7
1 PEMANFAATAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH PADAT INDUSTRI TAHU MENJADI KECAP BUBUK (KAJIAN KONSENTRASI PENAMBAHAN BUBUR NANAS DAN MALTODEKSTRIN) UTILIZATION AND PROCESSING OF SOLID WASTE TOFU INDUSTRY INTO SOUCE POWDER (STUDY OF THE ADDITION OF PINEAPPLE PULP AND MALTODEXTRIN CONCENTRATION) Fadlilatul Annisa 1* , Wignyanto 2 , Sakunda Anggarini 2 1) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB 2) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB * email korespondensi: [email protected] ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengetahui konsentrasi bubur nanas dan maltodekstrin yang tepat pada pembuatan kecap bubuk ampas tahu secara enzimatis. Dalam penelitian yang dilakukan menggunakan ampas tahu 1 kg sebagai bahan utama, bubur nanas (20%, 40%, 60%) untuk proses enzimatis serta maltodekstrin (20%, 30%, 40%) sebagai bahan pengisi bubuk kecap. Hasil uji organoleptik yang dilakukan pada 20 orang panelis dalam sampel bubuk kecap ampas tahu tidak berbeda nyata pada aroma dan tekstur tetapi beda nyata pada warna dan rasa. Uji proksimat yang dilakukan sampel bubuk ampas tahu yang memiliki kadar protein sebesar 1,3%, kadar air sebesar 3,7% , uji daya larut sebesar 92,27% dan rendemen sebesar 31,313%. Kata kunci: Ampas tahu, bubur nanas, bahan pengisi, enzimatis, kecap bubuk ABSTRACT The obyective of the research to determain the appropriate addition of pineapple pulp and maltodextrin concentration to make powder souce tofu enzymatically. This research use 1 kg of solid waste tofu as mean ingredient, pineapple pulp (20%,30%, 40%) for enzymatic process and maltodekstrin (20%, 30%, 40%) as filler materials of souce powder. The results of the test organoleptik conducted on 20 panelists in solid waste tofu sauce powder samples not significantly different in flavor and texture but significant difference in the color and flavor. Test conducted proximate tofu powder samples which has a protein content of 1.3%, water content of 3.7%, solobility test was 92.27% and yield of 31.313%. Keyword: Solid waste tofu, pineapple pulp, filler material, enzimatically, powder souce PENDAHULUAN Industri tahu adalah industri rumah tangga yang selama ini jumlahnya semakin meningkat. Industri tahu merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan. Industri tahu menghasilkan limbah yang dihasilkan berupa limbah cair, padat, dan gas. Limbah tersebut dapat menimbulkan bau busuk dan pencemaran sungai yang ada di sekitar pabrik. Selama ini limbah ampas tahu belum dimanfaatkan secara maksimal. Ampas tahu lebih banyak digunakan sebagai pakan ternak atau diolah menjadi bahan pembuat tempe gembus. Padahal ampas tahu memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dan bisa diolah menjadi makanan yang lezat dan aman dikonsumsi. Kecap yang berada di pasar selama ini merupakan produk yang berbentuk cair dan kental. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini perlu dilakukan pengembangan produk kecap dalam bentuk bubuk yang lebih praktis dalam pengemasannya, mudah dibawa, dan mudah penyimpanannya. Proses pembuatan kecap ampas tahu ini secara enzimatis dengan menggunakan enzim Bromelin yang terdapat pada bubur nanas. Untuk menghasilkan kecap bubuk menggunakan bahan pengisi yaitu

pemanfaatan dan pengolahan limbah padat industri tahu menjadi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: pemanfaatan dan pengolahan limbah padat industri tahu menjadi

1

PEMANFAATAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH PADAT INDUSTRI

TAHU MENJADI KECAP BUBUK

(KAJIAN KONSENTRASI PENAMBAHAN BUBUR NANAS DAN

MALTODEKSTRIN)

UTILIZATION AND PROCESSING OF SOLID WASTE TOFU INDUSTRY

INTO SOUCE POWDER (STUDY OF THE ADDITION OF PINEAPPLE

PULP AND MALTODEXTRIN CONCENTRATION)

