99
1 PANDANGAN TOKOH AGAMA NAHDLATUL ULAMA (NU) DI KECAMATAN JENANGAN KABUPATEN PONOROGO TERHADAP PENGGUNAAN PLACENTA HEWAN HALAL SEBAGAI BAHAN KOSMETIK DAN OBAT LUAR SKRIPSI Oleh: TRI YUANA DEVI NIM 210216004 Pembimbing: Dr. H. MOH. MUNIR, Lc, M. Ag. NIP. 196807051999031001 JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO 2020

PANDANGAN TOKOH AGAMA NAHDLATUL ULAMA (NU) DI …etheses.iainponorogo.ac.id/12079/1/UPLOUD DEVI.pdf · 2020. 12. 8. · 1 pandangan tokoh agama nahdlatul ulama (nu) di kecamatan jenangan

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    PANDANGAN TOKOH AGAMA NAHDLATUL ULAMA (NU)

    DI KECAMATAN JENANGAN KABUPATEN PONOROGO TERHADAP

    PENGGUNAAN PLACENTA HEWAN HALAL SEBAGAI BAHAN

    KOSMETIK DAN OBAT LUAR

    SKRIPSI

    Oleh:

    TRI YUANA DEVI

    NIM 210216004

    Pembimbing:

    Dr. H. MOH. MUNIR, Lc, M. Ag.

    NIP. 196807051999031001

    JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

    2020

  • 2

    ABSTRAK

    Yuana Devi, Tri, 2020. Pandangan Tokoh Agama Nahdlatul Ulama (NU) di

    Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo terhadap Penggunaan

    Placenta Hewan Halal sebagai Bahan Kosmetik dan Obat Luar. Skripsi. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam

    Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Dr. H. Moh. Munir, Lc, M. Ag.

    Kata Kunci: Pandangan Tokoh Agama, Placenta, Kosmetik Dan Obat Luar. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi akhir-akhir ini

    banyak kosmetika yang mengandung bahan tidak halal, bahan-bahan yang

    diragukan kehalalannya diantaranya placenta. Terhadap permasalahan ini NU

    mengeluarkan Keputusan Bathsul Masail dari Pondok Pesantren “MUS” Sarang

    Rembang, dari hasil keputusan bathsul masail tersebut terdapat 2 pendapat yaitu

    boleh (mubah) dan haram dengan syarat tertentu. Permasalahan tersebut akan

    dikaji dalam Pandangan Tokoh Agama NU di Kecamatan Jenangan Kabupaten

    Ponorogo Terhadap Penggunaan Placenta Hewan Halal Sebagai Bahan Kosmetik

    Dan Obat Luar.

    Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana

    pandangan tokoh agama NU di Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo

    terhadap penggunaan placenta hewan halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar?

    (2) Bagaimana istidlal hukum tokoh agama NU di Kecamatan Jenangan

    Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan placenta hewan halal sebagai bahan

    kosmetik dan obat luar? (3) Bagaimana relevansi pandangan tokoh agama NU di

    Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan placenta hewan

    halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar?

    Untuk menjawab pertanyaan di atas, jenis penelitian yang digunakan

    adalah studi lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif. Adapun

    teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik wawancara. Sedangkan teknik

    analisis data yang digunakan adalah teknik analisis, yaitu reduksi, penyajian data

    (display data) dan penarikan kesimpulan.

    Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Pandangan tokoh ulama

    NU di Kecamatan Jenangan terkait hukum menggunakan placenta hewan halal

    sebagai kosmetik dan obat luar terbagi menjadi dua. Pertama, mengaharamkan

    sesuai dengan dalil al-Qur’an surat al-Baqarah: 173 tentang keharaman bangkai,

    HR. Muslim dari Nu’man ibn Bashir dan Keputusan Musyawarah Masail Diniyah

    Pondok Pesantren “MUS” Sarang Tahun 1997 M/1418 H. Kedua, menghalalkan

    placenta sesuai dengan salah satu poin putusan Keputusan Musyawarah Masail

    Diniyah Pondok Pesantren “MUS” Sarang Tahun 1997 M/1418 H. (2) Metode

    istinba>th yang digunakan tokoh agama NU Kecamatan Jenangan Kabupaten

    Ponorogo dalam menanggapi penggunaan placenta hewan halal sebagai bahan

    kosmetik dan obat luar telah sesuai, meskipun tidak semua metode istinba>th

    digunakan. (3) Pendapat tokoh agama NU terhadap penggunaan placenta hewan

    halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar dominan mengharamkan ternyata

    tidak relevan dengan kehidupan masyarakat.

  • 3

  • 4

  • 5

  • 6

  • 7

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Manusia adalah makhluk yang memiliki sifat bertanggung jawab

    karena ia memiliki kemampuan untuk memilih secara sadar dalam meraih

    cita-cita dalam kehidupannya. Sadar akan hal itu berarti, mengetahui

    kondisi yang ada dan konsekwensi yang akan ditimbulkannya.1 Agama

    Islam memiliki aturan-aturan yang menjaga manusia dari kerusakan.

    Menjauhkan manusia dari tiap-tiap zahrah kerendahan serta seterusnya

    yang membimbing manusia itu mencapai puncak kemuliaan, kebahagiaan,

    dan kesempurnaan.2

    Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta

    keberhasilan pembangunan akhir-akhir ini telah merambah seluruh aspek

    kehidupan manusia. Tidak saja membawa kemudahan, kebahagiaan, dan

    kesenangan, melainkan juga menimbulkan sejumlah persoalan. Disisi lain

    kesadaran keberagaman umat Islam, khususnya di Indonesia. Pada

    dasawarsa terakhir ini semakin tumbuh subur dan meningkat. Sebagai

    konsekuensi logis, setiap timbul persoalan, penemuan maupun aktivitas

    baru sebagai produk dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,

    1 Muhammad, R. Lukman Fauroni, Visi Al-Qur’an Tentang Etika dan Bisnis, (Jakarta:

    Salemba Diniyah, 2002), 99 2 Hasby Ash-Shiddieqy, Al-Islam II, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001), 202

  • 8

    memunculkan pertanyaan, bagaimanakah kedudukan hal tersebut dalam

    pandangan hukum Islam?3

    Salah satu persoalan yang cukup mendesak yang dihadapi umat

    Islam adalah membanjirnya produk obat-obatan dan kosmetika. Sejalan

    dengan ajaran Islam, umat menhendaki agar produk-produk yang

    dikonsumsi tersebut dijamin kehalalan dan kesuciannya. Islam pun

    mengarahkan seruannya kepada seluruh manusia untuk mengkonsumsi

    yang halal, suci, dan baik.4 Dalam al-Qur’an disebutkan:

    ۚ َْيَطونِ ا ًِِّ طنطيِّعًِبِ وتّنِ تتتيْ عِبوا خ طاَو تخ ا خّ يتِ أنييُّهتِ خّنْيِسا َكَل خ مامْيِ فاي خّْأنَرُض حتلن ُإنْيها ّنَكَم عتداويٌّ ماعُِبطن

    Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa

    yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-

    langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh

    yang nyata bagimu.5 (al-Baqarah; 2: 168)

    يتِ أنييُّهتِ خّْهذاينت آمتنا خ َكَل خ ماَن طنطيِّعِبتِ ا متِ رتزتْقنتَِكَم وتخَشَكراوخ ّالْهها ُإْ َكَنتاَم ُإيْيِ ُا تتَوعِباداو ن

    Artinya: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang

    baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada

    Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.6 (al-

    Baqarah; 2: 172)

    Ayat-ayat diatas menyatakan bahwa mengkonsumsi yang halal

    hukumnya wajib karena merupakan perintah agama. Tetapi juga

    3 Departemen Agama, Sistem Dan Prosedur Penerapan Fatwa Produk Halal Majelis

    Ulama Indonesia, (Jakarta: 2003), 25 4 Maskur Alie, Document Placenta Berkarya Dan Berderma-Placenta Sebagai Bahan

    Kosmetik, html,. Diakses 20 Januari 2020. 5 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya ( Surabaya : CV. Pustaka Agung

    Harapan, 2006), 32. 6 Ibid., 32.

  • 9

    meNUnjukan bahwa mengkonsumsi yang halal merupakan salh satu

    bentuk perwujudan dari rasa syukur dan keimanan kepada Allah.

    Sheikh Mufthafa> Dieb Al-Bugha> dalam al-Fiqh al-Manh}aji ‘ala al-

    Madhhab al-Shafi’i> menjelaskan tiga kriteria hewan yang halal

    dikonsumsi menurut syariat Islam, pertama layak dikonsumsi menurut

    para Nabi, kedua tidak tergolong hewan buas, dan ketiga tidak tergolong

    hewan yang dianjurkan dibunuh. Maka dari itu, dapat di pahami bahwa

    tidak memenuhi salah satu dari kriteria tersebut, dapat dikategorikan

    sebagai hewan haram.7 Secara khusus, al-Qur’an menyebutkan kriteria

    hewan yang diharamkan dalam Q.S. Al-Maidah [4] ayat 3:

    َنَة َتُن َاَنُزيُر وتمتِ َأهالْه ّاَغتَطُر خّلْهها ُِها وتخّْماَن حاريِّمتَت عتلنَطَكما خّْمتَطتتَة وتخّدْيما وتّنَحما خّْوتخّْمتَ َق ذنَة وتخّْماتترتديِّيتَة وتخّنْيواطحتَة وتمتِ أنكنلن خّسْيعِباعا إُّْهِ متِ ذنكْهَطتاَم وتمتِ َذُِحت عتلنى

    ۚ خّْطتَ مت يتئاست خّْهذاينت كنفنراوخ ماَن ۚ ذنَّٰاَكَم فاَسق َْسِّما خ ُِِّْأنزَّنُِم خّنيُّصاُب وتأنْ تتَستتۚ خّْطتَ مت أنْكمتْلتا ّنَكَم داينتَكَم وتأنَتمتَمتا عتلنَطَكَم َتَ ا َتَ هاَم وتخَط ََ دايُنَكَم فنلنِ تتَتُِن ٍ َنَطرت ماتت ََمتصتة ۚ فنمتُن خَضَورْي فاي مت ُنَومتتاي وترتضاطتا ّنَكما خُّْإَسلنِمت دايًنِ

    َنَف ر رتحاطم ۚ فنُإ ْه خّلْههت ّاُإْثٍم Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,

    (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang

    tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam

    binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan

    (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan

    (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah,

    (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada

    hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)

    agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan

    takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk

    kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,

    7 Yola Nazelia Nukraheni, Budi Afriyansyah, Muhammad Ihsan, Enthnozoologi

    Masyarakat Suku Jeering Dalam Memanfaatkan Hewan Sebagai Obat Tradisional Yang Halal,

    Journal of Hakak Product and Research, Vol. 2 No. 2 Desember 2019, 64

  • 10

    dan telah Ku-ridhai Islam iu jadi agama bagimu. Maka barang

    siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,

    sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.8

    (al-Ma>idah; 5: 3)

    Teknologi pembuatan obat-obatan dan kosmetik sama pesatnya

    dengan perkembangan teknologi pangan. Menurut wakil ketua lembaga

    pengakjian pangan, obat-obatan dan kosmetik, Majelis Ulama Indonesia,

    Anna P Roeslem, banyak kosmetika yang beredar di Indonesia

    mengandung bahan tidak halal, bahan-bahan yang diragukan kehalalannya

    di antaranya placenta.9 Ari-ari (tembuni) atau dalam istilah medis dikenal

    dengan placenta yaitu, organ yang berbentuk cakram yang

    menghubungkan janin dengan dinding Rahim yang menjadi jalan

    perantara bagi pernafasan, pemberian makanan, dan pertukaran zat

    buangan antara janin dan darah ibu keluar dari Rahim mengikuti janin

    yang baru lahir.10

    Placenta adalah organ yang terdapat di dalam rahim yang

    terbentuk sementara saat terjadi kehamilan. Organ ini berbentuk seperti

    piringan dengan tebal sekitar satu inci, diameter kurang lebih tujuh inci,

    dan memiliki berat pada kehamilan cukup bulan, rata-rata 1/6 berat janin

    atau sekitar 500 gram. Placenta atau ari-ari memiliki fungsi utama untuk

    mengusahakan janin tumbuh dengan baik. Hal itu terjadi melalui

    pemenuhan nutrisi yang berupa asam amino, vitamin, mineral maupun

    hasil pemecahan karbohidrat dan lemak yang diasup dari ibu ke janin.

