Upload
dangnhan
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PEMANFAATAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH PADAT INDUSTRI
TAHU MENJADI KECAP BUBUK
(KAJIAN KONSENTRASI PENAMBAHAN BUBUR NANAS DAN
MALTODEKSTRIN)
UTILIZATION AND PROCESSING OF SOLID WASTE TOFU INDUSTRY
INTO SOUCE POWDER (STUDY OF THE ADDITION OF PINEAPPLE
PULP AND MALTODEXTRIN CONCENTRATION)
Fadlilatul Annisa
1*, Wignyanto
2, Sakunda Anggarini
2
1) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB
2) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB *email korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui konsentrasi bubur nanas dan maltodekstrin yang tepat pada
pembuatan kecap bubuk ampas tahu secara enzimatis. Dalam penelitian yang dilakukan menggunakan ampas
tahu 1 kg sebagai bahan utama, bubur nanas (20%, 40%, 60%) untuk proses enzimatis serta maltodekstrin
(20%, 30%, 40%) sebagai bahan pengisi bubuk kecap. Hasil uji organoleptik yang dilakukan pada 20 orang
panelis dalam sampel bubuk kecap ampas tahu tidak berbeda nyata pada aroma dan tekstur tetapi beda nyata
pada warna dan rasa. Uji proksimat yang dilakukan sampel bubuk ampas tahu yang memiliki kadar protein
sebesar 1,3%, kadar air sebesar 3,7% , uji daya larut sebesar 92,27% dan rendemen sebesar 31,313%.
Kata kunci: Ampas tahu, bubur nanas, bahan pengisi, enzimatis, kecap bubuk
ABSTRACT
The obyective of the research to determain the appropriate addition of pineapple pulp and maltodextrin
concentration to make powder souce tofu enzymatically. This research use 1 kg of solid waste tofu as mean
ingredient, pineapple pulp (20%,30%, 40%) for enzymatic process and maltodekstrin (20%, 30%, 40%) as filler
materials of souce powder. The results of the test organoleptik conducted on 20 panelists in solid waste tofu
sauce powder samples not significantly different in flavor and texture but significant difference in the color and
flavor. Test conducted proximate tofu powder samples which has a protein content of 1.3%, water content of
3.7%, solobility test was 92.27% and yield of 31.313%.
Keyword: Solid waste tofu, pineapple pulp, filler material, enzimatically, powder souce
PENDAHULUAN
Industri tahu adalah industri rumah
tangga yang selama ini jumlahnya semakin
meningkat. Industri tahu merupakan salah
satu sumber pencemaran lingkungan.
Industri tahu menghasilkan limbah yang
dihasilkan berupa limbah cair, padat, dan
gas. Limbah tersebut dapat menimbulkan
bau busuk dan pencemaran sungai yang
ada di sekitar pabrik. Selama ini limbah
ampas tahu belum dimanfaatkan secara
maksimal. Ampas tahu lebih banyak
digunakan sebagai pakan ternak atau
diolah menjadi bahan pembuat tempe
gembus. Padahal ampas tahu memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi dan
bisa diolah menjadi makanan yang lezat
dan aman dikonsumsi.
Kecap yang berada di pasar selama
ini merupakan produk yang berbentuk cair
dan kental. Oleh sebab itu, dalam
penelitian ini perlu dilakukan
pengembangan produk kecap dalam
bentuk bubuk yang lebih praktis dalam
pengemasannya, mudah dibawa, dan
mudah penyimpanannya. Proses
pembuatan kecap ampas tahu ini secara
enzimatis dengan menggunakan enzim
Bromelin yang terdapat pada bubur nanas.
Untuk menghasilkan kecap bubuk
menggunakan bahan pengisi yaitu
2
maltodekstrin dan proses pengeringan
menggunakan vacuum dryer.
Penelitian bertujuan untuk
mengetahui konsentrasi bubur nanas dan
maltodekstrin yang tepat pada pembutan
kecap bubuk ampas tahu secara enzimatis.
Hipotesis dari penelitian ini adalah diduga
penambahan konsentrasi bubur nanas dan
maltodekstrin berpengaruh pada
pembuatan kecap bubuk ampas tahu.
