20
PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN PENGESAHAN BADAN HUKUM DI DIREKTORAT JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM (DITJEN AHU) KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI Gusthiani Nursyamsi, Fikri Akbarsyah Anza dan Roy Valiant Salomo Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik [email protected], [email protected], dan [email protected] Abstrak Dalam mewujudkan pelayanan prima dengan memanfaatkan teknologi, Ditjen AHU yang berperan sebagai penyedia pelayanan jasa hukum umum secara konsisten berusaha mengoptimalkan pemanfaatan TIK dalam mendukung layanan publik yang diberikan. Analisis dilakukan dengan mengelaborasi konsep pelayanan publik dengan memanfaatkan sistem informasi sebagai basis pelayanannya serta menggunakan acuan standar orientasi layanan pada pelanggan dan jaminan keberlanjutan pengembangan teknologi yang terdapat pada Best Practice COBIT 4.1. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan positivist dan metode analisis kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa kondisi sistem informasi dalam mendukung Pelayanan Pengesahan Badan Hukum Online berada pada tingkat kematangan level 3 “Defined Process” pada seluruh komponen proses pengukuran. Deskripsi tersebut menggambarkan bahwa mekanisme dan prosedur layanan telah sebagian terdokumentasi. Ada peningkatan kualitas pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat, namun secara organisasi, diperlukan penyusunan dokumen SOP Layanan, standarisasi program pedidikan dan pelatihan, serta program monitoring dan evaluasi secara berkala. Kata Kunci: e-Government, Sistem Informasi, Pelayanan Publik, COBIT 4.1 Abstract In realizing prime servicing by utilizing technology, Directorate General of Legal Administration that acts as a provider of general legal services consistently seeks to optimize the utilization of ICT in support of public services provided. This research elaborated the concept of public service by utilizing information system as its service base and used indicator based on customer service orientation standard and sustainability of technology development contained in Best Practice COBIT 4.1. From the result of the research, it is found that the condition of Information System in supporting the Online Legal Entitlement Service is at maturity level 3 "Defined Process" on whole process components of measurement. The description illustrates that the service mechanism and procedures has been partially documented. There is an increase felt by the service user community, but organizationally, the preparation of the Service SOP document, the standardization of education and training programs and the regular monitoring and evaluation program. Key words: e-Government, Information System, Public Service, COBIT 4.1 Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN PENGESAHAN BADAN HUKUM DI

DIREKTORAT JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM (DITJEN AHU)

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI

Gusthiani Nursyamsi, Fikri Akbarsyah Anza dan Roy Valiant Salomo Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

[email protected], [email protected], dan [email protected]

Abstrak

Dalam mewujudkan pelayanan prima dengan memanfaatkan teknologi, Ditjen AHU yang berperan sebagai penyedia pelayanan jasa hukum umum secara konsisten berusaha mengoptimalkan pemanfaatan TIK dalam mendukung layanan publik yang diberikan. Analisis dilakukan dengan mengelaborasi konsep pelayanan publik dengan memanfaatkan sistem informasi sebagai basis pelayanannya serta menggunakan acuan standar orientasi layanan pada pelanggan dan jaminan keberlanjutan pengembangan teknologi yang terdapat pada Best Practice COBIT 4.1. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan positivist dan metode analisis kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa kondisi sistem informasi dalam mendukung Pelayanan Pengesahan Badan Hukum Online berada pada tingkat kematangan level 3 “Defined Process” pada seluruh komponen proses pengukuran. Deskripsi tersebut menggambarkan bahwa mekanisme dan prosedur layanan telah sebagian terdokumentasi. Ada peningkatan kualitas pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat, namun secara organisasi, diperlukan penyusunan dokumen SOP Layanan, standarisasi program pedidikan dan pelatihan, serta program monitoring dan evaluasi secara berkala. Kata Kunci: e-Government, Sistem Informasi, Pelayanan Publik, COBIT 4.1

Abstract

In realizing prime servicing by utilizing technology, Directorate General of Legal Administration that acts as a provider of general legal services consistently seeks to optimize the utilization of ICT in support of public services provided. This research elaborated the concept of public service by utilizing information system as its service base and used indicator based on customer service orientation standard and sustainability of technology development contained in Best Practice COBIT 4.1. From the result of the research, it is found that the condition of Information System in supporting the Online Legal Entitlement Service is at maturity level 3 "Defined Process" on whole process components of measurement. The description illustrates that the service mechanism and procedures has been partially documented. There is an increase felt by the service user community, but organizationally, the preparation of the Service SOP document, the standardization of education and training programs and the regular monitoring and evaluation program. Key words: e-Government, Information System, Public Service, COBIT 4.1

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 2: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

2

Pendahuluan

Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Kebijakan

Dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government dikatakan bahwa untuk

menyelenggarakan pemerintahan yang baik (good governance) dan meningkatkan layanan

publik yang efektif dan efisien diperlukan adanya kebijakan dan strategi pengembangan e-

Government. Pemerintah harus mampu memenuhi dua modalitas tuntutan masyarakat yang

berbeda namun berkaitan erat, yaitu pelayanan publik yang memenuhi kepentingan

masyarakat luas di seluruh wilayah negara, dapat diandalkan dan terpercaya, serta mudah

dijangkau secara interaktif. Selain itu Masyarakat juga menginginkan agar asiprasi mereka

didengar dengan demikian pemerintah harus memfasilitasi partisipasi dan dialog publik di

dalam perumusan kebijakan negara.

David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya yang berjudul “Reinventing

Goverment: How The Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector” (1992)

menyarankan penataan dan pembaharuan birokrasi pemerintahan secara menyeluruh

(reinventing goverment) dan mewirausahakan birokrasi (enterprising goverment) salah

satunya adalah dengan membangun pemerintah yang berorientasi pelanggan (customer driven

goverment, meeting he needs of the customers, not the bureaucracy). Maka dari itu

masyarakat berhak atas “pelayanan prima” sebagai konsekuensi atas prinsip tersebut

(Komarudin, 2011, p. 154). Komarudin (2011) menjelaskan bahwa kebijakan pelayanan

publik difokuskan pada enam area yaitu, peletakan arah kebijakan pelayanan publik (Undang

- Undang Pelayanan Publik dan Petunjuk Pelaksanaannya), penyebaran praktik – praktik

terbaik penyelenggaraan pelayanan publik (best practices), penerapan standar pelayanan

publik memuju standar internasional, pemberian penghargaan peningkatan kinerja pelayanan

publik, deregulasi dan debirokratisasi pelayanan investasi dan peningkatan partisipasi/peran

serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Birokrasi melayani masyarakat

(pengguna/penerima layanan), diwujudkan dalam kemudahan pelayanan (syarat, prosedur,

waktu, biaya, produk), pelayanan informasi, pengawasan internal, kepuasan pelanggan, dan

penanganan pengaduan masyarakat.

