Upload
dangnga
View
234
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN MELALUI INOVASI (M-P3MI)
Ir.Ahmad Damiri
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2013
KODE: 26/1801.018/011/D/RDHP/2013
ii
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RDHP : Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI)
2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu
3. Alamat Unit Kerja : Jl. Irian KM 6,5 Bengkulu 38119
4. Diusulkan Melalu DIPA : BPTP 2012
5. Status Kegiatan : Lanjutan
6. Penanggung jawab : a. Nama : Ir. Ahmad Damiri, M. Si b. Pangkat/Golongan : Pembina/IV.a c. Jabatan : Penyuluh Pertanian Madya
7. Lokasi : Provinsi Bengkulu
8. Agroekosistem : Lahan sawah dan lahan kering
9. Jangka Waktu : Tahunan
10. Tahun Dimulai : 2011
11. Biaya : 300.000.000,- (Tiga Ratus Juta Rupiah)
Koordinator Program Penanggung Jawab RDHP
Dr. Ir. Wahyu Wibawa, MP Ir. Ahmad Damiri, M. Si NIP. 19690427 199803 1 001 NIP.19630920 199203 1 001 Mengetahui, Menyetujui, Kepala Balai besar Pengkajian Kepala BPTP Bengkulu Dan Pengembangan teknologi Pertanian Dr. Ir. Agung Hendriadi, M. Eg Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP NIP. 196108021 198903 1 011 NIP. 19590206 198603 1 002
iii
RINGKASAN
1. Judul : Model Pengembangan Pertanian Perdesaan
Melalui Inovasi (M-P3MI) 2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu 3. Alamat Unit Kerja : Jl. Irian KM 6,5 Bengkulu 38119 4. Diusulkan Melalu DIPA : BPTP 2013 5. Status Kegiatan : Lanjutan 6. Tujuan : 1. Penyebaran informasi adopsi melaui
implementasi inovasi teknologi
implementasi integrasi intensifikasi sapi-
padi sawah.
2. Perluasan pembinaan kelompok tani melalu
penyebaran informasi teknologi
menggunakan berbagai media.
3. Pembinaan kelompok tani terkait komoditas
Kentang Merah.
4. Mendiseminasikan inovasi teknologi
produksi Kentang Merah.
5. Mendukung program pembangunan
pertanian tannaman pangan dan
hortikultura
7. Keluaran : 1. Tersebarnya informasi adopsi melaui
implementasi inovasi teknologi
implementasi integrasi intensifikasi sapi-
padi sawah.
2. Semakin luas pembinaan kelompok tani
melalu penyebaran informasi teknologi
menggunakan berbagai media.
3. Kelompok tani mendapat binaan terkait
komoditas Kentang Merah.
4. Terdiseminasinya inovasi teknologi
produksi Kentang Merah.
iv
5. Terdukungnya program pembangunan
pertanian tannaman pangan dan
hortikultura
8. Hasil tahun Lalu : 1. Telah diadopsi berbagai komponen paket
teknologi budidaya padi seperti sistem
tanam legowo, penggunaan Caplak Roda
untuk membuat pola garis tanam, efisiensi
penggunaan benih, efisiensi penggunaa
pupuk, penggunaan varietas padi unggul
baru (Inpari 6, 10, dan 13).
2. Tumbuhkan penangkar padi.
3. Terlaksananya spektrum diseminasi multi
channel (SDMC) seperti pertemuan (temu
lapang, sosialisasi), media cetak nasional
(Sinar Tani), media cetak lokal (Koran
Rakyat Bengkulu), pameran nasional pada
Penas XIII Kalimantan Timur, peragaan
teknologi budidaya padi.
4. Adopsi teknologi telah berlangsung di 13
kelompoktani dengan jumlah anggota
kelompok ± 200 orang. Adopsi ini terjadi
pada desa binaan dan lima desa dampak
berupa penggunaan Caplak Roda, sistem
tanam legowo, varietas unggul baru Inpari
dan Inpara, dosis dan waktu pemupukan,
efisiensi penggunaan bibit.
5. Adopsi Caplak Roda juga sudah dilakukan
di Kabupaten Bengkulu Utara dan
Kabupaten Rejang Lebong.
6. Adopsi teknologi budidaya jagung komposit
dengan penggunaan benih varietas Lamuru
dan Sukmaraga.
9. Perkiraan Manfaat : 1. Meluasnya diadopsi berbagai komponen
paket teknologi budidaya padi seperti
v
sistem tanam legowo, penggunaan Caplak
Roda untuk membuat pola garis tanam,
efisiensi penggunaan benih, efisiensi
penggunaa pupuk, penggunaan varietas
padi unggul baru (Inpari 6, 10, dan 13), .
2. Berkembangnya spektrum diseminasi multi
channel (SDMC) pada berbagai tempat.
4. Berkembangnya adopsi teknologi oleh
anggota kelompok di dalam 13
kelompoktani.
5. Terdiseminasinya informasi adopsi melaui
implementasi inovasi teknologi
implementasi integrasi intensifikasi sapi-
padi sawah.
6. Terdiseminasinya inovasi teknologi
produksi Kentang Merah.
7. Terdukungnya program pembangunan
pertanian tannaman pangan dan
hortikultura
10. Perkiraan Dampak : Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan
petani melalui adopsi berbagai teknologi
usahatani.
11. Prosedur : Seminar RDHP dan RODHP
Pertemuan Tim pelaksana kegiatan
Pelaksanaan kegiatan
12. Jangka Waktu : 3 Tahun
13. Biaya : 300.000.000,- (Tiga Ratus Juta Rupiah)
vi
SUMMARY
1. Title : Model of Village Agricultural Development By
Inovation 2. Implementation Unit : Instutute of Assesment of Agricultural
Technology 3. Location : Bengkulu Province 4. Agrosystem : low land rice and dry land 5. Status (L/B) : Continued 6. Objective : 1. Disemination adoption information by
technology innovation implementation
intensification cow-paddy integrated.
2. To increase farmer group study by many
media technology information.
3. Knowledge increas of red potato farmer
group.
4. Inovation tecknology disemination Red
Potato product.
5. To support of food and horticulture
Agricultural building program
7. Output : 1. Diseminated adoption information by
technology innovation implementation
intensification integrated cow-lowland rice.
2. Increased farmer group study by many
media technology information.
3. Knowledge increasing of red potato farmer
group.
4. Inovation tecknology diseminated Red
Potato product.
5. Supported of food and horticulture
Agricultural building program
vii
8. Outcome : 1. Increased of skill and knowledge of low
land rice and dry land farmers
2. Tecknology adoption diseminated
9. Expected Benefit : 1. Difusien, adopted of agronomy component
packet of paddy agronomy tecknology,
seed eficien, fertilizer eficien, applied of
new varities (Inpari 6, 10, dan 13), orange
cultivation and post harves and cow-paddy
integated.
2. Extention of multy channel disemination
system.
10. Expected impact : Increasing of farmers knowledge by tecknology
adoption and disemination of farming system .
