pelabelan pangan

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, kesadaran pentingnya pemahaman label produksi pangan mulai berkembang seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan kepedulian konsumen terhadap kesehatan. Dewasa ini konsumen semakin kritis dalam mencari dan menggali informasi tentang produk yang akan digunakan. Informasi tentang produk dapat diperoleh melalui beberapa sumber, antara lain sumber personal (keluarga, teman, tetangga, kenalan), sumber komersial (iklan, tenaga penjual, dealer, kemasan, displai), sumber publik (media massa, organisasi rating konsumen), dan sumber percobaan (meneliti, menggunakan produk). Dalam sebuah kemasan terdapat informasi mengenai bentuk fisik produk, label dan sisipan (instruksi detail dan informasi keamanan untuk produk yang komplek atau berbahaya yang terkandung dalam obat atau mainan) yang dapat digunakan konsumen untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai suatu produk tertentu yang ingin digunakannya Di masa depan aneka produk pangan yang dikemas dengan kemasan yang baik akan semakin mudah dijumpai di pasaran. Konsumen akan semakin dimanjakandengan makanan instan yang dapat disajikan secara praktis dengan harga terjangkau dan cita rasa memenuhi selera. Kemajuan teknologi pangan dan kesibukan kita sebagai orang modern akan semakin menyuburkan industri pangan kemasan.( Ali Khomsan, 2006) Seorang konsumen yang akan membeli suatu produk akan melalui proses pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan mempunyai 6 tingkatan dasar yaitu stimuli, problem awareness, pencarian informasi, evaluasi alternative , pembelian dan perilaku setelah

1

pembeliaan. Dalam pengambilan keputusan ini seorang konsumen dapat menggunakan kesemua tingkatan proses ataupun hanya sebagian. (Evans. Joel R., 1982:127) Perilaku membaca label makanan selain untuk menghindari konsumsi berlebih juga untuk mewaspadai bahaya dibalik makanan kemasan kadaluwarsa. Makanan kaleng yang sudah memasuki akhir masa simpan akan mulai terbentuk subtansi beracun dari bakteri pathogen atau jamur yang tumbuh dan berkembang. Untuk makanan kemasan yang terbuat dari jenis kacangkacangan akan mulai terbentuk aflatoksin suatu senyawa terbentuk akibat tercemar jamur Aspergillus falavus dan aspergillus parasiticus. Semua senyawa ini akan memberikan bahaya apabila dikonsumsi oleh manusia.( Sibuea, 2002) Berdasarkan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh International Food Information Council (IFIC), umumnya masyarakat Amerika membaca label makanan saat akan membeli bahan pangan. Lebih dari 8 dari 10 konsumen yang melihat komposisi atau informasi zat gizi pada label, dimana 11% selalu melihat, 32% hampir selalu melihat dan 40% terkadang melihat. Kandungan zat gizi yang selalu dilihat konsumen adalah kalori (89%), di ikuti dengan lemak (89%), di ikuti total lemak (81%), sodium (75%), gula (73%), karbohidrat (72%), lemak jenuh (71%), kolesterol (66%). (Borra, 2006). Berdasarkan hasil survey The Food and Drug ( FDA) 2005, 60-80% para konsumen di Amerika mambaca label produk pangan sebelum membeli makanan baru. Dari presentase

tersebut, 30-40% konsumen mengaku bahwa label produk pangan menjadi salah satu masukan bagi mereka dalam membeli suatu produk pangan ( Philipson, 2005).

2

Sementara itu , berdasarkan hasil kajian Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BKPN), di Indonesia masalah label masih kurang mendapat perhatian dari konsumen. BKPN menemukn hanya 6,7% konsumen yang memperhatikan kelengkapannya. (Hasil kajian BKPN 2007). Menurut Siti (2009) penelitian mengenai kepatuhan membaca label pangan juga masih jarang. Penelitian siti (2009) pada mahasiswa FKM UI tingkat kepatuhan membaca label pangan yang meliputi informasi zat gizi (39,1%), komposisi (38,9%) dan kadaluwarsa (92,1%). Dari sini dapad dilihat bahwa mahasiswa FKM UI memeliki tingkat kepatuhan lebih tinggi membaca label kadaluwarsa dibandingkan informasi zat gizi dan komposisi. Menurut Susanto (2008) penelitian pada siswa SMA di kota Bogor pengaruh label kemasan pangan dalam keputusan siswa membeli makanan menunjukan label kemasan pangan yang paling diperhatikan responden adalah label halal (36,5%), waktu kadaluarsa (34,9%), nama produk (20,6%), dan komposisi makanan (7,9%). Sebanyak 88,9% responden memutuskan untuk tidak jadi membeli makanan jika tidak menemukan label kemasan pangan yang dicarinya dan hanya 11,1% yang tetap membeli makanan walaupun tidak menemukan label kemasan pangan yang dicarinya. Menurut Drichoutis, Lazaridis dan Naiga (2006b), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku membaca label informasi zat gizi . Faktor-faktor tersebut dapat berupa umur, pendapatan, pendidikan, jenis kelamin dan status bekerja. Selain itu lama waktu dalam berbelanja dapat menjadi faktor yang berhubungan dengan perilaku membaca. Kesadaran individu tentang pentingnya akan zat gizi dan kesehatan, serta situsi yang memaksa untuk berdiet akan dapat memacu masyarakat untuk lebih sering membaca label makanan.

3

Berdasarkan penelitian Siti (2004), jenis kelamin dan pengetahuan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan membaca informasi zat gizi, komposisi dan kadaluwarsa. Dari 132 responden berpengetahuan baik sebanyak 54 ( 40,9%) bersikap baik, hal tersebut tidak jauh berbeda dimanana 29 (34,9%) responden berpengetahuan kurang tetap memiliki sikap yang baik. Selain itu status diet mempengaruhi perbedaan proporsi tingkat kepatuhan konsumen dalam membaca label produk pangan. Sementara keterpaparan media dengan pengetahuan gizi menemukan proporsi responden berpengetahuan baik lebih banyak pada responden yang pernah terpapar media (51,9%) dibandinglkan dengan yang tak pernah terpapar ( 49,1%). Pada pengetahuan label juga

ditemukan hal yang serupa, dimana proporsi responden berpengetahuan label baik lebih banyak pada responden yang terpapar (55,7%) dibandingkan dengan yang tidak ( 52,6%). Perhatian konsumen atas informasi produk pangan kemasan cenderung terpusat pada nilai gizi, tanggal kadaluwarsa dan bahan yang digunakan dalam produk. Efektifitas pemanfaatan label sebagai salah satu sumber informasi produk dan kualitas produk akan tergantung dari tingkat kesadaran dan pemahaman konsumen terhadap informasi yang disampaikan. Adanya sejumlah istilah yang tidak awam menyebabkan tidak semua konsumen mampu membaca dan memahami label dengan teliti. Banyaknya produk makanan dan minuman olahan yang beredar di pasaran membuat masalah label dan kemasan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Berdasarkan latar belakang diatas penelii merasa tertarik mengetahui bagaimana gambaran perilaku konsumen terhadap label pangan di Carrefour tahun 2011

