Upload
kania-arimbi
View
271
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
u
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Nervus trigeminus merupakan yang terbesar dari semua nervus cranial. Nervus
ini mengirimkan informasi sensorik dari wajah, mulut dan rongga hidung, serta
sebagian besar kulit kepala dan menghantarkan pasokan motorik ke otot-otot
pengunyahan. Penyakit yang melibatkan nervus trigeminus bisa menyebabkan
trigeminal neuralgia, yaitu gangguan fungsi sensori atau fungsi motorik dalam
distribusi nervus trigeminus.1
Neuralgia trigeminal sudah dikenal dan tertulis dalam kepustakaan medis sejak
abad ke-16. Pada kepustakaan lama disebut juga dengan tic douloureux karena nyeri
sering disertai spasme otot wajah pada sisi yang sama sehingga pasien tampak meringis
atau disebut pula tic convulsive. Neuralgia trigeminal merupakan suatu kumpulan
gejala yang ditandai dengan serangan nyeri yang hebat secara mendadak disertai
spasme wajah dalam waktu singkat.2
Insiden neuralgia trigeminal terjadi berkisar 70 dari 100.000 populasi dan paling
sering ditemukan pada orang berusia lebih dari 50 tahun atau lanjut usia. Insidennya
akan meningkat sesuai dengan meningkatnya usia. Pada usia muda lebih banyak
disebabkan oleh tumor dan sklerosis multiple. Kasus familial ditemukan pada 4%
kasus. Tidak terdapat perbedaan ras dan etnis serta insidensi pada wanita 2 kali lebih
besar dibanding pria. Gejala dan tanda dari neuralgia trigeminal adalah rasa nyeri berat
paroksismal tajam, yang terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan
berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit, tiba-tiba dan berulang.
Diantara serangan biasanya ada interval bebas nyeri dan umumnya unilateral.
Penegakkan diagnosis neuralgia trigeminal dapat dilakukan dengan anamnesis lengkap,
pemeriksaan fisik umum dan neurologis, serta pemeriksaan penunjang. Neuralgia
trigeminal perlu dibedakan dengan nyeri wajah lainnya. Pemeriksaan penunjang lebih
bertujuan untuk membedakan neuralgia trigeminal yang klasik atau simptomatik.
Terapi pada pasien ini ada 2 macam, yaitu medikamentosa dan pembedahan.2
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Neuralgia trigeminal merupakan suatu bangkitan nyeri (nyeri paroksismal)
sepanjang salah satu cabang N.V (biasanya ramus II atau III) yang timbul karena
terangsangnya suatu “trigger zone” di sekitar mulut. Sewaktu bangkitan, wajah
penderita di sisi neuralgia berada dalam keadaan kejang sehingga dinamai pula Tic
Douloereux. Biasanya terjadi pada sisi ipsilateral dan sangat jarang terjadi pada sisi
bilateral. Ada dua jenis Trigeminal Neuralgia, yaitu klasik/tipikal dan
simptomatik/atipikal. Neuralgia trigeminal klasik ditandai dengan periode singkat nyeri
tertusuk yang berhubungan dengan area pencetus yang sempit dan mereda dalam kurun
waktu tertentu. Pada jenis atipikal, periode nyeri terbakar terasa lebih lama, dengan rasa
ketidaknyamanan yang konstan antara serangan dan gangguan sensorik.3,6
2.2 Epidemiologi
Tidak ada studi sistematik mengenai prevalensi dari neuralgia trigeminal, namun
suatu kutipan yang diperkirakan diterbitkan pada tahun 1968 mengatakan bahwa
prevalensi dari neuralgia trigeminal mendekati 15,5 per 100.000 orang di Amerika
Serikat.2,3 Sumber lain mengatakan bahwa insiden tahunannya adalah 4-5 per 100.000
orang, dimana menandakan tingginya prevalensi. Di beberapa tempat, penyakit ini
jarang ditemukan. Onsetnya usia diatas 40 tahun pada 90% penderita. Neuralgia
trigeminal sedikit lebih umum terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki.2
Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dan biasanya timbul setelah
umur 50 tahun, jarang setelah umur 70 tahun. Insiden familial sedikit lebih tinggi (2%)
dibanding insiden sporadik. Faktor resiko epidemiologis (umur, ras, kebiasaan merokok
dan minum alkohol) diperkirakan penting dalam hubungannya dengan apakah wajah
atas atau wajah bawah yang terkena.1 Perbandingan frekuensi antara laki-laki dan
perempuan adalah 2:3, sedangkan perkembagan dari neuralgia trigeminal pada usia
muda dihubungkan dengan kemungkinan dari multiple sklerosis. Neuralgia trigeminal
yang idiopatik khas terjadi pada dekade kelima kehidupan, tapi dapat pula terjadi pada
semua umur, sedangkan simptomatik atau neuralgia trigeminal sekunder cenderung
terjadi pada pasien yang lebih muda.4,5
2.3 Anatomi dan Fisiologi2
Nervus trigeminus adalah saraf otak motorik dan sensorik. Serabut motoriknya
mempersarafi muskulus maseter, temporalis, pterigoideus internus et eksternus, tensor
timpani, omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus.