    8 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 142. 9 http://www.halal.guid.info/contet/view/610/38 (Diakses pada 20 Januari 2010. Pukul

    13.16 WIB) 10 Departemen pendidikan dan kebudayaan, kamus besar bahasa Indonesia, 463

    http://www.halal.guid.info/contet/view/610/38

  • 11

    Sebaliknya, zat hasil metabolisme dikeluarkan dari janin ke darah ibu yang

    juga melalui placenta. Placenta juga berfungsi sebagai alat respirasi yang

    memberi zat asam dan mengeluarkan karbondioksida. Selain itu placenta

    merupakan hormon, khususnya hormone korionik gonadotropi, korionik

    samato, mammotropin (placenta lactogen), estrogen maupun progesterone

    serta hormon lainnya yang masih dalam penelitian.11 Semula placenta

    digunakan dalam bidang farmasi, Karena organ ini mempunyai fungsi

    yang luas. Di antaranya adalah untuk menyembuhkan cacar bawaan, terapi

    kanker, kehilangan protein akut melalui luka bakar, infeksi bakteri yang

    berulang dan serius serta meningitis.

    Kosmetik bagi wanita telah menjadi bagian hidup dalam

    kesehariannya. Kosmetik mereka pakai untuk mempercantik diri dan

    merawat kecantikan itu agar tidak lekas pudar. Semakin maju teknologi

    semakin banyak pula alternatif-alternatif bahan baku kosmetik yang

    digunakan, sebagai contoh placenta, ekstrak placenta merupakan sumber

    protein yang bisa berasal dari hewan maupun manusia, biasanya ia

    menjadi bahan baku krem regenerasi untuk memperbaiki elastisitas kulit

    dan mencegah degenerasi sel, sehingga mengahsilkan fungsi kulit yang di

    inginkan. Tetapi tanpa informasi yang mendamai kepada konsumen tidak

    menutup kemungkinan masyarakat terjebak kepada produk yang

    sebenarnya najis dan dilarang agama, preparat kosmetik yang

    menggunakan placenta dan turunannya tidak jelas sumber placenta yang

    11 http://joharcom.blogspot.com/2012/11/hukum-penggunaan-organ-tubuh-placenta.htm,

    (Diakses pada 20 Januari 2020. Pukul 14.27)

    http://joharcom.blogspot.com/2012/11/hukum-penggunaan-organ-tubuh-plasenta.htm

  • 12

    digunakan. Apakah berasal dari placenta manusia atau hewan, keduanya

    memilki permasalahan yang sama ditinjau dari sudut kehalalan.12

    Banyaknya produk yang belum jelas kehalalannya, tentunya sangat

    membingungkan masyarakat yang dalam hal ini sebagai konsumen atau

    calon konsumen yang beragama Islam. Karena adanya ketidak jelasan

    tentang kehalalan penggunaan placenta hewan halal sebagai bahan

    kosmetik dan obat luar muncul pertanyaan apakah placenta aman dan

    halal untuk digunakan bagi masyarakat khususnya umat muslim?

    Atas dasar itu Nahdlatul Ulama sebagai organisasi Islam terbesar di

    Indonesia melakukan istinbath hukum terhadap permasalahan ini untuk

    memberikan jawaban terhadap masalah sosial yang timbul di masyarakat.

    Sehingga NU mengeluarkan Keputusan Bathsul Masail dari Pondok

    Pesantren “MUS” Sarang Rembang, dari hasil keputusan bathsul masail

    tersebut terdapat 2 pendapat yang menjadi ketetapan yaitu penggunaan

    placenta yang berasal dari hewan halal untuk bahan kosmetik luar dan obat

    luar hukumnya boleh (mubah) karena bisa diambil manfaatnya oleh

    manusia dalam keadaan darurat, dan penggunaan placenta yang berasal

    dari bangkai hewan halal untuk bahan kosmetik dan obat luar hukumnya

    haram. Karena adanya 2 (dua) hukum tersebut muncul keragu-raguan

    dalam penggunaan placenta hewan halal sebagai bahan kosmetik dan obat

    luar.

    12 http://www.hala.guid.info/contet/view/891/38 (Diakses pada 21 Januari 2020. Pukul

    09.15)

    http://www.hala.guid.info/contet/view/891/38

  • 13

    Berangkat dari permasalahan ini peneliti tertarik untuk mengkaji

    lebih dalam tentang pendapat tokoh agama Nahdlatul Ulama di Kecamatan

    Jenangan Kabupaten Ponorogo. Karena mayoritas masyarakat Ponorogo

    adalah golongan Nahdlatul Ulama (NU), maka sekecil apapun pendapat

    dari tokoh agama sangatlah berpengaruh terhadap pola pikir dan kebiasaan

    pada masyarakat. Dengan adanya berbagai pendapat itu tokoh agama

    Nahdlatul Ulama di Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo juga

    memiliki landasan atau pendapat mereka masing-masing. Dasar hukum

    yang dijadikan acuan para tokoh agama Nahdlatul Ulama di Kecamatan

    Jenangan Kabupaten Ponorogo ini berbeda-beda, oleh karena itu

    muncullah berbagai pendapat. Terjadinya perbedaan pendapat atau

    pandangan yang terjadi di kalangan tokoh agama Nahdlatul Ulama di

    Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo ini dikarenakan dasar atau

    landasan yang mereka ambil sebagai acuan juga berbeda dalam hal

    penafsirannya. Seperti pendapat dari Kyai Baderun Ismed Ilham selaku

    tokoh Agama di masyarakat Desa Ngrupit Kecamatan Jenangan

    Kabupaten Ponorogo, menurut beliau, ari-ari/tembuni, atau placenta yang

    berasal dari hewan halal boleh untuk di konsumsi, karena placenta

    bukanlah bagian dari induk atau pun bagian dari pada janin, akan tetapi

    placenta adalah sesuatu yang mengikuti adanya janin terebut, jadi

    hukumnya adalah boleh atau halal untuk dikonsumsi.13

    13 Kyai Baderun Ismed Ilham, Hasil wawancara, pada tanggal 6 Juni 2020.

  • 14

    Selanjutnya pendapat dari KH. Sunarto beliau menjelaskan bahwa

    apabila seekor induk melahirkan janin yang membawa ari-ari atau

    placentanya kemudian diambil placentanya untuk dimanfaatkan

    hukumnya adalah haram, Lain hal nya apabila placenta yang di ambil

    berasal dari induk yang telah disembelih, dalam artian janin masih dalam

    kandungan induk, maka hukum nya adalah halal.14

    Dari beberapa keterangan yang peneliti peroleh, perlu adanya

    kajian atau penelitian lebih lanjut mengenai pendapat-pendapat para

    Ulama NU di Kabupaten Ponorogo. Untuk itu peneliti akan mengkaji lebih

    lanjut dalam sebuah karya yang berbentuk skripsi dengan judul

    “Pandangan Tokoh Agama Nahdlatul Ulama di Kecamatan Jenangan

    Kabupaten Ponorogo Terhadap Penggunaan Placenta Hewan Halal

    Sebagai Bahan Kosmetik dan Obat Luar”

    B. Rumusan Masalah

    Dari latar belakang di atas, maka penyusun merumuskan pokok

    masalah yang selanjutnya dapat dijadikan fokus utama dalam penelitian

    ini. Rumusan masalah tersebut adalah:

    1. Bagaimana pandangan tokoh agama NU di Kecamatan Jenangan

    Kabupaten Ponorogo terhadap penggunaan placenta hewan halal

    sebagai bahan kosmetik dan obat luar?

    14 Hasil wawancara, pada tanggal 16 Juni 2020

  • 15

    2. Bagaimana istidlal hukum tokoh agama NU di Kecamatan Jenangan

    Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan placenta hewan halal

    sebagai bahan kosmetik dan obat luar?

    3. Bagaimana relevansi pandangan tokoh agama NU di Kecamatan

    Jenangan Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan placenta hewan

    halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar?

    C. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak

    dicapai dalam penelitian ini, ialah:

    1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan tokoh agama NU di

    Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan

    placenta hewan halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar.

    2. Untuk mengetahui istidlal hukum tokoh agama NU di Kecamatan

    Jenangan Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan placenta hewan

    halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar.

    3. Untuk mengetahui relevansi pandangan tokoh agama NU di

    Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan

    placenta hewan halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Secara Teoritis

    Hasil dari penelitian ini secara teoritis diharapkan bermanfaat

    untuk memberikan pemahaman dan juga sumbangsih pemikiran dalam

  • 16

    rangka memperkaya pengetahuan di bidang muamalah khususnya

    mengenai hukum penggunaan placenta hewan halal sebagai bahan

    kosmetik dan obat luar.

    2. Secara Praktis

    Hasil dari penelitian ini secara praktis diharapkan dapat

    bermanfaat bagi masyarakat dan lembaga terkait, seperti lembaga

    peradilan ataupun para tokoh ulama, yaitu dapat dipakai sebagai

    sumbangan pemikiran atau sebagai bahan masukan untuk memecahkan

    permasalahan yang terkait penggunaan placenta hewan halal sebagai

    bahan kosmetik dan obat luar yang masih mengandung kontroversi.

    E. Telaah Pustaka

    Pada bagian ini peneliti mencantumkan hasil berbagai hasil

    penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang hendak dilakukan,

    kemudian dengan cara membuat ringkasannya, baik penelitian yang sudah

    terpublikasikan atau masih belum terpublikasikan. Sudah menjadi sebuah

    prosedural studi dalam dunia akademisi, bahwa tidak ada satupun bentuk

    karya seseorang yang terputus dari usaha intelektual yang dilakukan

    generasi sebelumnya, yang ada adalah rantai kaderisasi intelektual,

    kesinambungan pemikiran dan kemudian dilakukan modifikasi yang

    signifikan. Penulisan ini juga merupakan mata rantai dari deretan karya

    tulis ilmiah dari peneliti pendahulu. Sejauh penelusuran peneliti, terhadap

    beberapa penelitian yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

    Diantaranya adalah penelitian:

  • 17

    Pertama: Skripsi yang ditulis oleh Mirnawati Umar Universitas

    Islam Negeri Makassar (UIN ALALUDDIN) Makassar, tahun 2017.

    Dengan judul Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penggunaan Placenta

    Manusia Sebagai Bahan Kosmetika Anti Aging Suntik Pemutih (Studi

    Kasus terhadap Pendapat MUI Kota Makassar).15 Rumusan masalah dalam

    penelitian ini adalah: 1.) bagaimana pandangan MUI Kota Makassar dalam

    menetapkan hukum penggunaan placenta manusia sebagai bahan

    kosmetika? 2.) Apa jenis produk kosmetik yang mengandung placenta

    manusia sebagai bahan kosmetika? 3.) Analisis hukum Islam terhadap

    penggunaan placenta manusia sebagai bahan kosmetika?. Dimana dalam

    skripsi ini menjelaskan keseluruhan inti Alasan dan dasar hukum

    mengenai placenta manusia dan atau hewan adalah Manusia sangat

    dimuliakan dalam Islam sehingga diharamkan memanfaatkan organ tubuh

    manusia. Dalam Islam pengobatan juga dianjurkan karena untuk

    memelihara jiwa dan termasuk tujuan syari' ah. Fatwa MUI mengenai

    penggunaan organ tubuh manusia bagi kepentingan obat-obatan dan

    kosmetika hukumnya haram kecuali dalam keadaan dharurat sya’iyah.

