Obat Saluran Pernafasan Poltekes Kemenkes Ri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

file

Citation preview

  • ( Obat Antitusif, Obat Ekspektoransia dan Obat Bronkodilator )

    Disusun oleh :

    1. Chilie Andini Putri

    2. Erita Retorini

    3. Irdiah

    4. Pratiwi Kusuma Wardani

    5. Surtina

    Mata Kuliah : Kimia Farmasi II

    Dosen Pembimbing : Libertus Tintus S.Farm Apt

    JURUSAN FARMASI

    POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG

    2012 / 2013

  • 2

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar

    Daftar Isi.

    BAB I PENDAHULUAN

    I.1. Teori Singkat Saluran Pernafasan.............................................................................

    Pengertian......................................................................................................................

    Jenis Obat yang Bekerja pada Saluran Pernafasan..........................................................

    Batuk................................................................................................................................

    Mekanisme Terjadinya Batuk..................................................................................

    Penyebab Batuk........................................................................................................

    Pengobatan Batuk.....................................................................................................

    Asma................................................................................................................................

    Pengobatan Asma.....................................................................................................

    BAB II ISI

    II.1. Obat Saluran Nafas.........................................................................................................

    Antitusif...........................................................................................................................

    Ekspektoransia.................................................................................................................

    Bronkodilator...................................................................................................................

    BAB III PENUTUP................................................................................................................

    Kesimpulan.

    Daftar Pustaka.

    1

    1

    1

    2

    2

    4

    5

    5

    6

    7

    7

    15

    18

    26

    26

    27

  • 3

    Kata Pengantar

    Segala puji hanya untuk Allah SWT, Tuhan seluruh umat manusia, karena hanya atas

    Rahmat, Hidayah serta karunia-Nya lah penyusun dapat menyalesaikan tugas mata kuliah

    Kimia Farmasi II ini tepat pada waktunya.

    Didalam penyusunan makalah ini, banyak sekali sumber-sumber informasi yang telah

    penyusun gunakan, seperti internet, buku serta sumber-sumber lain yang mendukung. Selain itu,

    banyak sekali pihak-pihak yang telah terlibat didalam penyusunan makalah ini, untuk itu

    penyusun mengucapkan terimakasih atas kerjasamanya kepada pihak-pihak yang telah terlibat,

    semoga Allah SWT membalas kebaikannya dengan hal yang setimpal.

    Penyusun menyadari bahwa tidak ada suatu hal yang sempurna. Sama halnya dengan

    hasil penyusunan makalah ini, oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca

    sangat penyusun harapkan guna peningkatan kualitas dalam penyusunan tugas selanjutnya.

    Semoga makalah ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya, khususnya

    mahasiswa dan mahasiswi di Poltekkes Pangkalpinang.

    Pangkalpinang, Maret 2013

    Penyusun

  • 4

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1. Teori Singkat Saluran Pernafasan

    Pengertian

    Saluran pernapasan dibagi dalam 2 golongan utama:

    1. Saluran pernapasan atas, terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, faring, laring.

    2. Saluran pernafasan bawah terdiri dari trachea, bronchi, bronchioles, alveoli dan membran

    alveoulerv kapiler.

    Ventilasi dan respirasi adalah dua istilah yang berbeda dan tidak boleh ditukar

    pemakaiannya. Ventilasi adalah pergerakan udara dari atmosfer melalui saluran pernapasan atas

    dan bawah menuju alveoli. Respirasi adalah proses dimana terjadi pertukaran gas pada

    membrane alveolar kapiler.

    Infeksi saluran pernafasan adalah infeksi yang mengenai bagian manapun saluran

    pernafasan, mulai dari hidung, telinga tengah, faring, laring (bronkus bronkeolus) dan paru-paru.

    Saluran pernafasan terdiri dari 2 bagian utama :

    1. Saluran pernafasan atas, jenis infeksinya : batuk pilek, faringitis, sinusitis, dan toksilitis.

    2. Saluran pernafasan bawah, jenis infeksinya : asma, bronchitis kronik, emfizema,

    bronkioklialis.

    Sistem pernapasan merupakan organ yang rentan dan bermasalah bila terserang infeksi,

    kuman, debu, polusi udara, paparan asap rokok, dan virus. Dampak dari serangan berbagai agen

    pembawa penyakit tersebut dapat menimbulkan ciri khas patologi pada sistem pernapasan yaitu

    khususnya batuk. Beberapa contoh penyakit pada saluran pernafasan :

    Jenis Obat yang Bekerja pada Saluran Pernafasan

    1. Obat Batuk

    Antitusif

  • 5

    Ekspektoran

    Mukolitika

    2. Obat Asma

    Rhinitis

    Bronkhodilator

    1. Batuk

    Batuk bukanlah merupakan penyakit, mekanisme batuk timbul oleh karena paru-paru

    mendapatkan agen pembawa penyakit masuk ke dalamnya sehingga menimbulkan batuk untuk

    mengeluarkan agen tersebut. Batuk dapat juga menimbulkan berbagai macam komplikasi seperti

    pneumotoraks, pneumomediastinum, sakit kepala, pingsan, herniasi diskus, hernia inguinalis,

    patah tulang iga, perdarahan subkonjungtiva, dan inkontinensia urin.Batuk merupakan refleks

    fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan suhu. Batuk juga

    merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga agar jalan nafas tetap

    bersih dan terbuka dengan jalan :

    1. Mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas.

    2. Mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran nafas.

    Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan sebagai gangguan. Batuk semacam itu

    sering kali merupakan tanda suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang-kadang

    merupakan gejala dini suatu penyakit. Batuk mungkin sangat berarti pada penularan penyakit

    melalui udara ( air borne infection ). Batuk merupakan salah satu gejala penyakit saluran nafas

    disamping sesak, mengi, dan sakit dada. Sering kali batuk merupakan masalah yang dihadapi

    para dokter dalam pekerjaannya sehari-hari. Penyebabnya amat beragam dan pengenalan

    patofisiologi batuk akan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan penanggulangan

    penderita batuk.

