36
INFEKSI SUSUNAN SARAF Ayu Kusuma Ningrum 030.08.048 JAKARTA, APRIL 2013

Neuro - Infeksi Susunan Saraf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

INFEKSI SUSUNAN SARAF

Ayu Kusuma Ningrum

030.08.048

JAKARTA, APRIL 2013

Page 2: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

INFEKSI SUSUNAN SARAF

Infeksi ialah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam jaringan tubuh.

Jadi infeksi susunan saraf pusat ialah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam

susunan saraf.

Klasifikasi infeksi susunan saraf menurut organ yang terkena peradangan, tidak

memberikan pegangan klinis yang berarti. Radang pada saraf tepi dinamakan neuritis, pada

meninges disebit meningitis, pada jaringan medulla spinalis dinamakan mielitis dan pada otak

dikenal sebagai ensefalitis. Sebaliknya pembagian menurut jenis kuman mencakup sekaligus

diagnosis kausal. Maka dari itu, pembahasan mekanisme infeksi susunan saraf akan dilakukan

menurut klasifikasi :

1. Infeksi viral

2. Infeksi bakteri

3. Infeksi spiroketa

4. Infeksi fungus

5. Infeksi protozoa dan

6. Infeksi metazoa

1. I NFEKSI VIRAL

Kita dapat membedakan 2 macam virus yang menimbulkan manifestasi

neurologic. Virus yang tergolong pada virus neurotropik memang mempunyai sifat untuk

ditangkap oleh sel saraf. Jenis virus lain, yaituyang dinamakan viserotropik, mempunyai

kecenderungan ditangkap oleh sel mukosa traktus digestivus, tetapi pada kondisi-kondisi

tertentu virus viserotropik mendapat kesempatan untuk tiba di sel- sel saraf juga.

Kondisi-kondisi tersebut adalah :

- Jumlah virus yang melakukan invasi besar sekali

- Daya ketahanan tubuh yang rendah, misalnya karena penyakit kronis, reaksi alergi,

gangguan imunologik, demam, obat-obatan, dan terapi radiologik

Page 3: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

- Bantuan biokimia kepada susunan saraf berkurang, akibat kerusakan di ginjal, paru,

hepar, jantung dan susunan eritropoetik.

Setelah proses invasi, replikasi, dan penyebaran virus berhasil, timbulah

manifestasi-manifestasi toksemia yang kemudian disusul oleh manifestasi lokalisatorik.

Gejala-gejala toksemia terdiri dari sakit kepala, febrile convulsion, vertigo, parestesia,

lemas-letih seluruh tubuh, nyeri retrobulbar, dan tidak jarang organic brain syndrome.

A. Meningtis Viral

Meningitis viral adalah meningitis yang disebabkan oleh virus, dan ini merupakan

jenis terbanyak dari meningitis. Meningitis viral disebut juga meningitis aseptik

karena tidak ditemukan adanya bakteri dalam darah pasien. Meningitis jenis ini

umumnya ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu 7-10 hari, dengan

memperkuat daya tahan tubuh. Gejala meningitis virus biasanya lebih ringan

dibandingkan yang terkait dengan meningitis bakteri dan dapat dimulai dengan gejala

seperti flu. Gejala mungkin termasuk sakit kepala, mual atau muntah, demam,

malaise umum, leher kaku, fotofobia, sakit sendi dan nyeri, nyeri otot, mengantuk

atau kebingungan, dan juga mungkin termasuk ruam, sakit tenggorokan, sakit perut

dan diare. Gejala-gejala dapat terjadi dalam urutan apapun dan mungkin tidak semua

hadir pada waktu yang sama atau selama perjalanan penyakit.

Pemeriksaan CSF merupakan pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan

penyebab meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus yang berkaitan dengan

tanda neurologis abnormal untuk menyingkirkan lesi intracranial atau hidrosefalus

obstruktif sebelum pungsi lumbal (LP). Kultur CSF tetap criteria standar pada

pemeriksaan bakteri atau piogen dari meningitis aseptic.

Ada beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan meningitis viral, antara lain

enterovirus (meliputi enteroviruses, coxsackieviruses, dan echoviruses), virus cacar,

herpes virus (spt Epstein-Barr virus, virus herpes simplex, dan virus varicella-zoster )

virus campak, dan juga virus influenza. Namun untuk mengetahui apakah meningitis

Page 4: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

disebabkan oleh virus atau bakteri, tetap harus dilakukan uji kultur yang berasal dari

cairan spinal pasien.

virus-virus ini bisa menyebar dengan cara yang berbeda-beda. Enterovirus, yang

merupakan virus penyebab meningitis terbanyak, paling sering tersebar melalui tinja

penderita. Selain itu, virus ini dan virus lainnya seperti virus campak dan varicella-

zoster juga dapat menyebar melalui kontak langsung maupun taklangsung dengan

cairan pernafasan (air liur, ingus, dahak) dari pasien yang terinfeksi. Waktu yang

dibutuhkan dari mulai terinfeksi virus sampai muncul gejala umumnya sekitar 3-7

hari.

Pasien dengan meningitis viral umumnya tidak perlu pengobatan khusus, dan

disarankan untuk istirahat total (bed rest), minum banyak cairan, dan pengobatan

untuk mengatasi gejala saja, seperti analgesik antipiretik untuk mengilangkan rasa

sakit (sakit kepala), dan menurunkan demam.