Gambar 1. Anatomi dari nervus trigeminus
Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut motoriknya bergabung dengan
serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang berasal dari ganglion Gasseri. Serabut-
serabut sensoriknya menghantarkan impuls nyeri, suhu, raba dan perasaan
proprioseptif. Kawasannya ialah wajah dan mukosa lidah dan rongga mulut serta lidah,
dan rongga hidung. Impuls proprioseptif, terutama berasal dari otot-otot yang
dipersarafi oleh cabang mandibular sampai ke ganglion Gasseri.3,6
Cabang pertama N.V ialah cabang oftalmikus. Ia menghantarkan impuls
protopatik dari bola mata serta ruang orbita, kulit dahi sampai vertex. Impuls
sekretomotorik dihantarkan ke glandula lakrimalis. Serabut-serabut dari dahi menyusun
nervus frontalis. Ia masuk melalui ruang orbita melalui foramen supraorbitale. Serabut-
serabut dari bola mata dan rongga hidung bergabung menjadi seberkas saraf yang
dikenal sebagai nervus nasosiliaris. Berkas saraf yang menuju ke glandula lakrimalis
dikenal sebagai nervus lakrimalis. Ketiga berkas saraf, yakni nervus frontali, nervus
nasosiliaris dan nervus lakrimalis saling mendekat pada fisura orbitalis superior dan di
belakang fisura tersebut bergabung menjadi cabang I N.V. (nervus oftalmikus). Cabang
3
tersebut menembus duramater dan melanjutkan perjalanan di dalam dinding sinus
kavernosus. Pada samping prosesus klinoideus posterior ia keluar dari dinding tersebut
dan berakhir di ganglion Gasseri.3,6
Cabang kedua ialah cabang maksilaris yang hanya tersusun oleh serabut-serabut
somatosensorik yang menghantarkan impuls protopatik dari pipi, kelopak mata bagian
bawah, bibir atas, hidung dan sebagian rongga hidung, geligi rahang atas, ruang
nasofarings, sinus maksilaris, palatum molle dan atap rongga mulut. Serabut-serabut
sensorik masuk ke dalam os. maksilaris melalui foramen infraorbitalis. Berkas saraf ini
dinamakan nervus infraorbialis. Saraf-saraf dari mukosa cavum nasi dan rahang atas
serta geligi atas juga bergabung dalam saraf ini dan setelahnya disebut nervus
maksilaris, cabang II N.V. Ia masuk ke dalam rongga tengkorak melalui foramen
rotundum kemudian menembus duramater untuk berjalan di dalanm dinding sinus
kavernosus dan berakhir di ganglion Gasseri. Cabang maksilar nervus V juga menerima
serabut-serabut sensorik yang berasal dari dura fossa crania media dan fossa
pterigopalatinum.3,6
Cabang mandibularis (cabang III N.V. tersusun oleh serabut somatomotorik dan
sensorik serta sekretomotorik (parasimpatetik). Serabut-serabut somatomotorik muncul
dari daerah lateral pons menggabungkan diri dengan berkas serabut sensorik yang
dinamakan cabang mandibular ganglion gasseri. Secara eferen, cabang mandibular
keluar dari ruang intracranial melalui foramen ovale dan tiba di fossa infratemporalis.
Disini nervus meningea media (sensorik) yang mempersarafi meninges
menggabungkan diri pada pangkal cabang madibular. Di bagian depan fossa
infratemporalis, cabang III N.V. bercabang dua . Yang satu terletak lebih belakang dari
yang lain. Cabang belakang merupakan pangkal dari saraf aferen dari kulit daun telinga
(nervus aurikulotemporalis), kulit yang menutupi rahang bawah, mukosa bibir bawah,
dua pertiga bagian depan lidah (nervus lingualis), glandula parotis dan gusi rahang
bawah ( nervus dentalis inferior) dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot
omohioideus dan bagian anterior muskulus digastrikus Cabang anterior dari cabang
madibular terdiri dari serabut aferen yang menghantarkan impuls dari kulit dan mukosa
pipi bagian bawah dan serabut eferen yang mempersarafi otot-otot temporalis,
masseter, pterigoideus dan tensor timpani. Serabut-serabut aferen sel-sel ganglion
gasseri bersinaps di sepanjang wilayah inti nukleus sensibilis prinsipalis (untuk raba
4
dan tekan)serta nukleus spinalis nervi trigemini (untuk rasa nyeri) dan dikenal sebagai
tractus spinalis nervi trigemini.3,6
2.4 Etiologi
Kebanyakan kasus neuralgia trigeminal penyebabnya idiopatik, meskipun tidak
sedikit yang berhubungan dengan kompresi pada saraf trigeminal. Penyebab-penyebab
dari terjadinya neuralgia trigeminal adalah penekanan mekanik oleh pembuluh darah,
malformasi arteri vena disekitarnya, penekanan oleh lesi atau tumor, sklerosis multipel,
kerusakan secara fisik dari nervus trigeminus oleh karena pembedahan atau infeksi, dan
yang paling sering adalah faktor yang tidak diketahui. Penekanan mekanik pembuluh
darah pada akar nervus ketika masuk ke batang otak yang paling sering terjadi,
sedangkan di atas bagian nervus trigeminus atau portio minor jarang terjadi.4,5
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya suatu neuralgia trigeminal sesuai dengan penyebab
terjadinya penyakit tersebut. Penyebab-penyebab dari terjadinya neuralgia trigeminal
adalah penekanan mekanik oleh pembuluh darah, malformasi arteri vena disekitarnya,
penekanan oleh lesi atau tumor, sklerosis multiple, kerusakan secara fisik dari nervus
trigeminus oleh karena pembedahan atau infeksi, dan yang paling sering adalah faktor
yang tidak diketahui.5
Penekanan mekanik pembuluh darah pada akar nervus ketika masuk ke brain
stem yang paling sering terjadi, sedangkan diatas bagian nervus trigeminus/portio
minor jarang terjadi. Pada orang normal pembuluh darah tidak bersinggungan dengan
nervus trigeminus. Penekanan ini dapat disebabkan oleh arteri atau vena baik besar
maupun kecil yang mungkin hanya menyentuh atau tertekuk pada nervus trigeminus.
