31
TUGAS TERSTRUKTUR TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH HASIL PERTANIAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI Disusun Oleh : Faradina P A1M009068 Kurnia Rizki Septiana A1M009069 Ratih Oktavianti A1M009070 Uly Arta Nurul Huda A1M009071 Taufik Hidayat A1M009072

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

TUGAS TERSTRUKTURTEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH HASIL PERTANIAN

Citation preview

Page 1: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

TUGAS TERSTRUKTUR

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH HASIL PERTANIAN

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

Disusun Oleh :Faradina P A1M009068Kurnia Rizki Septiana A1M009069Ratih Oktavianti A1M009070Uly Arta Nurul Huda A1M009071Taufik Hidayat A1M009072

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO

2012

Page 2: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

PENDAHULUAN

Buah stroberi merupakan salah satu produk hortikukltura dengan prospek

yang cukup baik. Pada umumnya, stroberi dipasarkan pada suhu ruang. Cara

pemasaran ini akan berpengaruh pada kecepatan penurunan kualitas buah dan

masa simpannya, serta berpengaruh pada ketersediaan dan pemasaran buah.

Setelah dipanen, buah stroberi masih mengalami proses pengangkutan dan

penyimpanan. Pada proses ini terjadi metabolisme dengan menggunakan

cadangan makanan yang terdapat di dalam buah. Berkurangnya cadangan

makanan tersebut tidak dapat digantikan karena buah sudah terpisah dari

pohonnya, sehingga mempercepat proses hilangnya nilai gizi buah dan

mempercepat proses senesen.

Salah satu metode yang digunakan untuk menghambat proses metabolisme

pada buah adalah dengan cara Edible Coating. Edible coating adalah suatu

metode pemberian lapisan tipis pada permukaan buah untuk menghambat

keluarnya gas, uap air dan menghindari kontak dengan oksigen, sehingga proses

pemasakan dan pencoklatan buah dapat diperlambat. Lapisan yang ditambahkan

di permukaan buah ini tidak berbahaya bila ikut dikonsumsi bersama buah.

Sebagai negara maritim, Indonesia mempunyai potensi hasil perikanan laut

yang sangat berlimpah, namun potensi ini masih belum bisa dimanfaatkan secara

optimal. Menurut data Dirjen perikanan, total potensi ini diperkirakan sebesar 7,2

juta ton/tahun, dan yang bisa dimanfaatkan baru sekitar 40% atau 2,7 juta

ton/tahun. Kepiting mengandung persentase kitin paling tinggi (70%) diantara

bangsa-bangsa krustasea, insekta, cacing maupun fungi. Kitin yang terkandung

inilah yang nantinya dideasetilasi sehingga menjadi kitosan. Banyaknya

pemanfaatan pada kepiting yang hanya memanfaatkan bagian dagingnya saja yang

membuat semakin berlimpahnya limbah dari kepiting. Hasil limbah dari kepting

berupa kulit, kepala, ekor dan kaki. Di Indonesia limbah ini belum banyak

digunakan sehingga hanya menjadi limbah yang mengganggu lingkungan,

Page 3: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

terutama pengaruh pada bau yang tidak sedap dan pencemaran air (kandungan

BOD 5 , COD dan TSS perairan disekitar pabrik cukup tinggi).

Salah satu pemanfaatan limbah dari cangkang kulit kepting dapat dijadikan

sebagai kitosan . Chitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat

yang dimiliki yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak

sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi minimal

antara produk dan lingkungannya. Salah satu pemanfaatan kitosan dari kulit

kepiting yaitu digunakan sebagai edible coating pada buah strowberry.

Pemanfaatan edible coating pada buah strowberry berfungsi untuk

mempertahankan kualitas sehingga buah strowberry memiliki kualitas yang masih

baik sampai ke tangan konsumen.

Page 4: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

STUDY PUSTAKA

Sebagai negara maritim, Indonesia mempunyai potensi hasil perikanan laut

yang sangat berlimpah, namun potensi ini masih belum bisa dimanfaatkan secara

optimal. Menurut data Dirjen perikanan, total potensi ini diperkirakan sebesar 7,2

juta ton/tahun, dan yang bisa dimanfaatkan baru sekitar 40% atau 2,7 juta

ton/tahun. Salah satu potensi ini adalah kepiting yang saat ini merupakan

komoditas eksport unggulan hasil perikanan, khususnya eksport ke Jepang, Uni

Eropa dan Amerika Serikat. Menurut data BPS, nilai eksport kepiting ini pada

tahun 1993 mencapai 1,042 milyar dolar US, dan nilai ini selalu meningkat dari

tahun ke tahun. Sebagian besar, kepiting ini dieksport dalam bentuk kepiting beku

