4
____________________________________________________________________________________________________________________ _____________________________________________________________________________________________ 106 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 PEMANFAATAN LIMBAH DAN HASIL IKUTAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SEBAGAI RANSUM KAMBING POTONG LEO P. BATUBARA , S IMON P. GINTING, KISTON SIMANIHURUK, JUNJUNGAN SIANIPAR dan ANDI TARIGAN Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, PO Box 1 Galang ABSTRACT Utilization of Oil Palm Industry by Products as Basis Ration for Feeding Goats This study is aimed to investigate the utilization of some oil palm industry by product or wastes such as palm oil leaf (POL); palm kernel cake (PKC) and solid exdecanter (SED) as basis for feeding goats. In order to improve the nutritive value of this feedstuffs, a study was also done to analyze the effects of ammoniation treatment of POL and effects of fermentation using Aspergillus Niger on nutritive value of PKC and SED. It was shown from the studies that POL, PKC and SED could be used as feed for supporting the growth of young kids. Average daily gain was 53 gram when fed untreated POL, PKC and SED, compared to 67 gram in kids received treated POL, PKC and SED ration. Supplementation with corn meal (15%) and soybean meal (5%) into treated POL, PKC and SED ration, gave an increase of bodyweight gain significantly (P<0,05) higher (77g) compared to treated ration without supplementation. This study gave conclusion that wastes and by-products of palm oil industry are potential when used as an alternative feed-stuffs for ruminant ration. Key words : Palm oil, by-product, goat PENDAHULUAN Peningkatan populasi ternak yang cukup besar untuk mengejar swasembada daging (2005) akan menuntut tersedianya sumber hijauan yang cukup. Peningkatan produktivitas persatuan ternak perlu pula didukung sistem pemberian pakan yang lebih baik yakni pakan tambahan sebagai suplai energi dan protein. Bahan pakan yang umum digunakan harganya mahal dan kadang kala hilang dari pasaran. Lahan perkebunan kelapa sawit yang cukup luas di Indonesia 3.134.000 Ha (2000) merupakan salah satu alternatif sumber daya hijauan dan bahan pakan inkonvensional yang potensial dikembangkan pemanfaatannya. Menurut SUTARDI (1997) tiap hektar kebun kelapa sawit dapat menghasilkan sebanyak 10–15 ton tandan buah sawit segar (TBS) dan jika diolah maka tiap ton TBS akan menghasilkan 3 jenis limbah yang dapat digunakan sebagai pakan ternak yaitu 45–46% bungkil inti sawit, 12% sabut sawit dan 2% lumpur sawit (DAVENDRA, 1983). Dewasa ini limbah lumpur sawit cair sudah jarang diproduksi dan diganti dengan sistem pengolahan baru menghasilkan lumpur sawit dalam bentuk semi padat sebanyak 4–10 ton/hari/pabrik, tergantung kapasitas mesin (SIANIPAR et al. , 1998). Bungkil inti sawit dan lumpur sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan protein yang harganya cukup murah, daun kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai pengganti sumber hijauan. Daun kelapa sawit nilai proteinnya 10–15%, lumpur sawit 12–14% dan bungkil inti sawit 15–17%. Kondisi ini dianggap cukup sesuai untuk memenuhi kebutuhan bagi proses fermentasi dalam rumen. Namun daya cernanya agak rendah, tetapi masih punya peluang untuk ditingkatkan kualitasnya melalui proses pengolahan baik secara fisik, kimiawi dan biologi. Kendala utamanya adalah bagaimana memecah ikatan ligno/sellulosa untuk meningkatkan palatabilitas dan nilai gizinya (WINUGROHO dan MARIATI , 1999), ISHIDA dan HASAN (1997), melaporkan kandungan lignin pelapah sawit lebih tinggi (17%) dari pada jerami padi (13%). Kandungan nitrogen pelepah daun sawit yang rendah (2,37%) menghasilkan konsumsi protein kasar hanya 5,2 g/ekor/hari; padahal kebutuhan protein kasar untuk kehidupan pokok seekor domba (25 kg) 53 g/ekor/hari. Oleh karena itu penggunaan pelepah daun sawit perlu diberi tambahan (G INTING et al. , 1998). AMBAR KARTO et al (1999), melakukan pengujian terhadap pengamanan mutu daun kelapa sawit dengan metode pengeringan dan fermentasi. (WINUGROHO dan MARIATI 1999) mengukur kecernaan daun sawit sebagai pakan ternak secara in-vitro . Disimpulkan bahwa daun dan bagiannya memiliki kualitas rendah (IVDMD <50%). Perlakuan kimia, fisik, biologis atau kombinasinya perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan nilai biologisnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan daun sawit, bungkil inti sawit dan lumpur sawit padat sebagai ransum komplit untuk kambing pertumbuhan.

