Upload
doanh
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH INOKULASI MIKORIZA VESIKULA ARBUSKULA (MVA)
TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT PULE PANDAK
(Rauvolfia verticillata Lour.)
Naskah Publikasi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh :
Sitrianingsih
NIM. M0405060
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
PENGESAHAN
Naskah Publikasi
PENGARUH INOKULASI MIKORIZA VESIKULA ARBUSKULA (MVA) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT PULE PANDAK
(Rauvolfia verticillata Lour.)
Oleh: Sitrianingsih
NIM. M0405060
Telah disetujui untuk dipublikasikan
Surakarta, Desember 2010
Mengetahui
Ketua Jurusan Biologi
Dra. Endang Anggarwulan, M. Si
NIP. 19500320 197803 2 001
Pembimbing I
Solichatun, M. Si NIP. 197102211997022001
Pembimbing II
Dr. Sugiyarto, M. Si NIP. 196704301992031003
3
PENGARUH INOKULASI MIKORIZA VESIKULA ARBUSKULA (MVA) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT PULE PANDAK
(Rauvolfia verticillata Lour.)
EFFECT OF VESICULAR ARBUSCULAR MYCORRHIZA ON GROWTH OF SNAKE ROOT (Rauvolfia verticillata Lour.)
Sitrianingsih, Solichatun, dan Sugiyarto Department of Biology, Faculty of Mathematic and Natural Sciences.
Sebelas Maret University, Surakarta
ABSTRACT
The aims of the research were to study the influence of vesicular arbuscular mycorrhiza on growth of snake root and to determine the optimum dosage of vesicular arbuscular mycorrhiza on growth of snake root. The plant growth was influenced by some factor, there are genetic and environment factor, one of the environment factor is mycorrhiza.
The research was done in randomized completely design with one factor treatment was variation dosage of vesicular arbuscular mycorrhiza inoculums in 5 replicates. Dosage of vesicular arbuscular mycorrhiza which has been used were: 0 (control); 7,5; 15 and 22,5 gram. The treatment have gived for 16 week (4 month). The parameters which have been used to analys were root infection percentage and the growth parameters, there are: root dry weight, shoot dry weight, plant dry weight, root to shoot ratio, plant height, and the leaf number.
The results showed that vesicular arbuscular mycorrhiza inoculation significantly improved the root infection percentage and root dry weigth of snake root. The maximum results to improve the percentage of infection and root dry weight was using the inoculation treatment of 7,5 gram per polybag.
Key word: Rauvolfia verticillata, inoculation, vesicular arbuscular mycorrhiza, growth
4
PENDAHULUAN
Rauvolfia verticillata, merupakan salah satu jenis Rauvolfia yang dikenal dengan
nama pule pandak. Pule pandak merupakan salah satu dari banyak tanaman obat yang
dinyatakan langka karena pemungutannya masih langsung dari habitat alamnya.
Kelangkaan yang terjadi juga sebagai akibat penyebaran pule pandak yang termasuk tipe
endemik (Sharma, 2003), sehingga menurut CITES pule pandak termasuk tanaman dalam
daftar appendix II atau menurut IUCN termasuk tanaman dalam kategori genting
(endangered species). Hal tersebut diperkuat dengan adanya bukti bahwa di beberapa
daerah yang pernah ditemukan pule pandak seperti di daerah Cirebon, Cepu, Rembang
dan Pulung Ponorogo, saat ini tanaman tersebut telah sulit ditemukan lagi.
Akar adalah bagian utama pule pandak yang dimanfaatkan meskipun sebenarnya
daun dan batang juga bermanfaat. Pule pandak mengandung tidak kurang dari 50 macam
alkaloid dan telah diisolasi. Reserpin adalah salah satu alkaloid yang paling penting
dalam akar pule pandak yang berperan sebagai antihipertensi. Alkaloid yang terkandung
dalam pule pandak dapat meningkatkan aliran darah dalam tubuh, efektif mencegah
naiknya suhu badan, menormalkan denyut jantung dan menyembuhkan penyakit tumor
(Duke, 1992). Penggunaan simplisia pule pandak dalam negeri tahun 2000 adalah 6.898
kg dengan laju pertambahan sebesar 25,8 % per tahun (Yahya et al., 2002).
Industri jamu tradisional saat ini maju pesat dan secara ekonomis menguntungkan
negara. Mengingat permintaan yang terus meningkat, pengadaan bahan baku obat atau
jamu dengan cara pemungutan langsung dari alam akan mengancam keberadaan
populasinya (Sulandjari, 2008). Hal tersebut mendorong adanya suatu upaya untuk
membudidayakan jenis tanaman obat, yaitu dengan meningkatkan pertumbuhannya untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku industri jamu dan farmasi yang semakin besar.
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor genetik
dan faktor lingkungan, salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan
adalah mikoriza (Suhardi, 2005). Menurut Goussous dan Mohammad (2009) inokulasi
mikoriza mampu meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan mikro sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman, oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan suatu
1
5
upaya budidaya pule pandak antara lain dengan aplikasi mikoriza vesikula arbuskula
(MVA).
Mikoriza adalah suatu struktur yang khas yang mencerminkan adanya interaksi
fungsional yang saling menguntungkan antara suatu autobion/tumbuhan tertentu dengan
satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Struktur yang terbentuk dari
asosiasi ini tersusun secara beraturan dan memperlihatkan spektrum yang sangat luas,
baik dalam hal tanaman inang, jenis cendawan maupun penyebarannya. Mikoriza tersebar
dari artik tundra sampai ke daerah tropis, dan dari daerah bergurun pasir sampai ke hutan
hujan yang melibatkan 80% jenis tumbuhan yang ada (Nuhamara, 1994). Menurut Rao
(1994) MVA dapat ditemukan dalam perakaran dari sebagian besar angiospermae,
gymnospermae, pteridofita dan briofita.
