Upload
others
View
22
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Mukjizat Pemberitaan Gaib al-Qur’an
(Kajian Tematik terhadap Ayat tentang Peristiwa yang telah Terjadi
dan belum Terjadi)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratatan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama Islam (S. Ag)
Oleh:
Munawwaroh
11140340000235
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2018 M
iv
ABSTRAK
Munawwaroh
Mukjizat Pemberitaan Gaib al-Qur’an (Kajian Tematik terhadap Ayat
tentang Peristiwa yang telah Terjadi dan belum Terjadi)
Dalam Skripsi ini penulis membahas tentang kemukjizatan al-Qur’an dari
segi pemberitaan gaibnya, yaitu bahwa al-Qur’an memuat pemberitaan peristiwa-
peristiwa gaib di masa mendatang. Kajian terhadap i'jaz al-Qur'an cukup penting
dilakukan, karena al-Qur’an memiliki peran penting dalam kehidupan ini. di
dalamnya terdapat panduan pengajaran dan penghayatan, seperti kehebatannya
dalam merekam suatu peristiwa yang telah lalu dijadikan sebagai ibrah bagi
manusia untuk memperkokoh iman kepada Allah. Sedangkan terhadap peristiwa
yang akan datang berfungsi sebagai peringatan agar manusia lebih berhati-hati,
dan untuk membimbing manusia ke arah perbuatan yang benar.
Penelitian ini mendukung pendapat M. Quraish Shihab yang ia nyatakan dalam
bukunya bahwa al-Qur’an telah mengungkap peristiwa masa datang yang bakal
terjadi, dan peristiwa masa datang yang diungkapnya dibagi menjadi dua bagian,
yaitu pertama peristiwa masa datang yang sekarang ini sudah terbukti; kedua
peristiwa masa datang yang saat ini belum terjadi. Penulisan skripsi ini merupakan
studi kepustakaan murni dengan menggunakan jenis metode pendekatan kualitatif.
Sumber utama skripsi ini adalah Mushaf al-Qur’an dan menggunakan penelusuran
makna dasar bahasanya dengan Qâmûs Atlas Al-Mausû’i Injlîzî-ʻArabî,. Kemudian
mencari kata berdasarkan sinonim kata dengan al Maʻânî likulli Rasm Maʻânî.
Setelah melakukan penelusuran menggunakan kata berdasarkan sinonimitasnya,
selanjutnya berdasarkan kata tersebut penulis menggunakan kamus Mu’jam al-
Mukhfaroz li-Alfâdz Al-Qur’ân al-Karîm.
Berdasarkan dari penafsiraan ayat-ayat yang terindikasi kata masa depan,
penulis menemukan sinonim masa depan yang paling sesuai, sehingga penulis
gunakan sebagai dasar untuk penelitian. sinonim ini terdapat dalam surat al-
Qomar ayat 26, yaitu kata غدا dalam redaksi (Kelak mereka akan
mengetahui). Akan mengetahui kebenaran informasi pada masa-masa awal
diturunkannya al-Qur’an dan sekaligus masa awal kenabian Muhammad saw,
yaitu mengenai keajadian peristiwa-peristiwa dalam Q.S. al-Anfâl[8]: 65-67, Q.S
al-Rûm[30]: 1-7 dan al Fath[48]: 27. Dan juga akan mengetahui infiormasi yang
akan terjadi pada masa yang akan datang menjelang hari Kiamat tiba yaitu dua
makhluk yang diberitakan dalam Q.S al-Naml[27]: 82, Al-Anbiyâ’[21]: 96. Dari
sini, hasil penelitian ini menunjukkan kebenaran atas mukjizat al-Qur’an, dan
menjadi bukti bahwa al-Qur’an benar-benar kalam Allah karena terdapat relevansi
pemberitaan antara teks dan konteks ayat-ayat al-Qur’an. Adanya peristiwa yang
telah diperdiksi oleh al-Qur’an terbukti kebenarannya, ini menegaskan bahwa
prediksi yang telah diberitakan al-Quran meski belum terjadi, ini mengindikasikan
bahwa prediksi tersebut pasti benar adanya.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan Taufik, Hidayah, dan Inayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul:
Mukjizat Pemberitaan Gaib al-Qur’an (Kajian Tematik terhadap Ayat tentang
Peristiwa yang telah Terjadi dan belum Terjadi)
Sholawat dan salam tak lupa pula kita haturkan kepada Nabi Muhammad saw.
serta keluarga dan para sahabatnya, dan juga para pengikutnya. Kemudian, penulis
sangat menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari
banyak pihak yang terlibat, oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
sebanyak-banyaknya kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir dan Banun Binaningrum, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-
Qur’an dan Tafsir.
4. Dr. Hasani Ahmad Said, MA. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
banyak membimbing, memberi masukan dan saran kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini. Semoga Bapak dan keluarga sehat selalu, panjang
umur, dan dimudahkan segala urusannya.
5. Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA. yang telah memberikan ide skripsi ini, dan
seluruh dosen Fakultas Ushuluddin terimakasih atas segala ilmu yang telah
diberikan selama kuliah di UIN Jakarta ini. Mudah-mudahan ilmu yang
penulis dapatkan bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat.
6. Pimpinan dan staf Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, Perpustakaan Utama
(PU), Perpustakaan Iman Jamaʻ dan Perpustakaan Pascasarjana UIN Jakarta.
vi
7. Kepada kedua orang tua, atas segala do’a dan dukungan dan kakak-kakak
tersayang terutama Cak Ip yang telah memenuhi kebutuhan selama penulis
menuntut ilmu.
8. Kepada Ibu Sumarni dan Ibu Frety Fatmawati SE. sekeluarga yang telah
banyak membantu dan memberikan banyak dukungan baik moril maupun
materil sedari penulis kecil. Terimakasih segala pengajaran dan seluruh
kebaikan. Semoga Allah sehatkan badannya, panjangkan umurnya,
dimurahkan rezekinya. Aamiin.
9. Kepada Bapak Amin Johari MA dan Dr. Nuriyah Thahir MA, serta Bapak
Taslimun MA. dan Bu Titin Ariyani. yang telah banyak membantu dan
menjadi orang tua penulis selama di perantauan. Semoga Allah sehatkan
badannya, panjangkan umurnya, dimurahkan rezekinya. Aamiin
10. Kepada sobat sekaligus saudara di perantauan, Mbak Mutmainnah, Hikmah,
Fudhoh, Olga, Faliha, Ulfia, Firgat, Tety, Dayat atas bantuan menerjemahkan,
anggota grup Tjantik, dan teman-teman THF 2014, dan seluruh teman-teman
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2014.
11. Kepada pihak-pihak yang turut membantu dan berperan, baik secara langsung
maupun tidak, tanpa mengurangi rasa hormat penulis mengucapkan terima
kasih yang sebanyak-banyaknya untuk membantu pengerjaan skripsi ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih
terdapat banyak kekurangan, bahkan kesalahan dan kekeliruan dalam
penelitian ini memungkinkan untuk terjadi. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran agar penulisan karya ilmiah ke depannya
menjadi lebih baik. Harapan penulis semoga skripsi ini menjadi bermanfaat
bagi pembaca untuk menambah wawasan dan semoga Allah Swt. memberikan
balasan yang berlipat ganda atas kebaikan seluruh pihak-pihak yang telah
membantu penyelesaian skripsi ini. Amin ya Rabb al-‘Alamin.
Ciputat, November 2018
Munawwaroh
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................................... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Identifikasi masalah ..................................................................................... 7
C. Pembatasan ................................................................................................... 8
D. Perumusan masalah ...................................................................................... 8
E. Tujuan penelitian .......................................................................................... 8
F. Manfaat penelitian ........................................................................................ 8
G. Metode penelitian .......................................................................................... 9
H. Kajian pustaka ............................................................................................ 11
I. Sistematika penulisan ................................................................................. 13
BAB II SEKILAS TENTANG KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN
DAN PEMBERITAAN GAIB.
A. Sekilas tentang Mukjizat al-Qur’an ............................................................ 15
1. Definisi Mukjizat .................................................................................. 15
2. Macam-macam Mukjizat ...................................................................... 19
3. Pandangan Para Tokoh Mengenai Aspek-aspek Mukjizat al-Qur’an ... 23
4. Contoh-contoh Mukjizat al-Qu’an ........................................................ 29
BAB III KLASIFIKASI AYAT ANTARA TERINDIKASI SEBAGAI
ANCAMAN ALLAH DAN MENGINDIKASIKAN MUKJIZAT
PEMBERITAHUAN MASA DEPAN
A. Tinjauan Term-term yang Terindikasi Kata Masa Depan........................... 35
B. Ayat-ayat yang Terindikasi Lafadz Masa Depan (Janji dan Ancaman
Allah ). ........................................................................................................ 37
viii
C. Ayat-ayat yang Terindikasi sebagai Mukjizat Pemberitaan Gaib Masa
Depan. ........................................................................................................ 55
BAB IV ANALISIS PEMAHAMAN AYAT YANG TERINDIKASI
MUKJIZAT GAIB PEMBERIRAHUAN MASA DEPAN
A. Penafsiran Ayat-ayat Prediksi Masa Depan (Telah Terbukti) .................. 57
1. Berita Kemenangan Romawi Qs al-Rûm[30]1-7 .................................. 57
2. Prediksi kemenangan dalam perang badar al-Anfâl 65-67 ................... 70
3. Kebenaran Mimpi Rasulullah saw dalam Qs al Fath[48]:27 ................ 80
B. Penafsiran Ayat-ayat Prediksi Masa Depan (Belum Terjadi) .................... 85
1. Prediksi keluarnya binatang melata yang terkandung dalam Surat
an-Naml[27]: 82 .................................................................................... 85
2. Berita munculnya Ya’jûj dan Ma’jûj dalam surat al-Anbiyâ[21] :
96 ........................................................................................................... 94
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 102
B. Kritik dan saran ......................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 104
ix
Pedoman Transliterasi
Dalam skripsi ini penulis menggunakan pedoman alih aksara,
(transliterasi) berdasarkan keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, No:
507/Tahun 2017. dan buku pedoman akademik program strata 1 2013/2014.
Penulis juga mengikuti gaya penulisan stlye ‘Chicago 2 Turabian (Bidang Ilmu
Humanities atau Notes dan Biblio System)
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf
Arab
Huruf
Latin
Keterangan
Tidak di lambangkan ا
b Be ب
t Te ث
ts Te dan es ث
J Je ج
ẖ h dengan garis bawah ح
kh ka dan ha ر
d De د
dz de dan zet ذ
r Er ر
z Zet ز
s Es س
sy es dan ye ش
s es dengan garis di bawah ص
ḏ de dengan garis di bawah ض
ṯ te dengan garis dibawah ط
ẕ zet dengan garis bawah ظ
ʿ koma terbalik di atas hadap kanan ع
gh ge dan ha غ
f Ef ف
q Ki ق
x
k Ka ك
l El ل
m Em م
n En ى
w We و
h Ha ھـ
Apostrof ` ء
y Ye ي
1. Vocal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk
vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan
A Fatẖah ـــ
I Kasrah ـــ
U Ḏammah ـــ
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah
sebagai berikut:
Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan
ai a dan i ــ ي
au a dan u ــ و
2. Vocal panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa
Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vocal Arab Tanda Vocal Latin Keterangan
â a dengan topi di atas ىا
î i dengan topi di atas ىي
û u dengan topi di atas ىو
xi
3. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan
dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
syamsiyah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-
dîwân bukan ad-dîwân.
4. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab
dilambangkan dengan sebuah tanda (ـــ (dalam alih aksara ini
dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang
diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang
menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh
huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (الضرورة) tidak ditulis ad-darûrah
melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.
5. Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat
pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan
menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku
jika tamarbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2).
Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka
huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
Ṯarîqah طریقت 1
al-jâmî’ah al-islâmiyyah الجاهعت اإلسالهيت 2
waẖdat al-wujûd وددة الوجود 3
6. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI),
antara lain untuk menuliskan 35 permulaan kalimat, huruf awal nama
tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh
xii
kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal
nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû
Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-
Kindi. Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat
diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak
miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu
ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya,
demikian seterusnya. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama
tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak
dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya
ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al- Samad al-Palimbânî;
Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
7. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf
(harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara
atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada
ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab Alih Aksara
dzahaba al-ustâdzu ذھة األستاذ
Tsabata al- ajru ثبج األجر
al- ẖarakah al-‘ asriyyah الذرمت العصریت
Asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh أشھد أى ال إلھ إال هللا
الخ Maulânâ Malik al- Sâlih هوالنا هلل الص
Yu’ atstsirukum Allâh یؤثرمن هللا
al- maẕâhir al-‘ aqliyyah الوظاھر العقليت
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri
mereka. Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak
perlu dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis
Majîd; Mohamad Roem, bukan Muhammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan
Fadl al-Rahmân.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu bagian penting dalam ʻUlûm al-Qur’ân membahas tentang
kemukjizatan al-Qur‟an. Mukjizat dibagi menjadi dua macam yaitu pertama
adalah mukjizat hissiyah atau jenis mukjizat yang bisa diindrawiyah oleh panca
indera, yang terjadi pada zaman nabi-nabi terdahulu dan kedua adalah mukjizat
maknawiyyah, mukjizat ini bersifat lebih hebat dan lebih tahan lama, dapat
diperoleh dengan dirasakan, direnungi dan di hayati. kemukjizatan maknawi
hanya bisa diperoleh oleh perenungan yang mendalam dan dampaknya pada
semua umat manusia.1
Di dalam penelitian ini penulis akan lebih memfokuskan kepada mukjiat
maknawiyah, Mukjizat jenis maknawiyah atau „aqliyah ini sifatnya dapat
dipahami oleh akal, ia tidak dibatasi oleh suatu tempat atau masa tertentu.
Sehingga bukti ajarannya harus selalu siap dipaparkan kepada setiap orang yang
ragu di manapun dan kapanpun.2
Mukjizat seperti yang telah dijelaskan di atas ada di dalam al-Qur‟an yang
bersifat abadi, keabadiaan dan keseimbangan, tidak terbatas oleh tempat, dan
sebagai bukti kenabian. Allah swt memang menjadikan al-Qur‟an sebagai
1 Hasani Ahmad Said, Diskursus munasabah al-Qur'an: mengungkap tradisi tafsir
Nusantara : tinjauan kritis terhadap konsep dan penerapan munasabah dalam tafsir al-Mishbâh,
(Jakarta: AMZAH, 2015) cet 1, h. xi-xii.
2 M.Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an Ditinaju dari Aspek Kebahsaan, Isyarat Ilmiah
dan Pemberitaan Gaib,(Bandung: Penerbit Mizan,2007) cet 1, h. 38.
2
mukjizat yang tidak pernah berakhir sampai hari kiamat tiba, karena itu ia selalu
muncul bukti.3
Selain itu, mukjizat al-Qur‟an, dapat diperoleh baik dari aspek susunan
bahasa, syari‟atnya yang lembut dan sempurna, pengetahuan di dalamnya yang
tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan ilmiah, sanggup memenuhi segala
kebutuhan manusia, berpengaruh dalam hati pengikut dan musuhnya, hingga
terdapat pemberitaan yang bersifat gaib.4
Dalam kitab suci Islam yaitu al-Qur‟an, di dalamnya juga terdapat
pemberitaan tentang masa depan, maksudnya adalah bahwa al-Qur‟an telah
menginformasikan dan memprediksikan tentang suatu kabar, atau peristiwa pada
masa datang yang belum terjadi saat al-Qur‟an itu diturunkan, maupun sekarang
ini belum terealisasi. Hal ini tentu saja ada yang tidak mempercayainya dan
menolak berita gaib itu dijadikan sebagai bukti kemukjizatan al-Qur‟an.5
Sebagaimana yang dikutip oleh Andi Rosadisastra bahwa Abû al-Faḏl al
Mursi (w 655H) berpendapat bahwa al-Qur‟an menggabungkan ilmu masa lalu
dengan ilmu masa depan.6 Salah satu berita dalam al-Qur‟an yang berbicara
tentang keadaan masa depan adalah ayat yang bekaitan dengan tanda-tanda hari
kiamat. Kepercayaan kepada kehidupan akhirat merupakan bagian penting dari
sisi keimanan, kepercayaan terdadap hal ini harus sampai kepada tingkat
keyakinan, dan ia ada setelah adanya kepercayaan kepada Allah. Hal ini karena
3 Muhammad Kamîl Abdul Somad, Mukjizat Ilmiah dalam al-Qur’an, Terj,
Alimin.(Jakarta: Media Eka Sarana, 2007) cet 6, h 360. 4 Syekh Muhammad Ali Al-Sabuni, Al-Tibyân fī ‘Ulûm al-Qur’an, (Beirut: „Alam al
Kutub,1988) h. 136. 5 M. Quraish Sihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam Memahami al-Qur’an, (Tanggerang: Lentera Hati, 2013) h. 198-199.
6 Andi Rosadisastra, Tafsir Ayat Kauniyah : Relasi Metode Saintifik dengan Tafsir al-
Qur’an. h.39.
3
keimanan kepada Allah akan menyadarkan manusia, bahwa Dialah yang menjadi
sumber segala sesuatu dalam alam raya ini, sedangkan keimanan terhadap hari
akhir akan menyadarkan kita. Dengan mengetahui asal dan siapa sumbernya, serta
bagaimana keadaan akhirnya. Diharapkan manusia dapat mempersiapkan segala
hal kepada tujuan akhirnya.7
Sedangkan kalangan yang menolak tentang hari akhir, Syeh Ibnu
Taimiyah menjelaskan kelompok-kelompok yang tidak percaya adanya berita hari
akhir dan hari kebangkitan adalah orang-orang kafir, dan musyrik mereka
mengingkari hari akhirat secara keseluruham. Jadi, mereka tidak meyakini semua
jenis kebangkitan, baik itu kebangkitan ruh saja ataupun kebangkitan ruh
sekaligus jasad.8
Menurut ahli psikologi pengingkaran terhadap akhirat pasti menyebabkan
kehidupan manusia dengan seluruh sisinya akan menjadi keras. maka dari itu
perspektif psikologis menjelaskan, dimensi batin dari iman merupakan aspek iman
yang berkaitan dengan keadaan dan perbuatan kejiwaan seseorang baik pada
ranah kognisi (pikiran), afeksi (perasaan atau emosi), dan konasi (kehendak).
Dimensi ini berkaitan dengan keyakinan dan sikap batin seseorang. Sedangkan
dimensi lahir dari iman berkaitan dengan tindakan dan perbuatan lahir yang
didorong dan digerakkan oleh keyakinan dan sikap batin.9
Oleh karena itu mempertahankan kualitas keimanan sangat dibutukan,
terkadang manusia imannya berkurang karena keinginan kuat untuk mengetahui
7 Sayyid Sabiq, Aqidah Islam, terj: Moh. Abdai Rathomy, (Bandung: CV
Diponegoro,1982) cet.3, h.427.
8 Abdul Muhsin al-Muthairi, Buku Pintar Hari Akhir berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis,
terj: Zaenal Arifin, (Jakarta:Penerbit Zaman, 2012) cet 1, h.165.
9 Shodiq, “Pengukuran Keimanan:Prespektif Psikiologi”: Nadwa: Jurnal Pemikiran Islam,
Vol 8. No 1, (April 2014), h. 9.
4
peristiwa-peristiwa yang akan datang, atau hal-hal yang akan menimpa dirinya,
atau umat manusia lainnya. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa di antara ciri khas
manusia adalah keingintahuan mereka terhadap apa yang akan menimpa mereka,
seperti hidup, mati, baik atau buruk. apalagi dalam peristiwa-peristiwa umum
seperti mengetahui sisa umur dunia, dan umur suatu kekuasaan untuk memenuhi
rasa penasaranya akan hal itu, tidak sedikit yang berkonsultasi dengan para
normal atau sejenisnya. karena itu banyak juga paranormal atau dukun yang
dijadikan rujukan oleh raja-raja atau orang awam. Pengetahuan mereka tentang
hal gaib dijadikan sebagai mata pencaharian, padalah manusia tertutup dari hal
gaib kecuali yang diberitahu oleh Allah.10
Menelusuri apa yang terjadi di masa depan adalah fitrah manusia. Dalam
diri manusia ternyata al-Qur‟an banyak menjelaskan tentang rahasia-rahasia masa
depan. seperti tentang tenggelam dan selamatnya badan Fir‟aun merupakan salah
satu berita tentang peristiwa masa depan, yang disertai informasi yang tidak
mungkin dapat diketahui oleh masyarakat pada zamannya. Pemberitaan tentang
peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan adalah salah satu di antara
sekian hikmah yang terkandung dalam al-Qur'an. Ini juga merupakan bukti
keontentikan bahwa al-Qur'an adalah benar-benar kalam Allah.11
Hal ini dapat
menjadi bantahan atas tuduhan Thedor Noldeke,12
ia tidak mempercayai adanya
10
ʻUmar Sulaimân al-Asqâr, Ensiklopedia Kiamat, dari Sakaratul Maut Hingga Surga
Neraka, terj Irfan Salim dkk, (Jakarta:PT Serambi Ilmu Semesta, cet 3. h. 127. 11
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an, h. 205.
12
Thedor NoIdeke lahir di kota Hambrug, Jerman. Noldeke merupakan salah salah satu
junjungan tokoh orientalis, ia mencurahkan kemampuan intelektualnya bagi pengkajian ketimuran.
Dia juga memusatkan kajian pada sastra Yunani, dan mendalami tiga bahasa Semit, yaitu Arab,
Suryani, dan Ibrani. Lihat. M. Najib Tsauri dkk, ed. M. Anwar Syarifuddin, Kajian Orientalis
terhadap al-Qur’an dan Hadis,(Ciputat: CV Sakata Cendekia,2015) cet, 1. h.40.
5
wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah, karena menurutnya al-Qur‟an
merupakan karya ontentik dari Muhammad yang disampaikan atas nama Allah.13
Informasi tentang apa yang terjadi di masa depan digunakan untuk
menggambarkan peristiwa-peristiwa yang akan datang, Pengetahuan tentang
mukjizat yang bersifat gaib itu dapat diperoleh lewat informasi dari Allah dan
Rasulnya, salah satunya adalah berita tentang kemengangan Rasulullah pada
Perang Badar, dan keluarnya binatang melata yang dapat berbicara.14
Kemenangan pada Perang Badar dinyatakan dalam al-Qur‟an surah al-
Anfâl 65-67
Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu'min itu untuk berperang.
Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka
dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang
(yang sabar) di antaramu, maka mereka dapat mengalahkan seribu
daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang
tidak mengerti. (Qs. 8:65) Sekarang Allah telah meringankan kepadamu
dan Dia telah mengetahui padamu bahwa ada kelemahan. Maka jika ada
diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka dapat mengalahkan
dua ratus orang; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar),
niscaya mereka dapat mengalahkan dua ribu orang. Dan Allah beserta
orang-orang yang. (Qs. 8:66) Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai
13 M. Najib Tsauri dkk, ed. M. Anwar Syarifuddin, Kajian Orientalis terhadap al-Qur’an
dan Hadis, h.43. 14
Syekh Muhammad Ali Al-Sobuni, Al-Tibyân fî ‘Ulûm al-Qur’an, h. 136.
6
tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu
menghendaki harta benda duniawiah sedangkan Allah menghendaki
(pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (Qs. 8:67).15
Keluarnya binatang melata atau dalam al-Qur‟an disbut Dâbbah terdapat
dalam surah al-Naml ayat 82.
Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis
binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa
sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami. (Qs.
27:82).16
Tampaknya informasi seperti di atas memunculkan pertanyaan dalam
lubuk hati manusia yang mengganjal dan sesnantias meminta jawaban. Pertanyan
berupa bagiamana bentuknya? Dari mana ia datang? Siapa yang menciptakan?
Apa tujuannya? Dan bagaimana keadaan masa datang?.17
Maka dari itu pengkajian terhadap ayat-ayat yang berisi tentang prediksi
masa depan yang diisyaratkan oleh al-Quran sangat penting untuk dilakukan.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan mengangkat skripsi dengan judul
15 Wahbah al-Zuhailî menegaskan sesungguhnya Allah mengurus segala sesuatu yang
merisaukan hati karena dari pihak mereka jumlahnya sedikit dan dari pihak lawan pasukaannya
banyak, Allah menegasakan akan ada pertolongan dan kemenangan bagi orang-orang beriman, akan
tetapi Allah juga mengingatkan agar Rasulullah tetap harus memotivasi pasukan mukminin agar
beriman dan berperang, Allah akan menolong dengan catatan kaum mukminin mengorbankan
segenap jiwa, raga dan harta mereka dalam perjuangan. Lihat Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al Munir,
jilid 5, h.345.
16
Wahbah az-Zuhailî menafsirakan ayat ini dan menjelasakannya bahwa Allah
mengeluarkan binatang melata menjelang hari kiamat tiba sebagai peringatan kepada manusia
yang mendustakan ayat-ayatnya, demikian ini merupakan adzab bagi manusia yang telah rusak
moralnya. Tidak menjalankan perintah Allah, dan mengganti agama yang haq dengan agama yang
bathil. Sebagian tanda-tanda hari kiamat dan peristiwa-peristiwa yang mengiringi kedatangannya,
keluarnya binatang melata dari bumi dan pengumpulan orang-orang zalim yang mendustakan ayat-
ayat Allah dan para Rasul di hadapan Allah. Lihat Wahbah az-Zuhaillî, Tafsir al-Munîr,jilid 10 h.
328.
17
Yûsuf Qarḏawî, Iman dan Kehidupan, Terj: Fachruddin Hs, (Jakarta:Bulan Bintang,
1993) cet 3, h. 53.
7
“Mukjizat Pemberitaan Gaib al-Qur’an (Kajian Tematik terhadap Ayat
tentang Peristiwa yang telah Terjadi dan belum Terjadi)”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka memunculkan beberapa
pertanyaan yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan pemberitaan Gaib al-Qur’an?
2. Apa saja Ayat-ayat al-Qur‟an yang terindikasai sebagai ayat yang
berbicara masa depan?
3. Bagaiamana Al-Qur‟an menjelaskan tentang peristiwa yang akan
datang?
4. Bagaimana penafsiran mufasir pada Ayat-ayat yang terindikasi sebagai
ayat yang memprediksikan tentang peristiwa masa depan?
C. Pembatasan Masalah
Banyak ditemukan dalam Al-Qur‟an ayat-ayat mengenai peristiwa yang
akan datang, Mengingat luasnya pembahasn judul di atas, maka penulis
membatasi permasalahan tersebut untuk menghindari adanya pembahasan yang
melebar serta agar pembahasan dalam penelitian ini jelas tentang Ayat-ayat
prediksi masa depan, penulis akan melakukan penelitian ayat yang terindikasi
sebagai ayat pemberitaan tengang peristiwa pada masa awal kenabian dan awal
diturunkannya al-Qur‟an yang menjelaskan tentang berita gaib tentang peristiwa
yang akan datang namun sudah terbukti, yaitu Q.S. al-Anfâl[8]: 65-67, Q.S al-
Rûm[330] 1-7 dan al Fath [48]: 27, Pengadopsian fakta-fakta yang telah terjadi
penting dilakukan sebagai bukti atau penguat ketepatan prediksi dalam al-Qur‟an
8
sehingga prediksi yang belum terjadi atau belum terbukti keadaanya dapat
diterima dengan alasan tersebut.
Penulis melakukan penelitian ayat yang terindikasi sebagai ayat yang
memprediksikan peristiwa masa depan pada masa-masa awal diturunkannya al-
Qur‟an, dan sekaligus mass awal kenabian Muhammad saw. penulis juga
melakukan penelitian ayat yang memprediksikan pada masa yang akan datang
menjelang hari kiamat tiba, penulis menjelaskan dua makhluk yang akan datang
saat menjelang hari kiamat tiba, yaitu Q.S al-Naml[27]: 82, Al-Anbiyâ‟ [21] ayat
96.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan tersebut, rumusan masalah penelitian ini adalah
Bagaimana Al-Qur’an mengabarkan tentang peristiwa yang akan datang?.
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk menghimpun ayat-ayat yang terindikasi sebagai ayat-ayat
prediksi dalam al-Qur‟an
2. Untuk menjelasakan bagaimana kemukjizatan Al-Qur‟an ditinjau dari
aspek Ghaib al-Qur‟an.
3. Untuk menjelaskan fungsi adanya ayat-ayat prediksi masa depan
dalam al-Qur‟an.
F. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis.
a. Menunjukan kumpulan ayat-ayat yang terindikasi sebagai ayat-ayat
yang membahas tentistiwa tentang perista masa depan dalam al-
Qur‟an.
9
b. Mengetahui Kebenaran kemukjizatan al-Qur‟an dapat dibuktikan
pada setiap zaman dan bermanfaat dari awal ia diturukan sampai
nanti ia diangkat kembali menjelang hari kiamat tiba.
c. Manfaat berita gaib tentang prediksi suatu peristiwa apabila terjadi
sesuai dengan pemberitaan atau prediksinya tersebut dapat
memperkuat dan mneguhkan keimanan serta di dalam berita
mengenai hal gaib di masa dan terdapat bimbingan bagi umat.
