Upload
silvanus-william-djauhari
View
89
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Wound management
Citation preview
REFRAT
TATALAKSANA ULKUS
Pembimbing:
dr. Mahdar Johan, Sp.KK
Disusun Oleh:
William Djauhari 2014.061.050
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA JAKARTA
RSUD R. SYAMSUDIN, SH SUKABUMI
PERIODE 15 FEBRUARI 2016 – 19 MARET 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kulit merupakan organ yang istimewa pada manusia. Berbeda dengan organ lain,
kulit yang terletak pada sisi terluar manusia ini memudahkan pengamatan, baik dalam kondisi
normal maupun sakit. Manusia secara sadar terus menerus mengamati organ ini, baik yang
yang dimiliki orang lain (misalnya ketika bertatapan mata) maupun diri sendiri (terkadang
hingga menjadi semacam obsesi), sehingga dalam kondisi sehat kulit beserta aksesorisnya ini
menunjang rasa percaya diri seseorang; dalam keadaan sakit.1
Fungsi kulit terutama adalah memberikan pertahanan fisik antara tubuh dengan
lingkungannya, mencegah masuk dan keluarnya air dan elektrolit, mengurangi penetrasi dari
bahan kimia yang destruktif, menahan penetrasi dari mikroorganisme dan antigen eksternal,
dan absorbsi radiasi sinar matahari. Kulit juga merupakan organ untuk meregulasi suhu
tubuh, serta menahan gaya mekanik dari luar; epidermis memiliki kekuatan untuk melawan
cedera dan menyembuhkan dirinya sendiri apabila cedera, serta dermis menyediakan
elastisitas untuk merespon adanya gaya mekanik yang kecil.2
Fungsi imunologis dari kulit tergantung pada sel di epidermis dan unsur selular pada
lapisan dermis. Mekanisme pertahanan pertama di kulit salah satunya adalah anti microbial
peptides (AMPs), yaitu sekelompok protein yang dimiliki berbagai organisme sebagai
pertahanan pertamanya. Pada kulit manusia, AMPs memberikan pembatas kimiawi yang
berpotensi untuk membukuh mikroorganisme. Kulit juga memiliki saraf sensoris dan
autonomik, serta beberapa reseptor sensoris yang mendeteksi stimulus sentuh, getar, tekan,
temperatur dan nyeri.2
Salah satu kelainan kulit terbanyak adalah diskontinuitas jaringan yang bervariasi
menurut kedalamannya. Diskontinuitas jaringan dimulai dari yang paling superfisial yaitu
erosi hingga ulkus. Studi prevalensi dari ulkus dibagi menjadi ulkus arterial, neuropatik,
ulkus dekubitus dan ulkus vena. Menurut studi prevalensi pada tahun 1999 di rumah sakit
yang berisi 42.817 pasien dilaporkan terdapat rasio prevalensi 1.480 kasus per 100.000
individu. Sedangkan pada prevalensi di populasi di amerika terdapat estimasi 3,2 juta
individu yang mengalami ulkus dekubitus minimal sekali dalam satu tahun dengan beban
penyakit pada ulkus dan penatalaksanaannya adalah sekitar 9,7 miliar dolar amerika secara
langsung, yang menjadikan kategori penyakit kulit ini sebagai penyakit kulit termahal pada
studi kasus ini.1,3
Selain akibat langsung dari ulkus yang menyebabkan fungsi kulit diatas tidak dapat
berlangsung dengan baik, beberapa komplikasi lain dari ulkus adalah hipertrofi dan keloid,
infeksi bahkan kematian. Karena berbagai alasan diatas maka butuh diadakan studi pustaka
mengenai tatalaksana ulkus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Faal Kulit
Kulit menjalankan berbagai tugas dalam memelihara kesehatan manusia secara utuh
yang meliputi fungsinya, yaitu:1
Perlindungan fisik (terhadap gaya mekanik, sinar ultra violet, bahan kimia),
Perlindungan imunologik,
Ekskresi,
Penginderaan,
Pengaturan suhu tubuh,
Pembentukan vitamin D,
Kosmetis.
Fungsi-fungsi tersebut lebih mudah dipahami dengan meninjau struktur mikroskopik
kulit yang terbagi menjadi 3 lapisan: epidermis, dermis dan subkutis.1
A. Lapisan epidermis
a. Stratum basalis
Merupakan lapisan terdalam, terdiri dari lapisan tunggal dari sel
keratinosit yang berbentuk toraks, berjajar di atas lapisan struktural yang
disebut basal membrane zone (BMZ). Keratinosit basal terdiri kokoh di atas
BMZ karena protein struktural yang memaku membran sitoplasma keratinosit
pada BMZ yang disebut hemidesmosom.1
Terdapat 3 populasi keratinosit pada stratum basalis, yaitu: (1) sel
punca (stem cells), (2) transient amplifying cells (TAC), dan (3) sel
pascamitosis (post-mitotic cells).1
Sel punca lambat membelah diri, namun menjadi aktif saat terjadi
kerusakan luas epidermis yang membutuhkan regenerasi cepat. TAC, sesuai
namanya aktif bermitosis dan merupakan subpopulasi terbesar di stratum
basalis. Sel pascamitosis tidak lama tinggal di stratum basalis, setelah
beberapa kali membelah mereka akan berdiferensiasi dan berpindah ke lapisan
suprabasal.1
Keratinosit memiliki struktur intrasitoplasma yang disebut keratin
intermediate filamet (KIF) yang akan membentuk sitoskeleton untuk memberi
kekuatan pada keratinost untuk menahan gaya mekanik pada kulit. Selain itu
sitoplasma dari keratinosit banyak mengandung melanin, pigmen warna yang
tersimpan dalam melanosom. Melanosit mensintesis melanin dan
mendistribusikannya pada sekitar 36 keratinosit di stratum basalis. Melanin
yang tersebar dalam keratinosit memberikan warna secara keseluruhan pada
