34
PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA CACING SUTRA (Tubificidae) DENGAN SISTEM RESIRKULASI WADAH BERTINGKAT DIANA SRIWISUDA PUTRI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

  • Upload
    lyminh

  • View
    251

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH

IKAN LELE PADA BUDIDAYA CACING SUTRA (Tubificidae)

DENGAN SISTEM RESIRKULASI WADAH BERTINGKAT

DIANA SRIWISUDA PUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan
Page 3: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Media

Kotoran Ayam dan Limbah Ikan Lele pada Budidaya Cacing Sutra (Tubificidae)

dengan Sistem Resirkulasi Wadah Bertingkat adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Diana Sriwisuda Putri

NRP C151120131

Page 4: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

RINGKASAN

DIANA SRIWISUDA PUTRI. Pemanfaatan Media Kotoran Ayam dan Limbah

Ikan Lele pada Budidaya Cacing Sutra (Tubificidae) dengan Sistem Resirkulasi

Wadah Bertingkat. Dibimbing oleh EDDY SUPRIYONO dan DANIEL

DJOKOSETIYANTO.

Pakan alami merupakan faktor penting dalam budidaya ikan terutama pada

fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan,

khususnya benih ikan-ikan catfish adalah cacing sutra. Hal ini dikarenakan cacing

sutra memiliki kandungan protein yang tinggi. Cacing sutra di alam, umumnya

diperoleh dari proses penangkapan di sungai, parit dan selokan. Ketersediaan

cacing sutra di alam sebagai pakan hidup relatif terbatas sehingga sangat

diperlukan media kultur cacing sutra yang baik dan dapat memproduksi cacing

dalam jumlah banyak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis

pengaruh pemanfaatan kotoran ayam fermentasi dan limbah lele terhadap hasil

panen cacing sutra dengan sistem resirkulasi dalam wadah bertingkat.

Pada penelitian ini yang digunakan rancangan acak lengkap dengan 4

perlakuan dan 2 kali ulangan. Jenis perlakuan adalah pemberian kotoran ayam

fermentasi di sedimen dengan pemberian pada awal pemeliharaan (P0), pemberian

kotoran ayam fermentasi di sedimen dan pengulangan pemberiannya setiap 5 hari

sekali (P1), pemberian kotoran ayam fermentasi di sedimen dan pemberian limbah

dari budidaya ikan lele intensif (P2), pemberian kotoran ayam fermentasi di

sedimen dan pengulangan pemberiannya 5 hari sekali dan pemberian limbah dari

budidaya ikan lele intensif (P3). Parameter selama penelitian yang diuji meliputi

kelimpahan individu, biomassa, sedimen yaitu TOM (Total Organic Matter), total

N dan C-Organik sedangkan parameter kualitas air yang diukur yaitu oksigen

terlarut (DO), suhu, pH, TAN (Total Ammonia Nitrogen), TOM (Total Organic

Matter), TSS (Total Suspended Solid), VSS (Volatile Suspended Solid), nitrit,

nitrat dan amonia. Sampel sedimen dan air diambil setiap 10 hari sekali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kotoran ayam fermentasi di

sedimen dan pemberian limbah dari budidaya lele intensif merupakan perlakuan

yang terbaik apabila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kondisi kualitas air

selama penelitian, secara keseluruhan masih memenuhi standar budidaya untuk

cacing sutra. Pemberian kotoran ayam fermentasi di sedimen dan pemberian

limbah dari budidaya lele intensif pada sistem resirkulasi dalam wadah bertingkat

merupakan perlakuan yang terbaik yang menghasilkan produksi biomassa sebesar

6,47 kg/m2 dan puncak kelimpahan sebesar 1.697 individu/m

2, ditinjau dari

parameter kualitas air, kandungan bahan organik dan nilai TOM air selama

penelitian. Pemberian kotoran ayam fermentasi di sedimen dan pemberian limbah

dari budidaya lele intensif merupakan yang terbaik karena menghasilkan

kelimpahan dan biomassa terbaik dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Kata Kunci: Cacing Sutra, Resirkulasi, Wadah Bertingkat

Page 5: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

SUMMARY

DIANA SRIWISUDA PUTRI. Utilization The Feces of Chicken Media and

Catfish Waste on Blood Worms Cultivation with The Recirculation System in

Multi-Storey Container. Supervised by EDDY SUPRIYONO dan DANIEL

DJOKOSETIYANTO.

Natural feed is an important factor in fish farming, especially in the

hatcheries phase. One type of the most preferred fish, particularly catfish fish seed

is the blood worms. This is because the blood worms have a content of protein

highly. Blood worms that exist in nature, generally obtained from the arrest in

rivers, ditches and gutters. Availability of nature blood worms as live feed is

relatively limited so it is necessary to develop the blood worm culture media and

mass production method. The study objective was to analyze the effect using the

feces of chicken fermented and catfish waste to production of blood worm with

the recirculation system in multi-storey container.

Experimental used completed randomize design with four treatments and

two replications. The treatments were the feces of chicken fermented into

sediment on the first care (P0), the feces of chicken fermented into sediment and

administrated of repetition each 5 days (P1), the feces of chicken fermented into

sediment and the administrated of catfish culture waste intensively (P2), the feces

of chicken fermented into sediment and administrated of repetition each 5 days

also administrated of catfish culture waste intensively (P3). The parameters of

study included individual abundance, biomass, sediment that TOM (Total

Organic Matter), total N and C-Organic while water quality parameters measured

were dissolved oxygen (DO), temperature, pH, TAN (Total Ammonia Nitrogen),

TOM (total Organic Matter), TSS (total Suspended Solid), VSS (Volatile

Suspended Solid), nitrite, nitrate, ammonia. Sediment and water samples were

taken each 10 days. The results showed that the feces of chicken fermented into sediment and

catfish culture waste intensively was the best treatment among other treatments. Water quality conditions during the study meet overall standards requirement for blood worm aquaculture. The feces of chicken fermented into sediment and waste from intensive catfish farming with multi storey container in recirculation system was the best medium to increased growth of blood worms with biomass at 6.47 kg/m

2 and the highest abundance at 1,697 ind/m

2, from the water quality

parameters, organic matter contents and TOM water values during the study. The feces of chicken fermented into sediment and waste from intensive catfish farming was the best because the production of its abundance and biomass was the best when compared among other treatments.

Keywords: Recirculation, blood worms, storey container

Page 6: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 7: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH

IKAN LELE PADA BUDIDAYA CACING SUTRA (Tubificidae)

DENGAN SISTEM RESIRKULASI WADAH BERTINGKAT

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

DIANA SRIWISUDA PUTRI

Page 8: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA

Page 9: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

Judul Tesis : Pemanfaatan Media Kotoran Ayam dan Limbah Ikan Lele pada

Budidaya Cacing Sutra (Tubificidae) dengan Sistem Resirkulasi

Wadah Bertingkat.

Nama : Diana Sriwisuda Putri

NIM : C151120131

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Eddy Supriyono, MSc

Ketua

Prof Dr Ir Daniel Djokosetiyanto, DEA

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Akuakultur

Dr Ir Widanarni, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 30 September 2014

Tanggal Lulus:

Page 10: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2014

ini adalah “Pemanfaatan Media Kotoran Ayam dan Limbah Ikan Lele pada

Budidaya Cacing Sutra (Tubificidae) dengan Sistem Resirkulasi Wadah

Bertingkat”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Eddy Supriyono, MSc

dan Bapak Prof Dr Ir Daniel Djokosetiyanto selaku pembimbing yang telah

banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya ilmiah

ini dapat diselesaikan, serta Ibu Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA selaku dosen

penguji luar komisi pada ujian tesis atas segala saran yang diberikan sehingga tesis

ini lebih berkualitas.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada ayahanda

Prof Dr Ir Syafriadiman dan ibunda Yumna S.Pd yang telah memberikan motivasi

berupa moril dan materil, kesabaran, pengertian, kasih sayang yang tulus dan doa

yang tiada hentinya, serta kakanda Veraminah Sandriosa Putri, adinda Skel;

Hengki Firmanda S.SH, MH, MSi, Edi Yusuf Adiman, dan R Multi KA atas

segala doa, dan kasih sayangnya. Di samping itu, terima kasih juga penulis

sampaikan kepada seluruh keluarga Martini SPd, Hasnidar SPd, Zulfahmi,

Mardiah, Rahmadanis dan Mazda Lena atas doa dan kasih sayangnya selama

penulis menyelesaikan studi.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Rico Andespa, Alisa

Puspita, bang Dedi Pardiansyah, kak Sri Wahyuni, bang Yusuf, Arya Fitriadi,

Faradina, kak Titi, bang Musa, Rodhi, kak Dodi, Eko, Wira, Yeni dan Zizah atas

segala persahabatan dan kekeluargaan yang diberikan kepada penulis. Terima

kasih juga kepada keluarga besar Akuakultur 2012 atas segala semangat,

kerjasama dan dukungan moril maupun spiritual.

