14
MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, SUMATERA BARAT Santoso dan U.M. Lumban Batu Pusat Survei Geologi Jl. Diponegoro No. 57, Bandung 40122 S A R I Secara geomorfologis daerah penelitian dapat dipisahkan menjadi beberapa bentukan asal, yakni: vukanik, fluvio-vulkanik, vulkanik terdenudasi, denudasi, struktural-vulkanik, dan bentukan asal fluviatil. Lebih lanjut berdasarkan interpretasi foto udara dan pengamatan lapangan, di daerah ini dapat dikenali bentuk lahan berupa dua kerucut gunung api, yakni Maninjau tua dan muda. Hal ini didukung oleh data peta batimetri Danau Kaldera Maninjau yang menunjukkan adanya dua titik kedalaman maksimum pada lokasi berbeda, yakni -168 m di bagian utara dan -169 m di bagian selatan. Dua titik kedalaman ini diduga merupakan titik pusat letusan Maninjau tua dan muda. Kata kunci : geomorfologi, fluvio-vulkanik, denudasi, struktural ABSTRACT Geomorphologically, the investigated area can be classified into several morphologic origins, i.e: volcanic, fluvio-volcanic, volcanic denudated, denudational, structural-volcanic and fluvial. Moreover, on the basis of the aerial photo interpretation and ground checking, two volcanic cones can be recognized, i.e., old and young Maninjau volcanoes. This assumption supported by the bathymetry map of the Maninjau Lake that shows two points of maximum depth at different locations, -168 m in the north and -169 m in the south sides respectively. These data indicate that the volcano has two different eruption centres. Keywords: geomorphology, fluvio-volcanic, denudational, structural PENDAHULUAN Peristiwa bumi bersifat dinamis, baik yang disebabkan oleh faktor endogen maupun eksogen. Akan tetapi produk peristiwa itu harus ditelusuri, sehingga hirarki dinamika kejadian itu dapat dipahami. Perubahan roman permukaan bumi (landform deformations) identik dengan suatu evolusi lingkungan. Proses yang terjadi di permukaan, seperti erosi, denudasi, dan pengendapan (internal processes) sangat terkait dengan evolusi bentang alam tersebut. Selain itu, berubahnya lingkungan dapat diakibatkan pula oleh proses yang berasal dari luar permukaan (external processes). Proses yang dimaksud dapat berasal dari energi bawah permukaan (gaya endogen) ataupun di atas permukaan/atmosfir (eksogen). Permasalahan tersebut merupakan bagian dari penelitian morfogenesis yang harus dilakukan secara profesional, yaitu proses peristiwa bumi yang sifatnya dinamis. Oleh karena itu secara keilmuan, dinamika peristiwa alam tersebut cenderung merupakan bagian pengkajian disiplin ilmu kebumian lainnya, seperti geomorfologi, geofisika, fisika, dan astronomi. Dengan demikian, rekonstruksi dinamika peristiwa bumi tersebut merupakan bagian dari kajian beraspek geologi, seperti terbentuknya cekungan, sesar dan perlipatan, evolusi bentang alam, termasuk flora dan fauna. Kemudian dilakukan rekonstruksi sejarah kejadiannya yang pada akhirnya dapat dipahami peristiwa bumi/alam masa lalu. Peristiwa bumi tersebut pada hakekatnya memiliki periode dan kurun waktu secara teratur. Tentunya, suatu keterkaitan peristiwa masa lalu, sekarang, dan mendatang merupakan suatu rentetan kejadian yang dapat dikorelasikan dan berkesinambungan. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun anggaran 2005 atas biaya APBN Pusat Survei Geologi yang dimaksudkan untuk melakukan kajian proses deformasi bentang alam daerah Danau Kaldera Maninjau, terutama penelitian tentang morfogenesis Geo-Environment 91 JSDG Vol. XVII No. 2 April 2007 J G S M

MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, …

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, …

MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, SUMATERA BARAT

Santoso dan U.M. Lumban Batu

Pusat Survei Geologi

Jl. Diponegoro No. 57, Bandung 40122

S A R I

Secara geomorfologis daerah penelitian dapat dipisahkan menjadi beberapa bentukan asal, yakni: vukanik,

fluvio-vulkanik, vulkanik terdenudasi, denudasi, struktural-vulkanik, dan bentukan asal fluviatil.

Lebih lanjut berdasarkan interpretasi foto udara dan pengamatan lapangan, di daerah ini dapat dikenali bentuk

lahan berupa dua kerucut gunung api, yakni Maninjau tua dan muda. Hal ini didukung oleh data peta batimetri

Danau Kaldera Maninjau yang menunjukkan adanya dua titik kedalaman maksimum pada lokasi berbeda, yakni

-168 m di bagian utara dan -169 m di bagian selatan. Dua titik kedalaman ini diduga merupakan titik pusat

letusan Maninjau tua dan muda.

Kata kunci : geomorfologi, fluvio-vulkanik, denudasi, struktural

ABSTRACT

Geomorphologically, the investigated area can be classified into several morphologic origins, i.e: volcanic, fluvio-volcanic,

volcanic denudated, denudational, structural-volcanic and fluvial.

Moreover, on the basis of the aerial photo interpretation and ground checking, two volcanic cones can be recognized, i.e.,

old and young Maninjau volcanoes. This assumption supported by the bathymetry map of the Maninjau Lake that shows

two points of maximum depth at different locations, -168 m in the north and -169 m in the south sides respectively. These

data indicate that the volcano has two different eruption centres.

Keywords: geomorphology, fluvio-volcanic, denudational, structural

PENDAHULUAN

Peristiwa bumi bersifat dinamis, baik yang

disebabkan oleh faktor endogen maupun eksogen.

Akan tetapi produk peristiwa itu harus ditelusuri,

sehingga hirarki dinamika kejadian itu dapat

dipahami. Perubahan roman permukaan bumi

(landform deformations) identik dengan suatu

evolusi lingkungan. Proses yang terjadi di

permukaan, seperti erosi, denudasi, dan

pengendapan (internal processes) sangat terkait

dengan evolusi bentang alam tersebut. Selain itu,

berubahnya lingkungan dapat diakibatkan pula oleh

proses yang berasal dari luar permukaan (external

processes). Proses yang dimaksud dapat berasal dari

energi bawah permukaan (gaya endogen) ataupun di

atas permukaan/atmosfir (eksogen).

Permasalahan tersebut merupakan bagian dari

penelitian morfogenesis yang harus dilakukan secara

profesional, yaitu proses peristiwa bumi yang

sifatnya dinamis. Oleh karena itu secara keilmuan,

dinamika peristiwa alam tersebut cenderung

merupakan bagian pengkajian disiplin ilmu kebumian

lainnya, seperti geomorfologi, geofisika, fisika, dan

astronomi. Dengan demikian, rekonstruksi dinamika

peristiwa bumi tersebut merupakan bagian dari

kajian beraspek geologi, seperti terbentuknya

cekungan, sesar dan perlipatan, evolusi bentang

alam, termasuk flora dan fauna. Kemudian dilakukan

rekonstruksi sejarah kejadiannya yang pada akhirnya

dapat dipahami peristiwa bumi/alam masa lalu.