Pada penelitian sebelumnya penggunaan inokulasi mikoriza arbuskular pada
tanaman kedelai (Glycine max) sebanyak 10 gram inokulum Glomus fasciculatus per
polybag menunjukkan bahwa inokulasi MVA selain meningkatkan vigor benih kedelai,
juga meningkatkan hasil biji dan kadar protein masing-masing 1,7 ton ha-1 dan 36,69%
(Nuraeni, 1999). Inokulasi MVA sebanyak 7,5 gram per pot atau 30 spora per tanaman
pada bibit kopi robusta (Coffea canephora) dan menunjukkan bahwa inokulasi MVA
memberikan hasil terbaik pada pertambahan tinggi bibit (Kusumastuti, 1997). Aplikasi
mikoriza sebanyak 5 gram per pot inokulum digunakan pada kakao (Thebroma cacao)
ternyata signifikan meningkatkan luas daun, berat kering akar dan berat kering tajuk
dibandingkan dengan tanpa MVA (Baon et al., 1997). Muzar (2000), menggunakan
MVA pada tanaman jagung (Zea mays) sebanyak 15 gram inokulum MVA per lubang
tanam diperoleh hasil terbaik pada tahun 2000.
Pada penelitian kali ini dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman pule pandak yaitu dengan menginokulasi tanaman pule pandak menggunakan
mikoriza vesikula arbuskula (MVA) yang bertujuan untuk meningkatkan penyerapan
hara sehingga pertumbuhannya optimal.
6
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan yang digunakan antara lain bibit R. verticillata umur 3 bulan yang
pertumbuhannya seragam, KOH, HCl, Trypan Blue, inokulum mikoriza vesikula
arbuskula (MVA) pada media zeolit yang mengandung 2 spesies MVA yaitu Glomus sp
dan Entrophospora yang diperoleh dari PT. Performa Qualita Mandiri Bogor Jawa Barat,
tanah regosol, pupuk kandang sapi dan air. Sedangkan alat yang digunakan adalah neraca
digital, spatula, cetok tanah, polybag, penggaris, alat tulis, kamera digital, mikroskop,
cutter, gelas benda, gelas penutup, pipet tetes, gelas beker dan pinset. Perlakuan yang
dilakukan meliputi:
M0 : Tanpa inokulasi MVA (kontrol)
M1 : Diinokulasi MVA 7,5 gram/ polybag ( setara 4 ton/ha )
M2 : Diinokulasi MVA 15 gram/polybag ( setara 8 ton/ha )
M3 : Diinokulasi MVA 22,5 gram/ polybag ( setara 12 ton/ha )
Metode Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan mempersiapkan media tanam, inokulum MVA dan
bibit pule pandak yang pertumbuhannya seragam. Media tanam yang digunakan berupa
campuran tanah regosol dan pupuk kandang sapi dengan perbandingan (3:1) di dalam
polybag berukuran 15x20 cm sebanyak 20 buah. Inokulum MVA ditimbang sesuai
dengan perlakuan masing-masing yaitu 7,5; 15; dan 22,5 gram. Penanaman bibit pule
pandak dilakukan dengan mengurangi sepertiga bagian dari media tanam di dalam
polybag kemudian dilakukan perlakuan inokulasi MVA dengan cara memasukkan
inokulum dengan posisi akar mengenai mikoriza lalu ditutup kembali dengan media.
Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman dan pengendalian hama serta penyakit sejak
penanaman hingga akhir perlakuan. Pemeliharaan yang berupa penyiraman dilakukan
secara teratur setiap pagi dengan kran PDAM sebanyak 100 ml pada setiap tanaman
(Lestari, 2008). Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara membuang
langsung hama yang ada pada daun.
7
Pengambilan data dilakukan selama perlakuan ataupun pada akhir perlakuan
tergantung parameter-parameter yang akan diamati. Pengamatan parameter pertumbuhan
meliputi:
a. Tinggi tanaman
Pengamatan tinggi tanaman (cm) dilakukan setiap 1 minggu sekali dengan cara
mengukur tinggi tanaman mulai dari pangkal akar sampai pada pucuk batang.
b. Jumlah daun
Pengamatan jumlah daun dilakukan setiap 1 minggu sekali dengan menghitung daun
yang telah membuka, pada awal bibit dipindahkan ke polybag.
c. Berat kering akar
Pengukuran berat kering akar dilakukan dengan menimbang akar tanaman pada akhir
pengamatan setelah dikeringkan dengan oven 60-700 C sampai beratnya konstan
(Sitompul dan Guritno, 1995).
d. Berat kering tajuk
Pengukuran berat kering tajuk dilakukan dengan menimbang bagian dari tajuk
tanaman pada akhir pengamatan setelah dikeringkan dengan oven pada suhu 60-700 C
sampai beratnya konstan (Sitompul dan Guritno, 1995).
e. Berat kering tanaman
Pengukuran berat kering tanaman dilakukan dengan menimbang bagian dari akar dan
tajuk tanaman pada akhir pengamatan setelah dikeringkan dengan oven pada suhu 60-
700C sampai beratnya konstan (Sitompul dan Guritno, 1995)
f. Rasio akar tajuk
Setelah diketahui berat kering akar dan tajuk kemudian dianalisis rasio akar tajuknya.
