Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN PENGESAHAN BADAN HUKUM DI
DIREKTORAT JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM (DITJEN AHU)
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI
Gusthiani Nursyamsi, Fikri Akbarsyah Anza dan Roy Valiant Salomo Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
[email protected], [email protected], dan [email protected]
Abstrak
Dalam mewujudkan pelayanan prima dengan memanfaatkan teknologi, Ditjen AHU yang berperan sebagai penyedia pelayanan jasa hukum umum secara konsisten berusaha mengoptimalkan pemanfaatan TIK dalam mendukung layanan publik yang diberikan. Analisis dilakukan dengan mengelaborasi konsep pelayanan publik dengan memanfaatkan sistem informasi sebagai basis pelayanannya serta menggunakan acuan standar orientasi layanan pada pelanggan dan jaminan keberlanjutan pengembangan teknologi yang terdapat pada Best Practice COBIT 4.1. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan positivist dan metode analisis kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa kondisi sistem informasi dalam mendukung Pelayanan Pengesahan Badan Hukum Online berada pada tingkat kematangan level 3 “Defined Process” pada seluruh komponen proses pengukuran. Deskripsi tersebut menggambarkan bahwa mekanisme dan prosedur layanan telah sebagian terdokumentasi. Ada peningkatan kualitas pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat, namun secara organisasi, diperlukan penyusunan dokumen SOP Layanan, standarisasi program pedidikan dan pelatihan, serta program monitoring dan evaluasi secara berkala. Kata Kunci: e-Government, Sistem Informasi, Pelayanan Publik, COBIT 4.1
Abstract
In realizing prime servicing by utilizing technology, Directorate General of Legal Administration that acts as a provider of general legal services consistently seeks to optimize the utilization of ICT in support of public services provided. This research elaborated the concept of public service by utilizing information system as its service base and used indicator based on customer service orientation standard and sustainability of technology development contained in Best Practice COBIT 4.1. From the result of the research, it is found that the condition of Information System in supporting the Online Legal Entitlement Service is at maturity level 3 "Defined Process" on whole process components of measurement. The description illustrates that the service mechanism and procedures has been partially documented. There is an increase felt by the service user community, but organizationally, the preparation of the Service SOP document, the standardization of education and training programs and the regular monitoring and evaluation program. Key words: e-Government, Information System, Public Service, COBIT 4.1
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
2
Pendahuluan
Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan
Dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government dikatakan bahwa untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang baik (good governance) dan meningkatkan layanan
publik yang efektif dan efisien diperlukan adanya kebijakan dan strategi pengembangan e-
Government. Pemerintah harus mampu memenuhi dua modalitas tuntutan masyarakat yang
berbeda namun berkaitan erat, yaitu pelayanan publik yang memenuhi kepentingan
masyarakat luas di seluruh wilayah negara, dapat diandalkan dan terpercaya, serta mudah
dijangkau secara interaktif. Selain itu Masyarakat juga menginginkan agar asiprasi mereka
didengar dengan demikian pemerintah harus memfasilitasi partisipasi dan dialog publik di
dalam perumusan kebijakan negara.
David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya yang berjudul “Reinventing
Goverment: How The Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector” (1992)
menyarankan penataan dan pembaharuan birokrasi pemerintahan secara menyeluruh
(reinventing goverment) dan mewirausahakan birokrasi (enterprising goverment) salah
satunya adalah dengan membangun pemerintah yang berorientasi pelanggan (customer driven
goverment, meeting he needs of the customers, not the bureaucracy). Maka dari itu
masyarakat berhak atas “pelayanan prima” sebagai konsekuensi atas prinsip tersebut
(Komarudin, 2011, p. 154). Komarudin (2011) menjelaskan bahwa kebijakan pelayanan
publik difokuskan pada enam area yaitu, peletakan arah kebijakan pelayanan publik (Undang
- Undang Pelayanan Publik dan Petunjuk Pelaksanaannya), penyebaran praktik – praktik
terbaik penyelenggaraan pelayanan publik (best practices), penerapan standar pelayanan
publik memuju standar internasional, pemberian penghargaan peningkatan kinerja pelayanan
publik, deregulasi dan debirokratisasi pelayanan investasi dan peningkatan partisipasi/peran
serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Birokrasi melayani masyarakat
(pengguna/penerima layanan), diwujudkan dalam kemudahan pelayanan (syarat, prosedur,
waktu, biaya, produk), pelayanan informasi, pengawasan internal, kepuasan pelanggan, dan
penanganan pengaduan masyarakat.
Pelayanan prima diwujudkan dengan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, adil dan
akuntabel. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
menuangkan butir - butir penting terkait Inovasi pelayanan publik di Indonesia dalam
Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Inovasi Pelayanan Publik. Salah
satu poinnya dikatakan bahwa Dalam rangka pencapaian pelaksanaan reformasi birokrasi
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
3
diperlukan percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik. Oleh karena itu, pelayanan
publik yang dilakukan oleh birokrasi publik merupakan salah satu fungsi aparatur negara
sebagai abdi masyarakat dalam mewujudkan pelayanan prima.
Sejalan dengan tuntutan tersebut, maka dilakukan pengembangan e-Goverment sebagai
upaya pengembangan penyelenggaraan pemerintah yang berbasis elektronik dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan e-
Goverment dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah
dengan mengoptimalisasi pemanfaatan teknologi informasi, yang mencakup dua aktifitas
yang saling terkait, yaitu : (1) pengolahan data, (2) pemanfaatan kemajuan teknologi
informasi agar pelayanan publik daat diakses secara mudah di seluruh wilayah negara.
Saat ini upaya peningkatan pelayanan publik di banyak instansi pemerintah sudah
terlihat. Telah banyak instansi pemerintah pusat dan daerah berinisiatif mengembangkan
pelayanan publik melalui jaringan komunikasi dan informasi. Pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) bagi instansi pemerintah semakin gencar dilakukan. Saat
ini, teknologi informasi berperan strategis dalam pelaksanaan reformasi birokrasi
Kementerian/Lembaga/Pemda. Pemanfaatan TIK juga dilakukan dalam pengelolaan
akuntabilitas kinerja. Dengan TIK, birokrasi tradisional yang dikenal dengan persepsi buruk
berkenaan dengan kinerja yang lambat, produktifitas rendah, dan berbelit-belit, dapat diubah
menjadi fleksibel, produktivitas tinggi, dan memiliki tingkat responsivitas yang dapat
diandalkan (Setiyono, 2011, p. 127).