Penelitian dan penyusunan tesis ini dapat terlaksana atas bantuan dana dari

ORANG TUA penulis yang tulus.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014

Diana Sriwisuda Putri

Page 11: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 METODE PENELITIAN 3

Budidaya Cacing Sutra 3

Budidaya Ikan Lele 5

Rancangan Penelitian 6

Parameter Pengamatan 6

Parameter Kualitas Air 6

Sedimen 6

Kelimpahan Individu 7

Biomassa 7

Analisis Data 7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Lingkungan Budidaya 7

Kelimpahan Cacing Sutra 12

Biomassa Cacing Sutra 13

4 SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 18

RIWAYAT HIDUP 22

Page 12: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

DAFTAR TABEL

1 Kisaran nilai kualitas air di dalam wadah pada air budidaya 7 2 Nilai TOM (%) pada air budidaya cacing sutra 9

3 Pemanfaatan TOM (%) oleh cacing sutra 10 4 Kandungan bahan organik total (%) pada sedimen budidaya cacing

sutra 10 5 Kelimpahan dan biomassa cacing sutra pada saat puncak (hari ke-60) 13

6 Data parameter produksi cacing sutra 15

DAFTAR GAMBAR

1 Kelimpahan cacing sutra dalam setiap perlakuan selama penelitian 12 2 Biomassa cacing sutra dalam setiap perlakuan selama penelitian 13

3 Kelimpahan dan biomassa cacing sutra dalam setiap perlakuan selama

penelitian 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Wadah budidaya cacing sutra dengan sistem resirkulasi wadah

bertingkat 18

2 Kelimpahan cacing sutra (individu/m2) selama penelitian 20

3 Biomassa cacing sutra (kg/m2) selama penelitian 21

Page 13: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pakan alami merupakan faktor penting dalam budidaya ikan terutama pada

fase pembenihan. Benih yang berkualitas sangat tergantung kepada manajemen

pakan yang tepat di mana produksi pakan alami untuk pemeliharaan larva ikan di

pusat-pusat pembenihan ikan adalah sangat penting (Syafriadiman dan Masril

2013). Pakan yang diberikan haruslah tepat jumlah, tepat mutu dan tepat ukuran

(Djokosetiyanto et al. 1992). Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai

oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan catfish adalah cacing sutra yang juga

disebut „sludge worms‟ atau cacing rambut atau cacing oligochaeta (Tubifex sp.)

karena memiliki kandungan protein yang tinggi. Findy (2011) menyatakan cacing

sutra mengandung 65% protein, 15% lemak dan 14% karbohidrat.

Cacing sutra di alam, umumnya diperoleh dari proses penangkapan di

sungai, parit dan selokan. Lingkungan habitat cacing sutra biasanya

berkonduktivitas tinggi, kedalaman air rendah, sedimen liat-berpasir atau liat

berlumpur, kecepatan arus rendah, dan jumlah bahan-bahan organik yang

berubah-ubah (Marchese 1987; Pasteris et al. 1996). Jumlah permintaan cacing

saat ini berasal dari alam yang tidak dapat dipastikan kualitasnya dan dapat

menjadi agen pembawa penyakit, sehingga ketergantungan cacing sutra di alam

kurang mendukung bagi keberlangsungan dan keberlanjutan budidaya ikan

(Sinaga 2012).

Ketersediaan cacing sutra di alam sebagai pakan hidup relatif terbatas maka

sangat diperlukan media kultur cacing sutra yang baik dan dapat memproduksi

cacing yang tinggi dan mampu menyediakan sesuai dengan target produksi

akuakultur nasional sebesar 353% atau 5,26 juta ton pada tahun 2010 menjadi

16,9 juta ton pada tahun 2014 di mana ikan lele merupakan komoditas unggulan

tersebut dengan produksi 900 ton pada tahun 2014 (Direktorat Jenderal Perikanan

Budidaya 2010; Hikmayani et al. 2012). Cacing sutra dapat berkembang biak

pada media yang mempunyai kandungan oksigen terlarut berkisar antara 2,75-5

mg/l, kandungan amonia <1 mg/l, suhu air berkisar antara 28-30 oC dan pH air

antara 6-8 (Syafriadiman dan Masril 2013). Makanan cacing sutra berupa bahan

organik yang bercampur dengan lumpur atau sedimen di dasar perairan. Potensi

makanan tersebut sangat memungkinkan untuk menghasilkan cacing dengan

jumlah yang banyak dalam wadah budidaya secara terkontrol dan berkelanjutan

sehingga kelimpahannya terjamin sepanjang tahun (Puspitasari 2012).

Penelitian tentang cacing sutra telah banyak dilakukan sejak tahun 1960-an

namun untuk budidaya baru dilakukan tahun 1980-an (Puspitasari 2012) yakni

penelitian-penelitian tentang habitat, makanan dan penggandaan (reproduksi)

tetapi masih terbatas terhadap media kultur (Syafriadiman 1996). Penelitian

tentang penggunaan media kultur seperti kotoran sapi, kotoran ayam, kotoran

burung puyuh, ampas tahu, campuran kotoran sapi dengan pasir juga telah

dilakukan (Marian dan Pandian 1984; Syafriadiman 1996; Puspitasari 2012).

Penggunan kotoran ayam, ampas tahu dan kotoran ayam fermentasi EM4 telah

dilakukan oleh Nurjariah (2005), Syafriadiman dan Masril (2013), pengaruh

pemupukan ulang (Febrianti 2004; Shafrudin et al. 2005), pengaruh panjang

Page 14: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

2

wadah dan kualitas media air terhadap pertumbuhan Tubifex (Djokosetiyanto et al.

1991), pengaruh tinggi air dan tinggi substrat terhadap pertumbuhan Tubifex

(Djokosetiyanto et al. 1992). Penelitian tentang makanan Tubifex telah dilakukan

oleh Nurjariah (2005) dengan menggunakan pupuk kotoran ayam hasil fermentasi

EM4 dalam budidaya cacing sutra, namun penelitian dengan wadah bertingkat

belum dilakukan sampai saat ini.

Penelitian ini menggunakan media kultur kotoran ayam hasil fermentasi

EM4 dengan sistem resirkulasi wadah bertingkat. Kandungan N kotoran ayam

adalah 1,44% (Puspitasari 2012). Pemupukan ini bertujuan menambah kadar

nutrien dalam media pemeliharaan. Unsur nutrien terpenting yaitu C dan N yang

dapat ditingkatkan melalui proses fermentasi dengan aktivator EM4 yang

merupakan campuran mikroba seperti bakteri fotosintetik, bakteri asam laktat,

ragi, actinomycetes dan jamur. Menurut Hadiah (2003), pupuk yang

difermentasikan mampu meningkatkan kandungan N dan C organik sehingga

aktivitas mikroorganisme dapat berlangsung secara efektif. Pemberian pupuk

kotoran ayam hasil fermentasi akan mempengaruhi kelimpahan dan pertumbuhan

cacing sutra (Tahapari et al. 2010).

Pupuk kotoran ternak dapat memanfaatkan limbah dari hasil budidaya

intensif seperti limbah budidaya ikan patin, lele dan jenis ikan budidaya lainnya.

Penelitian budidaya intensif tentang pemanfaatan limbah telah dilakukan oleh

Syafriadiman dan Masril (2013) tentang pemanfaatan limbah ikan patin dengan

biomassa cacing sutra sebesar 2,17-4,97%. Selain ikan patin jenis ikan lain yang

dipelihara secara intensif adalah ikan lele (Clarias gariepinus). Ikan lele

merupakan salah satu komoditas budidaya ikan air tawar yang penting dan

tergolong pertumbuhannya cepat jika dibandingkan dengan komoditas lainnya

dengan peningkatan produksi terbesar yakni 88,98% (Gunadi 2012). Ikan lele

termasuk jenis ikan yang mempunyai alat pernafasan tambahan (air breathing

fish), sehingga mempunyai daya toleransi yang lebih baik dibandingkan jenis ikan

lainnya terhadap kondisi yang relatif kurang baik.

