33
PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH FARM LIMPAKUWUS DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BBPTU-HPT) BATURADEN KARYA TULIS ILMIAH JENDRIL SYAFITRA E0F116023 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KESEHATAN HEWAN FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS JAMBI 2021

PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH FARM

LIMPAKUWUS DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK

UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK

(BBPTU-HPT) BATURADEN

KARYA TULIS ILMIAH

JENDRIL SYAFITRA

E0F116023

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KESEHATAN HEWAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021

Page 2: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH FARM

LIMPAKUWUS DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK

UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK

(BBPTU-HPT) BATURADEN

Jendril Syafitra (E0F116023)

Di Bawah Bimbingan : Drh. Pudji Rahayu M,P

Program Studi Diploma III Fakultas Peternakan

Universitas Jambi

Alamat Kontak : Jl. Sk Syahbudin Lorong Komp. Kehutanan I

Mayang Mangurai, Kecamatan Kota Baru Kota Jambi 36129

Email : [email protected]

RINGKASAN

Diare adalah pengeluaran feses dengan frekuensi yang tidak normal

(meningkat) dan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair. Secara umum,

diare dibagi menjadi dua kategori, yaitu diare Non-Infeksius dan diare Infeksius.

Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini untuk mengetahui Cara penanganan

kasus diare pada pedet dan penyebab diare pada pedet di BBPTU-HPT

Baturraden.

Materi yang digunakan adalah 118 ekor pedet sapi FH jantan dan betina

umur satu hari sampai dengan 3 bulan, 21 sampel feses dari pedet yang

terdiagnosa klinis diare. Metode pengumpulan data diambil secara sensus dari

bulan Januari sampai dengan Maret 2019. Diagnosa diare berdasarkan pada

pemeriksaan klinis dan pemeriksaan BBVET Wates.

Hasil studi menunjukan Diare pada pedet sapi perah sebesar 29,03%

dengan kemungkinan penyebab diare oleh bakteri 28.57 % , protozoa 19.04% dan

parasit cacing 52.398%.

Berdasarkan data-data prevalensi dari bulan Januari sampai bulan Maret

dapat disimpulkan bahwa penyebab diare terbanyak adalah cacing dengan

sebanyak 52.39%.

Kata Kunci :Diare, Pedet, Sapi Perah, Cacing

Page 3: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH FARM

LIMPAKUWUS DI BALAI BESAR PEMBIBITAN TERNAK

UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK

(BBPTU-HPT) BATURADEN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

JENDRIL SYAFITRA

E0F116023

Telah Diuji Dihadapan Tim Penguji

Pada hari Rabu, Tanggal 02 Juni 2021 dan dinyatakan LULUS

Ketua : Drh. Pudji Rahayu, M.p.

Penguji 1 : Drh. Anie Insulistyowati M.P

Penguji 2 : Ir. Farizal, M.P.

Menyetujui :

Dosen Pembimbing

Drh. Pudji Rahayu, M.P.

NIP.196008021986022001

Tanggal :

Mengetahui :

Wakil Dekan Bidang Akademik,

Ketua Program Studi DIII

kerjasama dan Sistem Informatika Kesehatan Hewan

Fakultas Peternakan Fakultas Peternakan

Universitas Jambi Universitas Jambi

Dr. Ir. Syafwan, M.Sc. Dr. drh. Hj. Fahmida Manin, M.P.

NIP. 196902071993031003 NIP. 196208311989022001

Tanggal : Tanggal :

Page 4: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang

berjudul “Penanganan Kasusu Diare Pada Pedet Sapi Perah di Balai Besar

Pembibitan Ternak Unggul Dan Hijauan PakanTernak (BBPTU-HPT) Bturraden“

selesai pada waktunya. BBPTU-HPT Baturraden merupakan suatu instansi yang

bergerak dibidang Pembibitan Sapi Perah dan Kambing Perah. Kegiatan yang

berkaitan dengan Pemeriksaan Kebuntingan dan pelayanan kesehatan hewan yang

meliputi penanganan gangguan reproduksi dan mengikuti kegiatan yang dilakukan

oleh para dokter hewan dan Paramedis di laboratorium.

Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini merupakan syarat untuk menempuh

Jenjang D-III KesehatanHewan di Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas dari bantuan

semua pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Agus Budiansyah M.Sc. Selaku Dekan Fakultas Peternakan

Universitas Jambi.

2. Dr. Drh. Fahmida Manin, M.P, selaku ketua Program Studi Diploma III

Kesehatan Hewan Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

3. Drh. Pudji Rahayu M.P selaku Dosen Pembimbing Praktek Kerja

Lapangan dan Karya Tulis Ilmiah yang senantiasa membimbing penulis

selama menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Eko Siswanto S,Pt selaku koodinator Praktek Kerja Lapangan Balai Besar

Pembibitan Ternak Unggul Dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT)

Baturraden yang telah membantu dalam penyelesaian persyaratan Praktek

Kerja Lapangan

5. Ir. Sugiono, M.P selaku Kepala Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul

Dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden yang telah member

izin penulis untuk melaksanakan kegiatan praktek kerja lapangan di

BBPTU-HPT Baturraden.

6. Ayahanda dan Ibunda, Adik adik yang selalu mendoakan dan membantu

penulis secara moriil dan materil agar pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja

Page 5: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

i

Lapangan dan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat terlaksanakan

dengan baik.

7. Teman-teman Program Studi DIII Kesehatan Hewan angkatan 2016

khususnya Tim Baturraden Squad atas dukungan, kebersamaan dan

kenangan berharga selama 2 tahun .

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa Penulisan ini masih

jauh dari kesempurnaan. Bilamana pembaca menemukan kekurangan dalam

pembuatan tugas ini, kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai

sumbangsih ilmu sangat kami harapkan untuk peningkatan dan perkembangan di

masa yang akan datang.Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi

pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.

Jambi, Juli 2021

Jendril Syafitra

Page 6: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Tujuan .................................................................................................. 2

1.3 Manfaat ................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3

2.1 Sapi ....................................................................................................... 3

2.2 Pemeliharaan pedet .............................................................................. 4

2.3 Diare ..................................................................................................... 4

2.2.1 Gejala klinis ...................................................................................... 5

2.2.2 Pencegahan ........................................................................................ 6

2.2.3 Pengobatan ........................................................................................ 7

BAB III MATERI DAN METODE ...................................................................... 9

3.1 Waktu danTempat ................................................................................. 9

3.2 Alat dan Bahan ..................................................................................... 9

3.3 Materi ................................................................................................... 9

3.4 Metoda Kegiatan ................................................................................... 9

3.3.1 Metode diagnose klinis ...................................................................... 9

3.3.2 Metode diagnose Laboratorium ......................................................... 10

3.5 Parameter yang diamati ......................................................................... 11

3.6 Analisis Data ......................................................................................... 12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 13

4.1 BBPTU-HPT Baturaden ....................................................................... 13

4.2 Pravelensi Diare pada Pedet. ................................................................. 14

4.3 Penanganan Diare pada Pedet Sapi Perah ............................................. 15

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 20

Page 7: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

ii

5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 20

5.2 Saran ...................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

LAMPIRAN .......................................................................................................... 24

Page 8: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Prevalensi Diare pada pedet sapi perah di Farm Limpakuwus ...................... 14

2. Klasifikasi penyebab Diare Pedet sapi perah pada bulan Maret .................... 19

Page 9: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Telur cacing pada sapi .................................................................................. 11

2. Bunostomum phlebotomum ......................................................................... 16

Page 10: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

(BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah dibawah

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang bergerak di bidang

pemuliaan, pemeliharaan, produksi dan pemasaran bibit sapi perah. Sapi perah

merupakan sapi yang dibudidayakan atau dipelihara untuk di manfaatkan susunya

sebagai bahan pangan atau dikonsumsi oleh manusia.

