61
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat adanya ketidakseimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidakseimbangan polarisasi listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya). Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak- anak. Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 1

Pathways Epilepsy

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pathways Epilepsy

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya

epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat

adanya ketidakseimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidakseimbangan polarisasi

listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga

menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau

seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan

disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi

penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial,

rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).

Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000,

diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta

orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang.

Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang

epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000

penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara

berkembang.

Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang

tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan

gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan

yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih kompleks.

Penyandang epilepsi pada masa anak dan remaja dihadapkan pada masalah

keterbatasan interaksi sosial dan kesulitan dalam mengikuti pendidikan formal.

Mereka memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan dan kematian

yang berhubungan dengan epilepsi. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana

dampak epilepsi terhadap berbagai aspek kehidupan penyandangnya. Masalah yang

1

Page 2: Pathways Epilepsy

muncul adalah bagaimana hal tersebut bisa muncul, bagaimana manifestasinya dan

bagaimana penanganan yang dapat dilakukan untuk kasus ini masih memerlukan

kajian yang lebih mendalam.

Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan

medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana

meminimalisasikan  dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan

keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi. Pemahaman

epilepsi secara menyeluruh sangat diperlukan oleh seorang perawat sehingga nantinya

dapat ditegakkan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien dengan epilepsi.

Berdasarkan pemaparan di atas penulis tertarik untuk membahas asuhan

keperawatan pada klien dengan epilepsy.

1.2 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui berbagai hal yang berhubungan dengan epilepsi dan dapat

merancang berbagai cara untuk mengantisipasi masalah serta dapat melakukan

asuhan keperawatan pada kasus epilepsi.

2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Neurobehaviour.

2

Page 3: Pathways Epilepsy

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1.1 EPIDEMIOLOGI EPILEPSI

Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah

50 juta orang, 37 juta orang diantaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di

negara berkembang. Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat

8,2 orang penyandang epilepsi aktif diantara 1000 orang penduduk, dengan angka

insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan

lebih tinggi di negara-negara berkembang. Hasil penelitian Shackleton dkk (1999)

menunjukkan bahwa angka insidensi kematian di kalangan penyandang epilepsi

adalah 6,8 per 1000 orang. Sementara hasil penelitian Silanpaa dkk (1998) adalah

sebesar 6,23 per 1000 penyandang.

2.1.2 PENGERTIAN EPILEPSI

Epilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah gangguan sistem

saraf pusat yang terjadi karena letusan pelepasan muatan listrik sel saraf secara

berulang, dengan gejala penurunan kesadaran, gangguan motorik, sensorik dan

mental, dengan atau tanpa kejang-kejang (Ahmad Ramali, 2005 :114).

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang

datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan muatan listrik

yang abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi

(Arif Mansjoer , 2000 :27).

Epilepsi adalah serangan kehilangan atau gangguan kesadaran rekuren dan

paroksimal, biasanya dengan spasme otot tonik-klonik bergantian atau tingkah laku

abnormal lainnya (Helson, 2000 : 339-345).

3

Page 4: Pathways Epilepsy

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh

terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan dan berkala

(Harsono, 2007).

Epilepsi adalah gangguan kejang kronis dengan kejang berulang yang terjadi

dengan sendirinya, yang membutuhkan pengobatan jangka panjang (Judit M

Wilkinson, 2002 : 576).

2.1.3 KLASIFIKASI EPILEPSI

1. Berdasarkan penyebabnya

a. Epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya.

b. Epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya.

2. Berdasarkan letak fokus epilepsi atau tipe bangkitan

a. Epilepsi partial (lokal, fokal)

1) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap

normal.

Dengan gejala motorik :

Fokal motorik tidak menjalar : epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh

saja.

Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan

menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.

Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh.

Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap

tertentu.

4

Page 5: Pathways Epilepsy

Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau

pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu

Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai

halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai

vertigo).

Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.

Visual : terlihat cahaya.

Auditoris : terdengar sesuatu.

Olfaktoris : terhidu sesuatu.

Gustatoris : terkecap sesuatu.

Disertai vertigo

 

Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium,

pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).

Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)

Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata

atau bagian kalimat.

Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah

mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak

mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.

Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.

Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.

Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih

besar.

Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik,

melihat suatu fenomena tertentu, dll.

 

2) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.

5

Page 6: Pathways Epilepsy

Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-

mula baik kemudian baru menurun.

Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala seperti pada golongan

A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.

Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul

dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka

berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing

baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.

 

Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak

permulaan kesadaran.

Hanya dengan penurunan kesadaran.

Dengan automatisme

 

3) Epilepsi parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,

tonik, klonik).

Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.

Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.

Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu

berkembang menjadi bangkitan umum.

 

b. Epilepsi umum

1) Petit mal/ Lena (absence)

Lena khas (tipical absence)

Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak

membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak

bicara. Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya

dijumpai pada anak.

Hanya penurunan kesadaran.

6

Page 7: Pathways Epilepsy

Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya

dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya

bilateral.

Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher,

lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.

Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot

ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan

menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau

mengedang.

Dengan automatisme.

Dengan komponen autonom.

 

Lena tak khas (atipical absence)

Dapat disertai:

Gangguan tonus yang lebih jelas.

Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.

 

2) Grand Mal

Mioklonik

Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat

atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang.

Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.

Klonik

Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat,

dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama

sekali pada anak.

Tonik

Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi

kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi

tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak.

7

Page 8: Pathways Epilepsy

Tonik- klonik

Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan

nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda

yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot

seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit

diikutti kejang kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya

berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya.

Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa

karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat

serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat

pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi

sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.

Atonik

Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga

pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar.

Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada anak.

 

c. Epilepsi tak tergolongkan

Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata

yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang

mendadak berhenti sederhana.

2.1.4 ETIOLOGI EPILEPSI

1. Menurut Pincus Catzel halaman 216-226, penyebab epilepsi yaitu:

a. Pra Lahir-genetika

Kesalahan metabolisme herediter seperti penyakit penimbunan glikogen dan

fenilketonuria. Anomali otak kongenital seperti porensefali, infeksi dalam

rahim seperti rubella, penyakit cytomegalo virus, meningoensefalolitis dan

toksoplasmosis.

b. Perinatal

8

Page 9: Pathways Epilepsy

Trauma kelahiran, infeksi, hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan hipokalsemia.

c. Pasca Lahir

Termasuk meningitis, trauma, ensefalitis, ensefalopati (misalnya keracunan

timah hitam, gangguan elektrolit berat, neoplasma dan kelainan degeneratif

SSP.

2. Menurut Arif Mansjoer halaman 27, penyebab epilepsi yaitu :

a. Idiopatik

Sebagian epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik.

b. Faktor Herediter

Ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang

seperti sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, fenilketonuria,

hipoparatiroidisme, hipoglikemia.

c. Faktor Genetik

Pada kejang demam dan breath holding spell.

d. Kelainan Kongenital Otak

Atrofi, porensefali

e. Gangguan Metabolik

Penurunan konsentrasi glukosa darah (Hipoglikemia), hipokalsemia,

hiponatremia, hipernatremia.

1) Glukosa digunakan dalam metabolisme dari otak. Kekurangan glukosa sama

merusak seperti kekurangan oksigen.

2) Air dan elektrolit sepanjang membrane sel bertanggungjawab bagi keadaan

terangsang (eksitabilitas) neuron dan karena setiap gangguan elektrolit dapat

mencetuskan konvulsi.

f. Infeksi

Radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya,

toksoplamosis.

g. Trauma

Cedera kepala, kontusio cerebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural.

9

Page 10: Pathways Epilepsy

h. Neoplasma dan selaputnya

Tumor otak yang jinak (benigna) lebih sering mengakibatkan epilepsy

dibanding tumor ganas. Hal ini didapatkan pada sekitar 25-40 % penderita

tumor otak.

i. Keracunan

Timbal (Pb), kamper (kapur barus), air.

3. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi ialah faktor yang mempermudah terjadinya serangan, yaitu :

a. Faktor sensori

Cahaya, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas.

b. Faktor sistenis

Demam, penyakit infeksi, obat-obatan tertentu (misal fenotiazin), hipoglikemia

dan kelelahan fisik.

c. Faktor mental

Stress, gangguan emosi.

d. Haid

Penelitian menduga bahwa perubahan keseimbangan hormon semasa haid ikut

berperan dalam mencetuskan serangan.

Tabel 01. Penyebab-penyebab kejang pada epilepsy

Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia prenatal

Cedera lahir intrakranial

Infeksi akut

Gangguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,

hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)

Malformasi kongenital

Gangguan genetic

Anak (2- 12 th) Idiopatik

Infeksi akut

10

Page 11: Pathways Epilepsy

Trauma

Kejang demam

Remaja (12-18 th) Idiopatik

Trauma

Gejala putus obat dan alkohol

Malformasi anteriovena

Dewasa Muda (18-35 th) Trauma

Alkoholisme

Tumor otak

Dewasa lanjut (> 35 th) Tumor otak

Penyakit serebrovaskular

Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll )

Alkoholisme

2.1.5 PATOFISIOLOGI EPILEPSI

Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus

merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta

neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas

listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps

terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah

neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid)

bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps. Bangkitan

epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus

epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit

ke neuron-neuron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan

hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan

demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar

ke bagian tubuh/ anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya

kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat

merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan

11

Page 12: Pathways Epilepsy

menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan

terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.

Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel

lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke

intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membran sel itu masuk ke

dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah

keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi

neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini

menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi

neurotransmitter inhibitorik.

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah

fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan

patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan

tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar

bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak

memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa

fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :

1) Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami

pengaktifan.

2) Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan

menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara

berlebihan.

3) Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu

dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi

asam gama-aminobutirat (GABA).

4) Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau

elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi

kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan

peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi

neurotransmitter inhibitorik.

12

Page 13: Pathways Epilepsy

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang

sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas

neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan

listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah

otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di

cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin

mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama

karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh

berlebihan) selama aktivitas kejang. Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang

nyata pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih

bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara

konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin

dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin,

suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan

menyingkirkan asetilkolin.

