Upload
hoangnhu
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL TEMAN SEBAYA
TERHADAP PENYESUAIAN DIRI RESIDEN PRIMARY
PROGRAM DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT
(RSKO) JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
SYIFA FAUZIAH
NIM 1113054100054
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
i
ABSTRAK
Syifa Fauziah. Pengaruh Dukungan Sosial Teman Sebaya
Terhadap Penyesuaian Diri Residen Primary Program Di
Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta, 2018
Penulisan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap penyesuaian
diri residen Primary Program di Rumah Sakit Ketergantungan
Obat (RSKO) Jakarta.
Menurut Schneiders definisi penyesuaian diri dapat ditinjau
dari tiga sudut pandang, yaitu penyesuaian diri sebagai bentuk
adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk
konformitas (conformity) dan penyesuaian diri sebagai bentuk
penguasaan (mastery).
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Teknik
pengambilan sampel yang dipakai adalah non probability
sampling, yaitu sampling jenuh, karena dalam penelitian ini
seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu seluruh residen yang
berada pada tahap Primary Program di RSKO Jakarta yang
berjumlah 25 orang.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh yang
signifikan dari dukungan sosial teman sebaya terhadap
penyesuaian diri residen Primary Program di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta. Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan analisis regresi linear sederhana,
berdasarkan data yang diperoleh nilai thitung sebesar 5,479 dengan
nilai Sig. sebesar 0,000 dan nilai ttabel sebesar 1,70. Artinya thitung
> ttabel (5,479 > 1,70) dan nilai probabilitas Sig (0,05 > 0,000)
maka H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga dapat disimpulkan
dalam penelitian ini terdapat pengaruh yang signifikan dari
dukungan sosial teman sebaya terhadap penyesuaian diri residen
Primary Program di RSKO Jakarta. Selanjutnya didapatkan
Koefisien determinasi R square (R2) sebesar 0,566. Hal ini
menunjukkan bahwa dukungan sosial teman sebaya memberikan
sumbangsih sebesar 56,6% terhadap penyesuaian diri residen
Primary Program di RSKO Jakarta.
Kata Kunci : Dukungan Sosial, Penyesuaian Diri, Residen,
Primary Program
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT
karena atas limpahan rahmat, hidayah dan kasih sayang-
Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengaruh Dukungan Sosial Teman Sebaya Terhadap
Penyesuaian Diri Residen Primary Program di Rumah
Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta” sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sosial di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama
proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat
bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Bapak Suparto, M.Ed, Ph.D
selaku Wakil Dekan Bidang Akademik. Ibu Dr.
Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi
Umum. Bapak Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan
Bidang Kemahasiswaan.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Program
Studi Kesejahteraan Sosial. Ibu Hj. Nunung Khairiyah, MA
selaku Sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial.
3. Dosen-dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu
dan pengalamannya kepada penulis. Semoga ilmu yang
diberikan bermanfaat di masa yang akan datang.
4. Ibu Artiarini Puspita Arwan, M.Psi selaku Dosen
Pembimbing Skripsi yang paling sabar, baik, penuh
perhatian dalam membimbing dan memberikan
iii
masukan/nasihat kepada penulis dalam penyusunan skripsi
hingga selesainya skripsi ini.
5. Seluruh karyawan staf administrasi, staf Perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, serta staf
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang telah memberikan penulis untuk mendapatkan
berbagai referensi dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Keluarga besar Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO)
Jakarta, penulis ucapkan terimakasih khususnya kepada
Direktur Utama dr. Azhar Jaya, SKM., MARS yang telah
mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian; kepada
para Konselor dan Pekerja Sosial RSKO Jakarta Bapak
Agus Darmawan, S.Sos dan Bapak Syarifuddin, S.Sos yang
telah membimbing dan membantu penulis dalam
pelaksanaan penelitian di RSKO Jakarta; serta tidak lupa
para residen yang telah bersedia membantu untuk menjadi
responden dalam penelitian penulis.
7. Kedua orang tua tercinta Ayahanda H. Madi Iskandar dan
Ibunda Hj. Siti Halimah yang senantiasa selalu memberi
dukungan moril maupun materil, serta kasih sayang dan doa
yang tidak pernah terputus, sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi dengan baik. Dan juga Adik tercinta
Abidah Ardelia, serta tak lupa juga untuk semua keluarga
yang selalu memberikan motivasi, semangat dan
mendoakan yang terbaik. Terimakasih semoga kalian
bangga.
8. Dini, Indah, Ratu, Prawita, Aya, Fatma, Risha, Ayu dan
Okta. Terimakasih untuk dukungan semangat kalian selama
ini sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan
baik.
9. Igal, Putri, Dena, Fika dan Anggun, yang selalu
memberikan motivasi, semangat dan bantuan kepada
penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik.
iv
10. Teman-teman seperjuangan Program Studi Kesejahteraan
Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013, terimakasih atas
kebersamaan dalam perkuliahan ini dan dukungan kepada
penulis.
Penulis hanya dapat mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang turut membantu,
semoga dukungan yang diberikan dibalas dengan baik oleh
Allah SWT. Penulis juga berharap bahwa skripsi ini
memberikan pengetahuan baru dan bermanfaat bagi penulis,
mahasiswa Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, 29 November 2018
Syifa Fauziah
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ................................................... 1
A. Latar Belakang................................................... 1
B. Batasan Masalah ................................................ 8
C. Rumusan Masalah ............................................. 9
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ......... 9
1. Tujuan Penelitian .......................................... 9
2. Manfaat Penelitian ........................................ 9
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ................................ 10
F. Sistematika Penulisan ........................................ 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................... 16
A. Penyesuaian Diri ................................................ 16
1. Definisi Penyesuaian Diri ............................. 16
2. Kriteria Penyesuaian Diri ............................. 18
3. Dimensi Penyesuaian Diri ............................ 19
B. Dukungan Sosial ................................................ 20
1. Definisi Dukungan Sosial ............................. 20
2. Sumber Dukungan Sosial ............................. 22
3. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial ................. 22
4. Aspek-Aspek Dukungan Sosial .................... 24
vi
5. Faktor-Faktor Dukungan Sosial .................... 26
C. Napza ................................................................. 27
1. Definisi Napza .............................................. 27
2. Jenis-Jenis Napza .......................................... 28
3. Faktor-Faktor Penyebab Penggunaan Napza 31
4. Penyalahgunaan Napza ................................. 33
D. Primary Program .............................................. 34
E. Dinamika Teori .................................................. 36
BAB III METODE PENELITIAN ...................................... 41
A. Pendekatan dan Desain Penelitian .................... 41
B. Populasi dan Sampel.......................................... 41
1. Populasi ......................................................... 41
2. Sampel .......................................................... 42
C. Tempat dan Waktu Penelitian ........................... 42
D. Variabel Penelitian ............................................ 43
E. Definisi Konseptual Variabel Penelitian ........... 43
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian .......... 44
G. Metode Pengumpulan Data ............................... 45
H. Instrumen Penelitian .......................................... 46
I. Uji Instrumen Penelitian .................................... 50
1. Uji Validitas .................................................. 50
2. Uji Reliabilitas .............................................. 55
J. Teknik Analisis Data ......................................... 58
1. Uji Regresi Linear Sederhana ....................... 58
2. Uji Prasyarat Analisis ................................... 58
3. Uji Hipotesis ................................................. 60
vii
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN ...................................................... 62
A. Gambaran Umum Latar Penelitian .................... 62
B. Gambaran Umum Responden ............................ 69
C. Temuan Hasil Penelitian.................................... 72
D. Hasil Uji Prasyarat Analisis............................... 76
1. Uji Normalitas ............................................. 76
2. Uji Linearitas ................................................ 78
E. Hasil Uji Hipotesis ............................................ 79
1. Hasil Regresi Linear Sederhana .................... 79
2. Uji F (Signifikan Simultan) ......................... 81
3. Hasil Koefisien Determinasi (R2) ................. 83
4. Uji Signifikan Parsial (Uji t) ......................... 84
F. Analisis Hasil Penelitian.................................... 85
BAB V PENUTUP ............................................................... 93
A. Kesimpulan ........................................................ 93
B. Saran .................................................................. 94
1. Saran Teoritis ................................................ 94
2. Saran Praktis ................................................. 95
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 97
LAMPIRAN-LAMPIRAN .....................................................
viii
DAFTAR TABEL
3.1 Skala Likert ................................................................... 46
3.2 Blue Print Skala Dukungan Sosial (Variabel X)........... 47
3.3 Blue Print Skala Penyesuaian Diri (Variabel Y)........... 49
3.4 Blue Print Skala Dukungan Sosial (Variabel X) Setelah
Uji Validitas .................................................................. 52
3.5 Blue Print Skala Penyesuaian Diri (Variabel Y)
Setelah Uji Validitas ..................................................... 54
3.6 Norma Reliabilitas Guilford .......................................... 56
3.7 Reliabilitas Skala Dukungan Sosial .............................. 57
3.8 Reliabilitas Skala Penyesuaian Diri .............................. 57
4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .. 70
4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia .................. 71
4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya
Tinggal di Rehabilitasi .................................................. 72
4.4 Skor Statistik Dukungan Sosial ..................................... 73
4.5 Kategorisasi Skor Dukungan Sosial .............................. 74
4.6 Deskriptif Statistik Penyesuaian Diri ............................ 75
4.7 Kategorisasi Skor Penyesuaian Diri .............................. 76
4.8 Hasil Uji Normalitas ..................................................... 78
4.9 Hasil Uji Linearitas ....................................................... 79
4.10 Regresi Linear Sederhana ............................................. 80
4.11 Hasil Uji F ..................................................................... 82
4.12 Koefisien Determinasi (R2) ........................................... 83
4.13 Uji t ............................................................................... 85
ix
DAFTAR GAMBAR
3.1 Variabel Penelitian ........................................................ 43
4.1 Hasil Grafik Normal P-Plot ........................................... 77
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Narkoba merupakan singkatan dari narkotika,
psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Selain narkoba,
sebutan lain yang menunjuk pada ketiga zat tersebut adalah
Napza yaitu narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Istilah
Napza biasanya lebih banyak dipakai oleh para praktisi
kesehatan dan rehabilitasi. Akan tetapi pada intinya
pemaknaan dari kedua istilah tersebut tetap merujuk pada
tiga jenis zat yang sama (Ali dan Duse 2007, 25).
―Tak kurang dari 4 juta orang di negeri ini dalam usia
produktif yaitu 10-59 tahun terkontaminasi narkoba. Kepala
BNN RI periode 2015-2018, Drs. Budi Waseso bahkan
menyebutkan bahwa dari hasil penelitian pada 2016,
diperoleh fakta yang mencengangkan, bahwa 1,9% kelompok
pelajar dan mahasiswa, atau 2 dari 100 pelajar/mahasiswa
menyalahgunakan narkoba. Jelas hal ini menjadi lonceng
pengingat bahaya bagi seluruh masyarakat Indonesia
untuk berbuat nyata agar lost generation tidak terjadi di
tanah air tercinta‖ (BNN t.t.).
Masalah penyalahgunaan Napza di Indonesia
merupakan masalah serius yang harus dicarikan jalan
penyelesaiannya. Menurut hasil data dari penelitian Badan
Narkotika Nasional (BNN) dan Puslitkes UI pada 2017,
sekitar 1,77% atau 3,3 juta penduduk Indonesia menjadi
2
penyalahguna narkoba dengan jumlah kerugian ekonomi
maupun sosial mencapai Rp 84,7 triliun. David Hutapea
(Direktur Diseminasi Informasi Bid. Pencegahan Badan
Narkotika Nasional (BNN)), mengatakan jumlah prevalensi
pengguna narkoba dari tahun ke tahun terlihat meningkat.
Pada 2016 masih 0,02% dari total penduduk Indonesia dan
pada tahun 2017 menjadi 1,77%. Selain kerugian material,
permasalahan narkoba di Indonesia juga sudah menyebabkan
korban meninggal, yakni diperkirakan 11.071 orang per
tahun atau 30 orang per hari (Info DATIN Kementerian
Kesehatan RI) 2017, 5).
Dari total pengguna narkoba tersebut, mayoritas adalah
pekerja (59%), disusul pelajar (24%) dan populasi umum
(17%).
Data-data di atas menunjukkan bahwa jumlah
penyalahguna Napza di Indonesia sudah tergolong tinggi.
Tingginya jumlah penyalahguna tersebut membuat
pemerintah tidak tinggal diam. Untuk itu, Badan Narkotika
Nasional (BNN) sebagai Lembaga Pemerintah Non
Kementerian (LPNK) memfokuskan kegiatan Pencegahan
dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba (P4GN) pada lima bidang. Kelima bidang itu adalah
bidang Pencegahan, Pemberdayaan Masyarakat, Hukum dan
Kerja Sama, Pemberantasan, serta Rehabilitasi (Badan
Narkotika Nasional dan Departemen Kesehatan RI 2003, 26).
Rehabilitasi merupakan cara yang cukup tepat untuk
menyembuhkan para penyalahguna Napza. Rehabilitasi
3
adalah suatu proses pemulihan penyalahguna narkoba baik
dalam jangka waktu pendek maupun panjang yang bertujuan
mengubah perilaku mereka agar siap kembali ke masyarakat.
Ada dua macam rehabilitasi di Indonesia, yaitu
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, disebutkan bahwa untuk menanggulangi
masalah narkotika, Kementerian Sosial sebagai instansi
pemerintah berkewajiban menyelenggarakan rehabilitasi
sosial, sementara Kementerian Kesehatan melaksanakan
rehabilitasi medis. Rehabilitasi medis adalah suatu proses
kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan
pecandu dari ketergantungan narkoba. Rehabilitasi sosial
adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik
fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkoba
dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan
masyarakat (Kepmen-Kes RI 2010, 48–49).
Ketika masuk ke rehabilitasi, individu dihadapkan
dengan berbagai macam program untuk membantu individu
pulih dari ketergantungannya. Rehabilitasi adalah bukan
sekadar memulihkan kesehatan semula si penyalahguna,
melainkan memulihkan serta menyehatkan seseorang secara
utuh dan menyeluruh. Salah satu tempat rehabilitasi untuk
penyalahguna Napza adalah Rumah Sakit Ketergantungan
Obat (RSKO) Jakarta. Rumah sakit ini merupakan satu-
satunya rumah sakit khusus dibidang Napza yang dimiliki
oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dan
4
memiliki tempat rehabilitasi yang disebut Unit Rehabilitasi
Napza. Tempat ini merupakan instalasi pemulihan narkoba
yang berfungsi memberikan terapi rehabilitasi penyalahguna
Napza (residen), kemudian didukung oleh program dan
tenaga profesional dibidangnya dalam membantu pemulihan
residen untuk kembali hidup normal bersama keluarga dan
masyarakat. Rehabilitasi memiliki empat program, yaitu
Medical Psychiatric Evaluation (MPE), Special Program,
Primary Program, dan Re-Entry.
MPE merupakan program yang harus terlebih dahulu
dilalui untuk semua residen yang ingin menjalani rehabilitasi
di Unit Rehabilitasi Napza. MPE adalah sebuah program
dimana residen akan dipisahkan dengan zat yang biasa
residen konsumsi dan kemudian residen tersebut akan
dibantu untuk mengurangi gejala putus zat dengan obat-
obatan khusus. Setelah melewati tahap MPE, dokter akan
menganjurkan residen untuk masuk ke dalam dua pilihan
program, yaitu Regular Program dan Special Program.
Regular Program adalah hanya untuk residen dengan
masalah ketergantungan Napza, kemudian dilakukan
stabilisasi fisik, emosi dan menumbuhkan motivasi untuk
tahap terapi residen berikutnya. Sedangkan Special Program
adalah untuk para residen yang tidak hanya bermasalah
dengan ketergantungan Napza tetapi juga memiliki masalah
dengan kondisi fisik atau psikis.
Setelah melewati Special Program maupun Regular
Program, residen akan memasuki program Re-Entry, dimana
5
dalam program ini residen diharapkan dapat mempersiapkan
diri agar siap menghadapi kehidupan kembali ke masyarakat.
Menurut data yang didapatkan dari RSKO Jakarta
jumlah pasien Napza di RSKO mengalami peningkatan
dalam 5 tahun dari tahun 2013-2017. Tahun 2013 diperoleh
data pasien Napza berjumlah 78 orang. Tahun 2014 terdapat
penurunan pasien berjumlah 70 orang. Tahun 2015 pasien
berjumlah sama dengan tahun sebelumnya yakni 70 orang.
Tahun 2016 pasien meningkat drastis dengan jumlah 263
orang. Dan pada tahun 2017 pasien mengalami penurunan
dari tahun sebelumnya berjumlah 244 orang.
Menurut Kartono penyesuaian diri adalah usaha
manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan
lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, kemarahan,
depresi dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang
tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis. Penyesuaian diri
juga dapat diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki
kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisir
respon-respon sedemikian rupa sehingga dapat menanggapi
segala macam konflik, kesulitan masalah hidup, dan frustasi-
frustasi dengan cara efisien.
