Upload
phamthuy
View
250
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
i
PEMAHAMAN AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH MENURUT JAMA’AH
PENGAJIAN YASIN DALAM MENINGKATKAN KEIMANAN
(Studi Kasus Pengajian Mingguan di Masjid Al –Muttaqun Desa Mulyoharjo
Sukun Kecamatan Pati Kabupaten Pati)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
dalam Ilmu Ushuluddin
Oleh :
Muhammad Sujarno
NIM. 054111036
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
ii
PEMAHAMAN AHLUSUNAH WAL JAMA'AH MENURUT JAMA’AH
PENGAJIAN YASIN DALAM MENINGKATKAN KEIMANAN
(Studi Kasus Pengajian Mingguan di Masjid Al -Muttaqun
Desa Mulyoharjo Sukun Kecamatan Pati Kabupaten Pati)
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Ushuluddin Jurusan Aqidah dan Filsafat (AF)
Oleh :
MUHAMMAD SUJARNO
054111036
Semarang, 13 Juni 2011
Disetujui oleh
Pembimbing II Pembimbing I
(Dr. Nasihun Amin, M.Ag) (Prof. Dr. H. Ghazali Munir, MA)
NIP. 19680701 199303 1 003 NIP. 19490926 198103 1 001
iii
PENGESAHAN
Skripsi saudara Muhammad Sujarno
Nomor Induk Mahasiswa 054111036
telah dimunaqosyahkan oleh Dewan Penguji
Skripsi Fakultas Usuluddin Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang, pada
tanggal :
13 Juni 2011
dan telah diterima serta disyahkan sebagai
salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana dalam Ilmu Ushuluddin.
Dekan Fakultas/Ketua Sidang
(Dr. H.A Hasan Asyari Ulama’i, M.Ag)
NIP. 19710402 199503 1 001
Pembimbing I Penguji I
( Prof. Dr. H. Ghazali Munir, M.A) (Drs. Zainul Arifin, M.Ag )
NIP. 19490926 198103 1 001 NIP. 19680208 199303 1 002
Pembimbing II Penguji II
(Dr. Nasihun Amin, M.Ag) ( Dr. Sulaiman Al-Kumaiyi, M.Ag)
NIP. 19680701 199303 1 003 NIP. 19730627 200003 1 003
Sekretaris Sidang
(Zainul Advar, M.Ag)
NIP. 19730826 200212 1 002
iv
LEMBAR MOTTO
Belum ada motto, sejak itu aku mulai berfikir.
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada-Mu, tatkala cinta-Mu menetes ke jiwa yang sendiri. Tititk
cerah berlahan beranjak mengelayut mesra dipuncak awal kebahagiaan. Nyayian
hati, gejolak jiwa tak tertahanakan muncul bersama kata tak terucap. Selalu
tersimpan, terpahat dalam sebuah kado kecil atas do’a, perhatian dan perjuangan
yang telah mengejariku tuk bisa tersenyum di kala asa tiba-tiba menghilang, selalu
menemaniku, memapahku, menjemput impian tak terbatas, menggapai, mendekap
mahligai kebahagiaan, buat yang tercinta dan yang tersayang:
1. Kedua orang tuaku, Ayah dan Ibu tercinta dan terkasih yang senantiasa
mendo’akan dan memberiku bimbingan. Semoga beliau temukan kebahagiaan
disisih Allah, dan selalu berada dalam pelukan kasih sayang-Nya. Ridho dan
do’amu adalah semangat hidupku.
2. Pendamping hidupku, Desy Agus Setiani yang selalu ada dihati dan jiwaku,
yang selalu mendo’akanku dan mendampingiku untuk menempuh semua ini
dalam suka maupun duka dalam pembuatan skripsi ini.
vi
ABSTRAKSI
Penelitian ini berangakat dari kegelisaan peneliti dalam menyaksikan problema
kehidupan pada masyarkat desa Mulyoharjo Sukun yang tidak sesuai didalam
menjalankan ketentuan-ketentuan agama islam. Mayoritas penduduk desa
Mulyoharjo Sukun adalah beragama islam yang menganut paham ahlusunah wal
jama’ah. Sebelum ada pengajian mingguan, penduduk Desa Mulyoharjo Sukun
kecamatan Pati Kabupaten Pati masih mempercayai hal-hal yang bersifat mistis, hal
ini terbukti ketika ada sebuah hajatan desa, dimana penduduk setempat memberikan
sesaji pada tempat-tempat yang dikeramatkan. Akan tetapi, Kepercayaan mereka
terhadap hal-hal yang berbau mistis itu berangsur-angsur hilang semenjak KH Abdul
Wachid mendirikan sebuah pengajian mingguan.
Tujuan penelitian ini adalah ingin menjawab pertanyaan bagaimana pemahaman
mereka terhadap paham ahlussunal wal jama’ah dan bagaimanakah tingkat keimanan
mereka? Metode penelitian skripsi ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field
research) dengan pendekatan deskriptif analisis. Data primer, yaitu Jama’ah
Pengajian. Data sekunder, yaitu sejumlah kepustakaan yang ada relevansinya dengan
judul di atas baik langsung maupun tidak langsung. Dalam mengumpulkan data
menggunakan studi lapangan. Dalam menganalisis data menggunakan metode
analisis data kualitatif.
Hasil dari analisa menunjukkan bahwa pemahaman jama’ah pengajian yasin
terhadap paham ahlussunah wal jama’ah hanya menggunakan pendekatan kultur saja.
Pemahaman tentang ajaran-ajaran di dalam agama Islam menurut Jama’ah pengajian
Yasin adalah hal yang nomor dua. Yang terpenting menurut mereka adalah tindakan
atau pengamalan. Keberadaan iman, ilmu, dan amal ketiganya menjadi mata rantai
yang harus sinergi. Oleh karena itu, ketiganya tampil menjadi mainstream dalam
sebuah pemahaman agama. Akan sulit kiranya sebuah pemahaman jika iman hanya
disandarkan pada kesalehan vertikal, tanpa dibarengi dengan kesalehan amal.
Sebetulnya inti dari iman disamping meyakini keberadaan sang Khalik, iman bisa
berfungsi untuk membenarkan pemahan agama dengan cara beriman dengan apa
yang telah di perintahkan agama. Setelah itu, kita bisa mengetahui subtansi agama itu
sendiri.
Tegakmya, aktifitas keislaman dalam kehidupan seseorang itulah yang dapat
menerangkan bahwa orang itu memiliki akidah yang kokoh atau menunjukkan kadar
kualitas iman yang ada dalam dirinya.
Untuk dapat memahami Ahlussunah wal Jama’ah secara utuh, tidak mungkin
hanya menggunakan kultural saja, tetapi sedikitnya menggunakan tiga macam
pendekatan, yaitu : pertama pendekatan historis, kedua, pendekatan kultural dan
ketiga, melalui pendekatan doktrinal.
vii
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الر حمن الرحيم
Segala puji syukur hanya kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
segala rahmat, yang Maha Pengasih dan penyayang, karena dengan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul PEMAHAMAN AHLUSUNAH WAL JAMA'AH
MENURUT JAMA’AH PENGAJIAN YASIN DALAM MENINGKATKAN
KEIMANAN (Studi Kasus Pengajian Mingguan di Masjid Al –Muttaqun Desa
Mulyoharjo Sukun Kecamatan Pati Kabupaten Pati) ini, disusun untuk memenuhi
salah satu syarat sebagai Sarjana Strata I (SI) Fakultas Ushuluddin Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.
Penulisan skripsi ini selesai karena telah banyak mendapat bimbingan dan
saran-saran dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:
1. Yang terhormat Bapak Dr. Nasiqun Amin, M.Ag, Selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang.
2. Bapak Prof. Dr. H. Ghazali Munir, M.A dan Dr. Nasiqun Amin, M.Ag, selaku
pembimbing I dan Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga dan
fikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi
ini.
3. Para Dosen Pengajar di lingkungan Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo
Semarang, yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan sehingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
4. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah dengan sabar menuntun penulis dengan
cinta kasih sayang sehingga terwujudnya karya yang sederhana ini.
5. Keluarga Besar di Pati dan Semarang terimakasih atas motivasi dan dorongan
serta do'anya yang tak terhingga kepada penulis.
6. Teman-teman Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Amanat ( lek Eros, lek Samsul, lek
Yudi, Farih, Safak, Naseh, Ipunk, Catur, Farid, Cak Her keberadaan kalian selalu
viii
memberikan inspirasi dan motivasi, juga telah menciptakan nuansa kebahagiaan,
kekompakan dan kedamaian. Dan kalian jualah aku punya keluarga di Semarang.
7. My Lovely Desy Agus Setiani. Yang selalu memberi semangat dan dorongan
untuk merampungkan karya sederhana ini. Terima kasih, atas cinta yang selama
ini kamu berikan padaku.
8. Teman-temanku Angkatan 2005 Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah dan
Filsafat: Abu Khoir, Abdul Rozaq, Maria Ulfa, Maria Ulfah, Agus, Fanani,
Masliqun, Arif, Alif, dan Siti Masriah, yang telah menemani penulis beraktivitas
di kampus, terimakasih tak terhingga yang dapat penulis ucapkan.
9. Berbagai pihak yang telah membantu baik secara moral maupun yang lain dalam
penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.
Pada akhirnya penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum
mencapai kesempurnaan dalam Arti yang sebenarnya, namun penulis hanya bisa
berharap semoga skripsi ini bisa memberi manfaat bagi penulis sendiri pada
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Dan sebagai kata akhir penulis hanya bisa berdo'a semoga bantuan dari semua
pihak bisa menjadikan amal shaleh sehingga memperoleh imbalan yang setimpal dari
Allah SWT. Amin.
Semarang, 13 Juni 2011
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. iii
LEMBAR MOTTO ............................................................................ iv
LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................ v
ABSTRAKSI ...................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ....................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................... 1
B. Penegasan Judul ...................................................... 4
C. Pokok Masalah ...................................................... 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................... 6
E. Tinjauan Pustaka ................................................... 7
F. Metodologi Penelitian ............................................ 8
G. Sistematika Penulisan Penelitian ............................. 14
BAB II AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH DAN KEIMANAN
A. Pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah ....................... 17
B. Pengertian Keimanan……............................................ 27
BAB III PELAKSANAAN PENGAJIAN MINGGUAN DI MASJID AL
MUTTAQUN DESA MULYARJO SUKUN KEC. PATI KAB. PATI
x
A. Profil Umum Jama’ah Pengajian Yasin Masjid Al-Muttaqun Desa
Mulyoharjo Sukun Kec. Pati Kab. Pati………… 42
B. Deskripsi Aktifitas Jama’ah Pengajian Yasin dan deskripsi Angket
Penelitian……………………………………...... 47
BAB IV ANALISIS PEMAHAMAN AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH
DALAM MENINGKATKAN KEIMANAN
A. Analisis Pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah Pengajian
Yasin …………………………………………………. 57
B. Peranan Jama’ah Pengajian Yasin dalam meningkatkan
jama’ahnya................................................................. 59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................ 65
B. Saran .......................................................................... 65
C. Penutup ...................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dahulu di zamaan Rasulullaah SAW. kaum muslimin dikenal bersatu,
tidak ada madzab-madzab. Semua persoalan di bawah pimpinan dan komando
Rasulullah SAW. Bila ada masalah atau beda pendapat antara para sahabat,
mereka langsung datang kepada Rasulullah SAW. Hal itu yang membuat para
sahabat tidak sampai terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun
Mu‟amalah.1
Kemudian setelah Rasulullah SAW wafat, benih-benih perpecahan
mulai tampak dan puncaknya terjadi saat Imam Ali bin Abi Thalib
menjadi khalifah2. Namun perpecahan tersebut hanya bersifat politik, sedang
akidah mereka tetap satu yaitu akidah Islamiyah, meskipun saat itu benih-
benih penyimpangan dalam akidah sudah mulai ditebarkan oleh Ibn Saba‟,
seorang yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai pencetus faham Syiah
(Rawafid).
Tetapi setelah para sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam
akidah tersebut semakin membesar, sehingga timbullah faham-faham yang
bermacam-macam. Saat itu kaum muslim terpecah dalam dua bagian, satu
bagian dikenal sebagai golongan-golongan ahli bid‟ah, atau kelompok-
kelompok sempalan dalam Islam, seperti Mu‟tazilah, Murji‟ah, Khowarij dan
lain-lain. Sedangkan bagian yang satu lagi adalah golongan terbesar, yaitu
golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada apa-apa yang
dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah SAW. bersama sahabat-sahabatnya.
1 Abdul Rozak, dkk., Ilmu Kalam, CV. Pustaka Setia, Bandung, Cet. II 2006, hlm. 27.
2 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-Press,
Jakarta, 1986, hlm. 8.
2
Golongan yang terakhir inilah yang kemudian menamakan
golongannya yang kemudian disebut Ahlussunnah wal Jama‟ah. Golongan
Ahlussunnah wal Jama‟ah adalah golongan yang mengikuti sunnah-sunnah
nabi dan jamaatus shohabah. Dengan demikian akidah Ahlussunnah wal
Jama‟ah adalah akidah Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah dan golongan
Ahlussunnah wal Jama‟ah adalah umat Islam mayoritas.
Ahlussunnah wal Jama‟ah lahir dari pergulatan intens antara doktrin
dengan sejarah. Di wilayah doktrin, debat meliputi soal kalam mengenai status
Al-Qur‟an apakah ia makhluk atau bukan, kemudian debat antara sifat-sifat
Allah antara ulama Salafi dengan golongan Mu‟tazilah. Di wilayah sejarah,
proses pembentukan Ahlussunnah wal Jama‟ah terentang hingga zaman al-
Khulafa‟ ar-Rasyidun, yakni dimulai sejak terjadi Perang Shiffin yang
melibatkan Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah3. Setelah dikelabui
melalui taktik arbitrase (tahkim) oleh kubu Muawiyah, ummat Islam makin
terpecah ke dalam berbagai golongan. Di antara mereka terdapat Syi‟ah yang
secara umum dinisbatkan kepada pengikut Khalifah Ali bin Abi Thalib,
golongan Khawarij yakni pendukung Ali yang membelot karena tidak setuju
dengan tahkim, dan ada pula kelompok pengikut Muawiyah.
Selain tiga golongan tersebut masih ada Jabariyah, faham yang
mempercayai bahwa segala tindakan manusia di intervensi oleh Tuhan dan
Qadariah, faham yang mempercayai bahwa segala tindakan manusia tidak di
intervensi oleh Tuhan4. Di antara kelompok-kelompok itu, adalah sebuah
komunitas yang dipelopori oleh Imam Abu Sa‟id Hasan ibn Hasan Yasar al-
Bashri (21-110 H/639-728 M), lebih dikenal dengan nama Imam Hasan al-
Bashri, yang cenderung mengembangkan aktivitas keagamaan yang bersifat
kultural (tsaqafiyah), ilmiah dan berusaha mencari jalan kebenaran secara
jernih. Komunitas ini menghindari pertikaian politik antara berbagai faksi
politik (firqah) yang berkembang ketika itu. Sebaliknya mereka
3 Ibid., hlm. 7.
4 Abdul Rozak, dkk., op.cit., hlm. 70.
3
mengembangkan sistem keberagamaan dan pemikiran yang sejuk, moderat
dan tidak ekstrim. Dengan sistem keberagamaan semacam itu, mereka tidak
mudah untuk mengkafirkan golongan atau kelompok lain yang terlibat dalam
pertikaian politik ketika itu.
Sikap dan pandangan tersebut diteruskan ke generasi-generasi Ulama
setelah beliau, di antaranya Imam Abu Hanifah Al-Nu‟man (w. 150 H), Imam
Malik Ibn Anas (w. 179 H), Imam Syafi‟i (w. 204 H), Ibn Kullab (w. 204 H),
Ahmad Ibn Hanbal (w. 241 H), hingga tiba pada generasi Abu Hasan Al-
Asy‟ari (w 324 H) dan Abu Mansur al-Maturidi (w. 333 H). Kepada dua
ulama terakhir inilah permulaan faham Ahlussunnah wal Jama‟ah sering
dinisbatkan; meskipun bila ditelusuri secara teliti benih-benihnya telah
tumbuh sejak dua abad sebelumnya5.
Indonesia merupakan salah satu penduduk dengan jumlah penganut
faham Ahlussunnah wal Jama‟ah terbesar di dunia. Mayoritas pemeluk Islam
di kepulauan ini adalah penganut madzhab Syafi‟i, dan sebagian terbesarnya
tergabung – baik tergabung secara sadar maupun tidak – dalam jam‟iyyah
Nahdlatul „Ulama, yang sejak awal berdiri menegaskan sebagai pengamal
Islam ala Ahlussunnah wal-Jama‟ah.
Banyak ajaran yang telah mereka terima dan mereka amalkan. Akan
tetapi sebagian yang lain tidak paham dan mengerti tentang paham
Ahlussunnah wal Jama‟ah. Sebagai contoh, Jamaah Pengajian Yasin di Desa
Mulyoharjo Sukun Kecamatan Pati Kabupaten Pati yang seratus persen
jamaah berpahamkan Ahlussunnah wal Jama‟ah, akan tetapi mereka tidak
paham mengenai ajaran dan amalan paham Ahlussunnah wal Jama‟ah.
