40
BAB I PENDAHULUAN Nervus trigeminus merupakan yang terbesar dari semua nervus cranial. Nervus ini mengirimkan informasi sensorik dari wajah, mulut dan rongga hidung, serta sebagian besar kulit kepala dan menghantarkan pasokan motorik ke otot- otot pengunyahan. Penyakit yang melibatkan nervus trigeminus bisa menyebabkan trigeminal neuralgia, yaitu gangguan fungsi sensori atau fungsi motorik dalam distribusi nervus trigeminus. 1 Neuralgia trigeminal sudah dikenal dan tertulis dalam kepustakaan medis sejak abad ke-16. Pada kepustakaan lama disebut juga dengan tic douloureux karena nyeri sering disertai spasme otot wajah pada sisi yang sama sehingga pasien tampak meringis atau disebut pula tic convulsive. Neuralgia trigeminal merupakan suatu kumpulan gejala yang ditandai dengan serangan nyeri yang hebat secara mendadak disertai spasme wajah dalam waktu singkat. 2 Insiden neuralgia trigeminal terjadi berkisar 70 dari 100.000 populasi dan paling sering ditemukan pada orang berusia lebih dari 50 tahun atau lanjut usia. Insidennya akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Pada usia muda lebih banyak disebabkan oleh tumor dan sklerosis multiple. Kasus familial ditemukan pada 4% kasus. Tidak terdapat perbedaan ras dan etnis serta insidensi pada wanita 2 kali lebih besar dibanding pria. Gejala dan tanda dari neuralgia trigeminal adalah rasa nyeri berat 1

Paper Neuro Melati

Embed Size (px)

DESCRIPTION

u

Citation preview

Page 1: Paper Neuro Melati

BAB I

PENDAHULUAN

Nervus trigeminus merupakan yang terbesar dari semua nervus cranial. Nervus

ini mengirimkan informasi sensorik dari wajah, mulut dan rongga hidung, serta

sebagian besar kulit kepala dan menghantarkan pasokan motorik ke otot-otot

pengunyahan. Penyakit yang melibatkan nervus trigeminus bisa menyebabkan

trigeminal neuralgia, yaitu gangguan fungsi sensori atau fungsi motorik dalam

distribusi nervus trigeminus.1

Neuralgia trigeminal sudah dikenal dan tertulis dalam kepustakaan medis sejak

abad ke-16. Pada kepustakaan lama disebut juga dengan tic douloureux karena nyeri

sering disertai spasme otot wajah pada sisi yang sama sehingga pasien tampak meringis

atau disebut pula tic convulsive. Neuralgia trigeminal merupakan suatu kumpulan

gejala yang ditandai dengan serangan nyeri yang hebat secara mendadak disertai

spasme wajah dalam waktu singkat.2

Insiden neuralgia trigeminal terjadi berkisar 70 dari 100.000 populasi dan paling

sering ditemukan pada orang berusia lebih dari 50 tahun atau lanjut usia. Insidennya

akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Pada usia muda lebih banyak

disebabkan oleh tumor dan sklerosis multiple. Kasus familial ditemukan pada 4%

kasus. Tidak terdapat perbedaan ras dan etnis serta insidensi pada wanita 2 kali lebih

besar dibanding pria. Gejala dan tanda dari neuralgia trigeminal adalah rasa nyeri berat

paroksismal tajam, yang terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan

berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit, tiba-tiba dan berulang.

Diantara serangan biasanya ada interval bebas nyeri dan umumnya unilateral.

Penegakkan diagnosis neuralgia trigeminal dapat dilakukan dengan anamnesis lengkap,

pemeriksaan fisik umum dan neurologis, serta pemeriksaan penunjang. Neuralgia

trigeminal perlu dibedakan dengan nyeri wajah lainnya. Pemeriksaan penunjang lebih

bertujuan untuk membedakan neuralgia trigeminal yang klasik atau simptomatik.

Terapi pada pasien ini ada 2 macam, yaitu medikamentosa dan pembedahan.2

1

Page 2: Paper Neuro Melati

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Neuralgia trigeminal merupakan suatu bangkitan nyeri (nyeri paroksismal)

sepanjang salah satu cabang N.V (biasanya ramus II atau III) yang timbul karena

terangsangnya suatu “trigger zone” di sekitar mulut. Sewaktu bangkitan, wajah

penderita di sisi neuralgia berada dalam keadaan kejang sehingga dinamai pula Tic

Douloereux. Biasanya terjadi pada sisi ipsilateral dan sangat jarang terjadi pada sisi

bilateral. Ada dua jenis Trigeminal Neuralgia, yaitu klasik/tipikal dan

simptomatik/atipikal. Neuralgia trigeminal klasik ditandai dengan periode singkat nyeri

tertusuk yang berhubungan dengan area pencetus yang sempit dan mereda dalam kurun

waktu tertentu. Pada jenis atipikal, periode nyeri terbakar terasa lebih lama, dengan rasa

ketidaknyamanan yang konstan antara serangan dan gangguan sensorik.3,6

2.2 Epidemiologi

Tidak ada studi sistematik mengenai prevalensi dari neuralgia trigeminal, namun

suatu kutipan yang diperkirakan diterbitkan pada tahun 1968 mengatakan bahwa

prevalensi dari neuralgia trigeminal mendekati 15,5 per 100.000 orang di Amerika

Serikat.2,3 Sumber lain mengatakan bahwa insiden tahunannya adalah 4-5 per 100.000

orang, dimana menandakan tingginya prevalensi. Di beberapa tempat, penyakit ini

jarang ditemukan. Onsetnya usia diatas 40 tahun pada 90% penderita. Neuralgia

trigeminal sedikit lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.2

Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah

umur 50 tahun, jarang setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih tinggi (2%)

