13
Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran 32 Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar Pengikat Korelasi Lithostratigrfi Di Daerah Limau Cekungan Sumatra Selatan Taat purwanto *), Vijaya Isnaniawaghani **), Budi Mulyana **), Eko Widianto *) *)Teknik Geologi Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti. **) Program studi Geologi Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Abstrak Lapangan minyak di daerah Limau terdiri dari 8 blok struktur antiklin, dimana kondisi sekarang sudah merupakan lapangan minyak tua. Lapangan ini pada 1 Januari 2005 dikembalikan kepada PT.Pertamina (Persero) dari JOB-PSEL. Pada saat ini 7 blok lapangan minyak sudah dilakukan injeksi waterflood di beberapa lapisan terpilih. Original Oil In Place (OOIP) di seluruh Limau status Januari 2005 adalah sebesar 823 MMBbl, kumulatif produksi diperkirakan sudah mencapai 265.40 MMBbl,dengan Recovery Factor (RF) = 32.24 %. Tetapi kenyataan sampai sekarang lapangan Limau (Niru) masih produksi di beberapa lapisan pada sayap antiklin sebelah timur laut, oleh karena itu perlu ditinjau dan dikaji lebih mendalam mengenai korelasi detil lapisan-lapisan produksi di daerah kawasan Limau ini. Zona produksi terutama dari Formasi Talang Akar bagian atas (Transition Member/TRM) dengan interval studi meliputi ± 500 meter, terdiri dari selang seling batupasir, shale, batugamping dan batubara yang di endapkan pada kondisi lingkungan transisi sampai laut trangresi secara umum. Korelasi yang dilakukan di daerah Limau untuk mala lampau masih menggunakan metode konventional berdasarkan korelasi sand to sand secara lithostratigrafi, hasilnya masih kurang tepat dan tidak mencukupi untuk kebutuhan mendapatkan bodi reservoir yang mempunyai genesa dan umur yang sama, pada skala sub-cekungan yang cukup luas. Korelasi secara sekuen stratigrafi berdasarkan log sumuran (electro facies) yang di integrasikan dengan data biostratigrafi akan lebih membantu di dalam identifikasi reservoir secara kronostratigrafi sehingga sand body reservoir yang di identifikasi akan berada pada kondisi lingkungan genesa dan umur yang sama, dengan demikian reservoir yang di identifikasi akan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Di dalam kajian ini di aplikasikan 9 data sumur yang dilengkapi dengan data biostratigrafi. Kunci utama adalah menentukan Maximum Floading Surface (MFS)yang melampar secara regional didasarkan pada puncak kelimpahan fosil (abundance fosil ), dan umur ditentukan berdasarkan fosil-fosil indek yang terkandung didalam interval tersebut. Setelah MFS ditentukan kemudian baru menentukan batas sekuen (sequence boundary/ SB) diantara 2 MFS dan biasanya ditandai adanya bidang erosi. Pada interval F.TAF-TRM telah dapat di identifikasi sebanyak 3 sekuen utama, dimana setiap sekuen dibatasi oleh batas sekuen(SB) dan pada setiap sekuen dicirikan ada Maximum Floading Surface(MFS) dan batas sekuen paling atas ditentukan pada posisi Top- F.Talang Akar. Hasil dari korelasi sekuen stratigrafi ini adalah merupakan marker sekuen yang merupakan kerangka stratigrafi yang terdiri dari : SB-25 Ma, MFS-22.5 Ma, SB-22 Ma, MFS- 21 Ma, SB-20 Ma, MFS-19 Ma dan Top TAF. Dari 3 sekuen tersebut berdasarkan lingkungan pengendapannya dibagi lagi menjadi siklus-siklus sedimen yang merupakan sekuen system tract. Korelasi sand to sand secara lithostratigrafi di dalam koridor kerangka system tract yang seumur akan menghasilkan bodi batupasir atau reservoir yang mempunyai genesa dan umur yang sama. Sehingga kerangka marker sekuen ini akan dapat di pakai sebagai pengikat atau kunci korelasi untuk daerah yang lebih luas di daerah Limau dan

Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar ...ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Penentuan-Posisi... · batugamping dan batubara yang di endapkan pada

  • Upload
    lengoc

  • View
    229

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar ...ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Penentuan-Posisi... · batugamping dan batubara yang di endapkan pada

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

32

Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar Pengikat

Korelasi Lithostratigrfi Di Daerah Limau Cekungan Sumatra Selatan

Taat purwanto *), Vijaya Isnaniawaghani **), Budi Mulyana **), Eko Widianto *)

*)Teknik Geologi Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi – Universitas Trisakti.

**) Program studi Geologi Fakultas Teknik Geologi – Universitas Padjadjaran

Abstrak Lapangan minyak di daerah Limau terdiri dari 8 blok struktur antiklin, dimana kondisi

sekarang sudah merupakan lapangan minyak tua. Lapangan ini pada 1 Januari 2005

dikembalikan kepada PT.Pertamina (Persero) dari JOB-PSEL. Pada saat ini 7 blok lapangan

minyak sudah dilakukan injeksi waterflood di beberapa lapisan terpilih. Original Oil In Place

(OOIP) di seluruh Limau status Januari 2005 adalah sebesar 823 MMBbl, kumulatif produksi

diperkirakan sudah mencapai 265.40 MMBbl,dengan Recovery Factor (RF) = 32.24 %.

