Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENERAPAN KARTU IDENTITAS ANAK BERDASARKAN PERATURAN
MENTERI DALAM NEGERI NO. 2 TAHUN 2016 TENTANG KARTU
IDENTITAS ANAK (STUDI DI KOTA MEDAN)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
DEWI FEBRIANI SIDAURUK
167011173/MKn
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
Universitas Sumatera Utara
PENERAPAN KARTU IDENTITAS ANAK BERDASARKAN PERATURAN
MENTERI DALAM NEGERI NO. 2 TAHUN 2016 TENTANG KARTU
IDENTITAS ANAK (STUDI DI KOTA MEDAN)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
DEWI FEBRIANI SIDAURUK
167011173/MKn
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji pada
Tanggal : 31 Agustus 2020
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum
Anggota : 1. Dr.Yefrizawati, SH, M.Hum
2. Dr. T. Keizerina Devi A, S.H, C.N, M.Hum
3. Dr. Utary Maharany Barus, SH, M.Hum
4. Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, M.Hum
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
i
ABSTRAK
Anak sebagai anggota masyarakat dan Warga negara dipandang lemah,
karena sering sekali memperoleh perlakuan yang tidak adil bahkan menerima
tindakan kekerasan dari anggota masyarakat lainnya, terutama yang sudah
dewasa. Salah satu bentuk upaya hukum pemerintah dalam menjamin
perlindungan hukum dan pemberian hak-hak asasi anak sebagai warga negara
adalah dengan menerbitkan Kartu Identitas Anak melalui Permendagri No.2
Tahun 2016. Salah satu ketentuan hukum yang termuat dalam Permendagri No.2
Tahun 2016 tersebut adalah bahwa anak-anak yang berusia 0 sampai dengan 17
rahun (kurang satu hari) wajib memperoleh KIA zebagai identitas diri anak
sekaligus sebagai sarana untuk memperoleh jaminan kepastian perlindungan
hukum dan memperoleh hak-hak asasi nya sebagai seorang anak serta
memperoleh perlakuan khusus dalam pelayanan publik. Perumusan penelitian ini
yaitu Bagaimana kedudukan dan fungsi Kartu Identitas Anak berdasarkan
Permendagri No. 2 Tahun 2016, bagaimana pelaksanaan aturan tentang kartu
identitas anak di Kota Medan, bagaimana akibat hukum apabila anak tidak
memiliki kartu identitas anak dalam kaitannya dengan penerapan Permendagrafi
No. 2 Tahun 2016 tentang Kartu Identitas Anak.
Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif empiris. Sifat
penelitian ini adalah deskriptif analitis dimana penelitian ini berupaya untuk
menggambarkan, memaparkan dan menganalisis permasalahan yang timbul, lalu
mencari jawaban yang benar sebagai solusi dari permasalahan tersebut.
Hasil pembahasan dari permasalahan yang timbul dalam penelitian ini
adalah pelaksanaan dari UU No 35 Tahun 2014, tetang Perubahan atas UU No.23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan, yang juga merupakan legitimasi dari
status hukum anak yang berusia 0-17 tahun kurang satu hari sebagai penduduk
Indonesia melalui penerbitan KIA. Pelaksanaan aturan KIA di Kota Medan adalah
bahwa penerbitan KIA di kota Medan dilaksanakan oleh Disdukcapil kota Medan
dengan melakukan kerjasama pendataan anak-anak usia 6-17 tahun kurang satu
hari dengan sekolah sekolah yang ada di kota Medan untuk mempermudah
pendataan, dan penerbitan KIA oleh Disdukcapil kota Medan tersebut dilakukan
PP dalam tiga kriteria yaitu untuk anak usia 0-5 tahun diterbitkan KIA tanpa ada
foto diri yang bersangkutan, anak usia 6-15 tahun KIA diterbitkan dengan
nenggunakan foto dan ntuk anak yang berusia 16-17 tahun kurang satu hari.
Akibat hukum apabila Anak tidak memiliki Kartu Identitas Anak (KIA) dalam
kaitannya dengan penerapan Permendagri No.2 Tahun 2016 tentang Kartu
Identitas Anak (KIA) adalah bahwa anak tersebut tidak memperoleh hak-haknya
di bidang pelayanan publik dan manfaat lainnya yang ditawarkan oleh KIA bagi
anak-anak yang telah memperoleh KIA tersebut, sehingga anak-anak yang belum
KIA tersebut akan mengalami kerugian dalam memperoleh hak-haknya terutama
di bidang pelayanan publik dan juga manfaat lainnya yang ditawarkan oleh KIA
Kata Kunci : Anak, KIA dan Permendagri No.2 Tahun 2016
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRACT
Children as community members and citizens are usually considered weak
and often get unfair and violent treatment from other community members,
especially by adults. One of the government’s legal attempts to guarantee legal
protection and provide fundamental rights for children by issuing KIA (Child
Identity Card) through Permendagri No. 2/2016 which states that minors (0-17
years old, minus one day) has to be given KIA as their identity to get legal
protection, their legal rights, and special treatment in public services. The
research problems are how about the positions and the function of KIA based on
Permendagri No. 2/2016, how about the implementation of the regulation on KIA
in Medan, and how about its legal consequence when a hild does not have KIA
according to Permendagri No. 2/2016 on KIA.
The research used juridical normoative empirical approach with
descriptive analytic method. The objective was to describe, explan and analyze.
The result of the research shows that the problems arise from the
implementation of Law No. 35/2014 on the Amandement of ht elgal status of
minors as the Indonesian people through the issuance of KIA. The implementation
the regulation of KIA in Medan is that KIA cards are issued by the Disdukcapil of
Medan by documenting children who are 6 to 17 years old minus one day;
collaborating with the schools in Medan to make them easier to be recorded.
Documentation is done by PP in three critia : KIA cards for children of 0-5 years
old are issued without photographs attached to their cards, KIA for children of 6-
15 years old are issued with their photographs attached to their carsm and KIA
cards for children of 16-17 years old minus one day are issued with their
photographs attached to their cars. The legal consequence of hildren without KIA
cards is that they will not get any rights in public services, and children who have
KIA cards will get other benefits so that children without KIA cards will get
nothing from public srevices and other benefits offered by KIA.
Keywords : Children, KIA, Permendagri No. 2/2016
Universitas Sumatera Utara
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
hanya dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis
ini dengan judul “PENERAPAN KARTU IDENTITAS ANAK
BERDASARKAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 2
TAHUN 2016 TENTANG KARTU IDENTITAS ANAK (STUDI DI KOTA
MEDAN)”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi
untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan
dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang
mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Prof.Dr.
Hasim Purba, SH, M.Hum, Dr. Yefrizawati, SH, M.Hum, dan Dr. T.
Keizerina Devi A, SH, CN. M.Hum selaku Komisi Pembimbing yang telah
dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan
penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian
tesis sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah. Kepada
Dosen penguji Dr. Utary Maharany Barus, SH, M.Hum, Dr. Idha Aprilyana
Sembiring, SH, M.Hum yang telah memberikan masukan / arahan sehingga
memperkaya tesis ini.
Selanjutnya di dalam penelitian tesis ini penulis banyak memperoleh
bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan, arahan dan bahan informasi dari
Universitas Sumatera Utara
iv
semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan
rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana Magister
Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Ibu Dr.T Keizerina Devi Aswar, SH, CN, M.Hum., selaku Ketua Program
Study Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, selaku Sekretaris Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para
karyawan Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara Medan.
6. Para narasumber atas segala informasi yang telah diberikan untuk melengkapi
isi penulisan tesis ini.
Terima kasih yang teramat besar kepada kedua orang tua Ayahanda (+) B.
Sidauruk, dan Ibunda N. Sinaga, SH terima kasih atas dukungannya. Terima
kasih kepada orangtua Suami tercinta Johannes Gunawan Sirait dan anakku
tercinta Alvaro Kefas Sirait, yang tidak hentinya memberikan dukungan dan
kesabaran tanpa batas serta menjadi semangat bagi penulis untuk segera
menyelesaikan studi secepat mungkin, serta terima kasih kepada mertua
Universitas Sumatera Utara
v
Ayahanda (+) St. J.W. Sirait dan Ibunda B. Sidauruk Terima kasih atas doa dan
dukungannya.
Tidak lupa pula saya mengucapkan terima kasih kepada para sahabat –
sahabat penulis yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis untuk segera menyelesaikan tesis ini.
Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah
diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha
Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang
berlimpah kepada kita semua. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini
masih jauh dari sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya
tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.
Medan, Agustus 2020
Penulis
Dewi Febriani Sidauruk
Universitas Sumatera Utara
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Dewi Febriani Sidauruk
Tempat / Tgl. Lahir : P. Siantar / 04 Februari 1992
Alamat : Jalan Cendrawasih No. 1 Medan
Status : Menikah
Agama : Protestan
Ayah : B. Sidauruk
Ibu : N. Sinaga, SH
PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Cinta Rakyat 2 Pematangsiantar
2. SMP Yayasan Perguruan Sultan Agung Pematangsiantar
3. SMA Yayasan Melati Pematangsiantar
4. S1 Universitas Atmajaya Yogyakarta
Universitas Sumatera Utara
vii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................... i
ABSTRACT.................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ............................................................... 11
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 12
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 12
E. Keaslian Penelitian ................................................................ 13
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ................................................. 14
1. Kerangka Teori .................................................................. 14
2. Konsepsi ........................................................................... 24
G. Metode Penelitian .................................................................. 25
1. Jenis Penelitian dan Sifat Penelitian ................................... 25
2. Sumber Data ...................................................................... 26
3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ................................... 28
4. Analisis Data ..................................................................... 29
Universitas Sumatera Utara
viii
BAB II KEDUDUKAN DAN FUNGSI KARTU IDENTITAS ANAK
(KIA) BERDASARKAN PERATURAN MENTERI DALAM
NEGERI (PERMENDAGRI) NO.2 TAHUN 2016 TENTANG
KARTU IDENTITAS ANAK ..................................................... 31
A. Tinjauan Umum Tentang Anak dan Identitas Anak ................. 31
B. Pengertian Umum Tentang Perlindungan Terhadap Anak ........ 41
C. Pengertian Kartu Identitas Anak Berdasarkan Permendagri
No.2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak (KIA) ........... 59
D. Kedudukan Dan Fungsi Kartu Identitas Anak (KIA)
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
No.2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak ...................... 69
BAB III PELAKSANAAN ATURAN TENTANG KARTU
IDENTITAS ANAK DI KOTA MEDAN ................................... 78
A. Prosedur Pengurusan Kartu Identitas Anak .............................. 78
B. Pelaksanaan Aturan Tentang Kartu Identitas Anak di Kota
Medan .................................................................................... 84
BAB IV AKIBAT HUKUM APABILA ANAK TIDAK MEMILIKI
KARTU IDENTITAS ANAK DALAM KAITANNYA
DENGAN PENERAPAN PERMENDAGRI NO.2 TAHUN
2016 TENTANG KARTU IDENTITAS ANAK ........................ 92
A. Pencapaian Pemberian Kartu Identitas Anak (KIA) oleh
Disdukcapil di Kota Medan Tahun 2017 Hingga Tahun 2020 .. 92
B. Kendala Yang Dihadapi Disdukcapil Kota Medan Dalam
Pelaksanaan Program Kartu Identitas Anak (KIA)
Berdasarkan Permendagri No.2 Tahun 2016 dan Upaya
Penanggulangannya................................................................. 97
C. Akibat Hukum Apabila Anak Tidak Memiliki Kartu Identitas
Anak (KIA) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan
Permendagri No.2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak
(KIA) ...................................................................................... 102
Universitas Sumatera Utara
ix
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 111
A. Kesimpulan ............................................................................. 111
B. Saran ...................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 114
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data jumlah anak yang berusia 0-17 tahun di Indonesia Tahun
2019 (bulan Juni) .......................................................................... 6
Tabel 2 Pemberian Kartu Identitas Anak (KIA) di Kota Medan (Tahun
2017-2020) ................................................................................... 97
Universitas Sumatera Utara
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kartu Identitas Anak .................................................................... 4
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga karena
dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus
dijunjung tinggi. Anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita
bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan
dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
Anak sebagai generasi penerus dan pengelola masa depan bangsa perlu
dipersiapkan sejak dini melalui pemenuhan hak-haknya yakni hak untuk hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.1
Anak dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai keturunan,
anak juga mengandung pengertian sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu,
anak pada hakekatnya seorang yang berada pada satu masa perkembangan tertentu
dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.2
Berikut ini uraian tentang pengertian anak menurut beberapa peraturan
perundang-undangan:
1 Arif Gosita, Permasalahan Perlindungan Anak, Akademi Presindo, Jakarta,2010,hal. 36 2 Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1988,
hlm.30
1
Universitas Sumatera Utara
2
1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-
Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak terdapat dalam Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1 angka 1 menyebutkan
bahwa “ Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, terdapat dalam Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1 angka 5
menyebutkan “ anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan
belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih ada dalam
kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”.
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
kesejahteraan anak, terdapat dalam Bab I Ketentuan Umum. Pasal 1 angka 2
menyebutkan “anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 (dua
puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.
Deklarasi Hak Anak 1959 yang disahkan oleh PBB pada 20 November
1959, memuat ketentuan tentang perlindungan anak yang terdiri dari :
1. Perlindungan yang bersifat yuridis yang meliputi perlindungan dalam : 3
a. bidang hukum publik
3 Irma Setyowati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, C.V. Bumi Aksara, 2010,
hlm.20.
Universitas Sumatera Utara
3
b. bidang hukum keperdataan
2. Perlindungan non yuridis yang meliputi :
a. bidang sosial
b. bidang kesehatan
c. bidang kependidikan
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpatisipasi,
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat 2). Perlindungan anak di Indonesia berarti
melindungi potensi sumber daya insani dan membangun manusia Indonesia
seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmur, materiil spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945. Upaya-upaya perlindungan
anak harus dimulai sedini mungkin, agar kelak dapat berpartisipasi secara optimal
bagi pembangunan bangsa dan negara.4
Salah satu perlindungan hukum terhadap anak sebagai subjek hukum yang
memiliki usia 0-17 tahun (<1 hari) adalah melalui penerbitan kartu identitas anak
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 2 Tahun 2016
Tentang Kartu Identitas Anak (KIA).5
Penerbitan Kartu Identitas Anak (KIA) bagi anak-anak yang berusia 0-17
tahun (< 1 hari) merupakan suatu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh
4 Nashriana, Perlindungan Hukum bagi Anak di Indonesia, Jakarta, Rajawali Pers, 2011,
hlm.1. 5 Ibid, hal. 2
Universitas Sumatera Utara
4
pemerintah agar dapat dengan mudah mengidentifikasi anak-anak yang ada di
Indonesia, dan berdasarkan KIA tersebut dapat diberikan hak-haknya sebagai
anak dan sebagai warga negara di Indonesia. KIA tidak hanya sekedar suatu
identitas yang memuat keterangan tentang anak-anak, namun KIA juga
merupakan suatu sarana bagi anak-anak untuk memperoleh akses perlindungan
hukum yang diberikan oleh negara termasuk fasilitas pelayanan yang dapat
diperoleh oleh anak-anak tersebut dari negara dalam ruang pelayanan publik,
sehingga anak-anak tersebut dapat dilindungi secara hukum dan memperoleh
fasilitas pelayanan publik yang baik di masyarakat. Setiap anak memiliki hak
untuk memperjuangkan kelangsungan hidupnya, tumbuh kembang dirinya, dan
perlindungan bagi dirinya.6
Gambar 1. Kartu Identitas Anak
Sumber : www.google.com
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin
dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan
negara. Setiap anak berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan secara fisik
maupun mental dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Menurut Undang-
6 Aswanto, Jaminan Perlindungan HAM dan KUHAP dan Bantuan Hukum Terhadap
Penegakan HAM di Indonesia, Disertasi, Makasar, 1999,hal. 65
Universitas Sumatera Utara
5
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hak-hak anak diatur dalam Pasal 4
sampai Pasal 18. Dan pada Pasal 19 telah diatur tentang kewajiban anak. Hal
terpenting dalam suatu perlindungan hukum terhadap anak adalah bahwa anak
tersebut memperoleh suatu keadilan terhadap seluruh hak-haknya sehingga
tercipta suatu keseimbangan antara hak dan kewajiban dari anak tersebut. 7
Salah satu program pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum
dan memberikan pelayanan publik yang baik terhadap anak saat ini adalah
program Kartu Identitas Anak (KIA) atau KTP Anak. Program ini mulai
dilaksanakan oleh pemerintah pusat sejak tahun 2016 lalu dan direncanakan
program KTP anak ini mulai berlaku secara nasional pada tahun 2019 mendatang.
Program penerapan Kartu Identitas Anak ini akan dipercepat pelaksanaannya pada
tahun 2018 dan 2019 mendatang.8
Perlindungan hukum terhadap anak melalui suatu penerbitan kartu
identitas anak bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi merupakan
tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat, agar perlindungan hukum terhadap
anak tersebut dapat terlaksana secara maksimal sehingga dapat menimalisir
pelanggaran terhadap hak-hak anak secara hukum dalam kehidupan
bermasyarakat.
Untuk mendukung program tersebut orang tua juga wajib mendukung
untuk turut serta membantu mensukseskan pelaksanaan program pembuatan KIA
tersebut. Hal ini karena anak-anak tersebut berada dalam pengasuhan dan
7 Shanty Dellyana, Wanita dan Anak di Mata Hukum, Yogyakarta: Liberty, 2004, hal. 21 8Rouslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Cemara, Jakarta,
2000, hal.21
Universitas Sumatera Utara
6
pengawasan orang tua, dan hanya akan ikut apa yang dilakukan orang tuanya.
Jikasebelumnya orang tua dalam hal ini ibu yang baru melahirkan anaknya hanya
perlu mengurus akta lahir, kini ada tambahan pengurusan dokumen anak tersebut
berupa pengurusan KIA. Tujuan utama pembuatan KIA adalah agar anak tersebut
memiliki identitas yang sah dan memiliki kekuatan hukum sebagai WNI.9
Pemberlakuan KIA yang juga berfungsi sebagai KTP anak tersebut
rencananya akan berlaku secara bertahap sampai 2019 atas pertimbangan
anggaran yang ada, karena saat ini ada sekitar 79 juta anak di Indonesia. Format
berlakunya KIA sebagai KTP anak secara bertahap, akan dilaksanakan di setiap
daerah secara bertahap, dari mulai wilayah perkotaan hingga ke wilayah pedesaan
dengan jadwal bergiliran sebagaimana yang telah diatur di dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas
Anak (KIA).10
Tabel 1
Data jumlah anak yang berusia 0-17 tahun di Indonesia Tahun 2019
(bulan Juni)
Anak Jumlah
Usia 0-5 tahun 28.550.000
Usia 5-17 tahun (< 1 hari) 50.450.000
Total keseluruhan 79.000.000 Sumber : Data Jumlah Anak di Indonesia pada Kementerian Dalam Negeri Tahun 2019
Kartu Identitas Anak selanjutnya akan menjadi identitas resmi anak
sebagai bukti diri anak yang berusia kurang dan 17 tahun dan belum menikah
yang nantinya diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
9 Maidi Gultom, Perindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistim Peradilan Anak di
Indonesia, Rafika Aditama, Bandung, 2004, ha. 10 10 Muhammad Joni, dkk, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Persfektif Konvensi
Hak Anak, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010,hal. 41
Universitas Sumatera Utara
7
Kabupaten/Kota. Pemerintah menerbitkan KIA bertujuan untuk meningkatkan
pendataan, perlindungan dan pelayanan publik. KIA juga merupakan upaya
pemerintah dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional
warga negara Indonesia.11
Penerbitan kartu identitas anak yang diwajibkan berdasarkan Permendagri
No 2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak merupakan upaya hukum
pemerintah untuk mendata jumlah anak yang ada di Indonesia, agar dapat
dilakukan pengawasan dan perlindungan hukum terhadap anak-anak tersebut
sehingga dapat diberikan hak-haknya sesuai ketentuan hukum yang berlaku dalam
kehidupan di masyarakat. Tujuan penerbitan kartu identitas anak juga untuk
memperjelas status dari seorang anak agar terdata populasi dari anak-anak yang
ada di Indonesia, sehingga dapat lebih mudah dilakukan pengawasan, pembinaan
dan pemberian perlindungan hukum terhadap anak-anak tersebut sebagai warga
negara dan warga masyarakat di Indonesia.
Tujuan diterbitkannya KIA oleh pemerintah melalui Kementerian Dalam
Negeri adalah agar anak-anak di Indonesia memperoleh perlindungan secara
konstitusional terhadap hak-haknya sebagai warga negara Indonesia diantaranya
adalah
1. agar anak memperoleh jaminan hak asasi dan perlakuan hukum yang sama
2. agar anak memperoleh dukungan sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan perlindungan konstitusional anak
11 Sri Wiratmo Soekito dalam Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia :
Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice. Refika Aditama, Bandung, 2009,hal.31
Universitas Sumatera Utara
8
3. agar anak memperoleh pemeliharaan, kesejahteraan melalui orangtua / wali
atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak tersebut.
4. Agar anak dapat mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat
sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak tersebut.
5. Agar anak memperoleh pendidikan yang baik untuk tumbuh kembangnya anka
tersebut sesuai dengan kemampuan bakat dan minatnya.
6. Agar anak memperoleh perlindungan dari orang tua/ wali dan masyarakat
sehingga dapat terhindar dari tindakan kekerasan dan perlakuan yang tidak
wajar dari pihak lain.
Segala hal terkait dengan pembuatan dan penerapan KIA ini diatur dalam
payung hukum tersendiri, sebagai berikut:
1. Pasal 27 UU No. 35/2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23/2002 tentang
Perlindungan Anak,
2. UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan, sebagaimana telah
diubah dengan UU 24 tahun 2013.
Kartu Identitas Anak (KIA) juga bertujuan untuk Mempermudah anak
dalam mendapatkan layanan publik. Penggunaan KIA untuk anak dan KTP untuk
orang dewasa memiliki fungsi yang relatif sama yaitu menjadi tanda pengenal
atau bukti diri yang sah saat pelaksanaan pelayanan publik diantaranya, mengurus
paspor, mengurus dokumen publik atau untuk keperluan lain yang selama ini
menggunakan syarat akta kelahiran.12
12Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi ilmu Administrasi Negara dan Manajemen,
Toko Gunung Agung, Jakarta, 2006, hal. 44
Universitas Sumatera Utara
9
Pengurusan administrasi kependudukan anak saat ini relatif kurang efisien,
misalnya untuk mengurus layanan administrasi publik, saat ini anak diminta
membawa akte kelahiran bagi yang belum sekolah atau jika anak sudah sekolah
identitasnya berupa kartu pelajar yang berbentuk sehelai kertas berbentuk folia
yang tidak efektif dibawa kemanapun.13
Dengan adanya KIA, yang memiliki konsep seperti Kartu Tanda Penduduk
(KTP) maka semua identitas kependudukan akan tercatat dalam KIA tersebut
sesuai daerahnya masing-masing sehingga membuat proses registrasi atau
identifikasi dalam pelayanan publik terhadap anak akan lebih mudah dan efisien
untuk dilakukan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia (Permendagri)
Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas anak, memuat ketentuan tentang
prosedur dan tata cara pembuatan dan pemberlakuan program KIA sebagai
berikut:
1. Tahun pertama program yaitu Tahun 2016, pemerintah hanya memberlakukan
di 50 daerah saja, beberapa diantaranya adalah Malang, Jogja, Pangkalpinang,
dan Makassar
2. Tahun kedua yaitu 2017, jangkauannya bertambah hingga 108 daerah
3. Program akan terus berlanjut dan ditargetkan tahun 2019 sudah terlaksana
semuanya
Dengan penerapan Kartu Identitas Anak (KIA) untuk anak yang berusia 0
hingga sebelum usia 17 tahun diharapkan memudahkan anak dalam mengurus
13 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Cetakan Kedua, P.T.Refika
Aditama, Bandung, 2010, hal. 87
Universitas Sumatera Utara
10
berbagai dokumen kependudukan dan dalam memperoleh pelayanan publik yang
baik di masyarakat.