    Keadaan dharurat disini adalah keadaan dimana masuk ke dalam tingkatan

    dharuriyat dalam arti jika ia tidak ada maka kehidupan menjadi rusak.

    Sehingga mau tidak mau harus terpaksa atau dharurat sebagai satu-satunya

    jalan karena tidak adanya alternatif lain untuk pengobatan. Darurat disini

    15 Mirnawati Umar, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penggunaan Placenta Manusia

    Sebagai Bahan Kosmetika Anti Aging Suntik Pemutih (Studi Kasus terhadap Pendapat MUI Kota

    Makassar,” Skripsi (Makassar: UIN ALALUDDIN, 2017), iii

  • 18

    dibatasi sebatas menghilangkan kemadharatan (kebinasaan) dan tidak

    boleh lebih dari itu. Dengan adanya alasan yang kuat dari MUI bahwa

    penggunaan kosmetik yang mengandung placenta maka dari itu sangatlah

    berdampak terhadap bagi kaum muslimin yang menggunakan produk

    tersebut karena Melakukan Suntik Pemutih (placenta) memberikan kadar

    cukup tinggi di dalam darah, tetapi jumlah tersebut akan diserap ke

    berbagai organ tubuh manusia dan hanya sebagian saja yang menyerap ke

    kulit, sehingga efektivitasnya pun dapat bervariasi pada setiap orang.

    Kedua: Skripsi yang ditulis oleh Ahmad Sonifuniam Universitas

    Islam Negeri Jakarta (UIN SARIF HIDAATULLAH) tahun 2008. Dengan

    judul Penggunaan Organ Tubuh Manusia Bagi Kepentingan Obat Dan

    Kosmetika (Analisis Keputusan Fatwa Ulama Indonesia No. 2 tahun

    2002).16 Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.) Apa hukum

    penggunaan organ manusia untuk untuk kepentingan obat-obatan dan

    kosmetika menurut fatwa MUI? 2.) Bagaiamna istinbath hukum yang

    dilakukan MUI? 3.) Apa batasan darurat yang diperbolehkan MUI?.

    Dimana dalam skripsi ini menjelaskan keseluruhan inti Dimana dalam

    skripsi ini menjelaskan keseluruhan inti bahwa dalam menetapkan fatwa

    MUI menggunakan metode istinbath hukum qias dengan menghubungkan

    suatu kejadian ang tidak hubungan nash.a kepada keajdian lain ang ada

    nash. Dengan berdasarkan Qur’an, Sunnah, Kitab dan Fiqh. MUI

    16 Ahmad Sonifuniam, “Penggunaan Organ Tubuh Manusia Bagi Kepentingan Obat Dan

    Kosmetika (Analisis Keputusan Fatwa Ulama Indonesia No. 2 tahun 2002),” Skripsi (Jakarta: UIN

    SYARIFHIDAYATULLAH, 2008), v

  • 19

    mempertimbangkan dimana kemaslahatan menjadi tujuan akhir

    disariatkanna hukum Islam. Dengan demikian kemaslahatan jiwa lebih

    utama atau penting sehingga MUI mengeluarkan fatwa tersebut.

    Ketiga: Skripsi yang ditulis oleh Nikmah Institut Agama Islam

    Negeri (IAIN WALI SONGO) Semarang tahun 2007. Dengan judul Studi

    Analisis Keputusan Fatwa Musawarah Nasional Majelis Ulama Indonesia

    No. 2/MUNAS-VI/MUI/2000 Tentang Penggunaan Organ-Organ Tubuh

    Bagi Kepentingan Obat-Obatan Dan Kosmetika.17 Rumusan masalah

    dalam penelitian ini adalah: 1.) Bagaimana batasan darurat dalam fatwa

    musyawarah nasional VI majelis ulama Indonesia nomor: 2/MUNAS-

    VI/MUI.2000 tentang penggunaan organ tubuh bagi kepentingan obat-

    obatab dan kosmetika? 2.) Bagaimana istinbath hukum yang dilakukan

    MUI dalam menetapkan hukum penggunaan organ tubuh bagi kepentingan

    obat-obatan dan kosmetika?. Yang pada inti dari ini adalah Dalam Islam

    pengobatan juga dianjurkan karena untuk memelihara jiwa dan termasuk

    tujuan syari'ah. Fatwa MUI mengenai penggunaan organ tubuh manusia

    bagi kepentingan obat-obatan dan kosmetika hukumnya haram kecuali

    dalam keadaan dharurat syar’iyah. Keadaan dharurat disini adalah keadaan

    dimana masuk ke dalam tingkatan dharuriyat dalam arti jika ia tidak ada

    maka kehidupan menjadi rusak. Sehingga mau tidak mau harus terpaksa

    17 Nikmah, “Studi Analisis Keputusan Fatwa Musawarah Nasional Majelis Ulama

    Indonesia No. 2/MUNAS-VI/MUI/2000 Tentang Penggunaan Organ-Organ Tubuh Bagi

    Kepentingan Obat-Obatan Dan Kosmetika,” Skripsi (Semarang: Institut Agama Islam Negeri Wali

    Songo, 2007)

  • 20

    atau dharurat sebagai satu-satunya jalan karena tidak adanya alternatif lain

    untuk pengobatan. Darurat disini dibatasi sebatas menghilangkan

    kemadharatan (kebinasaan) dan tidak boleh lebih dari itu. Sedangkan

    menggunakan organ tubuh sebagai kosmetika diharamkan karena ia

    termasuk kedalam tingkatan takhsiniyah.

    F. Metodologi Penelitian

    Dalam menyusun suatu karya ilmiah penggunaan metode sangatlah

    dipelukan karna disamping untuk mempermudah penelitian juga sebagai

    cara kerja yang efektif dan untuk memperoleh hasil yang dapat

    dipertanggung jawabkan.

    1. Jenis Pendekatan Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    field research (penelitian lapangan), jenis penelitian ini diperoleh

    melalui teknik wawancara dengan memperoleh informasi dari

    informan dan Ulama Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Ponorogo

    dalam memberikan keterangan mengenai penggunaan placenta hewan

    halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar. Pendekatan yang dipakai

    dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu tata cara

    penelitian dengan menggunakan pengamatan atau wawancara.18

    Karena penelitian ini meneliti langsung mengenai pendapat Ulama

    Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Ponorogo tentang penggunaan

    placenta hewan halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar.

    18 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

    2009), 11.

  • 21

    2. Kehadiran Peneliti

    Kehadiran peneliti dalam hal ini sebagai pengamat partisipan

    atau pengamat penuh. Dimana dalam pengumpulan data, peneliti

    datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat

    dalam kegiatan tersebut. Dalam hal ini, peneliti melakukan

    pengumpulan data, menyatakan terus terang kepada subjek penelitian

    sebagai sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan penelitian.

    Jadi, mereka subjek penelitian yang diteliti mengetahui sejak awal

    sampai akhir tentang aktifitas peneliti.19

    3. Lokasi Penelitian

    Adapun lokasi penelitian ini akan dilakukan di Kecamatan

    Jenangan Kabupaten Ponorogo. Peneliti memilih lokasi ini karena

    mayoritas masyarakat yang ada di Kecamatan Jenangan ini adalah

    golongan Nahdlatul Ulama. Dan di daerah masih kurang memahami

    tantang kehalalan dari penggunaan placenta sebagai kosmetik dan obat

    luar. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di daerah

    tersebut.

    4. Data dan Sumber Data

    a. Data

    Penelitian untuk menyusun skripsi ini, menjadi suatu hasil

    penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang ingin penulis

    bahas, maka diperlukan data-data valid terkait analisis terhadap

    19 M. Djunaidi Ghony, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar- Ruzz Media, 2002),

    173.

  • 22

    penggunaan placenta hewan halal sebagai bahan kosmetik dan obat

    luar. Di antara data-data tersebut ialah data tentang tokoh agama

    Nahdlatul Ulama di Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo.

    b. Sumber Data

    Sumber Data Primer dari penelitian ini adalah hasil

    wawancara Tokoh Agama Nahdlatul Ulama (NU) Kecamatan

    Jenangan Kabupaten Ponorogo, untuk mendapatkan keterangan

    yang dibutuhkan dalam penelitian. Adapun subyek tokoh agama

    yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang berpengaruh di

    masyarakat Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo, maupun di

    lingkungannya dan baik pengurus struktural NU maupun

    nonstruktural NU.

    5. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan dua cara, yaitu:

    a. Wawancara

    Wawancara adalah proses memperoleh penjelasan untuk

    mengumpulkan informasi dengan menggunakan cara tanya jawab

    dengan bertatap muka melalui media telekomunikasi antara

    pewawancara dengan orang yang diwawancarai.20

    Dalam hal ini wawancara digunakan oleh peneliti untuk

    menanyakan pertanyaan yang sudah terstruktur terhadap informan,

    yaitu tokoh agama Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Ponorogo.

    20 Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi (Jakarta:

    PT Asdi Mahasatya, 2006), 105.

  • 23

    Peneliti mengambil beberapa informan tokoh agama Nahdlatul

    Ulama (NU) Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo,

    diantaranya:

    1) Kyai Baderun Ismed Ilham selaku tokoh agama masyarakat di

    Desa Ngrupit Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo

    2) KH. Turmudzi Hasan selaku anggota dari Majelis Wakil

    Cabang Nahdlatul Ulama Kecamatan Jenangan, dan juga

    Lembaga Bathsul Masail Nahdlatul Ulama Kecamatan

    Jenangan

    3) KH. Sunarto selaku anggota dari Rois Surya Nahdlatul Ulama

    Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Kecamatan Jenangan

    dan juga selaku Ketua Majelis Ulama Indonesia Kecamatan

    Jenangan.

    4) Gus Hafid (Abdullah Hafid) selaku pimpinan Pondok

    Pesantren Tahfidzul Qur’an.

    5) KH. Murhadi selaku pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul

    Mu’tadiin.

    6) Muhammad Busro, M. Pd. I selaku pimpinan Pondok Pesantren

    Sunan Kalijaga.

    6. Analisis Data

    Metode teknik analisis data ini menggunakan konsep yang

    diberikan Miles dan Huberman. Model Miles dan Huberman adalah

    analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan

  • 24

    setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat

    wawancara peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang

    diwawancarai, setelah di analisis terasa belum memuaskan, maka

    peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu

    dimana diperoleh data yang dianggap kredibel.21 Setelah proses-proses

    tersebut brlangsung maka tahap selanjutnya adalah:

    a. Data Reduction (Reduksi Data) adalah merangkum, memilih hal-

    hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema

    dan pola nya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian

    peneliti akan memperoleh gambaran yang jelas.

    b. Data Display (Penyajian Data) adalah sekumpulan informasi

    tersusu yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan

    dan pengambilan tindakan.

    c. Conclusing Drawing (Penarikan Kesimpulan) adalah analisis data

    terus menerus, baik slama maupun ssudah pengumpulan data untuk

    menarik kesimpulan.