4

1.2

Perumusan Masalah Pada suatu dekade terakhir mulai terjadi peningkatan perhatian pada pelabelan zat gizi

produk makanan. Perhatian ini mulai muncul terkait dengan adanya peningkatan kejadian obesitas hamper di setiap bagian dunia. Sejak tahun 1980, kejadian obesitas meningkat 3 kali lipat bahkan lebih di negara-negara Amerika Utara, Inggris, dan Eropa Timur. Prevalensi obesitas juga terus meningkat di wilayah Asia-Fasifik. Tercatat 15% penduduk Korea Selatan tergolong obesitas sementara di Thailand 4% penduduk mengalami obesitas. Sementara itu, di Indonesia sendiri berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 dan 2010 menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas dari 19,1% menjadi 21,7%. Perilaku membaca label makanan selain untuk menghindari konsumsi berlebih juga untuk mewaspadai bahaya dibalik makanan kadaluwarsa. Sebab makanan kadaluwarsa merupakan salah satu penyebab utama keracunan. Selain membuat konsumen pusing, mual, diare, sesak napas dan kematian akibat keracunan, mengonsumsi makanan yang sudah kadaluwarsa dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kanker. Semua data diatas dapat menjadi alasan dibutuhkannya kesadaran masyarakat dalam mengenal makanan yang akan dikonsumsi. Pengenalan produk ini dapat dilakukan dengan membaca label informasi yang ada pada produk makanan kemasan. Namun, berdasarkan hasil kajian BKPN, di Indonesia masalah label kurang menjadi perhatian dati konsumen diman 6,7% konsumen yang memperhatikan kelengkapannya. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana gamabaran perilaku konsumen terhadap label pangan di Carrefour tahun 2011

5

1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui bagaimana gambaran perilaku konsumen terhadap label pangan di Carrefour komplek Citra Garden Medan tahun 2011. 1.3.1. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan konsumen terhadap label pangan di Carrefour komplek Citra Garden Medan tahun 2011 2. Untuk mengetahu gambaran sikap konsumen terhadap label pangan di Carrefour komplek Citra Garden Medan tahun 2011 3. Untuk mengetahui gambaran tindakan konsumen terhadap label pangan di Carrefour komplek Citra Garden Medan tahun 2011 1.4. Manfaat Penelitian 1. Dengan membaca label pangan diharapkan masyarakat sebagai konsumen mendapatkan informasi mengenai isi produk pangan yang akan dibeli dan dikonsumsi sesuai dengan yang dibutuhkan konsumen. 2. Sebagai bahan masukan bagi LSM dalam pembinaan kepada konsumen tentang sosialisasi UU Perlindungan konsumen 3. Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas membaca label produk pangan bagi masyarakat.

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Label Produk Pangan 2.1.1. Defenisi Label memiliki kegunaan untuk memberikan infomasi yang benar, jelas dan lengkap baik mengenai kuantitas, isi, kualitas maupun hal-hal lain yang diperlukan mengenai barang yang diperdagangkan. Dengan adanya label konsumen akan memperoleh informasi yang benar, jelas dan baik mengenai kuantitas, isi, kualitas mengenai barang / jasa beredar dan dapat menentukan pilihan sebelum membeli atau mengkonsumsi barang dan jasa.Berdasarkan undangundang nomor 7 tahun 1996, label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan dimasukan kedalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. Secara khusus pada UU tersebut BAB IV dicantumkan label dan iklan pangan. Pasal 30 (2) disebutkan sekuang-kurangnya dalam label memuat: a) nama produk, b) bahan yang digunakan, c) berat atau isi besih, d) nama dan alamat produsen, e) keterangan halal, f) tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa. Namun selain hal tersebut pemerintah dapat menetapkan keterangan lain yang wajib untuk dicantumkan dalam label (Pasal 30 ayat 3) , diantaranya berupa pelabelan gizi. ( Karmini dan Briawan 2004, Hal.180).

7

Tujuan Pelabelan secara garis beras adalah sebagai berikut: 1. Memberi informasi tentang isi produk yang diberi label tanpa harus membuka kemasan 2. Berfungsi sebagai sarana komunikasi produsen kepada konsumententang hal-hal yang perlu diketahui oleh konsumen tentang produk tersebut, terutama hal-hal yang kasat mata atau tidak diketahui secra fisik. 2. 3. 4. Memberi petunjuk pada konsumen hingga diperoleh fungsi produk yang optimum. Sarana periklanan bagi produsen Memberi rasa aman bagi konsumen. Mengingat label adalah alat manyampai informasi, sudah selayaknya informasi yang termuat pada label adalah sebenar-benarnya dan tidak menyesatkan. Hanya saja, mengingat label juga berfunngsi sebagai iklan, disamping sudah menjadi sifat manusia untuk mudah jatuh dalam kekhilafan dan berbuat kecurangan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, maka perlu dibuat rambu-rambu yang mengatur. Dengan adanya rambu-rambu ini diharapkan fungsi label dalam member rasa aman pada konsumen dapat tercapai. 2.1.2. Pedoman umum pelabelan di Indonesia Peraturan pelabelan produk pangan olah di Indonesia diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 79/Menkes/PER /III/1978. Dalam peraturan tentang label dan periklanan makanan ini diatur tentang tata cara pelabelan serta ketentuan-ketentuan yang menyertainya. Peraturan ini telah dilengkapi dengan keputusan Direktur Jenderal Pengawsan Obat dan

Makanan ( Dirjen POM) no.022040/B/Sk/VII/1991 yang diterbitkan pada tanggal 2 Juli 1996. (Albiner,2008)