B. Ensefalitis Viral

Sebaiknya diagnosis ensefalitis ditegakkan dengan :

a. Anamnesis yang cermat, tentang kemungkinan adanya infeksi akut atau kronis,

keluhan, kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra kranial, adanya gejala,

fokal serebral/serebelar, adanya riwayat pemaparan selama 2-3 minggu terakhir

terhadap penyakit melalui kontak, pemaparan dengan nyamuk, riwayat bepergian

ke daerah endemik dan lain-lain (Nelson, 1992)

b. Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis dan

sebaliknya anamnesis dapat diulang berdasarkan hasil pemeriksaan.

- Gangguan kesadaran

- Hemiparesis

- Tonus otot meninggi

- Reflek patologis positif

- Reflek fiisiologis meningkat

- Klonus

Page 5: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

- Gangguan nervus kranialis

- Ataksia (Komite Medik RSUP Dr. Sarjito, 2000)

c. Pemeriksaan laboratorium

- Pungsi lumbal, untuk menyingkirkan gangguan-gangguan lain yang akan

memberikan respons terhadap pengobatan spesifik. Pada ensefalitis virus

umumnya cairan serebro spinal jernih, jumlah lekosit berkisar antara nol

hingga beberapa ribu tiap mili meter kubik, seringkali sel-sel polimorfonuklear

mula-mula cukup bermakna (Nelson, 1992). Kadar protein meningkat sedang

atau normal, kadar protein mencapai 360 mg% pada ensefalitis yang

disebabkan virus herpes simplek dan 55 mg% yang disebabkan oleh toxocara

canis . Kultur 70-80 % positif dan virus 80% positif

Tata laksana yang dikerjakan sebagai berikut :

1. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya

berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi,

perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3

menit.

2. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S

(tergantung umur) dan pemberian oksigen.

3. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia

serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.

4. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan

intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat

diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik,

0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik

dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.

5. Pengobatan kausatif.

Sebelum berhasil menyingkirkan etilogi bakteri, terutama abses otak (ensefalitis

bakterial), maka harus diberikan pengobatan antibiotik parenteral. (Nelson, 1992)

Page 6: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

Pengobatan untuk ensefalitis karena infeksi virus herpes simplek diberikan

Acyclovir intravena, 10 mg/kgbb sampai 30 mg/kgbb per hari selama 10 hari.

6. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah penderita sembuh

7. Makanan tinggi kalori protein sebagai terapi diet.

8. Lain-lain, perawatan yang baik, konsultan dini dengan ahli anestesi untuk

mengantisipasi kebutuhan pernapasan buatan

C. Rabies

Rabies disebabkan oleh virus neurotrop yang ditularkan kepada manusia melalui

gigitan anjing atau binatang apapun yang mengandung virus rabies. Setelah virus

rabies melakukan penetrasi kedalam sel tuan rumah, ia dapat menjalar melalui seranut

saraf perifer ke susunan saraf pusat. Sel-sel saraf (neuron) sangta peka terhadap virus

tersebut. Dan sekali neuron terkena infeksi virus rabies, proses infeksi itu tidak dapat

dicegah lagi. Dan tahp viremia tidak perlu dilewati untuk memperluas infeksi dan

memperburuk keadaan. Neuron-neuron di seluruh susunan saraf pusat dari mendula

spinalis sampai di korteks tidak akan luput dari daya destruksi virus rabies. Masa

inkubasi rabies ialah beberapa minggu sampai beberapa bulan.

Gejala-gejala prodromalnya terdiri dari lesu, dan letih badan, anoreksia, demam,

cepat marah-marah dan nyeri pada tempat yang telah digigit anjing. Suara berisik dan

sinar terang sangta menggagu penderita. Dalam 48 jam dapat bangkit gejala-gejala

hipereksitasi. Penderita menjadi gelisah, mengacau, berhalusinasi, meronta-ronta,

kejang opistotonus, dan hidrofobia. Tiap kali melihat air otot pernafasan dan larings

berkejang, sehingga menjadi sianotik dan apnoe. Air liur tertimbun didalam mulut

oleh karena penderita tidak dapat menelan. Angin juga mempunyai efek yang sama

dengan air. Pada umumnya penderita meninggal karena status epileptikus. Masa

penyakit dari mula timbulnya prodom sampai mati adalah 3-4 hari saja.

D. Poliomyelitis anterior akuta

Poliomyelitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh

virus. Polio telah disebut dengan banyak nama-nama yang berbeda, termasuk

Page 7: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

kelumpuhan anak-anak, kelemahan dari anggota-anggota tubuh bagian bawah (kaki-

kaki dan tangan-tangan), dan spinal paralytic paralysis.

Polio disebbkan oleh enterovirus, poliovirus (PV) yang sangat infeksius, yang

terutama mempengaruhi anak-anak muda dan disebarkan melalui kontak langsung

orang ke orang, dengan lendir, dahak, feces, yang terinfeksi atau oleh kontak dengan

makanan dan air ang terkontaminasi oleh feces dari individu lain yang terinfeksi.

Virus berlipatganda dalam sistim pencernaan dimana ia dapat juga menyerang sistim

syaraf, menyebabkan kerusakan syaraf yang permanen pada beberapa individu-

individu.

Polio disebar dalam cara "oral-fecal". Infeksi dari orang ke orang terjadi dengan

kontak lendir, dahak, feces, yang terinfeksi atau dengan makanan dan air yang

terkontaminasi oleh feces dari individu lain yang terinfeksi.

Tanda-tanda dan gejala-gejala dari polio berbeda tergantung pada luas infeksi.

Tanda-tanda dan gejala-gejala dapat dibagi kedalam polio yang melumpuhkan

(paralytic) dan polio yang tidak melumpuhkan (non-paralytic).

