5
Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non Karbonisasi Dylla Chandra Wilasita (2309105020) dan Ragil Purwaningsih (2309105028) Pembimbing: Ir. Nuniek Hendrianie, MT. dan Ir. Dyah Winarni R, MT. Laboratorium Pengolahan Limbah Industri Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS Kata kunci: briket, karbonisasi, tongkol jagung, tempurung kelapa, kanji, sagu Abstrak Tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang jumlahnya terus meningkat. Tongkol jagung selain sifatnya sebagai limbah juga memiliki nilai kalor yang tinggi yaitu sebesar 3.500-4.500 Kkal/kg. Sama halnya dengan tempurung kelapa memiliki nilai kalor yang tinggi yaitu sebesar 18,2 kJ hingga 19,33 kJ/g. Berdasarkan tingginya nilai kalor dari kedua bahan tersebut maka bahan ini dapat dijadikan sebagai alternatif bahan bakar, yaitu briket. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan komposisi dan karakteristik briket dari tongkol jagung dan tempurung kelapa dan mengetahui pengaruh campuran bahan tambahan yaitu tempurung kelapa dan variasi perekat. Dalam penelitian ini pembuatan briket dilakukan dengan proses karbonisasi dan non-karbonisasi. Briket dibuat dengan mencampurkan tongkol jagung dan tempurung kelapa komposisi yang berbeda-beda. Kemudian dilakukan pencetakan, dalam pencetakkan briket, digunakan perekat dari bahan tapioka/kanji dan sagu. Setelah dilakukan pencetakkan lalu diukur kadar air, kadar volatile solids, kadar abu, heating value, waktu penyalaan, lama pembakaran dan kuat tekan. Pada penelitian ini briket terbaik pada jenis non-karbonisasi dengan ratio 100 % tongkol jagung dengan perekat sagu yang memiliki nilai heating value tertinggi yaitu 6883,18 Kcal/gr, nilai kadar air terendah yaitu 5,10 %, nilai volatile solids tertinggi yaitu 88,80 %, nilai kadar abu terendah yaitu 6,10 %, nilai kuat tekan yaitu 0,952 kg/cm 2 . 1. Pendahuluan Energi merupakan komponen utama dalam seluruh kegiatan makhluk hidup di bumi. Sumber energi yang utama bagi manusia adalah sumber daya alam yang berasal dari fosil karbon. Sumber ini terbentuk berjuta - juta tahun yang lalu, sehingga manusia merasa cemas kalau energi ini cepat berkurang. Biomassa adalah salah satu energi alternatif yang berpotensi sangat besar di Indonesia. Di lain pihak, Indonesia sebagai negara agraris banyak menghasilkan limbah pertanian yang kurang termanfaatkan. Limbah pertanian yang merupakan biomassa tersebut merupakan sumber energi alternatif yang melimpah dengan kandungan energi yang relatif besar. Limbah pertanian tersebut dapat diolah menjadi suatu bahan bakar padat buatan sebagai bahan bakar alternatif yang disebut briket. Hasil kebun yang banyak menghasilkan sampah dan belum termanfaatkan yaitu jagung dan kelapa. Oleh karena itu penulis mencoba mengembangkan pembuatan briket dalam upaya pemanfaatan limbah tongkol jagung dan tempurung kelapa, dengan variasi komposisi tongkol jagung dan tempurung kelapa serta variasi perekat yang menghasilkan briket dengan nilai kalor yang mendekati nilai kalor briket batu bara menggunakan proses karbonisasi dan non karbonisasi. 2. Metodologi Pada penelitian ini, variabel yang digunakan adalah komposisi tongkol jagung dan tempurung kelapa (40:60, 50:50, 60:40, 100:0) dan variasi perekat yaitu tepung kanji dan tepung sagu. Dengan proses Non Karbonisasi dan Karbonisasi. Cara kerja penelitian terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama atau tahap persiapan, pada tahap ini tongkol jagung dan tempurung kelapa dibersihkan dari material pengotor kemudian dikeringkan pada suhu 100 o C. Selanjutnya untuk variabel proses karbonisasi, sebelumnya dilakukan pengkarbonan dengan suhu 400 o Kadar air rata-rata briket non-karbonisasi adalah 5,91%. Kadar air terendah yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung sebesar 5,1%, perekat sagu. C dalam reaktor karbonisasi. Selanjutnya bahan dihaluskan hingga lolos dalam sieve screen berukuran 20 mesh. Tahap kedua adalah pencampuran dan pencetakan, dalam tahap ini bahan dicampur dengan perekat sesuai variabel, selanjutnya dimasukkan dalam cetakan dan dilakukan pengepresan. Kemudian briket dijemur di bawah sinar matahari sampai kering. Tahap terakhir adalah tahap analisa, briket yang telah kering dilakukan analisa yang terdiri dari analisa kadar air, kadar volatile solid, kadar abu, nilai kalor, waktu dan lama nyala, dan kuat tekan. 3. Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian briket dari tongkol jagung dan tempurung kelapa ini dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. 3.1 Kadar Air

Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa … · alternatif bahan bakar, yaitu briket. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan komposisi dan karakteristik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa … · alternatif bahan bakar, yaitu briket. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan komposisi dan karakteristik

Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non Karbonisasi

Dylla Chandra Wilasita (2309105020) dan Ragil Purwaningsih (2309105028)

Pembimbing: Ir. Nuniek Hendrianie, MT. dan Ir. Dyah Winarni R, MT.

Laboratorium Pengolahan Limbah Industri Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS

Kata kunci: briket, karbonisasi, tongkol jagung, tempurung kelapa, kanji, sagu

Abstrak

Tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang jumlahnya terus meningkat. Tongkol jagung selain sifatnya sebagai limbah juga memiliki nilai kalor yang tinggi yaitu sebesar 3.500-4.500 Kkal/kg. Sama halnya dengan tempurung kelapa memiliki nilai kalor yang tinggi yaitu sebesar 18,2 kJ hingga 19,33 kJ/g. Berdasarkan tingginya nilai kalor dari kedua bahan tersebut maka bahan ini dapat dijadikan sebagai alternatif bahan bakar, yaitu briket. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan komposisi dan karakteristik briket dari tongkol jagung dan tempurung kelapa dan mengetahui pengaruh campuran bahan tambahan yaitu tempurung kelapa dan variasi perekat. Dalam penelitian ini pembuatan briket dilakukan dengan proses karbonisasi dan non-karbonisasi. Briket dibuat dengan mencampurkan tongkol jagung dan tempurung kelapa komposisi yang berbeda-beda. Kemudian dilakukan pencetakan, dalam pencetakkan briket, digunakan perekat dari bahan tapioka/kanji dan sagu. Setelah dilakukan pencetakkan lalu diukur kadar air, kadar volatile solids, kadar abu, heating value, waktu penyalaan, lama pembakaran dan kuat tekan. Pada penelitian ini briket terbaik pada jenis non-karbonisasi dengan ratio 100 % tongkol jagung dengan perekat sagu yang memiliki nilai heating value tertinggi yaitu 6883,18 Kcal/gr, nilai kadar air terendah yaitu 5,10 %, nilai volatile solids tertinggi yaitu 88,80 %, nilai kadar abu terendah yaitu 6,10 %, nilai kuat tekan yaitu 0,952 kg/cm2

.

1. Pendahuluan Energi merupakan komponen utama dalam

seluruh kegiatan makhluk hidup di bumi. Sumber energi yang utama bagi manusia adalah sumber daya alam yang berasal dari fosil karbon. Sumber ini terbentuk berjuta - juta tahun yang lalu, sehingga manusia merasa cemas kalau energi ini cepat berkurang.

Biomassa adalah salah satu energi alternatif yang berpotensi sangat besar di Indonesia. Di lain pihak, Indonesia sebagai negara agraris banyak menghasilkan limbah pertanian yang kurang termanfaatkan. Limbah pertanian yang merupakan biomassa tersebut merupakan sumber energi alternatif yang melimpah dengan kandungan energi yang relatif besar. Limbah pertanian tersebut dapat diolah menjadi suatu bahan bakar padat buatan sebagai bahan bakar alternatif yang disebut briket. Hasil kebun yang banyak menghasilkan sampah dan belum termanfaatkan yaitu jagung dan kelapa.