Pelayanan prima diwujudkan dengan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, adil dan

akuntabel. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

menuangkan butir - butir penting terkait Inovasi pelayanan publik di Indonesia dalam

Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Inovasi Pelayanan Publik. Salah

satu poinnya dikatakan bahwa Dalam rangka pencapaian pelaksanaan reformasi birokrasi

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 3: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

3

diperlukan percepatan peningkatan kualitas pelayanan publik. Oleh karena itu, pelayanan

publik yang dilakukan oleh birokrasi publik merupakan salah satu fungsi aparatur negara

sebagai abdi masyarakat dalam mewujudkan pelayanan prima.

Sejalan dengan tuntutan tersebut, maka dilakukan pengembangan e-Goverment sebagai

upaya pengembangan penyelenggaraan pemerintah yang berbasis elektronik dalam rangka

meningkatkan kualitas pelayanan publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan e-

Goverment dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah

dengan mengoptimalisasi pemanfaatan teknologi informasi, yang mencakup dua aktifitas

yang saling terkait, yaitu : (1) pengolahan data, (2) pemanfaatan kemajuan teknologi

informasi agar pelayanan publik daat diakses secara mudah di seluruh wilayah negara.

Saat ini upaya peningkatan pelayanan publik di banyak instansi pemerintah sudah

terlihat. Telah banyak instansi pemerintah pusat dan daerah berinisiatif mengembangkan

pelayanan publik melalui jaringan komunikasi dan informasi. Pemanfaatan Teknologi

Informasi dan Komunikasi (TIK) bagi instansi pemerintah semakin gencar dilakukan. Saat

ini, teknologi informasi berperan strategis dalam pelaksanaan reformasi birokrasi

Kementerian/Lembaga/Pemda. Pemanfaatan TIK juga dilakukan dalam pengelolaan

akuntabilitas kinerja. Dengan TIK, birokrasi tradisional yang dikenal dengan persepsi buruk

berkenaan dengan kinerja yang lambat, produktifitas rendah, dan berbelit-belit, dapat diubah

menjadi fleksibel, produktivitas tinggi, dan memiliki tingkat responsivitas yang dapat

diandalkan (Setiyono, 2011, p. 127).

Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum selanjutnya disebut Ditjen AHU, yang

berperan sebagai penyedia pelayanan jasa hukum umum terkait dengan Administrasi Hukum

Perdata, Administrasi Hukum Pidana, Administrasi Otoritas Pusat dan Hukum Internasional

serta Administrasi Hukum Tata Negara, melihat adanya kepentingan mendesak terkait

perbaikan kualitas pelayanan publik yang dijalankan. Ditjen AHU secara konsisten berusaha

mengoptimalkan pemanfaatan TIK dalam mendukung pelayanan publik yang diberikan, hal

ini dilakukan untuk mengurangi atau mengeliminasi tatap muka, mempersingkat birokrasi

hingga mempermudah akses terhadap informasi maupun pelayanan publik yang dilakukan

Ditjen AHU.

Ditjen AHU merupakan salah satu direktorat dibawah Kementerian Hukum dan HAM

RI yang merupakan kemudian membuat pengembangan pelayanan administrasi secara

elektronik berbasis teknologi yang disebut AHU Online. Salah satu bidang yang dilayani

adalah di bidang pengesahan badan hukum. Pelayanan pengesahan badan hukum via AHU

Online muncul karena adanya keluhan dan tuntutan masyarakat terkait maraknya praktek

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 4: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

4

pungli, birokrasi yang berbelit – belit serta lamanya waktu pelayanan serta permasalahan lain

yang muncul dalam pelayanan secara manual. Padahal, potensi PNBP (Pendapatan Negara

Bukan Pajak) yang dimiliki Ditjen AHU mampu mencapai angka rata – rata 2 Miliar per-hari

yang apabila dikelola dengan baik akan memberikan kontribusi terhadap pembangunan.

Selain itu, pemanfaatan teknologi dilakukan untuk menberikan akses kemudahan berusaha

bagi masyarakat yang ingin mendirikan perseroan.

Kebutuhan akan terwujudnya pelayanan prima mengikuti berkembangnya era

perdagangan bebas ASEAN dan perkembangan dunia usaha yang menuntut agar

dilakukannya pelayanan yang cepat khususnya dalam kegiatan berinvestasi, Kementerian

Hukum dan HAM juga turut mendukung kebijakan pemerintah dalam rangka kemudahan

berusaha yang akan menarik minat investor datang ke Indonesia, oleh karena itu Kementerian

Hukum dan HAM berupaya memberikan pelayanan prima atas permohonan pengesahan

badan hukum.

Selaras dengan usaha peningkatan pelayanan prima berbasis teknologi informasi maka

dengan dibuatnya sistem informasi pelayanan pengesahan badan hukum menggunakan

aplikasi AHU Online akan dapat mendukung terwujudnya tujuan tersebut. Meskipun begitu,

belum ada landasan hukum yang jelas terkait penggunaan AHU Online sebagai sarana dalam

melakukan pelayanan pengesahan badan hukum. Dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak

Asasi Manusia Nomor 4 Tahun 2014 masih belum mengatur dengan jelas mengenai AHU

Online. Beberapa masalah juga masih muncul dalam implementasi pelayanan tersebut, seperti

pengelolaan sistem, koneksi jaringan, kondisi data center maupun perangkat pendukung

sistem tersebut. Selain itu, SDM juga berkontribusi dalam faktor penyebab kurang optimalnya

pelayanan Ditjen AHU dimana respon dalam menanggapi masalah maupun keluhan

khususnya terkait pelayanan online dianggap masih lambat.

Peningkatan dan perbaikan kualitas pelayanan ini menjadi penting karena percepatan

proses pengesahan badan hukum menjadi salah satu akses kemudahan berusaha bagi

masyarakat yang ingin mendirikan perseroan. Selain itu, kemudahan dalam pendirian dan

pengesahan badan hukum sosial menjamin ketersediaan ruang gerak untuk menyelenggarakan

kegiatan sosial seperti pendidikan, kesehatan serta keagamaan.