Pathways epilepsi

13

Faktor predisposisi: Pascatrauma kelahiran, asfiksia neonatorum, pascacedera kepala Riwayat bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi Adanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanak-kanak Adanya riwayat keracunan, riwayat gangguan sirkulasi serebral Riwayat demam tinggi, riwayat gangguan metabolisme, dan nutrisi/gizi Riwayat tumor otak, abses, kelainan bawaan, dan keturunan epilepsi

Page 14: Pathways Epilepsy

2.1.6 MANIFESTASI KLINIS EPILEPSI

14

Gangguan pada system listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak

Sel-sel memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan, secara berulang, dan tidak terkontrol

Periode pelepasan impuls yang tidak diinginkanAktivitas kejang umum lama akut, tanpa perbaikan kesadaran penuh di antara serangan

Status epileptikus

Gangguan pernapasan

Kerusakan otak permanen

Kebutuhan metabolic besar

Hipoksia otak

Edema serebral

Kejang parsial

Peka rangsang

Kejang berulang

1. Risiko tinggi cedera

Penurunan kesadaran

Kejang umum

Respons pascakejang(postikal)

Respons fisik: Konfusi dan sulit

bangun Keluhan sakit

kepala atau sakit otot

4. Nyeri akut5. Deficit

perawatan diri

Gangguan perilaku, alam perasaan, sensasi, dan persepsi

Respons psikologis: Ketakutan Respons penolakan Penurunan nafsu makan Depresi Menarik diri

2. Ketakutan3. Koping individu tidak

efektif

Page 15: Pathways Epilepsy

1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau

gangguan penginderaan.

2. Kelainan gambaran EEG.

3. Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen.

4. Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura

dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak

enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan

sebagainya).

5. Napas terlihat sesak dan jantung berdebar.

6. Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat.

7. Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik

khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang

tidak normal seperti pada keadaan normal.

8. Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang

individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewat.

9. Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara

secara tiba- tiba.

10. Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang-

menendang.

11. Gigi geliginya terkancing.

12. Hitam bola matanya berputar- putar.

13. Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil.

Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba.

Kesadaran menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada

respon terhadap rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan, maupun

rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua lengan dan tangannya

kejang, sementara tungkainya menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing. Hitam

bola mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan jantung

berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran keringat. Terkadang diikuti

15

Page 16: Pathways Epilepsy

dengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan karena terdapat

sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba melepaskan

muatan listrik. Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan tersebut bisa

dikarenakan oleh adanya perubahan, baik perubahan anatomis maupun perubahan

biokimiawi pada sel-sel di otak sendiri atau pada lingkungan sekitar otak. Terjadinya

perubahan ini dapat diakibatkan antara lain oleh trauma fisik, benturan, memar pada

otak, berkurangnya aliran darah atau zat asam akibat penyempitan pembuluh darah

atau adanya pendesakan/ rangsangan oleh tumor. Perubahan yang dialami oleh

sekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi biang keladi terjadinya epilepsi

diakibatkan oleh berbagai faktor.

2.1.7 KOMPLIKASI EPILEPSI

Menurut Yuda Turana, 2006 :

1. Gangguan Memori

a) Fenomena “tip of tounge” yaitu penderita tahu kata yang ingin diucapkan,

tapi tidak terpikir olehnya.

b) Checking, yaitu harus kembali memerikasa hal-hal yang dilakukan.

c) Sering lupa dimana meletakkan barang

Lesi pada otak adalah penyebab utama gangguan memori pada epilepsi,

karena lesi pada lobus temporal mempunyai hubungan dengan fungsi

belajar.

2. Gangguan Kognitif

Pada anak, gangguan berbahasa lebih sering terjadi pada anak. Kejang berulang

pada anak berhubungan dengan penurunan fungsi intelek. Dapat juga

disebabkan oleh obat antiepilepsi.

3. Penurunan Fungsi Memori Verbal

Disebabkan oleh operasi yaitu paska operasi epilepsi.

4. Keterbatasan Interaksi Sosial

16

Page 17: Pathways Epilepsy

Hal itu terjadi pada epilepsi lobus frontal, karena peranan korteks prefrontal

yang berperan dalam fungsi emosi, perilaku hubungan interpersonal. Apabila

terganggu dapat mengakibatkan keterbatasan interaksi sosial.

5. Status Epileptikus

6. Kematian

2.1.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK EPILEPSI

1. Elektroensefalogram (EEG)

a) Tujuan : dapat membuktikan fokal atau gangguan disfungsi otak akibat lesi

organik melalui pengukuran aktivitas listrik dalam otak.

b) Pada epilepsy pola EEG dapat membantu untuk menentukan jenis dan lokasi

bangkitan. Didapatkan hasil berupa gelombang epilepsy form discharge

sharp wave spike and wave.

c) Pemeriksaan EEG harus dilakukan secara berkala karena kira-kira 8-12 %

pasien epilepsi mempuntai rekaman EEG yang normal.

2. Pemeriksaan Radiologis

a) Foto tengkorak : untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi

tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal (yang disebabkan oleh

penyakit dan kelainan), juga tanda peningkatan TIK seperti pelebaran sutura,

erosi sela tursika, dan sebagainya.

b) Pneumoensefalografi dan ventrikulografi.

Dilakukan atas indikasi tertentu untuk melihat gambaran system ventrikel,

sisterna, rongga subaraknoid serta gambaran otak.

c) Arteriografi

Untuk mengetahui pembuluh darah di otak; apakah ada peranjakan

(neoplasma, hematom abses), penyumbatan (thrombosis, peregangan,

hidrosefalus) atau anomali pembuluh darah.

d) Pemeriksaan Pencitraan Otak

17

Page 18: Pathways Epilepsy

MRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Yang

berguna untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri dan mendeteksi

kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran kecil.

e) Pemeriksaan laboratorium

Dilakukan atas indikasi untuk memastikan adanya kelainan sistemik seperti

hipoglikemi dan hiponatremia.

2.1.9 PENATALAKSANAAN EPILEPSI

1. Penataksanaan Medikamentosa Menurut Arif Mansjoer, 2000 :

Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya epilepsi tanpa mengganggu

kapasitas fisik dan intelek pasien.

