23
REFERAT ORAL CORTICOSTEROID OLEH: Husni Maftuhah (H1A003020) Taufik Abidin (HIA003048)

Oral Kortikosteroid

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Oral Kortikosteroid

REFERAT

ORAL CORTICOSTEROID

OLEH:

Husni Maftuhah (H1A003020)

Taufik Abidin (HIA003048)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPNITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN SMF PPENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RSU MATARAM/FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

MARET 2009

Page 2: Oral Kortikosteroid

PENDAHULUAN

Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis

yang sangat luas. Mamfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping

yang tidak diharapkan cukup banyak, maka dalam penggunaannya dibatasi.

Berdasarkan khasiatnya, kortikosteroid dibagi menjadi mineralokortikoid dan

glukokortikoid. Mineralokortikoid mempunyai efek terhadap metabolisme elektrolit

Na dan K, yaitu menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K, maka mineralokortikoid

jarang digunakan dalam terapi. Sedangkan glukokortikoid mempunyai efek terhadap

metabolisme glukosa, anti imunitas, efek neuroendokrinologik dan efek sitotoksik.

Sebagian besar khasiat yang diharapkan dari pemakaian kortikosteroid adalah sebagai

antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Karena khasiat inilah kortikosteroid

banyak digunakan dalam bidang dermatologi.

BIOSINTESIS DAN KIMIA

Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolesterol, yang kemudian dengan

bantuan berbagai enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom

karbon dan androgen lemah dengan 19 atom karbon. Androgen ini juga merupakan

sumber estradiol. Sebagian besar kolesterol yang digunakan untuk steroidogenesis ini

berasal dari luar (eksogen), baik pada keadaan basal maupun setelah pemberian

ACTH. Sedangkan sumber steroid farmaseutik biasanya disintesis dari cholic acid

(diperoleh dari hewan ternak) atau steroid sapogenin dalam diosgenin dan hecopenin

tertentu yang ditemukan dalam tumbuhan.

Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus disintesis

terus menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk beberapa menit saja,

jumlah yang tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

normal. Oleh karenanya kecepatan biosintesisnya disesuaikan dengan kecepatan

sekresinya.

MEKANISME KERJA

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein.

Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya

di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam

sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami

perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nucleus dan berikatan dengan kromatin.

1

Page 3: Oral Kortikosteroid

Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis

protein ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid.

Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang

transkripsi dan sintesis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan

fibroblast hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau

toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik.

FARMAKOKINETIK

Metabolisme kortikosteroid sintetis sama dengan kortikosteroid alami.

Kortisol (juga disebut hydrocortison) memiliki berbagai efek fisiologis, termasuk

regulasi metabolisme perantara, fungsi kardiovaskuler, pertumbuhan dan imunitas.

Sintesis dan sekresinya diregulasi secara ketat oleh sistem saraf pusat yang sangat

sensitif terhadap umpan balik negatif yang ditimbulkan oleh kortisol dalam sirkulasi

dan glukokortikoid eksogen (sintetis). Pada orang dewasa normal, disekresi 10-20 mg

kortisol setiap hari tanpa adanya stres. Pada plasma, kortisol terikat pada protein

dalam sirkulasi. Dalam kondisi normal sekitar 90% berikatan dengan globulin-2

(CBG/ corticosteroid-binding globulin), sedangkan sisanya sekitar 5-10% terikat

lemah atau bebas dan tersedia untuk digunakan efeknya pada sel target. Jika kadar

plasma kortisol melebihi 20-30%, CBG menjadi jenuh dan konsentrasi kortisol bebas

bertambah dengan cepat. Kortikosteroid sintetis seperti dexamethason terikat dengan

albumin dalam jumlah besar dibandingkan CBG.

Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90 menit, waktu

paruh dapat meningkat apabila hydrocortisone (prefarat farmasi kortisol) diberikan

dalam jumlah besar, atau pada saat terjadi stres, hipotiroidisme atau penyakit hati.

Hanya 1% kortisol diekskresi tanpa perubahan di urine sebagai kortisol bebas, sekitar

20% kortisol diubah menjadi kortison di ginjal dan jaringan lain dengan reseptor

mineralokortikoid sebelum mencapai hati.

Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula

kerja dan lama kerja juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan

protein. Prednisone adalah prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolon

bentuk aktifnya dalam tubuh.

2

Page 4: Oral Kortikosteroid

Glukokortikoid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva, dan ruang

sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat

menyebabkan efek sistemik, antara lain supresi korteks adrenal.

FARMAKODINAMIK

Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak;

dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf,

dan organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatik, artinya penting bagi

organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan

lingkungan.

Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin

besar dosis terapi makin besar efek yang didapat. Tetapi disamping itu juga ada

keterkaitan kerja kortikosteroid dengan hormon-hormon lain. Peran kortikosteroid

dalam kerjasama ini disebut permissive effects, yaitu kortikosteroid diperlukan supaya

terjadi suatu efek hormon lain, diduga mekanismenya melalui pengaruh steroid

terhadap pembentukan protein yang mengubah respon jaringan terhadap hormon lain.

Misalnya otot polos bronkus tidak akan berespon terhadap katekolamin bila tidak ada

kortikosteroid, dan pemberian kortikosteroid dosis fisiologis akan mengembalikan

respon tersebut.

Suatu dosis kortikosteroid dapat memberikan efek fisiologik atau

farmakologik, tergantung keadaan sekitar dan aktivitas individu. Misalnya, hewan

tanpa kelenjar adrenal yang berada dalam keadaan optimal hanya membutuhkan

kortikosteroid dosis kecil untuk dapat mempertahankan hidupnya. Meskipun

kortikosteroid mempunyai berbagai macam aktivitas biologik, umumnya potensi

sediaan alamiah maupun yang sintetik, ditentukan oleh besarnya efek retensi natrium

dan penyimpanan glikogen di hepar atau besarnya khasiat antiinflamasinya.

Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan atas dua golongan besar,

yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah pada

penyimpanan glikogen hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada

keseimbangan air dan elektrolit kecil. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol.

Sebaliknya golongan mineralokortikoid efek utamanya adalah terhadap keseimbangan

air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar

sangat kecil. Prototip golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan

3

Page 5: Oral Kortikosteroid

mineralokortikoid tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 α-

fluorokortisol.

Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan

masa kerjanya, antara lain kerja singkat (<12 jam), kerja sedang (12-36 jam), dan

kerja lama (>36 jam).

Tabel perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen beberapa sediaan kortikosteroid

KortikosteroidPotensi

Lama kerja

Dosis ekuivalen

(mg)*Retensi natrium

Anti-inflamasi

Kortisol (hidrokortison)

1 1 S 20

Kortison 0,8 0,8 S 25Kortikosteron 15 0,35 S -6-α-metilprednisolon 0,5 5 I 4Fludrokortison (mineralokortikoid)

125 10 I -

Prednisone 0,8 4 I 5Prednisolon 0,8 4 I 5Triamsinolon 0 5 I 4Parametason 0 10 L 2Betametason 0 25 L 0,75Deksametason 0 25 L 0,75

Keterangan:* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV.S = kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam);I = intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-36 jam);L = kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam).

Pengaruh kortikosteroid terhadap fungsi dan organ tubuh ialah sebagai berikut:

Metabolisme.

Metabolisme karbohidrat dan protein. Glukokortikoid meningkatkan kadar glukosa

darah sehingga merangsang pelepasan insulin dan menghambat masuknya glukosa ke

dalam sel otot. Glukokortikoid juga merangsang lipase yang sensitive dan

menyebabkan lipolisis. Peningkatan kadar insulin merangsang lipogenesis dan sedikit

menghambat lipolisis sehingga hasil akhirnya adalah peningkatan deposit lemak,

peningkatan pelepasan asam lemak, dan gliserol ke dalam darah. Efek ini paling nyata

pada kondisi puasa, dimana kadar glukosa otak dipertahankan dengan cara

glukoneogenesis, katabolisme protein otot melepas asam amino, perangsangan

lipolisis, dan hambatan ambilan glukosa di jaringan perifer.