    Mekanisme Terjadinya Batuk

    Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut

    saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak

    di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah

    reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar

  • 6

    reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga

    ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan diafragma.

    Serabut afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan rangsang

    dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga rangsangan dari telinga melalui cabang

    Arnold dari nervus vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis,

    nervus glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan

    rangsang dari perikardium dan diafragma.

    Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di medula, di dekat

    pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut afferen nervus

    vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus fasialis,

    nervus hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-otot laring,

    trakea, bronkus, diafragma,otot-otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme

    batuk kemudian terjadi.

    Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :

    1. Fase iritasi

    Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar, atau serat

    afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga

    timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga

    luar dirangsang.

    2. Fase inspirasi

    Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor kartilago

    aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam

    jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi

    otot toraks, perut dan diafragma, sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan

    peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak

    memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat

    serta memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme

    pembersihan yang potensial.

    3. Fase kompresi

    Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago

    aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi

    sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi selama

    0,5 detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa penutupan glotis karena otot-otot

    ekspirasi mampu meningkatkan tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.

  • 7

    4. Fase ekspirasi/ ekspulsi

    Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi, sehingga

    terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang tinggi disertai

    dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot

    pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang penting dalam fase mekanisme

    batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat

    getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.

    Penyebab Batuk

    Batuk secara garis besarnya dapat disebabkan oleh rangsang sebagai berikut:

    Rangsang inflamasi seperti edema mukosa dengan sekret trakeobronkial yang banyak.

    Rangsang mekanik seperti benda asing pada saluran nafas seperti benda asing dalam saluran

    nafas, post nasal drip, retensi sekret bronkopulmoner.Rangsang suhu seperti asap rokok (

    merupakan oksidan ), udara panas/ dingin, inhalasi gas.

    Beberapa penyebab batuk :

    Iritan

    - Rokok, asap, SO2, Gas di tempat kerja.

    Mekanik

    - Retensi sekret bronkopulmoner, Benda asing dalam saluran nafas, Post nasal drip, Aspirasi

    Penyakit Paru Obstruktif

    - Bronkitis kronis

    - Asma

    - Emfisema

    - Firbrosis kistik

    - Bronkiektasis

    Penyakit Paru Restriktif

    - Pneumokoniosis

    - Penyakit kolagen

    - Penyakit granulomatosa

    Infeksi

    - Laringitis akut

    - Brokitis akut

    - Pneumonia

    - Pleuritis

  • 8

    - Perikarditis

    Tumor

    - Tumor laring

    - Tumor paru

    Psikogenik

    Pengobatan Batuk

    1. Antitusif

    Obat antitusif berfungsi menghambat atau menekan batuk dengan menekan pusat batuk serta

    meningkatkan ambang rangsang sehingga akan mengurangi iritasi. Secara umum berdasarkan

    tempat kerja obat, antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer dan antitusif yang

    bekerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dan

    nonnarkotik. Contoh : Kodein, DMP, Noskapin dan Uap Menthol.

    2. Ekspektoran

    Obat ini digunakan untuk meningkatkan sekresi mukus di saluran napas sehingga bermanfaat

    untuk mengurangi iritasi dan batuknya akan berkurang dengan sendirinya. Contoh :

    Amonium klorida, potasium sitrat, guaifenesin dan gliseril guaiakolat.

    3. Mukolitika

    Infeksi pernapasan menyebabkan munculnya mukus yg bersifat purulen atau menyebabkan

    infeksi, oleh karena itu harus segera dikeluarkan secara alamiah. Obat golongan ini berkhasiat

    melarutkan dan mengencerkan dahak yg kental sehingga lebih mudah dikeluarkan melalui

    batuk dan sering digunakan pada penderita Bronkhitis. Contoh : Asetilsistein , Bromheksin.

    2. Asma

    Asma adalah keadaan saluran napas yang mengalami penyempitan karena hiperaktivitas

    terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat

    sementara. Asma menyebabkan episode berulang mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk

    pada malam atau dini; episode ini juga dikenal sebagai eksaserbasi atau serangan. Tingkat

    keparahan eksaserbasi dapat berkisar dari ringan sampai mengancam nyawa.

    Seseorang bisa diduga terserang penyakit asma jika mengeluarkan tanda atau gejala

    seperti di bawah ini.

    1. Ketika sedang bernafas sering mengeluarkan bunyi lenguhan. Namun perlu digaris bawahi

    bahwa tidak semua penderita asma nafasnya selalu bersuara.

    2. Nafas sering menjadi sesak karena organ pernafasan menjadi sempit.

  • 9

    3. Batuk yang tiada henti terutama di waktu malam atau ketika cuaca sedang dingin.

    4. Dada terasa sesak dan menjadi sempit, terutama pada bagian paru-paru.

    5. Karena nafas terganggu, maka ketika sedang berbicara tidak bisa lancar dan tidak bisa

    mengatur jalannya pernafasan dengan baik.

    Orang yang menderita asma memiliki jalur penafasan yang sangat sensitif. Penyakit ini

    termasuk penyakit yang kompleks dan belum dapat dimengerti. Tanda-tanda asma yang terlihat

    adalah hasil dari jalan pernafasan yang terhambat. Penyebab penyakit asma yang paling umum

    adalah alergi. Namun selain itu ada juga pemicu lainnya seperti :

    Alergi : Bulu hewan, kutu busuk, sepura, serbuk sari tumbuhan

    Infeksi virus.

    Olah raga.

    Stres dan emosi.

    Obat-obatan.

    Asap rokok.

    Polusi udara.

    Bahan kimia pada alat rumah tangga dan industri.

    Hormon.

    Kondisi cuaca.