Adapun konsentrasi dari bubur nanas
adalah 20% (b/b), 40% (b/b), 60% (b/b),
sedangkan konsentrasi maltodekstrin
adalah 20% (b/b), 30% (b/b), 40% (b/b),
sehingga dihasilkan 9 perlakuan. Setiap
produk kecap bubuk yang sudah jadi akan
diujikan secara organoleptik yang meliputi
warna, aroma, rasa, dan tekstur.
BAHAN DAN METODE
Pengambilan Limbah Padat ampas tahu
Ampas tahu yang diperoleh dari home
industry tahu yang berada di desa
Tumpang.
Persiapan bubur nanas
Pada pembuatan kecap bubuk yaitu dengan
cara enzimatis. Menggunakan enzim
bromelin yang diperoleh dari buah nanas.
adapun proses pembuatan bubur nanas
dengan memarut buah nanas sehingga
menghasilkan bubur nanas.
Persiapan bumbu kecap
Bumbu yang digunakan dalam pembuatan
kecap dapat dibedakan menjadi dua
kelompok berdasarkan bentuk
penggunaannya. adas india, keningar,
ketumbar, pekak, kemiri. Daun salam,
jeruk purut, lengkuas, batang serai,
kluwek.
Pembuatan bubuk kecap ampas tahu.
Adapun proses pembuatan kecap bubuk
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Kecap
Bubuk
Rancangan percobaan
Adapun rancangan percobaan penelitian
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rancangan Percobaan
Analisa organoleptik
Data uji organoleptik meliputi
warna, aroma, rasa dan tekstur dari
masing-masing perlakuan. Uji
organoleptik yang digunakan adalah uji
Hedonik dengan menggunakan panelis
agak terlatih terdiri dari 20 orang.
Perlakuan konsentrasi
Bubur Nanas
A1
20%
A2
40%
A3
60%
Maltodekstrin
B1
20% A1B1 A2B1 A3B1
B2
30% A1B2 A2B2 A3B2
B3
40% A1B3 A2B3 A3B3
3
Daftar pertanyaan diajukan
menggunakan Hedonic test dengan scoring
method dinyatakan dalam skor 1-5.
Hasilnya skor dinilai dalam bentuk angka
yaitu 5 (suka), 4 (agak menyukai), 3
(netral), 2 (agak tidak suka), 1 (tidak suka).
Nilai dari data hasil uji organoleptik
seluruh perlakuan dianalisa dengan
menggunakan uji Friedman. Apabila hasil
Uji Friedman menunjukkan adanya
pengaruh, maka analisa dilanjutkan dengan
uji lanjutan dengan nama jumlah rangking
Friedman (0,005= 5%).
Rumus Beda Nyata uji Friedman
adalah sebagai berikut:
Perhitungan X2r
Rumus :
X2r =
Keterangan : b= jumlah panelis
t = jumlah perlakuan
Analisa kimia dan fisik
Hasil perlakuan terbaik kemudian
dilakukan analisa kandungan kimia,
fisik, dan rendemen pada kecap bubuk.
Adapun analisa kandungan kimia pada
kecap bubuk adalah sebagai berikut:
1. Uji kadar protein Metode Kjedahl
(AOAC 960.52 1995), analisa protein
(Lampiran 1) untuk mengetahui
kandungan protein terlarut yang ada
pada kecap bubuk dengan cara
menjumlah nilai N (%) yang terdapat
pada kecap bubuk.
2. Uji kadar air (AOAC, 1984 dalam
Sudarmadji.,dkk, 1997) dengan
menggunaakan menggunakan alat oven
dan timbangan analitik, uji ini bertujuan
mengetahui kadar air dari kecap bubuk
ampas tahu. Prosedur penelitian dapat
dilihat pada Lampiran 1.
3. Uji Kelarutan (Yuwono dan Susanto,
2001) Uji daya larut (Lampiran 1) ini
digunakan untuk mengetahui % total
padatan terlarut dalam produk bubuk.