kulit seseorang. Melanin dapat menyerap sinar ultraviolet yang berbahaya bagi
DNA.1
Stratum basalis juga mengandung sel Merkel yang berfungsi sebagai
reseptor mekanik, terutama berlokasi pada kulit dengan sensitivitas raba yang
tinggi, termasuk kulit yang berambut maupun glabrosa (bibir dan jari).1
b. Stratum spinosum
Stratum spinosum terletak di atas stratum basal, disini terdapat sel-sel
keratinosit yang berbentuk poligonal dan berukuran lebih besar dari keratinosit
di stratum basal. Sel-sel lapisan ini terikat satu sama lain oleh desmosom. Sel-
sel sering mengkerut, akibatnya tampak seolah-olah berduri. Inilah sebabnya
sel-selnya disebut prickle (berduri). Pada stratum spinosum dimulai proses
keratinisasi. Sitoplasma sel lapisan ini banyak fibrilnya yang melekat pada
dinding sel pada desmosom.1
Keratinosit pada stratum spinosum muai membentuk struktur khusus
yang disebut lamellar granules (LG). Struktur ini terdiri dari berbagai protein
dan lipid, misalnya glikoprotein, glikolipid, fosfolipid dan yang terpenting
glukosilseramid yang merupakan cikal bakal seramid, yang kelak akan
berperan dalam pembentukan sawar lipid pada stratum korneum. 1
Terdapat pulsa sel langerhans , sel dendritik yang merupakan antigen
presenting cells (APC).1
c. Stratum granulosum
Keratinosit pada lapisan stratum granulosum mengandung
keratohyaline granules (KG) yang terlihat pada mikroskop biasa. KG
mengandung profilagrin dan loricrin yang penting dalam pembentukan
cornfied cell envelope (CCE). Secara sederhana keratinosit di stratum
granulosum memulai program kematiannya sendiri (apoptosis), sehingga
kehilangan inti dan organel sel penunjang hidupnya. Profilagrin akan dipecah
menjadi filagrin yang akan bergabung dengan kif menjadi mikrofilamen.
Beberapa molekul filagrin kelak akan dipecah menjadi molekul asam urokanat
yang memberikan kelembapan stratum korneum dan menyaring sinar
ultraviolet. Loricrin akan bergabung dengan protein-protein struktural
desmosom, dan berikatan dengan membran plasma keratinosit. Proses-proses
tersebut menghasilkan CCE yang akan menjadi bagian dari sawar kulit di
stratum korneum.1
d. Stratum lusidum
Lucid berarti terang atau jernih. Stratum lusidum tampak homogen,
batas sel tidak jelas sama sekali. Sisa-sisa inti sel gepeng terlihat pada
beberapa sel. Sitoplasma mengandung turunan keratohialin yang disebut
eleidin.1
e. Stratum korneum
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling superfisial. Sel-sel lapisan
ini sudah mati, tanpa inti dan organel. Mereka sangat gepeng dan mirip sisik.
Terdapat protein keratin yang berasal dari eleidin. Sel-sel stratum korneum
disatukan oleh lapisan lipid, yang membuat lapisan ini kedap air.1
CCE yang mulai dibentuk pada stratum korneum akan mengalami
penataan bersama dengan lipid yang dihasilkan oleh LG. Susunan kedua
komponen sawar kulit tersebut dikiaskan sebagai brick-and-mortar, CCE
menjadi batu bata yang diliputi oleh lipid sebagai semen di sekitarnya. Matriks
lipid ekstraselular ampuh menahan kehilangan air dan juga mengatur
permeabilitas, deskuamasi, aktivitas peptida antimikroba, eksklusi toksin dan
penyerapan kimia secara selektif.1
B. Lapisan dermis
Dermis merupakan jaringan di bawah epidermis yang memberikan
ketahanan pada kulit, termoregulasi, perlindungan imunologik dan eksresi.
Fungsi-fungsi tersebut mampu dilaksanakan dengan baik karena berbagai elemen
yang berada pada dermis, yakni struktur fibrosa dan filamentosa, ground
substance, dan seluler yang terdiri atas endotel, fibroblas, sel radang, kelenjar,
folikel rambut dan saraf.1
Serabut kolagen membentuk sebagian besar dermis, bersama-sama serabut
elastik memberikan kulit kekuatan dan elastisitasnya. Keduanya tertanam dalam
matriks yang disebut ground substance yang terbentuk dari proteoglikans (PG)
dan glukosaminoglikans (GAG). PG dan GAG dapat menyerap dan
mempertahankan air, dalam jumlah besar, sehingga berperan dalam pengaturan
cairan dalam kulit dan mempertahankan growth factor dalam jumlah besar.1
Fibroblas, makrofag dan sel mast rutin ditemukan pada dermis. Fibroblas
adalah sel yang memproduksi protein matriks jaringan ikat dan serabut kolagen
serta elastik di dermis. Makrofag merupakan salah satu elemen pertahanan
imunologik pada kulit yang mampu bertindak sebagai fagosit, sel penyaji antigen,
maupun mikrobisidal dan tumorisidal.1
C. Lapisan subkutis
Subkutis yang terdiri atas jaringan lemak mampu mempertahankan suhu
tubuh, dan merupakan cadangan energi, juga menyediakan bantalan yang
meredam trauma melalui permukaan kulit. Deposisi lemak menyebabkan
terbentuknya lekuk tubuh yang memberikan efek kosmetis. Sel-sel lemak terbagi-
bagi dalam lobus, satu sama lain dipisahkan oleh septa.1
Kulit juga memiliki organ penunjang lain yang disebut dengan adneksa kulit. Adneksa
kulit adalah struktur yang berasal dari epidermis tetapi berubah bentuk dan fungsinya, terdiri
dari rambut, kelenjar ekrin, kelenjar apokrin dan kuku.1
Folikel rambut seringkali disebut sebagai unit pilosebasea karena terdiri atas bagian
rambut dan kelenjar sebasea yang bermuara ke bagian folikel rambut yang disebut ismus.