    Pengobatan Asma

    1. Bronkodilator

    Bronkodilator artinya obat yang dapat melebarkan saluran napas dengan jalan melemaskan

    otot-otot saluran napas yang sedang mengkerut (asma) .Jalan napas di saluran pernapasan

    yang mentransfer udara ke paru-paru disebut bronchi (bronki). Bronki kemudian terbagi

    lagi menjadi cabang kecil yang disebut bronchioles (bronkiolus). Bronkodilator adalah obat

    yang mempunyai efek antibronkokonstriksi. Bronkodilator dapat digunakan untuk mengatasi

    kesulitan bernafas yang disebabkan oleh asma,bronchitis, bronchiolitis, pneumonia dan

    emfisema. Ada tiga golongan bronkodilator yang biasa digunakan, yaitu :

    a) Adrenergik

    b) Antikolinergik

    c) Xantin

  • 10

    BAB II

    ISI

    II.1. Obat Saluran Nafas

    A. ANTITUSIF

    Obat antitusif berfungsi menghambat atau menekan batuk dengan menekan pusat batuk

    serta meningkatkan ambang rangsang sehinggaakan mengurangi iritasi. Secara umum

    berdasarkan tempat kerja obat, antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer dan antitusif

    yang bekerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dan non-

    narkotik.

    a) Antitusif yang Bekerja di Perifer

    Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran nafas, yaitu

    pa da reseptor iritan perifer dengan cara anestesi langsung atau secara tidak langsung

    mempengaruhi lendir saluran napas.

    Obat-obat anestesi

    Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol, dan garam fenol digunakan

    dalam pembuatan lozenges. Obat ini mengurangi batuk akibat rangsang reseptor iritan di faring,

    tetapi hanya sedikit manfaatnya untuk mengatasi batuk akibat kelainan saluran napas bawah.

    Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain dan lidokain sangat

    bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur pemeriksaan bronkoskopi. Beberapa hal

    harus diperhatikan dalam pemakaian obat anestesi topikal yaitu :

    1. Resiko aspirasi beberapa jam sesudah pemakaian obat.

    2. Diketahui kemungkinan reaksi alergi terhadap obat anestesi.

    3. Peningkatan tekanan jalan nafas sesudah inhalasi zat anestesi.

    4. Resiko terjadinya efek toksis sistemik termasuk aritmia dan kejang terutama pada penderita

    penyakit hati dan jantung.

    Lidokain

    Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain dan lidokain sangat

    bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur pemeriksaan bronkoskopi.

  • 11

    Demulcent

    Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan selaput lendir. Obat

    ini dipakai sebagai pelarut antitusif lain atau sebagai lozenges yang mengandung madu, akasia,

    gliserin dan anggur. Secara obyektif tidak ada data yang menunjukkan obat ini mempunyai efek

    antitusif yang bermakna, tetapi karena aman dan memberikan perbaikan subyektif obat ini

    banyak dipakai.

    b) Antitusif yang Bekerja Sentral

    Obat ini bekerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsang yang dibutuhkan

    untuk merangsang pusat batuk. Dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik.

    Golongan narkotik

    Antitusif yang mempunyai potensi untuk mendatangkan adiksi/ ketergantungan, dan

    mempunyai potensi untuk disalahgunakan.Opiat dan derivatnya mempunyai beberapa macam

    efek farmakologik, sehingga digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan

    sesak karena gagal jantung kiri dan antidiare. Di antara alkaloid ini, morfin dan kodein sering

    digunakan. Efek samping obat ini adalah penekanan pusat napas, konstipasi, kadang-kadang

    mual dan muntah, serta efek adiksi. Opiat dapat menyebabkan terjadinya bronkospasme karena

    penglepasan histamin, tetapi efek ini jarang terlihat pada dosis terapeutik untuk antitusif. Di

    samping itu narkotik juga dapat mengurangi efek pembersihan mukosilier dengan menghambat

    sekresi kelenjar mukosa bronkus dan aktivitas silia. Terapi kodein kurang mempunyai efek

    tersebut.

  • 12

    a. Kodein

    7,8 Didehidro- 4,5-epoksi-3metoksi-17-metilmorfinan 6 -ol monohidrat [6059-47-8]

    CHNOHO Anhidrat

    Kodein atau Metilmorfin masih merupakan antitusif dengan uji klinik terkontrol dalam batuk

    eksperimen dan batuk patologik akut dan kronis.

    Dalam dosis antitusif biasa, kodein memiliki efek analgesic ringan dan sedative. Efek

    Analgetik Kodein ini dapat dimanfaatkan untuk batuk yang disertai dengan nyeri dan

    ansietas. Dan untuk dapat menimbulkan ketergantungan fisik, Kodein harus diberikan dalam

    dosis tinggi dalam beberapa jam dengan jangka waktu satu bulan/lebih (lama).

    Kodein diserap baik pada pemberian oral dan puncak efeknya ditemukan 1-2 jam, dan

    berlangsung selama 4-6 jam. Metabolisme terutama di hepar, dan diekskresi ke dalam urin

    dalam bentuk tidak berubah, diekskresi komplit setelah 24 jam. Dalam jumlah kecil

    ditemukan dalam air susu Ibu.

    Sediaan terdapat dalam bentuk tablet Kodein Sulfat atau Kodein fosfat berisi 10, 15, dan 20

    mg. Dosis biasa dewasa 10-30 mg setiap 4-6 jam. Dosis yang lebih besar tidak lagi

    menambah besar efek secara proporsional. Dosis anak: 1-1,5 mg/kg BB/ hari dalam dosis

    terbagi.

    Kodein dalam dosis kecil (10-30mg) sering digunakan sebagai obat batuk, jarang ditemukan

    efek samping, dan kalau ada tidak lebih tinggi dari placebo. Efek samping dapat berupa mual,

    pusing, sedasi, anoreksia, dan sakit kepala. Dosis lebih tinggi (60-80mg) dapat menimbulkan

    kegelisahan, hipotensi ortostatik, vertigo, dan midriasis. Dosis lebih besar lagi (100-500mg)

    dapat menimbulkan nyeri abdomen atau konstipasi. Jarang-jarang timbul reaksi alergi seperti:

    dermatitis, hepatitis, trombopenia, dan anafilaksis. Depresi pernafasan dapat terlihat pada

    dosis 60 mg dan depresi yang nyata terdapat pada dosis 120 mg setiap beberapa jam. Karena

    itu dosis tinggi berbahaya pada penderita dengan kelemahan pernafasan, khususnya pada

    penderita retensi CO2.