Arteri yang sering menekan akar nervus ini adalah arteri cerebelar superior. Penekanan
yang berulang menyebabkan iritasi dan akan mengakibatkan hilangnya lapisan mielin
(demielinisasi) pada serabut saraf. Sebagai hasilnya terjadi peningkatan aktivitas aferen
serabut saraf dan penghantaran sinyal abnormal ke nukleus nervus trigeminus dan
menimbulkan gejala trigeminal neuralgia. Teori ini sama dengan patofisiologi
terjadinya neuralgia trigeminal oleh karena suatu lesi atau tumor yang menekan atau
menyimpang ke nervus trigeminus.5,11
Pada kasus sklerosis multiple yaitu penyakit otak dan korda spinalis yang
ditandai dengan hilangnya lapisan mielin yang membungkus saraf, jika sudah
melibatkan sistem nervus trigeminus maka akan menimbulkan gejala neuralgia
5
trigeminal. Pada tipe ini sering terjadi secara bilateral dan cenderung terjadi pada usia
muda sesuai dengan kecenderungan terjadinya sclerosis multiple.11,12
Adanya perubahan pada mielin dan akson diperkirakan akan menimbulkan
potensial aksi ektopik berupa letupan spontan pada saraf. Aktivitas ekstopik ini
terutama disebabkan karena terjadinya perubahan ekspresi dan distribusi saluran ion
natrium sehingga menurunnya nilai ambang membran. Kemungkinan lain adalah
adanya hubungan ephaptic antar neuron, sehingga serabut saraf dengan nilai ambang
rendah dapat mengaktivasi serabut saraf yang lainnya dan timbul pula cross after
discharge.4,11
Selain itu aktivitas aferen menyebabkan dikeluarkannya asam amino eksitatori
glutamat. Glutamat akan bertemu dengan reseptor glutamat alfa-amino-3-hidroxy-5-
methyl-4-isaxole propionic acid (AMPA) di post sinap sehingga timbul depolarisasi dan
potensial aksi. Aktivitas yang meningkat akan disusul dengan aktifnya reseptor
glutamat lain N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) setelah ion magnesium yang menyumbat
saluran di reseptor tersebut tidak ada. Keadaan ini akan menyebabkan saluran ion
kalsium teraktivasi dan terjadi peningkatan kalsium intra seluler. Mekanisme inilah
yang menerangkan terjadinya sensitisasi sentral.11,12
2.6 Klasifikasi
Neuralgia trigeminal menurut International Headache Society, dibagi atas 2 yaitu
idiopatik dan simptomatik.
1. Neuralgia trigeminal klasik : jika dalam pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan neurologis serta pemeriksaan penunjang tidak ditemukan penyebab
dari nyeri wajah.
2. Neuralgia trigeminal simptomatik : penyebab nyeri wajahnya dapat diketahui
dari pemeriksaan penunjang.8
Perlu dibedakan antara nyeri pada orofasial lainnya dengan trigeminal neuralgia.
Berikut tabel yang menunjukan klasifikasi nyeri orofasial:
6
Tabel 1. Klasifikasi Nyeri Orofasial.8
2.7 Gejala Klinis
Gejala klinis neuralgia trigeminal adalah nyeri yang sangat hebat, yang
digambarkan oleh sebagian besar penderita sebagai nyeri yang paling buruk dari semua
nyeri yang pernah mereka rasakan, dan pada kasus yang lebih berat, risiko bunuh diri
pada penderita ini meningkat. Nyeri pada neuralgia trigeminal bersifat paroksismal. Di
antara episode nyeri, penderita tidak merasakan gejala apapun, kecuali perasaan takut
akan serangan nyeri yang berikutnya. Sensasi nyeri yang dirasakan seperti terbakar,
seperti petir yang tiba-tiba menyambar. Serangan nyeri yang bersifat paroksismal ini
dapat berlangsung selama 15 menit atau lebih. Frekuensi serangan bervariasi dari
beberapa kali dalam sehari sampai beberapa kali dalam sebulan. Ketika rasa sakit
menyerang, penderita tidak dapat berbicara, bahkan penderita seringkali menggosok
atau mencubit wajahnya untuk menghilangkan sensasi nyeri tersebut. Gerakan wajah
dan rahang juga dapat menimbulkan rasa nyeri. Kadang-kadang, terdapat lakrimasi
ipsilateral yang prominen. Tidak ada penurunan sensorik yang ditemukan setelah
serangan paroksismal tersebut terjadi, tetapi penderita bisa saja mengeluhkan suatu
hiperestesia fasial.7,8,11
2.8 Diagnosis
Pada saat ini belum ada tes yang dapat diandalkan dalam mendiagnosa
neuralgia trigeminal. Diagnosis neuralgia trigeminal dapat ditegakkan dengan
7
anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik umum dan neurologis, serta pemeriksaan
penunjang.8
1 . Anamnesis
Dari anamnesis, informasi yang yang dapat diperoleh pada penderita neuralgia
trigeminal adalah nyeri wajah unilateral yang bersifat menyayat dan dipicu oleh
gerakan mengunyah atau aktivitas yang serupa atau dengan menyentuh area wajah yang
terkena. Neuralgia trigeminalmengenai bagian kanan wajah lima kali lebih sering
dibandingkan dengan bagian kiri wajah. Beberapa penderita dapat mengalami sindrom
pre-neuralgia trigeminal beberapa minggu sampai beberapa tahun sebelumnya sebelum
benar-benar mengalami neuralgia trigeminal. Mereka mengeluhkan nyeri pada sinus
yang tak kunjung sembuh atau sakit gigi yang berjam-jam, yang dipicu oleh gerakan
memindahkan rahang atau ketika sedang minum. Sayangnya, penderita seringkali
berkunjung ke dokter gigi untuk pertama kali. Dan beberapa di antara mereka membaik
dengan pengobatan carbamazepin.7,8
Karakteristik gejala neuralgia trigeminaladalah adanya ‘zona pemicu’, yang mana
jika terstimulasi, akan menimbulkan nyeri tipikal yang paroksismal. Zona-zona ini
meliputi area pipi, bibir, atau hidung yang dapat distimulus oleh gerakan wajah,
mengunyah, menerapkan make up, bercukur atau, rangsangan sentuh. Penderita
neuralgia trigeminal tidak akan melakukan gerakan ekspresi wajah selama percakapan,
tidak makan selama berhari-hari, atau bahkan menghindari tiupan angin untuk
mencegah terjadinya serangan. 7,8
Kriteria diagnosis neuralgia trigeminal klasik (menurut IHS):
a. Serangan nyeri paroksismal yang berlangsung dari hitungan detik sampai 2
menit, mempengaruhi satu atau lebih divisi dari nervus trigeminus dan
memenuhi kriteria B dan C.