Peningkatan produksi ikan dapat menghasilkan limbah yang tinggi dan

belum ada pemanfaatan yang optimal dari limbah tersebut. Biasanya limbah ikan

lele secara intensif hanya dimanfaatkan setelah dilakukan pemanenan untuk

dijadikan pupuk dari berbagai tanaman dan dimanfaatkan untuk berbagai jenis

ikan dalam sistem budidaya berbasis jejaring makanan yang dikenal dengan istilah

Integrated Multi Tropic Aquaculture (IMTA) (Gunadi 2012). Peneliti mencoba

memanfaatkan limbah ikan lele secara intensif dikarenakan limbah ikan lele

mengandung limbah N dan bakteri yang dapat dimanfaatkan dalam budidaya

cacing sutra untuk meningkatkan produktivitas cacing sutra. Yi et al. (2003)

menyatakan bahwa ikan dan udang hanya dapat meretensi protein pakan sekitar

16,3-40% dan sisanya terbuang menjadi limbah budidaya. Sistem budidaya seperti

ini akan menghasilkan total beban limbah pakan yang lebih banyak daripada yang

teretensi menjadi daging ikan. Limbah budidaya yang dimaksud merupakan

akumulasi dari residu organik yang berasal dari pakan yang tidak termakan,

ekskresi amonia, feses, dan partikel-partikel pakan.

Pemanfaatan limbah budidaya intensif dan penggunaan sistem resirkulasi

dengan perolehan biomassa masih belum banyak dilakukan (Puspitasari 2012;

Sinaga 2012). Sistem resirkulasi artinya air yang keluar dari wadah pemeliharaan

ditampung di bak penampungan air kemudian air tersebut dipakai kembali.

Page 15: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

3

Penelitian tentang manipulasi media, komposisi media dan sistem resirkulasi air

dari budidaya cacing sutra sampai saat ini masih menggunakan 1 rak dan

produktivitasnya juga masih rendah baru mencapai 2,2 kg/m2 (Febriyani 2012).

Hasil yang diperoleh masih belum cukup memuaskan jika dibandingkan dengan

hasil tangkapan di alam, di mana kemampuan alam seperti di selokan diperkirakan

mencapai 10 kg/m2. Hal ini menyebabkan harga jual cacing sutra cukup

menggiurkan (Efendi 2013), yakni mencapai Rp 15.000 /liter di Jakarta.

Peningkatan produktivitas cacing sutra telah dilakukan dengan sistem

bertingkat menggunakan nampan/tray. Sistem ini melakukan pengisian air baru

dari luar sistem untuk mengganti air yang susut atau berkurang akibat

kebocoran/evaporasi. Semakin banyak rak-rak budidaya cacing sutra yang dibuat

maka kapasitas produksi yang ingin dicapai akan semakin meningkat. Kelemahan

penggunaan nampan masih kurang efisien karena ukurannya kecil dan

membutuhkan nampan relatif banyak sehingga untuk memanen 2,5 liter/hari

membutuhkan 10 nampan/hari (Efendi 2013). Jadi, penelitian ini dilakukan untuk

memperbaiki keadaan lingkungan budidaya cacing sutra dengan media kotoran

ayam fermentasi dan limbah ikan lele dengan sistem resirkulasi wadah bertingkat

untuk mengefesienkan penggunaan wadah, penggunaan sumberdaya air dan lahan

yang terbatas serta dapat memperbaiki kekurangan dari sistem budidaya

sebelumnya, sehingga budidaya cacing sutra dapat memenuhi kebutuhan benih

ikan dan tercapainya produksi yang tinggi dan berkelanjutan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pemanfaatan

kotoran ayam fermentasi dan limbah ikan lele terhadap hasil panen cacing sutra

dengan sistem resirkulasi wadah bertingkat.

Manfaat Penelitian

a. Paket teknologi budidaya cacing sutra yang dapat diadopsi oleh masyarakat

khususnya pembudidaya ikan tawar.

b. Alternatif solusi terhadap masalah pada budidaya cacing sutra secara aman dan

efisien.

c. Publikasi ilmiah.

2 METODE PENELITIAN

Budidaya Cacing sutra

Wadah Penelitian

Wadah penelitian berupa kotak kayu berukuran 100 cm x 50 cm x 15 cm

(Lampiran 1). Wadah dibuat bertingkat di mana jarak antar wadah yaitu 20 cm.

Setiap wadah dilapisi lembaran plastik agar dapat menampung air dan mencegah

Page 16: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

4

terjadinya kebocoran dan dapat memberikan suasana lingkungan yang mendukung

bagi budidaya cacing oligochaeta seperti yang dilakukan oleh Chumaidi et al.

(1988). Aliran air dibuat dengan sistem resirkulasi di mana air dipompa dan

dimasukkan ke dalam wadah, selanjutnya air buangan dari wadah dimasukkan

kembali ke dalam wadah untuk mengisi air di wadah pemeliharaan.

Media Kultur

Media berupa lumpur kolam halus sedalam 3 cm dan kotoran ayam potong

hasil fermentasi sedalam 3 cm. Sebelum digunakan, lumpur dijemur di bawah

sinar matahari langsung hingga kering kemudian dimasukkan ke dalam wadah dan

kotoran ayam diambil dari kotoran ayam ras/potong/pedaging kemudian dijemur

di bawah sinar matahari langsung hingga kering selama kurang lebih 6 jam

(Puspitasari 2012; Sinaga 2012). Wadah digenangi air setinggi 2 cm di atas

permukaan substrat. Setelah diisi air, wadah dibiarkan tergenang selama 10 hari.

Penggenangan dilakukan agar pupuk awal pada media dapat terurai oleh bakteri

sehingga bakteri tersebut dapat menjadi pakan awal bagi cacing sutra. Substrat

yang digunakan untuk pemeliharaan cacing berupa lumpur dan kotoran ayam

dengan komposisi perbandingan 1:1 (Djokosetiyanto et al. 1991).

Penebaran Cacing Sutra

Cacing sutra yang digunakan berasal dari kelas Oligochaeta yang diperoleh

dari pengumpul cacing sutra. Penebaran cacing dilakukan setelah penggenangan

wadah (setelah air jernih di dalam wadah). Cacing yang dikultur memiliki ukuran

panjang 2-5 cm pengamatan secara visual. Kemudian bibit dibersihkan dan

ditimbang sesuai dengan perlakuan sebelum ditebar secara merata ke media

budidaya. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui bobot dan biomassa awal

cacing sutra uji. Cacing sutra yang ditimbang dimasukkan ke dalam setiap

perlakuan (media kultur). Bobot cacing sutra yang ditebar berkisar di antara 4-6

mg/ekor dan panjang individu berkisar antara 2-4 cm (Syafriadiman dan Maril

2013).

Sebelum dimasukkan ke dalam wadah, cacing ditimbang ditiriskan selama

kira-kira 1 menit. Cacing ditimbang dengan cara memasukkan cacing ke dalam

gelas plastik transparan kemudian diaklimatisasi selama 5 menit (Sinaga 2012).

Aklimatisasi cacing dilakukan dengan cara menambahkan air dari wadah

budidaya ke dalam gelas plastik yang berisi cacing sehingga air dari wadah dan di

dalam gelas bercampur. Cacing sutra ditebar sebanyak 150 g/m2. Padat tebar

cacing pada percobaan Marian dan Pandian (1984) berkisar 15 mg/cm2 (dengan

bobot rata-rata = 1 mg).

Pemberian Pupuk

Kotoran ayam sebagai pupuk diambil dari kotoran ayam

ras/potong/pedaging yang berasal dari peternakan Fakultas Peternakan Institut

Pertanian Bogor. Kotoran ayam yang diberikan adalah yang telah dikeringkan

selama 6 jam, difermentasikan menggunakan EM4 selama 5 hari (Puspitasari

2012; Sinaga 2012). Pemberian pupuk dilakukan 5 hari sekali dengan dosis yang

diberikan sebanyak 1 kg/m2 atau 500 g/wadah. Proses fermentasi kotoran ayam

menggunakan EM4 sebagai aktivator fermentasi, gula pasir dan air. Proses ini

diawali dengan pembuatan larutan aktivator: (a) Sebanyak 3,75 g gula pasir dan 4

Page 17: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

5

ml EM4 dimasukkan ke dalam 300 ml air, (b) Campuran tersebut dicampurkan

pada 10 kg kotoran ayam dan diaduk secara merata, dan (c) Kotoran ayam yang

telah diberi campuran aktivator tersebut dibungkus dalam plastik untuk proses

fermentasi selama 5 hari. Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa

organik menjadi senyawa sederhana yang melibatkan mikroorganisme atau segala

macam metabolisme (enzim, jasad renik secara oksidasi, reduksi, hidrolisa atau

reaksi kimia lainnya) melakukan perubahan kimia pada suatu substrat organik

dengan menghasilkan produk akhir. Sebelum di pupuk, aliran air pada wadah

dimatikan. Kemudian pupuk yang sudah bercampur air dituang merata pada

wadah dan wadah didiamkan sampai pupuk mengendap. Setelah itu aliran air

dinyalakan kembali.

