Upload
wiendra-pergoza
View
159
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas rekayasa
Citation preview
1. Rock Mass Rating (RMR)
Bieniawski (1989) mempublikasikan suatu metode klasifikasi massa
batuan yang dikenal dengan Geomechanics Classification atau Rock Mass Rating
(RMR). Metode rating digunakan pada klasifikasi ini. Metode ini telah dikenal
luas dan banyak diaplikasikan pada keadaan dan lokasi yang berbeda-beda seperti
tambang dengan batuan keras, terowongan, tambang batubara, kestabilan lereng
dan kestabilan pondasi.
RMR system menggunakan 6 parameter sebagai masukan. Dari 6 parameter yang
diperhitungkan dalam RMR system itu, 4 diantaranya mewakili struktur geologi
yaitu :
a. RQD (Rock Quality Designation)
b. Spasi kekar
c. Kondisi kekar
d. Orientasi kekar
Sedangkan yang dua lainnya masing-masing kuat tekan uniaksial atau kuat tarik
dan kondisi air tanah.
a. Rock Quality Designation
Seperti yang diusulkan oleh Deere (1967) bahwa RQD merupakan salah satu
parameter penting dalam memperkirakan kualitas massa batuan. Oleh sebab itu,
banyak para peneliti yang menggunakan parameter ini dalam sistem klasifikasi
yang diusungnya.
RQD merupakan penjumlahan panjang inti bor yang lebih dari > 100 mm yang
kemudian dibagi dengan panjang total dan dinyatakan dalam persen. Apabila core
log tidak tersedia maka perhitungan RQD dapat diperoleh dengan metode tak
langsung seperti yang diusulkan oleh Priest dan Hudson (1976) seperti yang
ditunjukkan pada persamaan (2.4).
RQD = 100e-0.1λ(0.1 λ + 1) ............................................................................. (2.4)
Keterangan:
RQD = Rock Quality Designation
λ = Jumlah Kekar Rata-rata Per Meter.
Tabel 2.12 Pembobotan RQD
RQD (%) Rock Quality Rating
< 25 Very poor 3
25-50 Poor 8
50-75 Fair 13
75-90 Good 17
90-100 Excellent 20
b. Spasi Kekar
Spasi kekar merupakan jarak tegak lurus antar kekar yang berdekatan yang
diukur dengan garis bantu scanline. Dalam perhitungannya, spasi kekar dalam
satu set kekar dirata-ratakan berdasarkan jumlah kekar dalam satu set tersebut.
Kemudian, dalm satu garis scanline, spasi kekar rata-rata tiap set dirata-ratakan
berdasarkan jumlah set kekar.
Tabel 2.13 Pembobotan spasi kekar
Descriptio
n
Spacing (m) Rating
Very wide > 2 20
Wide 0,6-2 15
Moderate 0,2-0,6 10
Close 0,06-0,2 8
Very close < 0,06 5
Apabila terdapat lebih dari satu set kekar dan spasi tiap set bervariasi, maka dapat
diberikan nilai bobot (rating) terendah.
c. Kondisi Kekar
Ada lima karakteristik kekar yang masuk dalam pengertian kondisi kekar,
meliputi kemenerusan, jarak antar permukaan kekar, kekasaran kekar, material
pengisi dan tingkat kelapukan.
Kemenerusan (continuity)
Panjang dari suatu kekar dapat dikuantifikasi secara kasar dengan
mengamati panjang jejak kekar pada suatu bukaan. Pengukuran ini masih
sangat kasar dan belum mencerminkan kondisi kemenerusan kekar yang
sebenarnya. Seringkali panjang jejak kekar pada suatu bukaan lebih kecil
dari panjang kekar sesungguhnya, sehingga kemenerusan yang
sesungguhnya hanya dapat ditebak.
Jarak antar permukaan kekar atau celah (separation)
Merupakan jarak tegak lurus antar dinding batuan yang berdekatan pada
bidang diskontinu. Celah tersebut dapat berisi material seperti lempungan
atau pasir.
Kekasaran kekar (roughness)
Tingkat kekasaran permukaan kekar dapat dilihat dari bentuk gelombang
permukaannya. Gelombang ini diukur relatif dari permukaan datar dari
kekar. Semakin besar kekasaran dapat menambah kuat geser kekar.