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum selanjutnya disebut Ditjen AHU, yang
berperan sebagai penyedia pelayanan jasa hukum umum terkait dengan Administrasi Hukum
Perdata, Administrasi Hukum Pidana, Administrasi Otoritas Pusat dan Hukum Internasional
serta Administrasi Hukum Tata Negara, melihat adanya kepentingan mendesak terkait
perbaikan kualitas pelayanan publik yang dijalankan. Ditjen AHU secara konsisten berusaha
mengoptimalkan pemanfaatan TIK dalam mendukung pelayanan publik yang diberikan, hal
ini dilakukan untuk mengurangi atau mengeliminasi tatap muka, mempersingkat birokrasi
hingga mempermudah akses terhadap informasi maupun pelayanan publik yang dilakukan
Ditjen AHU.
Ditjen AHU merupakan salah satu direktorat dibawah Kementerian Hukum dan HAM
RI yang merupakan kemudian membuat pengembangan pelayanan administrasi secara
elektronik berbasis teknologi yang disebut AHU Online. Salah satu bidang yang dilayani
adalah di bidang pengesahan badan hukum. Pelayanan pengesahan badan hukum via AHU
Online muncul karena adanya keluhan dan tuntutan masyarakat terkait maraknya praktek
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
4
pungli, birokrasi yang berbelit – belit serta lamanya waktu pelayanan serta permasalahan lain
yang muncul dalam pelayanan secara manual. Padahal, potensi PNBP (Pendapatan Negara
Bukan Pajak) yang dimiliki Ditjen AHU mampu mencapai angka rata – rata 2 Miliar per-hari
yang apabila dikelola dengan baik akan memberikan kontribusi terhadap pembangunan.
Selain itu, pemanfaatan teknologi dilakukan untuk menberikan akses kemudahan berusaha
bagi masyarakat yang ingin mendirikan perseroan.
Kebutuhan akan terwujudnya pelayanan prima mengikuti berkembangnya era
perdagangan bebas ASEAN dan perkembangan dunia usaha yang menuntut agar
dilakukannya pelayanan yang cepat khususnya dalam kegiatan berinvestasi, Kementerian
Hukum dan HAM juga turut mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka kemudahan
berusaha yang akan menarik minat investor datang ke Indonesia, oleh karena itu Kementerian
Hukum dan HAM berupaya memberikan pelayanan prima atas permohonan pengesahan
badan hukum.
Selaras dengan usaha peningkatan pelayanan prima berbasis teknologi informasi maka
dengan dibuatnya sistem informasi pelayanan pengesahan badan hukum menggunakan
aplikasi AHU Online akan dapat mendukung terwujudnya tujuan tersebut. Meskipun begitu,
belum ada landasan hukum yang jelas terkait penggunaan AHU Online sebagai sarana dalam
melakukan pelayanan pengesahan badan hukum. Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014 masih belum mengatur dengan jelas mengenai AHU
Online. Beberapa masalah juga masih muncul dalam implementasi pelayanan tersebut, seperti
pengelolaan sistem, koneksi jaringan, kondisi data center maupun perangkat pendukung
sistem tersebut. Selain itu, SDM juga berkontribusi dalam faktor penyebab kurang optimalnya
pelayanan Ditjen AHU dimana respon dalam menanggapi masalah maupun keluhan
khususnya terkait pelayanan online dianggap masih lambat.
Peningkatan dan perbaikan kualitas pelayanan ini menjadi penting karena percepatan
proses pengesahan badan hukum menjadi salah satu akses kemudahan berusaha bagi
masyarakat yang ingin mendirikan perseroan. Selain itu, kemudahan dalam pendirian dan
pengesahan badan hukum sosial menjamin ketersediaan ruang gerak untuk menyelenggarakan
kegiatan sosial seperti pendidikan, kesehatan serta keagamaan.
Kebutuhan akan peningkatan pelayanan pengesahan badan hukum berbasis teknologi,
diikuti dengan dibutuhkannya optimalisasi penggunaan sumber daya Teknologi Informasi
(TI). Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan sebuah alat yang tepat untuk melihat sejauh
mana Ditjen AHU telah menyelenggarakan pelayanan berbasis teknologi.
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
5
Alat untuk melakukan review mengenai ketersediaan TI yang sering digunakan adalah
kerangka kerja Control Objectives for Information and Related Technology (COBIT) 4.1
yang memiliki desain gambaran tata kelola TI yang berorientasi sekarang dan masa depan.
Tata kelola TI ini bersifat komprehensif dimana didalamnya berisi standar dalam
mengimplementasikan teknologi pada kegiatan organisasi. COBIT 4.1 digunakan karena telah
menyediakan suatu parameter pengukuran yang disebut maturity model yang memberikan
gambaran tingkat kesiapan organisasi dalam penyediaan TI untuk menunjang kebutuhan dan
tujuan organisasi tersebut (IT Governance, 2007, p. 25).
Tinjauan Teoritis
Pelayanan publik ditujukan kepada pelayanan terhadap kebutuhan yang bersifat umum
dalam masyarakat, karena itu dapat dituntut agar dilaksanakan. Kepentingan umum,
menyangkut pelayanan, sehingga dinyatakan sebagai pelayanan bagi kepentingan umum, hal
ini tampak dari adanya kebutuhan masyarakat yang bersifat umum (Sedarmayanti, 2009, p.
