232
OMPU I : Kajian Ulang Atas Pemakaian Gelar Ephorus HKBP TESIS Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister Humaniora (M.Hum) di Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma Oleh : ANDREO FERNANDEZ NIM : 146322012 UNIVERSITAS SANATA DHARMA ILMU RELIGI DAN BUDAYA YOGYAKARTA 2017 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

OMPU I :

Kajian Ulang Atas Pemakaian Gelar Ephorus HKBP

TESIS

Untuk memenuhi persyaratan mendapat gelar Magister

Humaniora (M.Hum) di Program Magister Ilmu Religi dan

Budaya, Universitas Sanata Dharma

Oleh :

ANDREO FERNANDEZ

NIM : 146322012

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

ILMU RELIGI DAN BUDAYA

YOGYAKARTA

2017

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

vi

ABSTRAK

Di dalam Protestantisme, perjuangan gerakan reformasi yang paling

terlihat adalah egaliterianisme yang dikembangkan Martin Luther. Hal ini

diperlihatkan dengan adanya kesetaraan dalam relasi kuasa, baik dalam hubungan

antara sesama kaum imam maupun juga dalam hubungan kaum imam dengan

jemaat awam. Namun di HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) adanya pemakaian

gelar Ompu i kepada pemimpin tertinggi HKBP, Ephorus, mengindikasikan yang

berbeda. Fenomenanya adalah bentuk pengkultusan dalam memandang seorang

Ephorus yang menyebabkan kepada ketimpangan relasi kuasa antara pemimpin

dan pengikut.

Di dalam suatu organisasi, hal ini akan berdampak kepada suatu organisasi

yang tidak sehat, yang dapat memanipulasi wewenang kedudukan pimpinan atau

mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Adanya fenomena ini

mengindikasikan bahwa gelar Ompu i bukanlah sebatas gelar atau panggilan bagi

pemimpin HKBP, melainkan menjadi suatu wacana kepemimpinan yang memiliki

dampak bagi hubungan pemimpin dan pengikut.

Dalam studi ini ini maka saya akan menganalisa wacana kepemimpinan

Ompu i yang digunakan oleh Ephorus HKBP untuk melihat pengetahuan dari

wacana ini, sehingga menimbulkan ketimpangan relasi kuasa. Dengan

menggunakan analisa wacana Michel Foucault maka kajian ini akan menggali

kepada suatu diskontinuitas historis sebagai bentuk reproduksi kekuasaan, di mana

permulaan wacana ini berawal dari misi badan zending RMG (Rheinische

Missionsgesellschaft) yang melakukan pekabaran Injil di Tanah Batak yang

kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai

suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel,

untuk melihat konstruk yang dilakukan RMG dalam menciptakan kekuasaan

sebagai representasi dari suatu karya di zaman tersebut.

Beberapa hal yang terkait dalam menganalisa wacana tersebut dengan

melihat pembentukan wacana berdasarkan aturan-aturan dan praktik-praktiknya

melalui pembentukan objek-objek terkait, konsep-konsepnya, unsur modalitas,

serta strateginya.

Kata Kunci : Wacana, Reproduksi, Pengetahuan, Relasi Kuasa, Kekuasaan,

Kepemimpinan, Komunitas, Kekristenan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

vii

ABSTRACT

In Protestantism, the most visible reform movement from Marthin Luther is

egalitarianism. That was demonstrated in the equality of power relations, either in

the relationship among the priests or in the relation of the priest to the church’s

member. But HKBP (Huria Kristen Batak Protestant) showing a different power

relation because there is Ompu i’s title which is giving to Ehporus as the Top

Leader of HKBP. The phenomenon is a form of cultism to the figure of Ephorus

which produce the imbalance of power relations between leaders and followers.

In organization system, it will impact to an organization which is not

healthy, that can be manipulate or become abuse of power used by the authority of

leadership. This phenomenon indicates that the title of Ompu i is not only a title but

becomes a discourse of leadership that has implications for the relationship of

leaders and followers.

In this study, I will analyze the discourse of leadership Ompu i Ephorus

HKBP to see the knowledge of this discourse, that brought to the causing imbalance

of power relations. By using a discourse analysis, Michel Foucault, this study will

explore the discontinuity historically as a reproduction of power, where the

beginning of this discourse started from the missions of RMG (Rhenish Missionary

Society) who do evangelism in Batak land and then reproduce the power of King

Singamangaraja XII. So for the accuracy of data, I’m using archives, Surat Kuliling

Immanuel, to see the construction which is made by RMG had created authority

(power) as a representation of a work in that era.

Some things which are involved in analysed in this discourse: by looking at

the formation of discourse based on the rules and practices through the

establishment of related objects, concepts, elements of modalities and strategies.

Keywords : Discourse, Reproduction, Knowledge, Power Relation, Power,

Leadership, Community, Christianity.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

viii

Kata Pengantar

Suatu kesempatan berharga yang penulis rasakan ketika dalam suatu

kesempatan waktu, yakni penulisan tesis, saya memilih untuk mengkaji ulang

wacana kepemimpinan Ompu i Ephorus dalam masyarakat Batak yang notabene

sangat dekat dan ramah dengan saya. Awalnya, wacana ini hanyalah kegelisahan

saya yang melihat dan merasakan secara langsung besarnya pengaruh yang

ditimbulkan oleh Ompu i Ephorus HKBP tanpa berusaha ingin mengkaji dan

menyelidiki lebih dalam. Mungkin bagi saya awalnya dan beberapa kalangan

Pendeta wacana ini cukup hanyalah berada di dalam “brangkas” tanpa perlu dibuka.

Atau bahkan bagi yang merasa tidak tergugah, maka wacana ini tersusun rapi yang

hanya sekedar penggunaan adat dan budaya masyarakat Batak. Namun demikian

seiring perubahan waktu, tidak ada suatu kebanggaan dari saya, selain ketergugahan

dalam membaca Michel Foucault untuk mengkaji wacana ini; melihat data-data

kolonial dengan mengkajinya dari bawah; melihat objek-objek, konsep-konsep,

strategi dan modalitas terkait dalam pembentukan wacana.

Saya percaya bahwa selesainya kajian ini kiranya dapat berguna dan

membantu bagi HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) secara khusus dan gereja-

gereja pada umumnya untuk menoleh kebelakang, melihat yang lampau dan

merajut yang menjelang. Paling tidak dari karya ilmiah ini ingin ditunjukkan bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

ix

sebenarnya, pertama, di lingkup gereja sendiri masih ada yang wacana-wacana

yang justru menimbulkan ketimpangan dalam relasi kuasa, sehingga disadari atau

tidak, wacana tersebut telah membawa sikap superior dan inferior. Kedua, sebagai

sumbangan ataupun saran agar gereja mau memikirkan ulang misiologinya yang

tidak menimbulkan sikap arogansi atau superioritas dalam diri gereja. Kedua saran

ini sebagai suatu kritik yang membangun agar gereja selalu membaharui dirinya,

seperti yang Martin Luther katakan sebagai: “Ecclesia Semper Reformanda.”

Bagi saya selesainya karya ilmiah ini merupakan suatu karunia dari Allah

Bapa, Tuhan Yesus dan Roh Kudus yang selalu setia mendampingi dan

memberikan berkatnya kepada saya. Ia jugalah yang telah memberikan semangat

kepada penulis melalui senyuman, tawa, canda, doa, tangis melalui kehadiran anak-

anak yang saya cintai, yakni Cinta Aveshemma Rajagukguk dan Cordelia vin

Alyosha Rajagukguk, serta isteri tersayang yang selalu mendukung dan

memberikan semangat kepada saya, Pdt. Lidya Theresia Butarbutar.

Banyak pergumulan saya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, namun

semuanya dapat terselesaikan karena campur tangan Tuhan yang telah memberikan

bimbingan kepada penulis melalui dosen-dosen IRB, sehingga tak lupa hanya

seuntaian kata terima kasih yang dapat saya berikan kepada mereka, yakni: Dr.

Katrin Bandel dan Dr. Budi Susanto, S.J. yang telah membaca dan menjadi

pembimbing pertama dan kedua. Demikian juga Dr. St. Sunardi yang mengenalkan

saya Norman Fairclough untuk mempermudah melihat analisis wacana yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

x

digunakan oleh Michel Foucault. Tak ketinggalan juga kepada Prof. Dr.

Supratiknya, Dr. Budi Subanar, S.J., Dr. Baskara T. Wardaya, S.J., Dr. Tri Subagya,

Dr. Ita Yulianto yang telah memberikan masukan-masukan berharga.

Selain dilingkungan dosen-dosen IRB maka ada juga para ahli dan dosen

yang membantu penulis dalam memberikan masukan yang berharga, yakni Dr. Uli

Kozok yang membantu penulis melihat lebih jauh mengenai RMG dan juga kajian

misionaris linguistic. Demikian juga Manguji Nababan yang membantu dalam

melihat Sastra Batak, serta menjadi bank arsip dari tesis ini. Tanpanya, mungkin

tiada arsip yang didapatkan. Dan juga Monang Naipospos yang membantu dalam

melihat agama Parmalim. Tanpa mereka semua maka penulis akan mengalami

kesusahan dalam penyusunan tesis ini. Maka dari itu penulis mengucapkan

terimakasih banyak kepada mereka semua.

Tuhan juga memberikan teman-teman seangkatan kepada saya yang selalu

memberikan masukan, semangat, hiburan, dalam menyelesaikan tesis ini, yakni

IRB angkatan 2014, khususnya kepada Heri, Nucholis, Ajay, Ben, Riston, Linda,

Abet, Franz, Pinto, Wisnu dan semuanya yang tidak bisa saya sebutkan namanya

satu persatu. Sejajar dengan itu juga dilingkungan rumah/kos, penulis banyak

terima kasih kepada Bung Yan yang juga memberikan masukan berharga. Tidak

ada yang bisa saya berikan selain hanya doa dan ucapan terima kasih kepada mereka

semua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

xi

Akhir kata, kajian ilmiah ini saya persembahkan kepada orang tua saya, Drs.

Marhujogo Rajagukguk dan HNE Hutabarat yang telah meninggalkan jejak kepada

saya. Semoga kajian ini dapat memberikan sumbangan kepada kaum intelektual,

khususnya yang membahas mengenai budaya Batak, sehingga dapat memperkaya

kajian-kajian mengenai budaya Batak. Terima Kasih. Tuhan memberkati.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

xii

Daftar Isi

LEMBAR JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

KATA PENGANTAR viii

DAFTAR ISI xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Tema 10

C. Rumusan Masalah 10

D. Tujuan Penelitian 11

E. Pentingnya Penelitian 11

F. Tinjauan Pustaka 12

G. Kerangka Teori 17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

xiii

H. Metode Pengumpulan Data 27

I. Skema Penulisan 28

BAB II MERAJUT GAGASAN OMPU I

A. Pandangan Umum 32

B. Gagasan Suhi Ampang Na Opat 39

C. Ompu i dan Kedudukan Raja Singamangaraja 44

D. Raja Singamangaraja dan Sahala Kepemimpinan 72

E. Kesimpulan 77

BAB III WACANA KOLONIAL DALAM REPRODUKSI KEKUASAAN

A. Kesatuan Badan Zending dan Kolonialisme 81

B. Kolonialisme dan Misi Pengadaban 97

C. Komunitas Baru: Kerajaan Kekristenan 119

D. Kesimpulan 141

BAB IV ANALISA WACANA: ATURAN DAN PRAKTIK

KEPEMIMPINAN OMPU I

A. Identifikasi Arsip 145

B. Pengetahuan dalam Wacana Kepemimpinan Ompu i 150

C. Praktik Wacana Ompu i: Sejarah “Kelam” Pekabaran Injil

di Tanah Batak (Perang Toba I) 176

D. Kesimpulan 179

BAB V PENUTUP: RELASI KUASA DALAM WACANA

KEPEMIMPINAN OMPU I EPHORUS HKBP 182

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

xiv

LAMPIRAN 201

DAFTAR PUSTAKA 210

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam tradisi Kekristenan (baca: Protestan) terdapat 3 (tiga) sistem

organisasi gereja sejak reformasi abad pertengahan, yakni Konggregasional,

Episkopal dan Presbiterial Sinodal.1 Sistem Konggregasional menekankan pada

konggregasi atau perkumpulan jemaat-jemaat sebagai sistem organisasi gereja.

Sistem Episkopal merupakan sistem organisasi yang bersifat hirarki atau top-down

yang menaungi gereja-gereja dan konggregasi, sedangkan Presbiterial Sinodal

merupakan kebalikan dari sistem Episkopal yang juga menekankan sistem

organisasi namun berbasis kepada jemaat atau bottom-up.

HKBP atau Huria Kristen Batak Protestan menggunakan sistem Episkopal

dengan menempatkan Ephorus2 sebagai pemimpin tertinggi. Kedudukan Ephorus

berada di depan (primus inter pares) dari pimpinan lainnya (Sekretaris Jenderal,

Kepala Departemen Koinonia, Marturia dan Diakonia), serta di atas konggregasi

(baca: distrik) dan jemaat. Menurut Aturan Peratuan HKBP 2002, Ephorus

1 Dalam Protestantisme, ketiga bentuk organisasi ini haruslah dipahami dalam bentuk

pemahaman gereja lokal sebagai pengorganisir wilayahnya, sesuatu yang sangat berbeda dengan

pemahaman Katolik. (lih. Christopher Ocker, “Ecclesiology and The Religious Controversy of The

Sixteenth Century” dalam Gerard Mannion, cs. (eds.), The Routledge Companion To The Christian

Church (New York: Routledge, 2008), hl. 74-75 2 Istilah Ephorus berawal dari ”Overseer”, yang berarti: ”pengawas.” Pada awalnya

Overseer diberikan kepada Nommensen oleh Badan Zending RMG. Lih. Van den End, Ragi Carita

2: Sejarah Gereja di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), hl. 186.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |2

memiliki kuasa yang sangat besar di dalam sistem organisasi Episkopal yang

digunakan oleh HKBP.3 Itu artinya, Jabatan Ephorus menaungi 30 distrik dan 3.533

jemaat HKBP yang terdiri 743 Ressort4, 15 Persiapan Ressort dan 3.275 jemaat,

109 Persiapan Jemaat (Parmingguon) dan 150 Pos Pelayanan yang menyebar di

seluruh dunia termasuk wilayah luar negeri, yakni Amerika Serikat (California,

New York, Colorado, dan Fontana).5

Namun dari sistem organisasi yang digunakan oleh HKBP, saya melihat,

ada yang menarik dari jabatan Ephorus HKBP, yakni penyebutan Ephorus sebagai

Ompu i. Penyebutan ini sering diucapkan oleh jemaat ataupun para kaum imam di

HKBP, walaupun para kaum imam cenderung lebih dominan menggunakannya.

Penyebutan ini tidak tercantum di dalam Aturan Peratuan HKBP, bahkan di dalam

eklesiologi (ilmu tentang gereja) tidak ada satu gelar atau jabatan gerejawi untuk

istilah Ompu i.

Saya melihat bahwa penyebutan ini bukanlah suatu panggilan yang bersifat

sapaan sehari-hari, melainkan menjadi sapaan resmi, mengingat sapaan tersebut

turut ditampilkan di media-media HKBP. Misalnya saja situs resmi HKBP yang

menampilkan sapaan tersebut.6 Demikian juga dengan Majalah Surat Parsaoran

(SP) Immanuel milik HKBP yang menampilkan sapaan tersebut: “…Menurut

penuturan Ompu i Ephorus, ada keunikan dari bapak rendah hati ini dalam

3 Bentuk kuasa Ephorus dalam Aturan Peraturan HKBP 2002, misalnya: pemutasian para

kaum imam dari tingkat jemaat hingga distrik, rapat-rapat penting di HKBP, dll. 4 Distrik adalah Kumpulan dari Ressort, sedangkan Ressort adalah kumpulan dari berbagai

jemaat, Pos Pelayanan, Parmingguon. 5 Berdasarkan Almanak HKBP 2017. 6 Lih. http://hkbp.or.id/index.php/2016/05/11/ompui-ephorus-menjamu-makan-malam-

bersama-pemenang-hkbp-kids-soccer-ii/ Di akses pada 17 Mei 2016.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |3

mendidik anak-anaknya untuk tetap rendah hati…”7 Dari contoh-contoh tersebut

sangat jelas bahwa para kaum imam (Pendeta, Guru Huria, Bibelvrouw dan

Diakones) atau pengerja di HKBP sendiri secara sengaja dan sepakat menggunakan

sapaan Ompu i ini. Hal ini menandakan bentuk pengkondisian terhadap jemaat

perihal menciptakan proyeksi yang sama dalam memandang Ephorus HKBP.

Namun selain dari media-media milik HKBP, beberapa media lokal di

Sumatera Utara turut juga menampilkan sebutan Ephorus ini. Salah satunya adalah

harian Suara Indonesia Baru (SIB) yang merupakan media sekuler untuk konsumsi

publik milik Keluarga Besar almarhum Jend. (Purn) M. Panggabean: “Dalam

khotbahnya Ompu i Ephorus HKBP mengatakan…”8 Dan masih ada lagi beberapa

media publik yang menyebut Ephorus sebagai Ompu i. Namun yang pasti gelar ini

bagi masyarakat Batak pada umumnya dan jemaat HKBP secara khusus adalah

sesuatu yang common sense.

Di HKBP, pemakaian gelar Ompu i kepada Ephorus menambah kuasa

dalam jabatan Ephorus HKBP. Jurang hirarki semakin tampak melebihi kapasitas

dari sistem organisasi. Hal ini terlihat dari pola perilaku para pengikut kepada

Ephorus HKBP. Dari pengalaman saya, paling tidak hal ini sangat terasa dalam

beberapa hubungan atau relasi kuasa, yakni pertama, hubungan antara Ephorus

dengan para kaum imam (Pendeta, Bibelvrouw, Guru Huria dan Diakones) dan

kedua hubungan Ephorus dengan jemaat atau kaum awam. 9

7 Surat Parsaoran Immanuel HKBP edisi No. 9 September 2015 Tahun ke-125, hl. 21. 8 Di ambil dari http://hariansib.co/mobile/?open=content&id=23590. Di akses pada 24

Oktober 2015. 9 Dari pengalaman saya, bentuk perilaku pengikut kepada Ompu i Ephorus misalnya

dengan bentuk penyambutan Ephorus ke jemaat-jemaat bak melebihi raja, misalnya penyediaan

hotel berbintang, pengalungan bunga dan tor-tor (tarian Batak), serta pemberian cinderamata, dsb.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |4

Penggunaan gelar ini menurut saya melebihi kapasitas dari seorang

pemimpin gereja, terlebih bila disandingkan dengan tradisi Protestantisme yang

mengedepankan egaliterianisme dan bukan dalam mengkultuskan sesosok manusia,

bahkan Ephorus sekalipun.10 Apa yang saya alami, juga dirasakan Prihatiar Kristy

Sari yang merupakan salah seorang warga jemaat HKBP. Bahkan ia secara terang-

terangan menyebutkan di laman grup Facebook Ruas Ni HKBP Masihaholongan,

salah satu media komunikasi yang membahas tentang HKBP, bahwa penyambutan

kedatangan Ompu i Ephorus HKBP melebihi penyambutan Yesus Kristus. (gambar

1).11

Gambar 1

Contoh lainnya diluar dari konteks HKBP adalah terlihat dengan adanya sikap para pengikut untuk

berlomba-lomba mengundang Ompu i Ephorus untuk memimpin atau sekedar hadir dalam acara

atau kegiatan tertentu, misalnya, acara ulang tahun perusahaan, perkumpulan marga, pesta

pernikahan, dsb. Contoh lainnya yang saya jumpai adalah keantusiasan masyarakat atau polisi dalam

melambaikan tangan ketika mobil Ephorus melintasi jalan di sepanjang jalan Tarutung-Medan.

Gaung akan kuasa Ompu i sangatlah terasa di wilayah Sumatera Utara, khususnya bagi masyarakat

Batak. 10 Peristiwa Reformasi di tubuh Katolik yang dilakukan oleh Martin Luther ditandai dengan

munculnya egaliterianisme dalam Kekristenan dengan mengkritik otoritas gereja diberbagai bidang,

misalnya bentuk desentralisasi penafsiran biblis dengan menjadikan gerakan demokratisasi

religious, dsb. 11 Status ini merupakan komentar balasan atas status yang diberikan oleh Antoni Simbolon

yang mempertanyakan tentang “bagaimana Ephorus bisa dipanggil Ompu i padahal disatu sisi

Tuhan dipanggil dengan sebutan Bapa di mana Ompu i memiliki kedudukan lebih tinggi

dibandingkan Bapa ?” pada 8 Juli 2015 di Grup Facebook Ruas Ni HKBP Masihaholongan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |5

Pemakaian gelar Ompu i kepada Ephorus HKBP adalah bentuk

pengkultusan kepada sosok pemimpin (hierophany), di mana hal ini menandakan

ada kapasitas yang lebih dari seorang pemimpin gereja atau jabatan gerejawi,

sehingga pengkultusan tersebut mempengaruhi pola kepemimpinan di HKBP,

yakni dengan menjadikan pengikut yang selalu setia dengan pemimpinnya, seperti

halnya yang digambarkan oleh Prihatiar Kristy Sari.12

Memang bentuk pengkultusan bagi sesosok pimpinan adalah selayaknya

ideologi yang digunakan oleh HKBP dalam menyapa para pengikut seperti yang

dijelaskan Althusser mengenai sifat ideologi sebagai interpelasi.13 Artinya, ketika

HKBP menggunakan gelar tersebut, maka ideologi tersebut menyapa para

pengikutnya, sehingga memberikan suatu kepatuhan yang tidak dapat

dipertanyakan lagi oleh para pengikutnya. Karena ideologi tersebut menggunakan

bahasa Batak-Toba maka efek yang ditimbulkannya tidak sekedar pada organisasi

di tingkat elite belaka melainkan menjadi embedded di dalamnya dan

mempengaruhi hubungan pemimpin hingga kepada pengikutnya atau jemaat yang

juga orang Batak.

Kepatuhan ini, tanpa disadari, dapat menimbulkan efek negatif bagi para

pengikut atau juga bagi HKBP sendiri berupa penindasan dan manipulasi kepada

para pengikut, atau dengan kata lain, berpotensi akan penyalahgunaan wewenang

12 Selain Prihatiar Kristy Sari sebenarnya masih banyak lagi contoh-contoh serupa yang

melihat gelar Ompu i tersebut sebagai bentuk pengkultusan, baik yang saya dengar atau pun yang

saya lihat. Bahkan hal ini tidak hanya berlaku kepada jemaat atau kaum awam, melainkan juga para

kaum imam pun, seperti yang saya lihat, telah mengkultuskan Ompu i Ephorus melalui sikap dan

tingkahlakunya kepada pemimpin. 13 Louis Althusser, “Ideology and Ideological State Apparatuses” dalam Slavoj Zizek (ed.),

Mapping Ideology (London: Verso, 1994), hl. 129.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |6

(abuse of power). Hal ini juga seperti yang diutarakan Edgar H. Schein, seorang

ahli manajemen organisasi:

“When one brings culture to the level of the organization and even down to

groups within the organization, one can see clearly how culture is created,

embedded, evolved, and ultimately manipulated, and, at the same time, how

culture constrains, stabilizes, and provides structure and meaning to the group

members. These dynamic processes of culture creation and management are the

essence of leadership and make one realize that leadership and culture are two

sides of the same coin.”14

Dengan dampak tersebut, maka gelar ini tidak sekedar panggilan melainkan

sebuah konsep yang memiliki maknanya tersendiri. Bahkan ditengah-tengah jemaat

HKBP, gelar tersebut menimbulkan polemik. Seperti yang saya jumpai, baik di

kehidupan sehari-hari dan juga di media sosial, cukup banyak jemaat HKBP yang

menanyakan dan menolak gelar tersebut, sehingga dari sini timbullah pertanyaan:

dari manakah gelar Ompu i bagi Ephorus HKBP ini sebenarnya berasal?

Pengetahuan apa yang membuat pengikut sendiri menjadi patuh atau, sebaliknya,

menolak gelar Ompu i bagi Ephorus HKBP? Pertanyaan-pertanyaan ini berusaha

untuk melihat mundur kebelakang tentang bagaimana kuasa dari gelar Ompu i dapat

hadir di HKBP. Pemikiran Michel Foucault dapat membantu menelusuri hadirnya

kuasa dari gelar Ompu i bagi Ephorus HKBP tersebut.

Menurut Michel Foucault setiap kuasa (power) dapat hadir melalui wacana

atau discourse.15 Artinya, ada suatu ketidaksadaran yang mempengaruhi perilaku

pengikut dalam bentuk reka-bayang. Ompu i adalah common sense yang hadir

dalam bentuk wacana kepemimpinan bagi masyarakat Batak. Ketika studi ini ingin

14 Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadership (San Fransisco: Jossey-Bass,

2004), hl. 1 15 Sara Mills, Michel Foucault (London: Routledge, 2003) hl. 54-55.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |7

melihat ke belakang dalam membongkar (analisis) wacana Ompu i yang digunakan

oleh HKBP, maka legitimasi-legitimasi yang hadir dalam wacana tersebut dalam

mempengaruhi para pengikut perlu dipertanyakan. Pemikiran Foucault ini

sangatlah berbeda dengan Althusser. Althusser melihat kuasa berasal dari “atas”,

sedangkan Foucault melihat kuasa dari “bawah” yakni dengan mencoba melihat

relasi kuasa yang membentuk pengetahuan (episteme) sehingga pengetahuan itu

melahirkan kuasa kembali.16 Artinya, ketika HKBP menggunakan gelar Ompu i

maka perlu untuk melihat kebelakang bagaimana gelar tersebut muncul dan

didapatkan sehingga dapat mempengaruhi para pengikut.

Pemakaian gelar Ompu i kepada Ephorus HKBP merupakan warisan tradisi

yang telah dipakai semenjak Ephorus pertama HKBP, yakni Dr. I.L. Nommensen17

yang merupakan salah seorang misionaris dari badan zending RMG (Rheinische

Missionsgesellschaft) asal Jerman. Buku karya Jonathan T. Nommensen18 yang

berisi tentang pengalaman Nommensen saat menyebarkan Injil di Tanah Batak

seolah mengesahkan pemakaian gelar ini dengan memberikan judul pada cover

bukunya sebagai Ompu i Dr. Ingwer Ludwig Nommensen. Bahkan dalam buku

16 Sara Mills melihat kuasa Foucault dari “bawah ke atas” untuk mendeskripsikan relasi

kuasa. Bagi Sara Mills Foucault sangat berbeda dengan Alhutser yang justru sebaliknya melihat

kuasa dari atas ke bawah, dimana Negara (state) menindas individu-individu. Lih. Ibid., hl. 34. 17 Pemanggilan Ompu i kepada Nommensen merupakan pemberian dari para pengikut. TB

Simatupang melihat pemanggilan ini dilakukan secara spontan karena tidak ada lagi penyebutan

yang lain. Lih. Panda Nababan, dkk (eds), Selagi Hari Siang: Tugas Mendesak untuk Segenap

Warga Jemaat Huria Kristen Batak Protestan; Notulen Seminar Sehari HKBP Memasuki Era

Industrialisasi (Jakarta: Yayasan Sinar Mampang, 1988), hl. 36. 18 Dalam buku ini dicatat mengenai seorang tamu yang memanggil Nommensen dengan

sebutan Ompung. Hal ini menandakan bahwa pada semasa hidupnya, Nommensen telah dipanggil

sebagai Ompung, yang dalam hal ini menunjuk kepada Ompu i, walaupun sampai sekarang tidak

ada yang tahu persis mengenai kapan pertama kali dan bagaimana pemberian gelar tersebut

diberikan kepada Nommensen. Lih. J.T. Nommensen, Ompu I Dr. Ingwer Ludwig Nommensen

(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1974), hl. 210.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |8

tersebut dikatakan bahwa Nommensen diberikan gelar Ompu i oleh masyarakat

Batak.19

Menurut Bonar Sidjabat, istilah ompu i ini sendiri sebenarnya sangat umum

digunakan di daerah Tapanuli Selatan kepada orang-orang yang usia lanjut dan

dianggap dapat dituakan. Namun menurutnya, istilah Ompu i ini sangat berbeda

dengan gelar Ompu i yang digunakan oleh Nommensen. Sidjabat membedakan

gelar Ompu i yang digunakan Nommensen dengan huruf “O” besar untuk Ompu i

yang berbeda dengan ompu i dengan huruf “o” kecil.20

Gelar Ompu i yang digunakan oleh Nommensen memiliki keistimewaan

tersendiri. Ia menjadi orang non-pribumi, sekaligus orang Kristen pertama yang

menerima gelar Ompu i dari masyarakat Batak (pengikut).21 HKBP yang hanya

melanjutkan tongkat estafet dari pemakaian gelar tersebut membuat setiap Ephorus

terpilih secara otomatis turut juga disapa sebagai Ompu i.22 Paling tidak, semenjak

HKBP berdiri pada 7 Oktober 1861, HKBP telah memiliki empat belas Ephorus,

yang semuanya disapa sebagai Ompu i.23 Memang tidak ada yang tahu mengenai

19 Ibid., hl. 192. 20 Prof. Dr. W. Bonar Sidjabat, Ahu Si Singamangaraja (Jakarta: Sinar Harapan, 1982), hl.

431. 21 Dari pengalaman saya, banyak saya jumpai di media sosial maupun di pergaulan sehari-

hari ketidaksetujuan terhadap HKBP yang menggunakan atau melanjutkan tradisi gelar Ompu i

kepada Ephorus HKBP dengan maksud bahwa gelar tersebut cukuplah hanya pada Dr. I.L

Nommensen. 22 Pemakaian gelar Ompu i kepada Ephorus HKBP tidak lepas dari klaim (pengakuan)

HKBP atas sejarah lahirnya HKBP yang bermula dari pekerjaan zending RMG di Tanah Batak,

yakni 7 Oktober 1861. Penentuan tanggal lahir tersebut menandakan adanya kesinambungan antara

zaman misionaris hingga kemandirian HKBP pada 1940 ketika Pdt Kasianus Sirait menjabat sebagai

Ephorus pribumi pertama. Lih. Dr. J. Sihombing, Sedjarah ni Huria Kristen Batak Protestant

(Medan: Philemon & Liberty), hl. 18. 23 Sesuai dengan Almanak HKBP yang diterbitkan oleh Kantor Pusat HKBP bahwa

Ephorus pertama di HKBP adalah Dr. I.L. Nommensen (1881-1918), kemudian diikuti oleh Pdt

Valentin Kessel (Pejabat Ephorus) (1918-1920), Pdt Dr. J. Warneck (1920-1932), Pdt P. Landgrebe

(1932-1936), Pdt Dr. E. Verwiebe (1936-1940), Pdt Kasianus Sirait (1940-1942), Pdt Dr. hc. J.

Sihombing (1942-1962), Ds Dr. hc. T.S. Sihombing (1962-1974), Ds. G.H.M. Sihombing (1974-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |9

kapan dan apa maksud dari pemberian gelar tersebut kepada Nommensen. Namun

demikian gelar tersebut justru menimbulkan relasi kuasa dalam hubungan

pemimpin dan pengikut yang berdampak hingga saat ini melalui gelar Ompu i yang

digunakan oleh Ephorus.

Dalam studi ini, saya akan melihat bagaimana pembentukan wacana Ompu

i Ephorus HKBP tercipta dengan meneliti pada masa misionaris atau ketika

Nommensen pertama kali mendapatkan gelar tersebut, atau dengan kata lain,

bagaimana kuasa direproduksi, sehingga Nommensen memperoleh gelar Ompu i

yang sebelumnya gelar tersebut merupakan produk budaya Batak Toba? Hal ini

juga sekaligus menjadi batasan penelitian saya, yakni pada masa Nommensen

mengabarkan Injil di Tanah Batak atau sebelum tahun 1918.

Memang relasi kuasa antara pemimpin dan pengikut, atau hubungan Ephorus

dengan pengikut memiliki sejarah yang panjang, baik ketika di dalam hubungannya dengan

politik nasional atau masalah internal di tubuh HKBP sendiri, misalnya perpecahan gereja,

pemisahan gereja, dsb, sebagai suatu reproduksi kekuasaan dalam setiap periode tertentu,

tetapi dalam penelitian ini saya tidak bermaksud untuk membahas secara historis

kronologis. Dengan metode genealogis, maka saya memfokuskan kepada periode awal

mula terbentuknya wacana Ompu i Ephorus HKBP, yakni pada masa Nommensen,

sehingga gelar Ompu i dapat dikenakan kepada Ephorus HKBP. Dengan demikian

penelitian ini ingin melihat struktur-struktur pembentukan wacana di dalam aturan-

1986), Pdt Dr. SAE Nababan, LLD (1986-1998), Pdt Dr. PWT Simanjuntak (1992-1998), Pdt Dr.

J.R. Hutauruk (1998-2004), Pdt Dr. B. Napitupulu (2004-2012), Pdt Dr. Willem T.P. Simarmata,

MA. (2012-2016). Pemanggilan Ompu i kepada Ephorus HKBP tidak hanya berlaku pasca

kepemimpinan pribumi, melainkan juga semasa misionaris. Hal ini terlihat dari dokumen risalah

Rapat Pendeta HKBP pada 9 Mei 1939 yang menyebut Ephorus, Pdt Dr. E. Verwiebe sebagai Ompu

i.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |10

aturan dan praktik-praktik tentang bagaimana pengetahuan tersebut tercipta

(genealogis) yang memunculkan ketimpangan relasi kuasa i dalam gelar Ompu i

Ephorus. 24

B. Tema

Tema dalam studi ini adalah relasi kuasa atas gelar Ompu i di dalam jabatan

kepemimpinan Ephorus HKBP yang turut mempengaruhi dan membentuk pola

ketimpangan dalam hubungan pemimpin dan pengikut.

C. Rumusan Masalah

Pertanyaan-pertanyaan tentang studi ini, yakni

1. Bagaimana genealogi wacana kepemimpinan Ompu i Ephorus HKBP?

2. Pengetahuan apa yang ada di dalam gelar Ompu i Ephorus HKBP, sehingga

mengakibatkan pengkultusan?

3. Relasi kuasa macam apa yang hadir lewat gelar Ompu i Ephorus HKBP?

24 Dalam melihat relasi kuasa, maka Michel Foucault tidak melihat relasi kuasa dibentuk

dari hubungan dialektika atau dalam hubungan master/slave atau self/other. Foucault melihat adanya

dominasi atau oposisi karena melalui desentralisasi simbolik. Lih. James D. Faubion (ed.), Michel

Foucault: Power (Essensial Work of Foucault 1954-1984: Paul Rabinow Series Editor), hl. 116.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |11

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini akan bertujuan untuk:

1. Melihat dan mendeskripsikan bagaimana pembentukan kuasa dalam gelar

Ompu i Ephorus HKBP pada masa Nommensen dengan memenggunakan

genealogi.

2. Menguraikan bagaimana reproduksi kekuasaan di dalam terbentuknya gelar

Ompu i Ephorus HKBP dengan melihat strategi dan mekanisme kuasa yang

dilakukan oleh badan zending RMG.

3. Melihat bagaimana relasi kuasa yang ada di dalam gelar Ompu i bagi

Ephorus HKBP pada masa kini.

E. Pentingnya Penelitian

Bagi saya yang mengkaji studi ini maka pentingnya penelitian ini untuk:

1. Memberikan sumbangsih pemikiran atau diskursus atas sosok pemimpin

yang dianggap ideal bagi masyarakat batak melalui penggalian (baca:

genealogi) akan kuasa Ompu i.

2. Memberikan sumbangsih pemikiran kepada HKBP tentang relasi kuasa dari

gelar Ompu i serta implikasi dari pemakaian gelar Ompu i bagi Ephorus.

3. Memberikan wacana baru atas pemakaian teori genealogi Michel Foucault

dalam tema kepemimpinan di masyarakat Batak berupa gelar Ompu i.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |12

F. Tinjauan Pustaka

Sangat banyak buku-buku yang membahas tentang sejarah Batak. Namun

saya melihat tidak ada yang secara spesifik membahas tentang suatu konsep dalam

melihat permasalahan di sejarah Batak. Dalam studi ini saya berfokus pada konsep

tentang Ompu i sebagai suatu kuasa kepemimpinan dalam masyarakat Batak, yakni

dalam hubungan pemimpin dan pengikut, sehingga dalam melihat tema dalam buku-

buku, maka saya merasa perlu untuk memilah-milah pustaka dalam menentukan

bagian-bagian yang saya anggap perlu. Ada beberapa pokok yang perlu

mendapatkan perhatian dalam bagian tersebut, diantaranya:

Pertama, tentang gelar Ompu i sendiri sebagai gambaran umum tentang

kuasa dalam doktrin religiositas masyarakat Batak tradisional dan yang dikenakan

oleh Singamangaraja.25 Pada bagian ini, saya melihat bahwa buku Pemerintahan

(Harajaon) dan Birokrasi Tradisional Masyarakat Toba karya Ulber Silalahi

(2014) menjadi buku pegangan saya dalam melihat sistem kesatuan dalam

masyarakat Batak tradisional. Dalam buku tersebut Silalahi berusaha melihat

bagaimana kondisi masyarakat di tanah Batak sebelum adanya Singamangaraja. Ia

melihat bahwa masyarakat tanah Batak dipimpin oleh Raja dengan sistem bius.

Sistem ini dapat disebut sebagai sistem kerajaan masyarakat. Misalnya Kerajaan

bius Toba yang berarti suatu kerajaan atau sekelompok manusia yang memiliki

sebidang tanah di Toba, bius Silindung, bius Patane Bolon dan bius Samosir.

25 Dalam bagian ini saya hanya mengambil pemahaman umum mengenai kuasa

Singamangaraja, sehingga referensi yang menjadi rujukannya menyangkut kepada kuasa

Singamangaraja I hingga XII.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |13

Munculnya Singamangaraja mengganti sistem pemerintahan bius dimana raja-raja

bius menjadi wakil dari Singamangaraja. Kekuasaan Singamangaraja terlihat dalam

penguasaan wilayah dengan mengganti sistem raja bius menjadi Raja Naopat (yang

empat) untuk menjangkau wilayah dari bius tersebut. Silalahi juga melihat bahwa

dalam menjalankan sistem pemerintahan tersebut maka Raja Singamangaraja

bersama dengan Raja Naopat beserta raja huta saling bekerjasama di setiap wilayah

bius. Penguasaan terhadap raja-raja bius ini semakin menampakkan kekuasaan Raja

Singamangaraja.

Berbeda dengan Silalahi, karya Sitor Situmorang yang juga menjadi

pegangan bagi saya, menampilkan sejarah lembaga sosial politik pada abad XIII

hingga XX dengan lebih melihat dari sumber internal, yakni berasal dari cerita-

cerita leluhur Situmorang atau keluarganya. Dalam bukunya yang berjudul Toba

Na Sae, Sitor mencoba menggali lebih dalam sistem lembaga yang menaungi bius-

bius, yakni bius Bangkara di mana Singamangaraja menjadi Rajanya. Ada

keistimewaan dari bius Bangkara di mana Sitor menyebutnya sebagai bius

paguyuban yang memiliki otonomi penuh berbeda dengan bius-bius lainnya.

Dikatakan demikian dikarenakan bius Bangkara memiliki Dewan Bius (sebanyak 6

orang) yang didampingi Organisasi Parbaringin (penyelenggara kalender

pertanian).26 Sistem ini yang diangkat oleh Sitor sebagai suatu lembaga politik

dalam sistem masyarakat Batak. Mitos-mitos yang berkembang dalam sejarah

tentang kehadiran Singamangaraja diangkat untuk menguatkan lembaga tersebut

26 Sitor Situmorang, Toba Na Sae: Sejarah Lembaga Sosial Politik Pada Abad XIII-XX

(Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), hl. 200.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |14

dalam menaungi bius-bius yang lain. Mulai dari silsilah atau asal usul Raja Batak

hingga tondi sahala atau kharisma yang dimiliki Singamangaraja.

Dalam kaitannya dengan sistem lembaga ini, Sitor mencoba menjelaskan

lembaga tersebut bukan hanya sebagai mengatur sistem sosial dan politik belaka

tetapi juga sistem agama tradisional dalam masyarakat Batak. Tampaknya Sitor

sangat konsisten dalam melihat sistem lembaga ini mengalami pasang surut di

dalam perjalanan sejarahnya, serta selalu menyorot sistem lembaga tersebut di

dalam hubungan atau mempertahankan wilayah geografisnya dari pihak asing.

Paling tidak buku Sitor ini memandang sejarah dalam sudut pandang dari kacamata

pribumi. Namun bagi saya kelemahan buku ini adalah pertama, ketika Sitor sendiri

tidak memberikan perbandingan dari sudut pandang luar. Ketika sejarah yang

dihadirkan pada lingkup lembaga sosial, yakni bius Bangkara maka kecenderungan

yang terjadi Sitor terjebak dalam etnografis yang bercerita dari kesaksiannya tanpa

mencoba membandingkan data-data sejarah yang lain. Kedua yang menjadi sorotan

saya adalah dalam buku tersebut tidak dilengkapi referensi kutipan sumber. Hal ini

menandakan bahwa di dalam bukunya, Sitor banyak menyorot dari lingkup marga

Situmorang, yang adalah merupakan garis keturunan marganya. Dan sesuatu yang

sangat disayangkan pula bahwa Sitor tidak menyertakan sumber itu berasal

walaupun sumber tersebut merupakan cerita yang bersifat turun temurun. Namun

bagi saya buku ini dapat menjadi sumber pembanding dalam melihat sumber-

sumber lainnya.

Kedua adalah peralihan kekuasaan dari Singamangaraja XII ke Nommensen

pada masa kolonial. Pada bagian ini banyak sekali wacana tentang perjumpaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |15

antara Nommensen dengan Singamangaraja XII. Namun wacana tersebut berusaha

mendamaikan kedua belah pihak dalam sudut pandang historisnya dengan

mengabaikan data-data yang dianggap sebagai kebenaran yang valid. Dengan

banyaknya wacana tersebut maka saya merasa perlu lebih selektif dalam melihat

buku-buku tersebut.

Untuk bagian ini saya melihat buku Telah Kudengar dari Ayahku:

Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak (1978), karangan Lothar

Schreiner, seorang pendeta, dapat digunakan untuk melihat strategi yang diterapkan

RMG dalam melaksanakan misinya di Tanah Batak. Pada masa Raja

Singamangaraja XII telah muncul ketidakpercayaan masyarakat Batak kepada Raja

Singamangaraja XII sehingga wilayah kekuasaannya tampak semakin samar,

terlebih di wilayah Silindung akibat dari perang Padri (1820-an). Dan hal ini

semakin diperjelas setelah masuknya misionaris ke wilayah Silindung seturut

dengan banyaknya masyarakat Batak di Silindung yang masuk ke agama Kristen.

Buku, Lothar Schreiner ini sangat mencermati dan bersikap netral dalam melihat

dasar-dasar pertama Kekristenan di lembah Silindung, di sebelah selatan danau

Toba pada tahun 1861-1881.27 Misalkan saja dalam buku ini diterangkan

bagaimana RMG sendiri menggunakan sistem struktur sosial masyarakat yang

berdasarkan Dalihan Na Tolu dalam mendirikan gereja-gereja, yang diikuti dengan

pendekatan terhadap raja-raja Batak.

27 Lothar Schreiner, Telah Kudengar dari Ayahku: Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen

di Tanah Batak (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), hl. 18.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |16

Selain Schreiner, maka saya juga menaruh harapan besar kepada buku Uli

Kozok, seorang peneliti budaya, bahasa dan sastra Batak, yang saya anggap

memiliki data-data yang akurat. Uli Kozok dalam bukunya Utusan Damai Di

Kemelut Perang: Peran Zending dalam Perang Toba (2010) mengkaji wacana

tersebut dengan data-data yang saya anggap valid, yakni data dari badan misi RMG

Jerman tanpa mengabaikan data-data lokal, yang berasal dari tanah Batak sendiri.

Dari data-data tersebut maka buku Uli Kozok ini lebih menyorot peran zending

RMG di dalam menjalankan misinya di masyarakat Batak. Mulai dari latar

belakang badan zending RMG dan juga situasi politik yang mempengaruhi RMG

di Jerman serta praktek zending di tanah Batak. Yang menarik dari buku Uli Kozok

ini, Nommensen yang dianggap rasul oleh orang Batak justru condong kepada

pihak Belanda dalam membantu penangkapan Singamangaraja XII. Bukti-bukti

kongkret mengenai hal ini dibuktikan mulai dari surat Nommensen kepada Pihak

Belanda untuk menangkap Singamangaraja XII hingga alasan logis dalam

membantu pihak Belanda, misal berupa gaji bulanan Nommensen dan misionaris

lainnya, dsb.

Uli Kozok sendiri dalam bukunya juga mengkritik buku Dr. W.B. Sidjabat,

Ahu Si Singamangaraja, yang dianggapnya mendamaikan kedua tokoh sentral di

sejarah Tanah Batak, yakni Dr. I. L Nommensen dan Raja Si Singamangaraja XII

tanpa ada konflik kepentingan. Namun demikian menarik melihat dan

membandingkan kedua buku tersebut yang pada dasarnya, menurut penilaian saya,

memiliki keakuratan dalam data-data walaupun berbeda kepentingan. Buku

Sidjabat, Ahu Si Singamangaraja, juga saya pakai untuk melihat bagaimana

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |17

Singamangaraja melekat dan mengakar di tanah Batak. Walaupun di bagian

tertentu, yakni dalam hubungannya dengan Nommensen, saya tidak

menggunakannya dengan alasan adanya “pendamaian” antara Nommensen dengan

Raja Singamangaraja XII yang justru bertentangan dengan temuan atau analisis dari

Uli Kozok.

G. Kerangka Teori

Untuk menjawab studi ini maka saya akan memakai teori Michel Foucault

sebagai analisis wacana untuk melihat wacana kepemimpinan Ompu i yang

dikenakan oleh Ephorus HKBP. Buku-buku Michel Foucault seperti misalnya The

Archaeology of Knowledge (1969), The History of Sexuality I (1976), atau

kumpulan tulisan dan hasil wawancaranya menjadi sumber utama saya dalam

menjabarkan teori Foucault. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa

saya juga menggunakan pandangan orang lain dalam melihat teori Michel Foucault

ini, dalam hal ini, saya mengedepankan pandangan Norman Fairclough yang telah

mendefinisikan dan menjabarkan secara rinci mengenai teori pembentukan wacana

Michel Foucault dalam bukunya yang berjudul Discourse and Social Change (1992).

Dalam teorinya ini Foucault telah memberikan sumbangsih yang cukup

besar bagi ilmu-ilmu sosial dalam melihat wacana sosial. Sasarannya adalah untuk

melihat adanya ketidakadilan, ketimpangan, penindasan ataupun masalah sosial

lainnya. Di sini saya akan mencoba memaparkan teori Foucault yang berhubungan

dengan analisis wacana tersebut, sbb:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |18

Kuasa (Power)

Saya akan memulainya dari pemikiran Michel Foucault tentang power atau

kuasa. Kuasa menurut Foucault sangat berbeda dengan Althusser yang melihat

kuasa seperti layaknya institusi yang berusaha mengintimidasi manusia. Ia juga

menolak pandangan Freud tentang sifat kuasa yang merepresi sehingga seolah-olah

tidak ada anggapan akan individu-individu yang menolak. Bagi Foucault, institusi

tersebut hanyalah kumpulan manusia. Foucault memandang bahwa kuasa itu adalah

pengetahuan, sedangkan individu-individu manusia adalah kendaraan kuasa itu

sendiri. Untuk memahami pengertian kuasa dalam Foucault maka ada baiknya

memahami dua poin berikut ini, yakni: Pertama, kuasa dikonseptualisasikan

sebagai rantai atau jaringan/relasi bahwa sistem relasi tersebut berhubungan ke

seluruh masyarakat. Kedua, individu tidak dilihat hanya sebagai penerima kuasa

melainkan sebagai “tempat” di mana kekuasaan juga dapat ditolak.28 Dari

pengertian ini maka peran individu tidak selalu menjadi objek bagi kuasa itu sendiri

tetapi turut berperan dalam menentukan pilihan, sehingga menurut Foucault

kekuasaan tidak lain hanyalah sebuah strategi yang dapat terjadi di mana-mana

yang di dalamnya memiliki sistem, regulasi, aturan, dsb, sedangkan relasi kuasa

adalah efek dari strategi tersebut. Paling tidak Foucault dalam bukunya The History

of Sexuality melihat bahwa kuasa haruslah dimengerti sebagai berikut ini:

“... power must be understood in the first instance as the multiplicity of

force relations immanent in the sphere in which they operate and which constitute

their own organization; as the process which, through ceaseless struggles and

confrontations, transforms, strengthens, or reserves them; as the support which these

force relations find in one another, thus forming a chain or a system, or on the

28 Sara Mills, Op. Cit., hl. 35.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |19

contrary, the disjunctions and contradictions which isolate them from one another;

and lastly, as the strategy in which they take effect, whose general design or

institutional crystalization is embodied in the state apparatus, in the formulation of

the law, in the various social hegemony."29

Dari penjelasan di atas tampak bahwa Foucault melihat kuasa dibangun dari

setiap relasi dan setiap pertistiwa. Penjelasan Foucault ini perlu dilihat sebagai

sesuatu yang terus menerus dilakukan dan bukan untuk dicapai. Ia mengacu kepada

istilah Kuasa (Power) dengan huruf K(P) besar. Hal ini untuk menggambarkan

kekuatan utama dalam semua hubungan dalam masyarakat dan bukan dalam

pengertian Althusser tentang RSA (Repressive State Aparatus), melainkan pada

ISA (Ideology State Aparatus) misalnya: Gereja, Keluarga dan Sistem

Pendidikan.30 Dalam hal ini Foucault selalu memposisikan pandangan tentang

kuasa sebagai sesuatu yang berbeda dengan Althusser, yakni kuasa dalam relasi

bottom-up.

Lebih jelas tentang kuasa yang ia maksud maka di dalam bukunya The

History of Sexuality, ia memberikan beberapa pengertian tentang kuasa:31

1. Kekuasaan bukanlah sesuatu yang didapat, diraih, atau dibagikan melainkan

kekuasaan dijalankan dari berbagai tempat dari relasi yang terus bergerak.

2. Relasi kekuasaan bukanlah dalam posisi eksterior tetapi dalam bentuk

imanen. Relasi kekuasaan bukanlah relasi superstruktur yang sifatnya

memiliki larangan atau memproduksi larangan.

29 Michel Foucault, The History of Sexuality: An Introduction, Vol. 1 (New York: Vintage

Books, 1990), hl. 92-93. 30 Dalam The History of Sexuality, Michel Foucault membedakan represi dengan larangan

hukum. Represi menurutnya memberikan pengaruh pada ketaksadaran sesuatu hal yang berbeda

dengan larangan hukum. Hal ini juga yang membedakan dengan pandangan Althusser. 31 Ibid., hl. 94-95.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |20

3. Kuasa datang dari bawah sehingga tidak ada lagi distingsi binary atau

oposisi antara aturan dan yang diatur.

4. Relasi kekuasaan itu bersifat intensional dan non-subjektif.

5. Di mana ada kekuasaan, di situ ada resistensi. Resistensi tidak berada di

luar relasi kekuasaan itu, tetapi selalu berada di dalam kekuasaan.

Pengetahuan

Untuk semakin memperjelas konsep kuasa menurut Foucault maka

alangkah baiknya juga menjelaskan mengenai konsep “pengetahuan”. Pemahaman

relasi kuasa seperti yang dijelaskan sebelumnya berujung kepada menghasilkan

pengetahuan.32 Pengetahuan seperti yang dimaksud oleh Foucault bukanlah hanya

sebatas pada ide atau gagasan pemikiran melainkan lebih dari pada itu menyangkut

juga aturan atau larangan yang merupakan hasil dari relasi kuasa tersebut. Dan

pengetahuan inilah yang kemudian hadir di dalam wacana atau discourse. Misalkan

saja mengenai pengetahuan maka sistem-sistem pengetahuan inilah yang nantinya

mengkondisikan wacana tentang siapa yang disebut sebagai orang gila atau orang

sakit. Intinya, keterkaitan antara wacana dengan pengetahuan adalah ketika wacana

sendiri menjadi objek pengetahuan.