11. Methodology : RDHP and RODHP Seminar
Meeting group
Implementation of Activities in field
12. Duration : three Years
13. Budget : Rp 300.000.000,-
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu solusi untuk membangun perdesaan dengan inovasi
pertanian dengan muatan teknologi dan kelembagaan tentu yang harus
dimulai dengan menyusun rancangannya terlebih dahulu dalam bentuk
percontohan. Percontohan yang dibuat akan menjadi model untuk
dikembangkan lebih luas. Model tersebut harus menunjukkan penggunaan
inovasi pertanian yang menyediakan pilihan terbaik mengatasi permasalahan
pertanian yang dihadapi petani di perdesaan. Fokus kegiatan berbasis pada
isu sekitar peningkatan produksi, serta peningkatan nilai tambah ekonomi
dari komoditas yang dikembangkan. Permintaan pasar harus menjadi
pertimbangan dalam melaksanakan kegiatan. Dari sisi teknologi, yang
ditampilkan sebagai percontohan itu adalah teknologi yang sudah matang
dalam arti siap digunakan dalam skala pengembangan serta mempunyai
potensi untuk memberikan dampak. Untuk teknologi yang belum mantap,
perlu dilakukan pengujian guna mendapatkan produktivitas terbaik.
Inovasi teknologi maupun kelembagaan yang dikembangkan dalam
percontohan harus bisa membantu petani menyelesaikan permasalahan baik
dalam budi daya maupun pemasaran hasil. Disamping itu dilakukan adaptasi
teknologi pada kondisi lingkungan sosial budaya, lingkungan, sosial ekonomi,
biofisik dan memiliki dukungan ketersediaan tenaga kerja. Target dari
membangun perdesaan melalui inovasi pertanian ini tiada lain untuk
mendukung visi pembangunan pertanian menuju terwujudnya pertanian
unggulan berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk
meningkatkan kemandirian, nilai tambah, daya saing eksport dan
kesejahteraan petani (Hendayana, 2011).
Guna mendukung pembangunan pertanian menuju terwujudnya
pertanian unggulan berkelanjutan, Salah satu aktivitas Kementerian
Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian adalah Model Pengembangan
Pertanian Perdesan Melalui Inovasi (M-P3MI). Konsep Model M-P3MI berada
dalam koridor tupoksi Badan Litbang Pertanian sesuai Kepres Nomor :
177/2000 dan Kepmentan Nomor : 01/Kpts/OT.210/1/2001. Meskipun
2
arahnya menuju perluasan jangkauan penggunaan inovasi, akan tetapi fokus
M-P3MI tetap pada model percontohan, dan bukan pada pemasalan inovasi.
Wujud model yang akan dibangun adalah visualisasi atau peragaan
inovasi yang akan dikembangkan. Tampilan model berbentuk unit
percontohan berskala pengembangan berwawasan agribisnis terpadu. Model
bersifat dinamis dalam arti pemodelan senantiasa mengikuti dinamika
perkembangan kebijakan inovasi, mengakomodasi peluang penggunaan
input atau proses yang berpengaruh terhadap output, disertai dengan
kemungkinannya. Disamping itu model percontohan yang dibangun juga
mengembangkan solusi-solusi optimum dalam menghadapi situasi yang tidak
pasti (Kementerian Pertanian. 2010).
Inovasi teknologi yang diujicobakan dalam unit percontohan M-P3MI
pada tahun 2011 dan 2012 ini meliputi teknologi budidaya padi, merupakan
teknologi yang matang dan siap digunakan pada skala pengembangan serta
mempunyai potensi untuk memberikan dampak terutama dampak produksi
yang tinggi. Teknologi ini terkait dengan Badan Litbang Pertanian sebagai
penyalur langsung teknologi kepada petani, sehingga sasarannya untuk
mendapatkan nilai tambah sebesar-besarnya melalui pengembangan usaha
terdiversifikasi seluas mungkin (Badan Litbang Pertanian. 2012).
Dalam bidang penyebaran informasi teknologi pertanian untuk
mendukung percepatan akses informasi teknologi. Syarat yang diperlukan
adalah data base tentang berbagai inovasi teknologi pertanian yang dikelola
sedemikian rupa sehingga mudah untuk diakses oleh pengguna. Praktek
penyalurannya bisa dilakukan melalui berbagai kanal/saluran. Dalam bidang
pertanian, bisa dicontohkan misalnya diseminasi jarak tanam dalam
bedengan, dan paket dosis pemupukan.
Penyaluran informasi teknologi harus sesuai dengan perencanaan,
yaitu apa yang disalurkan dapat dengan mudah diterima pengguna. Untuk
itu agar diseminasi itu lebih efektif, mutlak menggunakan berbagai saluran
komunikasi dan media yang merupakan komponen penting pada SDMC
seperti yang telah dilakukan pada M-P3MI Provinsi Bengkulu tahun 2011
dan 2012 seperti berikut:
1. Pameran/Peragaan berupa petak percontohan dengan teknologi
terapannya,
3
2. Forum Pertemuan berupa temu lapang, pelatihan dan sosialisasi,
3. Media Cetak berupa petunjuk pelaksanaan pemeliharaan tanaman, dan
Media Elektronik/Digital berupa internet dalam bentuk webside BPTP
Bengkulu.
Pada tahun 2011, melalui kegiatan M-P3MI telah diadopsi berbagai
komponen teknologi budidaya padi seperti sistem tanam legowo,
penggunaan Caplak Roda untuk membuat pola garis tanam, efisiensi
penggunaan benih, efisiensi penggunaa pupuk, penggunaan varietas padi
unggul baru (Inpari 6, 10, dan 13). Selain adopsi teknologi, kegiatan M-P3M
juga menumbuhkan penangkar padi, terlaksananya spektrum diseminasi
multi channel (SDMC) seperti pertemuan (temu lapang, pelatihan, dan
sosialisasi), media cetak nasional (Sinar Tani), media cetak lokal (Koran
Rakyat Bengkulu), pameran nasional pada Penas XIII Kalimantan Timur,
peragaan teknologi budidaya padi.
Adopsi teknologi telah berlangsung di 13 kelompoktani dengan
jumlah anggota kelompok ± 260 orang. Adopsi ini terjadi pada desa binaan
dan empat desa dampak berupa penggunaan Caplak Roda, sistem tanam
legowo, varietas unggul baru Inpari, dosis dan waktu pemupukan, efisiensi
penggunaan bibit. Selanjutnya penggunaan Caplak Roda juga sudah diadopsi
di Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Rejang Lebong. Adopsi lain
yang telah terjadi berupa teknologi budidaya jagung komposit dengan
penggunaan benih varietas Lamuru dan Sukmaraga.
