Panduan Penyusunan BOSP

  • Upload
    syukriy

  • View
    118

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • Panduan PenghitunganBiaya OperasionalSatuan Pendidikan

    BO

    SP

    Versi Juni 2011

    KEMENTERIAN

    PENDIDIKAN NASIONAL

    REPUBLIK INDONESIA

    KEMENTERIAN KOORDINATOR

    BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT

    REPUBLIK INDONESIA

    KEMENTERIAN AGAMA

    REPUBLIK INDONESIA

    Standar NasionalPembiayaan

    Pendidikan

    Biaya OperasionalSatuan Pendidikan

    untuk Kabupaten/Kota

    Biaya Operasionalper Peserta

    Didik

    Penentuan Volumedan Harga StandarKabupaten/Kota

  • Panduan Penyusunan

    BIAYAOPERASIONALSATUANPENDIDIKAN

    (BOSP)

    EdisiJuni2011

    DecentralizedBasicEducation1Management&Governance

  • Panduan Penyusunan BOSP

    DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................................... i DAFTAR ISI.......... .................................................................................................................. ii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................... iii

    BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Standar Nasional Pendidikan ................................................................... 1 1.2 Standar Biaya Operasi Pendidikan ......................................................... 1 1.3 Mengapa Kabupaten/Kota Perlu Menghitung BOSP Detil? .............. 2 1.4 Manfaat Penghitungan BOSP Detil .......................................................... 3

    1.4.1 Sekolah ............................................................................................ 3 1.4.2 Masyarakat/Orangtua ................................................................... 3 1.4.3 Pemerintah Kabupaten/Kota .................................................... 3

    1.5 Sistematika Penyajian Panduan Ini ........................................................... 4 1.6 Cara Menggunakan Panduan Ini ............................................................... 4

    BAB 2 KONSEP BOSP 2.1 Biaya Pendidikan ........................................................................................ 5 2.2 Biaya Satuan Pendidikan ........................................................................... 5 2.3 Biaya Operasi Satuan Pendidikan (BOSP) ............................................ 6

    2.3.1 Biaya Operasi Personalia Satuan Pendidikan .......................... 6 2.3.2 Biaya Operasi Nonpersonalia Satuan Pendidikan ................. 6

    2.4 Pendekatan Penghitungan BOSP ............................................................ 7 BAB 3. PENGHITUNGAN BOSP

    3.1 Penentuan Asumsi Dasar ......................................................................... 9 3.2 Penentuan Kegiatan .................................................................................. 10 3.3 Penentuan Komponen/Subkomponen Biaya ....................................... 10

    3.3.1 Biaya Operasi Personalia ............................................................. 10 3.3.2 Biaya Operasi Nonpersonalia ..................................................... 11

    3.4 Penentuan Volume ..................................................................................... 15 3.5 Penentuan Harga Satuan ........................................................................... 16

    3.5.1 Penentuan Harga Satuan Biaya Operasional Personalia........ 16 3.5.2 Penentuan Harga Satuan Biaya Operasional Nonpersonalia 16

    3.6 Penghitungan BOSP Berdasarkan Klasifikasi Sekolah.......................... 16 3.6.1 Klasifikasi Sekolah ......................................................................... 16 3.6.2 BOSP Berdasarkan Klasifikasi Sekolah ...................................... 17

    3.7 BOSP Untuk SBI/RSBI ................................................................................ 18 BAB 4. TAHAPAN IMPLEMENTASI

    4.1 Tahap I Persiapan ................................................................................... 21 4.1.1 Pembentukan Tim Penyusun BOSP ......................................... 21 4.1.2 Penyiapan Dokumen Pendukung ............................................... 21

  • Panduan Penyusunan BOSP

    4.2 Tahap II Penghitungan BOSP ............................................................... 22 4.2.1 Lokakarya 1: Penyamaan Persepsi Tentang BOSP ................ 22 4.2.2 Lokakarya 2: Penghitungan BOSP ............................................. 23 4.2.3 Lokakarya 3: Finalisasi Penghitungan BOSP ............................. 23 4.2.4 Lokakarya 4: Konsultasi Internal .............................................. 23 4.2.5 Lokakarya 5: Penyusunan Laporan Hasil Penghitungan

    BOSP ................................................................................................ 24 4.2.6 Lokakarya 6: Konsultasi Publik ................................................... 24

    4.3 Tahap III Tindak Lanjut Hasil Penghitungan BOSP ......................... 25

  • Bab 1 Pendahuluan 1

    Panduan Penyusunan BOSP

    BAB 1 PENDAHULUAN

    Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) adalah bagian dari dana pendidikan, yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan dapat berlangsung sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Dalam Bab ini akan dibahas mengenai peraturan perundangan yang mendasari BOSP yaitu antara lain Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai landasan standar nasional pendidikan serta Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia. Selanjutnya menguraikan tentang mengapa Pemerintah Kabupaten/Kota perlu menghitung BOSP detil, serta manfaat penghitung BOSP detil baik bagi sekolah, masyarakat/orang tua, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Berikutnya menjelaskan mengenai lingkup isi Buku Panduan ini serta cara menggunakannya.

    1.1 Standar Nasional Pendidikan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya, UU 20/2003 menetapkan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas: (1) standar isi, (2) standar proses, (3) kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (6) standar pembiayaan, dan (7) standar penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.

    Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang merupakan peraturan pelaksanaan UU 20/2003 menjelaskan bahwa pembiayaan pendidikan terdiri atas tiga jenis biaya, yaitu: (1) biaya investasi, (2) biaya operasional, dan (3) biaya personal. Selanjutnya PP 19/2005 memberi definisi Standar Pembiayaan sebagai standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan (BOSP) yang berlaku selama satu tahun. BOSP adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan dapat berlangsung sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Standar biaya operasi satuan pendidikan ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional berdasarkan usulan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

    1.2 Standar Biaya Operasi Pendidikan Menteri Pendidikan Nasional pada tanggal 5 Oktober 2009, menerbitkan Permendiknas Nomor 69 Tahun 2009 tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 untuk sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), dan sekolah menengah atas luar

  • Bab 1 Pendahuluan 2

    Panduan Penyusunan BOSP

    biasa (SMALB) (Lampiran 1). Permendiknas 69/2009 tersebut diterbitkan berdasarkan usulan BSNP, yang telah melakukan penghitungan standar biaya operasi untuk setiap jenjang satuan pendidikan.

    Permendiknas 69/2009 mendefinisikan standar biaya operasi nonpersonalia untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB sebagai standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun, sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan.

    Di dalam Permendiknas 69/2009, standar biaya operasi nonpersonalia tahun 2009 ditetapkan per sekolah/program studi, per rombongan belajar, dan per peserta didik. Selain itu, disediakan tabel indeks biaya pendidikan untuk seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia untuk Tahun 2009 dengan basis biaya pendidikan DKI Jakarta. Untuk mengetahui standar biaya operasi nonpersonalia tahun 2009 untuk suatu daerah, maka biaya operasi nonpersonalia DKI Jakarta dikalikan dengan indeks biaya pendidikan daerah yang bersangkutan.

    Permendiknas 69/2009 ini menetapkan bahwa satuan pendidikan dasar dan menengah yang belum bisa memenuhi Standar Nasional Pendidikan menggunakan biaya satuan yang lebih rendah dari standar biaya ini.

    1.3 Mengapa Kabupaten/Kota Perlu Menghitung BOSP Detil? Untuk menghitung nilai BOSP untuk setiap jenjang sekolah/program studi yang kemudian diterbitkan dalam Permendiknas 69/2009, BSNP mengembangkan suatu instrumen bagi setiap jenjang sekolah/program studi. Instrumen tersebut dikembangkan berdasarkan asumsi-asumsi, misalnya: jumlah rombongan belajar (rombel) dalam satu sekolah/program studi, jumlah peserta didik dalam satu rombel, jumlah pendidik dan tenaga kependidikan dalam satu sekolah, dan komponen-komponen biaya yang ditetapkan berdasarkan tujuh standar pendidikan lainnya; hasil-hasil penelitian sebelumnya, data lapangan, dan penilaian (judgement) para ahli pendidikan. Instrumen ini mencakup biaya operasi personalia maupun nonpersonalia walaupun Permendiknas 69/2009 hanya menetapkan biaya operasi nonpersonalia.

    Harga satuan dari setiap komponen BOSP yang digunakan oleh BSNP untuk menghitung nilai BOSP menggunakan harga satuan DKI Jakarta. Daftar tabel indeks biaya pendidikan untuk tahun 2009 masih menggunakan indeks kemahalan konstruksi (IKK) yang dianggap belum benar-benar tepat untuk menghitung biaya pendidikan.

    Pada saat ini BSNP sedang menyusun indeks biaya pendidikan dengan cara mengumpulkan harga satuan komponen BOSP dari setiap kabupaten/kota di Indonesia. Proyek USAID-DBE1 membantu BSNP mengumpulkan harga satuan komponen BOSP di kabupaten/kota mitra DBE1.

    Setiap kabupaten/kota dianjurkan untuk menghitung kembali BOSP secara detil. Hal ini disebabkan karena bisa saja asumsi-asumsi, komponen biaya, dan harga satuan (harga satuan DKI Jakarta dikalikan indeks kemahalan konstruksi) yang digunakan oleh BSNP masih belum benar-benar cocok untuk kondisi sektor pendidikan di kabupaten/kota yang bersangkutan. Selain itu, penghitungan BOSP detil perlu dilakukan agar menjadi lebih transparan dan operasional.

  • Bab 1 Pendahuluan 3

    Panduan Penyusunan BOSP

    1.4 Manfaat Penghitungan BOSP Detil Penghitungan BOSP detil akan bermanfaat bagi sekolah, masyarakat (orangtua), dan pemerintah daerah kabupaten/kota.

    1.4.1 Sekolah

    Manfaat penghitungan BOSP detil bagi sekolah adalah sebagai berikut: a) Sebagai masukan untuk Pedoman tentang BOSP yang harus dimiliki sekolah

    berdasarkan PP 19/2005, Pasal 52 Ayat (1) huruf (i). b) Sebagai pedoman bagi sekolah di dalam menyusun anggaran. c) Sebagai alat transparan dan independen, karena dihitung secara detil oleh Tim

    Penyusun BOSP dan ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, guna mengkomunikasikan kebutuhan dana tambahan bagi biaya operasional sekolah dengan pihak-pihak yang berpotensi memberi dana, misalnya: orang tua, dunia usaha/dunia industri, dan lain-lain, dalam hal nilai BOSP lebih tinggi dari nilai Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat (BOS pusat) ditambah nilai pendamping BOS dari Pemerintah Kabupaten/Kota serta Pemerintah Provinsi (jika ada).

    1.4.2 Masyarakat/Orang Tua

    Manfaat penghitungan BOSP detil bagi masyarakat/orang tua adalah sebagai informasi yang transparan dan mudah dimengerti tentang (1) biaya operasional yang harus dikeluarkan oleh sekolah untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu (sesuai standar), dan (2) besarnya dana tambahan yang masih dibutuhkan sekolah untuk menutupi biaya operasionalnya, jika pendapatan sekolah dari pemerintah dan sumber-sumber lain belum mencukupi. Karena penghitungan BOSP detil bersifat transparan dan mudah dimengerti, maka akan lebih mudah mendorong partisipasi masyarakat dalam hal pendanaan untuk sekolah.

