Morbus Hansen Responsi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

morbus hansen

Citation preview

RESPONSI

MORBUS HANSEN TIPE MULTI BASILER DENGAN CACAT DERAJAT 1

Disusun oleh:Annisa PertiwiG99141020

Pembimbing:dr. Nurrachmat Mulianto, Sp.KK, M.Sc

KEPANITERAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMINFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA2015STATUS RESPONSIILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

Pembimbing : dr. Nurrachmat Mulianto, Sp.KK, M.ScNama: Annisa PertiwiNIM: G99141020

MORBUS HANSEN

A. DefinisiPenyakit infeksi kronik granulomatosa dan sekuelnya, yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang saraf dan kulit.1B. SinonimLepra, morbus hansen. 2

C. EpidemiologiKusta merupakan penyakit infeksi yang saat ini masih tinggi prevalensinya terutama di negara berkembang, merupakan penyakit bersifat endemik di seluruh dunia kecuali Antartika. Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan karena cara penularannya belum diketahui dengan pasti, hanya berdasarkan anggapan yang klasik ialah melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab M. leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.2Sejak tahun 1990an, prevalensi lepra turun sebanyak 90% disebabkan pasien menyelesaikan terapinya.1 Dari data WHO menyatakan ada 220.000 kasus pada tahun 2006. Di Indonesia terdapat 23.169 kasus pada tahun 2012, dengan 20,023 kasus baru pada tahun 2011, dan 173 kasus diantaranya adalah jenis multi basiler.9 WHO memiliki target untuk menghilangkan Mycobacterium leprae di dekade berikutnya, meskipun saat ini masih ada banyak penderita penyakit kusta.3Kebanyakan pasien terinfeksi saat masih kecil dimana penderita tinggal bersama penderita kusta. Penderita kusta pada anak-anak baik laki-laki atau perempuan sama besarnya, namun pada orang dewasa pria lebih sering terkena kusta. Kebersihan yang kurang akan memperbesar resiko transmisi dari Mycobacterium leprae. Kusta hanya dapat ditularkan oleh penderita yang fase lepromatus leprosi.2,3,13lepra pada anak (dibawah usia 15 tahun) masih banyak di negara dengan endemik kusta. Secara global pada tahun 2012 terdapat 21.349 kasus anak baru, 76,5 % berasal dari regio asia tenggara.6 Penularan kusta saat ini masih belum diketahui secara pasti hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua adalah secara inhalasi, sebab Mycobacterium leprae dapat bertahan hidup didalam droplet beberapa hari. Masa tunas kusta sangat bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun, umumnya 3-5 tahun.4Kusta bukan merupakan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut, kelenjar keringat dan air susu ibu, jarang didapat dalam urin. Sputum dapat banyak mengandung Mycobacterium leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Tempat implantasi tidak selalu menjadi tempat lesi pertama. Seperti yang dikatakan di atas penyakit kusta dapat menyerang semua umur baik anak-anak maupun dewasa. Di Indonesia penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun, didapatkan 11,39% tetapi anak di bawah umur 1 tahun jarang sekali. Saat ini usaha pencatatan penderita dibawah usia 1 tahun penting dilakukan untuk mencari kemungkinan ada tidaknya kusta konginetal. Frekuensi tertinggi kusta terdapat pada orang dengan usia 25-35 tahun.4

D. EtiologiKuman penyebabnya adalah Mycobacterium leprae ditemukan oleh G.A Hansen pada tahun 1873 yang sampai sekarang belum dapat dibiakkan dalam media artifisial. Mycobacterium leprae berbentuk batang dengan ukuran 1-8, lebar 0,2-0,5 biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu.2 M. leprae sebenarnya tidak toksik, manifestasi klinis lepra diproduksi oleh respon host terhadap M. leprae atau juga sebagai akumulasi jumlah bakteri yang terlalu banyak sebagai tanda infiltrasi difus.1Mycobacterium leprae merupakan suatu basil tahan asam yang bersifat intraseluler obligat. Bakteri ini berkembang dengan baik pada bagian tubuh yang suhunya lebih rendah (dingin. Laki-laki lebih sering terkena daripada wanita. Hewan perantara yang biasa menularkan penyakit Kusta antara lain ditemukan dalam 3 spesies yaitu armadillos, simpanse dan monyet mangabay.2Pasien dapat diduga sebagai pauci basiler jika tidak ditemukan basil tahan asam pada jaringan atau apusan, dan menjadi multibasiler jika satu atau lebih basil tahan asam ditemukan.1