Oleh karena itu penulis mencoba mengembangkan pembuatan briket dalam upaya pemanfaatan limbah tongkol jagung dan tempurung kelapa, dengan variasi komposisi tongkol jagung dan tempurung kelapa serta variasi perekat yang menghasilkan briket dengan nilai kalor yang mendekati nilai kalor briket batu bara menggunakan proses karbonisasi dan non karbonisasi. 2. Metodologi

Pada penelitian ini, variabel yang digunakan adalah komposisi tongkol jagung dan tempurung

kelapa (40:60, 50:50, 60:40, 100:0) dan variasi perekat yaitu tepung kanji dan tepung sagu. Dengan proses Non Karbonisasi dan Karbonisasi.

Cara kerja penelitian terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama atau tahap persiapan, pada tahap ini tongkol jagung dan tempurung kelapa dibersihkan dari material pengotor kemudian dikeringkan pada suhu 100oC. Selanjutnya untuk variabel proses karbonisasi, sebelumnya dilakukan pengkarbonan dengan suhu 400o

Kadar air rata-rata briket non-karbonisasi adalah 5,91%. Kadar air terendah yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung sebesar 5,1%, perekat sagu.

C dalam reaktor karbonisasi. Selanjutnya bahan dihaluskan hingga lolos dalam sieve screen berukuran 20 mesh. Tahap kedua adalah pencampuran dan pencetakan, dalam tahap ini bahan dicampur dengan perekat sesuai variabel, selanjutnya dimasukkan dalam cetakan dan dilakukan pengepresan. Kemudian briket dijemur di bawah sinar matahari sampai kering. Tahap terakhir adalah tahap analisa, briket yang telah kering dilakukan analisa yang terdiri dari analisa kadar air, kadar volatile solid, kadar abu, nilai kalor, waktu dan lama nyala, dan kuat tekan.

3. Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian briket dari tongkol jagung dan tempurung kelapa ini dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya. 3.1 Kadar Air

Page 2: Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa … · alternatif bahan bakar, yaitu briket. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan komposisi dan karakteristik

Dan kadar air tertinggi yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung sebesar 6,6%, perekat kanji.

Gambar 1: Kadar Air Briket Non Karbonisasi Kadar air rata-rata briket karbonisasi adalah

7,65%. Kadar air terendah yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung sebesar 7,1%, perekat kanji. Dan kadar air tertinggi yaitu produk briket ratio 40 % tongkol jagung dan 60 % tempurung kelapa sebesar 8,4%, perekat kanji.

Gambar 2: Kadar Air Briket Karbonisasi Kecilnya kadar air briket hasil penelitian ini

disebabkan karena pada saat pengepresan dan pengeringan yang dilakukan air akan ikut terbuang. Kadar air ini merupakan kandungan air pada briket. Semakin besar kadar air yang terdapat pada briket maka nilai kalornya semakin kecil dan briket akan lebih sulit dinyalakan, begitu juga sebaliknya. Semakin lama pengeringan yang dilakukan semakin banyak air yang hilang, sehingga kadar air dalam briket yang dihasilkan semakin rendah.

3.2 Kadar Volatile Solids

Kadar volatile solids rata-rata briket non-karbonisasi adalah 86,74%. Kadar volatile solids terendah yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung dengan sebesar 84,90%, perekat kanji. Dan kadar volatile solids tertinggi yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung sebesar 88,80%, perekat sagu.

Gambar 3: Kadar Volatile Solid Briket

Non-Karbonisasi

Kadar volatile solids rata-rata briket karbonisasi adalah 73,33%. Kadar volatile solids terendah yaitu produk briket ratio 40 % tongkol jagung dan 60 % tempurung kelapa sebesar 69,50%, perekat kanji. Dan kadar volatile solids tertinggi yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung sebesar 77,40%, perekat sagu.