2. Manfaat Praktisikan
a. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran
bagi para pengkaji Tafsir dan Ilmu Tafsir.
b. Skripsi ini juga bisa menjadi bahan ajar tambahan dalam mata
kuliah Metode Tafsir dan „Ulûm al-Qur‟an di civitas akademika
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, atau
civitas akademika lainnya
G. Metodelogi Penelitian
Objek penelitian skripsi ini adalah ayat-ayat prediksi masa depan. Oleh
karena itu berdasarkan objek kajiannya, maka penelitian ini tergolong jenis
penelitian kepustakaan (library research).
Penelitan ini bertujuan untuk menghimpun ayat-ayat yang terindikasi
sebagai ayat prediksi masa depan dan mengungkap adanya berita suatu peristiwa
masa yang akan datang dalam al-Qur‟an. Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan penelitian kepustakaan yang sumber primernya adalah al-Qur‟an,
Mu’jam al-Mukhfaroz li-Alfâdz Al-Qur’ân Al-Karîm, beserta kamus.
10
Metodologi yang digunakan penulis dalam penelitian ini dengan
menggunakan metode (Maudhû’î) tematik.18
dikarenakan metode tersebut secara
rinci mengumpulkan ayat-ayat dengan permasalahan yang sama, kemudian
semuanya diletakkan di awah satu judul lalu ditafsirkan dengan metode maudhû‟i,
sebagaimana yang digariskan oleh „Abdul Hayy al-Farmawî. Format dan prosedur
Tafsir Maudhû‟i meliputi langkah-langkahnya sebagi berikut: Menetapkan
masalah yang akan dibahas (topik). Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan
masalah tersebut. Menyusun runtunan ayat-ayat yang berkaitan dengan masa
turunnya disertai pengetahuan tentang asbâb al-nuzûl. Memahami korelasi ayat-
ayat tersebut dalam suratnya masing-masing. Menyusun pembahasan dalam
kerangka yang sempurna (outline). Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits
yang relevan dengan pokok pembahasan. Kemudian mempelajari ayat-ayat
tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayat yang mempunyai
pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang „âm (umum) dan yang
khâs (khusus), muṭlaq dan muqayyad atau yang pada lahirnya bertentangan
sehingga semuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau
pemakasaan.19
Dengan menghimpun ayat-ayat yang terindikasi sebagai ayat-ayat prediksi
masa depan dianalisis untuk dapat diketahui konsep dan fungsi adanya ayat-ayat
tersebut.
18 Metode Tematik adalah menghimpun ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki tujuan atau
maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya
berdasarkan kronologi dan sebab turunnya ayat tersebut,kemudian mengguraikannya dengan
menjelajahi seluruh aspek yang dapat digali, hasilnya diukur dengan teori yang akurat, sehingga
mufassir dapat menyajikan tema secara utuh. Lihat Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir
Maudhui dan cara penerapanya, terj: Rosihon Anwar, (Bandung : Pustaka Setia, 2002) Cet 1, h.
43-44.
19 „Abdu al-Hayy al-Farmawî, Metode Tafsir Mauḏu’î, terj. Rohison Anwar (Bandung:
Pustaka Setia, 2002), h. 51-52.
11
H. Kajian Pustaka
Untuk menunjukkan posisi tulisan dan pentingnya penelitian tentang al-
I’jâz al-Ghâibî, penulis melakukan penelusuran kepustakaan. Dari hasil
penelusuran yang penulis lakukan, skripsi ini memiliki beberapa kategori tulisan
yang memungkinkan memiliki relevansi dengan tulisan yang penulis lakukan.
Pertama, tulisan-tulisan yang terkait dengan kemukjizatan al-Qur‟an, baik secara
umum atau khusus. Kedua, tulisan-tulisan yang berkaitan dengan pemberiataan
gaib dalam al-Qur‟an.
M. Quraish Shihab. Menulis buku Mukjizat al-Qur’an; Ditinjau dari
Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiyah dan Pemberitaan Gaib.20
Buku ini
menjelaskan tentang pemberitaan gaib dalam al-Qur‟an, baik itu berita ghaib
tentang masa lampau atau berita gaib pada masa datang yang terbukti.
Yahya saleh Basamallah, menulis buku Manusia dan Alam Ghaib.21
Dalam buku ini dijelaskan iman kepada yang ghaib merupakan pokok
kepercayaan keagamaan, ia menjelaskan iman kepada yang ghaib bagi kaum
muslimin bukanlah hal yang bertentangan dengan hokum akal, tapi merupakan
suatu hal yang melampui ruang lingkup indera dan alam nyata.
ʻUmar Sulaimân al-Asyqar, Ensiklopedia Kiamat dari Sakaratul Maut
Hingga Surga Neraka, 22
penulis buku ini menjelaskan dan menyebutkan dalam
bukunya bahwa hal gaib itu, apabila terjadi sesuai dengan berita-berita itu dapat
memperkuat dan menguatkan iman.
20 M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an; Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat
Ilmiyah dan Pemberitaan Gaib. (Buku , Bandung : Mizan Pustaka, 1997).
21
Yahya Saleh Basamallah, Manusia dan Alam Ghaib. Terj Ahamd Rais, (Buku: Jakarta
cet 1, 1991).
22
ʻUmar Sulaimân al-Asyqar. Ensiklopedia Kiamat dari Sakaratul Maut Hingga Surga
Neraka, Terj Irfan Salim. (Buku, Jakarta : PT Serambi Semesta, 2005).
12
Sujanto P, penulis jurnal Tema Futuristik dalam Hadis,23
jurnal ini
mengulas tentang hadis-hadis yang menginformasikan tanda-tanda dan peristiwa-
peristiwa menjelang terjadinya hari Kiamat, seperti tentang Ya‟jûj dan Ma‟jûj,
Dajjal, Nabi ʻIsâ akan turun, dan usia dunia.
Mohammad Thohir Salam, menulis skripsi berjudul Al-I’jâz Al-Ghaibî
dalam Perspektif Al-Sya’râwî dalam Kisah Tenggelamnya Fir’aun dan Kekalahan
Romawi,24
Skripsi ini memaparkan tentang mukjizat gaib yang terkandung di
dalam al-Qur‟an, namun lebih spesifik terhadap Kisah Tenggelamnya Fir‟aun dan
Kekalahan Romawi.
Abdurrahman, menulis artikel Mukjizat al-Qur’an dalam berbagai
aspeknya.25
Jurnal ini membahas tentang konsep keajaiban al-Qur‟an yang
bersifat ‘aqliyyah karena mereka mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi dan
kemampuan kognisi yang sempurna. Tantangan terhadap daya nalar tidak bersifat
lokal, temporal dan material, tetapi bersifat universal, kekal serta dapat dipikirkan
dan dibuktikan kebenarannya oleh akal manusia.
Hisyam Thâ‟îb, penulis buku Kemukjizatan Sastra dan Bahasa Al-
Qur’an,26
Dalam buki ini dijelaskan aspek kemujizatan yang didalamnya terdapat
penjelasan tentang berita ghaib masa depan yang tidak seorangpun mengetahuinya
23 Sujanto P. Tema Futuristik dalam Hadis, (Artikel Jurnal Al Qalam: STAIN Salatiga,
vol. 21, no. 87, h. 120-145, 2000)
24
Mohammad Thohir Salam, Al-I’jâz Al-Ghaibî dalam Perspektif Al-Sya’râwî dalam
Kisah Tenggelamnya Fir’aun dan Kekalahan Romawi, (Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2016).
25
Abdurrahman, Mukjizat al-Qur’an dalam Berbagai Aspeknya. (Jurnal Pustaka Media
Kajian dan Pemikiran Islam, LP3M IAI AL-Qolam, Artikel Jurnal Pustaka, vol 8, p. 68-85. 2016
Institiut Agama Islam Al–Qolam Malang, )
26
Hisyam Thâ‟îb, Kemukjizatan Sastra dan Bahasa Al-Qur’an, (Buku, Jakarta : Juli
2008).
13
kecuali wahyu, diantara hal tersebut adalah janji Allah kepada Nabi Muhammad
untuk memenangkan agama Islam dan menjadikannya diatas semua agama.
Unggul Suryo Ardi, penulis Jurnal Al-Qur’an Mukjizat yang Paling
Utama.27
Jurnal ini membahas tentang tujuan mukjizat yang dasarnya yaitu,
untuk pengarahan yang ditujukan pada suatu umat yang berkaitan dengan
pengetahuan dan kepandaian mereka, karena Allah tidak mengarahkan suatu umat
pada hal-hal yang mereka tidak ketahui, agar supaya dengan pengetahuan dan
kepandaian mereka tersebut justru dapat percaya dengan Allah dan denganya pula
(pengetahuan dan kepandaian) akan semakin yakin bahwa itu atas seizin Allah,
akhirnya kembali ke jalan yang benar.
I. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini akan saya sajikan menjadi lima bab. Masing-masing
bab memiliki sub bab.
Bab pertama, sebagaimana yang telah diuaraikan di atas, yaitu berisi
pendahuluan yang membahas tentang latar belakang masalah, rumusan dan
batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan.
Bab kedua, membahas tentang metodologi penelitian, yang berisi
gambaran umum tentang mukjizat dan meliputi, definisi mukjizat al-Qur‟an,
macam-macam, contoh-contohnya, dan pendapat ulama tentangnya.
Bab ketiga, berisi klasifikasi ayat yang mengindikasikan kepada masa
depan, sekaligus pembagian antara ayat yang masa depan mengindikasikan
27 Unggul Suryo Ardi, al-Qur’an Mukjizat yang laing Mulia, (Jurnal Pascasarjana UIN
Walisonggo Semarang)
14
ancaman Allah kepada Manusia dan ayat yang mengandung pemberitaan tentang
peristiwa yang akan datang.
Bab Keempat, berisi tinjauan redaksional dan pemahaman ayat prediksi
masa depan, berisi tentang Ayat-Ayat yang Memiliki Indikator prediksi masa
depan beserta analisis penafsirannya. Dalam hal ini akan terbagi menjadi dua
bagian, pertama, ayat-ayat tentang prediksi suatau peristiwa yang akan datang
pada masa Nabi, yang terdiri dari kemenangan Nabi dalam Perang Badar,
kemenangan Romawi atas Persia, Kedua, pasca Masa Nabi, yang terdiri dari
keluarnya binatang melata dari bumi, keluarnya Ya‟jûj dan Ma‟jûj, serta makhluk
langit dalam al-Qur‟an.
Bab kelima berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. Bab ini
menjawab rumusan masalah dan memberikan rekomendasi serta saran, untuk
penelitian lebih lanjut.
15
BAB II
SEKILAS TENTANG KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN
DAN PEMBERITAAN GAIB.
A. Sekilas tentang Mukjizat
1. Definisi Mukjizat al-Qur’an
Mukjizat secara bahasa, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah kejadian (peristiwa) ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal.1
Pengertian ini senada dengan pengertian mukjizat jika ditinjau dari bahasa
asalnya, yaitu bahasa Arab.2
Dalam bahasa Arab kata Mukjizat ) معجزة :اعجوبة ( berasal dari kata
bahasa arab .yang melemahkan معجز ,menjadikan tidak mampu (a‟jaza) اعجز
Persamaan katanya adalah معجز :عجيب (yang ajaib: menakjubkan).3 Mahmud
Yunus memaknai معجزة yaitu perkara luar biasa yang lahir dari Nabi.4
I‟jaz (اعجز) sendiri berasal dari kata „ajaza (عجز) yang bermakna lemah
(ḏa‟îf) atau “tidak berkuasa”.5 Pengertian mukjizat difahami bila pelaku (mukjiz)
mampu melemahkan kemampuan pihak lain, tambahan (ة) tâ marbuthah pada
akhir kata itu mengandung makna mubâlaghah (superlatif).6
Menurut penulis dari penjelasan mengenai mukjizat secara bahasa, dapat
disimpulkan bahwa mukjizat adalah suatu perkara yang menakjubkan yang
didatangkan oleh Allah kepada nabi-Nya sebagai bukti kenabian.
1 Tim Redaksi Penyusun Kamus (Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta :
Balai Pustaka,2002) cet,3 h. 760. 2 Daryanto, Kamus Besar Bahasa Indonesia Modern, (Surabaya:Apolo, 1994), h. 141.
3 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,
(Yogyakarta: Multi Karya Grafika) cet,9 h. 1761.
4 Mahmûd Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta:Hindakarya Agung, 1990) cet 8, h.
423. 5 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia: al-Munawwir, Yogyakarta: 1988,
h. 963. 6 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur‟an ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat Ilmiah,
dan Pemberitaan Ghaib,(Bandung: Mizan Pustaka, 2007) cet 1, h.25.
16
Mukjizat diartikan oleh banyak pakar sebagai sesuatu yang luar biasa yang
dihadirkan oleh seorang nabi untuk menantang siapa yang tidak mempercainya
sebagai nabi, dan tantanggannya itu tidak dapat dihadapi oleh yang ditantang.
Kejadian ajaib tidak bisa diterangkan oleh akal.7 Namun dalam kajian agama
Islam yang berkaitan dengan kejadian yang ajaib terdapat bebeapa istilah yaitu,
irhas, karamah, ma‟unah, ihanah/istidraj, dan sihir.8
Issa J. Boullata9 berpendapat bahwa Mukjizat tidak dilihat dari segi
besarnya apa yang diperbuat oleh nabi, tidak pula dari segi kemegahan tampilan,
tetapi dilihat dari segi keluar adat kebiasaan, atau bahkan menggugurkannya,
dengan demikian, selama suatu hal memiliki sifat seperti ini maka dapat disebut
mukjizat yang menujukkan kebenaran apa yang dibawanya. 10
Sedangkan mukjizat menurut M. Quraish Shihab adalah suatu hal atau
peristiwa yang luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi,
sebagi bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada orang yang ragu, untuk
melakukan atau mendatangkan hal yang serupa namun mereka tidak mampu
melayani tantangan tersebut.11
7 Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang Menakjubkan, Bacaan Terpilih dalam Tafsir Klasik
Hingga Modern Dari Seorang Ilmuan Katolik, Terj, Bachrum B Taufik, (Ciputat Tanggerang
:Lentera hati, 2008) cet 1, h. 1.
8 Istilah Irhash, karamah, ma‟unah, ihanah/istidraj, dan sihr biasanya digunakan untuk
menunujuk kejadian luar biasa, namun masing-masing dimiliki oleh golongan manusia yang
berbeda. Irhash dimiliki orang yang belum diangkat menjadi nabi, Karamah, dimiliki oleh wali
atau orang suci, Ma‟unah dimiliki manusia pada umumnya, dan Istidraj dimiliki oleh orang kafir
atau fasik untuk menambah kehinaannya, sedangkan yang terakhir adalah, Sihr dimiliki oleh
manusia dengan bantuan setan. Lihat M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur‟an: Ditinjau dari Aspek
Kebahasaan, Isyarat Ilmiah,dan Pemberitan Gaib, (Bandung: Mizan,2013) h.24-25.
9 Issa J. Boullata adalah seorang sarjana Palestina, dia adalah seorang penulis sekaligus
penerjemah Sastra Arab, dia dilahirkan di Yerussalem pada tanggal 25 Februari 1929. 10
Issa J. Boullata, al-Qur‟an yang Menakjubkan h. 48. 11
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur‟an ditinjau dari Aspek Kebahasaan Isyarat
Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, h.26.
17
Menurut Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mukjizat adalah pembuktian keadaan
tak berdaya, lawan dari kata قدرة (kesanggupan, kemampuan, kekuatan).
Maksudnya kelemahan menurut pengertian umum ialah ketidakmampuan
mengerjakan sesuatu, lawan dari kemampuan, Apabila kemukjizatan telah
terbukti, maka nampaklah kemampuan mukjiz (sesuatu yang melemahkan).
Menampakkan kebenaran nabi dalam pengakuannya sebagai seorang utusan
dengan menampakkan kelemahan orang Arab untuk menghadapi mukjizat yang
abadi, yaiu al-Qur‟an dan kelemahan generasi sesudah mereka.
امر خارق للعادة مقرون بالتحدي سامل عن املعارضة sesuatu yang luar biasa yang disertai tantanangan dan selamat dari
tantangan.12
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa mukjizat merupakan
suatu hal atau peristiwa yang luar biasa, berupa hal yang bertentangan dengan
adat, keluar dari batas faktor yang telah diketahui, dan mengandung tantangan dari
lawannya sehingga lawanya lemah dan tidak bisa mendatangkan hal yang serupa.
Mukjizat datang atas izin dan kehendak Allah dan terjadi pada seseorang yang
mengaku nabi, sebagi bukti kenabiaannya.
Penjelasan di atas membahas tentang apa itu mukjizat, beranjak dari hal
itu, perlu di ketahui juga apa yang dimaksud dengan mukjizat al-Qur‟an. Mukjizat
al-Qur‟an atau yang di istilahkan dengan I‟jâz al-Qur‟an, Iʻjâz al-Qur‟ân menurut
Alî al-Sabuni secara bahasa berarti klaim al-Qur‟an terhadap kelemahan manusia
untuk menandinginya. Sedangkan pengertian Iʻjâz al-Qur‟ân secara istilah adalah
menetapkan kelemahan manusia baik secara perorangan atau kelompok untuk
menghasilkan suatu karya yang sama atau seupa nilainya dengan al-Qur‟an.13
12
Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mabâhits fî ʻUlûm al-Qur‟ân, (Riyâdh : Mansyûrât al-ʻAsr
al-Hadîts,1990), h. 257-258.
13 Syekh Muhammad Ali Al-Sabuni, Al-Tibyân fî „Ulûm al-Qur‟an, (Beirut: „Alam al
Kutub,1988) h. 100.
18
Jalâl al-Dîn al-Suyûthî (w 911H) berkomentar tentang mukjizat al-Qur‟an,
bahwa mujizat zaman dulu yang jelas adalah mukjizat yang dapat ditangkap
indera yang bisa dilihat oleh mata, sehingga orang yang mengikuti karnanya
(melihat mukjizat) banyak, dan yang melihat dengan mata kepalanya sendiri akan
hilang dengan hilangnya penglihatan dia, mukjizat seperti ini contohnya tongkat
musa. Dan Mukjizat al-Qur‟an yang melihat dengan mata akan tetap karena ia
melihat setiap siapa yang datang dari awal secara berkelanjutan. Serta dapat
digabungkan menjadi satu diantara dua pendapat ini bahwa keduanya tidak saling
menafikan.14
Menurut al-Bâqilânî mukjizat al-Qur‟an berlaku sepajang masa, telah
ditetapkan al-Qur‟an merupakan mukjizat atas dasar pembenaran seorang nabi,
dan diluar kemampuan seorang hamba.15
Sedangkan menurut Prof. Hasbi al-Shiddiqy al-Qut‟an telah meminta
ditantang keseluruhannya, kemukjizatan al-Qur‟an terdapat pada suara-suara
hurufnya, pada tekanan-tekanan suaranya, kalimat-kalimat yang terdapat pada
ayat dan suratnya.16
Dalam Kamus Al-Qur‟an: Cara Mudah Mencari Makna dalam Al-Qur‟an.
Karya Deni Hamdani Firdaus, terdapat beberapa ayat mengenai mukjizat di dalam
al-Qur‟an terdapat beberapa ayat mengenai mukjizat diantaranya yaitu: Qs: Alî
Imran[3]: 49. Tentang Mukjizat Nabi Îsâ dengan Izin Allah membuat burung dari
tanah, dapat menyembuhkan orang buta sejak lahir, menghidupkan orang mati
dengan izin Allah. Qs: An-Nisâ‟ [4]: 174. Tentang al-Qur‟an sebagai mukjizat
14 Jalâl al-Dîn al-Suyûṯî, Al-Itqân fî ʻUlum al-Qur‟ân, (Beirut:Lebanon, 1429H), h. 645.
15
Al-Imam al-Qâdhî Abî Bakr Muhammad bin Thayyîb al-Bâqilânî, Iʻjaz al-Qur‟ân,
(Beirut:Dar Ihya‟ al ʻUlûm, 1988). 358.
16 Hasbi Al-Shiddiqy, Ilmu-ilmu al-Qur‟an: Media-media pokok dalam menafsirkan al-
Qur‟an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970),h. 292.
19
Nabi Muhammad Qs: Hûd [11] : 64. Dan Qs al-Isrâ‟ [17] :59. Tetang Mukjizat
Nabi Hûd berupa unta betina. Qs al-Isrâ‟ [17] : 101. Berbicara temtang mukjizat
Nabi Mûsâ yang Sembilan yaitu. tongkat, tangan, belalang, kutu, katak, darah,
topan, laut, dan bukit Thûr. Qs: Ṯâhâ [20] : 22. Mukjizat Nabi Mûsâ dengan
mengepitkan tangan di ketiaknya kemudian menjadi putih cemerlang tanpa cacat,
sebagai mukjizat. Qs : al-Qomar [54] : ayat 2. Mukjizat Nabi Muhammad dapat
membelah bulan. Disebutkan juga dalam al-Qur‟an bahwa Mukjizat para nabi
seperti pengarauh luar biasa dari tongkat Nabi Mûsâ as yang mampu mengalahkan
para ahli sihir, yakni tongkatnya menjadi ular besar, batu memancarkan dua belas
mata air, membelah lautan dan mukjizatr Nabi Nûh membuat Bahtera. Mukjizat
Nabi Yûsuf menakwilkan mimpi. Mukjizat Nabi Sulaimân menundukkan angin
dan setan. Mukjizat Nabi Dâwûd membuat baju besi. Seperti dinginnya api Raja
Namrûd dan keselamatan Nabi Ibrâhîm as darinya.17
2. Macam-macam Mukjizat
Mukjizat ada dua macam bagian, yaitu pertama, mukjizat yang bersifat
material inderawi yang bersifat temporar saat dikendaki oleh Allah, Seperti
mukjizat para nabi-nabi terdahulu. Jenis mukjizat mereka bersifat material dan
indrawi maksudnya, peristiwa ajaib yang dapat disaksikan dan dijangkau langsung
lewat indra oleh umat tempat nabi tersebut menyapaikan risalahnya.18
Contoh mukjizat jenis ini adalah mukjizat Nabi Musa as. Sebagaimana
yang difirmankan dalam Qs: Ṯâhâ [20] : 22.
17
Deni Hamdani Firdaus, Kamus Al-Qur‟an: Cara Mudah Mencari Makna dalam al-
Qur‟an (Purwakarta:Pustaka Ancala,2007). Cet 1, h, 238-239. 18
M.Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur‟an Ditinaju dari Aspek Kebahsaan, Isyarat Ilmiah
dan Pemberitaan Gaib, (Bandung: Mizan Pustaka, 2014) cet 2, h. 38.
20
Dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi
putih cemerlang tanpa cacad, sebagai mukjizat yang lain (pula),
Allah juga memberi nabi musa mukjizat yang lain. Dia berfirman, 'dan
kepitlah tangan kanan-Mu melalui leher bajumu ke ketiak kiri-Mu, kemudian
tariklah keluar, niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang dan bercahaya tanpa
cacat, bagai sinar matahari yang benderang. Kami berikan itu kepadamu sebagai
mukjizat yang lain, selain tongkat yang berubah menjadi ular. 23. Wahai nabi
musa, kedua mukjizat kami anugerahkan untuk kami perlihatkan kepadamu
sebagian dari tanda-tanda kebesaran kami yang sangat besar. Kami juga
menjadikan keduanya sebagai penguat hatimu dalam berdakwah.19
Kemudian yang jenis mukjizat yang kedua yaitu, mukjizat immaterial atau
bukan inderawi yang logis dan dapat di buktikan sepanjang masa. dan untuk
seluruh umat manusia hingga akhir zaman. Manusia pada zaman Rasulullah telah
mamsuki fase tahap kedewasaan berpikir, maka bukti yang bersifat inderawi tidak
dibutuhkan lagi, adapun jika dimintai bukti-bukti yang sifatnya inderawi, beliau
diperintahkan oleh Allah untuk menjawab bahwa sesungguhnya dia hanyalah
seorang utusan Allah, sebagaimana yang tertera dalam al-Qur‟an QS Al-
Isrâ‟[17]:93.20
Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke
langit. dan Kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga
19 https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-20-taha/ayat-22 diakses pada tanggal 1 januari
2019 pukul 22:51 Wib.
20
M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur‟an. h. 40-41.
21
kamu turunkan atas Kami sebuah kitab yang kami baca". Katakanlah: "Maha
suci Tuhanku, Bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?
Menurut Hamka pada ayat 93 ini Allah memperlihatkan manusia-manusia
yang kurang cerdas pemahamannya, dengan mengemukakan permintaan-
permintaan mereka kepada Rasul maka terbukti kebodohan mereka, karena yang
mereka minta itu adalah kekuasaan Allah bukan kekuasaan seorang Rasul pun.
Ketika itu Rasulullah ditantang kaum kafir supaya naik ke langit, dan Allah tidak
segera menyanggupi tantangan kaum kafir, kemudian Rasulullah menyatakan
dengan rendah hati bahwa beliau sendiri tidak sanggup naik ke langit. Beberapa
waktu kemudian setelah mereka (kaum kafir) atas tantangan yang pernah
diajukan.21
Senada dengan pendapat Quraish Shihab, mengenai macam-macam
mukjizat as-Suyuthi juga membagi mukjizat menjadi dua macam dengan
mengistilahkan Mukjizat Hissiyah dan Mukjizat „aqliyah. Mukjizat Hissiyah
adalah mukjizat yang dapat ditangkap oleh panca indara, ditunjukkan oleh nabi-
nabi yang menghadapi umat terdahulu. Sedangkan mukjizat „aqliyah
diperkenalkan Rasulullah saw, yang merupakan tantangan terhadap daya nalar,
dan tidak berakhir meskipun Rasulullah sudah wafat, al-Qur‟an tidak ada yang
bisa menyainginya bahkan umat manusia hari ini, esok dan seterusnya sampai hari
akhir bagi siapa saja yang ingin berusaha menyainginya.22
Hal ini terbatas oleh ruang atau tempat nabi mendapat tantangan dan
terbatas waktu sampai wafatnya masing-masing nabi. Para nabi sebelum
Rasulullah saw. Hanya ditugaskan untuk umat saat mereka hidup saja, tidak untuk
21 Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas,1982).
Jilid 15, h.131. 22
Ahmad Izzan, Ulumul Qur‟an Telaah Tekstualitas dan Kontekstualitas al-Qur‟an Edisi
Revisi (Bandung:Tafakur,2013) cet. 5,h. 140-141.
22
umat sesudah mereka, umat nabi-nabi terdahulu membutuhkan bukti-bukti
kebenaran yang sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Karena itu, bukti
kemukjizatan harus jelas dan dijangkau oleh indra mereka seperti tidak
terbakarnya Nabi Ibrâhîm as. Mukjizat tongkat Nabi Mûsâ as. Nabi ʻÎsâ atas izin
Allah dapat menyembuhkan orang buta. Semua contoh mukjizat tersebut bersifat
material inderawi.23
Mukjizat jenis kedua ini sifatnya dapat dipahami oleh akal, ia tidak
dibatasi oleh suatu tempat atau masa tertentu. Sehingga bukti ajarannya harus
selalu siap dipaparkan kepada setiap orang yang ragu di manapun dan kapanpun
mereka berada. Mukjizat ini adalah al-Qur‟an yang merupakan satu-satunya
mukjizat ma‟nawi yang hanya diberikan kepada Rasulullah yang tidak dimiliki
oleh para Nabi dan Rasul sebelum beliau. mukjizat al-Qur‟an yang menjadi
mukjizat tertinggi dan teragung Rasulullah yang dapat dijangkau oleh setiap orang
yang menggunakan akalnya dimanapun dan kapanpun.24
Penjelasan di atas mengenai macam-macam mukjizat secara umumnya
saja, selanjutnya adalah tentang macam-macam mukjizat al-Qur‟an. Terungkap
macam-macam mukjizat al-Qur‟an (I‟jaz al-Qur‟ân) antara lain: kemukjizatan
perundang-udangan(Iʻjaz Tasyrîʻ), mukjizat isyarat ilimah (Iʻjaz Ilmy), keindahan
redaksi al-Qur‟an (Iʻjaz lughawî), kemukjizatan di balik angka-angka dalam al-
Qur‟an (Iʻjaz adady) berita mengenai hal-hal gaib, (Iʻjaz Ghâib.)25
Kemudian I‟jaz Ghaibi dibagi menjadi dua macam yaitu Gaib Nisbi
(sudah diketahui sebagian orang tetapi ada sebagian lain tidak mengetahui) dan
23 M.Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur‟an, h. 39.
24 M.Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur‟an h. 38-39.
25 Darwis Hude dkk, Cakrawala Ilmu dalam al-Qur‟an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002, h.
78-81.