Salah satu latar belakang terbitnya peraturan mengenai KIA ini adalah
untuk memudahkan proses pendataan penduduk yang belum masuk usia 17 tahun
(usia KTP). KIA ini sendiri nanti berlaku dari lahir sampai nanti waktunya anak
berkewajiban memiliki e-KTP.14 Dengan hadirnya KIA pemerintah akan lebih
mudah lagi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk anak-anak
karena selain sebagai pengenal, KIA juga memudahkan anak untuk dapat
mengakses pelayanan publik secara mandiri, seperti misalnya anak-anak nantinya
jika ada program dari pemerintah mereka bisa mendapatkan fasilitas seperti
misalnya pengurangan harga pada sektor pendidikan, kesehatan, olahraga, atau
pariwisata dengan cukup menggunakan kartu ini.
Diantara manfaat tujuan KIA antara lain adalah sebagai berikut :
1. sebagai upaya untuk memenuhi hak anak.
2. untuk persyaratan mendaftar sekolah.
3. bukti diri si anak sebagai data identitas ketika membuka tabungan atau
menabung di bank.
4. untuk proses mendaftar BPJS.
Jika terjadi masalah misalnya kasus meninggal dunia pada anak, maka proses
identifikasi jenazah dengan korban anak-anak tersebut juga bisa menggunakan
KIA
5. untuk mengurus klaim santunan kematian.
14 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Cetakan Kedelapan, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
11
6. mempermudah proses pembuatan dokumen keimigrasian untuk mencegah
terjadinya perdagangan anak.15
Penerbitan KIA sebagai suatu upaya hukum pemerintah untuk lebih
meningkatkan perlindungan hukum terhadap anak secara yuridis di nilai cukup
penting sehingga seluruh anak-anak yang ada di Indonesia dapat terdata dengan
baik dalam upaya memberikan hak-hak anak secara lebih terorganisasi dan
terstruktur melalui pelayanan-pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah di
bidang kesehatan, pendidikan, pertimbuhan dan perkembangan anak yang ada di
Indonesia saat ini. 16
Berdasarkan uraian tentang perlindungan anak di atas dan juga berkaitan
dengan penerbitan kartu identitas anak sebagai upaya pemerintah dalam hal
memberikan perlindungan hukum terhadap anak di Indonesia melalui Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 2016 maka dirumuskan tiga permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini secara lebih terperinci pada bab-bab
selanjutnya dimana permasalahan tersebut akan dicari solusi dalam upaya mencari
jawaban yang benar atas permasalahan yang timbul dalam penelitian ini.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka perumusan masalah
yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
15 Darwan Prins, Sosialisasi dan Diseminasi Penegakkan Hak Asasi Manusia, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2011, hal. 21 16 AZ Nasution, Hukum perindungan Suatu Pengantar, Diadil Media, Jakarta, 2002, hal.
31
Universitas Sumatera Utara
12
1. Bagaimana kedudukan dan fungsi Kartu Identitas Anak berdasarkan
Permendagri No. 2 Tahun 2016?
2. Bagaimana pelaksanaan aturan tentang kartu identitas anak di Kota
Medan?
3. Bagaimana akibat hukum apabila anak tidak memiliki kartu identitas
anak dalam kaitannya dengan penerapan Permendagrafi No. 2 Tahun
2016 tentang Kartu Identitas Anak?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang tersebut di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kedudukan dan fungsi Kartu Identitas Anak berdasarkan
Permendagri No. 2 Tahun 2016
2. Untuk mengetahui pelaksanaan aturan tentang kartu identitas anak di Kota
Medan
3. Untuk mengetahui akibat hukum apabila anak tidak memiliki kartu identitas
anak dalam kaitannya dengan penerapan Permendagrafi No. 2 Tahun 2016
tentang Kartu Identitas Anak
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat baik secara teoretis
maupun secara praktis dibidang perlindungan terhadap anak dengan menerbitkan
kartu identitas terhadap anak agar dapat diketahui status dari anak tersebut
sehingga dapat memperoleh hak-haknya secara hukum di masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
13
1. Secara Teoretis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih pemikiran
bagi perkembangan hukum di bidang perlindungan anak pada umumnya dan juga
tentang upaya penerbitan kartu identitas anak untuk lebih memperketat
pengawasan terhadap anak dalam hal pemberian hak-haknya secara umum di
bidang masyarakat, sehingga dapat diminimalisir pelanggaran hukum terhadap
hak-hak anak tersebut.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada
masyarakat praktisi, maupun bagi pihak-pihak terkait mengenai pelaksanaan
perlindungan hukum terhadap anak di mana perlindungan hukum tersebut
dilakukan dengan cara menerbitkan kartu identitas terhadap anak sehingga dapat
didata dengan jelas anak-anak yang ada di seluruh Indonesia agar dapat
memperoleh hak-haknya secara hukum di dalam kehidupannya di masyarakat. Di
samping itu dapat pula memberikan memberikan masukan bagi masyarakat luas
tentang bentuk-bentuk perlindungan hukum terhadap anak, sehingga dapat
diwujudkan suatu pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak-anak yang ada
di Indonesia dan juga agar dapat memperoleh hak-haknya secara hukum
berdasarkan kartu identitas anak yang telah diterbitkan oleh pemerintah.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas
Sumatera Utara khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Magister
Kenotariatan Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul ini
Universitas Sumatera Utara
14
belum pernah dilakukan. Akan tetapi, ditemukan beberapa judul tesis yang
berhubungan dengan topik dalam tesis ini antara lain:
1. Tiurlan Silaholo, NIM. 127011171/MKn USU/2015 dengan Judul, “Hak-hak
dan Perlindungan Hukum Terhadap Anak”
Subtansi permasalahan adalah
a. Bagaimana pengaturan hukum tentang hak-hak dan perlindungan hukum
terhadap anak di Indonesia?
b. Bagaimana kedudukan hukum anak berdasarkan Undang-Undang No.23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak?
c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak berdasarkan Undang-
Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak?
Berdasarkan karya-karya ilmiah yang telah disebutkan di atas tidak
satupun penelitian tersebut yang sama dengan penelitian ini baik dari segi judul
maupun dari segi subtansi permasalahan yang di bahas. Oleh karena itu penelitian
ini secara akademis dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala
spesifik atau proses tertentu terjadi.17 Suatu teori harus dikaji dengan
menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis,
17 JJJ.Wuisman, penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, FE UI
Jakarta, 2006, hal.203
Universitas Sumatera Utara
15
mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi perbandingan
pegangan teoretis.18 Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teori perlindungan hukum dan teori kepastian hukum.
Menurut Philipus M. Hadjon perlindungan hukum adalah perlindungan
yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
kepada setiap warga negara agar setiap warga negara terlindungi hak-haknya dari
perbuatan-perbuatan yang merugikan warga negara tersebut. Perlindungan hukum
juga diberikan oleh para aparat penegak hukum dalam menegakan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga hak-hak dan kewajiban
setiap warga negara terlindungi secara baik dan tidak merugikan hak dan
kewajibannya. Perlindungan hukum yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
suatu perbuatan hal melindungi subjek-subjek hukum dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan pelaksanaannya dapat dipaksakan dengan
suatu sanksi.19 Di negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila
maka negara wajib memberikan perlindungan hukum terhadap seluruh warga
masyarakat sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu perlindungan hukum
berdasarkan Pancasila berarti pengakuan dan perlindungan hukum akan harkat
dan martabat manusia atas dasar nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan,
Persatuan, Permusyawaratan serta Keadilan Sosial. Nilai-nilai tersebut melahirkan
pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wadah kesatuan yang
18 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bndung, 2003, hal.80. 19 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu,
Surabaya, 2006, hal. 84
Universitas Sumatera Utara
16
menjunjung tinggi semangat kekeluargaan dalam mencapai kesejahteraan
bersama.20
Perlindungan hukum juga adalah merupakan kumpulan peraturan atau
kaidah yang memuat ketentuan tentang perlindungan hukum terhadap seluruh
warga negara pada umumnya dan perlindungan hukum terhadap anak-anak yang
ada di seluruh wilayah Indonesia pada khususnya. Berkaitan dengan perlindungan
hukum terhadap anak dengan penerbitan kartu identitas anak tersebut maka dapat
diharapkan terhadap anak yang ada di seluruh wilayah Indonesia dapat
dilaksanakan dengan baik dan lebih terkordinasi baik oleh pemerintah maupun
oleh segenap lapisan masyarakat.21
Menurut Hadjon Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya
fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan
dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif
(pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang
secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum. 22
Perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal, yakni:
a. Perlindungan Hukum Preventif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana
kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya
sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif;
20 Donni Gusmawan, Perlindungan Hukum di Negara Pancasila, Liberty, Yogyakarta,
2007, hal. 38 21 Hariyanto Usman, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Kaitannya dengan
Penerbitan Kartu Identitas Anak, Rineka Cipta Jakarta, 2017, hal. 59 22 Ibid, hal. 60
Universitas Sumatera Utara
17
b. Perlindungan Hukum Represif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana
lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa.
Secara konseptual, perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat
Indonesia merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan
terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila dan prinsip
negara hukum yang berdasarkan pancasila. Perlindungan hukum hakekatnya
setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh
hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu
terdapat banyak macam perlindungan hukum. Dari sekian banyak jenis dan
macam perlindungan hukum, terdapat beberapa diantaranya yang cukup populer,
seperti perlindungan hukum terhadap hak asasi manusia konsumen, anak,
perempuan dan saksi korban,
Dalam merumuskan prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia,
landasannya adalah Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara. Konsepsi
perlindungan hukum bagi rakyat di Barat bersumber pada konsep-konsep
Rechtstaat dan ”Rule of The Law”. Dengan menggunakan konsepsi Barat sebagai
kerangka berfikir dengan landasan pada Pancasila, prinsip perlindungan hukum di
Indonesia adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan
martabat manusia yang bersumber pada Pancasila. Prinsip perlindungan hukum
terhadap tindak pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut
sejarahnya di Barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi menusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan
Universitas Sumatera Utara
18
peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah.23 Berdasarkan teori
perlindungan hukum yang berpedoman kepada harkat dan martabat manusia maka
terbitlah ketentuan-ketentuan hukum tentang perlindungan terhadap anak yang
dituangkan ke dalam beberapa peraturan tentang perlindungan hukum anak yang
berlaku saat ini di Indonesia sebagai dasar bertindak dari aparat penegak hukum
dan pemerintah memberikan perlindungan hukum dan memberikan kebutuhan
dasar anak dalam menunjang kehidupannya di masyarakat.
Di samping teori perlindungan hukum penelitian ini juga menggunakan
teori kepastian hukum dari Gustav Radbruch. Kepastian hukum merupakan ciri
yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis.
Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi
digunakan sebagai pedoman perilaku bagi setiap orang. Kepastian sendiri disebut
sebagai salah satu tujuan dari hukum. Apabila dilihat secara historis, kepastian
hukum merupakan pemikiran yang telah muncul semenjak adanya gagasan
pemisahan kekuasaan dari Montesquieu.24
Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum,
karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Keteraturan
menyebabkan orang dapat hidup secara berkepastian sehingga dapat melakukan
kegiatan-kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Guna
memahami secara jelas mengenai kepastian hukum itu sendiri, berikut akan
diuraikan pengertian mengenai teori kepastian hukum yang dikemukakan oleh
23 Darwan Prins, Hukum Anak di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 23 24 Sugondo Hadiman, Kartu Identitas Anak dan Fungsinya dalam Memberikan
Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2016,hal. 83
Universitas Sumatera Utara
19
Gustav Radbruch yaitu ada 4 (empat) hal mendasar yang berhubungan dengan
makna kepastian hukum, yaitu 25:
1. Hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu adalah perundang-
undangan.
2. Hukum itu didasarkan pada fakta, artinya didasarkan pada kenyataan.
3. Fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari
kekeliruan dalam pemaknaan, di samping mudah dilaksanakan.
4. Hukum positif tidak boleh mudah diubah.
Pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya bahwa
kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri. Kepastian hukum
merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari perundang-undangan.
Berdasarkan pendapatnya tersebut, maka menurut Gustav Radbruch, hukum
positif yang mengatur kepentingan-kepentingan manusia dalam masyarakat harus
selalu ditaati meskipun hukum positif itu kurang adil.26
Pelaksanaan atau praktek hukum di negeri ini tidak hanya terletak pada
aparat penegak hukum, tetapi juga karena diakibatkan oleh kerancuan opini publik
dalam mengartikan atau mendefenisikan pengertian 3 substansi hukum yakni
keadilan, kemanfaatan, serta kepastian hukum. Hal ini bukanlah sesuatu yang baru
di masyarakat, akan tetapi sudah menjadi konsumsi publik dimana di dalamnya
25 Hermanto Radiman, Fungsi Kartu Identitas Anak dan Prosedur Pengurusannya,
Armico, Bandung, 2013, hal. 68 26 Roni Sudaryanto, Anak dan Perlindungan Hukum Melalui Penerbitan Kartu Identitas
anak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2016, hal. 18
Universitas Sumatera Utara
20
terdapat perbedaan persepsi atau pandangan mengenai eksistensi penerapan
hukum di Indonesia.27
Sebagaimana diketahui bahwa teori keadilan memiliki 3 (tiga) nilai dasar
dimana orientasinya adalah untuk menciptakan harmonisasi pelaksanaan hukum
melalui ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Tujuan hukum adalah untuk mengayomi manusia baik secara aktif maupun secara
pasif. Secara aktif dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi
kemasyarakatan yang manusia dalam proses yang berlangsung secara wajar.
Sedangkan yang dimaksud secara pasif adalah mengupayakan pencegahan atas
upaya yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak secara tidak adil. Usaha
mewujudkan pengayoman ini termasuk di dalamnya diantaranya adalah
mewujudkan ketertiban dan keteraturan, mewujudkan kedamaian sejati,
mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat, mewujudkan kesejahteraan
seluruh rakyat.28
Namun, dalam prakteknya terkadang masyarakat tidak merasa puas dan
bahkan menganggap bahwa hukum di Indonesia tidak membawa keadilan bagi
masyarakatnya dan hukum tersebut dipandang hanya berpihak pada golongan
tertentu yang tentunya unggul dalam berbagai aspek, seperti aspek ekonomi,
politik, dan lain sebagainya. Kondisi ini menunjukkan bahwa ternyata praktek
hukum di negeri ini belum memberikan kepuasaan terhadap masyarakatnya atau
27 Ibid, hal.68 28 Margono Halim, Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 2016
tentang Pembuatan Kartu Identitas Anak di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2017, hal. 49
Universitas Sumatera Utara
21
yang menjadi obyek hukum itu sendiri yang memang sangat kontradiksi dengan
tujuan hukum yang ideal.29
Fenomena di atas merupakan keadaan yang berseberangan antara das sein
(yang ada) dan das solen (seharusnya) dalam masyarakat yang pada gilirannya
akan melahirkan krisis kepercayaan terhadap penegakkan hukum di Indonesia.
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak
dibicarakan sepanjang perjalanan sejarah filsafat hukum. Tujuan hukum bukan
hanya keadilan, tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Idealnya,
hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya. Putusan hakim misalnya,
sedapat mungkin merupakan resultant dari ketiganya. Sekalipun demikian, tetap
ada yang berpendapat, bahwa di antara ketiga tujuan hukum tersebut, keadilan
merupakan tujuan hukum yang paling penting, bahkan ada yang berpendapat,
bahwa keadilan adalah tujuan hukum satu-satunya. Harmonisasi hukum akan
terjadi dalam penegakan hukum apabila peraturan perundang-undang
dilaksanakan dengan baik dan benar oleh penegak hukum untuk mencapai
keadilan bagi masyarakat, sehingga hukum dan aparat penegak hukum dinilai
memiliki fungsi dan manfaat untuk diberikan kepastian hukum kepada
masyarakat.30
Teori kepastian hukum digunakan dalam penelitian ini untuk melihat
sejauhmana harmonisasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di bidang perlindungan anak yang dijalankan oleh aparat penegak hukum
guna memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang ada di Indonesia.
29 Sugono Rahmadi, Hukum dan Keadilan, Rajawali Press, Jakarta, 2015, hal. 53 30 Burhanuddin Rasmanto, Fungsi Kartu Identitas Anak Dalam Upaya Memberikan
Perlindungan Hukum terhadap Anak di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2017, hal. 25
Universitas Sumatera Utara
22
Perlindungan hukum terhadap anak harus dilaksanakan sesuai ketentuan hukum di
bidang perlindungan anak oleh aparat penegak hukum, sehingga anak-anak
memperoleh hak-haknya sebagai hak asas atau hak dasar dalam mempertahankan
kehidupannya dan juga melindungi anak tersebut dari perbuatan sewenang-
wenang atau melawan hukum dari pihak-pihak lain yang dapat menimbulkan rasa
aman dan tidak aman dalam kehidupan anak-anak tersebut. Penerbitan KIA
melalui peraturan Permendagri No. 2 Tahun 2016 tentang Penerbitan KIA
merupakan salah satu upaya pemerintah dalam hal mencapai kepastian hukum
untuk memberikan perlindungan hukum kepada anak-anak di Indonesia agar dapat
memperoleh hak-haknya sebagai anak di dalam kehidupannya di masyarakat.31
Bila dikaitkan dengan penelitian ini maka perlindungan hukum dan
kepastian hukum sebagai kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini akan
dijadikan dasar untuk melakukan analisa terhadap penerbitan KIA oleh
pemerintah melalui Permendagri No.2 Tahun 2016 dengan tujuan memberikan
perlindungan hukum sekaligus kepastian hukum terhadap identitas anak yang ada
di Indonesia agar dapat diberikan hak-haknya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan anak melalui
pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dalam menjamin hak-
hakanak dan menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak agar dapat hidup
dengan layak dalam masyarakat dengan memperoleh kebutuhan-kebutuhan yang
seharusnya diperoleh oleh anak-anak tersebut. 32
31 Maulana Hasan Wadong, Pengantar Advokasi Dan Perlindungan Anak, Jakarta:
Grasindo, 2000, hal. 33 32 Ima Susilowati, Konvensi Hak Anak, Sahabat Remaja PBKI, Yogyakarta, 1999, hal. 9
Universitas Sumatera Utara
23
Pelaksanaan program pemerintah dalam hal penerbitan KIA melalui
Permendagri No. 2 Tahun 2016 tersebut dipandang penting untuk dilaksanakan di
seluruh wilayah Indonesia karena cukup banyak anak-anak Indonesia tidak
terdaftar dengan baik dan tidak memperoleh hak-haknya sebagai anak di dalam
kehidupannya di masyarakat. Dengan diterbitkannya KIA terhadap anak maka
akan menimbulkan kepastian hukum bagi anak dalam memberikan hak-haknya
sebagai anak melalui pelaksanaan program-program pemerintah terhadap anak-
anak melalui pelayanan-pelayanan publik baik di bidang pelayanan kesehatan
maupun pendidikan dan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan lainnya. 33
Penerbitan KIA sebagai KTP sementara bagi anak akan memudahkan
pemerintah dalam mendata anak-anak di Indonesia yang selama ini tidak
memperoleh hak-haknya dalam kehidupannya di masyarakat. Pendataan terhadap
anak-anak di Indonesia akan memudahkan pemerintah dalam memberikan
perlindungan hukum terhadap anak putusnya dalam hal memenuhi hak-hak dasar
dari anak yaitu hak untuk hidup yang layak, memperoleh pendidikan yang layak,
hak untuk memperoleh layanan kesehatan yang layak dan hak untuk hidup aman
dan nyaman bebas dari gangguan atau kekerasan dari pihak lain yang seharusnya
memberikan perlindungan hukum terhadap anak-anak tersebut.34
Teori perlindungan hukum dan kepastian hukum yang digunakan dalam
penelitian akan menjadi pisau analisis dalam melakukan pembahasan secara lebih
terperinci terhadap permasalahan-permasalahan yang timbul dalam penelitian ini
33 Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan
Pemerintah, Bandung: PT. Alumni, 2004, hal. 53 34Virnawaty Hasni, Anak dan Masalah Hukum Yang Dihadapinya, Citra Ilmu,
Yogyakarta, 2011, hal. 87
Universitas Sumatera Utara
24
khususnya tentang kedudukan dan fungsi Kartu Identitas Anak berdasarkan
Permendagri No. 2 Tahun 2016, prosedur dan tata cara pengurusan Kartu Identitas
Anak, akibat hukum apabila anak tidak memiliki kartu identitas anak dalam
kaitannya dengan penerapan Permendagrafi No. 2 Tahun 2016 tentang Kartu
Identitas Anak. Fungsi kartu identitas anak yang wajib dimiliki oleh setiap anak
yang belum berusia 17 tahun dan belum menikah merupakan suatu sarana untuk
memperoleh pengakuan dari masyarakat tentang identitas dari anak tersebut,
sehingga dengan adanya KIA maka hak-hak dasar anak dalam memperoleh
kebutuhan pokok yang menunjang kehidupan,anak tersebut harus dapat dipenuhi
tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh orang tua/wali maupun masyarakat
yang ada disekitarnya. 35
Dengan adanya KIA yang dimiliki oleh anak maka status anak tersebut
secara hukum telah mengandung unsur kepastian hukum sebagai anak, sehingga
anak tersebut berhak untuk dilindungi tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga
oleh orangtua /wali maupun masyarakat di sekelilingnya. Pemenuhan kebutuhan
anak oleh pemerintah juga harus diperoleh secara wajar diantaranya adalah
kebutuhan akan kesehatan, pendidikan maupun sarana bermain melalui fasilitas-
fasilitas umum untuk bermaian anak yang diadakan oleh pemerintah baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah disetiap wilayah provinsi /kabupaten
kota yang ada di Indonesia.36
35Achmad Ai, Menguak Tabir Hukum, Tafsir Metampoul, Jakarta, 2000, hal.32 36 Arif Gosita, Permasalahan Perlindungan Anak, Akademi Presindo, Jakarta, hal.36.
Universitas Sumatera Utara
25
2. Konsepsi
a. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang
masih dalam kandungan.37
b. Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian
bantuan untuk memberikan rasa aman kepada subjek hukum dari segala
perbuatan yang melawan hukum dan tidak berdasarkan ketentuan hukum
positif yang berlaku.38
c. Perlindungan anak adalah kegiatan untuk menjamin melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.39
d. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin
dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah,
dan Negara.40
e. Kartu Identitas Anak adalah identitas resmi anak sebagai bukti diri anak
yang berusia kurang dari 17 tahun dan belum menikah yang diterbitkan
oleh dinas kependudukan dan pencatatan sipil kabupaten/kota.41
37 Gunawan Riswandi, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, Pustaka Bangsa, Press,
Jakarta, 2016, hal. 69 38 Ibid, hal. 70 39 Bustamam Gunadi, Hukum Perlindungan Anak Suatu Tinjauan Teoritis, Pustaka Ilmu,
Jakarta, 2015, hal. 73 40 Ibid, hal. 74 41 Sugondo Darmono, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Melalui Penerbitan Kartu
Identitas Anak, Pustaka Pelajar, Jakarta, 2014, hal. 58
Universitas Sumatera Utara
26
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Methode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu
masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan
tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan
demikian methode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan
tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan
penelitian.42
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif, di mana
pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam bidang hukum perlindungan
anak dan hukum penerbitan KIA diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia dan Peraturan Dalam Negeri No.2 Tahun 2016 tentang Penerbitan KIA.