Tetapi kenyataan sampai sekarang lapangan Limau (Niru) masih produksi di beberapa lapisan

pada sayap antiklin sebelah timur laut, oleh karena itu perlu ditinjau dan dikaji lebih

mendalam mengenai korelasi detil lapisan-lapisan produksi di daerah kawasan Limau ini.

Zona produksi terutama dari Formasi Talang Akar bagian atas (Transition Member/TRM)

dengan interval studi meliputi ± 500 meter, terdiri dari selang seling batupasir, shale,

batugamping dan batubara yang di endapkan pada kondisi lingkungan transisi sampai laut

trangresi secara umum.

Korelasi yang dilakukan di daerah Limau untuk mala lampau masih menggunakan

metode konventional berdasarkan korelasi sand to sand secara lithostratigrafi, hasilnya masih

kurang tepat dan tidak mencukupi untuk kebutuhan mendapatkan bodi reservoir yang

mempunyai genesa dan umur yang sama, pada skala sub-cekungan yang cukup luas. Korelasi

secara sekuen stratigrafi berdasarkan log sumuran (electro facies) yang di integrasikan

dengan data biostratigrafi akan lebih membantu di dalam identifikasi reservoir secara

kronostratigrafi sehingga sand body reservoir yang di identifikasi akan berada pada kondisi

lingkungan genesa dan umur yang sama, dengan demikian reservoir yang di identifikasi akan

sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Di dalam kajian ini di aplikasikan 9 data sumur yang

dilengkapi dengan data biostratigrafi. Kunci utama adalah menentukan Maximum Floading

Surface (MFS)yang melampar secara regional didasarkan pada puncak kelimpahan fosil

(abundance fosil ), dan umur ditentukan berdasarkan fosil-fosil indek yang terkandung

didalam interval tersebut. Setelah MFS ditentukan kemudian baru menentukan batas sekuen

(sequence boundary/ SB) diantara 2 MFS dan biasanya ditandai adanya bidang erosi.

Pada interval F.TAF-TRM telah dapat di identifikasi sebanyak 3 sekuen utama, dimana setiap

sekuen dibatasi oleh batas sekuen(SB) dan pada setiap sekuen dicirikan ada Maximum

Floading Surface(MFS) dan batas sekuen paling atas ditentukan pada posisi Top- F.Talang

Akar. Hasil dari korelasi sekuen stratigrafi ini adalah merupakan marker sekuen yang

merupakan kerangka stratigrafi yang terdiri dari : SB-25 Ma, MFS-22.5 Ma, SB-22 Ma, MFS-

21 Ma, SB-20 Ma, MFS-19 Ma dan Top TAF. Dari 3 sekuen tersebut berdasarkan

lingkungan pengendapannya dibagi lagi menjadi siklus-siklus sedimen yang merupakan

sekuen system tract. Korelasi sand to sand secara lithostratigrafi di dalam koridor kerangka

system tract yang seumur akan menghasilkan bodi batupasir atau reservoir yang mempunyai

genesa dan umur yang sama. Sehingga kerangka marker sekuen ini akan dapat di pakai

sebagai pengikat atau kunci korelasi untuk daerah yang lebih luas di daerah Limau dan

Page 2: Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar ...ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Penentuan-Posisi... · batugamping dan batubara yang di endapkan pada

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

33

sekitarnya. Dari korelasi yang sudah dibatasi dengan kerangka system tract ini akan terlihat

apakah hasil korelasi merupakan bodi batupasir yang melampar luas ( bar blanked sand) atau

merupakan endapan yang membaji atau channeling.

Kata kunci: Transition member/TRM, electro facies, Sequence boundary/SB, Maximum

Floading Surface/MFS,System tract.

1. PENDAHULUAN

Lapangan Limau terdapat di Cekungan

Sumatra Selatan,terletak di kota

Prabumulih kurang lebih 90 km sebelah

barat Palembang, daerah ini sekarang

termasuk dalam daerah operasi

EP.Pertamina. (Gambar.1). Lapangan ini

terdiri dari 8 blok struktur antiklin,

dimnana kondisi sekarang sudah

merupakan lapangan tua .Awalnya

lapangan ini dikelola oleh JOB-PSEL dan

pada 1 Januari 2005 karena habis kontrak

dikembalikan ke PT.Pertamina (Persero)

dan langsung dikelola oleh UBEB-Limau.

Saat dikembalikan Original Oil In Place

(OOIP) seluruh Limau adalah sebesar 823

MMBbl dengan kumulatif produksi

sebesar 265.40 MMBbl, jadi kondisi

produksi adalah dengan Recovery Factor

(RF)= 32.24 %. Kondisi sekarang dibawah

pengelolaan PT.Pertamina ternyata

lapangan Limau (Niru,Belimbing,Barat

dan tengah masih berproduksi) bahkan di

Niru produksi dihasilkan dari beberapa

lapisan yang berada di sayap antiklin

sebelah timur-laut, diduga merupakan trap

stratigrafi, oleh karena itu perlu dikaji

lebih mendalam mengenai korelasi

lapisan-lapisan produksi di daerah ini.