Pengajian yang diadakan setiap satu minggu sekali di Masjid Al-
Muttaqun tersebut, bertujuan mengajak umat Islam untuk mengenal dan
mendekatkan diri kepada Allah. Maulidah hasanah yang diberikan oleh para
5 Ibid., hlm. 104.
4
pembimbing jama‟ah Pengajian Yasin terbukti secara nyata meningkatkan
keimanan para jama‟ahnya. Hal ini bisa dilihat dari keseharian jama‟ah
Pengajian Yasin, yang dulunya sebelum ada kegiatan Pengajian yasin,
masyarakat Desa Mulyoharjo Sukun masih mempercayai hal-hal yang berbau
mistis. Lambat laun kepercayaan mereka tentang hal-hal yang mistis itu
berangsur-angsur hilang setelah ada Pengajian Yasin yang diadakan di masjid
Al-Muttaqun.
Kegiatan yang telah berlangsung sejak tahun 1992 tersebut hingga saat
ini masih berlangsung dan memberikan dampak yang positif terhadap
kehidupan umat Islam di sekitar lokasi, dan secara umum tentu saja umat
Islam yang menghadirinya. Hingga saat ini jumlah umat Islam yang mengikuti
acara Pengajian, yang diikuti oleh penduduk setempat saja, mencapai angka
250.6 Semakin bertambahnya jumlah jama‟ah yang mengikuti acara Pengajian
tersebut mungkin bisa menjadi patokan dalam meraba seberapa besar respon
masyarakat terhadap acara tersebut. Selain sebagai bukti adanya respon positif
masyarakat, peningkatan jumlah jama‟ah yang ikut serta acara tersebut juga
mengindikasikan adanya nilai positif yang dirasakan oleh jama‟ah yang
mengikutinya.
Berdasarkan pokok-pokok pikiran di atas, maka penulis merasa tertarik
untuk mengadakan sebuah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
Pemahaman Ahlussunnah wal Jama‟ah Pengajian Yasin dalam meningkatkan
keimanan para jama‟ah yang mengikutinya. Penelitian tersebut mengambil
tema dan judul “Pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah Menurut
Jama’ah Pengajian Yasin dalam Meningkatkan Keimanan )”
B. Penegasan Judul
Agar mempermudah pembahasan skripsi sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman terhadap judul yang akan penulis bahas, maka untuk
6 Wawancara pra penelitian dengan Bapak K.H. Abdul Wachid di Rumahnya tanggal 25
Juni 2010.
5
mempertegas sekaligus memperjelas maksud dari judul “Pemahaman
Ahlussunah wal Jama‟ah menurut jama‟ah Pengajian Yasin dalam
meningkatkan Keimanan” tersebut, dipandang perlu kiranya penulis untuk
memberikan pengertian dan batasan dari masing-masing istilah yang terdapat
dalam judul diatas, yaitu:
1. Ahlussunah Wal Jama‟ah. As-Sunnah secara bahasa berasal dari kata:
"sanna yasinnu", "yasunnu sannan", dan "masnuun" yaitu yang
disunnahkan. Sedang "sanna amr" artinya menerangkan (menjelaskan)
perkara. As-sunnah, menurut bahasa arab, adalah ath- thariqah, yang
berarti metode, kebiasaan, perjalanan hidup atau perilaku, baik terpuji
maupun tercela. Kata tersebut berasal dari kata as-sunan yang bersinonim
dengan ath-thariq (berarti jalan).
Sedangkan Sunnah menurut terminologi adalah petunjuk yang
telah ditempuh oleh rasulullah SAW dan para Sahabatnya baik berkenaan
dengan ilmu, „aqidah, perkataan, perbuatan maupun ketetapan. As-Sunnah
juga digunakan untuk menyebut sunnah-sunnah (yang berhubungan
dengan) ibadah dan „aqidah. Lawan kata "sunnah" adalah "bid'ah"
Jama'ah secara etimologi diambil dari kata "jama'a" artinya
mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian dengan sebagian
lain. Seperti kalimat "jama'tuhu" (saya telah mengumpulkannya);
"fajtama'a" (maka berkumpul). Dan kata tersebut berasal dari kata "ijtima'"
(perkumpulan), ia lawan kata dari "tafarruq" (perceraian) dan juga lawan
kata dari "furqah" (perpecahan).
Sedangkan secara terminologi adalah sekelompok orang banyak,
dikatakan juga sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu
tujuan. Disebut al-Jama‟ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak
mau berpecah-belah dalam urusan agama. Berkumpul di bawah
kepemimpinan para imam yang berpegang kepada Al-Haqq (kebenaran),
6
tidak mau keluar dari jama‟ah mereka dan mengikuti apa yang menjadi
kesepakatan Salaful Ummah.
Ahlussunah wal jama‟ah adalah sebuah madzab/ajaran didalam
agama islam yang berpegang teguh pada Al-qur‟an dan Al-hadits. Pelopor
dari Ahlussunah wal Jama‟ah yang dimaksud disini ialah Abu Hasan Al-
Asy‟ari.
2. Pengajian Yasin yang dimaksud disini adalah sebuah pengajian yang
dilaksanakan setiap satu Minggu sekali di Masjid Al-Muttqun Desa
Mulyoharjo Sukun Kecamatan Pati Kabupaten Pati.
3. Pemahaman. Proses, perbuatan, cara memahami, atau memahamkan.7
C. Pokok Masalah
Untuk lebih memfokuskan dan menghindari pembahasan masalah
yang melebar, maka penulis merumuskan dua pokok masalah yang akan
menjadi acuan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimanakah pemahaman Jama‟ah Pengajian Yasin di Masjid Al-
Muttaqun Desa Mulyoharjo Sukun Kecamatan Pati Kabupaten Pati tentang
Ahlussunnah wal Jama‟ah ?
2. Bagaimanakah tingkat keimanan para Jamaa‟ah Pengajian Yasin di Masjid
Al-Muttaqun Desa Mulyoharjo Sukun Kecamatan Pati Kabupaten Pati dan
implementasinya?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
7 Departemen Pendidikan dan Kebudayan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka, 1990, hlm. 636.
7
Tujuan dari sebuah penelitian adalah mencari jawaban atas pokok-
pokok permasalahan yang telah diajukan. Oleh sebab itu, tujuan dari
penelitian ini tidak lain adalah :
a. Untuk mengetahui pemahaman Ahlussunah Wal Jama‟ah Pengajian
Yasin Masjid Al-Muttaqun Desa Mulyoharjo Sukun Kecamatan Pati
Kabupaten Pati.
b. Untuk mengetahui tingkat keimanan Pengajian Yasin Masjid Al-
Muttaqun Desa Mulyoharjo Sukun Kecamatan Pati Kabupaten Pati
dan implentasinya.
2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah :
a. Sebagai implementasi keilmuan yang telah penulis peroleh dari
institusi tempat penulis menimba ilmu.
b. Memberikan sumbangan pengetahuan kepada masyarakat, khususnya
yang berkaitan dengan usaha untuk mendekatkan diri dan mengenal
Allah melalui Pengajian.
c. Sebagai salah satu tambahan khazanah keilmuan yang akan menambah
wawasan serta meningkatkan dan mengembangkan cakrawala
intelektual mahasiswa, khususnya yang berhubungan dengan keilmuan
aqidah dan filsafat.
E. Tinjauan Pustaka
Sebagai wujud usaha untuk menghindari terjadinya plagiat penelitian,
maka berikut ini akan penulis sajikan beberapa pustaka yang memiliki
keterkaitan dengan permasalahan yang penulis jadikan obyek penelitian.
Buku karya Halimuddin yang berjudul Kembali kepada Aqidah Islam.
Permasalahan yang diangkat dalam buku ini hampir mirip dengan buku karya
8
Abdur Razzaq, yakni berkaitan dengan perpecahan akibat khilafiyah aqidah
Islamiyah. Akan tetapi, Halimuddin, melalui buku tersebut, mencoba
mengajak pembaca untuk kembali merenungkan dan menentukan pendapat
yang benar dengan mengacu pada makna dan sumber dasar aqidah Islam.
Buku Mengupas Kebodohan dalam Aqidah karya Abdur Razzaq
Mas‟asy. Buku yang mengetengahkan permasalahan-permasalahan di seputar
khilafiyah tentang aqidah Islamiyah tersebut banyak membicarakan tentang
kenapa dan bagaimana khilafiyah terjadi. Kesimpulan akhir dari pembahasan
tersebut adalah anggapan sebagai sesuatu yang tidak layak manakala umat
Islam harus terpecah belah hanya karena perbedaan pandangan menyangkut
aqidah Islamiyah.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ani Sulistyarini, mahasiswa
Fakultas Ushuluddin, yang berjudul “Peranan Rutinitas Mujahadah Dalam
Meningkatkan Keimanan”. Penelitian yang menitikberatkan pada
permasalahan ada tidaknya pengaruh keimanan seseorang dengan kegiatan
mujahadah. Kesimpulan akhir dari penelitian tersebut adalah bahwasanya
peningkatan kegiatan mujahadah selapanan adalah upaya masyarakat untuk
lebih meningkatkan keimanan.
Berdasarkan pada pemaparan beberapa tinjauan di atas, maka sangat
jelas bahwa belum ada pihak yang mengadakan penelitian secara khusus
tentang Pemahaman Ahlusunah wal jama‟ah dalam meningkatkan keimanan
jama‟ahnya, sebagaimana yang penulis laksanakan. Oleh sebab itulah penulis
memberanikan diri untuk melakukan penelitian dengan permasalahan tersebut.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research)
yaitu sebuah penelitian yang data-datanya pokoknya digali melalui
pengamatan-pengamatan dan sumber-sumber data di lapangan.
9
2. Sumber Data
Ada dua bentuk sumber data dalam penelitian ini yang akan
dijadikan penulis sebagai pusat informasi data yang dibutuhkan dalam
penelitian. Sumber data tersebut adalah :
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber data yang dapat
memberikan data penelitian secara langsung.8 Sumber data primer
dalam penelitian ini adalah pengasuh, pengurus, dan peserta Jama‟ah
pengajian.
b. Sumber data sekunder
Jenis data sekunder adalah jenis data yang dapat dijadikan sebagai
pendukung data pokok. Atau dapat pula didefinisikan sebagai sumber
yang mampu atau dapat memberikan informasi atau data tambahan
yang dapat memperkuat data pokok.9 Dalam penelitian ini yang
menjadi sumber data sekunder adalah segala sesuatu yang memiliki
kompetensi dengan masalah yang menjadi pokok dalam penelitian ini,
baik berupa manusia maupun benda (majalah, buku, koran, ataupun
data-data berupa foto) yang berkaitan dengan masalah penelitian.
3. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh anggota dari obyek penelitian. Sedangkan
sampel adalah wakil dari anggota untuk dijadikan responden dan dianggap
representasi dari seluruh anggota.10
8 Joko P. Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta,
1991, hlm. 87-88.
9 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998, hlm.
8.
10 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,
Jakarta, 1992, hlm. 107.
10
Populasi penelitian ini adalah seluruh jama‟ah Pengajian Mingguan
di Masjid Al-Muttaqun desa Mulyoharjo Sukun Kecamatan Pati
Kabupaten Pati yang berjumlah 250 orang.11
Sedangkan jumlah sampel
yang akan menjadi wakil populasi (sampel) adalah sebanyak 12% dari
jumlah populasi. Sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 30 orang.
Metode pengambilan jumlah sampel tersebut berlandaskan pada teori
Suharsimi Arikunto yang menyatakan bahwa apabila jumlah populasi
kurang dari seratus (100) maka seluruh populasi menjadi sampel, namun
jika populasi lebih dari 100 maka pengambilan jumlah sampel dimulai dari
10% hingga lebih.12
4. Teknik Pengumpulan Data
Ada dua metode yang akan penulis pergunakan dalam usaha
mengumpulkan data, yakni :
a. Angket
Metode angket adalah metode pengumpulan data yang
menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan alternatif
jawaban secara tertulis. Pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan
meliputi pemahaman dan intensitas jama‟ah dalam mengikuti
Pengajian Mingguan, dan yang berkaitan dengan permasalahan
keimanan jama‟ah.
Model angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket
kualitatif, yaitu angket yang tidak menyertakan pengukuran dan
diselesaikan menggunakan rumus statistik. Penilaian terhadap hasil
angket hanya menggunakan model prosentase (%) dari jumlah jawaban
yang diberikan responden secara keseluruhan. Angket ini berjumlah 20
11
Wawancara pra penelitian dengan Bapak K.H. Abdul Wachid di Rumahnya, tanggal
25 Juni 2010.
12 Suharsimi Arikunto, op. cit., hlm. 8.
11
angket dan ditujukan kepada para jama‟ah Pengajian Mingguan di
Masjid Al-Mutaqun Desa Mulyoharjo Sukun Kecamatan Pati
Kabupaten Pati sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.
b. Observasi
Metode pengumpulan data dengan menggunakan teknik observasi
merupakan metode pengumpulan data yang erat hubungannya dengan
proses pengamatan dan pencatatan peristiwa yang dilihat maupun
dialami oleh penulis. Observasi terdiri dari dua jenis yakni observasi
partisipatoris yang berarti peneliti ikut terlibat aktif dalam kegiatan
yang sedang diteliti dan observasi non partisipatoris di mana peneliti
tidak perlu terlibat dalam kegiatan yang sedang diteliti.13
Sedangkan
jenis observasi yang penulis gunakan adalah observasi partisipatoris,
yakni sebuah observasi yang melibatkan penulis secara langsung
sebagai peserta acara Pengajian Mingguan di Masjid Al-Muttaqun
Desa Mulyoharjo Kecamatan Pati Kabupaten Pati.
c. Wawancara
Metode wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lisan dan dijawab secara
lisan pula.14
Sedangkan jenis pedoman wawancara yang akan
digunakan oleh penulis adalah jenis pedoman interview tidak
terstruktur, yakni pedoman wawancara yang hanya memuat garis-garis
besar pertanyaan yang akan diajukan.15
Pertanyaan-pertanyaan dalam metode wawancara ini dapat
dibedakan ke dalam dua kelompok pertanyaan dan responden, yakni :
13
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Andi Offset, Yogyakarta, 1992, hlm. 147.
14 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta, 2004, hlm. 165.
15 Suharsimi Arikunto, op. cit., hlm. 231.
12
1) Pertanyaan yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengajian
Mingguan di Masjid Al-Muttaqun Mulyoharjo Sukun Kecamatan
Pati yang meliputi : sejarah singkat perkembangan Masjid AL-
Mutaqun, sejarah singkat perkembangan Pengajian Mingguan di
Masjid Al-Mutaqun, dan proses pelaksanaan Pengajian Mingguan
di Masjid Al-Mutaqun. Sedangkan responden yang akan menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain : Pengasuh, pengurus
Masjid, yakni Bapak K.H. Abdul Wachid, dan juga jama‟ah
Pengajian Mingguan di Masjid Al-Muttaqun Mulyoharjo Sukun
Pati.
2) Pertanyaan yang kedua berhubungan dengan kondisi keimanan
para jama‟ah yang mengikuti Pengajian Mingguan di Masjid Al-
Muttaqun Mulyoharjo Sukun Kecaatan Pati. Meskipun sudah
menggunakan metode angket, untuk mendukung pengumpulan
data, penulis masih menggunakan metode interview untuk
mengorek keterangan yang berkaitan dengan permasalahan di atas
dengan berdasarkan dua pertimbangan; keterbatasan angket dan
kemunculan ide yang mendadak. Responden pertanyaan ini adalah
para jama‟ah Pengajian Mingguan di Masjid Al-Muttaqun
Mulyoharjo Sukun Kecaatan Pati yang ditentukan secara acak dan
tanpa batas.
d. Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data (informasi)
yang berwujud sumber data tertulis atau gambar. Sumber tertulis atau
gambar tersebut dapat berbentuk dokumen resmi, buku, majalah, arsip,
dokumen pribadi, dan photo16
yang terkait dengan permasalahan
penelitian.
16
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm. 71.
13
Dokumen-dokumen yang terdapat dalam penelitian ini sebagai
data meliputi : profil Pengajian Mingguan di Masjid Al-Muttaqun
Desa Mulyoharjo Kecamatan Pati Kabupaten Pati, bagan
kepengurusan Pengajian Mingguan di Masjid Al-Muttaqun Desa
Mulyoharjo Kecamatan Pati Kabupaten Pati, dan visualisasi kegiatan
Pengajian Mingguan di Masjid Al-Muttaqun Desa Mulyoharjo
Kecamatan Pati Kabupaten Pati.
5. Teknik Analisis Data
Secara garis besar, analisis yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan metode analisis deskriptif, yakni sebuah metode analisis
yang menekankan pada pemberian sebuah gambaran baru terhadap data
yang telah terkumpul.17
Analisis deskriptif sendiri terbagi menjadi dua
jenis yakni analisis deskriptif kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif
yang masing-masing jenis tersebut memiliki fungsi dan sistem analisis
yang berbeda pula.18
Berdasarkan pada spesifikasi jenis penelitian, maka dalam
melakukan analisis terhadap data-data yang telah tersaji secara kualitatif
tentunya juga menggunakan teknik analisis data kualitatif pula, tepatnya
menggunakan teknik analisis data kualitatif deskriptif yaitu proses analisa
data dengan maksud menggambarkan analisis secara keseluruhan dari data
yang disajikan tanpa menggunakan rumusan-rumusan statistik atau
pengukuran.19
Sedangkan pola berfikir dalam analisis data dalam penelitian ini
menggunakan pola berfikir induktif. Berpikir induktif merupakan suatu
jenis pola berfikir yang bertolak dari fakta empiris yang didapat dari
17
Margono, op. cit., hlm. 39.