Pada polio non-paralytic yang bertanggung jawab untuk kebanyakan individu-

individu yang terinfeksi dengan polio, pasien-pasien tetap asymptomatic atau

mengembangkan hanya gejala-gejala seperti flu yang ringan, termasuk kelelahan,

malaise, demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan muntah. Gejala-gejala, jika

hadir, mungkin hanya bertahan 48-72 jam, meskipun biasanya mereka bertahan untuk

satu sampai dua minggu.

Paralytic polio terjadi pada kira-kira 2% dari orang-orang yang terinfeksi dengan

virus polio dan adalah penyakit yang jauh lebih serius. Gejala-gejala terjadi sebagai

akibat dari sistim syaraf dan infeksi dan peradangan sumsum tulang belakang (spinal

cord).

Diagnosis dari polio adalah secara klinik. Sejarah dari paparan dengan tidak ada

sejarah vaksinasi sebelumnya adalah petunjuk awal. Sering, penyadapan tulang

Page 8: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

belakang untuk cairan CSF dilakukan untuk membantu membedakan polio dari

penyakit-penyakit lain yang awalnya mempunyai gejala-gejala yang serupa

(contohnya, meningitis). Setelah itu, pembiakan-pembiakan virus (diambil dari

tenggorokan, feces, atau cairan CSF) dan pengukuran dari antibodi-antibodi polio

mendukung diagnosis.

Tidak ada penyembuhan untuk polio, jadi pencegahan adalah sangat penting.

Pasien-pasien dengan polio non-paralytic perlu dimonitor untuk kemajuan pada polio

paralytic.

Sekarang ini, empat dosis-dosis dari vaksin polio yang tidak diaktifkan atau

inactivated polio vaccine (IPV) direkomendasikan untuk anak-anak ketika mereka

berumur 2 bulan, 4 bulan, 6-18 bulan, dan akhirnya pada umur 4-6 tahun.

2. INFEKSI BAKTERI

A. Meningitis Bakterial Akut

Meningitis bakterial adalah infeksi purulen ruang subarakhnoid. Biasanya

akut, fulminan, khas dengan demam, nyeri kepala, mual, muntah, dan kaku

nukhal. Koma terjadi pada 5-10 % kasus dan berakibat prognosis yang buruk. Kejang

terjadi pada sekitar 20 % kasus, dan palsi saraf kranial pada 5 %. Meningitis bakterial

yang tidak ditindak hampir selalu fatal. CSS secara klasik memperlihatkan

leukositosis polimorfonuklir, peninggian protein, dan penurunan glukosa; pewarnaan

Gram dari CSS memperlihatkan organisme penyebab pada 75 % kasus. CT scan

sebelum melakukan pungsi lumbar untuk menyingkirkan lesi massa atau

hidrosefalus.

Tindakan terhadap meningitis akut, tergantung sumber primer, usia pasien,

organism penyebab, dan sensitifitas antibiotik. Tindakan harus diarahkan pada

infeksi CSS maupun sumber primer.

Page 9: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

B. Meningitis Tuberkulosa

Penyakit ini merupakan meningitis yang sifatnya subakut atau kronis dengan

angka kematian dan kecacadan yang cukup tinggi. Menurut pengamatan, meningitis

tuberkulosis merupakan 38,5% dari seluruh penderita dengan infeksi susunan saraf

pusat yang dirawat di bagian Saraf RS Dr Soetomo.

Manifestasi klinis :

Penulis menemukan adanya panas (94%), nyeri kepala (92%), muntah muntah,

kejang dan pemeriksaan neurologik menunjukkan adanya kaku tengkuk, kelumpuhan

saraf kranial (terutama N III, IV, VI, VII) (30%), edema papil dan kelumpuhan

ekstremitas (20%) serta gangguan kesadaran.

Diagnosis :

Diagnosis Meningitis tuberkulosis ditegakkan atas dasar :

1. Adanya gejala rangsangan selaput otak seperti kaku tengkuk, tanda Kernig dan

Brudzinski.

2. Pemeriksaan CSS menunjukkan :

-- peningkatan sel darah putih terutama limfosit

-- peningkatan kadar protein

-- penurunan kadar glukosa

3. Ditambah 2 atau 3 dari kriteria dibawah ini :

-- ditemukannya kuman tuberkulosis pada pengecatan dan pembiakan CSS

-- kelainan foto toraks yang sesuai dengan tuberculosis

-- pada anamnesis kontak dengan penderita tuberkulosis aktif

Stadium : Pembagian klinis ke dalam 3 stadium :

-- Stadium I : kesadaran penderita baik disertai rangsangan selaput otak tanpa

tanda neurologik fokal atau tanda hidrosefalus.

-- Stadium II : didapatkan kebingungan dengan atau tanpa disertai tanda

neurologis fokal misalnya kelumpuhan otot mata bagian luar atau adanya

hemiparesis.

Page 10: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

-- Stadium III : penderita dengan stupor atau delirium dengan hemiparesis/

paraparesis.

Pengobatan :

Beberapa kombinasi obat pernah diberikan untuk menanggulangi penyakit ini

namun pada dasarnya obat tersebut harus dapat menembus barrier darah otak, berada

dalam CSS dengan kadar yang cukup efektif dan aktivitas anti tuberkulosis tinggi,

resistensi dan kerja samping obat yang minimal.