Mycobacterium leprae

E. PatogenesisLipoprotein dinding sel, ligan untuk reseptor Toll-like 2/1 heterodimer memiliki kemungkinan memulai respon host pertama kali terhadap M. leprae. Respon ini penting dalam menentukan hasil interaksi host-parasit. Phenolic glicolipid I adalah spesies-spesifik dan imunogenik yang berasal dari lapisan terluar pada basil, masuk ke sel saraf difasilitasi oleh spesies-spesifik trisakarida pada phenolic glicolipid I sampai laminin-2 di lamina basalis sel Schwann. Penelitian menyebutkan bahwa faktor genetik dan lingkungan adalah faktor penting pada kerentanan dan respon penyakit. Kromosom di regio 10p 13, termasuk lokus PARK2 dan PACRG yang menyebabkan kerentan terhadap penyakit parkinson juga menjadi faktor risiko yang menyebabkan kerentanan terhadap lepra. Termasuk padan bentuk tuberculoid dan lepromatosa.1 Kusta dapat menular, walaupun infektivitasnya tidak tinggi, transmisi terjadi lewat sekresi nasal dan kontak dekat (misalnya pada keluarga). Basil juga dapat ditularkan lewat abrasi atau ulserasi pada kulit pasien dengan kasus multi basiler.7F. KlasifikasiJenis klasifikasi yang umum:A. Klasifikasi Internasional : Klasifikasi Madrid (1953) Indeterminate ( I ) Tuberkuloid ( T ) Borderline Dimorphous ( B ) Lepromatosa ( L )B. Klasifikasi untuk kepentingan riset : Klasifikasi Ridley Jopling (1962) Tuberkuloid ( TT ) Borderline Tuberkuloid ( BT ) Mid- borderline ( BB ) Borderline Lepromatous ( BL ) Lepromatosa ( LL )C. Klasifikasi untuk kepentingan Program Kusta : Klasifikasi WHO (1981) dan modifikasi WHO (1988) Paubasilar ( PB ) Hanya kusta tipe I, TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut Kriteri Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid. Paling banyak pada anak-anak.6 Multibasiler ( MB ) Termasuk Kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut criteria Ridley dan Jopling atau B dan L menurut Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA positif.1

Untuk pasien yang sedang dalam pengobatan diklasifikasikan sebagai berikut :1. Bila pada mulanya didiagnosis tipe MB, tetap diobati sebagai MB apapun hasil pemeriksaan BTA nya saat ini.2. Bila awalnya di diagnosis tipe MB harus dibuat klasifikasi baru berdasarkan gambaran klinis dan hasil BTA saat ini.

Selain Klasifikasi diatas juga didapatkan : Kusta tipe neural Yaitu penyakit kusta yang ditandai oleh hilangnya fungsi sensoris pada daeerah sepanjang distribusi sensoris batang saraf yang menebal (dapat disertai paralysis motoris maupun tidak), tanpa ditemukannya bercak pada kulit. Kusta HistoidPada kusta Histoid didapatkan lesi kulit berupa nodula-nodula dengan kulit sekitarnya normal,secara klinis didapatkan nodula-nodula licin berkilat, padat, eritematosa, bentuk bulat atau oval dengan ukuran penampang bervariasi 1 20 mm.8

G. Manifestasi klinisPasien biasanya mengeluh adanya neuropati, kongesti hidung persisten, menurunnya penglihatan, dan pada laki-laki hilangnya gairah sexual sampai infertilitas.11. Tuberkuloid Leprosi (TT) TT ditandai dengan kehadiran lesi berukuran kecil yang unik atau sedikit menunjukkan adanya peninggian (papula dan plak) Peninggian ini menunjukkan kemungkinan adanya central healing. Lesi TT mempunyai ciri khas yaitu menurunnya jumlah keringat, rambut tubuh yang menghilang, dan anestesi: perta matermal, taktil, kemudian sensitivitas nyeri menghilang. Ada pasien dengan kusta tuberkuloid mempunyai manifestasi klinis daerah anestesi tanpa perubahan warna kulit atau pembesaran saraf perifer. Penting untuk diingat bahwa lesi pada wajah dapat menjadikan tanda sensitivitas normal. Lesi pada kusta tipe TT dapat meniru penyakit berikut:a. Tinea. Seperti diTT, ada kecenderungan untuk terlihat central healing; pruritus, ekskoriasi lokal dan bekas luka superficial penting digunakan untuk membedakan lesi tersebut dari lesi pada kusta TT.b. Lupus eritematosa cutaneous. Lesiter lokalisasi terutama pada wajah dan daerah yang terkena tubuh lainnya; ada kecenderungan untuk penyembuhan spontan, atrofi dan jaringan parut.c. Granuloma annular. Lesi ditandai dengan kehadiran plakat anular sangat mirip dengan TT tetapi tes sensitivitasnya normal.