4

Page 6: Oral Kortikosteroid

Hormone ini menyebabkan glukoneogenesis di perifer dan di hepar. Di perifer

steroid mempunyai efek katabolic. Efek katabolik inilah yang menyebabkan

terjadinya atrofi jaringan limfoid, pengurangan massa jaringan otot, terjadi

osteoporosis tulang, penipisan kulit, dan keseimbangan nitrogen menjadi negative.

Asam amino tersebut dibawa ke hepar dan digunakan sebagai substrat enzim yang

berperan dalam produksi glukosa dan glikogen.

Metabolisme lemak. Pada penggunaan glukokortikoid dosis besar jangka panjang

atau pada sindrom cushing, terjadi gangguan distribusi lemak tubuh yang khas.

Lemak akan terkumpul secara berlebihan pada depot lemak; leher bagian belakang

(buffalo hump), daerah supraklavikula dan juga di muka (moon face), sebaliknya

lemak di daerah ekstremitas akan menghilang.

Keseimbangan air dan elektrolit. Mineralokortikoid dapat meningkatkan reabsorpsi

Na+ serta ekskresi K+ dan H+ di tubuli distal. Dengan dasar mekanisme inilah, pada

hiperkortisisme terjadi: retensi Na yang disertai ekspansi volume cairan ekstrasel,

hipokalemia, dan alkalosis. Pada hipokortisisme terjadi keadaan sebaliknya:

hiponatremia, hiperkalemia, volume cairan ekstrasel berkurang dan hidrasi sel.

System kardiovaskular. Kortikosteroid dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular

secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh tidak langsung ialah terhadap

keseimbangan air and elektrolit; misalnya pada hipokortisisme, terjadi pengurangan

volume yang diikuti peningkatan viskositas darah. Bila keadaan ini didiamkan akan

timbul hipotensi dan akhirnya kolaps kardiovaskular. Pengaruh langsung steroid

terhadap sistem kardiovaskular antara lain pada kapiler, arteriol, dan miokard.

Defisiensi kortikosteroid dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut:

permeabilitas dinding kapiler meningkat, respons vasomotor pembuluh darah kecil

menurun, fungsi jantung dan curah jantung menurun, sehingga pasien harus dimonitor

untuk gejala dan tanda-tanda edema paru.

Pada aldosteronisme primer gejala yang mencolok ialah hipertensi dan

hipokalemia. Hipokalemia diduga disebabkan oleh efek langsung aldosteron pada

ginjal, sedangkan hipertensi diduga akibat retensi Na yang berlebihan dan

berlangsung lama yang dapat menimbulkan edema antara dinding arteriol, akibatnya

diameter lumen berkurang dan resistensi pembuluh perifer akan bertambah.

Otot rangka. Untuk mempertahankan otot rangka agar dapat berfungsi dengan baik,

dibutuhkan kortiosteroid dalam jumlah cukup. Tetapi apabila hormon ini berlebihan,

timbul gangguan fungsi otot rangka tersebut. Disfungsi otot pada insufisiensi adrenal

5

Page 7: Oral Kortikosteroid

diakibatkan oleh gangguan sirkulasi. Pada keadaan ini tidak terjadi kerusakan otot

maupun sambungan saraf otot. Pemberian transfuse atau kortisol dapat

mengembalikan kapasitas kerja otot. Kelemahan otot pada pasien aldosterisme

primer, terutama karena adanya hipokalemia. Pada pemberian glukokortikoid dosis

besar untuk waktu lama dapat timbul wasting otot rangka yaitu pengurangan massa

otot, diduga akibat efek katabolik dan antianaboliknya pada protein otot yang disertai

hilangnya massa otot, penghambatan aktivitas fosforilase, dan adanya akumulasi

kalsium otot yang menyebabkan penekanan fungsi mitokondria.

Susunan saraf pusat. Pengaruh kortikosteroid terhadap SSP dapat secara langsung

dan tidak langsung. Pengaruhnya secara tidak langsung disebabkan efeknya pada

metabolisme karbohidrat, sistem sirkulasi, dan keseimbangan elektrolit. Adanya efek

steroid pada SSP ini dapat dilihat dari timbulnya perubahan mood, tingkah laku, EEG,

dan kepekaan otak, terutama untuk penggunaan waktu lama atau pasien penyakit

Addison.