Pengelolaan Air

Penelitian ini menggunakan sistem pengairan tertutup yang artinya

penggunaan air kembali atau resirkulasi, di mana setiap tingkat dibuat pengairan

masuk dan keluar yang berujung di wadah pemeliharaan dan air di wadah

pemeliharaan kembali digunakan. Tujuan dari sistem ini adalah untuk mengurangi

penggunaan sumberdaya air dan lahan yang terbatas. Debit aliran yang digunakan

sebesar 1.500 ml/menit (Puspitasari 2012; Sinaga 2012). Debit air yang masuk ke

dalam wadah diatur dengan menggunakan klep pada selang pemasukan.

Sampling

Sampling dilakukan setiap 10 hari sekali dilakukan pada 3 tempat dalam

setiap wadah yaitu inlet, tengah dan outlet. Sampling dilakukan dengan

memasukkan pipa berdiameter 1,7 cm (luas permukaan lubang yaitu 2,27 cm2)

ke dalam substrat, lalu pipa diangkat dengan menutup lubang bagian atas. Substrat

yang diperoleh terlebih dahulu disaring sambil dibilas dengan air dan cacing

dipisahkan dari substrat. Sisa substrat pada saringan kemudian dimasukkan ke

dalam gelas plastik yang berisi air kemudian diguncang bagian atasnya sehingga

sisa cacing dapat dipisahkan dari substrat. Cara ini dilakukan berulang-ulang

sehingga cacing yang diperoleh bersih dan kemudian ditimbang (Sinaga 2012).

Pemanenan

Pemanenan dilakukan setelah cacing sutra berada pada puncak populasi.

Puncak populasi ditentukan dengan melihat kepadatan cacing pada malam hari,

dimana seluruh permukaan sudah dipenuhi oleh cacing sutra. Pemanenan

dilakukan dengan mengambil seluruh lapisan bahan organik yang didiami cacing

sutra, kemudian dipindahkan ke dalam wadah berupa ember plastik dan

didiamkan selama 6 jam. Setelah 6 jam maka cacing sutra dengan sendirinya akan

memisahkan diri dari media yang ikut terbawa pada saat pemanenan Puspitasari

(2012) dan Sinaga (2012).

Budidaya ikan lele

Wadah budidaya ikan lele yang digunakan berupa kotak kayu berukuran

2 m x 1 m x 0,6 m dengan volume 800 L yang dilapisi lembaran plastik. Wadah

Page 18: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

6

dibersihkan dan dilakukan proses sterilisasi dengan menggunakan kaporit dosis

100 mg/l dan dibiarkan selama 3 hari sebelum digunakan (Gunadi 2012).

Padat tebar 100 ekor/m2 dengan rata-rata biomassa ± 5 g/ekor. Pemberian

pakan dilakukan sebanyak 3 kali sehari (pagi, siang dan malam). Pemberian

pakan diberikan berdasarkan pada biomassa dan persentase pakan

berdasarkan bobot dari ikan. Pakan yang digunakan adalah pakan komersial

dengan kandungan protein sebesar 26-28%.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental

laboratorium. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak

lengkap dengan empat perlakuan dan masing-masing terdiri dari 2 ulangan.

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini adalah:

1. P0 : pemberian kotoran ayam fermentasi di sedimen dengan pemberian pada

awal pemeliharaan

2. P1 : pemberian kotoran ayam fermentasi di sedimen dan pengulangan

pemberiannya setiap 5 hari sekali

3. P2 : pemberian kotoran ayam fermentasi di sedimen dan pemberian limbah

dari budidaya lele intensif

4. P3 : pemberian kotoran ayam fermentasi di sedimen dan pengulangan

pemberiannya 5 hari sekali dan pemberian limbah dari budidaya lele

intensif.

Parameter utama meliputi kelimpahan dan biomassa cacing sutra.

Sedangkan parameter penunjang beberapa parameter kualitas air dan sedimen.

Parameter Pengamatan

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah:

Parameter Kualitas Air

Parameter yang diukur antara lain: parameter fisika yang diukur adalah

suhu, diukur dengan thermometer air raksa yang dilakukan setiap hari pada pagi

hari. Parameter kimia yang diukur adalah oksigen terlarut (DO), diukur

menggunakan DO-meter dan pH, diukur menggunakan pH-meter diukur setiap 10

hari sekali (Puspitasari 2012). Kadar ammonia, TAN (Total ammonia nitrogen),

TOM (Total Organik Meter), nitrit, nitrat diukur dengan spektrofotometer, TSS

(Total Suspended Solid) dan VSS (Volatile Suspended Solid). Sampel air diambil

setiap 10 hari sekali (Puspitasari 2012). Pengukuran diukur dengan prosedur

sesuai APHA (2005). Pengambilan sampel air dilakukan pada bagian inlet dan

outlet.

Sedimen

Pengamatan sedimen meliputi, TOM, total N Organik, C Organik diukur

dengan menggunakan spectrofotometer. Sampel sedimen diambil setiap 10 hari

sekali.

Page 19: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

7

Kelimpahan Individu

Kelimpahan individu dihitung secara langsung dengan mengambil sampling

secara acak pada masing-masing perlakuan dan ulangan seperti yang dijelaskan

pada prosedur kerja. Jumlah individu cacing sutra yang diperoleh kemudian di

konversi ke luasan m2.

Biomassa

Biomassa cacing hasil sampling ditentukan dengan menghitung secara

langsung sampel yang diperoleh, kemudian dihitung berat rata-ratanya. Nilai berat

rata-rata ini dikalikan dengan jumlah individu cacing sutra sehingga diperoleh

nilai bobot biomassa. Sampel cacing ditimbang menggunakan timbangan digital

dengan ketelitian 0,01 g.

Analisis Data

Penambahan jumlah individu dan berat biomassa yang diperoleh dianalisa

dengan menggunakan SPSS 18.0 yang meliputi analysis of variance (ANOVA)

dengan selang kepercayaan 95%. Perbedaan perlakuan dapat dilihat menggunakan

uji BNT. Sedangkan sedimen dan kualitas air dianalisa secara deskriptif.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Lingkungan Budidaya

Kondisi lingkungan budidaya merupakan faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan cacing sutra. Parameter lingkungan budidaya cacing sutra yang

diukur selama penelitian adalah kualitas air dan sedimen budidaya. Pengukuran

dilakukan setiap 10 hari pengamatan.

Tabel 1 Kisaran nilai kualitas air di dalam wadah budidaya

Parameter Perlakuan

P0 P1 P2 P3

DO (mg/l) 4,77-6,82 4,60-6,74 5,93-7,20 5,90-6,83

Suhu (0C) 27,20-28,04 27,20-28,20 27,15-28,39 27,05-28,40

pH 7,63-8,24 7,72-8,37 7,00-7,76 7,17-7,99

TAN (mg/l) 0,583-3,188 0,448-2,760 0,632-2,170 0,566-2,426

Nitrit (mg/l) 0,365-1,983 0,393-1,667 0,121-0,622 0,190-1,454

Nitrat (mg/l) 0,274-0,864 0,368-1,053 0,176-0,432 0,143-0,510

Amonia (mg/l) 0,054-0,161 0,051-0,139 0,015-0,068 0,029-0,079

TSS (mg/l) 212,35-736,45 471,92-1049,57 56,78-510,68 58,08-751,50

VSS (mg/l) 124,19-694,72 321,83-973,05 42,87-394,23 51,63-575,49

Hasil kualitas air yang diperoleh selama penelitian (Tabel 1) dengan sistem

resirkulasi dalam wadah bertingkat secara keseluruhan masih dalam batas yang

dapat ditoleransi cacing sutra dan masih tergolong baik untuk pertumbuhan cacing

sutra.

Page 20: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

8

Kisaran oksigen terlarut yang diperoleh berada dalam kisaran normal yaitu

4,60-7,20 mg/l. Nilai kandungan oksigen terlarut secara keseluruhan tertinggi

terdapat pada awal penelitian pada perlakuan P2 sebesar 7,20 mg/l dan nilai

kandungan oksigen terlarut terendah terdapat pada perlakuan P1 sebesar 4,60

mg/l. Penurunan oksigen disebabkan oleh respirasi cacing sutra akibat

peningkatan kelimpahan cacing sutra. Rendahnya kandungan oksigen terlarut

mempengaruhi aktivitas makan dan reproduksi cacing sutra, yang diikuti dengan

tingginya kandungan amonia (Sinaga 2012). Keadaan oksigen yang rendah atau

kurang dari 2 ppm akan menghambat aktivitas makan dan reproduksi (Marian dan

Pandian 1984). Menurut Syafriadiman dan Masril (2013) cacing sutra

berkembang biak pada media yang mempunyai kandungan oksigen terlarut

berkisar antara 2,75-5 mg/l.