2. Borderline leprosy (BL)Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling, sebagian besar pasien masuk dalam grup ini biasanya ditemukan adanya keterlibatan beberapa saraf perifer dan berat. Ketidakstabilan adalah karakteristik utama dari kelompok ini. Tanpa pengobatan pasien BL dapat menurun ke arah lepromatosa leprosy (LL) dan kadang-kadang dapat menyajikanaspekklinis yang khasdariLL. Pada pasien borderline sering sekali terjadi reaksi reversal. Reaksi reversal terjadi bisa karena obat maupun tidak. Reaksi reversal ditandai dengan memburuknya lesi kulit dan saraf. Tanpa adanya perawatan yang adekuat, kelumpuhan sering terlihat selama reaksi.

3. Borderline Tuberkuloid (BT)Lesi kulit (10 atau 20 atau lebih) yang mirip dengan yang diamati pada kusta tuberkuloid. Biasanya lesi lebih besar daripada yang diamati dalam TT. Hal ini sering untuk mengamati lesi satelit dekat lesi yang lebih besar atau "finger-like " yang memanjang dari tepi plakat atau macula (Gambar 12) ke dalam kulit normal, dan warna bervariasi dari hipokromik sampai kemerahan. Lesi dapat bervariasi dalam ukuran, bentuk dan warna pada pasien yang sama. Reaksi tipe 1 sering terjadi dan muncul bengkak/ ulserasi lesi kulit. Saraf sering terlibat dalam reaksi di kusta BT. Fungsi saraf dapat memburuk dengan cepat, dan diperlukan perawatan segera untuk mencegah deformitas permanen dan cacat. Pada tes BTA hasilnya dapat bervariasi,dari negatif ke positif (+ 2).

4. Kusta borderline (BB) atau kusta mid-borderlineBB kusta ditandai dengan adanya plak infiltrat yang ukurannya berbeda-beda, tidak berbatas tegas, dan menyerang beberapa daerah kulit normal. Kombinasi lesi ini memberikan "Swiss chesee like". Makula, plak, papula, nodul biasanya ditemukan dalam kombinasi dengan lesi yang khas. Di kusta BB terdapat kumpulan lesi tembaga kemerahan, biasanya terdistribusi simetris. BB kusta ini langka dan dianggap terdapat di bagian yang paling tidak stabil. Pada tes BTA hasilnya dapat bervariasi,dari negatif ke positif(+ 2 sampai +4).

5. Borderline Lepromatosa (BL)Seperti dalam jenis kusta lainnya, BL dimulai sebagai macula hipopigmentasi. Pada pasien ini, lesi meluas, dan terdistribusi simetris. Dengan seiring waktu terdapat macula meluas, menjadi eritematosa dan menginfiltrasi. Tepi lesi tidak teratur dan menginvasi kulit normal. Reaksi Tipe 1 dan 2 kusta seringterjadi pada pasien ini. Pada tes BTA hasilnya sangat positif

6. Kusta lepromatosa (LL)Karena ketidakmampuan untuk mengeluarkan respon mediasi seluler yang efektif untuk M. Leprae dan akibat penyebaran secara hematogen dari bakteri basil, pada beberapa pasien muncul banyak lesi hiprokomik dan terdistribusi simetris. Tanpa pengobatan pasien ini akanmenjadi kusta yang non resisten polar lepromatous (LL). LL ini disebut juga"lepra bonita" (kusta cantik). Fenomena Lucio dan ulserasi luas diamati sebagai progres dari penyakit pada pasien ini.Pada pasien LL, keterlibatan mukosa saluran pernapasan atas sering terjadi dan dapat menyebabkan bersin, secret mukopurulen, dan epistaksis. Pada kasus yang parah, langit-langit dan laring yang terlibat. Keterlibatan oftalmologi juga dapat terjadi di LL. Lagophthalmos menyebabkan adanya risiko mengeringnya kornea, trauma, infeksi sekunder, ulserasi dan perforasi. Kornea anestesi, iritis, uveitis, glaukoma, dan kebutaan dapat terjadi sebagai akibat dari keterlambatan diagnosis dan penanganan yang kurang memadai.

