18
PEMILIHAN OBAT ANASTESI LOKAL UNTUK PASIEN HIPERTENSI A. Hipertensi Hipertensi atau tekananan darah tinggi merupakan gangguan pada sistem peredaran darah yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas nilai normal, yaitu melebihi 140 / 90 mmHg. Berikut ini merupakan tabel klasifikasi atau penggolongan tekanan darah pada orang dewasa menurut kelompok umur yang berbeda. 1

Pemilihan Obat Anastesi Lokal Untuk Pasien Hipertensi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pemilihan obat dan anastesi itu penting dalam dunia kedokteran

Citation preview

Page 1: Pemilihan Obat Anastesi Lokal Untuk Pasien Hipertensi

PEMILIHAN OBAT ANASTESI LOKAL UNTUK PASIEN HIPERTENSI

A. Hipertensi

Hipertensi atau tekananan darah tinggi merupakan gangguan pada sistem peredaran

darah yang dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas nilai normal, yaitu melebihi

140 / 90 mmHg.

Berikut ini merupakan tabel klasifikasi atau penggolongan tekanan darah pada orang

dewasa menurut kelompok umur yang berbeda.

Terjadinya peningkatan tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:

1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap

detiknya.

2. Terjadi penebalan dan kekakuan pada dinding arteri akibat usia lanjut. Arteri besar

kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada

saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut

1

Page 2: Pemilihan Obat Anastesi Lokal Untuk Pasien Hipertensi

jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan

naiknya tekanan.

3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan

darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang

sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga

tekanan darah juga meningkat. Oleh sebab itu, jika aktivitas memompa jantung berkurang,

arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan keluar dari sirkulasi. Maka tekanan darah

akan menurun atau menjadi lebih kecil.

B. Obat Anestesi Lokal

1. LIDOKAIN

FARMAKODINAMIK

Lidokain (Xilokain) adalah anestetik local yang kuat yang digunakan secara luas

dengan pemberian topical dan suntikan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama

dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Lidokain merupakan

aminoetilamid. Pada larutan 0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2% lebih toksik

daripada prokain. Larutan lidokain 0,5% digunakan untuk anesthesia infiltrasi, sedangkan

larutan 1,0-2% untuk anesthesia blok dan topical. Anesthesia ini efektif bila digunakan tanpa

vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorbs dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya

lebih pendek. Lidokain merupakan obat terpilih bagi mereka yang hipersensitif terhadap

prokain dan juga epinefrin. Lidokain dapat menimbulkan kantuk sediaan berupa larutan

0,5%-5% dengan atau tanpa epinefrin. (1:50.000 sampai 1: 200.000).               

2

Page 3: Pemilihan Obat Anastesi Lokal Untuk Pasien Hipertensi

FARMAKOKINETIK

Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah otak.

Kadarnya dalam plasma fetus dapat mencapai 60% kadar dalam darah ibu. Di dalam hati,

lidokain mengalami deakilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda (Mixed-Function Oxidases ) 

membentuk monoetilglisin xilidid  dan glisin xilidid. Kedua metabolit monoetilglisin xilidid

maupun glisin xilidid ternyata masih memiliki efek anestetik local. Pada manusia 75% dari

xilidid akan disekresi bersama urin dalam membentuk metabolit akhir, 4 hidroksi-2-6 dimetil-

anilin.

EFEK SAMPING.

Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efeknya terhadap SSP, misalnya

mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Mungkin sekali

metabolit lidokain yaitu monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid ikut berperan dalam

timbulnya efek samping ini. Lidokain dosis berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat

fibrilasi ventrikel, atau oleh henti jantung

INDIKASI

Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anesthesia infiltrasi, blockade saraf,

anesthesia epidural ataupun anesthesia selaput lender. Pada anesthesia infitrasi biasanya

digunakan larutan 0,25% – 0,50% dengan atau tanpa adrenalin. Tanpa adrenalin dosis total

tidak boleh melebihi 200mg dalam waktu 24 jam, dan dengan adrenalin tidak boleh melebihi

500 mg untuk jangka waktu yang sama. Dalam bidang kedokteran gigi, biasanya digunakan

larutan 1 – 2 % dengan adrenalin; untuk anesthesia infiltrasi dengan mula kerja 5 menit dan

masa kerja kira-kira satu jam dibutuhkan dosis 0,5 – 1,0 ml. untuk blockade saraf digunakan

1 – 2 ml.