tanpa kepala dan kulit. Dengan demikian jumlah hasil samping produksi yang

berupa kepala, kulit, ekor maupun kaki kepiting yang umumnya 25-50 % dari

berat, sangat berlimpah. Di Indonesia, hasil samping ini belum banyak digunakan

sehingga hanya menjadi limbah yang mengganggu lingkungan, terutama pengaruh

pada bau yang tidak sedap dan pencemaran air (kandungan BOD 5 , COD dan

TSS perairan disekitar pabrik cukup tinggi). Kepiting mengandung persentase

kitin paling tinggi (70%) diantara bangsa-bangsa krustasea, insekta, cacing

maupun fungi. Kitin yang terkandung inilah yang nantinya dideasetilasi sehingga

menjadi kitosan.

Ornum (1992) menjelaskan bahwa kitin merupakan polimer linier yang

tersusun oleh 2000-3000 monomer n-asetil D-glukosamin dalam ikatan ß(1-4)

atau 2-asetamida-2-deoksi-D-glukopiranol dengan rumus molekul (C8H13NO5)n.

Kitin mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, tidak larut

dalam air, asam anorganik encer, dan asam-asam organik, tetapi larut dalam

larutan dimetil asetamida dan litium klorida (Kurita, 1998). Proses produksi

kitosan (dari sebelum terbentuknya kitin) meliputi demineralisasi, deproteinasi,

dan deasetilasi. Demineralisasi dilakukan dengan menggunakan larutan asam

encer yang bertujuan untuk menghilangkan mineral yang terkandung dalam bahan

Page 5: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

baku. Deproteinasi dilakukan dengan menggunakan larutan basa encer untuk

menghilangkan sisa-sisa protein yang masih terdapat dalam bahan baku.

Kitosan dapat ditemukan secara alami pada dinding-dinding sel filamen dan

yeast karena deasetilasi enzymatis. Kitosan tidak larut di dalam air, alkali pekat,

alkohol dan aseton, tetapi larut dalam asam lemah seperti asetat dan formiat.

Asam organik seperti asam hidrokloride dan asam netral dapat melarutkan kitosan

pada pH tertentu dalam keadaan hangat dan pengadukan lama, tetapi hanya

sampai derajat terbatas. Struktur kimia kitosan dapat kita lihat pada gambar :

Gambar . struktur kitosan

Suatu molekul dikatakan kitin bila mempunyai derajat deasetilasi (DD)

sampai 10% dan kandungan nitrogennya kurang dari 7%. Dan dikatakan chitosan

bila nitrogen yang terkandung pada molekulnya lebih besar dari 7% berat dan DD

lebih dari 70% (Muzzarelli,1985). Sebagai antibakteri, kitosan memiliki sifat

mekanisme penghambatan, dimana kitosan akan berikatan dengan protein

membran sel, yaitu glutamat yang merupakan komponen membran sel. Selain

berikatan dengan protein membraner, kitosan juga berikatan dengan fosfolipid

membraner, terutama fosfatidil kolin (PC), sehingga meningkatkan permeabilitas

inner membran (IM). Naiknya permeabilitas IM akan mempermudah keluarnya

cairan sel. Pada E. coli misalnya, setelah 60 menit, komponen enzim ß

galaktosidase akan terlepas. Hal ini menunjukkan bahwa sitoplasma dapat keluar

sambil membawa metabolit lainnya, atau dengan kata lain mengalami lisis, yang

akan menghambat pembelahan sel (regenerasi). Hal ini akan menyebabkan

kematian sel (Simpson, 1997).

Page 6: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

Kitosan diketahui mempunyai kemampuan untuk membentuk gel, film dan

fiber, karena berat molekulnya yang tinggi dan solubilitasnya dalam larutan asam

encer (Hirano dkk., 1999). Kitosan telah digunakan secara luas di industri

makanan, kosmetik, kesehatan, farmasi dan pertanian serta pada pengolahan air

limbah. Di industri makanan, kitosan dapat digunakan sebagai suspensi padat,

pengawet, penstabil warna, penstabil makanan, bahan pengisi, pembentuk gel,

tambahan makanan hewan dan sebagainya. Aplikasi kitosan dalam bidang pangan

dapat dilihat pada tabel.

Tabel. Aplikasi kitosan dan turunannya dalam industri pangan

Aplikasi Contoh

Antimikroba

Bakterisidal, fungisidal, pengukur

kontaminasi jamur pada komoditi

pertanian.

Edible film

Mengatur perpindahan uap antara

makanan dan lingkungan sekitar,

menahan pelepasan zat-zat antimikroba,

antioksidan, nutrisi, flavor, dan obat,

mereduksi tekanan parsial oksigen,

pengatur suhu, menahan proses browning

enzimatis pada buah.