Meninjau kajian-kajian terdahulu korelasi

yang dilakukan di daerah Limau untuk

masa lampau masih menggunakan metode

konvensional berdasarkan lithostratigrafi

(sand to sand correlation), hasilnya masih

kurang tepat dan tidak mencukupi untuk

kebutuhan mendapatkan bodi reservoir

yang mempunyai genesa dan umur yang

sama pada skala sub-cekungan yang cukup

luas.

Korelasi secara sekuen stratigrafi

berdasarkan log sumuran (electric facies)

yang di integrasikan dengan data

biostratigrafi akan lebih membantu

didalam identifikasi reservoir secara

kronostratigrafi, sehingga bodi batupasir

sebagai reservoir yang di identifikasi akan

berada pada kondisi lingkungan genesa

dan umur yang sama (Posamentier dan

Vail,1988) , oleh karena itu reservoir yang

diidentifikasi akan sesuai dengan kondisi

yang sebenarnya pada saat di endapkan.

Dengan demikian korelasi menggunakan

kerangka marker sekuen ini akan dapat

dipakai sebagai pengikat atau kunci

korelasi untuk daerah yang lebih luas di

daerah Limau dan sekitarnya

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional

Lapangan Limau terletak di Cekungan

Sumatra Selatan yang merupakan

Cekungan Busur Belakang (Back Arc

Basin) Tersier yang terletak sepanjang sisi

barat dan selatan dari dataran Sunda.

Cekungan berbentuk asimetris ini di

sebelah baratdaya dibatasi oleh sesar–sesar

dan singkapan–singkapan batuan Pra-

Tersier yang terangkat di sepanjang

kawasan kaki Pegunungan Barisan. Di

timur-laut dibatasi oleh formasi-formasi

sedimen dari Paparan Sunda. Di sebelah

selatan dan timur dibatasi oleh

Pegunungan Garba dan daerah tinggian

Lampung dan suatu tinggian yang sejajar

dengan pantai timur Sumatra. Di utara dan

barat laut dibatasi oleh Pegunungan Tiga

Puluh dan Pegunungan Dua Belas.

Evaluasi Cekungan Sumatera Selatan ini

diawali sejak Mesozoic (Pulunggono et al.,

Page 3: Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar ...ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Penentuan-Posisi... · batugamping dan batubara yang di endapkan pada

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

34

1992), dimana cekungan ini merupakan

salah satu dari seri cekungan busur

belakang Tersier yang terletak sepanjang

Sumatera-Jawa dan berkembang sepanjang

pinggiran utama dari paparan Sunda,

sebagai hasil subduksi dari Lempeng

Samodra Hindia kebawah dari Lempeng

Asia Tenggara (Gambar.2). Secara

struktural Cekungan Sumatera Selatan ini

dapat dibagi menjadi 4 sub cekungan,

yaitu :

• Sub Cekungan Jambi

• Sub Cekungan Palembang Utara

• Sub Cekungan Palembang Tengah

• Sub Cekungan Palembang Selatan

Daerah penelitian termasuk di dalam Sub

Cekungan Palembang Selatan, dimana

struktur geologi Lapangan Limau

menunjukkan jalur antiklinorium Pendopo-

Limau diantara Lematang Depression

(Muara Enim deep) dan Lembak Deep

atau dikenal juga dengan Limau Graben

yang merupakan suatu depresi bagian dari

Sub Cekungan Palembang Selatan.

( Rudd et al.,2013)

2.2 Stratigrafi Regional

Urutan stratigrafi didalam Sub Cekungan

Palembang Selatan telah dilakukan oleh

Tobler, 1908 dalam Spruyt,1956 dalam

Pulunggono 1986. Penelitian selanjutnya

pada pertengahan tahun dua puluhan

menentukan keberadaan ketidakselarasan

antara sedimen Tersier dan batuan Pra-

Tersier yang berada di bawahnya. Sejak

saat itu diskusi dan review stratigrafi

sedimen endapan Tersier telah

didokumentasi dalam laporan-laporan

geologi perminyakan.

Pembagian Lithostratigrafi Sub Cekungan

Palembang Selatan dimulai dengan sekuen

transgresi dengan diendapkannya endapan

vulkanik non marine (Formasi Lahat atau

Formasi Lemat), endapan paralik (Formasi

Talang Akar Bawah) yang sering disebut

sebagai GRM ( Great sand member ),

endapan laut dangkal (Formasi Talang

Akar Atas atau sering disebut sebagai

TRM/Transition Member dan Formasi

Baturaja), dan endapan laut dalam

(Formasi Gumai). Sekuen transgresi pada

bagian atas diikuti oleh sekuen regresi

dengan diendapkannya Formasi Air

Benakat, Formasi Muara Enim dan

Formasi Kasai. Keseluruhan sekuen

sedimentasi secara umum dikenal sebagai

megacycle, dimana pada bagian bawah

berupa fasies transgresi (Telisa Group),

yang terutama terdiri dari material klastik

kasar sampai halus, dan pada bagian atas

berupa fasies regresi (Palembang Group),

yang terdiri dari material klastik kasar.

Dari bawah ke atas urutan stratigrafi di

Sub Cekungan Palembang Selatan

diilustrasikan pada (Gambar.3).