Pada tahun 2012, kegiatan M-P3MI mengalami perbaikan dan
penajaman. Perbaikan dan penajaman tersebut yaitu dari pengembangan
komoditas padi dan jagung, menjadi komoditas padi saja. Pemilihan hanya
pada satu komoditas saja yaitu padi, dimaksudkan agar kegiatan menjadi
lebih tajam. Selama ini pada kelompok tani binaan, di awal sebelum
mendapat binaan dan kelompok tani lain yang betul-betul belum mendapat
binaan, permasalahan pada petani padi yang banyak dijumpai di lapangan
adalah produktivitas yang rendah sekaligus menjadi penyebab rendahnya
tingkat pendapatan petani. Hal ini disebabkan oleh :
4
1. Rendahnya tingkat pengetahuan dan keterampilan petani,
2. Penggunaan varietas yang telah ditanam berulang-ulang dalam waktu
yang lama sehingga produktivitasnya rendah dan rentan terhadap hama
dan penyakit,
3. Penggunaan benih dalam jumlah yang banyak,
4. Sistem tanam belum efisien,
5. Serangan hama dan penyakit,
6. Pemupukan yang tidak rasional.
Padi merupakan komoditas strategis dan politis. Oleh karena itu agar
keberhasilan program perberasan nasional dapat berlangsung, perlu adanya
dukungan :
1. Adanya trobosan teknologi yang berkelanjutan,
2. Kemauan dan kemampuan petani untuk menerapkan teknologi baru,
3. Keterjangkauan petani pada teknologi dan ketersediaan sarana pen-
dukung penerapan teknologi,
4. Ketersediaan modal bagi petani untuk menerapkan paket teknologi,
5. Pengembangan prasarana pendukung penerapan teknologi maju,
6. Kelembagaan petani yang kondusif dengan teknoologi maju, dan
7. Tersedianya pasar bagi produk pertanian.
Berbasis Integrasi Sapi-Padi Sawah
Guna meningkatkan daya saing berbagai komoditi pertanian, maka
pada era globalisasi ini pendekatan pembangunan pertanian menuntut
pengembangan teknologi pertanian secara bersinergi dan terpadu untuk
mendapatkan nilai tambah. Pendekatan ini, mempunyai sasaran untuk
pengembangan dan efisiensi penggunaan sumberdaya pertanian,
meningkatkan daya saing produk pertanian serta memperbaiki kesejahteraan
masyarakat berdasarkan model usaha pertanian terpadu.
Pengembangan ternak pola integrasi dalam suatu sistem pertanian
merupakan suatu strategi yang sangat penting dalam usahatani yang ramah
lingkungan dalam mewujudkan kesejahteraan rumah tangga petani dan
masyarakat pedesaan, terutama untuk menghasilkan sapi bakalan sekaligus
memperbaiki kualitas lahan yang sakit. Pengembangannya berdasarkan
prinsip zero waste dengan pemanfaatan potensi limbah tanaman sebagai
sumber pakan ternak dan pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk
5
organik, penciptaan lapangan kerja baru di pedesaan dan peningkatan
partisipasi masyarakat dalam mewujutkan usaha agribisnis berdaya saing,
ramah lingkungan dan mandiri (Diwjanto dan Eko, 2004).
Dengan inovasi teknologi yang tepat, limbah tanaman dapat diubah
menjadi bahan pakan sumber serat bagi ternak ruminansia (sapi). Dalam hal
ini ternak sapi berperan sebagai pabrik kompos dengan bahan baku limbah
tanaman, yang pada akhimya kompos tersebut dipergunakan sebagai bahan
pupuk organik bagi tanaman. Dalam upaya meningkatkan populasi ternak
sapi potong dengan biaya produksi yang layak, pendekatan pola integrasi
ternak tanaman padi menjadi keharusan untuk dikembangkan baik secara
teknis, ekonomis maupun sosial. Teknologi ini mempunyai nilai keuntungan
hasil utama berupa kompos untuk perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis
tanah sawah dan dari aspek ekonomi model teknologi ini dapat menekan
perkembangan penyakit ternak, menghindari pencurian ternak dan
peningkatan kepercayaan petani karena usaha yang mereka miliki menjadi
bertambah.
Berbasis Kentang Merah
Kentang adalah salah satu jenis tanaman hortikultura yang
dikonsumsi umbinya dan dikalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran
umbi. Kentang banyak mengandung zat karbohidrat, protein, mineral dan
vitamin yang cukup baik, sedikit lemak dan tidak mengandung kolesterol,
sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Tingginya kandungan karbohidrat
menyebabkan kentang dikenal sebagai bahan pangan yang dapat
mensubstitusi bahan pangan lain yang berasal dari beras, jagung
(Departemen Pertanian. 2009).
Menurut Adiyoga, W. Dkk. (2004), beberapa penelitian di negara
berkembang mengindikasikan adanya hubungan positif antara pendapatan
dan konsumsi kentang. Pada tingkat pendapatan per kapita yang relatif
rendah, konsumsi kentang ternyata masih jauh dari titik saturasi. Dengan
demikian, sejalan dengan peningkatan pendapatan, konsumsi kentang di
negara-negara berkembang juga akan semakin meningkat. Disamping
pendapatan per kapita, pertumbuhan konsumsi kentang per kapita juga
dipengaruhi oleh harga relatif dan ketersediaan bahan substitusi. Tingkat
pertumbuhan ini juga merupakan fungsi dari selera, preferensi serta
6
berbagai faktor demografis dan kultural. Di negara maju, kentang secara
tipikal dianggap sebagai komoditas murah yang merupakan bahan baku
pati/tepung, sedangkan di negara berkembang cenderung dikategorikan
sebagai sayuran mahal dan terkadang mewah. Sejalan dengan membaiknya
perekonomian di Asia serta meningkatnya pendapatan pada beberapa
dekade terakhir, konsumen semakin terdorong untuk melakukan diversifikasi
pangan dan peningkatan konsumsi kentang termasuk di dalam upaya
tersebut.
Provinsi Bengkulu merupakan salah satu daerah penghasil kentang
sumatera, dimana produksi kentang Bengkulu banyak dijual ke provinsi
tetangga selain dijual di dalam provinsi Bengkulu sendiri, hal ini karena
Provinsi Bengkulu memiliki dataran tinggi yang cocok untuk pengembangan
kentang yaitu di Kabupaten Rejang Lebong. Rejang Lebong terletak di
punggung pegunungan Bukit Barisan pada ketinggian antara 600 sampai
lebih dari 1.000 meter di atas permukaan air laut, sebagai daerah penghasil
sayuran. berbagai sayuran yang dihasilkan diantaranya adalah cabe, wortel,
terung, timun, kacang panjang, buncis selain kentang itu sendiri.
Kabupaten Rejang Lebong mempunyai karakteristik wilayah dan
agroekosistem yang sesuai, namun untuk pengembangannya, masih
mempunyai keterbatasan teknologi produksi. Kentang yang banyak
dilkembangkan masyarakat adalah Varietas Granola Cipanas dan Lembang.
Khusus Kentang Merah adalah Varietas lokal yang belum dilepas secara
resmi namun disenangi masyarakat setempat dan konsumen tertentu
(Bahar, 2009).
Sebagai daerah penghasil kentang, saat ini banyak petani yang
menanam Kentang Merah selain Granola. Selama ini pemasaran kentang
merah mengalami kesulitan karena banyak masyarakat yang belum
mengenal Kentang Merah bahkan masih banyak yang menganggap kentang
merah sebagai ubi rambat. Sejalan dengan perkembangan waktu, semakin
banyak masyarakat yang sudah mengenal kentang merah dan
pemasarannya sudah tidak mengalami permasalahan lagi, bahkan harganya
dipasaran lebih mahal dibandingkan dengan kentang lain yang lebih dahulu
dikenal masyarakat. Saat ini sebagian petani mencoba menanam Kentang
7
Merah, sehingga dari waktu kewaktu petani yang menanam Kentang Merah
semakin banyak.
