25
GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUS Mohammad Sjaifullah Noer DEFINISI Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan adanya inflamasi pada glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel-sel glomerulus akibat proses imunologik. Istilah akut, misal glomerulonefritis akut (GNA), glomerulonefritis akut pasca Streptokokus (GNAPS) secara klinik berarti bersifat temporer atau suatu onset yang bersifat tiba-tiba, sedangkan secara histopatologik didapatkan leukosit polimorfonuklear dalam glomerulus. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS) ditandai oleh onset yang tiba-tiba dari kombinasi gejala-gejala hematuria gros, sembab periorbita, dan hipertensi dengan torak sel darah merah, serta adanya infeksi Streptokokus sebelumnya. GNAPS merupakan penyebab terbanyak nefritis akut pada anak di negara berkembang, sedangkan di Negara maju terjadi dalam laju prevalensi yang rendah dengan sekali-sekali timbul epidemi. ETIOLOGI GNA dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit yang heterogen, seperti misalnya Nefropati IgA, Nefritis Henoch-

Pbl 20 Dari Idai

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pbl 20 Dari Idai

GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA STREPTOKOKUS

Mohammad Sjaifullah Noer

DEFINISI

Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan adanya

inflamasi pada glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel-sel glomerulus akibat proses imunologik.

Istilah akut, misal glomerulonefritis akut (GNA), glomerulonefritis akut pasca Streptokokus

(GNAPS) secara klinik berarti bersifat temporer atau suatu onset yang bersifat tiba-tiba,

sedangkan secara histopatologik didapatkan leukosit polimorfonuklear dalam glomerulus.

Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS) ditandai oleh onset yang tiba-tiba

dari kombinasi gejala-gejala hematuria gros, sembab periorbita, dan hipertensi dengan torak sel

darah merah, serta adanya infeksi Streptokokus sebelumnya. GNAPS merupakan penyebab

terbanyak nefritis akut pada anak di negara berkembang, sedangkan di Negara maju terjadi

dalam laju prevalensi yang rendah dengan sekali-sekali timbul epidemi.

ETIOLOGI

GNA dapat disebabkan oleh berbagai macam penyakit yang heterogen, seperti misalnya

Nefropati IgA, Nefritis Henoch-Schonlein, Nefritis lupus, Vaskulitis ANCA (antineutrophil

cytoplasmic antibody), Glomerulonefritis karena virus (Hepatitis B, Hepatitis C, HIV), Nefritis

pirau, Glomerulonefritis mesangiokapiler dan GNAPS. Pembahasan dalam makalah ini hanya

difokuskan pada GNAPS. Istilah GNAPS berarti penyebabnya adalah Streptokokus β-

hemolitikus grup A. Untuk penyebab selain Streptokokus β-hemolitikus grup A, biasanya disebut

sebagai glomerulonefritis akut pasca infeksi.

Page 2: Pbl 20 Dari Idai

PATOGENESIS

Mekanisme bagaimana terjadinya jejas renal (renal injury) pada GNAPS sampai sekarang

belum jelas benar, meskipun telah diduga terdapat sejumlah faktor host dan faktor kuman yang

berperan.

Faktor host

Fakta yang menunjukkan mengapa hanya 10-15% pasien yang terinfeksi kuman

Streptokokus grup A strain nefritogenik menderita GNAPS masih sulit dijelaskan; mungkin oleh

karena adanya faktor-faktor host tertentu yang berperan. GNAPS menyerang semua kelompok

umur dimana kelompok umur 5-15 tahun (di Indonesia antara umur 2,5-15 tahun, dengan puncak

umur 8,4 tahun) merupakan kelompok umur tersering dan paling jarang pada bayi. Anak laki-

laki menderita 2 kali lebih sering dibandingkan anak wanita. Rasio anak laki-laki dibanding anak

wanita adalah 76,4%:58,2% atau 1,3:1,6 GNAPS lebih sering dijumpai di daerah tropis dan

biasanya menyerang anak-anak dari golongan ekonomi rendah.

Faktor kuman

GNAPS berawal apabila host rentan yang terpapar kuman Streptokokus grup A strain

nefritogenik bereaksi untuk membentuk antibodi terhadap antigen yang menyerang. Tetapi apa

saja komponen antigen Streptokokus yang mampu memicu proses patologik terjadinya GNAPS

sampai sekarang belum dapat diidentifikasi dengan pasti, namun paling tidak telah diketahui 7

komponen antigen Streptokokus yang mungkin berperan, yaitu protein M, endostreptosin (pre-

absorbing antigen), cation icproteins, streptococcal pyrogenic exotoxin B, streptokinase,

neuramidase, dan nephritis-associated plasmin receptor (nephritis plasmin binding protein).