3

Page 4: Pemilihan Obat Anastesi Lokal Untuk Pasien Hipertensi

Lidokain dapat pula digunakan untuk anesthesia permukaan. Untuk anesthesia rongga

mulut, kerongkongan dan saluran cerna bagian atas digunakan larutan 1-4% dengan dosis

maksimal 1 gram sehari dibagi dalam beberapa dosis. Pruritus di daerah anogenital atau rasa

sakit yang menyertai wasir dapat dihilangkan dengan supositoria atau bentuk salep dan krem

5 %. Untuk anesthesia sebelum dilakukan tindakan sistoskopi atau kateterisasi uretra

digunakan lidokain gel 2 % dan selum dilakukan bronkoskopi atau pemasangan pipa

endotrakeal biasanya digunakan semprotan dengan kadar 2-4%. Lidokain juga dapat

menurunkan iritabilitas jantung, karena itu juga digunakan sebagai aritmia.

2. MEPIVAKAIN HCl.

Devirat amida dari xylidide ini cukup populer sejak diperkenalkan untuk tujuan klinis

pada akhir 1950-an.Anestetik lokal golongan amida ini sifat farmakologiknya mirip lidokain.

Mepivekain digunakan untuk anesthesia infiltrasi, blockade saraf regional dan anesthesia

spinal. sediaan untuk suntikan merupakan larutan 1,0; 1,5 dan 2%.

Kecepatan timbulnya efek, durasi aksi, potensi, dan toksisitasnya mirip dengan

lidokain. Mepivakain tidak mempunyai sifat alergenik terhadap agen anestesi lokal tipe

ester. Agen ini dipasarkan sebagai garam hidroklorida dan dapat digunakan untuk anestesi

infiltrasi atau regional namun kurang efektif bila digunakan untuk anestesi topikal.

Mepivakain dapat menimbulkan vasokonstriksi lebih ringan daripada lignokain tetapi

biasanya mepivacain digunakan dalam bentuk larutan dengan penambahan adrenalin 1:

80.000. maksimal 5 mg/kg berat tubuh. Satu buah cartridge biasanya sudah cukup untuk

anestesi infiltrasi atau regional.

Mepivacain kadang-kadang dipasarkan dalam bentuk larutan 3 % tanpa penambahan

vasokonstriktor, untuk medapat kedalaman dan durasi anestesi pada pasien tertentu di mana

pemakaian vasokonstriktor merupakan kontradiksi. Larutan seperti ini dapat menimbulkan

4

Page 5: Pemilihan Obat Anastesi Lokal Untuk Pasien Hipertensi

anestesi pulpa yang berlangsung antara 20-40 menit dan anestesi jaringan lunak berdurasi 2-4

jam. Obat ini jangan digunakan pada pasien yang alergi terhadap anestesi lokal tipe amida,

atau pasien yang menderita penyakit hati yang parah. Mepivacain yang dipasarkan dengan

nama dagang Carbocainebiasanya tidak mengandung paraben dan karena itu, dapat

digunakan pada pasien alergi paraben. Mepivakain lebih toksik terhadap neonatus, dan

karenanya tidak digunakan untuk anestesia obstetrik. Mungkin ini ada hubungannya dengan

pH darah neonatus yang lebih rendah, yang menyebabkan ion obat tersebut terperangkap, dan

memperlambat metabolismenya. Pada orang dewasa, indeks terapinya lenbih tinggi daripada

lidokain. Mula kerjanya hampir sama dengan lidokain, tetapi lama kerjanya lebih panjang

sekitar 20%. Mepivakain tidak efektif sebagai anestetik topikal. Toksisitas mepivacain serata

dengan lignokain (lidokain) namun bila mepivacain dalam darah sudah mencapai tingkat

tertentu, akan terjadi eksitasi sistem saraf sentral bukan depresi, dan eksitasi ini dapat

berakhir berupa konvulsi dan depresi respirasi.

3. PRILOKAIN HCl.

Walaupun merupakan devirat toluidin, agen anestesi lokal tipe amida ini pada dasarnya

mempunyai formula kimiawi dan farmakologi yang mirip dengan lignokain dan

mepivakain. Anestetik lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain, tetapi

mula kerja dan masa kerjanya lebih lama daripada lidokain. Prilokain juga menimbulkan

kantuk seperti lidokain. Sifat toksik yang unik ialah prilokain dapat menimbulkan

methemoglobinemia; hal ini disebabkan oleh kedua metabolit prilokain yaitu orto-toluidin

dan nitroso- toluidin. Walaupun methemoglobinemia ini mudah diatasi dengan pemberian

biru-metilen intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB larutan 1 %  dalam waktu 5 menit; namun

efek terapeutiknya hanya berlangsung sebentar, sebab biru metilen sudah mengalami

bersihan, sebelum semua methemoglobin sempat diubah menjadi Hb. Anestetik ini digunakan

5

Page 6: Pemilihan Obat Anastesi Lokal Untuk Pasien Hipertensi

untuk berbagai macam anestesia disuntikan dengan sediaan berkadar 1,0; 2,0 dan

3,0%. Prilokain umumnya dipasarkan dalam bentuk garam hidroklorida dengan nama

dagang Citanest dan dapat digunakan untuk mendapat anestesi infiltrasi dan regional.