244). Dalam perkembangan konsep pelayanan di lingkungan pemerintah, muncul istilah
baru yang disebut Electronic Government (e-Government). Strategi pelayanan dengan
konsep e-Government merupakan penggunaan teknologi informasi untuk membuka
pemerintah dan informasi pemerintah yang memungkinkan dinas-dinas pemerintah untuk
berbagi informasi demi kemanfaatan publik. Hal ini memungkinkan tejadinya transaksi
secara online serta mendorong pelaksanaan demokrasi (Wibawa, 2009, p. 113). Maureen
Brown dalam Rabin menjelaskan bahwa strategi pelayanan dengan konsep e- Government
sendiri merupakan penggunaan teknologi terutama aplikasi internet berbasis web untuk
meningkatkan akses kepada dan kiriman pelayanan pemerintah kepada warga negara,
rekanan bisnis, pekerja dan entitas pemerintah yang lain (Mulyadi, Geodona, & Afandi,
2016, p. 78). Pemerintah membangun suatu aplikasi layanan dengan menerapkan berbagai
portofolio teknologi informasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan interaksi
dengan masyarakat yang merupakan bagian dari penerapan konsep Government to Citizens
(Indrajit, 2002, p. 41).
Konsep e-Government dalam perkembangan cakupan administrasi Negara
membutuhkan penyesuaian model organisasi hingga pelayanan publik saat ini membutuhkan
proses yang cepat. Proses tersebut tidak dapat terlepas dari penerapan sistem informasi
manajemen (SIM). SIM adalah segala sesuatu yang menyangkut perencanaan,
pengembangan, pengelolaan dan penggunaan alat teknologi informasi untuk membantu
manusia dalam menyelesaikan seluruh pekerjaannya yang berhubungan dengan
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
6
pengelolahan dan pengelolaan informasi yang dalam implementasinya senantiasa
berhubungan dengan tiga sumber daya organisasi yaitu informasi, teknologi informasi dan
manusia (Moekijat, 1991, p. 69).
Dalam mewujudkan birokrasi yang efektif dan efisien, dimana salah satu area
perubahan yang memanfaatkan sistem informasi dalam konteks birokrasi terkait pelayanan
publik adalah peningkatan kualitas pelayanan publik berbasis teknologi. Untuk mengetahui
sejauh mana implementasi sistem informasi di lingkungan pemerintah dijalankan, terdapat
Control Objectives for Information and Related Technology (COBIT) 4.1 yang merupakan
Best Practice terkait kerangka kerja dalam pengelolaan TI. Dikeluarkan oleh sebuah
organisasi internasional di bidang tata kelola TI yaitu Information System Audit And Control
Association (ISACA).
Gambar 1 COBIT IT Processes Defined With The Four Domain
Sumber : ITGI Best Practice COBIT 4.1 (2007)
Pengukuran dalam COBIT 4.1 mencakup ketersediaan sistem informasi yang memadai,
sumber daya (manusia, perangkat keras, perangkat lunak, sarana dan prasarana) serta alur
proses kerja yang dibutuhkan dalam memenuhi pelayanan publik. COBIT didasarkan pada
analisis dan harmonisasi standar TI dan praktik yang ada dan sesuai dengan prinsip tata kelola
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
7
yang berlaku umum. COBIT bertujuan untuk meneliti, mengembangkan, mempublikasikan
dan mempromosikan kerangka kerja tata kelola pemerintahan yang berwibawa, berorientasi
masa depan, diterima secara internasional untuk diadopsi oleh banyak perusahaan.
Untuk keberhasilan sistem informasi dalam memenuhi kebutuhan organisasi,
manajemen harus menempatkan sistem pengendalian internal atau kerangka kerja di tempat.
Kerangka COBIT memberikan kontribusi untuk kebutuhan tersebut dengan (1) Membuat link
dengan kebutuhan organisasi, (2) Kegiatan Penyelenggara sistem informasi menjadi model
proses yang berlaku umum, (3) Mengidentifikasi sumber utama sistem informasi untuk
dimanfaatkan, (4) Mendefinisikan tujuan pengendalian manajemen untuk dipertimbangkan.
Penelitian ini mengelaborasi antara konsep pelayanan publik yang diwujudkan melalui
e-Government, konsep sistem informasi manajemen ke dalam kerangka kerja COBIT 4.1.
Pengembangan sistem informasi dalam mendukung pelayanan publik khususnya pada poin
utama terkait perspektif pelanggan yaitu melalui pemngembangan orientasi dan layanan
pelanggan. Terdapat dua kriteria utama sebagai dasar untuk melihat kesesuaian IT dalam
meningkatkan orientasi dan pelayanan pelanggan yaitu, (1) Memastikan kepuasan pengguna
akhir (pelanggan) dengan pelayanan yang ditawarkan dan kualitas pelayanan yang diberikan
(2) memastikan bahwa pelayanan sistem informasi yang tersedia sesuai dengan kebutuhan.
Dengan merujuk pada kedua indikator tersebut, maka didapatkan korelasi terhadap proses –
proses yang memenuhi dua standar tersebut yang tergambar dalam sepuluh sub indikator
dibawah ini :
1. Manage Quality (Pengelolaan Kualitas Layanan) - PO8
Bagaimana sistem informasi dapat memberikan kontribusi dalam pencapaian organisasi
dengan sistem manajemen mutu dalam mendefinisikan standar kualitas pelayanan
berbasis elektronik serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pelayanan.
2. Enable Operation & Use (Tersedia untuk Digunakan) - AI4
Memastikan kepuasan pengguna akhir dengan penawaran layanan dan tingkat layanan
dan mengintegrasikan aplikasi dan solusi teknologi dengan mulus ke dalam proses bisnis
yang terdapat pada prosedur pengesahan badan hukum.
3. Define & Manage Service Level (Pengelolaan Tingkat Layanan) - DS1
Menjabarkan tingkat layanan yang diberikan, ketersediaan monitoring dan review service
level, keselarasan service level dengan perencanaan strategis serta jumlah laporan review
SLA. Indikator ini bertujuan untuk mendeskripsikan apakah tingkat layanan hukum
administrasi hukum umum yang diberikan sudah optimal atau masih dibutuhkan kajian
lebih lanjut.
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
8
4. Manage Third Party Service (Pengelolaan dengan pihak ketiga) - DS2
Menjamin bahwa pelayanan yang disediakan oleh pihak ketiga (vendor, supplier atau
partner bisinis) sesuai dengan kebutuhan. Analisis terkait dengan pengelolaan dokumen
perjanjian dengan pihak ketiga, penanganan keluhan dari supplier serta manajemen
keluhan.