Rasio akar tajuk dihitung dengan rumus : Berat kering akar Berat kering tajuk
Pengamatan terhadap intensitas infeksi mikoriza vesikula arbuskula (MVA)
dilakukan terhadap sistem perakaran setelah tanaman pule pandak di panen. Metode
yang digunakan adalah metode pengecatan oleh Philips dan Hayman (1970) sebagai
berikut:
1) Akar tanaman yang sudah dibersihkan, dipotong sepanjang 1,5 cm. Untuk setiap
tanaman diambil 25 potong akar secara acak.
8
2) Selanjutnya dilakukan pengecatan, dengan cara memanaskan akar dalam KOH 10
% pada suhu 900C sampai akar melunak. Sebagai pemanas digunakan pemanas
listrik.
3) Akar yang sudah direbus di dicuci dengan aquades. Selanjutnya akar dimasukkan
ke dalam HCl 0,1 N.
4) Akar dicuci kembali dengan aquades sampai bersih. Kemudian dimasukkan
Trypan blue 0,05% dalam lactophenol dan dipanaskan pada suhu 550C selama 15
menit. Setelah itu disimpan selama 24 jam.
5) Setelah disimpan selama 24 jam, potongan akar yang sudah dicat diamati dengan
mikroskop dan dihitung persentase infeksinya untuk setiap tanaman dengan
rumus:
I = T2 x 100% Keterangan:
T1 I : Intensitas infeksi
T1: Jumlah total potongan akar yang di cat
T2: Jumlah potongan akar yang terinfeksi
Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji
keragaman (anova) dan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf kepercayaan 5 %. Untuk mengetahui hubungan antara parameter
pengamatan, dilakukan analisis statistik korelasi.
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Infeksi Mikoriza
Simbiosis antara mikoriza vesikula arbuskula (MVA) dengan akar bibit pule pandak
dapat dilihat dengan melakukan analisis infeksi MVA. Struktur infeksi MVA yang
ditemukan pada contoh akar digunakan untuk menghitung persentase infeksi pada akar
tersebut. Hasil rerata persentase infeksi akar pule pandak pada variasi inokulasi MVA
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rerata persentase infeksi MVA
Perlakuan Inokulasi MVA
Rerata Persentase Infeksi Akar (%)
M0
M1
M2
M3
0 a
31,20 b
25,60 b
22,40 b
Keterangan: M0 = 0 gram MVA/polybag; M1 = 7,5 gram MVA/polybag; M2 = 15 gram MVA/polybag; dan M3 = 22,5 gram MVA/polybag Angka yang diikuti huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan beda nyata pada DMRT taraf 5 %
Inokulasi MVA terhadap bibit pule pandak (Tabel 1) pada perlakuan M1 (7,5
gram/polybag) memberikan hasil infeksi sebesar 31,20 %, dimana tidak berbeda nyata
dengan perlakuan M2 (15 gram/polybag) sebesar 25,60 % dan M3 (22,5 gram/polybag)
sebesar 22,40 %, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan M0 (0 gram/polybag) atau
perlakuan kontrol yaitu sebesar 0 %. Semakin tinggi pemberian kadar inokulasi MVA
sampai pada dosis 15 gram/polybag dan 22,5 gram/polybag semakin turun persentase
infeksinya. Hal ini diduga karena kolonisasi mikoriza di dalam akar dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah spesies cendawan dan faktor lingkungan. Faktor
spesies cendawan dibedakan menjadi dua yaitu faktor kerapatan inokulum dan persaingan
antar spesies cendawan. Peningkatan kadar inokulum dapat meningkatkan persentase
kolonisasi akar sampai titik optimum tertentu (Hayman, 1970). Pada penelitian ini titik
optimum dicapai pada kadar inokulasi sebesar 7,5 gram/polybag dan menurun dengan
penambahan kadar inokulum pada taraf 15 gram/polybag dan 22.5 gram/polybag.
10
Sedangkan pengaruh dari persaingan antar spesies MVA sulit ditentukan karena hanya
diukur dalam hal perbedaan pertumbuhan tanaman inangnya saja (Delvian, 2005).
Kondisi lingkungan yang bisa mempengaruhi infeksi mikoriza pada akar diantaranya
adalah umur tanaman, kadar phosphat relatif di dalam tanah yang dibutuhkan tanaman,
dan kapasitas populasi propagul mikoriza di dalam tanah untuk membentuk mikoriza
(Kung’u, 2008).
Suatu simbiosis terjadi apabila cendawan masuk ke dalam akar atau melakukan
infeksi. Proses infeksi dimulai dengan perkecambahan spora di dalam tanah. Hifa yang
tumbuh melakukan penetrasi ke dalam akar dan berkembang di dalam korteks. Pada akar
yang terinfeksi akan terbentuk arbuskul, vesikel intraseluler, hifa internal diantara sel-sel
korteks dan hifa eksternal. Penetrasi hifa dan perkembangannya biasanya terjadi pada
bagian yang masih mengalami diferensiasi dan proses pertumbuhan. Hifa berkembang
tanpa merusak sel (Octavitani, 2009). Arbuskula merupakan struktur yang berfungsi
sebagai tempat pertukaran metabolit antara cendawan dengan tanaman, dan vesikula
merupakan struktur berbentuk globose dan berasal dari penggelembungan hifa internal
dari MVA. Vesikula berfungsi sebagai organ reproduktif yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan makanan yang kemudian diangkut ke dalam sel dimana pencernaan oleh sel
berlangsung (Delvian, 2005).
