29
Penentuan Kandungan Alkaloida Kafein dalam Daun Teh secara Ekstraksi Pelarut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dalam dosis kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan. Selain itu ada beberapa pengecualian, dimana termasuk golongan alkaloid tapi atom N (nitrogen)nya terdapat di dalam rantai lurus atau alifatis. Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi, daun teh, dan biji coklat. Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung. Berdasarkan efek farmakologis tersebut, kafein ditambahkan dalam jumlah tertentu ke minuman. Efek berlebihan (over dosis) mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang. Berdasarkan FDA (Food Drug Administration) yang diacu dalam Liska (2004), dosis kafein yang diizinkan 100- 200mg/hari, sedangkan menurut SNI 01-7152-2006 batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150 Nunu Alfiyana Nur Sri Armita Mukhtar 150 2012 0004

penetapan kadar kafein

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penetapan kandungan alkaloida kafein dalam daun teh secara ekstraksi pelarut

Citation preview

Penentuan Kandungan Alkaloida Kafein dalam Daun Teh secara Ekstraksi PelarutBAB 1 PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangAlkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dalam dosis kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan. Selain itu ada beberapa pengecualian, dimana termasuk golongan alkaloid tapi atom N (nitrogen)nya terdapat di dalam rantai lurus atau alifatis.Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi, daun teh, dan biji coklat. Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung. Berdasarkan efek farmakologis tersebut, kafein ditambahkan dalam jumlah tertentu ke minuman. Efek berlebihan (over dosis) mengkonsumsi kafein dapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang. Berdasarkan FDA (Food Drug Administration) yang diacu dalam Liska (2004), dosis kafein yang diizinkan 100- 200mg/hari, sedangkan menurut SNI 01-7152-2006 batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150 mg/hari dan 50 mg/sajian. Kafein sebagai stimulan tingkat sedang (mild stimulant) memang seringkali diduga sebagai penyebab kecanduan. Kafein hanya dapat menimbulkan kecanduan jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan rutin. Namun kecanduan kafein berbeda dengan kecanduan obat psikotropika, karena gejalanya akan hilang hanya dalam satu dua hari setelah konsumsi.Sekarang ini telah banyak cara penentuan kadar alkaloida kafein yang digunakan dalam menganalisis suatu sampel, baik itu merupakan metode konvensional maupun metode yang sudah modern. Contoh metode konvensional adalah titrasi asidimetri dan dengan cara ekstraksi, sedangkan cara modern adalah dengan menggunakan alat-alat untuk menganalisis suatu sampel misalnya spektrofotometri UV-vis, HPLC, dan lain-lain.Kali ini kita akan menentukan kadar alkaloida kafein dalam suatu sampel teh bubuk dengan menggunakan metode ekstraksi pelarut dan dibantu dengan proses titrasi alkalimetri. Penentuan kadar alkaloida kafein ini tidak lain untuk mengetahui suatu kadar kafein dalam sediaan yang telah beredar dipasaran dan menjadi konsumsi masyarakat.1.2 Maksud PraktikumAdapun maksud dari praktikum ini adalah menganalisis kadar dari alkaloid kafein dalam daun teh menggunakan metode ekstrasi pelarut.1.3 Tujuan PraktikumAdapun tujuan dari praktikum adalah mengetahui dan memahami cara menentukan kadar dari alkaloid kafein dalam daun teh menggunakan metode ekstrasi pelarut.