5. Educate & Train User (Pendidikan dan pelatihan pengguna) - DS7
Analisis kebutuhan program pendidikan dan pelatihan yang memadai untuk mendukung
kebutuhan model bisnis saat ini dan masa depan dalam rangka optimalisasi fungsi TI
dalam mendukung pelayanan.
6. Manage Problem (Pengelolaan masalah) - DS10
Menganalisis kemampuan organisasi dalam melakukan identifikasi dan klasifikasi
masalah, pemetaan masalah serta pemecahannya secara terukur dan termonitoring dalam
rangka optimalisasi fungsi TI
7. Manage Performance & Capacity (Pengelolaan kinerja dan Kapasitas) - DS3
Menganalisis ketersediaan kapasitas dan kinerja yang dibutuhkan, dengan
mempertimbangkan aspek-aspek seperti beban kerja normal, persyaratan penyimpanan
dan siklus hidup sumber daya TI, dalam mengoptimalkan kinerja infrastruktur TI, sumber
daya dan kemampuan dalam merespon kebutuhan bisnis.
8. Ensure Continuous Service (Jaminan pelayanan yang berkelanjutan) - DS4
Analisis mencakup proses pengembangan, pemeliharaan dan keberadaan rencana
strategis TI serta bagaimana melakukan penanggulangan masalah pada jaminan
ketersediaan layanan khususnya pada pengesahan badan hukum.
9. Manage Service Desk & Incident (Pengelolaan Layanan dan Keluhan) - DS8
Analisis mencakup ketersediaan meja layanan untuk pengaduan, tingkat kepuasan
pengguna layanan serta jumlah insiden yang terdokumentasi serta penanggulangannya.
10. Pengelolaan Operasional (DS13)
Menjelaskan ketersedian dokumen SOP dan instruksi mengenai penanganan masalah
operasional, pengembangan infrastruktur sesuai Service Level serta terkait pemeliharaan
perangkat keras dalam mendukung ketersediaan layanan. Pengumpulan data yang
lengkap dan akurat memerlukan pengelolaan prosedur pengolahan data yang efektif dan
perawatan perangkat keras yang yang terjadwal.
Maka dalam menyusun kerangka pemikiran pada penelitian ini, secara ringkas dapat
dilihat pada gambar berikut :
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
9
Gambar 2 Theoritical Framework Analysis
Sumber : Olahan peneliti, dari berbagai sumber (2017)
Deskripsi pengukuran dilakukan menggunakan analisis Tingkat Kematangan (Maturity
Model) yang terdapat pada kerangka kerja COBIT 4.1 dengan enam tingkatan yang terdiri
dari :
• Level 0 (Non-existent) : Tidak adanya proses yang dapat dikenali. Organisasi/Institusi
bahkan belum menyadari bahwa ada masalah yang harus ditangani.
• Level 1 (Initial / Ad Hoc) : Ada bukti bahwa Organisasi/Institusi telah menyadari bahwa
terdapat permasalahan dan perlu ditangani. Namun, tidak ada proses standar; Sebagai
gantinya, ada pendekatan ad hoc yang cenderung diterapkan pada kasus perorangan atau
kasus per kasus. Keseluruhan pendekatan manajemen tidak terorganisir.
• Level 2 (Repeatable but Intuitive) : Proses telah berkembang ke tahap di mana prosedur
serupa diikuti oleh orang yang berbeda untuk melakukan tugas yang sama. Tidak ada
pelatihan formal atau komunikasi prosedur standar, dan tanggung jawab diserahkan kepada
individu. Ada tingkat ketergantungan yang tinggi pada pengetahuan individu oleh karena
itu masih dimungkinkan terjadinya kesalahan karena belum adanya SOP secara tertulis.
• Level 3 (Defined Process) : Prosedur Proses yang ditetapkan telah distandarisasi dan
didokumentasikan, dan dikomunikasikan melalui pelatihan. Diamanatkan bahwa proses-
proses ini harus diikutinamun, belum dapat mengukur penyimpangan yang terjadi.
Prosedurnya sendiri tidak canggih namun merupakan bentuk formalisasi praktik yang ada.
• Level 4 (Managed and Measurable) : Manajemenmemantau dan mengukur kepatuhan
terhadap prosedur dan mengambil tindakan dimana proses tampaknya tidak berjalan efektif.
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
10
Proses di bawah perbaikan konstan dan memberikan praktik yang baik. Otomasi dan alat
digunakan dengan cara yang terbatas atau terfragmentasi.
• Level 5 (Optimized) : Proses yang Dioptimalkan telah disempurnakan ke tingkat praktik
yang baik, berdasarkan hasil pemodelan perbaikan dan pematangan berkelanjutan dengan
Organisasi/Institusi lain. TI digunakan secara terpadu untuk mengotomatisasi alur kerja,
menyediakan alat untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas, membuat perusahaan cepat
beradaptasi.
Level kematangan adalah cara untuk menggambarkan seberapa baik proses manajemen
yang dikembangkan organisasi. Dalam hal ini, akan membantu menggambarkan bagaimana
pelayanan pengesahan badan hukum yang menjadi produk utama Subdit Badan Hukum –
Direktorat Perdata telah memenuhi kebutuhan bisnisnya berupa Layanan berbasis teknologi
yang terkait dengan dukungan perangkat TI (aplikasi, perangkat keras, keamanan, database,
server dan lain – lain) yang merupakan tanggung jawab Direktorat TI. Skala model
kematangan 0 – 5, akan membantu menjelaskan bagaimana kekurangan yang masih dihadapi
serta menetapkan target untuk tujuan yang diinginkan dalam optimalisasi layanan publik
berbasis teknologi (IT Governance, 2007, p. 19).
