46
BAB I PENDAHULUAN Kelumpuhan nervus fasialis ( N VII ) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah dimana pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tidak simetris. Keleumpuhan n. facialis merupakan gejala, sehingga harus dicari penyebabnya. 1 N. facialis merupakan saraf cranialis terpanjang yang berjalan di dalam tulang, sehingga sebagian besar kelainan n. facialis terletak di dalam tulang temporal. Nervus facialis mempunya dua inti yaitu inti superior dan inti inferior. Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, nervus facialis di bagi dalam 3 segmen, yaitu segmen labirin, segmen timpani dan segmen mastoid. 1 Parese nervus fasialis ada dua tipe yaitu tipe UMN (upper motor neuron) dan tipe LMN (lower motor neuron). Pada tipe UMN kerusakan nervus facialis terjadi pada jaras kortikobulbar atau bagian bawah korteks motorik, sedangkan pada tipe LMN atau parese nervus facialis perifer yang terjadi bila nukleus atau serabut distal nervus fasialis yang terganggu, bisa terletak di pons, di os petrosus, cavum tympani di foramen stilomasttoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus facialis. Proses patologis di sekitar meatus akustikus internus akan melibatkan nervus facilais dan akustikus sehingga parese nervus facialis LMN akan timbul berbarengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan agesia. 2 2

Parise nervus facialis et causa OMSK

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Parise nervus facialis et causa OMSK

BAB I

PENDAHULUAN

Kelumpuhan nervus fasialis ( N VII ) merupakan kelumpuhan otot-otot wajah dimana

pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah pasien tidak

simetris. Keleumpuhan n. facialis merupakan gejala, sehingga harus dicari penyebabnya.1

N. facialis merupakan saraf cranialis terpanjang yang berjalan di dalam tulang, sehingga

sebagian besar kelainan n. facialis terletak di dalam tulang temporal. Nervus facialis

mempunya dua inti yaitu inti superior dan inti inferior. Dalam perjalanan di dalam tulang

temporal, nervus facialis di bagi dalam 3 segmen, yaitu segmen labirin, segmen timpani dan

segmen mastoid.1

Parese nervus fasialis ada dua tipe yaitu tipe UMN (upper motor neuron) dan tipe LMN

(lower motor neuron). Pada tipe UMN kerusakan nervus facialis terjadi pada jaras

kortikobulbar atau bagian bawah korteks motorik, sedangkan pada tipe LMN atau parese

nervus facialis perifer yang terjadi bila nukleus atau serabut distal nervus fasialis yang

terganggu, bisa terletak di pons, di os petrosus, cavum tympani di foramen stilomasttoideus

dan pada cabang-cabang tepi nervus facialis. Proses patologis di sekitar meatus akustikus

internus akan melibatkan nervus facilais dan akustikus sehingga parese nervus facialis LMN

akan timbul berbarengan dengan tuli perseptif ipsilateral dan agesia.2

Penyebab kelumpuhan nervus fasialis bisa disebabkan oleh kelainan congenital,

infeksi, tumor, trauma, gangguan pembuluh darah, idiopatik, dan penyakit-penyakit tertentu

seperti infeksi telinga tengah.3

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis telinga tengah dengan

perforasi membran timpani dan sekret yang yang keluar dari telinga tengah terus menerus

atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan

berlangsung lebih dari 2 bulan.4

Menurut Shambough (2003) komplikasi OMSK terbagia atas komplikasi intratemporal,

komplikasi ekstratemporal dan komplikasi intrakranial. Parise nervus facialis termasuk dalam

komplikasi intratemporal. Komplikasi akut dan kronik otitis media jarang terjadi tetapi serius

dan bersifat letal. Komplikasi kranial terjadi pada bagian tulang temporal cranium dan

komplikasi intrakranial terjadi ketika infeksi telah menyebar ke tulang temporal.3,4

2

Page 2: Parise nervus facialis et causa OMSK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1.1 Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah atau rongga timpani adalah ruang dalam tulang temporal. Hal ini diisi

dengan udara, yang berasal dari bagian hidung dari faring melalui tuba eustachi. Ini berisi

tulang pendengaran, yang menghubungkan dinding lateral ke dinding medial, dan berfungsi

untuk menyampaikan getaran kepada membran timpani di seluruh rongga ke telinga dalam.4

Rongga timpani bagian lateral dibatasi oleh membran timpani, medial oleh dinding

lateral telinga internal berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularishorizontal,

kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar, promontorium. Batas atas dengan tegmen

timpani, batas bawah bulbus jugularis, dan di depan dengan tuba eustachii.4,5

Menurut ketinggian batas superior dan inferior membran timpani, kavum timpani dibagi

menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum yang merupakan bagian kavum timpani yang lebih

tinggi dari batas superior membran timpani, mesotimpanum yang merupakan ruangan di

antara batas atas dengan batas bawah membran timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian

kavum timpani yang terletak lebih rendah dari batas bawah membran timpani. Diameter

vertikal dan antero-posterior rongga masing-masing sekitar 15 mm. Diameter transversal

ukuran sekitar 6 mm. di atas dan 4 mm. bawah, berlawanan pusat dari membran timpani itu

hanya sekitar 2 mm.4,5

Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel), dari luar ke

dalam maleus, inkus dan stapes. Dua otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot

stapedius. Selain itu terdapat juga korda timpani merupakan cabang dari nervus fasialis

masuk ke kavumtimpani dari analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral. Saraf

pleksus timpanikus yang berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan

dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksussimpatetik disekitar arteri karotis

interna 4,5

3

Page 3: Parise nervus facialis et causa OMSK

Gambar 1. Cavum tympani : sumber www.contmediausa.com

Membran timpani (membrana timpani) memisahkan rongga timpani dari dasar meatus

akustik eksternal. Ini adalah membran, tipis semitransparan, bentuknya hampir oval, agak

lebih luas atas dari bawah, dan diarahkan sangat miring ke bawah dan ke dalam sehingga

membentuk sudut sekitar lima puluh lima derajat dengan lantai meatus. Diameternya

terpanjang adalah ke bawah dan ke depan, panjang vertical rata-rata 9-10 mm, ukuran

diameter terpendek antero posterior yang 8-9 mm.. Sebagian besar dari lingkar adalah

menebal dengan ketebalan 0.1 mm, dan membentuk sebuah cincin fibrokartilaginosa yang

tetap dalam sulkus timpani di ujung bagian dalam meatus. Manubrium malleus yang melekat

erat pada permukaan medial membran sejauh pusatnya, yang menarik ke arah rongga

timpani, permukaan lateral membran demikian cekung, dan bagian yang paling tertekan

cekung ini bernama Umbo.

Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars tensa yang

merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu per-mukaan yang tegang dan

bergetar dengan sekelilingnya yang menebal dan melekat di anulus timpanikus pada sulkus

timpanikus pada tulang dari tulang temporal. Pars flaksida atau membran Shrapnell, letaknya

dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu

plika maleolaris anterior (lipatan muka) dan plika maleolaris posterior (lipatan belakang).1,5,6

Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :

1. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.

2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.

3. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan mukosum.

4

Page 4: Parise nervus facialis et causa OMSK

Gambar 2. Anatomi membran tympani. Sumber : http://www.bartleby.com/107/230.html

Arteri dari membran timpani berasal dari cabang auricularis dari maxillary internal,

yang ramifies bawah lapisan kulit, dan dari cabang stylomastoideum dari aurikularis

posterior, dan cabang timpani dari maxillary internal, yang didistribusikan pada permukaan

mukosa. Vena superfisial terbuka ke jugularis eksternal, yang pada permukaan dalam

mengalirkan sebagian ke dalam sinus melintang dan pembuluh darah dari dura mater, dan

sebagian menjadi pleksus pada tabung pendengaran. Membran menerima saraf utamanya

pasokan dari cabang auriculotemporal mandibula tersebut; cabang auricularis nervus vagus,

dan cabang timpani dari glossopharingeus juga menyediakan itu.4

Tabung pendengaran (tuba auditiva, tuba Eustachio ) adalah saluran melalui rongga

timpani berhubungan dengan bagian hidung faring. Panjangnya kira-kira 36 mm, dan.

Arahnya adalah ke bawah, ke depan, dan medial, membentuk sudut sekitar 45 derajat dengan

bidang sagital dan salah satu dari 30 sampai 40 derajat dengan bidang horisontal. Hal ini

dibentuk sebagian dari tulang, sebagian dari tulang rawan dan jaringan fibrosa. 4,5

Tuba eustachius, terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian tulang yang terdapat pada bagian

belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan yang terdapat pada bagian depan

dan panjang (2/3 bagian). Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang

mempertahankan keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan

udara luar, drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan

menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum timpani. Tabung dibuka

selama deglutition oleh Salpingopharyngeus dan tubæ Dilatator. Yang terakhir muncul dari

5

Page 5: Parise nervus facialis et causa OMSK

kait tulang rawan dan dari bagian membran tabung, dan menyatu di bawah ini dengan Tensor

veli palatini.3-5

Gambar 3. Tuba eustachi, dalam pemotongan sumbu panjang. Sumber : http://www.bartleby.com/107/230.html

Korda timpani saraf dilepaskan dari wajah saat melewati bawah belakang rongga

timpani, sekitar 6 mm. dari foramen stylomastoideum. Ini berjalan ke atas dan ke depan

dalam kanal, dan memasuki rongga timpani, melalui lobang (iter korda posterius) pada

dinding posteriornya, dekat dengan permukaan medial batas posterior dari membran timpani

dan pada tingkat dengan ujung atas manubrium malleus. Ini melintasi rongga timpani, antara

lapisan berserat dan lendir dari membran timpani, melintasi manubrium malleus, dan muncul

dari rongga melalui foramen terletak di ujung bagian dalam fisura petrotympanic, dan

bernama iter korda anterius (kanal dari Huguier). Kemudian turun antara eksternus

Pterygoideus dan internus pada permukaan medial dari spina angularis dari sphenoid, yang

kadang-kadang alur, dan bergabung, pada sudut akut, batas posterior dari nervus lingualis. Ini

menerima serat eferen beberapa dari akar motorik, ini memasuki ganglion submaxillary, dan

melalui itu didistribusikan ke kelenjar submaxillary dan sublingual, sebagian besar serat yang

sangat aferen, dan seterusnya lanjutan melalui substansi otot lidah ke selaput lendir meliputi

anterior yang dua-pertiga, mereka merupakan saraf rasa untuk bagian ini lidah. Sebelum

6

Page 6: Parise nervus facialis et causa OMSK

bersatu dengan nervus lingualis yang Korda timpani bergabung dengan cabang kecil dari

ganglion otic.

Gambar 4. Membrana timpani kanan dengan Korda timpani, dilihat dari dalam, dari belakang, dan dari atas.

1.2 Fisiologi Pendengaran

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan keliang telinga danmengenai

membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran iniditeruskan ke tulang-

tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.Selanjutnya stapes menggerakkan

tingkap lonjong (foramen ovale) yang jugamenggerakkan perilimf dalam skala vestibuli.

Getaran diteruskan melalui membranReissener yang mendorong endolimf dan membran

basal kearah bawah, perilimf dala m skala timpani akan bergerak sehingga tingkap (forame

rotundum) terdorongke arah luar. Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimf

danmendorong membran basal, sehingga menjadi cembung kebawah

dan menggerakkan perilimf pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut

berkelok-kelok,dan dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus.

Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi

aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang N.VIII, yang kemudian meneruskan

rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak (area 39-40) melalui saraf pusat yang

ada di lobus temporal.1,8

7

Page 7: Parise nervus facialis et causa OMSK

1.3 Anatomi Nervus Fasialis

Sel tubuh untuk nervus facialis dikelompokkan dalam area-area anatomis yang disebut

nukleus atau ganglia. Badan sel saraf aferen untuk ditemukan dalam ganglion geniculate

untuk sensasi rasa. Badan sel saraf eferen untuk otot ditemukan dalam inti motorik wajah

sedangkan badan sel saraf untuk eferen parasimpatik yang ditemukan dalam inti salivatory

superior.8

Inti motorik nervus VII terletak di pons. Serabutnya mengitari nervus VI, dan keluar

di bagian lateral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons di antara nervus

VII dan nervus VIII. Ketiga nervus ini bersama-sama memasuki meatus akustikus internus.

Di dalam meatus ini, saraf fasialis dan intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral

dalam kanalis fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir

kanalis , saraf fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini,

serat motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi

glandula parotis.6,7

Sewaktu meninggalkan pons, nervus fasialis beserta nervus intermedius dan nervus

VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus. Dalam perjalanan di

dalam tulang temporal, nervus VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu segmen labirin, segman

timpani dan segmen mastoid.1

Segmen labirin terletak antara akhir kanal akustik internus dan ganglion genikulatum .

panjang segmen ini 2-4 milimeter.1

Segmen timpani (segmen vertikal), terletak di antara bagian distal ganglion

genikulatum dan berjalan ke arah posterior telinga tengah , kemudian naik ke arah tingkap

lonjong (venestra ovalis) dan stapes, lalu turun kemudian terletak sejajar dengan kanal

semisirkularis horizontal. Panjang segmen ini kira-kira 12 milimeter.1

8

Page 8: Parise nervus facialis et causa OMSK

Gambar 5. saraf facialis, korda timpani, dan fleksus timpanikus

Segmen mastoid ( segmen vertikal) mulai dari dinding medial dan superior kavum

timpani . perubahan posisi dari segman timpani menjadi segmen mastoid, disebut segman

piramidal atau genu eksterna. Bagian ini merupakan bagian paling posterior dari nervus VII,

sehingga mudah terkena trauma pada saat operasi. Selanjutnya segmen ini berjalan ke arah

kaudal menuju segmen stilomaoid . panjang segmen ini 15-20 milimeter.1

Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan yang

mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada hubungan dengan

gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal menderita penyakit

penyakit, mungkin terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau

amimi).7

Gambar 6. Percabangan fungsi nervus fasialis

9

Page 9: Parise nervus facialis et causa OMSK

1.4 Fungsi Nervus Fasialis

a. Eferen

Fungsi utamanya adalah motor kontrol dari sebagian besar otot-otot ekspresi wajah. Hal

ini juga innervates perut posterior otot digastric, otot stylohyoid, dan otot stapedius dari

telinga tengah. Semua otot ini adalah otot lurik asal branchiomeric berkembang dari

lengkung faring kedua.8

Wajah juga memasok serat parasimpatis ke kelenjar submandibular dan kelenjar

sublingual melalui Korda timpani. Persarafan parasimpatik berfungsi untuk meningkatkan

aliran air liur dari kelenjar ini. Ini juga memasok persarafan parasimpatis pada mukosa

hidung dan kelenjar lakrimal melalui ganglion pterygopalatine. Nervus facialis juga

berfungsi sebagai tungkai eferen dari refleks kornea.8

b. Aferen

Selain itu, ia menerima sensasi rasa dari anterior dua pertiga dari lidah melalui Korda

timpani, sensasi rasa dikirim ke bagian gustatory dari inti soliter. Sensasi umum dari

anterior dua pertiga lidah dipasok oleh serat aferen dari divisi ketiga dari saraf kranial

kelima (V-3). Ini (VII) sensorik (V-3) dan rasa serat perjalanan bersama sebagai nervus

lingualis sebentar sebelum Korda timpani meninggalkan saraf lingual untuk memasuki

rongga timpani (telinga tengah) melalui fisura petrotympanic. Dengan demikian

bergabung dengan sisa nervus facialis melalui canaliculus untuk chorda timpani. Saraf

wajah kemudian bertemu ganglion geniculate (ganglion sensoris dari serat rasa chorda

timpani dan jalur rasa lainnya). Dari ganglion geniculate serat rasa terus sebagai saraf

perantara yang pergi ke kuadran anterior atas fundus dari meatus akustik internal bersama

dengan akar motor saraf wajah. saraf intermediate mencapai fosa kranial posterior melalui

meatus akustik internal sebelum bersinaps di nukleus soliter. Badan sel dari timpani

Chorda berada di ganglion geniculate, dan serat ini parasimpatis sinaps di ganglion

submandibula, melekat pada nervus lingualis.

Nervus facialis juga memasok sejumlah kecil persarafan aferen ke orofaring bawah

tonsil palatina. Ada juga sejumlah kecil sensasi kulit yang dibawa oleh nervus

intermedius dari kulit di dalam dan sekitar daun telinga (daun telinga).

10

Page 10: Parise nervus facialis et causa OMSK

Gambar 7. Percabangan fungsi nervus fasialis

2. DEFINISI

Otitis Media Supuratif Kronik adalah suatu radang kronis telinga tengah dengan

perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2

bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.8

Sedangkan kelumpuhan nervus fasialis ( N VII ) merupakan kelumpuhan otot-otot

wajah dimana pasien tidak atau kurang dapat menggerakkan otot wajah, sehingga wajah

pasien tidak simetris.1

Parese nervus fasialis dapat terjadi oleh oinfeksi telinga tengah yang disebabkan

karena penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis pada otitis media akut. Pada otitis

media kronis, kerusakan terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan

granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam kanalis fasialis tersebut.