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA2.1 Teori UmumAlkaloid adalah senyawa yang mengandung unsur Nitrogen, yang biasanya terasa pahit. Selain unsur Nitrogen, Carbon dan Hidrogen, Alkaloid juga mengandung Oksigen dan Sulfur. Jarang sekali mengandung Chlorin, Bromin dan Fosfor. Alkaloid diproduksi oleh bakteri, jamur, tumbuhan dan hewan. Sebagian Alkaloid menjadi racun bagi organisme lain (Murtadlo, 2013).Contoh Alkaloid yang sering kita jumpai sehari-hari, misalnya: kopi (mengandung caffeine), rokok (mengandung nicotine), pil kina (mengandung quinine). Obat yang sering dijual bebas untuk asma (ephedrin), obat yang sering dipakai di rumah sakit (lokal anestetik, atropine, quinidine, vincristine), obat yang terlarang dan diawasi pemakaiannya (cocain, morphine) dan banyak lagi (Murtadlo, 2013).Contoh-contoh obat di atas adalah suatu alkaloid yang sudah dimurnikan dan dibuat tablet, kapsul, atau dalam vial sebagai obat suntik, yang lain diminum tiap hari atau diisap (Murtadlo, 2013).Beragam manfaat teh tidak lepas dari keberadaan senyawa-senyawa dan sifat-sifat yang ada pada daun teh. Komposisi kimia daun teh segar (dalam % berat kering) adalah serat kasar, selulosa, lignin 22%, protein dan asam amino 23%, lemak 8%, polifenol 30%, kafein 4%, pectin 4%. Daun teh mengandung tiga komponen penting yang mempengaruhi mutu minuman, yaitu kafein, tanin, dan polifenol. Kafein memberikan efek stimulan (Sundari, dkk., 2009).Kafein termasuk dalam famili bahan alam yang dikenal sebagai xantin. Xantin berasal dari tumbuhan yang sejak dulu dikenal sebagai stimulant. Kafein adalah jenis xantin yang kuat, dengan kemampuannya untuk meningkatkan kesadaran, tidak tertidur, dan kafein merupakan vasodilator (relaksasi pebuluh darah) dan sebagai diuretik (meningkatkan jumlah urin). Banyak konsumen memilih menghindari kafein sebagian atau semuanya, dengan efek stimulannya dan lain-lain, masih menjadi perhatian medis. Kafein membuat dekafeinasi teh yang penting dalam proses industri. Ditambah lagi, memiliki rasa yang agak pahit. Hasilnya, dekafeinasi biji kopi dan daun teh akan menghilangkan rasa tersebut dengan tidak adanya komponen lain yang hilang. Perlu dicatat bahwa dekafeinasi kopi dan teh adalah bukan kafein bebas. Kafeinasi dilakukan dengan menggunakan pelarut yang mengekstrak kafein. Untuk tujuan ini, pelarut yang sesuai adalah kloroform, diklorometana, etil asetat, karbondioksida super kritik, dan lain-lain. Diklorometana digunakan untuk dekafeinasi bagian yang besar dari teh konvensional. Pelarut ini juga relatif tidak toksik dan sering digantikan dengan kloroform. Etil asetat juga menarik kafein dari daun teh secara efektif, juga dapat mengekstrak komponen kimia lain dengan baik. Studi pada teh hijau dengan dekafeinasi menggunakan etil asetat telah menunjukkan potensi di atas 30% dari epigalokatekin galat (dianggap sebagai komponen yang sangat bermanfaat dalam teh hijau) dan lainnya bermanfaat sebagai komponen yang bersifat antioksidan yang diekstrak bersama kafein (Atomssa, 2011).Pemberian kafein secara berlebihan dapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor, insomnia, hiperestesia, mual, dan kejang. Pemberian vitamin B2 yang berlebihan sejauh ini tidak menimbulkan efek yang berbahaya, tapi konsumsi vitamin B6 yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan syaraf pada tangan dan kaki, karena itulah kadar kafein, vitamin B2 dan B6 dalam minuman berenergi perlu ditentukan agar tidak menimbulkan efek yang merugikan. Banyak metode telah dikembangkan untuk penentuan kadar kafein, yaitu metode titrimetri, spektrofotometri, dan kromatografi cair kinerja tinggi. Metode titrimetri dan fluorometri memerlukan sampel dan pereaksi kimia dalam jumlah banyak, waktu analisis yang lama, dan perlu adanya preparasi sampel terlebih dahulu (Safitri, 2007).Kadar kafein lebih tinggi dari kopi Arabika. Kafein mempunyai daya kerja sebagai stimulant sistem saraf pusat, stimulant obat jantung, relaksasi