Pengunaan glukokortikoid dalam waktu lama dapat menimbulkan serangkaian

reaksi yang berbeda-beda. Sebagian besar mengalami perbaikan mood yang mungkin

disebabkan hilangnya gejala penyakit yang sedang diobati; yang lain memperlihatkan

keadaan euphoria, insomnia, kegelisahan, dan peningkatan aktivitas motorik. Kortisol

juga dapat menimbulkan depresi. Pasien yang pernah mengalami gangguan jiwa

sering memperlihatkan reaksi psikotik.

Elemen pembentuk darah. Glukokortikoid dapat meningkatkan kadar hemoglobin

dan jumlah sel darah merah, hal ini terbukti dari seringnya timbul polisitemia pada

sindrom cushing. Sebaliknya pasien Addison dapat mengalami anemia normokromik,

normositik yang ringan.

Glukokortikoid juga dapat meningkatkan jumlah leukosit PMN, karena

mempercepat masuknya sel-sel tersebut ke dalam darah dari sumsum tulang dan

mengurangi kecepatan berpindahnya sel dari sirkulasi. Sedangkan jumlah sel limfosit,

eosinofil, monosit, dan basofil dapat menurun dalam darah setelah pemberian

glukokortikoid.

Efek anti-inflamasi dan imunosupresif. Kortisol dan analog sintetiknya dapat

mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia,

mekanik, atau alergen. Secara mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasi

dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang

dan aktivitas fagositosis. Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi

6

Page 8: Oral Kortikosteroid

yang telah lanjut yaitu proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan

pembentukan sikatriks. Hal ini karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi,

distribusi dan fungsi leukosit perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya

terhadap cytokyne dan chemokyne imflamasi serta mediator inflamasi lipid dan

glukolipid lainnya. Inflamasi, tanpa memperhatikan penyebabnya, ditandai dengan

ekstravasasi dan infiltrasi leukosit kedalam jaringan yang mengalami inflamasi.

Peristiwa tersebut diperantarai oleh serangkaian interaksi yang komplek dengan

molekul adhesi sel, khusunya yang berada pada sel endotel dan dihambat oleh

glukokortikoid. Sesudah pemberian dosis tunggal glukokortikoid dengan masa kerja

pendek, konsentrasi neutrofil meningkat , sedangkan limfosit, monosit dan eosinofil

dan basofil dalam sirkulasi tersebut berkurang jumlahnya. Perubahan tersebut menjadi

maksimal dalam 6 jam dan menghilang setelah 24 jam. Peningkatan neutrofil tersebut

disebabkan oleh peningkatan aliran masuk ke dalam darah dari sum-sum tulang dan

penurunan migrasi dari pembuluh darah, sehingga menyebabkan penurunan jumlah

sel pada tempat inflamasi.

Glukokortikoid juga menhambat fungsi makrofag jaringan dan sel penyebab

antigen lainnya. Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi terhadap antigen dan

mitogen diturunkan. Efek terhadap makrofag tersebut terutama menandai dan

membatasi kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh mikroorganisme serta

menghasilkan tumor nekrosis factor-a, interleukin-1, metalloproteinase dan activator

plasminogen.

Selain efeknya terhadap fungsi leukosit, glukokortikoid mempengaruhi reaksi

inflamasi dengan cara menurunkan sintesis prostaglandin, leukotrien dan platelet-

aktivating factor.

Glukokortikoid dapat menyebabkan vasokonstriksi apabila digunakan

langsung pada kulit, yang diduga terjadi dengan menekan degranulasi sel mast.

Glukokortikoid juga menurunkan permeabilitas kapiler dengan menurunkan jumlah

histamine yang dirilis oleh basofil dan sel mast.

