41
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Osteomielitis adalah inflamasi pada tulang yang disebabkan infeksi organisme. Meskipun tulang pada kondisi normal resisten terhadap kolonisasi bakteri , pada beberapa kasus seperti pembedahan, trauma, terkena infeksi bakteri dan pemakaian protesa dapat merusak integritas tulang dan dapat menyebabkan timbulnya infeksi. Osteomielitis juga dapat disebabkan penyebaran secara hematogen setelah terjadi bakterimia. Penanganan yang cepat dan spesifik pada osteomyelitis dan pemberian antibiotic yang sesuai dengan kuman sangat penting. Penyebab utama infeksi pada tulang adalah Staphylococcus aureus Post traumatic osteomyelitis memberikan kontribusi 47% dari seluruh kasus osteomyelitis. Pada pederita diametes mellitus angka kejadian osteomyelitis akan meningkat oleh karena adanya mikroangiopati yang berpengaruh terhadap proses penyembuhan tulang. 1

Osteomielitis Kip

Embed Size (px)

DESCRIPTION

osteomyelitis

Citation preview

Page 1: Osteomielitis Kip

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Osteomielitis adalah inflamasi pada tulang yang disebabkan infeksi organisme. Meskipun

tulang pada kondisi normal resisten terhadap kolonisasi bakteri , pada beberapa kasus seperti

pembedahan, trauma, terkena infeksi bakteri dan pemakaian protesa dapat merusak integritas

tulang dan dapat menyebabkan timbulnya infeksi. Osteomielitis juga dapat disebabkan

penyebaran secara hematogen setelah terjadi bakterimia.

Penanganan yang cepat dan spesifik pada osteomyelitis dan pemberian antibiotic yang

sesuai dengan kuman sangat penting. Penyebab utama infeksi pada tulang adalah Staphylococcus

aureus Post traumatic osteomyelitis memberikan kontribusi 47% dari seluruh kasus

osteomyelitis.

Pada pederita diametes mellitus angka kejadian osteomyelitis akan meningkat oleh

karena adanya mikroangiopati yang berpengaruh terhadap proses penyembuhan tulang.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1. Rumusan masalah umum

Apakah terdapat hubungan antara pasien fraktur tibia terbuka dengan angka kejadian

osteomyelitis ?

1

Page 2: Osteomielitis Kip

1.2.2. Rumusan masalah khusus

Apakah terdapat hubungan antara pasien dengan fraktur tibia terbuka dengan kejadian

osteomyelitis ?

Apakah terdapat perbedaan antara pasien dengan diabetes mellitus dan non diabetes

mellitus pada fraktur tibia terbuka dengan kejadian osteomyelitis ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 TUJUAN UMUM

Membuktikan adanya hubungan antara fraktur tibia terbuka pada penderita diabetes

mellitus dan non diabetes mellitus terhadap kejadian osteomyelitis

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

1. Menganalisa pasien dengan fraktur tibia terbuka yang mengalami osteomyelitis

2. Menganalisa hubungan terhadap angka kejadian osteomyelitis pada penderita diabetes

mellitus dan non diabetes yang mengalami fraktur tibia terbuka

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Penelitian ini dilakukan untuk pengembangan ilmu dalam menemukan hubungan antara

fraktur tibia terbuka dengan kejadian osteomyelitis

2. Bila didapatkan hubungan antara penderita fraktur tibia terbuka dengan diabetes mellitus

dengan peningkatan kejadian osteomyelitis, diharapkan dapat digunakan sebagai aplikasi

praktis dalam tindakan pembedahan

2

Page 3: Osteomielitis Kip

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. OSTEOMYELITIS

2.1.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI

Osteomielitisdi definisikan sebagai suatu peradangan pada tulang yang disebabkan oleh

organisme penyebab infeksi. Infeksi mungkin terbatas padabagian tulang atau mungkin

melibatkan berbagai daerah, seperti sumsum, korteks, periosteum, danjaringan lunak sekitarnya.

Infeksiumumnyadisebabkan olehorganisme tunggal, tetapiinfeksipolymicrobialdapat terjadi,

terutama dikaki yang terkena diabetik.1Osteomielitis dapat juga diklasifikasikan oleh durasi

(akut ataukronis), patogenesis (trauma, continous infeksi, hematogen, pembedahan), letak ,

lingkup, atau jenis pasien.