Namun prilokain biasanya tidak dapat digunakan untuk mendapat efek anestesi

topikal.Prilokain biasanya menimbulkan aksi yang lebih cepat daripada lignokain namun

anastesi yang ditimbulkannya tidaklah terlalu dalam. Prilokain juga kurang mempunyai efek

vasodilator bila dibanding dengan lignokain dan biasanya termetabolisme dengan lebih cepat.

Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan lignokain tetapi dosis total yang dipergunakan

sebaiknya tidak lebih dari 400 mg.Salah satu produk pemecahan prilokain adalah ortotoluidin

yang dapat menimbulkan metahaemoglobin. Metahaemoglobin yang cukup besar hanya dapat

terjadi bila dosis obat yang dipergunakan lebih dari 400 mg. metahaemoglobin 1 % terjadi

pada penggunaan dosis 400 mg, dan biasanya diperlukan tingkatan metahaemoglobin lebih

dari 20 % agar terjadi simtom seperti sianosis bibir dan membrane mukosa atau kadang-

kadang depresi respirasi. Karena pemakainan satu cartridge saja sudah cukup untuk mendapat

efek anestesi infiltrasi atau regional yang diinginkan, dank arena setiap cartridge hanya

mengandung 80 mg prilokain hidroklorida, maka resiko terjadinya metahaemoglobin pada

penggunaan prilokain untuk praktek klinis tentunya sangat kecil. Walaupun demikian, agen

ini jangan digunakan untuk bayi, penderita metaharmoglobinemia, penderita penyakit hati,

hipoksia, anemia, penyakit ginjal atau gagal jantung, atau penderita kelainan lain di mana

masalah oksigenasi berdampak fatal, seperti pada wanita hamil. Prilokain juga jangan

dipergunakan pada pasien yang mempunyai riwayat alergi terhadap agen anetesi tipe amida

atau alergi paraben.Penambahan felypressin (octapressin)dengan konsistensi 0,03 i.u/ml

(=1:200.000) sebagai agen vasokonstriktor akan dapat meningkatakan baik kedalam maupun

durasi anestesi. Larutan nestesi yang mengandung felypressin akan sangat bermanfaat bagi

pasien yang menderita penyakit kardio-vaskular.

6

Page 7: Pemilihan Obat Anastesi Lokal Untuk Pasien Hipertensi

C. Vasokonstriktor

Vasokonstriktor adalah obat yang menyempitkan pembuluh darah dan dengan demikian

mengendalikan perfusi jaringan. Obat ini ditambahkan pada larutan anestesi lokal untuk

melawan aksi vasodilatasi anestesi lokal. Vasokonstriktor merupakan tambahan larutan

anestesi lokal yang penting karena alasan sebagai berikut :

1. Dengan menyempitkan pembuluh darah, vasokonstriktor menurunkan aliran darah

(perfusi) ke daerah penyuntikan.

2. Absorpsi anestesi lokal ke sistem kardiovaskular diperlambat, menyebabkan kadar

anestesi dalam daran lebih rendah.

3. Kadar anestesi lokal dalam darah lebih rendah, dengan demikian memperkecil resiko

toksisitas anestesi lokal.

4. Peningkatan jumlah anestesi lokal yang menetap di sekitar saraf selama beberapa

waktu, sehingga meningkatkan durasi aksi sebagian besar anestesi lokal.

5. Vasokonstriktor mengurangi perdarahan di daerah penyuntikan, oleh karena itu

vasokonstriktor berguna saat peningkatan perdarahan diantisipasi ( selama prosedur

pembedahan ).

Vasokonstriktor yang umumnya digunakan bersamaan dengan anestesi lokal secara

kimia menyerupai mediator sistem saraf simpatetik epinefrin dan norepinefrin. Aksi

vasokonstriktor menyerupai respon saraf adrenergik terhadap rangsangan sehingga

diklasifikasikan menjadi obat simpatomimetik atau adrenergik. Obat-obat ini memiliki

banyak aksi klinis selain vasokonstriksi. Obat simpatomimetik juga dapat diklasifikasikan

menurut struktur kimianya dan cara aksinya.