Rambut yang tebal dan berpigmen disebut rambut terminal, misalnya rambut kulit kepala dan
janggut. Rambut yang halus, panjangnya kurang dari 1 cm dan tidak berpigmen, disebut
velus, terdapat pada sebagian besar permukaan kulit kecuali kulit glabrosa. Unit pilosebasea
pada aksila dan inguinal mengandung kelenjar apokrin, dan pada dada, punggung atas dan
wajah memiliki kelenjar sebasea yang besar. Rambut tumbuh mengikuti siklus 3 fase anagen
(pertumbuhan), katagen (involusi) dan telogen (istirahat) yang fasenya masing-masing
berbeda menurut lokasi kulit yang berbeda. Pada kulit kepala, fase anagen berlangsung
selama 3 tahun, fase katagen 3 minggu dan fase telogen 3 bulan. Pada kulit kepala 85%
rambut berada pada fase anagen, sekitar 10% berada pada fase telogen dan sisanya pada fase
katagen.1
Kelenjar ekrin berada pada berada pada epidermis dan dermis. Bagian di epidermis
disebut akrosiringium. Bagian sekretorik kelenjar ekrin terletak di dermis dalam, dekat
perbatasan dengan subkutis. Kelenjar ini tersebar di seluruh permukaan kulit kecuali di
daerah ujung penis, klitoris dan bibir. Fungsi utama ekrin adalah: (1) mengatur penglepasan
panas, (2) ekresi air dan elektrolit, (3) mempertahankan keasaman permukaan kulit sehingga
mencegah kolonisasi kuman patogen.1
Kelenjar apokrin baru aktif saat pubertas; sekret yang dihasilkan akan diurai oleh
kuman sehingga keluarlah bau. Fungsi kelenjar apokrin pada manusia tidak jelas tetapi
diduga sekret ini mengandung semacam feromon.1
Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk yang menebal. Kuku antara lain
terbentuk dari keratin protein yang kaya akan sulfur. Pada kulit di bawah kuku terdapat
banyak pembuluh kapiler yang memiliki suplai darah kuat sehingga menimbulkan warna
kemerah-merahan. Seperti tulang dan gigi, kuku merupakan bagian terkeras dari tubuh karena
kandungan airnya sangat sedikit. Pertumbuhan kuku jari tangan dalam satu minggu rata-rata
0,5 - 1,5 mm, empat kali lebih cepat dari pertumbuhan kuku jari kaki.1
Gambar 2.1. Penampang anatomi kulit.
2.2. Ulkus
2.2.1. Definisi
Ulkus adalah ekskavasi yang berbentuk lingkaran maupun ireguler akibat dari
hilangnya epidermis dan sebagian atau seluruh dermis, merupakan hilangnya jaringan
yang lebih dalam dari ekskoriasi. Dengan demikian ulkus memiliki tepi, dasar,
dinding dan isi.1,4
Gambar 2.2. Penampang kerusakan kulit.
2.2.2. Klasifikasi Ulkus
Klasifikasi ulkus dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu menurut fase
penyembuhannya dan kedalaman lukanya.5
Menurut proses penyembuhannya, ulkus dibagi menjadi akut dan kronis.
Ulkus akut merupakan ulkus dengan proses penyembuhan yang sesuai dengan
tahapan penyembuhan luka, sedangkan ulkus kronis merupakan ulkus yang terjadi
ketika proses penyembuhan luka tidak sesuai dengan proses penyembuhan luka yang
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Pada ulkus kronis terdapat kekacauan
fase penyembuhan luka tanpa suatu urutan tertentu. Ulkus akut seperti yang timbul
akubat operasi atau trauma memiliki waktu penyembuhan yang dapat diperkirakan,
dan secara umum sembuh dengan baik, namun ada ulkus kronis menunjukan tampilan
ulkus yang gagal untuk sembuh. Ulkus kronis tidak memiliki patofisiologi yang jelas,
namun seringkali terjadi akibat dari iskemia, penekanan dan infeksi, yang
diasosiasikan dengan kelainan pada pembuluh darah kecil.5
Gambar 2.3. Perbedaan fase penyembuhan ulkus
Menurut kedalaman luka ulkus dapat dibagi menjadi 4, yaitu stadium 1 sampai
4. Ulkus stadium 1 ditandai dengan kulit yang intak, tampak kemerahan yang
terlokalisir, tidak hilang dengan penekanan, biasanya diatas tonjolan tulang, dapat
disertai nyeri tekan. Stadium 2 ditandai dengan hilangnya ketebalan lapisan dermis
yang tampak sebagai ulkus yang dangkal berwarna kemerahan tanpa adanya sekret,
namun dapat tampak sebagai ulkus yang intak atau ruptur dengan bula berisi serum.
Stadium 3 adalah kehilangan seluruh jaringan kulit, biasanya lemak subkutan dapat
terligat namun tulang, tendon atau otot tidak terlihat, juga dapat disertai sekret.
Stadium 4 ditandai dengan kehilangan jaringan kulit total dengan tampaknya tulang,
otot atau tendon dan dapat pula disertai sekret.6
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 2.4. Stadium ulkus menurut kedalaman luka.
(a) normal (b) stadium 1 (c) stadium 2 (d) stadium 3 (e) stadium 5
Selain dibagi menjadi 4 kategori, berdasarkan kedalamannya ulkus dapat
dibagi menjadi 2 yaitu partial-thickness dan full-thickness.