KUSTA MULTIBASILERSifatLepromatosa ( LL)Borderline Lepromatosa (BL)Mid Borderline ( BB )

LesiBentukMakula, Infiltrat difus,papul,nodulMacula, Plakat, papulPlakat,Dome-shaped (kubah),Punched-out

JumlahTak terhitung,praktis tidak ada kulit yang sehatSukar dihitung,masih ada kulit sehatDapat dihitung, kulit sehat jelas ada

DistribusiSimetrisHampir simetris Asimetris

PermukaanHalus berkilatHalus berkilatAgak kasar,agak berkilat

BatasTak jelasAgak jelasAgak jelas

AnestesiaTak ada sampai tak jelasTak jelasLebih jelas

BTALesi kulit

Sekret hidungBanyak (ada globus)Banyak (ada globus)Banyak

Biasanya negativeAgak banyak

Negatif

Tes Lepromin NegatifNegatifBiasanya negatif

KUSTA PAUBASILERSifatBorderline Tuberkuloid (BT)Tuberkuloid ( TT )Indeterminate ( I )

LesiBentukMakula dibatasi infiltrat,infiltrat sajaMakula saja,makula dibatasi infiltratHanya makula

JumlahBeberapa atau satu dengan satelitSatu dapat beberapaSatu atau beberapa

Distribusi Masih asimetrisAsimetrisVariasi

PermukaanKering bersisikKering bersisikHalus agak berkilat

BatasJelasJelasDapat jelas atau dapat tidak jelas

AnesthesiaJelasJelasTak ada sampai tak jelas

BTA

Negatif atau + 1NegatifNegative

Tes leprominPositif lemahPositif kuat ( 3+)Dapat positif lemah atau negatif

Perbedaan tipe PB dan MBNoPBMB

1.Bercak :1. Jumlah2. Ukuran3. Batas4. Permukaan5. Mati rasa6. Kehilangan kemampuan berkeringat, bulu rontok7. Distribusi1-6kecil dan besartegaskering dan kasarselalu ada dan jelasbiasanya ada

unilateral/bilateral, asimetrisBanyakKecilTidak tegasHalus dan berkilatBiasanya tidak jelasBiasanya tidak ada

Bilateral dan simetris

2.Infiltrat1. Kulit2. Mukosa (hidung tersumbat, perdarahan hidung)Tidak ada, kadang adaTidak pernah adaAda, kadang tidak adaAda, kadang tidak ada

3.NodulusTidak adaAda

4.Ciri-ciri khususPenyembuhan di bag. Tengah bercak (central healing)Ginekomastia, madarosis, suara parau

5.Penebalan sarafJumlah sedikit, unilateral, lebih sering terjadi diniJumlah banyak, bilateral, pada fase lanjut

6.Deformitas (cacat)Biasanya terjadi dini, asimetrisPada fase lanjut, simetris

7.Hapusan kulitBTA (-)BTA (+)

Ridley-Jopling

Gambaran Klinis organ tubuh lain yang dapat diserang :1. Mata : Iritis, Iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan 2. Hidung : Epistaksis, hidung pelana.3. Tulang dan sendi : Absorbsi, mutilasi, arthritis4. Lidah : ulkus, nodus5. Testis : ginekomastia, epididmis akut, orkitis, atrofi6. Kelenjar Limfe: Limfadenitis7. Rambut : Alopesia, Madarosis8. Ginjal : Glomerulonefritis, amilodosis ginjal, piolonefritis,nefritisinterstisial

Predileksi Lesi KulitBagian tubuh yang relatif lebih dingin,misalnya pada muka, hidung, (mukosa), telinga, anggota tubuh dan bagian tubuh yang terbuka.

Predileksi kerusakan Saraf tepiKuman ini lebih sering mengenai saraf tepi yang lebih superfisial dengan suhu yang relatif lebih dingin.Saraf tepi yang terkena akan menunjukan berbagai kelainan yaitu : N.Fasialis Cabang temporal dan zigomatik menyebabkan lagoftalmus Cabang bukal, mandibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan kegagalan mengatupkan bibir N. aurikularis magnus : anestesi daun telinga N. Radialis Anestesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk Tangan gantung (wrist drop) Tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan N. Ulnaris Anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis Ckelingking dan jari manis Atrofi hipotenar dan otot interseus serta kedua otot lumbrikalis medial N. Medianus Anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk dan jari tengah Tidak mampu aduksi ibu jari Clawing ibu jari, telunjuk dan jari tengah Ibu jari kontraktur Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral N. Peroneus komunis Anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis Kaku gantung (foot drop) Kelemahan otot peroneus N. Tibialis posterior Anestesia telapak kaki Claw toes Paralisis otot intrinsik kaki dan kolaps arkus pedis