Kondisi suhu selama penelitian berada dalam batas yang dapat ditoleransi

pada kisaran 27,05-28,40 0C. Perubahan suhu selama penelitian terjadi karena

pengaruh cuaca. Pada saat cuaca hujan maka suhu udara dalam ruang menjadi

lebih rendah, sehingga menyebabkan suhu air mengalami penurunan, demikian

juga sebaliknya. Peningkatan suhu dapat mengakibatkan peningkatan konsumsi

oksigen. Kapasitas reproduksi cacing sutra sangat besar dipengaruhi oleh suhu

(Kaster 1980). Menurut Syafriadiman dan Masril (2013) suhu optimal cacing

sutra berkisar 25-28 0C. Kondisi suhu selama penelitian masih sesuai untuk

pertumbuhan cacing sutra, karena berada pada rentang 27,05-28,40 0C.

Secara keseluruhan nilai pH selama penelitian tergolong baik untuk

pertumbuhan cacing sutra. Kondisi pH selama penelitian berada dalam batas yang

dapat ditoleransi pada kisaran 7,0-8,37. Menurut Syafriadiman dan Masril (2013)

cacing sutra dapat berkembang biak pada pH antara 6-8. Sedangkan pH optimal

bagi kehidupan cacing sutra di alam antara 5,5-8,0. Pada pH netral bakteri dapat

memecah bahan organik dengan normal menjadi lebih sederhana yang dapat

dimanfaatkan oleh cacing sutra sebagai makanannya.

Kondisi TAN selama penelitian berada dalam batas yang dapat ditoleransi

pada kisaran 0,448-3,188 mg/l. Nilai TAN tertinggi sebesar 3,188 mg/l pada

perlakuan P0 dan nilai TAN terendah sebesar 0,448 mg/l pada perlakuan P1.

Puspitasari (2012) mendapatkan nilai TAN yang lebih tinggi yaitu 0,38-3,8 mg/l

yang menggunakan kotoran ayam fermentasi dengan sistem resirkulasi satu rak.

Nilai TAN yang diperoleh cukup tinggi namun cacing sutra masih dapat tumbuh.

Menurut Angel dan Pilar (2004), dosis lethal TAN bagi cacing sutra adalah diatas

3,8 mg/l.

Kondisi nitrit selama penelitian berada dalam batas yang dapat ditoleransi

pada kisaran 0,121-1,983 mg/l. Nilai nitrit tertinggi terdapat pada perlakuan P0

sebesar 1,983 mg/l dan terendah terdapat pada perlakuan P2 sebesar 0,121 mg/l.

Rendahnya nilai nitrit di perlakuan P2 dikarenakan tingginya kandungan oksigen.

Tingginya kandungan oksigen disebabkan karena penggunaan sistem resirkulasi

yang mengalir pada setiap tingkat wadah cacing sutra. Penggunaan sistem

resirkulasi mengakibatkan debit air yang masuk dapat mensuplai kembali

kandungan oksigen dan mencuci bahan-bahan toksis pada media (Febrianti 2004).

Nitrit bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen dan nitrit merupakan bentuk

nitrogen yang mempunyai daya racun yang tinggi untuk pertumbuhan. Rendahnya

nitrit pada perlakuan P2 dapat menstimulir pertumbuhan cacing sutra. Nilai nitrit

yang diperoleh masih dalam batas aman untuk cacing bertahan hidup. Menurut

Page 21: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

9

Van Wyk dan Scarpa (1999) untuk amannya konsentrasi nitrit harus

dipertahankan pada level 1 mg/l.

Kondisi nitrat selama penelitian berada dalam batas yang dapat ditoleransi

pada kisaran 0,143-1,053 mg/l. Aquaculture SA (1999) merekomendasikan

kisaran optimal nitrat untuk budidaya ikan air tawar sebesar 0,2-10 mg/l. Nilai

nitrat yang diperoleh masih batas aman untuk cacing sutra bertahan hidup. Nitrat

merupakan bentuk utama nitrogen diperairan.

Kondisi amonia selama penelitian berada dalam batas yang dapat ditoleransi

pada kisaran 0,015-0,161 mg/l. Pada penelitian dengan sistem resirkulasi dalam

wadah bertingkat diperoleh nilai amonia tertinggi terdapat perlakuan P0 sebesar

0,161 mg/l dan terendah pada perlakuan P2 sebesar 0,015 mg/l. Nilai amonia pada

setiap perlakuan mengalami fluktuasi. Nilai amonia (Tabel 1) yang diperoleh pada

penelitian ini cukup rendah hal ini juga diperoleh oleh Sinaga (2012) dengan

menggunakan sistem resirkulasi dengan kisaran amonia 0,015-0,139 mg/l.

Syafriadiman dan Masril (2013) mendapatkan kisaran amonia 0,003-0,208 mg/l

dengan menggunakan limbah budidaya patin intensif menggunakan sistem

pergantian air. Rendahnya nilai amonia pada perlakuan P2 dapat menstimulir

pertumbuhan cacing sutra sehingga mempengaruhi kelimpahan. Menurut

Syafriadiman dan Masril (2013) cacing sutra dapat berkembang biak pada media

yang mempunyai kandungan amonia <1 mg/l.

Kondisi TSS selama penelitian berada dalam batas yang dapat ditoleransi

pada kisaran 56,78-1.049,57 mg/l. De Schyver et al. (2008) menganjurkan nilai

TSS untuk akuakultur berkisar 200-1.000 mg/l. Kondisi VSS selama penelitian

berada dalam batas yang dapat ditoleransi pada kisaran 42,87-973,05 mg/l.

Menurut Gunadi (2012) VSS (bakteri) dan fitoplankton merupakan sumber pakan

bagi organisme lain, terutama golongan filter feeder. Pada budidaya sistem

intensif yang tidak memanfaatkan organisme filter feeder biomassa mikroba

(bakteri dan alga) akan terus meningkat (Gunadi 2012). Dari sini terlihat bahwa

cacing sutra mampu memanfaatkan bahan organik yang berasal dari wadah

budidaya ikan lele dengan baik. Rendahnya nilai TSS dan VSS pada perlakuan P2

dapat menstimulir pertumbuhan cacing sutra sehingga meningkatkan kelimpahan.

Padatan tersuspensi yang berlebih memiliki dampak langsung yang berbahaya

terhadap kehidupan.

Tabel 2. Nilai TOM (%) pada air budidaya cacing sutra

Perlakuan Pengamatan (hari ke)

0 10 20 30 40

P0 In

86,14 21,90 60,59 73,73 60,59

Out 16,79 32,85 66,43 48,18

P1 In

81,76 59,86 69,17 76,65 58,40

Out 28,47 37,96 70,81 52,56

P2 In

104,39 43,80 71,30 71,30 65,70

Out 39,42 30,66 30,66 52,56

P3 In

105,85 43,07 69,59 69,59 59,86

Out 39,42 28,23 28,23 45,26

Nilai TOM yang diperoleh pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2,

nilai TOM air sangat berkaitan dengan TOM sedimen khususnya pada perlakuan

Page 22: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

10

pemanfaatan limbah lele. Pada Tabel 2 terlihat adanya selisih antara nilai TOM

bagian inlet dan outlet. Selisih nilai TOM ini adalah bahan organik yang

dimanfaatkan oleh cacing sutra dan sebagian lagi mengendap pada sedimen

sehingga nilai TOM sedimen pada perlakuan selalu meningkat. Jika

dipersentasekan nilai pemanfaatan bahan organik dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pemanfaatan TOM (%) oleh cacing sutra

Perlakuan Pemanfaatan TOM oleh cacing sutra

10 20 30 40

P0 23,33 45,78 9,90 20,48

P1 52,44 45,12 7,62 10,00

P2 10,00 57,00 57,00 20,00

P3 8,47 59,44 59,44 24,39

Hasil selisih dari TOM menunjukkan biologi dari cacing sutra mampu

memanfaatkan bahan organik dalam air (Tabel 3). Ketersediaan pakan berupa

bahan organik sangat mempengaruhi pertumbuhan cacing sutra (Febrianti 2004;

Findy 2011).