Fadlilatul Annisa

1*, Wignyanto

2, Sakunda Anggarini

2

1) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB

2) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB *email korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui konsentrasi bubur nanas dan maltodekstrin yang tepat pada

pembuatan kecap bubuk ampas tahu secara enzimatis. Dalam penelitian yang dilakukan menggunakan ampas

tahu 1 kg sebagai bahan utama, bubur nanas (20%, 40%, 60%) untuk proses enzimatis serta maltodekstrin

(20%, 30%, 40%) sebagai bahan pengisi bubuk kecap. Hasil uji organoleptik yang dilakukan pada 20 orang

panelis dalam sampel bubuk kecap ampas tahu tidak berbeda nyata pada aroma dan tekstur tetapi beda nyata

pada warna dan rasa. Uji proksimat yang dilakukan sampel bubuk ampas tahu yang memiliki kadar protein

sebesar 1,3%, kadar air sebesar 3,7% , uji daya larut sebesar 92,27% dan rendemen sebesar 31,313%.

Kata kunci: Ampas tahu, bubur nanas, bahan pengisi, enzimatis, kecap bubuk

ABSTRACT

The obyective of the research to determain the appropriate addition of pineapple pulp and maltodextrin

concentration to make powder souce tofu enzymatically. This research use 1 kg of solid waste tofu as mean

ingredient, pineapple pulp (20%,30%, 40%) for enzymatic process and maltodekstrin (20%, 30%, 40%) as filler

materials of souce powder. The results of the test organoleptik conducted on 20 panelists in solid waste tofu

sauce powder samples not significantly different in flavor and texture but significant difference in the color and

flavor. Test conducted proximate tofu powder samples which has a protein content of 1.3%, water content of

3.7%, solobility test was 92.27% and yield of 31.313%.

Keyword: Solid waste tofu, pineapple pulp, filler material, enzimatically, powder souce

PENDAHULUAN

Industri tahu adalah industri rumah

tangga yang selama ini jumlahnya semakin

meningkat. Industri tahu merupakan salah

satu sumber pencemaran lingkungan.

Industri tahu menghasilkan limbah yang

dihasilkan berupa limbah cair, padat, dan

gas. Limbah tersebut dapat menimbulkan

bau busuk dan pencemaran sungai yang

ada di sekitar pabrik. Selama ini limbah

ampas tahu belum dimanfaatkan secara

maksimal. Ampas tahu lebih banyak

digunakan sebagai pakan ternak atau

diolah menjadi bahan pembuat tempe

gembus. Padahal ampas tahu memiliki

kandungan protein yang cukup tinggi dan

bisa diolah menjadi makanan yang lezat

dan aman dikonsumsi.

Kecap yang berada di pasar selama

ini merupakan produk yang berbentuk cair

dan kental. Oleh sebab itu, dalam

penelitian ini perlu dilakukan

pengembangan produk kecap dalam

bentuk bubuk yang lebih praktis dalam

pengemasannya, mudah dibawa, dan

mudah penyimpanannya. Proses

pembuatan kecap ampas tahu ini secara

enzimatis dengan menggunakan enzim

Bromelin yang terdapat pada bubur nanas.

Untuk menghasilkan kecap bubuk

menggunakan bahan pengisi yaitu

Page 2: pemanfaatan dan pengolahan limbah padat industri tahu menjadi

2

maltodekstrin dan proses pengeringan

menggunakan vacuum dryer.

Penelitian bertujuan untuk

mengetahui konsentrasi bubur nanas dan

maltodekstrin yang tepat pada pembutan

kecap bubuk ampas tahu secara enzimatis.

Hipotesis dari penelitian ini adalah diduga

penambahan konsentrasi bubur nanas dan

maltodekstrin berpengaruh pada

pembuatan kecap bubuk ampas tahu.

Adapun konsentrasi dari bubur nanas

adalah 20% (b/b), 40% (b/b), 60% (b/b),

sedangkan konsentrasi maltodekstrin

adalah 20% (b/b), 30% (b/b), 40% (b/b),

sehingga dihasilkan 9 perlakuan. Setiap

produk kecap bubuk yang sudah jadi akan

diujikan secara organoleptik yang meliputi

warna, aroma, rasa, dan tekstur.

