mioma

uteri, uterus couveloair pada solusio  plasenta. Laserasi  jalan lahir atau robekan

perineum, vagina serviks, forniks dan rahim akan menimbulkan perdarahan yang

banyak apabila tidak segera di reparasi. Etiologi perdarahan postpartum lambat

disebabkan oleh tertinggalnya sebagian plasenta, subinvolusi di daerah insersi

plasenta dan luka bekas seksio sesaria (Wiknjosastro,2002).

Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan

faktor resiko paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga

segala upaya harus dilakukan untuk menentukan keparahan dan penyebabnya.

Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya

hemorraghe postpartum adalah multipara, perpanjangan persalinan,

chorioamnionitis, kehamilan multiple, injeksi magnesium sulfatdan perpanjangan

pemberian oxytocin. (Alan, 2003)

4. Diagnosa

Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada

perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan

22

Page 23: Mioma Uteri

berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum

tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap

persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu

ada. (Wiknjosastro,2002).

Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras

biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan

perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat

perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan

mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah

perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.

(Wiknjosastro,2002).

Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi

menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena

adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari

perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis,

pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan

dalam. (Wiknjosastro,2002).

Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi

abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan

lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang

keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan

pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari

serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta. (Wiknjosastro,2002).

23

Page 24: Mioma Uteri

Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan perdarahan

akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta

lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan

lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar

jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk

mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir. (Williams, 2001).

Langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum

meliputi palpasi uterus guna mengetahui bagaimana kontraksi uterus dan tinggi

fundus uteri, memeriksa plasenta dan ketuban lengkap atau tidak, ekplorasi kavum

uteri untuk mencari sisa plasenta dan ketuban, robekan rahim dan plasenta

succenturiata, Inspekulountuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises

yang pecah dan pemeriksaan laboratorium bleeding time, Hb, clot observation test

dan lain-lain.(Rustam, 2002)

5. Pencegahan dan Penanganan

Perawatan masa kehamilan

Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang

disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja

dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan

melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan adalah

penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan

postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. (Rustam, 2002).

Persiapan persalinan

Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,

golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di

24

Page 25: Mioma Uteri

bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk

persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat

sebaiknya langsung dilakukan transfusi. Sangat dianjurkan pada pasien dengan

resiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan

saat persalinan. (Alan, 2003).

Persalinan

Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular

atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik.

Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama

ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal

myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan

darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum. (Alan,

2003).

Kala tiga dan Kala empat

Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study

memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang

mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan

insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati pada pasien

dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan.

Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang

hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%. (Alan, 2003).

Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit

setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru

dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai

25

Page 26: Mioma Uteri

mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina,

uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari

vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat

secra hati-hati. (Alan, 2003).

Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk

“manual plasenta“ ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual plasenta.

Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an untuk menunggu

pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan tanpa

ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang menganjurkan

dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir. Apabila dalam

pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk

mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta. (Alan, 2003).

Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan

lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka

trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang

mengeras dan berkontraksi dengan baik. (Alan, 2003).

Cara  yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum

adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila

persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang

menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak

lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.

(Wiknjosastro,2002).

Manajemen Perdarahan Postpartum

26

Page 27: Mioma Uteri

Tujuan utama pertrolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum

adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat

mungkin.Terapi pada pasien dengan hemorraghe postpartum terdapa 2 hal pokok

yaitu resusitasi dan mengatasi penyebab perdarahan. (Prawirohardjo, 2002).

Pasien dengan hemorraghe postpartum memerlukan penggantian cairan

dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus

perdarahan, kesadaran dan tanda-tanda vital pasien. Pastikan dua kateter intravena

ukuran besar (16) untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara

bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat. berikan normal saline atau

ringer lactat dan tranfusi darah bisa berupa whole blood ataupun packed red cell

bila diperlukan. Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine

(dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1jam 30 cc

atau lebih). (Prawirohardjo, 2002).