23
yang dan Gaib Mutlak (Hanya Allah yang mengetahuinya, seperti terjadinya hari
kiamat, siksa kubur, dan kematian).26
3. Pandangan Para Tokoh mengenai Aspek-aspek Kemukjizatan al-
Qur’an
Sudut pandang tokoh-tokoh ilmu kalam yang berpengaruh mengintrepatsi
mengenai mukjizat muncul ketika membicarakan tentang kemakhlukan al-
Qur‟an. Maka pendapat dan pandangan mereka mengenai mukjizat al-Qur‟an pun
berbeda-beda.27
Berikut ini pendapat dan pandangan para ulama yang berbeda dan
beragam tentang kemukjizatan al-Quran. Mannâʻ Khalil al-Qathân merumuskan.
di antaranya:
1) Abû Ishâq Ibrahîm al-Niḏâm (w.231H).28
dan pengikutnya dari kaum Syiah
seperti al-Murtaḏâ29
berpendapat, kemukjizatan al-Qur‟an adalah dengan cara
sirfah (pemalingan). Arti sirfah dalam pandangan al-Niḏâm ialah bahwa
Allah memalingkan orang-orang Arab untuk menantang al-Qur‟an padahal,
sebenarnya, mereka mampu menghadapinya. Maka pemalingan inilah yang
26 Muhammad Mutawwally al-Sya‟râwî, Bukti-bukti Adanya Allah. Terj: A. Aziz Salim
Basyarahil (Jakarta: Gema Insani Press,1993) h. 54. 27
Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mabâhits fī ʻUlûm al-Qur‟ân, h. 261. 28
Nama lengkapnya adalah Abû Ishâq Ibrahîm al-Niḏâm, ia seorang guru al-Jahiz dan
tokoh muktazilah. Kepadanya dinisbahkan golongan Niḏâmiyah, wafat pada khalifah al-Mu‟tasim
pada tahun 220 lebih, lihat Mannâʻ Khalîl al-Qattân, Studi Ilmu-ilmu Qur‟an, terj Mudzakir,
(Jakarta:Pustaka Litera Antar Nusa,1994) cet 2, h. 375.
29 Nama lengkapnya adalah Âyatallah Murthaḏâ Motahharî, lahir pada tanggal 2
Februari 1919 di daerah khurassan. Ia memdapatkan gelar Hujjah al-Islam Muẖammad Husain
Murthahharî, ia belajar ilmu falsafat kepada ʻAlâmaẖ-Tabathaba‟î dan belajar teks pasal tentang
jiwa(Nafs) kepada Imam Khomaeni kepadanya juga ia belajar tentang kepemimpinan revolusi
Iran, tidak heran jika ia menjadi seorang ulama sekaligus pemikir terkemuka di Iran abad ke 20
yang mempunyai peran penting dalam perjuangan gerakan Islam Iran, pada tanggal 12 Januari
1979. Ia ditunjuk sebagai Ketua Dewan Revolusi Islam, dan pada tanggal 1 Mei 1979 ia meninggal
syahid dibunuh oleh kelompok kecil radikal setelah memimpin rapat karena mereka menolak
otoritas religious ulama dan pertentangan terhadap pemerintah yang baru dibentuk. Lihat Abdul
Basith, Setiawan, “Konsep Hijab dalam pandangan Murthaḏâ Motahharî” . Skripsi S1 Fakutas
Ushuluddin dan Filasaf, Universitas Islam Negeri Sayrif Hidayatullah, Jakarta. 2014, h. 10-14.
24
luar biasa (mukjizat). Sedang sirfah menurut pandangan al-Murtadâ
menjelaskan bahwa Allah telah mencabut ilmu yang dibutuhkan dalam
bertanding.30
Pandangan seperti ini mendapadat dukungan pula dari tokoh
Mu‟tazilah lainnya seperti, Hisyâm al-Fuwaîtî (w.218 H), Abû Hasan ʻAli bin
Îsâ al-Rummânî (w.384). al-Rummânî melihat lebih jauh lagi, yaitu bahwa
Allah telah mengalihkan perhatian umat manusia sehingga mereka tidak
mempunyai keinginan untuk menyusun suatu karya yang menandingi al-
Qur‟an.31
Namun. Pendapat tentang sirfah ini batil dan ditolak oleh al-Qur‟an
sendiri dalam firman-Nya:
“Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa dengan al-Qur‟an ini, niscaya mereka tidak akan
dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka
menajdi pembantu bagi sebagian yang lain.” Qs: al-Isrâ‟ [17]: 88
Ayat ini menujukkan kelemahan mereka meskipun mereka masih
mempunyai kemapuan, dan seandainya kemampuan mereka telah dicabut,
maka berkumpulnya jin dan manusia seperti halnya dengan berkumpulnya
orang-orang mati. Sedangkan kelemahan orang mati tidak pantas untuk
disebut lagi.32
2) Satu golongan ulama berpendapat, al-Qur‟an mukjizat dengan balagah-nya
yang mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingnya. Ini adalah pendapat
ahli bahasa Arab yang gemar akan bentuk-bentuk makna hidup dalam untaian
kata-kata yang terjalin kokoh dan retorika yang menarik.33
Seperti halnya
yang diungkapkan oleh Imam fakhruddin dan al-Zamlakani, aspek
30
Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mabâhits fî ʻUlûm al-Qur‟ân, h. 261. 31
Rosihon Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, (Bandung:Pustaka Setia, 2015) cet, 1
h. 63. 32
Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mabâhits fī ʻUlûm al-Qur‟ân h. 261. 33
Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mabâhits fī ʻUlûm al-Qur‟ân h. 262.
25
kemukjizatan al-Qur‟an terletak pada kefasihan, keunikan redaksi dan
kesempurnaannya dari segala bentuk cacat.34
3) Sebagian mereka berpendapat, segi kemukjizatan al-Qur‟an itu ialah karena ia
mengandung badî‟35
yang sangat unik dan perkataan orang arab seperti
fawâsil36
wa al-Maqâtaʻ,37
hal ini berbeda dengan apa yang telah dikenal
dalam perkataan orang Arab.38
4) Golongan lain berpendapat, kemukjizatan al-Qur‟an itu terletak pada
pemberitaannya tentang hal-hal gaib yang akan datang yang tak dapat
diketahui kecuali dengan wahyu, dan pada pemberitaannya tentang hal-hal
yang sudah terjadi sejak masa penciptaan makhluk, yang tidak mungkin dapat
diterangkan oleh seorang ummi yang tidak pernah berhubungan dengan ahli
kitab.Misalnya firman Allah tentang perang badar dan perang antara Persia
dan Romawi tercantum dalam Qs al-Qamar [54]:45 dan Qs Rum [30]: 1-3.39
Selain Mannâʻ Khalil al-Qattân, Rosihon Anwar menambahkan aspek
mukjizat menurut Ibnu Athiyah adalah aspek kemukjizatan al-Qur‟an yang benar
dan yang dianut oleh mayoritas ulama salah satunya al-Haddad terletak pada
runtutannya, yang apabila ayat-ayat al-Qur‟an itu dicermati tampak keserasian
antara satu ayat dana ayat yang mengiringinya, akan serasi antara makna satu ayat
34
Rosihon Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, h.65.
35 Segi-segi balaghah yang diterangkan secara detail, panjang lebar dengan diberi missal
dengan ayat-ayat al-Qu‟an dan syair. Lihat Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang Menakjubkan,h.150.
36 Fawâsil adalah huruf yang terletak di ujung kalimat yang berfungsi untuk memahami
makna, sajak dianggap cacat karena masih mengikuti makna sementara Fawâsil mengikuti
kaliamat untuk memberikan makna, seperti sajak masih dapat dilihat dalam syair Musailamah
sementara fawasil tidak. Lihat Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang Menakjubkan,h.146
37 Susunan kalimat yang jauh dari selaras atau dekat dengan makhrajnya, apabila jaraknya
sangat jauh, seperti melompak dan bila dekat hingga hampir-hampir saja terikat, yang
dimaksudkan adalah jarah antara makhraj-makhraj huruf. Lihat Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang
Menakjubkan,h. 146 38
Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mabâhits fîʻUlûm al-Qur‟ân, h.262. 39
Mannâʻ Khalil al-Qattân, Mabâhits fī ʻUlûm al-Qur‟ân,,h,262.
26
dan ayat yang mengiringinya. al-Quran merupakan mukjizat ia mengandung
bermacam-macam ilmu dan hikmah yang sangat dalam. serta masih banyak lagi
aspek-aspek kemukjizatan lainnya yang berkisar pada sekitar tema-tema di atas,
sebagaimana telah dihimpun oleh sebagian ulama, mencapai sepuluh aspek atau
lebih.40
Menurut Issa J. Boullata Mukjizat al-Qur‟an Ada tiga segi yaitu yang
pertama; terkandungnya kabar hal-hal gaib yang tidak mampu dilakukan oleh
manusia dan tidak ada yang bisa menandinginya. Penjelasan Apek-aspek Mukjizat
al-Qur‟an. menganai persoalan Gaib dan dari kabar tersebut. Dalam firman Allah
Qs al-Fath[48] :16.41
Pendapat ulama‟ yang mengatakan bahwa kemukjizatan al-Qur‟an terletak
pada kandungan kabar tentang kejadian-kejadian yang akan datang. Kabar-kabar
lain yang kebenarannya dibuktikan oleh waktu, tempat, dan kejadiaannya. Saya
berpendapat:
“Tidak diragukan bahwa kabar demikian dan kabar-kabar yang
serupa termasuk jenis mukjizat, akan tetapi mukjizat tersebut tidak
berlaku umum pada setiap surah sebagai mukjizat yang tidak bisa
ditandingi oleh seorang makhluk pun.42
Kedua, pemberitahuan tentang kondisi Nabi Muhammad sebagai orang
yang Ummi, tidak dapat membaca dan menulis. Demikian juga dengan
pemberitahuan menggenai kondisi beliau yang sama sekali tidak tahu menahu
tentang kitab-kitab suci terdahulu, baik tentang kisah, berita, maupun riwayat
mereka. Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba menyampaikan kepada beliau
ringkasan peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya, dimulai sejak Allah
40
Rosihon Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, h.65. 41
Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang Menakjubkan, h.113 . 42
Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang Menakjubkan, h. 49-49.
27
menciptakan Adam as, sampai diutusnya menjadi rasul, sehubungan dengan itu,
disebutkan di dalam Al-Qur‟an yang menjadi bukti mukjizatnya kisah tentang
Adam yang mencakup perrmulaan penciptaannya, persoalan yang dihadapinya
hingga pertaubatannya.
Begitu juga dengan kisah nabi-nabi sebelumnya yang tertulis dalam al-
Qur‟an juga para raja yang hidup semasa nabi, Mendapat penggetahuan tentang
risalah sebelumnya sewajarnya mendapatkan dari proses belajar-memgajar akan
tetapi berbeda dengan beliau, Rasulullah tidak pernah belajar bahkan bergaul
dengan kalangan ahli kitab secara lebih akrab, beliau tidak mungkin memperoleh
penggetahuan seperti itu jika bukan melalui wahyu karena itu, Allah berfirman:
Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu
Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan
kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar
ragulah orang yang mengingkari(mu)”.
Ketiga, Kemukjizatan aspek balâghah yang indah, menakjubkan dan
struktur yang sangat indah. Dari segi fasâhah kalimat yang halus, keselarasaan
dalam balāghah sehingga manusia tidak ada satupun yang dapat menandinginya.
Jumhur Ulama‟ menyatakan bahwa kemukjizatan Al-Qur‟an terletak pada
sejumlah kelebihan tersebut.43
Al-Sabuni mengemukakan segi-segi kemukjizatan al-Qur‟an sebagi
berikut: Susunannya yang Indah dan berbeda dengan karya lainya. Uslûb yang
berbeda. Sifat keagungannya yang tidak memungkinkan sesorang mendatangkan
yang serupa dengannya. Bentuk undang-undangnya sangat terperinci dan
43
Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang Menakjubkan, h.118.
28
sempurna. Mengabarkan hal-hal gaib yang tidak diketahui kecuali melalui wahyu.
Uraiannya tidak bertentangan dengan pengetahuan umum yang dipastikan
kebenarannya. Janji dan ancaman yang dikabarkan terjadi, Mengandung ilmu-
ilmu pengetahuan. Memenuhi segala kebutuhan manusia, Berpengaruh bagi hati
pengikutnya dan orang-orang yang memusuhinya.44
Al-Bâqilânî menjelaskan beberapa segi kemukjizatan al-Qur‟an,
menurutnya kemukjizatan al-Qur‟an yang paling penting terletak pada tiga aspek
yaitu, Uslûb, Balaghah-Nya dan berita gaib yang terkandung di dalam al-Qur‟an.45
Dalam bab selanjutnya al-Bâqilânî menerangkan lebih lanjut hakikat
kemukjizatan al-Qur‟an dari segi uslub dan balaghah. Ia berkata
Telah diketahui bersama bahwa adat bangsa Arab salah satunya
adalah ahli balaghah Karena itu sudah merupakan tabiat dan bahasa mereka.
Mereka tidak membutuhkan eksperimen/uji coba/latihan ketika mendengarkan
al Qur‟an itu. Dan ini yang terjadi pada ahli balaghah di kalangan mereka,
bukan orang orang yang terlambat dalam mempraktekkannya. Apa yang telah
kami sebutkan di atas menunjukkan bahwa tidak ada perkataan yang saya
tambahkan menurut ketentuan ilmu balaghah dari al Qur‟an. Dan setiap orang
yang membolehkan atau mengharuskan bahwa “setiap orang itu mempunyai
kemampuan untuk mendatangkan atau membuat semisal al Qur‟an dari sisi
kebalaghahannya (keindahan susunan kalimat bahasa al Quran)” berarti
orang tersebut tidak pernah bisa mengenal al Quran sebagai mukjizat di setiap
keadaan. Seandainya kemukjizatan Al Qur‟an itu tidak selaras atau tidak
kontekstual pada seluruh ilmu pengetahuan, maka pastinya ia berlaku pada
setiap keadaan atau zaman yang dialami orang orang terdahulu serta sesuai
dengan khabar khabar yang dibawa para Rasul.46
Kemudian al-Bâqilânî juga menjelaskan tentang khabar-khabar atau berita-
berita tentang hal hal atau persoalan gaib sebagai salah satu aspek kemukjizatan
al-Qur‟an ia berkata:
“Pemberitaan gaib sebagai salah satu aspek kemukjizatan al- Begitu juga
tidak pernah ditemukan pengganti (dari Al Quran) di mana ia (al Qur‟an)
sudah mencakup atau meliputi berbagai persoalan persoalan yang ghaib, juga
mencakup tentang kejadian kejadian yang akan terjadi di masa yang akan
44 Rosihon Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, h.66.
45
Abî Bakr Muhammad bin Thayyîb al-Bâqilânî, Iʻjaz al-Qur‟ân, h. 116-117.
46 Abî Bakr Muhammad bin Thayyîb al-Bâqilânî, Iʻjaz al-Qur‟ân, h.359.
29
datang. Maka, tidak ada jalan keluar lagi melainkan ia (al Qur‟an) harus
ditakwil terkait hal apa saja yang sudah ditetapkan sebagai sebuah ketetapan
atau aturan. Juga tidak ada lagi jalan keluar melainkan harus meyakini bahwa
tidak ada yang dapat membatalkan/mengalahkan Al Qur‟an apakah itu oleh
keraguan yang terdahulu dan sebagainya. Al Quran juga tidak akan pernah
terkotori mukjizatnya serta tidak akan bisa seorang pun menentang jalannya
(al Qur‟an)”.47
M. Quraish Shihab memandang segi-segi kemukjizatan al-Qur‟an dalam
tiga aspek yaitu.48
1) Aspek Keindahan dan Ketelitian Redaksi-redaksinya
2) Berita tentang Hal-hal yang Gaib
3) Isyarat-Isyarat Ilmiah
Dari sekian banyak pendapat tentang segi-segi mukjizat al-Qur‟an di atas,
penulis akan menekankan pada penelitian ini salah satu aspek kemukjizatan al-
Qur‟an yaitu terkandunganya pemberitaan gaib, (informasi dari Allah tentang
suatu peristiwa yang belum atau akan terjadi, namun kemudian benar-benar
terjadi).
4. Contoh-contoh Mukjizat al-Qur’an
Penulis hanya akan memberikan contoh-contoh dari beberapa aspek yang
telah disebutkan di atas.
1. Dari aspek memuat berita tentang hal-hal gaib.49
Adanya berita gaib mengenai kejadian telah lalu, kejadian sekarang
atau yang akan datang dalam al-Qur‟an juga menunjukkan bahwa kitab
suci tersebut betul-betul wahyu Allah swt, karena tidak mungkin hal-hal
yang terjadi sebelum dan sesudah Nabi Muhammad bisa diketahuinya
47 Abî Bakr Muhammad bin Thayyîb al-Bâqilânî, Iʻjaz al-Qur‟ân, h.360.
48 M.Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur‟an, h. 114.
49 Rosihon Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, h.67.
30
kecuali lewat wahyu Allah.50
Berita gaib ini contohnya adalah
diselamatkan badan Fir‟aun,51
ketika mengejar Nabi Mûsâ. Hal ini
diceritakan dalam Qs: Yûnus[10]: 92.
Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu, supaya kamu
dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan
Sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda
kekuasaan kami
2. Mengangkat dan mempublikasikan kisah peradaban yang sulit dibuktikan.
Qs: Al-Fîl[105] :6-8
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu
berbuat terhadap kaum 'Âd?(yaitu) penduduk Iram yang mempunyai
Bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu
kota) seperti itu, di negeri-negeri lain” Iram ialah ibukota kaum 'Âd”.
Melalui penelitian yang panjang dan sangat mahal, kota Iram yang
disebutkan al-Qur‟an itu dapat ditemukan kembali pada februaru 1992 di
sebuah gurun di Arabia Selatan di kedalaman 183 meter di bawah
permukaan pasir. Kota tersebut, menurut Umar Anggara, ditemukan oleh
tim peneliti arkeologis pimpinan Nichilas Clapp dari California Institute of
Technology‟s Jet Propulsion(CIT-JTL). Ia menemukan keajaiban besar,
yakni adanya sebuah bangunan segi depalapn yang diperkokoh oleh
dinding tebal, dan menara yang mencapai sembilan meter, dan berhasil
50 Abdul Djajal, Ulumul Al-Qur‟an, (Surabaya: Dunia Ilmu,1998), h.287.
51
Maksud dari diselamatkan badan atau jasad fir‟aun adalah tubuh kasarnya, menurut
sejarah, setelah fir‟aun tenggelam mayatnya terdampar di pantai ditemukan oleh orang Mesir lalu
dibalsem, sehingga utuh sampai sekarang ini dan dapat dilihat di musium mesir hal ini bertujuan
agar dijadikan pelajaran bagi manusia setelahnya.
31
menemukan sebuah situs perjalanan kafilah yang panjangnya berates-ratus
kilometer. Berdasarkan penemuannya itu menghasilkan kesimpulan bahwa
bangunan tua tersebut merupakan bagian dari kota Iram, yang dahulu
menjadi pusat kegiatan dakwah Nabi Hûd, cucu Nabi Nûh, yang
merupakan peninggalan historisp kaum „Ad yang tetp hidup dalam
legenda Arab berupa legenda kota Uhbar, kini bangsa Arab modern
meyakini bahwa Uhbar dan Iram adalah nama untuk subjek yang sama.52
3. Isyarat-isyarat Ilmiah.
Kemukjizatan al-Qur‟an di bidang isyarat-isyarat ilmiah. Pemahaman
tentang mukjizat ini, harus dikaitkan dengan perkembangan teknologi dan
ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan isyarat-isyarat ilmiah yang
terkandung di dalam al-Qur‟an, pada saat proses turunnya tidak ada yang
memahaminya. Salah satu contoh mukjizat di bidang ini adalah adanya
isyarat ilmiah tentang perbedaan sidik jari pada tiap-tiap manusia,
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam firman Allah swt Qs: al-
Qiyâmah [75]:4.53
Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari
jemarinya dengan sempurna.
Tidak memungkinkan sesorang mendatangkan yang serupa dengannya.54
52
Ahmad Izzan, Ulumul Qur‟an telaah,h. 157-158. 53
M. Quraish Sihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam Memahami al-Qur‟an, (Tanggerang: Lentera Hati, 2013), h. 338-339. 54
Issa J. Boullata, Al-Qur‟an yang Menakjubkan, h.48.
32
Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun sebagian mereka menjadi
pembantu bagi sebagian yang lain"
4. Susunan kata dan langgamnya yang unik.55
Kemukjizatan dari segi bahasa ini dapat dilihat melalui susunan kata
dan langgamnya, kalimat al-Qur‟an yang mempunyai nada yang unik
dalam irama dan ritmenya. Hal ini disebabkan oleh huruf dari kata-kata
yang dipilih melahirkan keserasian irama dalam rangkaian kalimat ayat-
ayatnya, semisal dalam surat al-Naziʻat [79]:1-4.56
“Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan keras,
dan (malaikat-malaikat) yang mencabut (nyawa) dengan lemah-lembut,
dan (malaikat-malaikat) yang turun dari langit dengan cepat, dan
(malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang”.
5. Ketelitian Redaksinya
Sebagai contoh, kata as-samʻ (pendengaran) dan al-abshar
(penglihatan) dalam arti indra manusia, ditemukan dalam al-Qur‟an secara
bergantian sebanyak 13 kali. Dari jumlah tersebut ditemukan bahwa kata
as-samʻ selalu digunakan dalam bentuk tunggal dan mendahului kata al-
abshar yang selalu di sebut dalam bentuk jamak.57
Dalam Qs: an-Nahl[16]:78
55
Rosihon Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, h. 57.
56 M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur‟an, h.119.
57 Rosihon Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, h.62.
33
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”
Dalam Qs: al-Ahqâf[ ]:26
Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka
dalam hal-hal yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukanmu
dalam hal itu dan Kami telah memberikan kepada mereka
pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi pendengaran,
penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit juapun bagi
mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan
mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka
memperolok-olokkannya.
Keterangan dalam ayat 26 ini, walaupun manusia diberikan
pendengaran, penglihatan, pikiran dan hati nurani serta dibekali kekuatan
intelektual, namun mereka tetap saja tidak memanfaatkan karunia Allah
yang sangat bermanfaat dalam kehidupan, mereka mengingkari ayat-ayat
Allah dan merendahkan Rasulullah saw. Sebagai konsekuensinya dari
kejahatan yang mereka perbuat, maka turunlah adzab Allah yang pedih
kepada mereka. Dalam ayat ini juga Allah menegaskan bahwa bagaimana
mungkin kaum Quraisy yang lemah ini dapat menyelamatkan diri padahal
kaum Ad lebih unggul dari kaum Quraisy atas harta benda dan intelektual,
34
namun mereka tidak mampu menghalangi angin kencang sebagai bentuk
kemurkaan Allah.58
58 Ayatullah Allamah Kamal Faqih Imanî, Tafsir Nurul Qur‟an, terj :Titik Etriana,
(Jakarta: Nur al Huda, 2013) cet, 1, h. 172.
35
BAB III
KLASIFIKASI AYAT ANTARA TERINDIKASI SEBAGAI ANCAMAN
ALLAH DAN MENGINDIKASIKAN MUKJIZAT PEMBERITAHUAN
MASA DEPAN
A. Tinjauan Term-term yang Terindikasi Kata Masa Depan.
Meninggat bahwa ayat-ayat al-Qur‟an berjumlah lebih dari 6000 ayat,
maka dipadang perlu untuk memilih ayat-ayat untuk menjadi materi pembahasan
penulis yaitu tentang prediksi masa depan karena sesungguhnya al-Qur‟an
memberikan banyak informasi terkait kejadian-kejadian yang sudah terjadi,
ataupun yang belum terjadi, terdapat ayat-ayat yang bersifat prediksi, al-Qur‟an
meupakan kitab suci yang mengandung pemberitahuan masa depan, yang mampu
menembus dan sebagai ramalan pasti ke masa depan akan suatu tentang jalannya
peristiwa yang akan terjadi, dan tentunya dipastikan kelak menjadi nyata adalah
salah satu hikmah dari segi kemukjizatan al-Qur‟an.
Berbicara mengenai ayat-ayat yang mempunyai makna yang merujuk ke
masa depan, yang terdapat dalam al-Qur‟an, kajiannya tidak terlepas dari kamus-
kamus atau literature yang berkaitan dengan kata masa depan itu sendiri.
Bertujuan untuk mendapatkan makna yang lebih lengkap terkait dengan term-
term yang digunakan al-Qur‟an dalam menunjukkan waktu yang akan datang
secara umum. Kata masa depan dalam kamus Arab yaitu ى مستقبل 1 kemudian kata
ini penulis cari sinonimitasnya guna mencari tahu kata apa saja yang
mengindikasikan masa depan dalam al-Qur‟an.
1 Ahmad Masyruʻât Atlas Jarûb. Qâmûs Atlas Al-Mausû‟i Injlîzî-ʻArabî, (Cairo:Atlas
Publising House,2 009) h. 520.
36
Setelah melakukan penelitian, ternyata banyak ayat-ayat al-Quran yang
mengindikasikan makna masa depan. Jika kita teliti lebih mendalam terdapat
redaksi kata yang mengindikasikan makna masa depan yang menunjukkan
pengertian setara atau sejajar dengan arti Masa depan itu sendiri namun
mempunyai maksud yang berbeda.
Sejauh yang penulis melakukan penelusuran dengan cara mencari kata
dengan berdasarkan sinonim kata melalui kamus menggunakan kata kunci „akan
datang‟ dalam kamus al Maʻânî likulli Rasm Maʻânî. Adapun hasil
penelusurannya sebagai berikut: ت آ 2.مستقبل ,غدا ,
Makna dari arti kata yang telah di sebutkan di atas memiliki makna yang
kurang lebih sama, hal tersebut menandakan bahwa meskipun lafadz tersebut
bersinonim namun kadar kesamaanya tidaklah sempurna, akan tetapi kurang lebih
saja, karena dalam semantik ada prinsip-prinsip umum bahwa bentuk-bentuk yang
berbeda berimplikasi pada makna yang berbeda juga meskipun hanya sedikit saja.
Kata-kata yang bersinomin karena bentuknya berbeda maka maknanya pun tidak
persis sama. Oleh karena itu tidaklah kata-kata yang bersinonim bisa saling
menggantikan.3
Berdasarkan hasil di atas, langkah selanjutnya penulis menelusuri masing-
masing makna dari sinonim kata yang „akan datang‟ dari kamus bahasa arab ke
Indonesia, dan kemudian kosa kata yang terdapat dalam kamus tersebut, penulis
mencari lafal dalam kamus kumpulan lafal-lafal al-Qur‟an yaitu dengan
menggunakan Mu‟jam al-Mukhfaroz li-Alfâdz Al-Qur‟ân al-Karîm. Setelah itu
2 https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/ Copyringts 2010-201 8. Diakses pada 17
September, 07:16 WIB, 2018.
3 Tajudin Nur, Semantik Bahas Arab. Pengantar Studi Ilmu Makna , (Bandung:Penerbit
PPM) (Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran, 2010), h.64.
37
penulis mendapatkan kumpulan ayat-ayat al-Qur‟an yang mengandung term-term
sebagaimana yang terdaftar dalam kosa kata tersebut dan kemudian
mencamtumkan tafsiran ayat-ayat yang terindikasi mempunyai lafal masa depan
dari beberapa muffasir.
B. Ayat-ayat yang terindikasi Lafadz Masa Depan (Janji dan Ancaman
Allah ).
Lafadz ت آ lafadz ini diartikan A.W. Munawwir dalam bebrapa lafadz
lainnya جاء yang maknanya adalah datang, ه ,menyempurnakan, menyelesaikan اتم
datang dengan mudah, اتى المرأة : menggauli, mengumpuli.4 dan ayat yang
menggunakan lafadz اتى adalah Qs an-Nahl[17]: 1, dan 26. Ṯâhâ [20]: 60 dan 69.
Qs al-Syuʻarâ‟ [26] 89. Qs. al-Dzâriyât [51]: 52. Qs al-Insân[76]: 1.5 Berikut
penafsiran tentang ayat-ayat ini:
1. Qs an-Nahl[17]: 1
Telah pasti datangnya ketetapan Allah. Maka janganlah kamu
meminta agar disegerakan (datang) nya. Maha suci Allah dan Maha
Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.
Ayat ini terdapat lafadz berasal dari kata „ajala, ya‟jilu, „ijlah
yang artinya meminta datangnya sesuatu sebelum waktunya karena dorrongan
hawa nafsu atau ingin membuktikan kebenarannya. Dalam al-Qur‟an kata ini
berkonotasi negatif atau tercela. Kata ini mengawali surah ini dimaksudkan untuk
mengancam orang-orang musyrik Makkah bahwa apa yang Allah ancamkan
4 A. W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya:Pustaka
Progressif, 1997) cet:25, h. 6.
5 Muhammad Fû‟âd Abdul Bâqî, Mu‟jam al-Mukhfaroz li-Alfâdz Al-Qur‟ân Al-Karîm,
(Cairo: Dâr al-Hadîs, 1991), cet 3, h. 6.