Bahan aditif

Mempertahankan flavor alami, bahan

Pengontrol tekstur, bahan pengemulsi,

bahan pengental, stabilizer, dan penstabil

warna.

Nutrisi

Sebagai serat diet, penurun kolesterol,

persediaan dan tambahan makanan ikan,

mereduksi penyerapan lemak,

memproduksi protein sel tunggal, bahan

anti grastitis (radang lambung), dan

sebagai bahan makanan bayi.

(Sumber : Shahidi dkk., 1999)

Page 7: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

Stroberi merupakan tanaman buah berupa herba yang ditemukan pertama

kali diChili, Amerika. Salah satu spesies tanaman stroberi yaitu Fragaria

chiloensis Lmenyebar ke berbagai negara Amerika, Eropa dan Asia. Selanjutnya

spesies lain,yaitu F. vesca L. lebih menyebar luas dibandingkan spesies lainnya.

Jenis stroberi ini pula yang pertama kali masuk ke Indonesia.

Stroberi dalam bahasa Belanda aardbei adalah sebuah varietas stroberi yang

paling banyak dikenal di dunia. Seperti spesies lain dalam genus Fragaria

(stroberi), buah ini berada dalam keluarga Rosaceae. Stroberi merupakan tanaman

herbal asal Chili, Amerika ini memang kaya manfaat. Vitamin C yang tinggi

berperan dalam meningkatkan produksi hormon seks dan memperlancar aliran

darah menuju organ intim. Kandungan lain seperti antianaemic dan reconstituent

juga baik untuk menjaga stamina tubuh. Stroberi kaya akan kandungan fenol,

seperti antosianin dan elagitanin. Warna merah menyala pada buah ini berasal dari

kandungan antosianin yang juga berperan sebagai antioksidan untuk melindungi

struktur sel dalam tubuh serta mencegah kerusakan oksigen pada organ tubuh

manusia. Selain kaya akan kandungan vitamin C, stroberi juga merupakan sumber

vitamin B5, B6, K, mangan, asam folat, kalium, riboflavin, tembaga, magnesium

dan omega-3 asam lemak. Stroberi (fragaria vesca) sangat kaya akan nutrisi,

setiap 100 gram mengandung seperti protein 0.8 g, lemak 0.5 g, karbohidrat 8 g

dan energi 37 kkal. Sedangkan mineral potensial terkandung kalsium 28 mg,

fosfor 27 mg, zat besi 0,8, magnesium 10 mg, potassium 27 mg, selenium 0,7 mg,

vitamin A 60 SI, vitamin C 0,03 mg dan asam folat 17,7 mcg asam folat.

Beberapa fitokimia mampu menangkal kanker, menurunkan tekanan darah, serta

menurunkan risiko diabetes.

Page 8: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

ANALISIS DAMPAK

Limbah industri pangan dapat menimbulkan masalah dalam

penanganannya karena mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein, lemak,

garam – garam mineral dan sisa - sisa bahan kimia yang digunakan dalam

pengolahan dan pembersihan. Limbah hasil perikanan seperti limbah kulit

cangkang kepiting dapat menimbulkan polusi apabila tidak dilakukan penanganan

yang tepat. Limbah kepiting pada umumnya tidak membahayakan kesehatan

manusia karena tidak terlibat secara langsung dalam perpindahan penyakit.

Namun kandungan organik yang tinggi pada limbah kepiting dapat bertindak

sebagai sumber makanan bagi pertumbuhan mikroorganisme yang pada akhirnya

dapat mengkontaminasi manusia melalui berbagai media seperti air, udara, tanah,

makanan bahkan manusia itu sendiri karena dapat bertindak sebagai carrier

(pembawa).

Selain dapat berdampak negatif terhadap kesehatan manusia, penanganan

limbah kepiting yang tidak tepat dapat merusak lingkungan. Jika limbah ini

dibuang pada lingkungan perairan (kandungan BOD, COD dan TSS perairan

cukup tinggi), kandungan organik dimanfaatkan oleh mikroorganisme

menyebabkan produktivitasnya meningkat dan akan mereduksi oksigen terlarut

yang terkandung dalam air. Dengan ini juga dapat dimungkinkan dapat

membahayakan biota lainnya.

Indonesia memiliki hasil perikanan yang melimpah. Hasil perikanan ini

banyak diolah sebagai bahan campuran pembutan kerupuk, terasi, dan makanan

ternak. Semakin banyaknya olahan ini berarti makin banyak pula limbah yang

dihasilkan. Limbah tersebut yang dibuang secara sembarangan juga dapat

menyebabkan polusi udara berupa bau yang tidak sedap terlebih bila didiamkan

terlalu lama.