H. DIAGNOSISDiagnosis Penyakit kusta di dasarkan pada penemuan tanda kardinal (tanda utama), yaitu 1. Bercak kulit yang mati rasaBercak hipopgmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi (plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa raba, rasa suhu, rasa nyeri.2. Penebalan Saraf Tepi Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gannguan fungsi saraf yang terkena, yaitu :a. Gangguan fungsi saraf sensoris : mati rasab. Gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisisc. Gangguan fungsi otonom :kulitkering,retak,edema,tempat pertumbuhan rambut tergangguHilangnya sensai pada ekstremitas disebabkan oleh kerusakan 3. Ditemukan kuman tahan asamM. leprae tidak dapat ditumbuhkan pada media tanpa sel, sehingga dilakukan pengecatan dengan metode Ziehl-Neelsen memakai cat karbolfuhsin.1I. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan Bakterioskopis (sayatan kulit)Indeks Bakteri ( IB ) :1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP2+ Bila 1-10 BTA dalam 10 LP3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP4+ bila 11-100 BTA rata-rata dalam 1 LP5+ bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP6+ bila > 1000 BTA rata-rata dalam 1 LPPemeriksaan dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan minyak emersi. Hasil yang lebih akurat dan reliabel adalah dengan menghitung indeks bakteri pada lesi kulit dengan indeks logaritma biopsi. Indeks ini dapat mengetahui pasien terinfeksi pada awal pengobataan dan progresifitasnya.2Indeks Morfologi (IM)Indeks morfologi dikalkulasi dengan menghitung kuman batang yang solid pada pewarnaan tahan asam, basil lepra yang diwarnai dengan karbol fuchsin yang solid merupakan bakteri yang viabel, basil yang terwarna irreguler mungkin karena mati dan berdegenerasi.4 2. Biopsi KulitBiopsi kulit dapat digunakan untuk menunjukan indeks morfologi, yang berguna untuk evaluasi pengobatan pasien yaitu jumlah bakteri yang viabel per 100 bakteri pada jaringan lepra.53. Tes LeprominLepromin adalah suspensi yang berisi M.Lepra yang dimatikan diambil dari manusia yang terinfeksi dan jaringan Armadillo. Setelah terjadi inokulasi intradermal,akan timbul reaksi cepat (48 jam, reaksi Fernandez) juga reaksi lambat (3-4 minggu,reaksi mitsuda).Reaksi Mitsuda merupakan respon granulomatosis terhadap antigen adalah lebih tepat.Pasien-pasien dengan kusta tipe TT atau BT mempunyai respon positif kuat (> 5 mm) akan tetapi pasien dengan tipe LL tidak ada respon.Tes ini merupakan petunjuk untuk mengetahui fungsi sistem imunitas seluler seseorang. Respon imunitas seluler terhadap M.Leprae juga dapat dilihat dengan menggunakan Lymphocite Transformation Test (LTT) dan Lymphocyte Migration Inhibition Test (LMIT). Dasar test ini adalah untuk mendeteksi antibodi atau antigen M.Leprae.44. Tes-tes SerologisTes serologi mayor meliputi Fluorescent Antibody absorbtion test (FLA-ABS),Radioimunoassay (RIA),ELISA, Passive Hemaglutination Assay (PHA),Serum Antibody Compettion Test (SACT) dan Particle agglutination assay (PAA).5. Analisa Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR bisa untuk mendeteksi dan mengidentifikasi M.Leprae. Tehnik ini sering digunakan ketika basil tahan asam telah ditemukan tetapi gambaran klinis atau gambaran histopatologinya atipikal.Test ini tidak berguna saat basil tahan asam tidak ditemukan dengan mikrosakop cahaya.46. Pemeriksaan Histopatologi Pada tipe TT didapatkan bangunan epiteloid granuloma dalam papiladermis,disekitarnya di dapatkan struktur neovaskuler.Granuloma tertangkap oleh Limfosit yang meluas ke epidermis dan kadang terbentuk sel datia langhans. Nervus pada dermal dihancurkan atau mengalami pembengkakan karena adanya granuloma,tidak didapatkan basil tahan asam. Pada tipe LL epidermis normal,daerah yang tidak patologik memisahkan epidermis dari reaksi granulomatous difus dengan makrofag,sel busa histiosit yang besar (Virchow atau sel lepra)dan didapatkan banyak basil tahan asam yang bergabung membentuk globi.Sel epiteloid dan sel datia tidak ditemukan.Granuloma banyak terdapat di sekitar pembuluh darah,saraf dan kulit kadang ditemukan banyak sel plasma.Saraf kulit dapat terlihat dengan mudah. Tipe BT, Granuloma terdiri dari epiteloid dan limfosit,saraf pada kulit kebanyakan sudah rusak,basil mungkin ditemukan atau tidak ada. Tipe BB,granuloma terdiri dari epiteloid, saraf kulit mungkin masih ada dan basil terlihat lebih banyak dari tipe BT. Tipe BL, granuloma dibangun oleh histiosit,saraf kulit masih ada dan basil ditemukan lebih banyak dari tipe lainya.3