Kemungkinan besar lebih dari satu antigen yang terlibat, yang bekerja pada stadium yang

berbeda.

Mekanisme imunopatogenik terjadinya GNAPS

GNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang terjadi

dalami sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Proses inflamasi yang mengakibatkan terjadinya

jejas renal dipicu oleh:

Page 3: Pbl 20 Dari Idai

1. Aktivasi plasminogen menjadi plasmin oleh streptokinase yang kemudian diikuti oleh

aktivasi kaskade komplemen

2. Deposisi kompleks Ag-Ab yang telah terbentuk sebelumnya ke dalam glomerulus

3. Ab antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan molekul tiruan

(molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag Streptokokus (jaringan glomerulus

yang normal yang bersifat autoantigen bereaksi dengan circulating Ab yang terbentuk

sebelumnya untuk melawan Ag Streptokokus)

GEJALA KLINIK

Onset GNAPS biasanya berlangsung secara tiba tiba, terjadi 7-14 hari setelah anak

menderita faringitis atau infeksi saluran nafas atas, atau 3-6 minggu setelah infeksi kulit. Gejala

klinik biasanya berupa sindrom nefrotik akut, yang terdiri atas sekumpulan gejala berupa

hematuria gros, sembab periorbita, dan hipertensi dengan torak sel darah merah, proteinuria dan

oliguria.

Gejala overload cairan berupa sembab (85%), sedangkan di Indonesia 76,3% kasus

menunjukkan gejala sembab orbita dan kadang-kadang didapatkan tanda-tanda sembab paru

(14%), atau gagal jantung kongestif (2%). Hematuria mikroskopik ditemukan pada hampir

semua pasien (di Indonesia 99,3%). Hematuria gros ( di Indonesia 53,6%) terlihat sebagai urin

berwarna merah kecoklatan seperti warna coca-cola, tanpa disertai rasa sakit. Kebanyakan pasien

tampak pucat, akibat dilusi dan pembengkakan jaringan subkutan. Penurunan fungsi ginjal

biasanya ringan sampai sedang dengan meningkatnya kadar kreatinin (45%). Takhipnea dan

dispnea yang disebabkan kongesti paru dengan efusi pleura sering ditemukan pada pasien

glomerulonefritis akut. Takikardia, kongesti hepar dan irama gallop timbul bila terjadi gagal

jantung kongesti. Proteinuria (di Indonesia 98,5%) masanya bukan tipe proteinuria nefrotik.

Hipoalbuminemia tidak hebat, disebabkan karena efek dilusi ekspansi volume cairan

intravaskular. Gejala sindrom nefrotik dapat terjadi pada kurang dari 5% pasien. Hipertensi

ringan sampai sedang terlihat pada 60-80% pasien (di Indonesia 61,8%) yang biasanya sudah

muncul sejak awal penyakit. Tingkat hipertensi beragam dan tidak proporsional dengan hebatnya

sembab. Kadang-kadang terjadi krisis (hipertensi yaitu tekanan darah mendadak meningkat

Page 4: Pbl 20 Dari Idai

tinggi dengan tekanan sistolik melampaui 200 mm Hg, dan tekanan diastolik lebih dari 120

mmHg. Sekitar 5% pasien rawat inap mengalami ensefalopati hipertensi (di Indonesia 9,2%),

dengan keluhan sakit kepala hebat, perubahan mental, koma dan kejang. Adanya anuria,

proteinuria nefrotik, dan penurunan fungsi ginjal yang lebih parah, mungkin suatu

glomerulonefritis progresif cepat yang terjadi pada 1% kasus GNAPS.

PEMERIKSAAN

Urinalisis

Urine biasanya menjadi sangat berkurang, pekat dengan warna mulai dari kelabu

berkabut sampai merah coklat. Warna tersebut sebagai akibat degradasi hemoglobin menjadi

asam hematin. Proteinuria biasanya sesuai dengan tingkat hematuria dan berkisar antara seangin

sampai 2+ (sampai 100 mg/dl). Ekskresi protein jarang melebihi 2 g/m2 luas permukaan tubuh

per hari. Hampir 2-5% pasien glomerulonefritis akut pasca streptokokus menunjukkan

proteinuria masif dengan gambaran sindrom nefrotik.