Peristiwa bumi tersebut pada hakekatnya memiliki

periode dan kurun waktu secara teratur. Tentunya,

suatu keterkaitan peristiwa masa lalu, sekarang, dan

mendatang merupakan suatu rentetan kejadian yang

dapat dikorelasikan dan berkesinambungan.

Penelitian ini dilaksanakan pada tahun anggaran 2005 atas biaya APBN Pusat Survei Geologi yang dimaksudkan untuk melakukan kajian proses deformasi bentang alam daerah Danau Kaldera Maninjau, terutama penelitian tentang morfogenesis

Geo-Environment

91JSDG Vol. XVII No. 2 April 2007

J G S M

Page 2: MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, …

bentuk lahan di kawasan ini. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari aspek geomorfologi, terutama morfogenesis kaldera Maninjau. Karena daerah penelitian terletak di kawasan gunung api dan Jalur Sesar Besar Sumatera, maka perubahan bentang alam (landform deformation) sangat penting dipelajari karena proses geomorfologi yang berlangsung di daerah ini sangat bervariasi.

Bentuk Danau Kaldera Maninjau yang memanjang

kemungkinan diakibatkan oleh lebih dari satu kali

erupsi pada waktu terjadi pergeseran lateral

menganan Jalur Sesar Besar Sumatera. Danau

Kaldera Maninjau secara sosio-ekonomis merupakan

kontributor yang cukup besar terhadap ekonomi

daerah ini, seperti perikanan (keramba/jala

terapung), pariwisata, pertanian, dan pembangkit

listrik tenaga air (PLTA) Muko-muko. Namun dari

aspek kebumian belum dikaji secara mendalam,

terutama aspek morfogenesisnya. Danau Kaldera

Maninjau mempunyai karakteristik dan bentuk yang

spesifik, sehingga menarik untuk dikaji dari aspek

geomorfologi.

Daerah penelitian meliputi kawasan Danau Kaldera

Maninjau dan sekitarnya, yang secara kepamong-

METODE PENELITIAN

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan metode

yang meliputi pengumpulan data sekunder yang

berkaitan dengan daerah penelitian dan interpretasi

foto udara pankromatik hitam putih skala 1:100.000

tahun 1985. Selain itu, untuk menunjang pekerjaan

lapangan dilakukan penafsiran peta topografi, kajian

peta geologi untuk mengetahui jenis dan penyebaran

batuan, serta pola struktur geologinya, yang pada

gilirannya akan dapat diketahui karakteristik bentang

alam daerah ini, dan kaitannya dengan morfogenesis.

Untuk lebih mengoptimalkan kinerja tim di lapangan,

maka tim dibagi menjadi dua subtim, yaitu Lintasan

Maninjau dan Sungai Batang dengan lintasan

masing-masing berbeda (Gambar 2). Tiga jenis

pekerjaan yang dilakukan yaitu pertama peng-

amatan geologi secara umum berpedoman kepada

peneliti terdahulu yang mencakup jenis batuan,

tataan stratigrafi, dan struktur geologi. Kedua,

pengamatan dan identifikasi bentang alam yang

meliputi bentuk morfologi dan kelerengan yang

berhubungan dengan proses geomorfologi. Ketiga,

melakukan uji lapangan hasil interpretasi foto udara

tentang pemisahan bentang alam kaldera Maninjau.

prajaan termasuk ke dalam wilayah

Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera

Barat. Secara geografis, daerah ini

dibatasi oleh koordinat 100°05’ -

100°17’BT dan 0°10’ - 0°30’LS

(Gambar 1). Daerah penelitian dapat

dijangkau melalui jalan darat dengan

menggunakan kendaraan roda

empat/dua, kondisi jalan pada

umumnya beraspal baik mengelilingi

Danau Kaldera Maninjau dan daerah

sekitarnya.

Tujuan tulisan ini adalah untuk

melakukan kajian geomorfologi

berdasarkan genesis bentang alam

daerah Danau Kaldera Maninjau dan

kaitannya dengan aktivitas tektonik

Kuarter. Hasil penelitian ini diharap-

kan dapat menambah khasanah

ilmu kebumian dan data dasar yang

dapat diaplikasikan dalam menun-

jang perencanaan pembangunan,

pengembangan wilayah, dan

mendukung perencanaan tata ruang

wilayah.Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian.

100º 00 ’BT

Daerah pene litian

U

99º 00 ’BT 101º 00 ’BT 102º 00 ’BT

PROVINSI RIAU

PROVINSISUMATERA BARAT

PROVINSISUMATERA UTARA

Geo-Environment

92 JSDG Vol. XVII No. 2 April 2007

J G S M

Page 3: MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, …

KETERANGAN Lintasan Subtim ManinjauLintasan Subtim Sungai Batang

M1SB01

Kubu-gadang

500

500

1000

500

1000

15

00

1250

75

0

507

075

1000

10

00

750

500

500

0100

1000

10

00

1250

0125

75

0

570

150

2

DANAU MANINJAU

500

ManinjauKubu-baharu

Nagari

Kubu

Tanjungsani

Sungairangas

Sigiran

Pandan

Batukalang

Muko-muko

Alai

Bajur

Kotakecil

Kotobaru I

Palambaian

Beringin

Lawang

Gadang

Batunanggai

100°05’BT 100°17’BT

00

°10

’LS

00

°30

’LS

012

5

Niur

Sungaigadang

Batunangka

915 5

1057

970

Ladanglaweh

440

870

1060

1470

1470

1500

1146

1335

1104

Bukit Salang

Salang

Padang Alai

Pulauair

Sungai-putih

Simpang I

P. Muko-muko

1425

Tarsiar

1260

625

469

Pandak

Kandong

Bukit Pandan

1360

640

Marungga

Kampung Lalang

Duriandangkar 2

Alahanpandjang

SungaibalaSiputih

223

315

910

Alahanangadang

Batuangin

Sungaipuar

Kampungobu

Cugok Gadang

Tabur Gadang

1330Tjampago

PaladanganrandahDuriantalang

Ladangrimbo

Gunung Tigo

Sungailimpaung

Pange

Panji

469

Bukit Pauh

S. Antok

an

S. Sia nok

S.A

irm

ang

gung

Sun

gai Kamum

ua

n

Paparangan

Skala0 5 km

U

Daerah Telitian

Petunjuk letak peta

102º 00’ BT

2º 00’ LS1º 00’ LU

PADANG

Painan

lSo ok

Saw toahlun

Mua or

Batusan kg ar

y k buPa a um hBuki in gitt g

b sLu uk ikaping

a nPad ngpanja g

Paria anm

ng i anBa k n g

PEKANBARU

PROP. RIAU

R JA IP OP. MB

PR P.OSU TR UTARMA A A

Pa int

IndarungSu id anga ar h

Pu aupu junl n g

u uaS r so

. i kar kD S ng a

l anp aA ah anj ng

iA rbangis

u gLub kgadan

B

BU

KIT

AR

ISAN

Kna

an

A

D

SM

UER

A HIN

DIA

Labuhan

Pa l t rngka anko aba u

M01

M02

M03

M04

M05

M06M07

M08

M09

M10

M11

M12

M13

M14M15

M16

M17

M18

M19

M20

M21

M22

M23

M24M25

M26

M27

M28

M29

M30

M31

M32

M33

M34M35

M36M37

M38

M39 M40

M41

M42

M43M44

M45M46

SB04

SB03

SB02

SB01

SB05

SB06

SB07

SB08

SB09

SB10SB11SB12

SB13

SB14

SB15

SB16

SB17

SB18

SB19

SB20

SB21

SB22

SB23

SB24

SB25

SB26

SB27

SB28

SB29

SB30

SB31

SB32

SB33

SB34

SB35SB36

SB37SB38

SB39

Gambar 2. Peta lintasan pengamatan lapangan daerah penelitian.