1.2. Dasar Pertimbangan
Berbasis Integrasi Sapi-Padi Sawah
Komoditas tanaman pangan khusunya padi, memiliki peranan pokok
sebagai pemenuh kebutuhan pangan, pakan, dan industri dalam negeri yang
setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan. Sehingga dari sisi
ketahanan pangan nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis.
Permasalahan pada usatani padi, kebanyakan petani melakukan
pembakaran jerami di lahan dan tidak mengembalikan sisa jerami ke dalam
tanah karena harus melalui proses pengomposan yang dirasa merepotkan
dan menambah tenaga kerja. Apabila belum menjadi kompos langsung
ditebar di lapangan, akan mengganggu proses pengolahan lahan. Melalui
kegiatan integrasi sapi – padi, jerami dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi
dan kotoran sapi digunakan sebagai pupuk organik bagi tanaman padi di
sawah. Kotoran sapi yang strukturnya lebih halus dibandingkan jerami tidak
akan mengganggu proses pengolahan lahan.
Dengan integrasi sapi – padi sawah, maka bukan hanya produktivitas
lahan yang ditingkatkan, tetapi sekaligus juga merupakan tindakan
konservasi vegetatif. Sisa tanaman bila dimulsakan atau dibenamkan dapat
mensuplai unsur hara, mempertinggi stabilitas agregat tanah. Sistem
usahatani berkelanjutan merupakan suatu usaha pengelolaan lahan-tanaman
yang dapat meningkatkan produksi tanaman persatuan luas dan waktu,
melindungi tanah dari kerusakan, meningkatkan kesuburan tanah dan bahan
organik.
Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman akan
mengalami dekomposisi dan terangkut ke lapisan bawah. Sedangkan Sumber
sekunder bahan organik adalah hewan. Hewan terlebih dahulu harus
menggunakan bahan organik tanaman setelah itu barulah menyumbangkan
pula bahan organik.
Berbasis Kentang Merah
Provinsi Bengkulu merupakan salah satu daerah penghasil kentang
sumatera, dimana produksi kentang Bengkulu banyak dijual ke provinsi
8
tetangga selain dijual di dalam provinsi Bengkulu sendiri, hal ini karena
Provinsi Bengkulu memiliki dataran tinggi yang cocok untuk pengembangan
kentang yaitu di Kabupaten Rejang Lebong. Rejang Lebong terletak di
punggung pegunungan Bukit Barisan pada ketinggian antara 600 sampai
lebih dari 1.000 meter di atas permukaan air laut, sebagai daerah penghasil
sayuran. berbagai sayuran yang dihasilkan diantaranya adalah cabe, wortel,
terung, timun, kacang panjang, buncis selain kentang itu sendiri.
Kabupaten Rejang Lebong mempunyai karakteristik wilayah dan
agroekosistem yang sesuai, namun untuk pengembangannya, masih
mempunyai keterbatasan teknologi produksi. Kentang yang banyak
dilkembangkan masyarakat adalah Varietas Granola Cipanas dan Lembang.
Khusus Kentang Merah adalah Varietas lokal yang belum dilepas secara
resmi namun disenangi masyarakat setempat dan konsumen tertentu
(Bahar, 2009).
Sebagai daerah penghasil kentang, saat ini banyak petani yang
menanam Kentang Merah selain Granola. Selama ini pemasaran kentang
merah mengalami kesulitan karena banyak masyarakat yang belum
mengenal Kentang Merah bahkan masih banyak yang menganggap kentang
merah sebagai ubi rambat. Sejalan dengan perkembangan waktu, semakin
banyak masyarakat yang sudah mengenal kentang merah dan
pemasarannya sudah tidak mengalami permasalahan lagi, bahkan harganya
dipasaran lebih mahal dibandingkan dengan kentang lain yang lebih dahulu
dikenal masyarakat. Saat ini sebagian petani mencoba menanam Kentang
Merah, sehingga dari waktu kewaktu petani yang menanam Kentang Merah
semakin banyak.
1.3. Tujuan
1. Penyebaran informasi adopsi melaui implementasi inovasi teknologi
implementasi integrasi intensifikasi sapi-padi sawah.
2. Perluasan pembinaan kelompok tani melalu penyebaran informasi
teknologi menggunakan berbagai media.
3. Pembinaan kelompok tani terkait komoditas Kentang Merah..
4. Mendiseminasikan inovasi teknologi produksi Kentang Merah.
9
5. Mendukung program pembangunan pertanian tanaman pangan dan
hortikultura
1.4. Keluaran
1. Tersebarnya informasi adopsi melaui implementasi inovasi teknologi
implementasi integrasi intensifikasi sapi-padi sawah.
2. Semakin luas pembinaan kelompok tani melalu penyebaran informasi
teknologi menggunakan berbagai media.
3. Kelompok tani mendapat binaan terkait komoditas Kentang Merah.
4. Terdiseminasinya inovasi teknologi produksi Kentang Merah.
5. Terdukungnya program pembangunan pertanian tannaman pangan dan
hortikultura
1.5. Hasil yang Diharapkan
1. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petani
2. Diadopsinya inovasi teknologi integrasi sapi-padi sawah dan produksi
Kentang Merah.
1.6. Perkiraan Manfaat dan Dampak
1.6.1. Manfaat
Manfaat yang akan diperoleh yaitu; a) terjadinya percepatan
penyebaran inovasi teknologi pertanian, khususnya teknologi integrasi sapi -
padi sawah, teknologi budidaya dan pascapanen jeruk dan budidaya Kentang
Merah, b) terjadinya perluasan jangkauan penggunaan teknologi integrasi
sapi - padi sawah dan budidaya Kentang Merah bagi pengguna utama dan
pengguna usaha di sektor pertanian, dan c) terjadinya penyebaran jumlah
kelompok binaan guna meningkatkan produksi dan produktivitas sapi – padi
dan budidaya Kentang Merah.
1.6.2. Dampak
1. Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan petani melalui adopsi
berbagai teknologi usahatani dan pascapanen.
2. Berkembangnya jumlah petani yang mengadopsi inovasi teknologi yang
di diseminasikan.
10
3. Bertambahnya tingkat kepercayaan Pemerintah Provinsi maupun
Pemerintah Kabupaten terhadap kemampuan BPTP Bengkulu.
4. Semakin berkembangnya program Kementerian Pertanian
II. TINJAUAN PUSTAKA
Berbasis Integrasi Sapi-Padi Sawah
Padi merupakan komoditas tanaman pangan yang strategis dan menjadi
prioritas dalam menunjang program pertanian, dimana sampai saat ini usahatani
padi di Indonesia termasuk Provinsi Bengkulu masih menjadi tulang punggung
perekonomian perdesaan. Terjadinya penciutan lahan sawah akibat konversi
lahan untuk kepentingan non-pertanian maupun usahatani lain selain padi sawah
dan pengelolaan sawah yang kurang tepat karena keterbatasan pengetahuan
petani serta perkembangan inovasi teknologi yang belum terikuti dengan baik
oleh petani, menyebabkan produktivitas padi sawah cenderung melandai, bahkan
mungkin menurun. Belum stabilnya laju pertumbuhan produksi padi, apabila
ditelaah lebih lanjut ternyata disebabkan oleh masih tergantungnya sumber
pertumbuhan produksi yang berasal dari peningkatan produktivitas (Departemen
Pertanian. 2005).