BAHAN DAN METODE

Pengambilan Limbah Padat ampas tahu

Ampas tahu yang diperoleh dari home

industry tahu yang berada di desa

Tumpang.

Persiapan bubur nanas

Pada pembuatan kecap bubuk yaitu dengan

cara enzimatis. Menggunakan enzim

bromelin yang diperoleh dari buah nanas.

adapun proses pembuatan bubur nanas

dengan memarut buah nanas sehingga

menghasilkan bubur nanas.

Persiapan bumbu kecap

Bumbu yang digunakan dalam pembuatan

kecap dapat dibedakan menjadi dua

kelompok berdasarkan bentuk

penggunaannya. adas india, keningar,

ketumbar, pekak, kemiri. Daun salam,

jeruk purut, lengkuas, batang serai,

kluwek.

Pembuatan bubuk kecap ampas tahu.

Adapun proses pembuatan kecap bubuk

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Kecap

Bubuk

Rancangan percobaan

Adapun rancangan percobaan penelitian

dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rancangan Percobaan

Analisa organoleptik

Data uji organoleptik meliputi

warna, aroma, rasa dan tekstur dari

masing-masing perlakuan. Uji

organoleptik yang digunakan adalah uji

Hedonik dengan menggunakan panelis

agak terlatih terdiri dari 20 orang.

Perlakuan konsentrasi

Bubur Nanas

A1

20%

A2

40%

A3

60%

Maltodekstrin

B1

20% A1B1 A2B1 A3B1

B2

30% A1B2 A2B2 A3B2

B3

40% A1B3 A2B3 A3B3

Page 3: pemanfaatan dan pengolahan limbah padat industri tahu menjadi

3

Daftar pertanyaan diajukan

menggunakan Hedonic test dengan scoring

method dinyatakan dalam skor 1-5.

Hasilnya skor dinilai dalam bentuk angka

yaitu 5 (suka), 4 (agak menyukai), 3

(netral), 2 (agak tidak suka), 1 (tidak suka).

Nilai dari data hasil uji organoleptik

seluruh perlakuan dianalisa dengan

menggunakan uji Friedman. Apabila hasil

Uji Friedman menunjukkan adanya

pengaruh, maka analisa dilanjutkan dengan

uji lanjutan dengan nama jumlah rangking

Friedman (0,005= 5%).

Rumus Beda Nyata uji Friedman

adalah sebagai berikut:

Perhitungan X2r

Rumus :

X2r =

Keterangan : b= jumlah panelis

t = jumlah perlakuan

Analisa kimia dan fisik

Hasil perlakuan terbaik kemudian

dilakukan analisa kandungan kimia,

fisik, dan rendemen pada kecap bubuk.

Adapun analisa kandungan kimia pada

kecap bubuk adalah sebagai berikut:

1. Uji kadar protein Metode Kjedahl

(AOAC 960.52 1995), analisa protein

(Lampiran 1) untuk mengetahui

kandungan protein terlarut yang ada

pada kecap bubuk dengan cara

menjumlah nilai N (%) yang terdapat

pada kecap bubuk.

2. Uji kadar air (AOAC, 1984 dalam

Sudarmadji.,dkk, 1997) dengan

menggunaakan menggunakan alat oven

dan timbangan analitik, uji ini bertujuan

mengetahui kadar air dari kecap bubuk

ampas tahu. Prosedur penelitian dapat

dilihat pada Lampiran 1.

3. Uji Kelarutan (Yuwono dan Susanto,

2001) Uji daya larut (Lampiran 1) ini

digunakan untuk mengetahui % total

padatan terlarut dalam produk bubuk.

4. Perhitungan Rendemen (Yuwono dan

Susanto, 1998) rendemen (Lampiran 1)

berfungsi untuk megetahui jumlah

penyusutan dari bahan baku dan bahan

tambahan hingga menjadi output.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji organoleptik

Warna

Penelitian panelis terhadap warna

kecap bubuk ampas tahu dengan perlakuan

konsentrasi penambahan bubur nanas dan

maltodekstrin dengan nilai skor

kesukaannya rata-rata diperoleh 2,4 (agak

tidak suka) sampai 4,25 (agak suka).