Sapi perah yang dipelihara di BBPTU-HPT Baturraden adalah sapi perah

bangsa Friesian Holstein (FH). Sapi ini didatangkan dari Negara Belanda

sehingga masih murni. Populasi sapi perah di BBPTU-HPT Baturraden adalah

1444 ekor. Sapi perah yang di pelihara terdiri dari 11 ekor sapi jantan dewasa, 846

ekor sapi betina dewasa, 114 ekor sapi jantan muda dan 468 sapi betina muda.

Anak sapi atau pedet yang dihasilkan akan dipelihara di BBPTU-HPT Baturraden.

Sebagian pedet akan dijadikan bakal indukan untuk produksi susu, sebagian ada

yang didistribusikan ke instansi atau masyarakat yang membutuhkan.

Pedet yang baru lahir membutuhkan ketelitian, kecermatan, ketekunan dan

perawatan yang khusus dibandingkan dengan perawatan (pemeliharaan) sapi

dewasa. Pemeliharaan pedet mulai dari lahir hingga disapih merupakan bagian

penting dalam kelangsungan suatu usaha peternakan sapi perah (Purwanto dan

Muslih, 2006). Pedet lebih mudah terserang penyakit, dibandingkan ternak sapi

remaja, maupun sapi dewasa. Program pemeliharaan pedet di BBPTU-HPT

Baturraden terdapat kendala kasus diare pada pedet.

Diare adalah pengeluaran feses dengan frekuensi yang tidak normal

(meningkat) dan konsistensi feses yang lebih lembek atau cair. Diare selalu

dikaitkan dengan gastroenteritis, karena umumnya diare muncul sebagai

manifestasi adanya gangguan pada saluran gastrointestinal (Ganong. 2002).

Secara umum, diare dibagi menjadi dua kategori, yaitu diare yang disebabkan oleh

ketidakseimbangan nutrisi (non-infeksius) dan diare yang disebabkan oleh infeksi

mikroorganisme (infeksius).

Page 11: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

2

Diare non-infeksius biasanya disebabkan akibat adanya perubahan (yang

mendadak) dari program pemberian pakan dan faktor lingkungan (kelembaban,

suhu dan cuaca). Meskipun seringkali tidak terlalu membahayakan dan tidak

sampai menyebabkan kematian, diare non-infeksius ini (terutama pada sapi

muda/pedet) dapat dengan cepat melemahkan tubuh, yang pada akhirnya dapat

menyebabkan ternak menjadi rentan terhadap diare infeksius atau penyakit lain

yang lebih parah (Anonim, 2006). Diare infeksius disebabkan oleh infeksi virus,

bakteri, parasit dan protozoa. Virus penyebab diare pedet biasanya dari golongan

rotavirus, coronavirus dan BVD (Bovine Viral Diarrhea). Bakteri yang sering

menyebabkan diare pada pedet adalah E.coli, Salmonella dan Clostridium,dari

golongan parasit adalah cacing kelas nematode, trematoda dan kelas cestoda

sedangkan dari golongan protozoa adalah cryptosporidia dan coccidia.

Sumber infeksi pada pedet dapat berasal dari sesama ternak sapi, burung,

binatang pengerat, air, manusia dan air susu yang berasal dari sapi Mastitis.

Sumber infeksi akan muncul ketika mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan

berkembang didalam saluran pencernaan (Margerison dan Downey, 2005). Gejala

klinis yang tampak pada penyakit diare adalah bulu kusam, rontok, turgor kulit

lambat, mata cekung, feses lembek dan cair, pernapasan lambat, nafsu makan dan

minum berkurang.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini untuk mengetahui Cara

penanganan kasus diare pada pedet dan penyebab diare pada pedet di BBPTU-

HPT Baturraden.

1.3 Manfaat

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat memberi manfaat dengan

diketahuinya penanganan kasus diare pada pedet dan penyebab diare pada pedet

maka dapat dijadikan dasar untuk membuat program pencegahan dan pengobatan

penyakit.

Page 12: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sapi

Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga

kerja, dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di

dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili

Bovidae, seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika

(Syncherus), dan Anoa (Subronto, 2003).

Sapi perah yang sudah banyak dipelihara adalah sapi keturunan Friesian

Holstein (FH). Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang memiliki

produksi susu tertinggi, diandingkan bangsa-bangsa sapi perah lainnya, dengan

kadar lemak susu yang rendah rata-rata 3.7%.( Statistik Peternakan dan kesehatan

Hewan.2016 ).

Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan jenis sapi perah yang banyak

menghasilkan susu. Taksonomi sapi FH menurut Dale et.al. (1984) dalam

Kristiyanti (2008) sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelsa : Mamalia

Ordo : Artiodactila

Subordo : Ruminansia

Famili : Bovidae

Genus : Bos

Spesies : Bos taurus

Sapi jenis ini pada awalnya dikembangkan di provinsi Friesland di

Belanda dan sering disebut sebagai sapi Fries Holland. Bangsa Sapi FH adalah

bangsa sapi perah yang paling menonjol di Amerika Serikat, jumlahnya cukup

banyak antara 80 % sampai 90 % dari seluruh populasi sapi perah yang ada.

Berasal dari negeri Belanda yaitu provinsi North Holland dan West Friesland,

dimana kedua daerah ini memiliki padang rumput yang bagus (Blakely dan Bade

1998)

Page 13: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

4

2.2 Pemeliharaan Pedet

Pedet adalah anak sapi yang baru lahir hinga umur 6 bulan. Pedet yang

baru lahir membutuhkan perawatan khusus, ketelitian, kecermatan dan ketekunan

dibandingkan dengan pemeliharaan sapi dewasa. Pemeliharaan pedet mulai dari

lahir hingga disapih merupakan bagian penting dalam kelangsungan suatu usaha

sapi perah (Purwanto dan Muslih, 2006).

Pedet yang lahir dalam kondisi sehat serta induk sehat disatukan dalam

kandang bersama dengan induk, diberi sekat agar pergerakan pedet terbatas.