    7. Pengecekan Keabsahan Data

    Pengecekan keabsahan data dalam suatu penelitian yang bersifat

    kualitatif sangat penting dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menjamin

    ketepatan hasilyang telah di peroleh dengan interpretasinya.22 Dalam

    21 Anton Bahktiar dan Ahmad Zubaker, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta:

    Kansius, 1997), 336 22 J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif. Jenis Karakteristik dan Keunggulannya,

    (Jakarta: Grasindo, 2010), 133

  • 25

    penelitian ini untuk mengecek keabsahan data peneliti menggunakan

    metode trianggulasi.

    Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang

    memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan

    pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Dalam

    penelitian ini peneliti menggunakan metode triangulasi data.

    Triangulasi data merupakan suatu penggunaan beragam sumber data

    dalam suatu kajian.23

    Dalam hal ini peneliti menggali data dengan cara mewawancarai

    Ulama Nahdlatul Ulama (NU) yang memiliki pengetahuan akademis di

    bidang nya masing-masing.

    G. Sistematika Pembahasan

    Agar pembahasan dalam skripsi ini terarah dan sistematis, maka

    penulis memaparkan sistematika pembahasan sebagai berikut:

    BAB I : PENDAHULUAN

    Bab ini merupakan gambaran dari seluruh isi skripsi yang

    ditulis yang meliputi latar belakang masalah, rumusan

    masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian

    pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

    23 Michael Quinn Patton, Metode Evaluasi Kualitatif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006),

    99

  • 26

    BAB II : BINATANG HALAL DAN HARAM DALAM ISLAM,

    BAH}TH AL-MASA

  • 27

    Bab ini berisikan pembahasan dari berbagai hasil

    pengumpulan data dan analisis mengenai penelitian

    diantaranya mengenai Penggunaan Placenta Hewan Halal

    Sebagai Bahan Kosmetik Dan Obat Luar.

    BAB V : PENUTUP

    Bab terakhir ini ditarik kesimpulan dari semua materi yang

    telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, yang meliputi

    dua ide pokok, yaitu kesimpulan dan saran.

  • 28

    BAB II

    BINATANG HALAL DAN HARAM DALAM ISLAM, BAH}TH AL-

    MASA

  • 29

    al-Baiz}awi merumuskan haram dengan sesuatu perbuatan yang pelakunya

    dicela.25

    2. Dasar Hukum Hewan Halal dan Haram

    a. Al-Qur’an

    َانُزيُر وتمتِ َأهالْه ّاَغتَطُر خّلْهها ُِها حاريِّمتَت عتلنَطَكما خّْمتَطتتَة وتخّدْيما وتّنَحما خَّْنَة وتخّْمتَ َق ذنَة وتخّْماتترتديِّيتَة وتخّنْيواطحتَة وتمتِ أنكنلن خّسْيعِباعا إُّْهِ متِ ذنكْهَطتاَم َتُن وتخّْماَن

    ۚ ذنَّٰاَكَم فاَسق ۚ َْسِّما خ ُِِّْأنزَّنُِموتمتِ َذُِحت عتلنى خّنيُّصاُب وتأن تتَستت

    Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu

    bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika

    disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa

    dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak

    menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka

    tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha

    Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Baqarah: 173)26

    َتعِبتِْ ئاثن وتياحاَل ّنهاما خّْوْهُطعِبتِ ا وتياحتريِّما عتلنَطُهما خّْ

    Artinya: ...dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan

    mengharamkan bagi mereka segala yang buruk... (QS. al-A’ra>f [7]: 157)27

    َنهتِ ّنَكَم فاَطهتِ داَفءٌّ وتمتنتِ فاعت وتماَن هتِ تتْأَكَلَ نوتْخّأنَنوتِمت طتلن

    Artinya: Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu;

    padanya bulu yang menghangatkan dan berbagai manfaat,

    dan sebahagiannya kamu makan. (Q.S. al-Nah}l [16]: 5)28

    ها ت خّْهذاَي طتلنقت ّنَكَم متِ فاَي خّأنَرُض جتماَطًوِ

    25 Ibid., 523. 26 Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Surabaya: CV.

    Pustaka Agung, 2006), 32. 27 Ibid., 228. 28 Ibid., 354.

  • 30

    Artinya: Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi

    untuk kamu... (QS. Al-Baqarah [2]: 29)29

    b. Hadis Rasulullah

    Artinya: Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas;

    dan di antara keduanya ada hal-hal yang musyta-bihat

    (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya),

    kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang

    siapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah

    menyelamatkan agama dan harga dirinya... (HR. Muslim

    dari NU’man ibn Bashir).

    ّْهلها فاَي كاتتُِِها، وتمتِ خنّْحتلِنَل متِ أنحتلْه خّْهلها فاَي كاتتُِِها، وتخّْحترتخما متِ حترْي خجه(ستكنتت عتَنها فنها ت مامْيِ عتفنِ عتَنها )خطرجه خّترمذي وخِن مِ

    Artinya: Yang halal adalah sesuatu yang dihalalkan oleh Allah

    dalam Kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang di-

    haramkan oleh Allah dalam Kitab-Nya; sedang yang tidak

    dijelaskan-Nya adalah yang dimaafkan. (HR. al-Tirmidhi

    dan IbNU Ma>jah dari Salman al-Farisi).

    3. Klasifikasi Hewan Halal dan Haram

    a. Binatang yang Halal

    1) Binatang Ternak

    Semua binatang ternak halal dimakan, berdasarkan firman Allah

    SWT dalam Surat al-Ma>idah ayat 1:

    29 Ibid., 6.

  • 31

    ََ داۚ َف ْخ ُِٱلۚ ْخ أنوۚ أنييُّهتِ ٱّْهذاينت ْءخمتنا ۚ يتَٰ ّنَكم ِتُهطمتَة ۚ َأحالْهت ۚ عادا ۚ رت ماحالهِّي ٱّصْييۚ َني ۚ َكمۚ ّنىَٰ عتلنيۚ عتَُٰم إُّْهِ متِ ياتۚ أن ۚ ٱل

    َكما متِ ياُريدا ۚ ُإ ْه ٱّلْههت يتح ۚ حارام ۚ وتأننتام Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.

    Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan

    dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak

    menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan

    haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum

    menurut yang dikehendaki-Nya.30 (QS. al-Ma>idah; 5: 1)

    2) Belalang dan Ikan Laut

    Para ulama menjelaskan, boleh memakan belalang walau

    sudah menjadi bangkai. Binatang ini halal sebagaimana terdapat

    dalil dari hadits Rasulullah Saw., yaitu:

    َترتخدا وتأنمْيِ خّدْيمتِ ا َأحالْهَت ّننتِ متَطتتتتِ ا وتدتمتِ ا فنأنمْيِ خّْمتَطتتتتِ ا فنِّْحا ا وتخّْ فنِّْكنعِبدا وتخّوهِّحتَِل

    Artinya: Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua

    bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua

    darah tersebut adalah hati dan limpa. (HR. Ahmad 2:97 dan

    IbNU Majah no. 3314. Syaikh Al Albani mengatakan

    bahwa hadits ini shahih)

    Binatang laut yang hidupnya di dalam laut semuanya halal,

    baik berupa ikan ataupun bukan, mati karena ada penyebabnya

    ataupun mati sendiri.10 Sebagimana Firman Allah:

    30 Ibid., 141.

  • 32

    ۚ وتّالسْيطْيِرتةا ۚ متتتواِ ّْهَكم ۥُر وتطنوتِماها ۚ ِتحۚ دا ٱلۚ صتي ۚ َأحالْه ّنَكمََ ْخ ٱّلْههت ۚ حارامِ ۚ تامۚ ِتريِّ متِ دامۚ دا ٱلۚ صتي ۚ َكمۚ وتحاريِّمت عتلني وتٱتْي

    شتراو ن ۚ ُا تاحۚ إُّني ۚ ٱّْهذاي

    Artinya: Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan

    (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu,

    dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan

    diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat,

    selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah

    Yang kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.31 (QS. al-Ma>idah; 5: 96)

    b. Binatang yang Haram

    1. Binatang yang diharamkan oleh Al-Qur’an hanya satu, yaitu babi.

    Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:

    ۚ طانُزيُر وتمتِۚ مت ٱلۚ تتةن وتٱّدْيمت وتّنحۚ متيۚ َكما ٱلۚ ُإنْيمتِ حترْيمت عتلنيَنيۚ فنمتُن ٱض ۚ ُر ٱّلْههاۚ َأهالْه ُِها ّاَغتي ۚ رت ِتُِغ وتّنِ عتِدا فنلنِۚ َطرْي

    َنَف ر رْيحاطم ۚ ُاۚ مت عتلنيۚ ُإث ُإ ْه ٱّلْههت

    Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu

    bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika

    disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa

    dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak

    menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka

    tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha

    Pengampun lagi Maha Penyayang.32 (al-Baqarah; 2: 173)

    2. Setiap hewan yang bertaring dan digunakan untuk menyerang

    mangsanya, seperti hewan liar (singa, serigala, macan tutul dan

    31 Ibid., 164. 32 Ibid., 32.

  • 33

    macan kumbang) atau piaraan (kucing, anjing) haram untuk

    dimakan.

    َكلَُّ ذاي نتٍِب ماَن خّسُِّّعِبتُِع فنأنْكَلها حترتخم

    Artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang

    memakan setiap hewan buas yang bertaring. (HR. Bukhari

    no. 5530 dan Muslim no. 1932)

    3. Binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah. Ini

    berarti juga binatang yang disembelih untuk selain Allah.

    4. Binatang yang tidak boleh dimakan yaitu yang disebut jallalah.

    Jallalah adalah binatang yang memakan kotoran, baik unta, sapi,

    kambing, ayam, angsa, dll sehingga baunya berubah. Jika binatang

    itu dijauhkan dari kotoran (tinja) dalam waktu lama dan diberi

    makanan yang suci, maka dagingnya menjadi baik sehingga

    julukan jallalah hilang, kemudian dagingnya halal.33

    B. Bah}th al-Masa>’il NU terkait Placenta dalam Keputusan Musyawarah

    Masail Diniyah Pondok Pesantren “MUS” Sarang, Rembang Tahun

    1997 M./ 1418 H.

    Dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Lembaga Bah}th al-Masa>’il NU,

    para ulama terlebih dahulu mendeskripsikan masalah yang akan dibahas,

    seperti halnya pada kasuus penggunaan placenta sebagai bahan obat,

    berdasarkan hasil deskripsi, bahwasanya hormon progesteron yang menjadi

    bahan utama obat penunda haid atau menstruasi agar tercipta kesucian semu,

    33 Siti Sulaekhah dan Yuli Kusumawati, “Halal dan Haram Makanan dalam Islam”,

    Jurnal Suhuf, Vol. XVIII, No. 1, Mei 2005, 31.

  • 34

    ternyata bahan dasarnya adalah hormon yang diproduksi placenta (ari-ari /

    dulur bayi - jawa) perusahaan farmasi dinegeri RRC juga memproduksi obat

    asma dengan placenta tersebut.

    Ekstrak placenta merupakan sumber protein yang bisa berasal dari

    hewan maupun manusia, biasanya ia menjadi bahan baku krem regenerasi

    untuk memperbaiki elastisitas kulit dan mencegah degenerasi sel, sehingga

    mengahsilkan fungsi kulit yang di inginkan. Tetapi tanpa informasi yang

    mendamai kepada konsumen tidak menutup kemungkinan masyarakat akan

    terjebak kepada produk yang sebenarnya najis dan dilarang agama, preparat

    kosmetik yang menggunakan placenta dan turunannya tidak jelas sumber

    placenta yang digunakan. Apakah berasal dari placenta manusia atau hewan,

    keduanya memilki permasalahan yang sama ditinjau dari sudut kehalalan.