18 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000,
hlm. 14.
19 Margono, loc. cit.
14
lapangan (berupa data penelitian) yang kemudian dianalisis, ditafsirkan
dan berakhir dengan penyimpulan terhadap permasalahan berdasar pada
data lapangan tersebut. Dengan kata lain metode analisis dengan pola
berfikir induktif merupakan metode analisis yang menguraikan dan
menganalisis data-data yang diperoleh dari lapangan dan bukan dimulai
dari deduksi teori.20
Proses pelaksanaan analisis data kualitatif deskriptif menempuh
dua tahap yang kesemuanya dilandasi dengan teknik kategorisasi dan pola
pikir induktif.
Tahap pertama merupakan analisis terhadap seluruh data “mentah”
yang diperoleh dari lapangan dan belum terolah. Pada tahap pertama ini,
langkah pertama adalah membuat kategori-kategori (batasan) data yang
akan diolah menjadi data “matang” untuk kemudian (langkah kedua)
menyajikannya dalam bentuk data yang telah terolah dan tersistematisir.
(terkait dengan hasil penggalian data).
Sedangkan tahap kedua dari proses analisis kualitatif deskriptif
berhubungan dengan analisis terhadap data-data yang telah tersaji (sesuai
dengan pokok permasalahan). Pada tahap ini penulis menerapkan pola
pikir induktif terhadap data yang ada di mana dalam proses ini data-data
yang ada dikelompokkan menjadi data-data khusus untuk kemudian
memberikan kesimpulan umum (proses generalisasi). Tujuan dari teknik
ini adalah untuk mengembangkan dan menjabarkan gambaran-gambaran
data yang berkaitan dengan pokok permasalahan untuk mencari jawaban
pokok masalah.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan laporan hasil penelitian (skripsi) berkaitan dengan
“Pemahaman Ah-lusunah Wal Jama‟ah Menurut Jamaah Pengajian Yasin
20
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998, hlm. 40.
15
Dalam Meningkatkan Keimanan. (Studi Kasus Pengajian Mingguan di
Masjid Al -Mutaqqun Desa Muyharjo Kecamatan Pati Kabupaten Pati)”
secara garis besar terdiri dari tiga bagian utama dengan spesifikasi isi yang
berbeda, yaitu :
Bagian awal yang berisi cover, halaman judul, surat persetujuan
pembimbing, surat pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata
pengantar, abstraksi, dan daftar isi.
Bagian isi yang terdiri dari 5 (lima) bab dengan penjabaran isi sebagai
berikut :
Bab I : Pendahuluan yang berisikan : Latar Belakang Masalah, Pokok
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,
Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penelitian
Bab II : Menjelaskan Tinjauan umum apa yang dimaksud dengan
Ahlussunnah wal Jama‟ah. Teori-teori tentang Ahlussunnah wal
Jama‟ah meliputi definisi Ahlussunnah wal Jama‟ah serta latar
belakang yang mempengaruhi kemunculan nya. Sedangkan teori
tentang keimanan meliputi; definisi keimanan, unsur-unsur iman,
tanda-tanda, fluktuasi, dan tingkat keimanan, faktor-faktor yang
mempengaruhi keimanan, dan buah keimanan.
Bab III : Gambaran Umum Pelaksanaan Pengajian Mingguan dan Deskripsi
Hasil Angket. Bab ini terdiri dari dua sub bab yaitu Gambaran
Pelaksanaan Pengajian Mingguan yang meliputi : sejarah
perkembangan Pengajian Mingguan, Pengurus Pengajian
Mingguan, Pelaksanaan Pengajian Mingguan; dan Deskripsi
Aktifitas Jama‟ah Pengajian Yasin.
Bab IV : Analisis Pemahaman Ahlussunnah wal jama‟ah menurut Pengajian
Yasin dalam meningkatkan keimanan (Studi Kasus Pengajian
Mingguan di Masjid Al-Muttaqun desa Mulyoharjo Sukun
16
Kecamatan Pati Kabupaten Pati). Bab ini akan meng-analisis
tentang Pemahaman Ahlussunnah wal Jama‟ah menurut Pengajian
Yasin dalam meningkatkan keimanan.
Bab V : Penutup yang berisikan Kesimpulan, Saran-Saran, dan Penutup.
Bagian akhir yang terdiri dari Daftar Pustaka, Lampiran dan Daftar
Riwayat Hidup Penulis.
17
BAB II
AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH DAN KEIMANAN
A. Ahlussunah Wal Jama’ah
1. Pengertian ahlussunah wal Jama‟ah
As-Sunnah secara bahasa berasal dari kata: "sanna yasinnu",
"yasunnu sannan", dan "masnuun" yaitu yang disunnahkan. Sedang "sanna
amr" artinya menerangkan (menjelaskan) perkara. As-sunnah, menurut
bahasa arab, adalah ath- thariqah, yang berarti metode, kebiasaan,
perjalanan hidup atau perilaku, baik terpuji maupun tercela. Kata tersebut
berasal dari kata as-sunan yang bersinonim dengan ath-thariq (berarti
jalan). Menurut ibnul Atsir, kata sunnah dengan segala variasinya
disebutkan berulang-ulang dalam hadits, yang arti asalnya adalah
perjalanan hidup dan perilaku.21
Adapun pengertian sunnah dalam istilah syara‟, menurut para ahli
hadits, adalah segala sesuatu yang diriwayatkan dari nabi Muhammad
Saw, yang merupakan perkataan, perbuatan, ketetapan, karakter, akhlak,
ataupun perilaku, baik sebelum maupun sesudah diangkat menjadi Nabi.
Dalam hal ini pengertian sunnah, menurut sebagian mereka, sama dengan
hadits.22
Menurut ahli ushul, sunnah ialah sesuatu yang dinukilkan dari nabi
Muhammad Saw secara kusus. Ia tidak ada nashnya dalam Al-Qur‟an,
tetapi dinyatakan oleh nabi dan sekaligus merupakan penjelasan awal dari
isi Al-Qur‟an.23
21
M. Abdul Hadi Al-Mishri, Manhaj dan Aqidah Ahlussunah wal Jama‟ah, Terj. Drs.
As‟ad Yasin, Gema Insani Press, Jakarta, 1992, hlm. 68.
22 Ibid.
23 Ibid.
18
Sedangkan Sunnah menurut terminologi adalah petunjuk yang
telah ditempuh oleh rasulullah SAW dan para Sahabatnya baik berkenaan
dengan ilmu, „aqidah, perkataan, perbuatan maupun ketetapan. As-Sunnah
juga digunakan untuk menyebut sunnah-sunnah (yang berhubungan
dengan) ibadah dan „aqidah. Lawan kata "sunnah" adalah "bid'ah".
Jama'ah secara etimologi diambil dari kata "jama'a" artinya
mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian dengan sebagian
lain. Seperti kalimat "jama'tuhu" (saya telah mengumpulkannya);
"fajtama'a" (maka berkumpul). Dan kata tersebut berasal dari kata "ijtima'"
(perkumpulan), ia lawan kata dari "tafarruq" (perceraian) dan juga lawan
kata dari "furqah" (perpecahan).
Sedangkan secara terminologi adalah sekelompok orang banyak,
dikatakan juga sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan satu
tujuan. Disebut al-Jama‟ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak
mau berpecah-belah dalam urusan agama. Berkumpul di bawah
kepemimpinan para imam yang berpegang kepada Al-Haqq (kebenaran),
tidak mau keluar dari jama‟ah mereka dan mengikuti apa yang menjadi
kesepakatan Salaful Ummah.24
Ahlussunah wal Jama‟ah adalah mereka yang dimaksud oleh
Rasulallah sebagai firqaq najiyyah (kelompok yang selamat). Ketika di
Tanya mengenai firqaq najiyyah, Rasulallah saw menjawab, “Al-
Jama,ah”. selanjutnya, beliau menjelaskan mengenai kelompok yang
selamat itu dalam sabdanya, “mereka yang mengikutiku dan para
sahabatku”, berdasarkan jawaban dan penjelasan Rasulallah tersebut,
24
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Syarah „Aqidah Ahlussunah wal Jama‟ah, terjemahan
Tim Pustaka Asy-Syafi‟I, Pustaka Imam asy-Syafi‟I, Jakarta, 2006, hlm. 36.
19
kelompok yang selamat ini dinamakan dengan Ahlussunah wal Jama‟ah
atau Ashhabul Hadits.25
Pada hakikatnya Ahlussunah wal Jama‟ah adalah ajaran Islam yang
murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulallah dan para
sahabatnya, ketika Rasulallah menerangkan bahwa umatnya akan terpecah
menjadi banyak golongan (73 golongan) dia menegaskan yang benar dan
selamat dari sekian banyak golongan itu hanya Ahlussunah wal Jama‟ah.
Nabi Muhammad Saw bersabda, "Sesungguhnya agama ini akan
terpecah menjadi tujuh puluh tiga (golongan), tujuh puluh dua tempatnya
di dalam Neraka dan satu tempatnya di dalam Surga, yaitu „al-Jama'ah."
(Shahih Sunan Abi Dawud oleh Imam al-Albani). (HR. Abu Dawud no.
4597, Ahmat (IV/102), al-Hakim (I/128), ad-Darimi (II/241). Dishahihkan
oleh al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi dari Mu'awiyah bin
Abi Sufyan. Dishahihkan pula oleh Syaikh al-Albani. Lihat Silsilatul
Ahadadiitsish Shahiihah no. 203.204).26
Dalam menetapkan suatu hukum, kelompok ini selalu
menggunakan Al-Quran, Sunnah Rasulallah, ijma‟ (kesepakatan para
ulama) dan qiyas. Mereka menjadikan hal-hal tersebut sebagai hujjah atau
dalil. Ini berbeda dengan kelompok-kelompok lainnya yang menolak salah
satu atau beberapa dalil tersebut. Kalangan ulama Ahlussunah wal
Jama‟ah telah sepakat untuk menetapkan beberapa hal yang bersifat
prinsip sebagai rukun-rukun agama. Setiap rukun itu harus di ketahui
hakikat (esensi) nya oleh setiap muslim yang aqil (berakal) dan sudah
mencapai usia baligh. Setiap rukun itu memiliki beberapa cabang terdiri
dari beberapa masalah yang telah disepakati oleh para ulama Ahlussunah
25
Abdul Mun‟im Al-Hafni, Ensiklopedia, terj. Muhtarom, Lc, Dpl., Grafindo Khazanah
Ilmu, Jakarta, 2006, hlm. 185.
26 Di sarikan dari website http://www.alislamu.com/aqidah/691-definisi-ahlus-sunnah-
wal-jamaah.html, diakses pada tanggal 29 Februari 2011 pukul 19.30 wib.
20
wal Jama‟ah. Orang yang tidak sependapat dengan masalah tersebut
dianggap telah melakukan kesesatan.
Rukun pertama yang dianggap sebagai dasar agama adalah
menetapkan adanya hakikat atau ilmu. Rukun kedua, adalah mengetahui
bahwa alam ini dengan seluruh bagiannya, adalah bersifat hadits (baru).
Rukun ketiga, mengenal pencipta alam ini dan mengetahui sifat-sifat Dzat-
nya. Keempat, mengetahui sifat-sifat Nya yang qadim (terdahulu). Kelima
adalah mengetahui nama-namanya. Keenam, mengetahui keadilan dan
kebijaksanaannya. Ketujuh, mengetahui rasul-rasul dan nabinya.
Kedelapan, mukjizat-mukjizat para nabi dan karamah-karamah para wali.
Kesembilan, mengetahui rukun-rukun syariat Islam yang telah disepakati
oleh umat Islam27
Kesepuluh, mengetahui hukum-hukum amr (perintah), nahy
(larangan) dan taklifI (pembebanan kewajiban). Kesebelas, mengetahui
bahwa semua hamba akan binasa dan akan menerima balasan di akhirat
nanti sesuai dengan amalnya masing-masing. Keduabelas, masalah
Khilafah atau Imamah (kepemimpinan) dan syarat-syarat menjadi imam.
Ketigabelas, mengetahui hukum-hukum, iman dan islam secara global.
Keempatbelas, masalah kewalian dan mengetahui tingkatan para wali dan
orang-orang yang bertakwa. Kerlimabelas, mengetahui hukum-hukum
yang berkaitan dengan musuh-musuh Islam, baik dari kalangan orang-
orang kafir maupun dari ahlul ahwa‟.28
Kelompok Ahlussunah wal Jama‟ah ini menjadi empat mazhab
Fiqih atau Hukum islam, yaitu Malikiyyah, Hambaliyyah, Syafi‟iyyah dan
Hanafiyyah. Kitab-kitab hadits yang dijadikan sandaran oleh keempat
mazhab tersebut dalam menetapkan suatu hukum adalah Kutubus Sittah (6
kitab hadits) keenam kitab tersebut adalah Shahih Bukhari, Shahih
27
Ibid., hlm. 188.
28 Ibid., hlm. 188.
21
Muslim, Sunan Abi Daud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Ibnu Majah dan
Sunan An-Nasa‟i.29
2. Sejarah Munculnnya Istilah Ahlussunah wal Jama‟ah
Penamaan istilah Ahlussunah wal Jama‟ah sudah ada sejak
generasi petama islam yaitu generasi sahabat, tabi‟in dan tabi‟at. Ibnu
„Abbas berkata ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta‟ala :
Artinya : “Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri,
dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang
hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): „Kenapa kamu
kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah adzab
disebabkan kekafiranmu itu.” (Q.S Ali Imran: 106)30
Adapun orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah
wal Jama‟ah, adapun orang yang hitam wajahnya mereka adalah ahlu
bid‟ah dan sesat.
Tentang kapan awalnya muncul istilah ahusunah wal jama‟ah, ada
beberapa pendapat para ahli. Diantaranya ialah sebagai berikut
Pertama, ada yang mengatakan bahwa istilah tersebut lahir sejak
zanam nabi Muhammad Saw. Bahkan beliau sendiri yang melahirkan
melalui sejumlah hadits yang diucapkan. Kedua, sebagian orang
berpendapat bahwa istilah ahlussunah wal jama‟ah lahir pada akhir windu
kelima tahun hijrah, yaitu tahun terjadinya kesatuan jama‟ah dalam islam,
atau yang lebih dikenal dalam sejarah islam dengan nama “amul jama‟ah”
(tahun persatuan). Dalam sejarah di terangkan bahwa pada tahun tersebut
29
Ibid.
30Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/pentafsir al-Qur‟an, CV. Diponegoro, Bandung, 2004, hlm. 50.
22
saidina Hasan bin Ali meletakkan jabatannya sebagai khalifah dan
menyerahkannya kepada saidina Muawiyah bin Abu Sufyan dengan
maksud hendak menciptakan kesatuan dan persatuan jama‟ah islamiah,
demi menghindari perang saudara sesama Islam. Dari kata „amul jama‟ah
itulah lahirnya istilah wal jama‟ah yang kemudian berkembang menjadi
ahlussunah wal jama‟ah.31
Ketiga, golongan ketiga mengatakan bahwa istilah ahlussunah wal
jama‟ah lahir pada abad II hijrah, yaitu masa puncak perkembangan ilmu
kalam (Teologi Islam) yang ditandai dengan berkembanganya aliran
modern dalam teologi islam yang dipelopori oleh kaum muktazilah. Untuk
mengimbangi itulah, maka tampilnya Imam Abu Hasan Al-Asy‟ari
membela akidah islamiyah dan mengembalikannya kepada kemurnian
yang asli. Pergerakan beliau disebut oleh para pengikutnya ahlussunah wal
jama‟ah. Akan tetapi, oleh sebagian kalangan lain yang tidak menyenangi
teologi Imam Asy‟ari, mereka menyebutnya aliran ini mazhab Asy‟irah
atau Asy‟ariah.32
Kemudian istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh kebanyakan ulama
Salaf Rahimahullah di antaranya:33
1. Ayyub as-Sikhtiyani Rahimahullah (wafat th. 131 H), ia berkata,
“Apabila aku dikabarkan tentang meninggalnya seorang dari Ahlus
Sunnah seolah-olah hilang salah satu anggota tubuhku.”
2. Sufyan ats-Tsaury Rahimahullah (wafat th. 161 H) berkata: “Aku
wasiatkan kalian untuk tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan
31
Drs. Tgk. H. Z. A. Syihab, Akidah Ahlus Sunnah, PT. Bumi Aksara, Jakarta, Cet. II
2004, hlm. 14.
32 Ibid.
33 Yazid bin Abdul Qadir Jawas Syarah „Aqidah Ahlussunah wal Jama‟ah, terjemahan
Tim Pustaka Asy-Syafi‟I, Pustaka Imam asy-Syafi‟I, Jakarta, 2006, hlm. 42-43.
23
baik, karena mereka adalah al-ghuraba‟(orang yang terasing).
Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama‟ah.”
3. Fudhail bin „Iyadh Rahimahullah (wafat th. 187 H) berkata:
“…Berkata Ahlus Sunnah: Iman itu keyakinan, perkataan dan
perbuatan.”
