13
1. Rock Mass Rating (RMR) Bieniawski (1989) mempublikasikan suatu metode klasifikasi massa batuan yang dikenal dengan Geomechanics Classification atau Rock Mass Rating (RMR). Metode rating digunakan pada klasifikasi ini. Metode ini telah dikenal luas dan banyak diaplikasikan pada keadaan dan lokasi yang berbeda-beda seperti tambang dengan batuan keras, terowongan, tambang batubara, kestabilan lereng dan kestabilan pondasi. RMR system menggunakan 6 parameter sebagai masukan. Dari 6 parameter yang diperhitungkan dalam RMR system itu, 4 diantaranya mewakili struktur geologi yaitu : a. RQD (Rock Quality Designation) b. Spasi kekar c. Kondisi kekar d. Orientasi kekar Sedangkan yang dua lainnya masing-masing kuat tekan uniaksial atau kuat tarik dan kondisi air tanah. a. Rock Quality Designation Seperti yang diusulkan oleh Deere (1967) bahwa RQD merupakan salah satu parameter penting dalam memperkirakan kualitas massa batuan. Oleh sebab itu, banyak para peneliti yang menggunakan parameter ini dalam sistem klasifikasi yang diusungnya.

mylonit, gouge, breksi sesar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas rekayasa

Citation preview

Page 1: mylonit, gouge, breksi sesar

1. Rock Mass Rating (RMR)

Bieniawski (1989) mempublikasikan suatu metode klasifikasi massa

batuan yang dikenal dengan Geomechanics Classification atau Rock Mass Rating

(RMR). Metode rating digunakan pada klasifikasi ini. Metode ini telah dikenal

luas dan banyak diaplikasikan pada keadaan dan lokasi yang berbeda-beda seperti

tambang dengan batuan keras, terowongan, tambang batubara, kestabilan lereng

dan kestabilan pondasi.

RMR system menggunakan 6 parameter sebagai masukan. Dari 6 parameter yang

diperhitungkan dalam RMR system itu, 4 diantaranya mewakili struktur geologi

yaitu :

a. RQD (Rock Quality Designation)

b. Spasi kekar

c. Kondisi kekar

d. Orientasi kekar

Sedangkan yang dua lainnya masing-masing kuat tekan uniaksial atau kuat tarik

dan kondisi air tanah.

a. Rock Quality Designation

Seperti yang diusulkan oleh Deere (1967) bahwa RQD merupakan salah satu

parameter penting dalam memperkirakan kualitas massa batuan. Oleh sebab itu,

banyak para peneliti yang menggunakan parameter ini dalam sistem klasifikasi

yang diusungnya.

RQD merupakan penjumlahan panjang inti bor yang lebih dari > 100 mm yang

kemudian dibagi dengan panjang total dan dinyatakan dalam persen. Apabila core

log tidak tersedia maka perhitungan RQD dapat diperoleh dengan metode tak

langsung seperti yang diusulkan oleh Priest dan Hudson (1976) seperti yang

ditunjukkan pada persamaan (2.4).

Page 2: mylonit, gouge, breksi sesar

RQD = 100e-0.1λ(0.1 λ + 1) ............................................................................. (2.4)

Keterangan:

RQD = Rock Quality Designation

λ = Jumlah Kekar Rata-rata Per Meter.

Tabel 2.12 Pembobotan RQD

RQD (%) Rock Quality Rating

< 25 Very poor 3

25-50 Poor 8

50-75 Fair 13

75-90 Good 17

90-100 Excellent 20

b. Spasi Kekar

Spasi kekar merupakan jarak tegak lurus antar kekar yang berdekatan yang

diukur dengan garis bantu scanline. Dalam perhitungannya, spasi kekar dalam

satu set kekar dirata-ratakan berdasarkan jumlah kekar dalam satu set tersebut.

Kemudian, dalm satu garis scanline, spasi kekar rata-rata tiap set dirata-ratakan

berdasarkan jumlah set kekar.

Tabel 2.13 Pembobotan spasi kekar

Descriptio

n

Spacing (m) Rating

Very wide > 2 20

Wide 0,6-2 15

Moderate 0,2-0,6 10

Close 0,06-0,2 8

Very close < 0,06 5

Page 3: mylonit, gouge, breksi sesar

Apabila terdapat lebih dari satu set kekar dan spasi tiap set bervariasi, maka dapat

diberikan nilai bobot (rating) terendah.

c. Kondisi Kekar

Ada lima karakteristik kekar yang masuk dalam pengertian kondisi kekar,

meliputi kemenerusan, jarak antar permukaan kekar, kekasaran kekar, material

pengisi dan tingkat kelapukan.

Kemenerusan (continuity)

Panjang dari suatu kekar dapat dikuantifikasi secara kasar dengan

mengamati panjang jejak kekar pada suatu bukaan. Pengukuran ini masih

sangat kasar dan belum mencerminkan kondisi kemenerusan kekar yang

sebenarnya. Seringkali panjang jejak kekar pada suatu bukaan lebih kecil

dari panjang kekar sesungguhnya, sehingga kemenerusan yang

sesungguhnya hanya dapat ditebak.