Berat Kering Akar
Hasil rerata berat kering akar tanaman pule pandak pada variasi inokulasi MVA
disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Rerata berat kering akar R. verticillata pada variasi inokulasi mikoriza vesikula arbuskula (MVA)
Perlakuan Inokulasi MVA
Rerata Berat Kering akar (g)
M0
M1
M2
M3
0,0186 a
0,0440 b
0,0350 ab
0,0190 a
Keterangan: M0 = 0 gram MVA/polybag; M1 = 7,5 gram MVA/polybag; M2 = 15 gram MVA/polybag; dan M3 = 22,5 gram MVA/polybag Angka yang diikuti huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan beda nyata pada DMRT taraf 5 %
11
Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa rerata berat kering akar tertinggi ada pada
perlakuan inokulasi MVA dengan dosis 7,5 gram /polibag yaitu sebesar 0,0440 gram dan
rerata berat kering akar paling rendah ada pada tanaman yang tidak diinokulasi MVA,
sedangkan peningkatan pemberian dosis inokulasi MVA sampai dosis 15 gram/polybag
dan 22,5 gram/polybag justru menurunkan hasil berat kering akar. Hal ini menunjukkan
bahwa pemberian dosis MVA sebesar 7.5 gram/polybag merupakan dosis yang optimal
bagi pertumbuhan pule pandak karena berpengaruh terhadap respon pertambahan berat
kering tanaman pule pandak. Semakin menurunnya berat kering akar seiring dengan
penambahan dosis inokulasi sampai pada taraf 15 gram/polybag dan 22.5 gram/polybag
dapat dihubungkan dengan faktor persentase infeksi pada akar yang juga menurun sampai
pada taraf pemberian kedua dosis tersebut. Persentase infeksi akar oleh MVA yang
semakin menurun mengakibatkan bidang penyerapan akar yang dibantu oleh hifa
cendawan mikoriza juga menurun yang diikuti dengan penurunan berat kering akar
sampai taraf inokulasi 15 gram/polybag dan 22.5 gram/polybag. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Tirta (2006), dilaporkan bahwa pemberian inokulasi MVA pada bibit vanili
(Vanilla planifolia) dengan dosis 0 mikoriza/tanaman sampai 20 gram mikoriza/tanaman
dapat meningkatkan variabel pertumbuhan, namun peningkatan dosis inokulasi MVA
dari 20 gram mikoriza/tanaman sampai 30 gram mikoriza/tanaman justru menurunkan
variabel pertumbuhan.
Meskipun pada taraf inokulasi MVA sebesar 15 gram/polybag dan 22,5
gram/polybag berat kering akarnya menurun, akan tetapi dari hasil yang diperoleh
menunjukkan pertambahan berat kering akar yang lebih baik dibandingkan tanaman
kontrol (tanpa inokulasi MVA). Peningkatan parameter pertumbuhan tanaman dapat
disebabkan oleh peranan MVA terhadap metabolisme yang terjadi di perakaran tanaman
(Samarbakhsh, et al., 2009). Kegiatan metabolisme akar yang bermikoriza 2 sampai 4
kali lebih tinggi dibandingkan akar yang tidak bermikoriza, karena akar bermikoriza
dapat memperbesar penyerapan garam-garam mineral dengan mempertinggi penyediaan
ion hidrogen yang dapat dipertukarkan (Sieverding, 1991 dalam Trisilawati dan Firman,
2004). Ada tiga alasan mengapa MVA dapat meningkatkan penyerapan hara dalam tanah,
yaitu: MVA mampu mengurangi jarak bagi hara untuk memasuki akar tanaman, MVA
dapat meningkatkan rata-rata penyerapan hara dan konsentrasi hara pada permukaan
12
penyerapan dan MVA dapat merubah secara kimia sifat-sifat hara sehingga memudahkan
penyerapannya ke dalam akar tanaman (Abbot dan Robson, 1982 dalam Delvian, 2005).
Berat Kering Tajuk
Pengukuran produktifitas tanaman akan lebih relevan menggunakan berat kering
tajuk atau bagian tanaman sebagai ukuran pertumbuhannya (Salisbury dan Ross, 1995).
Berat kering tajuk merupakan variabel yang penting untuk mengetahui akumulasi
biomassa serta imbangan fotosintesis pada masing-masing organ tanaman (Mahmud et
al., 2002 dalam Purnawan, 2007). Hasil rerata berat kering tajuk tanaman pule pandak
pada pemberian variasi inokulasi MVA disajikan pada tabel 3.
Tabel 3. Rerata berat kering tajuk R. verticillata pada variasi inokulasi mikoriza vesikula arbuskula (MVA)
Perlakuan Inokulasi MVA
Rerata Berat Kering Tajuk
M0
M1
M2
M3
0,1384
0,1908
0,1562
0,1388
Keterangan: M0 = 0 gram MVA/polybag; M1 = 7,5 gram MVA/polybag; M2 = 15 gram MVA/polybag; dan M3 = 22,5 gram MVA/polybag
Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan M1 (7,5 gram/polybag) menghasilkan
berat kering tajuk yang tertinggi yaitu sebesar 0,1908 gram, dan hasil terendah terdapat
pada perlakuan M0 (0 gram/polibag) sebesar 0,1384 gram, sedangkan peningkatan dosis
inokulasi sampai dosis 15 gram/polybag dan 22,5 gram/polybag menurunkan berat kering
tajuk. Hal ini dapat dikaitkan dengan faktor persentase infeksi pada akar. Infeksi pada
akar oleh mikoriza dapat membantu memperluas bidang penyerapan hara dan air yang
dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan, oleh karena itu tanaman yang diinokulasi
dengan mikoriza sampai titik optimum tertentu pada umumnya pertumbuhannya menjadi
lebih baik dibandingkan yang tidak bermikoriza. Pada penelitian kali ini diperoleh hasil
infeksi dimana semakin tinggi dosis inokulasi MVA sampai pada dosis 15 gram/polybag
dan 22.5 gram/polybag menyebabkan semakin turun persentase infeksinya sehingga
penyerapan hara dan air juga menurun. Penurunan penyerapan hara dan air menyebabkan
menurunnya laju fotosintesis serta fotosintat yang dihasilkan karena kekurangan suplai
13
air pada tanaman akan mengurangi jumlah stomata sehingga menurunkan laju kehilangan
air yang diikuti dengan penutupan stomata dan menurunnya serapan CO2 bersih pada
daun. Penurunan laju fotoosintesis yang diikuti oleh menurunnya footosintat (produk
fotosintesis) mengakibatkan akumulasi biomassa yang berupa berat kering tanaman juga
menurun sampai pada taraf inokulasi tersebut.