3. METODE PENELITIAN

3.1 Sekuen pengendapan.

Sekuen pengendapan (depositional

sequence), atau biasa disebut sekuen saja,

didefinisikan sebagai kumpulan strata

(parasequence) yang berhubungan secara

genetis dan mengalami perubahan yang

relatif selaras serta dibatasi oleh

ketidakselarasan atau permukaan selaras

yang korelatif dengannya. (Mitchum, 1977

dalam Van Wagoner et al., 1990). Satu

sikuen merepresentasikan satu siklus

relative sea level dan terdiri dari beberapa

system tract yaitu lowstand system tract,

highstand system tract, dan transgresssive

system tract.

Perubahan dari HST ke LST atau Dari

HST ke TST biasanya merupakan bidang

Sequence Boundary ( SB ) yang biasanya

merupakan batas dasar dari suatu

Reservoar yang berupa Channel atau

Distributary Channel yang terendapkan

diatas bidang erosi. Sedangkan perubahan

dari TST ke HST biasanya merupakan

bidang condent section berupa Maximum

Floading Surface (MFS) yang merupakan

pelamparan batu lempung (shale) yang

cukup luas dan berfungsi sebagai batuan

Page 4: Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar ...ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Penentuan-Posisi... · batugamping dan batubara yang di endapkan pada

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

35

penyekat yang sangat baik. Kemudian

pada skala yang lebih kecil yaitu setiap

perubahan dari parasekuen satu ke

parasekuen berikutnya selalu dibatasi oleh

Floading Surface (FS) yang umumnya

merupakan fraksi halus berupa shale.

(Kendal,2005)

3.2 System tract

System tract adalah hubungan dari

beberapa sistem pengendapan yang

seumur. Setiap system tract terbentuk pada

tahapan atau waktu tertentu dalam satu

siklus perubahan muka air laut relatif.

System tract dan sekuen didefinisikan atas

bentuk geometri dan hubungan fisik dari

suatu strata dan fasies yang tidak

tergantung pada lamanya pembentukkan,

ukuran atau mekanisme pengendapan.

Diatas System tract dipisahkan oleh

permukaan stratigrafi kunci, permukaan

tersebut yang paling penting adalah

sequence boundary (SB) dan maximum

flooding surface (MFS), dimana diatas SB

biasanya ada batuan reservoir yang cukup

baik dan pada posisi MFS secara umum

merupakan tempat kedudukan dari fraksi

halus yang pelamparannya cukup luas dan

akan berfungsi sebagai batuan penyekat.

Didalam satu sekuen secara umum akan

terdiri dari Lowstand System Tract (LST),

Transgressive System Tract (TST) dan

Highstand System Tract (HST)

(Gambar.4)(Kendal,2005).

3.3 Korelasi Sekuen Stratigrafi

Untuk menentukan marker sekuen telah

dilakukan korelasi sekuen stratigrafi yang

terintegrasi dengan data biostratigrafi

melalui sumur-sumur TB-33A, TB-32,

TL-237, TL-227, TL-8A, TLM-49, TL-

233, TL-221st dan TL-229. Dari data

pemboran yang ada rata-rata sumur

tersebut terdalam hanya mencapai SB-

8 ,Jadi yang dapat ditentukan secara

menyakinkan adalah SB-8,MFS-8, SB-9,

MFS-9, SB-10 dan MFS-10 , yaitu interval

yang mewakili Formasi Talang Akar

bagian atas yang dikenal sebagai F.TAF-

TRM.(Gambar.5). Kemudian untuk SB-8

sampai MFS-1 hanya dapat ditelusuri pada

sumur-sumur yang relative cukup dalam

(TL-260 dan TGK-79) dan tidak tersedia

data biostratigrafi, jadi penentuan marker

sekuen hanya dengan menggunakan data

log (elektrofasies).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis penentuan umur marker

sekuen.

Data biostratigrafi didaerah penelitian

tersedia dari 9 sumur pengembangan yang

tersebar dari lapangan Belimbing

disebelah barat ada 2 sumur ( BEL- 33A

dan BEL-32 ), di lapangan Niru ada 3

sumur ( L5A-227 , 236 dan 237 ), di

lapangan Limau Barat ada 1 sumur (L5A-

8A) , di lapangan Limau Tengah ada 1

sumur ( LMC-49) , di Lapangan Limau P

ada 1 sumur ( L5A-221) , di lapangan Q22

ada 1 sumur ( L5A-233) dan di lapangan

Limau Q51 ada 1 sumur (L5A-229).

(Gambar.6) Dari data biostratigrafi 9 sumur yang ada

dapat ditentukan umur dari marker sekuen

yang mewakili interval dari Formasi

Talang Akar bagian atas (TAF-

TRM),yaiitu:

Posisi SB-8 diperkirakan berumur

Oligosen Akhir (NP.24) berdasarkan

pemunculan fosil polen Meyeripollis

naharkotensis dan Floschuetzia trilobata

dengan umur absolut SB-25 Ma).(TL-

237)(Rahardjo,1994)

Posisi MFS-8 diperkirakan berumur

(NP.25) berdasarkan pemunculan teratas

dari Dictyococcites bisectus dengan umur

absolut (MFS-22.5 Ma) (TL-237).