    Karena semakin pesatnya teknologi dan maraknya kosmetik dan obat yang

    menggunakan bahan dasar placenta. Maka timbullah pertanyaan sebagai

    berikut, bagaimana hukum memproduksi obat-obatan dengan mengambil

    bahan-bahan dari placenta atau dari bahan tubuh manusia yang terlepas?. Dan

    bagaimana pula hukum mengkonsumsinya?34

    Adapun jawaban dari pertanyaaan tersebut adalah, hukum

    memproduksi obat-obatan tersebut tidak boleh (HARAM). Yang berdasrkan

    dalil di bawah ini:

    1. Mughni Muh}taj Juz IV Hal. 307.

    34 Hasil Bah}th al-Masa>’il Nahdlatul Ulama Pondok Pesantren “MUS” Sarang, Rembang

    Tahun 1997 M./ 1418 H. 1

  • 35

    َتواَطُب خّْ َتَطخ خّْوتلِنمتةاماحتمتَدخّْ َطُنَي متِ نتصتها عُِبوتفاى ماََغُنى خّْماَحتتُِج خّا ماَن َاَ زاطنعَِبحاهتِوتِّنشتَطهتِ ّامتِفاَطهت)تتَنعِبَطه ( حتَطَث جت تَزنتِأنْكَل متَطتتةاخّأندتماَي خّْماَحتترتُم ِّنيت

    َتطرافنَغتَطرا ُا ِتَطنت أنْكلاها ُنطًأوتمتْوعِباَ َاًطِهاتتَك حاَرمتتاها وتيتتت ًطِوتمت

    2. Hashi>yah Sulaiman Al Jamal Juz II Hal. 190.

    َتَطرتماى متِ نتصتها َتَطخ سالنَطمتِْ خّْعِبا َتواَطُب خّا َتَطرتماى عتلنى خّْ وتفاى خّْعِباَاهتِ( قنطتدت ُا ْخّأنْذراعاى ُِِّْماَحتترتُم وْخّأنَوجاها ْخّأنَطذاُُِإْطلِنقاُهَم وتمتحتَل َاَ زاطنعَِب )قن ََّها ِّن يت

    َاهت وتشتَطهت حتَط َث خنَمكنُن أنْكَلها ُنَطًأوتُإِّنطتزت. خهـ م دخَمتانتِعت طنعَِب3. Al-Bujairomi ‘Alal Khot}ib Juz IV, hal. 272.

    َتمتْل متِنتصتها َتَطخ سالنَطمتِ خّْ َتمتْل خّْ َتَطخ سالنَطمتِ خّْ وتفاى حتِشتَطةا خَّْتلِنُص فنكن َاَطمتَةخّْماستمتِةاُِِّْ َْونعا مانت خّْ تّندافنُهيت وتعاعِبتِرتَةخّْعِبتَرمتُِوى أنمتِ خّْمت َاَزءِّّاأننتهتِتت ِّْ

    َاَطمتَة خّْتاى فاَطهتِخّْ تّندافنلنَطستتا جاَزًءخمانت خَّأُم وتِّنمانت خّْ تّندا جاَزءٌّماَنها، وتأنمتِخّْمت

    4. Taushih hal. 38.

    َتُِوى مانتها وتفاى خّتتَ شتَطخ ماحتمتَد نت تُوى ِتُن عامتَرخَّْنَ ّاها ِّنّاحاَرمتتاهتِ متَطتتَةخّآدتماي( فنُإنتهتِوتُإْ حترتمتض تتنتِواَّهتِماْولنًق أنَى كنَثرت )وتطترتجت ُِ

    ِّاأن ن خّْحاَرمتةن خّْذنختاطتةَ َتِستتاهتِ ِتْل ِّاَحتترتخماهتِ وتّنَ حتَرًُِط أنَوقنلن فاى حتلن خُّإَطتاطتِرُّنكانتها ِّنّانت ثنُِِتتةٌّنها

    Dan adapun hukum untuk menkonsumsinya adalah tidak boleh

    (HARAM). Karena sebagaimana hukum asal nya adalah haram, maka hukum

    untuk mengkonsumsinya pun juga haram. Bahan produksi obat dengan

  • 36

    mengambil bahan dari bagian tubuh manusia yang terlepas dari bagian

    tubuhnya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli fiqih:35

    a. Haram hukumnya, karena bagian tubuh manusia tidak boleh dimanfaatkan

    selaras dengan prinsip penghormatan kepada karomah insaniyyah.

    b. Menurut para ahli fikih dari madzhab Hambali diperbolehkan, karena bisa

    diambil manfaat oleh sesama manusia, seperti kulit badan manusia karena

    kondisi darurat.

    Akan tetapi ada pengkhususan untuk penggunaan placenta (al-

    mashi>mah) setelah terlepas dari rahim dan bayinya, boleh dimanfaatkan

    karena bukan lagi berstatus sebagai bagian manusia dan tanpa

    dimanfaatkanpun pasti hancur (mustahlak). Hal ini didasarkan pada Kitab al-

    Majmu' Sharah Al-Muhadhdhab juz 9 halaman 45:

    َْونعت ماَن أَعضتِءِّ ُا َاَطُر ُا ُِلِن طالِنف وتّنَطست خَّغتَطرا خْ يت َْونعت ماَن متَوصا ُم َا زا خْ يت وتِّن يت .شتَطًئِ ّاطتَدفنوتها إُّنى خّماَضونريِّ ُِلِن طالِنف صترتحت ُِها ُإمتِما خّحترتمتَطُن وتخّأنَصحتِبا

    Dan tidak boleh memotong anggota badan yang dihormati dari orang

    lain, tanpa ada perbedaan pendapat. Dan tidak boleh orang lain memotong

    sesuatu dari anggota-anggota badannya untuk diberikan kepada orang yang

    sangat memerlukannya, tanpa ada perbedaan pendapat. Imam Haromain dan

    pendukung madhab Shafi>'i menjelaskannya.

    ِّنَم يتَكَن ذنّاكت خَّغتَطرا نتعُِبطًيِ ( وتيتَحراما قنْوواها( خى خّعِبتَوُض ماَن نتْفسِّها )ّاَغتَطُر ُا( وتّن ماَضونرًيخ متََُطبا ّنها ذنّاكت .فنطت

    35 Ibid., 2

  • 37

    Hashi>yah Ash Sheikh Sulaiman al-Jamal Sharah al-Minhaj juz 2

    halaman 190:

    َا َاَزوتعاعِبتِرتَة خّعِبتَرمتُ ييِّ أمْيِ خّمت َتلِنُص فنكنِّ َْونعا مانت خّ تّندا َطمتَة خّماستميِنَة ُِِّ ءِّ ّأننْيهتِ تاَاَطمتَة خّْهتاى فاَطهتِ خّ تّندا فنلنَطستَت جا َزخًء مانت خَّأميِّ وتِّن مانت خّ تّندا.فنُهيت جاَزءٌّ ماَنها وتأنمْيِخّمت

    Dan ibarat dari al-Barmawi adalah sebagai berikut: Adapun ari-ari

    yang dinamakan tembuni maka adalah seperti badan, karena dia dipotong dari

    anak yang lahir, maka dia adalah bagian dari anak. Dan ari-ari yang janin

    berada di dalamnya (tempat janin dalam kandungan). Maka dia bukan bagian

    dari ibu dan bukan pula bagian dari anak36

    Mengambil Sperma Dalam Keadaan Koma

    Seorang ibu muda ditinggal suaminya (meninggal) secara mendadak.

    Karena ibu tersebut dan suaminya sebelumnya telah berjanji ingin

    mempunyai anak, maka ibu tersebut meminta kepada dokter untuk

    mengambil sperma suaminya untuk kemudian disemaikan ke dalam rahim

    isterinya. Setelah penggabungan (infracytoplasmatic) sebanyak tiga kali yang

    memakan waktu dua tahun. Barulah mendapat hasil dan sekarang ibu tersebut

    dinyatakan oleh dokter hamil dua bulan.

    C. Metode Istinba>th Hukum Nahdlatul Ulama

    1. Pengertian Istinba>th Hukum Nahdlatul Ulama

    36 Ibid., 2

  • 38

    Pengertian istinba>th al-ahkam di kalangan Nahdlatul Ulama bukan

    mengambil langsung dari sumber aslinya, yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah.

    Akan tetapi sesuai dengan sikap dasar bermahdzab. memberlakukan secara

    dinamis nass}-nass} fuqaha dalam konteks permasalahan yang dicari

    hukumnya. Oleh karena itu, kata istinbath di kalangan Nahdlatul Ulama

    terutama dalam kerja bah}th al-masa>’il tidaklah populer. Karena kalimat itu

    telah populer di kalangan ulama Nahdlatul Ulama dipahami dengan

    konotasi yang pertama, yakni ijtihad, suatu hal yang oleh ulama shuriah

    tidak dilakukan karena keterbatasan pengetahuan. Sebagai gantinya adalah

    istilah bah}th al-masa>’il yang artinya membahas masalah-masalah aktual

    melalui referensi yaitu kitab karya para ahli fiqh.37

    Secara definitif Nahdlatul Ulama memberikan arti istinba>th hukum

    dengan upaya mengeluarkan hukum shara>’ dengan al-qawa>’id al-fiqhi>yah

    dan al-qawa>’id al-ushu>li>yah baik berupa adillah ijma’i>yah, ‘adillah

    tafshili>yah, maupun ‘adillah al-ahkam. Dengan demikian, produk hukum

    yang dihasilkan PBNU merupakan hasil ijtihad ulama atas nash-nash Al-

    Qur’an dan as-Sunnah yang sesuai dengan prinsip-prinsip mujtahid tempo

    dulu.

    Dari pertimbangan di atas, ada dua cara istinbath hukum yang

    dilakukan, yakni melalui pendekatan:

    a. Kaidah fiqhi>yah adalah kaidah yang timbul dari pemahaman mujtahid

    terhadap nas}s}-nas}s} shara>’, yang penekanannya dalam konteks hukum

    37 Ahmad Muhtadi Anshor, Bah}th al-Masail Nahdlatul Ulama (NU) (Melacak Dinamika

    Pemikiran Madzab Kaum Tradisional) (Yogyakarta: Teras, 2012), 73-76.

  • 39

    praktis. Selain itu kaidah fiqhiyyah merupakan hasil penelitian induksi

    dari hukum-hukum yang telah ada.

    b. Kaidah ushu>li>yah timbul dari konteks kebiasaan dalam rangka

    memahami nas}s}-nas}s} al-Qur’an dan as-Sunnah. Kaidah ushu>li>yah

    merupakan sarana untuk memahami pesan-pesan nas}s} dalam bentuk

    praktis, hukum-hukum Islam.38

    Kaidah fiqhi>yah lebih didahulukan daripada kaidah-kaidah

    ushu>li>yah yang secara umum telah disepakati oleh para ulama sebagai

    t}ari>qahr istinbath hukum, di samping itu juga mengingat eksistensi kaidah

    fiqhīyah yang sangat penting dalam studi fiqh.39 Dalam memahami Islam,

    Nahdlatul Ulama sangat berhati-hati dan tidak mau memecahkan

    permasalahan keagamaan yang dihadapi dengan merujuk langsung kepada

    nas}s} al-Qur’an dan al-Sunnah. Hal ini tidak terlepas dari pandangan bahwa

    mata rantai perpindahan ilmu agama tidak boleh terputus dari suatu

    generasi ke generasi berikutnya. Yang dapat dilakukan adalah menelusuri

    mata rantai yang baik dan sah pada setiap generasi.

    Nahdlatul Ulama menghendaki ijtihad apabila ijtihad yang

    dilakukan oleh orang-orang yang memenuhi persyaratan sebagai mujtahid.

