Upload
buitu
View
224
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
26
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan
eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi kitin, transformasi
kitin menjadi kitosan, identifikasi kitin dan kitosan, sedangkan penelitian
eksperimental yaitu uji kitosan untuk menurunkan kadar kolesterol darah pada
tikus Sprague dawley. Penelitian eksperimental bertujuan untuk mengetahui
hubungan sebab akibat (cause and effect relationship), dengan cara mengekspos
satu atau lebih kelompok eksperimental dan satu atau lebih kondisi eksperimen.
Hasilnya dibandingkan dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak
diberikan perlakuan. Adapun tahapan dari penelitian ini yaitu: persiapan bahan,
isolasi kitin, transformasi kitin menjadi kitosan, identifikasi kitin dan kitosan,
serta memberikan perlakuan pada tikus percobaan.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilakukan pada bulan November 2014-Februari 2015 di
Laboratorium Kimia FPMIPA IKIP Mataram (proses isolasi kitin dan
transformasi kitin menjadi kitosan), Laboratorium bersama FMIPA Universitas
Udayana (identifikasi kitosan dengan Spektrofotometer FTIR), Laboratorium
Biomedik Rumah Sakit Hewan Universitas Udayana (uji kitosan pada tikus
Sprague dawley untuk menurunkan kolesterol darah), UPT Balai Laboratorium
Kesehatan Provinsi Bali (analisis kolesterol darah), dan Laboratorium FTP
Universitas Udayana (analisis kadar lemak pada feses).
27
4.3 Bahan dan Alat Penelitian
4.3.1 Bahan penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit udang yang
diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan, kota Mataram. Hewan uji yang
digunakan adalah tikus Sprague dawley berumur 2 bulan dengan bobot badan
rata-rata ±150-200 g .
Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: HCl
p.a, NaOH p.a, CH3COOH p.a, ninhidrine, AgNO3, indikator phenolphtalein,
simvastatin, dan aquades.
4.3.2 Alat penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: seperangkat alat
penggerus, pengaduk magnetik, oven memmert UNB-400, desikator, timbangan
analitik ohaus, stop watch, statif dan klem, pH universal, termometer, alat
sentrifugasi, corong, ayakan ukuran 100 mesh, kit analisis kolesterol, kandang
pemeliharaan tikus individu yang dibuat dari besi, pipet volume, labu ukur, gelas
beker, dan alat-alat kimia lainnya yang biasa digunakan di laboratorium. Peralatan
instrument yang digunakan adalah spektrofotometer fourier transform inframerah
(FTIR ZHIMADZU).
4.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah penurunan kadar kolesterol dalam
darah tikus percobaan yang sebelumnya diberikan asupan makanan yang
mengandungan lemak tinggi untuk meningkatkan kadar kolesterol darah. Setelah
kadar kolesterol meningkat tikus percobaan diberikan kitosan dengan variasi
konsentrasi 0,5%, 1%, dan 2% serta dibandingkan dengan obat standar yaitu
28
simvastatin. Pengukuran kadar total kolesterol dengan menggunakan metode
presipitasi secara spektrofotometri.
4.5 Rancangan Penelitian
Rancangan dasar yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
yang terdiri dari lima perlakuan dengan dua kali pengulangan. Analisis data
dilakukan dengan ANOVA satu arah. Jika perlakuan memberikan pengaruh yang
nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan uji beda Duncan pada taraf 5% (Steel
dan Torrie, 1993) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.
4.6 Prosedur Penelitian
4.6.1 Pembuatan tepung kulit udang
Limbah kulit udang sebanyak 3 kg direbus selama 15 menit, kemudian
dicuci dengan air sampai bersih, dikeringkan dalam oven pada suhu 110-120oC
selama kurang lebih satu jam, kemudian dimasukkan dalam desikator, dan
ditimbang. Sampel dihaluskan dan diayak dengan ayakan berukuran 100 mesh.
Hasil yang lewat dari ayakan ini digunakan untuk memperoleh kitin dan sebelum
digunakan terlebih dahulu ditetapkan kadar airnya.
4.6.2 Isolasi kitin dari tepung kulit udang
4.6.2.1 Proses demineralisasi
Serbuk kulit udang yang sudah dihaluskan hingga berukuran 100 mesh
sebanyak 200 g ditambahi larutan HCl 1,5 M dengan perbandingan 1:15 (b/v).
Serbuk kulit udang dan larutan HCl 1,5 M dicampur dalam gelas kimia kemudian
dipanaskan pada suhu 60-70oC selama 4 jam sambil dilakukan pengadukan
dengan kecepatan 50 rpm, larutan disentrifugasi selama 15 menit pada kecepatan
2000 rpm. Padatan yang diperoleh dicuci dengan aquades beberapa kali sampai
29
pH netral. Untuk mengetahui HCl yang digunakan telah habis tercuci dilakukan
uji terhadap air hasil cucian dengan memakai larutan AgNO3, sampai tidak
diperoleh endapan putih AgCl. Padatan dikeringkan dalam oven pada temperature
80oC selama 24 jam, serbuk kulit udang yang diperoleh tanpa mineral kemudian
didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.