Gambar 4: Kadar Volatile Solid Briket

Karbonisasi

Tingginya nilai kadar volatile solids briket dari hasil penelitian belum memenuhi standar kualitas briket, hal ini disebabkan karena suhu pengarangan yang digunakan dibawah 500oC sehingga penguraian senyawa karbon dan H2

Hasil analisa volatile solids briket melebihi nilai standar kualitas briket batubara. Briket dengan kadar volatile solids yang semakin tinggi semakin mudah terbakar dan memiliki kecepatan pembakaran yang semakin tinggi pula. Sedangkan briket dengan kadar volatile solids yang rendah semakin sulit terbakar dan memiliki kecepatan pembakaran yang semakin rendah pula.

tidak sempurna. Menurut Sulistyanto,A.,2000, briket dengan kadar volatile solids yang semakin tinggi semakin mudah terbakar dan memiliki kecepatan pembakaran yang semakin tinggi pula.

3.3 Kadar Abu

Kadar abu rata-rata briket non-karbonisasi adalah 7,35 %. Kadar abu terendah yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung sebesar 6,10 %, perekat sagu. Dan kadar abu tertinggi yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung sebesar 8,5 %, perekat kanji.

Gambar 5: Kadar Abu Briket Non Karbonisasi

Kadar abu rata-rata briket karbonisasi adalah

19,03 %. Kadar abu terendah yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung sebesar 15,50 %, perekat kanji. Dan kadar abu tertinggi yaitu produk briket ratio 40 % tongkol jagung dan 60 % tempurung kelapa sebesar 22,50 %, perekat sagu.

Page 3: Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa … · alternatif bahan bakar, yaitu briket. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan komposisi dan karakteristik

Gambar 6: Kadar Abu Briket Karbonisasi

Kadar abu penelitian bila dibandingkan dengan

standar kualitas briket cukup tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya kerapatan dan tingginya kadar perekat yang digunakan. Sesuai dengan pernyataan Sudrajat (1984), briket yang dibuat dari bahan baku berkerapatan rendah akan menghasilkan kadar abu yang tinggi. Tingginya kadar perekat menyebabkan kadar abu yang dihasilkan semakin tinggi, hal ini disebabkan karena adanya penambahan kadar abu dari tepung kanji sebagai perekat.

3.4 Nilai Kalor

Heating value rata-rata briket non-karbonisasi

adalah 5697,23 Kcal/g. Heating value terendah yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung sebesar 4719,01 Kcal/g, perekat kanji. Dan heating value tertinggi yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung sebesar 6883,18 Kcal/g, perekat sagu.

Gambar 7: Nilai Kalor Briket Non Karbonisasi

Heating value rata-rata briket karbonisasi adalah

4628,59 Kcal/g. Heating value terendah yaitu produk briket ratio 40 % tongkol jagung dan 60 % tempurung kelapa sebesar 3721,7 Kcal/g, perekat kanji. Dan heating value tertinggi yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung sebesar 4112,88 Kcal/g, perekat sagu.

Gambar 8: Nilai Kalor Briket Karbonisasi

Heating value produk briket lebih rendah dari heating value standar kualitas briket. Hal tersebut disebabkan karena penambahan perekat pada produk briket. Bahan perekat memiliki sifat thermoplastik serta sulit terbakar dan membawa lebih banyak air sehingga panas yang dihasilkan terlebih dahulu digunakan menguapkan air dalam briket, hal ini dibuktikan dari uji kadar air yang menunjukkan semakin tinggi heating value maka nilai kadar air semakin sedikit.

Heating value yang tinggi akan membuat pembakaran menjadi lebih efisien karena briket yang dibutuhkan menjadi lebih hemat. Heating value dipengaruhi oleh kadar air dan kadar abu briket, semakin tinggi kadar air dan kadar abu briket maka akan menurunkan heating value bakar briket yang dihasilkan. 3.5 Waktu Penyalaan

Waktu penyalaan rata-rata briket non-karbonisasi adalah 5,29 menit. Waktu penyalaan tercepat yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung dengan waktu 5 menit, perekat sagu. Dan waktu penyalaan terlama yaitu produk briket ratio 40 % tongkol jagung dan 60 % tempurung kelapa dengan waktu 6,04 menit, perekat sagu.