Tabel 4. Kandungan bahan organik total (%) pada sedimen budidaya cacing sutra

Parameter Perlakuan Pengamatan hari ke

(%) 0 10 20 30 40

TOM P0 14,92±0a 23,41±0

a 24,38±2,28

a 76,5±0,40

a 77,61±0,92

a

P1 14,95±0ab

20,67±0a 21,43±2,28

ab 65,88±2,76

ab 78,56±5,72

ab

P2 14,95±0ab

21,31±0ab

23,79±0,11ab

72,26±1,56bc

71,65±0,93ab

P3 15,37±0b 24,7±0

b 29,48±3,28

b 70,05±1,20

c 82,82±1,70

b

C- P0 1,81±0c 2,03±0

a 3,50±0

a 3,54±0,12

a 4,41±0,16

b

organik P1 1,81±0b 1,98±0

b 2,97±0,30

ab 3,11±0,30

ab 4,42±0,40

b

P2 1,83±0b 2,72±0

c 2,79±0,02

ab 3,85±1,66

ab 2,85±0,25

a

P3 1,08±0a 2,74±0

d 4,54±0,47

b 4,76±0,54

b 4,52±0,33

c

Total N P0 0,183±0ab

0,303±0b 0,286±0,03

b 0,343±0

c 0,400±0,02

b

P1 0,183±0ab

0,339±0ab

0,337±0,04ab

0,369±0,04bc

0,402±0,04ab

P2 0,262±0b 0,290±0

ab 0,235±0,01

ab 0,226±0,02

ab 0,217±0,02

ab

P3 0,177±0a 0,295±0

a 0,277±0,03

a 0,273±0,06

a 0,269±0,09

a

aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf superskrip yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf uji 95% (uji beda nyata terkecil).

Page 23: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

11

Parameter kandungan bahan organik pada sedimen budidaya dengan sistem

resirkulasi dalam wadah bertingkat terlihat pada Tabel 4. Secara keseluruhan nilai

yang diperoleh masih tergolong baik untuk pertumbuhan cacing sutra. Nilai hasil

analisis kandungan bahan organik total (%) tertinggi terdapat pada perlakuan P3

sebesar 82,82% pada hari ke-40 sedangkan kandungan bahan organik terendah

terdapat pada perlakuan P0 sebesar 14,92% pada awal penelitian. Hal ini juga

diperoleh oleh penelitian Sinaga (2012) yang menggunakan media kotoran ayam

fermentasi dengan menggunakan sistem 1 rak yang mendapatkan nilai kandungan

bahan organik sebesar 90,95% pada hari ke 40 dan kandungan bahan organik

terendah sebesar 63,56% pada hari ke-0. Menurut Sinaga (2012) tingginya

kandungan bahan organik akan berpengaruh terhadap aktivitas bakteri yang

menguraikan bahan organik.

Kisaran kandungan bahan organik dapat dilihat pada Tabel 3 di mana

kisaran dengan rentang terkecil terdapat pada P2 dengan kisaran 14,92-71,65%

sehingga menyebabkan tingginya kelimpahan dan biomassa cacing sutra bila

dibandingkan perlakuan lainnya yang rentang kisarannya lebih besar. Kandungan

bahan organik pada sedimen mengalami peningkatan hingga akhir penelitian

karena adanya pengendapan bahan organik dan berkurangnya pemanfaatan akan

bahan organik oleh cacing sutra.

C-Organik tertinggi terdapat pada perlakuan P3 sebesar 4,76% pada hari

ke- 30 sedangkan kandungan bahan organik terendah juga terdapat pada perlakuan

P3 sebesar 1,08% pada awal penelitian. Kisaran kandungan C-organik dapat

dilihat pada Tabel 4 di mana kisaran dengan rentang terkecil terdapat pada P2

dengan kisaran 1,83-3,85% menyebabkan tingginya kelimpahan dan biomassa

cacing sutra bila dibandingkan perlakuan lainnya yang rentang kisarannya lebih

besar. Kandungan C-organik yang meningkat mengakibatkan cacing sutra tidak

kekurangan makanan sehingga memberikan peningkatan pada kelimpahan dan

biomassa cacing sutra. C-organik adalah penyusun utama karbohidrat dan lemak.

Di dalam tubuh hewan, karbohidrat dan lemak dioksidasi dan menghasilkan

energi untuk proses metabolisme (Febrianti 2004).

Total N tertinggi terdapat pada perlakuan P1 sebesar 0,402% pada hari ke-

40 sedangkan kandungan bahan organik terendah terdapat pada perlakuan P3

sebesar 0,177% pada awal penelitian. Kisaran total N dapat dilihat pada Tabel 3

dimana kisaran dengan rentang terkecil terdapat pada P2 dengan kisaran 0,226-

0,290% menyebabkan tingginya kelimpahan dan biomassa cacing sutra bila

dibandingkan perlakuan lainnya yang rentang kisarannya lebih besar. Total N

yang diperoleh pada penelitian ini mengalami peningkatan dan normal hingga

akhir penelitian karena adanya pemanfaatan bahan organik oleh cacing sutra.

Kisaran total N pada P2 (Tabel 4) lebih tinggi daripada perlakuan lainnya

sehingga perlakuan P2 mengandung protein yang tinggi yang dapat menstimulir

pertumbuhan cacing sutra. Pertumbuhan yang sangat meningkat memerlukan

lebih banyak pengambilan nitrogen. Nitrogen merupakan salah satu unsur penting

bagi kehidupan organisme dan merupakan salah satu unsur utama pembentukan

protein. Senyawa-senyawa nitrogen sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen

didalam air. Pada saat kandungan oksigen rendah nitrogen berubah menjadi

amonia dan sebaliknya akan berubah menjadi nitrat.

Page 24: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

12

Kelimpahan Cacing Sutra

Gambar 1 Kelimpahan cacing sutra dalam setiap perlakuan selama penelitian

Hasil pengamatan kelimpahan cacing sutra selama penelitian terdapat pada

Gambar 1 yang menunjukkan adanya peningkatan kelimpahan cacing dari awal

penelitian hingga akhir penelitian. Proses terjadinya peningkatan kelimpahan

disebabkan oleh ketersediaan makanan yang cukup, sehingga dapat menurunkan

tingkat persaingan antara cacing dewasa dan cacing muda untuk memperoleh

makanan. Ketersediaan pakan mempengaruhi pertumbuhan cacing sutra (Febrianti

2004, Findy 2011) dan merupakan faktor penting untuk kemampuan

reproduksinya (Kaster 1980).

Peningkatan kelimpahan cacing sutra terjadi pada hari ke-30 dimana proses

perkembangbiakan cacing berlangsung hari ke-20 sampai ke-30 dan berkembang

pada hari ke-60. Lobo et al. (2009) menyatakan cacing-cacing muda

membutuhkan waktu sekitar 21 hari untuk perkembangan embrionya sehingga

pada hari ke-30 dan ke-60 ini cacing-cacing muda tersebut menjadi dewasa dan

memproduksi kokon yang pada akhirnya menetas menghasilkan cacing muda.

Pada penelitian ini, puncak kelimpahan dicapai pada hari ke-60 dengan nilai

kelimpahan tertinggi pada perlakuan P2 mencapai 1.697 individu/m2 diikuti

perlakuan P3 mencapai 1.490 individu/m2, perlakuan P0 mencapai 1.165

individu/m2 dan nilai kelimpahan terendah pada perlakuan P1 mencapai 738

individu/m2 (Lampiran 2). Puncak kelimpahan (individu/m

2) dicapai pada hari ke-

60 sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Djokosetiyanto et al. (1992) yang

menggunakan kotoran ayam tanpa fermentasi dengan kelimpahan sebesar 133,510

individu/m2.

Puncak kelimpahan yang diperoleh pada penggunaan wadah bertingkat

dengan sistem resirkulasi ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian

sebelumnya yang menggunakan kotoran ayam fermentasi dengan sistem

resirkulasi 1 rak, kelimpahan tertinggi terjadi pada hari ke-10 sebesar 421,145

individu/m2

(Puspitasari 2012) dan 110,32 individu/m2

(Sinaga 2012). Hildayanti

(2012) menggunakan kotoran ayam fermentasi namun menggunakan sistem

sirkulasi dengan pergantian air pada wadah 1 rak, kelimpahan tertinggi pada hari

ke-50 sebesar 255,091 individu/m2. Penelitian Febriyani (2012) yang

menggunakan kotoran ayam fermentasi dengan penggantian air baru setiap saat

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

0 10 20 30 40 50 60 70

Kel

impah

an (in

div

idu/m

2)

Pengamatan ke- (hari)

P0 P1 P2 P3

Page 25: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

13

pada wadah 1 rak, kelimpahan tertinggi pada hari ke-40 sebesar 447,904

individu/m2. Syafriadiman dan Masril (2013) menggunakan kotoran ayam

fermentasi dan limbah budidaya patin intensif dengan penggantian air baru pada

wadah 1 rak, kelimpahan tertinggi pada hari ke-45.