b. Nyeri memiliki setidaknya satu dari karakteristik berikut:
Intens, tajam, superfisial atau menusuk-nusuk.
Diawali dari daerah pemicu atau faktor pemicu.
c. Serangan yang stereotip pada individu pasien.
d. Tidak ada bukti defisit neurologis secara klinis.
e. Tidak berkaitkan dengan penyakit lain.
8
Kriteria diagnosis neuralgia trigeminal simptomatik (menurut IHS):
a. Serangan nyeri paroksismal yang berlangsung dari hitungan detik sampai 2
menit, dengan atau tanpa denyi yang menetap di antara serangan,
mempengaruhi satu atau lebih divisi dari nervus trigeminus dan memenuhi
kriteria B dan C.
b. Nyeri memiliki setidaknya satu dari karakteristik berikut:
Intens, tajam, superfisial atau menusuk-nusuk.
Diawali dari daerah pemicu atau faktor pemicu.
c. Serangan yang stereotip pada individu pasien.
d. Akibat lesi kausatif, selain kompresi vaskular, telah dilakukan pemeriksaan
penunjang dan atau pada eksplorasi fossa posterior.11
2 . Pemeriksaan Neurologis
Sensorik dari N.V
Pemeriksaan sensibilitas pada daerah dermatom N.V, yakni daerah V1
oftalmikus, V2 maksilaris, dan V3 mandibularis.
Motorik dari N.V
Ada beberapa permeriksaan, yaitu:
Merapatkan gigi: raba m. masseter dan m. temporalis, bandingkan kiri dan
kanan.
Buka mulut: melihat adanya deviasi rahang dan jika ada trismus.
Menggerakan rahang ke kiri-kanan melawan tahanan pemeriksa dan
menonjolkan rahang: untuk mengetahui sisi yang paresis.
Menggigit tongue spatula dengan geraham: membandingkan kedalaman
bekas gigitan kiri-kanan.
Reflek
Reflek masseter: letakkan satu jari di dagu pasien dan diketuk dengan
palu reflek. Positif bila mulut tertutup akibat kontraksi m. masseter dan
m. temporalis.
Reflek kornea: ada 2, reflek kornea langsung dan konsensuil. Pasien
melirik ke lateral, dengan kapas pemeriksa mengusapkan ujung kapas
pada limbus. Positif atau normalnya pasien berkedip.
Reflek menetek: bila bibir penderita disentuh dengan pensil, ada
kecenderungan penderita menyedot pensil tersebut.
9
Reflek bersin: penggelitikan mukosa hidung, positif bila responnya
bersin.
Nyeri Tekan
Perhatikan bila ada nyeri tekan pada daerah keluarnya cabang nervus
trigeminus, yaitu pada foramen supraorbitale, foramen infraorbitale, dan
foramen mentale.6
3 . Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan neuralgia
trigeminal yang idiopatik atau simptomatik. Pemeriksaan darah lengkap dapat
dilakukan untuk mengetahui adanya infeksi. CT Scan kepala digunakan untuk melihat
keberadaan tumor. Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic Resonance
Imaging (MRI). MRI ini sering digunakan sebelum tindakan pembedahan untuk
melihat kelainan pembuluh darah. Indikasi pemeriksaan MRI pada pasien neuralgia
trigeminal adalah mereka yang berusia di bawah 60 tahun, terutama untuk meniadakan
tumor sebagai diagnosis banding. Teknologi CT Scan dan MRI sering digunakan untuk
melihat adanya tumor atau abnormalitas lain yang menyebabkan sakit tersebut.
Pemeriksaan MRTA (high-definition MRI angiography) pada nervus trigeminal dan
batang otak dapat menunjukkan daerah nervus yang tertekan oleh vena atau arteri.