otot polos, dan diuresi. Efek kafein dapat meningkat apabila interaksi dengan beberapa jenis obat dan menyebabkan kofeinisme (Hartono, 2009).Kafein atau 1,3,7-trimetilxantin, senyawa golongan alkaloid purin dengan rumus molekul C8H10N4O2. Kafein hasil isolasi maupun sintesis dapat berbentuk anhidrat atau hidrat yang mengandung satu molekul air. Senyawa ini mempunyai sifat fisik berupa serbuk putih atau bentuk jarum mengkilat putih, biasanya menggumpal, tidak berbau, dan berasa pahit seperti alkaloid pada umumnya. Kafein sukar larut dalam eter, agak sukar larut dalam air dan etanol, serta mudah larut dalam kloroform (Safitri, 2007).Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat di daun teh (Camellia sinensis), biji kopi (Coffea arabica), dan biji coklat (Tehobroma cacao). Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus, dan stimulasi otot jantung. Berdasarkan efek farmakologis tersebut seringkali kafein ditambahkan dalam jumlah tertentu ke minuman suplemen. Efek samping dari penggunaan kafein secara berlebihan (overdosis) dapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor, insomnia, hiperestesia, mual, dan kejang (Nersyanti, 2006).Kebanyakan alkaloid yang telah diisolasi berupa padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Sedikit alkaloid berbentuk amorf dan beberapa seperti nikotin dan koiini berupa cairan. Kebanyakan alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, spesies aromatis, berwarna contoh berberin berwarna kuning dan betanin merah. Pada umumnya, basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut organik, meskipun pseudo dan protoalkaloid larut daam air. Kebanyak alkaloid bersifat basa. Sifat trsebut tergantung pada adanya pasangan electron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen bersifat melepaskan electron, contoh gugus alkil, maka ketersediaan electron pada nitrogen naik dan senyawa lebih bersifat basa. Sebaliknya bila gugus fungsional yang berdekatan bersifat menarik elektron (contoh gugus karboni), maka ketersediaan elektron berpasangan berkurang dan pengaruh yang ditimbulkan alkaloid dapat bersifat netral atau bahkan sedikit asam (Hartono, 2009).Dua metode yang paling banyak digunakan untuk menyeleksi tanaman yang mengandung alkaloid, yaitu prosedur Wall dengan proses ekstraksi sederhana dan prosedur Kiang-Douglas dengan proses ekstraksi ditambah dengan modifikasi pereaksi. Kebanyakan alkaloid tidak larut dalam petroleum eter. Namun, ekstrak halus selalu dicek untuk mengetahu adanya alkaloid dengan menggunakan salah satu pereaksi pengendap alkaloid. Bila sejumlah alkaloid larut dalam pelarut petroleum eter, maka bahan tanaman pada awal ditambah dengan asam berair untuk mengikat alkaloid sebagai garamnya (Hartono, 2009).Beberapa metode sudah dikembangkan dalam penentuan kadar kafein. Metodemetode tersebut adalah metode titrasi, spektrofotometri, dan kromatografi cair kinerja tinggi. Dibandingkan ketiga metode tersebut, metode spektrofotometri merupakan metode yang relatif cepat, murah, dan umum digunakan. Dalam perkembangannya spektrofotometri terbagi menjadi spektrofotometri konvensional dan spektrofotometri derivatif. Metode spektrofotometri konvensional memiliki keterbatasan, yaitu tidak dapat digunakan secara langsung untuk analisis secara kuantitatif maupun kualitatif dari contoh yang memiliki matriks kompleks, sehingga harus dilakukan pemisahan analat dari matriks. Pemisahan kafein dari matriks dapat menjadi sumber kesalahan analisis dan memperpanjang waktu analisis. Oleh karena itu, diperlukan metode lain yang lebih cepat, murah dengan tingkat ketelitian dan ketepatan yang tinggi, serta dapat mengatasi efek matriks tanpa harus memisahkannya terlebih dahulu (Nersyanti, 2006).