Puncak kelimpahan cacing sutra pada hari ke-60 dapat dilihat pada Tabel 5.

Penurunan kelimpahan terjadi setelah puncak kelimpahan yaitu pada hari ke-70

dikarenakan cacing sutra dewasa yang telah bereproduksi sudah mencapai umur

tua secara biologis sehingga menyebabkan kematian cacing sutra. Menurut

Hildayanti (2012) Penurunan kelimpahan dikarenakan induk yang sudah dewasa

tidak lagi menghasilkan individu baru, cacing yang masih muda belum mampu

bereproduksi dan adanya kematian cacing yang sudah mencapai usia tua. Hal ini

dibuktikan dengan pengamatan secara visual, dimana pada saat sampling hari

ke-70 tidak banyak ditemukan cacing dewasa.

Tabel 5. Kelimpahan dan biomassa cacing sutra pada saat puncak populasi (hari

ke-60)

Perlakuan Kelimpahan (individu/m2) Biomassa (kg/m

2)

P0 1.165±146,58 3,59±0,39

P1 738±44,56 2,15±0,16

P2 1.697±72,70 6,47±0,04

P3 1.490±17,59 4,42±0,12

Biomassa Cacing Sutra

Gambar 2 Biomassa cacing sutra dalam setiap perlakuan selama penelitian

Hasil pengukuran biomassa cacing sutra dapat dilihat pada Gambar 2 yang

menunjukkan puncak biomassa dicapai pada hari ke-60 dengan nilai biomassa

tertinggi yang diperoleh pada penelitian ini terdapat pada perlakuan P2 mencapai

6,47 kg/m2 diikuti P3 mencapai 4,42 kg/m

2, P0 mencapai 3,59 kg/m

2 dan nilai

biomassa terendah pada perlakuan P1 mencapai 2,15 kg/m2 (Lampiran 3). Puncak

biomassa (kg/m2) dicapai pada hari ke-60 sama seperti penelitian yang dilakukan

oleh Djokosetiyanto et al. (1992) yang menggunakan kotoran ayam tanpa

fermentasi dengan biomassa sebesar 365 g/m2.

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

0 10 20 30 40 50 60 70

Bio

mas

sa (k

g/m

2)

Pengamatan ke- (hari)P0 P1 P2 P3

Page 26: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

14

Puncak biomassa yang diperoleh pada penggunaan wadah bertingkat dengan

sistem resirkulasi ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya

yang menggunakan kotoran ayam fermentasi dengan sistem resirkulasi 1 rak,

biomassa tertinggi terjadi pada hari ke-10 sebesar 1.497,80 g/m2

(Puspitasari

2012) dan 528,63 g/m2

(Sinaga 2012). Hildayanti (2012) menggunakan kotoran

ayam fermentasi namun menggunakan sistem sirkulasi dengan pergantian air pada

wadah 1 rak, biomassa tertinggi pada hari ke-50 sebesar 1.275,46 g/m2. Penelitian

Febriyani (2012) yang menggunakan kotoran ayam fermentasi dengan

penggantian air baru setiap saat pada wadah 1 rak, biomassa tertinggi pada hari

ke-40 sebesar 2.239,52 g/m2. Syafriadiman dan Masril (2013) menggunakan

kotoran ayam fermentasi dan limbah budidaya patin intensif dengan penggantian

air baru pada wadah 1 rak, biomassa tertinggi pada hari ke-45 sebesar 886,67 g/m2.

Puncak biomassa cacing sutra pada pada hari ke-60 dapat dilihat pada Tabel

5 diatas. Penurunan biomassa berkaitan dengan penurunan kelimpahan.

Penurunan terjadi setelah tercapainya puncak biomassa tertinggi, hal ini

dikarenakan jumlah individu dewasa mulai berkurang sedangkan individu muda

masih kecil dan belum mampu bereproduksi sehingga memiliki biomassa yang

berbeda pada sebagian perlakuan. Menurut Kasiorek (1974) pertumbuhan cacing

sutra meningkat pesat pada saat akan mencapai kematangan gonad.

Hasil kelimpahan dan biomassa pada penelitian ini lebih tinggi

dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya baik itu dengan

menggunakan sistem yang sama (resirkulasi) maupun sistem yang berbeda (tanpa

resirkulasi), dengan menggunakan kotoran ayam fermentasi maupun yang tidak

difermentasi dan menggunakan limbah budidaya intensif. Perbedaan jumlah

kelimpahan dan biomassa dipengaruhi faktor kualitas air dan sedimen yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan cacing sutra.

Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan pola pertumbuhan biomassa

berkorelasi positif dengan kelimpahannya. Perlakuan yang terbaik yang diperoleh

dari penelitian ini adalah perlakuan P2 yang merupakan perlakuan dengan

kelimpahan dan biomassa tertinggi (Gambar 3). Hal ini disebabkan bahan organik

sedimen budidaya (%) yang cukup dan kualitas air serta media yang sudah baik

untuk pertumbuhan cacing sutra.

(a) (b)

Keterangan : Huruf yang berbeda pada bar menunjukkan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

Gambar 3. Kelimpahan populasi (a) dan biomassa (b) cacing sutra pada hari ke-

60.

ab a c bc

0

200

400

600

800

1000

P0 P1 P2 P3

Kel

impah

an(i

nd/m

2)

Perlakuan

ab a c b

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

P0 P1 P2 P3

Bio

mas

sa (

kg/m

2)

Perlakuan

Page 27: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

15

Berdasarkan hasil uji BNT (Tabel 6) pertumbuhan biomassa cacing sutra

yang paling baik pada sistem resirkulasi dalam wadah bertingkat adalah perlakuan

P2. Biomassa cacing sutra sangat dipengaruhi oleh faktor kualitas air, kandungan

bahan organik dan nilai TOM air. TOM air yang tinggi menyebabkan biomassa

cacing sutra yang tinggi pada perlakuan P2.

Tabel 6. Data parameter produksi cacing sutra.

Perlakuan Kelimpahan

(individu/m2)

Biomassa

(kg/m2)

P0 897230,5 ab

2985,4 ab

P1 471087,9 a 1550,1

a

P2 1428739,6 c 5871,0

c

P3 1223160,9 bc

3817,1 b

aAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf superskrip yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf uji 95% (uji beda nyata terkecil).

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perlakuan terbaik pada sistem resirkulasi dalam wadah bertingkat diperoleh

pada perlakuan pemberian kotoran ayam fermentasi di sedimen dan pemberian

limbah dari budidaya lele intensif yang menghasilkan produksi biomassa sebesar

6,47 kg/m2 dan puncak kelimpahan sebesar 1.697 individu/m

2.

Saran

Budidaya cacing sutra dengan sistem resirkulasi dalam wadah bertingkat

perlu diaplikasikan untuk petani budidaya karena dengan sistem ini menghasilkan

produksi 2,9 kali lebih besar dari sistem resirkulasi 1 rak.

DAFTAR PUSTAKA

Angel J, Pilar R. 2004. Tubifex tubifex chronic toxicity test using artificial

sediment: methodological issues. Limtenica 23: 25-36.

[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard methods for the

examination of water and waste water, 21st edition. Washington, DC: American

Public Health Association.

Aquaculture SA. 1999. Water quality in freshwater aquaculture ponds. Primary

industries and recources South Australia. Fact sheet.

Chumaidi, Zaenuddin, Fiastri. 1988. Pengaruh debit air yang berbeda terhadap

biomassa cacing rambut (Tubifisid). Buletin Perikanan Darat. 7(2):41-46.

Page 28: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

16

De Schryver P, Crab R, Defoirdt T, Boon N, Verstraete W. 2008. The basics of

bioflocs technology: The added value for aquaculture. Aquaculture 277: 125-

137.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2010. Minapolitan Bojolali komitmen

kenaikan produksi perikanan 353% pada tahun 2014.

www.perikananbudidaya.kkp.go.id/index.php?option=com_content&view=arti

cle&id=218.[5 November 2013].

Djokosetiyanto D, Yusadi D, Supriyono E. 1991. Pengaruh wadah dan kualitas

media terhadap biomass Tubifex sp. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut

Pertanian Bogor. Bogor. 49 hal.

Djokosetiyanto D, Yusadi D, Supriyono E, Suprayudi A. 1992. Pengaruh tinggi

air dan tinggi substrat terhadap biomassa Tubifex sp. Fakultas Perikanan dan

Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 49 hal.

Efendi M. 2013. Melirik Budidaya Tubifex sp. di Temanggung. Akuakultur Edisi

No.3 Th I.