3. EPIDEMIOLOGI

Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK

dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Otitis media supuratif kronis dianggap sebagai

salah satu penyebab tuli yang terpenting, terutama di negara-negara berkembang, dengan

prevalensi antara 1 -46%. Di Indonesia antara 2,10 - 5,20%, di Korea 3,33%, di Madras India

2,25%.Prevalensi tertinggi didapat pada penduduk Aborigin di Australia dan Bangsa Indiandi

Amerika Utara.

Komplikasi akut dan kronik otitis media jarang terjadi tetapi serius dan bersifat letal.

Komplikasi kranial terjadi pada bagian tulang temporal cranium dan komplikasi intrakranial

11

Page 11: Parise nervus facialis et causa OMSK

terjadi ketika infeksi telah menyebar ke tulang temporal. Komplikasi ini terjadi pada semua

umur, tapi 75%nya terjadi pada dua decade pertama kehidupan mereka. Dengan alasan yang

belum jelas laki-laki terkena dua kali lebih sering dibandingkan dengan perempuan. Insiden

tertinggi terjadi pada pada masyarakat miskin dan hidup pada daerah yang terlalu padat,

memiliki personal higieniti yang rendah, kesehatan yang buruk, terjadinya resistensi terhadap

infeksi dan kurangnya pengetahuan atau terbatasnya akses kesehatan. Tidak mengherankan

dua atau tiga komplikasi dapat muncul secara bersamaan. Istilah komplikasi kronik jika

infeksi cranial dan intra cranial telah menetap lebih dari 8 minggu.4

4. ETIOLOGI

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang

dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis,

tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba

Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan

cleft palate dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring

yang merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang

berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik.

Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti infeksi HIV,

sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.

Penyebab OMSK antara lain:

a. Lingkungan

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi

mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana

kelompok sosioekonomi rendah memi liki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir

dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang

padat.

b. Genetik

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden

OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.

Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui

apakah hal ini primer atau sekunder.

12

Page 12: Parise nervus facialis et causa OMSK

c. Otitis media sebelumnya.

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media

akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang

menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis

d. Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak

bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang

digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram negatif, flora

dan beberapa organisme lainnya.

e. Infeksi saluran nafas atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.

Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya

daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah,

sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri. Organisme-organisme dari meatus

auditoris eksternal termasuk Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa,

B.proteus, B.coli dan Aspergillus. Organisme  dari  nasofaring  diantaranya

Streptococcus  viridians (Streptococcus α-hemolitikus, Streptococcus β-hemolitikus dan

Pneumococcus).

f. Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap

otitis media kronis.

g. Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi

dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang

alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini

belum terbukti kemungkinannya.

h. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi

apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada

telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba

eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan

negatif menjadi normal.

13

Page 13: Parise nervus facialis et causa OMSK

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada

OMSK :

1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi

sekret telinga purulen berlanjut.

2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada

perforasi.

3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme

migrasi epitel.

4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat

diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan

dari perforasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi

kronis majemuk, antara lain :

1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.

a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.

b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total

2. Perforasi membran timpani yang menetap.

3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada telinga

tengah.

4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat

disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau

timpanosklerosis.

5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid.

6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan

mekanisme pertahanan tubuh.

5. PATOGENESIS

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari

nasofaring melalui tuba eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan

terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga

tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat,

seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat

proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah

14

Page 14: Parise nervus facialis et causa OMSK

pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain  itu,  adanya peningkatan  beberapa  kadar sitokin

kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan

terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.

Bagan 1. Patogenesa OMSK

Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk

dari satu lapisan , epitel skuamosa sederhana, pseudostratified respiratory

epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini

mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta

pembuluh darah. Penyembuhan Otitis Media ditandai dengan hilangnya sel-sel

tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.

15

Page 15: Parise nervus facialis et causa OMSK

Pada OMSK tipe malignan tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya.

Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya

kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.

Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara lain

adalah : teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori tersebut

akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964)

yang mengatakan : kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah.

Epitel kulit liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat

serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada

medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.9

Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam basis cranii.

Epitel skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal, telinga tengah, atau tulang

mastoid hanya dapat memperluas diri dengan mengorbankan tulang yang mengelilinginya.

Akibatnya, komplikasi yang terkait dengan semakin membesarnya kolesteatoma adalah

termasuk cedera dari struktur-struktur yang terdapat di dalam tulang temporal.

Kadangkadang, kolesteatomas juga dapat keluar dari batas-batas tulang temporal dan basis

cranii. Komplikasi ekstrarempotal dapat terjadi di leher, sistem saraf pusat, atau keduanya.

Kolesteatomas kadang-kadang menjadi cukup besar untuk mendistorsi otak normal dan

menghasilkan disfungsi otak akibat desakan massa.1

Erosi tulang terjadi oleh dua mekanisme utama. Pertama, efek tekanan yang

menyebabkan remodelling tulang, seperti yang biasa terjadi di seluruh kerangka apabila

mendapat tekanan (desakan) secara konsisten dari waktu ke waktu. Kedua, aktivitas enzim

pada kolesteatoma dapat meningkatkan proses osteoklastik pada tulang, yang nantinya akan

meningkatkan kecepatan resorpsi tulang. Kerja enzim osteolitik ini tampaknya meningkat

apabila kolesteatoma terinfeksi.

Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar pertahanan telinga tengah yang normal

dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur sekitarnya. Pertahanan

pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran napas, mampu

melokalisasi infeksi. Bila sawar ini runtuh, masih ada sawar ke dua, yaitu dinding tulang

kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini runtuh, maka struktur lunak di sekitarnya akan

terkena. Runtuhnya periosteum akan menyebabkan terjadinya abses periosteal, suatu

komplikasi yang tidak berbahaya. Apabila infeksi mengarah ke dalam, ke tulang temporal

maka akan menyebabkan paresis n.fasialis atau labirinitis.