Obat pilihan berdasarkan jenis epilepsi :

N

O

BANGKITAN JENIS OBAT

1. Fokal / Parsal

Sederhana

Kompleks

Tonik-klonik Umum

CBZ, PB, PTH

CBZ, PB, PTH, VAL

CBZ, PB, PTH, VAL

2. Umum

Tonik-klonik

Mioklonik

Absena / Petit mal

CBZ, PB, PTH, VAL

CLON, VAL

CLON, VAL

Keterangan : CBZ : karbamazepin

CLON : klonazepan

VAL : asam valproat

PHT : fenitol

PB : fenobarbital

18

Page 19: Pathways Epilepsy

Nama Generik Efek samping atau berkaitan dengan dosis

Karbamazepin (tegretol) Pusing, mengantuk, keadaan tidak mantap, mual,

muntah, diplopia, lekopenia ringan.

Klonazepan Mengantuk, ataksi, hipotensi, depresi respirasi.

Fenitol Masalah penglihatan, hirsutisma, hyperplasia gusi,

distritmia.

Fenobarbital Sedasi, peka rangsang, diplopia, ataksia.

Jenis Obat Dosis (mg/KgBB/Hr) Cara pemberian

Fenobarbital 1-5 1x / hari

Fenitol 4-20 1-2x / hari

Karbamazepin 4-20 3x / hari

Asam valproat 10-60 3x / hari

Kloazepam 0,05-0,2 3x / hari

Diazepam 0,05-0,015

0,4-0,6

IV

per rectal

2. Terapi Bedah Menurut Lumbantobing (1996)

Tujuan operasi adalah meningkatkan kualitas hidup, dan bukan hanya

menghilangkan kambuhnya serangan. Berbagai jenis operasi yang dapat dilakukan,

diantaranya angkat jaringan sakit di lobus frontal dan tempat lain. Ada pula jenis

operasi untuk menghilangkan atau mencegah kambuhnya serangan misalnya

memotong korpus kolosom.

3. Terapi Keperawatan Menurut Rosa Sachorin (1997)

Selama kejang, tujuan perawat adalah untuk mencegah cedera pada pasien.

Cakupan perawat bukan hanya mencegah atau meminimukan cedera terhadap pasien,

antara lain :

a. Selama Kejang

19

Page 20: Pathways Epilepsy

1) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin

tahu (pasien yang mempunyai aura atau penanda ancaman kejang).

2) Tidak boleh menginggalkan pasien sendirian.

3) Mengamankan pasien di lantai, jika memungkinkan.

4) Melindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cedera kepala (dari

membentur permukaan keras).

5) Lepaskan pakaian yang ketat.

6) Singkirkan semua perabot yang dapat mencederai pasien selama kejang.

7) Jika pasien di tempat tidur, singkirkan bantal dan tinggikan pagar di tempat

tidur.

8) Jika aura mendahului kejang, masukan spatel lidah yang diberi bantalan

diantara gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.

9) Jangan berusaha untuk membuka rahang yang terkatup pada keadaan

spasme untuk memasukkan sesuatu. Gigi patah dan cedera pada bibir dan

lidah dapat terjadi karena tindakan ini.

10) Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang, karena

kontraksi otot dan restrein dapat menimbulkan cedera.

11) Jika mungkin, tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala

fleksi ke depan, yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan

pengeluaran saliva dam mukus. Jika disediakan penghisap, gunakan jika

perlu untuk membersihkan secret.

12) Pasang penghalang tempat tidur yang memakai pelunak, bila harus berada

terus di tempat tidur, atau terjadi kejang sewaktu tidur. Bantal jangan

dipakai pelunak, karena bahaya bias terjadi tercekik.

13) Observasi secara akurat dan dicatat.

14) Masase

b. Setelah Kejang

1) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi, yakinkan

bahwa jalan nafas paten.

20

Page 21: Pathways Epilepsy

2) Biasanya terjadi periode ekonfusi setelah kejang grandmal.

3) Periode apneu pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba setelah

kejang.

4) Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan.

5) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang, coba untuk

menangani situasi dnegan pendekatan yang lembut dan memberi restrein

yang lembut.

c. Konsultasi dan penyuluhan

Penyuluhan merupakan bagian yang penting dari keperawatan pasien dengan

kejang. Yang harus mendapat penyuluhan termasuk pasien serta keluarga pasien yang

merawat pada saat serangan. Melibatkan keluarga pasien dan orang lain yang

berkepentingan selama pasien masih dirawat di rumah sakit dan dapat menerima

anggota keluarga yang kejang.

Penyuluhan pasien dengan kejang :

1) Pemakaian obat, efek samping, dosis, waktu, laporkan efek samping kepada

dokter.

2) Langkah-langkah menghindari cedera pada saat kejang.

3) Utamakan cukup istirahat dan diet.

4) Utamakan memakai obat walaupun sedang bebas kejang.

5) Memanfaatkan sumber-sumber di masyarakat.

6) Utamakan perawatan lanjutan.

7) Penting untuk mengungkapkan perasaan.

8) Kebutuhan untuk mencegah stress hebat.

9) Penting memakai tanda pengenal medis

10) Penting untuk tidak terlalu melindungi anak.

21

Page 22: Pathways Epilepsy

Pengobatan Psikososial

Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadinya bahaya akibat

bangkitan epilepsi, gangguan rasa aman dan nyaman, resiko terjadi gangguan

psikososial, kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit.

Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian

besar akan terbebas dari sawan. Pasien harus patuh dalam menjalani pengobatannya

sehingga dapat terbebas dari sawan dan dapat belajar, bekerja dan bermasyarakat

secara normal.