Di RS Dr Soetomo dipakai kombinasi :

-- Streptomisin 20 - 30 mg/kg/hari selama 2 minggu kemudian dijarangkan 3

kali/minggu hingga klinis dan laboratorium baik (perlu waktu kira-kira 6

minggu).

-- INH 20 - 25 mg/kg/hari pada anak anak atau 400 mg/hari pada dewasa selama

18 bulan.

-- Etambutol 25 mg/kg/hari sampai sel cairan serebrospinal normal, kemudian

diturunkan 15 mg/kg/hari selama 18 bulan.

-- Rifampisin 15 mg/kg/hari selama 6 - 8 minggu. Kortikosteroid hanya

dianjurkan bila ditemukan tanda edema otak.

C. Abses Cerebri

Abses otak adalah koleksi infeksi purulen berbatas tegas didalam parenkhima

otak. Perjalanan waktu dan perubahan yang terjadi selama pembentukan abses

pada anjing dikemukan oleh Britt. Sel inflamatori akut tampak pada pusat

meterial yang nekrotik, dikelilingi zona serebritis. Dengan maturasi, timbul

neovaskularisasi periferal dan lambat laun terbentuk cincin fibroblas yang

menimbun kolagen dan makrofag, berakhir sebagai kapsul berbentuk tegas.

Tanda dan gejala abses otak umumnya berhubungan dengan efek massa. Nyeri

kepala, defisit neurologis fokal, dan gangguan mentasi sering tampak. Demam

terjadi pada 50 % dari waktu, namun mungkin tidak ada atau sedikit bukti infeksi

sistemik. Kejang terjadi pada 25-60 % pasien. Edema otak, efek massa, dan

Page 11: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

pergeseran garis tengah umum terjadi; karenanya pungsi lumbar kontraindikasi dan

mempunyai nilai klinis yang 10 % kasus.

CT scan mempunyai akurasi tinggi dalam melacak abses otak. Karena

memberikan deteksi yang dini dan memberikan lokalisasi yang akurat, CT scan

paling bertanggungjawab atas penurunan angka kematian dari 30-50 % kasus

menjadi kurang dari 15 % dalam dua decade terakhir.

Tujuan terapi adalah memastikan segera mikroba yang bertanggung-jawab

serta sensitifitas antibiotik, pensterilan SSP dan infeksi primer, menyingkirkan efek

massa segera, dan mengurangi edema otak. Pemberian kortikosteroid

kontroversial. Selama serebritis dan tahap awal kapsulisasi, atau pada pasien

dengan risiko bedah tinggi dengan abses kecil dan organisme penyebab diketahui,

terapi medikal dengan antibiotika parenteral mungkin cukup. Diluar itu harus

dilakukan drainasi bedah terhadap material purulen baik dengan aspirasi maupun

eksisi disertai antibiotika paling tidak 4 minggu. Operasi akan mengurangi efek

massa dan karenanya mengurangi aspek paling kritis dan berbahaya jenis infeksi

ini.

D. Abses Epidural Kranial

Infeksi intrakranial terbatas diruang epidural adalah komplikasi yang jarang dari

kontaminasi jaringan epi dural baik traumatika atau operatif. Lebih sering

diakibatkan oleh perluasan osteomielitis berdekatan. Bila dura intak, infeksi jarang

meluas secara transdural. Tindakannya adalah drainasi, debridemen dan

antibiotik sistemik.

Abses epidural tulang belakang lebih sering dan biasanya memerlukan bedah

gawat darurat. Khas dengan demam, nyeri tulang belakang lokal, dan progresi yang

cepat dari defisit neurologis. Nyeri radikuler serta mielopati sering terjadi dalam

beberapa hari sejak gejala awal. Kebanyakan abses epidural disebabkan

perluasan lokal dari osteomielitis tulang belakang dan jarang melalui penyebaran

hematogen dari infeksi jauh. CSS memperlihatkan peninggian kadar protein yang

jelas dan pleositosis ringan. Mielogram atau MRI menampilkan perluasan massa

Page 12: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

epidural. Organisme penyebab tersering adalah S. aureus dan terkadang

Streptococcus sp. Basil gram negatif sering diisolasi dari pecandu obat intravena.

Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab berupa laminektomi segera serta

drainasi abses diikuti terapi antibiotika spesifik jangka panjang. Pemulihan fungsi

neurologi langsung berhubungan dengan lama dan beratnya gangguan sebelum

operasi.

E. Abses Subdural Kranial

Empiema subdural, infeksi purulen ruang subdural, terjadi karena perluasan

langsung melalui mening saat meningitis pada neonatus dan bayi, atau sebagai

komplikasi sinusitis paranasal atau otitis pada anak dan dewasa muda. Jarang

secara hematogen dari infeksi jauh, dan kontaminasi langsung dari trauma pernah

dilaporkan. Diagnosis didasarkan pada temuan klinis dan radiografis. Nyeri kepala,

demam, dan meningismus merupakan keluhan yang umum dan dapat timbul sejak

1-8 minggu sebelumnya. Kejang dan defisit fokal juga biasa terjadi. CT scan dan

MRI memperlihatkan koleksi subdural; namun massa mungkin isodens pada CT

scan, hingga memerlukan penguatan zat kontras agar jelas terlihat. Pencitraan juga

berguna dalam mendiagnosis infeksi sinus atau mastoid penyebab. Risiko pungsi

lumbar pada penderita yang diduga memiliki massa intracranial mengharuskan

dibatalkankannya tindakan ini hingga CT scan memastikan tidak adanya efek massa

intrakranial. Analisis CSS jarang sebagai diagnostik, namun bisa menampakkan

perubahan inflamatori nonspesifik.

