Upload
nguyenkhuong
View
219
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)
Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 365
PEMANFAATAN BAHAN LIMBAH SEBAGAI PENGGANTI SEMEN
PADA BETON BUSA MUTU TINGGI
Abdullah
1, Moch. Afifuddin
2 dan Huzaim
3
1Jurusan Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala, Jl. T. Nyak Arief, Darussalam, Banda Aceh
Email: [email protected] 2Jurusan Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala, Jl. T. Nyak Arief, Darussalam, Banda Aceh
Email: [email protected] 3Jurusan Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala, Jl. T. Nyak Arief, Darussalam, Banda Aceh
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan beton busa mutu tinggi dengan memanfaatkan
bahan limbah sebagai bahan pengganti semen. Bahan limbah yang diteliti adalah abu terbang (fly
ash), abu sekam padi (rice husk ash, RHA), dan debu pozolan alami (natural pozzolan ash). Selain
jenis pengganti semen, variabel lain yang diteliti adalah specific gravity (SG). Pengujian yang
dilakukan meliputi uji tekan dan uji lentur. Hasil pengujian menunjukkan bahwa, penggantian
semen dengan bahan abu limbah memberikan dampak positif terhadap sejumlah sifat mekanis beton
busa yang diteliti.
Kata kunci: beton busa, semen, pozolan,abu sekam, abu terbang, kuat tekan, mutu tinggi
1. PENDAHULUAN
Beton ringan bukanlah bahan baru dalam konstruksi teknik sipil. Ia sudah digunakan sejak 2000 tahun lalu.
Pada saat itu menurut Clarke, J.L. (1993), sebagai kerikil (aggregate) digunakan batu apung (pumice). Salah satu
cara untuk menghasilkan beton ringan adalah dengan membuat gelembung gas/udara dalam campuran mortar
sehingga menghasilkan material yang berstruktur sel-sel, yang mengandung rongga udara dengan ukuran antara 0,1-
1,0 mm (Legatski L. M. (1978), Smith, R. C., and Andres, C. K. (1989), dan Narayanan, N. and Ramamurthy, K.
(2000). Diantara beberapa jenis beton ringan, beton busa adalah yang paling mudah diproduksi. Beton busa dapat
diproduksi dengan berat volume yang berkisar dari 400 – 1800 kg/m3.
Saat ini industri konstruksi bangunan di Indonesia masih sangat bergantung dengan bahan konstruksi
tradisional. Padahal berbagai bahan konstruksi alternatif, utamanya untuk dinding dapat diproduksi dengan bahan
yang lebih ringan dan ramah lingkungan. Sebagai daerah yang rawan terhadap bencana gempa, upaya perlu
dilakukan untuk menggantikan bahan bangunan konvensional agar berat suatu konstruksi menjadi lebih ringan.
Dengan ringannya bahan untuk dinding misalnya, ukuran blok beton untuk bahan dinding dapat dibuat lebih besar
sehingga proses pelaksanaan pekerjaan konstruksi menjadi lebih singkat dan kebutuhan tenaga kerja dapat dikurangi
ACI Committee 213. (1987), Clarke, J.L. (1993), and Smith, R. C., and Andres, C. K. (1989).
Dengan bahan campuran yang hanya terdiri dari semen, air dan udara yang berupa buih, beton busa
merupakan salah satu dari bahan alternatif untuk berbagai elemen konstruksi pada bangunan gedung, utamanya yang
non-struktural, seperti untuk dinding dan atap. Juga, meskipun masih terbatas, beton busa telah digunakan sebagai
bahan untuk beton struktural. Namun demikian, karena kandungan semen relatif tinggi, harga produksi dari beton
busa ini relatif mahal. Swamy (1984) melaporkan bahwa penggantian semen sebesar 30% dengan abu terbang akan
menghasilkan beton yang mempunyai perilaku mekanik yang hampir sama dengan beton tanpa abu terbang.
Penelitian Abdullah (2007) yang difokuskan untuk beton busa dengan densitas kecil, yaitu 1.0 s/d 1.4, dengan tujuan
mendapatkan kualitas beton dengan mutu < 15 MPa, ternyata menunjukkan kuat tekan yang dihasilkan dapat
mencapai 24 MPa pada beton busa yang menggunakan abu terbang (fly ash) sebagai bahan pengganti semen.