16

Page 16: Parise nervus facialis et causa OMSK

Paresis nervus fasialis dapat terjadi pada otitis media akut dan kronik. Terdapat dua

mekanisme yang dapat menyebabkan paralisis nervus fasialis yaitu :1. Hasil toksin bakteri di

daerah tersebut 2. Dari tekanan langsung terhadap saraf oleh kolesteatoma atau jaringan

granulasi. Pada otitis media akut, penyebaran infeksi langsung ke kanalis fasialis khususnya

pada anak terjadi ketika kanalis nervus fasialis pada telinga tengah mengalami congenital

dehiscent atau saraf terkena akibat kontak langsung dengan materi purulen sehingga dapat

menimbulkan inflamasi dan edema pada saraf dan menyebabkan paresis.1,3,10

Pada otitis media kronik bisa mengikis kanal nervus fasialis atau sarafnya dapat

dilibatkan dengan osteitis, kolesteatom dan jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam

kanalis fasialis. Manifestasi klinik yang tampak yaitu paralisis nervus fasialis bagian bawah,

ipsilateral terhadap telinga yang sakit.3

Pada otitis media akut operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan. Perlu

diberikan antibiotik dosis tinggi dan terapi penunjang lainny, serta menghilangkan tekanan di

dalam kavum timpani dengan drainase. Jika terjadi congenital dehiscent maka perlu

dilakukan miringotomi dengan aspirasi pus dari telinga tengah diikuti dengan pemberian

antibiotik yang kebanyakn menyebabkan resolusi parese yang sinakat. Bila dalam jangka

waktu tertentu tidak ada perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik, barulah

dipikirkan untuk melakukan dekompresi. Pada otitis media kronik diindikasikan operasi

eksplorasi mastoid. Tindakan dekompresi kanalis n. fasialis harus segera dilakukan tanpa

harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik.1,2,3,7

6. KLASIFIKASI

Klasifikasi OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :

1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.

Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala

klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang

mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas,

pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh

yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat

perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis

berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada

tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.

17

Page 17: Parise nervus facialis et causa OMSK

Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:

Fase aktif

Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan

infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman

masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen.

Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars

tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke

sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang

menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi,

atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit,

dimana kadang-kadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.

Fase tidak aktif / fase tenang

Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga

tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain

yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga.

Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :

– Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis

– Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis

– Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang

terkontaminasi

– Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia

– Otitis media supuratif akut yang berulang

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih

sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang

mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.

Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih,

terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2

tipe yaitu :

1. Kongenital

Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis

(1965) adalah :

– Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.

18

Page 18: Parise nervus facialis et causa OMSK

– Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.

– Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel

undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.

Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang

temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli saraf

berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.

2. Didapat.

Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong retraksi.

Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi dengan

komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk mengalami perbaikan bahkan

jika ventilasi telinga tengah kembali normal : mereka menjadi area kolaps pada

segmen atik atau segmen posterior pars tensa membrane timpani.

Epitel skuamosa pada membrane timpani normalnya membuang lapisan sel-sel

mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi dan proses

pembersihan ini gagal, debris keratin akan terkumpul dan pada akhirnya membentuk

kolesteatoma.

Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat sulit dan

lesi tersebut membesar. Membran timpani tidak mengalami ‘perforasi’ dalam arti kata

yang sebenarnya : lubang yang terlihat sangat kecil, merupakan suatu lubang sempit

yang tampak seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti botol, botol itu

sendiri penuh dengan debris epitel yang menyerupai lilin.

Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia

skuamosa pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik

atau adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir

perforasi, terutama pada perforasi marginal.

Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat, yang

dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma kolesterol

tidak memiliki hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya hampir mirip dan

kedua kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan pada telinga tengah atau mastoid.

Granuloma kolesterol, disebabkan oleh adanya kristal kolesterol dari eksudat

serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi benda asing,

dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.

Klasifikasi Komplikasi OMSK

19

Page 19: Parise nervus facialis et causa OMSK

Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otitis media yang berlainan,

tetapi dasarnya tetap sama.

Adams dkk (1989) mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:

Komplikasi di telinga

tengah

Komplikasi di telinga

dalam

Komplikasi ekstradural Komplikasi ke susunan

saraf pusat

1. Perforasi

membran

timpani

persisten

2. Erosi tulang

pendengara

n

3. Paralisis

nervus

fasialis

1. Fistula labirin

2. Labirinitis

supuratif

3. Tuli saraf

sensorineural

1. Abses

ekstradural

2. Trombosis

sinus lateralis

3. Petrositis

1. Meningitis

2. Abses otak

3. Hidrosefalus

otitis

Souza dkk (1999) membagi komplikasi otitis media menjadi:

Komplikasi intratemporal Komplikasi ekstratemporal

1. Komplikasi di telinga tengah

Perforasi membran timpani

persisten

Erosi tulang pendengaran

Paralisis nervus fasialis

2. Komplikasi ke rongga mastoid

Petrositis

Mastoiditis kcalesen

3. Komplikasi ke telinga dalam

Labirinitis

Tuli saraf/ sensorineural

1. Komplikasi intrakranial

Abses ekstradura

Abses subdura

Abses otak

Meningitis

Tromboflebitis sinus lateralis

Hidrosefalus otitis

2. Kompleks ekstrakranial

Abses retroaurikuler

Abses Bezold’s

Abses zygomaticus

20

Page 20: Parise nervus facialis et causa OMSK

21

Komplikasi intratemporal Komplikasi ekstratemporal Komplikasi intrakranial

1. Perforasi membran

timpani

2. Labirinitis

3. Paralisis nervus

fasialis

4. Petrositis

5. Mastoiditis akut

1. Abses subperiosteal 1. Abses ekstradura/

subdura

2. Abses otak

3. Empiema subdura

4. Tromboflebitis

5. Hidrosefalus otitis

Shambough (2003) membagi komplikasi otitis media sebagai berikut:

7. GEJALA KLINIS

1. Telinga berair (otorrhoe)

Sekret bersifat purulen ( kental, putih) atau mukoid ( seperti air dan encer) tergantung

stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga

tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau

busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran

timpani dan infeksi. Keluarnya secret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret

dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah

mandi atau berenang.

Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang

sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk

degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK

tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya

lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya

jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang

mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan

tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai

tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan

sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat

menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli

konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik.

Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK

Page 21: Parise nervus facialis et causa OMSK

22

Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran

lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani

serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe

maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran,

tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang

pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.

Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi

karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa

terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat,

hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.

3. Otalgia ( nyeri telinga)

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda

yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri

dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya

durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga

mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda

berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus

lateralis.

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan

vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin

oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang

mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena

perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang

oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan

vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan

yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke

telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi

meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini

memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani, dengan demikian

dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :

Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK

Page 22: Parise nervus facialis et causa OMSK

23

1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular

2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.

3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)

4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

Pada pares nervus facialis otot-otot bagian atas wajah mendapat persarafan dari 2 sisi.

Karena itu, terdapat perbedaan antara gejala kelumpuhan saraf VII jenis sentral dan perifer.

Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapat persarafan dari 2 sisi, tidak

lumpuh ; yang lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Pada gangguan N VII jenis perifer

(gangguan berada di inti atau di serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan

mungkin juga termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang

berjalan bersama N. fasialis.6

Bagian inti motorik yang mengurus wajah bagian bawah mendapat persarafan dari

korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mengurus wajah bagian atas mendapat

persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Karenanya kerusakan sesisi pada upper

motor neuron dari nervus VII (lesi pada traktus piramidalis atau korteks motorik) akan

mengakibatkan kelumpuhan pada otot-otot wajah bagian bawah, sedangkan bagian atasnya

tidak. Penderitanya masih dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi dan menutup mata

(persarafan bilateral) ; tetapi pasien kurang dapat mengangkat sudut mulut (menyeringai,

memperlihatkan gigi geligi) pada sisi yang lumpuh bila disuruh. Kontraksi involunter masih

dapat terjadi, bila penderita tertawa secara spontan, maka sudut mulut dapat terangkat.6

Pada lesi motor neuron, semua gerakan otot wajah, baik yang volunter maupun yang

involunter, lumpuh. Lesi supranuklir (upper motor neuron) nervus VII sering merupakan

bagian dari hemiplegia. Hal ini dapat dijumpai pada strok dan lesi-butuh-ruang (space

occupying lesion) yang mengenai korteks motorik, kapsula interna, talamus, mesensefalon

dan pons di atas inti nervus VII. Dalam hal demikian pengecapan dan salivasi tidak

terganggu. Kelumpuhan nervus VII supranuklir pada kedua sisi dapat dijumpai pada paralisis

pseudobulber. 6

Gejala lesi dikanalis fasialis (melibatkan korda timpani) ditandai seperti pada mulut

tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di antara pipi dan gusi. Lipatan kulit

dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air

mata akan keluar terus menerus, ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah

(2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan

pada lidah menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di antara

Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK

Page 23: Parise nervus facialis et causa OMSK

24

pons dan titik dimana korda timpani bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis.

Pada lesi yang melibatkan muskulus stapedius gejala disertai dengan hiperakusis.

Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan fungsi nervus fasialis. Tujuan

pemeriksaan fungsi nervus fasialis adalah untuk menentukan letak lesi dan menentukan

derajat kelumpuhannya.1

1. Pemeriksaan fungsi saraf motorik

Terdapat 10 otot-otot utama wajah yang bertanggung jawab untuk terciptanya mimic dan

ekspresi wajah seseorang.

2. Tonus

Pada keadaan istirahat tanpa kontraksi maka tonus otot menentukan terhadap

kesempurnaan mimic / ekspresi muka.1

3. Gustometri

Sistem pengecapan pada 2/3 anterior lidah dipersarafi oleh n. Korda timpani, salah satu

cabang nervus fasialis.1 Kerusakan pada N VII sebelum percabangan korda timpani dapat

menyebabkan ageusi (hilangnya pengecapan).11

Pemeriksaan dilakukan dengan cara penderita disuruh menjulurkan lidah, kemudian

pemeriksa menaruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam pada lidah penderita.

penderita tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut, sebab bubuk akan tersebar

melalui ludah ke sisis lidah lainnya atau ke bagian belakang lidah yang persarafannya

diurus oleh saraf lain.11

4. Salivasi

Pemeriksaan uji salivasi dapat dilakukan dengan melakukan kanulasi kelenjar

submandibularis. Caranya dengan menyelipkan tabung polietilen no 50 kedalam duktus

Wharton. Sepotong kapas yang telah dicelupkan kedalam jus lemon ditempatkan dalam

mulut dan pemeriksa harus melihat aliran ludah pada kedua tabung. Volume dapat

dibandingkan dalam 1 menit. Berkurangnya aliran ludah sebesar 25 % dianggap

abnormal.11

5. Schimer Test atau Naso-Lacrymal Reflex

Dianggap sebagai pemeriksaan terbaik untuk pemeriksaan fungsi serabut-serabut pada

simpatis dari nervus fasialis yang disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis mayor

setinggi ganglion genikulatum. Kerusakan pada atau di atas nervus petrosus mayor dapat

menyebabkan berkurangnya produksi air mata.1,11

Tes Schimer dilakukan untuk menilai fungsi lakrimasi dari mata. Cara pemeriksaan

dengan meletakkan kertas hisap atau lakmus lebar 0,5 cm panjang 5-10 cm pada dasar

Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK

Page 24: Parise nervus facialis et causa OMSK

25

konjungtiva. Setelah tiga menit, panjang dari bagian strip yang menjadi basah

dibandingkan dengan sisi satunya. Freys menyatakan bahwa kalau ada beda kanan dan

kiri lebih atau sama dengan 50% dianggap patologis.1,11

6. Refleks Stapedius

Untuk menilai reflex stapedius digunakan elektoakustik impedans meter, yaitu dengan

cara memberikan ransangan pada muskulus stapedius yang bertujuan untuk mengetahui

fungsi N. stapedius cabang N.VII.