dibanding insiden sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan merokok

dan minum alkohol) diperkirakan penting dalam hubungannya dengan apakah wajah

atas atau wajah bawah yang terkena.1 Perbandingan frekuensi antara laki-laki dan

perempuan adalah 2:3, sedangkan perkembagan dari neuralgia trigeminal pada usia

muda dihubungkan dengan kemungkinan dari multiple sklerosis. Neuralgia trigeminal

yang idiopatik khas terjadi pada dekade kelima kehidupan, tapi dapat pula terjadi pada

semua umur, sedangkan simptomatik atau neuralgia trigeminal sekunder cenderung

terjadi pada pasien yang lebih muda.4,5

2.3 Anatomi dan Fisiologi2

Page 3: Paper Neuro Melati

Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya

mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor

timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.

Gambar 1. Anatomi dari nervus trigeminus

Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan

serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri. Serabut-

serabut sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan

proprioseptif. Kawasannya ialah wajah dan mukosa lidah dan rongga mulut serta lidah,

dan rongga hidung. Impuls proprioseptif, terutama berasal dari otot-otot yang

dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri.3,6

Cabang pertama N.V ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls

protopatik dari bola mata serta ruang orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls

sekretomotorik dihantarkan ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun

nervus frontalis. Ia masuk melalui ruang orbita melalui foramen supraorbitale. Serabut-

serabut dari bola mata dan rongga hidung bergabung menjadi seberkas saraf yang

dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang menuju ke glandula lakrimalis

dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni nervus frontali, nervus

nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling mendekat pada fisura orbitalis superior dan di

belakang fisura tersebut bergabung menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus). Cabang

3

Page 4: Paper Neuro Melati

tersebut menembus duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus

kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut

dan berakhir di ganglion Gasseri.3,6

Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut

somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian

bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang

nasofarings, sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Serabut-serabut

sensorik masuk ke dalam os. maksilaris melalui foramen infraorbitalis. Berkas saraf ini

dinamakan nervus infraorbialis. Saraf-saraf dari mukosa cavum nasi dan rahang atas

serta geligi atas juga bergabung dalam saraf ini dan setelahnya disebut nervus

maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk ke dalam rongga tengkorak melalui foramen

rotundum kemudian menembus duramater untuk berjalan di dalanm dinding sinus

kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V juga menerima

serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan fossa

pterigopalatinum.3,6

Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik dan

sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul

dari daerah lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang

dinamakan cabang mandibular ganglion gasseri. Secara eferen, cabang mandibular

keluar dari ruang intracranial melalui foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis.

Disini nervus meningea media (sensorik) yang mempersarafi meninges

menggabungkan diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan fossa

infratemporalis, cabang III N.V. bercabang dua . Yang satu terletak lebih belakang dari

yang lain. Cabang belakang merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga

(nervus aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah,

dua pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang

bawah ( nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot

omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang

madibular terdiri dari serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa

pipi bagian bawah dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot temporalis,

masseter, pterigoideus dan tensor timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion

gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus sensibilis prinsipalis (untuk raba

4

Page 5: Paper Neuro Melati

dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk rasa nyeri) dan dikenal sebagai

tractus spinalis nervi trigemini.3,6

2.4 Etiologi

Kebanyakan kasus neuralgia trigeminal penyebabnya idiopatik, meskipun tidak

sedikit yang berhubungan dengan kompresi pada saraf trigeminal. Penyebab-penyebab

dari terjadinya neuralgia trigeminal adalah penekanan mekanik oleh pembuluh darah,

malformasi arteri vena disekitarnya, penekanan oleh lesi atau tumor, sklerosis multipel,

kerusakan secara fisik dari nervus trigeminus oleh karena pembedahan atau infeksi, dan

yang paling sering adalah faktor yang tidak diketahui. Penekanan mekanik pembuluh

darah pada akar nervus ketika masuk ke batang otak yang paling sering terjadi,

sedangkan di atas bagian nervus trigeminus atau portio minor jarang terjadi.4,5

2.5 Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya suatu neuralgia trigeminal sesuai dengan penyebab

terjadinya penyakit tersebut. Penyebab-penyebab dari terjadinya neuralgia trigeminal

adalah penekanan mekanik oleh pembuluh darah, malformasi arteri vena disekitarnya,

penekanan oleh lesi atau tumor, sklerosis multiple, kerusakan secara fisik dari nervus

trigeminus oleh karena pembedahan atau infeksi, dan yang paling sering adalah faktor

yang tidak diketahui.5

Penekanan mekanik pembuluh darah pada akar nervus ketika masuk ke brain

stem yang paling sering terjadi, sedangkan diatas bagian nervus trigeminus/portio

minor jarang terjadi. Pada orang normal pembuluh darah tidak bersinggungan dengan

nervus trigeminus. Penekanan ini dapat disebabkan oleh arteri atau vena baik besar

maupun kecil yang mungkin hanya menyentuh atau tertekuk pada nervus trigeminus.