Sebagai tambahan, dilakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan stimulus pemicu,
dan lokasi pasti dari sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, gusi, lidah dan
pipi diperlukan untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon sentuhan dan
perubahan suhu (panas dan dingin). Adapun diferensial diagnosis neuralgia trigeminal
beserta gambaran klinisnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Kriteria Diagnosis Neuralgia trigeminal Beserta Diferensial Diagnosis 12
10
Tes neurofisiologi dapat membantu membedakan neuralgia trigeminus simptomatik
dengan neuralgia trigeminalklasik, karena neuralgia trigeminalsimptomatik
mempunyai:
Refleks trigeminal yang abnormal (spesifisitas 94%, sensitivitas 87%)
Nervus trigeminus yang abnormal akan membangkitkan aksi potensial
Adanya defisit sensorik pada area yang dipersarafi nervus trigeminus atau
adanya keterlibatan pada dua sisi wajah.12
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Medikamentosa
Seperti diketahui terapi dari neuralgia trigeminal ada 2 macam yaitu terapi
medikamentosa dan terapi pembedahan. Penanganan lini pertama untuk neuralgia
trigeminal adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan
apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan.7
Sebagai suatu penyakit yang memiliki progresivitas dan rasa sakit yang makin
menjadi berat dan lebih sering, penambahan dosis dan kombinasi obat-obatan sangatlah
dibutuhkan dimana akan menimbulkan suatu efek samping atau kontrol rasa sakit yang
tidak edekuat. Setiap pasien memiliki toleransi yang berbeda terhadap obat-obatan dan
rasa sakitnya. Untuk itu banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemberian
obat anti konvulsi untuk pengobatan trigeminal neuralgia. Pemberian obat diberikan
secara bertahap, diawali dengan dosis minimal, jika terjadi peningkatan progresivitas
11
rasa sakit maka dosis dinaikkan sampai dosis maksimal yang dapat ditoleransi tubuh.
Pada penggunaan dosis diatas minimal, dalam pengurangan dosis, juga harus dilakukan
secara bertahap. Pemberian obat umumnya dimulai dengan pemberian 1 jenis.
Dosisnya ditambah sesuai dengan kebutuhan dan toleransinya. Jika 1 jenis obat tidak
menunjukan efektifitasnya, obat-obatan alternatif lain dapat dicoba secara tunggal atau
kombinasi. 7,10
Saat ini obat-obatan yang digunakan untuk terapi adalah obat-obatan anti
konvulsi seperti carbamazepine (tegretol), phenitoin (dilantin), Oxcarbazepine
(trileptal), dan gabapentin (neurontin). Tidak seperti sakit neuropatik lainnya, neuralgia
trigeminal hanya merespon anti konvulsan dan tidak merespon anti depresan atau
opioid. Obat anti konvulsan dapat mengurangi serangan neuralgia trigeminal dengan
menurunkan hiperaktifitas nukleus nervus trigeminus di dalam brain stem. 2,4,7,10
Perlu diingatkan bahwa sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit ini
mempunyai cukup banyak efek samping. Penyakit ini terutama menyerang mereka
yang sudah lanjut usia. Oleh karena itu, pemilihan dan pemakaian obat harus
diperhatikan secara cermat kemungkinan timbulnya efek samping. Dasar penggunaan
obat pada terapi neuralgia trigeminal dan neuralgia saraf lain adalah kemampuan obat
untuk menghentikan hantaran impulse afferent yang menimbulkan serangan nyeri.7
Tabel 3. Obat-obatan yang Digunakan Dalam Penatalaksanaan Neuralgia Trigeminal11
12
1. Carbamazepine
Carbamazepine memperlihatkan efek analgesik yang selektif misalnya pada tabes
dorsalis dan neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Awalnya obat
ini hanya dipergunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia, kemudian ternyata obat
ini efektif juga terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik-klonik seperti
epilepsi. Atas pertimbangan untung rugi penggunaan carbamazepine maka tidak
dianjurkan untuk mengatasi nyeri ringan yang dapat diatasi dengan analgesik biasa.
Sebagian besar penderita neuralgia trigeminal mengalami penurunan sakit yang berarti
dengan menggunakan obat ini.9
13
Karena potensi untuk menimbulkan efek samping sangat luas, khususnya gangguan
darah seperti leukopeni, anemia aplastik dan agranulositosis maka pasien yang akan
diterapi dengan obat ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan nilai basal dari darah
dan melakukan pemeriksaan ulang selama pengobatan. 9
Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu drowsiness, mental
confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea, dan anorexia. Terdapat juga
reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic skin rash, gangguan
darah seperti leukopenia atau agranulocytosis, atau aplastic anemia, keracunan hati,
congestive heart failure, halusinasi dan gangguan fungsi seksual. Pemberian
carbamazepine dihentikan jika jumlah lekosit abnormal (rendah). Jika efek samping
yang timbul parah, dosis carbamazepine perhari dapat dikurangi 1-3 per hari, sebelum
mencoba menambah dosis per harinya lagi. 9
Carbamazepine diberikan dengan dosis berkisar 200 – 1600 mg, dimana hampir
70% memperlihatkan perbaikan gejala. Meta analisa tegretol yang berisi carbamazepine
mempunyai number needed to treat (NNT) 2,6 (2,2 – 3,3). Dosis dimulai dengan dosis
minimal 1-2 pil perhari, yang secara bertahap dapat ditambah hingga rasa sakit hilang
atau mulai timbul efek samping. Selama periode remisi dosis dapat dikurangi secara
bertahap. 9
2. Ox c arbazepine
Oxcarbazepine merupakan ketoderivat karbamasepine dimana mempunyai efek
samping lebih rendah dibanding dengan karbamasepine dan dapat meredakan nyeri
dengan baik. Trileptal atau oxcarbazepine merupakan suatu bentuk dari trigretol yang
efektif untuk beberapa pasien trigeminal neuralgia.10,11
Dosis umumnya dimulai dengan 2 x 300 mg yang secara bertahap ditingkatkan
untuk mengkontrol rasa sakitnya. Dosis maksimumnya 1200 mg per hari. Efek samping
yang paling sering adalah mual, dizziness, fatique dan tremor. Efek samping yang
jarang timbul yaitu rash, infeksi saluran pernafasan, pandangan ganda dan perubahan
elektrolit darah. Seperti obat anti-seizure lainnya, penambahan dan pengurangan obat
harus secara bertahap. 10
3. Phenytoin
14
Phenitoin merupakan golongan hidantoin dimana gugus fenil atau aromatik
lainnya pada atom C5 penting untuk pengendalian bangkitan tonik-klonik. Phenitoin
berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Sifat anti konvulsi obat
ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di
otak. Efek stabilisasi membran sel oleh phenitoin juga terlihat pada syaraf tepi dan
membran sel lainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi di jantung.