Kebutuhan akan peningkatan pelayanan pengesahan badan hukum berbasis teknologi,

diikuti dengan dibutuhkannya optimalisasi penggunaan sumber daya Teknologi Informasi

(TI). Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan sebuah alat yang tepat untuk melihat sejauh

mana Ditjen AHU telah menyelenggarakan pelayanan berbasis teknologi.

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 5: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

5

Alat untuk melakukan review mengenai ketersediaan TI yang sering digunakan adalah

kerangka kerja Control Objectives for Information and Related Technology (COBIT) 4.1

yang memiliki desain gambaran tata kelola TI yang berorientasi sekarang dan masa depan.

Tata kelola TI ini bersifat komprehensif dimana didalamnya berisi standar dalam

mengimplementasikan teknologi pada kegiatan organisasi. COBIT 4.1 digunakan karena telah

menyediakan suatu parameter pengukuran yang disebut maturity model yang memberikan

gambaran tingkat kesiapan organisasi dalam penyediaan TI untuk menunjang kebutuhan dan

tujuan organisasi tersebut (IT Governance, 2007, p. 25).

Tinjauan Teoritis

Pelayanan publik ditujukan kepada pelayanan terhadap kebutuhan yang bersifat umum

dalam masyarakat, karena itu dapat dituntut agar dilaksanakan. Kepentingan umum,

menyangkut pelayanan, sehingga dinyatakan sebagai pelayanan bagi kepentingan umum, hal

ini tampak dari adanya kebutuhan masyarakat yang bersifat umum (Sedarmayanti, 2009, p.

244). Dalam perkembangan konsep pelayanan di lingkungan pemerintah, muncul istilah

baru yang disebut Electronic Government (e-Government). Strategi pelayanan dengan

konsep e-Government merupakan penggunaan teknologi informasi untuk membuka

pemerintah dan informasi pemerintah yang memungkinkan dinas-dinas pemerintah untuk

berbagi informasi demi kemanfaatan publik. Hal ini memungkinkan tejadinya transaksi

secara online serta mendorong pelaksanaan demokrasi (Wibawa, 2009, p. 113). Maureen

Brown dalam Rabin menjelaskan bahwa strategi pelayanan dengan konsep e- Government

sendiri merupakan penggunaan teknologi terutama aplikasi internet berbasis web untuk

meningkatkan akses kepada dan kiriman pelayanan pemerintah kepada warga negara,

rekanan bisnis, pekerja dan entitas pemerintah yang lain (Mulyadi, Geodona, & Afandi,

2016, p. 78). Pemerintah membangun suatu aplikasi layanan dengan menerapkan berbagai

portofolio teknologi informasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan interaksi

dengan masyarakat yang merupakan bagian dari penerapan konsep Government to Citizens

(Indrajit, 2002, p. 41).

Konsep e-Government dalam perkembangan cakupan administrasi Negara

membutuhkan penyesuaian model organisasi hingga pelayanan publik saat ini membutuhkan

proses yang cepat. Proses tersebut tidak dapat terlepas dari penerapan sistem informasi

manajemen (SIM). SIM adalah segala sesuatu yang menyangkut perencanaan,

pengembangan, pengelolaan dan penggunaan alat teknologi informasi untuk membantu

manusia dalam menyelesaikan seluruh pekerjaannya yang berhubungan dengan

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 6: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

6

pengelolahan dan pengelolaan informasi yang dalam implementasinya senantiasa

berhubungan dengan tiga sumber daya organisasi yaitu informasi, teknologi informasi dan

manusia (Moekijat, 1991, p. 69).

Dalam mewujudkan birokrasi yang efektif dan efisien, dimana salah satu area

perubahan yang memanfaatkan sistem informasi dalam konteks birokrasi terkait pelayanan

publik adalah peningkatan kualitas pelayanan publik berbasis teknologi. Untuk mengetahui

sejauh mana implementasi sistem informasi di lingkungan pemerintah dijalankan, terdapat

Control Objectives for Information and Related Technology (COBIT) 4.1 yang merupakan

Best Practice terkait kerangka kerja dalam pengelolaan TI. Dikeluarkan oleh sebuah

organisasi internasional di bidang tata kelola TI yaitu Information System Audit And Control

Association (ISACA).

Gambar 1 COBIT IT Processes Defined With The Four Domain

Sumber : ITGI Best Practice COBIT 4.1 (2007)

Pengukuran dalam COBIT 4.1 mencakup ketersediaan sistem informasi yang memadai,

sumber daya (manusia, perangkat keras, perangkat lunak, sarana dan prasarana) serta alur

proses kerja yang dibutuhkan dalam memenuhi pelayanan publik. COBIT didasarkan pada

analisis dan harmonisasi standar TI dan praktik yang ada dan sesuai dengan prinsip tata kelola

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 7: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

7

yang berlaku umum. COBIT bertujuan untuk meneliti, mengembangkan, mempublikasikan

dan mempromosikan kerangka kerja tata kelola pemerintahan yang berwibawa, berorientasi

masa depan, diterima secara internasional untuk diadopsi oleh banyak perusahaan.

Untuk keberhasilan sistem informasi dalam memenuhi kebutuhan organisasi,

manajemen harus menempatkan sistem pengendalian internal atau kerangka kerja di tempat.

Kerangka COBIT memberikan kontribusi untuk kebutuhan tersebut dengan (1) Membuat link

dengan kebutuhan organisasi, (2) Kegiatan Penyelenggara sistem informasi menjadi model

proses yang berlaku umum, (3) Mengidentifikasi sumber utama sistem informasi untuk

dimanfaatkan, (4) Mendefinisikan tujuan pengendalian manajemen untuk dipertimbangkan.

Penelitian ini mengelaborasi antara konsep pelayanan publik yang diwujudkan melalui

e-Government, konsep sistem informasi manajemen ke dalam kerangka kerja COBIT 4.1.

Pengembangan sistem informasi dalam mendukung pelayanan publik khususnya pada poin

utama terkait perspektif pelanggan yaitu melalui pemngembangan orientasi dan layanan

pelanggan. Terdapat dua kriteria utama sebagai dasar untuk melihat kesesuaian IT dalam

meningkatkan orientasi dan pelayanan pelanggan yaitu, (1) Memastikan kepuasan pengguna

akhir (pelanggan) dengan pelayanan yang ditawarkan dan kualitas pelayanan yang diberikan

(2) memastikan bahwa pelayanan sistem informasi yang tersedia sesuai dengan kebutuhan.