4. Abu „Ubaid al-Qasim bin Sallaam Rahimahullah (hidup th. 157-224
H) berkata dalam muqaddimah kitabnya, al-Imaan: “…Maka
sesungguhnya apabila engkau bertanya kepadaku tentang iman,
perselisihan umat tentang kesempurnaan iman, ber-tambah dan
berkurangnya iman dan engkau menyebutkan seolah-olah engkau
berkeinginan sekali untuk mengetahui tentang iman menurut Ahlus
Sunnah dari yang demikian…”
5. Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah (hidup th. 164-241 H), beliau
berkata dalam muqaddimah kitabnya, as-Sunnah: “Inilah madzhab
Ahlul „Ilmi, Ash-Habul Atsar dan Ahlus Sunnah, yang mereka dikenal
sebagai pengikut Sunnah Rasul dan para Shahabatnya, dari semenjak
zaman para Shahabat Radhiyallahu Ajmai‟in hingga pada masa
sekarang ini…”
6. Imam Ibnu Jarir ath-Thabary Rahimahullah (wafat th. 310 H) berkata:
“…Adapun yang benar dari perkataan tentang keyakinan bahwa kaum
mukminin akan melihat Allah pada hari kiamat, maka itu merupakan
agama yang kami beragama dengannya, dan kami mengetahui bahwa
Ahlus Sunnah wal Jama‟ah berpendapat bahwa ahli Surga akan
melihat Allah sesuai dengan berita yang shahih dari Rasulullah
Shallallahu „alaihi wa sallam.”
7. Imam Abu Ja‟far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawy Rahimahullah
(hidup th. 239-321 H). Beliau berkata dalam muqaddimah kitab
24
„Aqidahnya Yang Masyhur („Aqidah Thahawiyah): “…Ini adalah
penjelasan tentang „aqidah Ahlus Sunnah wal Jama‟ah.”34
Dengan penukilan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa lafazh
Ahlus Sunnah sudah dikenal di kalangan Salaf (generasi awal umat ini)
dan para ulama sesudahnya. Istilah Ahlus Sunnah merupakan istilah yang
mutlak untuk melawan Ahlul Bid‟ah. Para ulama Ahlus Sunnah menulis
penjelasan tentang „aqidah Ahlus Sunnah agar ummat faham tentang
„aqidah yang benar dan untuk membedakan antara mereka dengan Ahlu
Bid‟ah. Sebagaimana telah dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal,
Imam al-Barbahary, Imam ath-Thahawy serta yang lainnya.
Dan ini juga sebagai bantahan kepada orang yang berpendapat
bahwa istilah Ahlus Sunnah pertama kali dipakai oleh golongan
Asy‟ariyah, padahal Asy‟ariyah timbul pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah.
Awal terjadinya penamaan Ahli Sunnah wal-Jamaah adalah ketika
terjadinya perpecahan, sebagaimana yang dikhabarkan Nabi Muhammad
saw. Karena, sebelum terjadinya perpecahan, tidak ada istilah-istilah itu
sedikit pun, baik istilah Ahli Sunna wal-Jamaah, Syiah, Khawarij, atau
lainnya. Pada saat itu kaum muslimin seluruhnya berada di atas din dan
pemahaman yang satu, yaitu Islam. "Sesungguhnya agama (yang diridai)
di sisi Allah hanyalah Islam." (Ali Imran: 19)35
Cobaan itu muncul pada permulaan abad ketiga masa pemerintahan
Al-Ma'mun dan (saudaranya) Al-Mu'tashim, kemudian Al-Watsiq pada
saat kaum Jahmiyah menafikkan sifat-sifat Allah dan menyerukan manusia
agar mengikuti paham mereka. Madzab ini dianut oleh tokoh-tokoh
Rafidah (periode terakhir) yang mendapat dukungan pihak penguasa.36
34
Ibid. 35
Pahmi Haur, http://khzem.blogspot.com/2009/03/sejarah-munculnya-istilah-ahli-
sunah.html, diakses pada tanggal 27 agustus 2010, jam 15.30 WIB.
36 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-
Press, Jakarta, 1986, hlm. 8.
25
Terhadap penyimpangan tersebut, mazab Ahli Sunnah tentu
menolak. Oleh karena itu, mereka sering mendapat ancaman ataupun
siksaan. Ada pula yang dibunuh, ditakut-takuti, ataupun dibujuk rayu.
Namun, dalam menghadapi situasi yang seperti ini, Imam Ahmad tetap
tabah dan tegar, sehingga mereka memenjarakan beliau beberapa waktu
lamanya. Kemudian, mereka menantang untuk berdebat. Dan, terjadilah
berdebatan yang amat panjang.
Dalam perdebatan tersebut, demikian menurut Imam Ahmad,
dibahas masalah-masalah mengenai sifat-sifat Allah dan yang berkaitan
dengannya, mengenai nas-nas, dalil-dalil, antara pihak yang membenarkan
dan menolak. Dengan adanya perbedaan pandangan itu, akhirnya umat
terpecah belah menjadi berkelompok-kelompok.
Imam Ahmad dan imam-imam lainnya dari Ahli Sunnah serta
sangat mengetahui kerusakan mazhab Rafidlah, Khawarij, Qodariyah,
Jahmiyah, dan Murjiah. Namun, karena adanya cobaan, timbullah
perdebatan. Dan, Allah mengangkat kedudukan Imam Ahmad ini menjadi
Imam Sunnah sekaligus sebagai tokohnya. Predikat itu memang layak
disandangnya, karena beliau sangat gigih dalam menyebarkan,
menyatakan, mengkaji nas-nas dan atsar-atsarnya, serta menjelaskan
segala rahasianya. Beliau tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan baru,
apalagi pandangan bidah.
Kegigihan beliau dalam memeperjuangkan Ahli Sunnah tidak
dapat diragukan lagi, sampai-sampai sebagian ulama di Maghrib
mengatakan, "Mazhab itu milik Malik dan Syafii, sedangkan
kepopulerannya milik Ahmad. Maksudnya, mazhab para imam ushul itu
merupakan satu mazhab sperti apa yang dikatakannya. Imam Malik ketika
ditanya tentang Ahli Sunnah menjawab dengan mengatakan, "Ahli Sunnah
adalah orang-orang yang tidak memiliki laqab (gelar tertentu), yang
mereka dikenal dengannya. Mereka bukanlah Jahmiyyun (pengikut
26
pemahaman Jahmiyah), bukan Qadariyyun (pengikut pemahaman
Qadariyyah), dan bukan pula Rafidiyyun (pengikut pemahaman Syiah
Rafidhah)37
.
Dari sini kita sepakat, seperti apa yang telah dikatakan Dr. Mustafa
Holmy, "Ahli Sunnah wal-Jamaah adalah pelanjut pemahaman kaum
muslimin pertama yang ditinggalkan oleh Rasulullah saw. dalam keadaan
beliau rida terhadap mereka, sedangkan kita tidak bisa membuat batasan
permulaan (munculnya mereka) yang kita bisa berhenti padanya,
sebagaimana yang dapat kita lakukan pada kelompok-kelompok yang lain.
Tidak ada tempat bagi kita untuk menanyakan tentang sejarah munculnya
Ahli Sunnah, seperti halnya jika kita bertanya tentang sejarah munculnya
kelompok-kelompok yang lain.38
Syekh Islam Ibnu Taimiyah berkata di dalam kitabnya, Minhaju as-
Sunnah, "Mazhab Ahli Sunnah wal-Jamaah adalah mazhab yang terdahulu
dan telah terkenal sebelum Allah menciptakan Imam Abu Hanifah, Malik,
Syafii dan Ahmad. Ia adalah mazhab para sahabat yang diterima dari Nabi
mereka. Barang siapa yang menyelisihi (mazhab) tersebut, maka dia
adalah ahlul bidah menurut (kesepakatan) Ahli Sunnah wal-Jamaah”.39
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa Ahli Sunnah wal-Jamaah
merupakan kelanjutan dari jalan hidup Rasulullah saw. dan para
sahabatnya. Kalaupun bangkit seorang imam pada zaman bidah dan
keterasingan Ahli Sunnah yang menyeru manusia kepada akidah yang
benar dan memerangi pendapat yang menentangnya, ia tidaklah membawa
sesuatu yang baru. Ia hanya memperbarui mazhab Ahli Sunnah yang sudah
37
Pahmi Haur, http://khzem.blogspot.com/2009/03/sejarah-munculnya-istilah-ahli-
sunah.html, diakses pada tanggal 27 agustus 2010, jam 15.30 WIB.
38 Ibid.
39 Ibid.
27
usang dan menghidupkan ajaran yang sudah terkubur. Sebab, akidah dan
sisitemnya (manhaj), bagaimanapun, tidak pernah berubah.
Dan, jika pada suatu masa atau pada suatu tempat terjadi
penisbatan mazhab Ahli Sunnah terhadap seorang ulama atau mujaddid
(pembaru), hal itu bukan karena ulama tersebut telah menciptakan (sesuatu
yang baru) atau mengada-ada. Hal itu pertimbanganya semata-mata karena
ia selalu menyerukan manusia agar kembali kepada as-sunnah.
Adapun mengenai awal penamaan Ahli Sunnah wal-Jamaah atau
Ahli Hadits ialah ketika telah tejadi perpecahan, munculnya berbagai
golongan, serta banyaknya bidah dan berbagai golongan, serta banyaknya
bidah dan penyimpangan. Pada saat itulah Ahli Sunnah menampakkan
identitasnya yang brebeda dengan yang lain, baik dalam akidah maupun
manhaj mereka. Namun, pada hakikatnya mereka itu hanya merupakan
proses kelanjutan dari apa yang dijalankan Rasulullah saw. dan para
sahabatnya.
B. Keimanan
1. Pengertian Iman
Iman secara etimologis berarti 'percaya'. Perkataan iman diambil
dari kata kerja 'aamana' yukminu' yang berarti 'percaya' atau
'membenarkan'.Perkataan iman yang berarti 'membenarkan' itu disebutkan
dalam al-Quran, di antaranya dalam Surah At-Taubah ayat 62 yang
bermaksud: "Dia (Muhammad) itu membenarkan (mempercayai) kepada
Allah dan membenarkan kepada para orang yang beriman." Iman itu
ditujukan kepada Allah , kitab kitab dan Rasul. Iman itu ada dua Iman Hak
dan Iman Batil.40
40
Any Sulystiarini, “Peranan Rutinitas Mujahadah Selapanan Dalam Meningkatkan
Keimanan”, Skripsi (Fakultas Ushuluddin, Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang),
2007, hlm. 21.
28
Ajaran dasar agama Islam adalah iman dan Islam, orang yang
mempunyai dasar kepercayaan iman yang kuat tanpa ada keragu-raguan
sedikitpun di lubuk hatinya disebut mukmin sedang orang yang pernah
mengucapkan dua kalimat syahadat disebut muslim atau orang yang
beragama Islam. Sebagai seorang muslim harus mempelajari Islam secara
keseluruhan dan mendalam agar dapat menjalankan ajaran agama dengan
baik, benar dan memantapkan kepercayaan agama yang dianutnya dengan
menghilangkan keraguan-keraguan yang melekat di hatinya, atau sengaja
dilekatkan oleh orang-orang yang tidak senang terhadap agama yang
dipeluknya.
Teologi Islam disamping membahas soal ketuhanan, kenabian dan
keakhiratan serta apa yang menjadi rukun iman. Sebagai kelanjutannya
juga dibahas soal tentang iman.41
Iman adalah bentuk masdar atau kata kerja dari fi‟il madhi Aamana
fi‟il mudhorik Yu‟minu masdar Iimanan yang artinya percaya, setia, aman,
melindungi dan menetapkan sesuatu pada tempat yang aman.
Secara bahasa Arab, iman adalah “Attashdiiquu” artinya
“membenarkan”, “mempercayai”, dan “yakin” dengan tanpa sedikit
keraguan. Landasan arti ini bersumber dari salah satu firman Allah SWT
yang berbunyi :
Artinya : “Dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami.
Sekalipun kami mengatakan yang sebenarnya”. (QS. Yusuf :
17)42
41
Ibid., hlm. 22.
42 Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/pentafsir al-Qur‟an, CV. Diponegoro, Bandung, 2004, hlm. 350.
29
Berdasarkan makna dasar dari kata yang membentuknya, pada
perkembangannya, para ulama Islam telah banyak memberikan definisi
iman secara istilah dengan batasan syara‟ yang lebih luas. Diantara
pengertian-pengertian iman itu dapat terlihat dalam penjelasan beberapa
tokoh berikut :
- Imam Isma‟il bin Muhammad at-Taimi mendefinisikan iman adalah
suatu uangkapan yang dipergunakan untuk menyatakan semua ketaatan
lahir maupun batin43
- T. M. Hasbi Ash-Shidiqy memberikan arti iman sebagai proses
keyakinan yang diucapkan dengan lidah, dibenarkan dengan hati dan
dikerjakan dengan anggota tubuh”.44
- Menurut Moh. Rifa‟i iman adalah percaya dengan yakin dan jazim
disertai dengan pengakuan lisan dan amal perbuatan yang nyata yang
sesuai dengan keyakinan dan pengakuan tersebut.45
- Menurut Imam Ibnu Abdul Ghofur iman adalah perkataan dan
perbuatan, dan tidak ada perbuatan kecuali dengan niat46
- Ali bin Abi Thalib, sebagaimana dikutip oleh Munawar Chalil,
memaknai iman sebagai ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang
benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota”.47
43
Abdul Razaq bin Thahir bin Ahmad Ma‟asy, Al jahl bin Masail Al I‟tiqad wa
Hukmuhu, Terj., Asep Saefullah FM, Pustaka Azzam, Jakarta, 2001, hlm. 28.
44 T.M. Hasbi Ash-Shidiqy, Al-Islam, Bulan Bintang Jakarta, Cet 1 (ed. Kedua), 1998,
hlm. 17.
45 Moh Rifa‟i, Pelajara Ilmu Tauhid, pelita Karya, Jakarta, 1971, hlm. 14.
46 Abdul Razaq bin Thahir bin Ahmad Ma‟asy, Al jahl bin Masail Al I‟tiqad wa
Hukmuhu, Terj., Asep Saefullah FM, Pustaka Azzam, Jakarta, 2001, hlm. 28.
47 K.H. Munawar Chalil, Definisi dan Sendi Agama, Bulan Bintang, Jakarta, Cet 1, 1970,
hlm. 49.
30
- Sedangkan Supan Kusumamiharja memberikan definisi iman ke dalam
dua kelompok batasan. Pertama, iman dalam arti luas, adalah
keyakinan yang bulat, dibenarkan oleh hati, diikrarkan dengan lidah
dan diwujudkan dengan perbuatan dan tingkah laku didalam segala
segi kehidupan. Kedua, iman dalam arti khas yaitu arkanul iman
(rukun iman yang enam) yang meliputi keimanan kepada Allah,
keimanan adanya malaikat-malaikat-Nya, keimanan akan kitab-kitab-
Nya, keimanan akan rasul-rasul-Nya, keimanan akan adanya hari
berbangkit (qiyamat), serta keimana akan qadha dan qadar Allah SWT
yang baik maupu yang buruk.48
Tegasnya iman menurut batasan syara‟ ialah memadukan ucapan
dengan pengakuan hati dan perilaku. Dengan perkataan lain, mengikrarkan
dengan lidah akan kebenaran Islam, membenarkan yang diikrarkan itu
dengan hati dan tercermin dalam perilaku hidup sehari-hari dalam bentuk
amal perbuatan.49
Dengan demikian keimanan merupakan konsekuensi logis bagi
seseorang menjadi muslim sejati, dan dia akan mendapatkan ketenangan
yang berupa terbebas dari belenggu, ketakutan dan kesesatan. Karena pada
hakikatnya semua penderitaan manusia bersumber pada dua hal tersebut.
Seperti yang difirmankan Allah SWT, yang berbunyi :
48
H. Supan Kusumamiharja, dkk, Studia Islamica, Giri Mukti Pusaka, Jakarta, 1985, hlm.
159 – 160.
49 T.M. Hasbi Ash-Shidiqy, Al-Islam, Bulan Bintang Jakarta, Cet 1 (ed. Kedua), 1998,
hlm. 18.
31
Artinya : “ Dan tidaklah kami mengutus para Rasul itu melainkan untuk
memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barang
siapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak
ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati”. (QS. Al-An‟am : 48)50
Rangkaian definisi keimanan di atas dapat mengantarkan penulis
pada sebuah kesimpulan bahwasanya iman merupakan suatu proses yang
meliputi pengakuan seorang muslim dalam hati yang diikrarkan dengan
lisan (ucapan) yang nantinya akan berfungsi sebagai pedoman muslim
dalam melaksanakan segala tindakan dan perbuatan dalam kehidupannya.
2. Unsur-Unsur Iman
Berdasarkan pada pengertian iman secara terminologi (istilah) di
atas, ada tiga unsur pokok yang terdapat dalam iman. Ketiga unsur tersebut
adalah hati, lisan, dan perbuatan yang saling berkaitan dan tidak dapat
dinilai secara terpisah untuk mengukur keimanan seseorang.
