92
PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR (Cassia siamea Lamk) MENGGUNAKAN SISTEM SUBKRITIK HFC-134a SKRIPSI NUR FAUZIYAH PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M / 1440 H

PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN

DARI DAUN JOHAR (Cassia siamea Lamk)

MENGGUNAKAN SISTEM SUBKRITIK HFC-134a

SKRIPSI

NUR FAUZIYAH

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M / 1440 H

Page 2: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN

DARI DAUN JOHAR (Cassia siamea Lamk)

MENGGUNAKAN SISTEM SUBKRITIK HFC-134a

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

NUR FAUZIYAH

11140960000046

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M / 1440 H

Page 3: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR
Page 4: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR
Page 5: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR
Page 6: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

ABSTRAK

NUR FAUZIYAH. Penapisan Senyawa Aktif Antioksidan dari Daun Johar

(Cassia siamea Lamk) Menggunakan Sistem Subkritik HFC-134a. Dibimbing

oleh R. ARTHUR ARIO LELONO dan SITI NURBAYTI

Daun johar (Cassia siamea Lamk) diketahui berpotensi sebagai tanaman

obat. Ekstraksi daun johar biasanya dilakukan menggunakan metode maserasi,

namun ekstrak yang dihasilkan dengan metode ini harus mengalami perlakuan

khusus dan membutuhkan waktu ekstraksi yang lebih lama. Penggunaan ekstraksi

subkritik HFC-134a merupakan alternatif potensial untuk ekstraksi senyawa

bahan alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengekstraksi senyawa dari daun johar

(Cassia siamea Lamk) menggunakan ekstraksi subkritik HFC-134a dengan

perbandingan massa sampel:pelarut 1:10 selama 9 jam dengan 3 kali siklus.

Proses ekstraksi menghasilkan ekstrak dengan rendemen sebesar 0,4698% dan

proses fraksinasi menghasilkan 2 fraksi terpilih dengan bobot terbanyak dan

wujud semi kristal padat. Kedua fraksi tersebut memiliki aktivitas antioksidan

berdasarkan uji kuantitatif aktivitas antioksidan metode DPPH dan memberikan

nilai % inhibisi sebesar 21% untuk fraksi 2 dan 29% untuk fraksi 7 masing-

masing pada konsentrasi 200 ppm. Berdasarkan hasil karakterisasi menggunakan

FTIR terdapat beberapa gugus fungsi umum seperti O-H, C-H alkana, C=O, C=C,

C-O dan =C-H alkena. Sedangkan identifikasi dengan LC-MS/MS menghasilkan

beberapa senyawa prediksi seperti δ-dekalakton, biotin, dan asam korismat pada

fraksi 2 serta senyawa teobromin, arabsin, digoxigenin dan oksitetrasiklin pada

fraksi 7.

Kata kunci: Antioksidan DPPH, daun johar, ekstraksi subkritik HFC-134a, dan

LC-MS/MS

Page 7: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

ABSTRACT

NUR FAUZIYAH. Screening of Active Compounds Antioxidant from Johar

Leaves (Cassia siamea Lamk) Using Subcritical System HFC-134a. Guided by R.

ARTHUR ARIO LELONO and SITI NURBAYTI

The johar leaves (Cassia siamea Lamk) is known to be a potential medicinal

plant. Extraction of johar leaves is usually using the maceration method, but the

extracts produced by this method must undergo special treatment and require a

longer extraction time. The use of subcritical extraction of HFC-134a is a

potential alternative for the extraction of natural compounds. This study aims to

extract compounds from johar leaves (Cassia siamea Lamk) using subcritical

extraction of HFC-134a with sample mass ratio: solvent 1:10 for 3 hours with 3

cycles. The extraction process produces extracts with a yield of 0.4698% and the

fractionation process produces 2 selected fractions with the highest weight and

semi-crystalline form. Both of these fractions have antioxidant activity based on

the quantitative test of the antioxidant activity of the DPPH method and provide

a% inhibition value of 21% for fraction 2 and 29% for fraction 7 each at a

concentration of 200 ppm. Based on the results of characterization using FTIR

there are several general functional groups such as O-H, C-H alkane, C=O, C=C,

C-O dan C-H alkenes. Identification with LC-MS/MS produces several predictive

compounds such as δ-decalactone, biotin, and chorismic acid in fraction 2 and

theobromine, arabsin, digoxygenin and oxytetracycline in fraction 7.

Keywords: Antioxidant DPPH, johar leaves, LCMS-MS, subcritical extraction

HFC-134a.

Page 8: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena

berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat

serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad

Shollallahu ‘Alayhi wa Sallam beserta keluarga, sahabatnya dan kita selaku

umatnya.

Skripsi ini berjudul Penapisan Senyawa Aktif Antioksidan dari Daun

Johar (Cassia siamea Lamk) Menggunakan Sistem Subkritik HFC-134a.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan dan

arahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan

ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. R. Arthur Ario Lelono, Ph.D selaku pembimbing I yang senantiasa

memberikan pengarahan serta bimbingannya baik dalam diskusi ilmiah serta

arahan teknis rancangan penelitian dalam menyelesaikan skripsi ini;

2. Dr. Siti Nurbayti, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan

pengarahan serta bimbingannya sehingga banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini;

3. Dr. Hendrawati, M.Si selaku penguji I dan Tarso Rudiana, M.Si selaku

penguji II yang senantiasa memberikan arahan dan saran terhadap penulis;

4. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia, Fakultas

Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

5. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

6. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan baik

Page 9: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

ix

moral, material, maupun spiritual;

7. Segenap dosen Program Studi Kimia atas ilmu pengetahuan dan pegalaman

hidup yang dengan ikhlas diajarkan dan diberikan kepada penulis;

8. Euis Filaila, Herlan Herdiawan, dan Adawiyah selaku pembimbing teknis serta

pengarah yang telah banyak membantu terkait proses penelitian ini;

9. Sahabat seperjuangan Afriana Awdady dan Nurlathifah serta sahabat lain

Ambar, Chinta, Lucyta dan Isni yang senantiasa memberi bantuan, dukungan,

semangat dan juga motivasi kepada penulis;

10. Rekan seperjuangan Kimia Angkatan 2014 yang senantiasa memberi

dukungan semangat dan keceriaan kepada penulis;

11. Semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi

amal ibadah bagi keluarga, bapak, dan rekan-rekan sehingga memperoleh balasan

yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat

bagi pembaca serta dapat dijadikan sumbangan pikiran untuk perkembangan

pendidikan khususnya di bidang bahan alam.

Tanggerang Selatan, Agustus 2019

Nur Fauziyah

Page 10: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

x

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 5

1.3 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 6

1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................... 6

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 7

2.1 Tanaman Johar (Cassia siamea Lamk) ................................................... 7

2. 1. 1 Fitokimia Tanaman Johar ......................................................... 8

2. 1. 2 Aktivitas Biologis Metabolit Sekunder Tanaman Johar ............ 12

2.2 Isolasi Senyawa Aktif ............................................................................ 13

2. 2. 1 Ekstraksi .................................................................................. 14

2. 2. 2 Kromatografi ............................................................................ 15

2. 2. 2. 1 Kromatografi Lapis Tipis ................................................ 15

2. 2. 2. 2 Kromatografi Kolom ....................................................... 17

2.3 HFC-134a .............................................................................................. 18

2.4 Antioksidan ........................................................................................... 21

2.5 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH .................................. 22

2.6 Elusidasi Struktur dengan Metode Spektroskopi .................................... 24

2. 6. 1 Spektroskopi FTIR ................................................................... 25

2. 6. 2 Spektroskopi LC-MS/MS ......................................................... 26

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 28

3. 1 Waktu Penelitian.................................................................................... 28

3. 2 Alat dan Bahan ...................................................................................... 28

3. 2. 1 Alat .......................................................................................... 28

Page 11: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

xi

3. 2. 2 Bahan ....................................................................................... 28

3. 3 Diagram Alir Penelitian ......................................................................... 29

3. 4 Prosedur Kerja ....................................................................................... 30

3. 4. 1 Preparasi Sampel ...................................................................... 30

3. 4. 2 Ekstraksi Daun Johar (C. siamea) Subkritik HFC-134a ............ 30

3. 4. 3 Uji Fitokimia ............................................................................ 31

3. 4. 4 Kromatografi Lapis Tipis ......................................................... 32

3. 4. 5 Kromatografi Kolom Gravitasi ................................................. 33

3. 4. 6 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif .............................. 34

3. 4. 7 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif ............................ 34

3. 4. 8 Analisis FTIR ........................................................................... 35

3. 4. 9 Analisis LC-MS/MS ................................................................. 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 36

4.1 Ekstraksi Daun Johar (C. siamea) Subkritik HFC-134a .......................... 36

4.2 Uji Fitokimia ......................................................................................... 41

4.3 Fraksinasi Ekstrak Daun Johar (C. siamea) Subkritik HFC-134a ............ 43

4.4 Uji Aktivitas Kualitatif Antioksidan Ekstrak, Fraksi F2 dan F7 ............. 47

4.5 Uji Aktivitas Kuantitatif Antioksidan Ekstrak, Fraksi F2 dan F7 ............ 48

4.6 Karakterisasi Fraksi F2 dan F7 ............................................................... 50

4.6.1 Analisis FTIR ........................................................................... 50

4.6.2 Analisis LC-MS/MS ................................................................. 53

BAB V PENUTUP ........................................................................................ 67

5.1 Simpulan ............................................................................................... 67

5.2 Saran ..................................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 68

LAMPIRAN .................................................................................................. 76

Page 12: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman johar ................................................................................8

Gambar 2. Struktur senyawa aktif pada daun tanaman johar .............................10

Gambar 3. Struktur senyawa aktif pada batang tanaman johar ..........................11

Gambar 4. Struktur senyawa aktif pada bunga dan akar tanaman johar .............11

Gambar 5. Reaksi DPPH dengan antioksidan....................................................23

Gambar 6. Diagram alir penelitian ....................................................................29

Gambar 7. Skema alat ekstraktor HFC-134a .....................................................31

Gambar 8. Hasil KLT ekstrak daun johar berbagai perbandingan pelarut

(a) UV 254 nm (b) UV 365 nm ........................................................44

Gambar 9. Fraksi F2 dan F7 hasil fraksinasi .....................................................47

Gambar 10. Hasil uji kualitatif aktivitas antioksidan

(a) ekstrak dan (b) fraksi F2 dan F7 ...............................................48

Gambar 11. Perubahan intensitas warna ekstrak + DPPH..................................50

Gambar 12. Hasil spektrum FTIR fraksi F2 dan F7 ...........................................51

Gambar 13. Kromatogram Fraksi F2 ................................................................53

Gambar 14. (a)spektrum massa fraksi F2 pada waktu retensi 7,58 dan

(b)spektrum massa database Massbank senyawa δ-dekalakton ......54

Gambar 15. (a)spektrum massa fraksi F2 pada waktu retensi 8,85 dan

(b)spektrum massa database Massbank senyawa biotin .................56

Gambar 16. (a)spektrum massa fraksi F2 pada waktu retensi 10,33 dan

(b)spektrum massa database Massbank senyawa asam korismat ....57

Gambar 17. Struktur (A)δ-dekalakton, (B)biotin, dan (C)asam korismat ...........59

Gambar 18. Kromatogram fraksi F7 .................................................................60

Gambar 19. (a)spektrum massa fraksi F7 pada waktu retensi 9,91 dan

(b)spektrum massa database Massbank senyawa teobromin ..........61

Gambar 20. (a)spektrum massa fraksi F7 pada waktu retensi 11,90 dan

(b)spektrum massa database HMDB senyawa Arabsin ..................62

Gambar 21. (a)spektrum massa fraksi F7 pada waktu retensi 12,21 dan

(b)spektrum massa database Massbank senyawa digoxigenin ........63

Gambar 22. (a)spektrum massa fraksi F7 pada waktu retensi 18,59 dan

(b)spektrum massa database Massbank senyawa oksitetrasiklin ....64

Gambar 23. Struktur senyawa (D)teobromin, (E)arabsin, (F)digoxigenin, dan

(G) oksitetrasiklin ..........................................................................65

Page 13: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Senyawa aktif tanaman johar ...............................................................9

Tabel 2. Penggolongan tingkat aktivitas antioksidan ..........................................24

Tabel 3. Bilangan gelombang spektrum FTIR....................................................26

Tabel 4. Kondisi operasional reaktor serta rendemen ekstrak daun johar ............36

Tabel 5. Hasil uji fitokimia ................................................................................42

Tabel 6. Bobot fraksi hasil kromatografi kolom gravitasi ...................................46

Tabel 7. Hasil pengujian aktivitas antioksidan kuantitatif ..................................49

Tabel 8. Hasil analisis gugus fungsi FTIR fraksi F2 dan F7 ...............................52

Page 14: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi.

Hutan tropis Indonesia memiliki 30.000 spesies tumbuhan, 9.600 spesies

diantaranya merupakan tanaman obat dan hanya 200 spesies yang telah

dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional (Jumari et al., 2003).

Pemanfaatan tanaman sebagai obat merupakan hal yang telah berlangsung sejak

jaman dahulu. Arisandi (2005) mengungkapkan bahwa pengobatan dengan

menggunakan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dibandingkan

dengan pengobatan modern, hal ini dikarenakan efek samping yang ditimbulkan

obat tradisional lebih sedikit dibandingkan obat modern.

Allah menciptakan segala sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia,

baik makanan maupun obat-obatan pada tumbuh-tumbuhan yang berasal dari

bumi, serta sesuatu yang tumbuh dari tanaman dan pohon-pohon. Sebagaimana

firman Allah SWT dalam surat Asy-Syu’araa ayat 7-8 yang berbunyi

اولم ايرو الى الأرض كم أنبتنا فيها من كل زوج كريم (٧)

ؤمنين (۸) إن في ذلك لأية وما كان أكثرهم م

Artinya :

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami

tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? (7)

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat suatu tanda

kekuasaan Allah, dan kebanyakan mereka tidak beriman (8)” (Asy-Syu'araa':7-8).

Ayat tersebut mengandung makna seruan kepada manusia sebagai orang

beriman yang memiliki akal pikiran, hendaknya mereka memikirkan dan

Page 15: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

2

memperhatikan seluruh isi bumi ciptaan Allah, karena di dalamnya terdapat suatu

tanda kebesaran-Nya. Salah satunya ialah berbagai jenis tumbuh-tumbuhan baik

yang membawa manfaat. Maka sebagai seorang mukmin yang mempercayai

tanda-tanda kekuasaan Allah, hendaklah ia berfikir dan mencari tahu berbagai

kandungan dan manfaat pada tanaman yang ada, salah satunya dalam bidang

medis yakni sebagai obat.

Menurut Shihab (2009), Allah SWT menciptakan alam semesta beserta

isinya tidak diciptakan dengan sia-sia akan tetapi memiliki fungsi masing-masing.

Kita sebagai manusia telah diberi akal untuk mengembangkan dan memperluas

ilmu pengetahuan tersebut khususnya ilmu yang membahas tentang manfaat

tumbuhan. Surat Asy Syu’araa dalam ayat tersebut menjelaskan tentang tumbuhan

yang baik, yaitu tumbuhan yang subur dan memberikan manfaat untuk makhluk

hidup.

Salah satu bahan alam yang diketahui berpotensi sebagai obat adalah

tumbuhan dari famili Fabaceae. Famili Fabaceae merupakan salah satu famili

tumbuhan terbesar (Lewis et al., 2005). Salah satu tanaman dari famili Fabaceae

yang juga digunakan dalam pengobatan tradisional adalah tanaman Cassia siamea

Lamk atau yang dikenal sebagai tanaman johar. Daun johar dilaporkan banyak

digunakan dalam pengobatan tradisional antara lain sebagai obat malaria, gatal,

kudis, kencing manis, demam, luka dan dimanfaatkan sebagai tonik karena

memiliki kandungan flavonoid dan karotenoid yang cukup tinggi (Heyne, 1987).

Ekstrak metanol, etanol, dan etil asetat dari daun johar mengandung senyawa-

senyawa metabolit sekunder yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, fenol,

antrakuinon, antosianin, steroid, dan terpenoid (Veerachari dan Bopaiah, 2011).

Page 16: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

3

Ekstrak tanaman johar dilaporkan memiliki bioaktivitas sebagai antioksidan (Kaur

et al., 2006), antidiabetes (Kumar et al., 2010), antibakteri (Poovendran et al.,

2014) dan antimalaria (Raharjo et al., 2014). Seperti penelitian yang dilakukan

oleh Kaur et al. (2006), pada konsentrasi 250µg/mL ekstrak bunga C. siamea

menangkap 96% radikal DPPH dan memiliki nilai IC50 sebesar 45 µg/mL.

Tanaman johar (C. siamea) secara empirik digunakan oleh sebagian

masyarakat Indonesia sebagai obat malaria (Sudarman dan Harsono, 1975) dan

oleh sebagian masyarakat di daerah Aceh digunakan juga untuk mengobati

penyakit kuning hepatitis. Cara penggunaannya biasanya dengan minum air

perasan daun segar atau rebusan daun dalam jumlah tertentu dan dalam jangka

waktu lama. Namun, penggunaan secara tradisional dengan cara direbus dinilai

kurang efektif sehingga diperlukan adanya suatu metode ekstraksi yang berguna

untuk menarik kandungan senyawa bioaktif di dalamnya. Metode ekstraksi yang

paling umum dilakukan yakni ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik.