Foucault tidak memungkiri bahwa pengetahuan juga dihasilkan oleh relasi

kuasa dalam bentuk kekuasaan. Adanya perebutan kekuasaan dalam bentuk

kelompok, suku, lembaga negara, dsb turut mempengaruhi dan menghasilkan

pengetahuan. Misalnya, seperti yang dikatakan Foucault bahwa di negara-negara

32 Paul Rabinow (ed.), The Foucault Reader (New York: Pantheon Books, 1984), hl. 62.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |21

Barat, informasi yang dihasilkan tentang perempuan akan membuat kita banyak

menemukan buku-buku tentang perempuan di perpustakaan dari pada tentang laki-

laki. Pada wilayah ini maka kuasa menurut Foucault hanyalah masalah produksi

dan reproduksi. Adanya wacana-wacana diktator atau otoriter disebabkan oleh

adanya relasi kuasa yang timpang. Demikian juga sebaliknya, adanya wacana

egaliter merupakan hasil perenungan bersama dalam bangunan relasi kuasa. Maka

dari itu Foucault menawarkan bahwa untuk melihat kekuasaan yang berkembang

pada saat ini maka Foucault menawarkan bukanlah mencari sumber dari mana

kuasa itu berasal melainkan bagaimana kekuasaan itu beroperasi.

Mengenai pembentukan wacana itu sendiri, Norman Fairclough dengan

jelas membahasakan dan mendefinisikan bahwa pembentukan wacana dalam

pemikiran Foucault ini terdiri dari aturan-aturan pembentukannya, di mana aturan-

aturan tersebut adalah pertama, the formation of objects (pembentukan objek-

objek). Objek yang dimaksudkan di sini adalah objek pengetahuan. Pembentukan

objek-objek ini menekankan kepada entitas di mana kedisiplinan dan ilmu

pengetahun memiliki peranannya. Keberkaitan dengan wacana maka Foucault

membahasakannya sebagai yang bersifat konstitutif; sebagai suatu kontribusi,

reproduksi, transformasi atas objek tersebut. Kedua adalah the formation of

enunciative modalities (pembentukan modalitas dan posisi subjek). Pembentukan

ini berkaitan dengan praktik-praktik sosial, di mana kertekaitannya menentukan

posisi subjek dalam hal karakteristik, aktivitas, pernyataan ataupun tutur kata dalam

lingkungan sosial. Pembentukan ini akan menentukan otoritas dari subjek tersebut.

Misalnya saja seorang ahli hukum pastilah lebih memiliki “pengakuan” dari pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |22

seorang dokter ketika berbicara mengenai hukum. Ketiga adalah the formation of

concepts (pembentukan konsep). Pembentukan ini dimaksudkan untuk melihat

bagaimana “the field of statement” diasosiasikan dengan wacana tersebut, di mana

konsep-konsepnya yang dilihat dan diartikulasikan itu diorganisir. “The field of

statement” ketika berkaitan dengan pembentukan wacana maka memiliki banyak

dimensi. Hal ini bisa memunculkan keterkaitan antara teks-teks atau wacana-

wacana yang ada. Misalnya wacana kegilaan selalu berkaitan dengan rumah sakit,

penjara, dsb. Elemen-elemen inilah yang menjadi suatu konsep dari kegilaan

tersebut. Keempat adalah the formation of strategies (pembentukan strategi).

Pembentukan strategi dipahami ketika tema-tema atau teori-teori tidak terealisasi

sepenuhnya, maka strategi sangat menentukan akan tercapainya suatu tema, teori

atau masalah apa pun. Pembentukan ini selalu dikombinasikan oleh unsur-unsur

interdiskursif dan nondiskusif (material, dsb).33 Keempat aturan ini dapat dikatakan

menandakan reproduksi kekuasaan dalam bentuk wacana.

Lebih dalam lagi, Foucault mencoba mengembangkan teorinya tentang

pengetahuan dengan melihat ke sejarah masa lalu yang ia katakan sebagai

discontinuity atau sejarah yang terputus-putus. Ketika tidak ada hubungan vertikal

dalam melihat persoalan kuasa maka akan memunculkan suatu persoalan tentang

pencarian akan sejarah dalam menemukan suatu rezim pengetahuan atau episteme.

Discontinuity dalam sejarah akan selalu memunculkan peristiwa, institusi, ide atau

33 Norman Fairclough, Discourse and Social Change (Cambridge: Polity Press, 1992), hl.

40-48.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |23

praktek yang terpecah-pecah.34 Setiap pengetahuan yang muncul akan selalu

berbeda-beda. Hal inilah yang disebut discontinuity akan suatu peristiwa sejarah

yang tidak memiliki hubungan dalam rentangan waktu. Episteme dalam tataran

diskursus menjadi suatu rezim, di mana akan membentuk suatu legitimasi walaupun

di dalam objek tertentu tidak dapat diwakili di dalam diskursus-diskursus. Foucault

melihat hal ini dalam meneliti tentang orang gila yang menjadi objek dari

pengetahuan, sehingga di dalam Archeology of Knowledge, Foucault berusaha

untuk mendefinisikan yang pada dasarnya sangat berbeda dengan ilmu sejarah

lainnya.35

Genealogi

Ketika dalam Archeology of Knowledge, Foucault menempatkan

investigasinya dalam tataran wacana atau discourse dalam melihat discontinuity dan

perbedaan, maka Foucault juga mengembangkan investigasi sebagai model

perspektif dalam bentuk genealogi kekuasaan. Dalam Foucault, Genealogi

merupakan kelanjutan dari Arkeologi. Genealogi memposisikan dirinya dalam

pencarian “asal usul”. Berangkat dari pemikiran Nietzsche tentang asal usul

(Ursprung) maka genealogi Foucault berangkat dari 3 (tiga) domain, yakni:36

1. Sejarah ontologi dari diri kita sendiri dalam hubungannya dengan

kebenaran melalui diri kita yang merupakan subjek pengetahuan.

34 Michel Foucault, Pengetahuan dan Metode: Karya-Karya Penting Foucault

(Yogyakarta: Jalasutra, 2011), hl. 119-120. 35 Michel Foucault, Arkeologi Pengetahuan (Yogyakarta: Ircisod, 2012), hl. 250-252. 36 Rabinow (ed.), Op. Cit., hl. 351

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |24

2. Sejarah ontologi dari diri kita dalam relasi dengan kuasa melalui diri kita

yang merupakan subjek yang bertindak diatas lainnya.

3. Sejarah ontologi dalam relasi dengan etika melalui diri kita sebagai agen

moral.

Dari ketiga domain ini maka genealogi sendiri lebih ditujukan kepada tubuh

indvidu/subyek. Namun demikian genealogi sebagai suatu metode investigasi juga

mengarah secara spesifik kepada agenda sosial dan politik. Di dalam genealogi

maka terdapat dua pendekatan di dalam investigasi, yakni pertama, pendekatan

sejarah untuk menginvestigasi suatu konsep, misalnya kemiskinan, dsb. Kedua,

juga untuk menginvestigasi fenomena sejarah yang dibentuk pada masa kini.37

Genealogi sebagai suatu metode investigasi individu akan membawa bentuk

kuasa yang bersifat sentralistis atau memusatkan. Dengan kegelisahannya yang

berangkat dari pengalaman penelitiannya tentang kegilaan, kematian, kejahatan,

seksualitas dan teknologi kekuasaan, maka ia pun berusaha melihat perspektif

dalam transformasi yang lain dengan menyorot tentang “identitas diri”. Dalam

konsepnya ini, individu dilihat melalui asal usulnya sebagai modalitas dalam bentuk

kekuasaan. Paling tidak, Foucault dalam memandang genealogi sebagai suatu

metode menggunakan teknik-teknik sebagai suatu mekanisme pembentukan

subjek, di mana inti dari teknik tersebut, yakni teknik produksi, signifikasi, dan

teknik dominasi.38 Ketiga teknik ini berada di dalam kehidupan sosial masyarakat

37 Paula Saukko, Doing Research In Cultural Studies: An Introduction to Classical and

New Methodological Approaches (London: Sage Publications, 2003), hl. 133. 38 Ketiga 3 teknik ini, ia dasarkan pada, yakni, pertama, teknik di mana seseorang akan

memproduksi, mentransformasi, manipulasi sesuatu. Kedua, teknik untuk menggunakan sistem

tanda-tanda. Dan ketiga, teknik seseorang dalam menentukan perilaku seseorang untuk mencapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |25

yang dapat diamati di dalam bentuk disciplinary power sebagai suatu pengawasan

atau yang ia gambarkan sebagai panopticism untuk menghasilkan pendisiplinan

tubuh, pengorganisiran, dsb. melalui lembaga-lembaga, misalnya sekolah, rumah

sakit, penjara, dsb.39

Dengan metode genealogi maka paling tidak penelitian yang hendak dicapai

yakni: pertama, genealogi memandang bahwa segala sesuatu merupakan konstruk

sejarah. Dari sini maka genealogi berusaha membuka ruang untuk berpikir dengan

perbedaan. Kedua, genealogi berusaha mendukung untuk kemungkinan adanya

masalah-masalah, kontradiksi politik ataupun adanya rezim sosial.40

Setelah menjabarkan teori Michel Foucault tentang kuasa, pengetahuan,

arkeologi pengetahuan dan genealogi maka saya melihat bahwa teori Foucault ini

dapat membongkar konstruk yang melekat dalam studi ini. Dalam genealogi maka

metode investigasi ini akan melihat bahwa kasus Ompu i Ephorus HKBP yang

merupakan peristiwa masa kini haruslah dilihat ke belakang dan merupakan hasil

dari konstruk sejarah di dalam pengetahuan. Sebagai keuntungan, genealogi tidak

hanya menelusuri sejarah tetapi membantu melihat kekinian sebagai suatu

konstruksi pengetahuan. Paling tidak pengetahuan tersebut bukanlah sekedar ide-

ide atau pemikiran-pemikiran melainkan di dalamnya terdapat juga aturan-aturan

atau larangan-larangan yang tidak terlihat (dibalik simbolik) yang mempengaruhi

ketidaksadaran. Gelar Ompu i yang menjadi studi ini merupakan konstruk historis

tujuan tertentu. Michel Foucault, About the Beginning of the Hermeneutics of the Self: Two Lectures

at Dartmouth (Political Theory, Vol. 21, No. 2. May, 1993), hl. 203 39 James D. Faubion (ed.), Op.Cit., hl. 58-59. 40 Paula Saukko, Op.Cit., hl. 116.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |26

sehingga menjadi pengkultusan, atau dengan kata lain adanya ketimpangan dalam

relasi pemimpin dan pengikut. Dalam genealogi maka investigasi akan selalu

menyorot kepada sumber aslinya, sehingga genealogi akan mereduksi kepada gelar

Ompu i yang dikonstruk oleh para missionaris sebagai yang pertama kali

mendapatkan gelar ini, sekaligus menjadi objek dan batasan penelitian dari studi

ini. Foucault tidak menampik akan adanya reproduksi wacana atau dapat dikatakan

perebutan kekuasaan, namun bagi Foucault hal ini dapat dilakukan dengan sikap

menyeluruh dan tidak hanya berdasarkan pada struktur birokrasi saja, mengingat

kuasa menurutnya bersifat desentralisasi.

Genealogi akan membantu dalam memetakan dan memformasikan dari

mana dan bagaimana kuasa itu tercipta di dalam periode sejarah tertentu. Dengan

memandang discontinuity atau ketidak-terhubungan di setiap masa, maka

reproduksi di dalam genealogi bukanlah sesuatu yang diberikan dan sifatnya statis.

Artinya, gelar Ompu i yang ada di Nommensen adalah suatu reproduksi dari wacana

kepemimpinan dalam pemahaman masyarakat Batak Toba tradisional yang sifatnya

tidak statis, namun telah dikonstruksi dalam suatu relasi kuasa. Tentunya empat

aturan-aturan pembentukan wacana yang didefinisikan Fairclough di atas, yakni

aturan-aturan the formation of objects (pembentukan objek), the formation of

enunciative modalities (pembentukan modalitas), the formation of concepts

(pembentukan konsep-konsep) dan the formation of strategies (pembentukan

strategi-strategi) memperjelas reproduksi kekuasaan tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |27

H. Metode Pengumpulan Data

Dalam mendukung studi ini, saya mengunakan metode genealogi Michel

Foucault dalam melihat dan menganalisis wacana Ompu i, sehingga hal-hal yang

penting dalam pengumpulan data tersebut berupa:

1. Arsip. Metode genealogi selalu mengandalkan arsip dalam metode

penelitiannya. Dengan prinsip ini maka saya akan mencari data-data arsip,

folklor, majalah ataupun surat kabar untuk menunjang penelitian, dan juga

yang lebih penting, adalah menjadikan arsip sebagai analisa dalam studi ini

untuk melihat wacana Ompu i. Dalam menggunakan data arsip ini maka

saya memilahnya menjadi dua bagian, yakni data primer dan sekunder.

Untuk data sekunder maka arsip yang saya gunakan adalah arsip BRMG

(Bericht der Rheinischen Missionsgesellschaft) tahun 1878 yang merupakan

laporan Nommensen kepada Kantor Pusat RMG atas keikutsertaannya

dalam misi Perang Toba I. Memang arsip ini telah dibahas oleh Uli Kozok

dalam bukunya Utusan Damai Di Kemelut Perang, dan saya menggunakan

arsip yang ada di buku tersebut, yakni yang merupakan versi terjemahan

yang dilakukan oleh Uli Kozok. Hal ini didasarkan atas keterbatasan saya

dalam berbahasa Jerman. Sedangkan untuk data primernya, maka saya

menggunakan media cetak Surat Kuliling Immanuel. Data ini saya gunakan

dengan melihat secara fungsional yang berdasarkan topik-topik terkait

antara tahun 1890-1918 pada masa Nommensen menjadi Ephorus pertama

HKBP. Data ini menjadi penting dan utama dalam penelitian ini, karena

majalah ini merupakan majalah zending yang ditulis dengan bahasa Batak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |28

Toba dan bersinggungan langsung dengan masyarakat Batak, sehingga

karya dari RMG dalam mereproduksi kekuasaan dalam wacana

kepemimpinan masyarakat Batak dapat terlihat. Kedua data arsip ini akan

saling melengkapi dalam metode genealogi yang saya gunakan, walaupun

saya akan mengedepankan Surat Kuliling Immanuel sebagai analisis data.

2. Observasi dan Wawancara. Metode ini saya gunakan hanya untuk

melengkapi studi ini. Saya mengakui bahwa posisi saya sebagai orang

dalam, selaku Pendeta di HKBP, menjadi kekurangan saya di dalam

mengambil jarak terhadap fenomena yang saya angkat. Namun demikian

kekurangan tersebut dapat diatasi dengan penggunaan metode ilmiah yang

saya gunakan. Untuk metode observasi, maka saya akan mengamati

bagaimana hubungan pemimpin dengan pengikut pada masa Ompu i

Ephorus HKBP dengan para pendeta dan juga jemaat, serta fenomena-

fenomena yang hadir sebagai suatu pengetahuan tentang Ompu i.

Sedangkan untuk wawancara beberapa hal yang saya anggap penting adalah

mewawancarai pihak Parmalim (agama tradisional Batak Toba), ahli adat

dan budaya Batak untuk memaknai hukum-hukum dan falsafah dalam

budaya Batak sebagai legitimasi atas kedudukan gelar Ompu i.

I. Skema Penulisan

Bab I Pendahuluan. Pada bab ini saya akan menjelaskan tentang kegelisahan dan

pergumulan saya yang dituangkan dalam latar belakang. Paparan dan deskripsi dari

suatu kegelisahan akhirnya dipertegas dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai suatu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |29

persoalan dalam studi ini. Dalam bab ini juga akan dibahas teori sebagai acuan

dalam menjawab persoalan tersebut. Selain itu dalam bab ini juga terdapat kajian

pustaka untuk menyorot studi-studi yang memiliki kedekatan topik yang sama.

Kemudian yang tidak kalah penting juga adalah mendeskripsikan motode

pengumpulan data yang saya gunakan dalam melakukan penelitian. Hal ini perlu

sebagai bentuk kekongkretan dalam karya ilmiah bahwa studi ini bukanlah sesuatu

yang bersifat absurd. Dan terakhir adalah daftar isi.

Bab II Merajut Gagasan Ompu i. Dalam bab ini saya akan melihat munculnya

gelar Ompu i; baik mengenai arti dan istilah, serta kedudukannya bagi masyarakat

Batak Toba tradisional. Hal ini akan membawa kepada pemahaman bagaimana

Ompu i sendiri dipahami oleh masyarakat Batak, baik dalam pengertian sosial-

politis maupun religi. Mitos-mitos, hukum, dan falsafah Batak yang berkembang di

masyarakat Batak pada waktu itu menjadi legitimasi atas kedudukan Ompu i di

tengah-tengah masyarakat Batak Toba tradisional dengan keyakinan akan adanya

kedaulatan penuh atas adat dan budaya bangsa Batak.

Bab III Wacana Kolonial dalam Reproduksi Kekuasaan. Dalam bab ini, maka

akan dibahas masuknya zending RMG serta konteks yang melatarbelakangi badan

zending dalam mengabarkan Injil di tanah Batak. Melalui konstruk peradaban

secara menyeluruh, kekuasaanpun direbut yang memunculkan dan melegitimasi

gelar Ompu i kepada Nommensen. Melalui studi genealogi maka arsip dan

dokumen-dokumen menjadi data penelitian dalam studi ini yang justru ingin

membuktikan konstruk yang dilakukan zending menimbulkan relasi kuasa atas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |30

pemakaian gelar Ompu i Nommensen, sehingga relasi ini yang menjadi

pengetahuan kepada pemakaian gelar Ompu i Ephorus HKBP.

Bab IV Analisis. Bab ini menjadi ruang untuk analisa atas data yang digunakan

pada bab sebelumnya, khususnya untuk data Surat Kuliling Immanuel sebagai

media yang digunakan RMG dalam mengkonstruk masyarakat Batak. Dengan

menggunakan teori kuasa Michel Foucault, maka saya akan mencoba menganalisis

wacana gelar Ompu i kepada Ephorus HKBP yang memiliki kepentingan.

Bab V Kesimpulan. Akhirnya dalam bab terakhir ini saya akan berusaha

menyimpulkan keseluruhan bab yang telah diangkat sebelumnya, yakni melalui

dengan pembahasan secara singkat, serta membahas relasi kuasa yang terjadi dari

Wacana kepemimpinan Ompu i ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |31

BAB II

MERAJUT GAGASAN OMPU I

Jauh sebelum masuknya Kekristenan di Tanah Batak, gelar Ompu telah

digunakan oleh masyarakat Batak Toba. Masuknya kolonial Belanda ke wilayah-

wilayah nusantara memberikan dampak yang sangat besar di segala aspek,

termasuk juga dalam aspek kebudayaan, dalam hal ini kebudayaan Batak Toba

sendiri. Tak ayal bahwa wacana kepemimpinan ini pun yang digunakan oleh

Ephorus HKBP merupakan wacana yang berasal dari kolonialisme itu sendiri.

Dengan kata lain - disadari atau tidak - wacana ini merupakan suatu reproduksi atas

adat dan budaya Batak Toba tradisional sehingga dapat dikenakan kepada

Nommensen yang merupakan seorang Misionaris. Dengan adanya pengaruh

kolonialisme, maka tak heran banyak terjadi pergeseran makna dari adat dan

budaya Batak Toba tradisional.

Wacana kepemimpinan Ompu i dalam tradisi Batak Toba tradisional

memiliki makna yang utuh ketika wacana ini memiliki kedaulatannya dalam aspek

religi, adat dan budaya, sehingga untuk menelusuri wacana ini perlu melihat

pengaruh-pengaruh yang dimunculkan oleh kolonialisme, dan kemudian

menelusuri lebih jauh mengenai wacana aslinya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |32

A. Pandangan Umum

Di dalam kamus Batak Toba Indonesia karya J. Warneck istilah

ompu/ompung dapat diartikan sebagai nenek dan kakek, yang memiliki penurunan

kata berupa ompung yang berarti panggilan untuk nenek dan daompung panggilan

untuk kakek yang tentunya berkaitan dengan Dalihan Na Tolu. Pengertian ini juga

termasuk kepada sapaan untuk leluhur. Warneck mengartikan Ompu sebagai

pemilik (nampuna), yang empunya, yang memiliki. Pengertian ini dapat berupa

keturunan, wilayah, dsb. Namun sedikit berbeda dengan Warneck, dalam Kamus

Batak Indonesia versi Batakpedia, Ompu i dapat juga diartikan sebagai pemujaan

terhadap nenek moyang.1 Perbedaan ini dapat dimaklumi terjadi mengingat J.

Warneck merupakan salah seorang misionaris yang diutus ke tanah Batak, sehingga

menghindarkan terjadinya sinkretisme dalam kosakatanya. Dari pengertian-

pengertian tersebut, maka istilah ompu memiliki pengertian yang luas dari sisi

tujuan dan objeknya.

Ada beberapa pemakaian gelar ompu yang lumrah didapati di dalam

masyarakat Batak Toba, yakni: pertama, yang paling sering digunakan, adalah

untuk penyebutan leluhur tertentu. Biasanya gelar ini digunakan di depan nama

orang untuk menyebut silsilah nenek moyang tertentu dalam memperjelas silsilah

dari suatu persatuan marga. Penyebutan ini diwakili oleh galur keturunan yang

berasal dari satu nenek moyang bersama, dari empat generasi ke belakang atau juga

dari galur keturunan yang sudah 12 sundut (generasi tuanya), sehingga sebagai satu

1 Lih. http://batakpedia.sourceforge.net/?page_id=9

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |33

kesatuan kolektif sering disebut sebagai saompu (satu ompu).2 Misalnya Ompu

Sohuturon yang berarti sapaan dari keturunan Sohuturon dalam galur keturunan

Rajagukguk. Jikalau contoh tersebut diterapkan ke dalam pengertian yang diberikan

oleh J. Warneck maka Ompu Sohuturon adalah pemilik keturunan Sohuturon.

Demikian juga di marga-marga lainnya yang sering juga di dapati gelar ompu dalam

penyebutannya.

Kedua, selain menunjuk kepada leluhur dengan galur keturunan, maka

gelar ini juga digunakan kepada sesuatu yang dihormati yang bukan hanya dalam

bentuk manusia, yaitu kepada dewa/tuhan dan hewan tertentu. Untuk sapaan kepada

dewa/tuhan maka masyarakat Batak sering menyebutnya sebagai Ompu Debata

Mula Jadi Na Bolon. Penyebutan ini termasuk sebagai bentuk penghargaan yang

paling tinggi atas segalanya. Selain kepada dewa/tuhan, maka istilah ompu juga

dikenakan kepada hewan. Dalam tradisi lisan nenek moyang masyarakat Batak

sapaan ini dikenakan kepada harimau (babiat). Seperti yang dikisahkan ketika

masyarakat melihat jejak harimau maka jejak tersebut sering dikatakan sebagai

bogas ni ompu i (jejak ompu i).3 Masyarakat Batak meyakini harimau sebagai

binatang ditakuti yang memiliki roh keberanian dan penguasa, sehingga masyarakat

Batak sangat menyegani hewan ini dan menyebutnya dengan sangat hormat.

Namun mengingat binatang ini sudah sangat langka ditambah masuknya agama

semit maka lambat laun pemanggilan ini semakin berkurang.

2 J.C. Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba (Yogyakarta: LKIS, 1986),

hl. 23. 3 Berdasarkan kisah Pdt Lewis Sitompul dalam laman Facebooknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |34

Ketiga, gelar ompu i digunakan kepada raja, baik dari tingkat huta hingga

bius. Misalnya Ompu Hatobung yang merupakan raja dari Bius Pansurnapitu, dsb.

Bagi masyarakat Batak, raja mendapatkan tempat kehormatan, sehingga setiap yang

dilakukan raja selalu diikuti oleh masyarakatnya, dikarenakan raja sebagai sumber

atau pelaksana adat dan budaya yang harus diikuti oleh pengikutnya. Hal ini terlihat

dari umpasa (pantun) yang menerangkan posisi penting raja yang harus dijunjung

tinggi dan diikuti.

Ompu raja di Jolo, Martungkot Sialagundi

Pinungka ni ompunta parjolo, Siihuthonon ni na di pudi

Terjemahannya

Ompu raja di depan, Bertongkatkan Pohon Sialagundi

Dibuka pertama oleh Ompu kita, akan diikuti dibelakang

Namun dari raja-raja bius yang menggunakan gelar ompu i, maka raja yang

paling terkenal yang mendapat gelar tersebut adalah Singamangaraja.4 Hal ini

terlihat dari lagu “Tampollong Ma Disi” (Ansideng Ansinonding) yang dinyanyikan

masyarakat sekitar pemukiman Singamangaraja di Bangkara pasca terbunuhnya

Raja Singamangaraja XII5, dan juga masih banyak lagi bukti-bukti lainnya yang

menyebut Singamangaraja dengan sebutan Ompu i.

Gelar Ompu i yang digunakan oleh Singamangaraja sangatlah berbeda

dengan raja pada umumnya atau seperti yang dikatakan Sidjabat dengan

4 Raja Singamangaraja adalah raja yang wilayah kekuasaannya tidak hanya di wilayah

Toba, melainkan hingga Sumatera Utara. Hal ini terlihat dari jejak-jejak yang ditinggalkannya.

Semasa hidupnya, ia aktif melawan permerintahan kolonial Belanda, sehingga atas jasanya tersebut,

ia diangkat menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional Indonesia melalui Surat Keputusan

Pemerintah Republik Indonesia No. 590 tertanggal 19 Nopember 1961. 5 Prof. Dr. W. Bonar Sidjabat, Ahu Si Singamangaraja (Jakarta: Sinar Harapan, 1982), hl.

16.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |35

pembedaannya yang melihat dengan huruf “o” kecil dan “O” besar antara ompu i

dengan Ompu i.6 Hal ini dikarenakan kedudukan Singamangaraja yang

mendapatkan tempat istimewa ditengah-tengah masyarakat.

Kedudukan raja di dalam Singamangaraja bukan hanya jabatan sekuler,

namun lebih dari pada itu sebagai pemimpin spiritual (rohani).7 Bahkan saya

melihat bahwa pada awalnya gelar Ompu i ini justru digunakan untuk penyembahan

atau religiusitas yang kemudian menjadi menyatu dengan jabatan struktural

(sekuler), yakni raja. Hal ini juga ditegaskan oleh PH O.L. Tobing (1963) yang

melihat bahwa gelar Ompu i berhubungan dengan penyembahan dalam

religiositas,8 sehingga pemberian gelar ompu i kepada Raja Singamangaraja

disebabkan adanya keyakinan bahwa Raja Singamangaraja merupakan titisan

Debata atau dengan kata lain dapat dikatakan sebagai “Debata Na Tarida” (Tuhan

yang terlihat), dalam pengertian religi masyarakat tradisional Batak, yang dalam

umpasa dikatakan: “Singamangaraja, Debata Na Tarida, sombaon na binoto”,

artinya “Singamangaraja adalah Tuhan yang terlihat, roh suci yang dapat

diketahui”.9

Melihat ketiga fungsi pemakaian gelar tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa gelar ini merupakan gelar kehormatan yang diberikan kepada sesuatu yang

dianggap paling dihormati, dihargai dan mendapatkan tempat yang paling tinggi

6 Lih. Ibid., hl. 431. 7 N. Siahaan B.A., Sedjarah Kebudajaan Batak: Suatu Studi Tentang Suku Batak Toba-

Angkola-Mandailing-Simelengun-Pakpak Dairi-Karo (Medan: C.V. Napitupulu & Sons, 1964),

hl.30 8 Ibid., hl. 42 9 Sering kesalahan arti terjadi di dalam mendefinisikan antara leluhur dengan Tuhan. Dalam

pandangan religi masyarakat Batak Toba tradisional, para leluhur (Ompu) juga dikenakan kepada

Dewa/Tuhan. Hal ini disebabkan karena dahulu dalam masyarakat Batak tradisional, tidak ada

pemisahan antara realitas (kenyataan) dengan sesuatu yang metafisik (mahluk kayangan).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |36

dihadapan masyarakat, baik dalam bentuk posisi silsilah, jabatan (baca: raja) dan

otoritas. Maka dari itu, ketika ketiga definisi ini dikaitkan dengan Nommensen,

yang merujuk kepada Ephorus HKBP, pertanyaan mendasar adalah dimanakah

posisi gelar Ompu i Nommensen tersebut, mengingat latar belakang Nommensen

yang merupakan seorang non-pribumi, namun dapat diberikan gelar Ompu i oleh

masyarakat Batak (baca: pengikut)? Pertanyaan ini akan membuka posisi penting

atau kedudukan Nommensen dalam bentuk relasi kuasa.

Dalam fenomena pemakaian gelar Ompu i, Nommensen sering dikaitkan

atau disandingkan dengan Raja Singamangaraja. Hal ini terlihat dari beberapa ahli

sejarah yang mengaitkan kedua orang tersebut, misal salah satunya Van den End

yang mengungkapkan bahwa dengan pemakaian gelar tersebut maka Nommensen

sendiri dapat disandingkan dengan Raja Singamangaraja.10 Sedikit berbeda dengan

Van den End, menurut PTD Sihombing dalam bukunya Tuan Manullang (2008),

gelar Ompu i yang ada di Nommensen merupakan gelar yang dialihkan dari Raja

Singamangaraja XII sepeninggalan dirinya. Gelar kehormatan ini dialihkan atas

kebaikan dan kelembutan hati Nommensen oleh pengikutnya.11 Lain halnya dengan

pengakuan Ds. K. Sitompul yang merupakan seorang Pendeta HKBP seperti yang

dicatat oleh Bonar Sidjabat, gelar Ompu i yang digunakan oleh Nommensen

memanglah dahulu digunakan oleh Singamangaraja. Dan catatan tersebut

melepaskan unsur religius dari gelar tersebut dengan hanya melihat secara sosial-

10 Van den End, Ragi Carita 2: Sejarah Gereja di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1999), hl. 186 11 Dr. PTD Sihombing, Tuan Manullang (Humbang: Albert-Orem Ministry, 2008), hl.

352.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |37

politik mengenai peran Singamangaraja sebagai pendamai bagi masyarakat Batak.

Yang menarik kemudian dalam catatan tersebut ada semacam klaim atas

kesengajaan yang dilakukan oleh para misionaris Jerman yang secara sadar

menggunakan gelar tersebut untuk mempengaruhi agar tidak lagi mengikuti

Singamangaraja XII.12

Namun terlepas dari banyaknya interpretasi mengenai asal muasal gelar

Ompu i tersebut; baik itu berupa klaim sepihak dari para misionaris atau pemberian

dari pengikut; saya melihat dari pemikiran Foucault yang menyatakan bahwa

kekuasaan itu menyebar atau bersifat desentralisasi, maka munculnya gelar Ompu

i Nommensen merupakan (tak lepas) suatu konstruk atau reproduksi wacana yang

mempengaruhi pengikut (baca: masyarakat Batak) dalam bentuk dominasi

kekuasaan tentang sosok seorang pemimpin atau dalam wacana kepemimpinan,

sehingga memunculkan pengetahuan mengenai wacana kepemimpinan Ompu i

Nommensen. Hal inilah kemudian muncul fenomena dalam kehidupan masyarakat

Batak hingga sekarang bahwa kedua tokoh ini selalu disandingkan bersama,

misalnya saja TB Simatupang, seorang mantan purnawirawan TNI (Tentara

Republik Indonesia) yang juga sebagai kaum intelektual dalam isu Gereja, dan

budaya Batak, menyatakan bahwa masyarakat Batak berada di dalam dua Ompu i,

yakni Singamangaraja dan Nommensen.13 Bahkan penyandingan ini justru

12 Prof. Dr. W. Bonar Sidjabat, Op. Cit., hl. 431. 13 Panda Nababan, dkk (eds), Selagi Hari Siang: Tugas Mendesak untuk Segenap Warga

Jemaat Huria Kristen Batak Protestan; Notulen Seminar Sehari HKBP Memasuki Era

Industrialisasi (Jakarta: Yayasan Sinar Mampang, 1988), hl. 36. Hal yang sama juga saya dapatkan

ketika melakukan wawancara dengan Wilson Lumbanraja, salah seorang penganut Ugamo Malim,

yang mengatakan: “Ompu i yang mana, Singamangaraja atau Nommensen?”. (Wawancara dengan

Wilson Lumbanraja pada 30 April 2016).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |38

menimbulkan polemik bagi masyarakat Kristen Batak antara identitas kesukuan

dengan keyakinan agamanya.14 Tak heran bahwa kemudian hari muncul tokoh-

tokoh intelektual yang berusaha mendamaikan kedua sosok tersebut melalui

penelitian sejarahnya, walaupun tak menutup kemungkinan hal-hal yang

kontroversi turut muncul dalam bentuk pertentangan kedua tokoh tersebut yang

memang dalam realitas sejarahnya kedua tokoh tersebut pernah berjumpa. Terlepas

adanya polemik tersebut, namun yang pasti, kaitan antara wacana Ompu i

Nommensen dengan Singamangaraja menjadi wacana umum yang berkembang di

tengah masyarakat Batak, terlebih Toba.

Ketika terdapat penyandingan antara kedua tokoh tersebut maka masyarakat

Batak (baca: para pengikutnya) meyakini bahwa gelar Ompu i yang dikenakan oleh

Nommensen merupakan gelar dalam bentuk definisi yang digunakan oleh raja

walaupun memiliki kedudukan dan peran yang lebih dari raja lainnya, atau dengan

kata lain, memiliki definisi yang sama dengan gelar Ompu i yang dikenakan oleh

Raja Singamangaraja. Maka dari itu, di sini saya perlu terlebih dahulu melihat dan

menggali pengetahuan masyarakat Batak mengenai gelar ini dalam bentuk posisi

serta kedudukannya, sebelum masuknya misionaris ke Tanah Batak, atau ketika

Singamangaraja tampil sebagai raja dan memiliki kedaulatan yang penuh.

14 Banyak wacana-wacana yang membangun kebimbangan ini, misalnya salah satunya

http://fransaritonang.blogspot.co.id/2013/01/antara-nommensen-dan-sisingamangaraja.html

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |39

B. Gagasan Suhi Ampang Na Opat

Dalam adat dan budaya Batak Toba, masyarakat Batak Toba selalu

berpegangan kepada 3 prinsip, yakni Dalihan Na Tolu, Paopat Sihal-Sihal dan Suhi

Ampang Na Opat. Telah banyak para ahli adat yang membahas tentang ketiga

prinsip ini, namun terkadang pembahasan ketiga prinsip ini tidaklah dibahas secara

holistik, serta tidak melihat konteks pemahaman atas fungsi wilayah atau

konteksnya awalnya, sehingga kecenderungan yang terjadi adalah kesalahan atau

kebingungan persepsi. Dalam menjelaskan ketiga prinsip ini maka perlu untuk

melihat fungsi wilayah dari ketiga prinsip tersebut. Fungsi wilayah ini menjadi

penting karena kehidupan masyarakat Batak terpola dalam 3 prinsip ini.

Pertama adalah Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu atau Tungku Nan Tiga

merupakan suatu ungkapan yang menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan

pada masyarakat Batak. Dalihan Na Tolu menjadi prinsip yang selalu dipegang

masyarakat Batak dan menjadi pondasi dalam kekerabatan hingga akhir hayatnya.

Prinsip ini mengatur kehidupan masyarakat yang hanya sebatas pada lingkup

keluarga, di mana aturan tersebut memiliki 3 kelompok hubungan kekeluargaan,

yakni: Dongan Sabutuha (teman semarga), Boru (anak perempuan atau keluarga

dari pihak menantu lakilaki), dan Hulahula (keluarga dari pihak istri).15 Adapun

dari ketiga unsur ini diatur dengan aturan yang berada di dalam Suhi Ampang Na

15 T.M. Sihombing, Filsafat Batak: Tentang Kebiasaan-Kebiasaan Adat Istiadat (Jakarta:

Balai Pustaka, 1986), hl. 71. Menurut PH. O.L. Tobing, Dalihan Na Tolu merepresentasikan

pembagian dunia dalam agama tradisional Batak, yakni: dunia bawah, dunia tengah dan dunia atas.

Lih. PH. O.L. Tobing, The Structure Of The Toba-Batak Belief In The High God (Amsterdam: South

and South-East Celebes Institue For Culture, 1963), hl. 150

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |40

Opat: manat mardongan tubu yang artinya sesama marga haruslah saling

menghargai, sepemahaman dan sepenanggungan. Hal ini sebagai dasar untuk

terciptanya kerjasama sesama marga dalam menggarap tanah yang dimiliki oleh

marga na mamungka huta (marga yang memiliki kampung). Kedua, adalah elek

marboru. Artinya, kelompok hula-hula haruslah membujuk boru (anak perempuan),

mengingat peran boru cukup besar, terlebih dalam perayaan Horja. Dalam perayaan

tersebut, boru menjadi pelaksana dan bertanggung jawab atas atas terlaksananya

perayaan tersebut. Hula-hula menjadi pemberi perintah kepada boru. Yang ketiga

adalah somba tu hulahula. Hula-hula memiliki posisi yang paling tinggi, di mana

hula-hula dianggap sebagai perwujudan dari dewa Batara Guru atau dalam arti

kelompok ini sering dikatakan sebagai Debata Na Tarida (Tuhan yang terlihat),

sehingga kedua kelompok sebelumnya haruslah somba (bersujud) kepada

kelompok hulahula.16 Dalam Dalihan Na Tolu, ketiga kelompok ini tidak mengikat

kepada marga tertentu saja, melainkan hanya melihat posisi kelompok dari setiap

individu. Dengan kata lain, setiap individu pastilah akan pernah berada di

kelompok-kelompok tersebut ketika berada di lingkungan masyarakat. Dalam

Dalihan Na Tolu konsep Ompu i lebih kepada dikenakan kepada galur keturunan

sebagai silsilah marga.

Kedua, Paopat Sihalsihal. Prinsip ini berada di dalam wilayah huta

(kampung). Paopat Sihalsihal berarti penyangga batu keempat yang digunakan

untuk menyangga tungku ketika ketiga batu (Dalihan Na Tolu) tersebut tidak

16 Bungaran Antonius Simanjuntak, Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba

(Jakarta: Obor, 2009), hl. 81-82.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |41

sanggup menampung tungku tersebut. Dengan kata lain, dalam lingkup wilayah

huta, maka paopat sihalsihal dimaksudkan untuk menampung kelompok, selain dari

kelompok yang ada di Dalihan Na Tolu. Kelompok ini sering dikatakan sebagai

dongan sahuta (teman sekampung). Di zaman sekarang, paopat sihalsihal sering

dikatakan sebagai STM (serikat tolong menolong) yang juga turut membantu dalam

suksesnya sebuah pesta atau perayaan.

Ketiga, adalah Suhi Ampang Na Opat. Dalam bahasa Indonesia Suhi

Ampang Na Opat berarti bakul yang memiliki empat sudut. Keempat sudut ini

adalah pondasi dari hukum dan adat Batak yang dapat berupa: tona (pesan), poda

(nasehat), uhum (hukum) dan patik (larangan). Dialah juga yang mengatur

kelompok di dalam Dalihan Na Tolu, termasuk paopat sihalsihal. (lihat gambar2)

Dalam kebanyakan pesta di zaman sekarang pengertian Suhi Ampang Na Opat telah

berbeda pengertiannya dari yang sesungguhnya. Padahal makna Suhi Ampang Na

Opat memberikan pondasi yang bukan hanya sebatas pada kegiatan-kegiatan pesta,

tetapi juga memberikan penegakkan dan kedaulatan (harajaon) atas kerajaan dan

budaya Batak. Intinya, di dalam Suhi Ampang Na Opat terdapat dua bagian penting

yang setiap bagiannya memiliki empat ajaran, yakni: Bagian pertama tentang

Kebenaran (Habonoron), yang di dalamnya terdiri dari pengetahuan (Parbinotoan),

kepercayaan (Haporseaon), ketaatan (Pangoloion) dohot budi pekerti (Parulan).

Bagian kedua adalah Kedaulatan (Hadaulaton) yang terdiri dari rendah hati

(Haserepon), kesabaran (Habengeton), sopan santun (Hapantunon) dan

kehormatan (Hahormaton).17

17 Diambil dari http://batakweb.blogspot.co.id/2010/02/suhi-ni-ampang-na-opat.html.

Diakses pada 4 September 2016.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |42

Gambar 2

Istilah Opat yang dalam bahasa Indonesia berarti empat yang merupakan

konsep dasar dari hukum dan adat Batak yang selalu bersandar pada 4 sisi atau asas.

Bahkan dalam prakteknya, Singamangaraja selalu menggunakan 4 raja untuk

mengisi jabatannya di dalam sistem bius. Keempat raja ini sering dikenal sebagai

raja maropat atau raja na opat, sehingga kerajaan Singamangaraja juga

berpondasikan pada suhi ampang na opat.

Di dalam perayaan-perayaan adat Batak falsafah ini juga haruslah berlaku,

sehingga adat tersebut dapat dikatakan sah. Namun adat yang berkembang di zaman

sekarang justru tidak lagi memperhatikan Suhi Ampang Na Opat. Telah terjadi

pergeseran makna dari pemakaian falsafah ini. Hal ini disebabkan tidak adanya lagi

raja junjungan (raja yang dihargai atau dijunjung tinggi) sesuai yang dianjurkan

dalam Suhi Ampang Na Opat akibat kolonialisme di dalam menyingkirkan sistem

kerajaan. Itu artinya, adat yang digunakan hanyalah sampai kepada kelompok

Dalihan Na Tolu, padahal dalam Suhi Ampang Na Opat, terdapat satu kelompok

lagi yang menjadi bagian penting dari terlaksananya adat, yakni raja, sehingga di

dalam Suhi Ampang Na Opat haruslah melaksanakan manat (menghargai)

Suhi Ampang

Na Opat

Dalihan Na

Tolu

Somba tu

Hula-hula

Dalihan Na

Tolu

Elek

Marboru

Dalihan Na

Tolu

Manat

mardongan

Tubu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |43

mardongan tubu, elek (membujuk) marboru, somba (menyembah) marhulahula,

dan pantun marraja (tunduk kepada raja). Raja yang dimaksud di sini adalah raja

dalam pengertian yang memiliki kuasa atas wilayah dan memiliki lembaga untuk

mengatur hukum dan adat Batak, yakni dalam wilayah huta (kampung), horja, dan

bius. Tidak ada hubungan genealogis seperti di dalam konsep Dalihan Na Tolu.

Paling tidak, adanya raja dalam Suhi Ampang Na Opat dapat menciptakan

kedamaian dan persatuan; sesuatu hal yang tidak bisa dilakukan dalam Dalihan Na

Tolu. Maka dari itu, masyarakat Batak meyakini raja merupakan perpanjangan

tangan dari dewa/tuhan di dalam iklim religiositas masyarakat Batak Toba

tradisional.

Konsep di dalam Suhi Ampang Na Opat menghargai peran raja di setiap

aspek kehidupan masyarakat Batak. Raja menjadi penuntun kepada masyarakat,

karena ia lah yang menjadi penyelenggara atas hukum dan adat, baik sekuler

maupun religi. Ketika Singamangaraja I-XII masih memiliki kedaulatannya,

Singamangaraja menjadi raja yang diakui oleh seluruh bius, horja dan huta.

Artinya, Singamangaraja menjadi raja yang tertinggi dari raja-raja lainnya,

sehingga diberikan gelar sebagai Ompu Raja Singamangaraja. Namun untuk

melihat lebih mendalam mengenai gelar ompu raja maka haruslah melihat

bagaimana kedudukan secara sosio-politis Raja Singamangaraja di masyarakat

Batak Toba, serta bagaimana kuasa Raja Singamangaraja tersebut didapatkan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |44

C. Ompu i dan Kedudukan Raja Singamangaraja

Dinasti kerajaan Singamangaraja bagi masyarakat Batak adalah pemersatu

dalam hal adat, budaya dan religi. Sifat kekuasaannya bukanlah berasal dari

peperangan dan kekerasan, namun dari keyakinan masyarakat atas kesaktiannya.

Dalam terminologinya, Singamangaraja berasal dari dua kata, yakni Singa dan

Mangaraja. Istilah singa bukanlah menunjuk kepada nama binatang “singa”,

melainkan dari bahasa Batak yang berarti “konstruksi”, sedangkan Mangaraja

diartikan sebagai maha raja. Dengan demikian Singamangaraja dapat diartikan

sebagai pondasi dari kerajaan. Singamangaraja juga sering disebut sebagai Singa

Ni Uhum (undang-undang) dan juga Singa Ni Hadatuhon (religi).18 Namun terlepas

dari banyaknya istilah yang berkembang dalam bahasa Batak, kekuasaan

Singamangaraja tetaplah memiliki peran penting bagi masyarakat Batak Toba. Para

tokoh peneliti ataupun misionaris yang berasal dari luar Indonesia, seperti Marsden

dan Rafles, Van Der Tuuk, B. Hagen, J.F. von Brenner, Meerwaldt, dsb, juga

mengakui pengaruh kekuasaan Singamangaraja bagi masyarakat Batak. Bahkan

Van der Tuuk sendiri, salah seorang ahli sastra Batak yang membantu missionaris

Jerman, menyebut Raja Si Singamangaraja XII sebagai koning aller Bataks (raja

dari segala orang Batak) ketika ia berjumpa langsung dengan Raja Si

Singamangaraja XII di Bakara pada 1853.19

18 Adniel Lumbantobing, Sedjarah Si Singamangaradja I-XII (Tarutung: Dolok

Martimbang, 1959), hl. 13 19 Dr. W.B. Sidjabat, Op.Cit., hl. 71

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |45

Kebesaran dan kekuasaan Dinasti Singamangaraja tidak terlepas dari

adanya paham-paham religiositas, sosial, kesehatan, ekonomi, politik, adat dan

budaya, serta hukum yang berkembang di masyarakat Batak. Dan aspek-aspek

tersebut telah di mulai sebelum adanya dinasti Singamangaraja. Itu artinya, telah

terdapat paham berupa ajaran-ajaran yang mempersatukan masyarakat Batak.

Dinasti Singamangaraja menjadi kerajaan dengan melaksanakan paham-paham

tersebut, sehingga tanpa disadari, Dinasti Singamangaraja menjadi sebuah lembaga,

bahkan dapat dikatakan sebagai bangsa, yang memiliki fungsi hukum, agama,

ekonomi dan sosial yang berpusat di wilayah Toba.20 Hal ini yang juga dikatakan

oleh Sitor Situmorang, yang terkadang justru tidak diamati oleh para peneliti,

semisal, Lance Castles.21

Maka dari itu, untuk melihat bagaimana Raja Singamangaraja sendiri dapat

menjadi raja atas masyarakat Batak perlu terlebih dahulu melihat bagaimana awal

mula munculnya paham atau ajaran tersebut, sehingga dapat menjadi pemersatu

bagi masyarakat Batak melalui tatanan atau sistem struktur sosial masyarakat.

1. Mitos Si boru Deak Parujar

Keberadaan masyarakat Batak tidak dapat dipisahkan dari mitos Siboru

Deak Parujar. Mitos ini mengungkapkan tentang asal usul masyarakat Batak, dan

juga menjadi bagian penting di dalam terbentuknya sistem pemerintahan di dalam

masyarakat Batak tempo dulu. Melalui tradisi lisan secara turun temurun maka

20 Daniel Perret, Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu di Sumatra Timur Laut

(Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia: 2010), hl. 69. 21 Sitor Situmorang, Toba Na Sae: Sejarah Lembaga Sosial Politik Pada Abad XIII-XX

(Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), hl. 19-20.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |46

mitos ini menjadi kekuatan di dalam masyarakat Batak sebagai suatu konsep

religiusitas akan keberadaan manusia di dunia. Dalam mitos tersebut masyarakat

Batak meyakini bahwa manusia pertama yang diciptakan adalah si Raja Batak, dan

dari Raja Batak inilah kemudian masyarakat Batak menyebar ke seluruh penjuru

dunia dan beranak cucu.

Karena mitos ini berasal dari tradisi lisan maka mitos ini memiliki beragam

versi.22 Di sini saya tidak akan menceritakan ulang mitos tersebut, namun saya

melihat bahwa mitos tersebut memiliki dua bagian penting, yakni pertama, Aturan

dan Perintah berupa pernikahan yang diberikan Ompu Mula Jadi Nabolon (Sang

Pencipta) kepada ciptaannya (manusia kayangan/langit), termasuk Boru Deak

Parujar agar menikah dengan Raja Odapodap, yang akan membentuk 3 suku dan 3

kerajaan sebagai suatu awal mula Dalihan Na Tolu, yakni satu suku dan kerajaan

Sabutuha, dua suku dan kerajaan boru, 3 suku dan tiga kerajaan hulahula. Kedua,

penolakan boru Deak Parujar terhadap aturan dan larangan sebagai suatu

penolakan atas wibawa sang Bapak (Ompu Mula Jadi Na bolon), sehingga

terciptalah bumi sebagai tempat tinggal manusia beserta isinya. Adanya penolakan

tersebut maka putuslah hubungan antara bumi (banua tonga) dengan langit (banua

ginjang). Namun karena kebaikan dari Ompu Mula Jadi Nabolon maka hubungan

tersebut dapat tercipta melalui doa dan juga persembahan. Masyarakat Batak

22 Keberagaman akan mitos Deak Parujar merupakan keberagaman yang dikarenakan

bersifat tradisi lisan, serta ditradisikan pada marga-marga di masyarakat Batak. Namun, Anicetus B.

Sinaga di dalam tulisannya membedakan mitos ini ke dalam 3 versi sebagai suatu contoh dan tidak

sebagai menutup kemungkinan akan versi lainnya, yakni versi Johannes Warneck yang ditulisnya

pada tahun 1909, versi Philip Lumban Tobing, serta versi Nahum Raja Patik Tampubolon pada tahun

2002 dalam Pustaha Tumbaga Holing. Lih. Dr. Anicetus B. Sinaga, Allah Tinggi Batak-Toba:

Transendensi dan Imanensi (Yogyakarta: Kanisius, 2014), hl. 239.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |47

meyakini bahwa Pusuk Buhit adalah sebagai altar dari doa dan persembahan

tersebut.

Kedua hal ini sangatlah penting karena akan menjadi dasar di dalam

terbentuknya pemerintahan kerajaan masyarakat Batak. Ketika bumi telah tercipta

menurut keyakinan masyarakat Batak maka terciptalah Raja Batak sebagai manusia

pertama (jolma) yang kemudian menciptakan huta (kampung) Sianjurmulamula;

berbeda dari zaman boru Deak Parujar dan 7 generasi setelahnya yang merupakan

manusia kayangan. Dari kedua hal ini maka juga bahwa Raja Batak sebagai

manusia pertama mewariskan bumi yang berasal dari penolakan boru Deak Parujar

atas larangan Ompu Mula Jadi Na Bolon, sehingga bumi dan manusia telah

melakukan kejahatan. Dengan maksud inilah maka untuk terakhir kalinya Mula Jadi

Na Bolon turun ke bumi dan menyerahkan aturan dan perintahnya berupa 2

pustaha, yakni pertama, Pustaha laklak atau yang sering disebut sebagai Surat

Agong yang berisi pedoman kerohanian, kebatinan, hadatuhon (ilmu pengobatan),

Habeguhon (ilmu yang bersifat mistik atau sihir), parmonsahon (ilmu silat dan

perang), pangaliluon (ilmu menghilang dan membuat orang linglung), dan

parhalaan (ilmu perbintangan). Kedua, Pustaha Tumbaga atau sering disebut Surat

Tumbaga yang berisi tentang ajaran pemerintahan berupa aturan-peraturan

kerajaan, adat dan hukum, parumaon dan parhaumaon (perumahan dan pertanian,

partigatigaan (pengetahuan dagang), paningaon (karya seni). Pustaha pertama

diwariskan oleh keturunan Raja Batak, yakni Guru Tateabulan atau yang sering

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |48

dikatakan sebagai sahala tua, sedangkan pustaha kedua diwariskan kepada Raja

Isumbaon atau sering dikatakan sebagai sahala harajaon.23

Kedua pustaha ini merupakan awal mula sistem pemerintahan dan adat dari

masyarakat Batak Toba, dan menjadi dasar dari organisasi Huta (kampung), Horja

dan Bius. Artinya, kedua pustaha tersebut mencakup aspek religi dan aspek sekuler

dalam bentuk pemerintahan (harajaon). Kedua aspek ini yang menjadi dasar dari

aspek Bius. Bahkan dikemudian hari pustaha laklak yang menjadi sumber

religiositas membentuk kelompok parbaringin (pendeta/imam) dan menjadi ciri

utama dalam sistem Bius Sianjurmulamula. Menurut Sitor Situmorang kedua aspek

ini yang seharusnya dapat menciptakan kesatuan dan kemajuan, namun dikemudian

hari justru sering menimbulkan bibit-bibit perpecahan dalam bentuk dualisme. 24

2. Konsep dan Perkembangan Huta, Horja dan Bius

Masyarakat Batak meyakini bahwa huta atau kampung yang pertama kali

terbentuk adalah Sianjurmulamula. Hal ini termaktub di dalam tonggo-tonggo atau

doa-doa sebagai berikut:

Sianjurmulamula, Sianjur mula toppa.