Phenitoin juga mempengaruhi perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini
khususnya dengan lebih mengaktifkan pompa Na+ neuron. Bangkitan tonik-klonik dan
beberapa bangkitan parsial dapat pulih secara sempurna.7
Phenitoin harus hati-hati dalam mengkombinasikan dengan carbamazepine
karena dapat menurunkan dan kadang-kadang menaikkan kadar phenitoin dalam
plasma, sebaiknya dikuti dengan pengukuran kadar obat dalam plasma. 7
Phenitoin dengan kadar dalam serum 15-25 g/mL pada 25% pasien neuralgia
trigeminal dapat meredakan nyeri. Kadar obat tersebut di atas dipertahankan selama 3
minggu, jika nyeri tidak berkurang sebaiknya obat dihentikan karena dosis yang lebih
tinggi akan menyebabkan toksisitas.7,11
Phenytoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita neuralgia trigeminal
dengan dosis 200-300 mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Phenytoin dapat juga diberikan
secara intra vena untuk mengobati kelainan ini dengan eksaserbasi yang berat. Dosis
maksimum tergantung keparahan efek samping yang ditimbulkannya. Efek samping
yang dapat ditimbulkannya adalah nystagmus, dysarthria, ophthalmoplegia dan juga
mengantuk serta kebingungan. Efek lainnya adalah hiperplasia gingival dan
hypertrichosis. Komplikasi serius tapi jarang terjadi adalah allergic skin rashes,
kerusakan liver dan gangguan darah.7,11
4. Ba c lofen
Baclofen tidaklah seefektif carbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat
dikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baru
terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan, tidak dapat mentoleransi carbamazepin,
dan pada penderita multiple sclerosis. Dosis awalnya 2 sampai 3 x 5 mg dalam sehari,
dan secara bertahap ditingkatkan. Dosis untuk menghilangkan rasa sakit secara komplit
50-80 mg per hari. Baclofen memiliki durasi yang pendek sehingga penderita neuralgia
trigeminal yang berat membutuhkan dosis setiap 2-4 jam.11
15
Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian Baclofen adalah
mengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baclofen tidak boleh dihentikan secara
tiba-tiba setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi atau serangan
jantung.11
5. Gabapentin
Gabapentin dengan struktur seperti neurotransmiter inhibitor gamma-
aminobutyric acid (GABA). Obat ini kemungkinan bekerja dengan memodulasi saluran
kalsium pada alfa-2 delta subunit dari voltage-dependent calcium channel. Dosis yang
dianjurkan 1800-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama efektifnya dengan carbamazepine
tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis awal biasanya 3 x 300 mg per hari dan
ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi merugikan paling sering adalah somnolen,
ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti semua obat, penghentian secara cepat harus
dihindari.12
Gambar 2. Alur Diagnosis Dan Penatalaksanaan Trigeminal Neuralgia.11
16
2.9.2 Non Medikamentosa
Secara umum, bedah saraf dapat membantu penderita neuralgia
trigeminal yang memiliki nyeri yang paroksismal dan pada penderita neuralgia
trigeminalyang mengenai satu cabang atau lebih, bukan neuralgia
trigeminalyang bersifat difus. Tindakan bedah biasanya kurang efektif pada
penderita neuralgia trigeminal yang disebabkan oleh multipel sklerosis.
Indikasi operasi pada penderita neuralgia trigeminal adalah penderita neuralgia
trigeminalyang tidak dapat ditangani lagi dengan medikamentosa, dan pada
mereka yang telah melakukan prosedur operasi sebelumnya namun gagal.16
Tabel 4. Terapi Pembedahan Pada Neuralgia Trigeminal11
Terdapat beberapa teknik operasi pada penderita neuralgia
trigeminaldewasa ini. Ablasi lokal nervus preifer dan eksisi luas dari radiks
sensorik sudah tidak diperbolehkan untuk dilakukan lagi. Beberapa teknik
operasi yang direkomendasikan kini adalah sebagai berikut:13
17
a. Prosedur perkutaneus (Percutaneous procedures)
Tiga prosedur perkutaneus untuk neuralgia trigeminaladalah percutaneous
radiofrequency trigeminal gangliolysis (PRTG), percutaneous
retrogasserian glycerol rhizotomy (PRGR), dan percutaneous balloon
microcompression (PBM). Pada setiap prosedur, ahli bedah memasukkan
trocar atau jarum ke bagian lateral sudut mulut, dan dengan tuntunan
fluoroskopik, menuju ke foramen ipsilateral. Ganglion Gasserian segaris
dengan lokasi tersebut.13,16
Gambar 3 . Selama prosedur PRTG memberikan aliran panas yangdigunakan untuk menghancurkan rasa sakit yang disebabkan serat saraf.17
1) Percutaneous radiofrequency trigeminal gangliolysis (PRTG)
PRTG merupakan suatu prosedur yang dilakukan dengan
menempatkan jarum pada ganglion Gasserian, kemudian
mengalirinya dengan arus listrik yang akan memanasi probe, dan
membuat suatu lesi termal pada ganglion. Melalui prosedur ini,
kejadian nyeri yang rekuren dilaporkan sangat rendah. PRTG, sama
halnya dengan PBM, merupakan tindakan yang relatif tidak mahal
dan menggunakan teknik yang mudah diakses, dan merupakan
tindakan minimal invasif, dengan rasio rekurensi nyeri sangat rendah,
18
meskipun ada literatur yang menyebutkan bahwa tindakan ini
memiliki rekurensi yang tinggi. Selain itu, tindakan ini dapat
membuat wajah penderita menjadi mati rasa pasca dilakukannya
tindakan. Saat melakukan tindakan PRTG, pasien dapat dalam
keadaan sadar, cepat pulih, dan dapat pulang ke rumah sehari setelah
operasi dilaksanakan. Hasil akhirnya sangat tergantung pada keahlian
ahli bedah.13,16
2) Percutaneous balloon microcompression (PBM)
Dengan menggunakan teknik PBM, operator akan memasukkan
sebuah balon kateter melalui foramen ovale ke dalam ganglion