4. Perhitungan Rendemen (Yuwono dan
Susanto, 1998) rendemen (Lampiran 1)
berfungsi untuk megetahui jumlah
penyusutan dari bahan baku dan bahan
tambahan hingga menjadi output.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji organoleptik
Warna
Penelitian panelis terhadap warna
kecap bubuk ampas tahu dengan perlakuan
konsentrasi penambahan bubur nanas dan
maltodekstrin dengan nilai skor
kesukaannya rata-rata diperoleh 2,4 (agak
tidak suka) sampai 4,25 (agak suka).
Rerata skor yang tertinggi diperoleh pada
perlakuan A1B2 yaitu pada konsentrasi
bubur nanas 20% dan maltodekstrin 30%.
Pada perhitungan Friedman menunjukan
secara statistik bahwa warna kecap bubuk
beda nyata. Adapun grafik rata-rata skor
kesukaan warna dapat dilihat pada Gambar
2.
Gambar 2. Rata-rata skor kesukaan warna
kecap bubuk
Menurut Winarno (1997), warna
alami dari produk pangan akan mengalami
perubahan yang dipengaruhi oleh
kandungan komposisi bahan. Begitu juga
pada kecap bubuk, penambahan
konsentrasi maltodekstrin mempengaruhi
hasil produk kecap bubuk. Penambahan
bahan pengisi yaitu maltodekstrin dan
pada proses pengeringan berlangsung
mengakibatkan perbedaan warna setiap
produk.
Aroma
Pengujian Hedonic aroma kecap
bubuk mendapatkan nilai rerata 2,65 –
3,75 (agak tidak suka - agak suka). Nilai
rerata yang paling tinggi pada produk A2B1
4
dengan konsentrasi bubur nanas 40% dan
maltodekstrin 20% dengan nilai rerata
sebesar 3,75. Adapun grafik rata-rata skor
kesukaan aroma dapat dilihat pada Gambar
2.
Gambar 3. Rata-rata skor kesukaan aroma
kecap bubuk
Tidak adanya perbedaan yang
nyata pada aroma kecap bubuk karena
pada proses enzimatis kecap itu sendiri
kurang menghasilkan aroma tajam,
menurut Nugraheni (2010) kelemahan dari
cara hidrolisis yaitu diperoleh cita rasa dan
aroma yang kurang disukai.
Rasa
Pengujian Hedonic rasa kecap pada
panelis digunakan sebagai tolak ukur
seberapa kesukaan panelis terhadap suatu
produk. Pengujian Hedonic kecap bubuk
ini mendapatkan nilai rerata 2,75 – 4,35
(agak tidak suka - agak suka). Nilai rerata
yang paling tinggi pada produk A1B2
dengan konsentrasi penambahan bubur
nanas 20% dan maltodekstrin 30%.
Adapun grafik rata-rata skor kesukaan rasa
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 4. Rata-rata skor kesukaan rasa
kecap bubuk
Hasil Friedman menunjukkan bahwa
tingkat penggunaan maltodekstrin pada
pembuatan kecap bubuk memberikan
pengaruh atau beda nyata terhadap kecap
bubuk. Hasil tersebut terjadi karena
perbedaan penambahan konsentrasi
maltodestrin menyebabkan perbedaan
pengaruh yang nyata terhadap rasa kecap
bubuk. Semakin banyak maltodekstrin
yang ditambahkan akan menurunkan cita
rasa pada produk. Hal tersebut telah
dipaparkan oleh Hermansyah, dkk (2012),
jika penambahan konsentrasi bahan
pengisisi terlalu banyak, maka dapat
mengurangi cita rasa produk. Demikian
pula jika terlalu rendah konsentrasi bahan
pengisi dapat mengurangi kemampuan
bahan untuk menggumpal.