Penelitian ini akan membahas tentang tujuan dan manfaat penerbitan KIA
dikaitkan dengan perlindungan hukum terhadap anak yang ada di Indonesia
melalui suatu pendataan secara terperinci terhadap anak-anak yang ada di
Indonesia agar dapat memperoleh hak-haknya dalam kehidupan di masyarakat
melalui pelayanan-pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah di bidang
kesehatan, pendidikan dan sosial kemasyarakatan lainnya.43
42Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 36. 43 Sudikto Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2004, hal. 36
Universitas Sumatera Utara
27
Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya adalah dari
penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang
permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta
yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat, bagaimana menjawab
permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari
permasalahan tersebut 44
2. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder dan didukung dengan data primer yang diperoleh dari wawancara
dengan narasumber.
Data sekunder yang terdiri dari :
a. Bahan hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan
perundang-undangan yang berhubungan dengan penerbitan kartu identitas
anak maupun berkaitan dengan perlindungan hukum tehradap anak. Dalam
penelitian ini bahan hukum primer adalah Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.2
Tahun 2016 tentang Penerbitan KIA.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil-hasil penelitian
dan atau karya ilmiah tentang hukum perlindungan anak pada umumnya
44 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif, UI Press, Jakarta, 2006,
hal.30.
Universitas Sumatera Utara
28
dan hukum penerbitan KIA pada khususnya dalam rangka upaya
pemerintah memberikan hak-hak dasar anak dalam kehidupan masyarakat.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus
umum, kamus hukum, ensiklopedia dan lain sebagainya.
3. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dan studi
lapangan (field reaserch) di Disdukcapil Kota Medan dan PKPA Medan.45
Alat pengumpulan data yang digunakan adalah:
1. Studi dokumen untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca,
mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa peraturan
perundang-undangan yang mengatur penerapan kartu identitas anak
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 2016 tentang
Kartu Identitas Anak Disdukcapil Kota Medan dan PKPA Medan.
2. Pedoman wawancara yang digunakan dalam melakukan wawancara terhadap
para informan dan nara sumber yang terdiri dari :
a. Rusdi Hardi Siregar, selaku Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk,
Disdukcapil Kota Medan
b. Wawancara dengan Zulfkifli Ritonga, Kasubbid. Pendataan Administrasi
Kependudukan Disdukcapil Kota Medan
45 Suparman Hadi Nugroho, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris Suatu
Pengantar, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2015, hal.73
Universitas Sumatera Utara
29
c. Wawancara dengan Johan Sutarno Pasaribu (Kasub Bid Umum
Disdukcapil Kota Medan
d. Azmiati Zuliah Koordinator PKPA Medan
e. Dizza Siti Soraya Koordinator PKPA Medan Bidang Perlindungan Anak
f. Devi Sartika Sidi Staf Koordinator PKPA Medan Bidang Perlindungan
Anak
4. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan
menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang
disarankan oleh data.46 Di dalam penelitian hukum normatif, maka maksud pada
hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-
bahan hukum tertulis, sistematisasi yang berarti membuat klasifikasi terhadap
bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan
konstruksi.47 Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan. Setelah itu keseluruhan data
tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif.
Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk
menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau
keistimewaan dari suatu penelitian, yang dilakukan dengan cara menjelaskan
dengan kalimat sendiri dari data yang ada, baik primer, sekunder maupun tertier,
46 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu Media
Malang, 2005, hal 8 47 Raimon Hartadi, Methode Penelitian Hukum Dalam Teori Dan Praktek, Bumi Intitama
Sejahtera, Jakarta, 2010, hal.16
Universitas Sumatera Utara
30
sehingga menghasilkan kualifikasi yang sesuai dengan permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini, untuk memperoleh jawaban yang benar mengenai
permasalahan perlindungan hukum terhadap anak dan juga dalam hal pendataan
anak melalui program pemerintah yaitu penerbitan KIA dengan dasar hukum
Permendagri No.2 Tahun 2016 sebagai suatu upaya pemerintah dalam melakukan
pendataan anak-anak yang ada di Indonesia agar dapat diberikan hak-hak dasar
sebagai kebutuhan pokok dalam kehidupannya di masyarakat, sehingga dapat
ditarik suatu kesimpulan yang tepat dengan metode deduktif, yaitu melakukan
penarikan kesimpulan, diawali dari hal-hal yang bersifat umum untuk kemudian
ditarik kesimpulan yang bersifat khusus, sebagai jawaban yang benar dalam
pembahasan permasalahan yang terdapat pada penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
31
BAB II
KEDUDUKAN DAN FUNGSI KARTU IDENTITAS ANAK (KIA)
BERDASARKAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
(PERMENDAGRI) NO.2 TAHUN 2016 TENTANG KARTU
IDENTITAS ANAK
A. Tinjauan Umum Tentang Anak dan Identitas Anak
Anak dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan manusia yang
masih kecil ataupun manusia yang belum dewasa Menurut R.A. Kosnan, anak-
anak yaitu manusia muda dalam umur, jiwa, dan perjalanan hidupnya karena
mudah terpengaruh oleh keadaan sekitarnya.48
Menurut Sugiri dalam kutipan buku karya Maidi Gultom, “selama di
tubuhnya (anak) masih berjalan proses pertumbuhan dan perkembangan, anak itu
masih anak dan baru menjadi dewasa apabila proses perkembangan dan
pertumbuhan itu selesai, sehingga batasan umur anak-anak menurut Sugiri adalam
sama dengan permulaan anak menjadi dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun
untuk wanita dan 21 (dua puluh satu) untuk laku-laki.”49
Pendapat Hilman Hadikusuma, “menarik batasan antara sudah dewasa
dengan belum dewasa, tidak perlu dipermasalahkan karena pada kenyataannya
walaupun orang belum dewasa namun anak tersebut telah dapat melakukan
perbuatan hukum, misalnya anak yang belum dewasa telah melakukan jual-beli,
48 R.A Kosnan, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, Bandung: Sumur,
2005, hal. 16 49Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan. Bandung: PT
Refika Aditama, 2017, hal. 54
31
Universitas Sumatera Utara
32
berdagang, dan lain sebagainya, walaupun anak tersebut belum mencapai usia 17
(tujuhbelas) tahun dan belum kawin.50
Selain pengertian anak tersebut diatas, menurut undang-undang di
Indonesia pengertian anak diartikan berbeda dalam satu undang-undang dengan
undang-undang lainnya. Perbedaan arti itu terletak pada batasan umur seseorang
dikategorikan sebagai anak, sebagai contoh yaitu:
a. Pasal 1 angka 1 Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1999 tentang Ratifikasi
Konvensi Hak-Hak Anak, anak adalah setiap orang yang berusia di bawah
usia
b. 18 tahun kecuali berdasarkan Undang-Undang yang berlaku bagi yang
ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.
c. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun (delapan belas tahun)
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
d. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun dan
belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal
tersebut adalah demi kepentingannya.
e. Pasal 1 Angka 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2016
tentang Kartu Identitas Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
50 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan, Mandar Maju, Bandung, 2007, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
33
Meski dalam banyak pengertian mengenai anak terdapat perbedaan namun
pada prinsipnya perbedaan-perbedaan tersebut mempunyai implikasi yang sama
yaitu memberikan perlindungan kepada anak. Secara sederhana hak adalah
sesuatu yang harus diperoleh. Sedangkan hak dalam arti hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah,
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia. Kaitannya dengan anak, hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia
yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga,
masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah. Identitas dalam Kamus
Besar Bahasa Indoensia diartikan sebagai ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang
atau jati diri.51
Dalam identitas diperlukan minimal adalah nama, tanggal lahir, asal usul,
kewarganegaraan. Sedangkan pengertian anak adalah seseorang yang dalam
umurnya masih berusia di bawah 18 tahun termasuk anak dalam kandungan.
Sehingga dapat disimpulkan hak atas identitas anak adalah bagian dari hak asasi
anak atas identitas berupa nama, tanggal lahir, asal-usul, dan kewarganegaraan
yang wajib dijamin, dilindungi, dan penuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat,
negera, pemerintah, dan pemerintah daerah. Melihat secara sederhana, anak secara
fisiologis dikategorikan sebagai kelompok rentan karena anak-anak bergantung
pada orang lain dalam menjaga kelangsungan hidupnya dengan cara yang tidak
51 Suryo Sakti Hadiwijoyo, Pengarusutamaan Hak Anak dalam Anggaran Publik, Graha
Ilmu, Yogyakarta, 2017, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
34
dapat dibandingkan dengan kelompok lain yang telah diberikan perlindungan
seperti kelompok pengungsi, perempuan dan lain-lain.
Penjelasan Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, yang termasuk dalam kelompok rentan adalah orang
lansia, anak-anak, fakir-miskin, wanita hamil, dan penyandang cacat. Anak dalam
posisinya dapat mengalami penderitaan skunder atas hak asasi manusianya apabila
hak atas pemeliharaan utamanya (primary carier) mereka dilanggar. Misalnya
anak yang lahir dari orang tua dengan ekonomi lemah, rentan akan mengalami
kekurangan pangan (dalam kasus terparah gizi buruk). Melihat kondisi anak yang
rentan tersebut maka memastikan penghormatan terhadap hak-hak anak
merupakan tugas prioritas mulai dari tingkat pertumbuhan hingga anak
dikategorkan dewasa, hal ini karena anak berhak menikmati hak asasi manusia
dan kebebasannya sejak ia dalam kandungan sehingga umur tidak menjadi batasan
untuk bisa menikmati hak asasi manusianya.52
Kenyataan diatas menggambarkan pentingnya upaya perlindungan
terhadap hak-hak anak termasuk hak atas identitas anak. Pasal 5 UU Perlindungan
Anak menyebutkan hak atas identitas anak. Setiap anak berhak atas suatu nama
sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
Pentingnya hak identitas anak juga diperlihatkan dalam KHA yang telah
diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, bahwa salah satu
hak anak menurut Konvensi Hak Anak adalah Hak untuk mempertahankan
identitas sebagaimana dalam Pasal 8 yaitu :
52 Muhammad Joni, Zulchaina Z.Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam
Perspektif Konvensi Hak Anak, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
35
a. Negara-negara peserta berusaha untuk menghormati hak-hak anak untuk
memperoleh identitasnya, termasuk kewarganegaraannya, namanya, dan
hubungan keluarganya sebagaimana yang diakui oleh Undang-Undang.
b. Apabila seorang anak secara tidak sah dirampas sebagian atau seluruh
identitasnya, negara-negara peserta akan memberikan bantuan dan
perlindungan guna memulihkan kembali identitasnya.
Dari ketentuan-ketentuan diatas maka dapat diketahui bahwa terhadap
identitas anak negara berkewajiban untuk melindungi dan memulihkan kembali
jati diri seseorang (nama, kewarganegaraan, dan ikatan keluarga). Pasal 53 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
menentukan bahwa setiap anak sejak kelahirannya berhak atas suatu nama dan
status kewarganegaraan. Perwujudan dari idetitas anak ditegaskan dalam Pasal 27
UU Perlindungan Anak Perubahan 1:
(1) Identitas diri setiap Anak harus diberikan sejak kelahirannya.
(2) Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam akta
kelahiran.
(3) Pembuatan akta kelahiran di dasarkan pada Surat keterangan dari orang yang
menyaksikan dan membantu proses kelahiran.
(4) Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya
tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut
di dasarkan pada keterangan orang yang menemukannya.
Bentuk identitas anak awalnya hanya sebatas pada akta kelahiran yang
diberikan setelah kelahirannya dan digunakan seumur hidup untuk keperluan
Universitas Sumatera Utara
36
administrasi. Akan tetapi, saat ini macam-macam identitas anak telah berkembang
dan memiliki macam bentuk, yaitu:
a. Akta kelahiran
Akta kelahiran adalah bukti identitas anak yang disebutkan dalam Pasal 27
UU Perlindungan Anak Perubahan Pertama. Akta kelahiran adalah bukti dari
adanya peristiwa kelahiran seseorang yang berisi identitas yang dikelurakan dan
diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil berguna untuk
membuktikan asal-usul dan kewarganegaraan seseorang. Akta kelahiran wajib
diberikan kepada anak sejak hari kelahirannya. Karena dari akta kelahiran dapat
diketahui status hukum keturunan seseorang, yakni apakah anak tersebut anak sah,
atau anak luar kawin yang diakui. Selain itu akta kelahiran juga memiliki fungsi
untuk menunjukan hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya secara
hukum. Akta kelahiran juga meruapakan bukti awal dari status kewarganegaraan
seseorang dan identitas diri pertama yang dimiliki anak. Akta kelahiran akan
menunjukan tempat kelahiran anak dan status kewarganegaraannya sebagai
Warga Negara Indonesia. Secara administrasi akta digunakan sebagai syarat
dalam pendaftaran sekolah, pendaftaran Kartu Tanda Penduduk, dan lain
sebagainya.53
Dilihat dari segi fungsinya, akta kelahiran memiliki fungsi sebagai:54
1. Memberikan bukti fakta mengenai adanya kelahiran seseorang dan fakta yang
berkaitan dengan kelahiran itu, termasuk orang tua kandunnya atau situasi
ketika ia merupakan anak temuan;
53 Amin Suprihatini, Perlindungan Terhadap Anak, Klaten: Cempaka Putih, 2008, hak.
19 54 Ibid, hal. 20
Universitas Sumatera Utara
37
2. Memberikan identitas dasar berupa nama, baik nama sendiri ataupun nama
keluarga (bila ada);
3. Memberikan perlindungan dasar berupa status kewarganegaraan anak tersebut;
4. Memberikan bukti usia seseorang melalui tanggal kelahirannya untuk
menegakan haknya saat mencapai usia tertentu; dan
5. Memberikan bukti tempat kelahiran dan tempat pecatatan kelahiran seseorang
untuk keperluan pembuktian administrasi.
Akta kelahiran memiliki arti yang sangat penting bagi anak sehingga
negara harus mengusahakan agar setiap anak di Indonesia memiliki akta
kelahiran. Manfaat akta kelahiran yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri
Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pedoman Percepetan Kepemilikan Akta Kelahiran
dalam Rangka Perlindungan Anak, yaitu:
1. Menjamin kepastian hukum terkait nama, kewarganegaraan, asal-usul, dan
usia anak sehingga bisa menghindari manipulasi data dalam berbagai bidang
hukum perdata, keluarga, waris dan hukumpublik;
2. Merupakan bukti adanya hubungan hukum antara anak dan orang tua
kandungnya, yang mempunyai akibat hukum terhadap hak dan kewajiban
anak dengan orang tua secara timbal balik. Dari segi hukum keluarga dan
hukum waris, akta kelahiran merupakan bukti status hukum seseorang sebagai
subjek hukum individu;
Universitas Sumatera Utara
38
3. Memastikan akurasi data hubungan keluarga dan penentuan silsilah yang
berguna bagi upaya pencegahan pernikahan sedarah (incest), dan memperkuat
dokumen medis anak terkait usia dan penelusuran genetika;
4. Menjadi dokumen dasar untuk penerbitan berbagai dokumen lain, dan
kegiatan yang ditentukan berdasarkan usia, antara lain kartu tanda penduduk,
kartu keluarga;
5. Memudahkan anak mengikuti pendidikan formal dan juga memperoleh ijazah
kelulusan;
6. Memudahkan anak mengikuti kegiatan kompetisi olah raga, seni dan budaya
yang didasarkan kepada kelompok usia;
7. Mencegah munculnya pekerja anak di bawah usia yang diperbolehkan bekerja
yaitu 15 tahun terutama pada jenis pekerjaan yang terlarang bagi anak atau
yang sering diistilahkan sebagai bentuk- bentuk pekerjaan terburuk bagi anak;
8. Mencegah dilangsungkannya pengadilan terhadap anak di bawah usia yang
diperbolehkan menempuh persidangan (12 tahun); dan
9. Mencegah terjadinya manipulasi usia, eksploitasi, kekerasan,dan diskriminasi
terhadap anak, perdagangan anak, pernikahan dini, pengangkatan anak illegal
ataupun tindakan pelanggaran perlindungan anak lainnya, khususnya bagi
anak yang berada pada kegiatan pengasuhan alternatif di lembaga masyarakat
dan keorganisasian lain yang menjadi pengasuh, wali, pendamping,
pembimbing agama, pendidik atau praktisi penanganan masalah anak,
termasuk yang menangani anak berkebutuhan khusus dan anak dari kelompok
rentan.
Universitas Sumatera Utara
39
b. Paspor
Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI/ Paspor) adalah dokumen
milik negara yang harus dilindungi dan dijaga keberadaannya. Pemegang paspor
bertanggung jawab penuh atas paspor yang dimilikinya. Paspor berlaku untuk
masa 5 tahun sejak tanggal dikeluarkannya paspor. Pasal 29 angka 1 Undang-
Undang Nomor 9 Tahun tentang Keimigrasian memberikan pengertian Paspor
adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu
Negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan
perjalanan antar Negara.
Paspor diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan melakukan
perjalanan ke luar wilayah Indonesia, dan bagi WNI yang akan bertempat tinggal
di luar wilayah Indonesia atau luar negeri. Paspor diajukan oleh Pemohon ke
Kantor Imigrasi dengan melengkapi formulir berisi identitas diri Pemohon dan
bukti domisili.
Paspor berisi beberapa kolom data yang terdiri dari beberapa halaman,
yaitu:
1. Kolom data pada kulit muka halaman pertama berisi penjelasan yaitu : Dalam
bahasa Indonesia: " Pemerintah Republik Indonesia memohon kepada semua
pihak yang berkepentingan untuk mengizinkan kepada pemegang paspor ini
berlalu secara leluasa dan memberikan bantuan dan perlindungan kepadanya
."Dalam bahasa Inggris: " The Goverment of the Republic of Indonesia
requests to all whom it may concerned to allow the bearer to pass freely
without let or hindrance and afford him/her such assistance and protection."
Universitas Sumatera Utara
40
2. Kolom data pada kulit muka halaman pertama berisi yaitu :
a. Jenis / type ( sudah tercetak )
b. Kode Negara / Country Code ( sudah tercetak )
c. Nomor Paspor ( sudah tercetak )
d. Nama Lengkap / Full Name
e. Jenis Kelamin / Sex
f. Kewarganegaraan / Nationality
g. Tanggal Lahir / Date Birth
h. Tempat Lahir / Place of Birth
i. Tanggal Pengeluaran / Date of Issue
j. Tanggal Habis Berlaku / Date of Expiry
k. Kantor yang Mengeluarkan / Issuing Office
l. Photo
c) Halaman 3 berisi data – data sebagai berikut :
1. Nomor register paspor
2. Kolom kecuali / except
3. Tanda Tangan pemegang / Signature of bearer
4. Tanda tangan Pejabat yang mengeluarkan / Issuing Authority
d) Halaman 4 berisi data – data sebagai berikut :
1. Pas photo data anak yang diikut sertakan dalam paspor apabila
pengikutnya lebih dari 2 anak, pas photo selebihnya dilekatkan pada
halaman 4 dan 5 pada catatan pengesahan
2. Apabila tidak ada pengikut diisi dengan – NIL -
Universitas Sumatera Utara
41
e) Pada halaman terakhir atau halaman 48 pada paspor yang berisi 48 halaman,
24 dari paspor yang berisi dari 24 halaman berisi data – data sebagai berikut :
1. Nomor file
2. No KTP
3. Pekerjaan pemegang
4. Alamat Pemegang
5. EX PPRI NO Tanggal
6. Negara tujuan
Selanjutnya merupakan halaman kosong yansg digunakan untuk tempat
visa dan tempat cap keberangkatan setiap kali melakukan perjalanan ke luar
negeri. Paspor diajukan pemohon dengan persyaratan, akta kelahiran, kartu
keluarga, KTP, surat nikah (bagi yang sudah kawin), ijazah terakhir, surat
rekomendasi, dan photo 4x6 sebanyak 2 lembar.
c. Kartu Identitas Anak
Kartu Identitas Anak (disebut KIA) merupakan kebijakan baru Pemerintah
melalui Menteri Dalam Nergeri Republik Indonesia dalam memberikan
perlindungan terhadap hak atas identitas bagi anak. KIA ditujukan bagi anak-anak
yang masih dalam kategori usia 0-17 tahun. Selanjutnya KIA akan dijelaskan
dalam tinjauan umum Kartu Identitas Anak.
B. Pengertian Umum Tentang Perlindungan Terhadap Anak
Istilah "anak" dan "belum dewasa" dalam pengertian umum dipandang
sama atau hampir sama, sehingga keduanya sering digunakan bertukaran. Dalam
Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) Kemdikbud Daring, keduanya memang
Universitas Sumatera Utara
42
memiliki arti yang mirip, dimana pengertian "dewasa" adalah: sampai umur; akil
balig (bukan kanak-kanak) atau remaja lagi, telah mencapai kematangan kelamin,
atau matang (tentang pikiran, pandangan, dan sebagainya), sedangkan pengertian
"anak" antara lain adalah: generasi kedua atau keturunan pertama; manusia yang
masih kecil.
Dalam hukum, keduanya memiliki pengertian dan akibat hukum yang
berbeda. Ade Maman Suherman dan J. Satrio55 dengan menunjuk contoh pada
Pasal 2, Pasal 307, Pasal 308, Pasal 320-322, Pasal 327, Pasal 328 KUHPerdata,
Pasal 47, dan Pasal 50 Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, mengatakan bahwa seringkali kata "anak" dalam undang-undang
hanya hendak menunjukkan kedudukan seseorang dalam hubungan kekeluargaan,
sementara istilah "belum dewasa" adalah berkaitan dengan kecakapan bertindak
atau melakukan perbuatan hukum.
KUHPerdata tidak memberikan pengertian "anak", sementara pengertian
kedewasaan dapat ditarik secara a contrario dari ketentuan Pasal 330
KUHPerdata yang memuat ketentuan bahwa "belum dewasa adalah mereka yang
belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah
kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh
satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa", dan
selanjutnya dalam Pasal 1330 KUHPerdata ditentukan bahwa orang yang belum
dewasa digolongkan sebagai orang yang tidak cakap melakukan perjanjian.56
55 Ade Maman Suherman dan J Satrio, Penjelasan Hukum Tentang. Batasan Umur,
Gramedia, Jakarta, 2010, hal. 21 56 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, Jakarta: Rajawali
Pers, 2011, hal. 34
Universitas Sumatera Utara
43
Ketentuan tersebut masih relevan dengan ketentuan Pasal 6 Ayat (2)
Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut
UU Perkawinan) yang menentukan, "untuk melangsungkan perkawinan seorang
yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat ijin dari kedua orang tua".
Sebelumnya dalam Pasal 6 Ayat (1) UU Perkawinan ditentukan bahwa
"perkawinan harus didasarkan atas perjanjian kedua calon mempelai", jadi UU
Perkawinan masih mengikuti ketentuan KUHPerdata yang menentukan bahwa
seseorang yang belum berusia 21 tahun adalah orang yang belum dewasa dan
karenanya tidak cakap melakukan perjanjian, sebab itu untuk melangsungkan
perkawinan harus mendapat ijin dari orang tua.