Penilaian keimanan tidak dapat dilakukan secara terpisah karena
antara hati, lisan, dan perbuatan memiliki hubungan yang saling
mempengaruhi. Menurut Yusuf al-Qardhawy, keimanan tidak dapat diukur
hanya berdasarkan pada pengetahuan maupun pengakuan seseorang
terhadap makna dan hakikat iman, sebab banyak orang yang mengetahui
hakikat keimanan namun mereka sendiri melakukan pengingkaran
terhadap keimanan itu
Lebih lanjut Yusuf al-Qardhawy menjelaskan bahwasanya keimanan
juga tidak dapat dilihat dan diukur melalui perbuatan-perbuatan yang biasa
dikerjakan oleh orang yang beriman. Hal ini dikarenakan banyak orang-
orang yang secara nyata melakukan perbuatan-perbuatan baik tersebut,
50
Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/pentafsir al-Qur‟an, CV. Diponegoro, Bandung, 2004, hlm. 194.
32
namun sebenarnya hati mereka kosong dari rasa kebaikan dan keikhlasan
kepada Allah.51
Pandangan Yusuf al-Qardhawy tentang unsur yang dijadikan sebagai
“alat ukur” keimanan seseorang di atas kiranya sesuai dengan konsep
Islam tentang wujud muslim yang sempurna. Islam membagi dua garis
besar sebagai dasar wujud muslim sempurna, bagian pertama adalah
konsep atau teori atau yang lazim sekali disebut sebagai Arkanul Iman
(Rukun-rukun Iman), bagian yang kedua adalah praktek sebagai suatu
amalan-amalan ibadah yang mencakup segala apa yang harus dikerjakan
oleh seorang muslim, yang lazim sebagai Arkaanul Islam (Rukun Islam)
dan ditunjang dengan amalan-amalan ibadah sunah lainnya.52
Moh. Rifa‟i memberikan sebuah gambaran bahwasanya orang yang
telah mengaku beriman (mengimani Allah) dalam hatinya, maka secara
lisan harus dibuktikan dengan membaca ikrar kalimat kesaksian (syahadat)
yang terdiri dari dua kalimat syahadat.53
Syahadat pertama merupakan
sebuah ikrar tentang tauhid atau keesaan Allah dengan bacaan ikrar
Laailaaha illal Allah. Syahadat kedua adalah sebuah kesaksian yang
berkaitan dengan kenabian dan kerasulan Muhammad SAW sebagai
pembawa risalah Islam, dengan ungkapan Muhammadur Rasulullah.
Dalam syariat Islam, kedua ikrar itu dinamakan syahadat, yang merupakan
Arkanul Islam yang pertama.54
Setelah ikrar tersebut, maka seseorang
yang mengaku beriman haruslah membuktikan keimanan tersebut dalam
konteks praktisnya.
51
Secara lebih jelas dapat dilihat dalam Yusuf al-Qardhawy, Iman dan Kehidupan, terj.,
Fachruddin H.S., Bulan Bintang, Jakarta, 1993, hlm. 4-5. 52
Zakiah Daradjat, dkk, Dasar-dasar Agama Islam, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Universitas Terbuka, Jakarta, 1995, hlm. 158.
53 Moh. Rifa‟i, Pelajara Ilmu Tauhid, pelita Karya, Jakarta, 1971, hlm. 15.
54 H.A. Ludjito, “Keimanan dan Ketaqwaan sebagai Landasan Pembangunan Manusia
Indonesia Seutuhnya”, Laporan Penelitian Individual, IAIN Walisongo, 1995/1996, hlm. 11.
33
Maka jelaslah pengertian dasar iman dalam Al-Qur‟an yang memberi
pengertian iman dengan membenarkan (At-Tashdiiq) dan iman dengan
pengertian amal (Iltizaam). Amal yang dikehendaki adalah amal iman,
yakni segala perbuatan kebajikan yang tidak bertentangan dengan hukum
yang telah digariskan oleh syara‟.55
3. Tanda-Tanda, Fluktuasi, dan Tingkat Keimanan
Apabila seseorang telah melaksanakan apa yang menjadi kewajiban
atas orang yang telah mengaku beriman secara benar, maka seseorang
tersebut akan dapat dikategorikan sebagai orang yang beriman. Meskipun
pada penjelasan sebelumnya disebutkan bahwasanya ukuran keimanan
seseorang sangat abstrak dan sulit dinilai karena ada salah satu unsur yang
tidak dapat “dijamah” oleh indera manusia, yakni hati, bukan berarti
manusia tidak dapat mengetahui kadar keimanan mereka. Paling tidak
secara individu, manusia akan dapat mengetahui kadar keimanan mereka
berdasarkan ketentuan tanda-tanda orang yang beriman. yang telah
digambarkan oleh Allah dalam surat al-Anfaal ayat 2-4 berikut :
Artinya : “ Yang dinamakan orang mukmin hanyalah mereka yang bila
diingatkan kepada mereka Allah, hati mereka menjadi
gemetar, bila dibacakan mereka ayat-ayat Kami, bertambah
iman mereka, mereka bertawakal kepada Tuhan mereka,
55
Zakiah Daradjat, dkk. Dasar-dasar Agama Islam, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Universitas Terbuka, Jakarta, 1995, hlm. 125.
34
mereka yang senantiasa mengerjakan shalat, dan sebagian
yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka
nafkahkan. Merekalah orang-orang mukmin yang
sebenarnya. Mereka mendapat kedudukan yang lebih tinggi
beberapa derajat pada hadirat Tuhan mereka, mendapat
ampunan, dan rezeki yang mulia.” (Q.S. al-Anfaal : 2-4).56
Keberadaan tanda-tanda keimanan sebagaimana tersebut dalam
firman di atas tidak lantas menjadikan seseorang senantiasa menjadi orang
yang beriman dengan keadaan iman yang stagnan dan sama. Keterkaitan
antara ketiga unsur utama keimanan dapat menjadikan kondisi keimanan
masing-masing orang berbeda setiap waktunya. Keimanan seseorang
dapatlah berkurang dan dapat pula bertambah. Hal ini seperti diungkapkan
oleh salah satu sahabat Nabi yang bernama Umair bin Habib Khatmi,
sebagaimana dikutip oleh Kahar Masyhur, yang menyatakan bahwasanya
keimanan manusia akan bertambah manakala seseorang mengingat,
memuji, serta bertasbih kepada Allah, dan hal-hal yang membuat
keimanan berkurang adalah apabila manusia melalaikan dan lupa akan
tugas sebagai makhluk Allah yang memiliki iman.57
Selain melakukan dzikir, jika mengacu pada surat al-Anfaal ayat 2 –
4 di atas, mendengarkan ayat-ayat Allah, mendirikan shalat, dan
menafkahkan rezeki yang diterima manusia di jalan Allah juga dapat
menjadi faktor bertambahnya keimanan seseorang.
Sedangkan faktor yang dapat mengurangi atau bahkan
membinasakan iman di antaranya adalah :
a. Sujud kepada selain Allah baik dalam bentuk kebendaan maupun yang
tidak nyata dalam kehendak maupun ikhtiyar.
56
Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/pentafsir al-Qur‟an, CV. Diponegoro, Bandung, 2004, hlm. 260. 57
Kahar Masyhur, Membina Islam dan Iman, Kalam Mulia, Jakarta, 1988, hlm. 71.
35
b. Menghina sesuatu yang dimuliakan oleh agama Islam, seperti
menghina al-Qur‟an, Hadits Rasul, nama-nama Allah, dan lain
sebagainya.
c. Mendustakan suatu nash syari‟at yang termaktub dalam al-Qur‟an dan
al-Hadits.
d. Menghalalkan sesuatu yang diharamkan dan mengharamkan sesuatu
yang dihalalkan oleh agama Islam.
e. Mengucapkan kalimat yang menuju kepada kekafiran sehingga orang
lain yang mendengarnya akan menjadi ragu terhadap keimanan orang
yang mengucapkan kalimat tersebut.58
Adanya perbedaan kadar keimanan seseorang tentunya akan
melahirkan suatu tingkatan keimanan yang berbeda pula. Menurut Ibnu
Taimiyah, seperti dikutip oleh Halimuddin, ada empat tingkatan iman
manusia, yaitu :
a. Tingkatan yang paling rendah yaitu iman-imanan (asal beriman).
b. Iman ibadah, yaitu iman yang diikuti dengan ibadah sholat, puasa,
zakat, haji dan ucapan-ucapan atau kalimat-kalimat keagamaan
(dzikir).
c. Iman Al-Birru atau taqwa, yaitu iman yang diikuti dengan ibadat dan
mencampurkan diri ke dalam masyarakat, membantu karib kerabat,
anak yatim, fakir miskin, ibnu sabil dan lain-lain.
d. Tingkatan iman yang paling tinggi yang disebut juga dengan iman Al-
Ihsan yaitu iman yang diikuti dengan perasaan cinta yang medalam
kepada Allah SWT. Manusia dengan tingkatan iman ini akan selalu
terbayang-bayang oleh Allah, dimanapun dia berada selalu mengingat
58
Moh. Rifa‟i, Pelajara Ilmu Tauhid, Pelita Karya, Jakarta, 1971, hlm. 16.
36
Allah. Ataupun jika dia tidak mampu melihatnya, dia merasa yakin
bahwa Allah SWT melihatnya.59
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Dalam uraian ini penulis menjelaskan bahwa keimanan masyarakat
berubah-ubah, kadang kurus kadang gemuk, kadang subur kadang kering,
seiring dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada diri
individu itu sendiri. Namun tidak semua proses perubahan yang terjadi
pada diri individu tersebut dapat membuahkan hasil yang baik. Jadi, ada
situasi tertentu yang mempengaruhi keadaan fisik individu, sehingga
individu dapat mengembangkan dorongan atau instrinsiknya untuk
mengikuti kegiatan keimanan seperti pengajian.
Situasi atau faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah :
a. Situasi Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga, mempunyai peranan yang penting dalam
mengembangkan keimanan individu. Dorongan intrinsik terhadap
kegairahan mengikuti kegiatan keimanan akan timbul apabila situasi
perasaan individu dalam keadaan stabil.
Pergaulan yang baik dan iklim di dalam lingkungan keluarga
yang sehat, saling menghargai sesama anggota keluarga, merupakan
sesuatu yang menguntungkan bagi perkembangan keimanan atau
dorongan untuk beribadah kepada Allah SWT, demikian juga
penyambutan yang hangat dan gembira antar anggota keluarga di
dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang bernilai agama, akan
memberikan dorongan bagi individu tersebut untuk terus dan terus
berupaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Pentingnya peranan
59
Halimuddin, Kembali kepada Aqidah Islam, Rineka Cipta, Jakarta, Cet. 1. 1990, hlm.
86 – 87.
37
kehidupan dan lingkungan keluarga, dalam mengembangkan nilai
keimanan, merupakan kunci keberhasilan dalam usaha membina dan
mengembangkan motivasi serta rasa tanggung jawab per-individu itu
sendiri. Oleh karena begitu pentingnya peranan lingkungan keluarga
terhadap perkembangan semangat beribadah per-individu, maka
kerjasama seorang antar anggota keluarga perlu sekali ditingkatkan
lagi.
b. Situasi Lingkungan dan Kehidupan Masyarakat
Lingkungan dan kehidupan masyarakat yang harmonis,
menyenangkan, dan selalu menanamkan nilai-nilai agama di atas
segalanya, merupakan faktor yang sangat menunjang bagi tumbuhnya
dorongan atau semangat mengerjakan kegiatan yang bersifat positif
dalam diri individu. Keadaan ini akan menimbulkan dan
menumbuhkan kepercayaan diri individu dan ketenangan dalam
mengerjakan amalan sholeh, sehingga dengan demikian akan
meningkat kapasitas keimanannya, dalam rangka mencapai masyarakat
yang baldatun toyyibatun wa rabbul ghoffur.
c. Faktor Peranan Ulama
Di samping lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat
sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan keimanan individu,
maka faktor peranan ulama juga memegang peranan yang sangat
penting dalam usaha menumbuhkan dan meningkatkan motivasi
ibadah masyarakat, sehingga masyarakatnya dapat meningkatkan
keimanannya yang optimal.
Tatap muka serta informasi dan penjelasan dari ulama yang
menarik juga menyenangkan, merupakan daya tarik atau rangsangan
tersendiri bagi tumbuhnya dorongan bagi masyarakat dalam beribadah.
Ulama dalam hal ini dapat memberikan perhatian khusus terhadap
38
kreasi-kreasi dan aktifitas-aktifitas masyarakatnya yang bernilai
agama. Hal ini penting sebagai usaha mendorong dan mengembangkan
motivasi dan sekaligus meningkatkan keimanan masyarakatnya.
5. Buah Keimanan
Jika seorang manusia telah melakukan perbuatan yang membuatnya
menjadi orang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, baik dalam
lingkup hati, lisan, dan perbuatan, maka manusia tersebut akan dapat
merasakan buah dari keimanannya. Buah kenikmatan yang dapat diperoleh
dari adanya keimanan yang sejati antara lain :60
a. Membebaskan atau memerdekakan diri dari segala pengaruh atau
kekuasaan selain kekuasaan Allah SWT.
Adanya keimanan yang baik dalam diri manusia akan
menyadarkannya bahwa yang patut disembah dan ditakuti hanyalah
Allah SWT, sedangkan pada sesama makhluk ciptaan Allah SWT tidak
layak manusia merasa takut dan bersembah sujud. Lain halnya dengan
orang yang tidak beriman, mereka akan memiliki kecenderungan untuk
melupakan ketentuan abadi bahwa Allah SWT adalah pencipta dan
penguasa tunggal alam raya beserta seluruh kehidupannya.
b. Menumbuhkan dan membangkitkan semangat keberanian dan
perjuangan, jiwa yang tidak takut mati dan mendambakan syahid untuk
kebesaran dan agama Allah SWT.
Keimanan kepada Allah SWT merupakan sebuah rangkaian
yang berhubungan pula dengan segala yang menjadi kepunyaan, janji,
dan ancaman Allah SWT. Oleh karenanya manusia yang memiliki
keimanan yang baik tidak akan pernah memiliki perasaan untuk takut
mati karena mereka yakin bahwa kematian merupakan suatu janji
60
Disarikan dari A. Malik Ahmad, Aqidah Pembahasan Mengenai Allah dan Takdir, al-
Hidayah, Jakarta, 1980, hlm. 117-125.
39
Allah SWT yang dikenakan kepada setiap manusia di muka bumi
seperti yang termaktub dalam surat al-Imran ayat 145 berikut,
Artinya : “ Tidak seorangpun yang mati, kecuali dengan
izin/ketentuan Allah menurut catatan penjatahan yang
telah ditentukan waktunya...” (Q.S. al-Imran : 145).61
c. Menumbuhkan itikad percaya bahwa rezeki telah diatur oleh Allah
SWT
Keimanan sejati manusia akan membawa manusia kepada cara-
cara yang baik dalam mencari rezeki dan menjauhkannya dari sikap
loba ataupun tamak. Manusia yang beriman secara benar akan
meyakini bahwa segala kenikmatan bagi seluruh makhluk telah
ditentukan oleh Allah SWT dan manusia hanya memiliki tugas untuk
mencarinya dengan melakukan usaha (kerja).
Firman Allah SWT,
Artinya : “ Tidak ada sesuatu yang merayap di muka bumi yang
tidak ditentukan Allah rezekinya, Allah itu tahu di mana
dia tinggal dan di mana dia tersimpan sementara dalam
proses kejadiannya. Semua itu tercatat dalam catatan
yang menjelaskan batas ukuran rezeki seluruh makhluk.”
(Q.S Hud : 6).62
61
Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/pentafsir al-Qur‟an, CV. Diponegoro, Bandung, 2004, hlm. 100.
62 Ibid., hlm. 327.
40
d. Thuma‟minah dan Sakinah
Adanya thuma‟minah dan sakinah sebagai buah dari keimanan
merupakan janji Allah SWT kepada umat manusia yang mau dengan
penuh keikhlasan membangun keimanan dalam dirinya. Hal ini terlihat
jelas pada dua firman Allah SWT dalam dua surat yang berbeda
berikut ini,
Surat ar-Ra‟du ayat 28
Artinya : “ Orang yang kembali kepada Allah ialah orang-orang
yang beriman dan tenang serta teguh hatinya karena
mengingat Allah. Ketahuilah! Karena mengingat Allah
hati menjadi tenang dan teguh (thuma‟minah).” (Q.S. ar-
Ra‟du : 28).63
Surat al-Fath ayat 4
Artinya : “ Dia (Allah) yang menurunkan jiwa sakinah (ketabahan)
ke dalam hati orang mukmin, supaya keimanan mereka
bertambah-tambah dari yang biasa....” (Q.S. al-Fath :
4).64
e. Meninggikan tenaga ma‟nawiyah manusia sehingga dapat menjadi
manusia yang berkemanusiaan tinggi dan luhur
Kadar keimanan yang sudah tinggi dari manusia akan semakin
mendekatkan hubungan manusia dengan Allah SWT sehingga Allah
63
Ibid., hlm. 373.
64 Ibid., hlm. 837.
41
SWT-lah yang selalu menjadi sumber dari segala perbuatan yang akan
dan sedang dilakukannya. Tingkat keimanan yang semakin tinggi akan
semakin membuka peluang untuk senantiasa berada di bawah dan
diberi bimbingan serta petunjuk oleh Allah SWT.
