22

Pamong praja 3

Embed Size (px)

Citation preview

I. ILMU PENGETAHUAN PEMERINTAHAN(KYBERNOLOGI)

Pemerintahan adalah

suatu sistem dari gerak semua fungsi yang ada di satu masyarakat negara yang mempunyai wilayah tertentu yang digunakan sebagai alat kekuasaan untuk mencapai tujuan meliputi bidang-bidang kejasmanian dan kerohanian.

Pemerintah tidak akan mempunyai peran manakala tanpa adanya pemerintahan karena pemerintah menunjukkan lembaga yang tidak dinamis sedangkan pemerintahan merupakan kegiatan / proses aktivitas pemerintah.

Menurut W.S. Sayre (1970: 7)“Government is best defined as the organized agency of the state empressing and execing its authority”(pemerintahan sebagai lembaga negara yang terorganisir yang memperlihatkan dan menjalankan kekuasaannya).Jadi ilmu pemerintahan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk memimpin hidup bersama manusia ke arah kebahagiaan yang sebesar-besarnya tanpa merugikan orang secara sah.

A. KUALITAS PEMERINTAHANMenurut Taliziduhu Ndraha, kualitas pemerintahan dari pendekatan Kybernologi setiap masyarakat adalah sebuah satuan kultur yang di gerakkan oleh 3 subkultur:

1. Subkultur ekonomi (SKE), 2. Subkultur kekuasaan (SKK), dan 3. Subkultur sosial (SKS)

Jika dimulai dari pembentukan SKK oleh SKS, maka urutan dimensi-dimensi kualitas pemerintahan adalah:

Pembentukan SKK oleh SKS dengan cara tertentu, mis. pemilu

Penjanjian oleh SKK dalam bentuk kebijakan, untuk mengendalikan sumber sumber

Pembentukan nilai oleh SKE, termasuk pembangunan

Redistribusi nilai kepada SKS oleh SKK (penepatan janji) 5. Monev kinerja SKK oleh SKS

Pertanggungjawaban SKK kepada SKS (dari sini kembali ke rute 1)

B. PEMERINTAHAN DAERAH

Pasal 1 butir 2 dan 3 UU 32/04, menyatakan bahwa penyelenggara pemerintahan daerah adalah Kepala Daerah dan DPRD.Namun demikian, yang disebut pemerintah daerah hanyalah Kepala Daerah dan jajarannya. Ketentuan itu berarti, pemerintahan daerah lebih luas ketimbang apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu kepala daerah beserta perangkatnya, satu di antara dua penyelenggara pemerintahan daerah (yang satu lagi DPRD).

Pemerintahan adalah interaksi antar tiga subkultur (subkultur ekonomi, SKE, subkultur kekuasaan, SKK, dan subkultur sosial, SKS, yang juga disebut subkultur kepelangganan, SKP) yang menggerakkan masyarakat itu untuk hidup maju dan berkelanjutan. Kekuatan itu disebut subkultur karena setiap masyarakat merupakan sebuah kultur. Jika kinerja interaksi itu berkualitas good, maka governance itu disebut good governance. Jika sebaliknya, disebut bad governance. Jadi definisi good governance di sini jauh berbeda dengan definisi yang selama ini dikenal. Dengan demikian, pemerintahan daerah adalah local governance.

Pemerintahan daerah bergerak pada tiga dimensi, yaitu: 1. dimensi substansi (pemenuhan kebutuhan pelanggan),2. dimensi lokasi, dan 3. dimensi waktu (proses: ada yang boleh serentak dan ada

yang harus berurutan dan bagaimana urut-urutannya, cepat dan lambat).

Dilihat dari sisi itu, tiada satupun kegiatan pemerintahan daerah yang terlepas satu dengan yang lain.

C. PEMERINTAHAN DAERAH BERBASIS KOMPETENSI

Penyelenggara pemerintahan daerah itu terdiri dari Pemerintah Daerah dan DPRD, maka kedua lembaga itu wajib memiliki kompetensi untuk menjalankan komponen sistem.Competence (competency) selalu terkait dengan skill, skill terkait dengan suatu job, job dengan kinerja, kinerja dengan pelanggan, dan pelanggan dengan negara.