Pola integrasi sapi – padi sawah dalam suatu sistem pertanian merupakan
suatu strategi yang sangat penting dalam usahatani yang ramah lingkungan
dalam mewujudkan kesejahteraan rumah tangga petani dan masyarakat
pedesaan, terutama untuk menghasilkan sapi bakalan sekaligus memperbaiki
kualitas lahan. Perbaikan lahan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan
organik yang berasal dari kotoran ternak.
Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah.
Peranan bahan organik bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan
sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologis, dan sifat kimia tanah. Bahan organik
merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam
pembentukan agregat tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap
agregat tanah yang tiada taranya. Melalui penambahan bahan organik, tanah
yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Demikian
pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori tanah
(porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat.
11
Bahan organik umumnya ditemukan dipermukaan tanah. Jumlahnya tidak
besar, hanya sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar
sekali. Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation berasal dari bahan organik. Ia
merupakan sumber hara tanaman. Disamping itu bahan organik adalah sumber
energi bagi sebagian besar organisme tanah. Dalam memainkan peranan
tersebut bahan organik sangat ditentukan oleh sumber dan susunannya, oleh
karena kelancaran dekomposisinya, serta hasil dari dekomposisi itu sendiri.
Salah satu peran bahan organik yaitu sebagai granulator, yaitu
memperbaiki struktur tanah. Menurut Arsyad (1989) peranan bahan organik
dalam pembentukan agregat yang stabil terjadi karena mudahnya tanah
membentuk kompleks dengan bahan organik. Hai ini berlangsung melalui
mekanisme:
- Penambahan bahan organik dapat meningkatkan populasi mikroorganisme
tanah, diantaranya jamur atau cendawan, karena bahan organik digunakan
oleh mikroorganisme tanah sebagai penyusun tubuh dan sumber energinya.
Miselia atau hifa cendawan tersebut mampu menyatukan butir tanah menjadi
agregat, sedangkan bakteri berfungsi seperti semen yang menyatukan
agregat.
- Peningkatan secara fisik butir-butir prima oleh miselia jamur dan
aktinomisetes. Dengan cara ini pembentukan struktur tanpa adanya fraksi liat
dapat terjadi dalam tanah.
- Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan bagian-bagian pada
senyawa organik yang berbentuk rantai panjang.
- Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan antar bagian negatif
liat dengan bagian negatif (karbosil) dari senyawa organik dengan perantara
basa dan ikatan hidrogen.
- Peningkatan secara kimia butir-butir liat melalui ikatan antara bagian negatif
liat dan bagian positf dari senyawa organik berbentuk rantai polimer.
Peranan bahan organik terhadap perbaikan sifat kimia tanah tidak
terlepas dalam kaitannya dengan dekomposisi bahan organik, karena pada
proses ini terjadi perubahan terhadap komposisi kimia bahan organik dari
senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Proses yang
terjadi dalam dekomposisi yaitu perombakan sisa tanaman atau hewan oleh
miroorganisme tanah atau enzim-enzim lainnya, peningkatan biomassa
12
organisme, dan akumulasi serta pelepasan akhir. Akumulasi residu tanaman dan
hewan sebagai bahan organik dalam tanah antara lain terdiri dari karbohidrat,
lignin, tanin, lemak, minyak, lilin, resin, senyawa N, pigmen dan mineral,
sehingga hal ini dapat menambahkan unsur-unsur hara dalam tanah.
Sebagai limbah tanaman, jerami padi dapat diubah menjadi bahan pakan
sumber serat bagi ternak ruminansia (sapi). Dalam upaya meningkatkan populasi
ternak sapi potong dengan biaya produksi yang layak, pendekatan pola integrasi
ternak tanaman padi menjadi keharusan untuk dikembangkan baik secara teknis,
ekonomis maupun sosial. Teknologi ini mempunyai nilai keuntungan hasil utama
yang dapat menekan perkembangan penyakit ternak dan peningkatan
kepercayaan petani karena usaha yang mereka miliki menjadi bertambah.
Berbasis Kentang Merah
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman
sayuran yang mendapat prioritas untuk dapat dikembangkan di Indonesia.
Berdasarkan valumenya, kentang merupakan tanaman pangan ke empat dunia
setelah padi, gandum, dan jagung. Sebagai tanaman dari suku Solanaceae yang
memiliki umbi batang yang dapat dimakan dan disebut kentang. Umbi kentang
sekarang telah menjadi salah satu makanan pokok penting di Eropa walaupun
pada awalnya didatangkan dari Amerika Selatan (Wikipedia,2009)
Di Indonesia, kentang di tanam di dataran tinggi (1.000 – 3.000 m dpl)
dengan sentra produksi kentang Indonesia di : Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Jambi. Walaupun
Provinsi Bengkulu tidak termasuk sebagai sentra produksi kentang di Indonesia,
tetapi Provinsi Bengkulu juga memiliki dataran tinggi yang cocok untuk
pengembangan kentang yaitu di Kabupaten Rejang Lebong. Pemerintah Provinsi
Bengkulu telah menetapkan Kabupaten Rejang Lebong, Kabupaten Lebong dan
Kabupaten Kapahiang sebagai Kawasan Produksi Kentang, karena mempunyai
karakteristik wilayah dan agroekosistem yang sesuai, namun untuk
pengembangannya, masih mempunyai keterbatasan teknologi produksi,
manajemen usahatani dan pemasaran. Kentang yang banyak dilkembangkan
masyarakat adalah Varietas Granola Cipanas dan Lembang. Khusus kentang
merah adalah Varietas lokal yang belum dilepas secara resmi namun disenangi
masyarakat setempat dan konsumen tertentu (Bahar, 2009).
13
Rejang Lebong memiliki dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 1000
m dpl. Topografi daerah bergelombang sampai berbukit, dengan curah hujan
cukup tinggi. Tingkat produktivitas kentang baru 13,65 ton/ha masih jauh
dibawah produktivitas nasional (16,09 ton/ha), tingkat produktivitas di sentra
produksi di pulau Jawa sebesar 17,81 ton/ha ataupun rekomendasi teknologi
yang bisa diatas 30 ton/ha. Dengan demikian dalam penerapan budidaya di
daerah ini masih belum begitu baik, sementara potensi pegembangan produksi
melalui perluasan areal maupun peningkatan produktivitas masih sangat
memungkinkan di daerah ini (Bahar, 2009).