  • 13

    Dosis fatal kodein ialah 800-1000 mg. Kelebihan dosis paling sering terjadi pada anak-anak,

    dan terutama harus diperhatikan pada neonatus dengan perkembangan hepar dan ginjal yang

    belum sempurna atau dengan diuresis yang berkurang sehingga dapat terjadi efek kumulatif

    yang memperdalam koma atau mempercepat kematian. Antagonis Opioid seperti nalokson

    dapat bermanfaat untuk terapi kelebihan dosis.

    Morfin

    Dihidromorfinon,

    Dihidrokodeinon

    Morfolinil-etilmorfin (Pholcodine)

    Puried Opium Alkaloid (Pantopon)

    Meperidin

    Levorfanol

    Keefektifan antitusif narkotik ini sebagai obat batuk, sedangkan secara klinis yang digunakan

    sebagai antitusif yang hanyalah kodein. Narkotik lain diatas tidak lebih baik dari Kodein dam

    efektifitas dan keamanannya sebagai penekan batuk.

    Kebanyakan obat-obat yang mendepresi SSP dapat mempengaruhi pusat batuk di Medulla

    Oblongata. Antitusif yang bekerja sentral juga dapat bekerja melalui serabut saraf di Cortex

    serebri dan subcortex, seperti Opioid-opioid dan sedative pada umumnya.

    b. Antitusif Narkotik Lain

    Dihidrokodein ( paracodin ), cara kerja dan efek samping hamper sama dengan

    kodein.Folkodin, penggunaan utama ialah sebagai antitusif. Efek analgetik dan efek efori hampir

    tidak ada ( kalau ada kecil sekali ), dan gejala putus obat jauh lebih ringan dari kodein.

    Hidrokodon

    Merupakan derivat sintetik morfin dan kodein, mempunyai efek antitusif yang serupa dengan

    kodein. Efek samping utama adalah sedasi, penglepasan histamin, konstipasi dan kekeringan

    mukosa. Obat ini tidak lebih unggul dari kodein.

    Golongan non-narkotik

    Antitusif non narkotik ialah antitusif yang tidak mendatangkan adiksi dan potensinya

    untuk di salah gunakan kecil sekali. Termasuk dekstrometorfan, noskapin dan lain lain

    antitusif yang bekerja perifer.

  • 14

    a. Dekstrometorfan

    Dekstrometorfan adalah derifat morfinan sintetik yang bekerja sentral dengan meningkatkan

    ambang rangsang reflek bentuk sama seperti kodein. Potensi antitusifnya lebih kurang sama

    dengan kodein. Berbeda dengan kodein dan 1 metorfan, dekstrometorfan tidak memiliki

    efek analgesik, efek sedasi, efek pada saluran cerna dan tidak mendatangkan adiksi atau

    ketergantungan. Dekstrometorfan efektif untuk mengontrol batuk eksperimen maupun batuk

    patologik akut maupun kronis. Dekstrometorfan di laporkan juga memiliki efek pengurangan

    sekret dan efek antiinflamasi ringan. Kadang kadang dilaporkan adanya stimulasi ringan

    pernafasan pada penggunaanya dalam batas batas dosis antitusif biasa.

    Efek samping dan toksisitas : efek penekanan aktifitas silia bronkhus hanya terjadi pada dosis

    tinggi. Toksisitas rendah sekali. Dosis berlebihan menimbulkan pusing, diplopia, sakit kepala,

    mual, dan muntah. Dalam dosis sangat besar di temukan depresi pernafasan yang dapat

    menimbulkan kematian.

    Dosis Umum Dosis rata - rata

    Dekstrometorfan 15 30 mg

    Noskapin 10 30 mg

    Karbetapentan 15 30 mg

    Karamifen 10 20 mg

    Levopropoksifen 50 100 mg

    Benzonatat 50 100 mg

    Dimetoksanat 25 mg

    Klorfedianol 25 mg

    Pipazetat 20 40 mg

    Difenhidramin ( benadryl

    )

    25 50 mg

    Prometazin 5 60 mg

  • 15

    Dekstrometorfan tersedia dalam bentuk tablet, sirup berisi 10 20 mg / 5 ml. Dosis dewasa

    10 20 mg setiap 4 6 jam, maksimum 120 mg / hari, Meninggikan dosis tidak akan

    menambah kuat efek, tapi dapat memperpanjang kerjanya sampai 10 12 jam, dan ini dapat

    bermanfaatkan untuk mengontrol batuk malam hari. Dosis anak anak 1 mg/ kg BB/ hari

    dalam dosis terbagi 3 4 kali sehari.

    b. Noskapin

    Noskapin merupakan derivat benzilisokinolin yang di peroleh dari alkaloid opium, tidak

    mempunyai efek analgesik. Kecuali efek antitusif, noskapin dalam dosis terapi tidak memiliki

    efek terhadap SSP, dan tidak memiliki efek adiksi dan ketergantungan; potensi antitusif nya

    lebih kurang sama dengan kodein ( dalam berat yang sama ). Cara kerja sama dengan kodein.

    Efek samping yang menonjol adalah gangguan saluran cerna ( terutama konstipasi ringan ),

    terlihat sampai 30 % dari pasien yang di teliti. Efek depresi pernafasan baru terjadi bila di

    berikan dosis lebih dari 90 mg. Kelebihan dosis juga menimbulkan depresi otot jantung dan

    otot polos lain.

    Noskapin tersedia dalam bentuk tablet etau sirup. Dosis dewasa 3 kali sehari 15 30 mg.

    c. Levopropoksifen

    Levopropoksifen adalah senyawa non narkotik sintetik, isomer dari propoksifen yang tidak

    memiliki efek analgesik. Beberapa uji klinik pada pasien dengan batuk patologik

    menunjukkan efikasinya dapat menyamai dekstrometorfan. Dosis yang di gunakan untuk

    mengontrol batuk adalah 50 100 mg.

    d. Difenhidramin

    Antihistamin H1 dengan efek sedasi dan efek antikolinergik dapat menekan batuk, misalnya

    difenhidramin. Sebagai antitusif harus di berikan dalam dosis yang juga menyebabkan sedasi,

    dan obat ini sering di berikan dalam bentuk kombinasi dangan obat lain.