Namun, ekstrak yang dihasilkan dengan metode ini harus mengalami perlakuan

khusus lebih lanjut untuk menghilangkan sisa pelarut organik dan pengotor.

Penggunaan pelarut organik dalam jumlah yang besar juga dapat membahayakan

kesehatan manusia (Liang dan Fan, 2013). Selain itu, metode ekstraksi seperti

maserasi biasanya juga membutuhkan waktu yang relatif lama.

Pemilihan metode ekstraksi dan pemilihan pelarut merupakan hal penting

yang harus diperhatikan dalam pembuatan bahan baku ekstrak untuk sediaan obat.

Penggunaan pelarut yang tidak tepat dapat menurunkan atau menghilangkan efek

yang diinginkan, jika zat aktif tidak larut sempurna maka zat tersebut tidak tersari

secara optimal. Selain itu, bagi pelaku bisnis obat tradisional pertimbangan biaya

Page 17: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

4

dan waktu produksi tidak dapat dikesampingkan karena berkaitan erat dengan

keuntungan yang akan didapat (Depkes RI, 1986).

Metode ekstraksi lain yang dikembangkan saat ini adalah ekstraksi dengan

fluida superkritis atau dikenal sebagai Supercritical Fluids Extraction (SFE).

Ekstraksi superkritis banyak diaplikasikan untuk mengekstrak senyawa esensial

dari berbagai sumber di alam. Beberapa kelebihan utama proses ekstraksi

superkritis antara lain kelarutan yang lebih selektif dibandingkan dengan pelarut

organik dan mudahnya dalam proses pemisahan (Ragaguci, 2013).

Pelarut yang banyak digunakan dalam SFE adalah CO2 dalam bentuk gas

yang kemudian diubah fasanya menjadi cair. Keunggulan penggunaan pelarut ini

adalah karena mempunyai daya larut tinggi terhadap berbagai komponen, relatif

inert, tidak mahal, tidak beracun, dan tidak mudah terbakar (Hugh, 1993; Rizvi,

1999; Sun, 2002). Namun di lain pihak, kelemahan utama dalam ekstraksi

superkritis menggunakan CO2 adalah penggunaan tekanan yang sangat besar,

sehingga membutuhkan biaya cukup besar untuk kompresi (Ragaguci, 2013).

Oleh karena itu diperlukan suatu alternatif baru pengganti pelarut dalam metode

ekstraksi subkritik yang memungkinkan proses ekstraksi dengan tekanan yang

lebih rendah.

Senyawa 1,1,1,2-tetrafluoroetana atau yang dikenal dengan HFC-134a dapat

digunakan sebagai alternatif pelarut cair untuk mengekstrak berbagai produk

bermanfaat dari berbagai bahan alam. Penggunaan HFC-134a sebagai pelarut

ekstraksi dapat mengatasi banyak kekurangan proses isolasi yang ada, termasuk

ekstraksi superkritis CO2. Pelarut HFC-134a dapat meningkatkan kelarutan zat di

atas pelarut CO2 murni tanpa masalah residu pelarut dan dengan persyaratan

Page 18: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

5

tekanan hanya 20 bar atau lebih. Volatilitas HFC-134a yang tinggi, menyebabkan

proses recovery produk dari pelarut dapat dilakukan secara efisien pada suhu yang

relatif rendah sehingga meminimalisir hilangnya komponen yang mudah menguap

dan degradasi termal produk (Corr, 2002). Hal tersebut dapat dijadikan

pertimbangan dalam pencarian alternatif pelarut SFE.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Lelono et al. (2018) telah dilakukan

ekstraksi menggunakan HFC-134a terhadap tanaman Artemisia annua yang

menghasilkan senyawa artemisinin. Hasil dari ekstraksi menggunakan HFC-134a

dinilai lebih selektif dalam menarik senyawa aktif yang terkandung, ditambah

dengan kelebihan lain seperti waktu ekstraksi yang lebih singkat, dan proses

pemurnian yang lebih mudah. Namun demikian, belum pernah dilakukan

penelitian mengenai ekstraksi daun johar menggunakan HFC-134a. Hal inilah

yang mendasari dilakukannya penelitian mengenai penapisan senyawa aktif

antioksidan dari daun johar menggunakan ekstraksi subkritik HFC-134a. Ekstrak

dan fraksi yang diperoleh selanjutnya diuji bioaktivitasnya sebagai antioksidan

menggunakan metode DPPH.

1.1 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Senyawa apa saja yang terkandung pada daun johar (C. siamea) hasil

ekstraksi subkritik HFC-134a?

2. Bagaimana potensi aktivitas antioksidan senyawa pada daun johar

(C. siamea) hasil ekstraksi subkritik HFC-134a?

Page 19: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

6

1.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah ekstrak daun johar (C. siamea) yang

diperoleh dari ekstraksi subkritik HFC-134a mengandung senyawa yang memiliki

aktivitas antioksidan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dipaparkan sebagai berikut :

1. Mengetahui prediksi senyawa yang terdapat pada ekstrak daun johar

(C. siamea) hasil ekstraksi subkritik HFC-134a.

2. Mengetahui potensi aktivitas antioksidan pada ekstrak daun johar

(C. siamea) hasil ekstraksi subkritik HFC-134a.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

senyawa aktif yang terdapat pada ekstrak daun Johar (C. siamea) hasil ekstraksi

HFC-134a dan potensi aktivitas antioksidannya dalam rangka mengembangkan

pengetahuan tentang kimia bahan alam serta pemanfaatan potensi sumber daya

alam Indonesia.

Page 20: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Tanaman Johar (Cassia siamea L.)

Johar merupakan jenis flora asli Asia Tenggara yang tersebar mulai dari

Indonesia hingga Srilanka. Jenis ini telah diintroduksi ke India barat, Amerika

Tengah, Florida, Afrika barat dan timur serta Afrika selatan. Pada tahun 1910-

1924 pernah dilakukan penanaman besar-besaran di Afrika (Suharnantono, 2011).

Tanaman ini dapat tumbuh dalam bentang iklim yang lebar, tetapi tumbuh lebih

baik di dataran rendah, dengan curah hujan rendah sampai tinggi (optimum sekitar

1000 mm), suhu rata-rata 20-31 0C, dengan musim kering 4-8 bulan. Johar

tumbuh dan menyebar di pulau Jawa pada ketinggian kurang dari 1000 mdpl.

Menurut Heyne (1987) klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari tanaman johar

adalah sebagai berikut

Kingdom : Plantae

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Rosidae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Subfamili : Fabaceae

Genus : Cassia

Spesies : Cassia siamea

Page 21: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

8

C. siamea merupakan herba tahunan yang tumbuh menjalar. Helaian daun

berwarna hijau sampai hijau kecoklatan, bentuk jorong sampai bundar telur

memanjang, panjang helaian daun 3-7.5 cm dan lebar 1-2.5 cm, ujung daun

tumpul atau agak terbelah, pangkal tumpul atau agak membundar, pinggir daun

rata, permukaan atas gundul, permukaan bawah berambut halus, tulang daun

menyirip, ujung ibu tulang daun menonjol dari ujung helaian daun (Depkes RI,

1989). Batang berbentuk bulat, menjalar, beruas-ruas, berlubang, gundul,

bercabang, panjang 3 m, dan berwarna hijau. Bunga tunggal, berbentuk terompet,

terletak di ketiak daun, panjang 3-5 cm, diameter 5 cm, dan berwarna kuning.

Buah berbentuk bulat telur, gundul dengan diameter kurang lebih 1 cm. Buah

muda berwarna hijau pucat, setelah tua berwarna coklat (Agromedia, 2008).

Gambar untuk Tanaman johar dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut :

Gambar 1. Tanaman Johar (Hu et al., 2012)

2. 1. 1 Fitokimia Tanaman Johar

Beberapa penelitian melaporkan kajian fitokimia dalam ekstrak metanol,

etanol, dan etil asetat dari tanaman johar mengandung senyawa-senyawa

metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, fenol, antrakuinon,

steroid, dan terpenoid (Veerachari dan Bopaiah, 2011). Adapun, bagian tumbuhan

yang digunakan meliputi daun, kulit batang, bunga, dan akar. Beberapa senyawa

Page 22: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

9

aktif yang terkandung pada tanaman johar (C. siamea) ditunjukan dalam Tabel 1,

sedangkan strukturnya dapat dilihat pada Gambar 2-4.

Tabel 1. Senyawa aktif pada tanaman johar

Bagian Senyawa Referensi

Daun Isoflavon glikosid (1) Parveen et al. (1995)

Anhidrobarakol (2) Ingkaninan et al. (2000)

Lupeol (3)

Luteolin (4)

Betulin (5) Thongsaard et al. (2001)

Cassiamin A (6) Koyama et al. (2001)

Cassiamin B (7)

Cassiamin C (8)

Chrisopanol (9) Lalita dan Mukhtar, (2004)

Barakol (10) Padumanonda et al. (2006)

Cassiarin A (11) Morita et al. (2007)

Cassiarin B (12)

Chrobisiamone A (13) Oshimi et al. (2008)

Cassiarin G (14) Deguchi et al. (2012)

Cassiarin H (15)

Cassiarin J (16)

Cassiarin K (17)

Batang Siachromone A (18) Hu et al. (2012)

Siachromone B (19)

Siachromone C (20)

Siachromone D (21)

Siachromone E (22)

Siachromone F (23)

Siachromone G (24)

Bunga Cassiarin C (25) Oshimi et al. (2009)

Cassiarin D (26)

Cassiarin E (27)

Cassiarin F (28) Deguchi et al. (2011)

Akar Pinitol (29) Phutdhawong dan Buddhasukh

(2000)

Page 23: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

10

Gambar 2. Struktur senyawa aktif pada daun tanaman johar (Parveen et al., 1995;

Ingkaninan et al., 2000; Thoongsard et al., 2001; Koyama et al.,2001;

Lalita dan Mukhtar, 2004; Padumanonda et al., 2006; Morita et al.,

2007; Oshimi et al., 2008; Deguchi et al., 2012)

Page 24: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

11

Gambar 3. Struktur senyawa aktif pada batang tanaman johar (Hu et al., 2012)

Gambar 4. Struktur senyawa aktif pada bunga (25-28) dan akar (29) tanaman

johar (Oshimi et al., 2009; Deguchi et al., 2011; Putdhawong dan

Budhasukh, 2000)

Page 25: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

12

2. 1. 2 Aktivitas Biologis Metabolit Sekunder Tanaman Johar

Tanaman johar dilaporkan banyak digunakan dalam pengobatan tradisional

antara lain sebagai obat malaria, gatal, kudis, kencing manis, demam, luka dan

dimanfaatkan sebagai tonik karena memiliki kandungan flavonoid dan karotenoid

yang cukup tinggi (Heyne, 1987). Metabolit sekunder yang dihasilkan dari

tanaman johar memiliki beragam bioaktivitas, salah satunya adalah sebagai

antioksidan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Kaur et al. (2006), aktivitas

antioksidan diujikan menggunakan metode penangkapan radikal DPPH. Pada

konsentrasi 250 µg/mL ekstrak bunga C. siamea menangkap 96% radikal DPPH

dan memiliki nilai IC50 sebesar 45 µg/mL.

Kaur dan Arora (2011) juga melaporkan bahwa ekstrak daun C. siamea

dengan menggunakan berbagai pelarut menunjukkan aktivitas antioksidan

moderat sekitar 25 hingga 50% pada 1000 µg/mL dan diantara semua ekstrak kulit

C. siamea, ekstrak metanol menunjukkan penghambatan maksimum sebesar

60,5% pada konsentrasi 800 µg/mL dan ekstrak air juga menunjukkan potensi

antioksidan kuat sebesar 51,3% pada konsentrasi 1000 µg/mL.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Poovendran et al. (2014) bertujuan

mengevaluasi efektivitas antibakteri dengan metode minimum inhibitory

concentration (MIC). Hasil dari C. siamea dalam 150 μg/mL ekstrak kloroform

menghambat 50% strain UPEC (uropathogenic Escherichia coli) diikuti oleh

aseton 30%, petroleum eter 25% dan ekstrak air 10%. Pada 200 μg/mL, ekstrak

menghambat pertumbuhan semua strain UPEC dan dianggap sebagai MIC untuk

strain UPEC.

Page 26: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

13

Penelitian Raharjo et al. (2014) juga melaporkan adanya aktivitas

antimalaria terhadap ekstrak tanaman johar. Ekstrak air dari daun C. siamea

mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan Plasmodium berghei secara

in vivo pada mencit dengan ED50 83,77412 mg/kg BB.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Kumar et al. (2010), ekstrak daun

johar dilaporkan berguna untuk menjaga kadar gula darah. Metode pengujian

dilakukan dengan mengukur kadar gula darah menggunakan glukometer dengan

interval 0; 7; 14 dan 21 hari dan glibenklamid digunakan sebagai standar obat

pada dosis 10 mg/kg. Hasilnya menyatakan bahwa pemberian oral ekstrak daun

johar pada dosis 250 mg/kg dan 500 mg/kg selama tiga minggu, memberikan efek

penurunan kadar gula darah yang signifikan (P<0.01).

Menurut Kardono et al, (2003) daun johar juga memiliki efek hipnotis,

anxiolytic, perlindungan terhadap efek aconitin (alkaloid diterpen) yang

menyebabkan keracunan jantung, dan insektisida. Sediaan daun johar juga telah

diproduksi di Thailand dalam bentuk kapsul untuk mengurangi kesulitan tidur

(Teangpook et al., 2011).

2. 2 Isolasi Senyawa Aktif

Isolasi senyawa aktif merupakan tahapan pemisahan senyawa dari suatu

campuran. Isolasi senyawa aktif pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode ekstraksi dan kromatografi. Metode ekstraksi yang

digunakan adalah ekstraksi subkritik HFC-134a dan metode kromatografi yang

digunakan adalah Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi Kolom.

Page 27: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

14

2. 2. 1 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan

mentah dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan

akan larut (Ansel, 1989). Faktor-faktor yang menentukan hasil ekstraksi adalah:

1. Jangka waktu sampel kontak dengan cairan pengekstraksi

2. Perbandingan antara jumlah sampel terhadap jumlah cairan pengekstraksi

3. Ukuran bahan dan suhu ekstraksi

Pelarut merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam proses

ekstraksi, sehingga banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan

pelarut (Guenther, 2006). Terdapat dua pertimbangan utama dalam memilih jenis

pelarut, yaitu pelarut harus mempunyai daya larut yang tinggi dan pelarut tidak

berbahaya atau tidak beracun. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dapat

melarutkan ekstrak yang diinginkan saja (selektif), mempunyai kelarutan yang

besar, tidak menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen ekstrak, dan

titik didih kedua bahan tidak boleh terlalu dekat (Bernasconi et al., 1995). Tingkat

ekstraksi bahan juga ditentukan oleh ukuran partikel bahan tersebut. Bahan yang

diekstrak sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah kontak antara bahan

dan pelarut sehingga ekstraksi berlangsung dengan baik (Sudarmadji dan Suhardi,

1996)

Ekstrak adalah material hasil penarikan oleh pelarut air atau pelarut organik

dari bahan kering. Pelarutnya dihilangkan dengan cara penguapan dengan alat

evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental jika pelarutnya pelarut organik

(Saifudin, 2014). Kandungan kimia tumbuhan digolongkan berdasarkan pada asal

biosintesis, sifat kelarutan dan adanya gugus fungsi tertentu (Harborn, 1987).

Page 28: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

15

Oleh karena itu terdapat beberapa pilihan metode penyarian, antara lain: maserasi,

sokletasi, supercritical fluid extraction (SFE), sublimasi, dan destilasi uap

(Sarker, 2006)

2. 2. 2 Kromatografi

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan

kecepatan perambatan komponen dalam media tertentu. Pada kromatografi

komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam

dan fase gerak. Fase diam berguna untuk mengikat komponen zat, sedangkan fase

gerak berguna untuk mengangkut komponen zat lain yang tidak terikat. Oleh

karena adanya sistem pengangkutan dan sistem pengikatan ini, maka suatu

komponen zat dapat dipisahkan dari komponen lainnya (Suhartono, 1989).

Dalam isolasi senyawa, kromatografi sangat penting dan fundamental untuk

identifikasi, deteksi pemisahan, deteksi optimasi fase gerak, deteksi kemurnian,

dan sebagainya. Jadi kromatografi adalah metode dasar. Ada dua tipe

kromatografi berdasarkan pengepakan fase diam yaitu kromatografi lapis tipis

(KLT) dan kromatografi kolom (Saifudin, 2014).

2. 2. 2. 1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah dasar untuk mendapatkan visi

terkait metode pemisahan yang akan dipilih. KLT cenderung bersifat analitis,

hanya pekerjaan tertentu untuk isolasi (preparatif). KLT akan memvisualkan

senyawa-senyawa yang terkandung di dalam bahan sehingga bisa diketahui sifat-

sifatnya terutama polaritas. Sistem yang dipilih fase diam dan fase gerak sebisa

mungkin memberikan jumlah bercak sebanyak mungkin (Saifudin, 2014). KLT

dapat dilakukan dengan cepat, biaya yang relatif murah, dapat menganalisis

Page 29: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

16

campuran senyawa yang kompleks dengan kemurnian yang tinggi baik polar

maupun non polar.