    1.4.3 Pemerintah Kabupaten/Kota

    Manfaat penghitungan BOSP detil bagi Pemerintah Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut: a) Sebagai dasar untuk menghitung kebutuhan pendanaan untuk biaya operasional

    sekolah untuk seluruh sekolah dalam kabupaten/kota tersebut. b) Selanjutnya, kebutuhan pendanaan ini dijadikan dasar untuk mengalokasikan dana

    ke sekolah, misalnya sebagai dana pendamping BOS dari pemerintah pusat, dalam hal nilai BOSP lebih tinggi dari nilai BOS pusat.

    c) Kebutuhan pendanaan ini dapat juga dijadikan dasar untuk melakukan negosiasi guna mendapatkan tambahan dana pendamping BOS pusat dari pemerintah provinsi.

    d) Sebagai dasar penetapan kebijakan tentang pendanaan pendidikan, misalnya kebijakan diperbolehkannya atau tidak diperbolehkannya penarikan dari orang tua siswa jika nilai BOSP lebih tinggi daripada nilai dana BOS pusat ditambah dana pendamping BOS dari APBD Kabupaten/Kota maupun APBD Provinsi. Dalam hal kebijakan sekolah gratis perlu diperhatikan bahwa jika sekolah tidak boleh lagi menarik dana dari orang tua siswa, maka sekolah harus mendapat dana yang cukup sesuai BOSP dari pemerintah. Kebijakan sekolah gratis tanpa pendanaan yang cukup bagi sekolah akan memaksa sekolah memberikan pelayanan pendidikan yang tidak/kurang bermutu.

  • Bab 1 Pendahuluan 4

    Panduan Penyusunan BOSP

    1.5 Sistematika Penyajian Panduan Ini Panduan ini terdiri dari empat Bab. Setelah Bab Pendahuluan ini Bab-bab berikutnya mencakup pembahasan sebagai berikut ini:

    BAB II KONSEP BOSP. Membahas konsep yang meliputi berbagai macam biaya, yaitu biaya pendidikan, biaya satuan pendidikan, biaya operasional satuan pendidikan (BOSP) personalia dan nonpersonalia, serta pendekatan penghitungan BOSP.

    BAB III PENGHITUNGAN BOSP. Membahas tentang Penghitungan BOSP, yang terdiri dari bahasan mengenai: penentuan asumsi dasar, penentuan kegiatan, penentuan komponen/subkomponen biaya, penentuan volume, penentuan harga satuan, penghitungan BOSP berdasarkan klasifikasi sekolah, serta BOSP untuk SBI/RSBI.

    BAB IV TAHAPAN IMPLEMENTASI. Membahas tentang Tahapan Implementasi, yang terdiri dari Tahap Persiapan, Tahap Penghitungan BOSP, dan Tahap Tindak Lanjut dari hasil Penghitungan BOSP tersebut. Di dalamnya diuraikan secara detil tentang rangkaian lokakarya pelaksanaan penghitungan tersebut baik tentang tujuan, peserta, maupun agenda lokakarya. 1.6 Cara Menggunakan Panduan Ini Panduan ini berisi substansi tentang pembiayaan pendidikan khususnya tentang BOSP, serta dilengkapi dengan panduan fasilitasi. Panduan ini lebih ditujukan bagi lembaga/instansi yang hendak melakukan fasilitasi penghitungan BOSP dan penyusunan kebijakan pembiayaan pendidikan (berdasarkan hasil penghitungan BOSP). Karena itu, Panduan ini dilengkapi dengan Panduan Fasilitasi (Lampiran 8).

    Pengguna panduan ini sangat dianjurkan untuk mengikuti alur kegiatan dalam implementasi kegiatan, serta dianjurkan untuk membaca sumber-sumber lain untuk memperdalam pengetahuan tentang biaya pendidikan, khususnya tentang BOSP.

    Buku Panduan ini dilengkapi dengan CD (compact disk) yang berisi template dan contoh bahan presentasi (Lampiran 10) untuk penghitungan BOSP di setiap jenjang/jenis pendidikan dan juga beberapa bahan yang bisa digunakan sebagai referensi dalam proses fasilitasi penghitungan BOSP.

  • Bab 2 Konsep BOSP 5

    Panduan Penyusunan BOSP

    BAB 2 KONSEP BOSP

    Sesuai dengan judulnya, dalam Bab ini dibahas mengenai pengertian biaya pendidikan, biaya satuan pendidikan, biaya operasional satuan pendidikan (BOSP) dan jenis-jenisnya. Selanjutnya dibahas pula pendekatan penghitungan BOSP. Pendekatan perhitungan yang diuraikan ada dua yaitu pendekatan kegiatan dan pendekatan biaya.

    2.1 Biaya Pendidikan Biaya pendidikan didefinisikan sebagai nilai rupiah dari seluruh sumber daya baik dalam bentuk natura (barang), pengorbanan peluang, maupun uang, yang dikeluarkan untuk seluruh kegiatan pendidikan.1

    Di dalam PP 19/2005, pembiayaan pendidikan terdiri atas: (1) biaya investasi, (2) biaya operasi, dan (3) biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya: (a) penyediaan sarana dan prasarana, (b) pengembangan sumberdaya manusia, dan (c) modal kerja tetap. Biaya personal merupakan biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan, antara lain meliputi pakaian, transpor, buku pribadi, konsumsi, akomodasi, dan biaya pribadi lainnya. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi: (a) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, (b) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan (c) biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.

    Pembagian biaya pendidikan dalam PP 19/2005 sejalan dengan PP 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan, dimana di dalam PP 48/2008 tersebut, biaya pendidikan meliputi: (1) biaya satuan pendidikan, (2) biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan, dan (3) biaya pribadi peserta didik. Selanjutnya di dalam PP 48/2008 tersebut, biaya satuan pendidikan terdiri atas: (a) biaya investasi, (b) biaya operasi, (c) bantuan biaya pendidikan, dan (d) beasiswa. Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan terdiri atas: (a) biaya investasi dan (b) biaya operasi. Sedangkan biaya pribadi peserta didik merupakan biaya personal yang meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

    2.2 Biaya Satuan Pendidikan Satuan pendidikan yang dimaksud di dalam panduan ini adalah sekolah. Biaya satuan pendidikan yang disebutkan dalam PP 19/2005 terdiri dari: (1) biaya investasi dan (2) biaya operasi. Sedangkan dalam PP 48/2008, biaya satuan pendidikan terdiri atas: (a) biaya investasi, (b) biaya operasi, (c) bantuan biaya pendidikan, dan (d) beasiswa. Biaya investasi dan biaya operasi dalam PP 48/2008 juga dikategorikan sebagai bagian dari biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan. Dengan demikian, baik PP19/2005 maupun PP 48/2008 menggunakan istilah biaya operasi sebagai bagian dari biaya satuan pendidikan.

    1 Abbas Ghozali, SE, MA, Ph.D, Biaya Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, 2004.

  • Bab 2 Konsep BOSP 6

    Panduan Penyusunan BOSP

    2.3 Biaya Operasi Satuan Pendidikan (BOSP) Menurut Abbas Ghozali dalam Biaya Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (2004), biaya operasi(onal) satuan pendidikan (BOSP) adalah biaya yang ditimbulkan dari pengadaan barang dan jasa yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan yang habis digunakan dalam waktu satu tahun atau kurang.

    Menurut PP 19/2005, BOSP adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. BOSP tersebut meliputi: (1) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, (2) bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan (3) biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.

    Dalam PP 48/2008, biaya operasi terdiri atas: (1) biaya personalia, dan (2) biaya nonpersonalia. Bila biaya operasi dalam PP 48/2008 ini dicocokkan dengan biaya operasi dalam PP 19/2005, maka biaya personalia mencakup butir 1, sedangkan biaya nonpersonalia mencakup butir 2 dan 3 yang disebut di atas. Dengan demikian, pembagian BOSP menjadi BOSP Personalia dan BOSP Nonpersonalia dalam PP 48/2008 sejalan dengan PP 19/2005 dan juga dengan pembagian BOSP yang dibuat oleh BSNP.

    2.3.1 Biaya Operasi Personalia Satuan Pendidikan

    PP 48/2008 menetapkan bahwa biaya personalia satuan pendidikan meliputi: (a) gaji pokok, (b) tunjangan yang melekat pada gaji, (c) tunjangan struktural, (d) tunjangan fungsional, (e) tunjangan profesi, (f) tunjangan khusus, dan (g) maslahat tambahan.

    Di dalam standar pembiayaan, personalia -yang terdiri dari pendidik dan tenaga kependidikan- yang seharusnya ada pada satuan pendidikan ditetapkan berdasarkan standar pendidik dan tenaga kependidikan maupun standar pengelolaan pada PP 19/2005. Oleh karena itu, dalam penghitungan BOSP oleh BSNP, jumlah personalia (pendidikan dan tenaga pendidikan) tersebut diasumsikan sama dengan yang terdapat dalam standar pengelolaan pendidikan. Asumsi Penghitungan BOSP BSNP dapat dilihat pada Lampiran 2.

    2.3.2 Biaya Operasi Nonpersonalia Satuan Pendidikan

    Menurut Abbas Ghozali dalam Biaya Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (2004), biaya operasi(onal) satuan pendidikan adalah seluruh pengeluaran sekolah selain yang dimanfaatkan untuk keperluan kesejahteraan guru dan staf (pendidik dan tenaga kependidikan) di sekolah.

    Sejalan dengan definisi di atas dan sesuai dengan klasifikasi biaya operasi satuan pendidikan menurut PP 19/2005, BSNP menetapkan komponen biaya operasi nonpersonalia satuan pendidikan sebagai berikut: (a) Alat tulis sekolah, (b) Bahan dan alat habis pakai, (c) Daya dan jasa, (d) Pemeliharaan dan perbaikan ringan, (e) Transportasi, (f) Konsumsi, (g) Asuransi, (h) Pembinaan siswa, dan (i) Penyusunan data dan laporan. Selain menetapkan komponen biaya operasi nonpersonalia satuan pendidikan, BSNP juga menetapkan subkomponen dari masing-masing komponen tersebut. Komponen dan Subkomponen BOSP BSNP dapat dilihat pada Lampiran 3.

  • Bab 2 Konsep BOSP 7

    Panduan Penyusunan BOSP

    Pendekatan Kegiatan

    1. Kegiatan A - kertas HVS ............... 1 rim - amplop ...................... 1 dos - barang ..... .. ...........

    2. Kegiatan B - kertas HVS ............... 2 rim - amplop ...................... 1 dos - barang ..... .............

    3. Kegiatan ..... - barang ..... .............

    Pendekatan Biaya

    1. Kertas HVS - kegiatan A ............. 1 rim - kegiatan B ............. 2 rim - kegiatan ..... ............

    2. Amplop - kegiatan A .............. 1 dos - kegiatan B .............. 1 dos - kegiatan ... ..............

    3. Barang .... - kegiatan ..... . ..........

    Gambar 1. Pendekatan dalam Penghitungan Pembiayaan (Model 1)

    2.4 Pendekatan Penghitungan BOSP Secara umum, penghitungan biaya dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: (1) pendekatan kegiatan, dan (2) pendekatan biaya.

    Penghitungan biaya dengan pendekatan kegiatan dilakukan dengan menyusun/ menghitung biaya berdasarkan kegiatan yang akan dilakukan, kemudian dirinci jenis biaya yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan tersebut. Dengan demikian, pada kegiatan yang berbeda terdapat kemungkinan munculnya jenis biaya yang sama. Sebagai contoh, kegiatan A membutuhkan kertas HVS 1 rim untuk surat menyurat, kegiatan B juga membutuhkan kertas HVS 2 rim (karena juga memerlukan surat menyurat).

    Penghitungan biaya dengan pendekatan biaya dilakukan dengan menyusun/ menghitung biaya yang akan dikeluarkan berdasarkan komponen biaya (dengan menggabungkan/menjumlahkan komponen biaya yang sama) untuk semua kegiatan yang akan dilakukan, kemudian merinci kegiatan-kegiatan yang membutuhkan biaya tersebut.

    Dengan demikian, jika contoh pada pendekatan kegiatan di atas dimana kegiatan A membutuhkan kertas HVS 1 rim untuk surat menyurat, dan kegiatan B juga membutuhkan kertas HVS 2 rim (karena juga memerlukan surat menyurat), maka dalam pendekatan biaya dapat dibuat dalam bentuk: kertas HVS untuk kegiatan A 1 rim dan kegiatan B 2 rim.

    Ilustrasi dari kedua pendekatan di atas digambarkan di bawah ini.

