164
1 TESIS PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN KELINCI LOKAL JANTAN (Lepus negricollis) NI LUH GEDE BUDIARI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

  • Upload
    hahuong

  • View
    254

  • Download
    9

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

1

TESIS

PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI

DALAM RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN

KELINCI LOKAL JANTAN (Lepus negricollis)

NI LUH GEDE BUDIARI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 2: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

2

TESIS

PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI

DALAM RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN

KELINCI LOKAL JANTAN (Lepus negricollis)

NI LUH GEDE BUDIARI

NIM 1291361 002

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 3: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

3

PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI

DALAM RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN

KELINCI LOKAL JANTAN (Lepus negricollis)

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Peternakan

Program Pascasarjana Universitas Udayana

NI LUH GEDE BUDIARI

NIM 1291361 002

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 4: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

4

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL : 24 Juni 2014

Pembimbing I,

Prof. Ir. I Made Mastika, M.Sc.,Ph.D.

NIP. 19470907197503 1 002

Pembimbing II,

Dr. Ir. I Made Nuriyasa, MS

NIP. 196202201987021 001

Mengetahui

Ketua Program Studi S2 Ilmu Peternakan

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr. Ir. G. A. M. Kristina Dewi, MS

NIP. 19590813198503 2 001

Direktur

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K)

NIP. 195902151985102001

Page 5: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

5

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

Tesis Ini Telah Diuji Pada

Tanggal 24 Juni 2014

Panitia penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No. 1882/UN14.4/HK/2014

Ketua : Prof. Ir. I Made Mastika, M.Sc.,Ph.D.

Anggota :

1. Dr. Ir. I Made Nuriyasa, MS

2. Prof. Dr. Ir. G. A. M. Kristina Dewi, MS

3. Prof. Dr. Ir. I Ketut Sumadi, MS

4. Dr. Ir. Ni Nyoman Siti, MS

Page 6: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

6

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ni Luh Gede Budiari

NIM : 1291361 002

Progran Studi : ILMU PETERNAKAN

Judul Tesis : Pengaruh Aras Kulit Kopi Terfermentasi dalam

Ransum Terhadap Pertumbuhan Kelinci Lokal Jantan

(Lepus negricollis)

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan

Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 24 Juni 2014

Yang membuat pernyataan

(Ni Luh Gede Budiari)

Page 7: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

7

ABSTRAK

PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM RANSUM

TERHADAP PERTUMBUHAN KELINCI LOKAL JANTAN (Lepus negricollis)

Penelitian tentang pengaruh aras kulit kopi terfermentasi pada kelinci telah

dilaksanakan di Desa Gulingan, kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Propinsi

Bali dari bulan Juli sampai Bulan Oktober 2013. Penelitian menggunakan

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan lima perlakuan. Perlakuan tersebut

adalah ransum tanpa kulit kopi (R0), ransum dengan aras 10% kulit kopi (R1),

ransum dengan aras 20% kulit kopi (R2), ransum dengan aras 10% kulit kopi

terfermentasi (R3) dan ransum dengan aras 20% kulit kopi terfermentasi (R4).

Tiap-tiap perlakuan menggunakan 8 ekor kelinci jantan lokal umur 5 minggu

sebagai ulangan. Variabel yang diamati performans, keseimbangan energi dan

protein dalam tubuh ternak, respon hematologi, karkas, jumlah mikroba dalam

sekum dan kolon dan keuntungan finansial dari penjualan kelinci dikurangi biaya

pakan.

Hasil penelitian menunjukan kelinci yang diberikan ransum dengan 10%

kulit kopi terfermentasi (R3) paling efisien dalam menggunakan ransum sehingga

berat potong, berat karkas dan persentase karkas yang dihasilkan nyata paling

tinggi (P<0,05), sedangkan kandungan trigliserida dan kadar kolesterolnya nyata

lebih rendah (P<0,05) dari kontrol. Perlakuan R3 menghasilkan retensi energi

(55,20 kkal/hari) dan retensi protein (0,55 g/hari), angka ini lebih tinggi dari

perlakuan yang lain. Penambahan kulit kopi 20% pada ransum kelinci cenderung

meningkatkan jumlah mikroba dalam sekum dan kolon.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan 10% aras kulit

kopi terfermentasi dalam ransum kelinci dapat meningkatkan performance, retensi

energi dan protein dan persentase karkas. Secara finansial bila dihitung hasil

penjualan kelinci hidup keuntungan tertinggi diperoleh R3, dengan R/C Ratio

1,22. Penggunaan 10% aras kulit kopi terfermentasi dapat direkomendasikan pada

peternak karena dapat menurunkan biaya pakan.

Kata kunci : pertumbuhan, kulit kopi, fermentasi, kelinci, mikroba perut

Page 8: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

8

ABSTRACT

EFFECT OF FERMENTED COFFEE PULP LEVELS IN RATION ON THE

GROWTH RATE OF MALE LOCAL RABBIT (Lepus negricollis)

An experiment was carried out to study effect of fermented coffee pulp

levels in the ration on the growth performance of the male local rabbits. This

experiment was run at Gulingan village, Mengwi, Badung regence, Bali Province

from July to October 2013. Experiment was arranged in Randomized Complete

Block Design (RCBD) with five treatments. The treatment were diet without

coffee pulps (R0), diet with 10% unfermented coffee pulps (R1), diet with 20%

unfermented coffee pulps (R2), diet with 10% fermented coffee pulps (R3) and

diet with 20% fermented coffee pulps (R4). Each treatments consisted of 8 males

of 5 week old local rabbits. Variables observed were performance, energy and

protein retention, hematologic response, carcass, the number of microbia in the

cecum and colon, and income over, feed cost.

The results showed performance of that rabbits fed on R3 is significantly

higher (P<0,05) than orthers. Treatment 10% fermented coffee pulps (R3) were

the most efficient in utilizing diet, as aresult the performance is of the rabbit in

R3, on weight cuts, carcass weight and carcass percentage were the greates, while

the content of triglycerides and cholesterol levels were lower than control.

Treatment R3 produced energy retention (55.20 kcal / day) and protein retention

(0.56 g / day), higher (P<0,05) than other treatments. Addition of 20% coffee

pulps on diet either fermented or unfermented, tend to increase the number of

microbia in the cecum and colon. .

From the results of this study it can be concluded that utilization of 10%

fermented coffee pulps in a rabbit diet had significantly higher performance than

other treatments, furher increased energy and protein retention and carcass

fercentage and cuts. Income over feed cost showerd that utilization of 10% coffee

pulp was heigher with R/C ratio 1,22 than others. There for, utilization of 10% to

fermented coffee pulps in a rabbit diet can be recommended to farmers reduce the

feed cost.

Keywords: performance, coffee pulps, fermentation, rabbit, guts mikrobia

Page 9: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

9

RINGKASAN

Ni Luh Gede Budiari. Pengaruh Aras Kulit Kopi Terfermentasi dalam

Ransum Terhadap Pertumbuhan Kelinci Lokal Jantan (Lepus negricollis),

(dibawah bimbingan Prof. Ir. I Made Mastika, M.Sc.,Ph.D. sebagai pembimbing

Pertama dan Dr. Ir. I Made Nuriyasa, MS sebagai pembimbing Kedua).

Kelinci merupakan salah satu ternak alternatif yang mempunyai potensi

cukup besar untuk diversifikasi penyediaan sumber protein hewani sebagai

penyedia daging. Keuntungan beternak kelinci salah satunya dapat memanfaatkan

limbah pertanian maupun berbagai jenis hijauan sehingga dalam budidaya kelinci

dapat menggunakan sumber daya lokal. Salah satu limbah yang potensial dan

belum dimanfaatkan sebagai pakan konsentrat adalah kulit kopi yang memiliki

kandungan nutrien yang cukup bagi kelinci, belum dimanfaatkan dan tersedia

secara berkelanjutan dalam upaya untuk menurunkan biaya produksi. Potensi

kandungan gizinya masih dapat ditingkatkan melalui proses fermentasi dengan

Aspergillus niger. Protein kulit kopi dapat ditingkatkan dari 9,94 % menjadi

17,81%, kandungan serat kasar menurun dari 18,74% menjadi 13,05%. Hal ini

menunjukan bahwa dengan sentuhan teknologi dapat menjadikan kulit kopi

sebagai bahan pakan yang lebih bermutu.

Penelitian dilaksanakan di Desa Gulingan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten

Badung, Propinsi Bali, dari bulan Juli sampai Bulan Oktober 2013. Penelitian

menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan lima perlakuan.

Perlakuan tersebut adalah ransum tanpa kulit kopi (R0), ransum dengan aras 10%

kulit kopi (R1), ransum dengan aras 20% kulit kopi (R2), ransum dengan aras

10% kulit kopi terfermentasi (R3) dan ransum dengan aras 20% kulit kopi

terfermentasi (R4). Tiap-tiap perlakuan diulang sebanyak 8 kali sehingga terdapat

40 unit percobaan. Kelinci yang digunakan adalah kelinci jantan lokal umur 5

minggu.

Page 10: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

10

Variabel yang diamati performans, keseimbangan energi dan protein dalam

tubuh ternak, respon hematologi, karkas, jumlah mikroba dalam sekum dan kolon

dan keuntungan finansial dari penjualan kelinci dikurangi biaya pakan.

Hasil penelitian menunjukan kelinci yang diberikan ransum dengan 10%

kulit kopi terfermentasi (R3) paling efisien dalam menggunakan ransum sehingga

berat potong, berat karkas dan persentase karkas yang dihasilkan nyata paling

tinggi (P<0,05), sedangkan kandungan trigliserida dan kadar kolesterolnya nyata

lebih rendah (P<0,05) dari kontrol. Perlakuan R3 menghasilkan retensi energi

(55,20 kkal/hari) dan retensi protein (0,55 g/hari), angka ini lebih tinggi dari

perlakuan yang lain. Penambahan kulit kopi 20% pada ransum kelinci cenderung

meningkatkan jumlah mikroba dalam sekum dan kolon.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan 10% aras kulit

kopi terfermentasi dalam ransum kelinci dapat meningkatkan performance, retensi

energi dan protein dan persentase karkas. Secara finansial bila dihitung hasil

penjualan kelinci hidup keuntungan tertinggi diperoleh R3, dengan R/C Ratio

1,22. Penggunaan 10% aras kulit kopi terfermentasi dapat direkomendasikan pada

peternak karena dapat menurunkan biaya pakan.

Page 11: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

11

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM .......................................................................................... i

PRASYARAT GELAR .................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................ iv

UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................. v

ABSTRAK ....................................................................................................... vi

ABSTRACT ..................................................................................................... vii

RINGKASAN .................................................................................................. viii

DAFTAR ISI..................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 4

1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 6

2.1 Potensi Ternak Kelinci ................................................................ 6

2.2 Ransum Kelinci ........................................................................... 8

2.3 Potensi Kulit Kopi ....................................................................... 12

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN..............................................................................

15

3.1 Kerangka Berpikir ....................................................................... 15

3.2 Konsep Penelitian........................................................................ 16

3.3 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 19

Page 12: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

12

BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................ 20

4.1 Rancangan Penelitian .................................................................. 20

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 20

4.3 Penentuan Sumber Data .............................................................. 20

4.4 Variabel Penelitian ...................................................................... 21

4.4.1 Berat Badan ........................................................................ 21

4.4.2 Konsumsi Ransum ............................................................. 21

4.4.3 Konsumsi Air Minum ........................................................ 21

4.4.4 Konversi Ransum ............................................................... 22

4.4.5 Laju Aliran Ransum ........................................................... 22

4.4.6 Kofisien Cerna Bahan Kering Ransum .............................. 22

4.4.7 Kecernaan Energi ............................................................... 23

4.4.8 Kecernaan Protein .............................................................. 23

4.4.9 Keseimbangan Energi ........................................................ 24

4.4.10 Keseimbangan protein ...................................................... 25

4.4.11 Respon Hematologi .......................................................... 25

4.4.12 Karkas .............................................................................. 26

4.4.13 Jumlah Bakteri dan Mikroba Pada Sekum ....................... 27

4.4.14 Analisis Usahatani ............................................................ 28

4.5 Bahan Penelitian ......................................................................... 29

4.5.1 Ternak Penelitian ............................................................... 29

4.5.2 Ransum dan Air Minum ..................................................... 29

4.5.3 Kandang Penelitian ............................................................ 32

4.5.4 Zat Anti Beku Darah .......................................................... 33

4.6 Instrumen Penelitian ................................................................... 33

4.6.1 Aerator ............................................................................... 33

4.6.2 Timbangan Digital ............................................................. 33

4.6.3 Gelas Ukur ......................................................................... 33

4.7 Prosedur Penelitian ..................................................................... 33

4.8 Analisa Data ............................................................................... 34

Page 13: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

13

BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................. 35

5.1 Hasil ............................................................................................ 35

5.1.1 Performans ......................................................................... 35

5.1.2 Neraca Energi ..................................................................... 39

5.1.3 Neraca Protein .................................................................... 42

5.1.4 Respon Hematologi ............................................................ 43

5.1.5 Karkas ................................................................................ 46

5.1.5.1 Berat dan Persentase Karkas ........................................... 46

5.1.5.2 Potongan Komersial Karkas ............................................ 48

5.1.5.3 Komposisi Fisik Karkas .................................................. 48

5.1.6 Non Karkas ........................................................................ 49

5.1.7 Jumlah Mikroba dalam Sekum dan Kolon ......................... 51

BAB VI PEMBAHASAN ......................................................................... 53

6.1 Performans .................................................................................. 53

6.2 Neraca Energi ............................................................................. 57

6.3 Neraca Protein ............................................................................ 59

6.4 Respon Hematologi ..................................................................... 60

6.5 Karkas ......................................................................................... 63

6.5.1 Berat dan Persentase Karkas .............................................. 63

6.5.2 Potongan Komersial Karkas ............................................... 65

6.5.3 Komposisi Fisik Karkas ..................................................... 65

6.5.4 Non Karkas ........................................................................ 67

6.6 Jumlah Mikroba dalam Sekum dan Kolon .................................. 68

6.7 Analisis Usahatani ....................................................................... 69

Page 14: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

14

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 71

7.1 Simpulan ..................................................................................... 71

7.2 Saran ............................................................................................ 72

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 73

LAMPIRAN ..................................................................................................... 81

Page 15: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

15

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kandungan Nutrisi Berbagai Jenis Daging ............................................ 7

Tabel 2 Hasil Analisis Pakan yang Dilakukan di Balinak, Bogor ...................... 18

Tabel 3 Komposisi Bahan Penyusun Ransum penelitian ................................... 31

Tabel 4 Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian .................................................. 31

Tabel 5.1 Rata-rata Performans Kelinci yang Diberikan Ransum dengan Aras

Kulit Kopi Berbeda ................................................................................ 36

Tabel 5.2 Kecernaan dan Lama Aliran Ransum pada Ternak Kelinci yang

Diberikan Ransum dengan Aras Kulit Kopi Berbeda ............................ 39

Tabel 5.3 Neraca Energi Kelinci yang Diberikan Ransum dengan Aras Kulit

Kopi Berbeda ......................................................................................... 40

Tabel 5.4 Neraca Protein Kelinci yang Diberikan Ransum dengan Aras Kulit

Kopi Berbeda ......................................................................................... 43

Tabel 5.5 Respon Hematologi Kelinci yang Diberikan Ransum dengan Aras

Kulit Kopi Berbeda ................................................................................ 44

Tabel 5.6 Karkas Kelinci yang Diberikan Ransum dengan Aras Kulit Kopi

Berbeda................................................................................................... 47

Tabel 5.7 Non Karkas Kelinci yang Diberikan Ransum dengan Aras Kulit Kopi

Berbeda .................................................................................................. 50

Tabel 5.8 Jumlah Bakteri dan Mikroba pada Sekum dan Kolon Kelinci yang

Diberikan Ransum dengan Aras Kulit Kopi Berbeda ............................ 52

Tabel 5.9 Analisis Usahatani Penggemukan Kelinci untuk 8 Ekor Pemeliharaan. 70

Page 16: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

16

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka Berpikir ....................................................................... 17

Gambar 2 Kandang Kelinci........................................................................... 32

Gambar 3 Pertambahan Berat Badan Kelinci Setiap Minggu yang

Diberikan Ransum dengan Aras Kulit Kopi ................................ 37

Gambar 4 Konsumsi Ransum Kelinci Setiap Minggu yang Diberikan

Ransum dengan Aras Kulit Kopi ................................................. 38

Page 17: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

17

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Analisis Statistik Berat Badan Awal (g) Kelinci yang Mendapatkan

Perlakuan Ransum Berbeda ................................................................... 81

2 Daftar Sidik Ragam Berat Badan Akhir (g) ........................................... 83

3 Daftar Sidik Ragam Konsumsi Ransum (g/hr) ...................................... 84

4 Daftar Sidik Ragam Pertambahan Berat Badan (g/hr) ........................... 85

5 Daftar Sidik Ragam Konversi Ransum .................................................. 86

6 Daftar Sidik Ragam Konsumsi Air (ml/hr) ............................................ 87

7 Daftar Sidik Ragam Kecernaan Bahan Kering (%) ............................... 88

8 Daftar Sidik Ragam Kecernaan Energi (%) ........................................... 89

9 Daftar Sidik Ragam Kecernaan Protein (%) .......................................... 90

10 Daftar Sidik Ragam Laju Aliran Ransum (Jam) .................................... 91

11 Daftar Sidik Ragam Konsumsi Energi (kkal/hr) .................................... 92

12 Daftar Sidik Ragam Energi Feses/FE (kkal/hr) ..................................... 93

13 Daftar Sidik Ragam Energi Tercerna/DE (kkal/hr) ............................... 94

14 Daftar Sidik Ragam Energi Termetabolis/ME (kkal/hr) ........................ 95

15 Daftar Sidik Ragam Retensi Energi/ RE (kkal/hr) ................................ 96

16 Daftar Sidik Ragam Produksi Panas/ PP (kkal/hr) ................................ 97

17 Daftar Sidik Ragam Produksi Panas/PP (kkal W0,75

/hr) ........................ 98

18 Daftar Sidik Ragam Konsumsi ME/PBB (kkal/g PBB) ........................ 99

19 Daftar Sidik Ragam Konsumsi Protein (g/hr) ........................................ 100

20 Daftar Sidik Ragam Protein Feses (g/hr) ............................................... 101

Page 18: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

18

21 Daftar Sidik Ragam Protein Tercerna (g/hr) ......................................... 102

22 Daftar Sidik Ragam Retensi protein (g/hr) ............................................ 103

23 Daftar Sidik Ragam Hemoglobin (g/100ml) ......................................... 104

24 Daftar Sidik Ragam Eritrosit (106/ml) ................................................... 105

25 Daftar Sidik Ragam Leukosit (103/ml) .................................................. 106

26 Daftar Sidik Ragam Hematokrit (%) ..................................................... 107

27 Daftar Sidik Ragam Glukosa (mg/100 ml) ............................................ 108

28 Daftar Sidik Ragam Trigliserida (mg/100 ml) ....................................... 109

29 Daftar Sidik Ragam Kolesterol (mg/100 ml) ......................................... 110

30 Daftar Sidik Ragam Berat Potong (g) ................................................... 111

31 Daftar Sidik Ragam Berat Karkas (g) .................................................... 112

32 Daftar Sidik Ragam Persentase Karkas (%) .......................................... 113

33 Daftar Sidik Ragam Panjang Karkas (cm) ............................................. 114

34 Daftar Sidik Ragam Berat Kaki Depan Karkas (g/100 g karkas) .......... 115

35 Daftar Sidik Ragam Berat Kaki Belakang Karkas (g/100 g karkas) ..... 116

36 Daftar Sidik Ragam Berat Pinggang dan Punggung Karkas (g/100 g

karkas) .................................................................................................... 117

37 Daftar Sidik Ragam Berat Dada dan Leher Karkas (g/100 g karkas) .. 118

38 Daftar Sidik Ragam Berat Daging Karkas (g/100 g karkas) ................. 119

39 Daftar Sidik Ragam Berat Lemak Karkas (g/100 g karkas) .................. 120

40 Daftar Sidik Ragam Berat Tulang Karkas (g/100 g karkas) ................. 121

41 Daftar Sidik Ragam Rasio Daging dengan Tulang Karkas (/100 g

karkas) .................................................................................................... 122

42 Daftar Sidik Ragam Berat Paru-Paru (g/100 g berat hidup) ................. 123

Page 19: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

19

43 Daftar Sidik Ragam Berat Jantung (g/100 g berat hidup) ..................... 124

44 Daftar Sidik Ragam Berat Sekum (g/100 g berat hidup) ....................... 125

45 Daftar Sidik Ragam Berat Kolon (g/100 g berat hidup) ....................... 126

46 Daftar Sidik Ragam Berat Usus Halus (g/100 g berat hidup) ................ 127

47 Daftar Sidik Ragam Berat Kulit dan Bulu (g/100 g berat hidup) .......... 128

48 Daftar Sidik Ragam Jumlah Bakteri (opg) ............................................ 129

49 Daftar Sidik Ragam Jumlah Mikroba (opg) .......................................... 130

50 Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian .................................................. 131

51 Angka Density Ransum Penelitian ........................................................ 132

52 Harga Ransum Perlakuan Kontrol (R0) ................................................. 133

53 Harga Ransum dengan Aras 10% Kulit Kopi Tidak Difermentasi (R1) 134

54 Harga Ransum dengan Aras 20% Kulit Kopi Tidak Difermentasi (R2) 135

55 Harga Ransum dengan Aras 10% Kulit Kopi Difermentasi (R3) .......... 136

56 Harga Ransum dengan Aras 20% Kulit Kopi Difermentasi (R4) .......... 137

57 Foto-Foto Penelitian ..................................................................................... 158

Page 20: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Daging merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat. Kebutuhan

daging senantiasa akan meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk,

tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia daging sapi

merupakan komoditas yang dijadikan indikator pemenuhan daging secara

nasional. Pada tahun 2010 permintaan daging sapi nasional mencapai 402,9 ribu

ton, dimana pemerintah baru dapat menyediakan 282,9 ribu ton dari produksi

lokal. Untuk memenuhi permintaan daging nasional pemerintah melakukan impor

sebesar 35% yang terdiri dari sapi bakalan sebesar 46,3 ribu ton dan daging 73,7

ribu ton. Pada tahun 2014 diprediksi kebutuhan daging akan meningkat menjadi

467 ribu ton (meningkat 10% dari tahun 2010). Untuk memenuhi kebutuhan

tersebut sekitar 420,3 ribu ton diperoleh dari produksi lokal dan sisanya 46,7 ribu

ton (10%) dipenuhi dari dari impor (Ditjennak, 2010).

Dalam rangka memenuhi target produksi daging sapi lokal sebesar 420,3 ribu

ton, Kementerian Pertanian mencanangkan Program Swasembada Daging Sapi

dan Kerbau (PSDSK) tahun 2014 yang terdiri dari 5 program pokok yaitu : (1)

Penyediaan bakalan/daging sapi lokal, (2) Peningkatan produktivitas dan

reproduktivitas ternak sapi lokal, (3) Pencegahan pemotongan sapi betina

produktif, (4) Penyediaan bibit sapi, dan (5) Pengaturan stock daging sapi dalam

negeri.

Page 21: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

21

Di Bali, kendala dalam pengembangan ternak ruminansia khususnya sapi

adalah lahan pengembangan semakin sempit dan tingkat reproduksinya lambat,

sehingga perlu diversifikasi daging dengan pengembangan ternak unggas dan

babi. Pengembangan ternak unggas dan babi membutuhkan bahan pakan yang

mahal karena sebagian bahan masih import dari luar (Suradi, 2005), sehingga

usaha ini kurang efisien untuk dikembangkan.

Kelinci merupakan salah satu ternak alternatif yang mempunyai potensi

cukup besar untuk diversifikasi penyediaan sumber protein hewani sebagai

penyedia daging. Disnak Propinsi Bali (2012), populasi kelinci di Bali pada tahun

2012 sebanyak 5.907 ekor, dimana populasi terbanyak di Kabupaten Tabanan

(2.942 ekor) dan Kabupaten Karangasem (1.522 ekor). Kelinci menjadi pilihan

untuk dibudidayakan karena pakannya tidak bersaing dengan kebutuhan manusia,

pemberian hijauan yang tinggi pada ternak kelinci dapat meningkatkan efisiensi

ransum (Farrel dan Raharjo,1984). Sartika et al. (1988), keuntungan beternak

kelinci salah satunya dapat memanfaatkan limbah pertanian maupun berbagai

jenis hijauan sehingga dalam budidaya kelinci dapat menggunakan sumber daya

lokal. Sitorus et al., (1982) melaporkan kelinci dapat dipelihara dengan

memberikan pakan hijauan yang dikombinasikan dengan limbah pertanian dan

hasil industri pertanian. Kelinci mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan

yang sangat pesat, satu siklus reproduksi seekor kelinci dapat memberikan 8-10

ekor anak dan pada umur 8 minggu bobot badannya dapat mencapai 2 kg (Lestari

et al., 2005). Komposisi kimia daging kelinci mempunyai kualitas yang baik,

kandungan protein daging kelinci cukup tinggi yaitu 20% dan setara dengan

Page 22: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

22

daging ayam bahkan proteinnya bisa mencapai 25% (Ensminger et al., 1990),

sedangkan kandungan lemak 5,5g, kolesterol 53g dan energinya 137 kkal lebih

rendah dibandingkan daging ternak lain (Chan et al, 1995).

Mastika (1991) melaporkan salah satu alternatif untuk penyediaan pakan yang

murah dan kompetitif adalah melalui pemanfaatan limbah, baik limbah

pertanian, peternakan maupun industri pertanian. Salah satu limbah yang

potensial dan belum dimanfaatkan sebagai pakan konsentrat adalah kulit kopi

yang memiliki kandungan nutrien yang cukup bagi kelinci, belum dimanfaatkan

dan tersedia secara berkelanjutan dalam upaya untuk menurunkan biaya produksi.