7. Uji audiologik

Pengujian termasuk hantaran udara dan hantaran tulang, timpanometri dan reflex stapes.

Fungsi saraf cranial kedelapan dapat dinilai dengan menggunakan uji respon auditorik

yang dibangkitkan dari batang otak. Uji ini bermanfaat dalam mendeteksi patologi kanalis

akustikus internus. Suatu tuli konduktif dapat memberikan kesan suatu kelainan dalam

telinga tengah, dan dengan memandang syaraf fasialis yang terpapar pada daerah ini,

perlu dipertimbangkan suatu sumber infeksi. Jika terjadi parese saraf ketujuh pada waktu

otitis media akut, maka mungkin gangguan saraf pada telinga tengah. Pengujian reflek

dapat dilakukan pada telinga ipsilateral atau kontralateral dengan menggunakan suatu

nada yang keras, yang akan membangkitkan respon suatu gerakan reflek dari otot

stapedius. Gerakan ini mengubah tegangan membrane timpani dan menyebabkan

perubahan impedansi rantai osikular. Jika nada tersebut diperdengarkan pada belahan

telinga yang normal, dan reflek ini pada perangsangan kedua telinga mengesankan suatu

kelainan pada bagian aferen saraf kranialis.11

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui parese

nervus fasialis adalah dengan uji fungsi saraf. Terdapat beberapa uji fungsi saraf yang

tersedia antara lain Elektromigrafi (EMG), Elektroneuronografi (ENOG), dan uji stimulasi

maksimal.11

1. Elektromiografi (EMG)

EMG sering kali dilakukan oleh bagian neurologi. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk

menentukan perjalanan respons reinervasi pasien. Pola EMG dapat diklasifikasikan

sebagai respon normal, pola denervasi, pola fibrilasi, atau suatu pola yang kacau yang

mengesankan suatu miopati atau neuropati. Namun, nilai suatu EMG sangat terbatas

kurang dari 21 hari setelah paralisis akut. Sebelum 21 hari, jika wajah tidak bergerak,

EMG akan memperlihatkan potensial denervasi. Potensial fibrilasi merupakan suatu tanda

Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK

Page 25: Parise nervus facialis et causa OMSK

26

positif yang menunjukkan kepulihan sebagian serabut. Potensial ini terlihat sebelum 21

hari.11

2. Elektroneuronografi (ENOG)

ENOG memberi informasi lebih awal dibandingkan dengan EMG. ENOG melakukan

stimulasi pada satu titik dan pengukuran EMG pada satu titik yang lebih distal dari saraf.

Kecepatan hantaran saraf dapat diperhitungkan. Bila terdapat reduksi 90% pada ENOG

bila dibandingkan dengan sisi lainnya dalam sepuluh hari, maka kemungkinan sembuh

juga berkurang secara bermakna. Fisch Eselin melaporkan bahwa suatu penurunan

sebesar 25 persen berakibat penyembuhan tidak lengkap pada 88 persen pasien mereka,

sementara 77 persen pasien yang mampu mempertahankan respons di atas angka tersebut

mengalami penyembuhan normal saraf fasialis.11

3. Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi

dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan

letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara

ditelinga tengah. Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan

intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen

dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO

1964 dan ANSI 1969.

Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran

Normal : -10 dB sampai 26 dB

Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB

Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB

Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB

Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

Tuli total : lebih dari 90 dB.

4. Pemeriksaan Radiologi.

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya

terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi

biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi

lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama

pada daerah atik memberi kesan kolesteatom

9. PENATALAKSANAAN

Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK

Page 26: Parise nervus facialis et causa OMSK

27

Penatalaksanaan  OMSK  yang  efektif  harus  didasarkan  pada  faktor-

faktor penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah

dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-

perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta mengganggu fungsi,

dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak

harus dilakukan operasi, tetapi obat-obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi

sebelum operasi.

Prinsip  pengobatan  tergantung  dari  jenis  penyakit  dan  luasnya  infeksi,  dimana

pengobatan dapat dibagi atas:

1. Konservatif

2. Operasi

Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes telinga lebih

baik hasilnya daripada masing-masing diberikan tersendiri. Diperlukan antibiotik pada setiap

fase aktif dan dapat disesuaikan dengan kuman penyebab. Antibiotik sistemik pertama dapat

langsung dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis, penampilan sekret yang keluar serta

riwayat pengobatan sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas , sekret

kuning pekat seringkali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk seringkali

disebabkan oleh golongan anaerob.10

Kotrimokasazol, Siprofloksasin atau ampisilin-sulbaktam dapat dipakai apabila curiga

Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Bila ada kecurigaan terhadap kuman anaerob, dapat

dipakai metronidazol, klindamisin, atau kloramfenikol. Bila sukar mentukan kuman

penyebab, dapat dipakai campuran trimetoprim-sulfametoksazol atau amoksisillin-klavulanat.

Antibitotik topikal yang aman dipakai adalah golongan quinolon. Karena efek samping

terhadap pertumbuhan tulang usia anak belum dapat disingkirkan, penggunaan ofloksasin

harus sangat hati-hati pada anak kurang dari 12 tahun.10

Penatalaksanaan OMSK Maligna

Pengobatan  yang  tepat  untuk  OMSK  maligna  adalah  operasi.  Pengobatan

konservatif  dengan  medikamentosa  hanyalah  merupakan  terapi  sementara sebelum

dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses

sebaiknyadilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.

Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan

pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain:

Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK

Page 27: Parise nervus facialis et causa OMSK

28

1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)

2. Mastoidektomi radikal

3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi

4. Miringoplasti

5. T impanop l a s t i

6. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)

Bagan 2. pembedahan pada tatalaksana OMSK

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,

memperbaiki membrantimpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi

atau kerusakan pendengaranyang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

Penatalaksanaan terhadap parese nervus fasialis

A. Fisioterapi

1. Heat Theraphy, Face Massage, Facial Excercise

Basahkan handuk dengan air panas, setelah itu handuk diperas dan diletakkan dimuka

hingga handuk mendingin. Kemudian pasien diminta untuk memasase otot-otot wajah

yang lumpuh terutama daerah sekitar mata, mulut dan daerah tengah wajah. Latihan

wajah seperti mengangkat alis mata, memejamkan kedua mata kuat-kuat, mengangkat

dan mengerutkan hidung, bersiul, menggembungkan pipi dan menyeringai.3,8

2. Electrical Stimulation

Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanic berenergi lemah.2 Tindakan ini

bertujuan untuk memicu kontraksi buatan pada otot-otot yang lumpuh dan juga

berfungsi untuk mempertahankan aliran darah serta tonus otot.12

B. Farmakologi

Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK

Page 28: Parise nervus facialis et causa OMSK

29

Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan parese nervus fasialis antara

lain12:

1. Asam Nikotinik

Pada parese nervus fasialis yang dikarenakan iskemiaAsam nikotinik dan obat-obatan

yang bekerja menghambat ganglion simpatik servikal digunakan untuk memicu

vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan suplai darah ke nervus fasialis.

2. Vasokonstriktor, Antimikroba

Obat ini diberikan pada kelumpuhan nervus fasialis yang disebabkan oleh kompresi

nervus fasialis pada kanal falopi. Obat ini bekerja mengurangi bendungan ,

pembengkakkan, dan inflamasi pada keadaan diatas.

3. Steroid

Obat ini diberikan untuk mengurangi proses inflamasi yang menyebabkan Bell’s

Palsy.

Pada otitis media akut operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan. Perlu

diberikan antibiotik dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan tekanan

di dalam kavum timpani dengan drainase. Bila dalam jangka waktu tertentu tidak ada

perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik, barulah dipikirkan untuk melakukan

dekompresi. Pada otitis media kronik diindikasikan operasi eksplorasi mastoid. Tindakan

dekompresi kanalis n. fasialis harus segera dilakukan tanpa harus menunggu pemeriksaan

elektrodiagnostik.

10. PROGNOSIS

Derajat parese harus ditentukan, paling sederhana adalah menurut

klasifikasi House Bregmann. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan EMG untuk

melihat derajat kerusakan pada saraf dan menentukan prognosis

penyembuhan spontan.

BAB III

KESIMPULAN

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan

perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari dua

Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK

Page 29: Parise nervus facialis et causa OMSK

30

bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. OMSK mempunyai potensi untuk menjadi

serius karena komplikasinya yang dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan

kematian. Komplikasi intratemporal dari OMSK salah satunya adalah parese nervus fasialis.

Gejala klinis dari parese nervus fasilis dijumpai adanya gangguan motorik pada otot-otot

wajah dan gangguan pengecapan.

Pada otitis media kronik bisa mengikis kanal nervus fasialis atau sarafnya dapat

dilibatkan dengan osteitis, kolesteatom dan jaringan granulasi, disusul oleh infeksi ke dalam

kanalis fasialis. Manifestasi klinik yang tampak yaitu paralisis nervus fasialis bagian bawah,

ipsilateral terhadap telinga yang sakit.

Pada otitis media akut operasi dekompresi kanalis fasialis tidak diperlukan. Perlu

diberikan antibiotik dosis tinggi dan terapi penunjang lainnya, serta menghilangkan tekanan

di dalam kavum timpani dengan drainase. Jika terjadi congenital dehiscent maka perlu

dilakukan miringotomi dengan aspirasi pus dari telinga tengah diikuti dengan pemberian

antibiotik yang kebanyakn menyebabkan resolusi parese yang singkat. Bila dalam jangka

waktu tertentu tidak ada perbaikan setelah diukur dengan elektrodiagnostik, barulah

dipikirkan untuk melakukan dekompresi. Pada otitis media kronik diindikasikan operasi

eksplorasi mastoid. Tindakan dekompresi kanalis n. fasialis harus segera dilakukan tanpa

harus menunggu pemeriksaan elektrodiagnostik.

REFERENSI

1. Sjarifuddin, Bashiruddin J, Bramantyo B. Kelumpuhan Nervus Fasialis Perifer. In :

Soepardi EA, Iskandar N editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala Leher. 6th ed. Jakarta : Balai Penerbit FK-UI, 2007.

Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK

Page 30: Parise nervus facialis et causa OMSK

31

2. Meritt HH. A. Texbook of Neurogy : Injury to Cranial and Peripheral Nerves,

Philadelphia; 1967. p. 378-81

3. K.J.Lee. Essential Otolaryngology and Head and Neck Surgery. IIIrd Edition, Chapter 10

: Facial Nerve Paralysis.2006.

4. Available at http://www.theodora.com/anatomy/the_middle_ear_or_tympanic_cavity.html

5. Henry Gray. American Journal of Anatomyhttp://www.bartleby.com/107/230.html

6. SM. Lumbotobing. Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : Balai

Penerbit FK-UI,2006.

7. Peter Duus. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala. Jakarta : Balai

Pustaka.1996.

8. Aboet, A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar

Tetap dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher

pada Fakultas Kedokteran USU. Medan; 2007.

9. Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited

August 25,2009). Available at

http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.

10. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Edisi Pertama. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI; 2005

11. Maisel R, Levine S, 1997. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Jakarta : EGC.

12. May, Mark and Barry M. Schaizkin. The Facial Nerve. New York : Thieme. 2000.

Referat : Parese nervus facialis et causa OMSK