Tabel 1 Matriks Pengembangan Penelitian
Konsep Dimensi Indikator Sub Indikator Jenis Data
Primer Sekunder
Sistem Informasi Pelayanan
Publik
Electronic Services
Kepuasan Pelanggan
Melalui Tingkat
Pelayanan Yang
Tersedia
Manage Quality (PO8) Wawancara, Dokumentasi
Studi Literatur
Enable Operation & Use (AI4)
Wawancara, Dokumentasi
Studi Literatur
Define & Manage Service Level (DS1)
Wawancara, Dokumentasi
Studi Literatur
Manage Third-party Service (DS2)
Wawancara, Dokumentasi
Studi Literatur
Educate & Train User (DS7)
Wawancara, Dokumentasi
Studi Literatur
Manage Problem (DS10) Wawancara, Dokumentasi
Studi Literatur
Tersedianya Pelayanan
Sistem Informasi
sesuai kebutuhan
Manage Performance & Capacity (DS3)
Wawancara, Dokumentasi
Studi Literatur
Ensure Continuous Service (DS4)
Wawancara, Dokumentasi
Studi Literatur
Manage Service Desk & Incident (DS8)
Wawancara, Dokumentasi
Studi Literatur
Manage Operation (DS13)
Wawancara, Dokumentasi
Studi Literatur
Sumber : Olahan Peneliti dari berbagai sumber, 2017
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
11
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan positivist yang tujuannya untuk
menggambarkan penerapan sistem informasi pada pelayanan pengesahan badan hukum online
di Ditjen AHU melalui standar acuan COBIT 4.1 (Control Objective for Information and
Related Technology 4.1). Metode ini menggabungkan pola deduktif dengan observasi empiris
yang tepat terhadap perilaku individu untuk menemukan dan mengkonfirmasi seperangkat
hubungan sebab akibat yang dapat digunakan untuk memprediksi pola umum aktifitas
manusia (Neuman, 2014, p. 97).
Berdasarkan tujuannya, penelitian ini adah penelitian deskriptif, yaitu berusaha
menggambarkan penerapan sistem informasi pada pelayanan pengesahan badan hukum.
Berdasarkan dimensi waktunya, penelitian ini tergolong dalam penelitian cross sectional,
dimana penelitian hanya digunakan dalam waktu tertentu dan tidak dilakukan lagi di lain
waktu untuk diperbandingkan berdasarkan waktunya (Prasetyo & Jannah, 2008, p. 45).
Penelitian ini dilakukan di bulan maret hingga juni 2017. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam, interpretasi dokumen tertulis serta
tinjauan literatur melalui teori terkait penerapan pelayanan elektronik dan sistem informasi
manajemen.
Informan dalam penelitian ini terdiri dari tujuh orang, yaitu : Sekretaris Direktorat
Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kepala Sub Bagian Humas, Kepala Sub Bagian
Kelembagaan & Reformasi Birokrasi dari Sekretariat Jenderal AHU. Selanjutnya dari
Direktorat TI yaitu Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi Teknologi Informasi dan Analis
Sistem Aplikasi dan Jaringan Komputer. Subdit Badan Hukum selaku bagian teknis yaitu
Analis Permasalahan Badan Hukum dan Penyusun Informasi Hukum. Kelima informan
tersebut merupakan orang – orang yang berperan sebagai guide keeper dalam melakukan
penelitian, pemangku kebijakan serta pelaksana teknis dari kebijakan pelayanan secara
elektronik.
Hasil Penelitian
Ditjen AHU sebagai pelaksana pelayanan administrasi hukum umum, berfungsi sebagai
penyelenggara pelayanan publik di bidang hukum. Salah satu layanan yang diberikan adalah
layanan pengesahan badan hukum melalui Subdirektorat Badan Hukum sebagai pelaksana
teknis yang berada dibawah Direktorat perdata dan Direktorat TI sebagai pemangku kebijakan
dan pengelolaan sistem informasi. Kedua direktorat tersebut berkoordinasi sebagai penyedia
pelayanan pengesahan badan hukum yang memanfaatkan teknologi, sehingga dapat
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
12
memangkas waktu birokrasi dan menghilangkan biaya – biaya yang mungkin seharusnya
tidak ada.
Dalam mendukung pelayanan berbasis teknologi terkait pengesahan badan hukum,
Ditjen AHU memiiliki empat aplikasi yaitu (1) Aplikasi Badan Hukum PT, (2) Aplikasi
Pengesahan Badan Hukum Yayasan dan Perkumpulan (3) Aplikasi pencarian/unduh data, (4)
Aplikasi SIMPADHU. Semua aplikasi online tersebut dapat diakses melalui portal AHU
Online melalui alamat ahu.go.id. Efisiensi dan efektifitas layanan pengesahan badan hukum
yang telah sepenuhnya dilakukan dalam rangka mendukung kemudahan berusaha juga terlihat
dalam pemeringkatan easy doing business yang dilakukan oleh World Bank. Berdasarkan
hasil wawancara dengan Bapak Yose Randi selaku staf di Subdit Badan Hukum dan diperkuat
artikel yang dirilis oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) bahwa laporan Ease of
Doing Business(EODB) 2017 yang dirilis Bank Dunia pada bulan oktober 2016, bahwa
peringkat kemudahan usaha (Easy Doing Business) Indonesia berada di posisi 91.
Sebelumnya, pada survei EODB 2015 yang diumumkan pada bulan Oktober 2014, Indonesia
berada di peringkat 114 naik 8 peringkat dari posisi 122, kemudian pada survei EODB 2016,
Indonesia berada di peringkat 109 (BKPM, 2016).
Alur proses Layanan Pengesahan Badan Hukum Online tergambar berikut ini :
Gambar 3 Alur Pengesahan Perseroan Terbatas Online
Sumber : Olahan Peneliti
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
13
Pengembangan alur pelayanan badan hukum sosial secara online dapat tergambar
sebagai berikut :
Gambar 3 Alur Pengesahan Yayasan dan Perkumpulan Secara Online
Sumber : Olahan Peneliti
Penilaian kualitas aplikasi layanan secara online yang dilakukan khususnya pada
pelayanan badan hukum sejauh ini dilakukan dengan menyediakan kolom survey melalui
website AHU Online. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan di seluruh provinsi di
Indonesia dilakukan menggunakan Form Isian yang terdiri dari 8 pertanyaan yang ditujukan
pada pengguna aktif layanan yaitu para notaris. Hasil analisis tersebut maka diperoleh bahwa
tingkat kematangan pada penerapan sistem informasi pelayanan badan hukum online di Ditjen
AHU berada pada tingkat 3 Defined Process. Deskripsi tersebut menggambarkan bahwa
mekanisme dan prosedur layanan telah sebagian terdokumentasi. Ada peningkatan kualitas
pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat. Secara organisasi, dibutuhkan rekomendasi
perbaikan dalam rangka pemenuhan layanan TI sehingga keseluruhan proses dapat meningkat.