Produksi kulit kopi diprediksi di Bali potensinya 4.118,24 ton dapat

dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena produksinya sangat tinggi dan belum

dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Potensi kandungan gizinya masih dapat

ditingkatkan melalui proses fermentasi dengan Aspergillus niger. Protein kulit

kopi dapat ditingkatkan dari 9,94 % menjadi 17,81%, kandungan serat kasar

menurun dari 18,74% menjadi 13,05%, (Budiari, 2009). Menurut Bidura (2007)

ransum yang difermentasi kandungan protein dan energinya meningkat sedangkan

kandungan serat kasarnya menurun. Hasil kajian Parwati et al. (2008) kulit kopi

yang difermentasi dengan Aspergillus niger mampu menggantikan dedak padi

yang selama ini sebagai pakan konsentrat untuk ternak sapi. Hal ini menunjukan

bahwa dengan sentuhan teknologi dapat menjadikan kulit kopi sebagai bahan

pakan yang lebih bermutu.

Page 23: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

23

Informasi tentang pemanfaatan kulit kopi terfermentasi untuk pakan kelinci

sampai saat ini belum tersedia sehingga dilakukan penelitian tentang pengaruh

penggunaan kulit kopi terfermentasi pada kelinci potong yang sedang tumbuh.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka beberapa permasalahan dapat dirumuskan

sebagai berikut :

1. Belum diketahuinya pengaruh ransum dengan menggunakan aras kulit

kopi terfermentasi berbeda terhadap performans, karkas dan jumlah

mikroba dalam sekum dan kolon.

2. Berapa banyak retensi energi dan protein yang didapatkan pada tubuh

kelinci yang diberikan ransum menggunakan kulit kopi terfermentasi

dengan aras yang berbeda?

3. Apakah Penggunaan kulit kopi terfermentasi dapat menurunkan biaya

produksi ternak kelinci lokal ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui potensi kulit kopi sebagai sumber pakan ternak kelinci.

2. Mengetahui pada aras berapa persenkah penggunaan kulit kopi

terfermentasi tidak berpengaruh buruk terhadap performans dan karkas

kelinci lokal.

3. Mengetahui retensi energi dan protein pada tubuh kelinci yang diberikan

ransum menggunakan kulit kopi terfermentasi dengan aras berbeda.

4. Mengetahui pengaruh pemberian kulit kopi terhadap penurunan biaya

pakan sehingga biaya produksi kelinci menurun tanpa mengurangi tingkat

Page 24: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

24

produktivitas sehingga pendapatan petani-peternak kelinci akan

meningkat.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran terhadap

produktivitas ternak kelinci dengan memanfaatkan kulit kopi terfermentasi

sebagai salah satu sumber pakan asal limbah.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan formula ransum

dengan aras penggunaan kulit kopi terfermentasi yang terbaik.

3. Membantu pemerintah dalam mewujudkan peternakan ramah lingkungan

dan penyediaan daging alternatif bagi masyarakat.

4. Meningkatkan pendapatan rumah tangga masyarakat petani peternak.

Page 25: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Potensi Ternak Kelinci

Pengembangan budidaya kelinci di masyarakat sudah lama dilakukan, namun

jumlah peternak dan populasinya masih sangat rendah, antara lain disebabkan

karena daging kelinci kurang memasyarakat. Hal ini disebabkan karena kelinci

dikenal oleh masyarakat umum sebagai binatang kesayangan, sehingga adanya

tekanan psikologi masyarakat dalam memanfaatkan kelinci sebagai sumber

protein. Pemeliharaan kelinci pada saat ini hanya sebatas untuk pakan reptil dan

hewan kesayangan, padahal kelinci sangat potensial untuk dikembangkan baik

sebagai alternatif penghasil daging untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat

maupun sebagai sumber pendapatan.

Ternak kelinci mempunyai keunggulan komparatif karena dapat tumbuh dan

berkembang biak dengan cepat, dapat dikawinkan kembali 3 – 4 minggu sesudah

melahirkan. Dalam satu tahun seekor induk kelinci mampu menghasilkan anak

paling tidak 40 kg bobot hidup, bila dibandingkan dengan seekor induk sapi yang

menghasilkan seekor anak dengan bobot 200 kg, atau seekor domba 75 kg bobot

hidup anak per tahun (Rafzunnella, 2009).

Rokhmani (2005) menyatakan bahwa daging kelinci mempunyai serat yang

halus dan warna sedikit pucat, sehingga daging kelinci dapat digolongkan

kedalam golongan daging berwarna putih. Daging kelinci mengandung protein

20,8%, lemak 10,2%, dan energi 7,3 MJ/Kg, kandungan asam lemak linoleat

22,5% dan kandungan kolesterol 0,1%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa daging

Page 26: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

26

kelinci sangat baik untuk kesehatan karena kandungan proteinnya tinggi tetapi

kolesterol dan sodium rendah sehingga baik untuk meningkatkan kecerdasan pada

anak-anak dan mencegah penyakit penyumbatan pembuluh darah

(arterosklerosis). USDA (2009) melaporkan daging kelinci mempunyai kualitas

yang lebih baik dibandingkan dengan daging sapi, domba atau kambing (Tabel.1).

Tabel 1 Kandungan Nutrisi Berbagai Jenis Daging

Jenis Ternak

Kalori Air Protein Lemak Ca P K Na Fe Kholesterol*

(Kkal) (g/Kg) (g/Kg) (g/Kg) (mg/kg) (mg/kg) (mg/kg) (mg/kg) (mg/kg) (mg/100g)

Sapi 195 66,5 20 12 12 195 350 65 3 70

Domba/kambing 210 66 18 14 10 165 350 75 1,5 70

Babi 260 61 17 21 10 195 350 70 2,5 70

Ayam 200 67 19,5 12 10 240 300 70 1,5 50

Kelinci 160 70 21 8 20 350 300 40 1,5 30

Sumber : USDA (2009). * Beynen (1984)

Struktur daging kelinci lebih halus dengan warna dan bentuk fisik yang

menyerupai daging ayam pedaging. Ditinjau dari segi rasa dan warna daging

kelinci sulit dibedakan dari daging ayam sehingga merupakan peluang bagi

daging kelinci untuk mengisi sebagian pasar daging ayam, apalagi dengan

merebaknya isu flu burung yang menyebabkan permintaan daging ayam akan

menurun.

Selain sebagai penghasil daging dan sumber protein hewani yang baik

bagian-bagian tubuh kelinci meliputi kulit dan bulu, kotoran, dan urin juga

memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Keuntungan lain dari pemeliharaan kelinci

adalah dapat menyediakan daging, kulit beserta bulu, pupuk organik, hewan hias

dan hewan percobaan dalam jangka waktu singkat pada berbagai skala

Page 27: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

27

pemeliharaan dan tidak memerlukan lahan luas untuk pemeliharaan sehingga

cocok dikembangkan di daerah yang padat penduduknya.

2.2 Ransum Kelinci

Kelinci pada umumnya diberikan pakan lebih banyak berupa hijauan dan

limbah sayuran, sehingga produktivitasnya kurang optimal. Peningkatan kinerja

kelinci tidak lepas dari kandungan gizi pakan seperti energi, protein dan serat

kasar. Limbah pertanian dengan serat kasar tinggi dan kandungan protein yang

rendah berakibat tidak maksimalnya kinerja kelinci untuk menghasilkan produk.

Upaya mendukung kecukupan gizi yang seimbang pemberian hijauan perlu

diimbangi dengan konsentrat (Lestari, 2005). Rahardjo et al. (2004) melaporkan

bahwa kelinci Rex yang diberikan rumput lapang ad libitum + 60 g konsentrat

menghasilkan pertambahan berat badan sebesar 1191 g/ekor, sedangkan kelinci

yang diberikan rumput lapang ad libitum tanpa konsentrat hanya menghasilkan

pertambahan berat badan sebesar 610 g/ekor, selama 12 minggu pemeliharaan.

Dalam menyusun ransum ternak kelinci hal yang paling diperhatikan adalah

kandungan dari energi dan protein dalam ransum karena kelebihan dan

kekurangan energi dan protein dalam ransum akan menurunkan produktivitas

ternak (Nuriyasa, 2012). Lebih lanjut dilaporkan bahwa kandungan energi

termetabolis dan protein ransum sebanyak 2939,93 kkal/kg dan protein kasar

16,48%, untuk kelinci diperlukan didataran rendah tropis sehingga pertumbuhan

menjadi optimal yang dibuktikan dengan respon biologi (fisiologi, hematologi,

performans dan karkas). NRC (1977) menyarankan kandungan energi dalam

ransum sebesar 2500 kkal DE/kg dan kandungan protein kasar (PK) 16%, serat

Page 28: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

28

kasar (SK) berkisar antara 10-12 %, Calsium (Ca) 0,4% dan Fosfor (P) 0,22 %

untuk kelinci potong. Lebih lanjut Sinaga (2009) menyarankan kelinci pejantan

fase grower memerlukan protein kasar 16% sedangkan induk menyusui

memerlukan protein kasar 15 – 16 %. Kandungan serat kasar pada ransum kelinci

jantan fase grower adalah 10 – 27 % dan induk menyusui adalah 15 – 20%. Hasil

penelitian ini menunjukan bahwa peningkatan kinerja kelinci tidak lepas dari

unsur-unsur pakan yang utama yaitu kandungan energi, protein dan serat kasar.

Menurut Lick dan Hung (2008) kelinci mempunyai efisiensi penggunaan ransum

lebih tinggi dari ruminansia seperti sapi dan kelinci dapat memanfaatkan pakan

hijauan yang tidak disukai sapi.

Kelinci termasuk ternak monogastrik herbivora yang tidak dapat mencerna

serat kasar secara baik, hal ini disebakan karena kelinci tidak memiliki rumen

seperti kambing dan sapi. Sistem pencernaan kelinci mempunyai sekum dan kolon

yang besar tempat terjadinya fermentasi makanan. Pemberian pakan pada kelinci

sebaiknya disesuaikan dengan kondisi faali dan menurut kemampuan fisiologis

pencernaan (Widodo, 2005). Lestari (2004) melaporkan pemberian ampas tahu

sebagai konsentrat tunggal menghasilkan pertambahan berat badan harian sebesar

31,93 g/ekor/hari dengan konversi pakan 5,17% lebih tinggi dari yang diberikan

ampas tahu yang dikombinasikan dengan bekatul, yaitu 30,53 g/ekor/hari. Lebih

lanjut Hamidy (1996) melaporkan kelinci “New Zealand White” periode

pertumbuhan yang diberikan eceng gondok 20% rata-rata pertambahan berat

badan hariannya 13g lebih tinggi daripada yang diberikan 10% eceng gondok

(11,84 g) dan 30% sebesar 9,12 g. Pemberian tempurung sawit terfermentasi

Page 29: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

29

sampai 20% pada kelinci tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhannya

(Raharjo et al., 2000). Lestari et al. (1997) melaporkan penambahan azolla

mycrophylla dalam ransum kelinci lokal meningkatkan berat dan persentase

karkas kelinci dari 44,95% menjadi 48,33%.

Menurut Lestari (2005) ternak kelinci sebagai ternak monogastrik

mempunyai keunikan dalam hal kapasitas, sifat, dan faali dari saluran

pencernaanya, yaitu kemampuan kelinci untuk melakukan coprophagy. Kelinci

termasuk kedalam autocoprophagy, yaitu kelinci membuang feses dari saluran

pencernaanya dalam 2 bentuk, feses kering keras dan juga feses lembek berlendir

dikeluarkan pada malam hari dan pagi hari. Feses yang lembek berlendir inilah

yang dimakan kembali oleh kelinci langsung dari duburnya, ini dilakukan untuk

memanfaatkan protein, serat kasar tumbuhan, vitamin yang terkandung dalam

feses. Feses yang lembek dan berlendir mengandung banyak vitamin, dan nutrien

seperti riboflavin, sianokobalamin (vitamin B12), asam pantotenat dan niasin.

Dengan memakan kembali fesesnya kelinci tidak akan kekurangan vitamin dan

nutrien karena isi saluran pencernaan berdaur ulang kembali (Anon, 2011).

McNitt et al. (1996) menyatakan nutrien ternak kelinci dapat dibedakan

menjadi protein, karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin. Karbohidrat dan lemak

merupakan sumber energi bagi ternak kelinci. Karbohidrat terpenting dari ternak

kelinci adalah pati dan selulosa. Selulosa mampu dicerna oleh kelinci karena

memiliki mikroorganisme dalam sekum dan kolon sebagai fermentor serat kasar.

Kelinci membutuhkan serat kasar dalam ransum dalam jumlah yang tinggi

(minimal 12%) yang bersumber dari hijauan. Kelinci dapat mencerna serat kasar

Page 30: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

30

terutama selulosa dari bahan nabati dengan bantuan bakteri yang hidup dalam

sekum dan kolon untuk dirubah menjadi energi, protein dan asam amino bisa

diabsorbsi kembali (McNitt et al., 1996). Salah satu upaya untuk meningkatkan

kualitas adalah dengan fermentasi Aspergillus niger. Efisiensi penggunaan pakan

dapat ditingkatkan sehingga nilai konversi pakan dapat ditingkatkan pula.

Muryanto (2006) melaporkan bahwa dengan pemberian 5% kulit kopi

terfermentasi dalam ransum ayam buras dapat meningkatkan pertumbuhan 1,42%

dan menekan biaya pakan sebesar Rp.56,- setiap 1 kg ransum dibandingkan

dengan ransum kontrol. Selanjutnya Rokhmani (2005) menyatakan pemberian

onggok terfermentasi pada ransum kelinci 10% dan 20% dapat meningkatkan

berat badan kelinci 33% dan 29% dibandingkan dengan yang diberikan onggok

tanpa terfermentasi.

Kelinci dapat tumbuh dan berkembangbiak walaupun hanya diberikan

hijauan dan limbah pertanian sebagai pakan utamanya. Pemeliharaan ternak

kelinci secara tradisional dapat dilakukan dengan pemberian berbagai jenis

leguminosa dan rumput-rumputan. Disamping itu dengan memanfaatkan sisa –

sisa dari sayuran dan pemberian pakan tambahan berupa dedak padi, ampas tahu,

pollard mampu meningkatkan produktivitas kelinci (Raharjo, 2005).

Pemeliharaan secara intensif dengan menggunakan ransum komplit yang

merupakan campuran dari bahan seperti jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa,

dedak padi, pollard, vitamin – mineral, kapur dan garam mampu meningkatkan

pertumbuhan dan efisiensi dalam penggunaan pakan (Lestari et al., 2005). Dengan

menggunakan ransum komplit (protein kasar 16% dan energi termetabolis 2500

Page 31: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

31

kkal/kg) konsumsi pakan per ekor per hari adalah sebagai berikut kelinci dewasa

110 – 125 g, kelinci bunting 200 – 250 g, kelinci yang sedang tumbuh (1,5 – 6

bulan) 80 g dan kelinci memerlukan air minum setiap hari terutama pada induk

yang sedang menyusui dan pada pemberian pakan konsentrat (Raharjo, 2005).

Dari berbagai perkebunan seperti kulit kakao dan kopi di Bali khususnya dan

lumpur sawit di Indonesia umumnya, kulit kopi cukup banyak ketersediaannya

yaitu 2.959 ton (BPS, 2012). Penggunaan kulit kopi 5% pada ransum ayam umur

30-60 hari tidak berpengaruh terhadap pertambahan berat badan (985 vs 971 g),

konsumsi pakan (1700 vs 1700 g), konversi pakan (3,1 vs 3,3) dibandingkan

dengan kontrol yang menggunakan 5% bungkil biji kapuk (Muryantho et al.,

2006). Lebih lanjut Guntoro (2004) merekomendasikan bahwa aras penggunaan

tepung kulit kopi untuk ransum ternak babi dan ayam sebesar 10 – 15 %.

2.3 Potensi Kulit Kopi

Luas perkebunan kopi di Bali 39.000 ha, produksi pada tahun 2011 sebanyak

8.453 ton yang dihasilkan oleh kabupaten Buleleng 2.963 ton, Bangli 3.503 ton,

dan Tabanan 1.987 ton (BPS, 2012). Dari 39.000 ha areal perkebunan kopi di

Bali sekitar 65% robusta dan selebihnya 35% kopi Arabika yang populasinya

hampir sebagian besar ada di wilayah Kintamani. Kopi arabika adalah komoditas

unggulan dari Kintamani dengan jumlah produksi pada tahun 2012 sebanyak

11.766,4 ton, dengan jumlah luasan 5.345,58 ha (Disbun Kabupaten Bangli, 2013)

Buah kopi yang dipanen tersebut selanjutnya diolah basah dan produk

utamanya adalah kopi beras dan selanjutnya diolah menjadi kopi bubuk. Hasil

proses pengolahan akan menghasilkan 65% biji kopi dan 35% kulit kopi. kulit

Page 32: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

32

kopi belum banyak dimanfaatkan untuk pakan ternak dan kebanyakan dibuang

sebagai pupuk. Pemanfaatan kulit kopi secara langsung sebagai pakan ternak

memiliki beberapa kelemahan diantaranya masih mengandung senyawa tanin

yang dapat mengganggu pencernaan jika diberikan pada aras tinggi dalam bentuk

segar. Hasil Penelitian menunjukan bahwa analisis proksimat kulit biji kopi yang

belum difermentasi yaitu bahan kering (BK) 95,22%, protein kasar (PK) 10,47%,

lemak kasar (LK) 0,26% dan serat kasar (SK) 32,36% serta gross energi (GE)

sebesar 4,14 Kkal/kg (Wiguna, 2007). Mastika. (2011) melaporkan bahwa dengan

proses amoniasi kulit kopi mempunyai kandungan protein 17,88%, kecernaan

bahan kering meningkat dari 40% menjadi 50%, VFA dari 102 mM menjadi 148

mM dan NH3 4,8 mM menjadi 12,04 mM. Lebih lanjut dijelaskan bahwa amoniasi

ini juga menyebabkan struktur dinding sel kulit kopi menjadi padat dan tidak

berdebu sehingga lebih mudah ditangani.

Salah satu cara untuk meningkatan kualitas pakan dapat dilakukan dengan

biofermentasi. Biofermentasi merupakan proses perubahan kimia pada substrat

sebagai hasil kerja enzim dari mikroorganisme dengan menghasilkan produk

tertentu (Bidura et al., 2010). Pakan yang mengalami fermentasi memiliki gizi

yang lebih tinggi daripada bahan asalnya. Kompiang et al. (1994) melaporkan

bahwa fermentasi ubi kayu dapat meningkatkan kandungan protein dari 2-3 %

menjadi 18– 20%, fermentasi lumpur sawit menghasilkan 18 – 22% protein kasar

(Purwandaria et al., 1999), fermentasi bungkil kelapa menghasilkan 39 – 43%

protein kasar (Sinurat et al., 1996). Selama ini pemberian konsentrat sebagai

pakan penguat biasanya dilakukan terbatas oleh peternak yang memiliki tingkat

Page 33: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

33

kemampuan ekonomi yang baik. Akibatnya secara umum produktivitas ternak

yang dipelihara petani pada umumnya menjadi rendah. Pemanfaatan limbah

merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan bahan pakan yang murah dan

tidak berkompetisi dengan kebutuhan manusia dan ternak lainnya. Langkah yang

dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan kulit kopi yang jumlahnya

melimpah dimusim panen dapat mencapai 4.118,24 ton untuk mendukung

pengembangan ternak kelinci di Bali. Pemanfaatan kulit kopi untuk pakan

(konsentrat) dapat meningkatkan nilai tambah usahatani. Produktivitas kelinci

akan optimal apabila kualitas dan kuantitas pakannya diperhatikan. Sudaryanto et

al. (1985) dan Diwyanto et al. (1985) melaporkan bahwa kelinci mampu tumbuh

dan berkembang dengan memanfaatkan berbagai jenis hijauan secara efisien

untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, sehingga produksinya tidak akan

maksimum, oleh karena itu dibutuhkan konsentrat untuk meningkatkan

pertumbuhannya.

Page 34: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

34

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Limbah perkebunan khususnya kulit kopi selama ini belum banyak

dimanfaatkan untuk pakan ternak. Kulit kopi hanya dibiarkan begitu saja sebagai

sampah dan sebagian kecil dipergunakan sebagai pupuk tanaman. Secara fisik,

potensi kulit kopi cukup besar yaitu kulit biji kopi sebanyak 6% dan daging buah

kopi 42% dari berat glondongan kering (Zaenuddin et al., 1995). Dalam proses

pengolahan kopi basah akan menghasilkan 65% biji kopi dan 35% kulit kopi.

Dari angka tersebut di Bali akan tersedia 2.959 ton kulit kopi segar. Jumlah ini

akan sangat membantu dalam pengembangan usaha ternak kelinci.

Rendahnya ketersediaan zat-zat makanan (protein kasar 9,94% ) yang

terkandung dalam kulit kopi merupakan kendala dalam pemanfaatannya untuk

bahan pakan ternak. Kelinci pertumbuhan membutuhkan serat kasar 14% dalam

ransumnya (McNitt et al., 1996). Fermentasi dengan Aspergillus niger dapat

meningkatkan kandungan protein kulit kopi dari 9,94% menjadi 17,81% dan serat

kasar dari 18,74% diturunkan menjadi 13,05% (Budiari, 2009).

Potensi kulit kopi sudah diteliti pada beberapa ternak diantaranya pada sapi,

kambing, ayam dan babi, namun belum banyak potensi kulit kopi yang

dimanfaatkan pada ternak kelinci. Hasil penelitian Parwati et al. (2006)

menyatakan bahwa sapi yang diberi pakan tambahan dedak padi dan dedak kulit

kopi menghasilkan pertambahan berat badan (0,58 kg vs 0,47 kg). Lebih lanjut

Guntoro et al. (2003) melaporkan bahwa pemberian kulit kopi sebanyak 100 –

Page 35: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

35

200 g/ekor/hari pada kambing peranakan Etawa meningkatkan pertumbuhan rata-

rata dari 68,15 g (pakan tradisional) menjadi 99,25 - 100.10 g. Pemberian dedak

kulit kopi terfermentasi sebanyak 11% dari total ransum pada ayam buras Bali

produksi telurnya rata-rata 35 – 40 %, sedangkan ayam buras Bali dengan pakan

konvensional produksi telurnya rata-rata 25% (Guntoro, 2004). Skema kerangka

berpikir disajikan pada Gambar 1.

3.2 Konsep

Kulit kopi merupakan hasil ikutan setelah panen yang selama ini menjadi

sampah dan hanya sebagai bahan pupuk organik. Apabila tidak ditangani dengan

baik bisa menyebabkan pencemaran lingkungan dan sumber penyakit bagi

tanaman. Kulit kopi yang jumlahnya sangat tinggi mempunyai potensi yang

cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Budiari (2009) melaporkan

bahwa kulit kopi yang difermentasi dengan Aspergillus niger meningkatkan

kandungan proteinnya dari 9,94 % menjadi 17,81%, dan kandungan serat kasar

menurun dari 18,74% menjadi 13,05%. Prawirodigdo et al. (2007) melaporkan

bahwa dekomposisi aerobik terhadap kulit kopi dapat mengeliminasi tannin yang

terkandung hingga 58% (dari 1651,82 menjadi 694, 29 mg/100 g). Hal ini

menunjukan bahwa kulit kopi cukup potensial dipakai sebagai pakan ternak

kelinci. Kulit kopi terfermentasi dapat meningkatkan koefisien cerna (bahan

kering, energi dan protein) ransum ternak kelinci. Peningkatan koefisien nilai

cerna ransum akan berdampak pada peningkatan efisiensi penggunaan ransum,

retensi energi dan protein, serta performans dan karkas kelinci.

Page 36: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

36

Keterangan : berpengaruh

Gambar 1. Kerangka Berpikir

KULIT KOPI BAHAN PAKAN TERNAK

KENDALA :

- PROTEIN RENDAH

- SERAT KASAR TINGGI

DIBERIKAN PADA KELINCI :

- FCR RENDAH

- RETENSI ENERGI DAN PROTEIN MENINGKAT

- PERTUMBUHAN DAN KARKAS MENINGKAT

PUPUK TANAMAN KOPI

- DAYA GUNA BELUM MAKSIMAL

- PENCEMARAN LINGKUNGAN

- MEDIA UNTUK PERKEMBANGAN

JAMUR

FERMENTASI

ASPERGILLUS NIGER

- PENINGKATAN PENDAPATAN PETERNAK

- KESEJAHTERAAN PETERNAK MENINGKAT

- PROTEIN MENINGKAT

- SERAT KASAR RENDAH

Page 37: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

37

Kelinci merupakan ternak monogastrik herbivora yang pada sekum dan

kolonnya terdapat bakteri selulolitik yang mampu mencerna serat kasar untuk di

rubah menjadi energi, protein dan asam amino yang selanjutnya dapat diabsorbsi

oleh dinding mukosa pada sekum dan kolon (McNitt et al., 1996). Sifat kopropagi

pada kelinci dapat memanfaatkan protein yang efisien disebabkan karena

penyerapan ulang dari zat-zat makanan yang mengalami pencernaan awal dari

mikroorganisme dalam sekum yang mensintesa beberapa zat makanan diantaranya

protein dan beberapa vitamin (Cheeke et al., 1987).

Pemberian kulit kopi disamping sangat baik untuk penyediaan pakan yang

berkelanjutan, juga dapat menekan biaya pakan dan ketersediaannya tidak

bersaing dengan kebutuhan manusia dan ternak lainnya, karena limbah dapat

digunakan sebagai bahan alternatif pengganti sumber energi, protein , serat kasar

maupun sebagai sumber mikronutrien, karena produk tersebut ternyata kaya akan

zat-zat gizi (Tabel 3.1). Pemakaian kulit kopi sebagai pakan ternak menyebabkan

terjadinya pemakaian sumberdaya terbarukan (renewable resources) dan tidak

akan ada yang terbuang (zero waste) dan meminimalkan input luar.

Tabel 2 Hasil Analisis Pakan yang Dilakukan Di Balitnak, Bogor

NAMA BAHAN

Kandungan bahan (%)

CP SK Lemak Abu Ca P GE(kcal/kg) TDN

Kulit Kopi 9,94 18,74 1,97 11,28 0,60 0,20 3306 50,6

Kulit Kopi

fermentasi 17,81 13,05 1,06 22,55 0,76 0,62 3938 56,9

Sumber : Budiari (2009)

Page 38: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

38

3.3 Hipotesis

1. Kulit kopi terfermentasi dengan Aspergillus niger mampu meningkatkan

mutu nutrien kulit kopi dan merupakan salah satu bahan penyusun ransum

pada ternak kelinci

2. Pemberian kulit kopi terfermentasi pada aras 20% tidak berpengaruh

terhadap respon hematologi, performans, dan karkas kelinci lokal.