Pada penelitian ini inokulasi MVA tidak memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap penambahan berat kering tajuk, akan tetapi ada sebuah penelitian yang
melaporkan bahwa inokulasi MVA sebanyak 5 gram/polybag pada tanaman selasih
(Ocimum sanctum) signifikan meningkatkan parameter pertumbuhan (Mayerni dan
Hervani, 2008). Meskipun dalam penelitian ini inokulasi MVA tidak berpengaruh secara
signifikan, tetapi dari hasil yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan berat kering
tajuk pada tanaman yang diinokulasi dengan MVA. Peningkatan produksi biomassa oleh
tanaman yang diinokulasi dengan MVA, dapat dihubungkan dengan adanya peningkatan
nutrisi inorganik dan tingkat fotosintesis yang lebih tinggi pada tanaman yang
diinokulasi. MVA dilaporkan dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan karena
peningkatan pengambilan nutrien, khususnya phospor yang relatif immobile di dalam
tanah (Kung’u, 2008).
Berat kering Tanaman
Hasil rerata berat kering tanaman pule pandak pada pemberian variasi inokulasi
MVA disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Rerata berat kering tanaman R. verticillata pada variasi inokulasi mikoriza vesikula arbuskula (MVA)
Perlakuan Inokulasi MVA
Rerata Berat Kering Tanaman (g)
M0
M1
M2
M3
0,1640
0,2348
0,2034
0,1648
Keterangan: M0 = 0 gram MVA/polybag; M1 = 7,5 gram MVA/polybag; M2 = 15 gram MVA/polybag; dan M3 = 22,5 gram MVA/polybag
Perlakuan inokulasi MVA tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pertambahan berat kering tanaman pule pandak (R. verticillata). Hal ini diduga karena
14
kolonisasi MVA di dalam jaringan akar pule pandak belum berkembang secara optimal
dan waktu pengamatan yang relatif pendek sehingga respon pertumbuhan belum terlihat
jelas mengingat pule pandak merupakan tanaman tahunan. Perkembangan kolonisasi
MVA yang rendah dapat dikaitkan dengan sumber inokulum yang berupa campuran
spora, dan akar terinfeksi pada media zeolit. Inokulum berupa spora pada beberapa
spesies MVA memiliki masa dorman sebelum dapat berkecambah (Widiastuti et al.,
2005). Masa dorman pada spora mengakibatkan terhambatnya proses perkecambahan dan
pembentukan kolonisasi mikoriza di dalam akar. Selain itu perkecambahan spora
inokulum MVA di dalam tanah juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain diantaranya
adalah kelembaban, suhu, status hara tanah, dan sumber hara yang berpengaruh pada
perkecambahan spora. Terhambatnya proses perkecambahan akibat faktor-faktor tertentu
yang tidak mendukung dapat memperlambat pembentukan kolonisasi mikoriza di dalam
akar sehingga respon pertumbuhan menjadi lambat.
Pada penelitian ini diketahui bahwa perlakuan inokulasi MVA tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap pertambahan berat kering tanaman. Namun dari hasil yang
diperoleh terlihat bahwa tanaman yang diinokulasi dengan MVA menghasilkan berat
kering tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak diinokulasi. Hal ini
dikarenakan tanaman yang terinfeksi oleh MVA memiliki kemampuan mengambil P dan
nutrien lain seperti N, K, dan Mg pada zone penipisan nutrien disekitar akar, selain itu
adanya asosiasi mikoriza ini dapat membantu tanaman dalam pengambilan air dan hara
lain untuk proses pertumbuhan dan perkembangan (Guissou, 2009).
Rasio Akar Tajuk
Akar dan tajuk pertumbuhannya saling tergantung satu sama lain. Pertumbuhan
tergantung suplai karbohidrat dan hormon dari tajuk, sedangkan akar berperan dalam
menyediakan bahan organik (Kramer, 1983 dalam Lestari, 2008). Hasil rerata rasio akar
tajuk tanaman pule pandak pada variasi inokulasi MVA disajikan pada tabel 5.
15
Tabel 5. Rerata rasio akar tajuk R. verticillata pada variasi inokulasi mikoriza vesikula arbuskula (MVA)
Perlakuan Inokulasi MVA
Rerata Rasio Akar Tajuk
M0
M1
M2
M3
0,132
0,242
0,234
0,178
Keterangan: M0 = 0 gram MVA/polybag; M1 = 7,5 gram MVA/polybag; M2 = 15 gram MVA/polybag; dan M3 = 22,5 gram MVA/polybag
Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa rerata rasio akar tajuk tertinggi ada pada
perlakuan M1 (7,5 gram MVA) sebesar 0,242 gram dan terendah adalah pada perlakuan
M0 (0 gram MVA) sebesar 0,132 gram. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan berat kering sampai dosis 7,5 gram MVA dan berat kering semakin menurun
seiring dengan peningkatan dosis inokulasi sampai dosis 15 gram/polybag dan 22,5
gram/polybag. Hal ini dapat dikaitkan dengan faktor persentase infeksi yang semakin
menurun seiring dengan penambahan dosis inokulasi sampai pada taraf tersebut yang
diikuti dengan penurunan berat kering akar, sehingga rasio akar tajuk juga menurun.