4.6.2.2 Proses deproteinasi
Serbuk kulit udang hasil demineralisasi ditambahi larutan NaOH 3,5%
dengan perbandingan 1:10 (b/v) antara pelarut dengan sampel. Campuran
dimasukkan ke dalam gelas kimia, dipanaskan pada suhu 60-70oC selama 4 jam
sambil dilakukan pengadukan dengan kecepatan 50 rpm. Campuran disentrifugasi
selama 15 menit pada kecepatan 2000 rpm. Padatan yang diperoleh dicuci dengan
aquades beberapa kali sampai pH netral. Air hasil cucian diuji dengan indikator
PP, bila tidak terjadi perubahan warna merah muda (pink) maka sisa ion OH- yang
terkandung sudah hilang. Padatan yang diperoleh dikeringkan dalam oven pada
suhu 80oC selama 24 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Padatan yang diperoleh diidentifikasi baik secara kualitatif dan kuantitatif apakah
benar mengandung kitin. Secara kualitatif adanya kitin dapat dideteksi dengan
reaksi warna Van Wesslink. Pada cara ini, kitin direaksikan dengan I2 dalam KI
yang memberikan warna coklat, kemudian jika ditambahkan asam sulfat berubah
warnanya menjadi violet. Perubahan warna dari coklat menjadi violet
menunjukkan reaksi positif adanya kitin. Secara kuantitatif untuk
mengidentifikasi suatu senyawa kitin dilakukan dengan analisis FTIR.
30
4.6.3 Pembuatan kitosan
Hasil yang diperoleh dari proses deproteinasi (kitin) dilanjutkan dengan
proses deasetilasi dengan menambahkan NaOH 60% dengan perbandingan 1:20
(b/v). Campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 100-110oC selama 4 jam
dengan kecepatan pengadukan 50 rpm kemudian dilakukan sentrifugasi selama 15
menit pada kecepatan 2000 rpm. Padatan yang diperoleh dicuci dengan aquades
beberapa kali sampai pH netral. Padatan kemudian dikeringkan dalam oven pada
suhu 80oC selama 24 jam kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang
sampai berat konstan. Kitosan yang diperoleh kemudian dikarakterisasi baik
secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif untuk menguji adanya kitosan
dengan menggunakan larutan ninhidrine sedangkan secara kuantitatif kitosan yang
diperoleh dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR.
Untuk mengetahui derajat deasetilasinya (DD) digunakan metode base line
yang diusulkan oleh Domszy dan Rovert (Khan et al, 2002), seperti yang
ditunjukan dalam persamaan 1:
DD= 100-[{(A1588/A3410)×100}/1,33].......................(1)
dengan:
A = log (Po/P) = absorbansi
A1588 = Absorbansi pada panjang gelombang 1588cm- untuk serapan
gugus amida/asetamida
A3410 = Absorbansi pada panjang gelombang 3410cm- untuk serapan
gugus hidroksil (OH-)
31
4.6.4 Karakterisasi kitosan
Karakterisasi kitosan yang dilakukan meliputi: tekstur, rendemen
transformasi kitin menjadi kitosan, kadar air, kelarutan kitosan serta uji dengan
larutan ninhidrine.
1) Rendemen
Rendemen transformasi kitin menjadi kitosan ditentukan berdasarkan
persentase berat kitosan yang dihasilkan terhadap berat kitin yang digunakan
dalam proses transformasi kitin menjadi kitosan (Zahiruddin et al., 2008).
% Rendemen transformasi kitin menjadi kitosan
= ����� ������� ���� ����������
����� �����× 100%
2) Kadar air
Kadar air merupakan salah satu parameter yang sangat penting untuk
menentukan mutu kitosan. Protan Biopolimer menetapkan standar mutu untuk
kadar air kitosan adalah ≤10% (Bastaman, 1989). Pengujian kadar air dapat
dilakukan dengan metode AOAC (Association of Analytical Communities) cara
pemanasan (Sudarmadji et al., 1994) sebagai berikut: sampel ditimbang sebanyak
0,5 g dalam cawan porselin atau gelas arloji yang telah diketahui beratnya.
Sampel dipanaskan dalam oven pada suhu 100-105 oC selama 1-2 jam (tergantung
bahannya). Kemudian didinginkan dalam desikator selama kurang lebih 30 menit
dan ditimbang. Dipanaskan lagi dalam oven, lalu didinginkan dalam desikator dan
diulangi hingga berat konstan.
Perhitungan kadar air dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
% kadar air = ���
�× 100%
32
Keterangan: a : Berat wadah + sampel basah (g) b : Berat wadah + sampel kering (g) c : Berat sampel basah (g)
3) Kelarutan kitosan
Kelarutan kitosan merupakan salah satu parameter yang dapat dijadikan
sebagai standar penilaian mutu kitosan. Semakin tinggi kelarutan kitosan berarti
mutu kitosan yang dihasilkan semakin baik. Kitosan dilarutkan dalam asam asetat
dengan konsentrasi 2% dengan perbandingan 1:100 (g/ml).