Parsirangan ni aek, pardomuan ni hosa

Sianjurmulamula, Sianjur mula jadi

Mula ni sombayang, mula ni sombauasi.

Parpansur golanggolang, partapian jabi-jabi

Sianjurmulamula, Sianjur awal yang diciptakan

Dipisahkan oleh air, disatukan oleh daging

Sianjurmulamula, Sianjur awal yang ada.

Permulaan dari sembayang, awal dari sujud.

23 Dalam perkembangannya sesuai turiturian dikisahkan bahwa Guru Tateabulan dan Raja

Isumbaon tidak pernah membuka pustaha tersebut hingga akhirnya keturunan merekalah yang

membuka pustaha tersebut, yakni Martua Rajadoli dan Tuan Sorimangaraja. Inilah sebabnya Martua

Rajadoli sering dikatakan sebagai Martua Rajadoli mula ni Raksa ni Hadatuhon sian Pustaha

Laklak (Martua Rajadoli awal dari pengetahuan adikodrati yang tertulis dalam pustaha laklak),

sedangkan Tuan Sorimangaraja sering dikatakan sebagai Tuan Sorimangaraja Mula ni torsa ni

Harajaon sian Pustaha Tumbaga (Tuan Sorimangaraja awal dari pengetahuan tentang pemerintahan

yang tertulis dalam Pustaha Tumbaga) (lih. Dr. Ulber Silalahi, MA, Pemerintahan (Harajaon) dan

Birokrasi Tradisional Masyarakat Toba (Medan: Bina Media Perintis, 2014), hl. 141. 24 Sitor Situmorang, Op. Cit., hl. 24-26.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |49

Parsaapan manogot, parangiron bodari Tempat mata air yang bergelang-gelang, tempat

mandi yang besar

Namun demikian, Sianjurmulamula bukan hanya menjadi huta pertama,

melainkan tempat ini menjadi penting dikarenakan dari tempat inilah kemudian

masyarakat Batak menyebar ke seluruh penjuru seturut dengan bertambahnya

jumlah masyarakat di huta tersebut. Bahkan perkembangan ini membuat status

Sianjurmulamula pun bukan lagi dipandang sebagai huta, tetapi juga sebagai Bius;

yang meliputi daerah huta Limbong dan Sagala. Walaupun perkembangan

masyarakat Batak sudah keluar dari wilayah Sianjurmulamula, namun demikian

status Sianjurmulamula masih menjadi salah satu model percontohan di setiap

pembangunan bius-bius lainnya, yakni dengan menekankan aspek religi (Pustaha

Laklak) dan sekuler (pustaha Tumbaga). Penyebaran masyarakat Batak banyak

terdapat di wilayah Samosir, Toba-Holbung, Humbang dan Silindung. Menarik

kemudian menulusuri lebih dalam mengenai perkembangan huta, horja dan bius,

serta bagaimana konsep Sianjurmulamula diterjemahkan di dalam bius-bius yang

ada dan dalam hubungannya dengan Huta dan Horja, karena dengan ketiga inilah

sistem hirarki pemerintahan Singamangaraja terlihat.

Huta

Menurut Vergouwen huta memiliki watak persekutuan yang lebih menonjol

dari pada kelompuk suku (perkumpulan semarga atau dapat juga sebagai horja).25

Alasan Vergouwen ini ada benarnya dengan alasan Huta memiliki kekerabatan

yang dekat dari pada kelompok suku, walaupun mayoritas penduduk huta

25 J.C. Vergouwen, Op. Cit, hl. 132.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |50

merupakan satu kelompok suku tertentu atau semarga. Namun tidaklah otomatis

bahwa isi dari huta tersebut adalah hanya satu marga tertentu saja, tetapi juga

terdapat marga paisolat atau parripe (penumpang) yang harus tunduk kepada marga

utama.

Bagi masyarakat Batak membuka atau mendirikan huta yang baru sama

halnya dengan mendirikan harajaon yang baru. Hal ini disebabkan pendiri huta

akan menjadi raja atau huta tersebut. Konteks yang ada dalam masyarakat Batak

setiap huta yang berdekatan pastilah memiliki hubungan kekerabatan. Itulah

sebabnya huta yang pertama tidak dapat dilepaskan dari huta-huta yang

mengikutinya. Dalam istilah Batak, kampung yang baru dibuka yang dihuni oleh

keluarga-keluarga yang merupakan warga dari satu bagian klan dinamakan lumban

atau biasanya disebut lumban ni huta. Dan ketika sebagaian penghuni lumban

tersebut membuka kampung yang baru maka akan di sebut sosor atau biasanya

sosor ni huta.26

Selain dari ketidakidentikan huta dengan kelompok suku atau marga, hal

lain yang memperjelas dari huta adalah adanya pembagian wilayah dengan batas-

batas yang jelas. Biasanya huta berdiri di sebidang tanah yang memiliki batas

disekelilingnya dan di huni oleh kerabatnya (pendiri huta). Biasanya batas tersebut

dikeliling oleh bambu atau parik, semacam tembok yang terbuat dari tanah atau

susunan batu. Huta dan tanah memiliki satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,

dikarenakan huta mengatur hak kepemilikan tanah. Kepemilikan ini mengatur hak

tanah yang menyangkut kepada kepemilikan atas marga pendiri huta, pihak boru

26 Dr. Ulber Silalahi, MA, Op. Cit., hl. 149-150.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |51

(perempuan), marga penumpang, serta tanah garapan. Maka dari itu, posisi huta

memiliki keotonomian atas hak tanah, sehingga ketika dikaitkan dengan sistem

pemerintahan pemerintahan tradisional Batak Toba, maka huta merupakan

memiliki wewenang yang paling kecil secara teritorial.27 Namun pengaturan

tersebut bukan hanya pada masalah tanah saja, tetapi segala kehidupan yang

menyangkut atau berhubungan dengan huta (hatopan) tersebut merupakan

wewenang dari huta tersebut, misalnya perkelahian, adanya pendatang, dll. Dalam

pemerintahan tradisional Batak Toba, huta telah memiliki aturan yang jelas.

Bahkan di hutalah akan terlihat dengan jelas penggunaan adat dan hukum dalam

kehidupan sehari-hari. Namun, di sini saya tidak akan membahas seluruh aturan

dan larangan dalam kehidupan di huta, melainkan akan melihat struktur fungsional

dalam huta yang nantinya akan berkaitan dengan horja dan bius.

Di dalam huta, hak memerintah merupakan hak bersama (hatopan) setiap

keturunan patrilineal langsung si pendiri huta tersebut. Walaupun menurut hukum

hak tersebut dipegang oleh raja huta namun keturunan dari raja huta tersebut juga

mendapatkan manfaatnya dan mempunyai hak istimewa. Dari fenomena seperti ini

Vergouwen membahasakan huta sebagai suatu “sel dari suatu organisasi politik

yang dibentuk oleh marga dan kelompok suku, tetapi sebuah sel dengan kehidupan

persekutuan”.28 Yang menarik dari pengertian ini, ketika Vergouwen

mengumpamakan huta sebagai suatu sel maka hal ini menandakan bahwa sifat dari

huta selalu berkaitan dengan huta-huta lainnya yang menjadi pengembangan atau

27 Ibid., hl. 147. 28 J.C. Vergouwen, Op. Cit., hl. 141.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |52

perluasan dari huta sebelumnya. Walaupun hubungan paralel ini diikat dengan

hukum dan adat namun huta mememiliki dimensi politik yang justru cenderung

menjadi kekuatan sebagai persekutuan yang kecil. Dalam posisi inilah raja huta

memiliki kekuatan ketika menjadi yang paling dituakan dan dihormati.

Raja huta atau yang sering dikenal sebagai Tunggane Ni Huta (tetua

kampung) di Samosir dan ada juga yang menyebutnya Siboan Bunti (pembawa

persembahan) memiliki tugas mengelola huta, menegakkan hukum dan

menyelenggarakan peradilan, adat, ketertiban dan disiplin. Jabatan atau gelar ini

biasanya merupakan gelar keturunan (waris) dari garis patrilineal. Bahkan, ketika

berhubungan dengan kepentingan atau urusan di luar huta tersebut maka raja huta

menjadi perwakilan dari kepentingan huta tersebut. Masyarakat huta tersebut juga

haruslah menerima kepemimpinan dan bimbingan dari raja huta. Segala aktivitas

masyarakat, seperti perkawinan, penjualan ternak dan urusan tanah haruslah

melibatkan raja huta sebagai bentuk partisipasi penting atas peran raja huta. Dari

sinilah kemudian raja huta menjadi penentu atau pintu terakhir yang memainkan

peranan penting bagi keberlangsungan hutanya. Idris Pasaribu dalam novelnya

berjudul Mangalua memberikan gambaran yang sangat jelas mengenai posisi dan

kedudukan penting raja (huta, horja, bius) ditengah-tengah masyarakat dalam

memberikan nasehat, mediasi; yang dengannya akan membawa solusi bagi

kehidupan keluarga dan masyarakat.29 Hal ini sesuai dengan umpasa berikut ini

dapat menerangkan posisi raja:

Baris-baris ni gaja di rura pangaloan,

Molo marsuru raja ingkon oloan

Gajah berbarisbaris di lembah Pangaloan

Jika Raja memberikan perintah maka harus dilaksanakan.

29 Lih. Idris Pasaribu, Mangalua (Jakarta: Obor 2015), hl. 145.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |53

Molo so nioloan tubu hamagoan

Ia nioloan dapot pangomoan

Jika tidak dilaksanakan akan lahir malapetaka

Yang melaksanakannya akan mendapat keuntungan

Di dalam hukum dan adat masyarakat Batak ada beberapa motif yang

mendasari akan adanya pengikat atau hubungan huta dengan huta lainnya atau

bahkan ke kelompok suku, yakni : 30

1. Motif kesilsilahan. Motif ini paling besar pengaruhnya dalam

masyarakat Batak. Walapun terkadang tidak melibatkan seluruh

masyarakat di huta tersebut, namun paling tidak mempunyai hubungan

di beberapa anggota masyarakat huta tersebut.

2. Motif keagamaan. Motif ini sangat mempengaruhi kehidupan

masyarakat huta menjadi masyarakat kurban dan persekutuan. Seperti

yang dicatat Vergouwen bahwa terkadang motif keagamaan ini kurang

berpengaruh dalam kehidupan politik sebagai suatu persekutuan.

3. Motif kewilayahan. Motif ini kurang berpengaruh dalam mengikat

kelompok masyarakat. Namun beberapa hal sangat berpengaruh

khususnya di wilayah emigrasi, yakni tempat kampung-kampung

bersatu di dalam wilayah campuran atau daerah yang memiliki marga

yang berbeda namun masih memiliki pertalian.

Setelah menjabarkan pengertian huta dalam masyarakat Batak serta peran

penting raja huta, maka dapat disimpulkan huta memiliki kedudukan dan fungsi

penting bagi kehidupan masyarakat Batak. Bahkan, huta menjadi pondasi kepada

sistem yang lebih tinggi, yakni horja dan bius, termasuk nantinya menjadi pondasi

30 Ibid., hl. 144.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |54

dalam keberlangsungan dinasti Singamangaraja. Dan raja huta bertanggung jawab

kepada horja dan bius. Hal ini terlihat dari umpasa yang menggambarkan dinasti

tersebut.

Huta do mula ni Horja

Horja do mula ni Bius

Huta membentuk horja

Horja membentuk bius

Horja

Horja merupakan federasi tingkat pertama yang merupakan kumpulan dari

beberapa huta. Biasanya horja merupakan kelompok satu marga atau sekelompok

marga yang sama (marga-raja) dari beberapa huta walaupun tidak menutup

kemungkinan terdapat marga lain yang berbeda dikarenakan adanyak kelompok-

kelompok pendatang baru dan juga kelompok marga lain yang leluhurnya memiliki

peranan dalam membuka tanah atau huta.31 Namun demikian horja sendiri pada

intinya merupakan persekutuan kelompok-kelompok yang masih terikat dengan

hubungan kekerabatan marga atau Dalihan Na Tolu: hula-hula, dongan sabutuha

maupun boru. Paling tidak adanya keterikatan antarhuta menjadi horja dikarenakan

adanya ikatan genealogis, adat, religi dan teritorial.32 Hal inilah yang mendasari

keberlangsungan dari adanya horja. Misalnya saja horja Bangkara yang merupakan

kumpulan dari huta Raja dan huta Siunongunong Julu dan huta Sionggang.

Horja dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai karya atau kerja. Awalnya

perkumpulan ini sebagai suatu seremonial atau pesta atas persekutuan masyarakat

kurban yang bersifat religi, namun lambat laun horja menjadi urusan sekuler yang

mangurus keamanan (jika terjadi penyerangan yang dilakukan oleh kelompok dari

31 Sitor Situmorang, Op. Cit, hl. 38. 32 Dr. Ulber Silalahi, MA, Op. Cit., hl.162

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |55

huta yang bukan semarga), peperangan, hak kepemilikan dan pengurusan tanah, dll.

Sebagai relasi dari masing-masing huta maka horja dimaksudkan sebagai bentuk

kerjasama baik sesama marga maupun dengan marga boru (marga suami dari

perempuan yang berasal dari kampung tersebut). Biasanya bentuk kerjasama

tersebut berupa pengelolaan tanah (golat).

Dengan terikat akan relasi antarhuta, maka kepemimpinan horja dinamakan

sebagai Dewan Raja atau Raja Horja atau juga sering dikatakan sebagai Raja

Junjungan. Mekanisme pengangkatannya dengan melibatkan dan memberikan hak

suara kepada setiap huta untuk mengusulkan calon raja yang kemudian dipilih

secara demokrasi oleh masing-masing huta. Namun biasanya yang menjadi raja

horja adalah marga sipungka (pembuka) huta atau kampung.33 Istilah raja di sini

bersifat kolektif yang terdiri dari raja-raja si pembuka huta. Setelah terpilih maka

raja horja inilah yang kemudian memimpin setiap kegiatan horja didampingi

beberapa orang dari golongan parbaringin (kaum pendeta/imam), walaupun ada

beberapa horja yang justru kedudukan raja merangkap juga kedudukan dan

pekerjaan golongan parbaringin.

Menurut Ulber Silalahi ada dua fungsi penting dari horja, yakni: pertama,

fungsi religi. Fungsi ini dapat diartikan sebagai suatu pesta atau ulaon marga. Jika

diaktualisasikan pada masa kini maka deskripsi yang paling jelas dalam

menggambarkan horja adalah ritus pesta adat atau ulaon adat dari marga walaupun

secara esensi telah berbeda. Dalam fungsi ini maka horja melaksanakan ritus

33 Ibid., hl. 214.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |56

pemujaan leluhur marga, namun pekerjaan ini haruslah direstui oleh Bius melalui

permusyawarahan yang disebut sebagai tonggo raja. Dengan menggunakan tarian

tunggal panaluan (tongkat sakti simbol marga) maka dalam perayaan tersebut

haruslah mengundang roh leluhur yang dinamakan horja santi, dan Datu (semacam

Dukun) berfungsi dalam pemanggilan roh tersebut. Selain ritus pemujaan leluhur

maka horja dalam fungsinya sebagai religi juga melaksanakan pesta besar atau

horja rea yang dipimpin oleh parbaringin (kelompok imam). Kedua, fungsi

administrasi dan hukum. Fungsi ini menerapkan aturan di dalam horja sebagai suatu

harajaon atau kerajaan yang berlaku baik ke luar (diluar wilayah horja) ataupun ke

dalam (bagi anggotanya sendiri). Misalnya jikalau terjadi penggarapan tanah yang

bukan menjadi haknya atau pengambilan hasil ternak diluar hak wilayahnya (golat)

yang dilakukan oleh orang/kelompok diluar dari horja tersebut maka aturan dalam

horja akan menuntut hak korban. Jikalau kasus tersebut dilakukan oleh anggotanya

maka akan dilakukan perdamaian yang dilakukan di partungkoan yang disebut

sebagai parriaan. 34

Setelah melihat fungsi horja dari urusan religi hingga kepada masalah

sekuler maka dalam hubungannya dengan bius, horja menjadi kustituen dari bius

yang merupakan federasi yang lebih tinggi. Dalam konteks ini setiap horja memilih

dan mengutus wakilnya untuk menjadi dewan pemerintahan sekuler bius, serta

mengutus wakilnya menjadi imam dalam kelompok parbaringin.

34 Ibid., hl. 165-166.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |57

Bius

Pemerintahan bius merupakan pemerintahan konfederasi dari beberapa

pemerintahan horja. Terbentunya bius biasanya dikarenakan adanya kedekatan

geografis, walaupun tidak menutup kemungkinan akan adanya faktor genealogis

atau sesama marga dalam pembentukan bius. Namun yang menjadi hal esensial dari

kehadiran bius adalah adanya ikatan dari aspek religi. Tidak dapat dipungkiri bahwa

sebagian besar kegiatan bius merupakan kegiatan keagamaan. Bahkan bius juga

memiliki ritus-ritus tersendiri yang berbeda dari horja dan huta, atau dengan kata

lain ritus tersebut hanya dapat diselenggarakan di tingkat bius, misalnya kegiatan

mangase taon (perayaan tahun baru), maname (perayaan musim tanam), dll. Ada

juga kegiatan bius yang merupakan kegiatan sekuler namun tetap dinaungi secara

religi, misalnya pesta bius yang dipimpin oleh raja bius namun pelaksana ritus

tetaplah kelompok parbaringin (kelompok kaum imam). Dalam kegiatan tersebut

parbaringin memimpin seremonial dengan memberikan persembahan kurban

kepada debata.

Sesuai dengan konsep Sianjurmulamula, yakni adanya 2 pustaha, pustaha

laklak dan tumbaga, maka bius selalu mementingkan keseimbangan di dalam unsur

duniawi (sekuler) dengan religi. Dengan konsep tersebut, maka idealnya bius

menjadi aparatus yang diisi oleh dewan bius atau biasa disebut raja bius dan

kelompok parbaringin (imam atau pendeta). Dewan bius berisi enam anggota dan

kepemimpinannya bersifat primus inter pares, di mana anggota tertua dari horja

menjadi pemimpinnya. Dewan bius inilah yang menjadi pengayom hukum secara

sekuler, sedangkan kelompok parbaringin merupakan kumpulan para pendeta atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |58

kaum imam yang mewakili tiap horja. Walaupun kelompok parbaringin menjadi

pendamping dewan bius namun kehadirannya tetaplah tunduk kepada aturan hukum

sekuler. Keduanya, dewan bius dan parbaringin, bekerja dengan sifat saling

melengkapi. Biasanya yang menjadi raja bius adalah marga raja dari sipungka huta

atau pembuka/pendiri kampung.

Menurut Sitor Situmorang, bius yang sesuai dengan Sianjurmulamula

memiliki konsep yang jelas; dari hukum sekuler yang menjadi adat bius hingga

religiusitas memiliki pengaturannya. Dengan konsep ini Sitor Situmorang

menganggap bahwa konsep ini dapat menjadi perwujudan suatu bangsa, di mana

bius yang memiliki fungsi otonomi tersendiri, adanya fungsi onan (pasar) serta

ditambah fungsi lembaga Singamangaraja menjadikan Toba sebagai state-

tendency.35

Adapun beberapa fungsi bius dan menjadi adat bius adalah mengatur,

yakni:36

1. Hukum pertanahan

2. Hukum relasi bertetangga

3. Hukum pengusaan tanah atau hukum golat

4. Hukum tali-air (irigasi) dan perairan (sungai, danau)

35 Sitor Situmorang, Op. Cit, hl. 19-20. 36 Ibid., hl. 12-13. Sitor Situmorang tidak memasukkan penyetujuan Onan sebagai tugas

dari bius. Hal ini berbeda dengan Ulber Silalahi. Menurut Sitor, Onan bukan hanya sekedar dilihat

sebagi pasar atau jual beli belaka melainkan telah menjadi lembaga yang tingkatnya sudah diatas

bius, walaupun hasil dari Onan merupakan pengesahan atas kerjasama antarbius. Lebih jauh ia

melihat bahwa Onan menjadi aspek tertib hukum yang kelembagaannya diresmikan oleh

Singamangaraja atau Sorimangaraja (sebelum adanya Singamangaraja). Bahkan Onan menjadi

pemersatu dari bius-bius. (Bdk. Sitor Situmorang, Op. Cit., hl. 156-158).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |59

5. Hukum sumber daya komunal (hutan, padang rumput dll, dikuasai secara

kolektif oleh paguyuban.

6. Hukum yang mengatur hak dan kewajiban penggarapan atas sawah.

7. Hukum yang mengatur hak pendiri/pemilik huta, dll.

Walaupun secara aturan sangatlah jelas, namun kenyataan berkata lain. Bius

yang memiliki konsep ideal justru tidak terjadi di setiap bius yang ada. Hal ini

berdampak kepada fungsi bius, yang berbeda dengan bius-bius lainnya. Salah satu

faktor yang menjadi penyebab adalah karena migrasi penduduk yang

mengakibatkan pendirian bius tidaklah sesuai dengan konsep Sianjurmulamula.

Seperti yang dicatat oleh Sitor Situmorang bahwa terdapat 3 kategori konsep bius,

yakni:37

1. Bius berkembang. Bius yang termasuk dalam kategori ini berada di wilayah

pantai selatan danau Toba dan pulau Samosir. Konsep bius ini mengikuti

konsep Sianjurmulamula, di mana konsep ini memiliki aparatus berupa

dewan bius dan golongan parbaringin (kelompok para imam/pendeta).

2. Bius sedang berkembang. Kategori ini mencakup wilayah Silindung,

Humbang dan Pahal. Aparat dari bius ini tidaklah selengkap dari bius

berkembang atau sebagaimana model Sianjurmulamula. Konsep ini tidak

memiliki golongan parbaringin yang ideal, sehingga setiap kegiatan pesta

bius, pemimpin sekuler atau dewan bius melaksanakan tugas yang seharusnya

diemban oleh golongan parbaringin.

37 Ibid., hl. 31-32.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |60

3. Bius terbelakang. Bius-bius yang berada dalam kategori ini yakni wilayah

pinggiran Toba. Bius dalam kategori ini sudah sangat berbeda dari konsep

Sianjurmulamula. Bahkan kepemimpinan bius bukan lagi bersifat kolektif

melainkan perorangan.

Adanya perbedaan bius-bius ini mengindikasikan arus migrasi masyarakat

Batak yang menyeluruh ke wilayah pinggiran Toba. Ypes, salah seorang mantan

residen Tapanuli, mencatat dan mendokumentasikan bahwa jumlah bius yang

tersebar di Toba adalah sebanyak 86 bius yang terdiri dari: 4 bius di wilayah

Silindung, 19 bius di Humbang, 40 bius di Toba Hobung dan 23 bius di wilayah

Samosir.38

Bius bagi masyarakat Batak memiliki peranan penting dalam kehidupan

bersama di Toba. Seperti layaknya sebuah sistem organisasi, maka bius menjadi

media atau sarana dalam menghubungkan setiap wilayah-wilayah di Toba (lihat

skema). Bahkan nantinya sistem bius ini dimanfaatkan kolonialisme Belanda dalam

upaya memecah belah.

38 Data dari Ypes ini berbeda dengan data dari Sitor Situmorang. Menurut Sitor Situmorang

terdapat 150 bius pada abad ke-19. Perbedaan ini menurutnya, data statistik yang digunakan Belanda

adalah data bius lama yang merupakan hasil penggabungan dari bius-bius kecil. Bahkan data

tersebut menjadi samar ketika Belanda mengubah sistem bius dengan istilah negeri sebagai unit

pemerintahan terbawah Belanda, di mana Kepala Negeri (awalnya digelari sebagai Jaihutan yang

berarti dipatuhi/diikuti) menjadi pemimpin bius tersebut (lih. Sitor Situmorang, Op. Cit., hl. 17-18).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |61

Skema Bius

3. Sistem Pemerintahan dan Kelompok Parbaringin

Dua pustaha, laklak dan tumbaga, di dalam konsep Sianjurmulamula

menjadikan Toba memiliki tata kelola pemerintahannya sendiri. Konsep ini

bermula kala dinasti Raja Sorimangaraja membuka dan menerapkan kedua pustaha

tersebut, sehingga menjadikannya kerajaan termasyur dalam masyarakat Batak

(Toba) yang pada waktu itu berpusat di Baligeraja. Dari dinasti Sorimangaraja

inilah nantinya kemudian menjadi dinasti Raja Singamangaraja. Seperti yang sudah

dikatakan di atas mengenai 3 struktur tata kelola pemerintahan, yakni bius, horja

dan huta, maka di setiap struktur tersebut di isi oleh jabatan-jabatan yang dibagi

berdasarkan tugasnya, termasuk dalam hal ini kelompok parbaringin yang bergerak

dalam bidang keagamaan untuk mendampingi jabatan-jabatan sekuler.

Aparatus dan Dewan Raja

Sesuai dengan konsep Sianjurmulamula dalam dinasti Sorimangaraja

terdapat jabatan-jabatan yang melingkupi ketiga struktur pemerintahan, yakni

pertama, di tingkat bius atau yang sering dikatakan sebagai Raja Junjungan, yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |62

diisi dengan jabatan Pande Bolon, Pande Raja, Pande Mulia, Pande Namora

(sering juga dikatakan raja naopat karena terdiri 4 jabatan). Keempat ini ini menjadi

junjungan marga atau yang paling dihormati di marga-marga yang ada di Bius

tersebut. Tugas utama dalam keempat jabatan ini adalah ritus partondion (rohani)

atau yang berhubungan dengan tuhan (Debata). Kedua, di tingkat horja. Jabatan

atau aparat di tingkat horja mempunyai fungsi sebagai Wakil Raja Junjungan.

Jabatan tersebut masing-masing adalah Raja Saning Naga sebagai orang kedua

(paidua) atau wakil dari Raja Pande Bolon39, Raja Parsinabul atau Hinalang

sebagai wakil dari Pande Raja, Raja Parsirambe atau Patuatgaja sebagai wakil

dari Pande Mulia dan terakhir Raja Mamburbuang atau Raja Parjuguk sebagai

wakil dari Pande Namora. Tugas wakil junjungan ini merupakan tugas horja serta

menjadi wakil dari Raja Junjungan ditingkat bius dalam urusan kerohanian. Ketiga

adalah di tingkat huta yang memiliki 4 jabatan. Raja-raja di tingkat huta inilah

yang menjadi pelaksana karena langsung bersentuhan dengan masyarakat. Raja-raja

di tingkat huta adalah Undotsolu atau Raja Laut, Panguluraja atau Ulu Porang,

Pande Aek atau Parhauma-Pangulaon dan Panguludalu atau Parpinahanon.40

Namun struktur birokrasi dari Dinasti Sorimangaraja ini sedikit berbeda

dengan Dinasti Singamangaraja. Pada masa Dinasti Singamangaraja, maka sistem

pemerintahannya lebih teorganisir berdasarkan fungsi teritorialnya dan juga

pembagian tugas yang lebih fungsional. Artinya, secara fungsi, pendefinisian akan

39 Menurut Sitor Situmorang pada era Raja Singamangaraja, Pande Bolon adalah jabatan

(ahli utama) yang merupakan ketua kelompok Parbaringin yang juga mengurus ritual-ritual. (lih.

Ibid., hl. 201). 40 Dr. Ulber Silalahi, MA, Op. Cit., 201-202.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |63

sebuah lembaga atau departemen lebih spesifik dibanding Dinasti Sorimangaraja.

Misalnya, fungsi adat, sosial, ekonomi, pertahanan dan keamanan, peradilan,

keuangan dan religi. Itulah sebabnya di dalam struktur pada masa Dinasti

Singamangaraja, aparatur yang menggerakkan roda kerajaan berjalan dan lebih

permanen.

Menurut Ulber Silalahi pembagian fungsional tersebut berupa: Pande Bolon

yang mengurus adat, Raja Ulu Taon yang mengurus ekonomi (pertanian dan

perdagangan), Raja Ulu Balang yang mengurus pertahanan dan keamanan, Raja

Toguan mengurus peradilan, Raja Ulu Dalu atau Raja Namora mengurusi

keuangan, dan kelompok Parbaringin menjadi urusan religi.41

Kelompok Parbaringin

Selain dari jabatan-jabatan yang menduduki 3 struktur federasi tersebut,

terdapat juga kelompok Parbaringin yang tugas utamanya mengurus atau membantu

penyelenggaraan kegiatan-kegiatan religi berdasarkan kalender Batak, walaupun

terkadang turut bekerja di urusan sekuler. Kelompok ini memiliki sebutan-sebutan,

yakni malim yang tugasnya menjadi parhalado (petugas) dalam kegiatan atau ritus

partondion (rohani), Paniroi yang memberikan nasehat untuk penyelenggaraan

kegiatan sekuler, dan Sijujur ari yang tugasnya memberikan kekebalan di dalam

berperang, serta menentukan hari baik atau keberuntungan.42 Dewan Raja dan

kelompok Parbaringin menjadi kekuatan dalam membangun dan mempersatukan

dinasti Sorimangaraja, termasuk juga nantinya Dinasti Singamangaraja. Walaupun

41 Ibid., hl. 272-273. 42 Ibid., hl. 234.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |64

tidak semua bius dilengkapi dengan jabatan-jabatan tersebut namun secara struktur

dan budaya membuat Dinasti Sorimangaraja memiliki pengaruh yang signifikan di

wilayah Toba. Dalam struktur tersebut kelompok Parbaringin diketuai oleh Pande

Bolon. Pande Bolon jugalah yang menjadi pengganti atau mewakili

Singamangaraja di Bius Bangkara ketika Singamangaraja tidak ada di tempat.

Menurut Sitor Situmorang, kelompok Parbaringin merupakan kelompok

yang berasal dari kelompok Guru Tateabulan yang mewarisi pustaha laklak berisi

pedoman kerohanian, kebatinan dan hadatuhon (ilmu pengobatan).43 Kelompok ini

sangat permanen yang jabatannya bersifat turun temurun. Lebih jauh, Sitor

Situmorang melihat bahwa kelompok parbaringin inilah yang menjadi pondasi dan

pemersatu dari masyarakat Toba, walaupun terkadang memiliki kendala atau

konflik sesama kelompok Parbaringin akibat mempertahankan wilayah bius. 44

Namun di dalam perkembangannya kelompok ini selalu aktif dalam mendukung

Raja Singamangaraja XII, dan konsisten dalam melawan kolonialisme, bahkan

sesudah tewasnya Raja Singamangaraja XII pada 1907 kelompok ini masih aktif

dalam mempersatukan masyarakat Batak Toba. Hal inilah yang membuat

pemerintahan kolonial Belanda berusaha untuk menghapus kelompok tersebut

dengan melarang setiap kegiatan pesta bius, walaupun gelombang pengaruh

Parbaringin tidak dapat terbendung dengan lahirnya Parmalim, Parhudamdam, serta

gerekan Si Raja Batak.

43 Sitor Situmorang, Op.Cit., hl. 26. 44 Ibid., hl. 97.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |65

Saya melihat bahwa dengan adanya kelompok Parbaringinlah maka

kesatuan dari masa lalu di dalam lembaga kerajaan dapat tercipta. Mereka jugalah

yang mempersiapkan kedatangan Singamangaraja. Maka dari itu kelompok inilah

yang juga selalu mendorong akan adanya ompu raja sebagai pemersatu di tengah-

tengah masyarakat Batak Toba.

Struktur Birokrasi Harajaon Dinasti Singamangaraja

4. Dinasti Singamangaraja

Mitos Raja Bona Ni Onan dan kisah kesaktian

Keberlanjutan kejayaan dinasti di dalam masyarakat Batak Toba semakin

besar pasca munculnya dinasti Raja Singamangaraja. Walaupun kebesaran dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |66

kejayaan Dinasti Singamangaraja masih menimbulkan pro-kontra, namun beberapa

sumber mengatakan bahwa dinasti Raja Singamangaraja masih cukup disegani di

wilayah Toba, bahkan hingga di luar wilayah Toba, misalnya di daerah Deli dan

Langkat yang di dalam naskahnya, “Riwayat Hamparan Perak”, mengakui

kekuasaan Singamangaraja. Bahkan ada yang mengatakan bahwa kekuasaan

Singamangaraja hingga ke wilayah kesultanan Siak. Hal ini terbukti dengan adanya

peta lama yang menggambarkan kekuasaan Singamangaraja, walaupun peta

tersebut belum tentu menggambarkan realitas aslinya.45 Namun yang pasti kejayaan

Raja Singamangaraja telah tersiar ke seluruh wilayah penjuru di Toba dan

sekitarnya.

Bagi masyarakat Batak Toba, kehadiran dan kejayaan dinasti

Singamangaraja bukanlah melalui penaklukan atas wilayah-wilayah di Toba, tetapi

sebagai bentuk keyakinan atas kelanjutan dari dinasti Sorimangaraja (1395-1425).

Peristiwanya adalah pasca dinasti Sorimangaraja maka terjadi pergolakan sosial,

politik, ekonomi, agama dan kebudayaan di dalam masyarakat Toba. Hal ini akibat

dari ekspansi para kerajaan yang berasal dari luar wilayah Toba, misalnya Aceh,

Sriwijaya, Majapahit) dan juga dari negara asing (Portugis). Pasca Sorimangaraja,

maka dinasti memiliki kepemimpinan yang dapat mempersatukan. Bahkan

pengganti Sorimangaraja, yakni Sibagot Ni Pohan yang merupakan anak sulungnya

tidak cukup mumpuni dalam mempersatukan bius-bius yang ada. Kekuasaannya

hanya terasa di Baligeraja dalam bius Patane Bale Onan Balige. Alih-alih

mempersatukan, justru terjadi perselisihan antarbius, bahkan hingga merambat

45 Prof. Dr. W. Bonar Sidjabat, Op.Cit., hl. 70.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |67

kepada marga-marga. Dengan situasi tersebut maka para raja bius sepakat untuk

melakukan horja bius (akhir abad ke-15) dengan mengucapkan “tonggo-tonggo

Bius Sianjurmulana” sebagai bentuk permohonan (doa) kepada Debata Mula Jadi

Na Bolon agar mengaruniakan seorang pemimpin besar (Maharaja) seperti

layaknya Sorimangaraja di saat memimpin Toba-tua. 46 Kelompok Parbaringin

sangat berperan besar terhadap munculnya pengharapan ini sebagai suatu

komunitas kolektif religious. Doa para raja bius pun dikabulkan dengan lahirnya

Raja Manghuntal, anak dari Raja Bona Ni Onan Sinambela dengan pasangannya

boru Pasaribu di Bangkara-Toba.

Peristiwa kelahiran Raja Manghuntal ini dilukiskan dengan umpasa, sbb:

Marbunga ma jarugi, sajongkal dua jari.

Muba ma ugari sian bongka siapari

Tubu ma sada raja tinongos ni Mulajadi

Raja Nahasaktian na uja manotari.

Lahirlah Raja yang diberikan oleh Pencipta

(Mulajadi)

Raja yang sakti yang mengikat

Pun demikian mengenai kesaktian Raja Manghuntal sendiri, sehingga dapat

diyakini sebagai kelanjutan dinasti Sorimangaraja, digambarkan di dalam mitos

yang diceritakan secara turun temurun, yakni dalam mitos Raja Bona Ni Onan.

Dalam mitos tersebut dikisahkan bahwa Raja Bona Ni Onan didatangi oleh roh dan

menjelaskan menjelaskan bahwa bayi dalam kandungan isterinya adalah titisan roh

Batara Guru47 dan kelak akan menjadi raja yang bergelar Singamangaraja. Janji

itupun terealisasi dengan mengandungnya istri Raja Bona Ni Onan, yaitu boru

Pasaribu yang merasa bahwa cahaya telah memasuki tubuhnya. Setelah

46 Dr. Ulber Silalahi, MA, Op.Cit., hl. 250. 47 Di dalam keyakinan tradisional masyarakat Batak, Batara Guru termasuk yang pertama

dan terutama dalam Debata Na Tolu (Dewata Trimurti) yang diciptakan oleh Debata Mulajadi Na

Bolon. Lih. Dr. Anicetus B. SInaga, Op. Cit., hl. 319.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |68

mengandung, maka lahirlah Raja Manguntal yang artinya gemuruh karena pada

waktu melahirkan diiringi dengan suara gemuruh gempa. Dalam mitos tersebut juga

diceritakan bagaimana Raja Manghuntal berkomunikasi dengan Raja Uti (manusia

khayangan) untuk melihat kelayakan Manghuntal sebagai seorang raja.48 Setelah

dianggap layak maka Raja Manghuntal menjadi Raja Singamangaraja yang

dilegitimasi oleh para raja bius. Secara berurutan Dinasti Sisingamangaraja telah

memiliki 12 raja yang semuanya, sbb:

Singamangaraja I Raja Manghuntal 1540-1550

Singamangaraja II Raja Tinaruan, gelar Raja

Manjolong

1550-1595

Singamangaraja III Raja Itubungna 1595-1627

Singamangaraja IV Tuan Sorimangaraja 1627-1667

Singamangaraja V Raja Pallongos 1667-1730

Singamangaraja VI Raja Pangulbuk 1730-1751

Singamangaraja VII Ompu Tuan Lombut 1751-1771

Singamangaraja VIII Ompu Sohalompoan gelar

Datu Muara Labu

1771-1788

Singamangaraja IX Ompu Sotaronggal gelar Raja

Manubung Langit

1788-1819

Singamangaraja X Ompu Tuan Na Bolon gelar

Aman Julangga

1819-1841

Singamangaraja XI Ompu Sohahuaon gelar Raja

Pansom

1841-1871

Singamangaraja XII Ompu Pulo Batu gelar Raja

Patuan Bosar

1871-1907

Selain dari mitos kesaktian Raja Bona Ni Onan maka kesaktian

Singamangaraja juga diukur dan diperlihatkan dengan sebuah legitimasi tanda,

yakni dengan mencabut pedang piso gajah dompak dari sarungnya. Konon, piso

48 Diambil dari http://www.kompasiana.com/itnaibaho.blogspot.com/sisingamangaraja-

xii-bagian-i-antara-silsilah-dan-mitos_5518cf3f81331140719de0ed. Diakses pada 18 Maret 2016

pukul 22.25 WIB.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |69

yang menyerupai keris dan memiliki gagang berbentuk gajah ini mempunyai

kekuatan magis dan menjadi tanda kebesaran dari Singamangaraja. Piso ini bisa

diangkat oleh orang-orang tertentu yang merupakan keturunan dari

Singamangaraja. Namun peristiwa kesaktian dari Piso Gajah Dompak ini berakhir

hingga di Singamangaraja XI setelah diambil oleh pihak kolonialis.49

Dari mitos-mitos mengenai kesaktian Singamangaraja, sebenarnya masih

banyak lagi kisah-kisah yang menggambarkan kesaktian dari Singamangaraja yang

belum terungkap dan hanya sebatas tradisi oral bersifat turun temurun. Namun

paling tidak kisah-kisah tersebut ingin menggambarkan bahwa sosok

Singamangaraja memiliki kesaktian dan menjadi keyakinan bersama bagi

masyarakat Batak tradisional.

Bius Bangkara dan Kedaulatan Dinasti Singamangaraja

Di dalam pemerintahannya, Raja Singamangaraja tampil menjadi pemimpin

yang memberikan dampak bagi kesatuan para raja-raja bius. Tentunya, hal ini

didukung dari posisi kedudukannya. Menurut Dr. Ulber Silalahi, sistem

pemerintahan kerajaan tradisional Batak yang bersifat konfederasi-teritorial

memberikan keuntungan kepada Singamangaraja dalam Paling tidak sebelum

terjadinya perang Paderi atau sebelum Singamangaraja X (1819), bius-bius yang

ada di tanah Batak dapat dikatakan memiliki persatuan dan perdamaian. Melalui

sistem lembaga, Raja Singamangaraja dapat mengatur dan memberikan

pengaruhnya bagi masing-masing bius, walaupun secara teritorial Raja

49 Muhammad Said, Singa Mangaradja XII (Medan: Waspada, 1961), hl. 3-4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |70

Singamangaraja tidak mencampuri dan mengambil kedaulatan atas bius, beserta

Horja dan Huta. Artinya, sistem konfederasi sangat menghargai birokrasi

wilayahnya (Bius) atau bersifat otonom, namun demikian hal-hal yang tidak dapat

diselesaikan oleh bius, atau tersangkut paut dengan bius-bius yang ada / lintas bius,

maka Singamangaraja memiliki peran yang signifikan. Seperti misalnya dalam hal

ini ialah Onan (pasar pekan). Onan menjadi urusan Singamangaraja ketika sudah

berkaitan dengan wilayah seluruh Toba dan juga diluar wilayah Toba. Salah satu

contoh onan yang menjadi tanggung jawab Singamangaraja adalah adalah onan di

Limbong. Menurut Sitor Situmorang, Onan menjadi penting bagi perkembangan

masyarakat Batak bukan hanya dikarenakan sebagai lalu lintas ekonomi, tetapi juga

memiliki hukum yang terlihat dari adanya norma-norma, yakni: Pertama, pantang

melakukan tagihan piutang pada hari pasar. Hutang piutang harus diselesaikan di

luar hari pasar. Kedua, Onan juga berfungsi untuk memperoleh perlindungan

(suaka). Ketiga, Onan sebagai pusat lalu lintas sosial antarwilayah, sehingga

dimanfaatkan sebagai tempat bersosialisasi.50 Selain Onan peran Singamangaraja

juga terlihat di bidang pertanian, ekonomi, religi, dsb.

Sistem konfederasi membatasi keterlibatan Singamangaraja kepada bius-

bius. Tugas Singamangaraja hanya pada hal-hal yang signifikan. Namun,

keterbatasan ini tidak terjadi dengan Bius Bangkara51 yang sebagai kedudukan dari

50 Sitor Situmorang, Op.Cit., hl. 157. 51 Bius Bangkara memiliki 6 horja yang masing-masing dipimpin oleh marga Bangkara,

Sinambela, Sihite, Manullang, Marbun dan Purba. Keenam marga ini diangkat menjadi perwakilan

dan sebagai anggota kabinet di harajaon Bangkara, dan mereka diberikan simbol kerajaan berupa

barang pusaka kerajaan. (Lih. Dr. Ulber Silalahi, MA, Op.Cit., hl. 258.) Bahkan, menurut Cucu dari

Singamangaraja XII, Raja Napatar, kuasa dari 6 marga tersebut sangatlah besar, yakni termasuk

menyepakati terpilihnya Raja Singamangaraja. (Lih. https://tobadreams.wordpress.com/2008

/12/21/wawancara-dengan-cucu-tertua-sisingamangaraja-xii/. Diakses pada 4 september 2016.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |71

teritori Singamangaraja memiliki kedaulatan dan kemandiriannya yang lebih dari

bius-bius lainnya. Menurut Sitor Situmorang, perbedaan tersebut adalah karena

adanya kedudukan Singamangaraja yang mempengaruhi dua bidang, yakni:

pertama, bidang simbolis sebagai bentuk penghormatan atas kehadiran

Singamangaraja yang ditandai dengan penanaman enam batang beringin sebagai

tempat keramat paguyuban. Dan kedua dalam bidang pelaksanaan upacara dalam

hal religi yang berkaitan dengan kedirian Singamangaraja sebagai dewaraja. Hal ini

menjadikan Bius Bangkara menjadi tempat ziarah dan kiblat dalam doa-doa yang

dilakukan oleh kelompok Parbaringin.52

Di dalam sistem konfederasi, maka diperlukan “kerelaan” akan bius-bius

untuk masuk menjadi bagian konfederasi. Kehadiran Dinasti Singamangaraja

memberikan keuntungan bagi para bius. Paling tidak keuntungan tersebut

didapatkan dalam bidang ekonomi, sosial, pertanian, dsb. Catatan-catatan mengenai

adanya penyelesaian konflik antarbius ataupun antarhuta, penghapusan perbudakan

seringkali melekat kepada kebijakan Singamangaraja. Bahkan, bius-bius yang

sudah termasuk dalam konfederasi Singamangaraja sangat meyakini akan

supremasi Singamangaraja dalam memecahkan masalah sosial dengan meberikan

solusi. Biasanya penyelesaian masalah tersebut berada di dalam kegiatan pesta bius,

yang merupakan ajang kegiatan religius dan sekaligus sarana perjumpaan

masyarakat dalam memupuk persatuan di masyarakat Batak. Saya tidak menampik

juga bahwa tidak semua bius rela mengikuti Singamangaraja. Terlebih pasca perang

52 Sitor Situmorang, Op.Cit., hl. 203.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |72

Paderi, serta adanya pengaruh kolonialisme, misal pelarangan pesta bius, yang

menimbulkan trauma dan ketidakpercayaan kepada Singamangaraja.53

D. Raja Singamangaraja dan Sahala Kepemimpinan

Kepemimpinan dalam masyarakat Batak, khususnya Toba sangatlah

berbeda dengan kepemimpinan sekuler selayaknya di pemerintahan, perusahaan,

dsb. Demikian halnya dengan Singamangaraja yang ketika berbicara tentang

kepemimpinannya maka ia tidak hanya tampil sebagai pemimpin sekuler,

melainkan juga rohani. Maka dari itu dalam suatu rasionalisasi akan sebuah jabatan

kepemimpinan, ia tidak dapat didefinisikan menurut fungsi dan tujuannya. Itu

artinya kepemimpinannya tidak serta merta terikat di dalam suatu birokrasi,

melainkan memiliki kharisma yang mempengaruhi pengikutnya.

Istilah kharisma jika dirujuk kepada Max Weber maka kepemimpinan

kharismatik merupakan kuasa yang sangat besar yang menunjuk kepada pribadi

seseorang. Pendapat Weber ini tidak mengarahkan kepemimpinan kepada kategori

sebuah tujuan yang bermuara kepada baik ataupun buruk. Namun bagaimana

sebuah hubungan pemimpin dan pengikut saling mempengaruhi. Ia juga

berpendapat bahwa kepemimpinan kharismatik tidak melekat kepada struktur

birokrasi. Pandangannya ini ia landaskan kepada penggabungan antara sesuatu yang

53 Prof. Dr. W. Bonar Sidjabat, Op. Cit., hl. 429.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |73

tradisional dengan yang rasional, sehingga kharisma berhubungan dengan

komunitas dan dengan mistis.54

Pandangan Weber ini menggambarkan fenomena atas kharisma yang

tentunya pandangannya berangkat perspektif sosiologi dan psikologi sebagai latar

belakang pendidikannya. Namun mengenai pandangan tentang kuasa dan personal

Weber tidak melihatnya secara menyeluruh dan kebelakang. Seolah-olah adanya

fenomena yang melampaui birokrasi dan memiliki pengaruh kepada pengikut

disebut sebagai sesuatu yang berkharisma. Pembagian antara yang rasional dan

tradisional justru yang menimbulkan kerancuan dalam memandang kekuasaan. 55

Dalam pandangan masyarakat Batak (baca: tradisional), Raja

Singamangaraja dianggap memiliki sahala harajaon. Istilah sahala sering sekali

diartikan sebagai kharisma atau wibawa. Memang dalam kamus Batak J. Warneck,

istilah sahala berarti memiliki kemuliaan, hikmat, kharisma. Namun menurut Sitor

Situmorang, dan saya pun sepakat dengannya, bahwa istilah sahala sangat berbeda

dengan arti yang sebenarnya. Pergeseran ini ditandai dengan adanya

pengrasionalisasian atas perbendaharaan kata di dalam bahasa dan budaya Batak

sehingga pengartian dari suatu istilah hanya berdasarkan kepada fenomena

sosialnya, selayaknya Weber mendefinisikannya.

54 George P. Hansen, The Trickster and the Paranormal (Philadelphia: Xlibris, 2001), hl.

103-104. 55 Dalam hal ini saya sepakat dengan Ben Anderson yang melihat kuasa tradisional dan

rasional dengan melihat kesamaan-kesamaannya, tanpa berusaha untuk membaginya. Menurut Ben

adanya Kuasa justru akan melekatkan dirinya pada kepemimpinannya, bukan menyerahkan dirinya

seperti dalam kekuasaan yang rasional, Lih. Benedict R. O’G. Anderson, Kuasa Kata: Jelajah

Budaya Politik di Indonesia (Yogyakarta: Mata Bangsa, 2000), hl. 162-163.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |74

Memang di dalam fenomenanya, sahala dapat mempengaruhi pengikut,

namun makna sahala tidak dapat dilepaskan realitas pemakaian yang

mengikutinya, yakni sahala yang disandang oleh Singamangaraja bukanlah hasil

upaya manusia, melainkan sebagai karunia dari Mula Jadi Na Bolon. Hal ini juga

seperti yang dikatakan Anicetus B. Sinaga seperti yang dikutip Ulber Silalahi:

“Mulajadi Na Bolon telah menganugerahkan karunia keadilan dan kerajaan

kepada Sisingamangaraja, yakni “Singa (hakikat) hukum, hakikat kerajaan,

hakikat sabda. Padanyalah satuan ukuran, hakikat kerajaan, ketentuan satuan

segala ukuran, bajak pembelah tali (keadilan sempurna), hakikat satuan ukuran isi

dan inti serta satuan timbangan. Yang berlebihan disisihkan, dan yang kurang

digenapi”56 Dengan pandangan ini maka sahala adalah sesuatu yang diberikan

(give) yang pada saat tertentu tidak terikat kepada individu atau personal.

Sitor Situmorang menggambarkan sahala lebih spesifik dari sebelumnya.

Menurutnya sahala berarti “daya kesaktian yang diperoleh lewat wahyu untuk

menjadi raja. Sahala yang melekat pada Singamangaraja adalah sahala yang

sempurna dan berbeda pengertiannya dari sahala biasa. Sahala yang melekat pada

Singamangaraja adalah satu-satunya, tak ada duanya ataupun tandingannya,

membawahi segala bentuk sahala lain.” Ia pun menyimpulkan: “Dalam paham itu,

Singamangaraja adalah penjelmaan sahala, bukan manusia biasa. Roh berwujud

manusia, inkarnasi Batara Guru alias Dewa”. 57

56 Dr. Ulber Silalahi, MA, Op.Cit., hl. 253. 57 Sitor Situmorang, Op.Cit., hl. 62.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |75

Pandangan Sitor Situmorang ini dalam menggambarkan sahala sesuai

dengan realitas keyakinan masyarakat Batak Toba tradsional. Artinya,

Singamangaraja menjadi raja dan diterima oleh masyarakat Batak Toba tradisional

atas keyakinannya kepada Singamangaraja sebagai inkarnasi Batara Guru. Bahkan,

ia menjadi sumber sahala bagi siapapun yang layak ia pilih. Batara Sangti juga

menyimpulkan hal serupa bahwa Singamangaraja merupakan suatu

“perhinggapan” dari Debata Mula Jadi Na Bolon, sehingga dengan sahalanya ini,

ia menjadi “penjaga ladang yang tak memakai panah atau gembala yang tak

memakai cambuk” bagi para pengikutnya.58 Fenomena dari keyakinan ini adalah

sebagai bentuk pengujian atas kesaktian dari seseorang untuk menjadi Raja

Singamangaraja, baik berupa ritus mencabut piso gajah dompak, mendatangkan

hujan, menghilangkan wabah penyakit, dsb.59

Dalam bentuk realitas-sekuler, kemunculan raja dipandang untuk mengatasi

masalah sosial yang muncul di tengah-tengah masyarakat Batak Toba. Namun

fenomena ini bukanlah sesuatu yang pragmatis sebagai suatu kemunculan raja.