Perlakuan inokulasi MVA pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap rasio akar tajuk. Namun dari hasil yang diperoleh, tanaman yang
diinokulasi MVA memiliki rasio akar tajuk yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak
diinokulasi. Rasio akar tajuk yang tinggi pada tanaman yang diinokulasi MVA dapat
dihubungkan dengan efek infeksi mikoriza, yang mana dapat meningkatkan menyerapan
nutrien yang dapat meningkatkan biomassa akar dan tajuk dengan pertumbuhan yang
seragam (Kung’u, 2008). Selama penelitian Clapperton dan Reid (1992) dalam Kung’u
(2008) tentang hubungan antara pertumbuhan tanaman dengan peningkatan densitas
inokulum MVA, dilaporkan bahwa peningkatan kolonisasi MVA menyebabkan
peningkatan rasio akar tajuk. Mereka menyimpulkan bahwa hal ini dikarenakan tanaman
yang berasosiasi dengan MVA dapat mentranslokasikan karbon ke dalam akar lebih
tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza.
Pada penelitian kali ini, tanaman pule pandak yang diinokulasi dengan MVA
memiliki rasio akar tajuk yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak diinokulasi MVA.
16
Rasio akar tajuk yang lebih tinggi berarti berat akar yang dihasilkan lebih besar. Menurut
Lestari (2008) berat akar pule pandak yang besar yang lebih diutamakan, hal ini
dikarenakan pada tanaman pule pandak bagian akarlah yang dimanfaatkan untuk diambil
metabolit sekundernya sehingga semakin tinggi berat akar yang dipanen maka semakin
besar metabolit sekunder yang bisa diambil.
Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai
indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur
pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Hal ini didasarkan atas kenyataan
bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat
(Sitompul dan Guritno, 1995). Hasil rerata tinggi bibit pule pandak pada perlakuan
variasi inokulasi MVA disajikan pada tabel 6.
Tabel 6. Rerata tinggi R. verticillata pada variasi inokulasi mikoriza vesikula arbuskula (MVA)
Perlakuan Inokulasi MVA
Rerata Tinggi Tanaman (cm)
M0
M1
M2
M3
12,22
12,66
12,58
12,30
Keterangan: M0 = 0 gram MVA/polybag; M1 = 7,5 gram MVA/polybag; M2 = 15 gram MVA/polybag; dan M3 = 22,5 gram MVA/polybag
Pada tabel 6 menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan inokulasi MVA tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan tinggi bibit pule pandak (R.
verticillata). Hal ini diduga karena infeksi MVA di dalam akar tanaman belum
berkembang secara optimal dan waktu pengamatan yang relatif pendek sehingga respon
pertambahan tinggi tanaman belum terlihat secara jelas. Widiastuti et al., (1998)
melaporkan bahwa respons inokulasi MVA menggunakan inokulum campuran spora,
hifa, dan akar terinfeksi terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis)
dapat diamati pada umur enam bulan, sedangkan penelitian ini dilakukan selama 4 bulan
sehingga respon yang ditimbulkan belum terlihat jelas mengingat tanaman pule pandak
juga merupakan tanaman tahunan. Perkecambahan spora dipengaruhi oleh O2, CO2,
17
kelembaban, suhu, status hara tanah, dan sumber hara. Inokulum dalam bentuk spora
memerlukan waktu beberapa hari untuk berkecambah dan beberapa spesies memiliki
masa dorman sebelum dapat berkecambah (Widiastuti et al., 2005). Masa dorman pada
spora mengakibatkan terhambatnya pembentukan kolonisasi mikoriza, sehingga respon
pertumbuhan menjadi lambat karena pembentukan hifa yang membantu penyerapan hara
untuk mendukung pertumbuhan juga terhambat.
Pada penelitian ini pemberian MVA tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
tinggi bibit pule pandak tetapi ada sebuah penelitian yang melaporkan bahwa inokulasi
MVA sebanyak 7,5 gram per pot atau 30 spora per tanaman pada bibit kopi robusta
(Coffea canephora), memberikan hasil terbaik pada pertambahan tinggi bibit
(Kusumastuti, 1997).
Infeksi mikoriza diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman karena
adanya peningkatan dalam pengambilan nutrien (Marschner dan Dell, 1994). Nye dan
Tinker, (1997) melaporkan bahwa pengambilan nitrogen, phospor, dan potasium dibatasi
oleh tingkat difusi dari masing-masing nutrien di dalam tanah. Namun dengan adanya
MVA dapat meningkatkan pengambilan nutrien melalui difusi nutrien dari dalam tanah
ke akar karena bidang penyerapan oleh hifa MVA yang lebih luas, sehingga pertumbuhan
tanaman yang diinokulasi MVA akan lebih baik daripada tanaman yang tidak diinokulasi
MVA.
Jumlah Daun
Variabel pengamatan jumlah daun sangat diperlukan sebagai salah satu indikator
pertumbuhan tanaman dan dapat digunakan sebagai data penunjang untuk menjelaskan
proses pertumbuhan yang terjadi seperti pembentukan biomassa tanaman (Sitompul dan
Guritno, 1995).