38
berupa adzab yang pasti datang. Dalam hadis pun kata ini juga dimaknai dengan
konotasi jelek, contohnya tergesa-gesa adalah dari setan.6
Sayyid Quṯb menjelaskan ayat ini, bahwa kaum musyrikin dahulu pernah
meminta kepada Rasulullah agar disegerakan datangnya adzab kepada mereka,
namun setiap kali Rasulullah mengatakan adzab itu akan diturunkan, dalam
kenyataanya adzab tidak segera diturunkan kepada mereka, sehingga mereka
menggangap Rasulullah selama ini berbohong dan hanya sekedar menakut-nakuti
mereka. Ayat ini juga menyampaikan tentang sunatullah pasti akan terjadi sesuai
dengan kehendak-Nya. Masa kejadian pasti terwujud, waktu telah ditentukan tidak
bisa disegerakan atau ditangguhkan.7
Ayat ini berkaitan dengan akhir surah al-Hijr berbicara tentang al-yaqin
(keyakinan). Berkaitan dengan kematian, dan kematian pasti datng kepada semua
yang hidup. Setelah itu, pasti akan ditemui apa yang telah dijanjikan Allah swt,
maksudnya adalah ancaman dari Allah, awal surat an-Nahl ini menyatakan: Telah
pasti datangnya ketetapan Allah swt, yakni hari kiamat. Kata (atâ) berbentuk
kata kerja masa lampau yang bermakna telah datang, secara redaksional ayat ini
menyatakan ketetapan akan terlaksana. atau siksa kepada para pendurhaka. tidak
boleh meminta agar disegerakan datangnya ketetapan yang dijanjikan itu.8
2. Qs. an-Nahl[16]: 26
Sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah
Mengadakan makar, Maka Allah menghancurkan rumah-rumah mereka
dari fondasinya, lalu atap (rumah itu) jatuh menimpa mereka dari atas,
6 Departemen Agama RI Tahun 2006, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen
Agama RI,2006), jilid 5, h. 279.
7 Sayyid Quṯb,Tafsir Fi Ẕilalil Qur‟an, terj As‟ad Yasin dkk. (Jakarta : Gema Insani
Press, 2004) jilid 13, h. 246.
8 M.Quraish Shihab, Tafsir al Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur‟an. cet 1,
jilid 7, h. 178.
39
dan datanglah azab itu kepada mereka dari tempat yang tidak mereka
sadari.
Ayat ini hendak menegaskan bahwa orang-orang musyrik itu akan
mengalami penderitaan seperti yang dirasakan oleh umat-umat terdahulu dimana
mereka juga mendustakan utusan-utusan Allah.9 Menurut Sayyid Quṯb, ayat ini
menampilkan suatu peristiwa yang terulang-ulang di masa sebelum Nabi
Muhammad, meskipun banyak pembangkang yang berbuat makar dengan
menyusun strategi, semua itu tidak mampu bertahan di hadapan Allah. Kandungan
ayat ini juga merupakan potret sebuah kehancuran dan kebinasaan bagi yang
berbuat makar dan konspirasi yang menghadang dakwah menuju jalan yang
diriḏai Allah. Makar dilukiskan oleh al-Qur‟an dengan sebuah bangunan yang
memiliki fondasi, tiang, dan atap. Hal tersebut adalah sebagi isyarat tentang
kecermatan, kekokohan, kematangan, dan kebesaran makar yang telah mereka
lakukan. Akan tetapi kehebatan yang mereka miliki tersebut tidak ada apa-apanya
dibandingkan dengan kekuatan Allah sehingga semua itu tidak dapat bertahan.10
M. Quraish Shihab sependapat dengan penafsiran Sayyid Quṯb, ia
menjelaskan ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya tentang penyesatan dan
kesesatan yang dilakukan kaum musyrikin, ayat ini mengandung gambaran
sebuah ancaman dan siksa yang pernah dialami oleh umat durhaka sebelumnya,
kemudian dia juga menjelaskan apabila orang kafir mengatur rencana buruk
secara matang dan segala apa yang telah diperhitungkan untuk menyerang
Rasulullah saw. Allah akan selalu turun tangan mengagalkan rencana mereka, apa
yang dilakukan kaum musyrik terhadap al-Qur‟an dan Rasul saw. Itu semuanya
adalah perbuatan makar, tidak jauh berbeda dengan sikap para pendurhaka masa-
9 Departemen Agama RI Tahun 2006, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, h. 307.
10
Sayyid Quṯb,Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an, h. 904-403.
40
masa lalu. orang-orang kafir dari umat nabi-nabi yang hidup sebelum kaum
musyrik Mekkah itu telah mengadakan juga perbuatan makar, yakni tipu daya
untuk mengahalangi ajaran Allah.11
3. Qs. Ṯâhâ [20]: 60.
Maka Fir'aun meninggalkan (tempat itu), lalu mengatur tipu
dayanya, kemudian Dia datang.
Fir‟aun meninggalkan tempat maksudnya adalah fir‟aun pergi dan
mengumpulkan dari berbagai penjuru wilayah kerajaannya para penyihir dan
segala tipu daya yang dimiliki serta peralatan yang diperlukan untuk sihir. Pada
zaman itu, memang sihir masyhur digunakan.12
Ayat ini menunjukkan mukjizat
Ilahi yang ditampilkan oleh Nabi Mûsâ, dalam ayat sebelumnya dijelaskan bahwa
Nabi Mûsâ memilih waktu Ḏuẖâ, pemilihan waktu ini sangat tepat karena cahaya
yang jelas dan terang, sehingga dapat disaksikan oleh banyak orang. Fir‟aun
datang bersama para penyihir dan bala tentaranya serta masyarakat umum. Ketika
tiba waktunya, fir‟aun dan pengikut-pengikutnya tampil di arena dengan penuh
keangkuhan. Musa mengingatkan ancaman Allah bahwa; “celakalah kamu, hai
manusia durhaka! Jangan mengada-adakan kedustaan terhadap Allah.” Yakni
seperti melecehkan rasul-Nya, menilai mukjizat sebagai sihir. Dan sebagainya.
“jika hal tersebut berlanjut, niscaya Allah membinasakan kamu dengan siksa yang
pedih yang menjadikan kamu punah.13
11 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an,
(Jakarta: Lentera Hati,2002), jilid 7, h. 213.
12 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,
Lebanon : Dar al-Fikr al-Muʻâsir) jilid 8, h.497.
13 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an, Jilid 8,
h. 320-321.
41
4. Qs.Ṯâhâ [20]: 69
Dan lemparkanlah apa yang ada ditangan kananmu, niscaya ia
akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang
mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). dan tidak
akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang.
Mengenai sihir dalam ayat ini, al-Zuhailî berpendapat bahwa sihir yang
mereka buat hanyalah sihir yang merupakan bayangan belaka, bukan kenyataan
dan tidak akan bertahan, penyihir tidak akan menang dan tidak akan tercapai
keinginannya meskipun apa yang di inginkan itu hal baik. Tentang tongkat Nabi
Musa tidak dijelaskan secara jelas untuk mengambarkan kondisinya yang luar
biasa dan mengisyaratkan bahwa itu bukan dari jenis tongkat yang banyak di
kenal oleh orang-orang. Tapi ayat ini menunjukkan mukjizat Nabi Musa yang
menyadarkan para penyihir dan akhirnya beriman kepada Allah.14
Menurut Quraish ayat ini mengandung pesan bahwa kebatilan tidak jarang
mengelabui mata manusia, seolah-oleh dapat mengalahkan yang haq, tetapi hal ini
hanyalah sementara saja, jika dihadapkan dengan kebenaran kebhatilan akan
kalah, seperti apa yang terkandung dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi
Mûsâ as melemparkan tongkat yang ada di tangan kanannya, niscaya-firman
Allah: “tongkat itu akan menelan apa yang mereka buat dengan sangat teliti dan
tekun.” Kata menunjukkan arti melakukan sesuatu dengan tekun dan teliti
atas dasar keahlian. Meskipun mereka berusaha seperti itu, mereka pasti kalah,
14 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,
Lebanon : Dar al-Fikr al-Muʻâsir) jilid 8, h.505.
42
gagal, dan merugi karena-penutup ayat ini menyatakan-seorang penyihir pun tidak
akan menang dari mana saja dia datang atau berada.15
5. Al-Syuʻarâ’ [26] 89.
kecuali orang-orang yang datang kepada Allah dengan hati yang
bersih.
Sayyid Quṯb mengamati ayat ini adalah tentang hakikat hari akhir, serta
tentang prinsip nilai karena tidak ada nilai pada hari hisab selain nilai keikhlasan
hati yang sepenuhnya untuk Allah, kebersihan dari penyakit hati, inilah nilai yang
dapat memperberat timbangan pada hari hisab, menurutnya juga tentang ayat ini,
melukiskan hari yang ditakuti Ibrâhîm, yaitu sebuah pemandangan kengerian hari
kiamat, seakan-akan nyata di depan mata saat Nabi Ibrâhîm berdo‟a khusyuk.16
Menurut Hamka manusia banyak permohonan untuk mempersiapkan diri
menjalankan tugas. Mengharap ampunan Allah atas kesahan supaya jiwanya
bersih. Ayat ini berkaitan dengan permohonan Nabi Ibrâhîm agar ayahnya juga
mendapatkan ampunan, Nabi Ibrâhîm tidak tidak tega jika ayahnya mendapatkan
siksa dineraka karena kesesatannya. Semua permohonan Nabi Ibrâhîm dikabulkan
kecuali permohonan yang satu ini, karena dosa syirik. Ayat ini juga menegaskan
pada masa yang akan datang manusia akan dipanggil pulang ke hariban Allah.17
Senada dengan penafsiran Quṯb. Quraish menafsirkan ayat ini sebagai
penggambaran berita tentang hari kebangkitan yang disinggung oleh ayat
15 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an,jilid 8,
h.397.
16 Sayyid Quṯb, Fî Ḏhilal al-Qur‟an. Terj: M. Misbah dan Aunur Rafiq, (Jakarta:
Rabbani Press, 2009) Jilid 9, h. 184.
17 Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas,1982).
Jilid, 19, h. 103-104.
43
sebelumnya tentang Nabi Ibrâhîm as, dalam ayat sebelumnya menginformasikan
bahwa semua sebab dan faktor yang bisa diandalkan dalam kehidupan ini, berupa
harta, tahta, dan keahlian sekalipun pada hari kebangkitan itu, baik tidak memiliki
harta ataupum memiliki harta sebanyak apapun yang dijadikan tebusan, demikian
juga anak-anak kandung, kesemuanya tidak akan berguna, kecuali biqalbin salîm
orang-orang yang menghadap Allah, dengan hati yang suci, selamat, yakni bersih
dari kemusyrikan, sikap pamrih dan kedurhakaan. 18
6. Al-Dzâriyât [51]: 52
Demikianlah tidak seorang Rasulpun yang datang kepada orang-
orang yang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan: Dia
adalah seorang tukang sihir atau seorang gila.
Hamka menafsirkan ayat ini berbicara tentang Rasulullah saw. yang
dituduh sebagai tukang sihir bahkan dituduh sebagai orang gila. menurutnya pada
zaman nabi-nabi sebelum Rasulullah pun mereka menuduh nabi-Nya sebagai
orang gila atau tukang sihir, bahkan pada zaman modern setelah 14 abad sesudah
Rasulullah wafat, orang-orang yang berdakwah sesuai dengan syari‟at Islam
terkadang masih saja dituduh sebagai orang gila atau tukang sihir. Hal ini
menandakan setiap zaman terdapat tuduhan yang sama kepada yang mengajak ke
jalan kebenaran.19
Sama halnya dengan penafsiran Hamka, Quraish Shihab juga
mengemukakan bahwa ayat ini berbicara mengenai sikap stereotype ada pada
setiap umat sejak dahulu hingga kini, mereka akan menentang kebenaran yang
18 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an, jilid
.80-81.
19 Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar. Jilid 27, h. 34-35.
44
disampaikan nabi yang diutus oleh Allah, mereka akan menfitnah dan menuduh
dengan tuduhan palsu. Demikian juga ucapan dan sikap musuh Rasulullah saw,
mereka jauh dari kebenaran, sikap yang membangkang, sifat kaum kafir ini sama
ketika Allah mengutus rasul sebelum Muhammad, mereka (kaum kafir) akan
menuduh setiap siapa saja yang menyatakan sebagai rasul sebagai seorang
penyihir atau dituduh sebagi orang gila. Maka dari itu, Allah menyuruh agar Nabi
Muhammad berpaling dan tidak menghiraukan ucapan dan sikap mereka. Dan
tetap melanjutkan dakwah karena akan bermanfaat bagi orang mukmin untuk
menambah keyakinan mereka.20
7. Al-Insân[76]: 1
Bukan kah telah datang atas manusia satu waktu dari masa sedang
dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?
Sayyid Quṯb menjelaskan bahwa awal surah ini adalah sebuah pertanyaan
(istifham) bertujuan untuk penetapan (taqrir) dan terdapat isyarat dalam nash ini
yang lembut dan mendalam di balik tanda tanda tanya yaitu dapat membangkitkan
jiwa untuk merenung, akhir dari perenungan akan mendapatkan tujuan, sasaran
dan takdir dalam penciptaan. 21
Kata insân terambil dari akar kata nasiya-yansâ yang artinya lupa, atau
dari kata anisa-ya`nasu yang artinya lembut atau tenang. Keduanya merupakan
sifat atau ciri-ciri manusia, sifat lupa yaitu lupa pada sesuatu yang telah dilakukan.
Pada ayat ini menegaskan tentang proses kejadian manusia yang asalnya tidak 20
M.Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, jilid 13,
h. 354.
21 Sayyid Quṯb,Tafsir Fi Ẕilalil Qur‟an, terj As‟ad Yasin dkk. (Jakarta : Gema Insani
Press, 2004) jilid 29 h.593.
45
ada, tidak dikenal dan tidak disebut sebelumnya, hal ini mengisyaratkan bahwa
manusia mestinya tidak bersikap sombong dan angkuh, karena ia merupakan
sesuatu yang tiada sebelumnya dan nantinya akan menjadi tiada lagi karena
kematian.22
Tidak jauh berbeda dengan penafisran Sayyid Quṯb, Hamka menafsirkan
ayat ini juga sebagai penyadaran hakikat manusia, seperti waktu tiba-tiba
munculnya manusia, dari mana manusia berasal. Dan pada hakikat sejatinya
hanya Allah yang tahu, apabila direnungkan pertanyaan pada ayat ini,
mengingatkan manusia tentang kehadirannya di bumi ini sekaligus menjelaskan
tujuan penciptaanya. Allah berfirman, sungguh telah datang atas manusia satu
waktu dari masa, yakni sebelum dia diciptakan, sedangkan dia (manusia) ketika
itu dalam ketiadaan, jangankan wujudnya, namanya pun belum ada, kemudian
Allah swt menciptakannya, maksud ayat ini adalah manusia di ciptakan Allah jauh
sesudah terciptanya alam raya, karena itu ada masa dimana manusia saat itu belum
terwujud.23
Lafadz ا غد maknanya adalah esok hari, بكرة besok, واغدوة waktu pagi انغداة
pagi hari, انمجيء .yang akan datang kelak انغدوة :24
Dalam al-Qur‟an lafadz ini
hanya ada satu saja dan terdapat dalam Qs: al-Qomar[54]:26.25
1. Qs. Al-Qomar[54]:26
Kelak mereka akan mengetahui siapakah yang sebenarnya amat
pendusta lagi sombong.
22 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, 2008, jilid 10,h. 469.
23
Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar, jilid 29, h.263.
24 A. W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, h.998.
25
Muhammad Fû‟âd Abdul Bâqî, Mu‟jam al-Mukhfaroz li-Alfâdz Al-Qur‟ân Al-Karîm, h.
630.
46
Ibn Katsîr berpendapat mengenai ayat ini, bahwa Allah menjawab mereka
melalui firman-Nya: Kelak mereka akan mengetahui siapakah yang sebenarnya
amat pendusta lagi sombong. (al-Qamar: 26) Ini mengandung ancaman yang
keras dan pasti ditujukan kepada mereka. Kemudian Allah subhanahu wa ta‟ala
berfirman: Sesungguhnya Kami akan mengirimkan unta betina sebagai cobaan
bagi mereka.26
Berbeda dengan Ibn Katsîr, Hamka menjelaskan pada ayat ini. bahwa
Rasulullah menyerukan kebenaran dari Allah, namun tetap saja beliau dituduh
sebagai pembohong yang sombong. Mereka menuduh demikian Karena ingin
menutup hati orang agar tidak percaya kepada rasul, akan tetapi di dalam ayat ini
juga menegaskan bahwa mereka akan mengetahui siapa yang sombong, dan siapa
yang berbohong, Hamka menjelaskan, setelah Rasulullah sampai di Madinah,
beliau berpidato dan salah seorang pemuka Yahudi (Abdullah bin Salam)
mendengarkan pidato Rasul dan ia berkata bahwa Rasulullah tidak ada tanda-
tanda kebohongan dan kesombongan dalam sikap dan turur katanya. Ia
mengatakan bahwa beliau (Rasulullah saw) dapat dipercaya.27
Lafadz مستقبم : dalam kamus al-Munawwir diartikan yang akan datang,
28تق بال:مصدراالس . Penulis mencari lafadz dalam Mu‟jam al-Mukhfaroz li-
Alfâdz Al-Qur‟ân Al-Karîm, dalam kitab tersebut terdapat tiga surah yang
mengandung lafal ini, namun hanya satu surah saja yang redaksi ayatnya sama
persis menggunakan kata مستقبم. Yaitu dalam Qs. al-Ahqâf [46]: 24. Dua ayat
lainnya menggunakan kata dalam al-Qur‟an lafadz ini terdapat dalam surah
26 Abu Ismâ‟il bin ʻUmar Ibn Katsîr, Tafsir al-Qur‟an al-Adzim, (Beirut:Dar al-Kitab
„Alamiyah, 1419H.) juz 7, h. 447.
27 Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar Jilid 27, h. 160-161.
28
A. W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, h.1089.
47
Qs. al-Baqoroh [2]: 144, dan Qs Yûnus[10]:87.29
Berikut penafsiran tentang
ayat-ayatnya.
1. Al-Baqoroh [2]: 144.
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,
Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu
sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja
kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya
orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan
Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu
adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari
apa yang mereka kerjakan.
Menurut Sayyid Quṯb tersirat perintah agar kaum muslimin berlomba-
lomba melakukan kebajikan, tanpa disibukkan oleh urusan lain, maksudnya
adalah menghiraukan finah atau penyebaran kabar bohong yang dilontarkan oleh
Ahli Kitab. Dengan mengaibakan mereka, dan fokus dengan berbagai kebaikan,
maka segala macam intrik yang mereka lakukan akan selesai dengan sendirinya.30
menguatkan sikap Rasulullah dalam berkiblat ke Ka‟bah. yang pada mulanya
menjadi perdebatan masalah pengalihan kiblat. Setiap agama mempunyai kiblat
masing-masing, seperti Yahudi, Nasrani, dan Islam pun mempunyai kiblat sendiri,
akan tetapi esensi dari ayat ini adalah keikhalasan ibadah kepada Allah,
29 Muhammad Fû‟âd Abdul Bâqî, Mu‟jam al-Mukhfaroz li-Alfâdz Al-Qur‟ân Al-Karîm,
h.672.
30 Sayyid Quṯb,Tafsir Fi Ẕilalil Qur‟an, terj As‟ad Yasin dkk. (Jakarta : Gema Insani
Press, 2004)jilid,1, h. 390.
48
menghadap kiblat adalah sarana untuk menyatukan umat, akan tetapi yang
terpenting adalah berlomba-lomba dalam kebaikan.31
Menurut Hamka, tiap-tiap pemeluk suatu agama ada kiblatnya sendiri,
dan setiap pemeluk agama mempunyai arah dan tujuan sendiri. Namun orang
yang beriman tujuannya adalah mendapatkan ridha Allah. Dalam agama tidak ada
pakasaan, dan berlomba-lomba berbuat kebaikan. Maksud ayat ini adalah dengan
tuntunan wahyu Illahi., menyerukan untuk hidup damai dalam masyarakat yang
memiliki bermacam-macam agama.32
Dalam tafsir ringkas al-Lubab, M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa
ayat ini mempersilahkan siapa pun memilih kiblatnya, lalu hendaknya semua
pihak berkompetisi dalam kebajikan dan pada akhirnya masing-masing
mempertangungjawabkan pilihannya kepada Allah swt. Penegasaan tersebut
dilanjutkan dengan menggulangi perintah kepada Rasulullah saw, untuk
mengarahkan wajah ke arah Ka‟bah ketika sholat, perintah itu dipertegas oleh ayat
149. Selain itu terdapat pesan yang dapat diambiil dari ayat ini adalah meskipun
arah yang dituju berbeda-beda antara umat satu dan umat yang lain, tidak perlu
menjadi fokus perhatian dan pertengkaran. Umat Islam hendaknya berlomba-
lomba dan berkompetisi dalam kebajikan antarsesama kaum muslim dan antar
mereka dengan kelompok-kelompok non-muslim.33
31 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,
Lebanon : Dar al-Fikr al-Muʻâsir) 1, h. 292.
32 Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar Jilid 2, h.14.
33
M.Quraish Shihab, Al Lubab Makna, Tujuan dan Pelajaram dari surah-surah al-
Qur‟an.(Ciputat:Lentera Hati, 2012), jilid 1, h. 48-49.
49
2. Yûnus[10]:87
Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: Ambillah olehmu
berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu
dan Jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah
olehmu sembahyang serta gembirakanlah orang-orang yang beriman.
Inti dari Ayat ini adalah Allah menyuruh Nabi Mûsâ dan Nabi Hârûn
untuk memperkuatkan umat yang jumlahnya masih sedikit dan memperteguh jiwa
yang lemah. Dengan cara membangun rumahtangga, dan tempat tinggal untuk
menetap, alasannya karena pada umumnya bani Isra‟il tidak mempunyai tempat
tinggal yang tentram dan hidup terpencar-pencar. Maka Allah menyuruh
mendirikan rumah agar bisa berkumpul karena hal ini dapat mempermudah
menerima bimbingan dan pimpinan dari Rasul. Secara tidak langsung pesan dari
ayat ini adalah Allah menganjurkan berorganisasi untuk berjuang melawan musuh
yang bathil, dan hal ini tidak dapat diselesaikan secara pribadi.34
Sehubungan dengan makna rumah, menurut Sayyid Quṯb tujuan Allah
menyuruh mendirikan rumah adalah sebagai tempat untuk mengatur strategi untuk
meninggalkan Mesir pada waktu yang tepat. Kemudian Allah juga mewajibkan
mereka membersihkan rumah dan jiwa mereka, kemudian opitimis terhadap
pertolongan Allah.35
Allah menyebutkan penyebab yang menyelamatkan kaum Bani Israil dari
Fir'aun dan kaumnya, serta bagaimana mereka lolos dari Fir'aun dan kaumnya.
Pada mulanya Allah memerintahkan Mûsâ dan Hârûn untuk mengambil rumah-
34 Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Tafsir al-Azhar Jilid 11, h. 302.
35
Sayyid Quṯb, Tafsir Fi Ẕilalil Qur‟an, terj As‟ad Yasin dkk. (Jakarta : Gema Insani
Press, 2004), jilid,11, h.753.
50
rumah di Mesir sebagai tempat tinggal buat kaumnya. ada juga yang berpendapat
Allah memerintahkan untuk mendirikan masjid untuk menghindar dari kejahatan
fir‟aun.36
3. Al-Ahqâf [46]: 24
Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke
lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: "Inilah awan yang akan
menurunkan hujan kepada kami". (Bukan!) bahkan Itulah azab yang kamu
minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab
yang pedih.
maknanya bergerak menuju ke lembah-lembah mereka
(kaum musyrikin). Pendapat al-Zuhailî ayat ini merupakan permulaan datangnya
adzab. Berupa awan yang bergerak menuju lembah-lembah, mereka mengira
awan itu membawa hujan maka mereka bergembira karena hujan lama tidak turun
sedangkan mereka sangat membutuhkan hujan. Namun, ternyata awan itu
merupakan adzab yang mereka minta datangnya.37
Terdapat peringatan yang terkandung dalam ayat ini, Allah membuktikan
kebenaran ancaman-Nya, Allah hendak membinasakan kaum „Ad, kaum Nabi
Hud as. Mereka melihat siksa yang diancamkan berupa awan yang terbentang di
ufuk menuju tempat-tempat kediaman mereka, ketika itu mereka berkata,
sebagaiamana kebiasaan yang mereka alami jika melihat awan, mengatakan
bahwa: „ini adalah awan yang akan menurunkan hujan yang membawa rezeki
kepada kami, karena mereka menantikan turunnya hujan, Quraish mengatakan
boleh jadi karena sebelumnya telah terjadi kemarau yang panjang. Dalam surat Qs
36
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an
(Jakarta: Lentera Hati,2012) cet 4, jilid 5, h. 498-491.
37 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,
Lebanon : Dar al-Fikr al-Muʻâsir) jilid 13, h.316.
51
Hûd[11]:52. Dijelaskan bahwa Nabi Hûd mengajak kaumnya untuk bertaubat,
agar Allah menurunkan hujan buat mereka. Namun dalam ayat ini menjelaskan
siksa yang mereka minta, Nabi Hûd as, menjawab “bukan!, bahkan itulah siksa
yang kamu minta supaya disegerakan datangnya, ia adalah angin yang
mengandung siksa yang pedih.38
Setalah mengetahui beberapa penafsiran ayat yang terindikasi kata masa
depan Sekarang akan diseleksi dari beberapa sinonim kata diatas untuk
mendapatkan kata yang paling yang paling mendekati atau sesuai dengan
informasi masa depan “pemberitahuan yang akan datang” ulasan tentang sinomin
kata masa depan sebagai berikut:
Pertama kata (atâ) artinya datang atau tiba, kata ini berbentuk kata
kerja masa lampau. Berdasarkan ayat-ayat yang telah ditafsirkan oleh beberapa
muffasir diatas, penafsiran-penafsirannya mereka menerangkan bahwa: Pada Qs
an-Nahl[16]: ayat 1. Telah pasti datangnya ketetapan Allah. Beberapa
pandangan muffasir tentang ayat ini mengarah pada adzab yang pasti datang. Dan
Pada Qs. an-Nahl[16]: ayat 26 yang berbunyi Maka Allah
menghancurkan rumah-rumah mereka. Maksudnya adalah orang-orang musyrik
itu akan mengalami penderitaan.
Sedangkan kata digunakan pada surat Al-Syuʻarâ‟[26] 89. bermakna
menghadap .“kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang
bersih” ayat ini, melukiskan hari yang ditakuti Ibrâhîm, yaitu sebuah
pemandangan kengerian hari kiamat, seakan-akan nyata di depan mata saat Nabi
Ibrâhîm.
Selanjutnya pada surat Al-Dzâriyât [51]: 52. Inti dari ayat ini adalah Allah
telah mendatangkan nabi-nabi sebelum zaman Nabi Muhammad dan pada setiap
38 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an
(Jakarta: Lentera Hati,2012) Jilid 13, h.101.
52
zaman seorang nabi yang diutus Allah, mereka diuji dengan umatnya yang
membangkang dan menuduh nabi-Nya sebagai orang gila atau tukang sihir.
Kata (atâ) yang terdapat pada Qs. Ṯâhâ [20]: 60. Maka Fir'aun
meninggalkan (tempat itu), lalu mengatur tipu dayanya, kemudian Dia datang,
datang disini maksudnya adalah pengikut-pengikut nya datang ketempat yang
ditentukan itu (untuk beradu ilmu sihir). Sama halnya dengan Qs.Ṯâhâ [20]: 69
dari mana saja ia datang. Disini menyatakan bahwa seorang penyihir
pun tidak akan menang dari mana saja dia datang atau berada.
Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, penulis menyimpulkan
agaknya kata âtâ dalam al-Qur‟an digunakan untuk menjelaskan suatu hal yang
mengandung atau menunjukkan makna yang berkonotasi negatif, karena dalam
ayat-ayat yang terdeteksi kata âtâ menerangkan suatu hal yang tidak baik dan
hampir sebagian besar kata ini digunakan dalam al-Qur‟an untuk menerangkan
datangnya adzab, dan kata datang disini dimaksudkan untuk menantang lawan
yang menunukkan kelemahannya.
Kedua, kata , dalam surat Al-Ahqâf [46]: 24
dimaknai dengan bergerak menuju ke lembah-lembah mereka (kaum musyrikin).
Menurut keterangan dari beberapa penafsir diatas, maksud dari ayat ini
merupakan permulaan datangnya adzab.
Pada Yûnus[10]:87 dan surah al-Baqoroh[2]: 148. dimaknai dengan arah
kiblat untuk sholat. Sebagaimana dalam surah al-Baqarah ( ).
Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Maksudnya ialah Nabi Muhammad s.a.w. sering melihat ke langit mendoa dan
menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke
Baitullah. ( ) penggalan ayat pada surat Yûnus
ayat 87 ini, bermakna “Jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan
53
dirikanlah olehmu sembahyang” maksud dari kata ini adalah menjadikan rumah-
rumah sebagai tempat sholat.
Kata ini adalah sinominitas dari lafal masa depan yang maknanya
pun tidak persis sama dengan apa yang dimaksud oleh al-Qur‟an, hal ini dapat
diketahui setelah mengkaji maksud dari keterangan-keterangan kata ini, dapat
disimpulkan bahwa dalam al-Qur‟an penggunaan kata tidak digunakan
sebagai informasi suatu peristiwa yang akan datang, karena kata ini menerangkan
adzab yang mereka minta kedatangannya.
Ketiga, Lafadz غدا yang maknanya adalah hari esok, hari yang akan
datang. Kata ini dalam surat al-Qomar ayat 26, terdapat redaksi kalimat
(Kelak mereka akan mengetahui). dan ayat ini dirasa penulis paling tepat
dan sesuai dengan informasi “pemberitahuan yang akan datang” dengan ini
penulis gunakan sebagai dasar untuk penelitian dalam menafsirkan ayat-ayat
pemberitahuan masa depan yang akan dikaji dalam bab selanjutnya. Alasan
penulis menggunakan ayat tersebut adalah karena di dalamnya terdapat redaksi
kalimat „kelak mereka akan mengetahui‟ yang kemudian dapat dikembangkan
dengan mengetahui keajadian peristiwa-peristiwa yang telah diinformasikan oleh
Allah dalam kitab suci al-Qur‟an.