Namun demikian, berkaitan dengan hak dan kewajiban antara orang tua
dengan anak, UU Perkawinan mengatur secara berbeda, dimana dalam Pasal 47
Ayat (1) ditentukan bahwa "Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau
belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasan orang tuanya
selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya". Demikian pula dalam kaitannya
dengan perwalian, dalam Pasal 50 Ayat (1) ditentukan bahwa "Anak yang belum
mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang
tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali."
Selanjutnya perubahan ketentuan batas usia yang berpengaruh besar dalam
masalah kecakapan bertindak adalah dalam Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2014
tentang Jabatan Notaris yang ruang lingkupnya banyak berkaitan dengan masalah
perjanjian. Dalam Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2014
tentang Jabatan Notaris ditentukan bahwa, "Penghadap harus memenuhi syarat
Universitas Sumatera Utara
44
sebagai berikut: a. paling rendah berumur 18 tahun atau telah menikah, dan b.
cakap melakukan perbuatan hukum", artinya batas usia kedewasaan dalam
kaitannya dengan kecakapan membuat perjanjian telah bergeser dari 21 tahun
menjadi 18 tahun.57
Mahkamah Agung memberikan petunjuk dalam Rumusan Hasil Rapat
Pleno Kamar Perdata Mahkamah Agung RI sebagaimana tertuang dalam Surat
Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 07 Tahun 2012 tentang Rumusan Hasil
Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi
Pengadilan, yang secara tegas menyebutkan bahwa "dewasa" adalah cakap
bertindak dalam hukum, yaitu orang yang telah mencapai umur 18 tahun atau
telah kawin.
Dalam perkembangannya, berbagai peraturan perundang-undangan
mengatur pengertian "Anak" sebagai seseorang yang belum mencapai usia 18
tahun, khususnya Pasal 1 angka 1 Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan UU No. 35 Tahun 2014
Tentang Perubahan atas UU No.23 Tajhun 2002 tentang perlindungan anak
menyeburkan tentang pengertian perlindungan anak yaitu, "Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan."58
57 Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Bumi Aksara,
2014, hal. 21
58Abdul Wahid & Muhammad Irfan, Perlidungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual
(Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan), Rafika Adhitama, Bandung, 2011, hal. 18
Universitas Sumatera Utara
45
Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak ditentukan bahwa, "Anak yang berkonflik dengan
hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 tahun,
tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana". Ketentuan
tersebut kemudian dipertegas dalam Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung RI No.
04 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan
Pidana Anak, yang menentukan bahwa diversi diberlakukan terhadap Anak yang
telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun meskipun pernah kawin,
yang diduga melakukan tindak pidana.59
Konvensi Internasional yang menjadi salah satu konsideran dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak-hak anak -
Konvensi Hak-hak Anak memuat pengertian "Anak" sebagai "Setiap manusia
yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku
untuk anak-anak, kedewasaan telah dicapai lebih cepat". Perlu digarisbawahi,
bahwa walaupun batas usia "Anak" ini sama dengan batas usia "belum dewasa"
sebagaimana disebutkan dimuka, keduanya memuat ketentuan yang berbeda
dalam hal telah atau belum kawin. Jika dalam pengertian "belum dewasa"
seseorang yang belum berusia 18 tahun tetapi telah kawin, maka orang tersebut
termasuk dalam pengertian "belum dewasa", sementara dalam pengertian "Anak"
tidak dipermasalahkan soal telah atau belum kawin, sepanjang seseorang belum
berusia 18 tahun maka ia termasuk dalam pengertian "Anak Perbedaan keduanya
harus dicermati secara hati-hati karena memiliki konsekuensi yang berbeda dalam
59 Abintoro Prakoso, Hukum Perlindungan Anak, Laksbang Presindo, Yogyakarta, 2018,
hal. 25
Universitas Sumatera Utara
46
hukum. Perbedaan kedudukan hukum berdasarkan satus belum atau telah
kawinnya seseorang yang telah berusia 18 tahun sangat jelas terlihat dalam
undang-undang yang mengatur tentang pidana anak.60
Dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang RI No. 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak, ditentukan bahwa "Anak adalah orang yang dalam perkara
Anak Nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun
dan belum pernah kawin", berbeda dengan ketentuan Undang-Undang RI No. 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sehingga berdasarkan
Undang-Undang RI No. 3 Tahun 1997, seseorang yang telah kawin dianggap telah
dewasa dan karenanya tidak diadili dalam sidang pidana anak, walaupun belum
berusia 18 tahun, sedangkan dalam Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2012,
seseorang yang telah kawin tetap diadili dalam sidang pidana Anak, sepanjang
usianya belum mencapai 18 tahun.
Dari uraian di atas jelas terlihat perbedaannya, bahwa "belum dewasa"
adalah belum berusia 18 tahun dan belum pernah kawin, sedangkan "Anak"
adalah belum berusia 18 tahun (tanpa melihat status sudah atau belum pernah
kawin). Tindakan hukum berupa menutup perjanjian adalah tindakan yang paling
umum dan paling sering dilakukan manusia dalam pergaulan hidup, dan dalam
KUHPerdata tidak ada ketentuan umum yang mengatur kecakapan bertindak,
maka - dengan melalui abstraksi - dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 1329
KUHPerdata juga berlaku untuk tindakan hukum, bukan hanya perjanjian,
60 Domunikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,
Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010, hal. 6
Universitas Sumatera Utara
47
sehingga penggunaan istilah "belum dewasa" adalah terkait dengan masalah
kecakapan bertindak atau kecakapan melakukan tindakan hukum.
Dari rumusan berbagai peraturan perundang-undangan sebagaimana
disebutkan di atas, istilah "Anak" digunakan dalam konteks hak-hak dan
perindungan hukum bagi seseorang yang belum berusia 18 tahun, yang banyak
berkaitan dengan hukum pidana. Rumusan pengertian di atas, sesuai pula dengan
Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak, yang menjelaskan bahwa "Anak yang sudah kawin dan
belum berumur 18 tahun tetap diberikan hak dan kewajiban keperdataan sebagai
orang dewasa". Artinya UU No 11 Tahun 2012 tetap mengakui bahwa Anak
(seorang yang belum berusia 18 tahun) yang telah kawin, memiliki kecakapan
bertindak dalam keperdataan.61
Disamping kedua pengertian tersebut, sebagaimana pengertian gramatikal
dalam KBBI Kemdikbud Daring, "anak" diartikan juga sebagai generasi kedua
atau keturunan pertama. Pengertian gramatikal tentang istilah "anak digunakan
untuk menjelaskan hubungan kekeluargaan. Jadi ada juga istilah "anak" yang
digunakan dalam pembahasan hubungan keluarga seperti misalnya dalam hukum
waris, hukum perkawinan, dan hukum keluarga Untuk membedakan istilah
"Anak" dalam konteks pembahasan hak-hak dan perlindungan hukum bagi
seseorang yang belum berusia 18 tahun, dengan penggunaan istilah "anak" dalam
konteks pembahasan hubungan kekeluargaan, dapat dilihat penulisan istilah
"Anak" baik dalam UU No. 23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan UU
61 Depdiknas, Pedoman Teknis Pelayanan Pendidikan Bagi Pekerja Anak Sektor
Informal, Jakarta, 2001, hal. 64
Universitas Sumatera Utara
48
No. 35 Tahun 2014 maupun dalam UU No. 11 Tahun 2012 yang menggunakan
istilah "Anak" (dengan huruf A Kapital).
Atas dasar itu dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:62
a) Istilah "belum dewasa" digunakan dalam pembahasan masalah keperdataan
tentang kecakapan bertindak yang berkaitan dengan hukum perdata dalam
lingkup hukum kebendaan dan perikatan (baik perikatan yang timbul karena
perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang);
b) Istilah "Anak" (dengan huruf A kapital) digunakan ketika kita membahas
masalah hak-hak dan perlindungan bagi seseorang yang belum berusia 18
tahun, dalam hukum publik termasuk hukum pidana, sedangkan;
c) Istilah "anak" (dengan huruf a kecil) digunakan dalam pembahasan kedudukan
seseorang dalam kaitannya dengan hubungan kekeluargaan dalam hukum
perkawinan, hukum waris, dan hukum keluarga, yang dimungkinkan
penggunaannya termasuk dalam batasan pengertian istilah "Anak" ataukah
dalam pengertian istilah "belum dewasa", tergantung pada konteks
pembahasannya.
Konsekuensi dari perbedaan istilah-istilah tersebut antara lain adalah:
a) Ketika membahas "Anak" dalam perkara pidana Anak maupun sistem
peradilan pidana Anak, tidak perlu dipermasalahkan apakah Anak -baik
sebagai Anak yang berkonflik dengan hukum maupun sebagai Anak yang
menjadi korban tindak pidana - itu sudah kawin atau belum kawin. Ketika
seseorang belum berusia 18 tahun, maka ia diperlakukan sebagai Anak;
62Bunadi Hidayat, Pemidanaan Anak Dibawah Umur, Bandung: PT. Alumni, 2010, hal.
32
Universitas Sumatera Utara
49
b) Sebaliknya ketika kita membahas masalah kecakapan bertindak dalam hukum
perdata, sekalipun seseorang itu belum berusia 18 tahun, jika ia telah kawin,
maka ia "telah dewasa" dan memiliki kecakapan bertindak.
Agar tidak menimbulkan kebingungan bagi masyarakat dan para pelaksana
undang-undang, upaya penyederhanaan dan penyeragaman batasan dan istilah
hukum yang mendefinisikan tentang anak harus dilakukan dengan pembaharuan
dan sinkronisasi semua peraturan perundang-undangan yang terkait masalah anak,
dan hal itu adalah pekerjaan berat, karena di luar pembedaan istilah "Anak" dan
"Belum dewasa" sebagaimana tersebut di atas, juga banyak aturan lain yang
menunjukkan perbedaan batasan, seperti ketentuan tentang saksi dalam perkara
pidana yang boleh diperiksa untuk memberikan keterangan tanpa sumpah, yaitu
anak yang umurnya belum cukup 16 tahun dan belum pernah kawin (Pasal 171
Ayat (1) KUHAP), dan batas usia yang diizinkan untuk melangsungkan
perkawinan dalam Pasal 7 Ayat (1) UU No,. 1 Tahun 1974 (21 tahun untuk pria
dan 19 tahun untuk wanita).63
Sementara belum adanya pembaharuan dan sinkronisasi tersebut, maka
setiap pembahasan tentang anak harus memperhatikan peraturan mana yang
melingkupi pembahasan tersebut, padahal sangat dimungkinkan suatu
permasalahan dilingkupi oleh beberapa peraturan perundang-undangan. Karena
itu dalam rumusan Kamar Perdata Mahkamah Agung yang tertuang dalam Perma
No. 4 Tahun 2016, disebutkan bahwa "Penentuan mengenai batas usia dewasa
seseorang dalam melakukan perbuatan hukum tidak dapat ditentukan pada usia
63 Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2011, hal. 64
Universitas Sumatera Utara
50
yang sama, tetapi ditentukan berdasarkan undang-undang atau ketentuan hukum
yang mengaturnya dalam konteks perkara yang bersangkutan (kasuistis)".
Adapun pengertian anak adalah mereka yang belum dewasa dan yang
menjadi dewasa karena peraturan tertentu, mental, fisik masih belum dewasa. Di
Indonesia anak merupakan orang yang belum dewasa, orang yang dibawah umur
atau anak yang berada di bawah pengawasan wali.
Menurut Abdussalam64 pengertian anak adalah: Pengertian anak itu sendiri
jika kita tinjau lebih lanjut dari segi usia kronologis menurut hukum dapat berbeda
– beda tergantung tempat, waktu dan untuk keperluan apa, hal ini juga akan
mempengaruhi batasan yang digunakan untuk menentukan umur anak. Perbedaan
pengertian anak tersebut dapat kita lihat pada tiap – tiap aturan perundang –
undangan yang ada pada saat ini.
Menurut Konvensi Hak Anak definisi anak secara umum adalah manusia
yang umurnya belum mencapai 18 tahun, namun demikian masih dalam KHA
menyebutkan bahwa anak berarti setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun
kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak-anak kedewasaan
telah dicapai lebih cepat.
Menurut Pasal 1 Butir 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 tahun.
Dalam konvensi hak anak diatur bahwa yang dimaksud dengan anak adalah setiap
orang yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang
yangberlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.
64 Abdussalam, Prospek Pidana Indonesia: Dalam Mewujudkan Rasa Keadilan.
Masyarakat, Jakarta: Restu Agung, 2006, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
51
Pada hakekatnya setiap negara memberikan perlindungan hukum bagi
setiap warga negaranya. Di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-4 mengatur bahwa
“Pemerintah Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum…”
Perlindungan hukum sebagai suatu bentuk tindakan atau perbuatan hukum
pemerintah yang diberikan kepada subjek hukum sesuai dengan hak dan
kewajibannya yang dilaksanakan berdasarkan hukum positif di Indonesia.
Perlindungan timbul karena adanya suatu hubungan hukum. Hubungan hukum
adalah interaksi antara subjek hukum yang memiliki revelansi hukum atau
mempunyai akibat hukum (timbulnya hak dan kewajiban).
Perlindungan hukum juga dapat diartikan sebagai bentuk kepastian akan
perlindungan yang diberikan oleh aturan-aturan atau norma-norma yang telah
dibuat dengan tujuan untuk menciptakan keamanan, ketertiban dan keadilan di
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa membedakan
suku, agama, ras, adat istiadat karena semua warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum.
Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan
perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-
hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan
perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan
Universitas Sumatera Utara
52
jugaprediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan
belumkuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.65
Pasal 22 Undang - Undang No.35 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak juga mengatur
perlindungan hukum khususnya untuk anak, bahwa negara dan pemerintah
berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan dan prasarana dalam
menyelenggarakan perlindungan anak. Pasal 23 ayat (1) UU No.35 Tahun 2014
tentang perubahan atas UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak
menyebutkan negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan
anak. Perlindungan anak, setidaknya ada dua aspek yang terkait didalamnya.
Aspek pertama yang berkaitan dengan kebijakan peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai perlindungan anak. Aspek kedua berkaitan dengan
pelaksanaan dari kebijakan perundang-undangan tersebut. 66
Mengenai aspek pertama, sampai saat ini telah cukup perundang-undangan
untuk mengatur hal-hal berkaitan dengan perlindungan anak. Aspek kedua adalah
apakah dengan telah tersedianya berbagai perangkat perundang-undangan tentang
hak-hak anak tersebut telah dengan sendirinya usaha-usaha untuk mewujudkan
hak-hak anak dan upaya penghapusan praktik-praktik pelanggaran hukum anak
dan mengabaikan terhadap hak anak sebagaimana yang dikehendaki dapat
diakhiri.
65 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2000, Hal
106 66Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem. Peradilan
Pidana Anak di Indonesia, Bandung : Refika Aditama, 2010, hal. 10
Universitas Sumatera Utara
53
Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja termasuk tenaga kerja anak
mencakup: perlindungan jam kerja dan istirahat, jaminan upah dan jaminan sosial
keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlakuan secara wajar dan manusiawi.
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak
dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara
optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan tanpa diskriminasi
Pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarkat, pemerintah dan
negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus
demi terlindunginya hak-hak anak. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan
kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang cerdas,
berani, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhak yang baik dan menjunjung
nilai pancasila, serta berkemauan keras menjaga persatuan Pasal 1 ayat 2 UU
No.35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan anak menyebutkan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan tanpa diskriminasi.
Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak
dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,
anak diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,
Universitas Sumatera Utara
54
penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak
yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan perlantaran.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarkat,
pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara
terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Tindakan ini dimaksudkan
untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus
bangsa yangt cerdas, berani, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhak yang
baik dan menjunjung nilai pancasila, serta berkemauan keras menjaga persatuan
bangsa dan negara.67
Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak
dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.
Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan
komprehensif, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak meletakkan
kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas yaitu:
a. Nondiskriminasi;
b. Kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
d. Penghargaan terhadap pendapat anak.
Upaya dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan
anak perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga
67 Muhammad Anugrah, Hukum Perlindungan Anak. Jakarta. Grafindo Persada, 2014,
hal. 51
Universitas Sumatera Utara
55
keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi
sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.
Upaya perlindungan terhadap tenaga kerja termasuk anak yang bekerja,
meliputi aspek-aspek :68
1. Perlindungan hukum, yaitu apabila dapat dilaksanakan peraturan perundang-
undangan dalam bidang ketenaga kerjaan yang mengharuskan atau
memaksakan majikan bertindak sesuai dengan perundang-undangan tersebut
dan benar-benar dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait.
2. Perlindungan ekonomi, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usaha-
usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup
memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya.
3. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usaha
kemasyarakatan yang tujuannya memungkinkan pekerja itu mengenyam dan
mengembangkan perikehidupannya sebagai manusia dan sebagai anggota
masyarakat.
4. Perlindungan teknis, yaitu perlindungan yang berkaitan dengan usaha untuk
menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan yang ditimbulkan atau berkaitan
dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
Menurut Pasal 4 UU No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, hak-hak anak sebagai berikut:
a. Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
68 Fifik Wiryani, Perlindungan Pekerja Anak, Pusat Studi Kajian Wanita, UMM Press,
Malang, 2013, hal. 37
Universitas Sumatera Utara
56
b. Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan.
c. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir, dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdsan dan usianya, dalam
bimbingan orang tua.
d. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan
diasuh oleh orang tuanya sendiri. Dalam hal karena suatu sebab orang
tuanya tidak dapat menjamin pun kembang anak, atau anak dalam keadaan
terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak
asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
e. Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
f. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasaannya sesuai minat dan
bakatnya, Khusus bagi anak penyandang cacat juga berhak memperoleh
pendidikan yang luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki
keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
g. Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan
dan kepatutan.
h. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memamfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berkreasi, dan berkreasi sesuai
dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.
i. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi,
bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial
j. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain
mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat
perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi
maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan,
ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya. Setiap orang yang melakukan
segala bentuk perlakuan itu dikenakan pemberatan hukuman.
k. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika
ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa
pemisahan ituadalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan
pertimbangan terakhir.
l. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan
dalam kegiatan politik; pelatihan dalam sengketa bersenjata; pelibatan
dalam kerusuhan sosial; pelibatan dalam peristiwa yang mengandung
unsur kekerasan; dan pelibatan dalam peperangan.
m. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiyaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Setiap anak
berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Penangkapan,
penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila
Universitas Sumatera Utara
57
sesuai dengan hukuman yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai
upaya terakhir.
n. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk menapatkan
perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang
dewasa; memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif
dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan membela diri dan
memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak
memihak dalam sidang tertutup untuk umum. Setiap anak yang
menjadikorban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan
dengan hukum berhak dirahasiakan.
o. Setiap anak yang menjafi korban atau pelaku tindak pidan berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya (Pasal 18).
p. Setiap anak berkewajiban untuk menghormati orang tua, wali, dan guru;
mencintai keluarga; masyarakat, dan menyayangi teman; mencintai tanah
air; bangsa, dan negara; menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran
agamanya; dan melaksanakan etika dan akhlak yang mulia
Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-cita
luhur bangsa, calon-calon pemimpin bangsa di masa mendatang dan sebagai
sumber harapan bagi generasi terdahulu, perlu mendapat kesempatan seluas-
luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani
dan sosial. perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan
masyarakat dalam berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul
pentingnya anak bagi nusa dan bangsa di kemudian hari. Jika mereka telah matang
pertumbuhan fisik maupun mental dan sosialnya, maka tiba saatnya menggantikan
generasi terdahulu.69
Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan
kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi
perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial.
perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu
69 Abintoro Prakoso, Hukum Perlindungan Anak, Laksbang Presindo, Yogyakarta, 2018,
hal. 44
Universitas Sumatera Utara
58
masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai
bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak
membawa akibat hukum, baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun
hukum tidak tertulis.70
Perlindungan anak tidak boleh dilakukan secara berlebihan dan
memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan maupun diri anak itu sendiri,
sehingga usaha perlindungan yang dilakukan tidak berakibat negatif. Perlindungan
anak dilaksanakan secara rasional, bertanggung jawab, dan bermanfaat. Hal itu
mencerminkan suatu usaha yang efektif dan efisien. Usaha perlindungan anak
tidak boleh mengakibatkan matinya inisiatif, kreativitas, ketrampilan dan hal-hal
lain yang menyebabkan ketergantungan kepada orang lain dan berperilaku tak
terkendali, sehingga anak tidak memilikki kemampuan dan kemauan
menggunakan hak-haknya dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya.
Hukum perlindungan anak sebagai hukum (tertulis maupun tidak tertulis)
harus menjamin anak benar-benar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.
Aspek hukum perlindungan anak harus lebih dipusatkan kepada hak-hak anak
yang diatur hukum dan bukan mengenai kewajiban karena mengingat secara
hukum (yuridis) anak belum dibebani kewajiban. Ruang lingkup kajian mengenai
perlindungan anak, secara garis besar dapat dibedakan dalam dua pengertian
pokok bersifat :71
a. Yuridis (baik dalam ruang lingkup hukum publik maupun hukum perdata)
b. Non Yuridis (bidang sosial, kesehatan, dan pendidikan).
70 Ibid, hal. 45 71 Emeliana Krisnawati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, CV Utomo, Bandung, 2005,
hal. 10
Universitas Sumatera Utara
59
Prt dua perumusan tentang perlindungan anak, yaitu :72
a. Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun
lembaga pemeritah dan swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan,
penguasaan, dan pemenuhan kesejahteraan fisik, mental an sosial anak dan
remaja yang sesuai dengan kepentingan dan hak asasinya.
b. Segala daya upaya bersama yang dilakukan dengan sadar oleh perorangan,
keluarga, masyarakat, badan-badan pemerintah dan swasta untuk pengamanan,
pengadaan, dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak
berusia 0 – 21 tahun, tidak dan belum pernah menikah, sesuai dengan hak
asasi dan kepentingannya agar dapat mengembangkan dirinya seoptimal
mungkin.
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan anak dapat
juga kita artikan sebagai segala upaya yang ditujukan untuk meminimalisir,
mencegah, merehabilitasi, dan memberdayakan anak yang mengalami tindak
perlakuan salah (child abused).
72 Fifik Wiryani, Perlindungan Pekerja Anak, Pusat Studi Kajian Wanita, UMM Press,
Malang, 2003, hak. 32
Universitas Sumatera Utara
60
C. Pengertian Kartu Identitas Anak Berdasarkan Permendagri No.2 Tahun
2016 Tentang Kartu Identitas Anak (KIA)
Pasal 1 angka 7 Permendagri No.2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas
Anak (selanjutnya disebut KIA) menyebutkan bahwa KIA adalah identitas resmi
anak sebagai bukti diri yang berusia anak yang berusia lima tahun sampai dengan
tujuhbelas tahun kurang satu hari yang diterbitkan oleh dinas kependudukan dan
catatan sipil (disdukcapil) di kabupaten/kota di seluruh Indonesia, dan KIA
tersebut berlaku secara nasional dan terintegrasi dengan sistem informasi dan
administrasi kependudukan. 73
Pemerintah berkewajiban untuk memberikan identitas kependudukan
kepada seluruh rakyat yang merupakan penduduk negara Indonesia, termasuk
kepada anak-anak yang berusia nol sampai dengan lima tahun kurang satu
hari,dan anak berusia lima tahun sampai tujuh belas tahun kurang satu hari,
sebagai upaya untuk melakukan peningkatan pendataan, perlindungan dan
peningkatan pelayanan publik kepada seluruh penduduk, khususnya anak tersebut.