Geo-Environment

93JSDG Vol. XVII No. 2 April 2007

J G S M

Page 4: MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, …

GEOLOGI

Daerah penelitian ditempati oleh satuan batuan yang

berumur Perem, yakni berupa satuan Batugamping

(Pl), Batuan Malihan (Ps), dan batuan gunung api

Kuarter yang terdiri atas andesit Danau Kaldera

Maninjau (Qamj), tuf batuapung horenblenda

hipersten (Qhpt), tuf batuapung dan andesit/basal

(Qpt), dan aluvium (Qal), (Kastowo dkk.,1996)

(Gambar 3). Satuan Batugamping terdiri atas

batugamping pejal, berongga, putih, kelabu dan

kemerahan, mengandung sisipan tipis batusabak,

filit, serpih, dan kuarsit. Pada umumnya batuan ini

(Perem) membentuk morfologi kars dengan

permukaan yang tajam dan tidak beraturan (Gambar

3). Sedangkan Satuan Batuan Malihan terdiri atas

filit, batusabak, batutanduk, dan grewak mika. Filit

berwarna kelabu kebiruan sampai biru tua.

Batusabak berwarna kelabu kebiruan sampai biru

muda dan coklat. Grewak mika dan tuf terdapat

sebagai sisipan dalam batusabak. Kedua satuan

batuan berumur Perem ini terdapat di bagian utara

daerah penelitian dengan penyebaran yang sempit.

Semua batuan gunung api Maninjau (Andesit

Maninjau) secara keseluruhan tertutup oleh tuf

batuapung. Tuf batuapung horenblenda hipersten

hampir seluruhnya terdiri atas lapili batuapung

dengan ukuran butir dari 2-20 cm, agak kompak,

berwarna putih atau kuning keabuabuan (segar) dan

kecoklatan (lapuk).

Tuf batuapung dan andesit/basal umumnya terdiri

atas serabut-serabut gelas dan 5-80% fragmen-

fragmen batuapung putih, berukuran dari 1-20 cm,

agak kompak. Endapan tuf ini kemungkinan

merupakan hasil erupsi terakhir kaldera Maninjau

atau erupsi celah yang berhubungan dengan Jalur

Sesar Besar Sumatera (Verstappen,1973). Aluvium

terdiri atas lanau, pasir, dan kerikil yang terdapat di

daerah dataran aluvium pantai utara Danau Kaldera

Maninjau.

Menurut Hamilton (1979) daerah penelitian terletak

pada segmen sesar oblique sistem sesar aktif

Sumatera yang dikenal dengan The Great Sumatera

Fault. Hal ini karena daerah ini sangat rentan

terhadap sesar ikutan, rekahan atau kekar yang

berukuran dari beberapa sentimeter hingga kilometer

panjangnya .

GEOMORFOLOGI REGIONAL

Secara geomorfologis daerah penelitian termasuk ke dalam zona Sumatera Tengah (Gambar 4). Verstappen (1973) menyebutkan bahwa zona geomorfologi struktur utama di Sumatera Tengah dapat dibedakan dengan zona Sumatera Selatan. Geomorfologi zona ini secara umum lebih kompleks, tepatnya di bagian barat Median Graben.

Suatu gejala yang sama, yakni berupa morfologi

ungkitan landai yang berarah ke Samudera Hindia

dari Blok Bengkulu tidak dapat dibedakan dengan

utara Padang. Hal ini karena ditutupi oleh tataan

morfologi lebih kompleks yang dicirikan oleh

perselingan antara blok tinggian dan dataran aluvium

yang mengindikasikan blok penurunan. Di samping

itu, perubahan kemiringan antara lereng pegunungan

yang curam dengan gradien sungai sangat drastis,

dan tiba-tiba berubah masuk ke dataran aluvium

pada kaki gawir sesar. Kondisi morfologi seperti ini

menyebabkan material berbutir kasar produk

kegiatan gunung api atau sumber lain melimpah,

sehingga muatan sungai mengalami overload, dan

pada gilirannya terbentuk kipas aluvium yang sangat

luas.

Median Graben biasanya berkembang baik di

Sumatera Tengah, dan dapat ditelusuri dari selatan

Kerinci, melalui dataran Solok dan Danau Singkarak,

ke Padang Highlands dari Bukittinggi, dan lebih ke

utara terban dari Sungai Sumpur dan Angkola.

Banyak gunung api strato yang tinggi terdapat di

Bukit Barisan, meskipun di sana jumlahnya lebih

sedikit daripada di Sumatera Selatan. Produk yang

dihasilkan menutupi sebagian wilayah tertentu blok

pegunungan, dan membentuk kipas fluvio-vulkanik

yang luas, hingga mencapai pedataran di sebelah

timur Pegunungan Barisan melalui sejumlah celah di

kompleks pegunungan. Celah-celah ini dapat

disebandingkan dengan Sugiwaras dan Muarabeliti di

Sumatera Selatan. Ke arah barat laut, rangkaian

Bukit Barisan cenderung menyempit, sehingga

kegiatan gunung api lebih bersifat lokal. Pedataran di

bagian timur wilayah ini merupakan kelanjutan dari

Palembang atau daerah Jambi di Sumatera bagian

selatan.

Pada lokasi lebih rendah, yang disebut Depresi Sub-Barisan kadang-kadang terjadi perubahan secara cepat di bagian timur rangkaian Bukit Barisan, seperti munculnya batuan Pratersier yang merupakan bagian tertinggi lipatan geantiklin yang didominasi oleh Pegunungan Tiga Puluh.

Geo-Environment

94 JSDG Vol. XVII No. 2 April 2007

J G S M

Page 5: MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, …

Gambar 3. Peta geologi Danau Kaldera Maninjau, Sumatera Barat (Kastowo dkk., 1996).