Arteri yang sering menekan akar nervus ini adalah arteri cerebelar superior. Penekanan

yang berulang menyebabkan iritasi dan akan mengakibatkan hilangnya lapisan mielin

(demielinisasi) pada serabut saraf. Sebagai hasilnya terjadi peningkatan aktivitas aferen

serabut saraf dan penghantaran sinyal abnormal ke nukleus nervus trigeminus dan

menimbulkan gejala trigeminal neuralgia. Teori ini sama dengan patofisiologi

terjadinya neuralgia trigeminal oleh karena suatu lesi atau tumor yang menekan atau

menyimpang ke nervus trigeminus.5,11

Pada kasus sklerosis multiple yaitu penyakit otak dan korda spinalis yang

ditandai dengan hilangnya lapisan mielin yang membungkus saraf, jika sudah

melibatkan sistem nervus trigeminus maka akan menimbulkan gejala neuralgia

5

Page 6: Paper Neuro Melati

trigeminal. Pada tipe ini sering terjadi secara bilateral dan cenderung terjadi pada usia

muda sesuai dengan kecenderungan terjadinya sclerosis multiple.11,12

Adanya perubahan pada mielin dan akson diperkirakan akan menimbulkan

potensial aksi ektopik berupa letupan spontan pada saraf. Aktivitas ekstopik ini

terutama disebabkan karena terjadinya perubahan ekspresi dan distribusi saluran ion

natrium sehingga menurunnya nilai ambang membran. Kemungkinan lain adalah

adanya hubungan ephaptic antar neuron, sehingga serabut saraf dengan nilai ambang

rendah dapat mengaktivasi serabut saraf yang lainnya dan timbul pula cross after

discharge.4,11

Selain itu aktivitas aferen menyebabkan dikeluarkannya asam amino eksitatori

glutamat. Glutamat akan bertemu dengan reseptor glutamat alfa-amino-3-hidroxy-5-

methyl-4-isaxole propionic acid (AMPA) di post sinap sehingga timbul depolarisasi dan

potensial aksi. Aktivitas yang meningkat akan disusul dengan aktifnya reseptor

glutamat lain N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) setelah ion magnesium yang menyumbat

saluran di reseptor tersebut tidak ada. Keadaan ini akan menyebabkan saluran ion

kalsium teraktivasi dan terjadi peningkatan kalsium intra seluler. Mekanisme inilah

yang menerangkan terjadinya sensitisasi sentral.11,12

2.6 Klasifikasi

Neuralgia trigeminal menurut International Headache Society, dibagi atas 2 yaitu

idiopatik dan simptomatik.

1. Neuralgia trigeminal klasik : jika dalam pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan

fisik dan neurologis serta pemeriksaan penunjang tidak ditemukan penyebab

dari nyeri wajah.

2. Neuralgia trigeminal simptomatik : penyebab nyeri wajahnya dapat diketahui

dari pemeriksaan penunjang.8

Perlu dibedakan antara nyeri pada orofasial lainnya dengan trigeminal neuralgia.

Berikut tabel yang menunjukan klasifikasi nyeri orofasial:

6

Page 7: Paper Neuro Melati

Tabel 1. Klasifikasi Nyeri Orofasial.8

2.7 Gejala Klinis

Gejala klinis neuralgia trigeminal adalah nyeri yang sangat hebat, yang

digambarkan oleh sebagian besar penderita sebagai nyeri yang paling buruk dari semua

nyeri yang pernah mereka rasakan, dan pada kasus yang lebih berat, risiko bunuh diri

pada penderita ini meningkat. Nyeri pada neuralgia trigeminal bersifat paroksismal. Di

antara episode nyeri, penderita tidak merasakan gejala apapun, kecuali perasaan takut

akan serangan nyeri yang berikutnya. Sensasi nyeri yang dirasakan seperti terbakar,

seperti petir yang tiba-tiba menyambar. Serangan nyeri yang bersifat paroksismal ini

dapat berlangsung selama 15 menit atau lebih. Frekuensi serangan bervariasi dari

beberapa kali dalam sehari sampai beberapa kali dalam sebulan. Ketika rasa sakit

menyerang, penderita tidak dapat berbicara, bahkan penderita seringkali menggosok

atau mencubit wajahnya untuk menghilangkan sensasi nyeri tersebut. Gerakan wajah

dan rahang juga dapat menimbulkan rasa nyeri. Kadang-kadang, terdapat lakrimasi

ipsilateral yang prominen. Tidak ada penurunan sensorik yang ditemukan setelah

serangan paroksismal tersebut terjadi, tetapi penderita bisa saja mengeluhkan suatu

hiperestesia fasial.7,8,11

2.8 Diagnosis

Pada saat ini belum ada tes yang dapat diandalkan dalam mendiagnosa

neuralgia trigeminal. Diagnosis neuralgia trigeminal dapat ditegakkan dengan

7

Page 8: Paper Neuro Melati

anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik umum dan neurologis, serta pemeriksaan

penunjang.8

1 . Anamnesis

Dari anamnesis, informasi yang yang dapat diperoleh pada penderita neuralgia

trigeminal adalah nyeri wajah unilateral yang bersifat menyayat dan dipicu oleh

gerakan mengunyah atau aktivitas yang serupa atau dengan menyentuh area wajah yang

terkena. Neuralgia trigeminalmengenai bagian kanan wajah lima kali lebih sering

dibandingkan dengan bagian kiri wajah. Beberapa penderita dapat mengalami sindrom

pre-neuralgia trigeminal beberapa minggu sampai beberapa tahun sebelumnya sebelum

benar-benar mengalami neuralgia trigeminal. Mereka mengeluhkan nyeri pada sinus

yang tak kunjung sembuh atau sakit gigi yang berjam-jam, yang dipicu oleh gerakan

memindahkan rahang atau ketika sedang minum. Sayangnya, penderita seringkali

berkunjung ke dokter gigi untuk pertama kali. Dan beberapa di antara mereka membaik

dengan pengobatan carbamazepin.7,8

Karakteristik gejala neuralgia trigeminaladalah adanya ‘zona pemicu’, yang mana

jika terstimulasi, akan menimbulkan nyeri tipikal yang paroksismal. Zona-zona ini

meliputi area pipi, bibir, atau hidung yang dapat distimulus oleh gerakan wajah,

mengunyah, menerapkan make up, bercukur atau, rangsangan sentuh. Penderita

neuralgia trigeminal tidak akan melakukan gerakan ekspresi wajah selama percakapan,

tidak makan selama berhari-hari, atau bahkan menghindari tiupan angin untuk

mencegah terjadinya serangan. 7,8

Kriteria diagnosis neuralgia trigeminal klasik (menurut IHS):

a. Serangan nyeri paroksismal yang berlangsung dari hitungan detik sampai 2

menit, mempengaruhi satu atau lebih divisi dari nervus trigeminus dan

memenuhi kriteria B dan C.

b. Nyeri memiliki setidaknya satu dari karakteristik berikut:

Intens, tajam, superfisial atau menusuk-nusuk.