Hematuria merupakan kelainan urine yang selalu ada. Torak eritrosit sebagai tanda

adanya perdarahan glomerulus kadang-kadang terlihat pada pemeriksaan urinalisis.

Darah

Anemia biasanya tampak sebagai anemia normokromik normositer, yang terjadi sebagai

akibat dilusi, dan retensi cairan. Komponen darah lainnya biasanya normal meskipun kadang-

kadang terlihat kenaikan jumlah sel darah putih. Beberapa pasien menunjukkan hipoproteinemia

dan hiperlipidemia (hiperkolesterolemi ringan).

Uji fungsi ginjal

Sebagian besar pasien GNAPS yang rawat inap menunjukkan kenaikan kadar BUN dan

keatinin serum. Sebagian pasien menunjukkan gejala uremia (di Indonesia 10,5%), dengan

asidosis metabolik dan hiperkalemia. Penurunan fungsi ginjal berkorelasi dengan parahnya jejas

glomerulus. Profil elektrolit biasanya normal. Hiperkalemia dan asidosis metabolik hanya terjadi

pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal yang berat.

Page 5: Pbl 20 Dari Idai

Infeksi streptokokus

Bila tanda-tanda adanya infeksi Streptokokus secara langsung tidak didapatkan, uji

serologik dapat dipakai untuk membuktikan adanya respon imun terhadap antigen Streptokokus.

Kenaikan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terlihat dalam 10-14 hari setelah

terjadinya infeksi Streptokokus. Tetapi respon titer ASTO pada pasca infeksi kulit sangat rendah.

Hal tersebut disebabkan karena efek lemak kulit yang menghambat antigenisitas streptolisin O.

Sebaiknya dilakukan kombinasi dengan uji lainnya, seperti misalnya anti hyaluronidase dan anti

deoxyribonuclease B atau uji streptozyme yang meningkat pada infeksi Streptokokus tanpa

terpengaruh lokasi infeksi.

Uji imunologi

Yang penting dan paling konsisten pada glomerulonefritis akut pasca Streptokokus

adalah menurunnya kadar komplemen ketiga (C3). Kadar C3 menurun pada saat onset pada 80-

90% pasien dan akan kembali normal dalam 8-10 minggu setelah onset.

Pencitraan

Pada USG ginjal terlihat besar dan ukuran ginjal yang biasanya normal. Bila terlihat

ginjal yang kecil, mengkerut atau berparut, kemungkinannya adalah penyakit ginjal kronik yang

mengalami eksaserbasi akut. Gambaran ginjal pada USG menunjukkan peningkatan

echogenisitas yang setara dengan echogenisitas parenkhim hepar. Gambaran tersebut tidak

spesifik dan dapat ditemukan pada penyakit ginjal lainnya.

Pemeriksaan histologik

Biopsi ginjal dilakukan pada pasien-pasien yang mempunyai gejala-gejala klinik, uji

laboratorium, atau perjalanan penyakit yang tidak sesuai dengan lazimnya gambaran

glomerulonefritis akut pasca Streptkokus. Pada pasien tersebut, pemeriksaan histologik dengan

pemeriksaan mikroskop cahaya, imunofluoresent dan elektron mungkin akan dapat banyak

membantu. Biopsi ginjal tidak diperlukan pada sebagian besar pasien GNAPS.

Page 6: Pbl 20 Dari Idai

KOMPLIKASI

Komplikasi akut yang paling sering adalah hipertensi dengan atau tanpa gejala sistem

saraf pusat. Sembab paru diderita oleh beberapa pasien akibat meningkatnya volume

intravaskular yang berlangsung pada awal penyakit. Gagal jantung kongestif dan miokarditis

jarang dijumpai. Azotemia yang menetap atau memburuk selalu merupakan masalah dan

merupakan gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut dapat memberikan petunjuk adanya diagnosis

yang lain, seperti misalnya glomerulonefritis proliferasi membranosa, purpura Henoch

Schonlein, lupus eritematosus sistemik, atau GNAPS yang memburuk, seperti pada

glomerulonefritis progresif cepat.