Geo-Environment

95JSDG Vol. XVII No. 2 April 2007

Ps

Pl

Qhpt

Qpt

Qast

Qal

1000

500

050

1000

005

1000

500

00

10

U

D

Jalan raya

Garis Kontur

Tebing Kaldera

SungaiSesar

Kelurusan

G. Silayang

G. Rangkiang

Maninjau

G. Galit

Muko-muko

Alai

Sungairangas

Tanjungsani

Sigiran

Batukalang

Qpt

Qamj

Qhpt

Qast

Qhpt

QhptQamj

Qamj

Qamj

QamjQamj

Qamj

Qamj

Qpt

Ps

Ps Pl Pl

Pl QptU

D

UD

G. Tanjugbalit

Palembaian

DANAU MANINJAU

Qpt

Qal

KETERANGAN

Aluvium

Andesit Gunung Tandikat

Qamj

100°05’BT 100°17’BT

00

°10

’LS

00

°30

’LS

S. Antokan

S. Sia

nok

Tuf batuapung dan andesit (basal)

Tuf batuapung horenblenda hipersten

Andesit Danau Kaldera Maninjau

Batugamping Perem

Batuan Malihan Perem

Skala:

0 5 km

Petunjuk letak peta

Daerah Telitian

102º 00’ BT

2º 00’ LS1º 00’ LU

101º 00’ BT100º 00’ BT99º 00’ BT

0º 00’1º 00’ LS

D GPA AN

Pa n ni a

So ol k

a ah u toS w l n

uM aro

Ba san kartu g

a a bP y kum uhBu itting ik g

Lubuksikaping

Pa an panj ngd g a

Pariaman

Ba gkinangn

K APE ANB RU

R P R UP O . IA

PROP. J M IA B

PROP.U ATR TA AS M A U R

P ntia

I daru gn nS nga darahu i

P la punju gu u n

oSuruas

S n r kD. i gka a

A ah npanj ngl a a

n sAirba gi

Lu ukg danb a g

BU

KIT

AR

ISA

N

B

Kanan

S

A

M

U

D

E

R

A

H

I

N

D

I

A

La uhanb

P ngk la kotabara a n u

U

J G S M

Page 6: MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, …

Penampakan morfologi yang sangat menarik di zona

ini adalah berupa cuesta (rendah) dan hogback atau

rabungan yang terbentuk secara setempat di lapisan

batuan Tersier yang notabene batuannya lebih

resisten dengan pola pengeringan yang dikontrol oleh

gejala struktur.

Dataran aluvium membentang ke arah timur dan

menyebar, kadang-kadang berupa rawa-rawa, dan

pada rawa buri/back swamp terbentuk deposit

batubara secara meluas.

Geomorfologi Daerah Penelitian

Geomorfologi daerah Danau Kaldera Maninjau secara

umum sangat erat hubungannya dengan kegiatan

gunung api dan tektonik yang telah terjadi. Kondisi

morfologi daerah ini ditinjau dari bentukan asalnya

(morphologic-origin) dapat dipisahkan menjadi:

bentukan asal gunung api, fluvio-gunung api,

fluviatil, denudasi, struktur, dan gunung api

terdenudasi (Poedjoprajitno dkk., 2004). Hayat

(2003) telah membagi bentuk lahan berdasarkan

bentukan asalnya, yakni struktur, gunung api, dan

denudasi.

1000

S.M

angg

au

S. Sianok

S. A

gam

100

100

a

r

Sm

u d e a H i n

d i a

Gunung api Andesitan dan aliran fluvio-vulkanik

Gawir sesar

Tuf ignimbrit

Dataran aluvium

Garis Ketinggian

Sungai

Bukittinggi

Padangpanjang

Payakumbuh

Solok

Pariaman

D. S

igkarak

n

D.Maninjau

G. Marapi

G. Malintang

G. Singgalang

G. Tandikat

S Omb lin

.i

SAn

i

. a

S. Antokan

G. Sipinang

Singkarak

S. Suman

i

1000

500

5 00

1000

500

1000

0 20 km

KETERANGAN

100

U

Gambar 4. Sketsa geomorfologi regional Sumatera Barat (Verstappen, 1973).

Geo-Environment

96 JSDG Vol. XVII No. 2 April 2007

J G S M

Page 7: MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, …

Santoso dkk., 2004, membagi unit morfologi daerah

ini sedikit berbeda dengan penulis di atas, yakni:

nBentukan Asal Vulkanik terdiri atas kerucut

gunung api, lereng gunung api, dan dinding

kaldera Maninjau.

nBentukan Asal Vulkanik terdenudasi dipisahkan

menjadi dataran lahar dan kerucut parasiter.

nBentukan Asal Denudasi terdiri atas lereng

nendatan dan lereng rombakan.

nBentukan Asal Fluviatil dipisahkan menjadi

dataran aluvium dan kipas aluvium.

Dari hasil interpretasi foto udara dan pengecekan

lapangan, konfigurasi morfologi di daerah ini dapat

dipisahkan menjadi enam bentukan asal dengan

masing-masing bentuk lahan sesuai dengan

morfografinya, yakni (Gambar 5):

nBentukan Asal Vulkanik, terdiri atas kerucut

Gunung Tandikat, kerucut Maninjau tua, kerucut

Maninjau muda, lereng Maninjau tua, lereng

Maninjau muda, lereng Tandikat, aliran lava,

kaki gunung api, dan dinding kaldera Maninjau.

nBentukan Asal Fluvio-vulkanik, terdiri atas aliran

lahar tua dan aliran lahar muda.

nBentukan Asal Vulkanik Terdenudasi, terdiri atas

sisa kerucut parasiter dan padang lahar lapuk

kuat.

nBentukan Asal Denudasi, terdiri atas lereng

nendatan, lereng rombakan, lahan kritis (bad

lands), dan lereng talus (scree slope).

nBentukan Asal Struktural-vulkanik berupa plato

ignimbrit.

nBentukan Asal Fluviatil, terdiri atas dataran

aluvium, kipas aluvium, dan kipas talus (scree

fans).

Dari peta geomorfologi yang dibuat, dapat dipisah-

kan dua kerucut gunung api yang bersebelahan. Hal

ini akan memberi data baru tentang asumsi yang

mengatakan bahwa danau kaldera terbentuk oleh

satu kali letusan katastropik pada gunung api

Maninjau, dapat terbantahkan secara geomorfologis.

MORFOGENESIS DANAU KALDERA MANINJAU

Kerangka Tektonik

Kaldera Maninjau terletak pada busur Kepulauan

Sunda, ± 250 km timur laut dari pematang Jawa,

dan 350 km tenggara kaldera Toba (Gambar 6).

Daerah ini dilalui oleh sesar besar Sumatera ± 10 km

timur laut Maninjau (Katili, 1969; 1970); Posavec

dkk., 1973; Verstappen, 1973; Leo dkk. (1980).

Katili memperkirakan bahwa pergerakan menganan

(dextral) sejauh 6 cm/tahun sepanjang sesar

Semangko bagian Sumatera Utara berdasarkan pada

20 km pergeseran dari tuf Toba yang kemudian

diduga berumur 300.000 tahun.

Determinasi umur lebih muda dengan kemungkinan

akan lebih tinggi atau lebih rendah kisarannya, tetapi

pastinya pergeseran beberapa cm per tahun dalam

konteks ini cukup beralasan. Kalkulasi tektonik

regional menduga pergerakan menganan sejauh 4

cm/tahun (Circum-Pasific Map Project, Southwest

Quadrant, 1981). Dengan pergeseran 4 cm/tahun

dan berumur 280.000 tahun, berarti Kaldera

Maninjau akan bergerak sejauh 11 km ke arah barat

laut relatif terhadap Gunung Merapi, tanpa eliminasi

penurunan arus pemisahan keduanya. Hal yang

sama dapat dibuat untuk Tandikat, namun

pemisahan tektonik di Tandikat dan Maninjau

kemungkinan berkurang karena posisinya agak

melintang terhadap zona pergeseran.