Seperti standarisasi program pelatihan dan pendidikan, pembuatan dokumen SOP pelayanan
serta program monitoring dan evaluasi secara berkala.
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
14
Pembahasan
Dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 29 Tahun 2015 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI (ORTA KEMENKUMHAM
RI) pada pasal 315 dijelaskan bahwa Subdirektorat Badan Hukum mempunyai tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang
perseroan tertutup, perseroan terbuka, lembaga keuangan dan penanaman modal, badan
hukum sosial, dokumentasi dan pengumuman badan hukum secara elektronik. Sementara
pengeloaan TIK pada Ditjen AHU saat ini dilakukan secara terpusat oleh Direktorat
Teknologi Informasi yang merupakan unit eselon 2 dibawah Direktorat Jenderal Administrasi
Hukum Umum (Ditjen AHU). Direktorat Teknologi Informasi merupakan unit eselon 2 yang
dibentuk pada tahun 2015 sebagai jawaban atas semakin meningkatnya peran dan tuntutan
kebutuhan TIK dalam mendukung layanan publik Ditjen AHU.
Pembentukan Direktorat Teknologi dan Informasi serta penjelasan mengenai
kedudukan, tugas dan fungsinya dimuat dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI
Nomor 29 Tahun 2015 Tentang ORTA KEMENKUMHAM RI. Pada pasal 380 dijelaskan
bahwa Direktorat TI memiliki tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan
pelaporan di bidang perencanaan dan dukungan teknis, pengembangan perangkat keras dan
perangkat lunak.
Analisis terkait penerapan sistem informasi pada pelayanan pengesahan Badan Hukum
Via AHU Online digunakan standar yang termuat dalam kerangka kerja COBIT 4.1 (Control
Objectives For Information and Related Technology 4.1) dengan mengambil fokus terhadap
bagaimana institusi melakukan pengembangan pelayanan yang berorientasi pelanggan.
Penilaian terhadap pengembangan pelayanan berbasi elektronik akan terlihat dari sejauh mana
organisasi memenuhi kriteria dari masinng – masing indikator. Informasi yang terangkum
dalam indikator COBIT harus sesuai dengan kriteria tertentu yang mengacu pada kebutuhan
bisnis oroganisasi. Kriteria ditetapkan untuk melihat apakah sistem informasi sudah
mememenuhi kriteria efisien dan efektif dalam memenuhi kebutuhan pada pelayanan
pengesahan badan hukum yang berbasis elektronik. Kedua kriteria tersebut dijabarkan sebagai
berikut :
• Efektivitas berhubungan dengan informasi yang relevan dan sesuai dengan proses bisnis
dan juga disampaikan secara tepat waktu, benar, konsisten dan bermanfaat.
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
15
• Efisiensi menyangkut penyediaan informasi melalui penggunaan sumber daya yang
optimal (paling produktif dan ekonomis).
Gambaran analisis disimpulkan dengan mendefinisikan kondisi layanan bedasarkan
Level Kematangan yang terdapat dalam COBIT 4.1 yang tergambar dalam tabel berikut ini :
Tabel 2 Hasil Capaian dalam COBIT Process
Cobit Process Kondisi Saat Ini Tingkat Kematangan
Ensure Satisfaction od End Users with Service Offering and Service Level
Manage Quality - PO8
• Tersedia alur proses teknis pelayanan online • Pendidikan dan pelatihan muncul setiap ada aplikasi baru • Tersedia survey kepuasan pelanggan • Belum tersedia survey penilaian kinerja internal • Belum terdapat dokumentasi SLA
Level 3 Defined Process
Enable Operation & Use - AI4
• Tersedia SOP Pengembangan Aplikasi • Dokumentasi bisnis proses belum mencakup seluruh layanan • TOT dan Bimbingan Teknis dilaksanakan tim Proyek • Belum ada perencanaan program pelatihan profesional TI
Level 3 Defined Process
Define & Manage Service Level - DS1
• Tingkat layanan tersedia secara informal • Pelaporan tingkat layanan belum lengkap karena belum tersedia
dokumentasi SLA • Pelaporan tingkat layanan tergantung pada keterampilan dan
inisiatif masing – masing pimpinan
Level 3 Defined Process
Manage Third-party Service - DS2
• Kontrak formal tersedia dengan content umum • Belum terdapat monitoring dan evaluasi terkait vendor secara
komprehensif • Metode pemilihan vendor berdasarkan jumlah anggaran (PAGU) • Laporan hasil layanan sebagai bentuk formalitas atas pemenuhan
kontrak
Level 3 Defined Process
Educate & Train User - DS7
• Tersedia program pelatihan dan pendidikan • Perencanaan kegiatan tercantum dalam Kerangka Acuan Kerja • Anggaran dan Fasilitas terbangun untuk pelaksanaan program,
namun ada beberapa kegiatan yang belum terlaksana • Belum ada kebijakan standar pengelolaan SDM berbasis TI
Level 3 Defined Process
Manage Problem - DS10
• Kondisi tata kelola masalah dalam memenuhi pelayanan telah ada • Institusi memiliki kesadaran luas akan kebutuhan dan manfaat
pengelolaan masalah terkait TI baik dalam fungsi unit bisnis dan layanan informasi
• Sudah tedapat laporan dan rekapitulasi masalah setiap bulannya • Penanganan masalah belum bersifat continue
Level 3 Defined Process
Make sure that IT service are available as required
Manage Performance & Capacity - DS3
• Penyediaan perangkat pedukung sesuai kebutuhan • Hanya terdapat satu data center • Backup Data Center sedang dalam proses pembangunan • Terdapat Blue Print IT yang berisi perencanaan jangka panjang
terkait penambahan kapasitas perangkat pendukung kinerja
Level 3 Defined Process
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
16
Cobit Process Kondisi Saat Ini Tingkat Kematangan
Ensure Continuous Service - DS4
• Keberlanjutan layanan Ditjen AHU telah memiliki perencanaan yang pasti meskipun belum seluruhnya terdokumentasi.