Bagi penyalahguna yang mampu bertahan dan
menyelesaikan proses rehabilitasi dapat dikatakan mampu
menyesuaikan diri dengan baik. Penyesuaian diri ini tentu
saja tidak ditempatkan begitu saja, melainkan ada faktor
yang mempengaruhinya. Begitu pula dengan para
penyalahguna Napza yang mengalami kegagalan saat
6
melakukan penyesuaian diri di awal masa rehabilitasi,
kegagalan tersebut menunjukkan adanya suatu masalah yang
dihadapi oleh sebagian besar para penyalahguna Napza yang
baru memasuki proses rehabilitasi. Hal inilah yang
menggambarkan bahwa dalam proses awal rehabilitasi,
penyalahguna Napza akan mendapat sebuah tuntutan untuk
dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan baik agar mereka
bisa menjalankan proses rehabilitasi dengan baik sejak awal
agar memperoleh hasil yang maksimal. Penyesuaian diri
terdiri dari proses saat individu berusaha untuk menangani
atau mengatasi berbagai tuntutan dan tekanan. Jika mengacu
pada pendapat Lazarus tersebut mengenai penyesuaian diri,
para penyalahguna Napza akan dihadapkan pada tuntutan
dan tekanan pada saat proses rehabilitasi seperti disebutkan
di atas. Hal ini berarti semakin memperkuat bahwa
penyesuaian diri sangatlah penting bagi para penyalahguna
Napza yan menjalani proses rehabilitasi pada sebuah
lembaga rehabilitasi (Fuad, t.t., 56–59).
Kemampuan individu dalam melakukan penyesuaian
dengan lingkungannya tidak timbul dengan sendirinya.
Kemampuan ini diperoleh individu dari bekal kemampuan
yang telah dipelajari dari lingkungan keluarga, dan proses
belajar dari pengalaman-pengalaman baru yang dialami
dalam interaksinya dengan lingkungan sosialnya.
Seorang penyalahguna Napza sangat butuh dukungan
sosial untuk bisa menyesuaikan diri di tempat rehabilitasi,
agar proses rehabilitasi dapat berjalan dengan baik.
7
Dukungan sosial merupakan suatu fungsi penting dari
hubungan sosial. Menurut House (Nurhidayati dan
Nurdibyanandaru 2014, 54–55) dukungan sosial adalah kadar
keberfungsian dari hubungan yang dapat dikategorikan
dalam empat hal yaitu dukungan emosional, dukungan
instrumental, dukungan informasi dan dukungan penilaian.
Menurut Gottlieb (Kuntjoro 2002, 72) yang mendefinisikan
dukungan sosial sebagai informasi verbal atau non-verbal,
saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan
orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan
sosialnya atau berupa kehadiran dalam hal-hal yang
memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada
tingkah laku penerimanya.
Lingkungan yang mendukung terutama keluarga sangat
berperan dalam proses penyembuhan seseorang dalam kasus
Napza. Menurut PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa),
efektifitas terapi dan rehabilitasi dapat ditingkatkan jika
pecandu berada di tengah keluarga atau masyarakat dan
menjalani pemulihan dengan dukungan kelompok (Martono
dan Joewana 2006, 43). Dukungan sosial bisa didapatkan
dari beberapa tipe, yaitu dari lingkungan informal contoh:
keluarga, teman, rekan kerja, atasan dan beberapa lagi dari
lingkungan bantuan formal, contoh: pekerja kesehatan,
pekerja jasa kemanusiaan. Menurut Agneessens, Waege, &
Leavens perbedaan anggota lingkungan dapat menyediakan
jumlah dan tipe yang berbeda dari dukungan. Selain itu,
8
keefektifan dukungan yang dibutuhkan juga bergantung dari
sumber dukungan.
Penyesuaian diri penyalahguna Napza dalam proses
menjalankan rehabilitasi membutuhkan dukungan sosial,
terutama dari keluarga. Selain itu, dukungan sosial juga bisa
didapatkan dari lingkungan rehabilitasi itu sendiri, seperti
teman sesama residen, konselor, pekerja sosial, psikolog,
dokter dan pekerja profesional lainnya yang ada didalam
Unit Rehabilitasi Napza.
Fokus perhatian adalah “Pengaruh Dukungan Sosial
Teman Sebaya Terhadap Penyesuaian Diri Residen
Primary Program Di Rumah Sakit Ketergantungan Obat
(RSKO) Jakarta.” Dari pemaparan di atas, apakah ada
pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap
penyesuaian diri residen Primary Program di RSKO Jakarta?
Untuk membuktikan pernyataan tersebut perlu dilakukan
suatu penelitian. Penelitian yang memastikan adanya
pengaruh serta melihat besarnya pengaruh dari dukungan
sosial terhadap penyesuaian diri.
B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti akan
membatasi masalah mengenai pengaruh dukungan sosial
teman sebaya terhadap penyesuaian diri residen Primary
Program di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO)
Jakarta yang hanya di subjek fase Primary Program nya saja.
9
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di
atas, maka peneliti merumuskan masalahnya, yaitu apakah
terdapat pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap
penyesuaian diri residen Primary Program di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta?
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pembatasan dan perumusan masalah,
maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
dukungan sosial teman sebaya terhadap penyesuaian diri
residen Primary Program di RSKO Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
referensi yang melengkapi kajian kepustakaan bagi
penelitian selanjutnya dan memberikan pengetahuan
mengenai pengaruh dukungan sosial teman sebaya
terhadap penyesuaian diri residen Primary Program di
RSKO Jakarta.
b. Manfaat praktis
1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
acuan dalam mengembangkan penyesuaian diri
residen Primary Program di RSKO Jakarta.
10
2) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur
untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan
dukungan sosial dan penyesuaian diri.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Peneliti menemukan beberapa literatur dan tema yang
menunjang dengan penelitian yang ditulis oleh peneliti
sendiri, diantaranya adalah :
1. Nama Peneliti : Putri Aditya Pratiwi (2014)
Judul Penelitian : ―HUBUNGAN DUKUNGAN
SOSIAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI PENGGUNA
NARKOBA SELAMA MENGIKUTI PROGRAM
REHABILITASI‖
Penelitian yang dilakukan mahasiswi Psikologi,
Universitas Muhammadiyah Malang ini tujuannya untuk
mengetahui hubungan yang signifikan antara dukungan
sosial dengan penyesuaian diri pengguna narkoba selama
menjalani program rehabilitasi. Perbedaan dengan penelitian
yang akan dilakukan adalah tempat rehabilitasinya,
penelitian ini dilakukan di 4 rehabilitasi yang berbeda.
Kemudian proses analisa data menggunakan korelasi product
moment. Hasil analisa data diperoleh r = 0,523, dengan
tingkat signifikan hubungan dukungan sosial dengan
penyesuaian diri adalah p = 0,000 (p < 0,01). Dengan kata
lain hasil penelitian ini membuktikan adanya hubungan
antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri pengguna
11
narkoba selama mengikuti program rehabilitasi. Sedangkan
nilai koefisien determinasi (r2) = 0,283 yang berarti
memberikan sumbangan efektif dari dukungan sosial
terhadap penyesuaian diri pengguna narkoba selama
mengikuti program rehabilitasi sebesar 28,3% sedangkan
pengaruh faktor lain terhadap penyesuaian diri pengguna
narkoba selama mengikuti program rehabilitasi sebesar
71,7%.
2. Nama Peneliti : Nur Faizah (2015)
Judul Penelitian : ―PENGARUH DUKUNGAN
SOSIAL DAN FORGIVENESS TERHADAP
BERKURANGNYA EFEK KEKERASAN SEKSUAL
PADA REMAJA‖
Penelitian yang dilakukan mahasiswi Fakultas Psikologi,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mencari apakah ada
pengaruh dari dukungan sosial dan forgiveness terhadap
berkurangnya efek kekerasan seksual pada remaja. Ternyata,
hasil penelitiannya ini terdapat pengaruh yang signifikan
secara bersama-sama pada variabel dukungan sosial seperti,
Appraisal Support, Tangible Assistance, Informational
Support dan Emotional Support dan Forgiveness seperti
Avoidance Motivation, Revenge Motivation, Benevolence
Motivation terhadap berkurangnya efek kekerasan seksual
pada remaja. Perbedaan dengan penelitian yang akan
dilakukan adalah variabel terikatnya, yakni penyesuaian diri.
Kemudian subjek yang akan diteliti juga berbeda pada
12
penelitian sebelumnya, subjeknya adalah remaja yang
mengalami kekerasan seksual, sedangkan pada penelitian ini
subjeknya adalah orang-orang yang dalam tahap proses
rehabilitasi narkoba.
3. Nama Peneliti : Ani Nur Sayyidah (2014)
Judul Penelitian : ―DINAMIKA PENYESUAIAN
DIRI PENYANDANG DISABILITAS DI TEMPAT
MAGANG KERJA‖
Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi Fakultas
Psikologi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini tujuannya
untuk mengetahui bagaimana dinamika Psikologis
penyesuaian diri yang dialami klien penyandang disabilitas
di tempat magang kerja. Dalam penelitian ini diketahui
bahwa para penyandang disabilitas kurang mampu
melakukan penyesuaian diri selama magang, salah satu
penyebabnya adalah tempat kerja yang kurang aksesibel
terhadap penyandang disabilitas. Perbedaan dengan
penelitian yang akan peneliti lakukan adalah subjeknya, pada
penelitian sebelumnya subjek yaitu penyandang disabilitas,
sedangkan pada penelitian ini subjeknya adalah orang-orang
yang dalam tahap proses rehabilitasi narkoba. Kemudian
metode penelitiannya juga berbeda yaitu sebelumnya
menggunakan metode kualitatif dan penelitian yang akan
dilakukan adalah metode kuantitatif.
13
4. Nama Peneliti : Selvina Isnaini (2014)
Judul Penelitian : ―HUBUNGAN ANTARA
DUKUNGAN SOSIAL DAN KEBERFUNGSIAN
KELUARGA PADA REMAJA KETERGANTUNGAN
NARKOBA YANG MENJALANI REHABILITASI‖
Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi Psikologi,
Universitas Indonesia ini bertujuan untuk mengetahui apakah
ada hubungan antara dukungan sosial dan keberfungsian
keluarga pada remaja ketergantungan narkoba yang
menjalani rehabilitasi. Hasil penelitian ini adalah ada
hubungan positif yang signifikan antara keberfungsian
keluarga dan dukungan sosial pada remaja pecandu narkoba
yang menjalani rehabilitasi.
Hubungan yang positif memiliki arti peningkatan pada
variabel keberfungsian keluarga diikuti peningkatan variabel
dukungan sosial. Hubungan ini menunjukkan semakin tinggi
keberfungsian keluarga, maka semakin tinggi dukungan
sosial pada remaja. Keberfungsian keluarga pada penelitian
ini memberikan sumbangan pada dukungan sosial, akan
tetapi keberfungsian keluarga paling berpengaruh pada
dimensi support actually received. Hal ini menunjukkan
semakin tinggi keberfungsian keluarga, akan semakin tinggi
support actually received pada remaja ketergantungan
narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi. Keberfungsian
keluarga tidak cukup besar dan signifikan berpengaruh pada
tiga dimensi dukungan sosial lainnya yaitu perceived
available support, need for support, dan seeking support.
14
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab, yang
terdiri sebagai berikut:
1. BAB I Pendahuluan; terdiri dari latar belakang, batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat
penelitian, tinjauan kajian terdahulu, serta sistematika
penulisan.
2. BAB II Tinjauan Pustaka; terdiri dari pembahasan
deskripsi teoritis tentang penyesuaian diri, deskripsi
teoritis tentang dukungan sosial, deskripsi tentang Napza
dan dinamika teori.
3. BAB III Metode Penelitian; terdiri dari pendekatan dan
desain penelitian, populasi dan sampel, tempat dan waktu
penelitian, variabel penelitian, definisi konseptual variabel
penelitian, definisi operasional variabel penelitian, metode
pengumpulan data, instrumen penelitian, uji instrumen
penelitian, serta teknik analisis data.
4. BAB IV Temuan Penelitian dan Pembahasan; Dalam
bab ini menjelaskan tentang temuan penelitian dan
pembahasan. Terdiri dari gambaran umum latar penelitian
Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta yang
terdiri dari latar belakang berdirinya RSKO Jakarta, visi
dan misi RSKO Jakarta, unit rehabilitasi instalasi MPE
(Medical Psychiatric Evaluation) dan rehabilitasi. Pada
bab ini juga membahas deskripsi hasil penelitian,
gambaran umum responden, temuan hasil penelitian, hasil
15
uji prasyarat analisis, hasil uji hipotesis, serta analisis hasil
penelitian.
5. BAB V Penutup; Bab ini berisikan kesimpulan
berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, serta saran
penelitian.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyesuaian Diri
1. Definisi Penyesuaian Diri
Menurut Schneiders definisi penyesuaian diri dapat
ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu penyesuaian diri
sebagai bentuk adaptasi (adaptation), penyesuaian diri
sebagai bentuk konformitas (conformity) dan penyesuaian
diri sebagai usaha penguasaan (mastery). Pada mulanya
penyesuaian diri sama dengan adaptasi (adaptation).
Penyesuaian diri sebagai bentuk adaptasi pada umumnya
lebih mengarah kepada penyesuaian diri dalam arti fisik,
fisiologis, atau biologis. Penyesuaian diri sebagai
konformitas terhadap norma memaknai penyesuaian diri
individu sebagai usaha konformitas yang menyiratkan
bahwa individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk
selalu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku,
baik secara moral, sosial, maupun emosional. Penyesuaian
diri sebagai usaha penguasaan (mastery) yaitu
kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan
respon dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik,
kesulitan, dan frustasi tidak terjadi (M. Ali dan Asrori
2005, 173–75).
Menurut Lazarus penyesuaian diri pada setiap
individu dapat pahami menjadi dua pemahaman, yaitu
penyesuaian diri sebagai hasil (achievment) dan
17
penyesuaian diri sebagai proses. Penyesuaian diri
dipahami sebagai sebuah hasil, yaitu berkaitan dengan
baik buruknya hasil dari sebuah penyesuaian diri. Baik
buruknya penyesuaian diri dapat dilihat atau dievaluasi
melalui kualitas ataupun efisiensi penyesuaian diri yang
dilakukan oleh seorang individu. Sedangkan penyesuaian
diri sebagai sebuah proses, yaitu berkaitan dengan cara
atau pola yang dilakukan individu dalam menghadapi
tuntutan (Lazarus 1976, 9).
Kemudian Ali dan Asrori juga menyatakan bahwa
penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai suatu proses
yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang
diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi
kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi,
konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan
antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan
dunia luar atau lingkungan tempat individu berada (M. Ali
dan Asrori 2005, 173–75).
Calhoun dan Acocella menyatakan bahwa
penyesuaian diri adalah interaksi individu yang terus
menerus dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan
lingkungan sekitar tempat individu hidup (Calhoun dan
Acocella 1990, 13).
Hurlock memberikan perumusan tentang
penyesuaian diri secara lebih umum, yaitu seseorang
mampu menyesuaikan diri terhadap orang lain secara
umum ataupun terhadap kelompoknya, dan ia
18
memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang
menyenangkan berarti ia terima oleh kelompok atau
lingkungannya. Dengan perkataan lain, orang itu mampu
menyesuaikan sendiri dengan baik terhadap
lingkungannya (Hurlock 1997, 123).
Selanjutnya Runyon dan Haber juga menjelaskan
penyesuaian diri adalah sebuah usaha individu dalam
mencocokkan kemampuannya dengan lingkungan.
Disebutkan pula bahwa penyesuaian diri merupakan
sebuah proses yang berlangsung secara terus menerus
dalam kehidupan individu. Situasi yang senantiasa
berubah menuntut individu dapat merubah tujuannya
seiring dengan perubahan ini (Haber dan Runyon 1984,
80–83).
Dari beberapa definisi di atas, peneliti
menyimpulkan penyesuaian diri adalah suatu perubahan-
perubahan yang terbentuk melalui hubungan yang
harmonis dengan lingkungan, yang meliputi kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan individu itu sendiri dan
tuntutan serta tekanan lingkungannya.
2. Kriteria Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri berlangsung secara terus menerus
dalam diri individu dan lingkungan. Schneiders
(Schneiders 1964, 123–25) memberikan kriteria individu
dengan penyesuaian diri yang baik, yaitu sebagai berikut :
a. Pengetahuan tentang kekurangan dan kelebihan dirinya
b. Objektivitas diri dan penerimaan diri
19
c. Kontrol dan perkembangan diri
d. Integrasi pribadi yang baik
e. Adanya tujuan dan arah yang jelas dari perbuatannya
f. Adanya perspektif, skala nilai, filsafat hidup yang kuat
g. Mempunyai rasa humor
h. Mempunyai rasa tanggung jawab
i. Menunjukkan kematangan respon
j. Adanya perkembangan kebiasaan yang baik
k. Adanya adaptabilitas
l. Bebas dari respon-respon yang simtomatis atau cacat
m. Memiliki kemampuan bekerjasama dan menaruh minat
terhadap orang lain
n. Memiliki minat yang besar dalam bekerja dan bermain
o. Adanya kepuasan dalam bekerja dan bermain
p. Memiliki orientasi yang kuat terhadap realitas.
3. Dimensi Penyesuaian Diri
Schneiders (M. Ali dan Asrori 2005, 173–75)
membedakan kemampuan “personal adjustment” atau
penyesuaian diri ke dalam beberapa dimensi yaitu
adaptation, conformity dan mastery. Adapun penjelasan
dari setiap dimensinya adalah sebagai berikut :
a. Dimensi Adaptation
Dimensi ini mengacu kepada penyesuaian diri terhadap
keadaan lingkungan. Misalnya seseorang yang pindah
tempat tinggal dari daerah tropis ke daerah dingin
maka orang tersebut harus beradaptasi dengan iklim
yang berlaku di daerah dingin tersebut.
20
b. Dimensi Conformity
Dimensi ini mencakup penyesuaian diri terhadap suatu
norma yang berlaku di dalam masyarakat, karena
norma yang berlaku pada suatu budaya tertentu tidak
sama dengan norma pada budaya lain sehingga
mengharuskan setiap individu untuk dapat
meyesuaikan diri dengan norma yang ada dalam
lingkungan masyarakatnya.
c. Dimensi Mastery
Dimensi ini mengacu pada kemampuan untuk
merencanakan dan mengorganisasikan respons dalam
cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan,
dan frustrasi tidak terjadi. Dengan kata lain,
penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan
penguasaan dalam mengembangkan diri sehingga
dorongan, emosi, dan kebiasaan menjadi terkendali dan
terarah.