Pada hemorraghe postpartum oleh karena atonia uteri, periksa ukuran dan

tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan lakukan massase

untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila terus teraba

lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih

keras dan pemberian oxytocin. Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah

kontraksi uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya.Lakukan kompres

bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di belakang

fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan

pada fornix anterior. Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah

pemberian oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan,

pilihan berikutnya adalah ergotamine. (Prawirohardjo, 2002).

27

Page 28: Mioma Uteri

Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa

plasenta atau selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara

manual atau di kuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika

intravena. Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest

placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya

dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan

tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan

post partum primer atau perdarahan post partum sekunder. (Alhamsyah, 2008).

Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka

uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan

perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus

berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. (Alhamsyah, 2008).

Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena:

1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus

2. Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan

Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika

lepas sebagian terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk

mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena:

1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta

adhesiva)

2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus

desidua sampai miometrium.

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,

disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga,

28

Page 29: Mioma Uteri

sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi

keluarnya plasenta. (Alhamsyah, 2008).

Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta :

Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan

kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan

perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke

tempat bersalin dengan keluhan perdarahan

Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral

dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x

500mg oral.

Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau

jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi

sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase

Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan

sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 

Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah

berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan

lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup.

Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan

penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan

evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai. Hematom jalan lahir bagian bawah

biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa,

penetalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase. Apabila hematom sangat

29

Page 30: Mioma Uteri

besar curigai sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi

untuk menghentikan perdarahan. (Prawirohardjo, 2002)

Tindakan operatif kala uri

a. Perasat crede’

Perasat crede’ bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan

ekspresi dengan syarat uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong.

Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari

terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan

permukaan belakang. setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik,

maka uterus ditekan ke arah jalan lahir. Gerakkan jari-jari seperti meremas jeruk.

perasat Crede’ tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena

dapat menimbulkan inversion uteri. Perasat Crede’ dapat dicoba sebelum

meningkat pada pelepasan plasenta secara manual. (Wiknjosastro,2002).

b. Manual plasenta

Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan

pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan

uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah

persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan

dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus. (Wiknjosastro,2002)

Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum

penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat.

Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan

diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.

Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan

30

Page 31: Mioma Uteri

kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari

dikuncupkan membentuk kerucut. (Wiknjosastro,2002)

Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut

Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu

melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring),

ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang

membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri

dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah.

Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya

ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian

pinggir plasenta yang terlepas. (Wiknjosastro,2002)

31

Page 32: Mioma Uteri

Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus

Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam

antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan

gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau

mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya

jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus

(perforasi) dapat dihindarkan. (Wiknjosastro,2002)

Gambar 3. Mengeluarkan plasenta

Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui

kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa.

Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta

32

Page 33: Mioma Uteri

keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik

(oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan

inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina

atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit (Wiknjosastro,2002).

c. Eksplorasi kavum uteri

Indikasi diduga tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap),

setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan

lain-lain, untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan pada

pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan

pervaginam (Wiknjosastro,2002).

Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual

dan mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada

kerusakan dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi

dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara

manual (Wiknjosastro,2002).

ABORTUS

33

Page 34: Mioma Uteri

1. Definisi

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin

dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari 20

minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan,

sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus

provokatus. Abortus provokatus ini dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus

medicinalis dan abortus provokatus kriminalis. Disebut medicinalis jika

didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu.

Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus

banyak yang tidak dilaporkan, kecuali terjadi komplikasi.Abortus spontan yang

tidak jelas umur kehamilannya hanya sedikit memberikan gejala atau tanda

sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu, dari kejadian

yang diketahui 15-20%merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik.

Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan menagalami 2 keguguran

yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasanagan mengalami 3 atau lebih keguguran

yang berurutan.