2.2 Uraian Bahan1. Asam sulfat (Ditjen POM, 1979 : 58) Nama resmi: ACIDUM SULFURICUM Nama lain: Asam sulfatRM/BM: 98,07/H2SO4Pemerian : Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak berwarna, jika ditambahkan kedalam air menimbulkan panas.Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.Kegunaan : Sebagai pemberi suasana basa.2. Amonia (Ditjen POM,1979 : 86) Nama resmi: AMMONIANama lain: AmoniaRM/BM: NH3 / 17,05 gr/molPemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas.Kelarutan: Mudah larut dalam air.Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat ditempat sejuk.Kegunaan: Sebagai pereaksi tollens.3. Natrium Hidrokida (Ditjen POM, 1979 : 412) Nama resmi : NATRII HYDROXYDUM Nama lain : Natrium hidroksidaRM : NaOHPemerian:Bentuk batang, butiran, massa hablur, atau keeping, kering, keras rapuh, dan menunjukkan susunan hablur, putih mudah meleleh, sangat alkalis dan korosif, segera menyerap karbondioksida.Kelarutan: Sangat mudah larut dalam air dan etanol.Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baikKegunaan: Zat tambahan

4. Amonium Hidroksida (Ditjen POM, 1979 : 86) Nama resmi: AMMONIA HYDROXYDUM Nama lain: Amonia hidroksidaRM/BM: NH4OH/35,05 gr/molPemerian: Cairan jenih, tidak berwarna, bau khas.Kelarutan: Mudah larut dalam air.Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat.Kegunaan: Zat tambahan5. Etanol (Ditjen POM, 1979 : 65) Nama resmi: AETHANOLUMNama lain: Etanol, alcoholRM/BM: C2H5OH/46,07Pemerian: Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah bergerak, bau khasi, rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.Kelarutan: Sangat mudah larut dalam kloroform P, dan dalam eter P, dan air.Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat.Kegunaan: Zat tambahan6. Eter (Ditjen POM, 1979 : 66) Nama resmi: AETHER ANASTHETICUS Nama lain: Eter anastesi, efoksieranaRM/BM: C4H10O/74,12Pemerian : Cairan transpran, tidak berwarna, bau khas, rasa manis, atau membakar, sangat mudah terbakar.Kelarutan: Larut dalam 10 bagian air, dapat bercampur dengan etanol (95%) P, dengan kloroform P, minyak lemak, dan minyak atsiri.Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.Kegunaan : Anastesi umum.7. Kloroform (Ditjen POM, 1979 : 187) Nama resmi: CHLOROFORM Nama lain: KloroformRM / BM : CHCl3 / 119,38Pemerian :Cairan tidak berwarna, mudah menguap, bau khas, rasa manis dan membakar.Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air.Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik.8. Aquades (Ditjen POM, 1979 : 96)Nama resmi: AQUA DESTILLATA Nama lain: Air sulingRM/BM: H2O/18,02Pemerian: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa.Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik.Kegunaan: Sebagai pelarut.