F. Efusi Subdural

Transudat yang tertimbun dibawah dura dinamakan efusi subdural. Transudat ini

merupakan komplikasi dari meningitis, terutama meningitis H.Influenza. keadaan

tersebut harus dicurigai apabila demam dan kaku kuduk sudah mereda tetapi

penderita tetap memperlihatkan kesadaran dan keadaan umum yang belum membaik.

Karena lokalisasinya, korteks serebri dapat terangsang oleh efusi itu dan

Page 13: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

menimbulkan epilepsy fokal. Disamping itu tentunya gejala-gejala tekanan

intracranial yang mininggi dapat ditemukan juga.

G. Tromboflebitis Kranial

Tromboflebitis dapat merupakan komplikasi dari osteomielitis tulang tengkorak,

mastoiditis, sinusitis, abses subdural ataupun infeksi pada daerah wajah yang

menggunakan system venous intracranial untuk darah baliknya. Salah satu jenis

tromboflebitis yang memperlihatkan gambaran penyakit yang kompleks ialah

tromboflebitis sinus kavernosus, yang lebih sering dinamakan thrombosis sinus

kavernosus.

Sebelum gejala-gejala sinus kavernosus timbul secara lengkap pada salah satu

orbita, pada sisi lain sudah berkembang juga manifestasi thrombosis sinus kavernosus

yang tunggal. Dengan pengobatan antibiotika penyakit terlukis diatas dapat

disembuhkan, tetapi sebelum zaman antibiotika selalu diakhiri dengan kematian.

H. Tetanus

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang

dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan

berat.

Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan

tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh

Clostridium tetani.

Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890,

diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang

diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan

mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. ( Nicalaier

1884, Behring dan Kitasato 1890 ).

Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi

secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran terjadi didalam

Page 14: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat bahwa toksin juga

menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan jaringan/sistem lymphatic.

Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3 atau

beberapa minggu ).

Karekteristik dari tetanus

Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7

hari.

Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya

Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.

Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari

leher.

Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena

spasme otot masetter.

Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )

Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik

keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat.

Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus,

tungkai dengan eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya

kesadaran tetap baik.

Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,

retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada

anak ).

Selama eksotosin masih diproduksi terapi untuk memberantas manifestasi tetanus

tidak bermanfaat. Maka eksisi tempat klostridium tetani masuk kedalam tubuh harus

dilakukan, supaya kumanya ikut terbuang dan produksi eksotoksin tidak ada lagi.

Page 15: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

I. Lepra

Lepra (penyakit Hansen) adalah infeksi menahun yang terutama ditandai oleh

adanya kerusakan saraf perifer (saraf diluar otak dan medulla spinalis), kulit, selaput

lendir hidung, buah zakar (testis) dan mata. Penyebab bakteri Mycobacterium leprae.

Cara penularan lepra belum diketahui secara pasti. Jika seorang penderita lepra

berat dan tidak diobati bersin, maka bakteri akan menyebar ke udara. Sekitar 50%

penderita kemungkinan tertular karena berhubungan dekat dengan seseorang yang

terinfeksi. Infeksi juga mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo, kutu busuk dan

nyamuk.

Bakteri penyebab lepra berkembangbiak sangat lambat, sehingga gejalanya baru

muncul minimal 1 tahun setelah terinfeksi (rata-rata muncul pada tahun ke-5-7).

Gejala dan tanda yang muncul tergantung kepada respon kekebalan penderita.

J. Botulisme

Botulism adalah jarang terjadi, racun yang mengancam nyawa disebabkan oleh racun-

racun yang dihasilkan oleh bakteri clostridium botulinum.

Racun botulism, biasanya dikonsumsi dalam makanan, bisa melemahkan atau

melumpuhkan otot.

Botulism bisa mulai dengan mulut kering, penglihatan ganda, dan

ketidakmampuan untuk fokus pada mata atau dengan gangguan lambung.

Dokter meneliti contoh darah, kotoran, atau jaringan luka, dan

electromyography kemungkinan dilakukan.

Penyiapan dan penyimpanan makanan dengan hati-hati membantu mencegah

botulism.

Antitoksin digunakan untuk mencegah atau memperlambat efek racun.

Page 16: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

Botulism biasanya merupakan jenis makanan beracun.

Racun yang menyebabkan botulism, yang sangat berpotensi racun, bisa sangat

merusak fungsi syaraf. Karena racun ini merusak syaraf, mereka disebut neurotoxin.

Racun botulism melumpuhkan otot dengan menghambat pelepasan pada neurotransmitter

acetycholine dari syaraf. Pada dosis yang sangat kecil, racun bisa digunakan untuk

menghilangkan kejang otot dan untuk mengurangi kerutan.

Luka botulism terjadi ketika clostridium botulinum mengkontaminasi luka atau

masuk ke dalam jaringan lain. Di dalam luka, bakteri menghasilkan racun yang diserap

ke dalam aliran darah. Obat-obatan suntik dengan jarum yang tidak disterilisasi bisa

menyebabkan botulism jenis ini, sebagaimana bisa disuntikkan mengandung heroin ke

dalam otot atau di bawah kulit (kulit melepuh).

3. I NFEKSI SPIROKETA

A. Leptospirosis

Leptospirosis adalah penyakit manusia dan hewan dari kuman dan disebabkan

kuman Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena.

Penularan leptospirosis melalui air minum yang terkontaminasi dengan kencing

host leptospira seperti tikus, kelinci, marmot. Penularan antar manusia tidak pernah

terjadi karena leptospira tidak dapat hidup dalam urine manusia yang keasamannya

rendah.