  • 16

    Lain lain Antitusif non Narkotik

    a. KLOFEDANOL ( Pectolitan ) di peroleh dengan mengganti gugusan COC2H5 pada

    normectadon dengan gugus OH, hampir tidak menunjukkan efek analgetik lagi, dan tidak

    mendatangkan adiksi.

    b. KLOBUTINOL ( Silomat 0 dan ISOAMINIL ( Peracon ) mempunyai struktur kimia mirip

    dengan klofedanol. Isoaminil dapat menimbulkan gejala psikotomimetik dan telah banyak di

    laporkan bahwa obat ini banyak di salahgunakan.

    c. PENTOKSIVERIN ( Sedotusin ), Butamirat sitrat ( Sinecod ), OKSELADIN, oksolamin (

    Bredon ) dan PIPIZETAT ( Selvigon ) merupakan ester basa yang tidak memiliki efek

    samping depresi yang pernafasan.

    1. Sifat obat

    Dekstrometorfan

    Hablur hampir putih atau serbuk hablur

    Bau lemah

    Melebur pada suhu lebih kurang 1260 disertai peruraian.

    Agak sukar larut dalam air

    Mudah larut dalam etanol dan kloroform

    Tidak larut dalam eter.

    Codein Hidrocloridum

    Kodein HCl mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 100,5%

    C18H22ClNO3 dihitung dari zat yang telah di keringkan .

    Pemerian Hablur kecil tidak berwarna atau serbuk hablur berwarna putih .

    Kelarutan Larut dalam air,sukar larut dalam etanol,praktis tidak larut dalam kloriform

    dan dalam eter .

    Difenhidramine HCl

    Difenhidramin HCl mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0%

    C17H21NO.HCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan .

    Berupa serbuk hablur, putih, tidak berbau. Jika kena cahaya, perlahan-lahan warnanya

    menjadi gelap.

    Larutannya praktis netral terhadap kertas lakmus P.

  • 17

    Mudah larut dalam air, dalam etanol dan dalam kloroform;agak sukar larut dalam

    aseton ,sangat sukar larut dalam benzena dan dalam eter .

    Lidocaine HCl

    Lidokain HCL mengandung tidak kurang dari 97,5% dan tidak lebih dari 102,5%

    C14H22N2O.HCl dihitung terhadap zat anhidrat .

    Berupa serbuk hablur putih,tudak berbau,rasa sedikit pahit .

    Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol; larut dalam kloroform; tidak larut

    dalam eter .

    Noskapin

    Noskapin mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5%

    C22H23NO7 dihitung terhadap zat anhidrat .

    Berupa serbuk hablur halus,putih atau praktis putih .

    Mudah larut dalam kloroform; larut dalam aseton; sukar larut dalam etanol dan dalam

    eter; praktis tidak larut dalam air .

    2. Pengaruh lingkungan

    Codein HCl harus disimpan dalam wadah tertutup rapat .

    Difenhidramine HCl disimpan dalam wadah tertutup rapat,tidak tembus cahaya .

    Lidokain HCl disimpan dalam wadah tertutup baik .

    Noskapin disimpan dalam wadah tertutup baik .

    3. Cara pembuatan

    Sirup Dekstrometorfan

    Sediaan 1

    0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air lalu diaduk hingga homogen.

    Kemudian ditambahkan 25 mL sirupus simpleks, diaduk hingga homogen. Campuran

    tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest.

    Sediaan 2

    Dekstrometorphan ditimbang sebanyak 0,2 g, lalu dilarutkan dalam 12 mL air, diaduk

    hingga homogen. Ditambahkan 75 mL air dan diaduk hingga homogen. Campuran

    tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest.

  • 18

    Sediaan 3

    0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air, lalu diaduk hingga homogen.

    Kemudian 0,18 g metil paraben dan 0,02 g propil paraben dilarutkan dalam 2 mL etanol

    secara terpisah satu sama lain. Setelah larut, masing-masing larutan tersebut dimasukan

    ke dalam botol. Lalu ditambahkan 25 mL sirupus simpleks. Setelah itu aquadest

    dimasukan add 100 mL.

    Sediaan 4

    Dekstrometorphan ditimbang sebanyak 0,2 g dan dilarutkan dalam 12 mL air. 0,2 g

    metil paraben dilarutkan dalam 2 mL etanol. 25 mL sirupus simpleks dicampurkan dan

    diaduk hingga homogen. Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah

    ditara. Add 100 mL dengan aquadest.

    Sediaan 5

    0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air. Ditambahkan 25 mL sirupus

    simpleks dan diaduk hingga homogen. 15 g sorbitol dilarutkan dalam air. Campuran

    tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest.

    B. EKSPEKTORANSIA

    Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas

    (ekspetorasi). Penggunaan ekspektoran didasarkan pengalaman empiris. Mekanisme kerjanya

    diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara reflex merangsang sekresi

    kelenjar saluran napas lewat N.vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah

    pengeluaran dahak. Obat yang termasuk golongan ini, ialah :

    a. Ammonium klorida

    Biasanya digunakan dalam bentuk campuran dengan ekspektoran lain atau antitusif.

    Ammonium klorida dosis besar dapat menimbulkan asidosis metabolik, dan harus digunakan

    dengan hati-hati pada pasien dengan insufisiensi hati, ginjal, dan paru. Dosis ammonium

    klorida sebagai ekspektoran padaorang dewasa ialah 300 mg (5 mL) tiap 2-4 jam.

    b. Gliseril guaiakolat

    Penggunaan obat ini hanya didasarkan pada tradisi dan kesan subyektif pasien dan dokter.

    Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk, mual, dan muntah.