Penggunaan kortokosteroid dalam klinik sebagai antiinflamasi merupakan

terapi paliatif, yaitu hanya gejalanya yang dihambat sedangkan penyebabnya tetap

ada. Konsep terbaru memperkirakan bahwa efek imunosupresan dan antiinflamasi

yang selama ini dianggap sebagai efek farmakologi kortikosteroid sesungguhnya

secara fisiologis pun merupakan mekanisme protektif.

7

Page 9: Oral Kortikosteroid

Jaringan limfoid dan sistem imunologi. Glukokortikoid tidak menyebabkan lisis

jaringan limfoid yang masif, golongan obat ini dapat mengurangi jumlah sel pada

leukemia limfoblastik akut dan beberapa keganasan sel limfosit. Kortikosteroid bukan

hanya mengurangi jumlah limfosit tetapi juga respons imunnya. Kortikosteroid juga

menghambat inflamasi dengan menghambat migrasi leukosit ke daerah inflamasi.

Pertumbuhan. Penggunaan glukokortikoid dalam waktu lama dapat menghambat

pertumbuhan anak, karena efek antagonisnya terhadap kerja hormon pertumbuhan di

perifer. Terhadap tulang, glukokortikoid dapat menghambat maturasi dan proses

pertumbuhan memanjang.

Penghambatan pertumbuhan pada pemakaian kortikosteroid disebabkan oleh

kombinasi berbagai faktor: hambatan somatomedin oleh hormon pertumbuhan,

hambatan sekresi hormon pertumbuhan, berkurangnya proliferasi sel di kartilago

epifisis dan hambatan aktivitas osteoblas di tulang.

INDIKASI

Dari pengalaman klinis dapat diajukan minimal 6 prinsip terapi yang perlu

diperhatikan sebelum obat ini digunakan:

Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan

trial and error, dan harus dievaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan

penyakit. Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya.

Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik,

tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.

Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih hingga dosis

melebihi dosis substitusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan

bertambah. Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan

merupakan terapi kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-

inflamasinya.

Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis

besar, mempunyai resiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa

pasien. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa bila kortikosteroid akan digunakan

untuk jangka panjang, harus diberikan dalam dosis minimal yang masih efektif.

Kemudian dalam periode singkat dosis harus diturunkan bertahap sampai tercapai

dosis minimal dimana gejala semula timbul lagi. Bila terapi bertujuan mengatasi

8

Page 10: Oral Kortikosteroid

keadaan yang mengancam pasien, maka dosis awal haruslah cukup besar. Bila dalam

beberapa hari belum terlihat efeknya, dosis dapat dilipatgandakan.

Untuk keadaan yang tidak mengancam jiwa pasien, kortikosteroid dosis besar

dapat diberikan untuk waktu singkat selama tidak ada kontraindikasi spesifik. Untuk

mengurangi efek supresi hipofisis-adrenal ini, dapat dilakukan modifikasi cara

pemberian obat, misalnya dosis tunggal selang 1 atau 2 hari, tetapi cara ini tidak dapat

diterapkan untuk semua penyakit.

Terapi substitusi. Terapi ini bertujuan memperbaiki kekurangan akibat insufisiensi

sekresi korteks adrenal akibat gangguan fungsi atau struktur adrenal sendiri

(insufisiensi primer) atau hipofisis (insufisiensi sekunder).

Terapi kortikosteroid digunakan antara lain untuk:

Insufisiensi adrenal akut. Bila insufisiensi primer, dosisnya 20-30 mg

hidrokortison harus diberikan setiap hari. Perlu juga diberi preparat

mineralokortikoid yang dapat menahan Na dan air.

Insufisiensi adrenal kronik. Dosisnya 20-30 mg per hari dalam dosis terbagi

(20 mg pada pagi hari dan 10 mg pada sore hari). Banyak pasien memerlukan

juga mineralokortikoid fluorokortison asetat dengan dosis 0,1-0,2 mg per hari;

atau cukup dengan kortison dan diet tinggi garam.

Hyperplasia adrenal congenital.

Insufisiensi adrenal sekunder akibat insufisiensi adenohipofisis.

Terapi non-endokrin.