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, penulis akan mencantumkan
pokok pembahasan yang akan di kaji, proses seleksi ayat al-Qur‟an untuk
dijadikan penelitian difokuskan kepada beberapa ayat terindikasai memberikan
informasi ramalan tentang masa depan. Adapun yang akan dikaji adalah ayat
yang menjelaskan makhluk akan datang menjelang hari akhir, dan tiga ayat yang
memberitakan suatu kejadian yang akan terjadi namun hal ini sudah terlaksana
peristiwanya.
C. Ayat-ayat yang Terindikasi sebagai Mukjizat Pemberitaan Gaib Masa
Depan.
54
1. Berita Kemanangan Romawi dalam Qs. ar-Rûm[30] 1-7.
1. Alif laam Miim 2. telah dikalahkan bangsa Rumawi 3. di negeri yang
terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang 4. dalam
beberapa tahun lagi, bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka
menang). dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah
orang-orang yang beriman, 5. karena pertolongan Allah. Dia menolong
siapa yang dikehendakiNya. dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang. 6.
(sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi
janjinya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. 7. mereka hanya
mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka
tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.
2. Prediksi Kemenangan dalam Perang Badar Qs. al-Anfâl [8] 65-67.
Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang.
jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan
dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang
yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu
55
dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak
mengerti. sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah
mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu
seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua
ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar),
niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin
Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar. tidak patut, bagi seorang
Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di
muka bumi. kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah
menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.
3. Bukti Kebenaran Mimpi Rasulullah saw dalam Qs al Fath[48]:27.
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang
kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya
kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan
aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu
tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui
dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.
4. Prediksi keluarnya binatang melata yang terkandung dalam
Surat an-Naml[27] 82.
Dan apabila Perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis
binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa
Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.
5. Berita munculnya Ya’jûj dan Ma’jûj dalam surat al-Anbiyâ
[21]96.
56
Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya'juj dan Ma'juj, dan mereka
turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.
57
BAB IV
ANALISIS PEMAHAMAN AYAT YANG TERINDIKASI MUKJIZAT
GAIB PEMBERIRAHUAN MASA DEPAN
Al-Qur‟an mengabarkan tentang peristiwa pada masa yang akan datang
(al-Gaibî). Penggungkapan adanya berita-berita gaib dalam al-Qur‟an menjadi
bukti bahwa al-Qur‟an merupakan firman Allah dan bukan buatan manusia atau
Nabi Muhammad SAW sekalipun, seperti apa yang dituduhkan oleh orang-orang
orientalis. berikut ini akan disuguhkan perihal beberapa informasi gaib dalam al-
Qur‟an.
A. Penafsiran Ayat-ayat Prediksi Masa Depan (Telah Terbukti)
1. Berita Kemanangan Romawi dalam Qs. ar-Rûm[30] 1-7.
1. Alif laam Miim 2. telah dikalahkan bangsa Rumawi 3. di negeri yang
terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang 4. dalam
beberapa tahun lagi, bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka
menang). dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah
orang-orang yang beriman, 5. karena pertolongan Allah. Dia menolong
siapa yang dikehendakiNya. dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang. 6.
(sebagai) janji yang sebenarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi
janjinya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. 7. mereka hanya
mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka
tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.
58
Al-Ṯabbarî1 dalam kitab tafsirnya Jâmiʻ al-Bayân al Ta‟wil Ayi al-Qur‟an
2
ia menukil dari pendapat dan riwayat Ibnu Abbâs, dalam menafsirkan surat ar-
Rûm ayat 1-3. Maksud dari ayat ini adalah peristiwa peperangan antara Persia
dengan Romawi. Peperangan ini awalnya Persia mengalahkan Romawi, namun
setelah itu Romawi berhasil mengalahkan Persia. Ketika peristiwa itu Rasulullah
bertemu dengan orang-orang Musyrik Arab saat pasukan Romawi dan Persia
bertemu.3 Ayat ini melukiskan bahwasanya orang-orang mukmin bergembira
karena pertolongan Allah kepada mereka atas kemenangan melawan orang-orang
kafir Quraisy dan kemenangan Ahli kitab (Romawi) atas musyrik asing (Persia).4
1 Nama lengkapnya adalah Abû Jaʻfar Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin Katsîr bin
Ghâlîb al-Thabarî. Ia dilahirakan di Amol nama daerah di Ṯabaristan, pada tahun 224H/839. Lihat:
Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azazy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern,
(Ciputat:Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2011) cet, 1, h. 2. Ibnu Jarîr al-
Ṯabbari bisa dikatakan sebagai syaikhya para ulama tafsir. Terkenal sebagagi orang yang ahli
dalam berbagai disiplin keilmuan seperti fiqih, hadis, sastra, ahli dalam bahasa arab, juga pakar
dalam sejarahdan kisah masa lalu. Ṯabbarî Pada tahun 290 H-291H, kembali ke Ṯabaristan
kemudian ia mengajar di Baghdad sampai meninggal dunia pada hari Ahad bulan Syawal tahun
310H. dan dikebumikan dalam rumahnya sendiri dan tidak di pindahkan hingga sekarang. Lihat
juga: Maniʻ Abdul Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli
Tafsir. (Jakarta: Pt Grafindo Persada, 2006) h.67-68. 2
Kitab ini menafsirkan juz 30 atau seluruh ayat al-Qur‟an. sumber penafsiranya yaitu
Tafsir bil ma‟tsur untuk memperkuat kebenaran mutlak ilmu yang didasarkan pada sahabat
Rasulullah, para tabi‟in, dan riwayat-riwayat yang didudukung oleh warisan turun temurun dan
doktrin umum (dalil naql yang memadai) di mana keduanya merupakan satu-satunya ciri khas
kebenaran tafsir. Meletakkan consensus (ijma‟) umat dalam tafsir pada tingkatan tertinggi dengan
ini dia menyusun bentuk-bentuk penafsirannya yang dirawayatkan dari kalangan perawi
terpercaya, ayat demi ayat. Dia mensistermatisasikan sebagian satu dengan lainnya menurut
perbedaan isnad yang diriwayatkan olehnya, dari jalur tersebut. Menggunakan metode kritik yang
telah banyak digunakan di dunia Islam sejak masa awal pada silsilah rijal sanaf. Ketika sebuah
riwayat tidak dapat dipercaya, maka dia akan menjelaskannya apa adanya. Mencantumkan tentang
Qira‟at al-Qur‟an dari ber bagai macam modelnya. Lihat: Ignaz Goldziher, Mazhab Tafisr dari
aliran klasik hingga modern,terj: M. Alaika Salamullah, (Yogyakarta: e Elsaq press,2006), cet 3,
h. 112-116. Metode tafsir yang dipakai oleh al-Ṯabbarî adalah metode tahlîlî yaitu menjelaskan
segala aspek yang terkandung di dalamnya seperti kosa kata (susuanan kalimat), munasabah
(korelasi) antar ayat maupun antar surah, menjelaskan asbab-nuzul dan menggutip dalil-dalil dari
Rasulullah, dan menganilisis ayat al-Qur‟an dari berbagai bidang keilmuan. al-Ṯabbarî juga
menjelaskan ayat al-Qur‟an apabila terdapat perbeadaaan periwayat tentang makna dari suatu ayat
kemudaian ia menampilkan terlebih dahulu perbedaan itu, kemudian melakukan pentarjihan,
memilih yang pailing kuat terhadap pendapat yang ia kutip Lihat juga: Faizah Ali Syibromalisi dan
Jauhar Azazy, Membahas Kitab Tafsir, h. 7-16.
3 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,
(Lebanon: Dar al-Fikr, 1988), jilid 21, h. 16-17.
4 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an, h.
17.
59
Tidak jauh berbeda dengan al-Ṯabbarî, Al Qurthubî,5 dalam kitabnya Al-Jami‟ li
Ahkâm al-Qur‟an,6 menyatakan bahwa kemenangan Romawi merupakan
perwujudan atau pembuktian kebenaran janji Allah swt. Al Qurthubî
menerangkan awal ayat-ayat ini, sangat menarik perhatian kaum Muslim, karena
isi dari ayat-ayat ini adalah penyampaian berita kemenangan Byzantium sekian
tahun setelah kekalahannya itu.7 Dari konteks pembicaraan sebelum dan sesudah
yang dimaksud adalah kemenangan dan kekalahan itu, yang mencakup segala
sesuatunya. dengan demikian, hal ini merupakan hakikat yang ingin disampaikan
kepada seluruh kaum muslimin bahwa semua persoalan di bawah kendali dan
5 Nama aslinya adalah Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Anshâri al-Malikî al-
Qurṯubî. Beliau dilahirkan tahun 580H/1184 M. dilingkungan keluarga petani di Cordoba pada
masa kekuasaan Bani Muwahhidûn. Tidak banyak seumber yang menyebutkan secar eksplisit
tentang asal-usul keluarga al-Qurṯubi ini, dalam kitab thabaqât dan tarâjim hanya terdapat
keterangan sangat singkat mengenai biografinya. Lihat : Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar
Azazy, Membahas Kitab Tafsir, h.20. Mengenai sosok beliau ini, Syaikh Ad-Dzahabi mengatakan
“Dia adalah seorang imam yang memiliki ilmu yang luas dan mendalam. Dia memiliki sejumlah
karya yang sangat bermanfaat dan menunjukkan betapa luas pengetahuannya dan sempurna
kepandaiaannya”. Lihat Juga: Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar al-Qurṯubî, Al-
Jâmi‟ li Ahkâm al-Qur‟ân.Kitab ini di terjemah oleh Fathurrahman dkk. (Jakarta: Pustaka Azzam,
2007 Jilid 1), Muqaddimah.
6 Kitab tafsir ini sering disebut dengan tafsir al-Qurṯubî, hal ini dapat dipahami karena
tafsir ini adalah karya seorang yang mempunyai nisbah nama al-Qurṯubî atau bisa juga karena
dalam halaman sampul kitabnya sendiri tertulis judul, tafsir al-Qurṯubî al-Jâmî‟ li Ahkâm Al-
Qur‟an. Jadi, tidak sepenuhnya salah apabila seseorang menyebut tafsir ini dengan sebutan tafsir
al-Qurṯubî bila yang dimaksud adalah tafsir karya al-Qurṯubî tersebut. Judul lengkap tafsir ini
adalah al-Jâmî‟ li Ahkâm Al-Qur‟an wa al Mubayyin lima Tadammanah min al-Sunnah wa Ay al-
Furqan yang berarti kitab ini berisi himpunan hukum-hukum al-Quran dan penjelasan terhadap isi
kandungannya dari al-Sunnah dan ayat-ayat al-Quran. Dalam muqaddimahnya penamaan kitab ini
didahului dengan kalimat Sammaitu….(aku namakan). Dengan demikian dapat dipahami bahwa
judul tafsir ini adalah asli dari pengarangnya sendiri. Lihat al-Qurṯubî, Al-Jâmî‟ li Ahkâm al-
Qur‟ân. Terj: Fathurrahman dkk. (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007 Jilid 1) h. 120. Dalam buku
membahas kitab tafsir kaya faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, menarik kesimpulan bahwa
metode yang diterapkan al-Qurthubī dalam tafsirannya adalah metode Tahlîlî (menjelaskan ayat-
ayat al-Qur‟an dari berbagai seginya dengan memperhatiakan runtutan ayat-ayat al-Qur‟an
sebagaimana yang tercantum di dalam mushaf) Al-Qurṯubî menjelasakan dan memetakan
kandungan ayat-ayat al-Qur‟an dari berbagai seginya dengan menggunakan corak uraian mendetail
dari beberapa aspeknya seperti dari ilmu gramatika dan sastra Arab, ilmu asbab al-nuzul, dan
memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur‟an sebagaimana yang tercantum dalam mushaf, Akan
tetapi apabila ditelusuri lebih dalam, sebenarnya metode tafsirannya semi Mauḏû‟î, hal ini
dikarenakan dalam penafisrannya terhadap ayat-ayat hukum, al-Qurṯubî mengelompokkan ayat
hukum tertentu dalam satu tema. Lihat juga Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azazy, Membahas
Kitab Tafsir, h.26-27.
7 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an, terj: Fathurrahman (Jakarta: Pustaka Azzam,2009) Jilid 10, h.14.
60
kekuasaan Allah swt. Ada keterlibatannya melalui hukum-hukum sebab dan
akibat yang ditetapkannya atau dikenal dengan sunatullah dan juga tanpa melalui
hukum-hukum tersebut.8
Wahbah al-Zuhailî9 menfsirkan ayat1-6 dari ar-Rûm, Ayat di bawal surah
ini merupakan salah satu bukti kenabian sebab isinya berkenaan dengan
pemberitaan gaib terhadap suatu kejadian yang yang belum terjadi pada masa
yang akan datang.10
M. Quraish Shihab11
Awal surat al-Rûm ini mengandung dua pemberitaan
gaib. Yakni pertama kemenangan Byzantium atas Persia. Yang kedua
kemenangan kaum muslimin atas kaum musyrikin. menetapkan saat kemenangan
suatu bangsa yang sedang mengalami kekalahan, hampir tidak dapat diduga
apalagi dipastikan sebagaimana bunyi ayat diatas. Penentuan tentang hal itu tidak
dapat dilakukan kecuali oleh Allah swt.12
Allah adalah satu-satunya zat yang
memiliki kekuasaan yang menyeluruh dan pasti terlaksana, menang dan kalah
merupakan bagian dari Iradat dan Kudratnya. 13
8 M.Quraish shihab, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta:
Lentera Hati,2002), vol 11, h. 16.
9 Nama lengkapnya adalah Wahbah Ibnu Syeh Mustafa al-Zuhairi, lahir di Damaskus
Suriah, pada tahun 1932, ayahnya bernama Syekh Musthafa al-Zuhaili. Wahbah al-Zuhaili belajar
di Ibtidaiyah sampai Tsanawiyah di Damaskus, kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Syar‟ah
di Damaskus, lalu balajar di Fakultas Syar‟ah al-Azhar kemudian ia menjadi dosen tahun 1963.
Dia ahli dalama bidang ta fsir, fiqh dan Dirasat Islam. Wahbah Zuhaili merupakan seorang peneliti
dan ulama di Negeri Syam yang banyak melahirkan banyak karya-karya. Lihat: Muhammad al-
Ghazali al-Qur‟an di Zaman Kita: Mengaplikasikan Pesan KItab Suci dalam Konteks Masa Kini,
terj, Masykur Hakim. (Bandung:Penerbit Khazanah, 2008)cet 1,h. 43-44.
10 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,
Lebanon : Dar al-Fikr al-Muʻâsir) jilid 11, h. 44.
11 Nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab, ia adalah salah satu penafsir
yangh terkenal di Indonesia, Quraish Shihab dilahirkan di Rappang, Sulawesi Selatan pada tanggal
16 Februari 1944, meraraih gelar doctor dalam ilmu al-Qur‟an paa tahun 1982 di Universitas Al-
Azhar. Lihat: M. Quraish shihab, Wawasan al-Qur‟an. Bagian pengantar.
12 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan keseraisan al-Qur‟an, vol 11,
h. 9.
13 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir al-Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid,11. h. 52.
61
Keterangan dalam riwayat hadis tentang hal ini sebagaimana di riwayatkan
oleh Aṯiyah, ia berkata “aku bertanya kepada Abû Saʻîd al-Khuḏri lalu ia
menjawab “kami bersama Rasulullah saw bertemu dengan orang-orang Musyrik
Arab. Sedangkan Romawi bertemu dengan Persia. Allah menolong kami
menghadapi orang-orang musyrik Arab, dan Allah menolong Ahli kitab
mengahadapi orang-orang Majuzsi Persia. Kami bergembira atas pertolongan
Allah kepada kami dalam menghadapi orang-orang musyrik, dan kami juga
bergemembira atas pertolongan Allah kepada Ahli Kitab dalam melawan orang-
orang Majusi. Itulah makna ayat ke 4”.14
Kronologi ayat ini berkenaan dengan Abû Bakar dan ʻUbay bin Khalaf,
berikut keterangan tentang peristiwanya: Abû Bakar menemui orang-orang kafir
seraya berkata “kamu gembira karena saudara-saudaramu menang melawan
saudara-saudara kami? Janganlah kamu merasa senang, karena Allah tidak akan
membuatmu senang. Demi Allah, Ramawi akan mengalahkan Persia. Nabi kami
telah memberitahukan itu kepada kami. ʻUbay bin Khalaf lalu berdiri seraya
berkata, “engkau berdusta, wahai Abu Dudhail” Abu Bakar berkata, “engkau lebih
berdusta, wahai musuh Allah. Aku bertaruh denganmu dengan taruhan sepuluh
ekor unta yang masih muda: sepuluh ekor dariku dan sepuluh ekor darimu. Jika
Romawi mengalahkan Persia, maka aku yang menang, dan jika Persia
mengalahkan Romawi, anak engkau yang menang. Dalam tempo waktu tiga
tahun. Abu Bakar kemudian datang kepada Rasulullah saw untuk
memberitahukan tentang itu, Rasulullah saw bersabda “mengapa engaku
menyebutkan seperti itu, karena makna bid‟un adalah antara tiga hingga sembilan.
14 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,
h. 17.
62
Tambahanlah taruhan dan perpanjanhlah jangka waktu itu” Abu Bakar lalu pergi
menemui Ubay, maka Ubay berkata, “mungkin engkau menyesal? Abu Bakar
menjawab, “tidak, aku ingin menambah taruhan hingga seratus ekor unta muda,
dan tempo jangka waktu hingga sembilan tahun.” Ubay berkata aku setuju.15
Kemudian terdapat keterangan lain bahwa kemenangan Romawi
disebabkan karena Kisra (Persia) mengadu-domba dua patriot yang bersaudara.
sebagaimana yang di riwayatkan oleh Âṯa‟ al-Khurâsânî:
ʻAṯâ‟ al-Khurâsânî berkata Yahyâ biun Yaʻmur menceritakan kepadaku
menceritakan kepadaku, bahwa kaisar Romawi mengutus seorang laki-laki
bernama Qaṯmah bersama pasukan Romawi. Sedangkan Kisrâ mengutus
Syahrirâz. Keduanya bertemu di Adzri‟at dan Bushra, yaitu kota di Syam yang
paling denganmu. Pasukan Persia bertemu dengan pasukan Romawi, dan
pasukan Persia berhasil mengalahkan pasukan Romawi Orang-orang kafir
Quraisy merasa senang atas kemenangan persia itu, sedangkan kaum muslim
tidak senang dengan kekalahan bangsa Romawi. Allah kemudian mennurunkan
ayat 1-2. Ia kemudian menyebutkan kisah yang sama seperti kisah yang
disebutkan Ikrimah, dengan tambahan “Syahrirâz dan pasukkannya terus
menguasi mereka dan menghancurkan kota-kota mereka hingga sampai ke teluk.
Kisrâ lalu wafat dan berita kematian kisrâ sampai kepada mereka, maka
Syahrirâz dan pasukannya pun kalah, saat itu pasukan Romawi berhasil
mengalahkan dan membunuh mereka” ʻIkrimah berkata dalam kisahnya, “ketika
Persia mengalahkan Romawi, Farẖan duduk sambil minum, ia berkata kepada
pasukannya, „seakan-akan aku duduk si atas singgasana Kisrâ. Berita itu lalu
sampai kepada Kisrâ, maka Kisrâ menulis surat kepada Syahrîrâz, „jika suratku
ini sampai kepadamu, maka kirimkan Farẖan kepadaku‟. Syahrîrâz lalu
membalas surat Kisrâ, „wahai Raja, sesungguhnya engkau tidak akan menemukan
orang seperti Farẖan, ia mampu menumpas musuh, maka janganlah engkau
lakukan itu‟. Kisrâ membalas, „sesungguhnya ada banyak orang persia yang bisa
menggantikannya. Kirimkan segera Farẖan kepadaku, akan tetapi Syahrîrâz tidak
melaksanakan segera Farḥan kepadaku‟, akan tetapi Syahrîrâz tidak
melaksanakan perintah itu, maka Kisrâ murka sehingga ia mebngirim pembawa
surat kepada penduduk Persia, „Aku mencopot jabatan Syahrîrâz darimu, dan
posisinya digantikan oleh Farkhan‟. Kisra lalu menyerahkan kertas kecil kepada
pembawa surat bertuliskan, „jika Farhan melawan raja dan Syahrîrâz
(saudaranya) tunduk kepadanya, berikanlah ini kepadanya, Ketika Syahrîrâz
membaca itu, ia berkata, „ia berkata, „Aku siap melaksanakannya‟. Ia pun segera
turun dari singgasananya, sementara itu, Farẖan sedang duduk, saat surat kisra
diserahkan kepadanya, ia kemudian berkata, „bawalah Syahrîrâz kepadaku‟
15 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,
h.18.
63
Syahrîrâz lalu berkata, „janganlah engkau lakukan hingga aku menuluis
wasiatku‟ . Farẖan berkata Ya‟ Syahrîrâz lalu meminta alat tulis, dan diberikan
tiga helai kertas kepadanya, ia berkata. „tiga perintah seperti ini telah aku
kembalikan kepada kisra, sementara engkay ingin membunuhku hanya dengan
satu lembar surat? Surat itu lalu dikembalikan kepada Kisrâ. Syahrîrâz lalu
menulis surat kepada kaisar Romawi, aku ada keperluan denganmu, tidak dibawa
pembawa surat, temui aku hanya dengan membawa lima puluh orang Romawi,
dan aku akan menemuimu dengan membawa lima puluh orang persia, Kaisar
Romawi lalu membawa seribu lima ratus pasukan Romawi, dan di jalan ia
pasang mata-mata, karena ia takut Syahrîrâz melakukan tipuan terhadapnya.
Hingga mat-matanya melaporkan bahwa Syahrubraz hanya membawa lima puluh
orang pasukan. Syahrîrâz hanya membawa lima puluh orang pasukan, Syahrîrâz
hanya membawa lima puluh pasukan, Syahrîrâz dan Kaisar Romawi bertemu di
dalam kemah, masing-masing membawa pisau, kemudian mereka berdua
memanggil dua penerjemah, Syahrîrâz berkata yang menghancurkan kota-kotamu
adalah aku dan saudaraku, dengan tipu muslihat dan keberanian kami. Akan
tetapi Kisra menghianati kami, ia ingin agar aku membunuh saudaraku, akan
tetapi aku tidak mau melaksanakan itu. Kemudian kisrâ memerintahkan
saudaraku untuk membunuhku, sekarang kami berdua telah melepaskan diri dari
kisra. Kami akan berperang melawan Kisra bersamamu. Kaisar Romawi lalu
berkata „sungguh apa yang kamu lakukan itu benar‟. Masing-masing mereka lalu
memberikan isyarat bahwa rahasia ini hanya antara mereka berdua karena jika
lebih dari dua, maka rahasia akan tersebar, mereka berdua kemudian membunuh
dua penerjemah itu dengan pisau masing-masing. Allah membinaskan kisrâ.16
Berita ini sampai kepada Rasulullah saw pada peristiwa perjanjian
Hudaibiyah, maka kaum muslim yang sedang bersama Rasulullah saw merasa
gembira dan bahagia.17
Kegembiraan dan kebahagiaan kaum muslimin saat
terjadinya kemenangan Romawi atas Persia, disebabkan bangsa Romawi secara
umum adalah ahli kitab sehingga mereka lebih dekat kepada orang-orang mukmin
dibanding kaum Majusi. Hal ini dinyatakan dalam ayat al-Qur‟an.18
16 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,
h.18-19.
17 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,
h. 19.
18 Wahbah al-Zuhailî, Tafsir al-Munîr, fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid 11, h. 52-
53.
64
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras
permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang
Yahudi dan orang-orang musyrik. dan Sesungguhnya kamu dapati yang paling
dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang
yang berkata: "Sesungguhnya Kami ini orang Nasrani". yang demikian itu
disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat
pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena Sesungguhnya mereka tidak
menymbongkan diri.
M. Quraish Shihab menyatakan “ayat ini menginformasikan tentang
kemenangan setelah kekalahan itu, seakan-akan ayat ini memberi pernyataan
kepada kaum musyrikin janganlah bergembira dengan kemenangan Persia dan
jangan juga mengejek nabi dan kaum muslimin karena itu hanya kemenangan
sementara sebentar lagi Persia akan dikalahkan, Ayat ini tidak bermaksud
memberikan informasi tentang kekalahan Romawi karena telah diketahui oleh
semua pihak.”19
Selanjutnya al-Ṯabbarî menafisirkan tentang ف أدن األرض di negeri yang
terdekat, Ibnu ʻAbbâs menafsirkan ayat ini maksudnya adalah di ujung negeri
Syam. أدن makna lafdz tersebut adalah lebih dekat, dari wazan افعل dari lafdz الذى
yang artinya dekat.20
Wahbah al-Zuhailî menjelaskan lebih lanjut maksud dari ayat ini, saat itu
tentara Persia berhasil mengalahkan tentara Romawi di daerah kekuasaan Romawi
yang paling dekat dengan dekat ke negeri Arab yaitu di pinggir negeri Syam,
antara Yordania dan Palestina, menurut pendapat Muqatil atau menurut pendapat
19 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, vol. 11,
h.11.
20 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,
h. 19.
65
Mujahid di daerah al-Jazira. Pendapat terakhir adalah yang lebih tepat. Pasukan
Romawi selanjutnya akan mengalahkan pasukan persia dalam jangka waktu
beberapa tahun ke depan. (antara tiga hingga sepuluh tahun) Dari tanggal
terjadinya perang pertama, demikian hari-hari kami pergilirkan diantara
manusia.21
Wahbah menjelaskan ayat-ayat awal pada surat ini turun saat Raja Persia
bernama Sabur menaklukan negeri Syam dan negeri-negeri yang berada di bawah
kekuasaannya, yaitu al-Jazirah dan daerah-daerah di ujung kearajaan Romawi,
akibatnya Heraklius, kaisar Romawi, menjadi terdesak. Tentara Persia bahkan
sampai ke Konstantinopel yang selanjutnya dikepung dalam waktu yang cukup
lama, akan tetapi, akhirnya Heraklius berhasil merebut kembali kerajaannya. Hal
itu terjadi pada tahun 627 M, yaitu setelah beberapa tahun dari turunnya surah al-
Rūm(622 M) yang pada saat itu Heraklius berhasil menorehkan kemenangan
mutlak bagi Romawi atas Persia. Kejadian ini berlangsung di daerah Nainawa, di
pinggiran Sungai Tirgis. Kekalahan itu menyebabkan Persia mengakhiri
pengepungannya terhadap Konstatinopel dan tidak lama kemudian Kisra Abrawes
pun menemui ajalnya pada tahun 628 M di tangan anaknya bernama Syirweih.
Romawi dan Persia menang menguasai dunia pada saat itu. Persia berkuasa di
timur, sedangkan Romawi di barat. Keduanya seringkali berebut kekuasaan atas
negeri Syam dan lainnya. Seluruh urusan, (lillahi amru) baik sebelum maupun
sesudahnya. Dengan demikian, kemenangan satu kerajaan dari yang lain terjadi
21
Wahbah al-Zuhailî, Tafsir al-Munîr, fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid 11, h. 51.
66
atas ketetapan dan kehendak Allah, Dialah yang memutuskan hal-hal yang terjadi
di kalangan mahluknya, sesuai kehendaknya.22
Oleh karena itu, kemenangan tidak selalu berdasarkan kekuatan materil dan
kekuatan sendiri, tetapi kekuatan hanyalah salah satu sarana meraih kemenangan.
Sementara pada akhirnya yang menjadi penentu adalah kehendak Allah swt dan
takdirnya. Ada kalanya seseorang yang lemah mengalahkan yang kuat atau yang
sedikit mengalahkan yang banyak. Allah menolong siapa yang dikendaki-Nya
dari musuh-musuhnya. dia maha berkehendak, Maha kuat yang tidak terkalahkan
yang Maha Membalas perbuatan musuh-musuhnya, dengan bantuan kekuatan dan
kekuasaan Nya yang Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin
sehingga ia tidak membiarkan yang kuat menguasai yang lemah, sebagaimana dia
tidak menyegerakan balasan terhadap dosa-dosa, seperti yang disebutkan dalam
firmannya:23
Dan kalau Sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya,
niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk
yang melatapun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka,
sampai waktu yang tertentu; Maka apabila datang ajal mereka, Maka
Sesungguhnya Allah adalah Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.
Ayat ke 6 وعد اهلل اليلف اهلل وعده ولكن أكث ر الناس الي علمون Allah telah berjanji
bahwa Persia akan dikalahkan setelah sebelumnya Persia mengalahkan Romawi.
Lafadz وعد اهلل dibaca Manshub karena Mashdar dalam ayat, ن ب عد غلبهم وىم م dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. “ seakan-akan Allah سي غلبون
berfirman “Allah menjanjikan itu kepada orang-orang muknin sebagai sebuah
janji” Firmannya اليلف اهلل وعده “Allah tidak akan menyalahi janji-Nya”
maksudnya adalah Allah memenuhi janji-Nya kepada orang-orang mukmin,
22
Wahbah al-Zuhailî, Tafsir al-Munîr, fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid 11, h. 51-
52.