Munculnya Dinasti Singamangaraja tetap memandang adanya sahala sebagai

sesuatu yang mistis sedangkan birokrasi atau struktur adalah pancaran dari sahala

58 Ucapan Batara Sangti ini sesuai dengan tonggo-tonggo (doa) dari kelompok Parbaringin

yang menghendaki adanya pemimpin di dalam masyarakat Batak Toba Tradisional: “Ya Debata

Mula Jadi Nabolon! Engkau yang menjadikan Tuan Singa Mangaraja, Singa melampauiSinga yang

tidak dapat di lampaui di Bangkara. Perhinggapan dari pada Batara Guru. Ya Allah Engkau telah

memanggil kesisiMu Tuan Singa Mangaraja tunjukkanlah kiranya kepada kami, siapa yang menjadi

tempat perhinggapanMu, agar supaya kami jangan kiranya seperti kerbau liar yang tidak

mempunyai gembala.” Lih. Batara Sangti, Sejarah Batak (Balige: Karl Sianipar, 1977), hl. 331. 59 Pada saat pengangkatan Raja Singamangaraja XII terlebih dahulu ditunjuk oleh

masyarakat adalah Raja Parlopuk namun dikarenakan Raja Parlopuk tidak dapat memenuhi syarat-

syarat kesaktian maka Raja Singamangaraja jatuh ke tangan Raja Patuan Bosar. Lih.

https://tobadreams.wordpress.com/2008/12/21/wawancara-dengan-cucu-tertua-sisingamangaraja-

xii/ Di akses pada 4 september 2016.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |76

ini. Dengan pandangan ini maka sahala mengesahkan kewibawaan raja, sehingga

raja-raja bius, horja dan huta melekat kepada Singamangaraja. Tak dapat

dipungkiri bahwa salah satu yang menjadi masalah dalam masyarakat Batak Toba

adalah seringnya terjadi konflik wilayah, baik huta ataupun bius, sehingga

keyakinan kepada raja adalah untuk mengatasi konflik sebagai suatu harapan sosial

yang bersifat kolektif. Dengan kehadirannya, maka mediasi, solusi akan hadir

tengah-tengah masyarakat. Namun harapan tersebut akan sirna seturut dengan

hilangnya kepercayaan kepada raja dengan memandang tidak adanya sahala di

dalam diri seseorang.

Dengan pandangan ini, saya tidak sepakat dengan beberapa pandangan

Ulber Silalahi. Pertama, pandangannya mengenai pemisahan antara sahala dengan

kepemimpinan kharismatik yang menyatakan munculnya kharisma melalui

sahala.60 Pandangannya ini muncul untuk membedakan persona atau pribadi

sebagai suatu karakterisik dengan manifestasi roh (sahala). Dalam pandangan ini,

Silalahi justru terjebak di dalam kerancuan dan ambiguitas dualisme pandangan

akibat menafsir dari fenomenologi yang dibangunnya. Bagi saya, sahala adalah

kharisma itu sendiri, di mana masyarakat Batak Toba tradisional hanya meyakini

kesaktian yang ada di personal sebagai inkarnasi dari Batara Guru, tanpa

memandang personal karakter. Artinya, sahala adalah roh (tondi) yang menjadi

manusia yang juga akan menentukan karakter personal. Kedua, pandangannya

mengenai kekuasaan tradisional dengan rasional, di mana yang tradisional

60 Lih. Dr. Ulber Silalahi, MA, Op.Cit., hl. 505.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |77

mendahului yang rasional.61 Pandangannya ini, selayaknya Max Weber

menafsirkannya, juga akan menimbulkan kerancuan. Padahal di dalam

pengertiannya Singamangaraja, seperti dalam pandangan masyarakat Batak Toba

tradisional, justru menjadi pondasi atau konstruksi (Singa) dari kekuasaan yang

rasional, dalam hal ini bersandar kepada patik (larangan) dan uhum (hukum).

Keduanya menjadi satu di dalam diri Raja Singamangaraja.

Pandangan-pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa kedudukan Raja

Singamangaraja dapat disejajarkan dengan kedudukan Tuhan yang memiliki kuasa

untuk mendatangkan kemuliaan, kemakmuran dan kesejahteraan (hasangapon,

hamoraon dan hagabeon) atau berimplikasi kepada kehidupan masyarakat. Dari

pandangan inilah kedudukan dari gelar Ompu i diberikan kepada Singamangaraja

yang menurut Sitor Situmorang dapat diartikan sebagai adanya kolektivitas para

leluhur di dalam diri Singamangaraja (baca: Dewa).62

E. Kesimpulan

Kehidupan masyarakat Batak Toba tradisional telah diatur di dalam tatanan

hukum sekuler dan religi. Melalui Pustaha Laklak atau yang disebut Surat Agong

dan Pustaha Tumbaga, kehidupan masyarakat Batak Toba memiliki kedaulatannya.

Kedua Pustaha ini tidak dapat dipisahkan, melainkan saling melengkapi. Hadirnya

61 Pandangan ini sesuai dengan pernyataannya yang mengatakan: “kekuasaan tradisional

dan kekuasaan kharismatik adalah landasan dari organisasi birokrasi pemerintahan tradisional

masyarakat Toba, sedangkan kekuasaan legal-rasional adalah landasan dari birokrasi. Adat/patik

dohot uhum yang menjadi milik rajamerupakan kekuasaan legal-rasional…” Lih. Dr. Ulber

Silalahi, MA, Op.Cit., hl. 507. 62 Sitor Situmorang, Op.Cit., hl. 63.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |78

Dinasti Singamangaraja sebagai perwujudan dari dua pustaha ini. Ia tidak hanya

dipandang sebagai pemimpin di dalam bidang sekuler dalam bentuk birokrasi,

melainkan menjadi pemimpin religius sebagai inkarnasi dari Batara Guru.

Gelar Ompu i berada di dalam kedudukan ini. Sebagai gelar yang dimiliki

Singamangaraja, gelar tersebut menjadi penghormatan tertinggi bagi raja, di mana

Tuhan hadir kepadanya. Tugas-tugas yang dilakukan sebagai Raja Singamangaraja

meliputi urusan sekuler, yakni sosial, ekonomi, hukum, politik, dll; dan juga urusan

religi. Untuk urusan religi ini, dengan sahalanya, Singamangaraja menjadi

perantara antara manusia dengan Mula Jadi Na Bolon, sehingga ia memanjatkan

doa kepada Mula Jadi Na Bolon dan masyarakat berdoa kepadanya. Tanpa disadari

dengan kedua bidang ini kekuasaan Singamangaraja selayaknya menjadi suatu

dinasti kerajaan yang justru tidak diamati oleh peneliti-peneliti dari luar, misalnya

Anthony Reid yang hanya memandang kesatuan masyarakat Batak dari keterikatan

klan atau marga.63

Kedua urusan diatas, sekuler dan religi, tidak dapat dipisahkan atau dibagi,

namun menjadi kesatuan antara kehidupan beragama dan sosial. Hal ini juga yang

dikatakan oleh misionaris, Johannes Warneck setelah melihat kehidupan sosial

beragama masyarakat Batak tradisional.64 Singamangaraja menjadi raja yang

dihormati di segala aspek. Dari tingkat huta hingga bius, Singamangaraja tetap di

yakini menjadi pemersatu bagi masyarakat Batak Toba tradisional. Walaupun pada

63 Anthony Reid, Perjuangan Rakyat: Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatra

(Jakarta: Sinar Harapan, 1987), hl. 23. 64 Joh. Warneck, The Living Forces of The Gospel: Experiences of A Missionary In

Animistic Heathendom (London: Oliphant, Anderson & Ferrier, 1867), hl. 30.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |79

kenyataannya ada beberapa bius yang tidak mau meyakininya, namun pengaruh

Singamangaraja sangatlah besar bagi perkembangan masyarakat Batak. Hal ini

tidak lepas dari pengaruh kelompok Parbaringin yang bergerak dibidang

keagamaan dan selalu aktif dalam mempersatukan masyarakat Batak Toba, serta

mendukung eksistensi Raja Singamangaraja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |80

BAB III

WACANA KOLONIAL DALAM REPRODUKSI KEKUASAAN

Setelah menjabarkan mengenai struktur sosial masyarakat Batak tradisional

yang mengakui kepemimpinan Raja Singamangaraja, maka dalam bab ini akan

dipaparkan dan dijelaskan mengenai konstruk yang dilakukan RMG dengan

mempertimbangkan aturan-aturan dan praktik-praktik dalam reproduksi kekuasaan,

sehingga gelar Ompu i dapat dikenakan kepada Nommensen.

Dalam bab ini akan saya bagi menjadi tiga bagian, yakni latar belakang

RMG selaku badan zending asal Eropa yang memiliki pemahaman yang sama

dengan pemerintahan kolonialisme yang dilakukan bangsa-bangsa Eropa pada

umumnya. Hal ini terlihat dengan adanya pendekatan dan strategi yang dilakukan

RMG di Tanah Batak yang saya tulis di bagian selanjutnya. Untuk bagian terakhir

saya akan memaparkan dan menjelaskan mengenai konstruk RMG sendiri sebagai

suatu misi pengadaban untuk menciptakan komunitas baru menggantikan

komunitas tradisional, yakni kerajaan Kekristenan, yang kemudian menampilkan

Nommensen sebagai pemimpin atau Ompu i.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |81

A. Kesatuan Badan Zending dan Kolonialisme

1. Wacana Kolonial dan Peran Institusi Agama

Pada abad ke-18, kolonialisme dan zending tidak dapat dipisahkan. Namun

wacana ini justru muncul jauh sebelum abad tersebut, yakni tepatnya pada akhir

abad ke-15. Hal ini ditunjukkan dengan tampilnya kekuatan negara-negara Barat

(baca: Eropa) dalam mengekspansi Asia dan Afrika dengan melibatkan zending.

Dalam ekspansi tersebut terdapat agresi misi (mission) yang melibatkan institusi-

institusi agama dalam bekerjasama dengan pihak kolonial setelah melihat adanya

peradaban-peradaban yang bagi mereka tradisional atau kuno, disamping adanya

agresi politik sebagai bentuk penghilangan kekuasaan atas raja-raja, agresi ekonomi

di dalam menjaga keseimbangan organisasi dengan menghilangkan cara-cara

tradisional, agresi sosial dengan mengganggu tatanan kearifan lokal yang

berhubungan dengan nilai-nilai kekeluargaan maupun bermasyarakat, agresi

intelektual yang dilakukan untuk menciptakan kekuatan dari negara dengan

mengandalkan pendidikan.1

Menurut Stephen Neill, adanya pengaruh misi atau zending di dalam

kolonialisme ini tidak dapat dilepaskan dari kemajuan peradaban Barat yang

diyakini berasal dari faktor agama, dalam hal ini Kekristenan, sehingga pengaruh

gereja terhadap peradaban negara-negara Barat sangatlah besar dan menyeluruh.

Hal ini didasarkan atas hampir seluruh peristiwa sejarah pada abad pertengahan

1 Stephen Neill, Colonialism and Christian Missions (London: Mcgraw-Hill Book

Company, 1966), hl. 12.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |82

yang adalah juga merupakan sejarah Kekristenan; rasionalisasi yang didengungkan

oleh negara-negara Barat.2 Ania Loomba juga menegaskan hal yang serupa bahwa

Kolonialisme yang dilakukan negara-negara Barat, dalam hal ini Eropa, tidak bisa

dilepaskan dari sejarah-sejarah Eropa sebelumnya, yakni Perang Salib, invasi

bangsa Moor ke Spanyol, dsb.3 Dengan pengaruh-pengaruh tersebut maka

keterlibatan Kekristenan di dalam penjajahan yang dilakukan negara-negara Barat

merupakan keniscayaan untuk tujuan pengadaban, yakni memodernkan peradaban

tradisional.

Terlepas dari adanya keterlibatan institusi-institusi agama, kolonialisme

yang dilakukan negara-negara Barat tak lepas dari keinginannya untuk menguasai

dunia, termasuk menguasai jalur-jalur perdagangan yang sebelumnya telah dikuasai

oleh Muslim dari Timur Tengah. negara-negara Muslim dianggap sebagai musuh

bagi bangsa-bangsa Eropa, bukan hanya dalam bidang ekonomi, melainkan juga

faktor sejarah yang turut mempengaruhi. Dengan dasar inilah kolonialisme yang

dilakukan oleh negara-negara Barat pada abad ke-18 dan 19 sangat berbeda dengan

kolonialisme sebelumnya, yang menurut Loomba, kolonialisme bersatu dengan

kapitalisme yang menguntungkan Eropa dengan pertumbuhan ekonomi dan industri

di Eropa.4

2 Ibid., hl. 39. 3 Ania Loomba, Kolonialisme/Pascakolonialisme (Yogyakarta: Pustaka Promethea, 2016),

hl. 4. Kolonialisme pada abad ke-19 juga menjadi gelombang terbesar ekspansi Eropa ke seluruh

penjuru dunia. Tercatat menjelang tahun 1930an kolonialisme telah menguasai lebih dari 84,6 %

permukaan bumi seperti dicatat oleh Ania Loomba. (Ibid., hl. 23). 4 Ibid., hl. 6.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |83

Dengan melihat kolonialisme pada abad ke-18 dan 19 maka kolonialisme

dipandang tidak lagi dalam aspek tertentu saja, misal dengan alasan ekonomi,

melainkan ke segala aspek yang didalamnya terdapat stigmatisasi atas sesuatu yang

biner akibat kekerasan yang terjadi, diantaranya: penjajah dan terjajah, Barat dan

Timur, beradab dan primitif, dsb. Stigmatisasi tersebut tidak berhenti sampai disitu

melainkan menjadi titik berangkat dari usaha terus menerus yang dilakukan negara-

negara Barat dalam menciptakan, seperti yang Leela Gandhi katakan: “the

colonised world had to be emptied of meaning.”5 Hal ini menjadi dasar

terbentuknya generalisasi Eropasentrisme di dunia. Perbedaan-perbedaan yang ada

dalam nilai-nilai kebudayaan di negara-negara terjajah dinegasikan dengan

mengafirmasi nilai-nilai Eropasentris yang dianggap lebih rasional dan universal.

John McLeod melihat usaha ini lebih spesifik lagi dengan pemakaian literatur-

literatur bahasa Inggris dalam menciptakan nilai-nilai yang sama dalam perilaku

dan karakter, termasuk dalam hal ini nilai-nilai Kekristenan.6 Gambaran dari

kolonialisme ini tidak dipandang sama (equal) dalam sebuah kasta melainkan

dalam hubungan yang Hegel nyatakan sebagai Tuan dan Budak (Master/Slave)

bahwa manusia mendapatkan identitasnya dari pengenalan orang lain. Di sinilah

identitas inferior muncul di mana Frantz Fanon melihat hal ini sebagai sesuatu yang

diciptakan oleh kematian dan penguburan budaya lokal yang orisinil.7

5 Leela Gandhi, Postcolonial Theory: A critical introduction (Sydney: Allen & Unwin,

1998), hl. 15. 6 John McLeod, Beginning Postcolonialism (Manchester: Manchester University Press,

2000), hl. 142. 7 Frantz Fanon, Black Skin, White Mask (London: Pluto Press, 1967), hl. 18. Fanon sepakat

mengenai identitas muncul di dalam Hegel, namun di sisi lain ia menolak pendapat Hegel tentang

“pengakuan” (recognition) dari budak. Menurutnya, terjajah hanya dapat melakukan imitasi: “He

becomes whiter as he renounces his blackness, his jungle.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |84

Keterlibatan institusi-instusi agama atau badan zending kepada

kolonialisme mulai abad ke-15 menjadi sesuatu yang inheren. Di Indonesia

masuknya pemerintahan kolonial Belanda juga disertai dengan terlibatnya

lembaga-lembaga zending Belanda, misalnya Nederlandsch Zendeling Genootchap

(NZG), Nederlandsche Zendings Vereeniging (NZV), dll. Selain itu, Belanda juga

menjalin kerjasama dengan lembaga zending diluar Belanda, misalnya Rheinische

Missionsgesellschaft (RMG) yang menginjili di wilayah Kalimantan, Batak, dan

Papua.Walaupun nilai-nilai Kekristenan yang disebarkan memiliki norma-norma

yang dapat tidak terfragmentasi sebagai sesuatu yang kontroversi, namun

keterlibatan di dalam kolonialisme justru menimbulkan pemahaman yang berbeda.8

Keterlibatan tersebut menjadi suatu kesepemahaman yang menandakan superioritas

bangsa Eropa dengan paham kolonialnya dalam mengkonstruk wacana kekuasaan;

dan hal ini termasuk RMG selaku badan zending asal Jerman dalam melakukan

misinya di Tanah Batak.

2. Latar Belakang dan Pemikiran Tokoh-Tokoh RMG (Rheinische

Missionsgesellschaft): Kolonialisme dan Rasisme

Keberadaan RMG tidak dapat dilepaskan dari pihak kolonial Belanda selaku

penguasa teritorial jajahan di Nusantara yang memiliki otoritas sebagai sesuatu

yang mengikat. Selain itu juga, adanya faktor kesamaan dalam satu rumpun - Eropa

- membuat badan zending ini memiliki konteks latar belakang yang sama. Misalnya,

kebangkitan rasionalisasi menjadi dasar dalam pemahaman mereka. Namun

demikian hal ini tidak menutup kemungkinan untuk memahami lebih jauh

8 Bdk. Stephen Neill, Op. Cit., hl. 12-15.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |85

mengenai latar belakang RMG sebagai bentuk integritas atas institusi zending.

Tujuannya adalah untuk melihat pengaruh-pengaruh yang membentuk dan

mendasari RMG itu sendiri sebagai badan zending, khususnya ketika konteks di

dalam semangat zaman itu dipahami dalam melakukan misinya, baik berupa

kebijakan maupun tekhnik atau strategi misi. Untuk itu, saya akan mencoba

memaparkan mengenai latar belakang RMG ini.

RMG yang lahir di Barmen, Jerman pada 28 September 1828 merupakan

gabungan dari beberapa badan zending, di mana aliran pietisme menjadi dasar dari

badan zending ini; yang merujuk kepada gerakan kebangunan rohani dan gerakan

pekabaran Injil di Inggris. Namun demikian selaku badan zending, RMG juga

dipengaruhi oleh berbagai ajaran atau paham, terutama dalam pemikiran yang

berkembang pada saat itu dan menjadi semangat zaman, baik dalam bidang teologi

maupun filsafat. Ini artinya, di balik tujuannya di dalam pekabaran Injil dan

membawa kedamaian, badan zending RMG ini justru menyimpan beberapa paham,

yakni paham yang berkembang pada saat itu, kolonialisme dan rasisme. Paham ini

merupakan pengaruh zaman yang dibungkus dengan semangat pietisme dalam

sebuah proyeksi pekabaran Injil. Ada beberapa hal yang perlu disorot dalam melihat

pengaruh zaman atas badan zending itu sendiri, yakni: Pertama, Filsafat Idealisme.

Aliran ini mengedepankan semangat nasionalisme dan idealisme Jerman. Tokoh-

tokoh seperti Fichte, G.W.F. Hegel dan Schelling mendasari aliran ini. Filsafat

Idealisme melihat realitas memiliki korelasi dengan pikiran dan mengatasinya.

Ketika rasionalisme dan empirisme berusaha mengkritik metafisika tradisional,

maka filsafat ini justru tidak menempatkan rasio dalam subjek, melainkan dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |86

mengatasi realitas itu sendiri, atau yang sering Hegel katakan sebagai “subjek

absolut.” Ia menggunakan rasionalisme dan naturalisme dengan menempatkan

rasio sebagai sebagai kesahihan yang mutlak. Melalui Dialetika Hegel, tese-

antitese-sintese, “subjek absolut” hadir dalam mengatasi sesuatu yang tidak dapat

dipertanyakan, sehingga idealisme sendiri menjadi demitologis atas teologi

Kekristenan atau dengan kata lain selalu merasionalisasikannya menjadi spekulasi

filosofis.9

Namun ditengah pemikirannya ini, ia justru meyakini superioritas

kebudayaan Eropa, khususnya Jerman, atas kebudayaan lainnya. Melalui

dialektikanya, ia menjelaskan bahwa kebudayaan Eropa, khususnya ras Jerman,

merupakan sintesa atas kebudayaan Asia sebagai tese dan kebudayaan Laut Tengah

sebagai anti-tesenya.10 Keyakinannya atas superioritas Jerman tidak berhenti

hingga di sini, ia juga meyakini bahwa Kekristenan melalui Roh Kudus merupakan

Roh Absolut, di mana ia merendahkan agama lainnya, Yahudi maupun Islam.

Dampak pemikiran Hegel ini justru menyulut keyakinan dan membangkitkan rasa

superioritas masyarakat Jerman terhadap rasnya sendiri, termasuk para misionaris

RMG sendiri.11 Bahkan pemikirannya mengenai Tuan dan Budak (Master/Slave)

justru mendapatkan apresiasi dan apologi atas kolonialisme yang dilakukan Jerman

untuk menaikkan atau mengangkat harkat masyarakat jajahan. Mekanismenya

bahwa tuan mengenal dan mengukuhkan dirinya dengan cara memaksakan

9 The Cambridge Dictionary of Philosophy edisi kedua, hl. 412. 10 Pdt. Dr. Jan S. Aritonang, Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1988), hl. 94. 11 Orang yang membawa dan mengajarkan pemahaman Hegel kepada para misionaris

RMG ini, yakni Gustav Klemm (1802-1872) seorang ahli etnologi. Lih. Ibid., hl. 94.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |87

kesadarannya sendiri sebagai kesadaran yang lain, dan budakpun sebaliknya yang

mengenali dirinya dalam kesadaran tuannya, sehingga budak menjadi tuan ketika

mengerjakan kehendak tuannya melalui hasil-hasil kerjanya atau dengan kata lain

menjadi tuan atas alam. Pemikiran Hegel ini dipegang sepenuhnya oleh beberapa

tokoh RMG; dan orang yang menyebarkan dan mengajarkan pemikiran Hegel ini

ke RMG adalah Gustav Klemm (1802-1872), seorang antropolog.12 Hal ini terlihat

dari beberapa pemikiran para tokoh RMG yang memahami penjajahan merupakan

tindakan manusiawi untuk memajukan bangsa berkulit hitam.13

Kedua, hampir sama dengan yang pertama namun lebih spesifik kepada

etnis dan komunitas itu sendiri, yakni ethno-nasionalisme. Istilah nasionalisme

pertama kali digunakan oleh Gottfried von Herder (1744-1803), yang datang dari

tradisi Romantisme Jerman. Istilah ini sebenarnya ia gunakan bukan dalam arti

chauvinisme melainkan lebih dari pada itu, yakni memberikan arti tentang

kehidupan dan pengembangan pendidikan di dalam kemanusiaan yang dapat

dilakukan melalui budaya yang sama serta bahasa yang khusus. Bahkan gagasan

Herder ini dikembangkan Fichte kemudian bahwa adanya perbedaan bahasa dalam

suatu Negara akan menimbulkan hambatan dalam perkembangan suatu Negara. 14

Pandangan ini ingin menekankan etnis atau masyarakat homogen kepada suatu ide

komunitas nasional yang harus di jaga dan dilindungi. Namun perkembangan

selanjutnya pandangan ini justru semakin ditingkatkan oleh Hitler dalam bentuk

12 F. Budi Hardiman, Pemikiran-Pemikiran Yang Membentuk Dunia Modern: Dari

Machiavelli sampai Nietzsche (Jakarta: Erlangga, 2011), hl. 159. 13 Uli Kozok, Utusan Damai di Kemelut Perang: Peran Zending dalam Perang Toba

(Jakarta: Obor, 2010), hl. 61. 14 Richard Allen, Nationalism and Contemporary German Politics: Inclusion versus

Exclusion, dalam Jurnal Polis Vol.3, 2010 University of Leeds, hl. 7.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |88

chauvinisme di mana Jerman sendiri telah mengalaminya dengan munculnya

doktrin radikal mengenai konsep ethno-nasionalisme Jerman yang berdasar pada

mitos bangsa Arya dalam melihat masyarakat Jerman yang murni

(volksgemeinschaft).

Kedua pemahaman diatas mendasari akan suatu semangat zaman di mana

rasa atas superioritas Barat (baca: Eropa) atau bahkan diperparah dengan keyakinan

masyarakat pribumi Jerman atas keunggulan rasnya, serta legalitas atas

kolonialisme mempengaruhi sifat RMG dalam pekabaran Injilnya di Tanah Batak.

Hal inilah kemudian yang memunculkan rasisme di dalam sebuah perjumpaan atau

kolonialisme. Aliran pietisme atau paham teologi hanyalah membungkus kedua

pemahaman tersebut yang seperti Ania Loomba katakan menjadi suatu prisma yang

membiaskan namun justru memunculkan masalah-masalah konseptual baru yang

pada prakteknya mengkonstruksi Kekristenan terpisah dari agama-agama lainnya

yang berakibat timbulnya kekerasan, baik di tingkat wacana maupun praksis.15

Memang pemahaman atas kolonialisme dan rasa atas superioritas Barat ini

tidak semua diterima dan dipahami secara ekstrim dan radikal di kalangan tokoh-

tokoh RMG. Namun wacana ini tetaplah diadopsi meskipun tidak dipahami secara

radikal. Terkadang wacana ini juga menjadi perdebatan diantara kalangan-kalangan

RMG sendiri, terlebih ketika dikaitkan dalam hubungan pemerintah kolonial

15 Lih. Ania Loomba, Op. Cit., hl. 157. Pandangan Loomba ini didasarkan atas asosiasi

berdasarkan penafsiran Kitab Injil, di mana orang-orang kulit hitam ditempatkan pada makhluk-

makhluk yang menuai kemarahan Tuhan, yang merupakan keturunan dari putra Nuh, yakni Ham

yang memiliki sifat yang jahat. Namun di sisi lain Injil juga mengatakan bahwa semua manusia

adalah saudara yang diturunkan dari keturunan yang sama. Penafsiran-penafsiran ini jugalah yang

digunakan oleh para tokoh-tokoh RMG, khususnya Rohden dan Fabri, dalam melihat dan

memandang orang-orang kafir. (Bdk. Uli Kozok, Utusan Damai, Op.Cit., hl. 57-65).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |89

dengan badan zending itu sendiri.Tokoh-tokoh seperti Ludwig von Rohden (1815-

1889) dan Friedrich Fabri (1824-1891) adalah tokoh yang termasuk memahami

gagasan ini secara radikal. Bahkan Friedrich Fabri sendiri yang pernah menjadi

inspektur RMG (1857) serta yang memiliki andil dalam terciptanya pekabaran Injil

di Tanah Batak, terkenal sebagai bapak Kolonial Jerman setelah ia menerbitkan

buku berjudul: Bedarf Deutschland der Kolonien? (Does Germany Need Colonies?)

pada 1879. Gagasannya menganjurkan Jerman untuk memiliki wilayah kolonial

dalam menciptakan stabilitas perekonomian Jerman. Dengan pemahamannya ini

maka pekabaran Injil dipandang dan dilaksanakan untuk mendukung superioritas

Barat, sehingga ia menganjurkan agar pemerintahan Kristen haruslah mendukung

zending. Keduanya harus berjalan bersama-sama, di mana zending melakukan

tugasnya lebih kepada penginjilan dan pengadaban. Hubungan ini ia namakan

sebagai teori engagement.16

Pasca Fabri, kebijakan hubungan kolonialisme dengan badan zending mulai

melunak.17 Beberapa tokoh-tokoh RMG mulai bersuara dan mengubah kebijakan-

kebijakan yang diterapkan Fabri sebelumnya. Gustav Warneck misalnya yang

menjadi inspektur RMG dan guru di Seminari Barmen (1834-1910). Walaupun

16 Dengan pandangannya ini ia pun sangat mengecam pemerintahan kolonial Belanda atas

apa yang terjadi di Kalimantan dengan terbunuhnya para misionaris RMG pada 1859. Menurutnya

pihak kolonial Belanda kurang memberikan dukungan dan keleluasan dalam bekerja kepada

zending. Ibid., hl. 108. 17 Perubahan kebijakan RMG ini seperti dikutip oleh Uli Kozok: “Tugas kalian

menyebarkan injil dan menyelamatkan jiwa-jiwa pada bangsa [tujuan penginjilan] kalian

sedangkan mereka hendak memperkaya diri, ingin berdagang dan berusaha tidak peduli apakah

hal itu membinasakan rakyatnya. Munculnya kawasan penjajahan di daerah kekafiran senantiasa

diiringi ketidakadilan, entah bangsa penjajah itu Portugis, Spanyol, Belanda, atau Inggris. Orang

Jerman pun tidak akan melakukannya dengan lebih baik, dan tugas kalian adalah untuk sedapat-

dapatnya melindungi rakyat kalian terhadap kekerasan dan penganiayaan oleh bangsa putih. [...].

Jauhkan diri dari segala masalah politik.” Lih. Uli Kozok, Op. Cit., hl. 71.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |90

Warneck hanya sebentar terlibat di dalam RMG namun pengaruhnya sangatlah

terasa di tubuh RMG sendiri, terlebih wawasannya mengenai misiologi (ilmu

pekabaran Injil) menjadi acuan bagi para tokoh-tokoh RMG sesudahnya. 18

Di dalam pemahamannya yang berbeda dengan Fabri, ia tidak terlalu

memandang kolonialisme dan superioritas Barat secara radikal, melainkan

melihatnya dari sudut pandang teologis - dalam arti positif - sebagai suatu sarana

dalam pekabaran Injil untuk membawa keselamatan bangsa-bangsa.19 Ia meyakini

bahwa Kekristenan akan membawa kehidupan baru sedangkan agama-agama lain

tidak. Namun demikian agama-agama lain dipandang masih memiliki “logos

spermatikos” (intisari pengetahuan), sehingga Injil haruslah diwartakan kepada

mereka agar beroleh kehidupan yang kekal. Konsep pemikiran Warneck tentang

pekabaran Injil tidak dilakukan secara destruktif, melainkan dilakukan di dalam

struktur organisnya, yakni berupa adat dan struktur masyarakatnya (Volkstum),

dikarenakan adat dan struktur masyarakat tersebut juga memiliki “logos

spermatikos”.20

Konsep misiologi Warneck adalah Volkschristianisierung, pengkristenan

kepada seluruh orang atau bangsa-bangsa dan tujuan akhirnya Missionsziel adalah

perwujudan gereja rakyat yang mandiri.21 Dengan pemahaman ini, ia menolak

18 Pengaruh misiologi Warneck sangat terasa di kalangan Protestan, sehingga ia dijuluki

Bapak dari misiologi Protestan. Lih. Hans Kasdorf, The Legacy of Gustav Warneck dalam

Occasional Buletin, Juli, 1980, hl. 106.

19 Hubungan dengan kolonialisme ini ia nyatakan dengan : "In diese Situation muB die

Mission sich finden, in dieses Drängen christlich-westlicher Elemente, durch die Heil und

Gericht iiber die Volker gebracht werden." Lih. Herald E. Winkler, The Divided Roots of

Lutheranism in South Africa (Disertasi Department of Religious Studies University of Cape Town,

1989), hl. 18. 20 Pdt. Dr. Jan S. Aritonang, Sejarah Pendidikan, Op. Cit., hl. 114-116. 21 Ibid., hl. 116.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |91

penghilangan budaya lokal dalam metode pengkabaran Injilnya. Pandangannya ini

sesuai dengan Gottfried von Herder dalam bentuk pengajaran dan pendidikan.

Bahkan secara terang-terangan ia pun juga menolak pendidikan a la Barat untuk

menghilangkan budaya lokal yang menurutnya sudah terlalu intelektualitas dan

materialistis seperti banyak yang dilakukan oleh para pendidik-pendidik Barat. Hal

ini menurutnya akan menghasilkan karikatur budaya (Kulturkarikaturen).22

Walaupun Warneck sendiri menghargai akan keberadaan adat dan budaya

lokal sendiri namun banyak juga yang meragukan gagasan Warneck ini dengan

melihat masih adanya pemahaman tentang superioritas Barat dan pertentangannya

yang melekat dibenaknya, terutama ketika berkaitan dengan kemandirian Gereja.

Hal ini dikemukakan Dürr seperti yang dicatat oleh Jan S. Aritonang:

“Dalam hal jaminan tentang kemandirian gereja Warneck begitu skeptis dan

hati-hati dibandingkan yang lain, karena ia…bersiteguh bahwa para pengerja

bumi “belum matang” untuk mengemban tanggung jawab kemandirian yang besar

itu. Dasar pandangannnya terutama terletak pada anggapan “inferioritas ras”.

Pada orang-orang Kristen pribumi, yang sebagian besar bermukim di daerah

tropis, tidak terdapat kualitas watak yang hakiki, hal yang mutlak harus ada bagi

suatu pertumbuhan dan kepemimpinan Gereja yang sehat.”23

Pemahaman misiologi Warneck ini sangatlah berpengaruh kepada para

tokoh RMG dalam melaksanakan pekabaran Injil di Tanah Batak. Paling tidak

pandangannya memberikan deskripsi akan strategi dan metode yang dilakukan oleh

RMG.

Tokoh lain yang juga memiliki kebijakan di dalam RMG adalah August

Schreiber (1839-1903). Pengaruh Schreiber tak lepas atas jabatan yang

22 Ibid., hl 120. 23 J. Dürr, Sendende Und Werdende Kirche In Der Missionstheologie Gustav Warneck

(Basel: BaslerMissionbuchhandlung, 1947) dikutip dalam Jan S. Aritonang, Op.Cit., hl. 122.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |92

diembannya sebagai inspektur RMG, sekaligus menjadi salah satu jajaran para

misionaris yang turun langsung ke wilayah zending. Hampir sama dengan

pemikiran Warneck, ia pun juga menekankan pekabaran Injil ke seluruh bangsa-

bangsa. Baginya masyarakat kafir masihlah kanak-kanak yang perlu dididik,

sehingga tugas zending adalah mendidik mereka. Namun demikian ia sangatlah

menghargai adat dan budaya pribumi. Ia menolak dan mengecam pandangan orang-

orang Barat yang memiliki pemikiran negatif kepada pribumi, sehingga merusak

tatanan budaya.24

Dalam hubungan dengan pemerintahan kolonial, Schreiber sangat jelas

menolak campur tangan pemerintah kolonial dengan badan zending. Ia selalu

berusaha untuk menjaga jarak dengan pemerintah kolonial. Walaupun ia melihat

kolonialisme sebagai sesuatu hal yang positif, namun baginya pemerintah kolonial

dan badan zending memiliki tugas berbeda.25

Dari adanya pemahaman-pemahaman yang mendasari para tokoh RMG ini,

paling tidak isu-isu yang dikembangkan dalam wacana kolonialisme mengenai

superioritas Barat masih dapat dikatakan hadir dalam tubuh RMG, termasuk kepada

para misionaris. Hal ini juga terlihat dari dampak yang ditimbulkan di dalam

pekabaran Injil di Tanah Batak sekitar tahun 1918 berupa penolakan dan

pemberontakan, seperti yang disampaikan Daniel Meulen yang dikutip oleh Uli

Kozok berikut ini:26

“Ketika Dr. Warneck datang ke Sumatra untuk mengambil alih kepemimpinan

Batakmission sesudah perang dunia, dia pun meminta nasehat Haibach. Bersama-

sama kami membeicarakan masalah utama di kalangan Batak Kristen, yaitu sikap

24 Pdt. Dr. Jan S. Aritonang, Sejarah Pendidikan, Op. Cit., hl. 127. 25 Uli Kozok, Utusan Damai, Op.Cit., hl 72. 26 Ibid., hl. 83.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |93

kritis, bahkan negatif, dikalangan generasi muda terhadap penginjil Jerman […]

yang masih tetap berpegang pada sikap nasionalis yang menekankan keunggulan

orang putih. […] Saya mengatakan (kepada Warneck) bahwa para penginjil itu

salah sendiri. Seharusnya mereka sudah lama meninggalkan sikap kolonialis

Barat. […] Seharusnya mereka menjadi perintis dan tidak selalu menuruti

pemerintah.”

3. Masalah Orientalisme

Setelah memberikan latar belakang munculnya kolonialisme, dalam hal ini

termasuk badan zending, yang memiliki rasa superioritas Barat maka tak dapat

dipungkiri bahwa di dalam wilayah kolonial memunculkan suatu dominasi ideologi

dari kaca mata orang-orang Barat akan apa yang dinamakan Orientalisme.27 Istilah-

istilah yang berkembang di wilayah kolonial atau kepada yang dijajah, misalnya

kafir, primitif, dll, merupakan deskripsi yang berasal dari wacana Barat. Menurut

Edward Said, orientalisme sebenarnya merupakan suatu gaya berpikir akan adanya

perbedaan ontologis dan epistemologis antara Timur (Orient) dan Barat (Occident),

walaupun faktanya adalah bahwa wacana Timur tersebut berasal dari Barat akibat

dominasi wacana terhadap Timur.28

Masuknya badan zending RMG ke Tanah Batak juga tidak lepas dari

dominasi wacana Barat. Istilah-istilah “primitif”, dsb. juga muncul dari para

misionaris kepada masyarakat Batak. Namun dominasi wacana Barat ini

sebenarnya sudah muncul jauh sebelum masuknya RMG ke Tanah Batak. Misalnya

seorang geograf Yunani, Ptolemaeus pada abad ke-2 M atau Marco Polo pada 1291

yang mendengar berita dari selentingan kabar dari Barus tentang masyarakat suku

pedalaman yang tinggal dipegunungan. Keduanya menyinggung masyarakat

27 William D. Hart, Edward Said and The Religious Effects of Culture (Cambridge:

Cambridge University Press, 2004), hl. 63. 28 Edward Said, Orientalism (London: Penguin Books, 2003), hl. 2-4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |94

kanibal yang mengarah kepada masyarakat Batak.29 Selain itu ada juga William

Marsden (1754-1836) yang mendeskripsikan masyarakat Batak dengan masyarakat

kanibal sebagai bentuk hukuman sosial.30

Dari kalangan misionarispun sebenarnya juga telah ada yang

mendeskripsikan tentang masyarakat Batak dari sudut pandang Barat sebelum

masuknya misionaris RMG ke Tanah Batak, yakni melalui Burton dan Ward yang

berasal dari zending Baptis. Mereka melihat bahwa masyarakat Batak memiliki

kekuatan dalam tatanan sosial di setiap wilayah atau perkampungan yang dapat

dibandingkan dengan kota-kota di Eropa meskipun dilandaskan dengan tatanan

yang sangat tradisional atau kuno. Demikian juga dengan sifat kanibalisme yang

ada dalam masyarakat Batak sebagai suatu hukuman tak lepas dari deskripsi

mereka. Untuk karakter masyarakat Batak, mereka memandang bahwa orang-orang

Batak sebagai orang yang bebal, penakut dan kejam, walaupun terkadang hal ini

tertutup dalam sistem tatanan sosial.31

Berabad-abad keterpencilan masyarakat Batak di wilayah pegunungan

justru membuat wacana-wacana Barat dalam mendeskripsikan masyarakat Batak

itu sendiri semakin mendominasi. Hal ini juga semakin menambah keterisolasian

bangsa Batak yang muncul dari sikap bangsa sekitar dalam memandang bangsa

Batak. Wacana-wacana yang berkembang tersebut bukanlah didasarkan atas kajian

ilmiah. Hal ini terus berlangsung hingga muncul Neubronner van der Tuuk, seorang

29 Daniel Perret, Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu di Sumatra Timur Laut

(Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia: 2010), hl. 55-56 30 William Marsden, Sejarah Sumatra (Depok: Komunitas Bambu, 2013), hl. 471. 31 Lih. Burton dan Ward, Report of Journey into Batak Country, in the interior of Sumatra,

in The Year 1824: Communicated by The Late Sir Stamford Raffles dalam Early Journal Content On

JSTOR.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |95

ahli bahasa-bahasa Nusantara asal Belanda yang memiliki darah keturunan

Indonesia dari ibunya yang merupakan orang Indonesia asli, yang pertama kali

mengkaji budaya dan bahasa Batak dari sudut pandang keilmiahan (1851-1857).32

Ia diutus oleh pihak kolonial setelah muncul buku berjudul Beschreibung der

Battaländer (1847) karya Franz Junghuhn (1842) seorang ahli budaya asal Jerman

yang berisi tentang identitas bangsa Batak, baik mengenai budaya maupun

agamanya.33 Neubronner van der Tuuk sangat mengusulkan dan mendesak kepada

pemerintahan kolonial untuk segera melaksanakan pekabaran Injil di Tanah Batak

mengingat semakin berkembangnya agama Islam di daerah Tapanuli Selatan dan

wilayah pesisir.34 Keseriusannya terhadap pekabaran Injil inipun terlihat dari buku-

buku yang diterbitkannya yang bukan hanya mengenai bahasa dan budaya Batak,

tetapi juga dalam bentuk penerjemahan Alkitab ke dalam aksara dan bahasa Batak-

Toba. Hasil dari karya van der Tuuk inilah yang kemudian menjadi “pintu masuk”

bagi para missionaris RMG dalam mempelajari budaya dan bahasa Batak.

Batak yang dideskripsikan dan diidentifikasi oleh wacana Barat justru

memperkuat minat RMG dalam melaksanakan misinya. Hal ini juga tak lepas dari

pengamatan Friedrich Fabri, Inspektur RMG kala itu. Fabri melihat keunikan dari

bangsa Batak dari bangsa-bangsa lainnya dengan melihat ciri-ciri fisiknya.35

Bahkan ia pun juga melihat dan menghubungkan pandangannya tersebut dengan

sejarah di Kitab Suci. Menurutnya, keturunan Ham, anak Nuh, memiliki keturunan

32 Van den End, Ragi Carita 2: Sejarah Gereja di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1999), hl. 173. 33 Paul B. Pedersen, Darah Batak dan Jiwa Protestan: Perkembangan Gereja-Gereja

Batak di Sumatera Utara (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1975), hl. 51. 34 Van den End, Op. Cit., hl. 174. 35 Uli Kozok, Utusan Damai, Op.Cit., hl. 65.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |96

yang rusak akibat hukuman Tuhan, bangsa Batak justru memiliki kerusakan yang

tidak terlalu parah. Ia memandang bahwa suku Batak berada di tengah antara

bangsa Eropa dengan Melayu, sehingga walaupun masyarakat Batak memeluk

agama Kristen namun tetaplah berada dibawah bangsa Eropa.36

Lebih jauh lagi, ia mendeskripsikan ada kemiripan antara bangsa Batak

dengan bangsa Jerman selain dari struktur wajah, yakni kesamaan dalam kondisi

geografis, di mana kedua bangsa ini dikepung dan dikelilingi oleh bangsa-bangsa

yang ingin memusnahkannya. Jerman yang dikelilingi Prancis dan bangsa Slownik,

sedangkan Batak dikelilingi oleh bangsa Melayu.37 Selain wacana yang

meninggikan bangsa Eropa, para misionaris juga menilai karakter dari orang-orang

Batak yang menurutnya memiliki sifat negatif, yakni keangkuhan, kemalasan,

moral yang rendah, asusila, serta kebiasaan wanita yang sudah menikah untuk tidak

menutup buah dadanya. Wacana ini justru mengafirmasi dan melegitimasi

kolonialisme dengan dalih pengadaban, seperti yang Gustav Warneck katakan:

“dalam hal ini suku bangsa buas seperti kanak-kanak. Mereka harus dipaksa untuk

bekerja. Kalau mereka dibiarkan sendiri, mereka akan tetap malas”. 38

Wacana-wacana yang dikembangkan oleh Barat dalam melihat dan

mengidentifikasikan bangsa Batak justru merendahkan bangsa pribumi, dalam hal

ini bangsa Batak, serta meninggikan superioritas Barat. Hal ini juga dilihat oleh Uli

36 Pandangan Fabri ini justru mengangkat masyarakat Batak dari orang-orang Melayu yang

menurut catatan Lance Castles istilah Batak sendiri sebagai suatu unit pemerintahan baru di mana

orang Batak ditugasi untuk mengelola daerah baru, yang dipandang rendah oleh orang Melayu. Bdk.

Lance Castles, Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatera: Tapanuli 1915-1940 (Jakarta:

KPG, 2001), hl. 2. 37 Ibid., hl. 66. 38 Ibid., hl 74-75.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |97

Kozok yang menilai bahwa Misionaris dalam melaksanakan misinya juga

membawa dan menegakkan supremasi bangsa Eropa (Barat).39 Dengan demikian,

munculnya wacana-wacana ini dapat dikatakan bahwa orientalisme yang dipandang

sebagai teritorial dari “ketimuran” justru menjadi ajang penguasaan atas dunia

timur melalui dominasi wacana Barat dengan anggapan bahwa masyarakat Timur

yang “primitif” tidak sanggup dalam menguasai budaya mereka sendiri dan hanya

diperuntukkan bagi Barat. Hal inilah yang kemudian digunakan oleh Misionaris

dalam melaksanakan misinya di Tanah Batak; yang walaupun dalam misinya

tersebut menggunakan bahasa Batak-Toba (timur) namun penguasaannya (baca:

gaya berpikir) tetaplah dari wacana Barat.

B. Kolonialisme dan Misi Pengadaban

1. Hasrat dan Krisis Batak: Awal Mula Masuknya Zending dan Hamajuon

Sebelum masuknya RMG di Tanah Batak, masyarakat Batak selalu berada

didalam tekanan dunia luar. Identitas masyarakat Batak yang masih memeluk

agama tradisional menjadi hal yang selalu dipinggirkan dan diasingkan oleh

bangsa-bangsa sekelilingnya. Paling tidak menurut Hendrik Kraemer, pengasingan

ini berlangsung hingga awal abad ke-19.40 Identitas agama dan budaya menjadi

sesuatu tantangan yang harus dipertahankan, mengingat peluang di dalam

39 Pernyataan Uli Kozok ini tertuang dalam Historia, “Menyingkap Selubung Suci

Pembawa Misi”, Nomor 27 Tahun III 2016, hl. 60-63. 40 Jan Aritonang, “The Batak People: A Search For a Religious-Cultural Identity”, dalam

Martha Frederiks, dkk. (eds.) Towards An Intercultural Theology: Essays in Honour of Jan A.B.

Jongeneel (Utrecht: Uitgeverij Meinema, 2003), hl. 127.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |98

kehidupan ekonomi sosial dan politik ketika berhadapan dengan dunia luar menjadi

sesuatu yang mustahil. Hal ini juga diperparah dengan terjadinya Perang Paderi

(1820-an) yang menyebabkan kematian Raja Singamangaraja X dan

meluluhlantahkan masyarakat Batak. Mekanismenya adalah seperti yang dicatat

oleh Aritonang:41

“Ketika di desak mundur oleh Belanda, mereka menerobos ke Tanah Batak,

bahkan sampai ke jantung Tanah Batak (Silindung dan Toba) sambil mengislamkan

penduduknya dengan menggunakan kekerasan. Banyak penduduk yang tidak bersedia

masuk Islam, lalu dibunuh.”

Menurut Sidjabat, dampak yang ditimbulkannya adalah dengan hancurnya

kesatuan dari masyarakat Batak yang telah dibangun oleh Raja Singamangaraja.42

Masyarakat Batak tidak lagi percaya kepada kepemimpinan Singamangaraja. Hal

ini berdampak maraknya perang antarmasyarakat Batak, baik di tingkat huta hingga

bius. Menurut saya, efek yang ditimbulkan dari perang Paderi lebih dari itu, yakni

krisis identitas, baik religi maupun budaya dalam masyarakat Batak.43 Selain faktor

internal, perang Paderi yang memerangi bangsa Batak juga menimbulkan masalah

tersendiri, di mana menurut Anthony Reid, menghancurkan hubungan antara

Minangkabau dengan masyarakat Batak yang sebelumnya telah terjalin dengan

baik, sehingga memunculkan keterisolasian masyarakat Batak dari bangsa

41 Pdt. Dr. Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam Indonesia (Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2004), hl. 106. 42 Prof. Dr. W. Bonar Sidjabat, Ahu Si Singamangaraja (Jakarta: Sinar Harapan, 1982), hl.

429. 43 Dalam hal ini, saya sepakat dengan pernyataan Warneck bahwa kelemahan dalam

animisme seperti dalam agama tradisional masyarakat Batak adalah bahwa penilaian dari kehidupan

duniawi menentukan kebaikan tertinggi. Hal ini ia dasarkan atas perjumpaannya dengan orang Batak

yang mengatakan: “manusia ada di dunia ini untuk memakan nasi.” Lih. Joh. Warneck, The Living

Forces of The Gospel: Experiences of A Missionary In Animistic Heathendom (London: Oliphant,

Anderson & Ferrier, 1867), hl. 130.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |99

sekitarnya.44 Namun hal ini berubah lambat laun pasca perang Paderi ketika

pemerintah kolonial Belanda telah menaklukkan dan menguasai wilayah Tapanuli

Selatan (1833) dan mengusahakan perdamaian paksa (Pax Neerlandica) yang

menyebabkan Islam diterima di wilayah Tapanuli Selatan .45

Peta Sumatera Utara

Menurut Pedersen, kehadiran pemerintahan kolonial Belanda secara tidak

langsung membuat Islam justru berkembang di wilayah-wilayah jajahan.46

Kebijakan pemerintahan kolonial Belanda yang membatasi pos-pos Pekabaran Injil

untuk terlibat di Sumatra yang berguna dalam menjaga hubungan baik serta

menghindari fanatisme Islam, menjadi buktinya, selain kebijakan pemerintahan

44 Anthony Reid, Menuju Sejarah Sumatra: Antara Indonesia dan Dunia (Jakarta: Obor &

KITLV, 2011), hl. 27-28. 45 Van den End, Op. Cit., hl. 173. 46 Paul B. Pedersen, Op. Cit., hl. 43.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |100

kolonial Belanda yang menempatkan orang-orang Melayu Muslim yang

menyebabkan penyebaran bahasa Melayu dan agama Islam. Hal ini juga disadari

para misionaris RMG, termasuk Nommensen nantinya, yang justru berharap

pemerintahan kolonial Belanda tidak masuk ke Tanah Batak karena takut Islam

menyebar di Tanah Batak.47 Mengenai wilayah Batak Toba sendiri yang masih

memeluk agama tradisional, pemerintahan kolonial Belanda kurang menaruh

perhatian mengingat Belanda sendiri tidak tertarik dengan Tanah Batak yang

dianggap tidak memberikan keuntungan ekonomis.

Dengan kebijakan ini, Islam semakin berkembang dan mendapatkan ruang

dalam menguasai perdagangan. Mulai dari bangsa Melayu, wilayah Batak daerah

Selatan, daerah pesisir, hingga Aceh semuanya rata-rata memeluk agama Islam.

Perkembangan dan perluasan Islam ini, menurut Pedersen, memberikan fenomena

tersendiri bagi masyarakat non-muslim, yakni harapan akan pendidikan dan masuk

ke dalam masyarakat modern. Masyarakat Batak yang masih memeluk agama

tradisional justru meyakini ketidakmampuan dalam menghadapi tantangan

ekonomi pada saat itu dengan keyakinannya,48walaupun di sisi lain krisis akibat

Perang Paderi tetap tidak dapat hilang begitu saja berupa trauma terhadap bangsa

luar, khususnya di daerah utara yang masih merasakan dampaknya dengan sikap

mengucilkan diri, sedangkan agama Islam semakin menyebar di Tanah Batak,

khususnya daerah Selatan. Pemerintah Belanda yang melihat hal ini merubah

47 Uli Kozok, Utusan Damai, Op.Cit., hl. 95. 48 Menurut Pedersen, kaum Muslim selalu mengharapkan masuknya masyarakat Batak

menjadi Islam. Berbagai cara dilakukan untuk mengusahakan Islamisasi kepada masyarakat Batak,

misal salah satunya mengizinkan dan memaklumi masyarakat Batak untuk memakan babi walaupun

telah menjadi muslim. Paul B. Pedersen, Op. Cit., hl. 43-44.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |101

kebijakannya dengan mencari mitra zending sebagai sekutunya yang kemudian

mengutus RMG. Salah satu alasan yang diyakini menjadi dasar kebijakan ini adalah

faktor Islamisasi yang berkembang pesat.

Ide pengkristenan ini sebenarnya bukanlah yang pertama di Tanah Batak.