Material pengisi (infilling/gouge)
Material pengisi berada pada celah antara dua dinding bidang kekar yang
berdekatan. Sifat material pengisi biasanya lebih lemah dari sifat batuan
induknya. Beberapa material yang merupakan material pengisi antara lain
breccia, clay, silt, mylonite, sand, quartz dan calcite.
Tingkat pelapukan
Penentuan tingkat pelapukan kekar didasarkan pada perubahan warna dan
disintegrasi (perubahan fisik) batuan. Semakin besar tingkat perubahan
warna dan tingkat disintegrasi, batuan semakin lapuk.
Tabel 2.14 Pembobotan kondisi kekar
Description Rating
Very rough surfaces, not continuous, no separation, unweathered
wall rock30
Slighty rough surfaces, separation < 1 mm, slighty weathered walls 25
Slighty rough surfaces, separation < 1 mm, highly weathered wall 20
Slickensided surfaces, gouge < 5 mm thick, separation 1-5 mm,
continuous10
Soft gouge > 5 mm thick, separation > 5 mm, continuous 0
Tabel 2.15 Pembobotan kondisi kekar (modified)
Descriptio
nRating
persistence
/
countinuity
<1 m 1-3 m 3-10 m 10- 20 m > 20 m
6 4 2 1 0
separation/
aperture
None <0.1 mm0.1- 1.0
mm1- 5 mm >5 mm
6 5 4 1 0
RougnessVery rough Rough
Slighty
roughSmooth
Slickenside
d
6 5 3 1 0
infilling/ None Hard Soft
gouge< 5 mm > 5 mm < 5 mm > 5 mm
6 4 2 2 0
Weathering
Unweathere
d
Slighty
weathere
d
Moderatel
y
weathered
Highly
weathere
d
Decompose
d
6 5 3 1 0
d. Kekuatan Batuan
Kekuatan batuan dapat diperoleh dari uji kuat tekan uniaksial (Uniaxial
Compressive Strength, UCS) atau uji beban titik (Point Load Index, PLI).
Kekuatan batuan merupakan parameter yang sangat penting yang harus diukur
guna memprediksi sifat mekanik batuan.
Tabel 2.16 Pembobotan kekuatan batuan
Qualitative
DescriptionUCS (MPa) PLI (MPa) Rating
Exceptionally strong > 250 > 10 15
Very strong 100-250 4-10 12
Strong 50-100 2-4 7
Average 25-50 1-2 4
Weak 5-25 Uniaxial
Compressive
Test is
prefered
2
Very weak 1-5 1
Extremely weak < 1 0
2.3.2.5 Kondisi Air Tanah
Kondisi air tanah juga mempengaruhi proses penggalian, termasuk penggaruan.
Misal pada shale, semakin tinggi kadar air maka semakin rendah kekuatan batuan,
tetapi dalam kondisi kering shale dapat menjadi sulit digaru. Kondisi air tanah
yang ditemukan pada pengukuran kekar diidentifikasikan sebagai salah satu
kondisi berikut : kering (completely dry), lembab (damp), basah (wet), terdapat
tetesan air (dripping) atau terdapat aliran air (flowing).
Tabel 2.17 Pembobotan kondisi air tanah
General Conditions Completely
dry
Dam
pWet
Drippin
g
Flowin
g
Inflow per 10 m tunnel
length (litres/min)None <10 10-25 25-125 >125
Joint water pressure/
major principal stress0 <0.1
0.1-
0.20.1-0.2 >0.5
Rating 15 10 7 4 0
e. Orientasi Kekar
Parameter ini merupakan tambahan terhadap parameter lainnya. Orientasi
kekar yang dimaksud adalah strike dan dip kekar. Bobot yang diberikan untuk
parameter ini sangat tergantung pada hubungan antara orientasi kekar-kekar yang
ada dengan metode penggalian yang dilakukan. Oleh karena itu dalam
perhitungan, bobot parameter ini biasanya diperlakukan terpisah dari kelima
parameter lainnya.