Gejala dini Leptospirosis umumnya adalah demam, sakit kepala parah, nyeri otot,

merah, muntah dan mata merah. Aneka gejala ini bisa meniru gejala penyakit lain

seperti selesma, jadi menyulitkan diagnosa. Malah ada penderita yang tidak mendapat

semua gejala itu.

Gejala lain yang menyertainya : myalgia, konjunctivitis perikorneal, uveitis,

hemorhagi, meningitis leptospirosis (paling sering ± 50%), hemorhagi serebri.

Meningitis leptospirosis menyerupai meningitis serosa / meningitis aseptic.

Page 17: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

B. Sifilis

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema

pallidum. Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir (misalnya di

vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam, bakteri akan sampai ke

kelenjar getah bening terdekat, kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran

darah. Sifilis juga bisa menginfeksi janin selama dalam kandungan dan menyebabkan

cacat bawaan.

Seseorang yang pernah terinfeksi oleh sifilis tidak akan menjadi kebal dan bisa

terinfeksi kembali. Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah

terinfeksi; rata-rara 3-4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang

menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun kematian.

4. I NFEKSI FUNGI

Fungi adalah organisme yang terdapat dimana-mana dengan virulensi rendah

yang menjadi patogenik pada lingkungan tertentu seperti depresi immunitas bermedia

sel, neutropenia, dan terapi antibiotika sistemik jangka lama. Tidak jarang

menginvasi otak.

Berbeda dengan infeksi bakterial, meningitis fungal cenderung dimulai ringan

dengan perburukan bertahap. Nyeri kepala, kaku kuduk, demam, letargi, status

mental depresi, dan palsi saraf kranial mungkin tampak. Cryptococcus,

Coccidioides, Candida, dan Aspergillus umum tampil sebagai meningitis atau

meningoensefalitis. Tanda dan gejala klinis tak bias dibedakan dari semua bentuk

meningitis kronik lain. Pleositosis CSS adalah limfositik, protein CSS sedikit

meninggi, dan glukosa CSS biasanya berkurang. Umumnya fungi sulit dibiak dari

darah dan CSS, serta tes serologis kurang sensitif, sebagian karena terganggunya

immunitas seluler umum terjadi pada pasien ini. CT scan tidak selalu membantu

pada meningitis fungal, tapi mungkin memperlihatkan hidrosefalus, komplikasi

dari meningitis kronik. MRI dapat efektif memperlihatkan penguatan basiler dan

inflamasi.

Page 18: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

Abses otak tunggal atau multipel mungkin tampil dengan kejang, nyeri kepala,

status mental depresi, atau defisit neurologis fokal, sering bersamaan dengan

pneumonia. Patogen yang umum adalah Cryptococcus, Aspergillus, Nocardia,

Blastomyces, Actinomyces, dan Histoplasma.

5. I NFEKSI PROTOZOA

A. Tripanosomiasis

Penyakit tidur atau tripanosomiasis afrika disebabkan oleh parasit protozoa

berflagela yang tergolong ke dalam kompleks Trypanosoma brucei yang ditularkan

kepada manusia melalui lalat tsetse. Pada pasien yaang tidak diobati, tripanosoma

tersebut pertama-tama menyebabkan penyakit demam yangsetelah beberapa bulan

atau tahun kemudian diikuti oleh gangguan neurologi yang progresif dan kematian.

Lesi inflamasi (panosomal) dapat terlihat 1 minggu atau lebih setelah gigitan lalat

tse-tse yang terinfeksi. Keadaan demam yang sistematik kemudian terjadi pada saat

parasit menyebar lewat sistem limfatik dan aliran darah. Tripanosomiasis sistemik

afrika tanpa kelainan pada sistem saraf pusat umumnya disebut sebagai penyakit

stadium I. dalam stadium ini terjadi limfadenopati yang menyebar luas dan

splenomegali, yang mencerminkan adanya proliferasi limfositik serta histiositik yang

mencolok dan invasi sel-sel morula yang merupakan plasmasit yang mungkin terlibat

dalam produksi igM. Endarteritis dengan infiltrasi perivaskuler baik oleh parasit

maupun oleh limfosit dapat terjadi didalam kelenjar limfe dan lien. Miokarditis sering

dijumpai pada pasien yang menderita penyakit stadium I, khususnya pada infeksi T.

Brucei rhodesiense.

Manifestasi hematologi yang menyertai tripanomiasis stadium I mencakup

leukositosis sedang, trombositopenia, dan anemia. Kadar imunoglobulin yang tinggi

dan terutama terdiri atas igM poliklonal merupakan gambaran konstan, dan anti bodi

heterofil, antibodi anti-DNA, serta faktor rematoid sering ditemukan. Kadar komplek

antigen-antibodi yang tinggi dapat memainkan peranan dalam perusakan jaringan dan

peningkatan permeabilitas vaskuler yang mempercepat penyebarluasan parasit.

Tripanosomiasis stadium II meliputi invasi ke sistem saraf pusat. Keberadaan

tripanosoma dalam daerah perivaskuler disertai dengan infiltrasi intensif sel

Page 19: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

mononuklear. Abnormalitas pada cairan serebrospinal mencakup peningkatan

tekanan, kenaikan konsentrasi total protein, dan pleositositosis. Tripanosoma sering

ditemukan pula dalam cairan serebrospinal.

B. Malaria

Malaria dalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang

menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam

darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan

splenomegali. Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat

berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal

sebagai malaria berat.