Dilihat dari aspek sosial, limbah kepiting yang melimpah dan tidak

dilakukan penanganan secara tepat dapat menimbulkan masalah yang pada

akhirnya akan merugikan masyarakat sendiri. Pencemaran yang dihasilkan oleh

Page 9: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

limbah tersebut baik udara, air, tanah dan lingkungan lainnya dapat menyebabkan

kondisi yang tidak nyaman dan sehat bagi kehidupan masyarakat. Estetika

lingkungan juga akan kurang menyenangkan bila limbah – limbah tersebut

tidak mendapatkan penanganan yang baik dan sesuai. Lingkungan yang menjadi

tempat hidup masyarakat menjadi kotor, tidak sedap dipandang, dan tentu saja

dapat menganggu kesehatan manusia karena udara yang dihirup telah tercemar, air

untuk berbagai keperluan hidup menjadi tidak layak konsumsi dan menunjang

penyebaran berbagai penyakit. Dengan kondisi masyarakat yang tidak sehat,

kualitas hidup menjadi rendah, tingkat kematian meningkat dan interaksi sosial

antar masyarakat pun terganggu. Masyarakat yang tumbuh dan berkembang pada

lingkungan yang tidak sehat secara emosi cenderung lebih labil sehingga sangat

mudah terjadi konflik.

Dilihat dari aspek ekonomi, penanganan limbah kepiting yang tidak optimal

merupakan suatu kerugian. Limbah kepiting merupakan limbah hasil pengolahan

perikanan dengan jumlah yang cukup tinggi dan masih memiliki kandungan

organik yang dapat dimanfaatkan untuk membuat produk-produk yang memiliki

nilai ekonomis tinggi yaitu chitosan. Limbah – limbah ini dapat dijadikan

pendapatan tambahan masyarakat sekitar apabila ada upaya untuk menggali dan

mempelajari pemanfaatan limbah kepiting ini sehingga tidak mubazir dan

terbuang begitu saja. Kurangnya pengetahuan tentang penanganan limbah ini

menyulitkan masyarakat sekitar untuk memanfaatkannya.

Page 10: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

PEMBAHASAN MASALAH

Pelapisan buah (coating) stroberi menggunakan kitosan yang sudah

dilakukan masih mempunyai kelemahan antara lain belum adanya kepastian dosis

optimum kitosan yang bisa digunakan untuk pelapis, mempercepat proses

pematangan stroberi, biaya produksi yang masih mahal, dan tidak aman untuk

dikonsumsi tubuh.

Limbah kulit cangkang kepiting merupakan sumber potensial pembuatan

khitin dan khitosan, yaitu biopolimer yang secara komersil berpotensi dalam

berbagai bidang industri. Manfaat khitin dan khitosan di berbagai bidang industri

moderen cukup banyak, diantaranya dalam industri farmasi, biokimia,

bioteknologi, biomedikal, pangan, gizi, kertas, tekstil, pertanian, kosmetik,

membran dan kesehatan. Disamping itu, khitin dan khitosan serta turunannya

mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi dan penebal emulsi

(Marganov, 2003).

Mengingat khitin dan khitosan hasil pengolahan kulit cangkang kepiting

memiliki nilai ekonomis yang tinggi, maka sangatlah penting untuk mengolah

kulit cangkang kepiting menjadi khitin dan khitosan. Pengolahan dan pemanfaatan

kulit cangkang kepiting telah banyak dilakukan tetapi ada beberapa faktor yang

dapat menentukan derajat deasetilasi khitosan yaitu konsentrasi NaOH, suhu dan

lama proses deasetilasinya sehingga harus dilakukan secara tepat.

Peneliti Srijanto dan Imam (2005) mempelajari pengaruh suhu reaksi

terhadap derajat deasetilasi khitosan, dimana dengan naiknya suhu reaksi, maka

derajat deasetilasi khitosan yang diperoleh juga meningkat. Alamsyah juga

meneliti tentang pengaruh urutan proses isolasi khitin, hasilnya tahap

demineralisasi-deproteinasi menghasilkan rendemen khitin dan derajat deasetilasi

yang lebih baik dibandingkan dengan proses deproteinasi-demineralisasi

(Alamsyah et al., 2007).

Derajat deasetilasi dari khitosan dan rendemen khitin yang diperoleh dari

cangkang kepiting perlu ditingkatkan. Untuk meningkatkan derajat deasetilasi

Page 11: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

khitosan, maka harus dilakukan optimasi reaksi deasetilasi khitin dengan cara

memvariasikan konsentrasi NaOH sedangkan suhu dan waktu reaksi dibuat

konstan.