Tekstur
Berdasarkan pengujian panelis
memilih tekstur merupakan faktor tingkat
kesukaan dalam suatu kecap dengan nilai
rata-rata 2,2 (agak tidak suka) sampai 4,55
(netral). Pengujian Hedonic aroma kecap
pada panelis digunakan sebagai tolak ukur
seberapa kesukaan panelis terhadap suatu
produk. Pengujian Hedonic kecap bubuk
ini mendapatkan nilai rerata 2,2– 4,55
(agak tidak suka - agak suka). Nilai rerata
yang paling tinggi pada produk A1B2
dengan konsentrasi bubur nanas 20% dan
maltodekstrin 30%. Adapun grafik rata-
rata skor kesukaan tekstur dapat dilihat
pada Gambar 4.
5
Gambar 2. Rata-rata skor kesukaan tekstur
kecap bubuk
Tidak adanya perbedaan yang
nyata, maltodekstrin dengan konsentrasi
berbeda. Pengujian terhadap tekstur
ternyata panelis lebih menyukai kecap
bubuk yang halus dengan tekstur tidak
lengket, hal ini terjadi pada penambahan
maltodekstrin 20% (b/b). Berdasarkan
Srihari (2010) bahwa penambahan
maltodekstrin memberikan tingkat
kelengketan pada produk, karena
maltodekstrin merupakan bahan pengisi
yang terbuat dari hidrolisis pati.
Perlakuan terbaik
Berdasarkan pemilihan perlakuan
terbaik menggunakan parameter
organoleptik (Warna, Rasa, Aroma, dan
Tekstur). Perlakuan A1B2 dengan
konsentrasi bubur nanas 20% (b/b) dengan
maltodekstrin 30% (b/b) mempunyai nilai
produk yang paling tinggi yaitu sebesar
0,817 yang kedua perlakuan A2B2 dengan
konsentrasi penambahan bubur nanas 40%
(b/b) dengan maltodekstrin 30% (b/b).
Adapun tabel urutan perlakuan terbaik
dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Urutan Perlakuan Terbaik
Produk Perlakuan Urutan
Bubur nanas Maltodekstrin
A1B1 20 % (b/b) 20% (b/b) 4
A1B2 20% (b/b) 30% (b/b) 1
A1B3 20 % (b/b) 40% (b/b) 9
A2B1 40% (b/b) 20% (b/b) 3
A2B2 40% (b/b) 30% (b/b) 2
A3B3 40% (b/b) 40% (b/b) 5
A3B1 60% (b/b) 20% (b/b) 7
A3B2 60% (b/b) 30% (b/b) 6
A3B3 60% (b/b) 40% (b/b) 8
Uji Protein
Kadar protein dari kecap bubuk
dengan konsentrasi bubur nanas 20% (b/b)
dengan maltodekstrin 30% (b/b) sebesar
1,3% sedangkan pada syarat mutu produk
instan yaitu 1%. Hal ini dapat diartikan
bahwa kecap bubuk ampas tahu sudah
memenuhi syarat. Kandungan protein
merupakan nutrisi terpenting yang menjadi
daya tarik untuk mengkonsumsi ampas
tahu. Proses proteolisis dengan bantuan
enzim protease dapat menguraikan protein
menjadi senyawa peptida, pepton, serta
asam-asam amino. Di antaranya beberapa
jenis asam amino yang terbentuk, salah
satunya adalah asam glutamat yang akan
memberikan cita rasa kecap yang gurih
(Mahfudiyah, 2003).
Kandungan protein pada kecap
manis sebesar 2 % sedangkan pada kecap
bubuk ampas tahu sebesar 1,3%, hal ini
terjadi karena pada proses pengeringan
kecap bubuk dengan penambahan
maltodekstrin menyebabkan reaksi mailard
sehingga mengurangi jumlah protein yang
ada dalam kecap bubuk ampas tahu,
karena adanya proses pemanasan pada
pengering ruang hampa (vacuum dryer).
Hal ini perkuat dalam penelitian Muchtadi
(1989), penurunan protein pada abon
daging terutama disebabkan karena
terjadinya reaksi pencoklatan (Mailard)
selama proses pengolahan, dimana protein
(asam amino) daging bereaksi dengan gula
(pereduksi) yang ditambahkan sebagai
bumbu. Gula pereduksi tersebut
mempunyai gugus OH bebas yang reaktif,
yaitu suatu kemampuan untuk mereduksi
ion dalam keadaan basa (Septiani, 2004).
Merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi sifat-sifat fungsional
protein seperti panas, pH, perlakuan ion,
kondisi penyimpanan, pengeringan, serta
modifikasi fisik, kimia dan enzimatis
(Kinsella, 2001).
Uji kadar air
Menurut Winarno (2004), kadar air
bahan yang terkandung berkisar 3-7 % dan
kestabilan optimum bahan makanan akan
tercapai, kecuali pada produk-produk yang
dapat mengalami oksidasi akibat adanya
kandungan lemak tidak jenuh. Sehingga
akan mengakibatkan penurunan Aw (water
activity). Kadar air yang didapatkan dari
kecap bubuk adalah 3,7%, hal ini berarti
bahwa kecap bubuk memiliki nilai Aw
(water activity) yang rendah. Kadar air
yang tinggi yang disertai dengan Aw yang
tinggi, maka akan mempengaruhi
keawetan bahan pangan dan mempercepat
6
umur simpan serta memudahkan
pertumbuhan mikroba (Winarno, 1997).
Uji Daya Larut
Analisa padatan terlarut yang
dihasilkan dari kecap bubuk adalah
92,27%, hal tersebut menunjukkan bahwa
kelarutan pada kecap bubuk sangat tinggi
sehingga endapan yang dihasilkan sedikit.
Semakin tinggi nilai dari daya larut maka
semakin sedikit endapan yang dihasilkan.
Kecepatan melarut dipengaruhi oleh
besarnya ukuran partikel dari suatu bahan
(Wirakartakusuma., dkk, 1992).
Secara visual diamati bahwa kecap
bubuk instan (A1B2) mempunyai ukuran
butiran lebih halus. Dalam hal ini
Wirakartakusuma, dkk (1992) menjelaskan
bahwa perbedaan volume dari komoditas
yang sama dapat menyebabkan sifat sifat
tekstural yang berbeda. Pengujian padatan
terlarut banyak digunakan pada produk-
produk instan. Makin tinggi angka yang
diperoleh menunjukkan daya larut yang
makin meningkat (Nisa., dkk, 2008).
Rendemen
Perhitungan rendemen
menunjukkan bahwa rendemen yang
dihasilkan dari kecap bubuk adalah
31,313%. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pada proses pembuatan kecap
bubuk dihasilkan 31,313% dari kecap cair.
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh
Triyono (2010), tentang pembuatan susu
bubuk didapatkan rendemen sebesar
19,40% dan penelitian Sutardi (2010)
memperoleh rendemen 20,91% pada
pembuatan bubuk jagung manis. Analisa
redemen merupakan salah satu presentase
produksi yang didapatkan dari
perbandingan berat awal bahan dengan
berat akhirnya, sehingga dapat diketahui
kehilangan beratnya dalam mengalami
proses pengolahan (Pereira, 2009).
KESIMPULAN DAN SARAN
Pembuatan kecap bubuk ampas
tahu dengan proses enzimatis memerlukan
perbandingan konsentrasi bubur nanas dan
maltodekstrin yang tepat. Dari pengujian
organoleptik kecap bubuk yang dihasilkan
diketahui konsentrasi bubur nanas 20%
(b/b) dan maltodekstrin 30% (b/b) pada
perlakuan A1B2 merupakan nilai yang
terbaik. Adapun kecap bubuk ampas tahu
pada produk A1B2 dengan konsentrasi
bubur nanas 20% (b/b) dengan
maltodekstrin 30% (b/b) memiliki tingkat
kesukaan warna sebesar 4,25 (agak
menyukai) dengan warna coklat muda,
rasa sebesar 4,35 (agak menyukai) dengan
rasa tingkat kemanisan yang cukup, aroma
sebesar 2,95 (netral) memiliki aroma yang
khas dan normal, tekstur sebesar 4,55
(agak menyukai) memiliki tekstur yang
halus dan tidak lengket. Hasil dari analisa
kimia dan fisik dari kecap bubuk
dihasilkan kadar protein 1,3%, kadar air
3,7%, padatan terlarut sebesar 92,27% dan
dengan rendemen 31,313%.