B. Dukungan Sosial
1. Definisi Dukungan Sosial
Setiap manusia pasti membutuhkan bantuan ataupun
peranan orang lain dalam hidupnya. Hal ini dikarenakan
manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan satu sama
lainnya. Jika seseorang sedang menghadapi masalah baik
ringan ataupun berat, keberadaan orang lain disampingnya
tentu akan sangat berdampak bagi orang tersebut. Efek
atau peranan positif ini dinamakan dukungan sosial.
21
Menurut House dukungan sosial adalah tindakan
yang bersifat membantu melibatkan emosi, pemberian
informasi, bantuan instrumen, dan penilaian positif pada
individu dalam menghadapi permasalahannya. Sedangkan
menurut Baron & Byrne dukungan sosial juga bisa
diartikan sebagai pemberian perasaan nyaman baik secara
fisik maupun psikologis, misalnya keluarga kepada
seseorang untuk menghadapi masalah (Baron dan Byrne
2004, 50).
Individu yang mempunyai perasaan aman karena
mendapatkan dukungan akan lebih efektif dalam
menghadapi masalah daripada individu yang mendapat
penolakan orang lain.
Taylor (Taylor 2009, 556) menjelaskan dukungan
sosial akan lebih berarti bagi seseorang apabila diberikan
oleh orang-orang yang memiliki hubungan signifikan
dengan individu yang bersangkutan, dengan kata lain,
dukungan tersebut diperoleh dari orangtua, pasangan
(suami atau istri), anak dan kerabat keluarga lainnya.
Selain itu menurut Johnson dan Jhonson (1991) dukungan
sosial merupakan keberadaan orang lain yang dapat
diandalkan untuk memberi bantuan, semangat,
penerimaan dan perhatian, sehingga bisa meningkatkan
kesejahteraan hidup bagi individu yang bersangkutan.
Sarafino menyatakan bahwa dukungan sosial adalah
suatu kesenangan yang dirasakan sebagai perhatian,
penghargaan dan pertolongan yang diterima dari orang
22
lain atau suatu kelompok. Lingkungan yang memberikan
dukungan tersebut adalah keluarga, kekasih atau anggota
masyarakat. Sarafino berpendapat bahwa akan ada banyak
efek dari dukungan sosial karena dukungan sosial secara
positif dapat memulihkan kondisi fisik dan psikis
seseorang, baik secara langsung maupun tidak langsung
(Smet 1994, 192–93).
2. Sumber Dukungan Sosial
Sumber dukungan sosial dikelompokkan oleh
Sarafino yang mengemukakan bahwa dukungan sosial
dapat berasal dari :
a. Orang-orang sekitar individu yang termasuk kalangan
non-profesional (signification others) seperti: keluarga,
teman dekat, atau rekan. Hubungan dengan kalangan
non-profesional atau significant others merupakan
hubungan yang menempati bagian terbesar dari
kehidupan seorang individu dan menjadi sumber
dukungan sosial yang sangat potensial.
b. Profesional, seperti psikolog atau dokter, yang berguna
untuk menganalisis secara klinis maupun psikis.
c. Kelompok-kelompok dukungan sosial (social support
groups).
3. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial
Sheridan dan Radmacher (1992), Sarafino (1998)
serta Taylor (1999) membagi dukungan sosial kedalam
lima bentuk (Wibowo 2013, 50), yaitu :
1) Dukungan instrumental (tangible assisstance)
23
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan
materi yang dapat memberikan pertolongan langsung
seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan
serta pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat
mengurangi stress karena individu dapat langsung
memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan
materi. Dukungan instrumental sangat diperlukan
terutama dalam mengatasi masalah dengan lebih
mudah.
2) Dukungan informasional
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian
informasi, saran atau umpan balik tentang situasi dan
kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat
menolong individu untuk mengenali dan mengatasi
masalah dengan lebih mudah.
3) Dukungan emosional
Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki
perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh
sumber dukungan sosial sehingga individu dapat
menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan ini
sangat penting dalam menghadapi keadaan yang
dianggap tidak dapat dikontrol.
4) Dukungan pada harga diri
Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif
pada individu, pemberian semangat, persetujuan pada
pendapat individu, perbandingan yang positif dengan
24
individu lain. Bentuk dukungan ini membantu individu
dalam membangun harga diri dan kompetensi.
5) Dukungan dari kelompok sosial
Bentuk dukungan ini akan membuat individu
merasa anggota dari suatu kelompok yang memiliki
kesamaan minat dan aktivitas sosial dengannya.
Dengan begitu individu akan merasa memiliki teman
senasib.
4. Aspek-Aspek Dukungan Sosial
Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat
dibagi ke dalam berbagai komponen yang berbeda-beda.
Misalnya Weiss (Cutrona 1994, 369–378) mengemukakan
adanya 6 (enam) komponen dukungan sosial yang disebut
sebagai “The Social Provision Scale”, dimana masing-
masing komponen dapat berdiri sendiri, namun satu sama
lain saling berhubungan dan digunakan sebagai
pengukuran pada dukungan sosial. Adapun komponen-
komponen tersebut adalah :
1) Kelekatan emosi (emotional attachment) merupakan
jenis dukungan sosial yang memungkinkan seseorang
memperoleh kelekatan (kedekatan) emosional
sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang
menerima. Orang yang menerima dukungan sosial
semacam ini merasa tentram, aman dan damai yang
ditunjukkan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber
dukungan sosial semacam ini dapat diperoleh dari
pasangan hidup, anggota keluarga, teman dekat atau
25
sanak keluarga yang akrab dan memiliki hubungan
yang harmonis.
2) Integrasi sosial (social integration) merupakan jenis
dukungan sosial yang memungkinkan untuk
memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok yang
dapat membagi minat, perhatian serta melakukan
kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama.
Sumber dukungan sosial semacam ini memungkinkan
mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa
memiliki dan dimiliki dalam kelompok. Mereka
merasa bahagia, ceria dan dapat mencurahkan segala
yang ada pada dirinya untuk bercerita yang sesuai
dengan kebutuhan.
3) Adanya pengakuan (reanssurance of worth)
merupakan jenis dukungan sosial yang mendapat
pengakuan atau kemampuan dan keahliannya serta
mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga.
Sumber dukungan sosial semacam ini dapat diperoleh
dari keluarga, lembaga, instansi, perusahaan atau
organisasi.
4) Ketergantungan yang dapat diandalkan (reliable
reliance) merupakan jenis dukungan sosial yang
berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat
diandalkan bantuannya ketika membutuhkan bantuan
tersebut. Jenis dukungan sosial ini berasal dari
keluarga.
26
5) Bimbingan (guidance) merupakan jenis dukungan
sosial yang berupa adanya hubungan kerja ataupun
hubungan sosial yang memungkinkan mendapatkan
informasi, saran atau nasehat yang diperlukan dalam
memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan
yang dihadapi. Jenis dukungan sosial semacam ini
dapat diperoleh dari guru, pamong dalam masyarakat,
figur yang dituakan dan juga orang tua.
6) Kesempatan untuk mengasuh (oppurtunity for
nurturance) merupakan suatu aspek penting dalam
hubungan interpersonal akan perasaan dibutuhkan
oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini
memungkinkan untuk memperoleh perasaan bahwa
orang lain tergantung padanya untuk memperoleh
kesejahteraan.
5. Faktor-Faktor Dukungan Sosial
Sarafino (Sarafino 2002, 132–136) menguraikan
beberapa faktor yang mempengaruhi perolehan dukungan
sosial dari orang lain yaitu:
a. Penerima dukungan (recipient)
Seseorang tidak akan memperoleh dukungan bila
mereka tidak ramah, tidak mau menolong orang lain
dan tidak membiarkan orang lain mengetahui bahwa
mereka membutuhkan pertolongan. Ada orang yang
kurang asertif untuk meminta bantuan, atau mereka
berfikir bahwa mereka seharusnya tidak tergantung dan
membebani orang lain, merasa tidak enak
27
mempercayakan sesuatu pada orang lain atau tidak tahu
siapa yang dapat dimintai bantuannya.
b. Penyedia dukungan (provider)
Individu tidak akan memperoleh dukungan jika
penyedia tidak memiliki sumber-sumber yang
dibutuhkan oleh individu, penyedia dukungan sedang
berada dalam keadaan stres dan sedang membutuhkan
bantuan, atau mungkin juga mereka tidak cukup
sensitif terhadap kebutuhan orang lain.
c. Komposisi dan struktur jaringan sosial (hubungan
individu dengan keluarga dan masyarakat)
Hubungan ini bervariasi dalam hal ukuran yaitu jumlah
orang yang biasa dihubungi, frekuensi hubungan yaitu
seberapa sering individu bertemu dengan orang
tersebut, komposisi yaitu apakah orang tersebut adalah
keluarga, teman, rekan kerja atau lainnya; dan
keintiman yaitu kedekatan hubungan individu dan
adanya keinginan untuk saling mempercayai.
C. Napza
1. Definisi Napza
Napza adalah singkatan dari narkotika, psikotropika,
dan bahan adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis
yang bila dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi fisik
dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN
2009, 18). Napza adalah zat yang memengaruhi struktur
atau fungsi beberapa bagian tubuh orang yang
28
mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko penggunaan
Napza bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering,
cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau
Napza lain yang dikonsumsi (Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia 2010).
Menurut Budiarta, napza merupakan zat atau obat
yang berasal dari tanaman, baik sintetis maupun semi
sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Napza adalah bahan aktif, yang artinya
menimbulkan ketergantungan dan bahan psikoaktif, yang
artinya berpengaruh pada otak. Napza (Narkotika,
Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat,
atau zat yang bukan makanan yang jika diminum, dihisap,
dihirup, ditelan, atau disuntikkan, berpengaruh pada kerja
otak atau susunan saraf pusat (Budiarta 2000, 20).
2. Jenis-Jenis Napza
Napza dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika,
psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Tiap jenis dibagi-
bagi lagi ke dalam beberapa kelompok.
a. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
bukan sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran dan hilangnya rasa. Zat ini
dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
29
dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika
memiliki daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat.
Narkotika juga memiliki daya toleran (penyesuaian)
dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi.
Ketiga sifat narkotika yang menyebabkan pemakai
narkotika tidak dapat lepas dari ―cengkraman‖-nya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009,
jenis narkotika dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu
narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III.
1) Narkotika golongan I adalah : narkotika yang paling
berbahaya, dan daya adiktifnya sangat tinggi.
Golongan ini tidak boleh digunakan untuk
kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau
ilmu pengetahuan. Contohnya ganja, heroin, kokain,
morfin, opium, MDPV (Methylene Dioxy
Pyrovalerone) dan lain-lain.
2) Narkotika golongan II adalah : narkotika yang
memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk
pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah petidin
dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-
lain.
3) Narkotika golongan III adalah : narkotika yang
memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk
pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah kodein
dan turunannya.
30
b. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika,
baik alamiah maupun sintetis, yang memiliki khasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika adalah
obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati
gangguan jiwa (psyche).
Berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1997,
psikotropika dapat dikelompokkan ke dalam 4
golongan, yaitu :
1) Golongan I adalah : psikotropika dengan daya adiktif
yang sangat kuat, belum diketahui manfaatnya untuk
pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya.
Contohnya adalah MDMA (Methylenedeoxy
Methamfetamine), ekstasi, LSD (Lysergic Acid
Diethylamid), dan STP, DOM (Dimethoxy Alpha,
Dimethylphenethylamine).
2) Golongan II adalah : psikotropika dengan daya adiktif
kuat serta berguna untuk pengobatan dan penelitian.
Contohnya adalah amfetamin, metamfetamin,
metakualon, dan sebagainya.
3) Golongan III adalah : psikotropika dengan daya
adiksi sedang serta berguna untuk pengobatan dan
penelitian. Contohnya adalah lumibal, buprenorsina,
fleenitrazepam, dan sebagainya.
31
4) Golongan IV adalah : psikotropika yang memiliki
daya adiktif ringan serta berguna untuk pengobatan
dan penelitian. Contohnya adalah nitrazepam (BK,
mogadon, dumolid), diazepam, dan lain-lain.
c. Bahan Adiktif Lainnya
Golongan adiktif lainnya adalah zat-zat selain
narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan
ketergantungan. Contohnya :
1) Rokok
2) Kelompok alkohol dan minuman lain yang
memabukkan dan menimbulkan ketagihan.
3) Thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus
cair, aseton, cat, bensin, yang bila dihisap, dihirup,
dan dicium, dapat memabukkan.
Jadi, alkohol, rokok, serta zat-zat lain yang
memabukkan dan menimbulkan ketagihan juga
tergolong Napza.
3. Faktor-faktor Penyebab Penggunaan Napza
Menurut Hawari faktor yang berkontribusi terhadap
penyalahgunaan Napza dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu :
a. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam
diri individu, misalnya kepribadian. Individu yang
mempunyai ciri-ciri rendah diri, emosional dan
mempunyai pendirian yang labil biasanya terjadi pada
usia remaja, sebab pada usia tersebut sedang
32
mengalami perubahan biologi, psikologi maupun sosial
yang pesat. Beberapa ciri perkembangan remaja
tersebut dapat mendorong seseorang untuk
menyalahgunakan Napza.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah lingkungan yang berada di
sekitar individu yaitu keluarga dan lingkungan
pergaulan baik sekitar rumah, sekolah, teman sebaya,
maupun masyarakat. Faktor dari keluarga dikarenakan
komunikasi orang tua dan anak kurang baik, hubungan
kurang harmonis, orang tua yang bercerai, kawin lagi,
orang tua terlampau sibuk, acuh, orang tua otoriter,
kurangnya orang yang menjadi teladan dalam
hidupnya, dan kurangnya kehidupan beragama. Faktor
dari lingkungan sekolah dikarenakan sekolah yang
kurang disiplin, sekolah terletak dekat tempat hiburan,
sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa
untuk mengembangkan diri secara kreatif dan positif,
dan adanya murid penyalahguna Napza.
Faktor dari lingkungan sebaya dikarenakan
berteman dengan penyalahguna dan adanya tekanan
atau ancaman dari teman. Faktor dari lingkungan
masyarakat/sosial dikarenakan lemahnya penegakan
hukum dan situasi politik, sosial dan ekonomi yang
kurang mendukung. Faktor–faktor tersebut diatas
memang tidak selalu membuat seseorang kelak
menjadi penyalahguna Napza. Akan tetapi makin
33
banyak faktor–faktor di atas, semakin besar
kemungkinan seseorang menjadi penyalahguna Napza
(Hawari 2001, 43–44).
4. Penyalahgunaan Napza
Penyalahguna Napza adalah individu yang
menggunakan narkotika atau psikotropika tanpa indikasi
medis dan tidak dalam pengawasan dokter. Korban
penyalahguna Napza adalah orang yang menderita
ketergantungan terhadap Napza yang disebabkan oleh
penyalahguna Napza, baik atas kemauan sendiri maupun
paksaan dari orang lain (BNN dan Departemen Kesehatan
RI 2003, 34).
Penyalahgunaan Napza adalah penggunaan Napza
yang bersifat patologis, paling sedikit telah berlangsung
satu bulan lamanya sehingga menimbulkan gangguan
dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya Napza
banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya
menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi
karena efeknya ―enak‖ bagi pemakai, maka Napza
kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan untuk
pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat.
Penyalahgunaan Napza secara tetap ini menyebabkan
pengguna merasa ketergantungan pada obat tersebut
sehingga menyebabkan kerusakan fisik (Sumiati 2009,
29).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009
Ketergantungan adalah kondisi yang ditandai oleh
34
dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-
menerus dengan takaran yang meningkat agar
menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya
dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba,
menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Ketergantungan terhadap Napza dibagi menjadi dua,
yaitu:
a. Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang
mengurangi atau menghentikan penggunaan Napza
tertentu yang biasa ia gunakan, ia akan mengalami
gejala putus zat. Selain ditandai dengan gejala putus
zat, ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan
adanya toleransi.
b. Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila
berhenti menggunakan Napza tertentu, seseorang akan
mengalami kerinduan yang sangat kuat untuk
menggunakan Napza tersebut walaupun ia tidak
mengalami gejala fisik.
D. Primary Program
Primary Program merupakan program rehabilitasi
yang disiapkan untuk residen yang mengalami masalah
dengan ketergantungan Napza tanpa diikuti dengan
permasalahan fisik atau psikis. Rencana program yang dibuat
bertujuan untuk merubah perilaku menuju kehidupan yang
seimbang, bersih tanpa Napza dan membangun kehidupan
yang lebih baik (balancing, clean, and sober life style).
35
Dalam Primary Program, residen diharapkan melakukan
sosialisasi, mengalami pengembangan diri, serta
meningkatkan kepekaan psikologis dengan melakukan
berbagai aktivitas dan sesi terapeutik yang telah ditetapkan.