Dengan merujuk pada kedua indikator tersebut, maka didapatkan korelasi terhadap proses –

proses yang memenuhi dua standar tersebut yang tergambar dalam sepuluh sub indikator

dibawah ini :

1. Manage Quality (Pengelolaan Kualitas Layanan) - PO8

Bagaimana sistem informasi dapat memberikan kontribusi dalam pencapaian organisasi

dengan sistem manajemen mutu dalam mendefinisikan standar kualitas pelayanan

berbasis elektronik serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pelayanan.

2. Enable Operation & Use (Tersedia untuk Digunakan) - AI4

Memastikan kepuasan pengguna akhir dengan penawaran layanan dan tingkat layanan

dan mengintegrasikan aplikasi dan solusi teknologi dengan mulus ke dalam proses bisnis

yang terdapat pada prosedur pengesahan badan hukum.

3. Define & Manage Service Level (Pengelolaan Tingkat Layanan) - DS1

Menjabarkan tingkat layanan yang diberikan, ketersediaan monitoring dan review service

level, keselarasan service level dengan perencanaan strategis serta jumlah laporan review

SLA. Indikator ini bertujuan untuk mendeskripsikan apakah tingkat layanan hukum

administrasi hukum umum yang diberikan sudah optimal atau masih dibutuhkan kajian

lebih lanjut.

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 8: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

8

4. Manage Third Party Service (Pengelolaan dengan pihak ketiga) - DS2

Menjamin bahwa pelayanan yang disediakan oleh pihak ketiga (vendor, supplier atau

partner bisinis) sesuai dengan kebutuhan. Analisis terkait dengan pengelolaan dokumen

perjanjian dengan pihak ketiga, penanganan keluhan dari supplier serta manajemen

keluhan.

5. Educate & Train User (Pendidikan dan pelatihan pengguna) - DS7

Analisis kebutuhan program pendidikan dan pelatihan yang memadai untuk mendukung

kebutuhan model bisnis saat ini dan masa depan dalam rangka optimalisasi fungsi TI

dalam mendukung pelayanan.

6. Manage Problem (Pengelolaan masalah) - DS10

Menganalisis kemampuan organisasi dalam melakukan identifikasi dan klasifikasi

masalah, pemetaan masalah serta pemecahannya secara terukur dan termonitoring dalam

rangka optimalisasi fungsi TI

7. Manage Performance & Capacity (Pengelolaan kinerja dan Kapasitas) - DS3

Menganalisis ketersediaan kapasitas dan kinerja yang dibutuhkan, dengan

mempertimbangkan aspek-aspek seperti beban kerja normal, persyaratan penyimpanan

dan siklus hidup sumber daya TI, dalam mengoptimalkan kinerja infrastruktur TI, sumber

daya dan kemampuan dalam merespon kebutuhan bisnis.

8. Ensure Continuous Service (Jaminan pelayanan yang berkelanjutan) - DS4

Analisis mencakup proses pengembangan, pemeliharaan dan keberadaan rencana

strategis TI serta bagaimana melakukan penanggulangan masalah pada jaminan

ketersediaan layanan khususnya pada pengesahan badan hukum.

9. Manage Service Desk & Incident (Pengelolaan Layanan dan Keluhan) - DS8

Analisis mencakup ketersediaan meja layanan untuk pengaduan, tingkat kepuasan

pengguna layanan serta jumlah insiden yang terdokumentasi serta penanggulangannya.

10. Pengelolaan Operasional (DS13)

Menjelaskan ketersedian dokumen SOP dan instruksi mengenai penanganan masalah

operasional, pengembangan infrastruktur sesuai Service Level serta terkait pemeliharaan

perangkat keras dalam mendukung ketersediaan layanan. Pengumpulan data yang

lengkap dan akurat memerlukan pengelolaan prosedur pengolahan data yang efektif dan

perawatan perangkat keras yang yang terjadwal.

Maka dalam menyusun kerangka pemikiran pada penelitian ini, secara ringkas dapat

dilihat pada gambar berikut :

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 9: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

9

Gambar 2 Theoritical Framework Analysis

Sumber : Olahan peneliti, dari berbagai sumber (2017)

Deskripsi pengukuran dilakukan menggunakan analisis Tingkat Kematangan (Maturity

Model) yang terdapat pada kerangka kerja COBIT 4.1 dengan enam tingkatan yang terdiri

dari :

• Level 0 (Non-existent) : Tidak adanya proses yang dapat dikenali. Organisasi/Institusi

bahkan belum menyadari bahwa ada masalah yang harus ditangani.

• Level 1 (Initial / Ad Hoc) : Ada bukti bahwa Organisasi/Institusi telah menyadari bahwa

terdapat permasalahan dan perlu ditangani. Namun, tidak ada proses standar; Sebagai

gantinya, ada pendekatan ad hoc yang cenderung diterapkan pada kasus perorangan atau

kasus per kasus. Keseluruhan pendekatan manajemen tidak terorganisir.

• Level 2 (Repeatable but Intuitive) : Proses telah berkembang ke tahap di mana prosedur

serupa diikuti oleh orang yang berbeda untuk melakukan tugas yang sama. Tidak ada

pelatihan formal atau komunikasi prosedur standar, dan tanggung jawab diserahkan kepada

individu. Ada tingkat ketergantungan yang tinggi pada pengetahuan individu oleh karena

itu masih dimungkinkan terjadinya kesalahan karena belum adanya SOP secara tertulis.

• Level 3 (Defined Process) : Prosedur Proses yang ditetapkan telah distandarisasi dan

didokumentasikan, dan dikomunikasikan melalui pelatihan. Diamanatkan bahwa proses-

proses ini harus diikutinamun, belum dapat mengukur penyimpangan yang terjadi.

Prosedurnya sendiri tidak canggih namun merupakan bentuk formalisasi praktik yang ada.

• Level 4 (Managed and Measurable) : Manajemenmemantau dan mengukur kepatuhan

terhadap prosedur dan mengambil tindakan dimana proses tampaknya tidak berjalan efektif.

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 10: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

10

Proses di bawah perbaikan konstan dan memberikan praktik yang baik. Otomasi dan alat

digunakan dengan cara yang terbatas atau terfragmentasi.

• Level 5 (Optimized) : Proses yang Dioptimalkan telah disempurnakan ke tingkat praktik

yang baik, berdasarkan hasil pemodelan perbaikan dan pematangan berkelanjutan dengan

Organisasi/Institusi lain. TI digunakan secara terpadu untuk mengotomatisasi alur kerja,

menyediakan alat untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas, membuat perusahaan cepat

beradaptasi.