PEMANFAATAN LIMBAH DAN HASIL IKUTAN …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-22.pdfanalysis of varian menurut STEEL dan TORRIE (1989). ... jagung giling dan bungkil

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMANFAATAN LIMBAH DAN HASIL IKUTAN …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-22.pdfanalysis of varian menurut STEEL dan TORRIE (1989). ... jagung giling dan bungkil

____________________________________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________106 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003

PEMANFAATAN LIMBAH DAN HASIL IKUTAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SEBAGAI RANSUM KAMBING POTONG

LEO P. BATUBARA , SIMON P. GINTING, KISTON SIMANIHURUK, JUNJUNGAN SIANIPAR dan ANDI TARIGAN

Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, PO Box 1 Galang

ABSTRACT

Utilization of Oil Palm Industry by Products as Basis Ration for Feeding Goats

This study is aimed to investigate the utilization of some oil palm industry by product or wastes such as palm oil leaf (POL); palm kernel cake (PKC) and solid exdecanter (SED) as basis for feeding goats. In order to improve the nutritive value of this feedstuffs, a study was also done to analyze the effects of ammoniation treatment of POL and effects of fermentation using Aspergillus Niger on nutritive value of PKC and SED. It was shown from the studies that POL, PKC and SED could be used as feed for supporting the growth of young kids. Average daily gain was 53 gram when fed untreated POL, PKC and SED, compared to 67 gram in kids received treated POL, PKC and SED ration. Supplementation with corn meal (15%) and soybean meal (5%) into treated POL, PKC and SED ration, gave an increase of bodyweight gain significantly (P<0,05) higher (77g) compared to treated ration without supplementation. This study gave conclusion that wastes and by-products of palm oil industry are potential when used as an alternative feed-stuffs for ruminant ration.

Key words: Palm oil, by-product, goat

PENDAHULUAN

Peningkatan populasi ternak yang cukup besar untuk mengejar swasembada daging (2005) akan menuntut tersedianya sumber hijauan yang cukup. Peningkatan produktivitas persatuan ternak perlu pula didukung sistem pemberian pakan yang lebih baik yakni pakan tambahan sebagai suplai energi dan protein. Bahan pakan yang umum digunakan harganya mahal dan kadang kala hilang dari pasaran. Lahan perkebunan kelapa sawit yang cukup luas di Indonesia 3.134.000 Ha (2000) merupakan salah satu alternatif sumber daya hijauan dan bahan pakan inkonvensional yang potensial dikembangkan pemanfaatannya. Menurut SUTARDI (1997) tiap hektar kebun kelapa sawit dapat menghasilkan sebanyak 10–15 ton tandan buah sawit segar (TBS) dan jika diolah maka tiap ton TBS akan menghasilkan 3 jenis limbah yang dapat digunakan sebagai pakan ternak yaitu 45–46% bungkil inti sawit, 12% sabut sawit dan 2% lumpur sawit (DAVENDRA, 1983). Dewasa ini limbah lumpur sawit cair sudah jarang diproduksi dan diganti dengan sistem pengolahan baru menghasilkan lumpur sawit dalam bentuk semi padat sebanyak 4–10 ton/hari/pabrik, tergantung kapasitas mesin (SIANIPAR et al., 1998). Bungkil inti sawit dan lumpur sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dan protein yang harganya cukup murah, daun kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai pengganti sumber hijauan. Daun kelapa sawit nilai proteinnya 10–15%, lumpur sawit 12–14% dan bungkil

inti sawit 15–17%. Kondisi ini dianggap cukup sesuai untuk memenuhi kebutuhan bagi proses fermentasi dalam rumen. Namun daya cernanya agak rendah, tetapi masih punya peluang untuk ditingkatkan kualitasnya melalui proses pengolahan baik secara fisik, kimiawi dan biologi. Kendala utamanya adalah bagaimana memecah ikatan ligno/sellulosa untuk meningkatkan palatabilitas dan nilai gizinya (WINUGROHO dan MARIATI, 1999), ISHIDA dan HASAN (1997), melaporkan kandungan lignin pelapah sawit lebih tinggi (17%) dari pada jerami padi (13%). Kandungan nitrogen pelepah daun sawit yang rendah (2,37%) menghasilkan konsumsi protein kasar hanya 5,2 g/ekor/hari; padahal kebutuhan protein kasar untuk kehidupan pokok seekor domba (25 kg) 53 g/ekor/hari. Oleh karena itu penggunaan pelepah daun sawit perlu diberi tambahan (GINTING et al., 1998).