Prinsip KLT adalah sampel ditotolkan pada lapisan tipis kemudian

dimasukkan ke dalam wadah yang berisi fase gerak sehingga sampel tersebut

terpisah menjadi komponen-komponennya dengan laju tertentu yang dinyatakan

dengan faktor retensi (Rf), yaitu perbandingan antara jarak yang ditempuh

komponen terhadap jarak yang ditempuh fase gerak. Komponen yang mempunyai

afinitas lebih besar dari fase gerak atau afinitasnya lebih kecil dari fase diam akan

bergerak lebih cepat dari pada komponen yang mempunyai sifat sebaliknya

(Gritter et al., 1991). Proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap

dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan

bergerak mengikuti kepolaran eluen. Oleh karena daya serap adsorben terhadap

komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang

berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan (Hostettman, 1995).

Deteksi hasil kromatogram dilakukan di bawah sinar UV pada panjang

gelombang 254 dan 365 nm, serta dapat dilakukan juga dengan pereaksi semprot

(Santosa dan Hertiani, 2005). Pelarut sebagai fase gerak merupakan faktor yang

menentukan gerakan komponen-komponen dalam campuran. Pemilihan pelarut

tergantung pada sifat kelarutan komponen tersebut terhadap pelarut yang

digunakan. Fase gerak yang bersifat lebih polar digunakan untuk mengelusi

senyawa-senyawa yang adsorbsinya kuat, dan begitupun sebaliknya. Teknik KLT

sangat popular dikarenakan penggunaannya yang sangat mudah, cepat, dapat

digunakan untuk mengelusi sampel secara serentak, dan sampel yang dibutuhkan

hanya sedikit (Sastrohamidjojo, 1985).

Page 30: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

17

2. 2. 2. 2 Kromatografi Kolom

Fraksinasi merupakan prosedur pemisahan yang bertujuan memisahkan

golongan utama kandungan yang satu dari kandungan yang lain. Senyawa yang

bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa nonpolar akan masuk ke

pelarut non polar (Harborn, 1987). Fraksinasi dilakukan setelah mendapatkan

fraksi aktif atau ekstrak aktif. Kolom diisi dengan penyerap padat sebagai fase

tetap dan dialiri dengan pelarut sebagai fase gerak. Cuplikan yang akan difraksi

dimasukan ke dalam kolom dan dialiri fase gerak yang akan membentuk jalur-

jalur serapan dari senyawa. Bila pelarut dibiarkan mengalir melalui kolom, pelarut

akan mengangkut senyawa-senyawa yang merupakan komponen-komponen dari

campuran. Pemisahan komponen suatu campuran tergantung pada tingkat

kepolaran dari fase gerak dan senyawa yang terkandung dalam campuran tersebut

(Sastrohamidjojo, 1985).

Kromatografi yang dilakukan di dalam kolom besar merupakan metode

kromatografi terbaik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar. Pada

kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan di bagian atas

kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan

tabung plastik. Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom karena

aliran ini disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan (Gritter et al.,

1991). Dengan mengalirkan pelarut lebih lanjut, dengan atau tanpa tekanan udara,

masing-masing zat bergerak turun dengan kecepatan khas hingga terjadi

pemisahan. Kecepatan bergerak zat dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya

daya serap zat penyerap, sifat pelarut dan suhu dari sistem kromatografi.

Pemisahan beberapa zat khasiat dapat dilakukan dengan mengalirkan pelarut yang

Page 31: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

18

sama atau pelarut lain yang mempunyai daya elusi yang kuat. Laju elusi yang

terjadi dipengaruhi juga oleh gaya gravitasi, oleh karena itu kromatografi kolom

biasa disebut juga kromatografi kolom gravitasi (Hajnos dan Sherma, 2011).

Fraksi yang diperoleh dari kolom kromatografi ditampung dan dimonitor

dengan KLT. Fraksi-fraksi yang memiliki pola noda yang sama digabung

kemudian pelarutnya diuapkan sehingga akan diperoleh beberapa fraksi. Bercak

pada KLT dideteksi dengan lampu ultraviolet dengan panjang gelombang 254

atau 366 nm dan dengan bantuan pereaksi semprot.

Menurut Heftmann (1983) kepolaran relatif fasa diam dan fasa gerak

kromatografi kolom dapat dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu:

1. Kromatografi kolom fasa normal

Pada kromatografi ini, fasa diam bersifat polar dan fasa gerak relatif bersifat

nonpolar, sehingga komponen yang kepolarannya paling rendah terelusi lebih

dulu. Selain itu ikatan hidrogen yang terbentuk antara komponen senyawa

terhadap fasa diam silika akan mempengaruhi pergerakan komponen tersebut di

dalam kolom. Fase diam yang biasa digunakan ialah silika.

2. Kromatografi kolom fasa terbalik

Pada kromatografi ini, fasa diam bersifat nonpolar dan fasa gerak relatif

bersifat polar sehingga komponen yang kepolarannya tinggi akan terelusi lebih

dulu. Fase diam yang biasa digunakan ialah C-18 atau dikenal dengan nama ODS

(oktadesil silika).

2. 3 HFC 134-a

Metode ekstraksi yang berkembang dewasa ini adalah ekstraksi dengan

fluida superkritis atau dikenal sebagai Supercritical Fluids Extraction (SFE).

Page 32: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

19

Pelarut yang banyak digunakan dalam SFE adalah CO2. Ekstraksi subkritik

melakukan pemisahan komponen di atas titik kritis tekanan dan suhu suatu fluida.

Hal ini diartikan sebagai suatu kondisi dimana fluida berada pada kesetimbangan

fasa antara gas dan cair (Hugh dan Kronis, 1993). Ekstraksi super kritik CO2 telah

dikembangkan selama beberapa dekade terakhir sebagai teknologi ekstraksi

pelarut yang selektif yang mampu menghasilkan produk bermutu tinggi dengan

karakter khas, sangat berbeda dengan yang diperoleh dengan proses konvensional

(Hugh dan Krukonis, 1993). Pelarut CO2 dapat menghasilkan ekstrak berkualitas

tinggi dengan residu pelarut yang kecil, namun biaya produksinya mahal karena

tingginya biaya peralatan untuk operasi tekanan tinggi (100-600 bar).

Senyawa 1,1,1,2-tetrafluoroetana atau HFC-134a telah dikenal bertahun-

tahun dan diidentifikasi sebagai pendingin potensial sejak dahulu. Dari sifat fisik

yang diketahui, HFC-134a digunakan sebagai alternatif untuk R-12 sebagai

refrigeran pada pendingin udara dalam industri otomotif dan aplikasi propelan.

Dibanding pelarut lain, HFC-134a memiliki viskositas rendah dan tegangan

permukaan yang kecil, sifat yang memungkinkan pembasahan dan penetrasi lebih

cepat dari matriks zat terlarut. Viskositas rendah juga mendorong dengan cepat

difusi zat terlarut melalui pelarut sehingga meningkatkan kualitas tingkat

pelarutan zat terlarut (Corr, 2002).

Dalam peraturan, HFC-134a disetujui untuk penggunaan makanan di Eropa,

berbagai ekstrak R-134a disetujui di Jepang dan Ineos Fluor telah memperoleh

penegasan yang aman untuk makanan kelas HFC-134a di Amerika Serikat (Corr,

2002). HFC-134a dapat digunakan untuk mengekstrak berbagai produk

bermanfaat dari berbagai bahan alam. Penggunaan HFC-134a sebagai pelarut

Page 33: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

20

ekstraksi dapat mengatasi banyak kekurangan proses isolasi yang ada, termasuk

superkritik CO2. Ekstraksi bisa dilakukan dalam kisaran suhu sekitar atau di

bawah suhu kamar normal.

Karena volatilitas HFC-134a yang tinggi, recovery produk dari pelarut dapat

dilakukan secara efisien pada suhu relatif rendah, meminimalkan hilangnya

komponen volatil dari ekstrak dengan residu pelarut yang minimal dalam produk

yang diisolasi, bahan baku dan ekstrak tidak mengalami peningkatan suhu

sehingga meminimalisir degradasi produk akibat suhu. Proses ekstraksi berada

pada lingkungan anaerobik, sehingga meminimalkan efek oksida dan ketengikan.

Dengan persyaratan desain tekanan hanya 20 bar atau lebih, teknik fabrikasi

standar baja tahan karat dapat digunakan untuk membuat peralatan HFC-134a

dengan penghematan biaya yang signifikan (Corr, 2002).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Abbott et al. (1999) campuran 30 %

HFC-134a dengan CO2 ditunjukkan memiliki sifat pelarut yang serupa dengan

HFC-134a murni pada kerapatan yang sama, yang menunjukkan bahwa campuran

berguna untuk tujuan ekstraksi. HFC-134a telah ditemukan sebagai co-solvent

yang efektif, bertindak untuk meningkatkan kelarutan dalam zat terlarut polar dan

meningkatkan kekuatan eluotropik campuran pelarut.

Meskipun cairan superkritis menawarkan kemampuan dalam mengendalikan

selektivitas pelarut, namun hal ini juga memerlukan kontrol terhadap suhu dan

tekanan proses untuk mencapai proses yang reproducible. Sebagai cairan jenuh

yang diatur oleh kesetimbangan, HFC-134a membutuhkan pengaturan suhu dan

tekanan untuk menjaga kondisi ekstraksi produk yang akan diisolasi (Corr, 2002).

Page 34: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

21

2. 4 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal atau meredam dampak

negatif oksidan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu

menginaktivasi berkembangnya radikal bebas melalui reaksi oksidasi.

Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa

yang bersifat radikal sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat

(Winarsi, 2007).

Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak

stabil dan tidak memiliki pasangan elektron pada orbit terluarnya. Ketidakstabilan

ini disebabkan atom tersebut hanya memiliki satu atau lebih elektron yang tidak

berpasangan. Pembentukan senyawa radikal bebas tidak hanya terjadi dari proses

kimia dalam tubuh, akan tetapi bisa terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya

bukan radikal namun sifatnya dapat berubah menjadi radikal. Kelompok senyawa

ini sering disebut Reactive Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species

(RNS) (Winarsi, 2007).

Antioksidan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan serta

kesehatan dan kecantikan. Pada bidang kesehatan dan kecantikan, antioksidan

berfungsi untuk mencegah penyakit kanker dan tumor, penyempitan pembuluh

darah, penuaan dini, dan lain-lain (Tamat et al., 2007). Antioksidan juga mampu

menghambat reaksi oksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul

yang sangat reaktif sehingga kerusakan sel dapat dicegah. Antioksidan dapat

diperoleh dari makanan yang mengandung vitamin C, vitamin E, beta-karoten dan

senyawa fenolik (Prakash, 2001).

Page 35: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

22

Beberapa senyawa metabolit sekunder pada tanaman memiliki aktivitas

antioksidan yang berfungsi menangkap radikal bebas sehingga mampu

menghambat arteroskeloris, hipertensi, proses oksidasi pada Low-density

lipoprotein (LDL), dan beberapa penyakit kanker tertentu (Akagawa, 2001).

Antioksidan banyak digunakan dalam suplemen makanan dan telah diteliti untuk

pencegahan penyakit seperti kanker atau penyakit jantung koroner (Abner et al.,

2011). Beberapa senyawa metabolit sekunder tersebut diantaranya golongan

alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid atau triterpenoid.

2. 5 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode Radical Scavenging DPPH

Metode pengujian aktivitas antioksidan dikelompokkan menjadi 3 golongan.

Golongan pertama adalah Hydrogen Atom Transfer Methods (HAT), misalnya

Oxygen Radical Absorbance Capacity Method (ORAC) dan Lipid Peroxidation

Inhibition Capacity Assay (LPIC). Golongan kedua adalah Electron Transfer Methods

(ET), misalnya Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP) dan 1,1-diphenyl-2-

picrylhydrazil (DPPH) Free Radical Scavenging Assay. Golongan ketiga adalah

metode lain seperti Total Oxidant Scavenging Capacity (TOSC) dan

Chemiluminescence (Badarinath et al., 2010).

Salah satu metode yang paling umum digunakan untuk menguji aktivitas

antioksidan adalah dengan menggunakan radikal bebas 1,1-diphenyl-2- picrylhydrazil

(DPPH). Pengukuran antioksidan dengan metode radical scavenging DPPH adalah

metode pengukuran antioksidan yang mudah dilakukan, metodenya sederhana, cepat

dan tidak membutuhkan banyak pereaksi seperti halnya metode lain, serta dapat

digunakan untuk memperkirakan efisiensi kinerja dari substansi yang berperan

sebagai antioksidan.

Page 36: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

23

Pada metode ini, larutan DPPH berperan sebagai radikal bebas yang akan

bereaksi dengan senyawa antioksidan sehingga DPPH akan berubah menjadi 1,1-

diphenyl-2-picrylhydrazin yang bersifat non-radikal. Peningkatan jumlah 1,1-

diphenyl-2-picrylhydrazin akan ditandai dengan berubahnya warna ungu tua menjadi

warna merah muda atau kuning pucat. Perubahan ini bisa diukur dengan

spektrofotometer dan diplotkan terhadap konsentrasi, sehingga aktivitas peredaman

radikal bebas oleh sampel dapat ditentukan (Molyneux, 2004). Reaksi DPPH dengan

antioksidan ditunjukkan pada Gambar 5

Gambar 5. Reaksi DPPH dengan antioksidan (Molyneux, 2004)

Menurut Zheng et al. (2011) aktivitas antioksidan dinyatakan dengan

presentase penghambatan (inhibisi) yang diperoleh dari nilai absorbansi blanko

dikurangi absorbansi sampel. Persen inhibisi ini didapatkan dari perbedaan

serapan antara absorban DPPH dengan serapan yang diukur dengan

spektrofotometer. Parameter yang digunakan untuk mengukur kemampuan

aktivitas antioksidan umumnya berdasarkan nilai Inhibitor Concentration (IC50),

dimana IC50 ini menggambarkan besarnya konsentrasi suatu senyawa yang

mampu menghambat radikal bebas sebanyak 50%. Jika nilai IC50 semakin kecil

maka kemampuan antioksidan semakin besar. Penggolongan tingkat aktivitas

antioksidan dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 37: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

24

Tabel 2. Penggolongan tingkat aktivitas antioksidan

No. Nilai IC50 (µg/mL) Tingkat aktivitas antioksidan

1. 151-200 Lemah

2. 101-150 Sedang

3. 50-100 Kuat

4. <50 Sangat Kuat

Sumber : Blois (1958)

2. 6 Elusidasi Struktur Menggunakan Spektroskopi

Elusidasi struktur molekul senyawa organik merupakan tahapan terpenting

dari penggunaan analisis spektroskopi modern. Metode spektroskopi merupakan

cara yang terbaik saat ini untuk penentuan struktur senyawa organik karena dapat

dilakukan dalam waktu singkat dan jumlah sampel yang sedikit (mg atau µg).

Perhatian utama bagi ahli kimia organik adalah fakta bahwa panjang gelombang

yang diperoleh bila senyawa organik menyerap cahaya, bergantung pada struktur

senyawa organik tersebut. Setiap senyawa organik akan menyerap energi

gelombang elektromagnetik yang berbeda, oleh karena itu teknik-teknik

spektroskopi dapat digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang tak

diketahui atau untuk mempelajari karakteristik ikatan dari senyawa organik yang

diketahui (Supratman, 2010). Metode spektroskopi yang biasanya digunakan

untuk identifikasi struktur antara lain spektroskopi inframerah (IR), spektroskopi

massa (MS), dan resonansi magnetik inti (NMR).

2. 6. 1 Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Spektroskopi inframerah (IR) merupakan suatu alat yang dapat digunakan

untuk menganalisis senyawa kimia. Spektra inframerah suatu senyawa dapat

memberikan gambaran dan struktur molekul khususnya gugus fungsional pada

senyawa tersebut. Perhitungan secara matematika fourier transform untuk sinyal

Page 38: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

25

tersebut akan menghasilkan spektrum yang identik pada spektrosokopi inframerah

(Hermanto, 2008).

Syarat suatu gugus fungsi dalam suatu senyawa dapat terukur pada spektra

IR adalah adanya perbedaan momen dipol pada gugus tersebut. Vibrasi ikatan

akan menimbulkan fluktuasi momen dipol yang menghasilkan gelombang listrik.

Untuk pengukuran menggunakan IR biasanya berada pada daerah bilangan

gelombang 4.000-400 cm-1. Daerah pada bilangan gelombang ini disebut IR

sedang, dan merupakan daerah optimum untuk penyerapan sinar IR bagi ikatan-

ikatan dalam senyawa organik (Harjono, 1992).

Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap

menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi

molekul ini berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi, energi yang diserap ini akan

dibuang dalam bentuk panas bila molekul kembali ke keadaan dasar. Panjang

gelombang dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan bergantung pada macam getaran

dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan menyerap radiasi

inframerah pada panjang gelombang yang berlainan. Dengan demikian

spektroskopi inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus

fungsi dalam suatu molekul (Supratman, 2010).

Identifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi

merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah. Hadirnya sebuah puncak

serapan dalam daerah gugus fungsi dalam sebuah spektrum inframerah hampir

selalu merupakan petunjuk pasti bahwa beberapa gugus fungsi tertentu terdapat

dalam senyawa cuplikan. Data yang diberikan berdasarkan analisis ini dinyatakan

Page 39: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

26

dalam rentang bilangan gelombang. Rentang bilangan gelombang untuk spektrum

FTIR dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Bilangan gelombang spektrum FTIR

Ikatan Gugus Fungsi Bilangan

Gelombang (cm-1) Intensitas

O–H Alkohol 3.000-3.700

Melebar

N–H Amina, Amida Sedang

C–H Alkuna 3.300 Kuat

C–H Alkena 3.010-2.040 Sedang

C–H Cincin aromatik 3.000-3.100 Sedang

690-900 Kuat

C═C Alkena 1.600-1.700 Berubah-ubah

C═C Cincin aromatik 1.450-1.600 Berubah-ubah

C═C Alkuna 2.100-2.140 Berubah-ubah

C–O Alkohol, Eter, Asam

Karboksilat, Ester

1.050-1.260 Kuat

C═O Aldehid, Keton, Asam

Karboksilat, Ester

1.690-1.760 Kuat

Sumber: Suradikusumah (2005)

2. 6. 2 Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS/MS)

Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (LC-MS/MS) adalah teknik

analisis yang menggabungkan kemampuan pemisahan fisik dari kromatografi cair

dengan spesifisitas deteksi spektrometri massa. Kromatografi cair memisahkan

komponen-komponen sampel dan kemudian ion bermuatan dideteksi oleh

spektrometer massa. Data LC-MS dapat digunakan untuk memberikan informasi

tentang berat molekul, struktur, identitas dan kuantitas komponen sampel tertentu

(Agilent, 1998). Keuntungan dari LC-MS yaitu dapat menganalisis lebih luas

berbagai komponen, seperti senyawa termal labil, polaritas tinggi atau bermassa

molekul tinggi, bahkan juga protein. Senyawa dipisahkan atas dasar interaksi

relatif dengan lapisan kimia partikel-partikel (fase diam) dan elusi pelarut melalui

Page 40: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

27

kolom (fase gerak). Komponen elusi dari kolom kromatografi kemudian

diteruskan ke spektrometer massa melalui antarmuka khusus (Gates, 2005).

Spektrometer massa bekerja dengan molekul pengion yang kemudian akan

memilah dan mengidentifikasi ion menurut massa, sesuai rasio fragmentasi. Dua

komponen penting dalam proses ini adalah sumber ion (ion source) yang akan

menghasilkan ion dan analisis massa (mass analyzer) yang menyeleksi ion.

Sistem LC-MS/MS umumnya menggunakan beberapa jenis ion source dan

analyzer yang dapat disesuaikan dengan kepolaran senyawa yang akan dianalisis.

(Agilent, 2001)

Adapun kelebihan dari teknologi LC-MS yakni: (Vogeser dan Seger, 2008)

1. Spesifitas. Hasil analisis yang khas dan spesifik diperoleh dari penggunaan

spektrometer massa sebagai detektor.

2. Aplikasi yang luas dengan sistem yang praktis. Penerapannya tidak terbatas

untuk molekul volatil, mampu mengukur analit yang sangat polar dan

persiapan sampel cukup sederhana tanpa adanya teknik derivatisasi.

3. Fleksibilitas. Pengujian yang berbeda dapat dikembangkan dengan tingkat

fleksibilitas yang tinggi dan waktu yang singkat.

4. Kaya informasi. Sejumlah data kualitatif maupun kuantitatif dapat diperoleh

karena seleksi ion yang sangat cepat dengan banyak parameter.

Page 41: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

28

BAB III

METODE PENELITIAN

3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari hingga September 2018 di

Laboratorium Kimia Bahan Alam dan Farmasi, Pusat Penelitian Kimia Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan.

3. 2 Alat dan Bahan

3. 2. 1 Alat

Alat yang digunakan untuk penelitian ini antara lain seperangkat alat gelas

dan kaca, kertas saring, alumunium foil, pisau cutter, botol vial, pipa kapiler,

pinset, pipet volume, botol semprot, hot plate, chamber, rotary vacum evaporator,

mikropipet, ekstraktor HFC-134a, kromatografi kolom gravitasi, timbangan

analitik (KERN), mesin grinding mill (GETRA IC-10B), TLC silica gel 60 F254,

lampu ultraviolet (UV lamp) CAMAG λ 254 dan 366 nm, UV-Vis (Shimadzu UV

mini 1240), spektroskopi FTIR (Shimadzu Prestige 21), dan UPLC Acquity-

MS/MS Xevo G2-XS Quadrupole TOF.

3. 2. 2 Bahan

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu daun johar (C. siamea)

yang berasal dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan

Obat Tradisional Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah. Beberapa pelarut

yang digunakan untuk preparasi seperti antara lain metanol, asam sulfat, etil

asetat, kloroform, dan n-heksana, gas HFC-134a, DPPH (2,2–diphenyl-1-

Page 42: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

29

picrylhydrazil) (Merck), silika gel 60, Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

menggunakan alumunium berlapis Si-gel Kiesegel 60 F254 0,25 mm (Merck).

3. 3 Diagram Alir Penelitian

Gambar 6. Diagram alir penelitian

Ekstraksi subkritik dengan HFC-

134a

Daun Johar

kering dan halus

Fraksinasi dengan

kolom kromatografi

Karakterisasi mengggunakan :

FTIR dan LC-MS/MS

Uji Antioksidan

Kuantitatif dengan

Metode DPPH

Fraksi dengan bobot

terbanyak

KLT

Uji Antioksidan

Kualitatif

Residu Ekstrak

Uji Fitokimia

Page 43: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

30

3. 4 Prosedur Kerja

3. 4. 1 Preparasi Sampel

Sampel daun johar kering dihaluskan menggunakan mesin grinding mill

hingga menjadi serbuk lalu ditimbang untuk keperluan selanjutnya.

3. 4. 2 Ekstraksi Sub-kritik Menggunakan HFC-134a (Lelono et al., 2018)

Sebanyak 250 g sampel daun johar halus dimasukan ke dalam thimble

ekstraktor. Kemudian, sebanyak 2,5 kg gas HFC-134a disedot dengan bantuan

pompa vacum bertekanan. Lalu dicatat suhu awal (T0) dan tekanan awal (P0)

ekstraksi pada layar monitor ekstraktor, tekanan ini menandakan bahwa gas telah

masuk kedalam ekstraktor. Pelarut yang semula berwujud gas akan berubah fasa

menjadi cair sesuai dengan suhu dan tekanan subkritisnya. Proses ekstraksi

dibiarkan berlangsung selama 3 jam untuk 1 siklusnya. Siklus berlangsung dalam

sistem tertutup yang berarti pelarut dari siklus pertama akan kembali digunakan

pada siklus berikutnya. Kemudian setelah ekstraksi selesai untuk siklus pertama,

suhu akhir (T1) dan tekanan akhir (P1) dicatat lalu keran satu arah menuju kolektor

akan dibuka untuk memindahkan pelarut beserta ekstrak menuju kolektor. Dalam

kolektor akan terjadi pemisahan karena adanya pemanasan. Pelarut akan masuk ke

sievetray/penjerap untuk menghilangkan sisa pengotornya, sedangkan ekstrak

akan tetap tertinggal di kolektor. Ekstrak dalam kolektor akan dibersihkan

menggunakan metanol lalu dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator pada

suhu 40 0C sehingga akan diperoleh ekstrak pekat. Skema alat ekstraktor HFC-

134a dapat dilihat pada Gambar 7

Page 44: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

31

Gambar 7. Skema alat ekstraktor HFC-134a

3. 4. 3 Uji Fitokimia (Arief et al., 2017)

Uji Fitokimia merupakan screening awal untuk mengetahui golongan

senyawa yang terdapat dalam sampel. Uji fitokimia yang dilakukan adalah uji

alkaloid, flavonoid, triterpen, steroid, tanin, polifrnol dan saponin.

1. Uji Alkaloid

Sebanyak 50 mg ekstrak kasar yang telah sedikit dilarutkan dengan metanol

ditambahkan dengan 0,1 mL HCl 2 N dan 0,9 mL akuades. Kemudian dipanaskan

dalam penangas air lalu didinginkan dan disaring. Sampel uji kemudian diuji

dengan pereaksi Dragendroff. Sebanyak 1 mL sampel ditambahkan 2 tetes

pereaksi Dragendroff. Uji positif ditandai dengan terbentuknya warna jingga

cokelat.

Page 45: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

32

2. Uji Flavonoid

Sebanyak 2 mL sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan 1 mL air. Serbuk Mg 0,5 mg ditambahkan ke dalam tabung reaksi

dan 10 tetes HCl pekat kemudian diamati perubahan yang terjadi (positif

flavonoid jika timbul busa dan berwarna bening-jingga).

3. Uji Triterpenoid dan Steroid

Sebanyak 2 mL sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan 1 mL air. Pereaksi Liberman-Burchard ditambahkan 10 tetes ke

dalam tabung reaksi (positif triterpenoid jika terbentuk cincin kecoklatan, merah,

atau violet dan positif steroid jika berwarna hijau.

4. Uji Tanin/Polifenol

Sebanyak 2 mL sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi dan

ditambahkan 1 mL air. Selanjutnya ditambahkan 5 tetes FeCl3 1% ke dalam

tabung reaksi dan dikocok (positif tanin jika berwarna hitam dan polifenol jika

berwarna kebiruan).

5. Uji Saponin

Sebanyak 2 mL sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan 5 mL air. Selanjutnya dipanaskan dalam penangas air selama 5

menit dan didiamkan hingga dingin, kemudian dikocok sampai timbul busa

(positif saponin jika terbentuk busa stabil selama 10 menit.

3. 4. 4 Kromatografi Lapis Tipis (Asih, 2009)

Pemisahan dengan KLT digunakan untuk mencari fase gerak yang terbaik

yang akan digunakan dalam kromatografi kolom. Bejana kromatografi terlebih

dahulu dijenuhkan dengan fase geraknya yaitu n-heksana:etil asetat, sebelum

Page 46: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

33

digunakan untuk elusi. Ekstrak ditotolkan pada plat kromatografi lapis tipis (silica

gel GF254) menggunakan pipa kapiler. Setelah itu plat KLT dimasukkan dalam

bejana yang telah dijenuhkan dengan fase geraknya. Bila fase gerak telah

mencapai batas yang ditentukan, plat diangkat dan dikeringkan di udara terbuka.

Sebagai penampak noda digunakan asam sulfat. Noda yang terbentuk diamati

dengan lampu UV λ 254 nm dan λ 366 nm kemudian dihitung Rf-nya. Eluen

terpilih yang memberikan profil pemisahan paling baik dan memberikan spot

paling banyak yang kemudian akan digunakan sebagai fase gerak dalam

kromatografi kolom.

3. 4. 5 Kromatografi Kolom Gravitasi (Hayani, 2007)

Untuk pengisian kolom, sebagai bahan pengisi bagian bawah kolom

dimasukkan sedikit kapas, kemudian dimasukkan bubur silica gel G-60 sambil

diaduk agar tidak terdapat rongga udara di tengah-tengah kolom. Adapun diameter

kolom yang digunakan berkisar 2,5 cm yang kemudian diisi dengan silika kurang

lebih 1/3 dari tinggi kolom. Selanjutnya sampel diimpregnasi dengan silica gel G-

60 dengan perbandingan massa 1:1 (sampel:silika) lalu dimasukan ke dalam

kolom setelah itu sampel dielusi. Ekstrak akan meresap ke silica gel dalam kolom

sampai batas atas silica gel. Sampel dielusi setiap 100 mL dengan perbandingan

campuran pelarut yang telah ditentukan. Hasil pemisahan berupa fraksi ditampung

dalam botol vial dan dihentikan sampai jernih atau tidak berwarna. Setiap fraksi

dianalisis dengan KLT. Fraksi yang memiliki spot yang sama disatukan dan

dianalisis kembali dengan KLT.

Page 47: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

34

3. 4. 6 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kualitatif (Nuraziza et al., 2017)

Ekstrak ditotolkan pada lempeng KLT, kemudian dielusi dengan

menggunakan eluen n-heksana:etil asetat. Selanjutnya lempeng KLT dikeringkan

dan disemprot dengan menggunakan DPPH lalu dibiarkan selama 20 menit dan

diamati hingga terjadi perubahan warna dari ungu ke kuning, yang menunjukkan

ekstrak tersebut memiliki aktivitas antioksidan. Spot noda diamati pada beberapa

penampak bercak yaitu sinar UV 254 dan 365 nm

3. 4. 7 Uji Aktivitas Antioksidan Secara Kuantitatif (Lelono et al., 2018)

Uji aktivitas antioksidan dilakukan terhadap ekstrak daun johar HFC-134a,

fraksi F2 dan F7 dengan metode radical scavenging DPPH.

Pembuatan larutan stok DPPH 0,04%

Serbuk DPPH ditimbang sebayak 4 mg dilarutkan dalam 10 mL metanol,

dan ditempatkan dalam botol gelap yang tertutup rapat lalu dihomogenkan

menggunakan vortex.

Pembuatan Larutan Blangko

Larutan blangko dibuat dengan perlakuan yang sama dengan larutan uji,

namun tanpa penambahan isolat sampel. Larutan blangko dibuat dari 2 mL

metanol yang ditambahkan 500 μL larutan DPPH 0,04% ditempatkan dalam

tabung reaksi, lalu dihomogenkan dan diinkubasi selama 30 menit di ruangan

gelap.

Pembuatan Larutan Uji

Larutan uji dibuat dengan melarutkan 4 mg sampel dalam 4 mL metanol

(1.000 μg/mL), kemudian dari larutan induk (1.000 μg/mL) diambil sebanyak 25,

125, 250, dan 500 μL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, sehingga diperoleh

Page 48: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

35

konsentrasi 10, 50, 100, dan 200 μg/mL. Selanjutnya ke dalam masing-masing

tabung reaksi ditambahkan 500 μL larutan DPPH 0,04% dihomogenkan

menggunakan vortex, lalu diinkubasi dalam ruang gelap selama 30 menit dan

dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang

maksimum 𝜆 515 nm dan dihitung persen inhibisinya.

Analisis Data

Aktivitas antioksidan sampel dianalisis menggunakan perhitungan

persentase penghambatan (inhibisi) terhadap radikal DPPH sesuai dengan

persamaan berikut:

3. 4. 8 Analisis dengan spektroskopi FTIR (Hemmalakshmi et al., 2017)

Sebanyak 1 mg sampel fraksi digerus dengan garam KBr sampai halus

menggunakan mortar dan alu, kemudian dikompres menjadi pelet tipis dengan

ketebalan 1 mm. Spektrum inframerah direkam pada spektrometer seri FTIR

Shimadzu pada panjang gelombang antara 4.00 – 4.000 cm-1.

3. 4. 9 Analisis dengan LC-MS/MS (Maharani et al., 2016)

Sebanyak 3 mg fraksi ditimbang dan dilarutkan dalam metanol. Diambil 10

μL sampel dan disuntikkan pada LCMS/MS melalui kolom C-18 (2x150 mm)

dengan kecepatan alir 0.2 mL/menit. Analisis kromatogram dan spektrofotometer

massa selanjutnya dianalisis menggunakan software MassLynx (Version 4.1) dan

untuk mengidentifikasi struktur senyawa kimia yang terdeteksi pada LCMS/MS

dilakukan dengan membandingkan base peak sampel dengan database di website

MassBank.

Page 49: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi Daun Johar (Cassia siamea L.)

Daun johar (C. siamea) terlebih dahulu dipreparasi dengan cara dihaluskan

hingga menjadi serbuk, penghalusan bertujuan untuk memperluas bidang kontak

antara sampel dengan pelarut. Dengan meningkatnya tingkat kehalusan, maka luas

permukaannya yang dikenai cairan ekstraksi semakin besar. Serbuk dengan

tingkat penghalusan yang tinggi kemungkinan sel-sel yang rusak juga semakin

besar, sehingga memudahkan pengambilan bahan kandungan langsung oleh

pelarut (Octavia, 2009).

Ekstraksi subkritik dilakukan terhadap sampel daun johar yang sudah

dihaluskan sebanyak 250 g. Sampel diekstraksi menggunakan pelarut HFC-134a

dalam suatu ekstraktor sistem tertutup dengan kondisi reaktor yang sedemikian

rupa selama 3 jam dengan perbandingan sampel:pelarut sebanyak 1:10 dan

dilakukan pengulangan ekstraksi sebanyak 3 kali siklus. Kondisi operasional

reaktor beserta hasil ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 4 berikut

Tabel 4. Kondisi operasional reaktor serta rendemen ekstrak daun johar

Siklus

ke-

t

(menit)

P0

(barr)

T0

(oC)

P1

(barr)

T1

(oC)

Ekstrak

(g)

Rendemen

(%)

1 180 8 29 5.5 25 0,454 0,181

2 180 10 25 10 28 0,461 0,184

3 180 10 24 9 26 0,259 0,103

Total 1,174 0,469

Page 50: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

37

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat data rendemen ekstrak. Rendemen

menggambarkan efektivitas pelarut tertentu terhadap bahan dalam suatu sistem

namun tidak menunjukkan tingkat aktivitas ekstrak tersebut. Komponen yang

terbawa pada proses ekstraksi adalah komponen yang memiliki polaritas yang

sesuai dengan pelarutnya (Nurjanah, 2010). Rendemen terbesar diperoleh pada

pada siklus kedua yakni sebesar 0,184%, hal tersebut berkaitan dengan proses

ekstraksi yang berlangsung dengan siklus sistem tertutup. Sistem tertutup berarti

pelarut pada siklus pertama akan kembali digunakan dalam proses siklus kedua

maupun ketiga. Maka dapat dikatakan bahwa pada siklus kedua sampel sudah

cukup terbasahi secara merata oleh pelarut yang juga digunakan pada siklus

pertama, sehingga proses ekstraksi pada siklus kedua berlangsung lebih maksimal

dalam menghasilkan rendemen jika dibandingkan dengan siklus pertama.