Chitosan merupakan bahan pengawet alami yang tidak bersifat toksik pada

tubuh, terbuat dari produk samping yaitu limbah kulit kepiting dan kulit udang,

chitosan mempunyai kemampuan untuk mengikat lipid dan lemak. selain itu

chitosan juga memiliki sifat sebagai antimikroba, dan sebagai pengawet makanan

(Anonim, 2006).

Chitosan merupakan produk alamiah yang merupakan turunan dari

polisakarida chitin. Chitosan mempunyai nama kimia Poly D-glucosamine ( beta

(1-4) 2-amino-2-deoxy-D-glucose), bentuk chitosan padatan amorf bewarna putih

dengan struktur kristal tetap dari bentuk awal chitin murni. Chitosan mempunyai

rantai yang lebih pendek daripada rantai chitin. Kelarutan chitosan dalam larutan

asam serta viskositas larutannya tergantung dari derajat deasetilasi dan derajat

degradasi polimer.

Proses utama dalam pembuatan chitosan, yaitu dengan penghilangan protein

dan kandungan mineral melalui proses kimiawi dengan menggunakan larutan basa

yang disebut deproteinasi dan demineralisasi yang masing-masing dilakukan

dengan menggunakan larutan asam dan basa. Selanjutnya chitosan diperoleh

melalui proses deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa.

Chitosan dibuat dengan merebus kulit cangkang kepiting yang telah

dibersihkan untuk menghilangkan sisa protein. Limbah tersebut direbus kurang

lebih satu jam ini dengan pH di usahakan diatas 10, dengan menambahkan soda

api (NaOH). Hasilnya kemudian direbus lagi selama 2 jam dengan ditambahi

larutan asam klorida (HCl) agar pH turun dibawah 5. Campuran itu sekali lagi

direbus selama 2 jam dengan larutan basa untuk menghilangkan unsur asetil. Pada

tahap ini, kulit rajungan dan kulit sudah berubah menjadi bubur berwarna putih.

Sisanya berupa cairan kental yang dipakai sebagai pengawet (Indra, 2007).

Chitosan dapat digunakan sebagai edible film karena sifat-sifat yang dimiliki

yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak sekaligus

melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi minimal antara produk

Page 12: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

dan lingkungannya. Berbagai hipotesa yang sampai saat ini masih berkembang 4

mengenai mekanisme kerja chitosan sebagai edible film adalah chitosan memiliki

afinitas yang sangat kuat dengan DNA mikroba sehingga dapat berkaitan dengan

DNA yang kemudian mengganggu mRNA dan sintesa protein.

Ekstraksi kitin umumnya melalui tahapan penggilingan, deproteinasi,

demineralisasi, pengeringan dan pembubukan, sedangkan Chitosan diperoleh

dengan penambahan alkali kuat terhadap kitin pada suhu tinggi.

Tahap penghilangan protein atau deproteinasi. Pada prinsipnya sama seperti

tahap yang pertama hanya berbeda pada larutan yang digunakan. Larutan yang

digunakan yaitu larutan basa 1 % -3 %. Pada umumnya larutan basa yang

digunakan natrium hidroksida atau soda api. Begitu selesai dimasak, limbah

udang dicuci dengan air tawar hingga bersih. Kemudian dikeringkan.

Tahap demineralisasi dilakukan dengan cara mencelupkannya ke dalam

larutan asam cuka kandungan 1% - 3%. Larutan cuka ini dimaksudkan untuk

melarutkan dengan kandungan 30 %. Limbah kulit cangkang kepiting dengan

larutan asam direbus selama 1 - 3 jam dengan suhu antara 90-100 oC. Setelah itu,

dicuci sampai bersih. Tahap ini selesai maka dihasilkan kitin.

Kitin memilki ciri – ciri yang sangat halus, ringan dan berwarna putih. Dari

hasil pengeringan didapatkan rendemen ± 20% bahan baku limbah udang. Tahap

ini tidak cukup untuk menghasilkan bahan sebagai pengawet. Kitin harus diolah

lagi menjadi Chitosan. Chitosan ini yang dapat digunakan sebagai pengganti

formalin.

Untuk mengolah kitin menjadi Chitosan, kitin dilarutkan ke dalam larutan

basa pekat 40 %,lalu dimasak dengan suhu 90-100o C selama 5 - 7 jam. Setelah

itu, padatan kitin dicuci dan dikeringkan. Hasil akhir inilah yang disebut dengan

Chitosan.