23 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,
h. 22.
67
bangsa Romawi akan mengalahkan Persia. س الي علمون ولكن أكث ر النا maksudnya
adalah akan tetapi sebagian besar orang Quraisy mendustkan bahwa Allah akan
menunaikan janji-Nya kepada orang-orang mukmin bahwa Romawi pasti akan
mengalahkan Persia, mereka tidak mengetahui bahwa janji Allah pasti terlaksana,
karena tidak ada ingkar janji dalam janji Allah. Orang yang mendustkan hakikat
berita dari Allah, bahwa Romawi pasti mengalahkan Persia, hanya mengetahui
kehidupan dunia dari lahirnya, juga tentang pengaturan kehidupan mereka, apa
yang baik bagi mereka, begitu juga tentang perkara akhirat mereka, mereka tidak
akan selamat dari hukuman Allah sebab, mereka termasuk orang-orang yang
lalai, tidak mau memikirkan semua itu.24
Maksud dari mereka hanya mengetahui kehidupan di dunia, Wahbah
menerangkan, mayoritas manusia terlebih lagi orang kafir, menguasai dengan
baik hal yang berkaitan dengan urusan duniawi memililki ilmu yang ẕahir tentang
dunia dan ilmu-ilmu materi seperti pengaturan hidup (perdagangan dan lain-
lainnya) akan tetapi mereka kebanyakan lalai akan akhirat karena menyepelekan
masalah agama, seakan-akan mereka orang yang tidak berpikir dan merenung,
tidak melihat ke masa depan dan nasib yang akan menunggu mereka, yaitu berupa
kenikmatan yang kekal.25
Imam Wahidi berpendapat, untuk mengetahui tafsir suatu ayat al-Qur‟an
tidak mungkin bisa tanpa mengetahui latar belakang peristiwa dan kejadian di
turunkannya. Keterangan tentang peristiwa ditutnunya ayat merupakan jalan yang
kuat dalan memahami arti dan makna al-Qur‟an.26
Maka dari itu, penulis
berinisiatif mencantumkan Asbab al-Nuzul ayat ini dari buku yang memuat sebab-
24 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,
h. 22. 25
Wahbah al-Zuhailî, Tafsir al-Munîr, fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid 11, h. 53-
54.
26 A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman al-Qur‟an Surat al-Baqarah-Al-
Nâs, (Jakarta:PT Grafindo Persada,2002) cet 1 h. vii (kata pengantar)
68
sebab turunnya ayat, dan sebab turunnya ayat ini Para ahli tafsir berkata bahwa
Kaisar Persi mengirim pasukan pada bangsa Romawi (Timur yang berpusat di
Konstantinopel). Kedua bangsa itu berperang dan kali ini kemenangan ada di
pihak Persi, sedangkan Romawi mengalami kekalahan. Tersiarnya berita
kekalahan pasukan Romawi ini, membuat Nabi dan para sahabat gelisah dan
berduka cita. Sementara kaum musyrik Mekkah bergembira atas kemenangan
Persia. Mereka mengatakan kepada kaum muslim bahwa sahabat kami (Persi)
telah mengalahkan Romawi yang merupakan sahabatmu. Oleh sebab itu, jika
kamu sampai memerangi kami, maka kami akan membantai dan mengalahkanmu.
Lalu Allah menurunkan ayat: “Alif Lâm Mîm..... hingga ayat ke-5.” Telah
dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan dan mereka sesudah
dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bahi Allah-lah urusan
sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa
Romawi) itu, bergembiralah orang-orang beriman, karena pertolongan Allah. Dia
menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Penyayang. Ismâ‟îl bin Ibrâhîm al-Wa‟iz memberitahu kami, ia berkata,
Muhammad bin Ahmad bin Hamîd al-Aṯar memberitahu kami, ia berkata, Ahmad
bin al-Husain bin „Abd al-Jabbâr memberitahu kepada kami, ia berkata, al-Hârîṡt
bin Syuraih memberitahu kami, ia berkata, al-Mu‟tamir bin Sulaimân
memberitahu kami, dari ayahnya, dari al-A‟masy, dari Aṯiyah al-Aufi, dari Abî
Sa‟id al-Khuẕrî, ia berkata, bahwa pada Perang Badar, bangsa Romawi dapat
mengalahkan Persi. Maka orang-orang mukmin merasa bangga dan bergembira
atas kemenangan bangsa Romawi itu. Lalu turunlah ayat, “Alif Lâm Mîm.....
hingga ayat ke-5.” Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan
69
mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). Bagi
Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari
(kemenangan Bangsa Romawi) itu bergmbiralah orang-orang yang beriman,
karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah
Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang”.27
Penulis berkesimpulan dalam penafsiran-penafsiran para mufasir diatas,
bahwasanya dalam penafsiran ayat ini, mengenai apa yang hendak disampaikan
bahwasanya al-Qur‟an adalah kalam Allah, hanya Dialah yang mengetahui hal-hal
yang gaib di langit dan di bumi. Seperti bangsa Rûm yang awalnya kalah dan
tidak mungkin memenangkan peperangan sehingga para kaum kafir Quraish
mengejek kaum muslimin, yang ketika itu, memang kaum Quraish membela dan
senang atas kemenangan bangsa Persia dikarenakan mereka mempunyai aliran
kepercayaan yang sama yaitu menyembah berhala, sedangakan kaum muslimin
saat peristiwa kekalahan bangsa Rûm merasa bersedih hati karena mereka
membela dan mendukung bangsa Rûm yang notabennya beragama Nasrani yaitu
sama-sama percaya kepada Tuhan dan memiliki Kitab Suci sebagai pedoman
meskipun berbeda kitab sucinya. Berdasarkan penjelasan para mufasir diatas,
untuk menghibur hati kaum muslimin, Allah menurunkan beberapa ayat dari awal
surat al-Rûm, yang terkandung informasi dari Allah bahwa akan dimenangkan
bangsa Romawi dalam beberapa tahun yang akan datang, serta kemenangan kaum
muslimin dalam peperangan. Demikianlah pemberitaan terhadap kejadian gaib
dan akan terjadi di masa depan disebutkan jelas, hal ini merupakan suatu mukjizat
27Al-Wahid al-Naisburî, Asbâb al-Nuzûl, terj. Moh. Syamsi, Asbaabun Nuzul: Sebab-
sebab Turunnya Ayat-ayat al-Qur‟an (Surabaya: Amelia, 2014), h. 549-550.
70
yang sangat nyata. Kejadian itu ternyata benar-benar terwujud persisi seperti yang
diberitakan al-Qur‟an.
2. Prediksi Kemenangan dalam Perang Badar Qs. al-Anfâl [8] 65-67.
Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang.
jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan
dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang
yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu
dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak
mengerti. sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah
mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu
seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua
ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar),
niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin
Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar. tidak patut, bagi seorang
Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di
muka bumi. kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah
menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.
Pada ayat ini al-Ṯabbarî berpendapat, bahwa Allah berfirman dengan gaya
bahasa perintah saat menerangkan kepada Nabi-Nya, Muhammad yang intinya
Allah menyuruh agar nabi memberi semangat kepada kaum muslimin yang
memerangi orang kafir yang membangkang.28 Al-Qurṯubî lafalz kalimat حرض
menurutnya makanya adalah dorong dan bakarlah semangat mereka, Kata المؤمنن
28 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmîʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,
(Beîrût Lebanon :Dâr al Fikr) Jilid 10, h. 437.
71
ini memiliki makna yang satu dengan ب وواصب وواظ : حارض على األمر وأكب (mendorong atas sesuatu perkara) sedangkan الارض artinya orang yang benar-
benar hampir celaka.29
Orang-orang kafir sangat mengandalkan kekuatan fisik dan persenjataan
mereka, akan tetapi hati mereka gersang dari cahaya Allah, sehingga menjadi
orang yang pengecut dan lemah. Sementara itu, orang-orang muslim selalu
meminta bantuan kepada Tuhan mereka dengan doa dan perendahan diri, sehingga
mendapat cahaya dan pentunjuk dari Allah, maka hatinya akan kuat dan
semangatnya tidak akan selalu kuat dan semangatnya tidak akan pernah padam.
Dengan demikian ketika maju ke medan perang dengan jiwa yang tidak mengenal
kata menyerah.30
Sedangkan menurut Quraish mengenai ayat ini ia berpendapat bahwa
supaya tidak timbul kesan atau dugaan bahwa cukup berpangku tangan kerena
adanya janji pembelaan Allah swt. atau tidak perlu lagi ada usaha setelah
menyerahkan urusan kepada Allah. Keberhasilan orang-orang mukmin yang sabar
itu sehingga dapat mengalahkan mereka, disebabkan karena kaum musyrikin tidak
tahu makna hidup, dan makna perjuangan. Menurutnya ayat ini menampik kesan
itu dengan memerintahkan Nabi Muhammad agar mengobarkan semangat para
mukmin untuk berperang.31
Pada ayat نكم يكن إن مائ ت ن ي غلبوا صابرون عشرون م “jika ada dua puluh
orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus
29 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an,terj: Muhyiddin Mas Rida dan Muhammad Rana Mengala, (Jakarta: Pustakan
Azzam, 2009) jilid 8, h.101.
30 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,
Lebanon : Dar al-Fikr al-Muʻâsir) jilid 5, h.404.
31 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an
(Ciputat:Lentera Hati,2006) vol 5, h. 493.
72
orang musuh. Dalam ayat ini juga di jelaskan berita Allah “jika diantara mereka
ada dua puluh orang laki-laki yang sabar ketika menghadapi musuh, dan mereka
bisa mempertahankan diri serta tidak mundur dari musuh itu, maka mereka akan
mampu mengalahkan dua ratus orang musuh”.32
Qurṯubî menerangkan dalam ayat
ini mempunyai lafadz yang mengandung janji bersyarat, sebab maknanya dalah
jika dua puluh orang di antara kalian bersabar, niscaya mereka dapat mengalahkan
dua ratus orang musuh.33
Jika mereka ada seratus maka mereka bisa mengalahkan seribu orang. ثؤهن
”disebabkan orang kafir itu adalah kaum yang tidak mengerti“ لىم اليفمهىى
Maksunya karena orang musyrik berperang dengan mengharapkan pahala dari-
Nya. Mereka tidak paham bahwa Allah mengabulkan permintaan orang-orang
yang berperang di jalan-Nya dan demi menggapai yang Allah janjikan kepada
para mujahidin. Sementara orang-orang kafir tidak bisa teguh berperang karena
mereka takut terbunuh, sehingga apa yang mereka peroleh di dunia bisa hilang
seketika. ف الئان ia menafsirkan kelemahan itu فاضع فيكم أن وعلم عنكم اهلل خف
adalah satu orang yang beriman tidak lagi sanggup mengahadapi sepuluh orang
musuh, dan lanjutannya كن هبئخ صبثرح yaitu sabar ketika berhadapan فإى يكي ه
dengan musuh yakni pantang mundur, يغلجىا هبئتيي dua ratus orang dari pihak
musuh.34
Wahbah al-Zuhailî menjelaskan jika ada dalam barisanmu dua puluh orang
yang sabar dan tegas di posisi mereka maka dengan keimanan, kesabaran, dan
pemahaman mereka, mereka akan mengalahkan dua ratus orang kafir yang tidak
memliki ketiga sifat tersebut. Karena itulah Allah berfirman di akhir surat tersebut
yakni penyebab kekalahan orang-orang kafir itu adalah karena بأن هم ق وم ال ي فقهون
32 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,
(Beîrût Lebanon :Dâr al Fikr) Jilid 10, h. 437.
33 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an, jilid 8, h.101.
34 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmîʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-
Qur‟an,jilid 10, h.437.
73
mereka orang-orang kafir itu adalah karena mereka orang-orang bodoh yang tidak
mengerti dan memahami hikmah sebuah peperangan. Mereka berperang hanya
dengan tujuan menjadi lebih unggul dan disegani, disamping itu, mereka juga
tidak percaya dengan hari kebangkitan dan hari pembalasan. berbeda dengan
kaum mukminin yang berperang karena membuktikan penghambaan diri terhadap
Allah swt, serta untuk meninggikan Asma Allah dengan memperbaiki aqidah
manusia, menyucikan mereka dari penyembahan terhadap berhala, dan
menghiasai diri dengan akhlak yang baik.35
Menurut penafisran M. Quraish Shihab, maksud dari orang-orang kafir
tidak mnegerti adalah mereka tidak memahami makna hidup sebagai perjuangan,
tidak mengamalkan tuntunan-tuntunan Ilahi. Persatuan dan kesatuan adalah salah
satu tujuan utama keberagaman. Tetapi ia hanya dapat terjadi bila semua pihak
berpegang pada nilai-nilai Ilahi. Bila semua pihak berperang pada nilai ilahi, dan
tanpa itu persatuan akan bersifat semu walau disertai dengan keuntungan materi
sebanyak mungkin, Kekuatan mental dan kepercayaan kepada Allah swt
merupakan kekuatan yang sangat ampuh melebihi kecanggihan senjata dan
sejumlah personil.36
Kemudian al-Ṯabbarî menafsirkan ayat بئخ صبثرح كن ه يغلجىا هبئتيي فإى يكي ه
Meski bentuk kalimatnya afirmatif (berita) tapi, makananya berbentuk perintah.
Hal ini ditunjukkan oleh kalimat الئبى خفف هللا عكن Sebuah keringanan tidak akan
diberikan kecuali sebelumnya ada beban yang diwajibkan. Jika keharusan tak
perlu memberi keringanan setelah itu, sebab keringanan yang diberikan adalah
35 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,
Lebanon : Dar al-Fikr al-Muʻâsir) jilid 5, h 408-409.
36 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, vol 5,
h. 493.
74
seorang muslim boleh mundur bila harus berhadapan dengan sepuluh orang
musuh.37
Pengertian tentang makna hidup di sertai kesabaran dan ketabahan
melahirkan kekuatan yang jauh melebihi kekuatan. Seperti diketahui sebelumnya
pasukan Islam dalam perang badar dapat menewaskan 70 pasukan kaum
musyrikikn, dan memeperoleh harta rampasan, serta berhasil menawan 70 tokoh-
tokoh orang musyirikin, mereka memohon untuk dibebaskan dengan membayar
tebusan dengan janji tidak memerangi Rasulullah saw. Menghadapi kasus ini
Rasulullah bermusyawaroh dengan para sahabatnya. Dengan demikian ketetapan
satu banding sepuluh adalah hukum dasar perbandingan seseorang mukmin
dengan kafir jika terjadi pertempuran, karena memang bisa saja sekelompok kecil
yang terlatih baik, bermental baja, serta mengetahui medan dan siasat perang,
mengalahkan kelompok besar,ini dibuktikan dalam banyak peristiwa, sedang ayat
ini “satu berbanding dua” merupakan keringanan bila ada faktor yang
melemahkan kaum muslimin, atau kaum muslimin benar-benar dalam keadaan
lemah.38
Sayyid Quṯb39
dalam menafisrkan ayat ini, jauh berbeda bahkan terkesan
ekstrim jika dibandingkan dengan para mufasir yang telah penulis sebutkan diatas,
37 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,,
jilid 10, h.449.
38 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, vol, 5,
h.498.
39 Nama lengkap Sayyid Quṯb adalah Ibrâhîm Husaîn Syâdzilî, lahir di Maisyah salah satu
wilayah Profinsi Asyut, di daratan tinggi Mesir. Beliau lahir pada tanggal 9 Oktober 1906. Lihat
skripsi, Leni Nuraeni, Imbalan Ceramah Agama Kajian Penafsiran Qs-al-Baqarah [2]: 41.
Meneurut Ibnu Katsîr dan Sayyid Quṯb. h.23. Sayyid Quṯb adalah salah satu tokoh dari gerakan
Ikhwanul Muslimin yang didirikan Hasan al-Banna. ia adalah seorang alim dan pemikir
cemerlang yang sulit dicari bandingannya. Karyanya yang terkenal adaah kitab tafsir Fi Ẕilal al-
Qur‟an Lihat Mannaʻ al Qattân, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an, terj: Aunur Rafiq, h. 464., ia
meresapi keindahan al-Qur‟an dan mampu mengungkapkan perasaanya dalam tafisranya ini. tafsir
ini mempunyai metodologi jenis tahlilî yaitu penafsir menjelaskan kandungan ayat-ayat al Qur‟an
dari seluruh aspeknya dang mengikuti urutan ayat-ayat sebagiamana yag terdapat dalam mushaf.
75
hal tersebut tidak mengherankan jika dilihat dari corak tafsir yang ia miliki yaitu
corak harakah atau pergerakan, karena ayat ini mengandung tentang pergerakan.
Sehingga ia memberikan penafsiran Jihad adalah farḏu bagi kaum Muslimin,
sekalipun jumlah musuh mereka berlipat ganda dari jumlah mereka, mereka pasti
mendapatkan pertolongan untuk mengalahkan musuh-musuh mereka, dan bahwa
satu orang muslim itu setara dengan sepuluh orang musuh, dan setara dengan dua
orang musuh dalam kondisi paling lemah, dengan demikian, kewajiban jihad
tidakn menunggu kesetaraan kekuatan lahiriah antara orang mukmin dan orang
musyrikin, kaum mukminin cukup mempersiapkan kekuatan semampu mereka,
percaya kepada janji Allah, tegar dalam peperangan, dan sabar menghadapinya,
sedangkan selebihnya diserahkan kepada Allah, hal itu dikarenakan mereka
memiliki kekuatan lain di luar kekuatan material lahiriah.40
كن ألف بثريي وإى يكي ه هع الص وهللا يغلجىا ألفيي ثإرى هللا dua ribu orang musuh
dengan pertolongan Allah kepada mereka sehingga mereka bisa mengalahkan
musuh. Dengan sabar menghadapi musuh, yang juga mereka itu merupakan
musuh Allah, semua itu hanya mengharap pahala dari Allah lantaran kesabaran
tersebut, serta hanya berharap pertolongan dari Allah.41
Wahbah al-Zuhailî menegaskan sesungguhnya Allah mengurus segala
sesuatu yang merisaukan hati karena dari pihak mereka jumlahnya sedikit dan dari
pihak lawan pasukaannya banyak, Allah menegasakan akan ada pertolongan dan
kemenangan bagi orang-orang beriman, akan tetapi Allah juga mengingatkan agar
Rasulullah tetap harus memotivasi pasukan mukminin agar beriman dan
40 Sayyid Quṯb, fi Ẕilalil al-Qur‟an, terj: Aunur Rafiq Shaleh Tahmid dan Bahrun Abu
bakar, (Jakarta: Robbani Press, 2004). jilid 5, h.829.
41 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-
Qur‟an,jilid 12, h.440.
76
berperang, Allah akan menolong dengan catatan kaum mukminin mengorbankan
segenap jiwa, raga dan harta mereka dalam perjuangan.42
Ayat tersebut mengandung janji dari Allah dan kabar gembira bahwa jika
ada beberapa orang saja yang mau bersabar niscaya mereka akan mampu
mengalahkan orang-orang kafir yang jumlahnya sepuluh kali lipat dari jumlah
mereka dengan bantuan dari Allah swt. Perintah Allah agar seorang muslim
bertahan di hadapan sepuluh orang kafir adalah di awal-awal Islam ketika kaum
muslimin sedikit sehingga mereka dituntut dengan aksi-aksi yang berat dengan
bertahan melawan sepuluh orang musuh. Namun, ketika kaum muslimin sudah
semakin banyak, mereka hanya dituntut dengan sesuatu yang mudah yaitu seorang
mukmin mesti bertahan menghadapi dua orang musuh. Kekuatan dan kehendak
dari Allah. Allah selalu bersama orang-orang yang sabar dengan bantuan dan
penjagaan-Nya.43
Menurut Sayyid Quṯb di dalam hubungan inilah sejarah manusia berjalan,
sejarahnya terbentiuk dari kekuatan dan kelemahan dalam entitasnya, dari takwa
dan hidayah, dari pertemuan dengan alam gaib dan alam nyata dan interaksi
bersama unsur-unsur materi dari alam semsesta dan kekuatan spiritual dan dari
interaksi bersama takdir Allah pada akhirnya.44
Kemudian pada ayat selanjutnya al-Qurṯubî menjelaskan peristiwa setelah
perang Badar berakhir dan ada pengambilan tebusan yang kemudian Rasulullah
42 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid 5, h.409.
43
Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid 5, h.409.
44 Sayyid Quṯb, fi Zhilalil al-Qur‟a, jilid 5, h.820.
77
mendapat teguran dari Allah swt. Teguran dan kecaman tersebut diturunkan akibat
adanya orang yang megusulkan kepada Rasulullah untuk mengambil tebusan.45
Teguran kepada Rasulullah saw dikarenakan beliau tidak mencegah
perbuatan tersebut ketika beliau melihatnya dari tempat komando. Ketika itu
Sa‟ad bin Mu‟adz, Umar bin Khaththab, dan Abdullah bin Rawahah, mereka tidak
setuju dengan mengambil tebusan tersebut, sementara pada saat itu Rasulullah
sibuk mengomandoi perang dan menurunkan bantuan, dan akhirnya beliau pun
tidak melarang membiarkan hidup kaum laki-laki pada waktu perang. Karena itu,
Allah menegur dengan menurunkan ayat ini.46
Peristiwa badar merupakan peristiwa yang sangat berkesan bagi para tokoh
kafir Quraisy dan harta mereka, dan sebab pembunuhan, perbudakan, dan
pemilikan. Seharusnya mereka menunggu wahyu dan tidak mengambil keputusan
secara terburu-buru. Ketika mereka mengambil keputusan secara terburu-buru dan
tidak menunggu turunnya wahyu, mereka pun mendapat teguran tersebut.47
45 Abu Zamil berkata: Ibnu Abbas ra berkata, “ketika mereka menawan beberapa
tawanan, Rasulullah saw bersabda kepada Abu Bakar dan Umar, „apa usul kalian tentang para
tawanan ini?. Abu Bakar berkata “wahai Rasulullah mereka adalah anak-anak paman dan
keluarga. Aku mengusulkan engkau mengambil tebusan dari mereka. Hal itu pasti akan menjadi
kekuatan bagi kita untuk melawan orang-orang kafir, dan semoga Allah memberi petunjuk kepada
mereka gar bersedia memeluk Islam‟. Rasulullah saw lalu bersabda, apa usulmu, hai umar bin
Khaththab”? Umar berkat, Tidak demi Allah, wahai Rasulullah, Aku tidak sependapat dengan
Abu bakar, Aku mengusulkan agar engkau mengizinkan kami untuk mememnggal leher mereka.
Engkau mengizinkan Ali memenggal leher Uqail, dan engkau mengizinkan aku memenggal fulan
yang senasab dengan Umar, sebab mereka para tokoh kafir‟ setelah menedengar kedua usulan
tersebut, Rasulullah saw ternyata lebih memilih usul Abu Bakar. Keesokan harinya aku datang,
dan ternyata saat itu RAsulullah saw dan Abu bakar sedang duduk sambil menangis. Aku pun
bertanya,‟ wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku kenapa engakau dan sahabat engkau
menangis? Jika pantas untuk ditangisi maka aku pasti ikut menangis, dan jika maka aku akan
menangis karena tangisan kalian‟ Rasulullah bersabda „aku menangis karena usulan yang
dikemukakkan kepadaku oleh para sahabtmu untuk menggambil tebusan. Sungguh, telah
diperlihatkan kepadaku adzab mereka lebih dekat dari pada pohon ini‟. maksudnya sebuah pohon
yang berbeda sangat dekat dengan Rasulullah saw. Setelah itu Allah menurunkan surat al-Anfāl
ayat 67-69. 46
Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an, h. 104.
47 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an,,h.110.
78
Umar mengusulkan agar semua tawanan dibunuh dengan alasan mereka
adalah musuh dan tokoh-tokoh musyrikin yang menyimpan dendam, niat untuk
menyerang balik kaum muslimin, hal ini tidak diketahui kecualai oleh Allah
sehingga sebenarya usul umar dinilai baik dan tepat, dari sini menjadai sangat
wajar bila ada kecamaan yang ditunjukkan kepada para pengusul itu melalui ayat
ini.48
Sementara itu, Sayyid Quṯb dalam masalah pengambilan harta rampasan
dan tawanan perang menurutnya para rasul dan pengikut-pengikut mereka tidak
layak memiliki tawanan kecuali setelah mereka melumpuhkan musuh di muka
bumi dan unggul di atas mereka. Pada saat itulah, tidak ada salahnya mengambil
tawanan dan meminta tebusan, adapun sebelum itu, pembunuhan di medan perang
itu lebih baik dan lebih bermanfaat. Serta harta rampasan yang diperoleh dari
kekayaan orang-orang musyrik hukumnya halal bagi kaum muslimin.
Sebagaimana mereka halal mengambil tebusan atas tawanan setelah mereka
melumpuhkan kekuatan musuh di muka bumi, berkuasa, mencabut akar kekuatan
musuh dan mengahancurkannya. Kemudian tawanan di tengah pasukan Islam
harus didorong untuk memeluk Islam dengan Janji Allah bahwa dia pasti memberi
yang lebih baik daripada harta rampasan dan tebusan yang diambil dari mereka.
Disamping itu, mereka juga harus diberi peringatan agar tidak berkhianat, dengan
ancaman siksa dari Allah yang memberi mereka kekuasaan pada awal mulanya.49
Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan
adalah salah satu di antara sekian hikmah yang terkandung dalam Al Qur‟an. Sisi
keajaibannya yang memberitakan terlebih dahulu sejumlah peristiwa yang akan
48 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, vol, 5,
h.500. 49
Sayyid Quṯb, fi Zilalil al-Qur‟ân, jilid 5, h.830.
79
terjadi di masa mendatang merupakan bukti akan kenyataan bahwa al-Qur‟an
adalah kalam Allah, Yang pengetahuan-Nya tak terbatas. Penulis berkesimpulan
dari penafsiran di atas bahwasanya Allah memberi informasi tentang kemenangan
yang akan diperoleh dari pihak kaum muslimin, yang juga disertai informasi lain
tentangnya yang tidak mungkin dapat diketahui oleh masyarakat di zaman itu.dan
pada saatnya menjadi sebuah kebenaran fakta sejarah yang tidak dapat disangkal
oleh siapapun juga tentang kemenangan tentara kaum muslimin ketika perang
Badar, kemenangan ini tidak lain karena berkat bantuan dari Allah serta hasil dari
ketaatan dan kesabaran dari kaum muslimin.
Kemenangan yang sungguh diluar nalar manusia, sebagaimana yang telah
diketahui bersama, bahwasanya jumlah tentara kaum musyrikin sebanyak 1000
orang yang dipimpin oleh Abus Sufyan, yang berkuda sebanyak 100 orang lebih
dan yang berkendara unta sebanyak 700 orang, serta 12 oranf dari pimpinan
Quraisy yang diserahi tugas untuk memberikan makanan dan minuman kepada
semua tentara, yang membawa bendera adalah Sâʻib bin Jâzid. Adapun tentara
Islam berjumlah 313 oang yang terdiri atas sahabat Muhajirin berjumlah 82 orang
dan Sahabat Anshar 231 orang. Pasukan muslimin dipimpin oleh Rasulullah saw
sendiri. Terdapat dua orang berkendara unta, bendera Islam dibawa oleh Mush‟ab
bin Umar.50
Perang badar dimenangkan oleh pasukan tentara kaum muslimin yang
ketika itu, pasukannya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan tentara kaum kafir
Quraish.
50 Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, (Jakarta:Gema Insani
Press,2001) jilid 2, h. 2-3.
80
3. Bukti Kebenaran Mimpi Rasulullah saw dalam Qs al Fath[48]:27.
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang
kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya
kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan
aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu
tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui
dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.
Wahbah az-Zuhailî menjelaskan. لمذ صذق هللا رسىله Allah membenarkan
mimpi Rasul-Nya, maksudnya dengan membenarkan bahwa mimpi tersebut ada
dan akan terjadi dengan pembenaran, yakni dengang tujuan yang shahih dan
hikmah yang agung. Bukan mimpi-mimpi yang tidak jelas, ثبلحك adalah qasam
(sumpah), bisa bersumpah demi yang haq (lawan dari batil), atau bisa juga
bersupah demi al-Haq (Asma Allah swt) dan لتذخلي kata ini berkedudukan
sebagaimana jawab qasam, dan إى شآء هللا penggantungan janji kepada kehendak
ilahi, penyebutan kalimat ini bertujuan untuk menagajari para hamba. هحلميي
ريي التخبفىى .dalam keadaan mencukur seluruh rambut dari rambutnya رءوسكن وهمص
sedang kalian tidak takut selamanya. فعلن هبلن تعلوىا Allah mengetahui apa yang
tidak kalian ketahui berupa hikmah penundaan tersebut yaitu dengan memasuki
kota Mekah. فتحب لريجب Allah memberikan kemenangan, yaitu penaklukan khaibar,
dan setelah itu, terbuktilah mimpi Rasulullah saw. sebelum memasuki Masjidil
Haram atau peristiwa Fathu Makkah.51
51 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,
Lebanon: Dar al-Fikr) jilid,15, h. 200-201.