Diharapkan pedet mendapat susu, sehingga nutrisinya terpenuhi. Selain itu pedet

dapat mulai mengenal pakan yang dikonsumsi induk yang kelak akan menjadi

pakan hariannya pedet tersebut setelah lepas sapih.

Menurut Soetarno (2003), selama 3-4 hari setelah lahir pedet biasaanya

belum dipisahkan dari induknya, agar dapar memperolah kolestrum sepenuhnya.

Setelah itu, pedet di tempatkan di dalam kandang pembesaran, baik berupa

kandang observasi (observation pens), kandang individu (individual pens),

maupun kandang kelompok (group pens), disini pedet mulai dilatih untuk

mengkonsumsi suplemen makan.

2.3 Diare

Diare adalah pengeluaran feses dengan frekuensi yang tidak normal dan

konsitensi feses yang lembek atau cair. Diare pada anak sapi merupakan salah satu

gejala penyakit komplek dengan berbagai penyebab yang saling berhubungan

(Acres et al., 1975; Acres et al., 1977; Saif dan Smith, 1985). Beberapa faktor

yang dapat menyebabkan terjadinya diare yaitu agen penyakit, anak sapi itu

sendiri/host dan lingkungan. Pada kejadian diare akan terjadi kegagalan

penyerapan cairan dari usus ke dalam tubuh dan sebaliknya terjadi pengeluaran

cairan tubuh ke dalam usus. Cairan tubuh yang keluar akan membawa serta

garam-garam mineral atau elektrolit, sehingga anak sapi penderita diare menjadi

kekurangan cairan atau dehidrasi. Akibat kekurangan cairan elektrolit bisa terjadi

asidosis yang dapat menyebabkan kematian.

Page 14: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

5

2.2.1 Gejala Klinis

Gejala Klinis Diare yang disebabkan Virus. rotavirus dan coronavirus

merupakan virus penyebab diare yang paling umum dijumpai, menurut (Mason

dan Caldow, 2005) agen paling umum penyebab diare dari neonatal enteritis di

Scotland tahun 2003 sebanyak 33% disebabkan oleh rotavirus, 20% oleh

coronavirus dan sisanya agen penyebab lain. Kedua virus tersebut tersebar pada

sapi dewasa tanpa menunjukkan gejala klinis (Barington et al., 2000; Crouchet al.,

1984, Crouchdan Acress, 1984) dan sangat umum ditularkan ke sapi muda. Virus

akan menyerang vili pada lapisan sel usus halus menggangu proses penyerapan.

Diare yang ditimbulkan bersifat profus, hampir tidak ada demam, depresi dan

dehidrasi hebat. Biasanya terjadi pada anak sapi umur 10 sampai 14 hari. Sering

terjadi komplikasi dengan sekunder infeksi oleh E.coli. Bovine Virus Diarhea

(BVD) juga merupakan agen penyebab diare pada sapi, walaupun secara umum

jarang dijumpai pada anak sapi yang baru lahir. Anak sapi yang baru lahir

terinfeksi oleh BVD akan mengalami demam tinggi , susah nafas dan diare.

Gejala Klinis Diare yang disebabkan Bakteri. Escherichia coli

merupakan bagian dari bakteri flora yang ada dalam usus hewan maupun manusia.

Walaupun demikian beberapa galur bersifat patogen dan menimbulkan penyakit

(Moon, 1978; Gyles, 1986). E. coli enterotoksigenik (ETEC) yang memiliki

antigen perlekatan K99 atau F41 untuk melekat pada dinding usus halus dan

memproduksi enterotoksin yang mampu menstimulir hipersekresi usus,

merupakan strain paling umum dijumpai pada kasus diare pada anak sapi baru

lahir (Acres, 1985). Toksin yang dihasilkan berpotensi menimbulkan diare yang

terus menerus (profus) tinja encer berwarna kuning, dehidrasi, shock, dan

kematian (Hamilton et al., 1985). Indonesia stain E. coli K99 telah diisolasi dari

anak sapi penderita diare profus pada peternakan sapi perah di daerah Jawa Barat

(Kusmiyati dan Supar, 1998). Sedangkan di Scotland tahun 2003 telah terjadi

letupan nenonatal enteritis dengan gejala diare yang disebabkan oleh agen E. coli

K99 (Mason dan Caldow, 2005). E. coli tipe lain yang dapat menginfeksi anak

sapi umur 2 minggu sampai 2 bulan dan menimbulkan gejala diare kompleks

adalah enterohaemor-rhagic E. coli (EHEC). Strain ini memproduksi verotoksin

menyebabkan kerusakan pembuluh darah didaerah kolon yang dapat

Page 15: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

6

mengakibatkan hemoragik enterokolitis yang ditandai dengan adanya darah pada

feses (Janke et al., 1990). Verotoksigenik E .coli ditemukan pada anak sapi perah

penderita diare di peternakan daerah Jawa Barat (Suwito, 2005).

Gejala Klinis diare yang disebabkan parasit (cacing), Pada ternak

ruminansia cacingan merupakan salah satu masalah cukup penting, karena

penyakit tersebut dapat menurunkan pertumbuhan ternak bahkan pada serangan

yang berat dapat memantikan. Efek patologis yang ditimbulkan parasit ini antara

lain turunnya berat badan yang diakibatkan diare, selain itu bisa menimbulkan

efek yang merugikan pada induk semang, karena parasit ikut menyerap bahan

makanan dalam saluran pencernaan, menghisap darah dan cairan induk semang

serta memakan jaringan induk semang. Lain hal, parasit pun turut menghasilkan

toksin, dalam jumlah yang banyak dapat mengakibatkan penyumbatan pembuluh

darah serta turut membantu masuknya bakteri patogen atau virus patogen ke

dalam jaringan yang dapat menimbulkan infeksi sekunder, tetapi secara umum

feses tampak lembek dan encer, bulu kusam, kekurangan berat badan dan lesu.

Gejala Klinis diare yang disebabkan protozoa. Cryptosporidium dan

coccidia banyak ditemukan hampir disemua kelompok sapi bahkan pada letupan

neonatal enteritis dengan gejala diare. Protozoa ini memiliki ukuran jauh lebih

kecil dari pada koksidia dan memiliki kemampuan untuk melekat pada sel lapisan

usus halus dan merusak mikrovili, akibatnya akan menghambat proses

penyerapan. Diare disebabkan oleh agen protozoa ini biasanya terjadi pada anak

sapi umur tujuh sampai 21 hari. Anak sapi neonatal dilaporkan terserang diare

akibat infeksi oleh Cryptosporidium parvum (Trotz et al.,2005). Coccidia species

dapat menyebabkan diare pada anak sapi umur antara 3 minggu sampai 6 bulan.

Infeksi menunjukkan klinis yang beragam dari sakit ringan, diare kronis sanpai

diare berdarah.