Abortus habitualis adalah abortus yang terjadi berulang tiga kali secara

berturut-turut. Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi menunjukkan

bahwa setelah 1 kali abortus spontan, pasangan punya resiko 15% untuk

mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan

meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3

abortus berurutan adalah 30-45%

2. Etiologi

34

Page 35: Mioma Uteri

Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering

diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak

diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Factor genetic. Translokasi parental keseimbangan genetic

Mendelian

Multifaktor

Robertsonian

Respirokal

b. Kelainan kongenital uterus

Anomali duktus mullerian

Septum uterus

Uterus bikornis

Inkompetensi serviks uterus

Mioma uteri

Sindroma Asherman

c. Autoimun

Aloimun

Mediasi imunitas humoral

Mediasi imunitas seluler

d. Defek fase luteal

Factor endokrin eksternal

Antibodi antitiroid hormone

Sintesis LH yang tinggi

e. Infeksi Hematologik

35

Page 36: Mioma Uteri

f. Lingkungan

g. Faktor hormonal

3. Macam-macam Abortus

1) Abortus Iminens

Abortus iminens merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai dengan

perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik

dalam kandungan.

Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan

pervaginam Pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu penderita mengeluh

mules sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam.

Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan

dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis abortus

iminens dapat dilakukan dengan melihat kadar hormone hCG pada urin dengan

cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan

pengenceran 1/10.Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya

adalah baik, bila pengenceran 1/10 hasilnya negative maka prognosinya dubia ad

malam.

Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada inform consent yang

diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut maka pengelolaan

harus maksimal unuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG

diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetaui keadaan

plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri

janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT.

36

Page 37: Mioma Uteri

Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan disamping ada tidaknya

hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis.

Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdaraha

berhenti, bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi

tambahan hormone progesterone atau derivatnya untuk mencegah abortus.

Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus

tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.

2) Abortus insipiens

Abortus insipiens merupakan abortus yang sedang mengancam yang

ditandai dengan serviks teah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan

tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.

Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,

perdarahannya bertambah sesuai pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan.

Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin kehamilan

masih positif . pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang

masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih

jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks

uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta dari

dinding uterus.

Pengelolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan

perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera lakukan tindakan

evakuasi /pengeluaran hasil konsepsi disusul dengan kuretase bila perdarahan

banyak. Pada umur kehamilan diatas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi

telur angsa tindakan evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu dilakukan

37

Page 38: Mioma Uteri

evakuasi dengan cara digital yang kemudian disusul dengan tindakan kuretase

sambil diberi uterotunika. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya perforasi

pada dinding uterus. Pasca tindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian

uterotunika dan antibitik profilaksis.

3) Abortus Complete

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan

kurang dari 20 minggu atau berat jann kurang dari 500 gram.

Semua ahsil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup,

uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai

dengan umur kehamilan. Peeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan

klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7-

10 hari setelah abortus. Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus

ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi roborantia bila keadaan pasien

memerluka . Uterotonika tidak diberikan.

4) Abortus incomplete

Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari cavum uteri. Batasan ini juga

masih terpancanag pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin

kurang dari 500gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di daam

uterus dimanapada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan

teraba jaringan dalam cavum uteri atau menonjol pa ostium uteri eksternum.

Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit

bergantung pada jarinagan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental

site masih terbuka sehinga perdarahan berjalan terus.

38

Page 39: Mioma Uteri

Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau shock hemorragis sebelum

sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan

perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang

terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya

dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih

kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di dalam

kavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.

Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan

pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal

terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung

baik dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase,

tindakan kuretase harus dilakukan dengan hati-hati.sesuai dengan keadaan umum

ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan adalah dengan karet vakum

menggunakan kanula dari plastic. Pasca tindakan perlu diberikan uterotonika

parenteral ataupun peroral dan antibiotika.

5) Missed Abortion

Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus yang telah meninggal

dalam kandungan sebelum usia kehamilan 20 minggi dan hasil konsepsi

seluruhnya masih tertahana dalam kandungan. Penderita misses abortion

umumnya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan

kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan diatas 14 minggu

sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan

tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Kadangkala

missed abortion juga diawali dengan abortus imminens yang kemudian merasa

39

Page 40: Mioma Uteri

sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan

biasanya negative setelah satu minggu setelah terhentinya pertumbuhan

kehamilan. Pada pemeriksaan USG didapatkan uterus yang mengecil, kantong

gestasi yang mengecil dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang

tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan

kemungkinan terjadinya gangguan penjendalan darah oleh karena

hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi

dan kuretase. Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan

keluarganya secara baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat

menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase

dalam sekali tindakan.

Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat

dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks

uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau kurang dari

20 minggu dengan keadaan serviks yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan

induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis

servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infus intra

vena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500cc dekstrosa 5% tetesan

20tetes/menit dan dapat diulangi smapai total oksitosin 50 unit dengan tetesan

dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil,

penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya

maksimal tiga kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar dengan

induksi inidilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.

40

Page 41: Mioma Uteri

Pada dekade belakangan ini banyak tulisan yang telah menggunakan

prostaglandin atau sintesisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion.

Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah pemberian misoprostol secara

sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulang dengan jarak 6 jam. Dengan obat

ini akan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium cerviks

sehingga tindakan evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk mengosongkan

cavum uteri. Kemungkinan penyulit dalam tindakan missed abortion lebih besar

mengingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding uterus biasanya sudah

lebih kuat. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah

segar atau fibrinogen. Pasca tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infus intra

vena cairan oksitoksin dan cairan antibiotic.

6) Abortus habitualis

Abortus habitualis ialah abortus spontan ynag terjadi tiga kali atau lebih

berturut-turut. Penderita abortus habitualis biasanya tidak sulit untuk hamil

kembali, tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran atau abortus secara

berturut-turut. Penyebab abortus habitualis selain factor anatomis banyak yang

mengaitkannya dengan factor imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen

lymphocyte trophoblast (TLX) bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak

ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diatasi dengan transfusi

leukosit atau heparinisasi. Akan tetapi, keadaan trakhir menyebutkan perlunya

mencari penyebab abortus ini secara lengkap sehingga dapat diobati sesuai dengan

penyebabnya.

Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks

yaitu keadaan dimana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap

41

Page 42: Mioma Uteri

bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium

serviks akan membuka (inkompeten) tanpa diserta rasa mulas/kontraksi Rahim

dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh

trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha

pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter

kanalis servikalis sudah melebar.

Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis yang

cermat. Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo kita bisa menilai diameter kanalis

cervikalis dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai

memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihan 8 mm. Untuk itu, pengelolaan

penderita inkompetensia serviks dianjurkan untuk periksa hamil seawal mungkin

dan bila dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan untuk

memberikan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan

berkembangnya umur kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12-14

minggu dengan cara SHIRODKAR atau McDONALD dengan melingkari kanalis

servikalis dengan benang sutra/MERSILENE yang tebal dan simpul baru dibuka

setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.

7) Abortus infeksiosus, abortus septic

Abortus infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genetalia.

Abortus septik ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran

darah tubuh atau peritoneum (septikemi atau peritonitis). Kejadian merupakan

salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila

dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis. Abortus infeksiosus dan

abortus septik perlu segera mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat

42

Page 43: Mioma Uteri

infeksi yang lebih luas selain disekitar alat genitalia juga ke rongga peritoneum,

bahkan dapat keseluruh tubuh (sepsis, septikemia) dan dapat jatuh dalam keadaan

syok septik.

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya

tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat

gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardi, perdarahan per

vagina yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada

laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi

sepis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, mengigil dan tekanan

darah turun.

Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan

tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasil kultur

dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/fluor yang

keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberika penicillin 4 kali 1,2 juta

unit atau ampicillin 4x1 gram ditambah gentamicin 2x80 mg dan metronidazole

2x1 gram. Selanjutnya antibiotic disesuaikan dengan hasil kultur.

Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik

minimal 6 jam setelah antibiotic adekuat diberikan. Jangan lupa pada saat

tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika.Antibiotik dilanjutkan sampai 2

hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan

respon harus diganti dengan antibiotic yang lebih sesuai. Apabila ditakutkan

terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis

vagina/uterus dengan larutan peroksida (H2O2) kalau perlu histerektomi total

secepatnya.

43

Page 44: Mioma Uteri

4. Teknik Bedah Untuk Aborsi

Dilatasi dan Kuretase

Abortus bedah dilakukan mula-mula dengan mendilatasi serviks dan

kemudian mengosongkan uterus dengan mengerok isi uterus (kuretase tajam)

secara mekanis, melakukan aspirasi vakum (kuretase isap), atau keduanya. Tehnik

untuk vakum manual dini baru-baru ini diulas oleh Maclsaac da Jones (2000).