Diawali dari daerah pemicu atau faktor pemicu.

c. Serangan yang stereotip pada individu pasien.

d. Tidak ada bukti defisit neurologis secara klinis.

e. Tidak berkaitkan dengan penyakit lain.

8

Page 9: Paper Neuro Melati

Kriteria diagnosis neuralgia trigeminal simptomatik (menurut IHS):

a. Serangan nyeri paroksismal yang berlangsung dari hitungan detik sampai 2

menit, dengan atau tanpa denyi yang menetap di antara serangan,

mempengaruhi satu atau lebih divisi dari nervus trigeminus dan memenuhi

kriteria B dan C.

b. Nyeri memiliki setidaknya satu dari karakteristik berikut:

Intens, tajam, superfisial atau menusuk-nusuk.

Diawali dari daerah pemicu atau faktor pemicu.

c. Serangan yang stereotip pada individu pasien.

d. Akibat lesi kausatif, selain kompresi vaskular, telah dilakukan pemeriksaan

penunjang dan atau pada eksplorasi fossa posterior.11

2 . Pemeriksaan Neurologis

Sensorik dari N.V

Pemeriksaan sensibilitas pada daerah dermatom N.V, yakni daerah V1

oftalmikus, V2 maksilaris, dan V3 mandibularis.

Motorik dari N.V

Ada beberapa permeriksaan, yaitu:

Merapatkan gigi: raba m. masseter dan m. temporalis, bandingkan kiri dan

kanan.

Buka mulut: melihat adanya deviasi rahang dan jika ada trismus.

Menggerakan rahang ke kiri-kanan melawan tahanan pemeriksa dan

menonjolkan rahang: untuk mengetahui sisi yang paresis.

Menggigit tongue spatula dengan geraham: membandingkan kedalaman

bekas gigitan kiri-kanan.

Reflek

Reflek masseter: letakkan satu jari di dagu pasien dan diketuk dengan

palu reflek. Positif bila mulut tertutup akibat kontraksi m. masseter dan

m. temporalis.

Reflek kornea: ada 2, reflek kornea langsung dan konsensuil. Pasien

melirik ke lateral, dengan kapas pemeriksa mengusapkan ujung kapas

pada limbus. Positif atau normalnya pasien berkedip.

Reflek menetek: bila bibir penderita disentuh dengan pensil, ada

kecenderungan penderita menyedot pensil tersebut.

9

Page 10: Paper Neuro Melati

Reflek bersin: penggelitikan mukosa hidung, positif bila responnya

bersin.

Nyeri Tekan

Perhatikan bila ada nyeri tekan pada daerah keluarnya cabang nervus

trigeminus, yaitu pada foramen supraorbitale, foramen infraorbitale, dan

foramen mentale.6

3 . Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan neuralgia

trigeminal yang idiopatik atau simptomatik. Pemeriksaan darah lengkap dapat

dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi. CT Scan kepala digunakan untuk melihat

keberadaan tumor. Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic Resonance

Imaging (MRI). MRI ini sering digunakan sebelum tindakan pembedahan untuk

melihat kelainan pembuluh darah. Indikasi pemeriksaan MRI pada pasien neuralgia

trigeminal adalah mereka yang berusia di bawah 60 tahun, terutama untuk meniadakan

tumor sebagai diagnosis banding. Teknologi CT Scan dan MRI sering digunakan untuk

melihat adanya tumor atau abnormalitas lain yang menyebabkan sakit tersebut.

Pemeriksaan MRTA (high-definition MRI angiography) pada nervus trigeminal dan

batang otak dapat menunjukkan daerah nervus yang tertekan oleh vena atau arteri.

Sebagai tambahan, dilakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan stimulus pemicu,

dan lokasi pasti dari sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, gusi, lidah dan

pipi diperlukan untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon sentuhan dan

perubahan suhu (panas dan dingin). Adapun diferensial diagnosis neuralgia trigeminal

beserta gambaran klinisnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Kriteria Diagnosis Neuralgia trigeminal Beserta Diferensial Diagnosis 12

10

Page 11: Paper Neuro Melati

Tes neurofisiologi dapat membantu membedakan neuralgia trigeminus simptomatik

dengan neuralgia trigeminalklasik, karena neuralgia trigeminalsimptomatik

mempunyai:

Refleks trigeminal yang abnormal (spesifisitas 94%, sensitivitas 87%)

Nervus trigeminus yang abnormal akan membangkitkan aksi potensial

Adanya defisit sensorik pada area yang dipersarafi nervus trigeminus atau

adanya keterlibatan pada dua sisi wajah.12

2.9 Penatalaksanaan

2.9.1 Medikamentosa

Seperti diketahui terapi dari neuralgia trigeminal ada 2 macam yaitu terapi

medikamentosa dan terapi pembedahan. Penanganan lini pertama untuk neuralgia

trigeminal adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan

apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan.7

Sebagai suatu penyakit yang memiliki progresivitas dan rasa sakit yang makin

menjadi berat dan lebih sering, penambahan dosis dan kombinasi obat-obatan sangatlah

dibutuhkan dimana akan menimbulkan suatu efek samping atau kontrol rasa sakit yang

tidak edekuat. Setiap pasien memiliki toleransi yang berbeda terhadap obat-obatan dan

rasa sakitnya. Untuk itu banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian

obat anti konvulsi untuk pengobatan trigeminal neuralgia. Pemberian obat diberikan

secara bertahap, diawali dengan dosis minimal, jika terjadi peningkatan progresivitas

11

Page 12: Paper Neuro Melati

rasa sakit maka dosis dinaikkan sampai dosis maksimal yang dapat ditoleransi tubuh.