Page 13: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

Untuk membuat limbah kulit cangkang kepiting menjadi khitosan dapat

dibuat seperti diagram dibawah ini :

Cangkang kepiting kering

Penggilingan

Pengayakan

Deproteinasi(Larutan NaOH selama 2 jam pada 65°C)

Penyaringan dan pencucian

Demineralisasi(larutan HCl selama 30 menit pada temperatur kamar)

Penyaringan dan pencucian(pH produk netral)

Pengeringan

Bubuk kitin

Deasetilasi(Larutan NaOH selama ½ jam pada 100oC)

Penyaringan dan pencucian(pH produk netral)

Pengeringan

Kitosan Analisa dengan FTIR

Gambar. Blok Diagram Proses Pembuatan Kitosan

Page 14: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

Karena sifat kitin dan kitosan yang dapat mengikat air dan lemak, maka

keduanya dapat digunakan sebagai media pewarnaan makanan. Mikrokristalin

kitin jika ditambahkan pada adonan akan dapat meningkatkan pengembangan

volume roti tawar yang dihasilkan. Selain itu juga sebagai pengental dan

pembentuk emulsi lebih baik dari pada mikrokristalin sellulosa. Pada pemanasan

tinggi kitin akan menghasilkan pyrazine yang potensial sebagai zat penambah cita

rasa.

Kitosan memiliki sifat unik yang digunakan sebagai komposis yang ideal

untuk perkembangan edible film yang memiliki sifat antimikroba.

Kitosan memiliki karakteristik film yang lebih bagus dan sifat antibacterial

yang hampir sama denga sifat antibakterial dari desinfektan, ratio dari

pemusnahan bakteri/jamur yang lebih tinggi dan toksitas yang rendah bagi sel

mamalia. Laporan menyatakan bahwa ikatan antara kitosan dengan endotoksin

dari bakteri gram negatif menurunkan toksik akut mereka.

Kitosan memiliki sifat unik yang digunakan sebagai komposis yang ideal untuk

perkembangan edible film yang memiliki sifat antimikroba. Kitosan memiliki

karakteristik film yang lebih bagus dan sifat antibacterial yang hampir sama denga

sifat antibakterial dari desinfektan, ratio dari pemusnahan bakteri/jamur yang lebih

tinggi dan toksitas yang rendah bagi sel mamalia. Laporan menyatakan bahwa ikatan

antara kitosan dengan endotoksin dari bakteri gram negatif menurunkan toksik akut

mereka.

Willes (2000) menjelaskan bahwa dalam proses pematangan selama

penyimpanan buah, zat pati seluruhnya dihidrolisa menjadi sukrosa yang

kemudian berubah menjadi gula - gula reduksi sebagai substrat dalam respirasi.

Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap kandungan gula reduksi selama proses

penyimpanan. Penurunan kadar gula reduksi buah stroberi yang terjadi karena laju

respirasi yang merupakan pemecahan gula reduksi menjadi asam piruvat dan

selanjutnya menghasilkan CO2 dan H2O.

Kitosan mampu membentuk lapisan pada permukaan Stroberi sedangkan

kita ketahui bahwa penyebab utama kerusakan makanan karena adanya

pertumbuhan mikroba pada permukaan oleh mikroba pembusuk maupun mikroba

Page 15: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

penyebab penyakit. Mikroba yang menjadi penyebab rusaknya buah stroberi

terutama mikroba yang bersifat aerobik. Sehingga dengan fungsinya sebagai

barrier terhadap migrasi mikroba yang berhasil mengkontaminasi produk pada

bagian permukaan, coating kitosan mampu memperpanjang masa simpan buah

stroberi.

Semakin banyak gugus asetil yang dapat dihilangkan maka semakin tinggi

nilai derajat deasetilasinya. Khitosan dengan derajat deasetilasi 70 - 90%

dinamakan khitosan pasaran. ualitas khitosan ditentukan berdasarkan derajat

deasetilasinya, sehingga dapat dibagi menjadi empat kriteria yaitu lebih kecil dari

80%, antara 80-85%, antara 85-90% dan di atas 90% (Ernawati, 2008).

Kerusakan bahan pangan dapat diidentifikasi dengan beberapa cara, yang

pertama adalah dengan Uji organoleptik yaitu dengan melihat tanda-tanda

kerusakan seperti perubahan tekstur atau kekenyalan, keketanlan, warna bau,

pembentukkan lendir, dan lain-lain. Uji fisik untuk melihat perubahan-perubahan

fisik yang terjadi karena kerusakan oleh mikroba maupun oleh reaksi kimia,

misalnya perubahan pH, kekentalan, tekstur, dan lainlain. Uji kimia untuk

menganalisa senyawa-senyawa kimia sebagai hasil pemecahan komponen pangan

oleh mikroba atau hasil dari reaksi kimia. Uji mikrobiologis, yang dapat dilakukan

dengan metode hitungan cawan, MPN, dan mikroskopis. Dari berbagai uji

kerusakan pangan tersebut, beberapa uji yang dianggap cukup sederhana untuk

diterapkan di daerah-daerah dengan fasilitas peralatan yang sederhana, yaitu: Uji

mikrobiologis, dengan menghitung jumlah mikroba (Siagian, 2002).