8

Sesuai dengan peraturan yang berlaku, label harus dapat memberikan informasi yang tidak menyesatkan mengenai sifat, bahan kandungan, asal, daya tahan, nilai ataupun kegunaanya. Bagi produk-produk pangan untuk tujuan ekspor, pelabelan tentunya juga harus memperhatikan peraturan pelabelan yang berlaku di negara bertujuan ekspor, misalnya NLEA ( the Nutritional Labeling and Education) untuk USA atau JAS ( Japan Agriculture Safety) untuk Jepang, selain juga peraturan dari organisasi dunia, seperi Codex Alimentarius Commision (WHO). Pelabelan di Indonesia ditulisakan berdasarkan pedoman yang meliputi criteria penulisan dan isi label. (Albiner,2008) Pelabelan di Indonesia ditulis berdasarkan pedoman yang meliputi criteria penulisan dan isi label. Kriteria penulisan label mencakup (a) tulisan dengan huruf latin atau arab, (b) ditulis dengan bahasa Indonesia dengan huruf latin atau arab, (c) ditulis lengkap,jelas dan mudah dibaca ( ukuran huruf minimal 0,75 mm, warna kontras), (d) tidak boleh dicantumkan kata, tanda, gambar dan sebagainya yang menyesatkan, (e) tidak boleh dicantumkan referensi, nasihat, pernyataan dari siapapun dengan tujuan menaikkan penjualan. Isi label mencakup (a) informasi yang harus dicantumkan pada label, (b) pernyataan (claim) pada label periklanan, dan (c) gambar pada label/iklan. (Albiner, 2008) 2.1.3. Informasi pada label pangan a. Nama makanan/ nama produk - Disamping nama makanan bias dicantumkan nama dagang ( bila ada). Misalnya Coca Cola, Pepsi Cola. - Produk dalam negeri ditulis dalam bahasa Indonesia ( dapat juga ditambahkan dalam bahasa Inggris bila perlu). Produk luar negeri boleh dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia.

9

- Bila namabelum ditetapkan dalamstandar makanan, deskripsi yang cocok, ridak menyesatkan, misalnya mie telur tidak boleh digunakan untuk produkmie yang tidak mengandung telor. - Kata-kata yang menunjukkan bentuk sifat atau keadaan produk tidak perlu merupakan bagian nama makanan, tetapi cukup dicantumkan pada label. Antara lain: segar, alami, dibuat dari, dan halal. Pencantuman tulisan halal diatur oleh keputusan bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Agama No. 427/Menkes/SKB/VIII/1985. Makanan halal adalah semua jenis makanan yang tidak mengandung unsure atau bahan yang terlarang/haram dan atau yang diolah menurut hukum-hukum agama islam. Produsen yang mencantumkan tulisan halal pada label/

penandaan makanan produknya bertanggung jawab terhadap halnya makanan tersebut bagi pemeluk agama islam. Dewasa ini telah disetujui adanya tim akreditasi kehalalan suatu produk. b. Komposisi atau daftar ingredient - Ingredien penyusun termasuk Bahan Tambahan Makanan (BTM) harus dicantumkan secra lengkap. - Urutan dimulai dari bagian yang terbanyak, kecuali untuk vitamin dan mineral. - Ada beberapa perkecualian, antara lain ingredient tidak perlu dicantumkan: (1) bila komposisi diketahui secara umum, (2) pada makanan dengan luas permukaan tidak lebih dari 100 cm - Bagi makanan dehidrasi, komposisi yang ditulis adalah komposisi setelah direkontruksi. - Nama ingredient harus spesifik, bukan generic (kecuali untuk bumbu dan tepung), misalnya lemak sapi, minyak kelapa.

10

- BTM cukup dicantumkan dengan nama golongan, misalnya anti kempal, pemutih dan seterusnya. Khusus untuk antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna, dan penguat rasa, harus dilengkapi dengan nama jenis, sedang untuk pewarna juga perlu dicantumkan nomor indeks khusus. - Untuk produk tertentu, persentase berat bahan utama produk harus dicantumkan. c. Isi Netto - Isi netto dinyatakan dalam satuan metric. - untuk makanan padat dinyatakan dengan satuan bobot - untuk makanan cair dinyatakan dengan satuan volume. -untuk makanan semi padat atau kental dinyatakan dalam satuan volume atau bobot. - untuk makanan padat dalam cairan dinyatakan dalam bobot tuntas.

d. Nama dan alamat pabrik/importer - Harus mencantum nama dan alamat pabrik pembuat/pengepak/importir. - Makanan impor harus dilengkapi dengan kode negara asal. - Nama jalan tidak perlu dicantumkan apabila sudah tercantum dalam buku telepon. e.. Nomor pendaftaran - ML untuk produk dalam negeri, dan - ML untuk produk luar negeri. e. Kode produksi Kode produksi meliputi, tanggal produksi dan angka atau huruf lain yang mencirikan: batch produksi. Produk-produk yang wajib mencantumkan kode produksi: a. susu: pesteurisasi, steril, fermentasi, dan bubuk,

11

b. makanan atau minuman yang mengandung susu, c. makanan bayi, d. makanan kaleng yang komersial, dan e. daging dan hasil olahannya f. Tanggal kadaluwarsa - Tanggal kadaluwarsa harus dicantumkan pada: a. susu: pesteurisasi, steril, fermentasi, dan bubuk, b. makanan atau minuman yang mengandung susu, c. makanan bayi, d. makanan kaleng yang komersial, ( Cara penulisan: Sebaiknya digunakan sebelum..... e. Tempat harus ditempatkan di tempat yang mudah dan jelas terbaca. g. Petunjuk atau cara penggunaan Petunjuk atau cara penggunaan diperlukan untuk makanan yang perlu penyimpanan khusus. h. Petunjuk atau cara penyimpanan Petunjuk atau cara penyimpanan diperlukan untuk makanan atau minuman yang perlu penyimpanan khusus sebelum digunakan.

12

i. Nilai gizi Nilai gizi diharuskan untuk dicantumkan bagi makanan dengan nilai gizi yang diperkaya, makanan diet atau makanan lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan. Informasi yang dicantumkan: - Energi - Protein - Lemak - Karbohidrat - Vitamin, dan - Mineral tau komponen tertentu. Untuk makanan lain, tercantum bersifat suka rela j. Tulisan atau pernyataan khusus Menurut peraturan yang berlaku pernyataan khusus harus dicantumkan, antara lain pada produk: - Susu kental manis: perhatikan tidak cocok untuk bayi, - Makanan yang mengandung dari bahan yang berasal dari babi: MENGANDUNG BABI, - Susu dan makanan yang mengandung susu, - Makanan bayi, - Pemanis buatan, - Makanan dengan iradiasi: RADUA dan logo iradiasi, dan - Makanan halal: tulian bahasa Indonesia atau Arab.