• Laporan berkala terkait pelayanan yang disampaikan dalam laporan tahunan
• Belum memiliki dokumentasi BCP (Business Continuity Planning)
• Belum memiliki dokumentasi DRP (Disaster Recovery Planning)
Level 3 Defined Process
Manage Service Desk & Incident - DS8
• Kebutuhan fungsi meja layanan dan proses manajemen keluhan diakui dan diterima.
• Prosedur telah distandarisasi dan didokumentasikan, dan pelatihan informal dilakukan.
• Respon tepat waktu terhadap pertanyaan dan insiden tidak diukur dan insiden mungkin tidak terselesaikan
Level 3 Defined Process
Manage Operation - DS13
• Telah memiliki SOP untuk operasionalisasi TI. Namun dokumentasi tertulis untuk beberapa layanan belum tersedia.
• Seluruh pihak telah bekerja secara profesional, namun ketidaktersediaan dokumen menjadikan pekerjaan tidak memiliki standar pengukuran yang jelas
• Tindakan perbaikan, pencegahan dan penanggulangan insiden dilakukan atas dasar insiatif personal
• Jadwal pengelolaan telah tersedia namun hanya dikelola berdasarkan personil yang bertanggung jawab
• Kebijakan formal sedang dalam tahap pengembangan • Terdapat dokumen IT Master Plan Ditjen AHU 2016 - 2019
Level 3 Defined Process
Sumber : Olahan Peneliti, 2017
Merujuk pada deskripsi hasil analisis tersebut maka diperoleh bahwa tingkat
kematangan pada penerapan sistem informasi pelayanan badan hukum online di Ditjen AHU
berada pada tingkat 3 Defined Process.Dibutuhkan rekomendasi perbaikan dalam rangka
pemenuhan layanan TI sehingga keseluruhan proses dapat meningkat. Rekomendasi
perbaikan proses agar dapat mencapai tingkat 4 Managed and Measurable. Rekomendasi ini
bersifat subyektif, dengan mengacu pada deskripsi tingkat kematangan dalam framework
COBIT 4.1. Berikut rekomendasi yang diberikan agar dapat mencapai tingkat 4 Managed and
Measurable.
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
17
Tabel 3 Rekomendasi Menuju Tingkat 4 Managed and Measurable
COBITProcess REKOMENDASI
EnsureSatisfactionodEndUserswithServiceOfferingandServiceLevel
Manage Quality - PO8
• Membuat dokumentasi Service Level Agreement (SLA) terkait seluruh layanan sebagai dasar pengukuran kualitas layanan
• Membuat program pelatihan yang terukur dan terencana untuk mengelola SDM berbasis teknologi
• Melakukan survey pengukuran kualitas yang berkelanjutan dan mengarah pada analisis akar masalah dan tindakan perbaikan.
• Menentukan metode analisis yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas dari pengelolaan kualitas
Enable Operation & Use - AI4
• Melakukan dokumentasi bisnis proses yang dibutuhkan • Memiliki SDM khusus yang bertanggungjawab terhadap administrasi materi
dan pelaksanaan pelatihan internal serta pelatihan eksternal. • Mengembangkan pengukuran efisiensi dan efektifitas program pelatihan dan
pengembangan SDM berbasis teknologi Define & Manage Service Level - DS1
• Merumuskan persyaratan tingkat layanan secara formal • Membuat dokumentasi SLA sehingga evaluasi dan monitoring tingkat
layanan dapat dilakukan secara berkala • Menyusun program dan sasaran strategis organisasi • Melakukan benchmarking dengan organisasi publik dan swasta sehingga
dapat menentukan standar yang relevan dalam penyediaan layanan dan menilai kinerja TI
Manage Third-party Service - DS2
• Melakukan pemantauan atas kepatuhan terhadap kontrak kerja terhadap vendor sehingga pekerjaan selesai tepat waktu
• Membuat standar penilaian dan identifikasi atas resiko terkait layanan pihak ketiga untuk mendeteksi masalah yang berpotensi terjadi
• Menentukan ukuran penilaian efektifitas dan efisiensi pengelolaan vendor untuk mereview kinerja vendor dalam memenuhi kontrak kerja sebagai acuan pemilihan vendor dalam pekerjaan selanjutnya
Educate & Train User - DS7 • Pembuatan program pelatihan dan pendidikan yang berkelanjutan
• Membuat standar monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan sebagai acuan program selanjutnya
• Penyempurnaan program pendidikan dan pelatihan SDM berbasis teknologi sehingga dapat digunakan sebagai tolak ukur job analysist
Manage Problem - DS10
• Menyusun SOP layanan secara menyeluruh, termasuk di dalamnya mengenai pengelolaan masalah
• Melakukan pencatatan, pelaporan dan analisis masalah yang terintegrasi • Menentukan peran dan tanggung jawab masing – masing bagian, sehingga
tidak terjadi tumpang tindih dalam menangani masalah
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
18
COBITProcess REKOMENDASI
MakesurethatITserviceareavailableasrequired
Manage Performance & Capacity - DS3
• Membuat rencana kinerja yang disesuaikan dengan kebutuhan bisnis (pelayanan publik)
• Optimasisasi infrastruktur TI dalam memenuhi seluruh layanan • Adanya laporan secara berkala mengenai pemenuhan sumber daya maupun
hal – hal yang masih dibutuhkan dalam perbaikan kapasitas dan kinerja TI
Ensure Continuous Service - DS4
• Penyusunan dokumen Disaster Recovery Planning (DRP) untuk penanggulangan insiden dan bencana
• Penyusunan dokumen Business Continuity Planning (BCP) untuk menjamin keberlanjutan pelayanan publik berbasis teknologi
• Secara konsisten mengkomunikasikan dan meningkatkan kesadaran para staf untuk memastikan keberlanjutan layanan melalui program pelatihan
Manage Service Desk & Incident - DS8
• Mengaktifkan aplikasi helpdesk dan media call centre sehingga masalah dapat terekam dan terpantau melalui satu pintu