Sebelumnya, ketika orang-orang Inggris tiba ke Jawa dan Sumatra pada 1811, Sir

Thomas Stamford Raffles dan Lord Moira juga mendorong usaha penginjilan di

Tanah Batak. Hal ini dilakukan untuk memisahkan orang Islam Aceh daerah utara

dengan orang Islam Minangkabau daerah selatan. Mereka mengutus dua misionaris

Richard Burton dan Nathaniel Ward yang berasal dari badan zending Baptis,

Inggris.49 Namun usaha pengkabaran Injil tersebut kurang memberikan hasil.

Hanya beberapa orang yang dibaptis, yakni: Jacobus Tampubolon dan Simon

Siregar pada 31 Maret 1861 yang sekaligus menjadi orang Batak pertama yang

menerima Injil.50

Menurut Jan Aritonang, kehadiran badan-badan zending ke Tanah Batak

dapat dikatakan sebagai suatu kesempatan dan juga sekaligus tantangan masyarakat

Batak dalam hubungannya dengan kehidupan sosial-politik, budaya dan agama.51

Zending menjadi kesempatan bagi masyarakat Batak untuk tampil menjadi bagian

dari pemerintahan kolonial, kantor ataupun sekolah yang selama ini hanya diisi oleh

orang Melayu pesisir beragama Islam.52 Faktor lainnya adalah masalah internal

49 Ibid., hl. 45. 50 Ibid., hl. 47. 51 Jan Aritonang, “The Batak People,” Op. Cit., hl. 127. 52 Paul B. Pedersen, Op.Cit., hl. 43. Menurut Robert van Niel masyarakat pribumi dibagi

menjadi dua kasta, rakyat jelata yang terdiri dari petani, orang desa yang dinamakan dan kaum

elit/priyayi yang diisi oleh administrator, pegawai pemerintahan dan orang-orang yang

berpendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa masuknya zending ke Tanah Batak memberikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |102

teratasi, yakni keamanan, ekonomi, pendidikan dsb. Namun walaupun demikian,

masyarakat Batak yang kuat dengan adat dan budaya merasa enggan dalam

meninggalkan identitas adat dan budayanya terlebih wilayah Toba atau yang masih

mengakui Singamangaraja sebagai pemimpinnya.

Adanya krisis yang melatarbelakangi masuknya badan zending RMG ini

memberikan titik tolak bagi masyarakat Batak untuk mau menerima para zending.53

Bagaimanapun falsafah Batak tradisional tetap menjadi suatu acuan dalam

menerima pengaruh asing demi terwujudnya, yakni hamoraon (kekayaan),

hagabeon (keturunan), dan hasangapon (kemuliaan atau martabat). Dan hal inipun

terbukti dengan masuknya RMG dapat menjawab krisis yang dibutuhkan berupa

faktor keamanan, ekonomi, pendidikan, dsb. Perbedaan yang jelas tampak adalah

masalah perlakuan dari pihak kolonial kepada orang Batak yang berbeda dari

perlakuan kepada Minangkabau atau Jawa yang tersiksa akibat tanam paksa.54

Walaupun di sisi lain, hal ini dapat dilihat dengan adanya pendidikan keahlian atau

ketrampilan yang diberikan pihak kolonial, termasuk zending, kepada masyarakat

Batak, misalnya sekolah pertukangan yang ada di Balige, dan sekolah lainnya.

Tanggal 7 Oktober 1861 merupakan hari penting bagi HKBP dan RMG yang

mengingatkan kepada awal mula masuknya RMG ke Tanah Batak yang sekaligus

potensi kepada masyarakat untuk naik kasta. Lih. Robert van Niel, Munculnya Elite Modern

Indonesia (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984), hl. 31. 53 Dari laporan BRMG, selain faktor adanya krisis akibat Perang Paderi, maka ada faktor

lain yang menyebabkan jatuhnya wibawa Raja Singamangara di wilayah Silindung, yakni adanya

masalah internal, di mana ia membawa lari istri seorang Raja. Lih. BRMG 1878 dalam Uli Kozok,

Utusan Damai, Op.Cit., hl. 121. 54 Ibid., hl. 78.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |103

juga menjadi tanggal lahirnya HKBP,55 di mana pada tanggal tersebut diadakan

rapat di Sipirok yang dihadiri oleh 4 orang Pendeta, yakni Pdt. Heine, Pdt.

Klammer, Pdt. Betz dan Pdt. Van Assselt yang membahas mengenai pembagian

tugas pekabaran Injil di Tapanuli. Masuknya RMG ke Tanah Batak ini tak lepas

dari jasa Dr. Friedrich Fabri yang pada waktu itu menjabat inspektur RMG yang

memutuskan untuk memindahkan wilayah pos pekabaran Injil dari Borneo ke

Tanah Batak akibat adanya perang Hidayah di Borneo (Kalimantan) yang

menyebabkan terbunuhnya sejumlah misionaris, serta hilangnya ladang pekerjaan

mereka.56 Dalam pembagian tugas tersebut, Pdt. Klammer ditugaskan di wilayah

Sipirok, Pdt. Betz ke daerah Bungabondar dan Pdt. Heine bersama Pdt. Van Asselt

ke wilayah Pahae. Keempat misionaris ini masih menguasai wilayah perbatasan

Tapanuli Selatan dengan Utara sebelum akhirnya Nommensen datang dan

membuka perkampungan di Sait Ni Huta, bius Silindung pada 20 Mei 1964 dan

mengadakan kebaktian pertama kali pada 29 Mei 1964. Perkampungan ini

55 Penetapan tanggal kelahiran HKBP, yaitu tanggal 7 Oktober 1861, didorong atas

perlunya semua umat Kristen Batak untuk merayakan hari jadi kekristenan; dan RMG melalui rapat

konfrensi para missionaris tahun 1905 menentukan secara resmi tanggal tersebut sebagai hari jadi

kekristenan atau Gereja Batak, istilah HKBP belum menjadi nama resmi pada waktu itu, melainkan

Gereja Batak (Batakmission) Tahun 1905 yang digunakan sebagai tahun penetapan tanggal

kelahiran Gereja Batak secara bersamaan menjadi hari perayaan yang pertama bagi kelahiran Gereja

Batak. Perayaan pertama ini kemudian menjadi titik tolak perlunya kesadaran di dalam mengingat

hari jadi Kekristenan di Tanah Batak. Pada tahun 1925 melalui Sinode Agungnya, nama Gereja

Batak diganti dan diresmikan menjadi ”Huria Kristen Batak” (Gereja Kristen Batak). Tidak ada lagi

nama Gereja Batak yang digunakan pada waktu itu. Baru pada tahun 1929 melalui Sinode

Agungnya, nama ”Huria Kristen Batak” disempurnakan menjadi ”Huria Kristen Batak Protestan”

(HKBP). Nama ini kemudian menjadi nama gereja yang dipakai sekarang. Penamaan HKBP tersebut

kemudian menjadi resmi ketika pada tahun 1931 diakui sebagai Badan Hukum. Pemerintah pun

kemudian mengeluarkan S.K. pemerintah tertanggal 11 Juni 1931 No. 48 sebagaimana tertulis dalam

lembaran pemerintah 1932 No. 360. Pengakuan ulang oleh pemerintah pun dilakukan dengan

mengeluarkan surat tanggal 2 April 1968 No. Dd/P/DAK/d/135/68. Lih. HKBP, Tuhan Menyertai

UmatNya: Sejarah Huria Kristen Batak Protestan 125 Tahun (Tarutung: HKBP, 1986), hl. 28 &

32. 56 Th. Van den End, Ragi Carita 2: Sejarah Gereja di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1999), hl. 184.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |104

kemudian dinamakan oleh Nommensen sebagai Huta Dame (Kampung Damai)

dengan menjadikan perkampungan ini sebagai tempat pelayanan dalam urusan

rohani, kesehatan, serta pendidikan. Dari sinilah kemudian Nommensen berkenalan

dengan Raja Pontas Lumbantobing, raja yang mambantu para Misionaris

menyebarkan Injil, dan memberikan lahan di Pearaja (sekarang menjadi Kantor

Pusat HKBP) kepada Nommensen yang dijadikan pargodungan (sekolah, gereja,

klinik).

Bagi masyarakat Batak masuknya zending sebagai sesuatu yang tidak dapat

ditolak. Paling tidak hal ini dilukiskan di dalam dokumen Die Evangelische

Missioner atas ketidaksanggupan Raja Pontas Lumbantobing dalam

mempertahankan adat dan budaya Batak atas masuknya kuasa dari luar:57

“Alai ianggo Raja Pontas pos do Rohana di nasida. Ai diantusi ibana do, na

ingkon mago bangsona, so boi maju ala ni angka hamusuon na so olo mansohot.”

Terjemahannya:

“Tetapi Raja Pontas sangat setuju, karena ia mengerti bahwa bangsanya akan

hilang karena tidak dapat maju akibat konflik sesama yang selalu berlangsung.”

Pasca masuknya RMG ke Tanah Batak, Kristenisasi berjalan pesat. Data yang

tercatat, ketika Nommensen meninggal pada tahun 1918, gereja telah bertumbuh

dan mencakup kurang lebih 180.000 orang anggota yang dibaptis, Pendeta yang

bersuku Batak sebanyak 34 orang, sedangkan Guru Injil sebanyak 788 orang dan

penatua sebanyak 2.200 orang. Di bidang pendidikan, data yang tercatat, sekolah-

57 Diambil dari “Die Evangelische Missioner” dalam A.A. Sitompul, Sitotas Nambur

Hakristenon Di Tano Batak (Jakarta: Dian Utama, 2005), hl. 74.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |105

sekolah yang berdiri sebanyak 510 buah yang mempunyai 32.700 orang murid yang

terdaftar.58

2. Pendekatan Adat dan Budaya

Salah satu faktor yang menyebabkan diterimanya para misionaris RMG di

Tanah Batak adalah dengan menggunakan adat dan budaya Batak yang menyangkut

bahasa, sistem sosial dan politik, dsb. Awalnya, sikap penolakan terhadap adat

diberlakukan terhadap masyarakat Batak, namun lambat laun dalam prakteknya

terdapat negosiasi antara masyarakat Batak dengan pihak zending. Negosiasi ini

dilakukan berdasarkan pada nilai-nilai Kekristenan, meskipun dalam hal ini, saya

sepakat dengan Uli Kozok bahwa ada alasan tertentu dalam melihat adat dan budaya

masyarakat yang dianggap primitif, yakni adanya budaya superioritas bangsa

Eropa, terlebih pada abad ke-19 rasisme sangat berkembang.59 Persoalan-persoalan

mengenai nilai-nilai Kekristenan yang diperhadapkan dengan adat dan budaya

Batak menjadi faktor-faktor yang dinegosiasikan, walaupun para misionaris tetap

melihat pentingnya bahasa, aksara, struktur sosial, serta intisari budaya Batak yang

perlu dilestarikan sesuai dengan paham Gustav Warneck mengenai “logos

58 P.B. Pedersen, Op. Cit., hl. 64. Pertobatan yang sangat cepat ini mendapat kekhawatiran

di tubuh RMG melalui missionaris-missionaris lainnya. Memang tidak ada alasan yang konkret

untuk menjadi bahan bantahan atas apa yang telah dicapai oleh Nommensen di dalam mengabarkan

Injil di Tanah Batak, namun alasan mendasar yang dipakai RMG adalah pengalaman sebelumnya,

yaitu ketika RMG juga menjadi badan zending di Kalimantan, di mana pada waktu itu terjadi

kehancuran yang sangat vital. Kekhawatiran RMG di Barmen ini hanya ditanggapi Nommensen

dengan sangat dingin, bahwa Allah saat ini memang hadir untuk orang Batak. Lih. Ibid., hl. 60. 59 Menurut Uli Kozok, sikap penolakan terhadap budaya primitif awalnya didengungkan

oleh para misionaris RMG yang menganggap adat dan budaya Batak tidak memiliki peradaban,

sehingga hal yang perlu dilakukan adalah transfer budaya dari peradaban Eropa dengan

menggunakan Culturkampf (perang budaya) yang mengingatkan pada usaha pemerintah Jerman

untuk memisahkan dan membatasi ruang gerak gereja Katolik. Lih. Uli Kozok, Utusan Damai,

Op.Cit., hl. 72-73.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |106

spermatikos”.60 Kebijakan-kebijakan yang dinegosiasiasikan itu, misalnya,

pelarangan tari-tarian atau tor-tor, pemakaian alat musik Batak (margondang), dan

pengijinan pernikahan semarga yang ditolak oleh masyarakat Batak dengan alasan

menghilangkan konsep Dalihan Na Tolu, walaupun tor-tor dan margondang

tetaplah dilarang.61 Sikap tegas terhadap adat dan budaya dalam kehidupan

masyarakat Batak ini untuk menghilangkan agama tradisional masyarakat Batak

dan menjauhkan unsur sinkretisme dalam Kekristenan. Bahkan pihak zending tidak

pandang bulu dalam melaksanakan hal ini, misalnya Raja Pontas Lumbantobing

yang sangat membantu pihak zending justru pernah dibali (dikucilkan atau

dihukum) oleh pihak zending akibat mengikuti pesta penguburan yang berdasarkan

adat Batak.62

Bagi pihak zending sendiri penyebaran pekabaran Injil dilakukan secara

menyeluruh di segala aspek, paling tidak hal ini dilakukan pada masa awal-awal

masuknya zending di Tanah Batak ketika pemisahan antara pemerintahan sekuler

dan Kekristenan belum terjadi. Melalui konsep pargodungan63 maka Injil

diberitakan ke segala aspek, misalnya melalui kesehatan, pendidikan dan

pengajaran, bahasa, dll. Bahkan mereka memandang bahwa Kekristenan haruslah

menggabungkan dirinya kepada adat dan budaya Batak dan mengambil tempat

dalam pola kehidupan atau tata tertib kehidupan masyarakat Batak. Misalkan saja

60 Dalam hal ini penerapan metode misiologi yang dilakukan oleh badan zending RMG

sangat berbeda dengan badan zending dari Inggris yang justru tidak menghargai bahasa pribumi.

Bdk. John McLeod, Op.Cit., hl. 141. 61 Uli Kozok, Utusan Damai, Op.Cit., hl. 73-74. 62 Lothar Schreiner, Telah Kudengar dari Ayahku: Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen

di Tanah Batak (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), hl. 53. 63 Istilah ini untuk menyebut kompleks halaman gereja yang digunakan juga sebagai tempat

pendidikan, kesehatan, dsb.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |107

melalui bentuk penerjemahan, di mana Nommensen menerjemahkan Perjanjian

Baru ke dalam Bahasa Batak-Toba pada tahun 1876, sedangkan Johannsen

menerjemahkan Perjanjian Lama ke dalam Bahasa Batak-Toba pada tahun 1894.

Dengan konsep ini maka para misionaris tetap menggunakan tradisi adat

dan budaya Batak dalam selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Kekristenan.

Bahkan tradisi-tradisi Batak yang bersifat sastra turut digunakan dan

ditransformasi, misalnya salah satunya torsatorsa (cerita rakyat),64 serta masih

banyak lagi usaha yang dilakukan para misionaris dalam penggunaannya terhadap

adat dan budaya Batak. Namun salah satu yang menjadi sorotan saya di sini adalah

penggunaan sistem struktur dalam kehidupan sosial masyarakat Batak.

Beberapa penulis-penulis dari luar atau lokal yang menulis tentang

pekabaran Injil di Tanah Batak mungkin akan rumit dan keliru ketika berhadapan

dengan sistem struktur sosial dalam masyarakat Batak, terlebih ketika mencoba

memetakan upaya para misionaris RMG dalam menggunakan sistem struktur sosial

masyarakat Batak. Hal ini diakibatkan kesalahan dalam memahami mengenai

harajaon (kerajaan) dalam struktur masyarakat Batak yang justru sering dipakai

sebagai refrensi buku, seperti yang sudah dijelaskan dalam Bab II. Maka dari itu

untuk menerangkan bagaimana para misionaris sendiri, khususnya Nommensen,

dalam menggunakan sistem struktur sosial masyarakat Batak maka perlu

64 Manguji Nababan (ed.), Torsatorsa Hombung: Turiturian Ni Halak Batak (Medan:

Vanivan Jaya, 2015), hl. X. Salah satu yang digunakan misalnya torsatorsa Cincin Idam-idaman

yang digunakan oleh F.W Staudte dan G v. Asselt untuk membantu dalam melihat firman Tuhan.

Lih. Lothar Schreiner, Op.Cit., hl. 55.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |108

ditempatkan dalam pemahaman adat dan budaya Batak, di mana semuanya telah

diatur di dalamnya yang saya telah jelaskan di bab sebelumnya.

Para misionaris dalam melaksanakan pekabaran Injilnya berusaha

memasuki wilayah-wilayah di Tanah Batak dengan pendekatannya terhadap

struktur sosial masyarakat Batak, yakni kepada raja-raja baik huta hingga bius.

Bahkan strukturnya tidak diubah, melainkan dibina menjadi harajaon (kerajaan)

Kristen. Para Misionaris tampaknya memahami pondasi struktur masyarakat Batak;

dan hal ini, tak lepas dari peran Nommensen yang mengetahui secara mendalam,

serta memberikan saran kepada para misionaris lainnya. Sebagai bukti adalah

dengan terciptanya aturan peraturan atau tata gereja 1881 yang berdasarkan tatanan

sosial masyarakat Batak, di mana Nommensen menjadi inspiratornya.65 Dengan

pendekatannya ini maka nantinya akan terlihat, posisi Nommensen sendiri dalam

struktur sosial masyarakat Batak Toba, yang dengan praktik-praktiknya selayaknya

seperti gambaran dari kepemimpinan Ompu i Raja Singamangaraja. Namun di sini,

saya akan terlebih dahulu menjabarkan bagaimana Nommensen sendiri aktif dalam

mengkonstruk suatu struktur sosial masyarakat Batak Toba menjadi kerajaan

Kristen.

Raja bagi masyarakat Batak mengambil peran yang sangat penting dalam

kehidupan sosial masyarakat. Ia menjadi pelaksana atas adat dan hukum, baik

sekuler maupun religi. Dengan perannya ini, maka pengaruh raja sangatlah besar

bagi pengikutnya. Pendekatan yang dilakukan Nommensen kepada raja di Tanah

65 Lothar Schreiner, Op.Cit., hl. 47.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |109

Batak memberikan pengaruh penting bagi pengikut raja tersebut. Hal ini dapat

terlihat dari pengaruh yang ditimbulkan atas masuknya Raja Pontas Lumbantobing

menjadi Kristen, ditambah dengan sikapnya yang pemberani dalam menyelesaikan

konflik-konflik marga atau antarkampung, maka komunitasnya pun turut juga

menerima Kekristenan. Bahkan Raja Pontas sendiri tidak segan-segan untuk

mengajak para raja dan para imam (kelompok parbaringin) untuk menerima Injil.

Raja Pontas sendiri memiliki kekuasaan yang mencakup wilayah bius, sehingga

kekuasaannya berada diwilayah lintas huta. Namun demikian ia juga sering

mengajak raja-raja diluar kekuasaannya. Misalnya raja di Sipahutar.66

Selain Raja Pontas, masih banyak juga raja-raja lainnya yang menerima dan

mendukung para misionaris, misalnya Ompu Hatobung dari Pansurnapitu, Kali

Bonar dari Sigompulon-Pahae, dll. Dengan pendekatan atas raja maka tak heran

basis yang dibangun mencakup wewenang atas wilayah yang menjadi kekuasaan

raja, baik itu di tingkat huta hingga bius. Nommensen tidak sedikitpun mengganti

raja-raja yang berkuasa di wilayahnya masing-masing. Bahkan untuk tingkat huta

hingga bius, ia sangat menghargai peran dari para raja:

“Mereka yang berhubungan dengan saya, orang-orang yang telah dibaptis maupun

yang belum dibaptis, tidaklah berada dibawah kekuasaan saya. Saya adalah guru

mereka, tetapi bukan raja mereka. Tak seorangpun yang sudah Kristen atau yang mau

menjadi Kristen dengan demikian berubah sukunya; sebaliknya rajanya yang sekarang

ini tetaplah juga rajanya selanjutnya…”67

66 Pdt. Jan S. Aritonang, Sejarah Pendidikan, Op. Cit., hl. 155. 67 Pernyataan Nommensen ini diungkapkan pada awal-awal misinya di Huta Dame ketika

pemerintahan kolonial Belanda belum masuk ke wilayah Silindung. Lothar Schreiner, Op. Cit., hl.

44.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |110

Pernyataan Nommensen ini menjadi titik tolak dalam pemakaian Suhi

Ampang Na Opat dalam adat dan budaya masyarakat Batak, khususnya sistem

struktur konfederasi yang diterapkan Dinasti Singamangaraja. Bahkan peran raja

menjadi penghubung antara pengikutnya dengan pihak misionaris, seperti yang

ditulis oleh misionaris Johannsen dalam suratnya von Sibolga nach Silindung:

“Pada hari-hari berikutnya, banyak raja-raja yang berlomba-lomba datang

mengundang kami ke rumahnya untuk dijamu. Masing-masing mendesak, supaya

dialah yang pertama kami kunjungi…”68 Peran raja bagi pekabaran Injil sangatlah

penting, bahkan atas jasanya tersebut anak-anak raja mendapatkan perlakuan

khusus dengan diperbolehkan menimba pendidikan berbahasa Belanda di

Loguboti.69 Bahkan Warneck sendiri sangat mengakui otoritas raja, serta

menghargai peran raja dalam perkembangan Kekristenan di Tanah Batak:

“Sungguh mereka adalah penguasa negeri: tanpa izin mereka baik zendeling

maupun evangelis (penginjil pribumi) tidak boleh bermukim di situ. Dan kalupun

seringkali mereka hanya secara lahiriah saja ikut membantu, yaitu menghadiahkan

tempat untuk mendirikan gedung sekolah atau gereja, atau mendorong warganya

datang ke gereja, atau meminta kehadiran zendeling dan hal-hal yang serupa, itu toh

sudah merupakan kerjasama yang hakiki, karena mereka sudah membukakan pintu.”70

Selain pendekatannya kepada raja dalam menarik simpatik para pengikut,

ia pun memperkokoh basis komunitas masyarakat Kristen Batak dengan

membangun gereja-gereja berdasarkan marga-marga.71 Hal ini menandakan bahwa

pendekatan ini ingin menanamkan basis komunitas dalam aspek kekerabatan

masyarakat Batak atau Dalihan Na Tolu. Dengan pendekatan ini maka wilayah

68 Andar Lumbantobing, Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak (Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1996), hl. 80. 69 Uli Kozok, Utusan Damai, Op.Cit., hl. 79. 70 Pdt. Dr. Jan S. Aritonang, Sejarah Pendidikan, Op. Cit., hl. 154. 71 Lothar Schreiner, Op. Cit., hl. 46.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |111

yang dicakup adalah setiap harajaon-harajaon (kerajaan) bius yang dalam

kehidupan sosial masyarakat Batak menjadi dominasi dari marga-marga tertentu

sebagai pemilik wilayah (cuius region eius religio). Misalnya saja Gereja

Simarangkir yang merupakan basis dari marga Simorangkir, dsb. Walaupun setiap

gereja tidak dibangun di setiap huta, namun hal ini cukup dalam mengawasi adanya

pertikaian-pertikaian yang terjadi, baik di tingkat huta hingga bius. Selain pendirian

gereja, ia pun juga menempatkan marga-marga setempat untuk mengisi gereja atau

pos-pos Pekabaran Injil (PI) tersebut.72 Dengan pendekatan ini maka Kekristenan

semakin menyebar dengan cepat, di mana pada tahun 1881 sudah ada enam distrik

atau lingkungan, yakni Sipiriok, Sigompulon – Pahae, Sibolga, Silindung,

Humbang dan Toba yang kesemuanya merupakan gambaran dari peta marga-marga

Batak.73

Pendekatan Nommensen kepada adat dan budaya dalam sistem sosial

masyarakat Batak pada dasarnya membangun dan memperkokoh pondasi kerajaan

Kekristenan yang ia bangun. Bahkan prinsip ini dilakukan oleh Nommensen dengan

menempatkan empat orang penatua (sintua) bersama-sama dengan raja dalam

mengawasi harajaon Kristen (bius) yang diatur oleh aturan peraturan. Sesuatu hal

yang dilakukannya untuk mengantisipasi adanya penolakan-penolakan yang

dilakukan para penganut yang masih memeluk agama tradisional.74 Menurut saya,

penempatan penatua menjadi pendamping raja justru menjadi suatu reproduksi baru

atas kerajaan Kekristenan dalam menggantikan peran kelompok Parbaringin

72 Ibid., hl. 46. 73 Ibid., hl. 47. 74 Ibid., hl. 51.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |112

sebagai pendamping raja, terlebih ketika pesta bius yang menjadi upacara kegiatan

bagi agama tradisional Batak yang juga melibatkan kelompok Parbaringin sendiri

dilarang dan dihilangkan dari kegiatan-kegiatan bius.

Usaha yang dilakukan ini tidak berhenti sampai di situ saja tetapi terdapat

juga usaha dari para misionaris untuk menyatukan wilayah-wilayah yang dikuasai

oleh raja (baca: bius), yaitu dengan melibatkan para raja juga dalam suatu kegiatan-

kegiatan formil, misalnya pesta mission (pesta zending), serta mewadahi aspirasi

dari setiap wilayah kekuasaannya dengan diciptakannya rapat yang melibatkan para

raja dan penatua (sintua) sebagai suatu komunitas Kekristenan.75 Dengan

pendekatannya ini, Nommensen justru lebih sibuk dengan urusan-urusan sosial

politik masyarakat, sehingga dengan melibatkan raja maka otomatis para misionaris

dibebaskan dari beban masalah tersebut.76 Pendekatan terhadap raja, serta

pengawasan terhadap bius-bius justru mempertegas posisi Nommensen sebagai raja

(ompu i) atas raja-raja bius Kristen.

Semakin berjalannya waktu dan semakin banyak raja yang mengikuti

Kekristenan membuat RMG yang dipelopori Nommensen dan Johannsen akhirnya

memisahkan urusan sekuler dengan gerejawi dengan terbentuknya aturan-peraturan

yang menyangkut hukum gereja pada 1866 dan diikuti peraturan atau undang-

undang sipil untuk orang Kristen pada 1867 yang mengurus masalah perkawinan,

pencurian, judi, bekerja di hari minggu.77 Dengan adanya undang-undang sipil ini

75 Surat Kuliling Immanuel No. 6, Juni 1893. 76 Lothar Schreiner, Op. Cit., hl. 65. 77 Seperti yang diutarakan oleh Schreiner bahwa undang-undang sipil ini tidak ditemukan

naskahnya. Ibid., hl. 63-64.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |113

maka dimulailah pembentukan suatu adat Kristen yang terpisah dengan urusan

rohani, sedangkan adanya hukum yang mengatur gereja berarti manandakan

dimulainya organisasi struktural gereja yang berdasarkan bius-bius atau adat Batak

yang merupakan cikal bakal dari organisasi Episkopal yang ada di HKBP sekarang,

di mana hukum selalu berjalan dari atas ke bawah. Adanya pemisahan ini justru

sangat berbeda dengan pemahaman masyarakat Batak tradisional yang memiliki

kesatuan hukum.78 Namun demikian walaupun memiliki dua aturan bukan berarti

terjadi pemisahan sepenuhnya antara sekuler dengan agama. Kesatuan tersebut

masih tetap tidak dapat dipisahkan. Bahkan saya melihat pemisahan ini justru

menandakan kekuasaan Nommensen terhadap urusan rohani dan sekuler, di mana

Nommensen menjadi misionaris yang paling memahami dalam urusan adat dan

budaya Batak.

3. Campur Tangan Pemerintahan Kolonial: Rezim Kekuasaan dan Kekerasan

Setelah melihat mengenai pendekatan RMG kepada pentingnya adat dan

budaya masyarakat Batak, dalam hal ini kepada raja-raja sebagai pelaksana adat,

maka usaha-usaha yang dilakukan para misionaris dalam menaklukkan raja-raja tak

dapat dilepaskan dengan tampilnya pemerintahan kolonialis Belanda melalui aksi

militerisme atau kekerasan. Keterlibatan ini tak dapat dipungkiri sebagai upaya

dalam mendukung perluasan Kekristenan di Tanah Batak.

78 Walaupun dalam budaya Batak memiliki dua urusan dalam Pustaha laklak (rohani) dan

Pustaha Tumbaga (duniawi), namun kesatuan hukum tetap tercipta. Dua pustaha ini tetaplah

menjadi sumber dalam masyarakat Batak tradisional, termasuk juga undang-undang yang dibuat

oleh Raja Singamangaraja XI dan XII yang pada waktu itu pemisahan sekuler dan rohani belum ada.

Bdk. Prof. Dr. W. Bonar Sidjabat, Op. Cit., hl. 234-235.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |114

Pada awal-awal permulaan penginjilan memang terlihat bahwa para

Misionaris, terutama Nommensen tidak menghendaki akan masuknya

pemerintahan kolonial Belanda yang menganggap bahwa masuknya pemerintahan

kolonial Belanda sejalan dengan masuknya Islamisasi di Tanah Batak. Namun

dalam pandangan ini bukan berarti bahwa pihak RMG sendiri menghindari akan

keterlibatan pemerintah kolonial. Para misionaris justru menghendaki akan adanya

kesepemahaman dengan pemerintah kolonial. Yang artinya penginjilan dan

kolonialisme haruslah berjalan bersama-sama. Prinsip serupa juga dipahami oleh

Raja Pontas Lumbantobing yang notabene adalah seorang pribumi, terlebih ketika

Kekristenan telah menyebar di tanah Batak.79

Bagi pihak RMG sendiri, keberadaan pemerintah kolonial tidak dapat

dipisahkan, karena hal ini berkaitan dengan kerjasama yang dilakukan kedua belah

pihak berupa pembiayaan atau bantuan dana,80 sehingga dapat dikatakan bahwa

hubungan keduanya merupakan suatu keniscayaan. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa mengikuti Kristen berarti tunduk kepada kolonialisme. Hal ini

juga dicatat oleh J. Silitonga seperti yang kutip oleh Aritonang:

“Raja Pontas menganjurkan masyarakat Sipahutar untuk menerima zending atau

Injil dan pemerintah” Dan menurut pemahaman Silitonga Silindung aman karena Raja

Pontas atas anjuran Nommensen – mau tunduk kepada Belanda.”81

Campur tangan pihak kolonial dengan RMG baru terasa ketika RMG sendiri

memasuki dan melakukan misinya ke wilayah Utara, yakni Toba, di mana menurut

79 Lothar Schreiner, Op.Cit., hl. 70. 80 Lih. S.C. Graaf van Randwijck, Oegstgeest: Kebijaksanaan “Lembaga-Lembaga

Pekabaran Injil yang Bekerjasama” 1897-1942 (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1989), hl. 165. 81 Pdt. Dr. Jan S. Aritonang, Sejarah Pendidikan, Op. Cit., hl. 155.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |115

Uli Kozok, bentuk campur tangan tersebut berupa aksi militer ke beberapa wilayah

Toba, sehingga terjadi koalisi keduanya karena memiliki musuh yang sama, yakni

Raja Singamangaraja XII. Menurutnya koalisi ini terus berlanjut hingga kematian

Raja Singamangaraja XII.82 Peristiwa ini dikatakan sebagai Perang Toba Pertama

(1878). Pandangan ini didasarkan atas Bericht der Rheinischen

Missionsgesellschaft (BRMG) 1878 yang berasal dari surat Nommensen (20 Juni

1878) mengenai “Laporan Terakhir tentang Perang di Toba.” Namun selain

mengincar Raja Singamangaraja XII sebagai musuh utama dari pemerintahan

kolonialis beserta RMG namun dari isi surat tersebut mengindikasikan bahwa

bentuk ekspansi ke wilayah Toba adalah juga bertujuan untuk menaklukkan raja-

raja bius, khususnya yang menolak kehadiran misionaris.

Dalam surat tersebut dikatakan bahwa Nommensen menjadi saksi mata dan

ikut di dalam perjalanan bersama militer Kolonial yang dibantu dengan orang-orang

Kristen dari Silindung – sesuatu yang tidak bisa diharapkan dari orang muslim –

untuk mengekspansi wilayah-wilayah Toba. Namun demikian mengenai tujuan dari

ekspansi ini menurutnya bahwa hal ini tak lepas dari telah masuknya orang Aceh di

wilayah Toba, sehingga para penginjil merasa perlu untuk meminta bantuan

pemerintahan kolonial sebelum terjadinya Islamisasi yang akan menjadi

penghambat bagi masuknya Injil:

“Oleh Sebab itu kami merasa perlu meminta-agar pemerintah menunjukkan

kekuatan militernya. Pemerintah yang telah mewaspadai gerombolan itu dari barus dan

Singkil, dan sama dengan kami tidak menginginkan orang Aceh menetap di Toba,

ternyata sudah mengirim pasukannya.”83

82 Uli Kozok, Utusan Damai, Op.Cit., hl. 94-95. 83 BRMG Desember 1878 dalam Uli Kozok, Utusan Damai, Op.Cit., hl.139.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |116

Perjalanan Nommensen beserta pasukan dimulai dari wilayah Bahal Batu

dan kemudian menguasai wilayah kampung-kampung sekitar, yakni Butar, untuk

seterusnya melanjutkan ekspansinya ke wilayah utara. Beberapa wilayah Toba

dikuasai, termasuk diantaranya Bangkara yang menjadi pusat kekuasaan Raja

Singamangaraja XII. Walaupun Nommensen ikut di dalam rombongan militer

namun ia selalu menekankan kepada pemerintah kolonial untuk terlebih dahulu

mengedepankan dialog kepada para raja dan masyarakat agar mau tunduk kepada

pemerintah kolonial, dikarenakan setiap kampung yang menolak untuk tunduk

kepada pemerintahan kolonial maka kampungnya akan dibakar dan di denda oleh

pemerintah kolonial. Ada beberapa kampung yang menolak untuk tunduk misalnya

di bius Bangkara, Lobu Siregar, dll., namun ada juga yang langsung menyerahkan

diri tanpa melakukan perlawanan sama sekali. Raja menjadi pusat sasaran dalam

berdialog yang dilakukan Nommensen dengan alasan tunduknya raja maka akan

diikuti oleh para pengikutnya.

“Jerit tangis laki-laki, perempuan, anak-anak, kakek-kakek dan nenek-nenek bergema

diseluruh lembah. Lalu saya menghampiri Kapten van Berg, seorang yang dihormati dan

ayah Sembilan anak, dan memintanya agar jangan terlalu cepat membakar kampung

supaya saya sempat berbicara dengan para raja dan meyakinkan mereka agar menyerah

dan tunduk pada Belanda.”84

Pasca Perang Toba pertama maka sebisa mungkin para misionaris untuk

menghilangkan trauma yang ditinggalkan akibat perang, sehingga kekawatiran

akan kebencian terhadap Eropa tidak terjadi. Dalam ekspansi tersebut menurut

Nommensen ekspansi ini sangat membantu kedua belah pihak, yakni pemerintah

kolonial dan RMG sendiri.

84 Ibid., hl. 145.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |117

“Penaklukan Toba amat penting untuk pemerintah Belanda, tetapi lebih penting

lagi untuk zending kita. Sekiranya Singamangaraja beserta dengan sekutunya, baik

Islam, Aceh maupun yang lain, berhasil mengusir para penginjil dan menghapus agama

Kristen di Silindung maka akibatnya bukan revitalisasi kekafiran melainkan masuknya

agama Islam, dan kemungkinan agama Kristen berkembang di sini menjadi hampir

sirna.”85

Namun menurut para Missionaris perang ini justru membawa masyarakat

Batak Toba keluar dari keterisolasinnya dan terbuka terhadap pengaruh Eropa.86

Pasca Perang Toba pertama maka banyak orang Toba yang berbondong-bondong

masuk Kristen, seturut dengan takluknya para raja dengan mengikuti perintah

pemerintahan kolonial, serta memeluk agama Kristen. Sedangkan bagi para

Misionaris maka pemerintahan kolonial Belanda memberikan penghargaan dan

bantuan dana sebesar 1000 Golden kepada para Misonaris melalui Gubernur

Sumatra.87

Peta Ekspedisi Militer 187888

85 BRMG 1882 dalam Uli Kozok, Utusan Damai, Op.Cit., hl. 155. 86 Uli Kozok, Utusan Damai, Op.Cit., hl. 156. 87 Ibid., hl. 93-94. 88 Diambil dari Ibid., hl. 112.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |118

Selain dalam menaklukkan raja-raja di Tanah Batak untuk memperluas

wilayah pekabaran Injil maka usaha pemerintahan kolonialis beserta RMG juga

diikuti dengan memperkecil ruang kelompok Parbaringin di tengah-tengah

masyarakat Batak tradisional. Tak dapat dipungkiri bahwa sebagai suatu lembaga,

kelompok Parbaringin ini memiliki pengaruh yang cukup besar dalam

mempersatukan masyarakat Batak tradisional; dalam hal ini kesatuan akan raja-raja

bius; serta mempertahankan dinasti Singamangaraja. Hal ini tentunya yang menjadi

penghambat bagi masuknya Kekristenan dan ekspansi pemerintahan Kolonial.

Dengan pertimbangan tersebut, pihak zending dan pemerintahan kolonial sepakat

dalam menciptakan kelompok ini sebagai musuh bersama dengan melarang

kehadiran kelompok ini, serta tidak diberikannya ruang di tengah-tengah

masyarakat dengan bentuk pelarangan Pesta Bius.89

Bentuk campur tangan pemerintah kolonial dengan penginjilan yang

dilakukan RMG menandakan konstruk kekuasaan yang dilakukan bangsa Eropa

dalam mengalahkan kekuasaan bangsa primitif sebagai suatu kesepemahaman yang

sama dalam bentuk Eropasentrisme. Puncaknya adalah dengan terbunuhnya Raja

Singamangaraja XII oleh pasukan militer kolonial Belanda yang dikomandani

Christoffel pada 17 Juni 1907.

Adanya keterlibatan RMG dengan pemerintah kolonial ini juga diakui oleh

RMG, kini bernama UEM (United Envangelism Mission), dengan permintaan

89 Sitor Situmorang, Toba Na Sae: Sejarah lembaga sosial politik pada abad XIII-XX

(Jakarta: Komunitas Bambu, 2009), hl 97.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |119

maafnya atas keterlibatan RMG dengan pemerintahan kolonial: pertama pada

tanggal 27 September 1971 dan kedua pada tahun 1990.

C. Komunitas Baru: Kerajaan Kekristenan

1. Media dan Komunitas yang Dibayangkan

Selain adanya keterlibatan pemerintahan kolonial, maka usaha lain yang

dilakukan oleh RMG sebagai suatu konstruk kekuasaan di Tanah Batak adalah

dengan menciptakan komunitas baru, yakni kerajaan (harajaon) Kekristenan, untuk

menggantikan komunitas yang lama. Tentunya, dengan penciptaan komunitas baru

ini akan terlihat bentuk-bentuk kolonialisme dalam hubungan penjajah dengan yang

dijajah, sikap superior dan inferior dalam bentuk relasi kuasa, serta bentuk-bentuk

penyikiran melalui pembentukan opini umum.

Penciptaan atau pembentukan harajaon (kerajaan) Kristen di Tanah Batak

tidak dapat dilepaskan dengan diciptakannya Surat Kuliling Immanuel. Sama

halnya dengan buku atau media cetak lainnya, maka Surat Kuliling Immanuel dapat

mewakili keberadaan media cetak lainnya atau yang Bennedict Anderson katakan

sebagai kapitalisme cetak (print capitalism) yang memiliki pengaruh kepada

masyarakat, karena bersinggungan dan hadir di tengah-tengah masyarakat.

Pengaruh tersebut dapat menciptakan kesatuan masyarakat atau pembentukan

komunitas. Di sini, saya akan melihat dan mengkaji majalah ini, karena menurut

Foucault, melalui literatur akan terlihat hubungan antara pekerjaan/karya dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |120

bahasa, di mana reproduksi atau konstruksi dari suatu pelaku dapat terlihat.90

Dengan kata lain, kehadiran Surat Kuliling Immanuel akan membawa kepada karya

besar RMG yang menyangkut visi, tujuan, dan strategi dalam menciptakan

komunitas baru.

Surat Kuliling Immanuel ini dibuat oleh misionaris Jacobus H. Meerwaldt

yang terbit pertama kali pada 1 Januari 1890 dengan melihat keinginan A.

Schreiber, Inspektur Barmen pada waktu itu.91 Ia mengasuh Surat Kuliling

Immanuel pada periode 1890-1895 dan 1904-1916.92 Walaupun Surat Kuliling

Immanuel ini diasuh secara bergilir oleh para misionaris, namun ide besar yang

menyangkut isi dan struktur penulisan tidak dapat dilepaskan dari Meerwaldt. Kini

majalah ini bernama Surat Parsaoran (SP) Immanuel dan menjadi majalah resmi di

HKBP.93 Surat Kuliling Immanuel dapat dikatakan sebagai majalah komunitas,

karena isinya mengenai isu-isu pastoral, refleksi, pengetahuan Alkitab, theologi dan

dogma Kristen, sejarah dan pengajaran, berita-berita misi dan pengetahuan popular

(matematika, dsb) yang menyangkut kebutuhan komunitas Batak.94 Dengan terbit

sebulan sekali, maka surat ini diedarkan dan diperuntukkan kepada Pendeta Batak

90 Michel Foucault, Language, Madness, and Desire On Literature (Minneapolis:

University of Minnesota Press, 2015), hl. 46. 91 Tahun 1890 sebagai tahun terbit pertama kali Surat Kuliling Immanuel ini berdasarkan

pengesahan HKBP yang tertulis di halaman pertama Majalah SP Immanuel HKBP dan Almanak

HKBP di lembaran “Angka Taon Siingoton”, walaupun konsep Surat Kuliling ini telah ada pada 1

Oktober 1889. Lih. Surat Kuliling Immanuel, 1 Oktober 1889. 92 Rachman Tua Munthe, Allah Beserta Kita: Respons HKBP atas Kondisi Sosial – Politik

di Indonesia Periode 1890-1965 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), hl. 29. 93 Tahun 1890 sebagai tahun terbit Surat Kuliling Immanuel maka komunitas Kristen di

Tanah Batak telah memiliki 18 Jemaat Induk; 81 Jemaat cabang; 18.207 anggota jemaat; Pengerja

Barat yang terdiri dari 22 Pendeta dan 1 schwester; pengerja pribumi terdiri dari 11 pendeta Batak,

88 guru dan 272 penatua (majelis); Sekolah yang terdiri dari 92 SD dan 1 Sekolah Lanjutan dengan

jumlah murid 2.666. Lih. Ibid., hl. 28. 94 Jan Sihar Aritonang dan Karel Steenbrink (eds.), A History of Christianity in Indonesia

(Leiden: Brill, 2008), hl. 958.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |121

dan guru-guru yang ada di Sekolah Tinggi untuk menambah pengetahuan mereka,

serta tidak menutup kemungkinan masyarakat Batak Kristen yang melek huruf

dengan membayar ganti rugi sebesar 1,25 ringgit selama setahun.95 Karena sifatnya

juga diperuntukkan kepada masyarakat maka Surat Kuliling Immanuel juga

membuka ting-ting atau boa-boa (berita atau “iklan”) bagi masyarakat Batak

Kristen yang mau diberitakan di majalah ini dengan membayar 0,25 ringgit.96

Faktor Surat Kuliling Immanuel sangatlah penting bagi pembentukan

komunitas terutama kepada orang-orang yang melek huruf, di mana sekolah dan

pendidikan menjadi faktor pendukung dari imajinasi ini, namun demikian hal ini

juga tidak menutup dipahami juga oleh orang-orang buta huruf, mengingat Surat

Kuliling ini menjadi satu-satunya media atau pemberitahuan (ting-ting) dalam

lingkungan internal masyarakat Kristen di Tanah Batak yang juga dijadikan bahan

kotbah, warta ibadah, kesaksian, pengajaran, dll. dalam setiap kegiatan atau

aktivitas RMG, termasuk dalam ibadah minggu.

Mengenai Meerwaldt sendiri, ia menjadi sosok penting dibalik kehadiran

buku-buku atau media cetak yang dikeluarkan oleh RMG di Tanah Batak. Selain

Surat Kuliling Immanuel, ia juga menerbitkan buku anak-anak sekolah, seperti

Bunga-Bunga Na Angur, Tolu Pulu Onom Turpuk Sidjahaon Ni Anaksikola, dsb. Ia

sangat mengandalkan fungsi buku atau media cetak sebagai bentuk pengajaran

dalam mengubah pemahaman masyarakat.

95 Surat Kuliling Immanuel, 1 Oktober 1889. Lihat juga J.T. Nommensen, Ompu I Dr.

Ingwer Ludwig Nommensen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1974), hl. 164. Menurut J.T. Nommensen

Surat Kuliling Immanuel dicetak menggunakan Hektograph oleh Jonatan, salah seorang guru. 96 Surat Kuliling Immanuel, 1 Oktober 1889.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |122

Menurut Ben Anderson, kehadiran kapitalisme cetak, seperti yang ia kutip

dari Francis Bacon, telah mengubah tampilan dan keadaan dunia.97 Hal ini diyakini

atas kehadiran kapitalisme cetak di dalam suatu peradaban manusia. Namun

berkaitan dengan suatu komunitas maka lebih jauh Ben Anderson melihat bahwa

pengaruh tersebut memungkinkan terciptanya bentuk baru komunitas terbayang,98

atau singkatnya, komunitas yang baru akan tercipta melalui kapitalisme cetak. Hal

ini juga ditunjukkan dengan kehadiran Surat Kuliling Immanuel di mana

kehadirannya justru memberikan imajinasi akan suatu komunitas yang baru, yakni

kerajaan (harajaon) Kristen. Yang menariknya kemudian kehadiran Surat Kuliling

Immanuel juga menghadirkan yang Ben Anderson definisikan sebagai ajang

terciptanya pertukaran atau komunikasi, adanya kepastian baru dalam bahasa, serta

adanya bahasa kekuasaan yang berbeda dengan bahasa ibu (aslinya).99 Definisi ini

ingin menerangkan pengaruh penting dari kapitalisme cetak sebagai suatu sarana

atau alat dalam menciptakan kekuasaan atau sebagai reproduksi kekuasaan yang di

dalam fungsinya sebagai literatur dapat terlihat akan adanya karya atau usaha

tersebut dari subjek.

Surat Kuliling Immanuel tidak hanya selembaran yang ditulis dengan

tangan, tetapi isinya melahirkan suatu imajinasi yang membentuk komunitas baru.

Mekanismenya adalah sebagai komunitas, masyarakat Batak tidak lagi hanya

membayangkan dirinya sendiri. Hal ini tercipta dengan adanya berita-berita atau

97 Bennedict Anderson, Imagined Community: Reflections on The Origin and Spread of

Nationalism (London: Verso, 2006), hl. 37. 98 Ibid., 46. 99 Ibid., hl. 44-45. Walaupun Ben Anderson mengartikan istilah kapitalisme cetak ini

kepada bentuk nasionalisme, namun saya melihat, nasionalisme dan internasionalisme agama dalam

membentuk dan menciptakan komunitas baru yang berbeda dari komunitas tradisional.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |123

kabar-kabar di Surat Kuliling Immanuel mengenai pekabaran Injil yang dilakukan

RMG, baik yang ada di Tanah Batak maupun di luar Tanah Batak, yakni Afrika,

Papua, Eropa (Jerman) dan Borneo.100 Imajinasi seperti ini akan mengkonstruk rasa

ke”kita”an dalam suatu komunitas baru di bawah bendera RMG melalui pertukaran

atau komunikasi yang sebelumnya dalam masyarakat Batak tradisional sendiri

masih terikat dengan batasan suatu wilayah, yakni bius dan huta. Sikap bela rasa

dapat lahir dari imajinasi seperti ini. Namun dari kasus ini yang pasti, jikalau

melihat pemikian Ben Anderson, maka komunitas baru yang dibentuk dari lahirnya

kapitalisme cetak adalah komunitas tersebut tidak lagi hanya membayangkan

dirinya lagi, melainkan kepada bangsa-bangsa diluar dirinya.

Selain menciptakan komunikasi dalam komunitas maka faktor penting

lainnya dari kehadiran kapitalisme cetak menurut Ben Anderson adalah bahasa,

baik yang menyangkut kepastian baru dalam bahasa, serta adanya bahasa kekuasaan

yang berbeda dengan bahasa ibu. Hal ini menandakan bahwa bahasa bukan hanya

digunakan sebagai alat komunikasi tetapi juga sebagai alat kekuasaan. Di dalam

surat kuliling Immanuel sangatlah jelas terlihat bahwa bahasa digunakan untuk

mereproduksi kekuasaan, bahkan bahasa tersebut juga direproduksi oleh RMG.

Walaupun penggunaan bahasa dalam majalah tersebut adalah bahasa Batak-Toba101

namun hal ini tak lepas dari reproduksi yang digunakan oleh RMG. Bahasa lama

diganti dengan bahasa baru; dan hal ini akan membedakan suatu komunitas baru

100 Surat Kuliling Immanuel menampilkan kisah-kisah pekabaran Injil yang tidak hanya di

Tanah Batak tetapi juga di luar Tanah Batak, yakni Borneo, Namibia, Papua. Misalnya seperti di

Surat Kuliling, No. 7, 1 Juli 1892, No. 8, 1 Agustus 1893, dll. 101 Bahasa Batak-Toba selalu digunakan oleh RMG dalam melakukan misinya di Tanah

Batak, termasuk ke wilayah Simalungun. Walaupun daerah-daerah tersebut memiliki sedikit

perbedaan bahasa namun Bahasa Batak-Toba menjadi bahasa penghubung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |124

dari yang lama. Artinya, konstruksi ini menciptakan adanya bahasa yang baru. Di

dalam Surat Kuliling Immanuel sendiri sangat tampak adanya peralihan bahasa

lama ke bahasa baru ini, walaupun sama-sama menggunakan bahasa Batak-Toba.

Selain diperkenalkannya aksara Latin dalam tulisan di Surat Kuliling

Immanuel, maka terdapat juga pengadopsian bahasa dengan menggunakan bahasa

lingua franca (Melayu) atau juga bahasa Sansekerta yang turut juga diadopsi ke

dalam bahasa Melayu, walaupun pengadopsian tersebut berasal dari pihak kolonial

yang sarat dengan politik kekuasaan, misalnya saja kata tuan, Tuhan, nyonya, dll.102

Meskipun demikian dalam pemakaian bahasa Melayu ini, RMG sendiri masih

bersifat selektif di dalam pelaksanaannya akibat pemahaman RMG yang

menganggap bahasa Melayu telah diresapi oleh agama Islam.103 Namun gelombang

besar dari pemakaian bahasa Melayu menyebabkan, mau tidak mau, bahasa melayu

juga diadopsi di dalam Surat Kuliling Immanuel. Peralihan inilah yang berdampak

kepada masuknya pengaruh-pengaruh bangsa lain ke dalam masyarakat Batak,

seturut dengan membayangkan bangsa lainnya sebagai bentuk melepaskan

keterisolasiannya dalam membentuk komunitas yang baru.

Selain masuknya bahasa-bahasa baru, maka di dalam penciptaan bahasa

yang baru juga terlihat dalam penciptaan makna dalam bentuk penerjemahan.