Sedangkan rendemen menurun pada siklus ketiga dikarenakan senyawa

terkandung sudah cukup tertarik pada siklus ektraksi sebelumnya. Penggunaan

sistem tertutup ini juga dinilai cukup menguntungkan dari segi ekonomi, karena

dapat meminimalisir penggunaan pelarut jika dibandingkan dengan metode

ekstraksi seperti maserasi.

Parameter selanjutnya yaitu waktu kontak sampel dengan pelarut. Menurut

Lenny (2006) pada saat sampel tanaman kontak dengan pelarut akan terjadi

pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam

dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan

terlarut dalam pelarut dan ekstraksi senyawa akan sempurna dengan mengatur

lama perendaman yang dilakukan.

Page 51: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

38

Pada percobaan yang dilakukan oleh Lelono et al (2018) terhadap tanaman

Artemisia annua telah dilakukan variasi antara waktu kontak sampel dengan

pelarut dengan rentang waktu 1,5 hingga 24 jam, dimana semakin banyak waktu

kontak maka akan diperoleh rendemen yang lebih besar. Namun hal tersebut

dinilai kurang efisien jika dilakukan selama 24 jam dengan penambahan

rendemen yang hanya berkisar 0,5 sampai 1 g. Sehingga pada penelitian ini

diambil waktu kontak selama 3 jam yang didukung dengan pengulangan siklus

sebanyak 3 kali yang bertujuan untuk memaksimalkan perolehan rendemen.

Berdasarkan Tabel 4 juga dapat dilihat bahwa kondisi operasi pada saat

ekstraksi dilakukan hanya berkisar pada suhu 24-29 0C. Hal ini dinilai cukup

menguntungkan jika dibandingkan dengan ekstraksi seperti refluks dan sokletasi

yang menggunakan suhu tinggi. Penggunaan suhu tinggi dikhawatirkan akan

merusak kandungan senyawa aktif yang terdapat pada sampel, terutama untuk

senyawa yang bersifat termolabil. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Yuqian et al. (2012) tingkat ekstraksi meningkat secara nyata ketika terjadi

kenaikan suhu. Tingkat ekstraksi maksimum yang diperoleh pada suhu yang lebih

tinggi dapat dikaitkan dengan peningkatan pelarutan karena laju perpindahan

massa akibat kenaikan suhu (Sui et al., 2016). Meskipun tekanan rendah,

perubahan suhu relatif dan perubahan yang sesuai dalam kelarutan dapat menjadi

besar. Oleh karena itu, kenaikan suhu meningkatkan laju perpindahan massa dan

tekanan uap zat terlarut, dan juga meningkatkan tingkat ekstraksi. Namun,

kenaikan suhu di atas 60 0C dapat menurunkan tingkat ekstraksi, hal ini berkaitan

dengan densitas fluida subkritis dimana kenaikan suhu mengurangi densitas cairan

sehingga menurunkan kelarutan pelarut HFC-134a.

Page 52: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

39

Adapun penggunaan perbandingan massa sampel:pelarut bertujuan untuk

melihat pemerolehan rendemen yang maksimum, hal ini dikarenakan massa HFC-

134a yang lebih tinggi berkaitan dengan banyaknya fresh solvent dalam bejana

ekstraksi yang akan berinteraksi dan bertindak sebagai pelarut pembawa untuk

mengekstraksi senyawa dari daun johar, sehingga memberikan lebih banyak hasil

dalam produk ekstraksi (Lelono et al., 2018). Rasio 1:10 dipilih karena rasio

tersebut merupakan kondisi yang optimum dalam menghasilkan produk eskstraksi

dengan kondisi reaktor yang stabil. Berdasarkan percobaan pendahuluan yang

dilakukan sebelumnya, telah dilakukan variasi perbandingan sebesar 1:10 dan

1:20, hasil pada percobaan pendahuluan menunjukkan bahwa pada saat proses

ekstraksi dengan perbandingan 1:20, terjadi perubahan tekanan yang signifikan

pada reaktor yakni hampir mencapai 20 bar. Jika kenaikan tekanan cukup besar

maka dikhawatirkan akan terjadi kerusakan pada reaktor yang juga akan

berpengaruh kepada proses ekstraksi, karena pada proses ekstraksi sebelumnya

hanya berlangsung pada kisaran tekanan sebesar 8-10 bar.

Yuqian et al. (2012) menunjukkan bahwa tekanan ekstraksi secara

signifikan berpengaruh terhadap tingkat ekstraksi. Pengamatan ini dapat

dijelaskan dengan teori parameter polarisabilitas (π*) yang ditetapkan oleh

Kamlet (1977) dan Laurence (1994), menunjukkan adanya hubungan linear antara

π* dan densitas pelarut. Abbott dan Eardley (1998) mempelajari lebih lanjut

hubungan antara nilai π* R134a dengan tekanan dan hasilnya menunjukkan

bahwa nilai π* pada keadaan cair meningkat dengan adanya tekanan dalam

keadaan cair. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan tekanan meningkatkan nilai

π* dari pelarut R134a, memperbaiki daya solvasinya, meningkatkan densitas

Page 53: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

40

pelarut, mengakibatkan interaksi intermolekul zat terlarut menjadi lebih kuat

(Yuqian et al., 2012). Selain itu, kelarutan analit bergantung pada keseimbangan

kompleks antara densitas cairan subkritikal dan tekanan uap zat terlarut, dimana

keduanya dikontrol dengan tekanan dan suhu cairan.

Pelarut HFC-134a semula berwujud gas, kemudian dipompa hingga

mencapai keadaan subkritis sesuai dengan suhu dan terkanannya akan

menyebabkan gas berubah menjadi cairan. Oleh sebab itu, semakin banyak pelarut

HFC-134a yang ditambahkan kedalam ekstraktor, maka akan menyebabkan

kenaikan suhu dan juga tekanan. Peningkatan tekanan menghasilkan peningkatan

densitas cairan dan semakin tinggi densitas maka semakin besar kelarutan zat

terlarut (Pourmortazavi et al., 2007). Namun demikian, peningkatan tekanan ke

titik tertentu dapat mengurangi difusi pelarut dan menghasilkan kontak yang

berkurang dengan pori-pori dalam sampel, sehingga berpotensi mengurangi

kelarutan dari zat terlarut (Belwal et al., 2016).

Pada penelitian ini, alat ekstraksi sistem subkritik HFC-134a yang dirancang

oleh Pusat Penelitian Kimia LIPI hanya dapat digunakan pada tekanan maksimum

40 bar. Alat yang dirancang ini pun tidak dapat mengatur suhu serta tekanan yang

dinginkan, sehingga proses ekstraksi dapat diatur dari banyaknya massa HFC-

134a yang dialirkan yang akan mempengaruhi suhu dan tekanan. Sehingga

efisiensi ekstraksi dapat diperkirakan. Proses ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali

siklus, dimana masing-masing siklus berlangsung selama 3 jam. Proses ekstraksi

menghasilkan 3 ekstrak HFC-134a dari masing-masing kondisi proses ekstraksi

yang kemudian akan dihitung massanya dan digabungkan.

Page 54: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

41

Berdasarkan beberapa parameter di atas, ekstraksi subkritik HFC-134a

dinilai lebih efisien dibanding metode ekstraksi maserasi. Penelitian yang

dilakukan oleh lelono et al. (2018) telah dilakukan ekstraksi daun johar secara

maserasi. Sebanyak 1 kg sampel daun johar dimaserasi selama kurang lebih 7 hari

menghasilkan ekstrak metanol dan n-heksana dengan rendemen masing-masing

sebesar 6,2 % dan 2,7 %. Meskipun ekstraksi subkritik HFC-134a belum

memberikan hasil rendemen yang lebih besar, tapi ekstraksi ini dinilai cukup

efisien jika dibandingkan dari segi waktu. Dengan 250 g sampel dan waktu

ekstraksi total 9 jam selama 3 siklus memberikan rendemen total sebesar 0,47 %.

4.2 Uji Fitokimia

Uji fitokimia bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit

sekunder yang terdapat pada ekstrak daun johar hasil ekstraksi subkritik HFC-

134a. Uji ini meliputi uji alkaloid, flavonoid, polifenol, tanin, triterpenoid, steroid,

dan saponin. Adapun kandungan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak daun

johar hasil ekstraksi HFC-134a dapat dilihat pada Tabel 5.

Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa beberapa uji terhadap sampel

memberikan hasil positif senyawa golongan alkaloid, tanin dan steroid, sedangkan

flavonoid, polifenol, triterpenoid dan saponin memberikan hasil uji yang negatif.

Pada analisis senyawa alkaloid dengan pereaksi Dragendorff, terbentuk

endapan jingga sehingga diketahui bahwa ekstrak daun johar positif mengandung

alkaloid. Prinsip dari metode ini adalah reaksi pengendapan yang terjadi karena

adanya penggantian ligan. Menurut Sastrohamidjojo (1996) metode ini memiliki

kelemahan yaitu pereaksi-pereaksi tersebut tidak saja dapat mengendapkan

Page 55: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

42

alkaloid tetapi juga dapat mengendapkan beberapa jenis senyawa antara lain,

protein, kumarin, α-piron, hidroksi flavon, dan tannin.

Tabel 5. Hasil uji fitokimia ekstrak daun johar

Golongan Hasil Keterangan

Alkaloid Endapan jingga Positif

Flavonoid Larutan hijau-jingga Negatif

Tanin Larutan coklat kehitaman Positif

Triterpenoid Larutan hijau Negatif

Steroid Larutan hijau kecoklatan Positif

Saponin Tidak menimbulkan busa Negatif

Hasil uji positif selanjutnya yakni adanya tanin. Tanin dibagi menjadi dua

golongan dan masing-masing golongan memberikan reaksi warna yang berbeda

terhadap FeCI3 1%. Golongan tanin hidrolisis akan menghasilkan warna biru

kehitaman dan tanin kondensasi akan menghasilkan warna hijau kehitaman. Pada

saat penambahannya, diperkirakan FeC13 1% bereaksi dengan salah satu gugus

hidroksil yang ada pada senyawa tanin. Hasil reaksi itulah yang akhirnya

menimbulkan warna. Pereaksi FeCI3 1% digunakan secara luas untuk

mengidentifikasi senyawa fenol termasuk tanin. Pada daun johar diketahui

terdapat adanya tanin kondensasi karena hasil pengamatan memberikan warna

hitam kehijauan (Qurrota dan Laily, 2011).

Hasil uji juga mendeteksi positif adanya steroid. Analisis ini didasarkan

pada kemampuan senyawa triterpenoid dan steroid membentuk warna dengan

H2SO4 dalam pelarut asam asetat glasial. Hasil yang diperoleh menunjukkan

adanya steroid terbentuk dengan warna biru kehijauan.

Pengujian ini memberikan hasil serupa seperti yang dilakukan oleh Fitriah

et al. (2017) tentang uji fitokimia pada ekstrak daun johar menggunakan pelarut

Page 56: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

43

dengan tingkat kepolaran berbeda (heksan; etil asetat; dan etanol), dimana ekstrak

dengan pelarut semipolar (etil asetat) hanya menunjukkan hasil positif pada uji

alkaloid, tanin dan juga steroid. Kesamaan hasil pengujian dapat diduga karena

pada penelitian ini ekstrak yang digunakan juga merupakan hasil ekstraksi

menggunakan pelarut semipolar yaitu HFC 134a, sehingga kemungkinan

golongan senyawa yang tertarik hampir sama yaitu alkaloid, tanin dan steroid.

4.3 Fraksinasi Ekstrak daun Johar

Tahap ini diawali dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT)

dengan fasa diam berupa plat silika gel GF254 dan fasa gerak berupa campuran

pelarut (n-heksana:etil asetat) dengan beberapa perbandingan (7:3, 8:2 dan 9:1).

Hal ini dilakukan sebelum tahap fraksinasi untuk melihat profil pemisahan noda

pada ekstrak. Analisis dengan menggunakan KLT merupakan pemisahan

komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi yang ditentukan oleh

fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen). Komponen kimia bergerak naik

mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen

kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan jarak yang

berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya (Stahl, 1969). Pemisahan yang baik

ditandai dengan nilai Rf KLT yang baik berkisar antara 0,2-0,8. Jika Rf terlalu

tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen (Gandjar dan

Rohman, 2007).

Penampakan noda pada analisis kromatografi lapis tipis (KLT) dilakukan di

bawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 dan 365 nm. Hasil profil noda

dari ekstrak daun johar menggunakan beberapa perbandingan eluen n-heksana:

etil asetat ditunjukkan pada Gambar 8.

Page 57: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

44

Gambar 8. Hasil KLT ekstrak daun johar berbagai perbandingan pelarut

(a) UV 254 nm dan (b) UV 365 nm

Gambar 8 menunjukkan hasil KLT pada panjang gelombang yang berbeda.

Hasil KLT di bawah sinar UV gelombang pendek λ 254 nm memberikan

pemisahan berupa noda hitam yang masih agak samar, sehingga untuk

memperjelas noda maka perlu dimunculkan dengan UV λ 365 nm. Hasilnya

memberikan gambar bentuk noda yang lebih jelas dengan berbagai warna yang

berflorosens seperti hitam, merah, biru-kehijauan, hijau dan juga biru. Spot yang

memberikan warna hitam diduga merupakan tanin, merah untuk klorofil, biru-

kehijauan untuk terpenoid, warna hijau untuk flavonoid dan biru untuk steroid

(Yuda et al., 2017)

Gambar 8 yang merupakan KLT ekstrak hasil ekstraksi subkritik HFC-134a

menunjukkan noda pemisahan yang lebih sederhana jika dilihat dari bentuk/spot

noda yang dihasilkan lebih sedikit dan tidak menumpuk. Hal tersebut berkaitan

keunggulan ekstraksi ini dalam hal selektivitas, dimana pelarut cenderung

menarik komponen nonpolar hingga semi polar.

(a) (b)

Heksana:EA

(7:3) Heksana:EA

(8:2) Heksana:EA

(9:1) Heksana:EA

(7:3) Heksana:EA

(8:2) Heksana:EA

(9:1)

Page 58: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

45

Hasil analisis KLT ekstrak kasar daun johar pada Gambar 8 menghasilkan

pola pemisahan yang berbeda sesuai dengan perbandingan eluen yang digunakan.

Pemisahan kurang sempurna terjadi pada perbandingan eluen n-heksana:etil asetat

7:3 dan 9:1 yang ditunjukkan dengan jarak antar noda saling berhimpit atau belum

terpisah secara jelas, akan tetapi pada eluen n-heksana:etil asetat dengan

perbandingan 8:2 memiliki noda pemisahan yang cukup baik dibandingkan

dengan hasil KLT lainnya. Hasil pemisahan noda pada KLT yang tidak sempurna

menjadikan pemilihan sistem eluen untuk proses fraksinasi dilakukan secara

gradien (Gibbons, 2012)

Tahap fraksinasi selanjutnya dilakukan terhadap ekstrak daun johar

menggunakan metode kromatografi kolom gravitasi. Sebelum dilakukan elusi,

sebanyak 1,1749 g ekstrak daun johar diimpregnasi menggunakan silika dengan

perbandingan 1:1. Tujuan dari proses impregnasi adalah agar sampel yang akan

difraksinasi dapat tersebar dengan homogen dan diharapkan hasil pemisahannya

baik. Selanjutnya dilakukan proses fraksinasi menggunakan kromatografi kolom

berdiameter 2,5 cm yang telah berisi silika gel G-60 (Merck) dengan

perbandingan sampel:silika sebanyak 1:25 atau mencapai hingga 1/3 kolom.

Elusi dilakukan dengan metode gradien, sehingga elusi diawali dengan

eluen tunggal n-heksana yang bersifat nonpolar kemudian divariasi dengan

perbandingan eluen yang lebih polar yakni n-heksana:etil asetat 9:1 hingga

perbandingan 3:7. Hal ini diharapkan senyawa yang terkandung dalam ekstrak

dapat terpisah dengan baik. Fase gerak dibiarkan mengalir melalui kolom yang

disebabkan oleh gaya dorong gravitasi, dimana pita senyawa terlarut akan

bergerak dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi

Page 59: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

46

ketika keluar dari kolom (Gritter et al., 1991). Fraksi hasil pemisahan kolom

kromatografi kemudian ditampung ke dalam botol vial dan diidentifikasi kembali

dengan metode KLT serta dikumpulkan berdasarkan kesamaan spot yang

dihasilkan. Hingga pada tahap akhir didapatkan sebanyak 28 fraksi (F1-F28)

dengan bobot masing-masing fraksi dapat dilihat pada Tabel 6.

Berdasarkan Tabel 6, fraksi dengan bobot cukup banyak didapatkan pada F2

dan F7. Kedua fraksi inilah yang kemudian digunakan untuk tahap selanjutnya.

Selain bobot terbanyak yang dihasilkan, kedua fraksi ini juga menghasilkan wujud

menyerupai semi kristal padat (Gambar 9). Sedangkan untuk fraksi dengan bobot

yang juga cukup banyak seperti F1 tidak digunakan karena fraksinya berwujud

seperti minyak.