7

Page 8: Pemilihan Obat Anastesi Lokal Untuk Pasien Hipertensi

Reseptor adrenergik

Reseptor adrenergik ditemukan di sebagian besar jaringan tubuh. Konsep reseptor

adrenergik dikemukakan oleh Ahlquist tahun 1948 dan diterima dengan baik hingga

sekarang. Ahlquist menyatakan 2 jenis reseptor adrenergik, yang disebut dengan alpha ( α )

dan beta ( β ) menurut pencegahan aksi catecholamin pada otot halus. Aktivasi reseptor α

oleh obat simpatomimetik biasanya menyebabkan respon kontraksi otot halus pada pembuluh

darah ( vasokonstriksi ). Berdasarkan perbedaan fungsi dan lokasi, reseptor α telah

disubkategorikan. Reseptor α1 adalah excitatory-postsynaptik, sedangkan reseptor α2 adalah

inhibitory-postsynaptik.

Aktivasi reseptor β menyebabkan relaksasi otot halus ( vasodilatasi dan bronkodilatasi)

dan rangsangan pada jantung ( peningkatan detak jantung dan kekuatan kontraksi ). Reseptor

beta selanjutnya dibagi menjadi β1 dan β2; β1 ditemukan di jantung dan usus halus dan

berperan merangsang jantung dan lipolisis. Sedangkan β2 ditemukan di bronkus, dasar

pembuluh darah dan uterus, menyebabkan bronkodilatasi dan vasodilatasi.

1. Epinefrin (Adrenalin)

Struktur kimia. Epinefrin merupakan asam garam yang larut dalam air. Sedikit larutan asam

bersifat stabil bila dilindungi dari udara. Keburukannya ( melalui oksidasi ) dipercepat

dengan panas dan adanya ion logam berat. Sodium bisulfit biasanya ditambahkan dalam

larutan epinefrin untuk menunda proses keburukannya. Jangka waktu cartridge anestesi lokal

yang mengandung vasokonstriktor agak lebih pendek ( 18 bulan ) daripada cartridge yang

tidak mengandung vasokonstriktor ( 36 bulan ).

Sumber. Epinefrin tersedia dalam bentuk sintetis dan juga diperoleh dari adrenal medulla

hewan ( sekitar 80% sekresi adrenal medulla adalah epinefrin ).

Cara aksi. Epinefrin bekerja secara langsung pada reseptor α dan β-adrenergik; pengaruh

pada β lebih menonjol.

8

Page 9: Pemilihan Obat Anastesi Lokal Untuk Pasien Hipertensi

Aksi sistemik.

Miokardium. Epinefrin merangsang reseptor β1 pada miokardium. Terdapat efek positif

inotropik ( kekuatan kontraksi ) dan positif kronotropik ( tingkat kontraksi ). Cardiac output

dan detak jantung meningkat.

Sel perintis. Epinefrin merangsang reseptor β1 dan meningkatkan iritabilitas sel perintis,

sehingga menyebabkan peningkatan disrytmia. Takikardi ventrikular dan kontraksi

ventrikular yang prematur sering terjadi.

Arteri koroner. Epinefrin menyebabkan dilatasi arteri koroner sehingga meningkatkan aliran

darah arteri koroner.

Tekanan darah. Tekanan darah sistolik meningkat. Tekanan diastolik menurun bila dosis

kecil diberikan karena sensitifitas epinefrin terhadap reseptor β2 lebih besar daripada reseptor

α di pembuluh darah yang diberikan di otot skeletal. Tekanan diastolik meningkat dengan

dosis epinefrin yang lebih besar karena penyempitan pembuluh darah disebabkan oleh

rangsangan reseptor α.

Dinamika kardiovaskular. Seluruh aksi epinefrin pada jantung dan sistem kardiovaskular

yaitu :

· Peningkatan tekanan sistolik dan diastolik.

· Peningkatan cardia output.

· Peningkatan volume stroke.

· Peningkatan detak jantung.

· Peningkatan kekuatan kontraksi.

· Peningkatan konsumsi oksigen miokardial.

Aksi tersebut di atas menyebabkan penurunan efisiensi cardiac. Respon kardiovaskular

peningkatan tekanan darah sistolik dan peningkatan detak jantung timbul karena penggunaan

9

Page 10: Pemilihan Obat Anastesi Lokal Untuk Pasien Hipertensi

1 atau 2 cartridge 1:100.000 epinefrin. Penggunaan 4 cartridge 1:100.000 epinefrin akan

sedikit menurunkan tekanan darah diastolik.

Vaskulatur. Aksi utama epinefrin adalah pada arteriol yang lebih kecil dan sfingter

prekapiler. Pembuluh darah pada kulit, membran mukosa dan ginjal mengandung reseptor α.