Meskipunbeberapa klasifikasi osteomyelitis telah dijelaskan oleh penulis yang berbeda,

dua yang paling banyakdigunakan dalam literatur medis dan dalam praktek klinissistem

klasifikasi menurut Waldvogel dkk danCierny dkk.2Di bawah sistem Waldvogel, osteomielitis

adalah pertama kali dijelaskan berdasarkan durasi, baik akutatau kronis. Kedua, penyakit ini

diklasifikasikan menurutsumber infeksi, seperti hematogen ketika berasaldari fokus bakteremia

atau ketikaberasal dari infeksi di jaringan di dekatnya. Sebuah akhirkategori klasifikasi

merupakan insufisiensi vaskular.2

Tabel 1. Sistem Staging Cierny Mader

3

Page 4: Osteomielitis Kip

Gambar 1: Grafis pembagian osteomyelitis menurut tipe anatomis sesuai dg pembedahan dan

rekonstruksinya diambil dari Cierny G: Chronic osteomyelitis:results of treatment.In

Greene WB,ed.Instructional course lectures vol 39 Rosemont III, American Academy

of Orthopaedic Surgeons 1990:39:495

4

Page 5: Osteomielitis Kip

Terdapat beberapa macam klasifikasi osteomielitis, selain klasifikasi menurut Cierny-

Mader dan Waldvogel ada lagi klasifikasi menurut waktu onset penyakit, serta klasifikasi Kelly.

1. Klasifikasi menurut waktu onset penyakit:

a. Osteomielitis akut (penyakit berkembang dalam waktu kurang dari 2 minggu setelah

onset)

b. Osteomielitis subakut (penyakit berkembang dalam beberapa minggu setelah onset)

c. Osteomielitis kronis (penyakit berkembang dalam beberapa bulan setelah onset)

2. Klasifikasi Waldvogel3:

a. Osteomielitis hematogen akut (osteomielitis primer)

Osteomielitis jenis ini disebabkan oleh infeksi tulang oleh kuman yang menyebar melalui

sirkulasi. Osteomielitis jenis ini lebih banyak dijumpai pada anak-anak (85% penderita

berusia kurang dari 17 tahun), dan lebih sering dialami oleh laki-laki. Pada anak-anak,

5

Page 6: Osteomielitis Kip

osteomielitis jenis ini biasanya terjadi pada tulang panjang, sedangkan pada dewasa

biasanya terjadi pada vertebrae thoracalis atau lumbalis.

b. Osteomielitis contiguous focus (osteomielitis sekunder)

Osteomielitis jenis ini disebabkan oleh infeksi langsung pada tulang dari fokus infeksi di

dekatnya (misalnya infeksi pada trauma jaringan lunak, fraktur terbuka, luka bekas

operasi, ulkus dekubitus, dan lain-lain). Osteomielitis ini memiliki puncak distribusi yang

bifasik, yakni banyak dijumpai pada usia muda sekunder akibat trauma dan luka bekas

operasi serta pada usia tua sekunder akibat ulkus dekubitus.

c. Osteomielitis dengan insufisiensi vaskular (osteomielitis sekunder)

Osteomielitis jenis ini biasanya dialami oleh para penderita diabetes mellitus. Sebagian

besar penderita berusia antara 40-70 tahun.

Klasifikasi Waldvogel hingga kini tetap dianggap sebagai klasifikasi utama osteomielitis,

tetapi klasifikasi ini lebih didasarkan atas etiologi penyakit sehingga kurang dapat

digunakan untuk menentukan penatalaksanaan selanjutnya berupa pemberian antibiotika

ataupun pembedahan. Oleh karena itu, berbagai sistem klasifikasi lain telah

dikembangkan dengan menekankan pada aspek-aspek klinis tertentu dari osteomielitis.

3. Klasifikasi Kelly:

a. Osteomielitis hematogen

b. Osteomielitis pada fraktur dengan union

c. Osteomielitis pada fraktur dengan non-union

d. Osteomielitis pascaoperasi tanpa fraktur

Sistem klasifikasi ini menekankan pada etiologi penyakit dan hubungannya dengan

penyembuhan fraktur. 3-7

6

Page 7: Osteomielitis Kip

2.2.3. Faktor resiko yang mempengaruhi penyembuhan tulang

- Faktor resiko sistemik

- Malnutrisi

- Gangguan liver dan ginjal

- Diabetes mellitus

- Gangguan respirasi

- Defisiensi imun ( AIDS, defisiensi granulosit )