Gambar 9: Waktu Nyala Briket Non

Karbonisasi Waktu penyalaan rata-rata briket karbonisasi

adalah 4,73 menit. Waktu penyalaan tercepat yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung dengan waktu 4,17 menit, perekat sagu. Dan waktu penyalaan terlama yaitu produk briket ratio 40 % tongkol jagung dan 60 % tempurung kelapa dengan waktu 5,36 menit, perekat kanji.

Gambar 10: Waktu Nyala Briket Karbonisasi

Laju penyalaan briket paling cepat adalah pada

komposisi biomassa yang memiliki banyak kandungan volatile solids. Semakin banyak kandungan volatile solids suatu briket maka semakin

Page 4: Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa … · alternatif bahan bakar, yaitu briket. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan komposisi dan karakteristik

mudah briket tersebut terbakar, sehingga laju penyalaan semakin cepat. Kecepatan penyalaan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lainnya, diantaranya adalah kadar karbon terikat, sturktur bahan, keras lunaknya bahan, berat jenis bahan, suhu dan tekanan pembakaran. 3.6 Lama Pembakaran

Lama pembakaran rata-rata briket non-karbonisasi adalah 95,87 menit. Lama pembakaran tercepat yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung dengan waktu 72,49 menit, perekat sagu. Dan lama pembakaran terlama yaitu produk briket ratio 40 % tongkol jagung dan 60 % tempurung kelapa dengan waktu 114,57 menit, perekat sagu.

Gambar 11: Lama Nyala Briket Non

Karbonisasi Lama pembakaran rata-rata briket karbonisasi

adalah 143,05 menit. Lama pembakaran tercepat yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung dengan waktu 124,25 menit, perekat kanji. Dan lama pembakaran terlama yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung dengan waktu 168,43 menit, perekat sagu.

Gambar 12: Lama Nyala Briket Karbonisasi

Semakin tinggi air yang terkandung dalam briket,

maka semakin banyak jumlah energi yang diperlukan dan ini berarti biaya pembakaran semakin meningkat dan waktu yang diperlukan untuk pembakaran semakin lama. 3.7 Kuat Tekan

Nilai kuat tekan rata-rata briket non-karbonisasi adalah 0,638 kg/cm2. Nilai kuat tekan terendah yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung sebesar 0,223 kg/cm2, perekat kanji. Dan nilai kuat tekan tertinggi yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung sebesar 0,952 kg/cm2

, perekat sagu.

Gambar 13: Kuat Tekan Briket Non Karbonisasi

Nilai kuat tekan rata-rata briket karbonisasi

adalah 0,298 kg/cm2. Nilai kuat tekan terendah yaitu produk briket ratio 40 % tongkol jagung dan 60 % tempurung kelapa dengan kuat tekan sebesar 0,178 kg/cm2, perekat sagu. Dan nilai kuat tekan tertinggi yaitu produk briket ratio 100 % tongkol jagung dengan kuat tekan sebesar 0,611 kg/cm2

, perekat kanji.

Gambar 14: Kuat Tekan Briket Karbonisasi

Semakin kecil air yang terkandung dalam briket menyebabkan briket menjadi semakin keras sehingga kuat tekan menjadi semakin besar. Briket yang dikeringkan terlalu lama nilai kuat tekannya menurun, hal ini disebabkan kerapuhan pada briket.

Nilai kuat tekan yang rendah juga disebabkan oleh proses pencetakan briket yang menggunakan cara manual sehingga tekanan yang diberikan kecil dan partikel briket kurang rapat. Untuk menaikkan nilai kuat tekan produk briket dapat dilakukan dengan mengganti jenis bahan perekat dengan bahan pengikat yang lebih kuat daya rekatnya. Proses pencampuran arang dengan perekat juga berpengaruh terhadap kuat tekan briket arang yang dihasilkan. Semakin merata pencampuran semakin tinggi pula kuat tekannya.