(Martini.1971)

Posisi SB-9 diperkirakan berumur Oligo-

Miosen atau N4 bagian bawah berdasarkan

pemunculan Heterostegina

cf.H.borneensis (Te bawah) dengan umur

absolut (SB-22Ma) (Berggren,1973)

Page 5: Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar ...ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Penentuan-Posisi... · batugamping dan batubara yang di endapkan pada

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

36

Posisi MFS-9 diperkirakan berumur N4

bagian bawah berdsarkan pemunculan

Globigerinoides primordius dan

Globorotalia kugleri (TL-237 dan TL-227)

dan mempunyai umur absolut MFS-21

Ma). (Blow.1969)

Posisi marker SB-10 diperkirakan

berumur N4 bagian tengah atau NN1b

dengan munculnya Cyclicargolithus

obisectus dengan umur absolut (SB-20

Ma).

Marker teratas dari TAF-TRM adalah

MFS-10 diperkirakan berumur N4 bagian

atas atai NN2 berdasarkan pemunculan

Discoaster druggi dan Sphenolithus

belemnos dengan umur absolut (MFS-19

Ma).(lihat Gambar. 7, 8, 9 dan

10).(Martini,1971)

4.2 Korelasi marker sekuen

(kronostratigrafi)

Korelasi marker sekuen telah ditarik dari

barat TB-33A kearah timur sampai TL-229

dan diikat pada datum MFS-10 yang

mempunyai umur Miosen Awal N4 bagian

atas dengan umur absolut MFS-19 Ma,

(Gambar.11). Dari penampang tersebut

tampak bahwa marker marker sekuen

dibawahnya yaitu MFS-9 dan MFS-8

secara lateral mempunyai umur yang

relative sama tetapi diendapkan pada

lingkungan pengendapan dan

paleobatimetri yang bervariasi secara

lateral. (Gambar.12)

5. KESIMPULAN

1. Penentuan marker sekuen stratigrafi

berdasarkan data log yang terintegrsi

dengan data biostratigrafi akan

memberikan hasil yang lebih akurat

dan efektif karena korelasi didalam

satu system tract yang sama atau

seumur akan memberikan identifikasi

bodi reservoir yang mempunyai

genesa dan umur yang sama,dengan

demikian bodi reservoir tersebut akan

sesuai dengan kondisi yang

sebenarnya.

2. Dari korelasi secara sekuen stratigrafi

di interval F.Talang Akar bagian atas

(TRM) menghasilkan 3 sekuen dan 6

system track dengan batas marker

sekuen dari yang paling tua kemuda

adalah sbb: SB-8 (SB-25 Ma), MFS-8

(MFS-22.5 Ma), SB-9 (SB-22 Ma),

MFS-9 (MFS-21 Ma), SB-10 (SB-20

Ma) dan MFS-10 (MFS-19 Ma)

DAFTAR PUSTAKA

[1]. BATM-UNIV.TRISAKTI, 2012,.

Studi Modeling Geologi dan Simulasi

Lapangan Limau Barat-Tengah

PT.Pertamina-UBEB-LIMAU

(Pertamina Intern Report- Tidak

dipublikasi).

[2]. Barbeau D. , Kendal C, 2005. Clastic

Depositional Systems, Their Respone

to Base level change. kendal@sc,edu

777.2410.

[3]. Blow, 1969., Planktonic Foraminiferal

Zonation (Modified by

LEMIGAS,1974)

[4]. Berggren, 1973., Large and Smaller

Benthonic Foraminiferal Zonation.

[5]. Kendal,C., 2005. Sequence

stratigraphy: A framework of

genetically related stratigraphic facies

geometries and their bounding surface

used to determine depositional setting.

[email protected] 803-7772410.

[6]. Martini,1971., Calcareous

Nannoplankton Zonation.

[7]. Posamentier H.W. & Vail P.R.,1988.

Eustatic control on clastic deposition-I

Conseptual framework, wilgus et

al,eds.,sea level changes an Integrated

Aproach. SEPM, Special

Publication,no.42,h.109-124.

[8]. Posamentier H.W. & Vail P.R.,1988.

Eustatic control on clastic deposition-

II Sequence and System Tract models.

SEPM, Special

Publication,no.42,h.125-154.

Page 6: Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar ...ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Penentuan-Posisi... · batugamping dan batubara yang di endapkan pada

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

37

[9]. Posamentir H.W., and Weimer,P.,

1993. Silisiclastic Sequence

Stratigraphy and Petroleum geology.

The American Association of

Petroleum Geologists

Bullettin,v.77,p.731-742.

[10]. Pulunggono, A, 1986.Tertiary

Structural Features Related to

Extentional and Compressive Tectonic

in the Palembang Basin, South

Sumatera, Proceeding15th IPA

Convention, pp. 187 – 213.

[11]. Pulunggono, A. ,Haryo, A.S and

Kosuma, C.G, 1992. Pre–Tertiary and

Tertiary Fault System as a Frame

Work of The South Sumatra Basin : A

Study of SAR –MAPS, Proceeding

21st IPA Convention, pp. 339 – 360.

[12]. Ratna Asharina Rudd, Suraya

Tulot, Darius Siahaan, 2013,.

Rejuvenating Play Based Exploration

Concept In South Sumatera Basin.,

Proceeding IPA.37th

,May 2013.