Lama program yang dijalani di Regular Program sekitar
enam bulan tergantung dengan kondisi residen. Dalam
program Primary Program terapat beberapa fase, yaitu
sebagai berikut :
a. Fase Induction
Fase Induction adalah fase pengenalan residen terhadap
lingkungan barunya di unit Rehabilitasi. Dimana residen
diharapkan mampu menerima kondisinya dan mau
berubah dengan menaati nilai, norma serta peraturan dan
kegiatan yang telah ditetapkan.
b. Fase Primary / Younger
Fase Primary adalah fase lanjutan dan utama. Pada fase
ini, residen diharapkan dapat belajar untuk mengenali diri
dan kebutuhannya serta belajar untuk peduli dengan
lingkungan sekitar. Selain itu, residen juga belajar untuk
mengatasi permasalahan pribadi yang muncul akibat
ketergantungan Napza.
c. Fase Pre Re-entry
Fase Pre Re-entry adalah fase dimana residen dapat
mengembangkan kemampuannya. Tujuan dari fase ini
adalah untuk meningkatkan tanggung jawab residen
terhadap diri sendiri, seluruh komunitas, dan terhadap
operasional Unit Rehabilitasi Napza. Serta meningkatkan
36
kemampuan penyesuaian diri residen terhadap lingkungan
luar yaitu: keluarga, peer group, dan masyarakat.
d. Fase Re-Entry
Fase Re-Entry adalah fase akhir di Primary Program
dimana residen diharapkan sudah mampu untuk membuat
rencana kedepan, baik dengan melanjutkan kegiatan yang
sebelumnya tertunda atau dengan memulai kegiatan yang
baru (Instalasi Rehabilitasi Napza RSKO Jakarta, t.t., 33–
47).
E. Dinamika Teori
Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Putri Aditya Pratiwi (2014) yang berjudul ―Hubungan
dukungan sosial dengan penyesuaian diri pengguna narkoba
selama mengikuti program rehabilitasi‖, terdapat hubungan
antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri dengan
pengguna narkoba selama mengikuti program rehabilitasi.
Dalam penelitian tersebut dukungan sosial memberikan
peranan penting bagi seorang pecandu narkoba untuk
dicintai, dengan cara menunjukkan perhatian kepada seorang
pecandu narkoba untuk menjalani dan menyesuaikan diri
lingkungan baru selain rumah mereka. Adanya dukungan
sosial dari orang tua, keluarga dan kerabat dekat lainnya
membuat seorang pecandu narkoba semangat untuk
menjalani rehabilitasi.
Dalam penelitian yang dilakukan peneliti yang dengan
judul ―Pengaruh dukungan sosial teman sebaya terhadap
37
penyesuaian diri residen Primary Program di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta‖, seorang
penyalahguna Napza sangat membutuhkan dukungan sosial
untuk bisa menyesuaikan diri di tempat rehabilitasi, agar
proses rehabilitasi dapat berjalan dengan baik. Untuk dapat
menyesuaikan diri dengan baik para residen Napza ini juga
membutuhkan lingkungan yang mendukung, terutama
keluarga yang sangat berperan dalam proses rehabilitasi
tersebut. Selain itu, dukungan sosial juga bisa didapatkan
dari lingkungan rehabilitasi itu sendiri, seperti teman sesama
residen, konselor, pekerja sosial, psikolog, dokter dan
pekerja profesional lainnya yang ada di dalam Unit
Rehabilitasi Napza.
Penelitian sebelumnya pernah mengenai dukungan
sosial dan penyesuaian diri dilakukan oleh Puspita Artiarini
(2008) yang berjudul ―Peranan konsep diri dan dukungan
sosial terhadap penyesuaian diri akademik mahasiswa tingkat
pertama‖. Penelitian tersebut menyatakan bahwa konsep diri
dan dukungan sosial, secara bersama-sama memiliki
kontribusi yang signifikan terhadap penyesuaian diri
akademik mahasiswa tingkat pertama. Selain itu, konsep diri
sebagai faktor personal terbukti memiliki kontribusi yang
lebih besar terhadap penyesuaian diri akademik
dibandingkan dengan dukungan sosial sebagai faktor
lingkungan. Menurut Zimet, Dahlem, Zimet, Farley (1988)
mendefinisikan dukungan sosial sebagai persepsi individu
terhadap perilaku mendukung dari orang-orang di lingkungan
38
sosialnya, dimana individu tersebut mempersepsikan bahwa
ia memiliki orang-orang yang selalu ada (available) ketika ia
mengalami masa-masa sulit. Penelitian ini juga menjelaskan
bahwa persepsi remaja akan dukungan sosial dari
keluarganya memiliki peran dalam mengurangi efek dari
situasi yang menekan (stressful). Parker dan Asher (1987)
dalam sumber yang sama juga mengatakan bahwa remaja
yang merasa tidak diterima oleh teman sebayanya beresiko
memiliki fungsi psikologis yang buruk. Sedangkan, remaja
yang memiliki hubungan yang dekat, stabil, dan suportif
dengan orang yang mereka anggap penting secara emosional
akan memiliki opini yang lebih baik mengenai diri mereka,
memiliki performa yang baik di sekolahnya, sociable, dan
tidak mudah mengalami kecemasan, depresi atau rasa
permusuhan (Arwan, t.t., 3–5).
Secara langsung dukungan sosial jenis apapun akan
memiliki dampak yang besar, yang dapat langsung dirasakan
dari pemberian dukungan sosial adalah tumbuhnya
keyakinan dalam diri individu yang menerima dukungan
bahwa dirinya diterima, dicintai, dihargai. Adanya perasaan
ini membuat individu merasa lebih percaya diri dan yang
lebih penting adalah mencegah individu dari frustasi, stress
ataupun depresi. Tak hanya itu pemberian dukungan sosial
dapat membantu individu untuk menyelesaikan konflik-
konflik yang dialaminya, seperti pada penelitian dari Weiss
(1974) mengatakan bahwa adanya dukungan sosial yang
diterima individu dapat menjadikan individu tersebut
39
terampil untuk memecahkan setiap permasalahan yang
terjadi di dalam hidupnya. Keterampilan untuk memecahkan
masalah dikarenakan adanya dukungan-dukungan yang
berupa arahan, bimbingan, saran-saran yang membangun,
bantuan pemikiran, sehingga individu dapat memikirkan
beberapa alternatif cara penyelesaian permasalahan yang
dihadapinya. Dan dalam penyesuaian diri juga dapat dinilai
baik dan benar apabila pada individu tersebut menunjukkan
perilaku seperti adanya kemampuan untuk mengontrol emosi
yang berlebihan, tidak adanya mekanisme pertahanan diri,
tidak adanya perasaan frustasi, adanya kemampuan untuk
belajar, memiliki pertimbangan dan pengarahan diri yang
rasional, mampu memanfaatkan masalalu, berpikir realistik
dan mampu untuk menerima kenyataan hidup secara wajar
dan bersikap objektif (Schneiders 1964). Dimensi
penyesuaian diri menurut Schneiders, Schneiders
membedakan kemampuan “personal adjustment” atau
penyesuaian diri ke dalam beberapa dimensi yaitu
adaptation, conformity dan mastery.
Dampak positif dari dukungan sosial seperti yang
dijelaskan dapat terjadi bila dukungan sosial berasal dari
orang-orang terdekat. Di beberapa penelitian maupun
penjabaran tentang dukungan sosial menjelaskan bahwa
dukungan sosial yang berasal dari oranmg terdekat memiliki
dampak positif paling besar. Namun pada penelitian ini
dukungan sosial juga residen perlu mencari orang lain yang
ada di lingkungan rehabilitasi, yang berpotensi untuk
40
memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan untuk
keberhasilan penyesuaian diri.
Bagi residen yang sedang menjalani rehabilitasinya,
orang di lingkungan rehabilitasi yang dinilai berpotensi
memberikan dukungan sosial diantaranya orang tua, lalu
teman sesama residen, konselor, pekerja sosial, psikolog,
dokter dan pekerja profesional lainnya yang berada di
lingkungan rehabilitasi. Dari pemaparan orang-orang sekitar
rehabilitasi tersebut yang berpotensi memberikan dukungan
sosial terlihat bahwa tidak hanya orang terdekat saja yang
dapat memberikan dukungan sosial, orang yang tidak
memiliki hubunga keluarga namun telah terjalin kedekatan
juga masih dapat berpotensi untuk memberikan dukungan
sosial.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yaitu
penelitian yang menekankan pada data-data numerikal
(angka) yang diolah dengan metode statistika (Azwar 2007,
27). Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional,
karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga
sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian.
Metode ini sebagai metode ilmiah karena telah
memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit atau empiris,
obyektif, terukur, rasional, dan sistematis.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Sugiyono (2010) berpendapat populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas : objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2006, 36). Adapun
populasi dalam penelitian ini adalah semua residen yang
berada pada tahap Primary Program di RSKO Jakarta
yang berjumlah 25 orang, terdiri dari 22 laki-laki dan 3
perempuan.
42
2. Sampel
Menurut Prasetyo dan Miftahul sampel merupakan
bagian dari populasi yang ingin diteliti. Oleh karena itu,
sampel harus dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap
populasi dan bukan populasi itu sendiri. Bila populasi
besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang
ada di populasi maka peneliti dapat menggunakan sampel
yang diambil dari populasi itu (Prasetyo dan Jannah 2008,
50). Namun Menurut Arikunto apabila subjeknya kurang
dari 100 orang, lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya penelitian populasi (Arikunto 2007, 42).
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan non probability sampling, yaitu sampling
jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel
bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel,
hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil
(Sugiyono 2006, 43). Penggunaan teknik sampling jenuh
dipilih karena dalam penelitian ini yang berada pada tahap
Primary Program di RSKO Jakarta.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta yang beralamat di Jl.
Lapangan tembak No. 75 Cibubur, Jakarta Timur. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2018.
43
D. Variabel Penelitian
Variabel pada dasarnya adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini
variabel yang menjadi objek penelitian yaitu:
1. Variabel Bebas (Independent Variabel/X), yaitu
Dukungan Sosial Teman Sebaya.
2. Variabel Terikat (Dependent Variabel/Y), yaitu
Penyesuaian diri.
Gambar 3.1
Variabel Penelitian
Variable Independent Variable Dependent
E. Definisi Konseptual Variabel Penelitian
Definisi konseptual adalah suatu definisi konstrak yang
diberikan kepada suatu konstrak dengan mengunakan
konstrak yang lain. Definisi konseptual dari variabel-variabel
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
a. Definisi Konseptual Dukungan Sosial
Menurut Sarafino (Smet 1994, 137) bahwa dukungan
sosial adalah suatu kesenangan yang dirasakan sebagai
perhatian, penghargaan dan pertolongan yang diterima
dari orang lain atau suatu kelompok. Lingkungan yang
Penyesuaian Diri
( Variabel Y )
Dukungan Sosial Teman Sebaya
( Variabel X )
44
memberikan dukungan tersebut adalah keluarga, teman
atau anggota masyarakat.
b. Definisi Konseptual Penyesuaian Diri
Menurut Schneiders (M. Ali dan Asrori 2005, 173–75)
definisi penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut
pandang, yaitu penyesuaian diri sebagai bentuk adaptasi
(adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas
(conformity) dan penyesuaian diri sebagai usaha
penguasaan (mastery). Pada mulanya penyesuaian diri
sama dengan adaptasi (adaptation).
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional variabel penelitian merupakan
penjelasan dari masing-masing variabel yang digunakan
dalam penelitian terhadap indikator-indikator yang
membentuknya.
a. Definisi Operasional Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah suatu perubahan-perubahan yang
terbentuk melalui hubungan yang harmonis dengan
lingkungan, yang meliputi kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan individu itu sendiri dan tuntutan serta tekanan
lingkungannya. Dilihat berdasarkan hasil skala
Penyesuaian Diri yang disusun peneliti, terdiri atas tiga
dimensi yaitu adaptasi, konformitas, dan penguasaan.
b. Definisi Operasional Dukungan Sosial
Dukungan Sosial adalah perhatian, perasaan nyaman dan
bantuan yang didapat dari orang lain atau kelompok
45
sehingga menimbulkan perasaan bahwa kita memiliki arti
bagi orang lain atau menjadi bagian dari jaringan
sosialnya. Yang juga dapat dilihat berdasarkan hasil skala
Dukungan Sosial yaitu “The Social Provision Scale”,
yang terdiri dari enam aspek yaitu kelekatan emosi,
integrasi sosial, adanya pengakuan, ketergantungan yang
dapat diandalkan, bimbingan, dan kesempatan untuk
mengasuh.
G. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pengumpulan
data primer dan sekunder, dalam suatu penelitian
pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting,
karena data yang dikumpulkan akan digunakan untuk
pemecahan masalah yang sedang diteliti atau untuk menguji
hipotesis yang telah dirumuskan (Syofian 2014, 65).
Adapun metode pengumpulan data pada penelitian ini
dengan menggunakan kuesioner. Sugiyono (2010)
menyatakan bahwa kuesioener merupakan teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau penyataan tertulis kepada
responden untuk menjawabnya. Dalam penelitian ini
kuesioner digunakan dengan tujuan untuk mengumpulkan
data dari para responden yang telah ditentukan.
46
H. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang hendak
diungkap yaitu dukungan sosial teman sebaya dan
penyesuaian diri. Oleh karena itu terdapat dua instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu instrumen
dukungan sosial teman sebaya dan instrumen penyesuaian
diri. Yang dimana kedua instrumen dikembangkan
berdasarkan Skala Likert. Skala likert digunakan untuk
mengukur sikap, persepsi dan pendapat seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial. Model skala
likert yang digunakan peneliti memiliki lima alternatif
jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), Cukup Setuju
(CS), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
Pernyataan Favorable yaitu pernyataan yang mendukung dan
memihak skala tersebut, sebaliknya pernyataan Unfavorable
yaitu pernyataan yang tidak mendukung atau memihak.
Tabel 3.1
Tabel Skala Likert
No. Alternatif Jawaban Positif Negatif
1. Sangat Setuju 5 1
2. Setuju 4 2
3. Cukup Setuju 3 3
4. Tidak Setuju 2 4
5. Sangat Tidak Setuju 1 5
47
a. Instrumen Dukungan Sosial Teman Sebaya
Instrumen Dukungan sosial teman sebaya yang
digunakan dikembangkan dari Komponen Dukungan
Sosial menurut Weiss (Cutrona 1994, 369–378) yang
disebut sebagai “The Social Provision Scale”. Dimana
masing-masing aspek tersebut satu sama lain saling
berhubungan dan digunakan sebagai pengukuram pada
dukungan sosial teman sebaya. Item-item yang terdapat
dalam instrumen ini disusun berdasarkan aspek-aspek
dukungan sosial yaitu Kelekatan emosi (emotional
attachment), Integrasi sosial (social integration), Adanya
pengakuan (reanssurance of worth), Ketergantungan
yang dapat diandalkan (reliable reliance), Bimbingan
(guidance), Kesempatan untuk mengasuh (oppurtunity
for nurturance).
Tabel 3.2 Blue Print Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya
(Variabel X)
NO Aspek Indikator No Item
Jumlah Favo Unfavo
1.
Kelekatan
Emosi
(Emotional
Attachment)
Seseorang
memperoleh
kelekatan
(kedekatan)
emosional sehingga
menimbulkan rasa
aman, tentram, dan
damai bagi yang
menerima.
11, 17 2, 21 4
2.
Integrasi
Sosial
(Social
Untuk memperoleh
perasaan memiliki
suatu kelompok
5, 8 14, 22 4
48
Integration) yang dapat
membagi minat,
perhatian serta
melakukan
kegiatan yang
sifatnya rekreatif
secara bersama-
sama.
3.
Adanya
Pengakuan
(Reanssura
nce Of
Worth)
Mendapat
pengakuan/kemam
puan dan
keahliannya serta
mendapat
penghargaan dari
keluarga, orang
lain atau lembaga.
13, 20 6, 9 4
4.
Ketergantun
gan yang
dapat
diandalkan
(Reliable
Reliance)
Orang yang dapat
diandalkan
bantuannya ketika
membutuhkan
bantuan tersebut.
1, 23 10, 18 4
5. Bimbingan
(Guidance)
Hubungan sosial
yang memberikan
informasi, saran
atau nasehat yang
diperlukan dalam
memenuhi
kebutuhan dan
mengatasi
permasalahan yang
dihadapi.
12, 16 3, 19 4
6.
Kesempatan
Untuk
Mengasuh
(Oppurtunit
y For
Naturance)
Hubungan
interpersonal akan
perasaan
dibutuhkan oleh
orang lain.
4, 7 15, 24 4
Jumlah 12 12 24
49
b. Instrumen Penyesuaian Diri
Schneiders membedakan kemampuan “Personal
adjustment” atau penyesuaian diri ke dalam beberapa
dimensi yaitu adaptasi (adaptation), konformitas
(conformity) dan penguasaan (mastery) (Ali dan Asrori
2005, 173–175).
Tabel 3.3 Blue Print Skala Penyesuaian Diri (Variabel Y)
No Dimensi Indikator No Item
Jumlah Favo Unfavo
1. Adaptasi
(Adaptation)
a. Berpakaian
sesuai dengan
keadaan
lingkungan
b. Membuka diri
untuk
rehabilitasi
c. Beradaptasi
dengan
lingkungan baru
1, 3,
13,
19,
22
5, 8, 15,
23, 27
10
2. Konformitas
(Conformity)
a. Menghormati
dan melestarikan
kebudayaan yang
ada
b. Mematuhi norma
yang berlaku
4, 9,
14,
20, 30
2, 11, 16,
21, 26 10
3. Penguasaan a. Mengembangkan 6, 10, 10
50
(Mastery) diri agar menjadi
pribadi yang
lebih terkendali
dan terarah
b. Menyesuaikan
diri dengan
kenyataan secara
efektif dan
efisien
c. Mampu
memanipulasi
faktor-faktor
lingkungan
dengan baik
18,
24, 28
7, 12, 17,
25, 29
TOTAL 15 15 30
I. Uji Instrumen Penelitian
Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data try out terpakai. Try out terpakai merupakan
istilah yang digunakan untuk proses penelitian yang
menggunakan sampel yang sama dengan sampel dalam uji
validitas dan reliabilitasnya (Setiadi et. al 1998, 46).