BAB 3 METODE KERJA3.1 AlatAdapun alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah alat soklet/maserasi, buret, corong biasa, corong pisah, erlenmeyer, gelas kimia, labu takar, penangas air (waterbath), pipet volum, dan timbangan.3.2 BahanAdapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah ammonia 10%, aquades, ammonium hidroksida, dietil eter, etanol 95%, indicator metal merah, kloroform, larutan baku NaOH 0,2 N, larutan baku H2SO4 0,2 N, larutan H2SO4 0,5 N, dan sampel (teh sosrojojo).3.3 Cara KerjaTimbang sebanyak 10 gram daun teh dalam bentuk bubuk kasar masukkan dalam labu soklet atau alat maserasi. Selanjutnya dilakukan penyarian dengan membasahi bahan tersebut dengan campuran 8 ml ammonium hidroklorida pekat, 10 ml etanol 95% dan 20 ml eter. Campur dengan baik, lalu dimaserasi selama semalam. Setelah itu dilakukan penyarian dengan eter selama 3 jam.Pindahkan sari eter yang mengandung alkaloida ke dalam corong pisah, bilas labu dengan sedikit eter dan kumpulkan ke dalam corong pisah yang lain. Sari alkaloida dalam fasa air dengan 20 ml asam sulfat 0,5 N sebanyak 5 kali, sambil disaring fasa air itu dimasukkan ke dalam corong pisah. Tambahkan ammonia 10% ke dalam fasa air sampai jelas bereaksi alkalis. Sari fasa air dengan 20 ml kloroform sebanyak 5 kali. Kumpulkan sari kloroform dan uapkan di atas waterbath sampai kering. Larutkan residu dalam beberapa milliliter kloroform, tambahkan 15,0 ml larutan baku H2SO4 0,2 N, panaskan untuk menghilangkan kloroform, dinginkan. Tambahkan larutan indikator metil merah, lalu titrasi kelebihan asam dengan larutan baku NaOH 0,2 N. Dihitung kandungan alkaloida dalam daun teh sebagai kafein.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil PengamatanSampel% Kafein

Kelompok 1 (Teh Sosrojojo)0,504%

Kelompok 2 (Teh Hitam Celup)0,503%

Kelompok 3 (Teh Sariwangi)0,582%

Kelompok 4 (Teh Tongji)0,502%

Perhitungan :Diketahui :N = 0,2 NBm kafein = 194,19Valensi kafein = 101. Kelompok 1 (Teh sosrojojo)BE = 19,419Wkafein = NNaOH VNaOH BEkafein = 0,0065 0,2 19,419= 0,0252% Kafein = = 100% = 0,504%2. Kelompok 2 (Teh hitam celup)BE = 19,419Wkafein= NNaOH VNaOH BEkafein= 0,0065 0,2 19,419 = 0,0252% Kafein= 100% = 0,503 %3. Kelompok 3 (Teh sariwangi)BE = 19,419Wkafein= NNaOH VNaOH BEkafein= 0,0075 0,2 19,419 = 0,0291% Kafein = = 100% = 0,582 %4. Kelompok 4 (Teh tongji)BE = 19,419Wkafein= NNaOH VNaOH BEkafein= 0,0065 0,2 19,419= 0,0252% Kafein = = 100%= 0,502%

4.2 PembahasanSetiap tumbuhan akan menghasilkan senyawa-senyawa kimia tertentu dalam metabolismenya. Senyawa-senyawa kimia hasil metabolisme tersebut dikenal sebagai metabolit, berupa metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer merupakan senyawa-senyawa kimia hasil metabolisme yang penting bagi tumbuhan dan diperoleh dari jalur biosintesis primer. Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang berasal dari metabolit primer yang melalui jalur biosintesis tertentu berupa jalur metabolisme yang disesuaikan dengan tujuan dan kondisi lingkungan tumbuhan tersebut tumbuh. Contohnya senyawa alkaloid yang berasal dari metaolit primer asam amino. Kafein merupakan salah satu senyawa derivat xantin yang dapat ditemukan dalam tumbuhan. Sejak dulu, ekstrak tumbuh-tumbuhan ini digunakan sebagai minuman. Kafein merupakan salah satu jenis alkaloid yang terdapat pada tumbuhan. Kafein memiliki sifat fisis seperti berbentuk kristal dengan warna putih, memiliki titik leleh 2340 C, larut dengan air (15 mg/ml) dan kloroform, serta memiliki rasa agak pahit.Pada manusia, kematian akibat keracunan kafein jarang terjadi. Gejala yang biasanya paling mencolok pada penggunaan kafein dosis berlebihan ialah muntah dan kejang. Kadar kafein dalam darah pascamati ditemukan antara 80 mg/ml sampai lebih dari 1 mg/ml. Walaupun dosis letal akut kafein pada orang dewasa antara 5-10 gram, namun reaksi yangtidak diinginkan telah terlihat pada penggunaan kafein 1 g (15 mg/kgBB) yang menyebabkan kadar dalam plasma di atas 30 mg/ml. Gejala permulaan berupa sukar tidur, gelisah, dan eksitasi yang dapat berkembang menjadi delirium ringan. Gangguan sensoris berupa tinus dan kilatan cahaya sering dijumpai. Otot rangka menjadi tegang dan gemetar, sering pula dijumpai takikardia dan ekstrasistol, sedangkan pernapasan menjadi lebih cepat.