TATA LAKSANA

Antibiotik

Antibiotik (penisilin atau eritromisin) selama 10 hari diperlukan untuk eradikasi

streptokokus. Beberapa klinisi memberikan antibiotik hanya bila terbukti ada infeksi yang masih

aktif.

Simtomatik

Pada kasus ringan, dapat dilakukan tirah baring, mengatasi sembab kalau perlu dengan

diuretik, atau mengatasi hipertensi yang timbul dengan vasodilator atau obat-obat anti hipertensi

yang sesuai. Pada gagal ginjal akut harus dilakukan restriksi cairan, pengaturan nutrisi dengan

pemberian diet yang mengandung kalori yang adekuat, rendah protein, rendah natrium, serta

restriksi kalium dan fosfat, kalau perlu dilakukan dialisis akut atau terapi pengganti ginjal.

Edukasi pasien

Pasien dan keluarganya perlu dijelaskan sifat penyakit, perjalanannya, dan prognosisnya.

Mereka perlu memahami bahwa meskipun kesembuhan yang sempurna diharapkan, masih ada

kemungkinan kecil terjadinya kelainan yang menetap dan bahkan memburuk.

Page 7: Pbl 20 Dari Idai

PROGNOSIS

Biasanya sembuh sempurna meskipun proteinuria memerlukan waktu 3-6 bulan untuk

menghilang dan sampai 1 tahun untuk hematuria. Hanya kurang dari 1% menjadi RPGN (rapidly

progressive glomerulunephritis, glomerulonefritis progresif cepat).

Page 8: Pbl 20 Dari Idai

SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK

Mohammad Sjaifullah Noer

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik merupakan suatu penyakit kronik yang sering dijumpai pada masa

kanak-kanak, dengan insiden antara 2-4 kasus dari setiap 100.000 anak dibawah 16 tahun setiap

tahunnya. Sedangkan Willa Wirya melaporkan 6 orang anak menderita sindrom nefrotik diantara

100.000 anak yang berusia dibawah 14 tahun per tahun di Jakarta.

Kelainan histopatologik yang terbanyak dijumpai pada sindrom nefrotik idiopatik pada

anak (lebih dari 80%) adalah tipe kelainan minimal. Sindrom nefrotik dapat menyerang semua

umur, tetapi terutama menyerang anak-anak yang berusia antara 2-6 tahun, anak laki-laki lebih

banyak menderita dibandingkan anak perempuan dengan rasio 3:2. Lebih dari 90% kasus

sindrom nefrotik adalah idiopatik, sedangkan sisanya adalah sindrom nefrotik sekunder yang

disebabkan oleh beragam penyakit, antara lain nefritis Henoch-Schonlein, Lupus Eritematosus

Sistemik, amyloidosis, dan sebagainya.

DIAGNOSIS

Sindrom nefrotik ditegakkan berdasarkan 4 gejala klinik yang khas, yaitu:

1. Proteinuria masif atau proteinuria nefrotik

Dimana dalam urin terdapat protein ≥40 mg/m2 lpb/jam atau >50 mg/kgBB/24 jam, atau

rasio albumin/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg, atau dipstik ≥2+. Proteinuria pada

sindrom nefrotik kelainan minimal relatif selektif, yang terbentuk terutama oleh albumin.

2. Hipoalbuminemia

Albumin serum <2,5 g/dl. Harga normal kadar albumin plasma pada anak dengan gizi baik

berkisar antara 3,6-4,4 g/dl. Pada sindrom nefrotik retensi cairan dan sembab baru akan

terlihat apabila kadar albumin plasma turun dibawah 2,5-3,0 g/dl, bahkan sering dijumpai

kadar albumin plasma yang jauh dibawah kadar tersebut.

Page 9: Pbl 20 Dari Idai

3. Sembab

4. Hiperlipidemia

Pasien sindrom nefrotik idiopatik mengalami hiperkolesterolemia (kolesterol serum lebih

dari 200 mg/dl).

GAMBARAN KLINIK

Pasien sindrom nefrotik biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih

berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum. Kadang-kadang disertai oliguria dan

gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila disertai sakit perut hati-hati terhadap

kemungkinan terjadinya peritonitis. Infeksi saluran napas atas atau eksantema virus akan

memperberat episode awal atau relaps selanjutnya. Riwayat atopi terdapat pada 30-60% kasus.

Anamnesis riwayat keluarga menunjukkan bahwa 1-3% pasien mempunyai saudara yang juga

menderita sindrom nefrotik.

Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar

perut, dan tekanan darah. Berat badan sering akan membantu pemantauan penurunan sembab

pada relaps berikutnya. Pemeriksaan denyut jantung dan capillary filling time bermanfaat untuk

mengevaluasi intravascular volume status. Dalam laporan ISKDC (International Study of Kidney

Diseases in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai hematuria mikroskopik, 15-20%

disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat

sementara.

Page 10: Pbl 20 Dari Idai

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:

1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin

2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin

pertama pagi hari

3. Pemeriksaan darah

a. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit, LED)

b. Kadar albumin dan kolesterol plasma

c. Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan

rumus Schwartz

Page 11: Pbl 20 Dari Idai

d. Titer ASTO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskopis persisten

e. Bila curiga lupus eritematosus sistemik pemeriksaan dilengkapi dengan permeriksaan

kadar komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti-dsDNA

BIOPSI GINJAL

Biopsi ginjal tidak diperlukan pada sebagian besar anak dengan sindrom nefrotik. Lebih

dari 80% anak dengan sindrom nefrotik adalah sindrom nefrotik kelainan minimal dengan ciri

khasnya berupa histologi ginjal yang normal pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya.

Sisanya berupa Glomerulosklerosis Fokal Segmental (GSFS, 7%), Glomerulonefritis

Mesangioproliferatif (GNMesP, 5%), Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP, 7%), dan

Glomerulonefropati membranosa (GNM, 1-2%).

Pasien yang menunjukkan gambaran klinik dan laboratorium yang tidak sesuai dengan

gejala kelainan niinimal, sebaiknya dilakukan biopsi ginjal sebelum terapi steroid dimulai (lihat

tabel 2). Biopsi ginjal umumnya tidak dilakukan pada sindrom nefrotik kambuh sering atau

dependen steroid (sebelum dimulainya terapi levamisol atau siklofosfamid) selama masih sensitif

steroid.

Page 12: Pbl 20 Dari Idai

GAGAL GINJAL AKUT

Husein Alatas

DEFINISI

Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat

hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibatnya terjadi

peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen seperti ureum, kreatinin dan gangguan

keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basa. Dalam klinik, GGA bisa bersifat oligurik dan

non-oligurik.

GGA oligurik lebih banyak ditemukan dalam klinik. Batasan oliguria pada neonatus yaitu

jumlah urin <1 ml/kgBB/jam dan pada anak besar <0,5 ml/kgBB/jam. Pada GGA non-oligurik,

diuresis >1-2 ml/kgBB/jam.

Acute Kidney Injury (AKI)

Pada beberapa tahun terakhir ini istilah gagal ginjal akut (GGA) dianjurkan untuk diganti

dengan acute kidney injury (AKI) diterjemahkan dengan gangguan ginjal akut. Pergantian ini

bukan hanya istilah tetapi juga pergantian konsep yang mendasar dalam mendeteksi semua

tahapan gangguan ginjal. Hal ini ditetapkan oleh ADQI (Acute dialysis quality initiative) pada

tahun 2002.

Istilah AKI dilengkapi dengan berbagai faktor yang mempengaruhi tahapan GGA yang

disebut RIFLE (Risk-Injury-Failure-Loss-End stage renal disease).

Page 13: Pbl 20 Dari Idai

Tahap Risk (RIFLE-R) contohnya bila produksi urin <0,5 ml/kg/jam selama 6 jam, pada

anak BB 20 kg = 10 ml/jam memberi arti adanya risiko terjadinya GGA. Biasanya GGA/AKI

pada tahap ini masih reversibel, hingga dapat dicegah penurunan fungsi ginjal lebih lanjut.

Tahap injury (I) telah terjadi kerusakan awal yang kalau tidak cepat ditangani bisa

menetap. Pada tahap ini sudah mulai timbul gejala klinik tetapi masih bisa terapi konservatif.

Tahap failure (F) sudah terjadi gagal ginjal dengan gejala klinik overhidrasi,

hiperkalemia, asidosis dan uremia dan sudah harus dilakukan dialisis.