81
Penafsiran al-Qurṯubî tentang mimpi nabi menurutnya mimpi itu tidak
dibatasi waktu, dan bahwa beliau akan masuk (ke dalam kota Makkah)
Diriwayatkan bahwa mimpi itu terjadi di Hudaibiyah, dan mimpi para nabi adalah
sebuah kebenaran. Perlu diketahui juga bahwa mimpi merupakan salah satu
bentuk wahyu yang diberikan kepada para nabi.52
Allah mengetahui kebaikan dan kemaslahatan di balik penundaan masuk
ke Masjid al-Haram, masuk ke dalam Masjid al-Haram merupakan sesuatu yang
akan terjadi di masa yang akan datang, ketika itu Rasulullah saw kembali dari
Hudaibiyah, beliau kemudian berangkat menuju Khaibar dan menaklukannya, lalu
kembali ke Madinah dengan membawa harta yang banyak. Beliau juga mendapati
persiapan dan kekuatan yang berkali-kali lipat dibanding apa yang ada pada tahun
penandatanganan perjanjian Hudaibiyah, dengan itu Rasulullah beserta
kaummnya mempunyai bekal berupa perlengkapan, kekuatan dan persiapan yang
matang.53
Selanjutnya, Rasulullah saw memberitahukan hal itu kepada para
sahabatnya, sehingga mereka pun bersuka cita, Namun setelah itu, masuk ke
dalam masjidil Haram itu tertunda pada tahun dimana mereka diberikan janji itu,
sehingga hal itu pun menyakiti mereka dan menjadi sesuatu yang berat bagi
manusia. Kemudian Rasulullah berdamai dengan orang-orang kafir Makkah dan
kembali ke Madinah. Pada Tahun berikutnya, barulah Allah memberikan izin
52 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an, jilid 16,h.749.
53 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an, jilid 16, h.752.
82
kepada mereka untuk masuk ke dalam masjidil Haram. Dimana dalam hal ini
Allah menurunkan ayat ءامنن اهلل شآء إن الرام المسجد لتدخلن .54
Allah mengisahkan apa yang ada dalam mimpi Rasulullah itu di abadikan
dalam al-Qur’an. Setelah mengkonfirmasi kebenaran takwil mimpi beliau dan
adanya orang yang prasangka tidak baik, selanjutnya Allah berfirman فعلن هبلن تعلوىا
Allah mengetahui sesuatu yang tidak kalian ketahui berupa hikmah dan masalah
penundaan al Fath (fath al-Makkah) sampai tahun depan. Sebelum al-Fath, Allah
swt memberi kalian al-Fath yang akan terjadi dalam waktu dekat, fath al Khaibar
(penaklukan tanah khaibar).55
Allah mempertegas kebenaran mimpi tersebut dengan membenarkan
Rasulullah saw dalam segala hal, maka Allah swt mengutus beliau sebagai Rasul
yang membawa petunjuk dan agama yang haq: yaitu agama Islam, supaya dia
memenangkan agama yang lain, cukuplah Allah swt sebagai saksi yang Adil dan
benar untuk Rasulnya atas keabsahan kenabian beliau berdasarkan berbagai
mukjizat, sebagai saksi yang Adil dan Benar bahwa Rasul dari sisi-Nya dan
memenangkan agama-Nya atas seluruh agama-agama yang lain.56
Mimpi para nabi adalah haq tanpa ada keraguan, namun, waktu mimpi
tersebut menjadi kenyataan, itu adalah pengetahuan Allah swt, bukan pengetahuan
Allah swt, bukan pengetahuan manusia, Informasi mengenai mimpi bahwa beliau
dan para sahabar akan memasuki Masjidil Haram, belaiau tidak menyinggung
waktunya secara persis, Namun para sahabat memahami bahwa hal itu akan
54 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an,jilid 16, h. 751.
55 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj,Jilid 15, h.202.
56
Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj,jilid 15, h.202
83
terhadi pada tahun Hudaibiyah dan fath al-Makkah, sebab, dia akan memberikan
kemenangan yang lain, yaitu penaklukan Khaibar.57
Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu„ فجعل هي دوى رلك فتحب لريجب
ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat‟ Maksudnya
tanpa mimpi Rasulullah, yaitu kemenangan dalam menakhlukan Khaibar,
demikianlah pendapat yang ditemukan oleh Ibnu Zaid dan Al-Dhahak. Sebuah
fakta kemenangan dengan banyaknya umat manusia berbondong-bondong masuk
Islam, pada saat itu jumlah kaum muslim pada tahun kesepakatan Hudaibiyah
adalah seribu empat ratus orang. Sedangkan jumlah mereka setelah kesepakatan
Hudaibiyah, yaitu pada tahun ke-8 Hijriyah berjumlah sepuluh ribu orang.58
رين رءوسكم ملقن ومقص dengan mencukur rambut kepala atau
mengguntingnya. At-Thahlîq (mencukur) dan At-Tasqhîr (menggunting)
semuanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki. Oleh karena itu mudzakar
mendominasi Mu’anats. Dalam hal ini perlu diketahui bahwasanya mencukur
untuk laki-laki dan menggunting rambut itu bagi kaum perempuan. Mengenai
masalah ini telah dijelsakan dalam tafisrannya pada surah al-Baqarah, ayat 196.59
Sedangkan penafsiran Sayyid Quṯb mengenai ayat ini adalah berita
gembira yang pertama ialah pembenaran mimpi Rasulullah, dan semuanya satu
tahun kemudian, masuknya kaum muslimin di Masjidil Haram dengan aman dan
kepala mereka dalam keadaan digunting atau dicukur setalah melakukan rukun
haji atau umrah, dan takluknya kota Makkah dan kemenangan agma Allah atas
agama lainnya. Menurut Sayyid Quṯb maksud Allah menangguhkan terjadinya
kabar dari mimpi Rasulullah adalah bertujuan untuk mendidik kaum muslimin
57 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj,Jilid 15, h.203.
58
Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an, jilid 16,h. 753.
59 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an, jilid 16, h.,752.
84
berprinsip kepada kehendak Allah sebab Allah lah yang menginformasikannya,
dan agar keimanan mengendap dalam kalbu manusia, al-Qur‟an juga menekankan
konsep ini, meneguhkan kebenaran, Allah tidak akan menyalahi janji seperti pada
ayat ini yang mengandung janji Allah, yang kemudian terealisasi janji-Nya.60
Janji Allah senantiasa menjadi kenyataan dan terbukti dalam aspek politik
yang nyata sebelum melewati 50 tahun sejak kenabian Muhammad saw. Agama
ini senantiasa mengungguli hakikat seluruh agama, bahkan, menjadi satu-satunya
agama yang tersisa, yang mampu bekerja dan menjadi pelopor dalam segala
kondisi.61
Berdasarkan penjelasan beberpa penafsiran di atas dapat disimpulkan
bahwa Sesungguhnya Allah telah membuktikan kepada Rasul-Nya tentang
kebenaran mimpinya untuk memasuki Masjidil Haram, Menurut Ibnu Sirrin
mimpi yang benar ialah gambaran yang benar menurut akal bathiniah, yang
mengungkapkan kebenaran yang mengungkapkan kebenaran yang kokoh, yang
tersimpan dalam benak, yang bahasanya benar, dan yang menunjukkan aneka
makna yang konsisten.
Kemudian ia juga menjelaskan jenis-jenis mimpi nabi yaitu mimpi yang
benar dan menjadi kenyataan. Mimpi ini menginformasikan kebenaran. Mimpi
demikian merupakan bagian dari kenabian seperti Allah abadikan dalam surat al-
Fath 27. Mimpi benar ini terbagi dua yang pertama adalah mimpi yang transparan,
jelas, nyata, dan kata-katanya menerangkan kenyataan. Sehingga tidak
memerlukan penjelasan dan penakwilan seperti mimpi Ibrahim menyembelih
60 Sayyid Quṯb, Fi-Dzilalil Qur‟an, terj: Aunur Rafiq (Jakarta: Gema Insani Press,2004)
Jilid 26, h.400.
61 Sayyid Quṯb, Fi-Dzilalil Qur‟an, Jilid 26, h. 402.
85
putranya dan mimpi Rasulullah memasuki Masjid Haram dengan aman, dan yang
kedua adalah mimpi yang tersembunyi, tersamar dan mengandung hikmah serta
perbandingan. Jenis ini memerlukan penafsiran mimpi yang dialami oleh Yusuf.62
Al-Qur‟an meneyebutkan beberapa kejadian yang akan terjadi dan
sungguh ia telah terjadi. Di antaranya Allah telah mengabarkan dalam firman-Nya
al Fath 27. Ayat ini berhubungan dengan kejadian yang akan datang dan ternyata
sebagaimana telah disebutkan al-Qur‟an, peristiwa itu benar-benar terjadi. Kita
juga bisa menemukan kemukjizatan al-Qur‟an atas pengabaran rentetan peristiwa
yang akan terjadi pada zaman Rasulullah lebih tepatnya saat awal turunnya al-
Qur‟an, peristiwa yang akan terjadi di masa mendatang. Ayat ke-27 dari surat Al
Fath, misalnya, memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman bahwa
mereka akan menaklukkan Mekah, dalam penafsiran ayat ini juga dapat kita
pahami bahwasanya Allah menginformasikan adanya kemenangan lain yang akan
terjadi sebelum kemenangan Mekah, sebagaimana yang telah dikemukakan dalam
penafsiran di atas, kaum mukmin terlebih dahulu menaklukkan Benteng Khaibar,
dan kemudian memasuki Mekah.
B. Penafsiran Ayat-ayat Prediksi Masa Depan (Belum Terbukti)
1. Prediksi keluarnya binatang melata yang terkandung dalam Surat
an-Naml[27] 82.
Ayat ini menunjukkan al-Qur‟an sebagai Mukjizat, sekaligus sebagai
peringatan dengan menginformasikan akan kehadiran binatang melata yang dapat
berbicara, beserta peristiwa-peristiwa pembuka terjadinya hari kiamat berikut
ulasan dari penafsiran klasik maupun penafsiran kontemporer.
62 Muhammad Ibnu Sirrin, Tafsir Mimpi menurut al-Qur‟an dan as-Sunnah. Terj :
Syihabuddin, Asep Sopian. (Jakarta:Gema Insani Press,2004) cet 1, h. 11.
86
Dan apabila Perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis
binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa
Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.
Ulama berselisih pendapat tentang lafadz القول وقع dan tentang دآبة.
Qatadah mengatakan bahwa عليهم القول وقع “perkataan telah jatuh atas mereka”
adalah marah Allah swt wajib atas mereka. Sedangkan Mujahid وجب الغضب عليهم
berkata م ل يؤم م بأن نونحق القول علي “yakni, benarlah perkataan terhadap mereka
bahwa mereka tidak beriman. Kemudian Ibnu Umar Ra dan Abu Sa‟id al Khudri
Ra berpendapat “jika tidak menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari
kejahatan, wajiblah kemarahanm Tuhan kepadanya.63
Kata القول وقع dipahami oleh banyak ulama sebagai saat dekatnya
kedatangan hari kiamat. Bentuk kata kerja masa lampau di sini mengandung
makna kedatangan atau kehampiran, serupa dengan ucapan لذ لبهت الصالح yang
secara harfiah berarti telah dilaksanakan shalat, padahal ketika itu baru segera
akan dilaksanakan. Penamaan kiamat sebagai qaul yang secara harfiah berarti
perkataan atau ucapan sebagai Isyarat bahwa ketika itu, jika ada yang berbicara,
maka bahan pembicaraan dan ucapannnya hanya persoalan kiamat itu.64
Quraish mengartikan ayat ini dan apabila telah jatuh perkataan atas
mereka dengan apabila masa kedatangan hari kiamat yang sangat dekat. kami
keluarkan sebagai tanda kedatangan buat mereka Dâbbah yakni binatang melata
atau manusia dari bumi yang akan berbicara kepada mereka antara lain
mengatakan bahwa sesungguhnya manusia dalam hal ini yang durhaka terhadap
63 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an,terj: Muhyidin Mas Rida dan Muhammad Rama Mengala (Jakarta: Pustaka
Azzam,2009) , jilid 13, h.593.
64 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an
(Jakarta:Lentera Hati,2002) cet 1, vol 10, h. 277.
87
tanda-tanda ke-Esa‟an dan ke-Kuasaan kami yang terbaca dan terhampar di alam
raya.65
Dalam ayat ini terdapat kata yang cukup menarik perhatian penafsir, kata
yang menarik perhatian ini adalah „dâbbah‟ menurut al-Qurṯubî maksud dari
dâbbah itu sendiri adalah anak unta Nabi Salih as, pendapat ini berdasarkan
diriwayatkan Abû Dâwûd al-Ṯayalisî di dalam Musnadnya dari Huzaifah, dia
berkata:
Rasulullah saw bercerita tentang dābbah dan beliau bersabda “Bagi
tanda-tanda kiamat ada tiga kemunculan: yang pertama keluar dari ujung sebuah
padang sahara tetapi beritanya tidak sampai ke negeri maksudnya Makkah.
Kemudian vakum dalam beberapa lama. Setelah itu keluar yang lebih kecil dari
sebelumnya, dan beritanya memnyebar ke padang sahara hingga ke negeri, yakni
kota Makkah.” Kemudian Rasulullah saw bersabda, “ketika orang-orang sedang
berada di masjid yang paling agung bagi Allah swt, bagi-Nya hak menjaga
kebaikannya, dan paling Mulia di sisinya yakni Masjid al-Haram, tiba-tiba saja
tanpa ada yang menggiring hewan tersebut telah bersuara gaduh (targhu) di
antara rukun (sudut Ka‟bah) dan Maqam kepalanya. Melihat itu, orang-orang
secara bersamaan lari berpencar dan terpisah-pisah. Kedatangan hewan tersebut
telah mengokohkan kelompok orang-orang beriman. Orang-orang beriman itu
mengetahui bahwa Allah swt tidak akan melemah mereka. Hewan atau makhluk
itu memulai dengan orang-orang beriman. Yakni mengusap wajahnya dan
menjadi bersih dan bersinar sekaan bintang yang berkilau. Hewan tersebut
berkuasa di bumi, tidak ada yang bisa mencarinya dan tidak ada yang selamat
yang lari darinya. Orang-orang berlindung darinya dengan menegakkan shalat.
Hewan tersebut bebaur dengan orang-orang dalam urusan harta dan turut serta
dalam aktifitas kehidupan mereka, hingga dikenal dengan jelas mana orang-
orang beriman dan mana orang-orang kafir, sehingga seorang yang beriman
dapat berkata kepada orang kafir, „hai kafir berikanlah hakku‟66
Pendapat ini juga sebagaimana yang di riwayatkan oleh Hafshah binti
Sirin ia berkata „saya bertanya kepada Abu Al Aliyah tentang Firman Allah swt
pada ayat ini, dia menjawab: Allah swt mewahyukan kepada Nuh as.‟
Pendapatnya ini didasarkan pada firman Allah Qs. Hûd [11]:36.
65 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an vol 10,
h. 278
66 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an,terj: Muhyidin Mas Rida dan Muhammad Rama Mengala (Jakarta: Pustaka
Azzam,2009) , jilid 13, h.596.
88
Dann diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan
beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja),
Dan seakan di wajah saya ada penutup dan kemudian terbuka.67
An-Nuhas
sependapat dengan alasan ini, ia berkata manusia semua diuji dan siksa mereka
ditunda hingga akhir hayat, karena di antara mereka terdapat orang-orang yang
beriman dan shalih. Bagi siapa yang diketahui-Nya akan bertaubat dan beriman,
maka Allah swt menunda kehidupan mereka dan kita diperintahkan untuk
mengambil upeti darinya. Jika fase ini berakhir, maka tetaplah perkataan atas
mereka. Maka, mereka seperti kaum Nabi Nuh ketika Allah swt.68
M. Quraish Shihab menafsirkan kata dâbbah dari segi bahasa berarti
semua binatang yang memiliki nyawa, berakal, atau tidak berakal, laki-laki atau
jantan atau perempuan atau betina ia termabil dari kata دة dabba yang berarti
berjalan perlahan. Namun kata dabbah biasannya digunakan untuk menunjuk
kepada binatang berkaki empat. Seperti dikemukan diatas kata dhabah dari segi
bahas dapat mencakup manusia, atas dasar itu maka memahaminya dalam arti
manusia.69
Tim penyususn Tafsir al Muntakhab mengemukakan dua arti bila kata
dābbah diartikan manusia. Pertama apabila kepastian bahwa orang-orang kafir
akan mendapat siksa telah datang, mereka akan didatangi sekelompok orang
beriman, yang berjalan melaui lembah atau daratan hingga mengoncangkan
orang-orang kafir dan memprakporandakan bangunannya kedua dâbbah adalah
67 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an, jilid 13, h. 594. 68
Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an, jilid 13, h. 595.
69 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an vol 10,
h. 278.
89
manusia durhaka yang karena kebodohannya dipersamakan dengan binatang
melata. Ketika itu artinya hari kiamat hampir tiba, bumi akan dipenuhi oleh
kejahatan dan kerusakan, dan terjadilah peristiwa kiamat yang didustakan oleh
orang kafir itu. Peristiwa dan kenyataan itulah yang dimaksud dengan kata qaul
bukan ucapan sebgaiamana pengertian harfiahnya. Kalau yang dimaksud adalah
manusia, maka pembicaraanua sebagaiamana lakaknya manusia, dan Apabila
binatang yang berbicara maka pembicaraannya adalah seusatu yang bersifat supra
rasional.70
Terjadi perselisihan pendapat diantara ulama dalam menentukan dâbbah
tentang sifatnya dan bagiamana ciri-cirinya dan bagaimana binatang ini keluar?,71
Seperti Abdullah bin Umar yang berpendapat, “keluar dari bukit Shafa di Makkah.
Merangkak naik ke atasnya lalu muncul keluar” Abdullah bin ʻUmar juga berkata
semisalnya kalau saya mau menginjakkan kakinya di tempat dimana dâbbah kelak
keluar, maka akan saya lakukan. Sedangkan Hudzaifah Ra. Dia meriwayatkan:
keluar tiga jenis makhluk. Pertama, makhluk yang keluar dan berkelana di
sejumlah padang Sahara lalu vakum kedua makhluk yang keluar dari sejumlah
negeri menanti para pembesar negeri hingga banyak pertumpahan darah, ketiga,
70 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an vol 10,
h. 278-279
71 Diriwayatakan bahwa hewan (makhluk) tersebut yang berbulu halus, berkaki dan
penjangnya 60 hasta. Riwayat lain menlasakan Al-Jassāsah, bertubuh seperti layaknya manusia.
Panjangnya hingga menyentuh awan dan kakinya di bumi/ ini pendapat Abdullah bin Ibnu Umar
dan penjelasan dari riwayat Ats-Tsa‟labi dan Mawardi menyebutkan, “kepalanya kepala kerbau.
Matanya mata babi. Tanduknya tanduk rusa. Lehernya leher burung unta. Daadanya dada singga.
Warna tubuhnya warna macan tutul. Pinggangnya pinggang kucing. Ekornya ekor domba jantan.
Kaki-kaki unta, antara satu ruas dengan ruas yang lain panjang 12 hasta. Lihat Abu „Abdillâh
Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li Ahkâm al-Qur‟an,terj:
Muhyidin Mas Rida dan Muhammad Rama Mengala (Jakarta: Pustaka Azzam,2009) , jilid 13, h.
595.
90
makhluk yang keluar dari tempat yang paling mulia dan agung yakni Masjid al-
Haram.72
Banyak riwayat yang menjelaskan di mana ia akan keluar, ada yang
berpendapat tempat keluarnya di masjid Kuffah dari lubang Tannur-Nya (tempat
pembakaran) Nûh. Dan Abû Qubail, Abdullah bin ʻAmr berkomentar ia akan
memberi tanda dengan kakinya di bumi Ṯâ‟îf dan disini keluar dâbbah yang kelak
akan berbicara kepada manusia.73
Al-Qurthubî menjelaskan penafsiran kalimat ini berhungan dengan di
angkatnya al-Qur‟an dari dunia ini sebagaimana riwayat Abdullah bin Mas‟ud ra.
ن. قال عبد وقال عبد اللو بن مسعود: وقع القول يكون بوت العلماء، وذىاب العلم، ورفع القرآي رفع، قالوا ىذه المصاحف ت رفع فكيف با ف صدور الرجال؟ اللو: أكثروا تلوة القرآن ق بل أن
الاىلية قال: يسرى عليو ليل ف يصبحون منو ق فرا، وي نسون ال إلو إال اللو، وي قعون ف ق ول ن ي قع القول عليهم وأشعارىم، وذلك ح
“Perkataan telah jatuh atas mereka maknanya adalah dengan kematian
para ulama dan diangkatnya al-Qur‟an. Perbanyaklah membaca al-Qur‟an
sebelum al-Qur‟an diangkat” para sahabatnya bertanya, “mushaf ini bisa
diangkat, lalu bagaimana dengan yang ada pada dada-dada orang?
Abdullah menjawab. malamnya mudah baginya mengapalnya, esok
pagianya dia lupa kembali. Bahkan mereka lupa kalimat Laa Illaha illa
Allah. Mereka justru hapal perkataan orang-orang jahil yang hapal sya‟ir-
sya‟ir mereka, dan iu terjadi saat „perkataan telah jatuh atas mereka‟.74
Terlepas dari ciri-ciri dâbbah, Sayyid Quṯb berkomentar bahwa cukuplah
kita berhenti pada teks keluarnya dâbbah pada ayat ini, memang banyak
ditemukan dalam sekian hadis sebagian di antranya tidak sampai pada tingkat
derajat sahih, menurutnya, kita tidak perlu menghiraukan terlalu dalam mengenai
sifat-sifatnya, apalah artinya jika panjangnya 60 hasta, berjenggot, atau kepalanya
72 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an, jilid 13, h. 595.
73 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an,, jilid 13,h.599.
74 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an, jilid 13, h. 593.
91
kepala kerbau, telinga-telingga gajah lehernya leher burung unta, dadanya seperti
singa, warna kulitnya seperti hartimau pinggangnya pinggang kucing ekornya
ekor kambing dan kakinya kaki unta, atau aneka gambaran atau sifat lainnya.
Esensi yang hendak disamapaikan oleh ayat ini adalah mengisyaratkan bahwa
keluarnya binatang itu adalah merupakan pemberitahuan mengenai salah satu
tanda dekatnya kiamat, dan telah berakhir masa di mana taubat telah ditututup.75
Ketika masa pintu taubat telah ditutup Allah menetapkan sesuai dengan
keadaan masing-masing. karena itulah Allah mengeluarkan dâbbah yang berbicara
kepada manusia. Memang segala macam dâbbah tidak dapat berbicara, atau tidak
dimengerti oleh manusia, tetapi ketika itu manusia akan memahami dan
mengetahui bahwa itulah peristiwa luar biasa yang menunjukkan dekatnya
Kiamat, sedang sebelum ini mereka tidak memepercayai ayat-ayat Allah, tidak
juga membenarkan adanya hari pembalasan.76
Wahbah az-Zuhailî juga menafsirakan ayat ini dan menjelasa kannya
bahwa Allah mengeluarkan binatang melata menjelang hari kiamat tiba sebagai
peringatan kepada manusia yang mendustakan ayat-ayatnya, demikian ini
merupakan adzab bagi manusia yang telah rusak moralnya. Tidak menjalankan
perintah Allah, dan mengganti agama yang haq dengan agama yang bathil.
Sebagian tanda-tanda hari kiamat dan peristiwa-peristiwa yang mengiringi
kedatangannya, keluarnya binatang melata dari bumi dan pengumpulan orang-
orang ẕalim yang mendustakan ayat-ayat Allah dan para rasul di hadapan Allah.77
75 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilalil Qur‟an, terj M. Misbah dan Aunur Rafiq Shaleh Tahmid,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2009) cet 1, jilid 9, h. 13.
76 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilalil Qur‟an,jili 9, h. 13.
77
Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,
Lebanon: Dar al-Fikr) Jilid 10,h. 390-391.
92
M. Quraish Shihab juga menegaskan bahwa pada akhirnya setiap muslim
harus percaya tentang adanya sesuatu yang dinamai dengan dâbbah yang akan
dimunculkan Allah menjelang hari akhir sebagai tanda akan berakhirnya
kehidupan di dunia ini. Binatang ini akan “berbicara” dengan satu cara yang
akan tidak akan ketahui bagaimana caranya dan bahasa apa, kalau dia binatang
maka boleh jadi dengan bahasa seperti bahasa burung dan semut yang dipahami
oleh Nabi Sulaimân as, atau boleh jadi juga dengan bahasa yang telah dikenal oleh
manusia selama ini. Apalagi jika yang dimaksud dengan dâbbah adalah manusia.
Semua itu tidak dapat kita pastikan. Kita juga tidak tahu bahkan tidak perlu
mengikuti sementara ulama yang membahas kapan dan dimana ia akan muncul
demikian juga bentuk dan sifatnya.78
Berdasarkan penafsiran beberapa mufasir klasik dan kontemporer, penulis
menyimpulkan manusia memiliki keterbatasan cakrawala dan akal manusia
terbatas pada pengetahuan tentang suatu hal tertentu, terlalu banyak yang manusia
yang tidak diketahuinya, salah satunya tidak bisa memprediksi dengan pasti hal-
hal gaib di masa selanjutnya. Manusia tidak mengetahui masa depan, hanya
membayangkan dan merencanakannaya saja, dan tentunya manusia wajib
bertawakkal kepada Allah, ia memerlukan Allah untuk melihat hal-hal di
kemudian hari, Allah dengan segala zat-Nya yang Agung telah berfirman dalam
ayat-ayat al-Qur‟an mengenai hal-hal gaib, seraya menjelaskan membatasi
pengetahuan tentangnya, hal ini berarti menegaskan sesungguhnya pemberitaan
gaib itu hanya Dia yang tau segala perinciannya, selain itu sebagi pembuktikan
bahwasanya al-Qur‟an benar-benar kalam Allah, bukan buatan Nabi Muhammad
78 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an vol 10,
h. 280.
93
sebagaimana yang telah dituduhkan kaum orientalis79
untuk menyerang al-Qur‟an,
Inilah bukti kemukjizatan al-Qur‟an dari aspek pemberitaan gaib.
Hal Gaib merupakan kekhususan ilmu Allah, akan tetapi Dia memberikan
kabar melalui firmannya, seperti apa yang hendak disampaikan oleh ayat ini yang
menginformasikan tentang akan keluarnya binatang melata yang dapat berbicara,
akan terjadi saat kondisi manusia sudah rusak dan meninggalkan perintah-perintah
Allah swt dan mengganti agama Islam yang benar dengan agama sesat yang lain.
Lalu keluar binatang melata yang akan berbicara kepada manusia yang pada
umumya semua binatang tidak berbicara dan tidak pula berakal, agar manusia
menggetahui bahwa hal itu merupakan tanda kebesaran yang datang dari sisi
Allah swt. Al-Qur‟an telah mengingatkan pentingnya mengamati fenemona ini
dan menjadikan bukti kekuasaan-Nya.
Konteks iman tidak berguna dimaksudkan bahwa seseorang yang beriman
sebelum adanya hewan melata yang dapat berbicara keluar, beriman tetapi tdak
berbuat kebajikan dengan imannya. Kata dâbbah disebutkan dalam surat an-Naml
dan berikut redaksi yang dijelaskan dalam al-Qur‟an sebagai berikut:
Bila dipahami kata dâbbah menggambarkan akibat ulah manusia, dengan
tidak meyakini bahkan mendustakan ayat-ayat al-Qur‟an yang menjadikan
hilangnya pedoman hidup. Bukti bahwa kata ini digunakan bukan untuk arti yang
sebenarnya adalah kata tukalimuhum kata ini tidak mungkin binatang melata
berbicara kepada manusia, Adapun hakikat kata ini adalah kata lain yang
memiliki kesamaan sifat dengannya, kata dâbbbah memiliki sifat bergerak, maka
sebagai contohnya adalah kata gerakan, karena kedua kata ini sama-sama
79 Orientalisme adalah suatu paham atau penelitian studi yang mempelajari dan
menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan bangsa-bangsa timur beserta lingkungan dan
peradabannya
94
bergerak. Seperti halnya kata “berbicara” memiliki sifat “menyuarakan” yang
mengacu kepada makna hakiki berbicara karenea merujuk kepada bentuk fi‟il
mudhari (bentuk kepada waktu sekarang atau yang akan datang tukalimuhum
rujukan makna berbicara kepada bentuk fi‟il mudhari‟nya) Mengisyaratkan
adanya peristiwa yang akan terjadi sebelum hari kiamat tiba, yang merupakan
tanda-tanda besar kiamat.
2. Berita munculnya Ya’jûj dan Ma’jûj dalam surat al-Anbiyâ [21]96.
Surat al-Anbiyâ‟ ayat 96 menginformasikan tentang kehadiran Ya‟jûj dan
Ma‟jûj yakni merajalelanya kebejatan, adalah petanda dekatnya hari kiamat.80
Allah berfirman dalam (Q.S Anbiyâ‟ 96)
Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya'juj dan Ma'juj, dan mereka
turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi.