Pada penggunaan dosis diatas minimal, dalam pengurangan dosis, juga harus dilakukan

secara bertahap. Pemberian obat umumnya dimulai dengan pemberian 1 jenis.

Dosisnya ditambah sesuai dengan kebutuhan dan toleransinya. Jika 1 jenis obat tidak

menunjukan efektifitasnya, obat-obatan alternatif lain dapat dicoba secara tunggal atau

kombinasi. 7,10

Saat ini obat-obatan yang digunakan untuk terapi adalah obat-obatan anti

konvulsi seperti carbamazepine (tegretol), phenitoin (dilantin), Oxcarbazepine

(trileptal), dan gabapentin (neurontin). Tidak seperti sakit neuropatik lainnya, neuralgia

trigeminal hanya merespon anti konvulsan dan tidak merespon anti depresan atau

opioid. Obat anti konvulsan dapat mengurangi serangan neuralgia trigeminal dengan

menurunkan hiperaktifitas nukleus nervus trigeminus di dalam brain stem. 2,4,7,10

Perlu diingatkan bahwa sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit ini

mempunyai cukup banyak efek samping. Penyakit ini terutama menyerang mereka

yang sudah lanjut usia. Oleh karena itu, pemilihan dan pemakaian obat harus

diperhatikan secara cermat kemungkinan timbulnya efek samping. Dasar penggunaan

obat pada terapi neuralgia trigeminal dan neuralgia saraf lain adalah kemampuan obat

untuk menghentikan hantaran impulse afferent yang menimbulkan serangan nyeri.7

Tabel 3. Obat-obatan yang Digunakan Dalam Penatalaksanaan Neuralgia Trigeminal11

12

Page 13: Paper Neuro Melati

1. Carbamazepine

Carbamazepine memperlihatkan efek analgesik yang selektif misalnya pada tabes

dorsalis dan neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Awalnya obat

ini hanya dipergunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia, kemudian ternyata obat

ini efektif juga terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik-klonik seperti

epilepsi. Atas pertimbangan untung rugi penggunaan carbamazepine maka tidak

dianjurkan untuk mengatasi nyeri ringan yang dapat diatasi dengan analgesik biasa.

Sebagian besar penderita neuralgia trigeminal mengalami penurunan sakit yang berarti

dengan menggunakan obat ini.9

13

Page 14: Paper Neuro Melati

Karena potensi untuk menimbulkan efek samping sangat luas, khususnya gangguan

darah seperti leukopeni, anemia aplastik dan agranulositosis maka pasien yang akan

diterapi dengan obat ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan nilai basal dari darah

dan melakukan pemeriksaan ulang selama pengobatan. 9

Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu drowsiness, mental

confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea, dan anorexia. Terdapat juga

reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic skin rash, gangguan

darah seperti leukopenia atau agranulocytosis, atau aplastic anemia, keracunan hati,

congestive heart failure, halusinasi dan gangguan fungsi seksual. Pemberian

carbamazepine dihentikan jika jumlah lekosit abnormal (rendah). Jika efek samping

yang timbul parah, dosis carbamazepine perhari dapat dikurangi 1-3 per hari, sebelum

mencoba menambah dosis per harinya lagi. 9

Carbamazepine diberikan dengan dosis berkisar 200 – 1600 mg, dimana hampir

70% memperlihatkan perbaikan gejala. Meta analisa tegretol yang berisi carbamazepine

mempunyai number needed to treat (NNT) 2,6 (2,2 – 3,3). Dosis dimulai dengan dosis

minimal 1-2 pil perhari, yang secara bertahap dapat ditambah hingga rasa sakit hilang

atau mulai timbul efek samping. Selama periode remisi dosis dapat dikurangi secara

bertahap. 9

2. Ox c arbazepine

Oxcarbazepine merupakan ketoderivat karbamasepine dimana mempunyai efek

samping lebih rendah dibanding dengan karbamasepine dan dapat meredakan nyeri

dengan baik. Trileptal atau oxcarbazepine merupakan suatu bentuk dari trigretol yang

efektif untuk beberapa pasien trigeminal neuralgia.10,11

Dosis umumnya dimulai dengan 2 x 300 mg yang secara bertahap ditingkatkan

untuk mengkontrol rasa sakitnya. Dosis maksimumnya 1200 mg per hari. Efek samping

yang paling sering adalah mual, dizziness, fatique dan tremor. Efek samping yang

jarang timbul yaitu rash, infeksi saluran pernafasan, pandangan ganda dan perubahan

elektrolit darah. Seperti obat anti-seizure lainnya, penambahan dan pengurangan obat

harus secara bertahap. 10

3. Phenytoin

14

Page 15: Paper Neuro Melati

Phenitoin merupakan golongan hidantoin dimana gugus fenil atau aromatik

lainnya pada atom C5 penting untuk pengendalian bangkitan tonik-klonik. Phenitoin

berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat anti konvulsi obat

ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di

otak. Efek stabilisasi membran sel oleh phenitoin juga terlihat pada syaraf tepi dan

membran sel lainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi di jantung.