kemudian mengembangkannya selama 1-10 menit. Beberapa ahli
bedah melaporkan hasil akhir yang baik sehubungan dengan
penggunaan teknk PMB, dan dapat dibandingkan dengan PRTG.13,16
3) Percutaneous retrogasserian glycerol rhizotomy (PRGR)
Injeksi gliserol ke dalam ganglion Gasserian untuk merusak serabut
saraf yang menghantar nyeri telah digunakan sejak lama. Teknik ini
mudah dilakukan dan memiliki efisiensi yang tinggi, serta memiliki
angka rekurensi yang rendah. Pada teknik PRGR, seperti pada
prosedur perkutaneus lainnya, jarum spinal dimasukkan menembus
wajah, masuk ke cisterna trigeminal, di mana suatu cistenogram
diperoleh dengan menggunakan larutan kontras. Setelah
menghilangkan larutan kontras, ahli bedah akan menginjeksi gliserol
anhidrat, kemudian meminta pasien untuk duduk sekitar 2 jam sampai
saraf tersebut terablasi.13,16
b. Gamma Knife Surgery (GKS)
Stereotatic Gamma Knife Surgery (GKS) adalah salah satu teknik terbaru
dalam menangani neuralgia trigeminus. Teknik ini merupakan tindakan
yang minimal invasif dibandingkan semua teknik operasi, dan tidak terlalu
bergantung pada keahlian ahli bedah. Teknik ini lebih efektif
dibandingkan dengan prosedur perkutaneus, tetapi teknik ini
membutuhkan waktu berminggu-minggu sampai berbulan-bulan untuk
memperoleh kesembuhan dan biaya yang dibutuhkan juga lebih besar.
GKS terdiri dari beberapa sinar foton (> 200) yang terkonsenttasi tinggi
19
disertai dengan akurasi yang tinggi untuk memberikan dosis 70-90 Gy
pada target, yaitu radiks nervus trigeminus. Teknik ini merusak komponen
spesifik dari nervus sehingga nervus ini berhenti mengirim sinyal nyeri ke
otak. GKS dapat diindikasikan pada penderita neuralgia trigeminalyang
tidak berhasil dengan pengobatan dan prosedur yang telah disebutkan di
atas.
Gambar 4. Radiasi merusak nervus trigeminus (area yang berwarna) agar nervus tersebut berhenti mengirim sinyal nyeri 14
Dari semua penderita neuralgia trigeminalyang ditangani dengan GKS,
60% penderita segera terbebas dari nyeri, dan lebih dari 75% penderita
terbebas dari nyeri sekitar 1,5 tahun kemudian. Rekurensi terjadi pada
25% penderita dalam rentang waktu 1-3 tahun. Angka rekurensi rendah
pada penderita yang telah sembuh sempurna.14,16
c. Dekompresi mikrovaskular
Dekompresi mikrovaskular adalah prosedur bedah yang klasik pada
neuralgia trigeminus, dan merupakan tindakan yang paling efektif.
Tindakan ini berdasarkan hipotesis bahwa kompresi vaskular di sekitar
nervus trigeminus akan mengakibatkan abnormalitas dari fungsi nervus
tersebut. Dekompresi mikrovaskular diindikasikan pada penderita
neuralgia trigeminalyang usianya lebih muda, terutama pada penderita
neuralgia trigeminalyang nyerinya terisolasi pada area oftalmika atau pada
seluruh cabang nervus trigeminus dan pada penderita dengan neuralgia
20
trigeminal sekunder. Kini, dekompresi mikrovaskular merupakan tindakan
bedah yang paling sering digunakan untuk neuralgia trigeminus. Pada
dekompresi mikrovaskular, kulit di belakang telinga diinsisi dan dibuat
kraniotomi sebesar 3 cm. Buka duramater agar nervus trigeminus terlihat,
dan indentifikasi pembuluh darah yang menekan nervus saat pembuluh
darah masuk ke pons. Teflon felt digunakan untuk mengalasi nervus agar
nervus tersebut menjauhi arteri dan vena.15,16
Gambar 5. Ilustrasi tindakan dekompresi mikrovaskular 14
Gambar 6. Dekompresi mikrovaskular (Jannetta procedure) yang digunakan untuk menangani neuralgia trigeminus. Arteri cerebellar anteroinferior berkontak dengan
nervus trigeminus16
21
Pasca operasi, penderita harus dirawat di ruang intensif, dan nyeri bekas
sayatan operasi dapat ditangani dengan analgetik. Hanya ada 2 kematian
yang dilaporkan oleh Peter Jannetta pasca operasi ini. Selain nyeri kepala
pasca operasi, mati rasa pada daerah wajah, dan gangguan pendengaran
juga dapat terjadi.15,16
d. Sensory Rhizotomy
Sensory Rhizotomy adalah pemotongan irreversibel dari cabang nervus
trigeminus yang memberikan koneksi pada batang otak. Tekniknya
dengan membuat lubang kecil di belakang tengkorak. Stimulasi probe
digunakan untuk mengidentifikasi cabang saraf motorik. Cabang saraf
motorik dimana berfungsi mengontrol otot pengunyah harus
dipertahankan. Cabang saraf sensorik dimana berfungsi yang
mengirimkan sinyal nyeri dari otak di potong. Pemotongan saraf akan
menyebabkan mati rasa pada bagian wajah secara permanen sehingga
harus dipertimbangkan karena adanya nyeri kambuhan yang tidak
berespon dengan pengobatan lain.17
Gambar 7. Selama prosedur sensory rhizotomy, cabang saraf sensory dipotong dan cabang saraf motorik tetap dipertahankan. 17
22
2.10 Prognosis
Neuralgia trigeminal bukan merupakan suatu ancaman. Tetapi cenderung
menjadi lebih parah semakin hari. Banyak pasien yang berhasil sembuh dengan
tindakan pembedahan. Bahkan beberapa dokter lebih memilih melakukan tindakan
pembedahan pada stadium awal dekompresi mikrovaskular untuk mencegah kerusakan
demyelinisasi. Walaupun hal ini masih menjadi suatu kontroversi dan penyebab dari
neuralgia trigeminal masih belum jelas.12
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Neuralgia trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi
yang berulang karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih saraf dari tiga
cabang saraf trigeminal. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf
trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal
yang diakibatkan oleh berbagai penyebab. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang
menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang
mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat
keluarnya saraf ini dari batang otak.