Maksud dari Ya‟jûj dan Ma‟jûj disini menurut al-Ṯabbarî merupakan
tanda kehancuran dunia, dekatanya hari kiamat, mereka adalah dua umat yang
telah ditimbun, dan pernyataan tersebut berdasarkan hadis yang menjelaskan cara
keluarnya, apa yang mereka lakukan setalah keluar, asal mulanya, keturunanya.
ciri-ciri, jumlahnya, beserta keterangan Allah akan membinasakan Ya‟jûj dan
Ma‟jûj dari muka bumi.81
Pada ayat terdapat berbeda panakwilan dari
ahli Tafsir, ada yang mengatakan mereka keluar dari setiap tempat yang mereka
dikubur di dalam bumi. Maksudnya adalah pengumpulan manusia ke padang
80 M. Quraish Shihab, Al-Lubab makna tujuan dan pelajaran dari surah-surah al-Qur‟an
(Tanggerang:Lentera Hati, 2012)cet 1, h. 471-472 .
81 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,
(Lebanon: Dar al-Fikr, 1988), jilid,17. h. 87-89.
95
mahsyar pada Hari Kiamat.82
Riwayat hadis sebagai pendukung atas pendapat ini
adalah sebagai berikut.83
حدثين ممد بن عمرو، قال: ثنا أبو عاصم، قال: ثنا عيسى، وحدثين الارث، قال: ثنا السن، عن ابن أيب جنيح، عن جماىد، ف قولو )من كل حدب ي نسلون( قال: مجع
الناس من كل مكان جاءوا منو يوم القيامة، فهو حدب. Muhammad bin Amrû menceritakan kepadaku, ia berkata: Abû ʻAâsim
menceritakan kepada kami, al-Hârits menceritakan kepadaku, ia berkata;
al-Hasan menceritakan kepada kami ia berkata: Warqa‟ menceritakan
kepda kami, semuanya dari Ibnu Abî Najîh, dari Mujâhid, tentang firman
Allah tersebut, dia berkata “seluruh manusia dari setiap tempat pada hari
kiamat, dan itulah yang dimaksud .
حدثنا القاسم، قال: ثنا السن، قال: ثىن حجاج، عن ابن جريح )وىم من كل حدب ي نسلون( ، قال ابن جريج: قال جماىد: مجع الناس من كل حدب من مكان جاءوا منو يوم
القيامة فهو حدب. Al-Qâsim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Husain
menceritakan kepada kami, ia berkata: Hajjâj menceritakan kepadaku
dari Ibnu Juaraij, dari Mujahid, tentang firman Allah pada ayat tersebut
ia berkata berkumpulnya manusia dari setiap tempat yang mana mereka
datang pada hari kiamat dan itulah yang dimaksud .
Selain penjelasan di atas terdapat pendapat yang lain mengenai maksud
dari penggalan ayat ini ( ) ditafsirkan sebagai Ya‟jûj
dan Ma‟jûj. Salah satu yang berpendapat demikian adalah Muhammad bin Basyr.
Dengan alasan bahwa dalam ayat ini terdapat lafadz هن yang merupakan kiasan
bagi nama-nama mereka-mereka. Sebagaimana riwayat berikut ini.
سلمة بن عنقال: ثنا سفيان، ذكر من قال ذلك: حدثنا ممد بن بشار، قال: ثنا عبد الرمحن،بد اهلل أنو قال: يرج يأجوج ومأجوج فيمرحون ف األرض، كهيل، قال: ثنا أبو الزعراء، عن ع
فيفسدون فيها، مث قرأ عبد اهلل )وىم من كل حدب ي نسلون( قال: مث يبعث اهلل عليهم دابة مثل
82
Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,
(Beîrût, Lebanon : Dâr al-Fikr,1988) jilid 17, h.90.
83 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-
Qur‟an,jilid h. 90.
96
وتون منها فتننت األرض منهم، فنسل اهلل عز وجل ماء النغف، فتلج ف أمساعهم ومناخرىم فيم نهم.فيطهر األرض م
Berdasarkan riwayat Muhammad bin Basyr.Ya‟jūj dan Ma‟jūj keluar lalu
membuat Kesenangan dan kerusakan di muka bumi ini. Allah mengutus
binatang kepada mereka seperti nahgaf, yang masuk ke telingga dan hidung
mereka hingga mereka semua mati, dan bumi pun menjadi busuk oleh
bangkai mereka, sehingga Allah menurunkan hujan untuk menyucikan bumi
darinya.84
Menurut al-Ṯabbarî pendapat yang benar adalah yang mengatakan bahwa
maksudnya adalah Ya‟jûj dan Ma‟jûj, lafadz merupakan kiasan dari nama-
nama mereka, sebagaimana dinyatakan dalam riwayat-riwayat berikut ini;85
حدثنا بو ابن محيد، قال: ثنا سلمة، عن ممد بن إسحاق، عن عاصم بن عمر، عن قتادة األنصاري، مث الظفري، عن ممود بن لبيد أخي بين عبد األشهل، عن أيب سعيد اخلدري قال:
ليو وسلم يقول: "ي فتح يأجوج ومأجوج يرجون على الناس كما قال مسعت رسول اهلل صلى اهلل عون األرض". اهلل )من كل حدب ي نسلون( ف ي غش
. Dari Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, ia berkata, salamah
menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ishâq dari ʻAâsim bin ʻUmar
dari Qatâdah al-Ansarî, al-Ẕafarî, dari Mahmûd bin Labîd dari Abu Saʻîd
Al-Khudryi, ia berkata: aku pernah mendengar Rasullah saw bersabda:
dibukalah Ya‟jûj dan Ma‟jûj merka keluar kepada masuisa, sebagaimana
firman Allah. dan mereka turun dengan cepat
dari seluruh tempat yang tinggi, hingga mereka menutupi bumi.
Lafadz ditafisrkan oleh al-Ṯabbarî sebagai tempat yang tinggi,
maksunya adalah cara dan bagaimana mereka keluar. Lebih lanjut ia menjelasakan
bahwa mereka berjalan dengan berjalan kaki, seperti jalannya seekor serigala yang
84 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-
Qur‟an,jilid 17, h. 90. 85
Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,
jilid 17, h. 90.
97
cepat disertai dengan goyangan kepalanya.86
Berikut dalil-dalil dari ahli takwil
yang mendukung penafsirannya.87
1) Alî dari Abdullah dari Mu‟awiyah, dari Alî dari Ibnu ʻAbbâs.
ذكر من قال ذلك: حدثين علي، قال: ثنا عبد اهلل، قال ثين معاوية، عن علي، عن ابن عباس، قولو )من كل حدب ي نسلون( يقول: من كل شرف يقبلون.
2) Ibnu Abdu A‟lâ dari Ibnu Tsûr dari Ma‟mar dari Qatâdah
ن ثور، عن معمر عن قتادة )من كل حدب ي نسلون( قال: من كل دثنا ابن عبد األعلى، قال: ثنا اب أكمة.
3) Juga Yûnus dari Ibnu Wahab dari Ibnu Zaîd
حدثين يونس، قال: أخربنا ابن وىب، قال: قال ابن زيد، ف قولو )حت إذا فتحت يأجوج ومأجوج ون( قال: ىذا مبتدأ يوم القيامةوىم من كل حدب ي نسل
Al-Qurṯubî lebih condong kepada pendapat yang menafsirkan lafadz
tersebut yakni keluar dengan cepat dari segala arah itu adalah Ya‟jûj dan Ma‟jûj.88
Mengenai hal ini al-Qurṯubî menjelaskan Yansilûn dari riwayat Ibnu Abbâs yang
mengatakan mereka datang dari seluruh tempat yang tinggi yakni karena sangat
banyaknya mereka datang dari segala arah, Al ẖadab adalah tanah yang tinggi,
bentuk jamaknya al-ẖidâb diambil dari ẖadhah al-Ẕahr (bungkuknya pungung).
pendapat ini didasarkan pada sebait syair ت وات رىم إل فما رعشت يداي وال ازدىان banyaknya mereka yang datang kepadaku dari segal arah, tidak“ .من الداب
menggetarkan kedua dan tidak membuatku ciut” Sedangkan menurut Sayyid Quṯb, keluarya Ya‟jûj dan Ma‟jûj itu telah
terjadi, yaitu peristiwa ekspansi Tartar ke Timur dan Barat penghancuran berbagai
istana dan singgasana, karena al Qur‟an telah mengatakan sejak masa hidup Rasul
86 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,
,jilid 17, h. 91.
87 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr at-Ṯabbarî, Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-Qur‟an,
jilid 17, h. 91.
88 Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî al-Qurṯubî. A l-Jâmi‟ li
Ahkâm al-Qur‟an, terj Budi Rosyadi dkk, (Jakarta:Pustaka Azzam,2008) jilid 11 ,h. 910.
98
saw. Saat ia menafsirkan membahas Surat al-Kahfi ayat 94 tentang Ya‟jûj dan
Ma‟jûj dalam kisah Dzulqarnaian, ia menyingung masalah dekatnya janji yang
benar (hari kiamat) dengan terbukanya tembok yang menawanYakjuj Makjuj.89
Pada surat al-Anbiyâ‟ ayat 96 ini, Sayyid Quṯb menafsirkan bahwa
konteks surat ini adalah gambaran di antara pemandangan-pemandangan kiamat
yang dimulainya dengan tanda-tanda yang menunjukkan dekatnya hari Kiamat,
Menurutmya apa yang menjadi tujuan disini adalah melukiskan hari tersebut
ketika ia datang, dan memberinya pengantar dengan gambaran kecil pemandangan
di bumi, yaitu keluarnya Ya‟jûj dan Ma‟jûj dari setiap dataran tinggi sengan cepat
dan penuh gejolak.90
Menurut Wahbah, Ya‟jûj dan Ma‟jûj adalah manusia kafir mereka
semuanya terbelalak penglihatannya, maksudnya kelopak mata mereka nyaris
tidak memandang karena begitu dahsatnya peristiwa kiamat. Karena mereka baru
akan muncul menjelang kiamat tiba. Tujuan dari ayat ini adalah membantah
pandangan orang-orang musyrik yang mengingkari adanya yaumul ba‟ts
(pembangitan kembali) dan hari pembalasan. Mereka mengakui akan kelalaian
dan kedzaliman yang telah mereka lakukan, mereka menyesal dan berkata
“alangkah celakanya kami” Kondisi ini tidak akan pernah kembali bagi kaum
yang dibinasakan akan terus berlaku sampai datangnya hari kiamat dan muncul
tanda-tanda kedatangannya. Di antara tanda-tanda kedatangan hari kiamat yang
89 Sayyid Quṯb, Fî Ẕilalil Qur‟an, terj M. Misbah dan Aunur Rafiq Shaleh Tahmid,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2009) cet 1, Jilid 8, h. 588-589.
90 Sayyid Quṯb, Fi-Dzilalil al-Qur‟an,. jilid 8, h, 589-590.
99
pertama adalah terbukanya tembok penghalang Ya‟jûj dan Ma‟jûj. Tanda kedua
adalah datangnya manusia dengan cepat dari setiap tempat yang tinggi di bumi.91
Ya‟jûj dan Ma‟jûj merupakan kata ajam, dua nama suku. dan ya‟juj
makjuj atau semua manusia. dari setiap tempat yang
tinggi dari kawasan bumi. Yansiûn memilik arti bergegas atau keluar dengan
cepat, bergegas diambil dari kata سالى الئت jalan cepatnya serigala sehingga
hampir-hampir setengah berlari. Waqtaroba al wakdu haqq dan telah dekat
datangnya hari kiamat. Ayat diatas mengisyaratkan bahwa pengertian Ya‟jûj dan
Ma‟jûj adalah manusia semuanya, atau Ya‟jûj dan Ma‟jûj itu sendiri, dia juga
menafsirkan sampai keluarnya manusia dari kuburnya melalui setiap tempat yang
tinggi dibumi, hal itu terjadi ketika datangnya hari kiamat. Berdasarkan dalil
adanya an-Nasyr (hari kebangkitan) dan an-Hasyr (digiring ke al-Masyhar).92
Allah menegaskan tentang ba‟ts dan balasan dengan Firmannya والترة
juga tentang apa yang dialami oleh Orang-orang kafir berupa berbagai الىعذ الحك
kengerian dan kejadian luar biasa yang membuat mata mereka terbelalak dan
hampir-hampir tidak berkedip disebabkan kedahsyatan hari itu, seraya berkata
“duh, binasalah kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berbuat
ẕalim dengan berbuat kemaksiatan, kami menempatkan ibadah tidak pada tempat
yang semestinya.93
Penulis menyimpulkan Al-Ṯabbarî, dan al-Qurthubî menjelaskan yang
intinya bahwa Ya‟jûj Ma‟jûj merupakan tanda kehancuran dunia dan dekatnya
hari kiamat dengan kemunculannya sebagai petanda akhir zaman yang sekarang
ini belum terbukti secara nyata wujudnya, hal ini berbeda dengan pendapat
91 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, (Beirut,
Lebanon: Dar al-Fikr) Jilid 9, h. 141.
92 Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid,9, h. 143.
93
Wahbah al-Zuhailiî, Tafsîr al Munîr fî Aqidah wa Syariʻah wa Manhaj, jilid 9 h.143.
100
mufasir era kontemporer yakni: Sayyid Quṯb yang menjelaskan persoalan tentang
Ya‟jûj dan Ma‟jûj dengan menyelarasakan suatu fenomena yang telah terbukti.
Dengan menafsikan serangan mongol dan tartar yang menguasai timur itulah
masa keluarnya Ya‟jûj dan Ma‟jûj karena mereka melakukan perusakan besar
terhadap kemajuan Islam saat itu. dan Wahbah az-Zuhailî isyarat dari Ya‟jûj
Ma‟jûj adalah mereka manusia biasa, yaitu manusia kafir dan bukan makhluk
aneh alasanya kerena tidak mungkin makhluk aneh terbelalak (tanda penyesalan)
atas perbuatannya, karena yang baisa menyesali perbuatan adalah manusia, bukan
perilaku binatang. Dan manusia juga berpotensi besar dalam melakukan
perusakan. Namun Sayyid Quṯb dan Wahbah al-Zuhailî tidak menyangkal
bahwasanya ayat ini juga menjelaskan sesungguhnya Allah mengisyaratkan
dekatnya kedatangan Kiamat sejak masa Nabi Muhammad saw. dan boleh jadi
dinding itu terbuka pada suatu masa antara datangnya Kiamat dan masa kita ini.
Konteks ayat ini menunjukkan bahwa Ya‟jûj dan Ma‟jûj termasuk fitnah
yang muncul mengiringi kedatangan hari kiamat dan mereka termasuk tanda yang
dekat sekali dengan kedatangan kiamat. Walaupum memang harus diakui bahwa
sebagian informasinya belum terbukti saat ini, dan meskipun studi kebahasaan
atau uraian-uraian tersebut belum terbukti kebenarannya secara pasti dan jelas.
Atas dasar itu, hendaknya menggunakan pendekatan akidah dan keimanan dan
tidak menolak informasi al-Qur‟an hanya dengan alasan belum terbukti sehingga
menafikannya. Realitas gaib dapat dipahami dengan cahaya akal, dan realitas
alam gaib dapat dicerna lebih terang lagi dengan cahaya wahyu ilahi yang benar,
Selain itu ada hikmah yang dari pemberitaan bahwa akan datang Ya‟jûj dan
Ma‟jûj bisa menjadi rambu-rambu menuju jalan yang benar, serta menjadi
101
penerang hubungan sosial yang baik, untuk membangun peradaban yang unggul.
Sebagaimana Sayyid Quṯb menjelaskan tentang perlunya anggota masyarakat
melakukan upaya-upaya isolasi kebejatan, mengindari suatu hal yang menrugikan
diri sendiri atau lingkungan umum agar ia tidak mengalirkan arusnya kepada
masyarakat luas, isolasi tersebut adalah pelaksananna amar ma‟ruf nahi mungkar
dalam berbagai cara dan aspeknya sesuai dengan tantangan yang dihadapi.94
94 Sayyid Quṯb, Fi-Dzilalil al-Qur‟an, jilid 8.h. 508-509.
102
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari berbagai keterangan berdasarkan yang telah dibahas pada bab-bab
yang lalu tentang kemukjizatan al-Qur’an yang terletak pada sisi internal al-
Qur’an itu sendiri, (dengan memberitakan terlebih dahulu sejumlah peristiwa yang
akan terjadi di masa mendatang) dan kejadian yang telah diprediksikan akan
terjadi memang sungguh terjadi. menurut hemat penulis, maka penelitian ini
mengungkap relevansi pemberitaan antara teks dan konteks ayat-ayat al-Qur’an
sehingga dapat dirasakan. Al-Qur’an mengabarkan berita yang benar mengenai
masa depan tentang peristiwa yang akan datang dan telah terbukti, seperti berita
gaib tentang kebenaran kemenangan yang berpihak pada kaum mukminin pada
masa awal kenabian dan masa awal diturunkannya al-Qur’an. kemenagan ini
adalah kemenangan romawi, kemenangan perang badar, dan kemenangan atas
penaklukkan Makkah. Selain memprediksi kemenangan yang akan diperoleh
kaum mukminin, al-Qur’an juga mengabarkan bahwa akan datang makhluk-
makhluk di masa depan, sebagai tanda-tanda hari kiamat tiba (Ya’jûj Ma’jûj dan
Dâbbah). Dapat diambil ibrah mengapa al-Qur’an menjelaskan bahwa Ya’jûj
Ma’jûj dan Dâbbah merupakan tanda besar kiamat, karena di baliknya ada pesan
penting bagi kehidupan saat ini yaitu sebagai peringatan bagi umat untuk
menjauhi perbuatan buruk dan beramal shaleh serta selalu waspada dan siap siaga.
103
B. SARAN-SARAN
Setelah penulis memaparkan kajian tentang ‘Mukjizat Pemberitaan Gaib
al-Qur’an (Kajian Tematik terhadap Ayat tentang Peristiwa yang Telah Terjadi
dan Belum Terjadi)’ Dalam Skripsi ini penulis membahas tentang kemukjizatan
dalam penelitian yang telah penulis lakukan, penulis mendapatkan kendala yaitu
belum mendapatkan pendapat pro atau kontranya dari ulama atau mufasir tentang
penafsiran tentang pandangan tentang masa depan ataupun pendapat yang
berlawanan terhadap pada ayat-ayat yang memprediksikan tentang peristiwa masa
depan itu sendiri. Karena penulis menemukan perbedaan signifikan hanya terdapat
dalam beberpa ayat saja seperti penafsiran tentang keluarnya Dâbbah dan Ya’jûj
Ma’jûj. Pada ayat yang lainnya penafsiran beberapa muffasir saling menguatkan
atau menjelaskan pendapat penafsir yang lainnya. Kalaupun ada selisih pendapat
itu terletak pada tempat kejadian peristiwa atau makna secara literalnya saja.
Maka dari itu, penulis mengarapkan agar ada peneliti peneliti selanjutnya
yang membahas Mukjizat al-Qur’an dari aspek pemberitaan gaib terhadap ayat-
ayat yang memprediksi suatu peristiwa yang akan datang dengan pisau analisa
yang berbeda. Seperti mengkaji bagaimana pendapat yang berbeda dari para
ulama atau para muffasir.
104
DAFTAR PUSTAKA
Alex. Kamus Ilmiah Populer Kontemporer. Surabaya: Karya Harapan Art. 2005.
Al-Asqâr, ʻUmar Sulaimân. Ensiklopedia Kiamat, dari Sakaratul Maut Hingga
Surga Neraka, terj Irfan Salim dkk. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
cet 3.
Ali, Atabik dan Muhdlor, Ahmad Zuhdi. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia,
Yogyakarta: Multi Karya Grafika.
Alwi, Hasan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka,2002. cet,3
Amrullah, Haji Abdul Malik Karim. Tafsir al-Azhar Jakarta: Pustaka
Panjimas,1982. Jilid, 19.
Anwar, Rosihon dan Muharom, Asep. Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia,
2015.cet, 1.
Badudu, J. S. Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:
Kompas. 2003. cet1.
al-Bâqilânî, Al-Imam al-Qâdhî Abî Bakr Muhammad bin Thayyîb. Iʻjaz al-
Qur‟ân, Beirut: Dar Ihya‟ al ʻUlûm. 1988.
Bâqî, Muhammad Fû‟âd Abdul Mu‟jam al-Mukhfaroz li-Alfâdz Al-Qur‟ân Al-
Karîm. Cairo: Dâr al-Hadîs, 1991. cet 3.
Boullata, Issa J. Al-Qur‟an yang Menakjubkan, Bacaan Terpilih dalam Tafsir
Klasik Hingga Modern Dari Seorang Ilmuan Katolik, Terj, Bachrum B
Taufik, Ciputat Tanggerang :Lentera hati, 2008. cet 1.
Chalil, Moenawar. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, Jakarta:Gema Insani
Press,2001. jilid 2.
Daryanto, Kamus Besar Bahasa Indonesia Modern, Surabaya:Apolo, 1994.
Departemen Agama RI Tahun 2006, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, Jakarta:
Departemen Agama RI, 2006. jilid 5.
Dianmre, Mas. Masa lalu, Masa Kini, dan Masa Depan . Jakarta: Gramedia.
2016.
Djajal, Abdul. Ulumul Al-Qur‟an. Surabaya: Dunia Ilmu,1998.
Echols, John M. dan Shadily, Hasaan. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia. 1995, cet 21.
al-Farmawî, Abdul al-Hayy Metode Tafsir Mauḏu‟î, terj. Rohison Anwar
Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Firdaus, Deni Hamdani. Kamus Al-Qur‟an. Purwakarta:Pustaka Ancala. 2007. Cet
1.
105
al-Ghazali, Muhammad. Al-Qur‟an di Zaman Kita: Mengaplikasikan Pesan Kitab
Suci dalam Konteks Masa Kini, terj, Masykur Hakim. Bandung:
Penerbit Khazanah, 2008. cet 1.
Hude, Darwis dkk, Cakrawala Ilmu dalam al-Qur‟an. Jakarta: Pustaka Firdaus,
2002.
Imanî, Ayatullah Allamah Kamal Faqih. Tafsir Nurul Qur‟an, terj :Titik Etriana,
Jakarta: Nur al Huda, 2013.cet, 1.
Izzan, Ahmad. Ulumul Qur‟an telaah tekstualitas dan Kontekstualitas al-Qur‟an
edisi Revisi. Bandung: Tafakur, 2013, cet. 5.
Jarûb, Ahmad Masyruʻât Atlas. Qâmûs Atlas Al-Maûsû‟i Injlîzî-ʻArabî,
Cairo:Atlas Publising House. 2009.
Katsîr, Abu Ismâ‟il bin ʻUmar Ibn Tafsir al-Qur‟an al-Adzim, Beirut:Dar al-Kitab
„Alamiyah, 1419H. juz 7.
Kamarulzaman, AKA dan al Barry, M Dahlan Y. Kamus Ilmiah Serapan Disertai
Entri Tambahan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Yogyakarta : Absolute.
Mahali, A. Mudjab. Asbabun Nuzul Studi Pendalaman al-Qur‟an Surat al-
Baqarah-Al-Nâs. Jakarta:PT Grafindo Persada, 2002. cet 1.
Mahmud, Maniʻ Abdul Halim Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode
Para Ahli Tafsir. Jakarta: PT Grafindo Persada. 2006.
Majid, Abdul bin Aziz dkk, Mukjizat al-Qur‟an dan Sunnah tentang Iptek,
Jakarta: Gema Insan Press. 1997. Cet 1.
Mohammad, Afif. Islam Madzhab Masa depan Menuju Islam Non-Sektrarian
Pustaka Hidayah. 1998.
Munawwir, Ahmad Warson Kamus Arab-Indonesia: al-Munawwir. Yogyakarta:
1988.
al-Mutahairi, Abdul Muhsin Buku Pintar Hari Akhir berdasarkan Al-Qur‟an dan
Hadis, terj: Zaenal Arifin, Jakarta:Penerbit Zaman, 2012. cet 1.
al-Naisburî, Al-Wahid. Asbâb al-Nuzûl, terj. Moh. Syamsi, Asbaabun Nuzul:
Sebab-sebab Turunnya Ayat-ayat al-Qur‟an. Surabaya: Amelia, 2014.
Nur, Tajudin. Semantik Bahas Arab. Pengantar Studi Ilmu Makna ,
Bandung:Penerbit PPM. 2010.
al-Qattân, Mannâʻ Khalil. Mabâhits fî ʻUlûm al-Qur‟ân, (Riyâdh : Mansyûrât al-
ʻAsr al-Hadîts. 1990.
________, Studi Ilmu-ilmu Qur‟an, terj Mudzakir, Jakarta: Pustaka Litera Antar
Nusa,1994. cet 2, h. 375.
106
Qarḏawî, Yûsuf Iman dan Kehidupan, Terj: Fachruddin Hs, Jakarta:Bulan
Bintang, 1993. cet 3.
al-Qurṯubî. Abu „Abdillâh Muhammad bin Ahmad al-Ansâri al-Malikî .A l-Jâmi‟
li Ahkâm al-Qur‟an, terj Budi Rosyadi dkk. Jakarta:Pustaka Azzam,
2008. Jilid 11.
________, Al-Jâmi‟ li Ahkâm al-Qur‟ân. terj: Fathurrahman dkk. Jakarta: Pustaka
Azzam, 2007. Jilid 1.
Quṯb, Sayyid. Tafsir Fi Ẕilalil Qur‟an, terj As‟ad Yasin dkk. Jakarta : Gema
Insani Press, 2004. Jilid 13.
________, Fi-Dzilalil al-Qur‟an, terj: M. Misbah dan Aunur Rafiq Shaleh
Tamhid. Jakarta:Robbani Press,2009. Cet, 1 jilid 9.
Sabiq, Sayyid. Aqidah Islam, terj: Moh. Abdai Rathomy, Bandung: CV
Diponegoro,1982. cet.3.
Al-Sabuni, Syekh Muhammad Ali. Al-Tibyân fî „Ulûm al-Qur‟an. Beirut: „Alam
al Kutub,1988.
Said, Hasani Ahmad Diskursus munasabah al-Qur'an: mengungkap tradisi tafsir
Nusantara : tinjauan kritis terhadap konsep dan penerapan munasabah
dalam tafsir al-Mishbâh, Jakarta: AMZAH, 2015.
Setiawan, Abdul Basith. “Konsep Hijab dalam pandangan Murthaḏâ
Motahharî” . Skripsi S1 Fakutas Ushuluddin dan Filasaf, Universitas
Islam Negeri Sayrif Hidayatullah, Jakarta. 2014.
Al-Shiddiqy, Hasbi. Ilmu-ilmu al-Qur‟an: Media-media pokok dalam
menafsirkan al-Qur‟an, Jakarta: Bulan Bintang. 1970.
Shihab, M.Quraish. Al-Lubab makna tujuan dan pelajaran dari surah-surah al-
Qur‟an. Tanggerang:Lentera Hati, 2012.
________, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam Memahami al-Qur‟an. Tanggerang: Lentera Hati, 2013
________, Mukjizat al-Qur‟an Ditinaju dari Aspek Kebahsaan, Isyarat Ilmiah
dan Pemberitaan Gaib. Bandung: Penerbit Mizan, 2007, cet 1.
________, Tafsir al-Misbah: Kesan, Pesan dan Keserasian al-Qur‟an, Jakarta:
Lentera Hati,2002. jilid 7.
Sirrin, Muhammad Ibnu. Tafsir Mimpu menurut al-Qur‟an dan as-Sunnah. Terj :
Syihabuddin, Asep Sopian. Jakarta:Gema Insani Press. 2004. cet 1.
Somad, Muhammad Kamîl Abdul. Mukjizat Ilmiah dalam al-Qur‟an. Terj,
Alimin. Jakarta : Media Eka Sarana, 2007, cet 6.
al-Suyûṯî, Jalâl al-Dîn Al-Itqân fî ʻUlum al-Qur‟ân, Beirut:Libanon, 1429 H.
107
Syibromalisi, Faizah Ali. dan Azazy, Jauhar Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modern. Ciputat:Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2011. cet, 1.
al-Ṯabbarî, Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr. Jâmiʻ Al Bayân an Ta‟wil Ayi al-
Qur‟an. Beîrût, Lebanon : Dâr al-Fikr,1988. jilid 17.
Tsuari, M. Najib. dkk, ed. M. Anwar Syarifuddin, Kajian Orientalis terhadap al-
Qur‟an dan Hadis,(Ciputat: CV Sakata Cendekia,2015) cet, 1.
Yunus, Mahmûd Kamus Arab-Indonesia, Jakarta : Hindakarya Agung, 1990. cet
8.
Sumber dari Jurnal
Rosadisastra, Andi. “ Tafsir Ayat Kauniyah : Relasi Metode Saintifik dengan
Tafsir al-Qur‟an” h.39.
Shodiq, “Pengukuran Keimanan:Prespektif Psikiologi”: Nadwa: Jurnal Pemikiran
Islam, Vol 8. No 1, (April 2014)
Yuliastomo, Nicedemus “Pandangan Kontemporer Kerajaan Seribu Tahun Suatu
Studi Telogi Perjanjian Baru tentang Milenium” Artikel Jurnal Jaffary,
vol 6. No. 2, (2008). p. 24-36.
Sumber dari website.
https://www.almaany.com/id/dict/ar-id/ Copyringts 2010-2018, diakses pada 17
September, 07:16 WIB, 2018.
https://tafsir.learn-quran.co/id/surat-20-taha/ayat-22 diakses pada tanggal 1 januari
2019 pukul 22:51 Wib.