Phenitoin juga mempengaruhi perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini

khususnya dengan lebih mengaktifkan pompa Na+ neuron. Bangkitan tonik-klonik dan

beberapa bangkitan parsial dapat pulih secara sempurna.7

Phenitoin harus hati-hati dalam mengkombinasikan dengan carbamazepine

karena dapat menurunkan dan kadang-kadang menaikkan kadar phenitoin dalam

plasma, sebaiknya dikuti dengan pengukuran kadar obat dalam plasma. 7

Phenitoin dengan kadar dalam serum 15-25 g/mL pada 25% pasien neuralgia

trigeminal dapat meredakan nyeri. Kadar obat tersebut di atas dipertahankan selama 3

minggu, jika nyeri tidak berkurang sebaiknya obat dihentikan karena dosis yang lebih

tinggi akan menyebabkan toksisitas.7,11

Phenytoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita neuralgia trigeminal

dengan dosis 200-300 mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Phenytoin dapat juga diberikan

secara intra vena untuk mengobati kelainan ini dengan eksaserbasi yang berat. Dosis

maksimum tergantung keparahan efek samping yang ditimbulkannya. Efek samping

yang dapat ditimbulkannya adalah nystagmus, dysarthria, ophthalmoplegia dan juga

mengantuk serta kebingungan. Efek lainnya adalah hiperplasia gingival dan

hypertrichosis. Komplikasi serius tapi jarang terjadi adalah allergic skin rashes,

kerusakan liver dan gangguan darah.7,11

4. Ba c lofen

Baclofen tidaklah seefektif carbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat

dikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baru

terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan, tidak dapat mentoleransi carbamazepin,

dan pada penderita multiple sclerosis. Dosis awalnya 2 sampai 3 x 5 mg dalam sehari,

dan secara bertahap ditingkatkan. Dosis untuk menghilangkan rasa sakit secara komplit

50-80 mg per hari. Baclofen memiliki durasi yang pendek sehingga penderita neuralgia

trigeminal yang berat membutuhkan dosis setiap 2-4 jam.11

15

Page 16: Paper Neuro Melati

Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian Baclofen adalah

mengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baclofen tidak boleh dihentikan secara

tiba-tiba setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi atau serangan

jantung.11

5. Gabapentin

Gabapentin dengan struktur seperti neurotransmiter inhibitor gamma-

aminobutyric acid (GABA). Obat ini kemungkinan bekerja dengan memodulasi saluran

kalsium pada alfa-2 delta subunit dari voltage-dependent calcium channel. Dosis yang

dianjurkan 1800-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnya dengan carbamazepine

tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal biasanya 3 x 300 mg per hari dan

ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi merugikan paling sering adalah somnolen,

ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti semua obat, penghentian secara cepat harus

dihindari.12

Gambar 2. Alur Diagnosis Dan Penatalaksanaan Trigeminal Neuralgia.11

16

Page 17: Paper Neuro Melati

2.9.2 Non Medikamentosa

Secara umum, bedah saraf dapat membantu penderita neuralgia

trigeminal yang memiliki nyeri yang paroksismal dan pada penderita neuralgia

trigeminalyang mengenai satu cabang atau lebih, bukan neuralgia

trigeminalyang bersifat difus. Tindakan bedah biasanya kurang efektif pada

penderita neuralgia trigeminal yang disebabkan oleh multipel sklerosis.

Indikasi operasi pada penderita neuralgia trigeminal adalah penderita neuralgia

trigeminalyang tidak dapat ditangani lagi dengan medikamentosa, dan pada

mereka yang telah melakukan prosedur operasi sebelumnya namun gagal.16

Tabel 4. Terapi Pembedahan Pada Neuralgia Trigeminal11

Terdapat beberapa teknik operasi pada penderita neuralgia

trigeminaldewasa ini. Ablasi lokal nervus preifer dan eksisi luas dari radiks

sensorik sudah tidak diperbolehkan untuk dilakukan lagi. Beberapa teknik

operasi yang direkomendasikan kini adalah sebagai berikut:13

17

Page 18: Paper Neuro Melati

a. Prosedur perkutaneus (Percutaneous procedures)

Tiga prosedur perkutaneus untuk neuralgia trigeminaladalah percutaneous

radiofrequency trigeminal gangliolysis (PRTG), percutaneous

retrogasserian glycerol rhizotomy (PRGR), dan percutaneous balloon

microcompression (PBM). Pada setiap prosedur, ahli bedah memasukkan

trocar atau jarum ke bagian lateral sudut mulut, dan dengan tuntunan

fluoroskopik, menuju ke foramen ipsilateral. Ganglion Gasserian segaris

dengan lokasi tersebut.13,16

Gambar 3 . Selama prosedur PRTG memberikan aliran panas yangdigunakan untuk menghancurkan rasa sakit yang disebabkan serat saraf.17

1) Percutaneous radiofrequency trigeminal gangliolysis (PRTG)