13

2.2 .Labelisasi Pada Barang Pelaksanaan perdagangan bebas ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang dimulai pada bulan Januari 2010 akan membawa dampak pada ragam dan jenis barang yang bersedar di pasar dalam negeri. Barang-barang tersebut kemungkinan besar produksi China yang masuk ke pasar Indonesia baik secara legal dan telah memenuhi ketentuan/peraturan yang berlaku maupun illegal yang tidak/belum memenuhi ketentuan/peraturan yang berlaku. Latar belakang diwajibkannya pencantuman label pada barang ialah untuk pemenuhan hak konsumen atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang yang akan dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen, belum terdapat ketentuan yang mengatur pelabelan produk non pangan, merupakan upaya untuk mendorong penciptaan persaingan usaha yang sehat, dan untuk memperjelas ketentuan Pasal 8 dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, selain itu alasan lainnya adalah masih banyaknya barang impor yang beredar di pasar dalam negeri yang tidak mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia. Pengaturan label pada barang baru saja diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.62/M-DAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang. Dalam peraturan tersebut diatur bahwa Label adalah setiap keterangan mengenai barang yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang memuat informasi tentang barang dan keterangan pelaku usaha serta informasi tentang barang dan keterangan pelaku usaha serta informasi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang yang berlaku yang disertakan pada barang, dimasukkan kedalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan barang.

14

Label dapat dijadikan salah satu parameter pengawasan barang yang beredar selain itu dapat juga memberikan informasi tentang suatu barang. Dengan adanya informasi tentang suatu barang secara jelas dan lengkap diharapkan dapat terhindarkan dari akses negatif akibat penggunaan/pemakaian/pemanfaatan barang. Dalam pencantuman label tersebut terdapat kewajiban perlakuannya yaitu: - Non diskriminasi, baik untuk barang produksi dalam negeri maupun impor. - Pelaku usaha yang memproduksi atau mengimpor barang untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri yang tercantum dalam lampiran peraturan menteri wajib mencantumkan label dalam bahasa indonesia yang jelas dan mudah dimengerti. - Ketentuan label dalam bahasa Indonesia bagi barang impor berlaku saat memasuki daerah pabean Republik Indonesia. Mengenai tata cara pengajuan pencantuman label pada barang diatur hal-hal sebagai berikut: 1. Pelaku usaha yang memproduksi atau akan mengimpor barang yang akan diperdagangkan di pasar dalam negeri harus menyampaikan contoh label dalam bahasa Indonesia kepada Dirjen PDN cq.Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan 2. Apabila contoh label telah memenuhi ketentuan, dalam waktu paling lama 5 hari kerja sejak diterima contoh label, Direktur Pengawasan BBJ menerbitkan surat keterangan pencantuman label dalam bahasa Indonesia tanpa dipungut biaya. 3. Penyampaian contoh label dapat dilakukan melalui; datang langsung, e-mail, faximili, atau jasa pengiriman lainnya.

15

Kegunaan Surat Keterangan Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai: - Dokumen yang menerangkan bahwa contoh label telah memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Permendag untuk barang yang diproduksi di dalam negeri; - Dokumen pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan di bidang impor untuk barang asal impor. - Guna memenuhi syarat pada pencantuman label setidak-tidaknya suatu label harus memuat: menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti; penggunaan bahasa, selain Bahasa Indonesia, angka arab, huruf latin diperbolehkan sepanjang tidak ada padanannya atau tidak dapat diciptakan padanannya; - Label tidak mudah lepas dari barang atau kemasannya, tidak mudah luntur atau rusak, serta mudah untuk dilihat dan dibaca; - Bagi barang yang berukuran kecil, label harus dibubuhkan pada kemasan atau berupa petunjuk terpisah; - Bagi barang dengan cara diukur, ditakar atau ditimbang, menggunakan Satuan Sistem Internasional atau lambang Satuan SI dan berdasarkan desimal. - Ukuran label disesuaikan dengan besar atau kecilnya barang atau kemasan barang yang digunakan. Terkait K3L wajib mencantumkan cara penggunaan dan simbol bahaya atau peringatan yang jelas.Sedangkan keterangan atau penjelasan pada label barang yang terkait dengan keselamatan, keamanan, dan kesehatan konsumen serta lingkungan hidup harus memuat cara penggunaan dan simbol bahaya dan/atau tanda peringatan yang jelas.

16

Label dinyatakan rusak apabila label yang disertakan pada barang dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan barang robek atau tidak utuh lagi atau luntur/pudar warnanya. Sedangkan Label dinyatakan tidak lengkap jika keterangan/penjelasan yang merupakan unsur-unsur label yang diwajibkan menurut Permendag No. 62/MDAG/PER/12/2009 dan peraturan perundang-undangan lainnya tidak terpenuhi. Selain pencantuman label sebagaimana dimaksud dalam Permendag tersebut, pelaku usaha wajib mencantumkan keterangan atau penjelasan yang menurut ketentuan perundang-undangan lain harus dicantumkan. Pelaku Usaha dilarang mencantumkan label yang dibuat secara tidak lengkap atau memuat informasi tidak benar dan/atau menyesatkan konsumen. Dalam Permendag ini diatur jenis-jenis barang yang wajib mencantumkan label yaitu terdiri dari 103 (seratus tiga) jenis barang dengan 682 Nomor HS, dengan klasifikasi: a. Jenis barang elektronika keperluan rumah tangga, sebanyak 46 (empat puluh enam) barang; b. Jenis barang sarana bahan bangunan, sebanyak 9 (sembilan) barang; c. Jenis barang keperluan kendaraan bermotor (suku cadang dan lainnya), sebanyak 24 (dua puluh empat) barang; d. Jenis barang lainnya, sebanyak 24 (dua puluh empat) barang. Pengecualian-pengecualian dalam hal pencantuman label yaitu: 1. Ketentuan pencantuman label dalam bahasa Indonesia tidak berlaku bagi: barang yang dijual dalam bentuk curah dan dikemas secara langsung di hadapan konsumen; dan keperluan kendaraan bermotor (suku cadang lainnya) yang diimpor oleh produsen kendaraan bermotor atau Agen Pemegang Merek (APM) kendaraan bermotor sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong lain yang terkait dengan produksi.

17

2. Ketentuan tidak berlakunya kewajiban pencantuman label dalam bahasa Indonesia atas importasi barang tersebut diatas dapat diberikan jika produsen kendaraan bermotor atau APM kendaraan bermotor mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen PDN) dalam hal ini Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan dengan melengkapi dan menunjukkan aslinya: fotocopy Izin Usaha Industri (IUI) untuk produsen kendaraan bermotor; atau fotocopy penetapan sebagai agen pemegang merek kendaraan bermotor dari instansi yang berwenang untuk APM kendaraan bermotor. 3. Berdasarkan permohonan tersebut, Dirjen PDN dalam hal ini Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa menyampaikan daftar produsen kendaraan bermotor atau APM yang tidak dikenakan kewajiban pecantuman label dalam bahasa Indonesia kepada Dirjen Bea Cukai dengan tembusan disampaikan kepada pemohon.