    Atau jika jumlah kegiatan yang membutuhkan barang yang sama dirasa cukup banyak sebagaimana diuraikan di atas dan rinciannya tidak ingin dijabarkan, maka dapat digambarkan sebagai berikut:

  • Bab 2 Konsep BOSP 8

    Panduan Penyusunan BOSP

    Pendekatan Kegiatan

    1. Kegiatan A - kertas HVS ............... 1 rim - amplop ...................... 1 dos - barang ..... .............

    2. Kegiatan B - kertas HVS ............... 2 rim - amplop ...................... 1 dos - barang ..... .............

    3. Kegiatan - barang ..... .............

    Pendekatan Biaya

    1. Kertas HVS ................. 3 rim 2. Amplop ....................... 2 dos 3. Barang ........... ... ....

    Gambar 2. Pendekatan dalam Penghitungan Pembiayaan (Model 2)

    Penghitungan Standar BOSP oleh BSNP dilakukan dengan menggunakan pendekatan biaya, dengan kombinasi kedua model di atas. Untuk menghitung standar BOSP, BSNP mengembangkan template untuk setiap jenjang SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA (Lampiran 4). BSNP juga sudah menghitung standar BOSP untuk 75 program keahlian di SMK serta SDLB, SMPLB, dan SMALB. Tetapi, karena panduan ini hanya membahas BOSP pada jenjang SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA, template-template untuk SMK dan tidak dicantumkan di sini.

    DBE1 memulai implementasi Penghitungan BOSP dengan menggunakan template yang dikembangkan dari template BSNP. Ternyata DBE1 sering mengalami penghitungan BOSP yang hasilnya jauh dibawah ataupun jauh diatas standar BOSP yang ditetapkan oleh BSNP dan sulit untuk benar-benar dapat mengidentifikasi pada kegiatan mana saja terjadi perbedaan biaya karena yang dicatat adalah total biaya untuk masing-masing komponen biaya tanpa didukung catatan tentang kegiatan-kegiatan yang menyebabkan timbulnya komponen-komponen biaya tersebut. Berdasarkan pengalaman ini, DBE1 mengubah template Penghitungan BOSP dari berdasarkan komponen biaya (pendekatan biaya) menjadi berdasarkan kegiatan (pendekatan kegiatan).

    Dalam mengembangkan template BOSP berdasarkan kegiatan, DBE1 pertama-tama mempelajari semua standar nasional pendidikan yang dimaksud pada PP 19/2005 dan mengidentifikasi kegiatan apa saja yang harus dilaksanakan oleh sekolah berdasarkan standar-standar tersebut, yang memiliki dampak kebutuhan biaya. Dengan demikian, setelah mengidentifikasi dan menentukan kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan oleh sekolah tersebut kemudian diidentifikasi biaya-biaya apa saja yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Dalam menentukan biaya-biaya yang diperlukan dalam suatu kegiatan, tidak hanya didasarkan pada kebutuhan terhadap biaya tersebut tetapi juga dengan mempertimbangkan apakah biaya tersebut sesuai dengan peraturan yang ada.

    Jika ada suatu kegiatan yang disebutkan dalam lebih dari satu standar, maka kegiatan tersebut ditempatkan sebagai bagian dari standar yang paling relevan. Sebagai contoh, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disebut di dalam Standar Isi maupun Standar Proses. Kegiatan pembuatan KTPS dipilih untuk ditempatkan di bawah Standar Isi. Prinsip yang terpenting adalah bahwa semua kegiatan yang

  • Bab 2 Konsep BOSP 9

    Panduan Penyusunan BOSP

    menurut standar harus dilakukan oleh sekolah dan memiliki dampak biaya, tercantum dalam template.

    Template juga dikonsultasikan dengan beberapa sekolah di beberapa kabupaten/kota. Contoh template Penghitungan BOSP Berdasarkan Kegiatan dapat dilihat pada contoh di Lampiran 5.

  • Bab 3 Penghitungan BOSP 10

    Panduan Penyusunan BOSP

    BAB 3 PENGHITUNGAN BOSP

    Bab ini memfokuskan pembahasan pada proses penghitungan BOSP. Langkah awal penghitungan BOSP oleh Pemerintah Kabupaten/Kota adalah menentukan berbagai asumsi dasar (kondisi sekolah). Setelah itu menetapkan kegiatan-kegiatan dan komponen/subkomponen biaya. Selanjutnya menghitung volume serta menentukan harga satuan dari setiap komponen/subkomponen biaya. Bagian akhir Bab ini menguraikan tentang proses penghitungan BOSP berdasarkan klasifikasi sekolah, serta BOSP untuk SBI/RSBI.

    3.1 Penentuan Asumsi Dasar Penghitungan BOSP dilakukan untuk memberikan informasi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota mengenai besarnya dana operasional per siswa per tahun yang dibutuhkan oleh satuan pendidikan agar kegiatan pendidikan dapat berlangsung sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Kenyataan menunjukkan bahwa keadaan sekolah pada setiap jenjang/jenis pendidikan di suatu daerah bervariasi, baik dari jumlah rombel, jumlah siswa per rombel, jumlah guru, jumlah tenaga kependidikan, dan lain-lain. Dengan demikian, untuk menentukan suatu hasil penghitungan BOSP dari setiap jenjang/jenis pendidikan yang variasi tersebut diperlukan suatu asumsi penghitungan.

    Asumsi dasar yang diperlukan dalam penghitungan BOSP, meliputi: 1) jumlah rombongan belajar (rombel) per sekolah. 2) jumlah siswa per rombel. 3) jumlah pendidik dan jumlah tenaga kependidikan per sekolah (sesuai jumlah

    rombel yang dihitung). 4) jumlah matapelajaran. 5) persentase jumlah pendidik penerima tunjangan profesi. Asumsi dasar di atas ditetapkan sesuai dengan kondisi umum (kondisi rata-rata) di daerah2 dengan tetap mempertimbangkan standar-standar yang ada. Tujuannya adalah agar mendapatkan hasil penghitungan BOSP yang sesuai kebutuhan riil di sekolah namun tetap mengacu pada standar-standar yang ada.

    Secara khusus, dalam menentukan asumsi jumlah siswa per rombel dan jumlah pendidik per sekolah dilakukan dengan pertimbangan jika secara faktual asumsi dasar di bawah standar, maka yang diikuti adalah faktual tersebut; sedangkan jika secara faktual asumsi dasar di atas standar maka yang diikuti adalah standar. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa penghitungan BOSP yang dilakukan akan menimbulkan konsekuensi kebutuhan terhadap sejumlah dana (nilai BOSP) dan penghitungan tersebut dilakukan untuk memenuhi standar.

    Penentuan pertimbangan jika secara faktual asumsi dasar di bawah standar, maka yang diikuti adalah faktual; didasarkan pada pertimbangan bahwa kebutuhan terhadap sejumlah dana tersebut adalah hanya sebesar itu (meskipun belum memenuhi standar), sedangkan penentuan pertimbangan jika secara faktual asumsi dasar di atas 2 Berbeda dengan BSNP yang menetapkan asumsi dasar berdasarkan standar-standar atau peraturan yang mengatur tentang hal itu.

  • Bab 3 Penghitungan BOSP 11

    Panduan Penyusunan BOSP

    standar maka yang diikuti adalah standar; didasarkan pada pertimbangan bahwa kalau penghitungan didasarkan pada keadaan faktual yang di atas standar, maka penghitungan yang dilakukan akan menghasilkan nilai kebutuhan terhadap sejumlah dana "di atas" standar bukan untuk "memenuhi" standar.

    Penentuan asumsi dasar tersebut seharusnya dilakukan berdasarkan data. Khusus untuk asumsi jumlah rombel sebaiknya untuk SD/MI diambil kelipatan enam, sedangkan untuk SMP/MTs dan SMA/MA diambil kelipatan tiga; meskipun dalam kenyataan tidak semua daerah memiliki SD/MI dengan jumlah rombel kelipatan enam serta SMP/MTs dan SMA/MA dengan jumlah rombel kelipatan tiga.

    Sebagai contoh, kenyataan di lapangan di suatu kabupaten/kota menunjukkan: 1) jumlah rombel SD/MI sebagian besar 12 rombel, bukan 6 rombel sebagaimana

    asumsi yang digunakan BSNP. 2) jumlah siswa SD/MI per rombel sebagian besar 36 orang, bukan 28 orang sesuai

    Standar Proses atau

    Jika demikian keadaannya, maka untuk penghitungan BOSP SD/MI digunakan asumsi jumlah rombel sebanyak 12 rombel, jumlah siswa per rombel sebanyak 28 orang. Demikian halnya dalam menentukan asumsi dasar jumlah guru.

    Asumsi penghitungan ini tidak diperlukan jika jumlah sekolah pada jenjang/jenis yang akan dihitung BOSP-nya (misalnya SMK) hanya satu sekolah. Demikian pula jika penghitungan BOSP ini akan dilakukan berdasarkan individu sekolah. Dalam keadaan demikian, unsur-unsur asumsi dasar ini akan didasarkan pada kondisi sekolah yang bersangkutan.

    3.2 Penentuan Kegiatan Biaya Operasional Satuan Pendidikan terdiri dari Biaya Operasi Personalia dan Biaya Operasi Nonpersonalia. Biaya operasi personalia tidak dirinci dalam kegiatan tetapi langsung ke dalam komponen biaya. (Lihat bagian 3.3.1 berikut ini).

    Biaya Operasi Nonpersonalia dirinci dalam berbagai kegiatan sesuai dengan standar-standar nasional pendidikan sebagaimana sudah dijelaskan pada bagian 2.4 di atas. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah ditetapkan terlebih dahulu dalam template Penghitungan BOSP Berdasarkan Kegiatan (lihat contoh di Lampiran 5). Namun demikian, Tim Penyusun BOSP harus tetap meninjau ulang kelengkapan dari kegiatan-kegiatan yang sudah terlebih dahulu dicantumkan pada template ini dan melakukan perbaikan jika terdapat dasar dan alasan yang kuat.

    3.3 Penentuan Komponen/Subkomponen Biaya 3.3.1 Biaya Operasi Personalia Biaya Operasi Personalia meliputi gaji dan tunjangan (yang melekat pada gaji, fungsional, profesi) untuk pendidik dan tenaga kependidikan sebagai berikut:

    1) Untuk Pendidik, berupa: Gaji Pokok dan Tunjangan yang melekat pada gaji, untuk guru yang

    merangkap sebagai Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah. Gaji Pokok dan Tunjangan yang melekat pada gaji, untuk guru lainnya (yang

    tidak merangkap sebagai Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah).

  • Bab 3 Penghitungan BOSP 12

    Panduan Penyusunan BOSP

    Tunjangan fungsional, untuk guru termasuk yang merangkap sebagai Wakil Kepala Sekolah (tidak termasuk guru yang merangkap sebagai Kepala Sekolah).

    Tunjangan profesi, untuk guru termasuk yang merangkap sebagai Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah,

    2) Untuk Tenaga Kependidikan, berupa: Tunjangan Kepala Sekolah (berupa tunjangan fungsional dan tunjangan lain

    jika ada) dan Wakil Kepala Sekolah (jika ada) Gaji Pokok dan Tunjangan yang melekat pada gaji, untuk Laboran,

    Pustakawan, Teknisi Sumber Belajar, Tenaga TU, Tenaga Kebersihan.

    Pada umumnya, pendidik maupun tenaga kependidikan adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) sehingga gaji dan tunjangan mereka dibayar langsung oleh Pemerintah Kabupaten/Kota (bukan oleh sekolah). Karena penghitungan BOSP dimaksudkan untuk menetapkan berapa dana yang diperlukan oleh sekolah untuk kegiatan operasional yang biayanya dibayar langsung oleh sekolah, maka template Penghitungan BOSP Berdasarkan Kegiatan tidak mencantumkan rincian dari Biaya Operasi Personalia.