Arti competence sederhana adalah:

“the quality of being competent. Competent berarti having suitable or sufficient skill, knowledge, experience, etc; properly qualified.“

Skill atau keterampilan adalah istilah umum yang berisi kualitas yang bervariasi mulai dari tingkat rendah sampai pada tingkat tinggi (keahlian, kepakaran), dengan menggunakan anggota badan, alat sederhana, sampai pada alat yang paling rumit, bahkan penuh misteri.

Kybernologi Sebuah Panggilan Masa depan menjelaskan 10 kompetensi kepamongprajaan seperti terangkum dlm Gambar 6:

1. Pamongpraja adalah pengamong pemerintahan. Kompetensi ini menuntut pamongpraja untuk memihak fihak pelanggan negara

2. Pamongpraja adalah professional pemerintahan. Kompetensi ini mengharuskan pamongpraja untuk menguasai asas-asas profesionalisme, dan menggunakan Kode Etik Kepamongprajaan sebagai pola perilakunya sehari hari

3. Pamongpraja adalah kader pemerintahan civil. Ketentuan itu diperlukan untuk menjaga kemurnian sikap pamongpraja terhadap kekuasaan. yaitu pamongpraja bersikap civil dalam "segala cuaca"

4. Pamongpraja adalah korps. Pamongpraja adalah sebuah "body," badan yang utuh jiwa-raga, diikat oleh semangat korps, kesiapan untuk menjunjung tinggi keluhuran profesi kepamongprajaan, kesediaan untuk mengontrol dan mengoreksi diri sendiri, dan tidak melindungi sesama yang melanggar hukum dan mencemari kode etik kepamongprajaan

5. Pamongpraja adalah garisdepan pemerintahan. Kompetensi ini menuntut pamongpraja untuk hadir di mana-mana, di belakang, di tengah, dan di depan, dan memiliki tanggungjawab di masa lalu, masakini dan masadepan. Di mana pamongpraja hadir, di situlah garis depan pemerintahan.

6. Pamongpraja adalah dinas dan jabatan karier, Makna kompetensi ini ialah, kepamongprajaan tidak terbatas pada masajabatan (lifelong career), dinas 24 jam sehari, dan pengabdiannya kepada masyarakat utuh seumur hidup.

7. Pamongpraja adalah pemangku pemerintahan umum. Pemerintahann umum adalah pemangku fungsi generalis (generalist function) yang mengikat dan menjadi semacam "superstruktur" bagi pemangku fungsi specialist pemerintahan. Selaku generalis, profesi kepamongprajaan menuntut tidak hanya keahlian khusus, tetapi terlebih keahlian umum.

8. Pamongpraja adalah lembaga dekonsentrasi. Lembaga dekonsentrasi adalah simbol pemerintahan pusat sebagai wujud bentuk Negara kesatuan. Lembaga ini harus semakin kuat dengan semakin otonomnya daerah-daerah, guna mengarahkan kemaj uan daerah otonom pada kesebangsaan Indonesia (tunggal ika) melalui proses konvergensi.

9. Pamongpraja adalah matarantai permanen antar siklus politik. Kompetensi ini sangat penting sebagai pengawal Negara, guna menjaga agar pada suatu saat tidak terjadi kekosongan kekuasaan, akibat kondisi luar biasa tertentu. Hal ini terkait erat dengan penegakan kode etik kepamongprajaan yang telah dikemukakan dalam Bab II bagian 8 Kybernologi, HAM dan Kepamongprajaan (2010)

10. Pamongpraja adalah kekuatan pengikat pusat dengan daerah.

Sebagai kekuatan pengikat pusat dengan daerah, pamongpraja:

a. Berjiwa kenegarawanan (statesmanship), bukan kewirausahaan (salesmanship).

b. Berdiri di atas semua kepentingan, bahkan tidak berkepentingan sendiri.

c. Menjadi pamongpraja adalah pilihan bebas, keputusan nurani terdalam, dan disadari sedini mungkin sejak awal, sehingga kondisi profesi kepamongprajaan yang menuntut kesederhanaan dan pengorbanan tidak dijadikan alasan pelanggaran hukum dan pengabaian tugas apapun jua.

d. Berfungsi linkage antara proses divergen dengan proses konvergen berada di tangan pamongpraja.