Febrianti D. 2004. Pengaruh pemupukan harian dengan kotoran ayam terhadap

pertumbuhan kepadatan (individu/m2) dan biomassa cacing sutra [skripsi].

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Febriyani M. 2012. Budidaya cacing olighochaeta dengan padat tebar berbeda

pada sistem terbuka [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut

Pertanian Bogor.

Findy S. 2011. Pengaruh tingkat pemberian kotoran sapi terhadap pertumbuhan

biomassa cacing sutra (Tubificidae) [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Gunadi B. 2012. Minimalisasi limbah nitrogen dalam budidaya ikan lele (Clarias

gariepinus) dengan sistem akuakultur berbasis jenjang rantai makanan.

[Disertasi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Hadiah S. 2003. Kualitas kompos dari kotoran domba dan sisa pakan dengan

menggunakan tiga macam aktivator [skripsi]. Fakultas Peternakan. Institut

Pertanian Bogor.

Hikmayani Y, Yulisti M, Hikmah. 2012. Evaluasi Kebijakan Peningkatan

Produksi Perikanan Budidaya. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan

dan Perikanan. Jakarta.

Hildayanti W. 2012. Budidaya cacing Oligochaeta dengan padat penebaran

berbeda pada sistem resirkulasi dengan pergantian air [skripsi]. Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Kasiorek D. 1974. Development cycle of Tubifex tubifex muller in experimental

culture. Pol. Arch. Hydrobiol 21: 411-422.

Kaster JL. 1980. The reproductive biology of Tubifex tubifex muller (Oligochaeta,

Tubificidae) under various trophic conditions. Int. Revueges. Hydrobiol

72:709-726.

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan . 2011. Kelautan dan Perikanan

dalam Angka 2011. Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Lobo H, Nascimento S, Alves RG. 2009. The effect of temperature on the

reproduction of Limnodrilus hoffmeisteri (Oligochaeta: Tubificidae). Zoologia

26(1): 191-193.

Marchese MR. 1987. The ecology of some benthic oligochaeta from the Parana

river, Argentina. Hydrobiol 155:209-214.

Page 29: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

17

Marian MP, Pandian TJ. 1984. Culture and harvesting technique for Tubifex

Tubifex. Aquaculture 42:303-315.

Nurjariah. 2005. Kelimpahan bakteri dalam budidaya cacing sutra Limnodrilus sp.

yang dipupuk kotoran ayam hasil fermentasi [skripsi]. Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Pasteris A, Bonomi G, Bonacina C. 1996. Age, stage and size structure as

population state variables for Tubifex tubifex. Hydrobiol. 334:1-3.

Puspitasari A. 2012. Peningkatan rasio C/N dengan penambahan tepung tapioka

pada substrat budidaya cacing sutra (olgochaeta) sistem resirkulasi [skripsi].

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Shafrudin D, Efiyanti W, Widanarni. 2005. Pemanfaatan ulang limbah organik

dari substrak Tubifex sp di alam. Jurnal Akuakultur Indones 4(2): 97-102.

Sinaga BS. 2012. Pertumbuhan cacing sutra pada media kotoran ayam yang

difermentasikan bahan aktivator dengan dosis yang berbeda dalam sistem

resirkulasi [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian

Bogor.

Syafriadiman. 1996. Pengkulturan Cacing Sutra. Jabatan Sains Laut, Fakulti Sains

Sumber Alam. Universiti Kebangsaan Malaysia. Laporan Penyelidikan (Tidak

diterbitkan). 39 halaman.

Syafriadiman, Masril. 2013. Biomassa Tubifex dalam media kultur yang berbeda.

Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. (Tidak

diterbitkan). 52 halaman.

Tahapari E, Sularto, Nurlaela I. 2010. Intensifikasi pemupukan pada pemeliharaan

larva/benih ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) yang dilakukan

secara outdoor di kolam tanah. Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya

Perikanan Air Tawar. Subang.

Van Wyk P, Scarpa J. 1999. Water quality requirements and management in

farming marine shrimp in recirculating freshwater systems. Florida Department

of Agriculture and Consumers Services. Harbor Branch Oceanographic

Institution.

Yi Y, Lin CK, Diana S. 2003. Hybrid catfish (Clarias macrocephalus x C.

gariepinus) and Nile tilapia (Oreochromis niloticus) in an integrated pen-cum

pond system: growth performance and nutrient budgets. Aquaculture 217:395-

408.

Page 30: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

18

Lampiran 1 Wadah budidaya cacing sutra dengan sistem resirkulasi dalam wadah

bertingkat

Wadah bertingkat untuk P0 dan P1

Wadah bertingkat untuk P2 dan P3

Keterangan:

A : Pemasukan air pada wadah budidaya cacing sutra di tingkat 1

B : Pengeluaran air ke tingkat 2

C : Pemasukan air ke tingkat 2

D : Pengeluaran air ke tingkat 3

E : Pemasukan air ke tingkat 3

F : Pengeluaran air di tingkat 3 kemudian air dipompa kembali ke tingkat 1

(untuk P0 dan P1)

Pengeluaran air ke limbah lele kemudian air dipompa kembali ke tingkat 1

(untuk P2 dan P3)

Wadah yang digunakan ukuran 100 cm x 50 cm x 15 cm Luas wadah 0,5 m2

A

B

C D

E F

B

G G H

B A

A B

C

D

C

D

E

F

E

F

Page 31: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

19

Kotoran Ayam Limbah Lele

Cacing Sutra Fermentasi kotoran ayam

Cacing sutra pada wadah budidaya Sampling cacing sutra

Perhitungan jumlah kelimpahan Pengukuran bobot biomassa

Page 32: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

20

Lampiran 2 Kelimpahan cacing sutra (individu/m2) selama penelitian

Pengamatan Perlakuan

hari ke- P0 P1 P2 P3

0 268±1,57 267±0,31 268±1,57 267±0,31

10 87±9,51 79±2,48 189±3,31 149±7,86

20 57±3,52 61±4,69 189±3,31 149±7,86

30 155±1,76 201±7,04 434±2,35 389±1,17

40 628±146,58 604±44,56 771±2,35 389±1,17

50 792±146,58 768±44,56 1270±91,47 980±39,87

60 1165±146,58 738±44,56 1697±72,70 1490±17,59

70 1150±146,58 693±44,56 1622±72,70 1415±17,59

ANOVA hari ke-60

SK JK DB KT F hit F tab

PERLAKUAN 1047651654915,0 3 349217218305,0 47,695 6,59

SISA 29287293284,8 4 7321823321,2

TOTAL 1076938948199,9 7

F hit > F tabel dan P < 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan berbeda nyata pada

selang kepercayaan 95%.

Page 33: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

21

Lampiran 3 Biomassa cacing sutra (kg/m2) selama penelitian

Pengamatan Perlakuan

hari ke- P0 P1 P2 P3

0 0,6±0,00 0,6±0,00 0,6±0,00 0,6±0,00

10 0,27±0,03 0,23±0,01 0,57±0,02 0,40±0,00

20 0,17±0,01 0,18±0,01 0,36±0,02 0,36±0,03

30 0,44±0,00 0,57±0,03 1,35±0,02 1,10±0,02

40 1,89±0,47 1,76±0,16 2,25±0,03 1,92±0,14

50 2,47±0,49 2,31±0,17 3,97±0,23 3,05±0,09

60 3,59±0,40 2,15±0,16 6,47±0,04 4,42±0,12

70 2,90±0,42 1,74±0,14 4,61±0,21 3,76±0,11

ANOVA hari ke-60

SK JK DB KT F hit F tab

PERLAKUAN 19553138,124 3 6517712,708 131,059 6,59

SISA 198925,219 4 49731,305

TOTAL 19752063,343 7

F hit > F tabel dan P < 0,05 menunjukkan bahwa perlakuan berbeda nyata pada

selang kepercayaan 95%.

Page 34: PEMANFAATAN MEDIA KOTORAN AYAM DAN LIMBAH IKAN LELE PADA BUDIDAYA ... · fase pembenihan. Salah satu jenis pakan alami yang paling disukai oleh benih ikan, khususnya benih ikan-ikan

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru pada tanggal 27 Juli 1985 sebagai anak

kedua dari pasangan Prof Dr Ir Syafriadiman dan Yumna, SPd. Pendidikan sarjana

ditempuh pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan Universitas Riau, lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2012, penulis

mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Program Magister

Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur di Sekolah Pascasarjana IPB. Biaya

pendidikan diperoleh dari orang tua penulis.

Penulis bekerja sebagai staf Badan Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan

Pangan (BPPKP) Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Bidang pekerjaan yang

menjadi tanggung jawab penulis adalah staf Subbid Distribusi dan Harga Pangan.