Dalam hal ini selain peran dokter juga pembinaan penderita dalam keluarga dan

suasana di lingkungan sekolah, pekerjaan dan sebagainya sangat penting.  

a) Peran dokter

Memang benar, bahwa pengobatan dengan obat-obat yang dapat mencegah

serangan epilepsi merupakan bagian terpenting dalam penanggulangan epilepsi,

namun tugas para dokter tidak hanya memberi pengobatan, akan tetapi dokter

juga senantiasa harus memberi bimbingan kepada penderita dan keluarganya.

b) Pembinaan penderita dalam keluarga

Salah satu unsur penting dalam pembinaan kehidupan penderita epilepsi ialah

keluarganya. Oleh karena itu, dalam pembicaraan dengan penderita mengenai

penyakitnya, dokter harus mengikutsertakan keluarga penderita, yakni kedua

orang tua pabila yang menderita epilepsi adalah anaknya atau suami istri

apabila salah seorang dari pasangan suami istri menderita epilepsi. Masalah

yang biasanya dihadapi oleh anak yang menderita epilepsi ialah penolakan atau

pengucilan oleh keluarganya atau justru sebaliknya, yakni orang tua melindungi

secara berlebihan inilah yang merupakan bahaya terbesar bagi perkembangan

watak si penderita. Ia akan merasa rendah diri, sehingga dalam perkembangan

selanjutnya ia tidak akan dapat hidup mandiri.

c) Pendidikan lingkungan sekolah

Dari penderita epilepsi ada yang kepandaiannya kurang dari normal atau yang

menderita retardasi mental. Keadaan demikian bukan disebabkan oleh

epilepsinya, akan tetapi oleh kerusakan pada sel-sel otak yang juga menjadi

22

Page 23: Pathways Epilepsy

penyebab timbulnya serangan epilepsi. Anak-anak tersebut tentu tidak bisa

sekolah di sekolahan biasa akan tetapi harus mendapat pendidikan luar biasa.

Apabila ada keragu-raguan tentang intelegensi penderita, maka sebaiknya

diminta bantuan seorang psikolog untuk menilai kepandaian dan bakat

penderita.

2.1.10 PROGNOSIS

Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi

faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya

prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan

dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat

berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum

maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik.

Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang

disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis relatif

jelek.

23

Page 24: Pathways Epilepsy

2.2 ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI

2.2.1 PENGKAJIAN

Dasar Data Pengkajian Pasien

A. Menurut Doengoes, 2000 :

1. Aktivitas/Istirahat

Gejala : keletihan, kelemahan umum. Keterbatasan dalam beraktivitas/

bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri/ orang terdekat/ pemberi asuhan

kesehatan atau orang lain.

Tanda : perubahan tonus/kekuatan otot. Gerakan involunter otot ataupun

sekelompok otot.

2. Sirkulasi

Gejala : Iktal : hipertensi, peningkatan nadi, sianosis.

Posiktal : tanda vital normal atau deperesi dengan penurunan nadi dan

pernapasan.

3. Integritas Ego

Gejala : stressor eksternal/internal yang berhubungan dengan keadaan dan

atau penanganan. Peka rangsangan : perasaan tidak ada harapan / tidak berdaya.

Perubahan dalam berhubungan.

Tanda : pelebaran tentang respons emosional.

4. Eliminasi

Gejala : inkontinensia episodic.

Tanda : Iktal : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.

Posiktal : Otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik

urine/fekal ).

5. Makanan/Cairan

Gejala : sensitivitas terhadap makanan, mual/ muntah yang berhubungan

dengan aktivitas kejang.

Tanda : kerusakan jaringan lunak/gigi (cedera selama kejang). Hiperplasi

gingival (efek samping pemakaian Dilantin jangka panjang).

24

Page 25: Pathways Epilepsy

6. Neurosensori

Gejala : riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang pingsang, pusing.

Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi serebal. Adanya aura ( rangsangan

visual, auditorius, area halusinogenik ).

Posiktal : kelemahan, nyeri otot, area parestese/paralisis.

Tanda : karakteristik kejang: Fase prodormal : adanya perubahan pada reaksi

emosi atau respons afektif yang tidak menentu yang mengarah pada fase aura

dalam beberapa kasus dan berakhir beberapa menit sampai beberapa jam.

a) Kejang umum :

Tonik-tonik (grand mal): kekakuan dan postur menjejak, mengerang,

penurunan kesadaran, pupil dilatasi, inkontinensia urine/ fekal, pernapasan stridor

(ngorok ), saliva keluar secara berlebihan, dan mungkin juga lidahnya tergigit. Absen

(petit mal) : periode gangguan kesadaran dan atau melamun (tak sadar lingkungan)

yang diawali pandangan mata menerawang sekitar 5-30 detik saja, yang dapat terjadi

100 kali setiap harinya, terjadinya kejang pada motorik minor mungkin bersifat

akinetik hilang gerakan, mioklonik (kontraksi otot secara berulang), atau atonik

(hilangnya tonus otot).

b) Posiktal :

Amnesia terhadap peristiwa kejang, tidak bingung, dapat melakukan kembali

aktivitas.

c) Kejang parsial (kompleks) :

Lobus psikomotor/ temporal : pasien umumnya tetap sadar, dengan reaksi

seperti bermimpi, melamun, berjalan-jalan, peka rangsang, halusinasi, bermusuhan

atau takut. Dapat menunjukan gejala motorik involunter (seperti merasakan bibir) dan

tingkah laku yang tampak bertujuan tetapi tidak sesuai (involunter/ automatisme) dan

termasuk kerusakan penyesuaian, dan pada pekerjaan, kegiatan bersifat antisosial.

d) Postikal :

Hilangnya memori terhadap peristiwa yang terjadi, kekacauan mental ringan

sampai sedang.