3. Pemberian kulit kopi terfermentasi pada aras 20% tidak berpengaruh

terhadap jumlah mikroba dalam sekum dan kolon.

4. Pemberian kulit kopi terfermentasi mampu menurunkan harga ransum

pada ternak kelinci.

Page 39: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

39

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan yang dipergunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK),

dengan lima perlakuan. Perlakuan tersebut adalah ransum tanpa menggunakan

kulit kopi sebagai kontrol (R0), ransum menggunakan 10% kulit kopi (R1),

ransum menggunakan 20% kulit kopi (R2), ransum menggunakan 10% kulit

kopi terfermentasi (R3) dan ransum menggunakan 20% kulit kopi terfermentasi

(R4). Tiap-tiap perlakuan diulang sebanyak 8 kali sehingga terdapat 40 unit

percobaan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Gulingan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten

Badung, Propinsi Bali. Penelitian dilaksanakan selama 16 minggu dari bulan Juli

sampai dengan Oktober 2013. Pembuatan kandang, ransum perlakuan dan

persiapan kelinci dilakukan selama 8 minggu, selanjutnya 8 minggu untuk

aplikasi ransum perlakuan ke ternak kelinci.

4.3 Penentuan Sumber Data

Kelinci yang dipergunakan adalah kelinci jantan lokal lepas sapih (umur 5

minggu). Kelinci lokal yang dimaksud adalah kelinci yang sudah terbiasa

dipelihara di daerah Bali khususnya di desa Riang Gede, Kecamatan Tabanan,

Kabupaten Tabanan dan tidak jelas asal-usulnya. Dari jumlah kelinci yang

diperlakukan sebanyak 40 ekor dibuat 4 kelompok berat badan, setelah didapatkan

Page 40: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

40

4 kelompok berdasarkan berat badan yang sama maka masing-masing kelinci

dalam kelompok disebar pada semua perlakuan.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Berat badan

Penimbangan dilakukan setiap minggu untuk mengetahui pertambahan berat

badan per minggu. Berat badan awal didapatkan dengan cara penimbangan

dilakukan pada awal penelitian sebelum kelinci diberikan perlakuan pakan,

sedangkan untuk mengetahui berat badan akhir dilakukan pada akhir penelitian.

Pertambahan berat badan didapatkan dengan cara mengurangi berat badan pada

akhir penelitian dengan berat badan pada awal penelitian. Sebelum ditimbang

kelinci dipuasakan selama 12 jam.

4.4.2 Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum dihitung setiap minggu dengan mengurangi jumlah

ransum yang diberikan dengan sisa ransum pada hari tersebut.Total konsumsi

ransum diperoleh dengan cara menjumlahkan konsumsi ransum setiap minggu

selama penelitian berlangsung.

4.4.3 Konsumsi Air Minum

Konsumsi air minum diperoleh dengan mengurangi jumlah air minum yang

diberikan dengan sisa pada keesokan harinya. Pengukuran dilakukan dengan

mengunakan gelas ukur.

Page 41: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

41

4.4.4 Konversi Ransum

Konversi ransum atau Feed Conversion Ratio (FCR) dihitung dengan

perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan berat

badan selama penelitian.

4.4.5 Laju Aliran Ransum

Pengukuran laju aliran ransum di dalam saluran pencernaan dilakukan

dengan memberikan ransum yang telah dicampur dengan indikator Fushin Acid

(0,05%) pada ternak kelinci, metode ini dipergunakan oleh (Nuriyasa, 2012).

Lama aliran ransum dihitung dengan jalan menghitung waktu mulai ransum yang

mengandung indikator dimakan sampai keluarnya indikator untuk pertama kali di

dalam feses.

4.4.6 Koefisien Cerna Bahan Kering Ransum

Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dihitung berdasarkan metode

koleksi total (Tillman et al., 1986). Feses ditampung selama 7 hari, dijemur

dibawah sinar matahari sampai kering udara kemudian dioven pada temperatur 60

0C selama 24 Jam. Kofisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dihitung dengan

formulasi :

KCBK = (A – B)

X 100 % ..............................................................(1) A

Keterangan:

KCBK : Koefisien Cerna Bahan kering (%)

A : Konsumsi bahan kering ransum (g)

B : Jumlah bahan kering feses (g)

Page 42: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

42

4.4.7 Kecernaan Energi

Kecernaan Energi (KE) dihitung berdasarkan metode koleksi total (Prasad et

al., 1996). Feses ditampung selama 7 hari, dijemur dibawah sinar matahari

sampai kering udara kemudian dioven pada suhu 600

C selama 24 jam. Feses

dianalisis proksimat untuk menentukan kandungan energi pada feses. Konsumsi

ransum selama koleksi total (7 hari) di oven pada temperatur 600

C selama 24 jam

untuk mendapatkan berat kering. Konsumsi energi di dapat dengan cara

mengalikan bahan kering ransum dengan kandungan energi ransum. Energi pada

feses didapat dengan cara mengalikan berat kering feses dengan kandungan energi

feses. Kecernaan Energi (KE) dihitung dengan menggunakan formulasi :

KE = A - B

X 100% .............................................................................. (2) A

Keterangan :

KE : Kecernaan Energi (%)

A : Konsumsi Energi (kkal/hr)

B : Kandungan Energi pada feses (g/hr)

4.4.8 Kecernaan Protein

Kecernaan protein (KP) dihitung berdasarkan metode koleksi total (Prasad

et al., 1996). Feses ditampung selama 7 hari, dijemur dibawah sinar matahari

sampai kering udara kemudian dioven pada suhu 600

C selama 24 jam.Feses

dianalisis proksimat untuk menentukan kandungan protein pada feses. Konsumsi

ransum selama koleksi total (7 hari) di oven pada temperatur 600

C selama 24 jam

untuk mendapatkan berat kering. Konsumsi protein di dapat dengan cara

mengalikan bahan kering ransum dengan kandungan protein ransum. Protein pada

Page 43: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

43

feses didapat dengan cara mengalikan berat kering feses dengan kandungan

protein feses. Kecernaan protein (KP) dihitung dengan menggunakan formulasi :

KP = A - B

X 100% .............................................................................. (3) A

Keterangan :

KP : Kecernaan Protein (%)

A : Konsumsi protein (g/hr)

B : Kandungan protein pada feses (g/hr)

4.4.9 Keseimbangan Energi

Keseimbangan energi adalah jumlah energi yang dikonsumsi dikurangi

energi teretensi dan energi yang terbuang melalui feses. Kandungan energi ransum

(GE) ditentukan dengan bomb kalorimeter dan komposisi zat-zat makanan pada

ransum ditentukan dengan analisis proksimat menurut metode AOAC (1984).

Energi pada feses (FE) ditentukan dengan bomb kalorimeter, sedangkan protein

pada feses ditentukan dengan analisa Kjeldhal menurut AOAC. (1984).

Banyaknya energi bruto yang dikonsumsi ditentukan dari konsumsi ransum

dikalikan dengan kandungan energi bruto dari ransum.

Penentuan energi tercerna atau Digestible energi (DE) dilakukan dengan

menggunakan metode koleksi total yakni dengan menentukan energi total yang

terkandung dalam ransum dan feses. Digestible Energi (DE) ditentukan dengan

rumus Parigi Bini dan Xiccato (1998), sebagai berikut :

DE = Energi dikonsumsi – Energi pada feses ............................................ (4)

Parigi Bini dan Xiccato (1998) menyatakan bahwa dasar perhitungan

kebutuhan energi ternak kelinci dalam bentuk ME dapat dicari dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

Page 44: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

44

ME = DE – Energi urine – Energi metan .............................................................(5)

Retensi energi ditentukan dengan cara mengurangi jumlah energi tubuh

pada akhir penelitian dengan jumlah energi tubuh pada awal penelitian sesuai

dengan metode Parigi Bini dan Xiccato (1998). Produksi panas dihitung dengan

formulasi :

PP = ME – RE .....................................................................................................(6)

Keterangan :

PP : Produksi Panas

RE : Retensi Energi

ME : Energi Termetabolis

4.4.10 Keseimbangan Protein

Keseimbangan protein adalah jumlah protein yang dikonsumsi dikurangi

protein diretensi dan protein yang terbuang melalui feses. Keseimbangan protein

meliputi : konsumsi protein, protein dalam feses, protein tercerna, retensi protein

dan efisiensi pemanfaatan protein. Konsumsi protein dihitung dengan cara

mengalikan banyaknya konsumsi ransum dengan kandungan protein ransum.

Protein tercerna dihitung dengan formulasi McNitt et al. (1996) sebagai berikut :

Protein tercerna = konsumsi protein – protein feses

Protein teretensi dihitung dengan mengurangi jumlah protein tubuh akhir

penelitian dengan protein tubuh pada awal penelitian.

4.4.11 Respon Hematologi

Pengamatan dilakukan terhadap kandungan hemoglobin (g/ml), jumlah sel

darah merah (106/μl), jumlah sel darah putih (10

3/μl), kandungan hematokrit (%),

kandungan glukosa darah (mg/ml), kandungan trigliserida darah (mg/dl) dan

kolesterol darah (mg/ml) sesuai dengan metode Nugraha (2010). Pengambilan

Page 45: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

45

sampel hanya dilakukan satu kali yaitu pada minggu ke-7 penelitian. Pengambilan

darah dilakukan pada masing-masing perlakuan sebanyak 4 sampel sehingga

terdapat 20 sampel darah. Sampel darah diambil pagi hari sebelum kelinci

diberikan makan dan air minum. Cara pengambilan contoh darah dilakukan

dengan menusukan jarum pada vena telinga, kemudian disedot dengan spuit

plastik dan segera dipindahkan ke tabung reaksi yang telah terisi zat anti beku

darah. Zat anti beku darah yang digunakan adalah Etylene Diamine Tetra Acetate

(Gandasoebrata, 1985). Jumlah sampel darah yang diambil adalah 6 cc untuk satu

ekor kelinci (Nugraha, 2010). Segera setelah diambil sampel darahnya masukan

ke dalam termos es dan pada hari itu di kirim ke laboratorium Rumah Sakit

Umum Pusat Badung.

4.4.12 Karkas

Data karkas diperoleh dengan cara memotong ternak kelinci pada akhir

penelitian. Pemotongan ternak kelinci dengan memotong vena jugularis pada

leher untuk mengeluarkan darahnya (Alhaidary et al., 2010). Tubuh kelinci

kemudian digantung pada salah satu kaki belakang dengan membuat potongan

pada kulit antara tulang dan tendo pada sendi siku kaki belakang. Kepala dilepas

pada sendi atlas, kaki belakang pada sendi siku dan kaki depan pada sendi siku.

Ekor dilepas pada pangkalnya. Kulit dilepaskan dengan membuat sayatan

dibagian belakang dari paha belakang ke arah pangkal ekor dan paha yang bebas ,

kemudian ditarik ke arah leher sampai lepas. Jeroan dikeluarkan dari rongga perut

dengan membuat sayatan median didinding perut. Persentase karkas dihitung

Page 46: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

46

sebagai total berat karkas segar, lemak rongga abdomen, dan paru-paru dibagi

dengan berat tubuh sebelum dipotong dikalikan 100 (Lukefahr et al., 1981)

Pemotongan karkas untuk pemasaran komersial, karkas dipotong-potong

menjadi 2 potongan kaki belakang kiri dan kanan, 1 potongan pinggang dan

punggung, 2 potongan dada dan leher serta 2 potongan kaki depan kiri dan kanan

(Sartika dan Raharjo, 1991). Karkas dipotong dengan melepaskan ke dua kaki

depan pada scapula. Kaki belakang dipotong pada sendi antara tulang lumbal

terakhir dengan tulang sakral pertama. Dada dan leher dengan pinggang

dipisahkan dengan membuat potongan antara dua tulang rusuk terakhir. Tulang

rusuk terakhir masuk kedalam potongan pinggang. Untuk mengetahui proporsi

dan produksi daging maka antara daging, lemak dan tulang dipisahkan. Rasio

daging dengan tulang didapat dengan membagi berat daging dengan tulang.

4.4.13 Jumlah Mikroba dalam Sekum dan Kolon

Data jumlah mikroba dalam sekum dan kolon diperoleh dengan cara

mengeluarkan sekum dan kolon dari rongga perut. Potong ujung usus yang

menghubungkan sekum dan kolon, kemudian diikat dengan tali rapia, masukkan

kedalam termos yang sudah berisi es, segera dibawa ke laboratorium Balai Besar

Veteriner di Denpasar.

Prosedur penanganan sampel sekum dan kolon untuk mengetahui jumlah

mikrobanya dilakukan sebagai berikut : (1) Pengkayaan : isi sekum dan kolon

dimasukan ke dalam trypticase broth 10 ml kemudian diinkubasikan pada suhu

370

C selama 24 jam, (2) Uji selektif media: organ yang telah ditanam diambil

dengan jarum inokulasi (ose) digoreskan perlahan-lahan pada media MDL agar,

Page 47: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

47

Mac Conkey, LEMB, Nutrien agar dan Blood agar kemudian diinkubasikan pada

suhu 370

C selama 24 jam, (3) Uji pewarnaan gram : pewarna gram yang

digunakan adalah Amonium Oxalat-Crystal violet : Sol A; Crystal violet 10 gr,

Ethanol (95%) 100 ml dicampur sampai larut, Sol B; Amonium Oxalat 1%, bila

dipakai 20 ml Sol A ditambahkan 80 ml solution B. Lugol solution, Methanol dan

Safranin 0,5%. Prosedur pewarnaan ambil 1 ose bakteri diletakan diatas kaca

preparat, diberi garam fisiologis kemudian diaduk-aduk, dikeringkan dengan

pengering, kemudian dituangi (Sol A dicampur Sol B) selama 2 menit. Cuci

dengan air kran, kemudian dituangi larutan Lugol selama 0,5 menit. Diberikan

Aceton 2 – 3 ml, kemudian dicuci dengan air selanjutnya diberi 0,5% Safranin

selama 0,5 menit, dicuci dengan air dan dikeringkan. Hasilnya dilihat di bawah

mikroskop. Cara untuk menyatakan hasil adalah pada prapengkayaan positif

terjadi kekeruhan, berarti ada pertumbuhan bakteri. Pada media DHL, Mac

Conkey warna koloni merah dadu, konvex, pinggirannya rata. Nutrien agar,

koloni pinggirannya rata. Blood agar (agar darah) terjadi haemolisa, pinggirannya

rata. E.coli gram negatif, tidak berspora dan berbentuk batang, serotipe. Bila

terjadi aglutinasi serotipe maka dilihat serotipe mana yang mengaglutinasi.

4.4.14 Analisis Usahatani

Tingkat kelayakan usahatani dapat diketahui dengan melakukan analisis

Revenue cost ratio (R/C ratio). Apabila R/C ratio > 1, maka usahatani tersebut

layak untuk diterapkan, sebaliknya jika R/C ratio < 1, maka usahatani tersebut

tidak layak untuk diterapkan (Soekartawi, 2002).

Page 48: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

48

4.5 Bahan Penelitian

4.5.1 Ternak Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan ternak kelinci jantan lokal lepas sapih (umur

5 minggu) sebanyak 40 ekor sesuai dengan perlakuan dan ulangan yang

direncanakan. Sebelum kelinci dimasukan ke dalam kandang terlebih dahulu

diinjeksi dengan ivomek 0,2 ml per ekor untuk mencegah serangan endoparasit

dan eksoparasit (Hon et al., 2009).

4.5.2 Ransum dan Air Minum

Ransum yang dipergunakan dalam penelitian ini disusun dari bahan-bahan

terdiri dari: jagung kuning, tepung ikan, dedak padi, bungkil kelapa, tepung

kedelai, rumput gajah, tepung tapioka, kulit kopi, kulit kopi terfermentasi,

minyak kelapa, dan tepung tulang. Ransum diberikan adalah iso energi dan

protein dengan kandungan protein kasar 16 % dan energi termetabolis 2.500

kkal/kg (NRC, 1977). Komposisi bahan penyusun ransum dan kandungan nutrien

ransum disajikan pada Table 3 dan 4. Kulit kopi sebelum dibuat menjadi dedak,

terlebih dahulu difermentasi dengan larutan Aspergillus niger (Guntoro, 2004)

dengan cara sebagai berikut :

1. Aspergillus niger terlebih dahulu diaktifasi dengan cara menyediakan 10

liter air bersih (steril) kemudian masukan 100 gram gula pasir, dan 100

gram urea dan 50 gram NPK lalu diaduk sampai larut. Setelah larut

masukkan Aspergillus Niger 50 cc aduk kembali hingga larut. Larutan

Aspergillus niger ini didapat dari aerasi selama 24-36 jam selanjutnya

setiap beberapa jam buihnya dibuang.

Page 49: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

49

2. Kulit kopi yang sudah siap difermentasi ditaburkan setebal 5-10 cm pada

permukaan terpal, diatas tumpukan bahan yang telah disiram larutan

Aspergillus niger ditaburkan lagi kulit kopi setebal 5 – 10 cm,

selanjutnya disirami larutan Aspergillus niger secara merata. Demikian

seterusnya, sehingga bahan habis tertumpuk dan tersiram cairan

Aspergillus niger. Diatas tumpukan kulit kopi ditutup dengan terpal yang

bersih secara rapat dan dibiarkan 4-5 hari. Setelah umur 4 – 5 hari

penutup terpal dibuka, ciri dari fermentasi itu berhasil adalah permukaan

irisan menjadi warna kecoklatan atau kehitam-hitaman dan tidak berbau

(sedikit berbau manis seperti tape).

3. Kulit kopi terfermentasi basah dijemur sampai kering dibawah sinar

matahari tujuannya untuk menghentikan proses fermentasi,

mempermudah dalam proses penggilingan serta memperpanjang masa

simpan karena kadar air akan turun hingga 12-14%. kulit kopi yang

sudah kering akan ditandai dengan tekstur yang keras dan warna

kehitaman. kulit kopi terfermentasi lalu digiling sampai halus dan siap

dicampur dengan bahan lain untuk dijadikan pelet.

Pemberian ransum diberikan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan pada

sore hari adlibitum. Tempat makan dan minum dibersihkan setiap hari sebelum

pemberian pakan dan air minum. Air minum yang diberikan diambil dari sumber

mata air (sumur bor).

Page 50: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

50

Tabel 3 Komposisi Bahan Penyusun Ransum Penelitian

Bahan (%) Perlakuan

R0 R1 R2 R3 R4

Jagung Kuning 24,00 23,00 23,00 22,00 20,50

Bungkil Kelapa 14,50 13,00 10,50 10,00 6,50

Tepung Ikan 6,50 6,50 7,00 6,00 5,00

Tepung Tapioka 4,00 4,00 4,00 4,00 4,00

Tepung Kedelai 6,50 6,55 6,10 5,50 5,15

Dedak Padi 15,00 12,45 10,00 16,00 16,05

Rumput Gajah 25,00 22,00 18,90 24,00 22,30

Dedak Kulit Kopi Non

Fermentasi

10,00 20,00

Dedak Kulit Kopi fermentasi

10,00 20,00

Minyak Kelapa 4,00 2,00 0,00 2,00 0,00

Tepung Tulang 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

Total 100 100 100 100 100

Tabel 4 Kandungan Nutrien Ransum Penelitian

Nutrien Perlakuan Standard

NRC (1977) RO R1 R2 R3 R4

TDN % 64,83 64,85 65,00 64,65 64,73 65

ME(Kkal/kg) 2506,11 2519,72 2553,34 2523,40 2554,14 2500

Protein Kasar % 16,00 16,01 16,00 16,01 16,02 16

Lemak Kasar % 10,08 7,83 5,60 7,29 5,57 2

Serat Kasar % 13,14 13,48 13,65 13,47 13,64 10-14

Calcium % 0,35 0,39 0,42 0,41 0,46 0,4

Phosporus % 0,62 0,59 0,55 0,64 0,66 0,22

Lisin % 0,62 0,59 0,55 0,55 0,56 0,65

Metionin + sistin % 0,40 0,38 0,35 0,35 0,30 0,6

Isoleusin % 0,61 0,58 0,55 0,54 0,47 0,6

Leusin % 1,99 0,93 0,87 0,89 0,77 1,1

Phenilalanin + Tirosin % 1,99 0,88 0,81 0,84 0,73 1,1

Treonin % 0,48 0,45 0,41 0,42 0,37 0,6

Triptofan % 0,12 0,11 0,10 0,10 0,09 0,2

Valin % 0,63 0,59 0,54 0,55 0,48 0,7

Keterangan : Perhitungan berdasarkan Tabel National Research Council (NRC) (1977).

Page 51: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

51

4.5.3 Kandang Penelitian

Penelitian menggunakan sebuah bangunan kandang yang beratap asbes

dengan luas 5 m x 10 m dengan tinggi tembok 3 m. Kandang berada di desa

Gulingan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Kandang yang dipergunakan

kandang berukuran panjang 70 cm, lebar 50 cm, tinggi 45 cm dan berbentuk

panggung dengan ketinggian 75 cm di atas permukaan tanah sesuai dengan

rekomendasi Nuriyasa (2012). Rangka kandang terbuat dari ukuran kayu 4 cm x

6 cm, kayu 3 cm x 5 cm dan kayu reng. Sisi samping kandang ditutup dengan reng

dari bambu dengan diameter lubang 3 cm. Bagian bawah kandang terbuat dari

reng bambu agar feses dan air kencing ternak dapat ditampung. Setiap petak

kandang dilengkapi dengan tempat ransum dan tempat air minum. Di bagian

bawah kandang dipasang tempat penampungan feses dari kasa dengan lubang

sangat kecil untuk koleksi total dan kepentingan analisis keseimbangan energi dan

protein (Gambar 2).

Gambar 2. Kandang Kelinci

Page 52: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

52

4.5.4 Zat Anti Beku Darah

Zat anti beku darah Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA) diperlukan

untuk mencegah terjadinya pembekuan darah sampel setelah darah diambil untuk

pengamatan hematologi.

4.6 Instrumen Penelitian

4.6.1 Aerator

Aerator digunakan untuk mengaerasi dari larutan Aspergillus niger sebelum

dipergunakan untuk fermentasi kulit kopi.

4.6.2 Timbangan digital

Dalam penelitian ini dipergunakan timbangan digital merk shoenle dengan

kapasitas 5 kg dan kepekaan 2 g. Timbangan ini dipergunakan untuk menimbang

jumlah ransum yang diberikan dan sisa ransum. Berat badan kelinci setiap minggu

juga ditimbang dengan timbangan digital Shoenle.

4.6.3 Gelas Ukur

Gelas ukur digunakan untuk mengukur jumlah air minum yang diberikan

dan sisa air minum.

4.7 Prosedur Penelitian

Sebelum penelitian dimulai, dilakukan sanitasi kandang dan bangunan

kandang dengan cara membersihkan dan menyemprotkan desinfektan untuk

menjaga kebersihan dan kesehatan ternak. Lantai bangunan kandang, lantai

kandang, tempat ransum dan air minum dibersihkan setiap hari dari sisa ransum,

kotoran maupun air kencing. Tempat ransum dan air minum dibersihkan dengan

cara mencuci bersih dengan sabun dan dijemur pada sinar matahari langsung.

Page 53: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

53

Dinding dan lantai kandang dibersihkan dengan sapu lalu disemprot dengan

desinfektan lysol untuk membunuh mikroorganisme patogen.

Pemberian ransum sesuai dengan perlakuan ransum, ditimbang dengan

jumlah yang sama pada masing-masing ulangan. Penimbangan ransum dilakukan

dengan timbangan digital yang mempunyai kapasitas 5 kg dengan kepekaan 2 g.

Setiap minggu dilakukan perhitungan jumlah konsumsi ransum dan air minum

dengan cara menghitung jumlah ransum yang dimakan dengan menguranginya

dengan jumlah sisa ransum selama satu minggu. Pengukuran air minum juga

dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran konsumsi ransum.

Penimbangan pertambahan berat badan dilakukan setiap minggu pada hari yang

sama untuk semua unit percobaan. Sebelum dilakukan penimbangan, kelinci

dipuasakan selama 12 jam.

4.8 Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila diantara

perlakuan terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan

dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1980).

Page 54: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

54

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil

5.1.1 Performans

Hasil penelitian menunjukan tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05)

pada semua perlakuan terhadap variabel berat badan awal kelinci yang dipelihara

selama 70 hari. Berat badan awal kelinci yang diberikan ransum tanpa

menggunakan kulit kopi (R0), kelinci yang diberikan ransum dengan 10% kulit

kopi tidak terfermentasi (R1), kelinci yang diberikan ransum dengan 20% kulit

kopi tidak terfermentasi (R2), kelinci yang diberikan ransum dengan 10% kulit

kopi terfermentasi (R3) dan kelinci yang diberikan ransum dengan 20% kulit kopi

terfermentasi (R4) masing-masing 258,38 g, 257,88 g, 258,25 g, 258,50 g dan

258,75 g (Tabel 5.1).

Kelinci yang mendapatkan perlakuan ransum R3 menghasilkan berat badan

akhir paling tinggi yaitu 1866,75 g, sedangkan R0, R1, R2 dan R4 masing-masing

5,21%, 7,31 %, 7,57% dan 6,80 % nyata lebih rendah (P<0,05) dari R3. Tidak

terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) perlakuan R4 dengan R0, R1, dan R2 yang

masing-masing 1769,50 g, 1730,25 g, dan 1725,38 g (Tabel 5.1).

Tabel 5.1 menunjukan pertambahan berat badan paling tinggi terjadi pada

perlakuan ransum R3 (22,98 g/hr), sedangkan R0, R1, R2, dan R4 masing-masing

6,05%, 8,49%, 8,79% dan 7,92% nyata lebih rendah (P<0,05) daripada R3.

Kelinci yang mendapat perlakuan R4 menghasilkan pertambahan berat badan

Page 55: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

55

21,16 g/hr tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan R0, R1,

dan R2 (Tabel 5.1).