Level kematangan adalah cara untuk menggambarkan seberapa baik proses manajemen

yang dikembangkan organisasi. Dalam hal ini, akan membantu menggambarkan bagaimana

pelayanan pengesahan badan hukum yang menjadi produk utama Subdit Badan Hukum –

Direktorat Perdata telah memenuhi kebutuhan bisnisnya berupa Layanan berbasis teknologi

yang terkait dengan dukungan perangkat TI (aplikasi, perangkat keras, keamanan, database,

server dan lain – lain) yang merupakan tanggung jawab Direktorat TI. Skala model

kematangan 0 – 5, akan membantu menjelaskan bagaimana kekurangan yang masih dihadapi

serta menetapkan target untuk tujuan yang diinginkan dalam optimalisasi layanan publik

berbasis teknologi (IT Governance, 2007, p. 19).

Tabel 1 Matriks Pengembangan Penelitian

Konsep Dimensi Indikator Sub Indikator Jenis Data

Primer Sekunder

Sistem Informasi Pelayanan

Publik

Electronic Services

Kepuasan Pelanggan

Melalui Tingkat

Pelayanan Yang

Tersedia

Manage Quality (PO8) Wawancara, Dokumentasi

Studi Literatur

Enable Operation & Use (AI4)

Wawancara, Dokumentasi

Studi Literatur

Define & Manage Service Level (DS1)

Wawancara, Dokumentasi

Studi Literatur

Manage Third-party Service (DS2)

Wawancara, Dokumentasi

Studi Literatur

Educate & Train User (DS7)

Wawancara, Dokumentasi

Studi Literatur

Manage Problem (DS10) Wawancara, Dokumentasi

Studi Literatur

Tersedianya Pelayanan

Sistem Informasi

sesuai kebutuhan

Manage Performance & Capacity (DS3)

Wawancara, Dokumentasi

Studi Literatur

Ensure Continuous Service (DS4)

Wawancara, Dokumentasi

Studi Literatur

Manage Service Desk & Incident (DS8)

Wawancara, Dokumentasi

Studi Literatur

Manage Operation (DS13)

Wawancara, Dokumentasi

Studi Literatur

Sumber : Olahan Peneliti dari berbagai sumber, 2017

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 11: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

11

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan positivist yang tujuannya untuk

menggambarkan penerapan sistem informasi pada pelayanan pengesahan badan hukum online

di Ditjen AHU melalui standar acuan COBIT 4.1 (Control Objective for Information and

Related Technology 4.1). Metode ini menggabungkan pola deduktif dengan observasi empiris

yang tepat terhadap perilaku individu untuk menemukan dan mengkonfirmasi seperangkat

hubungan sebab akibat yang dapat digunakan untuk memprediksi pola umum aktifitas

manusia (Neuman, 2014, p. 97).

Berdasarkan tujuannya, penelitian ini adah penelitian deskriptif, yaitu berusaha

menggambarkan penerapan sistem informasi pada pelayanan pengesahan badan hukum.

Berdasarkan dimensi waktunya, penelitian ini tergolong dalam penelitian cross sectional,

dimana penelitian hanya digunakan dalam waktu tertentu dan tidak dilakukan lagi di lain

waktu untuk diperbandingkan berdasarkan waktunya (Prasetyo & Jannah, 2008, p. 45).

Penelitian ini dilakukan di bulan maret hingga juni 2017. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini dilakukan dengan wawancara mendalam, interpretasi dokumen tertulis serta

tinjauan literatur melalui teori terkait penerapan pelayanan elektronik dan sistem informasi

manajemen.

Informan dalam penelitian ini terdiri dari tujuh orang, yaitu : Sekretaris Direktorat

Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kepala Sub Bagian Humas, Kepala Sub Bagian

Kelembagaan & Reformasi Birokrasi dari Sekretariat Jenderal AHU. Selanjutnya dari

Direktorat TI yaitu Kepala Seksi Pengembangan Aplikasi Teknologi Informasi dan Analis

Sistem Aplikasi dan Jaringan Komputer. Subdit Badan Hukum selaku bagian teknis yaitu

Analis Permasalahan Badan Hukum dan Penyusun Informasi Hukum. Kelima informan

tersebut merupakan orang – orang yang berperan sebagai guide keeper dalam melakukan

penelitian, pemangku kebijakan serta pelaksana teknis dari kebijakan pelayanan secara

elektronik.

Hasil Penelitian

Ditjen AHU sebagai pelaksana pelayanan administrasi hukum umum, berfungsi sebagai

penyelenggara pelayanan publik di bidang hukum. Salah satu layanan yang diberikan adalah

layanan pengesahan badan hukum melalui Subdirektorat Badan Hukum sebagai pelaksana

teknis yang berada dibawah Direktorat perdata dan Direktorat TI sebagai pemangku kebijakan

dan pengelolaan sistem informasi. Kedua direktorat tersebut berkoordinasi sebagai penyedia

pelayanan pengesahan badan hukum yang memanfaatkan teknologi, sehingga dapat

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 12: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

12

memangkas waktu birokrasi dan menghilangkan biaya – biaya yang mungkin seharusnya

tidak ada.

Dalam mendukung pelayanan berbasis teknologi terkait pengesahan badan hukum,

Ditjen AHU memiiliki empat aplikasi yaitu (1) Aplikasi Badan Hukum PT, (2) Aplikasi

Pengesahan Badan Hukum Yayasan dan Perkumpulan (3) Aplikasi pencarian/unduh data, (4)

Aplikasi SIMPADHU. Semua aplikasi online tersebut dapat diakses melalui portal AHU

Online melalui alamat ahu.go.id. Efisiensi dan efektifitas layanan pengesahan badan hukum

yang telah sepenuhnya dilakukan dalam rangka mendukung kemudahan berusaha juga terlihat

dalam pemeringkatan easy doing business yang dilakukan oleh World Bank. Berdasarkan

hasil wawancara dengan Bapak Yose Randi selaku staf di Subdit Badan Hukum dan diperkuat

artikel yang dirilis oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) bahwa laporan Ease of

Doing Business(EODB) 2017 yang dirilis Bank Dunia pada bulan oktober 2016, bahwa

peringkat kemudahan usaha (Easy Doing Business) Indonesia berada di posisi 91.

Sebelumnya, pada survei EODB 2015 yang diumumkan pada bulan Oktober 2014, Indonesia

berada di peringkat 114 naik 8 peringkat dari posisi 122, kemudian pada survei EODB 2016,

Indonesia berada di peringkat 109 (BKPM, 2016).