Artinya : “ Orang-orang yang beriman dan beramal sholeh itu
sesungguhnya diberi petunjuk/dibimbing oleh Tuhan
mereka dengan keimanan....” (Q.S. Yunus : 9).65
f. Mengantarkan manusia kepada kebahagiaan dunia sebelum
kebahagiaan di akhirat
Setiap amal shaleh yang mengikuti keimanan manusia akan
selalu mendapatkan perhitungan dan ganti dari Allah SWT. Balasan
tersebut tidak hanya sebatas pada balasa kehidupan yang baik semata
di dunia tetapi juga berbentuk upah yang lebih dari apa yang
dikerjakan manusia. Penjelasan mengenai janji Allah tentang
kenikmatan dari keimanan ini terlihat pada surat an-Nahl ayat 97,
Artinya : “ Barangsiapa yang berbuat kebaikan baik laki-laki
maupun perempuan dan dia dalam keadaan beriman,
sudah pasti Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan berbahagia, dan nanti akan Kami beri lagi upah
yang jauh lebih baik dari harga kerja yang mereka
lakukan.” (Q.S. an-Nahl : 97).66
65
Ibid., hlm. 306. 66
Ibid., hlm. 417.
42
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa iman
merupakan satu kesatuan antara pengakuan dalam hati yang diikrarkan melalui
lisan dan direalisasikan dengan perbuatan yang sesuai dengan syari‟at agama
(Islam) yang diimaninya. Kadar keimanan dapat bertambah dan berkurang
serta dapat diketahui secara individu berdasarkan tanda-tanda keimanan yang
dijelaskan Allah dalam firman-Nya. Keimanan yang sejati akan menjadikan
manusia mendapat bimbingan dan petunjuk dari Allah sehingga akan mudah
dalam mencapai dan mewujudkan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
43
BAB III
GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN PENGAJIAN MINGGUAN DI
MASJID AL-MUTTAQUN DESA MULYOHARJO SUKUN DALAM
MENINGKATKAN KEIMANAN
A. PROFIL UMUM JAMA’AH PENGAJIAN YASIN MASJID AL-
MUTTAQUN DESA MULYOHARJO SUKUN KECAMATAN PATI
1. Latar Belakang berdirinya Pengajian Yasin
Kelahiran jama‟ah Pengajian Yasin tidak dapat lepas dari sosok
K.H Abdul Wachid. Beliau adalah pengasuh dan sekaligus pendiri jama‟ah
Pengajian Yasin. Ide awal untuk mendirikan pengajian, muncul pada tahun
1990. Pada tahun tersebut, kompleksitas masalah kehidupan beragama
masyarakat setidaknya ada dua hal yang melatarbelakangi berdirinya
Pengajian Yasin. Pertama, rendahnya moralitas para pemuda pada
kehidupan keseharian mereka yang berujung pada pelanggaran norma-
norma agama.67
Kedua, sebagian besar penduduk Mulyoharjo berpendidikan
rendah, tidak tahu secara mendalam mengenai ajaran agama. Mereka
masih kuat memegang mitos-mitos yang cenderung mengarah pada
kemusyrikan. Hal ini sangat terlihat jelas saat ada orang meninggal dunia,
penduduk desa Mulyoharjo Sukun menyakini kalau orang yang sudah
meninggal dunia, sebelum 41 hari arwahnya masih berada disekitar
rumahnya. Mereka yang masih hidup atau sanak keluarga yang ditinggal
67
Wawancara dengan Bapak K.H. Abdul Wachid di Masjid Al-Muttaqun pada tanggal 23
Agustus 2010.
44
membuat sesaji yang diletakkan di depan atau di samping rumah guna
memberi makan si arwah.68
Selain itu juga ada tradisi saat ada gerhana Matahari ataupun
gerhana Bulan, seluruh penduduk harus keluar rumah. Mereka keluar
rumah dengan membawa peralatan dapur untuk dipukul-pukul supaya
menimbulkan suara bising. Suara bising dari peralatan dapur itu dipercayai
untuk membangunkan semua makhluk-makhluk yang sedang tidur, supaya
mereka juga turut menyaksikan kalau sedang ada gerhana Matahari atau
Gerhana Bulan. Kepercayaan mereka, kalau ada orang yang tertidur saat
ada gerhana matahari atau gerhana supaya tidak terlanjur tidur atau dengan
kata lain menginggal akibat dijahili oleh betorokolo.69
Untuk mengatasi permasalahan agama tersebut, kemudian K.H
Abdul Wachid Aktif dalam tausiyah-tausiyah yang dilakukannya setelah
sholat fardu. Ada salah satu jama‟ah yang mengusulkan kalau tausiyah-
tausuyah ini dibuat dengan mendirikan pangajian. Para jamaah yang
lainpun setuju dengan usulan salah satu jama‟ah tersebut. Tepatnya pada
tanggal 18 juni 1992 Pengajian Yasin dibentuk.70
2. Pengurus Jama‟ah Pengajian Yasin
Nama pengurus dan bagan struktur Jama‟ah Pengajian Yasim
Masjid Al-Muttaqun secara lengkap adalah sebagai berikut :71
68
Wawancara dengan Bapak K.H. Abdul Wachid di Masjid Al-Muttaqun pada tanggal
23 Agustus 2010.
69 Wawancara dengan Bapak K.H. Abdul Wachid di Masjid Al-Muttaqun pada tanggal
23 Agustus 2010.
70 Wawancara dengan Bapak K.H. Abdul Wachid di Masjid Al-Muttaqun pada tanggal
23 Agustus 2010.
71 Wawancara dengan Bapak K.H. Abdul Wachid di Masjid Al-Muttaqun pada tanggal
23 Agustus 2010.
45
DAFTAR PENGURUS JAMA’AH PENGAJIAN YASIN DESA
MULYOHARJO SUKUN
Pelindung/Pembina : Kepala Desa Mulyoharjo Bapak Syahid
K.H Drs. Asyhari Bowo
Drs. Yamin Mintarso
Ketua : K.H Abdul Wachid
Wakil Ketua : Ustadz Sukarwi
Sekretaris : Baedlowi
Bendahara : Kamurjo
Seksi-seksi
1. Kebersihan : Diah Syafaatun
Muhammad Fahrurozzi
Nur Kholis
Pujo Prasetyo
Ali Imron
2. Pembangunan : Sunarto
Joko
Achmad Zubaidi
Suwito
3. Perlengkapan : Sri Wahyuni
Achmad Zainuddin
4. Konsumsi : Sutriman
Fakih Farunnisa
Sri Hattanti
Adapun bagan struktur pengurus jamaah Pengajian Yasin
sebagaimana kita lihat dibawah ini. Dalam melaksakan tugas masing-
46
masing pengurus mempunyai peran tersendiri-sendiri. Garis panah yang
berarti garis pembinaan pada yang di Tingkat dibawahnya. Garis lurus
menrupakan jalur instruksi yang dilakukan oleh pengurus. Sedangkan
garis putus-putus adalah garis koordinasi yang dilakukan oleh pengurus
jama‟ah Pengajian Yasin.
BAGAN
STRUKTUR ORGANISASI
JAMA’AH PENGAJIAN YASIN MASJID AL-MUTTAQUN
Keterangan Garis :
: Jalur Pembinaan
: Jalur Instruktif
: Jalur Koordinatif
PEMBINA
PELINDUNG
KETUA
WK. KETUA
SEKRETARIS BENDAHARA
SEKSI
KEBERSIHAN
SEKSI
PEMBANGUNAN
SEKSI
PERLENGKAPAN
SEKSI
KONSUMSI
47
3. Pelaksanaan Jama‟ah Pengajian Yasin
Pelaksanaan Jama‟ah Pengajian Yasin yang diadakan setiap satu
minggu sekali di Masjid Al-Muttaqun Desa Mulyoharjo Sukun pada hari
Jum‟at jam 13.30 sampai 16.30 WIB.72
4. Pengasuh Atau Pembimbing Jama‟ah Pengajian Yasin.73
Pengasuh ataupun pembimbing jama‟ah Pengajian Yasin ada 4
narasumber yaitu :
- K.H Abdul Wachid
- Drs. K.H Asyhari Bowo
- Ustadz Sukarwi
- Hj. Ibu Ruslan
5. Materi Pengajian
Proses inti dari Pengajian ini terbagi menjadi dua bagian dan
memiliki beberapa bacaan yang harus diamalkan oleh jamaah. Bagian
pertama adalah Pengajian dengan membaca bacaan-bacaan kalimah
thayibah dan bagian kedua adalah Mauidlah Hasanah yang di sampaikan
oleh pembimbing atau pengasuh Pengajian Yasin dengan memberikan
tausiyah-tausiyah. Urut-urutan bacaan tersebut adalah sebagai berikut : 74
Hadlarah
1) Nabi Muhammad Saw dan keluarganya.
72
Wawancara dengan Bapak Drs. K.H. Asyhari Bowo di Masjid Al-Muttaqun pada
tanggal 29 September 2010.
73 Wawancara dengan Bapak Drs. K.H. Asyhari Bowo di Masjid Al-Muttaqun pada
tanggal 29 September 2010.
74 Wawancara dengan Bapak Drs. K.H. Asyhari Bowo di Masjid Al-Muttaqun pada
tanggal 29 September 2010.
48
2) Para Sahabat Nabi.
3) Para Wali
4) Para Alim Ulama‟
5) Kaum muslim dan muslimat
Sholawat Nariyah sebanyak 3 (Tiga) kali
Membaca surat yasin sebanyak 1 (kali) kali
Mauidlah Hasanah
Mauidlah hasanah atau penyampaian pesan-pesan yang baik
dilakukan oleh para pembimbing pengajian adapun jadwal dari pengajian
itu sendiri adalah sebai berikut.75
a. Jum‟at Pahing di bimbing oleh K.H Abdul Wachid
b. Juma‟at Wage di bimbinng oleh Drs. K.H Asyahari Bowo
c. Juma‟at Pon dibimbing Oleh Ustadz Sukarwi
d. Juma‟at Legi dibimbing oleh Hj. Nyai Ruslan
e. Jum‟at kliwon dibimbing oleh K.H Abdul Wachid
B. Deskripsi Aktifitas Jama’ah Pengajian Yasin dalam Meningkatkan
Keimanan
a. Pemahaman tentang Ahlussunnah wal Jama‟ah
Jawa dan kejawen seolah tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.
Kejawen bisa jadi merupakan suatu sampul atau kulit luar dari beberapa
ajaran yang berkembang di Tanah Jawa, semasa zaman Hinduisme dan
Budhisme. Dalam perkembangannya, penyebaran Islam di Jawa juga
75
Wawancara dengan Bapak Drs. K.H. Asyhari Bowo di Masjid Al-Muttaqun pada
tanggal 29 September 2010.
49
dibungkus oleh ajaran-ajaran terdahulu, bahkan terkadang melibatkan
aspek kejawen sebagai jalur penyeranta yang baik bagi penyebarannya.
Pemahaman tentang ajaran-ajaran Agama Islam terkadang
mengalamai masalah takkala manusia dalam hidupnya banyak tuntutan,
sehingga menjadikan manusia lupa akan tujuan awal penciptaannya.
Kebutuhan duniawi seolah menjadi fokus utama yang harus dikerjakan dan
dipenuhi terlebih dahulu. Sehingga tidak mengherankan jika terlihat
banyak manusia yang telah melupakan statusnya sebagai makhluk Tuhan.
Bahkan banyak di antara mereka yang lepas kendali dan mengalami
depresi akibat menuruti keinginan untuk memenuhi kebutuhan duniawi
yang mengantarkannya pada kesulitan hidup.76
Pengaruh dari budaya modernisasi menjadi andil tersendiri dalam
menciptakan masyarakat yang kebal akan tuntutan hari akhir. Hal ini bisa
dilihat dari pengamalan agama pada kehidupan sehari-hari mereka, yang
cenderung mengarah pada kemaksiatan. Meskipun demikian, peran serta
ulama dan tokoh-tokoh masyarakat bisa mengurangi degradasi keimanan
yang dialami oleh umat muslim secara keseluruhan.77
Pada Pemahaman keagamaan yang riil di alami masyarakat
pedesaan pada umumnya hanya sebatas tahu di “covernya” saja. Kalau kita
mau menilik secara komprehensif pemahaman keagamaan pada
masyarakat pedesaaan sebenarnya lebih condong pada aliran Jabariah yang
menitik beratkan semua aktifitas atau kegiatan yang ada di dunia ini sudah
ditentukan oleh Allah SWT. meskipun masyoritas penduduk muslim di
Indonesia berpahamkan aliran Ahlussunnah wal Jama‟ah.
Berdasarkan penelitian yang kami angkat tentang paham
Ashlussunah pada masyarakat pedesaan kususnya, yang mengikuti
76
Moh Rifa‟i, Pelajara Ilmu Tauhid, pelita Karya, Jakarta, 1971, hlm. 17
77 Ibid.
50
jama‟ah Pengajian Yasin di Desa Mulyoharjo Sukun Pati. Berdasarkan
hasil jawaban angket yang telah disebar dan diterima kembali oleh penulis
dapat diketahui pemahaman tentang aliran Ahlussunnah wal Jama‟ah pada
Jama‟ah Pengajian Yasin masih minim.
Tabel 1
Pengetahuan Tentang Paham Ahlussunnah wal Jama’ah
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Mengerti 5 16,6%
b. Tidak Mengerti 25 83,3%
Pengetahuan asal-usul paham Ahlussunnah wal Jama‟ah juga
masih minim, dari 30 responden 25 orang menyatakan bahwa mereka tidak
mengetahui asal-usul paham Ahlussunnah wal Jama‟ah, sedangkan 5
orang sisanya mengetahui tentang asal-usul paham Ahlussunnah wal
Jama‟ah.
Tabel 2
Pengetahuan Asal-usul Paham Ahlussunnah wal Jama’ah
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Mengerti 5 16.6%
b. Tidak Mengerti 25 83.3%
Meskipun mayoritas penduduk Indonesia berpaham Ahlussunnah
wal Jama‟ah khususnya pada masyarakat Mulyoharjo Sukun, pemahaman
mereka tentang ajaran Ahlussunnah wal Jama‟ah ternyata juga masih
minim. Hal ini jauh dari persepsi awal penulis, awalnya kami menganggap
bahwa mereka mengetahui tentang ajaran-ajaran paham Ahlussunnah wal
Jama‟ah, akan tetapi setelah mendapat jawaban dari hasil angket yang
kami sebar dan telah kami terima kembali ternyata berbeda. Dari 30
51
responden yang menjawab tahu dengan ajaran hanya 5 orang. 19 orang
menjawab tidak tahu sama sekali sedangkan 6 orang sisanya menjawab
sedikit tahu.
Tabel 3
Pemahaman Ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Ya 5 16.6%
b. Tidak 19 63.3%
c. sedikit tahu 6 20%
Pengetahuan mereka tentang tokoh-tokoh Ahlussunnah wal Jama‟ah
juga menunjukkan hal yang sama dengan pemahaman mereka tentang
ajaran Ahlussunnah wal Jama‟ah. Kalau saja mereka mengetahui tentang
ajaran yang di bawa oleh paham Ahlussunnah wal Jama‟ah tentu juga
mereka akan mengetahui tokoh-tokoh Ahlussunnah wal Jama‟ah. Dari 30
responden yang menjawab tahu dengan ajaran hanya 5 orang. 19 orang
menjawab tidak tahu sama sekali sedangkan 6 orang sisanya menjawab
sedikit tahu.
Tabel 4
Pengetahuan tentang Tokoh-tokoh Ahlussunnah wal Jama’ah
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Tahu 5 16.6%
b. Tidak tahu 19 63.3%
c. Sedikit Tahu 6 20%
Peran dari tokoh-tokoh agama dan para kiyai bisa jadi merubah
mainset dari jama‟ah Pengajian Yasin. Meskipun secara spesifik pada
Pengajian Yasin tidak membahas secara khusus tentang paham-paham
didalam agama islam. Dari jawaban angket Jama‟ah Pengajian Yasin yang
ditunjukan pada tabel 3 dan 4. Mereka tidak tahu secara pasti apa itu
ajaran dan tokoh-tokoh dari Ahlussunnah wal Jama‟ah. Akan tetapi,
52
mayoritas responden menjawab kalau Ajaran Ahlussunnah wal Jama‟ah
adalah ajaran dari Nabi Muhammad SAW.
Tabel 5
Pemahaman Ajaran Ahlussunnah Wal Jam’ah Sebagai Ajaran Nabi
Muhammad SAW
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Ya. Yakin 26 86.6%
b. Tidak yakin 2 6.6%
c. Kurang Yakin 2 6.6%
Tanpa mereka sadari, corak pemahaman para jama‟ah Pengajian
Yasin tentang aliran-aliran di dalam agama Islam lebih condong berpaham
pada aliran Jabariyah. Mereka menyakini kalau segala sesuatu itu sudah
ditentukan oleh Allah SWT. Meskipun pada kenyataannya mereka tidak
tahu aliran-aliran apa saja yang ada didalam agama islam selain paham
Ahllussunah wal Jama‟ah. Hal ini bisa dilihat dari jawaban mereka
sebagimana terlihat pada tabel 6 :
Tabel 6
Pengetahuan tentang Aliran-Aliran di dalam agama Islam selain
Ahlussunnah wal Jama’ah
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Ya 2 6.6%
b. Tidak 28 93.3%
Para jamaah Pengajian Yasin pada umumnya mendengar kata
Ahlussunnah wal Jama‟ah sejak usia dewasa.