Tabel 5.1 Rata-rata Performans Kelinci yang Diberikan Ransum dengan Aras

Kulit Kopi Berbeda.

Variabel Perlakuan

R0 R1 R2 R3 R4 SEM

Berat Badan Awal (g) 258,38a

257,88a

258,25a

258,50a

258,75a

1,28

Berat Badan Akhir (g) 1769,50b

1730,25c

1725,38c

1866,75a

1739,88bc

11,21

Pertambahan Berat Badan

Total (g)

1511,12b

1472,37c

1467,13c

1608,25a

1481,13bc

11,36

Pertambahan Berat Badan

(g/hr)

21,59b

21,03c

20,96c

22,98a

21,16bc

0,16

Konsumsi Ransum (g/hr) 75,63d

77,36cd

83,61b

79,19c

86,19a

0,64

Konsumsi Air (ml/hr) 153,30c

157,90c

181,46a

170,95b

183,37a

2,35

Konversi Ransum 3,50c

3,68b

4,01a

3,45c

4,08a

0,03

1) R0 : Ransum tanpa menggunakan kulit kopi

R1 : Ransum menggunakan 10% kulit kopi tidak terfermentasi

R2 : Ransum menggunakan 20% kulit kopi tidak terfermentasi

R3 : Ransum menggunakan 10% kulit kopi terfermentasi

R4 : Ransum menggunakan 20% kulit kopi terfermentasi

2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata

(P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata

(P<0,05)

3) SEM : Standard Error of The Treatment Means

Pertumbuhan R3 pada minggu 1 dan 2 hampir sama dengan perlakuan yang

lainnya (Gambar 3). Hal ini disebabkan karena kelinci membutuhkan adaptasi

terhadap pakan yang mengandung kulit kopi. Minggu berikutnya pertumbuhan

kelinci yang diberikan ransum R3 lebih tinggi dari perlakuan yang lainnya.

Page 56: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

56

Gambar 3. Pertambahan Berat Badan Kelinci Setiap Minggu yang Diberikan Ransum dengan

Aras Kulit Kopi Berbeda.

Konsumsi ransum paling tinggi terjadi pada kelinci yang mendapatkan

perlakuan R4 yaitu 86,19 g/hari. Kelinci yang mendapat perlakuan R0, R1, R2

dan R3 masing-masing 12,25%, 10,25%, 2,99% dan 8,12% nyata lebih rendah

(P<0,05) dari R4 (Tabel 5.1). Konsumsi ransum R1 tidak berbeda nyata (P>0,05)

dibandingkan dengan perlakuan R0 dan R3, masing-masing 75,63 g/hr dan 79,19

g/hr. Konsumsi ransum setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 3.

Konsumsi air minum kelinci yang diberikan perlakuan R4 paling tinggi

yaitu 183,37 ml/hari. Konsumsi air minum perlakuan R0, R1 dan R3 masing-

masing 16,40%, 13,89% dan 6,77% nyata lebih rendah (P<0,05) dari R4,

sedangkan antara perlakuan R2 dan R4 tidak terjadi perbedaan yang nyata

(P>0,05) seperti pada Tabel 5.1

0,00

200,00

400,00

600,00

800,00

1000,00

1200,00

1400,00

1600,00

1800,00

2000,00

I II III IV V VI VII VIII Ix X

Ber

at b

adan

(g)

Minggu penimbangan

R0

R1

R2

R3

R4

Page 57: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

57

Gambar 4. Konsumsi Ransum Kelinci Setiap Minggu yang Diberikan Ransum dengan Aras Kulit

Kopi Berbeda.

Kelinci yang mendapat perlakuan R3 mempunyai konversi ransum paling

rendah yaitu 3,45 tidak berbeda nyata (P>0,05) dari R0 (3,50). Perlakuan R1, R2

dan R4 angka FCR masing-masing 6,25%, 13,97% dan 15,44% nyata lebih tinggi

(P<0,05) dari R3. Antara perlakuan R2 dan R4 tidak terjadi perbedaan yang nyata

(P>0,05).

Kecernaan bahan kering pada perlakuan R3 adalah 59,84%, sedangkan R0,

R1, R2 dan R4 masing-masing 2,59%, 4,53%, 2,39% dan 0,94% nyata lebih

rendah (P<0,05) dari R3. Perlakuan R0 dan R2 secara statistik tidak menunjukan

perbedaan yang nyata (P>0,05) seperti pada Tabel 5.2.

Kelinci yang mendapat perlakuan R3 menghasilkan kecernaan energi yaitu

67,87%, sedangkan R0, R1, R2 dan R4 masing-masing 2,20%, 3,61%, 3,36% dan

2,80% nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingkan R3 (Tabel 5.2). Perlakuan R4

menghasilkan kecernaan energi yaitu 65,97%, tidak berbeda nyata (P>0,05)

dibandingkan dengan perlakuan R0, R1, dan R2.

0,00

100,00

200,00

300,00

400,00

500,00

600,00

700,00

800,00

900,00

I II III Iv V VI VII VIII IX

Ko

nsu

msi

Ran

sum

(g)

Penimbangan (minggu)

R0

R1

R2

R3

R4

Page 58: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

58

Tabel 5.2 Kecernaan dan Lama Aliran Ransum pada Ternak Kelinci yang

Diberikan Ransum dengan Aras Kulit Kopi Berbeda.

Variabel Perlakuan

R0 R1 R2 R3 R4 SEM

Kecernaan Bahan

kering (%)

58,29c

57,13d

58,41c

59,84a

59,28b

0,15

Kecernaan Energi (%) 66,37b

65,42c

65,59c

67,87a

65,97bc

0,20

Kecernaan Protein (%) 86,64a

84,18c

83,54c

85,85b

86,19ab

0,21

Lama Aliran Ransum

(jam)

10,25a

10.18a

10.06a

8,76a

9.66a

0,14

R0 : Ransum tanpa menggunakan kulit kopi

R1 : Ransum menggunakan 10% kulit kopi tidak terfermentasi

R2 : Ransum menggunakan 20% kulit kopi tidak terfermentasi

R3 : Ransum menggunakan 10% kulit kopi terfermentasi

R4 : Ransum menggunakan 20% kulit kopi terfermentasi

1) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata

(P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata

(P<0,05)

2) SEM : Standard Error of The Treatment Means

Kecernaan protein kelinci yang diberikan perlakuan R0 yaitu 86,64%, tidak

berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan R4, namun nyata lebih

tinggi (P<0,05) masing-masing 2,84%, 3,58%, dan 0,91% dari perlakuan R1, R2

dan R3 (Tabel 5.2).

Lama aliran ransum dalam saluran pencernaan kelinci yang diberikan

perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 masing-masing 10,25 jam, 10,18 jam, 10,06

jam, 8,76 jam dan 9,66 jam, yang secara statistik diantara perlakuan tidak berbeda

nyata (P>0,05) (Tabel 5.2)

5.1.2 Neraca Energi

Konsumsi energi kelinci yang mendapat perlakuan R4 adalah 350,76

kkal/hari, sedangkan R0, R1, R2 dan R3 masing-masing 9,84%, 6,39%, 7,33%

Page 59: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

59

dan 2,31%, nyata lebih rendah (P<0,05) dari R4 (Tabel 5.3). Perlakuan ransum

R3 adalah 337,83 kkal/hr dan perlakuan ransum R2 adalah 341,24 kkal/hari yang

secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) seperti yang terlihat pada Tabel 5.3

Tabel 5.3 Neraca Energi Kelinci yang Diberikan Ransum dengan Aras Kulit Kopi

Berbeda

Variabel Perlakuan

R0 R1 R2 R3 R4 SEM

Konsumsi Energi

(kkal/hr)

316,24d

323,73c

341,24b

337,83b

350,76a

1,99

Energi Feses (FE)

kkal/hr

106,36a

112,02a

117,47a

108,55a

119,30a

1,22

Energi Tercerna

(DE) kkal/hr

209,87c

211,71c

223,78b

229,29a

231,46a

1,47

Energi

Termetabolis

(ME) kkal/hr

199,38c

201,13c

212,59b

217,82a

219,89a

1,39

Retensi Energi

(RE) kkal/hr

52,90c

51,56d

53,83b

55,20a

53,77b

0,27

Produksi Panas

(PP) kkal/hr

146,48c

149,57c

158,76b

162,63ab

166,12a

1,48

Produksi Panas

(PP) kkalW0,75

/hr

49,35a

48,85a

51,21a

49,51a

50,81a

0,44

Konsumsi

ME/PBB (kkal/g

PBB)

9,26b

9,56b

10,19a

9,50b

10,41a

0,08

1) R0 : Ransum tanpa menggunakan limbah kulit kopi

R1 : Ransum menggunakan 10% kulit kopi tidak terfermentasi

R2 : Ransum menggunakan 20% kulit kopi tidak terfermentasi

R3 : Ransum menggunakan 10% kulit kopi terfermentasi

R4 : Ransum menggunakan 20% kulit kopi terfermentasi

2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata

(P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata

(P<0,05)

3) SEM : Standard Error of The Treatment Means

Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) pada semua perlakuan

terhadap variabel energi feses. Energi feses kelinci yang mendapat perlakuan R0,

Page 60: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

60

R1, R2, R3 dan R4 masing-masing 106,36 kkal/hr, 112,02 kkal/hr, 117,47

kkal/hr, 108,55 kkal/hr dan 119,30 kkal/hr (Tabel. 5.3).

Kelinci yang diberikan ransum R4 menghasilkan energi tercerna (DE)

paling tinggi yaitu 231,46 kkal/hr, sedangkan R0, R1, dan R2 masing-masing

9,33%, 8,53%, dan 3,32% nyata lebih rendah (P<0,05) daripada R4. Perlakuan

ransum R3 yaitu 229,29 kkal/hr yang secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05)

dari R4 (Tabel 5.3).

Kelinci yang diberikan ransum R4 menghasilkan energi termetabolis (ME)

paling tinggi yaitu 219,89 kkal/hr, sedangkan R0, R1, dan R2 masing-masing

9,33%, 8,47%, dan 6,21% nyata lebih rendah (P<0,05) daripada R4. Perlakuan

ransum R3 yaitu 217,82 kkal/hr yang secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05)

dari R4 (Tabel 5.3).

Kelinci yang diberikan ransum R3 menghasilkan retensi energi paling tinggi

yaitu 55,20 kkal/hr, sedangkan R0, R1, dan R2 masing-masing 4,17%, 6,59%, dan

2,48% nyata lebih rendah (P<0,05) dari R3 (Tabel 5.3). Retensi energi kelinci

yang mendapatkan perlakuan ransum R4 adalah 53,77 kkal/hr dan perlakuan

ransum R2 adalah 53,83 kkal/hr yang secara statistik tidak berbeda nyata

(P>0,05).

Hasil penelitian pada Tabel 5.3 menunjukan produksi panas paling tinggi

dihasilkan oleh kelinci yang mendapat perlakuan R4 yaitu 146,48 kkal/hari.

Produksi panas kelinci yang mendapatkan perlakuan R0, R1 dan R2 masing-

masing 11,82%, 9,96% dan 4,43% lebih rendah (P<0,05) dibandingkan R4.

Perlakuan ransum R3 menghasilkan produksi panas 162,63 kkal/hr tidak berbeda

Page 61: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

61

nyata (P>0,05) dari perlakuan ransum R2 dan R4 yaitu 2,38 % dan 2,10% (Tabel

5.3).

Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) pada semua perlakuan

terhadap variabel produksi panas per berat badan metabolis (W0,75

). Produksi

panas per berat badan metabolis (W0,75

) pada perlakuan R0,R1,R2,R3 dan R4

masing-masing 49,35 kkalW0,75

/hari, 48,85 kkalW0,75

/hari, 51,21 kkalW0,75

/hari,

49,51 kkal W0,75

/hari, dan 50,81 kkal W0,75

/hari (Tabel 5.3).

Perlakuan ransum R4 menghasilkan ME/pbb paling tinggi yaitu 10,41

kkal/g pbb. Perlakuan ransum R0, R1 dan R3 menghasilkan ME/pbb masing-

masing 11,05%, 8,17%, dan 8,74% nyata lebih rendah (P<0,05) dari R4, namun

dengan R2 (10,19 kkal/g pbb) tidak berbeda nyata (P>0,05) seperti pada Tabel

5,3.

5.1.3 Neraca Protein

Konsumsi protein kelinci yang mendapatkan perlakuan R0 adalah 7,56 g/hr,

sedangkan R1, R2, R3 dan R4 masing-masing 3,57%, 5,74%, 11,58% dan 12,18%

nyata lebih tinggi (P<0,05) dari R0 (Tabel 5.4). Perlakuan R4 (8,62 g/hr) tidak

berbeda nyata (P>0,05) dari R3, namun nyata lebih tinggi (P<0,05) dari perlakuan

R1 dan R2 yaitu 9,05% dan 6,96%. Antara perlakuan ransum R1 dan R2 tidak

terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) yaitu 7,84 g/hr dan 8,02 g/hr (Tabel 5.4).

Tabel 5.4 menunjukan tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap

variabel protein feses pada semua perlakuan. Perlakuan ransum R0, R1, R2, R3,

dan R4 masing-masing 1,01g/hr, 1,24g/hr, 1,32g/hr, 1,21g/hr, dan 1,19g/hr.

Page 62: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

62

Kelinci yang mendapat perlakuan R4 menghasilkan protein tercerna paling

tinggi yaitu 7,43g/hr, tidak berbeda nyata (P>0,05) daripada R3, sedangkan R0,

R1, dan R2 masing-masing 11,84%, 11,17%, dan 9,83% nyata lebih rendah

(P<0,05) daripada R4. Perlakuan ransum R0 (6,55 g/hr), R1 (6,60 g/hr) dan R2

(6,70 g/hr) yang secara statistik tidak berbeda (P>0,05).

Tabel 5.4 Neraca Protein Kelinci yang Diberikan Ransum dengan Aras Kulit Kopi

Berbeda

Variabel Perlakuan

R0 R1 R2 R3 R4 SEM

Konsumsi Protein (g/hr) 7,56c

7,84b

8,02b

8,55a

8,62a

0,07

Protein Feses (g/hr) 1,01a

1,24a

1,32a

1,21a

1,19a

0,002

Protein Tercerna (g/hr) 6,55b

6,60b

6,70b

7,34a

7,43a

0,07

Retensi Protein (g/hr) 0,53bc

0,52cd

0,51d

0,55a

0,53b

0,002

1) R0 : Ransum tanpa menggunakan limbah kulit kopi

R1 : Ransum menggunakan 10% kulit kopi tidak terfermentasi

R2 : Ransum menggunakan 20% kulit kopi tidak terfermentasi

R3 : Ransum menggunakan 10% kulit kopi terfermentasi

R4 : Ransum menggunakan 20% kulit kopi terfermentasi

2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata

(P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata

(P<0,05)

3) SEM : Standard Error of The Treatment Means

Retensi protein pada perlakuan R3 adalah 0,55 g/hari, sedangkan R0, R1,

R2 dan R4 masing-masing 3,64%, 5,46%, 9,09% dan 3,64% nyata lebih rendah

(P<0,05) dari perlakuan R3. Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap

retensi protein antara perlakuan R0 (0,53 g/hr) dan R4 (0,53 g/hr) seperti pada

Tabel 5.4.

5.1.4 Respon Hematologi

Tabel 5.5 menunjukan kelinci yang diberikan perlakuan R3 mempunyai

kandungan haemoglobin darah paling tinggi yaitu 12,23 g/100 ml, sedangkan R0,

Page 63: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

63

R1, R2 dan R4 masing-masing 5,56%, 12,67%, 4,74% dan 5,72% nyata lebih

rendah (P<0,05) dari R3. Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap

variabel haemoglobin darah antara perlakuan R0, R2, dan R4 yang masing-masing

11,55 g/100 ml, 11,65 g/100 ml dan 11,53 g/100 ml (Tabel 5.5).

Tabel 5.5 Respon Hematologi Kelinci yang Diberikan Ransum dengan Aras Kulit

Kopi Berbeda

Variabel Perlakuan

R0 R1 R2 R3 R4 SEM

Haemoglobin (g/100 ml) 11,55b

10,68c

11,65b

12,23a

11,53b

0,09

Eritrosit (106/μl) 5,55

b 5,16

c 5,45

b 5,72

a 5,66

a 0,02

Leukosit (103/μl) 6,98

a 5,88

a 6,05

a 5,90

a 7,25

a 0,14

Hematokrit (%) 37,33b

36,43c

37,80b

40,05a

37,50b

0,19

Glukosa (mg/100 ml) 125,25a

128,25a

126,50a

129,00a

127,00a

0,83

Trigliserida (mg/100 ml) 227,00a

169,00b

210,00a

144,75b

99,50c

9,43

Kolesterol (mg/100 ml) 130,00ab

133,00a

132,50ab

122,25b

88,75c

3,64

1). R0 : Ransum tanpa menggunakan kulit kopi

R1 : Ransum menggunakan 10% kulit kopi tidak terfermentasi

R2 : Ransum menggunakan 20% kulit kopi tidak terfermentasi

R3 : Ransum menggunakan 10% kulit kopi terfermentasi

R4 : Ransum menggunakan 20% kulit kopi terfermentasi

2). Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata

(P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata

(P<0,05)

3). SEM : Standard Error of The Treatment Means

Kandungan eritrosit pada perlakuan R1 adalah 5,16 x 106/μl, sedangkan R0,

R2, R3 dan R4 masing-masing 7,03%, 5,32%, 2,97% dan 2,97% nyata lebih

tinggi (P<0,05) dari R1. Perlakuan R3 menghasilkan kandungan eritrosit adalah

5,72 x 106/μl tidak berbeda nyata (P>0,05) dari R4, namun nyata lebih tinggi dari

R0, R1, dan R2 yaitu 2,97%, 9,79%, dan 4,72% (Tabel 5.5).

Page 64: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

64

Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) pada semua perlakuan

terhadap variabel leukosit. Leukosit kelinci pada perlakuan R0, R1, R2, R3 dan

R4 masing-masing 6,98 x 103/ μl, 5,88 x 10

3/ μl, 6,05 x 10

3/ μl, 5,90 x 10

3/ μl dan

7,25 x 103/ μl (Tabel 5.5).

Kelinci yang mendapatkan perlakuan R3 menghasilkan hematokrit paling

tinggi yaitu 40,05 %, sedangkan R0, R1, R2 dan R4 masing-masing 6,79%,

8,91%, 5,62% dan 6,37% lebih rendah (P<0,05) daripada R3. Tidak terjadi

perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap variabel hematokrit antara perlakuan R0,

R2 dan R4 masing-masing 37,33%, 37,80% dan 37,50% (Tabel 5.5).

Tabel 5.5 menunjukan tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) pada

semua perlakuan terhadap variabel kandungan glukosa darah kelinci. Kandungan

glukosa darah pada perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 masing-masing 125,25

mg/100 ml, 128,25 mg/100 ml, 126,50 mg/100 ml, 129,00 mg/100 ml, dan 127,00

mg/100 ml.

Kandungan trigliserida darah kelinci yang mendapatkan perlakuan R0

paling tinggi yaitu 227,00 mg/100 ml, nyata lebih tinggi (P<0,05) dari perlakuan

R1(169,00 mg/100 ml), R3 (144,75 mg/100 ml) dan R4 (99,50 mg/100 ml), tidak

berbeda nyata (P>0,05) dari R2 (210,00 mg/100 ml). Perlakuan R1 dan R3 secara

statistik tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0,05) seperti pada Tabel 5.5

Kelinci yang diberikan perlakuan ransum R4 menghasilkan kolesterol

paling rendah yaitu 88,75 mg/100 ml, sedangkan R0, R1, R2, dan R3 masing-

masing 31,73%, 33,27%, 33,02% dan 27,40% lebih tinggi (P<0,05) daripada R4

(Tabel 5.5). Perlakuan ransum R0 (130,00 mg/100 ml) tidak berbeda (P>0,05)

Page 65: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

65

daripada R1, R2 dan R3 masing-masing 133,00 mg/100 ml, 132,50 mg/100 ml

dan 122,25 mg/100 ml (Tabel 5.5).

5.1.5 Karkas

5.1.5.1 Berat dan Persentase Karkas

Berat potong kelinci yang diberikan ransum R3 paling tinggi yaitu 1858,75

g. Berat potong kelinci yang mendapat perlakuan R0, R1, R2 dan R4 masing-

masing 3,67%, 7,92%, 11,45% dan 9,98% nyata lebih rendah (P<0,05)

dibandingkan R3 (Tabel 5.6).

Tabel 5.6 menunjukan berat karkas kelinci yang diberikan ransum R3 paling

tinggi yaitu 891,00 g, sedangkan R0, R1, R2 dan R4 masing - masing 6,00%,

14,17%, 19,08% dan 18,46% nyata lebih rendah (P<0,05) dari R3. Perlakuan R2

dan R4 secara statistik tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0,05) yaitu

721,00 g dan 726,50 g.

Presentase karkas kelinci yang diberikan perlakuan R3 paling tinggi yaitu

47,73%, tidak berbeda nyata (P>0,05) dari R0 (47,33%) sedangkan R1, R2 dan

R4 masing-masing 7,35%, 12,45% dan 12,51% nyata lebih rendah (P<0,05)

daripada R3. Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap variabel

persentase karkas diantara perlakuan R2 (41,79%) dan R4 (41,76%) seperti

terlihat pada Tabel 5.6.

Kelinci yang diberikan ransum R3 menghasilkan panjang karkas 33,13

cm, sedangkan R0, R1, R2 dan R4 masing-masing 2,26%, 6,79%, 7,94% dan

5,28% nyata lebih rendah (P<0,05) daripada R3 (Tabel 5.6). Perlakuan ransum R1

Page 66: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

66

(30,88 cm) tidak berbeda (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan R2 (30,50 cm)

dan R4 (31,38 cm).

Tabel 5.6 Karkas Kelinci yang Diberikan Ransum dengan Aras Kulit Kopi

Berbeda

Variabel Perlakuan

R0 R1 R2 R3 R4 SEM Berat Potong (g) 1790,50

b 1711,50

c 1646,00

e 1858,75

a 1673,25

d 8,38

Berat karkas (g) 837,50b

764,75c

721,00d

891,00a

726,50d

8,32

Persentase Karkas (%) 47,33a

44,22b

41,79c

47,73a

41,76c

0,40

Panjang Karkas (cm) 32,38b

30,88cd

30,50d

33,13a

31,38c

0,14

Berat Kaki Depan Karkas

(g/100g karkas)

16,12a

16,35a

16,06a

16,38a

16,53a

0,85

Berat Kaki Belakang

Karkas (g/100g karkas)

30,45a

30,40a

30,93a

30,74a

30,97a

0,29

Berat Pinggang dan

Punggung Karkas (g/100g

karkas)

28,95a

27,33a

27,05a

27,50a

28,22a

0,37

Berat Dada dan Leher

Karkas (g/100g karkas)

24,48a

23,93a

24,97a

25,38a

24,30a

0,63

Berat Daging Karkas

(g/100g karkas)

69,25b

62,99d

62,48d

71,04a

66,83c

0,25

Berat Lemak Karkas

(g/100g karkas)

2,42a

1,93c

2,22b

1,68d

1,20e

0,04

Berat Tulang Karkas

(g/100 g karkas)

28,33a

35,05a

35,30a

27,27a

31,97a

0,85

Rasio Daging dengan

tulang karkas (/100 g

karkas)

1,81c

1,80c

1,77c

2,61a

2,09b

0,08

1) R0 : Ransum tanpa menggunakan limbah kulit kopi

R1 : Ransum menggunakan 10% limbah kulit kopi tidak terfermentasi

R2 : Ransum menggunakan 20% limbah kulit kopi tidak terfermentasi

R3 : Ransum menggunakan 10% limbah kulit kopi terfermentasi

R4 : Ransum menggunakan 20% limbah kulit kopi terfermentasi

2) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata

(P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang

nyata (P<0,05)

3) SEM : Standard Error of The Treatment Means

Page 67: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

67

5.1.5.2 Potongan Komersial Karkas

Tabel 5.6 menunjukan tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) pada

semua perlakuan terhadap variabel berat kaki depan karkas. Berat kaki depan

karkas R0, R1, R2, R3 dan R4 masing-masing 16,12 g/100 g karkas, 16,35 g/100

g karkas, 16,06 g/100 g karkas, 16,38 g/100 g karkas dan 16,53 g/100 g karkas.

Berat kaki belakang kelinci yang mendapat perlakuan R0, R1, R2, R3 dan

R4 masing-masing 30,45 g/100 g karkas, 30,40 g/100 g karkas, 30,93 g/100 g

karkas, 30,74 g/100 g karkas, dan 30,97 g/100 g karkas yang secara statistik tidak

menunjukan perbedaan yang nyata (P>0,05) seperti pada Tabel 5.6

Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) pada semua perlakuan

terhadap variabel berat pinggang dan punggung karkas kelinci. Berat pinggang

dan punggung R0, R1, R2, R3 dan R4 masing-masing 28,95 g/100 g karkas, 27,33

g/100 g karkas, 27,05 g/100 g karkas, 27,50 g/100 g karkas dan 28,22 g/100 g

karkas (Tabel 5.6)

Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) pada semua perlakuan

terhadap variabel berat dada dan leher karkas kelinci. Berat dada dan leher karkas

kelinci yang mendapat perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 masing-masing 24,48

g/100 g karkas, 23,93 g/100 g karkas, 24,97 g/100 g karkas, 25,38 g/100 g karkas

dan 24,30 g/100 g karkas (Tabel 5.6).

5.1.5.3 Komposisi Fisik Karkas

Kelinci yang diberikan ransum R3 menghasilkan berat daging karkas

sebanyak 71,04 g/ 100 g karkas, sedangkan R0, R1, R2 dan R4 masing-masing

2,52%, 11,33%, 12,05% dan 5,93% nyata lebih rendah (P<0,05) daripada R3.

Page 68: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

68

Berat daging karkas kelinci yang mendapat perlakuan R1 dan R2 adalah 62,99

g/100 g karkas dan 62,48 g/100 g yang secara statistik tidak berbeda nyata

(P>0,05) seperti pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6 menunjukan kelinci yang diberikan perlakuan R0 menghasilkan

lemak karkas 2,42 g/100 g berat karkas, sedangkan R1, R2, R3 dan R4 masing-

masing 20,25%, 8,26%, 30,57% dan 50,41% lebih rendah (P<0,05) dari

perlakuan R0.

Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) pada semua perlakuan

terhadap variabel berat tulang karkas. Berat tulang karkas kelinci yang diberikan

perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 masing-masing 28,33 g/100 g karkas, 35,08

g/100 g karkas, 35,30 g/100 g karkas, 27,27 g/100 g karkas dan 31,97 g/100 g

karkas (Tabel 5.6).

Rasio daging dengan tulang karkas kelinci yang diberikan perlakuan R3

paling tinggi adalah 2,61/100 g karkas. Perlakuan R0, R1, R2 dan R4

menghasilkan rasio daging dengan tulang karkas nyata lebih rendah (P<0,05)

masing-masing (1,81 :1), (1,80 :1), (1,77 :1) dan (2,09 : 1) daripada R3. Antara

perlakuan R1 dan R2 tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0,05) seperti

pada Tabel 5.6.

5.1.6 Non Karkas

Kelinci yang mendapat perlakuan R2 menghasilkan berat paru-paru paling

tinggi yaitu 0,66 g/100 g berat hidup, tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan R4

(0,63 g/100g), sedangkan R0, R1 dan R3 masing-masing 37,88%, 34,85%, dan

34,88% lebih rendah daripada R2. Berat paru-paru kelinci yang diberikan

Page 69: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

69

perlakuan R0, R1 dan R3 masing-masing 0,41 g/100 g, 0,43 g/100 g dan 0,43

g/100 g secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) seperti pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7 menunjukan kelinci yang diberikan perlakuan R4 menghasilkan

berat jantung yaitu 0,27g/100 g berat hidup, sedangkan R0, R1, R2, dan R3

masing-masing 37,04%, 22,22%, 11,11% dan 29,63% nyata lebih rendah

(P<0,05) dari R4. Perlakuan ransum R3 menghasilkan berat jantung yaitu

0,19g/100 g berat hidup, tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan R0

dan R1.

Tabel 5.7 Non Karkas kelinci yang Diberikan Ransum dengan Aras Kulit Kopi

Berbeda.

Variabel Perlakuan

R0 R1 R2 R3 R4 SEM

Berat Paru-Paru (g/100g

berat hidup)

0,41b

0,43b

0,66a

0,43b

0,63a

0,01

Berat Jantung (g/100g berat

hidup)

0,17d

0,21c

0,24b

0,19cd

0,27a

0,01

Berat Sekum (g/100g berat

hidup)

1,82a

1,67b

1,43c

1,80a

1,69b

0,03

Berat Kolon (g/100g berat

hidup)

1,63a

1,71a

1,79a

1,70a

1,69a

0,02

Berat Usus Halus (g/100g

berat hidup)

5,60a

5,76a

5,85a

5,75a

6,07a

0,07

Berat Kulit dan Bulu (g/100g

berat hidup)

12,04b

11,60e

11,72d

12,35a

11,88c

0,03

R0 : Ransum tanpa menggunakan kulit kopi

R1 : Ransum menggunakan 10% kulit kopi tidak terfermentasi

R2 : Ransum menggunakan 20% kulit kopi tidak terfermentasi

R3 : Ransum menggunakan 10% kulit kopi terfermentasi

R4 : Ransum menggunakan 20% kulit kopi terfermentasi

1) Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata

(P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata

(P<0,05)

2) SEM : Standard Error of The Treatment Means

Berat sekum kelinci yang diberikan ransum R0 adalah 1,82 g/100g berat

hidup dan kelinci yang diberikan ransum R3 adalah 1,80 g/100g berat hidup yang

Page 70: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

70

secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05), sedangkan R1, R2 dan R4 masing-

masing 8,24%, 21,43%, dan 7,14% nyata lebih rendah (P<0,05) dari R0.

Perlakuan R1 (1,67 g/100 g berat hidup) tidak berbeda nyata (P>0,05) dari R4

(1,69g/100 g berat hidup), namun nyata lebih rendah (P<0,05) dari R2 (Tabel 5.7)

Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) pada semua perlakuan

terhadap variabel berat kolon kelinci. Berat kolon kelinci yang diberikan

perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 masing-masing 1,63 g/100 g berat hidup, 1,71

g/100 g berat hidup, 1,79 g/100 g berat hidup, 1,70 g/100 g berat hidup dan 1,69

g/100 g berat hidup (Tabel 5.7)

Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) pada variabel berat usus

halus antara perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 yang masing-masing 5,60 g/100g

berat hidup, 5,76 g/100g berat hidup, 5,85 g/100g berat hidup, 5,75 g/100g berat

hidup, dan 6,07 g/100g berat hidup (Tabel 5.7)

Berat kulit dan bulu ternak kelinci yang diberikan perlakuan R3 adalah

12,35 g/100 g berat hidup, sedangkan R0, R1,R2 dan R4 masing-masing 2,51%,

6,07%, 5,10% dan 3,81% nyata lebih rendah (P<0,05) dari perlakuan R3 (Tabel

5.7)

5.1.7 Jumlah Mikroba dalam Sekum dan Kolon

Tidak terjadi perbedaan yang nyata (P>0,05) pada semua perlakuan

terhadap variabel jumlah bakteri dalam sekum dan kolon kelinci. Jumlah Bakteri

dalam sekum dan kolon kelinci pada perlakuan R0, R1, R2, R3 dan R4 masing-

masing 12.500 opg, 10.050 opg, 10.950 opg, 14.500 opg dan 17.650 opg (Tabel

5.8)

Page 71: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

71

Jumlah mikroba dalam sekum dan kolon kelinci yang diberikan perlakuan

R0, R1, R2, R3 dan R4 masing-masing 40 x 1010

opg, 40 x 1010

opg, 42 x 1010

opg, 59 x 1010

opg dan 46 x 1010

opg yang secara statistik diantara perlakuan

tidak berbeda nyata (P>0,05) seperti pada Tabel 5.8

Tabel 5.8 Jumlah Mikroba dalam Sekum dan Kolon Kelinci yang Diberikan

Ransum dengan Aras Kulit Kopi Berbeda.

Variabel Perlakuan

R0 R1 R2 R3 R4 SEM

Jumlah

Bakteri (opg)

12.500a 10.050a 10.950a 14.500a 17.650a 878,27

Jumlah

Mikroba

(opg)

40 x 1010a 40 x 1010a 42 x 1010a 59 x 1010a 46 x 1010a 3,40

1). R0 : Ransum tanpa menggunakan kulit kopi

R1 : Ransum menggunakan 10% kulit kopi tidak terfermentasi

R2 : Ransum menggunakan 20% kulit kopi tidak terfermentasi

R3 : Ransum menggunakan 10% kulit kopi terfermentasi

R4 : Ransum menggunakan 20% kulit kopi terfermentasi

2). Superskrip yang sama pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang tidak nyata

(P>0,05) dan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata

(P<0,05)

3). SEM : Standard Error of The Treatment Means

4). Opg : Oocyst per gram

Page 72: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

72

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Performans

Kelinci yang diberikan ransum dengan tambahan 10% kulit kopi

terfermentasi (R3) menghasilkan berat badan akhir dan pertambahan berat badan

paling tinggi (Tabel 5.1) dibandingkan dengan kelinci yang diberikan ransum

tanpa kulit kopi (R0), ransum 10% kulit kopi tidak terfermentasi (R1), ransum

20% kulit kopi tidak terfermentasi (R2) dan ransum 20% kulit kopi terfermentasi

(R4). Hal ini disebabkan karena ransum R3 rasanya manis sehingga meningkatkan

palatabilitas ransum dan kelinci mengkonsumsi ransum lebih banyak untuk

meningkatkan pertumbuhannya. Kandungan serat kasar yang rendah (Lampiran

56) sehingga meningkatkan koefisien cerna ransum dan laju aliran ransum dalam

saluran pencernaan semakin meningkat, peluang pergantian makanan lebih cepat

dan absorbsi zat-zat gizi makanan lebih banyak yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan ternak. Krisnan (2002) melaporkan bahwa Aspergillus niger dapat

menurunkan kandungan tannin sebesar 33% sehingga dapat meningkatkan

konsumsi ransum dan ketersediaan energi secara nyata. Guntoro et al. (2004)

melaporkan bahwa kambing peranakan etawa yang diberikan pakan tambahan

kulit kopi 200 g/ekor/hari mampu meningkatkan pertambahan berat badan harian

sebesar 52,38% selama 3 bulan pemeliharaan dibandingkan dengan kontrol.

Kelinci yang mendapat perlakuan R2 pertumbuhannya paling rendah akibat dari

ransum yang dikonsumsi mengandung serat kasar yang paling tinggi (Lampiran

56). Kandungan serat kasar yang tinggi menyebabkan daya cerna ransum menurun

Page 73: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

73

sehingga absorbsi nutrien berkurang dan menghasilkan pertumbuhan yang lebih

rendah. Lubis (1992) melaporkan kandungan serat kasar yang tinggi dalam

ransum monogastrik berpengaruh tehadap daya cerna yang lebih rendah.

Kelinci yang diberikan perlakuan R4 mengkonsumsi ransum paling banyak

dibandingkan dengan perlakuan R0, R1, R2 dan R3. Hal ini disebabkan karena

ransum R4 aromanya paling manis sehingga lebih disukai oleh ternak kelinci.

McNitt et al. (1996) menyatakan kelinci lebih menyukai pakan dengan aroma

manis daripada pahit. Lama aliran ransum dalam saluran pencernaan juga

berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Makin tinggi koefisien cerna ransum

maka aliran ransum dalam saluran pencernaan makin cepat sehingga lebih banyak

ruangan yang tersedia untuk penambahan makanan. Lama ransum dalam saluran

pencernaan pada kelinci R0 (10,25 jam) paling lama dibandingkan dengan R1

(10,18 jam), R2 (10,06 jam), R3 (8,76 jam) dan R4 (9,66 jam). Kasa et al. (1989)

melaporkan bahwa aliran ransum yang lambat menyebabkan konsumsi ransum

menjadi menurun karena pengosongan lambung berlangsung lebih lama.

Kelinci yang mendapat perlakuan R4 mengkonsumsi air minum (183,37

ml/hari), lebih banyak dari perlakuan R0, R1, R2 dan R3. Hal ini disebabkan

karena konsumsi ransum untuk perlakuan R4 lebih banyak sehingga konsumsi

airnya juga meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian Tillman et al. (1986)

yang menyatakan bahwa makin tinggi konsumsi ransum maka konsumsi air

minum makin tinggi pula. Angka densitas ransum (Lampiran 51) untuk perlakuan

R4 (21,44 g/ml) lebih rendah dari R0 (25,76 g/ml), R1 (22,60 g/ml), R2 (22,51

g/ml) dan R3 (23,38 g/ml) sehingga ransum yang diberikan cepat berdebu

Page 74: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

74

menyebabkan kelinci mengkonsumsi lebih banyak air. Nuriyasa (2012)

melaporkan bahwa konsumsi air minum dipengaruhi oleh densitas ransum.

Kelinci yang diberikan ransum dengan densitas rendah menyebabkan ransum

cepat berdebu sehingga konsumsi air menjadi meningkat.

Konversi ransum kelinci yang diberikan ransum R3 (3,45) paling rendah

daripada R0 (3,50), R1 (3,68), R2 (4,01) dan R4 (4,08). Hal ini disebabkan karena

kelinci yang diberikan ransum R3 mengkonsumsi energi, protein lebih tinggi.

Kecernaan bahan kering, energi dan protein pada perlakuan R3 paling tinggi

dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 5.2, 5.3 dan 5.4). Dilihat dari

retensi energi dan protein kelinci yang mendapat perlakuan R3 adalah paling

tinggi (Tabel 5.3 dan 5.4) ini mengindikasikan bahwa penggunaan energi dan

protein pada kelinci yang diberikan perlakuan R3 paling efisien untuk

pertumbuhannya. Rata-rata konversi ransum penelitian ini lebih tinggi (3,74) dari

hasil penelitian Nuriyasa (2012) yang mendapatkan rata-rata konversi ransum

3,57. Hal ini disebabkan karena pengaruh perlakuan yang diberikan. Hasil

penelitian ini masih berada pada kisaran normal yaitu konversi ransum ternak

kelinci adalah 3,0 - 4,0 (McNitt et al., 1996) dan (de Blass dan Wiseman, 1998).

Kelinci yang diberikan ransum R3 menghasilkan kecernaan bahan kering

ransum (59,84%), hasil ini lebih tinggi dari perlakuan R0, R1, R2 dan R4 (Tabel

5.2). Hal ini disebabkan karena kandungan serat kasar ransum R3 paling rendah

(Lampiran 50) sehingga konsumsi bahan kering lebih tinggi. Tillman et al. (1986)

melaporkan bahwa kecernaan bahan kering ransum dipengaruhi oleh komposisi

bahan penyusun ransum dan bentuk fisik ransum. Rata-rata kecernaan bahan

Page 75: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

75

kering kelinci jantan lokal pada penelitian ini adalah 58,59%. Nuriyasa (2012)

mendapatkan rata-rata kecernaan bahan kering kelinci jantan lokal adalah 68,52%.

Lebih lanjut Parigi Bini dan Xiccato (1998) melaporkan bahwa kecernaan bahan

kering ternak kelinci secara umum berkisar antara 60% - 65%. Perbedaan ini

disebabkan karena perbedaan bahan pakan yang dipakai untuk menyusun ransum.

Kecernaan energi pada ransum R3 adalah 67,87%, paling tinggi dibandingkan

perlakuan R0, R1, R2 dan R4 (Tabel 5.2). Hal ini disebabkan karena konsumsi

energi yang tinggi dan energi feses yang dikeluarkan tidak jauh berbeda (Tabel

5.3) sehingga kecernaan energinya lebih tinggi. Kecernaan energi paling tinggi

pada R3 juga disebabkan karena kandungan serat kasar ransum R3 paling rendah

akibatnya koefisien cerna ransum meningkat dan energi yang dapat dicerna juga

meningkat. Hasil penelitian ini masih berada pada kisaran yang diperoleh oleh

Prasad et al. (1996) dimana kelinci soviet chinchilla mempunyai kecernaan energi

berkisar 66,17% sampai 77,79%.

Kecernaan protein pada kelinci yang diberikan ransum R0 paling tinggi dari

perlakuan R1, R2, R3 dan R4 (Tabel 5.2). Ini menunjukan kelinci yang mendapat

perlakuan R0 paling efisien menggunakan protein untuk pertumbuhannya, dapat

dilihat dari FCR yang rendah (Tabel 5.1). Rata- rata kecernaan protein pada

penelitian ini sebesar 85,28%, hasil ini lebih tinggi dari yang diperoleh Nuriyasa

(2012) mendapatkan rata-rata kecernaan protein kelinci lokal sebesar 78,30%.

Perbedaan hasil ini disebabkan karena bentuk fisik ransum dan komposisi bahan

makanan. Tillman et al. (1986) melaporkan bahwa kecernaan protein dipengaruhi

oleh spesies hewan, bentuk fisik ransum dan komposisi bahan makanan.

Page 76: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

76

Lama ransum berada dalam saluran pencernaan pada kelinci yang diberikan

perlakuan ransum R0, R1, R2, R3 dan R4 tidak menunjukan perbedaan yang

nyata (Tabel 5.2). Hal ini menunjukan bahwa laju aliran ransum dalam saluran

pencernaan kelinci tidak dipengaruhi oleh kandungan kulit kopi dalam ransum.

Laju aliran ransum dipengaruhi oleh kandungan serat kasar ransum (Tillman et

al., 1986). Ransum R0, R1, R2, R3, dan R4 mempunyai kandungan serat kasar

yang tidak jauh berbeda sehingga laju aliran ransum tidak berbeda nyata. McNitt

et al. (1996) menyatakan bahwa kebutuhan minimal serat kasar pada ransum

kelinci pertumbuhan adalah 10%.

6.2 Neraca Energi

Konsumsi energi pada ternak kelinci yang mendapatkan perlakuan R4 paling

tinggi yaitu 350,76 kkal/hari (Tabel 5.3). Hal ini disebabkan karena kelinci yang

diberikan perlakuan R4 mengkonsumsi ransum lebih banyak sehingga energi yang

dikonsumsi lebih banyak. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Nuriyasa

(2012) yang mendapatkan bahwa konsumsi energi rata-rata ternak kelinci jantan

lokal adalah 261,48 kkal/hari lebih rendah dari hasil penelitian yang dilakukan. De

Blas dan Wiseman (1998) mendapat konsumsi energi kelinci new zealand white

299,77 kkal/hari. Perbedaan hasil ini disebabkan karena perbedaan strain kelinci

yang dipergunakan dan komposisi fisik ransum.

Energi tercerna (DE) kelinci yang diberikan ransum R4 paling tinggi yaitu

231,46 kkal/hari dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Tabel 5.3). Hal ini

disebabkan karena konsumsi energi lebih tinggi dan energi pada feses tidak

berbeda nyata sehingga energi tercerna (DE) lebih tinggi.

Page 77: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

77

Kelinci yang diberikan perlakuan R3 dan R4 menghasilkan energi

termetabolis (ME) paling tinggi yaitu 217,82 kkal/hari dan 219,89 kkal/hari. Hal

ini disebabkan karena energi tercerna dari perlakuan R3 dan R4 lebih tinggi dari

perlakuan yang lain sehingga menghasilkan energi termetabolis yang paling

tinggi.

Kelinci yang diberikan perlakuan R3 menghasilkan retensi energi adalah

55,20 kkal/hari paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Tabel

5.3). Hal ini disebabkan karena konsumsi energi R3 lebih tinggi, kandungan

energi pada feses diantara perlakuan tidak jauh berbeda sehingga energi tercerna

dan energi metabolisnya lebih tinggi. Hal ini menunjukan makin tinggi energi

termetabolis (ME) maka retensi energi (RE) juga makin tinggi. Hasil penelitian

ini lebih tinggi dari penelitian Nuriyasa (2012) yang mendapatkan kelinci jantan

lokal dengan berat 1480 g menghasilkan retensi energi 43,99 kkal/hari. Perbedaan

ini disebabkan karena perbedaan berat badan kelinci yang digunakan dalam

penelitian.

Produksi panas pada kelinci yang diberikan ransum R4 adalah 166,12

kkal/hari lebih tinggi dari R0 (146,48 kkal/hari), R1 (149,57 kkal/hari), R2

(158,76 kkal/hari) dan R3 (162,63 kkal/hari). Hal ini disebabkan karena kelinci

yang mendapat perlakuan R4 mengkonsumsi ransum lebih tinggi dari perlakuan

yang lainnya sehingga produksi panas yang dihasilkan lebih tinggi. Makin tinggi

konsumsi ransum dan tingkat pertumbuhan maka laju metabolisme makin tinggi

yang berdampak pada peningkatan produksi panas (de Blas dan Wiseman, 1998).

Page 78: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

78

Konsumsi energi termetabolis per pertambahan berat badan (ME/pbb) kelinci

yang diberikan perlakuan R0 adalah 9,26 kkal/g pbb paling rendah dibandingkan

dengan perlakuan ransum R1, R2, R3 dan R4 masing-masing 9,56 kkal/g pbb,

10,19 kkal/g pbb, 9,50 kkal/g pbb dan 10,41 kkal/g pbb (Tabel 5.3). Hal ini

menunjukan perlakuan ransum R0 paling efisien menggunakan energi

termetabolis (ME) untuk menghasilkan pertambahan berat badan yang sama

dibandingkan dengan ransum R1, R2, R3 dan R4. Setiap penambahan berat badan

kelinci sebesar 1 g pada perlakuan ransum R0 memerlukan energi termetabolis

(ME) 9,26 kkal sedangkan perlakuan yang lannya lebih tinggi (Tabel 5.3).

6.3 Neraca Protein

Konsumsi protein pada kelinci yang diberikan perlakuan R4 adalah 8,62

g/hari, paling tinggi dari perlakuan yang lain (Tabel 5.4). Hal ini disebabkan

karena konsumsi ransum yang lebih tinggi pada kelinci yang diberikan perlakuan

R4 menyebabkan konsumsi protein lebih tinggi daripada perlakuan R0, R1, R2

dan R3. Rata-rata konsumsi protein kelinci jantan pada penelitian ini adalah 8,12

g/hari. Nuriyasa (2012) mendapatkan rata-rata konsumsi protein kelinci jantan

lokal adalah 10,85 g/ekor/hari. Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan karena

bahan penyusun ransum.

Hasil penelitian pada Tabel 5.4 menunjukan kelinci yang diberikan perlakuan

R4 menghasilkan protein tercerna paling tinggi yaitu 7,43 g/hari. Hal ini

disebabkan karena kelinci yang diberikan perlakuan R4 mengkonsumsi protein

paling tinggi yaitu 8,26 g/hr dan protein feses yang dihasilkan tidak berbeda nyata

Page 79: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

79

sehingga menghasilkan kecernaan protein paling tinggi daripada perlakuan yang

lainnya.

Hasil penelitian mendapatkan bahwa retensi protein kelinci jantan lokal yang

diberikan ransum R3 adalah 0,55 g/hari, retensi protein ini lebih tinggi dari

perlakuan lainnya (Tabel 5.4). Hal ini disebabkan karena pertambahan berat badan

dan efisiensi penggunaan pakan lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Ini berarti

kebutuhan protein untuk hidup pokok R3 lebih rendah menyebabkan protein yang

dapat diretensi lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Retensi

protein dipengaruhi oleh perbedaan konsumsi ransum dan pertambahan berat

badan yang dihasilkan (de Blas dan Wiseman, 1998). Data pada Tabel 5.1 juga

menunjukan bahwa kelinci yang diberikan ransum R3 paling efisien

menggunakan ransum yang diindikasikan oleh nilai FCR yang paling rendah.

6.4 Respon Hematologi

Kelinci yang diberikan Ransum R3 menghasilkan haemoglobin adalah 12,53

mg/100 ml lebih tinggi dari perlakuan lainnya (Tabel 5.5) Hal ini disebabkan

karena pertumbuhan ternak kelinci R3 paling tinggi sehingga pembentukan organ-

organ pertumbuhan termasuk haemoglobin darah juga tinggi. Nuriyasa (2012)

melaporkan bahwa konsumsi ransum dan tingkat pertumbuhan yang tinggi akibat

dari retensi energi dan protein yang tinggi sehingga proses pembentukan

haemoglobin darah lebih tinggi. Behring (2000) melaporkan haemoglobin darah

merupakan sarana transportasi oksigen dalam jaringan tubuh yang diperlukan

dalam proses metabolisme. Hasil penelitian ini sama dengan yang didapatkan

Bivin dan King (1995) yaitu 12,80 mg/100ml.

Page 80: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

80

Kandungan eritrosit kelinci yang diberikan ransum R3 paling tinggi yaitu

5,72 x 106/μl dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 5.5). Hal ini

disebabkan karena pertumbuhan kelinci R3 paling tinggi. Semakin tinggi

pertumbuhan semakin banyak kandungan eritrosit dalam darah kelinci. Behring

(2000) menyatakan bahwa pertumbuhan yang tinggi memerlukan kandungan

eritrosit darah yang tinggi sebagai transportasi oksigen dan zat-zat gizi lainnya

yang diperlukan dalam proses metabolisme. Rata-rata kandungan eritrosit kelinci

jantan lokal yang diberikan perlakuan ransum dengan kulit kopi 5,51 x 106

/μl

lebih tinggi dari hasil penelitian Nuriyasa (2012) yang mendapatkan kandungan

eritrosit kelinci jantan lokal 4,15 x 106

/μl. Perbedaan hasil penelitian ini

disebabkan oleh bahan penyusun ransum dan tinggkat pertumbuhan masing-

masing ternak. Menurut Bivin dan King (1995) kedua hasil penelitian ini masih

berada dalam kisaran normal yaitu 4,0 – 6,7 x 106 /μl.

Tidak terjadi perbedaan yang nyata terhadap kandungan leukosit darah kelinci

jantan lokal yang diberikan ransum R0, R1, R2, R3 dan R4. Kandungan leukosit

kelinci yang diberikan ransum R0, R1, R2, R3 dan R4 masing-masing 6,98 x

103/μl, 5,88 x 10

3/μl, 5,90 x 10

3/μl, 6,05 x 10

3/μl dan R4 7,25 x 10

3/μl (Tabel

5.5). Ini menunjukan kelinci yang diberikan perlakuan ransum dengan tambahan

kulit kopi tidak mengalami tingkatan stress berbeda sehingga kandungan leukosit

dalam darah pada semua perlakuan tidak berbeda. Hasil ini sejalan dengan

penelitian Nuriyasa (2012), Biving dan King (1995) dan Vanessa et al. (2005)

masing-masing (5,78 – 6,37 x 103/μl), (5,2 – 12 x 10

3/μl) dan (6,3 – 10 x 10

3/μl).

Page 81: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

81

Hasil penelitian ini mendapatkan kandungan hematokrit darah kelinci jantan

lokal yang diberikan ransum R3 lebih tinggi dari perlakuan lainnya ( Tabel. 5.5)

Hal ini disebabkan karena makin tinggi pertumbuhan maka proses pembentukan

jaringan tubuh termasuk sel-sel darah juga meningkat. Rata-rata kandungan

hematokrit darah kelinci yang diberikan ransum dengan kulit kopi adalah 37,82%

lebih rendah dari penelitian Nuriyasa (2012) yang mendapatkan kandungan

hematokrit darah kelinci jantan lokal berkisar antara 39,5% - 42,25%. Perbedaan

hasil ini disebabkan karena komposisi ransum penelitian.

Kandungan glukosa darah kelinci pada semua perlakuan tidak menunjukan

perbedaan yang nyata (Tabel 5.5). Hal ini menunjukan pemberian kulit kopi

dalam ransum kelinci tidak berpengaruh terhadap mobilisasi glukosa dari

simpanan glikogen atau pergantian sumber energi asal lemak (glukoneogenesis)

sesuai dengan pendapat Mahardika (1996).