Bagi pelaku usaha yang memproduksi atau mengimpor barang yang telah mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia dan tidak tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri, tetap dapat mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan karakteristik barang, sedangkan bagi pelaku usaha yang belum mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia dan tidak termasuk dalam Lampiran Peraturan Menteri dapat mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan karakteristik barang. Dalam pemberlakuan kewajiban label ini diatur juga pembinaan dan pengawasan, dimana perlu dilakukan pengawasan berkala yaitu pengawasan barang dan/atau jasa yang dilakukan dalam waktu tertentu dan dilaksanakan secara terprogram maupun pengawasan khusus.

18

Koordinasi Pusat dan Daerah sangat diperlukan oleh karena itu Gubernur dan Bupati/Walikota dalam peaksanaan pengawasan harus berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan Menteri Perdagangan dan petunjuk teknis Pengawasan Barang Beredar di Pasar dari Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. Pengawasan Barang-barang di pasar oleh Pemerintah Pusat dilakukan bersama-saa dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab di bidang perdagangan. Apabila menyangkut beberapa kabupaten/kota maka dilakukan bersama-sama dengan Pemerintah Daerah Propinsi. Apabila pengawasan mencakup beberapa wilayah propinsi, maka pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Pemerintah Pusat. Pelaku Usaha wajib menarik barang dari peredaran dan dilarang untuk memperdagangkan barang yang bersangkutan apabila: - Pencantuman label dilakukan dengan menempelkan label pada barang/kemasan hanya menggunakan bahan perekat lem sehingga mudah lepas atau mudah rusak. - Penulisan label menggunakan tinta warna/zat warna yang mudah luntur. - Ukuran label tidak sesuai dengan besar atau kecilnya barang/kemasan. - Pencantuman label dibuat secara tidak lengkap. - Penarikan barang dari peredaran dilakukan oleh pelaku usaha sendiri atas perintah Dirjen PDN atas nama Menteri dan pelaku usaha menanggung seluruh biaya penarikan barang dari peredaran.

19

Berdasarkan ketentuan Pasal 13 Permendag No. 62/M-DAD/PER/12/2009 bagi pelaku usaha yang tidak mencantumkan label akan dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan SIUP oleh pejabat penerbit SIUP atau pencabutan izin usaha lainnya oleh pejabat berwenang. Sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 14, sanksi pidana dapat diberlakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ataupun UndangUndang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. Pemberlakuan ketentuan kewajiban pencantuman label pada barang tersebut mulai berlaku 1 (satu) tahun untuk barang yang telah beredar di pasar sejak Peraturan Menteri diberlakukan yaitu efektif berlaku pada tanggal 21 Desember 2010. Namun saat ini dilakukan percepatan pemberlakuannya yang semula 21 Desember 2010, menjadi 1 Juli 2010 untuk barang yang belum beredar di pasar dan untuk barang yang telah beredar di pasar semula 21 Desember 2011 menjadi 31 Desember 2010.

2.3 Perilaku Konsumen Semakin meningkatnya persaingan bisnis mendorong produsen untuk lebih berorientasi pada konsumen atau pelanggan. Untuk mendukung upaya tersebut diperlukan pengetahuan mengenai konsumen terutama mengenai perilakunya. Perilaku konsumen di defenisikan sebagai tindakan-tindakan individu secara langsung terlibbat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomi termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut (Engel F. James,2005) The American Marketing mendefinisikan perilaku konsumen sebagai interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. (Setiadi, 2003:3).

20

Dalam defenisi tersebut terdapat 3 ( tiga) ide penting, yaitu: 1. Perilaku konsumen adalah dinamis 2. Hal tersebut melibatkan interaksi antara afeksi dan kognisi, perilaku dan kejadian sekitar 3. Hal tersebut mmelibatkan pertukaran Perilaku konsumen adalah dinamis, berarti bahwa perilaku seseorang konsumen, grup konsumen atau masyarakat luas selalu berubah sepanjang waktu. Dalam hal pengembangan strategi pemasaran, sifat dinamis perilaku konsumen menyiratkan baha seseorangtidak boleh berharap bahwa suatu strategi pemasaran yang sama sepanjang waktu dalam berbagai pasar dan industri. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran merupakan hal terakhir yag ditekankan dalam perilakku konsumen yaitu pertukaran antar individu. Schifmant dan Kanuk mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan

menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. (Sumarwan, 2003:25) Srmentara Engel, Blackel dan Miniard mendefenisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. (Sumarwan, 2003:25) David L. London dan Albert J. Della Britta mendefenisikan perilaku konsumen sebagai proses ppengembilan keputusan dan aktifitas individu secara fisik yang dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang dan jasa. ( Mangkunegara, 2003:3).

21

2.3.1 Faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen Perilaku merupakan tindakan- tindakan yang dilakukan seseorang dalam reaksi terhadap rangsangan atau stimulus. Rangsangan tersebut bisa datang dari luar dirinya maupun dari dalam dirinya. Menurut Kotler dan Keller ( 2006:214) factor-faktor yang dapat mempengaruhi prilaku adalah sebagai berikut: 1. Faktor budaya Faktor- faktor budaya mempengaruhi pengaruh paling besa dalam perilaku konsumen. Faktor ini dibagi menjadi budaya, sub budaya dan kelas sosial. a. Budaya adalah yang palin utama dan palng fundamental dari keinginan dan perilaku seseorang. Seseorang akan mendapatkan nilai, persepsi, preferensi dan perilaku melalui keluarga dan lembaga-lembaga lainnya. Seseorang yang bersasal dari Negara maju pasti akan mendapatkan nilai-nilai seperti kemajuan, materi, induvidualisme dan kebebasan diri b. Sub budaya. Setiap budaya terdiri dari sub-sub bdaya yang lebih kecil memberikan identifikasi dan sosialisasi anggotanya yang lebih kecil memberikan identifikasi dan sosialisasi anggotanya yang lebih spesifik. Sub budaya mencakup kebangsaan, agama, kelompok, ras, daerah geografis. Banyak sub budaya membentuk segmen pasar yang penting dan para pemasar sering merancang produk dan program pemasarannya khusus dibuat untuk kebutuhan mereka. c. Kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relative homogen dan permanent yang tersusun saecara hierarkis dan yang anggotanya menganut nilai-nilai, minat dan perilaku yang serupa. Jadi menurut defenisi diatas kelas sosial adalah kelompok yang beranggotakan orangorang yang memiliki keterkaitan dan tingkah laku.