Produksi kentang yang rendah di Kabupaten Rejang Lebong diduga
karena petani selalu menggunakan benih yang berasal dari tanaman produksi
sebelumnya yang disisihkan. Pengulangan penanaman kentang yang berasal dari
umbi akan meningkatkan akumulasi penyakit yang menyebabkan produksi
semakin menurun. Kebiasaan petani tersebut diduga karena penjualan benih
sehat jarang tersedia, dan kalaupun tersedia benih yang sehat berasal dari
penangkaran, harganya sangat tinggi. Permasalahan secara umum yang
menyebabkan produktivitas rendah adalah penerapan teknologi budidaya
tasnaman seperti pemeliharaan dan pengaturan tanam yang belum tepat. Untuk
itu perlu diatur jarak tanam dan dosis pupuk yang tepat untuk penanaman
kentang.
Kentang merupakan tanaman pangan bernilai ekonomi tinggi yang dapat
mendatangkan keuntungan (cash crop) bagi pengusaha industri makanan
olahan, pedagang dan petani yang membudidayakannya. Kentang adalah
makanan yang bernilai gizi tinggi dan lengkap serta dapat digunakan sebagai
bahan pangan alternatif pengganti beras. Kentang juga merupakan salah satu
makanan siap hidang (instant food) dan cepat hidang (fast food) di Indonesia
saat ini. Permintaan kentang terus meningkat sementara pasokannya masih
kurang, sehingga perluasan budidaya kentang masih dapat terserap pasar.
Kentang tumbuh di dataran tinggi 1.000 m dpl, sehingga dapat dikembangkan
pada lahan kering di pegunungan dan tidak bersaing dengan tanaman pangan
utama lainnya (Anton Gunarto, 2003).
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, ukuran jarak tanam yang lebar
akan menghasilkan umbi kentang berukuran besar dengan harga lebih tinggi
dibandingkan dengan ukuran yang lebih kecil. Selain itu dosis pupuk yang tepat
14
perlu diketahui agar usahatani kentang menjadi efisien. Untuk itu perlu adannya
pengujian dosis pupuk tersebut.
III. PROSEDUR
3.1. Pendekatan (kerangka pemikiran)
Lokasi kegiatan tersebar pada tiga kabupaten yaitu : 1) Kabupaten
Seluma untuk kegiatan integrasi sapi - padi sawah dan 2) Kabupaten
Rejang Lebong untuk budidaya Kentang Merah.
Pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan bahwa lokasi yang
dipilih merupakan sentra komoditas dari masing-masing komoditas
kegiatan M-P3MI.
Pada tahun sebelumnya (2011 daan 2012), kegiatannya adalah
komoditas padi, lokasi kegiatan terletak di Desa Rimbo Kedui, Kecamatan
Seluma Selatan, Kabupaten Seluma. Penentuan lokasi kegiatan telah
memenuhi beberapa persyaratan yang harus dimiliki calon lokasi seperti :
1. Lokasi merupakan sentra produksi padi atau kawasan pengembangan
pertanian untuk Kabupaten Seluma.
2. Lokasi merupkan tempat sinergi program Kementerian Pertanian
seperti PUAP dan Pengembangan padi IP 400.
3. Letak lokasi strategis, baik dari aspek jarak yang hanya 50 km dari
pusat kota Bengkulu, maupun aksesibilitas dalam advokasi kepada
pemerintah daerah.
4. Gapoktan yang akan mengadakan percontohan merupakan Gapoktan
yang sedang melaksanaakan program Kementerian Pertanian seperti
PUAP.
Pada tahun 2013 lokasi kegiatan M-P3MI mengalami perkembangan
karena adanya perubahan dan penambahan komoditas sebagai berikut : 1)
perubahan kegiatan padi sawah menjadi integrasi sapi – padi sawah, 2)
penambahan komoditas Kentang Merah, sehingga lokasi disesuaikan
dengan sentra dari masing-masing komodiatas. Sentra komoditas sapi dan
padi ada di Kabupaten Seluma dan komoditas Kentang Merah ada di
Kabupaten Rejang Lebong.
15
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan M-P3MI ini disusun secara
bertahap selama 3 tahun masing-masing kegiatan yaitu :
1. tahun pertama telah dilakukan kegiatan penumbuhan minat petani
dalam menerapkan teknologi budidaya tanaman padi, pola tanam untuk
produksi dengan penerapan komponen teknologi PTT, penyebaran
inovasi teknologi melalui sistem diseminasi multi channel (SDMC),
2. tahun ke dua melakukan pemantapan penerapan inovasi teknologi yang
telah dilakukan pada tahun sebelumnya untuk tanman padi.
3. tahun ke tiga melakukan pengembangan melalui perluasan petani/
kelompoktani yang menerapkan inovasi teknologi dan kelembagan
sesuai dengan komoditas.
Pelaksanaan Rancangan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan
Melalui Inovasi (M-P3MI), berorientasi komoditas berbasis budidaya
tanaman. Penyusunan model diawali dengan percontohan budidaya padi,
selanjutnya menginventarisir komponen teknologi yang digunakan dilokasi
M-P3MI yang merupakan komponen teknologi pendekatan PTT, selanjutnya
penerapan saluran komunikasi spectrum diseminasi multi channel (SDMC).
Model yang dibangun yaitu : “Model M-P3MI Berbasis integrasi sapi
- Padi Sawah Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu”, dan
budidaya Kentang Merah. Model yang dibangun merupakan unit
percontohan penggunaan inovasi teknologi yang merupakan solusi terbaik
terhadap persoalan peningkatan produksi sapi dan padi sawah dan
budidaya Kentang Merah.
3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan
berbasis integrasi sapi - padi sawah yaitu :
1. persiapan dan konsolidasi tim kegiatan
2. penelusuran dan mengumpulkan data
3. penetapan lokasi pengembangan model diseminasi
4. melakukan sosialisasi
5. percontohan
6. gelar teknologi
7. pencetakan dan penyebaran informasi
8. pengumpulan data/tabulasi
16
9. analisis melalui pendekatan dan pencatatan menggunakan metode
diskusi (FGD)
10. percontohan dan membandingkan petani dan peternak yang
mengadopsi inovasi teknologi integrasi ternak sapi disentra tanamam
padi secara thout and without dengan inovasi belum terintegrasi.
Pengamatan yang dilakukan meliputi :
1. Peningkatan produktivitas ternak sapi dan tanaman padi sawah
2. Pengembangan pemanfaatan limbah ternak sapi dan limbah jeramai
padi
3. Analisa usahatani terhadap penigkatan pendapatan komoditas ternak
sapi, tanaman padi sawah dan integrasi sapi-padi sawah
4. Tingkat penerapan masyarakat terhadap inovasi teknologi sistem
integrasi sapi- tanaman padi disekitar lokasi kegiatan
Analisis data yang dilakukan meliputi :
Hasil akhir data terkumpul berupa gambaran lengkap pengawalan
penyebaran adopsi inovasi integrasi sapi-tanaman padi terhadap
peningkatan; produksi ternak sapi dan lahan sawah, pemanfaatan limbah
tanaman dan ternak, perekonomian masyarakat dilokasi kegiatan serta
permasalahannya. Kemudian dianlisis secara deskriptif menggunakan
persentasi tabel maupun variabel-variabel dan analisis SWOT untuk
mendapatkan gambaran pengembangan sumberdaya integrasi sapi-
tanaman padi menuju penguatan perekonomian dan pengembangan model
diseminasi inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan di perdesaan.
berbasis budidaya Kentang Merah yaitu :
1. Menentukan lahan petani kooperator dan masing-masing petani yang
terlibat sebanyak 4 orang.