Alur proses Layanan Pengesahan Badan Hukum Online tergambar berikut ini :

Gambar 3 Alur Pengesahan Perseroan Terbatas Online

Sumber : Olahan Peneliti

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 13: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

13

Pengembangan alur pelayanan badan hukum sosial secara online dapat tergambar

sebagai berikut :

Gambar 3 Alur Pengesahan Yayasan dan Perkumpulan Secara Online

Sumber : Olahan Peneliti

Penilaian kualitas aplikasi layanan secara online yang dilakukan khususnya pada

pelayanan badan hukum sejauh ini dilakukan dengan menyediakan kolom survey melalui

website AHU Online. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan di seluruh provinsi di

Indonesia dilakukan menggunakan Form Isian yang terdiri dari 8 pertanyaan yang ditujukan

pada pengguna aktif layanan yaitu para notaris. Hasil analisis tersebut maka diperoleh bahwa

tingkat kematangan pada penerapan sistem informasi pelayanan badan hukum online di Ditjen

AHU berada pada tingkat 3 Defined Process. Deskripsi tersebut menggambarkan bahwa

mekanisme dan prosedur layanan telah sebagian terdokumentasi. Ada peningkatan kualitas

pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat. Secara organisasi, dibutuhkan rekomendasi

perbaikan dalam rangka pemenuhan layanan TI sehingga keseluruhan proses dapat meningkat.

Seperti standarisasi program pelatihan dan pendidikan, pembuatan dokumen SOP pelayanan

serta program monitoring dan evaluasi secara berkala.

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 14: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

14

Pembahasan

Dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 29 Tahun 2015 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM RI (ORTA KEMENKUMHAM

RI) pada pasal 315 dijelaskan bahwa Subdirektorat Badan Hukum mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan

teknis dan supervisi, serta pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang

perseroan tertutup, perseroan terbuka, lembaga keuangan dan penanaman modal, badan

hukum sosial, dokumentasi dan pengumuman badan hukum secara elektronik. Sementara

pengeloaan TIK pada Ditjen AHU saat ini dilakukan secara terpusat oleh Direktorat

Teknologi Informasi yang merupakan unit eselon 2 dibawah Direktorat Jenderal Administrasi

Hukum Umum (Ditjen AHU). Direktorat Teknologi Informasi merupakan unit eselon 2 yang

dibentuk pada tahun 2015 sebagai jawaban atas semakin meningkatnya peran dan tuntutan

kebutuhan TIK dalam mendukung layanan publik Ditjen AHU.

Pembentukan Direktorat Teknologi dan Informasi serta penjelasan mengenai

kedudukan, tugas dan fungsinya dimuat dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI

Nomor 29 Tahun 2015 Tentang ORTA KEMENKUMHAM RI. Pada pasal 380 dijelaskan

bahwa Direktorat TI memiliki tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan

kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan

pelaporan di bidang perencanaan dan dukungan teknis, pengembangan perangkat keras dan

perangkat lunak.

Analisis terkait penerapan sistem informasi pada pelayanan pengesahan Badan Hukum

Via AHU Online digunakan standar yang termuat dalam kerangka kerja COBIT 4.1 (Control

Objectives For Information and Related Technology 4.1) dengan mengambil fokus terhadap

bagaimana institusi melakukan pengembangan pelayanan yang berorientasi pelanggan.

Penilaian terhadap pengembangan pelayanan berbasi elektronik akan terlihat dari sejauh mana

organisasi memenuhi kriteria dari masinng – masing indikator. Informasi yang terangkum

dalam indikator COBIT harus sesuai dengan kriteria tertentu yang mengacu pada kebutuhan

bisnis oroganisasi. Kriteria ditetapkan untuk melihat apakah sistem informasi sudah

mememenuhi kriteria efisien dan efektif dalam memenuhi kebutuhan pada pelayanan

pengesahan badan hukum yang berbasis elektronik. Kedua kriteria tersebut dijabarkan sebagai

berikut :

• Efektivitas berhubungan dengan informasi yang relevan dan sesuai dengan proses bisnis

dan juga disampaikan secara tepat waktu, benar, konsisten dan bermanfaat.

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 15: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

15

• Efisiensi menyangkut penyediaan informasi melalui penggunaan sumber daya yang

optimal (paling produktif dan ekonomis).

Gambaran analisis disimpulkan dengan mendefinisikan kondisi layanan bedasarkan

Level Kematangan yang terdapat dalam COBIT 4.1 yang tergambar dalam tabel berikut ini :

Tabel 2 Hasil Capaian dalam COBIT Process

Cobit Process Kondisi Saat Ini Tingkat Kematangan

Ensure Satisfaction od End Users with Service Offering and Service Level

Manage Quality - PO8

• Tersedia alur proses teknis pelayanan online • Pendidikan dan pelatihan muncul setiap ada aplikasi baru • Tersedia survey kepuasan pelanggan • Belum tersedia survey penilaian kinerja internal • Belum terdapat dokumentasi SLA

Level 3 Defined Process

Enable Operation & Use - AI4

• Tersedia SOP Pengembangan Aplikasi • Dokumentasi bisnis proses belum mencakup seluruh layanan • TOT dan Bimbingan Teknis dilaksanakan tim Proyek • Belum ada perencanaan program pelatihan profesional TI

Level 3 Defined Process

Define & Manage Service Level - DS1

• Tingkat layanan tersedia secara informal • Pelaporan tingkat layanan belum lengkap karena belum tersedia

dokumentasi SLA • Pelaporan tingkat layanan tergantung pada keterampilan dan

inisiatif masing – masing pimpinan

Level 3 Defined Process

Manage Third-party Service - DS2

• Kontrak formal tersedia dengan content umum • Belum terdapat monitoring dan evaluasi terkait vendor secara

komprehensif • Metode pemilihan vendor berdasarkan jumlah anggaran (PAGU) • Laporan hasil layanan sebagai bentuk formalitas atas pemenuhan

kontrak

Level 3 Defined Process

Educate & Train User - DS7

• Tersedia program pelatihan dan pendidikan • Perencanaan kegiatan tercantum dalam Kerangka Acuan Kerja • Anggaran dan Fasilitas terbangun untuk pelaksanaan program,

namun ada beberapa kegiatan yang belum terlaksana • Belum ada kebijakan standar pengelolaan SDM berbasis TI