AMBAR KARTO et al (1999), melakukan pengujian terhadap pengamanan mutu daun kelapa sawit dengan metode pengeringan dan fermentasi. (WINUGROHO dan MARIATI 1999) mengukur kecernaan daun sawit sebagai pakan ternak secara in-vitro . Disimpulkan bahwa daun dan bagiannya memiliki kualitas rendah (IVDMD <50%). Perlakuan kimia, fisik, biologis atau kombinasinya perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan nilai biologisnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan daun sawit, bungkil inti sawit dan lumpur sawit padat sebagai ransum komplit untuk kambing pertumbuhan.

Page 2: PEMANFAATAN LIMBAH DAN HASIL IKUTAN …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-22.pdfanalysis of varian menurut STEEL dan TORRIE (1989). ... jagung giling dan bungkil

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner _____________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 107

MATERI DAN METODE

Daun sawit, bungkil inti sawit dan lumpur sawit terlebih dahulu diolah untuk meningkatkan gizinya. Daun sawit dicacah sepanjang 2-3 cm, kemudian dikeringkan di sinar matahari sampai kondisi kering siap untuk digiling. Daun sawit yang sudah kering giling kemudian di campur secara homogen dengan air 2,25 liter per 5 kg, urea 4% dan molases 1% berat kering bahan kemudian disimpan dalam kantong plastik ukuran 10 Kg dan diperam secara an-aerob selama 3 minggu. Bungkil inti sawit dan lumpur sawit diolah dengan perlakuan fermentasi oleh jamur Aspergillus Niger. Bungkil inti sawit dan lumpur sawit dicampur dengan air sampai kandungan air bahan mencapai 50% lalu dicampur dengan mineral terdiri dari: 3,6% ZA, 2,0% urea, 0,75% NaH2PO4, 0,075% KCL dan 0,25% MnSO4. Kemudian dikukus selama 30 menit dan didinginkan. Setelah itu dicampur dengan spora jamur 0,3% dari berat bahan dan diinkubasi didalam baki plastik yang ditutup dengan ketebalan 2 cm pada suhu ruang selama 3 hari. Setelah itu bahan dipadatkan pada kantong plastik dan disimpan secara anaerob pada suhu ruang selama 3 hari. Kegiatan penelitian uji in-vivo (Feeding trial) dilakukan di kandang percobaan Lolit Kambing Potong Sei Putih. Ransum perlakuan terdiri dari dua pendekatan yakni tanpa tambahan dan dengan tambahan. Pertama hanya menggunakan campuran dari hasil olahan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit. Kedua menggunakan hasil olahan limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit ditambah bahan

pakan konvensional seperti tepung jagung dan bungkil kedele. Ransum disusun dengan kandungan protein + 13,5% (SITORUS, et al, 1984). Empat puluh ekor kambing kacang jantan muda dengan kisaran bobot hidup 10 – 12 kg terlebih dahulu diberikan racun cacing sebelum penelitian. Digunakan rancangan acak kelompok dengan 4 perlakuan dan 10 ulangan. Parameter yang diamati meliputi pertambahan bobot hidup dan konsumsi pakan. Analisis menggunakan analysis of varian menurut STEEL dan TORRIE (1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi bahan kering pakan

Rumput Bracharia sp digunakan sebagai pembanding (low input) dan suplementasi energi asal jagung giling dan bungkil kedele terhadap pakan limbah yang diolah sebagai pakan high-input. Susunan ransum yang dicobakan terdapat pada Tabel 1.

Tingkat konsumsi bahan kering dari masing-masing perlakuan selama pengumpulan data Tabel 2. Konsumsi bahan kering kambing untuk semua ransum perlakuan lebih dari 3% bobot hidup. Tingkat konsumsi ini sudah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan bahan kering kambing dalam masa pertumbuhan. Tingkat konsumsi bahan kering ransum perlakuan nyata lebih tinggi dibanding rumput (P<0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada masalah palatabilitas penggunaan limbah perkebunan sebagai pakan kambing.