Setiap kompetensi di atas memiliki dimensi-2 kompetensi. Dimensi-2 itu dpt juga disebut sbg syarat bagi kompetensi yg efektif (dimensi-2 efektivitas kompetensi) yaitu: Dasar hukum (legalitas kompetensi) dari instansi yang

berwewenang. Sudah barang tentu, dasar hukum didahului dengan kebijakan tertentu yang memberikan berbagai bahan pertimbangan dan keputusannya

Isi kompetensi, yaitu kemampuan-kemampuan potensial (keterampilan, keahlian, dsb, yang diperlukan yang membentuk 10 kompetensi adi atas) yang dibutuhkan dan diperoleh me lalui diktat, yang disebut juga kompetensi akademik

Kompetensi sosial (akseptabilitas diri pelaku di tengah masyarakat pelanggan), yaitu kemampuan untuk mengenal pelanggan sedalam-dalamnya melalui empati setulus-tulusnya

Kompetensi etikal-moral, yaitu pribadi pelaku yang utuh, terpercaya dan bertanggungj awab

Kompetensi jasmani-dan-rohani (kesehatan, emosi stabil, dsb). Pamongpraja harus benar-benar menjaga kesehatan fisik dan jiwanya, bergaya hidup sederhana, menjauhi konsumsi terlarang seperti rokok, miras dan sebangsanya

Penggunaan (aktualisasi) kompetensi secara operasional-pro fessional (disebut juga kompetensi professional). Profesionalisme itu berawal pada ilmu pengetahuan dan berakhir pada kompetensi teknikal, kompetensi artistik, dan kompetensi kreatif yang nyata, sehingga menghasilkan nilai yang diharapkan.

Governance (interaksi antar tiga subkultur masyarakat) dengan enam dimensi dipengaruhi oleh lima faktor kritik governance, yang menimbulkan variabilitas kinerja pemerintahan, yaitu:

1. Keselarasan yaitu tingkat ketepatan waktu dan arah tiga subkultur pada tujuan bersama jangka panjang, sehingga keberhasilan yang satu tidak merusak tetapi sebaliknya mendukung keberhasilan yang lainnya

2. Keseimbangan yaitu tingkat bargaining power dan keluasan pengambilan kesempatan berperan yang relatif sama antar tiga subkultur pada suatu saat, mengingat hukum rantai yang menyatakan bahwa kekuatan sebuah rantai sama dengan kekuatan matarantainya yang terlemah

3. Keserasian yaitu tingkat empati (empathicability, ethicality) sikap dan harmoni kinerja tiga subkultur yang berbeda-beda, pada suatu saat

4. Dinamika yaitu tingkat kecepatan dan ketepatan perubahan (adaptabilitas) hubungan antar subkultur dari kondisi heterostasis ke homostasis dan sebaliknya.

5. Keberlanjutan (kelestarian, kesinambungan, keterusberlangsungan), yaitu tingkat kelancaran proses jangka panjang interaksi antar tiga subkultur sesuai dengan norma (standar) yang (telah) disepakati bersama sejak awal, oleh rezim lima tahunan yang berbeda-beda, sebagaimana terlihat pada tiga subkultur satu dibanding dengan yang lain, dan kondisi interaksi antar tiga subkultur tersebut menurut rute sebagaimana ditunjukkan oleh angka 1 sd 6 pada Gambar l. Keberlanjutan yang dimaksud tidak harus oleh rezim yang sama, sebab justru perubahan lingkungan yang cepat bahkan mendadak menuntut perubahan rezim.

D. STANDARISASI KOMPETENSI

Standar ada dua macam: tolak-ukur (mulai dari nol, objektif) dan tolak-ukur (perbandingan, relatif). Standar berfungsi sebagai tolak- dan tolok-ukur, dayatarik dan dayadorong, harapan (das Sollen) untuk dikejar, sepakatan antar stakeholders, khususnya antara provider dengan pelanggan, norma hukum (formal) atau ikatan, pegangan bagi para aktor pemerintahan dalam providing layanan (kewajiban, wewenang dan tanggungjawab) dan pegangan bagi pelanggan dalam menuntut hak hak serta memperjuangkannya bila perlu.