4) Uji ninhidrine
Seberat 0,1 gram kitosan yang diperoleh dari penelitian ditempatkan dalam
suatu wadah dan disemprotkan dengan larutan ninhidrine kemudian didiamkan
selama 5 menit. Diamati perubahan yang terjadi, jika sampel berubah warna
menjadi ungu maka benar adanya gugus amina bebas dalam sampel.
4.6.5 Uji penurunan kadar kolesterol darah
Langkah awal dari prosedur ini adalah pembuatan larutan kitosan dengan
kadar 0,5%; 1%; dan 2 % yaitu dengan cara melarutkan kitosan sebanyak 0,5 g, 1
g, dan 2 g masing-masing ke dalam 100 ml larutan asam asetat 1% kemudian
campuran diaduk lalu disaring. Larutan kitosan ini siap diberikan pada hewan
percobaan yang sebelumnya telah dibuat hiperkolesterolemia. Hewan uji yang
digunakan adalah tikus Sprague dawley berumur dua bulan dengan bobot badan
±150-200 g. Tikus percobaan setiap hari diberikan makanan yang tinggi
kolesterol, pakan tikus percobaan yang diberikan ada dua macam yaitu yang
pertama berbentuk pelet dengan komposisi bahan terdiri dari otak sapi dan lemak
sedangkan pakan yang kedua yaitu kuning telur dan minyak yang diberikan pada
33
tikus percobaan dengan cara sonde. Makanan tersebut menginduksi peningkatan
kadar kolesterol secara eksogen.
Pemberian makanan tinggi kolesterol diberikan selama satu bulan sebelum
perlakuan dengan kitosan dimulai. Untuk memastikan hewan uji telah
hiperkolesterolemia maka diambil serum dari semua tikus percobaan untuk
diperiksa kadar kolesterolnya setelah pemberian makanan yang mengandung
kolesterol tinggi selama satu bulan. Kadar kolesterol normal pada tikus berkisar
10-54 mg/dL (Harini, 2009), sedangkan parameter terjadinya hiperkolesterolemia
ditandai dengan kadar total kolesterol mencapai > 130 mg/dL (Martati dan
Lestari, 2008).
Hewan uji tikus jantan yang telah hiperkolesterolemia disiapkan 20 ekor
dibagi kedalam lima kelompok perlakuan dengan dua kali pengulangan,
diadaptasi dalam kandang individu selama satu hari dengan memberi ransum
standar dan air secara ad libitum kemudian dilanjutkan dengan pemberian kitosan
dan simvastatin selama lima minggu. Kelompok A sebagai kelompok kontrol
positif, yaitu tikus yang dibuat hiperkolesterolemia tanpa pemberian kitosan
maupun simvastatin hanya diberikan plasebo berupa asam asetat 1%. Kelompok B
sebagai kelompok perlakuan tikus yang dibuat hiperkolesterolemia dan diberikan
obat standar penurunan kolesterol darah yaitu simvastatin. Dosis simvastatin yang
biasa digunakan oleh manusia berkisar 5-80 mg/hari, namun pemberian
simvastatin sebaiknya dimulai dengan dosis kecil melihat efek samping dari obat
ini. Jadi dosis pemakaian simvastatin untuk tikus percobaan dapat dihitung
dengan mengalikan dosis pemakaian pada manusia dengan faktor konversi
manusia ke tikus percobaan adalah 0,018 sehingga dosis pemakaian untuk tikus
34
percobaan dengan berat badan ±150-200 g adalah 0,6 mg/BB. Kelompok C
sebagai kelompok perlakuan tikus yang dibuat hiperkolesterolemia dan diberikan
bahan uji yaitu kitosan 0,5% b/v. Kelompok D sebagai kelompok perlakuan tikus
yang dibuat hiperkolesterolemia dan diberikan bahan uji yaitu kitosan 1% b/v.
Kelompok E sebagai kelompok perlakuan tikus yang dibuat hiperkolesterolemia
dan diberikan bahan uji yaitu kitosan 2% b/v.
Pemeriksaan kadar total kolesterol, penimbangan serta analisis kadar
lemak pada feses dilakukan pada minggu ke 0, III dan V. Sebelum dilakukan
pemeriksaan kadar kolesterol semua tikus percobaan dipuasakan dan hanya
diberikan air minum secara ad libitum selama 12 jam. Pengambilan darah tikus
dari pleksus retroorbitalis, darah yang didapatkan didiamkan selama satu hari di
refrigator kemudian disentrifugasi untuk mendapatkan serum sehingga dapat
diukur kadar total kolesterol dengan metode presipitasi secara spektrofotometri.
Pembedahan selanjutnya dilakukan untuk mengetahui fungsi organ tikus
percobaan selama penelitian. Data kadar total kolesterol darah yang diperoleh
dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA). Jika perlakuan memberikan
pengaruh yang nyata, maka pengujian dilanjutkan dengan uji beda Duncan pada
taraf 5% (Steel dan Torrie, 1993) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.