Efek Tektonik

Danau Kaldera Maninjau merupakan bagian dari

kaldera yang kemudian terisi oleh air, dan selanjutnya

diisi pula oleh material-material yang berasal dari

dinding kaldera gunung api tersebut. Sisa dinding

kaldera yang hampir tegak lurus dan terjal masih

terlihat secara jelas, juga garis puncak kaldera

tersebut masih dapat diikuti meski di beberapa

tempat kelihatannya telah mengalami longsoran.

Umumnya bentuk asal kaldera yang mengarah ke

bagian dalam akan membentuk tebing-tebing yang

relatif tegak dan terjal karena bagian ini merupakan

tempat keluarnya material di kala gunung api ini

masih aktif. Bentuk asal bentang alam pada bagian

luar kaldera merupakan kombinasi bentang alam

sebelumnya dengan akumulasi material yang

dimuntahkan kemudian. Bentang alam gunung api

ini dapat dibedakan menjadi bagian lereng, badan,

dan kaki gunung api dengan berbagai variasi atau

model sesuai dengan kaidah setiap proses erupsi.

Geo-Environment

97JSDG Vol. XVII No. 2 April 2007

J G S M

Page 8: MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, …

Dataran aluviumF1

Kerucut parasiter terdenudasiVD1

Dinding kaldera ManinjauV5

Lereng nendatanD1

Lereng rombakanD2

TalusD4

Kipas talus

Plato ignimbritSV

Dataran lahar terlapukkanVD2

Lereng gunung api:

Aliran lahar tua

Aliran lahar muda

Aliran lavaV4

Lahan kritisD3

Kipas aluviumF3

Kaki gunung api

010 0

10

00

1250

512

0

1250

500

15

00

1250

500

500

750

1000

00

10

500

Ba tang Gasan Kecil

750

500

750

750

750

BatangBungnilim

a

1000

1000

750

Palembaian

Sungaipuar

Beringin

Lawang

Gagak GadangTarsiar

Tabar-gadang

Pandji

Pange

Pandji

Maninjau

Kubu-baharu

Paparangan

Kubu-gadangNagari

Kubu

Pandak

Tandjungsani

Pandan

Bukit Pandan

Batunanggai

Batunangka

Sungaibadara

Sungairangas

Sigiran

Batukalang

Muko-muko

Pulau Muko-muko

Alai

Kotaketjil I

Pauhdjawa

Kota-baru I

Kotaketjil 2

Bajur

Simpangkaruh

Alahananggang

Gunung Rangka

Binuangin

Kampungpilihan

Gadang

Kandang

Djampago

Sungailimpaung

NiurUlubandar

Duriantalang

Paladangantinggi

Paladanganrandah

Bukit Salang

Salang

LubukPadangalai

Duriandangkar 2

Pulauair

Kampungtalang

Ladangrimbo

Alahanpandjang 2

Sungaibasa

Sungai-putih

Simpang 1

Durian-kuning

Ladanglaweh

DANAU MANINJAU

1500

Bukit Pauh

1060

750

1000

910

1067

1104

75

0

Kiuari

Kampungobu

Bata ng Si na ok

Gunung Gadang

970

316

1426

Marungga

200190

1330

1470

Bukit Panarahan

1470

Padanggarunggang

1336

782

640

1360

630

751

Gunung Tigo

440

1260

575

399

500

1000

1595

1724

100

0

Air

Batabang

1146

Batang

Antoka

n

648

Gunung Gadang

870213

470

100°05’BT

00

°10

’LS

100°17’BT

00

°30

’LS

BatangS

impan

g

Bata

nKg a

m

umuan

Btaa ng

Kuara

AirM

an

ggun

g

V1.2

V1.2

V2.2V2.2

V1.3

V2.3

D3

D2

D2

F3

F3

F2

F2

F2

F2F1

D2D2

D1

V1.1

V1.1

V1.1

V2.1

V2.1

V2.1

V2.2

VD1

VD2

V5

V5

V5

V5

V5

V2.2

V2.2

V2.2

V2.1

V2.1

FV1

FV2

V4

V3

SV

D4

D4

Bentukan Asal Vulkanik terdenudasi

V1

V2

V3

Bentukan Asal Fluvio-vulkanik

FV1

FV2

Bentukan Asal Denudasi

Bentukan Asal Vulkanik

Bentukan Asal Struktural-vulkanik

Bentukan Asal Fluviatil

F3

F2

Skala

0 5 km

Kerucut gunung api:

F3

F3

Jalan raya

Sungai

Garis kontur

Titik ketinggian

Batas bentuk lahan

Kelurusan/sesar

440

V1

Bibir kaldera

Kipas aluvium

Gawir erosi

KETERANGAN

Petunjuk letak peta

Daerah Telitian

102º 00’ BT

2º 00’ LS1º 00’ LU

101º 00’ BT100º 00’ BT99º 00’ BT

0º 00’1º 00’ LS

PAD GAN

P n nai a

S ool k

l toSawah un

Muaro

sa kBatu ng ar

a bPay kum uhitt n iBuk i gg

Lubuksikaping

Pa a gp njand n a g

Pa ia nr ma

B g n gan ki an

PEKANBARU

PROV. RI UA

PR P JO . AMBI

PROV.

SUMATRA TARAU

iPa tn

n gI darunSu gaidarahn

Pu aupu jungl n

Su uar so

nD.Si gkarak

Al h np njana a a g

bAir angis

L bukga angu d

UK

A

BIT

BR

ISA

N

Kanan

SAMUDE

A IN

I

RH

DA

hLabu an

g l k aPan ka an otab ru

U

V1.1 Maninjau tuaV1.2 Maninjau mudaV1.3 Gunung Tandikat

V2.1 Maninjau tuaV2.2 Maninjau mudaV2.3 Gunung Tandikat

Gambar 5. Peta geomorfologi daerah Danau Kaldera Maninjau, Sumatera Barat.

Geo-Environment

98 JSDG Vol. XVII No. 2 April 2007

J G S M

Page 9: MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, …

Skala

0 500 km

0 500 KM

S U M

A T E R A

Tandikat-SinggalangMarapi

Maninjau

Talamau

Padang

Sorikmarapi

Kaldera Toba

Ke p u a

u a n M e n t a w

a i

l

SSAR

EMANG

KO

E

S

SAMUDERA HINDIA

Tinggian Pasumah

Teluk Lampung

JAWA

KA

LIM

AN

TAN

M A L A K

A

KALIMANTAN

SULAWESI

SUM

ATERA

MALAKA

JAWA

-600

-500

00-6-400

00-2

-100

SESAR SEMANGKO

PA

LU

NG

J A W A

B U S U R S U N D A

-300

Jejak permukaan zona subdaksi

Kedalaman zona tunjaman (km)

110°BT105°BT100°BT95°BT

Gunung api aktif

Gunung api fumarolik

100° 110° 120°

12°

TIMOR

-300

U

Gambar 6. Peta tektonik regional dan vulkanisme Indonesia Barat (Leo dkk.,1980).