1. Uji Validitas
Validitas seringkali dikonsepkan sebagai tes yang
mampu mengukur atribut yang seharusnya diukur.
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti
sejauh ketepatan dan kecermatan suatu instrumen
51
pengukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu
instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas
tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi
ukurnya yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Pengukuran terhadap variabel
psikologis dan sosial mengandung lebih banyak sumber
error daripada pengukuran terhadap aspek fisik (Azwar
2007, 29).
Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu
melakukan uji validitas isi dengan menggunakan pendapat
dari ahli (experts judgement). Para ahli tersebut akan
memberikan keputusan apakah instrumen tersebut dapat
digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, dan mungkin
dirombak total (Widoyoko 2012).
Pada penelitian ini uji validitasnya menggunakan
statistika korelasi Product Moment Pearson dari Karl
Pearson. Penghitungan uji validitas dilakukan dengan
menggunakan program komputer Statistical Packages for
Social Science (SPSS) for windows versi 22.0.
Sebuah item dinyatakan valid apabila nilai korelasi
antara skor item dengan skor total lebih besar dari r tabel
(Priyatno 2008, 28). Setelah dilakukan penghitungan
terhadap skor yang diperoleh dengan uji coba instrumen
untuk r tabel dengan N = 25 dan taraf signifikasi 0,05
adalah 0,337. Hasil uji validitas instrumen dukungan
sosial dari 24 item terdapat 19 item yang nilai r nya lebih
besar dari 0,337. R hitung > 0,337 dikategorikan item
52
yang valid. Berikut ini merupakan tabel blue print skala
dukungan sosial setelah dilakukan uji validitas.
Tabel 3.4
Blue Print Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya
(Variabel X) Setelah Uji Validitas
No Aspek Indikator No Item
Jumlah Favo Unfavo
1.
Kelekatan
Emosi
(Emotional
Attachment)
Seseorang memperoleh
kelekatan (kedekatan)
emosional sehingga
menimbulkan rasa
aman, tentram, dan
damai bagi yang
menerima.
11*,
17 2*, 21
4
2.
Integrasi
Sosial
(Social
Integration)
Untuk memperoleh
perasaan memiliki
suatu kelompok yang
dapat membagi minat,
perhatian serta
melakukan kegiatan
yang sifatnya rekreatif
secara bersama-sama.
5, 8 14, 22
4
3.
Adanya
Pengakuan
(Reanssuran
ce Of Worth)
Mendapat pengakuan /
kemampuan dan
keahliannya serta
mendapat
13, 20
6*, 9
4
53
penghargaan dari
keluarga, orang lain
atau lembaga.
4.
Ketergantun
gan yang
dapat
diandalkan
(Reliable
Reliance)
Orang yang dapat
diandalkan
bantuannya ketika
membutuhkan bantuan
tersebut.
1, 23 10, 18
4
5. Bimbingan
(Guidance)
Hubungan sosial yang
memberikan
informasi, saran atau
nasehat yang
diperlukan dalam
memenuhi kebutuhan
dan mengatasi
permasalahan yang
dihadapi.
12*,
16* 3, 19 4
6.
Kesempatan
Untuk
Mengasuh
(Oppurtunity
For
Naturance)
Hubungan
interpersonal akan
perasaan dibutuhkan
oleh orang lain.
4, 7 15, 24 4
Jumlah 12 12 24
*Keterangan : (*) = Item Tidak Valid
54
Sedangkan untuk uji validitas instrumen
penyesuaian diri, setelah dilakukan penghitungan terhadap
skor yang diperoleh dengan uji coba instrumen untuk r
tabel dengan N = 25 dengan taraf signifikasi 0,05 adalah
0,337. Hasil uji coba validitas instrumen penyesuaian diri
dari 30 item terdapat 26 item yang nilai r nya lebih besar
dari 0,337. R hitung > 0,337 dikategorikan item yang
valid. Berikut ini merupakan tabel blue print skala
penyesuaian diri setelah dilakukan uji validitasnya.
Tabel 3.5
Blue Print Skala Penyesuaian Diri (Variabel Y) Setelah Uji
Validitas
No Dimensi Indikator No Item
Jumlah Favo Unfavo
1. Adaptasi
(Adaptation)
a. Berpakaian sesuai
dengan keadaan
lingkungan
b. Membuka diri
untuk rehabilitasi
c. Beradaptasi
dengan
lingkungan baru
1, 3*,
13,
19*,
22
5, 8,
15,
23, 27
10
2. Konformitas
(Conformity)
a. Menghormati
dan melestarikan
kebudayaan yang
ada
4, 9,
14,
20,
30*
2, 11,
16, 21,
26
10
55
b. Mematuhi norma
yang berlaku
3. Penguasaan
(Mastery)
a. Mengembangkan
diri agar menjadi
pribadi yang
lebih terkendali
dan terarah
b. Menyesuaikan
diri dengan
kenyataan secara
efektif dan
efisien
c. Mampu
memanipulasi
faktor-faktor
lingkungan
dengan baik
6, 10,
18,
24, 28
7*, 12,
17, 25,
29
10
TOTAL 15 15 30
*Keterangan : (*) = Item Tidak Valid
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah sifat konsisten dalam
pengukuran. Namun, reliabilitas jarang bersifat
―seluruhnya atau tidak sama sekali‖; reliabilitas umumnya
lebih terkait dengan tingkatan (Gregory 2010, 40).
Menurut Arikunto (Arikunto 2007), reliabilitas merupakan
sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
56
sudah baik. Reliabilitas instrumen adalah hasil
pengukuran yang dapat dipercaya. Reliabilitas instrumen
diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan
pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji
reliabilitas dengan menggunakan metode alpha
cronbach’s diukur berdasarkan skala alpha cronbach’s 0
sampai 1. Adapun norma reliabilitas yang dijelaskan oleh
Guilford diantaranya :
Tabel 3.6
Norma Reliabilitas Guilford
Reliabilitas (r) Kriteria
> 0,90 Sangat Reliabel
0,70-0,90 Reliabel
0,40-0,70 Cukup Reliabel
0,20-0,40 Kurang Reliabel
< 0,20 Tidak Reliabel
Sumber : (Rostina Sundayana 2010)
Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik
jika memiliki nilai Cronbach Alpha‘s > 0,60. Uji
Reliabilitas ini dianalisis dengan menggunakan Statistical
Packages for Social Science (SPSS) for windows versi
22.0. Pengujian Instrumen dilakukan pada item-item yang
valid dari setiap skala penelitian, yaitu skala dukungan
sosial yang berjumlah 24 item dan skala penyesuaian diri
yang berjumlah 30 item. Dari hasil penghitungan uji
reliabilitas yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai
berikut:
57
Tabel 3.7
Reliabilitas Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.979 19
Pada tabel Reliability Statistics dapat dilihat bahwa
nilai Cronbach’s Alpha dari variabel Dukungan Sosial
adalah 0,979. Artinya, nilai reliabilitas 0,979 > 0,60, maka
variabel dukungan sosial dapat dikatakan reliabel dan
dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian.
Tabel 3.8
Reliabilitas Skala Penyesuaian Diri
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.939 26
Pada tabel Reliability Statistics dapat dilihat bahwa
nilai Cronbach’s Alpha dari variabel Penyesuaian Diri
adalah 0,939. Artinya, nilai reliabilitas 0,939 > 0,60, maka
variabel Penyesuaian Diri dapat dinyatakan reliabel dan
dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian. Karena
Reliabilitas kedua skala berada dalam kategori tinggi,
maka dapat disimpulkan bahwa kedua skala reliabel untuk
digunakan dalam penelitian.
58
J. Teknik Analisis Data
1. Uji Regresi Linear Sederhana
Rangkuti (2012) mengatakan bahwa analisis regresi
linear merupakan salah satu analisis yang menjelaskan
bagaimana prediksi suatu variabel terhadap variabel
lainnya serta bagaimana hubungan sebab akibat antar
variabel tersebut. Analisis regresi linear juga digunakan
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat. Jika pengukuran pengaruh ini
melibatkan satu variabel bebas (X) dan variabel terikat
(Y) maka dinamakan dengan analisis Regresi Linear
Sederhana (Simple Linear Regression) (Sarjono &
Julianita 2013, 90). Secara umum perhitungan analisis
regresi dengan satu variabel prediktor menggunakan
rumus berikut :
Y = a + bX
Keterangan:
Y = Variabel yang diprediksi
X = Variabel prediktor
a = Konstanta (nilai Y, bila X = 0)
b = Koefisien regresi
2. Uji Prasyarat Analisis
Terdapat beberapa uji asumsi yang harus dipenuhi
terlebih dahulu sebelum menggunakan Multiple Linear
Regression sebagai alat untuk menganalisis variabel-
variabel yang diteliti. Uji asumsi klasik yang digunakan
terdiri atas uji normalitas, uji linearitas dan uji hipotesis.
59
Adapun untuk lebih jelasnya akan dijabarkan sebagai
berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah
populasi data berdistribusi normal atau tidak. Uji ini perlu
dilakukan karena semua perhitungan statistic parametric
memiliki asumsi normalitas sebaran (Santoso 2010, 26).
Jika nilai p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis nol diterima. Hal ini berarti data yang di uji
memiliki distribusi yang tidak berbeda dengan data yang
normal, atau data yang diuji memiliki distribusi normal.
Sebaliknya, jika nilai p < 0,05 maka hipotesis nol ditolak.
Hal ini berarti data yang diuji memiliki distribusi yang
berbeda dari data normal.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui linearitas
hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independen. Selain itu, uji linearitas juga diharapkan dapat
mengetahui taraf signifikansi penyimpangan dari
linearitas hubungan tersebut. Apabila penyimpangan yang
ditemukan tidak signifikan (p < 0,05), maka hubungan
antara variabel dependen dengan variabel independen
adalah linear (Hadi 2000, 43).
60
3. Uji Hipotesis
a. Uji F (Signifikan Simultan)
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel
independen secara bersama-sama berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen. Dengan kata
lain, uji F ini dapat digunakan untuk mengetahui
apakah sebuah model regresi dapat digunakan untuk
memprediksi sebuah variabel dependen atau tidak.
Nilai F dari hasil perhitungan kemudian dibandingkan
dengan F tabel yang diperoleh dengan menggunakan
tingkat resiko 5%. Jika F hitung > F tabel, maka Ho
ditolak dan dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan secara signifikan antara variabel independen
secara bersamaan terhadap variabel dependen.
b. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Nilai R atau adjust R merupakan alat ukur untuk
menilai seberapa jauh variabel yang dapat menjelaskan
hubungan dengan variabel dependen. Semakin tinggi
nilai koefisien determinasi maka akan semakin baik
pula kemampuan variabel independen dalam
menjelaskan variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R yang
kecil menandakan kemampuan variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen.
61
c. Uji t-test (Parsial)
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi variabel independen secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen. Masing-masing
thasil perhitungan ini kemudian dibandingkan dengan
ttabel dengan menggunakan taraf 0,05 dengan ketentuan:
thitung ≤ ttabel : Ho ditolak
thitung ≥ ttabel : Ho Diterima
Apabila Ho diterima, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antar
kedua variabel, sebaliknya apabila Ho ditolak maka
terdapat pengaruh yang signifikan antar kedua variabel
(Sugiyono 2006, 60–65).
62
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Latar Penelitian
1. Latar Belakang Rumah Sakit Ketergantungan Obat
(RSKO) Jakarta
Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta
yang sebelumnya merupakan salah satu unit RSUP
Fatmawati Jakarta. Rumah sakit ini merupakan satu-
satunya Rumah Sakit milik Pemerintah yang khusus
bergerak dalam bidang penanganan gangguan yang
berhubungan dengan zat.
Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta digagas
pendirinya pada tahun 1971 oleh (alm) Bapak Ali Sadikin
mantan Gubernur DKI Jakarta, dr. Herman Susilo (mantan
Kepala Dinkes DKI Jakarta), dan Prof. dr. Kusumanto
Setyonegoro (mantan Kepala Ditkeswa Depkes atau
Kepala Bagian Psikiatri FKUI. Secara resmi mulai
beroperasi pada tanggal 12 April 1972, sebagai upaya
memenuhi kebutuhan masyarakat luas akan adanya rumah
sakit pemerintah yang secara khusus memberikan layanan
kesehatan dibidang gangguan penyalahgunaan Napza.
Dengan meningkatnya jumlah pasien
ketergantungan obat pada akhir tahun 90 dan
meningkatnya kebutuhan masyarakat akan layanan
kesehatan yang lebih baik dan lebih lengkap, sedangkan
lahan di Fatmawati tidak memadai untuk dikembangkan.
63
Menjawab kebutuhan ini, Rumah Sakit Ketergantungan
Obat menambah kapasitas layanannya dengan mendirikan
bangunan baru di Cibubur, Jakarta Timur. Pada tahun
2002, gedung RSKO di Cibubur ini resmi beroperasi dan
sejak itu secara bertahap dilakukan pemindahan seluruh
aktivitas Rumah Sakit dari lokasi Fatmawati ke Cibubur
(RSKO Jakarta 2018).
2. Visi dan Misi Rumah Sakit Ketergantungan Obat
(RSKO) Jakarta
Visi :
―Menjadi Rumah Sakit yang unggul dalam pelayanan,
pendidikan dan penelitian dalam bidang Napza di
tahun 2019‖
Misi :
a. Menyelenggarakan upaya preventif, promotif, kuratif
dan rehabilitatif dalam bidang Napza dan penyakit
terkait secara komprehensif dan paripurna yang
memenuhi keselamatan pasien dan terjangkau oleh
masyarakat yang dikelola oleh tenaga yang
berkompeten.
b. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi
tenaga profesi serta masyarakat umum dalam bidang
Napza dan melaksanakan penelitian dan
pengembangan berbasis bukti dalam bidang Napza.
c. Menjadi sarana bagi pegawai untuk meningkatkan
kompetensi dan kesejahteraan.
64
3. Unit Rehabilitasi Instalasi MPE (Medical Psychiatric
Evaluation) dan Rehabilitasi
Penyembuhan merupakan fokus utama yang
dilakukan setiap rumah sakit bagi para pasiennya. Begitu
pun di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) yang
menggunakan beberapa cara dalam menyembuhkan
pasien yang berhubungan dengan zat beserta penyakit-
penyakit yang menyertainya. Untuk pasien yang akan
menjalani rehabilitasi di RSKO harus melalui proses
detoksifikasi yang lebih dikenal dengan Medical
Psychiatric Evaluation (MPE), MPE merupakan program
yang harus terlebih dahulu dilalui untuk semua pasien
menjalani rehabilitasi di Unit Rehabilitasi Napza RSKO.
MPE adalah sebuah program dimana pasien akan
dipisahkan dengan zat yang biasa pasien konsumsi dan
kemudian pasien akan dibantu untuk mengurangi gejala
putus zat dengan obat-obatan khusus. Pemulihan fisik ini
selama 1 sampai 3 minggu. Setelah melewati tahap MPE,
dokter merujuk residen untuk masuk ke dalam dua pilihan
program, yaitu Regular program dan Special Program,
sesuai dengan hasil diagnosa atau evaluasi dokter. Jika
pasien merupakan putusan pengadilan maka dirinya wajib
melanjutkan program rehabilitasi untuk menjalani
perawatan sesuai dengan keputusan pengadilan.
Model rehabilitasi yang digunakan oleh RSKO
adalah Therapeutic Community (TC) yang berbasis
Rumah Sakit. Selain itu ada pula penerapan 12 Steps
65
Narcotic Anonymous dan Integrated Dual Disorder
Treatment (IDDT).
Therapeutic Community (TC) merupakan suatu
kumpulan atau komunitas orang dengan masalah yang
sama tinggal di tempat yang sama, memiliki seperangkat
peraturan, filosofi, norma, dan nilai serta kultur yang
disepakati, dipahami, dan dianut bersama. Hal tersebut
semuanya dijalankan demi pemulihan dirinya masing-
masing.
Program rehabilitasi di RSKO yaitu: Regular
Program dan Special Program. Setelah itu klien akan
masuk tahap Re-Entry Program dan After Care Program.
Didalam rehabilitasi terdapat dua program yang
diperuntukkan untuk pasien Napza, diantaranya adalah :
a. Special Program
Merupakan program yang diperuntukkan bagi pasien
atau residen yang tidak hanya bermasalah dengan
ketergantungan Napza tetapi juga meiliki masalah
dengan kondisi fisik atau psikis (dual diagnosis).
Beberapa pertimbangan pasien tersebut berada dalam
Special Program dapat dilihat dari faktor kesehatan
yang membutuhkan pengawasan medis lebih intensif,
faktor usia yang terlalu muda atau terlalu tua, dan
faktor psikis yang mengganggu seperti delusi,
halusinasi, skizofrenia, bipolar dan lain sebagainya.
Dalam penerapannya Special Program tidak
66
menggunakan metode TC, tetapi terdapat metode
tersendiri untuk menangani para pasiennya.
b. Regular Program
Meupakan tahap adaptasi guna menyesuaikan diri
pasien terhadap program rehabilitasi yang akan
dijalaninya. Dalam penerapan Regular Program RSKO
menggunakan TC dengan dibantu pekerja profesional
yakni konselor ang sudah berpengalaman. Pemilihan
pasien regular program untuk mengikuti metode TC,
pasien harus seha secara medis yang artinya pasien
tidak boleh mempunyai gangguan fisik ataupun mental
yang di derita karena dengan begitu pasien akan lebih
bisa menjalani program TC dengan lebihh baik.