    Sedangkan orang-orang yang memiliki ilmu agama mendalam tetapi tidak

    memenuhi persyaratan mujtahid lebih baik taqlid (mengikuti) kepada

    ulama yang memiliki kemampuan berijtihad karena telah memenuhi

    persyaratannya. Bagi NU taqlid tidak hanya berarti mengikuti pendapat

    38 Imam Yahya, Dinamika Ijtihad NU (Semarang: Walisongo Press, 2009), 47-48. 39 Ibid., 48.

  • 40

    orang lain tanpa mengetahui dalilnya, melainkan juga mengikuti jalan

    pikiran imam mazhab dalam menggali hukum.40

    Dalam masalah fiqh, Nahdlatul Ulama (NU) tidak terlepas dari

    pengakuan terhadap metode pamahaman Islam yang dikembangkan oleh

    imam-imam mazhab (Hanafi>, Ma>liki, Sha>fi’i>, dan Hambali>). Dalam

    praktik penetapan hukum atau pengambilan fatwa, Nahdlatul Ulama selalu

    merujuk kepada hasil karya imam mujtahid atau lebih dikenal dengan kitab

    kuning secara utuh dari berbagai referensi yang ada, dikaji dan diteliti

    kemudian diputuskan.

    Penetapan keputusan hukum tersebut dilakukan oleh lembaga yang

    berwenang untuk itu yakni lembaga bah}th al-masa>’il. Mana yang kuat dari

    pendapat-pendapat yang ada maka itulah yang dijadikan keputusan sebagai

    fatwa oleh lembaga tersebut dengan menuliskan semua nash dari sekian

    banyak referensi sebagai rujukan atau alasan dari keputusan tersebut. Jika

    ternyata permasalahan yang akan ditetapkan hukumnya belum pernah

    dibahas oleh para ulama mujtahidin terdahulu karena perkembangan

    zaman, maka rujukan pertama adalah kepada kedua sumber hukum Islam

    yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Kemudian dicari lebih dahulu apakah

    sudah pernah ijma’ ulama tentang masalah tersebut atau tidak. Kalau tidak,

    maka dapatkah diberlakukan qiyas. Dan kalau tidak maka barulah

    40 Ahmad Muhtadi Anshor, Bah}th al-Masa>il Nahdlatul Ulama, 81-83.

  • 41

    dipergunakan salah satu metode pemahaman dari metode pemahaman

    yang ada di dalam empat madhzab.41

    Untuk lebih jelasnya mengenai istinbath hukum bah}th al-masa>’il

    NU, dapat dicermati pada keputusan Musyawarah Nasional (MUNAS)

    alim ulama Nahdhatul Ulama di Bandar Lampung pada tanggal 16-20

    Rajab1412 H./21-25 JaNUari 1992 M. Dalam keputusan tersebut

    dijelaskan bahwa system pengambilan keputusan hukum dalam bah}th al-

    masa >’il di lingkungan Nahdhatul Ulama adalah sebagai berikut:

    Sebelum masuk tahap prosedur penjawaban masalah, ada beberapa

    istilah dalam ketentuan umum yang mesti dipahami oleh semua orang

    yang terlibat dalam bah}th al-masa>’il. Dalam ketentuan itu disebutkan

    bahwa kitab yang diperkenankan untuk di pergunakan sebagai literatur

    adalah kitab-kitab tentang ajaran Islam yang sesuai dengan Ahlussunnah

    wal Jamaah yang kemudian dikenal dengan sebutan al-kutub al-

    mu’ta>ba>rah. Kemudian dalam menjawab masalah, lembaga bah}th al-

    masa>’il mengikuti pola bermadzhab kepada salah satu madzhab empat,

    baik dengan cara mengambil redaksi ibarah secara langsung dari qaul atau

    wajah dari imam atau lama madzhab, atau bermahdzab secara manha>j,

    yakni dengan cara mengikuti manhaj atau metode yang digunakan oleh

    imam atau ulama madzhab.42

    Selanjutnya secara berurutan, prosedur yang telah disepakati dalam

    menjawab masalah adalah sebagai berikut:

    41 Ibid., 72. 42 Imam Yahya, Dinamika Ijtihad NU, 142-143.

  • 42

    a. Jika terdapat satu qaul atau wajah yang sesuai dengan permasalahan

    yang sedang dibahas, maka langkah yang dilakukan adalah dengan

    mengikuti qaul atau wajah yang tertera dalam kitab tersebut.

    b. Apabila ditemukan beberapa qaul atau wajah terkait dengan masalah

    yang sedang didiskusikan, maka secara jama’i (kolektif) forum bah}th

    al-masa>’il memilih satu qaul atau wajah lebih kuat.43

    c. Apabila tidak ditemukan qaul atau wajah yang sama sekali yang

    memberikan penyelesaian, maka dilakukan prosedur ilh}aq al-masa>’il bi

    na z}a>iriha> (menyamakan hukum suatu kasus yang belum dijawab oleh

    kitab dengan kasus serupa yang telah terdapat jawabannya dalam kitab)

    secara jama’i oleh para ahlinya.

    d. Jika urutan prosedur tersebut belum mampu menjawab permasalahan

    yang ada, maka dilakukan istinba>th jama’i (pembahasan atau

    pengambilan keputusan secara kolektif) dengan prosedur bermadzhab

    secara manha>ji> (mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan yang

    telah disusun oleh para imam) oleh para ahlinya.44

    Perlu diketahui bahwa dalam memecahkan masalah, terutama

    masalah-masalah sosial, forum bah}th al-masa>’il juga mencermati dan

    menganalisa masalah yang sedang dihadapi dari berbagai faktor, baik

    faktor ekonomi, faktor budaya, faktor politik maupun faktor-faktor social

    lainnya.

    43 Ibid., 143-144. 44 Munawir Abdul Fattah, Tradisi Orang-orang NU (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,

    2008), 31.

  • 43

    2. Metode Istinbat Dalam Kerja Bah}th al-Masa>’il

    Metode Ijtihad Hukum yang diterapkan oleh Lembaga bah}th al-

    masa>’il Nahdlatul Ulama adalah:45

    a. Metode Qauly adalah suatu cara istinbath hukum yang dipergunakan

    oleh ulama/intelektual NU dalam Lembaga Bah}th al-Masa>’il dengan

    mempelajari masalah yang dihadapi, kemudian mencari jawabannya

    pada kitab-kitab fiqh dari madzhab empat, dengan mengacu dan

    merujuk secara langsung bunyi teks. Atau dengan kata lain mengikuti

    pendapat-pendapat yang sudah jadi dalam lingkup madzhab tertentu.46

    b. Metode Ilh}aqi> (analogi) adalah menyamakan hukum suatu

    kasus/masalah yang belum dijawab oleh kitab (belum ada ketetapan

    hukumnya) dengan kasus/masalah serupa yang telah dijawab oleh

    kitab (telah ada ketetapan hukumnya) atau menyamakan dengan

    pendapat yang sudah “jadi”.47

    Dalam metode ilh}aq nampak ada kecenderungan bahwa cara

    ini ditempuh hanya dalam rangka menjaga agar tidak terjadi stagnasi

    (mauquf). Selama ini memang sering terjadi persoalan- persoalan

    yang diajukan untuk dibahas dalam forum bah}th al-masa>’il

    mengalami kebuntuan, hal ini seringkali berkaitan dengan persoalan-

    persoalan kontemporer. Kebutuhan warga NU terhadap jawaban atas

    45 Sambutan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama’ (PWNU) JawaTimur, NU Menjawab

    Problematika Umat, Keputusan Bahtsul Masail PWNU JawaTimur (1991-2013). 46 Ahmad Zahro, Tradisi Intelektual NU : Lajnah Bahtsul Masail 1926-1999

    (Yogyakarta: LKis, 2004), 118. 47 A. Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan, jilid 2 (Jakarta: PPRMI dan QultumMedia,

    2004), 89.

  • 44

    masalah-masalah baru semakin hari semakin meningkat. Tanpa

    jawaban dengan legitimasi keagamaan atau kitab kuning yang mu’tar

    dapat dipastikan akan membingungkan mereka.

    c. Metode Manhaji> (bermadzhab) adalah suatu cara menyelesaikan

    masalah keagamaan yang ditempuh oleh Lembaga Bah}th al-Masa>’il

    dengan mengikuti jalan fikiran dan kaidah penetapan hukum yang

    telah disusun oleh imam madzhab.48

    3. Kerangka metodelogi Bah}th al-Masa>’il Nahdlatul Ulama

    Kerangka metodologi pemikiran islam adalah dengan

    menggunakan:

    a. Dalam kasus yang ditemukan jawabannya dalam ibarat kitab dan hanya

    satu qaul (pendapat), maka qaul itu yang diambil.

    b. Dalam kasus yang hukumnya terdapat dua pendapat maka dilakukan

    taqrir jama’i dalam memilih salah satunya.

    c. Bila jawaban tidak diketemukan dalam ibarat kitab sama sekali, dipakai

    ilh}aq al masail bin nadhariha secara jamai oleh para ahlinya.

    d. Masalah yang dikemukakan jawabannya dalam ibarat kitab dan tidak

    bisa dilakukan ilh}aq, maka dilakukan istinbat jama’i dengan prosedur

    madzhab secara manhaji oleh para ahlinya.49

    4. Sistem Pengambilan Keputusan Hukum Islam Dalam Bahtsul Masail

    Nahdlatul Ulama

    48 Ahmad Zahro. Tradisi Intelektual NU, 122. 49 http://khotimhanifudinnajib.blogspot.com/2011/07/normal-0-false-false-false-en-us-x-

    none.html.

    http://khotimhanifudinnajib.blogspot.com/2011/07/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.htmlhttp://khotimhanifudinnajib.blogspot.com/2011/07/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

  • 45

    a. Yang dimaksud dengan kitab adalah kutub al-madhahib al arba'ah,

    yaitu kitab-kitab tentang ajaran Islam yang sesuai dengan aqidah

    Ahlussunnah wal Jama'ah.

    b. Yang dimaksud dengan bermadzab secara qauli adalah mengikuti

    pendapat-pendapat yang sudah jadi dalam lingkup salah satu al-

    madzahib al-arba’ah.

    c. Yang dimaksud dengan bermadzhab secara manhaji adalah bermadzhab

    dengan mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan hukum yang telah

    disusun oleh imam madzhab empat.

    d. Yang dimaksud dengan Istinbath jama’i adalah mengeluarkan hukum

    syara' dari dalilnya dengan qawa>id ushuli>yah secara kolektif.

    e. Yang dimaksud dengan qaul dalam refensi madzhab Shafi'i> adalah

    pendapat imam Shafi'i>.

    f. Yang dimaksud dengan wajah adalah pendapat ulama' madzhab Shafi'i>.

    g. Yang diamaksud dengan taqrir jama'i adalah upaya secara kolektif

    untuk menetapkan pilihan terhadap satu diantara beberapa qaul/wajah

    dalam madzhab Shafi'i>.

    h. Yang dimaksud dengan ilh}aq (ilh}aqul masail bi nazhairiha) adalah

    menyamakan hukum suatu kasus/masalah dengan kasus/masalah serupa

    yang telah dijawab oleh kitab (menyamakan suatu kasus dengan

    pendapat yang sudah jadi).50

    5. Sistem Pengambilan Keputusan Hukum

    50 Hasil Keputusan Bahtsul Masail syuriyah PWNU JATIM di PP. Zainul Hasan

    Genggong Probolinggo tanggal 26-28 Rabi’ul Akhir 1413/23-24 Oktober 1992.