Tabel 1. Susunan ransum perlakuan

Bahan/ ransum perlakuan R0 R1 R2 R3 Rumput Bracchiaria sp 100 - - - Daun sawit tanpa olah - 35 - - Solid decanter tanpa olah - 20 - - Bungkil inti sawit tanpa olah - 42 - - Daun sawit amoniasi - - 35 35 Solid decanter fermentasi jamur - - 20 20 Bungkil inti sawit-fermentasi jamur - - 42 22 Jagung giling - - - 15,0 Bungkil kedelai - - - 5,0 Garam - 1,5 1,5 1,5 Mineral mix - 1,5 1,5 1,5 Jumlah 100 100 100 100 Protein kasar (%) 10,76 12,65 14,97 14,36 DE (Mcal/ Kg) 2,4 2,5 2,6 2,7

Page 3: PEMANFAATAN LIMBAH DAN HASIL IKUTAN …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-22.pdfanalysis of varian menurut STEEL dan TORRIE (1989). ... jagung giling dan bungkil

____________________________________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________108 Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003

Tabel 2. Tingkat konsumsi bahan kering ransum perlakuan

Ransum perlakuan Rataan bobot hidup Konsumsi bahan kering (g/e/h) Tingkat konsumsi (% bobot hidup) R0 12,1 363a 3,0 R1 12,9 417b 3,2 R2 13,4 458b 3,4 R3 13,8 478b 3,4

Superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata (P<0,05)

Pertambahan bobot hidup harian dan tingkat konversi ransum.

Pengaruh ransum perlakuan terhadap pertamb ahan bobot hidup harian dan tingkat konversi ransum disajikan pada Tabel 3. Berikut

Tabel 3. Pertambahan bobot hidup harian dan tingkat konversi ransum.

Ransum perlakuan

Pertambahan bobot harian (g/e/h)

Tingkat konversi ransum *

R0 30a 11,3a R1 53b 7,8b R2 67c 6,8c R3 77d 6,3c

* Superscript yang berbeda pada kolom yang sama sangat nyata (P<0,01)

Tabel 3 menunjukkan bahwa ransum lengkap yang

disusun hanya dengan menggunakan bahan dari limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit yakni daun sawit, lumpur sawit dan bungkil inti sawit, baik tanpa olah maupun diolah ternyata dapat memberikan pertumbuhan bobot hidup harian yang sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi dibanding pemberian hanya rumput. Hal ini dapat dipahami karena kandungan nutrisi rumput lebih rendah dibanding ransum perlakuan yang menggunakan bahan limbah perkebunan sawit. Kualitas pakan yang lebih baik dengan daya cerna yang lebih tinggi, akan lebih memacu pertumbuhan, selama dikonsumsi dalam jumlah yang cukup menurut kebutuhannya. Keadaan yang sama ditunjukkan oleh ransum yang bahan pakan limbahnya diolah terlebih dahulu dengan teknik amoniasi dan fermentasi (Tabel 2 dan 3) memberikan pertambahan bobot hidup harian yang nyata lebih tinggi (P<,05) dibandingkan dengan yang tidak diolah. Ransum lengkap yang disusun hanya berasal dari limbah ini mempunyai kandungan energi tercerna yang belum memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan optimal. Dengan adanya penambahan bahan pelengkap (tepung jagung, bungkil kedele) untuk meningkatkan kandungan energi tercerna (ransum R2 yang diolah) nyata memberikan peningkatan pertambahan bobot hidup harian (P<0,05) dibanding

R2. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian SITORUS dan SUTARDI (1984) pada kambing bahwa ransum dengan tingkat protein 13%, tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, tetapi lebih nyata ditentukan oleh tingkat energi didalam ransum. Tingkat konversi ransum berbeda sangat nyata (P<0,01) antara perlakuan ransum (R1, R2, R3) terhadap kontrol. Hal ini menunjukkan pakan komplit berbasis limbah dan hasil ikutan perkebunan sawit dapat diandalkan sebagai pakan alternatif untuk meningkatkan produktifitas kambing.

KESIMPULAN

Hasil penelitian memberi petunjuk limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit berupa daun sawit, lumpur sawit dan bungkil inti sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan alternatif yang cukup potensial sampai pada tingkat 60-70% untuk kambing. Melalui pengolahan dan penambahan bahan pelengkap akan dicapai optimalisasi penggunaannya.

SARAN

Hasil ini dapat diterapkan penggunaannya pada ruminansia lainnya dan perlu inventarisasi potensi dan sosialisasi pemanfaatannya oleh petani penyuluhan.