Meskipun penelitian terhadap RHA (K. Ganesan, dkk. (2008), Moayad N. A. and Hana A. Y. (1984), M.
Anwar, dkk. (2000), dan P. Chindaprasirt, C.Jaturapitakkul, and U. Rattanasak (2009)) sudah banyak dilakukan,
informasi tentang pemanfaatannya sebagai bahan pengganti semen sangat sulit dijumpai. Sementara itu, abu terbang
dan pozolan sebagai bahan pengganti semen sudah sangat lazim pada beton normal. Penelitian menunjukkan bahwa,
untuk persentase tertentu, penggantian semen dengan RHA, abu terbang, dan pozzolan tidak memberi effek negatif
terhadap pencapaian kuat tekan beton normal. Sebagai salah satu negara penghasil padi terbesar di dunia, Indonesia
mempunyai potensi dan peluang yang cukup besar untuk memanfaatkan bahan sampingan padi, seperti RHA ini
sebagai penganti semen. Selama ini potensi tersebut hanya dimanfaatkan sebagai bahan yang nilai tambah
ekonominya rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan proporsi campuran beton busa yang
mempunyai mutu beton struktural, yaitu kuat tekan, f’c > 17 MPa. (ASTM C 330, ASTM C 331).
Abdullah, Moch. Afifuddin dan Huzaim
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 366
2. RENCANA PENELITIAN
Parameter yang diteliti dan proporsi campuran
Pada penelitian ini, akan dilakukan serangkaian pengujian sifat-sifat mekanis dari beton busa tanpa dan
yang menggunakan berbagai bahan sebagai pengganti semen. Bahan pengganti semen yang diteliti adalah abu
terbang, RHA, dan abu pozzolan. Selain penggantian semen dengan bahan pozolan alami, variabel lain yang diteliti
di sini adalah:
1) Berat jenis (Specific Gravity, SG) : 1.20, 1,40, 1,60 dan 1,80
2) Persentase pengganti semen: 10%, 20%, dan 30%
Detail rencana penelitian dapat dilihat pada Tabel -1 di bawah. Kesemua campuran dipertahankan Faktor Air Semen
sebesar 0.35.
Tabel 1 – Program Rencana Penelitian
Beton Busa
Abu
terbang
Pozolan RHA Kelompok SG
Kontrol
% % %
Jenis
Pengujian
Beton Busa Kontrol - - -
Pengganti Semen
1.2
s/d
1.8 -
10
20
30
Tekan
Tarik
Lentur
Bahan
Semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen portland Tipe I. Terhadap semen portland Tipe I
ini tidak dilakukan lagi pemeriksaan sifat fisis karena telah memenuhi Standar Indonesia (SNI) 03-2847-2002,
namun pemeriksaan hanya dilakukan secara visual terhadap kantong yang tidak robek dan keadaan butiran yaitu
tidak terdapat bongkahan-bongkahan yang keras pada semen tersebut. Abu terbang yang digunakan berasal dari sisa
pembakaran batubara PLTU Sektor Pembangkitan Bukit Asam, Tanjung Enim, Sumatra Selatan. Dua bahan
pengganti semen lain yaitu RHA dan abu pozzolan berasal dari Aceh Besar. Ketiga bahan pengganti semen yang
digunakan berukuran butir lolos saringan No. 200 dan dilakukan pemeriksaan kandungan unsur kimia. Hasil
pemeriksaan pada Tabel - 2 di bawah.