Geo-Environment

99JSDG Vol. XVII No. 2 April 2007

J G S M

Page 10: MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, …

Di daerah penelitian, bahan rombakan yang

mengalasi cekungan Kuarter berasal dari rombakan

tebing kaldera. Hal ini didasari oleh : (a) dominannya

bahan rombakan (debris) yang dijumpai di dalam

kaldera yang membentuk tahapan berulang (undak)

endapan kipas aluvium secara teratur; (b) tidak

simetrisnya puncak tebing kaldera yang sebagian

puncaknya berelevasi tinggi dan sebagian lagi

berelevasi rendah yang diikuti oleh akumulasi

material rombakan tersebut di bagian bawahnya.

Perbedaan bentang alam tebing kaldera dengan

bahan rombakan tersebut sangat mencolok. Dari

kedua alasan tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa pola keteraturan tubuh material rombakan

tersebut berhubungan erat dengan pengaktifan

struktur geologi. Diperkirakan struktur sesar naik

(uplift) merupakan pelaku proses tersebut. Pola

bangunan material rombakan ini berkembang baik di

sekitar Danau Kaldera Maninjau, dan indikasi

berkembangnya struktur sesar relatif menonjol pula

di tempat tersebut. Perkembangan baik tubuh

material rombakan tersebut dapat dilihat dari Puncak

Lawang yang merupakan bagian dari puncak kaldera

Maninjau. Dari sini, pola perkembangan tubuh-

tubuh material rombakan terlihat secara jelas, dan

setidak-tidaknya telah terjadi tiga kali perombakan

besar. Pemandangan serupa dapat pula diamati pada

bagian dalam sebelah barat, utara, dan selatan

kaldera. Kelok 44 merupakan bagian khusus wilayah

runtunan material rombakan yang relatif kompleks.

Aktivitas tektonik di atas mungkin masih berlangsung

di saat pengisian cekungan sedimen Kuarter muda.

Hal ini terbukti dari seringnya dijumpai material

rombakan tersebut pada interval-interval endapan

yang terbentuk, namun dimensi dan ukurannya jauh

lebih kecil (Mulyana dkk., 2004).

Selain asumsi di atas, efek tektonik yang diakibatkan

oleh gerak-gerak sesar juga dapat ditelusuri dari

perkembangan dan perubahan lingkungan di dalam

cekungan, seperti : (a) turun-naiknya permukaan air

danau tidak simetris, (b) bergesernya alur sungai,

dan (c) berubahnya posisi geografis lingkungan rawa.

Kejadian ini pada umumnya diakibatkan oleh naik-

turunnya dasar cekungan, apabila dugaan ini benar

maka posisi sesar-sesar yang mempengaruhi

cekungan tersebut berada di sekitar atau memotong

dan melalui cekungan tersebut.

Efek tektonik di atas menunjukkan bahwa peristiwa

tersebut berlangsung dalam periode-periode tertentu

dengan intensitas yang berbeda. Intensitas yang

tinggi cenderung terjadi pada peristiwa perombakan

dinding kaldera, sedangkan yang mengakibatkan

berubahnya lingkungan dan tidak teraturnya pasang-

surut permukaan air danau kemungkinan akibat

intensitas tektonik yang relatif lebih kecil. Hal ini

karena salah satu penyebab terbentuknya cekungan

Kuarter di atas berkaitan dengan kejadian

perombakan dinding kaldera yang sifatnya regional.

Sementara efek yang terjadi di cekungan dari

kelainan proses sedimentasi tersebut dimensinya

lebih kecil dan bersifat lokal.

Hal penting lainnya yang dapat dipahami dari tataan

bentuk lahan daerah ini adalah bahwa variasi atau

ragam bentukan asal terlihat lebih berkembang dan

bervariasi di sebelah timur, tenggara, barat laut, utara

dan timur laut daerah penelitian. Variasi bentukan

lahan dapat berupa dataran aluvium (F1), kipas talus

(F2), kipas aluvium (F3), lereng nendatan (D1),

lereng rombakan (D2), dan lahan kritis (D3).

Sementara daerah lainnya didominasi oleh bentukan

asal kerucut gunung api Maninjau tua (V1.2), kerucut

gunung api Maninjau muda (V2.2), dan talus (D4).

Sebaliknya di bagian barat, barat daya ataupun barat

laut, variasi bentukan asal tersebut tidak berkembang

dengan baik.

Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa bentuk lahan

dinding kaldera (V5) di bagian barat dan selatan

Danau Kaldera Maninjau masih terlihat dengan jelas,

sedangkan di bagian timur sudah mengalami

gangguan, sehingga tidak dapat ditelusuri secara

menerus. Selain itu, di bagian timur terlihat bahwa

sesar relatif lebih berkembang dibandingkan dengan

yang di sebelah barat Danau Kaldera Maninjau.

Kondisi ini menunjukkan bahwa bagian barat laut,

utara, timur laut, timur hingga tenggara daerah

Danau Kaldera Maninjau lebih dinamis dibandingkan

dengan daerah lainnya. Dinamisnya wilayah ini

sudah tentu disebabkan oleh adanya aktivitas

tektonik di wilayah ini.

Sejarah Geologi

Kaldera Maninjau merupakan pusat letusan terbesar

vulkanik Padang di Sumatera Selatan - Tengah.

Posavec dkk. (1973) menyatakan bahwa kaldera

memanjang terbentuk oleh dua pusat letusan, dan

yang paling selatan merupakan letusan termuda.

Geo-Environment

100 JSDG Vol. XVII No. 2 April 2007

J G S M

Page 11: MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, …

Peta batimetri (Ruttner, 1931) menunjukkan adanya

dua titik kedalaman, yakni -169 m di utara dan -

168 m di bagian selatan. Masing-masing titik

kedalaman ini kemungkinan merupakan pusat erupsi

(Gambar 7).

Zen (1972); Verstappen (1973); Purbo-Hadiwidjojo

dkk. (1979), dan Leo dkk. (1980) mengidentifikasi

sekuen andesit prakaldera, tuf riolit, dan tuf

andesitan berhubungan dengan kaldera Maninjau. Menurut Leo dkk. (1980) tuf ignimbrit berasosiasi

dengan runtuhnya kaldera Maninjau, sedangkan

hasil penarikhan K-Ar pada batuan andesit-riolit

berumur 0,28 ± 0,12 juta tahun. Di samping itu,

hasil penarikhan jejak belah pada batuan tuf

ignimbrit menunjukkan umur 0,07-0,08 ± 0,02 juta

tahun (Nishimura,1980). Volume tuf Maninjau 3

berkisar 220-250 km , kurang lebih sama dengan

volume kaldera (Purbo-Hadiwidjojo dkk., 1979).

Sebaliknya Leo dkk. (1980) mengestimasi volume 3 3tuf yang sama ± 100 km (termasuk 3 - 6 km ) dari

aliran abu tuf andesitan fase terakhir, dibandingkan 3dengan perkiraan mereka 122 km dari volume

kaldera Maninjau.