Selama menjalani proses rehabilitasi di regular
program, pasien akan mejalani 2 tahapan program dan
terdiri dari beberapa fase dengan menunjukkan tingkat
kemajuan dari proses rehabilitasi, meliputi :
1. Primary Program, yang terdiri dari beberapa fase,
yakni :
a) Fase Induction
Merupakan tahap adaptasi yang bertujuan
untuk penyesuaian diri pasien terhadap program
rehabilitasinya yang akan dijalani. Dalam fase ini
biasanya dibutuhkan waktu selama satu setengah
bulan. Pasien induction mendapatkan tantangan
yang mungkin terbesar di hidupnya ketika dia harus
melepaskan ketergantungannya terhadap Napza dan
67
substitusi Napza, memisahkan dirinya dari
lingkungan lama yang lebih nyaman, sementara itu
beradaptasi ke dalam suatu lingkungan ―asing‖ yang
kesannya ―intimidatif‖. Sifat-sifat negatif seorang
pecandu masih nampak kental seperti banyaknya
penyangkalan, manipulasi, berbohong, mencari
alasan, tidak menerima dan lain-lain (Instalasi
Rehabilitasi Napza RSKO Jakarta, t.t.).
b) Fase Primary / Younger
Bertujuan untuk mengarahkan pasien untuk
menerima dan menyadari bahwa dirinya adalah
seorang pecandu yang membutuhkan pertolongan.
Motivasi dari dalam diri, serta menyadari
bahwasanya disamping masalah penyalahgunaan
Napza ada masalah yang jauh lebih penting yaitu
masalah perilaku dan bagaimana cara merubahnya.
Biasanya dalam fase ini membutuhkan waktu dua
sampai dengan tiga bulan.
c) Fase Pre Re-Entry
Merupakan stabilisasi sikap dan perilaku
hidup sehat. Pemantapan kondisi emosi dan
keseimbangan psikologis. Proses simulasi fung-
fungsi kognitif, pemantapan sikap dan perilaku
bertanggung jawab serta proses interaksi sosial
dengan keluarga sebgai basis utama. Fase ini
merupakan masa persiapan untuk menjalani fase Re-
Entry yang biasanya dibutuhkan waktu selama satu
68
sampai dua bulan untuk menjalaninya. Tujuan dari
fase ini adalah untuk melatih jiwa kepemimpinan
(leader skill) dan dapat berkoordinasi dengan
sesama family dan staff. Belajar untuk lebih
memahami secara mendalam berbagai komponen
program, belajar untuk dapat menjelaskan inti dari
berbagai macam permasalahan (issue), yang
menyangkut rumah, tingkah laku, pola pikir dan
perasaan yang ada. Belajar untuk mulai berinteraksi
dengan masyarakat luar, dengan keluarga sebagai
basis utama.
2. Re-Entry Program
Merupakan pengembangan sikap dan perilaku
bertanggung jawab dan proses pengenalan serta
pemantapan sikap dan perilaku hidup sehat didalam
keluarga dan lingkungan sosial. Menambah wawasan
untuk mempersiapkan diri untuk masa depan.
Mendayagunakan penalaran, dan mengembangkan
keterampilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Mengimplementasikan kemampuan dan keterampilan
yang telah dicapai. Msmpu mewujudkan sikap dan
perilaku yang bertanggung jawab dengan kualitas
hidup yang lebih baik dalam masyarakat. Dalam fase
ini biasanya membutuhkan waktu sesuai kebutuhannya.
Setelah menjalani Primary Program dan Re-
Entry Program pasien juga harus menjalani fase
Aftercare, Aftercare Program merupakan satu tingkat
69
dimana seorang pecandu kembali membangun hidup
dengan keluarga di lingkungan masyarakat, pasien
yang telah menyelesaikan proram residensial secara
otomatis menjadi bagian dari aftercare dan dibawah
monitor komunitas aftercare.
Adapun tujuannya menyediakan dukungan bagi
anggotanya kembali ke masyarakat serta bertujuan
untuk memastikan penyelesaian keseluruhan program
rehabilitasinya. Secara terus menerus memberikan
motivasi untuk melanjutkan pemulihannya dan
mencegah terjadinya relapse atau kambuh kembali.
Dalam fase ini dibagi menjadi dua, yang pertama
adalah in house atau didalam rumah rehabilitasi dan
yang kedua adalah regular program biasanya satu
bulan sekali untuk tes urin dan konseling dengan
konselor sesuai dengan kesepakatan (Instalasi
Rehabilitasi Napza RSKO Jakarta, t.t.).
B. Gambaran Umum Responden
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta yaitu di Jl. Lapangan
tembak No. 75 Cibubur, Jakarta Timur. Pengambilan data
dilakukan dengan cara memberikan skala yang berbentuk
kuesioner kepada responden. Responden penelitian ini adalah
penyalahguna Napza (residen) yang sedang menjalani proses
rehabilitasi pada tahap Primary Program yang berjumlah 25
70
orang, residen yang berada dalam tahap Primary Program
merupakan responden pada penelitian ini.
1. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berikut ini merupakan data yang diperoleh peneliti
mengenai kriteria responden berdasarkan jenis kelamin,
antara lain :
Tabel 4.1
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Frekuensi Persentase
Perempuan 3 12%
Laki-laki 22 88%
TOTAL 25 100%
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa
responden terbanyak yaitu berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 22 responden atau sebesar 88% dan responden
berjenis kelamin perempuan sebanyak 3 responden atau
sebesar 12%.
2. Responden Berdasarkan Usia
Dalam pengelompokkan responden berdasarkan
usia, peneliti terlebih dahulu menghitung jarak untuk
menentukkan pengelompokkan responden.
Jarak = nilai maksimum – nilai minimum
kategori
= 46 – 17 = 7,25 = 7
4
71
Berikut ini merupakan data yang diperoleh peneliti
mengenai kriteria responden berdasarkan usia, antara lain:
Tabel 4.2
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No Usia Frekuensi Persentase
1. ≤ 23 tahun 8 32%
2. 24-31 tahun 6 24%
3. 32-39 tahun 7 28%
4. ≥ 39 tahun 4 16%
TOTAL 25 100%
Berdasarkan tabel, diketahui bahwa responden
terbanyak pada rentang usia <23 tahun sebanyak 8
responden atau sebesar 32%, kemudian rentang usia 32-39
tahun sebanyak 7 responden atau sebesar 28%,
selanjutnya usia 24-31 tahun sebanyak 6 responden atau
sebesar 24%, dan yang paling sedikit adalah usia >39
tahun sebanyak 4 responden atau sebesar 16%.
3. Responden Berdasarkan Lama Tinggal di Rehabilitasi
Berikut ini merupakan data yang diperoleh peneliti
mengenai kriteria responden berdasarkan lamanya tinggal
di rehabilitasi, antara lain :
72
Tabel 4.3
Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya
Tinggal di Rehabilitasi
Berdasarkan tabel, diketahui bahwa responden
terbanyak berdasarkan lamanya tinggal di rehabilitasi
pada 2-3 bulan yaitu sebanyak 16 responden atau sebesar
64%, sedangkan < 1 bulan sebanyak 6 responden atau
sebesar 24%, dan yang paling sedikit adalah > 4 bulan
sebanyak 3 responden atau sebesar 12%.
C. Temuan Hasil Penelitian
1. Skor Skala Dukungan Sosial Teman Sebaya
Temuan hasil penelitian dalam penelitian ini yaitu
dilihat berdasarkan hasil kategorisasi antara dukungan
sosial teman sebaya terhadap penyesuaian diri. Berikut ini
akan diuraikan deskripsi hasil penelitian statistik skor
sampel penelitian dukungan sosial teman sebaya :
No Lamanya tinggal di
rehabilitasi Frekuensi Persentase
1. ≤ 1 bulan 6 24%
2. 2-3 bulan 16 64%
3. ≥ 4 bulan 3 12%
TOTAL 25 100%
73
Tabel 4.4
Skor Statistik Dukungan Sosial Teman Sebaya
Statistics
Dukungan Sosial
N Valid 25
Missing 0
Mean 61.12
Std. Error of Mean 3.056
Median 58.00
Std. Deviation 15.282
Variance 233.527
Minimum 39
Maximum 93
Dari tabel di atas untuk mengetahui skor dukungan
sosial teman sebaya yang diperoleh responden tersebut
tinggi atau rendah, maka disajikan skor skala Dukungan
Sosial, diketahui nilai Minimum = 39, Maximum = 93,
Mean = 61,12, Median = 58,00. Untuk mengetahui tingkat
Dukungan Sosial pada responden, peneliti menggunakan
kategorisasi untuk setiap responden. Kategorisisai dibagi
menjadi dua, yaitu kategori rendah, dan tinggi. Adapun
tingkat motivasi berprestasi pada responden, dapat dilihat
pada tabel berikut :
74
Tabel 4.5
Kategorisasi Skor Dukungan Sosial Teman Sebaya
Kategori Skor Frekuensi Persentase
(%)
Rendah X < 61 4 16%
Tinggi X ≥ 61 21 84%
TOTAL 25 100%
Karena hasil skor mean yang didapatkan 61,12,
maka peneliti membulatkan angka tersebut menjadi 61.
Berdasarkan hasil pengolahan dari persebaran data di atas
dapat kita lihat bahwa dari 25 responden tahap Primary
Program di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO)
Jakarta, terdapat 4 responden (16%) memiliki tingkat
dukungan sosial teman sebaya yang masuk dalam kategori
rendah dan 21 responden (84%) masuk dalam kategori
tinggi.
2. Skor Sekala Penyesuaian Diri
Berikut ini akan diuraikan deskripsi hasil penelitian
statistik skor sampel penelitian Penyesuaian Diri :
75
Tabel 4.6
Deskriptif Statistik Penyesuaian Diri
Statistics
Penyesuaian Diri
N Valid 25
Missing 0
Mean 73.40
Std. Error of Mean 2.905
Median 75.00
Std. Deviation 14.523
Variance 210.917
Minimum 47
Maximum 103
Dari tabel di atas untuk mengetahui skor
Penyesuaian Diri yang diperoleh responden tersebut tinggi
atau rendah, maka disajikan norma skor skala Penyesuaian
Diri, diketahui nilai Minimum = 47, Maximum = 103,
Mean = 73,40, dan Median = 75,00. Untuk mengetahui
tingkat Penyesuaian Diri pada responden, peneliti
menggunakan kategorisasi untuk setiap responden.
Kategorisasi dibagi menjadi dua, yaitu kategori rendah,
dan tinggi. Adapun tingkat Penyesuaian Diri pada
responden, dapat dilihat pada tabel berikut :
76
Tabel 4.7
Kategorisasi Skor Penyesuaian Diri
Kategori Skor Frekuensi Persentase
(%)
Rendah X < 73 6 24%
Tinggi X ≥ 73 19 76%
TOTAL 25 100%
Hasil skor mean yang didapatkan sebesar 73,40,
sehingga peneliti bulatkan menjadi 73. Berdasarkan hasil
pengolahan dari persebaran data di atas dapat kita lihat
bahwa dari 25 responden tahap Primary Program di
Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta,
terdapat 6 responden (24%) memiliki tingkat Penyesuaian
Diri yang masuk dalam kategori rendah dan 19 responden
(76%) masuk dalam kategori tinggi.
D. Hasil Uji Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah
dalam suatu model regresi, variabel pengganggu atau
residual memiliki distribusi normal. Data yang baik adalah
data yang memiliki pola seperti distribusi normal, yakni
distribusi data tersebut tidak condong ke kiri maupun ke
kanan.
77
Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik shapirowilk, teknik ini adalah uji
normalitas yang efektif dan valid digunakan untuk sampel
berjumlah kecil, mengingat sampel pada penelitian ini
berjumlah 25 orang. Adapun setelah dilakukan uji
normalitas dengan bantuan program komputer Statistical
Packages for Social Science (SPSS) for windows versi
22.0, diketahui bahwa model regresi penelitian ini
berdistribusi normal, hal ini dapat disimpulkan melalui :
Gambar 4.1
Hasil Grafik Normal P-Plot
Berdasarkan grafik normal p-plot dapat disimpulkan
bahwa model regresi pada penelitian ini berdistribusi
secara normal, hal ini tergambar pada grafik normal p-plot
78
tampak bahwa data menyebar disekitar garis diagonal
mengikuti arah garis diagonal.
Tabel 4.8
Hasil Uji Normalitas
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai sig
Shapiro-Wilk Dukungan Sosial sebesar 0,350 dan nilai sig
Shapiro-Wilk Penyesuaian Diri sebesar 0,875. Nilai
tersebut diketahui lebih besar dari taraf signifikansi (p >
0,05). Dengan demikian model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah
dua variabel memiliki hubungan yang linear atau tidak
secara signifikan. Uji linearitas dilakukan dengan
pengujian pada SPSS dengan menggunakan test for
linearity pada taraf signifikan 0,05. Dua variabel
dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Dukungan Sosial .101 25 .200* .957 25 .350
Penyesuaian Diri .085 25 .200* .979 25 .875
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
79
signifikansi (linearity) kurang dari 0,05. Adapun diperoleh
hasil pengujian sebagai berikut :
Tabel 4.9
Hasil Uji Linearitas
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa nilai
signifikansi pada linearity sebesar 0,002. Karena
signifikansi kurang dari 0,05 (0,002 < 0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa antara variabel dukungan sosial teman
sebaya dan penyesuaian diri terdapat hubungan yang
linear.
E. Hasil Uji Hipotesis
1. Hasil Regresi Linear Sederhana
Pada analisis regresi linear sederhana dapat dilihat
seberapa jauh pengaruh dari variabel independen (X)
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Penyesuaian
Diri * Dukungan
Sosial
Between
Groups
(Combined) 4840.833 20 242.042 4.378 .081
Linearity 2865.922 1 2865.922 51.833 .002
Deviation
from Linearity 1974.911 19 103.943 1.880 .286
Within Groups 221.167 4 55.292
Total 5062.000 24
80
terhadap variabel dependen (Y). Hasil dari pengolahan
analisis regresi sederhana yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.10
Tabel Regresi Linear Sederhana
Dari tabel di atas dapat dibuat model persamaan
regresinya sebagai berikut:
Y = 29,694 + 0,715X
Berdasarkan tabel tersebut diperoleh koefisien
regresi variabel dukungan sosial teman sebaya 0,715
menunjukkan bahwa jika variabel dukungan sosial teman
sebaya mengalami kenaikan sebesar satu maka
penyesuaian diri akan mengalami kenaikan skor sebesar
0,715. Koefisien yang bernilai positif menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang positif terhadap kedua variabel
tersebut, semakin tinggi dukungan sosial teman sebaya
maka semakin tinggi pula penyesuaian diri yang dimiliki.
Jika nilai probabilitas lebih besar daripada nilai
probabilitas Sig. (0,05>Sig.), maka H0 ditolak dan Ha
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 29.694 8.213 3.615 .001
Dukungan Sosial .715 .131 .752 5.479 .000
a. Dependent Variable: Penyesuaian Diri
81
diterima. Berdasarkan tabel diperoleh nilai thitung sebesar
5,479 dengan nilai Sig. sebesar 0,000 dan nilai ttabel
sebesar 1,70. Artinya thitung > ttabel (5,479 > 1,70) dan nilai
probabilitas Sig (0,05 > 0,000) maka H0 ditolak dan Ha
diterima, dengan pengertian dukungan sosial teman
sebaya berpengaruh secara signifikan terhadap
penyesuaian diri residen pada tahap Primary Program di
RSKO Jakarta.
2. Uji F (Signifikan Simultan)
Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel
independen secara bersama-sama berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen (Dwi Priyanto
2009). Dengan kata lain, uji F ini dapat digunakan untuk
mengetahui apakah sebuah model regresi dapat digunakan
untuk memprediksi sebuah variabel dependen atau tidak.
Uji ini dilakukan dengan membandingkan Fhitung
dengan ketentuan jika signifikansi <0,05 maka Ha
diterima, sedangkan jika signifikansi >0,05 maka Ha
ditolak. Serta membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel,
apabila Fhitung > Ftabel maka Ha diterima dan begitu pula
sebaliknya.
82
Tabel 4.11
Hasil Uji F
Tabel di atas menunjukan bahwa hasil Fhitung dan
Ftabel yang didapatkan yaitu Fhitung sebesar 30,015, adapun
nilai Ftabel pada tingkat signifikan 5% dan degree of
freedom (df) sebesar k - 1 (2 – 1 = 1) dan derajat bebas
penyebut (df2) sebesar n - k (25 - 2 = 23) adalah 4,28.
Jika kedua nilai ini dibandingkan maka nilai Fhitung > Ftabel
(30,015 > 4,28) dengan signifikansi 0,000 dimana p <
0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima atau
dengan kata lain terdapat pengaruh yang signifikan pada
dukungan sosial meliputi kelekatan emosi, integrasi sosial,
adanya pengakuan, ketergantungan yang dapat
diandalkan, bimbingan dan kesempatan untuk mengasuh;
terhadap penyesuaian diri residen Primary Program di
Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta.
ANOVAa
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 2865.922 1 2865.922 30.015 .000b
Residual 2196.078 23 95.482
Total 5062.000 24
a. Dependent Variable: Penyesuaian Diri
b. Predictors: (Constant), Dukungan Sosial
83
3. Hasil Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk
mengetahui seberapa besar persentase dukungan sosial
teman sebaya dapat mempengaruhi penyesuaian diri.
Perhitungan koefisien determinasi dilakukan
menggunakan bantuan program SPSS. Koefisien
determinasi (R2) merupakan suatu nilai yang
menggambarkan seberapa besar sumbangsih aspek-aspek
dukungan sosial teman sebaya terhadap penyesuaian diri
residen Primary Program di Rumah Sakit Ketergantungan
Obat (RSKO) Jakarta. Adapun diperoleh hasilnya sebagai
berikut:
Tabel 4.12
Berdasarkan tabel di atas, diketahui nilai R square
atau koefisien determinasi (R2) yang didapat adalah 0,566.