22

2.

Faktor sosial Menurut Kotler dan Keller (2006:167) perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi oleh

factor-faktor sosial seperti kelompok acuan, keluarga, seta peran dan status sosial. a. Kelompok acuan Kelompok acuan seseorang terdiri semua kelompok memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseoarang. b. Keluarga Anggota keluarga merupakan kelompok primer yang paling berpengaruh. Orientasi kelompok terdiri dari orang tua seorang individu. Dari orangtua seorang individu. Dari orangtua seserang memperoleh suatu orientasi terhadap agama, politik dan ekonomi. Pengaruh yang lebih langsung terhadap perilaku pembelian sehari-hari adalah keluarga dan seorang individu yakni pasangan dan anak-anakanya. Keluarga adalah organisasi pembelan konsumen yang penting dalam masyarakat. Pemasar tertarik dengan peran pengaruh relative dari seorang suami, istri dan anak-anak dalam pembelian berbagai produk dan jasa. Peran dan pengaruh ini akan tempat bervariasi di Negara-negara dan kelas sosial yang berbeda. c. Peran dan status sosial Seseorang berpartipasi dalam banyak kelompok sepanjang hidupnya, misalnya keluarga, klub dan organisasi. Posisi orang tersebut dalam setiap kelompok dapat didefenisikan dalam istilah peran dan status. 3. Faktor pribadi Menurut Kotller dan Keller, (2006:171). Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi, yaitu usia pembeli dan tahap siklus, pekerjaan, keadaan ekonomis, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep pribadi membeli.

23

a. Usia dan tahap siklus hidup Orang-orang membeli barang dan jasa yang berbeda sepanjang hidupnya. Konsumsi juga dipengaruhi oleh tahap-tahap dalam siklus hidup keluarga b. Pekerjaan Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola konsumsi. Para pemasar berusaha untuk mengidantifikasikan kelompok pekerjaaan yang mempunyai minat lebih dari rata-rata pada produk jasa mereka. c. Keadan ekonomi Pemilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang, keadaan ekonomi meliputi pendapatan yang dapat dibelanjakan (tingkat pendapatan, stabilitas, dan pola aktunya), tabungan dan kekayaan, hutang, kekuatan untuk meminjam, dan pendirian terhadap belanja dan menabung. Para pemasar produk yang peka terhadap pendapatan terus memberikan perhatian pada pendapatan pribadi, tabungan dan suku bunga. Jika indicator ekonomi menunjukkan suatu resensi, para pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, merencanakan penempatan ulang, dan menetapkan kembali harga produk mereka. d. Gaya hidup Menurut Kotler dan Keller ( 2006:173): Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia dan diekspresikan dalam katifitas, minta dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan dari seseorang yang berinteraksi dengan linkungannya. Dari pendapat tersebut diatas gaya hidup seseorang ditunjukan leat aktifitas dan minta dari orang tersebut yang berhubungan dengann lingkungannya.

24

e. Kepribadian dan konsep pribadi Menurut Kotler dan Keller (2006,172), kepribadian adalh: yang dimaksud kepribadian adalah karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabakan tanggapan yang relative konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya. Kepribadian biasanya dijelaskan dengan cirri-ciri bawaan seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, perbedaan, kondisi sosial, keadaan pembelian diri, dan kemampuan beradaptasi. Kepribadian dapat menjadi variabel yang berguna dalam menganalisa perilaku konsumen bila tipe-tipe kepribadian dapat dikelompokkan dan terdapat korelasi yang kuat antara tipe kepribadian tertentu dengan pilihan produk atau merek. 4. Faktor psikologis Keputusan pembelia dipengaruhi oleh empat factor psikologis utama yaitu moptivasi, persepsi, pengetahuan serta kepercayaan dan pendirian. a. Motivasi b. Seseorang mempunyai banyak kebutuhan pada setiap waktu tertentu. Sebagian kebutuhan bersifat biogenesis. Kebutuhan yang demikian berasal dari tekanan biologis seperti lapar, haus, tidak nyaman, dan lainnya. Kebutuhan yang laiinya bersifat psikologis. Kebutuhan yang demikian berasal dari keadaan psikologis seperi kebutuhan akan pengakuan, penghargaan dan rasa kepemilikan. c. Persepsi Persepsi adalah proses yang digunakan seorang individu untuk memilih, mengorganisasi dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti.

25

d. Pembelajaran Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil dari belajar. Pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara dorongan, rangsangan, petunjuk bertindak, tanggapan dan penguatan. 2.3.2. Proses Keputusan Pembelian Konsumen 1. Pengenalan Masalah (Problem Recognition) Merupakan tahapan dimana pembeli mengenali masalah atau kebutuhannya. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan aktualnya dengan keadaan yang diinginkannya. Kebutuhan tersebut dapat dipicu oleh rangsangan internal seperti lapar dan haus yang bila mencapai titik tertentu akan menjadi sebuah dorongan dan rangsangan eksternal. Misalnya ketika melewati toko kue yang merangsang rasa laparnya 2. Pencarian Informasi (Information Search) Merupakan tahapan dimana konsumen berusaha mencari informasi lebih banyak tentang halhal yang telah dikenal sebagai kebutuhannya. Konsumen memperoleh informasi dari sumbersumber: 1. Pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan. 2. Komersial: iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan ditoko. 3. Publik: media masa, organisasi penentu peringkat konsumen. 4. Sumber pengalaman: pengkajian dan pemakaian produk. 3. Evaluasi Alternatif (Alternatives Evalution) Merupakan tahapan dimana konsumen memperoleh informasi tentang suatu objek dan membuat penilaian akhir. Pada tahap ini konsumen menyempitkan pilihan hingga alternatif yang dipilih berdasarkan besarnya kesesuaian antara manfaat yang diinginkan dengan yang bisa diberikan oleh pilihan produk yang tersedia.