Mekanisme kerja chitosan lewat dua cara. Pertama, chitosan bisa membunuh

bakteri, dengan cara mengikat organisme patogen dengan polication bermuatan

positif. Molekul chitosan memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan

senyawa pada permukaan cell bakteri kemudian teradsorbsi membentuk semacam

layer(lapisan) yang menghambat saluran transportasi sel sehingga sel mengalami

kekurangan substansi untuk berkembang dan mengakibatkan matinya sel.Adanya

gugus amino menjadikan chitosan bermuatan positif sangat kuat. Muatan tersebut

menyebabkan chitosan dapat menarik molekul-molekul bermuatan negatif seperti

minyak, lemak dan protein (Kusumawati, 2006). Organisme pun tidak bisa

Page 16: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

tumbuh atau bergerak. Kedua, chitosan akan melapisi kulit luar produk yang

diawetkan, sehingga rasa dari dalam tidak bisa keluar dan kontaminan dari luar

tidak bisa masuk.

Adanya gugus amino menjadikan chitosan bermuatan positif sangat kuat.

Muatan tersebut menyebabkan chitosan dapat menarik molekul-molekul

bermuatan negatif seperti minyak, lemak dan protein (Kusumawati, 2006).

Dinding sel kapang umumnya tersusun atas lapisan peptidoglikan dan

lipopolisakarida (Tarigan, 1988) berarti komposisi dinding sel kapang terdiri atas

lemak dan protein. Menurut Pelczar (1986) cara kerja antimikroba dalam

menghambat pertumbuhan sel mikroba dapat dibedakan atas beberapa kelompok

salah satunya dengan cara merusak dinding sel mikroba, dengan demikian

mekanisme kerja chitosan dalam menghambat pertumbuhan kapang adalah

dengan merusak dinding sel dengan cara berikatan dengan dinding sel sehingga

menghambat pertumbuhan kapang.

Aktivitas chitosan sebagai antimikroba menjadikan chitosan dapat

digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Dengan demikian, penggunaan

chitosan sebagai bahan pengawet makanan akan melindungi makanan dari

senyawa racun yang dihasilkan oleh kapang Aspergiilus flavus yaitu aflatoksin

karena chitosan merupakan bahan polimer alami yang tidak bersifat toksik pada

tubuh manusia.

Dengan berkurangnya mikroorganisme dalam pangan maka berkurang pula

tingkat kerusakan pangan tersebut. Sistem penghambatan yang dilakukan

Chitosan dapat menjadi pelapis. Chitosan dapat digunakan untuk mengawetkan

edible film buah dan sayuran selama masa penyimpanan. Temuan ini merupakan

peluang yang sangat baik untuk selurh kalangan, baik produsen dan konsumen.

Produsen dapat menghasilkan produk yang aman dan memiki umur smpan yang

panjang. Bagi konsumen sendiri, mereka dapat mengkonsumsi pangan dengan

aman untuk kesehatan. Bila pelapis masih digunakan ini dapat menimbulkan

dampak yang buruk bagi kesehatan. Chitosan merupakan senyawa alami non

toksik dan dapat disintesa tubuh sehingga tidak berbahaya. Mutu produk yang

disimpan akan tetap bagus dan dapat tahan lama.

Page 17: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

Permasalahan semakin berkembang saat disadari kurangnya edukasi kepada

masyarakat. Perlunya peningkatan sumber daya manusia untuk dapat

menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Adanya sosialisasi yang diberikan oleh

industri maupun pemerintah dalam mengembangkan sumber daya sehingga

meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

Pemanfaatan limbah – limbah ini menjadi chitosan mampu sedikit

menanggulangi permasalahan lingkungan, terutama pencemaran lingungan.

Semakin berkurangnya limbah kulit cangkang kepiting yang dibiarkan begitu saja

maka semakin rendah pula pencemaran yang terjadi. Limbah kulit cangkang

kepiting yang berkurang karena adanya pengembangan limbah yang positif

menyebabkan kembalinya kenyamanan masyarakat sekitar untuk memanfaatkan

lingkungan sekitar tanpa adanya bau dan pemandangan yang tidak

menyenangkan. Pembuatan chitosan ini sangat membantu dalam menangani

limbah dan juga penggunaan pengawet pangan yang berbahaya.