    Akan tetapi, jika pendidik maupun tenaga kependidikan di sekolah tidak semuanya PNS, maka akan ada pendidik ataupun tenaga kependidikan yang berstatus honorer. Personalia honorer ini selain ada yang gajinya (maupun tunjangannya, jika ada) dibayar oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/ Kota, ada juga yang harus dibayar oleh sekolah3. Bila di suatu kabupaten/kota gaji dan tunjangan personalia honorer harus dibayar oleh sekolah terjadi secara umum (rata-rata di setiap sekolah), maka didalam penghitungan BOSP, komponen Biaya Operasi Personalia ini perlu ditambahkan, yaitu gaji (dan tunjangan, jika ada) dari personalia honorer tersebut. Jika demikian keadaannya maka nilai BOSP yang ditetapkan akan juga mencakup Biaya Operasi Nonpersonalia dan Biaya Personalia untuk personalia honorer tersebut. Demikian juga, dalam penghitungan alokasi dana ke sekolah untuk mendanai BOSP, komponen gaji (dan tunjangan, jika ada) personalia honorer termasuk di dalamnya.

    Perlu diingat, sebelum gaji (dan tunjangan, jika ada) personalia honorer ditambahkan dalam Biaya Operasi Personalia, harus ditetapkan terlebih dahulu dalam asumsi dasar mengenai personalia honorer tersebut, misalnya: jumlah rata-rata personalia honorer pada setiap sekolah serta jumlah gaji (dan tunjangan, jika ada) rata-rata per personalia honorer.

    3.3.2 Biaya Operasi Nonpersonalia

    Biaya operasi nonpersonalia yang dimaksudkan dalam hal ini adalah seluruh pengeluaran sekolah selain yang dimanfaatkan untuk kebutuhan kesejahteraan (gaji dan tunjangan) pendidik (guru) dan tenaga kependidikan di sekolah. Perlu dicatat bahwa kebutuhan-kebutuhan operasi nonpersonalia yang sifatnya pribadi bagi pendidik (guru), tenaga kependidikan maupun siswa tidak termasuk di dalam biaya ini.

    3 Boleh tidaknya pengangkatan tenaga honorer di sekolah tergantung pada peraturan/kebijakan di setiap kabupaten/kota.

  • Bab 3 Penghitungan BOSP 13

    Panduan Penyusunan BOSP

    Untuk setiap kegiatan yang akan dihitung biayanya, perlu ditetapkan komponen dan subkomponen (jika ada) biayanya. Dibawah setiap kegiatan yang sudah dicantumkan pada Template Penghitungan BOSP Berdasarkan Kegiatan sudah dicantumkan juga komponen dan subkomponen biayanya. Tim Penghitung BOSP harus tetap meninjau ulang kelengkapan komponen dan subkomponen biaya tersebut serta melakukan perbaikan jika perlu.

    Penambahan, pengurangan, dan penyesuaian nama terhadap komponen/ subkomponen yang telah disusun didalam template Penghitungan BOSP Berdasarkan Kegiatan harus memiliki dasar yang kuat, yaitu: 1) Penambahan komponen/subkomponen biaya dapat dilakukan apabila

    komponen/subkomponen biaya yang ditambahkan tersebut merupakan komponen/subkomponen biaya yang benar-benar dibutuhkan oleh sekolah (berdasarkan standar atau peraturan tertentu). Meski demikian, tidak diperbolehkan menambahkan komponen/subkomponen biaya jika berdasarkan peraturan yang ada, sekolah tidak diperbolehkan mengeluarkan dana untuk komponen biaya tersebut.

    2) Pengurangan komponen/subkomponen biaya dapat dilakukan apabila komponen/subkomponen biaya dalam template Penghitungan BOSP Berdasarkan Kegiatan tidak dapat direalisasikan di daerah (meskipun mungkin dibutuhkan oleh sekolah),

    Misalnya: honor dan transpor untuk kegiatan. Meskipun mungkin secara logis honor dan transpor tersebut dapat diterima, namun ada aturan di daerah tersebut yang melarang pemberian honor dan transpor tersebut.

    Pengurangan komponen/subkomponen biaya ini dianjurkan dilakukan dengan memasukkan angka nol (0) ke dalam volume, satuan, dan harga satuan tanpa menghilangkan kegiatan dan komponen/subkomponen biaya tersebut dalam template. Dengan demikian, secara otomatis pengeluaran untuk komponen/subkomponen tersebut tidak terhitung dalam BOSP (meskipun tetap ada dalam daftar kegiatan dan komponen biaya).

    3) Penyesuaian nama subkomponen biaya dapat dilakukan apabila nama subkomponen biaya dalam template Penghitungan BOSP, di daerah yang bersangkutan lebih dikenal dengan nama yang lain.

    Komponen Investasi Ringan dan Bantuan untuk Siswa Miskin

    Yang dimaksud dengan komponen investasi ringan dalam Panduan ini antara lain: buku teks pelajaran, alat peraga sederhana, dan investasi ringan lain yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Sedangkan bantuan untuk siswa miskin bertujuan meringankan beban biaya personal, antara lain dapat berupa: bantuan dana transportasi, buku dan alat tulis, pakaian, dan uang saku.

    Komponen investasi ringan maupun bantuan untuk siswa miskin ini bisa saja ditambahkan dalam penghitungan BOSP jika Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai kebijakan dimana sekolah diminta bertanggung-jawab untuk juga mengelola dana atas beberapa tambahan selain Biaya Operasi Personalia (khusus untuk personalia honorer yang yang biaya personalianya dibayar langsung oleh sekolah) dan Biaya Operasi Nonpersonalia. Dalam hal ini, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menyalurkan dana ke sekolah sesuai dengan kebutuhan riil masing-masing sekolah atau untuk kemudahan administrasi Pemerintah Kabupaten/Kota dapat juga meminta

  • Bab 3 Penghitungan BOSP 14

    Panduan Penyusunan BOSP

    agar komponen dimaksud dimasukkan sebagai komponen BOSP dan karena itu dihitung kebutuhan rata-ratanya.

    Misalnya, Pemerintah Kabupaten/Kota ingin agar sekolah mengelola dan membeli sendiri buku teks pelajaran untuk guru dan siswa, alat peraga sederhana, dan komputer untuk administrasi (secara definisi, komponen-komponen ini sebenarnya adalah komponen biaya investasi, bukan komponen biaya operasional, karena manfaatnya lebih dari satu tahun). Demikian pula jika Pemerintah Kabupaten/Kota ingin agar sekolah mengelola sendiri bantuan untuk siswa miskin (secara definisi, komponen ini adalah komponen bantuan biaya pendidikan, bukan komponen biaya operasional) karena mungkin menganggap sekolah yang paling tahu siswa-siswanya yang mana saja yang berasal dari keluarga kurang mampu.

    Jika Pemerintah Kabupaten/Kota ingin mengalokasikan dana untuk komponen biaya investasi setiap tahun ke sekolah dan memperlakukannya sebagaimana komponen BOSP, maka harga dari komponen biaya investasi tersebut dapat dibuat menjadi per tahun dengan cara membaginya dengan umur ekonomis (umur pakai) barang tersebut. Jika harga komponen biaya investasi dihitung penuh untuk satu tahun (tidak dibagi umur ekonomis) maka nilai BOSP Nonpersonalia akan menjadi terlalu tinggi. Jika alokasi dana ke sekolah didasarkan pada nilai yang terlalu tinggi, sekolah akan menerima dana terlalu besar, melebihi yang benar-benar diperlukan setiap tahunnya.

    3.4 Penentuan Volume Volume yang dimaksudkan dalam hal ini adalah total kebutuhan atas suatu komponen/subkomponen biaya untuk kegiatan tertentu dalam satu tahun. Dengan demikian, volume dihitung dengan mengalikan antara frekuensi penggunaan/pembayaran/kebutuhan dalam setahun, jumlah pengguna/yang membutuhkan, serta jumlah penggunaan/kebutuhan setiap penguna atau yang membutuhkan.

    Agar transparan dan guna memudahkan verifikasi, penentuan volume untuk setiap komponen/subkomponen biaya harus dilakukan secara rinci untuk satu tahun. Rincian volume tersebut harus mencantumkan informasi tentang: 1) Frekuensi per Tahun

    Bagian ini menunjukkan berapa kali penggunaan/pemakaian/pembayaran untuk komponen biaya untuk kegiatan tertentu dalam satu tahun. Misalnya, untuk gaji, frekuensi per tahun adalah 12 kali atau 13 kali, karena guru dan tenaga kependidikan dibayar 12 kali atau 13 kali dalam satu tahun.

    2) Jumlah Pengguna atau Yang Membutuhkan Bagian ini menunjukkan jumlah pengguna atau yang membutuhkan yaitu obyek yang menjadi pemicu biaya (cost driver) yang dijadikan dasar untuk penghitungan komponen biaya. Jumlah pengguna/yang membutuhkan dapat berupa jumlah guru, jumlah siswa, jumlah kelompok siswa, jumlah rombel, jumlah mata pelajaran, atau bahkan jumlah sekolah (yaitu satu sekolah). Misalnya, jumlah guru yang dibayar gaji pokoknya, jumlah siswa yang dijadikan dasar penghitungan biaya fotokopi untuk administrasi, dan sebagainya.

    3) Jumlah Penggunaan/Kebutuhan Setiap Pengguna atau Yang Membutuhkan Bagian ini menunjukkan jumlah penggunaan/pembayaran/kebutuhan per satu kali penggunaan/pemakaian/pembayaran atau per satu pengguna/yang membutuhkan.

  • Bab 3 Penghitungan BOSP 15

    Panduan Penyusunan BOSP

    4) Satuan Bagian ini menunjukkan satuan dari komponen/subkomponen biaya. Misalnya, lembar untuk fotokopi, batang untuk pensil, dan sebagainya.

    Sebagai contoh, jika buku absensi siswa untuk SD/MI dibutuhkan: satu buah di setiap rombel (misalnya enam rombel) pada setiap semester, berarti:

    - Frekuensi per tahun : 2 kali (1 tahun = 2 semester) - Jumlah yang membutuhkan : 6 rombel - Jumlah kebutuhan setip rombel : 1 buah

    Dengan demikian, maka volume buku absensi tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut:

    Buku absensi : 2 semester x 6 rombel x 1 buah = 12 buah

    Penentuan volume harus konsisten dengan asumsi-asumsi yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara teknis, penentuan volume di dalam template Excel telah menggunakan formula penghitungan sehingga nilai volume dapat diperoleh secara otomatis setelah mengisi rincian volume sebagaimana disebutkan di atas.

    3.5 Penentuan Harga Satuan 3.4.1. Penentuan Harga Satuan Biaya Operasi Personalia

    Penentuan harga satuan biaya operasi personalia yang secara umum meliputi gaji dan tunjangan dilakukan berdasarkan peraturan yang mengatur tentang hal tersebut antara lain UU, PP, Peraturan Presiden (Perpres), dan peraturan lain seperti Peraturan Gubernur, Peraturan/Keputusan Bupati/Walikota untuk pemberian tunjangan/insentif bagi pendidik dan/atau tenaga kependidikan. Peraturan-peraturan tersebut dapat berubah setiap tahun, oleh karena itu peraturan yang digunakan adalah peraturan terakhir. Contoh Peraturan-Peraturan tentang Gaji dan Tunjangan dapat dilihat pada Lampiran 6.

    3.4.2. Penentuan Harga Satuan Biaya Operasi Nonpersonalia

    Penentuan harga satuan biaya operasi nonpersonalia dilakukan berdasarkan Standar Harga Satuan Barang dan Jasa (biasanya dalam bentuk Keputusan Bupati/Walikota) setiap daerah. Namun dalam kenyataannya, terkadang ada komponen/subkomponen biaya yang tidak terdapat dalam Standar Harga Satuan Barang dan Jasa tersebut. Jika hal ini terjadi, maka penentuan harga satuan atas komponen/subkomponen biaya tersebut dilakukan dengan menggunakan keputusan pemerintah (misalnya, harga buku teks), menggunakan harga yang ditetapkan instansi yang berwenang (misalnya, listrik per Kwh, air per M3), atau menggunakan harga pasar rata-rata (bukan harga tertinggi atau termurah).