Rerata skor yang tertinggi diperoleh pada

perlakuan A1B2 yaitu pada konsentrasi

bubur nanas 20% dan maltodekstrin 30%.

Pada perhitungan Friedman menunjukan

secara statistik bahwa warna kecap bubuk

beda nyata. Adapun grafik rata-rata skor

kesukaan warna dapat dilihat pada Gambar

2.

Gambar 2. Rata-rata skor kesukaan warna

kecap bubuk

Menurut Winarno (1997), warna

alami dari produk pangan akan mengalami

perubahan yang dipengaruhi oleh

kandungan komposisi bahan. Begitu juga

pada kecap bubuk, penambahan

konsentrasi maltodekstrin mempengaruhi

hasil produk kecap bubuk. Penambahan

bahan pengisi yaitu maltodekstrin dan

pada proses pengeringan berlangsung

mengakibatkan perbedaan warna setiap

produk.

Aroma

Pengujian Hedonic aroma kecap

bubuk mendapatkan nilai rerata 2,65 –

3,75 (agak tidak suka - agak suka). Nilai

rerata yang paling tinggi pada produk A2B1

Page 4: pemanfaatan dan pengolahan limbah padat industri tahu menjadi

4

dengan konsentrasi bubur nanas 40% dan

maltodekstrin 20% dengan nilai rerata

sebesar 3,75. Adapun grafik rata-rata skor

kesukaan aroma dapat dilihat pada Gambar

2.

Gambar 3. Rata-rata skor kesukaan aroma

kecap bubuk

Tidak adanya perbedaan yang

nyata pada aroma kecap bubuk karena

pada proses enzimatis kecap itu sendiri

kurang menghasilkan aroma tajam,

menurut Nugraheni (2010) kelemahan dari

cara hidrolisis yaitu diperoleh cita rasa dan

aroma yang kurang disukai.

Rasa

Pengujian Hedonic rasa kecap pada

panelis digunakan sebagai tolak ukur

seberapa kesukaan panelis terhadap suatu

produk. Pengujian Hedonic kecap bubuk

ini mendapatkan nilai rerata 2,75 – 4,35

(agak tidak suka - agak suka). Nilai rerata

yang paling tinggi pada produk A1B2

dengan konsentrasi penambahan bubur

nanas 20% dan maltodekstrin 30%.

Adapun grafik rata-rata skor kesukaan rasa

dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 4. Rata-rata skor kesukaan rasa

kecap bubuk

Hasil Friedman menunjukkan bahwa

tingkat penggunaan maltodekstrin pada

pembuatan kecap bubuk memberikan

pengaruh atau beda nyata terhadap kecap

bubuk. Hasil tersebut terjadi karena

perbedaan penambahan konsentrasi

maltodestrin menyebabkan perbedaan

pengaruh yang nyata terhadap rasa kecap

bubuk. Semakin banyak maltodekstrin

yang ditambahkan akan menurunkan cita

rasa pada produk. Hal tersebut telah

dipaparkan oleh Hermansyah, dkk (2012),

jika penambahan konsentrasi bahan

pengisisi terlalu banyak, maka dapat

mengurangi cita rasa produk. Demikian

pula jika terlalu rendah konsentrasi bahan

pengisi dapat mengurangi kemampuan

bahan untuk menggumpal.

Tekstur

Berdasarkan pengujian panelis

memilih tekstur merupakan faktor tingkat

kesukaan dalam suatu kecap dengan nilai

rata-rata 2,2 (agak tidak suka) sampai 4,55

(netral). Pengujian Hedonic aroma kecap

pada panelis digunakan sebagai tolak ukur

seberapa kesukaan panelis terhadap suatu

produk. Pengujian Hedonic kecap bubuk

ini mendapatkan nilai rerata 2,2– 4,55

(agak tidak suka - agak suka). Nilai rerata

yang paling tinggi pada produk A1B2

dengan konsentrasi bubur nanas 20% dan

maltodekstrin 30%. Adapun grafik rata-

rata skor kesukaan tekstur dapat dilihat

pada Gambar 4.

Page 5: pemanfaatan dan pengolahan limbah padat industri tahu menjadi

5

Gambar 2. Rata-rata skor kesukaan tekstur

kecap bubuk

Tidak adanya perbedaan yang

nyata, maltodekstrin dengan konsentrasi

berbeda. Pengujian terhadap tekstur

ternyata panelis lebih menyukai kecap

bubuk yang halus dengan tekstur tidak

lengket, hal ini terjadi pada penambahan

maltodekstrin 20% (b/b). Berdasarkan

Srihari (2010) bahwa penambahan

maltodekstrin memberikan tingkat

kelengketan pada produk, karena

maltodekstrin merupakan bahan pengisi

yang terbuat dari hidrolisis pati.

Perlakuan terbaik

Berdasarkan pemilihan perlakuan

terbaik menggunakan parameter

organoleptik (Warna, Rasa, Aroma, dan

Tekstur). Perlakuan A1B2 dengan

konsentrasi bubur nanas 20% (b/b) dengan

maltodekstrin 30% (b/b) mempunyai nilai

produk yang paling tinggi yaitu sebesar

0,817 yang kedua perlakuan A2B2 dengan

konsentrasi penambahan bubur nanas 40%

(b/b) dengan maltodekstrin 30% (b/b).

Adapun tabel urutan perlakuan terbaik

dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Urutan Perlakuan Terbaik

Produk Perlakuan Urutan

Bubur nanas Maltodekstrin

A1B1 20 % (b/b) 20% (b/b) 4

A1B2 20% (b/b) 30% (b/b) 1

A1B3 20 % (b/b) 40% (b/b) 9

A2B1 40% (b/b) 20% (b/b) 3

A2B2 40% (b/b) 30% (b/b) 2

A3B3 40% (b/b) 40% (b/b) 5

A3B1 60% (b/b) 20% (b/b) 7

A3B2 60% (b/b) 30% (b/b) 6

A3B3 60% (b/b) 40% (b/b) 8

Uji Protein

Kadar protein dari kecap bubuk

dengan konsentrasi bubur nanas 20% (b/b)

dengan maltodekstrin 30% (b/b) sebesar

1,3% sedangkan pada syarat mutu produk

instan yaitu 1%. Hal ini dapat diartikan

bahwa kecap bubuk ampas tahu sudah

memenuhi syarat. Kandungan protein

merupakan nutrisi terpenting yang menjadi

daya tarik untuk mengkonsumsi ampas

tahu. Proses proteolisis dengan bantuan

enzim protease dapat menguraikan protein

menjadi senyawa peptida, pepton, serta

asam-asam amino. Di antaranya beberapa

jenis asam amino yang terbentuk, salah

satunya adalah asam glutamat yang akan

memberikan cita rasa kecap yang gurih

(Mahfudiyah, 2003).

Kandungan protein pada kecap

manis sebesar 2 % sedangkan pada kecap

bubuk ampas tahu sebesar 1,3%, hal ini

terjadi karena pada proses pengeringan

kecap bubuk dengan penambahan

maltodekstrin menyebabkan reaksi mailard

sehingga mengurangi jumlah protein yang

ada dalam kecap bubuk ampas tahu,

karena adanya proses pemanasan pada

pengering ruang hampa (vacuum dryer).

Hal ini perkuat dalam penelitian Muchtadi

(1989), penurunan protein pada abon

daging terutama disebabkan karena

terjadinya reaksi pencoklatan (Mailard)

selama proses pengolahan, dimana protein

(asam amino) daging bereaksi dengan gula

(pereduksi) yang ditambahkan sebagai

bumbu. Gula pereduksi tersebut

mempunyai gugus OH bebas yang reaktif,

yaitu suatu kemampuan untuk mereduksi

ion dalam keadaan basa (Septiani, 2004).

Merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi sifat-sifat fungsional

protein seperti panas, pH, perlakuan ion,

kondisi penyimpanan, pengeringan, serta

modifikasi fisik, kimia dan enzimatis

(Kinsella, 2001).

Uji kadar air

Menurut Winarno (2004), kadar air

bahan yang terkandung berkisar 3-7 % dan

kestabilan optimum bahan makanan akan

tercapai, kecuali pada produk-produk yang

dapat mengalami oksidasi akibat adanya

kandungan lemak tidak jenuh. Sehingga

akan mengakibatkan penurunan Aw (water

activity). Kadar air yang didapatkan dari

kecap bubuk adalah 3,7%, hal ini berarti

bahwa kecap bubuk memiliki nilai Aw

(water activity) yang rendah. Kadar air

yang tinggi yang disertai dengan Aw yang

tinggi, maka akan mempengaruhi

keawetan bahan pangan dan mempercepat

Page 6: pemanfaatan dan pengolahan limbah padat industri tahu menjadi

6

umur simpan serta memudahkan

pertumbuhan mikroba (Winarno, 1997).

Uji Daya Larut

Analisa padatan terlarut yang

dihasilkan dari kecap bubuk adalah

92,27%, hal tersebut menunjukkan bahwa

kelarutan pada kecap bubuk sangat tinggi

sehingga endapan yang dihasilkan sedikit.

Semakin tinggi nilai dari daya larut maka

semakin sedikit endapan yang dihasilkan.

Kecepatan melarut dipengaruhi oleh

besarnya ukuran partikel dari suatu bahan

(Wirakartakusuma., dkk, 1992).

Secara visual diamati bahwa kecap

bubuk instan (A1B2) mempunyai ukuran

butiran lebih halus. Dalam hal ini

Wirakartakusuma, dkk (1992) menjelaskan

bahwa perbedaan volume dari komoditas

yang sama dapat menyebabkan sifat sifat

tekstural yang berbeda. Pengujian padatan

terlarut banyak digunakan pada produk-

produk instan. Makin tinggi angka yang

diperoleh menunjukkan daya larut yang

makin meningkat (Nisa., dkk, 2008).

Rendemen

Perhitungan rendemen

menunjukkan bahwa rendemen yang

dihasilkan dari kecap bubuk adalah

31,313%. Hal tersebut menunjukkan

bahwa pada proses pembuatan kecap

bubuk dihasilkan 31,313% dari kecap cair.

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh

Triyono (2010), tentang pembuatan susu

bubuk didapatkan rendemen sebesar

19,40% dan penelitian Sutardi (2010)

memperoleh rendemen 20,91% pada

pembuatan bubuk jagung manis. Analisa

redemen merupakan salah satu presentase

produksi yang didapatkan dari

perbandingan berat awal bahan dengan

berat akhirnya, sehingga dapat diketahui

kehilangan beratnya dalam mengalami

proses pengolahan (Pereira, 2009).

KESIMPULAN DAN SARAN

Pembuatan kecap bubuk ampas

tahu dengan proses enzimatis memerlukan

perbandingan konsentrasi bubur nanas dan

maltodekstrin yang tepat. Dari pengujian

organoleptik kecap bubuk yang dihasilkan

diketahui konsentrasi bubur nanas 20%

(b/b) dan maltodekstrin 30% (b/b) pada

perlakuan A1B2 merupakan nilai yang

terbaik. Adapun kecap bubuk ampas tahu

pada produk A1B2 dengan konsentrasi

bubur nanas 20% (b/b) dengan

maltodekstrin 30% (b/b) memiliki tingkat

kesukaan warna sebesar 4,25 (agak

menyukai) dengan warna coklat muda,

rasa sebesar 4,35 (agak menyukai) dengan

rasa tingkat kemanisan yang cukup, aroma

sebesar 2,95 (netral) memiliki aroma yang

khas dan normal, tekstur sebesar 4,55

(agak menyukai) memiliki tekstur yang

halus dan tidak lengket. Hasil dari analisa

kimia dan fisik dari kecap bubuk

dihasilkan kadar protein 1,3%, kadar air

3,7%, padatan terlarut sebesar 92,27% dan

dengan rendemen 31,313%.

Saran yang dapat diberikan untuk

penelitian selanjutnya yaitu agar

menambahkan pengaruh waktu fermentasi

pada proses pembuatan kecap bubuk

secara enzimatis dan pengujian tentang

daya simpan kecap bubuk. Selain itu,

penelitian selanjutnya diharapkan mampu

menghasilkan kecap bubuk dengan skor

kesukaan organoleptik yang tinggi yaitu

pada tingkat menyukai.

DAFTAR PUSTAKA

Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis

dalam Penelitian Percobaan, Edisi

Pertama. Tarsito. Bandung.

Hermansyah, R., Wignyanto, dan Mulyadi,

A.F. 2012. Pembuatan tepung

pewarna alami dari limbah

pengolahan daging rajungan (Kajian

konsentrasi dekstrin, suhu

pengeringan dan analisis biaya

produksi). Jurnal Industri 1 (1): 40-49.

Luthana, Y. K. 2008. Maltodekstrin,

<http://yongkikastaluthana.Wodpres.

com>. Diakses tanggal 14 November

2013.

Page 7: pemanfaatan dan pengolahan limbah padat industri tahu menjadi

7

Muchtadi, T. 1989. Teknologi Proses

Pengolahan Pangan. Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi. IPB.

Bogor.

Nakamura. 2010. Method for producing

soy sauce powder. United State Patent

Application Publication. Pub. No: US

2010/0310744 A1.

Nugraheni, R. 2010. Analisis

mikrobiologis abon ikan tuna dan

kecap. Thesis. Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Nurlela, E. 2002. Kajian Faktor Yang

Mempengaruhi Pembuatan Warna

Gula Merah. Skripsi. Departemen

Ilmu dan teknologi pangan. IPB.

Bogor.

Nisa, F.C, J. Kusnadi dan R. Chrisnasari.

2008. Viabilitas dan deteksi subletal

bakteri probiotik pada susu kedelai

fermentasi instan metode

pengeringan beku (Kajian jenis isolat

dan konsentrasi sukrosa sebagai

krioprotektan).Jurnal Teknologi

Pertanian. 9 (1): 23-27.

Sutardi, H. S., dan Murti, R. A,. 2010.

Pengaruh dekstrin dan gum arab

terhadap sifat kimia dan fisik sari

jagung manis. Jurnal teknologi dan

industri pangan. XXI (2): 102-107

Soekarto, S. T., 1985. Penilaian

organoleptik untuk industri pangan

hasil pertanian. Pusbangtepa IPB.

Hal. 11-33.

Septiani, Y. 2004. Studi kadar

karbohidrat, lemak, dan protein

pada kecap dari tempe. Skripsi

Fakultas MIPA UNS. Surakarta.

Sudarmadji, S, Haryono, dan Suhardi.

1997. Prosedur analisa untuk bahan

makanan dan pertanian. PT.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suprapti, L. 2005a. Kecap Air Kelapa.

Edisi Teknologi Pengolahan Pangan.

Kanisius. Yogyakarta

Srihari, E., F, S, Lingganingrum., R,

Hervita., dan H, Wijaya. 2010.

Pengaruh penambahan

maltodekstrin pada pembuatan

santan kelapa bubuk. Seminar

rekayasa kimia dan proses. Fakultas

Teknik Universitas Surabaya. ISSN :

1411-4216

Triyono, A. 2010a. Pengaruh

maltodekstrin dan subtitusi tepung

pisang (Musa paradisiaca) terhadap

karakteristik flakes. Jurnal Penelitian

Pengembangan Teknologi Kimia

untuk Pengolahan Sumber Daya Alam

Indonesia.Yogyakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan

Gizi. Gramedia. Jakarta

. 2004. Kimia Pangan dan

Gizi, Edisi Kedelapan. PT Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta

. 2007. Teknologi Pangan.

M-Brio Press. Bogor.

Yuwono, S. S. dan Susanto, T. 1998.

Pengujian Fisik Pangan. Fakultas

Teknologi Pertanian. Universitas

Brawijaya. Malang.

Wirakartakusuma, K., Abdullah, dan A.

Syarif. 1992. Sifat-sifat Pangan.

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi.Pusat Antar

Universitas pangan dan Gizi. Institut

Pertanian Bogor. Bogor.