2. Untuk setiap petani menerapkan komponen teknologi : a) jarak tanam
dalam bedengan 35 dan 40 cm, b) jarak antar bedengan 1 m , dan c)
paket pemupukan : (1) NPK Phonska = 1.000 kg dan SP-36 = 400
kg/ha, (2) NPK Phonska = 1.400 kg dan SP-36 = 400 kg/ha, dan (3)
NPK Phonska = 1.500 kg.
3. Luas lahan masing-masing petani kooperator seluas 1.125 m2 terdiri
dari dua luas lahan yang berbeda tergantung jarak tanam dalam
17
bedengan. Luas lahan 525 m2 untuk jarak tanam dalam bedengan 35
cm dan Luas lahan 600 m2 untuk jarak tanam dalam bedengan 40 cm.
4. Luas lahan 525 m2, dibuat bedengan sebanyak 20 bedengan,
selanjutnya dibagi 3 dengan setiap bagian diberi pupuk dengan dosis
sebagai berikut : (1) NPK Phonska = 1.000 kg dan SP-36 = 400 kg/ha,
(2) NPK Phonska = 1.400 kg dan SP-36 = 400 kg/ha, dan (3) NPK
Phonska = 1.500 kg. Demkian juga dengan luas lahan 600 m2, dibuat
bedengan sebanyak 20 bedengan, selanjutnya dibagi 3 dengan setiap
bagian diberi pupuk dengan dosis sebagai berikut : (1) NPK Phonska =
1.000 kg dan SP-36 = 400 kg/ha, (2) NPK Phonska = 1.400 kg dan SP-
36 = 400 kg/ha, dan (3) NPK Phonska = 1.500 kg.
5. Lahan masing-masing petani merupakan ulangan dari perlakuan yang
diberikan.
6. Sebagai pupuk orgnik, setiap lahan diberi kompos sebanyak 3 ton/ha
Pengamatan yang dilakukan meliputi :
1. data komponen pertumbuhan (tinggi tanaman umur 7 dan 9 mst,
jumlah cabang umur 7 dan 9 mst),
2. komponen hasil (berat umbi per tanaman, persentase ukuran berat
umbi per tanaman) dan
3. produktivitas.
Analisis data yang dilakukan meliputi :
Metode analisis menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
yang, terdiri 6 kombinasi perlakuan yaitu 3 paket dosis pupuk dan 2 jarak
tanam dalam bedengan yang ulangan sebanyak 4 kali. Selanjutnya di uji
lanjut menggunakan LSD bila menunjukan perbedaan yang nyata antar
perlakuan. Data yang diamati terdiri dari komponen pertumbuhan tanaman
(tinggi tanaman), komponen hasil (hasil per tanaman dan rata-rata bobot
umbi berdasarkan ukurannya), dan hasil per hektar.
18
IV. ANALISIS RISIKO
4.1. Daftar Risiko
No Tahap Kegiatan Identifikasi Resiko Penyebab Dampak
1.
Integrasi Sapi – Padi Sawah
Koordinasi dan sosialisasi
Pengembangan ternak sapi pada sentra padi belum terdata
Informasi perkembangan sapi disentra padi belum lengkap
Analisis kajian tidak sesuai yang diharapkan
2. Hunting lokasi Permasalahan lapangan tidak sesuai dengan informasi terdahulu
Rekapan informasi tidak menggambarkan permasalahan sebenarnya
Terkendala penetapan kooperator dan lokasi kegiatan
3. Identifikasi teknologi eksisting
Sulit mendapatkan informasi dari masyarakat
Masyarakat belum memahami pentingnya informasi yang sudah ada
Terkendala menetapkan paket teknologi anjuran
4. Implementasi kegiatan di lapangan
Kooperator belum memahami teknologi integrasi
Belum adanya sosialisasi inovasi integrasi ternak-tanaman
Tujuan kegiatan tidak tercapai
1.
Kentang Merah Sosialisasi
Petani belum memahami kegiatan
Kurang memahami juknis yang diberikan (bagikan)
Pelaksanaan tidak sesuai perencanaan
2. Perbenihan Produktivitas yang dicapai rendah
Benih telah ditanam berulang-
ulang dalam waktu lamam mengalami
Produksi rendah
3. Hama dan penyakit
Petani banyak belum memahami jenis pestisida yang digunakan
Petani belum mengerti bahan aktif dari pestisida yang digunakan
Penggunaan pestisida sembarangan dan pengaruhnya kurang efektif dan efisien serta tergantung hanya pada merek dagang
4. Pemupukan Petani belum memahami konversi pupuk tunggal ke pupuk majemuk
Petani belum mendapat informasi cara menghitung konversi pupuk tunggal ke pupuk majemuk
Tidak efisiennya penggunaan pupuk
5. Pemerataan informasi teknologi
Sebagian kecil petani dalam kelompok yang memahami teknologi budidaya kentang merah
Informasi terbatas pada ketua kelompok tani saja
Banyak anggota kelompok yang belum mengetahui informasi teknologi budidaya padi secara utuh
6. Keyakinan terhadap teknologi
Petani tidak mau menerapkan sebelum melihat sendiri kekuatan teknologi
Kurangnya percontohan-percontohan kegiatan budidaya kentang merah yang produktivitas tinggi
Produktivitas yang dicapai tetap rendah
19
4.2. Daftar Penanganan Risiko
No Tahap Kegiatan Identifikasi Resiko Penyebab Penanganan Resiko
1.
Integrasi Sapi – Padi Sawah
Koordinasi dan sosialisasi
Pengembangan ternak sapi pada sentra padi belum terdata
Informasi perkembangan sapi disentra padi belum lengkap
Melengkapi berbagai data informasi ternak sapi dan sentra padi sawah
2. Hunting lokasi Permasalahan lapangan tidak sesuai dengan informasi terdahulu
Rekapan informasi tidak menggambarkan permasalahan sebenarnya
Pelaksanaan kegiatan disesuaikan dengan permasalahan yang ada
3. Identifikasi
teknologi eksisting
Sulit mendapatkan
informasi dari masyarakat
Masyarakat belum
memahami pentingnya informasi yang sudah ada
Melakukan
pengggalian melalui pertemuan terfokus
4. Implementasi kegiatan di lapangan
Kooperator belum memahami teknologi integrasi
Belum adanya sosialisasi inovasi integrasi ternak-tanaman
Pemahaman tentang inovasi teknologi integrasi
1.