Gambar 2.5. Ulkus partial- dan full-thickness
2.2.3. Proses Penyembuhan Ulkus
Secara umum terdapat 4 fase penyembuhan ulkus, yaitu fase koagulasi,
inflamasi, proliferasi dan migrasi, serta remodeling. Fase inflamasi dan koagulasi
seringkali dikelompokan menjadi satu grup karena sifatnya tumpang tindih.5
Gambar 2.5. Fase penyembuhan ulkus, sel dominan dan kejadian terkait.
A. Fase koagulasi dan inflamasi
Fase awal ini terjadi segera setelah luka akut, dimana terjadi ruptur
pembuluh darah dilanjutkan dengan pelepasan sel-sel darah dan pembentukan klot
(bekuan darah). Klot yang terdapat pada lumen pembuluh darah mempertahankan
homeostasis sedangkan pada luka bertindak sebagai matriks provisional yang
selanjutnya membentuk matriks ekstraselular dan tempat untuk sitokin dan growth
factor.5
Komponen yang mendominasi pada fase ini adalah platelet yang
menginduksi bekuan darah melalui faktor intrinsik dan ekstrinsik yang bertemu di
faktor Xa dan mengubah protrombin menjadi trombin yang mengubah fibrinogen
menjadi fibrin. Selain pelepasan faktor intrinsik dan ekstrinsik juga terjadi
pelepasan faktor kemotaktik yang menarik platelet, leukosit dan fibroblas ke
daerah luka. Didalam darah leukosit diperlambat oleh ekspresi selektin yang
bersama dengan integrin membawa sel inflamasi ke luka yang memiliki berbaga
fungsi seperti debridemen dari materi nekrotik dan bakteri.5
Gambar 2.6. Jalur koagulasi.
Pada skema dibawah terlihat bahwa terdapat sumbatan fibrin yang
menutupi daerah luka terbuka untuk menutup luka sementara. Seiring dengan
berlanjutnya komponen inflamasi pada fase awal ini terjadi, pada 24-48 jam
setelah cedera monosit akan menggantikan neutrofil dan menjadi predominan
leukosit. Monosit akan berubah menjadi makrofag dan tidak seperi neutrofil,
makrofag lebih berperan penting dalam proses penyembuhan luka karena
makrofag akan melakukan fagositosis dan membunuh bakteri serta memakan sisa-
sisa jaringan.5
Gambar 2.7. Skema penyembuhan ulkus
B. Fase proliferasi dan remodeling
Fase proliferasi terjadi 2 – 3 hari setelah luka terbentuk. Pada fase ini
terjadi angiogenesis atau neovaskularisasi bersamaan dengan proliferasi fibroblas
dan migrasi endotel ke daerah luka. Karena aktifitas dari fibroblas dan epitel
membutuhkan oksigen dan nutrisi, angiogenesis sangatlah penting. Angiogenesis
sendiri terjadi dalam beberapa fase, periode laten, aktifasi endotel, degradasi
endotel membrana basalis, pertumbuhan vaskular dan maturasi vaskular.
Akumulasi fibroblas (fibroplasia) terjadi 2 – 5 hari setelah luka terbentuk, setelah
fase inflamasi berakhir. Pada akhir minggu pertama fibroblas merupakan sel
utama pada daerah luka dan fibroplasia berakhir 2 – 4 minggu setelah luka.
Fibroblas dalam hal ini juga akan melakukan produksi kolagen untuk
meningkatkan kekuatan dari luka sebelum sembuh sempurna. Terjadi pula
epitelisasi dan kontraksi, dimana keratinosit bermigrasi dan berproliferasi, migrasi
keratinosit diatas jaringan granulasi namun dibawah kerak (apabila terbentuk).
Selanjutnya kontraksi adalah fase kunci dari penyembuhan luka. Apabila
kontraksi terjadi berlebihan dapat terjadi cacat atau kehilangan fungsi. Kontraksi
terjadi seminggu setelah luka terbentuk dan ketika fibroblas telah berdiferensiasi
menjadi miofibroblas karena kontraksi terjadi karena aktin dan miosin pada
miofibroblas dengan bantuan kolagen. Setelah selesai maka miofibroblas akan
mengalami apoptosis.5
Remodeling dan maturasi terjadi ketika produksi dan degradasi kolagen
seimbang. Disini kolagen tipe 3 diganti dengan tipe 1. Saat kekuatan luka sudah
mencapai 80% jaringan normal maka akan terjadi apoptosis pembuluh darah dan
pengaturan kembali dari serat kolagen. Apabila terjadi kelainan pada fase ini maka
akan terjadi pembentukan jaringan sikatrik patologis atau keloid.5
2.2.4. Pengkajian Ulkus
Luka yang bersifat kronis perlu dikontrol untuk mencegah timbulnya
komplikasi disamping penatalaksanaannya, maka perlu dikaji riwayat klinis pasien
termasuk informasi mengenai durasi ulkus, riwayat ulkus sebelumnya, riwayat
trauma, riwayat keluarga, karakteristik ulkus (meliputi lokasi, nyeri, bau, eksudat atau
sekret), temperatur ekstremitas, penyakit penyerta (misalnya diabetes melitus,
peripheral vascular disease, ischemic heart disease, dan lain-lain), kelainan jaringan
ikat (misalnya artritis reumatoid), riwayat operasi, riwayat merokok, pengobatan dan
alergi.7
Dalam pengkajian luka terdapat 9 hal yang perlu diperhatikan yaitu ukuran,
tapi, lokasi, dasar, sekret, kedalaman, kulit sekitar, tanda infeksi dan nyeri.7
Ukuran ulkus perlu dikaji pertama kali dan secara reguler setelahnya. Garis
luar ulkus perlu digambar pada plastik transparan dan selanjutnya diperkirakan luas
ulkus. Pada ulkus yang kira-kira berbentuk bulat diambil diameter terpanjang, namun
pada ulkus yang berbentuk ireguler jumlahkan angka kotak pada plastik bening.