Berdasarkan ketentuan hukum tentang KIA tersebut, maka penerbitan KIA
oleh disdukcapil dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. KIA untuk anak yang berumur 0-5 Tahun kurang satu hari
2. KIA untuk anak yang berumur 5-17 tahun kurang satu hari.
Perbedaan keduanya terdapat pada ada tidaknya foto, untuk yang berusia
0–5 tahun tidak terdapat foto, sedangkan untuk yang jenis – 5-17 tahun terdapat
foto. Setiap peraturan yang diterbitkan pasti mempunyai tujuan, adapun tujuan
dari Kartu Identitas Anak (KIA) yaitu untuk meningkatkan pendaftaan,
73Leo Agustino, Dasar-dasar Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung, 2017, hal. 32
Universitas Sumatera Utara
61
perlindungan dan pelayanan publik serta sebagai upaya memberikan perlindungan
dan pemenuhan hak konstitusional warga Negara. KIA ini juga mempunyai
manfaat bagi anak maupun bagi pemerintah berikut manfaat memiliki KIA bagi
anak :74
1. Sebagai bentuk pemenuhan hak anak
2. Untuk persyaratan mendaftar sekolah
3. Untuk keperluan lain yang membutuhkan bukti diri si anak contohnya
untuk data identitas membuka tabungan atau menabung di bank
4. Untuk membuktikan identitas anak tersebut adalah anak yang sah apabila
ada masalah pembagian warisan, atau sebagai alat bukti yang dapat
digunakan notaris dalam membuat akta pemisahan dan pembagian warisan
terhadap para ahli waris.
5. Untuk mendaftar BPJS
6. Proses identifikasi jenazah dengan korban anak-anak dan juga untuk 30
Pasal 2 Permendagri No. 2 Tahun 2016 tentang KIA
7. Mengurus klaim santunan kematian
8. Pembuatan dokumen keimigrasian
9. Mencegah terjadinya perdagangan anak
10. Mempermudah pendaftaan juga pencatan saat adanya peristiwa hukum
maupun diterbitkannya aturan terbaru untuk diterapkan langsung kepada
masyarkat
74 Ibid, hal. 33
Universitas Sumatera Utara
62
Pasal 1 Permendagri No. 2 Tahun 2016 menyebutkan bahwa, dalam
peraturan menteri ini, yang dimaksud dengan :
1. Penduduk adalah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat
tinggal di Indonesia
2. Warga Negara Indonesia yang selanjutnya disingkat menjadi WNI adalah
orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan Undang-Undang sebagai Warga Negara Indonesia
3. Orang asing adalah orang bukan Warga Negara Indonesia.
4. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan
5. Perlindungan anka adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perliundungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
6. Penduduk Wajib KTP adalah warga Negara Indonesia dan orang asing
yang memiliki izin tinggal tetap yang berusia 17 (tujuh belas) tahun atau
telah kawin atau pernah kawin secara sah.
7. Kartu Identitas Anak yang selanjutnya disingkat menjadi KIA adalah
identitas resmi anak sebagai bukti diri anak yang berusia kurang dari 17
tahun dan belum menikah yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota.
Universitas Sumatera Utara
63
8. Nomor Induk Kependudukan, selanjutnya disingkat NIK adalah Nomor
Identitas Penduduk yang bersifat unik
9. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang selanjutnya disebut Dinas
adalah perangkat daerah Pemerintah Kabupaten/Kota yang
bertanggungjawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan
Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
10. Penerbitan KIA adalah pengeluaran KIA baru, atau penggantian KIA
karena habis masa berlakunya, pindah datang, rusak atau hilang
Pemerintah menerbitkan KIA bertujuan untuk meningkatkan pendataan,
perlindungan dan pelayanan publik serta sebagai upaya memberikan perlindungan
dan pemenuhan hak konstitusional warga negara.
Dinas menerbitkan KIA baru bagi Anak kurang dari 5 tahun bersamaan
dengan penerbitan kutipan akta kelahiran. Dalam hal Anak kurang dari 5 tahun
sudah memiliki akta kelahiran tetapi belum memiliki KIA, Penerbitan KIA
dilakukan setelah memenuhi persyaratan:
a. fotocopy kutipan akta kelahiran dan menunjukan kutipan akta kelahiran
aslinya;
b. KK asli orang tua/Wali; dan
c. KTP-el asli kedua orang tuanya/wali.
Dinas menerbitkan KIA untuk Anak usia 5 tahun sampai dengan usia 17
tahun kurang satu hari, dengan persyaratan:
a. fotocopy kutipan akta kelahiran dan menunjukan kutipan akta kelahiran
aslinya;
Universitas Sumatera Utara
64
b. KK asli orang tua/Wali;
c. KTP-el asli kedua orang tuanya/wali; dan
d. pas foto Anak berwarna ukuran 2 x 3 sebanyak 2 (dua) lembar.
Persyaratan Penerbitan KIA baru bagi Anak WNI yang baru datang dari
Luar Negeri mengikuti ketentuan disertai dengan surat keterangan datang dari luar
negeri yang diterbitkan oleh Dinas. Dinas menerbitkan kembali KIA yang hilang
setelah pemohon mengajukan permohonan Penerbitan KIA dengan melampirkan
surat keterangan kehilangan dari kepolisian. Dinas menerbitkan kembali KIA
yang rusak setelah pemohon mengajukan permohonan Penerbitan KIA dengan
dilampiri KIA yang rusak.
Dinas menerbitkan KIA karena pindah datang setelah memenuhi
persyaratan disertai surat keterangan pindah/surat keterangan pindah datang. Masa
berlaku KIA baru untuk Anak kurang dari 5 tahun adalah sampai Anak berusia 5
tahun. Masa berlaku KIA untuk Anak diatas 5 tahun adalah sampai Anak berusia
17 tahun kurang satu hari.
Dinas menerbitkan KIA baru, dilakukan setelah pemohon memenuhi
persyaratan:
a. fotocopy paspor dan izin tinggal tetap;
b. KK asli orang tua; dan
c. KTP-el asli kedua orang tuanya.
Persyaratan dilakukan pada usia Anak bayi baru lahir hingga menginjak
usia Anak 5 tahun. Persyaratan Penerbitan KIA yang dilakukan untuk Anak usia 5
tahun sampai dengan usia 17 tahun kurang satu hari, dilengkapi dengan pas foto
Universitas Sumatera Utara
65
Anak berwarna ukuran 2 x 3 sebanyak 2 (dua) lembar. Masa berlaku KIA Anak
Orang Asing sama dengan izin tinggal tetap orang tuanya.
Dinas menerbitkan kembali KIA yang hilang setelah pemohon
mengajukan permohonan Penerbitan KIA dengan melampirkan surat keterangan
kehilangan dari kepolisian. Dinas menerbitkan kembali KIA yang rusak setelah
pemohon mengajukan permohonan Penerbitan KIA dengan dilampiri KIA yang
rusak. Dinas menerbitkan KIA karena pindah datang dilakukan setelah memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
disertai surat keterangan pindah/surat keterangan pindah datang.
Pemohon atau orang tua Anak menyerahkan persyaratan Penerbitan KIA
dengan menyerahkan persyaratan ke Dinas. Kepala Dinas menandatangani dan
menerbitkan KIA. KIA dapat diberikan kepada pemohon atau orang tuanya di
kantor Dinas atau kecamatan atau desa/kelurahan. Dinas dapat menerbitkan KIA
dalam pelayanan keliling dengan cara jemput bola di sekolah-sekolah, rumah
sakit, taman bacaan, tempat hiburan Anak-Anak dan tempat layanan lainnya, agar
cakupan kepemilikan KIA dapat maksimal. Terhadap Anak yang telah memiliki
pasport, orang tua Anak melaporkan ke Dinas dengan menyerahkan persyaratan
sebuntuk menerbitkan KIA. Kepala Dinas menandatangani dan menerbitkan KIA.
KIA dapat diberikan kepada pemohon atau orang tuanya di kantor Dinas. Dinas
dapat menerbitkan KIA dalam pelayanan keliling dengan cara jemput bola di
sekolah-sekolah, rumah sakit, taman bacaan, tempat hiburan Anak-Anak dan
tempat layanan lainnya, agar cakupan kepemilikan KIA dapat maksimal.75
75 Hayat, Manajemen Pelayanan Publik, Rajawali Pers, Jakarta, 2017, hal. 86
Universitas Sumatera Utara
66
Blangko KIA berlaku secara nasional di seluruh wilayah Republik
Indonesia. Spesifikasi blangko KIA, meliputi:76
a. material terbuat dari bahan PETG (Polythylene Terephthalate Glycol);
b. teknologi printing background blangko KIA menggunakan offset printing;
c. teknologi printing personalisasi menggunakan dye sublimation (retransfer);
d. pencetakan warna digunakan untuk mencetak latar belakang (background),
blangko dan pas foto;
e. karateristik fisik sesuai ISO/IEC 7810 dalam format ID -1 , mempunyai
ukuran 85,72 x 54,03 mm, warna merah dengan kode Pantone 1797C
bergradasi, ketebalan blangko kartu maksimal 1,00 mm;
f. terdapat 7 lapisan (layer);dan
g. susunan lapisan (layer) terdiri dari:
1. overlay (0,065 mm).
2. basic print (0,120 mm – PETG), tampak depan:
a. area judul pada bagian atas terdapat tulisan “Kartu Identitas Anak
Republik Indonesia”;
b. area Logo/gambar:
1. pada bagian depan sebelah kiri atas terdapat Gambar Lambang
Negara Kesatuan Republik Indonesia “Burung Garuda Pancasila”.
2. terdapat Peta Kepulauan Indonesia.
3. terdapat gambar Bendera Merah Putih.
76 Ibid, hal. 87
Universitas Sumatera Utara
67
4. latar belakang terdapat tulisan KARTU IDENTITAS ANAK, tanpa
spasi.
c. area penempatan hologram berada pada sebelah kiri bawah di bagian
depan blangko KIA.
d. secutity feature atau fitur pengaman terdapat pada
hologram, microtext yang hanya dapat dibaca dengan menggunakan
kaca pembesar dan latar belakang (background) berupa garis-garis
halus membentuk motif tertentu berwarna merah dengan kode Pantone
1797C.
3. PETG (0,095 mm)
4. Core (0,330 mm)
5. PETG (0,095 mm)
6. basic print (0,120 mm – PETG), tampak belakang:
a. latar belakang terdapat gambar bola dunia, bendera merah putih dan
Kepulauan Indonesia.
b. latar belakang terdapat tulisan KARTU IDENTITAS ANAK, tanpa
spasi.
c. security feature atau fitur pengaman terdapat garis-garis halus
membentuk motif tertentu berwarna merah dengan kode Pantone
1797C.
d. data personalisasi dan pas foto yang terlaminasi.
e. QR Code (Quick Response Code) yang dapat digunakan untuk
menyimpan data kependudukan pemilik kartu.
Universitas Sumatera Utara
68
7. overlay (0,05 mm)
Keterangan: 7 lapisan (layer) digabungkan.
2. Bentuk dan komposisi blangko KIA sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Formulasi kalimat dalam KIA, memuat elemen data:
a. NIK;
b. nama;
c. jenis kelamin;
d. golongan darah;
e. tempat/tanggal lahir;
f. nomor kartu keluarga;
g. nama kepala keluarga;
h. nomor akta kelahiran;
i. agama;
j. kewarganegaraan;
k. alamat;
l. masa berlaku;
m. tempat penerbitan;
n. nomenklatur Dinas; dan
o. nama dan tanda tangan kepala Dinas.
Penulisan KIA dilakukan dengan menggunakan aplikasi sistem informasi
administrasi kependudukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
Universitas Sumatera Utara
69
undangan. Spesifikasi penulisan KIA sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. huruf balok;
b. tinta warna hitam;
c. tanggal, bulan, tahun ditulis dengan huruf; dan
d. penandatangan KIA menggunakan tinta berwarna hitam.
Formulasi kalimat, elemen data, format dan penulisan dalam KIA
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17 dan Pasal 18 tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini. Untuk memaksimalkan pemanfaatan KIA dan memberikan nilai tambah, maka
kabupaten/kota dapat melakukan perjanjian kemitraan dengan pihak ketiga
sebagai mitra bisnis yang bergerak dalam bidang tempat bermain, rumah makan,
taman bacaan, toko buku, tempat rekreasi dan usaha ekonomi lainnya. Dinas dapat
melakukan kemitraan dengan mitra bisnis yang lokasinya berada dalam wilayah
administrasi maupun yang lokasinya berada di luar wilayah administrasi. KIA
yang saat ini sudah diterbitkan masih tetap berlaku sampai dengan habis masa
berlakunya. Untuk keseragaman identitas Anak secara nasional, Dinas dapat
mengganti KIA yang pernah diterbitkan dengan mengikuti ketentuan dalam
Permendagri No. 2 Tahun 2016 tersebut.
D. Kedudukan Dan Fungsi Kartu Identitas Anak (KIA) Berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No.2 Tahun 2016
Tentang Kartu Identitas Anak (KIA)
Kartu Identitas Anak (KIA) merupakan suatu produk hukum yang
diterbitkan oleh Permendagri No.2 Tahun 2016 untuk memberikan perlindungan
Universitas Sumatera Utara
70
hukum terhadap identitas anak yang berusia lima tahun hingga 17 tahun kurang
satu hari. Oleh karena itu maka kedudukan hukum KIA merupakan suatu
dokumen resmi yang dijadikan alat bukti tentang identitas seorang anak dalam
melaksanakan hak dan kewajibannya di masyarakat. 77
Pada pertimbangan hukum penerbitan Permendagri No.2 Tahun 2016
tentang Kartu Identitas Anak (KIA) tersebut menyebutkan bahwa diterbitkannya
permendagri No.2 Tahun 2016 tentang KIA tersebut antara lain dengan
pertimbangan hukum :
1. Pemerintah melihat saat ini anak yang berusia kurang dari 17 tahun dan
belum menikah belum memiliki identitas kependudukan yang jelas dan
dapat dijadikan alat bukti yang sah secara hukum dalam sistem informasi
dan administrasi kependudukan di Indonesia.
2. Melihat kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kewajiban Pemerintah
yang seharusnya memberikan hak yang sama dalam memberikan identitas
kependudukan kepada seluruh Warga Negara Indonesia termasuk anak
yang berlaku secara nasional sebagai upaya perlindungan dan pemenuhan
hak konstitusional warga negara.
3. Pemerintah berupaya untuk memberikan identitas kependudukan kepada
anak berupa Kartu Identitas Anak (KIA) sehingga diharapkan dapat
mendorong peningkatan pendataan, perlindungan dan pelayanan publik
untuk mewujudkan hak terbaik bagi anak.
77Agus Dwiyanto, Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif, dan Kolaboratif.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2015, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
71
Pertimbangan hukum tersebut di atas menjadi landasan pemerintah untuk
menerbitkan Permendagri No.2 Tahun 2016 Tentang KIA tersebut. Anak adalah
subyek hukum yang lemah, itulah pendapat dari beberapa ahli dalam
menggambarkan kondisi anak, karena posisi anak yang lemah maka dia berhak
untuk mendapatkan perlindungan dan pemenuhan atas hak-haknya.78 Sebagai
wujud dari upaya perlindungan hak atas identitas anak maka kebijakan KIA yang
dimuat dalam Permendagri No.2 Tahun 2016 tersebut bertujuan untuk untuk
meningkatkan pendataan, perlindungan dan pelayanan publik serta sebagai upaya
memberikan perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional warga negara.
Tujuan-tujuan diatas dapat diuraikan dalam penjelasan sebagai berikut:
a. Pendataan
Setiap kelahiran dan kematian adalah peristiwa penting untuk dicatatkan
dan dilaporkan kepada instansi terkait. Laporan dan pencatatan ini berfungsi
sebagai bukti otentik bagi yang bersangkutan ataupun orang lain, ataupun pihak
ketiga yang berkepentingan. Dalam hal kelahiran anak, melalui Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil setiap kelahiran anak harus dilaporkan dan
didaftarkan agar mendapatkan akta kelahiran, hal ini karena peristiwa kelahiran
adalah peristiwa kependudukan yang akan membawa perubahan pada status anak
dan/ atau orang tua anak tersebut.
Proses pelaporan, pencatatan, dan pendaftaran atas semua pristiwa tersebut
adalah bagian dari proses administrasi kependudukan, yaitu : Administrasi
Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam
78 Zaenal Mukarom, dan Laksana Muhibudin. Manajemen Pelayanan Publik. Bandung:
CV Pustaka Setia, 2015, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
72
penerbitan dokumen dan Data Kependudukan melalui Pendaftaran Penduduk,
Pencatatan Sipil, pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta
pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain.
b. Perlindungan Anak
Definsi perlindungan anak dijelaskan dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak : Perlindungan Anak adalah segala
kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat.
Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan hak-haknya aar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi,
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, sera mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Hal ini demi terwujudnya anak
Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Upaya perlindungan
anak harus dilaksanakan sedini mungkin bahkan sejak anak dalam kandungan
sampai anak dikategorikan dewasa.79
Lebih lanjut Barda Nawawi Arif menjelaskan bahwa perlindungan pada
anak meliputi perlindungan anak dalam hal hak asasi dan kebebasannya,
perlindungan dalam proses peradilan, perlindungan dalam kesejahteraan anak
termasuk pendidikan, perlindungan dalam penahanan dan perampasan
kemerdekaan, perlindungan dari segala bentuk eksploitasi anak, perlindungan
79 Sujianto, Implementasi Kebijakan Publik (Konsep teori dan Praktik), Alaf Riau, Riau,
2008, hal. 31
Universitas Sumatera Utara
73
anak jalanan, perlindungan anak dari dampak peperangan, dan perlindungan
terhadap segala bentuk kekerasan pada anak.
Selain perlindungan yang dikemukakan oleh Barda Nawawi, perlindungan
yang paling penting dalam kebijakan KIA ini adalah perlindungan terhadap hak
anak atas identitas diri yang harus didapatkan anak sejak ia dilahirkan. Pengakuan
dan perlindungan terhadap identitas anak sangat penting untuk mencegah segala
bentuk perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan anak, termasuk seperti yang
dikemukakan oleh Barda Nawawi Areif untuk mencegah anak untuk dieksploitasi.
c. Pelayanan Publik
Definisi mengenai pelayanan publik menurut Sinambela adalah sebagai
kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah terhadap sejumlah manusia yang
memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau
kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu
produk secara fisik. Pelayanan Publik menurut Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004 adalah segala kegiatan
pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan penerima layanan, maupun dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.80
Pelayanan publik dikelompokan menjadi tiga jenis berdasarkan ciri-ciri
dan sifat kegiatan serta produk pelayanan yang dihasilkan, yaitu:
1) Pelayanan Administratif, yaitu jenis pelayanan yang diberikan oleh unit
pelayanan berupa pencatatan, penelitian, pengambilan keputusan,
80 Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hal. 31
Universitas Sumatera Utara
74
dokumentasi, dan kegiatan usaha lainnya yang secara keseluruhan
menghasilkan produk akhir berupa dokumen, misalnya sertifikat, pelayanan
administrasi kependudukan berupa; Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akta
Kelahiran, Akta Kematian, dan lain sebagainya.
2) Jenis Pelayanan Barang, yaitu pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan
berupa kegiatan penyediaan dan atau pengolaha bahan berupa wujud fisik
termasuk distribusi dan penyampaiannya kepada konsumen langsung (sebagai
unit atau individu) dalam suatu sistem. Secara keseluruhan kegiatan pelayanan
barang tersebut menghasilkan produk akhir berwujud benda atau yang
dianggap benda yang memberikan nilai tambah secara langsung bagi
penggunanya. Misalnya pelayanan perpustakaan, pelayanan buku melalui toko
buku yang terafiliasi, dan lain sebagainya.
3) Jenis pelayanan jasa, yaitu jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan
berupa sarana dan prasarana serta penunjangnya.
Pengoprasiannya berdasarkan suatu sistem pengoprasian tertentu dan pasti.
Produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan manfaat bagi penerimannya
secara langsung dan habis pakai dalam jangka waktu tertentu. Misalnya pelayanan
perbankan, pelayanan kesehatan, dan jenis pelayanan berupa jasa lainnya.
Dalam hal kaitannya dengan pelayanan publik dalam kartu identitas anak,
adanya Kartu Identitas Anak diharapkan mampu meningkatnya pelayanan publik
bagi anak. Contoh pelayanan publik bagi anak pemegang KIA, dalam hal
administratif kependudukan anak pemegang KIA dapat lebih mudah dalam
mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) karena dalam nomor yang terdaftar
Universitas Sumatera Utara
75
dalam KIA akan digunakan oleh anak untuk mendapatkan KTP jika anak telah
berumur diatas 17 tahun. Pelayanan dalam barang berupa hasil jadi produksi, anak
pemegang KIA akan mendapatkan fasilitas tambahan dari Pemerintah langsung
ataupun pihak ketiga yang melakukan kerja sama dengan Pemerintah berupa
diskon pembelian buku, diskon dalam penggunaan wahana bermain anak sehingga
akan mempermudah anak untuk mendapatkan buku berkualitas dengan harga
lebih murah, dan meningkatkan kongnitif anak dengan bermain wahana
permainan anak.
d. Perlindungan dan Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara
Perlindungan dan pemenuhan hak-hak konstitusional adalah bagian dari
kewajiban negara dengan tidak melepaskan warga negara. Hak konstitusional
dapat diartika sebagai hak asasi manusia yang telah tercantum dengan tegas di
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesua Tahun 1945 atau UUD
1945. Menurut Jimly Asshidiqie, perbedaan antara hak konstitusional dengan hak
legal, bahwa hak konstitusional adalah hak-hak yang dijamin di dalam dan oleh
UUD 1945, sedangkan hak-hak hukum timbul berdasarkan jaminan Undang-
Undang dan Peraturan Perundang-undangan di bawahnya (subordinate
legislations).
Hak konstitusional dalam UUD 1945 dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok yaitu:
1) Kelompok Hak-Hak Sipil yaitu hak atas status kewarganegaraan; hak hidup;
mempertahankan hidup dan kehidupannya; bebas dari penyiksaan, perlakuan
atau penghukuman yang kejam; bebas dari perbudakan; perlakuan yang sama
Universitas Sumatera Utara
76
di depan hukum; membentuk keluarga dan keturunanya; bertempat tinggal di
negaranya; memperoleh suaka politik; dan setiap orang berhak bebas dari
segala bentuk perlakuan diskriminatif.
2) Kelompok Hak-Hak Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya yaitu; hak untuk
berkumpul dan berserikat; memperoleh pendidikan dan pengajaran; hak
mendapatkan jaminan sosial, dan lain sebagainya.
3) Kelompok Hak-Hak Khusus dan Hak Atas Pembangunan yaitu setiap anak
berhak atas kasih sayang, perhatian, dan perlindunggan orang tua, keluarga,
masyarakat dan negara untuk perkembangan fisik dan mental serta
perkembangan pribadinya; hak perempuan untuk mendapatkan kesetaraan
gender, dan bentuk hak lainnya yang termasuk dalam hak-hak khusus dan hak
atas pembangunan.
4) Kelompok yang mengatur mengenai tanggung jawab negara dan kewajiban
asasi manusia.
KIA sebagai identitas anak dapat menjadi bukti jaminan bahwa negara
telah berupaya untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan kepada anak-
anak Indonesia atas; pendidikan, kesehatan, layanan administrasi yang adil
termasuk status kewarganegaraan anak. Dengan adanya KIA status anak-anak
Indonesia tidak hanya diakui sebagai anggota keluarga, tetapi statusnya juga
sudah dengan semua masyarakat yaitu sebagai warga negara yang mempunyai
hak-hak kewarganegaraan sesuai dengan tingkat umurnya.