    3.5. Penghitungan BOSP Berdasarkan Klasifikasi Sekolah (Jika Diperlukan)

    3.5.1. Klasifikasi Sekolah

    Jika suatu Pemerintah Kabupaten/Kota menginginkan penghitungan BOSP yang berbeda karena terdapat kelompok-kelompok sekolah yang dianggap cukup berbeda dalam berbagai hal, yang menyebabkan kebutuhan biaya operasionalnya berbeda satu

  • Bab 3 Penghitungan BOSP 16

    Panduan Penyusunan BOSP

    sama lain, maka penghitungan BOSP dapat dilakukan berdasarkan klasifikasi sekolah. Klasifikasi sekolah dapat dilakukan dengan mengelompokkan sekolah-sekolah berdasarkan berbagai kriteria, seperti: jumlah rombel, jumlah kegiatan tambahan di sekolah, jarak sekolah dari pusat kegiatan, status sekolah, dan hasil akreditasi oleh Badan Akreditasi Sekolah (BAS).

    Jika jumlah kegiatan tambahan di sekolah dijadikan sebagai pertimbangan dalam melakukan klasifikasi sekolah, disarankan untuk menggunakan kegiatan tambahan di sekolah yang berkaitan langsung dengan peningkatan kemampuan siswa, antara lain: a) Pramuka b) Dokter kecil atau kegiatan sejenisnya c) Karya ilmiah atau kegiatan sejenisnya d) Kursus Bahasa Inggris atau Bahasa Asing lainnya di sekolah e) Kursus komputer di sekolah f) Penggunaan laboratorium bahasa g) Kegiatan pengayaan di bidang keagamaan h) Kegiatan pengayaan untuk siswa berpretasi i) Kegiatan pembelajaran intensif untuk siswa kelas akhir j) Kegiatan keterampilan (ekstra kurikuler) Selanjutnya sekolah dikelompokkan berdasarkan jumlah kegiatan tersebut di atas. Salah satu alternatif cara pengelompokan sekolah adalah: a) Sekolah Kategori-C : 1 s/d 4 kegiatan b) Sekolah Kategori-B : 5 s/d 8 kegiatan c) Sekolah Kategori-A : > 8 kegiatan Seharusnya, klasifikasi sekolah dilakukan dengan tujuan mendorong sekolah menggunakan dana operasional yang dikelola untuk hal-hal yang memang bertujuan meningkatkan layanan kepada siswa. Klasifikasi sekolah juga dapat dilakukan dengan menyusun standar pelayanan. Yang cukup banyak didiskusikan adalah wacana untuk mengelompokkan sekolah-sekolah ke dalam tiga kelompok, yaitu Sekolah Minimal, Sekolah Standar, dan Sekolah Ideal. Kalau itu akan dilakukan, tentu saja yang harus dilakukan adalah menyusun kriteria (yang berimplikasi pada kegiatan dan komponen biaya operasional) untuk minimal, standar dan ideal tersebut.

    3.5.2. BOSP Berdasarkan Klasifikasi Sekolah

    Jika pengklasifikasian sekolah telah dilakukan sehingga kegiatan dan komponen biaya (beserta volume penggunaannya) untuk setiap jenis sekolah dapat dibedakan dengan jelas, penghitungan BOSP dapat dilakukan dengan mudah sesuai tahapan implementasi serta dengan menggunakan contoh template BOSP yang ada (tanpa klasifikasi sekolah) yang disesuaikan. Dengan kata lain, titik kritis penghitungan BOSP berdasarkan klasifikasi sekolah terletak pada penentuan kegiatan dan komponen biaya untuk setiap kategori sekolah. Meskipun demikian, dasar klasifikasi dan perbedaan kegiatan dan komponen biaya untuk setiap kategori sekolah terkadang memerlukan perdebatan yang panjang. Oleh karena itu, meskipun terlihat mudah, praktek penghitungan BOSP berdasarkan klasifikasi sekolah tidak mudah dilakukan.

    Mengingat penghitungan BOSP berdasarkan klasifiksi sekolah ini gampang-gampang susah, maka disarankan:

  • Bab 3 Penghitungan BOSP 17

    Panduan Penyusunan BOSP

    a) Mengingat bahwa biasanya terdapat keterbatasan waktu dan sumberdaya, sebaiknya diprioritaskan untuk menghitung BOSP tanpa klasifikasi sekolah. Dalam kondisi demikian, BOSP yang dihitung adalah BOSP minimal yang memasukkan biaya dari kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan oleh atau tak terhindarkan bagi sekolah.

    b) Jika penghitungan BOSP berdasarkan klasifikasi sekolah sangat diperlukan maka sebaiknya dilakukan dengan klasifikasi sekolah yang sederhana (tidak rumit). Dari berbagai alternatif, klasifikasi sekolah berdasarkan jumlah rombel merupakan klasfikasi yang lebih mudah dan lebih bermanfaat. Hal ini disebabkan karena klasifikasi sekolah berdasarkan jumlah rombel tidak harus menimbulkan adanya perbedaan kegiatan dan komponen/subkomponen biaya tetapi dapat dilakukan hanya dengan perbedaan volume yang disebabkan terutama karena perbedaan jumlah pengguna/yang membutuhkan. Selain itu, nilai BOSP yang dihasilkan dari perbedaan jumlah rombel tersebut juga akan cukup berbeda. Klasifikasi sekolah berdasarkan jumlah kegiatan di sekolah juga merupakan pilihan yang dapat dipertimbangkan karena kegiatan di sekolah dapat mencerminkan bentuk layanan pendidikan yang diberikan. Semakin banyak jumlah kegiatan yang dilakukan seharusnya mencerminkan semakin baiknya layanan pendidikan yang diberikan.

    Disarankan agar penghitungan BOSP berdasarkan klasifikasi sekolah ini dilakukan jika benar-benar diperlukan karena akan terkait dengan rencana kebijakan tertentu yang didasarkan pada klasifikasi sekolah tersebut. Jika tidak, maka disarankan agar penghitungan BOSP dilakukan tanpa klasifikasi sekolah.

    3.6 BOSP Untuk SBI/RSBI Terkait dengan kebijakan sekolah gratis untuk jenjang pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs) negeri yang diambil oleh pemerintah sejak tahun 2009, Sekolah Bertaraf Internasional atau Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI/RSBI) diperbolehkan menarik dana dari orang tua/masyarakat untuk kebutuhan biaya operasionalnya. Oleh karena itu, informasi tentang BOSP SBI/RSBI sangat diperlukan untuk menetapkan kebijakan tentang nilai maksimal dana yang dapat ditarik oleh sekolah dari orang tua siswa untuk mencukupi kebutuhan biaya operasionalnya.

    Secara teknis, yang perlu dilakukan dalam menghitung BOSP SBI/RSBI adalah mengetahui karakteristik SBI/RSBI dan perbedaannya dengan Sekolah Standar Nasional (SSN) untuk kemudian menerjemahkannya ke dalam kegiatan dan komponen biaya. Selanjutnya, penghitungan BOSP dapat dilakukan sesuai tahapan implementasi serta dengan menggunakan template untuk BOSP yang ada (tanpa klasifikasi sekolah).

    Secara konseptual, pada dasarnya SBI/RSBI merupakan SSN Plus. Dengan kata lain, semua komponen/subkomponen biaya yang muncul dalam SSN muncul juga dalam SBI/RSBI, ditambah dengan kegiatan dan komponen/subkomponen lain. Oleh karena itu, dalam menghitung BOSP SBI/RSBI perlu dilakukan identifikasi karakteristik tambahan SBI/RSBI dari SSN, yang kemudian berimplikasi terhadap tambahan kegiatan dan komponen/ subkomponen biaya yang harus ada di SBI/RSBI. Hasil identifikasi tersebut disajikan dalam tabel di bawah ini.

  • Bab 3 Penghitungan BOSP 18

    Panduan Penyusunan BOSP

    Tabel 3.1 Beberapa Karakteristik Tambahan SBI/RSBI Dibandingkan Dengan SSN

    dan Implikasinya pada Kegiatan dan Komponen Biaya Operasional

    Aspek Karakteristik Implikasi pada Biaya Operasional

    Kurikulum Berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK)

    Biaya pemeliharaan fasilitas TIK (tergantung fasilitas yang dipakai)

    Bahan habis pakai terkait TIK yang dipakai Proses pembelajaran Berbasis TIK

    Biaya pemeliharaan fasilitas TIK (tergantung fasilitas yang dipakai)

    Bahan habis pakai terkait TIK yang dipakai

    Pelajaran sains, matematika dan inti jurusan disampaikan dalam bahasa Inggris (untuk SD, mulai kelas IV)

    Biaya pegawai guru berbahasa Inggris (gajinya lebih tinggi?)

    Biaya pelatihan bahasa Inggris untuk siswa (jika dilakukan secara reguler)

    Penilaian Menggunakan standar salah satu negara OECD

    Biaya penilaian/evaluasi Pendidik Semua pendidik mampu

    memfasilitasi dengan TIK Biaya pelatihan TIK untuk guru (jika

    dilakukan secara reguler) Guru sains, matematika dan inti

    jurusan mampu berbahasa Inggris

    Biaya pegawai guru berbahasa Inggris (gajinya lebih tinggi?)

    Biaya pelatihan bahasa Inggris untuk guru (jika dilakukan secara reguler)

    Minimal 10% guru berpendidikan S2/S3 untuk SD; 20 % untuk SMP dan 30% untuk SMA

    (implikasinya lebih banyak ke biaya investasi, bukan operasional)

    Tenaga kependidikan

    Kepsek berpendidikan minimal S2

    -

    Kepsek mampu berbahasa Inggris, mampu membangun jejaring internasional, dsb

    Biaya komunikasi kepsek

    Sarana dan prasarana

    Setiap ruang kelas dilengkapi sarana pembelajaran berbasis TIK

    Biaya pemeliharaan fasilitas TIK (tergantung fasilitas yang dipakai)

    Bahan habis pakai terkait TIK yang dipakai Perpustakaan dilengkapi sarana

    berbasis TIK Biaya pemeliharaan fasilitas TIK (tergantung

    fasilitas yang dipakai) Bahan habis pakai terkait TIK yang dipakai

    Memiliki ruang multi media, ruang unjuk seni dan budaya, fasilitas OR, klinik, dsb

    Biaya pemeliharaan Bahan habis pakai terkait penggunaan

    sarana Pengelolaan Meraih sertifikat ISO 9001 versi

    2000 atau sesudahnya Biaya administrasi sesuai dengan standar

    ISO Memiliki sister school di LN Biaya komunikasi, kunjungan (jika ada) Meraih medali internasional

    dalam kompetisi sains, matematika, seni, teknologi, olahraga

    Biaya keikutsertaan dalam kompetisi internasional

    Pembiayaan Menerapkan model pembiayaan yang efisien

    Biaya pegawai untuk TU/ keuangan

  • Bab 4 Tahapan Implementasi 19

    Panduan Penyusunan BOSP

    BAB 4 TAHAPAN IMPLEMENTASI

    Bab ini membahas tentang implementasi penghitungan BOSP yang secara umum dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: persiapan, penghitungan, dan tindak lanjut hasil penghitungan, sebagaimana digambarkan dan diuraikan di bawah ini.

    Pembentukan Tim Penghitung BOSP

    Penyamaan Persepsi tentang BOSP

    Perumusan Komponen Klasifikasi Sekolah

    (jika diperlukan)

    Penghitungan BOSP Berdasarkan

    Klasifikasi Sekolah

    Perumusan Kegiatan & Komponen BOSP

    Tindak Lanjut Hasil Penghitungan BOSP

    Penyiapan Dokumen Pendukung

    Tahap I Persiapan

    Penghitungan BOSP

    Finalisasi Penghitungan BOSP

    Konsultasi Internal

    Pembuatan Laporan Hasil Penghitungan BOSP

    Presentasi kepada Pemangku Kepentingan

    Tahap II Penghitungan

    BOSP

    Tahap III Tindak Lanjut Hasil Penghitungan BOSP

    Gambar-2. Tahapan Implementasi Penghitungan BOSP

  • Bab 4 Tahapan Implementasi 20

    Panduan Penyusunan BOSP

    4.1 Tahap I - Persiapan Tahap Persiapan bertujuan untuk menyiapkan dua hal utama yang diperlukan untuk penghitungan BOSP, yaitu: Pembentukan Tim Penyusun BOSP dan Penyiapan Dokumen Pendukung.