J. KOMPLIKASIReaksi KustaTerminologi reaksi digunakan untuk menggambarkan keadaan mengenai berbagai gejala dan tanda radang akut lesi penderita kusta,yang dapat dianggap sebagai kelaziman pada perjalanan penyakit atau bagian komplikasi penyakit kusta. Seluruh komplikasi penyakit kusta yang dimaksud meliputi : Komplikasi jaringan akibat invasi massif M.leprae Komplikasi akibat reaksi Komplikasi akbat imunitas yang menurun Komplikasi akibat kerusakan saraf Komplikasi disebabkan resisten terhadap obat antikustaPenyebab pasti dari reaksi kusta belum diketahui dengan pasti, kemungkinan reaksi ini menggambarkan reaksi hipersensitifitas akut terhadap antigen basil yang menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang telah ada.Berbagai faktor yang dianggap sering mendahului timbulnya reaksi kusta antara lain : Setelah pengobatan antikusta yang intensif Infeksi rekuren Pembedahan Stress fisik Imunisasi Kehamilan Saat-saat setelah melahirkan

Ada 2 tipe reaksi menurut hipersensitivitas yang menyebabkannya, yaitu:1. Reaksi lepra tipe 1, yang disebabkan oleh hipersensitivitas seluler2. Reaksi lepra tipe 2 disebabkan oleh hipersensitivitas humoral3. Fenomene Lucio atau reaksi kusta tipe 3,yang merupakan lanjutan dari reaksi tipe 2.

Reaksi Kusta tipe IMenurut Jopling reaksi kusta tipe 1 adalah delayed hypersensitivity reaction. Antigen yang berasal dari basil yang telah mati akan bereaksi dengan limfosit T disertai perubahan sistem imunitas seluler yang cepat. Jadi pada dasarnya reaksi kusta tipe 1 ini terjadi akibat perubahan keseimbangan antar imunitas seluler dan basil maka hasil akhir reaksi tersebut dapat terjadi upgrading/reversal apabila menuju ke arah tuberkuloid (terjadi peningkatan SIS) atau down grading apabila menuju kebentuk lepromatosa (terjadi penurunan SIS).Secara garis besar manifestasi dari reaksi kusta tipe 1 dapat digolongkan sebagai berikut :Organ yang diserang Reaksi ringanReaksi berat

KulitLesi kulit yang telah ada menjadi lepromatosaLesi yang telah ada menjadi eritematosa. Timbul lesi baru kadang-kadang disertai panas dan malaise.

SarafMembesar tidak nyeri fungsi tidak terganggu. lesi kurang dari 6 mingguMrmbesar,nyeri,fungsi terganggu berlangsung lebih dari 6 minggu

Kulit dan saraf bersama-samaLesi yang telah ada menjadi lebih eritematosa,nyeri saraf berlangsung kurang dari 6 minggu Lesi kulilt yang eritematosa disertai ulserasi atau edema pada tangan/kaki dan fungsinya terganggu,berlangsung > 6 mg

Reaksi Kusta tipe IIReaksi kusta tipe 2 ini dikenal dengan nama Eritema Nodusum Leprosum (ENL). Reaksi ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe III menurut comb dan Gell, antigen berasal dari produk kuman yang telah mati dan bereaksi dengan antibody membentuk kompleks Ag-Ab yang mengaktivasi komplemen sehingga terjadi ENL. Jadi ENL merupakan reaksi humoral yang merupakan manifestasi sindrom komplek imun. Terutama terjadi pada bentuk LL dan kadang-kadang pada bentuk BL, biasanya terjadi gejala sistemik.Baik Reaksi tipe 1 maupun tipe 2 ada hubungannya dengan pemberian pengobatan antikusta hanya saja reaksi tipe 2 tidak lazim terjadi pada 6 bulan pertama pengobatan, tetapi justru terjadi pada akhir pengobatan karena basil telah menjadi granular.Selain itu pada reaksi ini tidak terlihat gambaran perubahan lesi kusta.

Manifestasi reaksi lepra tipe 2 dapat sebagai berikut :Organ yang diserangReaksi ringanReaksi berat

KulitTimbul sedikit nodus yang beberapa diantaranya terjadi ulserasi.Disertai demam ringan dan malaisebanyak nodus yang nyeri dan mengalami ulserasi disertai demam tinggi dan malaise

SarafSaraf membesar tetapi nyeri dan fungsinya tidak tergangguSaraf membesar, nyeri dan fungsinya terganggu.

Mata Tidak ada gangguanNyeri, penurunan visus dan merah disekitar limbus

Testis Lunak,tidak nyeriLunak, nyeri dan membesar

Kulit, saraf, mata dan testis bersama-sama Gejalanya seperti tersebut diatasGejalanya seperti tersebut diatas disertai keadaan sakit yang keras dan nyeri yang sangat.