18
Tabel 7. Rerata jumlah daun R. verticillata pada variasi inokulasi mikoriza vesikula arbuskula (MVA)
Perlakuan Inokulasi MVA
Rerata Jumlah Daun
M0
M1
M2
M3
14,8
16,8
15,2
14,0
Keterangan: M0 = 0 gram MVA/polybag; M1 = 7,5 gram MVA/polybag; M2 = 15 gram MVA/polybag; dan M3 = 22,5 gram MVA/polybag
Inokulasi MVA pada perlakuan M1 (7,5 gram), M2 (15 gram) dan M3 (22,5 gram)
masing-masing tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun pada bibit
pule pandak (R. verticillata). Hal ini diduga karena pule pandak merupakan tanaman
tahunan sehingga munculnya respon pertambahan jumlah daun belum terlihat jelas dalam
selang waktu pengamatan 4 bulan dan menurut Gardner et al., (1991) pertambahan
jumlah daun lebih dipengaruhi oleh faktor genetik pada tanaman. Hal ini sesuai dengan
penelitian Rohimat (2002), yang melaporkan bahwa pengamatan jumlah daun tanaman
jambu mente (Anacardium occidentale L.) pada umur 1-3 bulan setelah tanam
menunjukkan bahwa aplikasi dosis jenis mikoriza tidak banyak berbeda dengan kontrol.
Inokulasi MVA pada perlakuan M1 ( 7,5 gram MVA) menghasilkan jumlah daun
yang paling tinggi yaitu sebesar 16,8 sedangkan yang paling rendah adalah pada
perlakuan M3 (22,5 gram MVA) yaitu sebesar 14,0 lebih rendah dibandingkan perlakuan
kontrol (0 gram MVA) yaitu sebesar 14,8. Inokulasi MVA tidak selalu meningkatkan
pertambahan jumlah daun pule pandak, hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran dimana
inokulasi MVA pada taraf tertentu menyebabkan pertambahan jumlah daun yang lebih
kecil dari bibit pule pandak yang tidak diinokulasi (kontrol). Jenis isolat MVA yang tidak
berpengaruh terhadap pertambahan jumlah daun adalah Gigaspora sp, G. manihotis,
Glomus sp (Rohayati, 1999).
Korelasi antara Parameter Pengamatan
Hasil analisis korelasi didapatkan bahwa jumlah daun (r= 0.959*) berkorelasi
positif secara signifikan dengan berat kering tajuk, tinggi tanaman (r = 0.980*) dan berat
kering tajuk (r = 0.951*) berkorelasi positif secara signifikan dengan berat kering akar,
19
dan tinggi tanaman (r = 0.973*) berkorelasi positif secara signifikan dengan rasio akar
tajuk.
Tabel 8. Nilai koefisien korelasi antar parameter pengamatan
Parameter Tinggi Jumlah Daun
BK Tajuk
BK Akar Rasio Akar Tajuk
Jumlah Daun 0.808
BK_Tajuk 0.888 0.959* BK_Akar 0.980* 0.909 0.951* Rasio Akar Tajuk 0.973* 0.663 0.800 0.911 Infeksi 0.836 0.476 0.694 0.751 0.928
* : Korelasi signifikan pada taraf 5 %
Daun secara umum dipandang sebagai organ produsen fotosintat utama yang
berfungsi sebagai penerima cahaya dan alat fotosíntesis (Sitompul dan Guritno, 1995).
Jumlah daun yang meningkat akan menyebabkan penyerapan cahaya menjadi efektif dan
pengambilan CO2 menjadi lebih cepat sehingga akan meningkatkan laju fotosíntesis dan
hasil fotosintat (produk fotosíntesis). Laju fotosíntesis dan fotosintat yang meningkat
mengakibatkan akumulasi yang berupa berat kering dan pertumbuhan juga akan
meningkat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh menunjukkan bahwa Perlakuan
inokulasi mikoriza vesikula arbuskula (MVA) berpengaruh nyata terhadap berat kering
akar dan persentase infeksi pada akar. Perlakuan inokulasi MVA pada dosis 7,5 gram/
polybag pada bibit pule pandak (Rauvolfia verticillata) mampu meningkatkan berat
kering akar yaitu sebesar 0.0440 gram dan persentase infeksi pada akar sebesar 31.20 %.
DAFTAR PUSTAKA
Baon, J.B., T.G. Azzurra dan Nurkholis. 1997. Growth and Nutrient Up-take Response of Mycorrhizal Cocoa Treated With Coconut Water as Plant Growth Regulator. In Mycorrhizas in Sustainable Tropical Agriculture and Forest Ecosystems. Papers Presented at The International Conf. Bogor, Indonesia, October 26-30, 1997. LIPI-IPB. Bogor, Indonesia
20
Delvian. 2005. Respon Pertumbuhan dan Perkembangan Mikoriza Arbuskula dan Tanaman Terhadap Salinitas Tanah. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
Duke, J.A. 1992. Handbook of Biologically Active Phytochemicals and Their Activities.
Boca raton. FL. CRC Press Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitcell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Terjemahan H. Susilo. UI Press. Jakarta. Goussous, S.J., dan M.J. Mohammad. 2009. Comparative Effect of two Arbuscular
Mycorrhizae N and P Fertilizers on Growth and Nutrient Uptake of Onions. International Journal of Agriculture and Biology, ISSN online: 1814-9596. http://www.fspublishers.org [3 November 2009]
Guissou, T. 2009. Contribution of arbuscular mycorrhizal fungi to growth and nutrient
uptake by jujube and tamarind seedlings in a phosphate (P)-deficient soil. African Journal of Microbiology Research 3(5): 297-304
Hayman, D.S. 1970. Endogone spore numbers in soil and Vesicular-arbuscular
mycorrhizal in wheat as influenced by season and soil treatment. Transactions of The British Mycological Society 54: 53-60
Kung’u, J.B. 2008. Effect of Vesicular-arbuscular Mycorrhiza (VAM) Innoculation on
Growth Performance of Senna spectabillis. School of Pure and Applied Sciences, Kenyatta University. http://www.ciat.cgiar.org
[24 Juni 2008] Kusumastuti, A. 1997. Peranan Mikoriza Vesikular Arbuskular dan Pemupukan Fosfor
terhadap Pertumbuhan Bibit Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre ex. Froehn.). Skripsi Fakultas Pertanian & Kehutanan, UNHAS.