PRTG merupakan suatu prosedur yang dilakukan dengan

menempatkan jarum pada ganglion Gasserian, kemudian

mengalirinya dengan arus listrik yang akan memanasi probe, dan

membuat suatu lesi termal pada ganglion. Melalui prosedur ini,

kejadian nyeri yang rekuren dilaporkan sangat rendah. PRTG, sama

halnya dengan PBM, merupakan tindakan yang relatif tidak mahal

dan menggunakan teknik yang mudah diakses, dan merupakan

tindakan minimal invasif, dengan rasio rekurensi nyeri sangat rendah,

18

Page 19: Paper Neuro Melati

meskipun ada literatur yang menyebutkan bahwa tindakan ini

memiliki rekurensi yang tinggi. Selain itu, tindakan ini dapat

membuat wajah penderita menjadi mati rasa pasca dilakukannya

tindakan. Saat melakukan tindakan PRTG, pasien dapat dalam

keadaan sadar, cepat pulih, dan dapat pulang ke rumah sehari setelah

operasi dilaksanakan. Hasil akhirnya sangat tergantung pada keahlian

ahli bedah.13,16

2) Percutaneous balloon microcompression (PBM)

Dengan menggunakan teknik PBM, operator akan memasukkan

sebuah balon kateter melalui foramen ovale ke dalam ganglion

kemudian mengembangkannya selama 1-10 menit. Beberapa ahli

bedah melaporkan hasil akhir yang baik sehubungan dengan

penggunaan teknk PMB, dan dapat dibandingkan dengan PRTG.13,16

3) Percutaneous retrogasserian glycerol rhizotomy (PRGR)

Injeksi gliserol ke dalam ganglion Gasserian untuk merusak serabut

saraf yang menghantar nyeri telah digunakan sejak lama. Teknik ini

mudah dilakukan dan memiliki efisiensi yang tinggi, serta memiliki

angka rekurensi yang rendah. Pada teknik PRGR, seperti pada

prosedur perkutaneus lainnya, jarum spinal dimasukkan menembus

wajah, masuk ke cisterna trigeminal, di mana suatu cistenogram

diperoleh dengan menggunakan larutan kontras. Setelah

menghilangkan larutan kontras, ahli bedah akan menginjeksi gliserol

anhidrat, kemudian meminta pasien untuk duduk sekitar 2 jam sampai

saraf tersebut terablasi.13,16

b. Gamma Knife Surgery (GKS)

Stereotatic Gamma Knife Surgery (GKS) adalah salah satu teknik terbaru

dalam menangani neuralgia trigeminus. Teknik ini merupakan tindakan

yang minimal invasif dibandingkan semua teknik operasi, dan tidak terlalu

bergantung pada keahlian ahli bedah. Teknik ini lebih efektif

dibandingkan dengan prosedur perkutaneus, tetapi teknik ini

membutuhkan waktu berminggu-minggu sampai berbulan-bulan untuk

memperoleh kesembuhan dan biaya yang dibutuhkan juga lebih besar.

GKS terdiri dari beberapa sinar foton (> 200) yang terkonsenttasi tinggi

19

Page 20: Paper Neuro Melati

disertai dengan akurasi yang tinggi untuk memberikan dosis 70-90 Gy

pada target, yaitu radiks nervus trigeminus. Teknik ini merusak komponen

spesifik dari nervus sehingga nervus ini berhenti mengirim sinyal nyeri ke

otak. GKS dapat diindikasikan pada penderita neuralgia trigeminalyang

tidak berhasil dengan pengobatan dan prosedur yang telah disebutkan di

atas.

Gambar 4. Radiasi merusak nervus trigeminus (area yang berwarna) agar nervus tersebut berhenti mengirim sinyal nyeri 14

Dari semua penderita neuralgia trigeminalyang ditangani dengan GKS,

60% penderita segera terbebas dari nyeri, dan lebih dari 75% penderita

terbebas dari nyeri sekitar 1,5 tahun kemudian. Rekurensi terjadi pada

25% penderita dalam rentang waktu 1-3 tahun. Angka rekurensi rendah

pada penderita yang telah sembuh sempurna.14,16

c. Dekompresi mikrovaskular

Dekompresi mikrovaskular adalah prosedur bedah yang klasik pada

neuralgia trigeminus, dan merupakan tindakan yang paling efektif.

Tindakan ini berdasarkan hipotesis bahwa kompresi vaskular di sekitar

nervus trigeminus akan mengakibatkan abnormalitas dari fungsi nervus

tersebut. Dekompresi mikrovaskular diindikasikan pada penderita

neuralgia trigeminalyang usianya lebih muda, terutama pada penderita

neuralgia trigeminalyang nyerinya terisolasi pada area oftalmika atau pada

seluruh cabang nervus trigeminus dan pada penderita dengan neuralgia

20

Page 21: Paper Neuro Melati

trigeminal sekunder. Kini, dekompresi mikrovaskular merupakan tindakan

bedah yang paling sering digunakan untuk neuralgia trigeminus. Pada

dekompresi mikrovaskular, kulit di belakang telinga diinsisi dan dibuat

kraniotomi sebesar 3 cm. Buka duramater agar nervus trigeminus terlihat,

dan indentifikasi pembuluh darah yang menekan nervus saat pembuluh

darah masuk ke pons. Teflon felt digunakan untuk mengalasi nervus agar

nervus tersebut menjauhi arteri dan vena.15,16

Gambar 5. Ilustrasi tindakan dekompresi mikrovaskular 14

Gambar 6. Dekompresi mikrovaskular (Jannetta procedure) yang digunakan untuk menangani neuralgia trigeminus. Arteri cerebellar anteroinferior berkontak dengan

nervus trigeminus16

21

Page 22: Paper Neuro Melati

Pasca operasi, penderita harus dirawat di ruang intensif, dan nyeri bekas

sayatan operasi dapat ditangani dengan analgetik. Hanya ada 2 kematian

yang dilaporkan oleh Peter Jannetta pasca operasi ini. Selain nyeri kepala

pasca operasi, mati rasa pada daerah wajah, dan gangguan pendengaran

juga dapat terjadi.15,16

d. Sensory Rhizotomy

Sensory Rhizotomy adalah pemotongan irreversibel dari cabang nervus

trigeminus yang memberikan koneksi pada batang otak. Tekniknya

dengan membuat lubang kecil di belakang tengkorak. Stimulasi probe

digunakan untuk mengidentifikasi cabang saraf motorik. Cabang saraf

motorik dimana berfungsi mengontrol otot pengunyah harus

dipertahankan. Cabang saraf sensorik dimana berfungsi yang

mengirimkan sinyal nyeri dari otak di potong. Pemotongan saraf akan

menyebabkan mati rasa pada bagian wajah secara permanen sehingga

harus dipertimbangkan karena adanya nyeri kambuhan yang tidak

berespon dengan pengobatan lain.17

Gambar 7. Selama prosedur sensory rhizotomy, cabang saraf sensory dipotong dan cabang saraf motorik tetap dipertahankan. 17