Hal ini menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial
teman sebaya memberikan pengaruh sebesar 56,6% bagi
perubahan variabel penyesuaian diri. Dengan demikian
43,4% dipengaruhi oleh aspek lain diluar dari indikator
Koefisien Determinasi (R2)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .752a .566 .547 9.771
a. Predictors: (Constant), Dukungan Sosial
84
variabel dukungan sosial teman sebaya yang tidak terukur
dalam penelitian ini yang dapat memberikan perubahan
terhadap variabel penyesuaian diri.
4. Uji Signifikan Parsial (Uji t)
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah dalam
model regresi variabel independen secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Cara
melakukan uji t adalah dengan membandingkan
signifikansi thitung dengan ketentuan jika signifikansi
<0,05 maka Ha diterima dan jika signifikansi >0,05 maka
Ha ditolak. Serta membandingkan nilai thitung dengan ttabel,
apabila thitung > ttabel maka Ha diterima, begitupun
sebaliknya.
Dalam penelitian ini nilai ttabel didapatkan dengan
ketentuan α/2 (0,05/2) = 0,025 dan df = n - 2 (25-2) = 23.
Dengan ketentuan tersebut didapatkan nilai ttabel sebesar
2,068. Dalam menentukan kriteria tersebut didasarkan
ketentuan sebagai berikut:
Apabila thitung > ttabel dan Sig < 0,05 = Ha diterima dan
Ho ditolak
Apabila thitung < ttabel dan Sig > 0,05 = Ha ditolak dan
Ho diterima
85
Tabel 4.13
Hasil Uji t
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa
dukungan sosial teman sebaya mempengaruhi
penyesuaian diri, yang diperoleh dari nilai signifikan
sebesar 0,000 < 0,05 dengan thitung > ttabel (5,479 > 2,068).
Maka dapat dikatakan bahwa variabel dukungan sosial
teman sebaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
variabel penyesuaian diri.
F. Analisis Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 25 orang
responden yang merupakan residen Primary Program di
Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta,
didapatkan bahwa jumlah responden jenis kelamin laki-laki
dan perempuan memiliki perbedaan, dimana responden
terbanyak yaitu laki-laki sebesar 88% dan responden
perempuan sebesar 12%. Dan diketahui bahwa responden
Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 29.694 8.213 3.615 .001
Dukungan
Sosial .715 .131 .752 5.479 .000
a. Dependent Variable: Penyesuaian Diri
86
berdasarkan kategori usia terbanyak pada rentang usia <23
tahun yaitu sebanyak 8 responden atau sebesar 32%,
kemudian rentang usia 32-39 tahun sebanyak 7 responden
atau sebesar 28%, selanjutnya usia 24-31 tahun sebanyak 6
responden atau sebesar 24%, dan yang paling sedikit adalah
usia >39 tahun sebanyak 4 responden atau sebesar 16%.
Responden juga dikategorikan berdasarkan lamanya tinggal
di rehabilitasi ke empat kategori, yaitu diketahui bahwa
responden terbanyak berdasarkan lamanya tinggal di
rehabilitasi pada 2-3 bulan yaitu sebanyak 16 responden atau
sebesar 64%, sedangkan <1 bulan sebanyak 6 responden atau
sebesar 24%, dan yang paling sedikit adalah >4 bulan
sebanyak 3 responden atau sebesar 12%.
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan
menggunakan program SPSS versi 22.0 for windows, melalui
uji regresi linear sederhana diperoleh hasil nilai thitung sebesar
5,479 dengan nilai Sig. sebesar 0,000 dan nilai ttabel sebesar
2,068. Artinya thitung > ttabel (5,479 > 2,068) dan nilai
probabilitas Sig (0,05 > 0,000) maka Ho ditolak dan Ha
diterima, dengan pengertian dukungan sosial teman sebaya
berpengaruh secara signifikan terhadap penyesuaian diri
residen Primary Program di Rumah Sakit Ketergantungan
Obat (RSKO) Jakarta.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Putri Aditya Pratiwi (2014) yang menyatakan bahwa
hasil penelitiannya tersebut membuktikan adanya hubungan
yang signifikan antara dukungan sosial dengan penyesuaian
87
diri pengguna narkoba selama mengikuti program
rehabilitasi, dengan proses analisa data menggunakan
korelasi product moment. Hasil analisa datanya yang
diperoleh r = 0,523, dengan tingkat signifikan hubungan
dukungan sosial teman sebaya dengan penyesuaian diri
adalah p = 0,000 (p<0,01). Dan nilai koefisien determinasi
(r2) = 0,283 yang berarti memberikan sumbangan efektif dari
dukungan sosial teman sebaya terhadap penyesuaian diri
pengguna narkoba selama mengikuti program rehabilitasi
sebesar 28,3% sedangkan pengaruh faktor lain terhadap
penyesuaian diri pengguna narkoba selama mengikuti
program rehabilitasi sebesar 71,7%. Karena dukungan sosial
teman sebaya memberikan peranan penting bagi residen yang
menjalani proses rehabilitasi yang menimbulkan persepsi
bagi seorang residen untuk disayangi, dengan cara
menunjukkan perhatian kepada residen untuk menjalani dan
menyesuaikan diri di lingkungan baru selain rumah mereka.
Adanya dukungan sosial berarti adanya penerimaan dari
orang lain atau kelompok, seperti dukungan sosial dari
orangtua, keluarga, kerabat, konselor, pekerja sosial, dan
teman-teman di lingkungan rehabilitasi lainnya membuat
residen semangat untuk menjalani proses rehabilitasi.
Lazarus (1969) menyatakan bahwa penyesuaian diri itu
dilakukan karena adanya tuntutan yang bersifat internal
maupun eksternal. Haber dan Runyon (1984) mengatakan
bahwa sesungguhnya penyesuaian diri adalah tingkah laku
yang ditunjukkan seseorang disesuaikan dengan tuntutan
88
situasi yang dialaminya, yang mana efektifitas penyesuaian
diri dilihat dari bagaimana seseorang mengatasi situasi yang
terus berubah. Schneiders (1960) juga mengatakan bahwa
orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik adalah
orang dengan keterbatasan yang ada pada dirinya, belajar
untuk berinteraksi terhadap dirinya, belajar untuk bereaksi
terhadap lingkungan dengan cara yang matang, bermanfaat,
efisien, dan memuaskan, serta dapat menyelesaikan konflik,
frustasi, maupun kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial tanpa
mengalami gangguan tingkah laku.
Dengan demikian, menurut Pekerja Sosial di RSKO
(Bapak Agus Darmawan, S.Sos) residen yang sedang
menjalani proses rehabilitasi ini sangat membutuhkan
penyesuaian diri yang baik untuk bisa beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Dalam
menjalani proses rehabilitasi para residen pasti akan dihadapi
oleh berbagai macam tuntutan dan peraturan yang ketat,
aktivitas yang padat dan lain sebagainya. Dalam hal ini
residen tentu sangat membutuhkan dukungan sosial dari
lingkungannya yaitu terutama dukungan keluarga dan juga
dukungan dalam lingkungan rehabilitasi, yakni para
konselor, pekerja sosial, psikolog, dokter, maupun dari
teman-teman residen.
Dengan adanya dukungan dari lingkungan berarti
adanya penerimaan dari orang lain atau kelompok terhadap
individu yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa
seseorang tersebut disayangi, diperhatikan, dihargai dan
89
ditolong (Sarafino 2002). Perasaan nyaman atau merasa
dihargai dirinya tersebut bisa membuat individu
penyalahguna Napza meningkat dalam menyesuaikan
dirinya dengan baik di tempat rehabilitasinya.
Dari hasil uji regresi diperoleh koefisien regresi
variabel dukungan sosial teman sebaya sebesar +0,715
dimana p<0,05. Koefisien yang bernilai positif mengartikan
bahwa semakin dukungan sosial mengalami kenaikan, maka
penyesuaian diri pun akan mengalami kenaikan dan begitu
pula sebaliknya.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan dari
25 orang responden yang merupakan residen Primary
Program di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO)
Jakarta, dimana terdapat 4 responden (16%) yang masuk
dalam kategori dukungan sosial teman sebaya rendah dan 21
responden (84%) masuk dalam kategori dukungan sosial
teman sebaya tinggi. Selanjutnya, responden yang masuk
dalam kategori penyesuaian diri rendah terdapat 6 responden
(24%) dan responden yang masuk dalam kategori
penyesuaian diri tinggi terdapat 19 responden (76%).
Ketika seseorang terjerumus pada lingkungan sosial
yang salah seperti seseorang yang menyalahgunakan Napza
dan harus menjalani proses rehabilitasi, maka hal yang utama
yang harus dilakukan adalah menyesuaikan diri dengan baik
dalam lingkungan baru seperti teman baru, situasi dan
kondisi lingkungan baru, dan peraturan-peraturan di tempat
rehabilitasi yang mereka harus jalani. Oleh karena itu,
90
seorang penyalahguna Napza sangat butuh dukungan sosial
terutama dari keluarga, karena dukungan sosial dari orang
terdekat itu dapat mempengaruhi proses penyesuaian diri
penyalahguna Napza agar bisa semangat menjalani
rehabilitasi serta proses penyesuaian diri di tempat
rehabilitasinya pun bisa berjalan dengan baik juga.
Salah satu Pekerja Sosial di RSKO (Bapak Agus
Darmawan, S.Sos) menjelaskan bahwa tingginya dukungan
sosial yang didapatkan residen Primary Program di RSKO
Jakarta salah satunya dipengaruhi oleh teraturnya jadwal
kunjungan keluarga untuk para residen. Walaupun jika
residen ingin dijenguk oleh keluarga ataupun kerabat harus
memasuki fase younger member. Ketika keluarga datang
menjenguk, residen pasti memanfaatkan waktu sebaik
mungkin untuk bisa memiliki waktu bersama. Kegiatan yang
dilakukan residen bersama keluarga ketika waktu kunjungan
adalah makan siang bersama dan berdiskusi. Dukungan
sosial merupakan suatu fungsi penting dari hubungan sosial.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Cohen dan
Wills, menemukan bahwa orang yang kurang mendapatkan
dukungan sosial lebih banyak merasakan depresi dan
kecemasan dalam mengalami stress.
Dengan demikian, dalam proses penyesuaian diri juga
harus ada dukungan sosial seperti rasa persaudaraan yang
diciptakan antara konselor, Pekerja Sosial dengan
penyalahguna Napza yang sedang menjalani rehabilitasi
sehingga dapat menimbulkan rasa nyaman dan peduli antar
91
sesama, serta interaksi yang baik dengan orang-orang yang
berada di lingkungan rehabilitasi yaitu konselor, Pekerja
Sosial dan teman-teman rehabilitasi lainnya.
Penyesuaian diri adalah langkah awal untuk
menentukan keberhasilan dari proses rehabilitasi untuk
memberikan pemulihan agar penyalahguna Napza dapat
terlepas dari ketergantungan obat, karena dengan
penyesuaian diri yang baik seseorang mampu memposisikan
dirinya untuk menjalani segala tahap-tahap kegiatan/aktivitas
yang berada di tempat rehabilitasi tersebut.
Hasil dari analisis koefisien determinasi (R2) pada
penelitian ini, variabel dukungan sosial teman sebaya
memberikan sumbangsih sebesar 56,6% bagi perubahan
variabel penyesuaian diri. Dengan demikian aspek lain diluar
dari indikator variabel dukungan sosial teman sebaya yang
tidak terukur dalam penelitian ini yang dapat memberikan
perubahan variabel penyesuaian diri memberikan
sumbangsih sebesar 43,4%. Hasil ini pun menunjukkan
bahwa semakin dukungan sosial mengalami kenaikan, maka
penyesuaian diri pun akan semakin mengalami kenaikan
juga.
Hasil dari penelitian ini, menunjukkan bahwa ada dua
orang responden yang memiliki nilai dukungan sosial teman
sebaya rendah tetapi nilai penyesuaian dirinya tinggi. Hal ini
disebabkan karena adanya faktor lain yang membuat
penyesuaian dirinya tinggi seperti faktor internal; misalnya
motivasi intrinsik dan tipe kepribadian.
92
Dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga dan orang
terdekat di sekitar lingkungan rehabilitasi untuk para residen
bisa dengan berbagai hal, seperti perhatian, kasih sayang,
rasa peduli, empati, dan lain sebagainya yang tentunya
membuat residen merasakan bahwa keluarga dan orang
terdekat di sekitar lingkungan rehabilitasinya lah yang
menjadi dukungan untuk proses penyesuaian diri.
Ketika residen menjalani rehabilitasi, residen harus
melakukan proses penyesuaian diri dalam waktu dan tempat
yang berbeda, dimana residen harus melewati proses
penyesuaian diri di dalam Unit Rehabilitasi Napza dengan
beberapa tuntutan yang harus dihadapi seperti lingkungan
yang baru, jauh dari keluarga dan kerabat, mampu mengikuti
dengan baik semua kegiatan yang terdapat dalam Unit
Rehabilitasi Napza, residen harus dapat beradaptasi dengan
teman lingkungan yang baru, teman baru dan peraturan-
peraturan yang harus dipatuhi sebagai upaya untuk
perubahan perilaku menjadi yang lebih baik. Maka,
disamping itu peran keluarga yang merupakan lingkungan
inti yang harus ada untuk memberikan dukungan utama
ketika residen menjalani proses penyesuaian diri di tempat
rehabilitasi selain dukungan dari lingkungan sekitar tempat
rehabilitasinya
93
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data serta pengujian hipotesis
yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka
kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah H0
ditolak dan Ha diterima, yang berarti terdapat pengaruh yang
signifikan dari dukungan sosial teman sebaya terhadap
penyesuaian diri residen Primary Program di Rumah Sakit
Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta. Hal ini diperoleh
melalui uji regresi linear sederhana, nilai thitung sebesar
33,344 dengan nilai Sig. sebesar 0,000 dan nilai ttabel sebesar
1,69. Artinya thitung > ttabel (5,479 > 1,70) dan nilai
probabilitas Sig (0,05 > 0,000).
Dengan demikian, hal ini berarti residen yang sedang
menjalani proses rehabilitasi ini sangat membutuhkan
penyesuaian diri yang baik untuk bisa beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Dalam
menjalani proses rehabilitasi para residen pasti akan dihadapi
oleh berbagai macam tuntutan dan peraturan yang kuat,
aktivitas yang padat dan lain sebagainya. Dalam hal ini
resdien tentu sangat mebutuhkan dukungan sosial dari
lingkungannya yaitu dukungan keluarga dan juga dukungan
dalam lingkungan rehabilitasi, yakni para konselor, pekerja
94
sosial, psikolog, teman-teman residen, dokter dan pekerja
profesional lainnya yang ada di lingkungan rehabilitasi.
Berdasarkan tabel di atas, diketahui nilai R square atau
koefisien determinasi (R2) yang didapat adalah 0,566. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial memberikan
pengaruh sebesar 56,6% bagi perubahan variabel
penyesuaian diri. Dengan demikian 43,4% dipengaruhi oleh
aspek lain diluar dari indikator variabel dukungan sosial yang
tidak terukur dalam penelitian ini yang dapat memberikan
perubahan terhadap variabel penyesuaian diri.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka peneliti mencoba
memberikan saran bagi pihak-pihak terkait selanjutnya.
Adapun saran yang ingin peneliti sampaikan diantaranya
sebagai berikut :
1. Saran Teoritis
a. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka
bagi penelitian selanjutnya diharapkan untuk
mengembangkan variabel lainnya yang mempengaruhi
penyesuaian diri residen/penyalahguna Napza.
b. Untuk penelitian selanjutnya yang ingin meneliti
dengan variabel penelitian yang sama diharapkan
memperoleh subjek penelitian yang lebih banyak agar
hasil yang ditemukan lebih mendalam serta mengkaji
95
aspek lain yang mempengaruhi penyesuaian diri
residen/penyalahguna Napza.
2. Saran Praktis
Saran aplikatif yang disarankan untuk pekerja sosial
yang ada di RSKO Jakarta :
a. Bagi Pekerja Sosial di RSKO Jakarta, diharapkan
memberikan pengarahan dan membantu residen dalam
menjalani penyesuaian diri residen dalam proses
rehabilitasi sebagai upaya pemulihan dari ketergantungan
Napza dan perubahan tingkah laku yang positif, agar
selalu memberikan motivasi, nasihat, bimbingan,
dukungan moril serta kepedulian yang tinggi terhadap
semua residen untuk selalu semangat dalam menjalani
proses rehabilitasi sampai selesai. Meskipun apa yang
telah diberikan oleh mereka sudah cukup baik.
b. Bagi Pekerja Sosial di RSKO Jakarta, diharapkan untuk
memiliki peran dalam pendampingan sebagai penjangkau,
mediator, motivator utnuk membantu konselor dalam
setiap kegiatan residen Primary Program, seperti Sharing
Session agar residen merasa mendapatkan dukungan
sosial dari lingkungan rehabilitasinya.
c. Bagi Pekerja Sosial di RSKO Jakarta, diharapkan lebih
memahami karakteristik masing-masing residen Primary
Program di RSKO Jakarta, agar mampu mengetahui hal
apa yang mendukung dan melemahkan residen, dan juga
Pekerja Sosial di RSKO Jakarta ini meningkatkan
konseling antara residen dengan Pekerja Sosial agar
96
kebutuhan, masalah, potensi residen lebih tergali serta
penyesuaian diri dan dukungan sosial para residen dapat
berjalan dengan baik dan efisien.
97
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. Amir P, dan Imran Duse. 2007. Narkoba Ancaman
Generasi Muda. Kaltim: Pemkab Kutai Kertanegara
GERPANA.