Dalam dunia perbincangan mengenai misiologi, bahasa sering menjadi

pembahasan, terlebih ketika menyangkut masalah penerjemahan pada masa

102 Menurut Saya Sasaki Shiraishi, istilah tuan, nyonya mengakomodasikan hirarki

kolonial. Pandangannya ini berdasarkan Ki Hadjar Dewantara yang melihat istilah-istilah tersebut

menyiratkan status superioritas dan inferioritas. Saya Sasaki Shiraishi, Pahlawan-Pahlawan Belia:

Keluarga Indonesia Dalam Politik (Jakarta: KPG, 2001), hl. 136-137. 103 Bdk. Pdt. Dr. Jan S. Aritonang, Sejarah Pendidikan, Op. Cit, hl. 215.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |125

kolonialisme. Penerjemahan dipandang bukan hanya menerjemahkan setiap kata

melainkan sebagai suatu strategi untuk melihat makna yang terdapat di dalam suatu

kalimat, selain dari menghindari kata-kata yang terisolasi. Dalam penerjemahan

maka penting untuk melihat istilah yang digunakan dalam bahasa tradisional.104

Salah satu contoh yang paling terlihat adalah penerjemahan untuk menghindari

istilah yang berbau sinkretisme. Hal ini berlaku ke semua literatur, baik Alkitab,

Katekismus, Kamus, dll. Hal yang sama juga dilakukan RMG dalam melakukan

strategi penerjemahannya. Bentuk penerjemahannya, seperti yang dicatat oleh Uli

Kozok:

“…Warneck (1904) menjelaskan kebijakan bahasa yang ditetapkan oleh RMG:

Bahasa sasaran (bahasa-bahasa Batak) dipandang sebagai 'musuh' yang harus diubah

menjadi 'alat yang penurut'. Sebagai bagian inti Volkstum Batak, bahasa sasaran harus

dilestarikan dalam “kemurnian bahasanya,” tetapi sekaligus Warneck juga menyadari

bahwa bahasa sasaran itu harus dikembangkan. Dalam bahasa-bahasa Batak terdapat

sejumlah kata Pinjaman dari bahasa Sanskerta yang menurutnya sesuai dengan tujuan-

tujuan zending. Kata-kata debata (Tuhan), dosa, portibi (dunia), sorga diangkat

menjadi dalam terminologi Kristen.”105

Di dalam penerjemaahan maka konstruksi bahasa yang dilakukan RMG

juga memasukkan atau menciptakan makna baru dalam meluaskan penyebaran

Kekristenan, serta menciptakan musuh atau kriminal di dalam penerjemahannya.

Misalnya adalah mengenai istilah begu. Pada awalnya istilah ini dikenakan bagi

agama tradisional Batak dalam menyebut ‘penyembah roh nenek moyang.’ Namun

104 Otto Zwartjes, “The Missionaries’ contribution to Translation Studies in The Spanish

Colonial Period”, dalam Otto Zwartjes, cs. (eds.) Missionary Linguistic V: Translation Theories and

Practies (Amsterdam: John Benjamins Publishing Company, 2014), hl. 7-8. 105 Uli Kozok, “Sejarah Terjemahan di Tanah Batak” dalam Henri Chambert-Loir, Sadur:

Sejarah Terjemahan di Indonesia dan Malaysia (Jakarta: KPG, 2009), hl. 258.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |126

kemudian RMG memaknainya dan membuat terjemahannya ke dalam Alkitab

sebagai daimon atau roh-roh jahat (setan). Hal ini juga diakui oleh Warneck sendiri:

“Kita harus mengubah konsep itu sehingga begu tidak lagi dilihat sebagai roh-roh

nenek moyang yang meminta persembahan, tetapi sebagai para pembantu Setan' Hal

ini menimbulkan perlawanan yang sangat besar dalam pikiran orang Batak.''106

Dengan konstruksi ini maka Warneck sangatlah menginginkan pembedaan

yang jelas antara Kekristenan dengan agama tradisional Batak yang dianggapnya

sebagai musuh, di mana citra penyembah nenek moyang dianggap sebagai figur

yang jahat (setan).

2. Misi Pengadaban

Di dalam pembentukan komunitas baru, maka usaha RMG sebagai badan

misi adalah dengan melaksanakan misi pengadaban. Misi ini dilakukan melalui

pendidikan yang sesuai dengan pendidikan Eropa kepada masyarakat Batak.

Dengan penilaian atas masyarakat Batak yang dungu atau bodoh maka pendidikan

dilaksanakan sebagai bentuk pengasihan dari para Misionaris.107

Beberapa sekolah didirikan untuk mendidik masyarakat Batak; mulai dari

pengetahuan umum, kesehatan, pengetahuan keagamaan, dan ketrampilan. RMG

106 Ibid., hl. 259-260. 107 Hal ini seperti dicatat oleh Pdt. Jan S. Aritonang: “walaupun para zendeling menilai

agama suku Batak itu sebagai kegelapan (finsternis) ataupun kedunguan (thorheit) dan upacara-

upacaranya sebagai keberhalaan yang terkutuk, namun mereka tidak secara agresif

mempersalahkan penganut agama suku itu. Bahkan mereka dipandang sebagai “orang-orang Batak

yang malang”, yang layak dikasihani dan ditolong.” Pdt. Dr. Jan S. Aritonang, Sejarah Pendidikan,

Op. Cit, hl. 153.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 141: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |127

berpandangan bahwa pendidikan haruslah sejalan dengan pekabaran Injil sebagai

suatu misi pengadaban. Dengan pemahaman ini maka pendirian sekolah haruslah

melihat jemaat yang ada, karena jemaat dengan sekolah merupakan satu kesatuan.

Hal ini seperti digambarkan dalam Tata Gereja 1881 mengenai aturan pendirian

sekolah:108

Pada setiap desa yang di antara penghuninya terdapat 50 keluarga Kristen, atau pada

gabungan beberapa desa dengan jumlah keluarga Kristen yang serupa, maka pada desa

itu harus didirikan sebuah sekolah.

Selain fungsi pendidikan kepada masyarakat Batak melalui sekolah-sekolah

maka RMG juga selalu mengusahakan pengajaran kepada para raja, kaum imam

(parhalado) selaku pembantu para Misionaris. Hal ini terlihat dari adanya bahan-

bahan pelajaran pengetahuan umum di Surat Kuliling Immanuel yang dikeluarkan

oleh RMG, seperti ilmu berhitung (matematika), geografi, budaya, dsb, selain,

tentunya pengetahuan tentang agama Kristen yang menyangkut etika dan teologi.

Misalnya saja di Surat Kuliling Immanuel di edisi No. 2 terbit pada 1 Februari 1893

yang menampilkan pertanyaan mengenai nama-nama gunung di Eropa, atau edisi

No. 5 terbit pada 1 Mei 1893 yang memuat tentang pelajaran berhitung dalam

mengukur luas tanah, dsb.

Proses pengadaban yang dilakukan oleh RMG memang pada awalnya

didahulukan dan diperuntukkan kepada para pembantu misionaris yang dianggap

dapat menyebarluaskan serta mempengaruhi masyarakat Batak sesuai dengan

keinginan RMG sendiri. Namun demikian, pendidikan yang dibuat oleh zending

dan pemerintah kolonial lambat laun mulai diberikan dan diterima oleh masyarakat

108 Ibid., hl. 164.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 142: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |128

Batak pada umumnya. Bahkan, keinginan masyarakat terus bertumbuh seturut

keinginannya untuk bekerja di kantor-kantor kepemerintahan dengan minta

pendidikan bahasa Belanda atau Melayu yang notabene kedua bahasa tersebut

digunakan di dalam pemerintahan, serta menuntut kesempatan dan penambahan

fasilitas belajar.

Kehadiran pengajaran-pengajaran dalam majalah tersebut menegaskan akan

adanya konstruk atau usaha dalam pembentukan komunitas yang baru berdasarkan

pada rasionalitas bangsa Eropa. Paling tidak, adanya bahan pengajaran-pengajaran

ini ingin mengubah pemikiran, karakter atau sifat masyarakat Batak tradisional

yang dianggap masih primitif dengan pemikiran, karakter atau sifat yang baru,

untuk menuju komunitas atau masyarakat modern.

3. Hukum Baru dan Penciptaan Musuh Bersama

Salah satu yang menandakan adanya komunitas baru adalah dengan

terciptanya hukum baru sebagai suatu standar baru dalam mengatur kehidupan

masyarakat. Di dalam negara-negara terjajah standar hukum juga diberlakukan

pemerintahan kolonial selaku pemangku kekuasaan. RMG sebagai badan misi yang

merupakan mitra dari pemerintahan kolonial Belanda dalam membentuk kerajaan

Kekristenan juga memberlakukan standar hukum baru kepada masyarakat Batak

mengganti hukum tradisional. Hal ini menandakan adanya kekuasaan dalam

terbentuknya komunitas baru. Memang dalam metode zendingnya RMG tetap

menggunakan adat dan budaya Batak, namun hal ini tidak membuat hukum

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 143: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |129

tradisional dalam masyarakat Batak lestari, melainkan dirubah dan digantikan

menjadi hukum yang baru. Hal ini sesuai dengan Kotbah J.H. Meerwaldt pada

Sinode tahun 1888 yang diucapkan dengan menggunakan dan mengubah umpasa

Batak: 109

Tumbuh si rungguk

Pada batang pohon tada-tada

Berubahlah kini hukum

Karena datang si putih mata (si bontar mata).

Hukum baru tersebut diciptakan sebagai bentuk bagian dari misi

pengadaban berupa larangan-larangan yang diberlakukan kepada masyarakat

dengan berdasarkan nilai-nilai Kekristenan. Misalnya saja, seperti yang sudah

disebutkan diatas, larangan terhadap pesta bius, larangan terhadap mengikuti acara-

acara adat yang diberkati oleh raja (pasu-pasu raja), palarangan terhadap kelompok

Parbaringin, dll. Bahkan mengenai hukum baru tersebut, berpengaruh hingga

kepada praktek-praktek adat yang dilakukan oleh masyarakat Batak, misalnya

menyangkut pernikahan, permusuhan, dll, yang kemudian menjadi tata tertib

pelaksanaan adat Batak, dan dituliskan oleh Raja Jacob Lumbantobing berjudul

Patik dohot Uhum ni Halak Batak. Buku ini kemudian diterbitkan pada tahun 1899

oleh American Mission Press di Singapura.110

Bagi RMG, hukum baru yang diberlakukan di dalam masyarakat Batak

ingin mengganti keyakinan masyarakat Batak tradisional yang telah mengakar

dalam kehidupan masyarakat Batak sendiri dengan nilai-nilai Kekristenan: suatu

109 Lothar Schreiner, Op.Cit., hl. 54. 110 Pusat Dokumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak, Patik Dohot Uhum Ni Halak

Batak (Medan: Universitas HKBP Nommensen, 1987), hl. iii.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 144: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |130

komunitas baru yang modern dan dikultuskan. Hal ini dapat terlaksana dan menjadi

pengetahuan dalam suatu komunitas bilamana dalam wacana publik selalu

membawa atau menyangkutpautkan dengan komunitas itu sendiri, misalnya

mengenai adanya berita-berita, laporan cerita (storytelling), lagu, dsb. tentang

komunitas tersebut.111 RMG di dalam Surat Kuliling Immanuel juga

memberlakukan hal yang sama dengan membawa masyarakat Batak tertentu dalam

cerita-cerita yang dikonstruk. Misalnya saja cerita mengenai masyarakat desa

Bungabondar yang terjadi pada tahun 1868 yang sebelum menerima Injil maka desa

tersebut selalu mendapatkan malapetaka, sehingga menyebabkan banyak

masyarakat menjadi Kristen ketika Misionaris, Betz mengabarkan Injil ke tempat

tersebut.112 Pendekatan-pendekatan semacam ini ingin mengkonstruk dan

menyentuh masyarakat Bungabondar ke dalam wilayah pengalaman (experience)

masyarakat ketika masyarakat Batak secara umum dan Bungabondar secara khusus

mengalami krisis akibat perang Paderi. Bukan hanya masyarakat Bungabondar

tetapi juga masyarakat di desa lainnya, misalnya Parausorat, Hutadame, dsb.

Namun demikian penciptaan dan penegakan akan hukum yang baru berarti

memayungi dan memagari komunitas yang baru, sedangkan untuk komunitas yang

masih memegang prinsip-prinsip yang tradisional dianggap berada diluar dari

komunitas mereka atau berada diluar hukum mereka. Hal inilah yang kemudian

dalam berita atau tulisan, Surat Kuliling Immanuel, penciptaan akan musuh

111 Teun A. van Dijk, “Contextual Knowledge Management In Discourse Production: A

CDA Perspective,” dalam Ruth Wodak & Paul Chilton (eds.) A New Agenda in (Critical) Discourse

Analysis (Amsterdam: John Benjamin Publishing Company, 2005), hl. 73. 112 Surat Kuliling Immanuel, No.4, 1 April 1892.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 145: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |131

bersama menjadi penting dan mendapatkan tempatnya. Melalui sebuah kepastian

bahasa maka akan tercipta bahasa yang tidak lagi membiaskan, melainkan sebuah

konstruksi dalam bentuk citra negatif; yang menakutkan, yang mengganggu,

kekerasan, dsb, kepada sosok yang dianggap musuh.

RMG dalam Surat Kuliling Immanuel menghadirkan 2 musuh bagi kerajaan

Kristen, yakni: pertama, Islam, atau yang dalam bahasa Batak dikatakan sebagai

Silom. Kelompok Islam yang dimaksud adalah orang-orang melayu di awal-awal

permulaan penginjilan dan orang Aceh pada permulaan penginjilan ke wilayah

Toba. Keduanya dianggap sama yakni menghambat masuknya pekabaran Injil di

Tanah Batak. Untuk urusan ini, para Misionaris sangat menjaga agar Islam tidak

masuk ke masyarakat Batak.113 Bahkan segala cara dilakukan untuk melakukan

proteksi tersebut, yakni dengan mengandalkan kekuasaan pemerintahan kolonial

Belanda atau dengan pelarangan terhadap orang Kristen untuk tidak ikut serta pesta-

pesta atau perayaan parbegu atau Islam.114

Citra Islam yang dibangun oleh RMG kepada masyarakat Batak Toba pada

waktu itu adalah agama yang mengganggu masuknya Kekristenan; atau dengan

kata lain menghambat kemajuan yang diberikan bangsa Eropa kepada masyarakat

Batak Toba tradisional. Beberapa gambaranya adalah:

“…djadi lan ma dipambahen halak silomi paaloalo hata ni Debata. Alai atik pe

songoni sai ma hot do baga-baga ni Debata na mandok ndang na mulak bohi anggo

hatana, manang di diape didjamitahon. Songoni ma dohot di Prausorat.” (jadi Muslim

itu semakin melawan firman Tuhan, tetapi walaupun demikian anugrah Tuhan yang

113 Uli Kozok, Utusan Damai, Op.Cit., hl. 82. 114 Lothar Schreiner, Op. Cit., hl. 53.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 146: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |132

berkata tidak akan pernah mempalingkan wajahNya selalu setia dan hadir dimanapun

firman itu dikotbahkan. Inilah yang terjadi di Prausorat) 115

Selain itu, Islam juga digambarkan sebagai agama penipu. Citra ini

dibangun sebagai suatu kesaksian dari raja-raja yang meninggalkan agama Islam di

wilayah Sipirok.

“songon na monang ma djolo hasilomon idaon, ai ido diihuthon angka radja dohot

angka na sangap ro di lan halak na torop , alai ndang manongtong hamonangannai,

tibu ma tanda ugamo pangansi…” (pada awalnya agama Islam dapat memenangi

pengaruhnya terhadap para raja dan beberapa orang yang berpengaruh sehingga

diikuti oleh banyak orang, tetapi kemenangannya itu tidaklah abadi, lambat laun

muncullah pandangan sebagai agama pembohong..)116

Kedua gambaran tersebut sengaja digunakan di dalam konteks di mana

Islam semakin menyebar di wilayah Tapanuli Selatan. Beberapa desa telah

memeluk agama Islam akibat perang Paderi dan kebijakan pemerintahan kolonial

Belanda, meskipun beberapa desa masih ada yang memeluk agama suku, misalnya

di Sipirok, Bungabondar, Prausorat, dll. Bahkan penyebaran ini hingga ke wilayah-

wilayah yang memiliki keuntungan ekonomis, misalnya wilayah pesisir, tempat-

tempat pemerintahan, dsb, sehingga membuat citra Islam dianggap sebagai pintu

dari hamajuon (modernisasi) dan kesejahteraan. Beberapa masyarakat Batak yang

masih memeluk agama suku juga meyakini kemajuan yang diberikan dengan

mengikuti Islam.

Dengan perkembangan inilah, maka RMG berusaha mengkonstruk

pemahaman masyarakat Batak mengenai Islam dengan wacana-wacana yang

menyudutkan. J.H. Meerwaldt sebagai penulis Surat Kuliling Immanuel tampaknya

paham mengenai masalah yang dihadapi RMG sendiri dengan berangkat dari kisah-

115 Surat Kuliling Immanuel, No. 7, 1 Juli 1892. 116 Surat Kuliling Immanuel, No. 3, 1 Maret 1892.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 147: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |133

kisah lokal, yakni di daerah Prausorat dan Sipirok, tempat di mana Islam sendiri

berkembang, yang justru dianggap oleh RMG sendiri telah gagal dalam membawa

keinginan masyarakat Batak kepada hamajuon yang sesuai dengan hamoraon

(kekayaan), hagabeon (keturunan), dan hasangapon (kemuliaan atau martabat).

Pengangkatan kisah ini bukan hanya merubah pandangan masyarakat Batak

terhadap agama Islam, tetapi juga memproteksi masyarakat Batak sebagai

komunitas baru terhadap Islamisasi yang berkembang seturut masuknya

pemerintahan kolonial ke wilayah Toba, di mana pada tahun 1892, tahun di mana

tulisan di Surat Kuliling ini telah terbit, pemerintahan kolonial telah menguasai

wilayah pedalaman Tanah Batak pasca Perang Toba pertama.

Sasarannya adalah para raja yang dianggap menjadi garda terdepan dalam

menjaga masyarakat akan masuknya Islam di Tanah Batak, sehingga dalam

beberapa hal keteguhan iman raja selalu diutamakan oleh RMG. Kisah di Sipirok

di atas adalah salah satu contoh dari banyaknya usaha RMG dalam mendidik para

raja dengan memberikan pandangan akan sikap raja yang baik dan yang jahat, yang

benar dan yang salah. Bahkan di satu sisi dalam Surat Kuliling Immanuel, RMG

juga menampilkan sosok ideal akan ketokohan sang raja dengan menampilkan

sosok Raja Pontas Lumbantobing yang selalu menjadi teladan kepada

komunitasnya, serta mendukung usaha-usaha yang dilakukan para misionaris

dengan membuka jalan bagi masuknya Kekristenan.117

117 Lih. Surat Kuliling Immanuel No. 11, November 1893.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 148: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |134

Kisah Raja Pontas ini juga menegaskan akan sikap raja yang

memperbolehkan masuknya pendidikan dengan memberikan jalan kepada para

imam untuk mengajar dan mendidik anak-anak seperti dalam kisah yang selalu di

angkat oleh J.H. Meerwaldt, yakni Halode Na Oemboto Mandjaha Soerat (Keledai

yang tidak bisa membaca) di buku Boengaboenga Na Angoer.118

Kedua, penciptaan musuh juga dikenakan bagi pengikut agama tradisional

Batak yang sering dikatakan sebagai agama sipelebegu (agama roh) oleh RMG,

meliputi: kelompok Parbaringin, para pengikutnya dan Raja Singamangaraja XII.

Citra yang dibangun oleh RMG tentang agama ini adalah agama pembohong.

Tokoh-tokoh seperti J. Warneck sangat tegas menyatakan bahwa agama ini

mengajarkan kebohongan, termasuk dalam hal ini kelompok Parbaringin yang

menjadi musuh Kekristenan yang pandai berbohong.119 Dalam Surat Kuliling

Immanuel, hal ini juga sering diungkapkan.

“Djala sai di dok angka begui ingkon malum sahitna, hape mate do. Djadi tangkas

ma diida saluhut halak, na margabus do begu i sude.”(Sangat sering dikatakan oleh

orang-orang begu (datu) bahwa penyakit orang tersebut pasti sembuh, tapi yang terjadi

justru kematian. Jadi jelaslah terlihat oleh semua orang bahwa semua begu itu adalah

pembohong.)120

Pandangan seperti ini sering diutarakan oleh RMG sebagai upaya

memberikan pemahaman kepada masyarakat akan pentingnya ilmu pengetahuan,

sehingga masyarakat Batak mau menerima ilmu pengetahuan dan mengijinkan

118 J.H. Meerwaldt, “Halode Na Oemboto Mandjaha Soerat” dalam J.H. Meerwaldt (ed.)

Boengaboenga Na Angoer jilid II: Boekoe Sidjahaon ni Anak Sikola Metmet angka na di Rongkanan

Pargindjang (Lagoeboti: Pangarongkoman Mission, 1919), hl. 11-13. 119 Joh. Warneck, Op.Cit., hl. 145. Para datu sering menyangkal atas tuduhan para

misionaris yang mengatakan pembohong dan sering mengambil keuntungan sendiri. Bdk. Pdt. Dr.

Andar M. Lumbantobing, Op. Cit., hl. 38. 120 Surat Kuliling Immanuel, No. 2, 1 Februari 1892.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 149: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |135

masuknya para misionaris dalam proses misi pengadaban, serta meninggalkan

pemahaman yang selama ini dikuasai atau dikonstruk oleh kelompok Parbaringin.

Konstruk yang dilakukan RMG ini bersifat menyeluruh di segala unsur-unsur atau

aspek-aspek dari agama tradisional masyarakat Batak; baik yang menyangkut ilmu

pengobatan hingga kepada teologi yang dikembangkan oleh agama suku tradisional

tersebut.

Selain kelompok Parbaringin, maka citra Raja Singamangaraja juga terkena

dampak dari konstruk yang dilakukan oleh RMG. Sikap kekerasan dan pencuri

hadir dalam citra Singamangaraja dan pengikutnya. Dalam cerita itu dikatakan

bahwa Raja Singamanagaraja XII tidak senang atas yang terjadi pada 1878, yang

dalam hal ini menunjuk kepada Perang Toba pertama. Citra ini justru terbalik dari

sikap Singamangaraja yang selama ini dikenal toleran, pendamai, dsb. (lih. Bab II)

“…ai tongon do udju di Sipoholon tuan Kessel nangkok ma Si Singamangaraja sian

Bangkara tu Lintong ni huta rap dohot torop halak dungi dihaliangi ma bagasi dibahen

ma gogo mangungkap, dungi diboan ma angka ugasan tu onan, diribahi ma angka buku,

disegai ma angka poti dohot poti marende mangalului ringgit , dungi disurbu ma

bagasi….”(..persis ketika Tuan Kessel berada di Sipoholon, maka datanglah Si

Singamangaraja beserta pengikutnya dari Bangkara ke Lintong ni huta yang kemudian

langsung mengelilingi rumah itu dan dibuka kuat, setelah itu diangkatlah harta benda

ke pasar, dirubuhkanlah buku-buku, dihancurkan peti-peti dan peti nyanyian untuk

mencari ringgit (mata uang). Setelah itu diserbulah rumah itu…) 121

Selain kisah tersebut masih ada lagi kisah lainnya yang dikonstruk RMG

dalam mencitrakan Raja Singamangaraja XII, misalnya rencana pembunuhan yang

ingin dilakukan oleh Raja Singamangaraja XII kepada semua pendeta di Bahal Batu

dan Silindung (Immanuel No. 1 , 1 Januari1891), rencana pasukan Aceh bersama

Raja Singamangaraja XII untuk melawan pemerintahan kolonial (Immanuel No. 8

121 Surat Kuliling Immanuel, No. 10, 1 Oktober 1891.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 150: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |136

1 Agustus 1894), dsb. Raja Singamangaraja XII diyakini oleh kelompok

Parbaringin dan masyarakat Batak tradisional sebaga titisan Tuhan. Bersama

dengan kelompok Parbaringin, Raja Singamangaraja XII menjadi gerakan yang

menentang (resistensi) masuknya pemerintahan kolonial Belanda dan RMG sendiri.

Dengan menghilangkan kekuasaan Raja Singamangaraja XII berarti

menghilangkan kesatuan masyarakat Batak tradisional yang selama ini diikat

dengan sistem harajaon (kerajaan). Para misionaris terutama, Nommensen,

beberapa kali bersinggungan dengan Raja Singamangaraja dan sangat

mengharapkan agar Raja Singamangaraja XII mau tunduk terhadap pemerintahan

kolonial dan menjadi Kristen, meskipun Raja Singamangaraja XII sendiri

bersikeras terhadap permintaan Nommensen.

Konstruk atas citra Raja Singamangaraja XII yang digambarkan dalam

Surat Kuliling Immanuel ini merupakan salah satu dari upaya yang dilakukan oleh

RMG untuk mengecilkan pengaruh Raja Singamangaraja XII dengan anggapan

bahwa berakhirnya sistem dinasti dalam bentuk kerajaan Singamangaraja, maka

nilai-nilai religiusitas yang mengikat secara kesatuan wilayah di Tanah Batak

selama ini semakin memudar, termasuk dalam kesatuan kelompok Parbaringin.

Atas usaha dalam menciptakan figur kriminal maka RMG menunjukkan

kekuasaannya dengan membentuk hukum kerajaan Kekristenan sebagai suatu

legalitas atas kehidupan bermasyarakat. Di luar dari hukum tersebut adalah figur

kriminal atau sesat, terlebih bagi kelompok Parbaringin dan Raja Singamangaraja

XII yang dianggap sangat menghambat perluasan Kekristenan mengingat mereka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 151: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |137

adalah berasal dari Tanah Batak sendiri. Bahkan kabar yang beredar di masyarakat

pada waktu itu sampai menyebutkan bahwa Raja Singamangaraja telah menjadi

Muslim dan akan melakukan perlawanan terhadap pemerintahan kolonial.122 Kedua

penciptaan musuh ini memberikan pengaruh terhadap kesatuan pengikut. Namun

bagi orang-orang yang dianggap kriminal menjadi seperti apa yang dikatakan

Vicente Rafael sebagai: “embodiement of popular fantasies about justice;”123 suatu

perwujudan atas keadilan yang tidak tercapai.

4. Mempahlawankan Nommensen: Konstruk atas Ompu i Nommensen

Dalam sebuah komunitas yang berbasis kerajaan maka pemimpin menjadi

faktor penting dalam menggambarkan identitas komunitas tersebut. Misi

penginjilan yang dilakukan oleh RMG dalam membangun komunitas kerajaan

Kristen ditandai dengan adanya kekuasaan dalam meninggikan supremasi Bangsa

Eropa. Hal ini dipertegas dengan munculnya Nommensen sebagai pemimpin

masyarakat Batak. Pasca meninggalnya Raja Singamangaraja XII maka

kepemimpinan di dalam masyarakat di isi dalam bentuk yang lain; melalui Kerajaan

Kristen maka Nommensen mengisi kekuasaan tersebut. Sebelumnya, ia juga telah

memimpin para raja bius, namun wilayahnya masih meliputi Silindung dan

sekitarnya. Pasca kematian Singamangaraja XII maka semakin banyaklah raja-raja

yang ikut kepadanya. Ia pun mengambil peran yang dilakukan oleh Singamangaraja

XII. Misalnya mendamaikan konflik antar huta, horja maupun bius, mengatur

122 Maraknya berita ini seperti dituliskan Meerwaldt dalam majalah Rijnsche Zending. Lih.

Mohammad Said, Singa Mangaradja XII (Medan: Waspada, 1961), hl. 28-29. 123 Vicente L. Rafael, “Introduction: Criminality and Its Others” dalam Vicente L. Rafael

(ed.) Figures of Criminality in Indonesia, The Philippines, and Colonial Vietnam (Ithaca: Cornell

University: 1999), hl. 15.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 152: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |138

tatanan onan (pekan atau pasar)124, atau bernegosiasi dengan pemerintah kolonial

Belanda dalam perlindungan warga sipil. Hal ini menandakan bahwa ia menjadi

“penyambung lidah rakyat” yang dianggap membela adat dan budaya bagi

komunitas Batak dari penghilangan budaya yang sempat didengungkan RMG, serta

membela kesejahteraan masyarakat Batak dari pemerintah kolonial dan bangsa-

bangsa sekitar.

Peran besar Nommensen ini mengindikasikan posisi dan kedudukan

Nommensen di tengah-tengah masyarakat Batak yang terus berlanjut pasca

Nommensen. Misalnya, salah satu yang tercatat adalah, perdamaian atau pemulihan

kerukunan di Sipahutar sesama marga Silitonga. Kisah ini di tulis di dalam majalah

Suara Batak pada 12 dan 19 Juli 1930 ketika Misionaris RMG masih menginjili di

Tanah Batak. Dalam kisahnya memperlihatkan suatu struktur sosial masyarakat

Batak yang sudah memiliki pembagian yang jelas antara sekuler dan rohani, namun

masih memerlukan Ephorus sebagai suatu juru damai atau saksi perdamaian

sebagai sesuatu yang tidak dimiliki di dalam masalah sekuler.125 Dengan catatan ini

maka usaha-usaha yang dilakukan Nommmensen telah meninggalkan jejak dari

fungsi jabatan Ephorus. Kebutuhan ini hampir sama dan dapat dilihat dari suatu

tradisi adat dan budaya, di mana dalam Suhi ampang Na Opat, bayangan atas

124 Kebijakan dalam mengatur jadwal onan (pasar) juga dilakukan oleh Nommensen dan

beberapa misionaris yang melibatkan raja-raja bius sebagai penguasa wilayah, sehingga tidak ada

hari onan yang sama di setiap daerah dan juga tidak ada hari onan pada hari minggu. Hal ini seperti

diutarakan oleh Ephorus HKBP, Pdt. Dr. Darwin Lumbantobing. Lih.

http://hkbp.or.id/2017/02/25/dulunya-missionaris-bersama-dengan-bius-dan-raja-berkumpul-

untuk-menentukan-hari-onan/. Diakses pada 27 Februari 2017. Bahkan menurut Castles kebijakan

Onan ini telah dilakukan oleh para Misionaris sebelum masuknya pemerintahan kolonial Belanda

ke Tanah Batak. Lih hl. Lance Castles, Op. Cit., hl. 23. 125 Majalah Suara Batak 12 dan 19 Juli 1930 dalam J.C. Vergouwen, Masyarakat dan

Hukum Adat Batak Toba (Yogyakarta: LKIS, 1986), hl. 613.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 153: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |139

kedudukan Singamangaraja dipandang sebagai sesuatu yang religius yang

menyatukan bius-bius yang ada.

Walaupun secara struktural Nommensen dapat dikatakan memiliki

kebijakan atas bius-bius, namun kekuasaannya tak lepas dari konstruk yang

dibangun oleh RMG sendiri. Wacana-wacana yang dihadirkan di dalam Surat

Kuliling Immanuel justru berusaha menciptakan Nommensen yang lebih memiliki

kuasa kesaktian dibandingkan Raja Singamangaraja XII.

Hal ini terlihat dalam sebuah kisah di Surat Kuliling Immanuel yang

mengangkat kisah di Silindung pada tahun 1866. Dalam cerita tersebut ketika Raja

Singamangaraja XII beserta pasukannya telah datang untuk membunuh para

pendeta (Nommensen dan beberapa misionaris) dan umatnya, maka seketika itu

datanglah wabah penyakit cacar karena Tuhan tidak berkenan kepada mereka.

Semua orang ditempat itu terkena cacar, dan pembunuhan itu tidak terjadi. Orang-

orang Kristen yang juga ikut terkena cacar maka seketika itu juga langsung sembuh

setelah memakan obat yang diberikan oleh Nommensen.126 Dalam kisah ini

tergambarkan citra Nommensen yang bukan hanya dilindungi oleh kuasa Tuhan

melainkan ia menjadi penyelamat bagi pengikutnya.

Sama halnya dengan kisah ketika Nommensen mendapat pencobaan

pembunuhan yang dilakukan oleh para penganut agama tradisional (Sipelebegu)

pada peristiwa acara persembahan kurban (agama tradisional) di Siatas Barita.

Ketika Nommensen hendak dibunuh maka datanglah hujan lebat yang

126 Surat Kuliling Immanuel, No. 11, 1 November 1890.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 154: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |140

membatalkan niat mereka.127 Kisah ini sering diangkat sebagai suatu kesaktian

Nommensen dalam menghadapi para pemeluk agama tradisional. Sebagaimana

yang dikatakan oleh para Misionaris bahwa Nommensenlah yang paling sering

mendapatkan tantangan dari pemeluk agama tradisional.

Dari kisah-kisah tersebut Nommensen dicitrakan dalam bentuk memiliki

kesaktian yang lebih tinggi dari kelompok Parbaringin (datu, malim, dsb), bahkan

termasuk Raja Singamangaraja sebagai titisan Tuhan. Pengangkatan kisah ini

menandakan konstruk yang dilakukan oleh para Misionaris berusaha meyakinkan

masyarakat Batak kepada kekuatan (kesaktian) Nommensen yang lebih tinggi dari

pada agama tradisional Batak - sebagai sesuatu yang tidak dimiliki agama

tradisional.

Memang dari beberapa misionaris yang diutus oleh RMG, Nommensen

memang menjadi yang terdepan di dalam penginjilan di Tanah Batak. Ia menjadi

yang paling memahami kebutuhan dan adat dan budaya masyarakat Batak, sehingga

membuat para misionaris selalu bertanya dan mempercayakan tentang rancana-

rencana RMG dalam melaksanakan misinya kepadanya, termasuk dalam hal ini

mengenai penyusunan tata gereja. Dari seluruh misionaris RMG, ia pun yang paling

lama tinggal di Tanah Batak selama 57 tahun dengan memilih untuk menetap di

Tanah Batak di saat banyak para misionaris yang justru pulang ke tanah airnya. Ia

pun meninggal pada usia 84 tahun dan dikuburkan di Sigumpar. Melihat sepak

terjang Nommensen, maka para misionaris pun selalu mengedepankan

127 Surat Kuliling Immanuel, No. 10, 1 Oktober 1890.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 155: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |141

Nommensen, termasuk dalam mengangkat citra Nommensen. Puncaknya, ia pun

dipilih dan diangkat menjadi ”Overseer” (pengawas) atau pimpinan tertinggi misi

di Tanah Batak pada tahun 1881. Jabatan inilah yang kemudian menjadi cikal bakal

dari Ephorus.

Konstruksi akan kekuasaan Nommensen semakin berpengaruh ketika

keluarnya buku berjudul Ompu i Dr. Ingwer Ludwig Nommensen oleh anak

kandung Nommensen, J.T. Nommensen pada tahun 1920an dalam bahasa Batak

yang kemudian diterjemahkan dengan judul yang sama dalam bahasa Indonesia

pada tahun 1970. Paling tidak menurut Jan Aritonang buku ini menjadi awal

legendarisasi atas diri Nommensen.128 Namun menurut saya, buku ini semacam

menjadi kanonisasi atas sikap dan sifat kepemimpinan Ompu i, di mana kisah-kisah

Nommensen yang ditampilkan dalam buku biografi tersebut - perjuangan dan

pengorbanannya - dibayangkan sebagai sosok pemimpin yang mampu membawa

keluar bangsa Batak dari keterisolasiannya, yakni Ompu i.

D. Kesimpulan

Penginjilan yang terjadi pada abad ke-18 dan 19 bersamaan dengan

munculnya kolonialisme dan rasisme di Eropa. Mereka menganggap bahwa

rasionalisme yang ada di dalam nilai-nilai Kekristenan pada waktu itu, tidak bisa

dipungkiri, dipandang sebagai yang membawa kemajuan bagi bangsa Eropa.

Dengan latar belakang inilah maka reproduksi kekuasaan yang dilakukan oleh

128 Historia, Nomor 27 Tahun III 2016, hl. 63.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 156: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |142

bangsa Eropa merupakan satu kesatuan dengan usaha penginjilan. Tujuannya

adalah supremasi bangsa Eropa ditegakkan.

RMG sebagai badan zending yang berasal dari Jerman juga melakukan

reproduksi kekuasaan atas adat dan budaya yang dianggap primitif. Melalui strategi

dan tekhnik maka reproduksi itu terjadi. Mereka mereproduksi sistem struktur

masyarakat Batak yang berdasar pada adat dan budaya tradisional, yakni kerajaan

tradisional di mana Raja Singamangaraja tampil sebagai penguasa direproduksi

menjadi Kerajaan Kristen. Nilai-nilai yang dianggap primitif dihilangkan dengan

membangun nilai-nilai modern (rasionalitas).

Namun demikian RMG tidaklah tampil sendirian. Pemerintah kolonial

Belanda ikut membantu dalam terciptanya reproduksi kekuasaan tersebut. Aksi

militer berupa kekerasan, pembakaran kampung-kampung dan penaklukan raja-raja

yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda adalah wujud dari campur tangan

pemerintah kolonial kepada RMG. Aksi militer tersebut dipandang sebagai bentuk

pengadaban yang memiliki keuntungan bagi kedua belah pihak, baik pemerintah

kolonial maupun RMG. Hasilnya adalah Kekristenan menyebar dengan pesat di

Tanah Batak, dan Nommensen mendapatkan kekuasaan yang sama dengan

Singamangaraja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 157: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

143

BAB IV

ANALISA WACANA: ATURAN DAN PRAKTIK

KEPEMIMPINAN OMPU I

Setelah memaparkan dan menjelaskan reproduksi kekuasaan yang

dilakukan oleh RMG dan pemerintahan kolonial Belanda maka dalam bab ini, saya

akan menganalisa wacana kuasa kepemimpinan Ephorus HKBP melalui gelar

Ompu i sebagai objek pengetahuan. Dalam analisa wacana ini, maka dengan studi

genealogi akan memberikan sumbangan dalam melihat tentang adanya konstruk

sejarah atau paling tidak menemukan masalah-masalah akan adanya rezim (baca:

dominasi) politik dan sosial.

Michel Foucault dalam pendekatannya atas analisa wacana lebih

memfokuskan kepada wacana-wacana sosial dalam bentuk kemanusiaan dan juga

kekuasaan. Masalah-masalah ketimpangan sosial, penindasan atau apapun itu yang

menjadi masalah sosial masuk dalam perhatiannya, sehingga dapat dikatakan

bahwa Foucault mendasari gagasannya mengenai wacana dalam melihat hubungan

pengetahuan, kekuasaan dan kebenaran. Namun dalam pendekatannya terhadap

genealogi maka wacana yang sering digunakannya adalah dilihat dalam bentuk

aturan-aturan dan praktik-praktik yang menimbulkan masalah-masalah di dalam

sosial dalam periode sejarah tertentu, atau dengan kata lain setiap periode sejarah

memunculkan struktur pemaknaan tersendiri. Dan setiap aturan-aturan dan praktik-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 158: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

144

praktik dibentuk oleh kombinasi dari unsur-unsur diskursif dan non-diskursif (mis.

material atau tubuh).1 Dengan prinsip ini maka wacana diatur oleh aturan-aturan

pembentukan, atau bukan berasal dari klaim sepihak yang dilakukan subjek, atas

identitas sosial yang tersebar. Jadi dapat dikatakan perolehan identitas sosial

merupakan kepatuhan pada praktek wacana. Hal ini menjadi penting dalam studi

ini, mengingat reaksi pengikut terhadap pemimpinnya tidak dapat disisihkan begitu

saja, melainkan sebagai suatu tanda atas konstruksi yang dilakukan RMG sebagai

pelaku (subjek), atau bukan berdasarkan pada klaim sepihak RMG (subjek yang

berbicara). Hal ini menjadi penting dan perlu mendapat sorotan mengingat

pandangan Ds. K. Sitompul, seorang pendeta HKBP, yang menyatakan munculnya

wacana Ompu i Nommensen sebagai klaim sepihak dalam bentuk kesengajaan yang

dilakukan oleh para misionaris RMG untuk mempengaruhi agar tidak mengikuti

Singamangaraja XII.2 Istilah “kesengajaan” disini perlu mendapatkan penekanan

dengan menghubungkannya sebagai suatu konstruk kekuasaan, atau bukan dalam

arti sebagai subjek yang berbicara.

Dalam bab ini maka saya akan menganalisa data-data yang telah dijabarkan

dalam bab sebelumnya, di mana pembahasan tersebut hanya berupa pemaparan.

Bentuk penguraian yang saya lakukan akan melihat subjek-subjek yang terkait

dalam bentuk aturan-aturan dan praktik-praktik, sehingga bentuk kontestasi dan

pembentukan kekuasaan akan terlihat. Paling tidak keempat pembentukan wacana

1 Lih. Gavin Kendall & Gary Wickham, Using Foucault’s Methods (London: Sage

Publications, 1999), hl. 38-39. 2 Prof. Dr. W. Bonar Sidjabat, Ahu Si Singamangaraja (Jakarta: Sinar Harapan, 1982), hl.

431.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 159: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

145

seperti yang diutarakan Fairclough, yakni the formation of objects, the formation of

enunciative modalities, the formation of concepts dan the formation of strategies,

terkandung di dalamnya dan menegaskan pembentukan pengetahuan.3

Dalam analisa wacana ini maka saya akan membagi menjadi 2 bagian, yakni

pertama, mengkaji atau menganalisa untuk melihat pengetahuan wacana

kepemimpinan Ompu i Nommensen dari data-data yang sudah dipaparkan di bab

sebelumnya, dan kedua, melihat praktik wacana atas konstruk RMG atas

keterlibatannya terhadap pihak pemerintah kolonial Belanda sebagai suatu rezim

yang meninggalkan suatu sejarah “kelam” pada Perang Toba I (1878). Namun

sebelumnya mengenai data-data yang telah dipaparkan, akan terlebih dahulu

diidentifikasi dan dianalisa untuk memberikan gambaran pengetahuan dalam

pembentukan wacana tersebut.

A. Identifikasi Arsip

Dari kedua arsip tersebut, yakni BRMG dan Surat Kuliling Immanuel, maka

kedua arsip tersebut sangatlah berbeda dari isi, subjek, tujuan dan konsumennya.

Namun dari perbedaan-perbedaan tersebut, keduanya memiliki kesamaan dalam

membahas mengenai isu-isu pekabaran Injil yang dilakukan RMG di Tanah Batak.

Berikut ini adalah identifikasi atas kedua arsip tersebut:

3 Norman Fairclough, Discourse and Social Change (Cambridge: Polity Press, 1992), hl.

40-48.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 160: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

146

BRMG merupakan laporan pekerjaan para Misionaris di Tanah Batak.

Biasanya laporan ini dituliskan oleh para Misionaris minimal sebulan sekali dengan

menggunakan tulisan tangan yang ditujukan kepada Kantor Pusat RMG di Barmen,

Jerman yang kemudian dikumpulkan dan dibukukan menjadi BRMG. Hal ini

terbukti dari Laporan BRMG yang diterbitkan setahun sekali dengan memuat di

setiap edisi perbulannya. Setiap wilayah zending haruslah memberikan laporan

kepada Kantor Pusat RMG, baik di Tanah Batak sendiri, Namibia, Tanzania, dll.

Untuk wilayah zending di Tanah Batak sendiri, Nommensen dan beberapa

misionaris tercatat pernah menulis dalam laporan ini. Karena arsip ini bersifat

laporan maka tujuan laporan tersebut hanya ditujukan untuk kepentingan badan

zending RMG; tidak untuk kepentingan para pendeta Batak ataupun masyarakat

Batak. Mengenai isinya, maka BRMG adalah laporan dari aktivitas RMG, seperti

usaha-usaha atau pencapaian yang telah dilakukan oleh para misionaris, tantangan-

tantangan dalam pekabaran Injil, dsb. Arsip BRMG yang saya gunakan dalam studi

ini adalah laporan atas peristiwa Perang Toba I (pertama) yang ditulis oleh

Nommensen, karena ikut bersama para tentara pemerintah kolonial dalam ekspansi

ke wilayah Toba.4

Arsip kedua yang saya gunakan adalah Surat Kuliling Immanuel. Seperti

yang telah dijelaskan di bab sebelumnya bahwa Surat Kuliling Immanuel ini dibuat

oleh Misionaris, Jacobus H. Meerwaldt yang diperuntukkan kepada para Pendeta

Batak dan Guru-Guru di Sekolah Tinggi, serta masyarakat yang melek huruf maka

4 Uli Kozok, Utusan Damai di Kemelut Perang: Peran Zending dalam Perang Toba

(Jakarta: Obor, 2010), hl. 133-153.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 161: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

147

dapat dikatakan bahwa majalah ini difungsikan untuk membentuk suatu opini

umum dan memberikan pengetahuan yang berpengaruh kepada masyarakat sebagai

konstruk dalam membentuk komunitas baru yang berdasarkan kepada nilai-nilai

modernitas, di mana nilai-nilai di dalam Kekristenan menjadi basis dalam penilaian

tersebut. Rachman Tua Munthe dalam bukunya Allah Beserta Kita: Respons HKBP

atas Kondisi Sosial – Politik di Indonesia Periode 1890-1965 (2011) juga mengkaji

mengenai Surat Kuliling Immanuel, meskipun periode mengenai hubungan antara

Misionaris RMG dengan Raja Singamangaraja XII tidak terlalu banyak dibahas.

Munthe dalam bukunya dapat dikatakan telah melihat Surat Kuliling Immanuel ini

dalam menciptakan opini umum kepada masyarakat Batak pada periode tersebut,5

namun demikian saya melihat bahwa Munthe tidak menempatkan dan melihat

media ini sebagai suatu konstruk dalam membangun komunitas, yakni Kerajaan

Kekristenan (baca: pengetahuan), di mana pengaruh media terhadap masyarakat

dalam pembentukan komunitas, misal pembentukan pengetahuan dalam konstruk

kekuasaan, tidaklah dibahas. Maka dari itu sebagai suatu subjek pelaku, dalam hal

ini RMG, maka media atau Surat Kuliling Immanuel ini mendapatkan sorotan

penting dalam suatu usaha konstruksi atas apa yang dilakukan RMG terhadap

masyarakat Batak.

Kedua arsip ini sangatlah berbeda secara fungsi dan tujuan. Walaupun isi

kedua arsip tersebut membahas mengenai tema yang sama, yakni pekabaran Injil

namun bukan berarti bahwa keduanya menampilkan hal yang sama. Ada proses

5 Lih. Rachman Tua Munthe, Allah Beserta Kita: Respons HKBP atas Kondisi Sosial –

Politik di Indonesia Periode 1890-1965 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), hl. 12-20.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 162: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

148

seleksi dan perbedaan sudut pandang dalam tampilan kedua arsip tersebut, sehingga

isu-isu yang diangkat ditampilkan secara berbeda. BRMG yang berisi laporan

memuat data secara terbuka dan transparan demi kepentingan badan zending RMG

secara umum. Sedangkan Surat Kuliling Immanuel lebih mengedepankan isu-isu

untuk kepentingan komunitas Kristen Batak, sehingga pemilahan atau penyaringan

data-data lebih kepada kebutuhan komunitas tersebut. Misalnya saja yang

menyangkut topik Perang Toba I bahwa dalam Surat Kuliling Immanuel peristiwa

mengenai perang tersebut tidak ditulis secara mendalam, bahkan keterlibatan dan

keikutsertaan Nommensen dalam perang tersebut tidaklah diberitahukan secara

mendetil. Peristiwa-peristiwa peperangan hanya diberitakan dalam pandangan yang

mengarah kepada Pemerintahan Kolonial Belanda sebagai pelaku. Misalnya dalam

Surat Kuliling Immanuel No. 6, 16 Juni 1906 yang diberitakan bahwa kompeni

telah menaklukkan Girsang dan Sipanganbolon.6 Tampaknya dalam hal ini,

Meerwaldt sangatlah menjaga akan kewibawaan para Misionaris.

Kedua arsip ini dapat saling melengkapi dalam melihat konstruk yang

dilakukan RMG dalam mereproduksi kekuasaan. Keduanya merepresentasikan

RMG sebagai suatu penguasa dalam menciptakan kekuasaan di tengah-tengah

masyarakat Batak; yang tak dapat dipungkiri hal ini menjadi cita-cita kolonialisme

bangsa Eropa dalam menciptakan bangsa yang tunduk kepada Eropa (Eropasentris).

Di satu sisi dengan BRMG maka akan terlihat adanya rezim kekuasaan dalam

pelaksanaan pekabaran Injil di Tanah Batak di mana keterlibatan RMG dengan

6 Lih. Rachman Tua Munthe, Op. Cit., hl. 33.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 163: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

149

Pemerintahan Kolonial Belanda dalam penggunaan kekuatan militer terlihat jelas,

seperti yang juga dipaparkan dalam Buku Uli Kozok, Utusan Damai dalam

Kemelut Perang. Sedangkan di sisi lain dengan Surat Kuliling Immanuel maka akan

terlihat konstruk yang lebih luas atas upaya RMG dalam membentuk opini umum,

mengkonstruk pengetahuan atau membentuk pemahaman dalam membangun

sebuah komunitas baru dengan wajah pemimpin yang baru (baca: ompu i). Hal ini

menandakan akan adanya hubungan antara bentuk kekuasaan di dalam teks (baca:

Surat Kuliling Immanuel) tersebut dengan Meerwaldt sendiri sebagai penulis dalam

suatu praktik diskursif pada analisa wacana. Maka dari itu sebagai data primer,

Surat Kuliling Immanuel menjadi analisa saya untuk melihat pengetahuan wacana

Ompu i Nommensen melalui aturan-aturan dan praktik-praktik.

BRMG SURAT KULILING

IMMANUEL

Penulis Para Misionaris J.H. Meerwaldt

Konsumen Kantor Pusat RMG Pendeta Batak, Guru-guru, dan

Masyarakat Batak Kristen melek

huruf

Isi Laporan atas Pekabaran Injil

di Tanah Batak

Pembahasan Alkitab

Pengetahuan Umum (Matematika,

budaya dan bahasa, dll.)

Isu-isu Pekabaran Injil RMG di

Tanah Batak, Afrika (Tanzania,

Namibia,dll), Borneo, dll.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 164: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

150

Tahun Terbit Awal Mula Pekabaran Injil

1861

1890

Jenis Laporan Majalah

B. Pengetahuan dalam Wacana Kepemimpinan Ompu i

Pengetahuan menurut Foucault akan menentukan bagaimana wacana itu

beroperasi. Melalui aturan-aturan maka pengetahuan menciptakan pola perilaku,

rasa, dll. Ada batasan-batasan yang muncul dalam pengetahuan membuat wacana

tersebut dilanggengkan dan beroperasi. Batasan inilah yang dibentuk di dalam

discursive formation sehingga sistem pengetahuan dapat tersusun rapi, bahkan

tersamarkan, yang tanpa disadari mempengaruhi perilaku, rasa, dll. Misalnya saja

penelitian Foucault mengenai wacana psikopatologi, di mana yang menjadi

objeknya adalah tentang kegilaan. Batasan-batasan pengetahuan yang ditelitinya

inilah yang kemudian dianggap menciptakan tentang objek kegilaan atau disebut

sebagai orang gila; yang dalam hal ini adanya kepentingan-kepentingan yang

mendasari pengetahuan sebagai suatu proyeksi dalam pengetahuan medis berupa

penyingkiran terhadap sesuatu yang tidak rasional. Bahkan proyeksi tersebut juga

menciptakan pengawasan dalam bentuk institusi bagi orang yang dianggap gila.

Penelitian Foucault ini merupakan contoh adanya suatu konstruksi yang dibangun

dalam sistem pengetahuan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 165: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

151

Hal yang sama juga terjadi dalam wacana kepemimpinan dalam masyarakat

Batak; bahwa dalam wacana kepemimpinan maka pengetahuan akan masyarakat

Batak berada di dalam objek wacana Ompu i yang sarat kepentingan kekuasaan

(Eropasentris) yang kemudian direproduksi dan dilanggengkan. Untuk itu dalam

melihat pengetahuan akan wacana kepemimpinan Ompu i maka saya akan terlebih

dahulu melihat sistem pengetahuan dalam masyarakat Batak tradisional.

1. Wacana Ompu i Singamangaraja

Di dalam masyarakat Batak tradisional, pengetahuan akan kepemimpinan,

dalam hal ini kepemimpinan Raja Singamangaraja, bagi masyarakat Batak berada

di dalam dua hal, yakni Raja sebagai titisan dari dewa (tuhan) atau dalam bahasa

Batak dikatakan sebagai Debata Na Tarida (Tuhan yang Terlihat) yang dapat

dikenali,7 dan dalam kaitannya dengan sistem struktur sosial masyarakat Batak, di

mana hal ini menjadi sistem yang terikat dengan filosofi adat dan budaya Batak,

yaitu Suhi Ampang Na Opat.

Pengetahuan ini bukanlah memisahkan antara dunia religi dengan sekuler,

melainkan menjadi satu kesatuan antara hubungan pemimpin dengan pengikut

dalam suatu komunitas. Artinya, kehadiran Raja Singamangaraja diyakini sebagai

pemimpin atas dua dunia, religi dan sekuler, di mana praktik-praktik kekuasaannya

dilanggengkan. Hal ini terjadi dengan adanya unsur-unsur modalitas yang memiliki

7 Adniel Lumbantobing, Sedjarah Si Singamangaradja I-XII (Tarutung: Dolok

Martimbang, 1959), hl. 10.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 166: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

152

peran yang siginifikan, yakni raja-raja bius hingga masyarakat Batak sendiri yang

memandang Raja Singamangaraja sebagai penuntun bagi pengikutnya.