    4.1.1 Pembentukan Tim Penyusun BOSP

    Tim Penyusun BOSP bertugas melaksanakan implementasi BOSP, yang terdiri atas tahap-tahap Penyiapan Dokumen Pendukung (Tahap I), Penghitungan BOSP (Tahap II), dan Tindak Lanjut Hasil Penghitungan BOSP (Tahap III).

    Tim Penyusun BOSP terdiri dari: Ketua, Sekretaris, dan anggota. Tim Penyusun BOSP dibentuk dengan mempertimbangkan keterwakilan (masing-masing 1 orang) dari unsur: Dinas Pendidikan, BPKAD/DPKAD/Bagian Keuangan Sekretariat Daerah, Bappeda, dan sekolah (SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA, SMK). Wakil unsur sekolah disesuaikan dengan jenjang/jenis pendidikan yang BOSP-nya akan dihitung. Sebagai contoh: jika yang akan dihitung hanya jenjang SD/MI dan SMP/MTS maka wakil-wakil SMA/MA dan SMK tidak diperlukan. Wakil sekolah biasanya adalah kepala sekolah yang dipilih dari sekolah negeri yang terbaik, karena yang dibutuhkan adalah kepala sekolah yang memilki pemahaman yang cukup mengenai kegiatan di sekolah. Komposisi Tim Penyusun dan Peserta Lokakarya BOSP dapat dilihat pada Lampiran 7.

    Pemilihan wakil dari setiap unsur sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan dua kemampuan utama, yaitu: a) kompetensi dalam bidang keuangan/penganggaran/perencanaan. b) keterampilan mengoperasikan komputer (khususnya MS Office Word, Excel,

    PowerPoint).

    Kemampuan pertama diperlukan pada saat penghitungan BOSP maupun tindak lanjut hasil penghitungan. Kemampuan menggunakan MS Office Excel diperlukan untuk pencatatan dan penghitungan pada saat penghitungan BOSP, kemampuan menggunakan MS Office PowerPoint diperlukan untuk menyiapkan bahan dan mempresentasikan hasil penghitungan BOSP, sedangkan kemampuan menggunakan MS Office Word diperlukan untuk menyusun Laporan Hasil Penghitungan BOSP.

    Karena keanggotaannya bersifat lintas instansi/lembaga, maka Pembentukan Tim Penyusun BOSP sebaiknya ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota.

    4.1.2 Penyiapan Dokumen Pendukung

    Penghitungan BOSP memerlukan dokumen pendukung antara lain: a) Data Pokok Pendidikan, yang memuat informasi tentang setiap sekolah dalam

    satu kabupaten/kota (nama sekolah, jenjang sekolah, jenis sekolah, jumlah rombel, jumlah siswa dalam setiap rombel, jumlah guru, jumlah tenaga kependidikan, dan lain-lain);

    b) Daftar Harga Satuan Barang dan Jasa (biasanya berupa Surat Keputusan Bupati/Walikota atau pejabat lain yang berwenang); dan

    c) Dokumen-dokumen regulasi mengenai pendidikan yang relevan, khususnya mengenai pendanaan BOSP (yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota).

  • Bab 4 Tahapan Implementasi 21

    Panduan Penyusunan BOSP

    Data-data tersebut di atas diperlukan terutama untuk memperoleh informasi yang menjadi dasar penentuan asumsi dasar yang akan digunakan dalam penghitungan BOSP. Data-data tersebut juga diperlukan untuk menjadi dasar dalam menentukan kegiatan dan komponen/subkomponen BOSP (yang boleh dan tidak boleh) serta dalam menghitung besarnya tambahan dana yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan BOSP dalam hal dana BOS pusat dan dana pendamping BOS pusat dari Pemerintah Kabupaten/Kota serta Pemerintah Provinsi (jika ada) tidak mencukupi.

    4.2 Tahap II - Penghitungan BOSP Penghitungan BOSP dilakukan dalam serangkaian lokakarya partisipatif yang melibatkan Tim Penyusun BOSP, para penentu kebijakan, dan para pemangku kepentingan dapat dilihat dalam Tabel 1 dan uraian di bawah ini.

    Tabel 1. Tahapan Lokakarya Penghitungan BOSP

    No. Nama Lokakarya Durasi Jumlah Peserta Peserta

    1 Lokakarya 1: Penyamaan Persepsi tentang BOSP

    1 hari 30

    Tim Penyusun BOSP, Penentu Kebijakan, dan Pemangku Kepentingan (termasuk wakil sekolah-sekolah)

    2 Lokakarya 2: Penghitungan BOSP 2 hari 25 Tim Penyusun BOSP dan Pemangku Kepentingan (termasuk wakil sekolah-sekolah)

    3 Lokakarya 3: Finalisasi Penghitungan BOSP

    2 hari Hari 1: 25

    Tim Penyusun BOSP dan Pemangku Kepentingan (termasuk wakil sekolah-sekolah yang tidak diundang pada LK 1 & 2)

    Hari 2: 6 Hanya Tim Penyusun BOSP.

    4 Lokakarya 4: Konsultasi Internal 1 hari 20 Tim Penyusun BOSP, Dinas Pendidikan, UPTD/KCD, Pengawas Sekolah

    5

    Lokakarya 5: Penyusunan Laporan Hasil Penghitungan BOSP

    2 hari 6 Hanya Tim Penyusun BOSP

    6 Lokakarya 6: Konsultasi Publik 1 hari 30

    Tim Penyusun BOSP, Penentu Kebijakan, dan Pemangku Kepentingan (termasuk wakil sekolah-sekolah yang diundang pada LK 1, 2, dan 3)

    Teknis pelaksanaan lokakarya (kegiatan dan peserta) dapat dilihat dalam Panduan Fasilitasi Lokakarya pada Lampiran 8.

    4.2.1 Lokakarya 1: Penyamaan Persepsi Tentang BOSP

    Lokakarya 1 dilaksanakan dalam 1 hari efektif dengan tujuan agar Tim Penyusun BOSP dan para peserta lokakarya lainnya: 1) memperoleh kesamaan persepsi mengenai konsep, latar belakang, dan metode

    penghitungan BOSP, dan

  • Bab 4 Tahapan Implementasi 22

    Panduan Penyusunan BOSP

    2) menentukan asumsi, kegiatan dan komponen/subkomponen BOSP, dan klasifikasi sekolah (jika diperlukan).

    Peserta lokakarya terdiri dari: 1) Tim Penyusun BOSP 2) Penentu Kebijakan:

    Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Bappeda, Kepala DPKAD/BPKAD/Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah, Ketua Komisi Pendidikan/Panitia Anggaran DPRD

    3) Pemangku Kepentingan: Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pendidikan, wakil Kantor Departemen Agama, Kepala Bagian Perencanaan Dinas Pendidikan, wakil Pengawas Sekolah, wakil sekolah (sesuai jenjang pendidikan yang BOSP-nya dihitung), dan wakil LSM Pendidikan.

    4.2.2 Lokakarya 2: Penghitungan BOSP

    Lokakarya 2 dilaksanakan dalam dua hari efektif dengan tujuan untuk menghitung dan menghasilkan nilai BOSP tentatif.

    Peserta lokakarya terdiri dari: 1) Tim Penyusun BOSP 2) Pemangku Kepentingan:

    Anggota Komisi Pendidikan/Panitia Anggaran DPRD, Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pendidikan, wakil Kantor Departemen Agama, Kepala Bagian Perencanaan Dinas Pendidikan, wakil Pengawas Sekolah, dan wakil sekolah (sesuai jenjang pendidikan yang BOSP-nya dihitung).

    4.2.3 Lokakarya 3: Finalisasi Penghitungan BOSP

    Lokakarya 3 dilaksanakan dalam dua hari efektif. Tujuan Lokakarya 3 pada hari pertama adalah untuk memperoleh masukan dari peserta, terutama wakil dari sekolah-sekolah yang belum pernah diundang dalam lokakarya sebelumnya terhadap nilai BOSP tentatif yang dihasilkan dalam Lokakarya 2 sehingga, jika diperlukan, Tim Penyusun BOSP dapat melakukan penyesuaian terhadap nilai BOSP tentatif agar menjadi lebih representatif dan realistis. Tujuan lokakarya 3 pada hari kedua adalah agar Tim Penyusun BOSP dapat melakukan penyesuaian terhadap nilai BOSP tentatif (dengan mempertimbangkan masukan peserta pada hari pertama) serta dapat menyusun bahan presentasi untuk Lokakarya 4: Konsultasi Internal.

    Peserta lokakarya pada hari pertama berasal dari unsur Tim Penyusun BOSP serta Pemangku Kepentingan yang terdiri dari unsur anggota Komisi Pendidikan/Panitia Anggaran DPRD, Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pendidikan, wakil Kantor Departemen Agama, Kepala Bagian Perencanaan Dinas Pendidikan, wakil Pengawas Sekolah, dan wakil sekolah (sesuai jenjang pendidikan yang BOSP-nya dihitung) yang belum pernah terlibat dalam lokakarya-lokakarya sebelumnya. Peserta lokakarya pada hari kedua terdiri hanya dari Tim Penyusun BOSP. 4.2.4 Lokakarya 4: Konsultasi Internal

    Lokakarya 4 dilaksanakan dalam satu hari efektif dengan tujuan untuk memperoleh tanggapan/masukan dari peserta, yang terdiri dari unsur internal Dinas Pendidikan,

  • Bab 4 Tahapan Implementasi 23

    Panduan Penyusunan BOSP

    terhadap nilai BOSP tentatif, sehingga jika diperlukan Tim Penyusun BOSP dapat melakukan penyesuaian terhadap nilai BOSP tentatif dan kemudian menghitung nilai BOSP final yang disepakati secara internal Dinas Pendidikan.

    Peserta lokakarya ini terdiri dari Tim Penyusun BOSP dan unsur internal Dinas Pendidikan (Kepala, Sekretaris, para Kepala Bidang, wakil UPTD/KCD, dan wakil pengawas (sesuai jenjang pendidikan yang BOSP-nya dihitung).

    4.2.5 Lokakarya 5: Penyusunan Laporan Hasil Penghitungan BOSP

    Lokakarya 5 dilaksanakan dalam dua hari efektif dengan tujuan untuk menyusun Laporan Hasil Penghitungan BOSP yang berisi nilai BOSP final dan rekomendasi tindak lanjut. Laporan ini diserahkan oleh Tim Penyusun BOSP kepada para penentu kebijakan. Contoh Laporan Hasil Penghitungan BOSP dapat dilihat dalam Lampiran 9.

    Peserta lokakarya terdiri dari Tim Penyusun BOSP.

    4.2.6 Lokakarya 6: Konsultasi Publik

    Lokakarya 6 dilaksanakan dalam satu hari efektif dengan tujuan untuk mempresentasikan nilai BOSP final kepada para penentu kebijakan dan para pemangku kepentingan. Melalui lokakarya ini, diharapkan ada tanggapan dari penentu kebijakan mengenai kebijakan yang akan diambil sebagai tindak lanjut dari hasil penghitungan BOSP. Diharapkan pula agar para pemangku kepentingan dapat memberi dukuang dan akan mendorong terwujudnya kebijakan-kebijakan yang disepakati bersama antara para penentu kebijakan dan para pemangku kepentingan. Dalam lokakarya ini, dilakukan penyerahan Laporan Hasil Penghitungan BOSP yang telah dibuat oleh Tim Penyusun BOSP kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk selanjutnya diserahkan kepada Bupati/Walikota, DPRD, Dewan Pendidikan, dan pihak lain yang dianggap penting.

    Peserta lokakarya terdiri dari: 1) Tim Penyusun BOSP 2) Penentu Kebijakan:

    Bupati atau Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Bappeda, Kepala DPKAD/BPKAD/Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah, Ketua Komisi Pendidikan/Panitia Anggaran DPRD

    3) Pemangku Kepentingan: Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pendidikan, wakil Kantor Departemen Agama, Kepala Bagian Perencanaan Dinas Pendidikan, wakil Pengawas Sekolah, wakil sekolah (sesuai jenjang pendidikan yang BOSP-nya dihitung) yang belum pernah terlibat dalam lokakarya-lokakarya sebelumnya, wakil LSM Pendidikan, dan wakil Media.