Ali, M., dan M. Asrori. 2005. Psikologi Remaja Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta:
Rineka.
Arwan, Artiarini Puspita. t.t. ―Peranan Konsep Diri dan
Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Akademik
Mahasiswa Tingkat Pertama.‖
Azwar, S. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badan Narkotika Nasional dan Departemen Kesehatan RI. 2003.
Pelayanan rehabilitasi terpadu bagi korban
penyalahgunaan narkoba. Jakarta: BNN.
Baron, Robert A., dan Donn Byrne. 2004. Psikologi Sosial. 10 ed.
Jakarta: Erlangga.
BNN. 2009. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta:
BNN.
———. t.t. ―‗Press Release Akhir Tahun 2015.‘‖ BNN. Diakses
22 November 2017.
http://www.bnn.go.id/_multimedia/document/20151223/p
ress-release-akhir-tahun-2015-20151223003357.pdf.
BNN, dan Departemen Kesehatan RI. 2003. Pelayanan
rehabilitasi terpadu bagi korban penyalahgunaan
narkoba. Jakarta: BNN.
98
Budiarta. 2000. ―Dampak Narkoba dan Upaya
Penanggulangannya.‖ Depok, Universitas Indonesia 6: 20.
Calhoun, J.F, dan J.R Acocella. 1990. Psikologi tentang
Penyesuaian tentang Hubungan Kemanusiaan.
(Terjemahan oleh Satmoko). Semarang: IKIP Semarang
Press.
Cutrona, Carolyn E. 1994. ―Peceived Parental Social Support and
Academic Achievement: an attachment theory
perspective.‖ Journal of Personality and Social
Psychology, 2, 66: 369–78.
Dwi Priyanto. 2009. Mandiri Belajar Dengan Program SPSS.
Jakarta: Buku Kita.
Fuad, Fitri Tasliatul. t.t. ―Hubungan Penyesuaian Diri Di
Perguruan Tinggi Dan Stres Psikologis Mahasiswa Di
Fakultas Psikologi‖ 03: 56–59.
Gregory, Robert J. 2010. Tes Psikologi: Sejarah, Prinsip, dan
Aplikasi. 6 ed. 1. Jakarta: Erlangga.
Haber, A., dan R.P Runyon. 1984. Psychology of adjustment.
Illinois: The Dorsey Press.
Hadi. 2000. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Hawari, Dadang. 2001. ―Penyalahgunaan dan Ketergantungan
NAPZA (Narkotika, Alkohol & Zat Adiktif).‖ Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 43–44.
Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Alih Bahasa Istiwidayanti dan Soedjarwo. 5
ed. Jakarta: Erlangga.
99
Info DATIN (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI). 2017. Kementerian Kesehatan RI.
Instalasi Rehabilitasi Napza RSKO Jakarta. t.t. Walking Paper
Reguler Program. Rumah Sakit Ketergantungan Obat
(RSKO) Jakarta.
Kepmen-Kes RI. 2010. ―Tentang Pedoman Layanan Terapi dan
Rehabilitasi Komprehensif Pada Gangguan Penggunaan
NAPZA Berbasis Rumah Sakit.‖ Direktorat Bina
Pelayanan Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Bina
Pelayanan Medik, Kementerian Kesehatan RI.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010.
―Tentang Pedoman Layanan Terapi dan Rehabilitasi
Komprehensif Pada Gangguan Penggunaan NAPZA
Berbasis Rumah Sakit. Nomor
420/MENKES/SK/III/2010.‖ Direktorat Bina Pelayanan
Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan
Medik, Kementerian Kesehatan RI.
Kuntjoro, Zainuddin. 2002. ―Dukungan Sosial Pada Lansia.‖
http://www.epsikologi. com/epsi/search.aps.
Lazarus, Richard S. 1976. Pattern of Adjustment. 3rd ed. New
York, United States: McGraw-Hill Education - Europe.
Martono, Lydia Harlina, dan Satya Joewana. 2006. Belajar Hidup
Bartanggung Jawab, Menangkal Narkoba dan Kekerasan.
Jakarta: Balai Pustaka.
Nurhidayati, Nuni, dan Duta Nurdibyanandaru. 2014. ―Hubungan
antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Self Esteem
pada Penyalahguna Narkoba yang Direhabilitasi.‖
100
Fakultas Psikologi. Universitas Airlangga, Surabaya, 03,
03: 54–55.
Prasetyo, Bambang, dan Lina M. Jannah. 2008. Metode
Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Priyatno, D. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta:
MediaKom.
RSKO Jakarta. 2018. ―Brosur Rumah Sakit Ketergantungan Obat
(RSKO) Jakarta.‖
Santoso, S. 2010. Statistik Multivariat Konsep dan Aplikasi
dengan SPSS. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Sarafino, Edward P. 2002. Health Psychology: Biopsychosocial
Interactions. 4 ed. New York: Chichester, Wiley.
Sarjono, Haryadi, dan Winda Julianita. 2013. SPSS vs
LISREL:Sebuah Pengantar, Aplikasi untuk Riset. 2 ed.
Jakarta: Salemba Empat.
Schneiders, A.A. 1964. Personal Adjustment and Mental Health.
New York: Holt, Reinhart & Winston Inc.
Setiadi, B.N, R.W Matindas, dan L.S Chairy. 1998. Pedoman
Penulisan Skripsi Psikologi. Jakarta: LPSP3-UI.
Smet, Bart. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Sumiati. 2009. Kesehatan Jiwa Remaja Dan Konseling. Jakarta:
Trans Info Media.
Sundayana, Rostina. 2010. Statistika Penelitian Pendidikan.
Garut: STKIP Garut Press.
101
Syofian, Siregar. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
Kencana.
Taylor. 2009. Psikologi Sosial. 12 ed. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Wibowo, Istiqomah. 2013. Psikologi Komunitas. 3 ed. Depok:
LPSP3 UI.
Widoyoko, E.P. 2012. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
LAMPIRAN
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN
(Informed Consent)
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan hormat,
Saya Syifa Fauziah, mahasiswa tingkat akhir Jurusan
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini
Saya sedang mengadakan penelitian dalam rangka memperoleh
gelar Sarjana Sosial. Pada penelitian ini, Saya membutuhkan
data-data yang berkenaan dengan Saudara/i. Adapun judul yang
diambil yaitu “Pengaruh Dukungan Sosial Teman Sebaya
Terhadap Penyesuaian Diri Residen Primary Program di Rumah
Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta”.
Sehubungan dengan hal tersebut, Saya memohon
kesediaan serta bantuan Saudara/i untuk mengisi daftar
pernyataan yang terlampir. Disini tidak ada jawaban benar
maupun salah terhadap jawaban yang Saudara/i berikan. Saya
berharap Saudara/i memberi jawaban yang sebenar-benarnya
sesuai dengan keadaan diri Saudara/i dan jawaban yang diberikan
akan dijaga kerahasiaannya sesuai dengan etika penelitian.
Atas pengertian dan partisipasinya, Saya ucapkan
terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Data Responden
ID :
Usia : tahun
Jenis kelamin :
Lama tinggal di Rehabilitasi :
Jakarta, 07 Agustus 2018
( ) ( ) ( )
Peneliti Saksi Responden
Petunjuk Pengerjaan
Berikut ini terdapat beberapa pernyataan yang terkait dengan
situasi Anda saat ini. Anda hanya diminta untuk memberikan
jawaban yang paling sesuai dengan keadaan diri Anda dengan
cara memberikan tanda check (√) di kolom yang telah disediakan.
Terdapat empat pilihan jawaban yang tersedia.
Pilihan jawaban sebagai berikut :
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
CS : Cukup Setuju
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
Masing-masing memiliki jawaba yang berbeda untuk setiap
pernyataan. Oleh karena itu, pilihlah jawaban yang paling sesuai
untuk mewakili diri Anda terhadap pernyataan yang disajikan.
Tidak ada jawaban benar atau salah dalam pengerjaan ini.
Pastikan jangan sampai ada yang terlewat. Apabila Anda ingin
mengganti jawaban, berilah garis minus (-) pada jawaban yang
salah, kemudian berilah tanda check (√) pada kolom jawaban
yang ingin Anda ganti.
Contoh :
NO PERNYATAAN STS TS CS S SS
1. Saya membutuhkan
dukungan dari keluarga
√ √
BAGIAN I
NO. PERNYATAAN STS TS CS S SS
1.
Saya memiliki teman yang bisa
membantu ketika saya
membutuhkan bantuan
2. Saya tidak memiliki hubungan yang dekat dengan teman-teman saya
3.
Tidak ada yang bisa dimintai
nasihat saat saya memiliki
masalah
4. Ada teman yang menghubungi saya ketika membutuhkan bantuan
5. Ada teman yang memiliki kegiatan sosial yang sama dengan saya
6. Teman saya berpikir bahwa saya tidak pandai dalam apa yang saya lakukan
7. Saya merasa bertanggung jawab untuk mengurus teman-teman saya
8.
Saya tergabung dalam kelompok pertemanan yang memiliki minat dan keyakinan yang sama dengan saya
9. Saya merasa bahwa teman saya tidak menghargai kemampuan saya
10. Tidak ada yang membantu saya ketika saya mengalami kesulitan
11.
Saya memiliki hubungan akrab
dengan teman-teman yang
membuat saya nyaman
12.
Saya memiliki teman yang bisa
diajak bicara tentan keputusan
penting dalam hidup saya
13.
Ada teman yang menghargai
dan kagum dengan kompetensi
dan keterampilan yang saya
miliki
14.
Tidak ada seorang pun yang
perhatian dan memiliki minat
yang sama dengan saya
15.
Tidak ada yang membutuhkan
saya untuk membantu mereka
16.
Saya memiliki teman yang
dapat dipercaya untuk
menasihati saat saya memiliki
masalah
17.
Saya memiliki ikatan
emosional yang kuat dengan
setidaknya satu orang teman
saya
18. Tidak ada yang bisa dimintai
bantuan disaat saya
membutuhkannya
19.
Tidak ada yang dapat saya ajak
bicara tentang masalah saya
20.
Ada teman yang mengagumi
talenta dan kemampuan saya
21.
Saya tidak merasakan
kedekatan dengan siapapun
22.
Teman-teman saya tidak suka
melakukan hal-hal yang saya
lakukan
23.
Saya memiliki teman yang
dapat diandalkan saat
mengalami masa darurat
24.
Tidak seorang pun yang
membutuhkan saya untuk
membantu mereka
BAGIAN II
NO. PERNYATAAN STS TS CS S SS
1.
Saya dapat beradaptasi di
lingkungan baru
2.
Saya tidak mau mengikuti
norma yang ada di masyarakat
3.
Saya dengan mudah
beradaptasi di lingkungan
rehabilitasi
4.
Saya bisa mengikuti norma
yang ada di masyarakat
5.
Saya sulit beradaptasi di
lingkungan baru
6.
Saya berusaha menjadi pribadi
yang lebih terkendali dalam
menghadapi masalah
7.
Saya sulit mengendalikan
emosi ketika menghadapi
masalah
8.
Saya tidak bisa bergaul dengan
teman satu kamar di Unit
Rehabilitasi Napza
9. Saya menghormati dan
melestarikan kebudayaan yang
ada
10.
Saya mampu menyesuaikan diri
dengan kenyataan yang ada
11.
Saya tidak menghormati norma
dalam budaya orang lain
12.
Saya mampu memanipulasi
faktor-faktor lingkungan
dengan baik
13.
Saya berpakaian sesuai dengan
keadaan lingkungan
14.
Saya bisa mengikuti peraturan
di dalam Unit Rehabilitasi
Napza
15.
Saya tidak mau membuka diri
untuk informasi terkait proses
rehabilitasi
16.
Saya tidak mau mengikuti
peraturan di dalam Unit
Rehabilitasi Napza
17.
Saya sulit mengendalikan
keinginan saya untuk memakai
Napza kembali
18.
Saya menyesuaikan diri untuk
pulih dari ketergantungan
Napza
19. Saya bisa mengikuti kegiatan di
dalam Unit Rehabilitasi Napza
20.
Menghargai keberagaman
kebudayaan yang ada di
masyarakat
21.
Saya tidak menerapkan
kebiasaan 3S (Salam, Senyum,
Sapa) dimanapun
22. Saya bertanya kepada konselor
terkait proses rehabilitasi
23. Saya tidak mengikuti proses
rehabilitasi dengan baik
24.
Pola hidup apa adanya sesuai
dengan keadaan ekonomi
keluarga saya
25.
Saya tidak menjadikan masalah
Napza ini sebagai motivasi
kehidupan yang lebih baik
26. Saya malas mengikuti kegiatan
Sharing Session
27. Saya tidak mencari informasi
mengenai bahaya Napza
28.
Saya selama di tempat
rehabilitasi, saya membiasakan
Terimakasih atas waktunya untuk berpartisipasi, Semoga Sukses !
diri untuk selalu berolahraga
dan menjaga pola makan
29. Saya tidak mau mendengar
nasihat dari konselor
30.
Saya senang mengikuti
aktivitas yang diselenggarakan
oleh pihak RSKO
Uji Validitas dan Reabilitas Dukungan Sosial Teman Sebaya
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.979 19
Item-Total Statistics
Scale Mean
if Item
Deleted
Scale
Variance if
Item
Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if
Item
Deleted
X.1 76.28 235.877 .804 .947
X.2 75.44 260.423 -.107 .955
X.3 76.24 235.773 .839 .946
X.4 76.20 234.667 .711 .948
X.5 76.12 238.443 .740 .948
X.6 74.92 254.910 .199 .952
X.7 75.92 236.827 .826 .947
X.8 76.04 237.957 .701 .948
X.9 76.16 237.473 .744 .947
X.10 76.20 229.917 .869 .946
X.11 76.04 247.957 .191 .957
X.12 75.84 252.890 .078 .958
X.13 76.04 233.373 .874 .946
X.14 76.24 231.023 .881 .946
X.15 76.20 231.417 .895 .945
X.16 76.48 251.093 .157 .955
X.17 76.12 229.360 .869 .946
X.18 76.40 234.000 .844 .946
X.19 76.36 232.240 .888 .946
X.20 76.20 232.833 .888 .946
X.21 76.32 230.643 .885 .946
X.22 76.28 231.210 .889 .946
X.23 76.08 237.827 .755 .947
X.24 76.08 230.077 .838 .946
Uji Validitas dan Reabilitas Penyesuaian Diri
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.939 26
Item-Total Statistics
Scale Mean
if Item
Deleted
Scale
Variance if
Item
Deleted
Corrected
Item-Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if
Item
Deleted
Y.1 81.56 208.090 .701 .918
Y.2 81.36 211.823 .606 .920
Y.3 81.44 229.673 .029 .928
Y.4 81.56 205.840 .699 .918
Y.5 81.80 213.417 .536 .921
Y.6 81.84 211.390 .649 .919
Y.7 82.08 224.327 .205 .926
Y.8 81.80 213.083 .526 .921
Y.9 81.84 212.557 .807 .918
Y.10 81.76 211.357 .785 .918
Y.11 81.96 218.207 .528 .921
Y.12 81.92 216.077 .627 .920
Y.13 81.72 217.627 .476 .922
Y.14 82.00 219.250 .448 .922
Y.15 81.80 211.417 .688 .919
Y.16 81.76 218.607 .518 .921
Y.17 81.96 216.373 .508 .921
Y.18 81.84 219.557 .533 .921
Y.19 82.00 225.167 .168 .927
Y.20 81.76 219.857 .501 .922
Y.21 81.68 219.227 .626 .921
Y.22 81.80 213.250 .692 .919
Y.23 81.84 219.807 .480 .922
Y.24 81.76 221.357 .432 .922
Y.25 81.80 219.333 .512 .921
Y.26 81.84 214.473 .631 .920
Y.27 81.72 212.210 .721 .918
Y.28 81.48 219.010 .449 .922
Y.29 82.04 221.623 .549 .921
Y.30 81.68 222.810 .234 .926
DESKRIPTIF STATISTIK
Statistics
Dukungan Sosial
N Valid 25
Missing 0
Mean 61.12
Std. Error of Mean 3.056
Median 58.00
Std. Deviation 15.282
Variance 233.527
Minimum 39
Maximum 93
Statistics
Penyesuaian Diri
N Valid 25
Missing 0
Mean 73.40
Std. Error of Mean 2.905
Median 75.00
Std. Deviation 14.523
Variance 210.917
Minimum 47
Maximum 103
Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Dukungan Sosial .101 25 .200* .957 25 .350
Penyesuaian Diri .085 25 .200* .979 25 .875
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Hasil Grafik Normal P-Plot
Uji Linearitas
Regresi Linear Sederhana
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Penyesuaian
Diri * Dukungan
Sosial
Between
Groups
(Combined) 4840.833 20 242.042 4.378 .081
Linearity 2865.922 1 2865.922 51.833 .002
Deviation
from Linearity 1974.911 19 103.943 1.880 .286
Within Groups 221.167 4 55.292
Total 5062.000 24
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 29.694 8.213 3.615 .001
Dukungan Sosial .715 .131 .752 5.479 .000
a. Dependent Variable: Penyesuaian Diri
Uji F
Koefisien Determinasi (R
2)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .752a .566 .547 9.771
a. Predictors: (Constant), Dukungan Sosial
ANOVAa
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 2865.922 1 2865.922 30.015 .000b
Residual 2196.078 23 95.482
Total 5062.000 24
a. Dependent Variable: Penyesuaian Diri
b. Predictors: (Constant), Dukungan Sosial
Uji t
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 29.694 8.213 3.615 .001
Dukungan
Sosial .715 .131 .752 5.479 .000
a. Dependent Variable: Penyesuaian Diri