    Obat ini tersedia dalam bentuk sirop 100mg/5mL. Dosis dewasa yang dianjurkan 2-4 kali

    200-400 mg sehari.

  • 19

    1. Struktur Kimia

    Bromheksin

    Asetilsistein

    Guaifenisin

    Karbosistein

    2. Pengaruh lingkungan

    Ammonium Klorida harus disimpan didalam wadah tertutup rapat.

    Asetil sistein harus disimpan didalam wadah tertutup rapat.

    Guaifenesin harus disimpan didalam wadah tertutup rapat.

    3. Sifat obat

    Amonium Klorida

    Berbentuk Kristal putih

    Tidak berbau

    Merupakan garam dari ammonia yang larut dalam air. Bila dilarutkan dalam air,

    sedikit asam, karena garam ini berasal dari asam kuat (HCl) dan basa lemah. Rumus

    kimia NH4Cl.

    Berat molekul: 53.491

    Titik didih 338 C. Kelarutan dalam air 297 g/L (0 C), 372 g/L (20 C), dan 773 g/L

    (100 C); sedangkan dalam alkohol 6 g/L (19 C).

    Tidak larut dalam diethyl ether, acetone serta hampir tidak larut dalam etil asetat.

    Asetil sistein (acetylsteinum)

    Kelarutan mudah larut dalm air, dalam etanol: praktis tidak larut dalam ester dan

    klorofom.

  • 20

    Guaifenesin (gusifenesium, gliserin guaiakolat)

    Kelarutan, larut dalam air, dalam etanol, klorofom dan dalam propilen ; agak sukar

    larut dalam gliserin.

    Ekspektoransia yang bekerja sekretolitik merangsang mukosa lambung, sehingga

    sekresi bronkhus ditingkatkan, melalui stimulasi vagus. Hal ini mengakibatkan pembentukan

    sekret yang encer.

    a. Kalium iodida tergolong sekretolitik yang paling kuat, penggunaan luas.

    b. Asetilsistein, karbosistein dan bromheksin mengurangi viskositas sekret bronkhus,

    asetilsistein bekerja berdasarkan reaksi kimia langsung dengan glikoprotein yang terdapat

    di dalam lendir. Asetilsistein berdasarkan gugus merkapto nya yang bebas dapat

    memecahkan jembatan disulfida glikoprotein. Reaksi yang terjadi dapat dirumuskan

    sebagai berikut (R-SH = asetilsistein)

    4. Cara pembuatan

    Salah satu contoh Untuk pembuatan asetilsistein dimulai dari sistin yang diperoleh dari

    keratin. Setelah asetilasi dengan asetan hidrida dengan NaOH, senyawa N,N-diasetilsistin yang

    terbentuk direduksi dengan seng dalam larutan asam.

    C. BRONKODILATOR

    Bronkodilator artinya obat yang dapat melebarkan saluran napas dengan jalan

    melemaskan otot-otot saluran napas yang sedang mengkerut (asma) .Jalan napas di saluran

    pernapasan yang mentransfer udara ke paru-paru disebut bronchi (bronki). Bronki kemudian

    terbagi lagi menjadi cabang kecil yang disebut bronchioles (bronkiolus). Bronkodilator adalah

    obat yang mempunyai efek anti bronkokonstriksi. Bronkodilator dapat digunakan untuk

    mengatasi kesulitan bernafas yang disebabkan oleh asma, bronchitis, bronchiolitis, pneumonia

    dan emfisema.

    Penggolongan Bronkodilator

    1. Berdasarkan waktu kerja obat

    Ada dua jenis bronkodilator berdasarkan waktu kerja obatnya, yaitu short-acting dan long-

    acting. Short-acting merupakan bronkodilator kerja cepat yang dapat meredakan gejala

    asma. Bronkodilator jenis ini digunakan sebagai obat penyelamat dalam kasus serangan

  • 21

    asma. Sedangkan long-acting merupakan bronkodilator kerja lama yang digunakan setiap

    hari untuk mengontrol asma.

    2. Berdasarkan tipe utama bronkodilator

    Ada tiga jenis bronkodilator berdasarkan tipe utamanya yaitu agonis -adrenergik,

    antikolinergik dan derivat xanthin.

    Agonis -adrenergik

    Beberapa senyawa adrenergik yang mengaktifkan -reseptor, mempunyai kekhasan

    tinggi terhadap 2-reseptor dan dapat menyebabkan relaksasi otot polos bronki sehingga

    digunakan sebagai bronkodilator. Oleh karena dapat menyebabkan relaksasi otot polos

    bronkiola, bronkodilator digunakan sebagai penunjang pada pengobatan asma, bronkitis,

    emfisema dan lain-lain gangguan pada paru. Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Hal ini

    dikarenakan -reseptor berhubungan erat dengan adenil siklase, yaitu substansi penting yang

    menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan bronkodilatasi. Contoh :

    1. Salbutamol sulfat

    Bekerja secara dominan sebagai perangsang 2-reseptor pada otot bronki sehingga

    digunakan sebagai bronkodilator yang khas, dengan efek terhadap reseptor pada jantung

    sangat kecil. Salbutamol digunakan untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki,

    bronkitis kronik dan emfisema.

    2. Terbutalin sulfat

    Bekerja secara dominan sebagai perangsang 2-reseptor pada otot bronki sehingga

    digunakan sebagai bronkodilator yang khas, dengan efek terhadap reseptor pada jantung

    sangat kecil. Terbutalin digunakan untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki,

    bronkitis kronik dan emfisema.

    3. Klenbuterol

    Bekerja secara dominan sebagai perangsang 2-reseptor pada otot bronki sehingga

    digunakan sebagai bronkodilator yang khas, dengan efek terhadap reseptor pada jantung

    sangat kecil. Klenbuterol digunakan untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki,

    bronkitis kronik dan emfisema.

    4. Metaproterenol sulfat

    Bekerja sebagai perangsang reseptor -adrenergik yang kuat. Reseptor pada otot bronki

    lebih sensitif terhadap obat ini dibandingkan pada jantung dan pembuluh darah sehingga

    digunakan sebagai bronkodilator untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki,

    bronkitis kronik dan emfisema.