Kandungan trigliserida darah kelinci yang diberikan perlakuan R0 paling

tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 5.5). Hasil analisis

proksimat mendapatkan bahwa kandungan lemak pada ransum R0 paling tinggi

(8,21%) dibandingkan dengan perlakuan R1, R2, R3, dan R4, masing-masing

7,01%, 5,40%, 5,86% dan 4,14% (Lampiran 50). Kandungan trigliserida darah

semakin tinggi disebabkan karena konsumsi lemak yang tinggi dan kecukupan

energi dalam tubuh. Apabila konsumsi energi tidak mencukupi, ternak akan

membongkar cadangan energi dalam bentuk trigliserida (Lucy Susandari et al.,

2004).

Page 82: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

82

Kelinci jantan lokal yang diberikan ransum R4 menghasilkan kholesterol

darah paling rendah yaitu 88,75 mg/ 100 ml dari perlakuan yang lain (Tabel. 5.5).

Hal ini disebabkan karena pemberian 20 % kulit kopi terfermentasi mampu

mengikat lemak sehingga berpengaruh terhadap penurunan kadar kholesterol.

Budaarsa (1997) melaporkan bahwa konsumsi serat kasar yang tinggi

menyebabkan asam lemak atau kolesterol diikat oleh selulosa atau asam propionat

sehingga dapat menghambat pembentukan kolesterol di hati. Lebih lanjut

dijelaskan oleh Bidura et al. (1998) bahwa serat kasar yang banyak dapat

meningkatkan laju aliran ransum, dan pembuangan lemak/kolesterol melalui feses

sehingga berpengaruh terhadap penurunan kadar kolesterol dalam serum darah.

Fraksi serat kasar ternyata dapat berperan mengikat lemak dan garam empedu

pada saluran pencernaan kelinci sehingga lemak yang dapat diserap ke dalam

tubuh juga menurun (Sutardi, 1997). Linder (1985) melaporkan fraksi serat kasar

seperti lignin ternyata mampu mengikat kolesterol atau lipida ransum sebesar

29,2%.

6.5 Karkas

6.5.1 Berat dan Persentase Karkas

Kelinci yang diberikan ransum R3 yang dipelihara selama 70 hari

menghasilkan berat karkas adalah 891 g, lebih tinggi dari perlakuan lainnya

(Tabel 5.6). Hal ini disebabkan karena konsumsi energi dan protein paling tinggi

(Tabel 5.3 dan 5.4). Tillman et al. (1986) melaporkan energi dan protein

merupakan komponen utama penyusun jaringan tubuh. Konsumsi energi dan

protein paling tinggi pada perlakuan R3 mengakibatkan pertumbuhannya paling

Page 83: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

83

tinggi (Gambar 4). Berat karkas R2 paling rendah disebabkan karena kandungan

serat kasar pada ransum R2 paling tinggi (Lampiran 50). Serat kasar hasil analisis

proksimat pada penelitian R0, R1, R2, R3 dan R4 masing-masing 12,13%,

12,72%, 13,38%, 11,96% dan 12,96%. Jorgensen (1997) melaporkan bahwa

kandungan serat kasar dalam ransum menurunkan nilai cerna ransum sehingga

zat-zat makanan yang terabsorbsi juga menurun yang berdampak terhadap berat

karkas maupun presentase karkas. Hasil ini lebih tinggi dari yang diperoleh

Nuriyasa (2012) yang mendapatkan rataan berat karkas kelinci jantan lokal umur

84 hari adalah 719,13 g. Prasad et al. (1996) melaporkan bahwa kelinci chinchilla

pada umur 12 minggu mempunyai berat karkas 868,69 g. Perbedaan hasil ini

disebabkan karena perbedaan umur, spesies dan berat badan awal mulai

pemeliharaan.

Kelinci yang mendapat perlakuan ransum R3 menghasilkan presentase karkas

47,73%, tidak berbeda nyata dengan perlakuan R0 (47,33%) seperti pada Tabel

5.6. Hal ini disebabkan karena berat karkas yang tinggi dihasilkan oleh kelinci

yang mempunyai berat potong yang lebih tinggi pula (Tabel 5.6). Produksi karkas

tercermin dari komponen daging, lemak, dan tulang kelinci yang sangat

dipengaruhi oleh berat potongnya (Bram Brahmantiyo dan Raharjo, 2009).

Nuriyasa (2012) memperoleh persentase karkas kelinci lokal yang dipelihara

selama 84 hari adalah 45,82%. Diwyanto et al. (1985) melaporkan bahwa

produksi karkas kelinci New Zealand White (NZW), lokal, Persilangan NZW x

lokal, dan Chinchilla x Lokal berturut-turut sebesar 45,8%, 42,6%, 48,9% dan

Page 84: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

84

46,7%. Perbedaan hasil ini disebabkan karena umur potong, berat potong dan

spesies kelinci.

Panjang karkas kelinci yang diberikan perlakuan R3 adalah 33,13 cm lebih

panjang dari perlakuan yang lain (Tabel 5.6). Hal ini disebabkan karena

pertumbuhan R3 paling tinggi. Pertumbuhan paling tinggi disebabkan karena R3

paling efisien menggunakan ransum, dibuktikan dengan nilai FCR yang paling

rendah yang memungkinkan proses pembentukan jaringan tubuh paling baik.

6.5.2 Potongan Komersial Karkas

Tidak terjadi perbedaan yang nyata pada semua perlakuan terhadap variabel

potongan komersial karkas kelinci (Tabel 5.6). Hasil penelitian mendapatkan rata-

rata persentase kaki depan, kaki belakang, pinggang dan punggung, dan dada-

leher masing-masing 16,29%, 30,90%, 27,81% dan 25,01%. Hasil penelitian ini

sejalan dengan hasil penelitian Nuriyasa (2012) mendapatkan persentase potongan

komersial dengan urutan yang sama yaitu 15,79%, 31,28%, 26,17% dan 26,76%.

6.5.3 Komposisi Fisik karkas

Rata-rata berat daging karkas kelinci yang diberikan ransum R3 adalah 71,04

g/100 g berat karkas, lebih tinggi dari perlakuan yang lainnya (Tabel 5.6). Hal ini

disebabkan karena kelinci yang mendapat perlakuan R3 konsumsi energi, protein

dan zat lainnya lebih tinggi sehingga menghasilkan pertumbuhan lebih baik dan

berat daging karkas lebih banyak. Energi dan protein merupakan komponen utama

penyusun jaringan daging. Pendapat ini didukung oleh Praga (1998) menyatakan

protein tubuh ternak tersusun dari asam-asam amino dengan ikatan peptida dan

membentuk ikatan polipeptida.

Page 85: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

85

Kelinci yang diberikan ransum R4 menghasilkan rata-rata berat lemak karkas

paling rendah yaitu 1,20 g/100g karkas dibandingkan dengan perlakuan R0, R1,

R2 dan R3 (Tabel 5.6). Hal ini disebabkan karena ransum R4 mengandung lemak

paling sedikit dan serat kasar yang tinggi (Lampiran 50). Siri et al. (1992)

mengatakan ransum yang mengandung serat kasar tinggi menyebabkan

menurunnya retensi energi sebagai lemak dalam tubuh. Penurunan jumlah lemak

subkutan dapat juga disebabkan oleh adanya kemampuan fraksi serat kasar yaitu

selulosa yang mampu mengikat lemak sebesar 1,4% (Balmer dan Zilversmi,

1974). Penggunaan kulit kopi dalam ransum secara nyata dapat menurunkan

jumlah lemak sub kutan kelinci. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya konsumsi

serat kasar. Hal yang sama dapat dilaporkan oleh Mayes et al. (1992) bahwa serat

kasar yang tinggi dalam ransum dapat mengikat lemak ransum dan garam empedu

sehingga lemak yang terabsorbsi menurun. Disamping itu meningkatnya

konsumsi serat akan menyebabkan lebih banyak energi pakan yang diretensi oleh

tubuh sebagai protein daripada lemak (Jorgensen et al., 1996).

Tidak terjadi perbedaan rata-rata persentase berat tulang karkas kelinci jantan

yang diberikan ransum R0, R1, R2, R3 dan R4 (Tabel 5.6). Hal ini menunjukan

bahwa perlakuan ransum tidak berpengaruh terhadap proses pembentukan tulang.

Zerrouki et al. (2008) menyatakan pertumbuhan tulang tergantung pada perbedaan

kandungan mineral pada ransum. Hasil penelitian ini menunjukan perbedaan

konsumsi mineral Ca dan P karena perbedaan konsumsi ransum belum

berpengaruh terhadap proses pembentukan tulang. Tulang merupakan komponen

tubuh yang masak dini pada awal-awal masa pertumbuhan (Wahju, 1988). Rata-

Page 86: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

86

rata persentase berat tulang pada penelitian ini adalah 31,59 g/100 g berat karkas.

Hasil penelitian Nuriyasa (2012) mendapatkan berat tulang kelinci umur 84 hari

adalah 31,25 g/100 g berat karkas. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan

umur potong dan berat hidup kelinci.

Hasil penelitian pada Tabel 5.6 menunjukan bahwa rasio daging dengan

tulang karkas pada kelinci yang diberikan ransum R3 paling tinggi yaitu (2,61 :

1). Hal ini disebabkan karena berat tulang yang lebih rendah akan menghasilkan

rasio daging – tulang yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini lebih tinggi dari hasil

yang diperoleh Nuriyasa (2012) yang mendapatkan rata-rata rasio daging dengan

tulang kelinci lokal adalah 2,23 : 1. Hasil yang diperoleh de Blas dan Wiseman.

(1998) yang mendapatkan rasio daging dengan tulang kelinci new zealand white

4,91 : 1 pada umur 106 hari, lebih tinggi dari hasil penelitian ini. Selisih hasil

penelitian ini disebabkan karena perbedaan umur potong dan spesies kelinci.

6.6 Non Karkas

Perlakuan ransum R2 dan R4 menghasilkan berat paru-paru lebih berat

daripada kelinci yang diberikan ransum R0, R1 dan R3 (Tabel 5.7). Hal ini

disebabkan karena ransum R2 dan R4 kandungan serat kasar lebih tinggi dari

perlakuan R0, R1 dan R3 sehingga tenaga yang dibutuhkan lebih banyak untuk

mempercepat proses pernafasan dan kerja jantung agar cepat menghasilkan

energi. Peningkatan peredaran darah dan laju respirasi akan dapat menstimuli

pertumbuhan jantung dan paru-paru menjadi lebih besar (Nuriyasa, 2012).

Berat sekum kelinci yang diberikan perlakuan R0 dan R3 nyata lebih tinggi

dibandingkan dengan perlakuan R1, R2 dan R4 (Tabel 5.7). Hal ini disebabkan

Page 87: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

87

karena R0 dan R3 pertumbuhannya paling tinggi maka sekum dan kolonnya lebih

besar. Sekum dan kolon berfungsi sebagai tempat fermentasi makanan.

Berat kulit dan bulu kelinci yang diberikan ransum R3 paling tinggi

dibandingkan dengan perlakuan R0, R1, R2 dan R4 (Tabel 5.7). Hal ini

disebabkan karena berat potong kelinci pada perlakuan R3 lebih berat dan luas

permukaan kulit yang membungkus tubuh lebih lebar dari perlakuan lainnya.

Perbedaan berat kulit dan bulu pada ransum yang berbeda disebabkan karena

perbedaan konsumsi energi dan protein dalam ransum. Pada perlakuan R3 retensi

energi dan retensi protein yang dihasilkan paling tinggi sehingga kelebihan energi

dan protein ini disimpan dalam kulit dan bulu sehingga beratnya lebih tinggi dari

perlakuan lainnya.

6.7 Jumlah Mikroba dalam Sekum dan Kolon

Pemberian ransum dengan tambahan kulit kopi 20% cenderung meningkatkan

jumlah mikroba pada sekum dan kolon. Hal ini terlihat pada jumlah mikroba pada

sekum dan kolon untuk perlakuan R3 dan R4 lebih banyak dari R0, R1 dan R2

(Tabel 5.8). Hal ini disebabkan karena sekum dan kolon merupakan tempat

tumbuhnya bakteri yang berfungsi sebagai proteolitik. Bakteri menyerang protein-

protein yang belum dicerna menjadi asam-asam lemak, hidrogen sulfide dan

asam-asam amino. Menghidrolisis selulose menjadi unit-unit glukose, kemudian

dirubah menjadi asam-asam lemak volatil terutama menjadi asetat, propionat dan

butirat. Disamping itu bakteri juga berfungsi untuk mensintesa vitamin B yang

diabsorbsi ke dalam tubuh (Tillman et al., 1986).

Page 88: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

88

6.8 Analisis Usahatani

Berdasarkan nilai jual pada akhir penggemukan, untuk kelinci yang mendapat

perlakuan tambahan 10% kulit kopi terfermentasi (R3) memberikan keuntungan

yang paling tinggi dengan R/C ratio 1,22 menyusul R4 (1,14 ), R0 (1,13), R1

(1,12) dan R2 (1,10) seperti yang terlihat pada Tabel 61. Meningkatnya

keuntungan pada R3 dan R4 disebabkan karena peningkatan pertumbuhan yang

paling tinggi dan harga ransum per kgnya lebih murah dibandingkan dengan

perlakuan yang lainnya. Pemberian kulit kopi sebagai komponen pakan

menyebabkan penurunan harga ransum antara 4,96% - 17,11%.

Feed Cost per Gain (FC/G) adalah biaya pakan yang digunakan untuk

meningkatkan 1 g pertambahan berat badan. Hasil perhitungan FC/G pada

penelitian ini adalah Rp.12,98,-/g (R0), Rp.12,96,-/g (R1), Rp. 13,41,-/g (R2), Rp.

11,62,-/g (R3) dan Rp. 12,51,-/g (R4). Pada perlakuan R3 ternyata FC/Gnya

paling rendah (Rp.11,62,-/g), artinya biaya pakan yang digunakan untuk

meningkatkan 1 g berat badan paling murah jika dibandingkan dengan perlakuan

yang lainnya.

Data analisa usahatani tersebut menunjukkan bahwa pemberian kulit kopi

tidak terfermentasi dan kulit kopi terfermentasi secara ekonomi layak untuk

diterapkan.

Page 89: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

89

Tabel 5.9 Analisis Usahatani Penggemukan Kelinci untuk 8 Ekor Pemeliharaan

No Uraian Volume Satuan Perlakuan

R0 R1 R2 R3 R4

1 Komponen Input

a Bibit (Rp) 8 ekor 120.000 120.000 120.000 120.000 120.000

Harga Pakan (Rp) 1 kg 3.706 3.522 3.362 3.371 3.072

Konsumsi pakan 8 ekor 42,35 43,32 46,82 44,35 48,27

b Biaya pakan Rp 156.949 152.573 157.409 149.504 148.285

c Obat-obatan 0,1 Rp 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

d Tenaga kerja 0,73 HOK 36.500 36.500 36.500 36.500 36.500

e

Penyusutan kandang dan

alat 2 bulan 33 33 33 33 33

Total biaya input

(a+b+c+d+e) 314.482 310.106 314.942 307.037 305.819

2 Penerimaan (output)

Berat akhir kelinci (kg) 8 ekor 14,16 13,84 13,80 14,93 13,92

Harga/kg bobot hidup (Rp) 1 ekor 25.000 25.000 25.000 25.000 25.000

Total penerimaan (Rp) 8 ekor 354.000 346.000 345.000 373.250 348.000

3 Pendapatan Rp 39.518 35.894 30.058 66.213 42.181

R/C Ratio 1,13 1,12 1,10 1,22 1,14

Page 90: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

90

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pemanfaatan kulit kopi

untuk pakan ternak kelinci dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Penggunaan kulit kopi terfermentasi 10% dapat meningkatkan

pertumbuhan, efisiensi penggunaan ransum, berat daging karkas dan

menurunkan kadar kholesterol darah, namun tidak mempengaruhi jumlah

mikroba dalam sekum dan kolon.

2. Penggunaan kulit kopi terfermentasi 10 % dalam ransum kelinci (R3)

menghasilkan retensi energi sebesar 55,20 kkal/hari, lebih tinggi daripada

perlakuan R0 (52,90 kkal/hari), R1 (51,56 kkal/hari), R2 (53,83 kkal/hari),

dan R4 (53,77 kkal/hari).

3. Penggunaan kulit kopi terfermentasi 10 % dalam ransum kelinci (R3)

menghasilkan retensi protein sebesar 0,56 g/hari lebih tinggi daripada

perlakuan R0 (0,53 g/hari), R1 (0,52 g/hari), R2 (0,50 g/hari), dan R4

(0,53 g/hari).

4. Kulit kopi sebagai salah satu komponen penyusun ransum secara ekonomi

layak untuk diterapkan karena mampu menurunkan biaya ransum sebesar

4,96% - 17,11%.

Page 91: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

91

7.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disarankan sebagai

berikut :

Peternak kelinci disarankan untuk menggunakan kulit kopi terfermentasi

10% dalam menyusun ransum, karena mampu meningkatkan produktivitas ternak

kelinci dan mampu menurunkan biaya produksi sebesar 4,74%.

Page 92: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

92

DAFTAR PUSTAKA

Alhaidary A., H.E. Mohamed and A.C. Beynen. 2010. Impact of dietary fat type

and amount on growth performance and serum cholesterol in rabbits.

American Journal of Animal and Veterinary Sciences. 5(1): 60-64.

Anon, 2011. Kebiasaan Kelinci Memakan Kotoran Sendiri (Coprophagy)

http://dinooblog.blogspot.com/2011/01/kebiasaan-kelinci-memakan-kotoran.html.

Disitir 8Juni 2013

Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official methode of analysis.

Vol.2 Ed. 15. Washington.

Balmer. J. and D.B. Zilversmit. 1974. Effect of dietary roughage on cholesteral

absorption, cholesterol. Turn Over and Steroid Excretionin Rat. J. Nutr.

104:1319-1320.

Behring, D. 2000. Hematologi and Hemostasis. http://www.irvingcrowley.

com/cls/hemo.htm. Disitir Tanggal 22 Pebruari 2014

Biving, W.S. and W.W. King. 1995. Raising healthy rabbit. A. Publication of

Christian Veterinary Mission, Washington, USA.

Bram Brahmantiyo dan Y.C. Raharjo. 2009. Pengembangan Pembibitan Kelinci

Di Pedesaan dalam Menunjang Potensi dan Prospek Agribisnis Kelinci.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Verteriner. Balai Penelitian

Ternak, Bogor. Hal 688-691.

Beynen, A.C. 1984. Rabbit: A Source of Healthful Meat? The Journal of Applied

Rabbit Research. 4: 133-134.

Bidura, I. G. N. G. 1998. Pengaruh aras serat kasar ransum terhadap produksi telur

ayam lohmann brown. Majalah Ilmiah Peternakan, Fapet Unud 1 (2) :

23-27

Bidura, I.G.N.G, 2007. Aplikasi Poduk Bioteknologi Pakan Ternak. Penerbit,

Udayana University Press, Universitas Udayana, Denpasar.

Bidura, I.G.N.G., D.P.M.A.Candrawati dan D.A. Warmadewi, 2010. Pakan

Unggas Konvensional Dan Inkonvensional. Penerbit: Udayana University

Press, Universitas Udayana, Denpasar.

BPS. 2012. Produksi Kopi Di Bali. Badan Pusat Statistik Propinsi Bali.

http:/www.bali.bps.go.id

Page 93: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

93

Budaarsa, I. K. 1997. Evaluasi Pemberian Rumput Laut dan Sekam Padi sebagai

Sumber Serat Kasar untuk Mengurangi Kadar Lemak Karkas dan Kadar

Kolesterol Daging. Disertasi Pascasarjana, IPB, Bogor.

Budiari, N.L.G. 2009. Potensi dan Pemanfaatan Pohon Dadem sebagai Pakan

Ternak Sapi pada Musim Kemarau. Bulletin Teknologi dan Informasi

Pertanian. Edisi 22, Desember,2009. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Bali : 10-12.

Chan, W., J. Brown, S.M. Lee and D.H. Buss. 1995. Meat, Poultry and Game.

The Royal Society of Chemistry, London

Cheeke, P.R., N.M. Patton and G.S. Templeton. 1987. Rabbit production. Fifth

Ed. The Interstate Printers and Publisher, Inc., Danville, Illinois, USA.pp.

144-151.

De Blass, C. And J. Wiseman. 1998. The Nutrition Of The Rabbit. CABI

Publishing. University of Nottingham. Nottingham. P.39-55.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2010. Peraturan Menteri

Pertanian Nomor 19/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Pedoman Umum

Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014. Direktorat Jenderal

Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Diwyanto. K., R. Sunarlin dan P. Sitorus. 1985. Pengaruh persilangan terhadap

karkas dan preferensi daging kelinci panggang. J. Ilmu dan Peternakan.

1(10):427-430

Ensminger. M.E., J.E. Oldfield dan W. Heinemann. 1990. Feed Nutrition. 2nd

Ed,

the Ensminger Publishing Co., Clovis.

Farrel, D.J. dan Y.C. Raharjo. 1984. Potensi Ternak kelinci sebagai penghasil

Daging. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Gandasoebrata, R. 1985. Penuntun Laboratorium Klinik. Penerbit PT. Dian

Rakyat.

Guntoro, S., dan I.M.R. Yasa. 2003. Pemanfaatan Kopi Terfermentasi Untuk

Penggemukan Peranakan Ettawah (PE) Muda. Prosiding. Seminar Nasional

Revitalisasi Teknologi Kreatif Dalam mendukung Agribisnis dan Otonomi

Daerah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Hal.379-382

Guntoro, S., M. Rai Yasa, Rubiyo, dan I.N.Suyasa. 2004. Prosiding Seminar

Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak. Denpasar 20-22 Juli 2004.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan bekerjasama dengan Balai

Page 94: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

94

Pengkajian Teknologi pertanian (BPTP) Bali dan Crop-Animal Systems

Reseach Network (CASREN). Hal. 389-395.

Hamidy, L.N. 1996. Pengaruh Berbagai Tingkat Penggunaan Buah Semu Mete

dalam Ransum terhadap Konsumsi dan Konversi Pakan pada Kelinci.

Fakultas Peternakan Universitas Diponogoro, Semarang (Skripsi Sarjana

Peternakan).

Hon, F.M., O.I.A. Oluremi and F.O.I. Anuqwa. 2009. The Effect of Dried Sweet

Orange (Citrus Sinensis) Fruit Pulp Meal on the Growth Performance of

Rabbits. http://Scialert.net/fulltex/? Doi=pjr 2009.1150.1155&org=11.

Disitir Tanggal 7 Maret 2012.

Hutasuhut, M. 2005. Strategi pengembangan Usaha Ternak Kelinci Mendukung

Agribisnis Peternakan : Dukungan Kebijakan. Prosiding. Lokakarya

Nasional.Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci. Bandung 30

September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan

Penelitian dan pengembangan Pertanian dan Fakultas Peternakan

Universitas Padjadjaran. Hal.3-5.

Jorgensen, H., X.Q. Zhao, Ke. Bach-Knudsen and B.O. Enggum. 1996. The

influnce of dietary fibre source and level on the development of the gastro

intestinal tract, digestibility, and energi metabolism in broiler chikcen S. Br.

J. Nutr. 75:379-395.

Kasa, I.W., C.J. Thawaites, X. Jianke and D.J. Farell. 1989. Rice bran in the diet

of rabbits grown at 22 and 300

C. Journal of Applied Rabbit Research 12

(2):75-76.

Kartadisastra, H.R. 2011. Kelinci Unggul. Penerbit Kanisius, Jakarta.

Kompiang, I.P., A.P. Sinurat dan J. Darma. 1994. Nutritional Value of Protein

Enriched Cassava-Casspro. Ilmu dan Peternakan 7(2): 22-25.

Krisnan, R. 2002. Pengaruh Pemberian Ransum Mengandung Ampas Teh

(Camellia sinensis) Produk Fermentasi Aspergillus niger terhadap

Pertambahan Bobot Badan dan Efisiensi Protein pada Ayam Broiler.

Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran, Sumedang.

Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Diterjemahkan oleh Aminudin Parakkasi, UI-

Press, Jakarta.

Disnak Propinsi Bali. 2012. Laporan Cacah Jiwa Ternak Di Propinsi Bali. Dinas

Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Bali.

Disbun Kabupaten Bangli. 2013. Populasi dan Produksi Kopi Arabika. Laporan

Dinas Perkebunan Kabupaten Bangli Tahun 2013. Dinas Perkebunan

Kabupaten Bangli.

Page 95: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

95

Lestari, C.M.S., A. Muktiani, H.I. Wahyuni dan J.A. Prawoto. 1997. Evaluasi

Azolla mycrophylla sebagai Sumber Lisin dan Pengaruhnya terhadap

Penampilan Karkas Kelinci. Majalah Penelitian, Lembaga Penelitian

Universitas Diponogoro. Tahun IX (34) : 1-9.

Lestari, C.M.S., H.I. Wahyuni dan L. Susandari. 2005. Budidaya Kelinci

Menggunakan Pakan Industri Pertanian dan Bahan Pakan Inkonvensional.

Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci. Bandung 30 September

2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian dan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

Hal 55-60

Lick, N.Q. and D.V. Hung. 2008. Study and Desig the Rabbit Coop Small-Scale

Farm in Central of Vietnam. Departemen of Agriculture Engineering, Hue

University of Agriculture and Forestry. Vietnam.

Linder, M.C. 1985. Biokimia Nutrisi dan Metabolism. Ed. Ke-1. Terjemahan

Aminudin Parakkasi, penerbit UI, Jakarta.

Lubis, D.A. 1992. Ilmu Makanan ternak. PT. Pembangunan Jakarta.

Lucy Susandari, C.M. Sri Lestari, dan Hanny Indrat Wahyuni. 2004. Komposisi

Lemak Tubuh Kelinci yang Mendapat Pakan Pellet dengan Berbagai Aras

Lisin. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas

Peternakan, Universitas Diponegoro.

Lukefahr, S.D, W.D. Hohenboken, P.R. Cheeke, N.M. Patton and W.H. Kennick.

1981. Carcass and meat characteristics of plemish giant and new zealand

white purebreed and terminal – crossbred rabbits. Journal Of Appl, Res.

4(3): 66-72.

Mahardika, I.G. 1996. Kinerja Kerbau Betina pada Berbagai Beban Kerja serta

Implikasinya terhadap Kebutuhan Energi dan Protein Pakan. Disertasi

Program Pascasarjana, IPB, Bogor.