• Menentukan pihak yang bertanggungjawab dalam mengelola pelayanan helpdesk serta selalu melakukan koordinasi dengan seluruh bagian terkait sehingga pengelolaan masalah dapat dilakukan secara komprehensif
• Menyusun program survey kepuasan pelanggan secara komprehensif sehingga dapat mengukur kualitas pelayanan dan mereduksi keluhan – keluhan yang ada
• Melakukan sosialisasi pada pengguna mengenai alur pengaduan masalah
Manage Operation - DS13
• Melakukan dokumentasi terhadap pengelolaan operasional pelayanan TI • menyediakan jadwal pengelolaan aplikasi secara menyeluruh dan
dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh staff TI • disediakan dokumen khusus terkait pengelolaan mengenai tindakan
perbaikan, pencegahan dan penanggulangan insiden • membuat ukutan mengenai standar pengelolaan operasional untuk
dikomunikasikan kepada kerja pihak ketiga yang bekerja sama dalam mengelola operasional
Sumber : Olahan Peneliti (IT Governance, 2007)
Simpulan
Penelitian dengan menggunakan deskripsi tingkat kematangan (maturity level) yang
terdapat pada framework COBIT 4.1 dalam menggambarkan kondisi sistem informasi dalam
memenuhi standar Layanan Pengesahan Badan Hukum, kematangan pada penerapan sistem
informasi layanan badan hukum online di Ditjen AHU berada pada level 3 Defined Process,
yang artinya bahwa pada implementasi sistem informasi pada Ditjen AHU, sebagian prosedur
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
19
proses yang ditetapkan telah distandarisasi dan didokumentasikan, dan dikomunikasikan
melalui mekanisme pelatihan. Personil di subdit terkait, telah memahami peran dan tanggung
jawabnya masing – masing. Subdit Badan Hukum selaku pelaksana teknis layanan telah
memahami pengoperasian sistem meski begitu SOP layanan elektronik belum tersedia dan
seluruh tindakan teknis dilaksanakan mengacu pada penafsiran Peraturan Perundang –
undangan, Peraturan Menteri dan Peraturan Pemerintah yang diamanatkan untuk mengatur
pelayanan pengesahan badan hukum (Perseroan Terbatas dan Sosial).
Pada prosedur pengelolaan terkait teknis Sistem Informasi, proses penerapan dalam
tata kelola infrastruktur TI belum diimplementasikan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya proses yang belum terdokumentasi namun karena belum terdokumentasi sehingga
belum dapat mengukur penyimpangan yang terjadi.
Kondisi tersebut terjadi karena pengelolaan terkait sistem informasi yang dikembangkan di
Ditjen AHU sebelumnya dikelola oleh unit setingkat eselon IV Subdir Teknologi Informasi
yang belum memiliki cakupan kerja dan otoritas yang luas. Selanjutnya, Direktorat TI baru
terbentuk pada tahun 2015 sehingga baru memiliki rancangan kinerja untuk 2016 dan 2017.
Belum matangnya organisasi secara struktural mengakibatkan masih banyaknya proses bisnis
yang belum terdokumentasi
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka saran yang dapat diberikan oleh
penulis adalah :
1. Untuk dapat meningkatkan pelayanan publik dengan memanfaatkan sistem informasi,
maka organisasi perlu melakukan pendokumentasian mengenai seeluruh proses dalam
bentuk tertulis agar dapat dilakukan monitoring dan tindakan perbaikan yang tepat sasaran.
2. Perlu disusun mekanisme tertulis terkait aktifitas pelayanan badan hukum secara online.
Dibutuhkan SOP yang menjelaskan alur kerja, tidak hanya mengandalkan peraturan
perundang-undangan, peraturan pemerintah ataupun peraturan menteri terkait badan
hukum. SOP diruangkan peraturan perundang – undang terkait untuk menjadi acuan
standar agar mekanisme pelayanan terkonsep dan mudah dimengerti seluruh personil serta
mencegah terjadinya multi tafsir dari undang – undang.
3. Membuat pengukuran kualitas terkait layanan online dari segi ketersediaan aplikasi, server
maupun jaringan yang mendukung layanan, agar dapat lebih jelas menganalisis kebutuhan
dalam melakukan pengembangan layanan.
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017
20
Diperlukan dokumentasi laporan monitoring dan evaluasi yang di sediakan Direktorat TI
untuk semua bidang teknis, khususnya pada pelayanan pengesahan badan hukum yang berada
di Subdit TI untuk dapat mengetahui kendala dan tindakan perbaikan layanan yang lebih
terukur.
Daftar Pustaka
Indrajit, R. E. (2002). Elektronic Government : Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital. Yogyakarta: Penerbit Andi.
IT Governance. (2007). COBIT 4.1 Framework, Control Objectives, Management Guidelines, Maturity Model. Rolling Meadows, Illinois, USA: IT Governance Institute.
Komarudin. (2011). Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik. Jurnal Negarawan (20).
Moekijat. (1991). Pengantar Sistem Informasi Manajemen. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyadi, D., Geodona, H. T., & Afandi, M. N. (2016). Administrasi Publik untuk Pelayanan Publik. Bandung: Alfabeta.
Neuman, L. W. (2014). Social Research Method : Qualitative and Quantitative Approaches. Harlow, Essex: Pearson Education Ltd.
Prasetyo, B., & Jannah, L. M. (2008). Metode Penelitian Kuantiatif, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sedarmayanti. (2009). Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi dan Reformasi Kepemimpinan Masa Depan (Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan yang Baik. Bandung: PT. Refika Aditama.
Setiyono, B. (2011). Aplikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Pelayanan Publik. Jurnal Negarawan (19).
Wibawa, S. (2009). Administrasi Negara : Isu - Isu Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017