Tahap loss (L) dan end stage renal disease (E) lebih menunjukkan ke arah prognosis,

oleh karena itu Acute kidney injury network (AKIN) pada tahun 2005 tidak memasukannya

dalam kriteria AKI karena tidak menunjukkan tahapan penyakit. Jadi kriteria AKIN untuk AKI

hanya dibagi 3, tahap I, II dan III. Pada kriteria AKIN pada tahap I ditambahkan kenaikan SKr ≥

0,3 mg/dl atau kenaikan 1,5-2 x kadar SKr sebelumnya. Tahap II = Injury dan tahap III = Failure.

KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI

Klasifikasi GGA berdasarkan etiologi dibagi menjadi 3 yaitu: prarenal, renal (intrinsik)

dan pasca renal.

Page 14: Pbl 20 Dari Idai

Etiologi Prarenal

1. Hipovolemia karena:

Gastroenteritis dehidrasi

Perdarahan

2. Penurunan volume vaskuler efektif:

Sepsis akibat vasodilatasi

Luka bakar/trauma akibat pengumpulan cairan di ruang ketiga

Sindrom nefrotik akibat hipoalbuininemia dan edema

3. Penurunan curah jantung akibat:

Gagal jantung

Kardiomiopati

Pasca bedah jantung.

Etiologi Renal

1. Kelainan kongenital ginjal:

Agenesis ginjal

Ginjal polikistik

Ginjal hipoplastik-displastik

2. Glomerulonefritis (GN):

Glomerulonefritis akut (GNA) biasanya pasca Streptokokus.

GN kresentik idiopatik atau mengikuti penyakit sistemik antara lain sindrom Good

pasture, lupus eritematosus sistemik (LES)

3. Kelainan vaskuler ginjal:

Sindrom hemolitik uremik (SHU)

Trombosis arteri/vena renalis

Vaskulitis antara lain periarterilis nodosa, purpura Henoch Schonlein.

4. Nefritis interstisialis:

Obat antara lain metisilin

Infeksi antara lain malaria, leptospirosis

Pielonefritis

5. Kerusakan tubulus:

Page 15: Pbl 20 Dari Idai

Tipe iskemik: GGA prarenal yang berlangsung lama

Tipe nefrotoksik:

Endogen : asam urat, mioglobulinuria, hemogloblinuria.

Eksogen : zat kontras radioopak, obat aminoglikosida.

Etiologi Pasca Renal

1. Kelainan kongenital saluran kemih :

Katub uretra posterior

Obstruksi ureter bilateral biasanya pada hubungan ureteropelvik atau ureterovesika

2. Uropati obstruktif didapat:

Batu, bekuan darah

Kristal asam jengkol, asam urat

Tumor.

Membedakan Gagal Ginjal Prarenal, Renal

Gagal ginjal prarenal perlu diantisipasi dini, karena dengan tindakan yang cepat dan

tepat, dapat mencegah terjadinya GGA renal (intrinsik). Demikian pula GGA pasca renal bila

didiagnosis dini dan dilakukan dekompresi cepat dapat mencegah terjadinya kerusakan ginjal

yang permanen.

Untuk mengetahui apakah GGA prarenal sudah berlanjut menjadi renal dapat dilakukan

pemeriksaan indeks urin dengan tujuan melihat integritas fungsi tubulus ginjal. Pada GGA

prarenal fungsi tubulus masih baik sehingga daya reabsorpsi natrium dan air masih baik. Hal ini

dapat dilihat dengan pemeriksaan indeks urin (tabel 1) dengan syarat diperiksa sebelum

diberikan obat diurerika.

Obstruksi saluran kemih perlu disingkirkan pada setiap GGA. Cara mengetahui adanya obstruksi

dengan cepat dan mudah adalah dengan dilakukan pemeriksaan USG untuk melihat adanya

pelebaran pelviokalises dengan atau tanpa pelebaran ureter. Bila perlu dilakukan pielografi

antegrad atau retrograd untuk lokalisasi obstruksi. Dilatasi sudah dapat terlihat 24-36 jam setelah

terjadi obstruksi.

Page 16: Pbl 20 Dari Idai

Membedakan Gagal Ginjal Akut dan Kronik

GGA dan gagal ginjal kronik (GGK) atau GGK pada GGA (acute on chronic renal

failure) kadang-kadang sulit dibedakan. Pada pasien perlu dicari riwayat dan tanda/gejala

penyakit ginjal kronik:

riwayat menderita penyakit ginjal sebelumnya

adanya pasien penyakit ginjal herediter dalam keluarga antara lain sindrom Alport, ginjal

polikistik

adanya hambatan pertumbuhan

adanya retinopati hipertensif

gambaran osteodistrofi ginjal (rakitis atau osteitis fibrosa kistika)

pada USG ditemukan kedua ginjal kecil/ mengkerut.