Tabel 7
Mendengar kataAhlussunnah pada masa:
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Sejak Kecil (5-15 tahun) 2 6.6%
53
b. Sejak Remaja (15-25 tahun) 4 13.3%
c. Sejak Dewasa (25-50 tahun) 24 80%
d. Belum Pernah Mendengar 0 0%
Peran kiyai dan ulama dalam menyampaikan ajaran-ajaran agama
adalah hal yang sangat penting. Para jama‟ah pegajian yasin pada umunya
yang memperkenalkan paham Ahlussunnah wal Jama‟ah adalah dari kiyai.
Tabel 8
Yang Memperkenalkan paham Ahlussunnah wal Jama’ah
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Orang Tua 3 10%
b. Kiyai 25 83.3%
c. Belajar Sendiri 2 6.6%
Meskipun para jama‟ah tidak memahami paham Ahllussunah wal
Jama‟ah, ternyata tidak ada pengaruhnya pada kehidupan keseharian
mereka. Hal ini bisa dilihat dari jawaban angket sebagai berikut:
Tabel 9
Pengaruh Pemahaman Ahlussunnah wal Jama’ah pada Kehidupan
Sehari-hari
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Berpengaruh 4 13.3%
b. Tidak Berpengaruh 26 86.6%
Menurut Jama‟ah pengajian mingguan Yasin, pemahaman tentang
madzab-madzab didalam agama Islam tidak sebegitu penting. Hal ini Bisa
dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 10
Seberapa Penting Mengetahui madzab-madzab di dalam agama islam
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
54
a. Penting 3 10%
b. Tidak Penting 27 90%
b. Kondisi Keimanan Jama‟ah Pengajian Yasin
Sebagai seorang muslim mengetahui bahwa yang paling berharga di
dunia ini sebenarnya adalah iman. Maka perawatan dan pemeliharaan mutu
iman, semestinya diutamakan, sebelum menjaga dan merawat yang lainnya.
Karena punya apapun di dunia ini tidak akan pernah memiliki nilai apa-apa
jika tidak diiringi keimanan yang tinggi. Dorongan untuk melaksanakan
ibadah pada jama‟ah Pengajian Yasin setelah mereka ikut serta dalam
pengajian mingguan di masjid Al-Muttaqun bisa dilihat pada tabel di
bahwah ini:
Tabel 1
Dorongan untuk Melaksanakan Ibadah
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Ya 30 100%
B. Kadang-kadang 0 0 %
c. Tidak pernah 0 0%
Setelah mereka bersemangat dalam melaksakan ibadah, tidak
ketinggalan sholatpun mendapat perioritas utama yang menjadi pengerjaan
ibadah mereka. 30 responden menjawab rutin menjalankan sholat 5
waktu. Bisa kita lihat pada tabel berikut :
Tabel 2
Aktifitas Menjalankan Shalat Lima Waktu
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Ya 30 100 %
B. Kadang-kadang 0 0%
55
c. Tidak pernah 0 0%
Ibadah puasa sebulan penuh juga menjadi cermin kadar keimanan
mereka. Bisa di lihat pada tabel berikut :
Tabel 3
Aktifitas Menjalankan Puasa Ramadhan Sebulan Penuh
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Ya 30 100 %
b. Tidak Penah 0 0%
c. Kadang-kadang 0 0%
Selain pada tingkatan pelaksanaan ibadah, perubahan yang sangat
menonjol juga terjadi pada tingkatan kepercayaan terhadap jimat dan juga
memudarnya penyakit hati di dalam diri jama‟ah Pengajian Yasin setelah
mengikuti kegiatan Pengajian. Gambaran perubahan tersebut dapat
dijelaskan melalui tabel-tabel berikut.
Tabel 4
Percaya Pada Benda-Benda yang Mempunyai Kekuatan Gaib
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Ya 0 0 %
b. Tidak 30 100%
c. Kangan-kadang 0 0%
Mereka menyakini kalau dengan bertaqwa kepada Allah SWT bisa
mengatasi segala macam problema dalam hidup. Hal ini bisa kita liat dari
jawaban para responden pada tabel berikut:
Tabel 5
Keimanan dan Ketaqwa’an Pada Allah SWT Bisa Mengatasi
Berbagai Masalah
56
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Ya 30 100 %
b. Tidak 0 0 %
c. Kadang-kadang 0 0%
Meskipun belum mencapai hasil maksimal (100%), hasil yang
ditunjukkan dari keikutsertaan dalam kegiatan Pengajian Mingguan Yasin
terkait dengan membaca Al-qur‟an sehabis mengerjakan sholat, mayoritas
responden menjawab selalu membaca al-quran sehabis shalat.
Tabel 6
Membaca Al-Qur’an Sehabis Shalat
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Ya 26 86.6%
b. Tidak Pernah 2 6.6%
c. Kadang-kadang 2 6.6 %
Keimanan manusia akan bertambah manakala seseorang mengingat,
memuji, serta bertasbih kepada Allah dan ketika mendengar lafal Allah
hati mereka bergetar. Hal ini sesuai dengan jawaban responden yang
menjawab, hati mereka bergetar ketika mendegar lafal Allah.
Tabel 7
Mendengar lafal Allah hati bergetar
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Ya 28 93.3%
b. Tidak Pernah 0%
c. Kadang-kadang 2 6.6 %
57
Disaat kita mengalami terpaan dalam hidup, banyak jalan untuk
meredam kegundahan itu. Bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah
adalah salah satu jalannya. Dengan mengerjakan sholat hati yang semula
gelisah menjadi tenang.
Tabel 8
Perasaan setelah melaksanakan shalat
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Tenang 30 100%
b. Cemas 0 0%
c. Biasa Aja 0 0%
Adanya keimanan yang baik dalam diri manusia akan
menyadarkannya bahwa yang patut disembah dan ditakuti hanyalah Allah
SWT, sedangkan pada sesama makhluk ciptaan Allah SWT tidak layak
manusia merasa takut dan bersembah sujud. Hasil angket menunjukkan
bahwa Jama‟ah Pengajian Yasin tidak pernah menyekutukan Allah SWT
dengan yang lainnya.
Tabel 9
Menyekutukan Allah dengan Yang Lain
Pilihan Jawaban Frekuensi Prosentase
a. Ya 0 0%
b. Tidak Pernah 30 100%
c. Kadang-kadang 0 0 %
58
BAB IV
ANALISIS PEMAHAMAN AHLUSSUNAH WAL JAMA’AH
A. Pemahaman Ahlussunah Wal Jama’ah Pengajian Yasin
Agama sering dipahami sebagai sumber gambaran-gambaran yang
sesungguhnya tentang dunia ini, sebab ia diyakini berasal dari wahyu yang
diturunkan untuk semua manusia. Namun, dewasa ini, agama kerap kali
dikritik karena tidak dapat mengakomodir segala kebutuhan manusia, bahkan
agama dianggap sebagai sesuatu yang “menakutkan”, karena berangkat dari
sanalah tumbuh berbagai macam konflik, pertentangan yang terus meminta
korban. Kemudian sebagai tanggapan atas kritik itu, orang mulai
mempertanyakan kembali dan mencari hubungan yang paling otentik antara
agama dengan masalah-masalah kehidupan sosial budaya kemasyarakatan
yang berlaku dewasa ini.
Teologi Islam, dalam tradisi keilmuan Islam dikenal dengan Ilmu
Kalam. Ada alasan mengapa ilmu ini disebut sebagai Ilmu Kalam, antara lain
karena di dalamnya “Tuhan” atau “keimanan kepada Tuhan” berada dalam
perbincangan atau pembicaraan (kalam) dan ada pula karena dalam ilmu ini
kalam Tuhan menjadi pembahasan. Akan tetapi terdapat pula kenyataan
bahwa perbedaan pendapat dalam aliran-aliran kalam itu bukan hanya
disebabkan oleh perbedaan pemahaman terhadap kalam Tuhan (al-Quran).
Tetapi al-Quran memang dijadikan dasar ketika mereka berargumentasi
(berpikir).
Inti dari iman disamping meyakini keberadaan sang Khalik, iman bisa
berfungsi untuk membenarkan pemahan agama dengan cara beriman dengan
apa yang telah di perintahkan agama. Kiranya suatu keniscayaan tentang
konsep teologi Islam, bila tidak membenahi pemahaman yang selama ini
masih berkutat pada teologi konservatif-tradisional berganti dengan rasional-
praktis. Dan lebih menekankan nilai-nilai praktis dalam kehidupan beragama,
59
sehingga pada akhirnya bisa terwujud pribadi paripurna yang selama ini
diidam-idamkan.
Dalam kehidupan bernegara, tidak bisa dipisahkan adanya peranan
agama, hal ini sesuai citra manusia sebagai mahluk sosial yang bukan hanya
saling membutuhkan pada sesama, tetapi lebih dari itu, yakni pada sang
Khalik. Begitu pentingnya agama Islam mengatur kehidupan umat menusia
dalam segala aspek kehidupan, yang pada akhirnya agama bukan hanya
mengatur kehidupan umat manusia, tetapi lebih concern memperbaiki dan
mendidik moralitas bangsa.
Kehadiran Jama‟ah Pengajian Yasin disamping mendekatkan dan
mengenal Allah juga bisa dijadikan sebagai tolok ukur didalam mencerdaskan
kehidupan masyarakat. Berbagai pesan yang di sampaikan lewat mauidlah
hasanah, memberikan dampak yang sangat besar di tengah-tengah kegaulan
akan ketenangan jiwa pada masyarakat Mulyoharjo. Indikasi tersebut dapat
diketemukan pada dua “ritual” yang menjadi indikator penting dalam proses
Pengajian yang berpotensi dalam meningkatkan keimanan jama‟ah, yakni
mauidlah hasanah dan dzikir.
Kehadiran dan keberadaan Pengajian Yasin di tengah kealpaan
manusia akan keimanan kepada Tuhan, menurut penulis memiliki relevansi
untuk membangun kembali budaya ikhtiyar dan tawakkal di kalangan umat
manusia. Melalui mauidlah hasanah, para jama‟ah diberi pengetahuan secara
teoritis tentang bagaimana cara menghadapi hidup dan kehidupan. Hal ini
terlihat dari materi-materi pesan yang isinya berhubungan dengan cara-cara
menghadapi masalah dan cobaan hidup dalam konteks Islam, cara mensyukuri
nikmat, hingga yang berkaitan kedudukan dan manfaat ibadah dalam
kehidupan manusia. Adanya pesan tersebut paling tidak, menurut penulis,
akan mampu mempengaruhi cara pandang dan respon para jama‟ah terhadap
permasalahan hidup dan ibadah dalam kehidupannya.
60
Terlebih lagi kehadiran sosok K.H. Abdul Wachid dapat berfungsi
sebagai tauladan dari kesuksesannya dalam melaksanakan apa yang beliau
sampaikan kepada para jama‟ah. Sehingga nantinya para jama‟ah akan
termotivasi untuk melakukan pesan-pesan dakwah dengan harapan mampu
meniru “kesuksesan” hidup yang telah dialami oleh K.H. Abdul Wachid.
Meskipun sebagian besar para Jama‟ah Pengajian tidak mengerti
tentang paham Ahlussunah Wal Jama‟ah, hal ini tidak lantas menyurutkan
ketaqwaan mereka pada sang pencipta. Bagi jama‟ah Pengajian Yasin
pemahaman tentang ajaran-ajaran di dalam agama Islam adalah hal yang
nomor dua. Yang terpenting menurut para jama‟ah Pengajian Yasin, adalah
tindakan atau pengamalan.
Menurut penulis ketidaktahuan mereka tentang paham-paham di dalam
agama islam disebabkan karena beberapa faktor;
1. Pendidikan masyarakat yang masih rendah menyebabkan keenganan
berfikir dan tidak mau menerima hal-hal yang bersifat baru.
2. Kultur dari masyarakat pedesaan yang pasif sehingga mereka tidak mau
mencari apa-apa yang belum mereka ketahui.
3. Tidak adanya pengajian atau sebuah majelis yang membicarakan secara
khusus tentang paham/madzhab dalam agama islam.
B. Peranan Pengajian Yasin dalam Meningkatkan Keimanan Jama’ahnya
Zaman yang serba materialistis seperti saat ini, menuntut manusia
untuk menghadapinya dengan pikiran yang matang dan dengan kehidupan
rohaniah yang tinggi. Pada zaman ini juga dikatakan sebagai zaman hawa
nafsu yang besar, sehingga menuntut manusia harus menghadapinya dengan
kerinduan yang membara dan dengan memelihara kecenderungan naluriah
yang wajar. Dengan demikian sebagai penghuni dunia kita harus mampu
mengendalikan diri kita di atas tuntutan norma-norma yang Islami.
61
Seiring dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju,
namun moral dan etika yang mengalami krisis, mengakibatkan manusia
dihadapkan pada berbagai dilema dalam kehidupannya. Dalam hal ini manusia
hidup tidak tenang, stress, depresi, kalut sehingga timbullah penyakit fisik dan
psikologis yang menyebabkan jauh dari Allah SWT. Dalam menghadapi
berbagai ancaman tersebut, maka manusia berusaha untuk memperoleh
ketenangan dengan mendekatkan diri pada sang Pencipta.
Problematika individu dengan Tuhannya ialah kegagalan seseorang
melakukan hubungan interaksi vertikal dengan Tuhannya, seperti sangat sulit
untuk mengendalikan rasa takut, rasa taat, dan rasa bahwa dia selalu
mengawasi perbuatan dan perilaku setiap individu, sehingga berdampak pada
rasa malas dan enggan melakukan ibadah dan sulit untuk meninggalkan
perbuatan-pebuatan yang dilarang dan dimurkai Tuhannya.
Dekadensi iman yang dialami umat manusia sekarang ini, dapatlah
diobati dengan cara mengingat Allah dan mengamalkan semua ajaran-ajaran
agama islam . Menurut Moh. Rifa‟i, ada dua jalan untuk menumbuhkan
keimanan yang bermula dari pengenalan manusia terhadap Allah yaitu dengan
menggunakan akal pikiran serta dengan mengenal dan mengamalkan
(menyebut) nama-nama Allah (dzikrullah).78
Maksud dari penggunaan akal pikiran sebagai jalan menumbuhkan
keimanan adalah difungsikannya akal fikiran manusia sesuai dengan
fungsinya yakni menanggapi, mengenali, mengenangkan, memperhatikan, dan
memikirkan untuk mempelajari dan mengenal Allah melalui segala kehendak-
Nya. Idealnya, melalui akal, segala kehendak Allah baik yang berbentuk
nikmat maupun cobaan yang diketahui atau bahkan dialami oleh manusia
haruslah menjadi bahan perenungan dan pemikiran tentang kebesaran Allah.
Keengganan manusia dalam mempergunakan akal dalam usaha mengenal dan
mendekati Allah akan menjadikan manusia lebih hina dari binatang.
78
Moh Rifa‟i, Pelajara Ilmu Tauhid, pelita Karya, Jakarta, 1971, hlm. 14-17.
62
Perpaduan penambahan pengetahuan ajaran agama Islam dan dzikir
juga menunjukkan bahwasanya dalam menumbuhkembangkan keimanan
jama‟ah, K.H. Abdul Wachid melalui Pengajian Mingguan memfokuskan
pada pengisian akal dan jiwa. Akal diisi dengan pengetahuan agama serta
dilatih untuk digunakan sebagai alat instropeksi diri. Sedangkan jiwa diisi,
didekatkan, dan dibiasakan dengan lantunan lafadz-lafadz thoyyibah dan
Ilahiyah.
Berkaitan dengan akal dan jiwa sebagai fokus yang harus diisi dengan
kebaikan, Syeikh Jasim bin Muhammad menjelaskan bahwa pada dua hal
itulah manusia “ada”. Melalui akal dan jiwa manusia mengendalikan seluruh
kemauan dan gerak hidupnya. Apabila akal dan jiwa manusia tersebut rusak,
rusak pulalah seluruh elemen manusia. Begitu pula sebaliknya, baik dan
berfungsinya akal dan jiwa manusia akan membentuk sosok manusia yang
baik. Oleh karenanya, pada akal dan jiwalah penyakit manusia bersumber.79
Perpaduan dzikir dan ilmu dalam meningkatkan keimanan yang
dilaksanakan dalam Pengajian Yasin menurut penulis memiliki peranan yang
sangat signifikan. Hal ini selain berdasarkan pada bukti lapangan juga
didasarkan pada pendapat Abdullah al-Wazaf dkk yang menyebutkan bahwa
ada empat jalan untuk membentuk dan meningkatkan keimanan manusia
yaitu80
:
1. Membenarkan yang ditetapkan dalam hati dengan berdasarkan ilmu.
Adanya pengetahuan yang didapat dari proses mauidlah hasanah akan
semakin menguatkan keyakinan yang telah menetap dalam hati jama‟ah
Pengajian. Sehingga akan semakin termotivasi semangat para jama‟ah
79
Lebih lanjut lihat Syeikh Jasim bin Muhammad, Jihad dan Tobat, terj. Ma‟ruf Abdul
Jalil dan Syahriel A., Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
80 Abdullah al-Wazaf, dkk., Pokok-Pokok Keimanan, terj., Tarmana A. Qasim dan Tirta,
Trigenda Karya, Bandung, 1984, hlm. 23.