2.2.2 Pencegahan

Pencegahan merupakan kunci utama untuk menghindari terjadinya diare

dalam suatu kelompok ternak. Pencegahan melaui program manajemen yang

ditujukan untuk menghindari atau mengurangi terjadinya infeksi agen-agen

penyebab diare dan meningkatkan kekebalan terhadap agen-agen penyebab diare

sehingga optimis anak-anak sapi akan tahan terhadap agen-agen tersebut.

Page 16: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

7

Beberapa manajemen yang sangat perlu dilakukan adalah 1). Manajemen

kolostrum penting untuk meningkatkan kekebalan terhadap agen-agen infeksi

penyebab diare anak sapi. Anak sapi yang baru lahir tidak memiliki maternal

antibodi terhadap agen penyebab diare atau penyakit lain dan vitamin A dan E.

Pada sapi tidak terjadi perpindahan antibodi dari induk ke anak melaui plasenta

(Tizard, 1982), sehingga antibodi akan diperoleh melalui kolostrum (Stott et al.,

1979). 2). Manajemen pemberian pakan dan nutrisi yang baik untuk memastikan

anak sapi tumbuh sehat dan kuat. Perubahan menu pakan baik jenis maupun

jumlahnya harus dilakukan secara perlahan-lahan. 3). Manajemen kesehatan

ternak dan lingkungan antara lain dengan melakukan isolasi penderita diare

secepat mungkin dan desinfeksi lingkungan kandang. Pisahkan sapi dara dari sapi

dewasa dan hindari tempat melahirkan yang lembab, basah dan sempit. 4).

Manajemen vaksinasi diperlukan untuk meningkatkan imunitas pada kelompok

dara dan betina induk terhadap diare yang disebabkan oleh agen enfeksi yang

akan menyebabkan meningkatnya kualitas kolostrum. Vaksinasi disarankan

menggunakan salah satu vaksin rotavirus, coronavirus, E. coli K99, Salmonella

dan Clostridium perfringens tipe C terhadap kelompok sapi betina dimana diare

pada anak sapi dalam kelompok tersebut telah ditetapkan sebagai masalah oleh

dokter hewan. Vaksinasi paling efektif jika didasarkan pada diagnosa yang pasti.

2.2.3 Pengobatan

Pengobatan pada anak sapi yang menderita diare sangat mirip tanpa

memperhatikan penyebabnya. Pengobatan ditujukan langsung untuk memperbaiki

dehidrasi dan asidosis yang terjadi dan memerkecil kerusakan usus. Beberapa

langkah dalam pengobatan diare yang harus dilakukan adalah:

•Jika anak sapi mengalami dehidrasi berat (mata sayu), lemah atau kolaps

yang disertai dengan tidak ada reflek menghisap susu maka perlu pemberian

cairan elektrolit melalui intra vena.

•Jika anak sapi mengalami dehidrasi sedang dan masih bisa berdiri maka

pemberian cairan elektrolit dilakukan peroral.

•Selama terapi dengan pemberian cairan elektrolit peroral dianjurkan

untuk tidak diberi susu karena kan menyebabkan diare berlanjut, minimal

pemberian susu dilakukan beberapa jam setelah pemberian cairan peroral

Page 17: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

8

•Pemberian cairan peroral terus menerus lebih dari 2 hari sangat tidak

dianjurkan Pengobatan khusus ditujukan untuk diare yang telah diketahui

penyebabnya antara lain:

•Pengobatan dan pencegahan terhadap diare akibat agen cryptosporidium

telah tersedia halofuginone sekarang sudah, dosis dan cara pemberiannya

ditentukan oleh dokter hewan.

•Antibiotik hanya digunakan pada penderita diare oleh infeksi bakteri,

dosis dan pemberiannya ditentukan oleh dokter hewan.

•Anti koksidia diberikan pada penderita diare oleh infeksi koksidia, dosis

dan pemberiannya ditentukan oleh dokter hewan.

Page 18: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

9

BAB III

MATERI DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan

Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 4 Februari - 29 Maret 2019 yang

bertempat di Farm Sapi Limpakuwus Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul

(BBPTU-HPT) Baturraden, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang di gunakan adalah ember, penjepi, mortal, mikroskop, tabung

reaksi, mesin sentrifus, objek glas.

Bahan yang digunakan adalah feses, larutan NaCl, air, antibiotik.

3.3 Materi

Materi yang digunakan adalah 118 ekor pedet sapi FH jantan dan betina

umur satu hari sampai dengan tiga bulan

3.4 Metoda Kegiatan

Kegiatan ini merupakan studi kasus untuk menentukan prevalensi diare

pada pedet sapi FH dan penyebab diare pada pedet di Farm sapi Limpakuwus

BBPTU-HPT Baturraden. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan metode

diagnosa klinis dan metode diagnose laboratorium.

3.3.1 Metode Diagnosa Klinis

Gejala Klinis yang diperoleh dibandingkan dengan gejala klinis untuk

menentukan penyebab diare : apakah diare non-infeksius atau diare infeksius.

Apabila gejala klinisnya sebagai berikut :

Diare Non-infeksius : Apabila gejala klinisnya feses tampak lembek sampai cair

tanpa disertai perubahan (tidak berbau, tidak berlendir atau disertai bercak darah).

Diare infeksius

Gejala klinis diare akibat virus : Diare profus, dehidrasi hebat, tubuh

melengkung, sering terjadi pada 10-14 hari sejak kelahiran, kehilangan

nafsu makan dan tingkat kematian 50% (Barington et al, 2000 ; Crouch et

al., 1984; Crouch dan Acres, 1984 ).

Page 19: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

10

Gejala klinis akibat bakteri : feses lembek sampai encer, bulu kering,

syok, feses berwarna putih sampai kekuningan, kaku dan rontok, pedet

terlihat lesu biasa terjadi pada sapi baru lahir (Acres, 1985).

Gejala klinis akibat parasit (Cacing) : Diare, Feses lembek hingga encer

berwarna hijau, bulu rontok (Acres, 1985).

Gejala klinis akibat protozoa : diare disertai darah, kehilangan berat

badan, dehidrasi dan nafsu makan turun (Trotz et al, 2005 ).

Gejala klinis yang diperoleh dibandingkan dengan gejala klinis referensi tersebut

untuk menentukan penyebab diare.

3.3.2 Metode Diagnosa Laboratorium

Metoda diagnosa laboratorium dilakukan dengan memeriksa sampel feses

dari pedet yang menunjukan gejala klinis diare. Sampel-sampel feses dari pedet

yang terdiagnosa diare diperiksa khususnya untuk pemeriksaan telur cacing di

Laboratorium BBPTU-HPT Baturraden dan untuk pemeriksaan virus dan bakteri,

sampel diperiksa di Balai Besar Veteriner (BB-Vet) Wates Yogyakarta.