[13]. Van Wagoner J.C., Mitchum R.M.,

Campion K.M., Rahmanian

V.D.,1990. Silisiclastic sequence

stratigraphy in well log, core and

outcrops : Concepts for high

resolution correlation of time and

facies, AAPG Metods in Exploration

series, no.7,Tulsa, Oklahoma,55h.

Gambar.1. Lokasi daerah penelitian

LOKASI DAERAH

PENELITIAN

Page 7: Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar ...ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Penentuan-Posisi... · batugamping dan batubara yang di endapkan pada

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

38

Gambar.2. Posisi Tektonik Cekungan Sumatra Selatan dan Pembagian sub-cekungan di Cekungan

Sumatra Selatan (Jastek Pertamina,2003)

Gambar.3. Penampang Stratigrafi Sub-Cekungan Palembang Selatan

( Pertamina,2003 ; modifikasi Taat.P,2015)

Page 8: Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar ...ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Penentuan-Posisi... · batugamping dan batubara yang di endapkan pada

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

39

Gambar.4. Posisi Maximum Floading Surface (MFS) pada system tract LST,TST danHST (Kendal,2005)

Dengan Metode sekuen stratigrafi akan dapat diidentifikasi marker sekuen terutama Maximum Floading surface (MFS) dan Floading Surface (FS) dengan ciri kandungan

Fosil yang melimpah.

MFS

MFS

MFS

MFS

MFSSB

SB

Page 9: Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar ...ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Penentuan-Posisi... · batugamping dan batubara yang di endapkan pada

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

40

Gambar.5. Korelasi sekuen stratigrafi dari barat ke timur melalui TB-33A, TB-32, Tl-227, TL-237, Tl-

240, TL-08A, TLm-49, TL-221, TL-233

MF

W3

W3

W3

W3

W3

W3 W

3 W3

A

B

TB-33

TL-22

TB-

TL-23

TL-22

TLm-

TL-08

TL-24

TL-24

TL-23

Page 10: Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar ...ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Penentuan-Posisi... · batugamping dan batubara yang di endapkan pada

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

41

Gambar.6. Lokasi data sumur yang mempunyai data biostratigrafi

Gambar 7. Penentuan posisi marker MFS-8, MFS-9 dan MFS-10 di sumur TL-227

TL-227

TB-33A

T-32

TL-237

TL-08A

TLm-49 TL-221

TL-233

TL-229

Page 11: Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar ...ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Penentuan-Posisi... · batugamping dan batubara yang di endapkan pada

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

42

Gambar 8. Penentuan posisi marker MFS-8, MFS-9 dan MFS-10 di sumur TL-237

Gambar 9. Penentuan umur marker SB-8, MFS-8, SB-9, MFS-9, SB-10 dan MFS-10 di sumur TL-237

?

Foram Plangtonik Bentonik Gampingan Bentonik Pasiran Foram Besar

Kedalaman

(Meter)

Je

nis

Pe

rc

on

to

Ba

gia

n R

es

idu

Fo

ra

m Y

an

g D

ian

alis

a

Glo

big

eri

na

sp

p.

Cassig

erinella c

hip

ole

nsis

Pla

nkto

nic

sp

p.

Glo

big

eri

no

ide

s s

ub

qu

ad

ratu

s

Glo

big

eri

na

ve

ne

zu

ela

na

Glo

bo

rota

loid

es s

ute

ri

Ha

stig

eri

na

pra

esip

ho

nife

ra

Ne

og

lob

oq

ua

dri

na

co

ntin

uo

sa

Glo

big

eri

na

an

gu

stiu

mb

ilic

ata

Glo

big

eri

na

pra

eb

ullo

ide

s

Glo

big

eri

na

wo

od

i

Glo

bo

rota

lia

ma

ye

ri

Glo

big

eri

na

fa

lco

ne

nsis

Glo

big

eri

no

ide

s s

pp

.

Glo

bo

rota

lia

me

na

rdii(s

)

Glo

big

eri

no

ide

s a

ltia

pe

rtu

rus

Glo

big

eri

no

ide

s s

accu

life

r

Glo

big

eri

no

ide

s tri

lob

us-g

rou

p

Glo

bo

rota

lia

ple

sio

tum

ida

Glo

bo

qu

ad

rin

a a

ltis

pir

a

Glo

bo

qu

ad

rin

a d

eh

isce

ns

Glo

bo

qu

ad

rin

a p

rae

de

his

ce

ns

Glo

bo

rota

lia

ob

esa

Glo

bo

rota

lia

se

miv

era

Glo

bo

rota

lia

pra

escitu

la

Glo

big

eri

na

glu

tin

ata

Glo

big

eri

no

ide

s p

ara

wo

od

i

Glo

big

eri

na

tella

in

su

eta

Ca

tap

syd

rax u

nic

avu

us

Glo

big

eri

no

ide

s p

rim

ord

ius

Ca

tap

syd

rax d

issim

ilis

Glo

bo

rota

lia

pe

rip

he

roro

nd

a

Glo

big

eri

na

ne

pe

nth

es

Glo

big

eri

no

ide

s o

bliq

uu

s

Sp

ha

ero

idin

ello

psis

se

min

ulin

a

Orb

ulin

a u

niv

ers

a

Glo

bo

rota

lia

me

rotu

mid

a

Bo

livin

a/B

riza

lin

a s

pp

.

Cib

icid

es s

pp

.

Ca

ssid

ulin

a s

pp

.