- Tumor ganas

- Terlalu muda atau terlalu tua

- Nikotin

- Supresi imun ( kemoterapi, transplantasi )

- Faktor resiko local

- Limfedema kronik

- Makroangiopati

- Kerusakan yang ekstensif

- Neuropathy

7

Page 8: Osteomielitis Kip

2.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Bagian kaki sebelah bawah, dari lutut hingga ke pergelangan kaki, berpartisipasi dalam

struktur dan fungsi sendi. Berfungsi sebagai dukungan menahan beban untuk tubuh dan juga

merupakan saluran untuk pasokan neurovaskular dari kaki, serta lokasi penting untuk unit

ekstrinsik nya myotendinous.

Tibia, dengan jaringan ikat sekitarnya, menentukan bentuk bagian bawah kaki. Secara

kasar penampang ligamentum triangular eksternal melintang langsung ke sisi anterior ke arah

puncak. Permukaan anteromedial subkutan tidak memiliki otot atau perlekatan ligamen dari pes

anserinus tendon tibialis dan ligamen kolateral lutut pada ligamentum deltoid pergelangan kaki.

Ini mudah teraba adanya permukaan yang cekung di medial saat mendekati maleolus medial.

Permukaan anterolateral dibentuk oleh dinding medial kompartemen anterior otot kaki,

dengan tibialis anterior dan, lebih distal lagi ada anyaman neurovaskular dan muskulus ekstensor

longus halusis yang berdekatan. Permukaan posterior tibia itu , terbenam di bawah permukaan

dan kompartemen otot sebelah dalam , memiliki lampiran , dalam arah proksimal ke distal ,

untuk semimembranosus tersebut , popliteus , soleus , tibialis posterior , dan fleksor digitorum

longus otot .

Gambar 2. Anatomi Tulang Tibia.

8

Page 9: Osteomielitis Kip

Vaskularisasi os tibial daerah diaphyseal biasanya mencapai tibia

dengan cara arteri nutrisi yang tunggal, cabang proksimal A. tibialis posterior. Setelah melewati

paling bagian proksimal dari tibialis posterior , berjalan miring

memasuki poros tibialis posterior pada permukaan dalam bagian proksimal dari sepertiga tengah

tulang sehingga mudah terluka oleh karena fraktur melalui foramen kortikal. Dalam kanal

meduler, proksimal dan distal beranastomosis dengan pembuluh darah endosteal metafisis.

Fraktur displace diaphysis akan cenderung mengalami devaskularisasi dari arteri nutrisi .

Jika jaringan lunak perifer juga secara signifikan terkena injuri maka seluruh supplai pembuluh

darah bisa hilang juga, beberapa sentimeter atau lebih dari tempat injuri. Gabungan hilangnya

suplai darah di daerah meduler dan periosteal mengganggu penyembuhan fraktur dan

mengakibatkan risiko paska trauma pada tibia adalah osteomielitis. Melalui distribusi

intraosseousnya ,sistem arteri meduler dari tibia menyediakan makanan untuk sebagian besar

diaphysis yang terluka.

Hanya sepertiga perifer dari korteks diaphyseal dipasok oleh anastomosing pembuluh

darah periosteal. Hal ini memungkinkan regenerasi arteri revaskularisasi dari tulang kortikal

bagian dalam, yang juga didukung oleh perekrutan sirkulasi kolateral periosteal jika jaringan

lunak sekitarnya cukup sehat. Namun, sampai revaskularisasi telah terjadi, tulang kortikal yang

mati

tidak dapat berpartisipasi dalam penyembuhan atau melawan infeksi. Setelah patah tulang ,

perubahan suplai darah tibialis berlangsung dramatis .

Pembuluh perifer direkrut untuk mengambil alih banyak dari pasokan arteri korteks dan

revascularisasi daerah nekrosis , serta memberikan nutrisi untuk metabolik aktif dalam

9

Page 10: Osteomielitis Kip

pembentukan callus perifer. Proses ini membutuhkan jaringan sehat di sekitarnya dan yang

paling efektif di daerah otot yang menutupi tulang tibia. Permukaan yang hanya ditutupi dengan

periosteum , jaringan subkutan , dan kulit kurang mampu untuk mendapatkan keuntungan dari

suplai darah extraosseous .

Gambar 3. Suplai arteri tibia,a nutrisia yang merupakan cabang tunggal dari a tibialis posterior.