Cara Pengambilan Feses

Prosedur pengambilan feses mengacu pada Cahyaningsih dan Supriyanto

(2007), adalah Sampel feses yang di ambil adalah sampel feses segar yang diambil

langsung dari rektal. Pengambilan feses dilakukan dengan cara manual atau

menggunakan tangan yang dilapisi dengan glove kemudian dimasukan kedalam

kantung plastik dan diberi label nomor sapi (eartag) lalu dimasukan kedalam

kotak pendingin yang sudah diberi es batu, lalu dibawa ke laboratorium BBPTU-

HPT Baturraden.

Cara kerja pemeriksaan telur cacing

Pemeriksaan telur cacing menggunakan metode Apung (Anonim 2015)

dengan prosedur sebagai berikut : 25 gram sampel feses ditambah dengan air lalu

dimasukkan ke ¾ tabung reaksi lalu di centrifuge dengan kecepatan 10000 rpm

selama 5 menit kemudian diamkan selama 2 menit lalu buang air dan bahan yang

terapung kemudian isi Nacl ¾ tabung reaksi lalu centrifuge selama 5 menit

kemudian keluarkan tabung reaksi dari mesin centrifuge, tabung reaksi ditaruh di

rak tabung reaksi lalu menambahkan Nacl jenuh lagi kedalam tabung reaksi

Page 20: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

11

sampai permukaan cembung lalu tutup dengan gelas objek tunggu 30 detik lalu

tutup dengan gelas objek dan diamati dibawah mikroskop. Cocokkan hasil dengan

gambar.

Gambar 1. Telur cacing pada sapi

Pemeriksaan bakteri dan virus

Sampel feses pedet sapi FH dibawa ke Balai Besar Veteriner (BB-Vet)

Wates Yogyakarta untuk pemeriksaan bakteri dan virus penyebab diare. Metode

pemeriksaan bakteri diare yang biasa digunakan di BB-Vet Wates adalah

Identifikasi bakteri dengan Uji Biokimia dan Metode pemeriksaan virus ialah

menggunakan Metode ELISA. Pemeriksaan ini tidak dilaksanakan tetapi hasilnya

diperoleh dari BB –Vet Wates.

3.5 Parameter yang diamati

Parameter yang diamati pada kegiatan ini adalah:

1. Diare pada pedet sapi perah di Farm Limpahkuwus BBPTU-HPT

Baturraden

Page 21: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

12

2. Penyebab diare pada pedet sapi perah di Farm Limpahkuwus BBPTU-

HPT Baturraden.

3.6 Analisis Data

Data diperoleh berupa data primer dan data sekunder. Data Primer

didapatkan dari pengamatan langsung selama praktek kerja lapang dari tanggal 4

Februari – 29 Maret 2019 serta wawancara dengan dokter hewan dan petugas

lapangan, dan data sekunder di dapatkan dari data kasus diare dari BBPTU pada

bulan Januari 2019. Data prevalensi dan persentase penyebab diare pada pedet

sapi FH dianalisis secara deskriptif.

Page 22: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

13

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 BBPTU-HPT Baturraden

Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak

(BBPTU-HPT) Baturraden ini memiliki empat area farm yaitu Tegalsari,

Limpakuwus, Manggala, dan Munggangsari keempat area tersebut berada di

lereng Gunung Slamet disisi arah selatan. Farm Tegalsari merupakan farm

produksi yang berlokasi di Desa Kemutug Lor, Kecamatan Baturraden, Kabupaten

Banyumas. Wilayah yang membatasi farm Tegalsari adalah sebelah utara jalan

desa dan hutan pinus Perusahaan Hutan Milik Negara (Perhutani), sebelah selatan

Desa Kemutug Lor area pertanian rakyat, sebelah barat Desa Ketenger area

perkampungan/pertanian rakyat, dan sebelah timur sungai (Kali Lirip) berbatasan

dengan Desa Karang Salau. Farm Tegalsari berada pada ketinggian ± 600 mdpl

dengan temperatur berkisar 18º-27ºC, kelembaban berkisar 70-80% dan curah

hujan berkisar 3000-3500 mm/tahun.

Farm Limpakuwus juga merupakan farm produksi berada pada ketinggian ±

700 mdpl yang berlokasi di Desa Limpakuwus, Kecamatan Sumbang, Kabupaten

Banyumas, Wilayah yang membatasi farm limpakuwus adalah sebelah utara

berbatasan dengan hutan pinus Perusahaan Hutan Milik Negara (Perhutani),

sebelah timur sungai (Kali Pangkon), sebelah selatan area terbukam (ladang

pedesaan), sebelah barat sungai (Kali Pelus).

Farm Manggala merupakan farm rearing unit terletak di Desa Karang

Tengah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas. Wilayah yang membatasi

farm Manggala adalah sebelah utara berbatasan dengan Desa Tanah Renu Tani,

sebelah selatan Desa Tumiang Kecamatan Pekuncen, sebelah barat Desa Tumiang

Kecamatan Pekuncen, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Karang Tengah

Kecamatan Cilongok.

Farm Munggangsari merupakan farm training center farm ini berada pada

ketinggian sekitar ± 700 mdpl dan terletak di Desa Karangsalam Kecamatan

Baturraden. Wilayah yang membatasi farm Munggang Sari adalah sebelah utara

hutan Damar Perhutani, sebelah timur hutan damar milik Perhutani dan lembah

Page 23: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

14

Munggang Sari, sebelah selatan perkampungan Munggang Sari desa

Karangsalam, sebelah barat tanah perorangan.

Tahun 1953, Pemerintah Daerah RI membangun peternakan di Baturraden

dan diresmikan oleh P.J.M. Wakil Presiden Drs. Mohammad Hatta pada tgl 22

Juli 1953 dengan nama Induk Taman Ternak Baturraden. Tanggal 25 Mei 1978,

terbit SK Mentan RI No: 313/Kpts/Org/5/78, tentang susunan organisasi dan tata

kerja Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Baturraden

(BPTHMT), sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Peternakan.

Tanggal 24 Juli 2002, sesuai keputusan Menteri Pertanian RI No. 290 tahun

2002, berubah menjadi Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah (BPTU Sapi

Perah) dan sampai diresmikan menjadi Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul

Sapi Perah (BBPTU Sapi Perah) tanggal 30 Desember 2003, sesuai Keputusan

Menteri Pertanian RI No 630/Kpts/OT.140/12/2003.

Tanggal 24 Mei 2013, BBPTU Sapi Perah berubah menjadi Balai Besar

Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak Baturraden (BBPTU HPT).

sesuai keputusan Menteri Pertanian RI No 55/-Permentan/OT.140/5/2013.

4.2 Prevalensi Diare pada Pedet

Prevalensi adalah jumlah kejadian penyakit pada suatu populasi tertentu

dalam jangka waktu tertentu. Dasar penentuan prevalensi : jumlah kejadian diare

pada pedet yang didasarkan oleh diagnosa klinis. Dengan indikator : diare atau

feses lembek hingga cair.