22

Page 23: Paper Neuro Melati

2.10 Prognosis

Neuralgia trigeminal bukan merupakan suatu ancaman. Tetapi cenderung

menjadi lebih parah semakin hari. Banyak pasien yang berhasil sembuh dengan

tindakan pembedahan. Bahkan beberapa dokter lebih memilih melakukan tindakan

pembedahan pada stadium awal dekompresi mikrovaskular untuk mencegah kerusakan

demyelinisasi. Walaupun hal ini masih menjadi suatu kontroversi dan penyebab dari

neuralgia trigeminal masih belum jelas.12

23

Page 24: Paper Neuro Melati

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Neuralgia trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi

yang berulang karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga

cabang saraf trigeminal. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf

trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal

yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang

menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang

mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat

keluarnya saraf ini dari batang otak.

Kunci diagnosis adalah riwayat. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi

nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri

mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya.

Beberapa kasus mulai pada divisi 1. Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat

hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari

saraf trigeminal, misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing

bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone). Trigger zones

sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut.

Obat untuk mengatasi Neuralgia trigeminal biasanya cukup efektif. Obat ini

akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang. Bila

ada efek samping, obat lain bisa digunakan sesuai petunjuk dokter tentunya.

Beberapa obat yang biasa diresepkan antara lain Carbamazepine (Tegretol,

Carbatrol), Baclofen. Ada pula obat Phenytoin (Dilantin) atau Oxcarbazepine

(Trileptal). Dokter mungkin akan memberi Lamotrignine (Lamictal) atau Gabapentin

(Neurontin). Pasien Neuralgia trigeminal yang tidak cocok dengan obat-obatan bisa

memilih tindakan operasi.

24

Page 25: Paper Neuro Melati

DAFTAR PUSTAKA

1. Popovici F, Mergeani A, Popescu D, Anthoci F. Review on the Causes of

Neuralgia trigeminal Symptomatic to Other Diseases. Romanian Journal Of

Neurology . 2011. Volume X, No. 2: 69-72.

2. Sharav Y. Orofacial Pain : Dental Vascular & Neuropathic, In: Pain-An Updated

Review, Seattle, IASP Press. . 2002: 440-2.

3. Prof. Dr. I Gusti Ng. Gd. Ngoerah. Nervi Kranialis. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu

Penyakit Saraf. Penerbit Universitas Airlangga. Surabaya. 1990: 52-53; 351.

4. Krafft RM. Trigeminal Neuralgia. American Family Physician . 2008. Volume

77( 9): 1291-6.

5. Agrawal A, Cincu R, Borle RM, Bhola N. Neuralgia trigeminal : An Overview. J

Mgims. 2008. Vol 13, No (1): 40 – 44.

6. Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian

Rakyat; 1988.p.149-59

7. Loeser JD, 2001, Cranial Neuralgia, In : Bonica’s Management of Pain,

Philadelphia, Lipincott William & Wilkins, co : 855-61

8. Olesen J, 1988, Classification & Diagnostic Criteria for Headache Disorders,

Cranial neuralgias & Pacial pain, 1st ed, Oslo, The Norwegian Univ, Press

9. Rose FC et al, 1997, Carbamezepine in the Treatment of Non-seizure Disorders :

Trigeminal Neuralgia, Other Painful Disoreders & Affective Disorders, Rev

Contemp Pharmacother 8: 123-43

10. Grant SM et al, 1992, Oxcacarbazepine. A Review of its Pharmacology &

Therapeutic Potential in Epilepsy, Neuralgia trigeminal & Affective disorders, In :

Drugs 43(6) : 873-81

11. McMillan R. Neuralgia trigeminal – a debilitating facial pain. Reviews in Pain.

2011. 5, 1: 26-32.

12. Zakrzewska JM, McMillan R. Trigeminal Neuralgia:The Diagnosis and

Management of This Excruciating and Poorly Understood Facial Pain.

Postgraduation Medical Journal 2011. 87: 410-6.

13. Hollway T, Brosnan K.,Moore AJ, Newell DW. Neurosurgery Principles and

Practice. United Kingdom: Springer; 2005. p. 586-7.

25

Page 26: Paper Neuro Melati

14. Prall JA. Three options for treating trigeminal neuralgia. Neuroscience News 2011.

2, 1: 1-4.

15. Anil SM, Kanno T, Watanabe S, Kato Y, Sano H. Microvascular decompression in

trigeminal neuralgia. Pan Arab Journal of Neurosurgery 2009. 13, 2: 17-23.

16. Burchiel KJ, Wyler AR. Neuralgia trigeminal surgery [online]. 2012 [cited 2013

August 30]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/248933-

overview#showall

17. Tew J, McMahon N. Neuralgia trigeminal [online]. 2012. [cited 2013 January 19].

Available from: http://www.mayfieldclinic.com/PE-TRIN.htm

26