Kedua metode tersebut merupakan metode paling sederhana dalam mengukur luas
luka.7
Tepi luka perlu dikaji walaupun bukan untuk kepentingan diagnostik untuk
membantu identifikasi etiologi dari ulkus. Sebagai contoh, ulkus vena biasanya
memiliki tepi yang landai dan halus, ulkus arteri biasanya tampak berbatas tegas dan
penggulungan tepi.7
Tabel 2.1. Karakteristik tepi ulkusTepi Tipe UlkusLandai Ulkus venaPunched out Ulkus arteri atau vaskulitikMenggulung Karsinoma sel basalMenonjol Karsinoma sel skuamosaTerpisah Tuberkulosis, sifilisUngu Vaskulitik
Lokasi Ulkus dapat membantu diagnosis, seperti pada pasien dengan ullkus
diabetik pada kaki sering terjadi pada area dengan penekanan berlebih yang
diakibatkan kelainan arsitektur kaki. Ulkus vena terjadi paling sering pada daerah
gaiter (daerah antara lutut dan pergelangan kaki). Ulkus kronis pada daerah yang tidak
biasa perlu dicurigai ke arah keganasan.7
Tabel 2.2. Lokasi dan tipe ulkusLokasi Tipe UlkusDaerah gaiter Ulkus venaSakrum, trochanter mayor, tumit Ulkus dekubitusDorsum pedis Ulkus arteri atau vaskulitikMalleolus lateralis Ulkus dekubitus, arteri atau vena atau
ulkus ec hidroksiureaPlantar dan lateral pedis Ulkus diabetikusDaerah terpapar sinar matahari Karsinoma sel basal; karsinoma sel
skuamosa
Jaringan granulasi pada dasar ulkus yang sehat berwarna merah muda dan
merupakan indikator untuk proses penyembuhan ulkus. Jaringan granulasi yang
berwarna merah gelap, mudah berdarah pada kontak merupakan tanda terjadinya
infeksi pada ulkus, dengan demikian perlu dikultur dan ditatalaksana menurut hasil
mikrobiologi. Ulkus kronis juga seringkali dilapisi oleh jaringan berwarna putih atau
kuning keemasan, yang merupakan jaringan avaskular dan penyembuhan luka hanya
dapat berlangsung ketika jaringan tersebut sudah diangkat. Selain jaringan granulasi
dasar luka juga dapat ditutupi oleh jaringan nekrotik (jaringan non-viabel karena
kurangnya suplai darah), slough (jaringan yang mati, biasanya berwarna krem atau
kuning) atau eschar (jaringan nekrotik yang kering, keras dan berwarna hitam), yang
biasanya dinilai jumlahnya, mulai dari berlebih (+++), sedang (++), minimal (+) atau
tidak ada (-). Karena jaringan nekrotik dapat menyebabkan perkembangan organisme
patogenik maka perlu dilakukan pengangkatan jaringan tersebut untuk mencegah
infeksi, yaitu dengan debridemen dengan pisau bedah (scalpel) agar dasar ulkus dapat
diidentifikasi dengan akurat untuk memfasilitasi penyembuhan ulkus.7
Tabel 2.3. Tipe debridemenSharp – Menggunakan skalpel atau kuret, dilakukan di ranjang pasien
Surgical – Dilakukan di ruang operasiAutolytic – Bergantung pada mekanisme tubuh dengan balutan yang sesuai
Biological – Terapi larvaEnzymatic – Menggunakan pepaya atau kulit pisang (jarang dilakukan,
biasanya pada negara berkembang)Mechanical – Balut basah sampai kering
Mengukur kedalam ulkus secara akurat tidak dapat dilakukan dalam praktek
sehari-hari, meskipun begitu perlu diperkirakan untuk mengevaluasi progress dari
ulkus. Perlu dicari apakah ada fistula atau keterlibatan sinus, dan perlu diberikan
balutan yang sesuai untuk memfasilitasi proses penyembuhan.7
Kulit sekitar perlu dikaji juga untuk menilai apakah ada infeksi, seperti contoh
selulitis yang terasosiasi dengan ulkus, perlu diberikan terapi antibiotik sistemik, atau
adanya eksim pada daerah sekitar luka yang membutuhkan terapi steroid. Maserasi
dari kulit sekitar ulkus menandakan ketidakmampuan balut untuk mengontrol eksudat
yang berasal dari ulkus. Kalus mengelilingi atau terkadang menutupi ulkus neuropatik
pada kaki perlu dilakukan debridemen untuk melihat ulkus, mengeliminasi potensial
sumber infeksi dan menghilangkan daerah dekat ulkus yang mengalami penekanan
abnormal karena dapat menyebabkan pembesaran ulkus.7
2.2.5. Jenis Ulkus
Terdapat 6 penggolongan ulkus kulit, pada studi pustaka ini lebih ditekankan
pada tatalaksana dari masing-masing jenis ulkus.8
1. Ulkus neutropik
2. Ulkus dekubitus
3. Ulkus varikosus
4. Ulkus arterial
5. Ulkus bakteriil
6. Ulkus karsinogenik
2.3. Penatalaksanaan Ulkus
Salah satu observasi klinis pada 1 dekade terakhir dalam penatalaksaan ulkus adalah
menjaga ulkus agar tetap lembap agar reepitelisasi berlangsung lebih cepat. Hal tersebut baru
terbukti untuk ulkus akut, namun pada ulkus kronik, balutan yang menjaga kelembapan ulkus
juga memberikan hasil yang lebih baik, dalam hal ini untuk kontrol nyeri, debridemen
autolitik dan stimulasi jaringan granulasi. Luka akut seringkali terjadi akibat trauma atau luka
bakar sedangkan pada luka kronis disebabkan karena suatu keadaan patologis, karena itu
dalam penatalaksaan ulkus kronis memiliki pentalaksaan khusus, seperti tidak boleh
menggunakan biofilm, atau tidak boleh ditutup karena dapat meningkatkan aktifitas
mikroorganisme, oklusi atau penutupan luka tidak boleh dilakukan. Terdapat beberapa