Epinefrin menyebabkan konstriksi pada pembuluh darah tersebut. Pembuluh darah pada otot

skeletal mengandung reseptor α dan β2, dengan β2 lebih menonjol. Dosis kecil epinefrin

menyebabkan dilatasi pembuluh darah ini sebagai hasil dari aksi β2. Reseptor β2 lebih

sensitif terhadap epinefrin daripada reseptor α. Dosis yang lebih besar menyebabkan

vasokonstriksi karena reseptor α dirangsang.

Hemostasis. Secara klinis, epinefrin digunakan sebagai vasokonstriktor untuk hemostasis

selama prosedur pembedahan. Injeksi epinefrin secara langsung pada daerah pembedahan

menyebabkan meningkatnya konsentrasi pada jaringan, merangsang reseptor α dan

hemostasis. Karena kadar epinefrin dalam jaringan menurun setelah beberapa waktu, aksi

utamanya pada pembuluh darah kembali pada vasodilatasi karena aksi β2 lebih menonjol;

dengan demikian dapat terjadi perdarahan sekitar 6 jam setelah prosedur pembedahan. Pada

pencabutan gigi molar 3, perdarahan setelah pembedahan terjadi pada 13 dari 16 pasien yang

menerima epinefrin dalam anestesi lokalnya untuk hemostasis, sedangkan 0 dari 16 pasien

yang menerima anestesi lokal tanpa vasokonstriktor ( mepivakain plain ) mengalami

perdarahan 6 jam setelah pembedahan. Adanya peningkatan rasa sakit setelah pembedahan

dan penyembuhan luka yang tertunda pada kelompok yang menerima epinefrin juga

ditemukan.

Sistem respirasi. Epinefrin mempunyai efek dilator ( efek β2 ) terhadap otot halus bronchiol.

Epinefrin merupakan obat pilihan untuk penanganan asma akut ( bronkospasm ).

Sistem saraf pusat. Pada dosis umum terapeutik, epinefrin bukanlah perangsang CNS.

Aksinya terhadap CNS menjadi menonjol bila digunakan dosis yang besar.

10

Page 11: Pemilihan Obat Anastesi Lokal Untuk Pasien Hipertensi

Metabolisme. Epinefrin meningkatkan konsumsi oksigen pada seluruh jaringan. Melalui aksi

β, epinefrin merangsang glikogenolisis di liver dan otot skeletal sehingga menyebabkan

peningkatan kadar gula darah di plasma dengan konsentrasi epinefrin 150-200pg/ml. Empat

cartridge anestesi lokal epinefrin 1:100.000 harus diberikan untuk menghilangkan respon

tersebut.

Penghentian aksi dan eliminasi. Aksi epinefrin dihentikan dengan pembuangannya oleh

saraf adrenergik. Epinefrin yang lolos dari pembuangan secara cepat diinaktifkan dalam

darah oleh enzym catechol-O-metiltransferase ( COMT ) dan monoamine oksidase ( MAO ),

yang keduanya terdapat di liver. Hanya sedikit ( sekitar 1% ) epinefrin yang tidak berubah

dan diekskresikan dalam urine.

Efek samping dan overdosis. Manifestasi klinis overdosis epinefrin berhubungan dengan

rangsangan CNS dan meliputi meningkatnya rasa takut dan cemas, tegang, gelisah, sakit

kepala berdenyut, tremor, lemas, pusing, pucat, susah bernafas dan berdebar-debar. Dengan

meningkatnya kadar epinefrin dalam darah, cardiac disrytmia ( terutama ventrikular ) menjadi

lebih sering terjadi; fibrilasi ventrikular jarang ditemukan tetapi dapat terjadi. Peningkatan

tekanan sistolik ( >300mmHg ) dan diastolik ( >200mmHg ) dapat terjadi, dan dapat

menyebabkan perdarahan serebral. Karena inaktifasi epinefrin yang cepat, fase perangsang

reaksi overdosis ( toksik ) biasanya singkat.

Daftar Pustaka

1. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Kumpulan kuliah farmakologi. ed 2nd. Jakarta. EGC. 2009.

2. Tambayong, Jan. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta. EGC. 20003. Farmakologi Vasokonstriksi. [Online]. [Diakses 3 januari 2013]; Available form:

http://id.scribd.com/doc/66368720/farmakologi-vasokonstriktor4. Anastesi lokal golongan amida. [Online]. [Diakses 3 januari 2013]; Available form:

http://dentnote.wordpress.com/2008/02/28/anesthetik-lokal-golongan-amida/

11