Fenomena Lucio Lucio leprosy (diffuse non-nodular type of leprosy) yang ditetapkan pertama kali oleh Lucio dan Alvarado pada tahun 1852 di Mexico adalah salah satu tipe dari kusta dengan gambaran klinik kusta tipe muiltibasiler. Gambaran klinis lucio leprosy umumnya status generalis tidak ditemukan kelainan, kulit terlihat eritem yang menebal dan mengkilat, kerontokan rambut, penebalan kelopak mata sehingga penderita terlihat mengantuk dan melankolik. Penurunan sensoris terjadi biasanya setelah kelainan kulit menghilang. Sama seperti pada kusta tipe lepromatosa dapat terjadi edema dan ulkus pada kedua tungkai.Ulserasi juga dapat terjadi pada mukosa hidung menyebabkan gejala-gejala hidung dan epistaksis, mengenai laring sehingga suara menjadi serak dan iktiosis pada fase lanjut. Namun demikian tidak terdapat nodul, kelemahan motorik, kontraksi jari-jari dan kerusakan mata.Pemeriksaan laboratorium biasanya didapatkan anemia normokrom normositer ringan dan pada pemeriksaan bubur jaringan kulit dengan pewarnaan Zeihl Neelsen ditemukan banyak basil tahan asam. Kerusakan akibat kusta dapat menyebabkan ulserasi, selulitis, skar da destruksi tulang.Kerusakan pada mata dapat terjadi lagoftalmus, ectropion dan entropion.

Klasifikasi CacatCacat pada tangan dan kakiTingkat 0:Tidak ada gangguan sensibilitas,tidak ada kerusakan atau deformitas yang terlihatTingkat 1:Ada gangguan sensibilitas tanpa kerusakan atau deformitas yang terlihatTingkat 2:Terdapat kerusakan atau deformitasCacat pada mataTingkat 0 :Tidak ada gangguan pada mata akibat kusta;tidak ada gannguan penglihatanTingkat 1 : Ada gangguan pada mata akibat kusta; tidak ada gangguan penglihatanTingkat 2 : Gangguan penglihatan berat (visus < 6/60;tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 meter

K. DIAGNOSIS BANDINGBeberapa hal penting dalam menentukan diagnosis banding : Ada macula hipopigmentasi Pemeriksaan bakteriologi memperlihatkan basil tahan asam Ada daerah anestesi Ada pembengkaan saraf tepi atau cabang-cabangnya.Tipe I ( Makula hipopigmentasi ) : Tinea versikolor Vitiligo Ptiriasis Rosea Dermatitis seboroika Liken simplek kronikTipe TT ( Makula eritematosa dengan pinggir meninggi ) Tinea Corporis Psoriasis Lupus eritematosus tipe discoid Ptiriasis roseaTipe BT,BB,BL (Infiltrat merah tak berbatas tegas) Selulitis Erisipelas PsoriasisTipe LL ( Bentuk nodula ) Lupus eritematosissistemik Dermatomiositis Erupsi obat