Pada percobaan ini dilakukan penentuan kandungan alkaloid kafein dalam daun teh dengan ekstraksi pelarut. Percobaan ini diawali dengan mengeringkan daun teh sehingga dapat mengurangi kandungan air di dalam sampel dan mencegah terjadinya reaksi enzimatik agar bakteri tidak mudah tumbuh. Sampel juga dihaluskan menjadi serbuk kasar untuk memperluas sudut kontak permukaan sehingga luas kontak antara serbuk daun dan pelarut yang digunakan untuk ekstraksi menjadi lebih besar. Ketika luas kontaknya besar, maka senyawa yang ditarik oleh pelarut dari dalam sampel diperoleh lebih banyak.Tahap selanjutnya yaitu ektraksi. Ekstraksi merupakan metode pemisahan senyawa yang melibatkan proses pemindahan satu atau lebih senyawa dari satu fasa ke fasa lain yang juga didasarkan pada sifat kelarutannya. Ekstraksi terdiri atas tiga jenis. Ekstraksi padat-cair biasa mengekstrak zat padat dari zat cair. Pada praktikum ini dilakukan ekstraksi padat-cair kafein dari the, yaitu pada saat maserasi dan ekstraksi cair-cair yang prinsipnya ialah suatu senyawa kurang larut dalam pelarut yang satu dan sangat larut dalam pelarut lainnya. Pada praktikum dilakukan ekstraksi cair-cair pada corong pisah.Maserasi merupakan metode perendaman sampel dengan menggunakan pelarut organik, yaitu kloroform. Pemilihan pelarut kloroform ialah karena senyawa yang hendak diambil, yaitu kafein bersifat larut dalam kloroform. Maserasi dilakukan pada suhu kamar mengakibatkan mudah terdistribusi ke dalam sel sampel. Pada proses ini, dalam sampel akan terjadi kontak antara sampel dan pelarut yang cukup lama. Pemisahan dilakukan dengan maserasi karena metode pengerjaan ini mudah dan peralatan yang digunakan sederhana. Hasil dari maserasi menghasilkan maserat yang selanjutnya akan diekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah. Kemudian ke dalam corong pisah dan ditambahkan asam sulfat 0,5 N. Penambahan asam sulfat 0,5 N berfungsi untuk mengikat alkaloid menjadi garam alkaloid.Hasil ekstraksi fase air selanjutnya ditambahkan dengan amonia 10% dan kloroform. Ammonia berfungsi untuk membasakan dan pengendapan alkaloid sehingga diperoleh alkaloid dalam bentuk garamnya atapun alkaloid dalam bentuk basa bebas, sedangkan kloroform menarik senyawa kafein dalam sampel. Pada saat penambahan kloroform akan terbentuk 2 lapisan, lapisan paling bawah adalah kloroform yang memiliki massa jenis yang lebih besar, sedang lapisan atas adalah asam sulfat. Alkaoid dalam daun teh akan bereaksi dengan NH3 dengan menarik H+ dan membentuk alkaloid bebas dalam kloroform sedangkan amonia akan terpisah ke dalam fase yang lain.Fase klorofom dari proses ekstraksi dipisahkan dan diuapkan di atas waterbath. Residu yang terbentuk kemudian dilarutkan dalam beberapa mililiter kloroform dan ditambahkan larutan baku H2SO4 0,2 N yang akan bereaksi dengan kafein serta ditambahkan indikator metil merah Panambahan indikator tersebut untuk menandai ekuvalen dan titik akhir titrasi. Kelebihan asamnya dengan reaksi netralisasi menggunakan NaOH 0,2 N yang akan bereaksi dengan kafein dan melalui volume NaOH yang digunakan, dapat diketahui kadar kafein dalam sampel yang diamati. Jika NaOH telah habis bereaksi dengan analit (kafein), maka NaOH tersebut akan bereaksi dengan indikator dan akan terjadi perubahan dari warna merah menjadi bening yang menandakan bahwa titik akhir titrasi telah tercapai dan titrasi harus dihentikan.Volume NaOH yang digunakan ialah 0,0065 L atau 6,5 ml dan dari hasil praktikum didapatkan kadar kafein dalam daun teh Sosrojojo adalah 0,504%.Adapun manfaat dilakukannya praktikum kali ini adalah mengetahui dan memahami cara penentuan kadar kafein dalam suatu sediaan.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN5.1 KesimpulanDari hasil praktikum didapatkan volume NaOH yang digunakan ialah 0,0065 L atau 6,5 ml dan dari hasil praktikum didapatkan kadar kafein dalam daun teh Sosrojojo adalah 0,504%.5.2 SaranSebaiknya alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum dilengkapi agar praktikan juga lebih mudah dalam menentukan hasil praktikum

DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Analisis Kuantitatif. UMI; Makassar.

Atomssa T., A.V. Gholap. 2011. Characterization of Caffeine and Determination of Caffeine in Tea Leaves Using UV-Visible Spectrometer. African Journal of Pure and Applied Chemistry. Vol. V(1).

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Depkes RI; Jakarta.

Hartono, Elina. 2009. Penetapan Kadar Kafein Dalam Biji Kopi Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Biomedika. Vol. II(1).

Murtadlo, Yazid, dkk.. 2013. Isolasi, Identifikasi Senyawa Alkaloid Total Daun Tempuyung (Sonchus Arvensis Linn) dan Uji Sitotoksik dengan Metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test). Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro.

Nersyanti, Fenri. 2006. Spektrofotometri Dervatif Ultraviolet Untuk Penentuan Kadar Kafein Dalam Minuman Suplemen Dan Ekstrak Teh. Skripsi. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bogor. Bogor.

Safitri, Miranti. 2007. Metode Cepat Penentuan Stimultan Kadar Kafein, Vitamin B2 dan B6 Dalam Minuman Berenergi Dengan Teknik Zero- Crossing. Skripsi. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bogor. Bogor.

Sundari, D., Budi Nuratmi, M. Wien Winarno. 2009. Toksisitas Akut (LD50) Dan Uji Gelagat Ekstrak Daun Teh Hijau (Camelia sinensis (Linn.) Kunze) Pada Mencit. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Vol. XIX(4).

LAMPIRANA. Skema Kerja Ditimbang 10 gr daun teh Dimasukkan dalam alat maserasi

Dilakukan penyarian dengan cara + 8 ml ammonium hidroklorida pekat, + 10 ml etanol 95%, dan + 20 ml eter

Dimaserasi selama semalam

Dilakukan penyarian dengan eter selama 3 jamDan dindahkan sari eter ke corong pisah

Dibilas corong pisah menggunakan eter

Masukkan sampel yang dipreparasi

Masukan fase air (H2SO4) 20 ml (5) tanpa dikocok

Ambil fase air Fase air + ammonia sampai pH alkalis (pH10) dalam Masukkan kedalam corong pisah Erlenmeyer+ 20 ml kloroform (5) tanpa dikocok Diambil fase kloroform

Hasil uapan dilarutkan dengan 20 ml kloroform Diuapkan

+ 15 ml larutan baku H2SO4 0,2 N Panaskan hingga gelembung kloroform hilang + 3 tetes metil merah (dengan bunsen)

Titrasi dengan NaOH (Hingga berubah warna menjadi kuning)

B. Gambar

sari eter dan sari asam sulfat

Setelah diuapkan

Sebelum dan setelah dititrasi

Nunu Alfiyana NurSri Armita Mukhtar150 2012 0004