Dibawah ini dibahas beberapa penyakit yang bukan merupakan kelainan

adrenal atau hipofisis, tetapi diobati dengan glukokortikoid. Dasar pemakaian disini

adalah efek anti-inflamasinya dan kemampuannya menekan reaksi imun. Berikut

adalah kasus yang menggunakan preparat kortikosteroid:

Fungsi paru pada fetus. Penyempurnaan fungsi paru fetus dipengaruhi sekresi

kortisol pada fetus. Betametason atau deksametason selama 2 hari diberikan

pada minggu ke 27-34 kehamilan. Dosis terlalu banyak akan mengganggu

berat badan dan perkembangan kelenjar adrenal fetus.

Artriris. Kortikosteroid hanya diberikan pada pasien arthritis rheumatoid yang

sifatnya progresif, dengan pembengkakan dan nyeri sendi yang hebat sehingga

pasien tidak dapat bekerja, meskipun telah diberikan istirahat, terapi fisik dan

obat golongan anti-inflamasi nonsteroid.

Karditis reumatik.

9

Page 11: Oral Kortikosteroid

Penyakit ginjal. Kortikosteroid dapat bermanfaat pada sindrom nefrotik yang

disebabkan lupus eritematus sistemik atau penyakit ginjal primer, kecuali

amiloidosis.

Penyakit kolagen. Pemberian dosis besar bermanfaat untuk eksaserbasi akut,

sedangkan terapi jangka panjang hasilnya bervariasi. Untuk scleroderma

umumnya obat ini kurang bermanfaat.

Asma bronchial dan penyakit saluran napas.

Penyakit alergi.

Penyakit mata (konjungtivitis alergika, uveitis akut, neuritis optika, koroiditis).

Penyakit hepar.

Keganasan.

Gangguan hematologik lain (anemia hemolitik acquaired dan autoimun,

leukemia, purpura alergika akut dll).

Syok.

Edema serebral.

Trauma sumsum tulang belakang.

Indikasi kortikosteroid yang lain adalah pada dermatosis alergik atau penyakit

yang dianggap mempunyai dasar alergik (dermatitis atopik, pemfigus, dermatitis

seboroik, dll). Yang harus diperhatikan adalah kadar kandungan steroidnya. Erupsi

eksematosa biasanya diatasi dengan salep hidrokortison 1%. Pada penyakit kulit akut

dan berat serta pada eksaserbasi penyakit kulit kronik, kortikosteroid diberikan secara

sistemik.

DOSIS DAN MEKANISME PEMBERIAN

Berikut berbagai penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid beserta

dosisnya.

Dosis inisial kortikosteroid sistemik sehari untuk orang dewasa pada berbagai dermatosis

Nama penyakit Macam kortikosteroid dan dosisnya sehariDermatitis

Erupsi alergi obat ringanSJS berat dan NET

EritrodermiaReaksi lepra

DLE

Prednison 4x5 mg atau 3x10mgPrednison 3x10 mg atau 4x10 mg

Deksametason 6x5 mgPrednison 3x10 mg atau 4x10 mg

Prednison 3x10 mgPrednison 3x10 mg

10

Page 12: Oral Kortikosteroid

Pemfigoid bulosaPemfigus vulgarisPemfigus foliaseus

Pemfigus eritematosaPsoriasis pustulosa

Reaksi Jarish-Herxheimer

Prednison 40-80 mgPrednison 60-150 mgPrednison 3x20 mgPrednison 3x20 mgPrednison 4x10 mgPrednison 20-40 mg

Mengurangi Dosis Steroid Sistemik

Jangan berhenti tiba-tiba penggunaan steroids sistemik; terutama penting jika

Anda telah menggunakan selama lebih dari enam bulan. Sebagai contoh:

Tidak diperlukan penurunan jika penggunaan steroids telah kurang dari satu

minggu.

Setelah mengambil dosis 30 mg atau lebih per hari untuk 3-4 minggu,

mengurangi dosis 10 mg atau kurang per hari, butuh beberapa hari hingga

beberapa bulan untuk menghentikan semuanya.

Pengurangan dosis lambat mungkin diperlukan jika obat yang telah dilakukan

selama beberapa bulan.

EFEK SAMPING

Berikut efek samping kortikosteroid sistemik secara umum.