25

Page 26: Pathways Epilepsy

e) Kejang parsial (sederhana) :

Jacksonian/ motorik fokal ; sering didahului oleh aura, sekitar 2-15 menit.

Tidak ada konvulsif dan terjadi gangguan sementara pada bagian tertentu yang

dikendalikan oleh bagian otak yang terkena seperti lobus frontal (disfungsi motorik);

parietal (terasa baal, kesemutan), lobus oksipital (cahaya terang, sinar lampu), lobus

posterotemporal (kesulitan dalam berbicara). Konvulsi (kejang) dapat mengenai

seluruh tubuh atau bagian tubuh yang mengalami gangguan yang terus berkembang.

Jika dilakukan restrein selama kejang, pasien mungkin akan melawan dan

memperlihatkan tingkah laku yang tidak kooperatif.

f) Status epileptikus :

Aktivitas kejang yang terjadi terus-menerus dengan spontan atau berhubungan

dengan gejala putus antikonvulsan tiba-tiba dan fenomena metabolik lain.

Catatan : jika hilangnya kejang mengikuti pola tertentu, masalah dapat

menghilang tidak terdeteksi selama periode waktu tertentu, sehingga pasien tidak

kehilangan kesadarannya.

7. Nyeri/Ketidaknyamanan

Gejala : sakit kepala, nyeri otot/punggung pada periode posiktal. Nyeri

abnormal paroksismal selama fase iktal (mungkin terjadi selama kejang

fokal/parsial tanpa mengalami penurunan kesadaran).

Tanda : sikap/tingkah laku yang berhati-hati. Perubahan pada tonus otot.

Tingkah laku distraksi atau gelisah.

8. Pernapasan

Gejala : fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernapasan menurun/ cepat:

peningkatan sekresi mucus. Fase posiktal : apnea.

9. Keamanan

Gejala : riwayat terjatuh/ trauma, fraktur. Adanya alergi.

Tanda : trauma pada jaringan lunak/ekimosis. Penurunan kekuatan/ tonus otot

secara menyeluruh.

10. Interaksi Sosial

26

Page 27: Pathways Epilepsy

Gejala : masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau

lingkungan sosialnya. Pembatasan/ penghindaran terhadap kontak sosial.

11. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : adanya riwayat epilepsy pada keluarga. Penggunaan/ ketergantungan

obat ( termasuk alkohol ).

Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat : 3,5 hari.

Rencana pemulangan : mungkin memerlukan perubahan dalam pengobatan,

bantuan pada beberapa pekerjaan rumah / mempertahankan tugas-tugas yang

tetap menjaga keamanan dan transportsi.

B. Menurut Wong, Donna L. 2004, pengkajian pada pasien epilepsi adalah :

1. Dapatkan riwayat kesehatan terutama yang berkaitan dengan kejadian prenatal,

perinatal, dan neonatal; adanya contoh infeksi, apnea, kolik, atau menyusu yang

buruk; informasi mengenai kecelakaan atau penyakit serius sebelumnya.

2. Observasi kejang

a. Jelaskan hal-hal berikut :

1) Hanya hal-hal yang harus diobservasi dengan benar.

2) Urutan kejadian (sebelum, selama, dan setelah kejang).

3) Durasi kejang.

4) Tonik-tonik : dari tanda-tanda pertama kejadian kejang sampai sentakan-

sentakannya berhenti.

5) Tanpa kejang dari kehilangan kesadaran sampai pasien sadar kembali.

6) Parsial kompleks : dari aura sampai berhenti secara otomatis atau

menunjukkan responsivitas pada lingkungan.

b. Awitan

1) Waktu awitan.

2) Kejadian pra-kejang yang signifikan (sinar terang, bising, kegirangan,

emosi berlebihan).

3) Perilaku

Perubahan pada ekspresi wajah, seperti pada rasa takut.

27

Page 28: Pathways Epilepsy

Menangis atau bunyi lain.

Gerakan sterotip atau otomatis.

Aktivitas acak (mengeluyur).

4) Posis kepala, tubuh, ekstremitas :

Postur unilateral atau bilateral dari salah satu atau lebih ekstremitas.

Deviasi tubuh ke samping.

c. Gerakan

1) Perubahan posisi (bila ada).

2) Sisi permulaan (tangan, ibu jari, mulut, seluruh tubuh).

3) Fase tonik (bila ada dapat lama, melibatkan beberapa bagian tubuh).

4) Fase klonik (kedutan atau gerakan menyentak, melibatkan beberapa

bagian tubuh, urutan bagian yang terkena, umum, perubahan dalam

karakteristik gerakan.

5) Kurang gerakan atau tonus otot pada bagian-bagian tubuh seluruh tubuh.

d. Wajah

1) Perubahan warna (pucat, sianosis, wajah kemerahan).

2) Keringat.

3) Mulut (posisi, menyimpang ke salah satu sisi, gigi mengatup, lidah

tergigit, mulut berbusa, flek darah atau perdarahan).

4) Kurang dalam ekspresi

e. Mata

1) Posisi (lurus, menyimpang ke atas, menyimpang keluar, konjugasi atau

divergen).