Permasalahannya adalah dari segi penerapan Permendagri No. 2 Tahun
2016 terhadap anak-anak yang ada di Indonesia pada umumnya dan yang ada di
Universitas Sumatera Utara
77
Kota Medan khususnya harus diwujudkan secara nyata, tidak ada sekedar
penerbitan ketentuan hukum yang mengatur perlindungan hukum terhadap anak-
anak tersebut. Selain itu KIA harus pula memberikan manfaat terhadap anak-anak
yang telah memilikinya, diantaranya adalah memberikan kemudahan terhadap
anak-anak tersebut dalam hal memenuhi sarana pendidikan seperti buku, alat tulis
maupun perlengkapan untuk mendukung pendidikan lainnya, dimana untuk
memperoleh sarana pendukung pendidikan tersebut harus memperoleh
kemudahan berupa potongan harga dan juga dari segi kualitas produk yang
diperoleh dari anak-anak tersebut sehingga mendukung kelancaran dalam
melaksanakan tugas yang diberikan oleh para guru terhadap anak-anak sebagai
peserta didik selain itu anak usia-usia 0-5 tahun yang telah memperoleh KIA juga
harus diberikan kemudahan bagi orangtuanya untuk memperoleh kebutuhan
pokok yang dibutuhkan oleh anak-anak tersebut seperti misalnya susu, asupan
makanan yang butuhkan dengan memperoleh keringanan atau potongan harga,
untuk memenuhi kebutuhan gizi dari anak-anak tersebut sehingga dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
78
BAB III
PELAKSANAAN ATURAN TENTANG KARTU IDENTITAS ANAK DI
KOTA MEDAN
A. Prosedur Pengurusan Kartu Identitas Anak
Pasal 3 Permendagri No.2 Tahun 2016 menyebutkan bahwa:
(1) Disdukcapil menerbitkan Kartu Identitas Anak (KIA) baru bagi anak yang
berusia kurang dari 5 (lima) tahun bersamaan dengan penerbitan kutipan
akta kelahiran. Dalam hal anak yang berusia kurang dari 5 (lima) tahun
sudah memiliki akta kelahiran tetapi belum memiliki KIA, penerbitan KIA
dilakukan setelah memenuhi persyaratan:
a. fotocopy kutipan akta kelahiran dan menunjukan kutipan akta
kelahiran aslinya;
b. KK asli orang tua/Wali;dan
c. KTP-elektronik asli kedua orang tuanya/wali.
(2) Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) menerbitkan KIA
untuk anak yang berusia 5 tahun sampai dengan usia 17 tahun kurang satu
hari, dengan persyaratan:
a. fotocopy kutipan akta kelahiran dan menunjukan kutipan akta
kelahiran aslinya;
b. KK asli orang tua/Wali;
c. KTP-elektronik asli kedua orang tuanya/wali; dan
d. pas foto Anak berwarna ukuran 2 x 3 sebanyak 2 (dua) lembar.
(3) Persyaratan penerbitan KIA baru bagi anak WNI yang baru datang dari
Luar Negeri mengikuti ketentuan disertai dengan surat keterangan datang
dari luar negeri yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan Dan Catatan
Sipil (Disdukcapil)
Untuk KIA yang hilang Dinas Kependudukan dan catatan sipil
(Disdukcapil) dapat menerbitkan kembali KIA yang hilang setelah pemohon
mengajukan permohonan penerbitan KIA dengan melampirkan surat keterangan
kehilangan dari kepolisian. Untuk KIA yang rusak Dinas Kependudukan Dan
Catatan Sipil (Disdukcapil) dapat menerbitkan kembali KIA yang rusak setelah
pemohon mengajukan permohonan penerbitan KIA dengan dilampiri KIA yang
rusak.
78
Universitas Sumatera Utara
79
Disdukcapil dapat menerbitkan KIA karena pindah datang setelah
memenuhi persyaratan membawa surat kedatangan dari Luar Negeri yang
diterbitkan Disdukcapil disertai surat keterangan pindah/surat keterangan pindah
datang. Masa berlaku KIA baru untuk anak kurang dari 5 tahun adalah sampai
anak berusia 5 tahun. Masa berlaku KIA untuk anak diatas 5 tahun adalah sampai
anak berusia 17 tahun kurang satu hari.
Disdukcapil menerbitkan KIA baru, dilakukan setelah pemohon memenuhi
persyaratan:
a. fotocopy paspor dan izin tinggal tetap;
b. KK asli orang tua; dan c. KTP-el asli kedua orang tuanya.
Persyaratan dilakukan pada usia anak bayi baru lahir hingga menginjak
usia anak 5 tahun. Persyaratan penerbitan KIA yang dilakukan untuk anak usia 5
tahun sampai dengan usia 17 tahun kurang satu hari, dilengkapi dengan pas foto
Anak berwarna ukuran 2 x 3 sebanyak 2 (dua) lembar. Masa berlaku KIA Anak
Orang Asing sama dengan izin tinggal tetap orang tuanya.
Tata cara pembuatan kartu identitas anak untuk anak warga negara
indonesia;
(1) Pemohon atau orang tua anak menyerahkan persyaratan penerbitan KIA
dengan menyerahkan persyaratan ke Di#dukcapil kota Medan.
(2) Kepala Disdukcapil menandatangani dan menerbitkan KIA.
(3) KIA dapat diberikan kepada pemohon atau orang tuanya di kantor
Disdukcapil. atau kecamatan atau desa/kelurahan.
Universitas Sumatera Utara
80
(4) Disdukcapil dapat menerbitkan KIA dalam pelayanan keliling dengan cara
jemput bola di sekolah-sekolah, rumah sakit, taman bacaan, tempat
hiburan anak- anak dan tempat layanan lainnya, agar cakupan
kepemilikan KIA dapat maksimal.
Tata cara penerbitan KIA untuk Anak Orang Asing adalah:
1. Terhadap anak yang telah memiliki pasport, orang tua anak melaporkan ke
Disdukcapil dengan menyerahkan persyaratan untuk menerbitkan KIA.
2. Kepala Disdukcapil menandatangani dan menerbitkan KIA.
3. KIA dapat diberikan kepada pemohon atau orang tuanya di kanttor
Disdukcapil.
4. Disdukcapil dapat menerbitkan KIA dalam pelayanan keliling dengan cara
jemput bola di sekolah-sekolah, rumah sakit, taman bacaan, tempat
hiburan anak- anak dan tempat layanan lainnya, agar cakupan kepemilikan
KIA dapat maksimal.
Ketentuan dalam spesifikasi blangko, fomulasi kalimat dan penulisan
dalam pembuatan kartu identitas anak Blangko KIA berlaku secara nasional di
seluruh wilayah Republik Indonesia. Spesifikasi blangko KIA meliputi:
a. material terbuat dari bahan PETG (Polythylene Terephthalate Glycol);
b. teknologi printing background blangko KIA menggunakan offset printing;
c. teknologi printing personalisasi menggunakan dye sublimation (retransfer);
d. pencetakan warna digunakan untuk mencetak latar belakang (background),
blangko dan pas foto;
Universitas Sumatera Utara
81
e. karateristik fisik sesuai ISO/IEC 7810 dalam format ID -1 , mempunyai
ukuran 85,72 x 54,03 mm, warna merah dengan kode Pantone 1797C
bergradasi, ketebalan blangko kartu maksimal 1,00 mm;
f. terdapat 7 lapisan (layer);dan
g. susunan lapisan (layer) terdiri dari:
1. overlay (0,065 mm).
2. basic print (0,120 mm – PETG), tampak depan:
a) area judul pada bagian atas terdapat tulisan “KARTU IDENTITAS
ANAK REPUBLIK INDONESIA”;
b) area Logo/gambar:
1) pada bagian depan sebelah kiri atas terdapat Gambar Lambang
Negara Kesatuan Republik Indonesia “Burung Garuda Pancasila”.
2) terdapat Peta Kepulauan Indonesia.
3) terdapat gambar Bendera Merah Putih.
4) latar belakang terdapat tulisan KARTU IDENTITAS ANAK, tanpa
spasi.
c) area penempatan hologram berada pada sebelah kiri bawah di bagian
depan blangko KIA.
d) secutity feature atau fitur pengaman terdapat pada hologram, microtext
yang hanya dapat dibaca dengan menggunakan kaca pembesar dan
latar belakang (background) berupa garis-garis halus membentuk motif
tertentu berwarna merah dengan kode Pantone 1797C.
3. PETG (0,095 mm)
Universitas Sumatera Utara
82
4. Core (0,330 mm)
5. PETG (0,095 mm)
6. basic print (0,120 mm – PETG), tampak belakang:
a) latar belakang terdapat gambar bola dunia, bendera merah putih dan
Kepulauan Indonesia.
b) latar belakang terdapat tulisan KARTU IDENTITAS ANAK, tanpa
spasi.
c) security feature atau fitur pengaman terdapat garis-garis halus
membentuk motif tertentu berwarna merah dengan kode Pantone
1797C.
d) data personalisasi dan pas foto yang terlaminasi.
e) QR Code (Quick Response Code) yang dapat digunakan untuk
menyimpan data kependudukan pemilik kartu.
Penulisan KIA dilakukan dengan menggunakan aplikasi sistem informasi
administrasi kependudukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Spesifikasi penulisan KIA meliputi:
a. huruf balok;
b. tinta warna hitam;
c. tanggal, bulan, tahun ditulis dengan huruf;dan
d. penandatangan KIA menggunakan tinta berwarna hitam.
Formulasi kalimat, elemen data, format dan penulisan dalam KIA
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Universitas Sumatera Utara
83
Peraturan Menteri ini. Untuk memaksimalkan pemanfaatan KIA dan memberikan
nilai tambah, maka Disdukcapil kota Medan dapat melakukan perjanjian kemitraan
dengan pihak ketiga sebagai mitra bisnis yang bergerak dalam bidang tempat
bermain, rumah makan, taman bacaan, toko buku, tempat rekreasi dan usaha
ekonomi lainnya. Disdukcapil dapat melakukan kemitraan dengan mitra bisnis
yang lokasinya berada dalam wilayah administrasi maupun yang lokasinya berada
di luar wilayah administrasi.
Tata cara pengurusan Kartu Identitas Anak sekarang ini dapat pula
dilaksanakan dari rumah dengan sistem online berbasis elektronik disdukcapil
Hal ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat berumur 17 tahun ke bawah
yang ingin mengurus KIA, namun tidak memiliki waktu yang banyak untuk
mendatangi Kantor Disdukcapil. Aplikas berbasis elektronik dengan sistem
onlinei ini sangat membantu.masyarakat untuk lebih mudah melaksanakan
pengurusan KIA.
Persyaratan untuk melakukan pengurusan online berbasis elektronik KIA
ni diaksanakan dengan cars menyiapkan dokumen yang telah ditetapkan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengurusan KIA berbasis
elektronik dengan sistem online tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
media smartphone atau personal computer (PC) dan jaringan internet. Proses
pendaftaran bisa dilakukan dari rumah.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten
Penajam Paser Utara (PPU) akan menerapkan proses pengurusan Kartu Identitas
Anak (KIA) berbasis online. Program terbaru ini rencananya dimulai usai libur
Universitas Sumatera Utara
84
cuti bersama Lebaran 2019. Untuk memudahkan masyarakat berumur 17 tahun ke
bawah yang ingin menerbitkan KIA, namun tidak memiliki waktu yang banyak
untuk mendatangi Kantor Disdukcapil, aplikasi ini sangat membantu. Cukup
menyiapkan dokumen, smartphone atau personal computer (PC) dan jaringan
internet, proses pendaftaran bisa dilakukan di rumah.
Cara pengurusan KIA dengan sistem online berbasis elektronik tersebut
dilaksanakan dengan cara terlebih dahulu membuka laman dkpsppu.ddns.net.
Dokumen yang harus disiapkan sebelum melakukan proses registrasi melalui
sistem online berbasis elektronik tersebut adalah dengan menyiapkan salinan
digital akta kelahiran anak dan salinan kartu keluarga yang diunggah. Foto anak
berusia 5 (lima) tahun ke atas yang akan diunggah. Untuk yang lahir pada tahun
ganjil, menggunakan latar foto berwarna merah dan latar biru untuk kelahiran
genap. Kemudian mengisi data diri anak.
Pengambilan KIA cukup mudah, adalah dengan cara mendatangi kantor
Disdukcapil dan menyebutkan nama anak yang telah didaftarkan pada aplikasi
online tersebut. Tidak ada syarat untuk pengambilan, hanya dengan menyebutkan
nama anak dan jika sudah tercetak akan diberikan kepada yang bersangkutan.
B. Pelaksanaan Aturan Tentang Kartu Identitas Anak Di Kota Medan
Untuk mendukung pelaksanaan tertib administrasi identitas diri,
Pemerintah Republik Indonesia telah menetapkan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). Didalam UU
Adminduk, seseorang berhak mendapatkan identitas diri jika telah berusia 17
tahun, sedangkan anak cukup memperoleh akte lahir atau surat tanda kenal lahir.
Universitas Sumatera Utara
85
Seiring dengan perkembangan waktu, Pemerintah menyadari bahwa anak
juga memerlukan identitas diri. Untuk itu dikeluarkanlah Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2016 tentang Kartu Identitas Anak (KIA).
Tujuannya untuk meningkatkan pendataan, perlindungan dan pelayanan publik
serta upaya memberikan perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional warga
negara. Artinya bahwa Negara mempunyai tanggung jawab untuk memberikan
perlindungan kepada anak sejak usia 0 bulan sampai sebelum usia 17 tahun. KIA
sendiri diberikan kepada:
1. Bagi anak yang berusia kurang dari 5 tahun bersamaan dengan penerbitan
kutipan akta kelahiran;
2. Anak usia 5 tahun sampai dengan usia 17 tahun kurang satu hari;
3. Anak WNI yang baru datang dari luar negeri.
Ketiga alasan inilah yang menjadi dasar bagi Pemerintah, bahwa anak
harus memperoleh kartu identitas diri. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2
Tahun 2016 tentang Kartu Identitas Anak ini diundangkan pada tanggal 19 Januari
2016. Permendagri ini diterbitkan berdasarkan amanat dari Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana terakhir
diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Untuk mendukung terselenggaranya pelaksanaan KIA di Kota Medan Pemerintah
Kota Medan melalui Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil (Disdukcapil) telah
melakukan pelaksanaan prosedur dan tata cara penerbitan KIA bagi anak-anak
Universitas Sumatera Utara
86
berusia 0-17 tahun kurang satu hari dalam rangka peningkatan pendataan
penduduk di kota Medan.
Berdasarkan penjelasan Rusdi Hardi Siregar, selaku Kepala Bidang
Pendaftaran Penduduk, Disdukcapil kota Medan, menyatakan bahwa
keterlambatan dalam pelaksanan program KIA ini dikarenakan Pemerintah Pusat
menyatakan program KIA ini tidak diberlakukan secara serentak di seluruh
wiliayah di Indonesia. Pemerintah Pusat hanya mengamanatkan bahwa pemberian
KIA ini diukur dari cakupan kepemilikan akta kelahiran. Artinya bagi daerah
dengan kepemilikan akta kelahiran terbanyak adalah yang didahulukan untuk
menerbitkan KIA. 81
Menurut data kependudukan Kota Medan pada Tahun 2016/2017
persentase cakupan kepemilikan akta kelahiran hanya sebesar 70% sedangkan
batasan minimal cakupan kepemilikan akta adalah sebesar 75%. Maka
berdasarkan jumlah persentase tersebut, maka Pemerintah Daerah Kota Medan
belum segera untuk mencetak atau melakukan pemberian KIA. Dalam
Permendagri Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak dinyatakan
bahwa KIA diberikan kepada anak-anak usia 0-17 tahun kurang satu hari. Namun
Kota Medan akan memberikan KIA kepada anak-anak usia 0-15tahun.
“Karena bagi anak-anak yang sudah berusia 16 tahun menuju 17 tahun
KIA nantinya hanya dapat digunakan dalam waktu singkat, dan selanjutnya anak
yang sudah mencapai usia 17 Tahun tersebut diharuskan untuk segera membuat
81 Wawancara Rusdi Hardi Siregar, selaku Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk,
Disdukcapil kota Medan, hari Senin tanggal 4 Mei 2020
Universitas Sumatera Utara
87
KTP.” (Kartu Tanda Penduduk). Pelaksanaan pemberian KIA di Kota Medan
dilaksanakan dengan 3 (tiga) cara:
Pertama, KIA diberikan bersamaan dengan pemberian Akta Kelahiran.
Sehingga setiap pengajuan permohonan penerbitan akta kelahiran bagi anak yang
baru lahir akan sekaligus diberikan KIA. Kedua, bagi anak-anak usia 6-15 tahun
Pihak Disdukcapil Kota Medan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan, yaitu
dengan cara Pro aktif dimana pemerintah bekerja sama dengan sekolah-sekolah
untuk mendata para murid sekolah tersebut yang sudah atau belum memiliki akta
kelahiran dan untuk kemudian Disdukcapil kota Medan menerbitkan KIA untuk
murid sekolah yang berusia 6-15 Tahun tersebut. 82
Ketiga, yaitu secara reguler dimana masyarakat mengajukan permohonan
secara umum ke Disdukcapil Kota Medan untuk membuat KIA. Syarat untuk
pengajuan pembuatan KIA ini cukup mudah. Setiap anak hanya perlu membawa
fotokopi Akta Kelahiran bagi yang sudah memiliki akta kelahiran,dan fotokopi
Kartu Keluarga (KK) sebagai bukti yang menunjukan bahwa si anak sudah
terdaftar dalam keluarga ke Disdukcapil Kota Medan. Kemudian membawa foto
bagi anak yang berusia 6-15 tahun, bagi anak usia 0-5 tahun KIA yang diterbitkan
oleh Disdukcapil kota Medan tidak menggunakan foto.
Bagi orang tua anak hanya perlu menunjukan KTP-elektronik atau e-KTP
yang asli. Tata cara pembuatan KIA di Disdukcapil Kota Medan diatur dalam
Pasal 13 Permendagri Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Kartu Identitas Anak,
sebagai berikut:
82 Wawancara Rusdi Hardi Siregar, selaku Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk,
Disdukcapil kota Medan, hari Senin tanggal 4 Mei 2020
Universitas Sumatera Utara
88
1. Pemohon atau orangtua anak menyerahkan persyaratan penerbitan KIA
dengan menyerahkan persyaratan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil (Dukcapil) kota Medan.;
2. Kepala Disdukcapil kota Medan menandatangani dan menerbitkan KIA;
3. KIA dapat diberikan kepada pemohon atau orangtuanya di kantor Disdukcapil
kota Medan atau kecamatan atau desa/kelurahan;
4. Disdukcapil kota Medan dapat menerbitkan KIA dalam pelayanan keliling
dengan cara pro aktif di sekolah-sekolah, rumah sakit, taman bacaan, tempat
hiburan anak-anak dan tempat layanan lainnya, agar cakupan kepemilikan
KIA dapat maksimal. KIA akan diberikan secara gratis tanpa pemungutan
biaya apapun sehingga bagi masyarakat yang kurang mampu tetap bisa
mengajukan pembuatan KIA bagi anak-anaknya. Selain sebagai pelindung
identitas KIA juga diharapkan dapat manfaat antara lain seperti dapat
digunakan untuk:
a. Mendaftar sekolah;
b. Pembuatan dokumen keimigrasian;
c. Mendaftar BPJS;
d. Membuka tabungan/rekening di bank;
e. Berobat di puskesmas atau rumah sakit;
f. Proses identifikasi jenazah dengan korban anak-anak dan juga untuk
mengurus klaim santunan kematian;
g. Mempermudah proses pencarian anak hilang;
h. Terhindarnya pemalsuan identitas anak;
Universitas Sumatera Utara
89
i. Melindungi anak yang berhadapan dengan hukum;
j. Mencegah terjadinya illegal traficking;
k. Mencegah terjadinya perdagangan anak; dan
l. Hal-hal pelayanan public lainnya yang membutuhkan bukti diri si
anak.
Untuk mendukung pelaksanaan program KIA yang telah dilaksanakan
sejak tahun 2017 di Kota Medan. Sejak tahun 2017 hingga bulan Desember
Tahun 2019 silam, sudah 556. 650 (lima ratus limaouluh enam ribu lima lratus
limapuluh) KIA yang diterbitkan oleh Disdukcapil Kota Medan yang meliputi
320.645 (Tigaratus duapuluh ribu enam ratus empatpuluh lima) KIA untuk anak
berusia 0-5 tahun, dan untuk anak berusia 5-15 tahun telah diterbitkan 236.105
(duaratus tigapuluh enam ribu seratus lima) KIA. 83
Pemerintah kota Medan melalui Disdukcapil kota Medan sudah
menyiapkan beberapa persiapan. Pertama pemerintah mencari dan
mengumpulkan data dari anak-anak berusia 0-15 tahun di 16 Kecamatan di Kota
Medan. Data-data tersebut antara lain data jumlah penduduk Kota Medan berusia
0-15 tahun dan data kepemilikan akta kelahiran bagi usia 0-15 tahun. Data-data
tersebut digunakan untuk mempermudah dalam mengetahui seberapa banyak
anak-anak yang akan diterbitkan KIA nantinya. Disdukcapil Kota Medan
menargetkan penambahan sekitar tigaratus ribu anak lagi yang akan memperoleh
KIAdalam kurun waktu satu tahun, hingga bulan Desember Tahun 2020 ini.
83 Wawancara dengan Zulfkifli Ritonga, Kasubbid. Pendataan administrasi
Kependudukan Disdukcapil Kota Medan, Selasa 5 Mei 2020
Universitas Sumatera Utara
90
Pemberian KIA ini akan diberikan kepada anak usia 0-15 tahun, dimana
usia 0-5 tahun diberikan bersamaan dengan pemberian Akta Kelahiran dan bagi
usia 6-15 tahun diberikan kepada mereka yang mengajukan permohonan. Namun
apabila orang tua anak yang berusia 16-17 ingin mengajukan permohonan akan
tetap dilayani dan diberikan KIA. Program KIA akan dilaksanakan secara serentak
disetiap Kecamatan di Kota Medan. Hanya saja pengoperasian dilakukan secara
pro aktif dengan menggunakan mobil keliling danbekerjasama dengan sekolah-
sekolah baik negeri maupun swasta dari SD sampai SMA yang ada di kota
Medan.
Kedua, Pihak Disdukcapil Kota Medan bersama-sama dengan instansi
terkait terus melaksanakan pembahasan intensif untuk menambah manfaat dari
memiliki KIA. Disdukcapil kota Medan terus melakukan kerjasama dengan Dinas
Perhubungan dan Dinas Pariwisata dan untuk pihak swasta akan bekerjasama
dengan toko buku, tempat rekreasi, dan museum-museum. Kerjasama ini
dimaksudkan untuk memberikan fasilitas salah satunya seperti potongan harga
bagi mereka yang memiliki KIA. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa
bagi mereka yang memiliki KIA maka akan mendapatkan kelebihan.