10

Page 11: Osteomielitis Kip

2.2. Fraktur Terbuka

2.2.1. Pengertian fraktur terbuka

Banyak definisi yang dikemukakan untuk patah tulang terbuka yang semua mengandung

pengertian yang sama. Salah satu definisi patah tulang terbuka yang masih dipakai sampai

sekarang dikemukakan olek Apley D sebagai berikut : Patah tulang terbuka adalah patah tulang

yang disertai kerusakan kulit ditempat fraktur yang memungkinkan bakteri menginfeksi

hematom fraktur, yang mana kerusakan kulit dapat secara in out maupun out in. Jenis kerusakan

kulit tersebut dapat berupa terpotong, terkoyak atau kehilangan kulit.

2.2.2. Gradasi

Gradasi patah tulang terbuka dipengaruhi oleh mekanisme trauma, lebarnya luka kulit, kerusakan

jaringan lunak dan ada tidaknya komplikasi gangguan neuro vaskuler.Kriteria mengenai gradasi

patah tulang terbuka yang dianut adalah menurut Gustilo dan Anderson.

Ada 3 gradasi patah tulang terbuka, yaitu :

Grade I :

Luka kecil, diameter < 1 cm, biasanya luka tusukan dari fragmen tulang. Terdapat kerusakan

jaringan yang sedikit.Fraktur bersifat simple, transversal, short obliq dan tidak kominutif.

Grade II :

Luka kulit > 1 cm, terdapat kerusakan jaringan yang sedang tanpa kehilangan kulit, otot maupun

tulang.

11

Page 12: Osteomielitis Kip

Grade III :

Terdapat kerusakan yang hebat dari jaringan lunak meliputi kulit, otot dan struktur neovaskuler

dengan kontaminasi luka yang hebat.Biasanya disebabkan oleh trauma dengan kecepatan tinggi.

Derajat IIIA : Tulang yang patah dapat ditutupi oleh jaringan lunak, atau terdapat

penutup periosteal yang cukup pada tulang yang patah.

Derajat IIIB : Kerusakan atau kehilangan jaringanlunak yang luas disertai dengan

pengelupasan periosteum dan komunisi yang berat dari patahan tulang tersebut. Tulang terekspos

dengan kontaminasi yang massif.

Derajat IIIC : Semua patah tulang terbukadengan kerusakan vaskuler yang perlu diberbaiki,tanpa meilhat

kerusakan jaringan lunak yang terjadi(Apley dan Solomon, 2001 dan Gustillo et al,

1990).

2.2.3 Komplikasi

Acute wound infection

o Gustilo grade I: infection rate 0%; amputation rate 0-2%

o Gustilo grade II: infection rate 0%; amputation rate 2-7%

o Gustilo grade IIIA: infection rate 7%; amputation rate 2.5%

o Gustilo grade IIIB: infection rate 10-50%; amputation rate 5.6%

o Gustilo grade IIIC: infection rate 25-50%; amputation rate 25%

Tetanus

Osteomyelitis.

12

Page 13: Osteomielitis Kip

Neurovascular injury

Kompartment syndrome

2.3. Diabetes Melitus

2.3.1 Pengertian

Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan ciri-ciri

hiperglikemia yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya 8

Diabetes melitus dikenal sebagai non-communicable disease yangmerupakan salah satu

penyebab utama morbiditas dan mortalitas di negara-negaraberkembang. Diabetes seringkali

tidak terdeteksi dan mulai terjadinya diabetesadalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan,

sehingga morbiditas dan mortalitas diniterjadi pada kasus yang tidak terdeteksi.

Ada 2 tipe diabetes melitus, yaitu9 :

1. Diabetes melitus tipe I

Penyakit autoimun yang menyebabkan destruksi sel beta, umumnya menjurus

ke defisiensi insulin absolute.

2. Diabetes melitus tipe II

Ada bervariasi, predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif

ataupun yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi

insulin.

13

Page 14: Osteomielitis Kip

2.3.2 Komplikasi

Komplikasi pada diabetes melitus dapat dibagi dalam 2 kategori yaitu:

1. Komplikasi metabolik akut

2. Komplikasi vaskular jangka panjang

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akutdari

konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius padadiabetes melitus tipe I

adalah ketoasidosis diabetik. Apabila kadar insulin sangatmenurun, pasien mengalami

hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunanlipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan

oksidasi asam lemak bebas disertaipembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan

aseton). Peningkatanketon dalam plasma akan mengakibatkan ketosis.

Peningkatan produksi ketonmeningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.

Glukosuria dan ketonuriayang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik sehingga pasien

akan dehidrasidan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami

syok.Akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma danmeninggal.

Komplikasi metabolik akut yang terjadi pada pasien diabetes melitus tipe IIadalah hiperglikemia,

hiperosmolar, koma nonketotik.Hiperglikemia berat dengankadar glukosa serum > 600mg/dl.

Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolalitas,dieresis osmotic dan dehidrasi berat. Pasien dapat

menjadi tidak sadar dan meninggalbila tidak segera ditangani.Manifestasi klinis penyakit

vaskular, retinopati, atau nefropati biasanya barutimbul 15-20 tahun sesudah awitan diabetes.

14

Page 15: Osteomielitis Kip

Komplikasi vaskular jangka panjang dari diabetes melitus yaitu:

1. Makroangiopati diabetik bila mengenai pembuluh darah besar (arteri koroner,serebral, dan

kaki)

2. Mikroangiopati diabetik bila mengenai pembuluh darah kecil atau kapiler(seperti pada

retinopati, nefropati, mikroangiopati pada kapiler otak, tungkaibawah dan juga pada neuropati

diabetik akibat mikroangiopati pada vasanervosum)Endotel yang utuh dan sempurna akan

resisten terhadap penempelan trombositdan juga agregasi trombosit.Adanya lesi pada endotel

akan memudahkan timbulnyakedua proses ini dan kebocoran. Gangguan faal endotel pada

penderita diabetesmelitus akan mempermudah timbulnya mikro-makroangiopati diabetik,

gangguanfaal endotel tersebut antara lain. Penglepasan PGI2 menurun (prostacyclin adalah suatu

vasodilator, sangatpenting untuk melawan terjadinya agregasi trombosit)

2. Turunnya plasminogen activator akan menurunkan plasmin danmempermudah tebentuknya

fibrin dan mikrotrombus

3. Turunnya lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah danmempermudah

timbulnya aterosklerosis (makroangiopati). Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran

histopatologi berupaaterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan

insufisiensiinsulin dapat menjadi penyebab penyakit vaskular tersebut. Faktor-faktor urutan

terjadinya makroangiopati diabetik:

1. Rusaknya endotel

2. Adhesi-agregasi trombosit membentuk mikrotrombus

3. Proliferasi otot polos (oleh insulin dan growth hormone)

4. Penebalan membran basal

15

Page 16: Osteomielitis Kip

5. Penumpukan lipoprotein (VLDL,IDL,LDL)

6. Koagulasi (fibrinogen)

Mikro-makroangiopati diabetes melitus dapat menimbulkan beberapakelainan pada organ-organ

tubuh,antara lain :

1. Otak

Penderita diabetes mempunyai kecenderungan 2 kali lebih mudah mengalamiserangan otak

daripada non-diabetes. Manifestasi mikro-makroangiopati padaotak biasanya terdapat dalam 2

bentuk:

a. Sindrom lobus frontalis: daya ingat menurun,berangsur-angsur akanmenuju ke dementia.

Proses ini selain terutama akibat mikroangiopati, tapijuga makroangiopati.

b. Trombosit serebral: karena mudahnya trombosit mengalami agregasi,makaterbentuklah

mikrotrombus, dan timbul hemiparese yang kadang-kadangdisertai gangguan bicara.

2. Syaraf

Perubahan biokimia dalam jaringan syaraf akan mengganggu kegiatanmetabolik sel Schwann

dan menyebabkan hilangnya akson. Kecepatankonduksi motorik akan berkurang pada tahap dini

neuropati. Selanjutnyatimbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi getar dan propioseptik, dan

gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks tendon dalam, kelemahanotot dan sendi.

3. Mata

Muncul retinopati diabetik yaitu komplikasi diabetes yang muncul pertamakali.13

4. Jantung

5. Ginjal

Terjadi proteinuria, hipertensi dan hilangnya nefron. Jika hilangnya nefronterus berlanjut maka

pasien akan mengalami insufisiensi ginjal dan uremia.

16

Page 17: Osteomielitis Kip

6. Tungkai

Pada penderita diabetes mellitus mempunyai komplikasi iskemi lebih sering daripada

penderita non diabetes mellitus, ini akan mempengaruhi setelah melewati fase iskemi. Cedera

jaringan akan memicu sumsum tulang untuk melepaskan progenitor ke dalam sirkulasi perifer.

Namun apakah diabetes mellitus dapat merusak sel sel induk dalam sumsum tulang secara

langsung atau mengubah secara mikro belum diketahui. Keseimbangan sumsum tulang

tergantung interaksi antara sel sel induk dan lingkungan mikro yang mendukung, dimana sel sel

induk bisa memperbaharui diri atau mati. Pada penderita diabetes mellitus akan terjadi

mikrovaskuler yang akan menyebabkan perfusi menurun yang nantinya akan menyebabkan

keadaan hipoperfusi. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi oksigen dan obat pada

daerah cedera sehingga akan mengganggu penyembuhan.

17

Page 18: Osteomielitis Kip

BAB III

KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 KERANGKA TEORI

18

Mikroangiopathi

Fraktur Tibia Terbuka Kuman Osteomyelitis

Diabetes Mellitus

Page 19: Osteomielitis Kip

3.2 KONSEP

3.3 HIPOTESIS

3.3.1 HIPOTESIS MAYOR

Didapatkan hubungan antara fraktur tibia terbuka dengan kejadian osteomielitis

3.3.2 HIPOTESIS MINOR

1. Terdapat korelasi antara penderita diabetes mellitus dengan fraktur tibia terbuka terhadap

peningkatan kejadian osteomyelitis

2. Terdapat peningkatan kejadian osteomyelitis pada penderita fraktur tibia terbuka dengan

diabetes mellitus dengan non diabetes mellitus

19

FRAKTUR TIBIA TERBUKA

Diabetes Mellitus Non Diabetes Mellitus

Osteomielitis + / - Osteomielitis + / -

Page 20: Osteomielitis Kip

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik, dengan rancangan penelitian retrospektif,

dimana dilakukan pengumpulan data dari rekam medis instalasi rekam medis rumah sakit dokter

Kariadi (RSDK) Semarang.Kelompok penelitian dibagi menjadi dua yaitu kelompok fraktur

tibia terbuka dengan diabetes mellitus dan kelompok fraktur tibia terbuka non diabetes mellitus

4.2. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

4.2.1. POPULASI

Populasi penelitian adalah pasien osteomyelitis yang rawat jalan di RSDK Semarang.

Jumlah populasi tersebit diambil dari rekam medis yang terdapat di instalasi rekam medis

RSDK Semarang.

4.2.2. SAMPEL

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah dengan total sampling, dimana

keseluruhan populasi adalah sample yaitu jumlah total penderita osteomielitis yang rawat jalan

di Rumah Sakit dr. Kariadi (RSDK) Semarang selama 1 Januari 2008 sampai 31 Desember

2012.22 Kriteria inklusi adalah pasien osteomyelitis yang rawat jalan di RSDK Semarang selama

1 Januari 2008 sampai 31 Desember 2012, kriteria eksklusi adalah pasien osteomielitis yang

rawat inap di RSDK Semarang selama 1 Januari 2008 sampai 31 Desember 2012

20

Page 21: Osteomielitis Kip

4.3. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN

Data dikumpulkan dari rekan medis RSDK. Data yang diambil adalah nilai gula darah

pasien osteomyelitis dan pasien dengan fraktur tibia terbuka

4.4. VARIABEL PENELITIAN

Variabel bebas adalah semua fraktur tibia terbukai. Variabel tergantung adalah penderita

diabetus melitus dan non diabetes melitus pada pasien dengan fraktur tibiaterbuka

4.5. DEFINISI OPERASIONAL

1. Osteomielitis adalah peradangan pada tulang yang disebabkan oleh organisme penyebab

infeksi. . Skala pengukuran nominal.

2. Fraktur tibia terbuka adalah fraktur tibia yang pada garis fraktur terdapat hubungan

dengan dunia luar. Skala pengukuran nominal

3. Kadar gula darah adalah pengukuran nilai glukosa yang diambil dari pemeriksaan gula

darah sewaktu . Skala pengukuran rasio.

4.6. CARA PENGUMPULAN DATA

Data yang dikumpulkan dari rekam medis RSDK disusun dalam bentuk tabel.Dari tiap

kelompok didokumentasikan kadar gula darah dan kejadian osteomielitis.

21

Page 22: Osteomielitis Kip

BAB V

HASIL PENELITIAN, PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

5.1. ANALISA SAMPEL

Sampel penelitian ini merupakan penderita baru yang secara klinis dicurigai menderita

osteomyelitis yang datang di unit gawat darurat maupun poli bedah orthopedi RSUP dr Kariadi

Semarang sejak bulan Januari 2008 sampai dengan bulan Desember 2012, didapatkan jumlah

sampel sebanyak 17 penderita. Jumlah ini tidak mencerminkan semua populasi osteomyelitis

tibia secara keseluruhan karena penderita yang datang dengan fraktur tertutup, fraktur terbuka

tibia dengan dislokasi, sudah dilakukan orif, fiksasi eksternal maupun tanpa adanya komplikasi.

Disertai keganasan ditempat lain ; keganasan payudara, kulit, kepala dan leher, ovarium, testis,

lambung, paru, pankreas dan keadaan leukemi, limfoma maligna, sarkoma serta myeloma.

Menderita penyakit lain ; sirosis hepatis, enteritis, hepatitis, tukak lambung dan tukak

duodenum. Penderita lama yang dikelola rawat jalan dan penderita baru yang gagal meneruskan

program penelitian tidak termasuk sampel penelitian. Kelemahan dari data ini, selain jumlahnyan

yang hanya 17 pasien, kami tidak mempresentasikan jumlah penderita yang gagal dalam

penelitian maupun yang tidak termasuk sampel penelitian.

Kegagalan penderita masuk dalam sampel penelitian, pada umumnya disebabkan karena

penderita pulang paksa sebelum tindakan paripurna, penderita menolak tindakan operasi dan

penderita meninggal dunia.

Dalam penentuan staging secara umum tidak ditemukan kesulitan, hal ini disebabkan

karena pemeriksaan staging dilakukan secara berurutan dan saling menguatkan. Dengan

22

Page 23: Osteomielitis Kip

pemeriksaan klinis maupun penunjang kita sudah mencoba menentukan grading fraktur terbuka

akan diperkuat dengan pemeriksaan langsung pada saat operatif dan sebagai standart akan

dibuktikan dengan pemeriksaan klinis tentang status lokalis dari tibianya sendiri.

5.2. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Jumlah sampel penelitian sebanyak 17 penderita, kesemuanya adalah seluruh pasien dengan

fraktur tibia fibula grade I,II dan III dengan distribusi kami bedakan berdasarkan jenis kelamin

dan initial debridement yang kami lakukan kurun waktu 1 Januari 2008 sampai dengan 31

Desember 2012 sesuai tabel dan grafik dibawah ini:

Tabel 2. Karakteristik umur dan jenis kelamin terhadap kejadian Osteomyelitis

VariabelOsteomyelitis

p+ –

Umur 47,17 22,781 39,75 19,832 0,359§

Jenis kelamin

Laki-laki 3 (60,0%) 10 (76,9%) 0,583¥

Perempuan 2 (40,0%) 3 (23,1%)

Keterangan :

§ Independent T test

¥ Fisher’s Exact Test

23

Page 24: Osteomielitis Kip

Grafik 1. Grafik rerata umur

+ -36

38

40

42

44

46

4847.17

39.75

Osteomyelitis

Rer

ata

Um

ur

Grafik 2. Grafik osteomielitis berdasar jenis kelamin

+ -0

10

20

30

40

50

60

70

8060

76.9

40

23.1

Laki-laki Perempuan

Osteomyelitis

%

Dari table diatas didapatkan angka terjadinya osteomielitis pada fraktur tibia terbuka lebih sering

terjadi pada laki laki 3 ( 60% ) dibanding perempuan 2 ( 40% ) dengan kejadian tersering pada

umur 47 tahun ( 47,17 ± 22,781 ). Untuk variable jenis kelamin dan umur didapatkan nilai p >

0,05 atau tidak signifikan, jadi dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin dan umur tidak ada

hubungan bermakna terhadap kejadian osteomielitis pada fraktur tibia terbuka.

24

Page 25: Osteomielitis Kip

Analisa data berikutnya bahwa dari 18 pasien dibedakan untuk yang diabetes mellitus atau non

diabetes mellitus dilihat untuk kejadian osteomielitis. Didapatkan bahwa hanya 5 pasien yang

mengalami osteomielitis yaitu 2 pasien diabetes mellitus ( 11,1 % ) dan 3 pasien non diabetes

mellitus ( 16,7 % )

Tabel 3. Pengaruh DM terhadap kejadian Osteomyelitis

DMOsteomyelitis

p+ –

+ 2 (40,0%) 2 (15,4%) 0,533¥

– 3 (60,0%) 11 (84,6%)

Keterangan :

¥ Fisher’s Exact Test

Dari table diatas didapatkan untuk variable diabetes mellitus dan non diabetes mellitus pada angka kejadian terjadinya osteomielitis pada fraktur tibia terbuka mempunyai nilai p > 0,05 atau tidak signifikan, jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan bermakna terjadinya osteomielitis pada penderita diabetes mellitus dan non diabetes mellitus yang mengalami fraktur tibia terbuka.

5.3. KESIMPULAN

Tidak ada hubungan antara penderita dengan diabetes mellitus dengan kejadian osteomielitis pada fraktur terbuka tibia

Tidak ada hubungan antara penderita non diabetes mellitus dengan kejadian osteomielitis pada fraktur terbuka tibia

Kurang banyaknya sampel yang diambil berpengaruh terhadap hasil penelitian yang diharapkan

25

Page 26: Osteomielitis Kip

DAFTAR PUSTAKA

1. Canale & Beaty: Campbell's Operative Orthopaedics, 11th ed.Copyright © 2007 Mosby,

An Imprint of Elsevier

2. Jason H. Calhoun, M.D., F.A.C.S.,M.M. Manring, Ph.D and Mark Shirtliff, Ph.D.

Osteomyelitis of the Long Bones The Ohio State University Medical Center, Columbus,

Ohio : Semin Plast Surg 2009;23:59–72. Copyright#2009 by Thieme Medical

Publishers, Inc., 333 Seventh Avenue, New York, NY 10001, USA.

3. Waldvogel, F. A., Medoff G., Swartz M. N. 1990. Osteomyelitis: A Review of Clinical

Features, Therapeutic Considerations and Unusual Aspects. North England Journal of

Medicine; January 22nd, 1990; 282 (4): 198-206.

4. Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang

Lamumpatue.

5. King, Randall W. 2006. Osteomyelitis. (online) (available from:

http://www.emedicine.com/emerg/topic349.htm).

6. Bo-Eisa, Ahmad. 2005. Osteomyelitis. (online) (available from:

http://www.emedicine.com/orthoped/topic429.htm).

7. Siregar, Pahurum U. T. 1998. Osteomielitis. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.

Jakarta: Binarupa Aksara.

8. M a r t o n o H , P r a n a k a K , R a h a y u   R A , J o n i B ,   H u d a I S ,

M u r t i Y . D i a b e t e s m e l i t u s   p a d a   l a n j u t   u s i a .   D a l a m   :   D a r m o n o ,  

S u h a r t o n o T ,   d k k ( e d i t o r ) .  Naskah lengkap diabetes melitus. Semarang : Badan P

enerbit UniversitasDiponegoro, 2007 : 301-16

26

Page 27: Osteomielitis Kip

9. Samreen Riaz, Diabetes mellitus, Department of Microbiology and Molecular Genetics,

Punjab University, New Campus, Lahore. Pakistan, April 2009

10. Ameya S. Kamat : Infection Rates in Open Fractures of the Tibia:Is the 6-Hour Rule

Fact or Fiction? Department of Orthopaedic Surgery, Wellington Public Hospital, 8D/39

Taranaki Street, Te Aro, Wellington 6011, New Zealand Received 7 June 2011; Revised

28 July 2011; Accepted 22 August 2011 Copyright © 2011

11. Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang

Lamumpatue.

12. Kindsfater K, Jonassen EA. Osteomyelitis in grade II and III open tibia fractures with

late debridement. J Orthop Trauma.1995;9:121–127

13. Patzakis MJ, Wilkins J. Factors influencing infection rate in open

fracture wounds.Clin Orthop.1989;243:36–40

14. G u s t a v i a n i   R . D i a g n o s i s d a n k l a s i f i k a s i d i a b e t e s m e l i t u s . D a l a m   : S u d o y o AW, Setiyohadi B, dkk (editor). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV.Jilid III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006: 1879-85

15. Diagnosis and Classification of Diabetes, AMERICAN DIABETES ASSOCIATION, January 2012, vol 35

16. A Oikawa, M Siragusa, F Quaini et all. Diabetes mellitus induced bone marrow microangiopathy. American heart society. Bristol Univ. UK. 2009

27

Page 28: Osteomielitis Kip

28