Kentang Merah Sosialisasi
Petani belum memahami kegiatan
Kurang memahami juknis yang diberikan (bagikan)
Penjelasan lebih rinci tentang pelaksanaan kegiatan
2. Perbenihan Produktivitas yang dicapai rendah
Benih telah ditanam berulang-ulang dalam waktu lamam mengalami
Seleksi tanaman sehat untuk dijadikan sumber benih pertanaman
selanjutnya
3. Hama dan penyakit
Petani banyak belum memahami jenis pestisida yang digunakan
Petani belum mengerti bahan aktif dari pestisida yang digunakan
Penjelasan tentang pestisida dan bahan aktif yang menjadi pedoman dalam penggunaan pestisida
4. Pemupukan Petani belum memahami konversi pupuk tunggal ke pupuk majemuk
Petani belum mendapat informasi cara menghitung konversi pupuk tunggal ke pupuk majemuk
Memberikan pelatihan cara menghitung konversi pupuk tunggal ke pupuk majemuk
5. Pemerataan informasi teknologi
Sebagian kecil petani dalam kelompok yang
memahami teknologi budidaya kentang merah
Informasi terbatas pada ketua kelompok tani saja
Melakukan pertemuan pada semua anggota kelompok dan
penjelasan informasi teknologi secara utuh
6. Keyakinan terhadap teknologi
Petani tidak mau menerapkan sebelum melihat sendiri kekuatan teknologi
Kurangnya percontohan-percontohan kegiatan budidaya kentang merah yang produktivitas tinggi
Mengundang anggota kelompok tani setiap ada pertemuan dan pelaksanaan tahapan kegiatan sampai pane
20
V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN
5.1. Tenaga yang terlibat dalam kegiatan
No
Penjab
Kegiatan/Anggota
Peneliti/Gelar
NIP Bidang
Keahlian Jenjang
Fungsional
Alokasi
waktu
(%)
1 Ir. Ahmad Damiri,
MSi
19630920 199203 1 001 Agronomi Penyuluh
Pertanian Madya
15
2 Ir. Sri Suryani M. Rambe, M.Agr
19630805 198703 2 007 Ilmu Tanah Penyuluh Pertanian Madya
15
3 Ir. Ruswendi, MP 19610320 198903 1003 Sosek
Peternakan
Penyuluh
Pertanian Madya
15
4 Ir. Eddy Makruf 10561005 198803 1 001 Agronomi Penyuluh
Pertanian Madya
15
5 Yartiwi, SP 19791030 200901 2 004 Agronomi Calon Peneliti 10
6 Yoyo 19620415 199303 1 001 Perlengkapan Teknisi 10
7 Adianto, A.Md 19610531 199003 2 001 Komputer Penyuluh
Pertanian Muda
10
8 Wawan Ekaputra 19771021 200112 1 002 Keuangan Teknisi 10
9 Lina Ifanti, STP 19841004 200901 2 004 Teknologi
Pasca Panen
Calon Peneliti 10
10 Kusmea Dinata,SP 19831024 201101 1 001 Hama Penyakit
Calon Peneliti 10
11 Irma Calista ST 19810716 200501 2 002 Ilmu Kimia Calon Peneliti 10
12 Bunaiyah Honorita, SP
19890530 201101 2 009 Sosek Calon Penyuluh 10
13 Robiyanto 19800103 200710 1 001 SLA Teknisi 10
14 Ir. Siswani Dwi Daliani
19600730 198903 2 001 Peternakan Penyuluh Pertanian Pertama
10
15 Alfayanti, SP 19830305 200912 2 001 Sosek Calon Peneliti 10
16 Taufik Rahman,S.Si 19880808 201101 1 003 Teknik Kimia Calon Peneliti 10
21
5.2. Jangka waktu kegiatan
No. Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan: Desk study/pengumpulan data sekunder
Penyempurnaan proposal
2. Pelaksanaan:
Hunting dan pemantapan lokasi
Sosialisasi
Penentuan kooperator
Pengenalan perlakuan
Pembinaan
3. Pengolahan data
4. pelaporan
22
5.3. Pembiayaan
KODE
M-P3MI
Volume Satuan Jumlah
300.000.000
521211 Belanja Bahan 60.000.000
Sarana Produksi Demplot dan Bahan Pendukung lain 1 Tahun 42.000.000 42.000.000
ATK, Komputer Suplies, Bahan Informasi, Penggandaan, Bahan
Diseminasi
1 Tahun 6.000.000 6.000.000
Foto copy dokumen 1 Tahun 4.500.000 4.500.000
Pencetakan bahan informasi 1 Tahun 3.000.000 3.000.000
Pertemuan Petani 3 kali 1.000.000 3.000.000
521213 Honor output kegiatan 14.000.000
Honor Petani 440 OH 25.000 11.000.000
Entry data 150 OK 20.000 3.000.000
521219
Belanja Barang Non Operasional
lainnya 25.000.000
FGD Pertemuan 2 kali 1.000.000 2.000.000
Pertemuan melalui Focus Group 1 kali 3.500.000 3.500.000
Temu Lapang, Temu Usaha, Kemitraan 3 kali 6.000.000 18.000.000
Pengiriman, porto 3 kali 500.000 1.500.000
522151 Belanja jasa Profesi 10.160.000
Narasumber/Pengarah 10 OJ 500.000 5.000.000
Analisa Tanah 1 Unit 1.160.000 1.160.000
Analisa Lab 2 Unit 2.000.000 4.000.000
524119 Belanja Perjalanan Lainnya 190.840.000
Perjalanan ke pusat 9,00 OP 5.000.000 45.000.000
Perjalanan kekabupaten dan kota 396,0 OP 365.000 144.540.000
Perjalanan pendek 13 OP 100.000 1.300.000
23
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, W., Rachman, S., T. Agoes, S. Budi, J,. Bagus, K. U., Rini, R. Dan Darkam, M. 2004. Profil komoditas Kentang. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Anton Gunarto, 2003. Prospek Agribisnis Kentang G4 Sertifikat di Kabupaten
Sukabumi. Prosiding Seminar Teknologi untuk Negeri 2003, Vol. II, hal. 61-65 /HUMAS-BPPT/ANY.
Badan Litbang Pertanian. 2012. Laporan Akhir Tahun. Model Pengembangan
Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu.
Bahar, Y.H. 2009. Panen Perdana Kentang Granola.
http://ditsayur.hortikultura.deptan.go.id/index.php?itemid=39&id=43&option=com content&task=view[03 Nov 09].
Departemen Pertanian. 2009. Prosiding Seminar Nasional Pekan Kentang 2008,
Lembang 20 s.d 21 Agustus 2008. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian. 2005. Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan 2005
– 2010. Lima komoditas : 1. Beras : Swasembada Berkelanjutan, 2. Jagung : Swasembada 2007, 3. Kedelai : Swasembada 2015 (2010 = 65%), 4. Gula : Swasembada 2009, 5. Daging Sapi : Swasembada 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Diwjanto K. dan Eko Handiwirawan, 2004. Peran Litbang dalam Agribisnis Pola
Integrasi Tanaman – Ternak. Makalah Seminar – Ekspose Nasional Sistem Integrasi Tanaman- Ternak. Denpasar Bali Juli 2004.
Hendayana R. 2011. Mempercepat Pembangunan Perdesaan dengan Inovasi
Pertanian. http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2011/02/13/mempercepat-pembangunan-perdesaan-dengan-inovasi-pertanian/[22 Juni 2011]
Kementerian Pertanian. 2010. Pedoman Pelaksanaan Sekolah Lapang
pengelolaan Tanaman terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai, dan Kacang Tanah Tahun 2010.
Wikipedia, 2009. Kentang.
http://agricenter.jogjaprov.go.id/index.php?action=generic_content.main&id_gc=166[1 OKT 09].