L. PENATALAKSANAANTujuan farmako terapi pada penderita kusta adalah untuk mengurangi morbiditas, mencegah komplikasi dan menghilangkan penyakit ini nantinya.Manajemen paenatalaksanaan penderita mencakup terapi medikamentosa diantaranya kemoterapi untuk menghentikan proses infeksi, penatalaksanaan untuk meminimalkan deformitas berupa rehabilitasi fisik, sosial dan psikologi. Deformitas potensial dapat dicegah dengan memberi edukasi pada pasien tentang adanya kerusakan saraf dengan perawatan diri untuk mengurangi kerusakan yang lain.Mengetahui perjalanan penyakit pasien sangat penting untuk mengetahui kepatuhan pasien dalam berobat, memonitor resistensi terhadap obat dan reaksi yang timbul akibat obat.MedikamentosaProgram Multi Drug Terapi (MDT) dimulai pada tahun 1981 yaitu ketika kelompok studi kemoterapi WHO secara resmi mengeluarkan rekomendasi pengobatan kusta dengan kombinasi yang selanjutnya dikenal sebagai rejimen MDT-WHO.Rejimen ini terdiri atas kombinasi obat-obatan Dapson, Rifampisin dan klofasimin. Kombinasi obat-obatan ini dapat membunuh bakteri patogen dan menyembuhkan pasien.MDT adalah suatu terapi yang aman, efektif dan mudah didapatkan oleh penderita yang kurang mampu.Obat-obat pada rejimen MDT-WHO 1. Dapson (DDS, 4,4 diamino difenil sulfon). Digunakan untuk terapi bentuk MB dan PB Obat ini bersifat bakteriostatik dengan menghambat enzim dihidrofolat sintetase. Jadi tidak seperti pada kuman lain, dapson bekerja sebagai anti metabolit PABA. Resistensi terhadap dapson timbul sebagai akibat kandungan enzim sintetase yang terlalu tinggi pada kuman kusta. Dapson biasanya diberikan dalam dosis tunggal, yaitu 50-100 mg/hari untuk dewasa atau 2 mg/kg BB untuk anak-anak. Indeks morfologi kuman pada penderita LL yang diobati dengan dapson biasanya menjadi 0 setelah 5 sampai 6 bulan. Obat sangat murah, efektif dan relatif aman. Efek samping yang mungkin timbul antara lain : erupsi obat, anemia hemolitik, leukopenia, insomnia neuropati, nekrosis epidermal toksik,hepatitis dan methemoglobinemia. Namun efek samping tersebut jarang dijumpai pada dosis lazim.2. Rifampisin merupakan obat yang paling ampuh saat ini untuk kusta dan bersifat bakterisidal kuat pada dosis lazim. Rifampisin bekerja dengan menghambat enzim polimerase RNA yang berikatan secara irreversibel. Dosis tunggal 600 mg/hari (atau 5-15 mg/kg bb) mampu membunuh kuman kira-kira 99,9 % dalam waktu beberapa hari.Pemberian seminggu sekali dengan dosis tinggi ( 900-1200 mg) dapat menimbulkan gejala yang disebut flu like syndrom.Pemberian 600 mg atau 1200 mg sebulan sekali ditoleransi dengan baik. Efek samping yang harus diperhatikan adalah : hepatotoksik,nefrotoksik,gejala gastrointestinal dan erupsi kulit. Obat ini harganya mahal dan saat ini telah dilaporkan adanya resistensi. Pada anak, dosisnya adalah 1 mg/kgBB.63. Klofazimin (lamprene CIBA GEIGY : B-663). Obat ini merupakan turunan zat warna iminofenazine dan mempunyai efek bakteriostatik sama dengan dapson. Bekerjanya mungkin melalui gangguan metabolisme radikal oksigen. Di samping itu obat ini juga mempunyai efek antiinflamasi sehingga berguna untuk pengobatan reaksi kusta khususnya : ENL. Dosis untuk kusta adalah 50 mg/hari atau 100 mg tiga kali seminggu dan untuk anak-anak 1mg/kg BB/hari.Selain itu dosis bulanan 300 mg juga diberikan setiap bulan untuk mengurangi reaksi tipe 1 dan 2. Kekurangan obat ini harganya mahal di samping itu menyebabkan pigmentasi kulit yang sering merupakan masalah pada ketaatan penderita. Efek sampingnya hanya terjadi pada dosis tinggi, berupa gangguan gastrointestinal (nyeri abdomen, diare, anoreksi dan vomitus).4. Etionamid dan protionamid, Kedua obat ini merupakan obat antituberkulosis dan hanya sedikit dipakai pada kusta. Dahulu dipakai sebagai pengganti klofazimin, pada kasus-kasus yang keberatan karena pigmentasinya obat ini bekerja bakteriostatik tetapi karena cepat timbul resistensi, lebih toksik harganya mahal serta efek hepatotoksiknya, maka sekarang tidak dianjurkan lagi pada rejimen pengobatan kusta.

Skema Rejimen MDT-WHORejimemen MDT-WHO baku terdiri atas kombinasi obat-obatan dapson, Rifampisin dan klofazimin dengan skema menurut WHO sebagai berikut :1. Rejimen PB untuk kusta PB, terdiri atas Rifampisin 600 mg sebulan sekali, di bawah pengawasan ditambah dapson 100 mg/hr (1-2 mg/kgBB) selama 6 bulan2. Rejimen MB untuk kusta MB, terdiri atas kombinasi Rifampisisn 600 mg sebulan sekali di bawah pengawasan, dapson 100 mg/hari swakelola, ditambah klofazimin 300 mg sebulan sekali diawasi dan 50 mg/hari swakelola. Lama pengobatan minimal 2 tahun dan juga mungkin sampai BTA negatif. Dosis tersebut merupakan dosis dewasa untuk anak-anak disesuaikan dengan berat badan

Obat dan dosis Rejimen MDT-PBObatDewasaAnak

BB< 35 kgBB > 35 kg10-14 tahun

Rifampisin450 mg/bln(diawasi)600 mg/bln(diawasi)450 mg/bln(diawasi)

Dapson (swakelola)50 mg/hr (1-2 mg/kg BB/hr)100mg/hr50 mg/hr1-2 mg/kgBB/hari)

Obat kusta dalam Rejimen MDT MBObatDewasaAnak

BB