Tabel 2 - Komposisi Kimia dan Sifat Fisik Abu Terbang
Komposisi Kimia (%) Abu Terbang
Bukit Asam
Abu Pozolan RHA Standard
ASTM Type C
(C-168)
1. Silikon Oksida (SiO2)
2. Besi Oksida (Fe2O3)
3. Aluminium Oksida (Al2O3)
4. Kalsium Oksida (CaO)
5. Magnesium Oksida (MgO)
6. Sulphur Trioksida (SO3)
7. Alkali (Na2O + K2O)
54.93
3.76
30.96
1.6
1.4
2.36
0.22
42.96
1.92
-
0.42
0.28
0.13
0.48
52.95
0.08
-
0.63
-
0.08
0.95
Min 50.0
Max 5.0
Max 5.0
Max 1.5
Max 10.0
Perencanaan campuran beton dan pembuatan benda uji Perencanaan proporsi campuran didasarkan pada proporsi semen dan persentase bahan penggantinya, target
SG beton busa yang dan FAS = 0,4. Pengadukan campuran beton busa dimulai dengan cara memasukkan bahan
pembentuknya yaitu air dan semen kedalam molen sehingga menjadi pasta semen. Setelah teraduk dengan rata,
selanjutnya busa yang telah disiapkan mengggunakan foam generator dimasukkan secara bertahap kedalam pasta
semen dalam molen. Pengadukan dilanjutkan sampai campuran beton busa merata. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan SG beton busa yang masih segar (fresh concrete) tersebut. Jika SG yang didapat masih belum sesuai
dengan yang direncanakan, dilakukan penambahan busa.
Pemanfaatan Bahan Limbah Sebagai Pengganti Semen Pada Beton Busa Mutu Tinggi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 367
Silinder dan prisma untuk benda uji tekan dan benda uji tarik dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan
pengujian. Setelah 24 jam, benda uji tersebut dikeluarkan dari cetakan dan dirawat dalam air selama 7 hari.
Selanjutnya benda uji tersebut dirawat dalam ruangan beratap sampai saat pengujian pada umur 28 hari.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Workabilitas Beton Busa Untuk melihat konsistensi workabilitas dari campuran, dilakukan pemeriksaan flowtest secara berkala dari
selesai pencampuran sampai setelah 60 menit. Didapat bahwa tidak terdapat perbedaan perubahan workabilitas yang
berarti antar sejumlah beton busa yang diteliti. Hal yang sama juga diamati pada perubahan SG. Namun demikian,
ada kecendrungan bahwa semakin banyak kandungan semen, maka penurunan workabilitas relatif lebih besar.
Penggantian semen dengan pozzolan memberi konstribusi positif terhadap perlambatan kehilangan workabilitas. Hal
ini dapat dimengerti karena selain diameter bahan pozolan alami ini lebih kasar dari butiran semen, juga pozolan
mempunyai sifat pengikatan yang lebih lambat. Gambar 1 memperlihatkan penurunan workabilitas dari sejumlah
campuran beton busa selama 60 menit awal setelah pencampuran.
0
20
40
60
80
100
120
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)
Wo
rkan
ilita
s S
isa
(%
)
Gambar 1 – Hubungan penurunan workabilitas setelah pencampuran
Untuk memastikan SG, terhadap beton busa yang masih basah maupun yang sudah mengering dilakukan
penimbangan. Hasil pengukuran terhadap berat volume basah dan sesudah kering menunjukkan adanya perubahan.
Tetapi pengurangan berat setelah kondisi kering tidak berarti (insignificant).
Hasil Pengujian Kuat Tekan
Secara umum penggantian semen dengan ketiga bahan debu alami memberikan konstribusi positif
terhadap pencapaian kuat tekan silinder, f’c. Peningkatan terbesar dicapai oleh beton yang diberi pozzolan sebagai
pengganti semen. Lihat Tabel - 3 untuk hasil lengkap.
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa, kuat tekan sebagian besar dari beton busa yang diuji dalam penelitian ini,
terutama yang SG-nya 1,40 ke atas adalah > 10 MPa. Angka kuat tekan 10,5 MPa adalah harga kuat tekan beton
busa pada SG = 1,40 yang setara dengan kuat tekan silinder, f’c = 17,5 MPa, beton normal dengan SG sekitar = 2,33.
Beton ringan dengan kuat tekan, f’c > 17 MPa. digolongkan kepada beton aplikasi struktural (ASTM C 330, ASTM
C 331). Dari data Tabel 3 di atas, sekitar 50% dari hasil uji tekan menunjukkan bahwa beton busa yang bahan
pengikatnya dikombinasi antara semen dengan bahan RHA, abu terbang, dan pozzolan dapat digolongkan kepada
beton struktural. Hasil inimenunjukkan bahwa sampai dengan 30% penggantian semen tidak dijumpai efek negatif
terhadap pencapain kuat tekan beton busa. Hasil yang sama juga disebutkan K. Ganesan, dkk. (2008), pada beton
normal.