balutan yang dapat dilakukan petugas kesehatan, meliputi: (1) hidrokoloid, (2) foam, (3) gel,
(4) alginat dan (5) kolagen. Menentukan balutan yang paling sesuai tergantung pada
karakteristik ulkus, cotoh apakah ulkus terlalu kering sehingga membutuhkan kelembapan
lebih (materi gel atau hidrokoloid).5,9
Mekanisme pasti dari kondisi lembap yang dapat memfasilitasi migrasi keratinosit
masih belum diketahui, namun diduga bahwa luka yang kering dan berkrusta dapat
menghambat migrasi keratinosit.5
Tabel 2.4. Tipe balutan ulkusProduk dan
propertiKeuntungan Kerugian Indikasi
Absorbsi eksudatAlginat Hemostatik,
nonadheren, penggantian balutan kurang sering
Membutuhkan balutan sekunder
Ulkus eksudatif atau ulkus ketebalan penuh, ulkus postoperasi
Foam Mengikuti bentuk tubuh, dapat diaplikasikan ke banyak ulkus
Opak, membutuhkan balutan sekunder, dapat menempel pada ulkus
Ulkus ketebalan parial, menurunkan tekanan
Hidrofibers Lembut, berinteraksi dengan eksudat membentuk gel
Dapat menjadi opak, membutuhkan balutan sekunder, sulit dilepas
Ulkus yang dalam
Menjaga kelembapanFilm Transparan, pembatas
bakteri, adherenAdheren pada kulit yang baru terbentuk, dapat menyebabkan akumulasi air
Luka bakar superfisial, ulkus ketebalan parsial dengan eksudat minimal.
Hidrokoloid Fibrinolitik, meningkatkan angiogenesis, pembatas bakteri dan agen fisik
Opak, sangat adheren Ulkus ketebalan parsial atau penuh
Meningkatkan kelembapanHidrogel Memberikan air pada
ulkus kering, nonadheren
Membutuhkan balutan sekunder
Luka yang nyeri, operasi laser, pengelupasan kimia, dermatitis kontak, ulkus ketebalan parsial atau penuh.
Selaim konsep penatalaksanaan ulkus yang telah dijelaskan diatas, penatalaksanaan
ulkus juga perlu disesuaikan menurut etiologinya, terutama ulkus kronis yang terbagi
menurut 6 jenis ulkus.8
Tatalaksana ulkus secara komprehensif diperlukan juga dengan imobilisasi,
pemberian antibiotik sesuai dengan indikasi atau tindakan bedah. Pencegahan luka diperlukan
yaitu dengan edukasi dan faktor pendukung seperti nutrisi.
2.3.1. Ulkus Neurotropik
Ulkus neurotropik adalah ulkus kronik anestetik pada kulit karena neuropati
saraf sensorik di daerah tekanan dan trauma ekstremitas. Ulkus neurotropik timbul
pada stadium lanjut dari beberapa penyakit sistemik kronik. Frekuensi terbanyak
terjadi pada ekstremitas bawah, terutama pada telapak kaki karena daerah ini sering
mengalami tekanan dan trauma.
Etiologi dari ulkus neurotropikum disebabkan karena berbagai penyakit
sistemik, diantaranya:
1. Morbus Hansen (ulkus neurotropikum MH)
2. Diabetes Mellitus dengan neuropati perifer (ulkus neurotropfik DM)
3. Piloneuritis pada pecandu alcohol berat (ulkus neurotropfik alkoholik)
4. Malnutrisi (ulkus neurotropfik Malnutritik)
5. Taber dorsalis pada LUES IV (ulkus neurotropfik luetik)
6. Amiloidosis
7. Artritis non diabetik, antara lain radang setempat, trauma, trombo-emboli
bakteriil
8. Penyakit-penyakit infeksi, trauma atau atumor di daerah serebral atau
spinal, seperti sindrom ganggguan trofik nervus trigeminus (trigeminal
trophic syndrome)
9. Neuropathi sensorik
a. Congenital
b. Neuropathi sensorik herediter: akropati pada mutilans, Sindrom
thevenard
Ulkus neutropik yang paling sering terjadi adalah ulkusneutropik diabetikum
dan ulkus neutropik MH.
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang
lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan dan dapat
berkembang menjadi infeksi yang disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.
Ulkus diabetik disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut trias yaitu: Iskemik,
Neuropati, dan Infeksi. 10,11
Penatalaksanaan ulkus diabetika diawali dengan penanganan terhadap
penyakit diabetes secara sistemik, dengan pengelolaan non-farmakologis melalui
perencanaan makanan dan olah raga, juga dengan pengelolaan farmakologis. Dalam
penanganan ulkus adalah dengan pencegahan luka meliputi edukasi seperti
penggunaan alas kaki yang tidak sempit atau sesak, juga perawatan kuku yang khusus,
untuk tidak memotong kuku sampai habis, tapi dengan mengikirnya untuk mencegah
terbentuknya luka baru. Secara khusus penanganan ulkus diabetik dilakukan dalam
berbagai tingkatan, yaitu:10,11
Tingkat 0: Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien
tentang bahaya dari ulkus dan cara pencegahan.
Tingkat 1: Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang
infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
Tingkat 2: Memerlukan debrimen antibiotik yang sesuai dengan hasil
kultur, perawatan luka dan pengurangan beban yang lebih berarti.
Tingkat 3: Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren, amputasi
sebagian, imobilisasi yang lebih ketat dan pemberian antibiotik parenteral
yang sesuai dengan kultur.
Tingkat 4: Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi
sebagaian atau seluruh kaki.