Ca

ssid

ulin

a la

evig

ata

Cib

icid

oid

es s

pp

.

Fu

rse

nko

ina

bra

dya

na

La

ge

na

sp

p.

Le

nticu

lin

a s

pp

.

No

do

sa

ria

sp

p.

Tri

fari

na

an

gu

losa

Uvig

eri

na

sp

p.

Uvig

erina p

roboscid

ea

Uvig

eri

na

mu

ltic

osta

ta

Gyro

idin

a n

eo

so

lda

ii

Denta

lina s

pp.

Ga

ve

lin

op

sis

lo

ba

tulu

s

Bu

lim

ina

str

iata

An

om

alin

a s

pp

.

Qu

inq

ue

locu

lin

a s

pp

.

Ep

isto

min

ella

sp

p.

Gla

nd

ulin

a s

pp

.

No

nio

n s

pp

.

Am

mo

nia

um

bo

na

ta

Ba

gg

ina

in

dic

a

Sp

ha

ero

idin

a b

ullo

ide

s

Fis

su

rin

a s

pp

.

Am

mo

nia

sp

p.

Glo

bo

ca

ssid

ulin

a s

ub

glo

bo

sa

Cib

icid

oid

es p

se

ud

ou

ng

eri

an

us

He

tero

lep

a s

ub

ha

idin

ge

ri

He

tero

lep

a d

ute

mp

lei

Sip

honin

a t

ubulo

sa

Lagena s

ulc

ata

Elp

hid

ium

sp

p.

An

om

alin

ella

ro

str

ata

?N

eoro

talia s

pp.

Are

na

ce

ou

s s

pp

.

Am

mo

ba

cu

lite

s s

pp

.

Ha

plo

ph

rag

mo

ide

s c

ari

na

tus

Ha

plo

ph

rag

mo

ide

s s

pp

.

Ha

plo

ph

rag

mo

ide

s c

om

pre

ssa

Am

mo

dis

cu

s s

pp

.

Eg

ge

rella

sp

p.

Tro

ch

am

min

a s

pp

.

Te

xtu

lari

a s

pp

.

Do

roth

ia s

pp

.

Ba

thysip

ho

n s

pp

.

Tri

taxia

tri

ca

rin

ata

Te

xtu

lari

a p

se

ud

og

ram

en

Cla

vu

lin

a s

pp

.

Tro

ch

am

min

a n

itid

a

Tro

ch

am

min

a in

fla

ta

Te

xtu

lari

a a

gg

lutin

an

s

Tro

ch

am

min

a s

qu

am

ata

?A

lve

olo

ph

rag

miu

m s

pp

.

Milia

mm

ina

sp

p.

Am

mo

sca

lari

a s

pp

.

?A

mm

otiu

m s

pp

.

Op

erc

ulin

a s

pp

.

Pe

ne

rop

lis s

pp

.

Am

ph

iste

gin

a s

pp

.

Le

pid

ocyclin

a s

pp

.

Sphaero

gypsin

a s

pp.

Hete

roste

gin

a c

f. H

. born

eensis

1284 DC 1/4 47 15 23 0 0 1 4 0 2 14 2 0 1 9 0 0 2 8 0 1 0 0 3 9 1 0 3 1 0 1 0 0 0 2 0 0 1 1 1 1 1

1314 DC 1/4 52 9 17 0 0 1 2 1 16 0 3 0 11 1 7 0 0 4 0 0 6 0 1 1 0 0 0 0 3 1 0 0 0 0 0

1340 DC 1/8 55 16 24 0 3 1 13 1 1 3 0 0 4 2 0 0 7 0 2 2 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0

1362 DC 1/8 51 13 26 0 0 2 0 0 11 3 6 1 5 5 0 0 3 2 2 1 2 0 1 0

1376 DC 3/32 59 19 17 0 0 0 7 2 17 1 3 7 1 4 0 0 3 0 0 1 3 0 3 2 0 0 0 0 0 0 0

1400 DC 1/16 63 15 24 0 0 1 9 0 2 31 2 2 5 2 6 1 0 7 0 0 2 0 2 0 2 1 0 1 1 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1420 DC 1/8 58 21 28 0 0 6 0 1 21 0 2 6 2 3 0 0 8 0 0 2 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0

1440 DC 1/8 52 24 38 0 1 3 0 7 13 2 4 2 3 3 3 0 4 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0

1450 DC 3/16 44 21 42 0 0 8 9 15 0 9 1 4 0 0 5 2 0 5 0 0 0 1

1460 DC 3/8 18 4 49 0 1 3 2 6 3 12 0 4 14 0 2 3 8 1 1 2 1 1 0 0 0 0

1476 DC 1/4 31 8 46 0 0 1 1 4 1 9 1 5 0 0 5 2 0 0 2 1 3 1 2 1 2 0 0 0 1 0 0

1490 DC 1/16 47 22 31 1 0 0 8 4 11 1 8 3 9 0 6 0 4 0 4 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1504 DC 3/64 41 24 23 0 0 5 4 13 1 5 2 6 0 4 0 7 3 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1520 DC 1/32 45 26 19 0 0 6 2 15 0 4 0 2 0 7 0 9 2 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0