Tabel 6. Bobot fraksi hasil kromatografi kolom gravitasi

Fraksi Bobot Fraksi (mg) Fraksi Bobot Fraksi (mg)

F1 41,6 F15 7,3

F2 59,6 F16 15,4

F3 18,6 F17 3,6

F4 25,4 F18 3,7

F5 25,9 F19 2,9

F6 20,9 F20 5,4

F7 38,2 F21 5,3

F8 23,1 F22 7,1

F9 7,2 F23 5,6

F10 4,3 F24 16,9

F11 14,5 F25 26,2

F12 29,7 F26 15,5

F13 35,4 F27 2,3

F14 6,3 F28 20,9

Jumlah bobot fraksi keseluruhan 488,8 mg

Page 60: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

47

Fraksi yang memiliki bobot yang besar memiliki potensi untuk dilakukan

pemisahan selanjutnya. Pemisahan dapat dilanjutkan pada suatu sampel apabila

memiliki pola pemisahan KLT yang baik, massa yang cukup banyak dan aktivitas

senyawa yang baik pula (Sukandar et al., 2015).

Gambar 9. Hasil fraksinasi ekstrak daun johar (a) Fraksi F2 dan (b) Fraksi F7

4.4 Uji Aktivitas Kualitatif Antioksidan Ekstrak, Fraksi F2 dan F7

Selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas antioksidan terhadap ekstrak

maupun fraksi hasil pemisahan kromatografi kolom gravitasi. Salah satu metode

yang paling umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan adalah dengan

menggunakan metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH). Terdapat 2 cara

yang dilakukan. Pertama dilakukan dengan cara kualitatif, ekstrak yang masih

segar dan 28 fraksi hasil fraksinasi diuji secara kualitatif dengan menggunakan

KLT kemudian dielusi menggunakan fase gerak n-heksana:etil asetat lalu

disemprot dengan penampak bercak larutan DPPH dan dilihat perubahan

warnanya. Hasil KLT tersebut menunjukkan bahwa baik ekstrak (Gambar 10a)

maupun beberapa fraksi hasil fraksinasi (Gambar 10b) memiliki aktivitas

antioksidan.

a b

Page 61: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

48

(a) (b)

Gambar 10. (a) Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak dan (b)

fraksi 1-28 (dari kiri ke kanan)

Menurut literatur adanya senyawa antioksidan dalam uji kualitatif dengan

menggunakan KLT ditandai dengan terbentuknya bercak berwarna kuning

berlatar ungu pada pelat KLT yang disemprot dengan penampak bercak larutan

DPPH (Masoko dan Eloff, 2007). Perubahan warna ini terjadi dikarenakan adanya

senyawa yang memberikan atom hidrogen kepada radikal DPPH sehingga

tereduksi menjadi bentuk yang lebih stabil yaitu DPPH (Molyneux, 2004).

4.5 Uji Aktivitas Kuantitatif Antioksidan Ekstrak, Fraksi F2 dan F7

Pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak daun johar (cassia siamea L.)

dilakukan dengan menggunakan metode radical scavenging DPPH (1,1-difenil-2-

pikrilhidrazil), metode ini digunakan karena prosedur pengukuran yang sangat

mudah dapat dilakukan dalam waktu yang cukup singkat, menggunakan sampel

dalam jumlah yang sedikit, dan pengukurannya dilakukan dengan

spektrofotometri UV-Vis. Pengukuran aktivitas antioksidan sampel dilakukan

pada panjang gelombang 517 nm yang merupakan panjang gelombang maksimum

DPPH, dengan konsentrasi DPPH 50 mM. Adanya aktivitas antioksidan dari

sampel mengakibatkan perubahan warna pada larutan DPPH dalam metanol yang

semula berwarna violet pekat menjadi kuning pucat. Penentuan aktivitas

antioksidan dengan menggunakan metode DPPH dinyatakan dengan nilai

A B C 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28

Page 62: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

49

banyaknya DPPH yang tereduksi. Hasil pengujian aktivitas antioksidan kuantitatif

dengan DPPH pada ekstrak, fraksi F2 dan F7 ditunjukkan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Hasil pengujian aktivitas antioksidan kuantitatif

Sampel

Persen inhibisi radikal DPPH (%) Kemampuan

inhibisi 10 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm

Ekstrak kasar

daun johar 56.751 74.142 77.117 81.693 Kuat

Fraksi F2 14.332 17.670 20.419 21.728 Lemah

Fraksi F7 14.398 25.851 25.262 29.843 Lemah

Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat disimpulkan bahwa % inhibisi yang

paling besar diperoleh pada hasil ekstrak. Nilai % inhibisi merupakan nilai

penghambatan senyawa terhadap radikal bebas DPPH, semakin besar nilai %

inhibisi menunjukkan semakin besar nilai penghambatan. Pada ekstrak dengan

konsentrasi terkecil sebesar 10 ppm mempunyai % inhibisi dengan nilai di atas

50%, ini menandakan bahwa kekuatan antioksidan pada ekstrak dinilai cukup

kuat. Sedangkan pada fraksi F2 dan F7 diperoleh nilai % inhibisi sebesar 14%

yang cukup jauh dari kisaran 50 %. Begitupun dengan konsentrasi terbesar yakni

200 ppm, nilai % inhibisi pada ekstrak mencapai 81 % sedangkan pada Fraksi F2

dan F7 hanya mencapai nilai sebesar 21 % dan 29 %. Jika kedua fraksi antara F2

dan F7 dibandingkan, fraksi F7 memberikan hasil % inhibisi yang lebih besar

dibanding fraksi F2.

DPPH yang mengandung radikal bebas jika direaksikan dengan ekstrak

tumbuhan yang mengandung antioksidan akan mengalami reaksi penangkapan

hidrogen dari antioksidan oleh radikal bebas DPPH dan mengubah DPPH menjadi

Page 63: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

50

bentuk tereduksi sehingga intensitas warna ungu larutan menjadi berkurang

(Molyneux, 2004). Perubahan intensitas warna antara ekstrak sampel+DPPH

dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Perubahan intensitas warna ekstrak + DPPH

Perubahan intensitas warna (peluruhan warna ungu dari DPPH) sebanding

dengan besar kecilnya aktivitas antioksidan pada suatu sampel. Pada Gambar 11

dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi sampel akan memberikan

peredaman warna yang lebih signifikan, karena semakin tinggi konsentrasi ekstrak

maka partikel-partikel senyawa antioksidan yang terkandung akan semakin

banyak sehingga semakin besar pula aktivitas antioksidannya.

4.6 Karakterisasi Fraksi F2 dan F7

4.6.1 Analisis FTIR

Analisis FTIR bertujuan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang berguna

untuk penentuan struktur. Analisis data FTIR dilakukan dengan cara

membandingkan puncak dan intensitas yang muncul pada spektra IR dengan

referensi, pergeseran dan perubahan puncak dan intensitas seringkali terjadi pada

Page 64: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

51

spektra IR karena perbedaan lingkungan kimia gugus fungsi serta pelarut yang

digunakan (Silverstein et al., 2005). Hasil analisis FTIR fraksi F2 dan F7

ditampilkan pada Gambar 12.

Gambar 12. Hasil spektrum FTIR fraksi F2 dan F7

Berdasarkan Gambar 12 diperoleh data beberapa gugus fungsi yang terdapat

pada fraksi F2 dan F7 yang dapat dilihat pada Tabel 8. Analisis spektrum FTIR

yang terlihat pada Tabel 8 menunjukkan bahwa masing-masing fraksi (fraksi F2

dan F7) memiliki gugus fungsi, seperti gugus OH, metil, C=O, C=C alkena,

metilen serta C-O yang merupakan gugus fungsi yang umum terdapat pada

senyawa organik.

Page 65: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

52

Tabel 8. Hasil analisis gugus fungsi fraksi F2 dan F7

Bilangan gelombang (cm-1) Perkiraan gugus

fungsi F2 F7

3441.01 3456.44 O-H (regang)

2935.66 dan 2872.01 2939.52 dan 2872.01 -CH3 (regang)

1720.50 1697.36 C=O (regang)

- 1649.14 C=C alkena

1450.47 1450.47 -CH2

1373.32 1371.39 Metil, CH3

1255.66 1286.52 C-O

808.17 - =C-H alkena

Berdasarkan hasil analisis, kedua fraksi memberikan hasil yang tidak jauh

berbeda. Analisis pada fraksi F2 menunjukkan adanya serapan melebar dengan

intensitas lemah pada bilangan gelombang 3441 cm-1 yang menandakan adanya

gugus OH yang diperkuat dengan adanya serapan kuat dari gugus C-O pada

bilangan gelombang 1255 cm-1. Adapun serapan pada bilangan gelombang 2935

cm-1 dan 2872 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi regang dari gugus metil (CH3).

Vibrasi regang gugus C-H pada daerah 2935 cm-1 diperkuat dengan adanya vibrasi

tekuk gugus C-H pada bilangan gelombang 1450 cm-1. Serapan kuat pada daerah

1720 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=O (keton). Sama halnya dengan hasil

analisis fraksi F7 dengan sedikit tambahan kemunculan gugus fungsi C=C alkena

pada bilangan gelombang 1649 cm-1.

4.6.2 Analisis LC-MS/MS

Analisis menggunakan LC-MS/MS bertujuan untuk mengetahui berat

molekul serta kemungkinan struktur senyawa yang terdapat pada fraksi F2 dan

fraksi F7. Hasil identifikasi menghasilkan beberapa puncak kromatogram dengan

Page 66: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

53

waktu retensi yang berbeda, yang kemudian dibandingkan antara spektrum massa

pengukuran dengan database pada Mass Bank untuk mengetahui prediksi

senyawa tersebut.

4.6.2.1 Analisis LC-MS/MS Fraksi F2

Hasil analisis fraksi 2 dari ekstrak johar HFC-134a menggunakan

LCMS/MS menghasilkan kromatogram dengan waktu retensi yang tertera pada

Gambar 14. Hasil analisis menunjukkan terdapat 16 puncak kromatogram dengan

3 puncak utama yang berhasil diidentifikasi. Berikut merupakan beberapa dugaan

prediksi senyawa yang terdapat dalam fraksi F2.

Gambar 13. Kromatogram Fraksi F2

Analisis senyawa pertama dilakukan terhadap puncak-puncak berdasarkan

fragmentasi tiap-tiap senyawa dibandingkan dengan spektra massa database yang

merupakan data sekunder hasil penelitian yang ada. Studi literatur terhadap pola

fragmentasi ditekankan pada penelusuran base peak (puncak dasar) dan puncak-

puncak yang khas dari suatu senyawa kemudian dibandingkan dengan spektra

massa dari senyawa yang akan ditentukan.

Spektrum massa Fraksi 2 dengan waktu retensi 7,58 pada energi rendah

menunjukkan nilai m/z sebesar 171,1493 dengan kelimpahan 100% yang

merupakan ion molekul senyawa tersebut (Gambar 14a), metode ionisasi yang

Page 67: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

54

digunakan pada pengujian ini adalah [M+H]+ sehingga berat molekul

sesungguhnya adalah 170,1493. Setelah dilakukan perbandingan dengan database

pada MassBank, terdapat beberapa kesamaan spektrum massa dengan nilai m/z

yakni 95; 135; 171; dan 172 yang diduga merupakan senyawa δ-dekalakton

dengan berat molekul sebesar 170,1307 (Gambar 14b).

δ-dekalakton merupakan senyawa lakton, turunan/siklisasi asam karboksilat,

banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan zat perasa dan aroma.

Penelitian Rali et al. (2007) menyebutkan bahwa δ-dekalakton ditemukan sebagai

konstituen minor pada bagian heartwood Cryptocarya massoy (Oken) dan

penelitian Mahajan et al. (2004) menyebutkan beberapa senyawa seperti δ-

dekalakton dan γ-hexalakton dengan aroma buah teridentifikasi dari sampel bubuk

whey manis.

Gambar 14. (a)Spektrum massa fraksi F2 pada waktu retensi 7,58 dan

(b)Spektrum massa database MassBank senyawa δ-dekalakton

[M+H]+

171.14

172.09

95.09

135.12

a

b

Page 68: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

55

Lakton, khususnya γ dan δ-lakton, diketahui memiliki sifat-sifat

organoleptik yang berguna dan memiliki kandungan rasa dan aroma yang penting

dalam kebanyakan bahan alam. Secara teori, lakton alami dapat diisolasi dari

bahan tanaman dengan ekstraksi atau distilasi. Namun, dalam prakteknya ini

sering tidak praktis atau tidak mungkin karena lakton hadir dalam konsentrasi

yang sangat rendah (Shashkov et al., 2012).

Selanjutnya pada spektrum massa Fraksi 2 dengan waktu retensi 8,85

menunjukkan puncak tertinggi pada kromatogram. Pada spektrum massa energi

rendah menunjukkan nilai m/z sebesar 245,1389 dengan kelimpahan 100% yang

merupakan ion molekul senyawa tersebut (Gambar 15a), metode ionisasi yang

digunakan pada pengujian ini adalah [M+H]+ sehingga berat molekul

sesungguhnya adalah 244,1389. Adapun nilai m/z sebesar 227,1281 merupakan

daughter ion yakni ion fragmen karakteristik dan kedua nilai tersebut dapat

digunakan untuk menduga suatu senyawa.

Setelah dibandingkan dengan database pada MassBank terdapat beberapa

kesamaan spektrum massa hasil pengukuran dengan spektrum massa biotin yaitu

pada m/z 93; 121; 163; 181; 209; 227; dan 245. Prediksi ini semakin diperkuat

dengan adanya dugaan senyawa pada The Human Metabolome Database

(HMDB) dimana senyawa biotin dapat bersumber dari tanaman golongan

Fabaceae yang juga merupakan golongan dari sampel tanaman yang digunakan

pada penelitian ini. Maka dugaan senyawa yang muncul pada waktu retensi 8,85

tersebut merupakan senyawa biotin dengan berat molekul 244,0881 (Gambar 15b)

Adapun nilai daughter ion merupakan nilai dari suatu fragmentasi yang

khas. Jika dikaitkan dengan struktur senyawa biotin, terdapat gugus –OH, dimana

Page 69: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

56

jika gugus tersebut lepas akibat ionisasi maka molekul akan kehilangan massa

atom –OH sebesar 17 sehingga muncul nilai 227,1281 sebagai daughter ion

senyawa tersebut.

Biotin merupakan senyawa turunan imidazol. Biotin, mikronutrien

esensial untuk semua mamalia, adalah anggota kelompok vitamin B kompleks.

Biotin ditemukan dalam eksperimen nutrisi yang mengungkapkan faktor dalam

bahan makanan yang mampu menyembuhkan dermatitis bersisik, rambut rontok,

dan tanda-tanda neurologis yang diinduksi pada tikus yang diberi putih telur

kering (Said, 2002).

Gambar 15. (a)Spektrum massa fraksi F2 pada waktu retensi 8,85 dan

(b)Spektrum massa database MassBank senyawa biotin

Biotin merupakan mikronutrien penting untuk semua mamalia hidup

karena perannya sebagai kofaktor karboksilasi dan enzim dekarboksilasi.

245.10 227.10

209.10

163 181.10 93.10 121.10

[M+H]+

Daughter Ion

a

b

Page 70: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

57

Kompleks enzim ini memainkan peran penting dalam beberapa proses

metabolisme termasuk glukoneogenesis, sintesis asam lemak, dan amino

katabolisme asam (Meynda dan Anggraini, 2017). Fungsi biotin dalam sintesis

protein adalah produksi keratin yang memiliki kontribusinya terhadap

pertumbuhan kuku dan rambut yang sehat (Meynda dan Anggraini, 2017).

Selanjutnya pada peak terakhir di spektrum massa Fraksi 2 dengan waktu

retensi 10,33 pada energi rendah menunjukkan nilai m/z sebesar 227,1287 dengan

kelimpahan 100% yang merupakan ion molekul senyawa tersebut (Gambar 16a).

Gambar 16. (a)Spektrum massa Fraksi 2 pada waktu retensi 10,33 dan

(b)Spektrum massa database MassBank senyawa asam

korismat

209.04

227.06

193.04

[M+H]+

Daughter Ion

a

b

Page 71: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

58

Metode ionisasi yang digunakan pada pengujian ini adalah [M+H]+ sehingga berat

molekul sesungguhnya adalah 226,1287. Adapun nilai m/z sebesar 209,1276

merupakan daughter ion yakni ion fragmen karakteristik dan kedua nilai tersebut

dapat digunakan untuk menduga suatu senyawa. Setelah dibandingkan dengan

database pada MassBank terdapat beberapa kesamaan spektrum massa hasil

pengukuran dengan spektrum massa korismat yaitu pada m/z 193; 209 dan 227.

Prediksi ini semakin diperkuat dengan adanya dugaan senyawa pada The Human

Metabolome Database (HMDB) dimana senyawa asam korismat dapat bersumber

dari tanaman golongan Fabaceae yang juga merupakan golongan dari sampel

tanaman yang digunakan pada penelitian ini. Maka dugaan sementara senyawa

yang muncul pada waktu retensi 10.33 tersebut merupakan senyawa asam

korismat dengan berat molekul 266,0477 (Gambar 16b)

Adapun nilai daughter ion merupakan nilai dari suatu fragmentasi yang

khas. Jika dikaitkan dengan struktur senyawa asam korismat, terdapat gugus –OH,

dimana jika gugus tersebut lepas akibat ionisasi maka molekul akan kehilangan

massa atom –OH sebesar 17. Sehingga muncul nilai 209,1176 sebagai daughter

ion senyawa tersebut.