Mastika. I.M. 1991. Potensi Pertanian dan Industri Pertanian serta

Pemanfaatannya untuk Makanan Ternak. Makalah Pengukuhan Guru Besar

Ilmu Makanan Ternak Pada Fakultas Peternakan UNUD-Denpasar.

Mastika. I.M. 2011. Potensi Pertanian dan Industri Pertanian untuk Makanan

Ternak. Penerbit Udayana University Press.

Mayes, P.A., D.K. Granner. Y.W. Rodwell and D.W. Martin. 1992. Biokimia

Harpers Review of Biochemistry. Edisi 20.E.Gc. Penerbit Buku Kedokteran.

Cetakan IV hal. 746-747. Jakarta. Po BOX 4276. Large Medical

Publication.

McNitt, J.I., N.M. Nephi, S.D. Lukefarh and P.R.Cheeke. 1996. Rabbit

production. Interstate Publishers, Inc.p. 78-109

Page 96: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

96

Mount, L. E. 1979. Adaptation to thermal environment , man and his productive

animal. Edward Arnold Publishing, London. P. 1-12.

Muryanto, U.Nuschati, D. Pramono dan T. Prasetyo. 2006. Potensi Kulit Kopi

Sebagai Pakan Ayam. Prosiding Lokakarya Nasional. Inovasi Teknologi

Dalam Mendukung Usaha Ternak Unggas Berdayasaing. Semarang, 4

Agustus 2006. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bekerjasama dengan Jurusan

Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponogoro.

Hal 111-116.

Nugraha, K.A. 2010. Laboratorium Klinik : Pemeriksaan Darah (Blood

Analisysis).

http:Komitekeperawatanrsdsoreang.blogspot.com/2010/02/laboratorium-

klinik-pemeriksaan-darah/html.Disitir Tanggal 12 Nopember 2010.

Nuriyasa. M. 2012. “Respon Biologi Serta Pendugaan Kebutuhan Energi dan

Protein Ternak Kelinci Kondisi Lingkungan berbeda Di Daerah Dataran

Rendah Tropis“. Desertasi. Program Pasca Sarjana. Universitas Udayana.

Denpasar.

NRC. 1977. Nutrient Requirement of Rabbits. National Academy of Sciences,

Washington, D.C.

Parigi Bini and R.G. Xiccato. 1998. Energy Metabolism and Requirements. In.

The Nutrition of the Rabbit. Ed. C. De Blas and J. Wiseman. CABI

Publishing, New York. P. 103-132.

Parwati. I.A.P., S. Guntoro, N.Suyasa, I.M. Raiyasa, I.M. Londra dan Sriyanto.

2006. Laporan Akhir Tahun Penelitian Adaptif Pengolahan Perkebunan

untuk Pakan Ternak.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali.

Parwati, I. A, I.G.A.K. Sudaratmaja, N. W. Trisnawati, P. Suratmini, N. Suyasa,

W. Sunanjaya, L.G. Budiari dan Pardi. 2008. Laporan Akhir Primatani

Lahan Kering Dataran Tinggi Iklim Basah, Desa Belanga, Kec. Kintamani,

Kab. Bangli. Balai Pengkajian Teknologi pertanian (BPTP) Bali. 67 Hal.

Praga, M.J., J.C. De Blas, E. Ferez, J.M. Rodri Guez, C.J. Ferez and J.F. Galvez.

1998. Effect of diet on chemical composition of rabbits slaughtered at fixed

body weights. J. Anim. Sci. 56:1097.

Prasad, R., S.A. Karim, B.C. Patnayak. 1996. Growth performance of rabbits

maintained on diets with varying levels of energy and protein. World Rabbit

Science 1996, 4(2), 75-78.

Prawirodigdo, S., N. Kustiani Dan H. Haryanto. 2007. Introduksi Tape Kulit Kopi

dalam Pakan Ternak Domba Lokal Periode Pertumbuhan. Pros. Seminar

Nasional Teknologi peternakan dan Veteriner. Bogor, 21 – 22 Agustus

2007. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm.361 – 366.

Page 97: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

97

Purwandaria, T., T. Pasaribu, A.P.Sinurat dan H. Hamid. 1999. Evaluasi Gizi

Lumpur Sawit Fermentasi dengan Aspergillus niger setelah Proses

Pengeringan dengan Pemanasan. JITV 4(4):257-263.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohardiprodja dan L. Soekamto. 1986. Ilmu

Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada, University Press, Yogyakarta.

Raharjo.Y.C. dan D. Gultom. 2000. Peningkatan Produktivitas dan Mutu Kulit-

Bulu Kelinci Melalui Seleksi, Kawin Silang dan Perbaikan Nutrisi. Laporan

Hasil Penelitian Balitnak Ciawi-Bogor, 20 pp.

Raharjo.Y.C. 2005. Peluang dan Tantangan Agribisnis Ternak Kelinci. Prosiding.

Lokakarya Nasional. Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci.

Bandung 30 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Peternakan.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Fakultas

Peternakan Universitas Padjadjaran.Hal.6-15.

Sartika, T., D. Gultom dan D. Aritonang. 1988. Pemanfaatan Daun Wortel

(Daucus carota) dan Campurannya dengan Rumput Lapang sebagai Pakan

Kelinci. Seminar Nasional Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan

Aneka ternak II. Balitbangnak, Deptan.

Sartika, T. Dan Y.C. Raharjo. 1991. Pengaruh Berbagai Tingkat Serat Kasar

terhadap Penampilan, Persentase Karkas pada Kelinci Rex. Proceedings.

Seminar Nasional Usaha Peningkatan Peternakan dan Perikanan. Vol. 1.

Bidang Peternakan. Badan Penerbit Univ. Diponogoro, Semarang.

Sinaga, S. 2009. Pakan Kelinci dan Pemberiannya. http://blogs.unpad ac.id/Suland

Sinaga. Disitir 21 pebruari 2013.

Sinurat, A.P., P. Setiadi, T. Purwandaria, A.R. Setioko dan J. Darma. 1996. Nilai

Gizi Bungkil Kelapa yang Difermentasi dan Pemanfaatannya untuk Itik

Jantan. JITV 1(3):161-168.

Siri, S., H. Tobioka, and I. Tasaki. 1992. Effect of dietary cellulosa level on

growth performance, development of internal organs, energy and nitrogen

utilization and lipid contents of growing chicks. AJAS 5:369-374.

Sitorus, P.,S. Soediman, Y.C. Raharjo, I.G. Putu, Santosa, B. Sudaryanto dan A.

Nurhadi. 1982. Laporan Budidaya Peternakan Kelinci di Jawa. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Departemen Pertanian, Bogor.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI Press. Universitas Indonesia.

Sudaryanto, B., M. Rangkuti, N. Sugana, E.B. Laconi dan Y.C. Raharjo. 1985.

Pengaruh penggunaan tepung daun singkong terhadap potongan komersial

kelinci persilangan. J. Ilmu dan Peternakan. l (9): 395.

Page 98: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

98

Suradi, K. 2005. Potensi dan Peluang Teknologi Pengolahan Produk Kelinci.

Prosiding Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha

Kelinci, Bandung 30 September 2005

Suryawan, IBG.,Delly Resiani, NM, Astika, IM, Penatih, IGN dan Sri Utami

Asih, 2009. Laporan Akhir Prima Tani LKDTIB Di Desa Pelaga. Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, Balai Besar pengkajian Dan

Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan Penelitian Dan Pengembangan

Pertanian Departemen Pertanian 2009.

Sutardi, T. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu Nutrisi Ternak.

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu

Pendekatan Biometrik, Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh Sumantri.

Gramedia. Jakarta.

Rafzunnella, 2009. Butuh Bibit Kelinci?. Pusat Pembibitan Kelinci (PPK)

Jawabnya. Peternakan Non Ruminansia Yang Berwawasan Lingkungan.

Unggas dan Aneka Ternak, Media Budidaya Ternak Non Ruminansia.

Penerbit Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia. Vol. 4. No.1 Maret

2009. ISSN 1907-4816.

Rokhmani, S.I.W. 2005. Peningkatan Nilai Gizi Bahan Pakan Dari Pertanian

Melalui Fermentasi. Prosiding. Lokakarya Nasional. Potensi dan Peluang

Pengembangan Usaha kelinci. Bandung 30 September 2005. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan.Badan penelitian dan

Pengembangan Pertanian dan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

Hal 66-74

USDA. 2009. Rabbit Protein. http://www.mybunnyfarm.com/rabbitprotein/

Disitir Tgl 24 Juli 2010.

Vanessa, K.L., L.H. Tarpley and K.S. Latimer. 2005. Leucocyte Identification in

Rabbits and Guinea Pigs. http://www.vet.uga.edu/vpp/clerk/lester/. Disitir

Tanggal 24 Pebruari 2012.

Zainuddin, D., I.P. Kompiang dan H. Hamid. 1995. Pemanfaatan Kopi dalam

Ransum Ayam. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN T.A. 94/95. Balai

Penelitian Ternak Ciawi – Bogor.

Zerrouki, N., F. Lebas, C. Davous, E. Corrent. 2008. Effect of mineral block

addition on fattening rabbit performance. Word Rabbit Conggress-June 10 -

13 Verano, Itali.

Wahju, J. 1988. Ilmu Nutrisi Unggas. Penerbit Gajah Mada Universitas Press,

Jogyakarta.

Page 99: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

99

Widodo, R. 2005. Usaha Budidaya Ternak Kelinci dan Potensinya. Prosiding.

Lokakarya Nasional. Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Kelinci.

Bandung 30 September 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Peternakan.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Fakultas

Peternakan Universitas Padjadjaran. Hal 26-37.

Wiguna, I W. A. A. 2007. Pengolahan Menjadi Pakan dan Pupuk Organik.

Disampaikan dalam Pelatihan Kelompok Tani Ternak di Kabupaten

Tabanan pada Tanggal 21-23 Nopember 2007. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian (BPTP) Bali.

Page 100: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

100

Lampiran 1. Analisis Statistik Berat Badan Awal (g) Kelinci yang

MendapatkanPerlakuan Ransum Berbeda

PERLAKUAN

KELOMPOK

TOTAL

I II III IV RATA-

Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan RATA

I.1 I.2 II.1 II.2 III.1 III.2 IV.1 IV.2

R0 280,00 280,00 256,00 255,00 243,00 260,00 248,00 245,00 2.067,00 258,38

R1 254,00 249,00 259,00 246,00 265,00 280,00 254,00 256,00 2.063,00 257,88

R2 255,00 247,00 255,00 271,00 259,00 268,00 257,00 254,00 2.066,00 258,25

R3 258,00 254,00 250,00 268,00 265,00 258,00 264,00 251,00 2.068,00 258,50

R4 257,00 258,00 247,00 249,00 256,00 282,00 256,00 265,00 2.070,00 258,75

TOTAL 1.304,00 1.288,00 1.267,00 1.289,00 1.288,00 1.348,00 1.279,00 1.271,00 10.334,00 258,35

Menentukan dB :

- db total : (t.r) -1 = 40-1 = 39

- db Blok

: r -1 = 8 -1 = 7

- db Perlakuan : t -1 = 5 -1 = 4

- db Acak

: db total - db blok - db perlakuan

: 39 - 7 - 4 = 28

Faktor Koreksi (FK) =

JK Total = (280,00)2 + (280,00)

2 + (256,00)

2 + ........... + (265,00)

2 - FK

= 2.845.634,10 – 2.669.788,90

= 3.845,10

JK Blok = (1.304,00)2 + (1.288,00)

2 +........... + (1.271,00)

2 - FK

5

= 2.670.700,00 – 2.669.788,90

= 911,10

JK Perlakuan = (2.067,00)2 + (2.063,00)

2 +........... + (2.070,00)

2 - FK

8

= 2.669.792,25 – 2.669.788,90

= 3,35

JK Galat = JK Total – JK Blok – JK Perlakuan

= 3.845,10 - 911,10 - 3,35

= 2.930,65

(10.334,00)2

= 2.669.788,90 40

Page 101: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

101

Menentukan KT.

KT Blok = JK Blok

= 911,10

= 130,16 dB Blok 7

KT Perlakuan = JK Perlakuan

= 3,35

= 0,16 dB Perlakuan 4

KT Galat = JK Galat

= 2.930,65

= 104,67 dB Galat 28

Daftar Sidik Ragam Berat Badan Awal (g)

Sumber Keragaman db JK KT F Hitung F Tabel

0,05 0,01

Kelompok 7 911,10 130,16 1,24ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 3,35 0,84 0,01ns

2.71 4.07

Galat 28 2.930,65 104,67

Total 39 3.845,10

SEM Berat Badan Awal =

√104,67 = 1,28

8

Berat Badan Awal (g)

Perlakuan Rata-Rata (g)

R0 258,38a

R1 257,88a

R2 258,25a

R3 258,50a

R4 258,75a

Page 102: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

102

Lampiran 2. Daftar Sidik Ragam Berat Badan Akhir (g)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 71.171,90 10.167,41 1,26ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 110.185,35 27.546,34 3,42*

2.71 4.07

Galat 28 225.247,85 8.044,57

Total 39 406.605,10

SEM Berat Badan Akhir =

√8.044,57 = 11,21

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 32,51 34,08 35,09 35,88

0,01 43,84 45,74 46,86 47,98

Berat Badan Akhir (g) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (gr) Perbedaan.

R3 1.866,75a

R0 1.769,50b

97,25**

R4 1.739,88bc

126,88**

29,63ns

R1 1.730,25c

136,50**

39,25*

9,63ns

R2 1.725,38c

141,38**

44,13*

14,50ns

4,88ns

Page 103: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

103

Lampiran 3. Daftar Sidik Ragam Konsumsi Ransum (g/hr)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 133,06 19,01 0,73ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 618,49 154,62 5,94**

2.71 4.07

Galat 28 728,82 26,03

Total 39 1.480,36

SEM Konsumsi Ransum =

√26,03 = 0,64

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 1,85 1,94 2,00 2,04

0,01 2,49 2,60 2,67 2,73

Konsumsi Ransum (g/hr) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/hr) Perbedaan.

R4 86,19a

R2 83,61b

2,58**

R3 79,19c

7,01**

4,43**

R1 77,36cd

8,83**

6,25**

1,83ns

R0 75,63d

10,56**

7,98**

3,55**

1,72ns

Page 104: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

104

Lampiran 4. Daftar Sidik Ragam Pertambahan Berat Badan (g/hr)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 15,20 2,17 1,29ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 22,40 5,60 3,32*

2.71 4.07

Galat 28 47,17 1,68

Total 39 84,77

SEM Pertambahan Berat Badan =

√1,68 = 0,16

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,47 0,49 0,51 0,52

0,01 0,63 0,66 0,68 0,69

Pertambahan Berat Badan (g/hr) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum

Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/hr) Perbedaan.

R3 22,98a

R0 21,59b

1,39**

R4 21,16bc

1,82**

0,43ns

R1 21,03c

1,94**

0,55*

0,13ns

R2 20,96c

2,02**

0,63*

0,20ns

0,08ns

Page 105: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

105

Lampiran 5. Daftar Sidik Ragam Konversi Ransum

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 0,56 0,08 1,62ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 2,64 0,66 13,39**

2.71 4.07

Galat 28 1,38 0,05

Total 39 4,58

SEM Konversi Ransum =

√0,05 = 0,03

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,08 0,08 0,09 0,09

0,01 0,11 0,11 0,12 0,12

Konversi Ransum Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata Perbedaan.

R4 4,08a

R2 4,01a

0,07ns

R1 3,68b

0,40**

0,33**

R0 3,50c

0,58**

0,51**

0,17**

R3 3,45c

0,63**

0,56**

0,22**

0,05ns

Page 106: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

106

Lampiran 6. Daftar Sidik Ragam Konsumsi Air (ml/hr)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 934,20 133,46 0,38ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 5.874,84 1.468,71 4,14**

2.71 4.07

Galat 28 9.924,38 354,44

Total 39 16.733,42

SEM Konsumsi Air =

√354,44 = 2,35

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 6,82 7,15 7,37 7,53

0,01 9,20 9,60 9,84 10,07

Konsumsi air (ml/hr) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (ml/hr) Perbedaan.

R4 183,37a

R2 181,46a

1,91ns

R3 170,95b

12,41**

10,51**

R1 157,90c

25,46**

23,56**

13,05**

R0 153,30c

30,07**

28,16**

17,65**

4,61ns

Page 107: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

107

Lampiran 7. Daftar Sidik Ragam Kecernaan Bahan Kering (%)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 6,81 0,97 0,68ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 34,27 8,57 6,02**

2.71 4.07

Galat 28 39,82 1,42

Total 39 80,89

SEM Kecernaan Bahan Kering =

√1,42 = 0,15

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,43 0,45 0,47 0,48

0,01 0,58 0,61 0,62 0,64

Kecernaan Bahan Kering (%) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (%) Perbedaan.

R3 59,84a

R4 59,28b

0,56*

R2 58,41c

1,43**

0,86**

R0 58,29 c

1,55**

0,99**

0,13ns

R1 57,13d

2,71**

2,15**

1,28**

1,16**

Page 108: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

108

Lampiran 8. Daftar Sidik Ragam Kecernaan Energi (%)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 19,60 2,80 1,09ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 30,85 7,71 3,01*

2.71 4.07

Galat 28 71,66 2,56

Total 39 122,11

SEM Kecernaan Energi =

√2,56 = 0,20

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,58 0,61 0,63 0,64

0,01 0,78 0,82 0,84 0,86

Kecernaan Energi (%) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (%) Perbedaan.

R3 67,87a

R0 66,38b

1,50**

R4 65,97bc

1,90**

0,40ns

R2 65,59c

2,29**

0,79*

0,39ns

R1 65,42c

2,45**

0,95**

0,55ns

0,16ns

Page 109: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

109

Lampiran 9 Daftar Sidik Ragam Kecernaan Protein (%)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 156,62 22,37 8,19**

2.36 3.36

Perlakuan 4 57,71 14,43 5,28**

2.71 4.07

Galat 28 76,54 2,73

Total 39 290,86

SEM Kecernaan Protein =

√2,73 = 0,21

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,60 0,63 0,65 0,66

0,01 0,81 0,84 0,86 0,88

Kecernaan Protein (%) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (%) Perbedaan.

R3 86,64a

R0 86,18ab

0,47ns

R4 85,85b

0,79*

0,32ns

R2 84,18c

2,46**

1,99**

1,67**

R1 83,54c

3,10**

2,63**

2,31**

0,64ns

Page 110: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

110

Lampiran 10. Daftar Sidik Ragam Laju Aliran Ransum (Jam)

Sumber Keragaman db JK KT F

Hit.

F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 3,50 0,50 0,40ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 12,11 3,03 2,39ns

2.71 4.07

Galat 28 35,47 1,27

Total 39 51,08

SEM Laju Aliran Ransum =

√1,27 = 0,14

8

Laju Aliran Ransum (Jam) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (Jam)

R0 10,25a

R1 10,19a

R2 10,06a

R3 8,76a

R4 9,66a

Page 111: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

111

Lampiran 11. Daftar Sidik Ragam Konsumsi Energi (kkal/hari)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 2.152,08 307,44 1,22ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 6.154,75 1.538,69 6,09**

2.71 4.07

Galat 28 7.070,16 252,51

Total 39 15.377,00

SEM Konsumsi Energi =

√252,51 = 1,99

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 6,04 6,22 6,36 6,04

0,01 8,10 8,30 8,50 8,10

Konsumsi Energi (kkal/hari) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum

Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (kkal/hari) Perbedaan.

R4 350,77a

R2 341,24b

9,52**

R3 337,83b

12,93**

3,41ns

R1 323,73c

27,04**

17,52**

14,11**

R0 316,24d

34,53**

25,01**

21,60**

7,49*

Page 112: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

112

Lampiran 12 Daftar Sidik Ragam Energi Feses/FE (kkal/hari)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 1.625,51 232,22 2,44ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 993,48 248,37 2,61ns

2.71 4.07

Galat 28 2.665,20 95,19

Total 39 5.284,20

SEM Energi Feses (FE) =

√95,19 = 1,22

8

Energi Feses/FE (kkal/hari) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum

Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (kkal/hari)

R0 106,36a

R1 112,02a

R2 117,47a

R3 108,55a

R4 119,30a

Page 113: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

113

Lampiran 13. Daftar Sidik Ragam Energi Tercerna/DE (kkal/hari)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 926,71 132,39 0,96ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 3.166,10 791,53 5,74**

2.71 4.07

Galat 28 3.861,80 137,92

Total 39 7.954,61

SEM Energi Tercerna (DE) =

√137,92 = 1,47

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 4,26 4,46 4,59 4,70

0,01 5,74 5,99 6,14 6,28

Energi Tercerna/DE (kkal/hari) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum

Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (kkal/hari) Perbedaan.

R4 231,47a

R3 229,29a

2,18ns

R2 223,78b

7,69**

5,51*

R1 211,71c

19,76**

17,58**

12,07**

R0 209,87c

21,59**

19,41**

13,90**

1,84ns

Page 114: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

114

Lampiran 14. Daftar Sidik Ragam Energi Termetabolis/ME (kkal/hari)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 836,48 119,50 0,96ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 2.856,81 714,20 5,74**

2.71 4.07

Galat 28 3.484,81 124,46

Total 39 7.178,10

SEM Energi Termetabolis (ME) =

√124,46 = 1,39

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 4,04 4,24 4,36 4,46

0,01 5,45 5,69 5,83 5,97

Energi Termetabolis/ME (kkal/hari) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan

Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (kkal/hari) Perbedaan.

R4 219,89a

R3 217,82a

2,07ns

R2 212,59b

7,30**

5,24*

R1 201,13c

18,76**

16,70**

11,46**

R0 199,38c

20,51**

18,45**

13,21**

1,75ns

Page 115: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

115

Lampiran 15. Daftar Sidik Ragam Rentensi Energi /RE (kkal/hari)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 209,03 29,86 6,43**

2.36 3.36

Perlakuan 4 57,48 14,37 3,09*

2.71 4.07

Galat 28 130,12 4,65

Total 39 396,64

SEM Retensi Energi (RE) =

√4,65 = 0,27

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,78 0,82 0,84 0,86

0,01 1,05 1,10 1,13 1,15

Retensi Energi/RE (kkal/hari) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum

Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (kkal/hari) Perbedaan.

R3 55,20a

R2 53,83b

1,37**

R4 53,77b

1,43**

0,06ns

R0 52,90c

2,30**

0,93*

0,87*

R1 51,56d

3,64**

2,28**

2,22**

1,34*

Page 116: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

116

Lampiran 16. Daftar Sidik Ragam Produksi Panas/PP (kkal/hari)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 1.350,74 192,96 1,38ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 2.265,90 566,48 4,04*

2.71 4.07

Galat 28 3.929,40 140,34

Total 39 7.546,04

SEM Produksi Panas (PP) =

√140,34 = 1,48

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 4,29 4,50 4,63 4,74

0,01 5,79 6,04 6,19 6,34

Produksi Panas/PP (kkal/hari) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum

Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (kkal/hari) Perbedaan.

R4 166,12a

R3 162,63ab

3,49ns

R2 158,76b

7,35**

3,86ns

R1 149,57c

16,55**

13,06**

9,20**

R0 146,49c

19,63**

16,14**

12,28**

3,08ns

Page 117: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

117

Lampiran 17. Daftar Sidik Ragam Produksi Panas/PP (kkalW 0,75/hari)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 287,95 41,14 3,29*

2.36 3.36

Perlakuan 4 32,60 8,15 0,65ns

2.71 4.07

Galat 28 350,14 12,51

Total 39 670,69

SEM Produksi Panas/PP (kkalW 0,75/hari) =

√12,51 = 0,44

8

Produksi Panas/PP (kkalW 0,75/hari) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan

Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (kkalW 0,75/hari)

R0 49,35a

R1 48,85a

R2 51,20a

R3 49,51a

R4 50,81a

Page 118: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

118

Lampiran 18. Daftar Sidik Ragam Konsumsi ME/PBB (kkal/g PBB)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 3,13 0,45 1,18ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 7,67 1,92 5,07**

2.71 4.07

Galat 28 10,59 0,38

Total 39 21,38

SEM Konsumsi ME/PBB =

√0,38 = 0,08

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,22 0,23 0,24 0,25

0,01 0,30 0,31 0,32 0,33

Konsumsi ME/PBB (kkal/g PBB) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum

Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (kkal/g PBB) Perbedaan.

R4 10,41a

R2 10,19a

0,22ns

R1 9,56b

0,85**

0,63**

R3 9,50b

0,91**

0,69**

0,06ns

R0 9,26b

1,15**

0,93**

0,30ns

0,24ns

Page 119: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

119

Lampiran 19. Daftar Sidik Ragam Konsumsi Protein (g/hari)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 25,97 3,71 13,24**

2.36 3.36

Perlakuan 4 6,65 1,66 5,94**

2.71 4.07

Galat 28 7,84 0,28

Total 39 40,46

SEM Konsumsi Protein(g/hari =

√0,28 = 0,07

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,19 0,20 0,21 0,21

0,01 0,26 0,27 0,28 0,28

Konsumsi Protein (g/hari) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/hari) Perbedaan.

R4 8,62a

R3 8,55a

0,07ns

R2 8,02b

0,60**

0,53**

R1 7,84b

0,78**

0,71**

0,18ns

R0 7,56c

1,06**

0,99**

0,46**

0,28*

Page 120: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

120

Lampiran 20. Daftar Sidik Ragam Protein Feses (g/hari)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 0,4481 0,064 1,63ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 0,4040 0,101 2,58ns

2.71 4.07

Galat 28 1,0979 0,039

Total 39 1,9500

SEM Protein Feses =

√0,039 = 0,02

8

Protein Feses (g/hari) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/hari)

R0 1,01a

R1 1,24a

R2 1,32a

R3 1,21a

R4 1,19a

Page 121: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

121

Lampiran 21. Daftar Sidik Ragam Protein Tercerna (g/hari)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 28,53 4,08 14,80**

2.36 3.36

Perlakuan 4 5,76 1,44 5,23**

2.71 4.07

Galat 28 7,71 0,28

Total 39 42,00

SEM Protein Tercerna =

√0,28 = 0,07

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,20 0,21 0,21 0,22

0,01 0,26 0,28 0,28 0,29

Protein Tercerna (g/hari) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/hari) Perbedaan.