Tabel 2.18 Pembobotan orientasi kekar
Strike and dip
orientations
Very
favourabl
e
Favourabl
e
Fai
r
Unfavourab
le
Very
unfavourab
le
Ratin
g
Tunnels &
mines0 -2 -5 -10 -12
Foundatio
ns0 -2 -7 -15 -25
Slopes 0 -5 -25 -50
Tabel 2.19 Hubungan antara orientasi kekar dan arah penggalian terowongan
Strike perpendicular to tunnel axis Strike parallel to tunnel axis
Drive with dip –
Dip 45-90ᵒ
Drive with dip –
Dip 20-45ᵒDip 45-90ᵒ Dip 20-45ᵒ
Very favourable Favourable Very unfavourable Fair
Drive againts dip
– Dip 45-90ᵒ
Drive againts dip
– Dip 20-45ᵒDip 0-20ᵒ - irrespective of strike
Fair Unfavourable Fair
Pada awalnya, RMR memang digunakan untuk menghitung kestabilan
lubang bukaan pada pekerjaan penggalian bawah tanah. Namun, para peneliti
mengembangkan aplikasi sistem klasifikasi ini dalam pekerjaan penggalian
lainnya, termasuk penggaruan. Pada prinsipnya, orientasi kekar dihubungkan
dengan arah kemajuan penggalian.
Abdullatif dan Cruden (1983) telah melakukan studi di 23 kuari
hubungannya dengan kemampugalian (excavatability) massa batuan. Massa
batuan digali dengan 3 metode: penggalian langsung, penggaruan dan peledakan.
Studi yang dilakukan meliputi kekuatan massa batuan dan karakteristik bidang
lemah pada batuan yang berbeda-beda dan melakukan pengujian metode
penggalian secara langsung. Data-data diperoleh dengan menggunakan scanline
pada massa batuan yang telah terbuka. Pengujian yang dilakukan didasarkan pada
sistem klasifikasi berikut:
- Point Load Index dan spasi kekar
- Q-system
- RMR
Metode yang digunakan oleh Abdullatif dan Cruden (1983) untuk
memperoleh RQD adalah dengan rumus yang diusulkan oleh Priest dan Hudson
(1976).
Para peneliti yang melakukan studi mengenai hubungan antara RMR dan
Q-system antara lain Bieniawski (1984), Abad dkk (1983), Udd dan Wang (1985)
dan Kramadibrata (1996). Meskipun Q-system pada awalnya dikembangkan
untuk membantu perhitungan kestabilan lubang bukaan tambang bawah tanah,
ternyata juga dapat diaplikasikan pada penggalian di permukaan (Kramadibrata,
1996).
Abdullatif & Cruden (1983) mengusulkan bahwa penggalian langsung
dapat dilakukan apabila nilai RMR ≤30, penggaruan dilakukan apabila nilai RMR
>30 dan ≤60 dan apabila nilai RMR >60 maka massa batuan harus diledakkan.
2. Breksi sesar, gauge dan mylonite
a. Milonit (Mylonite)
Mylonite merupakan material yang terdapat pada zona sesar, dapat berupa
serbuk berbutir halus dan lunak. Terbentuk pada lingkungan yang mengalami
metamorfosa kataklastik/kinematik/dislokasi : terbentuk pada daerah lebih dalam
dari pada breksi sesar,akan tetapi bila dijumpai bersamaan dengan breksi
sesar,maka akan menunjukkan adanya perubahan kondisi tekanan yang tidak
merata.terbentuk pada tekanan yang tinggi. Mineral dan warna darimylonite
tergantung dari batuan yang mengalami metamorfosa kataklastik. Struktur:
terlihat seperti adanya foliasi dengan lensa-lensa dari batuan yang tidak hancur,
butiran umumnya berukuran lempung.
b. Breksi sesar
Breksi sesar adalah breksi yang terbentuk akibat pengaruh langsung dari
suatu sesar,yang komponennya tersusun dari hancuran batuan yang tersesarkan.
Breksi sesar dapat dengan mudah dibedakan dari breksi sedimenter karena
fragmen dan matriksnya terdiri dari material yang sama. Biasanya fragmen dalam
breksi sesar memperlihatkan arah yang sama dengan sesarnya.
c. Gouge
Gauge merupakan bahan yang agak lunak dan hancur, pada batuan
metamorf menunjukkan lembar-lembar yang berupa struktur aliran. Terbentuk
pada daerah yang mengalami deformasi intensif, seperti pada patahan. Proses
yang terjadi murni karena gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan.
Gejala-gejala ini merupakan bukti-bukti yang dapat dipakai untuk
menduga kelurusan dan kemenerusan dari jalur sesar. Arah-arahnya misalnya
didapatkan dari orientasi memanjangnya fragmen atau jalur breksiasi, arah
bidang-bidang gerusan (shearing) dan milonit dan sebagainya. Arah ini akan
membantu untuk menentukan bidang sesar.