Malaria serebral adalah suatu akut ensefalopati yang menurut WHO definisi

malaria serebral memenuhi 3 kriteria yaitu koma yang tidak dapat dibangunkan atau

koma yang menetap >30 menit setelah kejang disertai adanya P. Falsiparum yang

dapat ditunjukkan dan penyebab lain dari akut ensefalopati telah disingkirkan.

Malaria serebral disebabkan oleh infeksi plasmodium falsiparum. Penularannya

dilakukan oleh nyamuk anopheles. Plasmodium falsiparum berbeda dengan jenis lain

protozoa malaria dalam hal – hal berikut :

a. Multiplikasi plasmodium falsiparum tidak dapat dihambat karena kebanyakan

berada di dalam eritrosit.

b. Eritrosit inang mempunyai kecenderungan untuk melekat pada intima

pembuluh kapiler sehingga menimbulkan penyumbatan aliran darah kapiler.

Simptom neurologik dari infeksi ini adalah efek sumbatan atau oklusi dari

kapiler dan venula karena adanya kumpulan eritrosit yang mengandung p.

Falciparum. Hal ini menimbulkan gejala anoxia. Tidak hanya sumbatan, simptom

juga muncul akibat adanya pendarahan di jaringan. Hal ini menimbulkan reaksi

inflamasi dari limfosit, mononuclear perivascular cell, dan mikroglia. Kalo otak

inflamasi akibatnya permeabilitas BBB meningkat sehingga menimbulkan cerebral

edema. Akan tetapi dua hal tersebut (oklusi dan cerebral edema) jarang ditemui. Hal

Page 20: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

ini dapat disimpulkan bahwa perubahan patologik pada sistem saraf akibat infeksi ini

bersifat reversible.

Penderita malaria falsiparum yang non imun bila diagnosa terlambat, penundaan

terapi, absorbsi gagal karena muntah-muntah, resisten OAM, dalam 3-7 hari setelah

panas, dapat menuntun cepat masuk dalam koma. Keadaan akan memburuk cepat

dengan nyeri kepala yang bertambah dan penurunan derajat kesadaran dari letargi,

sopor sampai koma. Kesadaran menurun dinilai dengan GCS yang dimodifikasi 8

senilai dengan sopor dan anak-anak dinilai skor dari Balantere <>somnolen atau delir

disertai disfungsi serebral.

Pada dewasa kesadaran menurun setelah beberapa hari klinis malaria dan anak-

anak lebih pendek dibawah 2 hari. Lama koma pada dewasa umumnya 2-3 hari

sedangkan anak-anak pulih kesadaran lebih cepat setelah mendapat pengobatan.

Pada kesadaran memburuk atau koma lebih dalam disertai dekortikasi,

deserebrasi, opistotonus, tekanan intrakranial meningkat, perdarahan retina, angka

kematian tinggi. Pada penurunan kesadaran penderita malaria serebral harus

disingkirkan kemungkinan hipoglikemik syok, asidosis metabolik berat, gagal ginjal,

sepsis gram negatif atau radang otak yang dapat terjadi bersamaan. Pada anak sering

dijumpai tekanan intrakranial meningkat tetapi pada orang dewasa jarang.

Gejala motorik seperti tremor, myoclonus, chorea, athetosis dapat dijumpai, tapi

hemiparesa, cortical blindness dan ataxia cerebelar jarang. Gejala rangsangan

meningeal jarang. Kejang biasanya kejang umum juga kejang fokal terutama pada

anak. Hipoglikemi sering terjadi pada anak, wanita hamil, hiperparasitemia, malaria

sangat berat dan sementara dalam pengobatan kina. Hipoglikemi dapat terjadi pada

penderita mulai pulih walaupun sementara infus dxtrose 5 %. Hipoglikemi

disebabkan konsumsi glukosa oleh parasit dalam jumlah besar untuk kebutuhan

metabolismenya dan sementara pengobatan kina. Kina menstimulasi sekresi insulin.

C. Toksoplasmosis

Page 21: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

Infeksi yang disebabkan oleh protozoa jenis toksoplasma dapat timbul karena

memperoleh sendiri atau keran penularan ibu-fetus. Yang pertama dinamakan infeksi

akuisital dan yang kedua kongenital. Mekanisme infeksi akuisital belum diketahui.

Pada binatang telah ditemukan cara transmisinya, yaitu melalui makan daging

binatang yang mengandung toksoplasma. Mungkin juga manusia mendapat

toksoplasma karena makan daging yang tidak matang. Toksoplasmosis akuisital pada

umumnya asimptomatik, tetapi toksoplasma congenital selalusimptomatik. Didalam

tubuh manusia parasit ini dapat bertahan dalam bentuk kista, terutama otot dan

jaringan susunan saraf. Sebagaimana halnya dengan infeksi tuberculosis yang dapat

berlalu asimptomatik, demikian pula infeksi toksoplasmosis pada orang dewasa

sering tidak menimbulkan manifestasi yang mengganggu. Jika terlalu simptomatik,

maka gejala-gejala lokalisatorik dapat timbul, seperti pneumonia, eksantema,

polimiositis, hepatitis, limfadenopati, korioretinitis, miokarditis, bahkan meningitis,

ensefalitis, dan mielitis.

D. Abses Serebri Amebiasis

Sebenarnya dahulu diketahui bahwa hanya entamoeba histolytica yang dapat

menginvasi otak dan mengakibatkan abses serebri. Tetapi, ternyata penelitian baru-

baru ini menemukan bahwa free living amebae adalah spesies utama yang

menyebabkan meningoensefalitis.