  • 22

    5. Fenoterol HBr

    Digunakan sebagai bronkodilator untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki,

    bronkitis kronik dan emfisema. Dapat untuk profilaksis karena efek anti alerginya.

    6. Heksoprenalin sulfat

    Digunakan sebagai bronkodilator untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki,

    bronkitis kronik dan emfisema.

    7. Prokaterol HCl

    Bekerja secara dominan sebagai perangsang 2-reseptor pada otot bronki sehingga

    digunakan sebagai bronkodilator yang lebih khas dibandingkan dengan salbutamol.

    Prokaterol juga mempunyai efek anti alergi yang cukup kuat. Prokaterol digunakan untuk

    meringankan bronkospasma pada asma bronki, bronkitis kronik dan emfisema.

    8. Efedrin HCl

    Mempunyai 4 bentuk optis aktif dan yamg paling aktif adalah bentuk isomer D (-). Efedrin

    merupakan senyawa simpatomimetik dengan efek langsung dan tak langsung terhadap

    dan -adrenoseptor. Karena sifat vasokonstriksinya, efedrin digunakan untuk

    bronkodilator, dekongestan hidung dan dekongestan mata.

    9. Salmeterol xinafoat

    Bekerja sebagai perangsang 2-reseptor pada otot bronki, dengan efek terhadap reseptor

    pada jantung sangat kecil. Salmeterol merupakan bronkodilator kuat yang dikembangkan

    untuk pemakaian inhalasi, mempunyai derajat kekhasan tinggi, dan dapat menghambat

    saraf vagus yang bertanggung jawab terhadap spasma bronkus. Digunakan secara inhalasi

    untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki, bronkitis kronik dan emfisema.

    10. Epinefrin

    Digunakan sebagai bronkodilator untuk meringankan akibat serangan asma bronki, untuk

    pengobatan glaukoma kronik, sebagai bahan tambahan pada anestesi setempat dan untuk

    mengurangi tekanan dalam mata.

    11. Metoksifenamin HCl

    Adalah senyawa simpatomimetik dengan efek utama bronkodilator dan menghambat otot

    polos. Efek obat terhadap tekanan darah, jantung, dan sistem saraf pusat lebih rendah

    dibandingkan dengan efedrin atau adrenalin. Metoksifenamin digunakan untuk pengobatan

    asma, alergi rinitis, dan urtikaria.

  • 23

    Antikolinergik

    Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergis dan sistem

    kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor 2 dari sistem adrenergis terhambat, maka

    sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronkokonstriksi. Antikolinergik memblok

    reseptor muskarin dari saraf-saraf kolinergis di otot polos bronki, hingga aktivitas saraf

    adrenergis menjadi dominan dengan efek bronkodilatasi. Contoh :

    1. Ipratropium bromida

    Ipratropium bromida merupakan antikolinergik yang paling luas digunakan, dimana

    berfungsi sebagai bronkodilator yan dikembangkan untuk pemakaian inhalasi,

    mempunyai derajat kekhasan tinggi, dan dapat menghambat saraf vagus yang

    bertanggung jawab terhadap spasma bronkus. Ipratropium digunakan untuk pengobatan

    gangguan jalan udara yang berhubungan dengan bronkitis kronik.

    Derivat xanthin

    Senyawa-senyawa turunan xanthin diketahui memiliki beberapa aktivitas

    farmakologis, diantaranya sebagai bronkodilator. Meskipun penggunaannya sebagai obat anti

    asma telah cukup dikenal, tetapi turunan xanthin diketahui memiliki efek samping yang

    kurang menguntungkan yaitu penekanan pada jantung dan sistem saraf pusat. Beberapa

    penelitian mengenai modifikasi struktur xanthin telah dilakukan guna mendapatkan turunan

    yang lebih poten dan selektif. Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui bahwa substitusi

    pada atom N xanthin dapat meningkatkan aktivitas dan selektivitasnya sebagai

    bronkodilator. Contoh :

    1. Teofilin

    Bekerja sebagai bronkodilator dengan menghambat secara kompetitif enzim siklik

    nukleotida fosfodiesterase menghasilkan peningkatan kadar cAMP sehingga terjadi

    relaksasi langsung otot polos bronki. Seperti turunan xanthin yang lain, teofilin juga

    mempunyai efek vasodilator koroner, rangsangan jantung, rangsangan otot rangka,

    rangsangan sistem saraf pusat dan diuretik.

    2. Aminofilin

    Adalah kompleks teofilin dan etilendiamin di-HCl yang mempunyai kelarutan dalam air

    lebih besar dibandingkan dengan teofilin.

  • 24

    1. Struktur Kimia

    Agonis -adrenergik

  • 25

    Antikolinergik

    Derivat xanthin

    1. Teofilin

  • 26

    2. Aminofilin

    2. Pengaruh Lingkungan Terhadap Obat

    Obat harus disimpan sehingga terhindar dari pencemaran dan peruraian, terhindar dari

    pengaruh lingkungan seperti udara, kelembaban, panas dan cahaya. Penyimpanan obat

    berkaitan dengan wadah dan sumbat yang digunakan. Wadah dan sumbatnya dapat

    mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun fisika yang

    dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu maupun kemurniannya hingga tidak

    memenuhi syarat baku.

    1. Salbutamol sulfat

    Salbutamol sulfat merupakan obat yang harus disimpan dalam wadah tertutup baik dan

    tidak tembus cahaya. Wadah tertutup baik merupakan wadah yang harus melindungi isinya

    terhadap pemasukan bahan padat dari luar dan mencegah kehilangan isi selama

    penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi. Salbutamol sulfat harus disimpan

    dalam wadah tidak tembus cahaya dikarenakan cahaya merupakan salah satu pengaruh

    lingkungan yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan khasiat, mutu dan kemurnian

    pada obat.