R4 7,43a

R3 7,34a

0,09ns

R2 6,70b

0,73**

0,64**

R1 6,60b

0,82**

0,73**

0,09ns

R0 6,55b

0,88**

0,79**

0,15ns

0,06ns

Page 122: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

122

Lampiran 22. Daftar Sidik Ragam Retensi Protein (g/hari)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 0,003 0,0004 2,18ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 0,012 0,0031 15,75**

2.71 4.07

Galat 28 0,005 0,0002

Total 39 0,021

SEM Retensi Protein =

√0,0002 = 0,002

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,01 0,01 0,01 0,01

0,01 0,01 0,01 0,01 0,01

Retensi Protein (g/hari) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/hari) Perbedaan.

R3 0,55a

R4 0,53b

0,02**

R0 0,53bc

0,03**

0,01ns

R1 0,52cd

0,04**

0,02**

0,01ns

R2 0,51d

0,05**

0,03**

0,02**

0,01ns

Page 123: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

123

Lampiran 23. Daftar Sidik Ragam Hemoglobin (g/100 ml)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 4,33 0,62 1,31ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 9,83 2,46 5,22**

2.71 4.07

Galat 28 13,19 0,47

Total 39 27,36

SEM Hemoglobin =

√0,47 = 0,09

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,25 0,26 0,27 0,27

0,01 0,34 0,35 0,36 0,37

Hemoglobin (g/100 ml) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/100 ml) Perbedaan.

R3 12,23a

R2 11,65b

0,57**

R0 11,55b

0,67**

0,10ns

R4 11,53b

0,70**

0,13ns

0,03ns

R1 10,68c

1,55**

0,98**

0,88**

0,85**

Page 124: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

124

Lampiran 24. Daftar Sidik Ragam Eritrosit (106/ ml)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 0,97 0,14 3,49**

2.36 3.36

Perlakuan 4 1,55 0,39 9,74**

2.71 4.07

Galat 28 1,12 0,04

Total 39 3,64

SEM Eritrosit =

√0,04 = 0,02

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,07 0,08 0,08 0,08

0,01 0,10 0,10 0,10 0,11

Eritrosit (106/ ml) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (106/ ml) Perbedaan.

R3 5,72a

R4 5,66a

0,05ns

R0 5,55b

0,17**

0,11**

R2 5,45b

0,26**

0,21**

0,10ns

R1 5,16c

0,56**

0,50**

0,39**

0,29**

Page 125: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

125

Lampiran 25. Daftar Sidik Ragam Leukosit (103/ μl)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 20,98 3,00 2,30ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 13,61 3,40 2,62ns

2.71 4.07

Galat 28 36,41 1,30

Total 39 71,00

SEM Leukosit =

√1,30 = 0,14

8

Leukosit (103/ μl) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (103/ ml)

R0 6,98a

R1 5,88a

R2 6,05a

R3 5,90a

R4 7,25a

Page 126: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

126

Lampiran 26. Daftar Sidik Ragam Hematokrit (%)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 29,01 4,14 1,78ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 57,03 14,26 6,14**

2.71 4.07

Galat 28 65,04 2,32

Total 39 151,08

SEM Hematokrit =

√2,32 = 0,19

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,55 0,58 0,60 0,61

0,01 0,74 0,78 0,80 0,82

Hematokrit (%) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (%) Perbedaan.

R3 40,05a

R2 37,80b

2,25**

R4 37,50b

2,55**

0,30ns

R0 37,33b

2,73**

0,48ns

0,18ns

R1 36,48c

3,58**

1,33**

1,03**

0,85**

Page 127: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

127

Lampiran 27. Daftar Sidik Ragam Glukosa (mg/100 ml)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 228,00 32,57 0,73ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 69,40 17,35 0,39ns

2.71 4.07

Galat 28 1.249,00 44,61

Total 39 1.546,40

SEM Glukosa =

√44,61 = 0,83

8

Glukosa (mg/100 ml) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (mg/100ml)

R0 126,50a

R1 128,25a

R2 127,00a

R3 129,00a

R4 125,25a

Page 128: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

128

Lampiran 28. Daftar Sidik Ragam Triglisirida (mg/100 ml)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 13.705,10 1.957,87 0,34ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 83.662,40 20.915,60 3,67*

2.71 4.07

Galat 28 159.358,40 5.691,37

Total 39 256.725,90

SEM Triglisirida =

√5.691,37 = 9,43

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 27,35 28,67 29,52 30,18

0,01 36,87 38,48 39,42 40,36

Triglisirida (mg/100 ml) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (mg/100 ml) Perbedaan.

R0 227,00a

R2 210,00a

17,00ns

R1 169,00b

58,00**

41,00**

R3 144,75b

82,25**

65,25**

24,25ns

R4 99,50c

127,50**

110,50**

69,50**

45,25**

Page 129: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

129

Lampiran 29. Daftar Sidik Ragam Kolesterol (mg/100 ml)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 5.780,40 825,77 0,98ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 11.187,40 2.796,85 3,31*

2.71 4.07

Galat 28 23.692,60 846,16

Total 39 40.660,40

SEM Kholesterol =

√846,16 = 3,64

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 10,54 11,05 11,38 11,64

0,01 14,22 14,84 15,20 15,56

Kholesterol (mg/100 ml) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (mg/100 ml) Perbedaan.

R1 133,00a

R2 132,50ab

0,50ns

R0 130,00ab

3,00ns

2,50ns

R3 122,25b

10,75*

10,25ns

7,75ns

R4 88,75c

44,25**

43,75**

41,25**

33,50**

Page 130: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

130

Lampiran 30. Daftar Sidik Ragam Berat Potong (g)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 85.109,60 12.158,51 2,70*

2.36 3.36

Perlakuan 4 245.405,00 61.351,25 13,65**

2.71 4.07

Galat 28 125.873,40 4.495,48

Total 39 456.388,00

SEM Berat Potong =

√4.495,48 = 8,38

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 24,31 25,48 26,23 26,82

0,01 32,77 34,19 35,03 35,87

Berat Potong (g) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (gram) Perbedaan.

R3 1.858,75a

R0 1.790,50b

68,25**

R1 1.711,50c

147,25**

79,00**

R4 1.673,25d

185,50**

117,25**

38,25**

R2 1.646,00e

212,75**

144,50**

65,50**

27,25*

Page 131: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

131

Lampiran 31. Daftar Sidik Ragam Berat Karkas (g)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 71.213,10 10.173,30 2,30ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 174.967,60 43.741,90 9,87**

2.71 4.07

Galat 28 124.068,40 4.431,01

Total 39 370.249,10

SEM Berat Karkas =

√4.431,01 = 8,32

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 24,13 25,30 26,04 26,63

0,01 32,53 33,95 34,78 35,61

Berat Karkas (g) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (gram) Perbedaan.

R3 891,00a

R0 837,50b

53,50**

R1 764,75c

126,25**

72,75**

R4 726,50d

164,50**

111,00**

38,25**

R2 721,00d

170,00**

116,50**

43,75**

5,50ns

Page 132: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

132

Lampiran 32 Daftar Sidik Ragam Persentase Karkas (%)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 39,34 5,62 0,54ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 266,70 66,68 6,46**

2.71 4.07

Galat 28 288,86 10,32

Total 39 594,90

SEM Persentase Karkas =

√10,32 = 0,40

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 1,16 1,22 1,26 1,28

0,01 1,57 1,64 1,68 1,72

Persentase Karkas (%) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (%) Perbedaan.

R3 47,73a

R0 47,33a

0,40ns

R1 44,22b

3,51**

3,11**

R2 41,79c

5,94**

5,54**

2,43**

R4 41,76c

5,97**

5,57**

2,45**

0,02ns

Page 133: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

133

Lampiran 33. Daftar Sidik Ragam Panjang Karkas (cm)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 5,00 0,71 0,60ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 39,10 9,77 8,17**

2.71 4.07

Galat 28 33,50 1,20

Total 39 77,60

SEM Panjang Karkas =

√1,20 = 0,14

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,40 0,42 0,43 0,44

0,01 0,53 0,56 0,57 0,59

Panjang Karkas (cm) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (cm) Perbedaan.

R3 33,13a

R0 32,38b

0,75**

R4 31,13c

2,00**

1,25**

R1 30,88cd

2,25**

1,50**

0,25ns

R2 30,50d

2,63**

1,88**

0,63**

0,38ns

Page 134: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

134

Lampiran 34. Daftar Sidik Ragam Berat Kaki Depan Karkas (g/100 g karkas)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 1.220,72 174,39 3,82**

2.36 3.36

Perlakuan 4 12,16 3,04 0,07ns

2.71 4.07

Galat 28 1.279,88 45,71

Total 39 2.512,76

SEM Berat Kaki Depan Karkas =

√45,71 = 0,85

8

Berat Kaki Depan Karkas (g/100 g karkas) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan

Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/100 g karkas)

R0 16,12a

R1 16,35a

R2 16,06a

R3 16,38a

R4 16,53a

Page 135: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

135

Lampiran 35. Daftar Sidik Ragam Berat Kaki Belakang Karkas (g/100 g karkas)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 1.996,00 285,14 52,53**

2.36 3.36

Perlakuan 4 2,24 0,56 0,10ns

2.71 4.07

Galat 28 152,00 5,43

Total 39 2.150,24

SEM Berat Kaki Belakang Karkas =

√5,43 = 0,29

8

Berat Kaki Belakang Karkas (g/100 g karkas) Kelinci yang Mendapatkan

Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/100 g karkas)

R0 30,45a

R1 30,40a

R2 30,93a

R3 30,74a

R4 30,97a

Page 136: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

136

Lampiran 36. Daftar Sidik Ragam Berat Pinggang dan Punggung Karkas

(g/100 g karkas)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 2.260,00 322,86 37,67**

2.36 3.36

Perlakuan 4 18,97 4,74 0,55ns

2.71 4.07

Galat 28 240,00 8,57

Total 39 2.518,97

SEM Berat Pinggang dan Punggung Karkas =

√8,57 = 0,37

8

Berat Pinggang dan PunggungKarkas (g/100 g karkas) Kelinci yang Mendapatkan

Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/100 g karkas)

R0 28,95a

R1 27,33a

R2 27,05a

R3 27,50a

R4 28,22a

Page 137: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

137

Lampiran 37. Daftar Sidik Ragam Berat Dada dan Leher Karkas (g/100 g karkas)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 1.780,00 254,29 9,89**

2.36 3.36

Perlakuan 4 60,56 15,14 0,59ns

2.71 4.07

Galat 28 720,00 25,71

Total 39 2.560,56

SEM Berat Dada Karkas =

√25,71 = 0,63

8

Berat Dada Karkas (g/100 g karkas) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan

Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/100 g karkas)

R0 24,48a

R1 23,93a

R2 24,97a

R3 25,38a

R4 24,30a

Page 138: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

138

Lampiran 38. Daftar Sidik Ragam Berat Daging Karkas (g/100 g karkas)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 330,75 47,25 11,59**

2.36 3.36

Perlakuan 4 454,24 113,56 27,85**

2.71 4.07

Galat 28 114,18 4,08

Total 39 899,17

SEM Berat Daging Karkas =

√4,08 = 0,25

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,73 0,77 0,79 0,81

0,01 0,99 1,03 1,06 1,08

Berat Daging Karkas (g/100 g karkas) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan

Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/100 g karkas) Perbedaan.

R3 71,04a

R0 69,25b

1,79**

R4 66,83c

4,21**

2,42**

R1 62,99d

8,05**

6,26**

3,84**

R2 62,48d

8,56**

6,77**

4,35**

0,51ns

Page 139: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

139

Lampiran 39. Daftar Sidik Ragam Berat Lemak Karkas (g/100 g karkas)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 0,58 0,08 1,01ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 7,29 1,82 22,10**

2.71 4.07

Galat 28 2,31 0,08

Total 39 10,18

SEM Berat Lemak Karkas =

√0,08 = 0,04

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,10 0,11 0,11 0,11

0,01 0,14 0,15 0,15 0,15

Berat Lemak Karkas (g/100 g karkas) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan

Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/100 g karkas) Perbedaan.

R0 2,42a

R2 2,22b

0,20**

R1 1,93c

0,49**

0,29**

R3 1,68d

0,74**

0,54**

0,25**

R4 1,20e

1,22**

1,02**

0,73**

0,48**

Page 140: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

140

Lampiran 40. Daftar Sidik Ragam Berat Tulang Karkas (g/100 g karkas)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 1.220,00 174,29 3,81**

2.36 3.36

Perlakuan 4 443,03 110,76 2,42ns

2.71 4.07

Galat 28 1.280,00 45,71

Total 39 2.943,03

SEM Berat Tulang Karkas =

√45,71 = 0,85

8

Berat Tulang Karkas (g/100 g karkas) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan

Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/100 g karkas)

R0 28,33a

R1 35,08a

R2 35,30a

R3 27,27a

R4 31,97a

Page 141: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

141

Lampiran 41. Daftar Sidik Ragam Rasio Daging dengan Tulang Karkas

(/100 g karkas)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 0,60 0,09 0,59ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 4,04 1,01 7,04**

2.71 4.07

Galat 28 4,02 0,14

Total 39 8,66

SEM Rasio Daging dengan Tulang Karkas =

√0,14 = 0,05

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,14 0,14 0,15 0,15

0,01 0,19 0,19 0,20 0,20

Rasio Daging dengan Tulang Karkas (/100 g karkas) Kelinci yang Mendapatkan

Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/100 g karkas) Perbedaan.

R3 2,61a

R4 2,09b

0,52**

R0 1,81c

0,80**

0,28**

R1 1,80c

0,80**

0,29**

0,00ns

R2 1,77c

0,84**

0,32**

0,04ns

0,04ns

Page 142: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

142

Lampiran 42. Daftar Sidik Ragam Berat Paru-paru (g/100 g berat hidup)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 0,12 0,02 1,70ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 0,47 0,12 11,50**

2.71 4.07

Galat 28 0,29 0,01

Total 39 0,88

SEM Berat Paru-paru =

√0,01 = 0,01

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,04 0,04 0,04 0,04

0,01 0,05 0,05 0,05 0,05

Berat Paru-paru (g/100 g berat hidup) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan

Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/100 g berat hidup) Perbedaan.

R2 0,66a

R4 0,63a

0,03ns

R3 0,43b

0,23**

0,20**

R1 0,43b

0,23**

0,21**

0,00ns

R0 0,41b

0,25**

0,22**

0,02ns

0,02ns

Page 143: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

143

Lampiran 43. Daftar Sidik Ragam Berat Jantung (g/100 g berat hidup)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 0,02 0,003 1,82ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 0,05 0,013 6,77**

2.71 4.07

Galat 28 0,05 0,002

Total 39 0,13

SEM Berat Jantung =

√0,002 = 0,01

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,02 0,02 0,02 0,02

0,01 0,02 0,02 0,02 0,02

Berat Jantung (g/100 g berat hidup) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan

Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/100 g berat hidup) Perbedaan.

R4 0,27a

R2 0,24b

0,03**

R1 0,21c

0,07**

0,04**

R3 0,19cd

0,08**

0,05**

0,02ns

R0 0,17d

0,10**

0,07**

0,04**

0,02ns

Page 144: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

144

Lampiran 44. Daftar Sidik Ragam Berat Sekum (g/100 g berat hidup)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 0,52 0,07 1,13ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 0,79 0,20 3,03*

2.71 4.07

Galat 28 1,82 0,07

Total 39 3,12

SEM Berat Sekum =

√0,07 = 0,03

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,09 0,10 0,10 0,10

0,01 0,12 0,13 0,13 0,14

Berat Sekum (g/100 g berat hidup) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum

Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/100 g berat hidup) Perbedaan.

R0 1,82a

R3 1,80a

0,01ns

R4 1,69b

0,13**

0,12*

R1 1,67b

0,15**

0,14**

0,02ns

R2 1,43c

0,39**

0,38**

0,26**

0,24**

Page 145: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

145

Lampiran 45. Daftar Sidik Ragam Berat Kolon (g/100 g berat hidup)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 0,21 0,03 1,73ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 0,11 0,03 1,53ns

2.71 4.07

Galat 28 0,49 0,02

Total 39 0,80

SEM Berat Kolon =

√0,02 = 0,02

8

Berat Kolon (g/100 g berat hidup) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum

Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/100 g berat hidup)

R0 1,63a

R1 1,71a

R2 1,79a

R3 1,70a

R4 1,69a

Page 146: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

146

Lampiran 46. Daftar Sidik Ragam Berat Usus Halus (g/100 g berat hidup)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 2,31 0,33 1,12ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 0,98 0,24 0,83ns

2.71 4.07

Galat 28 8,24 0,29

Total 39 11,52

SEM Berat Usus Halus =

√0,29 = 0,07

8

Berat Usus Halus (g/100 g berat hidup) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan

Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/100 g berat hidup)

R0 5,60a

R1 5,76a

R2 5,85a

R3 5,75a

R4 6,07a

Page 147: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

147

Lampiran 47. Daftar Sidik Ragam Berat Kulit dan Bulu (g/100 g berat hidup)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 1,18 0,17 2,44*

2.36 3.36

Perlakuan 4 2,71 0,68 9,83**

2.71 4.07

Galat 28 1,93 0,07

Total 39 5,82

SEM Berat Kulit dan Bulu =

√0,07 = 0,03

8

Daftar Beda Terkecil/LSR (The Least Signicant Range)

Jarak Perbandingan P = 2 P = 3 P = 4 P = 5

SSR 0,05 2,90 3,04 3,13 3,20

0,01 3,91 4,08 4,18 4,28

LSR 0,05 0,10 0,10 0,10 0,11

0,01 0,13 0,13 0,14 0,14

Berat Kulit dan Bulu (g/100 g berat hidup) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan

Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (g/100 g berat hidup) Perbedaan.

R3 12,35a

R0 12,04b

0,31**

R4 11,88c

0,47**

0,16**

R2 11,72d

0,63**

0,31**

0,16**

R1 11,60e

0,75**

0,43**

0,28**

0,12*

Page 148: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

148

Lampiran 48. Daftar Sidik Ragam Jumlah Bakteri (opg)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 14.400.000,00 2.057.142,86 0,04ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 295.544.000,00 73.886.000,00 1,50ns

2.71 4.07

Galat 28 1.382.280.000,00 49.367.142,86

Total 39 1.692.224.000,00

SEM Jumlah Bakteri =

√49.367.142,86 = 878,27

8

Jumlah Bakteri (opg) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (opg)

R0 12.500,00a

R1 10.050,00a

R2 10.950,00a

R3 14.500,00a

R4 17.650,00a

Page 149: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

149

Lampiran 49. Daftar Sidik Ragam Jumlah Mikroba (opg)

Sumber Keragaman db JK KT F Hit. F Tabel

0,05 0,01

Blok 7 1.440,00 205,71 0,28ns

2.36 3.36

Perlakuan 4 2.041,60 510,40 0,69ns

2.71 4.07

Galat 28 20.656,00 737,71

Total 39 24.137,60

SEM Jumlah Mikroba =

√737,71 = 3,40

8

Jumlah Mikroba (opg) Kelinci yang Mendapatkan Perlakuan Ransum Berbeda

Perlakuan Rata-Rata (opg)

R0 40,00a

R1 40,00a

R2 42,00a

R3 59,00a

R4 46,00a

Page 150: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

150

Lampiran 50. Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian

NO Nutrien Perlakuan Standard

NRC (1977)

RO R1 R2 R3 R4

1 TDN % 64,83 64,85 65 64,65 64,73 65

2 ME(Kkal/kg) 2250,93 2188,08 2144,45 2218,43 2135,41 2500

3 Protein Kasar % 17,1 17,57 17,47 17,84 17,68 16

4 Lemak Kasar % 8,21 7,01 5,40 5,86 4,14 2

5 Serat Kasar % 12,13 12,72 13,38 11,96 12,18 10-14

6 Calcium % 0,51 0,46 0,38 0,41 0,46 0,4

7 Phosporus % 0,62 0,59 0,55 0,64 0,66 0,22

8 Lisin % 0,62 0,59 0,55 0,55 0,48 0,65

9 Metionin + sistin % 0,40 0,38 0,35 0,35 0,30 0,6

10 Isoleusin % 0,61 0,58 0,55 0,54 0,47 0,6

11 Leusin % 1,99 0,93 0,87 0,89 0,77 1,1

12 Phenilalanin + Tirosin % 1,99 0,88 0,81 0,84 0,73 1,1

13 Treonin % 0,48 0,45 0,41 0,42 0,37 0,6

14 Triptofan % 0,12 0,11 0,10 0,10 0,09 0,2

15 Valin % 0,63 0,59 0,54 0,55 0,48 0,7

Sumber : Analisis Proksimat, LOKA, Penelitian Sapi Potong, Grati.

Page 151: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

151

Lampiran 51. Angka Density Ransum Perlakuan

NO PERLAKUAN Volume cawan

(ml)

Berat Cawan

(g)

berat sampel

(g) Angka Density

1 R0 4,7 4,91 26,80 25,76

2 R1 4,7 4,91 23,64 22,60

3 R2 4,7 4,91 23,55 22,51

4 R3 4,7 4,91 24,42 23,38

5 R4 4,7 4,91 22,48 21,44

Page 152: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

152

Lampiran 52. Harga Ransum Perlakuan Kontrol (R0)

No Uraian Volume Harga/kg Jumlah

1 Jagung kuning 24 4.500 108.000

2 Bungkil Kelapa 14,5 2.300 33.350

3 Tepung Ikan 6,5 8.500 55.250

4 Tepung Tapioka 4 7.500 30.000

5 tepung kedelai 6,5 8.500 55.250

6 Dedak Padi 15 2.000 30.000

7 Rumput Gajah 25 400 10.000

8 Dedak Kulit Kopi tdk Fermentasi 0

9 Dedak Kulit Kopi Terfermentasi 0

10 Minyak Kelapa 4 12.000 48.000

11 Tepung tulang 0,5 1.500 750

370.600

3.706

Page 153: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

153

Lampiran 53. Harga Ransum dengan Aras 10% Kulit Kopi Tidak Difermentasi

(R1)

No Uraian Volume Harga/kg Jumlah

1 Jagung kuning 23 4.500 103.500

2 Bungkil Kelapa 13 2.300 29.900

3 Tepung Ikan 6,5 8.500 55.250

4 Tepung Tapioka 4 7.500 30.000

5 tepung kedelai 6,55 8.500 55.675

6 Dedak Padi 12,45 2.000 24.900

7 Rumput Gajah 22 400 8.800

8 Dedak Kulit Kopi tdk Fermentasi 10 1.945 19.450

9 Dedak Kulit Kopi Terfermentasi 0

10 Minyak Kelapa 2 12.000 24.000

11 Tepung tulang 0,5 1.500 750

Total Biaya 100 352.225

Total Biaya/kg bahan 3.522

Page 154: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

154

Lampiran 54. Harga Ransum dengan Aras 20% Kulit Kopi Tidak Difermentasi

(R2)

No Uraian Volume Harga/kg Jumlah

1 Jagung kuning 23 4.500 103.500

2 Bungkil Kelapa 10,5 2.300 24.150

3 Tepung Ikan 7 8.500 59.500

4 Tepung Tapioka 4 7.500 30.000

5 tepung kedelai 6,1 8.500 51.850

6 Dedak Padi 10 2.000 20.000

7 Rumput Gajah 18,9 400 7.560

8 Dedak Kulit Kopi tdk Fermentasi 20 1.945 38.900

9 Dedak Kulit Kopi Terfermentasi 0

10 Minyak Kelapa 12.000 0

11 Tepung tulang 0,5 1.500 750

336.210

3.362

Page 155: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

155

Lampiran 55. Harga Ransum dengan Aras 10% Kulit Kopi Difermentasi (R3)

No Uraian Volume Harga/kg Jumlah

1 Jagung kuning 22 4500 99.000

2 Bungkil Kelapa 10 2300 23.000

3 Tepung Ikan 6 8500 51.000

4 Tepung Tapioka 4 7500 30.000

5 tepung kedelai 5,5 8500 46.750

6 Dedak Padi 16 2000 32.000

7 Rumput Gajah 24 400 9.600

8 Dedak Kulit Kopi tdk Fermentasi 0

9 Dedak Kulit Kopi Terfermentasi 10 2100 21.000

10 Minyak Kelapa 2 12000 24.000

11 Tepung tulang 0,5 1500 750

337.100

3.371

Page 156: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

156

Lampiran 56. Harga Ransum dengan Aras 20% Kulit Kopi Difermentasi (R4)

No Uraian Volume Harga/kg Jumlah

1 Jagung kuning 20,5 4.500 92.250

2 Bungkil Kelapa 6,5 2.300 14.950

3 Tepung Ikan 5 8.500 42.500

4 Tepung Tapioka 4 7.500 30.000

5 tepung kedelai 5,15 8.500 43.775

6 Dedak Padi 16,05 2.000 32.100

7 Rumput Gajah 22,3 400 8.920

8 Dedak Kulit Kopi tdk Fermentasi 0

9 Dedak Kulit Kopi Terfermentasi 20 2.100 42.000

10 Minyak Kelapa 12.000 0

11 Tepung tulang 0,5 1.500 750

307.245

3.072

Page 157: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

157

Lampiran 57. Foto-Foto Penelitian

Potensi Kulit Kopi Sebagai Pakan Ternak

Page 158: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

158

Lampiran 58. Foto-Foto Penelitian

Proses Pengolahan Kulit Kopi Menjadi Dedak

Page 159: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

159

Lampiran 59. Foto-Foto Penelitian

Proses Pembuatan Tepung Tulang

Page 160: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

160

Lampiran 60. Foto-Foto Penelitian

Proses Pembuatan Pellet

Page 161: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

161

Lampiran 61. Foto-Foto Penelitian

Penimbangan Berat Badan Setiap Minggu

Page 162: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

162

Lampiran 62. Foto-Foto Penelitian

Penimbangan Pakan dan Sisa Pakan

Page 163: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

163

Lampiran 63. Foto-Foto Penelitian

Proses Pengambilan Darah Kelinci

Page 164: PENGARUH ARAS KULIT KOPI TERFERMENTASI DALAM

164

Lampiran 64. Foto-Foto Penelitian

Proses Pemotongan Kelinci