Kunci diagnosis adalah riwayat. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi
nyeri dan terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri
mulai pada distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya.
Beberapa kasus mulai pada divisi 1. Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat
hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari
saraf trigeminal, misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing
bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger area atau trigger zone). Trigger zones
sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut.
Obat untuk mengatasi Neuralgia trigeminal biasanya cukup efektif. Obat ini
akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang. Bila
ada efek samping, obat lain bisa digunakan sesuai petunjuk dokter tentunya.
Beberapa obat yang biasa diresepkan antara lain Carbamazepine (Tegretol,
Carbatrol), Baclofen. Ada pula obat Phenytoin (Dilantin) atau Oxcarbazepine
(Trileptal). Dokter mungkin akan memberi Lamotrignine (Lamictal) atau Gabapentin
(Neurontin). Pasien Neuralgia trigeminal yang tidak cocok dengan obat-obatan bisa
memilih tindakan operasi.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Popovici F, Mergeani A, Popescu D, Anthoci F. Review on the Causes of
Neuralgia trigeminal Symptomatic to Other Diseases. Romanian Journal Of
Neurology . 2011. Volume X, No. 2: 69-72.
2. Sharav Y. Orofacial Pain : Dental Vascular & Neuropathic, In: Pain-An Updated
Review, Seattle, IASP Press. . 2002: 440-2.
3. Prof. Dr. I Gusti Ng. Gd. Ngoerah. Nervi Kranialis. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu
Penyakit Saraf. Penerbit Universitas Airlangga. Surabaya. 1990: 52-53; 351.
4. Krafft RM. Trigeminal Neuralgia. American Family Physician . 2008. Volume
77( 9): 1291-6.
5. Agrawal A, Cincu R, Borle RM, Bhola N. Neuralgia trigeminal : An Overview. J
Mgims. 2008. Vol 13, No (1): 40 – 44.
6. Marjono, Mahar and Priguna Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat; 1988.p.149-59
7. Loeser JD, 2001, Cranial Neuralgia, In : Bonica’s Management of Pain,
Philadelphia, Lipincott William & Wilkins, co : 855-61
8. Olesen J, 1988, Classification & Diagnostic Criteria for Headache Disorders,
Cranial neuralgias & Pacial pain, 1st ed, Oslo, The Norwegian Univ, Press
9. Rose FC et al, 1997, Carbamezepine in the Treatment of Non-seizure Disorders :
Trigeminal Neuralgia, Other Painful Disoreders & Affective Disorders, Rev
Contemp Pharmacother 8: 123-43
10. Grant SM et al, 1992, Oxcacarbazepine. A Review of its Pharmacology &
Therapeutic Potential in Epilepsy, Neuralgia trigeminal & Affective disorders, In :
Drugs 43(6) : 873-81
11. McMillan R. Neuralgia trigeminal – a debilitating facial pain. Reviews in Pain.
2011. 5, 1: 26-32.
12. Zakrzewska JM, McMillan R. Trigeminal Neuralgia:The Diagnosis and
Management of This Excruciating and Poorly Understood Facial Pain.
Postgraduation Medical Journal 2011. 87: 410-6.
13. Hollway T, Brosnan K.,Moore AJ, Newell DW. Neurosurgery Principles and
Practice. United Kingdom: Springer; 2005. p. 586-7.
25
14. Prall JA. Three options for treating trigeminal neuralgia. Neuroscience News 2011.
2, 1: 1-4.
15. Anil SM, Kanno T, Watanabe S, Kato Y, Sano H. Microvascular decompression in
trigeminal neuralgia. Pan Arab Journal of Neurosurgery 2009. 13, 2: 17-23.
16. Burchiel KJ, Wyler AR. Neuralgia trigeminal surgery [online]. 2012 [cited 2013
August 30]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/248933-
overview#showall
17. Tew J, McMahon N. Neuralgia trigeminal [online]. 2012. [cited 2013 January 19].
Available from: http://www.mayfieldclinic.com/PE-TRIN.htm
26