Depresi Maninjau merupakan panorama yang

terbentuk akibat letusan dahsyat/katastropik,

sehingga membentuk bentang alam seperti halnya

Danau Kaldera Toba yang lebih besar. Hasil erupsi

Maninjau berupa material fluvio-vulkanik menutupi

daerah cukup luas di barat laut, barat, dan barat daya

kaldera. Pola pengeringan radial kaldera masih

menunjukkan tingkat torehan yang dangkal dan

menjadi karakteristik bentang alam ini. Material

fluvio-vulkanik Maninjau yang membentuk dataran

aluvium cenderung mengalami penyempitan secara

bergradasi ke arah pantai di utara Pariaman.

Sedangkan ke arah timur laut dan timur, penyebaran

fluvio-vulkanik menutupi areal yang lebih sempit,

yang alirannya terhalangi oleh rangkaian gunung/

punggungan batuan yang lebih tua. Batuan yang

lebih tua kadang-kadang muncul dari plato tuf, yang

dapat diketahui melalui torehan pada sejumlah

sungai dengan lembah dalam dan tebing yang tegak.

Sementara ada yang berpendapat bahwa kaldera

Maninjau kemungkinan terbentuk oleh satu kali

letusan besar/katastropik dan diikuti oleh runtuhnya

dasar kepundan, sehingga terbentuk kaldera seperti

keadaan sekarang. Runtuhnya dasar kepundan

diperkirakan dikontrol oleh sesar-sesar yang

berpasangan dengan arah barat laut - tenggara dan

barat daya - timur laut. Selain itu, kejadian tersebut

juga

bagian barat dan timur kaldera. Bukaan di bagian

timur merupakan jalur utama mengalirnya lahar,

aliran panas (surge) yang mengisi daerah di sebelah

timurnya termasuk Bukittinggi yang sekarang disebut

plato. Sedangkan pada bukaan di sebelah barat

banyak ditemukan aliran lava yang sekarang

merupakan outlet Danau Kaldera Maninjau (sungai

Antokan).

Adanya sesar-sesar di bagian barat mengakibatkan

banyak terjadi longsoran dan rombakan dinding

kaldera yang pada gilirannya membentuk kipas-kipas

koluvial dan dataran aluvium, yang sekarang

merupakan kawasan persawahan yang sangat subur.

Di pihak lain, dinding kaldera di bagian selatan dan

timur struktur tidak terlihat seperti gejala-gejala di

bagian barat, sehingga kondisi dinding kaldera di

daerah ini masih memperlihatkan bentuk ideal yang

hanya menghasilkan endapan talus (scree slope ).

Dari hasil penafsiran foto udara dan pengamatan

lapangan, penampakan morfologi gunung Maninjau

dapat dikenali dengan adanya dua kerucut gunung api yang lebih tua di bagian utara daripada kerucut

bagian selatan. Berdasarkan asumsi ini, maka

kaldera Maninjau terbentuk oleh dua kali letusan

gunung api Maninjau tua dan muda. Karena letak

kedua gunung sangat berdekatan, letusan kedua

dapat menghancurkan dinding kepundan gunung api

yang tua. Untuk mendukung asumsi ini perlu data

yang beraspek kegeologian, seperti uji laboratorium,

namun hasil uji Potasium Argon batuan andesit tidak

mendeteksi umurnya. Hal ini bisa disebabkan oleh 40 tiga kemungkinan, yakni kandungan Ar kecil,karena

lost Argon, atau umur batuan terlalu muda.

Bibir kaldera Maninjau mencapai ketinggian 1200-

1400 m dpl. Menurut hasil survei Verbeek (1883)

dalam Verstappen (1973) permukaan danau

mempunyai ketinggian 459 m dengan kedalaman

maksimum 157 m. Dasar danau yang datar dibatasi

oleh lereng curam hingga ketinggian mencapai

ratusan meter, merupakan produk kombinasi antara

tektonik dan letusan gunung api (volkano-tectonic).

Dinding kaldera yang hampir tegak terdapat di bagian

selatan, sedangkan adanya tanjung di bagian selatan

merupakan sisa pusat erupsi yang paling muda.

Dinding kaldera di bagian utara relatif lebih landai,

dan dataran aluvium yang agak miring ke arah danau

merupakan areal persawahan irigasi yang melampar

di antara dinding kaldera dan danau. Di sepanjang

khaki lereng terdapat endapan talus dan

mengakibatkan terjadinya struktur bukaan di

Geo-Environment

101JSDG Vol. XVII No. 2 April 2007

J G S M

Page 12: MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, …

Kubu-gadang

500

500

010 0

500

00

10

1500

1250

75

0

075

7 05

1000

1000

70

5

500

050

1000

1000

10

00

1250

512

0

75

0

750

20

15

DANAU MANINJAU

05

0

Maninjau

Kubu-baharu

Nagari

Kubu

Tanjungsani

Sungairangas

Sigiran

Pandan

Batukalang

Muko-muko

Alai

Bajur

Kotakecil

Kotobaru I

Palambaian

Beringin

Lawang

Gadang

Batunanggai

100°05’BT 100°17’BT

00°1

0’L

S00

°30’

LS

5012

Niur

Sungaigadang

Batunangka

1595

1057

970

Ladanglaweh

440

870

1060

1470

1470

1500

1146

1335

1104

Bukit Salang

SalangPadang Alai

Pulauair

Sungai-putih

Simpang I

P. Muko-muko

1425

Tarsiar

1260

625469

Pandak

Kandong

Bukit Pandan

1360

640

Marungga

Kampung Lalang

Duriandangkar 2

Alahanpandjang

SungaibalaSiputih

223

315

910

Alahanangadang

Batuangin

Sungaipuar

Kampungobu

Cugok Gadang

Tabur Gadang

1330Tjampago

PaladanganrandahDuriantalang

Ladangrimbo

Gunung Tigo

Sungailimpaung

Pange

Panji

469

Bukit Pauh

S. Antok

an

S. Sia nok

S.A

irm

ang

gung

Sun

gai Kamum

ua

n

Paparangan

-169

-150

-150

- 41 0

-120

00-1

-80 -06 -40

2- 0

-168

P. Tanjung Batung

P. Muko Djalan

KETERANGAN

Jalan raya

Sungai

Garis batimetri

Indek kontur

-60

500

Titik ketinggian1104

Titik kedalaman-168

Petunjuk letak peta

Daerah pelitian

102º 00’ BT

2º 00’ LS1º 00’ LU

A NP DA G

P anain

Solok

toSawahlun

Mua or

nBatusa gkar

bPayakum uhBukittinggi

bLu uksikaping

P dang anjana p g

P riamana

B ngkinana g

B UPEKAN AR

IPROV. R AU

PROP. A BIJ M

PROV.SU ATR T RM A U A A

Panti

Ind ungarS ngaid rahu a

uPulaup njung

Suruaso

D.S n karaki g

aAl hanp njanga

A r ang si b i

Lub kgada gu n

BK

TB

ISA

UI

A

RN

Ka

ann

UE

NI

SAMD

RA H

ID

A

ab nL uha

P ngkalan taba ua ko r

Skala

0 5 km

U

Gambar 7. Peta batimetri Danau Kaldera Maninjau (Ruttner, 1931).