2) Pupil (bila mampu untuk mengkaji). Terjadi perubahan pada ukuran,

kesamaan reaksi terhadap sinar dan akomodasi.

f. Observasi paska-kejang

1) Masa paska-kejang.

2) Metode terminasi.

3) Status kesadaran (tidak responsive, mengantuk, konfusi).

4) Orientasi terhadap waktu dan orang.

28

Page 29: Pathways Epilepsy

5) Tidur tetapi mampu untuk bangun.

6) Kemampuan motorik

Adanya perubahan pada kekuatan motorik.

Kemampuan untuk menggerakkan semua ekstermitas.

Adanya paresis atau kelemahan

Kemampuan untuk bersiul (biasa sesuai dengan usia).

7) Bicara (berubah, aneh, jenis dan luasnya kesulitan).

8) Sensasi

Keluhan tidak nyaman atau nyeri.

Adanya kerusakan sensori dari pendengaran, penglihatan.

Pengumpulan kembali sensasi pra-kejang, peringatan serangan.

Kesadaran bahwa serangan sudah mulai terjadi.

2.2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan kejang, berulang, ketidaktahuan

tentang epilepsy dan cara penanganan saat kejang, serta penurunan tingkat

kesadaran.

2. Nyeri akut yang berhubungan dengan nyeri kepala sekunder respons

pascakejang (postikal).

3. Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan kebingungan, malas bangun

sekunder respons pascakejang (postikal).

4. Ketakutan yang berhubungan dengan kejang berulang.

5. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan depresi akibat epilepsi.

2.2.3 INTERVENSI

N

O

DIAGNOSA NIC NOC

1. Risiko tinggi

cedera yang

berhubungan

1. Manajemen lingkungan

Buat sebuah

lingkungan yang aman

Kontrol risiko

Deteksi risiko

Pengetahuan:

29

Page 30: Pathways Epilepsy

dengan kejang

berulang,

ketidaktahuan

tentang epilepsy

dan cara

penanganan saat

kejang, serta

penurunan tingkat

kesadaran.

bagi pasien.

Identifikasi kebutuhan

keamanan pasien,

berdasarkan level fisik

dan fungsi kognitif dan

kebiasaan lalu.

Sediakan tempat tidur

dan lingkungan yang

aman.

Buang bahaya

lingkungan.

Buang objek yang

membahayakan dari

lingkungan.

2. Pendidikan kesehatan

Bantu individu,

keluarga, dan

komunitas dalam

mengklarifikasi nilai

kesehatan.

Identifikasi sumber

yang dibutuhkan untuk

membangun program.

Hindari penggunaan

teknik menakutkan

sebagai strategi untuk

memotivasi seseorang

merubahan kebiasaan

kesehatan atau gaya

hidup.

pencegahan jatuh

Pengetahuan:

keamanan diri

30

Page 31: Pathways Epilepsy

Formulasikan objek

program pendidikan

kesehatan.

Tetap fokuskan

presentasi awal dan

akhir dalam poin

utama.

3. Pengawasan

Tentukan risiko

kesehatan pasien.

Jelaskan hasil tes

diagnostic pada pasien

dan keluarga.

Monitor status

neurologi.

Monitor kemampuan

pasien untuk

melakukan aktivitas

perawatan diri.

Monitor level

kenyamanan.

2. Nyeri akut yang

berhubungan

dengan nyeri

kepala sekunder

respons

pascakejang

(postikal).

1. Administrasi analgesik

Tentukan lokasi nyeri,

karakteristik, kualitas,

dan intensitas sebelum

mengobati pasien.

Cek riwayat alergi

obat.

Tentukan pilihan

analgesic berdasarkan

Status kenyamanan:

fisik

Level

ketidaknyamanan

Kontrol nyeri

Level nyeri

Tanda-tanda vital

31

Page 32: Pathways Epilepsy

tipe dan intensitas

nyeri.

Tentukan kelebihan

analgesic, rute, dan

dosis untuk

keoptimalan analgesic.

Monitor tanda vital

sebelum dan setelah

pemberian analgesic.

2. Penurunan kecemasan

Jelaskan semua

prosedur.

Instruksikan pasien

menggunakan teknik

relaksasi.

3. Manajemen nyeri

Lakukan penilaian

komprehensif terhadap

nyeri meliputi lokasi,

karakteristik,durasi,

frekuensi, kualitas,

intensitas dan faktor

presipitasi.

Gali pengetahuan

pasien tentang nyeri.

Tentukan dampak nyeri

terhadap kualitas

kehidupan.

Gali faktor yang

meningkatkan nyeri.

32

Page 33: Pathways Epilepsy

Buang atau eliminasi

faktor-faktor yang

meningkatkan nyeri.

3. Defisit perawatan

diri yang

berhubungan

dengan

kebingungan,

malas bangun

sekunder respons

pascakejang

(postikal).

1. Mandi

Cuci rambut sesuai

kebutuhan.

Mandi dengan air

bertemperatur yang

nyaman.

Gunakan teknik mandi

yang menyenangkan

dengan anak-anak.

Monitor kondisi kulit

ketika mandi.

Bantu dengan tindakan

hygiene.

2. Pertolongan perawatan

diri

Pertimbangkan budaya

pasien ketika

melakukan aktivitas

perawatan diri.

Monitor kemampuan

pasien untuk perawatan

diri mandiri.

Monitor kebutuhan

pasien untuk peralatan

adaptif untuk

kebersihan diri,

pakaian, perawatan,

Perawatan diri:

aktivitas hidup

sehari-hari

33

Page 34: Pathways Epilepsy

toileting, dan makan.