Satu sisi lain yang sangat bermanfaat dengan adaanya pemanfaatan limbah

menjadi chitosan yaitu dapat dimanfaatkannya chitosan sebagai edible film yang

aman untuk dikonsumsi. Chitosan dapat menggantikan pelapis buah saat masa

penyimpanan. Limbah – limbah kulit cangkang kepiting yang mengandung kitin

yang jika diolah lebih lanjut dapat dimanfaatkan sebagai chitosan, pengganti

edible film.

Dari segi lingkungan, penggunaan khitosan sebagai edible film relatif

aman karena sifatnya yang non toxic dan biodegradable. Sebab, selama ini bahan

edible film yang sering digunakan merupakan bahan kimia beracun yang kurang

ramah lingkungan dan unbiodegradable. Pemanfaat limbah kulit cangkang

kepiting yang dijadikan sebagai edible fim buah stroberi yaitu semakin terhindar

dari pencemaran limbah dan dapat mengganggu keamanan lingkungan terutama

apabila tidak adanya penanganan limbah yang baik akan terjadi pencemaran

dengan semakin banyaknya limbah yang menumpuk. Pemafaatan limbah kulit

cangkang kepiting dapat memberikan sisi positif bagi lingkungan diantaranya

yaitu dapat memberikan efek yag positif bagi lingkungan sekitar dengan adanya

pemanfaatan limbah yang dijadikan sebagai bahan pelapis alami, karena saat ini

Page 18: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

masih banyaknya bahan pelapis kimia yang berbahaya dan masih banyak

digunakan.

Pemanfaatan limbah dari kulit cangkang kepiting sebagai kitosan dapat

meningkatkan nilai ekonomi dari yang semula dijual hanya dalam bentuk limbah

yang belum menjadi bahan olahan yang nantinya akan memiliki manfaat yang

banyak akhirnya dengan dijadikannya sebagai chitosan membuat limbah

cangkang udah menjadi lebih tinggi nilai jualnya. Chitosan yang ada di Indonesia

adalah hasil ekspor dari India, Korea dan Jepang. Indonesia sebagai negara

penyedia kepiting seharusnya mampu mengolah limbah kulit cangkang kepiting

yang dihasilkan menjadi chitosan karena murah dan pembuatannya relatif mudah.

Page 19: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Khitosan dari limbah cangkang kulit kepiting dapat dijadikan edible

film buah contohnya buah stroberi karena memiliki derajat deasetilasi yang

sesuai. Dengan adanya chitosan perncearan ligkungan dapat dikendaikan

serta chitosan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar.

B. Saran

Masih perlunya penanganan limbah kulit cangkang kepiting dan

sosialisasi mengenai pemahaman tentang chitosan agar masyarakat lebih

mengenal dan tahu mengenai manfaat yang dapat diambil dari chitosan dan

penggunaan chitosan sebagai bahan pelapis atau edible film pada buah-

buahan.

Page 20: PEMANFAATAN LIMBAH KULIT CANGKANG KEPITING SEBAGAI EDIBLE FILM BUAH STROBERI

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Rizal, et al., 2007, Pengolahan Khitosan Larut dalam Air dari Kulit Udang sebagai Bahan Baku Industri, http://www.bbia.go.id/ringkasan.pdf.

Anonim. 2006. Bahan Alami Pengganti Formalin. http://www.antara. co.id.htm

Ernawati, Pt. 2008. Transformasi Khitin menjadi Khitosan dari Limbah Kulit Udang dan Cangkang Kepiting serta Aplikasinya sebagai Biomaterial Antibakteri dan Potensinya sebagai Antikanker.Skripsi.Universitas Udayana, Jimbaran

Indra. 2007. Ancaman Formalin di Makanan Kita. http://www.google.com

Marganov, 2003. Potensi Limbah Udang sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadmium, dan Tembaga) di Perairan. http://rudyct.topcities.com/pps702_7103 4/marganof.htm.

Sinaga, M.S., (1993), Analisa Zat Tambahan Makanan (Food Aditive) dan Cemaran MIkroba pada Makanan Jajanan Anak – Anak SD di Kotamadya Medan, Laporan Penelitian Universitas Sumatera Utara, USU Lembaga Penelitian, Medan.

Srijanto, B., dan Paryanto, I., Feb. 11, 2005, Pengaruh Suhu pada Pembuatan Khitosan Secara Kimiawi, http://www.faperta.ugm.ac.id/semnaskan/abstrak/prosiding2005/abstrak/bidang.t p.php.

Willes, J. V. (2000). Water Vapor Transmission Rates of Chitosan Film. Journal of Food Science. vol 60, no 7.