Geo-Environment

102 JSDG Vol. XVII No. 2 April 2007

J G S M

Page 13: MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, …

pembentukan delta-delta mikro yang masih dan akan

terus berlangsung. Hampir semua dinding kaldera di

bagian utara telah menunjukkan adanya proses

gerakan tanah yang berupa rombakan/debris dan

nendatan pada dinding kaldera bagian timur.

DISKUSI

Genesis Danau Kaldera Maninjau hingga sekarang

masih menjadi silang pendapat berbagai kalangan,

terutama para ahli kebumian, baik dari luar maupun

dalam negeri. Ada sementara ahli yang berpendapat

bahwa Danau Kaldera Maninjau terbentuk oleh

sekali letusan yang dahsyat/katastropik, sehingga

terbentuk danau yang seperti sekarang. Pihak lain

berpendapat bahwa Danau Kaldera Maninjau

terbentuk oleh dua kali letusan, namun terjadi pada

satu kerucut gunung api. Hal ini didasari atas

penampakan morfologi yang menunjukkan

perbedaan antara tebing kaldera di bagian selatan

dan bagian utara. Pada tebing bagian utara dan barat

sudah berkembang adanya proses gerakan tanah

yang berupa nendatan dan debris. Di samping itu

sudah berkembang morfologi dataran aluvium.

Sebaliknya, dinding kaldera di bagian selatan masih

menunjukkan tebing yang hampir tegak dan belum

menunjukkan adanya proses gerakan tanah, seperti

halnya di bagian utara. Menurut Verstappen (1973)

adanya tanjung di Sungairangas diasumsikan

sebagai sisa letusan Maninjau muda.

Dari hasil interpretasi foto dan pengamatan lapangan

dapat dikenali adanya dua morfologi kerucut gunung

api yang bersebelahan, dinamakan Maninjau tua

(utara) dan Maninjau muda (selatan). Di samping itu,

menurut hasil survei Ruttner (1931) tentang peta

batimetri Danau Kaldera Maninjau terdapat adanya

dua titik kedalaman yang nyaris sama dan dipisahkan

oleh adanya pembatas yang berupa saddle.

KESIMPULAN

Berdasarkan kajian geomorfologi yang ditunjang

aspek geologi dan data dari peneliti terdahulu, dapat

disimpulkan bahwa Danau Kaldera Maninjau

kemungkinan terbentuk akibat dua kali letusan

katastropik dua tubuh gunung api yang berbeda.

Alasan yang mendukung asumsi ini yakni:

npenampakan morfologi yang menunjukkan

adanya dua kerucut gunung api yang

bersebelahan, Maninjau tua (utara) dan

Maninjau muda (selatan).

nkondisi morfologi dinding kaldera bagian utara

sudah mengalami proses denudasi dan

membentuk debris, nendatan, talus, dan

dataran aluvium, sedangkan di bagian selatan

sedang berlangsung proses pembentukan talus.

nterdapatnya dua titik kedalaman pada peta

batimetri yang masing-masing -168 m (di

sebelah utara) dan -169 m (di sebelah selatan),

yang dibatasi oleh garis batimetri yang lebih

dangkal (saddle).

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir.

Djadjang Sukarna selaku Kepala Pusat Survei Geologi

atas izinnya untuk menerbitkan tulisan ini. Semoga

tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca.

ACUAN

Circum-Pasific Map Project, 1981. Plate tectonic map of the circum-Pasific region, southwest quadrant: Tulsa,

Circum-Pasific Counc. Energy Min. Res./Am. Assoc. Pet. Geol., scale 1:10.000.000.

Hamilton, W., 1979. Tectonic of the Indonesian Region. US Geol.Surv. Prof.Paper 1078.

Hayat, Z.D., 2003. Morfo-tektonik Ngarai Sianok Bukittinggi, Sumatera Barat. Jurnal Geologi dan Sumberdaya

Mineral XIII (133):25-36.

Kastowo, Gerhard, W.L., Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1996. Peta Geologi Lembar Padang, Sumatera, skala

1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan dan Geologi, Bandung.

Geo-Environment

103JSDG Vol. XVII No. 2 April 2007

J G S M

Page 14: MORFOGENESIS DAERAH DANAU KALDERA MANINJAU, …

Katili, J.A., 1969. New results of radiometric age dating of some Indonesian Quaternary deposits: Bull. Natl.

Inst. Geol. Min. 2(2):29-31, Bandung.

------------, 1970. Large transcurrent faults in Southeast Asia with special reference to Indonesia: Geol.

Rundschau, 59:581-600.

Leo, G.W., Hedge, C.E., and Marvin, R.F., 1980. Geochemistry, strontium isotope data, and potassium-argon

ages of the andesite-rhyolite association in the Padang area, West Sumatera. Jour. Volcanol.

Geotherm. Res. 7:139-156.

Mulyana, H., Moechtar H., Firdaus M., Gurning J., dan Marjiono; 2004. Laporan Penelitian Kegempaan dan

Siklus Stratigrafi Daerah Bukittinggi dan sekitarnya,Sumatera Barat, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi. Laporan Intern.

Nishimura, S., 1980. Re-examination of the fission-track ages of volcanic ashes and ignimbrites in Sumatra.

Physical geology of Indonesian island arcs, Kyoto Univ. :148-153.

Poedjoprajitno, S., Kamawan dan Lumbanbatu U.M., 2004. Peta Geomorfologi Lembar Bukittinggi, Sumatera

Barat, skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Open File.

Posavec, M., Taylor, D., van Leeuwen, Th., and Spector, A., 1973. Tectonic controls of volcanism and complex

movements along the Sumatran Fault system. Geol. Soc. Malaysia Bull.6: 43-60.

Purbo-Hadiwidjoyo, M.M., Sjachrudin, M.L., and Suparka, S., 1979. The volcanotectonic history of the

Maninjau caldera, western Sumatra, Indonesia. Geol. Mijnb.58(2):193-200.

Ruttner, F., 1931. Hydrographische und hydrochemische Beobachtungen auf Java, Sumatra und Bali. Arch.

Hydrobiol., Supp. 8:97-454.

Santoso, Suharsono, dan Gurning J., 2004. Laporan Morfogenetik Daerah Bukittinggi, Sumatera Barat; Pusat

Penelitian dan Pengembangan Geologi. Laporan Intern.

Verstappen, H.Th.; 1973. A geomorphological reconnaissance of Sumatra and adjacent islands (Indonesia).

International Institute for Aerial Survey and Earth Sciences (ITC); Enschede; Wolter-Noordhoff

Publishing Groningen.

Zen, M.T., 1972. The origin of several pyroclastic plateau in the Padang Highlands (Central Sumatra) : Inst.

Teknol. Bandung, Proc.6:81-88.

Naskah diterima

Revisi terakhir

: 19 Oktober 2006

: 20 Maret 2007

Geo-Environment

104 JSDG Vol. XVII No. 2 April 2007

J G S M