Lestari, P.P. 2002. Pertumbuhan, Kandungan Klorofil dan Karotenoid Serta Aktivitas
Nitrat Reduktase Rauvolfia verticillata (Lour.) Baillon Pada Ketersediaan Air Yang Berbeda. Skripsi Fakultas Pertanian, UNS.
Marschner, H., dan B. Dell. 1994. Nutrient Uptake in Mycorrhizal Symbiosis. Plant and
Soil 159: 89-102. Maryeni, R., dan D. Hervani. 2008. Pengaruh Jamur Mikoriza Arbuskula Terhadap
Pertumbuhan Tanaman Selasih (Ocimum sanctum L.). Jurnal Akta Agrosia 11(1): 7-12
Muzar, A. 2000. Respons Tanaman Jagung (Zea mays L.) Kultivar Arjuna dengan
Populasi Tanaman Bervariasi terhadap Mikoriza Vesikular-Arbuskular (MVA)
21
serta Kapur Pertanian Super Fosfat (KSP) dan Residunya pada Ultisol. Jurnal Akta Agrosia 9(2): 75-85
Nuhamara, S.T. 1994. Peranan Mikoriza untuk Reklamasi Lahan Kritis. Program
Pelatihan Biologi dan Bioteknologi Mikoriza. Nuraeni, 1999. Pengaruh Inokulasi Mikoriza-Arbuskular dan Rhizobium japonicum
dengan Pem-berian N dan P terhadap Kadar Protein dan Vigor Benih Kedelai. Skripsi Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Nye, P.H., dan P.B. Tinker. 1977. Solute movements in the root-soil systems. Blockwell.
Oxford. Octavitani, N. 2009. Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) Sebagai
Pupuk Hayati Untuk Meningkatkan Produksi Pertanian. http://uwityangyoyo.wordpress.com
[28 Juli 2009] Phillips, J. M. and D. S. Hayman. 1970. Improved Procedures for Clearing Roots and
Staining Parasitic and Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal Fungi for Rapid Assessment of Infection. Transactions of The British Mycological Society 55: 157-160.
Purnawan, I. 2007. Pengaruh Jumlah Buku dan Macam Komposisi Media Tanam
Terhadap Pertumbuhan Setek Nilam (Pogostemon cablin Benth). Skripsi Fakultas Pertanian, UNS.
Rao, N.S.S. 1994. Mikroorganisme tanah dan pertumbuhan tanaman. Edisi Kedua.
Penerbit Universitas Indonesia. Rohayati. 1999. Uji Kompatibilitas Efektivitas Beberapa Jenis Isolat Cendawan Mikoriza
Arbuskula (CMA) Terhadap Klon Jati (Tectona grandis Linn.f.). Fakultas Kehutanan IPB Bogor.
Rohimat, I. 2002. Teknik Inokulasi Mycorrhizae Arbuscular Pada Bibit Jambu Mente.
Buletin Teknik Pertanian 7(2): 80-82 Salisbury, F.B., dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Diterjemahkan oleh
Lukman D.R. dan Sumaryono. ITB. Bandung Samarbakhsh, S., F. Rejali, M.R. Ardakani, F. Pak Nejad dan M. Miransari. 2009. The
Combined Effect of Fungicides and Arbuscular Mycorrhiza on Corn (Zea mays L.) Growth and Yield under Field Conditions. Journal of Biological Scienses 9(4): 372-376
22
Sharma, U.R. 2003. Medicinal Plants Reasearhin Nepal and plants for their Inventory and Documentation. Departement of Plant Resource. Banaspati
Sitompul, S.M., dan B. Guritno. 1995. Analisa Pertumbuhan Tanaman. UGM Gadjah
Mada UniversityPress. Suhardi, H. 2005. Fisiologi Pohon. http://www.irwantoshut.com
[6 September 2008] Sulandjari. 2008. Tanaman Obat Rauvolfia serpentina (Pule pandak) Ekofisiologi dan
Budidaya. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press Tirta, I.G. 2006. Pengaruh Kalium dan Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Bibit Panili
(Vanilla planifolia Andrew). BIODIVERSITAS 7(2): 171-174 Trisilawati, O dan C. Firman. 2004. Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula Terhadap
Pertumbuhan Bibit Panili ( Vanilla planifolia Andrews). Buletin TRO XV(1): 19-24
Widiastuti, H., T.W. Darmono dan D.H. Goenadi. 1998. Respon Bibit Kelapa Sawit
Terhadap Inokulasi Beberapa Cendawan AM Pada Beberapa Tingkat Pemupukan. Menara Perkebunan 66 (1): 13-19
Widiastuti, H., N. Sukarno, L.K. Darusman, D.H. Goenadi, S. Smith dan E. Guhardja.
2005. Penggunaan Spora Cendawan Mikoriza Arbuskula Sebagai Inokulum Untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Serapan Hara Bibit Kelapa Sawit. Menara Perkebunan 73(1): 26-34
Yahya, F.A., E. Sandra, dan E.A.M. Zuhud. 2002. Pertumbuhan Biomassa Dan
Kandungan Alkaloid Akar Pule Pandak (Rauvolfia serpentina Benth) hasil Kultur In Vitro. Seminar Nasional XXII TOI. Purwokerto.