Kuat tekan briket non-karbonisasi dengan

perekat sagu lebih besar dari pada briket dengan perekat kanji. Hal ini dikarenakan serat kasar pada tepung sagu (0,37 %) lebih kecil dari tepung kanji (0,69 %). Apabila jumlah serat semakin sedikit maka akan menghasilkan briket yang kuat sedangkan bila jumlah serat tinggi maka briket yang dihasilkan akan mudah rapuh. Namun untuk briket karbonisasi dengan perekat kanji lebih besar dari pada briket

RatioBahan Kanji (kg/cm2) Sagu (kg/cm2) Kanji (kg/cm2) Sagu (kg/cm2)100% 0,223 0,952 0,611 0,322

Non-Karbonisasi Karbonisasi

Page 5: Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa … · alternatif bahan bakar, yaitu briket. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan komposisi dan karakteristik

yang menggunakan perekat sagu. Hal ini disebabkan ukuran partikel bahan karbonisasi lebih halus dibandingkan ukuran partikel bahan non-karbonisasi. Maka ikatan antara partikel briket karbonisasi yang kecil dengan serat kasar perekat kanji yang besar menjadikan daya rekat briket semakin kuat. Tabel 1: Perbandingan Standar Kualitas Briket

Batubara dengan Briket Hasil Analisa

Sesuai standar analisa kualitas briket batubara

berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.047 Tahun 2006 dari hasil penelitian briket dengan proses non-karbonisasi dan karbonisasi untuk nilai kalor dan kadar air sudah memenuhi standar kualitas briket batubara. Sedangkan untuk hasil penelitian kuat tekan dan volatile solids tidak memenuhi standar kualitas briket batubara. Hasil analisa kuat tekan disebabkan oleh proses pencetakan briket yang menggunakan cara manual sehingga tekanan yang diberikan kecil dan partikel briket kurang rapat. Untuk menaikkan nilai kuat tekan produk briket dapat dilakukan dengan menggunakan mesin press. Sedangkan hasil analisa volatile solids disebabkan tingginya nilai kadar volatile solids briket belum memenuhi standar kualitas briket batubara, hal ini disebabkan karena suhu pengarangan yang digunakan dibawah 500 o

C sehingga pembentukan tidak sempurna.

4. Kesimpulan Pada briket jenis non-karbonisasi yaitu briket

dengan ratio 100 % tongkol jagung dengan perekat sagu yang memiliki nilai heating value tertinggi yaitu 6883,18 Kcal/gr, nilai kadar air terendah yaitu 5,1 %, nilai volatile solids tertinggi yaitu 88,80 %, nilai kadar abu terendah yaitu 6,10 %, nilai kuat tekan yaitu 0,952 kg/cm2

Sedangkan untuk briket jenis karbonisasi yaitu briket dengan ratio 100 % tongkol jagung, nilai heating value tertinggi yaitu 4112,88 Kcal/gr dengan perekat sagu, nilai kadar air terendah yaitu 7,1 % dengan perekat kanji, nilai volatile solids tertinggi yaitu 77,40 % dengan perekat sagu, nilai kadar abu yaitu 15,50 % dengan perekat kanji, nilai kuat tekan yaitu 0,611 kg/cm

.

2

Dilihat dari hasil analisa, maka briket yang terbaik adalah briket dengan proses non-karbonisasi.

dengan perekat kanji.

Daftar Pustaka Minto Supeno. (2005). Efek Penambahan Bentonit

Terhadap Sifat Mekanik Briket dari Tempurung Kelapa. Jurnal Sains Kimia ( Suplemen ). Vol.9 No 3

Muh Nurkolis. (2007). Study Kelayakan Penggunaan Briket Arang Campuran Arang Sabut Kelapa dengan Arang Tongkol Jagung Sebagai Bahan Bakar Rumah Tangga. Laporan Thesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Riwan Manalu. (2010). Pengaruh Jumlah Bahan Perekat Terhadap Kualitas Briket Bioarang dari Tongkol Jagung. Laporan Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Jenis briket Nilai Kalor (Kcal/gr)

Air (%) Volatile Solids (%)

Kuat Tekan (kg/cm2)

Briket batubara karbonisasi

Min 4000 Maks 7,5 Maks 15 Min 60

Briket batubara non-karbonisasi

Min 4400 Maks 12 Sesuai batubara asal

Min 10

Briket analisa karbonisasi

4112,88 7,2 70,9 0,322

Briket analisa non-karbonisasi

6883,11 5,1 88,8 0,952