26

4. Keputusan Pembelian (Purchase Decision) Merupakan tahap dimana konsumen telah memiliki pilihan dan siap melakukan transaksi pembelian atau pertukaran antara uang atau janji untuk membayar dengan hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang dan jasa. 5. Perilaku pasca pembelian (Post-Purchase Behaviour) Merupakan tahap dimana konsumen melakukan proses evaluasi setelah mempelajari dan mengetahui lebih dalam tentang produk yang dibeli. Tiga kemungkinan hasil evaluasi pasca pembelian : kepuasan, ketidakpuasan, dan pertentangan. Indikator adanya kepuasan atau ketidak puasan konsumen dapat dilihat dari tingkat pembelian ulang terhadap produk perusahaan

2.3.3. Klasifikasi peran pembelian Seseorang yang melakukan suatu transaksi pembelian suatu produk atau jasa bisa jadi transaksinya bukan hanya ditujukan untuk dirinya pribadi. Seorang ibu pergi berbelanja ke pasar tidak hanya membeli barang atau jasa untuk kebutuhan pribadinya sja, tetapi juga untuk anggota keluarganya. Pada saat bersamaan seseorang dapat memerankan berbagai peran yang dapat dilakukannya pada suatu proses pembelian. Peran pembelian yang dapat dilakukan seorang individu dapat terbagi menjadi lima peran ( Kotler 2000:168) yaitu: 1. Pencetus

Seseorang yang pertama kali mengusulkan gagasan untuk membeli produk atau jasa 2. Memberi pengaruh

27

Individu yang memberikan saran atau pengaruh baik langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses keputusan pembelian baik melalui tindakan atau ucapannya.

3. Pengambilan Keputusan (decision maker) Seseorang yang memutuskan setiap komponen dari suatu keputusan pembelian, apakah akan membeli, tidak membeli, bagaimana membelinya, kapan, dan dimana akan membeli. 4. Pembeli (buyer) Pembeli adalah individu yang secara langsung melakukan transaksi pembelian yang sesungguhnya. 5. Pemakai (user) Pemakai adalah orang yang paling langsung terlibat dalam mengkonsumsi atau menggunakan produk atau jasa yang telah dibeli

2.4

Acuan Label Gizi untuk makanan yang dikonsumsi umum.

2.4.1. Angka Kecukupan Gizi ( AKG) pria dan wanita dewasa. a. Energi Angka kecukupan gizi pria dan wanita dewasa sampai usia lanjut berkisar antara 1600-2550 kkal b. Zat Gizi Makro ( karbohidrat, protein, lemak) Karbohidrat: 63% kecukupan energi atau 1260 kal atau setara dengan 315 g karbohidrat. Untuk ALG karbohidrat ditentukan 300 g Protein: 12% kecukupan energi atau 240 kal atau setara dengan 60 g protein Lemak dihitung berdasarkan perhitungan sisa energi karbohidrat dan protein yaitu 2000(1200+ 240) = 560 Kal atau setara dengan 62 g lemak ( sekitar 28% energi, memenuhi

28

ketentuan 20-30% total energi). Lemak jenuh ditentukan 8% dari total energi setara dengan 18 g. ALG kolesterol ditetapkan sama dengan ALG tahun 2003 yaitu kurang dari 300 mg per Kal. c. Zat Gizi Mikro. ALG Kalium ditentukan dari nilai adequate intake kalium sebesar 4700 mg. ALG Natrium ditentukan dari Tolerable Upper Level Intake (UL) natrium 2300 mg. ALG Asam Phantotenat ditentukan sebesar 7 mg ( sesuai dengan referensi nilai asam phantotenat untuk dewasa). 2.4.2 Acuan Label Gizi untuk makanan bayi usia 0-6 bulan ALG protein ditentukan sesuai dengan nilai AKG. ALG lemak (termasuk asam linoleat) ditentukan berdasarkan komposisi dalam ASI (6,4g/100kal). ALG karbohidrat dihitung berdasarkan perhitungan sisa energi protein dan lemak. ALG vitamin dan mineral ditentukan sama dengan nilai AKG tahun 2004. ALG asam phantotenat ditentukan berdasarkan perbandingan kalori dengan bayi / anak 7-23 bulan. ALG kalium ditentukan dari nilai adequate intake ( AI) natrium. 2.4.3 Acuan Label Gizi untuk makanan bayi/ anak usia 7-23 bulan. ALG ditentukan berdasarkan AKG untuk bayi usia 7-11 bulan dan anak usia 1-3 tahun, dan perbandingan untuk protein dan lemak mengacu pada CAC / GL 08-1991, yaitu protein 2,5 g/100 Kal setara dengan 20 g ; dan lemak 3,2 g/100 Kal setara dengan 25,6 g. Karbohidrat dihitung dari sisa energi yaitu 15,3 g/100Kal, ditetapkan 122,4,g. Pencantuman pada ALG ditentukan untuk karbohidrat 120g, protein 20g dan lemak 27g ( untuk memenuhi 100% energi). Vitamin dan mineral seperti dalam AKG tahun 2004, diperhitungkna berdasarkan resiko terhadap energi. ALG asam linoleat dihitung berdasarkan 10% lamak total dihitung berdasarkan

29

10% dan ditentukan sebesar 3,0g. ALG asam phantotenat ditentukan sesuai dengan ALG tahun 2003 untuk bayi/ anak usia 4-24 bulan . ALG kalium ditentukan dari nilai adequate intake kalium. ALG natrium ditentukan dari adequate intake ( AL) natrium. 2.4.3. Acuan Label Gizi untuk makanan anak usia 2-5 tahun. ALG ditentukan berdasarkan nilai pada AKG tahun 2004 untuka anak usia 1-3 tahun dan 4-6 tahun. ALG asam linoleat dihiyung berdasarkan 10% lemak total. ALG asam phantotenat ditentukan sesuai dengan ALG tahun 2003. ALG kalium ditentukan dari nilai Adequate intake kalium . ALG natrium ditentukan dari adequate kalium. ALG natrium ditentukan dari Adequate intake ( AL) natrium. 2.4.5. Acuan Label Gizi untuk makanan ibu hamil dan menyusui. ALG ditentukan berdasarkan AKG wanita usia 19-29 tahun. Hal tersebut mengingat ibu hamil dan ibu mrnyusui mngkin akan terkosentrasi pada usia 20-35 tahun. Energi untuk ALG ibu hamil merupakan penjumlahan kebutuhan energi dasar yaitu 1900 kkal. Dengan cara perhitungan yang sama maka kecukupan energi untuk ibu menyusui adalah 2425 kkal

2.5. Klaim Gizi Pengertian klaim gizi adalah pernyataan yang secara langsung maupun implisit yang menunjukan kandungan gizi dalam pangan. Pangan yang menyatakan sebagai sumber suatu zat gizi yang baik ( good source of a nutrients) hanya diperbolehkan apabila pangan mengandung zat tersebut sedikitnya 10-19% dari Angja Kecukupan Gizi yang dianjurkan per saji. ( Karmini dan Briawan, 2004). Semakin maju suatu negara biasanya semakin makmur penduduknya dan pola makan akan bergeser menuju makanan-makanan asal hewani. Dan semakin banyak sumber makanan kita di