    4.3 Tahap III Tindak Lanjut Hasil Penghitungan BOSP Laporan Hasil Penghitungan BOSP seharusnya ditindaklanjuti sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan pendanaan BOSP. Jika tidak ditindaklanjuti, maka penghitungan BOSP tidak ada manfaatnya.

    Kebijakan pendanaan BOSP setidaknya mencakup beberapa hal sebagai berikut: 1) Penetapan nilai BOSP untuk setiap jenjang pendidikan untuk tahun yang

    bersangkutan.

  • Bab 4 Tahapan Implementasi 24

    Panduan Penyusunan BOSP

    2) Sumber Dana Untuk Menutupi Kesenjangan Pendanaan BOSP Dengan menyadari bahwa dana BOS dari Pemerintah Pusat tidak dapat

    sepenuhnya mendanai kebutuhan BOSP, Pemerintah Kabupaten/Kota perlu mengambil keputusan tentang besarnya kesenjangan pendanaan BOSP yang akan ditutupi dan sumber-sumber dana dari mana saja yang akan digunakan untuk menutupi. Sesuai kemampuan fiskalnya dan sumber-sumber dana yang tersedia, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat juga mengambil keputusan untuk menutupi sebagian kesenjangan pendanaan BOSP dalam satu tahun anggaran sebagai langkah awal, dan kemudian secara bertahap menutupi sepenuhnya dalam beberapa tahun anggaran ke depan. Sumber-sumber dana yang tersedia antara lain: a) APBD Kabupaten/Kota

    Pemerintah Kabupaten/Kota perlu mengambil keputusan tentang besarnya dana dari APBD Kabupaten/Kota yang akan dialokasikan untuk menutupi kesenjangan pendanaan BOSP sesuai kemampuan fiskalnya.

    b) APBD Provinsi Pemerintah kabupaten/kota dapat mengajukan kepada Pemerintah Provinsi untuk mendapatkan dana tambahan guna menutupi kesenjangan pendanaan BOSP. Jika partisipasi dari Pemerintah Provinsi ini ada, maka hal ini perlu dicantumkan dalam kebijakan.

    c) Orang Tua Siswa Sesuai dengan perundangan yang berlaku, Pemerintah Kabupaten/Kota perlu mengambil keputusan apakah sekolah (khususnya pada jenjang Pendidikan Menengah) diperbolehkan menarik iuran dari orangtua siswa untuk membantu menutupi kesenjangan pendanaan BOSP. Jika diperbolehkan, maka perlu ditetapkan berapa jumlah dana maksimal yang boleh ditarik oleh sekolah. Selain itu, di dalam kebijakan perlu pula ditegaskan apakah siswa dari keluarga kurang mampu (miskin) dibebaskan dari kewajiban untuk membayar iuran kepada sekolah.

    d) Masyarakat Umum Sesuai dengan perundangan yang berlaku, Pemerintah Kabupaten/Kota dapat juga mengambil kebijakan untuk menjalin kerjasama dengan dunia usaha/dunia industri maupun komponen masyarakat lainnya untuk mendapatkan dana tambahan guna menutupi kesenjangan pendanaan BOSP.

    3) Pemutakhiran Nilai BOSP BOSP dihitung berdasarkan harga satuan untuk tahun tertentu serta mempertimbangkan peraturan-peraturan yang berlaku saat penyusunan. Oleh karena itu, kebijakan perlu mewajibkan penghitungan kembali (pemutakhiran) nilai BOSP, antara lain terkait berapa sering pemutakhiran harus dilakukan dan pihak-pihak yang harus melakukannya, serta dalam kondisi apa dapat dimutakhirkan meskipun waktu yang ditentukan di dalamnya belum berakhir (misalnya karena adanya perubahan peraturan).

    4) Pengawasan Keuangan di Sekolah Dengan dipenuhinya kebutuhan pendanaan BOSP bagi sekolah (baik sebagian maupun sepenuhnya), maka kebijakan perlu mengatur tatacara penggunaan, pencatatan, pelaporan, dan pengawasan penggunaan dana di sekolah.

    Kebijakan pendanaan BOSP harus diformulasikan ke dalam sebuah dokumen kebijakan formal, misalnya Surat Keputusan atau Peraturan Bupati/Walikota.

  • LAMPIRAN

    1. Permendiknas 69/2009 tentang Standar Biaya Operasi

    Nonpersonalia Tahun 2009 Untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB

    2. Asumsi Penghitungan BOSP BSNP 3. Komponen dan Subkomponen BOSP BSNP 4. Template BOSP BSNP 5. Template BOSP Berdasarkan Kegiatan 6. Peraturan-Peraturan tentang Gaji dan Tunjangan 7. Komposisi Tim Penyusun dan Peserta Lokakarya BOSP 8. Panduan Fasilitasi Lokakarya Penghitungan BOSP 9. Sistematika Laporan Hasil Penghitungan BOSP

    10. Contoh Bahan Presentasi

    iii

  • Lampiran 1 Permendiknas 69/2009 1

    Panduan Penyusunan BOSP

    Lampiran 1 SALINAN

    PERATURAN

    MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 69 TAHUN 2009

    TENTANG STANDAR BIAYA OPERASI NONPERSONALIA TAHUN 2009

    UNTUK SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH (SD/MI), SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs), SEKOLAH MENENGAH

    ATAS/MADRASAH ALIYAH (SMA/MA), SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK), SEKOLAH DASAR LUAR BIASA (SDLB), SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA

    (SMPLB), DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA (SMALB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 62 ayat (5) Peraturan

    Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Tahun 2009 untuk sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), dan sekolah menengah atas luar biasa (SMALB);

    Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

    Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

    2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);

    3. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4864);

    4. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008;

    5. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 77/P Tahun 2007;

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG STANDAR BIAYA OPERASI NONPERSONALIA TAHUN 2009 UNTUK SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH (SD/MI), SEKOLAH MENENGAH PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs), SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH (SMA/MA), SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK), SEKOLAH DASAR LUAR BIASA (SDLB), SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA (SMPLB), DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA (SMALB).

    Pasal 1

    Standar biaya operasi nonpersonalia untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK,

  • Lampiran 1 Permendiknas 69/2009 2

    Panduan Penyusunan BOSP

    SDLB, SMPLB, dan SMALB sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan.

    Pasal 2

    (1) Standar biaya operasi nonpersonalia tahun 2009 per sekolah/program keahlian, per rombongan belajar, dan per peserta didik untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB menggunakan basis biaya operasi nonpersonalia per sekolah/program keahlian, per rombongan belajar, dan per peserta didik untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.

    (2) Besaran standar biaya operasi nonpersonalia tahun 2009 per sekolah/program keahlian, per rombongan belajar, dan per peserta didik, serta besaran presentase minimum biaya alat tulis sekolah (ATS) dan bahan dan alat habis pakai (BAHP), untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.

    (3) Penghitungan standar biaya operasi nonpersonalia tahun 2009 untuk masing-masing daerah dilakukan dengan mengalikan biaya operasi nonpersonalia DKI Jakarta dengan indeks masing-masing daerah, sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini.

    Pasal 3

    Satuan pendidikan dasar dan menengah yang belum bisa memenuhi Standar Nasional Pendidikan menggunakan biaya satuan yang lebih rendah dari standar biaya ini.

    Pasal 4

    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Oktober 2009 MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, ttd. BAMBANG SUDIBYO Salinan sesuai dengan aslinya. Kepala Biro Hukum dan Organisasi Departemen Pendidikan Nasional, ttd. Dr. A. Pangerang Moenta, S.H.,M.H.,DFM NIP 196108281987031003

  • Lampiran 1 Permendiknas 69/2009 3

    Panduan Penyusunan BOSP

    SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 69 TAHUN 2009 TANGGAL 5 OKTOBER 2009

    STANDAR BIAYA OPERASI NONPERSONALIA TAHUN 2009 UNTUK SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH (SD/MI), SEKOLAH MENENGAH

    PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs), SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH (SMA/MA), SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK),

    SEKOLAH DASAR LUAR BIASA (SDLB), SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA (SMPLB), DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA (SMALB)

    Ketentuan jumlah rombongan belajar per sekolah/program keahlian dan jumlah peserta didik per rombongan belajar untuk perhitungan biaya operasi nonpersonalia: 1) SD/MI : 6 rombongan belajar dengan setiap rombongan belajar berisi 28 peserta didik, 2) SMP/MTs: 6 rombongan belajar dengan setiap rombongan belajar berisi 32 peserta

    didik, 3) SMA/MA: 6 rombongan belajar dengan setiap rombongan belajar berisi 32 peserta didik, 4) SDLB: 6 rombongan belajar dengan setiap rombongan belajar berisi 5 peserta didik, 5) SMPLB: 3 rombongan belajar dengan setiap rombongan belajar berisi 8 peserta didik, 6) SMALB: 3 rombongan belajar dengan setiap rombongan belajar berisi 8 peserta didik,

    dan 7) Program-program Keahlian SMK: 6 rombongan belajar dengan setiap rombongan

    belajar berisi 32 peserta didik.

    Tabel Standar Biaya Operasi Nonpersonalia per Sekolah/Program Keahlian, per Rombongan Belajar, dan per Peserta Didik untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SDLB, SMPLB, SMALB, dan SMK di DKI Jakarta pada tahun 2009

    No. Sekolah/ Program Keahlian

    Biaya Operasi Nonpersonalia (Rp Ribu) % Minimum

    untuk ATS

    % Minimum

    untuk BAHP

    Per Sekolah/ Program Keahlian

    Per Rombongan

    Belajar

    Per Peserta

    Didik (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

    1. SD/MI 97.440 16.240 580 10 102. SMP/MTs 136.320 22.720 710 10 103. SMA/MA Bahasa 184.320 30.720 960 10 104. SMA/MA IPS 184.320 30.720 960 10 105. SMA/MA IPA 193.920 32.320 1.010 10 10

    6. SDLB Tunalaras 88.200 14.700 2.940 10 107. SDLB Tunadaksa 89.100 14.850 2.970 10 108. SDLB Tunagrahita 89.400 14.900 2.980 10 109. SDLB Tunarungu 90.300 15.050 3.010 10 10

    10. SDLB Tunanetra 97.200 16.200 3.240 25 511. SMPLB Tunalaras 104.160 34.720 4.340 10 1012. SMPLB Tunadaksa 108.960 36.320 4.540 10 1013. SMPLB Tunagrahita 107.280 35.760 4.470 10 1014. SMPLB Tunarungu 108.840 36.280 4.535 10 1015. SMPLB Tunanetra 117.840 39.280 4.910 20 5

    16. SMALB Tunadaksa 121.680 40.560 5.070 10 1017. SMALB Tunagrahita 120.960 40.320 5.040 10 1018. SMALB Tunarungu 121.920 40.640 5.080 10 1019. SMALB Tunanetra 138.720 46.240 5.780 20 10

  • Lampiran 1 Permendiknas 69/2009 4

    Panduan Penyusunan BOSP

    No. Sekolah/ Program Keahlian

    Biaya Operasi Nonpersonalia (Rp Ribu) % Minimum

    untuk ATS

    % Minimum

    untuk BAHP

    Per Sekolah/ Program Keahlian

    Per Rombongan

    Belajar

    Per Peserta

    Didik (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

    SMK Non Teknik

    20. PK Pekerjaan Sosial 351.360 58.560 1.830 10 10

    21. PK Akuntansi 351.360 58.560 1.830 10 1022. PK Usaha Jasa Pariwisata 351.360 58.560 1.830 10 1023. PK Penjualan 351.360 58.560 1.830 10 1024. PK Administrasi Perkantoran 357.120 59.520 1.860 10 10

    25. PK Patiseri 360.960 60.160 1.880 10 1026. PK Restoran 362.880 60.480 1.890 10 1027. PK Akomodasi Perhotelan 368.640 61.440 1.920 10 10