Ulkus pada penderita kusta adalah ulkus plantar atau ulkus tropik. Bagian kaki
yang paling sering dijumpai ulkus adalah telapak kaki khususnya telapak kaki bagian
depan (ball of the foot), di mana sekitar 70-90% ulkus berada di sini. Pada lokasi ini,
ulkus lebih sering ditemukan pada bagian medial dibanding dengan bagian lateral,
sekitar 30-50% berada di sekitar ibu jari, di bawah falang proksimal ibu jari dan
kepala metatarsal. Tiga penyebab terjadinya ulkus yaitu pasien berjalan pada kaki
yang insensitif serta paralisis otot-otot kecil, infeksi yang timbul akibat trauma pada
kaki yang insensitif dan infeksi yang timbul pada deep fisure telapak kaki yang
insensitif dan kering atau terdapatnya kalus pada telapak kaki.12
Untuk mencegah kerusakan lebih lanjut perlu imobilisasi absolut dari kaki
yang mengalami ulkus, bila ditemukan bula nekrosis pemecahan bula harus dihindari,
apabila terpaksa harus ditusuk dan ditutup dengan kassa steril. Selanjutnya
penatalaksanaan ulkus dilakukan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dengan
balutan, namun sebelumnya perlu dilihat apakah ada tanda infeksi, dan sejauh mana
infeksi tersebut sudah terlibat dalam ulkus. Ulkus neurotropik MH sering kambuh,
sehingga pencegahan perlu dilakukan dengan metode khusus yaitu penggunaan alas
kaki pelindung yang mengurangi tekanan yaitu empuk di bagian dalam dan keras di
bagian luar, selain itu pada pasien dengan ulkus plantar yang masih dalam tahap
penyembuhan yang tidak dapat dilakukan imobilisasi absolut diberikan sandal yang
dilubangi pada daerah ulkus untuk mencegah tekanan.12
2.3.2. Ulkus Dekubitus
Dekubitus berasal dari bahsa latin “decumbere” yang artinya berbaring. Ulkus
Dekubitus (Luka akibat penekanan, Ulkus kulit, Bedsores) adalah kerusakan kulit
yang terjadi akibat kekurangan aliran darah dan iritasi pada kulit yang menutupi
tulang yang menonjol, dimana kulit tersebut mendapatkan tekanan dari tempat tidur,
kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras lainnya dalam jangka panjang. 95 %
ulkus dekubitus terjadi pada tubuh bagian bawah, 65% di derah pelvis dan 30% di
tungkai.13
Tekanan yang mengenai kulit, jaringan lunak, otot dan tulang akibat berat
badan seseorang seringkali melebihi tekanan pengisian pembuluh kapiler, hampir
32mmHg. Pasien yang memiliki sensistivitas, mobilitas dan mental normal, maka
tekanan ini tidak terjadi karena ada tekanan pada daerah tertentu merangsang
seseorang untuk melakukan perubahan posisi.14
Prinsip penatalaksanaan ulkus dekubitus adalah:14
1. Mengurangi tekanan
a. Reposisi berkala, dengan mengubah posisi minimal setiap 2 jam,
b. Alas pengaman (protective padding)
c. Support surfaces
2. Perawatan ulkus (cleaning & dressing)
3. Mengatasi nyeri, infeksi dan undernutrition
Penggunaan analgesik jika diperlukan dan antibiotik topikal yang
sesuai (Silver Sulfa Diazine, triple antibiotic dan metronidazole).
Bacitracin (AK-tracin), polymyxin B dengan bacitracin (Polysporin), dan
kombinasi neomycin, bacitracin dan polymyxin B (Neosporin) dapat
digunakan untuk infeksi kulit.
Dikatakan Undernutrition jika albumin < 3.5 mg/dL atau BB <
80% BB ideal. Maka perlu pemberian nutrisi yang cukup meliputi
pemberian protein 1.25 s.d. 1.5 g/kg/hari, suplementasi zink 50 mg (dalam
3 dosis/hari) ataupun dengn pemberian vitamin C 1g/hari. Disarankan
untuk banyak minum air putih setiap kali dilakukan reposisi.
2.3.3. Ulkus Varikosus
Ulkus varikosum adalah ulkus pada tungkai bawah yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah vena. Penyebab gangguan aliran darah balik pada tungkai
bawah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua yaitu, berasal dari pembuluh darah
seperti trombosis atau kelainan katup vena dan yang berasal dari luar pembuluh darah
seperti bendungan di daerah proksimal tungkai bawah oleh karena tumor di abdomen,
kehamilan atau pekerjaan yang dilakukan dengan banyak berdiri.
Bila terjadi bendungan di daerah proksimal atau terjadi kerusakan katup vena
tungkai bawah maka tekanan vena akan meningkat. Akibat keadaan ini akan timbul
edema yang dimulai dari sekitar pergelangan kaki. Tekanan kapiler juga akan
meningkat dan sel darah merah keluar ke jaringan sehingga timbul perdarahan di
kulit, yang semula terlihat sebagai bintik-bintik merah lambat laun berubah menjadi
hitam.
Penatalaksanaan umum dilakukan elevasi tungkai saat berbaring untuk
mengurangi hambatan aliran vena atau bebat elastin pada varises yang letaknya
proksimal dari ulkus agar dapat membantu kerja otot tungkai bawah memompa darah
ke jantung. Penatalaksanaan khusus ulkus sama seperti tatalaksana ulkus diatas.
2.3.4. Ulkus Arterial
Ulkus arterial adalah ulkus yang terjadi akibat gangguan peredaran darah
arteri. Penyebab yang paling sering adalah ateroma yang terjadi pada pembuluh darah
abdominal dan tungkai, di samping penyebab lain yang belum diketahui secara pasti.
Secara garis besar penyebab gangguan tersebut dapat dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu: Ekstra mural, mural dan intra mural.