Level 3 Defined Process

Manage Problem - DS10

• Kondisi tata kelola masalah dalam memenuhi pelayanan telah ada • Institusi memiliki kesadaran luas akan kebutuhan dan manfaat

pengelolaan masalah terkait TI baik dalam fungsi unit bisnis dan layanan informasi

• Sudah tedapat laporan dan rekapitulasi masalah setiap bulannya • Penanganan masalah belum bersifat continue

Level 3 Defined Process

Make sure that IT service are available as required

Manage Performance & Capacity - DS3

• Penyediaan perangkat pedukung sesuai kebutuhan • Hanya terdapat satu data center • Backup Data Center sedang dalam proses pembangunan • Terdapat Blue Print IT yang berisi perencanaan jangka panjang

terkait penambahan kapasitas perangkat pendukung kinerja

Level 3 Defined Process

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 16: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

16

Cobit Process Kondisi Saat Ini Tingkat Kematangan

Ensure Continuous Service - DS4

• Keberlanjutan layanan Ditjen AHU telah memiliki perencanaan yang pasti meskipun belum seluruhnya terdokumentasi.

• Laporan berkala terkait pelayanan yang disampaikan dalam laporan tahunan

• Belum memiliki dokumentasi BCP (Business Continuity Planning)

• Belum memiliki dokumentasi DRP (Disaster Recovery Planning)

Level 3 Defined Process

Manage Service Desk & Incident - DS8

• Kebutuhan fungsi meja layanan dan proses manajemen keluhan diakui dan diterima.

• Prosedur telah distandarisasi dan didokumentasikan, dan pelatihan informal dilakukan.

• Respon tepat waktu terhadap pertanyaan dan insiden tidak diukur dan insiden mungkin tidak terselesaikan

Level 3 Defined Process

Manage Operation - DS13

• Telah memiliki SOP untuk operasionalisasi TI. Namun dokumentasi tertulis untuk beberapa layanan belum tersedia.

• Seluruh pihak telah bekerja secara profesional, namun ketidaktersediaan dokumen menjadikan pekerjaan tidak memiliki standar pengukuran yang jelas

• Tindakan perbaikan, pencegahan dan penanggulangan insiden dilakukan atas dasar insiatif personal

• Jadwal pengelolaan telah tersedia namun hanya dikelola berdasarkan personil yang bertanggung jawab

• Kebijakan formal sedang dalam tahap pengembangan • Terdapat dokumen IT Master Plan Ditjen AHU 2016 - 2019

Level 3 Defined Process

Sumber : Olahan Peneliti, 2017

Merujuk pada deskripsi hasil analisis tersebut maka diperoleh bahwa tingkat

kematangan pada penerapan sistem informasi pelayanan badan hukum online di Ditjen AHU

berada pada tingkat 3 Defined Process.Dibutuhkan rekomendasi perbaikan dalam rangka

pemenuhan layanan TI sehingga keseluruhan proses dapat meningkat. Rekomendasi

perbaikan proses agar dapat mencapai tingkat 4 Managed and Measurable. Rekomendasi ini

bersifat subyektif, dengan mengacu pada deskripsi tingkat kematangan dalam framework

COBIT 4.1. Berikut rekomendasi yang diberikan agar dapat mencapai tingkat 4 Managed and

Measurable.

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 17: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

17

Tabel 3 Rekomendasi Menuju Tingkat 4 Managed and Measurable

COBITProcess REKOMENDASI

EnsureSatisfactionodEndUserswithServiceOfferingandServiceLevel

Manage Quality - PO8

• Membuat dokumentasi Service Level Agreement (SLA) terkait seluruh layanan sebagai dasar pengukuran kualitas layanan

• Membuat program pelatihan yang terukur dan terencana untuk mengelola SDM berbasis teknologi

• Melakukan survey pengukuran kualitas yang berkelanjutan dan mengarah pada analisis akar masalah dan tindakan perbaikan.

• Menentukan metode analisis yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas dari pengelolaan kualitas

Enable Operation & Use - AI4

• Melakukan dokumentasi bisnis proses yang dibutuhkan • Memiliki SDM khusus yang bertanggungjawab terhadap administrasi materi

dan pelaksanaan pelatihan internal serta pelatihan eksternal. • Mengembangkan pengukuran efisiensi dan efektifitas program pelatihan dan

pengembangan SDM berbasis teknologi Define & Manage Service Level - DS1

• Merumuskan persyaratan tingkat layanan secara formal • Membuat dokumentasi SLA sehingga evaluasi dan monitoring tingkat

layanan dapat dilakukan secara berkala • Menyusun program dan sasaran strategis organisasi • Melakukan benchmarking dengan organisasi publik dan swasta sehingga

dapat menentukan standar yang relevan dalam penyediaan layanan dan menilai kinerja TI

Manage Third-party Service - DS2

• Melakukan pemantauan atas kepatuhan terhadap kontrak kerja terhadap vendor sehingga pekerjaan selesai tepat waktu

• Membuat standar penilaian dan identifikasi atas resiko terkait layanan pihak ketiga untuk mendeteksi masalah yang berpotensi terjadi

• Menentukan ukuran penilaian efektifitas dan efisiensi pengelolaan vendor untuk mereview kinerja vendor dalam memenuhi kontrak kerja sebagai acuan pemilihan vendor dalam pekerjaan selanjutnya

Educate & Train User - DS7 • Pembuatan program pelatihan dan pendidikan yang berkelanjutan

• Membuat standar monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan sebagai acuan program selanjutnya

• Penyempurnaan program pendidikan dan pelatihan SDM berbasis teknologi sehingga dapat digunakan sebagai tolak ukur job analysist

Manage Problem - DS10

• Menyusun SOP layanan secara menyeluruh, termasuk di dalamnya mengenai pengelolaan masalah

• Melakukan pencatatan, pelaporan dan analisis masalah yang terintegrasi • Menentukan peran dan tanggung jawab masing – masing bagian, sehingga

tidak terjadi tumpang tindih dalam menangani masalah

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 18: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

18

COBITProcess REKOMENDASI

MakesurethatITserviceareavailableasrequired

Manage Performance & Capacity - DS3

• Membuat rencana kinerja yang disesuaikan dengan kebutuhan bisnis (pelayanan publik)

• Optimasisasi infrastruktur TI dalam memenuhi seluruh layanan • Adanya laporan secara berkala mengenai pemenuhan sumber daya maupun

hal – hal yang masih dibutuhkan dalam perbaikan kapasitas dan kinerja TI

Ensure Continuous Service - DS4

• Penyusunan dokumen Disaster Recovery Planning (DRP) untuk penanggulangan insiden dan bencana