Jarak antar permukaan kekar atau celah (separation)

Merupakan jarak tegak lurus antar dinding batuan yang berdekatan pada

bidang diskontinu. Celah tersebut dapat berisi material seperti lempungan

atau pasir.

Kekasaran kekar (roughness)

Tingkat kekasaran permukaan kekar dapat dilihat dari bentuk gelombang

permukaannya. Gelombang ini diukur relatif dari permukaan datar dari

kekar. Semakin besar kekasaran dapat menambah kuat geser kekar.

Material pengisi (infilling/gouge)

Material pengisi berada pada celah antara dua dinding bidang kekar yang

berdekatan. Sifat material pengisi biasanya lebih lemah dari sifat batuan

induknya. Beberapa material yang merupakan material pengisi antara lain

breccia, clay, silt, mylonite, sand, quartz dan calcite.

Tingkat pelapukan

Page 4: mylonit, gouge, breksi sesar

Penentuan tingkat pelapukan kekar didasarkan pada perubahan warna dan

disintegrasi (perubahan fisik) batuan. Semakin besar tingkat perubahan

warna dan tingkat disintegrasi, batuan semakin lapuk.

Tabel 2.14 Pembobotan kondisi kekar

Description Rating

Very rough surfaces, not continuous, no separation, unweathered

wall rock30

Slighty rough surfaces, separation < 1 mm, slighty weathered walls 25

Slighty rough surfaces, separation < 1 mm, highly weathered wall 20

Slickensided surfaces, gouge < 5 mm thick, separation 1-5 mm,

continuous10

Soft gouge > 5 mm thick, separation > 5 mm, continuous 0

Tabel 2.15 Pembobotan kondisi kekar (modified)

Descriptio

nRating

persistence

/

countinuity

<1 m 1-3 m 3-10 m 10- 20 m > 20 m

6 4 2 1 0

separation/

aperture

None <0.1 mm0.1- 1.0

mm1- 5 mm >5 mm

6 5 4 1 0

RougnessVery rough Rough

Slighty

roughSmooth

Slickenside

d

6 5 3 1 0

infilling/ None Hard Soft

Page 5: mylonit, gouge, breksi sesar

gouge< 5 mm > 5 mm < 5 mm > 5 mm

6 4 2 2 0

Weathering

Unweathere

d

Slighty

weathere

d

Moderatel

y

weathered

Highly

weathere

d

Decompose

d

6 5 3 1 0

d. Kekuatan Batuan

Kekuatan batuan dapat diperoleh dari uji kuat tekan uniaksial (Uniaxial

Compressive Strength, UCS) atau uji beban titik (Point Load Index, PLI).

Kekuatan batuan merupakan parameter yang sangat penting yang harus diukur

guna memprediksi sifat mekanik batuan.

Tabel 2.16 Pembobotan kekuatan batuan

Qualitative

DescriptionUCS (MPa) PLI (MPa) Rating

Exceptionally strong > 250 > 10 15

Very strong 100-250 4-10 12

Strong 50-100 2-4 7

Average 25-50 1-2 4

Weak 5-25 Uniaxial

Compressive

Test is

prefered

2

Very weak 1-5 1

Extremely weak < 1 0

2.3.2.5 Kondisi Air Tanah

Page 6: mylonit, gouge, breksi sesar

Kondisi air tanah juga mempengaruhi proses penggalian, termasuk penggaruan.

Misal pada shale, semakin tinggi kadar air maka semakin rendah kekuatan batuan,

tetapi dalam kondisi kering shale dapat menjadi sulit digaru. Kondisi air tanah

yang ditemukan pada pengukuran kekar diidentifikasikan sebagai salah satu

kondisi berikut : kering (completely dry), lembab (damp), basah (wet), terdapat

tetesan air (dripping) atau terdapat aliran air (flowing).

Tabel 2.17 Pembobotan kondisi air tanah

General Conditions Completely

dry

Dam

pWet

Drippin

g

Flowin

g

Inflow per 10 m tunnel

length (litres/min)None <10 10-25 25-125 >125

Joint water pressure/

major principal stress0 <0.1

0.1-

0.20.1-0.2 >0.5

Rating 15 10 7 4 0

e. Orientasi Kekar

Parameter ini merupakan tambahan terhadap parameter lainnya. Orientasi

kekar yang dimaksud adalah strike dan dip kekar. Bobot yang diberikan untuk

parameter ini sangat tergantung pada hubungan antara orientasi kekar-kekar yang

ada dengan metode penggalian yang dilakukan. Oleh karena itu dalam

perhitungan, bobot parameter ini biasanya diperlakukan terpisah dari kelima

parameter lainnya.