Chorismic acid atau asam korismat, produk akhir dari jalur sikimat, adalah

prekursor dari tiga asam amino aromatik dan beberapa senyawa aromatik lainnya

dari metabolisme primer. Selain itu, tiga asam amino aromatik merupakan

prekursor untuk berbagai macam metabolit sekunder tanaman (Dewick, 1998).

Asam korismat merupakan prekursor utama sintesis asam amino dan hormon

melalui jalur antranilat dan prepenat. Dari jalur prepenat, asam korismat akan

diubah menjadi tirosin, bahan penting dalam pembentukan tunas (Beaudoin-Eagan

Page 72: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

59

dan Thorpe, 1983) dan fenilalanin menjadi prekursor penting pembentuk lignin,

flavonoid dan antosianin (Winkel-Shirley, 2002).

Struktur senyawa prediksi yang terdapat pada fraksi F2 dapat dilihat pada

Gambar 17 berikut

Gambar 17. Struktur (A) δ-dekalakton, (B) biotin, dan (C) asam korismat

Selanjutnya dibuat hubungan keterkaitan antara analisis LCMS-MS dengan

FTIR pada fraksi 2. Senyawa prediksi A yaitu δ-dekalakton memiliki struktur

dimana semua gugus fungsinya menunjukan pita serapan dalam spektrum FTIR

yaitu C-H alkana, C-O dan C=O. Kemudian untuk senyawa prediksi B yaitu biotin

memiliki struktur dimana spektrum FTIRnya hanya menunjukkan beberapa

serapan gugus fungsi seperti O-H, C=O, C-O, dan C-H alkana, namun untuk

gugus fungsi seperti N-H, C-S, dan juga C-N tidak nampak. Selanjutnya senyawa

prediksi C yaitu asam korismat, beberapa gugus fungsi penyusun strukturnya

menunjukkan serapan pada spektrum FTIR seperti O-H, C=O, C-O dan ==C-H

alkena, sedangkan gugus C=C tidak muncul. Namun dugaan ini belum terlalu

meyakinkan karena senyawa masih terdapat dalam bentuk fraksi/campuran

sehingga belum dapat dipastikan serapan gugus fungsi yang muncul/nampak

tersebut milik senyawa A, B atau C.

(A) (B) (C)

Page 73: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

60

4.6.2.2 Analisis LC-MS/MS Fraksi F7

Hasil analisis Fraksi F7 dari ekstrak johar HFC-134a menggunakan

LCMS/MS menghasilkan kromatogram dengan waktu retensi yang tertera pada

Gambar 18. Hasil analisis menunjukkan terdapat 12 puncak kromatogram dan

terdapat 4 puncak utama yang berhasil diidentifikasi.

Gambar 18. Kromatogram fraksi F7

Spektrum massa fraksi 7 dengan waktu retensi 9,91 menunjukkan puncak

tertinggi pada kromatogram. Pada spektrum massa pada energi rendah

menunjukkan nilai m/z sebesar 181,1219 dengan kelimpahan 100% yang

merupakan ion molekul senyawa tersebut (Gambar 19a), metode ionisasi yang

digunakan pada pengujian ini adalah [M+H]+ sehingga berat molekul

sesungguhnya adalah 180,1219. Adapun nilai m/z sebesar 163,1109 merupakan

daughter ion yakni ion fragmen karakteristik dan kedua nilai tersebut dapat

digunakan untuk menduga suatu senyawa.

Setelah dibandingkan dengan database pada MassBank terdapat beberapa

kesamaan spektrum massa hasil pengukuran dengan spektrum massa teobromin

yaitu pada m/z 91; 107; 123; 149; 163 dan 181. Prediksi ini semakin diperkuat

dengan adanya dugaan senyawa pada HMDB dimana senyawa teobromin dapat

Page 74: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

61

bersumber dari tanaman golongan Fabaceae yang juga merupakan golongan dari

sampel tanaman yang digunakan pada penelitian ini. Maka dugaan sementara

senyawa yang muncul pada waktu retensi 9,91 tersebut merupakan senyawa

teobromin dengan berat molekul 180,0647 (Gambar 19b).

Gambar 19. (a)Spektrum massa fraksi F7 pada waktu retensi 9,91 dan

(b)Spektrum massa database MassBank senyawa Theobromin

Teobromin, bersama dengan kafein dan teofilin, merupakan derivat xantin

ialah alkaloid yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Ketiganya merupakan

derivate xantin yang mengandung gugus metil. Teobromin, bersama kafein dapat

bertindak sebagai antioksidan. Teobromin menetralisasi radikal hidroksil,

peroksil, dan oksigen tunggal, sehingga dapat disejajarkan dengan antioksidan

lainnya seperti glutation dan asam askorbat. Meski begitu, kemampuan teobromin

lebih rendah daripada polifenol (Maleyki dan Ismail, 2010).

181.

20

10

7

123.3

0 149.1

0

163.

10 91

[M+H]+

Daughter Ion

b

a

Page 75: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

62

Selanjutnya pada spektrum massa Fraksi 7 dengan waktu retensi 11,90 pada

energi rendah menunjukkan nilai m/z sebesar 267,1596 dengan kelimpahan 100%

yang merupakan ion molekul senyawa tersebut (Gambar 20a), metode ionisasi

yang digunakan pada pengujian ini adalah [M+H]+ sehingga berat molekul

sesungguhnya adalah 266,1596. Setelah dilakukan perbandingan dengan database

pada The Human Metabolome Database (HMDB), terdapat beberapa kesamaan

spektrum massa dengan nilai m/z yakni 149; 203; 207; dan 267 yang diduga

merupakan senyawa Arabsin dengan berat molekul sebesar 266,3328.

Arabsin merupakan salah satu sesquiterpen lakton yang ditemukan dalam

Artemisia absinthium (wormwood) dengan struktur yang didasarkan pada turunan

eudesmanolida atau sekoeudesmanolida. Di dalam sel, arabsin terutama terletak di

sitoplasma. Di luar tubuh manusia, arabsin dapat ditemukan dalam minuman

beralkohol dan rempah-rempah (The Human Metabolome Database).

Gambar 20. (a)Spektrum massa fraksi F7 pada waktu retensi 11.90 dan

(b)Spektrum massa database HMDB senyawa Arabsin

[M+H]+

217.1

2

203.1

4

149.0

9

267.1

596

a

b

Page 76: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

63

Identifikasi berikutnya pada spektrum massa Fraksi 7 dengan waktu retensi

12,21 pada energi rendah menunjukkan nilai m/z sebesar 391,2841 dengan

kelimpahan 100% yang merupakan ion molekul senyawa tersebut (Gambar 21a),

metode ionisasi yang digunakan pada pengujian ini adalah [M+H]+ sehingga berat

molekul sesungguhnya adalah 390,2841. Adapun nilai m/z sebesar 337,2347

merupakan daughter ion yakni ion fragmen karakteristik dan kedua nilai tersebut

dapat digunakan untuk menduga suatu senyawa.

Setelah dilakukan perbandingan dengan database pada MassBank, terdapat

beberapa kesamaan spektrum massa hasil pengukuran dengan spektrum massa

senyawa digoxigenin dengan nilai m/z yakni 123; 133; 149; 337; dan 391 yang

diduga merupakan senyawa digoxigenin dengan berat molekul sebesar 390,2406

(Gambar 21b).

Gambar 21. (a)Spektrum massa fraksi F7 pada waktu retensi 12,21 dan

(b)Spektrum massa database MassBank senyawa Digoxigenin

39

1

33

7

12

3

13

3 14

9

b

a

[M+H]+

Daughter Ion

Page 77: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

64

Digoxigenin (DIG) adalah steroid yang banyak ditemukan pada bunga dan

daun tanaman Digitalis purpurea, Digitalis orientalis dan Digitalis lanata

(foxgloves). Digoxigenin adalah hapten, molekul kecil dengan antigenisitas

tinggi, yang digunakan dalam banyak aplikasi biologi molekuler mirip dengan

haptens populer seperti 2,4-Dinitrophenol, biotin, dan fluorescein.

Gambar 22. (a)Spektrum massa fraksi F7 pada waktu retensi 18,59 dan

(b,c)Spektrum massa MassBank senyawa oksitetrasiklin

Identifikasi terakhir pada spektrum massa Fraksi 7 dengan waktu retensi

18,59 pada energi rendah menunjukkan nilai m/z sebesar 461,3655 dengan

kelimpahan 100% yang merupakan ion molekul senyawa tersebut (Gambar 22a),

c

461.1

5 b

[M+H]+

Daughter

Ion

a

181.0

2

337.0

7

123.0

1

461.1 b

c

Daughter Ion

Page 78: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

65

metode ionisasi yang digunakan pada pengujian ini adalah [M+H]+ sehingga berat

molekul sesungguhnya adalah 460,3655.

Adapun nilai m/z sebesar 337,3470 merupakan daughter ion yakni ion

fragmen karakteristik dan kedua nilai tersebut dapat digunakan untuk menduga

suatu senyawa. Setelah dilakukan perbandingan dengan database pada MassBank,

terdapat beberapa kesamaan spektrum massa hasil pengukuran dengan spektrum

massa senyawa oksitetrasiklin dengan nilai m/z yakni 123; 181; 337; dan 461

yang diduga merupakan senyawa oxytetracycline dengan berat molekul sebesar

460,1482 (Gambar 22b).

Oksitetrasiklin merupakan tetrasiklin dengan tambahan satu gugus OH

pada struktur cincinnya. Tetrasiklin adalah keluarga antibiotik paling umum kedua

dalam penggunaan obat. Antibiotik ini menunjukkan potensi antioksidan, namun

mekanisme pastinya masih belum jelas. (Kładna et al., 2012; Kraus et al., 2005).

Struktur senyawa prediksi yang terdapat pada fraksi F7 dapat dilihat pada

Gambar 23 berikut

Gambar 23. Struktur (D) teobromin, (E) arabsin, (F) digoxigenin, dan

(G) oksitetrasiklin

(D)

(E) (G)

(F)

Page 79: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

66

Selanjutnya dibuat hubungan keterkaitan antara analisis LCMS-MS

dengan FTIR pada fraksi 7. Senyawa prediksi D yaitu teobromin memiliki

struktur dimana pada spektrum FTIR muncul serapan untuk gugus fungsi C=O,

C=C dan C-H alkana, sedangkan untuk gugus C-N dan juga N-H tidak nampak.

Kemudian untuk senyawa prediksi E yaitu arabsin, semua gugus fungsi dalam

strukturnya muncul sebagai pita serapan O-H, C=O, C-O, dan C-H alkana pada

spektrum FTIR. Berikutnya untuk senyawa prediksi F yaitu digoxigenin, pada

spektrum FTIR hanya memberikan beberapa serapan seperti gugus O-H, C=O,

C=C, C-O, C-H alkana, namun untuk =C-H alkena tidak terlihat. Begitupun untuk

senyawa G yaitu oksitetrasiklin yang pada spektrum FTIRnya hanya memberikan

serapan untuk gugus fungsi seperti O-H, C=O, C=C, C-O, sedangkan untuk C-N

dan juga N-H tidak muncul. Namun dugaan ini belum terlalu meyakinkan karena

senyawa masih terdapat dalam bentuk fraksi/campuran, sehingga belum dapat

dipastikan serapan gugus fungsi yang muncul/nampak tersebut milik senyawa D,

E, F atau G.

Berdasarkan uji fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak daun johar hasil

ekstraksi metode subkritik HFC-134a, pengujian memberi hasil positif untuk

golongan alkaloid, tanin dan steroid. Hal ini dapat dikaitkan dengan prediksi

senyawa dari LCMS-MS dimana pada fraksi 2 terdapat senyawa dari golongan

alkaloid turunan xantin dan pada fraksi 7 terdapat senyawa dari golongan steroid,

sedangkan untuk golongan tannin tidak ditemukan dalam senyawa prediksi.

Page 80: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

67

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Fraksinasi ekstrak daun johar dengan ekstraksi subkritik HFC-134a

menghasilkan fraksi F2 dan F7 dengan bobot terbanyak dan berwujud semi

kristal padat. Beberapa senyawa dugaan pada masing-masing fraksi daun

johar hasil ekstraksi subkritik HFC-134a, diantaranya yaitu senyawa δ-

dekalakton, biotin, dan asam korismat pada fraksi F2 serta senyawa

teobromin, arabsin, digoxigenin dan oksitetrasiklin pada fraksi F7.

2. Adanya potensi aktivitas antioksidan pada ekstrak kasar, fraksi F2 dan fraksi

F7 daun johar hasil ekstraksi subkritik HFC-134a berdasarkan uji kualitatif

ditandai adanya warna kuning pada spot KLT dan uji kuantitatif dengan

metode DPPH memberikan nilai % inhibisi masing-masing sebesar 81%;

21% dan 29% pada konsentrasi 200 ppm.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait ekstraksi daun johar metode

ekstraksi subkritik HFC-134a dengan variasi ratio massa sampel:pelarut serta

variasi waktu yang berbeda untuk menghasilkan rendemen yang lebih besar.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait isolasi senyawa aktif pada daun

johar hasil ekstraksi subkritik HFC-134a hingga menghasilkan senyawa

murni atau isolat.

Page 81: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

68

DAFTAR PUSTAKA

Abbott AP dan Eardley C. 1998. Solvent Properties of Liquid and Supercritical

1,1,1,2-Tetrafluoroethane. The Journal of Physical Chemistry B. 102(43):

8574–8578.

Abbott AP, Eardley CA, Scheirer JE, Uni T, and Le L. 1999. Solvent Properties of

Supercritical CO2/ HFC-134a Mixtures. Journal of Physical Chemistry B.

https://doi.org/10.1021/jp991500l

Agilent Technologies. 2001. Agilent LC-MS Primer. U.S.A 5988- 2045EN

Agromedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat, 431 Jenis Tanaman Penggempur

Aneka Penyakit. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

Akagawa M. 2001. Amine Oxidase Lie Activity of Flavonoid. Jurnal of

Biochemistry, 268(7):1953–1963.

Amaechi BT, Porteous NB, Ramalingam K, and Mensinkai P. 2013.

Remineralization of Artificial Enamel Lesions by Theobromine.

https://doi.org/10.1159/000348589

Ansel H. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi 4. Jakarta: UI Press.

Arief DA, Sangia MS, dan Kamua VS. 2017. Skrining Fitokimia dan Uji

Toksisitas Ekstrak Biji Aren (arenga pinnata M.). 6(2):12–15.

Arisandi, Yohana dan Andriani, Y. 2005. Khasiat Tanaman Obat (I). Jakarta:

Pustaka Buku Murah.

Asih Astiti. 2009. Isolasi dan identifikasi senyawa isoflavon dari kacang kedelai.

Jurnal Kimia. 3(1):33–40.

Badarinath AV, Mallikarjuna RK, Chetty CMS, Ramkanth S, Rajan TVS, and

Gnanaprakash K. 2010. A Review on In-vitro Antioxidant Methods:

Comparisions, Correlations and Considerations. International Journal of

PharmTech Research. 2(2):1276–1285.

Beaudoin-Eagan LD and Thorpe T. 1983. Shikimate Pathway Activity during

Shoot Initiation in Tobacco Callus Cultures. Plant Physiol. 73(2):228–232.

Belwal T, Dhyani P, Bhatt ID, Rawal RS, and Pande V. 2016. Optimization

extraction conditions for improving phenolic content and antioxidant activity

in Berberis asiatica fruits using response surface methodology (RSM). Food

Chemistry. 207:115–124. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2016.03.081

Bernasconi G, Gerster H, Hauser H, Stauble H, and Schneiter E. 1995. Teknologi

Page 82: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

69

Kimia Bagian 2. PT: Pradnya Paramita.

Blois M. 1958. Antioxidant Determination by The Use of A Stable Free Radical.

Journal of Nature. 181:1199–1299. https://doi.org/doi:10.1038/1811199a0

Corr S. 2002. 1,1,1,2-Tetrafluoroethane; From Refrigerant and Propellant To

Solvent. Journal of Fluorine Chemistry. 118(1–2):55–67.

https://doi.org/10.1016/S0022-1139(02)00206-3

Deguchi J, Hirahara T, Oshimi S, Hirasawa Y, and Ekasari W. 2011. Total

Synthesis of A Novel Tetracyclic Alkaloid, Cassiarin F from the Flowers of

Cassia siamea. Chemical and Pharmaceutical Bulletin. 13(16):1921–1922.

https://doi.org/10.1021/ol201674a

Deguchi J, Hirahara T, Hirasawa Y, Ekasari W, Widyawaruyanti A, Shirota O,

and Morita H. 2012. New Tricyclic Alkaloids, Cassiarins G, H, J, and K

from Leaves of Cassia siamea. Chemical and Pharmaceutical Bulletin.

60(2):219–222.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Mediteria Medika Indonesia

(Jilid IV). Jakarta: Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum

Ekstrak Tumbuhan Obat (Edisi I). Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan

Obat dan Makanan.

Dewick MP. 1998. The Biosynthesis of Shikimate Metabolites. Natural Product

Reports.15(1):17. https://doi.org/10.1039/a815017y

Elia AC, Ciccotelli V, Pacini N, Dörr AJM, Gili M, Natali M, and Abete MC.