Hasil diagnosa klinis diare pada pedet di Farm sapi Limpakuwus bulan

Januari sampai bulan Maret 2019 disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Prevalensi Diare pada pedet di farm Limpakuwus

Bulan/Tahun 2019 jumlah pedet (ekor)

Prevalensi (%) Populasi Kasus Diare

JANUARI* 93 31 33.33

FEBRUARI* 111 39 35.13

MARET 118 21 18.64

Rata-rata Prevalensi 29.03 %

*Data Sekunder : Sumber BBPTU-HPT Baturraden (2019)

Berdasarkan Tabel 1. menunjukan bahwa kasus diare pada pedet di

BBPTU Baturraden sepanjang bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2019

Page 24: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

15

cukup tinggi dengan prevalensi 33.3 % sampai 35.13 %. Selanjutnya pada bulan

Maret prevalensinya menurun, Menurut Wudu et al. (2008) prevalensi tersebut

masih cukup tinggi.

Tingginya prevalensi diare pada pedet di Farm Limpahkuwus diduga

disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1) Menagemen pemeliharaan pedet

di BBPTU Baturraden yang belum maksimal seperti a). Keterlambatan waktu

pemberian kolostrum setelah kelahiran b). Pemberian pakan hijauan yang masih

muda c). Pedet yang terlalu cepat dilepaskan di padang pengembalaan dan d).

Bak air minum di padang pengembalaan yang jarang dibersihkan 2). Faktor

penyebab lain adalah a). Suhu b). Curah hujan dan c). Kelembaban. Tingkat curah

hujan tinggi di Farm Limpakuwus memungkinkan mikroba berkembang. Menurut

Smith (2002), penyakit diare cenderung tinggi pada awal sampai puncak musim

penghujan karena pada masa ini kemungkinan mikroba berkembang dengan pesat

dibandingkan waktu yang lain. Menurut Malik et al. (2012), menyatakan bahwa

diare pada pedet bisa disebabkan oleh faktor infeksius dan non infeksius. Diare

Infeksius merupakan masalah terbesar terutama pada hewan pedet. Bisa

disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau protozoa (Smith 2002). Oleh sebab itu,

identifikasi terhadap sumber penyebab diare merupakan sebuah langkah penting

dalam membuat program pencegahan diare. Diare non infeksius biasanya

disebabkan oleh perubahan (yang mendadak) dari program pemberian pakan dan

faktor lingkungan (suhu, cuaca dan kelembaban). Meskipun seringkali tidak

sangat berbahaya dan tidak sampai menyebabkan kematian, diare non-infeksi ini

(terutama pada hewan muda/pedet) dapat dengan cepat melemahkan tubuh yang

pada gilirannya dapat menyebabkan ternak rentan terkena diare infeksi atau

penyakit lain yang lebih parah (Subronto, 2007).

4.3 Penanganan Diare Pada Pedet Sapi Perah

Dasar penentuan penyebab diare ialah berdasarkan diagnosa gejala klinis

dan pemeriksaan laboratorium. Hasil penentuan penyebab diare pada kegiatan ini

disajikan pada Tabel 2. Serta gambar-gambar gejala klinis diare pada pedet

disajikan pada Lampiran 1.

Page 25: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

16

Hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnosa klinis yang telah dilakukan,

persentase penyebab diare pada pedet di Farm Limpahkuwus yang paling banyak

menyerang pedet sapi FH adalah cacing. Persentase tertinggi penyebab diare

adalah cacing sebesar 52.38% .

Tingginya penyebab diare diduga antara lain penularan cacing nematode

melalui ;

1. Penularan transovarial atau transovarian ( penularan dari induk ke

keturunannya melalui ovarium ) terjadi pada vektor arthropoda

tertentu karena mereka menularkan patogen dari arthropoda induk ke

arthropoda keturunan.

2. Penularan melalui kolestrum dengan cara pedet menyusui secara

langsung ke induk sapi yang terinfeksi cacing.

3. Penularan melalui pakan yang terkontaminasi.

Faktor lainnya yang mendukung ialah lingkungan di sekitar Farm yang pada saat

itu membantu untuk mikroba berkembang. Farm Limpahkuwus berada pada

ketinggian ± 700 mdpl dengan temperatur berkisar 18º-27ºC, kelembaban berkisar

70-80% dan curah hujan berkisar 3000-3500 mm/tahun.

Hasil identifikasi jenis cacing yang menginfeksi pedet adalah cacing

Bunostomum phlebotamum.

Gambar 1. Telur cacing Bunostomum phlebotomum

Bunostomum phlebotomum merupakan cacing kait yang dijumpai didalam

usus halus. Panjang cacing jantan 10-12 mm dan berdiameter sekitar 475 mikron,

dengan spikulum filiform yang panjangnya 3,5-4,0 mm. Panjang cacing betina 16-

19 mm dan berdiameter 500-600 mikron serta memproduksi telur berbentuk elips

berukuran 79-117 x 47-70 mikron (Levine, 1990).

Page 26: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

17

Siklus hidup Bunostomum phlebotomum bersifat langsung. Infeksi yang

terjadi pada hospes terjadi melalui mulut dan kulit oleh larva infektif. Larva

ditemukan telah mencapai dermis dalam waktu 30 menit setelah infeksi dan

menembus pembuluh darah dan kulit dalam waktu 60 menit. Larva ditemukan

diparu-paru dimana ecdysis ketiga berlangsung 10 hari setelah penetrasi kulit

(Sprent,1946). Selanjutnya larva stadium keempat mencapai usus pada hari

kesebelas. Telur pertama dibebaskan oleh cacing dewasa pada hari 30-56 setelah

infeksi pertama (Soulsby,1982 ; Subronto, 2007). Cacing dewasa aktif menghisap

darah dan dapat menyebabkan anemia. Banyak hewan ternak yang terinfeksi,

kekurangan darah, hypoproteinemia, edema, iritasi mukosa intestinum dan diikuti

diare. Larva yang menembus kulit mungkin dapat menyebabkan beberapa iritasi

kulit dan masuknya bakteri patogen.

Penyebab diare tertinggi ke dua adalah bakteri Escherichia coli. E.coli

adalah bakteri normal dalam saluran pencernaan manusia dan hewan ( Darmawan,

2015). Escherichia coli dianggap bakteri normal usus, dalam keadaan normal

bakteri ini tidak bersifat patogen akan tetapi beberapa tipe tertentu dapat bersifat

patogen terutama pada saat kondisi tubuh menurun. E.coli tumbuh pada

temperatur 37○C tetapi juga dapat tumbuh pada suhu 15-45C. E.coli dapat hidup

didalam lingkungan atau suasana yang bersifat asam atau basa dari pH 4.5-9.5

pada suhu ruangan. Beberapa strain E.coli bersifat pathogen seperti

enteropathogenik Escherichia coli (EPEC) dan Enterotosigenic Escherichia coli

(ETEC). Menurut Supar (1989), ETEC dan EPEC tergolong strain penyebab diare

pada anak sapi. Strain tersebut merupakan penyebab utama diare infeksius pada

sapi yang baru dilahirkan. Anak sapi neonatal yang terinfeksi ETEC pada umur

beberapa jam sesudah dilahirkan hingga umur beberapa hari setelah dilahirkan.