Tabel 2.18 Pembobotan orientasi kekar

Strike and dip

orientations

Very

favourabl

e

Favourabl

e

Fai

r

Unfavourab

le

Very

unfavourab

le

Page 7: mylonit, gouge, breksi sesar

Ratin

g

Tunnels &

mines0 -2 -5 -10 -12

Foundatio

ns0 -2 -7 -15 -25

Slopes 0 -5 -25 -50

Tabel 2.19 Hubungan antara orientasi kekar dan arah penggalian terowongan

Strike perpendicular to tunnel axis Strike parallel to tunnel axis

Drive with dip –

Dip 45-90ᵒ

Drive with dip –

Dip 20-45ᵒDip 45-90ᵒ Dip 20-45ᵒ

Very favourable Favourable Very unfavourable Fair

Drive againts dip

– Dip 45-90ᵒ

Drive againts dip

– Dip 20-45ᵒDip 0-20ᵒ - irrespective of strike

Fair Unfavourable Fair

Pada awalnya, RMR memang digunakan untuk menghitung kestabilan

lubang bukaan pada pekerjaan penggalian bawah tanah. Namun, para peneliti

mengembangkan aplikasi sistem klasifikasi ini dalam pekerjaan penggalian

lainnya, termasuk penggaruan. Pada prinsipnya, orientasi kekar dihubungkan

dengan arah kemajuan penggalian.

Abdullatif dan Cruden (1983) telah melakukan studi di 23 kuari

hubungannya dengan kemampugalian (excavatability) massa batuan. Massa

batuan digali dengan 3 metode: penggalian langsung, penggaruan dan peledakan.

Studi yang dilakukan meliputi kekuatan massa batuan dan karakteristik bidang

lemah pada batuan yang berbeda-beda dan melakukan pengujian metode

penggalian secara langsung. Data-data diperoleh dengan menggunakan scanline

pada massa batuan yang telah terbuka. Pengujian yang dilakukan didasarkan pada

sistem klasifikasi berikut:

Page 8: mylonit, gouge, breksi sesar

- Point Load Index dan spasi kekar

- Q-system

- RMR

Metode yang digunakan oleh Abdullatif dan Cruden (1983) untuk

memperoleh RQD adalah dengan rumus yang diusulkan oleh Priest dan Hudson

(1976).

Para peneliti yang melakukan studi mengenai hubungan antara RMR dan

Q-system antara lain Bieniawski (1984), Abad dkk (1983), Udd dan Wang (1985)

dan Kramadibrata (1996). Meskipun Q-system pada awalnya dikembangkan

untuk membantu perhitungan kestabilan lubang bukaan tambang bawah tanah,

ternyata juga dapat diaplikasikan pada penggalian di permukaan (Kramadibrata,

1996).

Abdullatif & Cruden (1983) mengusulkan bahwa penggalian langsung

dapat dilakukan apabila nilai RMR ≤30, penggaruan dilakukan apabila nilai RMR

>30 dan ≤60 dan apabila nilai RMR >60 maka massa batuan harus diledakkan.

2. Breksi sesar, gauge dan mylonite

a. Milonit (Mylonite)

Mylonite merupakan material yang terdapat pada zona sesar, dapat berupa

serbuk berbutir halus dan lunak. Terbentuk pada lingkungan yang mengalami

metamorfosa kataklastik/kinematik/dislokasi : terbentuk pada daerah lebih dalam

dari pada breksi sesar,akan tetapi bila dijumpai bersamaan dengan breksi

sesar,maka akan menunjukkan adanya perubahan kondisi tekanan yang tidak

merata.terbentuk pada tekanan yang tinggi. Mineral dan warna darimylonite

tergantung dari batuan yang mengalami metamorfosa kataklastik. Struktur:

terlihat seperti adanya foliasi dengan lensa-lensa dari batuan yang tidak hancur,

butiran umumnya berukuran lempung.

b. Breksi sesar

Page 9: mylonit, gouge, breksi sesar

Breksi sesar adalah breksi yang terbentuk akibat pengaruh langsung dari

suatu sesar,yang komponennya tersusun dari hancuran batuan yang tersesarkan.

Breksi sesar dapat dengan mudah dibedakan dari breksi sedimenter karena

fragmen dan matriksnya terdiri dari material yang sama. Biasanya fragmen dalam

breksi sesar memperlihatkan arah yang sama dengan sesarnya.

c. Gouge

Gauge merupakan bahan yang agak lunak dan hancur, pada batuan

metamorf menunjukkan lembar-lembar yang berupa struktur aliran. Terbentuk

pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan. Proses

yang terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan.

Gejala-gejala ini merupakan bukti-bukti yang dapat dipakai untuk

menduga kelurusan dan kemenerusan dari jalur sesar. Arah-arahnya misalnya

didapatkan dari orientasi memanjangnya fragmen atau jalur breksiasi, arah

bidang-bidang gerusan (shearing) dan milonit dan sebagainya. Arah ini akan

membantu untuk menentukan bidang sesar.