1536 DC 1/16 38 23 28 0 0 3 2 10 0 3 0 3 0 5 0 6 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0

1550 DC 1/2 29 3 23 1 1 2 14 3 13 1 3 0 1 1 2 2 1 2 1 4 1 1 1 2 1 1 1 3

1570 DC 1/4 20 1 21 0 2 12 1 2 1 0 1 1 1 2 1 1 1 1 3 1 1 2 2 2 1 1

1580 DC 1/4 24 11 1 1 17 1 5 1 2 1 0 3 0 1 1 2 1 0 3 1 2 1 1

1600 DC All 12 16 8 1 2 1 1 1 11 4 7 2

1610 DC All 10 23 1 12 2 2 2 2 1 1 1 3 1 3 2

1624 DC All 11 15 1 3 1 1 1 2 1 2 13 8 2 11 1 2 1 1

1640 DC All 1 4 1 1 2 4 2 29 2 1 13 4 24 1 2 5 3 7 1 4 3 1 1 1

1646 DC All 1 2 1 1 5 1 2 1 3 1 1 1 1 2 1 1 1

1662 DC All 5 6 7 3 4 1 1 1 1 11 5 3

1670 DC All 26 2 16 3 3 1 1 1 1 1 2 2 2

1678 DC All 5 1 1 1 2

1690 DC All 28 1 11 24 2 3 1 3 1 1

1700 DC All 86 33 21 2 5 2 3 1

1710 DC All 14 2 2

1730 DC All 1 3 28 1 1 2

1750 DC All 4 6 1 3

1756 DC All 3 2 12 1 1 5 2 2 1

1768 DC All 5 23 2 7 4 6

1776 DC All 5 13 3 1 1 16 2 1 8

1786 DC All 3 6 27 2 2 21 3 2 10 1

TEBEL PENYEBARAN STRATIGRAFI FORAM

SUMUR : L5A-237

MFS-10 (MFS-19Ma)

MFS-9 (MFS-21Ma)MFS-8 (MFS-

22.5Ma)

SB-8

SB-9

SB-10

MFS-8

MFS-9

MFS-10

Top BRF Top TAF

Inner neritic

Darat/litoral

Transisi

Litoral

Outer neritic

Middle neritic

Outer neritic

Inner to Middle neritic

OLIGOSEN Akhir / Te OLIGOSEN Akhir / TNP25

OLIGOSEN Akhir bagian bawah

Miosen Awal bagian tengah-NN1

Miosen Awal N4 bag.atas

OLIGO-MIOSEN ( Miosen Awal N4 bag. Bawah)

Ikhtisar Biostratigrafi dan Lingkungan pengendapan sumur

TL-237

Miosen Awal N5 bag. tengah Miosen Awal N5 bag. bawah

TL-237 (MD)

MFS-10 (MFS-19Ma)

MFS-9 (MFS-21Ma)

MFS-8 (MFS-22.5Ma)

SB-10 (SB-20Ma)

SB-9 (SB-22Ma)

SB-8 (SB-25Ma)

UMUR Marker Sekuen Stratigrafi

Page 12: Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar ...ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Penentuan-Posisi... · batugamping dan batubara yang di endapkan pada

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

43

Gambar 10. Korelasi marker sekuen melalui sumur TB-33A-TB-32-TL-237-TL-227 (Datum MFS-10)

Gambar 11. Korelasi marker sekuen melalui sumur TL-08A-TLm-49-TL-233-TL-229 (Datum MFS-10)

Umur

Umur N4

Umur N5-

?

B

TM

M

S

? ?

M

M

S

T

B

F.

Umur

Umur

Umur N5-To

To

MFS

M

MFS

SB

SB-9

SB

Top TAF (1340m)>>>

Umur N4

Umur

Umur N5-N6

Umur N4

S

S

S

MFS-8

MFS-9

M

To

To

Darat/lit

Transisi

Litoral OLIGOSEN

OLIGO-MIOSEN

Miosen

DATUM DATUM

TB

T

TL

TL

OLIGOSEN

Umur Umur

Miosen Awal

Miosen Awal

Miosen Awal

Miosen Awal N5-

M

M

S

B

M

S

Miosen Awal

Miosen Awal

Miosen Awal N5-

M

S

B

M

SFAULT-78

DATUM

Miosen Awal

Miosen Awal

Miosen Awal

Miosen Awal

S

M

M

S

B

M

S

M

M

Miosen

Miosen Awal- N4

ToMiosen Awal-

S

S

DATUM

Miosen Awal

OLIGOSEN

OLIGOSEN Akhir

TL

TLTL

TL

Page 13: Penentuan Posisi Marker Sekuen Stratigrafi Sebagai Dasar ...ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2018/04/Penentuan-Posisi... · batugamping dan batubara yang di endapkan pada

Seminar Nasional ke-II Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

44

Gambar 12. Paleobatimetri MFS-9 bervariasi dari barat (Belimling)- inner neritik di (NIRU)-deep

Middle neritik , di Limau Tengah-Litoral ,di Limau-P dan Q51 –inner neritik.

Litoral

Inner Neritic

Shalow Mid. Neritic

Deep Mid. Neritic

Outer Neritic

MFS-9

MFS-9

MFS-9

Litoral

Inner Neritic

Shalow Mid. Neritic

Deep Mid. Neritic

Outer Neritic

TB-33A

TB-32

TB-32