Keyakinan masyarakat Batak tradisional atas kepemimpinan Raja

Singamangaraja menjadikan adat dan budaya Batak berada dalam kedaulatannya.

Hal ini ditandai dengan berdaulatnya masyarakat Batak tradisional dalam sistem

struktur kekeluargaan, masyarakat dan bangsa (baca: Bangso Batak) seperti di

dalam filosofi dalihan na tolu, paopat sihal-sihal, dan suhi ampang na opat. Pola

sistem ini menjadi struktur yang mengikat dalam bentuk praktik-praktik dengan

kehadiran raja lintas bius. Bahkan sebelumnya hal ini juga telah terwujud pada saat

dinasti Sorimangaraja, di mana pengwejawantahan atas filosofi adat dan budaya

masyarakat Batak terpenuhi; yang kemudian berlanjut dan dilengkapi dengan

munculnya dinasti Singamangaraja sebagai pemimpin atas wilayah-wilayah bius.

Namun demikian satu hal yang juga penting atas keyakinan kepada raja, yakni

bahwa raja sebagai pemimpin yang merupakan titisan tuhan atau memiliki sahala

dalam prakteknya akan selalu membawa hamoraon (kekayaan), hagabeon

(keturunan), dan hasangapon (kemuliaan atau martabat) bagi masyarakat Batak.

Permintaan akan turunnya seorang raja ketika masa pergantian dari dinasti

Sorimangaraja ke Singamangaraja menjadi bukti akan harapan masyarakat kepada

sosok pemimpin. Dan permintaan maupun harapan ini tidak dapat dilepaskan dari

pengaruh kelompok Parbaringin: kelompok yang bergerak dibidang kerohanian.

Pentingnya kehadiran Raja Singamangaraja tidak dapat dilepaskan dari

pengaruh kelompok Parbaringin yang memaknai kepemimpinan dalam sudut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 167: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

153

pandang religiositas. Sebagai kelompok yang mewarisi Pustaha Laklak yang berisi

pedoman kerohanian, kelompok ini memiliki kedudukan atas kehidupan spiritual

dalam masyarakat Batak, misalnya doa-doa persembahan dari hasil panen yang

diberikan Debata Mulajadi Na Bolon, pesta-pesta, pengobatan, dsb. Bahkan

kedudukan tersebut juga mendapatkan tempatnya dalam struktur masyarakat Batak

tradisional, termasuk dalam hal ini kedudukan di dalam jabatan Pande Bolon yang

merupakan ketua dari kelompok Parbaringin yang memiliki peran mendampingi

raja dan juga mengganti posisi raja ketika raja tidak dapat hadir.

Sebagai satu kesatuan dalam gerakan keagamaan maka kelompok ini

memiliki pengaruh yang sangat besar dalam masyarakat Batak tradisional.

Kehadirannya selalu memperkuat kedudukan raja, baik ditingkat huta hingga bius,

termasuk dalam hal ini aktif dalam mempertahankan dan menyokong eksistensi

Raja Singamangaraja. Bahkan ketika Raja Singamangaraja XII telah tiada

sekalipun, kelompok ini selalu aktif dalam melawan pihak kolonial melalui

gerakan-gerakan perlawanan. Hal ini menandakan besarnya pengaruh kelompok

Parbaringin dalam struktur masyarakat, termasuk dalam mempersatukan

masyarakat Batak. Dengan kehadirannya yang menyebar di setiap bius maka

kelompok ini menjadi panutan dan juga kebutuhan bagi masyarakat Batak

tradisional, di mana pengaruh yang dimunculkannya melalui institusi dan dominasi

dalam hal wacana-wacana yang membawa nilai-nilai spiritualitas dalam

masyarakat Batak memberikan kesatuan yang mengikat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 168: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

154

Fungsi dari kelompok Parbaringin ini dapat dikatakan sebagai suatu institusi

yang mereproduksi nilai-nilai spritualitas yang diwariskan dari Pustaha Laklak

yang merupakan pelengkap atas dunia sekuler yang telah diatur dalam Pustaha

Tumbaga. Bagaimanapun kedua pustaha ini merupakan dasar dari tatanan

kehidupan masyarakat Batak tradisional, yakni Dalihan Na Tolu, Paopat Sihalsihal

dan Suhi Ampang Na Opat, maupun juga dasar dari pengetahuan akan wacana

kepemimpinan yang memiliki unsur spiritual sebagai Debata Na Tarida. Dengan

dasar ini maka kepemimpinan Singamangaraja tidak hanya dipandang sebagai raja

para imam (kelompok Parbaringin) yang dihubungkan dengan sesuatu yang religius

saja tetapi melihat wilayah kekuasaannya maka banyak raja-raja bius yang juga

menaruh hormat kepadanya, sehingga pengaruh Raja Singamangaraja terhadap

kebijakan yang sifatnya sekuler cukup besar. Misalnya saja di bidang pertanian,

hukum, rumah tangga, militer dan adat-istiadat, di samping urusan agama.8

Sistem kerajaan dalam dinasti Singamangaraja sangatlah berbeda dari

sistem kerajaan lainnya. Seperti yang sudah digambarkan pada bab sebelumnya

maka dinasti Singamangaraja bersifat konfederasi dari bius-bius yang ada. Pola

semacam ini justru menghendaki sikap akan karakter kepemimpinan dari seorang

pemimpin, dikarenakan raja tidak menguasai wilayah, dalam pengertian

kepemilikan tanah. Kesaktian, pendamai, pengampun, dsb, merupakan sifat dan

karakter seorang pemimpin dari pola kepemimpinan semacam ini. Seberapa besar

pengaruh kekuasaannya tergantung dari perilaku seorang pemimpin. Hal ini juga

8 Prof. Dr. W. Bonar Sidjabat, Op.Cit., hl. 78.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 169: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

155

dilihat Vergouwen sebagai suatu penghargaan pengikut kepada pemimpinnya:

“Semua orang yang memperlihatkan suatu kekuasaan yang istimewa selalu

dihormati dan dimuliakan oleh rakyat sebagai orang-orang yang patut mendapat

kehormatan, na sangap.”9 Walaupun hal ini tidak memandang secara umum

mengenai sifat seorang pemimpin, tetapi sebagai suatu keyakinan para pengikut,

masyarakat Batak, yang meyakini akan sifat dan karakter tersebut yang berasal dari

dewa-dewa.

2. Wacana Ompu i Nommensen

Setelah melihat sistem pengetahuan dalam wacana kepemimpinan Ompu i

Singamangaraja maka untuk melihat sistem pengetahuan yang ada dalam wacana

kepemimpinan Ompu i Nommensen tentunya selalu berkaitan dengan aturan-aturan

pembentukan wacana itu sendiri. Bagi Foucault yang melihat bahwa kekuasaan

dapat direbut melalui reproduksi kekuasaan maka wacana kepemimpinan Ompu i

Nommensen ingin menunjukkan adanya reproduksi kekuasaan itu sendiri; dan

pengetahuan memainkan peranan dalam pengkondisian wacana tersebut. Maka dari

itu, untuk melihat pengetahuan dalam wacana kepemimpinan Ompu i Nommensen,

saya akan membagi ke dalam 2 unsur yang sebelumnya menjadi pengetahuan di

dalam wacana Ompu i Singamangaraja, yaitu unsur religius dan sekuler.

9 Paul B. Pedersen, Darah Batak dan Jiwa Protestan: Perkembangan Gereja-Gereja Batak

di Sumatera Utara (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1975), hl. 33.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 170: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

156

A. Unsur Religius.

RMG dalam mereproduksi kekuasaan tidaklah merubah semua pemahaman

masyarakat Batak. Bahasa dan budaya Batak masih turut juga digunakan oleh

RMG, walaupun tak dapat dipungkiri bahwa beberapa hal mengenai adat dan

budaya Batak turut juga dirubah atau dihilangkan. Dalam hal ini, konstruk yang

dibangun oleh RMG mengedepankan hibriditas antara rasionalisasi Eropa yang

berdasarkan nilai-nilai Kekristenan dengan adat dan budaya Batak. Hal ini

menandakan adanya peralihan kekuasaan yang diiringi dengan adanya perubahan

dalam sistem-sistem pengetahuan, sehingga kekuasaan kepemimpinan Nommensen

dapat dilanggengkan.

Salah satu hal yang menonjol di dalam konstitusi “Ompu i” sebagai objek

pengetahuan dalam masyarakat Batak tradisional adalah unsur religiositas yang

terkandung di dalamnya. Namun demikian pengetahuan ini justru tidak

mendapatkan tempatnya pada wacana Ompu i Nommensen. Sebagai suatu badan

zending yang membawa nilai-nilai Kekristenan para Misionaris merubah

paradigma masyarakat Batak atas pemahaman agamanya yang notabene selalu

dipegang teguh oleh kelompok Parbaringin yang mewarisi Pustaha Laklak,

pedoman ajaran agama tradisional masyarakat Batak.

Dalam mewujudkan pengetahuan ini maka konstruk yang dilakukan oleh

RMG adalah pertama, menyebarkan pengetahuan modern. Melalui pendidikan

maka RMG berusaha menciptakan pengetahuan dasar mengenai ilmu pengetahuan

modern kepada masyarakat Batak sebagai suatu misi pengadaban. Sekolah-sekolah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 171: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

157

yang dibangun mulai tingkat SD hingga Sekolah Tinggi menjadi bukti atas konstruk

yang dilakukan RMG dalam mewujudkan dan membangun masyarakat Batak

kepada rasionalisasi modern ke segala aspek kehidupan, misalnya dalam hal ilmu

kesehatan, petukangan, geografi, dll, termasuk bahasa Batak sendiri yang juga

dimasukkan dalam pelajaran. Bahkan usaha terhadap pendidikan juga digenapi

dengan terbitnya buku-buku dan media cetak, termasuk Surat Kuliling Immanuel,

yang dikeluarkan oleh RMG sendiri. Konsep RMG tentang “pargodungan” yang

menggabungkan dan menyatukan urusan agama dengan urusan-urusan sekuler,

yakni pendidikan, kesehatan, dll. dalam satu wilayah atau lingkungan menjadi bukti

atas misi pengadaban ke aras kehidupan tersebut, misalnya Huta Dame (1864),

Pearaja (1872), dsb.

Usaha RMG terhadap pendidikan ini ingin menggantikan dunia “primitif”

yang dianggap oleh para Misionaris RMG sebagai suatu kebohongan. Sasarannya

adalah kelompok Parbaringin yang dianggap menyebarkan kebohongan kepada

masyarakat Batak dengan memberitakan tentang ajaran-ajaran kebohongan yang

dilakukan oleh kelompok ini. Hal ini seperti terlihat di dalam Surat Kuliling

Immanuel yang menceritakan kelompok Parbaringin yang tidak dapat

menyembuhkan penyakit dengan kebohongan-kebohongan yang mereka lakukan.

Menurut Norman Fairclough, pentingnya ilmu pengetahuan, seperti yang

dilakukan RMG tersebut, memberikan pengaruh terhadap pembentukan objek (the

formation of Objects) dalam pembentukan wacana, di mana konstitusi “Ompu i”

selalu berkaitan dengan penamaannya itu sendiri, penggambarannya, dsb. Hal ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 172: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

158

dikarenakan berkaitan nantinya dengan bagaimana wacana itu diproduksi,

ditransformasi dan direproduksi.10

Penyebaran pendidikan modern kepada masyarakat Batak, khususnya

kepada keluarga-keluarga raja, ingin mereduksi pengaruh ajaran kelompok

Parbaringin di dalam agama tradisional Batak, sehingga dalam hal ini, konstruk

yang hendak dibangun kepada masyarakat Batak adalah rasionalisasi modern atas

kehidupan dalam masyarakat Batak, misalnya sesuatu yang dianggap klenik, mitos-

mitos, dll yang mulai disingkirkan.

Pentingnya pengaruh pendidikan akan mempengaruhi reproduksi yang

dilakukan masyarakat Batak, khususnya para raja, dalam pembentukan wacana

Ompu i Nommensen. Namun demikian persoalan pengetahuan modern tidak hanya

dipandang sebagai bentuk rasionalisasi peradaban, melainkan juga akan memiliki

kepentingan-kepentingan elite, kelompok, pelaku yang mendominasi, terlebih

ketika pengetahuan itu dilembagakan.11 Hal ini juga berlaku dari sistem pendidikan

yang dibentuk oleh RMG yang memiliki kepentingan-kepentingan sebagai suatu

konstruk kekuasaan. Fenomenanya adalah ketika pengetahuan yang berasal dari

RMG (pihak kolonial) membentuk suatu pengetahuan tandingan dari pengetahuan

tradisional, sebagai suatu yang dinamakan, ambivalensi. Tentunya pengetahuan

modern ini diperuntukkan bagi pembentukan identitas, namun demikian, dalam

ranah publik menjadi sesuatu yang ambigu. Hal ini dapat terjadi akibat “penularan”

10 Lih. Norman Fairclough, Op.Cit., hl. 41. 11 Bdk. Leela Gandhi, Postcolonial Theory: A critical introduction (Sydney: Allen &

Unwin, 1998), hl. 75.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 173: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

159

pengetahuan yang tidak pernah penuh yang dilakukan oleh pihak kolonial. Bentuk-

bentuk semacam ini terjadi akibat subjek kolonial yang juga memanfaatkan dan

mengambil keuntungan dari pengetahuan tradisional, yang notabene dianggap

“primitif”. Hal ini berlaku bagi seluruh pengetahuan (baca: religius dan sekuler) di

mana pengetahuan modern ketika disandingkan dengan pengetahuan tradisional

akan memunculkan ambivalensi.

Unsur religius dalam wacana Ompu i pada masyarakat Batak tradisional,

yaitu sebagai “Debata Na Tarida” memang direduksi dan direproduksi dengan

wacana ompu i yang berbasis rasionalitas modern. Namun demikian hal ini

bukanlah sesuatu yang mutlak terjadi dalam ranah praksis. Masih ada kerancuan

dalam pemahaman, terlebih ketika berkaitan dalam hubungan pemimpin dan

pengikut (praksis) dalam tradisi masyarakat Batak yang justru tetap mengandaikan

Ompu i sebagai yang memiliki sahala dari tuhan/dewa. Misalkan saja kerancuan

tersebut ketika masuknya ilmu pengetahuan modern maka akan merusak tatanan

logika dalam adat dan budaya Batak - yang dalam hal ini rasionalitas tidak

memandang atau mempedulikan suatu tatanan dalam adat dan budaya tertentu

walaupun itu bertentangan. Itu artinya, rasionalitas hanya mengadopsi nilai dari

adat dan budaya tertentu sesuai dengan kinerja rasionalitas itu sendiri tanpa

mempedulikan kinerja adat dan budaya dalam masyarakat Batak.12 Namun

demikian hal ini juga dapat terjadi sebaliknya dengan memaksakan logika adat dan

12 Contoh yang paling nyata adalah pemanggilan ompu i kepada Nommensen yang

akhirnya akan merusak tatanan dalam logika adat dan budaya Batak dalam struktur Dalihan Na Tolu

dalam pola bahwa kakek/nenek moyang/Tuhan memiliki tingkatan yang lebih tinggi dari ama

(bapak); yang justru digunakan di dalam Bibel (Alkitab dalam bahasa Batak) untuk penyebutan

Tuhan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 174: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

160

budaya untuk melihat kinerja rasionalitas dalam wacana kepemimpinan Ompu i

tersebut dapat menyebabkan adanya ketidaksinambungan. Hal inilah kemudian

dalam tataran praksis, praktik-praktik wacana dalam pengetahuan Ompu i

memunculkan ambivalensi antara pengetahuan modern yang rasional dengan adat

dan budaya Batak tradisional dalam memandang Ompu i Nommensen, akibat

tindakan RMG yang mengambil keuntungan dari pengkultusan sosok pemimpin

yang memandang Ompu i, terlebih ketika dikaitkan dengan sistem struktur sosial

masyarakat Batak tradisional (Suhi Ampang Na Opat).

Ambivalensi dalam pengetahuan mengakibatkan kerancuan dalam

membangun penafsiran mengenai Ompu i; yang tak dapat dipungkiri bahwa Ompu

i Nommensen melebihi kesaktian dan kemampuan Raja Singamangaraja sebagai

“Debata Na Tarida” terlebih ketika RMG sendiri mengkonstruk wacana

kepemimpinan dengan meninggikan Nommensen daripada kelompok Parbaringin

dan Raja Singamangaraja seperti di dalam Surat Kuliling Immanuel, No. 10, 1

Oktober 1890, dll. Dengan kata lain, dalam tataran praksis, pengertian Ompu i

sebagai “Debata Na Tarida” masih memiliki dampak dan pengaruhnya dalam

hubungan pemimpin dan pengikut; yang walau bagaimanapun, melekat dalam

makna Ompu i sebagai sesuatu yang turut digunakan oleh Kekristenan dalam

bentuk pengkultusan.

Kedua, menawarkan hamajuon (kemajuan). Seperti yang dikatakan oleh

Johannes Warneck bahwa dalam agama tradisional masyarakat Batak penilaian dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 175: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

161

kehidupan duniawi menentukan kebaikan tertinggi,13maka yang membuat RMG

diterima oleh masyarakat Batak adalah karena menawarkan hamajuon. Adanya

krisis yang menimpa masyarakat Batak akibat perang Paderi, dan juga konflik

internal yang sering terjadi di masyarakat Batak yang menambah keterpurukan

mereka, membuat mereka akhirnya memalingkan dirinya ke orang asing, selain

tentunya prinsip 3 H (hasangapon, hamoraon, hagabeon) yang menjadi dasar

dalam kehidupan masyarakat Batak dalam menggapai hamajuon. Hal ini terjadi

pada awal-awal dilaksanakannya misi di Tanah Batak oleh RMG. Ucapan Raja

Pontas Lumbantobing menegaskan hal ini yang mengatakan: “Pada hemat saya

adat dan kebiasaan kami sangat sangat baik, dan tidak perlu diubah lagi. Tapi

kalau tuan-tuan tau jalan untuk mencapai kemuliaan dan kekayaan, tunjukkanlah

kepada kami!”14

Sebagai satu kesatuan dengan pihak pemerintahan kolonial Belanda

tentunya RMG memiliki kekuatan dalam menciptakan dan membawa masyarakat

ke dalam hamajuon (kemajuan). Hal inilah yang kemudian ditawarkan kepada

masyarakat Batak. Dalam Surat Kuliling Immanuel, kisah-kisah faktual yang

menjadi pengalaman masyarakat Batak tertentu, misalnya, Sipirok, Bungabondar,

dll. selalu diangkat dalam media ini untuk membangun keyakinan tersebut. Bahkan

konstruk ini dibangun untuk meyakinkan masyarakat Batak dengan menyudutkan

13 Lih. Joh. Warneck, The Living Forces of The Gospel: Experiences of A Missionary In

Animistic Heathendom (London: Oliphant, Anderson & Ferrier, 1867), hl. 130. 14 J.T. Nommensen, Ompu i Dr. Ingwer Ludwig Nommensen (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1974), hl. 90.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 176: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

162

musuh-musuh RMG yang telah gagal dalam memberikan hamajuon, misalnya

orang-orang Islam dan Parbegu (kelompok Parbaringin).

Sebagai bagian dari suatu strategi, maka tema-tema yang diangkat dalam

prinsip hamajuon dapat berupa ekonomi, keamanan, dsb. Menurut Norman

Fairclough, keberlangsungan akan tema-tema semacam ini ditentukan dari praktik

diskursif dan non diskursif.15 Itu artinya di dalam suatu strategi maka unsur-unsur

atau tema-tema dalam hamajuon dapat tercapai sesuai dengan strategi itu sendiri.

RMG sebagai yang memiliki kekuasaan tentunya memiliki strategi dalam

menciptakan tema-tema tertentu yang berdasarkan pada keinginan atau hasrat

masyarakat Batak mengenai hamajuon itu sendiri. Kaitannya adalah bahwa tema-

tema inilah yang kemudian dapat mengubah paradigma masyarakat Batak

tradisional dalam memandang seorang pemimpin, yakni Nommensen yang

membawa hamajuon; yang hanya dimiliki oleh orang yang memiliki sahala. Hal

senada juga ditekankan oleh Lance Castle yang melihat bahwa para Misionaris

dianggap memiliki sahala yang akan menambah hasangapon masyarakat Batak.16

Konstruk semacam ini akan menitikberatkan kepada fungsi atau peran raja yang

dipandang sebagai pembawa keadilan, kedamaian, dsb. Raja tidak dipandang

sebagai pembawa masalah, melainkan dapat mengatasi atau memberikan solusi atas

masalah yang dihadapi masyarakat Batak. Hal ini berlaku dari tingkat huta hingga

bius. Walaupun RMG memiliki strategi-strategi yang beraneka ragam cara, namun

15 Norman Fairclough, Op. Cit., hl. 48. 16 Lance Castles, Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatera: Tapanuli 1915-1940

(Jakarta: KPG, 2001), hl. 23.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 177: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

163

demikian tema besar yang menjadi hasrat dalam masyarakat Batak tidak dapat

dilepaskan dari konsep hamajuon yang merupakan tugas dari seorang raja.

Kedua konstruk ini mengubah paradigma masyarakat Batak mengenai

gambaran akan sosok kepemimpinan. Pengetahuan yang selama ini berkembang

mengenai adanya sisi religi dalam gelar Ompu i dapat direproduksi oleh RMG

dengan mempertimbangkan hasrat atau kebutuhan, serta unsur kognitif dalam

bentuk pemahaman masyarakat Batak.

B. Unsur Sekuler.

Selain mengenai unsur religi di dalam pengetahuan dalam wacana

kepemimpinan Ompu i, maka unsur lainnya yang juga penting karena menyangkut

kedudukan penting di tengah-tengah masyarakat adalah unsur sekuler. Memang

pada awalnya gelar ini dalam masyarakat Batak tradisional hanyalah menyangkut

urusan religi seperti yang dikatakan oleh Sitor Situmorang, namun lambat laun,

kekuasaannya tidak dapat dipisahkan dalam urusan sekuler. Hal ini berkaitan di

dalam reproduksi yang dibangun melalui dominasi kelompok Parbaringin yang

mendudukkan atau memposisikan seseorang sebagai seorang raja yang memiliki

peran dan fungsi dalam masyarakat Batak, termasuk dalam hal ini Raja

Singamangaraja.

Di dalam wacana kepemimpinan Ompu i Nommensen maka pengetahuan

ini juga direproduksi ke dalam status kepemimpinan di dalam masyarakat Batak

Kristen atau dalam hubungan pemimpin dan pengikut. Paling tidak pengetahuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 178: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

164

ini, menjadi kedudukan penting di dalam melihat kepemimpinan hingga sekarang

(baca: sistem episkopal HKBP) dengan adanya praktik-praktiknya.

Sistem struktur sosial masyarakat yang turut digunakan oleh RMG adalah

Suhi Ampang Na Opat. Walaupun di zaman sekarang penekanan prinsip ini sudah

berbeda di dalam pelaksanaan adat praktis yang diakibatkan pembagian antara

urusan religi dengan sekuler, namun demikian fenomena ini masih terlihat dari

praktik-praktik penggunaannya hingga sekarang. Hal ini tak lepas dari peran RMG

atas kontruk kekuasaan di dalam adat dan budaya Batak. Misalnya yang menjadi

suatu kebiasaan bahwa ketika adanya pertikaian marga atau kampung, maka

Ephorus HKBP menjadi juru damai dari konflik tersebut seperti yang digambarkan

dalam majalah Suara Batak pada 12 dan 19 Juli 1930.17

Di dalam masyarakat Batak tradisional, kedudukan seorang raja dalam

unsur sekuler berarti memiliki kuasa di dalam struktur masyarakat yang mengurus

masalah-masalah non-religi atau sekuler, misalkan saja masalah tanah, pengairan,

dsb. Hal ini terlihat sangat jelas dalam sistem yang dimiliki masyarakat Batak

“tradisional”, yakni Suhi Ampang Na Opat, tunduk kepada raja. Secara birokrasi

kedudukan dan peran raja sangatlah penting untuk mengatasi masalah-masalah

kekeluargaan dalam pengertian Dalihan Na Tolu. Memang di dalam dinasti Raja

Singamangaraja, kedudukan Raja Singamangaraja mendapatkan penekanan di

dalam dua unsur, yakni religi dan sekuler, namun secara de jure, kedudukan raja

17 J.C. Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba (Yogyakarta: LKIS, 1986),

hl. 613.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 179: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

165

mendapatkan tempatnya, serta memiliki wewenang di dalam sistem struktur sosial

masyarakat dan juga wilayah di tengah-tengah masyarakat. Selain sebagai Raja

Bius di Bius Bangkara, Singamangaraja juga menjadi pemimpin konfederasi bagi

bius-bius yang tergabung di dalamnya. Praktik-praktik yang dilakukannya

membuktikan kekuasaannya yang melintasi bius-bius.

Di dalam wacana Ompu i Nommensen, pengetahuan ini tidaklah dibuang

sepenuhnya oleh RMG. Konstruk yang dilakukan RMG justru menimbangkan

sistem struktur sosial masyarakat Batak tradisional, walaupun hal ini tetaplah

memiliki perbedaan dari yang lama. Pembentukan aturan-peraturan, pendirian

sekolah ataupun gereja, dsb merupakan praktik-praktik dengan mempertimbangkan

sistem struktur sosial masyarakat Batak. Bahkan dengan kekuasaannya ini

menandakan RMG sebagai penguasa lintas bius.

Beberapa konstruk yang dilakukan RMG untuk menandakan bahwa RMG

menggunakan sistem struktur sosial masyarakat adalah pertama, memanfaatkan

kedudukan para raja. Berbeda dari sistem kerajaan yang memiliki kekuasaan

tunggal atas wilayah atau tanah, seperti yang ada di Jawa atau daerah lainnya, maka

sistem raja yang berada di Tanah Batak adalah para raja bius yang memiliki kuasa

atas wilayah dan tanah yang menyebar di Tanah Batak. Dengan sifatnya yang

majemuk maka penguasaan atas satu raja tidaklah menjamin penaklukan atas

kekuasaan raja lainnya. Ada hak otonom atas kekuasaan raja di wilayahnya masing-

masing. Maka dari itu, usaha yang dilakukan RMG dalam menyebarkan Injil ke

Tanah Batak, mau tidak mau, berada dalam bentuk penjajakan keseluruh raja-raja

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 180: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

166

bius. Silindung, Simorangkir, Pansurnapitu, dll adalah contoh-contoh wilayah bius

yang telah menerima Injil hasil dari usaha penjajakan tersebut.

Bagi RMG, para raja sangatlah penting di dalam menyebarkan dan

memperluas Injil ke seluruh masyarakat Batak. Bahkan tidak tanggung-tanggung,

para raja juga diikutsertakan atau dilibatkan di dalam urusan pekabaran Injil,

misalnya rapat-rapat, pesta zending, dsb. Berbagai upaya pendekatan dilakukan

kepada raja-raja untuk mendapatkan rasa simpatik kepada RMG; mulai dari janji

keamanan, faktor ekonomi, memberikan perlakuan khusus kepada para raja dan

keturunannya, dll.

Namun terlepas dari adanya pendekatan tersebut, upaya yang dilakukan

RMG merupakan suatu konstruk kepada para raja dalam menyebarkan dan

memperluas Injil di Tanah Batak. Mengkristenkan raja berarti akan juga

mempengaruhi para pengikutnya. Sebagai suatu misi pengadaban maka konstruk

ini ingin menciptakan komunitas baru, yakni Kerajaan Kekristenan, sehingga satu

hal penting yang dilakukan oleh RMG adalah memberlakukan standar baru di

dalam hukum yang mengatur komunitas baru yang berdasarkan nilai-nilai

Kekristenan (baca: Eropa).

Dengan standar baru ini maka RMG juga menerapkan dengan bentuk

perilaku dan sikap para raja yang sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini bukan

hanya mempertegas aturan atau hukum kepada para raja, tetapi juga untuk menjaga

masuknya pengaruh agama-agama lain di dalam komunitas tersebut. Dengan

prinsipnya seperti ini maka RMG selalu berupaya dalam memberikan pemahaman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 181: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

167

atau pendidikan serta memberikan contoh ideal mengenai kepemimpinan raja yang

sesuai dengan kehendak RMG (baca: nilai-nilai Kekristenan). Salah satu raja yang

paling dekat dengan RMG dan sering dijadikan contoh adalah Raja Pontas

Lumbantobing. Dengan nama baptis, Obaja, yang berarti Hamba Tuhan, para RMG

memuji perilakunya yang sesuai dengan namanya tersebut, mengingat atas jasanya

maka banyak masyarakat Batak yang menerima Injil.18 Hal ini dilakukan untuk

membedakan antara yang benar dan yang salah atau antara raja Kristen dengan raja

yang masih menganut agama suku atau juga Islam.

Konstruksi semacam ini menjadi penting di dalam membentuk pengetahuan

dalam wacana kepemimpinan Ompu i Nommensen mengingat bahwa ketika sistem

Suhi Ampang Na Opat tetap dipakai maka pemahaman para raja yang dikonstruk

menghasilkan reproduksi yang berbeda dari kepemimpinan tradisional. Jikalau

dilihat dari gagasan Norman Fairclough dalam pembentukan wacana, yakni

mengenai the formations of Concepts (pembentukan Konsep), maka pendekatan

atas raja atau penggunaan prinsip Suhi Ampang Na Opat menjadi penting dalam

pembentukan wacana kepemimpinan Ompu i, karena gagasan ini, the formations of

concepts, akan memperlihat posisi atau fungsinya dalam mengorganisir “the field

of statement” atau ruang munculnya konsep wacana tersebut; yang jika dikaitkan

dengan struktur “kegilaan” seperti yang digambarkan Foucault bahwa struktur ini

selalu berkaitan dengan konsep penjara, rumah sakit, dsb.19 Begitu juga dengan

prinsip Suhi Ampang Na Opat yang bagaimanapun akan mempertegas konsep

18 Surat Kuliling Immanuel, No. 11, 1 November 1893. 19 Norman Fairclough, Op.Cit., hl. 46.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 182: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

168

kepemimpinan akan seorang raja sebagai suatu aturan dalam adat dan budaya batak,

sehingga reproduksi kekuasaan merupakan hasil dari buah konstruk yang dilakukan

kepada para raja berupa kedisiplinan.

Sebagai satu kesatuan dalam adat dan budaya, tentunya masyarakat Batak

tidaklah berbeda satu dengan lainnya, walaupun memiliki hak otonom atas

wilayahnya masing-masing. Ada nilai-nilai yang mengikat dan menggabungkan

kemajemukan itu sendiri. Konsep dinasti Singamangaraja yang mengikat bius-bius

yang ada di dalam adat, religi dan budaya masyarakat tidak lepas dari strategi yang

sama yang juga dilakukan RMG. Dengan mempertimbangkan Suhi Ampang Na

Opat, maka usaha-usaha tersebut lebih kepada menciptakan kekuasaan dengan

mengumpulkan raja-raja untuk mengikat bius-bius, mendamaikan konflik

antarbius, menciptakan onan (pekan atau pasar). Praktik-praktik tersebut menjadi

penting sebagai suatu pembentukan wacana mengingat hal ini berkaitan deskripsi

Fairclough dalam The Formation of Enunciative Modalities, di mana aktivitas-

aktivitas tersebut berusaha menggambarkan, membentuk hipotesis, memformulasi

regulasi mengenai posisi subjek;20 dalam hal ini mengenai sosok pemimpin Ompu

i.

Kedua adalah pengaruh kelompok Parbaringin. Bagi masyarakat Batak

tradisional, pengaruh kelompok Parbaringin sangat besar dalam mereproduksi

wacana kepemimpinan Singamangaraja. Sebagai kelompok yang bergerak dalam

bidang agama dan menyebar di setiap bius, kelompok ini berusaha menyatukan

20 Ibid., hl. 43.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 183: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

169

raja-raja bius dengan nuansa keagamaan. Raja Singamangaraja yang dianggap

sebagai titisan dewa menjadi kiblat bagi raja-raja bius untuk menyatukan

masyarakat Batak.

Gerakan kelompok Parbaringin ini bagi RMG adalah musuh yang selalu

menghambat misi RMG (resistensi) di Tanah Batak, sehingga RMG beserta

pemerintahan kolonial Belanda melarang aktivitas gerakan kelompok tersebut.

Namun demikian selain larangan maka RMG juga memproteksi raja-raja Kristen

dari pengaruh kelompok Parbaringin ini. Praktik-praktik dilakukan untuk menjaga

raja-raja tersebut, diantaranya:

1. Membangun citra negatif dengan menyebut kelompok ini sebagai

pembohong di Surat Kuliling Immanuel (lihat Bab 3). Hal ini tak lepas dari

usaha RMG dalam membentuk opini umum di tengah-tengah masyarakat

Batak. James T. Siegel melihat bahwa strategi semacam ini dalam kaitannya

dengan pembentukan opini umum adalah sebagai subjek fait divers

(pemberitaan) yang menempatkan subjek kriminal melampaui rubrik majalah

Surat Kuliling Immanuel dengan didapati dirinya dirumuskan ulang dalam

wacana politik yang lebih luas. Pandangan ini menurut Siegel merupakan

“gudang penyimpanan ketakutan dan penawarnya bisa diperoleh dalam

keadaan tertentu untuk tujuan yang lebih umum.”21 Dalam pandangan ini

dapat dikatakan RMG berusaha menempatkan kelompok Parbaringin di

21 James T. Siegel, Penjahat Gaya (Orde) Baru: Eksplorasi Politik dan Kriminalitas

(Yogyakarta: LKiS, 2000), hl. 172-173.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 184: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

170

tengah-tengah wacana politik; dan sekaligus melepaskan dirinya (RMG) dari

suatu kebersalahan dengan menciptakan ketakutan dan sebuah solusi atas

ketakutan itu sendiri. Mekanismenya adalah dengan tumbuhnya keyakinan

masyarakat dan raja yang telah memeluk Kristen dalam memandang usaha

RMG sebagai suatu solusi atas kepentingan yang lebih besar dalam

masyarakat Batak; dan di satu sisi meninggalkan kelompok Parbaringin di

wilayahnya masing-masing sebagai suatu efek samping, gejala dari suatu cita-

cita bersama, mengingat masih adanya pemahaman masyarakat akan ajaran-

ajaran agama tradisional masyarakat Batak, serta hubungan kekeluargaan

dalam adat dan budaya Batak dengan kelompok Parbaringin yang mungkin

sangat susah untuk diretas. Tercatat beberapa kali RMG sendiri melakukan

usaha semacam ini di Surat Kuliling Immanuel. Hal ini menandakan sikap

RMG yang sangat tegas terhadap kelompok dan ajarannya ini. Raja Pontas

Lumbantobing adalah salah satu yang pernah dihukum oleh RMG akibat

mengikuti pesta yang dilaksanakan kelompok ini.22 Pun demikian sebaliknya,

citra positif juga dibangun kepada para misionaris bahwa segala yang telah

dilakukan oleh para misionaris merupakan restu dari Tuhan yang memberikan

kemajuan, kesejahteraan kepada masyarakat Batak.

2. Mengikuti sistem pemerintahan bius tradisional. Di dalam sistem kerajaan

tradisional masyarakat Batak, setiap raja di bius memiliki pendamping raja

diantaranya adalah kelompok Parbaringin yang diketuai oleh jabatan Pande

22 Lothar Schreiner, Telah Kudengar dari Ayahku: Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen

di Tanah Batak (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), hl. 53.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 185: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

171

Bolon. Dari sistem ini RMG mengikuti pola sistem kerajaan tradisional

masyarakat Batak dengan juga menempatkan Sintua (majelis atau pengerja

gereja) sebagai pendamping raja. Paling tidak, hal ini berlaku sebelum

masuknya sistem administrasi pemerintahan kolonial Belanda ke Tanah

Batak; ketika urusan agama dan sekuler masih menyatu. Upaya semacam ini

dilakukan sebagai bentuk proteksi dan pengawasan terhadap ajaran-ajaran

kelompok Parbaringin, termasuk upaya atas dilibatkannya raja dalam

aktivitas RMG, seperti rapat, pesta, dll.

Praktik-praktik semacam ini menandakan RMG yang berusaha membangun

pondasi kerajaan atau komunitas baru dengan tidak meninggalkan sistem

pemerintahan bius tradisional. Puncaknya adalah dengan mengambil alih

kekuasaan Raja Singamangaraja yang menandakan munculnya komunitas baru di

dalam kepemimpinan yang baru. Contoh yang paling terlihat adalah bagaimana

Singamangaraja XII juga tak lepas dari upaya konstruksi yang di bangun oleh RMG

sebagai sosok yang penjahat yang mengganggu masyarakat Kristen, termasuk

keinginan Raja Singamangaraja XII yang ingin menyerang para pendeta. Konstruk

semacam ini ingin menempatkan Raja Singamangaraja XII dan kelompok

Parbaringin menjadi sosok kriminal bagi hukum RMG, walaupun di satu sisi bagi

Raja Singamangaraja XII dan kelompok Parbaringin menjadi bentuk perlawanan

atas penjajahan yang dilakukan RMG dan pihak kolonial. Hal ini tak lepas akibat

dari hukum baru dalam komunitas baru yang diterapkan oleh pihak RMG. Konstruk

yang dilakukan RMG ini justru berbanding terbalik dengan gambaran

Singamangaraja XII (1876 -1907) sebelum berkuasanya RMG di Tanah Batak,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 186: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

172

khusunya di wilayah Toba (pasca 1878) yang menjadi basis Raja Singamangaraja,

yang dikenal sebagai sosok pendiam, pendamai, dsb.23

Namun demikian, kontruk atas kekuasaan dalam komunitas yang baru juga

memunculkan sosok Nommensen sebagai seorang pemimpin. Ia dikedepankan oleh

para Misionaris lainnya untuk tampil menjadi seorang pemimpin. Hal ini tak lepas

dari pengetahuan dan kedekatannya terhadap masyarakat dan budaya Batak.

Seorang Meerwaldt yang dengan Surat Kuliling Immanuel-nya sangat sering

memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat Batak Kristen

tentang sosok Nommensen. Walaupun seperti yang dikatakan Lothar Schreiner

bahwa Nommensen justru lebih sibuk kepada urusan sekuler dibandingkan di

gereja,24 namun bagaimanapun konstruk yang dilakukan Meerwaldt ini

menumbuhkan keyakinan masyarakat kepada sosok Nommensen. Kisah-kisah yang

dilukiskan mengenai rintangan-rintangan yang dihadapi hingga bagaimana

Nommensen digambarkan sebagai sosok penolong memberikan imajinasi atas

gambaran sosok kepemimpinan yang justru dapat memunculkan penilaian atas

perbandingan kedua sosok pemimpin antara Nommensen dengan Raja

Singamangaraja XII bahwa Nommensen memiliki kemampuan yang lebih (baca:

sakti) dibandingkan dengan Raja Singamangaraja XII.

Di dalam pembentukan suatu komunitas, yakni kerajaan Kekristenan,

konstruk yang dilakukan RMG berupa pemakaian sistem sosial masyarakat serta

23 Paul B. Pedersen, Darah Batak dan Jiwa Protestan: Perkembangan Gereja-Gereja

Batak di Sumatera Utara (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1975), hl. 33. 24 Lothar Schreiner, Telah Kudengar dari Ayahku: Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen

di Tanah Batak (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), hl. 65.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 187: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

173

melibatkan dan memberikan ruang kepada raja dalam setiap aktivitas RMG

merupakan suatu yang bagi Foucault katakan sebagai bentuk menciptakan atau

tehnik dalam mendisiplinkan setiap individu, dalam hal ini, raja. Dalam konsepnya

mengenai biopolitik/biopower yang dituliskan di dalam bukunya The History of

Sexuality (1976), Foucault berargumen bahwa tubuh manusia sebagai “anatomico-

politics of the human body” yang dalam pengertian ini memiliki sisi kedisiplinan

diri, di mana secara level yang lebih kecil merujuk kepada individu yang dapat

menghasilkan individu dengan sikap kedisiplinan melalui bentuk pengawasan

(monitoring).25

Dari pemikiran Foucault ini dapat dikatakan bahwa RMG telah

memproduksi individu yang walaupun dengan latar belakang tradisinya dapat

meninggalkan sebagian tradisinya dengan membentuk komunitas yang baru.

Tentunya hal ini tidak dapat dilepaskan dari komunitas yang dibayangkan seperti

yang Bennedict Anderson katakan mengenai peran kapitalisme cetak (Surat

Kuliling Immanuel) bahwa produksi juga akan tercipta melalui imajinasi dari

hadirnya bangsa-bangsa lain yang dituliskan di Kapitalisme Cetak, dalam hal ini,

Surat Kuliling Immanuel sebagai produk kolonial yang juga membahas bangsa-

bangsa lainnya, misalnya Borneo, Papua, Jerman, dsb. Dengan imajinasi ini maka

bangsa Batak tidak lagi hanya membayangkan dirinya sendiri sebagai kesatuan

wilayah, melainkan dalam bentuk persaudaraan adanya pertukaran informasi dan

saling membangun komunikasi yang memberikan pengaruh akan terbentuknya

25 Michel Foucault, The History of Sexuality: An Introduction, Vol. 1 (New York: Vintage

Books, 1990), hl. 139-143.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 188: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

174

komunitas baru, meskipun hal ini bukan berarti meninggalkan identitas

keasliannya.26

Dari konstruk yang dilakukan RMG maka dapat disimpulkan bahwa unsur

sekuler dalam pengetahuan wacana kepemimpinan Ompu i Nommensen

menghadirkan suatu komunitas baru yang berdasarkan dengan Suhi Ampang Na

Opat, yakni dalam sistem kerajaan Kekristenan. Walaupun secara esplisit sangat

berbeda dengan sistem harajaon (kerajaan/pemerintahan) dalam dinasti Raja

Singamangaraja, namun hal ini tak lepas dari sistem kerajaan dalam adat dan

budaya Batak mengenai hubungan antara pemimpin dan pengikut, di mana RMG

mengambil keuntungan dari sistem ini sebagai suatu bentuk ketaatan atau

kepatuhan pengikut terhadap pemimpinnya atau pantun marraja (tunduk kepada

raja). Konstruk RMG tersebut mengindikasikan kerancuan dalam suatu struktur

sosial masyarakat dalam bayangan pengkultusan dalam imajinasi pengikut kepada

pemimpinnya, yakni “Debata Na Tarida”.

Dengan pengetahuan ini maka dalam konteks kerajaan Kekristenan, sistem

hirarki yang dibangun masih dalam bentuk tradisional, di mana kesatuan yang utuh

masih terjadi atau berkesinambungan dari tingkat yang paling rendah hingga yang

tertinggi, atau dari raja huta hingga sosok pemimpin, yakni Nommensen. Istilah

26 Pandangan Ben Anderson berdasarkan kepada kosmopolitanisme kolonial di dalam diri

Kwee Thiam Tjing, di mana dalam hal ini, ia melihat bahwa kosmopolitanisme dapat terjadi karena

masuknya pengaruh bangsa lain ke identitas bangsa tersebut. Lih. Benedict Anderson

“Kosmopolitanisme Kolonial” dalam http://etnohistori.org/colonial-cosmopolitanism-bagian-1-

oleh-ben-anderson.html. Di akses pada 10 januari 2017.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 189: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

175

“kesatuan” tidak hanya diartikan ke dalam aspek religi, melainkan juga aspek

sekuler yang menyangkut: urusan birokrasi, administratif, hukum, adat, dsb.

Dari kedua unsur tersebut, religi dan sekuler, dapat disimpulkan bahwa

wacana kepemimpinan Ompu i Nommensen tidak dapat dilepaskan dalam

pengetahuan kedua unsur tersebut. Walaupun RMG memberikan pengetahuan

modern dan Kekristenan kepada masyarakat Batak, namun wacana kepemimpinan

Ompu i Nommensen memunculkan ambivalensi dalam memandang sosok

pemimpin, Nommensen, yang pada titik tertentu menandakan bahwa RMG di

dalam pekabaran Injilnya juga mengambil keuntungan dari kuasa tradisional, yakni

kedudukan Raja Singamangaraja, sehingga bagaimanapun berpengaruh dalam

pandangan dan sikap pengikut kepada pemimpinnya. Itu artinya, wacana

kepemimpinan Ompu i yang sebelumnya merupakan wacana tradisional “diangkat

naik” menjadi wacana kolonial, atau dalam perspektif psikoanalisa budaya sebagai

suatu penanda utama atas hukum kolonial, sehingga dalam tataran ini memiliki

kepentingan demi suatu sistem hirarkis yang di satu sisi dapat dikatakan sebagai

suatu penguasaan atas raja-raja, dan di sisi lain, sebagai pengambilalihan kekuasaan

kelompok Parbaringin yang selama ini mereproduksi kesatuan masyarakat Batak,

khususnya Toba dalam wacana kepemimpinan Singamangaraja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 190: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

176

C. Praktik Wacana Ompu i: Sejarah “Kelam” Pekabaran Injil

di Tanah Batak (Perang Toba I)

Konstruk kekuasaan yang dibangun oleh RMG mendapatkan tempatnya

ketika sistem sosial masyarakat Batak tradisional digunakan. Pendekatan terhadap

raja dilakukan yang kemudian diproduksi berdasarkan nilai-nilai Kekristenan

melahirkan suatu komunitas baru, yakni kerajaan Kekristenan. Namun demikian

sebagai suatu sekutu dari pihak kolonial Belanda, konstruk kekuasaan ini justru

semakin memperlihatkan adanya kepentingan kolonialisme dari sekedar hanya

membawa dan menyebarkan nilai-nilai Kekristenan. Sikap superioritas sebagai

bangsa Eropa atas konstruk kekuasaan tersebut memiliki maksud terselubung dari

pekabaran Injil yang dilakukan RMG.

Walaupun pada awal masuknya RMG ke Tanah Batak, RMG tidak

mengharapkan campur tangan pihak kolonial namun tidak dapat dipungkiri bahwa

kesatuan antara badan zending dengan pihak kolonial masih melekat dalam bentuk

Eurosentrisme. Hal ini tak lepas dari konteks yang berkembang pada abad ke-18

dan 19, di mana kolonialisme dan imperialisme berkembang di Eropa. Sikap

superioritas bangsa Eropa melahirkan rasisme dalam memandang bangsa di luar

diri mereka. Bahkan di wilayah Jerman sendiri perkembangan rasisme seolah tak

dapat dibantahkan, di mana hal ini juga berlaku bagi para misionaris RMG yang

bermukim diluar Jerman bahwa pemerintah Jerman tidak memperbolehkan para

zending untuk menikah dengan bangsa pribumi.27 Dengan demikian, nilai-nilai

27 Uli Kozok, Utusan Damai Op. Cit., hl. 42-43.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 191: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

177

Kekristenan yang dibawa oleh zending berusaha menutupi dan menyamarkan sikap

superioritas, rasisme yang ada di dalam bangsa Eropa.

Praktik-praktik kekuasaan yang diterapkan RMG dalam menundukkan raja-

raja di Toba pada Perang Toba I (1878) adalah fenomena yang tak dipungkiri

sebagai pendekatan dalam bentuk aturan-aturan dalam menciptakan kekuasaan; dan

dibalik semua itu adalah dengan penaklukkan raja-raja dengan kekerasan

militerisme. Dalam BRMG terlihat dengan jelas keterlibatan Nommensen akan

penaklukkan para raja dalam ekspansi ke Toba, meskipun ia tetap mengedepankan

dan mengandalkan dialog kepada para raja. Dalam ekspansi tersebut, kekerasan tak

dapat dihindarkan. Selain menimbulkan korban, beberapa kampung yang menolak

untuk tunduk kepada pihak kolonial berakibat kepada pembakaran kampung-

kampung. Dari sini dapat dikatakan bahwa dalam misi Perang Toba I, maka

keterlibatan RMG bukan hanya pada keikutsertaan Nommensen dalam misi

militerisme tersebut, tetapi juga ketika RMG mengambil keuntungan dari aksi

militerisme tersebut dengan takluknya perlawanan para raja di wilayah Toba, yakni

keuntungan dalam mempercepat proses masuknya Injil, serta memperluas wilayah

kekuasaan RMG di Tanah Batak.

Di mata RMG, ekspansi ini dianggap sebagai suatu kebaikan bagi

masyarakat Batak dengan menyalahkan raja-raja yang tidak mau tunduk kepada

pihak Belanda.28 Pandangan ini menunjukkan adanya kesepemahaman antara RMG

dengan pihak kolonial dalam mengandalkan kekuatan militer, di mana paling tidak

28 Uli Kozok, Utusan Damai Op. Cit., hl. 156.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 192: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

178

kesepemahaman tersebut memiliki kesamaan dalam memandang bangsa di luar

Eropa sebagai bangsa “primitif” yang perlu dirubah, dididik, dan diadabkan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindakan RMG di Tanah Batak

menunjukkan bentuk agresi kolonialisme, di mana badan zending RMG mengambil

bagian dalam ke-5 agresi kolonialisme seperti yang didefinisikan oleh Stephen

Neill29, yakni sebagai misi pengadaban.

Terbentuknya komunitas baru yang dilakukan oleh RMG memiliki sejarah

“kelam” bagi masyarakat Batak akan adanya rezim kekuasaan kolonialisme bangsa

Eropa. Hal ini menandakan bahwa komunitas baru tersebut justru memperlihatkan

sebaliknya, dari sekedar misi pekabaran Injil, yakni memiliki kepentingan dalam

menciptakan pengaruh Eurosentrisme ke bangsa Batak. Sedangkan dalam

pembentukan wacana kekuasaan kepemimpinan Ompu i Nommensen, maka

wacana kepemimpinan ini memberlakukan sikap penyingkiran dan kekerasan

kepada raja-raja dan pengikut. Hal ini menjadi penting mengingat ketimpangan

akan relasi kuasa akan muncul akibat bentuk penyingkiran, penindasan, dsb. yang

berimbas pada munculnya bentuk-bentuk resistensi atau dekonstruksi.

Sebelumnya, legalitas atas hukum baru di dalam komunitas baru juga telah

ditegakkan sebagai bentuk penyingkiran raja-raja atau masyarakat yang memeluk

agama tradisional Batak yang sebelumnya menjadi tuan atas wilayahnya.

29 Kelima agresi kolonialisme tersebut menurut Stephen Nell adalah agresi politik,

ekonomi, sosial, intelektual dan misi. Lih. Stephen Neill, Colonialism and Christian Missions

(London: Mcgraw-Hill Book Company, 1966), hl. 12.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 193: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

179

Mungkin bagi sebagian masyarakat Batak yang tunduk dengan pemerintah

kolonial, hal ini tidaklah begitu terasa mengingat tidak terjadinya bentuk kekerasan

di wilayah mereka, terlebih konstruk yang dibangun oleh RMG memperlihatkan

kerapihan dalam bentuk wacana kepemimpinan Ompu i Nommensen yang

dibuktikan dengan masih digunakannya wacana kepemimpinan Ompu i ini hingga

sekarang. Konstruk tersebut berusaha meyakinkan masyarakat dalam membentuk

komunitas baru yang berdasarkan kepada hasratnya dalam suatu hamajuon,

sehingga menjadi dasar dari pengetahuan akan komunitas baru tersebut, di mana

dengan Surat Kuliling Immanuel, konstruk itu terjadi dalam bentuk bahasa

kekuasaan yang memberikan suatu sikap kedisiplinan kepada raja-raja atau

masyarakat Batak Kristen sebagai sesuatu yang tidak disadari. Namun demikian,

sesuatu hal yang berbeda justru dialami sebagian masyarakat yang merasakan

adanya kekerasan yang dilakukan pihak kolonial dan RMG yang justru akan

memunculkan bentuk resistensi.