Ekstra mural. Aliran darah arteri terganggu oleh karena pembuluh darah
arteriole terjepit oleh jaringan fibrosis, misalnya karena edema yang lama, dapat juga
oleh sklerosis karena skleroderma. Mural. Aliran darah terganggu karena kelainan
pada dinding pembuluh darah, misalnya vaskulitis atau aterosklerosis. Intra mural.
Aliran darah terganggu karena sumbatan lumen pembuluh darah kecil, misalnya
akibat perubahan viskositas darah, perlekatan, platelet, fibrinogenesis, dan
sebagainya.
Oleh karena gangguan aliran darah arteri, misalnya terjadi penyempitan atau
penyumbatan lumen, maka jaringan akan mengalami hipoksia (iskemi), sehingga
terjadi perubahan di kulit. Perubahan tersebut berupa kulit menjadi tipis, kering dan
bersisik, sianotik, bulu tungkai berkurang, kuku jari kaki menebal dan distrofik.
Akibatnya daya tahan terhadap trauma dan infeksi menurun. Perubahan selanjutnya
dapat terjadi ganggren pada jari kaki, kaki dan tungkai, dan akhirnya timbul ulkus.
Penatalaksanaan umum dengan konsul ke penyakit dalam terhadap
etiologinya, menghindari suhu dingin dan menghindari merokok. Penatalaksanaan
khusus untuk ulkus sama dengan yang telah dijelaskan diatas.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kulit merupakan organ terluar dan terbesar pada tubuh manusia yang memiliki
berbagai fungsi, meliputi pertahanan mekanik, pertahanan imunologik, regulasi suhu tubuh,
ekskresi, penginderaan, pembentukan vitamin D dan estetika. Salah satu kelainan kulit
terbanyak di seluruh dunia adalah diskontinuitas jaringan, yang bervariasi dari ekskoriasi
sampai ulkus, dengan penatalaksaan yang kompleks dan membutuhkan uang yang banyak,
sehingga menjadi penyakit kulit dengan biaya terbesar.
Ulkus dapat klasifikasikan menurut fase penyembuhan dan kedalamannya. Menurut
fase penyembuhannya ulkus dibagi menjadi ulkus akut dan kronis, sedangkan menurut
kedalamannya menjadi stadium 1 – 4. Proses penyembuhan ulkus terdiri dari 4 fase yaitu
koagulasi, inflamasi, proliferasi dan remodeling. Kelainan pada urutan fase penyembuhan
menyebabkan ulkus menjadi ulkus kronik dengan penyembuhan yang tidak sempurna dan
komplikasi yang lebih banyak dibandingkan dengan ulkus akut. Perlu dilakukan pengkajian
ulkus untuk menentukan penyebab dan tatalaksana dari ulkus, dengan menilai ukuran, tepi,
lokasi, dasar, sekret/jaringan granulasi, kedalaman dan kulit sekitar.
Konsep penatalaksanaan ulkus menurut penelitian 10 tahun terakhir adalah menjaga
kelembapannya, untuk promosi reepitelisasi dan memfasilitasi migrasi keratinosit karena sifat
yang kering dan timbulnya krusta diduga menghambat migrasi keratinosit. Pada ulkus kronis
sifat lembap ini berfungsi untuk kontrol nyeri, debridemen autolitik dan stimulasi jaringan
granulasi, namun perlu dipastikan tidak ada infeksi karena oklusi merupakan kontraindikasi
karena memfasilitasi perkembangan mikroorganisme. Terdapat beberapa macam balutan
yang mempunyai indikasi, keuntungan dan kerugian masing-masing. Setiap jenis ulkus
masing-masing memiliki tatalaksana yang perlu diperhatikan menurut etiologinya agar
penyembuhan luka berlangsung lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Menaldi S, Bramono K, Indriatmi W. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015.
2. Rook A, Burns T. Rook's textbook of dermatology. Chichester, West Sussex, UK: Wiley-Blackwell; 2010.
3. http://www.sidnet.org/files/Burden%20of%20Skin%20Diseases%202004%20Final%20Sept%2005.pdf.
4. James W, Berger T, Elston D. Andrews' Disease of the Skin. 10th ed. London: Saunders Elsevier; 2011.
5. Goldsmith L, Fitzpatrick T. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. New York: McGraw-Hill Professional; 2012.
6. Npuap.org. NPUAP Pressure Ulcer Stages/Categories | The National Pressure Ulcer Advisory Panel - NPUAP [Internet]. 2016 [cited 3 March 2016]. Available from: http://www.npuap.org/resources/educational-and-clinical-resources/npuap-pressure-ulcer-stagescategories/
7. Grey J. Wound assessment. BMJ [Internet]. 2006 [cited 3 March 2016];332(7536):285-288. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1360405/
8. Sudirman U. Ulkus kulit dalam Harahap M (ed.) Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000; 280.
9. Dorai A. Wound care with traditional, complementary and alternative medicine. Indian Journal of Plastic Surgery. 2012;45(2):418.
10. Hastuti RT. Faktor-Faktor Resiko Ulkus Diabetika pada Penderita Diabetes Mellitus. Semarang, Universitas Diponegoro. 2008 [Tesis].
11. Waspaji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo A dkk, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III edisi IV. Jakarta: FKUI press, 2007;1911.
12. South H. Wound Care for People Affected by Leprosy: A Guide for Low Resource Situation. Greenville: American Leprosy Missions, 2001.
13. James WD, Timothy GB & Dirk ME. Dermatous Resulting from Physical Factor. In: Andrew’sDisease of The Skin, Clinical Dermatology 10th edition. Philadelpia: WB Saunders Company, 2000; 42.
14. Catherine Anne Sharp. A Discourse on Pressure Ulcer Physiology: The Implications of Repositioning and Staging, [online], 2005, [diakses pada 30 Maret 2012].