2014. Transferability Of Oxytetracycline (OTC) From Feed to Carp Muscle

and Evaluation of The Antibiotic Effects On Antioxidant Systems in Liver

and Kidney. Fish Physiology and Biochemistry. 40(4):1055–1068.

https://doi.org/10.1007/s10695-013-9905-4

Fitriah, Mappiratu, dan Prismawiryanti. 2017. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak

Daun Tanaman Johar (Cassia siamea Lamk.) dari Beberapa Tingkat

Kepolaran Pelarut. 3(3):242–251.

Gandjar IG dan Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Gibbons S. 2012. An Introduction to Planar Chromatography and Its Application

to Natural Products Isolation (3rd editio). New York: Humana Press.

Page 83: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

70

Gritter RJ, Bobbit JM, and Schwarting A. 1991. Pengantar Kromatografi. (K.

Padmawinata, Ed.) (edisi 2). Bandung: Penerbit ITB.

Guenther E. 2006. Minyak Atsiri. (Ketaren, Ed.) (Jilid I). Jakarta: UI-Press.

Hajnos M dan Sherma J. 2011. High Performance Liquid Chromatography in

Phytochemical Analysis. Boca Raton: CRC Press.

Harborn J. 1987. Metode fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa

Tumbuhan. (Kosasih Padmawinata, Ed.) (Jilid II). Bandung: Penerbit ITB.

Harjono S. 1992. Spektroskopi Inframerah (Edisi Pert). Yogyakarta: Liberty.

Hayani E. 2007. Pemisahan Komponen Rimpang Temu Kunci Secara

Kromatografi Kolom. 12(3):35–37.

Heftmann E. 1983. Chromatography : fundamental and application of

cromatographic and electrophoretic metods. New York: Elsevier scientific

publishing company.

Hemmalakshmi S, Priyanga S, and Devaki K. 2017. Fourier Transform Infra-Red

Spectroscopy Analysis of Erythrina variegata L . Journal of Pharmaceutical

Sciences and Research. 9(11):2062–2067.

Hermanto S. 2008. Mengenal Lebih Jauh Teknik Analisa Kromatografi dan

Spektrofotometri. Jakarta: Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif

Hidayatullah.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. (B. L. Kehutanan, Ed.)

(Cet. 1). Jakarta: Yayasan Sarana Warna Jaya.

Hostettman K, Hostettman M, dan Marston A. (1995). Cara Kromatografi

Preparatif Penggunaan pada Senyawa Bahan Alam. (Padmawinata, Ed.).

Bandung: Penerbit ITB.

Hu Q, Zhou B, Gao X, Yang L, Shu L, Shen Y, and Yang G. 2012. Antiviral

Chromones from the Stem of Cassia siamea. Journal of Natural Products:1–

6. https://doi.org/doi.org/10.1021/np300395m

Hugh MA and Kronish V. 1993. Supercritical Fluids Extractions Principle and

Practice. London: Butterworth-Heinemann.

Ingkaninan K, Ijzerman AP, dan Verpoorte R. 2000. Luteolin, a Compound with

Adenosine A1 Receptor-Binding Activity, Chromone and

Dihydronaphthalenone Constituents from Senna siamea. Journal of Natural

Products. 63(3):315–317. https://doi.org/10.1021/np9904152

Jumari, Lilih K dan Sri U. 2003. Biodiversitas Tumbuhan. Semarang.

Page 84: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

71

Kardono LBS, Artanti N, Dewiyanti ID, dan Basuki T. 2003. Selected Indonesian

Medicinal Plants: Monographs and Descriptions. Jakarta: PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Kaur G, Alam MS, Jabbar Z, Javed K, and Athar M. 2006. Evaluation of

Antioxidant Activity of Cassia siamea Flowers. Journal of

Ethnopharmacology. 108(3). https://doi.org/10.1016/j.jep.2006.05.021

Kaur P and Arora S. 2011. Superoxide Anion Radical Scavenging Activity of

Cassia siamea And Cassia javanica. Medicinal Chemistry Research.

20(1):9–15. https://doi.org/10.1007/s00044-009-9274-9

Kładna A, Michalska T, Berczyński P, Kruk I, and Aboul-Enein HY. 2012.

Evaluation Of The Antioxidant Activity of Tetracycline Antibiotics in Vitro.

Luminescence. 27(4):249–255. https://doi.org/10.1002/bio.1339

Koyama J, Morita I, Tagahara K, Aqil M. 2001. Bianthraquinone from Cassia

siamea. Phytochemistry. 56(8):849–851.

Kraus RL, Pasieczny R, Lariosa-Willingham K, Turner MS, Jiang A, and Trauger

JW. 2005. Antioxidant Properties of Minocycline: Neuroprotection in an

Oxidative Stress Assay and Direct Radical-Scavenging Activity. Journal of

Neurochemistry. 94(3). https://doi.org/10.1111/j.1471-4159.2005.03219.x

Kumar S, Kumar V, and Prakash O. 2010. Antidiabetic and Anti-Lipemic Effects

of Cassia siamea Leaves Extract in Streptozotocin Induced Diabetic Rats.

Asian Pacific Journal of Tropical Medicine. 3(11):871–873.

https://doi.org/10.1016/S1995-7645(10)60209-X

Lalita L dan Mukhtar S. 2004. Isolation and Charactherization of anthraquinones

from the stem bark of Cassia siamea. Indian Journal of Chemistry.

43B:2257–2258.

Lelono A, Simanungkalit S, Umarudin I, and Herdiawan H. 2018. Screening of

Active Compound From Artemisia annua Using HFC-134a Subcritic

Extraction System. Journal of Tropical Pharmacy And Chemistry. 4(3).

https://doi.org/https://doi.org/10.25026/jtpc.v4i3.149

Lenny S. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding

Merah dengan Metoda Uji Brine Shrimp. Medan.

Lewis EG, Schrire B, and Mackinder B. 2005. Legume of The World. London:

Kew Publishing.

Liang X and Fan Q. 2013. Application of Sub-Critical Water Extraction in

Pharmaceutical Industry. Journal of Materials Science and Chemical

Engineering.1:1–6. https://doi.org/doi.org/10.4236/msce.2013.15001

Page 85: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

72

Mahajan SS, Goddik L, and Qian MC. 2004. Aroma Compounds in Sweet Whey

Powder. Journal of Dairy Science. 87(12):4057–4063.

https://doi.org/10.3168/jds.S0022-0302(04)73547-X

Maharani T, Sukandar D, Hermanto S. 2016. Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi

dari Ekstrak Etil Asetat Daun Namnam (Cynometra Cauliflora L.) yang

Memiliki Aktivitas Antibakteri. Jurnal Kimia. 2(1): 55–62.

Maleyki MJA and Ismail A. 2010. Antioxidant Properties of Cocoa Powder.

Journal of Food Biochemistry. https://doi.org/10.1111/j.1745-

4514.2009.00268.x

Meynda K and Angraini DI. 2017. Suplementasi Biotin untuk Perawatan Pasien

dengan Alopesia Biotin Supplementation for Patient with Alopecia. Medula.

7:160–164.

Molyneux P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicryl- Hydrazyl

(DPPH) For Estimating Antioxidant Activity. Journal of Sciience and

Technology. 26(2):211–219.

Morita H, Oshimi S, Hirasawa Y, Koyama K, Honda T, Ekasari W, and Zaini NC.

2007. Cassiarin A & B, Novel Antiplasmodial Alkaloids from Cassia siamea.

Organic Letters. 9(18):3691–3693. https://doi.org/10.1021/ol701623n

Nuraziza, Seniwati, dan Waris R. 2017. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol

Daun Arbenan (Duchesnea indica (jacks.) Focke) dengan Metode Dpph. As-

syifaa. 9(2):154-164

Nurjanah. 2010. Karakterisasi Lintah Laut (Discodoris sp.) sebagai antioksidan

dan antikolestrol. Bogor: Universitas Institut Pertanian Bogor.

Octavia DR. 2009. Uji Aktivitas Penangkap Radikal Ekstrak Petroleum Eter, Etil

Asetat dan Etanol Daun Binahong. [SKRIPSI]

Oshimi S, Tomizawa Y, Hirasawa Y, Honda T, and Ekasari W. 2008.

Chrobisiamone A, a New Bischromone from Cassia siamea and a

Biomimetic Transformation of 5-acetonyl-7-hydroxy-2-methylchromone into

cassiarin A. Bioorganic & Medicinal Letters. 18:3761–3763.

https://doi.org/10.1016/j.bmcl.2008.05.041

Oshimi S, Deguchi J, Hirasawa Y, Ekasari W, Widyawaruyanti A, and Wahyuni,

TS. 2009. Cassiarins C-E, Antiplasmodial Alkaloids from the Flowers of

Cassia siamea. Journal of Natural Products. 72(10):1899–1901.

https://doi.org/10.1021/np9004213

Padumanonda T, Suntornsuk L, and Gritsanapan W. 2006. Quantitative Analysis

of Barakol Content in Senna siamea Leaves and Flowers by TLC-

Page 86: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

73

densitometry. Medical Principles and Practice. 16(1):47–52.

https://doi.org/10.1159/000096140

Parveen M, Kamil M, and Ilyas M. 1995. A New Isoflavone C-glycoside from

Cassia siamea. 66(5):439–441.

Phutdhawong W and Buddhasukh D. 2000. Simple Isolation and Purification of

D-Pinitol from Cassia Siamea Lamk by Electrolytic Decoulrization. ACGC

Chemical Research Communications. 10:61–62.

Poovendran P, Ramanathan N, and Prabhu N. 2014. Evaluation of The

Antibacterial Activity of Aegle Marmelos and Cassia siamea Extracts

Against Biofilm and Extended Spectrum-Lactamase Producing

Uropathogenic Escherichia Coli. International Journal of Microbiological

Research. 5(3):217–221. https://doi.org/10.5829/idosi.ijmr.2014.5.3.9138

Pourmortazavi SM and Hajimirsadeghi SS. 2007. Supercritical Fluid Extraction in

Plant Essential and Volatile Oil Analysis, Journal of chromatography.

1163:2–24. https://doi.org/10.1016/j.chroma.2007.06.021

Qurrota A dan Laily AN. 2011. Analisis Fitokimia Daun Pepaya (Carica papaya

L .) Di Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Kendalpayak,

Malang. Pendidikan Biologi, Pendidikan Geografi, Pendidikan Sains, PKLH

– FKIP UNS:134–137.

Ragaguci. 2013. Sistem CO2-Etanol Dalam Bentuk Gas-Expanded Liquid (GXL)

Sebagai Pelarut Untuk Ekstraksi Senyawa Xanthone dari Kulit Manggis.

Universitas Gajah Mada.

Raharjo A, Wiwied E, dan Hafid AF. 2014. Uji Aktivitas Antimalaria Ekstrak Air

Daun Johar (Cassia siamea Lamk) Terhadap Plasmodium berghei Secara In

Vivo. Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia. 1(1):6–9.

Rali T, Wossa SW and Leach DN. 2007. Comparative Chemical Analysis of The

Essential Oil Constituents in The Bark, Heartwood and Fruits of Cryptocarya

Massoy (Oken) Kosterm. (Lauraceae) From Papua New Guinea. Molecules,

12(2):149–154. https://doi.org/10.3390/12020149

Rizvi S. 1999. Supercritical Fluids Processing of Food and Biomaterials.

Gaithersburg, Maryland: Aspen Publisher, Inc.

Said HM. 2018. Biotin: the forgotten vitamin:179–180.

Saifudin A. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder (1st edition). Yogyakarta:

Deepublish.

Santosa CM dan Hertiani T. 2005. Kandungan Senyawa Kimia dan Efek Ekstrak

Air Daun Bangun-Bangun (Coleus amboinicus, L.) Pada Aktivitas

Page 87: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

74

Fagositosis Netrofil Tikus Putih (Rattus norvegicus). Majalah Farmasi

Indonesia. 16(3):141–148.

Sarker SD, Latif Z. and Gray I. 2006. Natural Products Isolation (2nd edition).

Totowa, New Yersey: Humana Press.

Sastrohamidjojo H. 1985. Kromatografi (Cetakan I). Yogyakarta: Liberty.

Sastrohamidjojo H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Shashkov P, Khomutov G, Yerokhin A, and Usov S. 2012. United States Patent.

United States. https://doi.org/10.1126/science.Liquids

Shihab MQ. 2009. Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian Alquran (Vol.

10). Jakarta: Lentera Hati.

Silverstein, R.M., Webster, F.X., and Kiemle, D. J. (2005). Spectrometric

Identification of Organik Compounds (7th editio). New York: John Wiley &

Sons.

Stahl E. 1969. Thin Layer Chromatography a Laboratory Handbook (2nd

edition). Japan: Toppan Company Limited.

Sudarmadji S, Haryono B, dan Sumardi E. 1996. Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian. Yogyakarta: Liberty.

Sudarman M dan Harsono R. 1975. Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang.

Jakarta: PT. Karya Wreda.

Suharnantono H. 2011. Monitoring & Evaluasi Jenis Tanaman Rimba Eksotik di

KPH Kendal. Perhutani.

Suhartono. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sui X, Yue R, Wang L, Han, Y. 2016. Process Optimization of Astaxanthin

Extraction from Antarctic kill (Euphausia superba) by subcritical R134a.

Oceanic and Coastal Sea Research. 15(4): 112–120.

Sukandar D, Hermanto S, Amelia E. 2015. Penapisan Bioaktivitas Tanaman

Pangan Fungsional Masyarakat Jawa Barat dan Banten. Jakarta (ID) :

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama.

Sun Y. 2002. Supercritical Fluids Technology in Material Science and

Engineering Synthesis, Properties and Applications. Madison Avenue, New

York. USA: Marcel Dekker, Inc.

Supratman U. 2010. Elusidasi Struktur Senyawa Organik (Metode Spektroskopi

Page 88: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

75

untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik). Bandung: Widya Pajajaran.

Suradikusumah E. 2005. Spektroskopi I. Bogor: IPB Press.

Tamat SR, Wikanta T, dan Maulina LS. 2007. Aktivitas Antioksidan dan

Toksisitas Senyawa Bioaktif dari Ekstrak Rumput Laut Hijau Ulva reticulata

Forsskal. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 5(1):31–36.

Teangpook C, Paosangtong U, Titatarn Y, Onhem S, and Puminat, W. 2011.

Production and Nutrition of Khi Lek (Siamese cassia) Curry from Central

Thailand. Kasetsart Journal - Natural Science. 45(3):510–520.

Thongsaard W, Chainakul S, Bennett GW, and Marsden CA. 2001. Determination

of Barakol Extracted from Cassia siamea by HPLC with Electrochemical

Detection. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis. 25:853–859.

Veerachari U and Bopaiah AK. 2011. Preliminary Phyto-chemical Evaluation of

the Leaf Extract of Five Cassia Species. Journal of Chemical and

Pharmaceutical Research. 3(5):574–583.

Vogeser M and Seger C. 2008. A Decade of HPLC-MS/MS in the Routine

Clinical Laboratory-Goals for further developments. Clinical Biochemistry.

41(9):649–662. https://doi.org/10.1016/j.clinbiochem.2008.02.017

Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius.

Winkel-Shirley B. 2002. Biosynthesis of Flavonoids and Effects of Stress.

Current Opinion in Plant Biology:218–223. https://doi.org/10.1016/S1369-

5266(02)00256-X

Wuryanti. 2008. Pengaruh Penambahan Biotin pada Media Pertumbuhan

Terhadap Produksi Sel Aspergillus niger. Bioma. 10(2):46-50.

Yuda PESK, Cahyaningsih E, Winariyanthi NPY. 2017. Skrining Fitokimia dan

Analisis Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Tanaman Patikan Kebo

(Euphorbia hirta L.). Medicamento: 3(2).

Yuqian HAN, Qinchuan MA, Lan W, Changhu X. 2012. Extraction of

Astaxanthin from Euphausia pacific Using Subcritical 1, 1, 1, 2-

tetrafluoroethane. Oceanic and Coastal Sea Research. 11(4): 562–568.

Zheng J, Ding C, Wang L, Li G, Shi J, Li H, Wang H, and Suo Y. 2011.

Anthocyanins Composition and Antioxidant Activity of Wild Lycium

ruthenicum Murr. from Qinghai-Tibet Plateau. Food Chemistry. 126(3):859–

865. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2010.11.052

Page 89: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

76

LAMPIRAN

Lampiran 1. Ektraktor subkritik HFC-134a

Lampiran 2. Ekstrak Daun Johar

Lampiran 3. Instrumen FTIR dan LCMS-MS

Page 90: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

77

Lampiran 4. Nilai % inhibisi ekstrak

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi % Inhibisi

Blanko 0.437 0

10 0.189 56.751

50 0.113 74.142

100 0.1 77.117

200 0.08 81.693

Page 91: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

78

Lampiran 5. Nilai % inhibisi F2

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi % Inhibisi

1.528 0

10 1.309 14.332

50 1.258 17.670

100 1.216 20.419

200 1.196 21.728

Page 92: PENAPISAN SENYAWA AKTIF ANTIOKSIDAN DARI DAUN JOHAR

79

Lampiran 6. Nilai % inhibisi F7

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi % Inhibisi

1.528 .0

10 1.308 14.398

50 1.133 25.851

100 1.142 25.262

200 1.072 29.843