D. Kesimpulan

Pembentukan wacana kepemimpinan Ompu i Nommensen merupakan

suatu produk kekuasaan modern. Pembentukan wacana ini ingin menciptakan

pengetahuan masyarakat Batak mengenai sosok kepemimpinan yang justru akan

membawa kepada supremasi bangsa Eropa. Gambarannya terlihat dengan adanya

pembentukan komunitas baru yang menggabungkan rasionalitas bangsa Eropa

dengan adat dan budaya lokal (hibrid) sebagai suatu aturan-aturan dan praktik-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 194: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

180

praktik pembentukan wacana yang notabene adalah sebagai suatu bentuk paham

kolonialisme bangsa Eropa atau wacana kolonial, di mana bangsa Eropa tampil

sebagai penguasa. Sistem Suhi Ampang Na Opat, penerapan pendidikan modern,

janji atas hamajuon, dsb adalah aturan-aturan dan praktik-praktik tersebut dalam

pembentukan wacana. Nilai-nilai Kekristenan yang dibawa oleh RMG justru

berkata sebaliknya dengan memanfaatkan dan mengambil keuntungan dari wacana

kepemimpinan masyarakat Batak tradisional, sehingga mengakibatkan ambivalensi

dalam pengetahuan akan wacana Ompu i Nommensen. Pandangan pengikut

terhadap sosok pemimpin sebagai “Debata Na Tarida” yang justru bertentangan

dalam pandangan Alkitab yang menekankan egaliterisme, digunakan untuk

menundukkan masyarakat Batak dalam bentuk pengkultusan yang di dalamnya

rasisme hadir. Inilah yang kemudian memunculkan kerancuan dalam hal penafsiran

tentang memandang pemimpin dalam wacana Ompu i Nommensen, baik secara

paradigmatik maupun praksisnya.

Hal ini kemudian menjadi berhubungan dengan konteks yang berkembang

di Eropa abad ke-18 dan 19 di mana kolonialisme dan imperialisme berkembang

dan mempengaruhi RMG dalam melakukan misinya di Tanah Batak. Wacana-

wacana kolonialisme dan superioritas bangsa Eropa terbesit dalam paham para

misionaris RMG dengan dalih sebagai suatu bentuk pengadaban dan kemajuan bagi

masyarakat Batak. Dalam konteks ini maka bagaimanapun RMG berada di dalam

kursi kekuasaan bersama pemerintah kolonial Belanda yang menghalalkan segala

cara dalam menundukkan dan menaklukkan bangsa pribumi di bawah kekuasaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 195: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

181

bangsa Eropa. Kekerasan, pembunuhan yang terjadi pada raja-raja Batak adalah

kisah faktual dalam perebutan kekuasaan.

Wacana kepemimpinan Ompu i Nommensen justru melahirkan kehidupan

sosial masyarakat Batak yang tanpa disadari telah membangun ketimpangan dalam

hubungan pemimpin dan pengikut (relasi kuasa), di mana pemimpin sebagai pihak

penguasa telah membangun komunitas baru yang tidak mengakomodasi seluruh

masyarakat Batak. Sistem kerajaan Kekristenan yang dibangun bagi sebagian

masyarakat Batak dianggap sebagai suatu hamajuon, namun bagi sebagian yang

lain adalah sejarah “kelam” dalam hubungan yang dijajah dan penjajah. Hal inilah

yang perlu mendapatkan penekanan, di mana praktik kekuasaan memunculkan

ketimpangan relasi kuasa, yang dengan menggunakan adat dan budaya Batak,

bentuk relasi kuasa tersebut tercermin dalam hubungan sikap superior dan inferior,

yang sayangnya hubungan yang seperti ini akan selalu memunculkan kontroversi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 196: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |182

BAB V

PENUTUP

RELASI KUASA DALAM WACANA KEPEMIMPINAN

OMPU I EPHORUS HKBP

Kesatuan masyarakat Batak tidak dapat dilepaskan dari wacana

kepemimpinan Ompu i. Paling tidak, sejarah telah mencatat bahwa kesatuan ini

menyangkut kepada komunitas komunal masyarakat Batak yang di dalamnya unsur

religi dan sekuler saling berhubungan.

Dalam masyarakat Batak Toba tradisional, wacana kepemimpinan Ompu i

berada dalam struktur yang melekat dalam kesatuan para raja bius, kelompok

Parbaringin, serta masyarakat Batak Toba sendiri. Hal ini tidak lepas dari ikatan

religiusitas sebagai suatu konsep pemahaman masyarakat Batak, di mana Raja

Singamangaraja diyakini sebagai seorang yang mampu mengakomodasi ketiga

struktur tersebut, meskipun Raja Singamangaraja adalah juga bagian dari raja bius

Bangkara. Hal ini menandakan bahwa kuasa religiusitas mengambil bentuk dan

tempatnya dalam suatu sistem struktur masyarakat Batak. Raja Singamangaraja

diyakini memiliki sahala yang berasal dari tuhan/dewa, sehingga mampu

menyatukan dan memimpin masyarakat Batak.

Dari pandangan ini maka relasi kuasa dalam wacana Ompu i Raja

Singamangaraja berada dalam kaitannya antara unsur sekuler dengan religi, di mana

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 197: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |183

hubungan pemimpin dan pengikut diikat dengan sistem struktur masyarakat Batak

(Suhi Ampang Na Opat) dengan pemerintahan konfederasi dan keyakinan pengikut

terhadap pemimpin sebagai titisan dewa. Keduanya saling berkaitan sehingga

praktik-praktiknya dilanggengkan.

Masuknya badan zending RMG ke Tanah Batak merubah dan mereproduksi

wacana kepemimpinan Singamangaraja dalam mewujudkan kekuasaannya dengan

tampilnya Nommensen, seorang Jerman, sebagai pemimpin. Perwujudannya adalah

praktik-praktik yang dilakukan Nommensen dalam mempersatukan bius-bius dan

masyarakat Batak dibawah pemerintahan/kerajaan Kekristenan. Namun demikian

proses reproduksi ini atau pembentukan wacana ini justru menggambarkan adanya

kepentingan dalam wacana kolonial sebagai suatu hal yang tidak disadari.

Hal ini sangat terlihat jelas di dalam Surat Kuliling Immanuel bahwa adanya

perwujudan komunitas baru dalam menggantikan komunitas yang lama atau dinasti

Singamangaraja merupakan buah hasil konstruk RMG sebagai pihak kolonial yang

menciptakan menciptakan dan menempatkan Surat Kuliling Immanuel sebagai

media yang mengkonstruk atau memberikan opini umum kepada masyarakat dan

kaum intelektual (raja-raja). Beberapa konstruk itu antara lain:

1. Imajinasi komunitas dan pengetahuan modern. Dalam Surat Kuliling

Immanuel, adanya narasi-narasi dari pekabaran Injil di Borneo, Tanzania,

dll. memberikan imajinasi bagi masyarakat Batak. Hal ini secara tak

langsung merupakan konstruk RMG untuk melepaskan masyarakat Batak

dari keterisolasiannya. Melepaskan ikatan-ikatan tradisi menuju imajinasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 198: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |184

baru yang mampu keluar ke dalam doktrin Eropanisasi. Namun demikian

hal ini juga diperkuat dengan adanya pengetahuan modern yang diberikan

oleh RMG kepada masyarakat Batak. Rasionalisasi Eropa yang diyakini

menjadikan bangsa Eropa maju disebarkan dalam suatu misi pengadaban

sebagai suatu hamajuon untuk menggantikan pemahaman-pemahaman

yang bersifat klenik dan mitos-mitos.

2. Adanya hukum baru menggantikan yang lama. Hal ini terlihat dari adanya

standarisasi dalam bentuk fungsi dan perilaku raja-raja yang sesuai dengan

keinginan RMG. Raja Pontas adalah salah satu yang sering digunakan

menjadi contoh dari sikap raja. Selain itu adanya hukum baru terlihat

dengan adanya musuh bersama bagi komunitas baru tersebut yang notabene

adalah masyarakat pribumi itu sendiri, yakni kelompok Parbaringin, Raja

Singamangaraja dan Muslim. Peristiwa yang dialami oleh kelompok

Parbaringin ini justru bertolakbelakang ketika sebelum masuknya RMG, di

mana kelompok ini justru memiliki hak dan kebebasannya di Tanah Batak.

Namun demikian, walaupun RMG menerapkan hukum baru, RMG tetap

menggunakan sistem struktur sosial masyarakat Batak dengan tetap

memfungsikan dan memberdayakan raja-raja.

3. Konstruk terhadap pemimpin. Salah satu unsur terpenting dalam suatu

komunitas adalah kedudukan pemimpin dalam komunitas tersebut.

Pentingnya Raja Singamangaraja di tengah-tengah masyarakat Batak juga

tak lepas dari kedudukan dan perannya ditengah-tengah masyarakat Batak.

Hal ini turut diamati oleh para Misionaris yang melihat kedudukan Raja

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 199: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |185

Singamangaraja, sehingga membuat Raja Singamangaraja tak lepas dari

konstruk atau opini umum yang dibuat oleh RMG. Surat Kuliling Immanuel

hadir dalam membangun opini umum tersebut. Namun demikian puncaknya

adalah bahwa dalam konstruk tersebut menghadirkan pemimpin baru

dengan wacana-wacana yang meninggikan Nommensen. Hal ini dapat

dikatakan sebagai wacana tandingan dalam menegasi pengaruh

kepemimpinan Raja Singamangaraja dan mengafirmasikan Nommensen

sebagai sosok pemimpin.

Ketiga konstruk di atas adalah upaya-upaya RMG dalam menciptakan

(pengetahuan) komunitas baru dengan tampilnya Nommensen menjadi pimpinan

sebagai suatu hal yang tanda disadari telah membentuk wacana kepemimpinan yang

baru. Hal ini semakin diperjelas dengan keterlibatan dan kesepemahaman RMG

dengan pihak pemerintah kolonial Belanda dalam menaklukkan raja-raja di Tanah

Batak dengan menggunakan kekerasan militer pada Perang Batak Pertama untuk

memperluas komunitas tersebut, sebagaimana dituangkan dalam BRMG, walaupun

RMG selalu berusaha untuk menutupi adanya keterlibatan tersebut dengan

membentuk opini-opini umum.

Dengan demikian dari konstruk-konstruk tersebut maka wacana

kepemimpinan Ompu i Nommensen dapat dikatakan sebagai suatu produk rezim

kolonial, di mana RMG tampil dalam menciptakan kekuasaan untuk membawa

supremasi bangsa Eropa sebagai suatu bentuk ketaatan dan kepatuhan dari pengikut

- masyarakat/komunitas Batak Kristen - kepada pemimpinnya, yakni Nommensen

(baca: bangsa Eropa). Hal ini semakin diperjelas dengan munculnya Aturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 200: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |186

Peraturan 1881 yang lebih bersifat hirarkis sebagai sesuatu yang bertolak belakang

dari konsep yang selama ini dilakukan Nommensen, atau dalam konsep Suhi

Ampang Na Opat menekankan konsep kekuasaan wilayah kepada Raja bius,

sedangkan kesatuan tunggal hanya dipahami dalam sistem konfederasi. Tentunya,

sistem hirarki semacam ini menempatkan pihak asing memiliki otoritas mutlak

dalam mengambil keputusan sewenang-wenang mengingat adanya kesatuan

pemerintah kolonial Belanda dengan RMG.1

Dalam wacana kepemimpinan Ompu i Nommensen kepatuhan ini tentunya

tanpa disadari memunculkan bentuk pengkultusan atau hierophany yang menurut

Mircea Eliade ingin menunjukkan pola manifestasi dari yang sakral,2 karena

memanfaatkan dan mengambil keuntungan dari wacana kepemimpinan

Singamangaraja yang notabene adalah sebagai “Debata Na Tarida”. Hal ini menjadi

lumrah karena bagi pengikut, bentuk kepemimpinan Ompu i Nommensen

menandakan adanya peniruan antara wacana kolonial dengan wacana tradisional,

di mana pengikut memiliki pengalaman yang hakiki dalam wacana kepemimpinan

Singamangaraja yang tentunya dengan kehadirannya (Nommensen)

membayangkan suatu komunitas menuju kepada hamajuon sebagai suatu berkat

dari Tuhan; dan dalam sudut pandang tersebut, Nommensen dapat dikatakan telah

berhasil meyakinkan dan menciptakan hamajuon melalui praktik-praktiknya

1 Sikap hirarkis ini nantinya tercium dengan munculnya aksi resistensi yang dilakukan

sebagian kelompok-kelompok lokal (pribumi) kepada para misionaris asing (baca: RMG), misalnya

H Ch. B (Hatopan Christen Batak) yang puncak pertentangannya terjadi pada tahun 1928 dan Gereja

Punguan Kristen Batak (GPKB) pada 1920. Bentuk kesewenang-wenangan ini dapat berupa

masalah kebijakan akibat sentralisasi-gereja hingga masalah mencampuri urusan tanah. Lih. HKBP,

Tuhan Menyertai UmatNya: Sejarah Huria Kristen Batak Protestan 125 Tahun (Tarutung: HKBP,

1986), hl. 29-30. 2 Mircea Eliade, Sakral dan Profan (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), hl. 4.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 201: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |187

kepada komunitasnya atau pengikutnya dalam suatu praktik diskursif. Dengan

pandangan ini faktor Nommensen dalam pembentukan wacana ini sangatlah

penting, serta mampu menutupi kehirarkian yang dibangun pihak RMG kepada

masyarakat Batak

Dari pengetahuan ini maka relasi kuasa dalam wacana Ompu i Nommensen

pada praktiknya tetap berada dalam hubungan antara sekuler dengan agama. Kedua

hubungan ini memunculkan relasi yang tidak seimbang antara pemimpin dan

pengikut, di mana pengikut selalu mengikuti pemimpinnya dalam aturan sistem

struktur sosial masyarakat yang mengikat dan juga kuasa religi dalam bentuk

pengkultusan yang meyakini kehadiran Nommensen sebagai dewa yang harus

dipatuhi dan sebagai raja yang mampu membawa hamajuon; sesuatu yang tidak

mampu dilakukan oleh Singamangaraja.

HKBP yang menggunakan gelar Ompu i kepada pemimpinnya, yakni

Ephorus, sebagai kelanjutan dari Nommensen justru menjadikan HKBP memiliki

ketimpangan relasi kuasa dalam hubungan pemimpin dan pengikut. Paling tidak,

ketimpangan relasi kuasa tersebut berada dalam tiga hal, yakni:

1. Pengkultusan. Salah satu yang menyebabkan adanya ketimpangan dalam

relasi kuasa salah satunya adalah pengkultusan. Ketika HKBP tetap menjaga

tradisi gelar Ompu i kepada Ephorus maka bagaimanapun wacana ini

mengandung nilai-nilai religi yang berasal dari agama tradisional

masyarakat Batak. Dalam mengabarkan Injil di Tanah Batak maka RMG

tidak sepenuhnya meninggalkan wacana-wacana tradisional. Bahkan dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 202: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |188

mereproduksi kekuasaan, RMG justru memanfaatkan keuntungan dari

wacana kepemimpinan Singamangaraja untuk mendapatkan kekuasaan

dengan membandingkan dan juga mengimitasi kekuasaan Singamangaraja

yang notabene dipandang sebagai titisan dewa. Hal inilah kemudian yang

membuat imajinasi dalam gelar Ompu i seolah tidak terhindarkan dalam

bentuk pengkultusan, walaupun dalam misinya, RMG juga menyertakan

pendidikan modern sebagai bentuk pengadaban.

Dengan demikian bentuk pengkultusan di dalam tubuh HKBP atau

antara Ephorus dengan jemaat memiliki ketimpangan dalam relasi kuasa

dengan memandang Ephorus sebagai titisan dewa. Hal ini dapat terlihat dari

sikap pengikut (jemaat) kepada pimpinannya (Ephorus). Dengan adanya

gelar Ompu i ini maka secara tidak langsung akan menghilangkan sikap

egaliter di tubuh HKBP, yang dalam hal ini sangat bertentangan dengan

Alkitab yang melihat sesama sebagai suatu kesetaraan (Galatia 5: 14).

Mekanismenya adalah dengan pengkultusan maka ketika gelar

tersebut berusaha memistifikasi hubungan pemimpin dan pengikut sebagai

suatu keabsolutan pada otoritas pemimpin, atau dengan kata lain, sebagai

sesuatu yang tidak boleh dipertanyakan oleh pengikut kepada pimpinannya,

baik itu masyarakat awam maupun kaum imam.

2. Kerajaan Kekristenan. Pengaruh lain yang membuat adanya ketimpangan

dalam relasi kuasa adalah adanya sistem kerajaan. RMG dalam

melaksanakan misinya di Tanah Batak berusaha mengkonstruksi

masyarakat tradisional menjadi kerajaan Kekristenan. Dalam reproduksinya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 203: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |189

itu RMG tetap menggunakan sistem struktur sosial masyarakat Batak

tradisional, yakni Suhi Ampang Na Opat, meskipun ada perubahan dari

struktur yang lama, baik itu menyangkut wilayah dan struktur jabatan, tetapi

paling tidak, RMG tetap mengikutsertakan raja-raja dalam melaksanakan

misinya.3 Dengan demikian dapat dikatakan pembentukan komunitas baru

tersebut adalah membentuk komunitas kerajaan Kristen, di mana

Nommensen tampil sebagai sosok pemimpin.

Penggunaan sistem struktur sosial ini terjadi ketika adanya kesatuan

antara unsur sekuler dengan religi, di mana praktik-praktik yang dilakukan

Nommensen tidak hanya kepada urusan agama atau gereja tetapi lebih dari

pada itu, yakni pada urusan adat, sosial, ekonomi, dsb. Hal inilah yang

memunculkan peniruan kepemimpinan Raja Singamangaraja melalui

praktik-praktiknya, di mana ketika berhubungan dengan unsur religi,

Nommensen dianggap memiliki peran sebagai seorang raja. Dalam

kapasitas ini maka pemakaian gelar Ompu i kepada Ephorus HKBP

mengindikasikan posisi raja dalam masyarakat Batak, atau yang tidak hanya

dibatasi pada masalah organisasi HKBP belaka. Disamping adanya

kesatuan unsur religi dengan sekuler, maka faktor lainnya penyebaran

masyarakat Batak yang semakin menyebar dan tidak lagi bermukim di

Tanah Batak. faktor ini mengindikasikan bahwa kuasa wacana

kepemimpinan Ompu i ini tidak lagi terikat kepada bius-bius, sebagai yang

3 Adanya perubahan dalam sistem struktur yang digunakan RMG adalah bahwa RMG tidak

menempatkan jabatan-jabatan dalam bius-bius yang seperti yang ada di sistem struktur Dinasti

Singamangaraja, misalnya jabatan Pande Bolon, Pande Mulia, Pande Raja, dll.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 204: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |190

lembaga pengawas yang memunculkan represi dalam bentuk etika, moral,

pengetahuan, dsb.

Hal ini tidak dapat dipungkiri menjadikan adanya ketimpangan

dalam relasi kuasa selayaknya hubungan raja dengan pengikutnya: pantun

marraja (tunduk kepada raja). Terlebih dalam reproduksi wacana

kepemimpinan yang dilakukan RMG ini semakin mengalami pergeseran

dengan munculnya kehirarkisan dalam sistem Episkopal yang digunakan

HKBP semasa RMG dengan memusatkan kekuasaan kepada pemimpin

tertinggi, yakni Ephorus HKBP pada Aturan Peraturan 1881.4 Salah satu

faktor tidak adanya resistensi pengikut kepada Ephorus pada masa itu

adalah faktor Nommensen sendiri yang diyakini membawa kesatuan

masyarakat Batak (baca: pengikut) dan hamajuon. Namun demikian ketika

Ephorus HKBP menggunakan gelar Ompu i yang berasal dari Nommensen,

maka terdapat perbedaan konteks antara saat ini dengan zaman

Nommensen, di mana pada saat ini pemisahan antara dunia sekuler dengan

religi sudah terbentuk dan terlihat dengan jelas yang justru tidak terjadi pada

masa Nommensen.

Jadi dapat dikatakan bahwa pemakaian gelar tersebut tidak memiliki

relevansi pada konteks saat ini akibat adanya pemisahan antara urusan

sekuler dengan religi yang membuat kekuasaan gereja dibatasi hanya pada

4 Menurut PTD Sihombing, sebelum munculnya Aturan-Peraturan 1881 telah ada gagasan

dari para petinggi zending RMG untuk membentuk Dewan Gereja (cikal bakal Majelis Pusat atau

Parhalado Pusat HKBP) yang mengawasi kinerja Ephorus HKBP demi menyenangkan jemaat

Batakmission (HKBP). Namun demikian hal ini baru terealisasi pada saat Ephorus dipimpin oleh

Johannes Warneck pada 1927. Lih. Dr. PTD Sihombing, Tuan Manullang (Humbang: Albert-Orem

Ministry, 2008), hl. 235.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 205: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |191

urusan keagamaan, meskipun pada praktik-praktiknya masih terlihat fungsi

dan peranannya di beberapa aspek, khususnya yang menyangkut dalam

hubungan adat dan budaya Batak, misalnya pesta marga-marga, dsb.

Dengan demikian secara struktur kekuasaan, wacana Ompu i Ephorus justru

mengalami pengreduksian kekuasaan dalam bentuk fungsi dan objeknya

yang sepatutnya bahwa wacana ini harus ditanggalkan untuk

menghindarkan “overlapping” kekuasaan.

3. Rezim kolonial. Tidak dapat dipungkiri bahwa terbentuknya

wacana Ompu i Nommensen memiliki sejarah “kelam” bagi masyarakat

Batak pada Perang Toba I. Wacana kepemimpinan Ompu i Nommensen

merupakan suatu produk rezim kolonial untuk mereproduksi kekuasaan.

Yang paling terlihat adalah adanya keterlibatan RMG dalam misi

militerisme pada Perang Toba I dan juga adanya sikap mengambil

keuntungan dari misi militerisme tersebut dengan tunduknya raja-raja yang

berimbas kepada semakin cepatnya dan semakin luasnya wilayah kekuasaan

RMG. Dengan adanya kolonialisme dalam wacana ini maka berimbas

kepada ketimpangan relasi kuasa yang tidak hanya berkaitan bagi

masyarakat Batak Kristen yang mengalami kekerasan tetapi juga kepada

pemeluk agama tradisional Batak yang mengalami trauma akibat kekerasan

yang terjadi. Hal semacam ini akan berimbas kepada munculnya bentuk-

bentuk resistensi dan dekonstruksi akan adanya wacana kolonial tersebut.

Munculnya gerakan Parmalim, Raja Batak dan Parhudamdam yang berasal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 206: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |192

dari kelompok Parbaringin menunjukkan bentuk perlawanan atau resistensi

tersebut.

HKBP yang masih memegang tradisi dalam penggunaan gelar

Ompu i kepada Ephorus maka akan selalu membawa wacana kolonial di

tubuhnya sendiri yang akan menjadi “monumen” akan ingatan masa lalu

yang berimbas kepada bentuk-bentuk resistensi, maupun dekonstruksi

kepada dirinya sendiri.

Ketiga hal di atas menyebabkan adanya ketimpangan relasi kuasa antara

pemimpin dan pengikut yang mengindikasikan akan adanya manipulasi dalam

suatu organisasi melalui represi, yang seperti Foucault katakan, menciptakan

kepatuhan, kedisiplinan, atau ketaatan dalam bentuk sikap, rasa, etika, dll yang

cenderung dapat mengakibatkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

Sehingga ketika dikaitkan dengan sistem organisasi akan berimbas kepada roda

organisasi yang tidak dapat berjalan semestinya akibat pengreduksian sistem

pengawasan, aturan-peraturan, dsb. Hal inilah yang kemudian HKBP perlu untuk

menanggalkan pemakaian gelar Ompu i kepada Ephorus HKBP secara holistik

demi suatu organisasi yang sehat dalam membangun kesetaraan antara pemimpin

dan pengikut, baik kepada jemaat awam maupun sesama kaum imam sendiri, di

mana tak dapat dipungkiri bahwa dalam perjalanan historis wacana kepemimpinan

di Tanah Batak, gelar dan wacana tersebut selalu dimotori (direproduksi) dan

dibawah kepentingan gerakan keagamaan, baik itu kelompok Parbaringin ataupun

kelompok imam (para misionaris, pendeta Batak, Sintua atau majelis, dan guru)

sebagai kelompok yang mendominasi melalui persatuan dalam gerakan dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 207: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |193

pemahaman. Selain itu, faktor lain yang menjadi alasan penting adalah adanya

wacana kolonialisme dalam gelar tersebut yang tak dapat dipungkiri dengan

pemakaiannya, HKBP akan selalu dibayang-bayangi dengan sikap resistensi dan

dekonstruksi. Metode-metode yang diterapkan RMG dalam melaksanakan misinya

di Tanah Batak dengan mengambil keuntungan menjadi pembentukan wacana

sebagai sesuatu yang perlu dikaji ulang dalam pembahasan mengenai misiologi dan

eklesiologi.

Memang bagi para pengikut Nommensen mampu membawa hamajuon

sebagai sesuatu yang tidak mampu dilakukan Singamangaraja dalam kesatuan

masyarakat Batak, namun demikian hal ini bukan berarti HKBP melanjutkan

warisan yang telah dilakukan Nommensen melalui aturan dan praktik diskursif,

melainkan perlu merevisi ulang wacana Ompu i dalam konteks kekinian, ketika

pemisahan religi dan sekuler dalam sistem struktur sosial masyarakat semakin jelas,

walaupun revisi ini akan mereduksi kuasa Ephorus HKBP, serta membiaskan kuasa

kaum imam dalam masyarakat Batak yang bagaimanapun reproduksi wacana Ompu

i, baik pada masa Singamangaraja dan Nommensen, selalu dikuasai oleh kelompok

agama, yakni kelompok Parbaringin dan kaum imam.

Hadirnya wacana Ompu i dalam tubuh HKBP dapat dikatakan HKBP telah

mereproduksi wacana ini ke wilayah kekristenan dengan mencerabut sisi

orisinalitas dalam struktur sosial, adat dan budaya Batak menjadi organisasi

keagamaan yang sifatnya hirarkis (episkopal). Tentunya, yang menarik adalah

ketika gelar Ompu i menjadi wacana kepemimpinan yang berhubungan dengan

budaya dan masyarakat Batak pada umumnya, sehingga menyebabkan wacana ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 208: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |194

tidak sekedar berhenti atau berjalan ditempat, tetapi mengalami reproduksi dalam

konteks kekinian. Dengan pemahaman akan diskontinuitas, maka produksi dan

reproduksi wacana dipahami dalam setiap relasi kuasa akan suatu pengetahuan

dalam sejarah atau periode tertentu.

Pasca meninggalnya Nommensen (1918), bentuk resistensi dalam wacana

Ompu i semakin banyak terjadi. Hal ini disebabkan adanya sesuatu hal yang tidak

dimiliki Ephorus lainnya yang ada di dalam diri Nommensen, yakni menciptakan

kesatuan para pengikut, serta membawa hamajuon. Bentuk resistensi bukan lagi

diperhadapkan dengan kelompok Parbaringin, melainkan juga dengan gerakan pro-

kemerdekaan yang menentang kepemimpinan bangsa asing, di mana pada tahun

1918, kelompok H.Ch.B. (Hatopan Christian Batak)5 yang didirikan oleh MH

Manullang memuat di majalah Immanuel mengenai gagasan tentang gereja-sentris

(sistem hirarkis) yang menyulut kepada sikap anti-kolonialisme.6 Dalam gerakan

tersebut sikap resistensi terlihat jelas dengan keinginan H.Ch.B. untuk bergabung

dengan gerakan pro-kemerdekaan. Tentunya wacana Ompu i sebagai fenomena

hubungan pemimpin dan pengikut mendapat reproduksi baru dari gerakan

nasionalisme sebagai bentuk relasi kuasa, di mana kepemimpinan HKBP semasa

5 HKB lahir pada 28 September 1917 di Balige dari kelompok paduan suara

Zangvereeniging Hadomuan. Awalnya kelompok ini hanya ingin membentuk kesatuan sosial semua

orang Kristen Batak. Tidak ada perkiraan yang nantinya akan memisahkan diri dan kemudian

membentuk suatu gereja batak tersendiri; cikal bakal menjadi HKI. Lih. J.R. Hutauruk, Kemandirian

Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), hl. 89. 6 Menurut catatan Lance Castle seperti yang ditulis dalam bukunya PTD SIhombing, MH

Manullang lahir di Peanajagar 1881. Dia sering dianggap oleh para misionaris asing, khususnya Otto

Marcks, pendeta zending yang bertugas sebagai Bapak Asrama di Sekolah Narumonda, sebagai

”anak muda yang licik dan cerdik”, karena ayahnya berasal dari Bangkara dan memiliki kedekatan

dengan Raja Singamangaraja XII, walaupun telah dibaptis dengan nama Hezekiel dan mengikuti

sekolah zending (Sekolah Anak Raja). Lih. PTD Sihombing, Op. Cit., hl. 39.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 209: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |195

RMG menunjukkan kekuasaannya kepada masyarakat Batak (baca: pribumi)

melalui sistem hirarkis yang dibangunnya sendiri, khususnya kepada gerakan pro-

kemerdekaan; sesuatu hal yang justru bertentangan dengan pemahaman RMG

sendiri mengenai Konsep Volkschristianisierung, yang memiliki tujuan akhir

Missionsziel, perwujudan gereja rakyat yang mandiri.

Demikian juga dengan periode-periode selanjutnya, di mana kesatuan

masyarakat Batak dalam wacana Ompu i, justru mengalami keterpisahan akibat

adanya perbedaan bahasa, misalnya daerah Simalungun menjadi GKPS (Gereja

Kristen Protestan Simalungun pada 1963, daerah Angkola menjadi GKPA (Gereja

Kristen Protestan Angkola) pada 1976, dsb.

Dari semua peristiwa yang dialami HKBP dengan wacana kepemimpinan

Ompu i-nya, dapat dikatakan bahwa reproduksi wacana yang digunakan HKBP

menempatkan gelar ini pada dunia Kekristenan yang memiliki otoritas dalam

kesatuan masyarakat Batak. Namun ketika gelar ini sudah dicabut dari sisi

orisinalitasnya maka gelar ini menjadi fetish7 dalam kepemimpinan masyarakat

Batak. RMG mungkin dapat dikatakan yang mereproduksi gelar ini pertama kali

melalui pimpinan tertinggi di tubuh HKBP, namun reproduksi ini dapat selalu

dilakukan dalam konteks yang berbeda-beda.

7 Di dalam kamus psikoanalisa, fetish dikaitkan sebagai mekanisme disavowal

(pengingkaran) dalam bentuk perversion. Dengan pandangan ini maka Fetish adalah simbol

pengganti dari hilangnya “phallus”. Hal ini terjadi untuk menopang “sang ayah” yang merupakan

simbol kastrasi. Lih. Dylan Evans, An Introductory Dictionary of Lacanian Psychoanalysis

(London: Routledge, 1996), hl. 64.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 210: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |196

Salah satu reproduksi akan wacana ini adalah dalam diri Tiopan Bernhard

(T.B.) Silalahi. Mungkin bagi sebagian orang akan bingung dan bertanya mengenai

hubungan sosok T.B Silalahi dengan Ompu i Singamangaraja, atau mungkin juga

Nommensen, namun demikian wacana ini dapat terlihat dengan jelas dari museum

yang didirikannya, yakni Museum T.B. Silalahi Center.

Museum yang didirikan pada 7 Agustus 2006 dan diresmikan pada 17 April

2008 ini berlokasi di Balige, kabupaten Tobasa. Namun dibalik keberadaan

museum ini, Balige menjadi kota tempat pemakaman Raja Singamangaraja XII

setelah dipindahkan dari Tarutung pada 14 Juni 1953 sesuai dengan keputusan

Presiden Soekarno. Masyarakat di kota Balige mungkin tidak akan lupa bahwa

pemindahan tulang belulang Singamangaraja XII ke Balige sebagai suatu keinginan

Soekarno untuk melihat Balige sebagai kota yang terkenal dalam perang Batak;

sebuah kota yang terkenal dengan perjuangan Singamangaraja XII dan bukan

Tarutung yang terkenal dengan kota tawanan Belanda.8 Dengan latar belakang kota

kepahlawanan Singamangaraja XII inilah, TB Silalahi mendirikan museum ini.

Museum TB Silalahi Center memiliki dua museum, yakni museum TB

Silalahi yang memuat tentang pribadinya berupa: catatan sejarah perjalanan

hidupnya, koleksi pribadinya, dll., dan museum Batak yang berisi koleksi kekayaan

budaya dan sejarah Batak berupa artefak, arsip, dll. yang terdiri dari 6 puak, yakni

Karo, Toba, Simalungun, Pakpak, Angkola, dan Mandailing. Di dalam museum

Batak tersebut, berdiri patung si Raja Batak yang diyakini sebagai manusia pertama

8 Diambil dari https://blogseputarrajasisingamangaraja12.wordpress.com/page/2/ Diakses

pada 5 Februari 2017.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 211: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |197

dalam mitologi Batak, serta patung Raja Singamangaraja dan Nommensen yang

semakin melengkapi koleksi patung dari museum Batak. Namun demikian

gambaran reproduksi wacana kepemimpinan Ompu i sangat terlihat ketika pertama

kali memasuki museum TB Silalahi Center tersebut, di mana para pengunjung akan

disambut dengan patung TB Silalahi bersama dengan patung harimau.

Patung TB Silalahi dan patung harimau di Museum TB Silalahi Center

Apabila dipandang dari perspektif semiotika, susunan-susunan dalam

museum tersebut menghasilkan suatu pesan atau makna yang dapat ditangkap oleh

pengunjung; yang harapannya sesuai dengan makna dan tujuan museum itu sendiri,

dengan menjadikan museum sebagai suatu reproduksi yang dapat mengubah

persepsi masyarakat dengan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat.9 Patung

TB Silalahi bersama seekor harimau merepresentasikan persona dalam bentuk

9 S. Brent Plate, Walter Benjamin, Religion, and Aesthetics: Rethinking Religion Through

The Arts (New York: Routledge, 2005), hl. 85. Dalam masyarakat Batak, kehadiran patung, dalam

hal ini patung TB Silalahi, selalu berkaitan atau tidak dapat dilepaskan dengan dalihan na tolu yang

dalam pengertian tertentu dapat melampauinya namun juga tidak menimbulkan jurang antara

monumen dengan diri (viewers). Kehadiran patung, dalam hal ini Patung TB Silalahi, memiliki

multiimage yang dalam pengertian Dalihan Na Tolu akan memberikan kedudukan tertentu melalui

marhata. Lih. Budi Susanto, Words and Blessings: Batak Catholic Discourse In North Sumatera

(New York: Dissertation from Cornell University, 1989), hl. 338.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 212: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |198

media. Memang menurut Marshall Mcluhan, seorang ahli dalam teori media, setiap

media selalu bersifat bias yang tidak bisa ditentukan penafsirannya atau

komunikasinya. Namun demikian sifat bias tersebut memiliki batasan tentang

bagaimana media tersebut digunakan atau diinterpretasikan.10 Batasan-batasan ini

secara tidak langsung berkaitan dengan pengetahuan dalam lingkungan masyarakat.

Dalam pengertian ini patung harimau yang berada disebelah patung TB Silalahi

dapat merepresentasikan deskripsi persona TB Silalahi. Mungkin gambaran

mengenai patung harimau, ataupun juga seperti singa, adalah gambaran akan sosok

raja hutan yang dapat mengindikasikan sosok TB Silalahi sebagai seorang yang

memiliki sahala raja. Namun demikian yang lebih penting lagi bahwa dalam tradisi

masyarakat Batak, harimau merupakan binatang yang dihormati, seperti yang telah

dikatakan dalam bab II, yang dahulu setiap orang yang menemukan jejak harimau

maka jejak tersebut sering disebut sebagai “bogas ni ompu i” (jejak Ompu i). Hal

ini mengindikasikan deskripsi atau interpretasi dari TB Silalahi ditengah

masyarakat Batak.

Namun yang menarik kemudian, bahwa secara keseluruhan museum

tersebut justru menempatkan sosok Nommensen dan Singamangaraja XII berada

dibelakang (baca: lokasi) dari patung TB Silalahi; yang akan mendeskripsikan suatu

gambaran TB Silalahi yang menaungi kedua tokoh tersebut. Tidak ada deskripsi

mengenai pertikaian antara kedua tokoh ini. Keduanya memiliki kepahlawanannya

masing-masing. Mungkin bagi TB Silalahi yang menghabiskan karirnya di dunia

10 Eric McLuhan & Frank Zingrone, (eds.), Essential McLuhan (London: Routledge, 1995),

hl. 82-89.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 213: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |199

militer, ia menjadikan atau memberikan dirinya sebagai sosok pengayom,

pelindung bagi masyarakat Batak. Hal ini juga dipertegas dengan kalimat yang

dituliskan dibalik patung dirinya: “Nasa na ni lehon Mi, tondi rodi pamatangku,

Hosa dohot gogongki, rodi saluhut artangku, Hupasahat i tu Ho, na so unsatonku

do.” (Semua yang diberikan Tuhan, roh dan juga daging, Nafas dan kekuatanku

sampai dengan hartaku, kupersembahkan kepadaMu setulus hati)

Kalimat yang diambil dari syair lagu doa persembahan dalam tata ibadah

HKBP ini merupakan lagu yang dengan menyanyikannya akan selalu

mengingatkan bahwa segala kekayaan yang ada merupakan milik Tuhan yang harus

dikembalikan kepada-Nya. Syair ini mungkin baginya mewakili kediriannya dalam

pengabdiannya kepada masyarakat. Namun yang pasti dalam konteks kekinian, TB

Silalahi telah mereproduksi wacana kepemimpinan Ompu i yang diindikasikan

melalui museum. Selayaknya fetish, maka istilah Saya Sasaki Shiraishi, seorang

anthropolog, mengenai selendang dapat memberikan ilustrasi dalam wacana Ompu

i ini bahwa dengan balutan selendang maka seorang bayi akan merasakan

ketenangan dalam dekapan seorang laki-laki; yang dalam pengertian ini selendang

menjadi pengganti dalam dekapan seorang ibu yang membuat kehangatan.11

Deskripsinya ingin menggambarkan reproduksi wacana kepemimpinan

Ompu i yang dilakukan oleh TB Silalahi bahwa dengan menggunakan tradisi

masyarakat Batak (Ompu i) maka akan memistifikasi hubungan pemimpin dan

11 Saya Sasaki Shiraishi, Pahlawan-Pahlawan Belia: Keluarga Indonesia Dalam Politik

(Jakarta: KPG, 2001), hl. 82.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 214: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |200

pengikut sebagai suatu keluarga di mana masyarakat Batak akan diberikan

“kehangatan.” Memang museum ini justru mengindikasikan suatu dekonstruksi

atas sosok Ompu i Ephorus HKBP, namun demikian ketika HKBP atau RMG

berusaha mereproduksi wacana kepemimpinan ini ke dalam konteks Kekristenan,

maka reproduksi yang dibangun oleh TB Silalahi merupakan wacana

kepemimpinan bagi orang-orang yang memiliki harta atau kekayaan; yang

mengindikasikan konteks kapitalisme yang turut mempengaruhi reproduksi wacana

ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 215: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 216: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |202

Diam

bil d

ari Pd

t. Dr. Jan

S. Arito

nan

g, Sejarah P

end

idikan

Kristen

, hl. 2

81

.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 217: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |203

Surat Kuliling Immanuel 1 Maret 1892 No 3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 218: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |204

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 219: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |205

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 220: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |206

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 221: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |207

Surat Kuliling Immanuel 1 Juli 1892 No 7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 222: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |208

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 223: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |209

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 224: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |210

DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku

Aritonang, Pdt. Dr. Jan S. Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak. Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 1988.

Aritonang, Pdt. Dr. Jan S. Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam Indonesia.

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004.

Aritonang, Jan Sihar dan Steenbrink, Karel. Eds. A History of Christianity in

Indonesia. Leiden: Brill, 2008.

Anderson, Bennedict. Imagined Community: Reflections on The Origin and Spread

of Nationalism. London: Verso, 2006.

_______. Kuasa Kata: Jelajah Budaya Politik di Indonesia. Yogyakarta: Mata

Bangsa, 2000.

Burke, Peter. History and Social Theory. New York: Cornell University Press

Ithaca, 1992.

Bhabha, Homi K. The Location of Culture. London: Routledge, 1994.

Castle, Lance. Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatera: Tapanuli 1915-

1940. Jakarta: KPG, 2001.

Chambert-Loir, Henri. Sadur: Sejarah Terjemahan di Indonesia dan Malaysia.

Jakarta: KPG, 2009.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 225: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |211

Carrette, Jeremy R. ed. Agama, Seksualitas, Kebudayaan: Esai, Kuliah, dan

Wawancara Terpilih Michel Foucault. Yogyakarta: Jalasutra, 2011.

Eliade, Mircea. Sakral dan Profan. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002.

End, Van den. Ragi Carita 2: Sejarah Gereja di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1999.

Evans, Dylan. An Introductory Dictionary of Lacanian Psychoanalysis. London:

Routledge, 1996.

Fanon, Frantz. Black Skin, White Mask. London: Pluto Press, 1967.

Faubion, James D. ed. Michel Foucault: Power. Essensial Work of Foucault 1954-

1984: Paul Rabinow Series Editor.

Foucault, Michel. The History of Sexuality: An Introduction, Vol. 1. New York:

Vintage Books, 1990.

________. Arkeologi Pengetahuan. Yogyakarta: Ircisod, 2012.

________. Pengetahuan dan Metode: Karya-Karya Penting Foucault. Yogyakarta:

Jalasutra, 2011.

________, About the Beginning of the Hermeneutics of the Self: Two Lectures at

Dartmouth. Political Theory, Vol. 21, No. 2. May, 1993.

________. Language, Madness, and Desire On Literature. Minneapolis: University

of Minnesota Press, 2015.

Frederiks, Martha. dkk. eds. Towards An Intercultural Theology: Essays in Honour

of Jan A.B. Jongeneel. Utrecht: Uitgeverij Meinema, 2003.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 226: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |212

Gandhi, Leela. Postcolonial Theory: A critical introduction. Sydney: Allen &

Unwin, 1998.

Hart, William D. Edward Said and The Religious Effects of Culture. Cambridge:

Cambridge University Press, 2004.

Hansen, George P. The Trickster and the Paranormal. Philadelphia: Xlibris, 2001.

Hardiman, F. Budi. Pemikiran-Pemikiran Yang Membentuk Dunia Modern: Dari

Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Erlangga, 2011.

HKBP, Tuhan Menyertai UmatNya: Sejarah Huria Kristen Batak Protestan 125

Tahun. Tarutung: HKBP, 1986.

Hutauruk, J.R. Kemandirian Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992.

Kozok, Uli. Utusan Damai Di Kemelut Perang: Peran Zending dalam Perang

Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010.

Loomba, Ania. Kolonialisme/Pascakolonialisme. Yogyakarta: Pustaka Promethea,

2016.

Lumbantobing, Andar Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak. Jakarta: BPK

Gunung Mulia, 1996.

Lumbantobing, Adniel. Sedjarah Si Singamangaradja I-XII. Tarutung: Dolok

Martimbang, 1959.

Mannion, Gerard. cs. eds., The Routledge Companion To The Christian Church.

New York: Routledge, 2008.

Marsden, William. Sejarah Sumatra. Depok: Komunitas Bambu, 2013.

Mclellan, David. Ideologi Tanpa Akhir. Bantul: Kreasi Wacana, 2005.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 227: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |213

McLeod, John. Beginning Postcolonialism. Manchester: Manchester University

Press, 2000.

McLuhan. Eric & Zingrone, Frank. Eds. Essential McLuhan. London: Routledge,

1995.

Meerwaldt, J.H. ed. Boengaboenga Na Angoer jilid II: Boekoe Sidjahaon ni Anak

Sikola Metmet angka na di Rongkanan Pargindjang. Lagoeboti:

Pangarongkoman Mission, 1919.

Mills, Sara. Michel Foucault. London: Routledge, 2003.

Munthe, Rachman Tua. Allah Beserta Kita: Respons HKBP atas Kondisi Sosial –

Politik di Indonesia Periode 1890-1965. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2011.

Nababan, Manguji. ed. Torsatorsa Hombung: Turiturian Ni Halak Batak. Medan:

Vanivan Jaya, 2015.

Nababan, Panda. Dkk. eds. Selagi Hari Siang: Tugas Mendesak untuk Segenap

Warga Jemaat Huria Kristen Batak Protestan. Jakarta: Notulen Seminar

Sehari HKBP Memasuki Era Industrialisasi, Yayasan Sinar Mampang,

1988.

Napitupulu, O.L. Perang Batak perang Si Singamangaradja. Jakarta: Yayasan

Pahlawan Nasional Sisingamangaradja, 1972.

Neill, Stephen. Colonialism and Christian Missions. London: Mcgraw-Hill Book

Company, 1966.

Niebuhr, Richard. Christ and Culture. New York: Harper and Row, 1951.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 228: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |214

Niel, van Robert. Munculnya Elite Modern Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya, 1984.

Pasaribu, Idris. Mangalua. Jakarta: Obor 2015.

Pedersen, P.B. Darah Batak dan Jiwa Protestan. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1975.

Perret, Daniel. Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu di Sumatra Timur

Laut. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia: 2010.

Plate, S. Brent. Walter Benjamin, Religion, and Aesthetics: Rethinking Religion

Through The Arts. New York: Routledge, 2005.

Rabinow, Paul. ed. The Foucault Reader. New York: Pantheon Books, 1984.

Rafael, Vicente L. Ed. Figures of Criminality in Indonesia, The Philippines, and

Colonial Vietnam. Ithaca: Cornell University: 1999.

Randwijck, S.C. Graaf van. Oegstgeest: Kebijaksanaan “Lembaga-Lembaga

Pekabaran Injil yang Bekerjasama” 1897-1942. Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1989.

Reid, Anthony. Menuju Sejarah Sumatera. Jakarta: Pustaka Obor, 2011.

Said, Edward. Orientalism. London: Penguin Books, 2003.

Said, Muhammad. Singa Mangaradja XII. Medan: Waspada, 1961.

Sangti, Batara. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar, 1977.

Saukko, Paula. Doing Research In Cultural Studies: An Introduction to Classical

and New Methodological Approaches. London: Sage Publications, 2003.

Schein, Edgar H. Organizational Culture and Leadership. San Fransisco: Jossey-

Bass, 2004.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 229: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |215

Schreiner, Lothar. Telah Kudengar dari Ayahku: Perjumpaan Adat dengan Iman

Kristen di Tanah Batak. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978.

Siahaan B.A., N. Sedjarah Kebudajaan Batak: Suatu Studi Tentang Suku Batak

Toba-Angkola-Mandailing-Simelengun-Pakpak Dairi-Karo. Medan: C.V.

Napitupulu & Sons, 1964.

Sidjabat, Prof. Dr. W. Bonar. Ahu Si Singamangaraja. Jakarta: Sinar Harapan,

1982.

Siegel, James T. Fetish, Recognition, Revolution. New Jersey: Princeton, 1997.

Siegel, James T. Penjahat Gaya (Orde) Baru: Eksplorasi Politik dan Kriminalitas.

Yogyakarta: LKiS, 2000.

Sihombing, T.M. Filsafat Batak: Tentang Kebiasaan-Kebiasaan Adat Istiadat.

Jakarta: Balai Pustaka, 1986.

Sihombing, Dr. PTD. Tuan Manullang. Humbang: Albert-Orem Ministry, 2008.

Silalahi, Ulber Dr. MA. Pemerintahan (Harajaon) dan Birokrasi Tradisional

Masyarakat Toba. Medan: Bina Media Perintis, 2014.

Simanjuntak, Bungaran Antonius. Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak

Toba. Jakarta: Obor, 2009.

Sinaga, Anicetus B. Dr. Allah Tinggi Batak-Toba: Transendensi dan Imanensi.

Yogyakarta: Kanisius, 2014.

Shiraishi, Saya Sasaki. Pahlawan-Pahlawan Belia: Keluarga Indonesia Dalam

Politik. Jakarta: KPG, 2001.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 230: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |216

Sitompul, A.A. Sitotas Nambur Hakristenon Di Tano Batak. Jakarta: Dian Utama,

2005.

Situmorang, Sitor. Toba Na Sae: Sejarah Lembaga Sosial Politik Pada Abad XIII-

XX. Jakarta: Komunitas Bambu, 2009.

Tobing, PH. O.L. The Structure Of The Toba-Batak Belief In The High God.

Amsterdam: South and South-East Celebes Institue For Culture, 1963.

Vergouwen, J.C. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Yogyakarta: LKIS,

2004.

Warneck, J. Kamus Batak Toba-Indonesia.

Warneck, Joh. The Living Forces of The Gospel: Experiences of A Missionary In

Animistic Heathendom. London: Oliphant, Anderson & Ferrier, 1867.

Wodak, Ruth. & Chilton, Paul. Eds. A New Agenda in (Critical) Discourse

Analysis. Amsterdam: John Benjamin Publishing Company, 2005.

Zizek, Slavoj. ed. Mapping Ideology. London: Verso, 1994.

Zwartjes, Otto. Cs. Eds. Missionary Linguistic V: Translation Theories and

Practies. Amsterdam: John Benjamins Publishing Company, 2014.

Refrensi Tulisan Akademis

Susanto, Budi. Words and Blessings: Batak Catholic Discourse In North Sumatera.

New York: Dissertation, Cornell University, 1989.

Winkler, Herald E. The Divided Roots of Lutheranism in South Africa. Disertasi

Department of Religious Studies University of Cape Town, 1989.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 231: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |217

Refrensi Majalah

Almanak HKBP 2015. Tarutung: Kantor Pusat HKBP 2015.

Basis, Th ke-50, Maret-April 2001.

Burton dan Ward, Report of Journey into Batak Country, in the interior of Sumatra,

in The Year 1824: Communicated by The Late Sir Stamford Raffles dalam

Early Journal Content On JSTOR.

Historia, Nomor 27 Tahun III 2016.

Jurnal Polis Vol.3, 2010 University of Leeds.

Occasional Buletin, Juli, 1980.

Surat Parsaoran Immanuel HKBP edisi No. 9 September 2015 Tahun ke-125.

Surat Kuliling Immanuel No. 11, November 1893.

Surat Kuliling Immanuel No. 6, Juni 1893.

Surat Kuliling Immanuel, No. 7, 1 Juli 1892.

Surat Kuliling Immanuel, No. 3, 1 Maret 1892.

Surat Kuliling Immanuel, No. 2, 1 Februari 1892.

Surat Kuliling Immanuel, No. 10, 1 Oktober 1891.

Surat Kuliling Immanuel, No. 11, 1 November 1890.

Surat Kuliling Immanuel, No. 10, 1 Oktober 1890.

The Cambridge Dictionary of Philosophy edisi kedua.

Refrensi Internet

http://hariansib.co/mobile/?open=content&id=23590. Di akses pada 24 Oktober

2015.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 232: OMPU I - core.ac.uk · kemudian mereproduksi kekuasaan Raja Singamangaraja XII. Sehingga sebagai suatu keakuratan data maka saya menggunakan arsip, Surat Kuliling Immanuel, untuk

Ompu i |218

https://www.facebook.com/notes/rizal-ebiet-ir/tigabelas-tesis-tentang-kerusuhan-

dan-konflik-sosial-pasca-soeharto-di-indonesia/10152452800962039.

Diakses pada 21 november 2015.

http://batakpedia.sourceforge.net/?page_id=9

http://fransaritonang.blogspot.co.id/2013/01/antara-nommensen-dan-

sisingamangaraja.html.

http://batakweb.blogspot.co.id/2010/02/suhi-ni-ampang-na-opat.html. Diakses

pada 4 September 2016.

http://www.kompasiana.com/itnaibaho.blogspot.com/sisingamangaraja-xii-bagian

-i-antara-silsilah-dan-mitos_5518cf3f81331140719de0ed. Diakses pada 18

Maret 2016 pukul 22.25 WIB.

https://tobadreams.wordpress.com/2008/12/21/wawancara-dengan-cucu-tertua-

sisingamangaraja-xii/. Diakses pada 4 september 2016.

https://tobadreams.wordpress.com/2008/12/21/wawancara-dengan-cucu-tertua-

sisingamangaraja-xii/ Di akses pada 4 september 2016.

https://blogseputarrajasisingamangaraja12.wordpress.com/page/2/ Diakses pada 5

Februari 2017.

Wawancara

Wilson Lumbanraja pada 30 April 2016.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI