33
PEMANFAATAN JAMUR LAPUK PUTIH (Phanerochaete chrysosporium) DALAM PENGOLAHAN LIMBAH TEKSTIL (SUATU STUDI PENDAHULUAN TERHADAP LIMBAH PENCELUPAN BENANG DI BANJAR GROMBONG, DESA SAMPALAN, KABUPATEN KLUNGKUNG) OLEH: PANDE MIRAH DWI ANGGRENI 9407 NI LUH PUTU EKA JULIARI 9457 HENDRA SETIAWAN 9977 PEMERINTAH KABUPATEN KLUNGKUNG DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 SEMARAPURA TAHUN AJARAN 2010/2011

Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

  • Upload
    kenzie

  • View
    32

  • Download
    4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gratis

Citation preview

Page 1: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

PEMANFAATAN JAMUR LAPUK PUTIH (Phanerochaete

chrysosporium) DALAM PENGOLAHAN LIMBAH TEKSTIL

(SUATU STUDI PENDAHULUAN TERHADAP LIMBAH

PENCELUPAN BENANG DI BANJAR GROMBONG,

DESA SAMPALAN, KABUPATEN KLUNGKUNG)

OLEH:

PANDE MIRAH DWI ANGGRENI 9407

NI LUH PUTU EKA JULIARI 9457

HENDRA SETIAWAN 9977

PEMERINTAH KABUPATEN KLUNGKUNG

DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAH RAGA

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 SEMARAPURA

TAHUN AJARAN 2010/2011

Page 2: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv

DAFTAR ISI ...................................................................................................... v

ABSTRAKSI ..................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 5

1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 5

1.5 Ruang Lingkup ........................................................................... 6

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Air Limbah dan Permasalahannya ............................................. 7

2.2 Mengenal Jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium) . 12

2.3 Kerangka Berpikir ...................................................................... 14

2.4 Hipotesis Penelitian .................................................................... 15

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 16

3.2 Rancangan Penelitian ................................................................. 16

3.3 Subyek dan Obyek Penelitian ..................................................... 16

3.4 Alat dan Bahan .......................................................................... 17

3.4.1 Alat .................................................................................... 17

3.4.2 Bahan ................................................................................ 17

3.5 Metode Pengumpulan Data ........................................................ 17

3.6 Metode Pengolahan Data ............................................................ 18

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 19

v

Page 3: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

v

4.1.1 Potensi Jamur Lapuk Putih untuk Menetralkan

Limbah Pencelupan Benang .............................................. 19

4.1.2 Konsentrasi Jamur Lapuk Putih yang Optimal

untuk Menetralkan Limbah Pencelupan Benang .............. 19

4.1.3 Waktu Perendaman yang Tepat untuk Menetralkan

Limbah Pencelupan Benang .............................................. 20

4.1.4 Potensi Jamur Lapuk Putih untuk Menjernihkan

Limbah Pencelupan Benang .............................................. 20

4.1.5 Potensi Jamur Lapuk Putih untuk Mengurangi Kadar

Racun pada Limbah Pencelupan Benang .......................... 21

4.2 Pembahasan ................................................................................ 22

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 26

5.2 Saran ........................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BIODATA PESERTA

vi

Page 4: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

vi

Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium)

dalam Pengolahan Limbah Tekstil (Suatu Studi Pendahuluan Terhadap Limbah Pencelupan Benang

di Banjar Grombong, Desa Sampalan, Kabupaten Klungkung)

A B S T R A K S I

Pande Mirah Dwi Anggreni, Ni Luh Putu Eka Juliari,

Hendra Setiawan, 2011, 27 Halaman.

Selama ini jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium) jarang

dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal tersebut menyebabkan jamur Lapuk Putih

(Phanerochaete chrysosporium) kurang bernilai ekonomis. Sedangkan jamur ini

memiliki manfaat untuk menetralkan limbah pencelupan benang. Dibandingkan

dengan penetral limbah yang lain, bahan ini lebih ekonomis dan ramah

lingkungan sehingga perlu dikembangkan lebih lanjut untuk pengolahan limbah

cair. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan jamur Lapuk Putih

(Phanerochaete chrysosporium) untuk menetralkan air limbah pencelupan benang

di banjar Grombong, desa Sampalan, kabupaten Klungkung. Penelitian ini

tergolong penelitian eksperimental, dengan subjek penelitian yaitu air limbah

industri pencelupan benang di banjar Grombong, desa Sampalan, kabupaten

Klungkung. Obyek dalam penelitian ini yaitu warna, kadar racun, dan pH hasil

olahan limbah industri yang sudah dicampur dengan jamur Lapuk Putih

(Phanerochaete chrysosporium). Data dalam penelitian ini diolah secara

deskriptif kuantitatif yang diawali dengan proses persiapan alat dan bahan hingga

mendapat hasil penelitian berupa perubahan warna, kadar racun, dan pH dari air

limbah pencelupan benang yang telah dicampur jamur Lapuk Putih

(Phanerochaete chrysosporium). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada

rentang pengamatan yang dilakukan, konsentrasi jamur Lapuk Putih

(Phanerochaete chrysosporium) yang optimal untuk menetralkan air limbah

pencelupan benang adalah 7 gram/100 ml dengan lama perendaman selama 33

jam. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan hasil penelitian yang menunjukkan

terjadinya penurunan pH limbah pencelupan benang dari 9,4 menjadi 7,3 dan juga

dibuktikan dengan adanya perubahan warna dari warna orange menjadi lebih

jernih. Selain itu, terjadi penurunan kadar racun dalam air limbah yang

dibuktikan dengan daya tahan ikan di dalam air limbah yang sudah diolah dengan

menggunakan jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium) lebih baik

dibandingkan dengan dengan daya tahan ikan di dalam air limbah yang belum

diolah. Mengingat penelitian ini tergolong studi pendahuluan maka hasil dari

penelitian ini belum optimal. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut

dengan menggunakan konsentrasi jamur yang bervariasi.

Kata kunci : Limbah pencelupan benang, jamur lapuk putih (Phanerochaete

chrysosporium), kadar warna, kadar racun, dan Ph limbah

pencelupan benang.

vii

Page 5: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

vii

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

2.1 Skema pengelompokan bahan yang terkandung di dalam air limbah … 8

2.2 Marasmius sp. ………………………………………………………… 13

2.3 Phanerochaete chrysosporium ………………………………………... 13

2.4 Trametes versicolor …………………………………………………... 14

4.1 Pengurangan pH Limbah Berdasarkan Massa ……………………….. 23

4.2 Kenaikan pH Limbah Berdasarkan Massa …………………………… 23

viii

Page 6: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

viii

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

3.1 Hasil Pengukuran pH Limbah ................................................................ 18

3.2 Hasil Pengamatan Warna Limbah .......................................................... 18

4.1 Hasil Pengukuran pH Limbah dengan Variasi Massa Jamur

Lapuk Putih ............................................................................................ 19

4.2 Penentuan Konsentrasi Jamur Lapuk Putih ............................................ 20

4.3 Hasil Pengamatan Waktu Perendaman Jamur Lapuk Putih ................... 20

4.4 Hasil Pengamatan Warna Limbah .......................................................... 21

4.5 Perbandingan Daya Tahan Hidup Ikan Jali pada Limbah yang

Sudah dan Belum Diolah ....................................................................... 21

4.6 Perbandingan Pengurangan pH Awal dan pH Akhir ............................. 22

4.7 Kenaikan pH Limbah yang Terjadi Setelah 33 Jam ............................... 22

4.8 Perbandingan Perubahan Warna Awal dan Akhir ................................. 24

ix

Page 7: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri tekstil merupakan salah satu industri terpenting dalam suatu

negara. Tak heran jika industri tekstil adalah salah satu industri yang

berkembang dengan pesat. Di Indonesia, industri tekstil mengalami

perkembangan sebesar 0,85% per tahun. Perkembangan yang terjadi

membawa manfaat yang baik bagi kehidupan masyarakat. Namun, seperti

halnya perkembangan industri lainnya, perkembangan industri tekstil

meningkatkan pula risiko kerusakan lingkungan jika limbah yang dihasilkan

tidak diolah dengan baik (Guswandhi dkk., 2007).

Salah satu masalah yang paling mengganggu dari limbah industri tekstil

adalah kandungan zat warna. Dalam industri tekstil, zat warna merupakan

salah satu bahan baku utama. Sekitar 10-15% dari zat warna yang sudah

digunakan tidak dapat dipakai ulang dan harus dibuang. Zat warna yang

dikandung limbah industri tekstil dapat mengganggu kesehatan, misalnya

iritasi kulit dan iritasi mata hingga menyebabkan kanker. Selain itu, zat

warna juga dapat menyebabkan terjadinya mutagen (Mathur, 2005).

Zat warna ini memiliki struktur kimia berupa gugus kromofor dan

terbuat dari beraneka bahan sintetis, yang membuatnya resisten terhadap

degradasi saat nantinya sudah memasuki perairan. Meningkatnya kekeruhan

air karena adanya polusi zat warna, nantinya akan menghalangi masuknya

cahaya matahari ke dasar perairan dan mengganggu keseimbangan proses

fotosintesis, ditambah lagi adanya efek mutagenik dan karsinogen dari zat

warna tersebut, membuatnya menjadi masalah yang serius.

Alam memiliki kemampuan dalam menetralisir pencemaran yang

terjadi apabila jumlahnya kecil, akan tetapi apabila dalam jumlah yang cukup

banyak akan menimbulkan dampak negatif terhadap alam karena dapat

mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan sehingga

limbah tersebut dikatakan telah mencemari lingkungan. Hal tersebut dapat

dicegah dengan mengolah limbah yang dihasilkan industri sebelum dibuang

Page 8: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

2

ke badan air. Limbah yang dibuang ke sungai harus memenuhi baku mutu

yang telah ditetapkan, karena sungai merupakan salah satu sumber air bersih

bagi masyarakat, sehingga diharapkan tidak tercemar dan bisa digunakan

untuk keperluan lainnya (Junaidi, 2006).

Khususnya di kabupaten Klungkung, sektor industri merupakan salah

satu sektor sekunder yang memegang peranan penting baik dalam hal

penyerapan tenaga kerja maupun kontribusinya terhadap Produk Domestik

Regional Bruto. Perkembangan sektor industri dari tahun ke tahun secara

gradual mengalami peningkatan. Tahun 2007 sektor ini mampu menyerap

tenaga kerja sekitar 12 persen dari total angkatan kerja dan meningkat 10

persen lebih selama tiga 3 tahun terakhir. Sedangkan kontribusinya terhadap

Produk Domestik Regional Bruto mengalami peningkatan 4,04%.

Di kabupaten Klungkung terdapat industri sedang sebanyak 23 buah

dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 745 orang, yang tersebar di tiga 3

kecamatan yaitu 8 buah di kecamatan Klungkung, 11 buah di kecamatan

Dawan serta 4 buah di kecamatan Banjarangkan. Industri tesktil, pakaian jadi

dan kulit menyerap tenaga kerja lebih dari 45 persen (Adnyana, 2008).

Dengan demikian jelaslah bahwa keberadaan industri tekstil pakaian jadi

memiliki posisi strategis bagi perkembangan sektor industri khususnya dan

perekonomian umumnya.

Terlepas dari peranannya sebagai komoditi ekspor yang diandalkan,

ternyata industri tekstil di kabupaten Klungkung ini menimbulkan masalah

yang serius bagi lingkungan terutama masalah yang diakibatkan oleh limbah

cair yang dihasilkan. Limbah tekstil ini dihasilkan oleh beberapa industri

kecil pencelupan benang di banjar Grombong, desa Sampalan, kabupaten

Klungkung yang beroperasi di pinggir sungai. Setiap hari limbah yang

dihasilkan beraneka warna seperti merah, biru, hijau, kuning, hitam dan

sebagainya.

Berdasarkan informasi dari pelaku usaha setempat, pewarna yang

digunakan dalam pewarnaan benang adalah soda, picanol dan porsion untuk

memberikan warna orange pada benang. Limbah hasil pencelupan benang

tersebut tidak diolah dahulu oleh para pelaku usaha tekstil tetapi membuang

Page 9: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

3

limbah tersebut ke sungai. Kalau pun ada yang melakukan pengolahan,

langkah yang diambil terbatas pada pembuatan lubang atau bak untuk

menampung limbah tanpa ada tindakan lainnya.

Limbah pencelupan benang yang dihasilkan industri tersebut sangat

merusak keindahan lingkungan. Limbah dialirkan begitu saja ke sungai

sehingga dapat membahayakan penduduk sekitar yang memanfaatkan air

sungai untuk MCK dan irigasi karena sifatnya yang basa, dengan pH limbah

mencapai 9,3. Organisme perairan juga tidak dapat bertahan hidup akibat

limbah yang beracun. Fenomena tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan

kerusakan ekosistem air sungai Kali Unda.

Dampak lebih jauh adalah kelangkaan sumber daya air di masa

mendatang dan kepunahan ekosistem perairan tidak pelak lagi dapat terjadi

apabila warga masyarakat tidak peduli terhadap permasalahan tersebut. Oleh

karena itu, perlu dilakukan pengolahan limbah cair sebelum dibuang ke

sungai. Pada umumnya, tujuan dari pengolahan limbah cair industri tekstil

adalah mengurangi tingkat polutan organik, logam berat, padatan tersuspensi

dan warna sebelum dibuang ke badan air.

Pada saat ini polutan di Indonesia tidak memasukkan warna sebagai

parameter yang diatur. Walaupun demikian, limbah yang mengandung warna

seringkali menimbulkan kesulitan dalam penggunaan selanjutnya dalam

masalah estetika. Dewasa ini, telah banyak penelitian yang dilakukan

mengenai penghilangan warna dan senyawa organik yang ada dalam limbah

cair industri tekstil, misalnya dengan cara kimia menggunakan koagulan,

secara fisika dengan sedimentasi, adsorpsi dan lain-lain. Pengolahan limbah

cair dengan menggunakan proses biologi juga banyak diterapkan untuk

mereduksi senyawa organik dari limbah cair industri tekstil. Namun efisiensi

penghilangan warna melalui proses biologi ini seringkali tidak memuaskan,

karena zat warna mempunyai sifat tahan terhadap degradasi biologi

(recalcitrance).

Penghilangan warna secara kimia menggunakan koagulan akan

menghasilkan lumpur (sludge) dalam jumlah yang relatif besar. Lumpur yang

dihasilkan ini akhirnya akan menimbulkan masalah baru bagi unit

Page 10: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

4

pengolahan limbah. Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1994,

lumpur yang dihasilkan industri tekstil diklasifikasikan sebagai limbah B3,

sehingga membutuhkan pengolahan limbah lebih lanjut terhadap lumpur

yang terbentuk. Dengan adanya penanganan lanjutan ini akan menaikkan

biaya operasional unit pengolahan limbah. Sedangkan penggunaan karbon

aktif untuk menghilangkan warna juga memerlukan biaya yang cukup tinggi

karena harga karbon aktif relatif mahal.

Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan altematif baru untuk

mengolah limbah cair indutri tekstil yang efektif dan efisien dalam

menurunkan polutan organik dan zat warna (Manurung, 2004). Pengolahan

secara alamiah diharapkan dapat lebih dikembangkan karena pengolahan

jenis ini relatif lebih ekonomis dengan tujuan memanfaatkan potensi alam

setempat. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan jamur lapuk putih

(Phanerochaete chrysosporium). Terkait dengan latar belakang di atas maka

pada karya tulis ini akan diteliti mengenai pemanfaatan jamur lapuk putih

(Phanerochaete chrysosporium) untuk menetralkan limbah pencelupan

benang di banjar Grombong, desa Sampalan, kabupaten Klungkung.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah terkait dengan latar belakang di atas yaitu

sebagai berikut:

1. Apakah jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium) dapat

digunakan untuk menetralkan limbah pencelupan benang di banjar

Grombong, desa Sampalan, kabupaten Klungkung?

2. Berapa konsentrasi jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium)

yang optimal untuk menetralkan limbah pencelupan benang di banjar

Grombong, desa Sampalan, kabupaten Klungkung?

3. Berapa lama perendaman jamur Lapuk Putih (Phanerochaete

chrysosporium) dalam menetralkan limbah pencelupan benang di banjar

Grombong, desa Sampalan, kabupaten Klungkung ?

Page 11: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

5

4. Apakah jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium) dapat

digunakan untuk menjernihkan limbah pencelupan benang di banjar

Grombong, desa Sampalan, kabupaten Klungkung ?

5. Apakah jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium) dapat

mengurangi kadar racun dalam limbah pencelupan benang di banjar

Grombong, desa Sampalan, kabupaten Klungkung ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan dalam karya tulis ini yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui manfaat jamur Lapuk Putih (Phanerochaete

chrysosporium) untuk menetralkan limbah pencelupan benang di banjar

Grombong, desa Sampalan, kabupaten Klungkung.

2. Untuk mengetahui konsentrasi jamur Lapuk Putih (Phanerochaete

chrysosporium) yang optimal untuk menetralkan limbah pencelupan

benang di banjar Grombong, desa Sampalan, kabupaten Klungkung.

3. Untuk mengetahui lama perendaman jamur Lapuk Putih (Phanerochaete

chrysosporium) dalam menetralkan limbah pencelupan benang di banjar

Grombong, desa Sampalan, kabupaten Klungkung.

4. Untuk mengetahui jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium)

dapat digunakan untuk menjernihkan limbah pencelupan benang di banjar

Grombong, desa Sampalan, kabupaten Klungkung.

5. Untuk mengetahui jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium)

dapat mengurangi kadar racun dalam limbah pencelupan benang di banjar

Grombong, desa Sampalan, kabupaten Klungkung.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

berbagai pihak antara lain sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah, untuk membuat peraturan dan memberi sanksi yang

tegas kepada masyarakat yang mencemari lingkungan sungai.

Page 12: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

6

2. Bagi pengusaha tekstil, sebagai masukan untuk mengolah limbah sebelum

dibuang ke aliran sungai sehingga air tidak terkontaminasi dengan zat-zat

yang berbahaya dari limbah pencelupan tekstil.

3. Bagi masyarakat, untuk memotivasi supaya tidak melakukan tindakan

yang dapat mencemari lingkungan sungai sehingga tidak merusak

ekosistem air.

4. Bagi penulis, dapat dijadikan referensi untuk menambah pengetahuan

mengenai pemanfaatan jamur Lapuk Putih untuk mengadsorbsi limbah

pencelupan benang di banjar Grombong, desa Sampalan, kabupaten

Klungkung.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium. Bahan-bahan yang

digunakan antara lain jamur Lapuk Putih serta air limbah pencelupan benang.

Volume sampel limbah yang digunakan sebanyak 100 ml. Limbah tersebut

berasal limbah cair industri pencelupan benang di banjar Grombong, desa

Sampalan, kabupaten Klungkung.

Penetralan limbah yang dimaksud dalam penelitian ini ditinjau dari

perubahan warna dan pH limbah pencelupan benang di banjar Grombong,

desa Sampalan, kabupaten Klungkung. Penetralan limbah yang dimaksud

dalam penelitian ini ditinjau dari dua segi yaitu warna dan derajat keasaman

(pH). Limbah disebut netral jika berwarna jernih dan pH-nya berada dalam

rentangan 6,8 – 7,2.

Page 13: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Air Limbah dan Permasalahannya

Menurut Metcalf dan Eddy (1979) yang dimaksud air limbah (waste

water) adalah kombinasi dari cairan dan sampah-sampah (air yang berasal

dari daerah permukiman, perdagangan, perkantoran, dan industri) bersama-

sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada.

Sedangkan menurut Ehlers and Steel (1979), limbah merupakan cairan yang

dibawa oleh saluran air buangan. Secara umum dapat dikemukakan air

buangan adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri

maupun tempat-tempat umum lainnya, dan biasanya mengandung bahan-

bahan atau zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta

mengganggu kelestarian hidup.

Limbah dapat diklasifikasikan sebagai berikut, 1) Limbah mudah

meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas

dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak

lingkungan. 2) Limbah mudah terbakar yaitu limbah yang bila berdekatan

dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah

menyala atau terbakar dan bila sudah menyala akan terus terbakar hebat

dalam waktu yang lama. 3) Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan

kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik

peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi. 4) Limbah beracun adalah

limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi manusia dan

lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan kematian atau sakit bila masuk

kedalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut. 5) Limbah yang

menyebabkan infeksi yaitu limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau

limbah yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia

yang diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi. 6) Limbah

yang bersifat korosif adalah limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau

mengkorositkan baja, yaitu memiliki pH asam atau kurang dari 2,0 untuk

limbah yang bersifat asam dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.

Page 14: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

8

Sesuai dengan sumber asalnya, maka air limbah mempunyai komposisi

yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat. Akan tetapi, secara

garis besar zat-zat yang terdapat di dalam air limbah dapat dikelompokkan

seperti pada skema berikut ini.

Gambar 2.1 Skema pengelompokan bahan yang terkandung di dalam air limbah.

(Sugiharto, 2005)

Air limbah sebagai sumber pencemar dapat berasal dari berbagai

sumber yang pada umumnya karena hasil perbuatan manusia dan kemajuan

teknologi. Sumber-sumber air limbah tersebut oleh Kusnoputranto (1986)

dibedakan menjadi 3, yaitu, 1) Air limbah rumah tangga (domestic wasted

water), air limbah dari permukiman ini umumnya mempunyai komposisi

yang terdiri atas ekskreta (tinja dan urin), air bekas cucian dapur dan kamar

mandi, dimana sebagian besar merupakan bahan organik. 2) Air limbah

kotapraja (municipal wastes water), air limbah ini umumnya berasal dari

daerah perkotaan, perdagangan, sekolah, tempat–tempat ibadah dan tempat–

tempat umum lainnya seperti hotel, restoran, dan lain-lain. 3) Air limbah

industri (industrial wastes water), air limbah yang berasal dari berbagai jenis

industri akibat proses produksi ini pada umumnya lebih sulit dalam

pengolahannya serta mempunyai variasi yang luas.

Sesuai dengan sumber air limbah yang merupakan benda sisa, maka

sudah barang tentu bahwa air limbah merupakan benda yang sudah tidak

dipergunakan lagi. Akan tetapi tidak berarti bahwa air limbah tersebut tidak

Air Limbah

Air

(99,9%)

Bahan padat

(0,1%)

Organik

Protein (65%)

Karbohidrat

(25%)

Lemak (10%)

Anorganik

Butiran

Garam

Metal

Page 15: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

9

perlu dilakukan pengelolaan, karena apabila limbah tersebut tidak dikelola

secara baik akan dapat menimbulkan gangguan, baik terhadap lingkungan

maupun terhadap kehidupan yang ada (Azwar, 1995). Air limbah sangat

berbahaya terhadap kesehatan manusia mengingat bahwa banyak penyakit

yang dapat ditularkan melalui air limbah. Air limbah ini ada yang hanya

berfungsi sebagai media pembawa saja seperti penyakit kolera, radang usus,

hepatitis infektiosa, serta schitosomiasis. Selain sebagai pembawa penyakit di

dalam air limbah itu sendiri banyak terdapat bakteri patogen penyebab

penyakit, seperti virus, Vibrio Cholera, Salmonella Typhosa, Salmonella Sp,

Shigella Sp, Basillus Antraksis, Brusella Sp, Mycobacterium Tuberculosa,

Leptospira, Entamuba Histolitika, Schistosoma Sp, dan Taenia Sp.

Selain sebagai pembawa dan kandungan kuman penyakit, air limbah

juga dapat mengandung bahan-bahan beracun, penyebab iritasi, bau dan

bahkan suhu yang tinggi serta bahan-bahan lainnya yang mudah terbakar.

Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh sumber asal air limbah. Kasus yang

terjadi di Teluk Minamata pada tahun 1953 adalah contoh yang nyata di

mana para nelayan dan keluarganya mengalami gejala penyempitan ruang

pandang, kelumpuhan, kulit terasa menebal dan bahkan dapat menyebabkan

kematian. Kejadian yang demikian adalah sebagai akibat termakannya ikan

oleh nelayan, sedangkan ikan tersebut telah mengandung air raksa sebagai

akibat termakannya kandungan air raksa yang ada di dalam teluk. Air raksa

ini berasal dari air limbah yang tercemar oleh adanya pabrik yang

menghasilkan air raksa pada buangan limbanya. Selain air raksa masih

banyak lagi racun lainnya yang dapat membahayakan kesehatan manusia.

Dengan banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, maka

akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut di dalam air

limbah. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan di dalam air yang

membutuhkan oksigen akan terganggu, dalam hal ini akan mengurangi

perkembangannya. Selain kematian kehidupan di dalam air disebabkan

karena kurangnya oksigen di dalam air dapat juga karena adanya zat beracun

yang berada di dalam air limbah tersebut. Selain matinya ikan dan bakteri-

bakteri di dalam air juga dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman atau

Page 16: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

10

tumbuhan air. Sebagai akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses

penjernihan sendiri yang seharusnya bisa terjadi pada air limbah menjadi

terhambat. Sebagai akibat selanjutnya adalah air limbah akan sulit untuk

diuraikan. Selain bahan-bahan kimia yang dapat mengganggu kehidupan di

dalam air, maka kehidupan di dalam air juga dapat terganggu dengan adanya

pengaruh fisik seperti adanya tempertur tinggi yang dikeluarkan oleh industri

yang memerlukan proses pendinginan.

Panasnya air limbah dapat mematikan semua organisme apabila tidak

dilakukan pendinginan terlebih dahulu sebelum dibuang ke dalam saluran air

limbah (Azwar, 1995). Apabila air limbah mengandung gas karbondioksida

yang agresif, maka mau tidak mau akan mempercepat proses terjadinya karat

pada benda yang terbuat dari besi. Selain karbon dioksida agresif, maka tidak

kalah pentingnya apabila air limbah itu adalah air limbah yang berkadar pH

rendah atau bersifat asam maupun pH tinggi yang bersifat basa. Melalui pH

yang rendah maupun pH yang tinggi mengkibatkan timbulnya kerusakan

pada benda-benda yang dilaluinya. Lemak yang merupakan sebagian dari

komponen air limbah mempunyai sifat yang menggumpal pada suhu udara

normal, dan akan berubah menjadi cair apabila berada pada suhu yang lebih

panas.

Lemak yang merupakan benda cair pada saat dibuang ke saluran air

limbah akan menumpuk secara kumulatif pada saluran air limbah karena

mengalami pendinginan dan lemak ini akan menempel pada dinding saluran

air limbah yang pada akhirnya akan dapat menyumbat aliran air limbah.

Selain penyumbatan akan dapat juga terjadi kerusakan pada tempat dimana

lemak tersebut menempel yang bisa berakibat timbulnya bocor

(Notoatmodjo, 1997). Air limbah dapat mengganggu aktivitas masyarakat

dan mengganggu ekosistem di lingkungan sekitar sehingga diperlukan

pengolahan. Hal ini ditujukan untuk menurunkan kadar BOD (Biological

Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), zat-zat tersuspensi,

organisme-organisme patogen dan untuk menghilangkan atau untuk

mengurangi nutrien bahan-bahan beracun zat terlarut serta zat lainnya yang

sukar dibiodegradasi.

Page 17: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

11

Sedangkan menurut Unus Suriawiria, tujuan pengolahan air limbah

antara lain, ditinjau dari segi kelangsungan kehidupan di dalam air, segi

kesehatan dan segi estetika. Pada umumnya pengolahan air limbah

dikelompokkan kedalam pengolahan tahap pertama (primary treatment),

pengolahan tahap kedua (secondary treatment), pengolahan tahap ketiga

(tertiary treatment) dan pembuangan lumpur (sludge disposal). Pengolahan

tahap pertama dimaksudkan untuk menghilangkan zat-zat padat tersuspensi

dengan cara pengendapan dan pengapungan, pada tahap ini dilakukan

sedimentasi, penambahan koagulan, dan bahan-bahan untuk penetralan.

Pengolahan tahap kedua biasanya mencakup proses biologis untuk

menghilangkan bahan-bahan organik melalui oksidasi biokimiawi. Termasuk

dalam pengolahan kedua ini adalah trickling filter, proses lumpur aktif, dan

kolam stabilisasi atau modifikasi sejenisnya. Pengolahan tahap ketiga antara

lain proses penyaringan, adsorbs karbon aktif, proses pertukaran ion dan

proses desinfeksi dengan menggunakan khlor atau ozon untuk

menghilangkan organisme patogen.

Di Indonesia, pengelolaan limbah merupakan suatu kewajiban,

sebagaimana diatur dalam pasal 16 ayat (1) UU No. 23/1997 dimana

disebutkan bahwa : “Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan,

wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan.

Ketentuan yang mengatur masalah perizinan pembuangan limbah dimuat

dalam pasal 20 ayat (1) yang menyebutkan bahwa : “Tanpa suatu keputusan

izin, setiap orang dilarang melakukan pembuangan limbah ke media

lingkungan hidup”.

Sehubungan dengan hal tersebut pengelolaan limbah B3 apabila tidak

dilakukan secara baik dan benar sifatnya akan mengakibatkan pencemaran

atau kerusakan yang berat terhadap lingkungan hidup sehingga pada

gilirannya akan meresahkan masyarakat, disinilah letak pentingnya hukum

pidana dalam UU No. 23/1997, yakni di satu sisi sebagai upaya antisipasi dan

di sisi lain sebagai upaya represif (Abidin, 2006). Hal ini harus benar-benar

dipahami dan didasari oleh pelaku usaha dan/atau kegiatan, khususnya dalam

Page 18: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

12

hal ini pihak pengelola industri kain endek di Sampalan sebagai pihak yang

berkompeten.

Karakteristik utama dari air limbah pencelupan benang di banjar

Grombong, desa Sampalan adalah tingginya kandungan zat warna sintetik

yang apabila dibuang ke lingkungan tentunya akan membahayakan ekosistem

perairan. Limbah ini memiliki pH 10, yangmana dapat digolongkan bersifat

basa. Zat warna ini memiliki struktur kimia yang berupa gugus kromofor dan

terbuat dari beraneka bahan sintetis yang membuatnya resisten terhadap

degradasi saat nantinya sudah memasuki perairan. Meningkatnya kekeruhan

air karena adanya polusi zat warna, nantinya akan menghalangi masuknya

cahaya matahari ke dasar perairan dan mengganggu keseimbangan proses

fotosintetis, ditambah lagi dengan adanya efek mutagenik dan karsinogen

dari zat warna tersebut, membuatnya menjadi masalah yang serius.

Berdasarkan karakteristiknya, air limbah pencelupan benang di banjar

Grombong ini termasuk dalam kategori limbah beracun, yangmana limbah ini

dapat menimbulkan kerusakan ekosistem karena pembuangannya yang

langsung dibawa ke sungai. Selain itu limbah ini lebih sulit dalam

pengolahannya serta mempunyai variasi yang luas karena merupakan hasil

proses produksi berupa pencelupan benang untuk pembuatan kain endek.

Sehingga menurut sumbernya, air limbah ini dapat diklasifikasikan sebagai

air limbah industri (industrial wastes water).

2.2 Mengenal Jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium)

Jamur lapuk putih adalah sejenis jamur yang tumbuh pada tunggul kayu

yang telah mati, di musim hujan terkadang ditumbuhi jamur putih yang

penampilannya besar dan liat. Tidak dapat dijadikan sumber pangan, dan

malah membuat kayu rumah menjadi lapuk, seringkali orang hanya

melihatnya sambil lalu dan menganggapnya tidak berguna. Ternyata jamur

tersebut memiliki manfaat lain, yaitu sebagai pendegradasi zat warna di

dalam limbah Pencucian jeans (Christian, 2007). Jamur ini merupakan jamur

dari jenis Basidiomycetes, yang berarti memiliki tubuh buah yang seringkali

berbentuk seperti payung (disebut basidium).

Page 19: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

13

Dinamakan jamur lapuk putih karena jamur ini mampu mendegradasi

substrat kayu yang berwarna kecoklatan (lignin) menjadi materi selulosa

yang berwarna putih. Pada penelitian yang telah dilakukan Couto, dkk (2004)

terhadap jamur lapuk putih, diketahui bahwa jamur lapuk putih memiliki

enzim lakase yang berperan cukup signifikan pada proses penghilangan zat

warna. Beberapa gambar jamur lapuk putih dapat dilihat pada gambar 2, 3,

dan 4 di bawah ini:

Gambar 2.2 Marasmius sp.

(Darnianti, 2008)

Phanerochaete chrysosporium termasuk jenis Corticiaceae. Tubuh

buahnya membentuk suatu kerak terletak di bagian bawah dari batang kayu.

Gambar 2.3 Phanerochaete chrysosporium

(Darnianti, 2008)

Page 20: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

14

Trametes versicolor digolongkan ke dalam Basidiomycetes. Trametes

versicolor luas atau lebarnya 10 cm, berbentuk setengah lingkaran (Christian,

2007).

Gambar 2.4 Trametes versicolor

(Darnianti, 2008)

2.4 Kerangka Berpikir

Jamur Lapuk Putih memproduksi enzim-enzim pendegradasi lignin

yang nonspesifik, yang dapat mendegradasi berbagai jenis zat pengotor

organik, termasuk zat warna pencucian jeans. Jamur Lapuk Putih

(Phanerochaete chrysosporium) dapat menetralkan limbah, khususnya

limbah berupa zat cair karena Jamur Lapuk Putih mengeluarkan berbagai

enzim ekstraseluler.

Selain itu, jamur lapuk putih mengeluarkan enzim lakase yang

berperan cukup signifikan pada proses penghilangan zat warna. Metode ini

sangat murah apabila ditinjau dari kelayakan ekonomi, dan yang paling

penting, molekul zat warna dalam limbah dapat direduksi secara efektif

menjadi komponen yang tidak berbahaya, karena enzim merupakan protein,

yang di alam dapat dengan mudah diuraikan menjadi asam amino.

Page 21: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

15

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas, dapat ditarik

hipotesis sebagai berikut:

1. Jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium) dapat digunakan

untuk menetralkan, menjernihkan, dan mengurangi kadar racun air limbah

pencelupan benang di banjar Grombong, desa Sampalan, kabupaten

Klungkung.

Page 22: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

16

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu rumah peneliti yaitu di

Perumahan Dewi Sartika No. 5, Semarapura, Bali. Penelitian ini dilakukan

selama 7 hari yaitu tanggal 19 April 2011 sampai 25 April 2011.

3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian pendahuluan yang akan

menjadi dasar bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Berdasarkan tujuannya,

penelitian ini tergolong penelitian eksperimental. Penelitian eksperimental ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh jamur Lapuk Putih (Phanerochaete

chrysosporium) dalam menetralkan air limbah industri pencelupan benang di

banjar Grombong, desa Sampalan, kecamatan Dawan, kabupaten Klungkung.

Lebih lanjut melalui eksperimen juga akan dicari konsentrasi jamur dan

waktu perendaman yang optimal untuk menetralkan limbah. Variabel-

variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi :

1. Konsentrasi jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium) : 1000,

2000, 3000, 4000, 5000, 6000, 7000, dan 8000 (mg/100 ml)

2. Variasi waktu pengendapan : 11, 22, 33, dan 44 (jam).

Parameter penelitian dalam karya tulis ini adalah perubahan warna,

kadar racun dan pH limbah pencelupan benang di banjar Grombong, desa

Sampalan, kecamatan Dawan, kabupaten Klungkung.

3.3 Subyek dan Obyek Penelitian

Adapun subyek dalam penelitian ini adalah air limbah industri

pencelupan benang di banjar Grombong, desa Sampalan, kecamatan Dawan,

kabupaten Klungkung. Sedangkan obyek dalam penelitian ini yaitu warna,

kadar racun dan pH hasil olahan limbah industri yang sudah dicampur dengan

jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium).

Page 23: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

17

3.4 Alat dan Bahan

3.4.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Gelas plastik

2. Neraca lengan

3. Gelas ukur

4. Pipet tetes

5. pH meter

6. Stop watch

3.4.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah air limbah industri

pencelupan benang sebanyak 1,6 liter dengan warna orange, jamur

Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium), ikan jali, dan air sungai.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan melalui

observasi dalam eksperimen dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menyiapkan alat dan bahan. Air limbah diambil dari industri pencelupan

benang yang ada di banjar Grombong, desa Sampalan, kecamatan Dawan,

kabupaten Klungkung. Bahan tersebut dimasukkan dalam 16 aqua gelas

masing-masing sebanyak 100 ml.

2. Menyiapkan jamur Lapuk Putih dengan massa 1 gram sampai 8 gram.

Jamur yang sudah ditimbang massanya di masukkan ke dalam gelas yang

sudah berisi limbah.

3. Mengukur perubahan pH, perubahan warna yang terjadi dari campuran

tersebut setiap 11 jam.

4. Limbah yang sudah dicampur jamur dengan pH mendekati 7, kemudian

diuji kadar racunnya dengan menempatkan ikan jali yang sudah disiapkan

di gelas aqua yang berisi 100 ml air sungai. Ikan jali digunakan dalam

penelitian ini karena mudah didapat dan habitatnya berada di sungai,

dimana limbah pencelupan benang tersebut dialirkan ke sungai.

5. Semua hasil penelitian dicatat ke dalam tabel sebagai berikut :

Page 24: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

18

Tabel 3.1 Hasil Pengukuran pH Limbah

No Waktu Massa (Gram) / pH

1 2 3 4 5 6 7 8

1

2

3

4

5

Tabel 3.2 Hasil Pengamatan Warna Limbah

No Waktu Massa (Gram) / Perubahan Warna

1 2 3 4 5 6 7 8

1

2

3

4

5

3.6 Metode Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul tidak ada gunanya jika tidak diolah.

Pengolahan data merupakan bagian yang amat penting dalam penelitian

karena dengan pengolahan data, data tersebut dapat diberi arti dan makna

yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Data dalam penelitian

ini diolah secara deskriptif kuantitatif yaitu melalui warna limbah yang telah

diisi jamur. Limbah dikatakan telah menjadi netral jika berwarna jernih

dengan pH dalam rentangan 6,8 – 7,2.

Page 25: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

19

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Potensi Jamur Lapuk Putih untuk Menetralkan Limbah

Pencelupan Benang

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data

sebagai berikut:

Tabel 4.1

Hasil Pengukuran pH Limbah dengan Variasi

Massa Jamur Lapuk Putih

No Waktu Massa (Gram) / pH

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Awal 9,2 9,2 9,3 9,3 9,3 9,4 9,4 9,4

2 11 jam 9,5 9,2 9,2 9,2 9,1 9,1 9,0 8,7

3 22 jam 9,0 8,9 8,6 8,7 8,2 7,8 7,9 7,8

4 33 jam 8,5 8,4 8,3 8,1 7,6 7,4 7,3 7,3

5 44 jam 9,4 9,3 9,4 9,2 8,5 8,5 8,4 8,5

Berdasarkan tabel tampak bahwa setelah pengamatan selama 33

jam pH limbah mencapai kondisi netral untuk limbah yang dicampur

dengan jamur bermassa 5, 6, 7, dan 8 gram. Untuk limbah yang

dicampur jamur bermassa 1 - 4 gram, pH limbah menunjukkan

penurunan dari kondisi awalnya. Sehingga secara umum hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa penambahan jamur Lapuk Putih pada limbah

dapat menurunkan pH limbah hingga mendekati netral, dimana

perubahan pH yang terjadi sangat bervariasi bergantung pada massa

jamur Lapuk Putih yang ditambahkan.

4.1.2 Konsentrasi Jamur Lapuk Putih yang Optimal untuk Menetralkan

Limbah Pencelupan Benang

Dalam menentukan konsentrasi jamur Lapuk Putih yang optimal

untuk menetralkan limbah pencelupan benang, maka massa jamur

Lapuk Putih yang digunakan perlu dihitung dahulu konsentrasinya

seperti tabel 4.2.

Page 26: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

20

Tabel 4.2

Penentuan Konsentrasi Jamur Lapuk Putih

No Massa Vol. Limbah Konsentrasi

1.

2.

3.

4.

5.

1 gr

2 gr

3 gr

4 gr

5 gr

100 ml

100 ml

100 ml

100 ml

100 ml

1 gr/100 ml

2 gr/100 ml

3 gr/100 ml

4 gr/100 ml

5 gr/100 ml

4.1.3 Waktu Perendaman yang Tepat untuk Menetralkan Limbah

Pencelupan Benang

Untuk mempermudah dalam penentuan waktu yang tepat untuk

menetralkan limbah, maka diadakan modifikasi tabel 4.1 dimana data

pH diintrepretasi dalam tingkat asam, basa, dan netral. Hasilnya

disajikan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3

Hasil Pengamatan Waktu Perendaman Jamur Lapuk Putih

No Massa Waktu

0 jam 11 jam 22 jam 33 jam 44 jam

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

1 gr

2 gr

3 gr

4 gr

5 gr

6 gr

7 gr

8 gr

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Netral

Netral

Netral

Netral

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Basa

Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa massa jamur Lapuk

Putih 5 – 8 gram dapat menetralkan limbah secara optimal 33 jam

setelah dicampurkan pada limbah. Sedangkan setelah 44 jam limbah

yang dicampur jamur Lapuk Putih kembali bersifat basa.

4.1.4 Potensi Jamur Lapuk Putih untuk Menjernihkan Limbah

Pencelupan Benang

Pada penelitian ini, potensi jamur Lapuk Putih untuk menjernihkan

limbah ditentukan dengan mengamati perubahan warna limbah setelah

dicampur dengan massa jamur Lapuk Putih yang berbeda. Data hasil

pengamatan warna limbah disajikan pada tabel 4.4

Page 27: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

21

Tabel 4.4

Hasil Pengamatan Warna Limbah

No Waktu Massa (Gram) / Perubahan Warna

1 2 3 4 5 6 7 8

1 Awal Orange Orange Orange Orange Orange Orange Orange Orange

2 11 jam Coklat

muda

Coklat

muda

Coklat

muda

Coklat Coklat

tua

Coklat

tua

Coklat Coklat

3 22 jam Coklat

tua

Coklat

tua

Coklat

tua

Coklat

muda

Coklat

tua

Coklat Coklat Coklat

4 33 jam Merah Merah Merah Coklat Coklat Coklat Jernih Jernih

5 44 jam Merah

tua

Orange

tua

Merah

tua

Coklat Coklat

keputihan

Coklat

keputihan Coklat

muda

Coklat

muda

Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa limbah yang dicampur

dengan jamur Lapuk Putih sebanyak 7 gram dan 8 gram berwarna

jernih setelah direndam selama 33 jam.

4.1.5 Potensi Jamur Lapuk Putih untuk Mengurangi Kadar Racun pada

Limbah Pencelupan Benang

Kadar racun yang ada pada limbah dapat mengurangi jumlah

organism air yang hidup di dalamnya. Oleh karena itu pada penelitian

ini digunakan ikan jail untuk mengukur ada atau tidaknya penurunan

kadar racun pada limbah. Berdasarkan data hasil penelitian pada tabel

4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4 tampak bahwa massa jamur Lapuk Putih yang

potensial untuk menetralkan limbah adalah 7 gram/100 ml limbah dan

waktu potensial untuk merendam jamur adalah 33 jam. Oleh karena itu,

peneliti memasukkan 1 ekor ikan jali pada limbah yang telah diolah

tersebut. Sebagai kontrol, peneliti juga memasukkan 1 ekor ikan jali

pada limbah yang belum diolah namun sudah didiamkan selama 33 jam.

Hasilnya dapat disajikan pada tabel 4.5 sebagai berikut:

Tabel 4.5

Perbandingan Daya Tahan Hidup Ikan Jali pada Limbah

yang Sudah dan Belum Diolah

Keadaan Limbah Daya Tahan Hidup

Belum diolah 3 jam 45 menit

Sudah diolah 5 jam 30 menit

Berdasarkan tabel 4.5 tampak bahwa ikan jali lebih bertahan hidup

pada limbah yang sudah diolah. Hal tersebut menunjukkan bahwa

Page 28: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

22

jamur Lapuk Putih dapat menurunkan kadar racun pada limbah industri

tekstil.

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat diungkapkan potensi

jamur Lapuk Putih dalam menetralkan, menjernihkan dan mengurangi kadar

racun dalam limbah. Terkait dengan potensi jamur Lapuk Putih dalam

menetralkan limbah tampak bahwa variasi massa jamur Lapuk Putih yang

dicampur pada limbah menimbulkan pengurangan pH yang bervariasi pula.

Adapun perbandingan pengurangan pH limbah setelah ditambahkan

jamur Lapuk Putih selama 33 jam dapat disajikan pada Tabel 4.6. Kenaikan

pH limbah yang terjadi setelah 33 jam disajikan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.6

Perbandingan Pengurangan pH Awal dan pH Akhir

Massa Waktu

Pengurangan pH 0 Jam 33 Jam

1

2

3

4

5

6

7

8

9,2

9,2

9,3

9,3

9,3

9,4

9,4

9,4

8,5

8,4

8,3

8,1

7,6

7,4

7,3

7,3

0,7

0,8

1,0

1,2

1,7

2,0

2,1

2,1

Tabel 4.7

Kenaikan pH Limbah yang Terjadi Setelah 33 Jam

Massa Waktu

Kenaikan pH 33 Jam 44 Jam

1

2

3

4

5

6

7

8

8,5

8,4

8,3

8,1

7,6

7,4

7,3

7,3

9,4

9,3

9,4

9,2

8,5

8,5

8,4

8,5

0,9

0,9

1,1

1,1

0,9

0,9

1,1

1,2

Page 29: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

23

Profil perbandingan pH awal dan pH akhir selama 33 jam dapat

disajikan pada gambar 4.1. Sedangkan kenaikan pH limbah yang terjadi

setelah 33 jam dapat dilihat pada gambar 4.2.

Gambar 4.1 Pengurangan pH Limbah Berdasarkan Massa

Gambar 4.2 Kenaikan pH Limbah Berdasarkan Massa

Dari gambar 4.1 tampak bahwa jamur Lapuk Putih dapat menetralkan

limbah terbukti dengan pengurangan pH yang terjadi pada setiap variasi

massa, setelah jamur direndam selama 33 jam. Konsentrasi jamur yang paling

tepat untuk menetralkan limbah adalah 7 gr/100 ml, karena pada konsentrasi

Page 30: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

24

tersebut, setelah 33 jam pH limbah menjadi 7,3 dan setelah 44 jam pH limbah

naik sebesar 1,1 menjadi 8,4.

Jika dibandingkan dengan konsentrasi 8 gr/100 ml, pH limbah

mengalami kenaikan yang lebih besar yakni sebesar 1,2. Terkait dengan

potensi jamur Lapuk Putih dalam menjernihkan limbah dapat dibandingkan

warna limbah sebelum dan sesudah perlakuan selama 33 jam, pada Tabel 4.8

sebagai berikut:

Tabel 4.8

Perbandingan Perubahan Warna Awal dan Akhir

Massa Warna

0 Jam 33 Jam

1

2

3

4

5

6

7

8

Orange

Orange

Orange

Orange

Orange

Orange

Orange

Orange

Merah Tua

Orange Tua

Merah Tua

Coklat

Coklat Keputihan

Coklat Keputihan

Coklat Muda

Coklat Muda

Berdasarkan data tersebut tampak bahwa massa jamur Lapuk Putih

yang tepat untuk ditambahkan dalam menjernihkan limbah adalah 7 gram dan

8 gram. Sesuai dengan analisis data sebelumnya, konsentrasi jamur Lapuk

Putih yang tepat dalam menetralkan limbah adalah 7 gr/100 ml, maka agar

kombinasi yang dilakukan memberikan hasil terbaik, massa jamur Lapuk

Putih 7 gram dianggap penjernih limbah yang paling tepat.

7 gram jamur Lapuk Putih yang direndam selama 33 jam pada 100 ml

limbah tekstil ternyata juga dapat menurunkan kadar racun pada limbah. Ikan

jali dapat lebih bertahan hidup pada limbah yang telah diolah tersebut. Hal ini

dapat disebabkan oleh tumbuhan yang bernafas mengeluarkan O2, jamur

Lapuk Putih meningkatkan jumlah O2 yang terlarut (BOD) dalam limbah

sehingga membantu pernapasan ikan.

Secara biologis, potensi jamur Lapuk Putih dalam menetralkan dan

menjernihkan limbah didukung oleh potensinya yang secara alami

memproduksi enzim-enzim pendegradasi lignin yang nonspesifik, yang dapat

mendegradasi berbagai jenis zat pengotor organik, termasuk zat warna

Page 31: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

25

pencelupan benang. Hasil penelitian ini senada dengan penelitian yang

dilakukan oleh Darmiati yang menyatakan bahwa kitosan dan jamur Lapuk

Putih dapat digunakan sebagai koagulan untuk menurunkan TSS (Total

Suspended Solid), turbiditas, kadar warna dan COD (Chemical Oxygen

Demand) pada waktu pengendapan 60 menit dan pH netral 6-7.

Jamur Lapuk Putih mampu menyisihkan kekeruhan sebesar 95.06%,

TSS (Total Suspended Solid) sebesar 80.49 % dan COD (Chemical Oxygen

Demand) sebesar 91.23%, Kitosan dengan jamur lapuk putih yang optimum

adalah rasio 3:2 (600 :400 mg/L) penyisihan kekeruhan 95.67%, TSS (Total

Suspended Solid) sebesar 87.72% dan COD (Chemical Oxygen Demand)

sebesar 86,68% dan kitosan 94.69% turbidits, TSS 85.73 dan COD

(Chemical Oxygen Demand) 91.37%. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka

hipotesis penelitian dapat diterima. Mengingat penelitian ini tergolong studi

pendahuluan maka hasil dari penelitian ini belum optimal. Oleh karena itu,

diperlukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan konsentrasi jamur

yang bervariasi.

Page 32: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

26

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium) dapat digunakan

untuk menetralkan limbah pencelupan benang di banjar Grombong, desa

Sampalan, kabupaten Klungkung.

2. Konsentrasi jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium) yang

optimal untuk digunakan sebagai penetral limbah pencelupan benang di

banjar Grombong, desa Sampalan, kabupaten Klungkung adalah 7

gram/100 ml.

3. Lama perendaman jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium)

yang optimal untuk menetralkan limbah pencelupan benang di banjar

Grombong, desa Sampalan, kabupaten Klungkung adalah 33 jam.

4. Jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium) dapat digunakan

untuk menjernihkan limbah pencelupan benang di banjar Grombong, desa

Sampalan, kabupaten Klungkung.

5. Jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium) dapat mengurangi

kadar racun dalam limbah pencelupan benang di banjar Grombong, desa

Sampalan, kabupaten Klungkung. Hal ini dibuktikan dengan daya tahan

ikan di dalam air limbah yang sudah diolah dengan menggunakan jamur

Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium) lebih baik dibandingkan

dengan dengan daya tahan ikan di dalam air limbah yang belum diolah.

5.2 Saran

Melalui karya tulis ini dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut:

1. Kepada pihak pengelola industri tekstil diharapkan untuk mencoba

memanfaatkan jamur Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium) untuk

menetralkan, menjernihkan, dan mengurangi racun pada limbah dengan

cara mencampur limbah melalui jamur Lapuk Putih (Phanerochaete

chrysosporium) dengan konsentrasi 7 gr/100 ml dan direndam dalam bak

Page 33: Pemanfaatan Jamur Lapuk Putih Phanerochaete Chrysosporium Dalam Pengolahan Limbah Tekstil

27

penampungan limbah selama 33 jam. Setelah itu, barulah limbah dialirkan

ke sungai atau saluran pembuangan lainnya.

2. Industri pencelupan benang khususnya di banjar Grombong diharapkan

agar membudidayakan jamur Lapuk Putih di tempat terdekat dengan

pembuangan limbah karena berdasarkan penelitian yang dilakukan, jamur

Lapuk Putih (Phanerochaete chrysosporium) berkhasiat untuk menetralisir

kandungan zat-zat kimia berbahaya dari limbah pencelupan benang.

Disamping ekonomis, penggunaan jamur Lapuk Putih (Phanerochaete

chrysosporium) juga lebih ramah lingkungan, sehingga usaha yang

dikembangkan lebih eco-friendly.

3. Perlunya penelitian lebih lanjut dengan variasi konsentrasi jamur Lapuk

Putih (Phanerochaete chrysosporium) yang berbeda serta penggunaan

jamur jenis lain agar hasil pengolahan lebih optimal serta memerlukan

waktu yang lebih singkat sehingga dapat dibuang dengan aman dan tidak

merusak ekosistem sungai.

4. Perlunya diadakan sosialisasi kepada masyarakat luas terutama pengelola

industri terkait mengenai manfaat jamur Lapuk Putih (Phanerochaete

chrysosporium) dalam mengolah limbah.

5. Diperlukannya peran serta masyarakat, individu yang terlibat dalam

industri, dan pemerintah sebagai pihak yang berkompeten untuk mengatur

pelaksanaan pengolahan limbah sekaligus sebagai upaya untuk

merealisasikan lingkungan hidup yang baik dan sehat.