Kemungkinan terjadinya penyulit termasuk perforasi uterus, laserasi serviks,

perdarahan, pengeluaran janin dan plasenta yang tidak lengkap, dan infeksi

meningkat setelah trimester pertama. Atas alasan ini, kuretase atau aspirasi vakum

seyogyanya dilakukan sebelum minggu ke 14.

Untuk usia gestasi di atas 16 minggu, dilakukan dilatasi dan evakuasi

(D&E) tindakan ini berupa dilatasi serviks lebar diikuti oleh destruksi dan

evakuasi mekanis bagian-bagian janin. Setelah janin seluruhnya dikeluarkan,

digunakan kuret vakum berlubang besar untuk mengeluarkan plasenta dan

jaringan yang tersisa. Dilatasi dan ekstraksi (D&X) serupa dengan D&E, kecuali

bahwa pada D&X bagian janin pertama kali diekstraksi melalui serviks yang telah

membuka untuk mempermudah tindakan.

Tanpa adanya penyakit sistemik pada ibu kehamilan biasanya diakhiri

dengan kuretase atau evakuasi /ekstraksi tanpa rawat inap. Apabila abortus tidak

dilakukan di lingkup RS perlu tersedia fasilitas dan kemampuan untuk resusitasi

jantung paru yang efektif dan akses segera ke rumah sakit.

44

Page 45: Mioma Uteri

DAFTAR PUSTAKA

Alhamsyah. Retensio Plasenta. Disitasi tanggal 22 September 2008dari : www.alhamsyah.com

Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Elstar. Bandung

Burton,CA dkk, 1989, Surgical management of leiomyoma during pregnancy

Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Uterine Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 22ndedition. Mc Graw-Hill. New York : 2005.

Curren Obstretric & Gynecologic Diagnosis & Tretment, Ninth edition : Alan H. DeCherney and Lauren Nathan , 2003 by The McGraw-Hill Companies, Inc.

Galle, Danielle. Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. EGC. Jakarta

Hartono, Poedjo. 2000. Kanker Serviks/Leher Rahim & Masalah Skrining di Indonesia. Kursus Pra kongres KOGI XI Denpasar. Mimbar Vol.5 No.2 Mei 2001

Hirata, JD dkk, 1993, Pregnancy after medical therapy of adenomyosiswith

donadotropin-releasing hormone agonist, Fertil Steril 59-444

Katsumori, T dkk, 1999, Imaging of a uterine myoma after embolization, AJR

172:248

Lesmana, 2010, Asuhan Keperawatan Ibu Dengan Myoma Uteri, Diakses tanggal 13 Januari 2010, < http://wirawan-lesmana.blogspot.com/2010/09/asuhan-keperawatan-ibu-dengan-myoma.html>.

Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.

Prof.Dr.Rustam Mochtar, MPH, Sinopsis Obstretis, edisi 2 jilid 1, Editor Dr. Delfi Lutan, SpOG

Saifidin, Abdul Bari,dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo & JNKKR-POGI. Jakarta

Sarwono.2009. Ilmu Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.jakarta

45

Page 46: Mioma Uteri

Yuska, 2009, Mioma Uteri, Diakses 13 Januari 2010, < http://anandiayuska.com/?

p=110>.

Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Tindakan Operatif Dalam Kala Uri. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.

Wiknjosastro H, Hanada . Perdarahan Pasca Persalinan. Disitasi tanggal 21 September 2008  dari :http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12 .html

Williams Obstretics 21 st Ed: F.Gary Cunningham (Editor), Norman F.Grant MD,Kenneth J,.,Md Leveno, Larry C.,Iii,Md Gilstrap,John C.,Md Hauth, Katherine D.,Clark,Katherine D.Wenstrom,by McGraw-Hill Profesional (April 27,2001)

Zhiey, 2010, Mioma Uteri, Diakses tanggal 13 Januari 2010, < http://obstetricauxetoiles.blogspot.com/>.

46