Saran yang dapat diberikan untuk
penelitian selanjutnya yaitu agar
menambahkan pengaruh waktu fermentasi
pada proses pembuatan kecap bubuk
secara enzimatis dan pengujian tentang
daya simpan kecap bubuk. Selain itu,
penelitian selanjutnya diharapkan mampu
menghasilkan kecap bubuk dengan skor
kesukaan organoleptik yang tinggi yaitu
pada tingkat menyukai.
DAFTAR PUSTAKA
Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis
dalam Penelitian Percobaan, Edisi
Pertama. Tarsito. Bandung.
Hermansyah, R., Wignyanto, dan Mulyadi,
A.F. 2012. Pembuatan tepung
pewarna alami dari limbah
pengolahan daging rajungan (Kajian
konsentrasi dekstrin, suhu
pengeringan dan analisis biaya
produksi). Jurnal Industri 1 (1): 40-49.
Luthana, Y. K. 2008. Maltodekstrin,
<http://yongkikastaluthana.Wodpres.
com>. Diakses tanggal 14 November
2013.
7
Muchtadi, T. 1989. Teknologi Proses
Pengolahan Pangan. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi. IPB.
Bogor.
Nakamura. 2010. Method for producing
soy sauce powder. United State Patent
Application Publication. Pub. No: US
2010/0310744 A1.
Nugraheni, R. 2010. Analisis
mikrobiologis abon ikan tuna dan
kecap. Thesis. Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Nurlela, E. 2002. Kajian Faktor Yang
Mempengaruhi Pembuatan Warna
Gula Merah. Skripsi. Departemen
Ilmu dan teknologi pangan. IPB.
Bogor.
Nisa, F.C, J. Kusnadi dan R. Chrisnasari.
2008. Viabilitas dan deteksi subletal
bakteri probiotik pada susu kedelai
fermentasi instan metode
pengeringan beku (Kajian jenis isolat
dan konsentrasi sukrosa sebagai
krioprotektan).Jurnal Teknologi
Pertanian. 9 (1): 23-27.
Sutardi, H. S., dan Murti, R. A,. 2010.
Pengaruh dekstrin dan gum arab
terhadap sifat kimia dan fisik sari
jagung manis. Jurnal teknologi dan
industri pangan. XXI (2): 102-107
Soekarto, S. T., 1985. Penilaian
organoleptik untuk industri pangan
hasil pertanian. Pusbangtepa IPB.
Hal. 11-33.
Septiani, Y. 2004. Studi kadar
karbohidrat, lemak, dan protein
pada kecap dari tempe. Skripsi
Fakultas MIPA UNS. Surakarta.
Sudarmadji, S, Haryono, dan Suhardi.
1997. Prosedur analisa untuk bahan
makanan dan pertanian. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Suprapti, L. 2005a. Kecap Air Kelapa.
Edisi Teknologi Pengolahan Pangan.
Kanisius. Yogyakarta
Srihari, E., F, S, Lingganingrum., R,
Hervita., dan H, Wijaya. 2010.
Pengaruh penambahan
maltodekstrin pada pembuatan
santan kelapa bubuk. Seminar
rekayasa kimia dan proses. Fakultas
Teknik Universitas Surabaya. ISSN :
1411-4216
Triyono, A. 2010a. Pengaruh
maltodekstrin dan subtitusi tepung
pisang (Musa paradisiaca) terhadap
karakteristik flakes. Jurnal Penelitian
Pengembangan Teknologi Kimia
untuk Pengolahan Sumber Daya Alam
Indonesia.Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan
Gizi. Gramedia. Jakarta
. 2004. Kimia Pangan dan
Gizi, Edisi Kedelapan. PT Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
. 2007. Teknologi Pangan.
M-Brio Press. Bogor.
Yuwono, S. S. dan Susanto, T. 1998.
Pengujian Fisik Pangan. Fakultas
Teknologi Pertanian. Universitas
Brawijaya. Malang.
Wirakartakusuma, K., Abdullah, dan A.
Syarif. 1992. Sifat-sifat Pangan.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi.Pusat Antar
Universitas pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.