    28. PK Tata Busana 355.200 59.200 1.850 10 1029. PK Kecantikan Kulit 393.600 65.600 2.050 10 2030. PK Kecantikan Rambut 410.880 68.480 2.140 10 20

    31. PK Seni Tari 391.680 65.280 2.040 10 2032. PK Theatre 391.680 65.280 2.040 10 2033. PK Karawitan 391.680 65.280 2.040 10 2034. PK Pedalangan 391.680 65.280 2.040 10 2035. PK Musik Non Klasik 412.800 68.800 2.150 10 20

    36. PK Animasi 412.800 68.800 2.150 10 2037. PK Desain Komunikasi Visual 412.800 68.800 2.150 10 20

    SMK Teknik

    38. PK Survey dan Pemetaan 351.360 58.560 1.830 10 10

    39. PK Pembibitan Tanaman 351.360 58.560 1.830 10 1040. PK Budidaya Tanaman

    Sayuran 357.120 59.520 1.860 10 10

    41. PK Budidaya Tanaman Perkebunan 360.960 60.160 1.880 10 10

    42. PK Budidaya Tanaman Buah Semusim 360.960 60.160 1.880 10 10

    43. PK Budidaya Ternak Unggas 360.960 60.160 1.880 10 1044. PK Budidaya Ikan Air Payau 370.560 61.760 1.930 10 1545. PK Budidaya Ternak

    Ruminansia 391.680 65.280 2.040 10 20

    46. PK Kriya Keramik 355.200 59.200 1.850 10 1047. PK Kriya Tekstil 355.200 59.200 1.850 10 1048. PK Kriya Kayu 359.040 59.840 1.870 10 1049. PK Kriya Logam 374.400 62.400 1.950 10 1550. PK Kriya Kulit 391.680 65.280 2.040 10 20

    51. PK Gambar Bangunan 359.040 59.840 1.870 10 1052. PK T. Gambar Mesin 359.040 59.840 1.870 10 1053. PK Perabot Kayu 364.800 60.800 1.900 10 15

  • Lampiran 1 Permendiknas 69/2009 5

    Panduan Penyusunan BOSP

    No. Sekolah/ Program Keahlian

    Biaya Operasi Nonpersonalia (Rp Ribu) % Minimum

    untuk ATS

    % Minimum

    untuk BAHP

    Per Sekolah/ Program Keahlian

    Per Rombongan

    Belajar

    Per Peserta

    Didik (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

    54. PK Konstruksi Bangunan

    Sederhana 364.800 60.800 1.900 10 15

    55. PK Finishing 366.720 61.120 1.910 10 1556. PK Batu dan Beton 374.400 62.400 1.950 10 1557. PK Teknik Konstruksi Kayu 378.240 63.040 1.970 10 1558. PK Teknik Distribusi Tenaga

    Listrik 374.400 62.400 1.950 10 15

    59. PK Teknik Listrik Industri 380.160 63.360 1.980 10 1560. PK Teknik Audio Video 380.160 63.360 1.980 10 1561. PK Teknik Pembangkit Tenaga

    Listrik 385.920 64.320 2.010 10 20

    62. PK Pemanfaatan Tenaga Listrik 385.920 64.320 2.010 10 20

    63. PK Elektronika Industri 391.680 65.280 2.040 10 2064. PK Pendingin dan TU 403.200 67.200 2.100 10 20

    65. PK Teknik Komputer

    Jaringan 391.680 65.280 2.040 10 20

    66. PK TI Multimeida 391.680 65.280 2.040 10 2067. PK Rekayasa Perangkat

    Lunak 391.680 65.280 2.040 10 20

    68. PK Teknika Kapal Niaga 391.680 65.280 2.040 10 2069. PK Nautika Kapal

    Penangkap Ikan 397.440 66.240 2.070 10 20

    70. PK Nautika Kapal Niaga 412.800 68.800 2.150 10 20

    71. PK Elektronika Pes. Udara 391.680 65.280 2.040 10 2072. PK Kelistrikan Pes. Udara 412.800 68.800 2.150 10 20

    73. PK Teknik Mekanik Otomotif 403.200 67.200 2.100 10 2074. PK T Pemeliharaan Mekanik

    Industri 403.200 67.200 2.100 10 20

    75. PK Kontrol Mekanik 412.800 68.800 2.150 10 2076. PK Kontrol Proses 412.800 68.800 2.150 10 2077. PK Teknik Otomasi 412.800 68.800 2.150 10 20

    78. PK T. Transmisi Radio 391.680 65.280 2.040 10 2079. PK Tek. Akses Radio 391.680 65.280 2.040 10 2080. PK Penyiaran Radio 412.800 68.800 2.150 10 2081. PK Tek. Switching 412.800 68.800 2.150 10 2082. PK Prog. Pertelevisian 430.080 71.680 2.240 10 20

    83. PK AEI Maintenance & Repair 401.280 66.880 2.090 10 2084. PK Teknik Airframe & Power

    Plant 420.480 70.080 2.190 10 20

    85. PK Teknik Geologi

    Pertambangan 414.720 69.120 2.160 10 20

  • Lampiran 1 Permendiknas 69/2009 6

    Panduan Penyusunan BOSP

    No. Sekolah/ Program Keahlian

    Biaya Operasi Nonpersonalia (Rp Ribu) % Minimum

    untuk ATS

    % Minimum

    untuk BAHP

    Per Sekolah/ Program Keahlian

    Per Rombongan

    Belajar

    Per Peserta

    Didik (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

    86. PK Teknik Kimia Industri 416.640 69.440 2.170 10 2087. PK Teknik Analis Kimia 416.640 69.440 2.170 10 20

    88. PK Teknik Pencapan 420.480 70.080 2.190 5 2089. PK Teknik Pencelupan 422.400 70.400 2.200 5 2090. PK Teknik Pembuatan Benang 474.240 79.040 2.470 5 3091. PK Teknik Pembuatan Kain 474.240 79.040 2.470 5 30

    92. PK Teknik Pembentukan 437.760 72.960 2.280 5 2593. PK Teknik Pemesinan 455.040 75.840 2.370 5 2594. PK Teknik pengecoran 460.800 76.800 2.400 5 3095. PK Teknik Las 481.920 80.320 2.510 5 30 Keterangan: 1) Biaya operasi nonpersonalia meliputi: biaya alat tulis sekolah (ATS), biaya bahan dan

    alat habis pakai (BAHP), biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan, biaya daya dan jasa, biaya transportasi/perjalanan dinas, biaya konsumsi, biaya asuransi, biaya pembinaan siswa/ekstra kurikuler, biaya uji kompetensi, biaya praktek kerja industri, dan biaya pelaporan.

    2) Biaya alat tulis sekolah adalah biaya untuk pengadaan alat tulis sekolah yang dibutuhkan untuk pengelolaan sekolah dan proses belajar.

    3) Biaya alat dan bahan habis pakai adalah biaya untuk pengadaan alat-alat dan bahan-bahan praktikum IPA, alat-alat dan bahan-bahan praktikum IPS, alat-alat dan bahan-bahan praktikum bahasa, alat-alat dan bahan-bahan praktikum komputer, alat-alat dan bahan-bahan praktikum ketrampilan, alat-alat dan bahan-bahan olah raga, alat-alat dan bahan-bahan kebersihan, alat-alat dan bahan-bahan kesehatan dan keselamatan, tinta stempel, toner/tinta printer, dll yang habis dipakai dalam waktu satu tahun atau kurang.

    4) Biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan adalah biaya untuk memelihara dan memperbaiki sarana dan prasarana sekolah/madrasah untuk mempertahankan kualitas sarana dan prasarana sekolah/madrasah agar layak digunakan sebagai tempat belajar dan mengajar.

    5) Biaya daya dan jasa merupakan biaya untuk membayar langganan daya dan jasa yang yang mendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah/madrasah seperti listrik, telepon, air, dll.

    6) Biaya transpor/perjalanan dinas adalah biaya untuk berbagai keperluan perjalanan dinas pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik baik dalam di kota maupun ke luar kota.

    7) Biaya konsumsi adalah biaya untuk penyediaan konsumsi dalam kegiatan sekolah/madrasah yang layak disediakan konsumsi seperti rapat-rapat sekolah/madrasah, perlombaan di sekolah/madrasah, dll.

    8) Biaya asuransi adalah biaya membayar premi asuransi untuk keamanan dan keselamatan sekolah/madrasah, pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik seperti asuransi kebakaran, asuransi bencana alam, asuransi kecelakaan praktek kerja di industri, dll.

    9) Biaya pembinaan siswa/ekstrakurikuler adalah biaya untuk menyelenggarakan kegiatan pembinaan siswa melalui kegiatan ekstra kurikuler seperti Pramuka, Palang Merah Remaja (PMR), Unit Kesehatan Sekolah (UKS), Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), olah raga, kesenian, lomba bidang akademik, perpisahan kelas terakhir, pembinaan kegiatan keagamaan, dll.

  • Lampiran 1 Permendiknas 69/2009 7

    Panduan Penyusunan BOSP

    10) Biaya uji kompetensi adalah biaya untuk penyelenggaraan ujian kompetensi bagi peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang akan lulus.

    11) Biaya praktek kerja industri (prakerin) adalah biaya untuk penyelenggaraan praktek industri bagi peserta didik SMK.

    12) Biaya pelaporan adalah biaya untuk menyusun dan mengirimkan laporan sekolah/madrasah kepada pihak yang berwenang.

    MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, ttd BAMBANG SUDIBYO Salinan sesuai dengan aslinya. Kepala Biro Hukum dan Organisasi Departemen Pendidikan Nasional, Dr. A. Pangerang Moenta, S.H.,M.H.,DFM NIP 196108281987031003 SALINAN

  • Lampiran 1 Permendiknas 69/2009 8

    Panduan Penyusunan BOSP

    LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 69 TAHUN 2009 TANGGAL 5 OKTOBER 2009

    STANDAR BIAYA OPERASI NONPERSONALIA TAHUN 2009 UNTUK SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH (SD/MI), SEKOLAH MENENGAH

    PERTAMA/MADRASAH TSANAWIYAH (SMP/MTs), SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH (SMA/MA), SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK),

    SEKOLAH DASAR LUAR BIASA (SDLB), SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA (SMPLB), DAN SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA (SMALB)

    Tabel Indeks Biaya Pendidikan untuk Seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun 2009 dengan Basis DKI Jakarta

    No. Daerah Indeks Biaya Pendidikan

    I Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 1,006 Kab. Aceh Barat 1,008 Kab. Aceh Besar 0,979 Kab. Aceh Selatan 0,998 Kab. Aceh Singkil 1,024 Kab. Aceh Tengah 1,009 Kab. Aceh Tenggara 1,019 Kab. Aceh Timur 1,020 Kab. Aceh Utara 1,018 Kab. Bireuen 1,023 Kab. Aceh Pidie 0,995 Kab. Simeuleu 1,183 Kota Banda Aceh 0,981 Kota Sabang 1,063 Kota Langsa 1,013 Kota Lhokseumawe 1,017 Kab. Nagan Raya 1,019 Kab. Aceh Jaya 1,011 Kab. Aceh Barat Daya 1,015 Kab. Gayo Lues 1,021 Kab. Aceh Tamiang 1,014 Kab. Bener Meriah 1,020

    II Provinsi Sumatera Utara 0,956 Kab. Asahan 0,936 Kab. Dairi 0,934 Kab. Deli Serdang 0,915 Kab. Tanah Karo 0,944 Kab. Labuhan Batu 0,961 Kab. Langkat 0,922 Kab. Mandailing Natal 0,947 Kab. Nias 1,194 Kab. Simalungun 0,921 Kab. Tapanuli Selatan 0,957 Kab. Tapanuli Tengah 0,942 Kab. Tapanuli Utara 0,945 Kab. Toba Samosir 0,947 Kota Binjai 0,915 Kota Medan 0,940 Kota Pematang Siantar 0,939 Kota Sibolga 0,947

  • Lampiran 1 Permendiknas 69/2009 9

    Panduan Penyusunan BOSP

    No. Daerah Indeks Biaya Pendidikan Kota Tanjung Balai 0,946 Kota Tebing Tinggi 0,936 Kot