Ketiga, Pihak Disdukcapil Kota Medan melakukan studi banding ke kota-
kota yang sudah lebih dahulu melaksanakan program KIA. Selain itu Pihak
Disdukcapil kota Medan juga melaksanakan studi banding ke Pusat (Jakarta)
untuk membahas mengenai kejelasan dasar hukum yang dipakai, karena kota
Medan belum memiliki aturan khusus yang mengatur tentang KIA baik dari
aturan Perda maupun Peraturan walikota Medan yang membahas mengenai dasar
Universitas Sumatera Utara
91
hukum juga untuk membahas mengenai pangaplikasian penerbitan KIA baik
secara manual maupun secara online
Keempat, Permendagri No.2 Tahun 2016 tentang KIA ini termasuk aturan
baru sehingga pemerintah kota Medan melalui Disdukcapil kota Medan perlu
mengadakan sosialisasi dalam rangka memberi tahu masyarakat mengenai KIA
dan untuk mengajak masyarakat kota Medan membuat KIA. Sosialisasi ini akan
dilakukan dalam beberapa cara yakni dengan membuat surat edaran yang akan
didistribusikan ke seluruh kecamatan dan kelurahan di Kota Medan Selain melalui
media cetak sosialisasi juga akan dilakukan melalui media elektronik yakni
melalui siaran radio dan siaran televisi yang akan ditayangkan dalam saluran
televisi seperti TVRI Medan. Setelah melakukan kedua sosialisasi di atas sebagai
tahap kelanjutan sosialisasi KIA tersebut kemudian Pihak Disdukcapil Kota
Medan akan secara resmi melaksanakan peningkatan kuantitas pemberian KIA
untuk anak-anak di kota Medan. Setelah sosialisasi ini dilakukan nantinya
diharapkan masyarakat bisa lebih sadar dapat lebih menerima dengan baik
Permendagri tentang KIA ini. Karena masalah pertentangan dengan masyarakat
mengenai produk hukum, merupakan hal yang lurah terjadi karena dalam
mewujudkan sebuah peraturan agar dapat diterima dan dilaksanakan di dalam
kehidupan bermasyarakat memang tidak mudah dan harus melewati perjalanan
yang cukup panjang. Ditambah mengenai KIA merupakan hal yang baru dan
merupakan langkah baru pemerintah untuk melakukan peningkataan pendataan
penduduk khususnya di kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
92
BAB IV
AKIBAT HUKUM APABILA ANAK TIDAK MEMILIKI KARTU
IDENTITAS ANAK DALAM KAITANNYA DENGAN
PENERAPAN PERMENDAGRI NO.2 TAHUN 2016
TENTANG KARTU IDENTITAS ANAK
A. Pencapaian Pemberian Kartu Identitas Anak (KIA) oleh Disdukcapil di
Kota Medan Tahun 2017 Hingga Tahun 2020
Sejak terbitnya Permendagri No.2 Tahun 2016 tentang penerbitan KIA
bagi anak-anak yang berusia 0-17 tahun kurang satu hari, maka seluruh instansi
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) di seluruh Indonesia,
termasuk Disdukcapil kota Medan menyelenggarakan pelaksanaan penerbitan
KIA tersebut diawali sejak tahun 2017. Pada awal pelaksanaan penerbitan KIA
untuk anak-anak di Kota Medan, Disdukcapil Kota Medan mempedomani
petunjuk teknis (Juknis) pelaksanaannya yang telah diterbitkan oleh kementerian
dalam negeri yang menginstruksikan disdukcapil di seluruh Indonesia sebagai
instansi yang merupakan bagian integral dari Departemen Dalam negeri, untuk
melaksanakan ketentuan Permendagri No.2016 tentang penerbitan KIA bagi anak-
anak yang berusia 0-17 Tahun kurang satu hari. Penerbitan KIA terbagi dalam
dua kategori, yakni untuk anak di bawah usia 5 tahun dan usia 5 hingga 17 tahun
kurang satu hari. Persyaratan penerbitan KIA mengacu dalam Permendagri No.2
Tahun 2016 dan petunjuk teknis pelaksanaannya di lapangan.84
84 Muhammad Rahmad, Metodologi Penelitian Sosial Bidang Ilmu Administrasi dan
Pemerintahan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2018, hal. 36
92
Universitas Sumatera Utara
93
Secara umum angka pencapaian penerbitan KIA di Kota Medan dari tahun
2017 hingga bulan Juni tahun 2020 dapat digambarkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 2
Pemberian Kartu Identitas Anak (KIA) di Kota Medan (Tahun 2017-2020)
Tahun Usia anak Jumlah Realisasi
2017 0-5 tahun 1.479
5-17 tahun 26.82
2018 0-5 tahun 10.804
5-17 tahun 28.596
2019 0-5 tahun 13.867
5-17 tahun 36.382
2020 (Juni) 0-5 tahun 59.873
5-17 tahun 117.795
Total 271.478
Disdukcapil Kota Medan tahun 2020
Pertama, bagi anak yang baru lahir, KIA akan diterbitkan bersamaan
dengan penerbitan akta kelahiran. Tujuan dari kebijakan diterbitkannya akta
kelahiran bersamaan dengan diterbitkannya KIA kepada anak yang baru lahir agar
anak tersebut telah memiliki identitas kelahiran dan juga identitas diri sebagai
seorang anak hingga anak tersebut breusia 17 tahun kurang satu hari.
Kedua, bagi anak yang belum berusia 5 tahun tetapi belum memiliki KIA
harus memenuhi persyaratan antara lain, fotocopy kutipan akta kelahiran dan
menunjukan kutipan akta kelahiran asli, KK dan KTP asli orang tua/Wali.
Bagi anak yang telah berusia 5 tahun tetapi belum memiliki KIA harus
memenuhi persyaratan yang sama dengan sebelumnya. Hanya saja, butuh pas foto
Anak berwarna ukuran 2 x 3 sebanyak dua lembar.85
85 Wawancara Rusdi Hardi Siregar, selaku Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk,
Disdukcapil kota Medan, hari Senin tanggal 4 Mei 2020
Universitas Sumatera Utara
94
Pada tahun 2017, Disdukcapil melakukan sosialisasi kepada warga kota
Medan akan arti pentingnya KIA sebagai kartu identitas bagi anak-anak yang
berusia 0-17 Tahun tersebut. Tujuan sosialisasi tersebut agar para orang tua dapat
memahami dan menyadari arti pentingnya pengurusan KIA bagi kepentingan
anak-anaknya. Namun pada awal pelaksanaan penerbitan dan pemberian KIA bagi
anak-anak di Kota Medan masih belum mencapai hasil yang memuaskan karena
minimnya pemahaman dan kesadaran orang tua akan arti pentingnya KIA bagi
ansk-anak tersebut. 86
Disdukcapil kota Medan pada tahun 2017 melaksanakan program
sosialisasi aktif terhadap anak anak, orang tua dan guru dengan mendatangi
kawasan pemukiman masyarakat dan sekolah-sekolah SD, SMP dan SMA di
seluruh kota Medan untuk memberikan pengarahan dan penjelasan yang berkaitan
dengan urgensi KIA bayi anak-anak tersebut. Oleh karena itu pada awalnya di
tahun 2017 penerbitan KIA di Kota Medan yang dilaksanakan oleh Disdukcapil
dilakukan di sekolah-sekolah dan di kawasan pemukiman padat penduduk dengan
tetap memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
Pada tahun 2017 tersebut Disdukcapil menerbitkan 1479 KIA untuk anak-
anak berusia 0-5 Tahun dan 2682 KIA untuk anak anak berusia di atas 5 tahun
hingga 17 tahun kurang satu hari. Angka pencapaian ini masih jauh dari target
yang telah dicanangkan sebelumnya oleh departemen dalam negeri, mengingat
ada 850 ribu jumlah anak-anak berusia 0-17 tahun kurang satu hari yang ada di
kota Medan.
86 Wawancara dengan Zulfkifli Ritonga, Kasubbid. Pendataan administrasi
Kependudukan Disdukcapil Kota Medan, Selasa 5 Mei 2020
Universitas Sumatera Utara
95
Pada tahun 2018 Disdukcapil kota Medan semakin intensif
mensosialisasikan arti pentingnya KIA bagi anak-anak yang ada di kota Medan
dan sekaligus memberikan manfaat kepada KIA dengan menjalin kerja sama
dengan berbagai pihak agar KIA dapat memberikan keuntungan bagi anak-anak
yang menggunakannya. Pada akhir tahun 2018 angka pencapaian penerbitan KIA
oleh Disdukcapil kota Medan untuk anak-anak usia 0-5 tahun mencapai 10.804
KIA dan untuk anak-anak berusia di atas lima tahun hingga 17 tahun kurang satu
hari mencapai 28.596 KIA. Upaya yang dilakukan oleh Disdukcapil Kota Medan
membuahkan hasil peningkatan angka pencapaian penerbitan KIA dari tahun 2017
ke tahun 2018 yang mengalami kenaikan cukup signifikan.87
Pada tahun 2019 masyarakat kota Medan mulai menyadari arti pentingnya
KIA bagi anak-anaknya, dan oleh karena itu mulai mengurus sendiri KIA ke
Disdukcapil Kota Medan untuk kepentingan dan keuntungan anak-anak mereka.
Sosialisasi yang dilakukan Disdukcapil Kota Medan pada tahun 2018 semakin
mengindikasikan peningkatan hasil jumlah penerbitan KIA baik bagi anak berusia
0-5 tahun maupun anak usia di atas lima tahun hingga 17 tahun kurang satu hari.
Berdasarkan upaya yang telah dilaksanakan Disdukcapil Kota Medan tersebut,
maka angka pencapaian penerbitan KIA di Kota Medan pada tahun 2019
mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2018. Untuk anak-anak
usia 0-5 Tahun di tahun 2019 telah berhasil diterbitkan sejumlah 13.867 KIA,
sedangkan bagi anak berusia di atas lima tahun hingga 17 tahun kurang satu hari
angka penerbitan KIA mencapai 36.382 KIA.
87 Wawancara dengan Johan Sutarno Pasaribu Kasub Bid Umum Disdukcapil Kota
Medan, hari Rabu pada tanggal 6 Mei 2020
Universitas Sumatera Utara
96
Pada tahun 2020 Disdukcapil menargetkan penerbitan 400 ribu KIA
hingga bulan Desember yang terdiri dari 150 ribu KIA untuk anak usia 0-5 Tahun
dan 250 ribu untuk anak usia di atas 5 tahun hingga 17 tahun kurang satu hari.
Berbagai upaya dilakukan oleh Disdukcapil Kota Medan untuk merealisasikan
target penerbitan KIA tersebut, diantaranya mengintesifkan sosialisasi ke sekolah-
sekolah dan kawasan pemukiman masyarakat di kota Medan dengan memberikan
penyuluhan, dan penjelasan mengenai arti pentingnya KIA bagi anak-anak baik
secara langsung melalui petugas penyuluhan, maupun dengan membagikan
selebaran berupa brosur, leaflet kepada masyarakat kota Medan di kawasan
pemukiman padat penduduk di Kota Medan. Selain itu Disdukcapil Kota Medan
juga menjalin kerjasama dengan berbagai pihak diantaranya toko buku gramedia,
gerai-gerai makanan yang ada di kota Medan seperti Kentucky Fried Chicken
(KFC), Pizza Hut, City ice Cream Cabang Medan, yang bertujuan untuk
memperoleh potongan harga pembelian dalam jumlah tertentu, setiap kali anak-
anak berbelanja di gerai-gerai tersebut. Hal ini untuk memberikan nilai tambah
terhadap KIA tersebut agar dapat memberikan nilai manfaat yang lebih banyak
lagi bagi anak-anak tersebut.
Sampai bulan Juni 2020 hasil angka pencapaian penerbitan KIA di Kota
Medan untuk anak usia 0-5 tahun baru mencapai 59.873 KIA, sedangkan untuk
anak usia di atas 5 tahun hingga 27 tahun kurang satu hari penerbitan KIA
mencapai angka 185.455 KIA. Apabila dibandingkan dengan target yang telah
dicanangkan oleh Disdukcapil Kota Medan untuk anak usia 0-5 tahun yang
ditargetkan sebanyak 150 ribu KIA maka hingga bulan Juni 2020 baru mencapai
Universitas Sumatera Utara
97
angka 59.873, yang berarti masih kurang 90.127. Sedangkan untuk anak usia di
atas usia 5 sampai 17 tahun kurang satu hari hingga bulan Juni 2020 penerbitan
KIA baru mencapai 117.455 dari target yang telah dicanangkan yaitu 250 ribu
pendrbitan KIA. Kekurangan dari target masih mencapai angka 132.545
penerbitan KIA hingga bulan Desember 2020. Secara total penerbitan KIA bila
dibandingkan dengan jumlmah anak anak seluruhnya yang ada di Kota Medan
yang berjumlah 800 ribu anak, maka mulai tahun 2017, hingga hingga bulan Juni
2020 maka angka pencapaian penerbitan KIA secara total masih mencapai angka
271.478 KIA, yang berarti masih terdapat angka 528.522 anak baik usia 0-5 tahun
maupun anak usia di atas 5 tahun hingga 17 tahun kurang satu hari yang belum
memiliki KIA di kota Medan.
Berdasarkan tabel di atas maka dapat dikatakan bahwa penerbitan KIA
untuk anak-anak baik usia 0-5 tahun maupun anak usia di atas 5 tahun hingga 17
tahun kurang satu hari masih belum mencapai target sebagaimana telah ditetapkan
oleh Disdukcapil Kota Medan yang menargetkan penerbitan KIA hingga 400 ribu
hingga akhir Desember 2020 ini. Namun hingga bulan Juni 2020 secara
keseluruhan penerbitan KIA oleh Disdukcapil Kota Medan masih mencapai angka
271.478 KIA, yang berarti masih kurang 128. 522 KIA dari target yang telah
dicanangkan oleh disdukcapil kota Medan.
B. Kendala Yang Dihadapi Disdukcapil Kota Medan dalam Pelaksanaan
Program Kartu Identitas Anak (KIA) Berdasarkan Permendagri No.2
Tahun 2016 dan Upaya Penanggulangannya
Dalam sebuah pelaksanaan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan
program peningkatan pendataan penduduk di seluruh Indonesia dan di kota
Universitas Sumatera Utara
98
Medan pada khususnya, melalui penerbitan KIA bagi anak-anak berusia 0 sampai
dengan 17 Tahun kurang sarltu hari, tentu terdapat kendala yang dihadapi, mulai
dari kendala yang kecil sampai dengan kendala yang besar. Kendala yang dialami
tentu dapat membuat pelaksanaan sebuah kebijakan tidak berjalan secara
maksimal.
Begitu pula dalam proses pelaksanaan program KIA di Kota Medan juga
terdapat beberapa kendala. Kendala yang dialami ada dua jenis yakni kendala
hukum dan kendala non-hukum. Kendala non-hukum antara lain:
Pertama, masalah pendistribusian blanko KIA yang tidak jelas dan tidak
lancar dari Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat disini adalah Kementerian Dalam
Negeri Republik Indonesia. Pada awal perencanaannya dinyatakan bahwa blanko
untuk pembuatan KIA akan disediakan dari Pusat, mengingat blanko KIA berlaku
secara nasional di seluruh wilayah Republik Indonesia. Dengan demikian blanko
KIA harus dibuat seragam tidak boleh ada perbedaan. Blanko KIA ini hampir
mirip seperti blanko e- KTP atau elektronik KTPuntuk orang dewasa dimana kartu
tersebut nantinya bisa diakses di seluruh wilayah Republik Indonesia karena
tercatat dan terintegrasi dengan siak yang aplikasinya disediakan oleh Pusat. Akan
tetapi pada kenyataannya sampai sekarang blanko-blanko tersebut distribusinya
tidak lancar diberikan ke pihak Disdukcapil Kota Medan, dan juga aplikasi yang
akan digunakan adalah aplikasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
(SIAK) terbaru yakni SIAK 5 belum disediakan.
Apabila Pemerintah Pusat yang mempersiapkan dan menyediakan blanko
KIA seharusnya pelaksanaan pendistribusiannya dapat berjalan secara
Universitas Sumatera Utara
99
berkesinambungan dan lancar. Namun dalam pelaksanaannya proses
pendistribusian blangko KIA tersebut mengalami kendala dan tidak dapat
didistribusikan secara tepat waktuvke daerah-daerah termasuk ke kota Medan.88
Kedua, masalah keterbatasan anggaran yang dimiliki untuk pelaksanaan
penerbitan KIA. Anggaran untuk program KIA di Kota Medan adalah sekitar 90
juta. Sementara untuk pengadaan blanko saja sudah mencapai sebesar 54 juta,
sisanya sebesar 36 juta dikhawatirkan tidak akan cukup untuk melaksanakan
sosialisasi dan pemenuhan kebutuhan lainnya. Anggaran untuk pembuatan KIA
ini diperoleh dari dana APBD. Dana tersebut tidak dapat langsung digunakan pada
awal bulan januari 2017 karena masih harus melawati berbagai macam proses.
Sehingga untuk terjun langsung ke kegiatan pun tidak bisa langsung, karena
pengadaan dana untuk pelaksanaan penerbitan KIA di kota Medan mengalami
penundaan.Pada triwulan kedua, yaitu antara bulan Februari atau Maret anggaran
baru bisa dicairkan. Hal tersebut berlaku untuk setiap tahun anggaran hingga
tahun 2020 ini.
Ketiga, kurangnya sumber daya manusia yang cukup ahli dan kompeten
dalam mengoperasikan SIAK.
Keempat, adanya kekhawatiran bahwa nantinya pelaksanaan KIA ini tidak
berjalan lancar karena anak-anak mengganggap bahwa KIA tidak penting.
Kebanyakan anak-anak belum peduli dan berpikir jauh kedepan mengenai hal-hal
semacam ini.Selain kendala non-hukum, pemerintah juga mengalami kendala
hukum. Kendala hukum yang dialami adalah belum adanya peraturan pelaksana
88 Wawancara dengan Johan Sutarno Pasaribu (Kasub Bid Umum Disdukcapil Kota
Medan, hari Rabu pada tanggal 6 Mei 2020
Universitas Sumatera Utara
100
dari Perda Kota Medan Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan
yang baru membuat pelaksana peraturan tidak mempunyai kewenangan dan dasar
hukum yang kuat. Peraturan pelaksana dari Perda Kota Medan masih peraturan
yang lama tentang administrasi kependudukan yaitu Perda Kota Medan No.18
Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Penduduk Dalam Kerangka Sistem
Informasi Manajemen Kependudukan (Simduk) Dan Akta Catatan Sipil Di Kota
Medan adalah Peraturan Walikota.
Pada saat ini Peraturan daerah kota Medan tentang Administrasi
Kependudukan dan termasuk penerbitan KIA tersebut masih dalam proses
penggodokan di DPRD Tingkat II Medan.Untuk membantu mengatasi kendala
yang terjadi pemerintah telah menyiapkan beberapa upaya antara lain: Pertama,
yang dilakukan pihak Disdukcapil Kota Medan adalah mempersiapkan sendiri
pengadaan blanko KIA. Blanko KIA ini berlaku secara nasional di seluruh
wilayah Republik Indonesia. Kedua, pemerintah Kota Medan mempersiapkan
sistem komputerisasi atau SIAK. Sistem yang digunakan tidak boleh
sembarangan, harus menggunakan sistem yang telah disediakan oleh pusat.
Pemerintah kota Medan melalui Disdukcapil kota Medan secara
berkesinambungan melakukan koordinasi ke pemerintah pusat (departemen dalam
negeri) agar memberikan pelatihan kepada salah seorang petugas yang kemudian
petugas tersebut nantinya akan diminta untuk memberikan pelatihan yang
didapatkannya kepada petugas-petugas lainnya yang ada di seluruh kecamatan.di
kota Medan Mulai bulan Mei 2018 yang lalu, para petugas dilatih untuk
mengoperasikan SIAK.SIAK ini mempunyai kegunaan yang beragam tidak hanya
Universitas Sumatera Utara
101
untuk membuat/mencetak KIA sehingga memerlukan keterampilan dalam
mengoperasikannya.
Ketiga, untuk masalah mengenai penambahananggaran khususnya yang
berasal dari APBD maka akan diambil dananya dengan cara melakukan proses
dari DPPKD (Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah). Sebelum
anggaran dapat dicairkan masih ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan
seperti izin ke pihak Provinsi dan sebagainya. Oleh karena kendala anggaran yang
minim ini menyebabkan pelaksanaan kegiatan KIA pun menjadi terhambat, selain
itu karena memang biaya yang dibutuhkan besar dan anggarannya merupakan
pengadaan, pihak Disdukcapil Kota Medan tidak bisa melakukan apa-apa selain
menunggu cairnya anggaran untuk KIA ini. Keempat, persiapan pemerintah dalam
hal pembuatan peraturan pelaksana memang sedang dalam tahap
pembuatan/perancangan, seperti Peraturan Daerah Kota Medan ini adalah sebagai
peraturan pelaksana dari Permendagri No.2 Tahun 2016.
Kendala terakhir adalah kultur budaya masyarakat Kota Medan yang
masih sulit untuk diajak tertib administrasi. Masyarakat yang sudah dewasa di
kota Medan masih banyak yang menganggap remeh pentingnya membuat KTP
bagi diri sendiri, apalagi untuk mendaftarkan anak mereka untuk membuat KIA.
Karena anak-anak masih sangat membutuhkan bantuan dari orang tua, maka
diharapkan kesadaran diri dari orang tua untuk menasehati dan memotivasi
anaknya agar mau membuat KIA. Jika ketiga komponen tersebut sudah dipenuhi
maka Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Kartu
Identitas Anak (KIA) akan terwujud dan terlaksana dengan baik di Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
102
C. Akibat Hukum Apabila Anak Tidak Memiliki Kartu Identitas Anak
(KIA) Dalam Kaitannya Dengan Penerapan Permendagri No.2 Tahun
2016 Tentang Kartu Identitas Anak (KIA)
Berdasarkan landasan pertimbangan hukum Permendagri No.2 Tahun
2016 tentang Kartu Identitas Anak ada 4 (empat) pertimbangan hukum yang
disebutkan dalam landasan pertimbangan hukum diterbitkannya KIA sebagai
identitas bagi anak anak usia 0-17 Tahun kurang satu hari tersebut yaitu :89
a. Pada saat sebelum terbitnya Permendagri No.2 Tahun 2016 tersebut, maka
anak berusia kurang dari 17 tahun dan belum menikah tidak memiliki
identitas penduduk yang berlaku secara nasional dan terintegrasi dengan
Sistem Informasi dan Administrasi Kependudukan;
b. Pemerintah berkewajiban untuk memberikan identitas kependudukan
kepada seluruh penduduk warga negara Indonesia yang berlaku secara
nasional sebagai upaya perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional
warga negara, termasuk anak-anak yang berusia 0 sampai dengan 17tahun
kurang satu hari.
c. Pemberian identitas kependudukan kepada anak akan mendorong
peningkatan pendataan, perlindungan dan pelayanan publik untuk
mewujudkan hak terbaik bagi anak-anak
d. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b,
dan huruf c, tersebut di atas maka dipandang perlu menetapkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri tentang Kartu Identitas Anak
89 Moenir, Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia. PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008,
hal. 67
Universitas Sumatera Utara
103
Berdasarkan pertimbangan hukum diterbitkannya Permendagri No.2
Tahun 2016 tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa:
1. Pengaturan hukum tentang anak-anak sebagai penduduk belum terdata dan
terintegrasi secara akurat dalam sistem administrasi kependudukan terpadu,
dan oleh karena itu perlu dilakukan pendataan ulang terhadap anak-anak
sebagai penduduk untuk memperoleh data yang valid terhadap jumlah
penduduk anak-anak di seluruh wilayah negara Indonesia. Apabila masih ada
anak-anak usia 0-17 tahun yang belum memperoleh KIA, maka secara
pendataan administrasi kependudukan terintegrasi/terpadu maka anak-anak
tersebut belum didata sebagai penduduk di Indonesia.
2. Pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan upaya perlindungan dan
pemenuhan hak konstitusional warga negara, termasuk anak-anak yang
berusia 0 sampai dengan 17 tahun kurang satu hari. Sehingga apabila masih
terdapat anak-anak yang berusia 0 sampai dengan 17 tahun kurang satu hari
yang tidak memperoleh KIA maka akibat hukumnya adalah bahwa anak-anak
tersebutsecara yuridis formal belum memperoleh perlindungan hukum dari
negara republik Indonesia, khususnya dalam pemenuhan hak-hak
konstitusional seorang anak yang dijamin dalam UUD 1945, UU No. 35 tahun
2014 tentang Perubahan Atas UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
dan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang hak
konstitusulional anak-anak.
Pasal 28 ayat 2 : “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh
dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”
Universitas Sumatera Utara
104
Berdasarkan Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut
tersebut bisa diartikan bahwa seorang anak ialah termasuk dalam subyek dan
warga negara yang berhak atas perlindungan hak konstitusial dari serangan orang
lain. Namun pada kenyataannya masih sangat banyak sekali pelanggaran HAM
dalam bidang perlindungan anak. Ada banyak macam pelanggaran HAM bidang
perlindungan anak. Diantaranya pernikahan dini, minim nya pendidikan,
perdagangan anak, penganiayaan hingga mempekerjakan anak dibawah umur.
Didalam Pasal 52 sampai dengan Pasal 66 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia (HAM) diatur tentang hak-hak anak yang harus dilindungi oleh
negara diantaranya adalah:
b. Hak memperoleh perlindungan dari orang tua
c. Hak memperoleh perlindungan hukum sejak masih berada dalam
kandungan
d. anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan,
pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk
menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan,
meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
e. Berhak beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai
dengan tingkat intelektualitas dan biaya di bawah bimbingan orang tua dan
atau wali.
Universitas Sumatera Utara
105
f. berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya dan pengembangan dirinya
g. berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara
layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya.
h. berhak untuk tidak dilibatkan di dalam peristiwa peperangan, sengketa
bersenjata, kerusuhan sosial, dan peristiwa lain yang mengandung unsur
kekerasan.
i. berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi ekonomi
dan setiap pekerjaan yang membahayakan dirinya, sehingga dapat
mengganggu pendidikan, kesehatan fisik, moral, kehidupan sosial, dan
mental spiritualnya.
j. Berhak untuk tidak dirampas kebebasannya dan wajib memperoleh
perlakuan khusus dalam sidang pengadilan anak.
Ketentuan perlindungan hukum terhadap anak yang termuat dalam UU
No.39 Tahun 1999 tentang HAM, butir-butirnya juga diatur dalam UU No. 35
tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak. Apabila dikaitkan dengan penerbitan KIA sebagaimana diatur dalam
Permendagri No.2 Tahun 2016 tentang KIA, maka perlindungan hukum terhadap
anak tersebut memperoleh legitimasinya secara undang-undang untuk
menimbulkan suatu kepastian hukum terhadap identitas seorang anak dengan
memiliki KIA.
Universitas Sumatera Utara
106
Namun apabila anak-anak tersebut belum memiliki KIA maka status anak
tersebut belum terlegitimasi secara hukum karena belum memiliki KIA tersebut.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penerbitan KIA bagi anak yang berusia
0 sampai dengan 17 tahun kurang satu hari, merupakan alat bukti dalam bentuk
dokumen/surat untuk dijadikan landasan hukum diperlakukannya seseorang
sebagai seorang anak secara hukum dan berhak memperoleh perlakuan khusus
secara hukum. Apabila anak anak tersebut tidak/belum memiliki KIA maka
menimbulkan suatu keraguan bagi aparat penegak hukum dalam memperlakukan
kekhususan secara hukum terhadap anak-anak tersebut. Hal ini jelas merugikan
hak dan kepentingan anak yang belum memiliki KIA secara perlakuan hukum
sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
3. Penerbitan KIA bagi anak-anak berusia 0 sampai dengan 17 tahun kurang satu
hari juga agar anak-anak tersebut juga memperoleh kemudahan dalam
pelayanan publik yang diselenggarakan oleh negara. Dengan menunjukkan
KIA tersebut maka anak-anak tersebut akan memperoleh kemudahan dalam
pelayanan publik yang diselenggarakan oleh negara tersebut. Namun bagi
anak-anak yang tidak/belum memiliki KIA sebagai identitas diri penduduk
yang masih di bawah umur, maka pelayanan publik yang diperolehnya dapat
saja dipersamakan dengan penduduk yang sudah dewasa.
Menurut Azmiati Zuliah Koordinator PKPA, KIA sebagai salah satu
program pemerintah dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap
anak usia 0-17 tahun merupakan suatu bentuk perlindungan hukum yang harus
didukung pelaksanaannya di lapangan, agar seluruh anak-anak usia 0-17 tahun
Universitas Sumatera Utara
107
dapat memperoleh KIA, sebagai identitas bagi anak tersebut dalam upaya
memperoleh perlindungan hukum dan memperoleh hak-hak khusus di dalam
pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.90
Anak berhak mendapatkan layanan publik layaknya orang dewasa dengan
memperoleh prioritas dalam pelaksanaan pelayanan publik. Layanan publik untuk
anak harus memperhatikan kepentingan terbaik dan tumbuh kembang bagi anak.
Sarana dan prasarana yang mendukung anak untuk memperoleh layananan publik
prima dapat dikembangkan dengan beberapa kriteria Kabupaten/Kota Layak Anak
atau disingkat KLA.91
Menurut Dizza Siti Soraya Staff PKPA Bidang Kesejahteraan Anak,
sebagai negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) maka negara
harus hadir dalam upaya melakukan perlindungan hukum terhadap anak termasuk
memberikan fasilitas khusus pada pelayanan publik terhadap anak-anak, sehingga
anak-anak dapat memperoleh jaminan perlindungan hukum dan jaminan
memperoleh hak-haknya termasuk fasilitas bermain, fasilitas pelayanan umum
lainnya yang harus memberikan hak khusus kepada anak-anak, dan pelaksanaan
pemberian jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak anak tersebut wajib
dilakukan secara holistik dan berkesinambungan.92
Pemenuhan hak dan perlindungan anak mutlak dilakukan karena mulai
dari tingkat internasional dan nasional sudah memiliki instrumen hukum. Selain
90 Wawancara dengan Azmiati Zuliah Koordinator PKPA pada hari Kamis tanggal 16 Juli
2020 pukul 10.00 Wib di ruang kerjanya Jl. Abdul Hakim Ps. I Setia Budi Medan. 91 Wawancara dengan Azmiati Zuliah Koordinator PKPA pada hari Kamis tanggal 16 Juli
2020 pukul 10.00 Wib di ruang kerjanya Jl. Abdul Hakim Ps. I Setia Budi Medan. 92 Wawancara dengan Dizza Siti Soraya Koordinator PKPA Bidang Perlindungan Anak
pada hari Kamis tanggal 16 Juli 2020 pukul 15.00 Wib di ruang kerjanya Jl. Abdul Hakim Ps. I
Setia Budi Medan.
Universitas Sumatera Utara
108
itu, karena penanganan isu-isu anak bersifat lintas bidang pembangunan, maka
penanganan yang holistik dan integratif sangatlah penting, termasuk pelibatan dan
kerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan dari unsur pemerintah,
masyarakat, media dan dunia usaha. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA)
merupakan salah satu program unggulan pemerintah Indonesia melalui
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) yang
dilandasi secara hukum oleh Deklarasi Hak Azasi Manusia, Konvensi Hak-Hak
Anak, dan World Fit for Children di tingkat internasional, serta UUD 45.93
KLA adalah Kabupaten/Kota yang mempunyai sistem pembangunan
berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya
pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, yang terencana secara menyeluruh dan
berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin
pemenuhan hak dan perlindungan anak. 94
Tujuan KLA untuk memenuhi hak dan melindungi anak, dan secara
khusus untuk membangun inisiatif pemerintah kabupaten/kota yang mengarah
pada upaya transformasi Konvensi Hak-Hak Anak dari kerangka hukum ke dalam
definisi, strategi, dan intervensi pembangunan, dalam bentuk kebijkan, program,
dan kegiatan pembangunan yang ditujukan untuk pemenuhan hak dan
perlindungan anak, pada suatu wilayah kabupaten/kota. Perintisan KLA sudah
dimulai sejak 2006 melalui pengembangan pada 5 kabupaten/kota, dan pada tahun
93 Wawancara dengan Devi Sartika Sidi Staf Koordinator PKPA Bidang Perlindungan
Anak pada hari Kamis tanggal 16 Juli 2020 pukul 15.00 Wib di ruang kerjanya Jl. Abdul Hakim
Ps. I Setia Budi Medan 94 Harbani Pasolong, Teori Administrasi Publik, Alfabeta, Bandung, 2013, hal. 9
Universitas Sumatera Utara
109
2017 telah mencakup 126 kabupaten/kota. Tahun 2018 ini ada 177 kabupaten/
kota yang meraih penghargaan Kota Layak Anak. 95
Pemerintah Indonesia menjadi salah satu pathfinding partners dalam
kemitraan global untuk penghapusan kekerasan terhadap anak (Global
Partnership to End Violence Against Children). Penghapusan semua bentuk
kekerasan terhadap anak yang juga menjadi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
(TPB) terkhusus TPB 16.2 untuk menghentikan perlakuan kejam, eksploitasi,
perdagangan, dan segala bentuk kekerasan dan penyiksaan terhadap anak.
Buku Menuju Indonesia Layak Anak: Praktik Cerdas dalam Pemenuhan
Hak Anak semoga bisa mewujudkan Indonesia Layak Anak (IDOLA) yang
sejalan dengan program PBB yaitu Sustainable Development Goals (SDGs) atau
TPB pada tahun 2030. Kita masih punya waktu sekitar 15 tahun ke depan.
Semoga ada perubahan dengan adanya program-program yang kita lakukan salah
satunya KLA, dimana Indonesia wajib menjadi negara yang ramah terhadap anak
atau yang disebut dengan istilah Child Friendly Country.
Di bidang hak sipil dan kebebasan, anak diberikan hak untuk
mengekspresikan pendapatnya secara merdeka, dan tugas pemerintah adalah
menyediakan ruang-ruang bagi anak untuk berekspresi. Di bidang sipil, anak
harus mendapatkan hak atas identitas, dengan cara mencatatkan kelahiran anak di
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Pemberian Kutipan Akta Kelahiran
anak dari baru lahir sampai tujuhbelas tahun kurang dari satu tahun, harus
digratiskan.
95 Sedarmayanti. Pengembangan Kepribadian Pegawai, Mandar Maju, Bandung,
2014, hal. 21
Universitas Sumatera Utara
110
Seluruh anak-anak yang telah memiliki KIA tersebut berhak menikmati
semua fasilitas publik yang diperuntukkan untuk anak-anak maupun fasilitas
publik untuk penduduk yang telah dewasa, juga berhak digunakan untuk anak-
anak. Oleh karena itu maka seluruh anak-anak di Indonesia wajib memiliki KIA,
karena KIA merupakan identitas bagi anak-anak yang dapat dijadikan alat bukti
sebagai seorang anak untuk memperoleh kemudahan bagi anak-anak untuk
diperlakukan secara khusus dalam perlakuan hukum dan memperoleh
kemudahan/keistimewaan dalam menggunakan fasilitas dan pelayanan publik.
Apabila anak-anak belum/tidak memiliki KIA maka akibatnya maka anak-anak
tersebut tidak memperoleh perlakuan khusus di bidang hukum dan juga tidak
memperoleh kemudahan dalam menggunakan fasilitas maupun pelayanan publik.
4. Penerbitan KIA bagi anak-anak berusia 0 sampai 17 tahun kurang satu hari
tersebut juga merupakan suatu peningkatan pelayanan di bidang administrasi
kependudukan terintegrasi untuk memperoleh validitasi pendataan penduduk
yang lebih akurat khususnya terhadap jumlah penduduk anak-anak yang
berusia 0 sampai 17 tahun kurang satu tahun yang ada di Indonesia. Akibat
hukum masih terdapatnya anak-anak yang belum memiliki KIA di Indonesia
adalah bahwa belum tercapai peningkatan pelayanan pendataan administrasi
kependudukan terintegrasi, sehingga belum tercipta validitasi data
kependudukan yang akurat dalam kuantitas, khususnya bagi anak-anak yang
berusia 0 sampai 17 tahun kurang satu hari.
Universitas Sumatera Utara
111
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kedudukan dan Fungsi Kartu Identitas Anak (KIA) berdasarkan Permendagri
No.2 Tahun 2016 adalah sebagai dokumen resmi yang dijadikan alat bukti
tentang identitas seorang anak yang barusia 0-17 tahun kurang satu hari yang
berfungsi untuk memperoleh perlindungan hukum dari pemerintah dalam
melaksanakan hak dan kewajibannya serta memperoleh perlakuan khusus
sebagai seorang anak di masyarakat.
2. Pelaksanaan aturan tentang Kartu Identitas Anak (KIA) di Kota Medan adalah
dilakukan dengan cara KIA diberikan bersamaan dengan pemberian Akta
Kelahiran. Sehingga setiap pengajuan permohonan penerbitan akta kelahiran
bagi anak yang baru lahir akan sekaligus diberikan KIA. Bagi anak-anak usia
6-15 tahun Pihak Disdukcapil Kota Medan bekerja sama dengan Dinas
Pendidikan, yaitu dengan cara Pro aktif dimana pemerintah bekerja sama
dengan sekolah-sekolah untuk mendata para murid sekolah tersebut yang
sudah atau belum memiliki akta kelahiran dan untuk kemudian Disdukcapil
kota Medan menerbitkan KIA untuk murid sekolah yang berusia 6-15 Tahun
tersebut. Secara reguler dimana masyarakat mengajukan permohonan secara
umum ke Disdukcapil Kota Medan untuk membuat KIA. Syarat untuk
pengajuan pembuatan KIA ini cukup mudah. Setiap anak hanya perlu
membawa fotokopi Akta Kelahiran bagi yang sudah memiliki akta
111
Universitas Sumatera Utara
112
kelahiran,dan fotokopi Kartu Keluarga (KK) sebagai bukti yang menunjukan
bahwa si anak sudah terdaftar dalam keluarga ke Disdukcapil Kota Medan.
Kemudian membawa foto bagi anak yang berusia 6-15 tahun, bagi anak usia
0-5 tahun KIA yang diterbitkan oleh Disdukcapil kota Medan tidak
menggunakan foto.
3. Akibat hukum apabila Anak tidak memiliki Kartu Identitas Anak (KIA) dalam
kaitannya dengan penerapan Permendagri No.2 Tahun 2016 tentang Kartu
Identitas Anak (KIA) adalah bahwa status anak yang belum memiliki KIA
tersebut belum terlegitimasi secara hukum. Hal ini disebabkan karena
penerbitan KIA bagi anak yang berusia 0 sampai dengan 17 tahun kurang satu
hari, merupakan alat bukti dalam bentuk dokumen/surat untuk dijadikan
landasan hukum diperlakukannya seseorang sebagai seorang anak secara
hukum dan berhak memperoleh perlakuan khusus secara hukum. Apabila anak
anak tersebut tidak/belum memiliki KIA maka menimbulkan suatu keraguan
bagi aparat penegak hukum dalam memperlakukan kekhususan secara hukum
terhadap anak-anak tersebut. Hal ini jelas merugikan hak dan kepentingan
anak yang belum memiliki KIA secara perlakuan hukum sesuai ketentuan
hukum yang berlaku.
B. Saran
1. Hendaknya perlakuan pemerintah terhadap anak yang telah memiliki KIA di
masyarakat dirasakan manfaatnya dalam hal memperoleh perlakuan khusus
maupun dalam memperoleh perlindungan hukum berkaitan dengan hak dan
kewajibannya yang dilaksanakan secara nyata di masyarakat, sehingga
Universitas Sumatera Utara
113
memotivasi anak-anak yang belum memiliki KIA untuk melakukan proses
pengurusan ke kantor Disdukcapil Kota Medan dalam upaya memperoleh hak
yang sama dengan anak-anak yang telah memiliki KIA.
2. Hendaknya pelaksanaan aturan tentang kartu identitas anak (KIA) di Kota
Medan lebih dipermudah oleh Disdukcapil dengan cara mendata seluruh anak-
anak yang ada di kota Medan yang belum memperoleh KIA dan memberikan
surat pemberitahuan kepada para orangtua yang anaknya belum memiliki KIA
untuk datang ke kantor Disdukcapil agar dapat diterbitkan KIA terhadap anak-
anak tersebut.
3. Hendaknya diterbitkan suatu peraturan hukum mengenai kewajiban
menggunakan KIA bagi anak-anak dalam memperoleh kemudahan
menggunakan fasilitas umum dan juga memanfaatkan pelayanan publik yang
diselenggarakan oleh negara, termasuk kewajiban menggunakan KIA dalam
memperoleh perlakuan atau pengurusan dokumen/surat yang berkaitan di
bidang terhadap anak-anak ysng berusia 0-17 tahun kurang satu hari,
sehingga bagi anak-anak yang belum/tidak memiliki KIA termotivasi untuk
melakukan pengurusan KIA tersebut, mengingat manfaatnya yang begitu
besar terhadap anak-anak tersebut.
Universitas Sumatera Utara
114
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdussalam, Prospek Pidana Indonesia: Dalam Mewujudkan Rasa Keadilan.
Masyarakat, Jakarta: Restu Agung, 2006
Agustino, Leo, Dasar-dasar Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung, 2017
Ai, Achmad, Menguak Tabir Hukum, Tafsir Metampoul, Jakarta, 2000
Ali, Zainudin, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009
Anugrah, Muhammad, Hukum Perlindungan Anak. Jakarta. Grafindo Persada,
2014
Aswanto, Jaminan Perlindungan HAM dan KUHAP dan Bantuan Hukum
Terhadap Penegakan HAM di Indonesia, Disertasi, Makasar, 1999
Dellyana, Shanty, Wanita dan Anak di Mata Hukum, Yogyakarta: Liberty, 2000
Depdiknas, Pedoman Teknis Pelayanan Pendidikan Bagi Pekerja Anak Sektor
Informal, Jakarta, 2001
Dwiyanto, Agus, Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif, dan
Kolaboratif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2015
Fachruddin, Irfan, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan
Pemerintah, Bandung: PT. Alumni, 2004
Gosita, Arif, Permasalahan Perlindungan Anak, Akademi Presindo, Jakarta,2010
Gultom, Maidi, Perindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistim Peradilan
Anak di Indonesia, Rafika Aditama, Bandung, 2004
Gultom, Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, Cetakan Kedua,
P.T.Refika Aditama, Bandung, 2010
Gultom, Maidin, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam Sistem. Peradilan
Pidana Anak di Indonesia, Bandung : Refika Aditama, 2010
Gultom, Maidin. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan. Bandung:
PT Refika Aditama, 2017
Gusmawan, Donni, Perlindungan Hukum di Negara Pancasila, Liberty,
Yogyakarta, 2007
114 Universitas Sumatera Utara
115
Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan, Mandar Maju, Bandung, 2007
Hadiwijoyo, Suryo Sakti, Pengarusutamaan Hak Anak dalam Anggaran Publik,
Graha Ilmu, Yogyakarta, 2017
Hadjon, Philipus M., Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu,
Surabaya, 2006
Handayaningrat, Soewarno, Pengantar Studi ilmu Administrasi Negara dan
Manajemen, Toko Gunung Agung, Jakarta, 2006
Hardiyansyah, Kualitas Pelayanan Publik Konsep, Dimensi, Indikator dan.
Implementasinya, Gava Media, Yogyakarta, 2011
Hartadi, Raimon, Methode Penelitian Hukum Dalam Teori Dan Praktek, Bumi
Intitama Sejahtera, Jakarta, 2010
Hasni, Virnawaty, Anak dan Masalah Hukum Yang Dihadapinya, Citra Ilmu,
Yogyakarta, 2011
Hayat, Manajemen Pelayanan Publik, Rajawali Pers, Jakarta, 2017
Hidayat, Bunadi, Pemidanaan Anak Dibawah Umur, Bandung: PT. Alumni, 2010
HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Cetakan Kedelapan, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2013
Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyu
Media Malang, 2005
Joni, Muhammad, dkk, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Persfektif
Konvensi Hak Anak, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010
Joni, Muhammad, Zulchaina Z.Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak
Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1999, hal. 21
Kosnan, R.A, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, Bandung:
Sumur, 2005
Krisnawati, Emeliana, Aspek Hukum Perlindungan Anak, CV Utomo, Bandung,
2005
Lubis, M.Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 2003
Mahardika, Pustaka, Undang-Undang Perlindungan Anak, Pustaka Mahardik,
Yogyakarta, 2017
Universitas Sumatera Utara
116
Mertokusumo, Sudikto, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2004
Moeliono, Anton M., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,
1988
Moenir, Manajemen Pelayanan Umum Di Indonesia. PT. Bumi Aksara, Jakarta,
2008
Mukarom, Zaenal, dan Laksana Muhibudin. Manajemen Pelayanan Publik.
Bandung: CV Pustaka Setia, 2015
Nashriana, Perlindungan Hukum bagi Anak di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers,
2011
Nasution, AZ, Hukum perindungan Suatu Pengantar, Diadil Media, Jakarta, 2002
Pasolong, Harbani, Teori Administrasi Publik, Alfabeta, Bandung, 2013
Prakoso, Abintoro, Hukum Perlindungan Anak, Laksbang Presindo, Yogyakarta,
2018
Raharjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2000
Rato, Domunikus, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,
Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010
Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013
Salaswati, Rika, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2009
Saleh, Rouslan, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Cemara,
Jakarta, 2000
Saraswati, Rika, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2011
Sedarmayanti. Pengembangan Kepribadian Pegawai, Mandar Maju, Bandung,
2014
Setyowati, Irma, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, C.V. Bumi Aksara,
2010
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif, UI Press, Jakarta,
2006
Universitas Sumatera Utara
117
Soekito, Sri Wiratmo dalam Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia :
Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice. Refika Aditama,
Bandung, 2009
Soemitro, Irma Setyowati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta: Bumi
Aksara, 2014
Suherman, Ade Maman dan J Satrio, Penjelasan Hukum Tentang. Batasan Umur,
Gramedia, Jakarta, 2010
Sujianto, Implementasi Kebijakan Publik (Konsep teori dan Praktik), Alaf Riau,
Riau, 2008, hal. 31
Suprihatini, Amin, Perlindungan Terhadap Anak, Klaten: Cempaka Putih, 2008
Susilowati, Ima, Konvensi Hak Anak, Sahabat Remaja PBKI, Yogyakarta, 1999
Wadong, Maulana Hasan, Pengantar Advokasi Dan Perlindungan Anak, Jakarta:
Grasindo, 2000
Wahab, S. A., Analisis Kebijakan, Bumi Aksara, Jakarta, 2016
Wahid, Abdul & Muhammad Irfan, Perlidungan Terhadap Korban Kekerasan
Seksual (Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan), Rafika Adhitama,
Bandung, 2011
Winarno, Budi, Kebijakan Publik, PT. Buku Seru, Jakarta, 2014
Wiryani, Fifik, Perlindungan Pekerja Anak, Pusat Studi Kajian Wanita, UMM
Press, Malang, 2013
Wuisman, JJJ., penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, FE UI
Jakarta, 2006
UNDANG-UNDANG
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Peraturan Dalam Negeri No.2 Tahun 2016 tentang Penerbitan KIA
Universitas Sumatera Utara