DAFTAR PUSTAKA

AMBARKARTO , A.R. A. DJAYANEGARA , E. LANCONI dan N. NURHAMDANI, 1999. Pengamanan mutu daun kelapa sawit selama penyimpanan untuk pakan. Integrasi usaha ternak sapi dengan perkebunan kelapa sawit. Laporan Penelitian, Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

DEVENDRA , C. and M. BURNS. 1983. Goat Production in the Tropics. 2nd Ed. Commonwealth Agricultural Bureaux, Farnham Royal, UK 183 pp.

DJAYANEGARA , A., B. SUDARYANTO , M. WINUGROHO and A. RAIS AMBARKARTO . 1999. Integrating Livestock with oil palm production systems. Laporan Penelitian Integrasi Usaha Ternak sapi dengan perkebunan kelapa sawit. Balitnak Ciawi, Bogor.

GINTING, S.P., A. PURBA, Z. POELOENGAN, K. SIMANJUNTAK dan JUNJUNGAN, 1998; Nilai nutrisi dan manfaat

Page 4: PEMANFAATAN LIMBAH DAN HASIL IKUTAN …peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/semnas/pronas03-22.pdfanalysis of varian menurut STEEL dan TORRIE (1989). ... jagung giling dan bungkil

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner _____________________________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________________________________Puslitbang Peternakan, Bogor 29 – 30 September 2003 109

pelepah kelapa sawit sebagai pakan domba (belum dipublikasikan). Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian, Sungai Putih, Sumatera Utara.

ISHIDA, M., and O.B. HASSAN, 1997. Utilization of oil palm frond as cattle feed. JARQ 31 (1).

SIANIPAR, J., L. P. BATUBARA , K. SIMANIHURUK, S. ELIESER dan A. M ISNIWATI . 1998. Penggunaan Solid Sawit untuk Pakan Domba. Jurnal Penelitian Peternakan Sungai Putih. Sub Balitnak Sungai Putih. Vol 5 No. 1.

SITORUS, M. dan TOHA SUTARDI, 1984. Kebutuhan Kambing Lokal akan Energi dan Protein, Proce. Pertemuan Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

SUDARYANTO , B., M. WINUGROHO, A. DJAYANEGARA dan A. R.A. KARTO. 1999. Potensi dan Kualitas Biomassa Kebun Kelapa Sawit untuk Pakan Ternak Ruminansia. Laporan Penelitian Integrasi Usaha Ternak Sapi dengan Perkebunan Kelapa Sawit. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

SUTARDI, T. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-Ilmu Nutrisi Ternak. Orasi Ilmiah Guru besar tetap Ilmu Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

WINUGROHO dan S. M ARYATI , 1999. Kecernaan daun kelapa sawit sebagai pakan ternak ruminansia, Laporan Penelitian, Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Apakah hasilnya dapat diterapkan? Apakah perkebunan telah mau mengintegrasikan dengan hasil - hasil perkebunan?

2. Apakah pakan ini dapat diterapkan padi sapi potong? Berapa populasi ternak untuk dapat BEP?

Jawaban:

1. Sedang dipersiapkan konsep modelnya. Telah ada yang berminat untuk mengembangkan domba dalam skala besar dengan menggunakan limbah perkebunan sawit.

2. Produk samping kelapa sawit lebih baik dipergunakan untuk sapi. Solid dan bungkil inti sawit mengandung copper cukup tinggi sehingga penggunaanya untuk domba, unsur tersebut merupakan pembatas jika tidak ingin keracunan. Sementara itu, untuk sapi penggunaan produk samping tersebut sampai 100% tidak menyebabkan keracunan. Permasalahan untuk sapi potong dengan skala kecil sangat sulit memanfaatkan produk samping, karena pembelian produk samping dari pihak perkebunan pada umumnya dalam skala besar. Sehingga model pengembangan sapi dengan pola plasma (peternak kecil) dan inti (pihak perkebunan) perlu dilakukan. Integrasi ternak – perkebunan sangat baik, karena ternak dapat menghasilkan dan menyediakan bahan organik untuk pembuatan kompos, sementara kebun dapat menyediakan pakan. Bungkil inti sawit dan solid sejumlah 40% dalam ransum menghasilkan pakan dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan penggunaan jagung/pakan komersil lainnya. BEP domba 5000 selama 5 tahun di pasture, BEP domba 5000 ±selama 4 tahun di perkebunan dan BEP domba 5000 lebih cepat lagi di petani (3-4 tahun).