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa, penggantian semen dengan RHA terlihat sangat efektif untuk SG = 1,4
dan SG = 1,6 sedangkan pada SG = 1,8, hanya efektif pada penggantian sebesar 10%. Penggantian semen denga abu
sekam terlihat sangat konsisten. Semua prporsi campuran menghasilkan ratio kuat tekan beton yang digantikan
semen dengan abu sekam mengalami peningkatan kuat tekan sekitar 1,16 – 2,26. Meskipun salah satu campurannya,
yaitu pada SG = 1,2 dan persentase penggantian sebesar 20% kuat tekan yang dicapai lebih kecil dari beton busa
Abdullah, Moch. Afifuddin dan Huzaim
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 368
kontrol, peningkatan kuat tekan terbesar diperoleh pada penggantian semen dengan abu pozolan. Pada SG = 1,4 dan
SG = 1,6, ratio kuat tekan beton busa yang sebagian semennya digantikan dengan abu pozolan mengalami
peningkatan kuat tekan berkisar 2,14 – 3.18.
Tabel 3 – Hasil uji kuat tekan rata-rata
Hasil Pengujian Kuat Tarik
Pada penelitian ini kuat tarik beton busa didapat dari dua jenis uji: Uji Belah dan Uji Lentur. Kedua uji ini
memang tidak memberikan nilai kuat tarik yang sebenar dari beton akan tetapi cukup memberi gambaran tentang
kekuatan tarik dari suatu beton. Dari grafik Gambar 2 di bawah dapat dilihat bahwa kuat tarik belah meningkat
sejalan dengan dengan meningkatnya kuat tekan. Dengan kata lain, semakin besar SG maka kuat tarik belah juga
meningkat karena peningkatan SG identik dengan peningkatan kuat tekan. Hal yang sama juga dapat dilihat dari
Gambar 3, yaitu kuat tarik lentur meningkat dengan bertambahnya kuat tekan. Dari Gambar 2 dan 3 dapat dilihat
bahwa data kuat tarik lentur relatif lebih tersebar dibandingkan dengan data kuat tarik belah. Hal yang sama juga
diamati oleh Abdullah (2007).
Gambar 2 - Grafik hubungan kuat tekan-kuat tarik belah
Kuat Tekan Beton Busa (MPa)
Pengganti Semen SG Kontrol
% RHA Fly Ash Pozzolan
(1) (2) (3) (4) (5 = 4/3) (6) (7 = 6/3) (8) (9 = 8/3)
10 8,00 1,21
20 5,35 0,81 1,2 6,63
30 9,43 1,42
10 10,49 1,26 18,81 2,26 21,52 2,58
20 9,13 1,09 9,64 1,16 17,83 2,14 1,4 8,34
30 10,02 1,20 12,78 1,53 19,70 2,36
10 16,98 1,67 12,31 1,21 32,44 3,18
20 14,06 1,38 16,98 1,67 26,67 2,62 1,6 10,19
30 12,91 1,27 17,20 1,69 25,26 2,48
10 25,73 1,25 26,50 1,28
20 15,07 0,73 28,28 1,37 1,8 20,63
30 12,06 0,58 32,57 1,58
Pemanfaatan Bahan Limbah Sebagai Pengganti Semen Pada Beton Busa Mutu Tinggi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 369
Gambar 3 - Grafik hubungan kuat tekan-kuat tarik lentur
Pengaruh penggunaan pengganti semen
Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa, penggantian semen dengan bahan fly ash, pozolan dan abu sekam
memberikan pengaruh positif terhadap pencapaian kuat tekan. Dari penelitian ini, sebagaimana dapat dilihat dari
Tabel 3, pada SG = 1,20, penggantian semen dengan pozolan tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap
peningkatan kuat tekan. Hal yang sama juga diamati oleh Abdullah (2007), yang menggunakan fly ash sebagai
bahan pengganti semen. Dalam penelitian tersebut, kuat tekan beton busa pada SG = 1,00 kurang memberikan
pengaruh terhadap peningkatan mutu dari penggantian semen dengan fly ash. Tetapi, pada SG = 1,20 dan 1,40,
terjadi peningkatan kuat tekan seiring dengan bertambahnya persentase fly ash.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada persentase tertentu penggantian semen dengan bahan debu
pozolanic tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap peningkatan kuat tarik yang dicapai. Ratio kuat tarik
terhadap kuat tekan beton berkisar dari 7 – 20 %.
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Penggantian semen pada jumlah tertentu dengan bahan pozzolan alami tidak mempengaruhi capaian kekuatan
beton busa. Pada persentase tertentu kekuatan beton busa dengan kombinasi bahan pengikat semen dan bahan
pozolan memberikan hasil kuat tekan yang lebih tinggi dari beton busa yang hanya menggunakan semen.
Persentase yang memberikan hasil kuat tekan tertinggi adalah 30% pada SG 1.8, yaitu f’c = 32.57 MPa.
2. Pada SG ≥ 1.6 kuat tekan yang dicapai pada umur 28 hari oleh semua campuran beton ringan busa sebanding
dengan kuat tekan beton normal struktural.
3. Pada mutu yang rendah atau pada SG kecil, penggantian semen dengan bahan pozolan tidak memberikan
konstribusi yang significant terhadap peningkatan kuat tekan.
4. Mutu beton yang dihasilkan oleh sejumlah beton busa sangat memungkinkan untuk digunakan sebagai bahan
konstruksi untuk elemen struktural pada bangunan gedung, seperti untuk dinding pra-cetak, tangga, pelat lantai,
pelat atap, dan elemen struktural sekunder lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH Hasil penelitian yang disampaikan disini adalah bagian dari hasil Riset Unggulan Strategis Nasional tahun 2009.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Universitas Syiah Kuala dan Departemen Pendidikan Nasional yang telah
membiayai penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah (2006), “Lightweight Concrete and Its Application”, Jurnal Teknik Sipil, UNSYIAH.
Abdullah, Moch. Afifuddin dan Huzaim
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 370
Abdullah dan Surya B. (2007), “Pengembangan Beton Ringan Sebagai Bahan Konstruksi Bangunan Teknik Sipil”,
Seminar Hasil Penelitian TPSDP, Batam.
ACI Committee 213. (1987). Guide for structural lightweight aggregate concrete, American Concrete Institute,
Farmington Hills, MI.
ASTM. Standard specification for fly ash and raw or calcined natural pozzolana for use as a mineral admixture in
portland cement concrete, ASTM C 618-89, Philadelphia, 1989.
Clarke, J.L. (1993), Structural Llightweight Aggregate Concrete, First edition, Chapman & Hall, USA.
K. Ganesan, K. Rajagopal, and K. Thangavel (2008), “Rice husk ash blended cement: Assessment of optimal level
of replacement for strength and permeability properties of concrete”, Construction and Building Materials,
Volume 22, Issue 8, August 2008, Pages 1675-1683.
Legatski L. M. (1978). Cellular Concrete, American Society for Testing and Materials (ASTM), Special
Technical Publication 169B on the Significance of Tests and Properties of Concrete and Concrete-Making
Materials, pp. 836-851.
Moayad N. Al-Khalaf and Hana A. Yousif (1984), “Use of rice husk ash in concrete”, International Journal of
Cement Composites and Lightweight Concrete, Volume 6, Issue 4, November 1984, Pages 241-248.
M. Anwar, T. Miyagawa, M.Gaweesh (2000), “Using rice husk ash as a cement replacement material in concrete”,
Waste Management Series, Volume 1, Pages 671-684.
Narayanan, N. and Ramamurthy, K. (2000), “Structure and properties of aerated concrete: a review”, Cement and
Concrete Composites, 22, pp. 321-329.
P. Chindaprasirt, C.Jaturapitakkul, and U. Rattanasak (2009), “Influence of fineness of rice husk ash and additives
on the properties of lightweight aggregate”, Fuel, Volume 88, Issue 1, January 2009, Pages 158-162.
Smith, R. C., and Andres, C. K. (1989), Material of Construction, Fourth Edition, McGraw-Hill, Singapore.