Naegleria fowleri menyebabkan acute meningoencephalitis, primary amebic

meningoencephalitis, sedangkan Acanthamoeba species bisa menyebabkan baik acute

maupun granulomatous amebic meningoencephalitis. Spesies lainnya, Leptomyxid

amoeba, hanya ditemukan pada beberapa kasus meningoensefalitis.

6. I NFEKSI METAZOA

Metazoa yang patogen bagi manusia dapat dibagi : nematoda, trematoda, dan cestoda.

Walaupun ukuran cacing-cacing itu besar sehingga tidak mungkin aliran darah dapat

menyebarluaskan mereka ke organ-organ, tetapi karena mereka mempunyai siklus

kehidupan yang dimana terdapat tahap mereka berukuran kecil. Hal ini mengakibatkan

mereka dapat masuk ke organ termasuk susunan saraf.

Page 22: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

A. Infeksi Nematodal (trichinella spiralis)

Patogenesis invasi ke dalam susunan saraf adalah sebagai berikut. Kista

trichinella spiralis masuk ke traktus gastrointestinal. Di situ ia berkembang menjadi

dewasa dan dapat menyebar secara hematogen. Terutama otot skeletal menjadi

sasaran penyebaran tersebut. Kadang miokardium dan otak juga mendapat kista

tersebut. Otak memperlihatkan mikrogranulatom yang mengandung kista. Otak dan

meninges bengkak dan pendarahan kecil tersebar di seluruh otak. Lesi – lesi vaskular

di otak disebabkan oleh vaskulitis kapiler. Gejala – gejala neurologik perifer

disebabkan juga oleh adanya granulom kecil yang menimubulkan infiltrasi terhadap

bekas saraf perifer.

B. Infeksi Trematodal

Golongan cacing yang dapat menyebabkan komplikasi neurologik ialah

skistosoma dan paragonimus. Pada sikstomiasis perjalanannya sebagai berikut.

Serkaria dikandung oleh jenis siput tertentu. Melalui minum dari kali yang banyak

mengandung siput tersebut, atau mandi di kali itu maka serkaria dapat menembus

permukaan tubuh luar dan dalam, lalu tiba di venula. Melalui vena , serkaria menuju

ke paru-paru. Yang disebar mmelalui peredaran darah ke organ-organ lain berikut

susunan saraf ialah telur cacing yang berkembang biak di paru-paru. Lesi yang

ditemukan di susunan saraf pusat berupa granuloma yang mengandung telur cacing,

abses, fibrosis, dan gliosis.

C. Infeksi Sestodal (Sistiserkosis)

Pada sistiserkosis terdapat dua sindrom yang berbeda oleh sebab siklus kehidupan

cacing pita memungkinkan dua macam perkembangan yang berbeda.

a. Bilamana sistiserkus tiba di traktus digestivus manusia misalnya karena makin

babi kurang matang yang mengandung sistiserkus. Di dalam usus ia dapat tumbuh

menjadi dewasa dan menetap di situ.

Page 23: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

b. bilamana manusia makan telur tania sollium lalu mudigahnya dapat menembus

mukosa traktus digestivus dan tiba di saluran darah melalui penyebaran hematogen

sehingga berbagai organ dapat menerima nya.

Setibanya di otak, tempayak lalu hidup di situ sebagai sistiserkus. Lesi – lesi otak

berupa kista-kista di ventrikel, ganglia basal, atau batang otak. Manifestasi yang

timbul ialah akibat kompresi, desak ruang, edema, dan reaksi peradangan karena

adanya kista-kista tersebut.

D. Penyakit Hidatidosis

Kambing dan anjing merupakan sumber cacing ekinokokus. Telur cacing yang keluar

dengan tinja anjing dapat mengotori air minum atau makanan. Jika manusia menelan

telur itu, didalam duodenum telur itu menetas dan mudigah menembus mukosa untuk

tiba didalam vena. Setalah itu terjadilah penyebaran hematogen. Hepar dan paru-paru

merupakan tempat tujuan utama. Banyak diantara mudigahyang tiba dihepar dan

paru-paru mati, tetapi sedikit yang dapat melanjutkan penghidupannya dengan

membentuk kista. 5% dari orang-orang yang menjadi tuan rumah ekinokokus, dapat

memperoleh kista didalm otak. Biasanya terdapat hanya satu kista, tetapi dapat juga

berkembang beberapa kista. Hamper semua kista terletak subkortikal dan biasanya

didaerah oksipital dan parietal. Ukuran kista itu berkisar antara bola pingpong sampai

bola tenis. Maka dari itu manifestasinya terdiri dari gejala-gejala proses desak ruang

intracranial yang berlangsung lambat. Kebanyakan penderita adalah anak-anak dan

orang dewasa muda.

Page 24: Neuro - Infeksi Susunan Saraf

Daftar Pustaka

1. Ngoerah, Prof.dr.I Gst. Ng. Gd, 1990, penyakit infeksi susunan saraf, Dasar-dasar Ilmu

Penyakit Saraf, hal 259-274, Jakarta

2. Mardjiono, Prof.dr. Mahar dan Sidharta, Prof.dr. Priguna, 1966, mekanisme infeksi

susunan saraf, hal 303-334, Dian Rakyat, Jakarta.

3. www.fk.uwks.ac.id/.../IlmuPenyakitSaraf/iNFEKSICEREBRA.pdf

4. http://mikrobia.wordpress.com/2008/05/17/infeksi-jamur-pada-susunan-saraf-pusat/