Tempat Macam efek samping1. Saluran

cerna

2. Otot3. Susunan

saraf pusat

4. Tulang

5. Kulit

6. Mata7. Darah8. Pembuluh

darah9. Kelenjar

adrenal bagian kortek

10. Metabolisme protein, KH dan lemak

11. Elektrolit

Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis ulseratif.Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambah.Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur tulang panjang.Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis akneiformis, purpura, telangiektasis.Glaukoma dan katarak subkapsular posteriorKenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfositKenaikan tekanan darahAtrofi, tidak bisa melawan stres

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula meninggi, obesitas, buffao hump, perlemakan hati.

Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani, aritmia kor)Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan

11

Page 13: Oral Kortikosteroid

12. Sistem immunitas

herpes simplek, keganasan dapat timbul.

Efek Samping Dari Penggunaan Singkat Steroids Sistemik

Jika sistemik steroids telah ditetapkan untuk satu bulan atau kurang, efek

samping yang serius jarang. Namun masalah yang mungkin timbul berikut:

Gangguan tidur

Meningkatkan nafsu makan

Meningkatkan berat badan

Efek psikologis, termasuk peningkatan atau penurunan energi

Jarang tetapi lebih mencemaskan dari efek samping penggunaan singkat dari

kortikosteroids termasuk: mania, kejiwaan, jantung, ulkus peptik, diabetes dan

nekrosis aseptik yang pinggul.

Efek Samping Penggunaan Steroid dalam Jangka Waktu yang Lama

Pengurangan produksi cortisol sendiri. Selama dan setelah pengobatan steroid,

maka kelenjar adrenal memproduksi sendiri sedikit cortisol, yang dihasilkan

dari kelenjar di bawah otak-hypopituitary-adrenal (HPA) penindasan axis.

Untuk sampai dua belas bulan setelah steroids dihentikan, kurangnya respon

terhadap steroid terhadap stres seperti infeksi atau trauma dapat

mengakibatkan sakit parah.

Osteoporosis terutama perokok, perempuan postmenopausal, orang tua, orang-

orang yang kurang berat atau yg tak bergerak, dan pasien dengan diabetes atau

masalah paru-paru. Osteoporosis dapat menyebabkan patah tulang belakang,

ribs atau pinggul bersama dengan sedikit trauma. Ini terjadi setelah tahun

pertama dalam 10-20% dari pasien dirawat dengan lebih dari 7.5mg

Prednisone per hari. Hal ini diperkirakan hingga 50% dari pasien dengan

kortikosteroid oral akan mengalami patah tulang.

Penurunan pertumbuhan pada anak-anak, yang tidak dapat mengejar

ketinggalan jika steroids akan dihentikan (tetapi biasanya tidak).

Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha.

Jarang, nekrosis avascular pada caput tulang paha (pemusnahan sendi

pinggul).

Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi).

12

Page 14: Oral Kortikosteroid

Kenaikan lemak darah (trigliserida).

Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.

Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan berat

badan dan gagal jantung.

Kegoyahan dan tremor.

Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraocular) dan

katarak subcapsular posterior.

Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi,

kegembiraan, delirium atau depresi.

Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.

Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi diresepkan

(misalnya tuberkulosis).

Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-inflamasi.

Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit

kepala, nyeri otot dan sendi dan depresi.

Pemantauan regular selama perawatan termasuk:

Tekanan darah

Berat badan

Gula darah

13

Page 15: Oral Kortikosteroid

DAFTAR PUSTAKA

1) Djuanda, A. 2007. “Pengobatan dengan Kortikosteroid Sistemik dalam Bidang

Dermatovenereologi”. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Balai

penerbit FK UI. Jakarta.

2) Katzung, B.G. 2002. “Farmakologi Dasar dan Klinik”. Salemba Medika.

Jakarta.

3) Suherman, S.K. 1999. “Farmakologi dan Terapi”. FKUI. Jakarta.

4) http://allergies.about.com/od/medicationinformation/a/systemicsteroid.htm.

5) http://www.cchs.net/health/health-info/docs/0200/0215.asp?index=4812.

14