30

dominasi oleh pangan hewani asal ternak, maka semakin besar ancaman munculnya penyakit degeneratif seperti jantung koroner atau stroke. Dengan adanya kenyataan ini, masyarakat yang sadar akan bahaya pola makan yang salah lantas berusaha untuk selalu mencermati kandungan gizi yang yang terdapat dalam label makanan kemasan. Sayangnya, label gizi pada produk makanan kemasan ternyata tidak dapat dipercaya 100%. Sebagai contoh kajian yang dilakukan tahun 1995/1996 menunjukkan bahwa akurasi tabel gizi makanan di Indonesia hanya 32%. Bandingkan dengan di Amerika Serikat untuk akurasi kandungan kalori yang mencapai 93% akuarasi kandungan lemak total 96% dan akurasi kandungan lemak jenuh 93%. Ini menunjukan bahwa produsen makanan kemasan di Indonesia belum sepenuhnya memahami pentingnya label gizi bagi konsumen. Beberapa contoh kasus dapat dikemukakan di sini. Apabila kita membeli es krim dan tertulis dalam kemasannya light. Ini idak berarti es krim tersebut cocok untuk mereka yang sedang berdiet. Kecuali secara tegas dinyataka es krim light in fat yang berarti kandungan lemaknya rendah. Banyak ibu rumah tangga yang merasa aman ketika membeli minyak goreng dengan label non-kolesterol. Kalau defenisi non-kolesterol adalah tidak mengandung kolesterol, maka semua minyak goreng nabati ( sawit, kelapa, kedelai, jagung dan sebagainya) memang benar nonkolesterol karena tidak ada satu pun pangan nabati yang mengandug kolesterol. Hanya dalam pangan hewani kita menemukan kolesterol. Menurut Nutrition Labeling and Education Act atau NLEA (1994) yang dikeluarkan oleh pemerintah AS, suatu produk boleh mengklaim nonkolesterol bila kandungan kolesterol per 50 gram bahan adalah kurang dari 2 miligram, dan kandungan lemak jenuhnya kurang dari 2 gram. ( Ali Khomsan, 188)

31

2.6. Kerangka Konsep Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang ingin dicapai dalam panelitian ini maka kerangka konsep yang ingin dicapai dapat digambarkan sebagai berikut:

Label Pangan : - Nama Makanan - Komposisi - isi netto - Nama dan alamat pabrik - Nomor pendaftaran - Kode Produksi - Tanggal kadaluwarsa - Cara penggunaan - Nilai gizi - Tulisan atau pernyataan khusus

Keputusan Membeli

Perilaku -Pengetahuan - Sikap - Tindakan

32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross sectional yaitu mengetahui gambaran perilaku konsumen terhadap label pangan di Carrefour Komplek Citra Garden Medan Tahun 20011. Rancangan ini digunakan karena data variabel dependen dan independen dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan, selain itu juga karena penelitian ini menggunakanjumlsh sampel yang cukup besar. 3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan di Carrefour Komplek Citra Garden Medan Adapun pemilihan lokasi ini adalah karena di Carrefour tersedia makanan kemasan yang baraneka ragam. 3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2012 di Carrefour Padang Bulan Medan 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen yang membeli di Carrefour Komplek Citra Garden Medan dalam satu hari pada periode November Tahun 2011 yaitu 520 orang 3.3.2 Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi, pengambilan sampel diambil secara non random sampling dengan tehnik penelitian accidental sampling.

33

Sampel pada penelitian ini adalah sebahagian masyarakat yang berbelanja pada saat dilakukan penelitian dengan mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia di Carrefour Komplek Citra Garden Medan dengan kriteria 1. Ibu-ibu dan para remaja wanita yang berbelanja di Carrefour Komplek Citra Garden. 2. Bersedia untuk diwawancarai. Besar sampel yang ditentukan dengan rumus ( Notoadmojo, 2005) N n= 1 + N (d2) Dimana: N = Jumlah seluruh masyarakat yang berbelanja di CarrefourKomplek Citra Garden dalam sehari n = Besar sampel d = Penyimpanan statistik dari sampel terhadap populasi yang ditetapkan sebesar 0,1. Maka sampel dari masyarakat yang berbelanja di Carrefour Komplek Citra Garden Medan adalah:

520 n= 1+ 520 ( 0,12) = 84

34

3.4.

Jenis Dan Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data primer dan data sekunder pada

masyarakat yang berbelanja di Carrefour komplek Citra Garden Medan Tahun 2001. 3.4.1. Data Primer Data primer diperoleh dari proses wawancara dngan menggunakan kuesioner dan

melakukan observasi terhadap responden yang berbelanja di Carrefour Komplek Citra garden Medan. Adapun data yang diteliti adalah jenis kelamin dan perilaku konsumen terhadap label pangan. 3.4.2. Data sekunder Data sekunder merupan data yang diperoleh dari Carrefour Komplek Citra Garden Medan mencakup gambaran umum perusahaan yang diperoleh dari bagian administrasi. 3.4 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah Kuesioner.

3.5.

Defenisi Operasioanal

1. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan dimasukan kedalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. 2. Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok, atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan. 3. Informasi nilai gizi adalah keterangan yang menggambarkan kandungan gizi yang terdapat dalam makanan

35

4. Pernyataan atau claims adalah suatu gambaran yang menyatakan, menyarankan atau menyatakan secara langsung tentang gizi, kondisi dan penyakit, dapat menyehatkan. Menguatkan dan memulihkan kesehatan. 3.6. Aspek Pengukuran 1. Pengetahuan Pengetahuan mengenai label pada makanan dapat diukur dengan memberikan jawaban dari kuosioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan sebanyak 5 dengan score tertinggi adalah 10 dan score terendah adalah 0. a. Untuk jawaban mempunyai 3 pilihan: - Untuk jawaban (a) Baik diberi score 2, - Untuk jawaban (b) sedang diberi score 1, - Untuk jawaban (c) kurang diberi score 0, b. Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dengan 3 kategori yaitu: - Baik: apabila responden mempunyai nilai > 75% - Sedang : apabila responden mempunyai nilai 45-75% - Kurang : apabila responden mempunyai nilai 75% - Sedang : apabila responden mempunyai nilai 45-75% - Kurang : apabila responden mempunyai nilai 75% Sedang : apabila responden mempunyai nilai 45-75% Kurang : apabila responden mempunyai nilai