Anjurkan pasien untuk

melakukan aktivitas

normal di kehiduoan

sehari-hari sesuai

kemampuan.

Tetapkan sebuah

aktivitas perawatan diri

rutin.

3. Fasilitas responsibilitas

diri

Diskusi dengan pasien

kelanjutan

responsibilitas dari

status kesehatan

sekarang.

Tentukan yang mana

pasien mempunyai

pengetahuan yang

adekuat tentang kondisi

perawatan kesehatan.

Monitor level

responsibilitas yang

pasien terima.

Anjurkan

mengungkapkan

perasaan, persepsi dan

ketakutan tentang

penerimaan

responsibilitas.

34

Page 35: Pathways Epilepsy

Anjurkan kemandirian.

4. Ketakutan yang

berhubungan

dengan kejang

berulang.

1. Pengurangan kecemasan

Tetap bersama pasien

untuk memberikan

keamanan dan

mengurangi ketakutan.

Anjurkan keluarga

untuk tetap bersama

pasien.

Anjurkan aktivitas

nonkompetitif.

Anjurkan pernyataan

dari perasaan, persepsi

dan ketakutan.

Instruksikan pasien

menggunakan teknik

relaksasi.

2. Penyusunan kembali

kognitif

Bantu pasien merubah

statement irasional diri

ke statement rasional

diri.

Buat statement yang

menggambarkan jalan

alternative untuk

melihat situasi.

Bantu pasien untuk

mengidentifikasi

system kepercayaan

Level ketakutan

Kontrol ketakutan

diri

Penghargaan diri

Tanda-tanda vital

35

Page 36: Pathways Epilepsy

yang mempengaruhi

status kesehatan.

Buat pasien

menggunakan

kepercayaan lain untuk

melihat sebuah situasi

dalam pandangan

berbeda.

Bantu pasien

menggungkapkan

emosi yang dia

rasakan.

3. Konseling

Identifikasi tujuan dari

konsultasi.

Kumpulkan data dan

identifikasi masalah

yang berfokus pada

konsultasi.

Tentukan model

konsultasi yang sesuai

untuk digunakan.

5. Koping individu

tidak efektif yang

berhubungan

dengan depresi

akibat epilepsi.

1. Manajemen mood

Evaluasi mood awal

dan dasar regular

sebagai proses

pengobatan.

Monitor kemampuan

perawatan diri.

Monitor status fisik

Penerimaan : status

kesehatan

Adaptasi

ketidakmampuan

fisik

Koping

Membuat keputusan

Kontrol impuls diri

36

Page 37: Pathways Epilepsy

pasien.

Bantu pasien

memonitor mood terus-

menerus.

Bantu pasien untuk

mengidentifikasi

pikiran dan perasaan

yang mendasari

disfungsi mood.

2. Perbaikan koping

Nilai penyesuaian diri

pasien untuk perubahan

body image.

Nilai dampak situasi

hidup pasien dalam

peran dan hubungan.

Anjurkan pasien untuk

mengidentifikasi

sebuah deskripsi nyata

dari perubahan

peranan.

Nilai ketidakpahaman

pasien dalam proses

penyakit.

Nilai dan diskusikan

respon alternative

untuk situasi.

3. Support emosi

Diskusikan dengan

pasien pengalaman

Pengetahuan:

sumber kesehatan

Penyesuaian fisik:

perubahan hidup

Performen peranan

Level stress

37

Page 38: Pathways Epilepsy

emosional.

Buat statement support

atau empati.

Bantu pasien

mengungkapkan

perasaan.

Anjurkan pasien untuk

mengekspresikan

perasaan cemas, marah

atau sedih.

Anjurkan berbicara

atau menangis yang

berarti mengurangi

respon emosi.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Epilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah gangguan sistem

saraf pusat yang terjadi karena letusan pelepasan muatan listrik sel saraf secara

38

Page 39: Pathways Epilepsy

berulang, dengan gejala penurunan kesadaran, gangguan motorik, sensorik dan

mental, dengan atau tanpa kejang-kejang (Ahmad Ramali, 2005 :114).

Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi

yang baru lahir. Pengklasifikasian epilepsi atau kejang ada dua macam, yaitu epilepsi

parsial dan epilepsi grandmal. Epilepsi parsial dibedakan menjadi dua, yaitu epilepsi

parsial sederhana dan epilepsi parsial kompleks. Epilepsi grandmal meliputi epilepsi

tonik, klonik, atonik, dan myoklonik. Epilepsi tonik adalah epilepsi dimana

keadaannya berlangsung secara terus-menerus atau kontinyu. Epilepsi klonik adalah

epilepsi dimana terjadi kontraksi otot yang mengejang. Epilepsi atonik merupakan

epilepsi yang tidak terjadi tegangan otot. Sedangkan epilepsi myoklonik adalah

kejang otot yang klonik dan bisa terjadi spasme kelumpuhan.

3.2 SARAN

Setelah penulisan makalah ini, diharapkan masyarakat pada umumnya dan

mahasiswa keperawatan pada khususnya mengetahui pengertian, tindakan

penanganan awal, serta mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan epilepsi.

Oleh karena penyandang epilepsi sering dihadapkan pada berbagai masalah

psikososial yang menghambat kehidupan normal, maka seyogyanya kita memaklumi

pasien dengan gangguan epilepsi dengan cara menghargai dan menjaga privasi klien

tersebut. Hal itu dilaksanakan agar pasien tetap dapat bersosialisasi dengan

masyarakat dan tidak akan menimbulkan masalah pasien yang menarik diri.

39