PEMANTAUAN PADA GAGAL GINJAL AKUT RENAL

Bila pasien telah memasuki tahap GGA renal, perlu dilakukan pemantauan berkala untuk

melihat perubahan gejala klinik atau laboratorik yang dapat membahayakan jiwa dan

memerlukan tindakan segera, yaitu:

tanda-tanda vital: tensi, nadi, pernafasan, ritme jantung

pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, trombosit

urinalisis dan pengukuran jumlah diuresis berkala

kadar ureum, kreatinin plasma

elektrolit: K, Na, Cl, Ca, P asam urat

analisis gas darah

protein dan albumin darah.

CHRONIC KIDNEY DISEASE

Nanan Sekarwana

Page 17: Pbl 20 Dari Idai

DEFINISI

Definisi yang tercantum dalam clinical practice guidelines on CKD menyebutkan bahwa

seorang anak dikatakan menderita CKD bila terdapat salah satu dari kriteria dibawah ini:

1. Kerusakan ginjal ≥3 bulan, yang didefinisikan sebagai abnormalitas struktur atau fungsi

ginjal dengan atau tanpa penurunan glomerular filtration rate (GFR), yang bermanifestasi

sebagai satu atau lebih gejala:

a. Abnormalitas komposisi urin

b. Abnormalitas pemeriksaan pencitraan

c. Abnormalitas biopsi ginjal

2. GFR <60 mL/menit/1,73 m2 selama ≥3 bulan dengan atau tanpa gejala kerusakan

ginjal lain yang telah disebutkan.

ANGKA KEJADIAN

Prevalens CKD pada anak dilaporkan kira-kira 18,5-58,3 per satu juta anak. Penelitian di

India melaporkan terdapat 5,3% anak dengan CKD yang terdapat di rumah sakit rujukan. Data

dari Itali menyebutkan insidens rata-rata 12,1 kasus per tahun pada populasi yang tergantung

umur (rentang usia 8,8-13,9 tahun). Di RSCM Jakarta dilaporkan 21 dari 252 anak yang

menderita gagal ginjal kronik antara tahun 1986-1988 adalah pasien GGK.

KLASIFIKASI

Klasifikasi CKD menjadi beberapa stadium untuk tujuan pencegahan, identifikasi awal

kerusakan ginjal dan tata laksana, serta untuk pencegahan komplikasi CKD.

Page 18: Pbl 20 Dari Idai

MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis yang timbul pada CKD merupakan manifestasi:

1. Kegagalan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Penumpukan metabolit toksik yang disebut toksin uremik.

3. Kurangnya hormon ginjal seperti eritropoietin dan bentuk aktif vitamin D.

4. Abnormalitas respon end organ terhadap hormon endogen (hormon pertumbuhan).

Pasien CKD menunjukkan keluhan non-spesifik seperti sakit kepala, lelah, letargi, kurang

nafsu makan, muntah, polidipsi, poliuria, dan gangguan pertumbuhan. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan anak tampak pucat, lemah dan hipertensi. Keadaan ini dapat berlangsung bertahun-

tahun. Namun dengan pemeriksaan yang teliti dan cermat akan ditemukan keadaan-keadaan

seperti:

Gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan: hiperkalemia/hipokalemia,

hipernatremia/hiponatremia, dehidrasi.

Gangguan keseimbangan asam basa: asidosis metabolik.

Gangguan metabolism karbohidrat (hiperglikemi) dan lemak (hiperlipidemia).

Gangguan metabolisme kalsium dan fosfat: hiperparatiroid sekunder, osteodistrofi ginjal,

rickets/osteomalasia, kalsifikasi jaringan lunak.

Gangguan metabolism hormon: anemia normokrom normositer hipertensi.

Gangguan perdarahan.

Gangguan fungsi kardiovaskular: perikarditis, toleransi miokard terhadap latihan rendah.

Gangguan jantung: kardiomiopati uremik, hipertrofi ventrikel kiri dan penebalan septum

interventrikular.

Page 19: Pbl 20 Dari Idai

Gangguan neurologi: neuropati perifer,enselopati hipertensif dan retardasi mental.

Gangguan perkembangan seksual: keterlambatan pubertas.