  • 46

    Dalam memecahkan dan merespon masalah, maka Lembaga

    Bahtsul masail hendaknya mempergunakan kerangka pembahasan

    masalah, antara lain sebagai berikut:

    a. Analisa Masalah (sebab mengapa terjadi kasus) ditinjau dari

    berbagai faktor antara : ekonomi, politik, budaya, sosial dan lainnya.

    b. Analisa Dampak (dampak positif dan negatif yang ditimbulkan oleh

    suatu kasus yang sedang dicari hukumnya) ditinjau dari berbagai

    aspek, antara lain : sosial ekonomi, sosial budaya, sosial politik dan

    lainnya.

    c. Analisa Hukum (keputusan Lembaga Bah}th al-Masa>’il tentang suatu

    kasus setelah mempertimbangkan latarbelakang dan dampaknya

    disegala bidang), disamping mempertimbangkan hukum Islam,

    keputusan ini juga memperhatikan hukum yuridis formal.

    Keputusan Lembaga Bah}th al-Masa>’il dilingkungan Nahdlatul

    Ulama dibuat dalam kerangka Bermadzhab kepada salah satu madzhab

    empat yang disepakati dan mengutamakan bermadzhab secara qauli.

    Oleh karena itu prosedur penjawaban masail disusun dalam urutan

    sebagai berikut:

    a. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dari

    kutubul madzahib al-arba'ah dan disana terdapat hanya satu pendapat,

    maka dipakailah pendapat tersebut.

    b. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan disana

    terdapat lebih dari satu pendapat, maka dilakukan taqrir jama’i untuk

  • 47

    memilih salah satu pendapat. Pemilihan itu dapat dilakukan sebagai

    berikut:

    1) Dengan mengambil pendapat yang lebih maslahah dan/atau yang

    lebih kuat.

    2) Khusus dalam madzhab Shafi'i> sesuai dengan keputusan muktamar

    I tahun 1926, perbedaan pendapat diselesaikan dengan cara

    memilih :

    a) Pendapat yang disepakati oleh al-Syaika>ni> (al-Nawa>wi dan al-

    Ra>fi’i)

    b) Pendapat yang dipegangi oleh al-Nawa>wi

    c) Pendapat yang dipegangi oleh al-Ra>fi’i.

    d) Pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama.

    e) Pendapat ulama yang terpandai.

    f) Pendapat ulama yang paling wara>’.

    3) Untuk madzhab selain Shafi'i> berlaku ketentuan ketentuan menurut

    madzhab yang bersangkutan.

    Dalam kasus tidak ada pendapat yang memberikan

    penyelesaian, maka dilakukan prosedur ilh}aqul masa>il bi nazairiha

    secara jama'i oleh para ahlinya. Ilh}aq dilakukan dengan memperhatikan

    mulh}aq, mulh}aqbih dan wajah ilh}aq oleh mulh}iq yang ahli. Dalam

    kasus tidak mungkin dilakukan ilh}aq, maka dilakukan istinbath jama’i

    dengan prosedur bermadzab secara manh}aji oleh para ahlinya, yaitu

    dengan mempraktekkan qawa>'id ushuli>yah oleh ahlinya.

  • 48

    Dari keputusan diatas dapat disimpulkan bahwa penyelesaian

    masa>il dini>yah waqi'i>yyah dilingkungan dan tradisi NU sedapat

    mungkin ditempuh dengan bermadzhab secara qawli. Kemudian apabila

    cara itu tidak mencukupi untuk menyelesaikan suatu kasus masalah,

    maka ditempuh bermadzhab secara manh}aji. Keputusan ini memang

    ditetapkan belum seberapa lama, namun praktek dari keputusan sudah

    menjadi tradisi dalam setiap pembahasan masail dikalangan

    masyarakat warga NU sejak tahun berdirinya 1926 dan bahkan

    sebelumnya.

  • 49

    BAB III

    PANDANGAN TOKOH AGAMA NAHDLATUL ULAMA (NU)

    DI KECAMATAN JENANGAN KABUPATEN PONOROGO TERHADAP

    PENGGUNAAN PLACENTA HEWAN HALAL SEBAGAI BAHAN

    KOSMETIK DAN OBAT LUAR

    A. Profil Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Kecamatan Jenangan

    1. Sejarah singkat Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Kecamatan

    Jenangan

    Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan

    Cendekiawan Islam) disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam

    terbesar yang ada di Indonesia.51 Organisasi ini berdiri pada 31

    JaNUari 1926 dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial,

    dan ekonomi. Kehadiran NU merupakan salah satu upaya melembagakan

    wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh sebelumnya, yakni paham

    Ahl sunnah wa al-Jama’ah.52 Selain itu, NU sebagaimana organisasi-

    organisasi pribumi lain baik yang bersifat sosial, budaya atau keagamaan

    yang lahir di masa penjajah, pada dasarnya merupakan perlawanan

    terhadap penjajah. Hal ini didasarkan, berdirinya NU dipengaruhi kondisi

    politik dalam dan luar negeri, sekaligus merupakan kebangkitan kesadaran

    51 http://www.antaranews.com/berita/368105/gus-sholah-nu-masih-kalah-dengan-

    muhammadiyah. 52 KH. Achmad Siddiq, Khittah Nahdliyyah, (Surabaya: Balai Pustaka. 1980).

    https://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/31_Januarihttps://id.wikipedia.org/wiki/31_Januarihttps://id.wikipedia.org/wiki/1926https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikanhttps://id.wikipedia.org/wiki/Sosialhttps://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomihttp://www.antaranews.com/berita/368105/gus-sholah-nu-masih-kalah-dengan-muhammadiyahhttp://www.antaranews.com/berita/368105/gus-sholah-nu-masih-kalah-dengan-muhammadiyah

  • 50

    politik yang ditampakkan dalam wujud gerakan organisasi dalam

    menjawab kepentingan nasional dan dunia Islam umumnya.53

    Ada banyak faktor yang melatar belakangi berdirinya nahdlatul

    ulama. Di antara faktor itu adalah perkembangan dan pembaharuan

    pemikiran Islam yang menghendaki pelarangan segala bentuk amaliah

    kaum Sunni. Sebuah pemikiran agar umat Islam kembali pada ajaran Islam

    murni, yaitu dengan cara umat islam melepaskan diri dari sistem

    bermadzhab. Bagi para kiai pesantren, pembaruan pemikiran keagamaan

    sejatinya tetap merupakan suatu keniscayaan, namun tetap tidak dengan

    meninggalkan tradisi keilmuan para ulama terdahulu yang masih relevan.

    Untuk itu, Jam'iyah Nahdlatul Ulama cukup mendesak untuk segera

    didirikan. Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka

    K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar),

    kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahl sunnah Wa al-Jama’ah.

    Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang

    dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan

    bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

    Gegap gempita berdirinya jam’iyah nahdlatul ulama di Surabaya

    pada tanggal 16 Rajab 1344 hijriah/ 31 JaNUari 1926 masehi segera saja

    gemanya sampai di Ponorogo. Hal tersebut disebabkan antara lain oleh

    komunikasi sebagian santri yang berasal dari Ponorogo yang bertholabul

    53 Aboue Bakar Atceh, Sejarah Hidup KH. A. Wachid Hasyim (Jombang: Pustaka Tebu

    Ireng, 2010), 34.

    http://www.nu.or.id/about/sejarahhttps://id.wikipedia.org/wiki/Hasjim_Asy%27arihttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kitab_Qanun_Asasi&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kitab_I%27tiqad_Ahlussunnah_Wal_Jamaah&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Khittah_NU&action=edit&redlink=1

  • 51

    ilmi (mondok) di pondok pesantren Siwalan Panji Buduran Sidoarjo.54

    Dengan seiring berjalannya waktu maka berdirilah majelis cabang

    nahdlatul ulama di kecamatan Jenangan.

    Nahdlatul Ulama di kecamatan Jenangan di pelopori oleh seorang

    ulama yang bernama H. Ihsan beliau berasal dari desa Panjeng Jenangan

    Ponorogo, beliau mulai menggorakkan semangan masyarakat dan pemuda

    untuk berbondong-bondong menyebarkan ajaran nahdlatul ulama yang

    didirikan oleh KH. Wahid Hasyim al-Ashari dari Jombang Jawa Timur.

    Nahdlatul ulama di kecamatan Jenangan berdiri pada tahun 1964 Masehi

    atau pada tahun 1383 Hijriah. Ketua pertama dipimpin oleh Kyai Umar

    Rowi pada tahun 1964 sampai tahun 1968, periode kedua dipimpin oleh

    kyai mujtahid pada tahun 1973 sampai dengan tahun 1978, periode ketiga

    dipimpin oleh kyai Muhammad Soleh pada tahun 1983 sampai tahun

    1987, periode keempat dipimpin oleh H.Wafiq Ihsan pada tahun 1992

    sampai tahun 1997, kelima digantikan oleh adik dari H.Wafiq Ihsan yaitu

    H.Abdul Ihsan pada tahun 2002 yang mana kedua kakak-adik tersebut

    merupakan keturunan dari pelopor Nahdlatul Ulama yang ada di Jenangan,

    pada periode ke enam diketuai oleh Kyai Badri pada tahun 2005 akan

    tetapi masa khidmat beliau tidak berakhir sesuai dengan batas akhir

    jabatan, karena keadaan tertentu. Kemudian digantikan oleh Kyai Su’ud

    pada tahun 2006, sedang periode ketujuh diketuai langsung oleh

    54 Imam Sayuti Farid, dinamika NU Ponorogo, (website nuponorogo.or.id), hal. 3.

  • 52

    Kh.Ahmad Samuji dengan rois Kyai. Sunarto dari 2016 sampai dengan

    sekarang.

    Yang mana dalam hal ini memiliki arah dan tujuan yang sama

    dengan pimpinan cabang yaitu menjadikan pada tahun 2024, nahdlatul

    ulama Ponorogo menjadi jam’iyah dini>yah ijtima’i>yah ahl sunnah wa al-

    jama’ah yang mandiri dan kokoh serta untuk menguatkan sistem

    organisasi dan kelembagaan, mengembangkan sumber daya manusia,

    mengembangkan layanan sosial budaya, menguatkan karakter aswaja al-

    nahdli>yah berwawasan kebangsaan, menguatkan sektor ekonomi, dan

    meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

    2. Struktur Kepengurusan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama

    Kecamatan Jenangan

    Susunan Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama

    Kecamatan Jenangan

    Masa khidmat 2016-2021

    Mustasyar :

    :

    H. Abid Hasan

    KH. Moh. Aspan Faqih

    Syuriah

    Rais

    Wakil Rais

    :

    :

    :

    :

    :

    K. Sunarto

    KH. Turmudzi Hasan

    KH. Murhadi

    K. Wanhari

    K. Hadiyyudin Kiswan

  • 53

    Katib

    Wakil Katib

    :

    :

    Hakim Pribadi, S.Pd,I

    Drs. Shohib Abdurrohman

    A’wan :

    :

    :

    :

    :

    :

    K. Mashadi

    Drs. H. Ghufron Syamsuri, M.Si

    Drs. H. Abdul Hamid

    Drs. H. Habib Suja’

    Drs. H. NUr Hadi, S. Pd. I

    Banan Triatmono

    Tanfidziyah

    Ketua

    Wakil Ketua

    :

    :

    :

    :

    :

    H. Ahmad Samuji

    Askar Sungudi, S. Pd. I

    Imam Syafa’at

    Ahmad Wahid

    K. Imam Badri

    Sekretaris

    Wakil Sekretaris

    :

    :

    Mulyono, M. Pd. I

    Slamet Mujianto, M. Pd. I

    Bendahara

    Wakil Bendahara

    :

    :

    H. Slamet Basri

    Marjuni, S. Ag, M.Pd. I

  • 54

    B. Pandangan Tokoh Agama Nahdlatul Ulama (NU) Di Kecamatan

    Jenangan Kabupaten Ponorogo Terhadap Penggunaan Placenta Hewan

    Halal Sebagai Bahan Kosmetik Dan Obat Luar

    1. Biografi Tokoh Agama

    a. Kyai Baderun Ismed Ilham

    Kyai Baderun Ismed Ilham adalah seorang tokoh agama

    masyarakat, beliau beralamatkan di Desa Ngrupit Kecamatan Jenangan.