63
untuk mendekatkan diri kepada Allah karena adanya pengetahuan yang
membenarkan dan menguatkan keyakinan mereka.
2. Beramal dalam hati dengan cara berdzikir dan bertafakur.
Tahap ini seperti yang telah diterapkan dalam Pengajian Mingguan yakni
dengan mengajak para jama‟ah untuk melakukan dzikrullah melalui
lantunan kalimat-kalimat thayyibah.
3. Mengucapkan dengan lidah dengan cara amar ma‟ruf nahi munkar.
Setelah para jama‟ah kuat dalam berdzikir dan memiliki pengetahuan yang
luas berkaitan dengan ajaran Islam, maka bukan tidak mungkin akan
terbuka peluang bagi para jam‟ah untuk ikut terjun dalam syiar Islam.
4. Beramal melalui anggota badan berupa pelaksanaan amal ibadah
Selain berpeluang untuk ikut terlibat dalam syiar Islam, adanya
pengetahuan dan ketetapan hati juga akan mendorong jama‟ah pengajian
untuk selalu memperbaiki amal ibadah setelah menemukan kebenaran
Islam.
Kesuksesan K.H. Abdul Wachid dalam membangun keimanan
manusia melalui kegiatan Pengajian Mingguan tidaklah datang dengan
sendirinya akan tetapi ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangannya. Menurut penulis faktor-faktor pendukung kesuksesan
Pengajian Mingguan Yasin dalam membentuk kembali keimanan jama‟ahnya
adalah sebagai berikut :
1. Kegigihan K.H. Abdul Wachid dalam melakukan bimbingan dan
pengasuhan kegiatan Pengajian Mingguan.
2. Kepiawaian pengasuh dalam mengemas kegiatan Pengajian Mingguan
yang sesuai dengan kondisi terkini.
64
3. Adanya mauidlah hasanah yang membahas masalah-masalah yang
menyangkut kehidupan masyarakat sedikit banyak mampu menjadi
informasi bagi jama‟ah Pengajian Mingguan.
4. Animo masyarakat yang begitu tinggi terhadap keberadaan kegiatan
Pengajian Mingguan.
Ajaran Pengajian Yasin mempunyai tujuan bahwa semua pengikutnya
diharapkan ber Ahklakul Karimah, hal ini bisa dilihat dari pola sikap tindakan
yang mencakup hubungan dengan Allah, sesama manusia (masyarakat) dan
dengan alam, antara lain:
1. Pola hubungan dengan Allah, seperti mentauhidkan Allah dan
menghindari syirik, bertaqwa kepada-Nya, memohon pertolongan
kepada-Nya, melalui berdo‟a, berdzikir dan bertawakkal kepada-Nya.
2. Pola hubungan manusia dengan Rasulullah yaitu menegakkan sunnah
rasul, menziarahi kuburnya, dan membacakan shalawat.
3. Pola hubungan manusia dengan dirinya sendiri , seperti menjaga
kesucian diri dari sifat tamak dan mengumbar nafsu, amar ma‟ruf nahi
mungkar, pemaaf, jujur, amanah dan merasa cukup apa yang telah
diperoleh dengan susah payah(qona‟ah)
4. Pola hubungan dengan keluarga, seperti berbakti kepada kedua orang
tua, baik dengan tutur kata, pemberian nafkah, ataupun do‟a, mendidik
istri dan anak agar terhindar dari api dan neraka
5. Pola hubungan dengan masyarakat, seperti menjunjung tinggi ukhuwah
dalam seiman dan ukhuwah kemanusiaan, saling tolong-menolong,
pemurah dan penyantun, menepati janji, saling wasiat dalam kebenaran
dan ketaqwaan.
65
Meskipun dalam kenyataannya sebagian besar para jama‟ah Pengajian
Yasin tidak memahami paham Ahlussunah wal Jama‟ah akan tetapi hal itu
tidak menyurutkan para jam‟ah Pengajian Yasin untuk melaksanakan ibadah
sehari-hari. Buktinya, dari hasil jawaban angket yang penulis sebar dan telah
penulis terima. Sebagian besar responden menjawab tidak ada pengaruhnya
didalam memahami ataupun tidak memahami paham ahlussunah wal jama‟ah
pada kehidupan keseharian para jama‟ah Pengajian Yasin.
Oleh karenanya, Pengajian Yasin memiliki peluang untuk
menumbuhkembangkan kembali keimanan para jamaah yang semula
berkurang sehingga mengalami kegelisahan hidup menjadi tumbuh dan
bertambah kuat. Logisnya, semakin sering jamaah mengikuti kegiatan
Pengajian Mingguan maka kedekatan hubungan dan kecintaan timbal balik
antara Allah dan jamaah akan kembali kuat.
66
BAB V
C. KESIMPULAN, SARAN DAN PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis dengan memperhatikan
hasil analisis data secara kualitatif pada jama‟ah Pengajian Mingguan Yasin di
Desa Mulyoharjo Sukun Kecamatan Pati Kabupaten Pati, penulis bisa menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Ahlussunah wal jama‟ah memang satu istilah yang mempunyai banyak
makna, sehingga banyak golongan dan faksi dalam islam yang mengklaim
dirinya adalah ahlussunah wal jama‟ah. Seperti yang di nyatakan Dr. Jalal
M. Musa dalam nasy‟at al-Asy‟ariyah-nya, bahwa istilah dan nama
Ahlussunah wal jama‟ah itu mempunyai pengertian yang luas sekali dan
juga mempunyai pemaknaan terbatas sekali. Yang sangat luas tersebut
mengatakan, bahwa ahlussunah wal jama‟ah ialah selain syi‟ah. Sehingga
dalam pengertian ini Mu‟tazilah, Khawarij juga masih masuk kelompok
ahlussunah. Sebaliknya, pemaknaan yang sangat terbatas mengatakan,
bahwa Ahlussunah wal jama‟ah adalah identik dengan al-Asy‟ariyah.
Diantara macam-macam pendapat yang muncul, terdapat mayoritas ulama
dan pemikiran islam mengatakan, bahwa ahlussunah wal jama‟ah itu
merupakan golongan mayoritas umat islam di dunia sampai sekarang,
yang secara konsisten mengikuti ajaran dan amalan (sunnah) Nabi
Muhammad saw dan para sahabat-sahabatnya, dan membela serta
memperjuangkan agama islam. Memang diakui, bahwa ahlussunah wal
jama‟ah ini tidak muncul dalam satu momentum saja, tetapi berkembang
dalam proses kehidupan sosial yang panjang. Melintasi banyak wilayah
geografis dan budaya yang beraneka ragam, bersentuhan berbagai macam
peristiwa politik dan kemanusiaan, bersinggungan dengan aneka macam
67
kemajuan keilmuan dan peradaban, maka cara dan visi pemahaman dan
penafsiran terhadap apa yang disebut sebagai “sunnah Nabi dan beserta
sahabatnya” (ma ana „alaihi wa ash-habiy) itu tidak mudah disatukan atau
disamakan. Untuk memahami persamaan dan perbedaan masing-masing
kelompok membutuhkan kajian tersendiri. Pemahaman tentang
Ahlussunah wal Jama‟ah menurut jama‟ah Pengajian Yasin pastilah
berbeda-beda. Hal ini dapat dipengaruhi dari pengetahuan dan daya
tangkap para jama‟ah masing-masing. Memang, didalam memahami
ahlussunah wal jama‟ah pada pengajian yasin hanya pada pendekatan
kultural saja. Untuk dapat memahami Ahlussunah wal Jama‟ah secara
utuh, tidak mungkin hanya menggunakan kultural saja, tetapi sedikitnya
menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu : pertama pendekatan
historis, kedua, pendekatan kultural dan ketiga, melalui pendekatan
doktrinal.
2. Keberadaan iman, ilmu, dan amal ketiganya menjadi mata rantai yang
harus sinergi. Oleh karena itu, ketiganya tampil menjadi mainstream dalam
sebuah pemahaman agama. Akan sulit kiranya sebuah pemahaman jika
iman hanya disandarkan pada kesalehan vertikal, tanpa dibarengi dengan
kesalehan amal. Sebetulnya inti dari iman disamping meyakini keberadaan
sang Khalik, iman bisa berfungsi untuk membenarkan pemahan agama
dengan cara beriman dengan apa yang telah di perintahkan agama. Setelah
itu, kita bisa mengetahui subtansi agama itu sendiri. Iman, atau akidah
merupakan masalah pokok atau fundamental dalam Islam. Ia menjadi titik
tolok peri kehidupan orang islam. Tegakmya, aktifitas keislaman dalam
kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu
memiliki akidah yang kokoh atau menunjukkan kadar kualitas iman yang
ada dalam dirinya. Oleh karena iman bersegi teoritis dan ideal, maka untuk
dapat diketahui hanyalah dengan bukti-bukti lahiriyah dalam kehidupan
sehari-hari, baik kehidupan individu maupun kehidupan sosial. Iman
merupakan landasan pokok bagi kehidupan manusia. Tinggi rendahnya
68
nilai iman akan memberikan corak pada kehidupan, atau dengan kata lain,
tinggi rendahnya nilai kehidupan tergantung pada iman atau akidah yang
dimiliki. Sebab itulah, kehidupan pertama dalam islam dimulai dengan
landasan iman. Kadar keimanan seseorang merupakan neraca yang akan
membawanya pada kebahagiaan yang kekal, atau akan membawanya
kepada kesengsaraan yang kekal; sebagaimana akan membawanya
kedalam surga atau kedalam neraka. Oleh karena itu iman merupakan
suatu keharusan bagi setiap orang yang mempunyai akal pikiran untuk
mempertahankan dan memelihara iman itu dalam kualitasnya yang tinggi.
Dengan merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
mencapai kebahagiaan, ketentraman dan kesenangan hati. Pelaksanaan
Pengajian Mingguan Yasin di Desa Mulyoharjo Sukun Kecamatan Pati
Kabupaten Pati adalah cara yang paling efektif dalam meningkatkan
keimanan yang berimplikasi pada implementasi kehidupan keseharian
mereka yang selalu mengerjakan kebajikan.
B. Saran-saran
Masalah keimanan merupakan masalah yang mendasar dalam proses
kehidupan, karena keimanan juga memerlukan bimbingan yang mempunyai
tujuan selaras, yaitu untuk membantu masyarakat meningkatkan keimanan dan
meningkatkan kualitas iman dalam rangka mencapai tujuan hidup yang dunia
hasanah, akhirat hasanah.
Oleh karena itu perlu adanya usaha-usaha yang mendukung ke arah
terwujudnya peningkatan keimanan, pengasuh pengajian harus mampu
memberikan pemahaman dan pengarahan dalam rangka usaha mencapai
keimanan yang sempurna kepada Allah SWT dan tercapai tujuan kegiatan
Pengajian Mingguan sesuai dengan yang diharapkan.
1. Saran Bagi Pengasuh dan Pembimbing Jama‟ah Pengajian Yasin
Pengasuh dan pembimbing selalu berada dalam hubungan yang erat
dengan jamaah Pengajian Mingguan, di mana banyak mempunyai
kesempatan untuk mempelajari jama‟ah, dan pembimbing Pengajian
69
Mingguan Yasin hendaknya selalu memberi siraman batiniah kepada
jamaahnya dengan pelayanan dan motivasi yang sebaik-baiknya, dengan
metode penyampaian yang mampu membuat masyarakatnya selalu terus
dan istiqomah mengikuti kegiatan Pengajian Mingguan yang sudah lama
dilaksanakan sebagai bentuk pelestarian kegiatan keimanan.
Pembimbing harus mampu memanfaatkan setiap kesempatan untuk
membantu, memberi pemahaman dan pengertian keimanan yang
diperlukan agar dapat dengan mudah dipahami oleh masyarakat Desa
Mulyoharjo Sukun sebagai jamaah Pengajian Mingguan Yasin.
Pembimbing Jama‟ah Pengajian Yasin hendaknya memberikan
pengajaran konsep ahlussunah wal jamaa‟ah bukan hanya dalam dataran
kultural saja, akan tetapi dalam segala aspek sudut pandang supaya
pemahaman ahlussunah wal jamaa‟h pengajian Yasin mendapatkan
wawasan yang utuh tentang paham ahlussunah wal jama‟ah.
2. Saran Bagi Jamaah Jama‟ah Pengajian
Disarankan agar lebih efektif dalam mengikuti kegiatan Pemgajian
Mingguan dan secara aktif memberikan motivasi kepada sesama jamaah,
saling ingat mengingatkan, berkonsultasi dengan guru-guru pembimbing,
demi kemajuan bersama dalam kegiatan Pengajian Mingguan khusunya
peningkatan keimanan individu sebagai jamaah Pengajian Yasin dan
umumnya peningkatan keimanan masyarakat Desa Mulyoharjo Sukun
Pati.
C. Penutup
Akhirnya dengan selesainya penulis menarik kesimpulan dan
memberikan saran-saran, selesai sudah uraian skripsi ini, harapan penulis
semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis sendiri, bagi para pembaca, dan
khususnya dalam tindak lanjut penelitian berikutnya. Amien.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah al-Wazaf, dkk., Pokok-Pokok Keimanan, terj. Tarmana A. Qasim dan Tirta,
Trigenda Karya, Bandung, 1984.
Abdul Mun’im Al-Hafni, Ensiklopedia, terj. Muhtarom, Lc, Dpl, Grafindo Khazanah
Ilmu, Jakarta, 2006.
Abdul Razaq bin Thahir bin Ahmad Ma’asy, Al jahl bin Masail Al I’tiqad wa Hukmuhu,
Terj. Asep Saefullah FM, Pustaka Azzam, Jakarta, 2001.
Any Sulystiarini, Peranan Rutinitas Mujahadah Selapanan Dalam Meningkatkan
Keimanan, Skripsi (Fakultas Ushuluddin, Institi Agama Islam Negeri Semarang), 2007.
Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 1999.
A. Malik Ahmad, Aqidah Pembahasan Mengenai Allah dan Takdir, al-Hidayah, Jakarta,
1980.
Abdul Rozak, dkk, Ilmu Kalam, CV. Pustaka Setia, Bandung, Cet. II 2006.
Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, Duta Grafika, Semarang, 1991.
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/pentafsir al-Qur’an, Jakarta, 1989.
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI-Press,
Jakarta, 1986.
Halimuddin, Kembali kepada Aqidah Islam, Rineka Cipta, Jakarta, Cet. 1. 1990.
H. Supan Kusumamiharja, dkk, Studia Islamica, Giri Mukti Pusaka, Jakarta, 1985.
H.A. Ludjito, Keimanan dan Ketaqwaan sebagai Landasan Pembangunan Manusia
Indonesia Seutuhnya, Laporan Penelitian Individual, IAIN Walisongo, 1995/1996.
Joko P. Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta,
1991.
Komaruddin Hidayat, Menafsirkan Kehendak Tuhan, Teraju, Jakarta, cetakan II, 2004.
Kahar Masyhur, Membina Islam dan Iman, Kalam Mulia, Jakarta, 1988.
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000.
Moh Rifa’i, Pelajaran Ilmu Tauhid, pelita Karya, Jakarta, 1971.
Muslim Nurdin, Moral Dan Kognisi Islam, Bandung: CV. ALVABETA, 1995.
Munawar Chalil, Definisi dan Sendi Agama, Bulan Bintang, Jakarta, Cet 1, 1970.
Pahmi Haur, http://khzem.blogspot.com/2009/03/sejarah-munculnya-istilah-ahli-
sunah.html, diakses pada tanggal 27 agustus 2010, jam 15.30 WIB.
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,
Jakarta, 1992.
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Andi Offset, Yogyakarta, 1992.
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta, 2004.
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1998.
Syeikh Jasim bin Muhammad, Jihad dan Tobat, terj. Ma’ruf Abdul Jalil dan Syahriel A.,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997.
T.M. Hasbi Ash-Shidiqy, Al-Islam, Bulan Bintang Jakarta, Cet 1 (ed. Kedua), 1998.
Yusuf al-Qardhawy, Iman dan Kehidupan, terj. Fachruddin H.S., Bulan Bintang, Jakarta,
1993.
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Syarah ‘Aqidah Ahlussunah wal Jama’ah, terjemahan Tim
Pustaka Asy-Syafi’I, Pustaka Imam asy-Syafi’I, Jakarta, 2006.
Zakiah Daradjat, dkk, Dasar-dasar Agama Islam, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Universitas Terbuka, Jakarta, 1995.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muhammad Sujarno
Tempat/tgl. Lahir : Pati, 22 November 1985
Alamat : Mulyoharjo Rt. 15 RW. III Kec. Pati Kab. Pati
Riwayat pendidikan
1. SD Negeri Mulyoharjo 02, Pati, lulus tahun 1998
2. MTS Salafiyah, Kajen, Margoyoso, Pati, lulus tahun 2001
3. SMA Nasional, Pati lulus tahun 2004
4. Masuk IAIN Walisongo Semarang, lulus tahun 2011
Demikian daftar riwayat hidup penulis yang dibuat sebenarnya.
Semarang, 18 Juli 2011
Yang membuat,
Muhammad Sujarno