• Penyusunan dokumen Business Continuity Planning (BCP) untuk menjamin keberlanjutan pelayanan publik berbasis teknologi

• Secara konsisten mengkomunikasikan dan meningkatkan kesadaran para staf untuk memastikan keberlanjutan layanan melalui program pelatihan

Manage Service Desk & Incident - DS8

• Mengaktifkan aplikasi helpdesk dan media call centre sehingga masalah dapat terekam dan terpantau melalui satu pintu

• Menentukan pihak yang bertanggungjawab dalam mengelola pelayanan helpdesk serta selalu melakukan koordinasi dengan seluruh bagian terkait sehingga pengelolaan masalah dapat dilakukan secara komprehensif

• Menyusun program survey kepuasan pelanggan secara komprehensif sehingga dapat mengukur kualitas pelayanan dan mereduksi keluhan – keluhan yang ada

• Melakukan sosialisasi pada pengguna mengenai alur pengaduan masalah

Manage Operation - DS13

• Melakukan dokumentasi terhadap pengelolaan operasional pelayanan TI • menyediakan jadwal pengelolaan aplikasi secara menyeluruh dan

dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh staff TI • disediakan dokumen khusus terkait pengelolaan mengenai tindakan

perbaikan, pencegahan dan penanggulangan insiden • membuat ukutan mengenai standar pengelolaan operasional untuk

dikomunikasikan kepada kerja pihak ketiga yang bekerja sama dalam mengelola operasional

Sumber : Olahan Peneliti (IT Governance, 2007)

Simpulan

Penelitian dengan menggunakan deskripsi tingkat kematangan (maturity level) yang

terdapat pada framework COBIT 4.1 dalam menggambarkan kondisi sistem informasi dalam

memenuhi standar Layanan Pengesahan Badan Hukum, kematangan pada penerapan sistem

informasi layanan badan hukum online di Ditjen AHU berada pada level 3 Defined Process,

yang artinya bahwa pada implementasi sistem informasi pada Ditjen AHU, sebagian prosedur

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 19: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

19

proses yang ditetapkan telah distandarisasi dan didokumentasikan, dan dikomunikasikan

melalui mekanisme pelatihan. Personil di subdit terkait, telah memahami peran dan tanggung

jawabnya masing – masing. Subdit Badan Hukum selaku pelaksana teknis layanan telah

memahami pengoperasian sistem meski begitu SOP layanan elektronik belum tersedia dan

seluruh tindakan teknis dilaksanakan mengacu pada penafsiran Peraturan Perundang –

undangan, Peraturan Menteri dan Peraturan Pemerintah yang diamanatkan untuk mengatur

pelayanan pengesahan badan hukum (Perseroan Terbatas dan Sosial).

Pada prosedur pengelolaan terkait teknis Sistem Informasi, proses penerapan dalam

tata kelola infrastruktur TI belum diimplementasikan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan

banyaknya proses yang belum terdokumentasi namun karena belum terdokumentasi sehingga

belum dapat mengukur penyimpangan yang terjadi.

Kondisi tersebut terjadi karena pengelolaan terkait sistem informasi yang dikembangkan di

Ditjen AHU sebelumnya dikelola oleh unit setingkat eselon IV Subdir Teknologi Informasi

yang belum memiliki cakupan kerja dan otoritas yang luas. Selanjutnya, Direktorat TI baru

terbentuk pada tahun 2015 sehingga baru memiliki rancangan kinerja untuk 2016 dan 2017.

Belum matangnya organisasi secara struktural mengakibatkan masih banyaknya proses bisnis

yang belum terdokumentasi

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka saran yang dapat diberikan oleh

penulis adalah :

1. Untuk dapat meningkatkan pelayanan publik dengan memanfaatkan sistem informasi,

maka organisasi perlu melakukan pendokumentasian mengenai seeluruh proses dalam

bentuk tertulis agar dapat dilakukan monitoring dan tindakan perbaikan yang tepat sasaran.

2. Perlu disusun mekanisme tertulis terkait aktifitas pelayanan badan hukum secara online.

Dibutuhkan SOP yang menjelaskan alur kerja, tidak hanya mengandalkan peraturan

perundang-undangan, peraturan pemerintah ataupun peraturan menteri terkait badan

hukum. SOP diruangkan peraturan perundang – undang terkait untuk menjadi acuan

standar agar mekanisme pelayanan terkonsep dan mudah dimengerti seluruh personil serta

mencegah terjadinya multi tafsir dari undang – undang.

3. Membuat pengukuran kualitas terkait layanan online dari segi ketersediaan aplikasi, server

maupun jaringan yang mendukung layanan, agar dapat lebih jelas menganalisis kebutuhan

dalam melakukan pengembangan layanan.

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017

Page 20: PENERAPAN SISTEM INFORMASI PADA PELAYANAN …

20

Diperlukan dokumentasi laporan monitoring dan evaluasi yang di sediakan Direktorat TI

untuk semua bidang teknis, khususnya pada pelayanan pengesahan badan hukum yang berada

di Subdit TI untuk dapat mengetahui kendala dan tindakan perbaikan layanan yang lebih

terukur.

Daftar Pustaka

Indrajit, R. E. (2002). Elektronic Government : Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital. Yogyakarta: Penerbit Andi.

IT Governance. (2007). COBIT 4.1 Framework, Control Objectives, Management Guidelines, Maturity Model. Rolling Meadows, Illinois, USA: IT Governance Institute.

Komarudin. (2011). Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik. Jurnal Negarawan (20).

Moekijat. (1991). Pengantar Sistem Informasi Manajemen. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mulyadi, D., Geodona, H. T., & Afandi, M. N. (2016). Administrasi Publik untuk Pelayanan Publik. Bandung: Alfabeta.

Neuman, L. W. (2014). Social Research Method : Qualitative and Quantitative Approaches. Harlow, Essex: Pearson Education Ltd.

Prasetyo, B., & Jannah, L. M. (2008). Metode Penelitian Kuantiatif, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sedarmayanti. (2009). Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi dan Reformasi Kepemimpinan Masa Depan (Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan yang Baik. Bandung: PT. Refika Aditama.

Setiyono, B. (2011). Aplikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Pelayanan Publik. Jurnal Negarawan (19).

Wibawa, S. (2009). Administrasi Negara : Isu - Isu Kontemporer. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Penerpan sistem ..., Gusthiani Nursyamsi, FISIP UI, 2017