    Beliau adalah pensiunan guru Sekolah Menengah Pertama Ma’arif 5

    Jenangan Ponorogo beliau juga pernah mengajar di Madrasah

    Ibtidaiyah Ma’arif Ngrupit Jenangan Ponorogo yang dimana kedua nya

    berada dalam satu naungan lembaga Nahdlatul Ulama di Kecamatan

    Jenangan Ponorogo.

    b. K.H. Turmudzi Hasan

    K.H. Turmudzi Hasan lahir di Ponorogo, beliau pernah belajar

    di Pondok Pesantren Tremas Pacitan. Sekarang K.H. Turmudzi Hasan

    adalah Ketua NU Syariah Kecamatan Jenangan ranting Ngrupit, beliau

    juga termasuk anggota dari Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama

    Kecamatan Jenangan, dan juga Lembaga Bathsul Masail Nahdlatul

    Ulama Kecamatan Jenangan. Beliau beralamatkan di Dukuh Gentan

    Desa Ngrupit Kecamatan Jenangan Ponorogo.

    c. K.H. Sunarto

    K.H. Sunarto beliau lahir di Ponorogo pada tanggal 19

    September 1954, dan beralamatkan di Dukuh Krajan Desa Mrian,

  • 55

    Jenangan Ponorogo. K.H. Sunarto pernah menempuh pendidikan di

    Madrasah Tsanawiyah al-Islam Joresan, Madrasah Aliyah al-Islam

    Joresan, dan Pondok Pesantren Darul Hikam Joresan. Saat ini beliau

    tengah mengajar di Madrasah Aliyah al-Islam Joresan dan Madrasah

    Aliyah Nglego Jenangan. Beliau adalah Rois Surya Nahdlatul Ulama

    Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Kecamatan Jenangan dan juga

    selaku Ketua Majelis Ulama Indonesia Kecamatan Jenangan.

    d. Gus Hafid (Abdullah Hafid)

    K.H. Abdullah Hafid beliau lahir di Tulungagung pada tanggal

    15 Juli 1969, saat ini beliau mendirikan Pondok Pesantren di Desa

    Ngrupit, Dukuh Gentan, Jenangan Ponorogo yang bernama Pondok

    Pesantren Tahfidzul Qur’an. K.H. Abdullah Hafid atau yang biasa di

    panggil Gus Hafid pernah menempuh pendidikan di Pondok Pesantren

    Al-Fallah Ploso Kediri pada tahun 1982 sampai dengan tahun 1994,

    kemudian dilanjutkan di Pondok Pesantren Al-Qu’an Demak pada

    tahun 1994 sampai tahun 2000, kemudian pada tahun 2000 beliau mulai

    mengabdikan diri di Pondok Pesantren Darul Huda Mayak Ponorogo

    sampai dengan sekarang.

    e. K.H. Murhadi

    K.H. Murhadi beliau lahir di Ponorogo pada tanggal 12 Juni

    1950, beliau adalah pimpinan Pondok Pesantren Hidayatul Mu’tadiin

    yang beralamatkan di Desa Nglegok Kecamatan Jenangan. K.H.

    Murhadi adalah salah satu Wakil Rais Syuriah Kecamatan Jenangan,

  • 56

    dan beliau juga menjabat sebagai Mustasyar NU Ponorgo. Beliau

    pernah menempuh pendidikan di MTs Al-Islam Joresan kemudian

    meneruskan pendidikan di Pondok Pesantren Hidayatul Mu’tadiin

    Lirboyo pada tahun 1974-1975, dan pada tahun 1986-1987 beliau

    mengajar di Mts Ma’arif Ponorogo, kemudian beliau mengabdi di

    Pondok Pesantren Darul Huda Mayak pada tahun 1974-1993, kemudian

    pada tahun 1997-1998 beliau berhasil mendirikan Madrasah Aliyah

    yang di beri nama Madrasah Aliyah Hidayatul Mu’tadiin dengan

    beriringnya waktu beliau mampu mendirikan pondok pesantren yang

    berada di lingkungan Madrasah tersebut.

    f. Muhammad Busro, M. Pd. I

    Muhammad Busro, M. Pd. I lahir di Ponorogo pada tanggal 26

    November 1989. Kyai Busro sapaan akrab para santri pernah

    menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Nurul Hikam, Keniten

    Ponorogo pada tahun 2005-2012. Pada pendidikan formalnya beliau

    pada institusi pendidikan Islam dimulai Taman Kanak-kanak (TK) di

    Raudlatul Athfal Muslimat 3 Plalangan 1996, SDN 2 Plalangan 2002,

    MtsN Ponorogo 2005, MAN 2 Ponorogo 2008, S1 gelar sarjana

    Pendidikan Islam di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)

    Ponorogo 2012, dan beliau berhasil menyelesaikan pendidikan S2

    dengan gelar Magister Pendidikan Islam, Jurusan Bahasa Arab, di

    Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Jawa Timur

    pada tahun 2014. Dan saat ini beliau mampu mendirikan Pondok

  • 57

    Pesantren Sunan Kalijaga di bawah naungan Yayasan Al-Hikmah

    Ponorogo.

    2. Pandangan Tokoh Agama Nahdlatul Ulama (NU) di Kecamatan Jenangan

    Kabupaten Ponorogo Terhadap Penggunaan Placenta Hewan Halal

    Sebagai Bahan Kosmetik Dan Obat Luar

    Dengan adanya fenomena tentang penggunaan placenta hewan

    halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar yang terjadi dikalangan

    masyarakat muncul keragu-raguan dalam penggunaan nya, banyaknya

    produk kosmetik yang belum jelas kehalalannya, tentunya sangat

    membingungkan masyarakat yang dalam hal ini sebagai konsumen atau

    calon konsumen yang beragama Islam.

    Maka disini penulis mengumpulkan beberapa pendapat atau

    pandangan dari pihak NU yang meliputi para tokoh agama NU Kecamatan

    Jenangan Kabupaten Ponorogo. Dalam masalah penggunaan placenta

    hewan halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar ini muncul beberapa

    pendapat, yang pertama disampaikan oleh Kyai Baderun Ismed Ilham

    beliau menyampaikan bahwa:

    Begini mbak, menurut saya ari-ari/tembuni atau placenta yang

    berasal dari hewan halal boleh untuk di konsumsi, karena

    placenta bukanlah bagian dari induk atau pun bagian dari pada

    janin, akan tetapi placenta adalah sesuatu yang mengikuti

    adanya janin terebut, dan adanya banyak manfaat yang

    terkandung didalamnya. Akantetapi, jika konsumen mengetahui

    proses penyembelihannya beserta pengelolaannya dan ternyata

    tidak sesuai dengan anjuran Allah swt., maka hukum nya haram.

    Akantetapi, jika konsumen benar-benar tidak mengetahui proses

    penyembelihannya beserta pengelolaan produk tersebut, maka

  • 58

    konsumen harus mempunyai keyakinan dalam hati bahwa

    produk tersebut halal.55

    Berdasarkan pendapat beliau tersebut, beliau memperbolehkan

    tentang adanya penggunaan placenta hewan halal sebagai bagan kosmetik

    dan obat luar, karena belum adanya nash yang menerangkan hal itu, dan

    adanya unsur manfaat didalamnya, yang dapat memberikan mas}lah}ah bagi

    masyarakat pada umumnya.

    Beliau juga menambahkan, ada 2 macam konsumen dalam

    penggunaan placenta hewan halal sebagai bahan kosmetik dan obat luar.

    Pertama jika memang konsumen mengetahui proses penyembelihannya

    beserta pengelolaannya dan ternyata tidak sesuai dengan anjuran Allah

    swt. maka hukum nya haram. Kedua, Apabila konsumen benar-benar tidak

    mengetahui proses penyembelihannya beserta pengelolaan produk

    tersebut, maka konsumen harus mempunyai keyakinan dalam hati bahwa

    produk tersebut halal.

    Kemudian pendapat selanjutnya muncul dari KH. Turmudzi Hasan.

    Menurut beliau placenta ada karna adanya induk yang mengandung janin.

    Beliau memberikan contoh seperti hal nya seekor kambing yang

    mengandung janin dan kemudian melahirkan seekor anak kambing. ketika

    anak kambing itu melahirkan maka akan membawa ari-

    ari/placenta/tembuninya, dan apabila di olah baik untuk dikonsumsi

    maupun dijadikan bahan kosmetik dan obat hukumnya adalah haram.56

    55 Kyai Baderun Ismed Ilham, hasil wawancara, 10 Juni 2020 56 KH. Turmudzi Hasan, hasil wawancara, 3 Juli 2020

  • 59

    Menurut beliau placenta yang masih menempel pada janin tersebut

    merupakan bagian tubuh daripada hewan, sehingga placenta dianggap

    sebagai bagian tubuh yang terpisah dari tubuh hewan yang masih hidup.

    Lain hal nya apabila placenta yang di ambil berasal dari induk yang telah

    disembelih, dalam artian janin masih dalam kandungan induk, maka

    hukum nya adalah halal. Karena placenta masih berada dalam tubuh induk

    hal ini bertujuan agar hukum placenta mengikuti daripada induk tersebut.

    Pendapat selanjutnya dari KH. Sunarto, menurut beliau proses

    pengambilan placenta atau ari-ari pada hewan yang kemudian

    dimanfaatkan umumnya di ambil pada saat induk telah melahirkan

    sehingga induk dapat berkembang biak dan dapat dimanfaatkan kembali.

    Akan tetapi pengambilan ari-ari atau placenta semacam itu dapat

    menjadikan nya haram, akan tetapi apabila pengambilan ari-ari atau

    placenta dilakukan dengan menyembelih induknya terlebih dahulu maka

    hukum nya halal untuk dikonsumsi.57 Sekaligus bentuk kehati-hatian

    konsumen muslim lebih baik menghindari produk yg berbahan placenta

    karena masih menjadi sebuah keragu-raguan. Karena menurut beliau

    sesuatu yang meragukan, maka menjadikan hukumnya haram.

    Pendapat lain muncul dari Gus Hafid (KH. Abdullah Hafid), beliau

    menyampaikan bahwa:

    Sebelum menghukumi bagaimana placenta itu sendiri sebagai

    bahan kosmetik dan obat kita terlebih dahulu harus melihat

    hukum asal daripada kosmetik dan obat luar itu sendiri mbak,

    menurut saya hukumnya adalah mubah, karena tanpa

    57 KH. Sunarto, hasil wawancara, 16 Juni 2020

  • 60

    menggunakannya pun tidak akan terjadi kematian atau suatu hal

    yang dapat membahayakan jiwa. Kemudian, melihat asal

    daripada placenta hewan halal yang digunakan sebagai bahan

    kosmetik dan obat luar, harus dilihat terlebih dahulu bagaimana

    asal dari placenta tersebut. Pada dasarnya semua binatang halal

    yang disembelih secara syar’i hukumnya adalah boleh untuk

    dimanfaatkan, akan tetapi jika hewan halal yang kalau tidak di

    sembelih itu hukumnya adalah bangkai. Kenapa di hukumi

    bangkai? Karena placenta yang diambil dari hewan yang sudah

    melahirkan sama halnya dengan mengambil sebagian dari tubuh

    hewan tersebut seperti kakinya saja atau kupingnya (telinganya)

    saja, maka hukum anggota yang diambil tersebut berstatus

    haram atau bangkai yang tidak boleh dimanfaatkan atau

    dikonsumsi, sebab