Anak sapi neonatal yang terinfeksi ETEC menderita diare terus menerus, feses

encer yang berwarna putih kekuningan. Kolibasilosis pada anak sapi biasanya

berhubungan dengan pemberian kolostrum yang terlambat atau tidak cukup,

populasi pedet yang relatif padat dan sanitasi kandang pedet yang belum

maksimal.

Kejadian koksidiosis disebabkan oleh protozoa dari genus Eimeria

menyebabkan permasalahan yang cukup kompleks di bidang kesehatan hewan dan

Page 27: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

18

ekonomi. Gangguan kesehatan pencernaan umumnya terjadi pada pedet dari sejak

lahir sampai masa sapih. Koksidiosis memiliki tingkat mordibitas dan mortalitas

yang cukup tinggi, dengan gejala klinis berupa kurangnya nafsu makan,

kehilangan berat badan, diare, anemia. Menunjukkan bahwa telah terjadi diare

pada ternak sapi perah di KPBS Pangalengan, Bandung sebanyak 179 (44,75%)

dari 400 sampel feses yang telah diamati.

Kasus diare yang terjadi di Limpakuwus Baturaden tidak dijumpai yang

disebabkan oleh Virus. Biasanya virus yang menyebabkan diare pada anak sapi

ialah coronavirus dan rotavirus. Beberapa kasus yang ada belum ditemukan bahwa

diare yang terjadi menyebabkan kematian. Di Indonesia diare pada anak sapi yang

baru dilaporkan terjadi di sentra pengembangan sapi perah di Bogor, Sukabumi

dan Bandung berkisar antara 19-40 % dengan kematian pedet dibawah umur satu

bulan berkisar antara 8 -19%.

Apabila ada kasus diare maka akan segera ditangani dengan pemberian

makan dan minum yang cukup untuk mengatasi kasus dehidrasi supaya tidak

berkelanjutan. Beberapa pilihan obat yang diberikan antara lain Norit®,

Enterostop®, Multivitamin, Vet-Oxy® serta golongan sulfa. Pemberian

Entererostop® berfungsi untuk menghentikan diare, Entrostop mengandung 650

mg attapulgite dan 50 mg pectin yang berkerja sama untuk menyerap racun,

Norit® bermanfaat untuk mengobati keracunan dan gangguan pencernaan, terbuat

dari Karbo aktif yang bersumber dari tumbuhan yang diaktifkan secara kimia

sehingga menghasilkan arang aktif. Zat yang terkandung didalam obat ini mampu

mengikat dan mebuang racun yang ada didalam tubuh serta mekanisme kerja dari

obat ini adalah menyerap toksin atau produk bakteri yang ada didalam saluran

pencernaan. Pemberian multivitamin berfungsi untuk mencegah defesiensi

vitamin. Vet-Oxy LA® adalah salah satu golongan antibiotika yang mengandung

oxytetracline berfungsi untuk mencegah diare yang disebabkan oleh aktifitas

bakteri.

Terapi yang efektif dan efisien memerlukan diagnosa yang tepat. Diagnosa

yang tepat perlu benar-benar memperehatikan dan mempertimbangkan banyak

aspek. Pencegahan yang baik akan mengurangi banyak biaya dan terapi. Sehingga

faktor higiene dan sanitasi harus menjadi perhatian utama. Antibiotik berspektrum

Page 28: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

19

luas cenderung dipilih karena diharapkan mampu mengeliminasi mikroba yang

banyak dan belum diketahui spesifikasinya. Antibiotik bersifat long acting juga

dipilih karena diharapkan dengan pemberian obat yang dalam jangka panjang

(tidak setiap hari) sudah mampu mengatasi diare yang muncul.

Penegakan diagnosa berdasarkan gejala klinis tidak selalu mudah

mengingat manifestasi penyakit mirip dengan penyakit septik lain. Oleh karena

itu, isolasi dan identifikasi agen penyebab mutlak di perlukan.

Tabel. 2 Klasifikasi penyebab diare pedet sapi perah pada bulan Maret

No Gejala Klinis Penyebab

Jumlah

pedet diare

(ekor) Persentase

1 Feses lembek sampai

encer, bulu kering,

kaku dan rontok, pedet

terlihat lesu, feses

berwarna putih-kuning,

bau busuk

Bakteri 6 28.57%

2 diare disertai darah,

kehilangan berat

badan, dehidrasi dan

nafsu makan turun, bau

amis

Protozoa 4 19.04%

3 Feses lembek hingga

encer berwarna hijau,

bulu rontok, lemas, bau

asam

Cacing 11 52.38%

Page 29: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

20

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Faktor penyebab terjadinya diare pada pedet di BBPTU Baturraden

dikarenakan menagemen pemberian pakan dan sanitasi yang belum maksimal

serta faktor cuaca yang mendukung untuk berkembangnya agen-agen penyakit.

Berdasarkan data-data prevalensi dari bulan Januari sampai bulan Maret dapat

disimpulkan bahwa penyebab diare terbanyak adalah cacing dengan presentasi

52.39%.

5.2 Saran

Diperlukan upaya perbaikan dalam menagemen pemeliharaan pada pedet

di BBPTU-HPT Baturraden melalui pembuatan kandang isolasi pedet dan

perbaikan alas kandang bagi pedet.

Page 30: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

21

DAFTAR PUSTAKA

ACRES, S.D. 1975. Enterotoxigenic Escherichia coli infections in newborn

calves: a review. J. Dairy Sci. 68: 229-256.

Anonimous. 2010. Menajemen Pemeliharaan dan Kesehatan Pedet. Kementrian

Pertanian Direktorat Jenderal Peternakan. Balai Besar Pembibitan Ternak

Unggul Sapi Perah, Baturraden.

Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor. Diare pada Anak Sapi : Agen Penyebab,

Diagnosa dan Penanggulangan. Bogor.

Barrington, G.M. and S.M. Parish. 2001 . Bovine Neonatal Immunology . Food

Anim. Pract. 17:463-476.

Crouch, C.F. and S.D. Acres. 1984. Prevalence of Rotavirus and Coronavirus

Antigens in theFeces of Normal Cow. Can. J. Comp. Med. Vol 48 : 340-

342.

Direktorat Jenderal Peternakan. 1999. Manual Diagnostik Penyakit Hewan.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Japan International Cooperation

Agency (JICA). Jakarta.