  • 27

    2. Aminofilin

    Aminofilin merupakan obat yang harus disimpan dalam wadah tertutup rapat dan

    terlindung dari cahaya. Wadah tertutup rapat merupakan wadah yang harus melindungi

    isinya terhadap masuknya bahan padat, lengas dari luar dan mencegah kehilangan,

    pelapukan, pencairan dan penguapan selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan

    distribusi. Aminofilin harus disimpan dalam wadah tertutup rapat dikarenakan aminofilin

    merupakan obat yang mudah menguap atau terurai. Aminofilin harus disimpan dalam

    wadah yang terlindung dari cahaya dikarenakan cahaya merupakan salah satu pengaruh

    lingkungan yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan khasiat, mutu dan kemurnian

    pada obat.

    3. Sifat Obat

    1. Salbutamol sulfat

    Merupakan serbuk putih atau hampir putih.

    Memiliki rumus molekul (C13H21NO3)2 . H2SO4

    Memiliki berat molekul sebesar 576,70

    Mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% (C13H21NO3)2 .

    H2SO4 dihitung terhadap zat anhidrat.

    Mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter.

    Cepat diabsorpsi dalam saluran cerna.

    Memiliki waktu paruh plasma antara 2-7 jam tergantung pada cara pemberian. Pada

    pemberian secara parenteral waktu paruh obat pendek, pemberian secara oral waktu

    paruh obat sedang dan pemberian secara inhalasi aerosol waktu paruh obat lebih

    panjang.

    2. Aminofilin

    Merupakan serbuk atau butir yang berwarna putih atau agak kekuningan

    Memiliki rumus molekul C16H24N10O4

    Memiliki berat molekul sebesar 420,43

    Mengandung tidak kurang dari 78,0% dan tidak lebih dari 83,5% teofilina (C7H8N4O2),

    tidak kurang dari 12,8% dan tidak lebih dari 14,1% etilendiamina (C2H8N2) masing-

    masing dihitung terhadap zat anhidrat.

    Memiliki bau yang lemah mirip amoniak

  • 28

    Memiliki rasa pahit

    Larut dalam lebih kurang 5 bagian air; praktis tidak larut dalam etanol 95% dan dalam

    eter.

    Memiliki kelarutan dalam air lebih besar dibandingkan dengan teofilin.

    4. Cara Pembuatan

    Pembuatan mikrokapsul salbutamol sulfat

    Mikrokapsul salbutamol sulfat dibuat dengan matriks etil selulosa dengan

    menggunakan metode penguapan pelarut. Cara pembuatannya adalah sebagai berikut :

    1. Etil selulosa dilarutkan dengan 20 ml larutan aseton dalam erlenmeyer.

    2. Kemudian salbutamol sulfat didispersikan ke dalamnya.

    3. Selanjutnya campuran tersebut diemulsikan dalam 100 ml parafin cair yang mengandung

    1,3 ml tween 80 dan diaduk dengan homogenizer pada kecepatan 700 rpm selama 3 jam

    pada suhu kamar.

    4. Mikrokapsul yang terbentuk dikumpulkan melalui dekantasi dan dicuci dua kali dengan

    n-hexan masing-masing 100 ml untuk menghilangkan parafin cair yang melekat.

    5. Setelah itu disaring dan dikeringkan dalam lemari pengering granul.

    6. Setelah kering sejumlah mikrokapsul yang setara dengan 8 miligram salbutamol sulfat

    dimasukkan ke dalam cangkang kapsul untuk dilakukan uji disolusi.

  • 29

    BAB III

    KESIMPULAN

    1. Obat antitusif berfungsi menghambat atau menekan batuk dengan menekan pusat batuk serta

    meningkatkan ambang rangsang sehinggaakan mengurangi iritasi. Adapun penyimpanan

    untuk obat-obat golongan ini misalnya :

    a) Codein HCl harus disimpan dalam wadah tertutup rapat .

    b) Difenhidramine HCl disimpan dalam wadah tertutup rapat,tidak tembus cahaya .

    c) Lidokain HCl disimpan dalam wadah tertutup baik .

    d) Noskapin disimpan dalam wadah tertutup baik .

    2. Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas

    (ekspetorasi). Untuk obat-obat golongan ini, adapun penyimpanannya :

    a) Ammonium Klorida harus disimpan didalam wadah tertutup rapat.

    b) Asetil sistein harus disimpan didalam wadah tertutup rapat.

    c) Guaifenesin harus disimpan didalam wadah tertutup rapat.

    3. Bronkodilator artinya obat yang dapat melebarkan saluran napas dengan jalan melemaskan

    otot-otot saluran napas yang sedang mengkerut (asma), obat bronkodilator harus benar dan

    teknik pemberiannya, karena kegagalan seringkali akibat teknik yang keliru. Obat harus

    disimpan sehingga terhindar dari pencemaran dan peruraian, terhindar dari pengaruh

    lingkungan seperti udara, kelembaban, panas dan cahaya. Penyimpanan obat berkaitan

    dengan wadah dan sumbat yang digunakan. Wadah dan sumbatnya dapat mempengaruhi

    bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun fisika yang dapat

    mengakibatkan perubahan khasiat, mutu maupun kemurniannya hingga tidak memenuhi

    syarat baku.

  • 30

    Daftar Pustaka

    Anief, Moh. 2008. Ilmu Meracik Obat. Jakarta : Gadjah Mada University Press

    Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

    Jakarta.

    Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

    Jakarta, 298

    Anonim, 2011, Peran Perawat dalam Pemberian Obat, http : //smart-fresh.blogspot.com, diakses

    tanggal 7 Maret 2013

    Departemen Farmakologi FKUI. Farmakologi. Obat-Obat Simtomatik Saluran Napas. Slide

    kuliah modul respirasi tahun 2007.

    Setiabudy, Rianto. Golongan Kuinolon dan Fluorokuinolom Dalam: Farmakologi dan Terapi.

    Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi Keenam. Jakarta :

    Penerbit PT Elex Media Komputindo. Hal.638-639.

    Wahyuni, 2009, Obat-obat Bronkodilator, http : //ningrumwahyuni.wordpress.com, diakses

    tanggal 7 Maret 2013