Ganong , W. F. 2008 . Buku Ajar Fisiologi. Edisi 22. Jakarta : EGC

HAMILTON, N., J. MAC-LEOD and D. BUTLER. 1985. Functional and

structural responses of intestine to enteric infection. In: Infectious Diarrhea

in the Young: Strategies for control in Humans and Animal.Tripori, S.

(Eds.). Proc. Of an International Diarrhea in South East Asia and Western

Pacific Region, Geelong, Australia. pp. 165-171.

Hujarat, A . 2009. Efektifitas Pemberian Kolostrum pada Sapi Neonatus yang di

Tantang dengan Escherichia coli K-99. Skripsi Fakultas Kedokteran,

Institut Pertanian Bogor. Bogor

Istiyani, Z.D. 2013. Prevalensi Koksidiosis pada Pedet di Kabupaten

Karanganyar. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah

Mada. Yogyakarta.

JANKE, B.H., D.H. FRANCIS, J.E. COLLIN, M.C. LIBAL, D.H. ZEMAN, D.D.

JOHNSON and R.D. NEIGER. 1990. Attaching and effacing Escherichia

coli infection as a cause of diarrhea in young calves. JAVMA. 196 (6): 897-

901.

Korbinianus, F.R., Tjokorda Sari Nindhia, S.T. Suardana, I.W. 2016. Faktor-

faktor Risiko Penyebaran Escherichia coli O157:H7 pada Sapi Bali di Kuta

Selatan, Badung, Bali . ISSN Vol. 17 No. 3 : 370 – 378.

KUSMIYATI dan SUPAR. 1998. Escherichia coli verotoksik dari anak sapi perah

penderita diare. Pros. Seminar Hasil-Hasil Penelitian Veteriner. Bogor, 18-

19 Pebruari 1988. Balai Penelitian Veteriner, Bogor. hlm. 103-108.

Larasati, H. Hartono, M. dan Siswanto. 2017. Prevalensi Cacing Saluran

Pencernaan Sapi Perah Periode Juni- Juli 2016 pada Peternakan Rakyat di

Provinsi Lampung. Jurnal Penelitian Peternakan Indonesia Vol. 1 No. 1 : 8

– 15.

Page 31: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

22

Levine. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Diterjemahkan oleh Prof.

Dr. Gatut Ashadi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Malik, Subhash, Amit Kumar Verma, Amit Kumar, M.K. Gupta, S.D. Sharma.

2012. Incidence of Calf Diarrhea In Cattle and Bufallow Calves in Uttar

Pradesh, India. Asian Jornal of Animal and Veterinary Advadences. 7 (10) :

1049-1054

Margerison, J and N. Downey . 2005. Guidellines for Optimal Dairy Hefer

Rearing and Her Performance. In Calf and Heifer Rearing.Principles of

Rearing the Modern Dairy Heifer from Calf to Calving.Edited by

PC.Garnsworthy Nottingham University Press.

MASON, C and G. CALDOW. 2005. The control and management of calf

diarrhea in beef herds. Technical Note (TN) 576. Supporting the land-

based industries for over a century (SAC). West Mains Road, Edinburgh

EH9 3JG. SAC reseives support from the Scottish Executive Environmrnt

and Rural Affairs Departement.

MOON, H.W. 1978. Mechanism in the Pathogenesis of Diarrhea. A review.

JAVMA.172:443-448.

Priyadi A dan L Natalia. 2005. Bakteri Penyebab Diare pada Sapi dan Kerbau di

Indonesia. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005.

http://peternakan.litbang.deptan.go.id [16 April 2018]

Purwanto, H. dan D. Muslih. 2006. Tata Laksana Pemeliharaan Pedet Sapi Perah.

Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Bogor.

Soeripto, T. 2002. Manajemen Pengobatan Ternak Perah. Fakultas Peternakan

UGM. Jogjakarta

Soetarno, dan Timan. 2003. Menagemen Budidaya Sapi Perah, Fakultas

Peternakan,Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Suardana, W. Putri, P.J.R.A , dan Besung, N.K. 2016. Isolasi dan Identifikasi

Escherichia coli O157:H7 pada Feses Sapi diKecamatan Petang,

Kabupaten Badung-Bali. ISSN Vol 8 No. 1 : 30-35.

Subhash, M. Verma, A. M, Amit, K. M. K. and Gupta, S.D,. 2012. Incidence Of

Calf Diarrhea in Cattle and Bufallow Calves in uttar Pradesh. India. Asian

Jornal of Animal and Veterinary Advadences. Vol 7. No. 10 : 1049-1054.

Subronto, 2003. Ilmu Penyakit Ternak I. Gadjah Mada University Press.

Sufi, I. M. Cahyaningsih, U. dan Sudarnika, E. 2016. Prevalensi dan Faktor

Risiko Koksidiosis pada Sapi Perah di Kabupaten Bandung. ISSN Vol.

10 No. 2

Supar. 1996. Kolibasilosis pada anak sapi perah di Indonesia. Wartazoa Vol. 5:

26-32

Supar. 2001. Pemberdayaan Plasma Nutfah Mikroba Veteriner dalam

Pengembangan Peternakan: Harapan Vaksin Escherichia coli Enterogenik,

Page 32: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

23

Enteropatogonik dan Verotoksigenik Isolat Lokal untuk Pengendalian

Kolibasilosis Neonatal. Wartozoa Vol. 11 No. 1 : 31-37

SUWITO, W. 2005. Kejadian Escherichia coli verotoksigenik pada susu sapi dari

peternakan di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Tesis. Magister

Sain. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor

STOTT, G.H., D.B. MARX, B.E. MENEFEE dan G.T. NIGHTINGALE. 1979a.

Colostral immunoglobulin transfer in calves: I. Period of absorption. J.

Dairy Sci. 62:1632-1638.

Syarief. 1984. Karakteristik Berbagai Jenis Sapi di Indonesia. Skripsi Fakultas

Peternakan. Universitas Padjajaran.

TIZARD, I. 1982. An Introduction to Veterinary Immunology. W.B. Saunder

Company. Philadelphia: 154-177.

TROTZ-WILLIAMS, L.A., B.D. JARVIE, S.W.MARTIN, K.E. LESLIE and

A.S.PEREGRINE. 2005. Prevalence of Cryptosporidium parvum infection

in south western Ontario and its association with diarrhea in neonatal dairy

calves. Can. Vet. J. 46:349-351.

Wudu & B. Kelay & H. M. Mekonnen & K. Tesfu. 2008. Calf morbidity and

mortality in smallholder dairy farms in Ada’a Liben district of Oromia,

Ethiopia. Trop Anim Health Prod 40:369–376

Page 33: PENANGANAN KASUS DIARE PADA PEDET SAPI PERAH …

24

LAMPIRAN

Gejala Klinis Diare pada Pedet di Farm Sapi Limpahkuwus

Gambar 3. Diare kuning

Gambar 4. Diare Berdarah Gambar 5. Diare Putih